Brahmā Temple Brahmā Temple Candi Brahmā The reliefs on this temple are thirty in number, but the balustrade being a different shape than the Śiva temple, there are no very wide reliefs here, and indeed the sculptors occasionally seemed to be pressed for space when trying to illustrate the story. When Stutterheim wrote his work, the reliefs had not been restored into the Brahmā temple, but were scattered so badly around the temples, it was not even known at the time which temple they belonged to. Stutterheim discussed some of the reliefs with his usual perspicuity, but not having order to guide him he was sometimes at a loss. As will be seen the reliefs on this temple are in much worse condition than the ones on the Śiva temple, and it is amazing that archaeologists have managed to reconstruct the sequence of the reliefs on the balustrade on this temple. Candi Brahmā Relief di candi ini tiga puluh jumlahnya, tetapi langkannya memiliki bentuk yang berbeda dengan Candi Śiva, tak ada relief yang sangat lebar di sini, dan bahkan para pemahat sesekali tampak terdesak ruang ketika mencoba menggambarkan cerita. Ketika Stutterheim menulis karyanya, relief-relief ini belum dikembalikan ke Candi Brahmā, tetapi tersebar sembarangan di sekitar candi, saat itu bahkan tidak diketahui mereka milik candi yang mana. Stutterheim membahas beberapa relief dengan penjabaran jelasnya yang biasa, tetapi karena tak memiliki urutan untuk memandunya, ia kadang kebingungan. Seperti yang akan terlihat, relief di candi ini ada dalam keadaan yang jauh lebih buruk daripada relief di Candi Śiva, dan sungguh menakjubkan bahwa para arkeolog berhasil menyusun kembali urutan relief di langkan candi ini. 99
Front view of Brahmā Temple Tampak depan Candi Brahmā 100
1 1. Rāma holds Council 1. Rāma Menggelar Sidang Having crossed over to Laṅkā, Rāma discusses strategy with his Setelah menyeberang ke Laṅkā, Rāma membahas strategi dengan para commanders. Vibhīṣaṇa, Rāvaṇa’s brother, being disgusted with the king panglimanya. Vibhīṣaṇa, saudara Rāvaṇa, yang muak terhadap raja dan and his unjust holding of Sītā, has meanwhile defected to Rāma’s camp, and penawanannya yang tak adil terhadap Sītā, sementara itu berpaling ke tells him the positions the rākṣasas have taken up in Laṅkā to defend their pihak Rāma, dan memberitahunya penempatan yang diambil para raksasa di city. Rāma sets out his own plan. Laṅkā untuk mempertahankan kota mereka. Rāma menetapkan rencananya sendiri. This is the first relief we see when we enter the Brahmā temple. I do not know how to account for all the figures seen. On the seat sits Rāma. One Ini adalah relief pertama yang kita lihat ketika kita memasuki Candi of the four men sat around him would be Lakṣmaṇa. I do not think we can Brahmā. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskan semua sosok yang terlihat. see Vibhīṣaṇa here, as when he appears later, he is portrayed as a normal Rāma duduk di kursi. Satu dari empat pria yang duduk di sekitarnya adalah rākṣasa. Next to the five on the left is Viśvāmitra, his face badly damaged. Lakṣmaṇa. Saya rasa kita tak bisa melihat Vibhīṣaṇa di sini, karena ketika Next to him would be Sugrīva and his monkey-army. ia muncul nanti, ia digambarkan sebagai raksasa biasa. Di samping mereka berlima, di kiri adalah Viśvāmitra, wajahnya rusak parah. Di sampingnya adalah Sugrīva dan pasukan keranya. 101
2. Aṅgada goes to Rāvaṇa Sugrīva seeing Rāvaṇa on the turrets of Laṅkā sprung up and attacked him. Neither one prevailed, though the bloodshed was great. When Sugrīva returned, Rāma determined to send Aṅgada, Vālin’s son, as an envoy to give Rāvaṇa one last chance to return Sītā and avoid further bloodshed. On the left we see a snake crawling out from a hole in the ground and a monkey stood above. I am unsure of the reference here, but it looks inauspicious. In the middle are two monkeys, one looking back at the previous incident, and the other looking to Aṅgada who is leaving the ranks to ask Rāvaṇa to do the right thing. 2. Aṅgada Pergi ke Rāvaṇa Sugrīva yang melihat Rāvaṇa di menara di Laṅkā melesat naik dan menyerangnya. Tak ada yang menang, walau pertumpahan darahnya dahsyat. Ketika Sugrīva kembali, Rāma memutuskan mengutus Aṅgada, putra Vālin, sebagai utusan untuk memberi Rāvaṇa satu kesempatan terakhir untuk mengembalikan Sītā dan menghindari pertumpahan darah lebih lanjut. Di kiri kita melihat ular melata keluar dari liang di tanah dan kera berdiri di atas. Saya tidak yakin rujukan di sini, tetapi tampaknya itu tak 2 menguntungkan. Di tengah ada dua kera, satu melihat ke belakang ke adegan sebelumnya, dan yang lain melihat ke Aṅgada yang meninggalkan barisan untuk meminta Rāvaṇa melakukan hal yang benar. 102
3. Cutting off Aṅgada’s Ear 3 Aṅgada entered Rāvaṇa’s palace and 103 confronted him with Rāma’s proposal, which he rejected. Rāvaṇa then had Aṅgada seized, and cut off his ear before sending him back to Rāma’s lines. This episode is unknown to Vālmīki, where Aṅgada is seized but escapes unharmed. On the right Rāvaṇa is depicted with multiple heads and arms. He is seated with one knee held in a strap on his barely shown throne. On the left a rākṣasa has hold of Aṅgada and is cutting his ear off, before he is sent back. 3. Memotong Telinga Aṅgada Aṅgada masuk ke istana Rāvaṇa dan menghadapnya dengan usulan Rāma, yang ditolak. Rāvaṇa lalu memerintahkan Aṅgada ditangkap, dan memotong telinganya sebelum mengirimnya balik ke barisan Rāma. Bagian ini tak dikenal dalam Vālmīki, di mana Aṅgada ditangkap namun lolos tanpa terluka. Di kanan Rāvaṇa digambarkan dengan banyak kepala dan lengan. Ia duduk dengan satu lutut dibebat di singgasananya yang jarang ditampilkan. Di kiri raksasa memegangi Aṅgada dan memotong telinganya, sebelum ia dikirim balik.
4 4. Mobilising for War 104 After Aṅgada’s mission was unsuccessful he returned to Rāma and reported all that had happened. Rāma grew even more determined to punish the rākṣasa king, and allocating leaders and monkey troops, sent them to various positions around Laṅkā. The stone is quite weather-worn. We see five monkeys going to the battle, the one on the left carries a club, the one next to him a raised shield. Another appears to have a bow and cache of arrows. The one at the front also has a bow. 4. Bergerak untuk Perang Setelah misi Aṅgada tak berhasil, ia kembali kepada Rāma dan melaporkan semua yang terjadi. Rāma menjadi makin bertekad saja menghukum raja raksasa itu, dan membagi pemimpin dan tentara kera, menugaskan mereka ke berbagai posisi di seluruh Laṅkā. Batunya cukup usang tergerus cuaca. Kita melihat lima kera pergi berperang, satu di kiri membawa gada, kera di sebelahnya mengangkat perisai. Yang lain tampak membawa busur dan persediaan panah. Kera yang di depan juga membawa busur.
5. The Heroes go to War 5 Our heroes went out and fought in single 105 combat the rākṣasas that stood to fight them, many of whom were killed in the fray. The fighting went on into the night, so fierce was the fighting. This is a badly damaged relief and one of the characters is obscured. Reading from left to right it appears to be Hanumān, with his hand on a short sword; Lakṣmaṇa, carrying his bow; Sugrīva, also with a sword; the character who is missing the top half would then be Rāma; and on the right it looks like Viśvāmitra. 5. Para Pahlawan Pergi Berperang Para pahlawan kita pergi dan bertarung dalam duel melawan raksasa yang berdiri untuk menghadapi mereka, banyak dari mereka terbunuh dalam pertarungan itu. Pertarungan berlangsung sampai malam, begitu sengit pertarungan itu. Ini relief yang rusak parah dan salah satu sosoknya tidak jelas. Dibaca dari kiri ke kanan sepertinya itu Hanumān, dengan tangannya memegang pedang pendek; Lakṣmaṇa, membawa busurnya; Sugrīva, juga dengan pedang; sosok yang kehilangan bagian atasnya adalah Rāma; dan di kanan tampak seperti Viśvāmitra.
6 6. The Brothers are caught by Indrajit 6. Kedua Bersaudara Ditangkap oleh Indrajit Rāvaṇa’s son Indrajit, who had defeated Indra himself, had the power to Putra Rāvaṇa, Indrajit, yang telah mengalahkan Indra sendiri, memiliki make himself invisible. He climbed into the sky and rained down arrows kekuatan untuk membuat dirinya tak terlihat. Ia naik ke angkasa dan upon the monkey troops below, who could not see him and were unable to menghujankan panah kepada pasukan kera di bawah, yang tak dapat fight back. He also shot his snake-arrows at the brothers and immobilised melihatnya dan tak mampu membalas. Ia juga melepaskan panah-ularnya them with its coils. The brothers were later freed by Garuḍa, Lord Viṣṇu’s kepada kedua bersaudara dan melumpuhkan mereka dengan gelungannya. mount. Kakak-beradik itu kemudian dibebaskan oleh Garuḍa, tunggangan Dewa Viṣṇu. On the far left we see Garuḍa, who has come down from the sky. At his appearance the snake-bonds which encircle the brothers crawled away Di kiri jauh kita melihat Garuḍa, yang telah turun dari langit. Melihat underground, and the brothers were able to recover their strength. There kemunculannya, gelungan ular yang membelit kedua bersaudara itu melata is a badly damaged character next to the brothers, it may be Vibhīṣaṇa or pergi ke bawah-tanah, dan kedua bersaudara mampu memulihkan kekuatan Sugrīva. On the right are rākṣasas, including Indrajit, pictured in the clouds. mereka. Ada sosok yang rusak parah di samping mereka, itu mungkin Vibhīṣaṇa atau Sugrīva. Di kanan adalah para raksasa, termasuk Indrajit, yang digambarkan di awan. 106
7 7. Rāma and Rāvaṇa on the Battlefield 7. Rāma dan Rāvaṇa di Medan Perang The battle continued with Rāvaṇa sending out some of his greatest generals Pertempuran berlanjut dengan Rāvaṇa mengirimkan beberapa panglima to the fight, but one by one they all lost to the strength of the monkeys. terhebatnya ke pertempuran, tetapi satu demi satu mereka semua kalah Then he determined to enter the battle himself. Hanumān and Lakṣmaṇa oleh kekuatan para kera. Lalu ia memutuskan memasuki medan laga sendiri. both fought with him, but indecisively. Then Rāma stepped up and struck his Baik Hanumān maupun Lakṣmaṇa bertarung dengannya, tetapi tak ada enemy to the ground. But, seeing him tired from the battle, he did not kill yang menang. Kemudian Rāma melangkah maju dan menerjang musuhnya him, but let him retreat to Laṅkā. ke tanah. Tetapi, melihatnya kelelahan akibat pertempuran, Rāma tak membunuhnya, tetapi membiarkannya mundur ke Laṅkā. On the far left we see Rāma who is holding his bow aloft. In front of him stands Lakṣmaṇa, who faced the rākṣasa-king first. It is surprising we don’t Di kanan jauh kita melihat Rāma yang mengangkat busurnya tinggi-tinggi. see Hanumān, as he played a big part in the battle. We see one rākṣasa with a Di depannya berdiri Lakṣmaṇa, yang menghadapi raja raksasa itu dahulu. rock held high, about to crash it down on his opponent’s head; and another Adalah mengejutkan kita tak melihat Hanumān, karena ia memainkan with a mace. On the right is the ten-headed Rāvaṇa, sitting atop his chariot. bagian besar dalam pertempuran. Kita melihat satu raksasa dengan batu diangkat tinggi, hendak menghantamkannya ke kepala lawannya; dan yang lainnya dengan tongkat. Di kanan adalah Rāvaṇa berkepala sepuluh, duduk di atas keretanya. 107
8 8. Kumbhakarṇa is woken from Sleep 8. Kumbhakarṇa Dibangunkan dari Tidur Rāvaṇa, realising the truth of the prophecies about his doom at the hand of Rāvaṇa, menyadari kebenaran ramalan tentang ajalnya di tangan seorang a man, now called upon his allies to go and wake his brother Kumbhakarṇa, manusia, sekarang memanggil sekutunya untuk pergi membangunkan who lay in a deep sleep. The troops went, and tried everything to wake saudaranya, Kumbhakarṇa, yang terbaring dalam tidur nyenyak. Pasukannya him, including yelling, blowing conches, and raining blows upon his chest. pergi dan mencoba segala cara untuk membangunkannya, termasuk Eventually they brought an elephant whose weight brought him to his berteriak, meniup keong, dan menghujani hantaman ke dadanya. Akhirnya senses. mereka membawa seekor gajah yang beratnya membuat Kumbhakarṇa tersadar. A company arrives at the cave where the giant Kumbhakarṇa sleeps. Some are on horseback; one tries prodding him with a stick. Another blows a Rombongan tiba di gua tempat Raksasa Kumbhakarṇa tidur. Beberapa di conch into his ear, and on the right, we see the elephant being brought in punggung kuda; satu berusaha menusuknya dengan tongkat. Yang lain that will finally wake him. meniup keong di telinganya, dan di kanan, kita melihat gajah dibawa masuk yang itu akhirnya akan membangunkannya. 108
9 9. Rāma and his Allies fight Kumbhakarṇa 9. Rāma dan Sekutunya Melawan Kumbhakarṇa Kumbhakarṇa went first to Laṅkā and sought audience with his brother, who Pertama-tama Kumbhakarṇa pergi ke Laṅkā dan bertemu saudaranya, encouraged him to take up the fight. He strode outside the city and began yang mendorongnya ikut bertempur. Ia berjalan ke luar kota dan memulai the fight, killing many thousands of the monkeys. Then Lakṣmaṇa fought pertarungan, membunuh ribuan kera. Lalu Lakṣmaṇa melawannya, dan against him, and finally Rāma came forth to test him. akhirnya Rāma maju untuk mengujinya. On the far left is Viśvāmitra, Rāma’s faithful advisor, and next to him are Di kiri jauh adalah Viśvāmitra, penasihat setia Rāma, dan di sampingnya Rāma and Lakṣmaṇa, who both wield bows and shoot mighty arrows at their adalah Rāma and Lakṣmaṇa, yang keduanya memegang busur dan foe. On the right is Kumbhakarṇa, who is being assailed by the monkeys also. menembakkan panah ke musuh mereka. Di kanan adalah Kumbhakarṇa, But still, he holds his ground. yang juga diserbu para kera. Tetapi tetap saja, ia bertahan. 109
10 10. Friends grieve over Kumbhakarṇa 110 Eventually Rāma managed to overcome Kumbhakarṇa and killed him on the battlefield to the relief of all the allies on Rāma’s side. The rākṣasas, needless to say, grieved long and hard over Kumbhakarṇa’s fall, as it presaged their own. Kumbhakarṇa lies stretched out and dead on the floor, while various rākṣasas gather round him. Some of them have flowers as offerings in their hands. The stone on the left is badly damaged and rather clumsily repaired with a modern stone. 10. Teman Berduka atas Kumbhakarṇa Akhirnya Rāma berhasil mengatasi Kumbhakarṇa dan membunuhnya di medan perang, yang melegakan semua sekutu di kubu Rāma. Para raksasa, tak perlu dijelaskan lagi, berduka panjang dan hebat atas kejatuhan Kumbhakarṇa, karena itu menandakan kejatuhan mereka sendiri. Kumbhakarṇa tergolek dan mati di tanah, sementara banyak raksasa berkumpul di sekelilingnya. Beberapa dari mereka membawa bunga di tangan sebagai persembahan. Batu di kiri rusak parah dan diperbaiki dengan agak sembarangan dengan batu modern.
11. Sītā and Trijaṭā 11 This relief has been identified by Kaelen as Sītā and Trijaṭā, her faithful helper. In no known version does anything between these two occur at this point in the narrative, although earlier, when it appeared Rāma was dead, it was Trijaṭā who managed to console Sītā and prove that her husband was not dead at all. We see Sītā, identified by the halo, with one knee on the floor, and resting her elbow on the other knee. On the right is Trijaṭā, though she looks out of character, and is not portrayed as a rākṣasī, but is in royal attire, which makes me doubt the identification. Beneath her is a female servant, portrayed with curly hair as many servants are on these reliefs. 11. Sītā dan Trijaṭā Relief ini dikenali oleh Kaelen sebagai Sītā dan Trijaṭā, penolongnya yang setia. Dalam ragam yang dikenal, tak ada apa pun yang terjadi di antara keduanya pada titik ini dalam narasi, walaupun sebelumnya, ketika tampaknya Rāma telah mati, Trijaṭā-lah yang berhasil melipur Sītā dan membuktikan bahwa suaminya sama sekali tidak mati. Kita melihat Sītā, dikenali dengan lingkaran cahaya, dengan satu lutut di lantai dan menyandarkan sikunya di lutut yang lain. Di kanan adalah Trijaṭā, walaupun ia tampak tidak semestinya, dan tak digambarkan sebagai raksasi, tetapi dalam busana bangsawan, yang membuat saya meragukan pengenalan ini. Di bawahnya ada pelayan perempuan, digambarkan dengan rambut keriting sebagaimana banyak pelayan di relief-relief ini. 111
12 12. Rāvaṇa’s Concubines attend his Corpse 12. Selir-selir Rāvaṇa Mengurus Jenazahnya The war continued with Rāvaṇa’s sons going into battle and also being Perang berlanjut dengan para putra Rāvaṇa berperang dan juga terbunuh. killed. Indrajit, through a stratagem, almost managed to kill the brothers, Indrajit, dengan tipu daya, hampir berhasil membunuh kedua bersaudara, but they were revived by herbs brought from the Himalayas. Finally, in tetapi mereka disembuhkan dengan tanaman obat yang dibawa dari single combat, Rāma managed to overcome Rāvaṇa and killed him on the Himalaya. Akhirnya, dalam pertarungan duel, Rāma berhasil mengalahkan field of war. Rāvaṇa dan membunuhnya di medan perang. Rāvaṇa lays prostrate on the battleground, and his concubines have come Rāvaṇa terbaring tiarap di medan perang, dan selir-selirnya datang dari from Laṅkā to mourn over him. They stand, two adorning his feet, another Laṅkā untuk berduka atas dirinya. Mereka berdiri, dua menghiasi kakinya, holding his arm, another his chest, and one looks down on his ten faces. satu memegangi lengannya, yang lain memegangi dadanya, dan satu Among them is his chief queen, Mandodarī, who had warned him this would memandang ke bawah ke sepuluh wajahnya. Di antara mereka adalah happen. permaisuri utamanya, Mandodarī, yang telah memperingatkannya bahwa ini akan terjadi. 112
13. Viśvāmitra and his Disciples 13 Again, this relief seems out of place. Kaelen 113 identifies it as Viśvāmitra and his disciples, but the texts do not mention a fitting scene here. However, with the rākṣasas defeated it is now certain the sacrifices of the sages will not be interrupted again. On the left we see two young disciples of the master standing, and two are sitting. The sage himself sits on a raised platform on the right, and is apparently teaching. Flowers are strewn around, and birds are seen sitting nearby. 13. Viśvāmitra dan Murid-muridnya Lagi, relief ini juga tampak tidak pada tempatnya. Kaelen mengenalinya sebagai Viśvāmitra dan murid-muridnya, tetapi naskah tak menyebutkan adegan yang cocok di sini. Akan tetapi, dengan dikalahkannya para raksasa, sekarang dapat dipastikan pengurbanan para resi tak akan disela lagi. Di kiri kita melihat dua murid muda sang resi berdiri, dan dua lainnya duduk. Resi sendiri duduk di mimbar tinggi di kanan, dan tampaknya sedang mengajar. Bunga bertebaran, dan burung-burung tampak bertengger di dekat situ.
14 14. Rāma is reunited with Sītā 14. Rāma Bersatu Lagi dengan Sītā After the defeat of Rāvaṇa, his brother Vibhīṣaṇa, who had helped Rāma, Setelah kekalahan Rāvaṇa, Vibhīṣaṇa, saudaranya, yang membantu Rāma, was crowned king of Laṅkā. Hanumān then sought out Sītā, and reported to diangkat menjadi raja Laṅkā. Hanumān lalu mencari Sītā, dan melaporkan her the outcome of the war. She asked to see her lord again, and a meeting kepadanya hasil perang. Sītā meminta bertemu suaminya lagi, dan was fixed. Sītā was bathed and bedecked and brought to Rāma. pertemuan ditetapkan. Sītā dimandikan, didandani, dan dibawa kepada Rāma. This relief is quite badly damaged in parts. Unfortunately, the face of Rāma has been vandalised. He sits with Sītā in the middle of the frame. On the Relief ini rusak cukup parah di beberapa bagian. Sayangnya, wajah Rāma left are seen what are probably rākṣasa males and females, maybe one is telah dirusak. Ia duduk bersama Sītā di tengah bingkai. Di kiri terlihat yang supposed to be Vibhīsaṇa, with a horse behind them. On the right we see an kemungkinan adalah raksasa lelaki dan perempuan, mungkin salah satunya elaborate building, but again quite damaged. adalah Vibhīsaṇa, dengan kuda di belakang mereka. Di kanan kita melihat bangunan yang megah, tetapi lagi-lagi cukup rusak. 114
15 15. Rāma and Sītā return to Ayodhya 15. Rāma dan Sītā Kembali ke Ayodhya After the reunion, Rāma had doubts about Sītā’s chastity during her Setelah bersatu lagi, Rāma meragukan kesucian Sītā selama penawanannya. captivity. To prove her innocence, after making a vow, Sītā entered a fire, Untuk membuktikan ketakbersalahannya, setelah membuat sumpah, Sītā and the fire god protected her. The entourage, then gradually made their memasuki api, dan dewa api melindunginya. Rombongan itu lalu berangsur way back through India till they were near Ayodhya. Hanumān was sent kembali melewati India sampai mereka dekat Ayodhya. Hanumān dikirim ahead to announce their arrival, and Bharata, who had held the throne in terlebih dahulu untuk mengumumkan kedatangan mereka, dan Bharata, Rāma’s name, was overjoyed. The kingship was passed back to Rāma. yang memegang takhta atas nama Rāma, sangat gembira. Kerajaan dikembalikan kepada Rāma. On the left we Lakṣmaṇa and Bharata, and behind them must be Vibhīṣaṇa, though he looks overly threatening. Rāma sits in the middle, with Sītā Di kiri kita melihat Lakṣmaṇa dan Bharata, dan di belakang mereka pastilah next to him. Two attendants with fly whisks stand behind them. The city is Vibhīṣaṇa, walaupun ia terlihat terlalu mengancam. Rāma duduk di tengah, represented by the fine buildings. Birds sit peacefully upon the roofs. dengan Sītā di sebelahnya. Dua pelayan dengan kebutan lalat berdiri di belakang mereka. Kota diwakili dengan bangunan-bangunan indah. Burung- burung bertengger damai di atap. 115
16 16. City Folk gather round Rāma and Sītā 16. Penduduk Kota Berkumpul Mengitari Rāma dan Sītā It is curious indeed that the Prambanan sculptors, or those who guided Sungguh mengherankan bahwa para pemahat Prambanan, atau orang-orang them, did not show the coronation of Rāma, which happened soon after, and yang membimbing mereka, tidak menunjukkan penobatan Rāma, yang which closes the story proper. In a continuation of the story the city folk terjadi segera setelahnya, dan yang menutup cerita dengan tepat. Dalam again grow suspicious of the by now pregnant Sītā and rumours spread that kelanjutkan cerita, penduduk kota kembali mencurigai Sītā yang sekarang she is unsuitable for her role, after having been held captive by Rāvaṇa. hamil dan desas-desus menyebar bahwa ia tak layak untuk perannya, setelah ditawan oleh Rāvaṇa. On the left we see the city folk sitting round, and can easily imagine them gossiping about the queen. We see Rāma sitting in princely posture and Di kiri kita melihat penduduk kota duduk bersama, dan dengan mudah acting like a guard to Sītā, who sits protected behind him. Again we see the dapat membayangkan mereka sedang menggunjingkan ratu. Kita melihat buildings representing the city and the birds perched on the rafters. Rāma duduk dalam postur gagah dan bersikap seperti pengawal bagi Sītā, yang duduk terlindungi di belakangnya. Lagi kita melihat bangunan yang mewakili kota dan burung-burung yang bertengger di kasau. 116
17 17. Lakṣmaṇa takes Sītā to the Forest 17. Lakṣmaṇa Membawa Sītā ke Hutan Sītā had already requested Rāma that she be allowed to go to the Sītā telah meminta kepada Rāma agar diizinkan pergi ke belantara untuk wildernesses to pay her respects at the feet of the sages. Rāma, feeling memberikan penghormatannya di kaki para resi. Rāma, merasa malu dengan shamed by the continuing gossip, asks Lakṣmaṇa to take her out in the desas-desus yang terus berlanjut, meminta Lakṣmaṇa membawa Sītā dengan chariot, and then to leave her outside the kingdom. kereta, dan lalu meninggalkannya di luar kerajaan. All around we see signs of the wilderness, with trees and birds. Sītā sits in a Di mana-mana kita melihat tanda-tanda belantara, dengan pepohonan dan finely sculpted chariot, which is being drawn by two horses, and Lakṣmaṇa burung. Sītā duduk di kereta yang dipahat dengan indah, yang ditarik dua looks back at her. They appear to be in conversation, but it may just be kuda, dan Lakṣmaṇa menoleh ke belakang padanya. Mereka seperti sedang Lakṣmaṇa reassuring Sītā she is safe with him as guard. We do not see the bercakap, tetapi mungkin itu cuma Lakṣmaṇa yang meyakinkan Sītā bahwa charioteer Sumantra, who Vālmīki says accompanied them. ia aman bersamanya sebagai pengawal. Kita tidak melihat kusir Sumantra, yang Vālmīki katakan menemani mereka. 117
18. Lakṣmaṇa tells Sītā he will leave her in the Forest Lakṣmaṇa, having driven Sītā deep into the forest, then left the chariot behind and crossed the Ganges with Sītā and told his instructions to abandon her there. Sītā, ever concerned to obey her husband, allows herself to be abandoned, but asks Lakṣmaṇa to convey a message to Rāma, asserting her innocence once more. A rather pregnant looking Sītā kneels on a raised plinth or rock and listens while Lakṣmaṇa, sitting at a lower level, explains the instructions he has received. Perhaps to emphasise how deep this is in the jungle, we see many types of animals around, including snakes and frogs (bottom left), peacocks (left and right of Sītā), and a pair of mongooses (between the two). 18. Lakṣmaṇa Memberi Tahu Sītā Ia akan Meninggalkannya di Hutan Lakṣmaṇa, setelah membawa Sītā jauh ke dalam hutan, lalu meninggalkan kereta di belakang dan menyeberangi Gangga bersama Sītā dan memberitahukan perintahnya untuk meninggalkan Sītā di situ. Sītā, yang selalu ingin menaati suaminya, membiarkan dirinya ditinggalkan, tetapi meminta Lakṣmaṇa menyampaikan pesan kepada Rāma, menegaskan ketakbersalahannya sekali lagi. Sītā yang agak tampak hamil berlutut di alas tinggi atau batu dan mendengarkan, sementara Lakṣmaṇa, yang duduk lebih rendah, menjelaskan perintah yang ia terima. Mungkin untuk menekankan seberapa dalam ini di hutan, kita melihat banyak jenis hewan di sekitar, termasuk ular 18 dan katak (kiri bawah), merak (kiri dan kanan Sītā), dan sepasang garangan (di antara keduanya). 118
19. Sītā in the Wilderness with Wild Animals 19 After being abandoned in the wilderness, Sītā was left alone amongst the wild animals. The ṛṣis who heard her crying went to Vālmīki and reported that some divine lady was weeping in the woods, and asked what to do. The sage then prepared to go out and meet her with his disciples. Sītā stands in the midst of two fierce looking lions, who, however, do not attack her. We also see a deer and a peacock. We cannot quite make out what she is doing with her hands because of the wear and tear. She appears, curiously, to be wearing an apron, and still has jewellery hanging round her neck. She must be weeping, but her expression hardly shows this. 19. Sītā di Belantara dengan Hewan-hewan Liar Setelah diasingkan di belantara, Sītā ditinggal sendirian di antara hewan liar. Resi yang mendengarnya menangis mendatangi Vālmīki dan melaporkan bahwa ada perempuan surgawi menangis di hutan, dan bertanya apa yang harus dilakukan. Vālmīki lalu bersiap keluar bersama murid- muridnya untuk menemui Sītā. Sītā berdiri di tengah dua singa yang tampak garang, yang bagaimana pun tidak menyerangnya. Kita juga melihat rusa dan merak. Kita tak bisa melihat dengan jelas apa yang ia lakukan dengan tangannya karena gerusan dan kikisan. Anehnya, Sītā tampak memakai celemek, dan masih ada perhiasan tergantung di lehernya. Ia pasti menangis, tetapi parasnya nyaris tak menunjukkan ini. 119
20. Sītā meets with Vālmīki The sage, having met with her on the bank of the Ganges, told her he knew who she was, and that she was innocent, and invited her to live in a nunnery near to his hermitage. There he could protect her, and soon he would help her raise her offspring. The scene is set at Vālmīki’s hermitage, where he lived attending to the ordained sacrifices. We see a young man sitting on the roof, presumably a pupil of the master. Sītā, who is clearly still pregnant, is on all fours before the sage, and is listening to his instruction. We see various sacrificial accessories behind him. 20. Sītā Bertemu dengan Vālmīki Sang resi, setelah bertemu dengan Sītā di tepi Gangga, mengatakan bahwa ia tahu siapa Sītā, dan bahwa ia tak bersalah, dan mengundangnya tinggal di pertapaan perempuan di dekat pertapaannya. Di sana ia dapat melindungi Sītā, dan tak lama ia akan membantunya membesarkan keturunannya. Adegan ini berlangsung di pertapaan Vālmīki, tempat ia tinggal untuk melaksanakan pengurbanan yang diperintahkan. Kita melihat anak muda duduk di atap, kemungkinan murid 20 resi. Sītā, yang jelas masih hamil, bersujud di depan resi, dan mendengarkan petunjuknya. Kita melihat berbagai perlengkapan pengurbanan di belakangnya. 120
21. Sītā gives birth in the Hermitage 21 One time Śatrughna was out seeking to destroy the rākṣasa Lavana, and happened upon Vālmīki’s hermitage, where he asked to stay the night. It was at this time that Sītā gave birth. In Vālmīki it is stated she gave birth to twin sons. Other versions have it she only gave birth to one, as we see here. Here we only see one child in the arms of his mother, so I presume the sculptors knew a version different from Vālmīki. Sītā kneels on the left with the child in wrapping cloths in her hands. With her are two female attendants, one standing one sitting. Deers are seen behind them, and birds perch on the awnings of the nearby pavilion. 21. Sītā Melahirkan di Pertapaan Suatu ketika Śatrughna berusaha menghancurkan Raksasa Lavana, dan kebetulan tiba di pertapaan Vālmīki, tempat ia minta menginap. Pada saat inilah Sītā melahirkan. Dalam Vālmīki dikatakan ia melahirkan putra kembar. Ragam lain mengatakan ia hanya melahirkan satu putra, seperti kita lihat di sini. Di sini kita hanya melihat satu anak di lengan ibunya, jadi saya menduga pemahatnya mengetahui ragam yang berbeda dari Vālmīki. Sītā berlutut di kiri dengan anak yang terbungkus kain di tangannya. Bersamanya ada dua pelayan perempuan; satu berdiri, satu duduk. Rusa terlihat di belakang mereka, dan burung-burung bertengger di atap anjungan dekat situ. 121
22 22. The Celebrations after the Birth 22. Perayaan Setelah Kelahiran At the celebrations that followed the birth the first born was named Kuśa, Di perayaan setelah kelahiran, anak pertama dinamakan Kuśa oleh Vālmīki, by Vālmīki, as he was blessed with sacred Kuśa grass, which he had chanted karena ia diberkahi dengan rumput Kuśa suci, yang telah dilafali mantra. mantras over. Other ceremonies were also performed to protect him from Upacara-upacara lain juga dilaksanakan untuk melindunginya dari misfortune. kemalangan. Vālmīki sits on the right and attends to the sacrificial offerings. Many regal Vālmīki duduk di kanan dan melaksanakan persembahan kurban. Banyak looking young men gather round. On the left we see the women entering pemuda yang tampak ningrat berkumpul. Di kiri kita melihat para and carrying something, which by now is very worn down. It looks more like perempuan masuk dan membawa sesuatu, yang saat ini sudah sangat offerings than the child, though that is what one would have expected. Again tergerus. Itu lebih terlihat seperti persembahan alih-alih anak kecil, walau various animals are placed around the scene reminding one that we are in itu yang akan orang harapkan. Lagi-lagi berbagai hewan ditempatkan di the wilds. sekitar adegan mengingatkan bahwa kita ada di belantara. 122
23 23. Sītā and her Child gather Fruits 23. Sītā dan Anaknya Mengumpulkan Buah-buahan In other tellings of the story, Sītā gave birth to just one child, then the Dalam tuturan-tuturan lain cerita ini, Sītā hanya melahirkan satu anak, lalu following incident happened: Sītā went out to gather roots and fruits and left kejadian berikut ini terjadi: Sītā keluar untuk mengumpulkan umbi dan Kuśa with the sage. He, though, fell into meditation, and when Sītā returned buah, dan meninggalkan Kuśa dengan sang resi. Tetapi Vālmīki masuk ke she saw the child unprotected and decided to take him with her. Upon rising dalam semadi, dan ketika Sītā kembali ia melihat anaknya tak terlindungi from his meditations, Vālmīki saw the child was gone, and, thinking him dan memutuskan untuk membawanya. Saat mentas dari semadi, Vālmīki lost, decided to create a new child, exactly like the first. This is how she later melihat anak itu sudah pergi, dan berpikir ia hilang, memutuskan untuk had two children. menciptakan anak baru, yang persis seperti yang pertama. Inilah bagaimana Sītā nantinya punya dua anak. This must be the scene shown here. Sītā is out in the woods with a basket gathering forest produce, and she has her child with her, who is carrying Ini pasti adegan yang ditunjukkan di sini. Sītā berada di hutan dengan mangoes. Vālmīki meanwhile appears to have arisen from his meditation keranjang, mengumpulkan hasil hutan, dan ia bersama dengan anaknya, and is in the midst of saying the mantras that will replicate the child. yang membawa mangga. Sementara itu Vālmīki tampak telah mentas dari semadinya dan tengah merapal mantra yang akan menggandakan anak itu. 123
24 24. Archers against Rākṣasas 24. Pemanah Melawan Raksasa Kaelen describes this scene as “Kuśa and Lava enthusiastically training Kaelen menggambarkan adegan ini sebagai “Kuśa dan Lava dengan penuh themselves in sham fights.” I know of nowhere where such a scene is semangat melatih diri dalam latih tanding.” Saya tidak tahu di mana ada described, and it would not explain what we see, which is two royal archers adegan seperti itu digambarkan, dan itu tidak menjelaskan apa yang kita and their attendants fighting against three rākṣasas, one of whom is being lihat, yang mana dua pemanah kerajaan dan pelayan mereka bertarung trampled underfoot. melawan tiga raksasa, yang salah satunya diinjak-injak. The only story it could be in this point in the narrative is Śatrughna’s Satu-satunya cerita yang mungkin dalam hal ini dalam narasi adalah overcoming of Lavana, but that is described as one on one combat, and two penaklukan Śatrughna terhadap Lavana, tetapi itu digambarkan sebagai heroes are not involved, so it very much appears to me as though this scene pertarungan satu lawan satu, dan dua pahlawan tak terlibat, jadi sangat must be out of sequence, and should have been placed earlier during the war tampak bagi saya seakan adegan ini pasti di luar urutan, dan seharusnya against the rākṣasas in Laṅkā. Notice that one of the rākṣasas has a trident in ditempatkan lebih awal selama perang melawan para raksasa di Laṅkā. his coiffure, and is holding a large shield. Perhatikan bahwa satu raksasa memiliki trisula di tata rambutnya, dan memegang perisai besar. 124
25 25. Heading to Ayodhya 25. Menuju ke Ayodhya Rāma decided to make a great sacrifice, the Aśvamedha, in which a horse Rāma memutuskan membuat persembahan kurban besar, Aśvamedha, di is freed for a year, before being killed in the ritual. During that year other mana seekor kuda dilepaskan selama satu tahun, sebelum dibunuh dalam sacrifices were to take place, and royalty, sages and people from far and wide upacara. Selama tahun itu pengurbanan lain akan dilakukan, dan bangsawan, came to partake in the festival. resi dan orang-orang dari segala tempat datang untuk ambil bagian dalam perayaan. Here we see eight young men on their way to the festival. Kaelen identifies two of them as Kuśa and Lava, which may be so, but they are not marked in Di sini kita melihat delapan pemuda dalam perjalanan menuju perayaan. any special way. Unlike the procession scenes at Borobudur, this one looks a Kaelen mengenali dua di antaranya sebagai Kuśa dan Lava, yang mungkin little clumsy, seemingly with some standing with crossed legs, while others begitu, tetapi mereka tidak ditandai dalam cara khusus apa pun. Tidak are walking on their way. seperti adegan arakan di Borobudur, yang ini tampak sedikit janggal, terlihat dari ada yang berdiri dengan kaki bersila, sementara yang lain berjalan dalam perjalanan mereka. 125
26 26. On the Path to Ayodhya 126 We see one rākṣasa on the left, accompanied by one royal. In front of them, and below, is a dwarf, and they are all encountering two seemingly poor people along the way, one of whom has a staff. Kaelen identifies the royal youth as one of the sons. In Vālmīki this whole episode is described differently: Kuśa and Lava have accompanied their master to the festival, and while they are all there, Vālmīki gives them instructions to go to a place where Rāma will hear them, and sing the first twenty cantos (sargas) of the Rāmāyaṇa. 26. Dalam Perjalanan ke Ayodhya Kita melihat satu raksasa di kiri, ditemani seorang bangsawan. Di depan mereka, dan di bawah, ada orang kerdil, dan mereka semua bertemu dua orang yang tampak miskin di jalan, salah satunya punya tongkat. Kaelen mengenali pemuda bangsawan itu sebagai salah satu putra. Dalam Vālmīki, seluruh episode ini digambarkan secara berbeda: Kuśa dan Lava menemani guru mereka ke perayaan, dan ketika mereka semua ada di sana, Vālmīki memberi mereka perintah untuk pergi ke tempat di mana Rāma akan mendengar mereka, dan menyanyikan dua puluh bait (sargas) pertama Rāmāyaṇa.
27. Rāma interviews Kuśa and Lava 27 When he heard the story told in melodious voices and with musical accompaniment, Rāma was of course intrigued, especially as the young artists seem to know his whole life story, and he asked them who they were and where they learned this story and offered them riches, which they turned down. In Vālmīki the young men are described as ascetics, dressed in bark, but in these murals they are shown in royal garb, as befitting their actual status. Here they are sitting before Rāma, who questions them about the poem. The relief is quite worn, but it very much looks like Vālmīki himself is sitting behind them. 27. Rāma Menanyai Kuśa dan Lava Ketika ia mendengar cerita itu dikisahkan dalam suara merdu dan dengan iringan musik, Rāma tentu saja tertarik, terutama karena para seniman muda itu sepertinya mengetahui seluruh cerita hidupnya, dan ia bertanya siapa mereka dan di mana mereka mempelajari cerita ini dan menawari mereka kekayaan, yang mereka tolak. Dalam Vālmīki, para pemuda itu digambarkan sebagai petapa, yang berpakaian kulit kayu, tetapi dalam mural ini mereka ditampilkan dalam busana kerajaan, sesuai status mereka sebenarnya. Di sini mereka duduk di depan Rāma, yang menanyai mereka mengenai puisi itu. Reliefnya cukup rusak, tetapi sepertinya Vālmīki sendirilah yang duduk di belakang mereka 127
28. Vālmīki brings Sītā to Rāma Rāma asks that Sītā makes an oath regarding her fidelity in front of a court of sages and royals, and sends a messenger to Vālmīki to ask his permission. On the following day Vālmīki brings Sītā to the court to make her asservation, and to confirm the sons are his. Sītā called on the earth goddess to accept her, and she descended back into the earth. Sītā is described as being behind Vālmīki, who is offering her protection, and that is as we see here. It appears Vālmīki is speaking while Rāma, who sits, unexpectedly on a higher seat, listens. On the far right we see signs of his wealth in the form of treasure boxes. 28. Vālmīki Membawa Sītā kepada Rāma Rāma meminta Sītā membuat sumpah tentang kesetiaannya di hadapan dewan resi dan bangsawan, dan mengirim utusan kepada Vālmīki untuk meminta izinnya. Hari berikutnya Vālmīki membawa Sītā ke dewan untuk membuat pernyataannya, dan untuk memastikan bahwa putra-putra itu adalah anak Rāma. Sītā memanggil dewi bumi untuk menerimanya, dan ia turun kembali ke bumi Sītā digambarkan berada di belakang Vālmīki, yang menawarinya perlindungan, dan itulah yang kita lihat di sini. Tampak Vālmīki sedang bicara, sementara Rāma, yang secara tak terduga duduk di kursi lebih 28 tinggi, mendengarkan. Di kanan jauh kita melihat tanda-tanda kekayaan Rāma berupa kotak-kotak harta. 128
29. Rāma appoints his Sons as his Successors 29 After many long and righteous years Rāma was visited by Death who informed him it was time to return to the gods in heaven. Rāma wanted one of his brothers to reign after him, but the sage Vaśiṣṭha urged him to appoint his sons to the throne. Kuśa was therefore given southern Kośāla, and Lava northern Kośāla, and they reigned together from Ayodhya. On the left we see two people sitting under the trees, perhaps they are the sons, but they are wearing less than regal wear. The sage Vaśiṣṭha is sitting next to them holding his hands in añjali and advising Rāma on his next course of action. Behind we see a pavilion, and next to Rāma is a water pot. 29. Rāma Menunjuk Putra-putranya sebagai Penerusnya Setelah bertahun-tahun yang panjang dan bajik, Rāma dikunjungi oleh Kematian yang memberi tahu ini saatnya kembali kepada para dewa di surga. Rāma ingin salah satu saudaranya memerintah setelahnya, tetapi Resi Vaśiṣṭha mendesaknya untuk mengangkat putra-putranya. Karenanya, Kuśa diberi Kośāla selatan, dan Lava diberi Kośāla utara, dan mereka memerintah bersama dari Ayodhya Di kiri kita melihat dua orang duduk di bawah pohon, mungkin mereka adalah para putra, tetapi mereka mengenakan pakaian yang kurang mewah. Resi Vaśiṣṭha duduk di sebelah mereka menangkup tangannya ber-añjali dan menasihati Rāma tentang tindakan selanjutnya. Di belakang kita melihat anjungan, dan di samping Rāma ada kendi air. 129
30 30. Brahmins in the Court of Ayodhya 30. Para Brahmana di Alun-alun Ayodhya The Rāmāyaṇa of Vālmīki ends with Rāma entering the heaven realm Rāmāyaṇa Vālmīki berakhir dengan Rāma memasuki alam surga (svargaloka) (svargaloka) again, along with his brothers and many of the other heroes from lagi, bersama saudara-saudaranya dan banyak pahlawan lain dari cerita ini, the story, and together with humans and animals from Ayodhya. They are dan bersama manusia dan hewan dari Ayodhya. Mereka disambut para dewa, greeted by the gods, who will rule over the worlds from there, and we might yang akan memerintah dunia dari sana, dan kita mungkin berharap melihat have expected to see something of the same here. hal yang sama di sini. The last relief in the present series couldn’t be farther from the expected Relief terakhir dalam rangkaian saat ini tak bisa lebih jauh dari kesimpulan conclusion, and is quite irreconcilable with any known ending. Kaelen yang diharapkan, dan agak tak sejalan dengan akhir mana pun yang describes it thus: “[A] festival is taking place at the court of Ayodhya, diketahui. Kaelen menggambarkannya begini: “[Sebuah] perayaan attended by brahmins and hermits.” I cannot understand how this is a fitting berlangsung di alun-alun Ayodhya, dihadiri oleh para brahmana dan petapa.” conclusion to the story myself. Saya sendiri tidak mengerti bagaimana ini adalah kesimpulan yang cocok untuk cerita ini. 130
Krsna’s Story Cerita Krsna 131
Main temples Candi-candi utama 132
Kṛṣṇa’s Story Cerita Kṛṣṇa As with Rāma, Kṛṣṇa’s story has been told many times, and elaborate Seperti halnya Rāma, cerita Kṛṣṇa telah banyak kali dikisahkan dan mitologi mythologies have gathered around him. Different from Rāma, though, there rumit telah berkumpul di sekitarnya. Tetapi, berbeda dari Rāma, tak ada is no one ancient text which completely encompasses these stories, but they satu naskah kuno yang secara lengkap mencakup carita-cerita ini, tetapi are found in different tellings, including the Śrimad Bhāgavata Purāṇa, the mereka ditemukan dalam tuturan yang berbeda-beda, termasuk Śrimad Viṣṇu Purāṇa, the Mahābhārata and especially its appendix the Harivaṁsa Bhāgavata Purāṇa, Viṣṇu Purāṇa, Mahābhārata, dan terutama lampirannya (Hari is another name for Kṛṣṇa). A very good modern synthesis of these di Harivaṁsa (Hari adalah nama lain Kṛṣṇa). Peleburan modern yang sangat tellings is Vanamālī’s The Complete Life of Krishna, Based on the Earliest bagus dari tuturan-tuturan ini adalah karya Vanamālī, The Complete Life of Oral Traditions and the Sacred Scriptures. Krishna, Based on the Earliest Oral Traditions and the Sacred Scriptures. Kṛṣṇa’s story is very much alive in modern India, where he is still one of the Cerita Kṛṣṇa sangatlah hidup di India modern, di mana ia masih salah satu main deities worshipped, and where his cult is strong and prevails in many dewa utama yang dipuja, dan di mana pemujaannya kuat dan bertahan di communities. His story is known to almost all schoolchildren, and has been banyak komunitas. Ceritanya diketahui oleh hampir semua siswa sekolah, the subject of films and television. Unlike Rāma, his cult never had that sort dan telah menjadi tema film dan televisi. Tidak seperti Rāma, pemujaannya of success in SE Asia as a whole, but it was evidently an important part of tak pernah mendapat kesuksesan sedemikian rupa di Asia Tenggara secara ancient Javanese beliefs, and the story is told on reliefs at the Prambanan keseluruhan, tetapi jelas merupakan bagian dari kepercayaan Jawa Kuno, complex in Central Java and Candi Penataran in East Java. dan cerita ini dituturkan di relief yang ada di kawasan Prambanan di Jawa Tengah dan Candi Penataran di Jawa Timur. And just as Rāma has his own kakawin in Old Javanese, so we find Kṛṣṇa’s story in a number of Old Javanese texts, including, most famously, the Dan sebagaimana Rāma memiliki kakawin-nya sendiri dalam bahasa Jawa Krĕṣṇāyana. That poem tells only a small part of the story, though, centered Kuno, kita pun menemukan cerita Kṛṣṇa dalam sejumlah naskah Jawa Kuno, around the abduction of Rukmiṇī, and as far as I can see the episode does not termasuk yang paling terkenal, Krĕṣṇāyana. Puisi itu hanya menceritakan figure in the Prambanan panels. sebagian kecil dari ceritanya, walaupun berpusat di sekitar penculikan Rukmiṇī, dan sejauh yang dapat saya lihat episode ini tidak tergambar di I give here an outline of the story known to us through various sources. The panel Prambanan. story naturally falls into two sections: from Kṛṣṇa’s decision to be reborn on earth to the death of his wicked uncle Kaṁsa; then the fight with many of Di sini saya memberikan garis besar cerita yang kita kenal dari berbagai the wicked kings on India, including his role in the Great War recorded in sumber. Cerita lazimnya terbagi menjadi dua bagian: dari keputusan Kṛṣṇa the Mahābhārata. untuk terlahir ulang di bumi sampai kematian pamannya yang jahat, Kaṁsa; kemudian pertarungan dengan banyak raja jahat di India, termasuk The good king Ugrasena has been overthrown by his son, Kaṁsa, who rules perannya dalam Perang Besar yang tercatat dalam Mahābhārata. with force and unjustly. Kaṁsa’s sister, the young and beautiful Devakī is 133
about to marry Vasudeva, and Kaṁsa drives her in a chariot to the wedding. Raja Ugrasena yang baik telah digulingkan oleh putranya, Kaṁsa, yang Along the way he heard a divine prediction that Devakī’s eighth son would memerintah dengan kekerasan dan tak adil. Saudari Kaṁsa, Devakī be his nemesis, and would kill him. He almost killed his sister on the spot, yang muda dan cantik, akan menikah dengan Vasudeva, dan Kaṁsa but was persuaded not to by her groom, Vasudeva, who promised to bring to mengantarnya dengan kereta ke pernikahan. Di sepanjang perjalanan ia the king every child they bore. mendengar ramalan ilahi bahwa putra kedelapan Devakī akan menjadi musuh bebuyutannya, dan akan membunuhnya. Ia hampir membunuh Kaṁsa was at first appeased by this, but later, fearing the worst, killed all saudarinya di tempat, tetapi dibujuk agar tak melakukannya oleh mempelai six of the children Devakī had given birth to up till then, and locked her pria, Vasudeva, yang berjanji akan membawa semua anak yang mereka and her husband up to prevent any more children being born. This didn’t lahirkan kepada raja. stop Devakī conceiving though. This seventh child was to be Balarāma, who was incarnating Viṣṇu’s serpent Śeṣa. He was miraculously removed from Awalnya Kaṁsa ditenangkan dengan ini, namun kemudian, karena takut Devakī’s womb to the womb of Vasudeva’s first wife, Rohiṇī, who was living pada yang terburuk, membunuh seluruh enam anak yang telah dilahirkan in the countryside for safety. Devakī sampai saat itu, dan mengurung ia dan suaminya untuk mencegah lebih banyak anak dilahirkan. Tetapi ini tak menghentikan Devakī Kaṁsa made conditions even more stringent for the couple, and bound mengandung. Anak ketujuhnya adalah Balarāma, yang merupakan titisan them in chains. Viṣṇu gave a vision of himself to Vasudeva, and through the ular Viṣṇu, Śeṣa. Ia secara ajaib dipindahkan dari rahim Devakī ke rahim istri transmission of that vision to Devakī, he took his place in her womb. It was, pertama Vasudeva, Rohiṇī, yang tinggal di perdesaan demi keselamatan. so to say, an immaculate conception, as the couple did not come together physically. When the child was born, he was exchanged with a girl child Kaṁsa membuat keadaan makin sulit saja bagi pasangan itu, dan mengikat born to Nanda and Yośadā, who were looking after Rohiṇī and the newly mereka dengan rantai. Viṣṇu memberikan penampakan dirinya kepada born Balarāma. Vasudeva, dan melalui pemindahan penampakan kepada Devakī itu, ia mengambil tempatnya di rahim Devakī. Ini bisa dikatakan adalah Thus, it was that, though both were conceived by Devakī, Balarāma and pembuahan suci, karena pasangan itu tidak bersatu secara badaniah. Ketika Kṛṣṇa were born and brought up in the countryside, under the protection of anak itu lahir, ia ditukar dengan anak perempuan yang lahir dari Nanda and the cowherd Nanda and his wife, Yaśoda. The first part of Kṛṣṇa’s story takes Yośadā, yang merawat Rohiṇī dan Balarāma yang baru lahir. place in this rural setting. Demikianlah, walaupun keduanya dikandung oleh Devakī, Balarāma dan As he grew up, Kṛṣṇa was a mischievous little boy, who nevertheless Kṛṣṇa dilahirkan dan dibesarkan di perdesaan, di bawah perlindungan managed to steal the hearts of his parents and community. He also won the gembala sapi Nanda dan istrinya, Yaśoda. Bagian pertama kehidupan Kṛṣṇa hearts of the girl cowherds (gopī), especially Rādhā, who fell in love with his berlangsung di lingkungan perdesaan ini. winning ways, and who gave herself to him in undying love, as did the other gopīs. Ketika tumbuh dewasa, Kṛṣṇa adalah anak laki-laki yang nakal, yang walaupun demikian berhasil mencuri hati orangtuanya dan penduduk desa. Kaṁsa, however, had learned that his killer had been born, and was living Ia juga memenangkan hati para gadis gembala (gopī), terutama Rādhā, yang close by, though he knew not where. He therefore decided on the drastic jatuh cinta dengan pesonanya, dan yang memberikan dirinya kepada Kṛṣṇa 134
action of killing all the new born children in the land. He employed the dalam cinta yang tak pernah mati, seperti yang dilakukan para gopī lainnya. rakṣasī Pūtanā to help him kill the children. She posed as a wet nurse and spread poison on her breast so the children would die as they suckled. When Akan tetapi, Kaṁsa telah mengetahui bahwa pembunuhnya telah lahir, dan she tried to kill Kṛṣṇa in this way, however, he sucked so hard on her breasts tinggal tak jauh, walaupun ia tak tahu di mana. Karena itu ia memutuskan that she passed out and retook her rakṣasī form, before dying. tindakan keji membunuh semua anak yang baru lahir di negeri itu. Ia mengerahkan Raksasi Pūtanā untuk membantunya membunuh anak-anak. Kaṁsa tried sending many other assassins to kill the young child, but Pūtanā menyamar sebagai ibu susu dan menebar racun di payudaranya Kṛṣṇa was always more than a match for them, and killed them first, often sehingga anak-anak itu akan mati ketika mereka menyusu. Akan tetapi, facilitating their entry into heaven, even as they tried to murder him. In this ketika ia mencoba membunuh Kṛṣṇa dengan cara ini, Kṛṣṇa mengisap way he disposed of Ariṣṭa, Keśī, Vyoma and a number of others. Kṛṣṇa also dadanya begitu keras sampai ia pingsan dan kembali ke wujud raksasanya, had many other adventures, like holding up the mountain of Govardhana sebelum mati. near Vṛndāvana to save the people from Indra’s wrath. Kaṁsa mencoba mengirim banyak pembunuh lain untuk membunuh anak Kaṁsa was by now desperate to find a way to have the boys killed and kecil itu, tetapi Kṛṣṇa selalu bukan tandingan mereka, dan membunuh organised a festival to which all the surrounding villagers were invited. He mereka lebih dahulu, seringnya mempermudah jalan masuk mereka ke planned to have Balarāma and Kṛṣṇa killed there, before his very eyes, and surga, bahkan saat mereka mencoba membunuhnya. Dengan cara ini ia so sent Akrūra, Kṛṣṇa’s cousin, to invite them to the festivities. mengenyahkan Ariṣṭa, Keśī, Vyoma, dan sejumlah lainnya. Kṛṣṇa juga punya banyak petualangan lain, seperti menopang Pegunungan Govardhana dekat Kaṁsa had organised a wrestling match, where he had planned to have the Vṛndāvana untuk menyelamatkan orang-orang dari murka Indra. boys killed by the best wrestlers in the land. When they came, Kaṁsa had an elephant set loose to kill them as they entered the ring, but Kṛṣṇa was more Kaṁsa kini putus asa untuk mencari cara agar anak itu terbunuh, dan than a match for the elephant, and both he and his mahout died as they mengadakan perayaan yang mengundang semua penduduk desa sekitar. attacked. Ia berencana membunuh Balarāma dan Kṛṣṇa di sana, di depan matanya sendiri, dan demikian mengutus Akrūra, sepupu Kṛṣṇa, untuk mengundang It fared no better inside the ring as the boys proved to be much stronger mereka ke perayaan. than their opponents, who succumbed to the boys. Kaṁsa himself then rushed into the ring and was himself killed, as were his brothers who Kaṁsa mengatur pertandingan gulat, di mana ia berencana membuat anak- sought revenge. At the end of this first stage of Kṛṣṇa’s life he restored the anak itu terbunuh oleh para pegulat terbaik di negeri. Ketika mereka datang, good king Ugrasena to the throne, and appointed Uddhava, a pupil of sage Kaṁsa melepas seekor gajah untuk membunuh mereka ketika mereka masuk Bṛhaspati as prime minister, bringing order back to his people, the Yadavas. ke gelanggang, tetapi Kṛṣṇa bukanlah tandingan gajah itu, dan gajah serta pawangnya tewas ketika mereka menyerang. After Kṛṣṇa had defeated Kaṁsa, he was free to spend time with his actual parents, Vasudeva and Devakī, and take up his rightful place in the court of Di dalam gelanggang tidak berlangsung lebih baik, karena anak-anak itu the Yadavas. First though he had to undergo the rites and training necessary terbukti jauh lebih kuat dibanding lawan-lawan mereka, yang menyerah for a prince, which he did very quickly under his preceptor Sandīpanī, whose kepada anak-anak itu. Kaṁsa sendiri lalu bergegas masuk ke gelanggang 135
kindness he repaid by bringing his lost son back to life. dan terbunuh, begitu juga saudara-saudaranya yang ingin balas dendam. Pada akhir babak pertama kehidupan Kṛṣṇa ini, ia mengembalikan takhta Raja The wives of Kaṁsa were sisters to the evil king of Magadha, Jarāsandha, and Ugrasena yang baik dan menunjuk Uddhava, murid Resi Bṛhaspati sebagai after Kaṁsa’s death they went to him and pled for revenge against Kṛṣṇa. perdana menteri, mengembalikan ketertiban pada rakyatnya, kaum Yadava. Jarāsandha mustered together his forces and attacked the Yadavas, but was defeated each time. Setelah Kṛṣṇa mengalahkan Kaṁsa, ia bebas untuk menghabiskan waktu dengan orangtua aslinya, Vasudeva dan Devakī, dan mengambil tempat yang It was during these fights that Jarāsandha’s ally, Kalāyavana sought to kill menjadi haknya di dewan Yadava. Tetapi pertama-tama ia harus menjalani Kṛṣṇa, but Kṛṣṇa deceived his enemy into following him to a cave where lay upacara dan pelatihan yang diperlukan bagi seorang pangeran, yang ia lakukan the sage Mucukunda. Kalāyavana kicked the sage, thinking it was Kṛṣṇa and dengan sangat cepat di bawah pembimbingnya, Sandīpanī, yang kebaikannya was burned to a sizzle when the sage angrily glared at him. dibalas Kṛṣṇa dengan menghidupkan kembali putranya yang hilang. Realising that the Yadavas’ capital city Mathurā was too vulnerable to Istri-istri Kaṁsa adalah saudari raja Magadha yang jahat, Jarāsandha, dan attack, Kṛṣṇa then decided to move his people to a more secure location at setelah kematian Kaṁsa, mereka mendatanginya dan memohon untuk Dvāraka, an island fortress which could be better protected. membalas dendam terhadap Kṛṣṇa. Jarāsandha mengumpulkan armadanya dan menyerang kaum Yadava, tetapi selalu dikalahkan. He also began making marital alliances, the first of which was made by carrying off Rukminī, the daughter of king Bhīṣmaka of Vidārbha. This made Dalam pertarungan inilah sekutu Jarāsandha, Kalāyavana, berusaha him some friends, but some enemies also, as Rukminī had been promised to membunuh Kṛṣṇa, tetapi Kṛṣṇa memperdaya musuhnya untuk mengikutinya king Śiśupāla, a friend of King Jarāsandha of Magadha. ke gua tempat Resi Mucukunda berbaring. Berpikir itu adalah Kṛṣṇa, Kalāyavana menendang sang resi, dan terbakar sampai berdesis ketika resi itu We now come to the complicated story of the Great War related in the mendelik marah kepadanya. Mahābhārata, and Kṛṣṇa’s role in that affair. The war arose between two great families: the Paṇḍavas and the Kauravas, who were cousins. Menyadari bahwa ibu kota Yadava, Mathurā, terlalu rentan diserang, Kṛṣṇa lalu memutuskan memindahkan rakyatnya ke tempat yang lebih aman di As the whole story cannot easily be related here, it is enough to say that Dvāraka, sebuah benteng pulau yang dapat dilindungi dengan lebih baik. Kṛṣṇa took the side of the Paṇḍavas, which included his great friend Arjuna. He acted only as an advisor, though, and did not fight the Kauravas Ia juga mulai membuat sekutu pernikahan, yang pertama dibuat dengan himself. Kṛṣṇa first helped the Paṇḍavas get settled in new lands by clearing membawa lari Rukminī, putri Raja Bhīṣmaka dari Vidārbha. Ini membuatnya the Khaṇḍava forest, which is where they built their new capital city mendapat beberapa kawan, tetapi juga lawan, karena Rukminī telah dijanjikan Indraprastha. He also let Arjuna carry off his own sister Subhadra, and make kepada Raja Śiśupāla, teman Raja Jarāsandha dari Magadha. her his wife. Sekarang kita sampai pada cerita rumit Perang Besar yang dituturkan dalam When the war itself broke out, Kṛṣṇa agreed to be Arjuna’s charioteer, but Mahābhārata, dan peran Kṛṣṇa dalam peristiwa itu. Perang meletus di antara Arjuna had doubts about fighting against his own family. It was at this point dua keluarga besar: Paṇḍava dan Kaurava, yang merupakan sepupu. 136
that Kṛṣṇa taught the Bhagavadgīta, one of the most famous philosophical Karena keseluruhan cerita itu tak bisa dengan mudah disampaikan di sini, texts of Hinduism, and urged Arjuna to fulfil his duty (Dharma) as a warrior cukuplah dikatakan bahwa Kṛṣṇa berpihak pada para Paṇḍava, yang termasuk (kṣatriya). sahabat karibnya, Arjuna. Tetapi ia hanya bertindak sebagai penasihat dan dirinya tidak ikut bertarung melawan para Kaurava. Pertama-tama, Kṛṣṇa After the great destruction of the war, in which the main characters on both membantu para Paṇḍava menetap di tempat baru dengan membuka hutan sides died, Kṛṣṇa went to try and console Gāndhārī, the wife of Dhṛtarāṣṭra. Khaṇḍava, yang merupakan tempat mereka membangun ibu kota baru, She cursed him though for failing to prevent the war. That curse took effect Indraprastha. Ia juga membiarkan Arjuna membawa saudarinya sendiri, decades after the war when Kṛṣṇa was mistaken for a deer, and shot in Subhadra, dan menjadikannya istri. his heel, his only vulnerable spot, by a hunter named Jarā. From there he ascended back to heaven. Ketika perang pecah, Kṛṣṇa setuju menjadi kusir Arjuna, tetapi Arjuna ragu melawan keluarganya sendiri. Pada saat itulah Kṛṣṇa mengajarkan This relates merely a fraction of the Kṛṣṇa story, which has literally Bhagavadgīta, salah satu naskah filosofis paling terkenal dalam Hinduisme, hundreds of episodes attached to it, as it seems Kṛṣṇa gathered legends to dan mendorong Arjuna untuk memenuhi tugasnya (Dharma) sebagai seorang himself, as his cult grew. Many of the legends are even contradictory. For kesatria (kṣatriya). instance, different accounts are given in the various texts as to how many wives Kṛṣṇa had. Setelah kehancuran besar akibat perang, yang mana tokoh-tokoh utama dari kedua pihak tewas, Kṛṣṇa pergi untuk mencoba menghibur Gāndhārī, On the reliefs at Prambanan it is possible to identify only the first 14 istri Dhṛtarāṣṭra. Tetapi Gāndhārī mengutuknya karena gagal mencegah definitely, which take the story up to the killing of Kaṁsa, and in the perang. Kutukan itu baru bekerja puluhan tahun setelah perang ketika Kṛṣṇa biography above I have emphasised that part. The remaining 16 reliefs I salah dikira sebagai seekor rusa, dan dipanah tumitnya, satu-satunya titik have been unable to identify, and just give a general description, in the hope kelemahannya, oleh pemburu bernama Jarā. Dari sana ia naik kembali ke surga. someone may be able to understand the stories related there better than I could. Ini sekadar mengisahkan sebagian kecil cerita Kṛṣṇa, yang benar-benar memiliki ratusan episode yang tersemat padanya, karena tampaknya Kṛṣṇa menghimpun legenda untuk dirinya, sementara pemujaannya bertumbuh. Banyak dari legenda ini yang bahkan bertentangan. Misalnya, catatan yang berbeda diberikan dalam berbagai naskah mengenai berapa banyak istri yang Kṛṣṇa miliki. Di relief di Prambanan, hanya empat belas relief pertama yang memungkinkan dikenali secara pasti, yang membawa cerita sampai pada pembunuhan Kaṁsa, dan dalam riwayat hidup di atas saya telah menekankan bagian itu. Enam belas relief sisanya belum dapat saya kenali, dan hanya memberikan penjelasan umum, dengan harapan seseorang mungkin dapat memahami cerita yang dikisahkan di sana lebih baik daripada saya. 137
Viṣṇu Temple Viṣṇu Temple 1. Ugrasena, Padmavatī, Vasudeva and Devakī The Viṣṇu temple stands to the north of the Candi Viṣṇu berdiri di utara candi utama Śiva, The good king Ugrasena and his queen Padmavatī main Śiva temple, and is the same size as the dan berukuran sama dengan Candi Brahmā, yang had once ruled at Mathurā, but had been Brahmā temple, which stands on the southern berdiri di sebelah selatan. Sama seperti candi overthrown by his wicked son Kaṁsa, who was side. As with that temple when they were first itu ketika pertama kali digali, reliefnya tak lagi one of many bad rulers in India at that time. The unearthed, the reliefs were no longer in place, berada di tempatnya, dan hanya karena kerja previous king also had a daughter, Devakī, who was and it is only due to painstaking work that keras para arkeologlah yang akhirnya berhasil as good as Kaṁsa was bad, and she had married archeologists were eventually able to piece them menyatukan mereka kembali. Vasudeva. back together again. The first panel of the series represents four of the heroes of the book. On the left we see the now dethroned king Ugrasena and his wife Padmavatī. On the right are Vasudeva and Devakī, with haloes behind their heads. On the far right is an unknown character, probably just an attendant. 1. Ugrasena, Padmavatī, Vasudeva, dan Devakī Raja Ugrasena yang baik dan ratunya, Padmavatī, pernah memerintah di Mathurā, tetapi digulingkan oleh putranya yang jahat, Kaṁsa, yang merupakan satu dari banyak penguasa zalim di India pada masa itu. Raja yang terdahulu juga memiliki seorang putri, Devakī, yang baik, sementara Kaṁsa jahat, dan ia menikah dengan Vasudeva. Panel pertama dari rangkaian ini menunjukkan empat pahlawan dalam kitab. Di kiri kita melihat Raja Ugrasena yang kini digulingkan dan istrinya, Padmavatī. Di kanan adalah Vasudeva dan Devakī, dengan lingkaran cahaya di belakang kepala mereka. Di kanan jauh ada sosok tak dikenal, 1 mungkin hanya pelayan. 138
2. The Prediction When Devakī was sixteen she was given as wife to Vasudeva. On the way to the wedding, king Kaṁsa drove the chariot, as a sign of his love for his sister. As they were going along, the sky became cloudy and a voice declared that Kaṁsa would be killed by Devakī’s eighth child. On the right we see what must be Vasudeva. He is listening to the gossip of the people in front of him. We can presume they are talking about the prediction of the destruction of king Kaṁsa. We might have expected to see the chariot with Devakī, Vasudeva and Kaṁsa driving; or a scene with a deva speaking from the skies, but they are not shown. 2. Ramalan Ketika Devakī berusia enam belas tahun, ia diserahkan kepada Vasudeva sebagai istri. Dalam perjalanan ke pernikahan, Raja Kaṁsa mengemudikan kereta sebagai tanda sayang kepada saudarinya. Saat mereka bepergian, langit berubah gelap dan ada suara menyatakan bahwa Kaṁsa akan dibunuh oleh anak kedelapan Devakī. Di kanan kita melihat apa yang pasti Vasudeva. Ia mendengarkan desas-desus orang-orang di depannya. Kita bisa menduga mereka sedang membicarakan tentang ramalan kehancuran Raja Kaṁsa. Kita mungkin mengira akan melihat kereta dengan Devakī, Vasudeva, dan Kaṁsa yang mengemudi; atau adegan dengan dewa berbicara dari langit, tetapi mereka tak ditunjukkan. 2 139
3. Kaṁsa attacks Devakī When he heard the prediction, king Kaṁsa’s initial idea was to kill his sister to prevent the prophecy coming true, but Vasudeva persuaded him otherwise by telling him he would bring each of his children to the king at birth, so he could dispose of them as he wished. We see king Kaṁsa, looking very much like a rākṣasa, springing on the fallen Devakī with his sword held high. So quick did his love for her turn into hatred. Again, it is interesting that the key figure, Vasudeva, is not shown in this panel. Behind Kaṁsa is one of his henchmen, also bearing the appearance of a rākṣasa. 3. Kaṁsa Menyerang Devakī Ketika ia mendengar ramalan itu, gagasan awal Raja Kaṁsa adalah membunuh saudarinya untuk mencegah ramalan menjadi kenyataan, tetapi Vasudeva membujuk sebaliknya dengan mengatakan kepadanya bahwa ia akan membawa setiap anaknya kepada raja saat lahir, sehingga raja bisa mengenyahkan mereka seperti yang diinginkannya. Kita melihat Raja Kaṁsa, terlihat sangat mirip raksasa, menerjang ke arah Devakī yang terjatuh dengan pedang teracung tinggi. Begitu cepat kasihnya kepada saudarinya berubah menjadi kebencian. Lagi- 3 lagi, menarik bahwa tokoh kunci, Vasudeva, tidak ditunjukkan dalam panel ini. Di belakang Kaṁsa adalah salah satu punggawanya, juga mengambil tampakan raksasa. 140
4. Devakī’s Pregnancy 4 Devakī had six children and Kaṁsa eventually decided to kill them all. He also locked the couple up in a dungeon. The seventh child, Balarāma, was whisked away by the gods and transplanted into the womb of Rohiṇī, Vasudeva’s first wife. Viṣṇu then took form as Kṛṣṇa and entered Devakī’s womb, but was swapped with a female child born to Yaśoda, wife of Nanda, the cowherd. We see that Devakī is pregnant, but we don’t know which child it is. She has two handmaidens nearby, so I tend to think this is the first pregnancy, not the seventh or eighth, which resulted in Balarāma and Kṛṣṇa, both of which took place in prison. The maid holding her hands over the womb looks quite malevolent. 4. Kehamilan Devakī Devakī punya enam anak dan akhirnya Kaṁsa memutuskan untuk membunuh mereka semua. Ia juga mengurung pasangan itu di ruang bawah-tanah. Anak ketujuh, Balarāma, dibawa pergi oleh dewa-dewa, dan dipindahkan ke dalam rahim Rohiṇī, istri pertama Vasudeva. Viṣṇu lalu mengambil wujud sebagai Kṛṣṇa dan memasuki rahim Devakī, tetapi ditukar dengan anak perempuan yang lahir dari Yaśoda, istri Nanda, gembala sapi. Kita melihat Devakī hamil, tetapi kita tidak tahu anak yang mana. Ada dua dayang di dekatnya, jadi saya cenderung berpikir ini adalah kehamilan pertama, bukan yang ketujuh atau kedelapan, yang melahirkan Balarāma dan Kṛṣṇa, yang keduanya terjadi dalam penjara. Dayang yang tangannya di atas rahim tampak sangat bengis. 141
5. Kṛṣṇa tied to a Stone Mortar Kṛṣṇa grew up in Nanda’s household and his playful ways were quite some troubles to his foster parents, even though he was just a toddler. One day, to restrain him they tied him to a large stone mortar, but he was so strong he simply dragged it around with him and brought down two trees, who regained their divine forms. Hearing the commotion Nanda and Yaśodā came to find the child. Kṛṣṇa is portrayed as tied to the stone mortar, and I think this must be after the trees have been brought down. That would then mean the other characters are Nanda on the left and Yaśoda on the right. What they are holding though eludes me, but they look unexpectedly threatening. 5. Kṛṣṇa Diikat ke Tugu Batu Kṛṣṇa tumbuh di rumah tangga Nanda dan tingkahnya yang lucu cukup menyusahkan orangtua angkatnya, walaupun ia masih kanak-kanak. Suatu hari, untuk mengekangnya mereka mengikatnya ke tugu batu besar, tetapi Kṛṣṇa begitu kuat, ia menyeret batu itu begitu saja ke mana- mana bersamanya dan menumbangkan dua pohon, yang memperoleh kembali wujud dewa mereka. Mendengar keributan itu, Nanda dan Yaśodā datang untuk mencari anak itu. Kṛṣṇa digambarkan terikat di tugu batu, dan saya rasa ini pasti setelah pohon-pohon ditumbangkan. Itu berarti sosok lainnya adalah Nanda di kiri dan Yaśoda di kanan. Apa yang mereka pegang membingungkan saya, tetapi mengejutkannya itu terlihat mengancam. 3 142
6 6. Pūtanā breastfeeds the Brothers 6. Pūtanā Menyusui Kedua Bersaudara Kaṁsa lived in fear, and not satisfied with killing Kṛṣṇa’s brothers, he Kaṁsa hidup dalam ketakutan, dan tak puas dengan membunuh saudara- wanted to kill all the children in his kingdom. For that reason, he employed saudara Kṛṣṇa, ia ingin membunuh semua anak di kerajaannya. Untuk the rākṣasī Pūtanā who posed as a wet nurse and had placed poison on her alasan itu, ia mengerahkan Raksasi Pūtanā yang menyamar sebagai ibu susu breasts to kill the infants suckling there. She also tried to poison Kṛṣṇa dan telah meletakkan racun di payudaranya untuk membunuh bayi-bayi in the same way, but he sucked so hard on her breast she passed out, and yang menyusu di sana. Ia juga mencoba meracuni Kṛṣṇa dengan cara yang reassumed her demonic form before dying. sama, tetapi Kṛṣṇa menyusu begitu keras di dadanya sampai ia pingsan, dan kembali pada wujud raksasanya sebelum mati. There are two scenes. On the left we see Pūtanā has already grabbed Kṛṣṇa while Yaśoda and Balarāma look on. Balarāma himself seems to have been Ada dua adegan. Di kiri kita melihat Pūtanā telah meraih Kṛṣṇa, sementara out catching fish at the time. On the right both boys are sucking painfully Yaśoda dan Balarāma memperhatikan. Balarāma sendiri sepertinya baru hard on Pūtanā’s breasts and her rākṣasī form is reappearing. This is different keluar untuk menangkap ikan pada waktu itu. Di kanan, kedua anak from the traditional Indian stories, where Kṛṣṇa alone kills Pūtanā. itu menyusu dengan kuat dan menyakitkan di dada Pūtanā dan wujud raksasanya muncul. Ini berbeda dari cerita-cerita tradisional India, yang mana Kṛṣṇa sendirian membunuh Pūtanā. 143
7 7. Kṛṣṇa amongst the Cowherds 7. Kṛṣṇa di antara Gembala Sapi After some time the community, believing that the place they were in Setelah beberapa lama, percaya bahwa tempat yang mereka tinggali tidak was inauspicious, decided to move to Vṛndāvana, which is described as a menguntungkan, penduduk memutuskan untuk pindah ke Vṛndāvana, wonderful forest not far from Mathurā. There Kṛṣṇa was an awful lot of yang digambarkan sebagai hutan yang menakjubkan tak jauh dari Mathurā. trouble to his community, and to his mother especially. He could always be Kṛṣṇa menimbulkan banyak masalah bagi masyarakat di sana, dan terutama counted on for getting into trouble. One of his main delights was milk and bagi ibunya. Ia selalu bisa diandalkan untuk terlibat masalah. Salah satu butter and he would detach calves and attach himself to the cows so as to kegemaran utamanya adalah susu dan mentega, dan ia akan menjauhkan drink to his fill. anak sapi dan menempelkan dirinya ke sapi-sapi untuk minum sampai kenyang. We see various scenes from the life of the cowherds, the main work of the villagers. Kṛṣṇa is seen being admonished on the left, and all around there Kita melihat berbagai adegan dari kehidupan gembala sapi, pekerjaan utama are cows and other small boys living their rustic lives with the herds. On the penduduk desa. Kṛṣṇa terlihat sedang ditegur di kiri, dan di sekitarnya ada right we even see a bull and cow mating, a rather indiscrete scene that is sapi dan anak-anak kecil lain yang menjalani kehidupan perdesaan mereka usually avoided in Javanese relief work. dengan kawanannya. Di kanan kita bahkan melihat banteng dan sapi kawin, sebuah adegan yang agak tak jelas, yang biasanya dihindari dalam karya relief Jawa. 144
8 8. Kṛṣṇa and the Asuras 8. Kṛṣṇa dan Para Asura Kaṁsa was still pursuing the boy who would be his nemesis, and sent many Kaṁsa masih memburu anak yang akan menjadi musuh bebuyutannya, assassins in various forms to try and kill Kṛṣṇa, including Agha, Pūtanā’s dan mengirim banyak pembunuh dalam berbagai wujud untuk mencoba brother, in the shape of a large python; Kaliya, in the form of a poisonous membunuh Kṛṣṇa, termasuk Agha, saudara Pūtanā, dalam wujud piton besar; nāga; and Dhenuka, who had the form of a donkey. Kṛṣṇa either killed or Kaliya, dalam wujud nāga beracun; dan Dhenuka, yang berwujud keledai. Kṛṣṇa banished them all. membunuh ataupun mengusir mereka semua. There are four scenes on this one panel. On the left Kṛṣṇa is forcing open the Ada empat adegan dalam satu panel ini. Di kiri Kṛṣṇa membuka paksa mulut mouth of Agha the serpent; next we see Kṛṣṇa dancing with his flute; next Agha si ular; berikutnya kita melihat Kṛṣṇa menari dengan serulingnya; we see Kṛṣṇa defeat an unknown enemy, prizing his legs apart; and on the selanjutnya kita melihat Kṛṣṇa mengalahkan musuh tak dikenal, menarik lepas right Kṛṣṇa defeats Dhenuka in the form of an ass. kakinya; dan di kanan Kṛṣṇa mengalahkan Dhenuka dalam wujud keledai. 145
9 9. Kṛṣṇa, Ariṣṭa and Keśī 9. Kṛṣṇa, Ariṣṭa, dan Keśī There were still many who were willing to try and defeat Kṛṣṇa, who they Masih banyak yang bersedia mencoba mengalahkan Kṛṣṇa, yang mereka thought would be easily overcome. One of the asuras, called Ariṣṭa, changed pikir akan mudah diatasi. Salah satu asura, yang bernama Ariṣṭa, mengubah his form into a bull and tried to run Kṛṣṇa down; another asura called Keśī wujudnya menjadi banteng dan berusaha menerjang Kṛṣṇa; asura lain yang took the form of a horse, and suffered a similar fate. bernama Keśī mengambil wujud kuda, dan mengalami nasib yang sama. On the left we see Kṛṣṇa holding the asura Ariṣṭa aloft. At the front he looks Di kiri kita melihat Kṛṣṇa mengangkat Asura Ariṣṭa tinggi-tinggi. Di depan ia like an asura, but the back shows his bovine leg and tail, from which we can terlihat seperti asura, tetapi belakangnya menunjukkan kaki dan ekor sapi, identify him; the right hand section is very worn, but is probably meant to yang dari situ kita bisa mengenalinya; bagian sebelah kanan sangat rusak, show Kṛṣṇa on the back of the horse Keśī, subduing him. tetapi mungkin maksudnya menunjukkan Kṛṣṇa di punggung kuda Keśī, menaklukkannya. 146
10. Kṛṣṇa defeats Vyoma 10 Still more asuras wanted to try their luck against Kṛṣṇa, one of them, Vyoma, changed himself into a cowherd (gopa) so that he could go unseen amongst the herders. Kṛṣṇa, however, could recognise the asura despite his disguise, and managed to kill him, and release the boys he had captured. On the left is Balarāma who is standing by watching over his brother’s deeds, as he is many times recorded as doing, he has his favourite weapon, the ploughshare, behind him. Meanwhile Kṛṣṇa has hold of the demon and is about to crush him by throwing him on the ground. 10. Kṛṣṇa Mengalahkan Vyoma Lebih banyak lagi asura yang ingin mencoba peruntungan mereka melawan Kṛṣṇa, satu dari mereka, Vyoma, mengubah dirinya menjadi gembala sapi (gopa) sehingga ia bisa tak terlihat di antara para gembala. Akan tetapi, Kṛṣṇa bisa mengenali asura itu sekalipun dalam penyamarannya, dan berhasil membunuhnya, dan membebaskan anak-anak yang ia tangkap. Di kiri adalah Balarāma yang berdiri mengawasi perbuatan saudaranya, seperti yang tercatat dilakukannya banyak kali, ia membawa senjata kesukaannya, bajak, di belakangnya. Sementara itu Kṛṣṇa telah memegangi asura itu dan hendak menghancurkannya dengan membantingnya ke tanah. 147
11 11. Kṛṣṇa defeats an Asura 148 In the Bhāgavata Purāṇa at this point Kaṁsa sends Akrūra to invite the brothers to the capital, where he intends to kill them, and no more fights with asuras or other demons are recorded. The story followed here, however, seems to know of other battles. Here we see Kṛṣṇa fighting against a giant asura, holding the asura’s legs with one arm, and holding him down with his legs. He almost appears to be dancing on him. The asura’s right arm appears to end in a hoof. Balarāma, with his weapon at the ready, stands on the right hand side. 11. Kṛṣṇa Mengalahkan Asura Dalam Bhāgavata Purāṇa, pada titik ini Kaṁsa mengutus Akrūra untuk mengundang kedua bersaudara itu ke ibu kota, dan tak ada lagi pertarungan dengan para asura atau siluman lain yang tercatat. Tetapi, cerita yang diikuti di sini sepertinya mengetahui pertarungan lain. Di sini kita melihat Kṛṣṇa bertarung melawan asura raksasa, memegang kaki asura itu dengan satu tangan, dan menahannya dengan kaki. Kṛṣṇa hampir terlihat sedang menari dengannya. Lengan kanan asura tampak berujung kuku kuda. Balarāma, yang bersiap dengan senjatanya, berdiri di sisi kanan.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170