31 / Arieyoko Indonesia 5 Leluhur kita telah mengajarkan banyak cinta banyak welas asih banyak santun dan ngabekti Mengapa kamu membuangnya? Moyang kita telah memberi ajar kearifan kebijakan kewaskitaan keuletan kesungguhan keindahan-keindahan Mengapa kamu mengabaikannya? Di pekuburan nama-nama di butiran lemah tersisa jawabanmu sia-sia. Juli 2022
32 / Ach mad Pr amu dit o Biasa dipanggil Pra atau Pram. Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 11 Juni 1963. Karier jurnalisnya dimulai dari tahun 1989-1990 di Harian Memorandum. Kemudian tahun 1990-2018 di Harian Surya. Sedangkan mulai tahun 2018 hingga sekarang ini di Surabaya.com. Menekuni hobi menulis, membaca, menikmati musik dan film. Masih punya cita-cita untuk dapat menerbitkan buku sendiri. Ingin selalu selalu berbagi dan menebar kebaikan. •
33 / Achmad Pramudito Jejak di Titik Pasir Langkah adalah sebuah titik pasir Lalu sudah berpa titik yang kamu susun …. Sudahkah titik itu menjadi gunung atau masih sebatas bukit? Apa indahnya titik yang kamu buat? Adakah warna warni di sana …..? Selamat pagi….. kawan Tinggalkan jejak kita jadi sebuah gunung Dengan pesona warna warni pelangi
34 / Achmad Pramudito Tergerus Jaman Hidup ini adalah perjuangan Perjuangan yang tiada henti Perjuangan yang tak mengenal kata akhir Bahkan ketika kamu sukses sekalipun Karena…. Ketika kamu menganggap perjuangan selesai Saat kamu sudah berhasil menggapai inginmu Itu artinya kamu bukan siapa-siapa Karena kamu akan tergerus jaman yang terus bergejolak
35 / Achmad Pramudito Negeri Koruptor Hukum Berat Koruptor Hukum Mati Koruptor Tetapi benarkah kita ingin negeri ini bersih dari korupsi? Sementara kita masih suka bermain-main dengan sogok sana sogok sini untuk bisa mendapat kesenangan diri Jangan kasih ampun Koruptor Habisi Koruptor Tetapi benarkah kita ingin korupsi tak ada lagi di negeri ini Sementara kita belum bisa mengalahkan ego sendiri dan selalu ingin dapat kenikmatan untuk diri sendiri Hukum Berat Koruptor Hukum Mati Koruptor Jangan kasih ampun Koruptor Habisi Koruptor
36 / Tetapi siapkah kita dihukum berat bahkan dihukum mati Usai menyerahkan amplop berisi segepok rupiah Sebagai kompensasi kenikmatan dari sang pejabat Korupsi itu bukan hanya di mereka kawan Korupsi itu ada di diri sendiri Jadi siap kah kita menghabisi Koruptor?
37 / Achmad Pramudito Dirgahayu Negeriku Merdeka atoe Mati itu slogan di jaman old Di zaman now Kita seakan hanya tahu Merdeka dan Kesenangan Diri Kita merdeka berbuat apa pun untuk kesenangan diri Kita marah ketika dilarang mewujudkan kemerdekaan itu Kita akan teriak ‘Tak Ada Keadilan di Negeri Ini’ Ketika kita dilarang menghujat kawan yang ingin menikmati kemerdekannya Kita akan berseru ‘Demokrasi di Negeri ini Sudah Dibungkam’ Ketika kita dilarang menebar kebencian ada mereka yang tak sepaham Dirgahayu Negeriku tercinta Masih adakah damai di hatimu
38 / Achmad Pramudito Selembar Meterai 10 Ribu Siapa bilang kita belum Merdeka? Kita sudah benar-benar Merdeka kawan! Karena Merdeka di zaman now maknanya sangat sederhana Kita bebas mencaci-maki kawan sendiri tanpa ada beban Kita bebas menularkan kebencian tanpa merasa bersalah Kita bebas menyebar kabar-kabar bohong dan menganggap itu hanya sebuah kesenangan Di zaman now kita bahkan bebas menghujat pejabat Kita suka-suka mengolok-olok pejabat Kita bisa memaki pejabat dan berlindung di balik kata Demokrasi tanpa peduli kesantunan tanpa ada nurani Karena kalau pun akhirnya berakhir di meja sang pengadil Kita cukup membawa selembar meterai 10.000, dan Selesai
39 / Achmad Pramudito Negeri Nan Adil Selain ada di hati nurani kita KEADILAN TIDAK BERDIRI SENDIRI Keadilan ada di tangan pak polisi Keadilan ada di tangan pak jaksa Keadilan juga di tangan pak hakim Kalau semua punya nurani yang sama lembutnya dunia akan jadi indah kawan Karena tak ada lagi tajam ke bawah tumpul ke atas
40 / Nurkhasanah Y ulistiani Nama panggilannya Yulie Iksanti, masih aktif sebagai jurnalis. Disela kesibukannya ia mempunyai hobi menulis dan membaca. Menjadi jurnalis adalah cita-citanya yang tercapai. InsyaAllah menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. •
41 / Nurkhasanah Yulistiani Tunggulah Aku Dinda, jika surat ini engkau terima, setidaknya aku bisa menyampaikan, betapa aku selalu merindukanmu Ingatlah kebersamaan yang kita nikmati Dinda, jangan bersedih karena ketiadaanku di sisimu Aku pergi untuk masa depan kehidupan kita nanti Jangan tinggalkan aku, karena hatiku hanya untukmu Dan aku tidak sanggup bertahan jika melihatmu pergi Tunggulah Aku Aku pasti pulang Aku akan datang untukmu Seperti yang pernah aku janjikan, aku akan memberikan cinta terbaikku padamu
42 / Nurkhasanah Yulistiani Sedihku Begitu banyak air mata yang tumpah saat menyadari bahwa kehidupan orang lain masih banyak yang menyedihkan Sedihku, Aku tak mampu berbuat apa-apa Bahkan untuk menghapus air mata mereka saja aku tak bisa Sedihku, Aku tidak punya kekuatan, tanganku terlalu kecil untuk menggapai dan memeluk, sekedar memberikan harapan yang mungkin aku sendiri tak punya Sedihku, Begitu banyak orang tua yang cemas, saat anak-anak mereka berebut sekolah negeri, padahal ini negeri mereka sendiri, negara mereka sendiri Sedihku, Aku cuma bisa menangis Aku cuma bisa berharap Ya Allaaaah, semoga Engkau turunkan Mukjizat Lepaskan penderitaan mereka, usaplah air mata yang terus- menerus membasahi kehidupan mereka Tolonglah mereka Ya Rabb
43 / Nurkhasanah Yulistiani Kutitip Rindu Padamu Jika engkau dengarkan suara itu, sayup-sayup di kegelapan malam Sunyinya adalah sepiku Aku masih sendiri Seperti saat kau tinggalkan aku Di tengah keheningan Jangan tanyakan bagaimana aku meredam selaksa rasa kangen yang memporak-porandakan seisi jiwaku Aku masih di sini, sama seperti saat kau pergi Rindu ini Masih tersisa, sebagian rasa itu sudah kau bawa pergi, seiring waktu yang sekian lama terpisah Aku titipkan pada angin Aku titipkan pada ombak Aku titipkan pada suara-suara Jika kau kembali nanti, dan aku sudah tidak ada Setidaknya kau masih bisa mendengarkan ungkapan rasa yang sekian lama terpendam
44 / Nurkhasanah Yulistiani Aku Ibumu Anakku, jika ibu sudah pergi Artinya Allah SWT sudah memanggil ibu untuk kembali Kembali ke PangkuanNya Berjuanglah seperti yang sering ibu ajarkan Berjalanlah seperti yang pernah ibu lakukan Karena perjuangan itu tidak akan terasa berat, jika kamu yakin Allah SWT akan selalu berada di sisimu Dan perjalanan sejauh apapun, tidak akan melelahkan mu, karena Allah SWT akan selalu mengiringi langkah kakimu Anakku, Jangan pernah berhenti untuk mencintai Allah SWT, karena dalam setiap desah nafasmu, akan ada ketenteraman, akan ada kedamaian dan keihklasan Allah SWT akan memberikan Yang Terbaik untukmu Anakku, Jika ada yang meminta, berikan Karena itu cara Allah SWT menjagamu, menguatkan rasa Kasih SayangNya padamu
45 / Aku Ibumu Yang berdiri sendiri saat kalian tumbuh dan membutuhkan kasih sayang Karena Allah SWT yang menjaga dan memelihara kita Tidak perlu seorang ayah untuk membuat kalian hidup dengan lebih baik Cukup sebuah tangan seorang ibu dan Kasih SayangNya
46 / Nurkhasanah Yulistiani Aku Tak Mau Ketika usia semakin menua Ketika hari-hari yang terlewati berlalu dalam diam Ketika kisah-kisah yang pernah terajut berlalu tanpa kata Ketika kaki ini mulai lelah melangkah Ketika mata mulai tak bisa memandang gumpalan awan, atau mendengar bisikan angin Tak usah memaksaku untuk melangkah di sisimu Kamu tak kan pernah mengerti, kamu tak akan bisa memahami Betapa sulit bagiku membuka hati, atau memintal benang kasih yang sudah kumal, kotor dan berdebu Aku sudah terbiasa melangkah dalam kesendirian Aku sudah terbiasa bersandar padaNya Aku sudah merasa nikmat dan bahagia meskipun hanya bersamaNya Jadi maafkan aku Aku tak bisa, aku tak ingin hati yang sudah tertata indah bersamaNya, akan tercabik oleh rasa sakit Dan akan mengulang sejarah, terpuruk dalam kepedihan dan tangisan yang kunjung usai Maafkan aku
47 / IM UNG M U LY AN T O Sejak bocah sudah menyukai puisi. Saat SD, SMP, SMA, dan kuliah sering jadi juara deklamasi. Kala duduk di SMAN 5 Surabaya, sudah aktif mengelola majalah sekolah, ikut mengelola Teater Patriana, dan menulis. Mungkin karena itu pendidikan formalnya agak morat-marit. Sempat kuliah di FE UPN Veteran Surabaya, National Hotel and Tourism Institute (NHTI) Bandung, dan IKIP PGRI Surabaya. Beruntung tahun 1999 sempat mengecap S-2 Sosiologi di UMM.
48 / Tahun 1980 - 1990 gemar menulis naskah drama dan menyutra darai pergelaran teater. Salah satu karyanya yang fenomenal adalah “Siklus”, pertunjukan teater tanpa kata dengan aktor Gatutkaca (alm) dan Sasetya Wilutama. Selain itu aktif menulis skenario tv/ film dokumenter dan pendidikan. Tahun 1982-1988 menjadi penulis skenario dan sutradara film seri “Aku Cinta Indonesia” (ACI) di Pusat Teknologi Komunikasi (Pustekkom) Dikbud. Setelah resign dari PNS di Balai Produksi Media Televisi (BPM TV) Pustekkom Dikbud, tahun 1988, beralih menjadi jurnalis di Surabaya Post. Paling lama menjadi redaktur seni/budaya hingga harian itu dilikuidasi tahun 2002. Tahun 2002 mengelola rumah produksi CS Media Pro. Banyak mengerjakan TVC dan company profile. Di antaranya Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya, Bank Jateng, Kota Mojokerto, dll. Tahun 2003 menjadi staf khusus Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Jatim. Ikut merintis pembentukan Jatim Newsroom yang masih beroperasi hingga saat ini. Bahkan oleh Dr. Suprawoto (Bupati Magetan) yang kala itu menjadi Kepala Badan Informasi Publik (BIP) Kemkominfo RI, diminta mengonsep newsroom di BIP Jakarta.
49 / Tahun 2008 ikut membidani Arek TV Surabaya dan menjadi General Manager/Pemimpin Redaksi. Tahun 2010 ikut mendirikan dan mengajar di Airlangga Broadcast Education (ABE), Polinema Malang, dan P3TV Unesa. Tahun 2012 ikut menyiapkan kurikulum program D-3 Film/TV Universitas 45 Surabaya. Sejak pandemi, waktunya dihabiskan untuk membaca dan me nulis, menjadi editor, sambil mengurus tanaman, mancing di laut, dan momong cucu. •
50 / Imung Mulyanto Sangkala Buana kutulis ini puisi di bawah rindang pepohonan alun-alun Sangkala Buana ditemani nasi jamblang dan empal gentong sambil mendengar cerita angin Lemahwungkuk tentang kejayaan Kesultanan Cirebon masa lalu saat tradisi saptonan dihelat alun-alun Sangkala Buana meruah rakyat berebut ingin menjadi saksi ditegakkannya keadilan begitulah nasab Sunan Gunung Jati merawat hati rakyat setiap pendosa bakal menerima hukum cambuk penggugur dosa tak ada tebang pilih agar rakyat rajin memakmurkan tajug mencari kiblat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa di alun-alun Sangkala Buana kini kicau prenjak lebih mirip tangis keadilan itu telah tercabik-cabik syariah yang ditegakkan pendahulu tinggal cerita trah Syekh Syarief Hidayatullah justru saling satru berebut hasrat duniawi
51 / saling memutus tali silaturahmi mewariskan benang ruwet bagi anak cucu di alun-alun Sangkala Buana tersirat prasasti nafsu telah melukai hati rakyat meruntuhkan sendi-sendi kedamaian menghujat nikmat di alun-alun Sangkala Buana seorang gelandangan gila berorasi meminta anak-anak negeri bercermin diri memetik kisah runtuhnya kekuasaan ketika keadilan dikangkangi ketika nafsu jadi kuasa ketika tatanan bubrah ketika kesatuan hanya slogan ketika toleransi hanya basa basi tunggu saatnya runtuhnya negeri ini di alun-alun Sangkala Buana seekor anjing memungut nurani yang telah mati! Imung Mulyanto, Cirebon, 2022
52 / Imung Mulyanto Tuhan, Plis Deh.... Tuhan, plis deh... kembalikan rasa itu setelah habis diperbudak kehendak setelah remuk dibelenggu keinginan setelah porak poranda diperkosa asa Tuhan, plis deh... ajari lagi kami menangis dengan ihlas jangan dengan air mata politisasi tidak dipicu pameran kesengsaraan anak bangsa apalagi dengan aneka bencana yang mengoyak penjuru negeri Tuhan, plis deh... ajari lagi kami tertawa dengan tulus jangan dengan tontonan badut berdasi bergaya anti korupsi tidak dengan akrobat birokrat penggarong uang rakyat apalagi bangsat berdandan sorban menipu umat berlagak jadi filantrofi membantu sana sini Tuhan, plis deh... ajari lagi kami marah dengan santun agar tak habis suara di jalanan melihat ketidakadilan dipertontonkan di mana-mana melihat oligarki mencengkeram negeri
53 / Tuhan, plis deh... ajari lagi kami mencintai negeri ini dengan cara yang benar tidak dengan settingan penuh kemunafikan tidak bergaya malaikat mendulang simpati rakyat tidak umbar janji yang tak pernah ditepati tidak ngemplang uang hasil utang yang membebani tujuh turunan Tuhan, plis deh.... kembalikan rasa itu agar kami bisa rumangsa bukannya rumangsa bisa agar jenak silaturahim di bilik mesra kehidupan oh, yes..... betapa merdekanya orgasme kehidupan bila ejakulasi tanpa nafsu duniawi Imung Mulyanto, Sidoarjo, 2022
54 / Imung Mulyanto Ziarah adakah pekerjaan terberat selain meniti waktu, membukukan hari, tanpa alpa sujud? kau telah lakukan itu tanpa kekeringan senyum meski mentari kadang tertutup mendung dan rembulan terkurung awan kuingat bisikmu di setiap menjelang tidurku: negeri ini ibarat sajadah maha luas jadi jangan kau injak-injak di sinilah kau disemai, tumbuh, dan berkembang jadi jangan kau kotori agar sujudmu tak bau busuk jika kau tak pandai menjaga dan merawatnya setidaknya jangan kau lukai hati pertiwi sudah terlalu banyak darah mengucur ditusuk oknum-oknum laknat pengkhianat bangsa begitulah caramu mengajari mencintai negeri
55 / jujur aku mendengar meski tak menyimak aku mengangguk meski tak mengerti tapi percayalah ada yang abadi di hati bayang kebaikanmu tetes keringat dan air mata yang rajin kau siramkan di ulah kenakalanku dunia fana kian jauh kau tinggalkan tapi lihatlah melati yang kau tabur kian semerbak harumnya membuat iri tetangga selamat beristirahat pahlawanku semoga damai di alam keabadian Imung Mulyanto, Sidoarjo, 2022
56 / Imung Mulyanto Teroris teroris itu bernama Covid 19 merampas segala kemerdekaan melumpuhkan segala sendi membantai anak-anak negeri memenjara seantero jagat raya waktu serasa berhenti raung sirine jadi memedi malaikat maut terus mengintimidasi nuansa serba mencekam mall senyap menyerupai kuburan pemakaman benderang serasa mall rumah sakit rush pasien serba kebingungan orang-orang berdebar mendengar toa langgar berharap yang terkasih tak disebutkan telah pergi orang-orang menghindari berita pagi khawatir yang tercinta muncul di laman duka lonceng kematian seolah mengantre tiba-tiba semua merasa dekat Illahi para bajingan pun jadi fasih melafal doa berharap lolos dari lotre kematian
57 / ditemani sepotong singkong dan kopi panas peredam rasa waswas seorang penyair menorehkan doa: ya Allah, Ya Rabbi apa pun ujianMU jangan bikin kami berpaling dariMu Imung Mulyanto, Sidoarjo, 2021
58 / Imung Mulyanto Mas Kawin kutulis ini puisi sengaja sederhana agar kau tak perlu berkerut dahi bahwa bukan rembulan yang kujanjikan bagi rumahmu tapi cukup sebuah panggung kecil dimana dengan leluasa kau bisa berperan sebagai istri dan aku jadi suami kemarin mungkin kita masih penuh sandiwara ekspresimu belum lepas benar karena waswas jelekmu kutahu sebagaimana aku mungkin terlihat palsu mengumbar rayu khawatir kehilanganmu kini, mumpung masih berperan sebagai pelaku utama marilah kita berakting dengan ketulusan sebagaimana dendang sang biduan “jangan ada dusta di antara kita”
59 / mari kita gauli hari dengan hati-hati jangan sampai sembilu saling kita sayatkan syukur ada madu di sela dzikir kita sambil menanti hadirnya pelaku sejati anak cucu kita kelak kita harus siap jadi pemeran pembantu jangan ambisi jadi pahlawan cukup jadi penjaga panggung kecil baiti jannati begitulah ajaran pertiwi cara sederhana mencintai negeri Imung Mulyanto, Surabaya, 1982
60 / KARYANTO Telah menempuh jalan jurnalistik dengan rent ang waktu yang panjang. Berawal dari harian Pos Kota Jakarta, mingg uan Surya Surabaya, harian Surya Surabaya, Inhouse media Majalah Bank Ja- tim, inhouse media Majalah Warta BUMD Pemprov Jatim, hingga ke media online arekmemo.com. Beberapa karya sastranya berupa cerpen pernah dimuat di Surabaya Post dan Harian Terbit (Ja- karta). Sedangkan Wayang Sableng dalam bentuk serial di Harian Surya. Sekarang menekuni dan semangat belajar berpuisi. •
61 / Karyanto Tegar Menjadi Mata Air Bening Ketika angan itu berwujud teror kecemasan Hilir mudik engkau ke timur dan barat Bersekutu dengan panas dan hujan Kadang menjilat ujung-ujung kilat Aksimu menghanyutkan lara Lalu menembus dinding pekat Biar dan biarlah Hadirmu memang tak diundang Tapi ulahmu menghentak lara Kesedihan, pilu dan murka Bak gubuk di tengah padang ilalang Tak goyah dihempas angin dan deras hujan Kutetap tegar menjadi mata air bening yang selalu menjaga kesucian Di tengah kesunyian dan kedamaian Kumohon, mata air bening ini jangan engkau rusak Apalagi kau cemari dan campakkan Kuingin jadi bagian dari kemerdekaan ini! Memberi makna pada kehidupan Sidoarjo, 20 02 2022
62 / Karyanto Belenggu-belenggu Kegenitan Alam Apa kabar malam, Kan kusampaikan, ingin mengadu dan berkesah Dulu, jalan depan rumah ini sepi Tak ada aktivitas Kini, mulai ramai Saat hujan tiba Genang air pun berkecimpung Tak terbendung Berkepanjangan nyaris tak berkesudahan Wahai malam, Ketika alam bertingkah genit Genang air itu seakan puas mengejek Mengerikan Kendaraan bermesin kadang tak mampu menerobos Mogok tak mampu berjalan
63 / Hai malam, Kau diam membisu, seakan tahu jawab pasti penyebabnya Inikah karena keserakahan? Sebuah kebrutalan dari naluri bisnis Coba lihat, fungsi got sepanjang jalan depan rumah berubah fungsi Ditutup, lalu atasnya dibangun lapak-lapak Disewakan atau dibuat jualan sendiri Hujan deras datang Air tersumbat, tak lagi bisa bernapas lega Wahai kesunyian Kuingin bebas, terlepas dari belenggu ini Merdeka…! Sidoarjo, 16 02 2022
64 / Karyanto Geliat dalam Jerat Gulita Tatkala sunyi Kala kampung tak benderang dari terang sorot lampu listrik Lantaran belum jua hadir Temaram, gulita Segerombol bocah Haus hiburan menembus pekat malam Beriring antara pematang sawah dan tegal Ceria menuju dusun sebelah Ada gelar wayang kulit Sambut kemeriahan kemerdekaan Bergegas dan menerobos agar sampai tujuan Di antara gelap dan gulita Nun jauh samar terdengar Gamelan bertalu-talu ditabuh Menghentak Pertanda adegan perang tanding antartokoh wayang baru saja dimulai Makin larut para bocah tak sabar Ingin sampai pada harap Dalang piawai memainkan lakon
65 / Tuntas jelang subuh Tontonan pun bubar.… Mereka terhibur Pulang pagi Menyusuri jalan semalam Mengulang dan melewati pematang pada sahabat gelap lagi Ngantuk letih tiada terasa Sidoarjo, 21 02 2022
66 / Karyanto Sesaat Kurengkuh Jiwa-jiwa Ini Lintas Makkah - Madina Kurengkuh jiwa-jiwa ini Tatkala aku Terselip di antara kumpulan Mereka sahabatku para pejabat Haji akbar ini Sisakan bunga kenangan Dalam pusaran rombongan Ada jendral, pun pak wagub Bupati atau wali kota Di hari kemerdekaan ini Bayanganku kini tertuju pada mereka Sahabat-sahabat para penggede yang pernah akrab sesaat denganku Ada rasa kangen dan rindu Apa kabar Di manakah kini mereka berada Ketika di Tanah Haram Kuberbaur Tiada jarak Tak ada sekat
67 / Antara pejabat dan rakyat Fokus satu titik Sama mencari ridha Allah Sidoarjo 27 02 2022
68 / Karyanto Terharu Tangan Kokoh Pak Kolonel Menuju Ka’bah di Masjidil Haram Bila dihitung jarak dan waktu tak begitu jauh Hanya tinggal melangkah Dari Hotel Makkah ke Masjidil Haram Cuma sepuluh meter saja Tekad bulat ingin bertawaf Tapi, ada keraguan Pusaran manusia tak terbendung Makin lama, semakin sesak Mengelilingi Ka’bah Terbesit ingin menerobos Lalu mengalir bersama mereka Tekadku ingin gapai hajar aswad Mencium dan mencium sepuasnya Tapi, semuanya hanya jadi angan Ah, antara mungkin dan tidak Kusadar, hari ini musim haji akbar Mereka datang secara mendadak dari berbagai negara tetangga Saudi Arabia Datang tanpa rencana
69 / Mereka mengejar pahala berlipat Aku termangu Modalku hanya bismillah Tampak di sana, dinding-dinding Ka’bah seakan menyapaku Ingin aku segera menghampiri Tapi….. Pak Kolonel, teman satu rombongan haji Dari jauh menangkap gelagatku Buru-buru menghampiriku Ingin mengantarkan ke hajar aswad Menerobos kerumunan umat bertawaf Alhamdulillah, wasyukurillah Di tengah berdesak para umat bertawaf Pak Kolonel membimbingku Tanpa kesulitan sampai jua pada hajar aswad Terdengar teriakan Pak Kolonel, ayo cium sepuasnya Sementara dia tetap mengawasiku Aku terharu, tak sadar meneteskan air mata
70 / Siap, Pak Kolonel Terima kasih Ternyata Allah memberikan kemudahan lewat tangan hamba-Nya yang kokoh Sidoarjo, 9 3 2022
71 / K R I S M A R Y ONO Lahir di Malang 16 Juli 1959. Lulus SMPP Pare Kediri tahun 1978-1979 (Sekarang SMA Negeri 2 Pare), masuk RRI Surabaya tahun 1982 menjadi reporter, bertugas dari 1985 hingga purna tugas 2019. Pernah kuliah di AGS (Akademi Gula Surabaya) AWS (Akademi Wartawan Surabaya), menyelesaikan S1 tahun 2001 di Unipa (Universitas PGRI Adi Buana) Surabaya dan Lulus D4 (Se tara S1) Sekolah Tinggi Multi Media Training Center (STMMTC) Yogyakarta (2001), pernah aktif di Yayasan Penyayang Anak
72 / (Swayanaka) Surabaya tahun 1985-1999, pernah menjadi Pen- gurus Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) periode 2011-2016, pembina Grup Lawak Galajapo 1991 hingga sekarang, pembina Komunitas Perupa Delta (Komperta) dan komunitas Wanita Pe- lukis Sidoarjo (Sekar Delta) dari 2015 sampai sekarang. Pernah menjadi Juara Lomba Karya Jurnalistik Pariwisata Jatim 2006, Juara II (2009) dan Juara III (2008). Kini aktif menulis di Majalah Media PGRI Jatim, Mingguan Suara News, Apenso On Line dan membantu Sidoarjokini.com. Hobi ngonthel dan menulis buku Digaruk (2021) dan Kiprah Guru Cemerlang (2021). Beristri Komsatun (Karyawan RRI Surabaya) dikarunia satu putri yang sudah bekerja. Moto “Seger waras, se- lalu pakai AKIK (Aktif, Kreatif, Inovatif, Komunikatif). Pernah ikut Malam Sastra Jurnalis (Marsalis). •
73 / Kris Maryono Juwita Negeriku Eloknya parasmu Mengingatkan indahnya burung Cenderawasih Merdunya suaramu Menerawang Burung Kenari Bali Lincahnya gerakanmu Tak beda Anoa Sulawesi Lengkingan suaramu Bak Bekisar Belahan Madura Juwita negeriku Trus gaungkan suaramu Gemparķan jagad raya Torehkan lewat lagumu. “Perdamaian, perdamaian” Sidoarjo, Akhir Maret 2022
74 / Kris Maryono Negeriku Bukan Negeri Wayang Negeriku usianya 77 tahun Orang menyebutnya Negeri beribu pulau Negeri beribu etnis, beratus dialek bahasa Negeri subur makmur Bak negeri legenda Astinapura Negeri wayang ternama Yang tak lekang putaran waktu Negeriku, Negeri Khatulistiwa Penuh lintasan peristiwa sejarah Menyeruak di belahan jagad Diantara aroma citra kelabu dan cemerlang Negeriku, bukan negeri wayang Yang penuh hiruk pikuk Cerita asmara hingga peperangan Di antara mitos Ramayana dan Mahabarata Negeriku, negeri gotong royong Warisan leluhur bangsa Dalam rajutan benang Kebhinekaan Menyatu tanpa prasangka Merajuk kehidupan damai sejahtera. Sidoarjo, Akhir Maret 2022
75 / Kris Maryono Negeri Minyak Goreng Negeriku melimpah ruah Hasil tanam kelapa sawit Bahan utama minyak goreng Menggunung produksi minyak goreng Berjuluklah negeri minyak goreng Rakyat negeri tak sulit mencarinya Tuk menggoreng ragam menu makanan Seiring putaran waktu Minyak goreng langka Harga pun melejit, melangit Rakyat menggeliat, menjerit Menggoreng apapun menjadi sulit Begitupun menggoreng kebijakan Di kalangan kaum elit Yang terbelit kepentingan Di antara nasib rakyat dan kelompok tertentu Negeri minyak goreng tercoreng Melebur menjadi kabur Seperti rumah tak berkapur
76 / Kris Maryono Jangan Ganggu Negeriku Biarkan negeriku, sejuk damai Tanpa gejolak yang menyeruak Berdiri tegak, tiada goyah Meski terpaan angin kehidupan beragam Tetap tersenyum, bahagia Jangan kau koyak kebahagiaan negeriku Yang telah meresap Dengan idiologi Pancasila Melekat kebersaman berslogan Bhineka Tunggal Ika Tiada tawar menawar tuk negeriku tetap aman Sepanjang lintasan jaman Senyampang gema perjuangan tetap bergaung Diantara rasa bela nusa Yang tak pernah pudar Negeriku semoga tetap jaya Dalam lindungan illahi Robi Aman sepanjang hayat. Sidoarjo, 17 Juli 2022
77 / Kris Maryono Negeriku Negeri Satu Sumpah Terhampar lautan luas Ribuan pulau menyatu Ratusan suku berpadu Merujuk langkah sejarah Di arena juang Tuk bebas dari belenggu Tirani penjahahan kolonialisme Kaum muda bergerak, bersumpah Canangkan niat, tekad Demi terwujudnya negeri merdeka Satu nusa, Satu Bahasa dan satu bangsa Dikenallah sumpah pemuda Tonggak perjuangan pahlawan bangsa Tetap bergema hingga negeriku 77 tahun merdeka Sekali merdeka tetap merdeka Darjo, Akhir Juli 2022
78 / Kris Maryono Balada Penjahit Bendera Sosok tua renta itu Tetap energik dan tegar Puluhan tahun menghuni Stand pojok pasar Trus mendekap mesin jahit tua Setia menunggu pelanggan Yang hadir di hari ultah kemerdekaan Kain merah dan putih Terpampang panjang di hadapannya Lambang warna putih suci, merah berani Terpadukan beragam ukuran Tuk dikibarkan di 17 Agustus hari sakral Penuh pengorbanan lahir dan batin, harta, dan nyawa Kini tinggalah beribu kenangan Di antara jahitan sang Saka sosok tua Yang tetap berkibar Di hari kemerdekaan bangsaku Darjo, Akhir Juli 2020
79 / Kris Maryono Tetesan Air Mata Ibu Pertiwi Air mata Ibu Pertiwi menetes perlahan Pertanda adanya kegalauan Timpa negeri ribuan pulau Ratusan ribu etnis dan dialek Di masa silam sarat kegotongroyongan Insan penghuni negeri penuh keramahan dan tebaran senyum Waktu berputar, peradaban berganti Senyum dan keramahan mulai memudar Kegotoroyongan perlahan terkikis Tiada rasa sesal Meski belaian Ibu Pertiwi Tetap hangat, berpadu Berharap, tercipta kembali tebaran senyum Terukir ukiran kata indah Di antara pesatnya teknologi digital Mampu menghapus air mata ibu Pertiwi Jamrud keramahan dan berlian gotong royong insani Masih terjaga dalam koridor Dirgahayu Kemerdekaan dan Jayalah bangsaku. Darjo, 30 Juli 2022
80 / Kris Maryono Negeriku, Negeri Merah Putih Negeri beragam etnis dan beribu suku Bersatu padu,tiada ragu Dalam balutan untaian kata Bhineka Tunggal Eka Dalam naungan falsafah hidup bangsa, Pancasila Bersama kibaran Sang Saka Merah Putih Merah berani, putih suci Berani bertindak, hasrat suci Melangkah tegar dan pasti Demi, keutuhan dan kemajuan bangsa Singkirkan segala rintangan Negeriku, negeri merah putih Jangan coreng dengan warna kebiadaban, kebohongan Mari saling jaga nilai demokrasi, kebersamaan Tuk tetap mengibarkan sang saka Merah Putih Seiring jejak usia negeriku 77 tahun merdeka
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148