HUBUNGAN KARAKTERISTIK DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN (DPJP) TERHADAP KEPATUHAN PENGISIAN RESUME MEDIS PASIEN BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN (BPJS) (Studi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya) THE RELATIONSHIP OF CHARACTERISTICS OF MEDICAL DOCTORS IN CHARGE OF SERVICE (DPJP) TO THE COMPLIANCE OF MEDICAL RESUME FILLING OF SOCIAL SECURITY HEALTH CARE AGENCY (BPJS) PATIENTS (Study at inpatient installation Jemursari Islamic Hospital Surabaya) Azizah Anisafitri Rumah Sakit Pura Raharja Jalan Pucang Adi No.12-14, Kertajaya, Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur 60298, Indonesia Alamat Korespondensi : Azizah Anisafitri Email: [email protected] ABSTRACT A medical resume is an important document containing a summary of patient care while they are in hospital. The filling of the medical resume affects the claim process of the National Health Insurance (NHI) program. Medical resume is filled by Medical Doctor in Charge (MDiC). A preliminary study at private hospital “RSI Jemursari Surabaya” showed 86.67% incomplete BPJS claim files because there were no medical resumes. The purpose of this study was to analyze the level of medical obedience in filling medical resume and the factors that influenced based on individual characteristics. It was a descriptive quantitative study, and the measuring tools used in this study consisted of questionnaire, observation, and checklist of medical resume sheet. Variables for individual characteristics in this study included gender, age, length of employment, employment status, and specialization groups. Analysis in this study used cross tabulation. The results showed that the obedience of medical resume filling was good. MDiC that tended to be less obedient in filling medical resume had the characteristics of being a woman, aged more than 40 years old, having length of employment for more than five years, being in the group of partner-doctor, and classified as non-surgical doctor. MDiC’s obedience in filling medical resume can be improved by providing socialization of the importance of medical resume and making compliance of medical resume filling as an indicator of performance appraisal. Keywords: claims, medical doctor in charge (MDiC), medical resume, obedience ABSTRAK Resume medis merupakan sebuah dokumen penting berisi ringkasan pelayanan pasien selama berada di rumah sakit. Pengisian resume medis berpengaruh pada proses pengajuan klaim program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam pembuatan resume medis. Studi pendahuluan di rumah sakit swasta “RSI Jemursari Surabaya” menghasilkan 86,67% berkas klaim BPJS yang tidak lengkap karena tidak terdapat resume medis. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat kepatuhan dokter dalam mengisi resume medis dan menganalisis faktor yang mempengaruhi berdasarkan karakteristik individu. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, observasi, dan checklist lembar resume medis. Variabel yang merupakan karakteristik individu pada penelitian ini antara lain jenis kelamin, umur, lama kerja, status kepegawaian, dan kelompok spesialisasi. Analisis hubungan pada penelitian ini menggunakan tabulasi silang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pengisian resume medis sudah tergolong baik. DPJP yang cenderung kurang patuh dalam mengisi resume medis memiliki karakteristik perempuan, berumur lebih dari 40 tahun, memiliki masa kerja lebih dari lima tahun, dokter mitra, dan tergolong kelompok dokter non bedah. Kepatuhan DPJP dapat ditingkatkan dengan memberikan sosialisasi terkait pentingnya resume medis dan memasukkan kepatuhan pengisian resume medis sebagai indikator penilaian kinerja. Kata kunci: klaim, dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP), resume medis, kepatuhan PENDAHULUAN menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yaitu Rumah sakit merupakan sebuah pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan institusi pelayanan kesehatan yang ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.1-12 Received 12 October 2018, received in revised form 20 February 2019, Accepted 21 February 2019, Published online: July 2019
2 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:1-12 gawat darurat (Undang-Undang Nomor 44 memperoleh pendapatan yang berasal dari tahun 2009). Dalam rangka mencapai pasien BPJS melalui proses klaim yang cakupan jaminan kesehatan bagi seluruh diajukan kepada pihak BPJS Kesehatan. warganya, pemerintah Indonesia membentuk sebuah program yang disebut Resume medis merupakan salah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang satu dokumen rekam medis yang dimiliki telah beroperasi sejak tahun 2014. Program oleh tiap pasien. Resume medis berisi JKN diselenggarakan berdasarkan azas ringkasan pelayanan pasien selama berada kemanusiaan, azas manfaat, dan azas di rumah sakit. Resume medis memiliki keadilan sosial bagi seluruh rakyat kedudukan yang penting di era JKN, hal ini Indonesia (Undang-Undang Nomor 40 dikarenakan resume medis merupakan Tahun 2014). Program JKN sebuah dokumen yang wajib ada di dalam diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara berkas klaim. Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Klaim dilakukan oleh pihak rumah sakit melalui sebuah proses yang disebut Sistem pembayaran pada era JKN administrasi klaim. Administrasi klaim dibagi dua yaitu kapitasi dan fee for service merupakan kegiatan mengumpulkan berkas berdasarkan Indonesian-Case Based Group yang dapat membuktikan keadaan sakit (INA-CBGs). Kapitasi merupakan seseorang kemudian membandingkan pembayaran yang diberikan kepada dengan perjanjian kerjasama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama menentukan manfaat yang dibayarkan (FKTP) yang terdiri dari Puskesmas, klinik kepada peserta asuransi (Ilyas, 2006). pratama, rumah sakit kelas D, praktik dokter, atau praktik dokter gigi. Tarif INA- Klaim yang diajukan oleh pihak RSI CBGs merupakan besaran pembayaran Jemursari Surabaya tidak selalu diterima klaim dari pihak BPJS Kesehatan kepada oleh pihak BPJS Kesehatan. Beberapa jenis pihak Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan klaim yang tidak diterima oleh pihak BPJS (FKTL) terhadap pelayanan yang sudah Kesehatan antara lain kasus klaim tidak diberikan berdasarkan pengelompokkan layak bayar, kasus klaim pending, dan kasus diagnosis penyakit dan prosedur. FKTL klaim susulan. terdiri dari yang terdiri dari klinik utama, rumah sakit umum, dan rumah sakit khusus. Klaim tidak layak bayar merupakan klaim yang sudah pernah diklaimkan Rumah Sakit Islam Jemursari kepada pihak BPJS Kesehatan namun harus Surabaya merupakan salah satu rumah sakit dilakukan revisi karena terdapat pasien swasta yang telah bekerja sama dengan yang melakukan kunjungan rawat jalan dan pihak BPJS Kesehatan. RSI Jemursari rawat inap dalam satu hari. Satu pasien Surabaya merupakan FKTL yang menerima hanya boleh diklaimkan pelayanan rawat rujukan dari berbagai FKTP. Program JKN inap saja atau rawat jalan saja, oleh karena menyebabkan adanya peningkatan itu besarnya kasus tidak layak bayar kunjungan pasien BPJS di RSI Jemursari merupakan kerugian yang harus ditanggung Surabaya baik kunjungan rawat jalan oleh rumah sakit. maupun kunjungan rawat inap. Peningkatan kunjungan pasien BPJS berpengaruh Klam pending merupakan klaim angsung terhadap peningkatan pendapatan yang sudah pernah diajukan kepada pihak RSI Jemursari Surabaya. Rata-rata verifikator BPJS Kesehatan namun pendapatan yang berasal dari pasien BPJS dikembalikan lagi kepada pihak rumah sakit pada tahun 2016 sebesar 67,86%. Besarnya karena harus dilakukan coding ulang. peranan pasien BPJS terhadap pendapatan Pengembalian berkas klaim dapat terjadi Rumah sakit swasta X dapat mempengaruhi karena terdapat perbedaan persepsi antara cashflow rumah sakit. Pihak rumah sakit verifikator BPJS Kesehatan dengan coder dari pihak rumah sakit. Klaim pending yang telah dilakukan coding ulang dapat diajukan kembali pada bulan berikutnya.
Azizah Anisafitri, Hubungan Karakteristik Dokter Penanggung… 3 Klaim susulan merupakan klaim sebanyak 117 berkas (86,67%). yang belum pernah diajukan oleh pihak Ketidaklengkapan berkas klaim lainnya rumah sakit kepada pihak BPJS Kesehatan. disebabkan tidak adanya surat kematian Klaim susulan merupakan klaim yang (5,18%) dan laporan operasi (8,14%). terlambat diajukan karena berkas klaim Penelitian ini hanya berfokus pada resume yang belum lengkap. Hal ini sesuai dengan medis karena resume medis merupakan penelitian Mutia (2016) yang menemukan dokumen yang dimiliki oleh semua pasien. bahwa berkas klaim JKN yang ditolak di Rumah Sakit Singaparna Medika Tujuan penelitian ini adalah Citrautama dikarenakan berkas klaim menganalisis tingkat kepatuhan pengisian belum lengkap. resume dan menganalisis hubungan karakteristik DPJP terhadap kepatuhan Berkas klaim yang paling banyak pengisian resume medis pasien BPJS di bermasalah adalah berkas klaim susulan. instalasi rawat inap RSI Jemursari Berdasarkan data sekunder, diketahui Surabaya. bahwa pengajuan klaim susulan di RSI Jemursari Surabaya dilakukan dengan METODE PENELITIAN jangka waktu yang lebih lama dari bulan pengklaiman awal (yang seharusnya) Penelitian ini termasuk penelitian dengan jangka waktu 3-20 bulan. Kasus kuantitatif deskriptif dengan jenis penelitian klaim susulan yang paling besar terjadi pada observasional karena peneliti hanya bulan Desember 2015 yang mencapai melakukan pengamatan tanpa memberikan Rp 2.131.718.200 dan terlambat diklaimkan perlakuan atau intervensi. Berdasarkan selama 4 bulan dari pengajuan awal. Klaim waktunya maka penelitian ini adalah cross- susulan di rumah sakit. Klaim susulan di sectional. RSI Jemursari Surabaya terjadi dikarenakan tidak lengkapnya berkas klaim seperti Populasi pada penelitian ini adalah resume medis, laporan operasi, dan surat seluruh Dokter Penanggung Jawab kematian. Pelayanan (DPJP) yang mengisi resume medis pasien BPJS pada tanggal 11 Juni Penelitian ini hanya fokus 2017 sampai dengan 20 Juni 2017. Populasi membahas resume medis dikarenakan dokumen resume medis yang diteliti adalah resume medis berisi diagnosa penyakit yang seluruh resume medis yang terdapat pada nantinya akan dilakukan coding ke dalam dokumen klaim di Pelayanan BPJS RSI software INA-CBGs dalam bentuk kode Jemursari Surabaya pada tanggal 11 Juni diagnosa (ICD-10) dan kode tindakan 2017 sampai dengan 20 Juni 2017. (ICD-9). Jika sebuah dokumen klaim tidak memiliki resume medis, maka dokumen Sampel pada penelitian ini tersebut tidak dapat diklaimkan. merupakan total populasi yaitu 35 DPJP dan 266 resume medis pasien rawat inap. Permenkes Nomor 269 tahun 2009 Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat tentang Rekam Medis menyatakan bahwa inap RSI Jemursari Surabaya pada bulan resume medis atau ringkasan pulang harus Januari 2017 sampai dengan Juli 2017. dibuat oleh dokter atau dokter gigi yang melakukan perawatan pasien. Dokter yang Variabel independen pada memberikan perawatan kepada pasien penelitian ini merupakan karakteristik DPJP disebut Dokter Penanggung Jawab yaitu jenis kelamin, umur, lama kerja, jenis Pelayanan (DPJP). spesialisasi, dan status kepegawaian. Variabel dependen pada penelitian ini Studi pendahuluan ditemukan adalah kepatuhan DPJP dalam mengisi bahwa berkas klaim yang tidak lengkap di resume medis pasien BPJS. empat ruangan rawat inap RSI Jemursari Surabaya didominasi oleh berkas klaim Pengumpulan data primer pada yang tidak memiliki resume medis penelitian ini dilakukan melalui pengisian kuesioner kepada 35 DPJP. Pengumpulan
4 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:1-12 data sekunder pada penelitian ini dilakukan resume medis. Berikut adalah tingkat dengan observasi dan checklist dokumen kepatuhan DPJP dalam mengisi resume resume medis berdasarkan kelengkapan medis di RSI Jemursari Surabaya. pengisian resume medis menurut Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang Tabel 1 menunjukkan bahwa Rekam Medis. mayoritas DPJP tergolong patuh. Hasil penelitian juga menemukan bahwa terdapat Analisis data dilakukan dengan tiga item pada form resume medis yang menggunakan teknik analisis deskriptif paling lengkap diisi oleh DPJP. Ketiga item berupa distribusi frekuensi. Analisis tersebut adalah identitas pasien, diagnosis dokumen resume medis dilakukan untuk masuk, dan diagnosisi keluar. mengetahui kepatuhan DPJP berdasarkan ketepatan waktu dan kelengkapan pengisian Tabel 1. Tingkat Kepatuhan Pengisian form resume medis. Analisis kepatuhan Resume Medis di RSI Jemursari dilakukan dengan observasi dan checklist Surabaya kemudian dilakukan perhitungan bobot dan penilaian untuk dikelompokkan menjadi Kepatuhan Jumlah Persentase kategori patuh dan kurang patuh. Analisis DPJP dalam (n) (%) data untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan dengan tabulasi silang Pengisian 20 57,10 (cross-tabulation) pada program SPSS 16. Resume Medis 15 42,90 Patuh 35 100,00 HASIL Kurang patuh Total Kepatuhan DPJP dalam Pengisian Karakteristik DPJP Resume Medis Berikut adalah karakteristik DPJP Kepatuhan DPJP dalam pengisian berdasarkan jenis kelamin, umur, lama resume medis dihitung berdasarkan kerja, status kepegawaian, dan kelompok ketepatan waktu dan kelengkapan pengisian spesialisasi. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik DPJP di RSI Jemursari Surabaya Tahun 2017 Jenis Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%) Jenis kelamin 22 63,90 Laki-laki 13 37,10 35 100,00 Perempuan 13 37,11 Total 22 62,90 35 100,00 Umur ≤ 40 tahun 1 2,90 12 34,30 > 40 tahun 4 11,40 16 45,70 Total 2 5,70 35 100,00 Lama kerja < 1 tahun 10 28,60 1 - ≤ 3 tahun 25 71,40 3 - ≤ 5 tahun 35 100,00 5 - ≤ 10 tahun > 10 tahun Total Status kepegawaian Dokter tetap Dokter mitra Total
Azizah Anisafitri, Hubungan Karakteristik Dokter Penanggung… 5 Kelompok spesialisasi 15 42,90 Kelompok dokter bedah 20 57,10 Kelompok dokter non bedah 35 100,00 Total Tabel 3 menunjukkan bahwa DPJP Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahwa mayoritas DPJP pada penelitian ini kelompok dokter bedah dan kelompok berjenis kelamin laki-laki (63,90%). Pada dokter non bedah. Tabel 2 menunjukkan penelitian ini umur dibagi menjadi dua bahwa mayoritas DPJP pada penelitian ini kelompok, yaitu rentang umur muda merupakan DPJP yang tergolong dalam (kurang lebih sama dengan 40 tahun) dan kelompok dokter non-bedah sebanyak rentang umur tua (lebih dari 40 tahun). 57,10%. Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas DPJP pada penelitian ini merupakan DPJP Hubungan Jenis Kelamin dengan dengan kelompok umur tua (lebih dari 40 Kepatuhan DPJP Mengisi Resume Medis tahun). Lama kerja pada penelitian ini dikelompokkan menjadi lima kelompok. Jenis kelamin merupakan salah satu Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas karakteristik yang membedakan tiap DPJP memiliki lama kerja dengan rentang 5 individu. Berikut adalah hasil tabulasi – kurang dari sama dengan 10 tahun sebesar silang antara jenis kelamin dengan 45,70%. Berdasarkan status kepegawaian, kepatuhan DPJP mengisi resume medis Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas pasien BPJS di RSI Jemursari Surabaya. responden merupakan DPJP dengan status kepegawaian sebagai dokter mitra. Tabel 4. Hubungan Jenis Kelamin dengan Penelitian ini juga membedakan tiap DPJP Kepatuhan DPJP Mengisi berdasarkan jenis spesialisasi yang dimiliki. Resume Medis Berikut adalah pengelompokkan DPJP berdasarkan jenis spesialisasi. Jenis Kepatuhan DPJP Jumlah kelamin Kurang Patuh Tabel 3. Pembagian Kelompok Spesialisasi Berdasarkan Jenis Spesialisasi Patuh Tiap DPJP n % n%n% Laki- 8 36,4 14 63,6 22 100,0 Kelompok Jenis laki Spesialisasi Perem- 7 53,8 6 46,3 13 100,0 Kelompok Spesialisasi puan dokter Tabel 4 menunjukkan bahwa bedah Spesialis bedah mayoritas DPJP yang kurang patuh dalam pengisian resume medis pasien BPJS di RSI Kelompok Spesialis bedah anak Jemursari Surabaya didominasi oleh DPJP dokter non dengan jenis kelamin perempuan. bedah Spesialis bedah kepala Hubungan Umur dengan Kepatuhan leher DPJP Mengisi Resume Medis Spesialis bedah TKV Berikut adalah hasil tabulasi silang antara kelompok umur dengan kepatuhan Spesialis obgyn DPJP mengisi resume medis pasien BPJS di RSI Jemursari Surabaya. Spesialis orthopedi Spesialis urologi Spesialis anak Spesialis internis (penyakit dalam) Spesialis jantung Spesialis paru Spesialis saraf Spesialis THT
6 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:1-12 Tabel 5. Hubungan Umur dengan Status kepegawaian DPJP di RSI Kepatuhan DPJP Mengisi Jemursari Surabaya dibedakan menjadi Resume Medis dokter tetap dan dokter mitra. Berikut adalah hasil tabulasi silang antara status Umur Kepatuhan DPJP Jumlah kepegawaian dengan kepatuhan DPJP Kurang Patuh mengisi resume medis pasien BPJS. Patuh n %N% n % Tabel 7 menunjukkan bahwa mayoritas DPJP yang kurang patuh dalam ≤ 40 5 38,5 8 61,5 13 100,0 mengisi resume didominasi oleh kelompok tahun dokter mitra sebanyak 52,00%. > 40 10 45,5 12 54,5 22 100,0 tahun Tabel 7. Hubungan Status Kepegawaian dengan Kepatuhan DPJP Mengisi Berdasarkan Tabel 5 dapat ditarik Resume Medis kesimpulan bahwa semakin tua umur DPJP maka kepatuhan dalam pengisian resume Status Kepatuhan DPJP Jumlah medis cenderung semakin menurun. Kepega- Kurang Patuh waian Patuh Hubungan Lama Kerja dengan Kepatuhan DPJP Mengisi Resume Medis n% n% n % Dokter 2 20,0 8 80,0 10 100,0 Pada penelitian ini lama kerja dibagi Tetap menjadi dua kelompok, yaitu lama kerja Dokter 13 52,0 12 48,0 25 100,0 kurang dari sama dengan lima tahun dan Mitra lama kerja lebih dari lima tahun. Berikut adalah hasil tabulasi silang antara lama Hubungan Kelompok Spesialisasi kerja dengan kepatuhan DPJP mengisi dengan Kepatuhan DPJP Mengisi resume medis pasien BPJS di RSI Jemursari Resume Medis Surabaya. Berikut hasil tabulasi silang antara Tabel 6. Hubungan Lama Kerja dengan kelompok spesialisasi dengan kepatuhan Kepatuhan DPJP Mengisi DPJP dalam mengisi resume medis pasien Resume Medis BPJS. Lama Kepatuhan DPJP Jumlah Tabel 8. Hubungan Kelompok Spesialisasi Kerja Kurang Patuh dengan Kepatuhan DPJP Mengisi Patuh Resume Medis ≤5 n % n% n % tahun 6 35,3 11 64,7 17 100,0 Kelompok Kepatuhan Jumlah >5 Spesiali- Kurang Patuh tahun 9 50,0 9 50,0 18 100,0 Patuh n% sasi n % n% 15 100,0 Berdasarkan Tabel 6 dapat ditarik 4 26,7 11 73,3 kesimpulan bahwa semakin lama masa Kelompok 20 100,0 kerja yang dimiliki oleh DPJP, maka Dokter 11 55,0 9 45,0 kepatuhan dalam mengisi resume medis bedah semakin menurun. Kelompok Dokter non bedah Hubungan Status Kepegawaian dengan Tabel 8 menunjukkan bahwa DPJP Kepatuhan DPJP Mengisi Resume Medis yang kurang patuh dalam mengisi resume medis di RSI Jemursari Surabaya paling
Azizah Anisafitri, Hubungan Karakteristik Dokter Penanggung… 7 banyak merupakan kelompok dokter non Hasil penelitian menunjukkan bedah bahwa 57,10% DPJP tergolong patuh dalam pengisian resume medis pasien BPJS di RSI PEMBAHASAN Jemursari Surabaya. Berdasarkan ketepatan waktu, terdapat 250 (93,98%) berkas Kepatuhan DPJP dalam Pengisian resume medis yang tepat waktu dan sisanya Resume Medis Pasien BPJS tidak tepat waktu (6,02%). Berdasarkan kelengkapan form resume medis, hanya Kepatuhan atau compliance 63,90% resume medis yang terisi lengkap. menurut Green & Kreuter (2005) adalah Item yang 100,00% diisi oleh DPJP adalah ketaatan dalam melakukan suatu perilaku item identitas pasien, diagnosis masuk, dan tertentu yang dianjurkan atau respon yang diagnosis akhir. Sedangkan item yang diberikan terhadap sesuatu diluar subyek. paling banyak kosong adalah item nama Kepatuhan merupakan sebuah bentuk dari DPJP dan tanggal pembuatan resume. Hal pengaruh sosial dimana perilaku individu ini sesuai dengan penelitian Susanto dkk. merupakan respon dan perintah langsung (2016) yang menemukan bahwa item yang individu lain sebagai figur otoritas. paling banyak tidak lengkap pada review autentikasi resume medis di rumah sakit Kepatuhan (compliance) dapat Roemani Muhammadiyah Semarang adalah dipengaruhi oleh interaksi faktor pada item nama DPJP. komponen person dan environment (Geller, 2001). Faktor internal yang mempengaruhi Mayoritas DPJP dalam pengisian perilaku seseorang antara lain kecerdasan, resume medis di RSI Jemursari Surabaya persepsi, motivasi, minat dan emosi. tergolong patuh, namun belum mencapai Sedangkan faktor eksternal yang standar yang terdapat pada Permenkes 129 mempengaruhi perilaku adalah kelompok tahun 2008 tentang Standar Pelayanan dan hasil kebudayaan (Notoatmodjo, 2012). Minimal Rumah Sakit yang menyatakan bahwa resume medis dikatakan lengkap jika Resume medis merupakan dokumen kelengkapan pengisiannya mencapai 100%. rekam medis yang dibuat saat pasien akan keluar dari rumah sakit (Peraturan Menteri Ketidakpatuhan DPJP dalam Kesehatan Nomor 269 Tahun 2009 tentang mengisi resume medis dapat dikarenakan Rekam Medis). Oleh karena itu seharusnya beberapa hal, antara lain meningkatnya resume medis dibuat oleh DPJP sebelum pasien BPJS di RSI Jemursari Surabaya pasien pulang. Resume medis harus sehingga beban kerja dokter juga diserahkan kepada pasien sebelum keluar meningkat, tidak adanya sanksi yang dari rumah sakit karena resume medis mengatur tentang ketidakpatuhan pengisian merupakan salah satu berkas yang dibawa resume medis, serta banyaknya DPJP oleh pasien ketika kontrol ke dokter setelah dengan status kepegawaian sebagai dokter rawat inap. Resume medis dapat dijadikan mitra sehingga memiliki kesibukan yang sebagai acuan dokter untuk menilai tinggi. perkembangan pasien setelah keluar dari rumah sakit. Penelitian Rivanto dan Saputri (2013) menemukan penyebab tingginya Berdasarkan Permenkes 269 Tahun ketidaklengkapan pengisian resume medis 2008 tentang Rekam Medis, sebuah resume di RSI Jemursari Surabaya antara lain tidak medis sekurang-kurangnya memuat terdapatnya SOP tertulis mengenai identitas pasien, diagnosis masuk, indikasi pengisian resume medis, kesibukan dokter pasien dirawat, ringkasan hasil pemeriksaan yang tinggi, kurangnya kerja sama antara fisik dan penunjang, diagnosis akhir, dokter dengan perawat, tidak ada sanksi pengobatan, tindak lanjut, serta nama dan bagi dokter yang tidak mengisi resume tanda tangan dokter atau dokter gigi yang medis, dan tidak adanya rapat untuk memberikan pelayanan kesehatan (DPJP).
8 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:1-12 mengevaluasi angka ketidaklengkapan pedoman keselamatan pasien di rumah sakit pengisian resume medis. Stella Maris Makassar. Hubungan Jenis Kelamin dengan Pada umumnya perempuan dinilai Kepatuhan DPJP Mengisi Resume Medis lebih patuh dalam melakukan sebuah pekerjaan dan dianggap lebih teliti daripada Green & Kreuter (2005) laki-laki, namun berbeda dengan hasil menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang penelitian ini yang menunjukkan bahwa dapat mempengaruhi perilaku seseorang, kepatuhan mengisi resume medis antara lain faktor predisposisi, faktor didominasi oleh laki-laki. Hal ini dapat pemungkin, dan faktor penguat. Faktor terjadi karena seluruh DPJP yang berjenis predisposisi adalah faktor yang menjadi kelamin perempuan berumur lebih dari 30 dasar atau motivasi sebuah perilaku. Faktor tahun. Hal ini dapat diartikan bahwa DPJP predisposisi terdiri dari umur, jenis tersebut memiliki peran ganda sebagai kelamin, tingkat pendidikan, tingkat dokter, istri, maupun ibu bagi anak- pengetahuan, status sosial ekonomi, anaknya. Selain itu, dari 13 DPJP yang keyakinan, dan persepsi yang berhubungan berjenis kelamin perempuan, 8 diantaranya dengan motivasi individu melakukan merupakan dokter mitra yang mempunyai sebuah tindakan perilaku. kesibukan tinggi dikarenakan harus berpindah-pindah rumah sakit untuk Laki-laki dan perempuan memiliki melaksanakan tugasnya. Kesibukan yang perbedaan fisik dan psikis. Perbedaan fisik tinggi dapat menjadi penyebab rendahnya dan psikis diperkirakan dapat berpengaruh kepatuhan DPJP dalam mengisi resume terhadap pengambilan keputusan dan sikap. medis pasien BPJS. Hasil penelitian menunjukkan Hubungan Umur dengan Kepatuhan bahwa DPJP dengan jenis kelamin DPJP Mengisi Resume Medis perempuan cenderung kurang patuh dalam pengisian resume medis di RSI Jemursari Umur merupakan lama hidup Surabaya dibandingkan dengan DPJP seseorang sejak dilahirkan hingga saat ini. berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai Umur berpengaruh pada pengambilan dengan penelitian Rahmawati (2013) yang keputusan berdasarkan pengalaman yang menemukan bahwa kepatuhan dokter dalam telah dimiliki selama hidupnya (Santrock, menulis resep obat generik di RSD Kalisat 2003). Semakin dewasa atau semakin Jember lebih tinggi pada dokter laki-laki banyak umur seseorang maka akan semakin yaitu sebesar 62,50%, namun tidak terdapat matang dalam berfikir maupun bertindak. hubungan yang signifikan antara jenis Kematangan umur seseorang juga dapat kelamin dengan kepatuhan dokter. berpengaruh pada penerimaan sebuah instruksi, perintah, dan tanggung jawab Penelitian Tahir dkk. (2016) yang diterima. menunjukkan tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan perawat Hasil penelitian menunjukkan melaksanakan hand hygiene di rumah sakit bahwa DPJP yang kurang patuh dalam Universitas Hasanuddin. Hal ini sejalan mengisi resume medis di RSI Jemursari dengan penelitian Sumaningrum (2015) Surabaya didominasi oleh DPJP yang yang menyatakan tidak ada hubungan tergolong dalam rentang umur tua (lebih antara jenis kelamin dengan kepatuhan dari 40 tahun) sebesar 45,50%. Hal ini perawat mencuci tangan dengan handrub bertolak belakang dengan penelitian saat memasang infus di RSI Jemursari Handayani dkk. (2014) yang menemukan Surabaya Jawa Timur. Penelitian bahwa perawat yang patuh dalam Handayani dkk. (2013) juga menyatakan menerapkan pedoman patient safety tidak ada hubungan antara jenis kelamin merupakan perawat dengan rentang usia 40- dengan kepatuhan perawat melaksanakan 65 tahun. Penelitian Damanik dkk. (2012)
Azizah Anisafitri, Hubungan Karakteristik Dokter Penanggung… 9 yang menunjukkan bahwa perawat pada Hubungan Lama Kerja dengan usia dewasa awal (18-40 tahun) lebih Kepatuhan DPJP Mengisi Resume Medis banyak tidak patuh melakukan hand hygiene dibanding dengan perawat dengan Lama kerja adalah waktu mulai rentang usia dewasa madya (lebih dari 40- bekerja di sebuah organisasi sampai dengan 60 tahun). Penelitian Rahmawati (2013) saat ini. Lama kerja seseorang berhubungan juga menemukan bahwa dokter yang patuh dengan pengalaman kerja yang telah dalam menulis resep obat generik adalah dimiliki. Pengalaman kerja seorang dokter dokter dengan rentang usia diatas 40 tahun, akan berpengaruh terhadap kinerja yang namun berdasarkan uji statistik tidak dimiliki, hal tersebut dikarenakan semakin ditemukan adanya hubungan anatara usia lama seorang dokter bekerja di rumah sakit dengan kepatuhan dokter menulis resep maka keahlian dan kemampuan beradaptasi generik di RSD Kalisat Jember. akan semakin baik. Masa kerja dapat diartikan sebagai pengalaman kerja yang Penelitian Tahir dkk. (2016) dapat menjadi landasan terhadap menemukan adanya hubungan antara usia produktifitas seseorang. Semakin lama dengan kepatuhan perawat dalam masa kerja dan semakin banyak melaksanakan hand hygiene di rumah sakit pengalaman yang dimiliki akan Universitas Hasanuddin. Hal ini tidak berpengaruh pada pengambilan keputusan sejalan dengan penelitian Natasia dkk. seseorang untuk bersikap patuh terhadap (2014) yang tidak menemukan adanya sebuah peraturan. hubungan antara umur dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP asuhan Pertumbuhan seseorang dalam keperawatan di ICU-ICCU RSUD pekerjaan dipengaruhi oleh masa kerja. Gambiran Kediri. Semakin lama masa kerja seseorang, maka semakin banyak pengetahuan, pengalaman, Menurut Green & Kreuter (2005) dan keterampilan yang dimiliki seseorang. usia lanjut umumnya lebih bertanggung Modal utama Sumber Daya Manusia jawab dan lebih teliti dibandingkan dengan (SDM) antara lain genetic inheritance, usia muda dikarenakan dokter usia muda pendidikan, pengalaman, dan sikap tentang kurang berpengalaman. Hal ini tidak sesuai kehidupan dan bisnis (Hudson, 1993). dengan hasil penelitian yang menunjukkan Erfavira (2012) menyatakan bahwa bahwa dokter dengan umur tua cenderung semakin lama seorang dokter bekerja di kurang patuh dalam mengisi resume medis. rumah sakit, maka pemahaman terhadap Hal ini dapat dikarenakan adanya manfaat rekam medis akan semakin baik kemunduran fisiologis saat seseorang sehingga dokter tersebut akan membuat mengalami proses menjadi tua. rekam medis dengan kualitas yang baik dan Berkurangnya kemampuan fisik dapat lengkap. mengakibatkan ketidakmampuan dalam melakukan peranan hidup secara normal. Hasil penelitian menunjukkan Penurunan kemampuan fisik dapat bahwa DPJP yang kurang patuh dalam menurunkan produktivitas kerja. Beberapa mengisi resume medis di RSI Jemursari gejala kemunduran fisiologis antara lain Surabaya merupakan DPJP dengan lama penurunan fungsi panca indera kerja lebih dari lima tahun. Hal ini bertolak (penglihatan, pendengaran, perabaan, belakang dengan penelitian Istirochah pengecapan, dan penciuman), (2016) yang menemukan adanya pengaruh meningkatnya osteoporosis, penurunan masa kerja terhadap kepatuhan dokter fungsi pencernaan, dan penurunan fungsi mengisi rekam medis. Dokter dengan masa organ tubuh lain (ginjal, jantung, pembulih kerja yang lebih lama akan memiliki darah, otak, dan syaraf). pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan dokter baru dalam mengisi berkas rekam medis.
10 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:1-12 Penelitian Sumaningrum (2015) organisasi. Perbedaan tersebut dapat berupa tidak menemukan adanya hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan perawat tugas, tanggung jawab, hak, kewajiban, menuci tangan dengan handrub. Hal ini sejalan dengan penelitian Natasia dkk. gaji, dll. Status kepegawaian seorang dokter (2014) yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara lama kerja dengan spesialis di RSI Jemursari Surabaya dibagi kepatuhan (t=0,986; p=0,311). Penelitian Setiyawati dan Supratman (2008) tidak menjadi dua, yaitu dokter mitra dan dokter menemukan hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan perawat mencegah tetap. infeksi luka operasi di RSUD Dr. Moewardi. penelitian Handayani dkk. Hasil penelitian menunjukkan (2014) juga tidak menemukan adanya hubungan antara masa kerja dengan bahwa DPJP yang kurang patuh dalam kepatuhan perawat melaksanakan patient safety di rumah sakit Stella Maris Makassar. mengisi resume medis di RSI Jemursari Penelitian Kumajas dkk. (2014) Surabaya merupakan DPJP dengan status menemukan adanya hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kinerja kepegawaian sebagai dokter mitra. Hal ini perawat di ruangrawat inap penyakit dalam RSUD Datoe Binangkang. Penelitian sesuai dengan penelitian Sari (2011) yang Wardani (2009) juga menemukan adanya hubungan antara masa kerja dengan menemukan bahwa kelengkapan pengisian kepatuhan bidan praktek swasta dalam pelaporan pencatatan pelayanan KIA di rekam medis lebih tinggi pada dokter Kabupaten Blitar Propinsi Jawa Timur. dengan status full time daripada dokter Pada umumnya lama kerja dikaitkan dengan pengalaman yang dimiliki dengan status part time. seseorang, sehingga dokter yang telah lama bekerja dinilai lebih patuh dalam bekerja. Dokter mitra cenderung kurang Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dokter patuh dalam mengisi resume medis yang bekerja lebih lama, cenderung kurang patuh dalam pengisian resume medis. Hal kemungkinan dapat terjadi karena DPJP ini dapat dikarenakan dari 18 DPJP yang memiliki lama kerja lebih dari lima tahun, dengan status dokter mitra memiliki waktu 17 orang (94,40%) merupakan DPJP yang tergolong usia tua (lebih dari 40 tahun). yang relatif lebih singkat untuk berada di Rendahnya kepatuhan DPJP dalam mengisi resume medis dapat dikarenakan RSI Jemursari Surabaya dibandingkan kemunduran fisik yang terjadi pada proses seseorang menjadi tua. dengan dokter tetap. Dokter dengan status Hubungan Status Kepegawaian dengan dokter mitra harus membagi waktunya dan Kepatuhan DPJP Mengisi Resume Medis berpindah-pindah dari satu rumah sakit ke Status kepegawaian adalah status seseorang dalam suatu organisasi tertentu. rumah sakit lainnya untuk menjalankan Status kepegawaian dapat menjadi pembeda antar karyawan atau pekerja pada sebuah tugasnya. Keterbatasan waktu kemungkinan menjadi penyebab utama rendahnya kepatuhan dokter mitra dalam pengisian resume medis di RSI Jemursari Surabaya. Hal ini sesuai dengan penelitian Rivanto dan Saputri (2013) yang menyatakan bahwa kesibukan dokter yang tinggi merupakan salah satu penyebab tingginya ketidaklengkapan pengisian resume medis. Hubungan Kelompok Spesialisasi dengan Kepatuhan DPJP Mengisi Resume Medis Kelompok spesialisasi pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu kelompok dokter bedah dan kelompok dokter non bedah. Hasil penelitian ini menemukan bahwa mayoritas DPJP yang kurang patuh dalam mengisi resume medis pasien BPJS di RSI Jemursari Surabaya adalah DPJP yang tergolong dalam kelompok dokter non bedah. Kepatuhan kelompok dokter bedah
Azizah Anisafitri, Hubungan Karakteristik Dokter Penanggung… 11 lebih tinggi dibandingkan kelompok dokter bagi dokter mitra dan dokter non-bedah, non bedah kemungkinan dapat dikarenakan serta membuat kebijakan yang mengatur banyaknya pasien yang menjalani operasi tentang pengisian resume medis. elektif. Operasi elektif adalah operasi yang dilakukan secara terjadwal dengan DAFTAR PUSTAKA persiapan yang baik. Operasi elektif bukan operasi yang dilakukan gawat darurat dan Damanik, S.M., F.S. Susilaningsih, A.A. tidak bertujuan sebagai life safing. Operasi elektif dilakukan pada pasien dengan Amrullah. 2012 Kepatuhan Hand kondisi yang baik. Dokter yang menjalankan operasi elektif biasanya telah Hygiene Di Rumah Sakit Immanuel menjadwalkan pasien dari proses masuk rumah sakit sampai dengan keluar rumah Bandung. Students e-Journal. Vol sakit, sehingga dokter sudah memiliki jadwal kapan seorang pasien dapat 1(1):1-14 dipulangkan. Kepulangan pasien yang telah direncanakan dapat mempermudah dokter Erfavira, A. 2012. Perbedaan Kelengkapan dalam membuat resume medis dibandingkan dengan pasien yang Pengisian Rekam Medis Antara kepulangannya tidak terjadwal. Pasien yang kepulangannya tidak terjadwal harus terus Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi menerus dilakukan kunjungan dokter (visited) untuk menilai keadaan pasien Rawat Darurat di Poli Bedah RSUP apakah sudah boleh dipulangkan atau belum. Penelitian Rahmawati (2013) Dr. Kariadi Semarang. Laporan menemukan bahwa terdapat keterikatan antara spesialisasi dokter terhadap Hasil Karya Tulis Ilmiah. kepatuhan menulis resep obat generik di RSD Kalisat Jember. Diponegoro: Fakultas Kedokteran. SIMPULAN Universitas. Mayoritas DPJP pada penelitian ini Geller, E,S. 2001. The Psychology of Safety tergolong patuh dalam pengisian resume medis. Mayoritas DPJP yang kurang patuh Handbook. New York: Lewis dalam mengisi resume medis di RSI Jemursari Surabaya memiliki karakteristik Publishers. antara lain perempuan, berumur lebih dari 40 tahun, memiliki masa kerja lebih dari Green, L.W. & Kreuter, M. W. 2005. lima tahun, tergolong sebagai dokter mitra, dan merupakan kelompok dokter non- Health Program Planning: An bedah. Educational and Ecological Meningkatkan kepatuhan DPJP dalam mengisi resume medis pasien BPJS Approach. Fourth Edition. New dapat dilakukan oleh pihak rumah sakit dengan cara meningkatkan sepervisi York: McGraw-Hill. terhadap pengisian resume medis, memberi tambahan tugas bagi perawat ruangan untuk Handayani, M., R. Anggraeni, M.A. mengingatkan DPJP terkait berkas resume medis yang belum diselesaikan terutama Maidin. 2014. Determinan Kepatuhan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar. Jurnal Manajemen Rumah Sakit:1-11 Hudson, W. 1993. Intellectual Capita: How to Build It, Enhance It, Use It. New York: John Wiley. Ilyas, Y. 2006. Asuransi Kesehatan-Review Utilisasi, Manajemen Klaim dan Fraud. Depok: Usaha Prima. Istirochah. 2016. Analisis Kepatuhan Dokter Dalam Mengisi Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Boyolali. Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kumajas, F, W., H. Warouw, J. Bawotong. 2014. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Datoe Binangkang
12 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:1-12 Kabupaten Bolaang Mongondow. Citrautama Kabupaten Taskimalaya Jurnal Keperawatan Universitas Jawa Barat Tahun 2016. Skripsi. Sam Ratulangi. Vol 2(2):1-8 Jakarta: Fakultas Ilmu Kedokteran. Mutia, H. 2016. Gambaran Klaim Peserta UIN Syarif Hidayatullah. Jaminan Kesehatan Nasional Yang Natasia, N., Loekqijana, A. Kurniawati. Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan 2014. Faktor yang Mempengaruhi di Rumah Sakit Singaparna Medika Kepatuhan Pelaksanaan SOP Asuhan Keperawatan di ICU-ICCU RSUD Sumaningrum, N, D. 2015. Faktor Yang Gambiran Kota Kediri. Jurnal Berhubungan dengan Kepatuhan Kedokteran Brawijaya. Vol 28 (1): Perawat Mencuci Tangan Handrub 21-25. Pada Saat Pemasangan Infus di [http://dx.doi.org/10.21776/ub.jkb.2 Rumah Sakit X Jawat Timur. Tesis. 014.028.01.17] Fakultas Kesehatan Masyarakat. Notoatmodjo, S. 2012. Pendidikan dan Universitas Airlangga. Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Susanto, E., L. U. Styowati, Kasimin, Cipta. K.P.A. Ningrum. 2016. Studi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Deskriptif Kelengkapan Pengisian Tahun 2009 tentang Rekam Medis Resume Medis Rawat Inap di Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129 Rumah Sakit Roemani Tahun 2008 tentang Standar Muhammadiyah Semarang. Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Prosiding Seminar Nasional rekam Rahmawati, I. 2013. Analisis Kepatuhan Medis dan Informasi Kesehatan. 71- Penulisan Resep Menggunakan 77. Obat Generik di RSD Kalisat Tahir, W. U., Maidin, M.A., Arifah, N. Jember. Skripsi. Universitas 2016. Faktor yang Berhubungan Airlangga. dengan Kepatuhan Perawat Rivanto, R dan N. Saputri. 2013. Tinjauan Melaksanakan Hand Hygiene di Ketidaklengkapan Pengisian Rumah Sakit Universitas Resume Medis di RS. X, Mei – Juni Hasanuddin. [ejournal]. 2013. Jurnal Ilmu Kesehatan. 5(2): Hasanuddin University. 25-27. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Santrock, J. W. 2003.Perkembangan tentang Rumah Sakit Remaja. Jakarta:Erlangga. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Sari, D, P. 2011. Analisis Karakteristik tentang Sistem Jaminan Sosial Individu dan Motivasi Ekstrinsik Nasional (SJSN) Terhadap Kinerja Dokter Dalam Wardani, D. S. 2009. Kepatuhan Bidan Kelengkapan Pengisian Rekam Praktek Swasta Dalam Pelaporan Medis Pasien Rawat Jalan di Rumah Pencatatan Pelayanan KIA di Sakit Hermina Depok. Tesis. Kabupaten Blitar Propinsi Jawa Universitas Indonesia. Timur Tahun 2009. Tesis. Universitas Diponegoro
HUBUNGAN KONSUMSI SUPLEMEN DENGAN KEBUGARAN JASMANI PADA LAKI-LAKI DEWASA MEMBER TIVOLI FITNESS CENTER DI SIDOARJO THE RELATIONSHIP BETWEEN CONSUMPTION OF SUPPLEMENTS AND PHYSICAL FITNESS IN THE ADULT MALE MEMBERS OF TIVOLI FITNESS CENTER IN SIDOARJO Fajar Afrindo1, Merryana Adriani1 1Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Fajar Afrindo E-mail: [email protected] ABSTRACT Physical fitness is the basic capital of a person to perform physical activities efficiently in a long time without fatigue with adequate rest. Good physical fitness can be very influential on the work activities of respondents, and it is also very important for human life. This study aims to analyze the relationship between consuming supplements and nutritional status on the members of Tivoli fitness center in Sidoarjo. The type of the study used in this study was a quantitative approach with Cross Sectional study. This study employed quantitative approach with cross sectional study where each of the respondents was observed or interviewed for once, and dependent and independent variables were observed or interviewed at the same time or following on observation time status. Further, this study applied simple random sampling with sample list of male member respondents in Tivoli fitness center. Variables in this study were independent variables consisting of respondent characteristic, level of knowledge and consumption pattern, and a dependent variable that was physical fitness. Data analysis was done by using statistic test. The results of this study showed that respondents who consumed more supplements had higher fitness level in which they felt fitter compared to the respondents who did not consume supplements. The result of chi square statistic test from fisher's exact test obtained p value of 0.716. The p value is > 0.05. It can be concluded from the study that consumption of supplements showed no statistically significant relationship with the physical fitness of the members of Tivoli fitness center in Sidoarjo. Keywords:physical fitness, consumption pattern, knowledge ABSTRAK Kebugaran jasmani merupakan modal dasar seseorang untuk melakukan aktifitas fisik sehari-sehari secara efisien dalam waktu yang lama tanpa kelelahan dengan istirahat yamg cukup. Kebugaran jasmani yang baik akan bisa sangat berpengaruh terhadap aktivitas kerja responden dan juga kebugaran jasmani sangat penting untuk kehidupan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara mengkonsumsi suplemen dengan status gizi pada member Tivoli fitness center di daerah sidoarjo. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif dengan studi Cross Sectional, dimana setiap responden akan diobservasi atau di wawancara hanya sekali saja, variabel dependen dan juga variabel independen di observasi atau di wawancara pada saat yang bersamaan atau mengikuti pada status waktu observasi. Sampel pada penelitian ini menggunakan simple random sampling dengan sampel daftar responden member laki-laki dewasa pada Tivoli fitness center yang merupakan dari penelitian. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu karakteristik responden, tingkat pengetahuan dan pola konsumsi sedangkan variabel dependen yaitu kebugaran jasmani. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan konsumsi suplemen lebih banyak memiliki tingkat kebugaran yang lebih bugar dibandingkan dengan responden yang tidak mengkonsumsi suplemen. Hasil uji statistik chi square melihat dari fisher’s exact test memperoleh nilai p sebesar 0,716. Nilai p value > 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu konsumsi suplemen menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna secara statistik dengan kebugaran jasmani pada member Tivoli fitness center di Sidoarjo. Kata kunci: kebugaran jasmani, pola konsumsi, tingkat pengetahuan ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.13-23 Received 24 October 2018, received in revised form 20 February 2019, Accepted 21 February 2019, Published online: July 2019
