Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Published by bpsdmhumas, 2020-09-14 02:20:21

Description: Modul 5

Search

Read the Text Version

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan i BPSDM MODUL HUKUM DANPENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL CALON PEJABAT FUNGSIONAL HAMPERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM TAHUN 2016

BPSDM ii Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) HAM Suryandari, Cahyani Pakpahan, Rudi Hendra Laila, Aisyah Santoso, Edy Modul Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan. Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan/ oleh 1. Cahyani Suryandari, SH., MH., 2. Rudi Hendra Pakpahan, SH., MH., 3. Aisyah Laila, SH., MH., 4. Dr. Edy Santoso, SH., MH.; Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM – Depok, 2016. viii, 102 hlm; 15 x 21 cm ISBN : 978 – 602 – 9035 – 00 – 5 Diterbitkan oleh : Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Jalan Raya Gandul – Cinere, Depok 16512 Telp. (021) 7540077, 7540124 Fax. (021) 7543709

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan iii KATA PENGANTAR BPSDM Peraturan Perundang-undangan merupakan instrumen HUKUM kebijakan guna mendorong terwujudnya pembangunan nasional DAN Indonesia yang menurut sistem hukum nasional. Indonesia HAMsebagai sebuah negara hukum menempatkan Peraturan Perundang-undangan dalam posisi strategis sebagai landasan formal pengambilan kebijakan dan penyelenggaraan pemerintahan secara nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan tidak dapat dipisahkan dari tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai sebuah negara hukum untuk menciptakan standar dan tertib hukum Pembentukan Peraturan Perundang- undangan agar dihasilkan Peraturan Perundang-undangan yang harmonis dan utuh demi terwujudnya pembangunan nasional yang memberikan kepastian hukum dan menghormati prinsip- prinsip hak asasi manusia. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak dapat dipisahkan dari manusia dalam proses pembentukannya yang dapat mempengaruhi kualitas sebuah peraturan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dalam Pasal 98 dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2015 memuat pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peran yang diberikan oleh Perancang Peraturan Perundang- undangan bertujuan mengawal Peraturan Perundang-undangan

BPSDM iv Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN dalam setiap tahapan pembentukannya baik di pusat maupun di HAMdaerah agar dapat dihasilkan Peraturan Perundang-undangan yang berkualitas, aspiratif dan responsif selaras dengan sistem hukum dan tujuan pembangunan nasional secara menyeluruh. Mengingat pentingnya peran yang dimiliki oleh Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu selaras dengan peningkatan kompetensi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk terwujudnya peningkatan kompetensi Perancang Peraturan Perundang- undangan adalah melalui Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan berbasis kompetensi yang berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 Tahun 2015 tentang Diklat Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, agar dapat dihasilkan para Perancang Peraturan Perundang-undangan yang profesional dan memiliki kompetensi dalam bidangnya. Modul ini merupakan modul yang dihasilkan dari penyempurnaan kurikulum Diklat Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, yang telah disesuaikan dengan perkembangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan peranan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Diharapkan modul dapat memberikan ilmu yang bermanfaat bagi Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Pertama dalam memahami Peraturan Perundang-undangan baik dari segi teori maupun

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan v praktek. Di samping mempelajari modul secara menyeluruh Peserta juga disarankan dapat mengembangkan pemahaman melalui sumber-sumber belajar lain di luar modul. Semoga modul ini dapat dimanfaatkan dan membantu dalam proses pembelajaran, baik oleh peserta, widyaiswara, pengajar, atau fasilitator. Harapan kami semoga melalui Diklat Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan dapat dihasilkan para lulusan Perancang Peraturan Perundang- undangan Ahli Pertama yang memiliki kompetensi dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. BPSDM HUKUM DAN HAM Depok, 28 Februari 2015 PUSAT PENGEMBANGAN DIKLAT FUNGSIONAL DAN HAM

vi Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan DAFTAR ISI Halaman BPSDMKATA PENGANTAR .......................................................... iii HUKUMDAFTAR ISI ........................................................................ vi DAN HAMBab IPendahuluan.......................................................1 A Latar Belakang.............................................. 1 B Deskripsi Singkat ......................................... 2 C Durasi Pembelajaran.................................... 3 D Hasil Belajar.................................................. 5 E Indikator Belajar ............................................ 5 F Pra Syarat ..................................................... 6 G Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ............. 6 Bab II Pemahaman Terhadap UU P3 dan PP UU P3.. 9 A Pemahaman Terhadap UU P3 dan Perpres 9 UU P3 ........................................................... B Pengertian Pembentukan Peraturan 30 30 Perundang-undangan ................................... 31 C Rangkuman................................................... D Latihan .......................................................... Bab III Perencanaan....................................................... 33 A Perencanaan Undang-Undang ..................... 33 B Perencanaan Peraturan Pemerintah ............ 51 C Perencanaan Peraturan Presiden ................ 52

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan vii D Perencanaan Peraturan Daerah................... 53 E Perencanaan Peraturan Perundang- undangan Lainnya......................................... 55 F Rangkuman................................................... 55 G Latihan........................................................... 56 BPSDM HUKUMBab IV Proses Penyusunan...........................................59 DANA Penyusunan Rancangan Undang-Undang ... 59 HAMB Penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang........................... 65 C Penyusunan Peraturan Pemerintah.............. 66 D Penyusunan Peraturan Presiden.................. 67 E Penyusunan Peraturan Daerah .................... 67 F Penyusunan Peraturan Perundang- undangan Lainnya......................................... 69 G Rangkuman................................................... 70 H Latihan .......................................................... 70 Bab V Proses Pembahasan.......................................... 71 A Rancangan Perundang-undangan................ 71 B Peraturan Daerah ......................................... 76 C Rangkuman................................................... 79 D Latihan........................................................... 80 Bab VI Pengesahan/Penetapan..................................... 81 A Pengesahan.................................................. 81 B Penetapan..................................................... 82 C Rangkuman .................................................. 84 D Latihan .......................................................... 85

viii Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Bab VII Pengundangan .................................................. 87 A Pengertian Pengundangan ........................... 87 B Pengundangan Peraturan Perundang- undangan di Pusat dan di Daerah ................ 88 C Rangkuman .................................................. 93 D Latihan .......................................................... 93 BPSDM HUKUMBab VIII Penutup...............................................................95 DANA Dukungan Belajar Bagi Peserta.................... 95 HAMB Tindak Lanjut.................................................98 C Penilaian Peserta.......................................... 98 Daftar Pustaka.................................................................. 100

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 1 BAB I PENDAHULUAN BPSDM A. Latar Belakang HUKUM DAN Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memerlukan HAM adanya standar khusus, baik dari sisi tahapan yang harus dilaksanakan maupun dari sisi teknik penyusunan rumusan, penyusunan norma dan penentuan materi muatan. Oleh karena itu, seorang Perancang Peraturan Perundang- undangan harus mempunyai pengetahuan mengenai hal tersebut. Tujuannya adalah agar Peraturan Perundang- undangan yang disusun telah melalui tahapan yang benar dan substansi yang akan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan disusun dengan menggunakan sistematika yang tepat sesuai dengan format yang telah ditentukan sehingga produk peraturan perundang-undangan yang lahir di masyarakat dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik. Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan seorang perancang harus betul-betul memahami proses dan teknik pembentukan peraturan perundang-undangan, agar dikemudian tidak menimbulkan masalah sosial. Perancang Peraturan Perundang-undangan tingkat pertama dituntut mampu merumuskan Peraturan Perundang-undangan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- 1

BPSDM 2 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN undangan (untuk selanjutnya di sebut UU P3), serta HAM Peraturan Pelaksanaannya sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (untuk selanjutnya di sebut PP UU P3), dan mampu memahami dengan baik proses pembentukan Peraturan Perundang- undangan bersama dengan legislatif sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR dan DPRD. Adapun pembahasan di dalam materi Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada modul ini meliputi pokok pembahasan mengenai: 1. Pemahaman mengenai proses pembentukan berdasarkan UU P3 dan PP UU P3; 2. Perencanaan (Program Legislasi); 3. Penyusunan Peraturan Perundang-undangan; 4. Pembahasan berdasarkan Tata Tertib DPR, DPD, dan DPRD; 5. Pengesahan/ Penetapan; 6. Pengundangan. B. Deskripsi Singkat 1. Penggunaan Modul Modul ini merupakan modul wajib yang berisi pengetahuan dasar bagi peserta diklat perancang peraturan perundang-undangan tingkat pertama dalam memahami proses pembentukan peraturan perundang- undangan.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 3 2. Jenis pembelajaran Jenis pembelajaran modul ini adalah konseptual, keterampilan dan reflektif, di mana peserta akan mempelajari proses pembentukan peraturan perundang- undangan. BPSDM HUKUMC. Durasi Pembelajaran DAN HAMJumlah durasi waktu dalam pembelajaran modul Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ini adalah selama 8 jam pelajaran, atau selama 1 hari pembelajaran. Dimana setiap 1 jam pelajaran adalah selama 45 menit. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan selama 1 (satu) hari dengan metode pembelajaran klasikal di kelas, dan kemudian peserta melakukan kegiatan mandiri pelatihan. Jam Pokok Bahasan dan Pengajar Jam Mandiri Pelajaran Sub Pokok Bahasan Mempelajari, 1-2 Pemahaman terhadap UU P3 Pengajar mendiskusikan, dan (2 JP) dan PP UU P3. menjelaskan dan mempresentasikan a.Pemahaman terhadap UU P3 memandu baik secara 3-4 peserta di dalam perorangan atau (2 JP) dan Perpres UU P3. memahami kelompok terkait b.Pengertian pembentukan modul ini. dengan tugas yang diberikan pengajar. peraturan perundang- undangan. Mempelajari, mendiskusikan, dan Perencanaan Pengajar mempresentasikan a. Program Legislasi Nasional. menjelaskan dan baik secara memandu perorangan atau b. Program Pembentukan kelompok terkai Peraturan Daerah/ Program peserta di dalam dengan tugas yang Legislasi Daerah. memahami diberikan pengajar. modul ini.

4 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 5 Proses Penyusunan Pengajar Mempelajari, (1 JP) menjelaskan dan a. Proses Penyusunan UU. memandu mendiskusikan, dan peserta di dalam mempresentasikan b. Proses Penyusunan memahami baik secara Peraturan Pemerintah modul ini. perorangan atau Pengganti UU kelompok terkai c. Proses Penyusunan dengan tugas yang Peraturan Pemerintah dan diberikan pengajar. Peraturan Presiden. d. Proses Penyusunan Peraturan Perundang- undangan Lainnya. BPSDM HUKUM6Proses Pembahasan Pengajar Mempelajari, DAN(1 JP)a. Tata Tertib DPR.menjelaskan danmendiskusikan, dan HAMb. Tata Tertib DPD.memandu c. Tata Tertib DPRD peserta di dalam mempresentasikan memahami baik secara modul ini. perorangan atau kelompok terkai dengan tugas yang diberikan pengajar. 7 Pengesahan/ Penetapan. Pengajar Mempelajari, (1 JP) a. Kewenangan pengesahan. menjelaskan dan mendiskusikan, dan b. Kewenangan penetapan. memandu mempresentasikan peserta di dalam baik secara memahami perorangan atau modul ini. kelompok terkai dengan tugas yang diberikan pengajar. 8 Pengundangan Pengajar Mempelajari, (1 JP) menjelaskan dan a. Pengertian Pengundangan memandu mendiskusikan, dan peserta di dalam mempresentasikan b. Pengundangan Peraturan memahami baik secara Perundang-undangan di modul ini. perorangan atau Pusat dan di Daerah kelompok terkai dengan tugas yang diberikan pengajar. Kegiatan setelah pembelajaran keal s: 4 JP (180 Menit) Setelah selesai pembelajaran peserta melakukan review secara kelompok/ mandiri membahas dan memberikan laporan harian hasil pembelajaran kelas dan mandiri, dan mengirimkannya kepada pengajar pengampu. Pengajar atau pengampu memberikan penilaian terkait dengan hasil review peserta, dan melaporkan kepada penyelenggara/ evaluasi hasil penilaian.  

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 5 D. Hasil Belajar Setelah mempelajari modul ini diharapkan memahami proses pembentukan peraturan perundang-undangan baik di Pusat dan di Daerah. BPSDM HUKUME. Indikator Belajar DAN HAMIndikator pembelajaran di dalam modul ini berdasarkan tujuan pembelajaran dan berdasarkan pokok pembelajaran dalam silabus kurikulum. Indikator pada masing-masing pokok pembelajaran adalah sebagai berikut : 1 Pokok Pelajaran 1 Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai proses pembentukan berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan Pelaksanaannya. 2 Pokok Pelajaran 2 Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai prosesperencanaan sebuah peraturan perundang-undangan pada Program Legislasi. 3 Pokok Pelajaran 3 Setelah memperlajari modul ini peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai proses penyusunan peraturan perundang-undangan. 4 Pokok Pelajaran 4 Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai proses pembahasan berdasarkan Tata Tertib DPR, DPD, dan DPRD. 5 Pokok Pelajaran 5 Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai Pengesahan/ Penetapan. 6 Pokok Pelajaran 6 Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu   menerapkan mengenai Pengundangan.

BPSDM 6 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN F. Pra syarat HAM 1. Peserta harus berlatar belakang sarjana hukum. 2. Sebelum mengikuti materi Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peserta diwajibkan mengikuti materi pembelajaran dinamika kelompok (Team Building), Pembinaan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, dan materi Etika Perancang Peraturan Perundang-undangan, dan Ilmu Perundang-undangan, Dasar-Dasar Konstitusional, Jenis, Hirarki, Fungsi dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, dan Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, dan Naskah Akademik. G. Materi Pokok dan Sub Materi 1. Materi Pokok a. Pemahaman terhadap UU P3 dan PP UU P3. b. Perencanaan c. Proses Penyusunan d. Proses Pembahasan e. Pengesahan/ Penetapan. f. Pengundangan 2. Materi Sub Pokok a. Pemahaman UU P3 dan Peraturan Pelaksanaannya b. Pengertian pembentukan peraturan perundang- undangan. c. Perencanaan RUU. d. Perencanaan RPP

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 7 e. Perencanaan Rperpres f. Perencanaan Peraturan Daerah g. Perencanaan Peraturan Perundang-undangan Lainnya h. Proses Penyusunan UU i. Proses Penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. j. Proses Penyusunan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. k. Proses Penyusunan Peraturan Daerah l. Proses Penyusunan Peraturan Perundang- undangan Lainnya. m. Pembahasan RUU. n. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah. o. Pengesahan. p. Penetapan. q. Pengertian Pengundangan r. Pengundangan Peraturan Perundang-undangan BPSDM HUKUM DAN HAM

BPSDM HUKUM DAN HAM

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 9 BAB II PEMAHAMAN TERHADAP UU P3 DAN PP UU P3 BPSDMSetelah Mempelajari Modul ini Peserta Diharapkan Mampu HUKUMMenjelaskan Mengenai Proses Pembentukan Berdasarkan UU DANP3 dan PP U P3 HAM Jumlah Materi Kegiatan Kegiatan Peserta Jam Pengajar a. Pemahaman terhadap UU Pelajaran P3 dan Perpres UU P3. Pengajar Mempelajari, menjelaskan mendiskusikan, 1-2 b. Pengertian pembentukan dan memandu dan (2 JP) peraturan perundang- undangan. peserta di mempresentasikan dalam baik secara memahami perorangan atau modul ini. kelompok terkai dengan tugas yang diberikan pengajar. A. Pemahaman terhadap UU P3 dan Perpres UU P3 1. Umum Hukum dapat diperankan sebagai alat rekayasa sosial (law as tool of social engeneering), yang menempatkan peraturan perundang-undangan pada posisi yang penting dalam mengatur tata kehidupan masyarakat. Konsep hukum sebagai alat rekayasa sosial pertama kali diperkenalkan oleh Roscoe Pound. Dalam perkembangannya, Mochtar Kusumaatmadja 9

BPSDM 10 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN mengetengahkan konsep Roscoe Pound mengenai HAM perlunya law as tool of social engeneering di Indonesia (Soetandyo Wingnyosoebroto: 1995). Menurut Mochtar Kusumaatmadja, pendayagunaan hukum sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat menurut skenario kebijakan pemerintah (eksekutif) amatlah diperlukan oleh Negara-negara industri maju yang telah mapan. Negara-negara maju memiliki mekanisme hukum yang telah “jalan” untuk mengakomodasi perubahan- perubahan dalam masyarakatnya, sedangkan Negara- negara sedang berkembang tidaklah demikian. Padahal harapan-harapan dan keinginan masyarakat-masyarakat di Negara sedang berkembang akan terwujudnya perubahan-perubahan yang membawa perbaikan taraf hidup amatlah besarnya. Melebihi harapan-harapan yang diserukan oleh masyarakat-masyarakat di negara- negara yang telah maju (Mochtar Kusumaatmadja: 1986). Untuk mewujudkan negara hukum, Indonesia wajib melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang melindungi hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pancasila. Salah satu cara mewujudkan hal tersebut, adalah dengan membentuk peraturan perundang-undangan.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 11 BPSDM Peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis HUKUM mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan DAN hukum di Indonesia. Selain didasarkan pada fungsinya HAMuntuk mewujudkan ketertiban di masyarakat dan menjamin adanya kepastian hukum, besarnya peranan peraturan perundang-undangan dalam pembangunan hukum dikarenakan: a. Peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum yang mudah dikenali (diidentifikasi), mudah diketemukan kembali, dan mudah ditelusuri. Sebagai kaidah hukum tertulis, bentuk, jenis dan tempatnya jelas. Begitu pula pembuatnya. b. Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang lebih nyata karena kaidah- kaidahnya mudah diidentifikasi dan mudah diketemukan kembali. c. Struktur dan sistematika peraturan perundang- undangan lebih jelas sehingga memungkinkan untuk diperiksa kembali dan diuji baik segi-segi formal maupun materi muatannya. d. Pembentukan dan pengembangan peraturan perundang-undangan dapat direncanakan. Untuk mendukung hal di atas, perlu adanya Peraturan perundang-undangan yang menetapkan metode yang pasti, baku, dan standar serta mengikat semua lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hal tersebut telah diundangkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

BPSDM 12 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Peraturan Perundang-undangan yang merupakan HAM peraturan pelaksanaan dari Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan berlaku, terdapat beberapa peraturan yang menjadi acuan untuk pembentukan peraturan perundang-undangan, yakni: 1. Algemeene Bepalingen Wetgeving voor Indonesie yang disingkat AB (Stb 1847:23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum Peraturan Perundang- undangan; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang- Undang ini merupakan Undang-Undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta; 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang Federal; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang- Undang dan Peraturan Pemerintah;

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 13 BPSDM 5. Keputusan Presiden Nomor 234 Tahun 1960 tentang HUKUM Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran DAN Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat HAM Negara; 6. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang- Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia; 7. Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang- Undang; 8. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang- undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden; 9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan UU P3 diharapkan peraturan perundang- undangan yang dibentuk menjadi peraturan perundang- undangan yang baik. 2. Sistematika UU P3 Sistematika UU P3 terdiri atas 13 Bab, 104 Pasal dengan 2 lampiran dengan rincian sebagai berikut:

14 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan BAB MATERI PASAL Bab I Bab II : Ketentuan Umum Pasal 1 s.d Pasal 4 Bab III : Asas Pembentukan Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Perundang- Bab IV Undangan Bab VBPSDM Bab VI HUKUM: Jenis, Hierarki, dan MateriPasal 7 s.d Pasal 15 DANMuatan Peraturan Bab VII HAMPerundang-undangan Bab VIII : Perencanaan Peraturan Pasal 16 s.d Pasal 42 Perundang-undangan Bab IX Bab X : Penyusunan Peraturan Pasal 43 s.d Pasal 63 Bab XI Perundang-undangan Bab XII Bab XIII Teknik Penyusunan Pasal 64 (Lampiran II UU Peraturan Perundang- P3) Undangan : Pembahasan dan Pasal 65 s.d. Pasal 74 Pengesahan Rancangan Undang-Undang : Pembahasan dan Penetapan Pasal 75 s.d Pasal 80 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota : Pengundangan Pasal 81 s.d Pasal 87 : Penyebarluasan Pasal 88 s.d Pasal 95 : Partisipasi Masyarakat Pasal 96 : Ketentuan Lain-Lain Pasal 97 s.d Pasal 99 : Ketentuan Penutup Pasal 100 s.d Pasal 104 3. Pendelegasian UU P3 mempunyai beberapa delegasian yaitu: a. Peraturan Pemerintah hanya 1 (Pasal 98 ayat (2) Keikutsertaan dan pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 15 BPSDM b. Peraturan Presiden terdiri 7 delegasian yaitu: HUKUM 1) tata cara penyusunan Prolegnas lingkungan DAN Pemerintah, HAM 2) tata cara perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah, 3) tata cara mempersiapkan Rancangan Undang- Undang yang diajukan oleh Presiden, 4) tata cara penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, 5) tata cara pembentukan panitia antar kementerian dan/atau antarnonkementerian, pengharmonisasian, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah, 6) tata cara pembentukan panitia antar kementerian dan/atau antarnon kementerian, pengharmonisasian, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Presiden; 7) tata cara penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari Gubernur/ Bupati/Walikota. c. Peraturan DPR terdiri atas 3 delegasian: 1) tata cara penyusunan Prolegnas DPR dan Pemerintah dan Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR; 2) tata cara mempersiapkan Rancangan Undang- Undang dari DPR; 3) tata cara penarikan kembali Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas.

BPSDM 16 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN d. Peraturan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota terdiri HAM atas 4 delegasian: 1) Tata cara penyusunan Prolegda Provinsi di lingkungan DPRD Provinsi 2) Tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi. 3) Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi 4) Tata cara penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah Provinsi e. Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota terdiri 1delegasian yaitu tata cara penyusunan Prolegda Provinsi/Kabupaten/Walikota di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Walikota. 4. Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan Sebelum berbicara mengenai mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan, untuk memahaminya, terlebih dahulu ditampilkan jenis peraturan perundang- undangan karena jenis tersebut terkait erat dengan materi muatan peraturan perundang-undangan dan tahap pembentukan. Rincian jenis peraturan perundang- undangan membedakan materi muatan masing-masing jenis tersebut. Untuk membedakan masing-masing tersebut, sering mengalami kesulitan karena ada

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 17 BPSDM perbedaan yang sangat tipis antara jenis yang satu HUKUM dengan jenis lainnya, dan kemungkinan dapat DAN menimbulkan tumpang tindih materi muatan pada HAMmasing-masing jenis yang jenjangnya berurutan satu tingkat ke bawah atau ke atas. Pengetahuan mengenai bentuk dan jenis peraturan perundang-undangan sangat penting dalam perancangan peraturan perundang-undangan (Modul Bimtek: 2006) karena: 1. setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus dapat ditunjukkan secara jelas peraturan perundang-undangan tertentu yang menjadi landasan atau dasarnya (landasan yuridis); 2. tidak setiap peraturan perundang-undangan dapat dijadikan landasan atau dasar yuridis pembentukan peraturan perundang-undangan, melainkan peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi yang dapat mendelegasikan ke peraturan perundang-undangan sederajat atau lebih rendah. Jadi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak dapat dijadikan dasar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam pembentukan peraturan, berlaku prinsip bahwa peraturan yang sederajat atau lebih tinggi dapat menghapus atau mencabut peraturan yang sederajat atau yang lebih rendah. Dalam hal peraturan yang sederajat bertentangan dengan peraturan sederajat

BPSDM 18 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN lainnya (dalam arti sejenis), maka berlaku peraturan HAM yang terbaru dan peraturan yang lama dianggap telah dikesampingkan (lex posterior derogat legi priori). Dalam hal peraturan yang lebih tinggi tingkatnya bertentangan dengan peraturan yang lebih rendah, maka berlaku peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Jika peraturan yang mengatur hal yang merupakan kekhususan dari hal yang umum (dalam arti sejenis) yang diatur dalam peraturan yang sederajat, maka berlaku peraturan yang mengatur hal khusus tersebut (lex specialis derogat legi generalis). Pasal 7 dan Pasal 8 UU P3 menentukan bahwa: Pasal 7 (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: d. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; f. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; g. Peraturan Pemerintah; h. Peraturan Presiden; i. Peraturan Daerah Provinsi; dan j. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 19 BPSDM Penjelasan Pasal 7 HUKUM Ayat (1) DAN HAM Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2001 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Provinsi Aceh dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus)

BPSDM 20 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN serta Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang HAM berlaku di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Huruf g Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Qanun yang berlaku di Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Ayat (2) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 8 (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/ Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 21 BPSDM (2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana HUKUM dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan DAN mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang HAM diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Penjelasan Pasal 8: Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Peraturan Menteri” adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “berdasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Bila dilihat dari Pasal 8 ayat (2) UU P3, maka keberadaan Peraturan Perundang-undangan di luar hirarki (tidak termasuk Pasal 7 ayat (1) UU P3) diakui walaupun harus dengan pendelegasian dari peraturan yang lebih tinggi atau ditetapkan berdasarkan kewenangan. Berdasarkan Pasal 7 tersebut terdapat 2 pembuatan peraturan perundang-undangan berdasarkan wilayah yaitu: a. Peraturan tingkat pusat Peraturan yang dibuat di tingkat Pusat mulai dari UUD 1945 s.d Peraturan Presiden. Kemudian

BPSDM 22 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN berlanjut dengan Pasal 8 ayat (1) yaitu peraturan HAM yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang- Undang atau Pemerintah atas perintah Undang- Undang. b. Peraturan tingkat daerah Peraturan tingkat daerah yaitu Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota, Peraturan Kepala Daerah (Peraturan Gubernur/Kabupaten/Kota), dan Peraturan Desa. Dengan demikian berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) UU P3 terdapat 4 (empat) peraturan produk hukum daerah yaitu: 1. Perda Provinsi; 2. Perda Kabupaten/Kota; 3. Peraturan Kepala Daaerah; 4. Peraturan Desa. 5. Asas Dalam penyusunan Peraturan Perundang-undangan harus diperhatikan asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan menurut Pasal 5 UU P3 yaitu asas:

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 23 BPSDM a. kejelasan tujuan. HUKUM “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang- DAN undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang HAM hendak dicapai”. b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang- undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.” c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan. “bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang- undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.” d. dapat dilaksanakan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang- undangan harus memperhitungkan efektiftas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.” e. kedayagunaan dan kehasilgunaan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang- undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur

BPSDM 24 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan HAM bernegara.” f. kejelasan rumusan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang- undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.” g. keterbukaan. “bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan,dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang- undangan.” Selain itu, penyusunan produk hukum daerah juga perlu memperhatikan asas materi muatan peraturan perundang-undangan menurut Pasal 6 ayat (1) UU P3 yaitu asas : a. Pengayoman : “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.”

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 25 BPSDM b. Kemanusiaan : HUKUM “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang- DAN undangan harus mencerminkan perlindungan dan HAM penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.” c. Kebangsaan : “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang- undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.” d. Kekeluargaan : “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang- undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalm setiap pengambilan keputusan.” e. Kenusantaraan : “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang- undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.” f. Bhinneka Tunggal Ika : “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama,

BPSDM 26 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN suku, dan golongan, kondisi khusus daerah, dan HAM budaya khususnya yang menyangkut masalah- masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.” g. Keadilan : “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga Negara tanpa kecuali.” h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan : “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang- undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain: agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.” i. Ketertiban dan kepastian hukum: “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang- undangan harus menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.” j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan: “bahwa setiap Materi Peraturan Perundang- undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan mayarakat dengan kepentingan bangsa dan Negara.”

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 27 BPSDM Selain asas tersebut, dapat memuat asas lain sesuai HUKUM substansi bagi Peraturan Perundang-undangan Tingkat DAN Pusat yang bersangkutan (Pasal 6 ayat (2) UU P3). HAM 6. Ancaman Pidana Ancaman pidana hanya terdapat pada instrumen hukum Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Dengan demikian, produk hukum di luar Undang-Undang dan Peraturan Daerah tidak dapat memuat ketentuan pidana. 7. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan hierarki Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi Muatan peraturan perundang-undangan tingkat pusat terdiri atas: a. Undang-Undang Materi muatan yang harus diatur dengan UndangUndang berisi: 1) pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang; 3) pengesahan perjanjian internasional tertentu; 4) tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau 5) pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

BPSDM 28 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN b. Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang HAM sama dengan materi muatan Undang-Undang. c. Peraturan Pemerintah berisi materi untuk men- jalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. d. Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. e. Peraturan Daerah berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Perundang-undangan Lainnya yang tidak termasuk dalam hierarki juga mempunyai materi muatan. Peraturan Perundang-undangan di luar hierarki didasarkan pada Pasal 8 ayat (1) UU P3 yang materi muatannya yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang. Di dalam ilmu peraturan perundang-undangan telah dikenal teori berjenjang yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat peraturan semakin meningkat keabstrakannya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 29 BPSDM peraturan, semakin meningkat kekonkritannya. Teori HUKUM tersebut dapat diterapkan kepada tata urutan (hirarki) dan DAN jenis peraturan perundang-undangan di atas. Semakin HAM ke bawah, materi muatan peraturan masing-masing semakin mengkerucut. Dengan mengkerucutnya materi muatan, orang akan lebih mempermudah menentukan materi muatan yang terbawah karena yang terakhir ini sebagai hasil residu peraturan di atasnya dan akan lebih mudah mengimplementasikan (Suhariyono: 2003). 8. Pengujian Undang-Undang Pengujian Undang-Undang yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, sedangkan pengujian terhadap Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang dilakukan oleh Mahkamah Agung. 9. Penyebarluasan Undang-Undang Dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundangundangan harus dilakukan proses penyebarluasan, yaitu kegiatan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat mulai dari perencanaan sampai dengan pengundangan agar masyarakat dapat memberikan masukan atau tanggapan atas peraturan perundang-undangan yang sedang disusun, dibahas dan yang telah diundangkan.

BPSDM 30 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN B. Pengertian Pembentukan Peraturan Perundang- HAM Undangan Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU P3 mendefinisikan mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. C. Rangkuman Pengetahuan mengenai jenis, hierarki, dan materi muatan peraturan perundang-undangan sangat penting dalam perancangan peraturan perundang-undangan termasuk pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini, memberikan kejelasan tentang landasan dan dasar yuridisnya, serta memperhatikan prinsip-prinsip lex posterior derogate priori, lex specialis derogate lex generalis dan teori tentang hierarki (penjenjangan). Penentuan jenis, hierarki, dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan berpengaruh terhadap pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang bersangkutan.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 31 D. Latihan Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai UU P3, cobalah latihan di bawah ini. 1. Sebutkan jenis peraturan perundang-undangan baik yang hierarki maupun yang tidak masuk ke dalam hierarki? 2. Jelaskan tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan asas materi muatan peraturan perundang-undangan? 3. Jelaskan materi muatan dari setiap jenis peraturan perundang-undangan berdasarkan UU P3? BPSDM HUKUM DAN HAM

BPSDM HUKUM DAN HAM

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 33 BAB III PERENCANAAN BPSDMSetelah Mempelajari Modul ini Peserta Diharapkan Mampu HUKUMMenjelaskan Mengenai Proses Perencanaan Sebuah Peraturan DANPerundang-Undangan Pada Program Legislasi. HAM Jumlah Materi Kegiatan Pengajar Kegiatan Peserta Jam Perencanaan Pengajar Mempelajari, Pelajaran a. Perencanaan UU menjelaskan dan mendiskusikan, b. Perencanaan PP memandu peserta di dan 3-4 c. Perencanaan Perpres dalam memahami mempresentasikan (2 JP) d. Perencanaan Peraturan modul ini. baik secara perorangan atau Daerah kelompok terkai e. Perencanaan Peraturan dengan tugas yang diberikan pengajar. Perundang-undangan Lainnya A. Perencanaan Undang-Undang 1. Umum Perencanaan Rancangan Undang-Undang meliputi kegiatan: a. penyusunan Naskah Akademik; b. penyusunan Prolegnas jangka menengah; c. penyusunan Prolegnas prioritas tahunan; d. perencanaan penyusunan Rancangan Undang- Undang e. kumulatif terbuka; dan f. perencanaan penyusunan Rancangan Undang- Undang di luar. 33

BPSDM 34 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 2. Prolegnas. HAM Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas merupakan instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencanan, terpadu, dan sistematis. Prolegnas merupakan skala prioritas program pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Prolegnas merupakan program penyusunan daftar Rancangan Undang-Undang yang didasarkan atas (Pasal 16 s.d Pasal 21 UU P3): a. perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. perintah Undang-Undang lainnya; d. sistem perencanaan pembangunan nasional; e. rencana pembangunan jangka panjang nasional; f. rencana pembangunan jangka menengah; g. rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR; dan h. aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. Prolegnas memuat program pembentukan Undang- Undang dengan judul Rancangan Undang-Undang, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Materi yang diatur dan

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 35 BPSDM keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan HUKUM lainnya memuat keterangan mengenai konsepsi DAN Rancangan Undang-Undang yang meliputi: HAMa. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; dan c. jangkauan dan arah pengaturan. Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah. Prolegnas ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Undang-Undang. Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan Prolegnas jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan. Penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan Prolegnas jangka menengah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Undang- Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Maksud Prolegnas (BPHN, 2010), yakni sebagai berikut: a. memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum di bidang peraturan perundang-undangan di tingkat pusat; b. menyusun skala prioritas penyusunan rancangan Undang-Undang sebagai program yang

BPSDM 36 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN berkesinambungan dan terpadu sebagai pedoman HAM bersama dalam pembentukan undang-undang oleh lembaga yang berwenang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional; c. sebagai sarana untuk mewujudkan sinergi antarlembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan di tingkat pusat; d. mempercepat proses pembentukan Undang- Undang dengan memfokuskan kegiatan penyusunan Rancangan Undang-Undang menurut skala prioritas yang ditetapkan; e. menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Undang-Undang. 3. Perencanaan di Lingkungan Pemerintah Penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah diatur dengan Perpres UU P3. Perencanaan RUU di lingkungan Pemerintah berdasarkan Perpres UU P3 dilakukan dengan 2 mekanisme yaitu: a. Prolegnas Jangka Menengah; Beberapa tahap yang dilakukan oleh menteri Hukum dan HAM yaitu:

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 37 BPSDM 1). menyiapkan rancangan awal Prolegnas jangka HUKUM menengah di lingkungan Pemerintah sebagai DAN penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden HAM ke dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, dan program prioritas Presiden jangka menengah berupa daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi yang didasarkan pada: a) perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) perintah Ketetapan Majelis Permusya- waratan Rakyat; c) perintah Undang-Undang lainnya; d) sistem perencanaan pembangunan nasional; e) rencana pembangunan jangka panjang nasional; f) rencana pembangunan jangka menengah; g) rencana kerja pemerintah; dan h) aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. 2). berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, dan

BPSDM 38 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN menteri yang menyelenggarakan urusan HAM pemerintahan di bidang dalam negeri sesuai dengan kewenangannya. Daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi disusun berdasarkan hasil penelitian atau pengkajian yang memuat: a) judul; b) konsepsi yang meliputi latar belakang dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, jangkauan dan arah pengaturan; c) dasar penyusunan; dan d) keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. 3). menyampaikan daftar Rancangan Undang- Undang atau arah kerangka regulasi kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkemen- terian untuk mendapatkan tanggapan atau masukan. Tanggapan atau masukan dari kementerian/lembaga pemerintah nonkemen- terian disampaikan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi diterima. Tanggapan atau masukan dapat berupa usul penambahan atau pengurangan terhadap konsep daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi. Tanggapan atau

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 39 BPSDM masukan menjadi bahan dalam finalisasi HUKUM rancangan Prolegnas jangka menengah. DAN HAM 4). menyampaikan rancangan Prolegnas jangka menengah kepada menteri yang menyeleng- garakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri untuk disepakati dan dituangkan ke dalam Prolegnas jangka menengah sebagai prioritas kerangka regulasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan. 5). menyampaikan Prolegnas yang telah disetujui Presiden kepada DPR melalui Baleg. b. Prolegnas Prioritas Tahunan Beberapa tahapan dari penentuan prolegnas prioritas tahunan: 1). Menteri menyiapkan penyusunan Prolegnas prioritas tahunan di lingkungan Pemerintah yang dilakukan secara paralel dengan penyusunan rancangan rencana kerja pemerintah.

BPSDM 40 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 2). Penyusunan Prolegnas prioritas tahunan berupa HAM daftar Rancangan Undang-Undang yang disusun berdasarkan Prolegnas jangka menengah. 3). Dalam menyiapkan penyusunan Prolegnas prioritas tahunan, Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri. 4). Menteri menyampaikan daftar Prolegnas prioritas tahunan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk mendapatkan tanggapan atau masukan. 5). Kementerian/lembaga pemerintah nonkemen- terian menyampaikan tanggapan atau masukan atas daftar Prolegnas prioritas tahunan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal daftar Rancangan Undang-Undang diterima. 6). Tanggapan atau masukan dapat berupa usul penambahan atau pengurangan terhadap daftar

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 41 BPSDM Rancangan UndangUndang dan menjadi HUKUM menjadi bahan dalam finalisasi rancangan DAN Prolegnas prioritas tahunan. HAM 7). Pemrakarsa mengusulkan daftar Rancangan UndangUndang yang berasal dari Prolegnas jangka menengah untuk masuk dalam Prolegnas prioritas tahunan dengan melampirkan dokumen kesiapan teknis yang meliputi: a) Naskah Akademik; b) Surat keterangan penyelarasan Naskah Akademik dari Menteri; c) Rancangan Undang-Undang; d) Surat keterangan telah selesainya pelaksanaan rapat panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian dari Pemrakarsa; dan e) Surat keterangan telah selesainya pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang- Undang dari Menteri. 8). Menteri menyampaikan hasil penyusunan Prolegnas prioritas tahunan kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan. 9). Menteri menyampaikan Prolegnas yang telah disetujui Presiden kepada DPR melalui Baleg.

BPSDM 42 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 4. Perencanaan di Lingkungan Dewan Perwakilan HAM Rakyat Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR diatur dengan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyusunan Prolegnas. Beberapa ketentuan dari Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyusunan Prolegnas memuat antara lain: a. Prolegnas Jangka Menengah 1). Untuk menyusun Prolegnas Jangka Menengah, Badan Legislasi menyampaikan surat kepada Anggota, Pimpinan Fraksi, dan Pimpinan Komisi untuk meminta usulan rancangan undang- undang yang akan diusulkan dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah Badan Legislasi terbentuk. 2). Usulan rancangan undang-undang disampaikan oleh Anggota, Pimpinan Fraksi, dan Pimpinan Komisi secara tertulis kepada Pimpinan Badan Legislasi paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja dengan dilengkapi keterangan:


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook