Kalpataru and lions Kalpataru dan singa 49
Prambanan architectural model, photograph by Gunawan Kartapranata (cc-by-sa) Model arsitektur Prambanan, foto oleh Gunawan Kartapranata 50
Rama’s Story Cerita Rama 51
Path to the complex Jalan ke kawasan 52
Rāma’s Story Cerita Rāma The heroic story of prince Rāma tells how he gave up a kingdom to honour Cerita kepahlawanan Pangeran Rāma mengisahkan bagaimana ia his father’s word, fought against a host of powerful enemies to retrieve menyerahkan sebuah kerajaan untuk menghormati ucapan ayahnya, his kidnapped wife, and lived a life in accordance with Dharma. There are bertarung melawan sekelompok musuh yang kuat untuk merebut kembali scores of different tellings of the story known in both Sanskrit, all the Indian istrinya yang diculik, dan menjalani kehidupan sesuai dengan Dharma. vernaculars and in the local languages of south-east Asia, where it has had a Ada sejumlah ragam tuturan kisah ini yang diketahui, baik dalam bahasa profound influence on the cultures of the region. Sansekerta, semua bahasa daerah India, maupun bahasa-bahasa setempat Asia Tenggara, di mana cerita ini mendapat pengaruh besar dari budaya- It is known in many different forms also, and has been told in poetry and budaya di wilayah itu. prose, dance and puppet theatre, and in recent years in film and television all across the region, and has proved to be one of the most enduring stories Cerita ini dikenal dalam berbagai bentuk juga, dan telah dikisahkan dalam of mankind. Significantly it is also told in family settings and many children puisi dan prosa, tarian dan pagelaran wayang, dan pada tahun-tahun in Asia count the story amongst their earliest memories. terakhir dalam film dan televisi di seluruh daerah, dan telah terbukti sebagai salah satu kisah kemanusiaan yang paling bertahan. Cerita ini juga secara Today the most familiar form, which is regarded as the classical telling, is bermakna dikisahkan dalam lingkup keluarga dan banyak anak-anak di Asia, known as Vālmīki’s Rāmāyaṇa, and this is the version best known at present. mengingat cerita ini di antara kenangan terdini mereka. I will follow this in the names and terminology, while pointing out some of the differences that exist. Saat ini bentuk yang paling akrab, yang dianggap sebagai tuturan klasik, dikenal sebagai Rāmāyaṇa Vālmīki, dan ini adalah ragam yang paling Another important text is the Old Javanese Rāmāyaṇa Kakawin which dikenal saat ini. Saya akan mengikuti ini dalam nama dan istilah, sembari follows the story known to Vālmīki fairly closely at the beginning of the menunjukkan beberapa perbedaan yang ada. story, but deviates greatly in the latter sections; and a group of texts known as the Malay hikayats (stories), especially the Hikayat Seri Rama. I will refer Naskah penting lainnya adalah Rāmāyaṇa Kakawin Jawa Kuno yang cukup to these occasionally. mirip mengikuti kisah Vālmīki di awal cerita, tetapi berbeda jauh di bagian- bagian berikutnya; serta sekumpulan naskah yang dikenal sebagai hikayat One difficulty that presents itself when the text is unsure, which we also find (cerita) Melayu, khususnya Hikayat Seri Rama. Saya akan merujuk pada ini many times at Borobudur: the gods and royals are often portrayed in very sesekali. similar fashion; as are brahmins and rākṣasas. It is often only context that can help us here, and when that is missing, identifications become problematic. Satu kesulitan muncul dengan sendirinya ketika naskahnya tidak pasti, yang juga berkali-kali kita temukan di Borobudur: para dewa dan bangsawan For those who are unfamiliar with it, I outline the story here, bearing in sering digambarkan dengan gaya sangat mirip; begitu pula brahmana dan mind the stories we can see on the reliefs at Prambanan. raksasa. Seringkali hanya konteks yang dapat membantu kita di sini, dan 53
Temple complex ketika hal itu hilang, pengenalan menjadi bermasalah. Kawasan candi Bagi mereka yang tidak akrab dengan ini, saya meringkas ceritanya di sini, dengan mempertimbangkan cerita-cerita yang dapat kita lihat di relief di Rāma, the main hero of our story, was the first born son of King Daśaratha Prambanan. through his wife Kausalyā at the capital city of Ayodhya. Shortly after his brothers Bharata, Lakṣmaṇa and Śatrughna were born to two of his other Rāma, pahlawan utama cerita kita, adalah putra pertama Raja Daśaratha wives. dari istrinya Kausalyā di ibu kota Ayodhya. Tak lama setelahnya, saudaranya, Bharata, Lakṣmaṇa, dan Śatrughna lahir dari dua istri lainnya. When they had grown up the sage Viśvāmitra came to the king, and requested help because the rākṣasas (supernatural beings with ill intent) 54 were disturbing the sacred sacrifices. The story is then told of how Rāma killed the rākṣaṣī Tāṭakā and her sons.
When he was old enough to marry, the king of Vedehi announced a festival Ketika mereka dewasa, Resi Viśvāmitra mendatangi raja, dan meminta in which a husband would be found for his beautiful adopted daughter Sītā, bantuan karena para raksasa (makhluk gaib dengan niat buruk) mengganggu whom he had found in a furrow when he was living as a hermit in the wilds. pengurbanan suci. Cerita berlanjut dengan mengisahkan bagaimana Rāma There was a test of strength in which Śiva’s bow was to be bent. No one membunuh raksasa perempuan Tāṭakā dan para putranya. could even lift it, except Rāma, who thereby gained Sītā as his wife. Ketika Rāma cukup dewasa untuk menikah, Raja Vedehi mengumumkan In a parallel story told shortly thereafter, on the way back from the perayaan untuk menemukan suami bagi putri angkatnya yang cantik, marriage, Rāma was challenged by Paraśurāma, who was the enemy of the Sītā, yang ia temukan di alur ketika hidup sebagai petapa di hutan. Ada warrior class. This time Rāma proved his worth by lifting, stringing and ujian kekuatan yang mana busur Śiva harus dilengkungkan. Bahkan tak shooting from the bow of Viṣṇu. seorang pun mampu mengangkatnya, kecuali Rāma, yang dengan demikian mendapatkan Sītā sebagai istrinya. Back in Ayodhya, Rāma was destined for the throne, but one of the junior wives of the king, being persuaded by her handmaiden, decided to call in Dalam cerita serupa yang dituturkan tak lama setelahnya, dalam perjalanan a boon the king had granted her, and demanded that her son Bharata be pulang dari pernikahan, Rāma ditantang oleh Paraśurāma, yang merupakan elected crown prince, and that Rāma be banished to the forest for fourteen musuh kasta kesatria. Kali ini Rāma membuktikan kelayakannya dengan years. mengangkat, merentang, dan memanah dari busur Viṣṇu. The king was mightily upset by this, but he had to keep his word, and so had Kembali ke Ayodhya, Rāma ditakdirkan untuk naik takhta, tetapi salah no choice. Rāma, however, was unperturbed, understanding that the word of satu istri muda raja yang dihasut oleh pelayannya memutuskan untuk his father was to be accepted, no matter what was asked of him. He and his meminta pengabulan yang raja anugerahkan kepadanya, dan mendesak younger brother Lakṣmaṇa, together with Sītā, therefore left the royal city agar putranya, Bharata, diangkat sebagai putra mahkota, dan agar Rāma for a hard life in the wilderness. diasingkan ke hutan selama empat belas tahun. King Daśaratha was grief stricken by the loss of his sons and daughter-in- Raja begitu sedih akan hal ini, tetapi ia harus menepati janjinya, sehingga law, and died soon after, being accepted into heaven. Bharata then went into tak punya pilihan. Rāma, bagaimana pun, tak terganggu, paham bahwa kata- the forest and requested Rāma to return and mount the throne, but Rāma kata ayahnya harus diterima, tak peduli apa yang diminta darinya. Oleh would not break his word given to his father, and determined to live out his karena itu, ia dan adiknya, Lakṣmaṇa, bersama dengan Sītā, meninggalkan exile. Instead, he gave his sandals to be placed on the throne as a sign of his kota kerajaan untuk menjalani kehidupan keras di belantara. authority while Bharata ruled. Raja Daśaratha berduka terpukul oleh kehilangan putra dan menantunya, After Bharata had left, Rāma defeated the rākṣasa Virādha who had seized dan meninggal tak lama kemudian, lalu diterima di surga. Bharata lalu pergi Sītā in a presage of what was to come. After this episode the heroes met the ke hutan dan meminta Rāma kembali dan naik takhta, tetapi Rāma tidak sage Śarabhaṅga who requested permission to return to heaven, which was mau mengingkari ucapannya kepada ayahnya, dan bertekad menjalani granted. He died while in deep concentration. pengasingannya. Alih-alih, ia memberikan sandalnya untuk diletakkan di singgasana sebagai tanda kekuasaannya tatkala Bharata memerintah. 55
Śiva Temple Candi Śiva The trio then entered deeper into the forests and Lakṣmaṇa built a small Setelah Bharata pergi, Rāma mengalahkan raksasa Virādha yang telah hut for them there. While living there the rākṣasī Śūrpaṇakhā, the sister of menangkap Sītā dalam suatu pertanda akan apa yang akan terjadi. Setelah Rāvaṇa, who was full of lust, sought out first Rāma, and then Lakṣmaṇa as peristiwa ini, para pahlawan bertemu Resi Śarabhaṅga yang minta izin husband. She was rejected and sent away after being maimed. Two of her kembali ke surga, dan diizinkan. Ia meninggal ketika dalam semadi powerful brothers who tried to avenge her were also killed. mendalam. She then called upon her brother Rāvaṇa, the king of Laṅkā, and the most Ketiganya kemudian masuk lebih dalam ke hutan dan Lakṣmaṇa membangun powerful rākṣasa on earth to help avenge her honour, and told him of Sītā’s pondok kecil untuk mereka di sana. Sementara tinggal di sana, Raksasi great beauty, which made him desire her for himself. Through trickery Sītā Śūrpaṇakhā, saudari Rāvaṇa, yang penuh nafsu, awalnya meminta Rāma, dan was isolated from Rāma and Lakṣmaṇa, and was carried off by Rāvaṇa. As he lalu Lakṣmaṇa, untuk menjadi suaminya. Ia ditolak dan diusir setelah dibuat 56
was carrying her off, he was opposed by the divine bird Jaṭāyus, an old friend cacat. Dua saudaranya yang kuat, yang mencoba membalaskan dendamnya of king Daśaratha’s, but the bird was killed in the fight. juga terbunuh. After further adventures in the forest, the brothers met the monkey Ia kemudian memanggil saudaranya, Rāvaṇa, raja Laṅkā, dan raksasa paling Hanumān and the exiled monkey-king Sugrīva. Rāma agreed to help the king perkasa di bumi untuk membantu membalas kehormatannya, dan memberi regain his territory if the king will help him find Sītā, and so the deal was tahu Rāvaṇa tentang kecantikan Sītā, yang membuat Rāvaṇa menghasrati agreed. Rāma then kills the usurper Vālin, reinstalls Sugrīva and later calls Sītā untuk dirinya sendiri. Melalui tipu daya, Sītā terpisah dari Rāma dan in his promise. Lakṣmaṇa, dan dibawa Rāvaṇa. Saat membawa Sītā pergi, ia dihalangi oleh burung surgawi Jaṭāyus, teman lama Raja Daśaratha, tetapi burung itu Sugrīva sent out his monkey spies in all directions, and Hanumān is the one terbunuh dalam pertarungan. assigned to go south. He crossed the seas at the bottom of India and entered the remote island of Laṅkā and eventually found Sītā held captive in a grove Setelah pertarungan lebih lanjut di hutan, kedua bersaudara itu bertemu near the city. He gives tidings of Rāma and promised to help Sītā gain her kera Hanumān dan raja kera dalam pengasingan, Sugrīva. Rāma setuju freedom. membantu raja memperoleh kembali wilayahnya jika raja bersedia membantunya menemukan Sītā, dan demikianlah kesepakatan itu disetujui. On his way back Hanumān allowed himself to be captured and managed to Rāma lalu membunuh perebut kekuasaan, Vālin, menakhtakan kembali burn down most of the city, before escaping and reporting back to Rāma. His Sugrīva, dan kemudian menagih janjinya. army then makes its way to the south, but found its progress was blocked by the seas that stand between India and Laṅkā. With the help of the gods a Sugrīva mengirim mata-mata keranya ke segala penjuru, dan Hanumān land bridge across the seas was constructed and they crossed over. adalah yang ditugaskan untuk pergi ke selatan. Ia menyeberangi lautan di bagian bawah India dan memasuki pulau terpencil Laṅkā, dan akhirnya On Rāvaṇa’s side many of his allies had tried to persuade him to give up menemukan Sītā ditahan di hutan di dekat kota. Ia menyampaikan kabar Sītā, who was being held against her will, and against Dharma, but he was mengenai Rāma dan berjanji membantu Sītā memeroleh kebebasannya. too stubborn and vain and refused the requests. His brother Vibhīsaṇa left him over this dispute and came over to Rāma’s side. He would prove to be Dalam perjalanan pulangnya, Hanumān membiarkan dirinya ditangkap dan invaluable to Rāma’s cause. berhasil menghanguskan sebagian besar kota, sebelum melarikan diri dan melapor kepada Rāma. Tentara Rāma lalu bergerak ke selatan, tetapi lajunya After crossing over, Rāma progressed to the Suvela mountain which terhalang lautan yang membentang di antara India dan Laṅkā. Dengan overlooked the city of Laṅkā, and together with the monkey-hordes took bantuan para dewa, dibangunlah sebuah jembatan darat yang menyeberangi up position. After an indecisive opening battle, Rāma sent Aṅgada as an lautan, dan mereka menyeberang. ambassador to Rāvaṇa, but the king would not accept any terms, and the ambassador returned, having been rebuffed. Di pihak Rāvaṇa, banyak sekutunya mencoba membujuknya untuk menyerahkan Sītā, yang ditahan di luar kemauannya, dan bertentangan There followed a number of single combats, all of which Rāvaṇa’s allies dengan Dharma, tetapi ia terlalu keras kepala dan angkuh, dan menolak lost. At that point he sent his son Indrajit, who had magic powers, onto the permintaan itu. Saudaranya, Vibhīsaṇa, meninggalkannya karena 57
perselisihan ini dan beralih ke pihak Rāma. Ia akan terbukti sangat berharga bagi tujuan Rāma. Setelah menyeberang, Rāma menuju Pegunungan Suvela yang menghadap Kota Laṅkā, dan bersama dengan kawanan kera mengambil posisi. Setelah pertempuran pembuka yang tanpa kemenangan, Rāma mengirim Aṅgada sebagai utusan kepada Rāvaṇa, tetapi sang raja tak bersedia menerima syarat apa pun, dan utusan itu kembali, setelah ditampik. Dilanjutkan sejumlah pertempuran tunggal di sana, yang mana semua sekutu Rāvaṇa kalah. Pada titik itu ia mengirim putranya, Indrajit, yang memiliki kesakitan, ke medan perang. Indrajit memiliki seperangkat panah- ular sihir yang mengikat Rāma dan Lakṣmaṇa, membawa keputusasaan ke dalam perkemahan mereka. Walaupun semua tampak kalah, ular-ular itu kabur ketika Garuḍa muncul, dan kedua bersaudara itu mendapatkan kembali kekuatan mereka. Stairway to Śiva Temple Lebih banyak pertempuran terjadi sampai Rāvaṇa sendiri memasuki Tangga ke Candi Śiva kericuhan dan bertarung melawan Rāma. Pertempuran berakhir tanpa kemenangan, dan Rāvaṇa lagi-lagi mengirim saudaranya yang lain, Raksasa battlefield. He had a set of magical snake-arrows which tied up both Rāma Kumbhakarṇa, ke medan perang. Ia juga dikalahkan, dan akhirnya dalam and Lakṣmaṇa, bringing despair into their camp. Although all look lost, the pertempuran tunggal, Rāvaṇa dibunuh oleh Rāma. snakes fled when Garuḍa appeared, and the brothers regained their strength again. Begitu musuh besarnya tersingkir, tak lama kemudian Rāma bergabung kembali dengan Sītā. Pangeran ragu akan kesetiaannya selama dalam tawanan, tetapi Sītā menjalani ujian api dan membuktikan ketakbersalahannya kepada semua pihak. Vibhīsaṇa diangkat sebagai raja Laṅkā, dan para pahlawan, yang sekarang telah menjalani pengasingan selama empat belas tahun melakukan perjalanan panjang kembali ke ibu kota mereka, Ayodhya, tempat mereka akhirnya hidup bahagia selamanya. More battles ensued until Rāvaṇa himself entered the fray and fought Tak diragukan lagi, itu adalah akhir dari tuturan asli kisah ini, namun against Rāma. The fight ended indecisively, and Rāvaṇa again sent another kemudian kisah ini diperluas untuk menyertakan hal-hal seperti cerita of his brothers, the giant Kumbhakarṇa, into the battle. He too was beaten, latar Rāvaṇa, tindakan kepahlawanan Śatrughna, dan yang paling penting: and finally in solo combat Rāvaṇa was killed by Rāma. kelanjutkan cerita Rāma sampai ia masuk lagi ke surga. Para pembangun 58
Once his great foe was out of the way, it was not long before Rāma was Prambanan juga mengetahui perluasan ini, dan menjatahkan lima belas rejoined with Sītā. The prince had some doubts about her fidelity while in relief terakhir untuk mengisahkan sisa cerita Rāma. custody, but Sītā underwent a trial by fire and proved her innocence to all concerned. Vibhīsaṇa was installed as king of Laṅkā, and the heroes, who Beberapa waktu setelah kembali, Sītā mengandung, dan penduduk kota had now been in exile for fourteen years made the long trip back to their mulai bergunjing tentangnya. Rāma begitu malu akan gunjingan ini sehingga capital Ayodhya, where they were due to live happily ever after. ia memutuskan untuk meninggalkan Sītā pada asuhan para resi di belantara, yang pernah Sītā ungkapkan ingin ia hormati. That was without doubt the end of the original telling of the story, but later it was extended to include such things as Rāvaṇa’s backstory, Śatrughna’s Oleh karena itu Lakṣmaṇa membawa Sītā ke hutan dan setelah melaporkan heroic deeds, and most importantly: the continuation of Rāma’s story till he kehendak Rāma kepadanya, meninggalkan ia di sana. Sītā tinggal di bawah re-entered heaven. The builders of Prambanan also knew this extension, and asuhan resi teragung, Vālmīki, di pertapaan perempuan di dekat situ, yang allotted the final fifteen reliefs to the telling of the rest of Rāma’s story. merupakan tempat ia melahirkan. Ketika putra-putranya tumbuh dewasa, Vālmīki mengajarkan mereka sejarah lengkap Rāma dalam syair (ini adalah Some time after the return, Sītā was found to be pregnant, and the city folk Rāmāyaṇa itu sendiri). started gossiping about her. Rāma was so ashamed of this scandal that he decided to abandon her to the care of the sages in the wilderness, whom she Setelah hidup bajik untuk waktu yang lama, Rāma mengumumkan ia akan had expressed a desire to honour. mempersembahkan salah satu pengurbanan Weda terlangka, pengurbanan kuda (aśvamedha), suatu perayaan sepanjang tahun yang hanya mampu Lakṣmaṇa therefore took her out into the forests and, after reporting diadakan oleh raja-raja teragung. Raja, pangeran, dan resi dari seluruh Rāma’s will to her, left her there. She took up residence under the care of negeri diundang, termasuk banyak pahlawan dari cerita ini, seperti para raja the greatest of sages, Vālmīki, in a nearby nunnery, which is where she gave kera. birth. As her sons grew up, Vālmīki taught them Rāma’s full history in verse (this is the Rāmāyaṇa itself). Resi Vālmīki juga diundang dan ia membawa putra-putra Rāma bersamanya dan meminta mereka mempertunjukkan Rāmāyaṇa di hadapan raja. Semua After a long time of living righteously, Rāma announced he was giving one of orang terpukau dengan cerita dan pertunjukannya, yang diiringi musik, dan the rarest of the Vedic sacrifices, the horse sacrifice (aśvamedha), a year long akhirnya Rāma mengenali putra-putranya, dan sekali lagi memanggil Sītā, festival that only the greatest of kings could afford. Kings, princes and sages yang ia rencanakan untuk dinobatkan lagi sebagai ratu. from all over the country were invited, including many of the heroes of the story, like the monkey kings. Ketika Sītā tiba, Rāma memintanya membuat penegasan tulus akan kesuciannya di dewan, tetapi Sītā memanggil dewi bumi untuk menjadi saksi The sage Vālmīki was also invited and he brought Rāma’s sons with him kesetiaannya, dan ia turun kembali ke dalam bumi, dari mana ia datang. and told them to perform the Rāmāyaṇa in front of the king. Everyone was Rāma lalu menunjuk putra-putranya untuk memerintah menggantikannya, enchanted with the story and its performance, which was accompanied by dan dengan banyak pengikut kembali ke surga, membawa cerita ini pada music, and Rāma eventually recognised his sons, and sent once more for Sītā, kesimpulan akhirnya. whom he planned to reinstall as queen. 59
When Sītā arrived, Rāma asked that she make a solemn affirmation of her Walaupun saat ini ragam paling terkenal dari cerita ini adalah yang dikenal chastity in court, but Sītā called on the earth goddess to witness to her sebagai Rāmāyaṇa Vālmīki dan berbagai turunannya di media lain, untuk fidelity, and she descended back into the earth from whence she had come. sebagian besar keberadaannya cerita ini lebih dikenal dengan ragam bahasa Rāma then appointed his sons to rule in his place, and with a great many daerah setempat, yang dikisahkan dan kembali dikisahkan di wilayah dan followers returned to heaven, bringing the story to its final conclusion. negara tempatnya diceritakan. Although now the best-known version of the story is that known as the Walaupun jelas bahwa garis besar utama cerita ini, seperti yang ditunjukkan Vālmīki Rāmāyaṇa and the various derivatives in other media, for most of di atas, diikuti, dapat juga dipastikan bahwa para pembangun Prambanan its existence it was known better by the local vernacular version, which was mengetahui cerita yang berbeda dari tuturan Vālmīki. Perbedaan ini muncul told and retold in the regions and countries it was recounted. terutama dalam rincian, dan berikut ini saya telah mengisahkan ulang cerita ini dan menunjukkan perbedaan yang dapat kita lihat dari ragam peristiwa Although it is clear that the main outline of the story, as set out above, was Vālmīki. adhered to, it is also certain that the builders of Prambanan knew a story that differed from the Vālmīki telling. It is mainly in the details that the Sebagian besar keragaman ini dapat dijelaskan dengan acuan pada tuturan differences appear, and in what follows I have retold the story and pointed lain cerita ini, tetapi berada di luar cakupan buku ini untuk mendalami out the divergences we can see from Vālmīki’s version of events. persoalan ini, yang dalam banyak kasus memerlukan pendekatan ilmiah, alih-alih penyajian-ulang sederhana. Oleh karena itu saya mengarahkan Most of these variations can be accounted for by reference to other tellings pembaca yang tertarik pada bahasan yang diberikan dalam buku-buku yang of the story, but it is beyond the scope of this book to go that deeply into the disebutkan di Pustaka Pilihan. matter, which would in many cases require a scholarly treatment, rather than a simple re-presentation. I therefore refer the interested reader to the discussions that are given in the books mentioned in the Select Bibliography. 60
Śiva Temple 1a The reliefs here were still more or less in place when the site was rediscovered in the 19th century, and the reliefs are in fairly good condition. They consist of 30 sections, some of which are very wide and have multiple scenes on them. In the photographs which follow I have sometimes had to split these into two or three sections and comment on them separately. Candi Śiva 1a. Appearing before Lord Viṣṇu 1a. Muncul di Depan Dewa Viṣṇu Relief di sini kurang-lebih masih This is the left hand side of the wide first panel in the Ini adalah sisi tangan kiri dari panel pertama yang lebar berada di tempatnya ketika situs series. At the centre we see Lord Viṣṇu, who is sitting on dalam rangkaian. Di tengah kita melihat Dewa Viṣṇu, ini ditemukan kembali pada the serpent Śeṣa. He has four arms, and a halo behind yang duduk di atas ular Śeṣa. Ia punya empat lengan dan abad ke-19, dan relief-reliefnya his head. On the far left we see his vehicle Garuḍa who is lingkaran cahaya di belakang kepalanya. Di kiri jauh kita dalam keadaan cukup baik. holding a blue lotus in offering. melihat Garuḍa tunggangannya yang memegang teratai Mereka terdiri dari 30 bagian, biru untuk persembahan. beberapa di antaranya sangat The identification of characters on the right is not lebar dan memiliki banyak adegan certain. I think myself, the older man at the front is king Pengenalan sosok di kanan tidak pasti. Saya pikir, pria di dalamnya. Dalam foto-foto Daśaratha. The four royals are his four sons who in the yang lebih tua di depan adalah Raja Daśaratha. Keempat berikut ini, saya kadang harus story incarnate Viṣṇu (Rāma) and his attributes: Śeṣa bangsawan adalah empat putranya yang dalam cerita membaginya menjadi dua atau (Lakṣmaṇa), Śaṅkha (the conch, seen in the left upper adalah titisan Viṣṇu (Rāma) dan lambang-lambang tiga bagian dan mengomentarinya hand, Bharata); and Cakra (the wheel, seen in the upper pengenalnya: Śeṣa (Lakṣmaṇa), Śaṅkha (keong yang secara terpisah. right hand, Śatrughna). This then would be a symbolic terlihat di kiri atas, Bharata); dan Cakra (roda yang representation, not a naturalistic one. Others have terlihat di kanan atas, Śatrughna). Maka ini akan menjadi postulated they represent the gods (Vogel); or the king penggambaran simbolis, bukan penggambaran nyata. and his wives (Groneman). Yang lain berdalil bahwa mereka mewakili para dewa (Vogel); atau raja dan para istrinya (Groneman). 61
1b 1b. Sage Viśvāmitra approaches King Daśaratha 1b. Resi Viśvāmitra Mendekati Raja Daśaratha This is the other half of the wide first relief. On the left we see King Ini adalah setengah bagian lain dari relief lebar pertama. Di kiri kita melihat Daśaratha, together with one of his wives, perhaps it is Kauśalyā, the mother Raja Daśaratha, bersama salah satu istrinya, barangkali ini Kauśalyā, ibu of Prince Rāma. Behind her is a female figure, she is royal, and is probably Pangeran Rāma. Di belakangnya adalah sosok perempuan, ia bangsawan, the King’s daughter (unknown to Vālmīki). In the centre are four male dan mungkin putri raja (yang tak diketahui Vālmīki). Di tengah ada empat figures, which must, I think, be the four sons of the King. sosok pria, yang pasti, saya pikir, adalah empat putra raja. On the far right we see a sage. This would be the sage Viśvāmitra. Above Di paling kanan kita melihat seorang resi. Ini adalah Resi Viśvāmitra. Di him, in the doorway, is the gatekeeper he asks to speak to the king on his atasnya, di pintu masuk, adalah penjaga gerbang yang dimintanya untuk behalf. Notice the bird in front of the sage who is drinking from a water bicara kepada raja atas namanya. Perhatikan burung di depan resi yang pot. Also the other birds and animals which are pictured around the scene, minum dari kendi air. Juga hewan dan burung lain yang digambarkan di including an elephant with a bell round its neck. sekitar adegan, termasuk gajah dengan lonceng di lehernya. 62
2 2. Viśvāmitra makes his request to Daśaratha 2. Viśvāmitra Mengajukan Permintaannya kepada Daśaratha In the centre is Viśvāmitra, who has come to request the king to send Rāma Di tengah adalah Viśvāmitra, yang datang untuk meminta raja agar and Lakṣmaṇa to fight off the rākṣasas who are ruining the sacrifices made mengirim Rāma dan Lakṣmaṇa untuk bertarung melawan para raksasa yang by the sages in the forest wildernesses. The king was at first reluctant, but menghancurkan pengurbanan yang dibuat para resi di belantara hutan. finally conceded to the request. Awalnya raja berat hati, tetapi akhirnya mengabulkan permintaan itu. On the left we see king Daśaratha, now surrounded by his three wives, Di kiri kita melihat Raja Daśaratha, sekarang dikelilingi ketiga istrinya, Kauśalyā, Kaikeyī and Sumitrā, and on the right are four disciples of the sage, Kauśalyā, Kaikeyī, dan Sumitrā; dan di kanan adalah empat murid resi, yang who is pictured with a halo behind his head. On the top right a saddler is digambarkan dengan lingkaran cahaya di belakang kepalanya. Di kanan atas, having trouble keeping the horses calm. seorang pemasang pelana kesulitan menenangkan kuda-kuda. 63
3 3. Rāma kills Tāṭakā 3. Rāma Membunuh Tāṭakā Tāṭakā was the beautiful daughter of Suketu who was married to Sunda. Tāṭakā adalah putri cantik Suketu yang menikah dengan Sunda. Ketika When the sage Agastya caused Sunda’s death, he also cursed Tāṭakā, who resi Agastya menyebabkan kematian Sunda, ia juga mengutuk Tāṭakā, became an ugly, but still powerful, rākṣaṣī. She had disturbed Viśvāmitra’s yang menjadi buruk rupa tetapi masih kuat, raksasi. Ia telah mengganggu sacrifices, and that was one of reasons Rāma and Lakṣmaṇa were called to pengurbanan Viśvāmitra dan itu salah satu alasan Rāma dan Lakṣmaṇa the forest, which is where they killed her. dipanggil ke hutan, tempat mereka membunuhnya. In the relief slightly left of centre, we see Rāma drawing back his bow and Di relief yang sedikit ke kiri dari tengah, kita melihat Rāma menarik busurnya shooting his arrows at Tāṭakā, on the far right. She here lies with a number dan melepaskan panah ke arah Tāṭakā, di kanan jauh. Di sini ia terbaring of shafts piercing her body, probably it is her son, Mārīca, who is behind her dengan sejumlah anak panah menembus tubuhnya, kemungkinan itu and facing away from the main action. Behind Rāma stands Viśvāmitra, and putranya, Mārīca, yang di belakangnya dan membelakangi kejadian utama. Di behind him is Lakṣmaṇa. belakang Rāma berdiri Viśvāmitra, dan di belakangnya adalah Lakṣmaṇa. 64
4 4. Viśvāmitra watches Rāma defeat his Enemies 4. Viśvāmitra Menyaksikan Rāma Mengalahkan Musuhnya Tāṭakā having been killed, Viśvāmitra began his sacrifices again. Meanwhile Tāṭakā telah dibunuh, Viśvāmitra memulai pengurbanannya lagi. Sementara Rāma and Lakṣmaṇa fasted during the first five days and then armed with itu Rāma dan Lakṣmaṇa berpuasa selama lima hari pertama dan lalu weapons from the gods, went out to confront her sons, Mārīca and Suvāhu, dipersenjatai dengan senjata dari para dewa, pergi untuk menantang putra who also were killed by Rāma, as were all other rākṣaṣas who had disturbed Tāṭakā, Mārīca dan Suvāhu, yang juga dibunuh oleh Rāma, begitu juga semua the holy rites of the saints. raksasa lain yang mengganggu upacara sakral para suciwan. On the left we see Viśvāmitra attending to the elaborate sacrifice, with two Di kiri kita melihat Viśvāmitra melaksanakan pengurbanan yang rumit, disciples behind him. The altar is very finely drawn and stands between the dengan dua murid di belakangnya. Altarnya dipahat dengan begitu halus scenes. On the right Rāma is killing Tāṭakā’s sons, one of whom, still holding dan berdiri di antara adegan. Di kanan Rāma membunuh putra-putra Tāṭakā, his club, is already fallen. yang salah satunya sudah jatuh dengan masih memegang gadanya. 65
5 5. Rāma bends Janaka’s Bow 5. Rāma Menekuk Busur Janaka After living as an ascetic for some years, Janaka decided to resume his Setelah hidup sebagai petapa selama beberapa tahun, Janaka memutuskan kingship. Before he left the wilderness, he found the infant girl Sītā in untuk melanjutkan kerajaannya. Sebelum ia meninggalkan belantara, ia a furrow as he was ploughing his field, and adopted her. Later, when at menemukan bayi perempuan Sītā di sebuah alur saat ia sedang membajak marriageable age, he swore to give her to the one who could bend Śiva’s ladangnya, dan mengangkatnya menjadi anak. Kelak, ketika mencapai usia bow. All failed, till Rāma came along and succeeded. menikah, ia bersumpah menyerahkan Sītā kepada seseorang yang dapat menekuk busur Śiva. Semua gagal, sampai Rāma tiba dan berhasil. Here we have two scenes. On the left, under a canopy, we see Viśvāmitra sitting with Rāma and Lakṣmaṇa, and advising the former to see if he could Di sini kita punya dua adegan. Di kiri, di bawah payung, kita melihat bend the bow. On the right we see Rāma successfully bending it, and what Viśvāmitra duduk bersama Rāma dan Lakṣmaṇa, dan menasihati Rāma must be Sītā looking on. Rāma’s strength was so great he broke the bow, and untuk melihat apakah ia bisa melenturkan busur itu. Di kanan, kita melihat with this deed he won Sītā’s hand in marriage. Rāma berhasil melakukannya, dan yang pasti adalah Sītā menyaksikannya. Kekuatan Rāma begitu besar sehingga ia mematahkan busur, dan dengan perbuatan itu memperoleh tangan Sītā dalam pernikahan. 66
6a 6a. Paraśurāma challenges Rāma 6a. Paraśurāma Menantang Rāma King Daśaratha came from Ayodhya to Janaka’s capital at Mithila to attend Raja Daśaratha datang dari Ayodhya ke ibu kota Janaka di Mithila untuk the wedding. After the nuptials were over, the king, his sons, new daughter- menghadiri pernikahan. Setelah upacara pernikahan selesai, raja, para in-law, and his army set out to return to his own capital. Along the way Rāma putranya, menantu baru, dan tentaranya berangkat untuk kembali ke ibu was challenged by Paraśurāma, the scourge of the warrior class, who had the kotanya sendiri. Sepanjang perjalanan, Rāma ditantang oleh Paraśurāma, bow of Viṣṇu. seteru kasta kesatria, yang memiliki busur Viṣṇu. This is again one of the very wide panels, divided here into three Ini juga adalah salah satu panel yang sangat lebar, terbagi di sini menjadi tiga photographs. Here we see only the left section. Towards the centre we see foto. Di sini kita hanya melihat bagian kiri. Menuju ke tengah kita melihat Rāma standing with Sītā, who is easily identifiable, with Lakṣmaṇa on the Rāma berdiri dengan Sītā, yang dengan mudah dikenali, dengan Lakṣmaṇa far left. Behind them are members of their entourage. On the right hand di kiri jauh. Di belakang mereka adalah anggota rombongan mereka. Di sisi side we see Paraśurāma carrying the bow, with akṣa beads around his neck. tangan kanan kita melihat Paraśurāma membawa busur, dengan tasbih akṣa Who stands in front of him is not clear. The relief is damaged which makes di lehernya. Siapa yang berdiri di depannya tidak jelas. Reliefnya rusak, identification even more difficult. Behind Paraśurāma come his companions. membuat pengenalan bahkan makin sulit. Di belakang Paraśurāma datang para penyertanya. 67
6b. Rāma shoots from Paraśurāma’s Bow 6b Through inheritance, Paraśurāma had gained the bow that had once belonged to Viṣṇu, and had been passed down in his family. None were able to bend the bow, let alone shoot from it. Having heard that Rāma had bent and broken Śiva’s bow, he challenged him to try the same with Viṣṇu’s. Rāma, of course, accepted the challenge and shot an arrow from the bow, destroying Paraśurāma’s strength as he did so. The main character in this scene is Rāma, who with lithe body, stretches the bow and shoots from it into the jungle on the right. Presumably the person behind Rāma’s left arm would be King Daśaratha. An attendant kneels on the floor holding the bag of arrows. Lakṣmaṇa stands behind Rāma wearing the crown. Notice also the pangolin and the snake with the mushrooms in between on the jungle floor. 6b. Rāma Memanah dari Busur Paraśurāma Melalui warisan, Paraśurāma memperoleh busur yang dahulunya milik Viṣṇu, dan telah diwariskan temurun dalam keluarganya. Tak ada yang pernah bisa melengkungkannya, apalagi memanah darinya. Mendengar Rāma telah melengkungkan dan mematahkan busur Śiva, ia menantang Rāma untuk mencoba hal yang sama dengan busur Viṣṇu. Rāma, tentu saja, menerima tantangan itu dan melesatkan panah dari busur itu, menghancurkan kekuatan Paraśurāma saat ia melakukannya. Sosok utama dalam adegan ini adalah Rāma, yang dengan tubuh lentur, merentang busur dan memanah darinya ke dalam hutan di kanan. Kemungkinan orang di belakang lengan kiri Rāma adalah Raja Daśaratha. Seorang pelayan berlutut di tanah memegang sarung panah. Lakṣmaṇa berdiri di belakang Rāma, mengenakan mahkota. Perhatikan juga trenggiling dan ular dengan jamur di antaranya di lantai hutan. 68
6c 6c Rāma and Sītā back in Ayodhya 6c. Rāma dan Sītā Kembali ke Ayodhya Stutterheim identifies this as queen Kaikeyī asking that her son Bharata be Stutterheim mengenali ini sebagai Ratu Kaikeyī sedang meminta agar appointed king, and not Rāma. I do not see how this relief can fit that scene, putranya, Bharata, diangkat sebagai raja, dan bukan Rāma. Saya tidak as what we see is a royal sitting with his wife and foodstuffs, and attendants melihat bagaimana relief ini cocok dengan adegan itu, karena apa yang kita are sitting around, things that definitely weren’t present when Kaikeyī made lihat adalah seorang bangsawan duduk bersama istrinya dan bahan makanan, her request. Rather this must be a simple scene showing Rāma and Sītā dan para pelayan duduk di sekitar, hal-hal yang pasti tidak ada ketika Kaikeyī back in Ayodhya, and enjoying their life together, perhaps preparing for his mengajukan permintaannya. Sebaliknya, ini pasti adegan sederhana yang crowning. menunjukkan Rāma dan Sītā kembali ke Ayodhya, dan menikmati kehidupan mereka bersama, mungkin mempersiapkan penobatannya. A royal couple is sitting inside a pavilion. I believe the halo behind the male’s head must identify Rāma here. Behind them are two young attendants, Pasangan kerajaan duduk di dalam anjungan. Saya percaya lingkaran cahaya one of whom has a flower in his hair, marking his age. Sītā points at the di belakang kepala pria pasti menunjukkan Rāma di sini. Di belakang mereka abundance of food in front of them. I think it is Lakṣmaṇa sitting on a high ada dua pelayan muda, salah satunya ada bunga di rambut, menandai seat, and on the right are five more young attendants. usianya. Sītā menunjuk ke makanan berlimpah di depan mereka. Saya rasa ini Lakṣmaṇa duduk di kursi tinggi, dan di kanan ada lima lagi pelayan muda. 69
7a 7a. Rehearsal for Rāma’s Coronation 7a. Geladi Penobatan Rāma Stutterheim takes this as the coronation of Bharata, but this seems never Stutterheim menganggap ini sebagai penobatan Bharata, tetapi ini to have taken place, and so must be wrong. Rather it appears to be the sepertinya tak pernah terjadi, sehingga pasti salah. Alih-alih, ini tampak rehearsal taking place for Rāma’s ascension as crown prince. After their seperti geladi yang berlangsung untuk kenaikan Rāma sebagai putra return to Ayodhya, King Daśaratha decided to retire and anoint his eldest mahkota. Setelah kepulangan mereka ke Ayodhya, Raja Daśaratha son Rāma as crown prince. Everything was got ready for the appointment. memutuskan lengser dan mengangkat putra sulungnya, Rāma, sebagai putra mahkota. Segala sesuatu dipersiapkan untuk penunjukkan itu. On the left we see Rāma, with the halo behind him, sitting in princely fashion. The person sitting next to him, in the same posture, would then Di kiri kita melihat Rāma, dengan lingkaran cahaya di belakangnya, duduk be Lakṣmaṇa. Brahmins stand around them and are presumably going over dengan gaya bangsawan. Orang yang duduk di sebelahnya, dalam gaya yang the ceremonies that will soon take place. In the centre a dancer holds a sama, jadinya adalah Lakṣmaṇa. Para brahmana berdiri di sekeliling mereka sword and a shield, and beyond her are the musicians who play various dan mungkin sedang membahas upacara yang akan segera berlangsung. Di instruments. tengah, seorang penari memegang pedang dan perisai, dan di belakangnya ada pemusik yang memainkan berbagai alat. 70
7b. Queen Kaiyeyī asks for Rāma’s Banishment An evil handmaid to Queen Kaikeyī persuaded her that her son, Bharata, should be chosen in place of Rāma, and reminded her the king had given her boons which had yet to be called in. The queen, being persuaded, stripped and retired to the Grievance Chamber, and awaited the king. When he came, she made the request that Rāma be banished and Bharata be installed as crown prince. The king could not refuse her as he was bound by his vow. King Daśaratha is seen here turning away from Queen Kaikeyī who insists on her son ascending the throne. The king is evidently very distressed and rests his upper body on a large cushion. The queen is behind him, and seemingly in defiant mood. Behind her I would take it is the maid Mantharā, who came up with the plan. Outside are seen the royal elephant and a horse, together with the attendants who wait anxiously the outcome. 7b. Ratu Kaiyeyī Meminta Pengasingan Rāma Seorang dayang jahat Ratu Kaikeyī menghasutnya bahwa putranya, Bharata, seharusnya dipilih menggantikan tempat Rāma, dan mengingatkannya bahwa raja telah memberinya anugerah yang belum dipintakan. Ratu, menjadi terhasut, menanggalkan pakaian dan menuju ke Kamar Keluhan, dan menanti raja. Ketika raja datang, ia membuat permintaan agar Rāma diasingkan dan Bharata diangkat sebagai putra mahkota. Raja tak bisa menolaknya karena ia terikat oleh sumpahnya. 7b Raja Daśaratha terlihat di sini berpaling dari Ratu Kaikeyī yang bersikeras agar putranya naik takhta. Raja jelas sangat tertekan dan menyandarkan badan atasnya ke bantal besar. Ratu ada di belakangnya, dan tampak bersikap menantang. Saya menganggap di belakangnya adalah sang pelayan Mantharā, yang membuat rencana. Di luar terlihat gajah istana dan seekor kuda, bersama dengan para pelayan yang menunggu hasil dengan gelisah. 71
7c 7c. Rāma, Sītā and Lakṣmaṇa head to the Wilderness 7c. Rāma, Sītā, dan Lakṣmaṇa Menuju Belantara The king was persuaded to call for Rāma and to announce his banishment. Raja dibujuk untuk memanggil Rāma dan mengumumkan pengasingannya. On the way Rāma, and indeed the whole city, thought he was being Di perjalanan, Rama, dan pastinya seluruh kota, berpikir ia dipanggil called to announce the enthronement. When he heard the news, Rāma untuk mengumumkan penobatan. Ketika mendengar berita itu, Rāma accepted it calmly, as the word of a father cannot be argued with, and his menerimanya dengan tenang karena ucapan seorang ayah tak boleh father’s honour was at stake. His faithful brother Lakṣmaṇa determined to dibantah, dan kehormatan ayahnya dipertaruhkan. Adiknya yang setia, accompany him, as did his new wife Sītā. Lakṣmaṇa, bertekad untuk menemaninya, begitu pula istri barunya, Sītā. Rāma sits in the middle of the chariot and is driving it out to the wilderness. Rāma duduk di tengah kereta dan mengendarainya ke belantara. Kereta It is being drawn by two horses who are yoked to the vehicle. Behind Rāma itu ditarik oleh dua kuda yang dipancang ke kereta. Di belakang Rāma is Lakṣmaṇa, who is seen leaning against a back rest. Sītā is seen near the adalah Lakṣmaṇa, yang terlihat bersandar di kursi belakang. Sītā terlihat di front. All three have halos, as befits the heroes of this story. As we see dekat depan. Ketiganya memiliki lingkaran cahaya, yang cocok untuk para people following along behind the chariot, this must be before they escaped pahlawan cerita ini. Karena kita melihat orang-orang mengikuti di belakang from the people and entered deeper into the woods. kereta, ini pasti sebelum mereka lolos dari orang-orang dan masuk lebih dalam ke hutan. 72
8 8. Daśaratha’s Funeral 8. Pemakaman Daśaratha After Rāma, Lakṣmaṇa and Sītā had left for the wilderness, the people Setelah Rāma, Lakṣmaṇa, dan Sītā pergi ke belantara, orang-orang kembali returned to the city, and the king, seeing them return without his sons, grew ke kota, dan raja yang melihat mereka kembali tanpa putra-putranya, listless and eventually died from his sorrow. Bharata was now summoned menjadi tak bersemangat dan akhirnya meninggal karena kesedihannya. from his uncle’s home, and the funeral preparations were begun. Bharata kini dipanggil dari rumah pamannya, dan persiapan perabuan dimulai. In the centre we see the funeral pyre with banana leaves either side of it. On top lies what looks like a coffin. It is somewhat odd that we do not see Di tengah kita melihat tumpukan kayu perabuan dengan daun pisang di any officiating brahmins. To the left are the workmen, still holding their kedua sisinya. Di atasnya ada apa yang tampak seperti peti. Agak aneh bahwa tools, who have made the preparations. On the right is a distribution of kita tidak melihat ada brahmana pemimpin upacara. Di kiri ada para pekerja, alms, probably made later. The queen would be Kausalyā, and next to her masih memegang peralatan mereka, telah membuat persiapan. Di kanan presumably is Bharata. adalah pembagian derma, yang mungkin dilakukan nanti. Ratunya adalah Kausalyā, dan di sebelahnya kemungkinan Bharata. 73
9 9. Rāma gives his sandals to Bharata 9. Rāma Memberikan Sandalnya kepada Bharata After the funeral, Bharata and the townsfolk drove out into the wilderness Setelah perabuan, Bharata dan penduduk kota pergi ke belantara dan and retraced Rāma’s path until they came to the hermitage where they menelusuri jejak Rāma sampai mereka tiba di pertapaan tempat mereka dwelled. Being unable to persuade Rāma to break his promise to his father, tinggal. Tidak mampu membujuk Rāma untuk melanggar janjinya kepada Bharata accepted that he must rule in Rāma’s place, and Rāma gave him his ayahnya, Bharata menerima bahwa ia harus memerintah menggantikan sandals as a sign of his authority to rule. Rāma, dan Rāma memberi Bharata sandalnya sebagai tanda kewenangannya untuk memerintah. We probably have to take this as three scenes in one relief. On the left Bharata is approaching the hermitage on horseback, in the middle he has Kita mungkin harus menganggap ini sebagai tiga adegan dalam satu relief. stepped down, and with a lotus in hand, approaches Rāma. On the right Di kiri, Bharata menunggang kuda mendekati pertapaan, di tengah ia telah Rāma is handing his sandals to Bharata as a sign that he rules by the rightful turun, dan dengan teratai di tangan, menghampiri Rāma. Di kanan, Rāma heir’s authority. memberikan sandalnya kepada Bharata sebagai tanda bahwa ia memerintah dengan kewenangan waris yang sah. 74
10 10. Rāma defeats Virādha 10. Rāma Mengalahkan Virādha After Bharata had returned to Ayodhya, the three heroes of the story Setelah Bharata kembali ke Ayodhya, ketiga pahlawan dalam cerita continued their way through Daṇḍaka forest, meeting sages along the way. melanjutkan perjalanan melewati hutan Daṇḍaka, bertemu para resi di After leaving one hermitage they met with the demon Virādha, who seized sepanjang jalan. Setelah meninggalkan satu pertapaan, mereka bertemu Sītā for his wife. When Rāma and Lakṣmaṇa fought against him, he dropped raksasa Virādha, yang menangkap Sītā untuk dijadikan istri. Ketika Rāma Sītā and ran away with the brothers under his arm. As he was protected dan Lakṣmaṇa bertarung dengannya, ia menjatuhkan Sītā dan melarikan diri by Brahmā, Virādha could not be killed, but when he understood who the dengan mengepit saudara-saudaranya. Karena ia dilindungi oleh Brahmā, attackers were, he acceded to being buried and the curse being lifted from Virādha tidak dapat dibunuh, tetapi ketika mengetahui siapa penyerangnya, him, he returned to heaven. The three then entered the sage Śarabhaṅga’s ia setuju untuk dikubur dan kutukan itu dicabut darinya, ia kembali ke surga. hermitage. Ketiganya lalu masuk ke pertapaan Resi Śarabhaṅga. The difficulty in this relief is that it appears that the three are pictured twice, Kesulitan dalam relief ini adalah bahwa tampaknya mereka bertiga once on the left, with a servant behind them, and then in the middle. On the digambarkan dua kali, sekali di kiri dengan pelayan di belakang mereka, left then they enter the Daṇḍaka forest, while in the centre Rāma shoots at dan kemudian di tengah. Lalu di kiri mereka masuk ke hutan Daṇḍaka, Virādha who falls to the ground. Sītā is pictured distraught on her knees sementara di tengah Rāma memanah Virādha yang jatuh ke tanah. Di sini here after being released by the rākṣasa. On the far right we see Śarabhaṅga Sītā digambarkan berlutut putus asa setelah dilepaskan oleh raksasa itu. Di attending the sacred fire. kanan jauh kita melihat Śarabhaṅga menjaga api suci. 75
11. Rāma dan Lakṣmaṇa di Pertapaan 11 Śarabhaṅga minta izin untuk kembali ke surga, dan setelah memasuki samādhi (keheningan mendalam), melakukannya. Para pahlawan kemudian 11. Rāma and Lakṣmaṇa in the Hermitage mengembara lebih jauh ke dalam hutan dan terlibat dalam laku tapa, sementara melindungi para resi yang tinggal di sana melaksanakan Śarabhaṅga requested permission to return to heaven, and, after entering pengurbanan Weda. Setelah beberapa waktu Lakṣmaṇa membangun samādhi (deep concentration), did just that. The heroes then wandered pertapaan kecil untuk mereka tinggal. further through the forest and engaged in austerities, the meantime protecting the sages who dwelt there performing Vedic sacrifices. After Di kiri jauh kita melihat dua harimau di dalam hutan, lalu seorang petapa, some time Lakṣmaṇa built a small hermitage for them to live in. yang semuanya menandakan sekarang kita berada di kedalaman belantara. Di tengah kita melihat dua sosok pria di dalam anjungan kecil. Dikatakan On the far left we see two tigers within the forestry, then an ascetic, which secara khusus dalam Vālmīki bahwa, seperti yang kita lihat di sini, Rāma all signify we are deep in the wilderness now. In the centre we see two male melingkarkan lengannya di bahu Lakṣmaṇa sembari berterima kasih figures inside a small pavilion. It specifically says in Vālmīki that, as we see kepadanya karena membangun tempat tinggal. here, Rāma put his arm round Lakṣmaṇa’s shoulder while thanking him for building the abode. Kita punya masalah yang tak terpecahkan di sisi tangan kanan relief ini. Groneman berpikir ini adalah pertemuan pertama dengan burung We have an unsolvable problem on the right hand side of this relief. surgawi Jaṭāyus. Masalahnya dengan ini adalah kita punya lebih banyak Groneman thinks it is the first meeting with the divine bird Jaṭāyus. The pertemuan dengan burung itu di relief-relief berikutnya, dan ia tak problem with this is we have more encounters with that bird later in terlihat seperti yang ada di sini, dan Rāma juga tidak mengancamnya the reliefs, and he does not look like he does here, and nor does Rāma seperti di sini. threaten him as here. Stutterheim berpikir itu pasti pembunuhan Khara. Tetapi peristiwa itu terjadi setelah pencacatan Śūrpaṇakhā, yang terjadi selanjutnya. Saya sendiri berpikir apa yang digambarkan di sini adalah sebuah legenda sisipan yang sekarang hilang dalam cerita kita, di mana Rāma menangkis burung tak dikenal. Stutterheim thinks it must be the killing of Khara. But that happens subsequently to the mutilation of Śūrpaṇakhā, which comes up next. I think myself we must have depicted here an interpolated legend which is now lost in our stories, where Rāma fends off some unknown avian. 76
12a 12a. Śūrpaṇakhā visits Rāma 12a. Śūrpaṇakhā Mengunjungi Rāma While the three dwelt in the wilderness, the rākṣasī Śūrpaṇakhā, the sister Sementara ketiganya tinggal di belantara, Raksasi Śūrpaṇakhā, saudari of the villain of the story, Rāvaṇa, saw Rāma and fell deeply in love with his dari penjahat dalam cerita ini, Rāvaṇa, melihat Rāma dan jatuh cinta pada fair form. When approached, however, Rāma declared his love for Sītā, and kerupawanannya. Akan tetapi, ketika mendekat, Rāma menyatakan cintanya suggested she seek after his brother Lakṣmaṇa, who was unmarried. kepada Sītā dan menyarankan ia mencari adiknya, Lakṣmaṇa, yang belum menikah. We might be pressed to identify the two females in the middle of this relief, but they appear again in the next one where we are certain of the action. It is Kita mungkin terdesak untuk mengenali dua perempuan di tengah relief Śūrpaṇakhā who has the offerings and an ugly maidservant, not mentioned ini, tetapi mereka muncul lagi di relief berikutnya di mana kami yakin akan in any of the texts, who is behind her. Rāma sits in front of an unexpectedly tindakannya. Itu adalah Śūrpaṇakhā yang membawa persembahan dan di elaborate building on the left. Perhaps the woman on the right holding the belakangnya ada seorang pelayan buruk rupa, yang tak disebutkan dalam blue lotus is meant to be Sītā. naskah mana pun. Rāma duduk di depan bangunan yang sangat rumit di kiri. Mungkin perempuan di kanan yang memegang teratai biru dimaksudkan sebagai Sītā. 77
12b 12b. The Dismissal of Śūrpaṇakhā 12b. Penolakan Śūrpaṇakhā Śūrpaṇakhā then approached Lakṣmaṇa who in turn rejected her, saying Śūrpaṇakhā lalu mendekati Lakṣmaṇa yang gantian menolaknya, he was but a slave of his brother, and she should again apply to him. mengatakan ia hanyalah budak saudaranya, dan ia sebaiknya melamar Rāma Śūrpaṇakhā then returned to Rāma and seized Sītā in a bid to replace her. lagi. Śūrpaṇakhā lalu kembali ke Rāma dan menangkap Sītā dalam upaya Rāma ordered Lakṣmaṇa to strike her and he cut off her nose and ear, and menggantikannya. Rāma memerintahkan Lakṣmaṇa untuk menyerangnya sent her scurrying back to her brothers. dan ia memotong hidung dan telinganya, dan membuat Śūrpaṇakhā bergegas kembali kepada saudara-saudaranya. The couple on the left have never been identified and I also have no suggestions. In the middle we see a male figure who is threatening Pasangan di kiri tak pernah dikenali dan saya juga tidak punya usulan. Śūrpaṇakhā and her handmaid, who curiously holds both the fearless Di tengah kita melihat sosok pria yang mengancam Śūrpaṇakhā dan and teaching postures (mudrā). The male figure could be either Rāma or dayangnya, yang anehnya mengambil postur (mudrā) tak gentar dan Lakṣmaṇa, perhaps the latter is more likely. mengajar. Sosok pria ini bisa jadi Rāma atau Lakṣmaṇa, kemungkinan lebih besarnya Lakṣmaṇa. 78
12c 12c. Rāma shoots the Golden Deer 12c. Rāma Memanah Rusa Emas Śūrpaṇakhā called upon her brothers to avenge her disgrace, and they went Śūrpaṇakhā memanggil saudara-saudaranya untuk membalas rasa malunya, to battle with the brothers, but were defeated and killed. She then retired dan mereka pergi untuk bertarung dengan kedua bersaudara itu, tetapi kalah to her elder brother Rāvaṇa in Laṅkā, and described the beauty of Sītā to dan terbunuh. Śūrpaṇakhā lalu mendatangi kakak laki-lakinya, Rāvaṇa, entice him to carry her off. Rāvaṇa then got the rākṣasa Mārīca to appear as di Laṅkā, dan menggambarkan kecantikan Sītā untuk membujuknya agar a golden bejewelled deer and to decoy Rāma away from Sītā. Once shot the menculik Sītā. Rāvaṇa lalu memerintahkan Raksasa Mārīca untuk mewujud deer took back its natural form and called out for help in the voice of Rāma, sebagai rusa emas bertakhta permata dan memikat Rāma agar menjauh dari which caused Sītā to send Lakṣmaṇa away and into the forest, leaving her Sītā. Begitu terpanah, rusa itu kembali pada wujud aslinya dan berteriak unprotected and alone. meminta tolong dalam suara Rāma, yang menyebabkan Sītā meminta Lakṣmaṇa pergi ke hutan, meninggalkannya tanpa perlindungan dan seorang I think we see two scenes here portrayed simultaneously. Rāma has gone into diri. the forest to capture the deer, and has shot him. The deer then reverts to his form as a rākṣasa, and calls out in Rāma’s voice. On the left Sītā has heard this Saya rasa kita melihat dua adegan di sini digambarkan secara serentak. Rāma and is telling Lakṣmaṇa, who sits in front of her, to go help Rāma. telah pergi ke hutan untuk menangkap rusa, dan telah memanahnya. Rusa itu lalu kembali ke wujudnya sebagai raksasa, dan berteriak dengan suara Rāma. Di kiri, Sītā mendengar ini dan memberi tahu Lakṣmaṇa, yang duduk di depannya, untuk pergi menolong Rāma. 79
13a 13a. Rāvaṇa carries off Sītā 13a. Rāvaṇa Menculik Sītā While Rāma and Lakṣmaṇa were off in the woods, distracted by Mārīca, Tatkala Rāma dan Lakṣmaṇa pergi ke hutan, teralihkan oleh Mārīca, Rāvaṇa Rāvaṇa assumed the form of a holy brahmin, and tried to woo Sītā away, beralih wujud sebagai seorang brahmana suci, dan berusaha membujuk Sītā first telling her the woods were unsafe, and then promising her the riches of untuk pergi, pertama mengatakan bahwa hutan tidaklah aman, dan lalu his kingdom. When she rebuffed him he sought to carry her off to Laṅkā. menjanjikan kekayaan kerajaannya untuk Sītā. Ketika Sītā menolaknya, Rāvaṇa mencoba membawanya ke Laṅkā. The central scene here, of course, is Rāvaṇa, still in his brahmin form, seizing Sītā, who vainly tries to flee. Most of the other signs on this tableau Adegan utama di sini tentu saja adalah Rāvaṇa, masih dalam wujud are inauspicious: a monkey seizes a banana from a child, two birds threaten brahmana, menangkap Sītā, yang dengan sia-sia berusaha melarikan diri. a lizard, a woman shrieks and a large rodent eats from an upturned basket. Sebagian besar pertanda lain di paparan ini tidak menguntungkan: kera On the far right a parasol has been knocked down in the struggle. merebut pisang dari anak kecil, dua burung mengancam kadal, perempuan menjerit, dan hewan pengerat besar makan dari keranjang yang terbalik. Di kanan jauh, sebuah payung roboh dalam pertarungan. 80
13b 13b. Jaṭāyus fights Rāvaṇa 13b. Jaṭāyus Melawan Rāvaṇa Rāvaṇa then assumed his natural form, which was ten-headed and demonic, Rāvaṇa lalu beralih ke wujud aslinya, yang berkepala sepuluh dan and mounted his chariot and flew off with Sītā. The divine-bird Jaṭāyus mengerikan, lalu menaiki keretanya dan terbang bersama Sītā. Burung sought to intervene and rescue her, but he was mortally wounded by Rāvaṇa surgawi Jaṭāyus, mencoba menghalangi dan menyelamatkan Sītā, tetapi ia during the ensuing fight. terluka parah oleh Rāvaṇa dalam pertarungan yang terjadi kemudian. On the left we see Jaṭāyus risen into the sky to fight against Rāvaṇa. The Di kiri kita melihat Jaṭāyus terbang ke langit untuk melawan Rāvaṇa. latter sits with his arm interlocked around Sītā’s and thrusts forth a lance at Rāvaṇa duduk dengan lengannya memeluk Sītā dan menusukkan tombak ke the bird. Rāvaṇa is pictured here with ten heads and we also see ten arms, burung itu. Rāvaṇa digambarkan di sini dengan sepuluh kepala dan kita juga each holding a different weapon. They sit on a platform which is being melihat sepuluh lengan, masing-masing memegang senjata yang berbeda. carried by another rākṣasa, and Sītā is handing her ring to the bird, details Mereka duduk di mimbar yang digotong raksasa lain, dan Sītā menyerahkan that depart from Vālmīki’s telling of the story. cincinnya kepada Jaṭāyus, rincian yang menyimpang dari tuturan Vālmīki terhadap cerita ini. 81
13c 13c. Jaṭāyus gives Sītā’s Ring to Rāma 13c. Jaṭāyus Memberikan Cincin Sītā kepada Rāma The brothers, after returning to the hermitage, found Sītā missing, and Kedua bersaudara, setelah kembali ke pertapaan, mendapati Sītā hilang, wondered what had become of her. They wandered about till they found dan bertanya-tanya apa yang terjadi padanya. Mereka berkeliling sampai signs of Jaṭāyus’ fight with Rāvaṇa, and the bird lying dying on the floor. menemukan tanda-tanda pertarungan Jaṭāyus dengan Rāvaṇa, dan burung Jaṭāyus passed Sītā’s ring to Rāma and explained what had happened, and itu terbaring sekarat di tanah. Jaṭāyus menyerahkan cincin Sītā kepada afterwards died. Rāma dan menjelaskan apa yang telah terjadi, dan setelahnya mati. This is a fairly simple scene: Rāma, with his hand upholding his head, sits Ini adegan yang cukup sederhana: Rāma, dengan tangan memegangi with Lakṣmaṇa while they listen to the story that Jaṭāyus is telling. The bird kepalanya, duduk bersama Lakṣmaṇa sementara mereka mendengarkan himself is pictured holding Sītā’s ring in his mouth, and looks like a parrot cerita yang dikatakan Jaṭāyus. Burung itu sendiri digambarkan memegang as he is sometimes pictured in southeast Asia. Below Rāma is one of his cincin Sītā di mulutnya dan terlihat seperti burung nuri, sebagaimana ia servants who is evidently carrying a bow and arrow for his master. The two kadang digambarkan di Asia Tenggara. Di bawah Rāma adalah salah satu men on the right are part of the next scene. pelayannya yang jelas membawa busur dan panah untuk tuannya. Kedua pria di kanan adalah bagian dari adegan selanjutnya. 82
13d 13d. Rāma shoots Kabandha 13d. Rāma Memanah Kabandha After leaving Jaṭāyus, the brothers headed into the dangerous jungles of Setelah meninggalkan Jaṭāyus, kedua bersaudara menuju rimba berbahaya south India. Here they came across the deformed Kabandha, who had been India Selatan. Di sini mereka bertemu Kabandha yang cacat, yang telah cursed by Indra, and who could only be released by Rāma killing him. After dikutuk oleh Indra, dan yang hanya bisa dibebaskan oleh Rāma yang being shot he advised the brothers to team up with Sugrīva, who would be membunuhnya. Setelah dipanah, ia menyarankan agar kedua bersaudara itu able to find the whereabouts of Sītā. bekerja sama dengan Sugrīva, yang akan mampu menemukan keberadaan In Vālmīki, Kabandha is described as having no head, and only a mouth Sītā. around his stomach, and a single eye above. Here we see he has two faces and four eyes, and again this shows the text known to the sculptors differed from Dalam Vālmīki, Kabandha digambarkan tak punya kepala, dan hanya punya Vālmīki’s telling of the story. We see here Rāma shooting the arrow which mulut di seputar perutnya, dan mata tunggal di atasnya. Di sini kita melihat kills Kabandha and releases him from the curse. The arrow appears to go ia punya dua wajah dan empat mata, dan lagi-lagi ini menunjukkan bahwa right through him. It is unclear who the character on the right sitting on the naskah yang diketahui para pemahat berbeda dari tuturan cerita Vālmīki. Di sini kita melihat Rāma menembakkan panah yang membunuh Kabandha dan lotus would be. membebaskannya dari kutukan. Panah itu tampak seperti menembusnya. Tidak jelas siapa sosok di kanan yang duduk memegang teratai. 83
14 14. Rāma defeats a Crocodile 14. Rāma Mengalahkan Buaya The story on this relief is unknown to any retelling of the Rāma story I am Cerita di relief ini tak diketahui dalam penuturan ulang cerita Rāma mana aware of. But in a compendium of stories about a hero it is perhaps not pun yang saya ketahui. Tetapi dalam rangkuman kisah seorang pahlawan, unexpected that extra stories would be attracted in. Here we see Rāma mungkin bukanlah sesuatu yang tak terduga bahwa cerita-cerita tambahan shooting at a crocodile, another difficulty he may have had to overcome in akan disisipkan. Di sini kita melihat Rāma memanah seekor buaya, kesulitan some other telling of the story. lain yang mungkin harus ia atasi dalam suatu tuturan lain cerita ini. It seems we have two time frames. Rāma, Lakṣmaṇa and an attendant are Sepertinya kita memiliki dua kerangka waktu. Rāma, Lakṣmaṇa, dan pictured on the left; then Rāma is seen shooting his bow at the crocodile on pelayan digambarkan di kiri; lalu Rāma terlihat mengarahkan busurnya ke the right. I think this could be parallel to the Kabandha story, and the lady buaya di kanan. Saya rasa ini bisa saja sejalan dengan cerita Kabandha, dan we see above the crocodile may have been released from that form through perempuan yang kita lihat di atas buaya mungkin telah dibebaskan dari the killing by Rāma, something that happens many times in the story. wujud ini melalui pembunuhan oleh Rāma, sesuatu yang terjadi berkali-kali dalam cerita. 84
15 15. Hanumān approaches the Brothers 15. Hanumān Mendekati Kedua Bersaudara While wandering in the forests the brothers came to Riṣyamukha, which Saat mengembara di hutan, kedua bersaudara tiba di Riṣyamukha, yang was where the monkey-king Sugrīva lived. Fearing they were somehow in merupakan tempat raja-kera Sugrīva tinggal. Khawatir mereka entah league with his brother Vālin, who had caused his exile, Sugrīva sent his bagaimana bersekutu dengan saudaranya, Vālin, yang menyebabkan commander Hanumān to investigate. Hanumān knew from their words and pengasingannya, Sugrīva mengutus panglimanya, Hanumān, untuk bearing they were no enemies, but could help Sugrīva beat Vālin and regain menyelidiki. Dari ucapan dan sikap mereka, Hanumān tahu mereka bukan his land. musuh, tetapi dapat membantu Sugrīva mengalahkan Vālin dan merebut kembali tanahnya. In Vālmīki the brothers are described as wearing ascetic garb, and Hanumān as taking on human form, but the sculptors have ignored all that. The relief Dalam Vālmīki, kedua bersaudara digambarkan mengenakan pakaian petapa, has two scenes: on the left the brothers in royal garb and an attendant are in dan Hanumān berwujud manusia, tetapi para pemahat mangabaikan semua discussion with the monkey Hanumān; while on the right they are being led itu. Relief ini memiliki dua adegan: di kiri kedua bersaudara dalam busana back through the forest to meet with Sugrīva. kerajaan dan seorang pelayan dalam pembahasan dengan kera Hanumān; sementara di kanan mereka dibawa balik melewati hutan untuk bertemu dengan Sugrīva. 85
16 16. Rāma and Sugrīva 16. Rāma dan Sugrīva Stutterheim has shown convincingly that the sculptors here were following Stutterheim telah menunjukkan secara meyakinkan bahwa para pemahat di something close to the Rāma hikayats wherein Lakṣmaṇa goes to get water sini mengikuti sesuatu yang mirip hikayat Rāma, di mana Lakṣmaṇa pergi for Rāma and brings back a quiver full of water. When tasted, however, it is untuk mengambil air bagi Rāma dan membawa balik setabung penuh air. salty. The reason being that it comes from Sugrīva’s tears. Rāma then meets Akan tetapi ketika diminum, itu asin. Alasannya air itu datang dari air mata the monkey-king and tells him he will help him. Sugrīva. Rāma lalu bertemu sang raja-kera dan mengatakan kepadanya bahwa ia akan membantunya. The scenes are not in the order we would expect, perhaps in order to place Sugrīva at the centre of the relief. There we see him sat in a tree, and Adegan ini tidak dalam urutan yang kita harapkan, barangkali untuk grieving. Lakṣmaṇa is below filling his quiver with water. On the left he then menempatkan Sugrīva di tengah relief. Di sana kita melihatnya duduk di offers it to Rāma, who is also saddened by his own loss. On the right we see pohon dan bersedih. Lakṣmaṇa di bawah mengisi sarung panahnya dengan Rāma standing and Sugrīva in worshipful pose. air. Lalu di kiri ia menawarkannya kepada Rāma, yang juga bersedih karena kehilangannya sendiri. Di kanan kita melihat Rāma berdiri, dan Sugrīva dalam sikap menyembah. 86
17 17. Rāma proves his Strength 17. Rāma Membuktikan Kekuatannya Sugrīva, who knew his brother Vālin’s strength well, feared that Rāma would Sugrīva, yang tahu betul kekuatan saudaranya, Vālin, khawatir Rāma tak not be capable to defeating his enemy, and asked him to prove his strength. akan mampu mengalahkan musuhnya, dan meminta Rāma membuktikan Rāma first threw the corpse of the rākṣasa Dundubhi twenty leagues away kekuatannya. Pertama Rāma melempar mayat Raksasa Dundubhi sejauh with a flick of his foot. Still Sugrīva was not satisfied and asked that he pierce dua puluh yojana dengan samparan kakinya. Tetapi Sugrīva masih tak puas a tree with his arrow. Rāma replied by piercing seven with one shot. It then dan meminta Rāma menembus sebatang pohon dengan panahnya. Rāma passed through the underworlds before returning to his quiver! menjawab dengan menembus tujuh pohon dengan satu tembakan. Panah itu kemudian melesat melewati dunia bawah sebelum kembali ke sarung On the left we see first an attendant, then Lakṣmaṇa carrying a lotus. Next panahnya! to him Rāma has shot his arrow. Unfortunately, Rāma’s face has been broken off. Next to Rāma is Hanumān, then Sugrīva and then the seven palm trees Di kiri, pertama kita melihat pelayan, lalu Lakṣmaṇa membawa teratai. Di that have been pierced. If you look closely you can see the arrow passing sebelahnya, Rāma telah melepaskan panahnya. Sayangnya, wajah Rāma telah through all seven. hancur. Di sebelah Rāma adalah Hanumān, lalu Sugrīva, dan kemudian tujuh pohon palem yang telah tertembus. Jika Anda melihat lebih dekat, Anda bisa melihat panahnya melesat menembus seluruh tujuh pohon itu. 87
18a 18a. Sugrīva fights with Vālin 18a. Sugrīva Bertarung dengan Vālin The allies then approached Kiṣkindhā, Vālin’s capital, and Sugrīva roared a Para sekutu kemudian mendekati Kiṣkindhā, ibu kota Vālin, dan Sugrīva mighty challenging roar. Vālin’s consort, Tārā, had heard of the alliance and mengaum keras menantang. Pasangan Vālin, Tārā, telah mendengar tentang tried to persuade her husband to come to terms, but he, being angered, went persekutuan itu dan berusaha membujuk suaminya untuk berdamai, tetapi out to fight Sugrīva. Vālin, yang marah, pergi keluar untuk memerangi Sugrīva. On the left sit Rāma and Lakṣmaṇa. Exactly who the royal person on the far Di kiri duduklah Rāma dan Lakṣmaṇa. Tepatnya siapa orang bangsawan di left is, and the man with the beard next to him is also unknown. On the right kiri jauh, dan pria berjenggot di sebelahnya juga tak diketahui. Di kanan, Sugrīva and Vālin are locked in battle, with their legs intertwined, trying to Sugrīva and Vālin terkunci dalam pertarungan, dengan kaki mereka saling upset each other. membelit, berusaha saling mengalahkan. 88
18b 18b. Rāma kills Vālin 18b. Rāma Membunuh Vālin In the hikayats it is mentioned that a vine was tied around Vālin’s waist so Dalam hikayat disebutkan bahwa sulur pohon diikatkan ke pinggang Vālin that the two monkey brothers could be distinguished. Rāma then, seeing his sehingga kedua kera bersaudara itu bisa dibedakan. Kemudian Rāma, ally Sugrīva fading, shot Vālin with his bow and killed him. melihat sekutunya, Sugrīva, terdesak, memanah Vālin dengan busurnya dan membunuhnya. Lakṣmaṇa is seen holding a bow on the left, but passively, not taking part in the action. Next to him Rāma is portrayed in very dynamic form shooting an Lakṣmaṇa terlihat memegang busur di kiri, tetapi secara pasif, tidak ikut arrow at Vālin. Next to Rāma an attendant points out the result: Vālin, who beraksi. Di sebelahnya, Rāma digambarkan dalam wujud yang sangat is distinguished by the creepers round his waist, is mortally wounded by the dinamis melesatkan panah ke Vālin. Di sebelah Rāma seorang pelayan arrow. menunjuk hasilnya: Vālin, yang dikenali dengan sulur tanaman di pinggangnya, terluka mematikan oleh panah. 89
18c 18c. Sugrīva regains his Kingdom 18c. Sugrīva Mendapatkan Kembali Kerajaannya After regaining sovereignty over the kingdom, Sugrīva invited the brothers Setelah mendapatkan kembali kedaulatan atas kerajaannya, Sugrīva to spend the rainy season with him in Kiṣkindhā. Rāma explained however mengundang kedua bersaudara melewatkan musim hujan dengannya that his vows to his father forbade him to enter a city at this time, and that di Kiṣkindhā. Akan tetapi Rāma menjelaskan bahwa sumpahnya kepada they would rather live in a cave nearby. ayahnya melarangnya untuk memasuki kota saat ini, dan bahwa mereka lebih memilih tinggal di gua tak jauh dari situ. On the far left we see what is probably Tārā, Vālin’s queen, now married to Sugrīva, by right of victory. Next it is Sugrīva who sits upon the throne. Di kiri jauh kita melihat apa yang mungkin adalah Tārā, ratu Vālin, yang kini Notice the halo as befits one of the main heroes of this tale. In front of him menikah dengan Sugrīva, berdasarkan hak kemenangan. Berikutnya adalah are the monkey-citizens of Kiṣkindhā. Sugrīva appears to be dispensing gifts, Sugrīva yang duduk di atas singgasana. Perhatikan lingkaran cahaya seperti seen in money bags to the right of him, to his subjects. yang pantas di salah satu pahlawan utama cerita ini. Di depannya adalah warga kera di Kiṣkindhā. Dilihat dari kantong uang di kanannya, Sugrīva tampak sedang membagikan hadiah kepada rakyatnya. 90
19a 19a. The Council of War 19a. Sidang Perang At the end of the rainy season, Rāma grew agitated wanting to find his lost Pada akhir musim hujan, Rāma makin gelisah ingin menemukan lagi love again, and feared Sugrīva might be lost to pleasure and would forget cintanya yang hilang, dan khawatir Sugrīva mungkin tersesat dalam his duty. He therefore sent Lakṣmaṇa to Kiṣkindhā to remind him. Sugrīva kesenangan dan akan melupakan tugasnya. Karena itu ia mengirim listened to Lakṣmaṇa and to Hanumān and gathered all his armies together Lakṣmaṇa ke Kiṣkindhā untuk mengingatkannya. Sugrīva mendengarkan at the brothers’ hermitage. Lakṣmaṇa dan Hanumān, dan mengumpulkan semua pasukannya di pertapaan kedua bersaudara. There are two main scenes: on the left we see Hanumān, then Lakṣmaṇa with his bow, and Rāma who stands next to Sugrīva and points out the place to Ada dua adegan utama: di kiri kita melihat Hanumān, lalu Lakṣmaṇa dengan discuss their plans. On the following scene there are sat in front of a simple busurnya, dan Rāma yang berdiri di samping Sugrīva dan menunjuk tempat building. Hanumān is again on the left, and sits lower than the others. The untuk membicarakan rencana mereka. Dalam adegan berikutnya, mereka far right is a jungle scene with trees and animals abounding. duduk di depan bangunan sederhana. Hanumān lagi-lagi berada di kiri dan duduk lebih rendah daripada yang lain. Di kanan jauh ada pemandangan hutan dengan banyak pepohonan dan hewan. 91
19b 19b. Sugrīva sends out spies to find Sītā 19b. Sugrīva Mengirim Mata-mata untuk Menemukan Sītā Sugrīva agrees to send out spies to the four quarters in order to find out Sītā, Sugrīva setuju mengirim mata-mata ke empat penjuru dalam upaya and Rāma, regaining confidence in his ally, agrees. The monkeys then sent menemukan Sītā, dan Rāma, yang mendapatkan kembali kepercayaannya out and look far and wide in search of the missing princess, with Hanumān terhadap sekutunya, setuju. Para kera lalu diutus dan mencari ke mana- leading the search in the south. He eventually jumps over the seas to Laṅkā mana untuk mencari putri yang hilang, dengan Hanumān memimpin and seeks out Sītā in the capital, but is unable to find her. pencarian di selatan. Ia akhirnya menyeberangi lautan ke Laṅkā dan mencari Sītā di ibu kota, tetapi tak dapat menemukannya. Two scenes. On the left we have Sugrīva with Hanumān and other monkeys who will assist him in the search. The king is suppliant before Rāma, holding Dua adegan. Di kiri kita punya Sugrīva dengan Hanumān dan kera-kera the bow, and Lakṣmaṇa. On the right are three ladies whose attention is lain yang akan membantunya dalam pencarian. Raja merunduk di hadapan to the left, and two other women whose attention is on the right where a Rāma, memegang busur, dan Lakṣmaṇa. Di kanan ada tiga perempuan yang monkey climbs over a house. This must be during Hanumān’s initial search perhatiannya tertuju ke kiri, dan dua perempuan lain yang perhatiannya of Laṅkā. ke kanan di mana seekor kera memanjat sebuah rumah. Ini pasti ketika pencarian awal Hanumān di Laṅkā. 92
20 20. Hanumān meets with Sītā 20. Hanumān Bertemu dengan Sītā After searching in many likely places, Hanumān was on the point of despair, Setelah mencari di banyak tempat yang memungkinkan, Hanumān dalam fearing Sītā may already have died. On the edge of the city Hanumān came titik putus asa, khawatir Sītā mungkin telah meninggal. Di tepi kota, upon the magical Aśoka grove and spied Sītā there. After witnessing her Hanumān menjumpai hutan sihir Aśoka dan melihat Sītā di sana. Setelah rebuff Rāvaṇa, he approached and told her that Rāma was on his way to menyaksikan Sītā menolak Rāvaṇa, ia mendekat dan memberi tahu Sītā rescue her. She gave him her tiara to take back to Rāma as proof of her life. bahwa Rāma dalam perjalanan untuk menyelamatkannya. Sītā memberi Hanumān tiaranya untuk diberikan kepada Rāma sebagai bukti ia masih There are two scenes. On the far left we see two women standing. Sītā has hidup. her hand on the head of another lady, but who this is is not clear. One of the ladies is pointing out Hanumān who is in the trees. On the right Hanumān Ada dua adegan. Di kiri jauh kita melihat dua perempuan berdiri. Sītā is meeting with Sītā and an attendant, presumably Trijaṭā, a maid and menaruh tangannya di kepala perempuan lain, tetapi siapa ini tidak jelas. confident assigned to look after her. Curiously he is pointing back at another Salah satu perempuan menunjuk Hanumān yang ada di pepohonan. Di monkey. But again, who that is, or what role he is playing, I do not know, as kanan, Hanumān bertemu Sītā dan seorang pelayan, kemungkinan Trijaṭā, the accounts mention Hanumān was the sole monkey there. pelayan dan orang kepercayaan yang ditugaskan menjaga Sītā. Anehnya Hanumān menunjuk ke kera lain. Tetapi lagi-lagi, siapa itu, atau apa peran yang dimainkannya, saya tidak tahu, karena naskah-naskah menyebutkan Hanumān adalah satu-satunya kera di sana. 93
21 21. Hanumān’s Tail is set on Fire 21. Ekor Hanumān terbakar Hanumān, wishing to do more than was asked, destroyed the grove Sītā was Hanumān, yang ingin melakukan lebih dari yang diminta, menghancurkan being held captive in and, after killing some of the rākṣasas, allowed himself hutan tempat Sītā ditawan, dan setelah membunuh beberapa raksasa, to be captured. Rāvaṇa ordered him set on fire, and they wrapped his tail in membiarkan dirinya ditangkap. Rāvaṇa memerintahkan agar ia dibakar, an oil-soaked cloth and set it alight. Hanumān then ran rampage through dan mereka membungkus ekornya dengan kain yang dibasahi minyak dan Laṅkā setting fire to the whole city. menyulutnya. Hanumān kemudian mengamuk di Laṅkā, membakar seluruh kota. Two scenes again. On the left we see four, or perhaps five, rākṣasas wrapping cloth round the monkey’s tail. One holds a vessel, which no doubt contains Dua adegan lagi. Di kiri, kita melihat empat, atau mungkin lima, raksasa oil. On the right Hanumān is seen jumping over a building which is going up yang membungkuskan kain ke ekor kera. Satu memegang bejana, yang tak in flames. The rākṣasas, even though armed, are unable to stop him. diragukan lagi berisi minyak. Di kanan, Hanumān terlihat melompat di atas bangunan yang terbakar. Para raksasa, walaupun bersenjata, tak mampu menghentikannya. 94
22 22. Hanumān meets with Rāma 22. Hanumān Bertemu dengan Rāma Before leaving Laṅkā, Hanumān again went to the grove and met with Sītā to Sebelum meninggalkan Laṅkā, Hanumān pergi lagi ke hutan dan bertemu make sure she was safe. Hanumān then left the city and made his way back dengan Sītā untuk memastikan ia selamat. Hanumān lalu meninggalkan kota to the Vindhyas and Rāma, and reported the success of his search by showing dan melakukan perjalanan kembali ke Vindhyas dan Rāma, dan melaporkan him the tiara Sītā had given him. keberhasilan pencariannya dengan menunjukkan kepada Rāma tiara yang Sītā berikan kepadanya. On the left we see Hanumān showing the jewel to Rāma who sits in relaxed posture on a chair next to him. Behind him sit first Lakṣmaṇa, with the lotus, Di kiri kita melihat Hanumān menunjukkan permata itu kepada Rāma yang and then Sugrīva, the monkey-king, both with haloes. Behind them are other duduk dalam sikap santai di kursi di sebelahnya. Di belakangnya, pertama men and monkeys. duduk Lakṣmaṇa dengan teratai, lalu Sugrīva, sang raja kera, keduanya dengan lingkaran cahaya. Di belakang mereka ada orang-orang dan kera- kera lain. 95
23 23. Rāma and the Nāginī 23. Rāma dan Nāginī The party then proceeded on their way to Laṅkā. Reaching the shore Rāma Rombongan itu kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke Laṅkā. Tiba was wroth, and wanted to use his mighty arrows to burn away the ocean di pantai, Rāma murka dan ingin menggunakan panah perkasanya untuk so his armies could reach the other side. A nāginī (female sea serpent) rose membakar lautan supaya pasukannya bisa mencapai sisi seberang. Sesosok from the waters and informed Rāma of an entrance to the underworld nāginī (ular laut perempuan) muncul dari air dan memberi tahu Rāma where amṛta (a drink giving immortality) was to be found. This follows some jalan masuk ke dunia bawah, tempat amṛta (minuman yang memberikan of the Malay versions of Rāma’s story, and is unknown to Vālmīki. keabadian) akan ditemukan. Ini mengikuti cerita Rāma dari beberapa ragam Melayu, dan tak dikenal dalam Vālmīki. The figure on the left with the monkey is badly damaged and therefore hard to identify. Lakṣmaṇa is next to him, holding the lotus, and then Rāma sits Sosok di kiri yang bersama kera rusak parah dan karena itu sulit dikenali. in what looks like an awkward posture, holding his bow, but no arrow. From Lakṣmaṇa ada di sampingnya, memegang teratai, dan lalu Rāma duduk the waves the nāginī arises and tells Rāma how to protect his helpers. The dalam postur yang tampak janggal, memegang busurnya, tetapi tak ada figure here is clearly female, and therefore cannot be the god of the sea, as it panah. Dari ombak nāginī muncul dan memberi tahu Rāma bagaimana cara has sometimes been identified. melindungi para penolongnya. Sosok di sini jelas perempuan, dan karenanya tak mungkin dewa laut, seperti yang kadang dikenali. 96
24a 24a. Building the Land Bridge 24a. Membangun Jembatan Darat The god of the seas suggested that they build a land bridge from one shore to Dewa laut menyarankan agar mereka membangun jembatan darat dari the other, and Rāma agreed to this idea. He called upon one of the monkeys, satu pantai ke pantai lain, dan Rāma menyetujui gagasan ini. Ia memanggil who was born of Viśvakarmān, the divine architect, to lead the construction. salah satu kera, yang lahir dari Viśvakarmān, sang perancang surgawi, They toiled for five days and piled up huge stones until a causeway was built. untuk memimpin pembangunan. Mereka bekerja keras selama lima hari dan menumpuk batu-batu besar sampai sebuah jalan lintas tercipta. On the left are the two brothers. Next to them is Sugrīva, and in front of him are a troop of monkeys, some of whom are throwing large stones into the Di kiri adalah kedua bersaudara. Di samping mereka adalah Sugrīva, dan di ocean. The various creatures of the ocean look on, including a whale, a shark, depannya ada pasukan kera, beberapa di antaranya melempar batu besar a seahorse and a nāga. The ones at the front are holding the stones in their ke laut. Berbagai makhluk laut menyaksikan, termasuk paus, hiu, kuda laut, mouths. Whether this is to help or to hinder is not clear, but this detail was dan nāga. Yang di depan memegang batu di mulut mereka. Entah ini untuk unknown to Vālmīki. membantu atau menghalangi tidaklah jelas, tetapi rincian ini tak dikenal dalam Vālmīki. 97
24b 24b. Rāma on Laṅkā’s Shore 24b. Rāma di Pantai Laṅkā This is the last of the reliefs found on the Śiva temple where the first part Ini adalah relief terakhir yang ditemukan di Candi Śiva, tempat bagian of the story is shown. Rāma and Lakṣmaṇa are seen centre stage, carrying pertama cerita ini ditampilkan. Rāma dan Lakṣmaṇa terlihat di tengah their bows, with Sugrīva in front of them. Their armies have crossed over adegan, membawa busur mereka, dengan Sugrīva di depan mereka. Pasukan the bridge into Laṅkā and alighted on the shore and are proceeding to the mereka telah menyeberangi jembatan ke Laṅkā dan mendarat di pantai dan mountain. melanjutkan perjalanan ke pegunungan. In Vālmīki, Rāma climbs on Hanumān’s back and Lakṣmaṇa on Sugrīva’s, Dalam Vālmīki, Rāma naik ke punggung Hanumān dan Lakṣmaṇa ke but here we see nothing of that. The two brothers are seen carrying their punggung Sugrīva, tetapi di sini kita tak melihat hal itu. Kedua bersaudara bows in the middle. Sugrīva and probably Hanumān go ahead. Behind come terlihat membawa busur mereka di tengah. Sugrīva dan mungkin Hanumān the rest of the army. One of the monkeys is leading a mongoose on a lead! di depan. Sisa pasukan tampak di belakang. Salah satu kera memimpin di Snakes are seen on the far left. depan seekor garangan! Ular terlihat di kiri jauh. 98
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170