Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore PGSD-MODUL 5 PKN

PGSD-MODUL 5 PKN

Published by Zayyinul Firdaus, 2021-04-09 05:55:17

Description: PGSD-MODUL 5 PKN

Search

Read the Text Version

sekarang, tetapi dapat berpikir tentang yang akan datang, sesuatu yang diandaikan. Anak sudak dapat diajak menyadari apa yang dibuatnya dengan alasannya. Segi rasionalitas tindakan sudah dapat diajarkan. Penanaman nilai pada tahap ini anak sudah dapat diajak diskusi untuk menemukan nilai yang baik dan tidak baik. 2) Lawrence Kohlberg (dalam Cheppy Haricahyono:61-62) seorang pakar dan praktisi dalam pendidikan moral, mendasarkan pandangannya dari penelitian yang dilakukan bertahap terhadap sekelompok anak selama 12 tahun. Kohlberg membagi perkembangan moral seseorang pada tiga tingkat, yaitu tingkat prakonvensional,tingkat konvensional, dan tingkat pascakonvensional. Dari ketiga tingkat tersebut Kohlbeg membagi menjadi enam tahap yaitu : (a) orientasi pada hukuman dan ketaatan, tahap ini penekannnya pada akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik dan buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak menghindari hukuman lebih dikarenakan rasa takut, bukan karena rasa hormat; (b) orientasi hedonis (kepuasan individu), tahap ini ditandai dengan perbuatan yang benar adalah perbuatan yang memuaskan kebutuhan individu sendiri, tetapi juga kadang mulai memperhatikan kebutuhan orang lain. Hubungan lebih menekankan unsur timbal balik dan kewajaran; (c) orientasi anak manis, pada tahap ini anak memenuhi harapan keluarga dan lingkungan sosialnya yang dianggap bernilai pada dirinya sendiri, sudah ada loyalitas. Unsur pujian menjadi penting dalam tahap ini karena yang ditangkap anak adalah orang dipuji karena berlaku baik. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau yang membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka; (d) orientasi terhadap hukum dan ketertiban, pada tahap ini dinyatakan bahwa menjalankan tugas dan rasa hormat terhadap otoritas adalah tindakan yang benar. Orang mendapatkan rasa hormat dengan perilaku menurut kewajiban; (e) orientasi kontak sosial legalitas,tahap ini ditandai bahwa perbuatan yang benar 12

cenderung didefinisikan dari segi hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis oleh seluruh masyarakat terdapat satu kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai dan pendapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai kesepakatan, ini menunjukkan tahap tinggi yang lebih tinggi dari sebelumnya. Terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal nilai dan pendapat pribadi; dan (f) etika universal, tahap ini ditandai dengan orientasi pada keputusan suara hati dan prinsip etis yang telah dipilih sendiri, yang mengacu pada pemahaman logis menyeluruh, universal mengenai keadilan timbal balik, dan persamaan ha asasi manusia, serta mengenai rasa hormat terhadap martabat manusia. Tahap pertama dan kedua yang disebut dengan tahap prakonvensional terjadi pada anak-anak Sekolah Dasar sampai dengan kelas tiga (kira-kira berusia sepuluh tahun). Adapun tahap konvesional biasanya dimulai pada tahap remaja menuju dewasa. Tahap pascakonvensional biasanya dicapai oleh orang-orang yang telah dewasa. Pada tahap ini orang disebut mempunyai kematangan moral. c. Makna Norma Pada hakikatnya norma hadir, dikembangkan dan tumbuh dalam manusia yang hidup bermasyarakat. Manusia adalah mahluk sosial ‘zoon politikon’ (Aristoteles, 384-322 S.M.) yang selalu memerlukan orang lain untuk keberlangsungan hidup. Agar kehidupan dapat berjalan dengan teratur, maka manusia membutuhkan berbagai aturan. Manusia hidup sebagai makhluk sosial yang melangsungkan kehidupannya dengan berinteraksi dan bersosialisasi, dan orang yang ingin hidup harmonis maka wajib mematuhi aturan atau ketentuan, dan jika tidak maka ia akan memperoleh sanksi, baik sanksi hukum maupun sanksi sosial. Dalam berinteraksi dan bersosialisasi ini, manusia membutuhkan kontak atau hubungan dengan manusia lainnya, dan kontak antara manusia dengan manusia 13

lainnya merupakan fitrah, karena pada prinsipnya bahwa manusia sulit untuk hidup mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan yang lainnya. Artinya manusia itu adalah mahluk sosial yang dikodratkan hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat, dan mahluk yang terbawa oleh kodrat sebagai mahluk sosial itu selalu berorganisasi. Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan berkelompok. Hidup berkelompok merupakan kodrat manusia dalam memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidupnya, baik terhadap bahaya dari dalam maupun yang datang dari luar. Dalam hidup berkelompok inilah terjadinya interaksi antar manusia, sehingga bertemulah dua atau lebih kepentingan. Pertemuan kepentingan tersebut disebut “kontak“. Harmonisasi hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, membutuhkan semacam pedoman, aturan atau ketentuan, atau apapun dan ketentuan tersebut biasa yang kita kenal dengan istilah ‘norma”. Norma adalah kaidah, pedoman, acuan, dan ketentuan berinteraksi dan berperilaku antara manusia di dalam suatu kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan bersama. Secara etimologi, kata norma berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Norm” yang artinya patokan, pokok kaidah, atau pedoman, baik tertulis maupun tidak tertulis. Biasanya norma berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu, misalnya etnis atau Negara tertentu. Namun, ada juga norma yang sifatnya universal dan berlaku bagi semua manusia. Oleh karenanya bagi individu atau kelompok masyarakat yang melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat tersebut, maka akan dikenakan sanksi yang berlaku. Beberapa ciri yang melekat pada norma yang ada dalam masyarakat setelah menyimak karekteristik yang dikemukakan di atas, antara lain : 1) Pada umumnya norma tidak tertulis, kecuali Norma Hukum. 14

2) Norma bersifat mengikatdan terdapat sanksi di dalamnya. 3) Norma merupakan kesepakatan bersama anggota masyarakat. 4) Anggota masyarakat wajib menaati norma yang berlaku. 5) Anggota masayarakat yang melanggar norma dikenakan sanksi. 6) Norma dapat mengalami perubahan sesuai perkembangan masyarakat. Macam-macam norma yang ada dalam kehidupan masyarakat dapat dibedakan berdasarkan sifat, daya atau kekuatan mengikat norma-norma tersebut. Berikut macam-macam norma berdasarkan sifatnya : 1) Norma yang mengatur kehidupan masyarakat pada umumnya terbagi menjadi 2 macam : a) Norma Formal, yaitu ketentuan dan ketentuan dalam kehidupan bermasyarakat sengaja dibuat oleh lembaga atau institusi yang bersifat formal atau resmi. Norma semacam ini memiliki rasa kepercayaan yang lebih tinggi untuk mengatur kehidupan masyarakat karena dibuat oelh lembaga-lembaga resmi atau legal. Contohnya : perintah presiden, konstitusi, peraturan pemerintah, surat-surat keputusan, dan lain sebagainya. b) Norma Non Formal, yaitu ketentuan dan tata aturan dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak diketahui tentang siapa dan bagaimana yang membuat dan menerangkan tentang norma tersebut. Beberapa ciri yang dapat dilihat dari norma non formal ini, antara lain : tidak tertulis atau jika tertulis hanya sebagai karya sastra, bukan dalam bentuk aturan yang baku. Selain itu juga norma non formal memiliki jumlah yang lebih banyak dibanding nrma formal, hal ini sebagai konsekuensibanyaknya variable-variabel yang terdapat dalam norma non formal. 2) Beberapa norma yang dapat dilihat dari daya pengikatnya terhadap kehidupan sosial di masyarakatnya (Soerjono Soekanto, 1982:174-176), antara lain : a) Cara (Usage), yakni mengacu pada bentuk perbuatan-perbuatan yang lebih menonjolkan pada hubungan yang terjadi antar individu. Penyimpangan yang 15

terjadi pada cara (usage) ini tidak akan memperoleh sanksi atau hukuman yang berat, namun hanya sekedar celaan, ejekan, atau cemoohan. Misalkan : ketika orang bersendawa yang memperoleh kepuasan setelah makan. Dalam kehidupan bermasyarakat bersendawa secara sembarang dianggap kurang sopan, dan dapat menyinggung perasaan orang lain. Namun, apabila dilakukan secara baik dengan tatacara aturan, maka bersendawa tersebut tidak tercela. b) Tata Kelakuan (Mores), yakni apabila kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai suatu cara dalam suatu cara berperilaku, namun dapat diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan seperti itu dapat menjadi tata kelakuan (mores). Tata kelakuan tersebut akan mencerminkan sifat-sifat yang ada dari sekelompok yang dilaksanakan. Seperti halnya melaksanakan perkawinan yang terlalu dekat baik hubungan darah atau sejenisnya, pada sebagian besar masyarakat adalah dilarang, sadar atau tidak sadar. Tata kelakukan seperti ini di satu pihak dapat memaksakan sebuah tindakan, sedangkan di lain pihak hanyalah sebuah larangan, sehingga secara langsung dapat menjadi suatu alat agar diantara anggota masyarakat dapat menyesuaikan perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. c) Adat Istiadat (Custom), yakni tata kelakukan yang terintegrasi kemudian menjadi kuat keberadaannya dengan pola perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi sebuah adat istiadat (custom). Apabila terdapat salah satu anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat tersebut akan mendapat suatu sanksi atau hukuman yang keras. Misalnya : hukum adat istiadat yang ada di daerah Lampung melarang adanya perceraian pasangan suami isteri. Apabila terjadi perceraian pasangan suami isteri, bagi orang yang melakukan pelanggaran adat tersebut termasuk keturunannya yang kemudian akan dikeluarkan dari masyarakat sampai suatu saat keadaannya menjadi pulih kembali. Perilaku norma yang demikian berlaku dalam sebuah lingkungan berbeda antara yang satu dengan lainnya. 16

d) Hukum (Law) merupakan sebuah ketentuan hukum dalam mengatur individu di lingkungan masyarakat baik itu tertulis atau tidak tertulis yang dicirikan oleh adanya penegak hukum, serta sanksi yang bersifat untuk menyadarkan dan menertibkan pelaku si pelanggar norma hukum dengan sanksi yang pasti. Lain halnya dengan yang kita kenal dengan Hukum Adat, walaupun memiliki sanksi, namun sanksinya hanya bersifat sosial atau lahir dari kespakatan masyarakat pemangku adat tersebut. e) Norma Mode (Fashion), norma ini lahir karena kehadiran gaya dan cara anggota masyarakat yang cenderung untuk berubah, bersifat baru, serta diikuti masyarakat pada umumnya. Norma fashion semacam ini ada hubungannya dengan sandang, pangan yang berlaku saat itu yang menghiasi anggota masyarakat. Norma-norma itu mempunyai dua macam isi yang berwujud : perintah dan larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik. Terdapat beberapa norma yang berlaku di lingkungan masyarakat dilihat dari sumber dan sanksinya, antara lain : a) Norma agama, adalah kaidah-kaidah atau pengaturan hidup yang dasar sumbernya dari wahyu Ilahi. Norma agama merupakan suatu aturan hidup yang harus diterima dari sang Kholik (pencipta) kepada manusia sebagai mahluk (yang diciptakaan) sebagai pedoman baik itu sebagai perintah, larangan atau anjuran lainnya. Norma ini dimaksudkan untuk mencapai kesucian hidup beriman dan sanksinya berasal dari yang maha kuasa. Contoh norma agama ini diantaranya ialah : 1) Kewajiban melaksanakan beribadah 17

2) Menjauhi larangan : membunuh, mencaci, menyakiti diri sendiri dan orang lain, menghina, mencuri, memfitnah, berjudi, meminum- minuman keras, menipu, dan sebagainya. 3) Melaksanakan anjuran : berbagi harta berupa sumbangan, membantu fakir miskin, memelihara tali persaudaraan, memelihara lingkungan, dan lainnya, tidak membantah terhadap orang tua, dan sebagainya. b) Norma Kesusilaan, norma yang lahir dari hati nurani manusia. Setiap manusia memiliki hati nurani yang merupakan pembeda dari mahluk-mahluk lain ciptaan yang Maha Kuasa. Norma kesusilaan ini sama dengan moral atau akhlak. Norma ini lahir untuk menjaga kesucian atau kebersihan hati nurani serta akhlaq. Adapn sanksinya bagi pelanggar adalah berupa sanksi moral yang lahir dari hati nurani itu sendiri, biasanya berupa penyesalan. Diantara norma kesusilaan yang nampak dalam kehidupan masyarakat antara lain : 1) Kita harus berlaku jujur; 2) Jangan membuat kegaduhan dalam kehidupan masyarakat; 3) Tidak melakukan penipuan 4) Jauhi sifat bohong terhadap diri sendiri atau orang lain; 5) Menghargai dan menghormati orang lain; 6) Berlaku adil dan berbuat baik terhadap sesama; 7) Berlaku jujur dan benar, dan lainnya c) Norma Kesopanan, norma ini biasa disebut sebagai norma adat dalam suatu masyarakat tertentu. yakni norma yang lahir dari masyarakat untuk menjaga keharmonisan hidup bersama, dan sanksinya dari masyarakat berupa celaan atau pengucilan. Norma ini timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri. Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. 18

Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya ialah : 1) Bertutur kata yang sopan dengan tidak menyakiti yang lain; 2) Memohon izin untuk memasuki rumah orang lain; 3) Tidak meludah di sembarang tempat; 4) Tidak membuang sampah selain pada tempat yang disediakan; 5) Menghormati orang yang lebih tua atau yang dituakan; 6) Memberikan kesempatan kepada orang tua, atau orang sakit, dan lainnya ketika di kendaraan umum; 7) Menghormati guru, dan lainnya. d) Norma Hukum, merupakan aturan yang sumbernya dari negara atau pemerintah. Norma ini dibuat oleh pejabat pemerintah yang memiliki wewenang dari negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan lainnya. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya yang tegas berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan- peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara. Contoh norma ini diantaranya ialah : 1) Melakukan penganiayaan kepada orang lain diancam hukuman terdapat dalamm KUHP 2) Melakukan penipuan dalam proses jual beli apapun barang dan jenisnya diancam dalam KUHP. 3) Pembunuh diancam dengan hukuman terdapat dalam KUHP; 19

4) dan lainnya. 2. Kedudukan Nilai, Moral, dan Norma Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara, hingga tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tatakrama, protokoler, dan sebagainya. Maksud dari pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tenteram , terlindung tanpa merugikan kepentingannya, serta terjaminnya agar perbuatan yang tengah dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika masyarakat. Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya tidak bisa hidup dengan seenaknya sendiri, karena dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai aturan, dimana aturan-aturan tersebut sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di masyarakat. Sehingga manusia atau individu yang memiliki moral yang baik, dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma- norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata tentang nilai, moral dan norma serta kaidah-kaidah masyarakat lainnya dalam kehidupan setidaknya memiliki dua alasan pokok : a) Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan nilai, moral serta norma yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima oleh masyarakat. Dengan terkucilnya dari anggota masyarakat yang lain, maka pribadi tersebut tidak akan merasa aman, tentram, dan nyaman. Akibatnya dia tidak akan merasa betah tinggal di masyarakat, padahal 20

setiap individu membutuhkan rasa aman dimana pun dia berada. Akibatnya dia tidak merasa betah di masyarakat yang tidak menerimanya, dengan demikian selanjutnya dia tidak akan bertahan tinggal di masyarakat tersebut, dan kelak dia harus mencari masyarakat lain yang kiranya mau menerimanya sebagai anggota dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, dia pun kelak dihadapkan pada tuntutan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam masyarakat sebelumnya dimana dia pernah tinggal, yaitu kemampuan untuk hidup dan bertingkah laku menurut nilai, moral dan norma serta kaidah-kaidah yang berlaku pada masyarakat yang baru. Karena setiap masyarakat masing- masing mempunyai nilai, moral, norma serta kaidah-kaidah lainnya yang harus diikuti oleh anggotanya. b) Untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tidak saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan individu yang tinggal di suatu tempat yang kita sebut masyarakat telah menghasilkan dalam perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, moral serta kaidah-kaidah sosial lainnya yang harus diikuti oleh anggotanya. Nilai, moral, norma, dan kaidah-kaidah sosial lainnya tersebut merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka bersama. Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat tidaknya dipertahankan nilai, moral, norma dan kaidah masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir riwayatnya, apabila tata aturan yang berupa nilai, moral, norma, serta kaidah masyarakat lainnya telah digantikan seluruhnya dengan tata kehidupan yang lain yang diambil dari masyarakat lain, dalam hubungan ini kita semua telah menyadari bahwa betapa pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang akan membawa nilai, moral, norma, serta kaidah kehidupan masyarakat lainnya yang asing bagi kehidupan kita. Kewaspadaan tersebut sangat penting bagi kehidupan kita agar kita bersama dapat mempertahankan eksistensi 21

masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah memiliki nilai, moral, norma, dan kaidah lainnya sebagai warisan yang tidak ternilai dari nenek moyang kita. Secara sederhana dapat kita simpulkan tentang kedudukan nilai, moral, serta norma sebagai berikut : 1) Nilai merupakan suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan- kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Nilai bersumber pada budi nurani yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistim sosial dan karya. Melalui pendidikan terintegrasi antara ketiga kajian nilai, moran dan norma, setidaknya mampu mengurangi kesenjangan perilaku peserta didik. 2) Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Moralitas merupakan suatu usaha untuk membimbing tindakan seseorang dengan akal dan hati (perasaan). Membimbing tindakan dengan akal maksudnya melakukan apa yang paling baik menurut akal, seraya memberi bobot yang seimbang menyangkut kepentingan individu yang akan terkena oleh tindakan itu. Hal ini merupakan gambaran tindakan pelaku moral yang sadar. moral mengarahkan pelaku moral untuk memiliki keprihatinan, tanpa pandang bulu terhadap kepentingan setiap orang yang terkena oleh apa yang dilakukan beserta implikasinya. 3) Norma merupakan kebiasaan umum yang menjadi menjadi acuan atau ketentuan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkemang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya. Pada akhirnya nilai, moral, norma, serta kaidah masyarakat lainnya merupakan hal yang sangat penting, yang memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan dalam berbagai 22

situasi dan kondisi tertentu dalam memberikan pelayanan profesi atau keahliannya masing-masing. Nilai, Moral, dan Norma dalam Kehidupan Bernegara 1. Nilai, Moral dan Norma dalam Hubungan Warga Negara dengan Negara Negara sebagai organisasi memiliki kewajiban melindungi dan mensejahterakan seluruh warga masyarakatnya. Dengan sejumlah nilai, moral dan norma yang dimiliki oleh Negara memiliki kewajiban pula membina dan mencerdaskan warga Negara untuk menjadi baik, taat, patuh, menghargai sesama warga Negara, mengetahui dan melaksanakan tentang hak dan kewajibannya Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) dalam pembukaannya alinea ke-4 menyatakan bahwa “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yag berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” Dari pernyataan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea 4 di atas kita dapat pahami bahwa untuk mewujudkan tujuan Negara yang demikian tidaklah mudah dan berbagai macam kegiatan dan upaya dilakukan oleh Negara terhadap warga negaranya. Salah satu upaya yang dilakukan melalui pendidikan, baik formal, informal, maupun non formal. Semua orang pasti setuju pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk membantu seseorang mencapai kesuksesannya, meskipun 23

sebenarnya pendidikan bukanlah satu-satunya hal yang menentukan keberhasilan tersebut. Kepandaian tanpa pembentukan karakter yang baik hanya akan menghasilkan sebuah ijazah, namun tidak menghasilkan generasi yang berbudi luhur Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mantransfernya yang paling efektif dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena saling melengkapi dan mendukung antara satu sama lainnya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Keterkaitan antara nilai, moral, dan norma yang diterima warga negara terhadap negara amat kuat, Negara tidak akan menjadi baik tanpa didukung oleh warga Negara-warga Negara yang baik, yakni warga Negara yang tahu akan hak kewajibannya sesuai dengan nilai, moral dan norma yang ada. Cerminan nilai, moral, dan norma yang hidup dalam masyarakat sebagai warga Negara dalam budaya. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, 24

norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. Nilai, moral dan norma dalam hubungann antara warga Negara dan Negara terlaksana melalui program pendidikan sebagai salah satu upaya mewariskan nilai, moral, dan norma yang terdapat dalam Pancasila sebagai sumber nilai, moral, dan norma, merupakan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan warga Negara. Di atas telah dijelaskan bahwa pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip-prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya. 25

2. Nilai, Moral dan Norma dalam Hubungan Sesama Warga Negara Manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa pada hakekatnya memiliki sifat kodrat sebagai makhluk individu dan mahluk sosial. Oleh karena itu bangsa pada hakikatnya merupakan suatu penjelmaan dan sifat kodrat manusia dalam merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaannya. Manusia adalah makhluk yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari. Tdak mungkin manusia itu hidup menyendiri di atas dunia ini. Arti kehidupan bagi manusia adalah adanya dia berhubungan dengan manusia lai. Dalam hal ini manusia mempunyai naluri untuk bermasyarakat; kodratnya adalah mahluk sosial, manusia itu adalah “homo socius”. Inilah pangkal tolak untuk lebih memperhatikan nilai, moral serta norma yang hidup dalam masyarakat yang tercermin dalam bentuk kebudayaan. Kebudayaan manuai tidak lain dari pencerminan dan akibat dari manusia itu hidup bersama. Harkat manusia tidak saja ditentukan oleh kemampuan fisik dan kejiwaan belaka, tetapi seberapa jauh dia itu mempunyai kemampuan dalam hidup bermasyarakat Pancasila sebagai sumber nilai, moral dan norma, serta kaidah-kaidah masyarakat lainnya menyadari bahwa manusia sebagai bagian masyarakat, perlu memiliki pedoman untuk mencapai keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat tersebut. Perlunya nilai, moral, dan norma agar kehidupan bersama berlangsung secara serasi dan baik penuh rasa kekeluargaan dan tanggung jawab. Peranan Pancasila sebagai sumber nilai, moral, dan norma bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memberi arah sehingga hubungan masyarakat dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Maka disusunlah berbagai aturan nilai, moral dan norma bagi kehidupan masyarakat sebagai warga Negara, misalnya disusunnya norma hukum seperti KUHP, Undang-Undang yang mengatur tentang pertanahan, perdagangan, perkawinan, dan lainnya. Bagi manusia nilai di jadikan sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak. Beberapa beberapa fungsi 26

nilai berkaitan dengan kehidupan manusia seperti dikemukakan oleh Zuhroh Nilakandi (2019), kemudian dikembangkan intisarikan berfungsi : a. Sebagai faktor pendorong: nilai berhubungan dengan cita-cita dan harapan. b. Sebagai petunjuk arah: nilai berkaitan dengan cara berfikir, berperasaan, bertindak serta menjadi panduan dalam menentukan pilihan. c. Nilai sebagai pengawas: nilai mendorong, menuntun, bahkan menekan atau memaksa individu berbuat dan bertindak sesuai dengan nilai yang bersangkutan. d. Nilai sebagai alat solidaritas: nilai dapat menjaga solidaritas dikalangan kelompok atau masyarakat. e. Dapat mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkah laku. f. Nilai sebagai benteng perlindungan: nilai berfungsi menjaga stabilitas budaya dalam suatu kelompok atau masyarakat. Proses terbentuknya nilai, etika, moral, norma, dan hukum dalam masyarakat dan negara merupakan proses yang berjalan melalui suatu kebiasaan untuk berbuat baik, suatu disposisi batin yang tertanam karena dilatihkan, suatu kesiapsediaan untuk bertindak secara baik, dan kualitas jiwa yang baik dalam membantu kita untuk hidup secara benar. Salah satu cara mekanisme yang dapat membentuk jati diri yang berkualitas adalah keutamaan moral yang mencakup nilai, moral, dan etika. Dalam hubungannya antara nilai dan moral merupakan dua hal yang sangat erat. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal baik buruk. Moral juga bisa dikatakan sebagai perbuatan, tingkah laku, ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Jadi disimpulkan moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat 27

abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik. Dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat moral berfungsi, yaitu: a. Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian masyarakat. b. Menarik perhatian pada permasalahan moral yang kurang di tanggapi. c. Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada gejala pembiasaan emosional. a. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa masyarakat. Dalam kaitannya dengan masyarakat tujuan hukum yang utama adalah untuk ketertiban. Hukum merupakan bagian dari norma, yaitu norma hukum. Norma hukum adalah peraturan yang timbul dari hukum yang berlaku. Norma hukum diatur untuk kepentingan manusia dalam masyarat agar memperoleh kehidupan yang tertib. Norma hukum dibutuhkan karena 2 hal, yaitu: (1) Karena bentuk sanksi dari norma agama, kesusilaan dan kesopanan belum cukup memuaskan dan efektif untuk melindungi ketertiban masyarakat; (2) Masih banyak perilaku lain yang belum diatur dalam norma agama, kesusilaan dan kesopanan, misalnya perilaku di jalan raya. Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalah-gunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, perlindungan HAM dan memperluan kekuasaan politik serta cara perwakilan dimana mereka yang akan dipilih. Hadirnya hokum dalam masyarakat bukanlah tanpa fungsi. Adapun fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat yaitu : 28

a. Sebagai alat pengukur tertib hubungan masyarakat b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial c. Sebagai penggerak pembangunan Hubungan manusia dan hukum ada dalam setiap sikap dan perilaku termasuk tutur kata senantiasa diawasi dan dikontrol oleh hukum yang berlaku. Kehidupan manusia sehari-hari berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Manusia yang sadar hukum akan selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Manusia tersebut tidak akan main hakim sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah. Hubungan manusia sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat tidak bisa terlepas dari nilai, moral, norma dan kaidah-kaidah masyarakat lainnya adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral, dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan. 3. Nilai, Moral dan Norma dalam Pengembangan Komitmen Bela Negara Pasal 30 (1 dan 2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD-NRI 1945) menyatakan “Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara (1); Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan pendukung (2)”, pasal ini merupakan pasal yang berkaitan dengan kewajiban setiap warga Negara dalam usaha bela Negara. Bela negara adalah sikap dan perilaku seluruh warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya. Peran penting Bela Negara dapat disimak secara lebih jernih dan mendalam melalui perspektif keamanan dan pertahanan. Keutuhan wilayah Indonesia, beserta 29

seluruh sumber daya, kedaulatan dan kemerdekaannya, selalu terancam oleh agresi asing dari luar dan pergolakan bersenjata dari dalam. Coba kita perhatikan ancaman yang akhir-akhir ini terjadi di Papua sebagai sebagian wilayah Negara kita dirongrong oleh Negara-negara yang tidak senang terhadap kedaulatan Negara Republik Indonesia, dengan menggunakan sesama warga Negara membuat kekacauan. Ancaman terhadap Negara kita banyak macam ragamnya selain agresi militer, juga ancaman ekonomi, ancaman ideology, ancaman budaya, dan lainnya. Berbagai ancaman baik datang dari luar atau yang terjadi di dalam negeri, seandainya menjadi nyata dan Indonesia tidak siap, semuanya bisa kembali ke titik nol. Antisipasi para pendiri bangsa tercantum dalam salah satu poin tujuan nasional yang tertera dalam alinea 4 UUD-NRI tahun 1945 yaitu “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Pernyataan ini menjadi dasar dari tujuan pertahanan. Ia tidak berdiri sendiri tetapi berbagi ruang dengan tujuan keamanan atau ketertiban sipil dan berdampingan 3 (tiga) tujuan lainnya, yakni tujuan kesejahteraan (memajukan kesejahteraan umum), tujuan keadaban (mencerdaskan kehidupan bangsa) dan tujuan kedamaian (berpartisipasi aktif dalam perdamaian dunia yang adil dan abadi). Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang. Kesadaran yang lahir dari setiap warga Negara sesuai fungsi dan perannya terhadap bela Negara hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Bela Negara memiliki arti yang sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara. Beberapa unsur nilai moral yang dapat kita telaah terkandung dalam pelaksanaan bela Negara antara lain sebagai berikut : a. Cinta Tanah Air 30

Penjelasan nilai, moral dan norma terkait dengan cinta tanah air dalam hubungannya dengan komitmen pengembangan bela negara, mengandung makna bahwa setiap orang harus mengenal dan mencintai tanah air agar selalu waspada dan siap membela tanah air Indonesia terhadap segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Indikator cinta tanah air meliputi: 1) menjaga tanah dan lingkungan serta seluruh ruang wilayah Indonesia. 2) bangga sebagai bangsa Indonesia 3) menjaga nama baik bangsa dan negara Indonesia 4) memberikan kontribusi dan kemajuan pada bangsa dan negara Indonesia 5) mencintai produk dalam negeri, budaya, dan kesenian Indonesia. b. Kesadaran Berbangsa & bernegara Kesadaran berbangsa dan bernegara diartikan sebagai kesadaran sadar sebagai warga bangsa negara Indonesia dalam bentuk tingkah laku, sikap, dan kehidupan pribadi agar dapat bermasyarakat sesuai dengan kepribadian bangsa. Indikator nilai kesadaran berbangsa dan bernegara meliputi : 1) memiliki kesadaran keragaman budaya, suku, agama, bahasa dan adat istiadat. 2) melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 3) mengenal keragaman individu di rumah dan di lingkungannya. 4) berpikir, bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia. 5) berpartisipasi menjaga kedaulatan bangsa dan negara. c. Yakin terhadap Pancasila sebagai Negara dan kesediaan mempertahankannya Keyakinan terhadap Pancasila sebagai pedoman dan pandangan hidup bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara guna 31

mencapai tujuan nasional. Rasa yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara dicapai dengan menumbuhkan kesadaran: 1) yang didasari pada Pancasila, 2) pada kebenaran negara kesatuan republik Indonesia, 3) bahwa hanya dengan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, negara bangsa Indonesia akan tetap jaya, 4) setiap perbedaan pendapat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat, 5) Pancasila dapat membentengi mental dan karakter bangsa dalam menghadapi ancaman baik dari dalam maupun luar negeri. Indikator nilai yakin pada Pancasila sebagai ideologi bangsa meliputi : 1) memahami nilai-nilai dalamPancasila. 2) mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. 3) menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara Indonesia 4) senantiasa mengembangkan nilai-nilai Pancasila 5) setia pada Pancasila dan meyakini sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. d. Rela berkorban untuk bangsa & negara Rela berkorban untuk bangsa dan Negara, yakni bersedia mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan harta benda untuk kepentingan umum sehingga pada saatnya nanti siap mengorbankan jiwa raga bagi kepentingan bangsa dan negara. Indikator rela berkorban bagi bangsa dan negara meliputi : 1) bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsa dan negara. 2) siap membela bangsa dan negara dari berbagai macam ancaman. 3) memiliki kepedulian terhadap keselamatan bangsa dan negara. 4) memiliki jiwa patriotisme terhadap bangsa dan negaranya. 32

5) mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan. e. Memiliki kemampuan dan kemauan awal terhadap bela Negara Kemampuan awal bela Negara baik sebagai warga dewasa, sedang sekolah, atau lainnya meliputi hal-hal sebagai berikut : 1) secara psikis (mental) memiliki sifat disiplin, ulet, mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, percaya akan kemampuan diri sendiri, tahan uji, pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan untuk mencapai tujuan nasional; 2) secara fisik (jasmani) memiliki kondisi kesehatan dan keterampilan jasmani yang dapat mendukung kemampuan awal bela negara yang bersifat psikis. Indikator nilai memiliki kemampuan awal bela negara meliputi: 1) memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan dalam bertahan hidup atau mengatasi kesulitan dalam menghadapi tantangan dan hambatan yang berkaitan dengan negara. 2) senantiasa memelihara kesehatan jiwa dan raganya sebagai warga negara . 3) ulet dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan dan hambatan yang dihadapi negara . 4) terus membina kemampuan jasmani dan rohan untuk mampu memberikan yang terbaik bagi Negara 5) memiliki keterampilan bela negara dalam bentuk keterampilan. Beberapa bentuk bela Negara yang dapat kita lakukan sebagai warga masyarakat sebagai wujud cinta kita kita kepada negaranya, antara lain : 1. Melestarikan budaya yang ada di lingkungan masayarakat dimana kita bertempat tinggal dan berkembang ke wilayah yang lebih luas. 2. Belajar dengan rajin bagi pelajar untuk meraih ilmu sebaik mungkin untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. 3. Taat akan hukum dan aturan-aturan masyarakat dan negara 33

4. Mencintai dan bangga menggunakan produk-produk dalam negeri Forum Diskusi Setelah Anda mempelajari Kegiatan Belajar 3 tentang konsep Nilai, Moral, dan Norma , diskusikan bersama peserta PPG lainnya melalui fasilitas daring pada slot forum diskusi terkait berikut : 1. Meningkatnya kekerasan pada akhir-akhir ini kita saksikan banyak pelanggaran terhadap nilai-nilai, moral dan norma pada setiap lapisan masyarakat di kalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk, meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, seks bebas, rendahnya rasa tanggung jawab, adanya saling curiga, dan lain- lain. Bagaimana pandangan Anda terhadap dampak penggunaan narkoba, alkohol, seks bebas terhadap nilai, moral dan norma ? 2. Pancasila sebagai sumber nilai, moral, dan norma yang dianut oleh seluruh warga negara, dan merupakan nilai, moral dan norma yang baik, saat ini kelihatannya tengah mengalami degradasi atau penurunan, terutama pada sebagian kaum milenial dalam penerapannya. Adakah Anda memiliki masukan positif bagaimana sebaiknya nilai, moral, dan norma yang sudah baik mampu diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ? 3. Penanaman nilai, moral dan norma pada peserta didik dapat dilakukan memalui pendekatan pembelajaran yang sesuai dan tepat dengan usia peserta didik. Menurut anda upaya pembelajaran bagaimana yang tepat dan sesuai menurut Anda di daerah masing-masing (hasl diskusi dapat tidak sama sesuai dengan situasi kondisi serta kemampuan yang berbeda). 4. Diskusikan contoh yang linier dan berkaitan antara nilai, norma, moral, hukum, dan aturan. Misalnya nilai vital, diterjemahkan menjadi norma dan moral yang bagaimana, dibahas oleh hukum apa, dan dikonkritkan dalam aturan sehari hari apa? 34

E. Rangkuman Kegiatan Belajar 3 1. Nilai adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping system sosial dan karya. 2. Nilai bukanlah benda atau materi. Nilai adalah standar atau kriteria bertindak, kriteria keindahan, kriteria kebermanfaatan, ketidakbermanfaatan, atau disebut pula harga yang diakui oleh seseorang dan oleh karena itu orang berupaya berjunjung tinggi untuk memeliharanya. Nilai tidak dapat dilihat secara konkrit melainkan tercermin dalam pertimbangan harga yang khusus yang diakui oleh individu. Oleh karena itu, ketika seseorang menyatakan bahwa sesuatu itu bernilai maka seyogyanya ada argumen-argumen baik dan tidak baiknya. 3. Moral merupakan ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku/ucapan dan perbuatan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia, apabila yang dilakukan seseorang tersebut sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, demikian pula sebaliknya. 4. Masyarakat memiliki peranan penting bagi pembangunan moral anak. Pembinaan tidak akan bias berpengaruh bila tidak didukung dengan lingkungan yang baik. Kita bias saksikan, banyak anak-anak bermoral baik pasti mereka berada pada lingkungan yang baik, demikian sebaliknya. Karena itulah orang tua, lembaga pendidikan, dan lingkungan harus mengenalkan lingkungan yang baik kepada anak sebagai pendidikan anak secara langsung maupun tidak langsung. Banyak macam ragam moral yang hidup dan berlaku pada sustu masyarakat, dan berbeda antara moral yang hidup pada masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. 35

5. Norma berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Norm” yang artinya patokan, pokok kaidah, atau pedoman, baik tertulis maupun tidak tertulis. Namun ada yang menyatakan bahwa istilah norma berasal dari bahasa latin “Mos” yang merupakan bentuk jamak dari kata mores, yang memiliki arti kebiasaan, tata kelakuan, atau adat istiadat. Biasanya norma berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu, misalnya etnis atau Negara tertentu. Namun, ada juga norma yang sifatnya universal dan berlaku bagi semua manusia. Oleh karenanya bagi individu atau kelompok masyarakat yang melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat tersebut, maka akan dikenakan sanksi yang berlaku. Dengan kata lain, norma memiliki kekuatan dan sifatnya memaksa. 6. Beberapa ciri yang melekat pada norma yang ada dalam masyarakat setelah menyimak karekteristik yang dikemukakan di atas, antara lain : ➢ Pada umumnya norma tidak tertulis, kecuali Norma Hukum. ➢ Norma bersifat mengikatdan terdapat sanksi di dalamnya. ➢ Norma merupakan kesepakatan bersama anggota masyarakat. ➢ Anggota masyarakat wajib menaati norma yang berlaku. ➢ Anggota masayarakat yang melanggar norma dikenakan sanksi. ➢ Norma dapat mengalami perubahan sesuai perkembangan masyarakat. 7. Dalam kaitannya dengan pembinaan warga Negara yang baik yang tahu akan hak dan kewajibannya, maka pada dasarnya nilai, moral dan norma saling berhubungan. Dimana seseorag dalam bersosialisasi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berperilaku sesuai dengan nilai, moral, dan norma yang ada dan berlaku di masyarakat. 8. Pancasila sebagai sumber nilai, moral, norma, dan kaidah-kaidah lainnya, memiliki peranan yang strategis dalam membina warga Negara yang baik, mau melaksanakan hak dan kewajiban dalam berbagai bidang kehidupan kemasyarakatan lainnya. Melalui pendidikan yang diselenggarakan baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat merupakan salah satu bentuk pewarisan nilai, moral, dan norma yang sangat efektif. 36

F. Tes Formatif Kegiatan Belajar 3 Pilih alternatif jawaban yang dianggap paling benar. 1. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, betapa banyak nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai ini merupakan sesuatu yang berharga dalam kehidupan. Oleh karenanya setiap orang menjaga secara baik setiap nilai yang mereka harapkan. Misalnya sesorang berharap terjaminnya nilai sosial, nilai kebenaran,nilai keindahan, nilai moral, maupun nilai agama yang mereka anut masing-masing. Nilai moral sebenarnya …. A. Nilai yang bersumber dari unsur rasa yang terdapat pada setiap diri manusia, dan biasa disebut dengan nilai estetika. B. Nilai yang bersumber dari nilai-nilai ketuhanan yang tersimpan dalam ajaran agama dan dianggap nilai yang paling tinggi disbanding yang lainnya. C. Nilai yang besumber dari kehendak atau kemauan, dengan nilai ini manusia dapat bergaul dengan baik diantara sesama manusia lainnya. D. Nilai yang melakat pada masyarakat berkaitan dengan sikap dan tindakan manusia nilai ini menjadi ciri bahwa manusia tidak dapat hidup mandiri. E. Nilai yang bersumber dari akal manusia. Nilai ini mutlak dibawa sejak lahir. Oleh karenanya ada yang menyatakan nilai ini merupakan kodrat dari Tuhan. 2. Kita mengenal nilai vital, dan setiap orang pasti membutuhkan dan mempertahankannya. Tanpa nilai vital, seseorang tidak mampu mempertahankan hidupnya dalam masyarakat. Yang kita fahami bahwa nilai vital ini merupakan ….. A. Nilai sosial yang berguna bagi memenuhi kebutuhan rohani atau spiritual manusia yang sifatnya lebih universal atau umum. B. Nilai sosial yang berguna bagi aktivitas atau kegiatan manusia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. 37

C. Nilai sosial yang berguna bagi jasmani manusia, termasuk benda-benda nyata yang dapat dimanfaatka bagi pemenuhan kebutuhan fisik. D. Merupakan nilai ketuhanan yang mengandung satu keyakinan atau kepercayaan oleh manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. E. Nilai yang berkaitan dengan perasaan dan jiwa keindahan manusia, atau sering juga disebut sebagai nilai estetika. 3. Moral memiliki arti sangat luas, ada yang menyatakan sebagai aturan kesusilaan berkaitan dengan benar, salah, baik, maupun buruk, dan ada lagi pernyataan yang pada dasarnya menuju pada ati yang sama. Oleh karenanya moral hendaknya….. A. Menjadi alat untuk mengukur kadar berguna atau tidak berguna bagi kehidupan masyarakat B. Menjadi alat perilaku yang mengacu pada kehendak pribadi atau kehendak sekelompok orang yang berkepentingan. C. Sebagai akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku. D. Berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku individu, dianggap benar dan baik oleh individu sendiri. E. Ajaran tentang sesuatu yang berguna bagi seseorang tidak untuk yang lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. 4. Perkembangan moral seorang anak manusia berkaitan erat dengan perkembangan kognitifnya. Oleh karenanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tuntutan untuk mampu menampilkan moral terbaik sebagai warga Negara merupakan tututan yang tidak terhindarkan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan hal di bawah ini, kecuali …. A. Pembinaan warga negara yang baik yang tahu akan hak dan kewajibannya dalam berbagai aspek kehidupan. 38

B. Pencitraan dalam aspek kehidupan untuk dapat dihargai oleh anggota masyarakat lainnya. C. Menciptakan masyarakat yang seimbang dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya sebagai warga Negara maupun warga masyarakat. D. Membentuk masyarakat yang memiliki nilai moral tanggung jawab terhadap diri maupun lingkungannya. E. Mampu menjunjung norma-norma yang ada dalam kehidupan bermasyarakat dan beregara. 5. Dalam berinteraksi dan bersosialisasi menusia membutuhkan kontak atau hubungan dengan manusia lainnya. Harmonisasi hubungan antara manusia denga lainnya membutuhkan aturan atau ketentuan yang disebut dengan norma. Soerjono Soekanto mengartikan sebagai ketentuan atau …. A. Sebuah harapan atau aturan masyarakat yang akan memandu perilaku dari anggota didalamnya. B. Merupakan gambaran dari apa yang diinginkan itu merupakan suatu yang pantas atau baik sehingga atau baik. C. Merupakan sebuah perintah yang anonym dan tidak personal. D. Sebagai perangkat dalam masyarakat agar hubungan terjalin baik. E. Sebagai sebuah petunjuk atau aturan dalam hidup yang mampu memberikan acuan perbuatan yang harus dilakukan atau dihindari. 6. Norma yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dilihat dari daya pengikatnya terhadap kehidupan sosial di masyarakat dapat berupa : cara (usage), Tata kelakuan (mores), adat istiadat (custom), Hukum (law), dan norma mode atau norma fashion. Yang dimaksud dengan norma mode atau norma fashion adalah A. Norma yang lahir dari adanya kehadiran gaya dan cara anggota masyarakat yang cenderung berubah, bersifat baru dan diikuti masyarakat. 39

B. Tata kelakuan yang terintegrasi kemudian menjadi kuat keberadaannya dengan pola perilaku masyarakat dan terus meningkat sehingga menjadi kebiasaan. C. Kebiasaan yang tidak semata-mata dianggap sebagai suatu cara dalam suatu cara berperilaku, namun dapat diterima sebagai norma pengatur. D.Mengacu pada bentuk perbuatan-perbuatan yang lebih menonjolkan pada hubungan yang terjadi antar individu. E. Merupakan sebuah ketentuan hukum dalam mengatur individu di lingkungan masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis dilengkapi denga sanksi. 7. Tiap hubungan mengandung nilai, moral, dan norma, yakni tidak ada hubungan sosial yang terlepas tanpa hubungan susila. Hubungan sosial ini ada yang bersifat sosial horizontal, dan sosial vertical. Keua hubungan ini bila dilakukansecara benar akan menghasilkan keharmonisan kehidupan. Hubungan sosial vertikal merupakan bentuk hubungan .…. A. yang bersifat pribadi antara individu dengan tuhannya, bersifat transendental atau hubungan rohaniah. B. yang terjadi antara sesama antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat. C. yang dilakukan antar sesama manusia dalam memenuhi kebutuhan hajat hidupnya. D. pribadi sesama manusia dengan tuhannya yang bersifat alamiah sebagai mahluk tuhan. E. antara Negara dan warga Negara dalam hubungannya dengan hak kewajibannya. 8. Penerapan secara nyata tentang nilai, moral, dan norma serta kaidah-kaidah masyarakat lainnya dalam kehidupan setidaknya memiliki dua alasan pokok, bagi …. A. Kepentingan Negara dan kepentingan kemanan Negara 40

B. Kepentingan Negara dan kepentingan pemerintahan Negara C. Kepentingan dirinya sendiri sebagai individu dan kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat. D. Kepentingan tiap-tiap individu berdasarkan kepentingannya dan kepentingan Negara sebagai individu. E. Kepentingan stabilitas masyarakat sebagai warga Negara terhadap negaranya dalam menjalankan hak dan kewajibannya. 9. Pendidikan merupakan salah satu upaya pewarisan nilai, moral, norma, dan kaidah-kaidah masyarakat lainnya. Pancasila sebagai sumber nilai, moral dan norma bagi warga masyarakat Indonesia yang harus diwariskan kepada setiap warga Negara merupakan kewajiban Negara. Ini meruapakan amanah dari pembukaan UUD NRI tahun 1945 …. A. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea 3 B. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea 1 C. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea 4 D. Beberapa pasal UUD NRI tahun 1945 terutama pasal 29 10. Hubungan antara nilai, moral, dan norma, serta kaidah-kaidah kemasyarakatan lainnya baik berkaitan dengan hak atau kewajiban, diantaranya kewajiban setiap warga Negara terhadap negaranya melalui kewajiban Bela Negara. Hak dan kewajiban ini dimaksudkan …... A. untuk menangkal setiap rongrongan dari Negara asing yang akan merugikan Negara Indonesia. B. untuk menangkal gangguan yang hanya ada dan mengganggu keamanan Negara dan masyarakat. C. untuk menangkal setiap gangguan dan ancaman baik dari negar asing maupun yang ada dalam wilayah Negara sendiri. 41

D. untuk mewajibkan seluruh lapisan masyarakat dalam mewujudkan pertahanan diseluruh lapisan masyarakat E. untuk menjadikan. seluruh kekuatan baik militer, kepolisian, maupun masyarakat menjadi kekuatan militer G. Daftar Pustaka Bertens, K. (2004). Etika. Jakarta. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Darmadi, Hamid. (2007). Dasar Konsep Pendidikan Moral, Landasan Konsep Dasar dan Implementasinya. Bandung. Penerbit Alfabeta. Haricahyono, Cheppy. (1995). Dimensi-Dimensi Pendidikan Moral.: IKIP Semarang Press. Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung. Penerbit Alfabeta. Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Soerjono Soekanto, 1982: Pengantar Sosiologi, Jakarta, Rajawali Press UUD-NRI tahun 1945. Ya’Qub, Hamzah. (1993). Etika Islam, Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar). Bandung. Penerbit CV Diponegoro. H. Kunci Jawaban Kegiatan Belajar 3 1. C 6. A 2. B 7. A 3. C 8. C 4. B 9. C. 5. D 10. E 42

No Kode : DAR2/Profesional/027/5/2019 MODUL 5 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN KEGIATAN BELAJAR 4 PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN GLOBAL Penulis: Dr. MUHAMMAD HALIMI, M.Pd KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2019

DAFTAR ISI Daftar isi ………………………………………………………................... ii A. Pendahuluan ……………………………………………………………. 1 B. Capaian Pembelajaran …………………………………………………. 1 C. Sub-Capaian Pembelajaran …………………………………………….. 2 D. Uraian Materi ………………………………………………………….. 2 E. Rangkuman Kegiatan Belajar 4………………………………………… 44 F. Tes Formatif Kegiatan Belajar 4 ………………………………………. 45 G. Daftar Pustaka…………………………………………………………… 51 H. Kunci Jawaban Tes Formatif Kegiatan Belajar 4…................................. 52 ii

A. Pendahuluan Dalam kegiatan belajar ke-4 ini Anda akan diajak untuk mempelajari materi tentang Pancasila dan Kewarganegaraan Global. Materi ini sangat penting untuk Anda kuasai dalam kedudukan Anda sebagai guru. Dengan memahami materi pada kegiatan belajar ini, tentu saja akan menambah wawasan anda sebagai bekal untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada setiap peserta didik di sekolah Anda. Materi Pancasila dan Kewarganegaraan Global merupakan materi yang bersifat mendasar dalam pembelajaran PPKN di SD. Oleh karena itu, penguasaan guru akan substansi pada materi ini sangat penting sebagai bekal dalam mengelola kelas PPKN, sehingga tujuan utama PPKN sebagai mata pelajaran yang mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang cerdas dan baik dapat tercapai. B. Capaian Pembelajaran Menguasai teori dan aplikasi mencakup muatan materi lima mata pelajaran pokok di SD 1) Bahasa Indonesia terdiri atas Ragam Teks; Satuan Bahasa Pembentuk Teks, Struktur, Fungsi, dan Kaidah Kebahasaan Teks Fiksi; Struktur, Fungsi, dan Kaidah Kebahasaan Teks Nonfiksi, serta Apresiasi dan Kreasi Sastra Anak; 2) Matematika terdiri atas Bilangan, Geometri dan Pengukuran, Statistik, dan Kapita Selekta; 3) Ilmu Pengetahuan Alam terdiri atas Metode Ilmiah, Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan, Benda dan Sifatnya, Energi dan Perubahannya, Bumi dan Alam Semesta; 4) Ilmu Pengetahuan Sosial terdiri atas Manusia, Tempat dan Lingkungan; Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan; Sistem Sosial dan Budaya; Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan; Fenomena Interaksi Dalam Perkembangan IPTEK dan Masyarakat Global; dan 5) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang terdiri atas Hak Asasi Manusia; Persatuan dan Kesatuan Dalam Keberagaman Masyarakat Multikultur; Konsep Nilai, Moral, dan Norma; Pancasila; serta Kewarganegaraan Global; termasuk advance materials secara bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari”

C. Sub Capaian Pembelajaran Setelah mempelajari materi pada kegiatan belajar ini, diharapkan Anda mampu menguasai materi tentang: 1. Sejarah perumusan Pancasila dan, nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila, dan aplikasinya dalam pembelajaran di SD. 2. Hakikat kewarganegaraan global, tantangan di era globalisasi, dampak positif dan negatif globalisasi, dan aplikasinya dalam pembelajaran di SD. Agar Anda memperoleh hasil atau memiliki kompetensi yang diharapkan dalam mempelajari materi pembelajaran pada kegiatan belajar ini, ikutilah petunjuk belajar berikut ini. 1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai Anda faham betul tentang apa, untuk apa dan bagaimana mempelajari materi pada kegiatan belajar ini. 2. Bacalah sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan kata-kata yang Anda anggap asing. Pelajarilah kata-kata tersebut dengan mencari makna atau pengertiannya pada kamus yang Anda miliki. 3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi kegiatan belajar ini melalui pemahaman sendiri, dan lakukan sharing pendapat dengan kolega yang juga memperdalam materi atau dengan instruktur yang ditunjuk oleh lembaga. 4. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi, dan menganalisis berbagai kasus yang relevan dengan materi pada kegiatan belajar ini. D. Uraian Materi 1. Pancasila dalam Kehidupan Bernegara a. Sejarah Perumusan Pancasila 1) Asal Mula Pancasila Tahukah Anda sejak kapan Pancasila itu mulai ada? Dalam berbagai pengajaran telah disebutkan bahwa Pancasila merupakan ideologi yang nilai-nilai 2

digali dari adat istiadat, agama dan pandangan hidup yang telah melakat pada diri bangsa Indonesia sejak lahirya bangsa Indonesia. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila sudah ada sebelum negara Republik Indonesia merdeka. Nilai-nilai tersebut kemudian secara formal diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat negara Indonesia dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pertama, sidang panitia sembilan, sidang BPUPKI kedua serta akhirnya disahkan secara yuridis sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, pengkajian atau pembahasan mengenai Pancasila tidak bisa terlepaskan dari periodesasi sejarah yang menyertai kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu. Proses terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui suatu proses sejarah yang panjang. Proses tersebut diawali ketika munculnya kehidupan di wilayah Indonesia dan dipertegas ketika tumbuhnya kerajaan-kerajaan di nusantara, seperti Kutai, Tarumanagara, Sriwjaya, Majapahit, kerajaan-kerajaan Islam dan sebagainya. Kerajaan-kerajaan tersebut menggambarkan sebuah bentuk kehidupan yang diorganisir oleh sebuah lembaga yang sifatnya sama dengan negara. Kerajaan- kerajaan di Nusantara ternyata mewariskan nilai-nilai yang kemudian diangkat menjadi nilai-nilai Pancasila secara formal, seperti nilai Ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut secara objektif telah dimiliki bangsa Indonesia sejak dulu (Kaelan, 2012:46). Kemudian, dasar-dasar nasionalisme bangsa Indonesia mulai tumbuh ketika datangnya bangsa asing yang ingin menjajah bangsa Indonesia. Pada waktu itu hampir semua kerajaan di nusantara mengadakan perlawanan untuk mengusir bangsa penjajah tersebut meskipun perjuangannya masih bersifat kedaerahan. Arah perjuangan bangsa Indonesia berubah total ketika dasar-dasar nasionalisme moderen ditanamkan mulai tahun 1908. Sifat perjuangan tidak lagi bersifat kedaerahan, tetapi sudah mengarah pada terciptanya persatuan dan kesatuan. Hal ini dipertegas dengan Sumpah Pemuda tahun 1928. Akhirnya perjuangan untuk menciptakan sebuah negara yang merdeka 3

mencapai puncaknya ketika diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Mulai dari saat itulah secara formal nilai-nilai Pancasila berlaku dan dijadikan falsafah serta pandangan hidup bangsa Indonesia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika ditinjau dari asal mulanya atau sebab terjadinya, maka Pancasila telah memenuhi empat syarat sebab (kausalitas) sebagaimana dikemukakan oleh Notonagoro (Kaelan, 2012:47-48), yaitu: a) Causa Materialis (asal mula bahan) Pada hakikatnya, nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang digali dari bangsa Indonesia itu sendiri berupa nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai religius. Nilai-nilai tersebut terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Dengan demikian, asal nahan Pancasila itu terdapat kehidupan bangsa Indonesia sendiri. b) Causa Formalis (asal mula bentuk) Dalam hal ini, bagaimana bentuk Pancasila itu dirumuskan sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Asal mula bentuk Pancasila ialah ketika Soekarno bersama Mohammad Hatta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila, terutama dalam hal bentuk, rumusan, serta nama Pancasia. c) Causa Efisien (asal mula karya) Asal mula karya, yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah. Asal mula karya Pancasila ialah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk negara yang mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah, setelah melalui pembahasan baik dalam sidang-sidang BPUPKI maupun Panitia Sembilan. d) Causa Finalis (asal mula tujuan) 4

Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam sidang-sidang BPUPKI dengan tujuan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, asal mula tujuan tersebut ialah para anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum fitetapkan oleh PPKI sebagai dasar negara yang sah. Demikian pula para pendiri negara yang berfungsi sebagai kausa sambangan, karena yang merumuskan dasar filsafat negara. 2) Proses Perumusan Pancasila Proses perumusan Pancasila sangat berkaitan erat dengan kekalahan penjajah Jepang dalam Perang Pasifik. Hal tersebut membuat Jepang berada dalam posisi terjepit. Nah, dalam keadaan terjepit inilah, Jepang berusaha memikat hati bangsa Indonesia dengan memberikan janji akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia di kemudian hari. Untuk melaksanakan janjinya tersebut, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Badan ini beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat. Anggota BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945. Keesokan harinya, tanggal 29 Mei 1945 seluruh anggota BPUPKI mulai bersidang. Acara sidang tersebut membahas rumusan dasar negara Indonesia Merdeka dan rancangan Undang- Undang Dasar. Sesuai dengan acaranya sidang berlangsung dalam dua gelombang. Berikut ini uraian singkat siding BPUPKI sebagaimana dikutip oleh Pranarka (1985:25-50) a) Sidang Gelombang Pertama Sidang ini berlangsung dari tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945, untuk membahas rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Pada kesempatan ini tampil beberapa tokoh yang menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara Indonesia merdeka, diantaranya adalah Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. 5

Pada tanggal 29 Mei 1945 Muhammad Yamin mendapat kesempatan yang pertama untuk mengemukakan pikirannya tentang dasar negara. Pidato Mr. Muhammad Yamin berisikan lima asas dasar negara Indonesia Merdeka yang diidam-idamkan. Kelima asas tersebut adalah. (1) Peri Kebangsaan. (2) Peri Kemanusiaan. (3) Peri Ketuhanan. (4) Peri Kerakyatan. (5) Kesejahteraan Rakyat. Setelah berpidato, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usulan secara tertulis mengenai rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia. Dalam rancangan UUD itu tercantum pula rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Kebangsaan Persatuan Indonesia (3) Rasa Kemanusian yang Adil dan Beradab (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Pada keesokan harinya tepatnya tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo tampil berpidato di hadapan sidang BPUPKI. Dalam pidatonya itu beliau menyampaikan gagasannya mengenai lima dasar negara Indonesia merdeka yang terdiri dari: (1) Persatuan (2) Kekeluargaan (3) Keseimbangan lahir batin (4) Musyawarah 6

(5) Keadilan rakyat Kemudian, pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya di hadapan sidang BPUPKI. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Ir. Soekarno secara lisan usulan lima asas sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Rumusan dasar negara yang diusulkan Ir. Soekarno tersebut adalah sebagai berikut. (1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3) Mufakat atau Demokrasi (4) Kesejahteraan sosial (5) Ketuhanan yang berkebudayaan Lima asas di atas oleh Ir. Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”. Dikatakan oleh beliau istilah itu atas saran dari salah seorang ahli bahasa. Usul mengenai nama “Pancasila” bagai dasar negara tersebut secara bulat diterima oleh sidang. Selanjutnya beliau mengusulkan bahwa kelima sila tersebut dapat dipers menjadi “Trisila” yaitu Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan. Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi “Ekasila” yaitu Gotong Royong. Pada tanggal 22 Juni 1945 para anggota BPUPKI yang tergabung dalam Panitia Sembilan mengadakan sidang khusus. Panitia Sembilan terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, K.H. Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Meozakir, H. Agoes Salim, Abikeosno Tjokrosoejoso, Mr. Achmad Soebardjo dan Mr. Muhammad Yamin. Sidang khusus ini berhasil menyusun suatu dokumen yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Nama tersebut merupakan usulan dari Mr. Muhammad Yamin yang disetujui oleh semua anggota Panitia Sembilan. 7

Naskah Piagam Jakarta ditandatangani oleh seluruh anggota Panitia Sembilan. Di dalam Piagam Jakarta terdapat rumusan dasar negara Indonesia Merdeka, yaitu sebagai berikut: (1) Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya menurut dasar (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab (3) Persatuan Indonesia (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Isi Piagam Jakarta tersebut sekarang kita kenal dengan istilah Pancasila. Sila- sila yang terdapat dalam Pancasila merupakan hasil musyawarah para tokoh pendiri bangsa (founding fathers). b) Sidang Gelombang Kedua Persidangan BPUPKI yang kedua ini berlangsung antara 10 sampai 17 Juli 1945 untuk membahas penyusunan rancangan Undang-Undang Dasar. Pada tanggal 10 Juli 1945 dilakukan perumusan akhir isi dasar negara. Pada persidangan tersebut juga dibahas Rancangan Undang-Undang Dasar, termasuk soal pembukaannya/mukaddimah. Pembahasan tersebut dilakukan oleh Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Kemudian, keesokan harinya, tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi Pembukaan Undang-Undang Dasar diambil dari Piagam Jakarta. Pada tanggal 14 Juli 1945 Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melaporkan hasil kerjanya kepada seluruh anggota BPUPKI. Dalam kesempatan tersebut, Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia melaporkan tiga hal yang dihasilkan oleh panitia, yaitu: 8

(1) Pernyataan Indonesia Merdeka yang rumusannya diambil dari tiga alinea pertama Piagam Jakarta dengan sisipan yang panjang. (2) Pembukaan Undang-Undang Dasar yang rumusannya diambil dari seluruh isi Piagam Jakarta. (3) Undang-Undang Dasar beserta batang tubuhnya. Seluruh anggota BPUPKI menerima dengan bulat hasil kerja dari Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Setelah berhasil menyusun rancangan Undang-Undang Dasar, maka selesailah tugas dari BPUPKI. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Agustus 1945 badan tersebut dibubarkan. Kemudian, Pemerintah Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Zyunby Inkai. Untuk keperluan pembentukan panitia tersebut, pada tanggal 8 Agustus 1945, Ir Soekarno, Drs. Mohammad Hata dan dr. Radjiman Wedyodiningrat berangkat ke Saigon untuk memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi. Dalam pertemuan tersebut Ir. Soekarno diangkat sebagai Ketua PPKI, Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil ketua dan dr. Radjiman Wedyodiningrat sebagai anggota. PPKI mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus 1945. Anggota PPKI sendiri terdiri dari 21 Orang. Setelah pertemuan di Saigon terjadi dua peristiwa yang sangat bersejarah dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Pertama, tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat. Kedua, pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dengan agenda utama mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan pembukaannya serta memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dalam proses pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Mohammad Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, 9

rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Mohammad Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Mohammad Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa”. Pada akhirnya semua anggota PPKI menyepakati rancangan Hukum Dasar beserta pembukaannya disahkan menjadi hukum dasar tertulis yang kemudian disebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang didalam pembukaannya terdapat sila-sila Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila telah resmi menjadi dasar negara Indonesia merdeka. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila. b. Nilai-Nilai Pancasila 1) Klasifikasi nilai-nilai Pancasila Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Sekalipun Pancasila bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan atau meniadakan jati diri Pancasila sendiri. Keterbukaan Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara 10

dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, ideologi Pancasila menurut Komalasari (2007:90) mengandung nilai-nilai sebagai berikut: a) Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara. Nilai dasar tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b) Nilai instrumental, yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya program-program pembangunan yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, undang-undang, dan departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana juga dapat berkembang. Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan. c) Nilai praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Inilah sebabnya bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka. Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu 11

direalisasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi, yaitu: a) Dimensi Idealisme Dimensi ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu, pada hakikatnya bersumber pada filsafat Pancasila. Karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu mendorong motivasi pendukungnya untuk berupaya mewujudkan cita-citanya. b) Dimensi normatif Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma keagamaan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi dalam negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental). Dengan kata lain, Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat operasional, perlu memiliki norma atau aturan hukum yang jelas. c) Dimensi Realitas Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain, Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakatnya secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara (Alfian dalam Komalasari, 2007:92). Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila, maka ideologi Pancasila: 12

a) Tidak bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata b) Bukan merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mamapu melakukan perubahan. c) Bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme. 2) Makna Nilai-nilai Pancasila Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. a) Nilai Ketuhanan Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Nilai ini menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang atheis. Nilai Ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama. Nilai Ketuhanan dijabarkan dalam Pasal 29 UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan yang menjamin kelangsungan hidup beragama seperti Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 13

b) Nilai Kemanusiaan Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Nilai kemanusian dijabarkan dalam Pasal 26,27,28, 28A-J, 30, 31 dan 34 UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. c) Nilai Persatuan Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Nilai persatuan dijabarkan dalam Pasal 1, 32, 35, 36 dan 36 A-C UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. d) Nilai Kerakyatan Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, olehrakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga- lembaga perwakilan. Nilai kerakyatan dijabarkan dalam Pasal 1 (ayat 2), 2,3,4,5,6,7,11,16,18,19,20,21,22,22 A-B dan 37 UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. e) Nilai Keadilan Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah ataupun batiniah. Nilai persatuan dijabarkan dalam Pasal 27, 33 dan 34 UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. 14

Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia. Kemudian, Pancasila mengandung nilai subjektif maupun objektif. Nilai-nilai Pancasila itu bersifat subjektif, artinya nilai-nilai tersebut merupakan hasil pemikiran bangsa Indonesia sendiri sepanjang sejarahnya. Nilai-nilai Pancasila yang bersifat subjektif tersebut adalah sebagai berikut. a) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sebagai hasil penilaian dan hasil pemikiran bangsa Indonesia. b) Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup bangsa Indonesia. c) Nilai-nilai Pancasila mengandung tujuh nilai kerohanian, yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan religius yang perwujudannya sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Di samping itu, Pancasila juga mengandung nilai objektif, yakni nilai yang diakui kebenaran dan keadilannya oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Nilai-nilai objektif yang terkandung dalam Pancasila adalah sebagai berikut. a) Rumusan sila-sila Pancasila menunjukkan adanya sifat universal. b) Nilai-nilai Pancasila terkait dengan hidup kemanusiaan yang mutlak (manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan lingkungannya. c) Pancasila dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara 15

yang fundamental, tidak dapat diabaikan oleh setiap orang atau badan. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa. d) Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang memuat jiwa Pancasila) secara hukum tidak dapat diubah oleh siapapun termasuk MPR hasil pemilihan Umum. Mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berarti membubarkan negara Indonesia. Dengan demikian Pancasila akan tetap ada. e) Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945yang mengandung makna tidak dapat diubah (tetap) karena kemerdekaan (yang di dalamnya mengandung Pancasila) merupakan karunia Tuhan. c. Kedudukan Pancasila 1) Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pembukaan UUD NRI 1945 memuat dasar negara Pancasila yang berbunyi “Maka Disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia Itu Dalam Suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,Yang Terbentuk Dalam Suatu Susunan Negara Republik Indonesia Yang Berkedaulatan Rakyat Dengan Berdasar Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia Dan Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijiksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Serta Dengan Mewujudkan Suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia.” Pancasila itu merupakan landasan bagi penyelenggara negara dan pelaksanaan sistem pemerintahan yang memiliki kedudukan tertinggi dan sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam ketatanegaraan di Indonesia, konsekuensinya segala peraturan yang ada harus berdasar dan bersumberkan Pancasila. Hal ini sejalan dengan teori Stufenbau menurut Hans Kelsen yang menyebutkan tentang kaidah hukum berjenjang, artinya peraturan di bawah harus berpedoman dan tidak boleh bertentangan pada peraturan di atasnya. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, teori Stufenbau ini diamanatkan dalam Undang-Undang RI No. 12 tahun 2011 tentang 16

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada pasal 7 undang-undang ini, disebutkan bahwa hirarki peraturan perundangan di Indonesia adalah sebagai berikut: 1) UUD NRI Tahun 1945; 2) Ketetapan MPR; 3) UU/Perpu 4) Peraturan Pemerintah (PP); 5) Peraturan Presiden (Perpres); 6) Peraturan Daerah Provinsi; 7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 2. Pancasila sebagai Ideologi Nasional Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, hukum dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan nasional. Pancasila menjadi basis teori dalam penyelenggaran negara. Sebagai ideologi nasional, Pancasila mencakup ideologi negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sedangkan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila itu sendiri. Jadi Pancasila mempunyai tiga kedudukan yang istimewa secara sekaligus yaitu sebagai ideologi nasional, ideologi negara dan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia. Pancasila pada hakekatnya bukan merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang seperti halnya ideologi lain di dunia. Akan tetapi, Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan, serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Dengan perkataan lain unsur-unsur yang menjadi bahan Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri. Artinya, bangsa Indonesia sendiri merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan dan berfungsi sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi 17


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook