Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Kucinta Negei Ini Kutulis Puisi

Kucinta Negei Ini Kutulis Puisi

Published by One Finger, 2022-08-26 06:35:22

Description: Kumpulan Seniman hebat berkarya dalam rangka 77 tahun Indonesia Merdeka. Kucinta Negei Ini Kutulis Puisi

Keywords: QR Art puisi

Search

Read the Text Version

i/ Antologi Puisi W a r t awa n U s i a E m a s Kucinta Negeri Kutulis Puisi

ii / Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

iii / Penerbit Buku

iv /

v/ Terucap Terima Kasih Kepada: 1. Bapak Doktor Daniel Rohi Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur 2. Bapak Mahmud Anggota DPRD Kota Surabaya 3. Bapak Dwiko Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jatim 4. Bapak Sukoto Direktur Harian Pagi Pojok Kiri, Ketua Serikat Perusahan Pers Jawa Timur 4. Bapak Machmud Suharmono, Anggota Komite Komunikasi Digital Jawa Timur 5. Bapak Drs. Karsono, M. Pd Pimpinan Majalah Media PGRI Jatim. 6. Bapak Agus Talino, Tokoh Media NTB, Alumni Stikosa - AWS Surabaya, Owner Suara NTB.Com. 7. Ibu Dokter Rini Widya Astuti 8. Bapak Dokter Lutfi Arisbianto 8. Pimpinan Majalah Jaya Baya 9. Bapak Ferdi Afrar Pimpinan Penerbit Meja Tamu 10. Para Penulis puisi dalam antologi puisi Wartawan Usia Emas “Kucinta Negeri, Kutulis Puisi” 11. Berbagai pihak lainnya yang tidak bisa kami sebutkan namanya satu persatu

vi / Dr. Ir. Daniel Rohi, M.Eng. SC, IPU Anggota Fraksi PDI Perjuangan Anggota Komisi B (Perekonomian) Anggota BAPEMPERDA Sepatah Kata 1 MSalam budaya.. ari kita bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa bahwa kita masih diberi hidup damai dan sejahtera. Salam sejahtera selalu terkhusus untuk para Wartawan Usia Emas yang senantiasa terus bersemangat dan tetap berkarya. Di­ warnai sarat pengalaman berkiprah di ranah jurnalistik, Wartawan Usia Emas mampu memadukan uraian fakta dan imajinasi dalam karya sastra puisi yang layak diapresiasi. Selamat dan sukses, terbitnya buku Antologi Puisi Wartawan Usia Emas KUCINTA NEGERI KUTULIS PUISI, sebagai kelanjutan dari buku pertama KUTULIS PUISI INI yang dilaunching meme­ riahkan Hari Pers Nasional 2022.Teruslah berkarya demi bangsa dan negara. Merdeka! • Surabaya, 5 Agustus 2022

vii / Sukoto Direktur Harian Pagi Pojok Kiri Ketua Serikat Perusahaan Pers Jawa Timur Ketua Cowas Jawa Pos Sepatah Kata 2 PAssalamualaikum Wr. Wb. ertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah Mah­ a Pemurah yang telah memberikan anugerah dan karunia-Nya. Tidak kalah pentingnya kami bisa bersilahturrahmi dengan para Wartawan Usia Emas (Warumas) yang tetap eksis dalam berkarya khususnya di bidang seni sastra puisi. Ibarat sebuah pisau jika terus dipakai dan diasah akan tetap tajam, begitupun ki­prah Warumas akan tetap cemerlang dalam menghasilkan karya sastra. Sebuah asa selalu sehat dan semangat. Jangan putuskan sila­ turahmi jika rejeki tetap mengalir. Persahabatan ini tak akan pudar jika dilandasi hati yang tulus. Sastra adalah rekaman sejarah yang tak akan punah. Generasi mendatang akan bisa melihat kehidupan masa kini lewat karya sastra yang bakal terus langgeng selama- lamanya. Banyak pesan moral dan spiritual yang bisa ditemukan dalam karya sastra. Semoga lancar dan sukses. • Wassalamualaikum Wr. Wb. Surabaya, 7 Agustus 2022

viii / Antologi Puisi W a r t awa n U s i a E m a s Kucinta Negeri Kutulis Puisi Amang Mawardi, Aming Aminoedhin, Arieyoko, Achmad Pramudito, Nurkhasanah Yulistiani, Imung Mulyanto, Karyanto, Kris Maryono, Rokimdakas, Sasetya Wilutama, Toto Sonata, Widodo Basuki Penyusun: Kris Mariyono Penata Artistik: Studio MotoGeni Foto Sampul: Diolah dari www.unsplash.com Foto Isi: Dokumen pribadi penulis Cetakan Pertama Agustus 2022 • Pertama kali diterbitkan oleh: Penerbit MejaTamu Perum Sidokare Asri A5-17, Sidoarjo Telp: 082121226464 - 082132198288 [email protected] www.mejatamu.net xx + 128 hlm; 14 cm x 20 cm QRCBN: -

ix / Kata Pengantar Dengan Puisi Membaca Kemerdekaan Toto Sonata, Wartawan Senior I zinkanlah saya—untuk kali kedua—menulis pengantar buku antalogi puisi ‘wartawan usia emas’ , yang disingkat Warumas. Ini adalah komunitas wartawan yang sudah purnatugas dari ins­­ titusi media masing-masing. Ya, mereka sudah pensiunan dari pro­fesi kewartawanannya. Meski, pada hakekatnya, seorang jur­ nalis atau wartawan tak mengenal kata pensiun. Sebab, ia pribadi

x/ yang tak bisa diam. Hanya duduk manis saja menjalani masa pen- siunannya. Ia terus bergerak. Bahkan, sepenuh daya kreativitas- nya untuk tetap menulis. Izinkanlah saya menulis menulis mereka. Bukan tentang me­ nulis berita. Namun, kini para wartawan itu sedang bermetafo- mosa sebagai penulis puisi. Untuk sebuah buku antalogi puisi. Untuk ikut merayakan peringatan hari kemerdekaan negerinya. Republik Indonesia yang ke-77. “Kucinta Negeri Kutulis Puisi”, demikian tema yang menyertainya. Dengan puisi mereka merefleksikan situasi yang terjadi. Ber- syukur negeri tercinta telah merdeka. Sebelumnya, bangsa sen­ diri selama tiga setengah abad (ditambah tiga setengah tahun) mengalami penderitaan karena dijajah bangsa lain. Akhirnya tiba masanya bebas dari penjajahan. “Kemerdekaan adalah hak semua bangsa.” Karena itu, semua bentuk penjajahkan dari satu bangsa terhadap bangsa lainnya, ha­ rus lenyap dari muka bumi. Sebab, tak ada satu bangsa pun di dunia ini yang menginginkan untuk dijajah. Sebab, dalam penjaj­­aha­ n, pasti ada penindasan. Dan ini merusak nilai kemanusiaan. Para perumus konstitusi di negari mana pun pasti setuju de­ ngan kata-kata yang bermakna untuk perjuangan kemerdekaan. Sesungguhnya itu juga bernilai puisi. Sebab, puisi adalah soal eks­ presi jiwa. Pengungkapan kejujuran dalam melihat keadaan de­ ngan penuh penghayatan.

xi / Selain menyenandungkan lagu puji-pujian atas kemerdekaan. Ode kepada patriotisme. Namun, juga menyuarakan elegi bernada sendu tanpa kehilangan sikap kritis. Coba simak salah satu puisi yang dibacakan seorang tokoh, beberapa tahun silam, yang saya kira tetap aktual hingga kini: “ Sudah merdeka, tapi rakyat masih bingung ... ” Kenyataannya, memang, meski kini sudah 77 tahun Indonesia merdeka, kebanyakan rakyat masih belum merasakan arti kemer­ dekaan yang sesungguhnya. Kebanyakan rakyat masih hidup dal­am kemiskinan. Sementara itu, kapitalisme global menguasai dunia, termasuk Indonesia dan melakukan penjajahan dalam bentuk baru melalui dominasi di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Ke- banyakan rakyat hanya bisa menjadi penonton yang tak berdaya. Lantas pertanyaannya: sudahkah cita-cita kemerdekaan, yang da­lam revolusi fisik, juga direbut dengan darah, nyawa dan air- mata, kini terealisasi, dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan rakyat? Ataukah hanya baru bisa dinikmai oleh segelintir lapisan kecil tertentu di tingkat atas? Agaknya benar apa yang pernah dipaparkan seorang sosiolog, bahwa realitas menunjukkan, kehidupan rakyat jelata, yang meru­ pakan mayoritas dari jumlah penduduk. Sebagaimana zaman ko­ lonial, praktis masih begitu juga pada zaman kemerdekaan ini. Bagian terbesar dari mereka masih hidup “dari tangan ke mulut” di tingkat subsisten, seperti sediakala.

xii / *** Dengan puisi mereka, para penulis puisi, merekam semua apa yang terjadi. Dengan mata batinnya atau bisa jadi dengan gemuruh pikirannya. Mereka memilih kata-kata dan menyusun bangunan sebuah puisi demi kenyintaan pada negerinya. Namun, juga tak lupa dengan kepekaannya dan responsibilitasnya mengangkat luka derita rakyat dalam karya puisinya. Bentuk pengungkapan puisinya boleh jadi bisa beraneka ra­ gam. Tak seragam. Tergantung pilihan masing-masing penulis puisinya. Boleh jadi juga sesuai kecenderungan puisinya dan pro­ ses pembelajaran dirinya, yang terbentuk oleh kosmologi per- tumbuhannya sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Proses ini terus berjalan dan berkembang. Baik secara intelektual, emosio­ nal maupun spritual. Karena itu, karya puisi bisa bercorak macam-macam. Karena tiap penyair bisa meghasilkan bentuk puisi yang berbeda-beda. Ada yang bercorak naratif, reportatif, agitatif, kontemplatif, ro­ mantis, liris, putis,dan bakan sufistis. Ya, semua itu sah adanya seb­ agai puisi. Sebab, bentuk puisi itu tidak tunggal, dan tak mengenal doktrin “asas tunggal” seperti pada suatu era ketika se­ mua hal bisa dipolitisasi sesuai kehendak Duli Tuanku. Puisi punya kebebasan berekspresi. Puisi punya licentia poetica, kebebasan memilih kata-kata sejauh tidak ‘merusak ‘penggunaan bahasa. Jika puisi itu beragam, patut diingat, bahwa keragaman

xiii / itu rakhmat, bukan? Akhirnya salam kreatif buat para penulis puisi di buku antalogis puisi Warumas ini. Kepada para pembaca yang mulia, selamat membaca. Mudah-mudahan buku yang Anda baca ini menjadi bacaan yang bermanfaat. • Surabaya, 23 Juli 2022

xiv /

xv / Daftar Isi \\v Ucapan Terima Kasih \\ vi \\ vii Sepatah kata \\ ix • Dr. Ir. Daniel Rohi, M.Eng. SC, IPU Anggota Fraksi PDI Perjuangan \\3 • Sukoto \\4 Direktur Harian Pagi Pojok Kiri \\5 \\6 Kata Pengantar \\8 • Dengan Puisi Membaca kemerdekaan \\ 13 Toto Sonata, Wartawan Senior \\ 14 Amang Mawardi • Negeri Kuliner I • Negeri Kuliner II • Negeri Kuliner III • Negeri Kuliner IV • Negeri Kuliner V Aming Aminoedhin • Dendang Merdeka • Kenang Teruskan

xvi / • Pahlawan Surabaya \\ 16 • Kibar Bendera Tahun Ini \\ 18 • Langkah Merdeka \\ 20 • Belum Lelah Berkibar \\ 21 • Semangat Merah Putih \\ 22 • Hari Merdeka \\ 23 • Bulan Bung Karno \\ 24 ARIEYOKO \\ 27 • Indonesia 1 \\ 28 • Indonesia 2 \\ 29 • Indonesia 3 \\ 30 • Indonesia 4 \\ 31 • Indonesia 5 \\ 33 Achmad Pramudito \\ 34 • Jejak di Titik Pasir \\ 35 • Tergerus Jaman \\ 37 • Negeri Koruptor \\ 38 • Dirgahayu Negeriku \\ 39 • Selembar Meterai 10 Ribu • Negeri Nan Adil

xvii / Nurkhasanah Yulistiani \\ 41 • Tunggulah Aku \\ 42 • Sedihku \\ 43 • Kutitip Rindu Padamu \\ 44 • Aku Ibumu \\ 46 • Aku Tak Mau \\ 50 IMUNG MULYANTO \\ 52 • Sangkala Buana \\ 54 • Tuhan, Plis Deh.... \\ 56 • Ziarah \\ 58 • Teroris • Mas Kawin \\ 61 \\ 62 KARYANTO \\ 64 • Tegar Menjadi Mata \\ 66 • Belenggu-belenggu Kegenitan Alam \\ 68 • Geliat dalam Jerat Gulita • Sesaat Kurengkuh Jiwa-jiwa Ini • Terharu Tangan Kokoh Pak Kolonel

xviii / KRIS MARIYONO \\ 73 • Juwita Negeriku \\ 74 • Negeriku Bukan Negeri Wayang \\ 75 • Negeri Minyak Goreng \\ 76 • Jangan Ganggu Negeriku \\ 77 • Negeriku Negeri Satu Sumpah \\ 78 • Balada Penjahit Bendera \\ 79 • Tetesan Air Mata Ibu Pertiwi \\ 80 • Negeriku, Negeri Merah Putih \\ 81 • Negeri Naik-Naik Puncak Gunung \\ 85 Rokimdakas \\ 87 • Kesaksian \\ 89 • Cemburu \\ 92 • Pesta Sesaji Tolak Balak \\ 93 • Ibu • Kita Pewaris Syah Indonesia \\ 98 \\ 100 Sasetya Wilutama • Ajarkan Pada Kami • Rumah Indonesia

xix / • Maafkan Aku Tak Lantang \\ 102 • Apa Kabar Indonesiaku \\ 103 • Dongeng Cinta \\ 105 Toto Sonata \\ 110 • Jalan Kemerdekaan \\ 111 • Semboyan Itu \\ 113 • Ode Para Pejuang \\ 114 • Negeri Tercinta Widodo Basuki \\ 119 • Cerita Seorang Anak Pengibar Bendera \\ 121 Pada Ibunya \\ 123 • Ajari Aku \\ 125 • Balada Kakek Penjual Bendera • Belajar Mencintai Indonesia Selamat dan Sukses Atas Terbitnya Buku Antologi Puisi Wartawan Usia Emas “Kucinta Negeri Kutulis Puisi” \\ 126

xx /

1/ A ma n g M a wa r di Penulis buku dan Youtuber. Puisi-puisi­nya terhimpun dalam anto­ logi Doa Tangan-Tangan (2007), Puisi Ini Kutulis Pakai Komputer (2014), Namaku Hoaks (2019) dan GIR (2019). Tiang-Tiang (2017) adalah buku kumpulan puisi tunggalnya. Suami dari seorang is- tri, ayah da­ri tiga anak dan kakek dari dua cucu ini, dilahirkan di Surabaya pada tahun 1953. Karier kewartawan dimulai dari ko­responden Pos Kota di Surabaya, kemudian redaktur pelaksa- na mingguan Surya, general manager tabloid Jawa Anyar (Jawa

2/ Pos Group) wapemred tabloid Darussalam, pemred tabloid Peduli Metropolis, dan terakhir sebagai redpel inhouse magazine Majalah Bank Jatim. •

3/ Amang Mawardi Negeri Kuliner I Pagi tadi aku sarapan di warung Ning Yuni Nasi pecel aneka sayur ditambah daun kemangi Lantas kuhidupkan bebekku Segera ku pergi di halaman kantor Dengan perut kenyang kuikuti apel pagi Siang nanti boleh jadi Rawon Cak Mat nan lezat di pujasera Grand City. Malam nanti akan ku nikmati masakan emak, sayur lodeh, ikan peda, sambal terasi Besok? tak usah di pikiri Ini negeri kulineri, Segala bisa kunikmati, asal dompet cukup isi. 22 Maret 2022

4/ Amang Mawardi Negeri Kuliner II Selamat pagi Mari nikmati hangat kopi Dan nasi goreng masakan istri (kopi arabica, kopi robusta, kopi Toraja) atau kopi sachet kapal api? (Nasi goreng petai, nasi goreng teriyaki, nasi goreng kimchi) atau nasi goreng telur mata sapi? Hangat kopi, nasi goreng istri transformasi semangat pagi. Bagaimana jika ditraktir di warung nasi goreng yu Siti? O… indahnya negeri kulineri Negeri gemah ripah loh jinawi (lantas kubayangkan sedapnya racikan bumbu ayang istri dan lirikan maut yu siti) 22 Maret 2022

5/ Amang Mawardi Negeri Kuliner III kendati restoran berlogo ‘m’ terus laris manis bebek ‘p’ lampu stopan selalu habis gusis meski restoran kakek kentucky terus dikunjungi kawula muda pecel paidi dekat kampus itu senantiasa dijubeli mahasiswa walau toko donat bolong dekat pom bensin terus didatangi yang bermobil pohong goreng yu temu asal nganjuk senantiasa diantre yang tak maupun bermobil zaman memang berkembang ada yang bimbang ada yang tak goyang semuanya dapat tempat semuanya mengundang minat 20 Juli 2022

6/ Amang Mawardi Negeri Kuliner IV Tahuu... Tempeee..._ Tahu & Tempe kacang ‘dele_ Itu makanan utame_ Opening lirik lagu yang dinyanyikan Oslan Husein masih terngiang di telinga Lagu yang ngetop di tahun 60-an membawa massa berjoget dalam irama cha cha Bung Karno boleh jadi suka lagu ini Kendati begitu melarang kita jadi ‘bangsa tempe’, bangsa memble Tahu & Tempe orang kate_ Itulah die namanye_ Makanan kite yang istimewa adanya di Indonesia_ Tahuuu... Tempeeee..._ Tapi tempe sudah mendunia Sudah ada dimana-mana Bukan lagi makanan rakyat jelata

7/ Juga, sekarang bukan Tahu & Tempe saja KFC, McD, Starbuck, Hoka-Hoka Bento ada dimana - dimana di Indonesia Ada pertempuran lokal vs global Semoga kita tidak menjadi ‘bangsa tempe’ rela diinjak-injak seperti ‘dele diproses jadi tempe yang lantas menjadikan _bento!_ 28 Juli 2022

8/ Amang Mawardi Negeri Kuliner V sudahlah sobat, sudahilah bicara problematika mereka hari-hari ini kita mesti dapat kerja supaya bisa kita solusikan problematika kita mereka dan kita berbeda hari ini kita penuhi janji bertemu di warung bu dini ada banyak tersedia di sini: rawon, pecel, nasi campur, tahu campur, nasi dengan gorengan cumi-cumi, bahkan ada tersedia nasi kebuli (tapi, apa masih bisa kita lahapi bermacam kuliner di warung ini?) baiklah, kalau kamu masih bersikeras bicara problematika mereka tapi, cukupkah amunisi di saku untuk membayar utang kita di warung ini, warung bu dini? sudahlah sobat, sudahilah bicara problematika mereka

9/ kita tak butuh kata-kata kita cuma butuh kerja! 29 Juli 2022

10 / Amin g A mi n oe d h i n Nama aslinya: Mohammad Amir Tohar. lahir di ngawi, 22 de­ sember 1957. Alumni Fakultas Sastra, Universitas Sebelas Maret Surakarta, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (1987) ini, aktif kegiatan teater, dan pernah menyandang predikat “Aktor Terbaik” festival drama se-jatim tahun 1983 dari Teater Persada Ngawi, pimpinan MH. Iskan. Pernah pula diberi predikat sebagai Presiden Penyair Jawa Timur, oleh doktor kentrung, Suripan Sadi Hutomo, almarhum. Penggagas pentas, serta koordinator Malam Sastra

11 / Surabaya atau Malsasa sejak tahun 1989 hingga 2017. lantas Malsabaru, malam sastra bagi guru se jatim (2011). Pernah menjabat biro sastra dks (Dewan Kesenian Surabaya); ketua hp-3-n (Himpunan Pengarang, Penulis, dan Penyair Nusantara) Jawa Timur; koordinator fass - ppia Surabaya (Fo­ rum Apresiasi Sastra Surabaya - Perhimpunan Persahabatan In­ do­n­ e­sia - Amerika); sekjen ppsjs (Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya). Ketua fsbs (Forum Sastra Bersama Surabaya). Aming Aminoedhin, seringkali baca puisi dan ceramah sastra di hampir semua kota wilayah jawa timur (Batu-Malang, Ngawi, Madiun, Lamongan, Lumajang, Tuban, Bangkalan, Sampang, Tulungagung, Banyuwangi, Mojokerto, Dan Surabaya). Sering jadi juri baca tulis puisi/guritan, tingkat kota, kabupaten, se- jatim, bahkan tingkat nasional. Mendapatkan penghargaan seni dari Gubernur Jawa Timur, bidang sastra (2011). Puisinya termuat di koran dan majalah lokal dan ibu kota, antara lain: Jawa Pos, Solo Pos, Surabaya Post, Berita Buana, Republika, Singgalang, Sriwijaya Post, Banjarmasin Post, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Bali Post, Suara Pembaruan, Jawa Pos dan banyak lagi. sedang majalah yang memuat puisinya antara lain: Bende, Buletin Dks, Majalah Budaya Kalimas, Gadis,

12 / Zaman, Horison, dan Basis. Selain menulis puisi, Aming juga menulis guritan, puisi berbahasa jawa. bukunya yang pernah terbit: Tanpa Mripat, Owah Gingsire Kahanan, Cakra Manggilingan, terakhir kumpulan guritan bersama, berjudul Guritan Wah (2022) bersama Widodo Basuki dan Herry Lamongan. Sekarang masih ketua fsbs (Forum Sastra Bersama Surabaya), dan pernah bekerja di Balai Bahasa Jawa Timur, yang berlokasi di Sidoarjo. Alamat rumah: Puri Mojobaru AZ-23 Canggu, Kecama- tan Jetis – Mojokerto 61352. •

13 / Aming Aminoedhin Dendang Merdeka Meski bulan masih Juni, tapi dendang merdeka dialunkan indah. Teramat indah. Hari-hari terakhir ini, berjalan banyak orang kenangkan Bung Karno. Bulan Juni itu identik bulan Bung Karno. Malam ini di alun-alun kota Sidoarjo kubaca puisi tentang Bung Karno. Bernyanyi tentang merah-putih berkibar di angkasa. Negeri indah bagai taman surga. Ada juga pamer lukisan Bung Karno berjajar indah di latar Monumen Jayandaru. Malam begitu cepat berlalu, dendang merdeka masih terngiang-ngiang memburu telingaku. Indah & merdu. Sidoarjo, 25/6/2022 (22.45)

14 / Aming Aminoedhin Kenang Teruskan memandang negeri indah gemah-ripah loh-jinawi, terkadang sedih sendiri. orang-orang sibuk korupsi, tanpa mau tahu negara bisa oleng oleh ulah para pencoleng. bagai kapal di lautan dibocori sendiri menuju karam, tanpa sadar tak pula ketahuan. siapa disalahkan? kutulis puisi cinta untuk negeri, berawal di bulan juni. sebab catatan sejarah, bung karno sang orator proklamator pendiri negeri, lahir dan wafat di bulan juni. ini bulan juni, kenang & teruskan cita-cita bung karno bangun negeri ini, jangan ditawar lagi. seperti beliau katakan lawan segala bentuk tindak kolonialisme, kapitalisme, dan imperialisme. merdeka berbangsa dan bernegara, Republik Indonesia.

15 / kucintai negara ini, agar tak karam digerogoti bangsa lain, apalagi bangsa sendiri. kucintai negara ini agar rakyat tak kesrakat-melarat, hanya lantaran dikorupsi pejabat. Mojokerto, 25/6/2022

16 / Aming Aminoedhin Pahlawan Surabaya Pahlawan asal Surabaya itu, sang proklamator Soekarno yang lahir di Surabaya. Lalu Bung Tomo bersama pekik takbir dan pekik merdeka bermula dari Surabaya. Lantas lelaki perobek bendera Belanda Hotel Yamato di Surabaya. Ada juga tokoh pembunuh Jendral Mallaby. Semua ini terjadi di Surabaya. Kenangan tentang pahlawan, tak bisa lepas dari Kalimas. Jembatan merah, dan Tanjung Perak. Mereka tak kenal kata mundur dalam bertempur. Tak kenal menyerah meski berdarah-darah. Penjajah harus enyah. Hanya satu kata merdeka, dan lepas dari penjajah. Kenangan tentang pahlawan Surabaya tak hanya itu. Ratusan mungkin ribuan pahlawan tak dikenal melawan penjajah tak takut mati. Terkubur di taman-taman makam pahlawan kota Surabaya.

17 / Kini tinggal kita bersama merenda doa, agar mereka semua bahagia di taman surga. Doa ikhlas di hari bebas merdeka. Mojokerto, 17/8/2020

18 / Aming Aminoedhin Kibar Bendera Tahun Ini Entah bagaimana bisa ada aturan kibar bendera sebulan penuh di bulan merdeka tahun ini. Padahal dulu, hanya sekitar seminggu dikibarkan pada jelang dan sesudah tanggal tujuh belas. Entah bagaimana kulihat bendera itu seperti lelah, mungkin jenuh berkibaran sepanjang waktu. Sejenuh meniti bumi penuh korona, selelah ikuti irama pandemi tak juga berhenti. Panas hujan tak hirau berkibar, suara parau saat angin menerpa terdengar. Mungkin jerit, atau mungkin ajakan bangkit. Tak goyah mata badai korona menerpa, tetap tegak mengarah bumi jadi sehat. Kibar bendera itu seperti tanda bumi kita tangguh, Indonesia menuju bertumbuh. Jayalah Indonesiaku. Mojokerto, 16/8/2021

19 / Aming Aminoedhin Selepas Hari Merdeka Ada rasa lega di hati. Tujuh lima tahun terlewati. Hari merdeka kali ini, terasa ada makna tersendiri. Tak ada pesta hura-hura, kadang bikin kita lupa. Hanya doa menyejuta. Ada simbol dibawa serta, masker itu ajarkan kita tak harus banyak kata. Tak banyak bicara tanpa makna. Tak sembarang buat hoaks setiap tindak. Selepas hari merdeka, tinggal doa-doa panjang. Agar negeri kita kian tumbuh-kembang, dan bukan mengambang. Mojokerto, 19/8/2020

20 / Aming Aminoedhin Langkah Merdeka kini tinggal langkah merdeka itu kita tata kembali. tak harus goyah soal pandemi belum berhenti. tak harus patah-arang, korona menghadang. berbekal pedang doa panjang, jalan langkah bisa lapang. tak perlu ragu, ayun langkah maju. gapai angan dan mimpi cita-cita bersatu, jadi kian tangguh kian bertumbuh. langkah merdeka kali ini langkah tabah, tanpa harus ada keluh. hanya butuh gairah tubuh, hidup kian tangguh. lalu rakyat kian bertumbuh menyeluruh. bukan hanya slogan, terpampang di pinggir-pinggir jalan dan ujung gang kehidupan. tapi nyata bagi semua rakyat jelata. langkah merdeka bukan hanya jerit, tapi bersama bangkit. tanpa sekat antara rakyat dan pejabat. mari ayun langkah bersama. Mojokerto, 18/8/2021

21 / Aming Aminoedhin Belum Lelah Berkibar Agustus hampir berakhir, tapi kibar merah putih belum lelah. Tetap betah di tengah musim badai angin. Lambai kibarnya kencang terbentang. Tanpa hirau ada korona bikin galau. Merah putih, tetap merah berani serta tetap memutih suci. Belum lelah berkibar, tanda negeri ini tak goyah meski dihadang korona. Tak lemah meski pandemi jadi penghalang. Kibar merah putih, tanda tetaplah tegak negeri ini berdiri. Tetap utuh, tangguh, dan terus bertumbuh. Meski pe-pe-ka-em masih lanjut, jangan kecut. Harus tangguh, sehat tubuh, buang rasa keluh. Riang hati bikinlah kian bertumbuh. Belajar dari kibar bendera, tetaplah tegar gagah melambai. Tak goyah kena badai korona. Mojokerto, 29/8/2021

22 / Aming Aminoedhin Semangat Merah Putih Meski ada virus wabah menghadang, jiwa kami tetap meradang. Agustus bulan kemenangan. Tetap sehat semangat, di hati tertambat. Lorong-lorong gang telah berbendera merah-putih. Umbul-umbul tetap ada. Lalu ada rumbai lampu warna kelap-kelip di malam hari. Indah sekali. Jika tak bisa pentas dan karnaval merdeka, bikin pentas virtual saja. Atau mainkan benang, unggah layang-layang di udara. Kita bisa bersorak gembira di hari merdeka. Virus korona tak harus bikin kita bersedih. Tetap semangat bersama merah-putih. Merah darah dan putih tulang, serta langkah maju terus berjuang. Merdeka negeriku! Mojokerto, 4/8/2020

23 / Aming Aminoedhin Hari Merdeka Masuk bulan Agustus terasa ada yang putus. Sekolah kini sudah pindah ada di rumah. Adakah ini belajar merdeka bagi siswa atau merdeka belajar, pada hari merdeka? Tak ada jawabnya. Ternyata banyak siswa melenguh, mungkin keluh. Bahkan mengaduh. Tugas sekolah tanpa diterangkan, esok harus dikumpulkan. Tugas berjibun jumlah, bingung tanpa arah. Belum lagi soal pulsa paket data, lantas sulitnya sinyal internet di desa. Hari terus berlari, tugas sekolah berjibun jumlah. Tak bisa terkejar lagi. Barangkali ada siswa yang pasrah, kemudian bernyanyi sepenuh hati. Lagu indah, berjudul Hari Merdeka. Mojokerto, 1/8/2020

24 / Aming Aminoedhin Bulan Bung Karno Memasuki bulan Juni, identik memasuki bulan Bung Karno. Di awal tanggal, kita jadi ingat hari lahir Pancasila. Ingat juga beliau sang pencetusnya. Sang proklamator jago orator paling kesohor, tiada tanding tiada banding. Presiden pertama Republik Indonesia negeri indah tercinta, gemah-ripah loh jinawi Memandang patung Bung Karno berdiri, seperti ingat kembali catatan tanggal lahir beliau pada enam Juni. Presiden pertama Republik Indonesia negara berdasar Pancasila. Negara banyak suku bangsa, bisa tetap satu jua bangsa Indonesia Melihat patung Bung Karno baca buku, seperti mengajak rakyat teruslah sinau. Belajar dan belajar tanpa henti, agar tak kalah bersaing bangsa lain di luar negeri. Tak jadi bangsa bodoh, tapi kokoh bersatu. Tak bakal mudah tumbang atau roboh, meski sejuta rintangan menghadang.

25 / Bulan Juni pada duapuluh satu-nya juga tercatat wafatnya sang proklamator kita ini, Bung Karno. Bisa jadi catatan duka jika kita semua mengenang tokoh kita ini, tokoh tiada tanding tiada banding Bulan Juni identik bulan Bung Karno, hari ini Mari, berjuta doa akan kita langitkan bersama, agar beliau termasuk penghuni taman surga. Mojokerto, 21/6/2022

26 / ARIEYOKO Eks Ketua PWI Karesidenan Bojonegoro, Tuban dan Lamongan tahun 1990-1992. Memulai karir jurnalistik di Harian Suara Merdeka, Semarang. Pindah ke Harian Suara Karya, Jawa Timur. Pindah ke Harian Berita Buana Baru, Jakarta. Terakhir di Harian Republika, Jakarta. Usai pensiun kembali mbalik ndesa Jonegoro, dan menggerakkan kebangkitan Sastra Etnik sejak 2009. •

27 / Arieyoko Indonesia 1 Keliru bila kamu anggap Indonesia hanya sekadar batu dan pahat. Ia adalah ruh wangi yang diteteskan sejak awal waktu menjadi rindu dan hatimu. Keliru, jika kamu ukur Indonesia hanya laut dan perahu. Ia adalah angin sejuk menyejuk bagi semua utusan untuk menata segegap buih kepada Gusti. Kelirulah kamu, andai menghitung Indonesia sebagai angka dan abjad. Tersebab Ia melebihi ayat yang disabdakan semesta menjadi cinta yang nyata Juli 2022

28 / Arieyoko Indonesia 2 pada awalnya seluruhnya gulita meruntuk melantak ada cahaya kecil jauh di entah tak mengayuh tak berkeluh cakra terus berputar hingga penuh dan riuh kita telah melupa bahwa gelap masih ada masih membayang bakal tergenang ruh kebaikan musti tetap berjaga tanpa letih bersimpan menjadi getih Mei 2022

29 / Arieyoko Indonesia 3 mari tetap nyanyikan lagu Merdeka bersama atawa sendiri kitalah Indonesia. mari terus teriakkan Merdeka sepanjang angin seluruh jiwa-jiwa mewujudkan cinta Mari marilah merawat Merdeka sebagai Indonesia Juli 2022

30 / Arieyoko Indonesia 4 Aku mencari Indonesia di dalam peta, Ia tak ada jejak tanahnya. Aku mencari Indonesia pada pahatan tuwa, Ia tak terlacak ukirannya Aku mencari Indonesia, dalam rimba tulisan kulit, kayu dan kisah. Ia tetap tak nyata untuk disebut dan katakan Aku terus mencarimu Indonesia, mengkaismu, merinduimu. Ia telah lama tersimpan jauh di bawah tumpukan nadiku. Juli 2022


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook