untuk ditingkatkan kemudahan/kesederhanaannya agar lebih baik/mudah dipahami. 3) Indeks Indikator Mekanisme Pelayanan OSS-PTP di Kantah Kota Tangerang Kemudahan/kesederhanaan mekanisme operasional pelayanan OSS-PTP di Kantah Kota Tangerang menurut responden sebagian besar menilai sistem yang dijalankan sudah lebih mudah/sederhana. Hal ini terlihat dari skor indeksnya yang lebih baik dibandingkan penilaian di Kantah Kabupaten Tangerang sebesar 3.78 atau 75.65 %. Dalam upaya memaksimalkan mekanisme pelayanan masih ada sebesar ± 24.35% yang perlu untuk ditingkatkan kemudahan/kesederhanaannya agar lebih baik/mudah lagi untuk dipahami. n. Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke Pusdatin-LP2B 1) Indeks Indikator Indikator Koneksi Jaringan Internet ke Pusdatin LP2B Pelayanan OSS-PTP Gabungan di Kedua Kantah Sampel Kelancaran dan kuatnya ketersedia koneksi sinyal jaringan internet/online untuk pelayanan OSS-PTP sangat menentukan kualitas, efesiensi dan efektivitasnya. Menurut tanggapan penilaian responden di kedua Kantah sampel mengenai koneksi jaringan internet ke Pusdatin-LP2B yang ditunjukan pada nilai indeks indikatornya hanya sebesar 3.43 atau 68.70%. Nilai indeks ini relatif cukup baik, namun untuk mencapai nilai 100% diperlukan peningkatan sebesar 31.30%. Masih diperlukan upaya-upaya lebih besar untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas jaringan koneksi internet tersebut 2) Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke Pusdatin LP2B Pelayanan OSS-PTP di Kantah Kabupaten Tangerang Menurut tanggapan penilaian responden di Kantah Kabupaten Tangerang mengenai koneksi jaringan internet ke Pusdatin LP2B yang ditunjukan pada nilai indeks indikatornya lemah, yaitu hanya sebesar 2.39 atau 47.83%. Nilai indeks ini relatif masih rendah karena untuk mencapai nilai 100% diperlukan peningkatan sebesar 52.17%. Hal ini memerlukan upaya-upaya lebih besar untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas jaringan koneksi internet tersebut 3) Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke Pusdatin LP2B Pelayanan OSS-PTP di Kantah Kota Tangerang Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 92
Sementara itu, berbeda dengan Kantah Kabupaten Tangerang, menurut tanggapan penilaian responden di Kantah Kota Tangerang mengenai koneksi jaringan internet ke Pusdatin LP2B yang ditunjukan pada nilai indeks indikatornya yang jauh lebih baik dibandingkan hasil penilaian di Kantah Kabupaten Tangerang, yaitu sebesar 3.91 atau 78.26%. Meskipun demikian, nilai indeks ini masih perlu peningkatan sebesar 21.74% untuk mencapai nilai maksimalnya 100.00%. o. Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke BKPM 1) Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke BKPM Pelayanan OSS-PTP Gabungan di Kedua Kantah Sampel Menurut tanggapan penilaian responden di kedua Kantah sampel (n=46) mengenai koneksi jaringan internet ke BKPM yang ditunjukan pada nilai indeks indikatornya termasuk lemah kondisinya, yaitu sebesar 3.15 atau 63.04%. Nilai indeks ini relatif masih rendah karena untuk mencapai nilai 100% diperlukan peningkatan sebesar 36.96%, sehingga diperlukan berbagai upaya yang lebih besar untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas jaringan koneksi internet tersebut 2) Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke BKPM Pelayanan OSS-PTP di Kantah Kabupaten Tangerang Menurut tanggapan penilaian responden di Kantah Kabupaten Tangerang mengenai koneksi jaringan internet ke BKPM yang ditunjukan pada nilai indeks indikatornya lemah/rendah kondisinya yang hanya sebesar 2.30 atau 46.09 %. Nilai indeks ini relatif masih sangat rendah karena untuk mencapai nilai 100% diperlukan peningkatan sebesar 53.91%. 3) Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke BKPM Pelayanan OSS-PTP di Kantah Kota Tangerang Menurut tanggapan penilaian responden di Kantah Kota Tangerang mengenai koneksi jaringan internet ke BKPM yang ditunjukan pada nilai indeks indikatornya jauh lebih kuat/baik skornya dibandingkan hasil penilaian di Kantah Kabupaten Tangerang, yaitu sebesar 3.91 atau 78.26%. Meskipun demikian, untuk mencapai nilai 100% diperlukan peningkatan lagi sebesar 21.74%. Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 93
p. Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke Pemda Kabupaten/Kota 1) Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke Pemda Kabupaten/Kota Pelayanan OSS-PTP Gabungan di Kedua Kantah Sampel Kelancaran dan kuatnya ketersedianya koneksi sinyal jaringan internet/online untuk pelayanan OSS-PTP sangat menentukan kualitas, efesiensi dan efektivitasnya. Menurut tanggapan penilaian responden di kedua Kantah sampel mengenai koneksi jaringan internet ke Pemda di Kabupaten/Kota sampel yang tergambar pada nilai indeks indikatornya sebesar 3.11 atau 62.17%. Nilai indeks ini relatif masih rendah karena untuk mencapai nilai 100% diperlukan peningkatan sebesar 37.83%, sehingga diperlukan upaya- upaya memperkuat dan meningkatka kualitas jaringan koneksi internet tersebut. 2) Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke Pemda Kabupaten/Kota Pelayanan OSS-PTP di Kantah Kabupaten Tangerang Sementera itu, di Kantah Kabupaten Tangerang kelancaran/kuatnya ketersedianya koneksi sinyal jaringan internet/online untuk pelayanan OSS- PTP ini menurut tanggapan penilaian responden relatif rendah yang ditunjukkan pada nilai indeks indikatornya sebesar 3.00 atau 60.00%, dan masih diperlukan peningkatan sebesar 40.00% 3) Indeks Indikator Koneksi Jaringan Internet ke Pemda Kabupaten/Kota Pelayanan OSS-PTP Kantah Kota Tangerang Sedangkan di Kantah Kota Tangerang kelancaran/kuatnya ketersedianya koneksi sinyal jaringan internet/online untuk pelayanan OSS-PTP ini lebih baik/kuat, menurut tanggapan penilaian responden Kantah Kota Tangerang lebih baik dibandingkan penilaian di Kantah Kabupaten Tangerang yang ditunjukkan pada nilai indeks indikatornya sebesar 3.87 atau 77.39%, namun masih cukup jauh dari nilai maksimalnya 100.00%. q. Indeks Indikator Ketersediaan RDTR 1) Indeks Indikator Ketersediaan RDTR Gabungan di Kedua Kantah Sampel Ketersediaan RDTR mempunyai nilai skor indeks terendah dari seluruh indikator yang dipergunakan dalam menghitung nilai indeks pelayanan OSS- PTP, yaitu hanya sebesar 1.46 atau 29.13%. Hal ini dikarenakan bahwa di kedua lokasi kabupaten/kota sampel belum mempunya RDTR. Nilai indeks tersebut sangat rendah yang berada paling bawah, sehingga sangat Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 94
diperlukan upaya-upaya peningkatan penyusunan dan penyediaan RDTR untuk mendukung OSS-PTP. 2) Indeks Indikator Ketersediaan RDTR di Kantah Kabupaten Tangerang Hampir sama dengan kondisi di atas, bahwa ketersediaan RDTR di Kantah Kabupaten Tangerang juga mempunyai nilai skor indeks terendah dari seluruh indikator yang dipergunakan dalam menghitung nilai indeks pelayanan OSS-PTP, yaitu hanya sebesar 1.43 atau 28.70%. Hal ini dikarenakan bahwa di Kabupaten Tangerang belum mempunya RDTR. Nilai indeks tersebut sangat rendah yang berada paling bawah, sehingga sangat diperlukan upaya-upaya peningkatan penyusunan dan penyediaan RDTR untuk mendukung OSS-PTP. 3) Indeks Indikator Ketersediaan RDTR di Kantah Kota Tangerang Hampir sama dengan kondisi di Kantah Kabupaten Tangerang, bahwa ketersediaan RDTR di Kantah Kota Tangerang juga mempunyai nilai skor indeks terendah dari seluruh indikator yang dipergunakan dalam menghitung nilai indeks pelayanan OSS-PTP, yaitu hanya sebesar 1.48 atau 29.57%. Hal ini dikarenakan bahwa di Kota Tangerang belum mempunya RDTR. Nilai indeks tersebut sangat rendah yang berada paling bawah, sehingga sangat diperlukan upaya-upaya peningkatan penyusunan dan penyediaan RDTR untuk mendukung OSS-PTP. Berdasarkan nilai skor indeks dari berbagai indikator OSS-PTP tersebut di atas, menunjukkan bahwa untuk meningkatkan nilai skor indeks OSS-PTP di kedua Kantah sampel masih diperlukan upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan dari beberapa indikator yang bernilai rendah. Hal ini terutama di Kantah Kabupaten Tangerang yang nilai indeks dari berbagai indikator tersebut relatif masih lebih rendah dibandingkan Kantah Kota Tangerang. Dari berbagai upaya perbaikan dan peningkatan dukungan terhadap beberapa faktor tersebut diharapkan akan meningkatan nilai skor indeks OSS-PTP, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan indeks pelayanan OSS-PTP untuk mendukung percepatan proses penerbitan izin lokasi dalam mendukung inventasi penanaman modal berusaha untuk mendorong upaya cipta kerja pada masa mendatang Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 95
F. Upaya Meningkatkan Implementasi Pelayanan OSS Izin Lokasi dan OSS Pertimbangan Teknis Pertanahan 1. Kegiatan Sosialisasi Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas implementasi pelayanan OSS Izin Lokasi (OSS-IL) dan OSS Pertimbangan Teknis Pertanahan (OSS-PTP) menurut responden di kedua Kantah sampel adalah kegiatan sosialisasi mengenai PP No. 24/2018 (OSS), Permen ATR/KBPN No. 17/2019 (IL) dan Permen ATR/KBPN No. 27/2019 (PTP). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Lampiran 3. a. Kegiatan sosialisasi mengenai PP No. 24/2018 (OSS), menurut sebagian besar responden (± 97.83%) menilai kegiatan ini perlu/penting hingga sangat perlu/penting dilakukan dengan nilai skor indeks indikator sebesar 4.37 atau ± 87.39% dari nilai maksimalnya 100%, terutama hal ini disampaikan oleh seluruh responden di Kantah Kabupaten Tangerang dengan nilai skor indeks indikator sebesar 4.65 atau ± 93.04%. Hasil perhitungan ini sejalan dengan data yang sudah dijelaskan di atas, di mana secara umum nilai skor indeks OSS-IL maupun indeks OSS-PTP di Kantah Kabupaten Tangerang lebih rendah dibandingkan di Kantah Kota Tangerang, sehingga diharapkan upaya kegiatan sosialisasi merupakan salah satu cara yang penting dan strategis dilakukan untuk meningkatkan kedua angka indeks tersebut. b. Hampir sama dengan PP No. 24/2018 (OSS) di atas, kegiatan sosialisasi Permen ATR/KBPN No. 17/2019 (IL) menurut sebagian besar responden (± 97.83%) menilai kegiatan ini perlu/penting hingga sangat perlu/penting dilakukan, namun nilai skor indeks indikatornya lebih besar 4.48 atau ± 89.57% dari nilai maksimalnya 100%, terutama responden di Kantah Kabupaten Tangerang seluruhnya menyatakan hal yang sama dengan nilai skor indeks indikator sebesar 4.65 atau ± 93.04%. Hasil perhitungan ini juga sejalan dengan penilaian di atas, yaitu secara umum nilai skor indeks OSS-IL maupun indeks OSS-PTP di Kantah Kabupaten Tangerang lebih rendah dibandingkan di Kantah Kota Tangerang, sehingga diharapkan upaya kegiatan sosialisasi merupakan salah satu cara yang penting dan strategis dilakukan. c. Kegiatan sosialisasi Permen ATR/KBPN No. 27/2019 (PTP) juga sangat disaran oleh para responden, di mana sebagian besar responden (± 97.83%) berpendapat bahwa kegiatan sosialisasi perlu/penting hingga sangat perlu/ Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 96
