142 pergiliran tanaman dapat dilaksanakan untuk jangka pendek dan jangka panjang, tanpa mengurangi kesuburan tanah, bahwa kerja manusia, tenaga ternak atau mesin dapat disediakan untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya bahwa akan dihasilkan makanan dan uang tunai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani. Langkah terakhir ialah mengevaluasi rencana dan menyusun urutan-urutan rencana alternatif berdasarkan patokan yang sesuai, dengan tujuan memilih rencana yang terbaik. Jelas bahwa patokan yang digunakan harus mencerminkan tujuan petani. Karena tujuan petani umumnya tidak mudah diperoleh, maka rencana itu biasanya disusun urutannya berdasarkan patokan yang sudah dievaluasi, misalnya penghasilan bersih usahatani. 9.3. Anggaran Kegiatan Anggaran kegiatan itu penting karena merupakan bahan yang dipakai dalam semua teknik penyusunan perencanaan usahatani. Anggaran kegiatan merupakan suatu daftar informasi mengenai teknologi produksi tertentu. Informasi ini dikumpulkan dari survey usahatani, catatan usahatani, penyuluhan berpengalaman, data eksperimen dan sebagainya. Ada dua istilah yang perlu dibedakan dalam membicarakan anggaran kegiatan, yaitu cabang Manajemen Usaha Tani
143 usaha dan kegiatan. Cabang usahatani (enterprise) diartikan sebagai produksi komoditi tertentu atau sekelompok komoditi untuk keperluan dijual atau dikonsumsi sendiri. Jadi cabang usaha padi berarti produksi padi dan mungkin jeraminya untuk dijual atau dikonsumsi, tanpa menyebutkan metode produksi yang digunakan. Kegiatan (activity) ialah metode tertentu untuk memproduksi tanaman atau ternak. Sebagai contoh, padi lahan kering dan padi lahan irigasi adalah kegiatan yang berbeda tetapi termasuk cabang usaha yang sama. Perbedaan antara cabang usaha dan kegiatan mempunyai arti penting karena perencanaan usahatani tidak hanya menentukan apa yang akan diproduksi tetapi juga bagaimana memproduksinya. Jadi pilihan itu tidak hanya berupa penentuan kombinasi cabang usaha tetapi juga pemilihan bermacam-macam kegiatan yang tepat. Dalam prakteknya, penentuan jumlah kegiatan itu terbatas pada beberapa saja yang masih ada dalam jangkauan petani. Karena itu masalah perencanaan berubah menjadi pemilihan bermacam kegiatan yang layak dan optimum. Dalam hubungan ini, anggaran kegiatan ialah pernyataan mengenai sifat-sifat teknis dan ekonomis sesuatu kegiatan yang disajikan dalam Manajemen Usaha Tani
144 suatu bentuk sehingga memungkinkan perencanaan bekerja. Anggaran kegiatan mencakup beberapa atau semua komponen di bawah ini : 1. Batasan kegiatan secara singkat tetapi jelas dan menyatakan apa yang diproduksi dan bagaimana memproduksinya. 2. Daftar kebutuhan sumberdaya usahatani (misalnya lahan, tenaga kerja) untuk tiap unit kegiatan. 3. Kwantifikasi hubungan antara berbagai kegiatan, misalnya kebutuhan pengembalaan untuk ternak. 4. Daftar kendala yang bukan merupakan sumberdaya terhadap satu atau beberapa kegiatan misalnya kendala tataniaga. 5. Daftar biaya tidak tetap untuk tiap unit kegiatan. 6. Penyataan jumlah produk yang dihasilkan tiap unit kegiatan dan taksiran harga yang diterima apabila produk tersebut dijual. Perencanaan usahatani dan perencanaan biayanya mempunyai arti atau kegunaan antara lain : 1. Membatu petani dalam memperbaiki organisasi dan operasi usahataninya dengan maksud untuk meningkatkan produksi dan pendapatan atau kesejahteraan petani. 2. Membantu perencanaan pemanfaatan sumber- sumber produksi dan metode-metodenya. Manajemen Usaha Tani
145 3. Menaksir produksi dan pendapatan yang akan diperoleh. 4. Memberikan petunjuk tentang kemampuan usahatani. 5. Dasar untuk menghitung pendapatan pertanian di seluruh wilayah. Misalnya di Amerika Serikat didirikan usahatani di berbagai daerah yang lazim dinamakan “syntetic form”. Usahatani itu merupakan tiruan usahatani sesungguhnya yang ada didaerah-daerah. Melalui teknik dari “budgetting” usahatani dapat dihitung pendapatan pertanian dari seluruh daerah. Manajemen Usaha Tani
146 Manajemen Usaha Tani
147 X. HUBUNGAN ANTARA INPUT DAN OUTPUT SERTA PENGELOLAAN USAHATANI Dalam tiap jenis usaha produksi (usahatani), selalu terdapat hubungan antara input (masukan) dan output (hasil). Hubungan itu sering disebut dengan nama “hubungan fungsional antara input dan output”. Perbedaan antara output dan input itu merupakan “imbangan” bagi si pengusaha. Pengetahuan tentang itu banyak makna atau artinya, diantaranya : 1. merupakan pegangan untuk menemukan landasan utama dalam penyusunan rencana pengelolaan dan anggaran usahatani 2. merupakan petunjuk penentuan saat yang tepat guna mengadakan perubahan-perubahan dalam usahatani. 3. Merupakan arah guna menemukan cara untuk mengadakan perbandingan kemajuan-kemajuan yang tercapai dalam usahatani itu sendiri (perbandingan vertikan atau ke atas) atau perbandingan antara usahatani yang satu dengan yang lain (perbandingan horizontal atau mendatar). Jika demikian halnya, maka dapat dikatakan bahwa “hubungan fungsional” antara input dan output Manajemen Usaha Tani
148 itu merupakan landasan utama dari rencana pengelolaan dan anggaran dari usahatani. Karenanya maka unsur-unsur dari input (masukan) dan output (hasil) itu harus jelas dan cara menghitung atau menilainya harus dipahami sungguh. Input atau masukan bagi usahatani itu sendiri dalam garis besarnya terdiri dari : 1. Unsur alam, 2. Unsur tenaga, 3. Unsur modal, 4. Manajemen, 5. Unsur sosial budaya. Output atau hasil dari usahatani terdiri dari unsur- unsur : 1. bunga tanah/sewa tanah, 2. Bahan bakar, 3. Bunga modal, 4. Modal, 5. Penyusutan, 6. Upah, 7. Pembayaran, 8. Pajak, beban sosial, dan 9. Keuntungan. Untuk mengadakan perbandingan antara input dan output itu diperlukan alat pengukuran. Alat pengukur untuk dapat mengetahui besar kecilnya input dan output lazimnya dipergunakan uang (nilai). Tetapi alat pengukur tersebut tidak selalu dapat dipergunakan. Sebagai contoh : bagaimanakah caranya menilai tenaga kerja keluarga petani dalam usahataninya sendiri ? bagaimana cara menilai unsur- unsur “managemen”?. Hingga kini input tenaga kerja menagemen belum dapat dinilai (ukur) secara tepat, karenanya sering tidak diperhitungkan dalam analisis input-output. Manajemen Usaha Tani
149 Guna mengetahui besar kecilnya input dan output diperlukan banyak data. Data-data yang diperlukan itu lebih-lebih data perihal usahatani dari negara-negara sedang berkembang tidak mudah dikumpulkan. Pengumpulan data-data itu lazimnya ditunjukkan untuk : 1. Mengetahui pendapatan bersih (net income) dari usahatani keseluruhannya dalam jangka waktu tertentu, misalnya untuk 1 tahun atau satu musim pertanaman, 2. Mengetahui bagaimana cara mengorganisasi cabang usahatani yang sudah ada dan memperkenalkan cabang-cabang usaha baru, dan 3. Mengetahui pengaruh dari satu jenis input pada hasil usahatani, misalnya dua jenis pupuk yang berbeda untuk satu jenis tanaman (pupuk ZA dan Urea) dan dua cara pemupukan yang berbeda (pemupukan pohon buah-buahan menurut garis tajuk pohon dan pemupukan menurut jalur-jalur radial) dan sebagainya. Demikian dalam hakekatnya makna dari pelajaran tentang hubungan input dan output. Hubungan antara input dan output itu akhirnya akan muncul dalam masalah penilaian atas selisih antara output dan input. Atau dengan kata sehari-hari hubungan antara input Manajemen Usaha Tani
150 dan output adalah masalah menghitung penghasilan bersih dari suatu usahatani. Manajemen Usaha Tani
151 Manajemen Usaha Tani
152 XI. KETIDAKPASTIAN USAHATANI Seperti diuraikan dalam bab yang lalu, petani kecil harus membuat keputusan dari tahun ke tahun berikutnya dalam hubungannya dengan ketidakpastian mengenai iklim, serangan hama dan penyakit, perkembangan harga, keragaan teknologi baru, dan sering pula status penggarapan lahan dan iklim politik di tempat ia berusaha. Karena itu keputusan yang diambil petani kecil banyak mengandung resiko, ia tidak pernah yakin terhadap hasil yang diperoleh dari pilihannya. Ini berarti bahwa disatu pihak, petani kecil harus melakukan penilaian terhadap resiko yang akan dihadapinya dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut diatas. Di lain pihak, peneliti usahatani harus menyadari adanya faktor ketidakpastian dan penilaian pribadi petani terhadap resiko. Menjelaskan resiko yang dihadapi petani dan reaksi petani terhadapnya merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian usahatani. Pengumpulan data usahatani tentang cabang usaha, hasil, biaya, harga, arus penerimaan, pendapatan, teknologi yang digunakan, dan sebaginya akan memberikan langkah pertama terhadap evaluasi dan penjelasan keragaan usahatani berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi yang telah Manajemen Usaha Tani
153 diuraikan diatas. Namun demikian, data tersebut tidak dapat mengungkap keseluruhan cerita. Pengelolaan harus berhubungan dengan hari yang akan datang, sehingga harus diperhitungkan kemungkinan hasil, biaya, harga, dan teknologi pada masa yang akan datang. Semunya serba tidak pasti dan oleh karena itu perlu dilakukan penilaian terhadap risiko. 11.1. Konsep Risiko Usahatani Risiko adalah suatu kejadian dimana hasil dari kejadian dan peluang terjadinya bisa diketahui (Pagoulatos et al., 1986). Dalam prakteknya informasi tidak semata mata menunjuk pada pengetahuan seseorang atas kejadian tertentu, melainkan lebih pada seberapa besar kepercayaan orang tersebut pada setiap peluang yang mungkin terjadi, hingga batas ini risiko bergeser dari sudut pandang obyektif menjadi subyektif. Beberapa proposisi tentang risiko yaitu : 1. Tidak terpenuhinya maksimisasi profit, 2. Menyebabkan keengganan dan kelambanan petani untuk mengadopsi inovasi, 3. Menjadi alasan bagi petani untuk melakukan tumpangsari yang terbukti mampu menekan efek ketidakpastian, Manajemen Usaha Tani
154 4. Fenomena risiko lebih terasa bagi petani miskin dibandingkan dengan keluarga petani yang memiliki kesempatan melakukan off farm (setiap pekerjaan selain usahatani milik sendiri yang menghasilkan pendapatan termasuk bekerja sebagai buruh tani dan kegiatan non pertanian), dan 5. Ketidakpastian ini direduksi dengan meningkatkan integrasi pasar berkenaan dengan informasi, komunikasi, dan outlet pasar. Risiko merupakan bagian yang tidak dapat dihindarkan dari usaha tani di negara maju dan berkembang. Sumber risiko yang bervariasi diantaranya risiko kerusakan akibat cuaca yang tidak wajar dan serangan hama dan penyakit adalah sumber utama risiko produksi atau hasil. Petani juga sering mengalami risiko pasar atau harga karena volatilitas input dan biaya output pertanian. Selain risiko produksi dan pasar, petani menghadapi risiko sumber daya manusia, risiko keuangan, dan risiko kelembagaan dan kebijakan. Risiko yang melekat atau \"normal\" berasal dari tren yang signifikan yang diakibatkan oleh faktor lingkungan pertanian, menciptakan ketidakpastian yang lebih besar bagi petani. Kecenderungan yang merugikan ini termasuk degradasi tanah dan air; perubahan iklim, menyebabkan peningkatan variabilitas iklim dan kejadian cuaca ekstrem; Manajemen Usaha Tani
155 peningkatan risiko serangan, penyakit, dan gulma, dan meningkatnya kompetisi untuk tanah, air, dan energi (Kabir et al., 2019). Risiko-risiko yang dihadapi petani pada dasarnya berkaitan dengan kemampuan manajemen petani (Kurniati, 2015). Kemampuan ini dapat membantu petani pada pengambilan keputusan untuk usahataninya. Keputusan tersebut biasanya berhubungan dengan jumlah input yang akan digunakan, sehingga dapat mencegah terjadinya risiko yang mungkin terjadi selama proses budidaya. Keputusan yang diambil petani juga akan berpengaruh pada pengambilan keputusan untuk berusahatani berikutnya. Dalam tahapan manajemen risiko yang dibedakan secara tradisional (identifikasi, penilaian, dan respons terhadap risiko) karena subjek pekerjaan, yang terakhir, dimana ada keputusan tentang pemilihan instrumen manajemen risiko, tampaknya menjadi kunci penting. Akan tetapi, layak untuk ditunjukkan bahwa dalam jenis produksi ini instrumen manajemen risiko pertanian mungkin terkait dengan keputusan di tingkat kepemilikan pertanian maupun kebijakan Negara (Fajri dan Fauziyah, 2018). Berbagai definisi dapat diberikan kepada kata risiko ini, namun secara sederhana artinya senantiasa Manajemen Usaha Tani
156 berhubungan dengan ada tidaknya dengan kemungkinan akan terjadinya akibat buruk atau akibat yang merugikan, seperti kemungkinan kehilangan hasil panen, gagal panen baik yang berupa karena iklim maupun seranganhama penyakit tanaman, dan sebagainya. Tidak ada metode apapun yang bisa menjamin seratus persen bahwa akibat buruk itu setiap kali dapat dihindarkan, kecuali kalau kegiatan yang mengandung risiko itu tidak dilakukan. 11.2. Strategi Manajemen Risiko Sistem produksi dibedakan sesuai dengan spesies yang diproduksi dan tiga tingkat utama intensifikasi atau tipe pertanian yaitu pertanian ekstensif, semi intensif dan intensif. Respon yang memadai untuk memitigasi risiko bervariasi, dengan strategi manajemen risiko yang berbeda digunakan. Untuk beberapa kasus dapat dipertimbangkan strategi manajemen risiko dalam arti yang lebih luas, termasuk tidak hanya strategi pertanian dan adopsi teknologi (teknologi dan praktik pertanian, tingkat intensifikasi), tetapi juga strategi pembagian risiko (kontrak harga, asuransi), dan investasi pertanian Dalam proses adopsi strategi manajemen risiko, persepsi tentang besarnya risiko dan kepercayaan diri untuk memitigasi jenis risiko tertentu keduanya memainkan peran penting. Adopsi yang diambil sebagai langkah-langkah Manajemen Usaha Tani
157 untuk mengenali risiko dan menerapkan teknologi dan praktik untuk mengurangi itu (Joffre et al., 2018) Selanjutnya Saptana et al., (2010) memaparkan bahwa pada dasarnya, kesediaan petani dalam mengambil keputusan untuk memilih ataupun bertindak atas risiko tergantung pada sifat bawaan, dan utility yang diperoleh petani berdasarkan produksi yang dihasilkan (output). Hal ini kemudian akan berdampak pada strategi yang akan digunakan petani. Atas dasar sifat pembawaan psikis masing-masing petani yang berbeda, juga akan menyebabkan perbedaan perilaku risiko petani. Perbedaan tersebut akan berdampak pada keputusan masing-masing petani dalam mengalokasikan input yang akan digunakan. Alokasi input yang dipakai selanjutnya akan mempengaruhi produktivitas dan capaian efisiensi petani. Petani yang berperilaku berani menghadapi risiko produktivitas akan cenderung mengalokasikan input produksi semakin tinggi, sehingga produktivitas yang dicapai lebih tinggi. Sebaliknya, petani yang berperilaku menghindari risiko produktivitas cenderung mengalokasikan input produksi lebih rendah, sehingga produktivitas yang dicapai lebih rendah. Usahatani cabai merah memang dikenal membutuhkan dana yang lebih besar untuk biaya produksi dibandingkan Manajemen Usaha Tani
158 dengan mengusahakan tanaman pangan. Kemungkinan gagal panen juga cukup tinggi, disamping harga produknya juga sangat fluktuatif sepanjang tahun (Basyarahil et al., 2016). Sebagian besar analisis empiris terhadap produksi pertanian menggunakan fungsi produksi yang tidak memasukkan risiko kedalam fungsi tersebut, keterbatasan fungsi ini adalah dampak tambahan dari kenaikan penggunaan input akan selalu meningkatkan variabilitas output. Padahal dalam kenyataannya banyak ditemukan bahwa penambahan suatu input dapat menyebabkan penurunan variabilitas output atau sebaliknya yaitu pengurangan penggunaan suatu input akan meningkatkan variabilitas output. Konsekwensinya adalah akan diperoleh kesimpulan yang tidak benar. Binici et al., (2003) menyatakan bahwa menganalisis perilaku petani menghadapi risiko sangat penting untuk memahami keputusan managerial mereka. Jika petani masuk dalam kategori risk averse. Petani-petani membuat keputusan managerial lebih didasarkan pada tujuan untuk menurunkan risiko walaupun pendapatannya lebih rendah. Implikasinya adalah bahwa petani-petani itu harus diberikan jaminan / asuransi pada usahataninya. Strategi manajerial yang dapat ditempuh oleh petani diantaranya: Manajemen Usaha Tani
159 1. Diversifikasi komoditas yang dihasilkan, 2. Adopsi teknologi yang memiliki potensi untuk menurunkan risiko kegagalan, 3. Pendapatan off farm, dan 4. Akumulasi tabungan dalam bentuk kas daripada menginvestasikan dalam perbaikan kapital. Pertanian menawarkan studi kasus yang sangat menarik untuk menyelidiki perilaku risiko, karena semakin dihadapkan dengan risiko dan ketidakpastian yang timbul dari berbagai sumber seperti risiko produksi, volatilitas harga, risiko pribadi dan perubahan kebijakan (Hardaker et al., 2004). Selain itu, keputusan dibuat sebagian besar oleh satu orang yang bertujuan tidak hanya memaksimalkan produksi dan laba tetapi juga mempertahankan pekerjaan pertanian (Willock et al., 1999). Oleh karena itu, pilihan individu dari strategi manajemen risiko sangat penting untuk kelangsungan dan kelanjutan bisnis pertanian. Mengingat pentingnya manajemen risiko yang baik, manajer pertanian, agrikultur, dan penyuluh berusaha memahami proses pengambilan keputusan petani sehubungan dengan potensi strategi manajemen risiko. Produsen mungkin tidak selalu memahami bahwa pilihan mereka berbeda dari produsen lain karena perbedaan pribadi dalam persepsi dan sikap mereka, daripada didorong oleh Manajemen Usaha Tani
160 pengaruh eksternal dan hambatan struktural. Lebih jauh, pembuat kebijakan pertanian semakin bertekad untuk meliberalisasi pasar pertanian dan pembentukan harga, dengan demikian menggantikan kebijakan regulasi pasar (seperti intervensi harga, subsidi ekspor dan kuota produksi) dengan instrumen manajemen risiko sektoral (seperti pembayaran langsung dan skema asuransi). Agar pembuat kebijakan mengantisipasi respons petani terhadap perubahan kebijakan pertanian tersebut, mereka juga membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang niat petani untuk menerapkan strategi manajemen risiko yang berbeda. Di negara-negara berkembang, kegiatan manajemen risiko secara tradisional dilakukan sebelum (ex-ante) dan setelah (ex-post) risiko itu muncul (Siegel & Alwang, 1999). Contoh strategi ex- ante mencakup akumulasi dari simpanan cadangan sebagai tabungan pencegahan dan diversifikasi pendapatan yang menghasilkan kegiatan melalui perubahan alokasi tenaga kerja (bekerja pada on farm dan usaha kecil off farm, dan migrasi musiman) atau berbagai praktek tanam (menanam tanaman yang berbeda, seperti varian tahan kekeringan, penanaman di lahan yang berbeda, tumpang sari, dan mengandalkan input berisiko rendah). Demikian pula, perusahaan dapat mengasuransikan diri melalui : Manajemen Usaha Tani
161 kapitalisasi tinggi dan diversifikasi kegiatan usaha. Masyarakat secara kolektif mengurangi risiko cuaca dengan proyek irigasi dan pengolahan tanah konservasi yang melindungi tanah dan kelembaban. Contoh dari strategi ex-post adalah dengan petani melakukan pekerjaan yang bersifat off-farm, menjual hasil ternak atau asset pertanian lainnya, mengajak anak-anak bekerja sebagai buruh pertanian, dan meminjam uang kepada keluarga, teman atau tetangga (Hanan & Skoufias, 1998). Strategi manajemen risiko dapat dianalisa melalui pendekatan indikator sebagai upaya dalam strategi risiko terhadap enam strategi berbeda, yakni diversifikasi, eksternal, optimisasi, koping, luar pertanian (off farm) dan Penyangga (buffer) (Van Winsen et al., 2016). Penentu perilaku risiko: efek risiko yang dirasakan dan sikap risiko terhadap adopsi petani strategi manajemen risiko, sebagai berikut ; 1. Diversifikasi Diversifikasi adalah usaha meningkatkan hasil pertanian melalui penganekargaman dengan cara memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan pertanian. Diversifikasi tanaman dilakukan agar pertanian tidak hanya menghasilkan satu jenis tanaman. Manajemen Usaha Tani
162 Contoh diversifikasi pertanian adalah sistem tumpang sari yaitu menanam beberapa jenis tanaman secara bersamaan pada lahan yang sama. Misalnya, menanam secara bersama- sama ubi kayu, kedelai, dan jagung. Diversifikasi dapat dilakukan diantara dua musim tanam atau pada satu musim secara bersamaan. Dalam kaitan strategi manajemen usahatani dapat dilakukan melalui penganekaragaman sumber pendapatan petani yang berhubungan dengan usahatani, misalnya ; menjual hasil produksi dalam bentuk olahan dsb dan diversifikasi produksi dilakukan melalui kegiatan usahatani dengan menanam jenis komoditi lainnya. 2. Eksternal Pengelolaan risiko eksternal adalah pengelolaan risiko yang berhubungan dengan lingkungan di luar usahatani dan dapat diprediksi sejak awal, antaralain ; lingkungan makro pada pertumbuhan ekonomi, lingkungan hukum, kondisi sosialbudaya, persaingan bisnis, fluktuasi harga dan inflasi. Sedangkan Risiko eksternal yang tidak dapat diprediksi sejak awal, antara lain ; perubahan politik nasional, regulasi dan perubahan kebijakan pemerintah, termasuk hal- hal berupa perubahan iklim dan force majeure Manajemen Usaha Tani
163 seperti bencana alam. Dampak yang ditimbulkan oleh risiko eksternal antara lain berupa kerugian finansial, penurunan produksi. Strategi pengelolaan risiko yang paling sesuai adalah mitigasi risiko dengan meminimalkan risiko yang mungkin terjadi setelah usahatani berjalan. Contoh langkah-langkah meminimalkan risiko eksternal pada usahatani adalah dengan melakukan kontrak harga serta asuransi usahatani 3. Optimalisasi Strategi manajemen risiko melalui optimalisasi yaitu melalui pendekatan pengelolaan usahatani yang dioptimalkan melalui penambahan input sumberdaya yang digunakan dalam usahatani tersebut. Strategi manajemen risiko melalui optimalisasi ini misalnya dapat digunakan input teknologi dalam budidaya serta penambahan luasan lahan untuk memperkecil risiko usahatani yang terjadi.Strategi ini juga merupakan usaha preventif yang dapat dilakukan sebelum terjadinya risiko usahatani tersebut Manajemen Usaha Tani
164 4. Koping Strategi manajemen risiko selanjutnya adalah koping. Koping adalah upaya-upaya yang dilakukan individu dalam menghadapi situasi penuh tekanan atau yang mengancam dirinya dengan menggunakan sumberdaya yang ada untuk mengurangi tekanan yang dialami. Misalnya dalam penelitian ini strategi koping digambarkan melalui pendekatan usaha petani yang lebih keras/ekstra dalam mengelola usahatani serta menghemat pengeluaran pribadi untuk mengurangi dampak terjadinya risiko usahatani. 5. Koping Luar Pertanian (off farm) Strategi manajemen risiko off farm merupakan faktor pertama yang dibangun dengan satu item dan mengacu pada kecenderungan untuk memperoleh pendapatan di luar pertanian atau meminta orang lain di rumah tangga untuk mendapatkan penghasilan dari pertanian. Dalam strategi manajemen risiko dapat dilakukan melalui pendekatan, misalnya mendapatkan pendapatan selain dari berusahatani, misalnya usaha warung, pekerja non formal lainnya yang tidak berhubugan dengan pertanian. Selain itu manajemen risiko ini dapat dilakukan melalui Manajemen Usaha Tani
165 strategi pendapatan dari anggota rumah tangga yang lain yang ikut membantu dalam mengurangi dampak risiko usahatani. 6. Penyangga (Buffer) 'Buffer' adalah faktor terakhir dan yang kedua diukur sebagai strategi dalam mengurangi risiko usahatani, hal tersebut dapat mencerminkan kecenderungan untuk menghindari risiko finansial dengan selalu menjaga buffer untuk saat-saat yang membutuhkan.Tujuannya adalah mencapai keseimbangan dalam menghadapi risiko yang terjadi. Adapun upaya yang dilakukan dalam strategi ini adalah sama sekali menghidarkan diri dari segala yang dapat mengakibatkan risiko keuangan dan melakukan hal selektif dalam pengeluaran yang dianggap prioritas. Manajemen Usaha Tani
166 Manajemen Usaha Tani
167 XII PENATAAN PERTANAMAN (CROPPING SYSTEM) Pengalaman, pengetahuan dan teknologi telah digunakan orang secara luas untuk mendayagunakan alam sangat beranekaragam. Golongan petani/nelayan menempuh jalan usahatani , perternakan, perikanan dan kehutanan. Tujuan utama dari usaha-usaha tersebut ialah : mencukupi keperluan hidup dan juga kesejahteraan. Sebagaimana telah diuraikan di atas daya upaya petani kita dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dan pola kesejahteraannya masih belum dapat dikatakan tercapai. Segala jalan yang mereka ketahui dan dapat pula ditempuh telah dilewati, namun masih belum pula terpenuhi angan-angannya. Cukup sandang, pangan dan papan masih belum terjangkah jauh. Petani mengetahui, jalan pertama yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannnya ialah : mempertinggi kuantitas dan kualitas dari hasil buminya secara rasional, efisien dan ekonomis. Salah satu cara yang patut diperhatikan dan diperkembangkan adalah penataan pertanaman (cropping system). Manajemen Usaha Tani
168 Penataan pertanaman (cropping system) bukan barang baru bagi petani. Tiap petani telah melaksanakannya, hanya mereka itu tidak/kurang sadar dan paham tentang aspek-aspek teknis biologis dan sosial ekonomi dari penataan pertanaman. Ynag dimaksud dengan penataan pertanaman (cropping system) adalah tidak lain dari cara pengaturan dan pemilihan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang tanah tertentu selama satu jangka waktu tertentu (misalnya 1 tahun atau lebih). Cara pengaturan dan pemilihan jenis tanaman itu bersama- sama. Penataan pertanaman (cropping system) itu sangat erat hubungannya dengan “pengelolaan tanah” (soil management). Dan pengelolaan tanah tidak dapat lepas daripada masalah iklim, pengairan, teknik pengelolaan tanah, pemupukan dan sebagainya. Pengusahaan pertanaman untuk mendapatkan panenan lebih dari satu kali dari jenis maupun beberapa jenis tanaman dalam satu bidang tanah yang sama dalam waktu tertentu biasanya dinamakan “penataan pertanaman ganda” (multiple cropping). Manajemen Usaha Tani
169 Penataan pertanaman berganda cukup beraneka ragam coraknya maupun bentuknya. Berdasarkan atas cara mengatur pertanamannya, multi cropping dalam garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Penataan Berganda Secara Tunggal (monocultur) 2. Diatas tanah tertentu dan dalam waktu tertentu (sepanjang umur tanaman) hanya ditanami satu jenis tanaman. Setelah dilakukan panenan atas tanah itu, maka diatas tanah itu ditanami lagi dengan jenis tanaman yang sama dan atau dengan jenis tanaman lain. Hal ini bisa dikatakan bahwa diatas tanah tersebut dilakukan penataan pertanaman secara bergiliran urutan (rotation). Penataan pertanaman secara tunggal dan lagi berurutan itu dibagi menjadi 3 (tiga) yakni :- a. Bergiliran secara berurutan : Pada musim hujan (redangan) diatas tanah sawah dilakukan pertanaman padi dan pada musim kemarau ditanami dengan palawija, padi atau bero, tergantung pada keadaan tanah, pengairan, iklim dan sebaginya. Jelas bahwa diatas tanah sawah tersebut selama satu tahun diadakan penataan pertanaman berganda lebih dari satu kali, tetapi tiap kali pertanaman hanya terdiri atas satu jenis Manajemen Usaha Tani
170 tanaman. Ini disebut “penataan pertamanan berganda secara bercocok tanam tunggal dan lagi pula bergilir secara berurutan”. b. Bergiliran secara urutan dan glebakan. Cara tersebut banyak terdapat di daerah- daerah yang banyak terdapat sawah tadah hujan. Untuk mengurangi resiko tidak memperoleh hasil yang ditanam secara tunggal dan pula bergiliran urutan petani lazim membagi tanah sawahnya menjadi dua bagian; bagian pertama dikelola sebagai sawah dengan bergiliran pertanaman dan bagian kedua dikelola sebagai tanah kering (tegalan) dengan jenis-jenis tanaman yang cocok untuk tanaman kering. Diatas tegal itu dilakukan pula sistem pertanaman tunggal dan sistem pertanaman bergilir berurutan. Setelah beberapa tahun, baka bagian sawah dijadikan tanah kering dan bagian tanah kering dijadikan sawah kembali. Karena itu, maka sistem tersebut dapat kita namakan “sistem glebakan” dengan kata dasar “bertanaman tunggal secara bergilir berurut”. Penataan pertanaman tersebut memiliki wajah seolah-olah daerah itu terdiri atas jaluran-jaluran pertanaman yang selang seling seperti kain lurik atau surjan. c. Bergiliran secara berjajar atau pararel , Manajemen Usaha Tani
171 tetapi tidak menganut sistem glebakan. Sebidang tanah sawah yang luas dan merupakan pemilikan dari satu usahatani dapat dilola berikutnya. Pada musim rendengan seluruh sawah ditanami dengan padi. Tetapi dalam musim kemarau ada bagian yang terpaksa dikosongkan; ada yang ditanami dengan padi gadu; bagian lain ditanami palawija. Dalam usaha itu jadinya terdapat penataan pertanaman yang seolah-olah merupakan jajaran dari berbagai penataan pertanaman bergilir berurutan. d. Penataan pertanaman secara berladang, baik perladangan di atas tanah hutan maupun di atas tanah padang rumput. Sebagaimana dahulu telah dipaparkan dalam sistem perladangan dilakukan penataan pertanaman berikutnya. Bebarapa tahun terus menerus ditanam padi-gogo/temabakau untuk kemudian ditinggalkan dan diblukarkan kembali agar menjadi subur lagi. Setelah diblukarkan beberapa tahun (5-12 thun) blukar ditebang/bakar lagi untuk dijadikan tanah pegagan. e. Penataan pertanaman secara glebakan diatas tanah sawah tadah hujan. Sawah tadah hujan Manajemen Usaha Tani
172 setelah dipergunakan selama beberapa tahun terus menerus sebagai sawah (lebih kurang 3- 4 tahun), sebaiknya dirubah menjadi tanah tegalan (tanah kering) yang ditanami dengan palawija. Dengan cara demikian kesuburan tanah sawah tadah hujan tidak akan lekas mundur. 3. Penataan Pertanaman Berganda Secara Campuran (catch cropping) Azas dari pada penataan pertanaman campuran itu ialah : menanam beberapa jenis dan/atau varitas secara bercampur dan bersama-sama diatas suatu bidang tanah. Variasi daripada penataan pertanaman secara campuran itu diantaranya : a. Penanaman campuran secara acak-acak (mixed cropping) : Cara penataan pertanaman campuran berbagai jenis tanaman secara bersamaan dan lagi pula secara tidak teratur (acak-acakan) dan tidak terikat oleh waktu dan karenanya kurang nampak adanya sistem bergiliran adalah : penataan pertamanan di pekarangan. Dipekarangan orang kurang menghiraukan jarak tanam, larikan/barisan tanaman dan sebaginya. Segala jenis tanaman yang diperlukan oleh rumah tangga petani sehari-hari ditanam disitu secara kecil-kecilan. Manajemen Usaha Tani
173 Disamping jenis tanaman obat-obatan, dan makanan dapat kita peroleh jenis-jenis tanaman hias dan industri. b. Penataan pertanaman secara tumpang sari (nter cropping) : penataan campuran dari dua atau lebih varietas dari satu jenis tanaman lazim dinamakan tumpang sari. c. Penataan pertanaman sela : penanaman dua atau lebih jenis tanaman yang berlainan dalam sifatnya, umurnya dan sebagainya. Penanaman secara bersamaan ada yang dinamakan pula. (1) Tumpang sari (inter cropping), kalau dua jenis tanaman ataulebih yang umurnya tidak banyak berbeda di tanam bersama-sama dan di tempat yang sama. (2) Tanaman sela (inter cropping) : dua jenis tanaman musiman yang berbeda-beda umurnya ditanam bersama-sama. Dengan tumpang sari nedanya terletak pada perbedaan umur. Contoh : tanaman kacang di sela-sela tanaman ketela pohon. (3) Tanaman sela budidaya (interculture) : jenis tanaman musiman di tanam di antara jenis tanaman berumur panjang. Misalnya, padi gogo diantara karet. Manajemen Usaha Tani
174 (4) Tanaman sisipan (relay plating) : penanaman dua jenis tanaman bersama- sama di atas tanah yang sama, tetapi waktu bertamam dan pemungutan tidak sama; ada jenjang waktu yang jatuh bersamaan. Sering juga dinamakan “penanaman tumpang tindih” atau “penanaman pertanaman secara pemasangan genteng” artinya, tanaman yang pertama belum dipungut telah ditumpangi dengan jenis tanaman kedua. Pengalaman dan penelitian menunjukkan, bahwa “penataan pertanaman ganda” itu memiliki banyak aspek dan inpek (pengaruh). Aspek dan inpek dari penataan ini sifatnya cukup komplek, karena sifatnya tidak saja terbatas kepada bidang teknologi biologis, tetapi juga menjalar ke bidang sosial budaya, sosial psykologis, sosial ekonomi dan sebaginya. Kenyataan-kenyataan berikutnya dapat kiranya dipergunakan sebagai contoh tentang aspek dan inpek dari pada penataan pertanaman berganda (multi cropping). 1. Pembagian pencurahan tenaga kerja keluarga petani secara merata sepanjang tahun dan selain dari pada itu umumnya pengolahan tanah untuk keperluan tanaman berikutnya lebih ringan (peristiwa minimum tillage). Manajemen Usaha Tani
175 2. Memperkecil resiko kegagalan usaha. Asal “jangan menaruh semua telur dalam satu baku” dapat dituangkan dalam penataan pertanaman berganda. 3. Mempertinggi gelombang panen sehingga diperoleh hasil/ pendapatan yang lebih banyak dapat menjamin kehidupan yang tenang, pendapatan yang “maler” (terus menerus walaupun kecil). Contohnya : sistem “surjan”, pekarangan dan lain-lain. 4. Mempertinggi pendapatan atau hasil petani 5. Menyediakan bahan-bahan makanan yang beraneka ragam, sehingga susunan makanan dan pula kuantitas dan kualitas lebih banyak terjamin. Atau dengan kata lain, keadaan gizi akan diperbaiki. 6. Mengurangi peluang untuk terjadinya tanah bero/kosong, 7. Mempermuda atau mempertinggi kesuburan tanah, lebih-lebih kalau diantaranya jenis tanaman yang diusahakan itu termasuk golongan tanaman pupuk hijau. 8. Mencegah timbulnya hama dan/atau penyakit tanaman, tetapipun ada bahanyanya mendatangkan hama dan penyakit. 9. Menekan pertumbuhan rumput-rumputan Manajemen Usaha Tani
176 10. Memungkinakan timbul peternakan : hasil sampingan seperti daun kacang tanah, tebon jagung yang dihasilkan secara terus menerus akan memberikan kesempatan utnuk memperkembangkan peternakan sapi, kambing dan sebaginya. Aspek-aspek dan syarat-syarat yang melekat dan yang perlu dipenuhi dari pada penataan pertanaman berganda (multiple cropping) adalah : 1. Aspek Sosial-Budaya Unsur-unsur sosial budaya yang merupakan penghambat besar bagi perkembangan usahatani sudah cukup kita bahas. Yang patut ditekankan disini ialah : perubahan sikap (attitude) atas perubahan baru yang lebih radikal dari pada cara bertani biasa yang mereka telah lama kenal. 2. Aspek Sosial-Ekonomis Kekurangan tanah, modal dan sebaginya merupakan penghalang besar untuk melakukan penataan pertanaman berganda. Sebab pertanaman berganda memerlukan lebih banyak lahan, modal, tenaga dan sebaginya. 3. Aspek Teknis-Biologis Yang perlu diperhatikan (dan dipecahgkan masalahnya) ialah : a. Iklim dan pengairan. Manajemen Usaha Tani
177 Tiap jenis tanaman menghendaki iklim dan tata pengairannya sendiri. Karena itu,maka penanaman campuran memerlukan pengetahuan khusus tentang jenis-jenis tanaman yang sesifat dalam syarat iklim dan tata pengairan b. Keadaan tanah. Manajemen Usaha Tani
178 Manajemen Usaha Tani
179 DAFTAR PUSTAKA Anwar Adiwilaga, 1982, Ilmu Usahatani, Penerbit Alumni, Bandung Fadholi Hernanto, 1991, Ilmu Usahatani, BPFE, Yogjakarta Ken, S. (2015). Ilmu Usahatani. In: Penebar Swadaya. Makeham and Malcolm, 1981, Manajemen Usahatani di daerah Tropis Miller, Roger Le Rey dan Roger E. Meiners. 2000. Teori Mikroekonomi Intermediate. Penerjemah Haris Munandar. Edisi 1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian Edisi III. LP3ES: Jakarta Rodjak, Abdul. 2002. Manajemen usahatani. Penerbit pustaka Giratuna,Bandung Shinta, A. (2011). Ilmu Usahatani. Universitas Brawijaya Press: Malang Soeharto Prawirokusumo, 1990, Ilmu Usahatani, BPFE, Yogyakarta Soekartawi, 1984, Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk pengembangan petani kecil, UI-Press- Jakarta Manajemen Usaha Tani
180 -------------,1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta. -------------,1995, Analisis Usahatani, UI Press, Jakarta Suratiyah, K. (2006). Ilmu usahatani. Penebar Swadaya Grup. Manajemen Usaha Tani
181 BIOGRAFI PENULIS R. Achmad Djazuli, SP., MMA., Lahir 5 April 1972 di Sampang. Lulus Sarjana Pertanian di Universitas Negeri Jember Tahun 1996, langsung merantau dan bekerja di Agrowisata Milli Farming Tapos II Bogor, kondisi ini yang memberikan penulis banyak pengalaman dalam hal pelaksanaan pengelolaan pengembangan agribisnis secara profesional, serta pengelolaan agrowisata. Tahun 2000, kembali dari daerah perantauan dan melanjutkan studi di Program Studi Magister Manajemen Agribisnis UPN “Veteran” Jawa Timur dan lulus Tahun 2005. Bersaman dengan melanjutkan studinya, penulis juga mendapat menjadi tenaga ahli di bidang penelitian dan pengembangan sosial ekonomi pertanian di beberapa kantor birokrasi pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan pada Tahun 2010 - 2016 fokus sebagai tenaga ahli profesional dalam pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis pemberdayaan masyarakat di Provinsi Jawa Timur. Manajemen Usaha Tani
182 Tahun 2017 merintis karier sebagai dosen di Univeristas Muhammadiyah Gresik sampai sekarang, yang sebelumnya pernah menjadi dosen pengajar di Program Pascasarjana UPN “Veteran” Jawa Timur dan Universitas Merdeka Pasuruan. Dalam menjalani profesi sebagai dosen, penulis masih aktif sebagai tenaga ahli dalam kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat yang bekerjasama dengan biroksi pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan menghasilkan karya tulisan dalam bentuk laporan akhir (unpublished). Penulis baru menerbitkan buku pertamanya tahun 2018 dengan judul Agroekosistem yang ditulis bersama dengan Prof. Dr. Ir. Setyo Budi, MS., dan Prof. Dr. Ir. Andriani Eko. MS. Manajemen Usaha Tani
Manajemen Usaha Tani “ Istilah perusahaan pertanian sengaja tidak digunakan karena istilah ini cenderung memberikan pengertian semata-mata mencari laba, yang dikendalikan oleh farmer (petani) sebagai manajer. Jadi istilah usahatani mencakup pengertian yang lebih luas, mulai dari bentuk ”yang sederhana sampai yang modern. R. ACHMAD DJAZULI PENULIS UMG PRESS TKJ aeallbapun.p:aS+tue6mn2a3Gt1er er3as9iNk5o16.4111104211, K e c a m a t a n K e b o m a s ,
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192