100 langsung bergegas pulang dan batal bermain ditaman. Aku, Naura dan naira merasa kesal tak bisa main tapi kami bahagia bisa membantu seorang nenek. Saat ingin pulang, suara hp naira berbunyi. Ternyata ada panggilan dari Kakak naira. Kakak Naira menyuruhnya untuk pulang karna Naira termasuk anak yang jarang boleh keluar rumah oleh orangtuanya. Setelah selesai mengantar Naira, selanjutnya aku akan mengantar Naura. Namun di perjalanan, kami melihat seekor kucing lucu. Ingin rasanya membawanya pulang kerumah, tapi ketika kami ingin mendekatinya kucing itu berlari menjauhi kami. Di honda aku heran melihat perubahan Naura, tak ingin berlarut dalam diam kuajak Naura membeli es krim ke warung yang ada di seberang jalan. Sahabatku Naura adalah pecinta eskrim, jadi bila ingin membujuknya es krim lah jalan keluarnya. Kami melanjutkan perjalanan setelah menghabiskan es krim. Di sekolah, saat pukul keluar main kami bertiga selalu bersama. Apakah itu kekantin, WC, ataupun pukul kosong. Kami bertiga memiliki
101 julukan N2P. Kepanjangan dari N2P yaitu adalah Naura, Naira, dan Prima. Di kelas aku duduk bersama Naira sementara Naura bersama Geovanni. Disekolah aku juga mempunyai kawan yaitu Aisah, Hana, Elita, Nisa, Diah, Joan, Rima, Salsa, Reva, Dwi dan masih banyak lagi. Untuk merayakan hari kemerdekaan, sekolah kami mengadakan beberapa perlombaan. Lombanya diadakan tangal 15 sampai 16 agustus, dan setiap kelas harus mengirimkan anggotanya untuk berkopetisi. Dari sekian banyak perlombaan, kelas kami hanya memenangkan juara 3 untuk tarek tambang putri. Banyak hal yang kami alami bersama mulai dari masalah kecil sampai besar. Aku, Naura, dan naira sudah seperti saudara meskipun ayah dan ibu kami berbeda. Orangtua kami pun sudah kenal satu sama lain karna dahulunya kami satu sekolah semenjak diSD. Kemana dan dimanpun kami selalu bertiga, mulai dari kerja kelompok, mengerjakan keterampilan, dll. Setiap ada masalah kami selalu mencari solusinya bersama-sama.
102 Wali kelas kami bernama buk Marni. Buk Marni itu orangnya baik, cantik, putih, tegas, tepat waktu, dan selalu perhatian pada kami mengenai masalah kelas. Aku suka kasihan kepada bu marni dengan kelakuan kami dikelas karna sebagian guru sudah memberi julukan sebagai kelas yang ribut, sampai-sampai guru PPL tidak ada yang mau masuk di kelas kami selain pak Ade dan bu Mola. Buk Mola adalah guru ppl yang mengajari Bahasa Indonesia, sementara pak Ade mengajari Penjas. Di sekolah aku menjadi anggota OSIS sementara Naura dan naira aktif dalam kegiatan ekskul. Naura mengikuti ekskul tari dan pramuka, Naira mengikuti ekskul PMR, dan aku mengikuti ekskul tari. Dulunya aku ikut kegiatan pasus tetapi sekarang aku tidak mau lagi. Kebiasaan anak anak kan gitu, suka bosan dengan ekskul dihari minggu. Tapi bagi mereka yang serius mendalaminya, ekskul ini bisa jadi jembatan untuk meraih prestasi yang gemilang. Inilah ceritaku, Naura, dan Naira minggu depan kami akan pergi makan mie meledak untuk merayakan ulang tahun Naira. Do’a terbaik untuk
103 kita smua, smoga persahabatan ini kekal selamanya.
104 Kemah PMR Randy Putra Andany VIII-2 Nama saya Randy Putra Andany. Panggil saja saya Randy. Saya ingin bercerita tentang kegiatan pada saat PERSAMI (Perkemahan Sabtu minggu) PMR. Di sekolah saya mengikuti ekskul Palang Merah Remaja. Saya suka menolong orang dan memiliki cita- cita menjadi dokter. Banyak hal baru yang kudapatkan dari ekskul ini, termasuk berkemah. Jumat ini kami diundang mengikuti perkemahan. Seperti biasanya, paginya aku tetap belajar dulu keSekolah. Setelah shalat Jum’at, baru saya bersiap- siapuntuk keSekolah lagi. Dari SMP 35 kami berangkat sebanyak 7 orang dengan satu seorang pendamping. Yaitu: Randy, Fazle, Shelsy, Salsa, Riska, Annisa Rahmayani dan Annisa Ramadani, dan pendamping kami Mem Imel.
105 Pukul menunjukkan pukul 14.00 saat semua peserta persami PMR telah sampai di sekolah. Menyuruh kami segera ke kantor menyiapkan barang- barang yang akan kami bawa, seperti: kompor, panci, sendok, piring, dll. Untuk membuat tenda kami membawa kain tenda, patok, stok, tali dll. Tak lupa kami membawa barang-barang untuk perkemahan PMR yaitu spalak, mitela, kotak P3K, baju khusus PMR, dll. Lokasi perkemahannya di UNRI Panam. kami kesana menggunakan angkot dengan membayar sebesar 120 Ribu. Saat kami tiba dibumi perkemahan, pukul ditanganku menunjukkan pukul 16.30. karna hari sudah sore kami harus bergegas mendirikan tenda semagai tempat berlindung kami selama di sini. Sementara tenda didirikan, mem yang membantu menanak nasi. Kami mendekor tenda kami semaksimal mungkin berharap nantinya dapat membawa piala sebagai tenda yang terbaik. Adzan Maghrib pun berkumandang, saat kami hendak shalat Maghrib kami tidak tau kemana arah kiblat dan tempat
106 berwudhuk. Semua ini karna kami lalai saat mendirikan tenda tadi hingga tak sempat mencari kamar mandi umum. Alhasil, sore itu kami semua tak mandi dan kelabakan mencari kamar mandi. Setelah bertanya pada panitia, akhirnya kami bisa sholat dan melanjutkan kegiatan dengan makan malam bersama ditenda. Ini pengalaman perdanaku berkemah, kami bercerita dengan suka cita dan riang gembira. Kami berkumpul di luar tenda sambil menunggu hasil kegiatan untuk besok dari ketua PMR kami yaitu Kak Annisa Rahmayani. Pukul 8 malam kami baru mendapat informasi tentang jadwal kegiatan kami selama di sini sesudah itu barulah kami shalat Isya di dalam tenda dengan cara bertayyamum. Akan tetapi, tenda darurat pun tidak cukup kuat menahannya air saking derasnya hingga Tak terasa sudah pukul 21.00 saja. Mem pun menyuruh kami untuk segera tidur di tenda masing masing. Saya dan Fazle tidur satu tenda, tapi kami bukannya langsung tidur, melainkannya kami berbincang- bincang semasa kelas 7 dulu hingga tertidur. Malam itu saya tidak bisa tidur nyenyak karna terbangun pukul
107 02.00. Rupanya Fazle juga ikut terbangun dan kami mencoba untuk tidur lagi tapi tak bisa. Pukul 02.30 hujan turun sangat deras, tenda kami semua hancur dan peralatan yang dibawa pun hampir basah smuanya, seluruh peserta kemah PMR dipindahkan ke tenda darurat. Tendanya banyak yang bocor. Panitia menyuruh agar seluruh peserta PMR untuk segera pindah ke stadion. Sampainya di stadion semua peserta bukannya langsung tidur, banyak diantara kami yang bercerita dan ada juga yang bermain hp, termasuk kami bertujuh. Pagi harinya saat hujan mulai reda pukul 06.30, kami sarapan pagi dengan mie. Dan... inilah kisah yang paling unik bagiku. Sehari semalam tidak mandi, meskipun tadi malam diguyur hujan. Pagi itu kegiatan akan dimulai dengan mengelilingi hutan. Karna tidak menemukan sumber air yang cukup kami cuma mengganti baju khusus PMR. Kami pun mengelilingi hutan dan melewati rintangan agar mendapat piala. Kami semua terlihat
108 serius melewati hutan ini dengan petunjuk yang diberikan panitia. Saat kami tersesat, untung ada panitia yang memberi arah petunjuk. Ternyata panitia itu adalah temannya Mem Imel. Sepulangnya dari hutan, ternyata toilet keliling sudah tiba. Kami berebutan untuk mandi karena kami sudah gerah seharian tak mandi. Maghrib pun tiba, kami shalat dan melanjutkan dengan makan malam. Pada pukul 22.00 seluruh peserta berkumpul untuk menunjukkan drama yang sudah disiapkan sebelumnya. Kami membuat drama tentang bahayanya narkoba. Peserta yang lain ada tentang bencana alam, membuat lagu, drama horror dll. Penutupan acara dilakukan dengan pembakaran api unggun besar-besaran yang menghabiskan minyak sampai 5 tong. Acaranya selesai pada pukul 12.00 tengah malam. Kami tertidur lelap malam itu... Keenam teman saya sudah pergi senam di lapangan. Karena tertinggal saya pun bergegas menuju lapangan. Sesudah senam dilanjutkan dengan pembagian hadiah. Alhamdulillah, kami mendapat 3 piala yaitu juara 2 menghias tenda, juara 1 donor
109 darah, dan juara 2 pentas seni. Masing-masing peserta mendapat piagam. Setelah itu kami pulang dengan mobil Mem Imel dan pulang ke rumah masing-masing dengan dijemput orangtua masing-masing di sekolah. Banyak hal yang dapat kita ambil dari berkemah. Di antaranya dengan berkemah, kita dapat mencintai lingkungan alam bebas, karena bisa melatih diri untuk saling melengkapi satu sama lainnya. Berkemah juga mengajarkan kita untuk hidup mandiri dengan tidak bergantung pada orang lain. Ketika berkemah kita membuat makanan sendiri dan semuanya serba sendiri. Di sini kita juga bisa mempererat persatuan dengan bekerja sama membuat tenda dengan kekompakan dan rasa saling menghargai kita bisa membuat apa saja. Kita juga dilatih untuk tampil berani dan bertanggung jawab, artinya jika kita berbuat salah kita harus menggantinya dengan cara bertanggung jawab baik pribadi maupun berkelompok.
110 Pelangi dalam Baskom SALSABILA VIII-2 Sepulang sekolah tiba-tiba Faiz merengek pada ibunya. Ia minta diantar untuk melihat pelangi, tentu saja ini membuat ibunya kebingungan. Sekuat tenaga Faiz merengek ingin melihat pelangi karna waktu di sekolah tadi ibu guru mengajar mereka lagu yang berjudul “Pelangi”. “Pokoknya aku ingin lihat pelangi,” kata Faiz kepada ibunya. “Faiz, pelangi itu hanya bisa dilihat pada musim hujan. Itu pun belum tentu muncul,” jelas ibu Faiz memberi penjelasan. “Tetapi, Faiz ingin melihat pelangi di langit yang biru, seperti lagu di sekolah tadi,” rengek Faiz. “Terus, kita mau mencari pelangi di mana?” tanya ibunya.
111 “Ya di mana aja, bu. Terserah mau di pinggir sungai atau di sawah, pokoknya pelangi!” kali ini Faiz betul-betul mengeras. “Kita lihat di Youtube saja yuk!” bujuk ibunya lagi “gak mau! Faiz maunya yang di sini.” jawab Faiz mulai ngambek. Saat Faiz merengek kepada ibunya, Bondan lewat di depan rumahnya. Kebetulan dia sudah pulang dari kuliah. Mendengar rengekan Faiz, Bondan pun menghampiri. “Ada apa Faiz, kok dari luar udak kedengaran suaramu merengek?” tanya Bondan. “Aku ingin melihat pelangi,” jawab Faiz cemberut. “Laa…, bukannya pelangi itu muncul saat musin hujan?” tanya Bondan. “Tuh, kan Faiz! Yang dikatakan Mas Bondan sama dengan yang ibu katakan,” sahut ibunya Faiz “Tapi …, Faiz pingin melihat pelangi Mas,” rengek Faiz.
112 “Oke, kalau gitu kita buat pelangi aja sendiri!” ujar Bondan. “Buat pelangi gimana Mas?” tanya Faiz “Sekarang Faiz cari bahan yang kita butuhkan dulu: baskom, cermin, dan karton” pinta Bondan “Baskom itu apa mas? Karton itu apa?” tanya Faiz dengan lugunya. “Minta tolong kepada ibu ya. Pasti ibu tahu” jawab Bondan lagi. “Kalau kartonnya tidak ada bagaimana, Mas?” tanya ibunya Faiz. “Bisa dengan kertas biasa, Bu. Kardus bekas tempat mie juga bisa,” jawab Bondan. Faiz segera mengajak ibunya menyiapkan barang yang diminta oleh Bondan. Meski masih bingung, tapi Faiz sangat bersemangat. Dia ingin sekali melihat pelangi. Beruntung di rumah Faiz ada karton. Setelah mendapatkan barang yang dibutuhkan, Faiz segera menghampiri masnya. “Sekarang Faiz ambil air dengan baskom itu ya!” pinta Bondan.
113 Tanpa banyak tanya, Faiz pun mengikuti apa yang dikatakan Bondan. Ibunya Faiz juga belum tahu apa yang dimaksud oleh Bondan. Keduanya hanya mengikuti apa yang dikatakan Bondan. “Sekarang kita bawa baskom yang berisi air ini ke tempat yang terkena sinar matahari!” ujar Bondan. Ketiganya pun segera membawa baskom berisi air ke tempat yang terkena sinar matahari. Ini membuat Faiz dan Ibunya semakin penasaran. “Sekarang kita masukkan cermin dalam baskom. Posisi cerminnya harus miring agar cahaya matahari bisa dipantulkan ke karton,” jelas Bondan. Benar saja, tak lama ketika sinar matahari mengenai air baskom dan menembus ke cermin, terjadi suatu yang menakjubkan. Sinar matahari yang dipantulkan oleh cermin dalam air di baskom itu membentuk pelangi pada karton yang dipegang ibunya Faiz. “Tuh, lihat di karton yang dipegang Ibu. Ada pelangi kan?” ujar Bondan. “Waaah, betul. Ada pelangi” teriak Faiz girang
114 “Warna apa saja yang kamu lihat?” tanya Bondan. “Tuh ada merah, kuning, hijau, biru, ungu,” jawab Faiz sambil menyentuh pelangi di karton yang dipegang ibunya. “Gimana menurutmu,” tanya Bondan. “Rupanya kita bisa membuat pelangi sendiri kan tidak harus menunggu hujan turun,” jawab Faiz bahagia. “Tapi, lain kali kalau minta apa-apa jangan merengek! Jangan ngambek juga! Kasihan ibu, bingung,” ujar Bondan. “Tuh, dengar apa yang dikatakan Mas Bondan. Tidak baik kalau sedikit-sedikit merengek dan ngambek,” sahut ibunya Faiz. “Iya Bu, Faiz minta maaf.” \\ “Sekarang Faiz yang mencoba memegang cerminnya. Jangan lupa, dimiringkan ya!” pinta Bondan. Faiz pun segera melakukan apa yang dikatakan Bondan. Dia memegang cermin di dalam baskom yang
115 berisi air. Digerakkannya cermin, dan mencoba memantulkan sinar matahari ke karton yang dipegang ibunya. Tanpa sengaja mulutnya melantunkan lagu yang baru saja dipelajarinya diSekolah tadi. “Pelangi-pelangi, alangkah indahmu. Merah kuning hijau di karton ibuku,” celoteh Faiz. Sontak saja Bondan dan ibunya Faiz tersenyum mendengar lagu ciptaan Faiz. Namun, Faiz terus saja menyanyikan lagu “Pelangi” dengan bahasanya. “Terima kasih ya, Mas Bondan. Berkat bantuan Mas Bondan, Faiz bisa melihat pelangi dari jarak dekat,” kata ibunya Faiz. “Iya Bu, sama-sama,” jawab Bondan. “Aku besok mau ajak teman-teman membuat pelangi. Pasti teman-teman akan suka,” kata Faiz. “Tapi, ingat! minta kepada ibu atau ayah untuk mendampingi,” ujar Bondan. Bondan pun segera pamit. Faiz kembali asyik dengan pelangi yang muncul dari baskom sambil terus menyanyikan lagu “Pelangi” didampingi ibunya. Ibu Faiz juga senang sudah dibantu Mas Bondan mengabulkan permintaan Faiz melihat pelangi.
116 Musuh Jadi Sahabat Syafitri Anggraini - VIII-2 Namaku Lily, 5 tahun yang lalu aku seorang siswi diSekolah Rolda, Sekolah ini khusus untuk anak perempuan. Sekolah ini merupakan asrama yang terkenal, hingga ke pelosok negeri. Selain pintar aku juga memiliki bakat menyanyi. Di beberapa kesempatan, aku sering ditunjuk guru untuk mewakili sekolah dalam lomba menyanyi. Disekolah ini ada beberapa murid juga yang memiliki bakat yang sama denganku dan kami selalu bersaing bila ada utusan yang akan dikirim keluar. Aku memiliki sahabat, namanya caca. Dia pintar dan juga sangat populer seantero Rolda. Semua orang menyukainya karna ia baik. Caca memiliki saudari kembar yang bernama Cici, ia adalah murid yang selalu berkompetisi denganku dalam tarik suara. Meskipun aku bersahabat dengan saudarinya, Cici selalu saja ingin menggagalkanku dalam perlombaan
117 apapun karna ia iri dengan apa yang aku punya sekarang. Selayaknya sahabat, Caca tak pernah lupa menyemangatiku dengan tulisan motivasi di secarik kertas, ia selalu tau apa yang kubutuhkan di saat kuputus asa. Aku tak mengerti mengapa Caca dan Cici memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Dengan Caca aku bisa menjadi sahabat yang ada dalam setiap suka dan duka, sementara dengan Cici aku tak bisa mendekatinya bahkan untuk berpapasan dengannya pun aku lebih baik menghindar. Aku seorang anak yatim, ayahku meninggal saat aku masih kecil. Ibuku bekerja sebagai guru disebuah sekolah swasta. Menjadi penyanyi adalah cita-citaku sedari kecil, aku ingin sekali mengumrohkan ibuku dengan penghasilanku. Biasanya sebelum kesekolah aku selalu berjualan donat sambil mengamen di pinggir jalan. Suatu hari saat ingin memasuki kelas, aku melihat ada sebuah poster yang terpampang dipapan pengumuman Rolda.
118 AYO… IKUTI PERLOMBAAN MEMPEREBUTKAN GELAR DIVA TAHUN INI, DENGAN HADIAH UANG TUNAI SEBESAR 30 JUTA… UNTUK PENDAFTARAN DAPAT MENGHUBUNGI BAGIAN KESISWAAN… Melihat poster itu aku langsung tergiur dengan hadiah yang diperebutkan, bisa jadi ini jalanku untuk membahagiakan ibu batinku dalam hati. Tak menunggu lama aku berlari mencari Bu Tita untuk mencari informasi, darinya kudapatkan formulir lomba dan langsung kuisi untuk pendaftaran yang memang sudah dibuka hari ini. Tak sabar rasanya mengikuti lomba ini. Aku sudah berangan-angan untuk menggunakan hadiah ini nantinya. Hari yang dinanti tlah tiba, aku berada diurutan 13 dari 125 peserta. Sebenarnya jumlah murid diRolda lumayan banyak sekitar 600 siswa namun hanya sedikit yang menyukai eskul menyanyi, karna sebagian besarnya menyukai eskul tari dan bela diri. Aku selalu berlatih sebisa mungkin, dari Caca aku punya semangat lebih untuk memenangkan lomba ini. Kini giliranku untuk menunjukkan kemampuanku. Di atas pentas aku menyanyi dengan penuh penghayatan dan
119 percaya diri. Lagu yang kupilih berjudul AYAH, karna beberapa hari ini aku sangat merindukan mendiang ayahku. Setelah babak penyelisihan berakhir, panitia akhirnya pengumuman siapa saja yang masuk ke babak selanjutnya. Dari 125 peserta yang lolos kebabak selanjutnya hanya 50 orang saja, dan aku salah satunya. Tak dapat kugambarkan betapa bahagianya perasaanku saat itu. Dalam hati aku berjanji untuk berusaha semaksimal mungkin agar ia lolos ke babak selanjutnya. Babak demi babak telah kulewati, alhamdulillah aku masuk ke babak final. Dengan penuh penghayatan kunyanyikan lagu ayah seolah-olah melihat sesosok ayahku sedang menyemangatiku dibarisan penonton. Tak dapat kubendung perasaan rindiku pada ayah, tanpa sadar ada air mata menetes dipipiku. Hal ini juga membuat para penonton dan juri juga meneteskan air mata. Setelah semua peserta tampil, tibalah saat yang ditunggu-tunggu yakni pengumuman pemenang. Hatiku berdebar kencang, akankah juara itu milikku. ’’juara ketiga jatuh kepada…cici Juliana saswi, juara
120 kedua jatuh kepada … Yasmin eka sari, dan juara pertama jatuh kepada… cantika lily santika…,selamat untuk para pemenang” ujar pembawa acara sambil mengakhiri acaranya. Mendengar namaku disebut aku langsung sujud sukur, tak dapat kuungkapan betapa bersyukurnya aku menjuarai lomba ini. Akupun membayangkan betapa bahagianya ibuku dirumah jika mengetahui kabar ini. Setelah pembagian hadiah para murid pulang ke rumahnya masing-masing, tapi tidak dengan Caca. Ia menunggu ku dan kami pulang bersama. Di luar sekolah kulihat Cici dan teman-temannya sedang menunggu sesuatu. Rasanya aku ingin sekali mengelak dari mereka, tetapi kudengar suara Cici memanggil namaku. Ternyata Cici memang sengaja menungguku karna ingin minta maaf. Semenjak itu kami menjadi teman akrab yang saling mendukung satu sama lain.
121
122 Persahabatan di Awal Pelajaran Naura VIII-3 Pelajaran sastra akan segera dimulai. Clara terlihat sangat bersemangat sementara Gea terlihat lesu di sudut kelas. Hari ini Bu Ririn akan mengumumkan hasil ulangan Bahasa minggu lalu. Saat Bu Ririn memasuki kelas semua anak langsung duduk rapi di kursi masing-masing. Setelah berdo’a bu Ririn membacakan hasil ulangan kami kemarin. Seperti biasanya peringkat tertinggi masih dipegang Clara dengan nilai 98 sementara Gea mendapatkan nilai 70. Hari demi hari telah berlalu, suatu malam Clara terlihat sangat stres dengan buku yang ada di depannya. Ia stres melihat angka-angka yang ada di buku itu. Dalam hati ia mengeluh mengapa di dunia ini harus ada pelajaran matematika. Sementara itu Gea sangat fokus dengan buku coretannya untuk menghitung angka yang ada di dalam soal. Kali ini ia yakin kalau dia akan mendapat nilai tertinggi di kelas.
123 Clara menyerah dengan ulangan matematika besok. Hanya ada satu jalan pikirnya, ia berharap temannya mau memberi jawaban untuk ulangan besok dan berharap soalnya objektif. Dengan malas ia masukkan buku pelajaran kedalam tas dan beranjak tidur. Pagi harinya, setelah sholat subuh Clara bersiap siap untuk berangkat ke sekolah. Ketika sampai di sekolah ia melihat siswa siswi sekolah mengerumuni mading. Disitu ia bertemu dengan Kiky, anak medsos yang sedang update kejadian pagi ini. Clara berusaha untuk melihat mading, disitu tertempel kertas yang betuliskan ejekan untuk dirinya. Melihat Clara yang ada di situ, tanpa dikomando teman-temannya menertawakan Clara. Ia merasa sangat malu dan marah. Clara memperhatikan tulisan itu dengan seksama, berusaha mengenali tulisan itu. Itu tulisan Gea, sangat persis batin Clara dalam hati. Ia langsung mencari keberadaan Gea, ia pergi ke kelas di sana ia melihat Gea sedang sedang membaca buku. Seketika kelas menjadi sangat hening ketika Clara di depan kelas. Ia memarahi Gea yang sedang
124 membaca dan langsung dikerumuni teman-temannya. Syasya yang sedang makan terpaksa berhenti untuk melihat Clara dan Gea. Perlahan air mata Gea jatuh ke pipinya shock mendengar ucapan Clara padanya. Gea merasa sedih dan malu karena Clara memarahinya di depan teman-temannya. Saat ulangan Gea masih menangis padahal suasana sangat hening. Hari itu Gea tak konsentrasi selama di sekolah. Hingga waktu pulang pun tiba, semua anak berhamburan ke luar kelas termasuk Clara. Mereka sangat senang karena besok adalah hari minggu jadi bisa santai dirumah. Saat di sekolah, seluruh murid belajar seperti biasa setelah upacara. Pelajaran pertama kali ini adalah matematika. Bu Rima membacakan hasil ulangan minggu lalu. Seperti biasa Gea mendapatkan nilai tertinggi di kelas yakni 95 sementara Clara mendapatkan nilai 65. Hal ini membuat Clara sangat membenci Gea. Keesokan harinya Gea tak masuk kelas, hampir seminggu ia sakit. Lama-kelamaan Clara mulai
125 mencemaskan Gea. Ada sesuatu yang hilang ketika Gea tak ada dikelas terlebih lagi saat pelajaran matematika. Clara mencoba menanyakan keadaan Gea ke wali kelasnya, tapi ia tak mendapatkan informasi hal ini makin membuatnya cemas. Akhirnya Clara memberanikan diri ke rumah Gea setelah pulang sekolah nanti. Ia mendapatkan alamat dan nomor HP Gea dari wali kelasnya. Bel pulang pun berbunyi, tapi sebelum pulang kerumah Gea ia harus piket dulu karena besok jadwal piket Clara. Dengan buru-buru ia selesaikan kewajibannya siang itu. Ia tidak sabar ingin segera ke rumah Gea. Secepat kilat dicarinya alamat yang diberikan wali kelasnya. Tapi rumah itu tampak sepi. Clara memberanikan diri untuk bertanya pada Satpam. Dari situ ia mendapat kabar bahwa Gea sedang dirawat di rumah sakit. Clara sangat terkejut dan memutuskan ingin menjenguk Gea di rumah sakit. Esok harinya ia menceritakan kepada temannya tentang Gea dan mengajak mereka menjenguk Gea sepulang sekolah. Clara, Kyky dan Sya-sya pergi ke rumah sakit. Ternyata Gea dirawat di ruang khusus
126 sehingga mereka hanya boleh masuk bergantian. Saat giliran Clara, ia melihat Gea terbaring lemas di tempat tidur. Ibu Gea sedang menunggu di sampingnya. Kebetulan ibu Gea mau keluar karena ada keperluan dan meminta Clara untuk menjaga Gea. Tak lama setelah ibunya keluar Gea terbangun. Ia terkejut melihat Clara, kelihata sekali ia sangat terganggu dengan keberadaan Clara, ia tak mau Clara berada disitu. Clara merasakan perubahan sikap Gea yang tak suka dengan kehadirannya. Tanpa menunggu lama Clara meminta maaf kepada Gea karena telah memarahinya tanpa mendengar penjelasan terlebih dahulu. Clara berusaha meyakinkan Gea sampai akhirnya Gea mengerti dan memaafkan Clara. Gea juga meminta maaf karena sudah mengejek Clara. Hari itu Clara meminta Gea menjadi sahabatnya. Namun betapa terkejutnya Clara ketika mendengar penyakit yang diderita Gea, tumor otak. Tentu saja ini membuatnya sedih, ia berusaha menghibur dan memberi semangat kepada Gea. Semenjak hari itu Clara selalu menjenguk dan menghibur Gea di Rumah
127 Sakit. Gea sangat senang mempunyai sahabat seperti Clara, padahal dahulu mereka sering bertengkar. Setelah 3 bulan dirawat kondisi Gea semakin memburuk karena penyakinya sudah parah. Akhirnya Gea meninggal dunia. Clara sangat sedih kehilangan sahabatnya. Ia tidak akan bisa melupakan kenangannya bersama Gea... Meski hanya sebentar saja
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128