penting dilakukan dengan nilai skor indeks indikator sebesar 4.37 atau ± 87.39% dari nilai maksimalnya 100%, terutama hal ini disampaikan oleh seluruh responden di Kantah Kabupaten Tangerang dengan nilai skor indeks indikator sebesar 4.65 atau ± 93.04%. Hasil perhitungan ini juga sejalan, karena secara umum nilai skor indeks OSS-IL dan indeks OSS-PTP di Kantah Kabupaten Tangerang lebih rendah dibandingkan di Kantah Kota Tangerang. Dengan demikian, diharapkan upaya kegiatan sosialisasi adalah salah satu cara yang penting dan strategis ditempuh. Tabel 4.3: Perlu/Pentingnya Dilakukan Kegiatan Sosialisasi PP No. 24/2018 (OSS), Permen ATR/KBPN No. 17/2019 (IL) dan Permen ATR/KBPN No. 27/2019 (PTP) Dalam Pelayanan OSS Pemberian Izin Lokasi dan PTP Menurut Responden di Kantah Kabupaten/Kota Sampel No. Indikator Penilaian Kantah Kb Tangerang Kantah Kt Tangerang Gabungan 2 Kantah Kegiatan Sosialisasi (N=23) (N=23) (N=46) Tanggapan/ Nilai Skor Tanggapan/ Nilai Skor Tanggapan/ Nilai Skor Pernyataan Indeks Pernyataan Indeks Pernyataan Indeks Indikator Indikator Indikator n %*) Skor %*) n %*) Skor %*) n %*) Skor %*) A. PP No. 24/2018 (OSS) 19 82.61 9 39.13 28 60.87 1 Sangat Perlu/Penting 2 Lebih Perlu/Penting 0 0.00 8 34.78 8 17.39 3 Perlu/Penting 4 Kurang Perlu/Penting 4 17.39 4.65 93.04 5 21.74 4.09 81.74 9 19.57 4.37 87.39 5 Tidak Perlu/Penting 0 0.00 1 4.35 1 2.17 Jumlah 0 0.00 0 0.00 0 0.00 23 100.00 23 100.00 46 100.00 B. Permen ATR/KBPN No. 17/2019 (IL) 1 Sangat Perlu/Penting 19 82.61 14 60.87 33 71.74 2 Lebih Perlu/Penting 0 0.00 3 13.04 3 6.52 3 Perlu/Penting 4 17.39 4.65 93.04 5 21.74 4.30 86.09 9 19.57 4.48 89.57 4 Kurang Perlu/Penting 0 0.00 1 4.35 1 2.17 5 Tidak Perlu/Penting 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Jumlah 23 100.00 23 100.00 46 100.00 C. Permen ATR/KBPN No. 27/2019 (PTP) 1 Sangat Perlu/Penting 19 82.61 10 43.48 29 63.04 2 Lebih Perlu/Penting 0 0.00 6 26.09 6 13.04 3 Perlu/Penting 4 17.39 4.65 93.04 6 26.09 4.09 81.74 10 21.74 4.37 87.39 4 Kurang Perlu/Penting 0 0.00 1 4.35 1 2.17 5 Tidak Perlu/Penting 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Jumlah 23 100.00 23 100.00 46 100.00 Sumber: Pengolahan data primer, 2020 Keterangan: *) Persentase terhadap nilai maksimal (5/100 %) Kriteria Indeks Nilai Kriteria Hasil Skor Nilai - SS (Sangat Setuju) 5 Sangat Perlu/Penting > 4.20 - 5.00 - LS (Lebih Setuju) 4 Lebiht Perlu/Penting > 3.40 - 4.20 - S (Setuju) 3 Perlu/Penting > 2.60 - 3.40 - KS (Kurang Setuju) 2 Kurang Perlu/Penting > 1.80 - 2.60 - TS (Tidak Setuju) 1 Tidak Perlu/Penting 1.00 - ≤ 1.80 Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 97
2. Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Salah satu kelemahan dalam pemberian izin lokasi dan pertimbangan teknis pertanahan (PTP) di daerah adalah belum optimal dan efektifnya pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi pasca diterbitkanya persetujuan izin lokasi dan PTP. Berdasarkan Permen ATR/KBPN No. 17/2019 dan Permen ATR/KBPN No. 27/2019, kegiatan pemantauan dan evaluasi ini merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka pemberian izin lokasi dan PTP. Permen ATR/KBPN No. 17/2019, Pasal 25, bahwa pemantauan dan evaluasi izin lokasi dilakukan terhadap perolehan tanah, penggunaan dan pemanfaatan tanah, dan pengamanan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha terhadap tanah yang sudah diperoleh. Selanjutnya ditegaskan, bahwa dalam hal izin lokasi diterbitkan tanpa komitmen, pemantauan dan evaluasi dilakukan juga terhadap dokumen pendukung yang telah digunakan oleh Pelaku Usaha untuk memenuhi kriteria izin lokasi tanpa komitmen. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh tim secara berjenjang, yang dilakukan dengan memperhatikan keputusan pemberian izin lokasi dan/atau pertimbangan teknis pertanahan, dimana hasilnya menjadi dasar perpanjangan, pemberian izin lokasi baru dan/atau pembatalan izin lokasi. Sejalan dengan hal di atas, menurut tanggapan responden menunjukkan bahwa seluruhnya (± 100%) menilai kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi izin lokasi maupun PTP menyatakan perlu/penting hingga sangat perlu/penting dilakukan, di mana nilai skor indeksnya untuk indikator implementasi izin lokasi sebesar 4.43 atau ± 88.70% terutama di Kantah Kabupaten Tangerang dengan nilai skor indeks indikator sebesar 4.57 atau ± 91.30%, sedangkan skor indeks untuk indikator implementasi PTP sebesar 4.37 atau ± 87.39% terutama di Kantah Kabupaten Tangerang dengan nilai skor indeks indikator sebesar 4.70 atau ± 93.91% (lihat Tabel 4.4 dan Lampiran 3). Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 98
Tabel 4.4: Perlu/Pentingnya Dilaksanakan Pemantauan dan Evaluasi Implementasi Izin Lokasi dan PTP Menurut Responden di Kantah Kabupaten/Kota Sampel Kantah Kb Tangerang Kantah Kt Tangerang Gabungan 2 Kantah (N=23) (N=23) (N=46) Indikator Penilaian Tanggapan/ Nilai Skor Tanggapan/ Nilai Skor Tanggapan/ Nilai Skor No. Kegiatan Pemantauan Pernyataan Indeks Pernyataan Indeks Pernyataan Indeks dan Evaluasi Indikator Indikator Indikator n %*) Skor %*) n %*) Skor %*) n %*) Skor %*) A. Implementasi Izin Lokasi 1 Sangat Perlu/Penting 16 69.57 14 60.87 30 65.22 2 Lebih Perlu/Penting 4 17.39 2 8.70 6 13.04 3 Perlu/Penting 3 13.04 4.57 91.30 7 30.43 4.30 86.09 10 21.74 4.43 88.70 4 Kurang Perlu/Penting 0 0.00 0 0.00 0 0.00 5 Tidak Perlu/Penting 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Jumlah 23 100.00 23 100.00 46 100.00 B. Implementasi PTP 1 Sangat Perlu/Penting 19 82.61 11 47.83 30 65.22 2 Lebih Perlu/Penting 1 4.35 2 8.70 3 6.52 3 Perlu/Penting 3 13.04 4.70 93.91 10 43.48 4.04 80.87 13 28.26 4.37 87.39 4 Kurang Perlu/Penting 0 0.00 0 0.00 0 0.00 5 Tidak Perlu/Penting 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Jumlah 23 100.00 23 100.00 46 100.00 Sumber: Pengolahan data primer, 2020 Keterangan: *) Persentase terhadap nilai maksimal (5/100 %) Kriteria Indeks Nilai Kriteria Hasil Skor Nilai - SS (Sangat Setuju) 5 Sangat Perlu/Penting > 4.20 - 5.00 - LS (Lebih Setuju) 4 Lebiht Perlu/Penting > 3.40 - 4.20 - S (Setuju) 3 Perlu/Penting > 2.60 - 3.40 - KS (Kurang Setuju) 2 Kurang Perlu/Penting > 1.80 - 2.60 - TS (Tidak Setuju) 1 Tidak Perlu/Penting 1.00 - ≤ 1.80 Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 99
BAB V REGULASI PENATAAN RUANG DAN PERIZINAN MELALUI OMNIBUS LAW UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA Pada bab ini diarahkan untuk menjawab dan membahas permasalahan dan tujuan ketiga dari kajian, yaitu melakukan inventarisasi dan upaya regulasi penataan ruang dan perizinan terkait tata ruang dan pertanahan sejalan dengan UUCK untuk mendukung cipta kerja. A. Omnibus Law UUCK di Bidang Penataan Ruang dan Perizinan Sebagaimana telah disinggung pada bagian depan bahwa pada Februari 2020 yang lalu, Pemerintah telah menyelesaikan dan menyampaikan Rancangan Undang- Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU-CK) kepada DPR, dan oleh DPR telah disyahkan pada tanggal 05 Oktober 2020. RUU-CK ini oleh Pemerintah telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) pada tanggal 02 November 2020, dimuat dalam LNRI Nomor 245 Tahun 2020. Terlepas dari masih banyaknya pihak yang pro dan kontra dengan UUCK tersebut, namun secara umum omnibus law dimaksudkan untuk menyederhanakan berbagai peraturan perundang-undangan menjadi satu kesatuan, sehingga berbagai perizinan menjadi lebih singkat, lebih mudah dan lebih menjamin kepastian untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Salah satu bidang yang menjadi obyek dalam UUCK adalah omnibus law di bidang penataan ruang dan perizinan terkait tata ruang/pertanahan, antara lain mencakup: 1. Rencana detail tata ruang (RDTR) 2. Izin terkait pemanfaatan ruang 3. Izin lokasi investasi 4. Izin pertimbangan teknis pertanahan (PTP) Melalui penyederhanaan berbagai peraturan perundang-undangan tersebut, UUCK ini ditujukan untuk menciptakan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak, yang mencakup yang terkait dengan: 1. Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha 2. Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 100
3. Kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM serta perkoperasian 4. Peningkatan investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional 1. Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait dengan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha paling sedikit memuat pengaturan mengenai penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, kemudahan berusaha, riset dan inovasi, pengadaan lahan, dan kawasan ekonomi. Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha tersebut meliputi: a. penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, b. penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha dan pengadaan lahan, c. penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan d. penyederhanaan persyaratan investasi. 2. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Perizinan berusaha berbasis risiko merupakan metode standar berdasarkan tingkat risiko suatu kegiatan usaha dalam menentukan jenis perizinan dan kualitas/ frekuensi pengawasan. Perizinan dan pengawasannya merupakan instrumen Pemerintah dalam mengendalikan suatu kegiatan usaha. Perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko kegiatan usaha, yang diperoleh berdasarkan perhitungan nilai tingkat bahaya dan nilai potensi terjadinya bahaya. Berdasarkan penilaian tingkat bahaya dan penilaian atas potensi terjadinya bahaya, tingkat risiko kegiatan usaha ditetapkan menjadi 3 tingkatan, yaitu berisiko rendah, menengah, dan berisiko tinggi. Berdasarkan tingkatan risiko kegiatan usaha tersebut, hanya perizinan berusaha untuk kegiatan usaha berisiko tinggi berupa nomor induk berusaha (NIB), dan izin. Izin merupakan persetujuan Pemerintah Pusat untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya. 3. Penyederhanaan Persyaratan Dasar Berusaha Secara umum, dalam Pasal 14 UUCK mengarahkan bahwa penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha dan pengadaan lahan meliputi: a. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang b. Persetujuan lingkungan c. Persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi. Adapun penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha dan pengadaan lahan tersebut sebagai berikut. Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 101
a. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang merupakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. Berkaitan dengan hal ini, lebih diuraikan dalam Pasal 15 UUCK mengatur kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang 1) Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang merupakan kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR. 2) Pemda wajib menyusun dan menyediakan RDTR dalam bentuk digital yang sesuai dengan standar dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR. 3) Pemerintah Pusat wajib mengintegrasikan RDTR dalam bentuk digital ke dalam sistem perizinan berusaha secara elektronik. 4) Dalam hal pelaku usaha mendapatkan informasi rencana lokasi kegiatan usahanya telah sesuai dengan RDTR, pelaku usaha mengajukan permohonan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya melalui perizinan berusaha secara elektronik untuk memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. 5) Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang , pelaku usaha dapat langsung melakukan kegiatan usahanya b. Ketentuan Perizinan Berusaha Ditegaskan dalam Pasal 15, bahwa Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyediakan RDTR, namun Pasal 16 mengatur ketentuan perizinan berusaha sebagai berikut: 1) Dalam hal Pemda belum menyusun dan menyediakan RDTR, pelaku usaha mengajukan permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya kepada Pemerintah Pusat melalui perizinan berusaha secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 2) Pemerintah Pusat dalam memberikan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. 3) Rencana tata ruang terdiri atas: a) Rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN) b) Rencana tata ruang pulau/kepulauan Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 102
c) Rencana tata ruang kawasan strategis nasional d) Rencana tata ruang wilayah provinsi e) Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota f) Rencana tata ruang atau rencana zonasi lainnya yang ditetapkan Pemerintah Pusat. c. Kepastian dan Kemudahan Bagi Pelaku Usaha Pasal 17 UUCK mengatur penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha serta untuk memberikan kepastian dan kemudahan bagi pelaku usaha dalam memperoleh kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, dengan mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam: 1) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang 2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan 4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial B. UUCK di Bidang Penataan Ruang dan Perizinan Terkait Pemanfaatan Ruang dan Pertanahan 1. Regulasi UUPR Dalam UUCK Salah satu materi yang menjadi obyek dalam UUCK adalah omnibus law bidang penataan ruang dan perizinan terkait dengan penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha dalam rangka pemanfaatan ruang dan pertanahan. Sehubungan dengan itu, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan penyesuaian dan perubahan, baik penambahan, pengurangan maupun penghapusan berbagai ketentuannya untuk mendukung kebijakan omnibus law tersebut, diantaranya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR). Dalam Pasal 17 UUCK terdapat beberapa ketentuan dalam UUPR yang dilakukan penghapusan, perubahan dan penambahan substansinya. Hasil inventarisasi/identifikasinya dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Lampiran 4. Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 103
Tabel 5.1: Inventarisasi/Identifikasi Dampak Penerbitan Omnibus Law UU No. 11/2020 (UUCK) di Bidang Penataan Ruang dan Perizinan: Beberapa Ketentuan UUCK (Pasal 17) Menghapus/Mengubah/Menambah Ketentuan UU No. 26/2007 No. Peraturan Terkait Ketentuan-Ketentuan Terdampak (Seluruh/Sebagian) Dihapus Diubah Ditambah 1 Ketentuan Umum Pasal 1 angka 7, angka 8, dan Pasal 1 angka 32 2 Ketentuan Klasifikasi Penataan Rruang Pasal 6 3 Ketentuan Tugas dan Wewenang Pasal 8, 9, 10 dan Pasal 11 4 Ketentuan Pelaksanaan Penataan Pasal 24, 27, 49, 50, 51, Pasal 14, 17, 18, 20, 22, 23, Pasal 14A dan Ruang 52, 53 dan Pasal 54 25, 26, 35, 37 dan Pasal 48 Pasal 34A 5 Ketentuan Hak, Kewajiban, dan Peran Pasal 60, 61, 62 dan Pasal Masyarakat 65 6 Ketentuan Pidana Pasal 72 Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74 dan Pasal 75 UU No. 26/2007 (UUPR) (80 pasal) 9 pasal (± 11.25 %) 32 pasal (± 32.25 %) 2 psl (± 2.50 %) Dari data Tabel 5.1 tersebut di atas, diperoleh gambaran bahwa dengan ditetapkannya UUCK ada beberapa ketentuan UUPR terdampak, yaitu dari 80 pasal yang termuat dalam UUPR terdapat sebanyak 9 pasal (± 11.25 %) dihapus, dan 32 pasal (± 32.25 %) diubah, namun ada juga yang mengalami penambahan sebanyak 2 pasal (± 2.50 %). Sementara itu, lingkup penyederhanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang berdasarkan UUCK dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1: Lingkup Penyederhanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Sebelum dan Setelah UUCK Sumber: Direktorat Perencanaan Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN, 2020 104 Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
2. Inventarisasi dan Penataan Kembali Regulasi Pemanfaatan Ruang dan Pertanahan Sejalan UUCK Sebagaimana sudah diungkapkan di atas, bahwa dengan ditetapkannya UUCK, di bidang penataan ruang dan perizinan yang terkait tata ruang dan pertanahan, dalam Pasal 17 telah terjadi beberapa penghapusan, perubahan dan penambahan ketentuan yang termuat dalam UUPR (lihat Tabel 5.1). Dengan adanya penghapusan, perubahan dan penambahan ketentuan tersebut, selanjutnya juga dilakukan penyesuaian terhadap peraturan-peraturan terkait yang lebih rendah sebagai turunannya untuk ditata ulang sejalan dengan ketentuan UUCK tersebut. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan inventarisasi terhadap beberapa peraturan yang terkait dan dianggap relevan dengan penataan ruang dan perizinan, antara lain adalah PP No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Permen ATR/KBPN No. 16/2018 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/Kota, Permen ATR/KBPN No. 17/2019 tentang Izin Lokasi, dan Permen ATR/KBPN No. 27/2019 tentang Pertimbangan Teknis Pertanahan. Hasil inventarisasi terhadap beberapa peraturan tersebut sebagai tindak lanjut sejalan dengan UUCK dapat dilihat pada Tabel 5.2, Lampiran 5 dan Lampiran 6, yaitu sebagai berikut: a. PP No. 15/2010, yaitu diperoleh gambaran sejalan dengan ditetapkannya UUCK dan dampaknya tehadap beberapa ketentuan UUPR, dari hasil inventarisasi menunjukan bahwa dari 209 pasal yang termuat dalam ketentuan PP No. 15/2010 tersebut, diperkirakan ada terdampak untuk dihapus sebanyak 13 pasal (± 6.22%), dan diubah 44 pasal (± 21.05%). b. Permen ATR/KBPN No. 16/2018, yaitu diperoleh gambaran sejalan dengan UUCK, serta ketentuan UUPR dan PP No. 15/2010 yang terdampak, dari hasil inventarisasi menunjukkan bahwa dari 18 pasal yang termuat di dalam ketentuan Permen ATR/KBPN No. 16/2018 diperkirakan ada sejumlah yang terdampak untuk dihapus sebanyak 2 pasal (± 11,11 %), dan diubah 14 pasal (± 77,78 %). c. Permen ATR/KBPN No. 17/2019, merupakan paraturan pelaksanaan kegiatan yang ketentuan-ketentuan termuat di dalam pasal-pasal/ayat-ayatnya tidak ada yang terkena dampak langsung dengan ditetapkannya UUCK tersebut, sehingga belum ditemukan bagian-bagian mana saja yang perlu dihapus dan diubah, Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 105
sedangkan jika ada yang perlu ditambah seyogiaya menunggu revisi PP yang mengatur penataan ruang dan perizinan d. Permen ATR/KBPN No. 27/2019, merupakan paraturan pelaksanaan kegiatan yang ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam pasal-pasal/ayat-ayatnya tidak ada yang terkena dampak langsung dengan ditetapkannya UUCK tersebut, sehingga belum ditemukan bagian-bagian mana saja yang perlu dihapus dan diubah, sedangkan jika ada yang perlu ditambah seyogiaya menunggu revisi PP yang mengatur penataan ruang dan perizinan Dari berbagai substansi yang telah diungkapkan dalam hasil inventarisasi tersebut merupakan bahan-bahan masukan yang perlu dipertimbangkan dalam rangka penataan kembali peraturan pelaksanaan kegiatan penataan ruang dan perizinan yang terkait di bidang tata ruang dan pertanahan untuk mendukung penciptaan lapangan pekerjaan pada masa mendatang. Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 106
Tabel 5.2: Inventarisasi/Identifikasi Dampak Penerbitan Omnibus Law UU No. 11/2020 (UUCK) di Bidang Penataan Ruang dan Perizinan: Beberapa Ketentuan UUCK (Pasal 17) Menghapus/ Mengubah/Menambah Ketentuan PP No. 15/2010 dan Permen ATR/BPN No. 16/2018 No. Peraturan Terkait Ketentuan-Ketentuan Terdampak (Seluruh/Sebagian) Dihapus Diubah Ditambah A. PP No. 15/2010 (PPR) (209 pasal) 13 pasal (± 6.22 %) 44 pasal (± 21.05 %) 1 Ketentuan Umum Pasal 1 angka 16 Pasal 1 angka 8, angka 9, angka 15 & Psl 1 angka 17 2 Ketentuan Pengaturan Penataan Ruang Pasal 3, 4 dan Pasal 5 3 Ketentuan Pembinaan Penataan Ruang Pasal 7 dan Pasal 8 4 Ketentuan Pelaksanaan Perencanaan Pasal 55, 56, 57, 58, Pasal 21, 22, 27, 28, 32, 33, Tata Ruang 75, 76, 77, 78, 79 & 39, 40, 52, 62, 66, 67, 68, 72 Psl 80 dan Pasal 84 5 Ketentuan Pelaksanaan Pemanfaatan Pasal 105, 109, 110, 114, 115, Ruang 128, 132 dan Psl 136 6 Ketentuan Pelaksanaan Pengendalian Pasal 156 dan Pasal Pasal 148, 160, 161, 162, 163, Pemanfaatan Ruang 159 164, 166, 167, 172, 174, 183, 184 & Psl 185 7 Ketentuan Pengawasan Penataan Pasal 199 dan Pasal 206 Ruang … Ketentuan Peraturan Kesesuaian Pasal ….. Kegiatan Pemanfaatan Ruang B. Permen ATR/KBPN No. 16/2018 (PP 2 pasal (± 11,11 %) 14 pasal (± 77,78 %) RDTR & PZ Kab/Kota) (18 pasal) 1 Ketentuan Umum Pasal 1 angka 11 Pasal 2, 3, 4 dan Pasal 5 2 Ketentuan Muatan RDTR Pasal 6 dan Pasal 7 3 Ketentuan Muatan Peraturan Zonasi Pasal 8 (PZ) 4 Ketentuan Tata cara penyusunan RDTR Pasal 9, 10, 11, 12, 13 dan dan PZ Pasal 14 5 Ketentuan Lain-Lain Pasal 15 dan Pasal 16 … Ketentuan Peraturan Kesesuaian Pasal ….. Kegiatan Pemanfaatan Ruang C. Permen ATR/KBPN No. 17/2019 (IL) (29 pasal) Permen ATR/BPN No. 17/2019 tentang Izin Lokasi, merupakan paraturan pelaksanaan kegiatan yang ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam pasal-pasal/ayat-ayatnya tidak ada yang terkena dampak langsung dengan ditetapkannya UUCK tersebut, sehingga belum ditemukan bagian-bagian mana saja yang perlu dihapus dan diubah, sedangkan jika ada yang perlu ditambah seyogiaya menunggu revisi PP yang mengatur penataan ruang dan perizinan D. Permen ATR/KBPN No. 27/2019 (PTP) (30 pasal) Permen ATR/BPN No. 27/2019 tentang Pertimbangan Teknis Pertanahan, merupakan paraturan pelaksanaan kegiatan yang ketentuan-ketentuan termuat di dalam pasal-pasal/ayat-ayatnya tidak ada yang terkena dampak langsung dengan ditetapkannya UUCK tersebut, sehingga belum ditemukan bagian-bagian mana saja yang perlu dihapus dan diubah, sedangkan jika ada yang perlu ditambah seyogiaya menunggu revisi PP yang mengatur penataan ruang dan perizinan Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 107
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, serta pembahasan sesuai dengan permasalahan dan tujuan kajian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Implementasi pelayanan OSS izin lokasi (OSS-IL) dalam pemberian perizinan berusaha relatif belum optimal/maksimal yang ditandai masih rendahnya nilai skor indeks OSS-IL, dan dipengaruhi oleh beberapa indikator yang bernilai indeks rendah. 2. Implementasi pelayanan OSS pertimbangan teknis pertanahan (OSS-PTP) dalam pemberian izin lokasi mendukung perizinan berusaha relatif belum optimal/maksimal yang ditandai masih rendahnya nilai skor indeks OSS-PTP, dan dipengaruhi oleh beberapa indikator yang bernilai indeks rendah. 3. Untuk meningkatkan implementasi pelayanan OSS-IL dan OSS-PTP, dukungan dari kegiatan sosialisasi, pemantauan dan evaluasi pasca pemberiannya merupakan bagian penting untuk meningkatkan/mendorong efektivitas dan keberhasilannya 4. Hasil inventarisasi dampak dari diterbitkan/ditetapkannya UUCK terhadap bidang penataan ruang dan perizinan terkait tata ruang dan pertanahan terdapat ketentuan- ketentuan UU No. 26 Tahun 2007 (UUPR), PP No. 15 Tahun 2010, dan Permen ATR/KBPN No. 16 Tahun 2018 yang dihapus, diubah dan ditambah. Sedangkan untuk Permen ATR/KBPN No. 17 Tahun 2019 dan Permen ATR/KBPN No. 27 Tahun 2019 belum terlihat dampak langsungnya. B. Rekomendasi Dari hasil kajian dapat direkomendasikan beberapa hal sebagai bahan masukan untuk dapat dipertimbangkan dalam rangka kebijakan izin lokasi mendukung upaya penciptaan lapangan kerja pada masa mendatang sebagai berikut: 1. Perlunya peningkatan/mendorong implementasi pelayanan OSS-IL melalui perbaikan/peningkatan beberapa aspek/indikator pendukungnya terutama indikator Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 108
yang bernilai indeks rendah, serta juga menyempurnakan/memperkuat indikator yang sudah bernilai indeks baik 2. Perlunya peningkatan/mendorong implementasi pelayanan OSS-PTP melalui perbaikan/ peningkatan beberapa aspek/indikator pendukungnya terutama indikator yang bernilai indeks rendah, serta juga menyempurnakan/memperkuat indikator yang sudah bernilai indek baik 3. Perlunya dukungan kegiatan sosialisasi, pemantauan dan evaluasi pasca pemberian izin lokasi dan pertimbangan teknis pertanahan agar lebih efektif dan tepat sasaran dalam pelaksanaannya untuk mendukung investasi penanaman modal membuka peluang kerja. 4. Perlu dilakukan revisi/penyesuaian terhadap beberapa peraturan yang mengatur penataan ruang dan perizinan terkait dengan tata ruang dan pertanahan dengan diterbitkan/ditetapkannya UUCK Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 109
Lampiran 1: Aspek/Faktor Pelayanan Pemberian Izin Lokasi Melalui OSS Menurut Respo Kan No. Aspek/Faktor Pelayanan Pemberian Izin Lokasi Tanggapan (N TS KS (1) (2) ( 1 Aspek teknis dari sistem pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah layak/baik dipergunakan 2 3 untuk diimplementasikan (AsTeknis) 2 Aspek administratif dari sistem pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah mudah 0 4 dipenuhi/dilengkapi untuk diimplementasikan (AsAdms) 3 Aspek sistem dari pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah mudah dipergunakan/dipakai 0 4 untuk pengurusan perizinan berusaha (AsSistem) 4 Aspek mekanisme dari pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah mudah/sederhana 0 5 diketahui/dipahami untuk pengurusan perizinan berusaha (AsMekanisme) 5 Aspek prosedur dari pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah pendek/sederhana dilalui/diikuti 0 1 untuk pengurusan perizinan berusaha (AsProsedur) 6 Aspek waktu penyelesaian hasil pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah tepat/cepat sesuai 0 4 peraturan/SOP yang berlaku (AsWaktu) 7 Aspek biaya/tarif pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah transparan/jelas sesuai peraturan/ 0 3 PNBP yang berlaku (AsBiaya) 8 Aspek kompetensi pelaksana (SDM) pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah layak/mampu 0 9 sesuai kebutuhan pengetahuan/ keahlian yang diharapkan (AsKompetensi-SDM) 9 Aspek perilaku pelaksana (SDM) pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah baik sesuai 0 4 kebutuhan kesopanan/keramahan yang diharapkan (AsPerilaku-SDM) 10 Aspek penanganan pengaduan pelayanan OSS pemberian izin lokasi sudah baik sesuai 1 5 kebutuhan (AsPengaduan) 11 Aspek ketersediaan sarana (alat, komputer, mesin dsb) pelayanan OSS pemberian izin lokasi 1 7 sudah lengkap/layak sesuai kebutuhan (AsSarana) 12 Aspek ketersediaan prasarana (gedung, ruangan, meja dsb) pelayanan OSS pemberian izin 0 6 lokasi sudah lengkap/layak sesuai kebutuhan (AsPrasarana) 13 Aspek ketersediaan akses koneksi jaringan online ke Pusat/Pusdatin LP2B untuk pelayanan OSS 3 11 pemberian izin lokasi sudah lancar/kuat sesuai kebutuhan (AsKonjar-ATR/BPN) 14 Aspek ketersediaan akses koneksi jaringan online ke BKPM untuk pelayanan OSS pemberian 2 14 izin lokasi sudah lancar/kuat sesuai kebutuhan (AsKonjar-BKPM) 15 Aspek ketersediaan akses koneksi jaringan online ke Pemda Kab/Kota setempat utk pelayanan 0 12 OSS pemberian izin lokasi sudah lancar/kuat sesuai kebutuhan (AsKonjar-Pemda) Sumber: Pengolahan data primer, 2020 Keterangan: *) Persentase terhadap nilai maksimal (5/100 %) Kriteria Bobot Nilai Kriteria Hasil Skor - SS (Sangat Setuju) 5 Sangat Baik/Layak/Mudah/Sederhana/… - LS (Lebih Setuju) 4 Lebih Baik/Layak/Mudah/Sederhana/… - S (Setuju) 3 Baik/Layak/Mudah/Sederhana/… - KS (Kurang Setuju) 2 Kurang Baik/Layak/Mudah/Sederhana/… - TS (Tidak Setuju) 1 Buruk dan Tidak Baik/Layak/Mudah/… Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
onden di Kantah Kabupaten/Kota Sampel ntah Kab Tangerang Kantah Kota Tangerang Kantah Kab Tangerang & Kota Tangerang n Responden Nilai Skor Tanggapan Responden Nilai Skor Tanggapan Responden Nilai Skor Indeks N=23) Indeks Indikr (N=23) Indeks Indikr (N=46) Indikator S LS SS Total Rata2 TS KS S LS SS Total Rata2 TS KS S LS SS Total Rata2 %*) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) 11 1 6 75 3.26 0 1 8 5 9 91 3.96 2 4 19 6 15 166 3.61 72.17 18 1 0 66 2.87 0 0 10 7 6 88 3.83 0 4 28 8 6 154 3.35 66.96 17 1 1 68 2.96 0 1 10 9 3 83 3.61 0 5 27 10 4 151 3.28 65.65 13 2 3 72 3.13 0 1 12 2 8 86 3.74 0 6 25 4 11 158 3.43 68.70 16 1 5 79 3.43 0 0 13 7 3 82 3.57 0 1 29 8 8 161 3.50 70.00 13 0 6 77 3.35 0 0 7 7 9 94 4.09 0 4 20 7 15 171 3.72 74.35 13 1 6 79 3.43 0 1 5 7 10 95 4.13 0 4 18 8 16 174 3.78 75.65 12 1 1 63 2.74 0 1 13 9 0 77 3.35 0 10 25 10 1 140 3.04 60.87 13 6 0 71 3.09 0 0 11 8 4 85 3.70 0 4 24 14 4 156 3.39 67.83 10 7 0 69 3.00 0 1 14 0 8 84 3.65 1 6 24 7 8 153 3.33 66.52 13 1 1 63 2.74 0 1 11 6 5 84 3.65 1 8 24 7 6 147 3.20 63.91 10 2 5 75 3.26 0 2 7 9 5 86 3.74 0 8 17 11 10 161 3.50 70.00 4 1 4 61 2.65 0 0 8 6 9 93 4.04 3 11 12 7 13 154 3.35 66.96 3 1 3 58 2.52 0 2 8 6 7 87 3.78 2 16 11 7 10 145 3.15 63.04 3 2 6 71 3.09 0 1 10 4 8 88 3.83 0 13 13 6 14 159 3.46 69.13 Nilai > 4.20 - 5.00 > 3.40 - 4.20 > 2.60 - 3.40 > 1.80 - 2.60 1.00 - ≤ 1.80 | 111
Lampiran 2: Aspek/Faktor Pelayanan Pemberian Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP Kan No. Aspek/Faktor Pelayanan Pemberian PTP Tanggapan (N TS KS (1) (2) 1 Aspek teknis dari sistem pelayanan OSS pemberian pertimbangan teknis pertanahan (PTP) sudah 0 3 layak/baik dipergunakan untuk diimplementasikan (AsTeknis) 2 Aspek administratif dari sistem pelayanan OSS pemberian PTP sudah mudah dipenuhi/dilengkapi 0 4 untuk diimplementasikan (AsAdms) 3 Aspek sistem dari pelayanan OSS pemberian PTP sudah mudah dipergunakan/dipakai untuk 1 4 pengurusan perizinan berusaha (AsSistem) 4 Aspek mekanisme dari pelayanan OSS pemberian PTP sudah mudah/sederhana 0 7 diketahui/dipahami untuk pengurusan perizinan berusaha (AsMekanisme) 5 Aspek prosedur dari pelayanan OSS pemberian PTP sudah pendek/sederhana dilalui/diikuti untuk 0 3 pengurusan perizinan berusaha (AsProsedur) 6 Aspek waktu penyelesaian hasil pelayanan OSS pemberian PTP sudah tepat/cepat sesuai 0 3 peraturan/SOP yang berlaku (AsWaktu) 7 Aspek biaya/tarif pelayanan OSS pemberian PTP sudah transparan/jelas sesuai peraturan/PNBP 0 2 yang berlaku (AsBiaya) 8 Aspek kompetensi pelaksana (SDM) pelayanan OSS pemberian PTP sudah layak/mampu sesuai 0 7 kebutuhan pengetahuan/ keahlian yang diharapkan (AsKompetensi-SDM) 9 Aspek perilaku pelaksana (SDM) pelayanan OSS pemberian PTP sudah baik sesuai kebutuhan 0 1 kesopanan/keramahan yang diharapkan (AsPerilaku-SDM) 10 Aspek penanganan pengaduan pelayanan OSS pemberian PTP sudah baik sesuai kebutuhan 0 8 (AsPengaduan) 11 Aspek ketersediaan sarana (alat, komputer, mesin dsb) pelayanan OSS pemberian PTP sudah 0 3 lengkap/layak sesuai kebutuhan (AsSarana) 12 Aspek ketersediaan prasarana (gedung, ruangan, meja dsb) pelayanan OSS pemberian PTP 00 sudah lengkap/layak sesuai kebutuhan (AsPrasarana) 0 18 1 17 13 Aspek ketersediaan akses koneksi jaringan online ke Pusat/Pusdatin LP2B untuk pelayanan OSS pemberian PTP sudah lancar/kuat sesuai kebutuhan (AsKonjar-ATR/BPN) 14 Aspek ketersediaan akses koneksi jaringan online ke BKPM untuk pelayanan OSS pemberian PTP sudah lancar/kuat sesuai kebutuhan (AsKonjar-BKPM) 15 Aspek ketersediaan akses koneksi jaringan online ke Pemda Kabupaten/Kota setempat untuk 0 12 pelayanan OSS pemberian PTP sudah lancar/kuat sesuai kebutuhan (AsKonjar-Pemda) Sumber: Pengolahan data primer, 2020 Keterangan: *) Persentase terhadap nilai maksimal (5/100 %) Kriteria Bobot Nilai Kriteria Hasil Skor - SS (Sangat Setuju) 5 Sangat Baik/Layak/Mudah/Sederhana/… - LS (Lebih Setuju) 4 Lebih Baik/Layak/Mudah/Sederhana/… - S (Setuju) 3 Baik/Layak/Mudah/Sederhana/… - KS (Kurang Setuju) 2 Kurang Baik/Layak/Mudah/Sederhana/… - TS (Tidak Setuju) 1 Buruk dan Tidak Baik/Layak/Mudah/… Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
P) Melalui OSS Menurut Responden di Kantah Kabupaten/Kota Sampel ntah Kab Tangerang Kantah Kota Tangerang Kantah Kab Tangerang & Kota Tangerang n Responden Nilai Skor Tanggapan Responden Nilai Skor Tanggapan Responden Nilai Skor Indeks N=23) Indeks Indikr (N=23) Indeks Indikr (N=46) Indikator S LS SS Total Rata2 TS KS S LS SS Total Rata2 TS KS S LS SS Total Rata2 %*) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) 13 0 7 80 3.48 0 0 9 5 9 92 4.00 0 3 22 5 16 172 3.74 74.78 12 1 6 78 3.39 0 0 12 1 10 90 3.91 0 4 24 2 16 168 3.65 73.04 11 1 6 76 3.30 0 0 12 3 8 88 3.83 1 4 23 4 14 164 3.57 71.30 11 1 4 71 3.09 0 1 10 5 7 87 3.78 0 8 21 6 11 158 3.43 68.70 11 2 7 82 3.57 0 0 11 5 7 88 3.83 0 3 22 7 14 170 3.70 73.91 16 0 4 74 3.22 0 1 5 7 10 95 4.13 0 4 21 7 14 169 3.67 73.48 11 2 8 85 3.70 0 1 9 2 11 92 4.00 0 3 20 4 19 177 3.85 76.96 7 3 6 77 3.35 0 1 11 4 7 86 3.74 0 8 18 7 13 163 3.54 70.87 12 1 9 87 3.78 0 1 11 2 9 88 3.83 0 2 23 3 18 175 3.80 76.09 4 6 5 77 3.35 0 2 10 3 8 86 3.74 0 10 14 9 13 163 3.54 70.87 6 5 9 89 3.87 0 1 11 5 6 85 3.70 0 4 17 10 15 174 3.78 75.65 12 2 9 89 3.87 0 0 12 4 7 87 3.78 0 0 24 6 16 176 3.83 76.52 2 2 1 55 2.39 0 0 9 7 7 90 3.91 0 18 11 9 8 145 3.15 63.04 3 1 1 53 2.30 0 0 11 3 9 90 3.91 1 17 14 4 10 143 3.11 62.17 5 0 6 69 3.00 0 0 12 2 9 89 3.87 0 12 17 2 15 158 3.43 68.70 Nilai > 4.20 - 5.00 > 3.40 - 4.20 > 2.60 - 3.40 > 1.80 - 2.60 1.00 - ≤ 1.80 | 112
Lampiran 3: Kegiatan Sosialisasi dan Monev Pelayanan OSS Izin Lokasi dan Pertimbanga Kanta No. Aspek/Faktor Pelayanan OSS Izin Lokasi dan PTP Tanggapan R (N=2 TS KS S (1) (2) (3 A. Kegiatan Sosialisasi dan Monev Pelayanan OSS Izin Lokasi 1 Kegiatan sosialisasi PP No. 24/2018 perlu dilakukan untuk memasyarakatkan pelayanan sistem 0 0 OSS pengurusan izin lokasi (KSos PP24/2018) Kegiatan sosialisasi Permen ATR/KBPN No. 13/2020 jo Permen ATR/KBPN No. 17/2019 perlu 2 dilakukan untuk memasyarakatkan pelayanan sistem OSS dalam pengurusan izin lokasi (KSos 0 0 PMATR17/2019) 3 Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kesesuaian lokasi, luas dan pemanfaatan lahan dalam 0 0 implementasi izin lokasi perlu dilakukan untuk pengawasan dan pengendaliannya (PMonev-IL) B. Kegiatan Sosialisasi dan Monev Pelayanan OSS PTP 1 Kegiatan sosialisasi PP No. 24/2018 perlu dilakukan untuk memasyarakatkan pelayanan sistem 0 0 OSS pengurusan PTP (KSos PP24/2018) 0 0 2 Kegiatan sosialisasi Permen ATR/KBPN No. 27/2019 perlu dilakukan untuk memasyarakatkan 0 pelayanan sistem OSS dalam pengurusan PTP (KSos PMATR27/2019) 3 Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kesesuaian lokasi, luas dan pemanfaatan lahan dalam 0 implementasi PTP perlu dilakukan untuk pengawasan dan pengendaliannya (PMonev-PTP) Sumber: Pengolahan data primer, 2020 Keterangan: *) Persentase terhadap nilai maksimal (5/100 %) Kriteria Bobot Nilai Kriteria Hasil Skor - SS (Sangat Setuju) 5 - Sangat Perlu/Penting - LS (Lebih Setuju) 4 - Lebiht Perlu/Penting - S (Setuju) 3 - Perlu/Penting - KS (Kurang Setuju) 2 - Kurang Perlu/Penting - TS (Tidak Setuju) 1 - Tidak Perlu/Penting Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
an Teknis Pertanahan (PTP) Menurut Responden di Kantah Kabupaten/Kota Sampel ah Kab Tangerang Kantah Kota Tangerang Kantah Kab Tangerang & Kota Tangerang Responden Nilai Skor Tanggapan Responden Nilai Skor Tanggapan Responden Nilai Skor Indeks 23) Indeks Indikr (N=23) Indeks Indikr (N=46) Indikator S LS SS Total Rata2 TS KS S LS SS Total Rata2 TS KS S LS SS Total Rata2 %*) 3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) 4 0 19 107 4.65 0 1 5 8 9 94 4.09 0 1 9 8 28 201 4.37 87.39 4 0 19 107 4.65 0 1 5 3 14 99 4.30 0 1 9 3 33 206 4.48 89.57 3 4 16 105 4.57 0 0 7 2 14 99 4.30 0 0 10 6 30 204 4.43 88.70 4 1 18 106 4.61 0 1 6 6 10 94 4.09 0 1 10 7 28 200 4.35 86.96 4 0 19 107 4.65 0 1 6 6 10 94 4.09 0 1 10 6 29 201 4.37 87.39 3 1 19 108 4.70 0 0 10 2 11 93 4.04 0 0 13 3 30 201 4.37 87.39 Nilai > 4.20 - 5.00 > 3.40 - 4.20 > 2.60 - 3.40 > 1.80 - 2.60 1.00 - ≤ 1.80 | 113
Lampiran 4: Inventarisasi/Identifikasi Dampak Penerbitan Omnibus Law UU No. 11/2020 17) Menghapus/Mengubah/Menambah Ketentuan UU No. 26/2007 No. Beberapa Ketentuan UUCK (Pasal 17) Menghapus/M I. Menghapus Beberapa Ketentuan Terkait UU No. 26/2007 (UUPR) 1 Pasal 24 (1) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b ditetapkan 2 Pasal 27 (2) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang se (1) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c ditetapkan d (2) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang se 3 Pasal 49 Rencana tata ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten adalah bag 4 Pasal 50 (1) Penataan ruang kawasan perdesaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten dapat dilakukan pada merupakan bentuk detail dari penataan ruang wilayah kabupaten. 5 Pasal 51 (2) Rencana tata ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupate (3) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi struktur ruang dan pola ruan (1) Rencana tata ruang kawasan agropolitan merupakan rencana rinci tata ruang 1 (satu) atau be (2) Rencana tata ruang kawasan agropolitan memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang kawasan agropolitan; b. rencana struktur ruang kawasan agropolitan yang meliputi sistem pusat kegiatan dan sistem c. rencana pola ruang kawasan agropolitan yang meliputi kawasan lindung dan kawasan bud 6 Pasal 52 d. arahan pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi indikasi program utama yang e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yg berisi arahan peratura (1) Pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten merupak (2) Pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian dari 2 (dua) atau lebih wilay terkoordinasi antar wilayah kabupaten terkait. 7 Pasal 53 (1) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabu (2) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wila (3) Untuk kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten yang memp 8 Pasal 54 (1) Penataan ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten di (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud kabupaten, untuk kawasan agropolitan yang berada pada 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten d provinsi diatur dengan peraturan pemerintah. (3) Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan secara terintegrasi dengan kawasan pe (4) Penataan ruang kawasan agropolitan diselenggarakan dalam keterpaduan sistem perkotaan w 9 Pasal 72 (5) Keterpaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup keterpaduan sistem permukim Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-un penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupi II. Mengubah Beberapa Ketentuan Terkait UU No. 26/2007 (UUPR) Pasal Dari 1 Pasal 1 Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang me Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
0 (UUCK) di Bidang Penataan Ruang dan Perizinan: Beberapa Ketentuan UUCK (Pasal Mengubah/Menambah Ketentuan UU No. 26/2007 (UUPR) dengan peraturan daerah provinsi. ebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri. dengan peraturan daerah kabupaten. ebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri. gian rencana tata ruang wilayah kabupaten. a tingkat wilayah kecamatan atau beberapa wilayah desa atau nama lain yang disamakan dengan desa yang en merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas wilayah. ng yang bersifat lintas wilayah administratif. eberapa wilayah kabupaten. m jaringan prasarana kawasan agropolitan; di daya; bersifat interdependen antardesa; dan an zonasi kawasan agropolitan, arahan ketentuan perizinn, arahan ketentuan insentif & disinsentif, serta arahn sanksi kan bagian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. yah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan program pembangunan beserta pembiayaannya secara upaten merupakan bagian pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. ayah kabupaten dilaksanakan oleh setiap kabupaten. punyai lembaga kerja sama antarwilayah kabupaten, pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud. ilaksanakan melalui kerja sama antardaerah. d pada ayat (1) untuk kawasan agropolitan yang berada dalam 1 (satu) abupaten diatur dengan peraturan daerah diatur dengan peraturan daerah provinsi, dan untuk kawasan agropolitan yang berada pada 2 (dua) atau lebih wilayah erkotaan sebagai satu kesatuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. wilayah dan nasional. man, prasarana, sistem ruang terbuka, baik ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka nonhijau. ndangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf d, dipidana dengan pidana iah). emegang Menjadi Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan | 114
angka 7 kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Und Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2 Pasal 1 angka 8 Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsu penyelenggara pemerintahan daerah. 3 Pasal 1 angka 32 Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesu ketentuan peraturan perundang-undangan 4 Pasal 6 (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekono budaya, politik, hukum,pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan sebagai satu kesatuan; dan c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. (2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilay kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer. (3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan na mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu (4) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan rua termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. 5 Pasal 8 (1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan kabupaten/kota b. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan d. kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang an Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
dang Dasar negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud ur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun t945. uai dengan omi, sosial, Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang n teknologi memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. yah Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan asional yang ruang dengan rencana tata ruang u kesatuan. ang udara, (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: nasional, a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; s nasional, b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, ntarprovinsi. sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, dan lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. (2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer. (3) Penataan ruang wilayah secara berjenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara rencana tata ruang wilayah nasional dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, dan rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi acuan bagi penyusunan rencana tata ruang kabupaten/kota. (4) Penataan ruang wilayah secara komplementer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang disusun saling melengkapi satu sama lain dan bersinergi sehingga tidak terjadi tumpang tindih pengaturan rencana tata ruang. (5) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. (6) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. (7) Pengelolaan sumber daya ruang laut dan rLrang udara diatur dengan Undang-Undang tersendiri. (8) Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara pola ruang rencana tata ruang dengan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian ketidaksesuaian tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah. (1) Wewenang Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; b. pemberian bantuan teknis bagi penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota, dan RDTR; c. pembinaan teknis dalam kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, dan RDTR; d. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; e. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan f. kerja sama penataan ruang antarnegara dan memfasilitasi kerja sama penataan ruang antarprovinsi. | 115
(2) Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi: a. perencanaan tata ruang wilayah nasional; b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional. (3) Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional melip a. penetapan kawasan strategis nasional; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional. (4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis na sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan. (5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah berwenang menyusun dan men pedoman bidang penataan ruang. (6) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5), Pemerintah: a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan: 1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruan nasional; 2) arahan peraturan zonasi untuk system nasional yang disusun dalam rangka pengenda pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan 3) pedoman bidang penataan ruang; b. menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. 6 Pasal 9 (1) Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh seorang Menteri. (2) Tugas dan tanggung jawab Menteri dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana di ayat (1) mencakup: a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang; b. pelaksanaan penataan ruang nasional; dan c. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas peman kepentingan. 7 Pasal 10 (1) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi; c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
puti: (2) Wewenang Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi: a. perencanaan tata ruang wilayah nasional; asional b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan h melalui c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional. (3) Wewenang Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional meliputi: a. penetapan kawasan strategis nasional; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional. netapkan (4) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah Pusat berwenang menyusun dan (4), dan ayat menetapkan pedoman bidang penataan ruang. ng wilayah (5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat alian (4), Pemerintah Pusat: a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan: 1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; dan 2) pedoman bidang penataan ruang. b. menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan penyelenggaraan penataan ruang diatur dengan Peraturan Pemerintah. (1) Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. imaksud pada ngku provinsi, dan (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Wewenang pemerintah daerah provinsi sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi; dan | 116
8 Pasal 11 d. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota. (2) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi s dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi; b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. (3) Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huru pemerintah daerah provinsi melaksanakan: a. penetapan kawasan strategis provinsi; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi. (4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis pr sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas pembantuan. (5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, pemerintah daerah provins menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/ko (6) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5), pemerintah daerah provinsi: a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan: 1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruan provinsi; 2) arahan peraturan zonasi untuk system provinsi yang disusun dalam rangka pengendal pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan 3) petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. (7) Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bida ruang, Pemerintah mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perunda undangan. (1) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang melip a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota. (2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota; b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
c. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan fasilitasi kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota. sebagaimana uf c, rovinsi h si dapat ota. (4), dan ayat ng wilayah lian ang penataan ang- puti: Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan c. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota. | 117
9 Pasal 14 (3) Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana dimaksu 10 Pasal 17 (1) huruf c, pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan: a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. (4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemer kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya. (5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan pemerintah daerah kabupaten/kota: a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata r rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. (6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan minim penataan ruang, pemerintah daerah provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai deng ketentuan peraturan perundang-undangan. (1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan: a. rencana umum tata ruang; dan b. rencana rinci tata ruang. (2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhierarki te a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. (3) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabup (4) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai peran operasional rencana umum tata ruang. (5) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun ap a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ru pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau b. rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. (6) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi p peraturan zonasi. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan pera pemerintah. (1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
ud pada ayat rintah daerah ayat (4), ruang dalam mal bidang gan erdiri atas: (1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan: a. rencana umum tata ruang; dan b. rencana rinci tata ruang. (2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara hierarki terdiri atas: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. (3) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan paten/kota. b. RDTR kabupaten/kota. ngkat (4) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai pabila: perangkat operasional rencana umum tata ruang. uang dan (5) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a disusun apabila: m rencana a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan penyusunan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau b. rencana umum tata ruang yang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. aturan (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (1) Muatan rencana tata ruang mencakup: a. rencana struktur ruang; dan b. rencana pola ruang. | 118
11 Pasal 18 (2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat p dan rencana sistem jaringan prasarana. (3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindu kawasan budi daya. (4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) m peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, d keamanan. (5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana ta wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran su (6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antar wilayah, antar fungsi dan antarkegiatan kawasan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan den pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peratura pemerintah. (1) Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri. (2) Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substan Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur. 12 Pasal 20 (3) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/ko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri. (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional; b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terk kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama; c. rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan yang memiliki nilai strategis nasional; d. penetapan kawasan strategis nasional; e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahu f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan pera sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. (2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
permukiman (2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi rencana sistem ung dan pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. meliputi dan (3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya. ata ruang ungai. (4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) i kawasan, meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, ngan fungsi pertahanan, dan keamanan. an (5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pada rencana tata dan rencana ruang wilayah ditetapkan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap pulau, DAS, provinsi, kabupaten/kota, berdasarkan kondisi biogeofisik, iklim, penduduk, dan keadaan sosial nsi dari ekonomi masyarakat setempat. ah provinsi (6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi ota kawasan, dan antarkegiatan kawasan. kait dengan (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan n budi daya dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan Peraturan Pemerintah. unan; dan aturan zonasi (1) Penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan RDTR terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. (2) Sebelum diajukan persetujuan substansi kepada Pemerintah Pusat, RDTR kabupaten/kota yang dituangkan dalam rancangan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota terlebih dahulu dilakukan konsultasi publik termasuk dengan DPRD. (3) Bupati/wali kota wajib menetapkan rancangan peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang RDTR paling lama 1 (satu) bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. (4) Dalam hal bupati/wali kota tidak menetapkan RDTR setelah jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3), RDTR ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai muatan, pedoman, dan tatacara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional; b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama; c. rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional; d. penetapan kawasan strategis nasional; e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. (2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; | 119
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah pro keserasian antarsektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. (3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. (4) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembal dalam 5 (lima) tahun. (5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara ya ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebi (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. 13 Pasal 22 (6) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah. 14 Pasal 23 (1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. pedoman bidang penataan ruang; dan c. rencana pembangunan jangka panjang daerah. (2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan: a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang prov b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi; c. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota; d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; e. rencana pembangunan jangka panjang daerah; f. rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan; g. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan h. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. (1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan pras wilayah provinsi; c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi day memiliki nilai strategis provinsi; d. penetapan kawasan strategis provinsi; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka me tahunan; dan f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan perat sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
ovinsi, serta c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; li 1 (satu) kali d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah r yang provinsi, serta keserasian antarsektor; ang e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; ih dari 1 f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan vinsi; g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. (3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun (4) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan. (5) Peninjauan kembali rencana tata ruang dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa: a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang; c. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang; dan d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis. (6) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada: a. RTRWN; b. pedoman bidang penataan ruang; dan c. rencana pembangunan jangka panjang daerah. (2) Penyusunan RTRW Provinsi harus memperhatikan: a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi; b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi; c. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota; d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; e. rencana pembangunan jangka panjang daerah; f. rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan; dan yang g. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. sarana (1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat: ya yang a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi; c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi; enengah lima d. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka turan zonasi menengah lima tahunan; dan e. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, arahan | 120
(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota. (3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun. (4) Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 dalam 5 (lima) tahun. (5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara da wilayah provinsi yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah provinsi di kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (6) Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. 15 Pasal 25 (1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi; b. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan c. rencana pembangunan jangka panjang daerah. (2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan: a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabu b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten; c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten; d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; e. rencana pembangunan jangka panjang daerah; f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan g. rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten. Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
(satu) kali insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. r yang an/atau (2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk: itinjau a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; upaten; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan f. penataan ruang wilayah kabupaten/kota. (3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun. (4) RTRW Provinsi ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan. (5) Peninjauan kembali RTRW Provinsi dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa: a. bencana alam yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang; c. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang; dan d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis. (6) RTRW Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi. (7) Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib ditetapkan paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. (8) Dalam hal Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum ditetapkan, Gubernur menetapkan RTRW Provinsi paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. (9) Dalam hal RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) belum ditetapkan oleh Gubernur, RTRW Provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Pusat paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. (1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi; b. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan c. rencana pembangunan jangka panjang daerah. (2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan: a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten; b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten; c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten; d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; e. rencana pembangunan jangka panjang daerah; dan f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan. | 121
16 Pasal 26 (1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya ya dengan kawasan perdesaan dan system jaringan prasarana wilayah kabupaten; c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kaw daya kabupaten; d. penetapan kawasan strategis kabupaten; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka m lima tahunan; dan f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. (2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan f. penataan ruang kawasan strategis kabupaten. (3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pemb dan administrasi pertanahan. (4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun. (5) Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembal dalam 5 (lima) tahun. (6) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, w provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata rua kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (7) Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten. 17 Pasal 35 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pem insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
ang terkait (1) RTRW kabupaten memuat: wasan budi a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten; c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten; menengah d. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka m peraturan menengah lima tahunan; dan e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum zonasi, ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. (2) RTRW kabupaten menjadi pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; dan e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi. bangunan (3) RTRW kabupaten menjadi dasar untuk Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan li 1 (satu) kali administrasi pertanahan. r yang (4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun. wilayah ang wilayah (5) RTRW kabupaten ditinjau kembali 1 (satu) kali pada setiap periode 5 (lima) tahunan. mberian (6) Peninjauan kembali RTRW kabupaten dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa: a. bencana alam yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang; c. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang; dan d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis. (7) RTRW kabupaten ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten. (8) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib ditetapkan paling lama 2 (dua) bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. (9) Dalam hal Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum ditetapkan, Bupati menetapkan RTRW kabupaten paling lama 3 (tiga) bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. (10) Dalam hal RTRW kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (9) belum ditetapkan oleh Bupati, RTRW kabupaten ditetapkan oleh Pemerintah Pusat paling lama 4 (empat) bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui: a. ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; b. pemberian insentif dan disinsentif; dan | 122
18 Pasal 37 (1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pem 19 Pasal 48 daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-und 20 Pasal 60 (2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan undangan. (3) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur y batal demi hukum. (4) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai d kewenangannya. (5) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada aya dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin. (6) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang w dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang laya (7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang me yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang laya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah. (1) Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk: a. pemberdayaan masyarakat perdesaan; b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya; c. konservasi sumber daya alam; d. pelestarian warisan budaya lokal; e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan f. penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian panga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Undang-Undang. (3) Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada: a. kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau b. kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilay kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi. (4) Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk kawasan agropol (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan agropolitan diatur dengan peratura pemerintah. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perdesaan diatur dengan peraturan Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiata Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
merintah c. pengenaan sanksi. dangan. h Pemerintah (1) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 n perundang- diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. yang benar, tidak sesuai (2) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata dengan ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah Pusat. at (4), dapat wilayah dapat (3) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh ak. dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. enerbitkan izin ak (4) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh an Pemerintah Pusat. (5) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan persetujuan sebagaimana dimaksud yah pada ayat (2) dan ayat (4), dapat dimintakan ganti kerugian yang layak kepada instansi pemberi litan. persetujuan. an (6) Kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah Pusat dengan memberikan ganti kerugian yang layak. (7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang dilarang menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan tata cara pemberian ganti kerugian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (1) Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk: a. pemberdayaan masyarakat perdesaan; b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya; c. konservasi sumber daya alam; d. pelestarian warisan budaya lokal; e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan f. penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Undang-Undang. (3) Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada: a. kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau b. kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi. n pemerintah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perdesaan diatur dengan Peraturan an Pemerintah. Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan | 123
21 Pasal 61 pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak ses 22 Pasal 62 rencana tata ruang di wilayahnya; 23 Pasal 65 e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai de rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila ke pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan din sebagai milik umum. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi (1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masy (2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, an melalui: a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. 24 Pasal 69 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruan 25 Pasal 70 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah peraturan pemerintah (1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dima Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara p (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap ha atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun da paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pela dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000. miliar rupiah). (1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pej berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dipidana dengan pidana penjara pal (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi rua dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.00 Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
suai dengan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; engan egiatan d. mengajukan tuntuan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; nyatakan administratif. e. mengajukan tuntutan pembatalan persetujuan kegiatan penataan ruang dan/atau penghentian yarakat. pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan ntara lain, f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan/atau ng kepada pelaksana kegiatan pemanfaatan ruang apabila kegiatan pembangunan yang tidak h. sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. aksud dalam paling lama 3 Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: arta benda an denda a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; aku dipidana .000,00 (lima b. memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang; jabat yang ling lama 3 c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan ang, pelaku Ruang; dan 00.000,00 d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif. (1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. (2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui: a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) terdiri atas orang perseorangan dan pelaku usaha. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (1) Setiap orang yang dalam melakukan usaha dan/atau kegiatannya memanfaatkan ruang yang telah ditetapkan tanpa memiliki persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan Persetujuan Kesesuaian Tata Ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). | 124
(satu miliar rupiah). 26 Pasal 71 (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap ha 27 Pasal 74 atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan d banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). 28 Pasal 75 (4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pela dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000. miliar rupiah). Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (t dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pa dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana y dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72. (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana ta berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum. (1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pa 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak (2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan s dengan hukum acara pidana. III. Menambah Beberapa Ketentuan Terkait UU No. 26/2007 (UUPR) 1 Pasal 14A (1) Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakuk a. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan kajian lingkungan hidup strategis; b. kedetailan informasi tata ruang yang akan disajikan serta kesesuaian ketelitian peta renca (2) Penyusunan kajian lingkungan hidup strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a d (3) Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Dalam hal Peta Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, penyusunan ren 2 Pasal 34A (1) Dalam hal terdapat perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis sebagaimana dimak rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan. (2) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaku Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020
arta benda (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta denda paling benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). aku dipidana .000,00 (lima (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak an ruang Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). tiga) tahun Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan persetujuan asal 72 Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c yang yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun denda dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). ambahan (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, dan Pasal 71 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana asal 69, Pasal yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 1/3 (sepertiga) pidana. kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, atau Pasal 72. sesuai (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan Perizinan Berusaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum. (1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, atau Pasal 71, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana. (2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata. kan dengan memperhatikan: ana tata ruang. dilakukan dalam proses penyusunan rencana tata ruang. t (1) huruf b dilakukan melalui penyusunan peta rencana tata ruang di atas Peta Dasar. ncana tata ruang dilakukan dengan menggunakan Peta Dasar lainnya. ksud dalam Pasal 21 ayat (5) huruf d, Pasal 23 ayat (5) huruf d, dan Pasal 26 ayat (6) huruf d belum dimuat dalam ukan setelah mendapat rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dari Pemerintah Pusat. | 125
Lampiran 5: Inventarisasi/Identifikasi Dampak Penerbitan Omnibus Law UU No. 11/2020 (UUCK) di Bidang Penataan Ruang dan Perizinan: Beberapa Ketentuan UUCK (Pasal 17) Menghapus/Mengubah/Menambah Ketentuan PP No. 15/2010 No. Ketentuan PP No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Terdampak Dihapus Diubah Ditambah 1 Pasal 1 Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, √ angka 8 dan masyarakat dalam penataan ruang 2 Pasal 1 Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan √ angka 9 oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. 3 Pasal 1 Pengaturan zonasi adalah ketentuan tentang persyaratan pemanfaatan ruang sektoral dan ketentuan √ angka 15 persyaratan pemanfaatan ruang untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana 4 Pasal 1 rinci tata ruang angka 16 Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan √ 5 Pasal 1 angka 17 pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 6 Pasal 3 7 Pasal 4 Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan √ ketentuan peraturan perundang-undangan 8 Pasal 5 Pengaturan penataan ruang disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan √ 9 Pasal 7 pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. 10 Pasal 8 (1) Pengaturan penataan ruang oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi penyusunan √ dan penetapan: 11 Pasal 21 a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan peraturan pelaksanaan dari undang-undang mengenai √ penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah; b. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang ditetapkan dengan peraturan presiden; dan c. pedoman bidang penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan Menteri. √ (2) Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi penyusunan dan penetapan: a. rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, dan arahan √ peraturan zonasi sistem provinsi yang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi; dan b. ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, √ serta petunjuk pelaksanaan pedoman bidang penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan gubernur. (3) Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi penyusunan dan penetapan: a. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota, √ rencana detail tata ruang kabupaten/kota termasuk peraturan zonasi yang ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota; dan b. ketentuan tentang perizinan, bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, serta sanksi administratif, yang √ ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota. (1) Selain penyusunan dan penetapan peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah, √ pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan lain di bidang penataan ruang sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota mendorong peran √ masyarakat dalam penyusunan dan penetapan standar dan kriteria teknis sebagai operasionalisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman penataan ruang. (1) Pemerintah melakukan pembinaan penataan ruang kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah √ kabupaten/kota, dan masyarakat. (2) Pemerintah daerah provinsi melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dan √ masyarakat. (3) Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan kepada masyarakat. √ (4) Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan pembinaan penataan ruang untuk mencapai tujuan pembinaan penataan ruang. (1) Pembinaan penataan ruang dilakukan secara sinergis oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan √ masyarakat. (2) Pelaksanaan pembinaan penataan ruang dari Pemerintah kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dapat √ dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi melalui mekanisme dekonsentrasi. (3) Dalam melaksanakan pembinaan penataan ruang, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat bekerja √ sama dengan masyarakat. (1) Proses penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dilakukan melalui tahapan: Kajian Kebijakan Izin Lokasi Mendukung Upaya Cipta Kerja, PPSKATP Kementerian ATR/BPN, 2020 | 126
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163