14 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:13-23 PENDAHULUAN mempunyai tubuh yang sehat dan bugar harus menerapkan pola hidup yang sehat. Menurut BPOM, 1996 suplemen makanan merupakan produk untuk Penggunaan suplemen sebaiknya melengkapi kebutuhan makanan zat gizi, sangat perlu untuk memperhatikan aturan mineral, asam amino, mengandung vitamin penggunaannya supaya tubuh tetap bugar atau juga bahan lain yang mempunyai nilai dan sehat. Jika memakai suplemen secara gizi, meningkatkan angka kecukupan gizi berlebih akan mengakibatkan gangguan (AKG) dan juga efek fisiologis dengan pada kondisi kesehatannya, karena adanya jumlah yang terkonsentrasi. Pada konsumsi suplemen tidak dibutuhkan jika suplemen makanan ada beberapa jenis, hanya menginginkan tubuh bugar dan antara lain suplemen yang terdapat sehat. Tubuh menjadi sehat dan bugar dapat mengandung minyak alami, suplemen yang diperoleh dengan menerapkan pola hidup mengandung enzim dan juga suplemen yang sehat secara terus menerus dan tidak yang mengandung vitamin dan mineral. berhenti (Parlin, 2008). Kebutuhan zat gizi Menurut (McDowall, 2007) bahwa pada sperti lemak, protein, cairan, serat, beberapa sumber menyatakan untuk karbohidrat dan asupan zat gizi mikro suplemen vitamin dan mineral adalah sangat penting untuk adaptasi latihan, suplemen yang sangat banyak dikonsumsi meningkatkan stamina pada tubuh dan masyarkat. Hal ini juga disebabkan bahwa menjaga kesehatan pada tubuh (Haryono, suplemen vitamin dan mineral adalah 2011). bahan organik yang esensial bagi tubuh akan tetapi tidak dibentuk oleh tubuh, Menurut Goston dan Correia (2010) sehingga wajib disediakan dari makanan mengkonsumsi suplemen berlebih dapat salah satunya vitamin E, oleh karena itu membahayakn kesehatan meskipun belum banyak masyarakat yang memanfaatkan terlihat dampaknya. Namun untuk dengan memproduksi berbagai macam mengkonsumsi suplemen dengan jumlah suplemen vitamin E. yang banyak, seperti pada anggota fitness yang ingin meningkatkan otot akan dapat Manfaat dari suplemen adalah mengakibatkan kerusakan ginjal, penyakit untuk menghindari dari kekurangan gizi paru, merusak kerja insulin dan akan akibat pola makan yang tidak teratur dan meningkatkan tekanan darah. juga tidak sehat. Selain itu, suplemen sangat berkhasiat pada masyarakat yang Berdasarkan penelitian di Sao memerlukan. Setidaknya seseorang fitness Paulo, Brazil, dengan sampel di 7 tempat mendapatkan sumber zat makanan yang fitness center yang mengkonsumsi harus mencukupi, mendapatkan cukup suplemen. Rata-rata jenis supplemen yang istirahat, tidak mengalami tekanan dan juga banyak dikonsumsi oleh anggota fitness bebas dari pencemaran, maka seseorang adalah suplemen asam amino dan jenis fitness tidak untuk disarankan memakai protein lainny (38,9%). Dalam penelitian suplemen. Untuk memakai suplemen pada ini membuktikan bahwa akan terdapat efek atlet sangat dipercaya dapat meningkatkan terhadap kesehatan jika mengkonsumsi ukuran otot, sehingga kekuatan otot akan suplemen jangka panjang dan batas yang bisa bertambah dan lemak akan berkurang. tidak aman. Penggunaan suplemen tergantung dari tujuan seseorang pada waktu ingin memulai Menurut Depkes RI (2002) secara fitness yang akan dicapai. Suplemen juga umum memerlukan energi sekitar 4.500 tidak akan dibutuhkan jika seseorang hanya kilo kalori per hari atau 1,5 kali kebutuhan ingin tubuhnya menjadi sehat dan bugar. energi orang dewasa dengan postur tubuh Menurut (Parlin, 2008) jika ingin yang sama. Faktor yang berpengaruh terhadap kesehatn dan juga kebugaran individu antara lai, jenis kelamin, genetic aktivitas fisik dan umur (Fatmah, 2011), sedangkan untuk tingkat kebugaran jasmani
Fajar Afrindo dan Merryana Adriani, Hubungan Antara Konsumsi Suplemen... 15 seorang atlet atau olahragawan yang sangat olahragawan bisa dilakukan dengan cara berpengaruh adalah status gizi dan umur meningkatkan energy fitness dan muscle (Depkes RI, 2002). Oleh sebab itu untuk fitness. Kontraksi otot memerlukan energy mengkonsumsi suplemen sebaiknya harus yang banyak maka dari itu energy yang memperbanyak informasi mengenai produk diperlukan untuk aktivitas fisik diperoleh yang akan dikonsumsi. dari bahan makanan yang akan di konsumsi sehari-hari. Menurut (Ilyas, 2005) makanan Pola konsumsi pangan sangat di atau zat gizi adalah salah satu yang dapat tentukan oleh faktor ekonomi rumah tangga menentukan pertumbuhan manusia dan seperti harga pangan, kebiasaan makan, kualitas kinerja fisik yang baik. selera dan tingkat pendapatan. Pada pola konsumsi pangan juga sangat dipengaruhi Secara umum kebutuhan protein dengan karakteristik rumah tangga yaitu pada manusia adalah 0,8 sampai 1,0 pendidikan, struktur umur jenis kelamin gram/kg BB/hari. Pada penelitian juga dan rumah tangga. Semua pola konsumsi membuktikan bahwa olahraga secara zaman sekarang sudah beralih ke bahan teratur meningkatkan kebutuhan protein. pangan yang lebih bergizi daripada dahulu, Olahraga yang memerlukan kecepatan dan sehingga kesehatan masyarakat secara kekuatan harus mengkonsumsi 1,2 – 1,7 umum dapat diperbaiki dengan baik. gram protein KgBB/hari (kurang lebih 100 Kurangnya konsumsi makanan baik secara – 212% dari yang dianjurkan) dan atlet kuantitas maupun kualitasnya pada semua endurance memperlukan protein 1,2 – 1,4 umur dapat menyebabkan gangguan dalam gram/KgBB/hari (100 – 175% dari pertahanan tubuh dan proses pada produksi anjuran). Perbandingan protein hewani: tenaga. Sedangkan gangguan pada protein nabati sebaiknya 1:1 (Irianto, pertahanan tubuh bisa menurunkan daya 2007). Penanganan makanan bertujuan tahan tubuh dan juga bisa menyebabkan untuk mendapatkan tingkat kebugaran seseorang mudah terkena penyakit jasmani yang baik. Apabila penanganan (Wardlaw, 2004). makanan ini dilakukan dengan sangat baik, maka akan bisa berolahraga dengan Olahraga adalah aktivitas fisik yang performa yang optimal atau berolahraga dilakukan untuk tujuan mendapatkan dengan baik banyak manfaatnya. kebugaran, prestasi, kesehatan dan pendidikan. Olahraga akan dapat Menurut Irianto (2004) kebugaran meningkatkan kebugaran jasmani dan jasmani merupakan bahwa kebugaran ketahanan fisik. Prestasi yang baik untuk jasmani merupakan modal dasar seseorang bangsa Indonesia dapat dicapai dengan untuk melakukan aktifitas fisik sehari- keberadaan dengan berbagai cabang sehari secara efisien dalam waktu yang olahraga. Prestasi atlet juga dipengaruhi lama tanpa kelelahan dengan istirahat yamg oleh kualitas latihannya, sedangkan latihan cukup. Kebugaran jasmani yang baik akan yang berkualitas juga ditentukan atau bisa sangat berpengaruh terhadap aktivitas didukung oleh kebugaran jasmani yang kerja responden dan juga kebugaran baik dan dalam pencapaian kebugaran jasmani sangat penting untuk kehidupan jasmani adalah penanganan gizi yang baik manusia. Menurut Junen (2005: 19) (Irianto, 2007). merupakan seseorang yang memiliki kebugaran jasmani akan memiliki kapasitas Di Indonesia sendiri masih sedikit akan menjadi lebih baik. yang berfikir untuk mengutamakan kebugaran jasmani pada waktu olahraga Latihan yang baik akan dapat salah satunya adalah memerlukan status diperoleh jika di dukung dengan kebugaran gizi dan asupan gizi yang baik dan jasmani dan penentu pencapaian kebugaran seimbang supaya tingkat kebugaran jasmani adalah penanganan gizi yang baik jasmaninya terjaga dan juga menjadi lebih (Irianto, 2007). Olahraga adalah suatu baik (Depkes RI, 2005). Kualitas fisik bagi bentuk upaya kesehatan pada masyarakat
16 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:13-23 dan olahraga juga berfungsi untuk adanya tingkat pengetahuan, pekerjaan, tingkat pendidikan dan juga menyehatkan badan, dengan banyaknya mengidentifikasi yang mengkonsumsi suplemen di tempat tempat member Tivoli berolahraga tubuh akan bisa mendapatkan fitness center dengan responden laki-laki dewasa di sidoarjo. ketahanan fisik dan kesegaran jasmani. METODE PENELITIAN Olahraga dilakukan dengan bermacam- Jenis penelitian yang digunakan macam tujuan yaitu ada yang untuk mengisi pada penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif dengan studi Cross Sectional luang, pencapaian prestasi, kesehatan dan yaitu penelitiannya dilakukan dengan bersamaan antara variabel dependen dan kebugaran. variabel independent. Dalam artian penelitian ini pada tiap responden akan Orang dewasa yang sibuk untuk diobservasi atau di wawancara hanya sekali saja, variabel dependen dan juga variabel bekerja akan sedikit menyisihkan waktunya independen di observasi atau di wawancara pada saat yang bersamaan atau mengikuti untuk berolahraga maka dari itu masyarakat pada status waktu observasi. atau orang dewasa ingin berolahraga di Penelitian ini dilakukan di Tivoli fitness center Sidoarjo. Alasan dari memilih tempat fitness. Fitness adalah aktivitas tempat Tivoli di sidoarjo yaitu telah diteliti bahwa masih banyak yang mengkonsumsi olahraga yang membuat orang akan suplemen setiap pada waktu latihan dan responden yang akan diteliti sudah sesuai menjadi bugar dan juga bisa untuk yaitu banyaknya member responden laki- laki di tempat Tivoli fitness center di daerah memenuhi nutrisi. Pada saat ini juga fitness sidoarjo. Populasi pada penelitian ini adalah 47 responden member fitness center menjadi salah satu gaya hidup di dunia dan pada laki-laki dewasa yang berumur 21 tahun sampai 55 tahun yang dipilih oleh khususnya juga masyarakat di Indonesia. peneliti lalu menandatangani informed consent yang telah disediakan dan bersedia Menurut (Kemenkes, 2012) untuk dilibatkan dalam penelitian dengan bersedianya di observasi dan di wawancara penyebab kematian tertinggi di dunia sampai selesai. adalah penyakit tidak menular. Hasil Sampel pada penelitian ini menggunakan simple random sampling Riskesdas (2013) menunjukan tingginya dengan sampel daftar responden member laki-laki dewasa pada Tivoli fitness center prevalensi penyakit tidak menular (PTM) di yang merupakan dari penelitian. Untuk teknik simple random sampling adalah Indonesia seperti hipertensi (25,8%) dan pengambilan sampel responden dari populasi yang diambil secara acak tanpa stroke (12,1%). Pencegahan penyakit tidak memperhatikan strata yang ada di populasi tersebut. Cara simple random sampling menulat (PTM) adalah aktivitas olahraga yang digunakan yaitu dengan menghampiri pada saat responden istirahat atau setelah dan fisik. Menurut (Wardani, 2008) selesai olahraga karena biar tidak aktivitas olahraga dan fisik yang benar dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit tidak menular (PTM) dan meningkatkan kebugaran jasmani. Setiap orang atau masyarakat pasti ingin sehat karena ingin memiliki manfaat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, maka dari itu keadaan sehatlah yang dapat melakukan kesehatan yang baik. Seseorang akan bertambah cepat usianya pada umur 30 tahun dikarenakan tingkat kebugaran jasmaninya menurun, akan tetapi hal itu bisa diperlambat dengan menjaga untuk tidak mengkonsumsi minum alcohol, menjauhi rokok dan menjaga bobot. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara mengkonsumsi suplemen dengan kebugaran jasmani pada member fitness center di daerah sidoarjo. Dari penelitian ini juga meneliti bagian dari umur karena bertambahnya umur akan cepat untuk menyebabkan sakit, lalu mengidentifikasi
Fajar Afrindo dan Merryana Adriani, Hubungan Antara Konsumsi Suplemen... 17 mengganggu responden pada saat olahraga. hasil 47 responden member fitness Tivoli Total responden dalam penelitian ini yaitu pada laki-laki dewasa. Pada usia responden 47 responden. yang paling muda mengikuti member Tivoli fitness center di sidoarjo yaitu 21 Variabel dalam penelitian ini terdiri tahun dengan persentase (2,1%) lalu pada dari variabel independen yaitu karakteristik usia responden yang paling tua adalah 54 responden, tingkat pengetahuan dan pola tahun dengan persentase (2,1%) dan juga konsumsi sedangkan pada variabel paling sedikit yang mengikuti member dependen yaitu kebugaran jasmani. Tivoli fitness center di daerah sidoarjo. Pendapatan data karakteristik responden Hasil penelitian ini menunjukan bahwa laki-laki dewasa didapat dari hasil sebagian besar member yang mengikuti kuesioner yang di isi responden dan fitness rata-rata berkisar umur 21 tahun wawancara recall 1x24 jam pada responden sampai 35 tahun. laki-laki dewasa. Pada karakteristik responden dikategorikan ada 3 yaitu umur, Tabel 1. Distribusi umur responden di pekerjaan dan pendidikan. Wilayah Tivoli fitness center Sidoarjo Untuk pengumpulan data pada umur dikategorikan menjadi 21 tahun – 35 Distribusi umur n % tahun, 36 tahun – 45 tahun dan 46 tahun – 55 tahun. Untuk pengumpulan data pada responden 26 55,5 pekerjaan dikategorikan menjadi PNS, 21 tahun – 35 tahun 14 29,8 pegawai swasta, wiraswasta dan tidak 36 tahun – 45 tahun 7 14,7 bekerja. Untuk pengumpulan data pada 46 tahun – 55 tahun 47 100 pendidikan dikategorikan menjadi tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat dan Total tamat perguruan tinggi. Lalu untuk pengumpulan data pada tingkat Tabel 2. Distribusi pendidikan responden pengetahuan laki-laki dewasa didapatkan di Wilayah Tivoli fitness center dengan cara mengisi kuesioner dengan Sidoarjo dikategorikan menjadi tingkat pengetahuan baik (lebih dari 75%) dan tingkat Tingkat pendidikan n % pengetahuan kurang baik (kurang dari responden 2 4,3 75%). Untuk pengumpulan data pada pola 7 14,9 konsumsi laki-laki dewasa dikategorikan Tamat SMP / 36 76,6 mengkonsumsi suplemen dan tidak Sederajat mengkonsumsi suplemen. Tamat SMA / 2 4,3 Sederajat 47 100 Pada analisis data dilakukan untuk Tamat Perguruan bisa melihat hubungan antara konsumsi Tinggi suplemen dengan kebugaran jasmani pada Lain-lain laki-laki dewasa yang mengikuti member Tivoli fitness center di Sidoarjo dan juga Total pengolahan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows Pada Tabel 2 berdasarkan distribusi dan menggunakan uji chi square. pendidikan yang mengikuti member Tivoli Hubungan antar variabel pada penelitian fitness di sidoarjo didapatkan hasil 47 akan diketahui dengan membandingkan p responden laki-laki dewasa. Pada penelitian dengan α = 0,05. ini menyebutkan bahwa yang paling banyak mengikuti member di Tivoli HASIL sidoarjo yaitu dengan tingkat pendidikan yang sudah tamat perguruan tinggi. Dari Pada Tabel 1 berdasarkan distribusi tingkat pendidikan ini masih ada yang umur 21 tahun sampai 55 tahun didapatkan menggunakan suplemen yang seharusnya
18 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:13-23 tidak di konsumsi berlebih. Meskipun dari tetapi pada tingkat pengetahuan hasil penelitian menunjukan bahwa respondennya kurang baik maka dari itu sebagian besar lebih banyak persentase member Tivoli fitness banyak yang tamat perguruan tinggi tetapi efek dari menggunakan suplemen untuk latihan di suplemen masih kurang pengetahuan. tempat fitness. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 47 responden yang Tabel 3. Distribusi pekerjaan responden di tingkat pengetahuannya kurang baik yaitu Wilayah Tivoli fitness center dengan responden 26 dan persentase Sidoarjo (55,3%). Jenis Pekerjaan n % Tabel 4. Distribusi pengetahuan responden Responden di Wilayah Tivoli fitness center 3 6,4 Sidoarjo PNS 22 46,8 Pegawai Swasta 10 21,3 Tingkat Pengetahuan n % Wiraswasta 12 25,5 Responden Tidak Bekerja 47 100 21 44,7 Total Baik (> 75%) 26 55,3 Kurang Baik (< 75%) 47 100 Pada Tabel 3 berdasarkan distribusi Total yang bekerja sampai tidak bekerja didapatkan hasil 47 responden member Pada Tabel 5 responden pada laki- fitness Tivoli pada laki-laki dewasa. Dari laki dewasa terbukti bahwa dari penelitian data pekerjaan responden diperoleh lebih ini menunjukan bahwa sebagian besar banyak memiliki responden yang banyak responden laki-laki dewasa yang mengikuti bekerja daripada tidak bekerja dengan member fitness di Tivoli Sidoarjo rata-rata persentase (74,5%). Hasil penelitian ini banyak yang menggunakan atau menunjukan bahwa sebagian besar member mengkonsumsi suplemen pada waktu yang mengikuti fitness rata-rata memiliki latihan ataupun di tempat fitness. pekerjaan pegawai swasta dan paling sedikit mengikuti member Tivoli fitness Tabel 5. Distribusi konsumsi responden di center di sidoarjo adalah yang bekerja Wilayah Tivoli fitness center sebagai PNS. Sidoarjo Pada Tabel 4 berdasarkan distribusi Konsumsi n% tingkat pengetahuan mendapatkan hasil 47 Suplemen responden member fitness Tivoli pada laki- Responden 29 61,7 laki dewasa di sidoarjo. Dari hasil Ya 18 38,3 sebelumnya responden banyak yang Tidak 47 100 pendidikannya tamat perguruan tinggi Total Tabel 6. Hubungan Umur Responden dengan Kebugaran Jasmani pada Laki-Laki Dewasa di Tivoli Fitness Center Sidoarjo Tingkat Kebugaran Total Umur Bugar Kurang Bugar n% p value 27 100 1,000 <36 tahun n %n % 20 100 >36 tahun 22 81,5 5 18,5 16 80,0 4 20,0 Berdasarkan Tabel 6 hubungan tahun lebih banyak memiliki tingkat umur dengan kebugaran jasmani diperoleh kebugaran yang lebih bugar sebanyak 22 hasil bahwa responden yang kurang dari 36 responden laki-laki dewasa di tempta fitnes
Fajar Afrindo dan Merryana Adriani, Hubungan Antara Konsumsi Suplemen... 19 dengan persentase 81,5 %, sementara umur lebih bugar sebanyak 30 responden dengan pada responden laki-laki dewasa yang persentase 83,3 %, sementara tingkat kurang bugar sebanyak 5 responden dengan pendidikan responden laki-laki dewasa persentase 18,5 % dan pada responden laki- yang kurang bugar sebanyak 6 responden laki dewasa yang memiliki umur lebih dari dengan persentase 16,7 % dan pada 36 tahun lebih sedikit memiliki tingkat responden laki-laki dewasa yang memiliki kebugaran yang bugar sebanyak 16 tingkat pendidikan pendidikan rendah responden dengan persentase 80,0 %, (kurang dari SMA) lebih sedikit memiliki sementara pada umur responden yang tingkat kebugaran yang bugar sebanyak 8 kurang bugar sebanyak 4 responden dengan responden dengan persentase 72,7 %, persentase 20,0 %. sementara tingkat pendidikan responden laki-laki dewasa yang kurang bugar Akan tetapi dari hasil uji statistic chi sebanyak 3 responden dengan persentase squaremelihat dari fisher’s exact test 27,3 %. memperoleh nilai p sebesar 1,000. Nilai p value lebih dari 0,05 menunjukan bahwa Responden laki-laki dewasa dengan hasilpenelitian menyatakan bahwa terdapat pendidikan tinggi melakukan tingkay tidak adanya hubungan antara umur kebugaran yang baik daripada responden responden laki-laki dewasa dalam laki-laki dewasa yang pendidikan rendah. pencapaian tingkat kebugaran. Berdasarkan Akan tetapi dari hasil uji statistic chi square Tabel 7 responden laki-laki dewasa hasil melihat dari fisher’s exact test memperoleh penelitian dari hubungan tingkat nilai p sebesar 0,419. Nilai p value lebih pendidikan dengan kebugaran jasmani dari 0,05 menunjukan bahwa terdapat tidak diperoleh bahwa responden yang adanya hubungan antara tingkat pendidikan pendidikan tinggi (lebih dari SMA) lebih responden laki-laki dewasa dalam banyak memiliki tingkat kebugaran yang pencapaian tingkat kebugaran. Tabel 7. Hubungan Pendidikan Responden dengan Kebugaran Jasmani pada Laki-Laki Dewasa di Tivoli Fitness Center Sidoarjo Tingkat Kebugaran Total n% Tingkat Pendidikan Bugar Kurang Bugar 36 100 p value 0,419 Pendidikan tinggi n% N% 11 100 (> SMA) Pendidikan rendah 30 83,3 6 16,7 (< SMA) 8 72,7 3 27,3 Tabel 8. Hubungan Pekerjaan Responden dengan Kebugaran Jasmani pada Laki-Laki Dewasa di Tivoli Fitness Center Sidoarjo Tingkat Kebugaran Total p value Pekerjaan Bugar Kurang Bugar n% n % n% Bekerja 27 77,1 8 22,9 35 100 0,412 Tidak Bekerja 11 91,7 1 8,3 12 100
20 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:13-23 Berdasrkan Tabel 8 hubungan dengan persentase 91,7 %, sementara pekerjaan responden laki-laki dewasa pekerjaan responden laki-laki dewasa yang dengan kebugaran jasmani diperoleh hasil kurang bugar sebanyak 1 responden dengan bahwa responden laki-laki dewasa yang persentase 8,3 %. bekerja lebih banyak memiliki tingkat kebugaran yang lebih bugar sebanyak 27 Akan tetapi dari hasil uji statistic chi responden dengan persentase 77,1 %, square melihat dari fisher’s exact sementara pekerjaan responden yang testmemperoleh nilai p sebesar 0,412. Nilai kurang bugar sebanyak 8 responden dengan p value lebih dari 0,05 menunjukan bahwa persentase 22,9 % dan pada responden yang tidak adanya hubungan antara pekerjaan tidak bekerja lebih sedikit memiliki tingkat responden laki-laki dewasa dengan tingkat kebugaran bugar sebanyak 11 responden kebugaran. Tabel 9. Hubungan tingkat pengetahuan responden dengan kebugaran jasmani pada laki-laki dewasa di Tivoli fitness center Sidoarjo Tingkat Tingkat Kebugaran Total p value Pengetahuan N% Bugar Kurang Bugar n % n% Baik 18 85,7 3 14,3 21 100 0,711 Tidak Baik 20 76,9 6 23,1 26 100 Berdasarkan Tabel 9 hubungan yang kurang bugar sebanyak 3 responden tingkat pengetahuan dengan kebugaran dengan persentase 14,3 %. Akan tetapi dari jasmani diperoleh hasil bahwa responden hasil uji statistic chi square melihat dari yang memiliki tingkat pengetahuan tidak fisher’s exact testmemperoleh nilai p baik lebih banyak memiliki tingkat sebesar 0,711. Nilai p value lebih dari 0,05 kebugaran yang lebih bugar sebanyak 20 menunjukan bahwa tidak adanya hubungan responden dengan persentase 76,9 %, antara tingkat pengetahuan responden sementara tingkat pengetahuan tidak baik dengan tingkat kebugaran. responden yang kurang bugar sebanyak 6responden dengan persentase 23,1 % dan Berdasrkan Tabel 10 hubungan pada responden yang tingkat konsumsi suplemen dengan kebugaran pengetahuannya baik lebih sedikit memiliki jasmani diperoleh hasil bahwa responden tingkat kebugaran bugar sebanyak 18 yang menggunakan konsumsi suplemen responden dengan persentase 85,7 %, lebih banyak memiliki tingkat kebugaran sementara tingkat pengetahuan responden yang lebih bugar sebanyak 24 responden dengan persentase 82,8 %. Tabel 10. Hubungan konsumsi suplemen responden dengan kebugaran jasmani pada laki-laki dewasa di Tivoli fitness center Sidoarjo Tingkat Kebugaran Konsumsi Bugar Kurang Bugar Total p value Suplemen n %n% n % Ya 24 82,8 5 17,2 29 100 0,716 Tidak 14 77,8 4 22,2 18 100 Konsumsi suplemen responden responden yang tidak menggunakan yang kurang bugar sebanyak 5 responden konsumsi suplemen memiliki tingkat dengan persentase 17,2 % dan pada kebugaran yang bugar sebanyak 14
Fajar Afrindo dan Merryana Adriani, Hubungan Antara Konsumsi Suplemen... 21 responden dengan persentase 77,8 %, Hubungan antara tingkat pendidikan sementara konsumsi suplemen responden dengan kebugaran jasmani yang kurang bugar sebanyak 4 responden dengan persentase 22,2 %. Akan tetapi dari Pada penelitian ini menyatakan hasil uji statistic chi squaremelihat dari terdapat tidak adanya hubungan antara fisher’s exact test memperoleh nilai p tingkat pendidikan responden laki-laki sebesar 0,716. Nilai p value lebih dari 0,05 dewasa dalam pencapaian tingkat menunjukan bahwa tidak adanya hubungan kebugaran jasmani. Pada laki-laki dewasa antara tingkat pengetahuan responden ini terdapat hubungan antara tingkat dengan tingkat kebugaran. pendidikan dengan kebugaran jasmani, meskipun terdapat hubungan yang PEMBAHASAN signifikan masih ada yang ditemukan beberapa keterbatasan responden seperti Hubungan antara umur dengan tidak akanmendapatkan secara maksimal kebugaran jasmani dikarenakan keterbatasan menjawab dan pemahaman tentang kebugaran jasmani Pada hasil penelitian menyatakan yang masih sedikit. Pendidikan gizi harus bahwa terdapat tidak adanya hubungan bisa dimasukan dalam pelatihan fitness dan antara umur responden laki-laki dewasa juga pemahaman tentang gizi yang dalam tingkat kebugaran jasmani. Pada kemudian akan mendapatkan pendidikan responden laki-laki dewasa yang berumur yang baik kepada member fitnes. 21 sampai 55 tahun paling rentan umurnya yaitu dibawah 55 tahun. Pada penelitian ini Hubungan antara pekerjaan dengan sesuai dengan penelitian Milanovic (2013) kebugaran jasmani yang menyatakan bahwa orang yang berumur di atas 60 tahun akan mengalami Hasil penelitian ini menyatakan aktifitas fisik dikarenakan masa otot yang bahwa terdapat tidak adanya hubungan semakin menurun. Penurunan PA (physical antara pekerjaan laki-laki dewasa dengan activity) bisa memperlambat pada sistem pencapaian kebugaran jasmani yang sangat aerobic dan musculoskeletal, selain itu baik. Karyawan yang berpartisipasi tingkat kebugaran dan PA dapat mengikuti kegiatan fisik atau kegiatan mengurangi resiko luka-luka sehingga bisa kebugaran akan memiliki tingkat menghasilkan kehilangan pada kekuatan konsentrasi yang akan meningkat dan otot yang signifikan dan juga pada tingkat kepercayaan diri yang lebih baik. peningkatan jaringan lemak. Dalam aktifitas fisik di tempat kerja akan dapat meningkatkan efisiensi perusahaan Pada penelitian ini menunjukan dan kesehatan para pekerja. Kebugaran bahwa laki-laki akan bisa menjadi kurang pada laki-laki dewasa juga akan sangat aktif dengan bertambahnya umur seseorang berpengaruh dalam pekerjaan, produktifitas dan akan bisa berdampak negative pada kerjanya, mendukung karyawan untuk bisa kekuatan otot dan daya tahan. Daya tahan mencapai produktifitas kerjanya dengan jantung dan paru mencapai puncaknya pada maksimal dan efektifitas pada umur 20 sampai 30 tahun dan juga akan bisa perusahaannya. mengalami penurunan 1 % per tahun setelah umur 30 tahun. Hal ini dapat terjadi Hubungan antara tingkat pengetahuan dikarenakan adanya penurunan massa otot dengan kebugaran jasmani jantung, kapasitas oksidasi otot seklet, kapasitas vital paru dan penurunan Hasil penelitian ini menyatakan kekuatan otot (Depkes RI, 2005). bahwa tidak terdapat adanya hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan kebugaran jasmani yang baik. Penelitian ini sesuai dengan penelitan Thibri (2014) menyatakan bahwa pada
22 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:13-23 tingkat pengetahuan responden laki-laki Hasil tersebut membenarkan dari dewasa berpengaruh terhadap kebugaran beberapa penelitian sebelumnya yang jasmani yang kurang bugar, hal ini menyatakan bahwa responden yang dikarenakan aktifitas yang padat dari mengkonsumsi suplemen tidak akan bias responden yang akan menyebabkan waktu meningkatkan kebugaran jasmani (Burke & untuk berolahraga akan berkurang dan Deakin, 2006). Pada penelitian ini juga kurangnya beraktifitas atau berolahraga diperkuat lagi dengan pernyataan atau akan bisa menyebabkan tubuh menjadi penelitian dari Mann dan Truswell, yaitu tidak bugar dan akan menyebabkan sakit mengkonsumsi suplemen dengan secara pada responden. rutin dan tidak akan bisa menunjukan peningkatan pada kebugaran jasmani jika Hubungan antara konsumsi suplemen mengkonsumsi suplemen, kecuali pada dengan kebugaran jasmani kasus yang mengalami dehidrasi (Mann & Truswell, 2007). Hasil dari penelitian ini bahwa tidak adanya hubngan antara tingkat pengetahuan SIMPULAN responden laki-laki dewasa dalam pencapaian tingkat kebugaran yang baik Kesimpulan dari penelitian ini karena responden pada waktu latihan selalu adalah karakteristik responden, tingkat mengkonsumsi suplemen yang berlebihan pengetahuan dan konsumsi suplemen dan mengkonsumsi maknan tidak teratur menunjukan tidak adanya hubungan yang maka dari itu harus bias di kurangi bermakna dengan kebugaran jasmani pada mengkonsumsi suplemen. Tidak ada member Tivoli fitness center di Sidoarjo. perbedaan pada kebugaran jasmani yang signifikan antara responden laki-laki Penelitian ini menujukan sebagian dewasa yang mengkonsumsi suplemen besar responden laki-laki dewasa yang dengan responden laki-laki dewasa pada mempunyai kebugaran jasmani yang baik member fitnes yang tidak mengkonsumsi di wilayah Tivoli fitness center berumur 21 suplemen (Yosefin, 2009). Banyak atet sampai 35 tahun, tingkat pendidikannya maupun member fitness yang masih tinggi (lebih dari SMA), banyak pekerjaan perhatian terhadap asupan, mineral dan yang berstatus pegawai swasta, tingkat juga masih banyak yang menggunakan pengetahuan pada member fitness kurang suplemen untuk kebugaran pada saat dan pada member Tivoli fitness center di latihan fitness (Frohnauer et al, 2008). sidoarjo banyak yang mengkonsumsi suplemen. Beberapa penelitian lain menujukan bahwa adanya hubungan antara konsumsi Meminimalisir jumlah responden suplemen dengan kebugaran jasmani. Jika yang menggunakan suplemen maka pihak mengkonsumsi suplemen pada waktu trainer Tivoli memberikan pengetahuan latihan rutin di tempat fitness dan terkait kebugaran jasmani yang meliputi berolahraga dapat meningkatkan kebugaran pengertian suplemen, manfaat suplemen, jasmani dan ada juga pernyataan serupa efek samping dan memberikan suplemen dari penelitian Lyle (1998) & Greger, bagaimani dampak positif dan negative jika (2001). Pada atlet Canadian Olympic banyak mengkonsumsi suplemen. Lalu menunjukan bahwa 69% dari Atlanta dan harus adanya kerjasama dengan petugas 74% dari Sydney sudah banyak yang kesehatan dari pihak Tivoli di sidoarjo mengkonsumsi suplemen pada waktu untuk bisa memiliki kebugaran jasmani latihan tidak rutin atau latihan dengan rutin tanpa mengkonsumsi suplemen. Kerjasama untuk bisa meningkatkan kebugaran ini akan bisa bermanfaat untuk member jasmani dengan mengkonsumsi suplemen fitness dengan cara memberitaukan yang banyak. kesehatan yang benar.
Fajar Afrindo dan Merryana Adriani, Hubungan Antara Konsumsi Suplemen... 23 Menambahkan personal trainer Irianto. 2004. Pedoman Praktis Berolahraga dengan tujuan untuk meningkatkan untuk Kebugaran dan Kesehatan. kebugaran jasmani dengan memberikan Yogyakarta. Andi Offset Junen. (2005). “Hubungan Antara Status Gizi pengetahuan tentang pola makan yang dengan Tingkat Kebugaran Jasmani benar, pemberian suplemen yang baik atau Siswa Sekolah Dasar Inti Di Kabupaten memberikan pengarahan tidak Bengkulu Selatan”. Skripsi. menggunakan suplemen akan tetap bisa Yogyakarta: FIK UNY. mendapatkan kebugaran jasmani yang baik Kemenkes RI, 2012 Buku Panduan Hari dan manfaat berolahraga yang baik dan Kesehatan Nasional. Jakarta : benar yang dapat meningkatkan kebugaran Kemenkes RI jasmani pada member Tivoli fitness center Lyle. 1998. Supplement User Differ From di Sidoarjo. Nonuser in Demographics, Lifestyle, Dietary and Health Characteristics. DAFTAR PUSTAKA JNutr. Des;128(12);2355-62. [https:// DOI: 10.1093/jn/128.12.2355] Burke, Louis and Vicky. 2006. Clinical Sport Mann and Truswell. 2007. Essentials of Human Nutrition. 3rd edition. Australia : Nutrition. 3rdedition. New York : McGraw Hill Oxford University Press Departemen Kesehatan R.I., 2002. Panduan McDowall and Anne. 2007. Supplement Use by kesehatan olahraga bagi petugas Young Athletes. Journal of Sport kesehatan. Jakarta. Science and Medicine, 6 : 337-342 Departemen Kesehatan RI. 2005. Petunjuk Milanovic, Pantelic, Trajkovic, Sporis and Teknis Pengukuran Kebugaran Jorgic. Reliability of the Serbian Jasmani. Jakarta: Depkes RI. version of the Internasional Physical Fatmah, 2011. Gizi Kebugaran dan Activity Questionnaire (IPAQ) for Olahragawan. Gizi Medik Indonesia. elderly people. Eur J Aging. In press Frohnauer, 2008. No Effect of Pre Race 2013 Supplementation with Vitamins and Parlin. 2008. Protein dan Prestasi Olahragawan. Minerals On Performance in an Ultra- Jakarta. endurance Race. Pakistan Journal of Parlin, 2009, Konsep Perilaku Kesehatan. Nutrition, Vol.7 No.2 : pp 283-286. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). [https:// doi=pjn.2008.283.286] Badan Penelitian dan Pengembangan Goston dan Correia, MITD. 2009. Applied Kesehatan Kementrian RI tahun 2013. Nutritional Investigation Intake of Thibri and Muhibbut. 2014. Hubungan Nutritional Supplements Among Pengetahuan Dan Sikap Dengan People Execising in Gyms and Kebugaran Jasmani Pada Mahasiswa. Influencing Factors. Journal Nutrition Skripsi Fakultas Kedokteran. 26, 604-611 Universitas Riau. Greger. 2001. Dietary Supplement Use: Wardlaw (2004). Perspectives in Nutrition. Consumer Characteristics and (6thed). McGram Hill Companies, New Interests. Journal of Nutrition, 131: pp York, U.S.A. 1339S-1343S. [https:// doi: Yosefin. 2009. Hubungan antara konsumsi 10.1093/jn/131.4.1339S.] suplemen vitamin dan mineral, serta Haryono. 2007. Gaya Hidup Status Gizi dan minuman energy dengan kebugaran Stamina atlet pada Sebuah Klub jasmani pada atlet cabang olahraga Sepakbola. Yogyakarta. akuatik di Stadion Renang Gelora Ilyas. 2005. Nutrisi Pada Atlet, Majalah Gizi Bung Karno Senayan. [Skripsi]. Medik Indonesia Vol.3 No.9 Fakultas Kesehatan Masyarakat, September 2005. Jakarta: Bag. Ilmu Universitas Indonesia. Gizi FKUI Irianto. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta : C. V Andi
PERBEDAAN KANDUNGAN E.COLI DAGING AYAM DI PASAR TRADISIONAL KEPUTRAN SELATAN DAN PASAR SWALAYAN ‘X’ KOTA SURABAYA THE DIFFERENCE OF E.COLI CONTENT IN THE CHICKEN MEAT IN THE SOUTH KEPUTRAN TRADITIONAL MARKET AND SUPERMARKET ' X ' OF SURABAYA CITY Athalla Permana1, R. Bambang W1 1Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Athalla Permana E-mail : [email protected] ABSTRACT Hygiene and sanitation practices in chicken influenced Eschericia coli bacterial contamination in food. A Study conducted by Sasmita and Juwita mentioned that there was positively E.coli content in chicken meat in supermarket. Thus, the purpose of this study was to assess the difference of E.Coli content in chicken meat and personal hygiene of food handler. It was an observational study with cross sectional approach. The population of this study included traditional market sellers and supermarkets. The sample of this study consisted of 14 samples of chicken meat in which 7 samples came from the South Keputran traditional market and other 7 samples came from Supermarket ‘X’. Moreover, 7 traditional market sellers and 2 supermarkets were involved to be examined. Variables of the study were E.coli content in chicken meat from Traditional Market of South Keputran and Supermarket ‘X’ and personal hygiene. Samples of chicken meat was done by accidental sampling. Data were collected through interview and observation, whereas the difference of E-Coli content was analyzed using statistical test. The results of this study indicated that one of chicken meat samples positively contained E.Coli bacteria, and no significant differences of the E.coli content were found on the chicken meat samples from both the Traditional Market of South Keputran and Supermarket ‘X’. The suggestion that can be given to Supermarket ‘X’ seller is to control and pay close attention to the sanitation process from suppliers to retails. Keywords: chicken meat, Eschericia coli, personal hygiene, traditional market and supermarket ABSTRAK Penerapan higiene dan sanitasi yang baik dalam pedagang ayam memengaruhi kandungan bakteri Eschericia Coli dalam daging ayam. Penelitian yang dilakukan oleh Sasmita dan Juwita menyebutkan bahwa terdapat kandungan E.coli pada daging ayam di pasar swalayan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perbedaan kandungan E.coli pada daging ayam dan higiene perorangan penjamah makanan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pedagang Pasar Tradisional keputran Selatan dan Pasar Swalayan ‘X’. Sampel penelitian ini berjumlah 14 daging ayam yang dibagi menjadi 7 dari Pasar Tradisional Keputran Selatan dan 7 di Pasar Swalayan ‘X’. Jumlah pedagang yang diteliti untuk pasar tradisional berjumlah 7 orang dan pasar swalayan berjumlah 2 orang. Variabel penelitian ini yaitu kandungan E.coli pada daging ayam di Pasar Tradisional Keputran Selatan dan Pasar Swalayan ‘X’ dan higiene perorangan. Pengambilan sampel daging ayam dilakukan secara accidental sampling. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi, untuk perbedaan kandungan E.coli dianalisis menggunakan uji statistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat satu sampel daging ayam yang positif mengandung bakteri E.coli, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kandungan E.coli daging ayam di Pasar Tradisional Keputran Selatan dan Pasar Swalayan ‘X’. Saran yang dapat diberikan kepada pedagang di pasar Swalayan ‘X’ untuk lebih memerhatikan dan mengontrol proses sanitasi baik dari penyuplai hingga proses siap jual. Kata Kunci: daging ayam, Eschericia coli, higiene perorangan, pasar tradisional dan pasar swalayan PENDAHULUAN makan adalah masuknya kalori atau bahan- bahan lain yang diperlukan oleh tubuh Pangan merupakan salah satu untuk menunjang proses kehidupan. Fungsi kebutuhan pokok manusia untuk tetap dapat lain dari makan yaitu sebagai pertumbuhan, bertahan hidup. Secara umum, definisi pemeliharaan, dan perbaikan sel-sel tubuh ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.24-36 Received 25 October 2018, received in revised form 20 February 2019, Accepted 21 February 2019, Published online: July 2019
Athalla Permana dan R. Bambang W, Perbedaan Kandungan E.Coli Daging... 25 serta dapat meningkatkan kekebalan tubuh selama pengolahan, dan menjaga kualitas produk kesehatan masyarakat di seluruh manusia. Daging ayam merupakan bahan dunia. Bakteri E.coli pada daging merupakan salah satu indikator sanitasi pangan yang kaya gizi dan merupakan pada makanan yang berasal dari hewan/produk hewani. Selama proses sumber protein hewani berkualitas tinggi. seperti pengolahan, pengemasan, transportasi, penyiapan penyimpanan dan Daging ayam mengandung protein, dan penyajian tidak menuntut kemungkinan yang dapat timbul daging ayam terpapar gizi-gizi lain yang penting dibutuhkan oleh mikroba penyebab infeksi. Menurut Kurniasih (2015) menyatakan bahwa tubuh seperti lemak, karbohidrat, vitamin, bakteri E.coli sering digunakan sebagai indikator kontaminasi tinja pada makanan, mineral, dan air (Almatsier, 2009). termasuk pada daging ayam broiler. Hal ini dikarenakan belum adanya perlakuan Escherichia coli atau disebut E.coli khusus Rumah Pemotongan Umum (RPU) tidak ada perlakuan khusus pada proses terdapat secara normal dalam alat-alat penanganan daging yang akan didistribusikan, seperti daging ayam dicuci pencernaan manusia dan hewan. Menurut terlebih dahulu sebelum dipotong-potong. Kurniasih (2015) Bakteri E.coli dapat Beberapa penelitian yang dilakukan seperti di Pekanbaru (Juwita, 2014), dan di berpindah karena adanya kegiatan seperti Denpasar (Sasmita, 2014) menyatakan bahwa terdapat kandungan bakteri E.coli dari tangan ke mulut dan atau dengan pada daging ayam di pasar swalayan. Penelitian yang dilakukan oleh Sasmita pemindahan pasif lewat minuman. Bakteri (2014) menggunakan media EMBA (Eosin Metylene Blue Agar) didapatkan bahwa E.coli dalam usus besar akan bersifat E.coli yang ada pada daging ayam yang dijual di pasar swalayan di kota Pekanbaru patogen apabila jumlahnya berlebih dari melebihi Standar Nasional Indonesia (SNI), sedangkan penelitian yang dilakukan oleh jumlah normalnya. Selain itu, bakteri E.coli Juwita (2014) terhadap daging ayam mentah dan daging ayam giling menyatakan berbahaya apabila hidup di luar usus seperti bahwa bakteri E.coli terdapat pada pasar modern. misal pada saluran kemih manusia yang Departemen Kesehatan menyatakan kemudian akan menyebabkan peradangan bahwa kualitas makanan baik secara bakteriologis, kimiawi dan fisik harus selaput lendir (Ara, 2016). selalu diperhatikan karena keberadaan bakteri patogen E.coli dalam sumber air Pencemaran merupakan keberadaan atau makanan merupakan indikasi pasti terkontaminasi feses manusia. sesuatu organisme atau zat yang berbahaya Gejala yang sering ditimbulkan oleh atau tidak diharapkan dalam makanan atau bakteri E.coli adalah diare. Menurut Ishaqi (2013). Diare dapat menyebabkan minuman yang akan berisiko menimbulkan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit sehingga terjadi gangguan irama pada penyakit atau perasaan tidak nyaman atau jantung maupun pendarahan pada otak. kerusakan makanan (Fitri,2012). Menurut Bhunia (2008) menyebutkan bahwa salah satu sumber utama pencemaran bakteri E.coli pada daging unggas ialah kontaminasi feses manusia atau hewan pada proses pemotongan. Pencemaran E.coli dapat terjadi melalui tangan, telenan pisau, dan alat masak lainnya, maupun lingkungan. Pencemaran silang sering terjadi ketika makanan mentah bersentuhan dengan makanan yang mempunyai risiko tinggi, cairan dari makanan mentah yang kontak dengan makanan yang mempunyai risiko tinggi atau pencemaran tidak langsung, bakteri yang terbawa dari tangan atau peralatan makan dari makanan yang semula mentah ke makanan yang mempunyai risiko tinggi atau kontaminasi tidak langsung (Fitri, 2012) Bakteri E. coli telah digunakan dalam produk unggas untuk menilai keamanan mikrobiologis, kondisi sanitasi
26 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:25-36 Penyakit lain yang ditimbulkan oleh Tradisional Keputran Selatan dan Pasar cemaran E.coli selain diare antara lain Swalayan ‘X’ serta menganalisis infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, kandungan E.coli daging ayam di kedua gangguan sistem pencernaan, gangguan tempat tersebut. sistem pada ginjal, gangguan sistem pada ginjal, serangan jantung/stroke, dan tekanan METODE PENELITIAN darah tinggi. Rancang bangun penelitian ini Daging ayam yang beredar di pasar merupakan penelitian observasional, yaitu baik tradisional maupun modern yang dengan melakukan pengamatan terhadap belum memenuhi kriteria mutu yang baik variabel tanpa memberikan perlakuan. akan mudah menyebabkan penyakit karena Berdasarkan waktu pelaksanaannya, terkontaminasi oleh bakteri baik secara penelitian ini dilakukan dengan desain langsung maupun tidak langsung sehingga cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan mengakibatkan keracunan makanan pada bulan Juli tahun 2017. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pasar Faktor yang membedakan antara Tradisional Keputran Selatan dan Pasar pasar tradisional dan pasar modern adalah Swalayan ‘X’. Variabel penelitian ini yaitu sanitasi pada alur proses daging ayam. kandungan E.coli pada daging ayam di Penjualan daging ayam di pasar tradisional Pasar Tradisional Keputran Selatan dan dijual dengan keadaan terbuka (tanpa Pasar Swalayan ‘X’ dan higiene penutup) serta diletakkan begitu saja di perorangan. meja tanpa adanya pengaturan suhu serta mengesampingkan aspek kebersihan Populasi penelitian ini adalah produk yang dijualnya. Daging ayam yang pedagang ayam di Pasar Tradisional dijual di pasar swalayan dijual dengan Keputran Selatan dan Pasar Swalayan ‘X’. keadaan tertutup dengan menggunakan Penentuan jumlah sampel yang hendak pengemas dan dijajakan dengan diambil peneliti menggunakan interval memerhatikan suhu rak pemajangan yang jumlah bakteri E.coli terendah dan tertinggi biasanya diletakkan di showcase. berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Juwita, et al (2015) yang berjudul “Jumlah Higiene perorangan merupakan Bakteri Coliform dan Deteksi E.coli Pada salah satu faktor yang menentukan sanitasi Daging Ayam di Pekanbaru dengan proses suatu individu yang perlu diperhatikan pengambilan sampel yaitu membeli daging untuk mencegah terjadinya penyebaran ayam mentah dan daging ayam giling di 3 penyakit melalui makanan. Untuk pasar tradisional dan 3 pasar modern. menghasilkan kualitas makanan yang baik salah satunya adalah dengan Teknik pengambilan data primer memperhatikan higiene sanitasi makanan dilakukan dengan cara wawancara dan yang berupa sikap bersih dan konsistensi observasi penjamah makanan/pedagang dalam menjaga sikap bersih perilaku ayam berjumlah 7 orang untuk Pasar penjamah makanan agar makanan tidak Tradisional Keputran Selatan dan 2 tercemar bakteri, seperti E.coli. pedagang untuk Pasar Swalayan. Pengelolaan makanan yang tidak higienis Pengambilan sampel daging ayam dapat menyebabkan gangguan kesehatan dilakukan secara accidental sampling bagi konsumen. Makanan yang berkualitas dengan mengikuti arahan dari petugas pasar buruk dapat diketahui dari 2 hal yaitu yang bersangkutan. Variabel observasi yang mengandung komponen beracun seperti hendak diteliti adalah higiene perorangan logam berat, bahan kimiawi, dan dan sanitasi peralatan yang meliputi terkontaminasi mikroorganisme patogen kesehatan pedagang, penggunaan seperti E.coli. Tujuan dari penelitian ini perlengkapan standar, perilaku mencuci adalah menilai higiene perorangan, sanitasi tangan dan perilaku baik lainnya. Lama peralatan pedagang ayam di Pasar
Athalla Permana dan R. Bambang W, Perbedaan Kandungan E.Coli Daging... 27 observasi pedagang kurang lebih 15 menit mengandung E.coli yang terdapat di salah dan pengambilan data penelitian dilakukan satu Pasar Swalayan ‘X’. selama 1 minggu. Daging ayam yang telah diambil dibungkus dalam plastik dan Selain itu, kesehatan pedagang juga dimasukkan kedalam kotak es atau coolbox menjadi salah satu faktor penting dalam untuk diperiksa kandungan E.coli di pengelolaan daging ayam untuk Laboratorium Gizi oleh laboran menghindari adanya kontaminasi bakteri bersertifikat di Fakultas Kesehatan E.coli pada daging ayam. Gambaran hasil Masyarakat Universitas Airlangga. penelitian mengenai kesehatan pedagang ayam digambarkan pada Tabel 2. HASIL Berdasarkan hasil penelitian Berdasarkan hasil observasi dan menunjukkan bahwa dari total 9 pedagang, wawancara yang telah dilakukan dapat baik di Pasar Tradisional keputran Selatan digambarkan melalui gambaran perbedaan maupun Pasar Swalayan ‘X’ 100% kandungan bakteri E.coli, gambaran memiliki keadaan umum sehat saat bekerja kesehatan pedagang ayam, penggunaan dengan baik. Sedangkan untuk pedagang perlengkapan standar pedagang ayam, yang rutin memeriksa kesehatan dengan perilaku mencuci tangan pedagang, dan check up kesehatan minimal setahun sekali perilaku baik lainnya. Selain itu, data pada pedagang di Pasar Tradisional penelitian disesuaikan dengan standar dan keputran Selatan hanya terdapat 5 pedagang aturan yang berlaku. saja, sementara 2 lainnya tidak rutin memeriksakan kesehatan, untuk pedagang Berdasarkan tabel dibawah di Pasar Swalayan ‘X’ semuanya rutin didapatkan hasil dari analisis menggunakan memeriksakan kesehatan tahunan. chi-square sebesar P=0,10 yang dimana menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan Tabel 2. Distribusi Kesehatan Pedagang yang signifikan pada kandungan E.coli Ayam Pasar Tradisional daging ayam di Pasar Tradisional Keputran Keputran Selatan dan Pasar Selatan dan Pasar Swalayan ‘X’. Swalayan ‘X’ Hasil penelitian ini disajikan dalam Pasar Pasar beberapa tabel berikut ini : Swalaya Tradisional Keputran n ‘X’ Tabel 1. Perbedaan Kandungan E.coli Selatan Daging Ayam Kesehatan Ya Tidak Ya Tidak Pedagang Ayam Kandungan E.coli Keadaa Negatif Positif Total P n umum 7 2 (%) (%) 100% 100% A sehat 0 0 Pasar saat Tradis ional 7 0 7 bekerja 100% 0% Rutin memeri Pasar 6 1 0,10 ksa Swala 85,7% 14,3% 7 yan kesehat 2 28,5 B an 5 % 2 0 (check 71,5% 100% Total 13 1 14 up) Selain itu, berdasarkan hasil uji minimal kandungan E.coli yang telah dilakukan 2 kali sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat setahun satu sampel daging ayam yang positif
28 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:25-36 Tabel 3. Distribusi Penggunaan Pasar Pasar Tradisional Swalayan Perlengkapan Standar Keputran ‘X’ Pedagang Ayam di Pasar Selatan 100 100% % Tradisional Keputran setelah 20 bekerja 100 Selatan dan Pasar % Mencuci Swalayan ‘X’ tangan 7 0 20 setelah 100% 100 Pasar Pasar dari % Swalayan ‘X’ WC/kamar Tradisional mandi Keputran Mencuci tangan Selatan dengan air dan sabun Penggunaa Ya Tida Ya Tidak 4 3 n k 57,1% 42,9 Perlengkap % an Standar Menggunak 72 an pakaian 00 khusus saat 100% 100% Tabel 5. Distribusi Perilaku baik Lainnya bekerja 2 0 Pedagang ayam di Pasar 7 Tradisional Keputran Selatan dan Menggunak 0 100 Pasar Swalayan ‘X’ an sepatu 100% boots % Pasar Menggunak 7 0 2 Tradisional Pasar an 0 Keputran Swalayan ‘X’ masker/pen 100% 100% Selatan Tida utup Perilaku Tida Ya Menggunak 7 2 Baik Ya k k 20 an 100 0 100 0 Lainnya 100 apron/cele 70 % mek % % Tidak 100 20 meroko % 100 Menggunak 7 0 2 k saat % 0 bekerja 07 11 an penutup 100% 100% 100 kepala Tidak % 20 makan/ 100 Tabel 4. Distribusi Perilaku Mencuci minum 34 % Tangan Pedagang Ayam di saat 42,9 57,1 Pasar Tradisional Keputran bekerja %% Selatan dan Pasar Swalayan ‘X’ Tidak menyent 43 Pasar Pasar uh 57,1 42,9 Swalayan bagian %% Tradisional muka Keputran ‘X’ dan telinga Selatan saat bekerja Perilaku Ya Tida Ya Tida Tidak k k bersin/b Mencuci atuk di 5 2 20 hadapan Tangan 71,5% 28,5 100 produk % % Mencuci tangan 70 20 sebelum bekerja Mencuci tangan
Athalla Permana dan R. Bambang W, Perbedaan Kandungan E.Coli Daging... 29 Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat Selatan menyentuh muka maupun telinga diketahui bahwa baik semua pedagang di dan bersin atau batuk di hadapan produk pasar swalayan maupun Pasar Tradisional saat bekerja namun hasil wawancara Keputran Selatan tidak mengenakan memperlihatkan bahwa hanya terdapat 1 pakaian khusus saat bekerja, namun pedagang swalayan yang menyentuh muka kesemua pedagang Pasar Swalayan ‘X’ dan atau telinga. mengenakan sepatu bot. Tidak ada pedagang pasar swalayan maupun pasar PEMBAHASAN tradisional menggunakan masker/penutup E.coli hidung, namun semuanya menggunakan celemek, begitu juga pada penggunaan Berdasarkan hasil penelitian ini penutup kepala baik pada pedagang di Pasar ditemukan bahwa terdapat 1 sampel yang Swalayan ‘X’ maupun Pasar Tradisional positif E.coli yaitu 1 sampel di pasar Keputran Selatan tidak mengenakan swalayan, banyak faktor yang penutup kepala. menyebabkan kontaminasi E.coli seperti pada saat proses pemotongan di RPU, Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa 5 distribusi, hingga pengolahan produk saat responden yaitu pedagang ayam di Pasar di pasar. Namun, adanya cemaran bakteri Tradisional Keputran Selatan mencuci E.coli kemungkinan besar terjadi pada saat tangannya sebelum bekerja, dan semua proses distribusi, maupun pada saat pedagang ayam di Pasar Tradisional penanganaan di pasar. Salah satu cara Keputran Selatan yang berjumlah 2 orang menekan pertumbuhan mikroorganisme mencuci tangannya secara rutin sebelum E.coli adalah dengan menerapkan sistem bekerja. Terdapat 4 responden yaitu rantai dingin (cold chain system) yang pedagang di Pasar Tradisional Keputran artinya daging harus disimpan pada suhu Selatan yang mencuci tangan dengan air kurang dari 5oC. Kontaminasi dapat terjadi mengalir dan sabun sedangkan sisanya juga melalui pemakaian air dari sanitasi tidak rutin mencuci tangannnya dengan yang kurang baik dari proses pmotongan, menggunakan air mengalir dan sabun, dari pengolahan, dan penyimpanan yang dapat hasil pengamatan diketahui bahwa ketiga meningkatkan jumlah cemaran mikroba di pedagang ini mencuci tangannya pada dalam daging ayam (Astalia, 2014). baskom yang telah diisi air yang kemudian Kontaminasi E.coli daging melalui air dapat air dalam baskom tersebut tidak diperoleh dari proses pencucian saat berada dibuang/diganti, dan untuk semua pedagang di Rumah Pemotongan Umum (RPU). di pasar swalayan rutin mencuci tangannya Cemaran E.coli juga dapat diperoleh dari air menggunakan sabun dan air mengalir. yang digunakan saat melakukan proses pencucian di pasar swalayan. Penelitian Pada Tabel 5 menyajikan tabel yang dilakukan oleh Sasmita (2014) perilaku baik lainnya yang meliputi mengemukakan bahwa daging ayam yang perilaku tidak merokok, tidak bersin, dan dijual di 4 pasar swalayan berbeda melebihi sebagainya yang dilakukan oleh pedagang batas Standar Nasional Indonesia (SNI) baik di pasar tradisional maupun Pasar yang ditetapkan. Swalayan ‘X’. Hal ini berkaitan dengan adanya kontaminasi bakteri maupun virus Penelitian lain yang sejalan yang ataupun asap rokok pada daging ayam. menunjukkan terdapatnya kandungan E.coli pada daging ayam di pasar swalayan Berdasarkan hasil penelitian dapat adalah penelitian yang dilakukan oleh diketahui bahwa sebanyak 9 pedagang tidak Juwita et al (2014). Dalam penelitian ini merokok saat bekerja, namun semua ditunjukkan bahwa pasar swalayan positif pedagang di Pasar Tradisional Keputran mengandung E.coli. Selatan melakukan aktivitas makan dan minum selama bekerja. Sebagian dari Menurut hasil analisis penghitungan pedagang di Pasar Tradisional keputran metode Most Probable Number (MPN)
30 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:25-36 yang dilakukan oleh Juwita et al (2014) lebih 100oC. Terdapat faktor lain yang turut menunjukkan bahwa bakteri coliform pada andil dalam meningkatkan pertumbuhan daging ayam di pasar swalayan lebih tinggi dan aktivitas mikroorganisme bakteri E.coli daripada daging ayam yang terdapat di adalah suhu, tersedianya oksigen, dan kadar pasar tradisional. Daging ayam yang dijual air yang terdapat pada daging. Sel yang di pasar swalayan kebanyakan disimpan terdapat dalam daging mentah terus pada suhu dingin atau chilled dan disimpan mengalami proses kehidupan, sehingga di dengan wadah/plastik. Faktor yang dapat dalamnya masih terjadi reaksi metabolisme. memengaruhi pertumbuhan bakteri E.coli Kecepatan reaksi metabolisme tergantung pada daging ayam yang dijual di pasar pada suhu penyimpanan. Semakin rendah swalayan antara lain lamanya waktu suhu semakin lambat proses tersebut pemotongan daging dan jarak antara daging berlangsung dan semakin lama daging ayam disimpan hingga dibeli konsumen dapat disimpan (Suprayogo, 2014). turut memengaruhi jumlah kandungan Bakteri E.coli merupakan salah satu bakteri. Bakteri E.coli yang telah bakteri yang termasuk ke dalam agen mengontaminasi daging ayam yang dijual patogen dari foodborne illness karena di pasar swalayan dapat tumbuh dan beberapa galur E.coli bersifat patogenik berkembang biak selama waktu baik pada manusia maupun hewan. penyimpanan berlangsung. Sedangkan pada Penelitian yang dilakukan oleh Setiowati daging ayam yang dijual di pasar tradisional (2009) menunjukkan bahwa cemaran E.coli setelah ayam disembelih, dibersihkan, pada daging ayam di DKI Jakarta dipotong, yang kemudian langsung dijual menunjukkan peningkatan yang signifikan ke konsumen pada saat itu juga. mulai dari tahun 2006 hingga 2009. Menurut Ishaqi (2013) Suhu terbaik dalam menyimpan menyebutkan bahwa penerapan Hazard daging menurut standar HACCP yaitu di bawah 5oC, karena 5-60oC merupakan area Analysis Critical Control Point (HACCP) terdapat beberapa hal yang perlu dengan zona bahaya (danger zone) yang diperhatikan dalam pemotongan daging dimana perkembangbiakan bakteri pada ayam untuk meminimalisir penyebaran suhu tersebut tumbuh subur. Namun dengan bakteri patogen seperti E.coli pencabutan penempatan suhu yang ideal belum bisa bulu/picking, pencucian/washing, menjamin daging ayam terbebas dari pemotongan, hingga pencucian akhir. Bulu kontaminasi bakteri E.coli. Faktor yang ayam merupakan salah satu yang dapat perlu diperhatikan sebelum daging meningkatkan kontaminasi karena bulu diletakkan di rak penjualan (showcase) ayam dapat terkena feses dari ayam tersebut adalah proses penanganan daging ayam yang dimana feses itu mengandung bakteri sejak proses distribusi dari kendaraan E.coli. hingga sampai di ritel/pasar swalayan. Pendapat yang dikemukakan oleh Banyak titik kritis yang dapat menyebabkan Setiowati (2009) menyatakan bahwa daging ayam terkontaminasi E.coli seperti kemungkinan daging ayam terpapar pada pencucian daging ayam, pemotongan, mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi hingga proses penyimpanan. Proses dapat terjadi, baik selama proses penanganan yang kurang baik dapat pengolahan, pengemasan, transportasi, menyebabkan produk daging penyiapan, penyimpanan, dan penyajian. terkontaminasi mikroba. Penelitian yang Penelitian yang dilakukan oleh Mailia dilakukan Permana (2017) menyatakan (2015) menyatakan bahwa pada suhu kamar bahwa terdapat perbedaan perlakuan daging yang berkisar 28-30oC konsentrasi bakteri ayam baik dari pedagang pasar tradisional E.coli terlihat tumbuh secara signifikan dan dan pasar swalayan, berdasarkan penelitian bakteri E.coli sendiri tidak tahan pada yang dilakukan didapat hasil bahwa daging pemanasan dan akan mati pada suhu kurang ayam yang dijual di pasar tradisional tidak
Athalla Permana dan R. Bambang W, Perbedaan Kandungan E.Coli Daging... 31 mengandung E.coli karena daging ayam tradisional tidak mengenakan pakaian yang dijual di pasar tradisional telah diberi formalin sehingga bakteri E.coli tidak dapat khusus saat bekerja, mereka menggunakan tumbuh dan berkembang biak. pakaian yang sama ketika berangkat dari Kesehatan Pedagang Ayam rumah. Tidak ditemukannya pedagang yang Penjamah makanan/food handler merupakan sumber utama kontaminasi mengenakan sepatu bot pada saat bekerja di makanan (Romanda, 2016). Pedagang ayam harus senantiasa dalam keadaan sehat pasar tradisional keputran selatan. Sepatu dalam bekerja agar produktivitas kerja tetap terjaga dengan maksimal dan bot digunakan untuk mencegah meminimalisir penyebaran kuman penyakit ke produk jualan. Secara keseluruhan baik terjangkitnya kutu air pada kaki. Semua pedagang di Pasar Tradisional Keputran Selatan maupun Pasar Swalayan ‘X’ terlihat pedagang di pasar tradisional Keputran dalam keadaan sehat saat bekerja dan melakukan check up rutin setahun sekali. Selatan dan Pasar Swalayan ‘X’ Menurut pengamatan dan hasil wawancara tidak terdapat satu pun pedagang yang sakit. menggunakan apron/celemek, namun tidak Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6160-1999 setiap karyawan harus sehat satupun yang menggunakan penutup dan rutin setahun sekali diperiksa kesehatannya. Menurut Direktorat kepala. Penutup kepala yang dianjurkan Kesmavet dan Pascapanen (2010) menyatakan bahwa pekerja penjamah adalah menutupi seluruh rambut, namun makanan harus sehat, tidak menderita penyakit menular (Salmonellosis, TBC, tetap dipastikan ada ruang yang memadai hepatitis, penyakit kulit di tangan, diare, muntah, demam, dan sakit yang disertai untuk kenyamanan pemakaian. Pekerjaan demam). sebagai pedagang ayam secara tidak Kontaminasi bahan pangan baik terjadi melalui kontaminasi silang, dan langsung berhubungan dengan limbah dan inhalasi. Pengetahuan merupakan tonggak utama dalam membentuk tindakan kotoran ayam. Feses merupakan salah satu seseorang, pengetahuan yang baik akan pentingnya menjaga kesehatan dan perilaku sumber penularan penyakit tercepat karena sehat (Astuti, 2013). terdapat banyak bakteri di dalamnya Higiene perorangan merupakan kunci kesuksesan dalam pengolahan (Ishaqi, 2013). makanan sehingga daging yang dihasilkan dapat memenuhi keriteria aman, sehat, Penelitian yang dilakukan oleh utuh, dan halal. Oleh karena itu, pedagang harus memerhatikan hygiene perorangan Erawati (2008) menunjukkan bahwa untuk mencegah kontaminasi silang (Indah, 2015). sebagian besar penjamah makanan tidak Penggunaan Perlengkapan Standar mengenakan perlengkapan pakaian kerja. Berdasarkan hasil observasi dan Penelitian yang dilakukan oleh Zulfa (2011) wawancara semua pedagang di pasar menyatakan bahwa sebagian besar pedagang di Pasar Johar Semarang tidak mengenakan penutup rambut, hal ini bisa menimbulkan kontaminasi silang apabila rambut dibiarkan dalam proses memasak. Saat bekerja, penjamah makanan harus memakai penutup kepala untuk mencegah masuknya rambut ke makanan, dan menyerap keringat di dahi. Rambut yang kotor akan menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala sehingga mendorong untuk menggaruk yang menyebabkan kotoran, ketombe jatuh ke dalam makanan yang kemudian dapat mengontaminasi makanan (Khuswataningrum, 2015). Dalam menunjang praktik higiene perorangan yang baik diperlukan fasilitas yang mendukung seperti tersedianya kelengkapan pakaian kerja yang meliputi seragam, apron/celemek, penutup kepala, masker, dan sarung tangan (Romanda, 2016).
32 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:25-36 Perilaku Mencuci Tangan masih belum memiliki kesadaran untuk mencuci tangan yang baik dan benar Pedagang di pasar tradisional padahal perilaku mencuci tangan sebelum maupun pasar swalayan telah mencuci menangani makanan merupakan perilaku tangan baik sebelum dan sesudah bekerja, yang sangat penting. berdasarkan wawacara dan observasi ditemukan 2 pedagang di pasar tradisional. Mencuci tangan dengan baik dan Terdapat pedagang di pasar tradisional tidak benar efektif dalam mengurangi risiko mencuci dengan air mengalir dan sabun, hal kontaminasi bakteri patogen. Mencuci ini dikarenakan kurangnya sarana mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dapat tangan yang memadai seperti kesediaan menurunkan angka keberadaan bakteri kran air, sebagian dari mereka mencuci sebesar 8% (Burton,2011), kemudian tangan di baskom yang diisi air dan setelah penelitian yang dilakukan oleh Mwambete pemakaian tidak langsung dibuang. Salah (2011) mengemukakan bahwa sabun cuci satu persyaratan pekerja adalah mencuci tangan yang banyak beredar mengandung tangan sebelum/sesudah bekerja, setelah bahan aktif triclosan yang efektif berfungsi keluar dari kamar mandi, setelah sebagai anti mikroba. bersin/batuk (Direktorat Kesmavet dan Pascapanen, 2010). Sikap dan kebiasaan baik yang mendukung terciptanya higiene perorangan Penelitian yang dilakukan oleh dapat ditanamkan dan diperbaharui secara Romanda (2016) menyatakan bahwa terus-menerus melalui serangkaian terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian pelatihan, kursus, dapat pula higiene perorangan penjamah makanan pemasangan poster maupun gambar yang dengan keberadaan E.coli pada makanan. berhubungan dengan kebersihan diri pada Penelitian lain yang menyatakan terdapat lingkungan kerja (Purnawijayanti, 2001). hubungan bermakna antara higiene Hal ini diharapkan dapat meningkatkan perorangan pedagang dengan keberadaan kesadaran akan pentingnya hygiene E.coli adalah penelitian yang dilakukan perorangan. oleh Zulfa (2016). Penelitian yang dilakukan oleh Pengolahan makanan dan kesehatan Hermastuti (2006) menyatakan bahwa mempunyai pengaruh besar pada mutu terdapat hubungan antara hygiene produk yang disajikannya, yang dimana hal perorangan penjamah dengan keberadaan ini perlu mendapat perhatian khusus. bakteri E.coli. Selain itu, terdapat pula Penjamah makanan merupakan sumber hubungan yang signifikan antara kebiasaan utama kontaminasi makanan, media mencuci tangan baik sebelum bekerja kontaminasi dapat melalui tangan, mulut, maupun setelah bekerja, dan mencuci rambut, dan kulit. Kebersihan tangan tangan dengan sabun dan tanpa penjamah makanan perlu diperhatikan menggunakan sabun dengan peningkatan seperti kuku yang panjang dan kotor harus kualitas bakteri (Cahyaningsih, 2009). segera dibersihkan. Selain itu, diperhatikan pula kebersihan perorangan lainnya seperti Menurut CDC (Centers for Disease kebiasaan mencuci tangan dengan sabun Control and Prevention) tahun 2016 sebelum menyentuh produk. terdapat langkah mencuci tangan yang baik dan benar yaitu pertama basahi tangan Menurut Puspita (2013) kebiasaan dengan air mengalir (baik air hangat mencuci tangan sebelum menangani maupun air dingin) lalu gosokkan sabun makanan bertujuan untuk membantu secara merata ke seluruh permukaan memperkecil risiko terjadi kontaminasi tangan, kuku sampai siku selama 20 detik bakteri dari tangan ke makanan. selanjutnya dibilas dengan air bersih Ketidaktahuan mungkin menjadi salah satu mengalir, kemudian keringkan tangan faktor mengapa hygiene perorangan pada dengan handuk bersih atau tisu sekali pakai penjamah makanan masih buruk, mereka (disposable).
Athalla Permana dan R. Bambang W, Perbedaan Kandungan E.Coli Daging... 33 Perilaku Baik Lainnya hendaknya diperhatikan, dalam menjaga kebersihan dan kesehatan hendaknya Penjamah makanan hendaknya menggunakan alas kaki yang aman, lembut, dan nyaman. Jenis alas kaki yang dipakai dapat menjaga kebersihan dirinya dengan dapat memengaruhi masalah kaki dan kuku. Menjaga kebersihan kaki merupakan hal baik, Penelitian yang dilakukan oleh mutlak, mencuci kaki dapat dilakukan setelah beraktivitas atau saat kaki terlihat Lambrechts dkk (2014) menyatakan bahwa kotor dan sebelum pergi tidur. penjamah makanan merupakan vektor Hal lain yang harus dihindari dari kebiasaan tidak sehat dalam menangani penyebaran penyakit bawaan makanan. makanan adalah berbicara menghadap makanan. Hal ini dapat terjadi tanpa sadar Oleh karena itu, higiene perorangan dapat atau tanpa sepengetahuan penjamah makanan ketika berbicara tidak sengaja tercapai apabila tertanam pentingnya cipratan air liur dari mulut dapat masuk ke produk/makanan, sehingga kebiasaan tidak menjaga kesehatan dan kebersihan diri oleh sehat tersebut harus diperhatikan secara betul oleh penjamah makanan. masing-masing penjamah makanan Penelitian ini tidak luput dari sehingga menghasilkan mutu pangan yang keterbatasan seperti tidak ditelitinya proses distribusi daging ayam baik dari penyuplai baik dan berkualitas. Hasil penelitian utama, hingga proses distribusi ke pasar yang bersangkutan. Keterbatasan lain yang menunjukkan semua responden terdapat dalam penelitian ini meliputi juga tidak ditelitinya peternakan atau penyuplai menyatakan tidak merokok pada saat ayam baik di Pasar Tradisional Keputran Selatan maupun Pasar Swalayan ‘X’ yang bekerja, namun semua responden di pasar mungkin memengaruhi kualitas ayam itu sendiri dan faktor waktu dari penyuplai tradisional makan dan minum selama hingga sampai di retail yang turut memengaruhi kontaminasi E.coli kemudian bekerja. Sebagian besar penjamah makanan keterbatasan lain seperti yang berhubungan dengan kontaminasi bakteri seperti jarak di pasar tradisional menyentuh bagian muka antara kran air dengan stan penjual, dan kualitas air cucian belum diteliti. dan telinga mereka dengan alasan gatal SIMPULAN yang diakibatkan gigitan nyamuk, Kesimpulan dari penelitian ini kemudian terdapat beberapa pedagang yang adalah terdapat 1 sampel daging ayam yang positif E.coli yaitu yang terdapat di Pasar bersin/batuk di hadapan produk dengan Swalayan ‘X’ dan tidak ada perbedaan kandungan E.coli pada daging ayam di alasan mereka spontan/tidak sempat Pasar Tradisional Keputran Selatan dengan Pasar Swalayan ‘X’. Sebagian besar melakukan itu dan lupa memalingkan wajah penjamah makanan di Pasar Tradisional Keputran Selatan kurang menjaga higiene dari hadapan produk. perorangan mereka dengan baik sedangkan penjamah makanan di Pasar Swalayan ‘X’ Menurut Direktorat Kesmavet dan Pascapanen, 2010 pekerja harus mengenakan pakaian yang bersih, menghindari perilaku yang buruk seperti merokok, meludah sembarangan, batuk/bersin di hadapan produk, memasukkan jari ke dalam mulut, maupun menggigit kuku, kemudian menanggalkan perhiasan, tidak diperkenankan menggunakan make up secara berlebihan serta tidak menyentuh wajah, hidung, telinga pada saat bekerja. Membersihkan kuku merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan higiene perorangan karena berbagai jenis kuman dan bakteri dapat masuk ke tubuh manusia melalui kuku. Mulyani (2007) mengatakan bahwa memotong kuku dapat dilakukan sekurang- kurangnya sekali dalam seminggu atau saat terlihat panjang. Dalam memotong kuku dianjurkan untuk menggunakan alat pemotong kuku. Penggunaan alas kaki juga salah satu faktor higiene perorangan yang
34 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:25-36 sudah menjaga higiene perorangan dengan Contamination of Hands. Int. J. cukup baik. Environ. Res. Public Health. 8 (1): Bagi pedagang/penjamah makanan khususnya di Pasar Tradisional Keputran 97–104 Selatan hendaknya dapat meningkatkan higiene perorangan, kemudian untuk Bhunia, Ray B. 2004. Fundamental Food pedagang di Pasar Swalayan ‘X’ hendaknya mengontrol dan memerhatikan proses Microbiology. 3rdEd. Florida. CRC sanitasi dari penyuplai hingga proses siap jual. Saran untuk sektor pemerintah Press. London. New York hendaknya mengusahakan bekerja sama dengan berbagai pihak seperti Lembaga Cahyaningsih, C.T., Kushadiwijaya, H., Swadaya Masyarakat (LSM), mahasiswa, maupun Dinas Kesehatan setempat untuk Tholib A. 2009. Hubungan Higiene mensosialisasikan pentingnya menjaga higiene perorangan untuk menjaga kualitas Sanitasi Dan Perilaku Penjamah makanan. Bagi pengelola pasar hendaknya menyediakan sarana mencuci tangan yang Makanan Dengan Kualitas baik dan memadai dan menyediakan sabun cuci tangan. Bakteriologis Peralatan Makan Di DAFTAR PUSTAKA Warung Makan. Berita Kedokteran Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Masyarakat, 25(4): 180 - 8 Gizi.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Centers for Disease Control and Ara, Asep Nihara.2016. Uji Anti Bakteri Prevention.2016. When and How to Ekstrak Etanol 70% Daun Singkong (Manihot Utilissima) Terhadap Wash Your Hands. Pertmbuhan Bakteri Eschericia coli. STIKES Muhammadiyah Ciamis. Direktorat Kesmavet dan Pascapanen.2010. Astalia Dwi Zuanita, I Gusti Ketut Pedoman Produksi dan Persyaratan Suarjana, Mas Djoko Rudyanto.2014. Cemaran Coliform Daging Unggas yang Higienis. pada Daging Ayam Pedaging yang Dijual di Swalayan di Denpasar. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Hewan. Jakarta. Astuti, Sumiyati. 2013. Hubungan Tingkat Erawati, Trisna Agustin, Retno Adriyani. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan 2008. Hygiene dan Sanitasi nasi Penyakit Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tempe Penyet Pedagang Kaki lima Tahun 2013.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Jalan Karang Menjangan Surabaya. Hidayatullah Jakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat Burton, M., Cobb, E., Donachie, P., Judah, G., Curtis, V and Schmidt, W. P. UNAIR. 2011. The Effect of Handwashing with Water or Soap on Bacterial Fitri, Meriza. 2012. Cemaran Eschericia Coli Pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kota Tangerang Selatan.Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Hermastuti, Fitri. 2006. Faktor Risiko Kontaminasi Escherichia Coli Di Rumah Makan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang (Thesis). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Indah, Adhistie Sari.2015. Hubungan Higiene dan Sanitasi Pedagang Dengan Kontaminasi Salmonella pada Daging Ayam Potong di Pasar Tradisional Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan. Universitas Riau. Vol 9(2): 173-182. Ishaqi, Al Hafidz.2013.Analisis Higiene Penjagal ayam Dan Sanitasi Rumah Pemotongan Ayam di Desa Sidowungu Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik. Skripsi. Fakultas
Athalla Permana dan R. Bambang W, Perbedaan Kandungan E.Coli Daging... 35 Kesehatan Masyarakat Universitas Tanzania. Muhimbili University of Airlangga Juwita,Usna, Yuli haryani, Christine Health and Allied Sciences. Jose.2014.Jumlah Bakteri Coliform dan Deteksi Escehricia Coli Pada Permana, Athalla.2017. Perbedaan Daging Ayam Di Pekanbaru.FMIPA Universitas Riau Kandungan Protein, Formalin, Kurniasih, Rizki Putri, Nurjazuli, Yusniar Hanani D.2015. Hubungan Higiene E.coli Daging Ayam di Pasar dan Sanitasi Makanan Dengan Kontaminasi Bakteri Escherichia Swalayan dan Pasar Tradisional Coli Dalam Makanan di Warung Makan Sekitar Terminal Borobudur Keputran Selatan. Fakultas Magelang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.3 No.1: pp 549- Kesehatan Masyarakat Universitas 558. Khuswataningrum, Tri, Eram Tunggul Airlangga Pawenang.2015. Gambaran Sanitasi Lingkungan dan Higiene Purnawijayanti, Hiasinta, A.2001.Sanitasi, perorangan Pedagang Jus Buah di Sekaran Gunungpati Semarang. Hygiene dan Keselamatan Kerja Universitas Negeri Semarang. Lambrechts AA., Human IS., Doughari JH., dalam Pengolahan Makanan. Lues JFR. 2014. Bacterial contamination of the hands of Kanisius. Yogyakarta. foodhandlers as indicator of hand washing efficacyin some convenient Puspita., Ika dkk (2013). Hubungan Praktik food industries. Pak J Med Sci . 30(4): 755–8 Higiene Sanitasi Penjamah Mailia, Reny, Bara yudhistira, Yudi Pranoto, Saiful Rochdyanto, Makanan terhadap Cemaran E.Coli Endang Sutriswati Rahayu. 2015. Ketahanan Panas Cemaran Pada Makanan Gado-gado di Eschericia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan bakteri Sepanjang Jalan Kota Manado. Pembentuk Spora yang diisolasi dari Proses Pembuatan Tahu di Jurnal Fakultas Kesehatan Sudagaran Yogyakarta. Jurnal Agritech. Universitas Gadjah Mada. Masyarakat. Universitas Sam Vol 35(3): 300-308 [https://doi.org/10.22146/agritech.9 Ratulangi. 341 ] Mulyani, Y. 2007. Kemampuan fisik seni Romanda, Fika, 2016. Hubungan Personal dan manajemen diri. Jakarta: Elex Media Komputindo. Higiene Dengan Keberadaan Mwambete, Kennedy, F Lyombe.2011. Antimicrobial Activity of Escheria Coli Pada Makanan Di Medicated Soaps Commonly Used By Dar Es Salaam Residents in Tempat Pengolahan Makanan (TPM) Buffer Area Bandara Adi Soemarmo Surakarta. Naskah Publikasi: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Sasmita, Yuniarti, I Gusti Ketut Suarjana, Mas Djoko Rudyanto.2014. Cemaran Eschericia Coli pada Daging Broiler yang Disimpan di Showcase di Swalayan di Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus ISSN:2301-7848. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Setiowati, WE., Mardiastuty, ES. 2009. Tinjauan Bahan Pangan Asal Hewan yang Asuh Berdasarkan Aspek Mikrobiologi di DKI Jakarta. Suprayogo, Danu, I Gusti Ketut Suarjana, Mas Djoko Rudyanto.2014. Lama Penyimpanan Daging Broiler terhadap Jumlah Cemaran Coliform pada Showcase Pasar-pasar Swalayan di Denpasar. Indonesis Medicus Veterinus 2014 3(2):92-98.
36 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:25-36 Standar Nasional Indonesia.1999. SNI 01- 6160-1999. Rumah Pemotongan Unggas. Standardisasi Nasional- BSN. Jakarta. Zulfa, Nely.2011. Hubungan Higiene Personal Pedagang Dan Sanitasi Makanan Dengan Keberadaan Eschericia Coli Pada Nasi Rames Di Pasar Johar Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.
KORELASI KONDISI FISIK RUMAH DAN KARAKTERISTIK BALITA DENGAN KASUS CAMPAK DI KOTA SURABAYA THE CORRELATION OF HOUSE’S PHYSICAL CONDITION AND TODDLER CHARACTERISTICS WITH MEASLES CASE IN SURABAYA CITY Birayu Jeny Afdhalash1, Retno Adriyani1 1Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Birayu Jeny Afdhalash Email: [email protected] ABSTRACT There were 61 confirmed cases of measles in Surabaya in 2016, whereas in January-May 2017 there were 52 confirmed cases of measles. Many factors that could affect the incidence of measles include physical conditions of the house (lighting, occupancy density, and ventilation area) and toddler characteristics (age, gender, immunization status of measles, exclusive breastfeeding and contact history ). The purpose of this study was to analyze the relationship between physical conditions of the house and toddler characteristics with the incidence of measles in Surabaya. It was an observational study in the form of case study control design. This study used all confirmed measles cases on toddlers during January-May 2017 which had been proven by IgM laboratory examination by Health Office of Surabaya City. The results of this study indicated that there was a significant correlation between lighting (approx.sig=0.025), occupancy density (approx.sig=0.001), immunization status (approx.sig=0.136) and contact history with measles incident on toddlers in Surabaya. The conclusions of this study were the conditions of lighting, density, measles immunization status and contact history were significant risk factors for the incidence of measles. Mothers should maintain the cleanliness of the home environment, and toddler’s bedroom should get enough sunlight and have good air circulation by opening windows to prevent the growth of measles virus. Keywords: physical conditions of the house, toddler characteristics, mother characteristics, measles ABSTRAK Kasus campak konfirmasi di Kota Surabaya pada tahun 2016 sebanyak 61 kasus, sedangkan pada tahun 2017 selama bulan Januari-Mei terdapat 52 kasus campak konfirmasi. Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap kasus campak antara lain kondisi fisik rumah (pencahayaan, kepadatan hunian dan luas ventilasi) serta karakteristik balita (status imunisasi campak, pemberian ASI eksklusif, umur balita, jenis kelamin, serta riwayat kontak). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kondisi fisik rumah serta karakteristik balita dengan kasus campak di Kota Surabaya. Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan desain studi kasus kontrol. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh kasus campak konfirmasi pada balita selama bulan Januari-Mei 2017 yang telah dibuktikan dengan adanya pemeriksaan laboratorium IgM oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan (approx.sig=0.025), kepadatan hunian (approx.sig=0.001), status imunisasi (approx.sig=0.136) serta riwayat kontak dengan penderita campak terhadap kasus campak pada balita di Kota Surabaya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kondisi pencahayaan, kepadatan hunian, riwayat kontak, serta status imunisasi campak adalah faktor risiko yang signifikan terhadap kasus campak. Sebaiknya ibu menjaga kebersihan lingkungan rumah dengan rajin membuka jendela kamar tidur balita agar cahaya matahari dapat masuk dan terjadi pertukaran udara untuk mencegah pertumbuhan virus campak. Kata kunci: kondisi fisik rumah, karakteristik balita, karakteristik ibu, campak PENDAHULUAN 10 kasus per 10.000 dengan jumlah kematian 1-3 kasus per 1000 orang. Penyakit campak merupakan Menurut WHO (2017), selama tahun 2015, penyakit endemik di berbagai negara telah terjadi 134.200 kasus kematian yang khususnya negara berkembang. Di seluruh diakibatkan oleh campak (367 kematian per dunia angka kesakitan campak mencapai 5- hari dan 15 kematian per jam) sedangkan ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.37-49 Received 17 January 2018, received in revised form 20 February 2019, Accepted 21 February 2019, Published online: July 2019
38 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:37-49 tahun 2016 kembali meningkat menjadi aitu minimal terjadi 5 kasus 189.3775 kasus dan di tahun 2017 selama campak/100.000 populasi. bulan Januari hingga Mei telah terjadi kasus di Indonesia sendiri kategori KLB campak campak sebanyak 40.576 kasus. pasti atau campak konfirmasi yaitu apabila Data WHO tahun 2017 minimal ada 2 spesimen positif IgM menyebutkan, Indonesia menempati urutan campak berdasarkan hasil pemeriksaan ke 6 dari 10 besar negara dengan kasus laboratorium pada penderita campak klinis. campak terbanyak di dunia, yaitu sebanyak Pemeriksaan laboratorium ini sangat 2301 kasus. Menurut Kemenkes RI (2015), penting karena gejala penyakit campak tahun 2013 kasus campak di Indonesia hampir sama dengan penyakit lainnya dilaporkan sebanyak 11.521 kasus, akan seperti rubella. tetapi meningkat pada tahun 2014 menjadi Campak di Kota Surabaya belum 12.943 kasus. Di Indonesia, penyakit termasuk dalam kriteria KLB karena dari campak menempati urutan ke-5 penyakit kurang lebih 2.862.406 jiwa penduduk yang menyerang anak-anak terutama pada selama tahun 2016 terdapat kasus campak bayi dan balita. konfirmasi sebanyak 61 kasus dengan Penyakit campak menjadi salah satu jumlah kematian atau Case Fatality Rate penyakit infeksi yang masuk dalam (CFR) 0%. Akan tetapi jumlah tersebut prioritas masalah kesehatan yang harus tidak dapat diabaikan begitu saja, karena segera ditangani di Indonesia karena mudah pada tahun 2017 kasus campak konfirmasi menularnya penyakit campak sehingga pada bulan Januari-Mei telah mencapai dapat menimbulkan kejadian luar biasa angka 52 kasus. (KLB) ataupun wabah. Peringkat ke-4 Penyakit campak dapat dipengaruhi penyakit yang dapat menyebabkan KLB di oleh berbagai faktor antara lain faktor Indonesia adalah campak setelah DBD, lingkungan serta karakteristik anak. diare dan chikungunya, sehingga campak Berdasarkan penelitian Sutaryana (2002), masuk ke dalam daftar prioritas penyakit faktor lingkungan yang memiliki hubungan potensial terjadi KLB (Dinkes Provinsi dengan kasus campak yaitu luas ventilasi, Jatim, 2013). kepadatan hunian dan pencahayaan dalam Di Provinsi Jawa Timur kasus rumah. Kurangnya ventilasi, pencahayaan campak mengalami peningkatan mulai serta padatnya hunian khususnya di kamar tahun 2009 hingga tahun 2011. Pada tahun balita dapat memengaruhi keberadaan virus 2011 pemerintah melakukan program campak di udara. Semakin padat hunian “Kampanye Campak” yang bertujuan untuk rumah maka akan semakin mempercepat mengurangi jumlah kasus campak yang dan mempermudah penularan virus campak terus meningkat. Dari kampanye yang telah (Setiawan, 2008). Menurut Widoyono dilakukan, di tahun 2012 kasus campak (2011), virus campak ini mudah hancur oleh semakin menurun menjadi 1.085 kasus dan sinar ultraviolet, sehingga diperlukan Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu pencahayaan yang baik agar virus ini tidak provinsi dengan jumlah kasus campak bertahan di udara. urutan ke-4 dari 33 provinsi. Akan tetapi Berdasarkan penelitian yang tahun 2013, kasus campak kembali dilakukan oleh Mujiati, et al (2015) dan mengalami peningkatan hingga 2.529 kasus Giarsawan (2012), faktor risiko yang dan diikuti dengan meningkatnya urutan memiliki hubungan dengan kasus campak Provinsi Jawa Timur menjadi urutan ke-3. antara lain pekerjaan ibu, riwayat Pada tahun 2014 kasus campak kembali pemberian ASI, status imunisasi, riwayat menurun menjadi 762 kasus. (Dinkes kontak, penghasilan keluarga dan Provinsi Jatim, 2014). kepadatan hunian. Frekuensi pemberian Rekomendasi dari imunisasi campak yaitu diberikan satu kali WHO mengenai kriteria KLB campak y saat usia anak antara 9-11 bulan. Penyakit
Birayu JenyAfdhalash dan Retno Adriyani, Korelasi Kondisi Fisik Rumah... 39 campak dapat menyebabkan kematian sekunder dilakukan dengan mengumpulkan apabila dipicu dengan terjadinya data hasil pemeriksaan laboratorium IgM komplikasi penyakit yang timbul karena dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya daya tahan tubuh anak yang menderita selama bulan Januari-Mei 2017. Kelompok campak menurun. kasus adalah balita penderita campak yang datang ke Puskesmas selama bulan Januari Pemerintah juga telah melakukan – Mei 2017 yang dibuktikan dengan adanya berbagai upaya untuk mengurangi kasus pemeriksaan laboratorium IgM positif campak salah satunya dengan mengadakan campak oleh Dinas Kesehatan Kota imunisasi Measles and Rubella (MR) secara Surabaya dan memenuhi kriteria inklusi, serentak di seluruh Indonesia pada bulan yaitu merupakan warga tetap Kota Agustus – September 2017 pada fasilitas Surabaya, tidak pindah alamat rumah, dan pelayanan kesehatan terdekat seperti tidak ada perubahan kondisi fisik rumah Puskemas dan Posyandu. Promosi mulai saat sakit sampai saat akan diteliti. kesegatan terkait program ini juga telah Kelompok kontrol adalah balita yang tidak digalakkan untuk menumbuhkan kesadaran sedang menderita campak yang tinggal di masyarakat. Program ini diharapkan dapat sekitar tempat tinggal kelompok kasus. mengurangi kasus campak yang dapat Pada penelitian ini jumlah kasus sebanyak menyerang anak dan balita. Tujuan 23 kasus. Namun hanya 20 kasus yang penelitian ini untuk menganalisis hubungan memenuhi kriteria inklusi. Perbandingan antara kondisi fisik rumah dan karakteristik sampel kasus dan kontrol yaitu 1:1 maka balita dengan kasus campak di Kota besar sampel kelompok kontrol sebanyak Surabaya. 20 responden. Dalam pemilihan kelompok kontrol dilakukan matching umur balita METODE PENELITIAN yang sama dengan kelompok kasus. Dalam penelitian ini menggunakan Pengukuran kondisi fisik rumah jenis penelitian penelitian observasional meliputi pencahayaan dan luas ventilasi serta rancang bangun penelitian berupa dilakukan oleh peneliti. Pengukuran desain studi kasus kontrol. Menurut Suradi pencahayaan alami dilakukan dengan (2002), penelitian kasus kontrol adalah mengukur intensitas cahaya yang penelitian epidemiologis observasional bersumber dari cahaya matahari yang mempelajari hubungan antara menggunakan alat luxmeter merk HANNA penyakit atau kondisi kesehatan tertentu HI 97500. Sensor cahaya pada luxmeter dengan faktor risiko tertentu. Desain diletakkan lurus sejajar dengan mata, penelitian ini dapat digunakan untuk kemudian angka pada layar panel dibaca menilai seberapa besar peranan faktor risiko apabila telah menunjukkan nilai yang stabil. terhadap kejadian penyakit. Sama halnya Data persentase luas ventilasi dihitung dalam penelitian ini ingin melihat dengan membandingkan luas ventilasi hubungan antara kondisi fisik rumah serta dengan luas lantai kamar balita yang diukur karakteristik balita dengan terhadap kasus dengan mengunakan rollmeter. Data campak di Kota Surabaya. Penelitian ini kepadatan hunian diperoleh dengan telah memiliki sertifikat keterangan lolos mewawancarai reponden mengenai jumlah kaji etik yang diujikan dihadapan komisi penghuni dan mengukur luas lantai kamar etik penelitian kesehatan. balita, kemudian dihitung lalu hasilnya dicatat pada lembar observasi. Pengumpulan data dalam penelitian Pengumpulan data mengenai karakteristik ini menggunakan kuesioner dengan anak meliputi umur, jenis kelamin, status melakukan wawancara langsung kepada imunisasi campak, pemberian ASI eksklusif responden serta melakukan pengukuran serta riwayat kontak dilakukan dengan kondisi fisik rumah untuk mendapatakan melakukan wawancara kepada responden data primer, sedangkan pengumpulan data
40 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:37-49 yaitu ibu balita. Analisis data dalam Variabel pencahayaan berdasarkan penelitian ini menggunakan uji chi square dengan melihat nilai approx sig dan analisis chi square, terdapat hubungan yang contingency coefficient. signifikan antara pencahayaan dengan HASIL PENELITIAN kasus campak pada balita di Kota Surabaya Kondisi fisik rumah meliputi beberapa variabel yaitu pencahayaan, (approx.sig=0,025<0,05) dengan nilai ventilasi serta kepadatan hunian yang paling dimungkinkan memiliki hubungan contingency coefficient sebesar 0,334. Nilai atau dapat memengaruhi kasus campak pada balita di Kota Surabaya. contingency coefficient antara 0,200-0,399 Penilaian variabel pencahayaan menunjukkan korelasi yang lemah. Pada dilakukan dengan mengukur intensitas pencahayaan alami yaitu pencahayaan yang penelitian ini juga didapatkan nilai OR bersumber dari cahaya matahari. Hasil dari pengukuran ini dicatat dalam lembar sebesar 4,5 yang berarti balita dengan observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Terdapat dua kategori penilaian kamar yang memiliki pencahayaan tidak pencahayaan yaitu memenuhi syarat bila intensitas cahaya kurang dari sama dengan memenuhi syarat memiliki risiko terjadi 60 lux dan tidak memenuhi syarat bila intensitas cahaya kurang dari 60 lux, sesuai penyakit campak 4,5 kali lipat dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor dibandingkan balita dengan kamar yang 1077/ MENKES/ PER/ V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang memiliki pencahayaan yang memenuhi rumah. syarat. Intensitas pencahayaan yang diukur Hasil pengukuran variabel pencahayaan di kamar balita, dari 40 dalam penelitian yaitu pencahayaan alami responden didapatkan hasil bahwa sebanyak 8 (34,78%) kamar balita penderita yang bersumber dari cahaya matahari campak pada kelompok kasus telah memenuhi syarat sedangkan pada langsung yang masuk ke dalam kamar kelompok kontrol sebanyak 15 (65,22%) kamar balita telah memenuhi syarat balita. pencahayaan yaitu lebih besar sama dengan 60 lux. Terdapat dua kategori penilaian luas Rata-rata intensitas cahaya dalam ventilasi yaitu memenuhi syarat apabila kamar balita kelompok kasus yaitu sebesar 40 lux dengan intensitas cahaya tertinggi luas ventilasi lebih besar sama dengan 10% sebesar 410 lux dan intensitas cahaya terendah sebesar 20 lux, sedangkan pada dari luas lantai dan tidak memenuhi syarat kelompok kontrol memiliki rata-rata intensitas cahaya dalam kamar balita bila luas ventilasi kurang dari 10% dari luas sebesar 125 lux dengan intensitas cahaya tertinggi sebesar 940 lux dan intensitas lantai mengacu pada Peraturan Menteri cahaya terendah sebesar 15 lux. Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah.. Hasil pengukuran luas ventilasi di kamar balita dari 40 responden didapatkan bahwa sebanyak 8 (57,14%) kamar balita pada kelompok kasus telah memenuhi syarat luas ventilasi sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 6 (42,86%) kamar balita telah memenuhi syarat luas ventilasi yaitu lebih besar sama dengan 10% luas lantai. Variabel luas ventilasi berdasarkan analisis menggunakan chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persentase luas ventilasi terhadap kasus campak pada balita (approx.sig=0,507>0,05). Rata-rata luas ventilasi kamar balita kelompok kasus yaitu 10% dari luas lantai, sedangkan pada kelompok kontrol, rata-rata luas ventilasi yaitu 8% luas lantai.
Birayu JenyAfdhalash dan Retno Adriyani, Korelasi Kondisi Fisik Rumah... 41 Tabel 1. Distribusi Pengukuran Pencahayaan Kamar Balita Terhadap Kasus Campak Bulan Januari-Mei 2017 di Kota Surabaya Intensitas Kasus Kontrol Total Cahaya n Persentase n Persentase n Persentase (%) (%) (%) Tidak Memenuhi 12 70,58 5 29,42 17 100,00 Syarat Memenuhi Syarat 8 34,78 15 65,22 23 100,00 MAX (lux) 410,0 940,0 MIN (lux) 20,0 15,0 RATA-RATA 40 125 (lux) Tabel 2. Distribusi Pengukuran Luas Ventilasi Kamar Balita Terhadap Kasus campak Bulan Januari-Mei 2017di Kota Surabaya Luas Ventilasi Kasus Kontrol Total n Persentase n Persentase n Persentase (%) (%) (%) Tidak Memenuhi 12 46,15 14 53,85 26 100,0 Syarat Memenuhi Syarat 8 57,14 6 42,86 14 100,0 MAX 17,0% 17,0% MIN 5,0% 4,0% RATA-RATA 10,0% 8,0% Kepadatan Hunian Tabel 3. Distribusi Pengukuran Kepadatan Hunian Kamar Balita Terhadap Kasus campak Bulan Januari-Mei 2017 di Kota Surabaya Kepadatan Kasus Kontrol Total Hunian n Persentase n Persentase n Persentase (%) (%) (%) Tidak Memenuhi 13 81,25 3 18,75 16 100,0 Syarat Memenuhi Syarat 7 29,17 17 70,83 24 100,0 MAX 54 MIN 2 2 RATA-RATA 3 2 Pada variabel kepadatan hunian mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan kamar tidur balita dinilai berdasarkan luas lantai dibandingkan dengan jumlah Republik Indonesia Nomor penghuni kamar tidur balita. Terdapat dua ketegori penilaian, yaitu memenuhi syarat 1077/MENKES/PER/V/2011 mengenai jika luas ruang tidur lebih besar sama dengan 8 m2 untuk 2 orang, kecuali anak pedoman penyehatan udara dalam ruang dengan umur di bawah 5 tahun. Tidak memenuhi syarat jika luas ruang tidur rumah. kurang dari 8 m2 untuk 2 orang penghuni, Hasil pengukuran variabel kepadatan hunian kamar balita pada 40 responden didapatkan hasil bahwa pada kelompok kasus sebanyak 7 (29,17%) kamar balita memenuhi syarat kepadatan
42 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:37-49 hunian, sedangkan pada kelompok kontrol balita pada kelompok kasus dan kontrol. sebanyak 17 (70,83%) telah memiliki Berdasarkan uji chi square menunjukkan kepadatan hunian memenuhi syarat yang bahwa tidak terdapat hubungan antara umur Rata-rata kepadatan hunian kamar balita balita dengan kasus campak pada kelompok kasus yaitu sebanyak 3 (approx.sig=1,000>0,05). orang/kamar, dengan kepadatan hunian tertinggi yaitu 5 orang tiap kamar dan Tabel 4. Analisis Karakteristik Balita terendah yaitu 2 orang/kamar. Sedangkan pada kelompok kontrol, rata-rata kepadatan Terhadap Kasus Campak pada hunian kamar balita yaitu 2 orang/kamar, dengan kepadatan hunian tertinggi yaitu Balita 4orang/kamar dan terendah yaitu 2 orang/kamar. Hal ini disebabkan karena Karakte Kasus Kontro Jumla jumlah kamar di rumah responden tidak seimbang dengan jumlah anggota keluarga. ristik lh Variabel kepadatan hunian Balita n % n % n % berdasarkan analisis statistik chi square terdapat hubungan yang signifikan antara Umur kepadatan hunian dengan kasus campak pada balita (approx.sig=0,001<0,05) 1-3 thn 4 50, 4 50, 8 100, dengan nilai contingency coefficient sebesar 0,455. Nilai contingency coefficient antara (12-36 00 0 0,400-0,599 menunjukkan korelasi sedang. Balita yang tinggal di kamar dengan bln) kepadatan yang tinggi memiliki risiko terkena penyakit campak sebesar 10,52 kali >3 thn 1 50, 1 50, 3 100, dibandingkan dengan balita dengan kepadatan kamar yang tidak padat. (37-60 6 0 6 0 2 0 Karakteristik Balita bln) Karakteristik balita meliputi Jenis beberapa variabel yaitu umur balita, jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI Kelamin eksklusif serta riwayat kontak yang paling dimungkinkan memiliki hubungan dengan Laki-laki 9 47, 1 52, 1 100, kasus campak pada balita di Kota Surabaya. 37 0 63 9 0 Umur Balita Perempu 1 52, 1 47, 2 100, Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 4, didapatkan bahwa an 1 38 0 62 1 0 pada kelompok kasus balita usia lebih dari 3 tahun (37-60 bulan) sebanyak 16 (50,0%) Status Imunisasi balita dan balita usia 1-3 tahun (12-36 bulan) sebanyak 4 (50,0%). Begitu pula Campak pada kelompok kontrol balita usia lebih dari 3 tahun (37-60 bulan) sebanyak 16 (50,0%) Tidak 9 81, 2 18, 1 100, balita dan balita usia 1-3 tahun (12-36 bulan) sebanyak 4 (50,0%). Hal ini 82 18 1 0 dikarenakan dilakukan matching umur Ya 1 37, 1 62, 2 100, 1 93 8 07 9 0 ASI Eksklusif Tidak 1 47, 1 52, 2 100, 0 62 1 38 1 0 Ya 1 52, 9 47, 1 100, 0 63 37 9 0 Riwayat Kontak Tidak 5 20, 2 80, 2 100, 00 05 0 Ya 15 100,0 0 0,0 1 100, 50 Jenis Kelamin Berdasarkan Tabel 4, hasil penelitian menyatakan bahwa pada kelompok kasus jumlah balita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9 (47,37%) balita dan jumlah balita berjenis kelamin
Birayu JenyAfdhalash dan Retno Adriyani, Korelasi Kondisi Fisik Rumah... 43 perempuan sebanyak 11 (52,38%) balita. hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kasus campak Pada kelompok kontrol jumlah balita (approx.sig = 0,752 > 0,05). berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 Riwayat Kontak (50,0%) balita, begitu pula dengan balita Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 4, didapatkan bahwa berjenis kelamin perempuan sebanyak 10 pada kelompok kasus sebanyak 15 (100,0%) balita melakukan kontak dengan (50,0%) balita. Hasil uji chi square penderita campak sebelum sakit, sedangkan 5 (20,0%) balita lainnya tidak melakukan menunjukkan tidak ada hubungan yang kontak sebelum sakit dengan penderita campak. Pada kelompok kontrol sebanyak signifikan antara jenis kelamin balita 20 (80,0%) balita tidak melakukan kontak dengan penderita campak. dengan kasus campak PEMBAHASAN (approx.sig=0,752>0,05). Kondisi Fisik Rumah Status Imunisasi Pencahayaan Berdasarkan hasil penelitian yang Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar intensitas cahaya pada disajikan pada Tabel 4, didapatkan hasil kamar kelompok kasus tidak memenuhi syarat yaitu kurang dari 60 lux. Variabel bahwa pada kelompok kasus sebanyak 11 pencahayaan memiliki hubungan yang signifikan dengan kasus campak pada (37,93%) balita telah mendapatkan balita, dengan OR sebesar 4,5. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian imunisasi campak usia 9 bulan sedangkan 9 Sutaryana (2002) yang menerangkan bahwa pencahayaan alami memiliki hubungan (81,82%) balita tidak mendapatkan yang signifikan dengan kasus campak. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh imunisasi campak usia 9 bulan. Pada Casaeri (2003) juga diperoleh hasil pencahayaan memiliki hubungan yang kelompok kontrol sebanyak 18 (62,07%) signifikan dengan p-value sebesar 0,04 dan OR sebesar 2,2. balita telah mendapat imunisasi campak Menurut Setiawan (2008) virus usia 9 bulan sedangkan 2 (18,18%) balita campak akan mudah mati apabila terkena sinar matahari langsung. Menurut tidak mendapat imunisasi campak usia 9 Widoyono (2011), virus campak dapat bertahan selama beberapa hari pada bulan. Berdasarkan hasil uji chi square temperatur 0oC dan selama 15 minggu pada sediaan beku. Pada suhu kamar virus ini menunjukkan terdapat hubungan yang akan bertahan selama 34 jam. signifikan antara status imunisasi campak Pada penelitian ini, kondisi pencahayaan yang kurang memadai dengan kasus campak disebabkan karena kondisi rumah penderita campak yang berada di lingkungan sempit (approx.sig=0,013>0,05) dengan nilai dan saling berhimpitan dengan rumah contingency coefficient sebesar 0,365. Nilai contingency coefficient antara 0,200-0,399 menunjukkan korelasi yang lemah. Balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak utamanya pada usia 9 bulan akan lebih berisiko 7,36 kali terkena campak dibandingkan dengan balita yang mendapatkan imunisasi campak utamanya pada usia 9 bulan. Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 4, didapatkan bahwa pada kelompok kasus sebesar 52,63% balita telah mendapatkan ASI eksklusif dan 47,62% balita lainnya tidak mendapatkan ASI eksklusif. Pada kelompok kontrol sebesar 47,37% balita mendapat ASI eksklusif dan 52,38% balita tidak mendapat ASI eksklusif. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat
44 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:37-49 tetangga yang lain. Selain itu, kebiasaan yang mungkin berada di udara (Afdhalash, masyarakat yang tidak membuka jendela 2018). kamar pada pagi hingga siang hari ini juga menjadi penyebab kurangnya cahaya Kepadatan Hunian matahari yang masuk ke dalam kamar balita. Saat ditanya lebih lanjut mengenai Hasil penelitian didapatkan bahwa alasan jendela kamar tidak sering dibuka, sebagian besar kepadatan hunian pada sebagian responden menjawab bahwa kelompok kasus tidak memenuhi syarat mereka takut apabila rumah dimasuki oleh yaitu luas ruang tidur kurang dari 8 m2 pencuri atau orang tak dikenal. Padahal untuk 2 orang penghuni. Variabel dengan adanya cahaya matahari langsung kepadatan hunian yang masuk ke dalam kamar balita dapat memiliki hubungan yang signifikan dengan mencegah pertumbuhan bakteri dan virus kasus campak pada balita dengan nilai odds khususnya virus campak. ratio (OR) sebesar 10,52. Luas Ventilasi Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sutaryana (2002) yang Hasil penelitian didapatkan bahwa menyebutkan bahwa terdapat hubungan sebagian besar responden memiliki kamar antara kepadatan hunian dengan kasus dengan luas ventilasi tidak memenuhi campak pada balita di Kabupaten Garut syarat yaitu kurang dari 10% luas lantai. dengan OR sebesar 3,19 yang berarti bahwa Variabel luas ventilasi tidak memiliki kamar balita dengan kepadatan tinggi hubungan yang signifikan dengan kasus berisiko terhadap balita untuk terjadinya campak pada balita. penyakit campak sebesar 3,19 kali dibandingkan dengan kamar balita yang Hasil penelitian ini sejalan dengan tidak padat. Penelitian Mujiati, et al (2015) Budi (2012) dan Mujiati, et al (2015) yang juga didapatkan hasil bahwa terdapat menunjukkan bahwa ventilasi tidak hubungan yang signifikan antara kepadatan memiliki hubungan yang signifikan dengan hunian dengan kasus campak. Begitu pula kasus campak. Akan tetapi tidak sejalan dengan penelitian Akramuzzaman, et al dengan penelitian Casaeri (2003) yang (2002) yang menyebutkan bahwa kepadatan menyebutkan bahwa terdapat hubungan hunian yang tinggi dapat meningkatkan antara ventilasi terhadap kasus campak risiko pada balita untuk terkena campak pada balita dengan odds ratio (OR) sebesar sebesar 1,8 kali dibandingkan hunian 2,2 yang berarti kamar balita dengan dengan kepadatan yang rendah. Namun ventilasi tidak memenuhi syarat berisiko tidak sejalan dengan penelitian Budi (2012) terhadap balita untuk terkena penyakit di Kota Banjarmasin yang menunjukkan campak 2,2 kali dibandingkan balita yang bahwa tidak terdapat hubungan antara memiliki kamar dengan luas ventilasi kepadatan hunian dengan kasus campak memenuhi syarat. pada balita. Kota Surabaya merupakan salah Seperti yang kita ketahui bahwa satu kota dengan kepadatan penduduk Kota Surabaya merupakan salah satu kota tinggi sehingga lahan bangunan pun padat penduduk yang menyebabkan lahan semakin sempit. Hal ini menyebabkan hunian semakin sempit. Kondisi ini rumah yang dibangun saling berhimpitan menyebabkan masyarakat tidak dapat antar rumah yang satu dengan lainnya. membuat kamar dengan jumlah seimbang Padahal dengan adanya ventilasi yang dengan jumlah penghuni rumah. Rumah memadai akan memudahkan pertukaran yang sempit dengan kepadatan hunian udara serta cahaya matahari langsung dapat tinggi akan membuat interaksi antar masuk ke dalam kamar balita sebagai upaya anggota keluarga pun semakin intens, mencegah perkembangan virus campak sehingga apabila salah seorang anggota
Birayu JenyAfdhalash dan Retno Adriyani, Korelasi Kondisi Fisik Rumah... 45 keluarga menderita penyakit saluran Berdasarkan hasil wawancara dengan pernafasan akan mudah pula menular responden, sebagian besar balita dengan kepada anggota keluarga lainnya. usia lebih dari 3 tahun (37-60 bulan) telah Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar bersekolah, baik itu di Pendidikan Anak kamar dengan luas kurang dari 8 m2 dihuni Usia Dini (PAUD) ataupun di Taman hingga 4 orang. Menurut Arleni (2014), Kanak-kanak (TK). Menurut responden, bangunan rumah yang sempit dan tidak anak mereka tertular campak saat berada di seimbang antara jumlah penghuni dengan sekolah karena ada beberapa teman mereka luas hunian akan memberi dampak antara yang sebelumnya juga terkena campak. Hal lain kurangnya kadar oksigen dalam ini bisa menjadi penyebab karena virus ruangan yang dapat menyebabkan campak dapat menular melalui droplet saat menurunnya daya tahan tubuh penghuni. anak sedang bermain dengan temannya Penghuni akan mengalami sesak nafas yang menderita campak. sehingga memudahkan penularan penyakit dari anggota keluarga lainnya. Pemukiman Jenis Kelamin yang padat juga dapat mempermudah penularan penyakit, kepadatan penduduk Hasil penelitian ini menunjukkan dalam memengaruhi terjadinya penularan tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit diantaranya penyakit campak jenis kelamin balita dengan kasus campak. (Noor, 2006). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurlaila (2016) bahwa anak Karakteristik Balita perempuan lebih banyak terkena campak dibandingkan laki-laki, dan sejalan pula Umur Balita dengan penelitian Andriani (2017) bahwa tidak adanya hubungan antara jenis kelamin Hasil penelitian ini didapatkan dengan kasus campak. bahwa tidak terdapat hubungan antara umur balita dengan kasus campak. Hal ini sejalan Menurut Setiawan (2008) dan Novel dengan penelitian Casaeri (2002) yang (2010), baik pada laki-laki maupun memiliki desain studi kasus kontrol di perempuan tidak ada perbedaan kasus serta Kabupaten Kendal, menyebutkan bahwa tingkat kefatalan maupun keparahan anak dengan usia kurang dari 5 tahun (usia penyakit campak meskipun titer antibodi rentan) berisiko 4,9 kali untuk terinfeksi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan penyakit campak dibandingkan pada anak laki-laki. Baik perempuan maupun laki-laki dengan usia yang lebih dari 5 tahun. mempunyai peluang yang sama untuk Penelitian yang dilakukan Khotimah (2008) terkena campak tergantung pada daya tahan dan Nurlaila (2016) juga menyebutkan atau imunitasnya saat terpapar dengan virus bahwa kasus campak paling sering terjadi campak. Apabila saat terpapar virus campak pada kelompok balita berusia 1-5 tahun imunitas anak sedang menurun maka akan dibandingkan dengan balita berusia 0-1 dengan mudah virus campak menyerang tahun. Namun tidak memiliki hubungan tubuh anak begitu pula sebaiknya. Imunitas yang signifikan terhadap kasus campak. anak bergantung pula pada status imunisasi Artinya kasus campak dapat menyerang anak dan status gizi anak. siapa saja dari berbagai golongan usia. Status Imunisasi Campak Menurut Setiawan (2008), di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Hasil penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar anak-anak menghabiskan sebagian besar balita pada kelompok kasus banyak waktu di rumahnya, akan tetapi tidak mendapatkan imunisasi campak usia 9 jumlah penderita campak akan meningkat bulan. Berdasarkan hasil uji chi square saat anak memasuki usia sekolah. menunjukkan terdapat hubungan yang
46 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:37-49 signifikan antara status imunisasi campak antibodi yang terbentuk terhadap penyakit dengan kasus campak, dengan OR sebesar campak. Akan tetapi kadar antibodi tersebut 7,36. Hal ini menandakan bahwa imunisasi akan turun terus-menerus seiring dengan merupakan salah satu upaya preventif untuk bertambahnya usia anak. Hal ini mencegah campak (Afdhalash, 2018). menyebabkan hanya pada usia 6-9 bulan sejak kelahiran, bayi memiliki perlindungan Hal ini sejalan dengan penelitian yang optimal. Saat bayi berusia 9 bulan, yang dilakukan oleh Arleni (2014) yang secara aktif akan terbentuk antibodinya menunjukkan OR sebesar 2,5 yang artinya sendiri setelah menerima vaksinasi campak. anak yang tidak diimunisasi campak Dalam kurun waktu 12 hari setelah infeksi mempunyai risiko 2,5 kali lebih tinggi campak mencapai puncak titer yaitu kurang terjangkit campak dibanding anak yang lebih 21 hari, IgM akan terbentuk dan telah mendapat imunisasi campak. Begitu dengan cepat akan menghilang, kemudian pula dengan hasil penelitian Budi (2012), tergantikan oleh IgG. Imunitas ini akan Mujiati, et al (2015) dan Meilani (2013) terjadi seumur hidup pada sebagian besar yang menunjukkan adanya hubungan antara individu, begitu pula dengan imunitas yang status imunisasi campak terhadap kasus terbentuk sebagai akibat dari infeksi virus campak. Penelitian yang dilakukan Hyde, et campak. Adanya karier campak saat ini pun al (2005) menyebutkan bahwa kasus tidak terbukti. Apabila cakupan imunisasi campak yang terjadi pada rentang usia 1-14 campak telah lebih dari 90% maka akan tahun sebesar 59% tidak mendapatkan membentuk kekebalan kelompok dan imunisasi campak. Menurut penelitian menurunkan kasus campak di masyarakat Sudfeld, et al (2010) bahwa imunisasi (Widoyono, 2011). Namun ada pula balita campak efektif mencegah terjadinya yang meskipun telah diimunisasi campak penyakit campak sebesar 85%. tetapi tetap terkena campak. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat anak terpapar Menurut Handayani (2005), virus campak, imunitasnya sedang lemah imunitas terhadap campak akan terjadi sehingga ia mudah terserang virus campak. seumur hidup pada sebagian besar individu, Umur pemberian vaksin juga akan begitu juga dengan imunitas yang terbentuk memengaruhi terbentuknya antibodi, umur sebagai akibat infeksi penyakit campak. yang paling tepat untuk imunisasi campak Infeksi alami yang disebabkan oleh yaitu pada usia 9 bulan (WHO, 2017). penyakit campak cenderung meningkatkan antibodi yang lebih baik jika dibandingkan Pemberian ASI Eksklusif dengan antibodi yang terbentuk dari imunisasi campak. Respon selular akan Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi apabila terjadi infeksi virus, hal ini bahwa sebagian besar balita tidak akan dengan cepat diikuti oleh respon mendapatkan ASI eksklusif usia 0-6 bulan. imunitas saat ruam mulai timbul, seorang Berdasarkan hasil uji chi square anak akan masuk dalam kelompok rentan menunjukkan bahwa tidak terdapat apabila ia tidak memiliki titer antibodi. hubungan yang signifikan antara pemberian Terbentuknya titer antibodi karena infeksi ASI eksklusif dengan kasus campak. campak akan lebih stabil dan dapat bertahan seumur hidup. Berdasarkan survei yang Air susu ibu (ASI) merupakan dilakukan pada anak usia 0-5 tahun, sekresi kelenjar payudara ibu berupa emulsi diketahui bahwa terdapat status kekebalan lemak dalam larutan protein, laktosa, dan terhadap infeksi virus campak. garam-garam organik yang bemanfaat sebagai makanan utama bagi bayi. Menurut Budi (2012), sebagian Pemberian ASI eksklusif pada bayi berarti besar ibu di negara berkembang salah bayi hanya diberi ASI saja tanpa satunya di Indonesia pernah mengalami penambahan cairan lainnya seperti susu penyakit campak saat masih kecil, sehingga bayi yang dilahirkan pun memiliki maternal
Birayu JenyAfdhalash dan Retno Adriyani, Korelasi Kondisi Fisik Rumah... 47 formula, air putih, teh dan lain sebagainya. sebelum sakit akan berisiko 15,4 kali untuk terkena campak dibandingkan dengan anak Selain itu, juga tidak diberikan makanan yang tidak melakukan kontak dengan penderita campak. Begitu pula dengan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu penelitian Casaeri (2002) di Kabupaten Kendal bahwa riwayat kontak memiliki serta makanan lainnya. Pemberian ASI risiko 3,2 kali lebih tinggi dibanding dengan penderita yang tidak ada riwayat kontak eksklusif ini dianjurkan untuk diberikan dengan penderita campak. Penelitian Akramuzzaman, et al (2002) di Dhaka pada bayi usia 0-6 bulan (Rudi & Sulis, Bangladesh menyebutkan bahwa hampir separuh dari 206 kasus campak konfirmasi 2013). pernah melakukan kontak dengan penderita campak sebelum akhirnya tertular. Begitu Menurut Widoyono (2011), di pula dengan penelitian Mujiati, et al (2015) bahwa anak yang pernah kontak dengan dalam ASI mengandung lebih dari tiga penderita campak memiliki risiko 3,7 kali untuk terkena campak dibandingkan dengan puluh jenis imunoglobulin yang dapat anak yang tidak pernah kontak dengan penderita campak. Menurut Parker, et al diidentifikasi. Delapan belas (2006) di Amerika Serikat bahwa riwayat kontak akan mempengaruhi terjadinya immunoglobulin diantaranya berasal dari kasus campak. Sebanyak 19 orang (56,0%) dari 34 pasien terinfeksi langsung oleh serum ibu dan sisanya hanya ditemukan di penderita campak (18 pasien berkumpul dengan penderita campak sedangkan 1 dalam kolostrum. Imunoglobulin yang pasien lainnya karena mengunjungi tetangganya yang sedang menderita paling utama yang dapat ditemukan pada campak) dan 13 orang (38,0%) tertular langsung oleh penderita campak yang ada di kolostrum adalah IgA, bukan hanya karena rumahnya. konsentrasinya yang tinggi namun juga Hal ini menunjukkan bahwa penularan kasus campak terjadi dari orang karena aktivitas biologiknya. IgA yang ada ke orang yang mudah ditularkan melalui udara yaitu pernapasan. Menurut Widoyono dalam kolostrum serta ASI ini dapat (2011), campak ditularkan melalui droplet di udara oleh penderita sejak 1 hari sebelum melindungi tubuh bayi dari berbagai macam timbulnya gejala klinis sampai 4 hari sesudah munculnya ruam. Pada penelitian penyakit infeksi. Selain itu imunoglobulin ini, sebagian besar balita telah bersekolah di PAUD dan TK, menurut hasil wawancara G juga dapat menembus plasenta dan di dengan responden bahwa di sekolah anak mereka saat itu banyak yang terkena dalam darah janin/bayi tersedia dalam campak sehingga anak mereka juga tertular virus campak. Hal ini dapat terjadi karena konsentrasi yang cukup tinggi hingga usia saat anak bermain dengan temannya yang terkena campak maka akan terjadi beberapa bulan, sehingga janin/bayi akan penularan melalui droplet, terutama jika imunitas anak sedang menurun maka anak terlindungi dari berbagai jenis penyakit. akan dengan mudah terkena campak Beberapa jenis antibodi yang dapat ditransfer melalui plasenta antara lain adalah antibodi difteri, tetanus, campak, rubela, parotitis, polio, dan stafilokokus. Pemberian ASI eksklusif menjadi sangat penting bagi bayi usia 0-6 bulan sebagai antibodi alami dari berbagai macam penyakit. Akan tetapi masih banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada anaknya dengan berbagai alasan seperti air susu tidak keluar, ibu bekerja sehingga anak diberi susu formula, serta pemahaman yang salah mengenai pemberian MPASI sebelum umur 6 bulan. Riwayat Kontak Hasil penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar balita pada kelompok kasus melakukan kontak dengan penderita campak sebelum sakit. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Arleni (2014) yang menunjukkan bahwa anak yang memiliki riwayat kontak dengan penderita campak
48 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:37-49 meskipun hanya satu kali melakukan Journal of the World Health kontak dengan penderita campak. Organization 2002;80:776-782, Andriani, L 2017, Hubungan Karakteristik SIMPULAN Balita, Umur Saat Imunisasi Campak, Riwayat ASI Eksklusif Berdasarkan hasil penelitian, terhadap Campak Klinis, Jurnal kondisi fisik rumah pencahayaan dan Berkala Epidemiologi Vol 5 No 2 kepadatan hunian memiliki hubungan yang hlm 265-275, Surabaya: Universitas signifikan dengan korelasi lemah dan Airlangga.[https://doi:10.20473/jbe. sedang, terhadap kasus campak pada balita v5i2.2017.265-275] selama bulan Januari-Mei 2017 di Kota Arleni, 2014, Faktor-Faktor Yang Surabaya. Pada variabel karakteristik anak Berpengaruh Terhadap Kasus terdapat hubungan yang signifikan antara campak Pada Kejadian Luar Biasa status imunisasi campak dengan korelasi (KLB) Campak Di Desa Segarjaya lemah, dan terdapat hubungan yang Kecamatan Batujaya Kabupaten signifikan pula antara riwayat paparan Karawang Tahun 2014, Skripsi. terhadap kasus campak pada balita selama Depok: Universitas Indonesia bulan Januari-Mei 2017 di Kota Surabaya. Budi, D 2012, Faktor-Faktor Yang Untuk menjaga pencahayaan kamar balita Berpengaruh Terhadap Kasus agar tetap memenuhi syarat, sebaiknya ibu campak Pada Peristiwa Kejadian rajin membuka jendela kamar tidur pada Luar Biasa Campak Anak (0-59 pagi hingga siang hari agar terjadi Bulan) Di Kota Banjarmasin pertukaran udara yang baik atau memasang Provinsi Kalimantan Selatan Tahun genting kaca agar cahaya matahari dapat 2011, Tesis, Depok: Universitas masuk untuk mencegah pertumbuhan virus Indonesia campak. Selain itu, jumlah penghuni pada Casaeri, 2003, Faktor-Faktor Risiko Kasus masing-masing kamar tidur harus campak Di Kabupaten Kendal disesuaikan dengan luas kamar. Sebaiknya Tahun 2002, Tesis, Semarang, ibu rajin membawa anaknya ke fasilitas Program Pascasarjana Undip pelayanan kesehatan terdekat untuk Semarang mendapatkan imunisasi dan informasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, petugas kesehatan terkait pola asuh anak 2013, Profil Kesehatan Provinsi sehingga anak menjadi lebih sehat dan tidak Jawa Timur, Surabaya: Dinkes mudah tertular penyakit, terutama penyakit Kesehatan Provinsi Jawa Timur campak. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2014, Profil Kesehatan Provinsi DAFTAR PUSTAKA Jawa Timur, Surabaya: Dinkes Kesehatan Provinsi Jawa Timur Afdhalash, B.J., 2018, Hubungan Kondisi Giarsawan, N., I Wayan Suarta Asmara, Lingkungan Rumah, Karakteristik Anysiah Elly Yulianti, 2014, Balita dan Karakteristik Ibu dengan Faktor-faktor yang Memengaruhi Terhadap Kasus campak di Kota Kasus campak di Wilayah Surabaya, Skripsi, Surabaya: Puskesmas Tejakula I Kecamatan Universitas Airlangga Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Akramuzzaman, S.M., Felicity, T.C., Md, Lingkungan.Vol 4(2): 140-145. J.H., Obaidullah, K.W., Nazmun, Buleleng: Poltekkes Denpasar N., Darul, I., Narayan, C.S., and Handayani, S 2005, Infeksi Campak, Dilip, M., 2002, Measles Vaccine Karakteristik dan Respon Imunitas Effectiveness and Risk Factors for Measles in Dhaka Bangladesh,
Birayu JenyAfdhalash dan Retno Adriyani, Korelasi Kondisi Fisik Rumah... 49 yang Ditimbulkan. CDK No. 148. Novel, S 2010, Ensiklopedi Penyakit 30-34 Hyde, T.B., Gustavo, H.D., Justina, R.L., Menular dan Infeksi, Yogyakarta: Robin, N., Russel, E., Kennar, B., Mailynn, K., Mona, M., Huong, Familia Pustaka Keluarga Q.N., Anthony, P.K., Michael, J.O., Nobia, J.W., William, J.B., Daoling, Peraturan Menteri Kesehatan Republik B., Cedric, J.B., Jane, F.S., and Mark, J.P., 2005. Measles Outbreak Indonesia Nomor 1077 Tahun In The Republic Of The Marshall Islands 2003. International Journal 2011 tentang pedoman penyehatan of Epidemiology 35:299 306, Oxford University. udara dalam ruang rumah. Kementerian Kesehatan RI, 2015, Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Parker, A., Amy et.al, 2006, Implications of Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan a 2005 Measles Outbreak in RI Khotimah, H., 2008, Hubungan Antara Indiana for Sustained Elimination Usia, Status Gizi dan Status Imunisasi Dengan Kejadian of Measles in the United States, Campak Balita, Jurnal Obstretika Scientia ISSN 2337-6120, Journal of Medicine Vol 355 pp Rangkasbitung: Akbid La Tansa Mashiro. 447-455. Meilani, R., Risna, E., 2013, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian [https://DOI:10.1056/NEJMoa060 Campak di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus, Jurnal 775] Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat Vol 2 No 1 ISSN:2252- Rudi, H, Sulis Setianingsih, 2013, Manfaat 8865.[DOI: https://doi.org/10.3159 6/jcu.v2i1.19] ASI Eksklusif Untuk Buah Hati Mujiati, E., Rini, M., Anita, R., 2015, Faktor Risiko Kasus campak Pada Anda, Yogyakarta: Gosyen Anak Usia 1-14 Tahun Di Kecamatan Metro Pusat Provinsi Publishing Lampung Tahun 2013-2014, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Vol Setiawan, M 2008, Penyakit Campak, 6(2): 100-112, Sriwijaya: Universitas Sriwijaya. Jakarta: CV Sagung Seto Nurlaila & Nur Hanna, 2016, Karakteristik Kejadian Luar Biasa Campak Pada Sudfeld, C.R., Ann, M.N., and Neal, A.H., Salah Satu Desa di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung, 2010, Effectiveness of Measles Jurnal Keperawatan Vol XII No 2: pp 185-189 ISSN 1907-0357. Vaccination and Vitamin A Noor, Nur Nasry, 2006, Pengantar Treatment, International Journal of Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka Cipta Epidemiology 2010;39:148 155, Oxford University Press, Suradi, R. dkk. 2002. Penelitian Kasus- Kontrol dalam Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sastroasmoro & Ismael (Editor). Jakarta: CV Sagung Seto Sutaryana, 2002, Hubungan Kesehatan Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Balita dengan Kasus campak Pada Anak Balita di Kabupaten Garut Tahun 2000-2001, Tesis, Depok: Universitas Indonesia Widoyono, 2011, Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138