Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore 201812-V13N2 The Indonesia Journal of Public Health

201812-V13N2 The Indonesia Journal of Public Health

Published by UMG, 2022-07-20 02:03:37

Description: 201812-V13N2 The Indonesia Journal of Public Health

Search

Read the Text Version

APLIKASI METODE DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT DAN ARIMA UNTUK MERAMALKAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) ODHA DI PROVINSI JAWA TIMUR Suci Retno Ningtiyas Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Alamat Korespondensi: Suci Retno Ningtiyas Email: [email protected] ABSTRACT Forecasting can be used to view events or trends in future. Counseling in VCT is the counseling activities provide by psychological support, information and knowledge on HIV/AIDS, to prevent HIV transmission, promoting responsible behavior changes. This article purposed to knew number of VCT on people living with HIV in East Java province and predicted number people living with HIV which recorded via the VCT in 2018 used best method. The unit of analysis in this research was the number of people living with HIV in East Java, data processed using method of Holt Double Exponential Smoothing and ARIMA. The results of forecasting data logging by VCT in people with HIV used method Holt Double Exponential Smoothing which alpha=0.710 and gamma=0.039 i.e MAPE=26.06, MAD=24.75 and MSD=1999.59.The alpha parameter value (level) and gamma (trend)retrieved from the way try and error. Meanwhile, ARIMA models qualifies stationerity data, white noise and residual Kolmogorov Smirnov was ARIMA (2, 1, 1) with error MAPE=45.148, MAD=91.75 and MSD=437781.8. Based on the value of MAPE, MAD and MSD that forecasting VCT was suitable to used Double Exponential Smoothing Holt. Double Exponential Smoothing Holt with α (alpha) = 0.710 and γ (gamma)=0.039 can produce MAPE=26.06, MAD=24, dan MSD=1999.59 produce forecasting for the year 2018, Ft +m = St +btm F57 value + 6 = S57 + b56, obtained results for the month of January of the year of 2018 244.769. The number of people living with HIV was recorded through VCT fluctuating but trends to rise over time. The value of forecasting has grown trend. For other researchers, because this research is univariate case, more comprehensive should added with other variables. Keywords: Double Exponential Smoothing Holt, ARIMA, People with HIV/AIDS ABSTRAK Peramalan dapat digunakan untuk melihat kejadian atau tren yang akan datang. Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab. Penelitian ini bertujuan mengetahui keadaan VCT pada ODHA di Provinsi Jawa Timur serta meramalkan ODHA yang tercatat melalui VCT pada tahun 2018 dengan metode terbaik. Unit analisis pada penelitian ini adalah jumlah ODHA di Jawa Timur, data diolah menggunakan metode peramalan Double Exponential Smoothing Holt dan ARIMA. Hasil peramalan data ODHA pencatatan VCT dengan model terbaik Double Exponential Smoothing yaitu dengan α (alpha) = 0,710 dan γ (gamma) = 0,039 yaitu MAPE = 26,06, MAD = 24,75 dan MSD = 1999,59. Nilai parameter alpha (level) dan gamma (trend) diperoleh dari cara coba dan salah (trial and erorr). Metode ARIMA model yang memenuhi syarat stationeritas data, white noise dan residual berdistribusi normal adalah ARIMA (2,1,1) dengan error MAPE = 45,148, MAD = 91,75 dan MSD = 437781,8. Berdasarkan nilai MAPE, MAD, dan MSD bahwa peramalan VCT lebih cocok menggunakan Double Exponential Smoothing karena memiliki MAPE, MAD dan MSD yang lebih kecil. Dengan α(alpha) = 0,710 dan γ (gamma) = 0,039 dapat menghasilkan MAPE = 26,06, MAD = 24,75dan MSD = 1999,59 menghasilkan peramalan untuk Tahun 2018, Ft+m = St + btm dengan nilai F57+6 = S57 + b56. didapatkan hasil untuk bulan Januari tahun 2018 sebesar 244,769. Jumlah ODHA yang tercatat melalui VCT fluktuatif namun cenderung naik dari waktu ke waktu. Nilai peramalan memiliki trend naik. Bagi peneliti lain, karena penelitian ini bersifat univariat dapat ditambahakan variabel lain untuk melihat secara komprehensif. Kata kunci: Double Exponential Smoothing Holt, ARIMA, ODHA ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.156-168 Received 12 January 2018, received in revised form 29 January2018 , Accepted 31 January 2018 , Published online: December 2018

Suci Retno Ningtiyas, Aplikasi Metode Double Exponentia... 157 PENDAHULUAN ARIMA (rata-rata bergerak ganda). Double Exponential Smoothing Holt memerlukan Perencanaan yang efektif dan data yang lebih sedikit dibandingkan efisien memerlukan alat bantu peramalan dengan ARIMA. Metode ini juga memiliki yang baik. Peramalan dapat digunakan fleksibilitas terhadap tingkat dan trend untuk melihat kejadian atau tren yang akan yang dapat dimuluskan dengan bobot yang datang. Adanya selang waktu yang terjadi berbeda. antara kesadaran suatu peristiwa dengan peristiwa itu sendiri, membuat peramalan Kekurangan metode Holt adalah menjadi hal yang sangat penting dalam metode ini memerlukan optimasi dari dua membuat suatu perencanaan. Peramalan parameter sehingga pencarian untuk dibutuhkan untuk masa yang akan datang menemukan kombinasi nilai parameter (Makridakis, 1998). yang terbaik menjadi sedikit lebih sulit. Metode ini juga tidak menyertakan Ramalan atau prakiraan mengenai pemodelan untuk sifat musiman dari suatu suatu keadaan di masa mendatang menjadi deret. Kelebihan metode ARIMA adalah sangat sulit karena faktor ketidakpastian model yang disediakan sangat beragam dan sangat besar pengaruhnya. Salah satu bervariasi sehingga hampir semua jenis metode peramalan yang paling pola data deret waktu dapat tercakup dalam dikembangkan saat ini adalah runtun waktu pemodelannya. Ramalan yang dihasilkan (time series). Analisis runtun waktu (time oleh metode ini dapat dikembangkan untuk series) dan peramalan (forecasting) adalah periode yang sangat pendek (Aries, 2007). bidang penelitian yang aktif (Zhang, 2012). Kekurangan metode ARIMA Pada dasarnya peramalan ada dua adalah proses pemodelannya cukup rumit, macam yakni peramalan kualitatif dan proses perhitungannya memerlukan peramalan kuantitatif. Peramalan ketelitian dan waktu yang cukup lama, dibedakan menjadi dua jika ditinjau khususnya untuk optimalisasi nilai berdasarkan sifat ramalan yang disusun, parameternya (Buffa, 1996). Cara untuk yaitu peramalan kualitatif dan peramalan mendapatkan model peramalan yang lebih kuantitatif (Assauri, 1984). akurat, diperlukan jumlah data deret waktu yang lebih besar. Perbandingan kedua Peramalan memiliki banyak jenis, metode dalam menganalisis data dengan tetapi tidak semua jenis sesuai dan cocok tingkat kesalahan (error) yang paling kecil jika diaplikasikan pada masalah tertentu. akan menghasilkan model terbaik dalam Perlu adanya ketelitian dari praktisi untuk meramalkan suatu kasus atau peristiwa. menentukan jenis peramalan yang sesuai Dalam membandingkan kedua metode dengan masalah yang dihadaapi digunakan jumlah ODHA di Provinsi Jawa (Makridakis , 1998). Timur (Aries, 2007). Menurut Makridakis (1998), Berdasarkan laporan Ditjen P2P, Metode Double Exponential Smoothing jumlah (kumulatif) kasus infeksi HIV Holt dan ARIMA masing-masing yang dilaporkan per Juni 2016, 10 besar menganalisis data secara univariat yang kasus terbanyak terdapat di Provinsi DKI mengandung pola musiman dan trend. Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Keduanya juga mengasumsikan nilai dan Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kepulauan kesalahan dimasa lalu sebagai dasar Riau, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan peramalan dimasa datang. Namun Barat. Pada bulan Desember tahun 2015 demikian masing-masing metode juga jumlah kasus AIDS di Provinsi Jawa mempunyai kekurangan dan kelebihan. Timur yang dilaporkan adalah 14.498 Kelebihan metode Holt adalah dapat orang dan 32.646 kasus HIV. Berdasarkan memodelkan trend dan tingkat dari suatu jumlah tersebut, 23,3% diantaranya deret waktu, secara perhitungan lebih meninggal dunia, yakni sekitar 3.381 efisien dibandingkan dengan metode

158 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 156-168 orang. Angka tersebut sesungguhnya jauh aspek yang meliputi: situasi epidemi lebih kecil jika dibandingkan dengan angka daerah, beban masalah dan kemampuan, yang sebenarnya terjadi (Kemenkes R.I, komitmen, strategi dan perencanaan, 2016). kesinambungan, fasilitas, Sumber Daya Kebijakan umum program nasional Manusia (SDM) dan pembiayaan. Sesuai pengendalian HIV dan AIDS sektor dengan kewenangannya, pengembangan kesehatan seperti upaya pencegahan yang layanan ditentukan oleh Dinas Kesehatan. efektif termasuk penggunaan kondom Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa 100% pada setiap hubungan seks berisiko, HIV dan AIDS harus didahului dengan t e t a p i u pa ya i ni semata-mata hanya penjelasan yang benar dan mendapat untuk memutus rantai penularan HIV. persetujuan yang bersangkutan (informed Upaya pengendalian HIV dan AIDS consent). Konseling yang memadai harus merupakan upaya terpadu dari diberikan sebelum dan sesudah peningkatan perilaku hidup sehat, pemeriksaan dan hasil pemeriksaan pencegahan penyakit, pengobatan dan diberitahukan kepada yang bersangkutan perawatan berdasarkan data dan fakta tetapi wajib dirahasiakan kepada pihak ilmiah serta dukungan terhadap ODHA. lain. Upaya pengendalian HIV dan AIDS Pemerintah sudah melakukan upaya diselenggarakan oleh masyarakat, pencegahan antara lain seperti konseling pemerintah, dan LSM (Lembaga Swadaya dan testing terhadap ODHA. Konseling Masyarakat) berdasarkan prinsip dan testing terhadap ODHA dibagi menjadi kemitraan. Masyarakat dan LSM menjadi dua yaitu konseling dan testing secara pelaku utama sedangkan pemerintah sukarela dan konseling testing yang berkewajiban mengarahkan, membimbing diinisiasi dari petugas kesehatan yang dan menciptakan suasana yang bekerjasama dengan instansi mendukung terselenggaranya upaya Konseling dalam VCT adalah pengendalian HIV dan AIDS. Upaya kegiatan konseling yang menyediakan pengendalian HIV dan AIDS diutamakan dukungan psikologis, informasi dan pada kelompok masyarakat berperilaku pengetahuan HIV/AIDS, mencegah risiko tinggi tetapi harus pula penularan HIV, mempromosikan memperhatikan kelompok masyarakat perubahan perilaku yang yang rentan, termasuk yang berkaitan bertanggungjawab, pengobatan Anti Retro dengan pekerjaannya dan kelompok Viral (ARV) dan memastikan pemecahan marjinal terhadap penularan HIV and berbagai masalah terkait dengan AIDS. Berdasarkan penelitian Anita (2016) HIV/AIDS yang bertujuan untuk sebagian besar orang berisiko terkena perubahan perilaku ke arah perilaku lebih HIV/AIDS memiliki effort positif dalam sehat dan lebih aman (Depkes RI, 2006). memeriksakan diri di pelayanan VCT. VCT merupakan salah satu strategi Kebijakan operasional kesehatan masyarakat dan sebagai pintu pengendalian HIV dan AIDS di sektor masuk ke seluruh layanan kesehatan kesehatan, meliputi: pemerintah pusat HIV/AIDS berkelanjutan yang berdasarkan bertugas melakukan regulasi dan prinsip, Sukarela dalam melaksanakan standarisasi secara nasional kegiatan testing HIV Pemeriksaan HIV hanya program AIDS dan pelayanan bagi ODHA. dilaksanakan atas dasar kerelaan klien Penyelenggaran dan pelaksanaan program tanpa paksaan dan tanpa tekanan. dilakukan sesuai azas desentralisasi Keputusan untuk melakukan pemeriksaan dengan kabupaten atau kota sebagai titik terletak ditangan klien. Dalam penelitian berat manajemen program. Pengembangan ini bertujuan untuk mengetahui model layanan bagi ODHA dilakukan melalui yang paling cocok untuk meramalkan VCT pengkajian menyeluruh dari berbagai

Suci Retno Ningtiyas, Aplikasi Metode Double Exponentia... 159 pada ODHA di Provinsi Jawa Timur tahun Time Series Plot of VCT 2012. 350 METODE PENELITIAN 300 Jenis penelitian ini yang digunakan adalah penelitian non reaktif (non reactive 250 research) yang merupakan jenis penelitian untuk data sekunder (Kuntoro, 2011). 200 Berdasarkan waktu penelitian, penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. VCT Unit analisis pada penelitian ini adalah jumlah ODHA di Jawa Timur. Unit sampel 1 50 dalam penelitian ini adalah data bulanan jumlah kasus HIV dan AIDS di Provinsi 1 00 Jawa Timur yang tercatat di SIHA (Sistem Informasi HIV/AIDS) Seksi Pencegahan 50 dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Data 0 penelitian diolah dengan menggunakan Month Jan Jul Jan Jul Jan Jul Jan Jul Jan Jul metode peramalan. Metode peramalan yang digunakan Double Exponential Year 201 3 201 4 201 5 201 6 201 7 Smoothing Holt dan Autoregrresive Integrated Moving Average (ARIMA). Gambar 1. Plot Data Time series Tiap metode menghasilkan jumlah ODHA tahun 2018 dan diolah menggunakan Rata-rata ODHA yang tercatat aplikasi komputer. melalui VCT pada tahun 2013 sebanyak 105,2 jiwa, tahun 2014 sebanyak 192 jiwa, HASIL PENELITIAN tahun 2015 sebanyak 194,4 jiwa, tahun 2016 sebanyak 231 jiwa, tahun 2017 Jumlah Orang dengan HIV/AIDS sebanyak 251 jiwa dengan rata-rata di Provinsi Jawa Timur yang tercatat terbanyak pada tahun 2017. Jumlah melalui VTC dimana jumlahnya tersebut bisa jadi hanya sebuah fenomena mengalami kenaikan dan penurunan dari gunung es yang mana dibalik dari data waktu ke waktu. Berdasarkan data yang tersebut masih banyak kejadian yang luput tercatat di Bidang Penyakit Menular di dan belum tercatat di SIHA Seksi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit jumlah ODHA yang sukarela Dinkes Jawa Timur (Cordeiro, 2009). memeriksakan diri dan berkonsultasi ke petugas kesehatan pada tahun 2013 Dari data tersebut dapat dibuat plot sejumlah 1263 orang, tahun 2014 sejumlah data time series seperti yang terlihat pada 2305 orang, tahun 2015 sejumlah 2339 Gambar 1. Menunjukkan adanya trend orang, 2016 sebanyak 2780 orang dan naik bila dilihat dari garis-garis yang tahun 2017 sampai bulan September menghubungkan antara satu titik dengan tercatat sejumlah 2275 orang, jumlah pada titik yang lain. Titik- titik tersebut didapat tahun 2017 masih dapat meningkat lagi dengan menghubungkan data perbulan dari mengingat masih adanya 3 bulan yang Januari 2013 sampai dengan September tersisa. 2017. Parameter Double Exponential Smoothing Holt Trial dan error pada kombinasi angka 0-1 untuk mengetahui parameter α (alpha) dan γ ( gamma) terbaik untuk digunakan dalam meramalkan jumlah ODHA di Provinsi Jawa Timur tahun 2018. Berdasarkan hasil trial dan error diatas peneliti memilih model VCT terbaik dengan nilai parameter alpha (level) 0,710 dan gamma (trend) 0.039 yang memiliki (Mean Absolute Percentage Errors) MAPE sebesar 26.06, Mean Absolute Deviation (MAD) sebesar 34.75

160 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 156-168 dan Mean Squared Deviation (MSD) F57+6 = S57 + b56 dengan koefisien 237, sebesar 1999,59 paling minimum. Hasil 364 + 1,851 didapatkan hasil untuk bulan parameter yang sudah terpilih dengan Januari tahun 2018 sebesar 244,769. alpha (level) 0,710 dan gamma (trend) Dengan hasil peramalan selama 1 tahun 0,039 dapat dilihat pada Tabel 1. kedepan untuk bulan Januari 2018 nilai peramalannya 244,769, Februari 2018 nilai Tabel 1. Perbandingan Parameter Trial dan peramalannya 246,620, Maret 2018 nilai Error peramalannya 248,471, April 2018 nilai peramalannya 250,322, Mei 2018 bernilai Parameter MAP MAD MSD 252,173, Juni 2018 bernilai 254,024, Juli Αγ E 2018 bernilai 255,875, Agustus 2018 bernilai 257,726, September 2018 bernilai 0,1 0,09 22,86 34,81 2789,3 259,577, Oktober 2018 bernilai 261,428, November 2018 bernilai 263,279, dan 0,2 0,08 20,96 34,16 2710,3 untuk Desember 2018 nilai permalannya 265,130. Dapat disimpulkan bahwa nilai 0,3 0,07 20,48 35,34 2656,4 forecast selama tahun 2018 yang mengalami kenaikan di setiap bulan. 0,710 0,039 26,06 34,75 1999,5 Identifikasi Model ARIMA 0,8 0,02 20,55 40,06 3005,0 Dalam membuat model tahap awal 0,9 0,01 20,72 41,27 3180,5 analisis data adalah dengan membuat plot data. Plot data time series digunakan untuk Hasil Peramalan ODHA Menggunakan mengetahui trend time series (Kim, 2008). Adapun hasil hasil dari plot data VCT Double Exponential Smoothing Holt dapat dilihat pada gambar 1 menunjukkan bahwa bentuk plot time series dari plot Diketehui bahwa dengan alpha data VCT dengan sumbu x mewakili waktu (level) bernilai 0,710 dan gamma (trend) dan sumbu y mewakili jumlah ODHA di bernilai 0,039 maka diperoleh MAPE Provinsi Jawa Timur yang tercatat melalui sebesar 26,06, MAD sebesar 34,75 dan VCT. MSD sebesar 1999,59 yang optimum sehingga langkah selanjutnya adalah Gambar 2. Box Cox Plot VCT penentuan pemulusan tunggal dan trend untuk data ODHA sebagaimana pertama Berdasarkan Gambar 2 Box Plot menghitung rumus 1 (pemulusan tunggal) VCT stationer dalam varians karena St = aXt + (1-a) (St-1 + bt-1) dengan lambda (rounded value) memiliki nilai 1. dimasukkan parameter menjadi S57 = Nilai Lower CL 0, 47 dan Upper Cl 0,710 X57 + (1-0,710) (S57-1 + b57-1). bernilai 1,54, dengan demikian CI antara Dilanjutkan nilai koefisiennya 0.710456 x 224 + (1-0,710)((267,025)+3,1334) menghasilkan 237,346. Dilanjutkan dengan rumus 2 B= Y(St – St-1)+(1-Y)bt-1 dimasukkan nilai parameternya B57= 0,039 (S57 – S57-1)+(1-0,039)b57-1, kemudian nilai koefisiennya 0,0391(237.365- 267,025) + ((1-0,0391) 3,1334) menghasilkan 1,851. Langkah terakhir dengan menambahkan antara rumus 1 dan rumus 2 Ft+m = St + btm dengan nilai

Suci Retno Ningtiyas, Aplikasi Metode Double Exponentia... 161 0,47-1,54 dan melewati angka 1 dengan derajat kesalahan sebesar 95. 1 ,0 Autocorrelation Function for VCT 1 ,0 Partial Autocorrelation Function for VCT-DIFF1 0,8 (with 5% significance limits for the autocorrelations) 0,8 (with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 0,6 0,6 0,4 5 1 0 1 5 20 25 30 35 40 45 0,4 5 1 0 1 5 20 25 30 35 40 45 0,2 Lag 0,2 Autocorrelation0,0 0,0 Lag Partial Autocorrelation-0,2-0,2 -0,4 -0,4 -0,6 50 -0,6 -0,8 -0,8 -1 ,0 -1 ,0 1 1 50 Gambar 3. Grafik ACF Gambar 5. Grafik PACF Gambar 5 menunjukkan plot PACF Plot ACF Gambar 3 terdapat 4 lag menunjukkan ada 2 garis pada lag 1 dan yang melewati garis merah yang berarti lag 2 yang keluar garis merah. Dapat menunjukkan korelasi pada garis 1, 2, 3, disimpulkan berdasarkan ACF difference 1 dan 4. Garis merah adalah selang dan PACF data ini sudah stationer dalam kepercayaan yang merupakan batas signifikan autokorelasi. Berdasarkan mean. diagram Gambar 3 dapat dikatakan bentuk ACF turun secara eksponensial akan tetapi Taksiran parameter model awal ada 4 garis yang melewati garis merah tersebut signifikan dengan tingkat yang berarti menandakan bahwa belum kepercayaan 95%. Model awal tersebut stationer dalam mean, maka selanjutnya signifikan apabila nilai p = 0,00 kurang perlu dilakukan difference. dari α =0,05. Berdasarkan tabel ACF dan PACF diatas untuk sementara model yang Autocorrelation 1 ,0 Autocorrelation Function for VCT-DIFF1 lolos uji signifikansi adalah ARIMA 0,8 (2,1,1), ARIMA (2,1,0), ARIMA (1,1,1), 0,6 (with 5% significance limits for the autocorrelations) 50 ARIMA (1,1,0), ARIMA (0,1,2), dan 0,4 ARIMA (0,1,1) 0,2 5 1 0 1 5 20 25 30 35 40 45 0,0 Hasil uji statistik Ljung Box yang -0,2 Lag digunakan untuk melihat white noise Ho -0,4 diterima jika p value lebih dari α=0,05. -0,6 Pada model yang diidentifikasi dari model -0,8 yang signifikan pada p value nya antara -1 ,0 lain ARIMA (2,1,1), ARIMA (2,1,0), ARIMA (1,1,1), ARIMA (1,1,0), ARIMA 1 (0,1,2), dan ARIMA (0,1,1) hanya terdapat dua model yang memenuhi syarat white Gambar 4. Grafik ACF Setelah Difference noise. Pertama ARIMA (2,1,1) nilai lag 12 1 dengan p value= 0,179, lag 24 dengan p value = 0,286, dan lag 36 0,291 . Nilai p Gambar 4 merupakan hasil ACF tersebut lebih besar dari α= 0,05, artinya yang sudah dilakukan difference1 dapat bahwa residual pada ARIMA (2,1,1) telah dilihat bahwa pada lag 1 terdapat garis memenuhi syarat white noise (tidak ada yang jatuh dan melebihi garis merah, hal korelasi antara residual pada lag 12, lag 24 ini menandakan sudah stationer dalam dan lag 36). ARIMA (0,1,2) nilai lag 12 mean karena hanya ada 1 garis yang keluar dengan p value= 0,136, lag 24 dengan p dari garis merah. value = 0,184 , dan lag 36 0,082 . Hal tersebut memberi arti bahwa nilai p lebih besar dari α= 0,05, artinya bahwa residual

162 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 156-168 pada ARIMA (0,1,2) telah memenuhi Gambar 7. Uji Kolmogorov Smirnov syarat white noise (tidak ada korelasi ARIMA (0,1,2) antara residual pada lag 12, lag 24 dan lag 36). Model ARIMA Terbaik Setelah mengidentifikasi white Model ARIMA terbaik didapatkan noise dari model yang tepilih, dilanjutkan setelah model menguji asumsi dari masing- untuk melihat apakah data dari model yang masing model dan didapatkan hasil yang terpilih memiliki distribusi normal. Nilai signifikan. Terdapat dua model yang distribusi normal dapat dilihat dari nilai signifikan yang kemudian dipilih model Kolmogorv Smirnov dan bentuk dari dengan parameter kesalahan terkecil. Scatter Plot. Gambar 6 menunjukkan scatter plot dari ARIMA (2,1,1), Tabel 2 menunjukkan nilai error Berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dari masing- masing model ARIMA (2,1,1) untuk ARIMA (2,1,1) diperoleh nilai p dan ARIMA (0,1,2) sebab dua model lebih dari 0,15 dan nilai Kolmogorov ARIMA tersebut memenuhi syarat Smirnovnya sebesar 0,096 yang lebih besar permodelan ARIMA yang sesuai. Pada dari nilai α= 0,05 sehingga ARIMA (2,1,1) tabel 2 dengan melihat nilai MS dan SS memiliki residual yang berdistribusi nya dapat ditentukan mana model ARIMA normal. terbaik yang digunakan, MS dan SS dipilih yang paling kecil. ARIMA (2,1,1) Gambar 7 untuk ARIMA (0,1,2) memiliki nilai MS yang lebih kecil dari diperoleh nilai p lebih dari 0,150 dan nilai ARIMA (0,1,2) yakni 1833,9 kurang dari Kolmogorov Smirnov sebesar 0,097 yang 1840, juga untuk nilai SS nya yakni lebih besar dari α= 0,05 sehingga dapat 93528,3 kurang dari 95678,7 jadi model disimpulkan residual dari model ARIMA ARIMA terbaik adalah ARIMA (2,1,1) (0,1,2) memenuhi asumsi berdistribusi yang memiliki nilai MS dan SS yang lebih normal. kecil. Gambar 6. Uji Kolmogorov Smirnov Tabel 2. Model ARIMA Terbaik ARIMA (2,1,1) Model Nilai Error ARIMA MS SS (2,1,1) 1833,9 93528,3 (0,1,2) 1840 95678,7 Nilai Parameter Permodelan ARIMA (2,1,1) Nilai Parameter yang digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat kesalahan. Tabel 3. Nilai Parameter ARIMA (2,1,1) Parameter MAPE 45,148 MAD 91,75 MSD 437781,8

Suci Retno Ningtiyas, Aplikasi Metode Double Exponentia... 163 Tabel 3 dapat diketahui peramalan untuk Pemilihan metode terbaik antara tahun 2018 menggunakan ARIMA (2,1,1) Double Exponential Smoothing dan dengan error MAPE = 45,148, MAD = ARIMA dapat dilakukan dengan memilih 91,75 dan MSD= 437781,8. nilai MAPE, MAD dan MSD yang minimum. Nilai MAPE pada data ODHA Hasil Peramalan ODHA Menggunakan dengan VCT. Tabel 4 menunjukkan bahwa ARIMA nilai minimum adalah pada metode Double Exponential Smoothing yaitu dengan α = Model ARIMA (2,1,1) dengan 0,710 (alpha) dan γ (gamma) = 0,039 yaitu MAPE = 26,06, MAD = 24,75dan MSD = error MAPE = 45,148, MAD = 91,75 dan 1999,59, sehingga dapat dikatakan metode terbaik untuk meramalkan jumlah ODHA MSD= 437781,8. Secara matematis model dengan pencatatan VCT di Provinsi Jawa Timur adalah dengan metode Double ARIMA (2,1,1) dapat dituliskan dalam Exponential Smoothing Holt (Pramita, bentuk sebagai berikut: ������������ = ������, + 2010). ∅������������������−������ + ∅������������������−������ + ℯ������ + ������������ℯ������−1 , kemudian tahapan berikutnya dilanjutkan dengan memasukan koefisien : ������������ = −0,0588 − 0,6544������������−1 − 0,3915������������−2 PEMBAHASAN +ℯ������ − 0,9562ℯ������−1. Double Exponential Smoothing Holt Hasil peramalan selama 1 tahun kedepan untuk bulan Januari 2018 nilai Metode pemulusan eksponensial, peramalannya 264,547, Februari 2018 nilai pada dasarnya adalah data masa lalu peramalannya 267,394, Maret 2018 nilai dimuluskan dengan cara melakukan peramalannya 270,241, April 2018 nilai pembobotan menurun secara eksponensial peramalannya 273,088, Mei 2018 bernilai terhadap nilai pengamatan yang lebih tua 275,935, Juni 2018 bernilai 278, 782, Juli atau nilai yang lebih baru diberikan bobot 2018 bernilai 281,629, Agustus 2018 yang relatif lebih besar dibanding nilai pengamatan yang lebih lama. Nilai α bernilai 284,476, September 2018 bernilai 287,323, Oktober 2018 bernilai 290,170, digunakan untuk menghaluskan perbedaan November 2018 bernilai 293,016, dan pengamatan dari periode ke periode. Desember 2018 nilai permalannya 295, Metode Double Exponential Smoothing 863. Nilai forecast selama tahun 2018 Holt digunakan untuk memodelkan data mengalami kenaikan di setiap bulan. yang mengandung pola trend. Pemilihan Metode Terbaik Antara Penentuan parameter pemulusan Double Exponential Smoothing Holt dan ARIMA dengan trial dan error pada metode Tabel 4. Nilai MAPE, MAD dan MSD Double Exponential Smoothing Holt Metode Double Exponential Smoothing dan ARIMA pada dengan nilai parameter alpha dan gamma Data VCT berkisar dari 0- 1. Fleksibilitas terhadap tingkat trend yang dapat dimuluskan dengan bobot yang berbeda ini menjadikan metode Holt menjadi lebih baik dalam Metode MAPE MAD MSD meramalkan data dengan perubahan drastis 26,06 24,75 1999,59 Double pada waktu tertentu (Aries, 2007). Exponential 45,148 91,75 437781,8 Smoothing Pada metode pemulusan ARIMA (2,1,1) eksponensial, data masa lalu dimuluskan dengan cara melakukan pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih tua atau nilai yang lebih baru diberikan bobot yang relatif lebih besar dibanding nilai

164 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 156-168 pengamatan yang lebih lama dengan nilai akurasi peramalan dan pada waktu yang alpha digunakan untuk menghaluskan perbedaan permintaan dari periode ke sama menjaga jumlah parameter seminimal periode. Jadi bila selisih jumlah peminatan dari periode satu ke periode yang lain mungkin untuk peramalan jangka panjang semakin besar, maka nilai alpha yang dipilih akan semakin mendekati 1. maupun pendek. Namun menggunakan Pemilihan model terbaik untuk pendekatan iteratif yang panjang dengan VCT menujukkan bahwa nilai MAPE, MAD atau MSD yang minimum adalah syarat stationer, signifikansi parameter, pada metode Holt Double Exponential Smoothing dengan alpha (level)=0,710 dan white noise, model dan normalitas residual gamma (trend)=0,039 yaitu MAPE=26,06, MAD=24,75 dan MSD=1999,59. sehingga menjadi rumit. Pemodelannya Autoregressive Integrated Moving memang cukup rumit dimana perhitungan Average (ARIMA) untuk variabel p (AR), d (differencing), Data Time series dalam penelitian dan q (MA) diperlukan lagi perhitungan ini dalah data Voluntary HIV Councelling and Testing (VCT) pada pencatatan ODHA untuk menentukan besarnya parameter dari di Provinsi Jawa Timur. Data dibagi menjadi data perbulan dari bulan Januari tiap variabel sehingga hasil peramalan 2013 sampai dengan bulan September 2017 terdapat 57 data untuk masing- yang dihasilkan dapat optimal. Proses masing VCT. Hasil plot data time series data VCT sudah stationer dalam varians perhitungan memerlukan ketelitian dan namun belum stationer dalam mean dikarenakan ada fluktuasi data yang cepat waktu yang cukup lama, khususnya untuk turun dan naik walaupun tidak terlalu lebar. optimasi nilai parameternya. Agar Pada data VCT kestationeran dalam mendapatkan model yang lebih akurat, varians dibuktikan dengan Grafik Box-Cox terdapat nilai rounded value yang telah diperlukan jumlah data yang lebih besar. melewati angka 1 (satu), sementara ketidak stationerannya dapat dilihat dari output Walaupun mungkin menyusun model ACF yang terdapat 4 garis yang melewati garis batas. Ketidak stationeran dalam ARIMA dengan data bulanan selama 2 means mengharuskan peneliti untuk melakukan difference. Setelah dilakukan tahun akan tetapi hasil yang terbaik dapat difference sebanyak 1 kali dapat terlihat bahwa hanya ada 1garis yang melebihi dicapai bila digunakan sekurang- garis batas dan grafik PACF menurus secara eksponensial dan hanya terdapat 2 kurangnya data 5 sampai 10 tahun, garis yang melebihi garis merah (Octora, 2010). sehingga dapat ditunjukkan dengan tepat ARIMA adalah metode peramalan adanya deret data dengan pengaruh yang sudah modern yang disusun dengan logis dan secara statistik akurat. Metode musiman yang kuat (Aries, 2007). ini mampu memasukkan banyak informasi dari data historis dengan mampu menaikan Dalam penelitian Abdullah (2012) peneliti menggunakan 57 titik sehingga data yang digunakan kurang memenuhi untuk asumsi dari ARIMA sehingga mempengaruhi ketepatan dalam peramalan. Dapat diketahui peramalan untuk tahun 2018 menggunakan ARIMA (2,1,1) dengan error MAPE = 45,148, MAD = 91,75 dan MSD= 437781,8. Metode Peramalan Terbaik Metode peramalan yang terbaik diperoleh dengan cara membandingkan nilai MAPE (Mean Absolute Error), MSD (Mean Square Deviation) dan MAD (Mean Absolute Devition) yang diperoleh dari masing-masing metode. Semakin kecil MAPE, MAD atau MSD, semakin kecil nilai kesalahannya. Oleh karenanya, dalam menetapkan model terbaik yang akan digunakan untuk peramalan, pilihlah model dengan nilai MAPE, MAD dan MSD yang paling kecil.

Suci Retno Ningtiyas, Aplikasi Metode Double Exponentia... 165 Berdasarkan Arsyad (1995) MAD parameter yang lebih fleksibel dan syarat ini sangat berguna jika seorang peneliti data yang relatif sedikit dari ARIMA ingin mengukur kesalahan peramalan meskipun untuk syarat kecukupan data dalam unit ukuran yang sama seperti data dalam penelitian ini sudah memenuhi. Pola aslinya, sehingga pertimbangan yang data VCT cenderung mengalami kenaikan digunakan apabila terjadi kesamaan nilai dan tidak stabil dari waktu kewaktu, seperti diantara MAPE, MAD dan MSD plot data pada Gambar 1 terjadi penurunan secara tajam pada bulan Mei setelah itu Tabel 5 menunjukkan standar naik secara drastis pada bulan Juni. Hal ini signifikansi nilai MAPE pada suatu yang membuat rata-rata dari VCT ini tidak peramalan. Standar signifikansi nilai stationer yang mungkin mengurangi MAPE menunjukkan derajat kesalahan kakuratan ARIMA (Billah, 2005). dari suatu peramalan. Cara membaca parameter, MAPE memang lebih mudah Jumlah Kunjungan VCT untuk dibaca karena langsung menunjukkan persentase kesalahan. Pada Jumlah VCT yang berubah-ubah VCT mempunyai MAPE sebesar 26,06, mungkin dipengaruhi faktor lain seperti artinya kemampuan peramalan layak/ kondisi fasyankes di daerah yang belum memadai (Chang et.al, 2007). Jadi mendukung terlaksananya VCT sehingga peramalan VCT menggunakan Double ODHA tidak terdeteksi. Hal ini didukung Exponential Smoothing Holt layak penelitian Mujiati (2013), mengenai digunakan untuk meramalkan VCT di gambaran pelaksanaan VCT dan sarana tahun berikutnya. prasarana klinik di Bandung, dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa Tabel 5. Standar Signifikansi nilai MAPE kegiatan layanan VCT berjalan lancar namun petugasnya masih terbatas dan MAPE Signifikansi merangkap tugas yang lain juga <10% keterbatasan tempat pemeriksaan yang Kemampuan peramalan kurang menjaga privacy dari volunter. 10-20% sangat baik Dalam penelitian milik Suriyani (2014), 20-50% Kemampuan peramalan baik pendistribusian fasilitas layanan VCT di Kemampuan peramalan daerah perkotaan lebih cepat sehingga >50% layak/ memadai ketersediaan konselor, fasilitas layanan Kemampuan Peramalan klinik serta suplai peralatan dan obat- buruk obatan lebih memadai. Pada dasarnya metode ARIMA Selain itu data VCT meningkat dari adalah metode peramalan yang modern dan waktu kewaktu, hal ini menandakan bahwa mampu menangani berbagai jenis plot data individu mulai sadar akan manfaat VCT, time series namun dalam penelitian ini seperti pada penelitian Pibriana (2013), metode Holt Linier Exponential Smoothing individu yang memiliki persepsi manfaat ternyata lebih mampu meramalkan dengan VCT tinggi memiliki proporsi lebih besar nilai MAPE, MAD atau MSD yang untuk melakukan VCT dibandingkan minimum. Hal ini terjadi karena memang individu yang memiliki persepsi rendah. data time series yang dipakai dalam Hal ini didukung oleh penelitian Anggraini analisis ini stationer dalam varians namun (2014), kesadaran akan pemeriksaan VCT tidak stationer dalam mean (Noor, 2013). di pengaruhi oleh tingkat pendidikan individu, dalam penelitiannya responden Metode ARIMA mampu mengatasi yang memiliki pendidikan tinggi 100% segala macam jenis plot data, namun dalam melakukan pemeriksaan VCT, sementara penelitian ini metode Double Exponential yang berpendidikan sedang 25% Smoothing Holt mampu menghasilkan melakukan pemeriksaan VCT, dan yang peramalan dengan MAPE, MAD dan MSD yang lebih kecil karena tingkat penentuan

166 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 156-168 memiliki pendidikan rendah 0% yang November 2018 (263, 279), dan untuk melakukan pemeriksaan VCT (Hye, 2013). Desember 2018 (265, 130). Peningkatan jumlah VCT yang naik dari tahun ketahun dapat dipengaruhi tingkat Peramalan (forecast) yang pendidikan di Provinsi Jawa Timur yang menggunakan model Double Exponential tergolong baik, sehingga masyarakat sadar Smoothing Holt dalam penelitian ini untuk untuk memeriksakan dirinya. meramalkan jumlah ODHA yang terjaring melalui VCT dan bersifat univariat yang Pemeriksaan yang diselenggarakan hanya didasarkan pada data kunjungan oleh instansi juga semakin banyak salah pasien. Agar dapat melihat lebih satunya di Rumah Tahanan (Rutan). Pada komprehensif bisa ditambahkan variabel penelitian Muhith 2012, pemeriksaan VCT lain yang mungkin bisa mempengaruhi pada Warga Binaan Permasyarakatan variasi series data jumlah ODHA (WBP) sudah dilakukan namun masih (Durojaiye, 2011). belum optimal dalam pelaksanaannya, SOP untuk menjalankan VCT sudah ada namun Peramalan model Double masih terbatas dari segi sumber daya yang Exponential Smoothing Holt memberikan dibutuhkan (Hugo, 2011). hasil yang peramalan dengan jumlah ODHA yang relatif meningkat sehingga SIMPULAN diharapkan dapat membantu dalam pertimbangan perencanaan untuk Hasil peramalan data ODHA memonitoring dan evaluasi program pencatatan VCT dengan model terbaik pencegahan terhadap HIV/AIDS serta Double Exponential Smoothing yaitu perawatan pada ODHA, serta lebih dengan α (alpha) = 0,710 dan γ (gamma) = ditingkatkan lagi sistem koodinasi dan 0,039 yaitu MAPE = 26,06, MAD = 24,75 sosialisasi agar menciptakan kesadaran dan MSD = 1999,59. Nilai parameter alpha pada diri masyarakat akan pentingnya (level) dan gamma (trend) diperoleh dari melakukan VCT.( Anggraini, 2015) cara coba dan salah (trial and erorr). Metode ARIMA yang memenuhi syarat DAFTAR PUSTAKA stationeritas data, white noise dan residual berdistribusi normal adalah ARIMA Abdullah, L., 2012 ARIMA Model for (2,1,1) dengan error MAPE = 45,148, MAD = 91,75 dan MSD = 437781,8. Gold Bullion Coin Selling Prices Berdasarkan nilai MAPE, MAD, dan MSD bahwa peramalan VCT lebih cocok Forecasting. International Journal menggunakan Double Exponential Smoothing karena memiliki MAPE, MAD of Advances in Applied Sciences. dan MSD yang lebih kecil. (IJAAS) Vol. 1, No. 4, December Hasil peramalan penjaringan ODHA dengan metode terbaik Double 2012, pp. 153~158. ISSN: 2252- Exponential Smoothing Holt didapatkan hasilnya untuk VCT di Provinsi Jawa 8814. Timur sebagai berikut, dengan α(alpha) = 0,710 dan γ (gamma) = 0,039 yaitu pada Anggraini, Charunia. 2015. Hubungan bulan Januari 2018 (244,769), Februari 2018 (246,620), Maret 2018 (248,471), Antara Pengetahuan Tentang April 2018 (250,322), Mei 2018 (252,173) dan Juni 2018 (254,024), Juli 2018 (255, HIV/AIDS Dengan Niat 875), Agustus (2018 257, 726), September 2018 (259, 577), Oktober 2018 (261, 428), Melakukan VCT Pada Ibu Hamil Di Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional “Kesiapan Nakes Menghadapi MEA 31 Oktober 2015. Yogyakarta Anggraini, I.G.A.2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan VCT Pada Ibu Hamil Di Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi bali: Jurnal Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

Suci Retno Ningtiyas, Aplikasi Metode Double Exponentia... 167 Anita., 2016. Pengaruh VCT HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Terhadap Perubahan Sikap Seksual Counselling and Testing). Jakarta Pada Kalangan Transgender Di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Banda Aceh: Idea Nursing Jurnal (2017). Seksi Pencegahan dan Vol VII No 2 Pengendalian Penyakit Aplikasi), Edisi Keenam, Jakarta: Durojaiye, O.2011. Knowldge, attitude and Erlangga practice of HIV/AIDS: Behavior Aries, 2007 C/Analisis Perbandingan Pemodelan Data Deret Waktu change among tertiary educations Terbaik Antara Metode Brown’s students in lagos, Nigeria. Double Exponential Smoothing, Hugo, Graeme., 2001. Population Mobility Holt’s Two-Parameter Trend and HIV/AIDS in Indonesia. Model, Dan Arima Pada Total Australia: Adelaide University. Hasil Penjualan Produk Optik Jakarta: Binarupa Aksara. Berbasiskan Komputer (studi kasus Hye. Kyungyu., 2013. Forecasting The : optik ambasador). Number of Human Immuno Arsyad, Lincolin., 1995. Peramalan Bisnis. Defficiency Virus Infection In the Jakarta: Gralia Indonesia Korean Population Using Assauri, S., (1984). Teknik dan Metode Autoregressive Integrated Moving Peramalan Penerapannya dalam Average Model. Osong Journal of Ekonomi dan Dunia Usaha. Jakarta: Public Health Rest Perpec. 2013 Fakultas Ekonomi Universitas 4(6) 358-362. Indonesia. Kemenkes R.I, 2016. Profil Kesehatan Billah, B., (2005) Exponential Smoothing Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Model Selection for Forecasting. Kim, J.S., Dailey, R.J., 2008. Biostatistics for Oral Healthcare. USA: Maxwell L King, Ralph D Snyder Blackwell Munksgaard. Kuntoro., 2011. Dasar Filosofis and Anne B Koehler. Working Metodologi Penelitian-Edisi 2 Paper.Department of Econometrics (Revisi) 277 Pustaka Melati, and Business Statistics. Surabaya ISBN:978-979-17866-3-8 Buffa, Elwood S., 1996. Manajemen Makridakis, S., 1998. Metode dan Aplikasi Operasi dan Produksi Modern, Peramalan, Jilid 1, edisi kedu, Edisi Kedelapan, Jilid Satu, Jakarta: Erlangga. Jakarta: Binarupa Aksara. Muhith, Abdul., VCT HIV/AIDS pada Chang, P.-C., Wang, Y.-W., & Liu, C.-H. Tahanan di Rumah Tahanan (2007). The development of a Negara Kelas 1: Jurnal Ners Vol 7 No. 2 Oktober. Hal 116-120 weighted evolving fuzzy neural Mujiati., 2013. Studi Kualitatif Mengenai Persepsi Dan Perilaku Seksual : network for PCB sales forecasting. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol.4 No 3, Desember 2013. Hal 153-160 Expert Systems with Applications Noor, dkk., 2013. Crime Forecasting using 32, Page 86-96 ARIMA Model and Fuzzy Alpha- Cordeiro, C. & Neves, M.M.(2009). cut. Journal of Applied Science 13 Forecasting Time series With Boot. EXPOS Procedure. REVSTAT – (1) Asian Network for Scientific Statistical Journal ,Volume 7, Number 2, June, 135– 149. Information. Malaysia: Faculty of Dept.Math, FCT, University of Science and Technology. Algarve, CEAU Land Dept.Math, Octora, M., (2010) Perbandingan Metode ISA, TU Lisbon. Portugal. ARIMA (Box-Jenkins) dan Metode Depkes RI. (2006). Pedoman Pelayanan Konseling Dan Testing HIV/AIDS

168 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 156-168 Winter Dalam Peramalan Jumlah 2010) ISSN: 1979-2328. UPN ”Veteran” Yogyakarta, 22 Mei Kasus Demam Berdarah Dengue. 2010 Tesis. FKM Unair Surabaya. Suriyani., Nyorong, Mapeaty., natsir, Pibriana, A.I. 2013. Keikutsertaan Sudirman. 2014. Faktor Pendorong Pemanfaatan Layanan VCT Pelanggan Wanita Pekerja Seks HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura: Jurnal Promosi Kesehatan. dalam VCT: Jurnal Kesehatan Universitas Hasanuddin Zhang, Defu., A. 2012. Novel Stock Masyarakat Vol 2 Tahun 2013. Hal Forecasting Model Based on Fuzzy 161-165 Time Series and Genetic Algorithm. Pramita, W., (2010) Penerapan Metode Department of Computer Science. Xiamen University Exponential Smoothing Winter Dalam Sistem Informasi Pengendalian Persediaan Produk Dan Bahan Baku Sebuah Cafe. Haryanto Tanuwijaya. Seminar Nasional Informatika (semnasIF

HUBUNGAN AGRESSIVE DRIVING BEHAVIOR PENGEMUDI SEPEDA MOTOR DENGAN KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI PADA SISWA SMA DI KABUPATEN SIDOARJO) Mazroh Ilma Soffania Departemen Epidemiologi,Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Alamat korespondensi: Mazroh Ilma Soffania E-mail: [email protected] ABSTRACT Road traffic accident was the public health problem that can decrease public health status. Most of the road traffic acccident involving motorcyclist and mostly among people around 15-19 years old. Agressive driving behavior was one of the factors causing road traffic accidents. The aim of this study to analize the relationship between motorcyclist’s agressive driving behavior with road traffic accidents. This research was analytic observational research with case-control design. The population was senior high school student who riding motorcycle aged ≥ 17 years old in Kabupaten Sidoarjo. Population were divided into two groups, namely case group and control group. Case group were respondents who had road traffic accidents while control group were respondents who never had a road traffic accidents in the last year. The number of respondens were involved 24 respondents in case group and 48 respondents in control group. Sampling were purposive sample in case group and matching sampling in control group by age and sex. The result of analysis using chi-square test (α = 5 %) showed that agressive driving behavior in motorcyclist has significant relationship of road traffic accidents (p= 0,0006; OR= 5,320). Senior high school students were encouraged to managed time and more prioritised safety while driving to avoid traffic accidents. Keywords: agressive driving behavior, senior high school, road traffic accident ABSTRAK Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat. kecelakaan lalu lintas paling banyak melibatkan pengemudi sepeda motor dan sering terjadi pada usia 15-19 tahun. Kebiasaan agresif mengemudi merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan agressive driving behavior pada pengemudi sepeda motor dengan kecelakaan lalu lintas. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain kasus-kontrol. Populasi penelilitian ini adalah siswa SMA yang mengemudi sepeda motor berusia lebih dari sama dengan 17 tahun di Kabupaten Sidoarjo. Populasi dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah responden yang pernah mengalami kecelakaan lalu lintas sedangkan kelompok kontrol adalah responden yang tidak pernah mengalami kecelakaan lalu lintas dalam 1 tahun terakhir. Jumlah responden yang dilibatkan sebanyak 24 responden pada kelompok kasus dan 48 responden pada kelompok kontrol. Pengambilan sampel menggunakan purposive sample pada kelompok kasus dan matching sample pada kelompok kontrol berdasarkan usia dan jenis kelamin. Hasil analisis menggunakan chi-square (α = 5 %) menunjukkan ada hubungan antara agressive driving behavior pada pengemudi sepeda motor dengan kecelakaan lalu lintas (p= 0,0006; OR= 5,320). Siswa SMA dihimbau untuk lebih memanajemen waktu dan lebih mempriorotaskan keselamatan saat mengemudi di jalan raya untuk menghindari kecelakaan lalu lintas. Kata kunci: kebiasaan agresif mengemudi, siswa SMA, kecelakaan lalu lintas PENDAHULUAN dampak negatif dan dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat. Global Kecelakan lalu lintas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang Status Report on Road Safety termasuk dalam penyakit tidak menular. Kecelakaan lalu lintas menimbulkan menyebutkan bahwa sekitar 1,25 juta korban meninggal dan 20-50 juta lainnya mengalami luka akibat kecelakaan lalu ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.220-231 Received 16 January 2018, received in revised form 30 January2018 , Accepted 01 February 2018 , Published online: December 2018

Mazroh Ilma Soffani, Hubungan Agressive Driving Behavior... 221 lintas, angka tersebut menetap sejak tahun awal tahun 2017 yaitu sebanyak 63.251 2007. WHO menyatakan bahwa kejadian. kecelakaan lalu lintas di Indonesia menjadi pembunuh ketiga setelah penyakit Data WHO (2013) menyebutkan tuberculosis dan jantung (Badan Intelijen bahwa hampir 60% kematian karena Negara, 2013). kecelakaan lalu lintas pada tingkat global terjadi pada usia antara 15-44 tahun dan Kecelakaan lalu lintas menurut lebih dari 300.000 kematian pada kalangan undang-undang nomor 22 tahun 2009 usia 15-29 tahun (World Health tentang lalu lintas dan angkutan jalan Organization, 2016). Di Indonesia adalah suatu peristiwa yang tidak disegaja kecelakaan lalu lintas paling banyak terjadi di jalan raya yang melibatkan kendaraan pada usia antara 15-19 tahun dengan angka dengan atau tanpa pengguna jalan lain dan sebesar 4414 orang pada tahun 2017 mengakibatkan korban manusia dan (Korlantas Polri, 2017). Kabupaten kerugian harta benda. Indonesia Sidoarjo merupakan wilayah dengan angka mengalami peningkatan jumlah kecelakaan kecelakaan tertinggi kedua di Jawa Timur lalu lintas setiap tahunnya. Banyaknya setelah kabupaten kediri dengan angka angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia kejadian 1287 korban (Badan Pusat seiring dengan jumlah kendaraan bermotor Statistik, 2013). yang terus meningkat. Peningkatan jumlah kendaraan jenis sepeda motor memiliki Penyebab utama terjadinya angka paling tinggi. kecelakaan lalu lintas berdasarkan Haddon’s Matrix terdiri dari tiga faktor Data Polantas (2013) menunjukkan yaitu faktor manusia, faktor lingkungan, bahwa terdapat penigkatan jumlah dan faktor kendaraan yang terbagi menjadi kecelakaan lalu lintas dari tahun 2013 ke tiga tahap yaitu pada tahap pra kecelakaan, tahun 2016. Angka kejadian kecelakaan tahap saat kecelakaan, dan pasca- lalu lintas menunjukkan sebanyak 100.106 kecelakaan. Tahap pra-kecelakaan kejadian pada tahun 2013 dan 104.522 bertujuan untuk mencegah terjadinya kejadian pada tahun 2016 (Korlantas Polri, kecelakaan dalam hal ini upaya yang 2014). Data statistik Korlantas Polri dilakukan adalah upaya promotif dan menyebutkan selama tahun 2016 terdapat preventif untuk meminimalisir terjadinya dari 104.552 kejadian kecelakaan lalu kecelakaan lalu lintas. lintas dengan jumlah kematian 22.213 jiwa. Jumlah kerugian lebih dari 48 miliyar Tahap saat kecelakaan bertujuan rupiah selama periode januari sampai untuk pencegahan cedera dalam hal ini maret 2017 (Korlantas Polri, 2017). upaya yang dilakukan adalah upaya kuratif dan pertolongan pertama terhadap korban Data statistik WHO menyebutkan kecelakaan. Tahap pasca-kecelakaan bahwa pada tahun 2013 angka kematian bertujuan untuk mempertahankan hidup akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia dimana upaya yang dilakukan adalah adalah sebesar 38.279 dan 36% rehabilitasi terhadap korban kecelakaan. diantaranya adalah pengemudi dan Pengetahuan, keterampilan dan perilaku penumpang kendaraan beroda dua (WHO, pengemudi di jalan raya merupakan 2016). Di Indonesia, kecelakaan sepeda komponen yang tergolong faktor manusia motor merupakan penyumbang terbanyak tahap pra-kecelakaan berdasarkan kejadian kecelakaan lalu lintas. data Haddon’s Matrix (Mohan, dkk., 2006). statistik Korlantas Polri (2017) menunjukkan bahwa sepeda motor Faktor manusia merupakan faktor merupakan angka terbanyak penyumbang dominan penyebab kecelakaan menurut kejadian kecelakaan lalu lintas dalam dua Direktorat Jendral Perhubungan Darat. triwulan periode di akhir tahun 2016 dan Besarnya persentase masing-masing faktor penyebab kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia tahun 2010-

222 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 220-231 2016 antara lain faktor manusia dengan Faktor yang mempengaruhi persentase 69,70%, faktor sarana atau aggressive driving behavior yaitu usia, kendaraan sebesar 21,21% dan faktor jenis kelamin, keterampilan mengemudi, prasarana atau jalan sebesar 9,09% lingkungan, gaya hidup dan kepribadian (KNKT, 2016). pengemudi (Tasca, 2000). Aggressive driving behavior yang tinggi sebagian Perilaku dan mental dari pengguna besar melibatkan pengemudi laki-laki jalan termasuk pengemudi kendaraan dengan usia antara 17-35 tahun, sedangkan bermotor merupakan faktor yang perempuan menunjukkan tingkat berpengaruh terhadap stabilitas lalu lintas. Aggressive driving behavior yang lebih Etika, sopan santun, toleransi antar rendah (Tasca, 2000). Keterampilan pengguna jalan, kematangan emosi dan mengemudi dapat ditunjukkan dengan kepedulian pengguna jalan di jalan raya pengalaman seorang pengemudi dalam akan menimbulkan interaksi yang dapat mengemudi dan kepemilikan SIM. Faktor mewarnai situasi lalu lintas yang dapat lingkungan berhungan dengan kemacetan menciptakan situasi aman dan selamat saat di jalan raya dimana suasana kemacetan mengemudi serta berpengaruh pada dapat mempengaruhi emosi pengemudi kelancaran lalu lintas (Danang, 2010). (Tasca, 2000). Disiplin Berlalu lintas menurut Masa remaja merupakan masa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 peralihan dari masa kanak-kanak menuju tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan masa dewasa yang berlangsung antara usia adalah segala perilaku pengguna jalan baik 10-19 tahun. Masa peralihan yang dialami bermotor maupun tidak bormotor, di jalan remaja akan berpengaruh terhadap pola raya yang sesuai dengan undang-undang pikir, sikap dan pola perilaku. Seorang ataupun peraturan lalu lintas yang telah remaja akan cenderung melakukan ditetapkan. Disiplin mengemudi memiliki pencarian jati diri. Remaja yang kaitan dengan kebiasaan atau tindakan melakukan pencarian jati diri akan agresif mengemudi. Dimana pengemudi cenderung berperilaku yang mengarah yang memiliki kebiasaan agresif pada kesenangan sesaat tanpa mengemudi cenderung sering melanggar memperhatikan norma yang berlaku di peraturan lalu lintas. lingkungan sekitar (Depkes RI, 2001). Agressive driving behavior atau Klasifikasi remaja berdasarkan kebiasaan agresif mengemudi merupakan Depkes RI (2001) menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukan secara sengaja rentang usia siswa SMA termasuk dalam dalam mengemudi yang cenderung dapat masa remaja penengahan dan akhir yang meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas berlansung pada usia antara 14-19 tahun. yang dimotivasi oleh ketidaksabaran, Tujuan penelitian ini adalah untuk kekesalan, permusuhan, dan atau upaya menganalisis hubungan antara agressive untuk menghemat waktu (Tasca, 2000). driving behavior pengemudi sepeda motor Aggressive driving behavior dapat yang dengan kejadian kecelakaan lalu dikatakan sebagai pola disfungsi dari lintas pada siswa SMA di Kabupaten perilaku sosial yang mengganggu Sidoarjo tahun 2017. keamanan publik. Agressive driving behavior terdiri dari kebiasaan membuntuti METODE PENELITIAN kendaraan lain (tailgaiting), mengaklakson dalam keadaan yang tidak dibutuhkan Penelitian ini merupakan penelitian (honking), melakukan gerakan yang observasional analitik dimana penelitian membahayakan pengemudi lain (rude dilakukan dengan melakukan pengamatan gesturing) dan mengedipkan lampu jauh di tanpa memberikan perlakukan tertentu suasana yang tenang (flashing light) kepada subjek penelitian dengan tujuan (Houston, et al, 2003).

Mazroh Ilma Soffani, Hubungan Agressive Driving Behavior... 223 untuk menganalisis hubungan antara dengan metode matching sample berdasarkan usia dan jenis kelamin dari agressive driving behavior dengan kelompok kasus dari sekolah yang sama. kejadian kecelakaan lalu lintas. Variabel independent dalam penelitian ini adalah pengalaman Rancang bangun yang digunakan mengemudi dan agressive driving behavior. Variabel dependen dalam dalam penelitian ini adalah kasus-kontrol penelitian ini adalah kejadian kecelakaan lalu lintas. Instrumen yang digunakan karena penelitian ini mempelajari dalam penelitian ini menggunakan kuesioner adopsi dari ADBS (Agressive hubungan antara paparan (agressive Driving Behavior Scale) oleh Houston, et al.(2003) yang mempunyai nilai reliabilitas driving behavior) dan kejadian kecelakaan α = 0.80 untuk 11 item pernyataan. dengan mengamati dan mempelajari Analisis menggunakan statistik deskriptif untuk menjelaskan distribusi paparan atau faktor risiko (agressive frekuensi masing-masing variabel berdasarkan riwayat kecelakaan. Uji driving behavior) di masa lalu pada statistik menggunakan chi-square (α=0.05) dengan tabel kontingensi 2x2. Hubungan kelompok kasus dan kelompok kontrol. keterkaitan antarvariabel dinyatakan dengan nilai p dan besar risiko dinyatakan Penelitian dilakukan di 4 SMA dengan nilai Odd Ratio (OR) dengan Confidence Interval sebesar 95%. terdiri dari 2 SMA negeri dan 2 SMA swasta dan terletak di 3 Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo yang letaknya didekat jalan raya dengan situasi kemacetan yang tinggi karena kemacetan dapat mempengaruhi tindakan agresif mengemudi dimana situasi macet dapat menimbulkan emosi pada pengemudi yang berakibat pada tindakan agresif mengemudi. Populasi penelitian ini adalah semua siswa SMA berusia lebih besar sama dengan 17 tahun dan mengemudi HASIL sepeda motor yang terbagi dalam kelompok kasus dan kelompok kontrol. Responden pada kelompok kasus terdiri dari 24 siswa SMA di Sidoarjo yang Kelompok kasus merupakan siswa SMA merupakan pengemudi sepeda motor yang berusia lebih besar sama dengan 17 tahun berusia lebih besar sama dengan 17 tahun yang pernah mengalami kecelakaan lalu lintas sedangkan pada kelompok kontrol dan mengemudi sepeda motor yang pernah terdiri dari 48 siswa SMA di Sidoarjo pengemudi sepeda motor yang tidak mengalami kecelakaan lalu lintas dalam 1 pernah mengalami kecelakaan lalu lintas dalam 1 tahun terakhir di Kabupaten tahun terakhir sedangkan yang tidak Sidoarjo. Responden yang terlibat dalam penelitian ini berusia 17 dan 18 tahun. mengalami kecelakaan lalu lintas dalan 1 tahun terakhir termasuk dalam kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2017. Sampel penelitian melibatkan sebanyak 72 responden yang terdiri dari 24 responden untuk kelompok kasus dan 48 responden untuk kelompok kontrol. Data Karakteristik Responden dalam Mengemudi kasus ditelusuri dari penelitian sebelumnya dalam satu wilayah yang sama yang Karakteristik responden dalam dilakukan Nastiti (2017) dimana mengemudi dalam penelitian ini adalah didapatkan 40 sampel kasus kecelakaan keterampilan responden dalam mengemudi lalu lintas kemudian dipilih secara sepeda motor yang ditunjukkan dengan purposive berdasarkan lokasi sekolah dan pengalaman dalam mengemudi. diambil sebanyak 24 sampel kasus Pengalaman mengemudi dalam penelitian kecelakaan lalu lintas untuk diteliti. ini adalah lamanya respoden dalam Sampel untuk kelompok kontrol dipilih menggunakan sepeda motor.

224 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 220-231 Tabel 1. Distribusi Kecelakaan Lalu Lintas Tabel 2. Distribusi Agressive Driving Berdasarkan Pengalaman dalam Behavior pada Siswa SMA di Mengemudi Sidoarjo Kecelakaan Lalu Agressive Driving Jumlah Lintas Behavior n% Pengalaman Pernah Tidak Agressive Driving mengemudi Pernah Behavior Tinggi 39 54,2 < 1 tahun n% n % Agressive Driving 33 45,8 1 - 3 tahun Behavior Rendah 72 100 > 3 tahun 0 0 1 2,08 Jumlah 7 29,2 13 25 Jumlah 17 70,8 35 72,9 24 100 48 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa Penilaian agressive driving sebagian besar siswa SMA di Sidoarjo behavior dari 72 siswa SMA di Sidoarjo memiliki pengalaman mengemudi sepeda diperoleh total skor dengan nilai motor lebih besar 3 tahun. Pada kelompok maksimum atau nilai tertinggi yaitu 43 dan kasus, siswa SMA yang pernah mengalami nilai terendah atau nilai minimum yaitu 14 kecelakaan lalu lintas paling banyak dengan nilai median yaitu 14. Kategori memiliki pengalaman mengemudi sepeda agressive driving behavior tinggi jika total motor lebih besar 3 tahun (70,8%) dan skor yang diperoleh responden diantara 26- pada kelompok kontrol siswa SMA yang 43 sedangkan kategori kebiasaan agresif tidak pernah mengalami kecelakaan lalu mengemudi rendah jika total skor yang lintas juga sebagian besar memiliki diperoleh responden diantara 14-25. Tabel pengalaman mengemudi sepeda motor 2 menunjukkan bahwa siswa SMA di lebih besar 3 tahun (72,9%). Tabel 1 Sidoarjo lebih banyak memiliki agressive menunjukkan bahwa pengalaman driving behavior yang tinggi (54,2%). mengemudi sepeda motor siswa SMA di Sidoarjo tidak dapat ditentukan sebagai Hubungan antar variabel penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di Sidoarjo. Tabel 3. Analisis Hubungan Antara Lama Mengemudi dengan Agressive Distribusi Agressive Driving Behavior Driving Behavior pada Siswa SMA di Sidoarjo Responden Pengala Agressive Driving Jumlah Pengukuran agressive driving man Tinggi Rendah n% behavior dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kebiasaan agresif Mengem n%n% mengemudi tinggi dan kebiasaan agresif udi mengemudi rendah. Kategori agressive driving behavior tinggi adalah interval dari <1–3 6 30 14 70 20 100 hasil perolehan skor antara nilai tertinggi tahun dan nilai median sedangkan kategori agressive driving behavior rendah adalah > 3 tahun 33 63,4 19 36,6 52 100 interval dari hasil peroleh skor antara nilai terendah dengan nilai median. Analisis hubungan antar variabel dalam penelitian ini dilakukan antara pengalaman mengemudi dengan agressive driving behavior dan agressive driving

Mazroh Ilma Soffani, Hubungan Agressive Driving Behavior... 225 behavior dengan kejadian kecelakaan lalu lintas lebih banyak memiliki kebiasaan lintas. agressive driving yang rendah (58,3%). Tabel 4 menunjukkan bahwa agressive Tabulasi silang pada tabel 3 driving behavior pada siswa SMA di menunjukkan bahwa siswa SMA di Sidoarjo merupakan salah satu penyebab Sidoarjo yang memiliki pengalaman terjadinya kecelakaan lalu lintas di mengemudi lebih besar 3 tahun lebih Sidoarjo. Hasil analisis chi-square banyak memiliki kebiasaan agressive menghasilkan nilai p = 0,006 yang berarti driving yang tinggi (63,4%) sedangkan terdapat hubungan antara agresisve driving siswa SMA di Sidoarjo yang memiliki behavior pengemudi sepeda motor dengan pengalaman mengemudi kurang dari 1-3 kejadian kecelakaan lalu lintas pada siswa tahun lebih banyak memiliki agressive SMA di Sidoarjo. Nilai Odd Ratio (OR) driving behavior yang rendah (70%). Tabel sebesar 5,320 (95% CI = 1,701-16,635) 3 menunjukkan bahwa pengalaman artinya pengemudi sepeda motor yang mengemudi sepeda motor pada siswa SMA memiliki agressive driving behavior yang di Sidoarjo merupakan salah satu faktor tinggi akan beresiko 5,320 kali lebih besar yang dapat mempengaruhi agressive mengalami kecelakaan sepeda motor jika driving behavior. Hasil analisis chi-square dibandingkan dengan pengemudi yang menghasilkan nilai p= 0,022 yang berarti memiliki kebiasaan agresif mengemudi terdapat hubungan antara lama mengemudi yang rendah. dengan agressive driving behavior pada siswa SMA di Sidoarjo. Nilai Odd Ratio Faktor Agressive Driving Behavior yang (OR) sebesar 0,247 artinya pengemudi yang berpengalaman mengemudi kurang Paling Dominan Pada Siswa SMA di dari 1-3 tahun berpotensi melakukan agressive driving behavior 0,247 kali lebih Sidoarjo Berdasarkan Frekuensi rendah jika dibandingkan dengan pengemudi yang berpengalaman Pengukuran agressive driving mengemudi lebih besar 3 tahun. behavior menggunakan kuesioner yang diadopsi dari ADBS (Agressive Driving Tabel 4. Analisis Hubungan Antara Behavior Scale) oleh Houston, et al. Agressive Driving Bahavior dengan (2003) yang terdiri dari dua kategori yaitu Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas kategori conflict behavior yang terdiri dari pada Siswa SMA di Sidoarjo 7 pernyataan termasuk kebiasaan membuntuti (taigaiting), mengklakson Kecelakaan Lalu Lintas (honking), melakukan gerakan/isyarat kasar (rude gesturing) dan mengedipkan lampu Agressive Pernah Tidak jauh di suasana yang tenang (flashing light) Driving Pernah dan kategori speeding yang terdiri dari 4 Behavior item pernyataan. Faktor-faktor agressive n%n% driving behavior yang paling dominan Tinggi dapat ditunjukkan dengan jumlah Rendah 19 79,2 20 41,7 responden yang paling banyak dalam Jumlah melakukan agressive driving behavior 5 20,8 28 58,3 yang dapat dilihat pada tabel 5. 24 100 48 100 Tabel 5 menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan yang biasa Tabel 4 menunjukkan bahwa siswa dilakukan siswa SMA di Sidoarjo dalam SMA di Sidoarjo yang pernah mengalami melakukan agressive driving behavior kecelakaan lalu lintas lebih banyak pada kategori conflict behavior adalah memiliki kebiasaan agressive driving yang membunyikan klakson ketika kesal dengan tinggi (79,2%) sedangkan siswa SMA yang pengemudi lain (72,2%). Pada kategori tidak pernah mengalami kecelakaan lalu

226 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 220-231 speeding faktor yang paling dominan yang behavior adalah mempercepat kendaraan biasa dilakukan siswa SMA di Sidoarjo ketika akan didahului oleh pengemudi lain dalam melakukan agressive driving (75%). Tabel 5. Distribusi Frekuensi Faktor Agressive Driving yang Dominan Pada Siswa SMA Berdasarkan Frekuensi Faktor Agressive Driving Agressive Driving Jumlah Tinggi Rendah n %n%n% Conflict Behavior Menekan rem dengan sengaja 19 26,4 53 73,6 72 100 Mengemudi dengan memberikan isyarat/gerakan 15 20,8 57 79,2 72 100 kasar ketika kesal dengan pengemudi lain Membunyikan klakson ketika kesal dengan 52 72,2 20 27,8 72 100 pengemudi lain. Mengikuti kendaraan lain yang melaju dengan 19 26,4 53 73,6 72 100 jarak yang sangat dekat Mendahului/menyalip diantara kendaraan yang 28 38,9 44 61,1 72 100 menjaga jarak. Mengikui kendaraan lain dengan jarak yang 31 43,1 41 56,9 72 100 sangat dekat. Mengedipkan lampu jauh pada saat yang tidak 34 47,2 38 52,8 72 100 dibutuhkan. Speeding Mempercepat kendaraan ketika akan didahului 54 75 18 25 72 100 oleh pengemudi lain. Mengebut pada saat lalu lintas padat 34 47,2 38 52,8 72 100 Melewati/mendahului kendaraan lain dengan jarak 31 43,1 41 56,9 72 100 yang sangat sempit. Mempercepat kendaraan diperempatan saat lampu 22 30,6 50 69,4 72 100 lalu lintas berubah dari kuning ke merah. PEMBAHASAN menghindari kecelakaan lalu lintas saat mengemudi sebanding dengan sering Karakteristik responden dalam tidaknya seseorang mengemudi kendaraan mengemudi (Salihat et al., 2010). Distribusi kecelakaan lalu lintas Fase sebelum kecelakaan berdasarkan pengalaman mengemudi pada berdasarkan Haddon’s Matrix merupakan siswa SMA di Sidoarjo bahwa yang upaya pencegahan terjadinya kecelakaan memiliki pengalaman mengemudi sepeda lalu lintas. Pada faktor manusia, motor lebih dari 3 tahun lebih banyak kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan mengalami kecelakaan lalu lintas jika oleh kurangnya informasi yang didapatkan, dibandingkan dengan siswa SMA yang ketidakmampuan dalam mengemudi memiliki pengalaman mengemudi sepeda kendaraan dan kurangnya pembinaan oleh motor kurang dari 1-3 tahun. Pengalaman, polisi (Mohan et al., 2006). pengetahuan, dan persepsi mengenai kemampuan mengendalikan risiko untuk Pengalaman mengemudi sepeda motor pada siswa SMA di Sidoarjo pada penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa pengetahuan dan keterampilan

Mazroh Ilma Soffani, Hubungan Agressive Driving Behavior... 227 mengemudikan sepeda motor di jalan raya tujuan sehingga beresiko membahayakan dapat menekan risiko terjadiya kecelakaan pihak lawan. lalu lintas. Hubungan antara Pengalaman Penerapan matriks Haddon pada kasus kecelakaan sepeda motor di Kota Mengemudi dengan Agressive Driving depok dalam penelitan Sari (2012) menyebutkan bahwa faktor penyebab Behavior kecelakaan pada faktor manusia disebabkan karena pengemudi yang tidak Aggressive driving behavior terampil, tidak tertib dan lengah. Satlantas Kabupaten Malang menyebutkan bahwa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kecelakaan lalu lintas seringkali terjadi didahului oleh pelanggaran lalu lintas usia, jenis kelamin, faktor sosial, (Marsaid, 2010). kepribadian, gaya hidup, keterampilan Penelitian ini melibatkan siswa SMA sebagai responden yang berusia 17 mengemudi dan faktor lingkungan (Tasca, dan 18 tahun dimana usia tersebut termasuk dalam masa remaja pada tahap 2000). akhir. Kecelakaan lalu lintas pada remaja lebih banyak disebabkan karena Hasil penelitian ini menunjukkan pelanggaran lalu lintas. Bentuk pelanggaran yang sering dilakukan remaja bahwa siswa SMA yang memiliki adalah tidak lengkapnya surat-surat mengemudi, pelanggaran marka dan kebiasaan agresif mengemudi yang tinggi pelanggaran rambu-rambu lalu lintas (Safitri et al., 2013). sebagian besar memiliki pengalaman Karakteristik siswa SMA di mengemudi selama lebih dari 3 tahun Sidoarjo dalam mengemudi di jalan raya dimungkinkan karena tidak memiliki SIM daripada responden yang memiliki dan melakukan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas yang pengalaman bekendara kurang dari 1-3 terjadi pada siswa SMA di Sidoarjo kemungkinan disebabkan karena perilaku tahun. Hasil analisis hubungan antara lama yang melanggar peraturan lalu lintas. Berdasarkan hasil observasi lingkungan, mengemudi dengan tindakan agresif kepadatan lalu lintas pada pagi hari yaitu antara jam 06.00-08.00 menyebabkan mengemudi menyatakan bahwa terdapat siswa SMA terburu-buru dalam mengemudi dan melanggar rambu lalu hubungan antara lama mengemudi dengan lintas agar cepat sampai di sekolah. tindakan agresif mengemudi pada siswa Sejalan dengan penelitian Marsaid (2010) tentang faktor yang berhubungan SMA di Sidoarjo. dengan kejadian kecelakaan di Kabupaten Malang menyebutkan bahwa perilaku tidak Setiap pengemudi sebagai tertib pada pengemudi sepeda motor yang paling banyak dilakukan adalah pengguna jalan memerlukan pengetahuan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas dimana pengemudi mengebut karena dan keterampilan dalam mengemudikan terburu-buru ingin sampai pada tempat kendaraan bermotor terkait aspek keselamatan mengemudi. Pengemudi dengan pengalaman yang minim dan kurangnya keterampilan dalam mengemudi dengan aman berisiko tinggi untuk mengalami kecelakaan lalu lintas dan cedera (Hidayati, 2015). Pengemudi yang mempunyai pengalaman dalam mengemudi sepeda motor cukup lama, kemungkinan untuk agresif cukup tinggi dibandingkan dengan pengemudi pemula, selain itu untuk mengemudi secara agresif dibutuhkan kemahiran (Sahabdin et al., 2010). Penelitian ini dapat membuktikan bahwa semakin lama pengemudi memiliki pengalaman dalam mengemudikan sepeda motor maka akan berpotensi memiliki agressive driving behavior. Pengalaman mengemudi sepeda motor yang lebih lama pada siswa SMA di Sidoarjo dengan agressive driving behavior yang tinggi menunjukkan bahwa agresifitas megemudi

228 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 220-231 membutuhkan pengalaman dan kemahiran dimana seseorang yang mempunyai dalam mengemudikan sepeda motor di persepsi risiko kecelakaan yang tinggi jalan raya.Pengalaman mengemudi yang maka perilaku agresif mengemudinya mempengaruhi tindakan agressive driving cenderung rendah sedangkan seseorang seseorang dapat disebabkan oleh situasi yang mempunyai persepsi risiko lalu lintas. Seseorang yang merasa kecelakaan yang rendah cenderung terhambat proses mengemudinya akan berperilaku agresif mengemudi yang tinggi cenderung bertindak agresif dalam (Utami, 2010). berkendara. Pengemudi yang merasa memiliki keterampilan dan tidak Hasil penelitian ini menunjukkan berorientasi pada keselamatan pada saat bahwa siswa SMA yang melakukan agresif mengoperasikan kendaraan lebih sering mengemudi yang tinggi lebih banyak menunjukkan kemarahan pada saat mengalami kecelakaan lalu lintas daripada mengalami hambatan di jalan raya (Tasca, yang melakukan agresif mengemudi yang 2000). rendah. Hasil analisis hubungan antara kebiasaan agresif mengemudi dengn Siswa SMA di Sidoarjo yang kejadian kecelakaan sepeda motor memiliki pengalaman mengemudi lebih menyatakan bahwa terdapat hubungan lama yang memiliki agressive behavior yang signifikan antara tindakan agresif yang tinggi dimungkinkan karena mengemudi dengan kejadian kecelakaan kematangan emosi yang belum stabil sepeda motor. sehingga dalam mengahadapi situasi lalu lintas yang padat mengakibatkan mereka Contantinou, et al. (2011) berperilaku agresif dalam mengemudi. menyebutkan bahwa faktor agresif mengemudi berkorelasi positif dengan Disiplin remaja dalam berlalu lintas pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas. banyak dipengaruhi oleh faktor Perilaku mengebut merupakan problem kematangan emosi remaja itu sendiri. Hal budaya berlalu lintas di beberapa negara, ini mengakibatkan remaja-remaja banyak seperti di Finlandia dan Iran bahwa yang melampiaskan rasa emosionalnya ditemukan hubungan yang signifikan dengan cara berperilaku aggressive driving antara pelanggaran perilaku agresif di jalanan dalam mengemudi (Utari, 2016). mengemudi dengan angka kejadian kecelakaan lalu lintas (Ozkan, et al., 2006). Hubungan Agressive Driving Behavior Agressive driving behavior pada dengan Kejadian Kecelakaan Lalu lintas siswa SMA di Sidoarjo dapat membuktikan bahwa perilaku yang tidak Pelanggaran terhadap lalu lintas aman dalam berkendara dapat dan agressive driving behavior menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu berhubungan secara signifikan dengan lintas. Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sikap adalah karena padatnya kendaraan dijalan aman dalam mengemudi (safety riding) terutama pengemudi sepeda motor berpengaruh dalam perilaku melanggar dan sehingga menimbulkan perilaku agressive perilaku agresif mengemudi, dimana driving yang tinggi. pengemudi yang memperhatikan keselamatan mengemudi dinilai cenderung Siswa SMA di Sidoarjo yang tidak melakukan pelanggaran dan perilaku dimungkinkan karena tidak memiliki agresif dalam mengemudi (Yao, et al, persepsi kecelakaan yang tinggi sehingga 2011). mereka bertindak agresif di jalan raya tanpa memperhatikan keselamatan berlalu Kebiasaan agresif mengemudi lintas. Hal tersebut mengakibatkan berpengaruh dalam terjadinya kecelakaan tingginya angka kecelakaan lalu lintas di lalu lintas. kebiasaan agresif mengemudi Sidoarjo. Selain itu manajemen waktu yang berhubungan dengan persepsi kecelakaan kurang akan menimbulkan potensi siswa

Mazroh Ilma Soffani, Hubungan Agressive Driving Behavior... 229 SMA di Sidoarjo dalam melakukan pengemudi tersebut melakukan aggressive pelanggaran ramb-rambu lalu lintas dan driving (Tasca, 2000). Penelitian lain yang bertindak agresif saat mengemudi. dilakukan oleh Luthfie (2014) tentang pengaruh self control dan moral AAA fondation (2009) menyatakan disangement terhadap agressive drivng bahwa lebih dari 67% korban meninggal pada pengemudi sepeda motor akibat kecelakaan lalu lintas adalah menyebutkan bahwa self control pengemudi kendaraan bermotor yang berpengaruh signifikan terhadap agressive melakukan tindakan agresif mengemudi. driving dan moral disangement memiliki pengaruh signifikan terhadap agressive Siswa SMA di Sidoarjo yang drivng pada pengemudi sepeda motor. Self memiliki kebiasaan agresif bekendara control dan moral disangement yang tinggi memiliki risiko 5,320 kali lebih dimaksudkan adalah tindakan dengan tinggi mengalami kecelakaan sepeda motor kontrol diri yang minim seperti mengebut, dibandingkan dengan pengemudi yang membuntuti kendaraan, ugal-ugalan dan memiliki kebiasaan agresif mengemudi tindakan yang berisiko menyebabkan yang rendah. kecelakaan sepeda motor. Faktor yang Dominan dalam Agressive Penelitian Utari (2016) tentang hubungan aggressive driving dan Driving Behavior kematangan emosi dengan disiplin berlalu lintas pada remaja pengemudi sepeda Kondisi lingkungan merupakan motor bahwa terdapat hubungan yang salah satu faktor yang dapat mempengaruhi signifikan antara aggresive driving dan agressive driving behavior. Shinar kematangan emosi remaja dengan disiplin menjelaskan bahwa terdapat hubungan berlalu lintas. Selain itu, kemungkinan lain yang signifikan antara kondisi lingkungan penyebab seseorang melakukan agressive dan tindakan agresif pada saat mengemudi driving adalah usia remaja dan jenis (Tasca, 2000). Penelitian ini dilakukan kelamin. Parry menjelaskan bahwa pada lokasi dengan kemacetan yang tinggi agressive driving sebagian besar dan pada lokasi sekolah yang berada di melibatkan pengemudi laki-laki dengan dekat jalan raya. usia muda, yaitu antara 17-35 tahun, sedangkan dalam rentang usia yang sama, Faktor yang paling dominan yang pengemudi perempuan menujukkan tingkat dilakukan oleh siswa SMA dalam yang lebih rendah (Tasca, 2000). melakukan agressive driving dalam penelitian ini berdasarkan pengukuran Siswa SMA dalam usia remaja tahap menggunakan kuesioner ADBS (Agressive akhir memiliki emosi yang belum matang Driving Behavior Scale) adalah dan kontrol diri yang masih labil, sehingga membunyikan klakson ketika merasa kesal dengan kondisi kemacetan dijalan raya dengan pengemudi lain pada kategori memungkinkan mereka untuk melakukan conflict behavior dimana pengemudi yang agressive driving. melakukan agressive driving dapat memicu terjadinya konflik dengan pengemudi lain. SIMPULAN Pada kategori speeding dimana pengemudi mengebut ketika mengemudi di jalan raya Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang paling adalah karakteristik siswa SMA yang dominan yang dilakukan siswa SMA terlibat dalam penelitian ini berdasarkan adalah mempercepat kendaraan ketika akan kasus kecelakaan lalu lintas bahwa didahului oleh pengemudi lain. sebagian besar siswa SMA di Sidoarjo yang mengalami kecelakaan lalu lintas Lajunen menjelaskan bahwa kemacetan dapat menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang berakibat

230 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 220-231 memiliki pengalaman mengemudi lebih menghimbau siswa dan siswi di sekolah dari 3 tahun. untuk berkendara selamat dengan mengutamakan safety riding serta Penilaian terhadap Agressive memberikan sanksi tegas bagi pelanggar driving behavior menunjukkan bahwa peraturan lalu lintas. Selain itu, peran sebagian besar siswa SMA di Sidoarjo orang tua sangat penting untuk memiliki Agressive driving behavior. menghimbau putra putri nya agar Pengalaman mengemudi pada siswa SMA menerapkan disiplin dalam berkendara di Sidoarjo dengan Agressive driving serta memberikan pendidikan tentang behavior berhubungan secara signifikan keselamatan berkendara. dimana siswa yang memiliki Agressive driving behavior yang tinggi lebih banyak DAFTAR PUSTAKA dilakukan oleh siswa SMA di Sidoarjo yang memiliki pengalaman mengemudi AAA Fondation, 2009. Agressive Driving: selama lebih dari 3 tahun. Research Update. AAA Fondation for Traffic Safety, Washington, Agressive driving behavior DC. berhubungan secara signifikan dengan Badan Intelijen Negara, 2013. Kecelakaan kejadian kecelakaan lalu lintas pada siswa Lalu Lintas Menjadi Pembunuh SMA di Sidoarjo dimana siswa SMA yang Terbesar Ketiga. (online) memiliki Agressive driving behavior yang tinggi lebih banyak mengalami kecelakaan BPS Provinsi Jawa Timur, 2014. Provinsi lalu lintas jika dibandingkan dengan siswa Jawa Timur dalam Angka 2013. SMA yang memiliki Agressive driving Katalog BPS: 1102001.35. behavior yang rendah. Pengemudi sepeda Surabaya: CV. Media Konstruksi motor yang memiliki Agressive driving behavior yang tinggi memiliki risiko Constantinou, E., Panayiotou, G., mengalami kecelakaan lalu lintas jika Kontantinou, N., 2011. Risky and dibandingkan dengan pengemudi yang aggressive driving in young adults: memiliki Agressive driving behavior yang Personality matters. Accident rendah. Analysis and Prevention, 43 (2011) 1323-1331 Agressive driving behavior dapat disebabkan oleh salah satunya faktor Danang, 2010. Budaya Tertib Lalu Lintas. lingkungan yaitu kemacetan. Hasil Jakarta: Sarana Bangun Pustaka penelitian menunjukkan bahwa faktor Agressive driving behavior yang paling Depkes RI, 2001. Pedoman Jiwa Remaja: dominan yaitu pengemudi memiliki Pegangan bagi Dokter Puskesmas. kebiasaan membunyikan klakson ketika merasa kesal dengan pengemudi lain dan Jakarta: Depkes dan Depsos RI pengemudi mempercepat kendaraan ketika Dirjen Kesmas Depkes akan didahului oleh pengemudi lain. Hidayati, A., 2015. Hubungan Jenis Kelamin dan Faktor Perilaku Upaya yang dapat dilakukan dalam Pengemudi Sepeda Motor dengan mengurangi kebiasaan agresif mengemudi Kecelakaan Lalu Lintas di dan meminimalisir angka kejadian Kecamatan Wonokromo Surabaya kecelakaan lalu lintas bagi pengemudi pada Siswa SMP Tahun 2015. adalah dengan memanajemen waktu agar Skripsi. Surabaya: Universitas tidak terburu-buru ketika mengemudi dan Airlangga. memprioritaskan keselamatan dalam Houston, Harris dan Norman, 2003. The mengemudi serta mengontrol emosi saat Aggressive Driving Behavior bekendara. Scale: Developing a Self-Report Measure of Unsafe Driving Pihak sekolah dan instansi Practices. North American Journal kepolisian dapat bekerja sama untuk

Mazroh Ilma Soffani, Hubungan Agressive Driving Behavior... 231 of Psychology (2003), Vol. 5, No. Vol. 27 No. 2 Hal. 84-100, Juni 2, 269-278 Korlantas Polri, 2017. Statistik Kecelakaan 2011 Lalu Lintas (online). KNKT, 2016. Data Investigasi Kecelakaan Salihat, I. K., Kurniawidjaja, L.M., 2010. LLAJ Tahun 2010-2016. Luthfie, A., 2014. Pengaruh Self Control Persepsi Risiko Mengemudi dan dan Moral Disangement terhadap Agressive Driving pada Pengemudi Perilaku Penggunaan Sabuk Sepeda Motor. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keselamatan di Kampus Marsaid, Hidayat, M., Ahsan, 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Universitas Indonesia, Depok. Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengemudi Sepeda Motor di Jurnal Kesehatan Masyarakat Wilayah Polres Kabupaten Malang. Nasional, Vol. 4 No. 6 Hal: 275– Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. 1 No. 2 Hal: 98–112. 280. Mohan, D., Tiwari, G., Khayesi, M., Nafukho, F.M., 2006. Road Traffic Sari, K.D.M., 2012. Model Hubungan Injury Prevention: Training Manual. India: WHO. Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas Nastiti, F. A., 2017. Hubungan Jenis Kelamin, Kepemilikan SIM dan Sepeda Motor di Kota Depok. Pengetahuan Mengemudi dengan Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas Tesis. Jakarta: Universitas (Studi Di Kabupaten Sidoarjo Pada Pelajar SMA Tahun 2017). Skripsi. Indonesia Surabaya: Universitas Airlangga Ozkan, T., Lajunen, T., et al, 2006. Cross- Tasca, L., 2000. A Review of The cultural differences in driving behaviours: A comparison of six Literature on Agressive Driving countries. Transportasion Reearch Part F. F (2006) 227-242. research. Road User Safety Branch. Safitri, A., Rahman, T., 2013. Tingkat Kepatuhan Hukum Siswa SMA Utami, N., 2010. Hubungan Persepsi Kartika IV-3 Surabaya Terhadap Etika Berlalu Lintas Menurut Risiko Kecelakaan dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan AngkutanJalan. Skripsi. Surabaya: Aggressive Driving Pengemudi Universitas Negeri Surabaya Sahabudin, H. Wartatmo, Kuschitawati, S., Motor Remaja. Skripsi. 2010. Pengemudi sebagai Faktor Risiko Terjadinya Kecelakaan Lalu JakartaUniversitas Islam Negeri Lintas Sepeda Motor Tahun 2010. Syarif Hidayatullah. Berita Kedokteran Masyarakat, Utari, 2016. Hubungan Agressive Driving dan Kematangan Emosi dengan Disiplin Berlalu Lintas pada Remaja Pengemudi Sepeda Motor di Samarinda. ejournal Psikologi, 4(3), pp. 352-260. Utari, C. G., 2010. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Persepsi dan Keterampilan Mengendara Mahasiswa Terhadap Perilaku Keselamatan Mengemudi (Safety Riding) di Universitas Gunadarma Bekasi Tahun 2009. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah WHO, 2013. Global Status On Road Safety 2013. Prancis: WHO. Yao, L., Wu, C., 2012. Traffic Safety for Electric Bike Riders in China Attitudes, Risk Perception, and Aberrant Riding Behaviors. Journal of the Transportation Research Board.

HUBUNGAN PERILAKU SEDENTARI DENGAN SINDROM METABOLIK PADA PEKERJA Lailiyah Yusna Yusfita Puskesmas Pakis, Kota Surabaya Alamat korespondensi: Lailiyah Yusna Yusfita E-mail: [email protected] ABSTRACT Sedentary lifestyle has been done by many workers either in the workplace, home, even on transportation. High sedentary lifestyle is a risk factor for metabolic syndrome among workers that cause of metabolic diseases such as Coronary Heart Disease, diabetes mellitus type 2, and Stroke. According to the International Diabetes Federation (IDF) in 2005, the metabolic syndrome is characterized by abdominal obesity plus at least 2 other positive components consisting of hypertriglycerides, low HDL cholesterol, hypertension, and hyperglycemia. This study is a cross sectional study to determine relationship of sedentary lifestyle with metabolic syndrome. 66 workers of 113 workers who performed Medical Check Up (MCU) at Prima Medika Laboratory Surabaya during November - December 2017 became a sample of this study. Sampling method was simple random sampling. The independent variables in this study were age, sex, and sedentary lifestyle. The dependent variable was metabolic syndrome. This study used Chi-square analysis to assess the relationship between independent variable and dependent variable. The results showed the prevalence of metabolic syndrome among workers was 43.9%. Of the 29 workers with metabolic syndrome, 26 workers had a sedentary lifestyle ≥ 6 hours per day with a median was 9.11 hours per day. There was a correlation between sedentary lifestyle ≥ 6 hours per day with metabolic syndrome (p = 0.000), whereas showed no association with metabolic syndrome between age (p = 0.058) and sex (p = 0.168). The conclusions of this study were sedentary ≥ 6 hours per day associated with metabolic syndrome among workers. Workers should reduce sedentary lifestyle by stretching, avoiding sitting too long while working, and increasing physical activity in the workplace. Keywords: abdominal obesity, worker, sedentary behavior, metabolic syndrome ABSTRAK Perilaku sedentari banyak dilakukan oleh pekerja baik di tempat kerja, di rumah, bahkan di perjalanan atau transportasi. Tingginya perilaku sedentari menjadi faktor risiko sindrom metabolik pada pekerja yang merupakan salah satu penyebab penyakit metabolik seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), diabetes melitus tipe 2, dan Stroke. Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) tahun 2005 sindrom metabolik ditandai dengan adanya obesitas sentral ditambah minimal 2 komponen positif lain yang terdiri dari hipertrigliserida, kolesterol HDL rendah, hipertensi, dan hiperglikemia. Penelitian ini merupakan studi cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah 66 pekerja dari total populasi sebanyak 113 pekerja yang melakukan Medical Check Up (MCU) di Laboratorium Prima Medika Surabaya pada Bulan November – Desember 2017. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan perilaku sedentari. Variabel terikatnya adalah sindrom metabolik. Penelitian ini menggunakan analisis Chi- square untuk menilai hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi sindrom metabolik pada pekerja sebesar 43,9%. Dari 29 pekerja yang mengalami sindrom metabolik, sebanyak 26 pekerja memiliki perilaku sedentari kurang dari 6 jam per hari dengan rata-rata perilaku sedentari 9, 11 jam per hari. Terdapat hubungan antara perilaku sedentari dengan sindrom metabolik (p = 0,000), sedangkan antara usia (p = 0,058) dan jenis kelamin (p = 0,168) menunjukkan tidak ada hubungan dengan sindrom metabolik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perilaku sedentari lebih dari sama dengan 6 jam/ hari berhubungan dengan sindrom metabolik pada pekerja. Pekerja hendaknya mengurangi perilaku sedentari dengan melakukan peregangan, menghindari duduk terlalu lama saat bekerja, dan memperbanyak aktivitas fisik di tempat kerja. Kata kunci : obesitas sentral, pekerja, perilaku sedentari, sindrom metabolic ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.143-155 Received 12 January 2018, received in revised form 29 January2018 , Accepted 31 January 2018 , Published online: December 2018

144 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 143-155 PENDAHULUAN Sindrom metabolik adalah kumpulan faktor risiko berbagai penyakit Penyakit Tidak menular (PTM) metabolik seperti Penyakit Jantung merupakan penyakit kronis yang tidak Koroner (PJK), stroke, dan diabetes menular, memiliki durasi yang panjang dan melitus tipe 2. Komponen utama sindrom berkembang secara lambat (Kemenkes RI, metabolik berdasarkan International 2013). Kasus PTM terus mengalami Diabetes Federation (IDF) tahun 2005 peningkatan setiap tahun. World Health adalah obesitas sentral, dislipidemia Organization (WHO) menyatakan pada (trigliserida tinggi, kolesterol HDL tahun 2012 sebesar 68% atau 38 juta orang rendah), hipertensi, dan hiperglikemia. meninggal dunia disebabkan oleh PTM, Seseorang dinyatakan mengalami sindrom dengan 80% kematian tersebut terjadi di metabolik apabila terdapat obesitas sentral negara miskin dan berkembang. Tahun dengan minimal 2 kriteria positif lainnya 2015 PTM meningkat menjadi 70 % atau (IDF, 2006). 56,4 juta kematian di seluruh dunia (WHO, 2015). Data dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan proporsi komponen sindrom Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 metabolik dengan kriteria IDF mengalami beberapa PTM di Indonesia mengalami peningkatan seperti obesitas sentral 26,6%, kecenderungan peningkatan prevalensi hipertensi 9,3%, dan diabetes melitus seperti diabetes mellitus, hipertensi dan 13,3% (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan stroke dari tahun 2007 ke tahun 2013. penelitian pada kelompok usia 25-65 tahun Tahun 2014 penyakit stroke, PJK, dan yang dilakukan oleh Sirait tahun 2014 diabetes melitus menjadi penyebab menyatakan sebesar 18,7% mengalami kematian tertinggi di Indonesia (Kemenkes sindrom metabolik. Berdasarkan berbagai RI, 2017). Peningkatan prevalensi PTM penelitian tersebut dapat dilihat bahwa setiap tahun memunculkan transisi prevalensi sindrom metabolik cukup tinggi epidemiologi di Indonesia. Transisi di dunia termasuk di Indonesia khususnya epidemiologi adalah keadaan yang ditandai pada kelompok usia produktif (Sirait, dengan perubahan mortalitas dan 2014). morbiditas yang disebabkan oleh penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Penelitian dari International Empat jenis PTM utama menurut WHO Labour Organization (ILO) menyatakan adalah penyakit kardiovaskular (penyakit salah satu Penyakit Akibat Hubungan jantung koroner, stroke), kanker, penyakit Kerja (PAHK) yang menyebabkan pernapasan kronis, dan diabetes kematian pada pekerja adalah penyakit (Kemenkes RI, 2013). Upaya yang dapat kardiovaskular yang salah satu faktor dilakukan untuk mencegah dan menekan risikonya adalah sindrom metabolik. kejadian PTM adalah melalui pengendalian Menurut Kamso tahun 2011 penelitian faktor risiko seperti obesitas, hipertensi, pada kalangan eksekutif yang merupakan peningkatan kadar glukosa darah, dan kelompok manajerial di Jakarta kolesterol total darah (Kemenkes RI, menunjukkan prevalensi sindrom 2016). Sindrom metabolik memiliki metabolik sebesar 21,6% dengan hubungan dengan peningkatan risiko prevalensi komponen tertinggi yaitu penyakit kardiovaskular dan diabetes obesitas sentral sebesar 22,1%. Penelitian melitus tipe 2 (Kaur, 2014). Sindrom lain pada pekerja perusahaan di Jakarta metabolik yang terdeteksi sejak dini dapat menunjukkan sebesar 21,58% pekerja mencegah terjadinya penyakit metabolik mengalami sindrom metabolik dengan dan komplikasi (Jafar, 2011). komponen terbanyak adalah obesitas sentral (Zahtamal, et al., 2014). Sindrom metabolik yang tinggi pada pekerja

Lailiyah Yusna Yusfita, Hubungan Perilaku Sedentari Dengan... 145 dikaitkan dengan faktor risiko seperti METODE PENELITIAN aktifitas fisik yang rendah, tingkat stres yang tinggi, asupan makanan yang tinggi Penelitian ini merupakan jenis karbohidrat dan lemak, serta rendahnya perhatian perusahaan terhadap kesehatan penelitian observasional dengan desain dan kebugaran para pekerja (Zahtamal, et, al., 2014). studi cross sectional. Sampel penelitian ini Sindrom metabolik menjadi adalah pekerja yang melakukan Medical epidemik diseluruh dunia karena meningkatnya prevalensi obesitas dan Check Up di Laboratorium Klinik Prima perilaku sedentari (Kassi, 2014). WHO menyatakan perilaku sedentari terjadi pada Medika Kota Surabaya pada bulan 23% penduduk dunia dan 15% di Asia pada usia dewasa (WHO, 2011). Proporsi November - Desember 2017. Berdasarkan perilaku sedentari lebih dari sama dengan 6 jam perhari pada usia lebih dari sama perhitungan besar sampel dengan rumus dengan 10 tahun di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 26,1% dan Provinsi Jawa sampel Cross Sectional yang tidak Timur masuk dalam lima besar proporsi tertinggi yaitu 33,9%. Menurut Kamso diketahui jumlah populasinya tahun 2011 perilaku sedentari yang tinggi, aktivitas fisik yang kurang memadai, dan menggunakan rumus Lemeshow (1997) pola makan yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak berisiko untuk maka didapat besar sampel yang menderita penyakit kardiovaskular pada usia muda (Kamso, 2011). digunakan pada penelitian ini adalah Sedentari pada pekerja dapat sebanyak 66 pekerja. Pengambilan sampel disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah jenis pekerjaan, hobi atau dilakukan dengan cara simple random kesenangan, fasilitas yang mendukung perilaku sedenteri serta kurang berolahraga sampling dari total 113 pekerja yang (Fadila, 2016). Selain itu, ketersediaan akses merupakan pendukung kegiatan melakukan medical check up di sedentari. Kegiatan sedentari terdapat pada perilaku duduk yang terjadi dalam Laboratorium Prima Medika Surabaya. berbagai domain yaitu, rekreasi, pekerjaan dan transportasi termasuk bekerja/bermain Variabel bebas dalam penelitian ini adalah di komputer, mengendarai mobil, dan menonton televisi (Raynor, et al., 2011). usia, jenis kelamin, dan perilaku sedentari. Prevalensi perilaku sedentari yang Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tinggi pada kelompok usia produktif diduga menjadi faktor risiko sindrom sindrom metabolik yang berdasarkan metabolik pada pekerja. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui hubungan kriteria IDF tahun 2005 ditandai dengan perilaku sedentari terhadap kejadian sindrom metabolik agar dapat dijadikan obesitas sentral ditambah minimal 2 dasar untuk mencegah kejadian sindrom metabolik. kriteria positif dari 4 komponen lain yang terdiri dari dislipidemia (hipertrigliserida, kolesterol HDL rendah), hipertensi, dan hiperglikemia. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner yang diisi secara mandiri oleh responden dan pengukuran fisik secara langsung. Pengukuran perilaku sedentari menggunakan Kuesioner sedentary lifestyle Behavior (SBQ) yang telah diadaptasi dari penelitian Rosernberg Tahun 2010. SBQ terdiri dari 9 jenis kegiatan sedentari yang dilakukan dalam kegiatan sehari-hari seperti di rumah, di tempat kerja, dan di perjalanan atau transportasi (Rosernberg, 2010). Pengukuran fisik dilakukan untuk mengukur tekanan darah dan lingkar perut. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengamatan rekam medik berupa kadar trigliserida, kolesterol HDL, dan kadar glukosa darah puasa. Data yang telah diolah kemudian dilakukan

146 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 143-155 analisis. Penelitian ini menggunakan dua pekerja merupakan pegawai baik pegawai macam analisis data, yaitu analisis negeri ataupun pegawai swasta yaitu univariabel untuk menghitung distribusi sebesar 71,2% atau 47 pekerja. frekuensi pada setiap variabel yang Berdasarkan lama bekerja, sebagian besar menggambaran karakteristik responden pekerja telah bekerja lebih dari 10 tahun berupa nilai maksimal dan minimal, mean, yaitu sebanyak 51 pekerja (77,3%) dan simpang baku dan analisis bivariabel denganrata-rata lama bekerja selama 18,27 dengan Chi-square digunakan untuk tahun. menganalisis hubungan variabel dependen dan independen. Analisis dilakukan untuk Variabel perilaku sedentari per hari mengetahui ada/ tidak ada hubungan antar dikelompokkan berdasarkan besar risiko variabel yang ditentukan berdasarkan nilai pada kejadian sindrom metabolik. p-value, dan mengetahui nilai Prevalence Distribusi pekerja berdasarkan perilaku Risk (PR) yaitu ukuran yang didapat dari sedentari menunjukkan sebagian besar penelitian menggunakan desain Cross pekerja melakukan perilaku sedentari lebih Sectional yang menunjukkan berapa kali dari sama dengan 6 jam per hari yaitu (lebih besar/ lebih kecil) risiko untuk sebanyak 39 pekerja (59,1%). Rentang mengalami penyakit pada kelompok waktu sedentari yang dilakukan oleh terpapar relatif dibandingkan kelompok pekerja adalah 1 sampai dengan 23 jam per tidak terpapar dengan α=5%. hari dengan rata – rata 9,11 jam per hari. Nilai ini menunjukkan perilaku sedentari HASIL yang tinggi pada pekerja. Berdasarkan jenis kegiatan sedentari, sebagian besar Distribusi Pekerja Berdasarkan kegiatan sedentari dilakukan di tempat kerja atau saat melakukan pekerjaan Berbagai Karakteristik didepan komputer yaitu sebesar 36,5% dari total keseluruhan waktu sedentari per hari. Distribusi usia pada pekerja yang Hal ini menunjukkan faktor tingginya melakukan Medical Check Up di perilaku sedentari pada pekerja yang Laboratorium Klinik Prima Medika disebabkan kegiatan atau pekerjaan di Surabaya sebagian besar berada pada tempat kerja. kelompok usia produktif lebih dari sama dengan 40 tahun yaitu sebanyak 48 orang Distribusi komponen Sindrom (72,7%). Usia terendah pekerja adalah 23 Metabolik pada Pekerja tahun dan tertinggi 58 tahun dengan rata- rata usia yaitu 43 tahun. Menurut Variabel obesitas sentral memiliki Kemenkes usia rerata tersebut tergolong perbedaan kriteria pada laki-laki dan pada usia dewasa akhir yaitu 36-45 tahun perempuan berdasarkan kriteria IDF tahun (Kemenkes RI, 2015). Distribusi pekerja 2005. Hasil pengukuran lingkar perut pada berdasarkan jenis kelamin menunjukkan pekerja yang melakukan Medical Check sebagian besar pekerja memiliki jenis Up menunjukkan sebanyak 48 pekerja kelamin perempuan yaitu sebanyak 37 (72,7%) memiliki lingkar perut berlebih pekerja (56,1%). Distribusi pekerja atau obesitas sentral. Rentang lingkar perut berdasarkan tingkat pendidikan sebagian terkecil pada laki – laki adalah 63 cm dan besar memiliki tingkat pendidikan yang terbesar 110 cm dengan rata – rata lingkar tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dari perut pada pekerja laki – laki adalah 92,31 sebagian besar pekerja yang merupakan cm. Pada perempuan lingkar perut terkecil lulusan perguruan tinggi yaitu 86,4%. adalah 61 cm dan terbesar 106 cm dengan rata-rata 88,29 cm. Distribusi pekerja berdasarkan jenis pekerjaannya menunjukkan sebagian besar

Lailiyah Yusna Yusfita, Hubungan Perilaku Sedentari Dengan... 147 Tabel 1. Distribusi Pekerja yang Melakukan Medical Check Up di Laboratorium Prima Medika Surabaya pada Bulan November – Desember 2017 Berdasarkan Berbagai Karakteristik Karakteristik Kelompok Jumlah (%) x̄ SD Usia 43 8,04 Jenis Kelamin < 40 tahun 18 27,3 Pendidikan ≥ 40 tahun 48 72,7 Pekerjaan Laki-laki 29 43,9 Perempuan 37 56,1 SD 1 1,5 SMP 0 0,0 SMA 8 12,1 PT 57 86,4 Buruh 4 6,1 Pegawai 47 71,2 Petani 1 1,5 Lama Bekerja Wiraswasta 14 21,1 Sedentari /hari < 10 tahun ≥ 10 tahun 15 22,7 18,27 9,35 < 6 Jam 51 77,3 ≥ 6 Jam 27 40,9 9,11 4,29 39 59,1 Tabel 2. Distribusi Komponen Sindrom Metabolik pada Pekerja yang Melakukan Medical Check Up di Laboratorium Prima Medika Surabaya pada Bulan November – Desember 2017 Komponen Ya Tidak x̄ SD Sindrom Metabolik Jumlah Persentase Jumlah Persentase L: 92,31 L: 9,9 48 (%) 18 (%) P: 88,29 P: 10,8 Obesitas sentral 72,7 27,3 190 89,64 Hipertrigliserida 37 56,1 29 43,9 L: 41,41 L: 9,2 51,5 32 48,5 P: 46,21 P: 9,7 Kadar HDL 34 rendah Hipertensi 45 68,2 21 31,8 118/79 13,37/10,48 47 71,2 19 28,8 95,36 33,70 Hiperglikemia 29 43,9 37 56,1 Status Sindrom Metabolik

148 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 143-155 Gambar 1. Distribusi Komponen Sindrom Metabolik Berdasarkan Status Sindrom Metabolik Pada Pekerja yang Melakukan Medical Check Up di Laboratorium Prima Medika Surabaya pada Bulan November – Desember 2017 Distribusi Komponen Sindrom Metabolik Pada Pekerja (n=29) Jumlah Komponen Sindrom Metabolik Keterangan : A = Obesitas sentral + Hipertrigliserida + HDL rendah + Hipertensi + Hiperglikemia B = Obesitas sentral + Hipertrigliserida + Hipertensi C = Obesitas sentral + Hipertrigliserida + Hiperglikemia D = Obesitas sentral + HDL rendah + Hipertensi + Hiperglikemia E = Obesitas sentral + Hipertrigliserida + Hipertensi + Hiperglikemia F = Obesitas sentral + Hipertrigliserida + HDL rendah + Hipertensi G = Obesitas sentral + Hipertrigliserida + HDL rendah H = Obesitas sentral + HDL rendah + Hiperglikemia I = Obesitas sentral + Hipertrigliserida + HDL rendah + Hiperglikemia Berdasarkan kriteria IDF tahun 41,41 mg/dL. Sedangkan, pada perempuan 2005 sebagian besar pekerja memiliki kadar kolesterol HDL terendah adalah 31 kadar trigliserida tinggi (lebih dari sama mg/dL dan tertinggi 67 md/dL dengan rata- dengan 150 mg/dL) atau hipertrigliserida rata 46,21 mg/dL. yaitu sebanyak 37 pekerja (56,1%). Rentang kadar trigliserida terendah pada Berdasarkan kriteria IDF tahun pekerja adalah 69 mg/dL dan tertinggi 410 2005 sebanyak 45 pekerja (68,2%) mg/dL dengan rata-rata kadar trigliserida memiliki tekanan darah yang tinggi yaitu pada pekerja adalah 190 mg/dL. lebih dari sama dengan 130/85 mmHg atau hipertensi. Rentang tekanan darah terendah Berdasarkan Tabel 2 Sebanyak 34 pada pekerja adalah 90/60 mmHg dan pekerja (51,5%) memiliki kadar kolesterol tertinggi 170/110 mmHg dengan rata – rata HDL yang rendah (laki-laki = kurang dari tekanan darah pada pekerja adalah 118/79 40 mg/dL, Perempuan = kurang dari 50 mmHg. mg/dL). Sebanyak 32 pekerja (48,5%) lainnya memiliki kadar kolesterol HDL Pada Tabel 2 dapat diketahui normal. Rentang kadar kolesterol HDL berdasarkan kriteria IDF tahu 2005 terendah pada laki-laki adalah 27 mg/dL sebanyak 47 pekerja (71,2%) memiliki dan tertinggi 67 mg/dL dengan rata – rata kadar glukosa darah puasa lebih dari sama dengan 100 mg/ dL atau hiperglikemia.

Lailiyah Yusna Yusfita, Hubungan Perilaku Sedentari Dengan... 149 Rentang kadar glukosa darah puasa Hubungan Usia dengan Sindrom terendah pada pekerja adalah 60 mg/dL dan tertinggi 240 mg/dL dengan rata – rata Metabolik pada Pekerja kadar glukosa darah adalah 95, 36 mg/dL. Hubungan usia dengan sindrom Distribusi Status Sindrom Metabolik metabolik pada Tabel 3 menunjukkan sindrom metabolik lebih banyak terjadi pada Pekerja pada kelompok pekerja yang berusia lebih dari sama dengan 40 tahun yaitu sebanyak Status sindrom metabolik 25 pekerja (52,1%). Berdasarkan hasil uji berdasarkan kriteria yang ditetapkan IDF statistik chi-square menujukkan usia 2005 menyatakan sindrom metabolik dengan kategori lebih dari sama dengan 40 apabila memiliki obesitas sentral ditambah tahun dan kurang dari 40 tahun tidak minimal 2 kriteria positif dari 4 komponen berhubungan dengan sindrom metabolik lain yaitu hipertrigliserida, kolesterol HDL pada pekerja. Hal ini dibuktikan dengan rendah, hipertensi, dan hiperglikemia. hasil uji statistik dengan p-value sebesar Berdasarkan Tabel 2 Pekerja yang 0.058 (p lebih dari α). Namun, berdasarkan mengalami sindrom metabolik sebanyak nilai PR = 3.804, dapat diketahui besar 29 pekerja (43,9%). Nilai ini juga risiko seseorang yang memiliki usia lebih menunjukkan besar prevalensi sindrom dari sama dengan 40 tahun terhadap metabolik pada pekerja yang melakukan sindrom metabolik adalah 3.804 kali MCU di Laboratorium Prima Medika dibandingkan dengan usia kurang dari 40 Surabaya. tahun. Berdasarkan Gambar 1 Proporsi Hubungan Jenis Kelamin dengan komponen sindrom metabolik terbanyak pada pekerja adalah yang mengalami Sindrom Metabolik pada Pekerja kelima kriteria sindrom metabolik dan gabungan dari obesitas sentral, Hubungan jenis kelamin dengan hipertrigliserida, dan hipertensi yaitu sindrom metabolik pada pekerja masing-masing sebanyak 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja laki-laki menunjukkan hipertrigliserida dan memiliki proporsi lebih tinggi mengalami hipertensi merupakan komponen sindrom sindrom metabolik dibanding pekerja metabolik yang banyak terjadi pada perempuan dengan selisih yang tidak jauh pekerja selain obesitas sentral. berbeda. Tabel 3. Hubungan Usia, Jenis Kelamin, dan Perilaku Sedentari dengan Sindrom Metabolik pada Pekerja yang Melakukan Medical Check Up di Laboratorium Klinik Prima Medika Surabaya Bulan November – Desember 2017 Karakteristik Sindrom Metabolik n Total p- PR Ya Tidak value 3.804 Usia N %n % 48 % 0.058 0.44 ≥ 40 tahun 18 16.000 < 40 tahun 25 52,1 23 47,9 100,0 0.168 4 22,2 14 77,8 37 100,0 Jenis Kelamin 29 0.000 Laki-laki 21 56,8 16 43,2 100,0 Perempuan 16 55,2 13 44,8 39 100,0 27 Perilaku Sedentari 26 66,7 13 33,3 100,0 Ya (≥ 6 Jam) 3 11,1 24 88,9 100,0 Tidak (< 6 Jam)

150 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 143-155 Hasil uji statistik chi-square Penelitian lain menyatakan prevalensi menujukkan jenis kelamin tidak sindrom metabolik mengalami peningkatan berhubungan dengan sindrom metabolik pada usia di atas 40 tahun (Zahtamal, et pada pekerja. Hal ini dibuktikan dengan al., 2014). hasil uji statistik dengan p-value sebesar 0.168 (p lebih dari α). Berdasarkan nilai Distribusi Pekerja Berdasarkan Jenis PR = 0.44, dapat diketahui besar risiko Kelamin laki-laki terhadap sindrom metabolik adalah 0.44 kali dibandingkan dengan Hasil penelitian pada Tabel 1 perempuan. diketahui bahwa distribusi pekerja yang Hubungan Perilaku Sedentari dengan Sindrom Metabolik pada Pekerja melakukan MCU di Laboratorium Klinik Hubungan perilaku sedentari Prima Medika Surabaya sebagian besar dengan status sindrom metabolik pada pekerja menunjukkan sebagian besar adalah perempuan. Sindrom metabolik pekerja yang mengalami sindrom metabolik memiliki perilaku sedentari pada perempuan berkaitan dengan faktor lebih dari sama dengan 6 jam per hari yaitu sebanyak 26 pekerja (66,7%). Hasil uji usia. Pada perempuan di atas usia 50 tahun statistik chi-square menujukkan perilaku sedentari dengan kategori elbih dari sama terjadi peningkatan obesitas sentral yang dengan 6 jam per hari dan kurang dari 6 jam per hari berhubungan dengan sindrom umum dijumpai setelah kehamilan dan saat metabolik pada pekerja yang dibuktikan dengan dengan nilai p-value sebesar 0.000 menopause dikarenakan adanya (p kurang dari α). Selain itu, berdasarkan nilai PR = 16. 000 (CI 95% = 4,056- peningkatan jaringan adiposa. 63,124) dapat diketahui besar risiko seseorang yang memiliki perilaku sedentari (Misnadiarly, 2007). lebih besar sama dengan 6 jam per hari terhadap sindrom metabolik adalah 16 kali Distribusi Pekerja Berdasarkan Tingkat dibanding seseorang dengan perilaku sedentari kurang dari 6 jam per hari. Pendidikan PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar pekerja memiliki tingkat Distribusi Pekerja Berdasarkan Usia pendidikan yang tinggi. Usaha meningkatkan kesehatan masyarakat salah Hasil penelitian diketahui bahwa satunya adalah pendidikan. Peningkatan sebagian besar pekerja berada pada pendidikan yang baik akan meningkatkan kelompok usia lebih dari sama dengan 40 orang berpengetahuan yang baik pula. tahun dengan rata-rata usia pekerja 43 Namun, berdasarkan penelitian dari tahun. Menurut Mahendra, et al., pada usia Sholechah tahun 2014 tingkat pendidikan tersebut kemampuan tubuh melakukan tidak mempunyai pengaruh terhadap sekresi insulin dan kemampuan kerja kejadian sindrom metabolik (Sholechah, reseptor insulin akan menurun sehingga 2014). Artinya kelompok dengan berisiko mengalami sindrom metabolik. pendidikan tinggi dan rendah mempunyai peluang yang sama untuk mengalami sindrom metabolik. Distribusi Pekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pekerja merupakan pegawai baik negeri maupun swasta. Menurut data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tahun 2005 kelompok pekerja pegawai/ karyawan masuk ke dalam kelompok pekerjaan dengan aktivitas fisik ringan yang sebagian

Lailiyah Yusna Yusfita, Hubungan Perilaku Sedentari Dengan... 151 besar kegiatannya dilakukan dengan posisi Berdasarkan hasil penelitian pada duduk dengan sedikit berdiri atau sebagian besar pekerja memiliki kadar berpindah. Aktivitas fisik yang ringan kolesterol HDL di bawah normal. Hasil ini menyebabkan pengeluaran energi yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan sedikit atau rendah. Selain itu, tingginya oleh Zahtamal, et al., tahun 2014 yang aktivitas sedentari pada kelompok tersebut menyatakan sebagian besar pekerja menimbulkan kerentanan terhadap memiliki kadar kolesterol HDL yang penyakit sindrom metabolik (Fadila, 2016). rendah. Kadar kolesterol HDL yang rendah dapat disebabkan beberapa faktor. Hasil Distribusi Pekerja Berdasarkan penelitian diperoleh faktor tersebut Perilaku Sedentari diantaranya: berat badan, IMT dan lingkat perut yang berhubungan dengan rasio Berdasarkan hasil penelitian trigliserida dan kolesterol HDL diketahui sebagian besar pekerja memiliki (Sutadarma, 2011). perilaku sedentari yang tinggi lebih dari sama dengan 6 jam (59,1%). Data tersebut Berdasarkan hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian bahwa menyatakan sebagian besar pekerja sebagian besar pekerja mempunyai mengalami hipertensi. Hasil tersebut juga perilaku sedentari dalam kategori tinggi didapat pada penelitian Zahtamal, et al., yaitu sebanyak 48,8% (Harymbawa, 2016). tahun 2014 yang dilakukan pada pekerja di Penelitian serupa juga menghasilkan Jakarta. Hipertensi pada pekerja dapat sebanyak 60% pegawai mempunyai disebabkan berbagai faktor. Hipertensi perilaku sedentari (Istiqomah, 2010) pada pekerja berhubungan dengan stres kerja, pola makan di tempat kerja serta Distribusi Komponen Sindrom kebiasaan olahraga. Penelitian lain Metabolik pada Pekerja menyatakan sebagian besar pegawai mengalami hipertensi yang disebabkan Berdasarkan hasil penelitian faktor aktivitas fisik yang rendah dan diketahui sebagian besar pekerja yang status gizi (Paruntu, 2015). Asupan melakukan MCU di Laboratorium Klinik makanan berlebih mengakibatkan obesitas Prima Medika Surabaya memiliki lingkar yang merupakan faktor risiko penyakit lain perut berlebih. Hasil penelitian ini sejalan seperti diabetes melitus, kardiovaskular, dengan penelitian sindrom metabolik pada dan hipertensi. pekerja di perusahaan yang menyatakan sebagian besar pekerja mengalami obesitas Berdasarkan hasil penelitian pada sentral (Zahtamal, et al., 2014). tabel 3 sebagian besar pekerja memiliki kadar glukosa darah puasa lebih dari sama Berdasarkan hasil penelitian pada dengan 100 mg/dL atau risiko sebagian besar pekerja yang melakukan hiperglikemia menurut kriteria IDF 2005. MCU di Laboratorium Klinik Prima Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Medika Surabaya memiliki kadar oleh Harymbawa (2016) yang menyatakan trigliserida di atas normal atau pada sebagian besar pekerja konveksi hipertrigliserida. Hasil ini serupa dengan mempunyai kadar glukosa darah dalam penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal, kategori hiperglikemia (Harybawa, 2016). et al (2014) yang menyatakan sebagian Zahtamal, et al., tahun 2014 menyatakan besar pekerja mengalami gejala hasil yang sama pada kelompok pekerja di dislipidemia yaitu peningkatan kadar Jakarta. trigliserida. Penelitian lain oleh Sholecah pada tahun 2014 juga menyatakan terdapat Distribusi Status Sindrom Metabolik peningkatan kadar trigliserida pada pekerja di pabrik. pada Pekerja Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3 didapatkan sebanyak 29 atau

152 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 143-155 43,9% pekerja mengalami sindrom beban pekerjaan yang tinggi, aktivitas fisik metabolik. Nilai tersebut juga yang kurang memadai, dan pola makan menunjukkan prevalensi sindrom yang cenderung tinggi kadar karbohidrat metabolik pada pekerja yang melakukan dan lemak sehingga berisiko untuk MCU di Laboratorium Prima Medika menderita berbagai penyakit metabolik Surabaya pada Bulan November-Desember pada usia yang relatif masih muda (Kamso, 2017. Hasil ini meningkat dibanding 2011). dengan penelitian dari Zahtamal, et al., tahun 2014, prevalensi kasus sindrom Hubungan Jenis Kelamin dengan metabolik untuk periode tersebut adalah 21,58%. Prevalensi sindrom metabolik dari Sindrom Metabolik pada Pekerja sumber/data dan hasil penelitian lain salah satunya IDF tahun 2011 menyebutkan Berdasarkan hasil penelitian bahwa prevalensi sindrom metabolik dunia diketahui tidak terdapat hubungan antara adalah 20-25%. Hal ini menunjukkan jenis kelamin dengan sindrom metabolik adanya peningkatan prevalensi sindrom pada pekerja. Baik laki- laki maupun metabolik pada pekerja. perempuan mempunyai peluang yang sama untuk mengalami sindrom metabolik. Hasil Sindrom metabolik yang meningkat penelitian ini berbeda dengan Kamso pada pekerja penting mendapat perhatian. (2011) dan Zahtamal, et al., (2014) yang Sindrom metabolik yang tidak tertangani menyatakan sindrom metabolik lebih dapat meningkatkan risiko penyakit banyak terjadi pada pekerja laki-laki. kardiovaskular dan diabetes melitus dan Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan menjadi komplikasi (Jafar, 2011). penelitian oleh Sihombing tahun 2015 Wulandari (2013) menyatakan seseorang yang memperlihatkan jenis kelamin tidak yang mengalami sindrom metabolik lebih mempunyai hubungan yang bermakna risiko terjadi komplikasi mikrovaskular. (Sihombing, 2015). Hasil ini juga sejalan Sindrom metabolik juga berhubungan dengan penelitian kohor dari National dengan kejadian stroke (Chrisna, et al., Health and Nutrition Examination Survey 2016). Selain itu, sindrom metabolik yang (NHANES) tahun 2003-2006 yang tinggi pada pekerja secara tidak langsung melaporkan tidak ada perbedaaan yang akan berpengaruh terhadap sosioekonomi signifikan proporsi sindrom metabolik individu, perusahaan, dan negara karena antara laki laki dan perempuan (Ervin, meningkatnya beban biaya kesehatan 2009). (Kassie, 2014). Hubungan Perilaku Sedentari dengan Hubungan Usia dengan Sindrom Sindrom Metabolik pada Pekerja Metabolik pada Pekerja Berdasarkan hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat hubungan antara diketahui tidak terdapat hubungan antara perilaku sedentari dengan sindrom usia dengan sindrom metabolik sehingga metabolik pada pekerja yang melakukan antara kelompok usia kurang dari 40 tahun MCU di Laboratorium Klinik Prima maupun lebih dari sama dengan 40 tahun Medika Surabaya yang dibuktikan dengan bukan merupakan faktor risiko terjadinya nilai p kurang dari α. Hasil ini sesuai sindrom metabolik pada pekerja. Data dengan penelitian Kamso (2011) yang tersebut sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa karakteristik dilakukan oleh Sholecah tahun 2014 yang demografi, gaya hidup, jenis kelamin, dan menyatakan usia tidak berhubungan aktivitas sedentari berhubungan dengan signifikan dengan kejadian sindrom sindrom metabolik. Hasil ini juga metabolik pada pekerja. Hal tersebut dapat mendukung konsep tentang hubungan disebabkan usia produktif mempunyai aktivitas fisik dengan kejadian sindrom

Lailiyah Yusna Yusfita, Hubungan Perilaku Sedentari Dengan... 153 metabolik. Aktivitas fisik yang kurang 2017 dapat disimpulkan prevalensi sindrom metabolik pada pekerja adalah (sedentary lifestyle) berhubungan dengan sebesar 43,9 %. Karakteristik sebagian besar pekerja berjenis kelamin perempuan, kejadian sindrom metabolik. Beberapa berada pada kelompok usia lebih dari sama dengan 40 tahun, memiliki tingkat faktor perilaku pekerja diketahui juga pendidikan yang tinggi, bekerja sebagai pegawai, bekerja lebih dari sama dengan berkontribusi terhadap timbulnya sindrom 10 tahun, dan memiliki perilaku sedentari yang tinggi, usia dan jenis kelamin tidak metabolik. Faktor tersebut antara lain berhubungan dengan sindrom metabolik pada pekerja, sedangkan perilaku sedentari faktor pekerjaan yang memicu pekerja berhubungan dengan sindrom metabolik pada pekerja. cenderung untuk berperilaku sedenter, pola DAFTAR PUSTAKA makan tidak sehat, perilaku merokok, stres, Chrisna, F F., Martini S. 2016. Hubungan dan lain-lain.( Zahtamal, et al., 2014). Antara Sindroma Metabolik Dengan Kejadian Stroke . Gaya hidup sedentari ditambah dengan Departemen Epidemiologi FKM UA. Jurnal Berkala Epidemiologi, pola makan buruk yang tinggi lemak dan Vol. 4, No. 1 Januari 2016: 25–36 karbohidrat (fast food) dan tidak diimbangi Ervin RB. 2009. Prevalence of metabolic syndrome among adults 20 years of serat (sayuran dan buah) dalam jumlah age and over, by sex, age, race and yang cukup, menyebabkan penumpukan ethnicity, and body mass index: lemak dengan gejala kelebihan berat badan United States 2003-2006. Natl Health Stat Report. 2009;5:1-7 (obesitas), terutama di bagian perut (Alam, Fadila, Ila. 2016. Relasi Perilaku Sedentari, Gizi Lebih, dan 2007). Obesitas sentral menjadi faktor Produktivitas Kerja Masyarakat risiko yang berkaitan erat dengan beberapa Perkotaan. Harymbawa, I Wayan Aditya. 2016. penyakit kronis (Kemenkes RI, 2015). Hubungan Sedentary Lifestyle Menurut Syawal tahun 2008 obesitas dengan Kadar Glukosa Darah sentral menjadi faktor risiko penyakit pada Orang Dewasa Pekerja jantung koroner karena menyebabkan Konveksi Di Kelurahan Genuk Ungaran Barat. Sekolah Tinggi kerentanan terhadap diabetes melitus, Ilmu Kesehatan International Diabetes Federation. The hipertensi, dislipidemia, dan IDF consensus worldwide definition of the metabolic pembengkakan jantung (Syawal, 2008). syndrome. 2006. Istiqamah, Nurul., Sirajuddin, Saifuddin., Obesitas sentral juga menjadi komponen Indriasari, Rahayu. 2014. Hubungan Pola Hidup Sedentarian utama yang memicu resistensi insulin yang Dengan Kejadian Obesitas Sentral menjadi awal mula terjadinya sindrom Pada Pegawai Pemerintahan Di metabolik (IDF, 2006). Perilaku sedentari pada pekerja yang terbukti berhubungan dengan kejadian sindrom metabolik perlu mendapat perhatian. Mengurangi perilaku sedentari dan meningkatkan perbaikan gizi atau kesehatan penting dalam upaya mencegah angka kesakitan akibat penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif, menurunkan angka absensi serta meningkatkan produktivitas kerja. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan perilaku sedentari dengan sindrom metabolik pada pekerja yang melakukan MCU di Laboratorium Klinik Prima Medika Surabaya Bulan November- Desember

154 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 143-155 Kantor Bupati Kabupaten Rosenberg, Dori E., Norman, Gregory J., Jeneponto. Wagner, Nicole., Patrick, Kevin., Jafar, Nurhaedar. 2011. Sindrom Calfas, Karen J., Sallis, James Metabolik. Universitas Hasanuddin. Makassar F.2010. Reliability and Validity of Kamso, Sudijanto., Purwantyastuti., Lubis, Sedentary Behaviour Questionnaire Dharmayati Utoyo., Ratna Juwita, Yul Kurnia Robbi. 2011. (SBQ) for Adults.Journal of Prevalensi dan Determinan Physical Activity and Health. Sindrom Metabolik pada Kelompok Solechah, siti aisyah., Briawan,dodik., Eksekutif di Jakarta dan Kustiyah, lilik. 2014. Proporsi Dan Sekitarnya. Kaur J. 2014. A comprehensive review on Faktor Risiko Sindrom Metabolik metabolic syndrome. BMC Public Pada Pekerja Wanita Di Pabrik Health. GarmenDi Kota Bogor(Proportion Kassi E, Pervanidou P, Kaltsas G, Chrousos G. 2011. Metabolic And Risk FactorsOf Metabolic syndrome: definitions and controversies. BMC Public Health. Syndrome Among Female Workers Kemkes RI. 2017. Warta Kesmas Edisi 01- In Textile Factory In Bogor City). 2017. Germas Aksi Nyata Untuk Sihombing M, Tjandrarini, Dwi Hapsari. Hidup Sehat. 2015. Faktor Risiko Sindrom Kemkes Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Metabolik Pada Orang Dewasa Di Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kota Bogor (Risk Factors RI Metabolic Syndrome Among In Mahendra, B., Tobing, Ade., Krisnatuti, Diah., Alting, Boy Z. A. 2008. Bogor) Adults. Pusat Teknologi Care yourself diabetes melitus. Jakarta: Penebar Plus. Terapan Kesehatan dan Misnadiarly. 2007. Obesitas Sebagai Epidemiologi Klinik, Badan Faktor Risiko Beberapa Penyakit. Jakarta: Pustaka Obor. Litbangkes, Kemenkes RI. Jakarta Paruntu,Olga Lieke., Rumagit, Fred A., Sirait, A.M., Sulistiowati, E. 2014. Kures,Griche S. 2015. Hubungan Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Sindrom Metabolik Pada Orang Hipertensi pada Pegawai Di Dewasa Di Kota Bogor, 2011- Wilayah Kecamatan Tomohon 2012. Media Penelitian dan Utara.Poltekkes Manado. Manado Pengembangan. Rahmadani, Anissa., Indrisari, rahayu., Sutadarma, IGW., Purnawati S., Ruma., Yustini.2014. Hubungan Aktivitas Sedentari dengan Kejadian IMW. 2011. Hubungan Stres Overweight pada Remaja di SMA Kerja, status Gizi, dan Sindrom Katolik Cendrawasih Makassar. Metabolik pada Karyawan Laki- Universitas Raynor, H. A., Bond, D. S., Freedson, P. S. Laki Dewasa. Universitas Udayana. & Sisson, S. B. 2011. Sedentary Behaviors, Weight, And Health And Bali Disease Risks. Journal of Obesity. WHO. 2017. 10 facts on physical activity. Wulandari, M Y, Isfandiari M A. 2013. Kaitan Sindroma Metabolik Dan Gaya Hidup Dengan Gejala Komplikasi Mikrovaskuler. The Relationship Between Metabolic Syndrome And Life Symptoms Style With Microvascular Complications. FKM UA. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 224–233 Zahtamal., Wasilah Rochmah., Yayi Suryo Prabandari., Lientje K. Setyawati. 2014. Prevalensi Sindrom

Lailiyah Yusna Yusfita, Hubungan Perilaku Sedentari Dengan... 155 Metabolik Pada Pekerja Masyarakat Nasional Vol 9 No2. Perusahaan. Jurnal Kesehatan

APLIKASI METODE ARIMA BOX-JENKINS UNTUK MERAMALKAN KASUS DBD DI PROVINSI JAWA TIMUR Muhammad Bintang Pamungkas1, Arief Wibowo2 1,2Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Alamat Korespondensi: Muhammad Bintang Pamungkas Email: [email protected] ABSTRACT The Box-Jenkins forecasting method is one of the time series forecasting methods. This method uses past values as dependent variables and independent variables are ignored. Box-Jenkins (ARIMA) method has advantages that can be used on non-stationary data, can be used on all data patterns including seasonal data patterns so this method can be used to predict cases of DHF in East Java Province. This research was conducted to determine the best model with seasonal ARIMA forecasting model and also to analyze the result of DHF case forecasting in East Java Province. The analysis result shows that the best model for DHF case in East Java Province is ARIMA (1,1,2) (2,1,1)12. The best model has fulfilled the test requirement that is parameter significance test and diagnostics check. Forecasting results show the number of DHF cases in 2017-2018 will experience an upward trend. The total number of DHF cases in 2017 was 14,277 cases and increased to 22,284.54 DHF cases in 2018. The forecasting results showed that the highest peak of DHF cases occurred in January 2017 with 1,914.22 cases and then decrease in the next month until the lowest case occurred in October with 768.46. The forecast for 2018 also shows that the highest DHF cases occurred in January with 3455.55 and declined to the lowest in October with 1126.49 cases. MAPE value in the forecast is 43.51%. The MAPE value indicates that the forecasting is good enough, adequate and feasible to use. Keywords: ARIMA, time series, seasonal, DHF case ABSTRAK Metode Box-Jenkins adalah salah satu metode peramalan time series. Metode ini menggunakan nilai di masa lalu sebagai variabel dependen dan variabel independen diabaikan. Metode Box-Jenkins memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan pada data yang tidak stasioner dapat digunakan pada semua pola data termasuk pola data musiman sehingga metode ini dapat digunakan untuk meramalkan kasus DBD di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan model terbaik dengan model peramalan ARIMA musiman dan juga menganalisis hasil peramalan kasus DBD di Provinsi Jawa Timur. Hasil analisis menunjukkan model terbaik untuk kasus DBD di Provinsi Jawa Timur adalah ARIMA (1,1,2)(2,1,1)12. Model terbaik sudah memenuhi syarat uji yaitu uji signifikansi parameter dan pemeriksaan diagnostik. Hasil peramalan menunjukkan jumlah kasus DBD mengalami tren kenaikan. Jumlah total kasus DBD tahun 2017 adalah 14.277 kasus dan meningkat menjadi 22.284,54 kasus DBD pada tahun 2018. Hasil peramalan menunjukkan jika puncak kasus DBD tertinggi terjadi pada bulan Januari 2017 dengan 1.914,22 kasus kemudian terjadi penurunan kasus pada bulan selanjutnya hingga kasus terendah terjadi pada bulan Oktober dengan 768,46. Hasil peramalan tahun 2018 juga menunjukkan jika kasus tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan 3455,55 dan menurun sampai pada kasus terendah terjadi di bulan Oktober dengan 1126,49 kasus. Nilai MAPE pada peramalan adalah 43,51%. Nilai MAPE tersebut menunjukkan bahwa peramalan cukup baik, memadai dan layak untuk digunakan. Kata kunci: ARIMA, deret waktu, musiman, kasus DBD PENDAHULUAN bantu dalam melakukan perencanaan yang efektif dan efisien (Makridakis et al., Peramalan adalah suatu kegiatan 1999). Pendugaan jumlah data di masa yang memiliki tujuan untuk menduga atau depan dengan memanfaatkan data di masa memperkirakan suatu peristiwa di masa lalu berdasarkan suatu persamaan yang yang akan datang serta merupakan alat matematis. Pemilihan metode peramalan ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.181-194 Received 23 January 2018, received in revised form 30 January2018 , Accepted 01 February 2018 , Published online: December 2018

182 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 181-194 tegantung dari pola datanya, faktor yang Berdarah Dengue (DBD). Kecenderungan mempengaruhi hasil peramalan dan faktor sifat penyakit DBD yang mudah menyebar, lainnya. Metode peramalan dibagi menjadi lingkup persebaran nyamuk yang luas dan 2 jenis yaitu obyektif dan subyektif. didukung oleh mobilitas penduduk dan Metode peramalan obyektif dibagi menjadi kepadatan penduduk di Indonesia yang deret berkala dan model regresi dan model semakin tinggi menyebabkan DBD sulit subyektif terdiri dari analogies, delphi, untuk diberantas. Data jumlah kasus DBD PERT dan survey techniques (Makridakis dapat digolongkan sebagai data deret et al., 1999). waktu maka data kasus DBD dapat digunakan untuk peramalan menggunakan Metode peramalan dengan analisis metode peramalan Box-Jenkins. berdasarkan data waktu adalah metode peramalan time series atau deret berkala. DBD merupakan salah satu Model ini melakukan pengamatan secara masalah kesehatan utama di Indonesia. berkesinambungan terhadap variabel yang DBD ditularkan ke manusia melalui terdiri dai waktu yang sama seperti tiap nyamuk aedes aegypt yang terinfeksi virus hari, minggu, bulan dan tahun. Metode dengue (Tantawichien, 2012). Penyakit peramalan deret waktu digunakan untuk DBD ditemukan pertama kali di Kota mengetahui perkembangan suatu kejadian Surabaya tahun 1968 dengan jumlah kasus dan dapat digunakan membuat ramalan sebanyak 58 dan 24 diantaranya berdasarkan garis regresi atau tren. Pada meninggal, sejak itu DBD menyebar ke dasarnya, peramalan deret waktu seluruh Indonesia (Kemenkes RI, 2010). merupakan nilai di masa depan yang DBD disebabkan oleh virus dengue dari berupa fungsi matemasis dari nilai di masa genus flavivirus, famili flaviviridae lampau dan model fungsinya berdasar (Srikiatkhachorn et al., 2010) fungsi deret waktu itu sendiri tanpa ada pengaruh dari variabel luar (Baroroh, Indonesia adalah negara dengan 2013). jumlah kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Halide et al., 2011). Iklim tropis Metode deret berkala dibedakan di Indonesia sangat memungkinkan untuk menjadi beberapa teknik antara lain yaitu perkembangbiakan nyamuk vektor DBD pemulusan (smoothing), dekomposisi dan dan nyamuk dapat menyebar luas di Box-Jenkins atau ARIMA. Metode Box- berbagai wilayah di Indonesia kecuali pada Jenkins memakai variabel dependen yaitu ketinggian lebih dari 1000 meter. data di masa lampau sedangkan variabel independen diabaikan. Metode ini Provinsi Jawa Timur merupakan memiliki beberapa keuntungan seperti salah satu provinsi di Indonesia dengan tidak membutuhkan pola data yang kasus DBD tertinggi diantara 35 provinsi stasioner dan dapat digunakan pada data lainnya. Menurut Direktorat Jendral yang mengandung pola musiman. Metode Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Box-Jenkins tediri dari AR Kemenkes RI pada tahun 2016, (Autoregressive), MA (Moving Average), menunjukkan bahwa jumlah kasus DBD di ARMA (untuk data stasioner), ARIMA Provinsi Jawa Timur berada di peringkat 2 (untuk data yang tidak stasioner) dan dari 35 provinsi. Kasus DBD di Provinsi ARIMA musiman atau SARIMA (untuk Jawa Timur sebanyak 24.461 kasus DBD data yang tidak stasioner dan musiman). selama periode tahun 2016. Jumlah kasus DBD di Provinsi Jawa Timur tersebut Kegiatan peramalan dapat meningkat dibandingkan dengan tahun digunakan dalam berbagai masalah yang sebelumnya dengan 20.129 di tahun 2015. ada di masyarakat termasuk dalam masalah kesehatan. Salah satu masalah umum yang Angka Kesakitan (Incidence Rate) muncul setiap tahun di negara tropis DBD di Provinsi Jawa Timur sebesar 64,8 seperti Indonesia adalah masalah Deman per 100.000 penduduk. Angka tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur

Muhammad Bintang Pamungkas dan Arief Wibowo, Aplikasi Metode ArimaBox... 183 masih belum mencapai target yang kemudian diolah dan dianalisis secara dicanangkan yaitu sebesar 49 per 100.000 komputerisasi. Tujuan dari analisis pada penduduk. Angka tersebut juga mengalami data yaitu agar menghasilkan penjelasan kenaikan dibandingkan dengan tahun terkait hasil dan menjadi lebih mudah sebelummnya yaitu sebesar 54,18 per dipahami serta dapat ditarik kesimpulan 100.000 penduduk. Angka Kematian (Case yang kemudian dapat dirumuskan saran Fatality Rate) DBD di Provinsi Jawa dan rekomendasi. Timur menunjukkan nilai sebesar 1,4%. Angka tersebut juga masih belum Langkah dalam analisis data pada mencapai target yang dicanangkan yaitu metode Box-Jenkins terdiri dari beberapa kurang dari sama dengan 1 %. Angka tahap. Tahap pertama adalah pemeriksaan Kematian yang melebihi target di Provinsi pola data. Plotting data diperlukan untuk Jawa Timur pada Tahun 2016 meningkat melihat tren dan pola dalam data. Langkah dari tahun 2015. Terdapat peningkatan selanjutnya yaitu dilakukan uji jumlah kabupaten dan kota yang melebihi stasioneritas data. Uji stasioneritas dalam target CFR yaitu sebanyak 24 kabupaten varians dilakukan dengan menggunakan dan kota dibandingkan dengan tahun 2015 Transformasi Box-Cox. Jika nilai rounded sebanyak 18 kabupaten dan kota. (Dinkes value atau lambda (λ) lebih dari sama Provinsi Jawa Timur, 2016). dengan 1, maka data dikatakan telah stasioner dalam varians. Namun jika tidak Penyakit DBD merupakan penyakit maka harus dilakukan transformasi sampai yang mempunyai perjalanan yang pesat nilai rounded value pada Box-Cox bernilai dari awal terkena sampai terdiagnosa 1 atau lebih dari 1. Uji stasioneritas dalam DBD, sehingga sering terjadi fatal dan means dilakukan dengan menganalisis penanganan terlambat yang menyebabkan grafik ACF dari data yang sudah stasioner kematian (Sukowati, 2010). Melihat dalam varians. Data yang telah stasioner perkembangan penyakit DBD di Provinsi dalam means maka proses dapat Jawa Timur maka diperlukan suatu metode dilanjutkan ke langkah selanjutnya, yaitu peramalan jumlah kasus DBD di Provinsi identifikasi model sementara. Namun, Jawa Timur di masa depan yang nantinya apabila data belum stasioner pada nilai dapat digunakan sebagai tindakan preventif rata-ratanya (means), maka dilakukan untuk mencegah peningkatan kasus DBD proses difference. Tingkatan difference di Provinsi Jawa Timur. juga akan menentukan nilai (d) pada model, jika terdapat pola musiman maka METODE PENELITIAN juga dilakukan proses difference musiman sebanyak pola musiman yang berulang. Penelitian ini termasuk jenis Pola yang terjadi setiap 12 bulan sekali penelitian non reaktif atau unobstruktive. maka proses difference dilakukan 12 kali Penelitan non reaktif adalah penelitian atau dapat diartikan sebagai difference yang tidak memerlukan respons dari musiman tingkat 1. Nilai difference subyek yang diteliti dan tidak ada interaksi musiman juga akan menentukan nilai (D) antara peneliti dan subyek penelitian. Data pada model. yang digunakan pada penelitian adalah data sekunder. Data yang digunakan adalah Data yang sudah stasioner baik data bulanan kasus DBD yang tercatat dan dalam varians maupun means maka dilaporkan di Dinas Kesehatan Provinsi langkah selanjutnya adalah menetapkan Jawa Timur mulai dari Januari 2008 model sementara (tentative) ARIMA sampai Februari 2016 atau sebanyak 108 (p,d,q)(P,D,Q)s yang sesuai. Data yang titik data historis. tidak mengalami pembedahan (difference) maka nilai (d) adalah 0, jika data stasioner Data kasus DBD yang didapat dari setelah difference ke-1 maka d=1 dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur seterusnya. Begitu juga pada data

184 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 181-194 musiman, jika data mengalami difference 6000 ke 1 maka nilai (D) adalah 1 dan seterusnya. Menetapkan ordo p, q, P, dan 5000 Q dapat dilihat dengan mengamati pola Autocorrelation Function (ACF) dan 4000 Partial Autocorrelation Function (PACF) yang sudah dilakukan difference musiman. DBD 3000 Tahap selanjutnya adalah estimasi 2000 parameter model, apakah paramameter yang didapat dari model SARIMA 1 000 sementara signifikan atau tidak. Model signifikan jika nilai signifikansi kurang 0 Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan dari alpha (α) dengan nilai α adalah 0,05. Month Jan 2009 201 0 201 1 201 2 201 3 201 4 201 5 201 6 Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan diagnostik untuk membuktikan model Year 2008 cukup memadai atau sudah baik untuk digunakan dalam peramalan. Pemeriksaan Gambar 1. Plot Data Jumlah Kasus DBD diagnostik yang dilakukan yaitu uji white Di Provinsi Jawa Timur noise dan uji normalitas. Pada Gambar 1 menunjukkan jika Uji white noise pada residual data kasus DBD di Provinsi Jawa Timur menggunakan uji Ljung-Box dengan cenderung mengalami naik turun atau hipotesis yang diuji adalah residual sudah terjadi fluktuasi data selama tahun 2008 white noise. Residual sudah white noise sampai tahun 2016. Kasus tertinggi terjadi jika nilai p-value lebih dari alpha (α) pada tahun 2010 dengan jumlah kasus dengan nilai (α) adalah 0,05. DBD sebesar 26.015 kasus. Kasus DBD menurun secara drastis pada tahun Uji normalitas digunakan uji setelahnya yaitu tahun 2011 dengan total statistik Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis kasus selama setahun adalah 5.374 kasus. yang diuji adalah residual atau error Terdapat tren selama 3 tahunan pada data berdistribusi normal. Residual dikatakan kasus DBD di Provinsi Jawa Timur yang berdistribusi normal jika p-value lebih dari berarti bahwa akan terjadi kenaikan kasus (α) dengan (α) adalah 0,05. Model DBD selama 3 tahun yang kemudian di dikatakan baik dan layak jika dapat tahun setelahnya menurun dan kemudian memenuhi ketiga uji tersebut. akan naik untuk 3 tahun selanjutnya. Model ARIMA terbaik yang sudah Pada Gambar 1 juga dapat didapatkan akan digunakan untuk proses diidentifikasi terdapat pola musiman. Pola peramalan selama 2 tahun mendatang musiman ini dapat dilihat dari puncak pada untuk meramalkan kasus DBD. Model grafik kasus DBD terjadi setiap bulan terbaik adalah model yang memiliki nilai Januari pada tiap tahunnya selama 9 tahun error yang paling kecil. Data peramalan terakhir. Peningkatan secara drastis setiap akan dilakukan evaluasi untuk mengetahui memasuki bulan Januari disebabkan oleh ketepatan hasil peramalan dengan melihat musim penghujan yang terjadi di Provinsi persentasi MAPE dan nilai MAD. Jawa Timur. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan jika penyakit DBD HASIL PENELITIAN merupakan penyakit yang terjadi setiap tahun dan merupakan siklus musiman yang Gambaran Kasus DBD di Provinsi Jawa dapat diduga sebelumnya (Wahyono et al., 2010). Maka peramalan ini menggunakan Timur metode peramalan Box-Jenkins musiman atau ARIMA musiman untuk Pada Gambar 1 menunjukkan menghasilkan hasil yang lebih baik karena sebaran data kasus DBD dari bulan Januari mengikuti data yang mengandung pola 2008 sampai dengan Desember 2016.

Muhammad Bintang Pamungkas dan Arief Wibowo, Aplikasi Metode ArimaBox... 185 musiman pada data kasus DBD di Provinsi stasioner terhadap varians. Data stasioner Jawa Timur. dalam varians jika nilai rounded value bernilai 1 atau lebih dari 1 (Aritonang, Pemeriksaan Stasioneritas Data Kasus 2009). Data yang belum stasioner dalam DBD di Provinsi Jawa Timur varians maka data perlu di transformasikan agar nilai lambda (λ) atau rounded value Plot data kasus DBD pada gambar lebih besar sama dengan 1. 1 menunjukkan secara visual data masih belum stasioner dalam ragam (varians) dan 0,01 565 λ stasioner dalam rata-rata (menas). Data 0,01 560 yang stasioner adalah data yang tidak 0,01 555 (using 95,0% confidence) mengalami kenaikan dan penurunan (Makridakis, 1999). Data yang stasioner Estimate 1 ,37 fluktuasi datanya berada di sekitar nilai rata-rata dan konstans terhadap waktu. Lower CL * Upper CL * Data dapat digunakan untuk peramalan jika sudah stasioner, maka data Rounded Value 1 ,37 perlu di stasionerkan agar memenuhi syarat asumsi awal. Data dapat tidak stasioner StDev 0,01 550 dalam ragam (varians) maupun tidak stasioner dalam rata-rata (means). Data 0,01 545 tidak stasioner dalam varians atau ragam maka data akan di transformasikan dengan 0,01 540 bantuan transformasi Box-Cox, sedangkan jika data tidak stasioner dalam rata-rata -5,0 -2,5 0,0 2,5 5,0 atau means maka data akan dilakukan difference. λ Pada Gambar 2 menunjukkan jika Gambar 3. Box-Cox Plot Kasus DBD data masih belum stasioner dalam varians. Hasil Transformasi Plot pada Box-Cox plot menunjukkan jika nilai rounded value adalah 0,00 untuk Pada Gambar 3 menunjukkan jika selang kepercayaan 95% dengan batas nilai rounded value pada Box-Cox plot bawah interval (lower CL) sebesar (-0,32) sebesar 1,37. Nilai lambda tersebut sudah dan nilai batas atas interval (upper CL) bernilai lebih besar sama dengan 1 dengan sebesar (0,14). selang kepercayaan sebesar 95%. Nilai rounded value sebesar 1,37 menunjukkan Gambar 2. Box-Cox Plot Kasus DBD jika data kasus DBD sudah stasioner dalam Nilai rounded value 0,00 varians. menunjukkan jika data masih belum Langkah selanjutnya yaitu menentukan data sudah stasioner dalam means atau tidak. Data stasioner dalam means atau tidak dapat dilihat dari plot ACF (Autocorrelation Function). Lag pada plot ACF menunjukkan nilai autokorelasi pada data. Autocorrelation (with 5% significance limits for the autocorrelations) 1 ,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1 ,0 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 20 22 24 26 Lag Gambar 4. Plot ACF Data Kasus DBD Transformasi

186 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 181-194 Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa Autocorrelationbernilai 12 sesuai dengan pola musiman 3 lag pertama pada plot ACF menunjukkan yang terjadi. Autocorrelationmelewati garis merah. Garis merah adalah Partial Autocorrelationselang kepercayaan atau batas signifikan(with 5% significance limits for the autocorrelations) autokorelasi. Tiga lag pertama pada plot ACF yang telah melewati garis merah 1 ,0 menunjukkan data masih terdapat 0,8 autokorelasi dan data tidak stasioner dalam 0,6 means. Agar data menjadi stasioner dalam 0,4 means maka diperlukan proses difference 0,2 pada data. Proses difference dilakukan 0,0 dengan cara mengurangi nilai data pada -0,2 suatu periode dengan nilai data pada -0,4 periode sebelumnya untuk menghitung -0,6 nilai selisihnya. Jika dilakukan proses -0,8 difference 1 kali maka nilai d adalah 1 -1 ,0 pada model. 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 20 22 24 Gambar 5 menunjukkan plot ACF data kasus DBD setelah dilakukan proses Lag difference 1 kali. Plot ACF menunjukkan jika data masih belum stasioner dalam Gambar 6. Plot ACF Data Kasus DBD means dilihat dari banyak lag yang Difference Musiman 1 melewati selang kepercayaan. Plot ACF menunjukkan terdapat lag 12 dan lag 24 Gambar 6 memperlihatkan plot yang melewati selang kepercayaan. Lag ACF data kasus DBD setelah dilakukan tersebut memperlihatkan jika terdapat pola difference musiman 1. Pada plot ACF musiman pada data dan berulang setiap 12 menunjukkan jika data sudah stasioner bulan sekali. dalam means karena hanya lag pertama yang melewati selang kepercayaan dan lag (with 5% significance limits for the autocorrelations) 12 pada musimannya. 1 ,0 Plot PACF (Partial Autocorrelation Function) pada gambar 7 setelah dilakukan 0,8 difference musiman 1. Hasil pada plot PACF menunjukkan bahwa hanya lag 0,6 pertama yang melewati batas autokorelasi dan pada lag musiman yang melewati garis 0,4 merah adalah lag 12 dan lag 24. Hasil identifikasi pada plot PACF dan ACF 0,2 menunjukkan data telah stasioner dalam means. Langkah selanjutnya adalah 0,0 melakukan identifikasi model sementara untuk mengetahui nilai ordo dari -0,2 pendugaan Autoregressive Integrated Moving Average yang signifikan. -0,4 (with 5% significance limits for the partial autocorrelations) -0,6 1 ,0 -0,8 0,8 0,6 -1 ,0 0,4 0,2 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 20 22 24 26 0,0 -0,2 Lag -0,4 -0,6 Gambar 5. Plot ACF Kasus DBD -0,8 Difference 1 -1 ,0 Data yang memiliki pola musiman 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 20 22 24 menunjukkan data belum stasioner dalam means maka diperlukan proses difference Lag sekali lagi yaitu difference musiman. Difference musiman 1 kali atau nilai D Gambar 7. Plot PACF Data Kasus DBD adalah 1 pada model. Nilai difference Difference Musiman 1

Muhammad Bintang Pamungkas dan Arief Wibowo, Aplikasi Metode ArimaBox... 187 Identifikasi Model ARIMA Musiman untuk non musiman dan SMA untuk Sementara (Tentative) musiman) pada setiap parameter di dalam Identifikas sementara pada model dugaan model sehingga dapat diketahui ARIMA musiman yaitu dinotasikan sebagai ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)s dengan (s) layak atau tidaknya parameter tersebut adalah perlambangan dari musimannya. Proses difference pada langkah dimasukkan ke dalam model. sebelumnya, dijelaskan bahwa dilakukan proses difference sebanyak 1 kali dan Layak atau tidaknya tiap parameter dilakukan difference lagi yaitu difference musiman 1 kali. Model ARIMA sementara dilihat dari signifikansi tiap parameter. yang terbentuk setelah dilakukan difference adalah ARIMA (p,1,q)(P,1,Q)12. Hipotesis untuk signifikansi parameter Proses selanjutnya yaitu menentukan nilai ordo Autoreggresive (p) dan Moving model adalah H0 diterima jika tidak Average (q) untuk ordo non musiman, Autoreggresive (p) dan Moving Averrage signifikan dan tidak masuk ke dalam (Q) untuk ordo musimannya. model. Hipotesis alternatif (H1) diterima Nilai ordo dapat dilihat dari plot ACF (gambar 6) dan plot PACF (gambar jika signifikan dan masuk model. Kriteria 7). Plot ACF digunakan untuk membaca nilai moving average (q dan Q) sedangkan penolakan jika adalah nilai P (signifikansi) plot PACF digunakan untuk membaca nilai kurang dari α dengan α = 0,05 pada tingkat autoreggresive (p dan P). kepercayaan 95%. Plot ACF pada gambar 6 menunjukkan bahwa plot ACF cut off Hasil uji signifikansi tiap parameter setelah lag kedua atau pada lag ketiga sehingga diperkirakan model sementara model pada model sementara ARIMA adalah MA(2). Pada lag musiman terdapat (1,1,2)(2,1,1)12 yaitu nilai signifikansi tiap cut off yaitu pada pada lag 12 sehingga SMA(1) untuk model musimannya. parameter adalah AR1(0,000), Plot PACF pada gambar 7 SAR1(0,003), SAR2(0,015), MA1(0,002), menunjukkan bentuk sinusoidal atau menurun menuju ke 0 setelah lag pertama MA2(0,000), dan SMA(0,000). Parameter sehingga model sementara AR(1), sedangkan pada lag musimannya dapat masuk ke dalam model jika nilai menunjukkan jika lag 12 dan lag 24 cut off setelah lag 24 maka model sementara yang signifikansi pada tiap parameter adalah diduga adalah SAR(2). Maka hasil kurang dari α dengan nilai α sebesar 0,05. identifikasi menghasilkan 4 dugaan model sementara yaitu ARIMA (1,1,2)(2,1,1)12 Hasil yang didapat menunjukkan bahwa Estimasi Parameter Model model ARIMA musiman sementara yaitu ARIMA (1,1,2)(2,1,1)12 memenuhi syarat Proses pendugaan model sementara sudah didapat maka langkah selanjutnya estimasi parameter. Nilai signifikansi pada adalah menentukan besarnya nilai parameter koefisien Autoreggresive (AR tiap parameter di dalam model untuk non musiman dan SAR untuk menunjukkan kurang dari α (0,05) dan musiman) serta Moving Average (MA masuk ke dalam model. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik terdiri dari uji white noise dan uji normalitas. Uji white noise suatu model dikatakan baik jika nilai error bersifat acak yang menunjukkan tidak ada autokorelasi yang memiliki arti residual tidak berpola tertentu. Cara melihat proses white noise pada model yaitu dengan menggunakan uji statistik Ljung-Box. Hipotesis untuk uji white noise adalah H0 diterima dan memenuhi asumsi white noise jika nilai signifikansi (p-value) pada Ljung-Box >α dengan nilai α adalah 0,05. Hasil dari model ARIMA (1,1,2)(2,1,1)12 menunjukkan pada lag 12 dengan p-value = 0,211, lag 24 dengan p- value = 0,655, lag 36 dengan p-value =

188 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 181-194 0,815, lag 48 dengan p-value = 0,160. jumlah kasus DBD tahun 2017-2018 di Nilai semua p-value tersebut lebih dari Provinsi Jawa Timur. α(0,05) maka residual pada model ARIMA (1,1,2)(2,1,1)12 sudah white noise (tidak Tabel 1 menunjukkan hasil ada residual antara lag 12, lag 24, lag 36, peramalan kasus DBD pada tahun 2017- dan lag 48). 2018 atau 24 titik data ke depan di Provinsi Jawa Timur. Pada tabel menunjukkan akan Uji selanjutnya setelah uji white terjadi kenaikan jumlah kasus di masa noise yaitu uji kenormalan residual atau uji yang akan datang. Hasil tersebut kemudian normalitas. Uji normalitas menggunakan divaluasi untuk melihat error atau uji Kolmogorov-Smirnov. Uji Kolmogorov- kesalahan pada model peramalan. Data Smirnov menggunakan residual dari model yang digunakan untuk melihat kesalahan sementara. Hipotesis untuk uji normalitas yaitu sebanyak 48 titik data historis, yakni adalah H0 diterima jika residual dari Januari 2013 sampai Desember 2016. berdistibusi normal. Residual berdistribusi normal jika nilai p-value lebih dari α Nilai MAPE yang didapat yaitu dengan nilai α adalah 0,05. Residual sebesar 43,51 % dan nilai MAD adalah dinyatakan tidak berdistribusi normal jika 594,05. MAPE (Mean Absolut Percentage p -value kurang dari sama dengan α. Error) adalah persentasi kesalahan atau selisih absolut yang terjadi dantara data Hasil uji normalitas menggunakan aktual dengan data hasil proyeksi atau uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan peramalan. MAD (Mean Absolut bahwa p-value pada plot probabilitas Deviation) rata-rata dari nilai selisih residual ARIMA (1,1,2)(2,1,1)12 memiliki absolut dari simpangan data. Hasil nilai lebih dari 0,150. Nilai tersebut lebih peramalan menunjukkan kenaikan atau besar dari α (0,05), maka residual pada puncak kasus tetap terjadi pada bulan model berdistribusi normal. Januari di tahun 2017 dan 2018. Penggunaan Model Terbaik Untuk PEMBAHASAN Peramalan Gambaran Umum Kasus DBD Di Tabel 1. Hasil Peramalan Kasus DBD Tahun 2017-2018 Provinsi Jawa Timur 2017 Peramalan 2018 Peramalan Metode forecasting dengan data time series tergantung dari pola data yang Jan 1914,22 Jan 3455,55 terdapat pada data aktual periode lampau Feb 1484,58 Feb 3091,43 yang nantinya akan menentukan metode Mar 1340,06 Mar 2351,13 peramalan yang tepat (Yulianti, 2012). April 1226,91 April 1991,49 Gambar 1 pada plot time series kasus DBD Juni 1157,84 Juni 1777,36 di Provinsi Jawa Timur tahun 2008-2016 Juli 1048,43 Juli 1569,79 menunjukkan adanya pola yang berulang. Agst 926,19 Agst 1327,93 Pola berulang ini yaitu peningkatan kasus Sept 811,60 Sept 1210,78 DBD terjadi pada bulan tertentu setiap Okt 768,46 Okt 1126,49 tahun yang memiliki arti bahwa pada kasus Nov 944,08 Nov 1278,36 DBD memiliki pola data musiman. Dalam Des 1149,58 Des 1504,43 peramalan kasus DBD di Provinsi Jawa Total 14277,12 Total 22384,54 Timur tahun 2017-2019, digunakan teknik peramalan Box-Jenkins atau metode Tahap akhir yaitu menggunakan ARIMA, dan karena pola data berpola model terbaik ARIMA musiman yaitu musiman maka metode dikhususkan model ARIMA (1,1,2)(2,1,1)12 yang sudah menjadi model ARIMA musiman. memenuhi tahapan uji untuk meramalkan Metode Box-Jenkins dipakai karena metode Box-Jenkins dapat digunakan pada

Muhammad Bintang Pamungkas dan Arief Wibowo, Aplikasi Metode ArimaBox... 189 hampir semua jenis data (Rais, 2009), Peramalan Kasus DBD Di Provinsi Jawa sehingga dapat mengurangi anomali dan kekurangtelitian dalam melihat data. Timur Menggunakan Metode Box- Motede Box-Jenkins juga merupakan perpaduan konsep dari beberapa metode Jenkins teknik peramalan seperti metode pemulusan, dekomposisi dan regresi Metode peramalan Box-Jenkins sehingga diharapkan menghasilakan merupakan metode peramalan deret waktu peramalan yang lebih jitu (Aritonang, yang mengabaikan variabel independen 2009). dalam prosesnya, sehingga hanya variabel dependen atau variabel waktu yang Data yang digunakan untuk digunakan (Luluk, 2016). Syarat pada melakukan peramalan Box-Jenkins harus peramalan deret waktu adalah data harus data yang stasioner (Rais, 2009). Pada stasioner. Data stasioner dalam rata-rata kenyataannya tidak banyak data aktual (means) dan dalam garam (varians). Pada yang ditemui memenuhi syarat data kenyataannya data aktual tidak banyak stsioner, kebanyakan data merupakan data yang stasioner, dan kebanyakan data aktual yang tidak stasioner (Aritonang, 2009). merupakan data yang tidak stasioner atau Data yang integrated harus mengalami integrated (Aritonang, 2009). proses stasioneritas data (transformasi dan diferensiasi) yang tidak dapat dijelaskan Peramalan kasus DBD di Provinsi dengan baik oleh autoregresisve model Jawa Timur menggunakan metode atau moving average model saja karena peramalan Box-Jenkins atau metode proses tersebut mengandung keduanya. ARIMA. Penggunaan metode ini Campuran kedua model itu disebut dikarenakan dapat diterapkan pada semua pola data dan dapat digunakan pada data Autoregressive Integrated Moving Average yang tidak stasioner. Pola data yang telah diidentifikasi menunjukkan adanya pola (ARIMA). Pola data yang mengandung musiman maka metode yang digunakan musiman dapat menggunakan model adalah metode ARIMA musiman. khusus musiman pada Box-Jenkins yaitu ARIMA musiman karena akan menjadi Pola data kasus DBD seperti pada lebih efektif untuk menjelaskan proses gambar 1 menunjukkan jika data tersebut (Rais, 2009). cenderung naik turun dan berfluktuasi. Ada beberapa titik yang naik secara drastis Musim penghujan meningkatkan dikarenakan adanya pola musiman kasus DBD di Provinsi Jawa Timur sehingga dapat dikatakan data belum disebabkan oleh meningkatnya sumber stasioner terhadap means dan varians. perkembangbiakan nyamuk aedes aegypty Syarat pertama dari peramalan data deret di lingkungan sekitar. Tempat seperti bak waktu adalah data harus stasioner maka mandi, tangki air, tempat minum burung, dilakukan proses transformasi agar data pot bunga, ban bekas, kaleng bekas dan menjadi stasioner terhadap varians dan sebagainya merupakan tempat ideal bagi proses difference agar data menjadi nyamuk untuk berkembangbiak karena stsioner dalam rata-rata (Makridakis, akan terisi air pada saat musim penghujan 1999). tiba. Tempat perkembangbiakan nyamuk yang meningkat menyebabkan jumlah Cara melihat data sudah stasioner nyamuk secara keseluruan bertambah dalam varians a yaitu dengan melihat sehingga tingkat gigitan nyamuk pada Transformasi Box-Cox. Data dikatakan setiap orang akan meningkat. Intensitas sudah stasioner dalam varians jika nilai gigitan nyamuk yang meningkat tersebut lambda (λ) atau rounded value pada Box- menyebabkan jumlah kasus DBD Cox plot adalah 1 atau lebih dari 1 (Wei, bertambah setiap musim penghujan tiba. 1994). Hasil pemeriksaan stasioneritas data kasus DBD pada varians dengan transformasi Box-Cox pada gambar 2 menunjukkan jika nilai lambda atau

190 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 181-194 rounded value (batas interval) pada plot Gambar 4 memperlihatkan plot bernilai 0,00 untuk selang kepercayaan ACF data kasus DBD yang sudah 95%. Nilai 0,00 pada rounded value mengalami transformasi. Jumlah lag menunjukkan data masih belum stasioner ditentukan dari jumlah data dibagi dengan terhadap varians. Nilai rounded value 4. Garis Merah menunjukkan selang masih belum 1 atau melebihi 1 maka data kepercayaan (confidence level) sebesar harus ditranformasikan agar data menjadi 95% dengan tingkat signifikansi atau (α) = stasioner terhadap varians. 5% yang merupakan batas signifikan autokorelasi. Data stasioner dalam means Menurut Wei (1994) dalam dapat dilihat lag yang ditampilkan plot bukunya yang berjudul Time Series ACF dan PACF, data dikatakan stasioner jika secara umum turun mendekati nol Analysis Univariate and Multivariate setelah lag kedua Methods, jika nilai lambda (λ)=0, maka transformasi yang dilakukan pada Box-Cox Gambar 4 menunjukkan 3 lag yaitu transformasi logaritma natural (ln). pertama pada plot ACF keluar dari selang Transformasi ln digunakan bila data kepercayaan, maka dapat dikatakan data berkaitan dengan waktu dan rata-ratanya belum stasioner terhadap means maka mengikuti rata-rata geometrik. Ciri data ini diperlukan proses difference atau adalah bila rata-rata suatu data semakin diferensiasi tingkat 1. Pada gambar 5 besar, maka varians datanya juga semakin menunjukkan hasil diferensiasi tingkat 1, besar. Varians yang semakin besar akan menunjukkan jika lag pertama yang menyebabkan homogenitas ragam atau melewati selang kepercayan tetapi data varians antar data tidak terpenuhi. Data masih belum stasioner dalam means. Pada yang mempunyai ciri-ciri tersebut adalah plot ACF dapat dilihat terdapat pencilan data yang berkaitan dengan waktu atau kenaikan drastis pada lag 12 dan 24 misalnya seperti data penelitian yang yang dapat disimpulkan terdapat faktor digunakan dalam kasus ini yaitu data kasus musiman pada data. Hal ini DBD yang dilaporkan setiap bulanan. mengindikasikan ada pola musiman setiap 12 bulan sekali. Faktor musiman yang ada Nilai rounded value sebesar 0,00 pada data tersebut maka dapat dikatakan maka data harus ditransformasikan dengan data belum stasioner terhadap means. menggunakan persamaan LnXi yang Maka dilakukan difference musiman pada merupakan aturan dari transformasi Box- data untuk menghilangkan unsur musiman Cox agar menjadi stasioner terhadap yaitu dengan diferensiasi tingkat 12 sesuai varians. Hasil transformasi data dapat dengan pola musiman yang terjadi setiap diketahui pada Gambar 3 bahwa rounded 12 bulan sekali. value bernilai 1,37 dengan selang kepercayaam 95% yang menunjukkan Hasil diferensiasi musiman pada bahwa data sudah stasioner terhadap data terlihat pada Gambar 6 dan 7. Plot varians karena lambda (λ) bernilai 1 atau ACF menunjukkan jika lag musiman yang lebih dari 1. melebihi selang kepercayan hanya pada lag 12. Pada plot PACF lag musimannya, lag Data yang sudah stasioner dalam yang melebihi selang kepercayaan adalah varians maka langkah selanjutnya adalah lag 12 dan 24, maka dapat dikatakan data pemeriksaan stasioneritas data dalam rata- sudah stasioner terhadap means. rata (means). Pemeriksaan stasioneritas dalam means dilakukan dengan melihat Tahap selanjutnya adalah grafik ACF dari data (Aritonang, 2009). mengidentifikasi model ARIMA musiman Jika data belum stasioner terhadap means sementara. Tahap identifikasi dengan maka akan dilakukan difference. Jumlah melihat plot ACF dan PACF pada gambar difference ini akan menentukan nilai I 6 dan 7. Tahap identifikasi akan (integrated). Nilai I dilambangkan dengan menentukan ordo Autoregressive = (p) ordo (d) dan (D) dalam model.

Muhammad Bintang Pamungkas dan Arief Wibowo, Aplikasi Metode ArimaBox... 191 untuk non musiman dan (p) untuk Langkah selanjutnya yaitu melihat musiman dan juga menentukan ordo Moving Everage = (q) untuk non musiman nilai signifikansi pada Ljung-Box untuk dan (Q) untuk musiman. Menentukan nilai d (non musiman) dan D (musiman) yaitu mengetahui apakah residual mengikuti dengan melihat data di diferensiasi atau tidak, jika dilakukan diferensiasi 1 kali proses white noise. Hasil uji white noise maka nilai d = 1, dan seterusnya. Diferensiasi musimannya juga sama, jika menunjukkan pada nilai signifikansi lag tidak dilakukan diferensiasi data maka nilai D = 0, atau jika dilakukan diferensiasi 1 12, lag 24, lag 36 dan lag 48 lebih dari maka nilai D = 1, dan seterusnya (Aritonang, 2009). 0,05 sehingga model sudah memenuhi Plot ACF menunjukkan model syarat uji white noise dan error bersifat Moving Average (MA dan SMA) dan plot PACF menunjukkan model Autoregressive acak serta tidak ada autokorelasi pada data. (AR dan SAR). Lag pada plot ACF dan PACF terputus pada lag ke-p dan atau ke-P Langkah terakhir dalam (musiman) oleh garis merah yang merupakan convidence interval atau garis pemeriksaan diagnostik adalah uji batas signifikansi autokorelasi maka artinya terdapat korelasi antar data deret kenormalan residual. Uji ini menggunakan waktu pada suatu waktu tertentu hingga lag ke-p atau ke-P masih saling uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. mempengaruhi (berkorelasi), tetapi setelah cut off lag ke-p atau ke-P korelasi tersebut Hipotesis yang diuji adalah residual terputus (Yulianti, 2012). Hasil identifikasi pada plot ACF dan PACF menunjukkan berdistribusi normal jika p-value lebih dari model sementara adalah ARIMA α (0,05). Residual tidak bersitribusi normal (1,1,2)(2,1,1)12. jika nilai p-value kurang dari sama dengan Tahap selanjutnya adalah uji α dengan nilai o = 0,05 (Aritonang, 2009). signifikansi parameter dan pemeriksaan diagnostik. Uji signifikansi parameter Hasil uji Kolmogorov-Smirnov model dilakukan dengan statistik t atau menggunakan p-value untuk menguji menunjukkan nilai p-value adalah lebih apakah koefisien model secara individu dari 0,150. Nilai tersebut lebih dari α berbeda dari nol. Pada analisis regresi, ciri model yang baik adalah jika semua sehingga hipotesis diterima dan residual koefisien model secara statistik berbeda dari nol. Koefisien variabel jika tidak bersifat normal. signifikan maka variabel tersebut harus dilepas dan melakukan spesifikasi dengan Model pada metode peramalan model lain yang sudah diduga dan diuji (Aritonang, 2009). Model diterima jika Box-Jenkins disebut layak dan baik jika nilai signifikansi setiap parameter dalam model kurang dari α dengan nilai α adalah sudah memenuhi asumsi yaitu uji 0,05. Hasil analisis menunjukkan jika nilai signifikansi setiap parameter kurang dari α signifikansi parameter, uji white noise dan maka H0 diterima dan memenuhi uji uji normalitas residual (Aritonang, 2009). signifikansi parameter. Hasil uji yang telah dilakukan menunjukkan jika model ARIMA (1,1,2)(2,1,1)12 sudah layak untuk dipergunakan. Hasil peramalan untuk 24 periode ke depan menunjukkan kasus DBD akan meningkat selama 2 tahun mendatang. Puncak tertinggi terjadi pada bulan Januari yang menunjukkan jika peningkatan kasus DBD terjadi seiring dengan pergantian musim kemarau ke musim hujan. Akurasi dari peramalan dianggap sebagai kriteria penolakan dalam memilih metode peramalan. Hasil peramalan kasus DBD menunjukkan jika nilai MAPE adalah 43,51%. Jika nilai MAPE menunjukkan rentang antara 20-50% maka hasil peramalan dikatakan cukup baik, layak dan memadai. Nilai MAPE yang cukup besar dapat diakibatkan oleh pergeseran iklim yang menyebabkan


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook