Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore HERMIN NASKAH_PELANGIKOTATEMBAKAU

HERMIN NASKAH_PELANGIKOTATEMBAKAU

Published by HERMIN AGUSTINI, 2023-08-10 13:52:55

Description: HERMIN NASKAH_PELANGIKOTATEMBAKAU

Search

Read the Text Version

["Profil Penulis Ni\u2019matul Khoiroh, M.Pd, lahir di Jember 19 Juli 1981. Mengabdikan diri sebagai Kepala SMPN 3 Puger. Pernah meraih Juara 1 tingkat na- sional Inovasi Pembelajaran SMP Terbuka tahun 2016. Buku Solo yang pernah ditulis adalah Novel dengan judul \u201cCinta Arini Sahabat di Dunia Maya\u201d, \u201cSuamiku Bukan Sua- miku\u201d dan \u201cSenandung Cinta Arini\u201d. Buku Antologi Kitab Putiba \u201cHari Hari Huru Hara\u201d, \u201cTakziyah Bulan Tujuh\u201d. An- tologi Pentigraf Anti Korupsi \u201cHanya Nol Koma Satu\u201d. Buku Ilmiah yang pernah ditulis \u201cBlended Learning Melesatkan Motivasi dan hasil Belajar\u201d, Memoar dengan judul \u201cDengan Shalawat Kuraih Derajat dan Pangkat\u201d. Nomor kontak yang bisa dihubungi : 085236008002, email: [email protected], FB https:\/\/www.facebook.com\/ninik.elk99. IG: nkhoiroh. Alamat rumah Jl. Garuda 55 RT 02 RW 01 Karangrejo Gumukmas Jember- Jatim. 51","SANG JUARA Wiwik Astutiningsih SMA Negeri 1 Jember Siang itu panas sekali. Usai bel tanda mengakhiri pelajaran berbunyi, aku bergegas pulang. Seperti biasanya, tempat parkir di halaman sekolahku penuh penjemput, sehingga aku harus sabar mengantre untuk keluar dari sekolah. \u201cBrakk!\u201d dentuman keras memekakkan telinga. Ada tabrakan tak jauh dari sekolah. Aku mulai was-was, pikiran jelekku muncul. Jangan-jangan yang men- galami kecelakaan itu salah seorang muridku. \u201cSemoga tidak,\u201d gumamku pelan. Mobilku terus berjalan, meski tersendat. Aku menengok keluar jendela. Ada dua motor, dan dua orang yang digotong ke pinggir jalan. Salah satunya bersera- gam sekolah. Darahku bergejolak, itu pasti muridku, dilihat dari badge yang menempel di dadanya. Aku menghentikan laju kendaraanku untuk memastikan kebenarannya. Tern- yata yang tertabrak memang muridku. Dia adalah Dewa, salah satu murid yang paling pintar dalam pelajaran matematika. Hampir semua lomba matematika yang diikutinya, Dewa selalu menjadi juara. Pergaulannya sangat bagus. Sikap ramahnya, membuat Dewa mempunyai banyak teman. Tidak heran, banyak gadis yang menjadi pemuja rahasianya. Bahkan tidak sedikit yang rela menjadi pengikut setia, dalam setiap kegiatan yang Dewa lakukan. Aku menyuruh orang-orang membawanya ke dalam mobilku agar secepatnya bisa diantar ke rumah sakit. Darah yang keluar dari kakinya mulai mengalir kemana-mana. Detik selanjutnya, Dewa pingsan. Untungnya, lawan tabrak Dewa hanya luka ringan. Dia tetap bertanggungjawab dan mengikuti mobilku menuju rumah sakit. Setelah sampai di rumah sakit, Dewa mendapat bantuan medis. Berge- gas kutelepon orang tua Dewa untuk memberitahukan tentang kecelakaan yang menimpa putranya. Saat mereka datang, kulihat ibunya menangis tiada henti. Dewa membuka matanya setelah tiga jam ia pingsan. 52","\u201cDewa, kamu sudah bangun?\u2019 lembut suara ibunya. \u201cMama?\u201d ujarnya lirih. \u201cMinum dulu ya,\u201d ujar ibunya. Betapa terkejutnya Dewa, saat berusaha duduk. Ia melihat kaki kanannya digips. Wajahnya berubah muram. \u201cMa, mengapa kaki Dewa?\u201d tanyanya. \u201cTulang Dewa retak. Kata dokter, Dewa tidak boleh jalan sementara,\u201d jelas ibunya sambil menyodorkan gelas. Dewa meminum segelas air putih yang diberi ibunya itu. Aku menghampiri mereka, dan ikut menenangkan Dewa. Dua hari kemudian, Dewa sudah boleh masuk sekolah oleh dokter, namun ia harus menggunakan kruk untuk membantunya berjalan. Dewa disambut oleh teman-teman sekelasnya. Mereka terlihat mengerumuni Dewa. Sisca, teman akrab Dewa bertanya, \u201cWa, bulan depan bukannya kamu mengikuti olimpiade matematika ya?\u201d Dewa langsung teringat, \u201cLah iya, tapi kan aku masih tidak bisa jalan. Mungkin aku mundur saja dari lomba itu.\u201d jawabnya ringan. Sebagai penanggungjawab olimpiade, aku terkejut mendengar percakapan mereka. Semoga ini hanya luapan emosi sesaat saja dari Dewa. Meskipun akhir- akhir ini, aku melihat semangat Dewa untuk mengikuti pembinaan matematika mulai pudar sedikit demi sedikit, tetapi aku tetap berharap Dewa mengikuti olim- piade dan memenangkan lomba tersebut, Keesokan harinya, jadwal kelasku mengikuti kegiatan kunjungan pada se- buah Sekolah Luar Biasa (SLB), untuk tugas menyusun laporan hasil observasi. Dalam perjalanan menuju sekolah luar biasa tersebut, aku duduk sebangku dengan Dewa. Dewa meletakkan kruknya disamping kursi yang ia duduki. \u201cBagaimana kondisimu, Nak. Apa sudah membaik?\u201d tanyaku seramah mungkin. \u201cSudah Bu, cuma harus memakai alat bantu saja kalau ingin jalan,\u201d jawabnya. \u201cOlimpiade matematika bulan depan, kamu masih ikut kan, Nak?\u201d tanyaku lagi. \u201cHmm.. sepertinya saya tidak ikut Bu,\u201d jawabnya galau. 53","\u201cMengapa begitu Dewa? Bukannya kamu selalu antusias setiap mengikuti olimpiade matematika?\u201d ujarku berusaha tenang. Aku tidak menyangka, dia men- gucapkan kalimat tersebut padaku. \u201cSaya kan masih sulit berjalan, Bu, khawatir mengganggu di waktu lomba,\u201d ucapnya kembali. Belum sempat aku berbincang kembali, bus sudah sampai di depan sekolah luar biasa tersebut. Kami bergegas turun. Aku memimpin siswa-siswaku berkelil- ing ditemani seorang guru dari sekolah tersebut. Murid-muridku melihat anak- anak seusia mereka tidak sama dengan mereka, baik tentang fisik maupun psikisnya. Di sana, dalam satu kelas, jumlah siswa ditetapkan maksimal delapan orang, disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak. Di luar ruang kelas, terlihat beberapa kelompok siswa yang mengikuti kegiatan berbeda-beda. Ada kelompok yang sedang berolahraga, ada yang me- lukis, berkebun, bahkan ada mengikuti kelas memasak. Sesampai di lorong teras sebuah kelas, mata kami tertuju pada seorang yang bersantai di sana. Wajahnya cantik, tetapi dia hanya memiliki satu tangan saja. Aku merasa akrab dengan wajah itu. Bisa jadi aku pernah melihat di televisi atau media sosial. \u201cApakah Ibu mengenali anak itu?\u201d tunjuk guru pemandu sambil tersenyum. \u201cRasanya pernah, tapi lupa dimana ya...\u201d jawabku sambil berpikir keras. \u201cBukankah itu Nanda.. atlet paralympic atletik!\u201d seru Dewa tiba-tiba. \u201cBenar sekali. Nanda merupakan atlet Paralympic cabang atletik yang te- lah meraih banyak prestasi sejak 2010. Nanda pernah meraih tiga medali emas di ASIAN Paragames 2015, dan tiga medali emas di ASIAN Paragames 2017,\u201d jelas pemandu tersebut. Mendengar cerita tersebut, aku tertarik dan meminta untuk diperkenalkan pada gadis muda itu, sekaligus mewawancarainya sebagai inspirasi bagi siswa- siswaku agar tidak pernah patah semangat dalam menghadapi ujian hidup. Wawancara yang kami lakukan berlangsung dengan lancar. Banyak hal-hal baik yang didapat siswa-siswaku dari pengalaman Nanda. 54","Masa kecil Nanda sebagai seorang penyandang disabilitas dipenuhi dengan perlakuan diskriminatif, tetapi bagi Nanda, menyerah dengan keadaan dan pan- dangan keraguan orang lain terhadap kondisi fisik, bukanlah keputusan yang di- ambil. \u201cPenyandang disabilitas tidak perlu dikasihani, tidak perlu dibedakan. Kami hanya butuh akses saja. Biarkan kami melakukan apa saja tanpa rasa malu dan takut,\u201d tuturnya. Kegiatan kunjungan itu berakhir saat jam menunjukkan pukul 3 sore. Aku menggiring siswa-siswaku menuju bus. Setelah memastikan jumlah mereka lengkap, aku menuju tempat dudukku. Di sana sudah ada Dewa yang terduduk di kursi sebelah jendela. Aku melihat Dewa lebih banyak diam. \u201cAda yang kamu pikirkan?\u201d tanyaku. \u201cBu, saya berubah pikiran. Saya ingin mengikuti lomba itu,\u201d ucapnya hati-hati. \u201cTidak seharusnya saya patah semangat mengikuti olimpiade matematika hanya karena kaki kanan saya yang tidak bisa digunakan untuk berjalan.\u201d lanjutnya lagi. \u201cLagipula, olimpiade matematika menggunakan kemampuan berpikir bukan kaki,\u201d godaku sambil tersenyum mengingat pola pikirnya sebelum ini, tentang ka- kinya yang menjadi pengganggu jika ia mengikuti lomba. \u201cKalau begitu, nanti ibu daftarkan ya.\u201d janjiku. Hari-hari sebelum lomba, Dewa selalu tekun berlatih. Semangatnya datang kembali. Aku bahagia melihat itu. Ketika lomba tiba, Dewa memasuki ruangan lomba dengan percaya diri. Sesuai ekspektasiku, Dewa meraih peringkat 1, dan mewakili kabupaten untuk olimpiade tingkat provinsi. Sebagai seorang guru, aku bangga padanya. Sejat- inya, pemenang itu bukanlah orang yang mampu mengalahkan orang lain, melainkan orang yang mampu mengalahkan diri sendiri, dan Dewa sudah me- menangkan itu. Profil Penulis Penulis adalah seorang guru di SMA Negeri 1 Jember yang hoby membaca buku terutama terkait dengan psikologi remaja dan termotivasi untuk mengabdi di tem- pat kerja agar selalu dekat dengan dunia anak-anak, sehingga dia berharap 55","dapat membantu mereka menyelesaikan persoalan yang sering dihadapi pada masa perkembangan dari remaja menuju dewasa. Penulis suka bekerja keras dan selalu berusaha keras me- nyelesaikan pekerjaan hingga tuntas. Selain hobi membaca, penulis juga menyukai traveling dan menikmati kebesaran Illahi dengan segala keindahan ciptaan-Nya. 56","TITIAN ASAKU Oleh: Indah Asri Retnani, S.Pd SDN Sidomekar 02 Tanggal 3 Juni 2003 adalah hari kelulusan dari sekolah menengah atas dan aku dinyatakan lulus. Sujud syukur atas kelulusan yang kuraih, tetapi menyi- sakan kegalauan yang mendalam di hatiku. Karena keadaan ekonomikulah yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi guna menggapai cita-cita. Aku cukup sadar diri dengan kenyataan bahwa aku tidak akan bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun, hal itu tidak membuat nyaliku ciut untuk tetap bergaul dengan sahabat-sahabatku. Mereka yang setelah lulus selalu membahas ke mana akan belajar selanjutnya, bahkan tidak sedikit teman-te- manku mendapatkan informasi dariku tentang pendaftaran kuliah yang menjan- jikan masa depan. \u201cNda, terima kasih, ya, informasinya. Berkat bantuanmu aku tidak terlam- bat mendaftar ke perguruan yang aku inginkan,\u201d ucap Ridho. \u201cYa, sama-sama, semoga sukses, ya,\\\" ucapku sambil tersenyum yang dibuat-buat. Hal itu kulakukan agar tampak selalu bahagia untuk menutupi perasaan sesungguhnya. Senja di ufuk barat menandakan matahari telah tenggelam membuat langit menjadi gelap. Di sela sujud kubenamkan wajah pada sajadah yang ter- bentang di tempat ibadah yang terletak di sudut ruang belakang rumah seder- hana kedua orang tuaku. Di dalam hatiku yang paling dalam terdapat cita-cita yang harus kuraih. Apakah aku harus berdiam diri menerima takdir atau haruskah aku be- rusaha sendiri? Tetapi apakah aku sanggup dengan biaya perkuliahan yang cukup menguras kantong? Atau aku terima saja tawaran teman-temanku kerja ke Batam atau ke Surabaya? \u201cNda, antarkan Mak ke rumah Bulek Mus!\\\" ajak makku. \u201cYa, Mak siap laksanakan!\u201d ucapku. 57","Segera kukeluarkan salah satu sepeda motor dagangan bapakku yang cukup banyak. Kemungkinan banyak orang mengira kalau bapakku banyak uang karena pedagang sepeda motor. Biasanya sekitar tiga sampai tujuh sepeda mo- tor terjual setiap bulannya, padahal semua modal itu dari orang lain yang mem- percayainya untuk mengembangkan uang yang mereka punya. Perjalananku dan Mak ditempuh sekitar lima menit. Kini, kami telah sam- pai di rumah bulek, adik makku yang kedua. Dia berprofesi sebagai guru. Makku mempunyai enam orang adik dan kelima adiknya berprofesi sebagai guru sekolah dasar. Di ruang keluarga kami bersendau gurau, tiba-tiba Bulek Mus bertanya kepada Makku. \u201cMbak, Linda mau kuliah ke mana?\\\" tanya bulekku. \u201cNggak, Dek Mus. Aku sama bapaknya tidak ada biaya untuk kuliahnya Linda,\u201d jawab makku dengan mimik yang kelihatan sedih. Itu mungkin karena tidak sanggup menyekolahkanku lagi ke jenjang yang lebih tinggi. \u201cMak, Bulek, ada temanku yang mau mengajakku kerja ke Batam dan Su- rabaya.\\\" Aku menyela percakapan Mak dan Bulek Mus yang membahas ten- tangku. \u201cLoh emangnya kamu mau kerja apa, Nda di Batam? Kalau ada apa-apa denganmu di sana kamu tidak bisa pergi begitu saja dari sana karena jauh, loh, pulau Batam itu, Nda. Kalau Surabaya dekat memang. Apa kamu mau nanti di sana dapat jodoh ternyata statusnya suami orang yang mengaku dia masih la- jang?\u201d cerocos Bulek Mus dengan argumennya. Memang banyak tetanggaku bekerja di kota dapat jodoh dengan status tidak jelas. \u201cKuliah jadi guru saja, Nda. Rezeqi pasti mengikuti, Mbak Mah. Insyaallah biaya untuk Linda pasti ada,\u201d terang paklikku, adik makku kelima yang kebetulan berada di rumah Bulek Mus \u201cWaduh, To biaya kuliah kan mahal?\u201d tanya makku. 58","\u201cBesok coba tak daftarkan ke Universitas XX kelas jarak jauh baru di buka di kecamatan sebelah.\u201d Paklikku meyakinkan makku agar aku bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Aku begitu senang mendengar kalau besok paklikku mengantarkanku un- tuk mendaftar ke fakultas keguruan dengan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar di cabang kelas jarak jauh dari Universitas XX yang terkenal di kota Sura- baya. Keesokkan harinya paklikku membuktikan ucapannya. Beliau mengantar- kanku mendaftar kuliah ke jurusan pendidikan guru sekolah dasar yang kelak kalau lulus bisa menjadi guru sekolah dasar, sama seperti adik-adik makku. Uang pendaftaran sebesar Rp 250.000,- aku dapatkan dengan hasil menjual kalung pemberian makku saat ulang tahunku ke-17 tahun. Sebulan kemudian perkuliahan pun dimulai. Aku menjalani hari-hari bela- jar kelas jarak jauh dengan semangat dan senang hati. Aku juga diterima sebagai guru tenaga honorer di salah satu sekolah dasar yang berada di kecamatanku. Aku mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris. Sebenarnya aku merasa pesimis menjadi guru tenaga honorer yang mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris yang katanya terkenal sulit untuk di- mengerti anak-anak sekolah dasar. Akan tetapi, semangatku tidak surut. Dengan berbekal ilmu yang kuperoleh saat les Bahasa Inggris sewaktu aku masih sekolah menengah atas. Aku berkeyakinan bisa menjalankan amanah untuk mendidik anak-anak sekolah dasar. Hari-hari kulalui begitu cepat tidak terasa enam bulan aku kuliah di jurusan Pendidikan Sekolah Dasar dan bekerja sebagai tenaga honorer di sekolah dasar. Pertama kali aku mendapatkan gaji bulanan dari bendahara gaji sekolah dasar sebesar Rp 40.000,- sebulan. Uang segitu sangat berarti bagiku karena hasil kerja kerasku. Sepulang dari mengajar dengan wajah sumringah aku me- mamerkan gaji pertama ke Makku. \u201cMak, alhamdullilah aku mendapatkan gaji pertamaku,\u201d ucapku sambil menunjukkan jumlahnya ke mak, setengahnya ku berikan ke Makku. 59","\u201cAlhamdullilah Nduk, jangan lupa selalu bersyukur,\u201d Makku menasehatiku dengan kelihatan mimic yang terharu. Dua semester sudah kujalani dengan penuh semangat. Namun, ada kabar bahwa program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas XX ini belum terakreditasi. Sehingga membuatku bingung dan mememutuskan untuk pindah kuliah. Akhirnya, aku bersama teman-teman yang lain mendaftar kembali ke Uni- versitas yang lain tepatnya ke Universitas Negeri yang ada di kotaku. Alham- dullilah aku lulus ujian awal masuk ke Fakultas Ilmu Pendidikan dengan mengam- bil jurusan program studi yang sama dengan universitas sebelumnya yaitu Pen- didikan Guru Sekolah Dasar. Sekitar 2,5 tahun tepatnya lima semester aku lulus dengan predikat san- gat baik dengan IPK 3,39. Aku sangat bahagia dan bangga atas apa yang kuraih karena selama kuliah setengah biaya semesternya aku harus banting tulang un- tuk mencari uang agar tepat waktu dalam pembayaran. Dibekali mental dagang dari kecil semangat berjualanku berkembang pesat, bahkan rasa percaya diriku luar biasa menepis rasa malu. Bagiku yang penting prinsipnya harus mendapat- kan uang halal agar lulus kuliah dan tercapai cita-citaku meski derai air mata mengiringi sepanjang perjalanan pendidikan yang kutempuh. Hasilku kelak pasti tidak mengkhianati usahaku selama ini, itulah doaku sepanjang berproses. Sekitar akhir tahun 2009, bulan Desember tepatnya tanggal 9 aku mengi- kuti tes CPNS di daerah Aceh Utara. Antusias pendaftaran CPNS sangat luar biasa. Di jurusan guru sekolah dasar saja aku harus bisa bersaing dengan 3.000 peserta dengan kuota guru sekolah dasar yang dibutuhkan hanya 34 orang. Selama tiga bulan sebelum pendaftaran aku belajar dengan sunguh-sungguh agar apa yang kuharapkan bisa tercapai serta meminta doa restu kedua orang tua dan berdoa kepada Allah. Sebelum berangkat tes CPNS, aku telp Mak untuk meminta restunya agar dipermudah selama tes, dan berharap bisa lulus tes CPNS. \u201cMak, doakan aku ya bisa lulus tes, insyaallah besok pagi sekitar pukul 08.00 WIB ujian dimulai,\u201d ucapku meminta restu Mak 60","\u201cYa, Nduk. Semoga apa yang kamu cita-citakan terkabul. Mak disini selalu mendoakan keselamatan, Kesehatan dan kesuksessanmu Nduk,\u201d ucap Makku. Minggu yang cerah di akhir bulan Januari 2010, tepatnya tanggal 31 aku membeli koran lokal Aceh Utara yang terkenal dengan sebutan koran Serambi Mekah. Di koran tersebut terdapat kabar yang mendebarkan hatiku. Berita di ko- ran membawakan letupan bahagia yang tak terkira rasanya. Serasa tidak percaya karena namaku menduduki peringkat 1 dari 34 orang yang diterima di jurusan Guru Sekolah Dasar. \u201cSelamat, ya, Sayang atas apa yang kau raih. Mak sangat bangga atas perjuanganmu selama ini,\\\" ucap Makku tercinta di ponsel dengan suara isakan tangis bahagia. \u201cYa Mak, terimakasih atas doa-doanya, aku merindumu Mak\u201d isak tang- isku pun tak bisa terbendung. Masih tak menyangka kalau aku bisa mencapai cita-citaku meski kuraih di ujung barat Indonesia. Pengin hati memeluk Mak disaat seperti ini menumpahkan rasa bahagiaku, namun apadaya jarak kami yang jauh hanya bisa melalui telepon. Air Mata Bahagia. Udara siang yang begitu membuat gerah. Koran lokal membawa kabar yang sekiranya membuat suasana semakin cerah. Dengan perasaan yang berkecamuk dan bergetar, lincah jemari ini membuka setiap lem- barnya. Hati ini semakin resah, tanpa terasa seketika air mata menguar begitu saja dan segala gundah gulana selama ini seketika enyah. Terperangah mata ini memandang dengan penuh tanda tanya benarkah deretan huruf yang memben- tuk sebuah nama adalah nama cantikku? Ya Allah, ternyata benar, tanpa menyangka pengumumannya begitu ce- pat. Harapan beribu-ribu hari silam telah mencapai garis akhir. Dengan penuh warna-warna proses yang tak galir, bahkan rasa lelah putus asa masih bertanda Namun kini teralihkan bahagia merasuk dalam jiwa. Perjuangan yang sungguh menguras energi pikir, pisik, rasa dan tenaga telah membaur menjadi satu dalam satu cita dengan harapan asa yang ada di angan menjadi nyata. Rasa syukurku tak terkira akan semua yang telah terlewati berakhir dengan kabar gembira. 61","Profil Penulis Indah Asri Retnan i lahir di Jember 37 tahun yang lalu. Ibu dua anak ini hobinya masak dan makan. Jejak Literasinya : salah satu penulis buku antologi cerpen \u201cPieces of Memories\u201d. buku solo kumpulan puisi \u201cBerkalang Kabut Rindu\u201d, buku antologi puisi \u201cAksara Rindu\u201d, buku antologi puisi \u201cLuka\u201d. Lebih dekat kepoin : FB Indah Asri Retnani Instagram @indahasriretnani 62","SENYUM ITU TELAH KEMBALI Karya: Yatmini, S.Pd. SMPN 2 Jember Aku dipersilahkan masuk setelah beberapa kali aku mengetuk pintu ru- mahnya. Keluarlah seorang wanita tua, yang dari raut wajahnya menyimpan pen- deritaan yang begitu berat. Ketika kutanyakan benarkah ini rumah muridku yang bernama Fais, Wanita itu mengangguk dan mempersilahkan aku masuk. Fais sudah tiga hari tidak masuk sekolah tanpa ada pemberitahuan orang tuanya yang menjadi penyebabnya. Akhir-akhir ini Fais sering tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas. Padahal Fais adalah anak yang pintar dan rajin. Wanita tua yang ternyata Nenek Fais mempersilahkanku duduk di kursi tamu. Sang Nenek bercerita setengah berbisik sepertinya tak ingin orang yang berada di dalam mendengarnya. Fais kehilangan semangatnya untuk sekolah setelah mengetahui ibunya sakit kanker, kanker payudara. Sakit yang menurut Nenek sakit yang menakutkan. Apalagi ibu Fais sering menangis karena men- galami kesakitan setelah menjalani kemoterapi pasca operasi. Fais takut jika ibunya sampai terenggut penyakit tersebut. Aku merasakan apa yang yang di- alami Ibu Fais. Ibu Fais hari ini sedang menjalani kemoterapinya yang kedua diantar sua- minya. Menurut Nenek ibunya waktu divonis kanker sangat sedih. Dia sempat mengurung diri di dalam kamar. Setelah diingatkan Nenek bahwa tidak boleh menyerah karena Fais anak satu-satunya masih sangat membutuhkannya, ibu Fais mulai mau membuka diri dan menjalani pengobatan ke rumah sakit. \u201dIbu Fais bersemangat setelah ketemu teman-teman sesama pasien di Rumah Sakit DKT,\u201d ceritanya. Saya mengetahui ibu Fais dari grup WA \u201cLovepink\u201d yaitu komunitas sur- vival dan penderita kanker payudara. Saat itu secara tak sengaja aku membaca keluhan lewat WA ada anggota baru yang masuk. Aku sempat kaget ternyata ibunya Fais. Tertulis nama itu seperti yang tertulis di WA Paguyuban Wali Murid 63","Kelas IXA, aku sebagai Wali kelasnya. Setelah mengenalkan diri di Grup Love- pink Ibu Fais menceritakan apa yang dia alami. Apa saja yang dirasakan setelah menjalani kemo terapi. Beberapa survival memberinya motivasi bahwa itu me- mang yang dialami sesudah menjalani kemoterapi. \u201cIbu-ibu setelah kemo badan saya kok terasa sakit semua, panas dan pengen muntah terus\u2026.. gak enak makan dan rambut saya rontok.\u201d keluhan Ibu Fais lewat WA. Beberapa ibu-ibu yang pernah mengalami hal sama turut men- gomentari dan menyemangati Ibu Fais. Salah satunya dari Bu Prana pegiat Love- pink Jember, \u201cIbu-ibu yang sedang botak dan hadapi linu2 jangan khawatir pasti gak lama lagi akan tumbuh lagi dan tambah tebel. Linunya juga gak lama kok. Dinikmati saja seperti menikmati permen nano-nano!\u201d seloroh Ibu Ketua Livepink itu menghibur. Bahkan di grup WA itu juga ada dr. Patsy Sarayar sebagai advisor Love- pink mengomentarinya, \u201dAlhamdulillah semua obat biarkan bekerja baik dan memberikan efek sembuh yang luar biasa!\u201d kata beliau. Beliaulah yang sering memberi pencerehan secara medis di Grup WA Livepink Jember. Setelah beberapa lama Nenek menceritakan penderitaan Ibu Fais yang membuat sedih hati Fais, Nenek berpamitan untuk memanggilkan Fais yang sedang mencuci baju di belakang setelah terlebih dahulu memohon kepadaku untuk memberi nasihat pada Fais agar ia bersemangat lagi bersekolah. Tak berapa lama Fais pun muncul. Aku sangat kaget melihatnya. Dia kelihatan kurus tak bersemangat. Setelah menyalamiku dia duduk persis di de- panku. Ketika kutanyai kenapa tidak berangkat sekolah, dia tidak menjawab, menunduk dan kemudian terisak walaupun dia berusaha menahannya. \u201cGak apa-apa menangislah Nak!\u201d Tangisnya semakin keras setelah aku mendekat dan mengelus rambutnya. Aku pun membiarkannya menangis di pe- lukanku. Semoga dengan tangisan itu membuat dadanya lebih lega. \u201cBu Guru tahu apa yang ibumu alami dan apa yang kamu rasakan karena aku juga pernah mengalaminya.\u201d kataku dengan tenang. \u201cMaksud Ibu?\u201d tanyanya penasaran, \u201cIbu atau keluarga Ibu ada yang sakit kanker seperti ibu saya?\u201d Aku menganggukan kepala pasti. 64","\u201cYaa aku 13 tahun yang lalu diberi ujian yang sama seperti ibumu. Dan itu pun tidak hanya sekali, kedua payudara ibu sudah tidak ada karena Ibu harus diopersi seperti ibumu. Dia seolah tak percaya dia pandangi aku dengan mata terbelalak. \u201cJadi Ibu tahu bagaimana rasanya orang dikemo. Bagaimana kesedihan dan kekhawatiran anak ibu satu-satu melihat yang Ibu alami.\u201d ucapku menjelas- kan kepada Fais bahwa bukan hanya ibunya yang sakit kanker, memahamkan dia bahwa kanker itu tidak identik dengan kematian, kanker bisa disembuhkan. \u201cTapi Bu\u2026\u2026. Ibu kulihat baik-baik saja seperti tidak mengalami pender- itaan apa-apa?\u201d jawabnya penuh keheranan. \u201cAku bahkan tidak tahu kalau Ibu\u2026..\u201d dia tak melanjutkan ucapannya. \u201cIya \u2026. Kamu gak tahu karena Ibu sekarang sudah sehat. Tahun 2009 yang lalu keadaanku gak beda jauh dengan ibumu. Tapi Ibu yakin keadaan Ibu akan pulih seperti semula setelah ditangani dokter. Keyakinan itulah yang mem- buat Ibu kuat menjalani pengobatan termasuk salah satunya lewat kemoterapi. Banyak pasien yang gak kuat merasakan kesakitan di seluruh tubuh, badan terasa panas, mual, gak enak makan, bahkan rambut yang rontok sampai harus gundul. Itu semua itu sudah Ibu alami, Fais\u201d ceritaku tenang.\u201dKadang pasien tidak tahan dan lebih memilih berhenti menjalani Kemoterapi.\u201d \u201cJadi\u2026.jadi sakit kanker itu bukan akhir dari segalanya ya, Bu? \u201c wajahnya seolah tersiram darah jadi memerah yang tadinya pucat tak bersemangat. Aku hanya menganggukkan kepala dengan mengelus rambutnya. Nenek keluar dengan membawa teh panas dan pisang rebus. Dari wajahnya terlihat beliau tersenyum melihat perubahan pada cucunya. \u201cBenar Nak, kanker tidak identik dengan kematian. Asal kita mau berusaha dan berdoa, Allah akan memberi kita sehat. Buktinya Ibu ini juga sampai hari ini masih bisa berada di depanmu,\u201d jawabku memberinya semangat agar dia mengetahui ibunya pun bisa sehat seperti yang Ibu alami. \u201cIngat Fais, ibumu itu sangat membutuhkan support darimu anak satu- satunya. Jangan perlihatkan kesedihanmu. Kamu harus menyemangati ibumu. Tetap rajin belajar dan sekolah. Saya kira hal itu akan membuat ibumu bahagia. 65","Dan kebahgiaan itu akan berdampak pada kesembuhan ibumu. Fais mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Nenek terlihat mengelus dada penuh kelegaan. Itu karena harapannya menjadi kenyataan. \u201cJadi kamu berjanji akan seperti Fais yang Ibu kenal dulu rajin dan seman- gat belajar?\u201d tanyaku. Dia tidak berkata hanya anggukannya mantap. \u201cAlham- dulillah\u2026\u2026.matur nuwun Gusti,\u201d Nenek mengucapkan syukurnya. Bersaamaan dengan anggukan kepala Fais masuklah Ibu dan ayah Fais yang baru pulang dari rumah sakit. Badannya terlihat lemah, wajahnya pucat. Sepertinya kurang sehat. Fais langsung berlari dan memeluknya. \u201cIbu, Ibu harus semangat gak boleh menyerah! Aku berjanji akan sekolah lebih rajin lagi. Aku butuh Ibu. Ibu harus Kembali sehat! Seperti Bu Rumi ini,\u201d berondong Fais untuk menyemangati Ibunya. \u201cIni Bu Rumi Wali Kelasku yang pernah sakit kanker juga,\u201d kata Fais mengenalkanku pada Ibunya. Setelah bersalaman dan mengenalkan diri bahwa saya juga anggota Livepink Jember seperti beliau. Ibu Fais terlihat kaget. \u201cJadi Bu Rumi itu Jenengan Wali kelasnya Fais, ya? Ibu juga sakit seperti saya, Bu?\u201d tanya Ibu Fais penasaran.\u201dSejak kapan Ibu sakit?\u201d lanjutnya. \u201cSaya sudah tiga belas tahun, Bu. Ibu juga bisa seperti saya, Kembali seperti sedia kala asal jenengan menjalani pengobatan dengan sabar dan men- jalani seperti yang dianjurkan dokter. Kalau ada apa-apa mungkin kita berdiskusi di grup WA Livepink Jember,\u201d kataku memberi semangat. \u201cBener , Bu saya sangat terbantu dan termotivasi dari para survivor di Livepink yang dengan penuh kesabaran menyemangati kami yang sedang men- jalani pengobatan kanker. Semula kami merasa stres dan pesimis menghadapi penyakit ini. Tapi berkat info dan masukan dari para relawan Livepink kami jadi paham dan percaya diri untuk menjalani pengobatan,\u201d puji Ibu Fais pada Livepink Jember. \u201cSyukurlah, Bu. Saya turut senang melihat kondisi Ibu. Tapi yang mem- buat saya lega adalah Fais sudah tidak sedih lagi.\u201d kataku sambil meraih pundak Fais, \u201cDia sudah berjanji untuk belajar lebih giat lagi agar Ibu tidak sedih, agar 66","ibu lebih fokus lagi menjalani pengobatan, bukan begitu Fais?\u201d Fais menjawab dengan hanya anggukan dan senyumnya pada ibunya. Ibunya tersenyum lega. \u201cTerima kasih, Bu Guru. Terima kasih telah membuat Fais tersenyum kem- bali.\u201d kata Nenek menyalamiku dengan erat. Aku segera berpamitan dan kembali ke sekolah. Lega! Profil Penulis. Yatmini, S.Pd lahir di Magetan pada 5 April 1964. Ibu yang memiliki hoby menulis ini mengabdi sebagai guru Bahasa Indonesia di SMPN 2 Jember. Penulis juga aktif sebagai motivator bagi penderita kanker dalam komunitas Lovepink Indonesia di Jawa timur khususnya di Jember. Penulis beralamat di Perumahan Bumi Mangli Permai CA 20 Kali- wates Jember dan bisa dihubungi melalui [email protected] atau di Nomor HP 81231266855 67","SELALU ADA HARAPAN Karya : Ratih Andriyani SDN Sukorambi 01 Saya Ajeng, seorang guru yang ditempatkan di sebuah sekolah daerah perkampungan yang jauh dari kota. Saya benar-benar terkejut ketika mendapat- kan SK di tempat itu. \u201cJauh sekali, tempatnya pun terdengar tidak menyenangkan kata teman- teman,\u201d ucap saya berbicara sendiri dengan memandangi SK. Saya dengar bagaimana rumitnya guru-guru yang pernah mengajar di sana. Daerah ini dikenal dengan daerah yang kumuh, malas, banyak bapak-bapak yang berjudi, dan ibu- ibu yang bekerja di kampung sebelah. Mereka sengaja bekerja di kampung sebe- lah karena secara perekonomian jauh lebih baik daripada kampung tempat saya bekerja. Suami saya mengantar saya ketempat saya bekerja. Baru saja tiba disana, saya dan suami sudah dikejutkan dengan murid-murid yang melihat judi sabung ayam dan bapak-bapak yang membiarkan murid-murid itu melihat judi tersebut. Sontak saya dan suami saling berpandangan, menghentikan mobil yang kami kendarai dan melihat kejadian tersebut. \u201cHa, kamu lihat anak-anak itu tidak sekolah, tapi dibiarkan begitu saja?\u201d ucap suamiku heran. \u201cIya, kok bisa ya dibiarkan begitu saja? ini bapak-bapak maksudnya apa sih?\u201d dengan jengkel saya membuka jendela mobil untuk melihat lebih jelas ke- jadian itu. Masih dengan keheranan saya dengan suami, saya minta suami terus melajukan kendaraannya dan mengatar saya dengan mobil panternya sambil sesekali menggelengkan kepala melihat kejadian tadi. Tidak hanya itu, saya melihat sungai-sungai yang kotor, penuh dengan sampah dan kandang hewan peliharaan yang tidak terawat. Suami saya menasehati saya sambil memegang perut saya yang mulai buncit agar saya berhati-hati dan menjaga kesehatan selama kerja di tempat baru ini, mengingat usia kehamilan saya yang masih ber- jalan 2 bulan. 68","\u201cKamu hati-hati di sini, jaga kandunganmu dan jangan terlalu capek,\u201d kata suami saya. \u201ciya, terima kasih\u201d jawab saya tersenyum agar suami tak berat meninggal- kan saya. Akhirnya saya tiba disebuah rumah kontrakan tepat besebelahan dengan sekolah tempat saya bekerja. Siang itu saya menemui ibu-ibu yang sedang ada didepan rumah mereka masing-masing. Saya menyapa dan memperkenalkan diri. \u201cSelamat siang bu\u201d sapa saya sambil membawa tas kecil dibahu \u201cselamat siang\u201d jawab ibu-ibu dengan ramah. Sambil melangkah saya pun memperkenalkan diri,\u201cSaya Ajeng, guru baru disekolah\u201d \u201cOh, guru baru, mari masuk Bu\u201d ucap salah satu ibu yang berdiri tepat di depan saya. Ibu-ibu dikampung itu cukup ramah dan satu persatu mereka membantu saya memindahkan beberapa barang bawaan dari mobil. Mereka bercerita ten- tang anak-anak mereka yang malas sekolah. \u201cBu Ajeng, anak-anak itu malas sekali kalau disuru sekolah, nanti tolong dinasehati ya bu Ajeng\u201d kata ibu-ibu sambil membawa barang bawaan saya. Hari pertama saya pindah, suami saya masih menemani hingga keesokan harinya. Saya menatap wajah suami yang lelah, dan berharap dia bisa menemani saya lebih lama disini. Ternyata esok paginya dia harus pulang karena dia harus bekerja. Jujur saya sedih walaupun seminggu sekali masih bisa pulang. Tapi ber- jauhan bukanlah pilihan terbaik. Terlepas dari semua itu, saya harus mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan untuk saya dan keluarga saya. Saya mengantarnya ke mobil dan memandang mobil suami hingga tak terlihat lagi. Pagi itu adalah hari pertama saya masuk ke sekolah tempat saya mengajar. Campur aduk perasaan ini. Sedih, senang semua jadi satu seperti es campur. Saya berjalan memasuki lapangan sekolah, terlihat beberapa murid su- dah berdatangan pagi itu. Mereka terlihat memperhatikan saya dengan rasa pen- asaran. Saya tersenyum dan menyapa beberapa murid saat itu. 69","\u201cHalo anak-anak, selamat pagi\u201d \u201cPagi juga bu, ibu bu guru baru ya?\u201d jawab salah satu murid sampai men- cium tangan saya. \u201cIya, saya bu Ajeng guru baru disini.\u201d Selesai menyapa mereka, saya berjalan memasuki ruang guru, tidak satu pun guru yang hadir pagi itu. Saya memutuskan untuk keluar lagi dari ruang guru. Waktu menunjukkan pukul 06.45 WIB, ada dua guru datang bersamaan. Saya berkenalan dengan mereka. Kami berbincang-bincang dan berbagi informasi. \u201cSaya Ajeng guru baru\u201d \u201cSaya pak Budi dan ini bu Eka\u201d sambil menunjuk salah satu guru wanita disebelahnya. Belum lama berbincang dengan mereka, datang lagi seorang guru, beliau adalah kepala sekolah. Beliau menyapa dengan ramah dan mem- persilahkan saya masuk ke ruang guru bersama dengan dua guru yang lain. \u201cMari bu Ajeng, masuk ke ruang guru, saya jelaskan tugas bu Ajeng disini\u201d ujar kepala sekolah yang sebelumnya sudah pernah bertemu dengan saya. Tepat pukul 07.00 WIB saya dipersilahkan masuk ke kelas dan saya ditempatkan dikelas enam. Sebelum masuk kelas saya penasaran, dimana guru yang lain, penjaga sekolah dan bagaimana nasib murid-murid jika gurunya hanya ada tiga. Sambil memantau tanpa berani bertanya, saya melihat siswa-siswa masuk ke kelas mereka masing-masing. Jumlah mereka tidak terlalu banyak, tidak seperti murid dikota. Penampilannya pun tidak rapi. Ada beberapa anak yang tidak me- makai sepatu bahkan ada yang tidak memakai seragam. Saya mulai bertanya- tanya lagi, bagaimana hal ini bisa terjadi dan dibiarkan begitu saja. Heran, tapi saya tidak boleh larut hingga lupa tugas saya disini. Selesai tugas saya dihari pertama saya bekerja. Akhirnya rasa penasaran saya terjawab juga dari keterangan bapak kepala sekolah dan guru-guru disana. \u201ckenapa bu Ajeng, kaget ya?, tidak sama dengan sekolah bu Ajeng sebe- lumnya?\u201d tanya kepala sekolah sambil tersenyum. Saya Cuma tersenyum tanpa menjawab sepatah katapun Lalu pak Budi mulai bercerita 70","\u201cAda tiga guru lain yang sakit, jadi untuk sementara kita yang mengajar dan untuk murid-murid disini memang seperti itu bu, kurang perhatian orang tua jadi mereka tidak tertib aturan\u201d \u201cOh, iya Pak Budi\u201d saya tersenyum menanggapi pernyataan pak Budi Dari perbincangan itu saya mulai berfikir jika ini terus dibiarkan, maka sekolah ini akan tetap seperti ini bahkan lebih buruk lagi. Saya punya beberapa ide, tapi saya masih takut mengutarakannya karena saya masih sangat baru dan ada rasa tidak enak sebagai guru baru sudah banyak tingkah. Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa, penjaga sekolah sudah masuk saat hari kedua saya bekerja. Hingga lebih dari seminggu ketiga guru yang tidak masuk kemaren, sudah sembuh dari sakitnya dan kembali mengajar. Saya berkenalan dengan mereka bertiga, mereka juga ramah dan masih muda- muda. Lengkap sudah guru-guru disekolah ini, serta penjaganya. Ide-ide dalam benak saya masih menghantui saya tapi saya belum berani mengutarakannya. Hingga salah satu murid dikelas saya bernama Bayu bercerita tentang pengala- mannya dirumah. Bayu bercerita tentang orang tuanya yang tidak peduli dengan keadaannya. Saat dia butuh alat tulis serta buku pendamping belajar, tidak pernah dituruti oleh orang tuanya. \u201cBu Ajeng, saya nggak bawa buku tulis, bolpoin saya juga sudah habis, tapi orang tua nggak mau membelikan bu\u201d ucapnya santai Saya terdiam, melihat wajah mereka satu per satu, prihatin dengan keadaan murid-murid disini. Hingga saya meminta mereka semua yang ada dikelas enam untuk menuliskan keinginan mereka yang belum bisa dipenuhi oleh orang tua mereka dalam proses pembelajaran. Seluruh siswa antusias menuliskan keingi- nan mereka. Saya membaca satu per satu apa yang mereka tulis. Saya me- nangis membaca keinginan mereka yang sebenarnya sangat sederhana dan mu- dah didapat oleh murid-murid dikota. Ada yang ingin seragam baru, sepatu baru, buku baru, kotak pensil baru dan ada satu tulisan dari mereka yang menyatakan mereka ingin berhenti sekolah karena kata orang tuanya sekolah tidaklah pent- ing, tidak akan jadi orang sukses hanya dengan sekolah. Saya terdiam, tersenyum dan tidak berkata apapun. 71","Keesokan harinya, saya meminta murid-murid menuliskan cita-cita mereka, harapan mereka dan apapun yang mereka bayangkan untuk masa de- pan mereka. Mirisnya ada beberapa anak ingin menjadi bandar judi agar mereka punya banyak uang. Memang mereka adalah murid-murid yang terkenal nakal dan suka menggagu. \u201cAnak-anak kenapa dari kalian ada yang ingin jadi bandar judi?\u201d serentak pertanyaan saya ini membuat tertawa murid-murid satu kelas. \u201cIya bu, enak jadi bandar judi uangnya banyak\u201d Jawab salah satu murid Kali ini saya tidak bisa tinggal diam. Semua ide, tulisan murid-murid, harapan mereka yang menghantui saya, harus saya utarakan dan diselesaikan bersama- sama. Saya menasehati siswa-siswi saya saat itu. \u201cAnak-anak, terima kasih untuk semua yang kalian tulis, Bu Ajeng akan membantu kalian mewujudkan harapan, cita-cita, dan keinginan kalian. Tapi in- gat berusahalah dan berdoalah pada Tuhan kalian masing-masing karena ibu hanya perantara dan Tuhan yang mewujudkannya\u201d \u201cIya bu\u201d jawab murid-murid serentak. Saat hari libur saya pulang ke kota dan membeli beberapa keperluan sekolah murid-murid. Saya menceritakan kejadian itu pada suami. Suami saya pun sedih, dan bertanya apakah saya mampu dan masih lanjut untuk membantu murid-murid disekolah. Saya dengan tegas menjawab iya. \u201cSelama masih ada usaha, pasti ada harapan.\u201d Jawab saya tegas Saya kembali lagi ke tempat kerja dikampung, bertemu dengan murid-murid dan membagi beberapa keperluan mereka dikelas. Seperti sepatu baru, buku baru dan beberapa benda yang sempat mereka tuliskan. Karena murid dikelas enam hanya dua belas anak jadi saya masih bisa memberikan barang-barang kebu- tuhan mereka secara gratis sebagai hadiah atas semangat mereka bersekolah. tiga anak yang ingin menjadi bandar judi pun tidak lupa saya beri hadiah dan didalamnya saya tuliskan kata-kata \u201cJadilah manusia yang berahlak mulia dan bermanfaat untuk orang lain\u201d. Mereka tersenyum dan saya berharap mimpi mereka menjadi bandar judi bisa mereka ubah sendiri. 72","Selesai membagikan hadiah, tugas saya berikutnya adalah ber- konsultasi dengan kepala sekolah serta dewan guru untuk mengatasi masalah ini. \u201cPak, bagaimana kalau kita mengundang walimurid untuk hadir kesekolah, agar mereka tahu permasalahan anak-anak disini\u201d ide ini saya sampaikan dengan se- mangat didalam rapat \u201cIya, selama ini kita lebih banyak diam mengikuti kebiasaan disini dan tidak ada perubahan, sekarang saatnya kita memperbaiki kualitas pendidikan disekolah kita ini\u201d Jawab kepala sekolah Walaupun ada dua guru yang menentang karena menurut mereka percuma melakukan itu semua, \u201cibarat membuang garam dilautan\u201d kata salah satu guru diruang rapat. Tapi ide saya tetap disetujui oleh kepala sekolah. Akhirnya sekolah mengundang wali- murid dan menunjukkan tulisan murid-murid tentang harapan dan cita-cita mereka. Banyak walimurid yang menganggap biasa saja tapi ada juga yang merespon baik tulisan murid-murid itu. Sebelum mereka pulang saya berpesan pada walimurid khususnya kelas enam dan saya sebagai wali kelasnya. \u201cBapak, ibu yang saya hormati, anak-anak adalah masa depan kita, mereka pu- nya harapan tapi tidak dibekali dengan pengetahuan yang benar, saya mohon bantu anak-anak dengan memberi contoh yang baik dan perhatikan keinginan mereka, kalau bukan kita sebagai orang tua lalu siapa lagi yang akan membantu mereka\u201d Walimurid tampak terdiam dan salah satu ada yang bertanya \u201cKami bisa bantu apa bu?\u201d kata salah satu wali murid. \u201cbapak ibu bisa membantu banyak hal yang menjadi kebutuhan anak-anak, sep- erti buku, seragam, alat tulis dan utamanya contoh yang baik dari bapak ibu semua untuk anak-anak\u201d jawab saya dengan penuh semangat. Rapat selesai saya pun pulang dan beristirahat, tidak lupa menghubungi suami dan menceritakan cerita hari ini yang penuh drama. 73","Tahapan selanjutnya tidaklah mudah. Saya harus terus berusaha un- tuk membantu anak-anak mewujudkan cita-cita dan harapan mereka. Saya ser- ing datang kerumah walimurid yang anak-anaknya bermasalah dikelas. Saya mempengaruhi ibu-ibu untuk melarang bapak-bapak berjudi untuk kebaikan anak-anak mereka. Saya juga mengikuti kegiatan dikampung agar berbaur dan tahu budaya mereka, saya mengajak Murid-murid mengikuti tambahan jam bela- jar, saya serta seluruh warga sekolah ikut membersihkan sekolah, mem- bersihkan lingkungan diluar sekolah, membuat peraturan yang disepakati ber- sama dan mulai disiplin serta menerapkan hukuman bagi siapapun yang melang- gar. Hingga suatu saat saya bertanya pada murid-murid \u201capakah kalian mulai merasa senang disekolah?\u201d tanya saya pada murid-murid. Lalu mereka menjawab secara bergantian \u201ciya bu, sekolahnya bersih\u201d \u201cbapak ibu saya juga sudah memberikan saya sepatu baru\u201d \u201csaya sudah nggak mau jadi bandar judi bu, takut masuk penjara, karena kema- ren ada yang kena tangkap polisi.\u201d Sontak murid-murid tertawa mendengar jawa- ban salah satu murid dikelas yang dulu punya cita-cita jadi bandar judi. Saya sangat bersyukur, usaha saya, kepala sekolah, guru-guru wali murid dan anak- anak serta dukungan suami dapat merubah kebiasaan buruk menjadi baik. Melakukan dari hal yang kecil hingga yang besar. Semua karena usaha kita ber- sama. Kepala sekolah, guru-guru dan murid-murid senang dengan peru- bahan yang dialami disekolah. Karena ternyata pendidikan disekolah yang kami terapkan, dilakukan juga oleh murid-murid dirumah mereka. Sehingga orang tua mereka senang dan sedikit demi sedikit meninggalkan kebiasaan lamanya ka- rena malu pada anak-anak mereka, dan mereka ingin menjadi contoh yang baik. Kesuksesan yang kami raih dimulai dari melakukan kebaikan yang kecil dan dukungan, serta kasih sayang dari orang-orang terdekat. Teruslah menjadi orang baik, Tuhan selalu membantu kita. Percayalah. Profil Penulis 74","Ratih Andriyani, lahir di Jember 13 Januari 1987 adalah ibu dari 3 orang anak beralamatkan di Jl. Manyar No 31 Slawu Patrang. Jember dan berprofesi sebagai guru di SDN Sukorambi 01. Suka bernyanyi dan menulis cerpen. Email [email protected] IG @ratihgaura, No WA 081233845755. Kesibukannya sebagai guru dan ibu rumah tangga tidak menyurutkan semangat untuk berkarya. Baginya menulis dapat meninggalkan kenangan dan sejarah yang ingin ia wariskan untuk anak-anaknya juga anak didiknya. 75","BU ANIS, GURU INSPIRASIKU Oleh: Sumartiningsih, M.Pd SDN SUmbersalak 01 Igor namaku, lengkapnya adalah Igor Febri Ardiyansyah, Usiaku delapan tahun. Orang banyak bertanya padaku, apakah aku memang keturunan suku ba- tak...?!. Apakah orang tuaku berasal dari Suku batak...?! Jawaban ini tak bisa kumuntahkan secara langsung lah..., harus ada klarifikasi dari Ibuku terlebih da- hulu. Dan, mulailah aku mengintrogasi Ibuku. Kata Ibuku, aku ini keturunan Jawa tulen, lahirku Hari Senin, pas tanggal dua, bulan dua, tahun 2014. Bapakku orang Jawa yang besar di Kalimantan, sedangkan Ibuku Jawa lokal. Bapakku orangnya sabar luar biasa, kurasa beliau merupakan orang tersabar se Indonesia. Ibuku sangat baik, namun kesabarannya menjadi teruji ketika sedang menghadapiku. Saat masih duduk di bangku TK, aku bangga bukan main gara- gara guru- guruku sering menyebut dan memanggil namaku Igor. Begitu mereka me- manggilku. Bu guru bilang, aku anak hiperaktif. Aku tdak tahu apa artinya, tapi kata kakakku yang sekolah di MTs, hiperaktif itu adalah anak yang nakal dan suka mengganggu teman. Tapi Bu guru kelasku bilang, bahwa hiperaktif itu merupakan sifat anak pintar, yang selalu ingin bertanya, dan banyak bergerak. Aku bingung menen- tukan mana jawaban yang benar diantara kedua jawaban tersebut. Nah, sebagai penengah akhirnya kubuka diary kakak angkatku, mas google yang memberi ja- waban cukup menyejukkan yaitu, Hiperaktif atau Hiperaktivitas merupakan suatu kondisi di mana seseorang menjadi lebih aktif dari biasanya, begitu pen- jelasannya. Kondisi ini dapat ditandai dengan adanya peningkatan gerakan, per- ilaku agresif, perilaku impulsif, dan mudah terusik. Karena tak ada kata- kata nakal disitu, maka sementara ku anggap keadaan masih aman dan normal. Hidupku terasa berarti ketika aku mengenal sesosok guru yang baik hati. Namanya Bu Annis, Ia merupakan guru favoritku di sekolah. Ia sangat berarti dalam hidupku, betapa tidak, guruku adalah seorang guru yang berprestasi. Segudang prestasi dalam bidang pembelajaran banyak ia 76","raih. Orangnya tegas dan suaranya sangat keras. Wajahnya cantik, namun ber- wibawa. Karena guruku, aku ingin mengikuti jejaknya dalam prestasi dan dalam bersikap. Sejak kecil aku sangat menyukai olahraga dan sangat suka pelajaran Matematika. Sering aku mengikuti gaya guruku dalam bersikap, bahkan ketika di rumah sekalipun. Ketika anak manusia memiliki profesi dalam dunia pekerjaan atau pendidi- kan. Dia akan memiliki sahabat atau guru yang dipercaya bisa membantu men- carikan solusi terbaik pada saat memiliki problematika kehidupan. Guruku yang pertama menginspirasiku adalah ibu dan ayah. Beliau mengajarkan ibadah dan muamalah masih dalam kandungan. Sejak diriku lahir ke dunia, mulai diajarkan lebih dalam ilmu agama, ilmu dagang, ilmu sosial, aqidah dan akhlaq. Perjalanan hidup setiap manusia pernah mengalami titik jenuh. Pada titik yang menjenuhkan atau melelahkan pastinya ada cara unik masing-masing pribadi untuk membangkitkan semangat hidup menjadi lebih kuat dan cerdas. pada saat hati gundah siapa orang yang pertama diajak bicara? Pada saat masih bocah, orang yang pertama diajak bicara biasanya ibunya dan bapaknya. Lain halnya saat sudah remaja, dia akan bercerita kepada teman sebayanya. Lain pula jika sudah dewasa, dia akan bercerita kepada teman dekatnya atau kembali diceritakan kepada orang tuanya. Demikian pula denganku, apapun yang terjadi dengan kehidupanku selalu aku ceritakan pada Bu Annis. Termasuk ketika aku dimarahi Bu Hana, guru Pen- didikan Agama Islam di sekolahku, karena tak hafal membaca lima surat pendek yang ditugaskannya. Demikian pula halnya tadi pagi, ketika aku tak sengaja melempar kulit pisang tidak tepat sasaran, sehingga jatuh didepan kaki Ali te- manku sehingga diapun jatuh terjengkang. Tangis manjapun pecah dari mulutnya, sambil berteriak cari perhatian. Se- hingga aku menjadi sasaran kemarahan Pak Hadi guru olahragaku, yang kebetu- lan tak sengaja melihat kejadian itu. Namun tiba tiba Bu Guru Annis datang mel- erai keaadaan. Kamipun diadili dan kami disarankan untuk damai dan bersala- man. 77","Dalam keadaan yang demikian, Bu Annis tetap membelaku, beliau sam- paikan bahwa aku tidak sengaja melempar kulit pisang itu, karena sebenarnya tujuanku baik, \u201cIgor ingin membuang sampah pada tempatnya, namun dengan cara dilempar, sehingga lemparannya kurang tepat sasaran, bukannya masuk tong sampah malah kena injak kaki Ali, oleh karena itu Bu guru harapkan kalian berdua harus saling berhati-hati dalam bertindak, sehingga tidak merugikan pihak lain, Igor ceroboh dan Ali kuang berhati hati.\u201d beliau berkata adil, tanpa memihak salah satu dari kami. Akupun semakin bangga pada Bu Annis. Sungguh, guruku sangat menginspirasiku. Dialah guru yang mengajarku di kelas yaitu Bu Annis. Pada masa itu belajar bersama guruku di sekolah, semangatku menjadi bertambah, karena selain sabar dalam membimbing banyaknya tugas pelajaran Matematika, mata pelajaran yang tidak aku suka. Dengan Sabarnya beliau membimbingku dengan sabar dan tidak ada le- lahnya. Sampai suatu ketika, aku berhasil memenangkan lomba cerdas cermat matematika tingkat Kecamatan yang diadakan oleh PKG di daerah kami, ber- sama dua temanku lainnya, yaitu Gibran dan Farel. Luar biasa, kami di beri piala dan sertifikat tanda kemenangan kami, pada saat pelaksanaan upacara bendera hari senin di halaman sekolah kami. Betapa bangganya kami, ketika nama kami bertiga di panggil ke depan teman teman yang berbaris mengikuti upacara bendera. Kulihat di sebelah barisan, bu Annis berdiri dengan bangga dan berkaca- kaca melihat prestasi kami bertiga. Rasa emosional kami, masih terbawa ke da- lam kelas, kami kembali mendapat uacapan selamat dari Bu Annis, beliau bilang kami luar biasa. Mampu membawa nama baik sekolah, orang tua, dan tentu saja nama baik kelas kami. Kelas 3 UPTD SATDIK SDN Sumbersalak 01 yang no- tabene letaknya jauh dari pusat kantor Kecamatan, kurang lebih 10 kilometer. Namun, semua itu tak bisa membuatku gentar dan semangatku menjadi kendor. Kami tetap maju, bersama support dari teman-teman, guru-guru, orang tua kami dan yang paling spesial adalah semangat dukungan luar biasa dari Bu Annis, guru kelasku. Itu merupakan modal utama kami, selain berdoa kepada 78","Yang Maha Kuasa. Kebaikan, kepintaran, kelincahan dan kesabaran Bu Annis sungguh mengispirasiku. Begitupun cara berpakaiannya, sungguh rapi dan sopan. Jilbabnya selalu senada dengan baju yang dikenakannya. Sepatunya selalu terlihat mengkilat, tak berani rasanya debu menyentuhnya. Ketegasannya selalu membuat anak anak menunduk, tak berani menatapnya. Melihat itu semua, hatiku mulai gundah dengan cita citaku. Tentara memang gagah dan tegap dengan baju dorengnya, itu cita cita awalku. Namun kini, hatiku telah mulai berubah semenjak duduk di kelas 3 ber- sama wali kelasku, Bu annis. Aku ingin sepertinya, benar benar telah bulat, aku ingin menjadi guru seperti Bu Annis. Aku harus belajar giat agar bisa meraih cita- citaku. Empat tahun lagi aku lulus dari sekolah dasarku, selanjutnya aku akan menyelesaikan SMP, dan SMA. Barulah kemudian aku akan kuliah pendidikan sekolah dasar, PGSD. Mudah-mudahan ada rejeki dan takdir sehingga kelak bisa menyelesaikan pendidikan S2. Apapun yang terjadi, aku ingin fokus pada cita- citaku ke depan, ingin menjadi guru SD seperti Bu Annis, terimakasih guruku.Engkau sungguh mengispirasiku !!! Profil Penulis Sumartiningsih, M.Pd, dilahirkan di Jember pada 03 Juli 1978. Saat ini sedang mengabdikan dirinya di UPTD SATDIK SDN Sumbersalak 01 diJalan PB. Sudirman No. 17 Desa Sumbersalak . Ledokombo. Penulis yang ber- lamat kan di Dusun Krajan RT 02 RW 01 Desa Sumber- lesung Ledokombo.Jember ini bisa dihubungi melalui Email [email protected] atau No. HP : 085236607884. 79","HADIAH DI DALAM MESIN CUCI Didik Herwanto, S.Pd SD Negeri Kertosari 02 Menjelang peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus, warna merah putih menjadi hiasan mulai dari kota hingga pelosok desa. Orang-orang sibuk mengecat pagar rumah dan membuat gapura bernu- ansa merah putih. Bendera merah putih dengan aneka ukuran berkibar di setiap lorong dan di depan rumah. Lampu-lampu warna-warni berkelap-kelip menam- bah suasana lebih semarak. Seperti biasa di setiap RT\/RW diadakan aneka per- lombaan mulai dari anak-anak sampai orang tua. Balap karung, panjat pinang, lomba makan kerupuk adalah acara yang biasa diadakan di mana-mana. Namun, di kampung kami selalu ada satu acara yang berbeda. Agar lebih menarik, acara ini berupa lomba menyanyikan lagu \u201cIndonesia Raya\u201d, membuat tumpeng bernuansa merah putih, menyebut nama pahlawan kemerdekaan, menggoreng nasi, menebak isi di dalam mesin cuci milik Pak Agus yang jumlahnya ada 17, mesin cuci bekas di cat berwarna merah putih. Setiap mesin cuci di isi dengan berbagai macam hadiah yang menarik, terlebih dahulu orang\u2013 orang disuruh menebak nama-nama pahlawan kemerdekaan Indonesia, jika ada yang bisa menebak, maka akan memilih salah satu dari 17 hadiah didalam mesin cuci. Pak Agus adalah salah satu sponsor pendukung kegiatan Agustusan di kampung kami. Beliau yang menyediakan hadiah. Setiap bulan Agustus, Pak Agus selalu memberikan dukungan kepada warga, agar melaksanakan kegiatan perlombaan untuk memeriahkan hari ulang tahun Republik Indonesia. Setiap tahunnya Pak Agus membuat acara lebih istimewa, Mesin cuci bekas yang diwarnai merah putih berjumlah 17 sesuai dengan tanggal peringatan hari proklamasi. Kemudian mesin-mesin cuci tersebut di isi dengan hadiah-hadiah yang menarik. Pak Agus adalah sosok orang yang dermawan, badannya tinggi besar dan agak gemuk, serta suaranya yang lantang, dia yang selalu memimpin lomba yang disponsorinya. Sorak dan tepuk tangan dari orang-orang yang menyaksikan dan 80","yang akan mengikuti lomba bergemuruh. Semangat dan antusias peserta mulai dari anak\u2013anak hingga orang tua, menambah suasana lebih ramai. Tidak hanya sekedar memberikan hadiah, ternyata Pak Agus juga memperingati hari lahirnya yang bertepatan pada bulan Agustus. Sebelum lomba dimulai Pak Agus memberikan beberapa patah kata kepada hadirin yang hadir. \u201cBuat apa ulang tahunku diperingati, yang penting ulang tahun kemerdekaan negara kita!\u201d kata Pak Agus. \u201cBerapa banyak pahla- wan yang sudah gugur dalam perjuangan kemerdekaan demi mempertahankan negara kita? Kita harus bersyukur karena negara kita ini sudah merdeka. Jadi 17 Agustus harus dirayakan!\u201d Namun, pada 17 Agustus kali ini, Pak Agus sangat berbeda, usianya yang sudah mulai senja, namun tak menyurutkan semangat Pak Agus dalam kegiatan Agustusan kali ini. Nampak dari pelupuk matanya berkaca\u2013kaca bahkan sampai meneteskan air matanya saat dia memberikan seruan semangat proklamasi kepada orang-orang yang hadir saat itu. Namun dibalik semua itu Pak Agus me- rasa bahagia, karena dua tahun di kampung kami tidak bisa melaksanakan kegiatan memperingati hari proklamasi karena masa pandemi. Pak Agus ibarat seorang pahlawan di desa kami, walaupun dia hanya seorang pengusaha laundry, ia selalu memberikan banyak dukungan moral, ter- lebih pula Pak Agus adalah pahlawan di hati kami. Waktu negara kita sedang berjuang untuk merdeka, Pak Agus masih muda. Na- manya waktu itu Asmadin. Nah, Asmadin ini orang yang kreatif dan ulet. Awalnya dia bekerja sebagai tukang servis mesin cuci. Pekerjaan Pak Agus membutuhkan keahlian khusus, sehingga membuat warga dikampung kami sangat berkeingi- nan untuk belajar menjadi tukang servis mesin cuci. Waktu terus berlalu, pada akhirnya Pak Agus barganti profesi, dengan membuka usaha laundry, walaupun dengan peralatan seadanya, akan tetapi su- dah banyak pelanggan yang terus berdatangan untuk mencuci pakaiannya di tempat Pak Agus. Pak Agus bukan orang kaya. Tapi ia menabung setiap bulan agar bisa membelikan hadiah-hadiah untuk 17 Agustus-an. Ia selalu meng- ingatkan anak-anak untuk tidak tawuran. 81","\u201cYang benar saja, masak tawuran sama saudara sendiri. Memalukan. Me- mangnya Indonesia bisa merdeka, kalau dulu para kakek kalian tidak bersatu melawan penjajah?\u201d begitu nasihat Pak Agus. \u201cKita harus bangga kepada negara kita, ibu pertiwi Indonesia telah ber- juang selama kurang lebih dua tahun melawan Covid-19. Kini bangsa kita sudah pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat.\u201d Sebagai pesan terakhir yang disam- paikan Pak Agus. Profil Penulis Guru penggerak bernama lengkap Didik Herwanto, S.Pd ini dilahirkan di Jember, 30 Nopember 1973. Penulis yang aktif di dalam organisasi PGRI ini sedang mengabdi di SD Negeri Kertosari 02 di Jl. Kaliwining 09. Kertosari. Pakusari.Jember. Penulis yang lulusan S1 PGSD ini bisa dihubungi melalui email di [email protected] dan di nomor 081234969825. 82","SARJANA CANGKUL Dian Eka Wahyuni SDN Gunungmalang 03 Doa dan Usaha! Dua hal hebat yang bisa menjadi kekuatan dalam diri, keyakinan dalam hati, dan kepercayaan dalam mewujudkan mimpi. Aku tidak pernah meragukan kekuatan doa. Ya, bagiku doa adalah senjata keberhasilan. Bukan hanya doa yang terucap dari diriku saja, tapi juga yang selalu dilantunkan hati kedua orangtuaku. Panggil saja aku Dian, orang paling beruntung dan bernasib baik menurut kebanyakan orang. Dan aku menyadari itu. Saat ini aku mengajar di salah satu sekolah dasar di Sumberjambe. Aku lolos tes CPNS tidak lama setelah aku lulus kuliah. Tahun 2019, di tengah isu suap - menyuap yang masih terus dibicarakan masyarakat, aku berhasil lolos tes CPNS, dan banyak orang kaget mendengarnya. Mengapa tidak? Karena aku berasal dari keluarga sederhana. Ayahku bekerja sebagai buruh tani, yang sering diajak mencangkul sawah milik tetangga dengan upah tidak lebih dari tiga puluh lima ribu rupiah per hari. Se- dangkan ibuku, hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak berpenghasi- lan. Ketika aku masih di bangku kuliah, dan ada Dosen yang bertanya apa pekerjaan orangtuaku, dengan candaan aku menjawab, \u201cOrangtua saya Pengu- saha!\u201d. Ya, pengusaha dalam keberhasilanku. Mereka yang dengan susah payah selalu mengusahakan agar anaknya bisa menggapai mimpi. Aku tidak malu un- tuk menceritakan keadaan orangtuaku yang ku sebut sebagai \u201cPengusaha\u201d itu. Sebenarnya, aku berkuliah dengan Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (BIDIKMISI), yang diringankan dari biaya kuliah per semester dan juga masih ditunjang biaya hidupnya sebesar enam ratus ribu rupiah per bulan yang ku gunakan untuk membayar kost dan uang makan. Tapi terlepas dari itu, masih banyak sekali biaya lain - lain yang mengha- ruskan orangtuaku berusaha untuk mencukupinya. Selain itu, hal paling penting 83","yang aku syukuri karena memiliki orangtua seperti Ayah dan Ibuku adalah kekuatan doa mereka. Aku masuk kuliah tahun 2014 dan lulus tahun 2018. Tidak lama setelah itu, tahun 2019 adalah tahun keberuntunganku, dimana penjaringan ASN dil- akukan dengan jujur dan tidak ada lagi suap - menyuap. Jadi, orang kecil seperti diriku memiliki kesempatan untuk benar - benar mengadu rejeki dan kemampuan tanpa takut kalah dengan orang yang beruang dan berkuasa. Alhamdulillah, Allah sangat baik padaku. Aku lulus tes CPNS di tahun itu. Masih jelas ku ingat, aku menangis ketika melihat hasil pengumuman kelu- lusanku, Ibuku juga menangis. Di situlah Ibu bercerita. Bercerita tentang doa - doanya selama ini. Ternyata, dengan istiqomah Ibu selalu berdoa \u201cLancarkanlah langkah anakku, saat kuliah dan setelahnya. Jadikanlah dia menjadi anak yang beruntung dan menguntungkan untuk banyak orang\u201d. Itu yang selalu Ibu minta setiap hari ketika aku kuliah. Bukan hanya itu, Ibu juga menceritakan kekuatan doa Ayah yang selalu mendoakan kelancaranku ketika skripsi. Ternyata, di bawah sajadah ayah ter- simpan dengan baik nama - nama dosen yang menjadi dosen pembimbing, dosen pembahas dan dosen pengujiku saat skripsi. Nama - nama itu selalu Ayah sebut dalam doanya. Ayah berdoa agar mereka semua dilembutkan hatinya dan tidak menyulitkanku untuk lulus. Semua Ibu ceritakan dengan tujuan agar aku lebih percaya dengan kekuatan doa. Ibu juga mengingatkan agar aku tetap istiqomah membaca doa untuk mendapatkan rejeki yang tak terkirakan, yaitu ayat ke - 114 yang terdapat di Q.S Al - Maidah. Doa itu Ibu ajarkan ketika aku SMP, dan aku kebiasaan mem- bacanya sampai sekarang. Kata Ibu, doa itu bisa memberikan rejeki yang tak terduga kepada kita. Bukan hanya dalam hal materi, tapi rejeki dalam banyak hal. Misalnya rejeki kesehatan, rejeki keselamatan, rejeki kelancaran, rejeki kemu- dahan, rejeki kecukupan, rejeki kebahagiaan dan rejeki - rejeki lainnya yang tidak pernah kita duga. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Adikku masih bersekolah. Na- manya Norin. saat ini dia kelas XI di SMA Negeri Kalisat, SMA yang sama 84","denganku dulu, dan mimpinya pun sama, ingin menjadi seorang guru. Aku ber- harap adikku juga memiliki nasib yang baik, bisa lanjut kuliah dan lulus sebagai \u201cSarjana Cangkul\u201d sepertiku. Terdengar lucu memang, tapi itulah julukan dari tetanggaku. Lagi - lagi karena keadaan ekonomi keluarga yang sederhana, bisa lulus kuliah menjadi hal yang mengherankan, hingga akhirnya mereka menyebutku sebagai \u201cSarjana Cangkul\u201d. Bukan sebuah ejekan, melainkan rasa haru mereka yang mengerti benar keadaan keluargaku. Seorang Ayah yang hanya bekerja sebagai tukang cangkul, tapi sangat peduli terhadap pendidikan anaknya. Apapun orangtuaku lakukan demi mem- biayai pendidikan anaknya. Aku sangat bangga punya orangtua seperti mereka. Terlepas dari doa dan usahaku sendiri, aku sangat yakin bahwa tanpa doa dan usaha orangtua, aku bukanlah siapa - siapa. Orangtua sangat berjasa dalam hidup setiap anaknya. Merekalah yang selalu memintakan rejeki untuk kita, yang selalu mengharapkan keselamatan, kemudahan, dan kelancaran di setiap langkah kita. Dan aku yakin, kesuksesan setiap anak, tidak pernah ada yang terlepas dari doa orangtua. Oleh karena itu, aku sangat menghormati dan menyayangi orangtuaku, aku tidak pernah malu dengan keadaan orangtuaku. Masih sangat segar dalam ingatan, nasihat Ibu ketika aku akan memasuki bangku kuliah, \u201cJadilah dirimu sendiri, jadilah apa adanya, jangan sampai mengada - ada!\u201d. Pesan singkat yang kujadikan prinsip hidup, sehingga dengan keadaan apapun aku harus bisa men- syukuri setiap apa yang kumiliki. Dengan begitu aku percaya Allah akan selalu memberikan yang terbaik untukku. Begitulah! Kisah hidup yang sering ku ceritakan kepada muridku di kelas. Kisah hidupku sendiri, yang ku harapkan dapat menumbuhkan semangat mereka dalam meraih mimpinya. Sekolah tempatku mengajar berada di pinggiran dan jauh dari kota, ke- banyakan dari mereka berlatar belakang sama denganku, orangtua mereka bekerja sebagai buruh tani dengan keadaan ekonomi keluarga yang rata - rata kurang mampu, menjadikanku antusias untuk menumbuhkan percaya diri dan semangat mereka dalam berusaha untuk meraih cita - cita. Sering ku katakan 85","pada mereka bahwa, \u201cSukses bukan hanya milik orang kaya!\u201d. Dengan doa dan usaha, semua orang memiliki kesempatan untuk meraih sukses, bagaimanapun keadaan kita. Doa yang diucapkan dengan segala kerendahan hati, secara terus - menerus, dan dengan diiringi usaha, atas izin Allah akan menjadi nyata. Ketika Allah mengabulkan doamu satu per satu, ketika Allah menjadikanmu lebih baik dari sebelumnya, jagalah hati dan pikiranmu! Jangan sampai rasa sombong ada dalam dirimu. Karena apa? Kesombongan hanya akan menjatuhkanmu. Jatuh di hadapan Allah dan di hadapan orang \u2013 orang. Teruslah berdoa dan berusaha! Sebagai murid, usaha utamanya adalah dengan rajin belajar. Belajar dengan sungguh - sungguh dan berusaha untuk menjadi lebih baik dalam segala hal. Semangat terus dalam meraih mimpi dan cita - cita. Profil Penulis Dian Eka Wahyuni, S.Pd lahir di Jember pada tang- gal 14 Mei 1996. Alumni SDN Cumedak 02, Sumberjambe pada Tahun 2008. Lulus SMPN 01 Sumberjambe, pada Ta- hun 2011, dan lulus SMAN Kalisat pada Tahun 2014. Menuntaskan kuliah di Universitas Jember pada tahun 2018. Saat ini mengabdi sebagai guru di UPTD Satuan Pendidikan SDN Gunungmalang 03, Sumberjambe, Jem- ber. Kritik dan saran bisa melalui Email: [email protected] atau No.Hp: 085746180279 86","TAKDIRKU Oleh: Heni Hidayati, S.Pd MAN 3 Jember Taqdir adalah kata yang tepat untuk kisahku ini. Siapa yang bisa menge- lak akan taqdir dari Sang Pencipta. Sebut saja namaku Hilda. Ini adalah kisahku menjalani profesi yang tak ku sadari berawal masa remaja di akhir pendidikan di sebuah madrasah Aliyah Negeri terkenal di kota Jember. Ketika aku di bangku kelas 3, kuingat ada panggilan dari seorang guru sejarah yang dipercaya oleh madrasah untuk mengelola pendaftaran calon ma- hasiswa lewat jalur prestasi. Di sebuah ruangan hadirlah beberapa anak yang di panggil bersamaku. Ada perasaan takut, hingga detak jantungku serasa berden- tum-dentum disertai tanda tanya besar dalam benakku. Mengapa aku dipanggil menghadap guru? Apakah aku telah berbuat kesalahan yang tak kusadari? Di hadapan Pak Arief, guru yang sangat sabar dan bijaksana itu, kami hanya terdiam menunggu. \u201cKalian dipanggil ke sini, karena ada hal penting yang perlu saya sampaikan,\u201d kata pak Arief dengan suara baritonya yang berwibawa membuat kami saling menoleh dengan perasaan masih penasaran. \u201cIni informasi pendaftaran calon mahasiswa baru dari perguruan tinggi negeri di kota Malang\u201d, kata Pak Arief seraya membagikan kertas berisi informasi pendaftaran calon mahasiswa baru. Aku menerima begitu saja meski belum pa- ham terkait informasi tersebut. Kemudian Pak Arief dengan sabar menjelaskan bahwa pendaftaran tersebut menggunakan nilai raport. Dari keterangan Pak Arief inilah aku mulai paham mengapa aku dipanggil. Aku yang tak pernah peringkat satu di kelas tapi tidak pernah terlepas dari per- ingkat ke 3 sejak aku duduk di bangku kelas satu. Di bangku kelas dua pun aku ada di peringkat ke tiga hingga di kelas tiga, aku tetap tidak bergeser dari pering- kat ke tiga. Pak Arief menyarankan agar kami memanfaatkan kesempatan itu sebaik- baiknya dan segera mendaftar. Setelah penyempaian informasi dari beliau 87","selesai, kami semua kembali ke kelas masing-masing. Sejak itulah aku mulai berpikir, akankah aku ikut serta mendaftar atau tidak? Pada sore yang santai di pondok tempat tinggalku selama belajar di mad- rasah tercintaku, aku mulai membuka-buka raport dan menelusur nilai-nilai di raport sejak kelas satu. Menyeruak rasa bangga dengan semua nilai-nilaiku meski bukan urutan pertama atau ke dua di kelas, namun deretan nilainya tetap membuatku berterimakasih atas bimbingan bapak ibu guru juga atas do\u2019a kedua orangtuaku. Dari semua nilai ternyata nilai mata pelajaran biologiku sangat menonjol bahkan melewati angka sembilan di akhir raportku. Tanpa kusadari anganku me- layang pada sesosok ibu guru cantik yang ketika memberi pelajaran Biologi seal- alu sabar dan memberi penjelasan dengan cara yang menarik dan mudah aku pahami. Meski banyak di antara temanku yang mengeluh dengan banyaknya ma- teri yang harus diingat di luar kepala, aku merasa tidak kesulitan karena aku me- rasa sangat senang setiap kali belajar Biologi. Kebaikan dan keanggunan bu guru cantik membuatku semakin bersemangat, apalagi bu guru sering menyuruh te- man-temanku untuk meminjam catatanku yang menurut beliau rapid an lengkap. Aku tersanjung dan makin bersemangat. Lamunanku tersentak ketika adzan Ashar dikumandangkan, aku belum mengambil kesimpulan ikut pendaftaran calon mahasiswa baru di PTN di Malang itu atau tidak. Aku harus bergegas mengambil wudhu untuk shalat Ashar ber- jama\u2019ah, kebiasaan rutin kehidupan pondok yang tanpa terasa telah tiga tahun aku belajar di sana dan telah sampai pada penghujung waktu di sana. Meski belum terpikir seperti apa cita-cita nantinya, akan menjadi apa aku, tidak terbersit dalam pikiranku. Mengalir begitu saja, yang kutahu hanya belajar dan mengaji di pondok. Aku sangat bangga pernah tinggal selama tiga tahun di pondok karena berkesempatan belajar tentang agama dan prilaku yang baik dengan kebiasaan berdisiplin waktu mulai dari bangun untuk melaksanakan sha- lat tahajjut sampai berjama\u2019ah subuh yang dilanjutkan dengan kegiatan mengaji. 88","Mengantri untuk mandi adalah pembiasaan yang mengajariku berdisiplin , bersabar dan menghargai orang lain. Banyak hal baik yang aku pelajari di pon- dok. Harus mandi dengan cepat agar tak terlambat masuk sekolah. Sarapan se- derhana pun harus disyukuri sehingga wajah kami tetap berseri dan gembira ka- mipun pamit ke bu Nyai untuk berangkat sekolah, Bismillah mohon do\u2019a mudah- mudahan niat belajar memperoleh ilmu yang manfaat dan barokah. Tepat pukul 06.30 aku sampai di madrasah dengan berlari kecil, bergegas karena gerbang akan segera ditutup. Ada dua orang penjaga ketertiban yang jarang tersenyum berdiri di kanan kiri gerbang madarsah. Tak terbayang bila ter- lambat. Kini semua akan menjadi kenangan. Aku akan segera pulang ke rumah di mana aku bisa sedikit melonggarkan waktu dengan tidur lebih nyenyak, ber- manja pada Ayah, Ibu dan bisa menikmati hidangan makanan kesukaan yang banyak. Tak sabar rasanya ingin segera pulang hingga waktu terasa amat lama. Bel pelajaran terakhir berbunyi, aku melangkah dengan dengan perasaan senang. Terik matahari tak menjadi penghalang untuk bergegas melanjutkan per- jalanan pulang setelah berpamitan ke bu Nyai. Aku ingin segera sampai rumah dan mengabarkan informasi pendaftaran calon mahasiswa baru dari Pak Arief. Aku pulang naik mikrolet ke terminal, dilanjutkan dengan naik bus selama satu jam. Rasa bahagia dan rindu menyeruak di seluruh desiran nadiku hingga senyumku rekah apalagi ketika pelukan hangat ayah dan ibuku mendekapku erat sebagai sambutan hangat pelepas rindu setelah berbulan kami tak bertemu. Air mata haru ibu dan senyum ayah benar-benar peluruh rinduku. Ya Rob, betapa bersyukurnya aku terlahir dari orangtua yang demikian hangat mencintaiku. Kamarku begitu rapi dan bersih, ayah dan ibu selalu menyiapkannya un- tukku. Aku segera menghempaskan lelahku di kasur yang aku rindu. Lelah me- lelapkanku hingga aroma masakan ibu membuat perutku meronta. Aku pun ber- gegas membersihkan diri, shalat kemudian bersiap menyantap lahap masakan ibu yang tiada duanya. Tampak raut wajah ibu dan ayah yang berseri menemaniku makan yang sangat lahap seperti belum pernah memakannya. Maklumlah, selama di pondok kami memang diajarkan hidup sederhana dan bersyukur dengan semua 89","hidangan apa adanya. Pada saat makan itulah kesempatanku menyampakian informasi yang kubawa. \u201cAyah, ini ada informasi pendaftaran calon mahasiswa baru dari PTN di Malang. Aku belum mengisi, aku minta saran Ayah Ibu dulu,\u201d kataku sambil me- nyerahkan formulir yang telah kubuka agar ayah mudah membacanya. Ibu yang sedari tadi memperhatikanku bergegas mengambilkan kacamata baca ayah yang kemudian membaca informasi itu dengan sangat seksama. \u201cPerempuan itu cocoknya jadi apoteker,\u201d kata ayah sembari terus mene- lusur informasi di selembar kertas itu. \u201cTapi di sini tidak ada jurusan itu, adanya hanya keguruan,\u201d kata ayah sejenak memandangku yang tidak paham dengan jurusan yang sedang dibicarakan. Aku menyimak sambil terus mengunyah hidangan buatan ibu yang waktu itu lebih menarik perhatianku daripada urusan keguruan yang ayah sampaikan. Ayahku memang seorang petani, tapi ayah lebih paham dan berpikiran maju karena suka membaca dan bertanya kepada orang-orang yang lebih mengerti. Ayah selalu sampaikan agar anak-anaknya bersekolah lebih tinggi da- ripadanya karena menurut ayah warisan ilmu itu lebih bermanfaat daripada war- isan harta. Setelah percakapan panjang dan dengan pertimbangan nilai biologiku yang menunjang, ayah menyarankan agar aku mendaftar saja, kesempatan tidak datang dua kali menurut beliau. \u201cPerempuan jadi guru juga bagus, selain anggun dan luwes juga bisa lebih mengamalkan ilmunya,\u201d kata ayah melanjutkan sarannya. Aku menuruti saja sa- ran ayah. Aku yakin saran orang tua adalah yang terbaik dan aku sangat yakin bahwa ridha Allah ada pada ridha orangtua. Malam terlewati begitu cepat berganti pagi. Saatnya aku bersiap kembali ke pondok lagi, meski berat namun demi meraih cita aku harus tetap semangat menjalani rutinitas pondok yang tinggal sedikit lagi menjadi kenangan. Ayah mengantarku ke pondok sembari sowan kepada bu Nyai atau ustadzah dan menyampaikan bahwa aku akan mendaftar ke PTN di Malang. 90","Dengan penuh tekad dan semangat aku kembali ke madrasah dengan membawa rencana untuk mengikuti pendaftaran ke PTN yang dinformasikan oleh Pak Arief yang segera aku temui pada jam istirahat. \u201cBagaimana? Jadi ikut mendaftar di PTN yang saya informasikan?\u201d suara barito Pak Arief selalu membuatku takdim, apalagi beliau sangat telaten pada semua siswa. Pertanyaan beliau aku jawab dengan anggukan dan senyum lebar karena bersemangat. \u201cMau ambil jurusan apa?\u201d Pak Arief melanjutkan pertanyaan lagi. \u201cAyah ibu saya menyarankan saya mendaftar pada jurusan keguruan Bi- ologi,\u201d jawabku apa adanya. Pak Arief tersenyum dan menyarankan agar aku segera memenuhi semua persyaratannya. Setelah semua lengkap, aku se- rahkan kembali pada sekolah yang mendaftarkanku dengan teman-teman lainnya. Waktu terasa begitu singkat, hari kelulusan pun tiba yang dirayakan dengan acara ritual perpisahan di pondok pesantren kami. Semua siswa dan guru diliputi rasa bahagia dan haru. Berat rasanya meninggalkan pondokan yang telah tiga tahum membentuk karakterku. Namun demi pendidikan yang lebih tinggi, semua harus merelakan untuk saling melepaskan. Keharuan dan air mata mewarnai acara perpisahan kami. Di tengah suasana bahagia dan haru itu, tetiba aku dan beberapa temanku dipanggil oleh pak Arif. Kebahagiaan hari itu bertambah karena pak Arief menga- barkan bahwa aku diterima di PTN Malang sebagai calon mahasiswa jalur pres- tasi. Semua teman dan guru mengucap selamat meski aku belum paham betul akan seperti apa aku nantinya. Semua hanya kujalani, mengalir saja sambil terus meminta do\u2019a restu para guru dan orang tua agar perjalanan ke depan lancar dan mudah. Tibalah waktunya aku harus berangkat ke kota Malang yang terkenal dingin. Aku berangkat dengan semangat baru untuk menempuh kuliah pendidi- kan Biologi. Lamunanku kembali mengajakku membuka cerita betapa guru bi- ologiku yang penuh kesabaran mengajariku telah sangat berpengaruh dalam 91","menentukan pilihan jalan hidupku. Terbayang kembali raut wajah ayu ibu Siti Ko- mariyah yang anggun dan penuh senyum. Guru tauladanku yang karena beli- aulah aku mencintai pelajaran Biologi dan nilaiku selalu bagus. Sesampai di kota Malang, aku bertemu dengan kakak kelas semasa Mad- rasah. Dengan bantuanya aku mendapat temapat kost yang nyaman bersama duabelas teman lainnya. Seorang ibu kost yang baik hati dan protektif membuat aku merasa tetap dekat dengan orangtua yang selalu bisa mengingatkanku. ***** Waktu berjalan begitu singkat. Suka duka masa kuliah kulalui dengan semangat dan tanpa beban karena belajar biologi memang sangat aku cintai. Tak terasa empat tahun masa kuliahku sudah terlewati. \u201cSelamat ya, Nduk kamu sudah lulus,\u201d ucap Ibuku berlinang air mata haru serasa memelukku dalam acara wisuda sarjanaku. \u201cSemoga ilmu yang kau peroleh barokah dan manfaat untuk masa depanmu,\u201d kata Ayah yang tampak sangat bahagia dan bangga. Demikian pula denganku. \u201cTerimakasih ayah, ibu, dengan sepenuh hati memperjuangkan dan mendo\u2019akanku hingga putrimu berhasil menuntaskan pendidikan tinggi,\u201d guma- mku tanpa kata hanya buliran bening mewakili bahagia dan haru kami hari itu. Tiga bulan kemudian, mau tidak mau aku harus mengajukan lamaran se- bagai guru honorer di sebuah sekolah. Mengikuti alur pilihan orang tua dan na- sihat guru menempatkanku pada alur profesi sebagai guru. Ya, aku akan di- panggil dengan sebutan ibu guru yang harus siap memberikan ilmu kepada siswa-siswaku. Roda waktu tanpa kurasa menggelinding bersama suka duka menghadapi berbagai macam karakter siswa. Terkadang lelah melanda, namun senyum rekah para siswa yang dengan senang hati menanti kehadiranku selalu menggugah semangatku melangkah dan terus melangkah. Teringat akan guruku dahulu, aku bisa merasakan apa yang beliau rasa- kan. Ternyata profesi sebagai guru sangatlah mulya. Dari guru, para siswa bisa mengembangkan kemampuannya dan meraih masa depannya. Terimakasih Bu 92","Qoqom guru biologiku. Untaian do\u2019a terbaik semoga segala kebaikan mengalir untukmu. Terimakasih Ayah dan Ibu, semoga semua kebaikan juga mengalir un- tukmu. Buliran bening ini mewakili seluruh rindu dalam tiap untaian do\u2019aku. Pu- trimu kini menjalani dan menikmati profesi pilihan terbaikmu sebagai takdir dari Sang Penentu segala urusan. Profile Penulis Penulis bernama lengkap Heni Hidayati, S.Pd. Tempat lahir Jember, 08 April 1979. Ia anak kedua dari 2 bersaudara. Gelar sarjana Pendidikan di peroleh pada tahun 2001 dari Universitas Negeri Malang, dengan mengambil jurusan Pendidikan Biologi. Penulis mengabdikan diri sebagai guru di MAN 3 Jember sampai sekarang. Penulis nisa dihubungi melalui email [email protected] dan di nomor wa: 081232427666. 93","CATATAN BU ERIN Oleh : Esti Budi Rahayu, S.S SMA Negeri Jenggawah \u201cE\u2026e\u2026e\u2026e, sik isuk kok wis nglamun,\u201d Teriak Siska mengagetkanku. \u201cAh, nggak kok,\u201c spontan aku menjawabnya, padahal bener memang aku sedang melamun gumamku dalam hati. \u201cKita ke sekolah nggak disuruh nglamun, Ca, kita belajar, sinau. Ayo saiki ajari aku PRnya Pak Andi, mumet pikiranku. Tadi malam aku sudah coba nger- jakan tapi nggak paham juga. Nanti istirahat kau minta apa di kantin Bu Minah, opo ae, sak karepmu, Ca, aku yang bayar,\u201d kata Siska dengan logat jawanya yang kental banget. \u201cNah, kan alasan saja? pasti kamu ada maunya. Biasanya memang be- gitu, aku hafal dengan rayuanmu.\u201d Sahutku agak malas. \u201cAyolah, Ca, bantu aku kali ini saja, kamu kan baik hati. Ayolah, rengek Siska seperti seorang anak kecil yang tidak dibelikan balon ibunya. Dengan setengah terpaksa akhirnya aku membantunya mengerjakan pekerjaan ru- mahnya juga. \u201cKalo kamu bukan bestieku, nggak akan aku bantu, \u201cjawabku agak kesal. \u201cTerima kasih cantik,\u201c ujarnya sambil tersenyum manis ke arahku. Gom- balannya membuatku sedikit tersanjung. Tapi, ah sudahlah, Siska memang be- gitu ulahnya. Kami bersahabat sejak kecil. Mulai dari Sekolah Dasar sampai di Sekolah Menengah Atas pun kami bersama. Kami duduk sebangku, jadi aku tahu betul watak dan sifatnya. Begitu juga Siska. Dia sangat mengerti keadaanku, dan lagi-lagi dia selalu melindungiku ketika aku selalu, selalu, dan selalu\u2026. Ah, mataku nanar lagi. **** Senja di ufuk barat mulai redup. Kulihat camar mulai pulang ke sarangnya. Setelah ini ibu dan ayah datang. Setiap hari mereka pulang menjelang malam. Mereka berdua sama-sama pekerja keras. Aku dan adikku, Rima, sejak kecil su- dah di didik untuk mandiri. Ketika ibu memutuskan untuk bekerja di gudang tem- bakau dekat rumah kami, secara otomatis kami harus belajar untuk mandiri. Kami 94","bukan keluarga yang berada. Kami keluarga kecil yang tinggal di kampung dengan penghasilan ayah yang pas-pasan sebagai mandor gudang tembakau. Setiap pagi ayah menyiapkan sepeda onthel Rima. Sesekali ayah memompa ban dan juga mengecek rem sepeda milik Rima. Setelah itu Rima akan berangkat lebih dulu dibanding dengan aku. Apalah aku, aku selalu diantar, diantar terus, selalu menjadi beban sampai sekarang. Ah\u2026 \u201cKak, Kak Ica\u2026Kakak dimana? \u201cpanggilan bocil membuyarkan lamu- nanku. \u201cIyaaa, kakak di teras depan, \u201cteriakku tidak kalah keras. \u201cKak, aku minta tolong ya, buatkan aku kerajinan tangan ya, ya, rengeknya terus menerus. \u201cKerajinan tangan? \u201c tanyaku setengah heran. \u201cBegini, Kak, Bu Rini menyuruh setiap anak membuat kerajinan tangan dari bahan plastik tidak terpakai. Bisa dibuat apa saja, bunga plastik, tas plastik, vas bunga, kotak pensil, aduh banyak deh, tapi aku nggak bisa. Makanya aku minta tolong ke kakak untuk buatkan ya, please?\u201c rengek adikku manja. Sem- inggu besok ini kalau pergi sekolah biar sama aku ya, nggak usah ayah yang ngantar, sebagai balas jasa gitu, katanya terus nyrocos. \u201cDuh, kamu ini selalu buat kakak repot, Dik. Harusnya kamu belajar untuk mandiri, jangan semuanya kakak yang ngerjakan. Kamu tahu kan kalo Bu Rini itu guru yang tegas, disiplin, pastinya beliau nanti tahu kalau kakak yang buatkan kerajinan untukmu,\u201c kataku tak kalah nyrocos. \u201cEmang kakak selalu begitu, nggak mau bantu, ya sudah aku kerjakan sendiri, sebisaku, kalau nanti hasilnya jelek, biar kakak tahu rasa. Pastinya kakak akan malu kalau nilaiku jelek. Memang semua guru selalu membandingkan ka- kak dengan aku yang nakal ini, apa saja dibandingkan,\u201c gerutu adikku dengan nada tinggi. \u201cPak Ilham sering ngomong, oh kamu adiknya Ica ya? kok nggak sama? Harusnya kamu mencontoh kakakmu itu. Dia pinter, rajin, juara olimpiade na- sional, bla..bla..bla \u2026aduh, mesti, mesti begitu\u2026\u201c adikku terus menggerutu sam- bil menirukan gaya bicara Pak Ilham. 95","\u201cBukan, bukan begitu maksud kakak, Dik. Kakak hanya ingin kau mandiri, itu saja, jangan semua tergantung pada orang lain. Begini wis, kakak akan bantu membuatnya asalkan kamu dulu yang memulai dan kalau ada yang keliru nanti akan kakak perbaiki,\u201c jelasku dengan sedikit menasehatinya. \u201cBener ya, nanti kalo aku salah mengerjakannya, kakak bantu, tenan iki, karena aku nggak bisa seterampil kakak,\u201d dengan sedikit manja Rima memohon kepadaku. \u201cIya, kakak janji pasti akan membantumu. Ngomong-ngomong kamu mau buat apa sih, Dik? \u201c tanyaku penasaran. \u201cKepinginku sih, buat bunga plastik. Sebenarnya aku sudah lihat di youtube, Kak. Kelihatannya nggak sulit, tapi kan memang belum tak coba. Aku juga sudah ngumpulin plastiknya, alat-alatnya juga sudah tak siapkan,\u201d kata adikku menjelaskan. \u201cOke deh, siap. Kakak akan bantu. Kapan terakhir pengumpulannya, Dik? \u201c tanyaku sambil menutup pintu rumah. \u201cHari Rabu minggu depan Kak. Jadi kurang lebih ya 5 hari lagi. Jadi kapan kira-kira Kakak bantu aku? Besok hari Sabtu ya, Kak?\u201c bujuknya manja. \u201cHari Sabtu? Sik, sik, kakak ada janji dengan Mbak Siska ngerjakan tugas kimia. Kalo semisal hari Minggu, piye? Bisa kan, Dik? \u201ctanyaku dengan pasti. \u201cMinggu? Ehm\u2026Sambil mengeryitkan alisnya yang hitam, adikku meng- ingat-ingat. Baiklah, Kak. Minggu ya, aku siapkan semuanya. Makasih Kakak cantik, I love you, sambil mencibirkan bibirnya yang tipis, adikku berlari menuju ke kamarnya. Rima, Rima, kamu memang pinter menyanjungku, gumanku dalam hati. **** Kami memang satu sekolah. Rima, adikku sekarang duduk di kelas X, se- dangkan aku duduk di kelas XII. Meskipun satu sekolahan tetapi kami berangkat sekolah tidak pernah bersama-sama. Adikku memakai sepeda onthel kesayangannya, sedangkan aku selalu diantar oleh ayah. Selalu, selalu diantar. Aku yang selalu ngajak adikku untuk belajar mandiri, tapi ternyata aku masih jadi beban keluargaku sendiri. Ah\u2026sembab mataku bila terus mengingatnya. 96","Sekolah kami merupakan salah satu sekolah terbaik di kota. Sekolah yang mau dan bersedia menerima siswa sepertiku. Ketika peristiwa mengerikan itu terjadi\u2026ya.. peristiwa yang membuatku tidak sempurna lagi. Tak ada gunanya hidup di dunia ini lagi. Saat itu aku tidak bisa menerima kenyataan. Kenyataan yang sangat pedih, yang membuat penyesalan seumur hidupku. Aku tidak mau dikunjungi oleh siapa pun. Bahkan ayah dan ibu sekali pun aku tidak ingin melihatnya, sedih terus menerus. Masa depanku hancur. Keinginanku untuk menjadi seorang pramugari pupus sudah. Hampir tiga bulan aku tidak sekolah. Tak ada harapan lagi. Bahkan sahabatku Siska pun tidak bisa membujukku untuk tetap sekolah, sampai pada akhirnya aku melihat sebuah video di youtube. Di video itu, orang-orang sepertiku ternyata banyak yang berkarya. Meskipun dengan keterbatasan, tetapi mereka sama seperti orang normal biasa. Sampai akhirnya aku meminta petunjuk dari Allah tentang jalan hidupku. Aku sadar bahwa tidak mungkin aku terus-menerus seperti ini. Aku harus melanjutkan harapan hidupku yang sebenarnya hanya tinggal puing-puing ke- hancuran. Tetapi aku yakin Allah masih sayang aku. Aku tidak boleh tergantung pada orang lain. Aku harus mandiri. Aku harus bangkit dari rasa penyesalan yang tidak kunjung habisnya. Aku harus berjuang meskipun \u2026. **** Pagi ini, seperti biasa ibu menyiapkan bekal untuk kami. Tapi rasa malas untuk berangkat sekolah menghantuiku. \u201cIca, Ica, ayo bangun, Nak. Ibu sudah menyiapkan sarapan kesukaanmu. Segera bangun ya, ke kamar mandi dan lekas sholat, teriak Ibu dari balik pintu kamar. Aku tidak memedulikannya. Aku lebih baik tidur lagi. Selang 15 menit kemudian\u2026 \u201cLho, Ica, Ica, kamu kok belum bangun, ayo sekarang sudah siang, Ibu berteriak-teriak lagi memanggilku. Sampai akhirnya ibu langsung menerobos ke kamarku yang memang tidak dikunci. \u201cWaduh, waduh, anak ibu yang cantik, kok masih tidur. Ini sudah pukul 06.00, ayah pasti akan menunggumu, Nak. Kamu sakit?, tanya ibu sambil me- megang dahiku. 97","\u201dNggak Bu, aku hanya malas berangkat sekolah. Tolong ya Bu, izinkan aku hari ini tidak masuk sekolah, aku ingin di rumah saja. Sik, sik, kok tiba-tiba kamu ingin di rumah, Nduk? Pasti kamu ada masa- lah, ya, dengan siapa Nduk? \u201ctanya Ibu dengan rasa penasarannya. Hati ibu ini tidak bisa dibohongi, Nduk, pasti kamu punya masalah, dengan Siska kah? Aku langsung menggeleng, tanda bukan Siska yang bermasalah denganku. Bukan Bu, bukan. Hari ini ada pelajaran Kimia, Bu. Pelajaran yang nggak aku suka. Pelajaran yang membosankan. Sudah gurunya ngajarnya nggak enak\u2026 \u201cEits\u2026stop bicara begitu ke guru! Kamu mendapat ilmu dari guru, Nduk. Tidak seharusnya kamu bicara seperti itu ke gurumu. Kamu pintar juga karena guru. Wis yang penting ilmu yang kamu dapat bisa manfaat, Nduk. Ayo lekas mandi. Ayah sudah menunggumu mulai tadi. Ibu juga sudah menyiapkan bekal untukmu, Cantik, \u201ckata Ibu sambil tersenyum menyemangatiku. Senyum yang selalu membuat gairah hidupku kembali bersinar. Terima kasih, Bu, kataku dalam hati. Segera aku langsung menuju ke kamar mandi. Sampai di sekolah, Siska langsung menghampiriku. \u201cKok, tumben, wajahmu cemberut? Kenapa? Rima berulah lagi? \u201ctan- yanya seperti polisi yang sedang menginterogasi tersangka. \u201cNggak, lagi males saja. Pelajaran Kimianya Pak Rudi yang buat aku males, \u201cdengan asal-asalan aku jawabnya. \u2018Oh, itu sih nggak cuma kamu saja yang males, semua teman sekelas kita juga sama. Pancen kimia itu angel, angel. Kamu yang pinter saja masih ngeluh, apalagi aku, yang hanya bengong saja kerjanya. Hik..hik..hik, sambil menutup mulutnya Siska tertawa. Bel masuk berbunyi. Sesaat setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan berdoa, persiapan kami untuk menerima ilmu dari bapak dan ibu guru. Jam di dinding kelas menunjukan pukul 12.30. Tanda pelajaran kimia akan dimulai. Bel tanda pergantian jam sudah dibunyikan. Pasti Pak Rudi selalu tepat waktu. Huh...ngantuk, gumanku. Mapel yang membuat stress, pusing, apalagi ditambah dengan Pak Rudi yang nggak enak ngajarnya. Monoton dalam mengajar, 98","suaranya kurang keras, maklum tinggal 1 bulan lagi beliaunya pensiun. Mungkin pengabdiannya sudah dirasa cukup, sehingga beliau tidak mau pusing-pusing dalam mengajar, hanya tugas-tugas saja. Tok\u2026tok\u2026tok. Bunyi pintu kelas diketuk tiga kali. \u201cMasuk, kata teman-temanku serentak. Muncul Ibu Rike, guru piket hari ini.Wah jelas ini pasti jamkos. Rian yang sedari tadi ada di bangku depan, langsung ngomong. \u201cBu,\u2026 Bu Rike,\u2026 jamkos ya, asyik. Hei teman-teman Pak Rudi jamkos, katanya berteriak. Langsung disambut dengan teriakan kegembiraan ketika Bu Rike akhirnya mengumunkan jamkosnya Pak Rudi, Kimia. Tapi pastinya tugas lagi. Ah, nggak apa-apa, yang penting aku pengin tidur di kelas, ngantuk sekali, pikirku. **** Sepuluh menit kemudian pintu diketuk lagi. \u201cMasuk, silahkan masuk, teriakan Ismail ketua kelas kami. Masuklah seorang guru perempuan, lumayan manis. Jika dilihat tinggi ba- dannya melebihi dari ukuran normal tinggi perempuan Indonesia. Paling sekitar 165 cm. Jika dilihat dari usianya tidaklah muda, tapi juga tidak terlalu tua. Seper- tinya seusia ibu. Dengan jilbab merah mudanya, baju seragam putih yang rapi, sepatu pantofel hitam dengan hak lima sentimeter, membuat penampilannya lumayan dilirik oleh siswa. Senyumnya yang khas, dengan lesung pipi sebelah kanan, membuat kami penasaran ingin tahu, siapa guru ini. Kabarnya dari kelas XII IPS, dia guru baru. Baru pindahan dari sekolah swasta dan diterima di sekolah ini sebulan yang lalu. \u201cAssalamualaikum anak-anak, sambutnya dengan senyum khasnya pada kami. \u201cWaalaikumsalam, Bu, jawab anak-anak serentak. \u201cMaaf Bu guru menganggu ya, jam sekarang ini, jamkos ya, benar? \u201ctan- yanya memastikan. \u201cIya Bu, benar. Pelajarannya Pak Rudi, Kimia, Bu, dan kami sudah ada tugas mengerjakan latihan soal di halaman 52, \u201csahut Ismail menjelaskan. 99","\u201cOh iya, begini anak-anak, Ibu ditugaskan untuk menentukan petugas upacara Hari Senin depan ini. Nah, di jadwal yang sudah ada, petugas upacara hari Senin depan ini ternyata kelas kalian, benar kan? \u201ctanyanya seolah ingin memastikan jadwal yang dibuat Pembina OSIS kami. \u201cBenar, Bu. Kami yang akan bertugas sebagai petugas upacara hari Senin depan, kata Ismail memastikannya. \u201cNah, sekarang ibu ingin mencatat siapa saja yang akan bertugas. Kalau pun nggak ada yang bersedia, maka Bu guru langsung tunjuk. Setuju, ya? \u201cteriak- nya dengan penuh semangat. Kami pun bersamaan menyahut \u201cSetuju, Bu! \u201cTapi ngomong-ngomong perkenalan dulu, Bu, sahut Ridwan berani ber- tanya. Maaf kami kelas XII MIPA4 tidak tahu dengan Bu guru, \u201ckata Ridwan dengan penuh harap. \u201cOh, iya, baiklah. Perkenalkan nama saya Bu Erina. Saya biasa di- panggil Bu Erin. Saya guru baru di sekolah kalian ini. Saya mengajar di kelas XI dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Nah, sudah cukup ya perkenalannya, kata Bu Erin segera mengalihkan pembicaraannya. Langsung saja ya, biar cepat selesai Bu guru langsung tanya. \u201cNah, sebagai pemimpin upacaranya, siapa? \u201ctanyanya penuh harap. \u201cSaya, Bu! Ismail mengacungkan jari telunjuknya. \u201cBagus, terima kasih. Namamu Muhammad Ismail, kan? \u201cInggih Bu, benar, jawab Ismail dengan memakai bahasa jawa. \u201cSekarang yang bertugas sebagai pengibar bendera, siapa? Ayo angkat telunjuknya sebelum B guru tunjuk. Spontan trio usil langsung angkat telunjuk. Ketiga anak laki-laki di kelas kami memang terkenal dengan keusilannya. Mereka Alif, Bintang, dan Ridwan. Di kelas mereka sering menganggu dengan tingkah lakunya yang jail. Suka goda dan bahkan tak jarang membuat siswa perempuan menangis, termasuk aku. Tetapi meskipun usil mereka adalah anggota Paskib di sekolah dan pastinya mereka bertanggung jawab penuh dengan tugasnya. \u201cAlhamdullilah, \u201ckata b guru sambil menuliskan nama mereka. 100"]


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook