Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore TIR 2021

TIR 2021

Published by yitnopg, 2021-10-18 05:15:17

Description: TIR 2021

Search

Read the Text Version

Mekanisme kerja sel punca Tabel 2. Jenis-jenis sel punca Friedenstein dkk pertama kali menunjukkan oleh sel B dan sel T yang autoreaktif, dan beberapa bahwa sumsum tulang mengandung populasi sel penelitian juga menunjukkan adanya defek pada sel punca yang memiliki kemampuan berproliferasi, punca mesenkimal. Karena itu, transplantasi sel punca memperbaharui diri, pluridifferentiation, dan mesenkimal dapat menjadi suatu pilihan untuk terapi regenerasi jaringan. Sel punca dapat diklasifikasikan penyakit reumatik-autoimun.6–10 berdasarkan potensinya, yang menunjukkan seberapa besar kemampuannya untuk menjadi tipe sel spesifik Penelitian dari transplantasi sel punca tertentu dan biasanya berkorelasi dengan tahapan hematopeietik allogenik (allogeneic HSCT/allo-HSCT) perkembangan struktur asal sel punca tersebut. Sel pada model hewan maupun manusia menunjukkan punca dewasa, yaitu sel punca hematopoietik dan sel bahwa penyakit reumatik-autoimun dapat dianggap punca mesenkimal, dipertimbangkan sebagai kandidat sebagai bagian dari kelainan sel punca. Sel punca terapi sel punca pada penyakit reumatik-autoimun hematopoietik yang terdapat pada sumsum tulang karena memungkinkan untuk dilakukan dengan profil adalah jenis sel punca dewasa yang karakteristiknya keamanan yang cukup baik. paling banyak diketahui. Sel punca hematopoietik dapat diisolasi dari sumsum tulang, tali pusat, dan Sel punca mesenkimal berasal dari beberapa darah perifer. Sel punca hematopoietik memiliki jaringan tubuh manusia, seperti sumsum tulang, kemampuan untuk mengatur ulang seluruh darah, jaringan adiposa, tali pusat, plasenta, dan cairan sistem darah resipien. Bukti dari hewan coba dan amnion. Sel punca mesenkimal manusia saat ini secara manusia menunjukkan bahwa defek pada sel punca fenotip dikategorikan sebagai CD105+, CD73+ dan hematopoietik dapat berkontribusi pada patogenesis CD90+, CD45−, CD34−, CD14− atau CD11b−, dan CD79a− penyakit reumatik-autoimun. atau CD19−, dan tidak memilliki molekul MHC kelas II. Sel punca mesenkimal manusia pada umumnya Mekanisme imun tolerans cukup kompleks dan memiliki kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi melibatkan berbagai faktor, seperti tipe-tipe sel osteoblas, adiposit dan kondroblas.8 tertentu mulai dari sel T regulator, makrofag, sel B dan sitokin-sitokin serta penjalaran sinyal yang Sel punca mesenkimal memiliki efek dihasilkan oleh sel-sel tersebut. Transplantasi sel imunomodulasi pada respon imun alami dan adaptif. punca hematopoietik memiliki kemampuan untuk Sel punca mesenkimal dapat menghambat fungsi dan mengatur ulang sistem imun sehingga menjadi imun- menekan proliferasi sel T, sel B, sel dendritik, dan sel tolerans (gambar 1). Karena itu, transplantasi sel natural killer. Selain itu, juga dapat memicu fungsi dan punca hematopietik menjadi pilihan yang menarik differensiasi sel T regulatori. Sel punca mesenkimal untuk rekonstitusi sistem imun menjadi normal mengekspresikan sedikit molekul HLA kelas I dan kembali. Mekanime dan peran transplantasi sel punca tidak mengekspresikan molekul MHC kelas II, CD40, pada penyakit reumatik autoimun dapat dilihat pada CD80 dan CD86, sehingga mampu untuk lolos dari gambar 2. sistem imun. Penyakit reumatik-autoimun dicirikan Temu Ilmiah Reumatologi 2021 93

Gambar 1. Pengaturan ulang sistem imun setelah Gambar 2. Mekanisme dan peranan terapi sel punca untuk transplantasi sel punca hematopoietik tatalaksana penyakit reumatik autoimun Transplantasi sel punca pada beberapa penyakit reumatik-autoimun. Penelitian tentang penggunaan terapi sel punca cukup banyak dilakukan pada beberapa jenis penyakit reumatik autoimun. Penyakit lupus dan artritis reumatoid adalah jenis yang paling sering dilakukan uji klinis. Hal ini mungkin karena prevalensinya yang cukup banyak dan membuka berbagai peluang untuk pengembangan tatalaksana. Tabel di bawah memberikan ringkasan beberapa uji klinis penting pada lupus dan RA. Tabel 3. Uji klinis pada lupus dan RA Abbreviations: Abs autoantibodies, Alb albumin, DAS28 28-joint disease activity score, CR complete remission, RR rate of relapse, OSR overall survival, VAS visual analog scale, HAQ Health Assessment Questionnaire Sklerosis sistemik adalah suatu penyakit reumatik autoimun yang jarang terjadi, dengan prevalensi sekitar 5 per 100000 penduduk dan insidensi 1 di dalam 100000 penduduk. Selain jarang, pilihan terapi juga terbatas. Terapi sel punca dianggap dapat menjadi alternatif tatalaksana pada pasien-pasien yang refrakter dengan terapi konvensional. Ada beberapa uji klinik yang meneliti transplantasi sel punca pada sklerosis sistemik seperti yang terlihat pada tabel 4. 94 Temu Ilmiah Reumatologi 2021

Tabel 4. Perbandingan uji klinis sel punca pada sklerosis sistemik Pada sklerosis ssistemik, terlihat bahwa remisi 4. Rosa SB, Voltarelli JC, J.A.B. C, P. P. The use of stem cells pengerasan kulit, berkurangnya gangguan fungsi for the treatment of autoimmune diseases. Brazilian J organ, dan meningkatnya kualitas hidup pasien dapat Med Biol Res. 2007;40:1579–97. dicapai setelah transplantasi sel punca (auto-HSCT), sehingga memang terapi sel punca sangat menjanjikan 5. Tyndall A. Successes and Failures of Stem Cell untuk sklerosis sistemik. Transplantation in Autoimmune Diseases. Hematology. 2011;280–4. Kesimpulan 6. Alexander T, Farge D, Badoglio M, Lindsay JO. Terapi sel punca merupakan alternatif yang sangat Hematopoietic stem cell therapy for autoimmune menjanjikan terhadap beberapa penyakit reumatik diseases – Clinical experience and mechanisms. J autoimun yang kurang respons atau refakter terhadap Autoimmun [Internet]. 2018;(March):0–1. Available terapi konvensional. from: https://doi.org/10.1016/j.jaut.2018.06.002 Kepustakaan 7. Tessema MB, Akalu YM, Derseh HB. Stem Cell Biology and its Role in Regenerative Medicine : A Concept 1. Zakrzewski W, Dobrzy M, Szymonowicz M, Rybak Z. Shaping Stem Cell Biology and its Role in Regenerative Stem cells : past , present , and future. Stem Cell Res Medicine : A Concept Shaping the Future of Medicine. J Ther. 2019;5:1–22. Regen Med. 2016;5(1). 2. Hügle T, Daikeler T. Stem cell transplantation for 8. Liu B, Shu S, Kenny TP, Chang C, Leung PSC. Stem autoimmune diseases. Haematologica. 2010;95(2):185– Cell Therapy in Autoimmune Rheumatic Diseases : 8. a Comprehensive Review. Clin Rev Allerg Immunol. 2014;47:244–57. 3. Chang C. Autoimmunity Reviews Unmet needs in the treatment of autoimmunity : From aspirin to stem 9. Franceschetti T, Bari C De. The potential role of adult cells. Autoimmun Rev [Internet]. 2014;13(4–5):331– stem cells in the management of the rheumatic diseases. 46. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j. Ther. 2017;9(7):165–79. autrev.2014.01.052 10. Gratwohl A, Passweg J, Fassas A, Laar JM Van, Farge D, Andolina M, et al. Autografting Autologous hematopoietic stem cell transplantation for autoimmune diseases. Bone Marrow Transplant. 2005;35:869–79. Temu Ilmiah Reumatologi 2021 95

Peran Imunoglobulin Intravena dalam Tatalaksana Penyakit Reumatik Autoimun RM Suryo Anggoro Kusumo Wibowo Divisi Reumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RS Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Pendahuluan 3. Sebagai terapi hiperimun terhadap agen infeksius tertentu. Imunoglobulin Intravena (Intravenous Dosis IVIG yang berbeda diberikan berdasarkan Immunoglobulins, IVIG) adalah konsentrat dari plasma indikasi kondisi pasien, karena dosis yang berbeda memiliki mekanisme kerja yang berbeda. IVIG dosis murni manusia yang telah disterilkan dari ribuan rendah hanya berfungsi sebagai pengganti pasif pada imunodefisiensi (Kategori I). IVIG dosis tinggi donor sehat. IVIG terdiri dari 95% Imunoglobulin berperan aktif dan memodulasi fungsi imunitas dengan aktivitas anti-inflamasi tambahan (Kategori G, Imunoglobulin A, Imunoglobulin M, dan protein II). Sedangkan untuk kategori III, terapi hiperimun tidak dapat dibedakan berdasarkan dosis karena lainnya seperti peptida imunomodulator (CD4, CD8, merupakan antibodi spesifik yang dapat menetralkan sebagian kecil antigen patogen tertentu6 terhadap dan CD95) dan berbagai sitokin (IL-1, IL-2, IL-4, IL- satu sediaan IVIG mungkin tidak memiliki reaksi 10, dan TGF-β). IVIG telah digunakan untuk berbagai dengan sediaan IVIG yang berbeda. Oleh karena itu, kontraindikasi IVIG berhubungan dengan komponen kondisi seperti imunodefisiensi, penyakit infeksi, khusus dari sediaan IVIG. Beberapa kondisi khusus yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:2 penyakit neurologis, dan juga penyakit autoimun. 1. Sediaan sugar-stabilized IVIG harus dihindari pada IVIG dianggap memberikan efek imunomodulator dan pasien dengan gagal ginjal atau diabetes. anti-inflamasi dengan bekerja pada jalur sistem imun 2. Sediaan IVIG hiperosmolar tidak dapat diberikan untuk pasien pasca transplantasi karena memiliki bawaan dan adaptif. Walaupun demikian, mekanisme risiko gagal ginjal dan nefropati osmotik. kerja spesifik IVIG belum dipahami sepenuhnya.1 3. Sediaan IVIG yang mengandung natrium tinggi harus digunakan dengan hati-hati pada individu Penggunaan IVIG sebagai modalitas terapi dengan kondisi hipertensi dan kelainan jantung. pertama kali digunakan pada awal abad ke-20 untuk mengobati beberapa penyakit menular, seperti pada 4. Reaksi anafilaksis yang parah jarang terjadi dan anak yang menderita difteri dan tentara Perang telah dilaporkan bahwa kejadiaan berhubungan Dunia I yang menderita tetanus. Sejak tahun 1950, dengan penggunaan sediaan IVIG antibodi IgG IVIG telah menjadi pengobatan standar untuk atau IgE anti-IgA pada pasien dengan defisiensi pasien imunodefisiensi. Di tahun 1970an, aktivitas IgA. imunomodulator IVIG diamati pertama pada pasien anak dengan Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) 5. Vaksin campak, gondok, dan rubella (MMR) tidak dan memberikan hasil memuaskan yang ditunjukkan boleh diberikan pada anak-anak yang menerima oleh normalisasi jumlah trombosit pada hampir semua terapi IVIG, karena IgG dapat melawan virus pasien yang diobati dengan IVIG. Dan mulai pada tahun yang dilemahkan dalam vaksin dan membuatnya 1990an, IVIG telah digunakan sebagai pengobatan tidak aktif. Oleh karena itu, vaksin harus ditunda standar pada berbagai penyakit imunologi seperti setidaknya selama sembilan bulan setelah terapi ITP, penyakit Kawasaki, sindrom Guillain-Barre, dan IVIG atau sebaliknya. chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP).1 Penggunaan IVIG pada Penyakit Autoimun Indikasi IVIG dapat diklasifikasikan menjadi Pada tahun 2011, National Demand Management beberapa kategori berdasarkan dari mekanisme aksi Programme (NDMP) yang didirikan oleh Departemen dan kondisi pasien, yaitu sebagai berikut:2 Kesehatan Inggris menerbitkan pedoman penggunaan 1. Sebagai terapi pengganti pada pasien Temu Ilmiah Reumatologi 2021 imunodefisiensi. 2. Sebagai terapi imunomodulator dan anti-inflamasi pada pasien: a. Imunomodulasi pada kelainan hematologi dan kelainan autoimun organ spesifik. b. Anti-inflamasi pada kondisi reumatik inflamasi, gangguan infeksi dan neurologis. 96

Peran Imunoglobulin Intravena dalam Tatalaksana Penyakit Reumatik Autoimun IVIG di Inggris dan Wales. NDMP mengkelompokkan terjadi, hal tersebut dipengaruhi dari metode setiap penyakit berdasarkan prioritas keperluan persiapan sediaan. Sediaan standar IVIG mengandung pemberian IVIG, dengan indikasi merah memiliki antibodi alami polireaktif, terutama antibodi anti- prioritas tertinggi, indikasi biru sebagai tingkat idiopatik, yang dapat menetralkan autoantibodi.5 prioritas berikutnya, lalu indikasi abu-abu memiliki prioritas lebih rendah dan menunjukkan kondisi Pada systematic review yang dilakukan oleh dimana bukti penggunaan IVIG kurang sehinnga Tamar Koleba dkk., farmakokinetik IVIG menunjukkan penggunaan hanya dipertimbangkan dan didukung variabilitas intrapopulasi dan interpopulasi yang dalam keadaan tertentu berdasarkan kondisi pasien.3 cukup besar. Secara umum, sebagian besar studi menemukan bahwa kadar IgG serum mengalami Tabel 1. Indikasi Penggunaan IVIG pada Penyakit penurunan cepat setelah diberikan, dan kemudian Reumatik berdasarkan Prioritas3 diikuti oleh periode penurunan yang lebih bertahap ke nilai awal. Berdasarkan studi pada individu dengan Merah (prioritas tinggi) kadar imunoglobulin yang normal, didapatkan volume Kawasaki disease distribusi 0,042 L/kg dan waktu paruh rata-rata IVIG Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (rata-rata ± SD) adalah 23 ± 4 hari. Waktu paruh serum Guillain-Barre ́ syndrome IgG adalah 23 hari, jauh lebih lama dibandingkan IgM Biru (prioritas sedang) (5 hari) dan IgA (7 hari). Pada studi lain, dilaporkan Inflammatory myopathies waktu paruh biologis 14 hari, dengan 23-58% IgG Congenital heart block didistribusikan secara intravaskular. Bersihan IVIG Autoimmune haemolytic anaemia pada individu dengan kadar imunoglobulin normal Abu-abu (prioritas rendah) adalah 0,30-0,32 L/hari.6 SLE without secondary immunocytopenias Stroke with APS Gambar 1. Kurva Kadar Serum IgG berdasarkan Waktu6 Catastrophic APS Systemic vasculitides and ANCA disorders Terapi IVIG pada Pasien Lupus Eritematosus CNS vasculitis Sistemik Systemic JIA Complex regional pain syndrome Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Hitam (tidak ada indikasi) Erythematosus, SLE) adalah penyakit autoimun RA multiorgan dengan manifestasi yang beragam. Chronic fatigue syndrome SLE berat membutuhkan terapi dengan agen imunosupresif sitotoksik yang dikaitkan dengan IVIG memberikan efek imunomodulator pada beberapa efek samping. Selain itu, pasien ini berisiko berbagai aspek seperti berinteraksi dengan antibodi tinggi terkena infeksi. IVIG sama amannya dengan anti-idiotipik, bergabung dengan sistem komplemen agen imunosupresif sitotoksik, selain itu IVIG dapat dan sitokin, membuat sitolisis sel target, menginduksi memberikan pertahanan tambahan terhadap infeksi. apoptosis melalui reseptor Fc, dan memodulasi Untuk alasan ini, IVIG telah digunakan untuk berbagai molekul ko-stimulasi.2,4 Awalnya efek IVIG yang manifestasi klinis pada SLE mulai dari manifestasi diketahui adalah blokade reseptor Fc dari sel sistem mukokutan, serosistis, hematologic, kardiak, renal, retikuloendotelial oleh bagian Fc dari imunoglobulin dan system saraf dengan respon cukup baik sampai yang diberikan. Penemuan selanjutnya mengaitkan memuaskan.7 Berdasarkan metaanalisis oleh efek netralisasi autoantibodi serta beberapa Rajalingham Sakthiswary dkk., didapatkan penurunan mekanisme lain seperti mengurangi kerusakan skor aktivitas penyakit secara signifikan di semua seluler yang dimediasi oleh komplemen dengan penelitian. Penurunan skor yang cukup besar terlihat cara menghambat produksi C5b‐9 membrane attack pada 6 minggu setelah terapi IVIG diberikan.8 complex, pembersihan produk komplemen aktif (C3b dan C4b), dan pelepasan serangan komplemen dari target seluler. IVIG juga dapat menghambat factor stimulasi sel B yaitu BAFF dan APRIL 4 Farmakologi IVIG Sediaan Intravenous Immunoglobulins (IVIG) berasal dari kumpulan plasma murni dari ribuan donor manusia yang telah disterilkan. Imunoglobulin diendapkan dari plasma manusia dengan metode fraksinasi. Modifikasi dari sediaan mungkin dapat Temu Ilmiah Reumatologi 2021 97

RM Suryo Anggoro Kusumo Wibowo Terapi IVIG pada Pasien Idiopathic Inflammatory Myopathies (IIMs) Berdasarkan rekomendasi dari pedoman Indonesian Rheumatology Association (IRA), IVIG Idiopathic Inflammatory Myopathies (IIMs) dapat diberikan pada trombositopenia atau atau merupakan penyakit kronis langka yang dimediasi NPSLE . IVIG menjadi salah satu pilihan lini pertama oleh imunitas dan ditandai dengan kelemahan otot lainnya pada pasien SLE trombositopenia. IVIG dapat proksimal yang progresif. IIMs mencakup berbagai diberikan dengan dosis 0,4 g/kg/hari selama 5 hari sindrom dengan manifestasi yang beragam dan dan dilakukan pemantauan secara berkala dalam 2-4 biasanya muncul pada pasien dewasa berusia 40-60 minggu.9 Pada NPSLE, IVIG diberikan sebagai terapi tahun atau anak-anak berusia 5-15 tahun. Penyakit lini ketiga untuk NPSLE inflamasi dengan gejala berat ini paling sering mencakup polymyositis (PM), setelah kortikosteroid, siklofosfamid, dan rituximab. dermatomyositis (DM), dan Inclusion Body Myositis Secara umum bukti ilmiah IVIG untuk berbagai (IBM). Terapi utama pada pasien IIMs adalah dengan manifestasi SLE dapat dilihat pada tabel 1. pemberian kortikosteroid dikombinasikan dengan azathioprine untuk dewasa dan methotrexate untuk Tabel 2. Level Bukti Ilmiah Penggunaan IVIG anak-anak. Sedangkan IVIG direkomendasikan dalam pada Lupus Eritematosus pengobatan DM resisten, atau juga dapat digunakan pada IIMs lainnya yang resisten terhadap agen Gambar 6. Rekomendasi Terapi IVIG pada SLE3 imunosupresan.11 Pada studi yang dilakukan oleh Marinos C. Dalakas dkk., dilakukan evaluasi pasien Terapi IVIG pada Pasien Catastrophic DM yang diberikan terapi kortikosteroid dan IVIG Antiphospholipid Syndrome (CAPS) dengan yang hanya diberikan terapi kortikosteroid saja. Setelah 3 bulan pemberian terapi, pasien yang Catastrophic Antiphospholipid Syndrome (CAPS) diberikan tambahan terapi IVIG mengalami perubahan merupakan suatu kelainan trombosis multiorgan yang signifikan pada kekuatan otot dan perbaikan mengancam nyawa yang dapat berkembang secara gejala neruomuskular.12 Selain itu, berdasarkan bersamaan atau dalam waktu singkat. Terapi CAPS studi yang dilakukan oleh Nobuyuki Miyasaka et memiliki 2 tujuan utama, yaitu terapi antikoagulan al., dilaporkan terdapat perubahan numerik yang yang bertujuan mengatasi thrombosis dan terapi lebih besar pada skor MMT dan ADL kelompok IVIG tambahan seperti IVIG, plasmaferesis, dan/atau daripada kelompok plasebo, tetapi perbedaannya agen imunomodulator.9 Berdasarkan pedoman tidak signifikan secara statistik. Selain itu, kelompok klinis terbaru dalam tatalaksana CAPS, pilihan terapi plasebo menunjukkan perubahan yang lebih besar yang diberikan mencakup kombinasi antikoagulan pada kadar serum CK dibandingkan dengan kelompok (Heparin), kortikosteroid, serta IVIG dan/atau IVIG, tetapi perbedaannya tidak signifikan secara plasmaferesis.10 statistik.13 Gambar 2. Pilihan Terapi CAPS9 Berikut merupakan kriteria pemberian terapi IVIG pada pasien DM berdasarkan panduan dari Eropa, 98 yaitu:14 1. Indikasi: Semua bentuk dari dermatomiositis, miositis badan inklusi dan polimiositis dengan derajat berat merupakan indikasi penggunaan IVIG. 2. Waktu pengobatan: a. Penggunaan dini IVIG pada dermatomiositis. b. Pada pasien dengan perjalanan penyakit fulminan, miolisis parah atau kelumpuhan, pengobatan lini pertama dengan imunoglobulin dapat dibenarkan. c. IVIG harus digunakan sebagai pengobatan lini kedua jika monoterapi steroid gagal menghasilkan perbaikan setelah 1 bulan, atau jika penurunan dosis steroid di bawah kadar Temu Ilmiah Reumatologi 2021

Peran Imunoglobulin Intravena dalam Tatalaksana Penyakit Reumatik Autoimun yang dapat diterima membuat kekambuhan, yang paling spesifik, sedangkan krioglobulin serta atau jika efek samping mencegah pengobatan hipokomplementemia adalah penanda prognostik steroid lebih lanjut. utama. Manifestasi klinis didominasi oleh sindrom sicca yang disebabkan oleh keterlibatan kelenjar 3. Durasi awal pengobatan: Pengobatan harus yang dimediasi imun, disertai dengan kelelahan, nyeri dilakukan selama 6 bulan. Apabila hasil terapeutik musculoskeletal, gejala sistemik, dan komplikasi belum tercapai setelah 6 siklus terapi, maka terapi limfoma pada 2% -5% pasien. Tatalaksana SjS belum IVIG harus dihentikan. Setelah 18 siklus terapi, berubah dalam beberapa dekade terakhir, yaitu washout period harus dicoba. terapi simptomatik dari sindrom sicca dan agen imunosupresi spektrum luas untuk gejala sistemik.18 4. Interval antar terapi: Terapi harus diberikan setiap 4 minggu. Percobaan washout period dapat Dalam tatalaksana SjS, IVIG memiliki peran meningkatkan waktu interval menjadi 6 minggu di beberapa kasus yaitu pasien SjS yang memiliki jika memberikan hasil terapeutik yang baik. manifestasi klinis anemia hemolitik, ganglionopati, dan Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy 5. Dosis IVIG: IVIG diberikan dengan dosis 2 g/kgBB/ (CIDP). Berdasarkan rekomendasi EULAR, pasien siklus pengobatan. SjS disertai anemia hemolitik dengan kadar Hb < 8 diberikan IVIG dan kortikosteroid sebagai terapi lini 6. Masa pemberian IVIG: Pemberian imunoglobulin pertama. Sedangkan pada kasus ganglionopati dan sebaiknya dilakukan selama 2-5 hari secara CIDP, IVIG menjadi terapi lini pertama.18 IVIG juga berturut-turut. mmeiliki peran mencegah blok jantung kongenital pada pasien dengan Sindroma Sjogren atau Terapi IVIG pada Pasien Vasculitis Sistemik autoantibodi Anti-Ro yang positif. Tidak banyak uji klinis IVIG pada vasculitis Gambar 3. Peran IVIG pada Tatalaksana Sindrome sistemik. Bukti ilmiah penggunaan IVIG pada sistemik Sjogren menurut Rekomendasi EULAR18 vasculitis hanya berupa laporan kasus saja. Satu uji klinis yang dilakukan oleh David Jayne dkk. dengan 99 membandingkan pasien ANCA-associated systemic vasculitis (AASV) yang diberikan terapi IVIG dan plasebo, didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan penurunan aktivitas penyakit yang lebih besar pada 1 bulan dan 3 bulan untuk pasien yang diberikan terapi IVIG. Namun, pemberian terapi IVIG tidak menunjukan penurunan aktivitas penyakit setelah 3 bulan lebih. Selain itu, didapatkan terjadi penurunan kadar C-Reactive Protein (CRP) yang lebih signifikan pada 1 bulan setelah pemberian IVIG. Akan tetapi, tidak ada penurunan kadar CRP yang signifikan setelah 1 bulan.15 Berdasarkan meta analisis yang dilakukan oleh Takashi Shimizu et al. tentang efikasi IVIG pada pasien AASV, didapatkan penurunan yang signifikan pada tingkat aktivitas penyakit, kadar ANCA, dan kadar CRP.16 Mengingat bukti ilmiah yang masih belum banyak pada alur tatalaksana ANCA Associated Systemic Vasculitis berdasarkan rekomendasi dari European League Against Rheumatism (EULAR), IVIG belum dimasukkan sebagai salah satu modalitas tatalaksanya. IVIG masih memiliki peran pada kasus refrakter yang tidak respon dengan metotrexat atau mofetil mikofenolat. Terapi IVIG pada Sindroma Sjogren Sjogren Syndrome (SjS) merupakan penyakit autoimun sistemik yang muncul dengan spektrum luas dari manifestasi klinis dan autoantibodi. Autoantibodi yang paling sering terdeteksi adalah antibody antinuklear, anti-Ro/SS-A merupakan antibody Temu Ilmiah Reumatologi 2021

RM Suryo Anggoro Kusumo Wibowo erythematosus. Clinical Reviews in Allergy & Immunology. 2005;29(3): 219-28. Terapi IVIG pada sklerosis sistemik 8. Sakthiswary R, D’Cruz D. Intravenous immunoglobulin Systemic Sclerosis (skleroderma atau SSc) in the therapeutic armamentarium of systemic lupus merupakan penyakit yang ditandai dengan fibrosis erythematosus: a systematic review and meta-analysis. pada kulit, organ viseral, dan matriks ekstraseluler, Medicine. 2014;93(16): e86. terutama kolagen tipe I dan tipe III, yang terdeposisi secara berlebihan.19 Berdasarkan studi yang dilakukan 9. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan oleh Takehara et al. dan Radstake et al., pemberian Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta: IVIG pada pasien dengan SSc memberikan perbaikan Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2019. pada sklerosis kulit yang ditandai dengan penurunan nilai dari modifed Rodnan skin thickness score (MRSS) 10. Tektonidou M, Andreoli L, Limper M, Amoura Z, Cervera R, akan tetapi efek IVIG tidak konsisten ditemukan Costedoat-Chalumeau N, et al. EULAR recommendations karena penelitian lain menunjukkan hasil yang tidak for the management of antiphospholipid syndrome in konsisten.19,20 Mengingat pilihan tatalaksana untuk adults. Ann Rheum Dis. 2019;78(10): 1296-304. berbagai manifestasi sclerosis sistemik saat ini sudah tersedia sehingga IVIG secara umum tidak digunakan 11. Meyer A, Scire C, Talarico R, Alexander T, Amoura Z, pada sclerosis sistemik. Avcin T, et al. Idiopathic inflammatory myopathies: state of the art on clinical practice guidelines. RMD Open. Simpulan 2019;4(Suppl 1): e000784. IVIG memiliki peran dalam tatalaksana penyakit 12. Dalakas M, Illa I, Dambrosia J, Soueidan S, Stein D, Otero C, reumatik autoimun karena memiliki kemampuan et al. A controlled trial of high-dose intravenous immune untuk memodulasi sistem imun pada beberapa globulin infusions as treatment for dermatomyositis. N tingkatan mulai dari efek terhadap sel imun sampai Engl J Med. 1993;329(27): 1993-2000. netralisasi autoantibodi. IVIG memiliki bukti ilmiah cukup baik pada SLE dengan trombositopenia, lupus 13. Miyasaka N, Hara M, Koike T, Saito E, Yamada M, Tanaka neuropsikiatrik, myopati inflamatori idiopatik, dan Y. Effects of intravenous immunoglobulin therapy in beberapa manifestasi pada Sindroma Sjogren seperti Japanese patients with polymyositis and dermatomyositis trombositopenia, neuropati perifer dan pencegahan resistant to corticosteroids: a randomized double-blind blok jantung kongenital akan tetapi umumnya pada placebo-controlled trial. Mod Rheumatol. 2012;22: 382- berbagai kasus autoimun tersebut IVIG digunakan 93. sebagai terapi pada kasus berat atau kasus yang refrakter dengan terapi lini pertama. 14. Enk A, Hadaschik E, Eming R, Fierlbeck G, French L, Girolomoni G et al. European guidelines (S1) on the use of Daftar Pustaka high-dose intravenous immunoglobulin in dermatology. 1. Martinez T, Garcia-Robledo J, Plata I, Urbano M, JEADV. 2016;30(10): 1657-69. Posso-Osorio I, Rios-Serna L, et al. Mechanisms of 15. Jayne D. Intravenous immunoglobulin for ANCA- action and historical facts on the use of intravenous associated systemic vasculitis with persistent disease immunoglobulins in systemic lupus erythematosus. activity. QJM. 2000;93(7):433-439. Autoimmunity Reviews. 2019;18(3): 279-86. 16. Shimizu T, Morita T, Kumanogoh A. The therapeutic 2. Arumugham VB, Rayi A. Intravenous Immunoglobulin efficacy of intravenous immunoglobulin in anti- (IVIG) [Updated 2021 Feb 11]. In: StatPearls [Internet]. neutrophilic cytoplasmic antibody-associated vasculitis: Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021. a meta-analysis. Rheumatology. 2019;59(5):959-967. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/ NBK554446/ 17. Yates M, Watts R, Bajema I, Cid M, Crestani B, Hauser T, et al. EULAR/ERA-EDTA recommendations for the 3. Mulhearn B, Bruce I. Indications for IVIG in rheumatic management of ANCA-associated vasculitis. Ann Rheum diseases. Rheumatology. 2014;54(3): 383-91. Dis. 2016;75(9): 1583-94. 4. Patil V, Kaveri S. The mechanisms of action of IVIG in 18. Ramos-Casals M, Brito-Zerón P, Bombardieri S, Bootsma autoimmune and inflammatory diseases. ISBT Science H, De Vita S, Dorner T, et al. EULAR recommendations for Series. 2013;8(1): 185-8. the management of Sjogren’s syndrome with topical and systemic therapies. Ann Rheum Dis. 2019;79(1): 3-18. 5. Seite J, Shoenfeld Y, Youinou P, Hillion S. What is the contents of the magic draft IVIg. Autoimmunity Reviews. 19. Takehara K, Ihn H, Sato S. A randomised, double-blind, 2008;7(6): 435-9. placebo-controlled trial: intravenous immunoglobulin treatment in patients with diffuse cutaneous systemic 6. Koleba T, Ensom MHH. Pharmacokinetics of intravenous sclerosis. Clin Exp Rheumatol. 2013;31(Suppl.76): S151- immunoglobulin: a systematic review. Pharmacotherapy. 6. 2006;26(6): 813-27. 20. Radstake T, Franke B, Hanssen S, Netea M, Welsing 7. Zandman-Goddard G, Levy Y, Shoenfeld Y. Intravenous P, Barrera P et al. The toll-like receptor 4 Asp299Gly immunoglobulin therapy and systemic lupus functional variant is associated with decreased rheumatoid arthritis disease susceptibility but does not 100 influence disease severity and/or outcome. Arthritis Rheum. 2004;50(3): 999-1001. 21. Fernandez-Codina A, Walker K, Pope J. Treatment algorithms for systemic sclerosis according to experts. Arthritis Rheum. 2018;70(11): 1820-8. Temu Ilmiah Reumatologi 2021

IgG4-Related Disease: Kapan harus curiga dan bagaimana pendekatan diagnosisnya? Perdana Aditya Rahman Divisi Reumatologi-Imunologi, Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK Universitas Brawijaya/ RSUD dr. Saiful Anwar, Malang Pendahuluan Patogenesis yang mendasari terbentuknya subklas IgG4 diduga diperankan oleh beberapa faktor, IgG4-related disease (IgG4-RD) adalah suatu antara lain: alergi, autoimun dan disregulasi sel T, dan kelompok penyakit yang terminologinya baru peranan mikrobiota. Alergi diduga sebagai salah satu dikenalkan pada tahun 2012. Beberapa jenis faktor yang mencetuskan karena sitokin-sitokin yang manifestasi klinisnya telah diketahui sejak lama, menggeser pembentukan subklas IgG4 sama dengan namun belakangan baru dikenal patofisiologi yang sitokin-sitokin Th2 yang menggeser pembentukan mendasarinya sama dimana didapatkan peranan subklas IgE, hal ini konsisten dengan temuan IgG4, beberapa di antaranya adalah: tiroiditis Riedel, laboratoris dimana seringkali dijumpai eosinofilia dan tumor Kuttner, dan penyakit Mikulicz. Secara klinis peningkatan IgE pada serum pasien. Autoimunitas IgG4-RD ditandai dengan adanya lesi tumefaktif dipikirkan pada IgG4-RD karena secara laboratoris (berbentuk tumor) yang melibatkan beberapa organ, juga dijumpai tampilan-tampilan pada autoimun, yaitu sehingga manifestasinya dapat sistemik. Selain itu adanya autoantibodi, penurunan komplemen serum. secara laboratoris didapatkan beberapa penanda Hal lain adalah karena antigen yang direspons dengan serta diagnosis histopatologis yang menunjukkan pembentukan IgG4 adalah antigen nonpatogenik, karakteristik yang sama: fibrosis storiform, flebitis namun protein-protein terapeutik, alergen dan obliteratif, eosinofilia dan infiltrasi limfoplasmasitik mungkin autoantigen. Mikrobiota dijumpai mengalami yang mengekspresikan IgG4. Patofisiologi yang perubahan proporsi pada subyek dengan pankreatitis mendasari juga masih menjadi pembahasan yang autoimun tipe 1. Fibrosis juga terjadi akibat pelepasan- menarik, diantaranya: autoimunitas, disbiosis, dan pelepasan sitokin profibrotik, seperti TGF-β yang disregulasi sel T (Stone et al., 2015; Hsieh et al., 2020; dilepaskan oleh beberapa subset dari limfosit T Wallace et al., 2020). (Wallace et al., 2015; Zwerina, 2016; Hamada et al., 2018; Pu, Zhang and Li, 2019). Patologi ini pertama kali dikenali pada tahun 2003 pada pasien dengan pankreatitis sklerotikans Manifestasi Klinis (pankreatitis autoimun tipe I) dan seiring dengan berjalannya waktu patologi-patologi serupa Manifestasi klinis IgG4-RD sangat beragam, dijumpai pada beberapa organ. Berbagai laporan dapat mengenai beberapa organ dan memberikan kasus menunjukkan kesamaan histopatologi pada gambaran histopatologi yang sama, biasanya dijumpai berbagai organ dan juga pada penyakit-penyakit keterlibatan organ multipel. Beberapa organ yang tertentu, seperti penyakit autoimun, keganasan dan sering terlibat dalam IgG4-RD dapat dilihat pada kelainan limfoproliferatif, sehingga memperkuat Gambar 1. peranan sistem imun/ disregulasi sistem imun pada patogenesisnya (Stone et al., 2015). Gambar 1. Distribusi organ yang telribat pada IgG4-RD, dapat terlihat manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah Patogenesis adanya massa (lesi tumefaktif)(Perugino and Stone, 2020). IgG4 adalah subklas IgG yang paling sedikit 101 dijumpai, namun demikian IgG4 ini memiliki keunikan dimana dapat mengalami Fab-arm exchange, sehingga membentuk imunoglobulin bispesifik dengan rantai berat yang terdiri dari dua jenis sehingga terjadi kegagalan taut silang (cross-link), pembentukan kompleks imun dan mungkin bersihan. Sehingga ketika terbentuk IgG4 ini maka akan banyak beredar di sirkulasi atau terdeposit menginfiltrasi jaringan- jaringan (Umehara et al., 2014). Temu Ilmiah Reumatologi 2021

Perdana Aditya Rahman kriteria eksklusi sebagian besar adalah diagnosis penyakit lain yang dapat menjelaskan manifestasi Pada pemeriksaan lebih lanjut baik laboratorium, klinis, artinya kecurigaan IgG4-RD dapat dipikirkan pencitraan dan histologi dapat dilihat pada Tabel 1. ketika tidak ada penyakit lain yang menjelaskan manifestasi klinis. Hal ini menjelaskan bahwa sebagai Tabel 1. Gambaran Laboratorium, Radiologi, dan klinisi, perlu selalu memikirkan diagnosis lain dan Histologi IgG4-RD (Deshpande et al., 2012).: tidak memaksakan suatu diagnosis. Laboratorium Kecurigaan juga perlu dipikirkan jika mendapatkan Eosinofilia eosinofilia yang tidak diketahui sebabnya, ditambah Peningkatan kadar IgE lagi jika gambaran laboratorium didapatkan Hipergammaglobulinemia hipergamaglobulinemia, peningkatan IgE total, dan Elektroforesa protein: pita mono/bi/poliklonal, beta-gamma komplemen yang rendah. Adanya respons klinis bridging dengan pemberian glukokortikoid juga memperkuat Kadar komplemen rendah dugaan IgG4-RD Kadar IgG4 >135 mg/dL Flowsitometri: peningkatan plasmablas sirkulasi Bagaimana pendekatan klinisnya? (CD19lowCD38+CD20-CD27+) Berbagai kriteria dan algoritma telah diusulkan Pencitraan pada beberapa publikasi, namun demikian sebagian Nodul/ massa soliter atau multipel besar berangkat dari manifestasi klinis seperti yang Pembesaran organ telah dijelaskan sebelumnya. Pemeriksaan selanjutnya Lesi homogen dengan batas tegas dapat dilakukan pencitraan untuk mendapatkan Penebalan atau penguatan (pasca kontras) gambaran tipikal adanya massa/ nodul pada organ Lesi hipointens pada sekuens MRI T2 dan juga penebalan pada retroperitoneum atau rongga thoraks. Gambaran klinis lain juga dapat Imunohistokimia terjadi akibat obstruksi baik vaskuler maupun Sel IgG4+ per lapang pandang besar >10 saluran (ductus) akibat fibrosis, misal pada kolangitis Rasio sel IgG4+/ total IgG+ >40% sklerotikans dan flebitis, sehingga pencitraan untuk menilai patensi lumen vaskuler/ duktus juga mungkin Histopatologi dipertimbangkan. Pemeriksaan laboratorium yang Mayor mendukung dapat dilihat pada Tabel 1 demikian juga (1) Infiltrat limfoplasmasitik yang padat dengan diagnosis definitif (histopatologis) dapat (2) Fibrosis, tersusun dalam bentuk storiform dilihat pada Tabel 1. (3) Flebitis obliteratif Lainnya Kesimpulan (1) Flebitis tanpa obliterasi lumen (2) Peningkatan jumlah sebukan eosinofil IgG4-RD adalah suatu entitas penyakit yang relatif baru dikenali baik dari patofisiologi dan patologi yang Pada tahun 2019, ACR/EULAR mengeluarkan terjadi. Karakteristik utamanya adalah didapatkan kriteria klasifikasi untuk IgG4-RD, pada kriteria dari lesi tumefaktif multiorgan, fibrosis storiform, flebitis ACR didapatkan 3 kriteria besar, yaitu kriteria masukan obliteratif dan infiltrasi limfoplasmasitik IgG4+. (entry criteria), kriteria luaran (exclusion criteria), dan Kecurigaan klinis perlu dipikirkan jika dijumpai kriteria inklusi (inclusion criteria), kriteria untuk ini manifestasi-manifestasi tersebut, namun demikian dapat dilihat pada lampiran (Wallace et al., 2020). manifestasi klinis yang pernah dilaporkan sangat bervariasi, sehingga ketika dijumpai penyakit dengan Kapan harus mencurigai IgG4-RD? keterlibatan multiorgan yang belum dapat dijelaskan penyebabnya disertai beberapa gambaran laboratoris Kasus-kasus IgG4-RD telah dilaporkan pada yang mendukung, maka perlu dipikirkan IgG4-RD beberapa publikasi baik dalam bentuk laporan sebgai salah satu etiologinya. kasus, kasus serial hingga studi epidemiologi. Dari pembahasan di atas, karakteristik klinis adalah Referensi adanya lesi tumefaktif. Lesi berbentuk massa ini dapat dijumpai pada berbagai organ, dapat ditemukan 1. Deshpande, V. et al. (2012) ‘Consensus statement secara klinis maupun dari pencitraan. Lesi ini juga on the pathology of IgG4-related disease’, Modern dapat dijumpai pada vaskuler yang memberikan Pathology, 25(9), pp. 1181–1192. doi: 10.1038/ gambaran gangguan aliran darah, selain itu juga dapat modpathol.2012.72. dijumpai lesi-lesi fibrotik (yang secara histopatologis memberikan gambaran tipikal, yaitu fibrosis storiform). Organ-organ tipikal untuk manifestasi klinis ini adalah: pankreas, kelenjar liur, saluran bilier, orbita, ginjal, paru, aorta, retroperitoneum, meningen, atau kelenjar tiroid. Pada kriteria ACR/EULAR 2019, 102 Temu Ilmiah Reumatologi 2021

IgG4-Related Disease: Kapan harus curiga dan bagaimana pendekatan diagnosisnya? 2. Hamada, S. et al. (2018) ‘Tohoku J. Exp. Med., 2018, 7. Umehara, H. et al. (2014) ‘IgG4-related disease and its 244, 113-117’, Tohoku J Exp Med, 244, pp. 113–117. doi: pathogenesis-cross-talk between innate and acquired 10.1620/tjem.244.113.Correspondence. immunity’, International Immunology, 26(11), pp. 585– 595. doi: 10.1093/intimm/dxu074. 3. Hsieh, S. C. et al. (2020) ‘The cellular and molecular bases of allergy, inflammation and tissue fibrosis in 8. Wallace, Z. S. et al. (2015) ‘IgG4-Related Disease: patients with IGG4-related disease’, International Baseline clinical and laboratory features in 125 patients Journal of Molecular Sciences, 21(14), pp. 1–24. doi: with biopsy-proven disease HHS Public Access’, Arthritis 10.3390/ijms21145082. Rheumatol., 67(9), pp. 2466–2475. doi: 10.1002/ art.39205.IgG4-Related. 4. Perugino, C. A. and Stone, J. H. (2020) ‘IgG4-related disease: an update on pathophysiology and implications 9. Wallace, Z. S. et al. (2020) ‘The 2019 American College of for clinical care’, Nature Reviews Rheumatology, 16(12), Rheumatology/European League Against Rheumatism pp. 702–714. doi: 10.1038/s41584-020-0500-7. Classification Criteria for IgG4-Related Disease’, Arthritis and Rheumatology, 72(1), pp. 7–19. doi: 10.1002/ 5. Pu, L., Zhang, P. and Li, G. (2019) ‘IgG4-related acute art.41120. interstitial nephritis and the potential role of mCRP autoantibodies: a case report’, Renal Failure, 41(1), pp. 10. Zwerina, J. (2016) ‘IgG4-related disease : current 657–661. doi: 10.1080/0886022X.2019.1635493. challenges and future prospects’, pp. 189–199. 6. Stone, J. H. et al. (2015) ‘Diagnostic Approach to the Complexity of IgG4-Related Disease’, Mayo Clinic Proceedings, 90(7), pp. 927–939. doi: 10.1016/j. mayocp.2015.03.020. Temu Ilmiah Reumatologi 2021 103

Perdana Aditya Rahman Lampiran The 2019 American College of Rheumatology/European League Against Rheumatism classification criteria for IgG4-related disease Step Categorical assessment or numeric weight Step 1. Entry criteria Yes† or No Characteristic* clinical or radiologic involvement of a typical organ (e.g., pancreas, salivary glands, bile ducts, orbits, kidney, lung, aorta, retroperitoneum, pachymeninges, or thyroid gland [Riedel’s thyroiditis]) OR pathologic evidence Yes or No§ of an inflammatory process accompanied by a lymphoplasmacytic infiltrate of uncertain etiology in one of these same organs Step 2. Exclusion criteria: domains and items‡ Clinical Fever No objective response to glucocorticoids Serologic Leukopenia and thrombocytopenia with no explanation Peripheral eosinophilia Positive antineutrophil cytoplasmic antibody (specifically against proteinase 3 or myeloperoxidase) Positive SSA/Ro or SSB/La antibody Positive double-stranded DNA, RNP, or Sm antibody Other disease-specific autoantibody Cryoglobulinemia Radiologic Known radiologic findings suspicious for malignancy or infection that have not been sufficiently investigated Rapid radiologic progression Long bone abnormalities consistent with Erdheim-Chester disease Splenomegaly Pathologic Cellular infiltrates suggesting malignancy that have not been sufficiently evaluated Markers consistent with inflammatory myofibroblastic tumor Prominent neutrophilic inflammation Necrotizing vasculitis Prominent necrosis Primarily granulomatous inflammation Pathologic features of macrophage/histiocytic disorder Known diagnosis of the following: 0 Multicentric Castleman’s disease Crohn’s disease or ulcerative colitis (if only pancreatobiliary disease is present) +4 +6 Hashimoto thyroiditis (if only the thyroid is affected) +13 If case meets entry criteria and does not meet any exclusion criteria, proceed to step 3. 0–16, as follows: Assigned weight is 0 if the Step 3. Inclusion criteria: domains and items¶ IgG4+:IgG+ ratio is 0–40% or Histopathology indeterminate and the number of IgG4+ cells/hpf is 0–9.** Uninformative biopsy Assigned weight is 7 if 1) the Dense lymphocytic infiltrate IgG4+:IgG+ ratio is ≥41% and the Dense lymphocytic infiltrate and obliterative phlebitis number of IgG4+ cells/hpf is 0–9 or Dense lymphocytic infiltrate and storiform fibrosis with or without obliterative phlebitis indeterminate; or 2) the IgG4+:IgG+ Immunostaining# ratio is 0–40% or indeterminate and the number of IgG4+ cells/hpf is ≥10 or indeterminate. Assigned weight is 14 if 1) the IgG4+:IgG+ ratio is 41–70% and the number of IgG4+ cells/hpf is ≥10; or 2) the IgG4+:IgG+ ratio is ≥71% and the number of IgG4+ cells/hpf is 10–50. Assigned weight is 16 if the IgG4+:IgG+ ratio is ≥71% and the number of IgG4+ cells/hpf is ≥51. 104 Temu Ilmiah Reumatologi 2021

IgG4-Related Disease: Kapan harus curiga dan bagaimana pendekatan diagnosisnya? Lampiran lanjutan Step Categorical assessment or numeric weight Serum IgG4 concentration Normal or not checked 0 > Normal but 5× upper limit of normal +4 2-5x upper limit of normal +6 >5x upper limit of normal +11 Bilateral lacrimal, parotid, sublingual, and submandibular glands 0 No set of glands involved +6 One set of glands involved +14 Two or more sets of glands involved 0 Chest +4 Not checked or neither of the items listed is present +10 Peribronchovascular and septal thickening Paravertebral band-like soft tissue in the thorax 0 +8 Pancreas and biliary tree +11 Not checked or none of the items listed is present +19 Diffuse pancreas enlargement (loss of lobulations) Diffuse pancreas enlargement and capsule-like rim with decreased enhancement 0 Pancreas (either of above) and biliary tree involvement +6 +18 Kidney +10 Not checked or none of the items listed is present Hypocomplementemia 0 Renal pelvis thickening/soft tissue +4 Bilateral renal cortex low-density areas +8 Retroperitoneum Not checked or neither of the items listed is present Diffuse thickening of the abdominal aortic wall Circumferential or anterolateral soft tissue around the infrarenal aorta or iliac arteries Step 4: Total inclusion points A case meets the classification criteria for IgG4-RD if the entry criteria are met, no exclusion criteria are present, and the total points is ≥20. * Refers to enlargement or tumor-like mass in an affected organ except in 1) the bile ducts, where narrowing tends to occur, 2) the aorta, where wall thickening or aneurysmal dilatation is typical, and 3) the lungs, where thickening of the bronchovascular bundles is common. † If entry criteria are not fulfilled, the patient cannot be further considered for classification as having IgG4-related disease (IgG4-RD). ‡ Assessment for the presence of exclusion criteria should be individualized depending on a patient’s clinical scenario. § If exclusion criteria are met, the patient cannot be further considered for classification as having IgG4-RD. ¶ Only the highest-weighted item in each domain is scored. # Biopsies from lymph nodes, mucosal surfaces of the gastrointestinal tract, and skin are not acceptable for use in weighting the immunostaining domain. ** ”Indeterminate” refers to a situation in which the pathologist is unable to clearly quantify the number of positively staining cells within an infiltrate yet can still ascertain that the number of cells is at least 10/high-power field (hpf). For a number of reasons, most often pertaining to the quality of the immunostain, pathologists are sometimes unable to count the number of IgG4+ plasma cells with precision yet even so, can be confident in grouping cases into the appropriate immunostaining result category. Temu Ilmiah Reumatologi 2021 105





Perhimpunan Reumatologi Indonesia


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook