Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Sanitasi Rumah Sakit SC

Sanitasi Rumah Sakit SC

Published by mhkn ebook4, 2021-11-13 02:44:34

Description: Sanitasi Rumah Sakit SC

Search

Read the Text Version

pemanasan menggunakan autoklap atau dengan pembakaran menggunakan insinetaror. F. PERSYARATAN PENGELOLAAN SAMPAH NON-MEDIS 1. Pemilahan dan Pewadahan a. Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastic warna hitam. b. Tempat pewadahan 1) Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastic warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan lambing “domestic” warna putih 2) Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah padat melebihi 2 (dua) ekor per-blok grill, perlu dilakukan pengendalian lalat. 2. Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan a. Bila tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per-blok grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian. b. Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali. c. Pengumpulan sampah secara rutin d. Pengumpulan sampah dari bangsal dilakukan setiap hari e. Kantong sampah harus tertutup f. Semua kontainer dan kantong harus diberi label g. Kontainer yang penuh harus segera diganti dengan kontainer atau kantong yang kosong Persyaratan tempat penyimpanan sampah sementara: a. Kedap air, kokoh b. Drainase baik c. Mudah dibersihkan d. Jauh dari sumber air bersih e. Mudah dijangkau petugas f. Aman dan terkunci g. Memiliki pencahayaan dan ventilasi yang baik h. Kedap tikus, serangga dan burung 144 Sanitasi Rumah Sakit 

3. Pengolahan dan Pemusnahan Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus dilakukan sesuai persyaratan kesehatan. Panduan Praktik 3 BAB IV Pengelolaan Limbah Padat/Sampah A. TUJUAN Tujuan praktik pengelolaan limabah padat di rumah sakit adalah: 1. Untuk mengetahui pengelolaan limbah padat di rumah sakit. 2. Mengetahui tempat pengumpulan libah padat di rumah sakit 3. Mengetahui pengelolaan limbah padat medis di rumah sakit B. DAFTAR RUJUKAN 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 2. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia tahun 2000 C. ALAT DAN BAHAN 1. Formulir inspeksi sanitasi rumah sakit 2. Alat tulis 3. Lembar obsevasi 4. Kamera dan lain-lain D. PROSEDUR PRAKTIKUM 1. Melakukan pengamatan sarana pengolahan limbah padat di rumah sakit 2. Melakukan penilaian persyaratan tempat penyimpanan sampah atau limbah padat medis dan non-medis di rumah sakit. 3. Melakukan pemeriksaan atau pengukuran maupun hasil observasi datanya dimasukan pada formulir sebagai berikut:  Sanitasi Rumah Sakit 145

No. VARIABEL BOBOT KOMPONEN YANG DINILAI NILAI SKORE UPAYA KESLING 3 4 56 12 10 a. Pemusnahan limbah padat 25 IV Pengelolaan Limbah infeksius, sitotoksis, dan farmasi dengan incinerator 20 (Jumlah Boobot 16) suhu > 1000oC atau khusus 20 1. Pengelolaan untuk sampah infeksius limbah padat dapat disterilkan dengan 15 autoclave atau radiasi 5 146 microwave sebelum 5 dibuang ke landfill. 10 b. Bagi yang tidak punya incinerator ada MoU antara RS dan pihak yang melakukan pemusnahan limbah medis. c. Tempat limbah padat kuat, tahan karat, kedap air dengan penutup dan kantong plastik dengan warna dan lambing sesuai pedoman. Minimal 1 (satu) buah tiap radius 20 pada ruang tuggu atau terbuka d. Tepat pengumpulan dan penampugan limbah sementara segera didisinfeksi setelah dikosongkan e. Diangkut ke TPS > 2 kali/ hari dan ke TPA > 1 kali/hari f. Limbah domestic dibuang ke TPA yang ditetapkan Pemda g. Sampah radioaktif ditangani sesuai peraturan yang berlaku. Sanitasi Rumah Sakit 

Latihan Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan berikut! 1) Jelaskan macam-macam jenis sampah yang dihasilkan dari rumah sakit? 2) Jelaskan potensi bahaya dari sampah-sampah rumah sakit? 3) Jelaskan tahapan pengelolaan sampah rumah sakit? Ringkasan 1. Jenis sampah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat digolongkan kedalam sampah medis dan sampah non-medis. 2. Jenis sampah yang berpotensi menibulkan bahaya terhadap kesehatan manusia yaitu sampah infeksius dan benda tajam, sampah kimia dan farmasi, serta sampah radioaktif. 3. Tahapan-tahapan dalam pengelolaan sampah medis maupun non-medis yaitu tahap pewadahan, pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pemusnahan. Tes 3 Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1) Sampah basah yang berasal dari dapur seperti sisa makanan atau sayuran termasuk sifat sampah …. A. Refuse B. garbage C. rubbish D. ashes E. infecsius  Sanitasi Rumah Sakit 147

2) Limbah sitotoksis harus dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna …. A. Merah B. Ungu C. Kuning D. Hitam E. Putih 3) Penyimpanan sampah padat medis pada waktu musim kemarau paling lama adalah …. A. 6 jam B. 12 jam C. 24 jam D. 48 jam E. 32 jam 4) Sampah yang terkontaminasi oleh radioisotope seperti penggunaan alat medis, riset termasuk ke dalam karakteristik jenis sampah …. A. Infeksius B. Doestik C. Non-infeksius D. Sitotoksis E. Organik 5) Teknologi pemusnahan sampah medis dengan proses pembakaran dengan suhu tinggi yaitu …. A. Aotoklap B. Landfill C. Sanitary D. Sterilisasi E. Insinerator 148 Sanitasi Rumah Sakit 

Kunci Jawaban Tes Test 1 1) C. 2) A. 3) D. 4) C. 5) E. Test 2 1) A. 2) B. 3) C. 4) D. 5) E. Test 3 1) A. 2) B. 3) C. 4) D. 5) E.  Sanitasi Rumah Sakit 149

Daftar Pustaka Chandra Budi, 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta: EGC Direktorat Jenderal P2&PL, 2002. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor Kep – 58/MENLH/12/1995. Persyaratan Kualitas effluent Libah Cair. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air minum. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2002. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air. Sabarguna Boy Subirosa, Rubaya Agus Kharmayana, 2011. Sanitasi Air dan Limbah Pendukung Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Jakarta: Salemba medika https://www.scribd.com/doc/206629132/Sanitasi-rumah-sakit. di akses tanggal 20 Februari 2018. 150 Sanitasi Rumah Sakit 

Bab 5 PENGENDALIAN VEKTOR, TIKUS DAN BINATANG PENGGANGGU LAINNYA DI RUMAH SAKIT DindinWahyudin, S.Pd.,M.Sc Kusrini Wulandari, SKM, M.Kes Pendahuluan Serangga, tikus dan kucing merupakan binatang yang sering kita temui baik di rumah, perkantoran, rumah sakit maupun di tempat-tempat umum lainya yang dapat menimbulkan gangguan dan merugikan manusia. Keberadaan mereka dapat di suatu tempat mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut tidak saniter, kumuh dan menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai reservoir agent penyakit. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya pengendaliannya agar tidak menjadi sumber penular penyakit pada manusia. Disamping itu, keberadaan tikus dan binantang pengerat lainnya juga dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi berupa rusaknya material bangunan, peralatan, pangan dan instalasi medik, kabel-kabel listrik yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran. Rumah sakit dengan segala aktifitasnya yang sangat kompleks cenderung potensi menjadi tepat berkebang biaknya serangga vektor, tikus dan binatang pengganggu lainya. Pengendalian vektor di rumah sakit perlu dilakukan secara rutin dan bekesinambungan untuk mencegah tingginya populasi dan penyakit tular vektor. Nyamuk, lalat, kecoa, kepinding, pinjal tikus, pinjal kucing, pinjal anjing sebagai vector penyakit. Beberapa penyakit yang dapat ditularkan seperti, demam berdarah, malaria, disentri, pes, salmonelosis, sedangkan tikus dapat menularkan penyakit murin typhus atau leptospirosis. Sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes RI Nomor 1204 Tahun 2004 serangga vektor dan binatang penggangu tersebut harus dilakukan pengawasan dan pengendalian.  Sanitasi Rumah Sakit 151

Saudara sebagai tenaga sanitarian harus mampu melakukan pencegah infeksi nasokomial akibat dari lingkungan rumah sakit yang tidak memenuhi persyaratan. Pada bab ini saudara akan mempelajari tentang pengendalian vector, tikus dan bintang pengganggu lainnya di rumah sakit. Setelah mempelajari bab ini saudara diharapkan mampu: 1. Menjelaskan pengertian vektor di rumah sakit 2. Menjelaskan jenis vektor, tikus dan binatang pengganggu di rumah sakit 3. Menjelaskan persyaratan indeks vektor di rumah sakit 4. Melakukan inspeksi vektor, tikus dan binatang pengganggu di rumah sakit Untuk membantu dalam mempelajari bab ini saudara gunakan pengalaman ketika sebagai tenaga sanitarian dan bandingkan dengan teori atau materi dalam bab ini. Selamat belajar. 152 Sanitasi Rumah Sakit 

Topik 1 Pengendalian Vektor di Rumah Sakit A. PENGERTIAN Vektor adalah arthropoda yang dapat menularkan,memindahkah dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia (Permenkes RI, 2010). Arthopoda merupakan hewan invertebrata yang bertindak sebagai penular penyebab penyakit (agent) dari host atau pejamu yang sakit ke pejamu lain yang rentan. Peranan serangan vektor dalam menularan peyakit dibagi menjadi 2 (dua) yaitu vektor mekanik dan vektor biologik. Vektor mekanik yaitu serangga/arthropoda yang menularkan penyakit (parasit), tetapi parasit tersebut tidak mengalami perubahan pada vektornya. Parasit tersebut terbawa atau menempel pada bagian tubuh vector, misalnya penyakit ascariasis disebabkan oleh telur cacing ascaris yang menepel pada bagian tubuh lalat kemudian dipindahkan pada makanan lalu makanan tersebut dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan vektor biologik yaitu parasit yang ditularkannya mengalami perkembangbiakan dan atau pertumbuhan dari satu tahap ke tahap yang lebih lanjut pada tubuh vektornya. Parasit/kuman hanya mengalami pertumbuhan atau perubahan bentuk dalam tubuh vector disebut cyclo depelopment, contohnya penyakit filariasis yang ditularkan oleh nyamuk Mansonia sp. Cacing tumbuh atau berubah dari microfilaria sampai bentuk larva instrar 3 (L3). Parasit atau kuman mengalami perkembangbiakan dalam tubuh vector disebut propagatif, contoh Aedes aegypti bertindak sebagai vektor penyakit demam kuning. Parasit atau kuman mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan dalam tubuh vector disebut cyclo propagatif, contohnya penyakit malaria yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. Parasit ataukuman diturunkan dari induknya (vector) kepada anaknya melalui telur disebut hereditary/ transovarian contohnya penyakit scrub typus. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit. Di Indonesia penyakit yang disbabkan vector dapat dibedakan menjadi 2 yaitu yang tersebar secara luas seperti malaria, demam berdarah, filariasis, rabies dan menyebar dalam lingkup local seperti pes, Japanese encephalitis, leptosipirosis, toxoplasmosis. Vektor dari kedua macam penyebaran penyakit ini adalah lalat, kecoa, tikus/ rodent dan nyamuk. Untuk itu pengendalian terhadap distribusi dan pertumbuhan 4 macam vector tersebut sangat penting dalam menjaga kesehatan masyarakat.  Sanitasi Rumah Sakit 153

B. JENIS VEKTOR DI RUMAH SAKIT Menurut Peraturan Pemerintah No. 374 Tahun 2010 sebagian dari Athropoda dapat bertindak sebagai vector yaitu dengan ciri-ciri memiliki kaki beruas-ruas. Jenis arthropoda ini merupakan salah satu phylum yang terbesar dengan jumlah hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang arthropoda. Berikut adalah klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit: 1. Kelas Krustacea (berkaki 10), misalnya udang 2. Kelas Myriapoda, misalnya binatang berkaki seribu 3. Kelas Arachinodea misalnya tungau 4. Kelas Hexapoda , misalnya nyamuk Dari Hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah : 1. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat a. Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria b. Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah c. Lalat rumah sebagai vektor penyakit kholera 2. Ordo Siphonaptera yaitu pijal. Pijal tikus sebagai vektor penyakit pes 3. Ordo Anophera yaitu kutu kepala. Kutu kepala sebagai penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus. Sedangkan untuk kelas yang lainnya seperti kelas Myriapoda dan Krustacea populasinya di rumah sakit lebih sedikit demikian pula problematiknya dibandingkan dengan dari kelas Hexapoda. Penyakit yang ditularkan oleh vektor terutama dari kelas hexapoda seperti nyamuk dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Penyakit demam berdarah, malaria, radang otak (encephalitis) merupan penyakit akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes sp, Anopheles sp, Culex sp yang masih menjadi masalah di Indonesia. Selain vektor di atas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu lainnya antara lain : 1. Rattus norvigicus (tikus riol) 2. Rattus-rattus diardill (tikus atap) 3. Mus musculus (mencit rummah) Jenis vektor/serangga dan binatang pengganggu yang sering ditemukan di rumah sakit adalah nyamuk, lalat, kecoa, rayap, pinjal, tikus dan kucing/ anjing. Faktor eksternal seperti musim atau iklim dan faktor internal seperti suhu-kelembaban ruangan, pencahayan ruangan, 154 Sanitasi Rumah Sakit 

penataan ruangan dan sanitasi lingkungan rumah sakit sangat mempengaruhi keberadaan, pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Lalat sering ditemukan ditempat perindukannya biasanya di tempat-tempat penapungan sampah, saluran pembuangan limbah, tempat pengolahan makanan kantin atau dapur di rumah sakit demikian pula kecoa dan binatang lainnya namun aktifnya ada yang pada siang hari dan atau malam hari. C. DAMPAK VEKTOR TERHADAP KESEHATAN Tingginya populasi serangga vector disuatu wilayah maka akan berisiko terhadap manusia yang berada ditempat tersebut untuk terjadinya penularan penyakit. Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti disentri, kolera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah ataupun kecoa melalui makanan. Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa disebut sebagai inokulasi (inoculation). Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai infestasi (infestatation), sebagai contoh scabies. Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi (incubation period), khusus pada arthropods borne diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu extrinsic incubation period dan intrinsic incubation period pada tubuh vektor dan pada manusia. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria. Manusia dan vector sebagai host dari agent tersebut, disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif, sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate. D. PERSYARATAN DAN INDEKS VEKTOR Pemantauan kepadatan vektor dalam suatu wilayah dilakukan dengan melakukan survey. Survei yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti  Sanitasi Rumah Sakit 155

yaitu survei nyamuk dan survei jentik. Cara survei nyamuk dilakukan di dalam rumah yaitu penangkapan nyamuk yang hinggap/resting tiap rumah selama 5-10 menit pada pagi-sore hari terutama pada puncak kepadatan menggigit pagi antara jam 09.00 – 12.00, sore jam 13.00 – 17.00. Nyamuk yang hinggap disedot dengan aspirator, dimasukkan ke dalam paper cup, diberi label dan dicatat pada form sebagai mana saudara biasa melakukannya. Cara menghitung Indeks nyamuk resting per-rumah sama dengan jumlah nyamuk Aedes aegypti betina tertangkap yang hinggap/resting dibagi jumlah rumah yang dilakukan penangkapan. Cara melakukannya seperti pada gambar berikut ini. Gambar 5.1 Menangkap Nyamuk yang Hinggap di Dalam Rumah Survei jentik dilakukan di dalam dan di luar sekitar rumah dengan memeriksa semua container dan dilihat terdapat jentik atau tidak ditulis dalam formulir survei. Cara menghitung container indeks (CI) yaitu jumlah container yang ada jentik dibagi jumlah seluruh container yang diperiksa dikali 100%. Cara melakukannya seperti pada gambar berikut. 156 Sanitasi Rumah Sakit 

Gambar 5.2 Pemeriksaan Jentik Pada Container Air Survei lalat untuk mengetahui kepadatan lalat di suatu tempat atau wilayah, menentukan daerah-daerah yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak lalat. Indeks lalat, yaitu kepadatan lalat yang diukur dengan menggunakan alat fly grill. Cara melakukannya  Sanitasi Rumah Sakit 157

yaitu pada pagi hari setelah sinar matahari terbit, alat fly grill diletakan di tempat yang akan diukur kepadatannya. Indeks lalat sama dengan jumlah lalat yang hinggap pada fly grill per-30 detik. Adapun alat yang biasa digunakan untuk survei kepadatan lalat seperti di bawah ini. Gambar 5.3 Fly Grill Untuk Survey Lalat kategori kepadatan lalat 0-2 ekor adalah rendah dan kepadatan lebih dari 21 ekor dikategorikan sangat tinggi. Survei tikus dilakukan untuk mengetahui kepadatan tikus di sutau tempat atau wilayah. yaitu dengan cara memasang perangkap tikus pada sore hari di tempat-tempat yang sudah di tetapkan kemudian pagi harinya dilihat ada tidaknya tikus dalam perangkap. Untuk menghitung indeks tikus yaitu jumlah perangkap yang ada tikusnya dibagi jumlah perangkap yang dipasang dikali 100%. Selain kepadatan tikus dapat pula diketahui kepadatan pinjal tikus atau indeks pinjal. Untuk menghitung kepadatan pinjal yaitu dengan cara melakukan pembiusan pada seluruh tikus yang tertangkap kemudian menyisir bagian badan tikus di atas nampan. Kemudian dihitung jumlah seluruh pinjal yang didapat dibagi jumlah tikus yang diperiksa atau disisir. Kepadatan pinjal atau indeks pinjal lebih dari 1 ekor, maka tempat atau wilayah tersebut rentan terhadap penyakit pes. Terutama untuk jenis pinjal Xenopsylla cheopis. Berikut adalah foto kegiatan dalam survei tikus. 158 Sanitasi Rumah Sakit 

Gambar 5.4 Menyisir Tikus Hasil Survei Data yang diperoleh dari hasil survei tersebut di atas, dianalisis dan dilakukan bagaimana strategi dalam pengendalian dan pencegahan penyakit tular vector, tikus dan binatang pengganggu lainnya. Adapun persyaratan pengendalian serangga vector, tikus dan binatang pengganggu lainnya menurut Kepmenkes RI No.1204 tahun 2004 adalah : 1. Kepadatan jentik Aedes sp. yang diamati melalui indeks kontainer harus 0 (nol). 2. Tidak ditemukannya lubang tanpa kawat kasa yang memungkinkan nyamuk masuk ke dalam ruangan, terutama di ruangan perawatan. 3. Semua ruang di rumah sakit harus bebas dari kecoa, terutama pada dapur, gudang makanan, dan ruangan steril. 4. Semua ruang ditemukannya tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada daerah bangunan tertutup. 5. Tidak ditemukan lalat di dalam bangunan tertutup (core) di rumah sakit. 6. Di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing.  Sanitasi Rumah Sakit 159

E. PENGENDALIAN VEKTOR Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 374 Tahun 2010). Sedangkan pengendalian serangga vektor, tikus dan binatang pengganggu lainnya di rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 adalah upaya untuk menanggulangi populasi serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya sebagai keberadaannya tidak menjadi vektor penularan penyakit. Secara umum, cara pengendalian vektor yang ada didasari oleh: manajemen lingkungan, pengendalian secara biologi dan penggunaan bahan kimia. Dengan pengecualian manajemen lingkungan dan pengendalian secara biologi, memiliki keterbatasan aplikasi dan demikian halnya juga pada penggunaan bahan-bahan kimia yang dirasa sebagai metode penting di dalam pengendalian penyakit tular vektor secara terpadu. Sebagaimana dalam Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 pengendalian dengan cara menajemen lingkungan terhadap beberapa serangga sebagai berikut: 1. Nyamuk a. Melakuakn Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Mengubur, Menguras, dan Menutup (3M). b. Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan tertutup. c. Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi tempat perindukan. d. Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu terutama diruang perawatan anak. 2. Kecoa a. Menyimpan bahan makanan dan makanan yang siap saji pada tempat tertutup. b. Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan. c. Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk ke dalam ruangan. 3. Lalat Melakukan pengelolaan sampah atau limbah yang memenuhi syarat kesehatan. 160 Sanitasi Rumah Sakit 

4. Tikus 1. Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding, plafon, pintu, dan jendela. 2. Melakukan pengelolaan sampah yang memnuhi syarat kesehatan. 5. Binatang Pengganggu Lainnya Melakukan pengelolaan makanan dan sampah yang memenuhi standar kesehatan. Gambar 5.5 PSN Demam Berdarah 161  Sanitasi Rumah Sakit

Metode pengendalian secara kimia atau biologi terhadap vektor, tikus dan binatang pengganggu lainnya dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Nyamuk a. Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk Aedes sp. > 0 dengan cara abatisasi. b. Melakukan pemberantasan larva atau jentik dengan menggunakan predator. c. Melakukan oiling untuk memeberantas larva atau jentik culex. d. Bila diduga ada kasus deman berdarah yang tertular di rumah sakit, maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah sakit. 2. Kecoa a. Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan telur yang terdapat pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan dibakar atau dihancurkan. b. Pemberantasan kecoa Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi. a) Pemberantasan fisik atau mekanik dengan cara : 1) Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul 2) Menyiram tempat perindukan dengan air panas 3) Menutup celah-celah dinding b) Pemberantas kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan pengasapan, bubuk, semprotan, dan umpan. Berikut di bawah ini salah satu contoh gambar kegiatan pengendalian serangga vector dengan metode kimia dengan aplikasi pengasapan dalam pengendalian penyakit demam berdarah untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti dan pengendalian kecoa. 162 Sanitasi Rumah Sakit 

Gambar 5.6 Pengasapan Pemberantasan Vektor Demam Berdarah 3. Tikus Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun. 4. Lalat Bila kepadatan lalat disekitar tempat sampah (perindukan) melebihi 2 ekor per block grill maka dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun. 5. Binatang Pengganggu lainnya Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan : a. Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit b. Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk menangkap kucing dan anjing. Metode pengendalian yang lainnya yaitu, dikenal dengan Metode Pengendalian Vektor Terpadu (PVT). Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan atas keamanan, rasionalitas dan efektifitas dalam pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya. Adapun beberapa keunggulan dalam melakukan pengendalian vector terpadu adalah : 1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian 2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor 3. Melalui kerjasama lintas sektor, sehingga hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan  Sanitasi Rumah Sakit 163

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 374 Tahun 2010, Upaya pengendalian vektor secara terpadu (PVT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendekatan pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta berkesinambungan. Pengendalian vector dan binatang pengganggu lainya berprinsif pada REESAA yaitu Rational, pelaksanaan pemberantasan vektor pada daerah kasus tinggi, daerah potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) atau lokasi tertentu yang diprioritaskan. Efektif, yaitu kombinasi dua atau lebih metoda dapat dilakukankan agar mampu menurunkan penularan. Efisien, yaitu biaya operasionalnya paling murah. Sustainable, yaitu dilaksanakan dengan berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan yang rendah. Acceptable yaitu kegiatan pemberantasan vektor harus dapat diterima oleh masyarakat, hingga masyarakat setempat mendukung dan ikut berpartisipasi dlm kegiatan tersebut. Affordable, yaitu mampu melaksanakan kegiatan pemberantasan vektor pada lokasi yang mudah terjangkau, sarana transportasi relatif baik sehingga bahan dan alat serta keperluan logistik lainnya dapat dibawa ke lokasi tersebut. Panduan Praktik 1 BAB V Melakukan Pengendaliann vektor di Rumah Sakit A. TUJUAN Tujuan praktik pengendalian vektor di rumah sakit adalah: 1. Untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti (CI) di rumah sakit. 2. Mengetahui kepadatan lalat di rumah sakit 3. Mengetahui keberadaan kecoa di rumah sakit B. DAFTAR RUJUKAN Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 C. ALAT DAN BAHAN 1. Senter 2. Botol jentik nyamuk 3. Pipet 4. Formulir survei 164 Sanitasi Rumah Sakit 

5. Fly grill 6. Stop watch 7. Counter D. PROSEDUR PRAKTIKUM 1. Melakukan survei pengamatan jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air (container) yang ada di rumah sakit dengan menggunakan senter, kemudian catat pada form yang tersedia. 2. Melakukan pengukuran kepadatan lalat dengan menggunakan fly grill di tepat-tempat yang telah ditentukan, seperti di TPS, dapur dan tepat lainnya di rumah sakit. Cara pengukuran dilakukan seperti yang telah saudara lakukan pada perkuliahan pengendalian vector semester yang lalu. 3. Melakukan survei pengamatan keberadaan kecoa (kotoran, ooteka) di dapur dan ruangan-ruangan lain di rumah sakit dengan menggunakan senter. Hasilnya catat dan formulir survei. 4. Semua hasil pengukuran maupun hasil observasi datanya dimasukan pada formulir inspeksi sanitasi rumah sakit untuk menilai pengendalian vector di rumah sakit seperti di bawah ini. No. VARIABEL BOBOT KOMPONEN YANG DINILAI NILAI SKORE 30 UPAYA KESLING Pengendalian Serangga 4 1. Fisik vektor a. Konstruksi bangunan, tempat penampungan air, b. penampungan sampah tidak memungkinkan sebagai tempat berkembang biaknya serangga dan tikus c. Ventilasi dilengkapi kawat kassa d. Tidak terdapat genangan air 2. Kimia : Insektisida yang 30 digunakan memiliki toksisitas rendah terhadap  Sanitasi Rumah Sakit 165

No. VARIABEL BOBOT KOMPONEN YANG DINILAI NILAI SKORE UPAYA KESLING manusia dan tidak bersifat persisten 3. Tidak terdapat jentik pada 20 container (CI) = 0 4. Tidak terdapat lalat dalam 20 ruangan Latihan Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan berikut! 1) Jelaskan macam-macam vector di rumah sakit? 2) Jelaskan vector serangga yang berbahaya bagi kesehatan? 3) Jelaskan metode Pengendalian vector? Ringkasan 1. Vektor adalah arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia. 2. Peranan serangan vektor dalam menularan peyakit dibagi menjadi 2 (dua) yaitu vektor mekanik dan vektor biologik. 3. Penyakit tular vektor masih menjadi masalah di Indonesia dan dapat menyebabkan kejadian luar biasa. 4. Pengendalian serangga vektor dapat dilakukan melalui metode manajemen lingkungan, metode biologi, metode kimia dan metode terpadu. 166 Sanitasi Rumah Sakit 

Tes 1 Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1) Serangga yang berperan sebagai vetor mekanik adalah…. A. Nyamuk B. Pinjal C. Cyclops D. Lalat E. Tuma 2) Agent penyakit demam berdarah adalah…. A. Virus dengue B. Brugiya malayi C. Salmonella thypi D. Plasmodium falciparum E. Anchilostoma duodenale 3) Pengendalian jentik nyamuk dengan cara pemberian abate pada bak-bak penampungan air di rumah penduduk, termasuk dalam metode pengandalian.... A. Fisik B. Biologik C. Mekanik D. Kimia E. Lingkungan 4) Penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk.... A. Anopheles sp B. Culex sp C. Mansonia D. Armigeres sp E. Aedes sp  Sanitasi Rumah Sakit 167

5) Alat untuk mengukur kepadatan lalat adalah…. A. Fly trap B. Ligh trap C. Bed nets D. Fly grill E. Sticky tapes 168 Sanitasi Rumah Sakit 

Topik 2 Pengendalian Tikus dan Binatang Pengganggu Lainnya di Rumah Sakit A. JENIS TIKUS DAN BINATANG PENGGANGGU Tikus merupakan binatang pengganggu dan sebagai host dari pinjal sebagai vektor penyakit. Tikus keberadaannya di rumah sakit sering menjadi permaslahan seperti, terjadinya kerusakan pada bangunan, bahan makanan, instalasi listrik dan peralatan mebeul yang secara ekonomi sangat merugikan. Salah satu kebiasan tikus adalah menggigit atau mengerat pada bangunan atau pada perabotan rumah tangga yang menimbulkan kerusan serta mengganggu orang ketika sedang tidur di malam hari. Tikus juga berperan sebagai penular penyakit pada manusia seperti penyakit leptospirosis dan yang lainnya. Tikus termasuk ke dalam ordo rodentia yaitu binatang pengerat dengan ciri gigi seri yang selalu aus karena kebiasaanya mengerat. Ordo Rodentia merupakan ordo dari kelas Mammalia yang terbesar karena memiliki jumlah jenis atau spesies terbanyak yaitu 2.000 spesies (40 %) dari 5.000 spesies untuk seluruh kelas Mammalia. Dari 2.000 spesies Rodentia, hanya kurang lebih 150 spesies tikus yang ada di Indonesia dan hanya 8 spesies yang paling berperan sebagai host (vektor) dari agent patogen terhadap manusia dan sebagai hama pertanian. Dari 8 jenis atau spesies tikus tersebut yaitu sebagai berikut : 1. Rattus norvegicus (tikus riol/got/selokan/kota) 2. Rattus-rattus diardii (tikus rumah/atap) 3. Mus musculus (mencit rumah) 4. Rattus exulans (tikus ladang) 5. Bandicota indica (tikus wirok) 6. Rattus tiomanicus (tikus pohon) 7. Rattus argentiventer (tikus sawah) 8. Mus caroli (mencit ladang) Habitat dan kebiasaan jenis tikus yang dekat hubungannya dengan manusia adalah 1. Rattus norvegicus  menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit benda- benda keras seperti kayu, bangunan, alumunium dan lain sebagainya. Hidup dalam  Sanitasi Rumah Sakit 169

rumah, toko makanan dan gudang, di luar rumah, gudang bawah tanah, dok dan saluran dalam tanah/ roil/ got. 2. Rattus-rattus diardii  sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang ulung, menggigit benda-benda yang keras, hidup di lobang pohon, tanaman yang menjalar, hidup di dalam rumah tergantung pada cuaca. 3. Mus musculus  termasuk rodensia pemanjat, kadang-kadang menggali lubang, hidup di dalam dan di luar rumah. B. DAMPAK TIKUS DAN BINATANG PENGGANGGU TERHADAP KESEHATAN Tikus dan mencit adalah hewan mengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan penggangu yang menjijikan di perumahan. Belum banyak diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia. Penyakit yang ditularkan oleh tikus ke manusia dikenal dengan nama zoonosis. Penyakit bersumber rodensia yang disebabkan oleh berbagai agent penyakit seperti virus, rickettsia, bakteri, protozoa, dan cacing dapat ditularkan kepada manusia secara langsung, melalui feses, urine dan ludah atau gigitan rodensia dan pinjal. Secara tidak langsung melalui gigitan vector ektoparasit tikus dan mencit (kutu, pinjal, caplak, tungau). Beberapa jenis penyakit yang ditularkan oleh tikus adalah sebagai berikut : Tabel 5.1. Jenis-Jenis Penyakit yang Telah Dilaporkan Secara Klinis atau Serologis Pada Manusia dan Hewan Rodensia Reservoir di Indonesia. Penyakit Penyebab Penyakit Vektor Cara Penularan Pes Bakteri Yersinia pestis Pinjal Melalalui gigitan Murine typhus Rickettsia mooser Pinjal Melalui sisa hancuran tubuh Scrub typhus Rickettsia Tungau pinjal terinfeksi tsutsugamushi trumbikulida lewat luka akibat Spotted fever group Rickettsia conorii Caplak garukan rickettsiae Melalui gigitan tungau Melalui gigitan capalak 170 Sanitasi Rumah Sakit 

Penyakit Penyebab Penyakit Vektor Cara Penularan Leptospirosis Bakteri Loptospira - Melalui selaput Salmonelosis Salmonella - lendir atau lika di - kulit bila terpapar Demam gigitan tikus Bakteri Spirillum atau - oleh air yang Trichinosis Streptobacillus - tercemar dengan Cacing Trichinella urine tikus spiralis - Melalui gigitan tikus atau pencemaran Angiostrongiliasis Cacing Angiostrongilus makanan Melalui luka gigitan Demam berdarah Virus hantavirus tikus korea (Hantavirus) Tidak langsung dengan cara memakan hewan pemakan tikus Dengan cara memakan sejenis keong yang menjadi inang perantara penyakit ini Melalui udara yang tercemar feses, urine atau ludah tikus yang infektif Sumber : Depkes RI, Dirjen P2 & PL, 2008 C. PERSYARATAN INDEKS TIKUS DAN BINATANG PENGGANGGU Lingkungan rumah sakit harus bebas tikus. Mengamati atau memantau secara berkala setiap 2 (dua) bulan di tempat-tempat yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan tikus yang ditandai dengan adanya keberadaan tikus antara lain: kotoran, bekas gigitan, bekas jalan tikus hidup. Ruang-ruang tersebut antara lain di daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit, antara lain dapur, ruang perawatan, laboratorium, ICU, radiologi, UGD, ruang operasi, ruang genset atau panel, ruang administrasi, ruang pompa, ruang bersalin. Lingkungan rummah sakit yang terbuka (inner bound) : tempat penampungan sampah, taman atau kebun, garasi, drainase, tempat parkir, lapangan lainnya. Persyaratan untuk tikus di rumah sakit terutama pada daerah bangunan tertutup (core) yaitu tidak ditemukannya tanda-tanda keberadaan tikus.  Sanitasi Rumah Sakit 171

Untuk mengetahui kepadatan tikus di suatu tempat atau wilayah yaitu dengan cara memasang perangkap tikus. Namun sebelum dilakukan pemasangan perangkap dilakukan survey pendahuluan terlebih dahulu untuk mengetahui cirri-ciri keberadaan tikus dan pola hidup tikus. Tikus memiliki kebiasaan berjalan disepanjang tepi dinding, mengikuti jejak run way atau tempat bersentuhan langsung rambutnya. Jejak lain yang bisa dilihat kotoran, urine dan sarang tikus. Ketepatan penempatan perangkap akan meningkatkan peluang keberhasilan penangkapan. Pemasangan perangkap per lokasi survei 100 perangkap dengan pembagian 50 perangkap di habitat rumah (25 rumah) dan 50 perangkap luar rumah. (B2P2VRP, 2015). Adapun cara pemasangan perangkap tikus dapat di lihat pada gambar di bawah ini. Gambar 5.7 Pemasangan Perangkap di luar rumah (atas), dan di dalam rumah (bawah) 172 Sanitasi Rumah Sakit 

Untuk menentukan jumlah perangkap dipasang, setiap ruangan dengan luas sampai dengan 10 m2 dipasang satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah satu perangkap. (Depkes. RI, 2008). Setelah melakukan survei lalu dilakukan pemasangan perangkap dengan menggunakan umpan kelapa bakar atau yang lainnya di tempat-tempat seperti di atas. Perangkap di pasang pada sore hari dan dilihat setiap pagi antar jam 06.00-08.00 pagi hari. Perangkap yang ada tikusnya diambil dari setiap tempat, yang belum berisi biarkan sampai tiga malam untuk memberi kesempatan pada tikus yang ada untuk memasuki perangkap. Keberhasilan penangkapan atau Traping (Trap success) dihitung dengan rumus : ������ ������ × ������ × ������������������% A : jumlah perangkap positif tikus B : jumlah perangkap dipasang C : lama hari penangkapan Adapun kategori hasil penangkapan atau indeks tikus yaitu traping (Trap success) sebagai berikut: Trap success > 25% : Sangat Padat Trap success > 17,5 – 25% : Padat Trap success > 10,0 – 17,5% : Cukup Padat Trap success > 0,0 – 10,0% : Rendah D. PENGENDALIAN TIKUS DAN BINATANG PENGGANGGU Pengendalian tikus di rumah sakit dilakukan dengan tujuan untuk menekan populasi tikus dan mencegah penularan penyakit yang ditularkan oleh tikus. Sebelum dilakukan pengendalian tikus kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai kebiasan atau pola hidup tikus (bionomic) setiap spesies agar tepat sasaran dalam pengendaliannya. Metode pengendalian tikus di rumah sakit sebagai berikut : 1. Secara Fisik – Mekanik Pengendalian secara fisik-mekanik yaitu dengan cara mengubah faktor lingkungan fisik yang menyebabkan kematian pada tikus seperti mengubah suhu, kelembaban atau suara menjadi di atas atau di bawah batas toleransi tikus. Namun motode ini kurang tepat untuk di terapkan di rumah sakit. Metode pengendalian secara fisik-mekanik yang efektif dilaksanakan di rumah sakit salah satunya yaitu dengan cara penangkapan dengan menggunakan  Sanitasi Rumah Sakit 173

perangkap tikus (trapping). Ada berbagai macam perangkap tikus yang dapat digunakan seperti berikut ini : a. Perangkap mati (snap trap) b. Perangkap hidup (live trap) c. Perangkap berperekat (sticky board trap) d. Perangkap jatuhan (fit fall trap) Macam perangkap tikus tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini, Snap Trap Live Trap Sticky Board Trap Fit Fall Trap Gambar 5.8 Macam-macam Perangkap Tikus 174 Sanitasi Rumah Sakit 

Pemasangan perangkap diletakan pada tempat-tempat yang sudah diketahui terdapat tenda-tanda keberadaan tikus, pada waktu sore hari. Pemasangan perangkap di tempat bangunan tertutup (core) diletakan di lantai dan di tempat yang terbuka (inner bound) perangkap diletakkan dipinggir saluran air, di taman, di semak-semak atau sekitar Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Untuk melihat hasil penangkapan tikus diamati pada pagi harinya yaitu sekitar jam 06.00-08.00. pemasangan perangkap untuk mengendalikan tikus dan mencit di rumah sakit untuk masing-masing spesies dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.2. Cara Pengendalian Tikus dan Mencit di Rumah Sakit Secara Fisik atau Mekanik dengan Perangkap TEMPAT Rattus diardi SPESIES Mus musculus Core, Rattus norvrgicus Inner • Pemasangan • Pemasangan perangkap • Pemasangan perangkap perangkap - Snap trap untuk di - Snap trap untuk di dinding - Snap trap untuk di dinding dinding - Live trap - Live trap a. Perangkap bubu di - Live trap a. Perangkap bubu di a. Perangkap bubu di lantai lantai b. Sherman trap lantai b. Sherman trap b. Sherman trap (perangkap kotak) di (perangkap kotak) lantai (perangkap kotak) di lantai c. Core: 10 m2/ di lantai c. Core: 10 m2/ perangkap c. Core: 10 m2/ perangkap d. Inner: 10 m/ perangkap perangkap d. Inner: 10 m/ e. Jarak perangkap 10 perangkap m/ perangkap e. Jarak perangkap 10 m/ perangkap Sumber : Depkes RI. Dirjen P2 & PL, 2008 Tikus yang terperangkap kemudian dimusnahkan dengan cara di matikan lalu dibakar atau dikubur.  Sanitasi Rumah Sakit 175

2. Secara Sanitasi Lingkungan yang bersih dan sehat merupakan hal yang penting dalam mengendalikan tikus. Mengelola lingkungan sehingga tidak menjadi tepat berkebangbiaknya tikus merupakan tindakan dalam upaya sanitasi lingkungan seperti : a. Penyimpanan, pengumpulan dan pembuangan sampah yang benar. b. Penyimpanan bahan makanan dengan baik dan benar sesuai persyaratan gudang penyipanan bahan makanan. c. Konstruksi bangunan yang anti-tikus (Rat Proofing), demikian juga gudang tepat penyipanan barang. d. Pemusnahan sarang tikus dan lubang-lubang yang menjadi jalan masuknya tikus dengan cara menutupnya. 3. Secara Kimia Pengendalian tikus dengan menggunakan bahan kimia atau disebut rodentisida. Dalam aplikasinya dengan cara pengasapan (fumigasi), untuk di rumah sakit cara ini tidak dilakukan karena berbahaya, dan sebagai umpan beracun. Ada dua jenis rodentisida berdasarkan cara kerjanya yang biasa digunakan yaitu : a. Tipe single dose (akut) Dosis akut ini sifatnya lethal terhadap tikus. Tikus akan mati setelah makan rodentisida ini satu kali saja. Contohnya, arsenik trioksida, brometalin, krimidin, fluoroasetamid dan lain-lain. b. Tipe multiple dose (komulatif) Tipe pengendalian dengan rodentisida yang memerlukan peberian yang berulang selaa tiga hari atau lebih. Pengendalian tikus dengan umpan beracun sebaiknya sebagai pilihan tearakhir. Bila tidak teliti cara pengendalian ini sering menimbulkan bau yang tidak sedap, karena bangkai tikus yang tidak segera ditemukan. Selain itu rodentisida sangat berbahaya bagi manusia dan binatang atau hewan lainnya. 176 Sanitasi Rumah Sakit 

Panduan Praktik 2 BAB V Melakukan Pengendaliann Tikus di Rumah Sakit A. TUJUAN Tujuan praktik pengendalian tikus di rumah sakit adalah: 1. Untuk mengetahui keberadan tikus di rumah sakit. 2. Mengetahui kepadatan tikus di rumah sakit B. DAFTAR RUJUKAN 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 2. Pedoman Pengendalian Tikus di Rumah Sakit. Depkes RI. C. ALAT DAN BAHAN 1. Senter 2. Formulir survei tikus 3. Alat tulis 4. Perangkap tikus dan umpan 5. Kertas label 6. Benang kasur 7. Karung terigu 8. Eter atau kloroform D. PROSEDUR PRAKTIKUM 1. Melakukan survei pengamatan tanda-tanda keberadaan tikus pada tempat-tempat Core dan Inner bound di rumah sakit dengan menggunakan senter, kemudian catat pada formulir yang tersedia. 2. Melakukan pengukuran kepadatan tikus dengan memasang perangkap hidup di tempat- tempat Core dan Innner Bound di rumah sakit pada sore hari kemudian di ambil pada pagi hari. Kemudian dihitung kepadatanya dengan rumus di atas (Trapping Succes). 3. Semua hasil pengukuran maupun hasil observasi datanya dimasukan pada formulir inspeksi sanitasi rumah sakit untuk menilai pengendalian tikus di rumah sakit seperti di bawah ini.  Sanitasi Rumah Sakit 177

No. VARIABEL BOBOT KOMPONEN YANG DINILAI NILAI SKORE UPAYA KESLING 4 1. Fisik 20 Pengendalian Tikus – Konstruksi bangunan, penampungan sampah tidak memungkinkan sebagai tempat berkembang biaknya tikus – Ventilasi dilengkapi kawat kassa yang tahan tikus 2. Kimia : Rodentisida yang 20 digunakan memiliki toksisitas rendah terhadap 20 manusia dan tidak bersifat 20 persisten 3. Tidak terdapat tikus pada Core 4. Tidak terdapat pada Inner bound 5. Kepadata/ indeks tikus 20 (Traping Succes) rendah Latihan Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan berikut! 1) Jelaskan jenis dan habitat tikus pengganggu di rumah sakit? 2) Jelaskan macam penyakit dan cara penularan penyakit oleh tikus 3) Jelaskan proses pengendalian tikus di rumah sakit? 178 Sanitasi Rumah Sakit 

Ringkasan 1. Istilah geografi untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Eratosthenes. Eratosthenes menulis buku dengan judul geographika, yang berisi penulisan atau penggambaran mengenai Bumi. 2. Objek studi geografi terdiri dari objek formal dan objek material. 3. Prinsip geografi terdiri dari prinsip distribusi, interrelasi, deskripsi, dan korologi. Tes 2 Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1) Parasit dalam tubuh vektor mengalami pertumbuhan dan perkebangbiakan seperti pada plasmodium disebut…. A. Cycclo propagatif B. Cyclo depelovmen C. Propagatif D. Depelovmen E. Heredity 2) Pemasang perangkap tikus yang yang sekaligus dapat mematikan tikus adalah…. A. Snap Trap B. Live Trap C. Light Trap D. Sticky Board Trap E. Fit Fall Trap 3) Pengendalian vektor terpadu dilakukan dengan cara…. A. Pembersihan sarang nayamuk B. Melakukan pengasapan atau fogging C. Melakukan larvasida pada tepat penyimpanan air D. Melakukan 3 M Plus E. Membakar obat nyamuk  Sanitasi Rumah Sakit 179

4) Hasil survei ditemukan habitat tikus terdapat di gudang, saluran pembuangan air ruah sakit dan pada riol, apakah jenis tikus tersebut…. A. Mus musculus B. Rattus exulans C. Rattus norvegicus. D. Rattus tiomanicus E. Rattus rattus diardi 5) Penyakit Pes dapat ditularkan melalui…. A. Gigitan tikus B. Kotoran tikus C. Gigitan tungau D. Gigitan caplak E. Gigitan pinjal 180 Sanitasi Rumah Sakit 

Kunci Jawaban Test 1 1) D. 2) A. 3) D. 4) A. 5) D. Test 2 1) A 2) B. 3) D. 4) C. 5) E.  Sanitasi Rumah Sakit 181

Daftar Pustaka Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2016. Tikus Jawa, Teknik Survei di Bidang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Chandra Budi, 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta: EGC Direktorat Jenderal P2&PL, 2002. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal P2&PL, 2008. Pedoman Pengendalian Tikus Khusus di Rumah Sakit, Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2002. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Sigit H. Singgih, Hadi Upik Kesumawati dkk, 2006. Hama Permukiman Indonesia, Bogor: IPB https://www.scribd.com/doc/206629132/Sanitasi-rumah-sakit. di akses tanggal 20 Februari 2018. 182 Sanitasi Rumah Sakit 

Bab 6 PENGELOLAAN LINEN, DESINFEKSI, DAN STERILISASI Kusrini Wulandari, SKM,M.Kes Dindin Wahyudin, SP, MSc. Pendahuluan Keberhasilan rumah sakit dalam menyediakan layanan kesehatan bagi masyarakat tidak hanya ditentukan oleh penyediaan sarana medik dan juga pelayanan medik. Faktor- faktor pendukung juga akan sangat menentukan keberhasilan rumah sakit dalam mempercepat pemulihan kesehatan pasien rumah sakit. Salah satu faktor pendukung tersebut adalah penyediaan linen. Penyediaan Linen rumah sakit adalah salah satu pelayanan penunjang yang diberikan untuk pasien maupun tenaga medis, dimana kegiatan ini dilakukan oleh salah satu unit pelayanan yang ada di rumah sakit yaitu layanan jasa laundry. Banyak proses yang dilakukan dalam penyelenggaraan linen ini, mulai dari pengumpulan di setiap ruangan, sampai pada pendistribusian kembali pada ruangan. Oleh karena itu, penyelenggaraan linen harus dikelola secara terencana dan terorganisir dengan baik. Sering dijumpai kendala-kendala dalam pengelolaan linen di rumah sakit seperti, kualitas linen yang tidak baik, dalam arti linen sudah kadaluarsa dan kerapatan benang sudah tidak memenuhi persyaratan, kualitas hasil pencucian sulit menghilangkan noda berat seperti darah, bahan kimia, dan lain-lain, unit-unit pengguna linen tidak melakukan pembasahan terhadap noda sehingga noda yang kering akan sulit dibersihkan saat pencucian, ruangan tidak memisahkan linen kotor terinfeksi dan kotor tidak terinfeksi, kurang optimalnya pengelolaan untuk jenis linen tertentu seperti kasur, bantal, linen berenda dan lain-lain, kurangnya koordinasi yang dengan bagian lain khususnya dalam perbaikan sarana dan peralatan, aspek hukum apabila pengelola linen dilakukan oleh pihak ketiga, kurangnya pemahaman tentang kewaspadaan universal, kurangnya pemahaman dalam pemilihan, penggunaan dan efek  Sanitasi Rumah Sakit 183

samping bahan kimia berbahaya, kurangnya kemampuan dalam pemilihan jenis linen (Depkes RI, 2004). Linen kotor merupakan sumber kontaminasi penting di rumah sakit. Meskipun linen tidak digunakan secara langsung dalam proses pengobatan namun dapat dilihat pengaruhnya bila penanganan linen tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan terjadinya penularan penyakit yaitu melalui infeksi nosokomial. Penanganan linen kotor Rumah sakit yang tidak benar akan menyebabkan penyebaran penyakit dari ruang satu ke ruang lainnya, dari pasien satu ke pasien lainnya, dari pasien ke petugas-petugas rumah sakit ataupun sebaliknya. Pengawasan terhadap petugas penyelenggaraan linen merupakan hal yang penting mengenai cara penanganan linen yang saniter harus benar-benar diperhatikan sehingga dapat terjaga kualitas kebersihannya. Pelayanan non medik yang dilakukan rumah sakit selain penyediaan linen. Juga perlu memberikan pelayanan untuk melaksanakan Desinfeksi dan sterilisasi dimana Rumah sakit merupakan tempat dengan derajat kontaminasi yang cukup tinggi. Sumber utama kontaminasi di rumah sakit yaitu manusia itu sendiri. Limbah dari proses kehidupan seperti urin, tinja, semburan pernapasan, kelupasan kutil senantiasa dihasilkan oleh setiap pasien. Terdapat banyak kuman patogen di rumah sakit yang dapat menginfeksi siapa saja yang berada di lingkungan rumah sakit. Kontaminasi dapat terjadi pada udara, peralatan, perlengkapan, personalia, air, bangunan dan ruangan serta pasien Saudara sebagai Mahasiswa, sebagai Sanitarian diharapkan mampu melaksanakan inspeksi pada pengelolaan Linen di Rumah Sakit, melakukan Desinfeksi dan Sterilisasi, untuk dapat mencegah terjadinya penyakit nosokomial akibat linen rumah sakit yang tidak Saniter untuk itu dalam Bab 3 ini saudara akan mempelajari tentang pengertian dan ruang lingkup Sanitasi Linen Rumah Sakit, pelaksanaan Desinfeksi dan Sterilisasi di Rumah Sakit, Pengertian Desinfeksi, dan pelaksanaan sterilisasi setelah mempelajari Bab 3 ini Anda diharapkan dapat mampu menjelaskan tentang : 1. Pengelolaan Linen di Rumah Sakit 2. Desinfeksi 3. Sterilisasi Bab ini sangat Penting Saudara pelajari kerna merupakan dasar dari tugas Saudara untuk dapat melakukan inspeksi Linen Rumah Sakit dalam upaya mengendalikan kejadian Infeksi Nosokomial dengan melakukan Desinfeksi dan Sterilisasi di rumah sakit. 184 Sanitasi Rumah Sakit 

Bab 3 ini akan disajikan dalam 3 topik yaitu : 1. Topik 1 Pengelolaan Linen Rumah Sakit 2. Topik 2 Desinfeksi 3. Topik 3 Sterilisasi Agar Saudara mudah mempelajari Bab 3 ini maka Saudara sebagai sanitarian diharapkan menggunakan pengalaman saudara selama ini dan bandingkan dengan teorii yang ada pada topik-topik pengelolaan Linen, desinfeksi, dan sterilisasi berikut ini.  Sanitasi Rumah Sakit 185

Topik 1 Pengelolaan Linen Rumah Sakit A. PENGERTIAN LINEN DAN DAMPAK PENYAKIT AKIBAT LINEN INFEKSIUS Kata “Linen” berasal dari nama serat “lena” yang didapat dari sejenisnya alang-alang yang tumbuh di daerah sub tropis. Segala sesuatu dalam bentuk kain, baik untuk pasien maupun untuk petugas Rumah Sakit setiap hari dan merupakan bahan yang dapat dicuci, yang pemanfaatannya dapat dipakai sebagai selimut, penutup kasur atau sprey, penutup bantal dan guling, juga dapat digunakan sebagai pakaian kerja (Djasio Sanropie, dkk, 1989). Linen dibagi dalam Karakteristik dan sumber linen, dan persyaratan pengelolaan linen sebagai berikut : 1. Karakteristik dan Sumber Linen Linen dapat dibedakan berdasarkan tingkat pencemarannya yaitu: a. Linen Infeksius Linen yang kotor oleh kuman penyakit menular, linen tersebut berpotensi untuk menyebarkan penyakit dari seorang yang menggunakan linen. Sumber linen infeksius berasal dari ruangan operasi, ruang isolasi, ruang perawatan penyakit menular dan ruang poliklinik. a. Linen Non Infeksius Linen yang sudah dipergunakan oleh pasien yang menderita penyakit tetapi tidak menular. Sumber linen non infeksius berasal dari ruang admininstrasi, apotek, ruang tunggu, ruang laboratorium. 2. Persyaratan Pengelolaan Linen : Persyaratan pengelolaan linen adalah hal – hal yang diperlukan untuk pengelolaan Linen yaitu: a. Suhu air panas untuk pencucian 70°C dalam waktu 25 menit atau 95°C dalam waktu 10 menit. b. Penggunaan jenis deterjen dan disinfektan untuk proses pencucian yang ramah lingkungan agar limbah cair yang dihasilkanmudah terurai oleh lingkungan. c. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak mengandung 6 x 103 spora spesies Bacillus per inci persegi. d. Tekanan ruangan untuk penyortiran (-) sedangkan untuk ruangan lainnya (+). 186 Sanitasi Rumah Sakit 

e. Ruangan untuk linen kotor dan bersih terpisah. f. Saluran pembuangan limbah cair harus tertutup dan menggunakan pengolahan pendahuluan agar tidak mengganggu proses pengolahan limbah cair. B. TAHAPAN PENGELOLAAN LINEN 1. Di tempat laundry tersedia kran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran yang memadai, air panas untuk disinfeksi dan tersedia disinfektan. 2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran pembuangan air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis linen yang berbeda. 3. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius dan non infeksius. 4. Laundry harus dilengkapi saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment) sebelum dialirkanke instalasi pengolahan air limbah. 5. Laundry harus disediakan ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya yaitu ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang untukperlengkapan kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi dan ruang peniris atau pengering untukalat-alat termasuk linen. 6. Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pencuciannya dapat bekerjasama dengan pihak lain dan pihak laintersebut harus mengikuti persyaratan dan tata laksana yang telah ditetapkan. 1. Metode Pengumpulan Linen a. Tahap Pengumpulan menurut Kepmenkes RI Nomor 1204 Tahun 2004 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu, dilakukan : 1) Pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius dimulai dari sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastiksesuai jenisnya serta diberi label. 2) Menghitung dan mencatat linen di ruangan. b. Tahap Penerimaan menurut Kepmenkes RI Nomor 1204 Tahun 2004 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu, dilakukan : 1) Mencatat linen yang diterima dan telah terpisah antara infeksius dan non- infeksius. 2) Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya.  Sanitasi Rumah Sakit 187

c. Tahap Pencucian menurut Kepmenkes RI Nomor 1204 Tahun 2004 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu, dilakukan : 1) Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin cuci dan kebutuhan deterjen dan disinfektan. 2) Membersihkan linen kotor dan tinja, urin, darah, dan muntahan kemudian merendamnya dengan menggunakan disinfektan. 3) Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya. d. Tahap Pengeringan menurut Departemen Kesehatan dalam buku Pedoman Manajemen Linen di Rumah Sakit yaitu pengerigan dilakukan dengan mesin pengering atau drying yang mempunyai suhu sampai dengan 70 UUC selama 10 menit. Pada proses ini, jika mikroorganisme yang belum mati atau terjadi kontaminasi ulang diharapkan dapat mati. e. Tahap Penyetrikaan menurut Departemen Kesehatan dalam buku Pedoman Manajemen Linen di Rumah Sakit yaitu pengerigan dilakukan dengan mesin setrika besar dapat di setel sampai dengan 120 CCU, namun harus diingat bahwa linen mempunyai keterbatasan terhadap suhu sehingga suhu disetel antara 70-80 UUC. f. Tahap Penyimpanan menurut Kepmenkes RI Nomor 1204 Tahun 2004 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu, dilakukan : 1) Linen harus dipisahkan sesuai jenisnya. 2) Linen baru yang diterima ditempatkan di lemari bagian bawah. 3) Pintu lemari selalu tertutup. g. Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tenda terima dari petugas penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan sesuai kartu tanda terima. h. Pengangkutan 1) Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan kantong yang digunakan untuk membungkus linen kotor. 2) Menggunakan kereta dorong yang berbeda dan tertutup antara linen bersih dan linen kotor. Kereta dorong harus dicuci dengan disinfektan setelah digunakan mengangkut linen kotor. 3) Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan bersamaan. 4) Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda warna. 5) Rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pengangkutannya dari dan ke tempat laundry harus menggunakan jasa mobil khusus. 188 Sanitasi Rumah Sakit 

2. Alat Pelindung Diri Petugas yang bekerja dalam pengelolaan laundry linen harus menggunakan pakaian kerja khusus, alat pelindung diri dandilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, serta dianjurkan memperoleh imunisasi hepatitis B. 3. Jenis-Jenis Linen di Rumah Sakit Menurut Departemen Kesehatan dalam buku Pedoman Manajemen Linen di Rumah sakit (2004) tentang macam-macam jenis linen adalah sprey atau laken, steek laken, perlak, sarung bantal, sarung guling, selimut, alas kasur, bad cover, gorden, macam-macam doek, popok bayi, kain bedong, gurita, topi kain, wash lap dan lain-lain. 4. Upaya Sanitasi Upaya sanitasi yang perlu dilakukan agar dicapai kondisi optimal yang diharapkan antara lain: a. Desain ruangan harus memisahkan secara tegas ruangan termasuk pintu masuk dan keluar linen kotor dan bersih. Sedangkan khusus untuk ruang sortir didisain ruangan dengan tekanan (-). b. Upaya penyortiran dilakukan untuk kepentingan pencucian dan proteksi terhadap kontaminasi silang melalui pemilahan: 1) Linen kotor (ringan, sedang dan berat) 2) Linen kotor terkontaminasi 3) Linen berwarna atau putih c. Menyediakan wadah dan kantong plastik warna kuning untuk limbah medis yang terbawa linen. d. Menyediakan troli linen bersih dan linen kotor agar tidak terjadi pengotoran atau kontaminasi linen yang telah bersih. Di samping itu, upayakan agar waktu pengangkutan berbeda. e. Pembersihan ruangan dengan menggunakan hipoklorit secara berkala pada seluruh ruangan di laundry dan terutama pada ruangan penyortiran intensitasnya harus lebih tinggi.  Sanitasi Rumah Sakit 189

C. PENGAWASAN PENGELOLAAN LINEN 1. Penanganan dan Pengangkutan Linen a. Di rumah sakit disarankan untuk menggunakan linen bukan tenun atau bahkan menggunakan jenis disposable. b. Kantong plastik untuk mengangkut linen kotor lebih disarankan dibanding kantong kain atau kanvas. c. Alat pengangkut utama linen dirumah sakit adalah kereta dorong, namun dibeberapa rumah sakit maju telah menggunakan “chute”. d. Kereta dorong untuk linen ini terpisah untuk linen kotor dan linen bersih dan agar tidak terjadi kekeliruan biasanya dibedakan dari bentuk atau warnanya. e. Kereta dorong tersebut terbuat dari bahan stainless steel agar mudah dicuci dengan steam setelah digunakan. 2. Pencucian Linen Kotor Gambar 6.1. Alur Pencucian Linen Kotor 190 Sanitasi Rumah Sakit 

Pada umumnya linen kotor disortir terlebih dahulu sebelum dicuci. Keuntungannya adalah linen sejenis dapat dicuci secara bersama dan proses penanganan linen bersih dapat hemat sehingga mengurangi kontaminasi. Langkah – langkah pencucian linen adalah sebagai berikut : a. Pembilasan Pertama Dilakukan pembilasan pertama dengan air dingin untuk menghilangkan noda-noda, terutama noda darah. b. Tahap Penyabunan Kegiatan pencucian pokok terjadi pada tahap ini. Disarankan menggunakan air panas dengan suhu 650C - 770C selama 30 menit. Bleaching biasanya digunakan pada akhir penyabunan. Bahan bleaching yang digunakan adalah chlorin (100 ppm) yang mampu menghancurkan bakteri vegetatif. c. Tahap Pembilasan Akhir 1) Biasanya menggunakan air panas dengan suhu antara 740C - 770C. Asam lemah seperti asam asetic atau sodium metasilikat seringkali juga ditambahkan untuk menghilangkan detergen yang menempel pada linen dan memulihkan linen sehingga mampu menunrunkan kontaminasi. Bahan lain yang mungkin ditambahkan adalah bahan pelemas linen dan germisida. 2) Dengan proses pencucian ini, kontak dengan air panas dan bahan kimia akan membunuh mikroba. Tetapi dengan meningkatnya penggunaan bahan sintetis dan dengan warna yang lebih cemerlang, bahan tersebut tidak bisa dicuci dengan suhu tinggi (maksimal 500C) dan seringkali tidak perlu menggunakan bleaching. Dengan demikian daya hancur terhadap mikroba juga menurun. Disamping itu, bahan sintetis tidak memerlukan waktu lama untuk kering, yang tentu saja mengurangi daya bunuh terhadap mikroba. Jadi walau tampaknya menguntungkan dengan penggunaan bahan sintetis, tetapi penururnan proses pembunuhan mikroba perlu dipertimbangkan.  Sanitasi Rumah Sakit 191

3. Penanganan Linen Bersih Gambar 6.2 Denah Ruang Cuci a. Setelah linen dicuci, linen kemudian dipindahkan ke mesin pemeras, pengering, penyetrika atau proses lainnya, sehingga masih mungkin terkontaminasi ulang. b. Karenanya penataan ruang pencucian harus diperhatikan. c. Desain dasar ruang pencucian yang harus diperhatikan adalah : 1) Harus ada pemisahan antara penyortiran linen kotor dan linen bersih yang dilengkapi dengan ventilasi bertekanan negatif. Misalnya, ruang sortir linen kotor diletakkan di lantai atas ruang pencucian dan dibangun cerobong langsung masuk kedalam mesin cuci atau dibangun perjalanan linen sedemikian sehingga tidak terjadi kontak ulang dengan linen kotor. 2) Mengurangi jarak transportasi antara satu proses dan proses berikutnya. Misalnya, pemindahan linen bersih ke mesin pengering dan setrika atau proses lain ke bagian inspeksi dan pengepakan sebisa mungkin hindari kontak dengan pekerja dengan menggunakan sabuk berjalan. 3) Sebagai pembungkus linen bersih lebih baik menggunakan plastik daripada kertas terutama plastik transparan. Dan pada proses pengepakan, linen langsung dipak sesuai dengan kebutuhan pasien dalam satu hari. Hal ini bertujuan untuk menghemat waktu bagi perawat dan menghindari rekontaminasi selama pemilihan. 192 Sanitasi Rumah Sakit 

4) Para pekerja yang menangani linen bersih hendaknya mengenakan seragam yang bersih dan terlatih dalam teknik kebersihan, mengenakan topi bagi yang berambut panjang dan selalu mempraktekkan perilaku mencuci yang benar. Linen bersih hendaknya lekas ditutup untuk menghindari rekontaminasi. 4. Standarisasi Penyimpanan Linen Bersih dan Kotor a. Standar Pencahayaan: 1) Linen room harus mempunyai pencahayaan minimal kategori d (200 – 500 lux). 2) Warna cahaya sedang sehingga tidak merusak linen yang tersimpan. b. Standar Sirkulasi Udara: 1) Standar sirkulasi udara pada linen room harus baik sehingga tidak pengap dan udara selalu bersih. 2) Pemakaian exhaust fan dapat membantu sirkulasi udara dalam ruangan. 3) Pemakaian AC diperhitungkan dengan kelembaban yang harus dipatuhi. c. Standar kelembaban dan suhu: 1) Kelembaban di linen room adalah 45% -75% RH 2) Suhu di linen room adalah 22oC – 27oC d. Penyimpanan Linen Kotor Linen Kotor disimpan dalam ruangan khusus atau trolly khusus yang berbeda dengan trolly bersih, dalam kondisi tertutup, untuk linen bernoda sebaiknya dalam kondisi lembab atau basah dan terpisah dengan linen kotor yang tidak bernoda. 5. Perawatan dan Penyimpanan Linen Berdasarkan Jenis Kain Gambar 6.3. Penyimpanan Linen Berdasarkan Bahan Linen 193  Sanitasi Rumah Sakit


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook