Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore HERMIN NASKAH_PELANGIKOTATEMBAKAU

HERMIN NASKAH_PELANGIKOTATEMBAKAU

Published by HERMIN AGUSTINI, 2023-08-10 13:52:55

Description: HERMIN NASKAH_PELANGIKOTATEMBAKAU

Search

Read the Text Version

["\u201cSeperti Baba, tapi ada kumisnya, kan Baba gak punya kumis?\u201d gumam Badi heran sembari terus memandangi foto tua itu. Pada saat itu, Baba melewati kamar Badi dan menyapa dari arah belakang badi, \u201cBadi, Kok belum siap-siap berangkat sekolah? Kok ada fotonya Abah?\u201d Tanya Baba sambil melihat foto tua itu. \u201cAstaghfirullah,Baba ngagetin Badi saja,\u201d Kata Badi tersentak. \u201cHehehe lagian kamu berdiri kaku kayak batu dari tadi,\u201d Kata Baba terkekeh melihat Badi yang kaget. \u201cIni Lo baba, Badi penasaran dengan laki-laki yg ada di foto ini, mirip baba sih, tapi Badi yakin ini bukan baba,\u201d Wajah heran dan penuh penasaran muncul dari raut wajah anak usia 10 tahun ini. \u201cBeliau Abah, Ayah Baba, kakek kamu Badi, yang dulu sering baba ceritakan.\u201d Kata Baba tatapannya menerawang jauh seolah kembali ke masa lalu. \u201cWah ganteng sekali, wajar kalau Badi juga ganteng heheh,\u201d Badi tertawa renyah sambil mengusap pipinya sendiri. Abah adalah kakek Badi yang memiliki profesi pembuat kerajinan dari kayu. Ada banyak karya yang sudah ia hasilkan, salah satunya membuat lemari tua ini. Profesi yg sangat ia sukai saat bersama kayu-kayu ini. Sudah menjadi kegiatan sehari-hari Abah yang bergelut dengan berbagai macam jenis kayu. Cerita perjuangan ini bermula dari sini, Abah selalu berfikir bahwa kita hidup saling berkolaborasi untuk kelangsungan hidup. Faktanya memang benar terjadi, siklus makhluk hidup terjadi saling berkesinambungan dan berberhub- ungan. Seperti halnya Abah yang sangat senang dengan dunia pertukangan dan kayu. Lahan Abah pun begitu banyak tumbuhan yang sangat besar dan sangat lebat sekali. Setiap pagi Abah selalu membiasakan diri untuk menyirami semua tanaman yang ada di halaman rumah dan selalu mendatangi lahan pekarangan. Wajar saja jika Abah sangat senang sekali dengan warna hijau. Baginya warna hijau itu menentramkan dan menyejukkan hati. Ladang Abah hampir tidak ada yang kosong, semua selalu ada tumbuhan pohon besar atau bunga-bunga indah. Baginya, apabila kita menanam hal baik 151","maka kita akan menuai buah yg baik pula. Coba bayangkan jika sekeliling kita hidup tanpa adanya tumbuhan. Masihkan kita bisa bertahan hidup ? Masihkan kita bisa makan dan mampu melanjutkan hidup ini? Bukankah saat kita menulis kita membutuhkan kertas dan kertas juga dari tumbuhan. Bukankah kita bernafas juga hasil dari oksigen tumbuhan disekeliling kita? Coba semua manusia bisa merasakan apa yang Abah renungkan. Mungkin tidak ada gunung yang gundul, mungkin tidak ada hewan yang kehilangan rumahnya, bahkan mungkin juga polusi udara bisa berkurangi Hal inilah yg membuat Abah geram dengan perilaku beberapa orang yang kurang peduli dengan lingkungan di sekitarnya. Dedikasi yang tinggi ia tularkan ke masyarakat.Melalui cara membagi pengalaman saat merawat tanamannya. Menurutnya merawat tumbuhan saat ini sama seperti kita mewariskan secercah harapan untuk anak cucu nanti. Tidak sengaja cerita singkat dari Abah membuat Badi meneteskan air mata. Baba masih menatap foto itu dengan penuh rindu sosok Abah. Badi terkesimah dengan cerita perjuangan Abah dan menginspirasi Badi untuk selalu menjaga tumbuhan. \u201cBaba, Badi akan menjaga tumbuhan yg Abah wariskan kepada Badi,\u201d Ucap Badi sambil mengusap buliran bening di sudut matanya agar tak tumpah. Teman-teman, tugas kita menjaga alam semesta ini dengan merawat tum- buhan yang ada di lingkungan. Ayo kita peduli mulai saat ini. Kalau bukan kita siapa lagi. Badi akan senang sekali jika teman-teman juga mau ikut peduli dengan lingkungan sekitar.. Profil Penulis Dewi Khumairoh lahir di Jember, Jawa Timur tanggal 02 Agustus 1995 bisa dihubungi melalui HP. 082302425734 atau e-mail: khu- [email protected]. Pendidikan non formal di dalam pe- santren Miftahul Ulum Kaliwates ia tempuh semasa Aliyah hingga kuliah S-1. Pendidikan berikutnya ditempuh di IAIN Jember pro- gram studi Pendidikan Agama Islam dengan mendapatkan 152","beasiswa DIPA yang dimulai tahun 2013 hingga selesai tahun 2017. Pascasarjana ia tempuh di kampus yang sama pada tahun 2020. Kariernya se- bagai tenaga pengajar dimulai tahun 2018 sebagai guru Al-Qur\u2019an dan guru siroh nabawiyah di SD Al-Furqan Jember.. Penulis buku \u201cPerjuangan Guru Tiada Tepi\u201d ini memiliki keyakinan bahwa menulis dan mendidik adalah ladang amal yang tidak akan terputus walau sampai akhir waktu. 153","ANAK-ANAK ISTIMEWAKU Oleh : Kris Sulistiyoningsih, S.Pd SDN SUMBERSARI 01 Amelia berjalan tertatih menuju ke arahku. Dia menjelaskan bahwa hari itu dia tidak membawa penggaris busur, padahal ada pelajaran matematika tentang sudut. Makanya, dari tadi aku lihat dia hanya diam saja ketika semua teman- temannya mulai mengerjakan soal latihan. \u201cApa semalam kamu tidak belajar, Nak? Kenapa lupa membawa peng- garis busur?\u201d tanyaku dengan senyum kepadanya. \u201cBelajar, Bu. Saya sudah mengerjakan PR sudut, tetapi lupa penggaris busurnya tertinggal di meja belajar,\u201d jelasnya dengan wajah menyesal. Amelia, salah satu muridku di kelas empat. Kaki sebelah kirinya lebih kecil dari yang sebelah kanan, membuat jalannya agak pincang. Sementara, mata sebelah kanannya tertutup dan buta, karena ada kerusakan pada korneanya se- jak lahir, jadi hanya mata sebelah kirinya yang berfungsi. Dia memang memiliki banyak kekurangan dibandingkan teman yang lain di kelasnya, tetapi soal ke- mampuan intelektual dia memiliki kepandaian yang lebih di kelas. Saat aku mem- berinya tugas atau soal ulangan, dia adalah anak pertama yang me- nyelesaiakannya. Ketika aku bertanya siapa yang bisa mengerjakan tantangan dan menuliskan jawaban di papan tulis, maka dia akan cepat mengangkat tangan dan berjalan tertatih-tatih untuk segera maju ke depan dengan penuh semangat. Dia benar-benar istimewa. Rambut gadis itu dikepang dua, dengan pita merah putih yang melingkar indah di rambutnya yang sedikit pirang. Bukan karena dia anak blasteran luar negeri, tetapi karena seringnya terkena terik panas matahari. Baju seragamnya tidak lagi berwarna putih, sudah sedikit kusam. Namun, masih terlihat rapi. \u201cPinjam dulu sama temanmu, ya, Nak,\u201d saranku padanya. Dia tidak menjawab dan hanya menggeleng dengan wajah sedih. \u201cTeman sebangkumu?\u201d tanyaku lagi. \u201cAih, aku tidak mau berbagi penggaris busur dengan anak buruh tani.\u201d Tiba-tiba Nadira menyahut dengan bibir sedikit manyun. 154","\u201cNadira? Sini sebentar, Nak.\u201d Pintaku dengan senyum ramah. \u201cJangan paksa aku meminjamkan penggaris busurku, Bu.\u201d \u201cTidak, ibu hanya ingin berbicara sesuatu padamu,\u201d jawabku dengan lem- but. Nadira pun melangkah menghampiriku dengan kesal, lalu dia berdiri di samping Amelia. Nadira adalah anak tunggal, orang tuanya memiliki usaha kuliner yang cukup sukses. Gerai waralabanya ada di hampir seluruh penjuru kota di Jawa timur. Pakaian dan alat-alat sekolahnya terlihat mahal-mahal. \u201cKamu tidak meminjamkan penggaris busur kepada Amelia tidak apa-apa, tetapi kamu tidak boleh menghina profesi orang tua temanmu. Kamu, setiap hari makan apa?\u201d Tanyaku lembut. \u201cMakan nasi dan ayam, Bu. Ayah dan Ibu saya jualan lalapan ayam, Ibu guru mau?\u201d Tanyanya spontan. Sontak aku tertawa mendengar kalimatnya. \u201cBukan begitu maksud Ibu. Mengertikah kamu bahwa nasi itu berasal dari beras dan tidak bisa langsung ada di meja makanmu atau di warung lalapan orang tuamu, tetapi harus di proses dulu oleh petani dan ayah Amelia yang ber- juang keras membantu para petani, hingga panen kemudian dibeli oleh orang tuamu.\u201d Jelasku pada Nadira yang kemudian menunduk dan terdiam. \u201cSebenarnya kamu anak yang tidak pelit, buktinya kamu menawarkan kepada Ibu untuk makan nasi lalapan di warung orang tuamu. Kenapa kamu tidak mau berbagi dengan Amelia?\u201d Tanyaku lagi. \u201cTapi, penggaris busur saya hanya satu, Bu. Kalau dipinjam Amel, saya pakai apa?\u201d Nadira balik bertanya. \u201cNah, kamu bisa mengatakan dengan baik-baik, ya Nak.\u201d Kataku menasihatinya. \u201cI-iya, Bu.\u201d Jawab Nadira sembari menganggukkan kepalanya. \u201cSekarang apa yang harus kamu lakukan?\u201d tanyaku lagi. \u201cMeminta maaf, Bu.\u201d Jawabnya pelan. \u201cNah, kalau begitu, lakukanlah sayang\u201d pintaku lembut. Nadira mengulurkan tangan mungilnya ke arah Amelia yang tentu saja membu- atku tersenyum lega melihatnya. 155","\u201cMaafkan aku, Mel.\u201d Meskipun wajah Nadira belum menampakkan keikhlasan. Namun, paling tidak Nadira sudah memahami kesalahannya. Amelia mengangguk. Nadira kembali ke tempat duduknya. \u201cIn-nihh... a-hkuhh... njham-mihh... bhush... shuurh... khuuh....\u201d Tiba-tiba Nita mendekati Amelia. Nita juga salah satu siswa istimewa di kelas. Bibirnya sumbing, ada keru- sakan permanen di rongga mulutnya yang membuat suaranya bindeng, karena udara yang seharusnya keluar dari mulut malah lolos langsung keluar dari hidung. Nita tidak sepandai Amelia, tetapi dia gadis ceria yang sangat mudah bergaul meskipun secara fisik dia tidak sempurna. Pendengarannya juga sedikit terganggu, dia lebih sering memahami penjelasan orang lain dari membaca gerak bibir. Salah satu alasan mengapa aku memberinya tempat duduk di bangku paling depan. Sekolah kami memang bukan sekolah inklusi, tetapi sekolah kami menerima anak-anak istimewa yang memiliki semangat belajar sama dengan anak-anak lain. Apalagi sekolah khusus inklusi yang ada daerah kami lumayan jauh, jika ada yang dekat biayanya pun mahal. Untuk itu, kami memberikan kes- empatan dan hak yang sama bagi mereka yang tidak mampu untuk bersekolah. Kami berusaha melayani mereka dengan fasilitas dan kemampuan membimbing seadanya yang kami miliki. \u201cKamu membawa penggaris busur dua, Nit?\u201d tanyaku. \u201cShah... thuh.. tha-phiihh... a-hkuhh... shuh... dhahh... slehh... sehh...,\u201d ja- wabnya terbata sambil menunjukkan satu jarinya dan tersenyum. \u201cKamu sudah selesai, Nak. Alhamdulillah,\u201d kataku sambil menepuk ba- hunya dengan penuh kasih sayang. Amelia tersenyum, wajah mungilnya lang- sung berbinar. Diraihnya penggaris busur yang ada di tangan Nita. \u201cTerima kasih,\u201d ucap Amelia gembira disambut anggukan kepala Nita. Kedua gadis kecil itupun saling berpelukan, lalu mereka kembali ke tempat duduk masing-masing dengan wajah ceria. Aku tersenyum bangga. 156","Profil Penulis Nama saya Kris Sulistiyoningsih, lahir di Bandung 16 Ok- tober 1979. Saya menyelesaikan kuliah di Universitas Jember pada tahun 2012 dan menjadi guru honorer sejak tahun 2004 di SDN Bintoro 05 yang sekarang telah mer- ger menjadi SDN Bintoro 01. Pada tahun 2014, alham- dulillah saya terjaring tes CPNS melalui jalur K2 dimana pada saat itu saya sedang mengajar di SDN Jomerto 02. Tahun 2015 saya ditempatkan di SDN Jelbuk 01 dan pada tahun 2017 saya mutasi di SDN Sumbersari 01 hingga sekarang. Saya memiliki hobby membaca dan menulis juga membuat video. Mengikuti beberapa pelatihan menulis cerpen, novel dan juga editing video saya tekuni beberapa tahun ini. Masih jauh dari kata sempurna, tapi saya terus belajar dan berusaha untuk mem- buat tulisan saya lebih baik lagi agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Bagi saya belajar itu sepanjang hayat, tidak mengenal kata tua dan harus tetap semangat untuk terus menebarkan kebaikan. 157","SAHABAT SPESIALKU Oleh : Ida Ernawati SMA Negeri 4 Jember Memasuki sekolah menengah atas negeri terdekat dengan rumah merupakan impianku selama ini. Sekolah ini termasuk kategori sekolah favorit di kotaku. Beruntung sekarang untuk masuk sekolah ini ada jalur zonasi, sehingga dengan jarak dua kilo meter dari rumah, aku lolos dan diterima di sekolah ini. Aku merasa tidak yakin diterima jika tidak ada jalur zonasi, mengingat nilaiku pas- pasan dan memang aku bukan tergolong anak yang cerdas. Namun, aku berjanji dalam hatiku, apabila bisa memasuki SMA Negeri ini aku akan belajar lebih giat lagi. Kegiatan di sekolah ini diawali dengan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS). Senang sekali bertemu teman-teman baru di hari pertama. Kami saling berkenalan dengan menyebutkan nama, tempat dan tanggal lahir, alamat, hobi, cita-cita, dan motto. Sangat beragam cara kami dalam menyampaikan perkenalan. Ada yang mengundang tawa, ada yang seperti ketakutan (grogi) karena menyampaikannya dengan berdiri dan disaksikan seluruh peserta didik kelas X, OSIS, dan bapak ibu guru. Namun, dilihat dari motto yang saya dan teman-teman sampaikan, terlihat kalau semua sangat bersemangat. Masa MPLS selesai. Hari Senin, setelah upacara bendera kami memasuki kelas masing-masing. Aku tadi datang ke sekolah agak terlambat, sehingga tidak sempat meletakkan tas di kelas. Ketika hendak masuk kelas pun masih dipanggil Kak Rastya dari OSIS. Kelas X-10 berada di lantai dua bersebelahan dengan ruang seni, tepatnya di atas ruang guru. Sesampai di pintu langkahku terhenti, kulihat semua tempat duduk sudah terisi. Aku melangkah lagi setelah kulihat ada tersisa satu kursi di depan meja guru. Aku ulurkan tanganku pada teman yang sebangku denganku untuk berkenalan. 158","\u201cKenalkan, namaku Nizar, namamu siapa?\u201d sebutku. Namun, dia hanya menunduk tidak peduli. Aku tidak bertanya lagi, karena terdengar bel tanda masuk. Setelah itu ada ibu guru yang memasuki ruangan, dan kami berdiri sesuai arahan pengeras suara dari ruang TU untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza. Selesai berdoa, Ibu Ayna memperkenalkan diri. Beliau akan mendampingi kami selama setahun ini sebagai wali kelas dan mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Kami saling memperkenalkan diri dan tiba giliran teman sebangkuku untuk berkenalan, namun ia tidak segera memperkenalkan diri. Aku tidak mengerti mengapa dia asyik sendiri menggoyang-goyangkan kepala dan sebagian badannya ke depan dan ke belakang. Bu Ayna memanggilnya dengan menyentuh pundaknya, namun, tetap tidak menghiraukan. Akhirnya Bu Ayna memperkenalkan bahwa nama teman di sebelahku adalah Azka Arrayhan, biasa dipanggil Azka. \u201cBaik anak-anak, apa kalian masih ingat dengan teks laporan hasil observasi?\u201d tanya Bu Arna mengawali pembelajaran bab satu. \u201cSaya, Bu,\u201d jawabku sambil kuangkat tangan kananku. \u201cIya, Nizar,\u201d jawab Bu Ayna. \u201cTeks laporan hasil observasi adalah teks yang ditulis berdasarkan hasil dari observasi atau penelitian,\u201d jawabku. \u201cIya, benar. Apakah ada yang lain?\u201d tanya Bu Ayna. \u201cAzka?\u201d tanya Bu Ayna sambil mendekati Azka. \u201cIni jawaban Azka,\u201d kata Bu Ayna sambil menunjukkan tulisan Azka di bukunya kepada kami. Di buku itu tertulis dengan rapi bahwa teks laporan hasil observasi adalah teks yang berisi informasi tentang suatu obyek setelah diteliti. Kami terdiam dengan pikiran masing-masing. Dalam hatiku, ingin bertanya siapa 159","sebenarnya Azka. Dalam waktu cepat dia bisa menuliskan jawaban di bukunya, padahal dia terlihat seperti tidak memperhatikan Bu Ayna. Pembelajaran terus berjalan, aku sibuk memikirkan bagaimana cara aku bisa bertanya tentang teman sebangku. Aku merasa temanku ini aneh. Bersyukur, setelah menyelesaikan tugas aku maju untuk menunjukkan tugasku. \u201cBu, saya boleh bertanya?\u201d \u201cBoleh, ada apa?\u201d tanya Bu Ayna masih menatap buku tugasku. \u201cTentang Azka!\u201d jawabku agak pelan takut terdengar oleh Azka. Bu Ayna spontan menoleh kepadaku. \u201cAda apa dengan Azka?\u201d \u201cMohon maaf, Bu. Mengapa Azka seperti itu?\u201d \u201cSeperti itu bagaimana?\u201d aku kebingungan mau menyampaikan pertanyaanku. \u201cDia sangat cuek dan tidak bersahabat!\u201d jawabku dengan mendeskripsikan sosok Azka. \u201cKamu sebagai teman sebangkunya yang sabar ya, sebenarnya Azka mengalami satu hambatan dalam berkomunikasi. Dia tergolong anak autis,\u201d jawab Bu Ayna sangat berharap kepadaku. \u201cAutis itu apa?\u201d aku tidak mengerti. \u201cAutis merupakan gangguan perkembangan otak dan saraf yang dialami sejak seseorang dilahirkan hingga sepanjang hidupnya,\u201d jawab Bu Ayna. Aku belum bisa memahami. \u201cGangguan ini memengaruhi seseorang dalam berkomunikasi, bersosialisasi, berperilaku, dan dalam belajarnya,\u201d lanjutnya. \u201cWah \u2026,\u201d aku merasa iba dengan kondisi Azka. \u201cApa yang bisa saya lakukan untuk Azka, Bu? Dia tidak mau mengenalku,\u201d kataku lagi. \u201cKamu santai saja, jangan membicarakan kelemahan yang dialami Azka. Perlakukan dia sewajarnya dan jangan mengganggunya,\u201d jawab Bu Ayna. \u201cBaik Bu,\u201d aku kembali ke tempat dudukku. 160","Saat istirahat, aku ingin mengajaknya ke kantin untuk membeli bakso atau makanan yang agak pedas untuk menghilangkan rasa kantuk, tetapi kuurungkan niatku karena kulihat dia membuka bekalnya.. Aku pun meninggalkannya seorang diri di kelas. Sambil memesan bakso, aku buka gawaiku untuk mencari tahu tentang autis. Aku merasa penasaran sekali dengan sahabat yang cuek ini. Benar seperti yang dikatakan Bu Ayna bahwa autis adalah gangguan perkembangan pada anak yang menyebabkan kemampuan berkomunikasi dan sosialisasinya terganggu. Sudah tentu hal ini berpengaruh pada proses belajarnya. Sedangkan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui. \u201cIni, Mas,\u201d suara Bu Nina sambil menaruh semangkok bakso di depanku. \u201cTerima kasih, Bu,\u201d sahutku. Aromanya membuatku ingin segera menyantapnya. Malam hari, ibu memasuki kamarku. Seperti biasa, ibu selalu mengontrol belajarku dan menanyakan beberapa hal tentang sekolah. Aku pun bercerita tentang sahabat sebangku yang aneh menurutku. \u201cKata Bu Ayna, dia autis, Bu,\u201d jawabku. \u201cOh ya? Bagus sekali, kamu bisa belajar banyak hal dari dia,\u201d jawab ibu. \u201cBagaimana aku bisa belajar dari dia, Bu? Dia selalu diam, seperti tidak mau mengenalku,\u201d jawabku berlawanan dengan ibu. \u201cJustru itu, kamu bisa belajar banyak hal dari dia,\u201d aku belum paham yang dimaksud ibu. \u201cBegini, siapa pun di dunia ini tentunya tidak ingin memiliki anak atau keluarga yang mengalami autis atau berhambatan bahkan cacat. Tuhan memberikan yang demikian berarti ada tanggung jawab kita sebagai makhluk- Nya untuk turut membantu sesama yang mengalami hambatan. Nah, saat ini giliranmu yang memiliki teman unik itu. Kamu harus memupuk rasa pedulimu untuknya,\u201d jelas ibu. \u201cIya, Bu, tetapi aku tidak tahu, apa yang harus aku lakukan? Dia hanya diam saja. Aku ajak kenalan, jangankan menjabat tanganku, menoleh saja tidak,\u201d aku mulai kesal kepada ibu. 161","\u201cAnak autis memang memiliki kendala dalam berkomunikasi, bersosialisasi, dan secara otomatis berpengaruh pada pembelajarannya,\u201d kata ibu. \u201cNah, tip buat kamu dalam berkomunikasi dengan dia, cobalah mulai besok kalau berbicara dengannya menggunakan kata-kata yang singkat, dan pengucapannya dengan pelan (beri jeda setiap katanya). Kalau perlu diulang, biar dia bisa mendengarnya dengan jelas. Beri kesempatan kepadanya untuk memahami kata-katamu. Jika belum jelas, coba iringi dengan gerakan tubuh. Misalnya kamu mau mengajaknya belajar Bahasa Indonesia, maka ambillah buku Bahasa Indonesia. Jangan lupa panggil dia dengan namanya, jangan memberikan lebel apa pun yang bukan namanya,\u201d jelas ibu. \u201cSebenarnya, apa yang menyebabkan seorang anak terlahir autis, Bu?\u201d \u201cAutisme disebabkan adanya perpaduan antara faktor genetik dan lingkungan. Gen tertentu dari orang tua dapat meningkatkan risiko pada anak untuk mengalami autisme. Begitu pula bahan kimia dalam pestisida dapat berdampak buruk,\u201d \u201cApakah autis ini tidak bisa diobati, Bu?\u201d ibu tersenyum. \u201cWah, kamu kok seperti pasien sedang mewawancarai seorang dokter?\u201d ibu menyelidik. Aku tersenyum. \u201cSampai saat ini, belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan autisme, namun beberapa metode terapi dapat membantu anak autis dalam meningkatkan kemampuannya,\u201d \u201cSudah, kamu sekarang belajar. Terpenting mulai besok terapkan tip yang ibu sampaikan tadi,\u201d \u201cSebentar, Bu. Aku tadi mengajaknya ke kantin, tapi ya gitu dia tidak mempedulikanku, dia malah membuka kotak makannya, dan tidak menawariku,\u201d aku ingin tertawa mengingat tingkah sahabatku ini. \u201cWah, dia tidak boleh makan sembarangan. Dia harus diet ketat. Pasti ibunya sudah memilihkan menu terbaik untuknya. Untuk makan jangan mengajak dia, bisa berbahaya baginya,\u201d \u201cOh begitu, baik, Bu,\u201d jawabku. 162","\u201cSatu lagi, Bu. Autis ini menular?\u201d tanyaku penuh kekhawatiran. Tetapi ibu malah tersenyum. \u201cTidak, jangan khawatir ya?\u201d jawab ibu sambil menutup pintu kamarku. Beruntung aku memiliki ibu yang berprofesi sebagai seorang dokter. Hari masih pagi, ketika aku sampai di sekolah. Aku langsung menuju ke kelasku di lantai dua. Ternyata Azka sudah berada di kelas. Dia berdiri menghadap jendela, sambil memainkan tangannya. Aku amati dari tempat dudukku, apa yang dia lakukan. Ternyata dia memainkan cahaya dengan tangannya, sehingga cahaya itu kadang menembus matanya kadang tertutup telapak tangannya. Dia tersenyum sendiri sambil berkata gelap\u2014terang\u2014 gelap\u2014terang berulang kali. Benar, ketika cahaya tertutup telapak tangannya dia berkata gelap, dan ketika cahaya sampai ke matanya dia berkata terang. Benar- benar unik, sahabatku ini. \u201cHey anak dungu! Ayo ikut upacara! Enak sekali kau di kelas tidak ikut upacara!\u201d teriak Ardhan. Aku terkejut dengan panggilan itu. \u201cDia bernama Azka!\u201d Seruku. \u201cKenapa, kau! Mau bela anak dungu itu!\u201d aku ingin menampar mulut Ardhan. \u201cKamu ini siapanya, bela dia, kakeknya?\u201d kata-katanya semakin mengejekku. \u201cHentikan bicaramu!\u201d pekikku. \u201cLihat! Dia bicara sendiri, gila kan?\u201d sungguh aku ingin meninjunya. \u201cSudah-sudah! Ardhan! Kamu segera turun!\u201d kata Danendra, ketua kelas. Sambil mengacungkan tinjunya ke arahku, Ardhan keluar dari kelas. Aku mendekati Azka yang masih saja berbicara gelap\u2014terang\u2014gelap\u2014 terang sambil tersenyum-senyum. \u201cAzka, upacara, kita turun!\u201d ajakku sambil menggandengnya. Dia menurut. Aku ambil tempat di belakang untuk menjauhkan Azka dari Ardhan. 163","Entah siapa yang menunjuk, tiba-tiba Ardhan sebagai pemimpin barisan kelas X-9. Dia berjalan ke belakang untuk meluruskan barisan. \u201cKamu ini bisa berbaris tidak sih?\u201d kata Ardhan sambil mengarahkan tinjunya ke lengan Azka, sehingga Azka jatuh tersungkur. Spontan teriakan teman-teman perempuan ramai di lapangan upacara. Aku ingin membalas, namun kuurungkan, karena dicegah Nindi dan Wulan. Azka bangun dan berlari ke kelas sambil menangis. Aku ingin mengikuti Azka, namun kulihat Bu Ayna sudah menyusulnya. Selesai upacara, aku bermaksud menasihati Ardhan supaya tidak kasar terhadap Azka. Aku ingin menjelaskan memang Azka anak spesial yang harus kita bantu keterbatasannya. Namun dia malah marah hendak memukulku. Beruntung ada Pak Santo (guru BK) yang melihat kami, sehingga kami langsung dibawa ke ruang BK untuk mendapat pembinaan. Lebih kurang setengah jam kami berada di ruang BK. Pahamlah kami dengan keberadaan Azka di sekolah ini. Meskipun dia tergolong anak berkebutuhan khusus (autis), tetapi dia bisa sekolah di sini karena sekolah ini merupakan sekolah inklusi yang berhak menerima dan melayani anak berkebutuhan khusus. Aku dan Ardhan berjabat tangan sebagai tanda kami saling memaafkan. Sesampai di kelas, kulihat Azka masih menunduk di mejanya memegang kedua telinganya sambil berkata takut\u2014takut\u2014takut. Pak Santo menyuruh Ardhan untuk meminta maaf kepada Azka. Namun Azka yang melihat Ardhan malah tantrum\u2014menangis dengan keras\u2014takut dengan Ardhan. Aku kebingungan bagaimana cara menjelaskan pada Azka bahwa Ardhan mau meminta maaf. Aku ingat saat membaca tentang anak autis di google semalam, bahwa anak autis memiliki keistimewaan visual yang kuat. Aku mencari gambar di google dua anak berjabat tangan untuk saling memaafkan. Setelah perlahan aku tunjukkan pada Azka dan aku jelaskan bahwa Ardhan mau meminta maaf, maka dia mengangguk dan menerima jabat tangan Ardhan. Hari-hari berikutnya kami semakin mengerti bahwa di kelas kami ada sahabat yang memerlukan dukungan yang tulus dari kami. Kami bisa melalui bersama seiring sejalan saling membantu, tidak hanya kepada Azka, tetapi juga kepada 164","semua anggota kelas. Waktu terus berjalan, aku semakin menyadari bahwa ternyata Azka bukanlah anak yang lemah cara berpikirnya. Azka memiliki ingatan yang kuat dalam pembelajaran. Tidak jarang dia membuat kami terkejut dan heran, di saat kami lupa dia justru dapat mengingat pembelajaran dengan baik dan sempurna. Di balik kelemahannya tersimpan sejuta keistimewaan di dirinya. Tuhan selalu memberikan keistimewaan di balik keterbatasan. Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban. Profil Penulis Ida Ernawati, putri pertama almarhum Bapak Fauzi dan almarhumah Ibu Murtiasih mengawali aktivitas sebagai guru di sekolah luar biasa di Banyuwangi. Bersama anak-anak berkebutuhan khusus, ia banyak menulis fiksi (puisi, cerpen, dan novel) dan nonfiksi hasil penelitian terhadap anak berkebutuhan khusus dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Buku yang sudah diterbitkan berupa buku kumpulan puisi \u201cDua dan Ranai Mara\u201d pada tahun 2011, \u201cMerenda Asa dalam Jalinan Kata\u201d pada tahun 2015. Novel perdana bertajuk \u201cRanai Rena\u201d 2018 dan sembilan buku antologi karya bersama fiksi dan nonfiksi. Sejak 1 Juli 2020, ia beraktivitas di SMA Negeri 4 Jember. Ia membukukan karya siswa \u201cImajinasi Sang Pemimpi\u201d (2021) dan \u201cCeloteh Abu-Abu Putih\u201d (2022). Saat ini novel yang bertajuk \u201cMeretas Keterbatasan\u201d baru saja diterbitkan. Berupaya menulis kejadian hari ini merupakan hal bijak, dibanding harus berpikir dan berpikir untuk hasil terbaik tetapi tidak pernah terwujud\u201d. Motto ini selalu tertanam dalam benaknya. TAMAT. 165"]


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook