Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bagian V. Obat Farmakologi Obat-Obat Sistem Saraf Pusat

Bagian V. Obat Farmakologi Obat-Obat Sistem Saraf Pusat

Published by haryahutamas, 2016-08-03 03:09:29

Description: Bagian V. Obat Farmakologi Obat-Obat Sistem Saraf Pusat

Search

Read the Text Version

C. Setecnve Spnorouw Reuptext lunlr,fioa ANTIDEPRESAN I 491Parameter farmakokinetik obat ini disimpulkan dalam Trazodone, nefazodone, dan mirtazapine adalah agen- agen antagonis berbagai subtipe reseptor serotonin (5-Tabel 30-1. Fluoxetine dikenal karena metabolit aktifnya, HT,o atau s-HT,c). Mirtazapine merupakan agen yangyakni norfluoxetine, memiliki waktu-paruh yang panjang unik karena juga bekerja sebagai antagonis reseptor nore-(7-9 hari dalam keadaan mantap). trr. yang panjang initelah memungkinkan dibuatnya forrnulasi obat untuk pineplrrine o,. Pen'rberian bupropion jangka-panjangdosis sekali seminggu. Sertraline dan paroxetine memilikiparameter farmakokinetik yang serupa dengan trisiklik. mengubah n'ranifestasi norepinephrine pada manusia me-Citalopram dan fluvoxamine menyerupai fluoxetine. lalui mekanisme primer yang belum diketahui serta me-D, PencunuBAr MAO nenrpati 25% dopanine uptake transporter (DAT) di otak,Penghambat MAO (ntonoanine oxidase inlibitor, MAOD seperti yang ditunjukkan oleh tornografi emisi positron.mudah diabsorpsi dari saluran cerna. Phenelzine, suatu (Karena telah ditunjukkan bahwa SSRI dosis efektif me- nernpati 80% sifus uptttke serotonin, relevansi klinis daripengharnbat hidrazid, mengalami asetilasi di hati dan penempatan DAT sebesar 25% masih belurn jelas.) Oleh karena itu, antidepresan terbaru pun dapat dikelompok-rnenunjukkan tingkat eliminasi yang berbeda-beda, ber- kan ke dalam obat yang kemurrgkinan bekerja melalui efekgantung pada fenotip asetilasi seseorang (lihat Bab 4). serotonergik dan noradrenergik, dengan ker.nungkinanNamun, pengaruh inhibisi MAO masih tetap ada walau- efek tambahan pada dopamin. Peningkatar, doparnin si-pun obat ini (termasuk selegiline) tidak lagi terdeteksi di naptik sering kali dianggap berperan menimbulkan efek-plasrna. Oleh karena itu, pararneter farmakokinehik kon- tivitas MAOI.vensional (waktu-paruh, dll.) tidak begitu rnernbantu me-netapkan dosis. Ada baiknya kita memperkirakan bahwa B. Erex RrseproR DAN PAscAREsEproRpengaruh obat akan bertahan selama 7 hari (tranylcypro- Berbagai perhatian telah tertuju pada efek pascasinaptikmine) sampai 2 atau 3 minggu (phenelzir-re, selegiline) jangka-panjang akibat peningkatan neurotransmiter di sinaps. Pada berbagai uji seputar efek pascasinapbik, ter-setelah obat dihentikan. utama efek pascasinaptik dari trisiklik, konsenlrasi cAN{P selalu ruenunoz kelimbang meningkat. Selain itu, jumlal-rFarmakodinamik reseptor neutrotransmiter juga dapat menurun seiring dengan rnernbaiknya klinis pasien. Jadi, peningkatan neu-A, Erex ANnogpnrslN pADA NeunorRnrusvlrER AMIN rotransmiter di awal terapi yang terlihat pada beberapaHipotesis amin didasarkan pada studi mekanisrne kerjaberbagai jenis antidepresan. Trisiklik menyekat transporter antidepresan tarnpaknya lama-kelamaan menirnbulkananrin (pompa uptake; Gambar 30-6) yang dikenal sebagai penurunan aktivitas reseptor, yaitu berkurangnya jumlahtransporter norepinephrine atau serotonin, masing-masirrg reseptor prasinaptik dan pascasinaptik tertentu (dozrrrr-NET dan SERT. NET dan SERT berfungsi rnenghentikanneurotransmisi arnin (lihat Tabel 30-2 dan Bab 6) sehingga re gulatiort), seba gai respons kornpensasi.blokade transporter-transporter ini akan rnemungkinkanneurotransmiter berada lebih lama di ruang intrasinaptik Telah lar\"na dipikirkan, meningkahrya hransmisi sero-pada situs reseptor. Penghambat MAO menutup jalur tonergik, walaupun diperantarai oleh berbagai macamdegradasi inhaneuronal utama unfuk neurotransmiter mekanisme, mungkin r.nerupakan efek antidepresan yangamin sehingga amin dapat lebih banyak menumpuk pada unum rneskipun tanpa disertai peningkatan serotoninsimpanan prasinaptik (Gambar 30-6) dan dilepaskan. Be- sinaptik. Lebih lanjut, antagonisme selektif reseptor nore-berapa antidepresan generasi kedua memiliki pengaruh pinephrine atau serotonin terhadap transporter 5-HT me-yang sama kuatnya pada transporter amin, sementara anti- nyebabkan rneningkahrya serotonin ekstrasel n'relalui caradepresan lainnya hanya rnemiliki efek sedang atau mini- yang amat rumit yaug melibatkan berbagai neurotrans-mal pada reuptake atau metabolisme. Untuk merespotls miter tersebut.peningkatan aktivitas sinaptik ini, dilaporkan terjadi regu-Iasi prasinaptik pada pembebasan neurotransnliter. Auto- Baru-baru ini, perubahan intrasel jangka-panjang yangreseptor prasinaptik berespons terhadap peningkatan melibatkan fosforilasi berbagai elernen pengatur, terma-transmiter sinaptik melalui penurunan sintesis dan pem- suk elemen yang beracla dalarn nukleus, diperkirakan me-bebasan transmiter. Selain itu, beberapa (tapi tidak semua) nimbulkan efek antidepresan. Kemungkinan, efek pada faktor neurotrofik tertentu-faktor yang penting menjagareseptor pengatur mungkin juga ikut berkurang jum- kelangsungan hidup dan fungsi neuron dalam sistem saraf orang dewasa-penting dalam kerja antidepresan.lahnya. Perubahan-perubahan yang digambarkan secara Penelitian klinis secara tidak langsung telah meng-runut ini sebenarnya terjadi sangat cepat untuk dapat uji relevansi temuan pada hewan mengenai fungsi nore- pinephrine dan serotonin. Pendekatan yang digunakanmenghasilkan efek klinis. adalah dengan menurunkan asam amino prekursor sero- tonin, yakni triptofan, dalam diet dan, sebagai akibatnya,

492 / BAB 30Gambar 30'6. Diagram skematik yang menggambarkan beberapa situs potensial tempat kerjaantidepresan. Neuron primer disajikan sedang membebaskan amin transmiter (NT). Neuronmodulasi dapat membebaskan transmiter kedua (NT,) yang mengatur aktivitas neuron primer. Efekantidepresan yang menurut pengamatan paling koniisten (selain penghambat MAD) adalah inhibisitransporter reuptake (T) norepinephrine atau serotonin. Penghambat MAO meningkatkan simpananNE dan 5-HT di dalam vesikel. Efek langung atau tidak langsung lainnya meliputi plningkatan awaldalam aktivasi reseptor pra- dan pascasinaptik, yang diikuti dengan desensitisasi atau p6nurunansintesis transmiter dari suatu asam amino, jumlah reseptor, atau mekanisme pascareseptor.Desensitisasi akibat penggunaan antidepresan telah dilaporkan terjadi pada sistem cr2, p, dan 5-HT,o.VET menandakan transporter yang berkaitan dengan vesikel.jumlah serotonin yang tersedia dalam otak, karena tripto- ga belum ada hubungan yang jelas antara serotonin danfan menenfukan pembentukan serotonin. Diet yang sangat depresi atau mekanisme umum antidepresan.rendah kadar triptofan ini menurunkan kadar triptofan C, Erer ArnoepnesnN SpEstFtKdalam plasma dan secara akut memulihkan respons ter- 1. Trisiklik-Antidepresan generasi pertama ini menun- jukkan berbagai derajat selektivitas terhadap pompahadap antidepresan SSRI tapi tidak terhadap penghambat reuptake norepinephrine dan serotonin (Tabel 30-2) tapiNET. Dengan cara yang serupa, penurunan kadar asam selektivitasnya lebih rendah daripada SSRL Trisiklik jugaamino prekursor norepinephrine, yakni tirosin, dapat me- memiliki berbagai kerja otonom, seperti yang disebutkanmulihkan respons terhadap antidepresan penghambatNET yang relatif selektif, yakni desipramine. Temuan- di bawah pada Efek Simpang.temuan ini mendukung hipotesis yang mengemukakan 2. Agen generasi kedua-Amoxapine merupakan metabo- lit antipsikotik loxapine sehingga masih mempunyai bebe-bahwa peningkatan respons terhadap serotonin dan nore- r4pa sifat antipsikotik dan antagonisme reseptor dopaminpinephrine penting untuk menimbulkan efek antidepre- dari loxapine (lihat Bab 29). Kombinasi antidepresan dansan dari penghambat transporter bersangkutan. Namun, antipsikotik mungkin saja sesuai untuk mengobati depresipenurunan triptofan tidak selalu memperburuk kondisipasien depresi yang tidak mendapat pengobatan, sehing-

ANTIDEPRESAN I 493Tabel 30-2. Perbedaan farmakologik di antara beberapa antidepresan.lAmitriptylineAmoxapineCitalopram, 0 ++ +++ 0 +++ escitalopram +++ 0.+ 0,+Clomipramine +++ 0,+Desipramine 0,+ ++DoxepinDuloxetine ++Fl uoxetine +++Fluvoxamine +++lmipramine +++MaprotilineMirtazapine2 +++Nortriptyline ++ 0.+Paroxetine +++ProtriptylineSertralineTrazodone +++Venlafaxine'z0A=nttaidgaonkisamdae; + = ringan; ++ = sedang; +++= berat' ? = tidak pasti. adrenoseptor-ct, yang signif ikan.pada pasien psikotik. Namuh, sifat antagonisme dopamin daripada SSRI (lihat bawah) tapi merupakan penghambat CYP3A4 yang kuat. (Fluvoxamine juga menimbulkan in-antidepresan generasi kedua ini dapat menimbulkan aka- hibisi yang serupa pada CYP3A4.)tisia, parkinsonisme, sindrom amenorea-galaktorea, dan Venlafaxine merupakan penghambat transpor seroto-mungkin diskinesia tardif. nin yang kuat dan penghambat transpor norepinephrine Maproliline (obat tetrasiklik) hampir menyerupai desi- yang lemah. Pada closis terapeutik yang kecil, venlafaxinepramin dalam hal potensinya menghambat uptake norepi- berlaku seperti SSRI. Pada dosis tinggi (lebih dari 225nephrine. Seperti desipramine, maprotiline lebih sedikitmemiliki efek sedasi dan anlimuskarinik daripada tri- mg,/hari), venlafaxine menghasilkan peningkatan denyutsiklik. jantung dan tekanan darah derajat ringan hingga sedang akibat kerjanya menghambat transporter norepinephrine. Pengalaman klinis dengan trazodone telah menunjuk- Dosis sebesar 225 mg/hari atau lebih dapat memberikan efek terapeutik yang lebih besar daripada SSRI, tapi titrasikan bahwa efektivitas obat ini pada depresi tidak dapat pada dosis ini perlu dilakukan untuk mengendalikan efekdiperkirakan, meskipun trazodone terbukti berrnanfaatsebagai hipnotik, kadang digabung dengan MAOI, yang simpang.mengganggu tidur. Mirtazapine adalah antihistamin kuat yang memiliki efek sedasi yang lebih besar daripada antidepresan gene-3. Agen non-SRRI berikutnya-Empat antidepresan- rasi kedua dan ketiga. Penggunaarurya juga kemung- kinan menyebabkan peningkatan berat badan. Hipotesisnefazodone, venlafaxine, duloxetine, dan mirtazapine - ter- mekanisme kerja rnirtazapine menggabungkan antago- nisme terhadap reseptor 5-HT, dan adrenoseptor o. Jikakait dengan agen-agen terdahulu dalam hal struktur ataumekanisme kerja. Nefazodone sangat berkaitan dengantrazodone tapi efek sedasinya lebih rendah. Nefazodonejuga memiliki efek simpang seksual yang lebih sedikit

494 / BAB 30 yang persisten, biasanya disertai dengan gangguan tidur, nafsu makan, gairah seksual, gangguan, dan kemarnpuandigunakan pada nranusia, mirtazapine akan menjadi obat urltuk berkonsentrasi. Diagnosis depresi mayor mungkinyang unik di antara obat-obat yang ada. Oleh karena itu, tidak jelas pada pasien tertentu sehingga kelainan inirnirtazapine rnungkin bermanfaat pada pasien yang dapat sering kali terlewatkan dan tidak diobati. Fase depresimenoleransi efek sedasinya dan pasien yang tidak beres- dalam gangguan bipolar harus diterapi menggunakanpons baik terhadap SSRI atau tidak tahau terhadap efek terapi fannakologik karena tingginya angka bunuh dirisimpang seksualnya. pada pasien dengan gangguan ini. Antidepresan standar biasanya ditambahkan pada libium atau agen antimania4. Selectiae serotonirt reuptake bilibitors - Obat ini rnemi- lainnya; SSRI lebil-r jarang memicu mania daripacla agenliki rasio inhibisi SERT versus NET yang tir-rggi, rnerrcapai trisiklik. Namun, studi terkontrol yang dilakukan untuk memeliksa efektivitas relatif serta penggunaan antidepre-300 sampai 7000 (Tabel 30-2). Fluoxetine adalah SSRI per- san yang seharusnya masih sedikit. Baru-baru ini, terdapattama yang digunakan secara klinis. Berbeda dengan fluo- berbagai uji terkontrol yang rnendukung pelabelan tam-xehine. paroxetine dan sertraline merniliki wakfu-paruh bahan antikonvulsan lamotrigir-re unfuk terapi rurnatanyang lebil-r singkat dan potensi yang berbeda sebagai perrg- dan profilaksis bagi fase depresi dalam gangguan bipolar.harnbat isoenzim spesifik P450. Rasemik citalopram dan(S)-citalopram (escitalopram), SSRI yang paling selektil B. GnruccunN ANstErAs: Pnrurx, Atusrerns Unauu, onrtelah digunakan secara luas. Walaupun SSRI secara umumtidak terbukti lebih efektif daripada obat-obat terdahulu, Foern SosrnLSSRI lebih tidak toksik daripada antidepresan trisiklik danl-reterosiklik. Oleh karena itu, banyak pasien nrenggunakan Imipramine pertama kali dibuktikan bermanfaat mena-SSRI meskipun mereka n'rengetahui efek siurpangnya. ngani episode ansietas akut, suatu gangguan yang saat ini dikenal sebagai serangan panik, pada tahun 1962. SSRI,5. Penghambat MAO - Il,lAO-A (isoforn'r A) adalal-r arnirr venlafaxine, dan duloxetine juga terbukti efektif rnengatasioksidase yang terutama mentpengaruhi metabolisr-ne nor- panik, genernlizcd nnxie ty tlisorder (GAD), dan fobia sosial,epinephrine, serotonin, dan tiramin. MAO-B lebih selektifuntuk dopar.nin. Penghambat MAO ireversibel yang di- tapi otrat-obat ini perlu diberikarr selama 6-8 minggu.gunakan di AS bersifat nonselektif, dan pada dosis yang Karena terdapat kornorbiditas yang besar antara depresibiasa digunakan, penghambat MAO ini nrenghambat ke- dan gangguan ansietas, akan sangat bermanfaat bagi se-dua bentuk enzim MAO. Blokade MAO yang ireversibel, bagian besar pasien unfuk n'rendapatkan terapi yang dapatyarlg merupakarr sifat penghambat MAO terdahulu, me-nyebabkan terjadinya akumulasi tiramin dalarn jumlah rnengatasi kedua kondisi ini. Pada beberapa keadaan,yang signifikan dan menghilangkarr metabolisme lintas- karena ditoleransi derrgan baik dan efek klinisnya munculpertama yang melindungi terhadap tiramin dalarn makanan clengan cepat, berrzocliazepin tetap menjacli obat pilihan(lihat Efek Simpang). Karena agen ini menl'ebabkarl peng- untuk garrgguan ansietas meskipun penggunaarl jangkagantian transmiter norr.nal (rrorepinephrine) dalar.n vesikel-vesikel di ujung saraf adrenergik dengan transmiter sen'ru l.ranjangnl'a merrgakibatkan ketergantungan fisiologik.(octopamine), penghambat N'IAO dapat menimbulkan hi-potensi 1'ang bermakna. C. Gnruccunru Ogsesrr-KoMpuLstF ,.:::..1 SSRI kuat secara unik efektif mengobati kelainan ini.::] II. FARMAKOLOGI KLINIS Perrelitian-penelitian terbaru mernusatkan perhatian me- reka pada fluoxetine dar-r SSRI lainnya, rneskipun clomi- ANTIDEPRESAN pramine, yakni penghambat campural\"l transporter nore- pinephrine dan serotonin yang paling kuat, mungkin jugalndikasi Klinis sangat efektif. Fluvoxarnine dipasarkan secara eksklusif untuk gangguan ini di An-rerika Serikat.Indikasi utama antidepresan adalah untuk nrengobatidepresi, tetapi rnelalui berbagai pengalarnan klinis dan D. Eruunesrsuji terkontrol, ditemukan juga kegunaan lainlya dari Enuresis adalah indikasi utama penggunaan trisiklik.antidepresan. Bukti-bukti efektivitas antidepresan untuk indikasi ini cukup banyak, tetapi sebenarnya penggunaan obat tidakA. Depnesr dianjurkan karena adanya risiko efek kardiovaskular danIndikasi ini telah disalahartikan secara luas untuk segala bahaya overdosis.macaln depresi karena bukti-bukti klir-ris yang ada me-nunjukkan bahwa obat ini hanya berguna untuk episode E. NYrnr KRorurrdepresi mayor. Episode depresi mayor terutama didiag-nosis berdasarkan derajat dan kualitas hilangnya mood, Para dokter di klinik nyeri rnenemukan bahwa trisiklikrninat, dan kesenangarr melakukan kebanyakan aktivitas berrnanfaat mengobati berbagai keadaan nyeri kronik yang sering kali tidak dapat dicliagnosis secara pasti. Trisiklik

ANTIDEPRESAN I 495dan penghambat transporter setononin-norepinephrine Sebaliknya, amoxapine dan rnaprotiline tampaknyalainnya kemungkinan bekerja langsung pada jalur nyeri memiliki efek sedasi dan otonomik yang sama banyaknyadan tidak hanya mengatasi depresei yang ditimbulkan oleh dengan kebanyakan trisiklik; antidepresan yang baru-barunyeri kronik tersebut. ini diperkenalkan, seperti bupropion, venlafaxine, dan du- loxetine, kebanyakan bebas dari efek sirnpang tersebut se- Selain antidepresan trisiklik, uji terkontrol pada ven- perti halnya SSRI, sernentara nefazodone dan mirtazapinelafaxine dosis tinggi telah membuktikan efektivitasnyamenangani nyeri. Duloxetine mernpunyai efek yang se- sangat menimbulkan sedasi. Amoxapine dan maprotilinerupa pada dosis yang hampir menyamai dosis antidepre-san standar. Akan tetapi, SSRI tidak efektif untuk nyeri sama bahayanya dengan trisiklik dalarn menimbulkan agen-agen baru yang lain tampaknya lebihkronik. il\"jl:t*,F. lnorresl Lnrru SSRI atau antidepresan terbaru. lainnya lidak secaraBeberapa antidepresan tertentu terbukti efektif untuk khusus diindikasikan untuk tipe depresi tertentu. Walau-gangguan makan, terutama bulimia (fluoxetine), ganggu- pun harganya mahal, SSRI terutama menjadi populeran disforik pramenstruasi (fluoxetine), dan attention decisit karena penerimaarurya yang luas pada pasien. Pernallhyperkinetic disorder (imipramine, desipramine). Atomo- ada satu laporan klinis yang provokatif yang menyatakanxetine baru-baru diperkenalkan untuk digunakan dalanl bahwa penggunaan fluoxetine meningkatkan ide-ide agre-terapi attention decisit hyperkinetic disorder (ADHD). Peng- sif atau bunuh diri, tapi analisis data selanjutnya tidakhambat NET yang selektif ini tampakrrya tidak memiliki mendukung laporan ini. Namun, pada tahun 2004, aki-kemungkinan untuk disalahgunakan seperti obat standar bat meningkahrya pikiran-pikiran dan perilaku bunuhuntuk ADHD lainnya (met\lphenidate dan ampheta- diri pada anak pengguna SSRI, FDA mengeluarkan pe- ringatan tentang adanya peningkatan risiko bunuh dirimine; lihat Bab 9). pada penggunaan antidepresan terbaru. Penelitian epide- rniologik berikutnya pada data-data yang jumlahnya lebihPilihan Obat banyak daripada yang digunakan oleh FDA berakhir de- ngan kesimpulan yang berlawanan-peningkatan risikoUji banding berbagai antidepresan yang ada biasanya bunuh diri hanya dijumpai pada penggunaan antidepresanmenyimpulkan bahwa obat-obat ini secara garis besar terdahulu (terutama trisiklik).memiliki efektivitas yang serupa. Meskipun kesimpulanini berlaku untuk pasien pada umumnya, pasien-pasien Berbagai laporan klinis, bank data peresepan, dantertentu mungkin berespons lebih baik pada satu obatdaripada obat lainnya. Penelitian di Eropa rnenunjukkan beberapa uji mendukung penggunaan kombinasi SSRIbahwa pasien yang tingkat depresinya sampai mernerlukan dengan trisiklik terdahulu, terutama desiprarnine; dengan bupropion, dan, paling baru, dengan mirtazapine padarawat inap berespons lebih baik terhadap trisiklik yang pasien yang tidak rnenunjukkan respons adekuat terhadapklasik daripada monoterapi SSRI. Meta-analisis pada agen tunggal.penelitian terhadap pasien rawat jalan juga menemukanefektivitas trisiklik yang lebih besar daripada SSRI pada Di luar efek sin'rpangnya, pengharnbat MAO tetap ber-pasien yang menyelesaikan uji tersebut. Pada dosis tinggi rnanfaat tapi hanya digunakan pada pasien yang tidak berespons terhadap setidaknya 2 kali pengobatan rneng- (>225 mg), venlafaxine juga menunjukkan efektivitas yang gunakan monoterapi atau terapi kornbinasi dengan ber-lebih besar daripada SSRI. Dengan demikian, penentuan bagai jenis antidepresan.obat dan dosis yang tepat bagi tiap-tiap pasien harusdilakukan secara empiris, dan riwayat penggunaan obat Litium, suatu penstabil rnood (lihat Bab 29), yang di-pada pasien adalah panduan yang paling berharga dalam gabung dengan suatu antidepresan dapat menimbulkan hal ini. respons yang baik yang tidak diperoleh dengan terapi an- Trisiklik dan agen generasi kedua serta ketiga sangat tidepresan saja. berbeda dalam hal derajat sedasi yang ditimbulkan (ter- hebat pada amitriptyline, doxepin, trazodone, dan rnir- Dosis tazapine) dan efek antimuskarinik (terhebat pada amitri- ptyline dan doxepin; Tabel 30-2). SSRI urnumnya bebas Rentang dosis harian biasa antidepresan disajikan dalam efek sedasi dan overdosis. Bersama dengan efek sarn- Tabel 30-3. Dosis hampir selalu ditentukan secara ernpi- pingnya yang ringan, keunggulan-keunggulan tersebut ris; kemampuan pasien menerima efek simpang biasanya membuat SSRI sangat populer dan menjadi antidepresan merupakan faktor pembatas. Toleransi terhadap efek yang yang paling banyak diresepkan. rnerugikan mungkin terjadi, sehingga pola pengobatan harus diawali dengan dosis kecil, kernudian ditingkatkan hingga mencapai dosis harian yang cukup, atau sampai pada tingkat yang mampu meredakan depresi, atau

496 / BAB 30 kemungkinan besar akan terjadi. Kumpulan data dari berbagai uji acak selama 636 bulan menunjukkan adanyaTabel 30-3. Dosis harian antidepresan. penurunan kejadian relaps atau rekurensi pada pasien sebesar lebih dari 50% jika pasien diberi terapi rumatanTrisiklik 75-200 Amhriptyline 75-300 dengan suatu antidepresan. Jadi, seorang pasien yang per- Clomipramine 75-200 nah mengalami episode depresi-terutama jika serangan Desipramine 75-300 Doxepin 75-200 yang berikutnya lebih berat dan lebih sulit diobati dari- lmipramine 75-1 50 pada terapi sebelumnya-merupakan calon penerima Nortriptyline 20-40 terapi rumatan. Terapi rumatan ini membufuhkan dosis Protriptyline 75-200 penuh yang digunakan untuk mencapai respons pada Trimipramine terapi awal. Durasi terapi berbeda-beda, meskipun seba- 1 50-300 gian besar pasien memerlukan terapi ini untuk selama-Agen generasi kedua dan ketiga 200-400 Amoxapine 40-1 20 lamanya. Bupropion 75-300 Duloxetine 1 5-50 Pasien yang Tidak Responsif Maprotiline 200-600 Mirtazapine 50-600 Sekitar sepertiga pasien depresi tidak berespons (diartikan Nefazodone 75-225 sebagai perbaikan sebesar 50% atau lebih) terhadap terapi, Trazodone dan hampir dua pertiga pasien gagal mencapai atau tetap Venlafaxine 45-75 berada dalam fase remisi penuh melalui regimen tunggal. 1 0-30 Ketika menilai respons pasien yang terbatas pada satu te-Penghambat monoamin oksidase rapi, kita perlu memperhatikan 5 D, yakni diagnosis (diag- Phenelzine 20-50 nosis), drug (obat), dose (dosis), duration of treatment (lama Tranylcypromine 1 0-60 pengobatan), dan different treatment (pengobatan lain). 1 00-300Selective serotonin reuptake inhibitor 20-50 Diagnosis mungkin perlu dinilai ulang jika pasien Citalopram 50-200 Fluoxetine hanya sedikit berespons selama 2-3 minggu terapi dengan Fluvoxamine dosis atau kadar plasma yang adekuat. Tanpa melihat bi- Paroxetine Sertraline polar tidaknya pasien, litium dapat ditambahkan (lihat Bab 29\; jika psikotik, terapi dapat diperkuat menggu-sampai pada dosis toleransi maksimum (kecuali pada nor- nakan agen antipsikotik. Kombinasi SSRI dengan desi-triptyline, yang kehilangan efektivitas pada konsentrasiplasma di atas 150 nglml-). pramine, bupropiory atau mirtazapine aman dan efektif digunakan pada beberapa pasien. Kombinasi venlafaxine Penghambat MAO, bupropion, fluoxetine, sertraline, atau duloxetine dengan SSRI tidaklah rasional secara far-paroxetine, citalopram, dan venlafaxine harus diberikandi pagi hari karena sangat stimulatif dan dapat menyebab- makologik karena obat-obat ini merupakan penghambatkan insomnia jika diberikan lebih siang. Namun, setelahbeberapa minggu terapi, efek-efek tersebut biasanya meng- penuh reuptake serotonin pada dosis yang menghambathilang sehingga waktu pemberian dalam satu hari tidak uptake norepineprine; sebaiknya, venlafaxine atau dulo- xetine dikombinasi dengan bupropion atau mirtazapine.lagi penting. Antidepresan lainnya memiliki berbagai Setidaknya obat atau kombinasi harus dicobakan selamamacam derajat efek sedasi dan sebaiknya diberikan men- 68 minggu sebelum berhenti digunakan asalkan terlihatjelang tidur. Efek simpang otonomik juga jarang merugi-kan jika diberikan lebih malam. adanya perbaikan pada minggu ketiga atau keempat. Strategi pengobatan yang dapat dig-unakan adalahTerapi Rumatan memulai terapi rawat jalan dengan SSRI pada pasien de-Keputusan untuk memberikan terapi rumatan jangka- presi ringan hingga sedang dan kemudian menguatkannya dengan satu antidepresan golongan lain untuk pasien yangpanjang pada seorang pasien depresi sangat bergantung derajat depresinya lebih berat atau, kalau tidak, ganti de- ngan antidepresan golongan lain. Kebanyakan ahli akankepada riwayat penyakit itu sendiri. Jika episode depresi berpindah dari satu golongan antidepresan ke golonganadalah yang pertama kali bagi pasien dan jika pasien antidepresan yang lain ketimbang dari satu obat ke obatberespons dengan cepat dan memuaskan terhadap tera- yang lain dalam satu golongan.pi, terapi yang telah dijalani selama G9 bulan dapat diku-rangi secara perlahan dalam beberapa minggu. Jika tidak Dosis dan durasi terapi depresi perlu diperhatikan.terjadi relaps, terapi dapat dihentikan sampai timbul se-rangan berikutnya, yang tidak dapat diramalkan tetapi Banyak kegagalan pengobatan disebabkan oleh dosis yang tidak adekuat, yang seharusnya diberikan hingga men- capai batas toleransi pasien pada kasus-kasus refrakter. Durasi terapi lebih penting lagi untuk diperhatikan. Pada

bih dari 50% pasien, respons penuh tidak akan terjadi ANTIDEPRESAN I 497 ampai terapi setidaknya diberikan selama 8 minggu. dijumpai, dan penurunan libido serta disfungsi seksual Akhirnya, beberapa pasien mungkin memerlukan menjadi kekhawatiran pasien yang paling besar sglamapengobatan yang berbeda sama sekali, seperti terapielektrokonvulsi (ECT). ECT sering kali dianggap sebagai terapi rumatan. Kekhawatiran akan adanya potensi terato-pengobatan terakhir, tapi penggunaannya tidak boleh di-tunda pada pasien depresi yang tidak memperoleh man- genik paroxetine baru-baru ini membuat label paroxetinefaat dari terapi obat. Pada pasien depresi psikotik, ECTmungkin menjadi terapi pilihan utama. direvisi. Ketidakpatuhan adalah penyebab utama tidak beres- Salah satu kelemahan utama sebagian besar antidep-ponsnya pasien terhadap obat. Pasien perlu diberi tahu resan generasi pertama adalah banyaknya efek farma-bahwa perbaikan mungkin terasa lambat dan baru muncul kologik obat ini yang \"irelevan\", satu ciri yang diwariskansekitar 3 minggu atau lebih. Ketidakmampuan menole-ransi efek simpang dan penolakan terhadap terapi meru- dari agen antipsikotik phenothiazine. Tampaknya, efekpakan penyebab utama ketidakpatuhan dan kegagalan antimuskarinik, antihistaminik, dan efek blokade adre-antidepresan menunjukkan efikasinya. noseptor-o dari antidepresan trisiklik hanya menimbul- kan efek simpangnya saja. Gangguan penglihatary mulutEfek Simpang kering, retensi urine atau rasa ingin selalu berkemih, dan konstipasi mewakili keluhan-keluhan antimuskarinikEfek simpang berbagai antidepresan disimpulkan dalam yang paling sering dijumpai. Hipotensi postural adalahTabel 3G4. Umumnya efek simpang ini kecil tetapi dapatsangat mempengaruhi kepatuhan pasien. Namun, pasien manifestasi efek blokade o yang bermakna dan berpoteruiyang sangat depresi dapat menoleransi efek simpang, membahayakan, terutama pada orang lanjut usia.mungkin karena mereka terlalu depresi untuk peduli. Interaksi ObatPada relawan yang sehat bahkan dosis sedang trisiklik-amitripfyline, imipramine, clomipramine, dan doxepin- A. lurenlrsl Fannalxoorrunnntxditoleransi dengan buruk. Pada penggunaan SSRI, rasa Interaksi farmakodinamik berbagai antidepresan denganmual yang singkat merupakan keluhan yang paling sering obat lain bergantung pada golongan antidepresan tersebut. Antidepresan yang memiliki efek sedasi mungkin bersifat aditif dengan sedatif lain, terutama alkohol. Pasien yang menggunakan trisiklik atau mirtazapine perlu diberi tahu bahwa penggunaan alkohol dapat mengganggu kemam- puan mengendarai mobil lebih dari yang diperkirakan.Tabel 30-4. Efek simpang antidepresan.TrisiklikSedasi Mengantuk, efek aditif dengan sedatif lainnyaSimpatomimetik Tremor, insomniaAntimuskarinik Penglihatan kabul konstipasi, keingpan untuk terus berkemih, bingungKardiovaskular Hipotensi ortostatik, gangguan konduksi, aritmiaPsikiatrik Pemburukan psikosis. sindrom putus-obatNeurologik Kejang;;;M;e#ta;bio;l;ik;-e;n;d;ol;k;ri'nk;il;,;\"\"\"\"-iP'te;namkba\"hapn ;bie;ra;t;b;a;da;n;,igladngg;u;aln;isle;ks;uiall ;;;il;;;;;;fil;;ll;;i;;ilil;il' gangguan seksual, interaksitMaprotiline Serupa dengan trisiklik; kejang terkait dosisTrazodone, nefazedone Mengantuk, pusing, insomnia, mual, agitasiVenlafaxine Mual, somnolen, berkeringat, pusing, ansietas, gangguan seksual, hipertensi.P._ll_:ll_t!f..__ . -....-. .-.-. -y-yg!_-T_yl_y!.1:g!!lg:_l_:_l_y.,.y_l_:l.13]1y m9k9n, insomnia, pusins. berkerinsatBupropion Pusing, mulut kering, berkeringat, tremol pemburukan psikosis, potensi timbul kejang pada dosis tinggiFluoxetine dan SSR| lainnya Ansietas, insomnia, gejala gastrointestinal, penurunan libido, disfungsi seksual, potensi teratogen ik dengan paroxetinellnteraksi dengan makanan yang mengandung tiramin; interaksi yang menyebabkan sindrom serotonin (lihat Bab 16).

498 / BAB 30 untuk bunuh diri daripada pasien lainnya. Oleh karena itPenghambat MAO, dengan meningkatkan simpanan ka- peresepan dibatasi dalam jun'rlah yang kurang dari 7,25 .tekolamin, akan mensensitisasi pasien terhadap simpa-tomimetik yang bekerja secara tidak langsung, seperti atau 50 dosis untuk sediaan 25 ng, dan resep \"tak bolel,tyramine, yang terdapat dalam makanan dan mitruman diulang\". Jika kecenderungan pasien untuk bunuh diriyang difermentasi, dan terhadap obat simpatomimetik, se-perti diethylpropion, phenylpropanolamine, atau tanaman sangat rnungkin teryadi, tablet harus dipercayakan kepadayang mengandung ephedrine. Sensitisasi ini akan meng- anggota keluarga. Obat harus dijauhkan dari anak-anak.akibatkan reaksi hipertensi yang berbahaya dan memati- Overdosis, baik diser-rgaja maupun tidak, terus terjadi dankan (jarang). Suatu interaksi farmakodinamik dapat terjadi merupakan kedaruratan medis yang serius. Efek utar-r'rajika fluoxetine atau SSRI lain digunakan bersama dengan dan tatalaksana overdosis dibahas pada Bab 59.penghambat MAO. Kombinasi peningkatan simpanan 5-HT dengan inhibisi reuptake pascapembebasannva diper- B. Oenr Grrurnnsr Keoun DAN KEncAkirakan menyebabkan peningkatan serotonin dalamsinaps sehingga timbul sindrom serotonin. Sirrdror.n vang Overdosis amoxapine ditandai dengan beberapa gejala rreurotoksisitas, disertai dengan kejang yang sulit diker-r-kadang kala berakibat fatal ini terdiri atas hipertermia, dalikan. Overdosis maprotiline juga memiliki kecende-rigiditas otot, mioklonus, dan perubahan status mental rungarl menyebabkan kejang dan kardiotoksik. Overdosis obat heterosiklik lainnya hanya menirnbulkan rnasalahdan tanda vital yang cepat (lihat Bab 16). ringan dan biasanya dapat diatasi dengan tindakan supor- tif saja.B. lrurrnexsr FeRnanrorrruerrx C. PeNcHnrileAr MAOInteraksi farmakokinetik yang paling mungkin terjadi Intoksikasi penghambat MAO jarang terjadi. Terjadi agi-adalah antara penghambat kuat P450 2D6, yakni paroxetine tasi, delirium, dan eksitasi neurornuskular yang diikuti oleh hilangnya kesadaran, kejarrg, svok, dan hipertennia.dan fluoxetine, serta obat-obat yang pembersihannya Biasanya kesemuanya ini cukup diatasi dengan tindakansangat bergantung pada jalur ini (eg, desipramine, nor- suportif, meskipun phenotiazine sedatif yang menyekattriptyline, flecainide, lil-rat juga Bab 4). Kejadian interaksi adrenoseptor-cr, seperti chlorpromazine, juga bermanfaat.yang secara klinis bermakna sebenamya sangat jarangterjadi, dan hanya terdapat sedikit laporan mengenai ter- D. Srtecnve Senororuw Reuprexe luu,n,fionjadinya hal ir-ri pada lebih dari 50 juta pasien perlgguna Beberapa pasien rneninggal dunia selama overdosis SSRISSRI. Inhibisi P450 3A4, yang dapat terjadi pada pemberi- ketika SSRI digunakan bersama obat lain. Kemungkinanan nefazodone dan fluvoxaurine konsentrasi tinggi, akan kematian akibat SSRI sangatlal-r rendah. Pada overdosis,rnemblokade metaboisr.ne berbagai substrat untuk isoforrn hanl'a tindakan suportifvang dapat diberikan, karena padaini. distribusi volume vang tinggi, seperti pada antidepresan lain, dialisis tidak rnampu lnembersihkarr obat. OverdosisOverdosis sertraline hingga mencapai 2,6 g dilaporkan masih dapatA. Trisiklik diatasi. Overdosis paroksetin relatif lebih ringan: Sampai 850 rng, rnasih belum terlihat efek kardiotoksisitas.Trisiklik sangat berbahaya jika dimitrur.n dalam dosis vangberlebihan, dan pasien depresi memiliki kecenderuuganPREPARAT YANG TERSEDIATRrsrxur Oral: kapsul 10, 25, 50,75, 100, 150 mg; konsentrat 10 mg/mL Amitriptyline (generi k, Elavi) Oral:tablet 10,25,50,75, 100, 150 mg lmipramine (generik, Tofranil) Parenteral: 10 mg/mL untuk suntikan lM Oral: tablet 10,25,50 mg (sebagai hydrochoride); kapsul 75, 100, 125, 150 mg Amoxapine (generik) (sebagai pamoate) Oral: tablet 25, 50, 100, 1 50 mg Nortriptyline (generi k, Aventyl, Pamelor) Clomipramine (generik, Anafranil, dilabel hanya Oral: kapsul 10,25,50,75 mg; larutan 10 mg/5 untuk gangguan obsesif-kompulsif) mL Oral: kapsul 25, 50, 75 mg Desipramine (generik, Norpramin) Protriptyline (generi k, Vivacti l) Oral: tablet 5, 10 mg Oral: tablet 10, 25, 50,75, 100, 150 mg Doxepin (generik, Sinequan) (Berlanjut)

Trimipramine (5urmontil) ANTIDEPRE5AN I 499 Oral: kapsul 25, 50, 100 mg Oral: tablet 10, 20, 40 mg; larutan 10 mg/5 mLOslr Gentnnsr Keoun DAI GENERAST BERTKuTNvA Escitalopram (Lexapro) Amoxapine (generik, Asendin) Oral: tablet 5, 10, 20 mg; larutan 5 mgi5 mL Oral: tablet 25,50, 100, 150 mg Fluoxetine (generik, Prozac) Bupropion (generik, Wellbutrin) Oral: kapsul 10,20,40 m9; tablet 10, 20 mg; Oral:tablet 75, 100 mg; tablet lepas- cairan 20 mg/5 mL berkelanjutan 12 jam 100, 150,200 mg; tablet lepas-berkelanjutan 24 jam 1 50, 300 Oral lepas-tanda (Prozac Weekly): kapsul 90 mg m9 Fluvoxamine (generik, dilabel hanya untuk Duloxetine (Cymbalta) gangguan obsesif-kompulsif) Oral: kapsul 20, 30, 50 mg Oral: tablet 25,50,100 mg Paroxetine (generik, Paxi l) Maprotiline (generik) Oral: tablet 10, 20, 30, 40 mg; suspensi 10 mg/5 Oral: tablet 25, 50, 75 mg mL; tablet lepas-terkendali '12,5; 25; 37 ,5 Mirtazapine (generik, Remeron) Oral: tablet 7,5; 15;30; 45 mg; tablet mg penghancur 15, 30, 45 mg Sertraline (Zoloft) Nefazodone (Serzone) Oral: tablet 25, 50, 100 mg; konsentrat oral 20 Oral: tablet 50, 100, 150, 200, 250 mg/mL Trazodone (generik, Desyrel) PrNcxnMsnr MoHonmrru Oxsronse Oral: tablet 50, 100, 1 50, 300 mg Phenelzine (Nardil) Oral: tablet 15 mg Venlafaxine (Effexor) Tranylcypromi ne (Pa rnate) Oral: tablet 25; 37,5; 50; 75; 100 mg; kapsul Oral: tablet 10 mg lepas-diperpanjang 37,5; 75; '150 mg LnruruvnSrucnvr SrnoroHrt'r Rrupraxr lnHrstroR Atomoxetine (Strattera) Citalopram (generik, Celexa) Oral: kapsul 10, 18, 25, 40, 60 mgREFERENSI Geddes JR et al: Relapse prevention with antidepressant drugAmerican Psychiatric Association: DSM-IV-TR (Diagnostic and treatment in depressive disorders: A systematic review. Lancet Statisticnl Manual of Mental Disorders, 4'h ed). American 2003;j61:653. Psychiahic Association, 1994, modified 2000. Harvey AT et al: Evidence of the dual mechanisms of action ofAmerican Psychiahic Association: APA practice guideline for venlafaxine. Arch Gen Psychiatry 2000;57:503. major depressive disorder in adults (revision). Am J Psychiatry Merikangas KR et al: Workgroup Reports: NIMH Strategic Plan for Mood Disorders Research, Future of Genetics of Mood 2ffiO;\"157:1,. Disorders Research. Biol Psychiatry 2002;52: 457 .Anderson IM, Tomenson BM: Selective serotonin reuptake in- Meyer JH et al: Occupanry of serotonin transportersby paroxetine hibitors versus hicyclic antidepressants: A meta-analysis of and citalopram during treatment of depression: A [(11)C]DASB efficacy and tolerability. J Affect Disord 2000;58:19. PET imaging study. Am J Psychiatry 2001;158:1843.Berton O, Nestler EJ: New approaches to antidepressant Motham P. Wilson K Shobl J: Antidepressants for depressed drug discovery: Beyond monoamines. Nat Rev Neurosci elderly. Cochrane Database Syst Rev 2006;CD003491. 2006;7:137. Nestler EJ et al: Preclinical models: Status of basic research inBradberry SM et al: Management of the cardiovascular compli- depression. Biol Psychiatry 2002;52:503. cations of hicyclic antidepressant poisoning: Role of sodium bicarbonate. Toxicol Rev 2005;24:195. Potter WZ: Adrenoceptors and serotonin receptor function: Relevance to antidepressant mechanisms of action. J ClinBriley M: New hope in the treatment of painful symptoms in Psychia try 1996 ;57 (Slup pl 4) : 4. depression. Curr Opin Investig Drugs 2003;4:42. Rush JA, Ryan ND: Current and emerging therapeutics for de-Duman RS, Heninger G, Nestler E: A molecular and cellular theory pression. In: Davis KL et al (editor): Neuropsychophannacology: of depression. Arch Gen Psychiatry 1997 ;54:597.Emst CL, Goldberg JF: Antidepressant properties of anticonvul- TIrc Fifth Generntion of Progress. Lipphrcott Williams & Wilkins, sant drugs for bipolar disorder. J Clin Psychopharmacol 2002. 2003;23:1,82. Schatzberg I et al: Molecular and cellular mechanisms in depres- sion. In: Davis KL et al (editor): Neuropsychophnrmacology. TlteEsposito E: Serotonin-dopamine interaction as a focus of novel Fifh Generation of Progress. Lippincott Williams & Wilkins, antidepressant fuugs. Curr Drug Targets 2006;7:777. 2002.

Mark A. Schumachen PhD, MD, Allan l. Basbaum, PhD, &Walter L. Way, MDMorfin, suatu prototipe agonis opioid, sudah sejak lama penambahan gugus hidroksil tunggal menghasilkan na-dikenal sangat efektif meredakan nyeri hebat. Opium lokson, yakni suatu antagonis kuat reseptor p. Struklurpoppy merupakan sumber opium rnentah yang dipakai beberapa senyawa ini akan disajikan nanti dalam bab ini. Beberapa opioid, seperti nalbufin, mampu menghasilkanoleh Sert-urner pada tahun 1803 untuk mengisolasi efek agonis (atau agonis parsial) pada satu subtipe resep-morfin, suatu alkaloid murni yang dinamakan menurut tor opioid dan efek antagonis pada subtipe lainnya. TidakMorpheus, dewa mimpi Yunani. Morfin tetap menjadi hanya sifat mengaktivasi milik opioid analgesik saja yangstandar pembanding bagi obat-obat yang mempunyai dapat dimanipulasi oleh kimia farmaseutikal, beberapaefek analgesik kuat. Obat-obat ini secara kolektif dikenal opioid analgesik juga dimodifikasi di hati, menghasilkan senyawa dengan efek analgesik yang lebih kuat (lihat Far-sebagai opioid analgesik, dan tidak hanya meliputi turun- makokinetik, Metabolisme).an alkaloid alamiah dan semisintetik dari opium saja, tapijuga pengganti sintetiknya, yakni obat mirip-opioid yang Peptida Opioid Endogenefeknya diblokade oleh antagonis nonselektif nalokson,serta beberapa peptida endogen yang berinteraksi dengan Alkaloid opioid (eg, morfin) menghasilkan analgesia me-beberapa subtipe reseptor opioid. lalui efek pada daerah-daerah di susunan saraf pusat (SSP) yang mengandung peptida dengan kerja farmakologikii:!;,;:i]r*i.:ri1:i$..:Ii!,1!':i}-1.i*.:f*Ai*55.*\"iiiid$ffif!gwtii?Sfi..;:'.i$.{Sff mirip-opioid. Istilah umum yang sekarang digunakan untuk substansi endogen ini adalah peptida opioid endo-::rr l. FARMAKOLOGI DASAR gen. ANALGESIK OPIOID Tiga keluarga peptida opioid endogen telah dibahas secara terperinci: endorfiry pentapeptida metionin-enkefa-Sumber lin (met-enkefalin) dan leusin-enkefalin (leu-enkefalin), serta dinorfin. Tiga keluarga reseptor opioid memiliki afi-Opiun'r, yang merupakan sumber morfin, diperoleh dari nitas yang tumpang-tindih terhadap peptida endogen ter-tanaman poppy, yaltr.i Papaaer somniferum dan P. albunt. sebut (Iabel 31-1).Jika disayat, kulit biji poppy mengeluarkan cairan putih Peptida endogen opioid diturunkan dari tiga proteinyang berubah menjadi gom coklaf gom ini adalah prekursor: prepro-opiomelanokortin (POMC), preproen- kefalin (proenkefalin A), dan preprodinorfin (proenkefalinopium mentah. Opium mengandung berbagai alkaloid, B). POMC mengandung sekuens met-enkefalin, B-endor-terutama morfin, yang terdapat dalam konsentrasi sekitar fin, dan beberapa peptida nonopioid, termasuk hormon10%. Kodein disintesis dari morfin untuk keperluan per- adrenokortikotropik (ACTH), B-lipotropin, dan melanocyte- stimulating hormon. Preproenkefalin mengandung enamdagangan. kopi met-enkefalin dan satu kopi leu-enkefalin. Leu- dan met-enkefalin memiliki afinitas yang sedikit lebih tinggiKlasifikasi & KimiaObat-obatan opioid terdiri atas agonis penuh, agonis terhadap reseptor opioid 6 (delta) ketimbang p (Tabelparsial, dan antagonis (lihat Bab 2 untuk definisinya). 31-1). Preprodinorfin mengeluarkan beberapa peptidaMorfin adalah agonis penuh pada reseptor opioid p (mu), opioid aktif yang mengandung sekuens leu-enkefalin,yakni reseptor opioid analgesik yang utama (Tabel 31-1). seperti dinorfin A, dinorfin B, dan neoendorfin cr dan p.Sebaliknya, kodein berfungsi sebagai agonis reseptor pparsial (atau \"lemah\"). Substitusi sederhana gugus alilpada rlitrogen dalam morfin (suaht agonis penuh) dans00

ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA / 501Tabel 31-1. Subtipe reseptor opioid, fungsinya, dan afinitas peptida endogennya. .*iii;.:i;i;:rt,it$liL'1.g.1,:.et11:i_ii\"-iarnd\"r\"\"- Analgesia supraspinal dan spinal; sedasi; inhibisi Endorfin>enkefalin>dinorf in respirasi; memperlambat transit di saluran cerna; modulasi pembebasan hormon dan neurotransmiter6 (delta) Analgesia supraspinal dan spinal; modulasi Enkefalin>endorf in dan dinorf in pembebasan hormon dan neurotransmiterr (kappa) Analgesia supraspinal dan spinal; efek Dinorfin>>endorfin dan enkefalin psikotomimetik; memperlambat transit di saluran cernaBaru-baru ini, peptida endogen endomorfin-1 dar-r endo- dan perifer, sistern N/OFQ memiliki berbagai rlrcrCdnrmorfin-2 ditemukan memiliki berbagai sifat peptida farmakologi, mampu melawan analgesia klasik vang di_opioid, terutama sifat analgesia dan sifat afinitas-Linggiuntuk berikatan pada reseptor p. Penelitian saat ini terfo- perantarai reseptor p dan men.rodulasi r/rug rcrlnrtl, rcinfttr_kus pada apakah endomorfin secara selektif mengaktifkan cenrcnt, pembelajaran, dan proses memori.subtipe reseptor p dan pada hal-hal lain yang belum di-ketahui, termasuk identitas gennya. Molekul prekursor Farmakokinetikopioid endogen dan endomorfin dijumpai di daerah- Beberapa sifat opioid yang penbing secara klinis dir\"angku r.n pada Tabel 31-2.daerah pada SSP yang berhubungan dengan moclulasinyeri. Berbagai bukti menunjukkan, molekul prekursor A. Aesonpsropioid endogen dan endomorfin tersebut dapat dibe-baskan pada kondisi stres, seperti nyeri atau antisipasi Kebanyakan opioid analgesik diabsorpsi dengan baik padanyeri untuk menghilangkan sensasi rangsang yang meng- pemberian subkutan, intramuskular, dan oral. Narnun, karena melalui metabolisme lintas-pertama, opioid tlosisganggu. oral (misalnya, morfin) perlu diberikan rnelebihi closis Berbeda dengan peran analgesik dari leu- dan meten- parenteral untuk menghasilkan efek terapeutik. Akibat ke_ ragaman tingkat metabolisme lintas-pertanra opioid padakefalin, kerja analgesik dinorfin A-melalui ikatannya tiap orang, dosis oral efektif untuk nasing-rnasing orangdengan reseptor opioid r (kappa) - tetap menjadi per- sukar cliperkirakan. Beberapa analgesik, seperti kocleirr dan oksikodon, efektif secara oral karena metabolismedebatan. Dinorfin A juga dijumpai pada kornu posterior lintas-pertama keduanya menurun. Insuflasi nasal bebe_ rapa opioid tertenlu dapat cepat rnemberikan kadar tera_medula spinalis, tempat dinorfin A berperan penting peutik dalam darah karerra tidak melalui metabolisme lintas-pertama. Jalur pemberian opioid lainnya meliputidalam senslfisasi neurotransmisi nosiseptif. peningkatan mukosa oral via lozenge, dan transdermal via ptttch trans- dermal, yang dapat memberikan efek analgesik untuk be-kadar dinorfin dapat dijumpai pada kornu posterior pasca-kerusakan atau pascainflamasi jaringan dan dipercaya berapa hari.meningkatkan nyeri serta memicu keadaan hiperalgesia B. Drsrnlguslyang bertahan lama. Efek pronosiseptif dinorfin di medulaspinalis tampaknya tidak bergantung pada sistem resep- Ambilan opioid oleh berbagai organ dan jaringan bergarr-tor opioid. Dinorfin A dapat berikatan dan rnengaktifkan tung pada faktor fisiologik dan kimia. Meskilrun semuakompleks reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA), tempat opioid terikat pada protein plasma dengan berbagaikerja dinorfin A yang menjadi fokus perkembangan terapiterkini. tingkat afinitas, senyawa ini cepat meninggalkan clarah Baru-baru ini, telah ditemukan sistem ligan-reseptor dan banyak rnenumpuk di berbagai jaringan yaug perfusi-baru yang homolog dengan peptida opioid. Reseptor nya tinggi, seperti otak, paru, hati, ginjal, dan linrpa. Kon_utama untuk sistem ini adalah orplmnin opioid-receptor- sentrasi obat di otot rangka mungkin kecil, tapi jaringan ini menjadi reservoir obat yang utama karena massarlyalike subtype 1 (ORL1) yang dikopel oleh protein G. Ligan sangat besar. Walaupun aliran darah ke jaringan lemak lebih rendah daripada aliran darah ke jaringan yang ka1,aendogennya disebut nosiseptin oleh sekelompok penelili perfusi, akumulasi obat dalam jaringan ler.nak sangatdan orphanin FQ oleh kelompok peneliti lainnya. Sistemligan-reseptor ini sekarang dikenal sebagai sistern N/OFe.Struktur nosiseptin serupa dengan dinorfin tetapi tidakmemiliki N-terminal tirosin; ligan ini hanya bekerja padareseptor ORL1. Walaupun banyak dijumpai dalam SSp

502 / BAB 31Tabel3l-2. Analgesik opioid yang umum.Morphinej 10 Rendah 4-5 TinggiMeperidine Demerol 50-100 Sedang 2-4 Tinggi 0,1 Rendah TinggiFentanyl Sublimaze 1-1,5 TinggiAlfentanil Alfenta Dititrasi Hanyaparenteral 0,25-0,75 TinggiRemifentanyl TinggiLevorphanol Ultiva Dititrasi2 l.ry.:..e.lL:ll_:r9l 9,.9:: RendahCodeine SedangHydrocodonea Levo-Dromoran 2-3 Tinggi 4-5 SedangOxycodoner,s 30-604 Tinggi 3-4 l_l_l_s.:].r.:r.9.e! Sedang 5-1 0 Sedang 4-6 Tinggi Sedang Tinggi Percodan 4,56 3-4 Tinggillgegv.rkl-.. .D..:ly:l 99.1?91 I.9tv\"e..er.eJ t-_?: Talwin 30-506 SedangPentazocine 't0 3-4Nalbuphine Nubain 0.3 Hanya parenteral 3-6Buprenorphine Buprenex 2 Rendah 4-8Butorphanol Stadol Hanya parenteral 3-4,'TDeibrseerdikiaandasleabmagbaei nintufuks lepas-berkelanjutan, morphine (MSContin); oxycodone (OxyContin). sebesar 0,025-0,2 mcA/kg/menit.3Durasinya bergantung pada waktu-paruh context-iensitive selama 3-4 menit.oTersedii dalam tablefyang mengandung acetaminophen (Norco, Vicodin, Lortab, lainnya).5Tersedia dalam tablet yang mengandung acetaminophen (Percocet); aspirin (Percodan).5Efektivitas analgesik pada dosis ini tidak serupa dengan 10 mg morphine. Lihat teks untuk penjelasan.penting, terutama pada pemberian opioid dosis tinggi berian morfin akut. Walaupun demikiary akumulasi meta-yang sering atau infus kontinu opioid yang sangat lipofilik bolit-metabolit ini dapat menghasilkan efek simpang yang tidak diinginkan pada pasien gagal ginjal atau ketikayang lambat dimetabolisme, seperti fentanil. diberikan morfin dalam dosis yang sangat besar atau diberikan dosis besar untuk waktu yang lama. SemuanyaC. Merleolrsrue ini dapat mengakibatkan eksitasi SSP yang dipicu olehOpioid sebagian besar diubah menjadi metabolit polar(kebanyakan glukuronida) yang cepat diekskresi oleh M3G (kejang) atau peningkatan atau pemanjangan efekginjal. Sebagai contolu morfin, yang mengandung gugus opioid yang dihasilkan oleh M6G. Ambilan M3G danhidroksil bebas, terutama dikonjugasi menjadi morfin- M6G (lebih kecil) oleh SSP dapat ditingkatkan melalui3-glukuronida (M3G), suatu senyawa dengan efek neu-roeksitasi. Efek neuroeksitasi M3G tampaknya tidak pemberian bersama dengan probenecid atau dengan obat-diperantarai oleh reseptor p tapi oleh sistem GABA/gli- obat yang menghambat transporter obat P-glikoprotein.sinergik. Sebaliknya, sekitar 10% morfin dimetabolisasi Seperti morfin, hidromorfon dimetabolisasi oleh konjuga-menjadi morfin-Gglukuronida (M6G), suatu metabolit si, menghasilkan hidromorfon-3-glukuronid (H3G), yangaktif dengan potensi analgesik empat hingga enam kali memiliki efek eksitasi SSP. Namun, hidromorfon belumlebih kuat daripada senyawa induknya. Namun, meta- terbukti membentuk metabolit 6-glukuronida yang cukupbolit yang relatif polar ini memiliki kemampuan terbatasuntuk melintasi sawar darah-otak dan mungkin tidak banyak.terlalu berperan dalam menimbulkan efek SSP pada pem- Efek metabolit aktif harus dipertimbangkan sebelum pemberian morfin atau hidromorfon, terutama jika dibe- rikan dalam dosis tinggi.

' Ester (misalnya, heroin, remifentanil) cepat dihidrolisis ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA / 503oleh esterase jaringan. Heroin (diasetilmorfin) dihidrolisis sekuens asarn amino yang sangat homolog. Menurut kri-menjadi monoasetilmorfin dan akhimya menjadi morfin, teria farmakologik, telah diajukan berbagai subtipe re-yang kemudian berkonjugasi dengan asam glukuronat. septor, termasuk pl, lt2; 61,6r; dan K1, K\", dan rr. Namun, sampai sejaul-r ini, berbagai gen yang hanya menyandi Metabolisme oksidatif hepatik merupakan jalur utamadegradasi opioid fenilpiperidin (meperidin, fentanil, al- satu subtipe dari tiap keluarga reseptor p, 6, dan r telahfentanil, sufentanil), yang pada akhirnya hanya akan me-nyisakan sedikit senyawa induk yang tidak mengalami berhasil diisolasi dan diperinci. Satu penjelasan yangperubahan untuk diekskresi. Namun, akumulasi metabolit dapat diterima adalah bahwa subtipe reseptor p munculterdemetilasi dari meperidin, yakni normeperidin, dapat dari varian splice alternatif gen yang sama. Karena suatute4adi pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal dan opioid berpotensi memiliki berbagai fungsi sebagai ago- nis, agonis parsial, atau antagonis pada lebih dari satupada orang yang berulang kali mendapat obat dosis golongan reseptor atau subtipe, tidak mengherankan jika agen-agen ini memiliki berbagai efek farmakologik. Resep-tinggi. Pada konsentrasi tinggi, normeperidin dapat me- tor N/OFQ-ORLI belum dipelajari secara lebih seksama.nyebabkan kejang. Sebaliknya, belum pemah dilaporkanadanya metabolit aktif fentanil. Salah satu isozim P450, 2. Efek selular-Pada tingkat molekular, reseptor-resep-CYP3A4, memetabolisasi fentanil melalui proses N-deal- tor opioid merupakan sekeluarga protein yang secara fisikkilasi di hati. CYP3A4 juga terdapat di mukosa usus halus berkopel dengan protein G, dan melalui mekanisme ini,dan berperan dalam metabolisme lintas-pertama fentanil mempengaruhi gerbang kanal ion, memodulasi disposisioral. Kodein, oksikodon, dan hidrokodon dimetabolisasi Ca2* intrasel, dan mengubah fosforilasi protein (lihat Babdi hati oleh salah satu isozim P450, CYP2D6, menghasil- 2). Opioid memiliki dua efek langsung terkopel-proteinkan metabolit yang lebih poten. Sebagai contoh, kodein G pada saraf: (1) opioid rnenutup kanal Ca2. bergerbang-terdemetilasi menjadi morfin. Polimorfisme genetik tegangan di ujung saraf prasinaptik sehingga menurun-CYP2D6 telah dilaporkan terjadi dan dihubungkan de- kan pembebasan transmiter, dan (2) opioid menghiper-ngan variasi respons analgesik yang terlihat pada pasien. polarisasi sehingga menghambat neuron pascasinaptikWalaupun demikiary metabolit oksikodon dan hidro- melalui pembukaan kanal K-. Gambar 31-1 secara ske-kodon mungkin tidak terlalu berperan karena senyawa matis mengilustrasikan efek prasinaptik opioid pada tigainduknya saat ini dipercaya berperan langsung dalam ke- jenis reseptor dan efek pascasinaptik opioid pada reseptorbanyakan efek analgesiknya. Pada kodein, konversinya pr di aferen nosiseptif medula spinalis. Efek prasinaptikmenjadi morfin mungkin lebih bermanfaat karena kodein opioid-menekan pembebasan transmiter-telah dide-sendiri memiliki afinitas yang relatif rendah untuk resep- monstrasikan pada pembebasan neurotransmiter yangtor opioid. biasanya berjumlah banyak, seperti glutamat, suatu asamD. Ersrnesl amino eksitatorik utama yang dibebaskan dari ujung sarafMetabolit polar, termasuk konjugat glukuronida dari opi- nosiseptik, begitu juga dengan asetilkolin, norepinefrin,oid analgesik, terutama diekskresi melalui ginjal. Dapatjuga ditemukan sedikit obat yang tidak mengalami per- serotonin, dan substansi P.ubahan dalam urine. Selain itu, konjugat glukuronida 3. Hubungan efek fisiologik dengan jenis reseptor- Kebanyakan opioid analgesik yang saat ini ada di pasar-ditemukan dalam empedu, tetapi sirkulasi enterohepatikhanya merupakan bagian kecil dari proses ekskresi. an bekerja terutama pada reseptor opioid p. Berbagai efek rnorfin, seperti analgesia, euforian, mendepresi perna-Farmakodinamik pasan, dan menimbulkan ketergantungan fisik, terutamaA. MexarursrtaE KERJA timbul akibat kerjanya pada reseptor p. Bahkan, reseptor pOpioid agonis menghasilkan analgesia melalui ikatannya pertama kali ditemukan menggunakan efek analgesia klinisdengan reseptor tertentu terkopel-protein G dalam daerah- relatif dari serangkaian opioid alkaloid. Akan tetapi, efekdaerah di otak dan medula spinalis yang terlibat dalam analgesik milik opioid sangat kompleks dan melibatkantransmisi dan modulasi nyeri. interaksi morfin dengan reseptor E dan r. Pernyataan1. Tipe reseptor-Seperti telah dituliskan, tiga golongan ini didukung oleh studi perusakan (knockouf) genetikreseptor opioid yang utama (p, 6, dan r) telah dikenali pada pada gen p, 6, dan r dalam mencit. Agonis reseptor deltaberbagai tempat dalam sistem saraf dan jaringan lainnya(Tabel 31-1). Tiap reseptor dari ketiga reseptor utama memberikan efek analgesik pada mencit yang reseptor pr-tersebut telah berhasil diklon. Semuanya adalah anggotakeluarga reseptor terkopel-protein G dan menunjukkan nya telah dirusak. Pengembangan agonis selektif reseptor 6 dapat saja bermanfaat secara klinis jika efek sampingnya (depresi pernapasan, risiko ketergantungan) Iebih sedikit daripada efek samping agonis reseptor p yang saat ini ada di pasaran, seperti morfin. Morfin memang bekerja pada reseptor r dan 6, tetapi peranan kerja morfin ini pada

504 / BAB 31 Aferen primernosiseptor-perifer ..,. a-' c a a ai Ca2* Potensial aksi Kornu posterior medula spinalis Neuron aferen sekunderGambaril-1. Tempatkerjaopioiddanbeberapaanalgetiklainnyadi medulaspinalis.Agonismu(p),delta(6), dan. kappa (r) menurunkan pembebasan transmiter (seringkali glutamat dan neuropeptida eksitatoris) dariujung prasinaptik aferen primer nosiseptor (badan sel dihilangkan). Agonis mu juga menghiperpolarisasi neuronpenghantar rasa nyeri ordo-kedua dengan meningkatkan konduktansi K', mencetuskan potensial inhibitorispascasinaptik. Agonis alfa, tampaknya bekerja pada adrenoseptor di ujung prasinaptik neuron aferen primer, danziconotide tampaknya bekerja dengan menyekat kanal kalsium di tempat ini (lihat teks).efek analgesik masih belum jelas. Peptida opioid endogen secara autoradiografis menggunakan radioligan berafi- nitas-tinggi dan antibodi terhadap sekuens peptida yangberbeda dengan kebanyakan alkaloid dalam hal afinitas unik pada tiap subtipe reseptor. Ketiga reseptor utama opioid sangat banyak dijumpai di komu posterior medulaterhadap reseptor 6 dan r (Tabel 31-1). spinalis. Reseptor-reseptor ini terdapat dalarn neuron peng- Dalam upaya untuk membuat opioid analgesik yang hantar rasa nyeri di medula spinalis dan di aferen primermemiliki kecenderungan lebih kecil menimbulkan depresi yang menyampaikan \" pesan\" nyeri kepada neuron di me-napas, adiksi dan ketergantungan, telah dikembangkansenyawa-senyawa yang menunjukkan kecenderungan dula spinalis tadi (Garnbar 31.-2, situs A dan B). Agonisuntuk berikatan dengan reseptor opioid r. Butorfanol dan opioid menghambat pembebasan transmiter eksitatorisnalbufin terbukti beberapa kali berhasil ketika digunakansebagai analgesik, tetapi kedua obat ini dapat menimbul- dari aferen primer penghantar rasa nyeri. Selain itu, agoniskan reaksi disforik dan memiliki potensi yang terbatas. opioid juga secara langsung menghambat neuron peng-Menarik untuk dilihat, bahwa butorfanol juga terbukti hantar nyeri di medula spinalis. Dengan demikian, opioidmenimbulkan analgesia yang lebih kuat pada perempuan memiliki efek analgesik kuat yang bekerja secara langsung di medula spinalis. Efek spinal ini telah dimanfaatkan se-ketimbang pada laki-laki. Belum diketahui penyebab per- cara klinis sebagai analgetik regional rnelalui pemberianbedaan ini. langsung opioid analgetik pada medula spinalis; efek ini4. Distribusi reseptor dan mekanisme analgesia di cenderung lebih sedikit menimbulkan depresi napas, mualneuron-Tempat kerja opioid di reseptor sudah ditetapkan

ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA / 505 Transmisi Korteks Talamus ventral kaudalGambar 31-2. Tempat kerja opioid analgesik di 'j Medula oblongata/Pons Nucleiputamen. Pada gambar ini, disajikan berbagai tempat parabrachialeskerja opioid analgesik pada jaras aferen penghantar \B Kornu posteriorrasa nyeri dari peiifer hinggi ke pusat yang lebih tinggi. A Medula spinalisA: Efek langsung opioid pada jaringan perifer yangmengalami cedera atau peradahgan (lihat Gambar31-1 untuk detil). B: lnhibisi juga terjadi pada medulaspinalis. C: Kemungkinan tempat kerja talamus.dan muntah, dan sedasi daripada efek supraspinal yang reseptor pun dapat memulai serangkaian kejadian kom-timbul melalui pemberian opioid secara sistemik. pleks yang melibatkan berbagai macam sinaps, transmiter, Pada berbagai keadaan, opioid biasanya diberikan jenis reseptor.secara sistemik sehingga bekerja secara serentak di berbagai Studi-studi klinis pada hewan dan manusia membuk-tempat, hidak hanya di jaras asenden transmisi nyeri, yang tikan bahwa opioid endogen dan eksogen dapat rneng- hasilkan analgesia yang diperantarai oleh opioid padaberawal dari ujung perifer khusus tempat rangsang n1'eri tempat-tempat di luar SSP. Nyeri akibat inflamasi tam-ditransduksi (Gambar 31-2), tapi juga di jaras desenden pakn1,6 sangat peka terhadap kerja opioid di perifer ini.(modulatoris, Ganrbar 31-3). Di tempat-tempat ini, begitu Hipotesis ini juga didukung oleh penemuan reseptor pjuga di tempat lainnya, opioid secara langsung menghambat fungsional pada ujung perifer neuron sensorik. Aktivasineuron; namun, kerja ini menghasilkan aktiaasi neuron reseptor p perifer mengakibatkan penurunan aktivitasinhibitoris desenden yang mengirim proses-proses ke me-dula spinalis dan mengharnbat neuron penghantar rasa neuron sensorik dan pembebasan transmiter. Pemberiannyeri. Aktivasi ini terbukti terjadi akibat inhibisi neuron opioid di perifer, contohnya ke dalam lutut sewaktuinhibitoris di beberapa tempat (Gambar 31-4). Berbagaiinteraksi pada tempat-tempat ini secara bersama-sama prosedur artroskopi lutut, menunjukkan manfaat klinismeningkatkan efek analgesik keseluruhan milik agonis hingga 24 jam pascapemberian. Jika memang dapat dikem-opioid. bangkan, opioid yang selektif untuk berbagai tempat di perifer akan menjadi tambahan yang bermanfaat bagi te- Ketika diberikan secara sistematik, opioid pereda nyeri rapi nyeri in{lamatorik (lihat Kotak: Kanal Ion & Sasarankemungkinan bekerja di sirkuit-sirkuit otak yang biasanya Analgesia Terbaru). Selain iLu, diirorfin baru yang bekerjadiatur oleh peptida opioid endogen. Sebagian dari efek di perifer dapat menjadi terapi baru untuk nyeri viseral.pereda nyeri opioid eksogen ini melibatkan pembebasan Senyawa ini mungkin memiliki keuntungan tambahanpeptida opioid endogen. Suatu agonis opioid eksogen(seperti morfin) mungkin bekerja terutama dan secara karena menurunkan efek-efek yang merugikan, sepertilangsung di reseptor p, tapi kerja ini dapat mencetuskanpembebasan opioid endogen tambahan yang bekerja di konstipasi.reseptor 6 dan r. Jadi, bahkan suatu ligan yang selektif- 5. Toleransi dan ketergantungan fisik - Akibat pernber! an berulang morfin atau penggantinya dalam dosis terapi secara terus-menerus, terjadi penurunan efektivitas secara

506 / BAB 31 Na+, Ca2+ cara persisten, seperti pada terapi nyeri kronik berat, tam- paknya berperan penLing dalam induksi dan perneliharaan I (maintenance) kedua keadaan tersebut. Konsep toleransi saat ini, yang menyatakan bahwa toleransi disebabkan oleh.ri--'.--..-. Neuron up-regulatiott sederhana pada sistem adenosin monofosfat inhibitoris siklik (cAMP), mulai berganti arah. Walaupun berkaitan1/ desenden dengan toleransi, proses ini tetap saja belum cukup untuk menjelaskan tentang toleransi seutuhnya. Hipotesis tole-\\\ ransi vang kedua didasarkan pada suatu pandangan yang \-- \\'*-\'-\. menyatakan bahwa penggunaan agonis berulang menye- babkan timbulnya dozon-regulation reseptor pr oleh endosi- '\r t\":\"*:i'\"' ii tosis. Akan tetapi, penelitian terkini menuujukkan bahwa kegngttlttn rnorfin memicu endositosis reseptor opioid grGambar 31-3. Sirkuit lokal batang otak yang mendasari efek merupakan komponen penting dalam tirnbulnya toleransi.modulasi jaras desendens oleh analgesia yang diperantarai Dari pernyataan ini, disimpulkan bahwa perlu adanyareseptor opioid p (MOR). Neuron penghambat rasa nyeri reaktivasi oleh endositosis serta daur-ulang (lihat Bab 2)diaktifkan secara tidak langsung oleh opioid (eksogen unfuk menjaga agar sensitivitas reseptor pr tetap normal. Penelitian lainnya berperrdapat bahwa reseptor opioid 6atau endogen) yang menghambat interneuron inhibitorik berfungsi sebagai komponen independen dalam peme-(GABAergik). Hal ini mengakibatkan peningkatan inhibisi liharaan toleransi. Selain itu, konsep reseptor wrcouplingproses nosiseptif di kornu posterior medula spinalis. juga mulai banyak dianut. Menurut hipotesis ini, toleransi terjadi akibat disfungsi interaksi struktural antara resep-perlahan, yakni, toleransi. Untuk kembali menghasilkan tor ;r dan protein G, sistem perantara-kedua, dan kanalrespons awal, harus diberikan dosis yang lebih besar. ion yang menjadi sasaran mereka. Lebih lanjut lagi, suatuKetergantungan fisik juga timbul bersama dengan tole- kompleks kanal ion khusris, yakni reseptor NMDA, telal-r terbukti sangat berperan dalam tirnbulnya dan terpeliha-ransi. Ketergantungan fisik diartikan sebagai suatu keadaan ranya toleransi karena antagonis reseptor NMDA, sepertidengan ciri khas adanya sindrom abstinensia atau putus- ketarnin, dapat mencegah timbulnya toleransi. Pembuatanobat ketika suatu obat dihentikan atau suatu antagonis antagonis reseptor NMDA baru atau penggunaan caradiberikan (lihat juga Bab 32). lain untuk melakukan rekopel reseptor p kepada kanal ion yang menjadi target mereka memberikan harapan akan Mekanisme timbulnya toleransi dan ketergantungan tercapainya metode klinis yang efektif mencegah ataufisik belum terlalu dipahami, tetapi aktivasi reseptor p se- memulihkan toleransi terhadap analgesik opioid. Selain menimbulkan toleransi, pemberian opioid anal- gesik secara terus-nlenerus diamati nrcningkatkan sensasi n1'eri 1,ang menjurus pada timbulnya hiperalgesia. Feno- mena ini telah diamati pada beberapa opioid analgesik, seperti morfin, fentanil, dan remifentanil. Dinorfin spinal dicalonkan sebagai terapi nyeri dan hiperalgesia akibat opioid. B. Errr Monrrru DAN SuBslruENNyA pADA Slsrrvr Oncnru Berbagai efek morfin, prototip agonis opioid, yang dije- laskan di bawah ini juga dapat diamati pada semua ago- nis opioid, agonis parsial opioid, dan obat lain yang me- miliki efek terhadap berbagai reseptor. Ciri tiap anggota kelompok-kelompok ini didiskusikan di bawah. 1. Efek pada SSP-Efek-efek opioid analgesik dengan afinitas pada reseptor p terutama terjadi di SSP; yang terpenting ialah analgesia, euforia, sedasi, dan depresi pernapasan. Pemakaian berulang menimbulkan toleransi tingkat tinggi terhadap sen-rua efek-efek ini (Tabel 31-3).

ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA I 5O7 KorteksGambar3l-4. Efek analgesik opioid pada jaras Mesensefaloninhibitorik desendens. Tempat kerja opioid pada A - Substansianeuron yang memodulasi nyeri di mesensefalon danmedula oblongata meliputi subtansia grisea sentralis grisea sentralis(A), medula oblongata rostoventral (B), dan lokus Medulasereleus yang secara tidak langsung mengontrol jaras oblongata/ponspenghantaran rasa nyeri melalui peningkatan inhibisidesendens ke kornu posterior (C). B - Medula oblongata rostroventral Medula spinalis C - Kornu posterior a. Analgesia-Nyeri tersusun atas komponen senso- opioid. Efek paradoks ini setidaknya sebagian ditentukanrik dan afektif (emosional). Analgesik opioid merupakansenyawa yang unik karena mampu menurunkan kedua oleh dosis.aspek dalam pengalaman nyeri, terutama aspek afektif. d. Depresi pernapasan-Semua analgesik opioid b. Euforia-Pasien atau pengguna obat-obatan intra- dapat menimbulkan depresi pernapasan yang nyata me-vena yang mendapatkan morfin intravena biasanya lalui pengharnbatan mekanisme pernapasan di batangmengalami sensasi \"melayang\" yang nyaman disertai pe- otak. PCO, alveolus dapat rneningkat, tetapi pertandanurunan ansietas dan distres. Akan tetapi, disforia, suatu depresi pernapasan yang paling terpercaya adalah menu-keadaan tidak menyenangkan yang ditandai dengan rasa runnya respons terhadap uji karbon dioksida. Depresi per-gelisah dan malaise, kadang dapat terjadi. napasan ditentukan oleh dosis dan sangat dipengaruhi c. Sedasi-Efek opioid sering disertai dengan timbul- oleh derajat masukan sensoris lain pada wakfu yang sama.nya rasa mengantuk dan berkabutnya kesadaran. Jarangdijumpai amnesia. Opioid lebih menginduksi tidur pada Sebagai contofu depresi pernapasan akibat opioid dapatpasien yang berusia lanjut daripada pasien yang berusia diatasi sebagian melalui berbagai macam rangsangan. Ke-muda dan sehat. Biasanya, pasien mudah dibangunkan tika rangsangan nyeri kuat yang mencegah efek depresi pernapasan opioid dosis besar dihilangkan, depresi per-dari tidur ini. Akan tetapi, kombinasi morfin dengan napasan tiba-tiba dapat menjadi nyata. Penurunan fungsidepresan sentral lainnya, seperti sedatif-hipnotik, dapat pernapasan dalam derajat kecil hingga sedang, sepertimenimbulkan tidur yang sangat dalam. Sedasi nyata lebihsering terjadi pada senyawa yang sangat terkait dengan yang dinilai dari peningkatan PCO,, dapat ditoleraruiturunan fenantren dan lebih jarang pada agen sintetik,seperti meperidin dan fentanil. Pada dosis analgesik dengan baik oleh pasien yang tidak mempunyai riwayatstandar, morfin (suatu fenantren) mengganggu pola tidur gangguan pemapasan. Akan tetapi, pada orang-orangREM dan non-REM normal. Efek ini mungkin merupakanciri khas semua opioid. Berbeda dengan manusia, bebe- yang mengalami peningkatan tekan'an intrakranial, asma,rapa spesies (kucing, kuda, sapi, babi) malah menunjuk- penyakit paru obstruksi kronik, atau kor pulmonale, pe-kan keadaan eksitasi ketimbang sedasi ketika diberikan nurunan fungsi pernapasan ini mungkin tidak dapat di- toleransi. Depresi pernapasan akibat opioid menjadi salah satu tantangan klinis yang paling sulit dalam terapi nyeri berat. Penelitian untuk memahami dan menciptakan agen analgesik dan penunjangnya untuk menghindari efek ini

508 / BAB 31Bahkan, nyeri akut yang paling berat pun (yang bertahan Ziconotide, suatu kanal kalsium bergerbang-tegangan jenis-N, baru-baru ini telah disetujui penggunaannya se-beberapa jam hingga beberapa hari) biasanya dapat bagai analgesia intratekal pada penderita nyeri kronik yangditoleransi dengan baik-dengan efek simpang yang nyata refrakter. Senyawa ini merupakan suatu peptida sintetiknamun masih dapat ditoleransi-menggunakan analgesik yang berkaitan dengan toksin siput laut co-conotoxin, yangyang tersedia di pasaran, terutama golongan opioid. Akantetapi, nyeri kronik (yang bertahan mingguan hingga bu- secara selektif memblokade kanal kalsium ini. Gabapentin,lanan) tidak terlalu memberi hasil yang memuaskan jika suatu antikonvulsan analog GABA (lihat Bab 24), efektif digunakan dalam terapi nyeri neuropatik (cedera saraf).diterapi dengan opioid. Saat ini diketahui bahwa pada Gabapentin baru-baru ini terbukti memblokade nyeri dannyeri kronik, reseptor prasinaptik pada ujung saraf sensorik hiperalgesia akibat inflamasi. Gabapentin diperkirakandi perifer berperan pada meningkatnya eksitabilitas bekerja di kanal kalsium famili ar6. Reseptor A/-metil-D-aspartat (NMDA) tampaknya.ujung saraf sensorik (sensitisasi perifer). Neuron sensorikyang berada dalam keadaan hipereksitasi tersebut terus sangat berperan dalam sensitisasi sentral setingkatmembombardir medula spinalis, sehingga terjadi pening- spinal dan supraspinal. Walaupun beberapa antagoniskatan eksitabilitas dan perubahan sinaptik di kornu pos- NMDA terbukti memiliki aktivitas analgesik (contoh,terior (sensitisasi sentral). Perubahan ini tampaknya pen- ketamin), sangat sulit untuk menemukan obat yang re-ting pada keadaan nyeri akibat peradangan kronik dan latif sedikit memiliki efek simpang neurotoksisitas. Akannyeri neuropatik. tetapi, ketamin pada dosis yang sangat kecil tampaknya meredakan analgesia dan mengurangi kebutuhan akan Dalam upaya untuk menciptakan analgesik yang lebih opioid pada keadaan terjadi toleransi opioid. GABA danmanjur meredakan nyeri kronik, perhatian saat ini terpusat asetilkolin (melalui reseptor nikotinik) tampaknya mengon-pada transmisi nosisepsi sinaptik dan transduksi sensorikperifer. Kanal ion yang tampaknya terkait dengan proses trol pembebasan sinaptik beberapa transmiter di sentralini di perifer meliputi anggota keluarga reseptor transien yang terlibat dalam nosisepsi. Nikotin dan beberapaseperti reseptor capsaicin, TRPVl (yang diaktifkan oleh ber- analog nikotin menyebabkan analgesia, dan penggunaanbagai rangsangan yang membahayakan seperti cedera me-kanis akibat panas, proton, dan produk-produk inflamasi), obat-obat ini untuk meredakan analgesia pascaoperasidan reseptor P2X (yang berespons terhadap purin yangdibebaskan pada keadaan cedera jaringan). Suatu jenis masih diteliti. Akhirnya, penelitian pada kanabinoid dan vaniloid serta reseptor mereka menyimpulkan bahwa Ar-kanal ion bergerbang-tegangan khusus yang resisten ter-hadap tetrodotoksin (Nav1.8), yang juga dikenal sebagai tetrahydrocannabinol, yang bekerja terutama pada resep-kanal PN3/5NS, tampaknya berkaitan secara unik dengan tor kanabinoid CB1, dapat berinteraksi dengan reseptorneuron nosiseptif di ganglia radiks dorsalis. Lidokain dan capsaicin TRPVl untuk rnenimbulkan analgesia pada ke-mexiletine, yang bermanfaat pada beberapa keadaan adaan-keadaan tertentu.nyeri kronik, mungkin bekerja menyekat kanal ini. Melihatpentingnya tempat kerja obat-obat ini di perifer, diperke- Seiring meningkatnya pemahaman kita tentang trans-nalkanlah metode terapi untuk memblokade transduksi duksi nyeri perifer dan sentral, sasaran dan strategi tera-atau transmisi nyeri perifer dalam bentuk balsem dan peutik baru akan tersedia. Digabung dengan pengetahuanpatch transdermal. Produk-produk seperti ini yang bekerja kita saat ini mengenai analgesik opioid, suatu pendekatan terapi nyeri \"multimodal\" yang menggunakan senyawaspesifik pada reseptor capsaicin dan fungsi kanal natrium tambahan mulai muncul; pendekatan ini meningkatkanmulai banyak tersedia. efek analgesia dengan efek simpang yang lebih sedikit.masih terus dikembangkan dengan berpusat pada farma- f. Miosis-Konstriksi pupil disebabkan oleh semuakologi reseptor 6 dan jaras penyampaian sinyal serotonindi pusat kontrol perr-rafasan batar.rg otak. agonis opioid. Miosis rnerupakan efek farmakologik opioid yang sedikit atau tidak menimbulkan toleransi (Tabel 31-3), e, Penekanan batuk-Penekanan refleks batuk ureru- sehingga rniosis bermanfaat dalarn menegakkan diagnosispakan efek opioid yang telah diketahui dengan baik. keracunan opioid. N4iosis bahkan terlihat pada pecanduKodein terutama telah digunakan dan bermqnfaat pada yang sangat toleran. Efek ini, yang dapat diblokade olehpenderita batuk patologis dan pada pasien yang perlu antagonis opioid, diperantarai oleh jaras parasimpatik,rnempertahankan ventilasi via pipa endotrakea. Akarr te-tapi, penekanan batuk olel-r opioid dapat menyebabkan yang, pada gilirar-rnya, dapat diblokade oleh atropirr.penumpukan sekret sehingga dapat menyutnbat salurannapas dan menyebabkan atelektasis. Toleransi berkem- g. Rigiditas batang tubuh-Peningkatan tonusbang pada kerja penekanan batuk analgesik opioicl (Tabel pada otot-otot batang tubuh yang besar terjacli pada30-3). penggunaan beberapa opioid. Pacla awalnya, rigiditas dipercal'a terjadi akibat efek opioid pada medula spinalis, tetapi sekarang terdapat bukti yarrg rnenyatakan bahwa

Tabel 31-3. Derajat toleransi yang dapat terjadi pada ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA / 509beberapa efek opioid. tidak terlalu jelas terpengaruh. Analgesik opioid hanya sedikit mempengaruhi sirkulasi otak kecuali jika pCO,;:r:: ;i,.,. .;, .ri.i.,;rrr. meningkat akibat depresi pernapasan. peningkatan pCO,t j::tr_ r.:.,!:L:,. i :l; i :.. ll.r.i::r:ll:.:il..t:r,.:.'! r;1, :; :a menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak yang ber_ kaitan dengan penurunan resistensi pembuluh darah otak,Analgesia Bradikardia Miosis peningkatan aliran darah otak, dan peningkatan tekananEuforia, disforia intrakranial.Kesadaran berkabut KonstipasiSedasi Kejang b. Saluran cerna-Konstipasi sudah sejak lama dike-Depresi pernapasan nal sebagai salah satu efek opioid, suatu efek yang tidakAntidiuresis menghilang dengan penggunaan menahun; tidak timbulMual dan muntahPenekanan batuk toleransi pada efek konstipasi opioid ini (Tabel 31-3).rigiditas batang tubuh diakibatkan oleh efek opioid pada Reseptor opioid banyak terdapat di dalam saluran cema,tingkat supraspinal. Rigiditas batang tubuh menurunkan dan efek konstipasi opioid diperantarai melalui efeknya pada sistem saraf enterik (lihat Bab 6) dan pada SSp.kenrampuan dada untuk mengem ban g (tlrcr a ci c conrplittnce) Pada lambung, motilitas (kontraksi dan relaksasi ritmik) dapat menurun tetapi tor-rus (kontraksi persisten) dapatsehingga mempengaruhi ventilasi. Efek ini paling jelas meningkat-terutama di bagian sentral; sekresi asamterlihat pada pemberian cepat opioid sangat larut-lipid(misalnya, fentanil, sufentanil, alfentanil, rernifentanil) hidroklorida lambung berkurang. Tonus usus halus dalamsecara infravena. Rigiditas batang tubuh dapat diatasi keadaan istirahat meningkat, disertai spasme periodik,melalui pemberian antagonis opioid, yang pasti juga akan tetapi antplitudo kontraksi nonpropulsif jelas menurun.mengantagonisasi efek analgesik milik opioid. penggunaan Pada usus besar, gelombang peristaltik propulsif me_opioid bersama agen penyekat neuromuskular penting nurun dan tonus meuingkat; hal ini rnemperlambat pasaseuntuk mencegah rigiditas batang tubuh sernbari tetap masa tinja dan meningkatkan absorpsi air sehingga terjadimenjaga analgesia. konstipasi. Efek pada usus besar ini merupakan dasar h. Mual dan muntah-Analgesik opioid dapat meng- penggunaan opioid dalam tatalaksana diare.aktifkan clrcntorcccptor triggcr zone di batang otak me- c. Saluran empedu-Opioid rnenyebabkan kontraksi otot polos saluran empedu sehingga dapat timbul koliknimbulkan mual clan nruntah. Mungkin juga terdapatkomponen vestibular pada efek ini karena gerakan tubuh saluran empedu. Sfingter Oddi dapat berkonstriksi, nenye_ babkan terjadinva refluks sekresi enrpedu dan pankreastampaknya meningkatkarr insidens r-nuaI dan muntah. serta pgnillgkatarr kadar anrilase dan lipase dalam plasma. i. Temperatur-Regulasi homeostatik suhu tubuh se- d. Ginjal-Fungsi ginjal ditekan oleh opioid. pada rna_ nusia, penekanarr furrgsi ginjal oleh opioid ini dipercayabagian diperantarai oleh efek pe;.rtida opioicl errdogen c1i terjadi akibat penurunan aliran darah ke ginjal. Selainotak. Pernyataan ini didukung melalui percolraan yarrg itu, opioid p terbukti nremiliki efek antidiuretik padamembuktikan bahwa agonis reseptor opioid p, sepertimorfin, yang diberikan ke hipotalamus anterior nleng- marrusia. Mekanisn're terjadinya hal ini dapat melibatkanhasilkan hipertermia, sementara pemberian agonis rc rne- tempat-tempat kerja opioid di SSp dan perifer, Opioid juga meningkatkan reabsorpsi natriun.r oleh tubulusrrricu terjadinya hipotermia. ginjal. Perubahan pada pembebasan hormon antidiuretik2. Efek perifer- (ADH) yang diakibatkan oleh opioid masih menjadi per- a. Sistem kardiovaskular-Opioicl pada umumnya debatan. Tonus ureter dan kandung kernih meningkat pada pemberian opioid analgesik dosis terapeutik. pening-tidak nrempunyai efek langsurrg yang jelas pada jarrtung katan tonus sfingter dapat mencetuskan retensi urine,dan, selain bradikardia, tidak mempunyai efek lllayor terutama pacla pasien pascaoperasi. Kadang, kolik ureterpada derryut jantung, kecuali nteperidin, yang efek anti- yang disebabkan oleh batu ginjal diperparah dengan rne-muskariniknya dapat rnenimbulkan takikardia. Tekanan ningkatnya tonus ureter akibat opioid.darah biasanya dipertahankan pada pengguna opioid ke- e. Uterus-Analgesik opioid dapat mernperpanjangcuali jika terdapat gangguan sisten-r kardiovaskular; padakeadaan ini, dapat terjadi hipotensi. Efek hipotensif ini partus. Mekanisme tir.nbulnya efek ini masih belum jelas,mungkin disebabkan oleh dilatasi arteri dan vena, yang tetapi efek perifer dan efek sentral opioid dapat mengu-kemungkinan disebabkan oleh beberapa mekanisme, se-perti depresi sentral mekarrisme stabilisasi vasontotor dan rangi torrus uterus.pembebasan histamin. Tidak terlil-rat adanl'a efek kon-sisten pada curah jantung, dan elektrokardiogranr juga f. Neuroendokrin-Opioid analgesik merarlgsang per\"nbebasan ADH, prolaktin, dan somatotropin, tetapi menghambat pembebasan hormon leutinisasi. Efek_efek

510 / BAB 31 sumber dan derajat nyeri. Derajat nyeri yang dialami oleh pasien sering kali diukur menggunakan aisual analog scaleini memperlihatkan bahwa peptida opioid endogen, me- (VAS) numerik, dengan deskripsi yang berkisar dari tidak lalui kerjanya pada hipotalamus, mengatur sistem-sistem nyeri (0) sampai nyeri yang sangat menyiksa (10). Skala ini (Tabel31-1). yang serupa dapat digunakan pada anak dan pada pasien g. Pruritus-Analgesik opioid dalam dosis terapeutik yang tidak dapat berbicara; skala ini menyajikan limamenimbulkan Jlushing dan rasa panas pada kulit yang gambar wajah, mulai dari yang tersenyum (tidak terasa kadang disertai dengan rasa gatal dan banyak berkeringa! nyeri) sampai yang menangis (nyeri maksimum). efek opoid pada SSP dan pembebasan histamin di perifer mungkin berperan dalam reaksi-reaksi ini. Pruritus yang Untuk pasien yang menderita nyeri heba! pemberian dipicu oleh opioid dan, kadang, urtikaria tampaknya lebih analgesik opioid biasanya dianggap sebagai bagian pen- sering terjadi pada pemberian'analgesik opioid melalui parenteral. Selain itu, jika opioid seperti morfin diberikan ting dalam rencana tatalaksana keseluruhan. Rencana harus meliputi tentang penentuan jalur pemberian (oral,pada neuraksis melalui jalur spinal atau epidural, parenteral, neuraksial), durasi kerja obat, efek ceiling (ak- manfaatnya mungkin sedikit berkurang akibat timbulnya tivitas intrinsik maksimal), durasi terapi, potensi efek pruritus hebat di sekitar bibir dan batang tubuh. simpang, dan riwayat penggunaan opioid oleh pasien. Kesalahan yang sering dibuat oleh dokter pada keadaan h. LainJain-Opioid memodulasi sistem imun melalui efeknya pada proliferasi limfosit, produksi antibodi, dan ini adalah kegagalan untuk menilai nyeri pada pasien kemotaksis. Aktivitas sitolitik sel NK (natural killer) dan, respons proliferatif limfosit terhadap mitogen biasanya dan untuk menenfukan derajat terapi sesuai nyeri terse- but. Flal-hal setelah pelaksanaan rencana terapeutik juga dihambat oleh opioid. Walaupun mekanisme yang terlibat tidak kalah penting; efektivitas terapi harus dire-evaluasi dalam hal ini rumit, aktivasi reseptor opioid sentral dapat dan, jika perlu, rencana terapi harus diubah bila respons memperantarai suafu komponen perubahan yang amat terhadap terapi berlebihan atau tidak adekuat. penting dalam fungsi imun perifer. Secara umum, efek- efek ini diperantarai oleh sistem saraf simpatis pada kasus Penggunaan obat opioid pada keadaan akut mungkin pemberian opioid akut dan oleh sistem hipotalamus-hipo- berbeda dengan penggunaannya pada tatalaksana nyeri fisis-adrenal pada kasus pemberian opioid menahun. kronik; pada tatalaksana nyeri kronik, berbagai faktor harus dipertimbangkan, seperti timbulnya toleransi danC. Erex Oproro DENGAN Kenln Acor'ls-ANrAcoNts ketergantungan fisik terhadap analgesik opioid.Buprenorfin merupakan agonis opioid yang memperli- Penggunaan Klinis Analgesik Opioidhatkan afinitas ikatan yang tinggi tapi aktivitas intrinsikyang rendah pada reseptor p. Laju disosiasinya yang A. Arnrcesrnlambat dari reseptor p membuatnya menjadi alternatifmetadon yang menarik untuk digunakan dalam tatalak- Nyeri yang berat dan ntenetap biasanya diredakan meng-sana putus-obat opioid. Buprenorfin berfungsi sebagai gunakan analgesik opioid dengan aktivitas intrinsik yang tinggi (lihat Tabel 3L-2); sementara nyeri yang tajam danantagonis di reseptor 6 dan r dan, untuk alasan ini, disebut intenniten tampaknya tidak dapat dikontrol dengansebagai \"campuran agonis-antagonis.\" Walaupun digu-nakan sebagai analgesik, buprenorfin dapat mengantago- efektif.nisasi kerja agonis p yang lebih poten seperti morfin. Nyeri pada kanker dan penyakit terminal lainnya harus diobati secara agresif dan sering membutuhkanBuprenorfin juga berikatan dengan ORL1, yakni reseptor pendekatan multidisiplin sehingga tatalaksana menjadiorfanin. Keterlibatan reseptor ini dalam melawan fungsi efektif. Kondisi-kondisi seperti ini mungkin memerlukanreseptor p masih dipelajari. Pentazosin dan nalbufin me- penggunaan analgesik opioid kuat secara kontinu danrupakan contoh lain opioid analgesik yang memiliki sifat berkaitan dengan derajat toleransi dan ketergantungan. Akan tetapi, hal ini seyogianya tidak menjadi penghalangcampuran agonis-antagonis. Berbagai efek psikotomime- bagi kita untuk memberikan terapi dan kualitas hiduptik, seperti halusinasi, mimpi-buruk, dan ansietas, telah yang terbaik bagi pasien. Penelitian yang dilakukan didilaporkan terjadi setelah penggunaan obat yang memiliki hospice moaement (rumah sakit bagi para penderita sakit berat) memperlihatkan bahwa pemberian terapi opioidefek campuran agonis-antagonis. dalam interval yang tetap (yakni, dosis yang teratur dan waktu pemberian yang terjadwal) lebih efektif mereda-Wfil*$S#*S;&tlii1$i, S:.tr*S kan nyeri daripada pemberian terapi menurut permin-E II. FARMAKOLOGI KLINIS taan pasien (dosing on demand). Sekarang sudah tersedia bentuk obat yang dilepaskan secara lambat, seperti pre- ANALGESIK OPIOID parat morfin lepas-lambat. (MSContin) dan oksikodonKeberhasilan terapi nyeri n'renjadi suatu tugas yang me-nantang, yang bermula dengan penilaian cermat terhadap

(OxyConfin). Keuntungan preparat ini ialah masa kerja ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA I 511analgesianya lebih lama dan lebih stabil. gesik tidak boleh sampai menggantikan kemoterapi yang Jika gangguan pada fungsi saluran cema mencegah sesuai. Preparat opium mentah (seperti paregorik) dahulu digunakan untuk mengontrol diare, tetapi saat ini, digu-penggunaan morfin oral lepasJambat, sistem iransdermal nakan substituen sintetik dengan efek terhadap saluranfentanil (fentanyl patch) dapat digunakan untuk jangka cerna yang lebih selektif dan efek terhadap SSp yang lebihwaktu yang lama. Lebih lanjut lagi, fentanil transmukosa sedikit (atau tidak memiliki efek SSp sama sekali), seper-bukal dapat digunakan pada episode-episode nyeri te-robosan (lihat G. Jalur Pemberian Altematif). Pemberian ti difenoksilat. Beberapa preparat tersedia secara khususopioid kuat melalui insuflasi nasal terbukti efektii dan untuk indikasi ini (Bab 63).preparat nasal saat ini sudah tersedia di beberapa negara. E. Meruccrcrt (snuenwe)Di AS sendiri, sediaan ini mulai disetujui penggunaannya.Selain itu, obat stimulan seperti amfetamin terbukti me- Walaupun semua agonis opioid cenderung menguranginingkatkan efek analgesik opioid sehingga dapat menjadi menggigil, meperidin dilaporkan memiliki sifat antimeng-tambahan yang bermanfaat pada penderita nyeri kronik. gigil yang paling nyata. Menarik bahwa meperidin tam- paknya mencegah menggigil melalui kerjanya pada sub- Analgesik opioid sering digunakan sewaktu persalin-an. Karena melewati sawar plasenta dan masuk ke dalam tipe adrenoseptor 02.tubuh janin, opioid harus digunakan secara hati-hatiuntuk mengurangi depresi neonaLus. Bila teryadi depresi F. PerunxtaN DALAM Atrsreslnpada neonafus, antagonis nalokson harus segera disun-tikkan untuk memulihkan depresi. Obat-obat fenilpiperi- Opioid sering digunakan sebagai obat premedikasi se- belum anestesi dan pembedahan karena sifat sedasi, an-din (misalnya, meperidin) tampaknya lebih sedikit me- siolitik, dan analgesiknya. Opioid juga digunakan intra- operatif sebagai tarnbahan anestetik lain dan, pada dosisnimbulkan depresi, khususnya depresi pernapasan, pada tinggi (seperti fentanil 0,02-0,075 mg/kd, sebagai kompo-neonatus dibandingkan dengan morfin; penggunaan fenil- nen primer dalam regimen anestetik (lihat Bab 25). Opioidpiperidin dalam praktik obstetrik dapat dibenarkan. paling sering digunakan pada pembedahan kardiovas- kular dan pembedahan lain berisiko-tinggi yang bertujuan Nyeri kolik ginjal dan empedu yang akut dan berat utama untuk meminimalisasi depresi kardiovaskular. padasering memerlukan agonis opioid kuat untuk memulihkan situasi seperti ini, harus tersedia alat banfu pemapasannyeri. Akan tetapi, peningkatan tonus otot polos akibatobat tersebut dapat menyebabkan suatu peningkatan nyeri mekanis.yang paradoks akibat peningkatan spasme. Peningkatan Akibat efek langsungnya pada neuron superfisialdosis opioid biasanya berhasil meredakan nyeri. di kornu posterior medula spinalis, opioid juga dapat di- gunakan sebagai analgesik regional melalui pemberianB. Eoervrn Pnnu Axur ke dalam ruang epidural atau subarakhnoid kolumna spinalis. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwaPemberian morfin intravena secara nyata meredakan analgesia jangka-panjang dengan efek samping yang mini-dispnea pada ederna paru akibat gagal ventrikel kiri. Me- mal dapat dicapai melalui pemberian 3-5 mg morfin dikanisme terjadinya hal ini meliputi penurunan ansietas epidural, diikuti dengan pemberian infus secara lambat(persepsi akan adanya sesak), dan penurunan beban hulu/ melalui kateter yang ditempatkan di dalam ruang epi- dural. Pada awalnya, pemberian opioid melah.li epiduralpreload (penurunan tonus vena) serta beban hilir/afterload dianggap dapat menghasilkan analgesia tanpa meng- ganggu fungsi motorik, otonomik, atau sensorik lain se-(penurunan tahanan perifer) jantung. Morfin terutama lain nyeri. Akan tetapi, depresi pernapasan dapat terjadibermanfaat dalam mengobati nyeri pada iskemia miokard setelah obat disuntikkan ke dalam ruang epidural dan mungkin perlu dipulihkan menggunakan nalokson. Ber-akut yang disertai dengan edema paru. bagai efek lain, seperti gatal, mual, dan muntah, sering terjadi pascapemberian opioid epidural dan subarakhnoid,C. Bnrur dan bila perlu dapat pula dipulihkan dengan nalokson. Saat ini, pemberian melalui rute epidural lebih disukaiPenekanan batuk dapat dicapai menggunakan dosis yang karena efek simpangnya lebih jarang muncul. MorfinIebih rendah daripada yang diperlukan untuk analgesia. merupakan agen opioid yang paling sering digunakary tetapi penggunaan kombinasi anestetik lokal dosis kecilAkan tetapi, beberapa tahun terakhir ini, penggunaan dan fentanil yang diinfuskan melalui kateter ke epiduralanalgesik opioid untuk meredakan batuk sangat ber- daerah torakal juga telah diterima sebagai metode kontrol nyeri unfuk menangani pasien yang sedang memulihkankurang karena telah dikembangkan beberapa senyawasintetik baru yang efektif, yang tidak bersifat analgesikataupun adikrif. Obat-obat ini dibahas di bawah.D. DrnnrDiare yang ditimbulkan oleh hampir semua penyebabdapat dikontrol dengan analgesik opioid, tetapi jikadiare disebabkan oleh infeksi, penggunaan opioid anal-

512 / BAB 31 Tabel 30-4. Efek simpang opioid analgesik.diri pascaoperasi mayor abdomen bagian atas. Pada kasus- Perilaku gelisah, tremor, hiperaktivitas (pada reaksikasus yang iarang, ahli tatalaksana nyeri kronik mungkin disforik).memilih untuk menanam suatu pompa infus terprogramyang terhubung dengan kateter spinal unfuk memasti- Depresi pernapasan.kan infus opioid atau senyawa analgesik lainnya secara Mual dan muntah.kontinu. Peningkatan tekanan intrakranial. Hipotensi postural yang diperberat oleh hipovolemia.G. Jru-un PenngrRrnN Alrenruanr Konstipasi. Retensi urin.Supositoria rektal morfin dan hidromorfon telah digu- Gatal di sekitar hidung, urtikaria (lebih sering padanakan sejak lama bila pemberian oral dan parenteral tidakmemungkinkan. Patch transdermal memastikan stabilnya pemberian parenteral dan spinal).kadar obat dalam darah dan terkontrolnya nyeri denganlebih baik sembari menghindari penyuntikan opioid pa- dalam hal farmakologik, perbedaan antar opioid juga ter-renteral berulang. Fentanil merupakan opioid bentuk dapat dalam hal ketergantungan psikologik dan derajattransdermal yang paling berhasil dan sangat bermanfaat keparahan efek putus obat. Sebagai contoh, putus obatbagi penderita nyeri kronik. Rute intranasal menghindari dari ketergantungan agonis kuat memiliki tanda dan gejalapenyuntikan opioid parenteral berulang dan metabolis- putus obat yang lebih berat daripada putus obat agonisme lintas-pertama untuk opioid oral. Butorfanol adalah ringan atau sedang. Pemberian antagonis opioid pada se- seorang yang bergantung pada opioid memunculkan ge-satu-satunya opioid yang tersedia di AS dalam bentuk jala-gejala putus obat yang singkat tapi berat (lihat putus obat akibat penggunaan antagonis, di bawah). Potensi ke-nasal; diharapkan akan tersedia lebih banyak lagi opioid tergantungan fisik dan psikologik yang ditimbulkan olehdalam bentuk ini. Selain itu, rute transmukosa bukal de- opioid agonis-antagonis parsial tampaknya lebih kecil da-ngan menggunakan tablet hisap atau \"lolipop\" yang me- ripada yang ditimbulkan oleh obat agonis.ngandung fentanil sitrat juga dapat digunakan sebagaialternatif pemberian parenteral. 1. Toleransi-Walaupun toleransi sudah mulai terjadi dari pemberian opioid pertama kali, toleransi umumnya tidak Jenis kontrol nyeri lainnya adalah patient-conttolled bermanifestasi secara klinis hingga 2-3 minggu pemberiananalgesia (PCA), yang saat ini banyak digunakan dalam teratur dosis terapi biasa. Toleransi timbul paling cepat bilatatalaksana nyeri terobosan. Melalui PCA, seorang pasien digunakan dosis besar untuk selang waktu yang singkat,mengendalikan suatu alat infus parenteral (biasanya intra- dan diminimalisasi melalui pemberian obat dosis kecil de-vena) dengan menekan tombol untuk membuat alat ter- ngan interval antar dosis yang lebih panjang.sebut mengeluarkan dosis opioid analgesik terprogramyang diinginkan. Peruyataan bahwa nyeri dapat terkontrol Bergantung pada senyawa dan efek yang diukur,dengan baik menggunakan opioid yang lebih sedikit diso- derajat toleransi yang timbul dapat mencapai hinggakong oleh uji-uji klinis yang didesain dengan baik, menja- 35 kali-lipat. Toleransi yang jelas biasanya terjadi padadikan pendekatan ini sangat bermanfaat untuk mengontrolnyeri pascaoperasi. Akan tetapi, para petugas kesehatan efek-efek analgesik, sedasi, dan depresi pemapasan. Sese-harus terampil menggunakan PCA ini untuk menghindari orang yang tidak memiliki toleransi mungkin saja men-overdosis akibat kesalahan penggunaan atau pemrogram- derita henti napas jika diberikan morfin dosis 60 mg, se-an yang tidak tepat. Adanya risiko depresi pernapasan dangkan pada seorang pecandu yang memiliki toleransidisertai hipoksia akibat PCA memerlukan pemantauan maksimal terhadap morfiry dosis morfin sebesar 2000 mgtanda vital dan tingkat sedasi yang ketat. yang diberikan dalam 2 atau 3 jam mungkin saja tidakToksisitas & Efek yang Tidak Diinginkan menimbulkan depresi pernapasan yang nyata. ToleransiEfek toksik langsung opioid analgesik yang merupakan juga terjadi pada efek antidiuretik, emetik, dan hipotensi,perluasan efek farmakologiknya yang akut meliputi depresi tetapi tidak pada efek miosis, konvulsi, dan konstipasipernapasan, mual, muntah, dan konstipasi (Tabel 31-4).Selain itu, harus pula dipertimbangkan adanya toleransi (Tabel 31-3).dan keterganfungan, diagnosis dan terapi overdosis, serta Toleransi terhadap efek sedasi dan depresi pernapasankontraindikasi. dari opioid menghilang dalam beberapa hari setelah obatA. Tounarsr DAN KETERGANTUNGAN dihentikan. Toleransi terhadap efek emetik dapat menetap selama beberapa bulan setelah penghentian obat. Kece-Ketergantungan opioid ditandai dengan adanya sindrom patan muncul dan menghilangnya toleransi, seperti jugaputus obat atau abstinensia yang relatif spesifik. Selain derajat tingkat toleransi, juga dapat berbeda-beda di antara

ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA I 513opioid analgesik dan di antara individu yang mengguna- p. Kegagalan untuk melanjutkan pemberian obat menim-kan obat yang sama. Sebagai contoh, toleransi terhadap bulkan suatu sindrom yang khas, yakni sindrom putusmetadon timbul lebih lambat dan lebih ringan daripada obat atau abstinensia, yang mencerminkan suattt rebound efek farmakologik akut dari opioid yang berlebihan.morfin. Toleransi juga timbul pada analgesik yang rnemiliki Gejala dan tanda putus obat melipuli rinorea, lakrima- si, menguap, menggigil, bulu kuduk berdiri (piloereksi),efek terhadap reseptor campuran agonis-antagonis, tapi hiperventilasi, hipertermia, midriasis, nyeri otot, muntah,tingkatnya lebih ringan daripada tingkat toleransi agonis. diare, ansietas, dan sikap bermusuhan (lihat Bab 32).Berbagai efek, seperti halusinasi, sedasi, hipotermia, dan. Jumlah dan intensitas tanda dan gejala sangat bergantung pada derajat ketergantungan fisik yang berkernbdng. Pem-depresi pemapasan, berkurang setelah pemberian obat de- berian opioid pada waktu ini dengan cepat menekan tandangan efek terhadap campuran reseptor agonis-antagonis dan gejala abstinensia.dilakukan berulang kali. Walaupun demikian, toleransi Waktu awitan, intensitas, dan durasi sindrom absti-terhadap obat agonis-antagonis secara umuln tidak ter-masuk toleransi silang terhadap opioid agonis. Penting nensia bergantung pada obat yang sebelumnya digunakanjuga diingat, bahwa toleransi tidak timbul baik terhadap dan mungkin berkaitan dengan waktu-paruh biologik- nya. Pada morfin atau heroin, tanda-tanda abstiner-rsiaefek-efek antagonis campuran agonis-antagonis maupun biasanya mulai timbul dalarn 6-10 jarn setelah dosis ter-terhadap antagonis murni. akhir. Efek puncak terlihat pada 36-48 jarn, dan setelahnya, tanda dan gejala perlahan-lahan mulai berkurang. Pada Toleransi silang merupakan ciri opioid yang sangat hari ke-5, umumnya efek sudah menghilang, tetapi bebe-penting; pada keadaan ini, pasien yang toleran terhadap rapa di antaranya dapat menetap selama beberapa bulan. Pada meperidin, sebagian besar sindrom putus-obat meng-morfin menunjukkan penurunan respons terhadap anal- hilang dalam 24 jam, sedangkan pada metadon, puncakgesik serta opioid lainnya. Pernyataan ini benar adanya, sindrorn putus obat baru tercapai setelah beberapa harikhususnya pada obat-obat yang terutama memiliki akti- pemberian, dan dapat menetap selama 2 minggu. Larnbatvitas utama sebagai agonis reseptor p. Morfin dan konge- rnenghilangnya efek-efek metadon tersebut berkaitan de-nernya menunjukkan toleransi silang tidak hanya pada ngan sindrom abstinensianya yang lebih ringan dan cepat,efek analgesiknya tetapi juga pada efek euforia, sedasi, danpernapasannya. Akan tetapi, toleransi silang yang dapat dan hal ini merupakan dasar pellggunaannya dalarn de-terjadi di antara agonis reseptor p dapat saja lengkap atau toksifikasi para pecandu heroin. Setelah sindrom absti-parsial. Pengamatan klinis ini telah memunculkan konsep nensia menghilang, toleransi juga rnenghilang, seperti di-\"rotasi opioid\", yang telah digunakan dalam terapi kanker tunjukkan oleh ker.nbalinya sensitivitas terhadap agonisselama bertahun-tal-run. Seorang pasien yang n'rerasakan opioid. Akan tetapi, meskipun ketergantungan fisik padaadanya penurunan efektivitas satu regirnen opioid analge- opioid telah menghilang, keinginan akan opioid dapatsik \"dirotasi\" ke opioid analgesik lainnya (misalnya, darimorfin ke hidromorfon; dari hidromorfon ke metadon) bertahan selama beberapa bulan.dan biasanya mengalami peningkatan analgesia I'angnyata dengan dosis yang lebih kecil. Pendekatan lain yang Suatu sindrom abstinensia yang bersifat sementaradigunakan adalah dengan \"merekopel (recouplc)\" ftngsi tetapi eksplosif- putus-obat akibat penggunaan antago-reseptor opioid melalui penggunaan agen nonopioid tam- nis (antagonist-precipitatcd tuithdrautal)-dapat dipicubahan. Antagonis reseptor-NMDA (rnisalnya, ketamin) pada subjek yang memiliki ketergantungan fisik terhadapmenunjukkan harapan dalam mencegah atau memulihkan opioid dengan pemberian nalokson atau antagonis opioidtoleransi pada hewan dan manusia yang ditimbulkan oleh lain. Dalam 3 menit setelah sunLikan antagonis opioid, muncul berbagai tanda dan gejala yang serupa denganopioid. Pengunaan agen-agen ini, terutama ketamin, terus yang terlihat pada penghentian opioid rnendadak, men-meningkat karena berbagai studi terkontrol menunjukkan capai puncak dalam l0-20 rnenit dan kemudian sebagianefektivitas klinis agen-agen ini dalam menurunkan nyeri besar menghilang setelah 1jarn. Sindrom putus-obat akibatpascaoperasi dan kebutuhan akan opioid pada pasierr yang metadon pun relatif lebih ringan daripada sindrom putus- obat yang ditimbulkan antagonis opioid.toleran terhadap opioid. ' Pada kasus campuran obat agonis-antagonis, tanda- Penggunaan baru antagonis reseptor 6 bersama de-ngan agonis reseptor p juga muncul sebagai cara untuk tanda dan gejala-gejala putus obat dapat diinduksi se-mencegah timbulnya toleransi. Gagasan ini timbul dari telah pemakaian berulang pentazosin, siklazosin, ataupengamatan pada mencit yang tidak mempunyai reseptor nalorfin, yang kemudian dihentikan secara mendadak, tetapi sindrom yang rnuncul berbeda dengan yang dihasil- opioid 6, yang ternyata tidak mengalami toleransi terhadap kan oleh morfin dan lain-lain agonis. Juga dapat timbul morfin.2. Ketergantungan fisik-Ketergantungan fisik selalu menyertai toleransi pada pemberian berulang opioid tipe

514 / BAB 31ansietas, hilangnya selera makan dan menurunnya berat 2. Penggunaan pada pasien trauma kepala-Retensi CO,badan, takikardia, menggigil, menaiknya suhu tubutu dan yang disebabkan oleh depresi pernapasan menimbulkankejang perut. vasodilatasi serebral. Pada pasien dengan tekanan intra-3. Ketergantungan psikologik-Euforia, sikap tak acuh kranial yang meninggi, vasodilatasi serebral dapat menim- bulkan perubahan fungsi otak yang fatal.terhadap rangsang, dan sedasi yang biasanya disebabkan 3. Penggunaan selama kehamilan-pada ibu hamiloleh opioid analgesik, terutama jika disuntikkan secara yang menggunakan opioid secara menahun, janin dapatintravena, cenderung membuatnya digunakan secara ber- mengalami ketergantungan fisik dalam uterus dan me- nunjukkan gejala putus-obat pada masa-masa awal pasca-Iebihan. Selain itu, pecandu juga mengalami efek-efek salin. Dosis harian heroin sekecil 6 rng (atau ekuivalen) yang di.gunakan oleh ibu dapat menimbulkan sindromabdominal yang serupa dengan orgasme seks yang inten- putus-obat ringan pada bayi, dan bila dosisnya diganda-sif. Faktor-faktor ini menjadi alasan utama disalahguna-kannya opioid dan sangat diperkuat dengan timbulnya kan, dapat timbul tanda dan gejala putus-obat yang berat, berupa iritabilitas, tangisan yang nyaring @hnII crying),ketergantungan fisik. diare, atau bahkan kejang. Masalah dikenali dari anam- Sudah jelas, risiko timbulnya ketergantungan merupa- nesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Bila gejala putus-kan hal penting untuk dipertimbangkan dalam penggu-naan terapi obat ini. Walaupun dentikian, pereda nyeri yang obat ditetapkan relatif ringan, pengobatan ditujukan untuk mengontrol gejala ini menggunakan obat sepertiadekuat pada keadaan apa pun tidak boleh ditunda pentberian- diazepam; pada putus-obat yang lebih berat, dapat di- gunakan tinktur opium berkamfer (paregorik; 0,4 mgnya hanya karena opioid berpotensi urttuk disalalryttnakan atau morfin/ml) dalam dosis oral 0,1.2-0,24 ml/kg. Selain itu,karena kontrol legislatif menyulitkan proses peresepan narkotika. dapat pula digunakan metadon, dosis (0,1-0,5 mg/kg).Selain itu, ada prinsip-prinsip tertentu yang dapat diamati 4. Penggunaan pada pasien denga4 gangguan fungsi paru-Pada pasien dengan keterbatasan cadangan perna-oleh para klinisi untuk mencegah timbuinya masalah pasan, sifat depresan opioid analgesik dapat menyebabkanyang disebabkan oleh toleransi dan ketergantungan akibatopioid analgesik: gagal napas akut. Tentukan fujuan terapi sebelum memulai terapi 5. Penggunaan pada pasien dengan gangguan fungsiopioid. Hal ini cenderung membatasi kemungkinan ter- hati dan ginial-Karena morfin dan kongene.rnya di-jadinya ketergantungan fisik. Pasien yang bersangkutan metabolisasi terutama dalam hepar, penggunaannya pac{adan keluarganya harus diikutsertakan dalam proses ini. Bila dosis terapi sudah ditetapkan, usahakan untuk pasien koma prahepatik dipertanyakan. pada pasien gang- guan fungsi ginjal, waktu-paruh obat memanjang, sehing-membatasi dosis dalam tingkatan dosis ini. Tujuan ini di-permudah dengan penggunaan suatu perjanjian terapi ga dapat terjadi akumulasi rnorfin serta metabolit gluku-tertulis yang secara khusus melarang pengisian ulang dini ronatnya yang aktif; dosisnya perlu dikurangi pada pasiendan memiliki banyak dokter yag meresepkan opioid. seperti dernikian. Sebagai pengganti analgesik opioid-khususnya padatatalaksana nyeri kronik-pertimbangkan penggunaan 6. Penggunaan pada pasien dengan penyakit endokrin-analgesik atau senyawa jenis lain yang memiliki gejala Pasien dengan insufisiensi adrenal (penyakit Addison)pufus obat yang lebih ringan. dan pasien dengan hipotiroidisme (miksedema) dapat merniliki respons berkepanjangan dan berlebihan terha- Seringlah mengevaluasi penerusan terapi analgesik dankebutuhan opioid pada pasien. dap opioid diperpanjang dan berlebihan.B. Drncruosts DAN TERApt OveRoosls Oplorokoma akibat overdosis opioid tapi tidak koma akibat lnteraksi Obatdepresan SSP. Penggunaan nalokson tidak boleh sampaimenghalangi pemberian terapi lain, terutama penunjang Karena pasien-pasien yang sakit berat atau yang menja- lani rawat inap mungkin memerlukan banyak obat, selalupernapasan. ada kemungkinan terjadinya interaksi obat bila cliberikan Lihat juga bagian Antagonis di bawah dan Bab 59. opioid analgesik. Tabel 31-5 menyajikan beberapa interaksi obat dan alasan untuk tidak menggabungkan obat-obatC. Konrnnlruplxnst onru Penltcnrnn pADA TERApt dalam daftar tersebut dengan opioid.1. Penggunaanagonis -*\"t b.r@ AGEN SPESIFTKsial lemah - Bila agonis parsial seperti pentazosin diberikan Bagian berikut ini menjelaskan opioid analgesik yangpada pasien yang juga mendapat agonis murni (misal,morfin), timbul risiko terjadinya pengurangan analgesia paling penting dan banyak digunakan, disertai gambaranatau mungkin memicu suafu keadaan putus-obat; kombi-nasi agonis murni dengan agonis parsial harus dihindari.

Tabel 31-5. lnteraksi obat opioid. ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA / 515H ipn otik-sedatif **li*lgi*erir,giiiigi*i# NI \ Memperberat depresi 55P, Methadone terutama depresi pernapasan. Metadon tidak hanya merupakan suatu agonis resep-Antipsikotik penenang Meningkatkan sedasi. Berbagai tor-p yang kuat tapi campuran rasemik isomer D- dan (tranquilizer) efek pada depresi pernapasan. L-metadon juga dapat menyekat reseptor NMDA serta Peningkatan efek kardiovaskular transporter monoaminerglk reuptake. Kerja rnetadon pada (efek antimuskaiinik dan reseptor nonopioid ini dapat membantu menjelaskan ke- penyekat-cr) mampuannya meredakan nyeri yang sulit ditangani (nyeri neuropatik pada kanker), terutama jika uji coba denganPenghambat MAO Kontraindikasi relatif untuk semua morfin tidak berhasil. Pada kasus ini, jika telah timbul opioid analgesik karena tingginya toleransi analgesik atau efek sarnping yang tidak dapat ditoleransi akibat penggunaan morfin dan hidromorfon, insidens koma hiperpireksia; \"rotasi opioid\" ke metadon dapat memberikan analgesia hipertensi juga dilaporkan terjadi. yang n1,ata dengan dosis yang hanya sebesar 10-20% dosis harian molfin. Berbeda dengan penggunaannya dalamMAO, monoamin oksidase. menekan gejala putus-obat opioid, penggunaan metadon sebagai analgesik biasanya harus diberikan dalam inter-khusus tiap agen. Data tentang dosis kira-kira sebanding val yang tidak boleh lebih dari 8 jam. Akan tetapi, kare-dengan morfin 10 mg intramuskular, efikasi oral versus na farmakokinetik rnetadon bervariasi dan waktu-paruh-parenteral, durasi analgesia, dan akLivitas intrinsik (efikasi nya panjang (25-52 jam), pemberian awal rnetadon harusmaksimum) disajikan dalam Tabel 31-2. dipantau secara ketat untuk mencegah timbulnya efek simpang yang berbahaya, khususnya depresi pernapasan.AGONIS KUAT7. Fenantren Metadon dikenal secara luas karena penggunaaru\"ryaMorfin, hidromorfon, dan oksimorfon merupakan agonis dalam terapi penyalahgunaan opioid. Toleransi dan keter- gantungan fisik berkembang lebih lambat pada metadonkuat yang berrnanfaat dalam terapi nyeri hebat. Agen pro- daripada morfin. Gejala cian tanda putus obat yang terjaditotipik ini telah dibahas secara terperinci cli atas. setelah penghentian rnendadak metadon lebih ringan, walaupun lebih lama, daripada morfin. Sifat-sifat ini men- Heroin (diamorfin, diasetilmorfin) adalah agonis kuat jadikan metadon sebagai obat yar-rg bermanfaat untuk de-dan bekerja cepat, tetapi penggunaannya di Amerika dan toksifikasi dan unluk menjaga agar pecandu heroin me-Kanada dilarang oleh hukurn. Dalam tahun-tahun terakhir, nahun tidak kambuh.terdapat pertimbangan untuk membangkitkan kernbalipenggunaan obat ini. Walaupun dernikian, penelitian ter- Untuk detoksifikasi pecandu heroin, digunakan me-samar-ganda tidak menyokong klaim yang rnenyatakan tadon dosis rendah (5-10 mg per oral), 2 atau 3 kali sehari,bahwa heroin lebih efektif daripada morfin dalam me- selama 2 atau 3 hari. Pada penghentian metadon, pecanduredakan nyeri hebat menahun, setidaknya melalui jalur tersebut akan mengalami sindrom putus obat ringan lrangintramuskular. masih dapat ditahan olehnya.2. Fenilheptilamin Untuk terapi rumatan pada resiclivis pecandu opioid, sengaja dirnunculkan toleransi terhadap metadon perMetadon telah kembali digunakan sebagai analgesik poten oral sebesar 50-100 mg/hari sengaja dimunculkan; padadan bermanfaat secara klinis. Metadon dapat diberikan keadaan ini, pecandu tersebut mengalami toleransi-silangmelalui jalur oral, intravena, subkutan spinal, dan rektal, terhadap heroin, yang mencegah sebagian besar efek pe-serta diserap dengan baik melalui saluran cerna dan bio- nir-rgkatan adiksi heroin. Logika yang mendasari terapiavailabilitasnya jelas melebihi rnorfin oral. rumatan ini adalah blokade peningkatan yang dicapai dari penyalahgunaan opioid menghilangkan keinginan untuk mendapatkan mereka, sehingga mengurangi aktivitas kriminal dan rnembuat pecandu tersebut lebih mudah rnenerima terapi psikiatrik dan rehabilitatil. Dasar farma- kologik penggunaan metadon dalarn program rumatan

516 / BAB 31 (kesemuanya adalah agonis parsial) atau memiliki efek simpang yang membatasi dosis maksimum yang dapattersebut jelas dan dasar sosiologiknya cukup beralasan, ditoleransi ketika seseorang berusaha memperoleh efektetapi beberapa program metadon mengalami kegagalankarena tatalaksana nonfarmakologiknya tidak adekuat. analgesia yang sebanding dengan morfin. Pemberian metadon kepada pecandu heroin yang 1\dA./__\Jlc-xc, tt,dulunya residivis telah dipertanyakan karena adanya pe- >:(-,HH3c- oningkatan risiko kematian pada overdosis akibat henti oHnapas. Buprenorfin, suatu agonis parsial reseptor-;l kerja-panjang, efektif dalam detoksifikasi opioid dan terapi ru- coo.lon.matan serta tampaknya menyebabkan penurunan risikoakibat overdosis tersebut.3. Fenilpiperidin Senyawa-senyawa ini jarang digunakan secara tersen- diri tetapi dikombinasi dalam sediaan yang mengandungFentanil adalah agen opioid sintetik yang paling banyak aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain.digunakan. Subgrup fentanil saat ini meliputi sufentanil,alfentanil, dan remifentanil selain senyawa iuduknya, 2. Fenilheptilaminyakni fentanil. Propoksifen secara kimiawi berkaitan dengan metadon tetapi memiliki akfivitas analgesik yang rendah. Berbagai /\o penelitian melaporkan bahwa poteruinya berkisar antara \Anu-3-.,,-.,, tidak lebih baik dari plasebo sampai separuh potensi kodein; misalnya, 120 mg propoksifen = 60 mg kodein. Potensi yang \t,nt\ ,/ sebenamya mungkin terletak di antara kedua ekstrim ini, dan efek analgesiknya menambah efek yang ditimbulkan oleh I aspirin dosis optimal. Walaupun demikian, efikasinya yang rendah rnenjadikannya tidak cocok untuk nyeri, walaupun cH2- cH2-c6H5 dikombinasi dengan aspirin hebat. Meskipun propoksifen jarang disalahgunakan, peningkatan insidens kematian Fentanyl akibat penyalahgrrnaannya telah membuat senyawa ini di- Berbagai opioid ini memiliki perbedaan terutama masukkan sebagai obat yang harus clikontrol dengan potensidalam potensi dan biodisposisinya. Sufentanil lebih kuat penyalahgunaan yang rendah.lima sampai tujuh kali daripada fentanil. Alfentanil tam-paknya tidak sekuat fentanil, tapi bekerja lebih cepat dan 3. Fenilpiperidinmempunyai durasi kerja yang jelas lebih pendek. Re-mifentanil dimetabolisasi sangat cepat oleh darah dan Difenoksilat glan metabolitnya, difenoksin, tidak digu-oleh esterase jaringan nonspesifik sehingga waktu-paruh nakan untuk analgesia tetapi untuk pengobatan diare. Obat ini dimasukkan ke dalam kategori obat yang perlufarmakokinetik dan farmakodinamiknya sangat cepat. dipantau minimal (difenoksin termasuk kategori IV, dife- noksilat termasuk kategori V; lihat di sisi dalam sampulSifat-sifat ini bermanfaat ketika fentanil digunakan dalam depan) karena kemungkinan penyalahgunaan obat-obatpraktik anestesia. Walaupun fentanil saat ini menjadi anal- ini kecil. Kelarutannya yang buruk membatasi penggu-gesik golongan fenilpiperidin yang banyak digunakan, me- naannya sebagai obat suntik. Sebagai antidiare, senyawaperidin terus digunakan secara luas. Opioid yang lebih tua ini digunakan dalarn kombinasi dengan atropin. Konsen-ini memiliki efek antimuskarinik yang nyata, yang mungkin trasi atropin yang ditambahkan sebenarnya terlalu kecildikontraindikasikan pada keadaan takikardia. Meperidin untuk menirnbulkan efek antidiare tapi tampaknya haljuga dilaporkan memiliki efek inotropik negatif di jantung.Selain itu, meperidin berpotensi menimbulkan kejang aki- ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan penya-bat akumulasi metabolitnya, yakni normeperidin, padapasien yang menggunakan dosis tinggi atau penderita Iahgunaan.gagal ginjal. Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang di-4. Mofinan . gunakan unfuk mengontrol diare. Potensi penyalahguna- annya diperkirakan rendah karena kemampuannya untukLevorfanol adalah analgesik opioid sintetik yang kerjanya masuk ke dalam otak terbatas sehingga dapat dibeli tanpasangat mirip dengan morfin. resep.AGONIS RINGAN DAN SEDANG Dosis lazim unfuk semua antidiare ini adalah dua7. Fenantren tablet pada permulaan kernudian diikuti dengan I tabletKodeiry oksikodon, dihidrokodeiry dan hidrokodon setiap diare.mempunyai efikasi yang lebih kecil daripada morfin

ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA I 517OPIOID DENGAN EFEK TERHADAP tAIN.LAINRESEPTOR CAMPURAN Tramadol adalah analgesik yang bekerja di pusat, yangSemua agonis parsial atau obat dengan efek pada reseptor mekanisme kerjanya terutama didasarkan pada blokadenyaopioid campuran tidak boleh diberikan pada pasien yang pada reuptal<e serotonin. Tramadol juga terbukti menghambatmenggunakan obat agonis murni karena efek kedua obat fungsi transporter norepinefrin. Karena hanya diantagoni-tersebut tidak dapat diperkirakan; dapat timbul penurunan sasi parsia'l oleh nalokson, tramadol dipercaya merupakananalgesia atau sindrom abstinensia. agonis reseptor p yang lemah. Dosis yang direkomendasikan adalah 5G100 mg per oral, empat kali sehari. Toksisitasnya7. Fenantren meliputi kejang obat ini relatif dikontraindikasikan padaNalbufin adalah agonis kuat reseptor r dan antagonis re' pasien yang memiliki riwayat kejang atau untuk digunakanseptor p; nalbufin diberikan secara Parenteral. Pada dosis dengan obat lain yang menurunkan ambang kejang. Efekyang lebih tinggi, terlihat efek depresi pemapasan yang samping lairmya meliputi mual dan pusing, tapi gejala-jelas, sedangkan pada morfin, peninggian dosis ini tidak gejala ini biasanya menghilang setelah beberapa hari. Sangatmenyebabkan depresi pernapasan. Sayangnya, depresi mengejutkan bahwa sampai saat ini, belum ada laporanpernapasan, bila terjadi, relatif resisten terhadap reduksi mengenai efek klinis tramadol terhadap sistem respirasi dan kardiovaskular. Melihat fakta bahwa efek analgesikdengan nalokson. bramadoi tidak melibatkan efek reseptor p, tramadol dapat Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan digunakan sebagai tambahan agonis opioid mumi dalam terapi nyeri neuropati kronik.bekerja lama serta merupakan suatu agonis parsial re-septor p. Jika diberikan per oral, lebih dianjurkan jalur ANTITUSIFsublingual untuk menghindari efek metabolisme lintas-pertama yang nyata. Masa kerjanya yang panjang disebab- Analgesik opioid merupakan salah satu obat yang palingkan oleh disosiasinya dari reseptor p yang berlangsung efektif menekan batuk. Efek ini sering dicapai pada dosisIambat. Sifat inilah yang menyebabkan buprenorfin resis- di bawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkanten terhadap pemulihan nalokson. Penggunaan klinisnya efek analgesik. Reseptor yang terlibat dalam efek antitu-menyerrpai nalbufin. Selain itu, beberapa penelitian terus sif tampaknya berbeda dengan reseptor yang berkaitanmenunjukkan bahwa buprenorfin sama efektifnya dengan dengan efek opioid lainnya. Sebagai contoh, efek antitusifmetadon dalam mendetoksifikasi dan mempertahankan juga dihasilkan oleh stereoisomer molekul opioid yangpenyalahguna heroin. Buprenorfin disetujui oleh US Food tidak memiliki efek analgesik opioid dan kecenderunganand Drug Administration (FDA) pada 2002 untuk tata- menimbulkan adiksi (lihat bawah).laksana ketergantungan opioid. Berbeda dengan metadon,pemberian buprenorfin dosis-tinggi menimbulkan efek Mekanisme fisiologik batuk merupakan mekanismeopioid yang mengantagonls trr, sehingga membatasi efek yang kompleks, dan sedikit sekali yang diketahui tentanganalgesia dan depresi pernapasannya. Lebih lanjut lagi, mekanisme kerja spesifik opioid antitusif. Tampaknya, efekbuprenorfin juga tersedia dalam kombinasi dengan opioid pusat dan perifer sama-san1a memegang peranan.antagonis p mumi untuk membantu mencegah pemecah-annya agar tidak disalahgunakan. Turunan opioid yang paling sering digunakan seba- gai antitusif adalah dekstrometorfan, kodein, levopiopok-2. Mofinan sifen, dan noskapin (levopropoksifen dan noskapin tidak tersedia di AS). Walaupun sebagian besar (selain kodein)Butorfanol menghasilkan analgesia serupa dengan nalbu- bebas efek samping opioid, agen-agen tersebut harus di-fin dan buprenorfin, tetapi tampaknya lebih banyak meng- gunakan secara hati-hati pada pasien yang menggunakanhasilkan efek sedasi pada dosis ekuianalgesik tersebut. penghambat MAO (lihat Tabel 31-5). Preparat antitusif Butorfanol diperkirakan merupakan suatu agonis resePtor juga mengandung ekspektoran untuk menipiskan danr. Akan tetapi, butorfanol juga dapat berperan sebagai mengencerkan sekret saluran napas. Dekstrometorfan adalah stereoisomer dekstrorotato- agonis parsial atau antagonis pada reseptor p. ris suatu furunan levorfanol yang termebilasi. Dekstrome-3. Benzomorfan torfan tampaknya bebas efek adiktif dan lebih jarang menimbulkan konstipasi daripada kodein. Dosis antitusif- Pentazosin adalah suatu agonis K yang juga memiliki sifat nya yang biasa adalah 15-30 mg, tiga atau empat kali se-antagonis lemah atau agonis parsial p. Obat ini merupa- hari. Obat ini terdapat dalam berbagai produk obat bebas. kan preparat campuran agonis-antagonis yang tertua. Dekstrometorfan juga terbukti meningkatkan efek anal- Pentazosin dapat digunakan secara oral atau parenteral. gesik morfin dan tampaknya juga meningkatkan agonis Walaupun demikian, suntikan pentazosin subkutan tidak reseptor pr lain. dianjurkan karena sifat iritasinya.

518 / BAB 31 normal sewaktu menggunakan opioid, nalokson atau nal- trekson hampir dengan mendadak mencefuskan sindrom Kodein, seperti disebutkan di atas, mempunyai efek abstinensia.antitusifpada dosis yang lebih rendah dari yang diperlukan Tidak timbul toleransi terhadap efek antagonistik agen-untuk analgesia. Karena itu, dosis 15 mg cukup untuk agen ini, dan tidak timbul sindrom putus obat setelahmeredakan batuk. pemberian kronik antagonis opioid dihentikan. Levopropoksifen adalah stereoisomer dekstropropok- Penggunaan Klinissifen, suatu agonis opioid lemah. Obat ini bebas efek opi- Nalokson adalah antagonis murni dan lebih disukai dari-oid,, walaupun sedasi merupakan efek sampingnya. Dosis pada obat-obat agonis-antagonis lemah yang lebih tua, se-qntitusifnya yang biasa adalah 50-100 mg setiap 4 jam. perti nalorfin dan levalorfan yang telah digunakan sebagai antagonis.ANTAGONIS OPIOID Nalokson terutama digunakan dalam terapi overdosisObat antagonis opioid yang murni, meliputi nalokson, opioid akut (lihat juga Bab 59). Sangat penting untuk diingat,naltrekson, dan nalmefery merupakan turunan morfin bahwa durasi kerja nalokson relatif singkat, karena pasien yangdengan gugusan pengganti pada posisi N,r. Afinitas agen- mengalami depresi berat mungkin pulih setelah diberikan satuagen ini relatif tinggi untuk berikatan dengan reseptor tipe dosis nalokson dan tampak normal, hanya untuk kembali komap, tetapi rendah untuk berikatan dengan reseptor-reseptor 1-2 jam kemudian.lain. Agen-agen ini juga meredakan agonis pada tempat 6 Dosis awal nalokson biasanya adalah 0,1-0,4 mg in-dan rc. travena untuk depresi pemapasan dan SSP yang memba- hayakan jiwa. Terapi pemeliharaan dilakukan mengguna- r{!;\"'-\":\"' kan obat yang sama, 0,4-0,8 mg intravena, dan diulang bila perlu. Dalam penggunaan nalokson pada neonafus H1\fO_-O1/\.'OHre.il yang mengalami depresi opioid berat, penting bagi kita untuk memulai dengan dosis 5-10 mcg/kg dan untuk Naloxone mernpertimbangkan dosis kedua hingga sebesar 25 mcg/ kg jika tidak ada respons.Farmakokinetik r Peranan nalokson dosis rendah (0,04 mg) meningkatNalokson biasanya diberikan melalui suntikan dan mem- pada terapi efek simpang yang biasanya diakibatkan olehpunyai durasi kerja yang singkat (1-2 jam). Disposisi me- opioid intravena atau epidural. Titrasi dosis nalokson se-tabolik terutama melalui konjugasi glukoronida, seperti cara cermat sering dapat menghilangkan rasa gatal, mual,pada agonis opioid dengan gugusan hidroksil bebas. dan rnuntah sembari tetap mempertahankan analgesianya.Naltrekson diabsorpsi dengan baik pada pemberian per Nalokson oral, dan analog nalokson nonabsorbable yangoral tetapi dapat mengalami metabolisme lintas-pertama. baru-baru ini dikembangkan, terbukti efektif dalam terapiWaktu-paruhnya 10 jam, dan dosis oral tunggal 100 mg ileus atau konstipasi yang dipicu oleh opioid. Mekanisme utama di balik efek terapeutik selektif ini diyakini berupamemblokade efek heroin suntik sampai 4E jam. Nalmefen, inhibisi lokal reseptor p di usus dengan absorpsi sistemikantagonis opioid yang terbaru, merupakan turunan nal- minimal. Beberapa senyawa ini berada pada tahap akhir evaluasi oleh FDA.trekson tapi hanya tersedia dalam sediaan intravena. Karena durasi kerjanya yang panjang, naltreksonSeperti nalokson, nalmefen digunakan dalam overdosis telah diajukan sebagai obat \"rumatan\" untuk programopioid tapi memiliki waktu-paruh yang lebih lama (8-10 pengobatan para pecandu. Dosis funggal yang diberikanju*). berselang-seling menyekat semua efek heroin. Pendekatan rehabilitasi ini diperkirakan tidak akan begitu populer padaFarmakodinamik sebagian besar pengguna obat kecuali mereka dimotivasi untuk menjadi orang yang bebas obat. Terdapat buktiBila diberikan tanpa adanya suatu obat agonis, antagonis yang menyatakan bahwa naltrekson mengurangi keingin-opioid hampir inert pada dosis yang menghasilkan anta- an minum alkohol pada alkoholik kronik, dan naltrekson telah disetujui penggunaannya oleh FDA untuk indikasigonis yang jelas terhadap efek-efek agonis. ini (lihat Bab 23). Jika diberikan secara intravena pada subjek yangmendapat terapi morfin, antagonis opioid akan secaralengkap dan dramatis meredakan semua efek opioiddalam tempo 1-3 menit. Pada individu yang mengalamidepresi akut akibat overdosis opioid, antagonis opioidsecara efektif menormalisasi pernapasan, tingkat kesadar-an, ukuran pupil, aktivitas usus, dan kewaspadaan padanyeri. Pada subjek dengan ketergantungan yang terlihat

ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA I 519Annlcssrx Onoro Methadone (generik, Dolophine) Alfentanil (Alfenta) Oral:tablet 5, 10 mg;tablet dispersi40 mg; Parenteral: 0,5 mg/mL untuk suntikan larutan 1,2,10 mg/mL. Buprenorphine (Buprenex, lain-lain) Oral: tablet sublingual 2, 8 mg Parenteral: 10 mg/mL untuk suntikan Parenteral: 0,3 mgimL untuk suntikan Morphine sulfate (generik, lain-lain) Butorphanol (generik, Stadol) Parenteral: 1,2 mglmL untuk suntikan Oral: tablet 15, 30 mg; kapsul 15, 30 mg; larutan Nasal (generik, Stadol NS): semprotan hidung 10, 20, 100 mg/5 mL 10 mg/mL Codeine (sulfat'atau fosfat) (generik) Oral tablet lepas-berkelanjutan (MS-Contin, Oral: tablet 15, 30, 60 mg, larutan 15 mg/5 mL lainnya):tablet 15, 30, 60, 100, 200 mg Parenteral: 15, 30 mg/mL untuk suntikan Fentanyl Oral kapsul lepas-lambat (Avinza, Kadian): Parenteral (generik, Sublimaze): 50 mg/mL kapsul 20, 30, 50, 60, 90, 100, 120 mg untuk suntikan Fentanyl Transdermal System (Duragesic): Parenteral: O,5; 1; 2; 4; 5; 8; 10; '15; 25; 50 mg/mL pemberian 12,5; 25; 50; 75; 100 mca/jam untuk suntikan Fentanyl Oralet: tablet hisap oral 100, 200, 300, 400 mcg Rektal: supositoria 5, 10, 20,30 mg Fentanyl Actiq: tablet hisap pada stik 200, 400, Nalbuphine (generik, Nubain) 600,800, 1200, 160 mcg Hydromorphone (generik, Dilaudid) Parenteral: 10, 20 mg/mL untuk suntikan Oral: tablet 1, 2, 3,4, 8 mg; cairan 1 mg/mL Oxycodone (generik) Parenteral: 1,2, 4, 10 mg/mL untuk suntikan Levomethadyl acetate (Orlaam) Oral: tablet, kapsul 5 mg; larutan 1,20 mg/mL Oral: larutan 10 mg/mL. Catatan: Obat ini Oral lepas-berkelanjutan (OxyContin): tablet 10, merupakan orphan drug yang hanya disetujui untuk pengobatan adiksi narkotik. 20, 40,80 ms Levorphanol (generik, Levo-Dromoran) Oxymorphone (Numorphan) Oral: tablet 2 mg Parenteral: 2 mg/mL untuk suntikan Parenteral: 1; 1,5 mg/mL untuk suntikan Meperidine (generik, Demerol) Rektal: supositoria 5 mg Oral: tablet 50, 100 mg; sirup 50 mg/5 mL Pentazocine (Talwin) Parenteral: 25, 50,75, 100 mg per dosis untuk suntikan Oral: lihat kombinasirPreparat opioid antidiare disajikan dalam Bab 63. Parenteral: 30 mg/mL untuk suntikan Propoxyphene (generik, Darvon Pulvules, lain- lain) Oral: kapsul 65 mg, tablet'l 00 mg. Catatan; Produk ini tidak dianjurkan Remifentanil (Ultiva) Parenteral: bubuk untuk rekonstitusi 1, 2, 5 mg untuk suntikan Sufentanil (generi k, Sufenta) Parenteral: 50 mcg/mL untuk suntikan Arntcesrr LnlH Tramadol (Ultram) Oral: tablet 50 mg (Berlanjut)

520 / BAB 31 penggunaan berulang. Oral: 5 mg oxycodone plus 325 atau 500 mg Ziconotide (Prialt) lntratekal: 25, 100 mcg/mL untuk pompa tablet acetaminophen terprogram Oxycodone/aspirin (generik, Percodan) KolrtatHlsr ArunlGrsrxt Oral: 4,9 mg oxycodone plus 325 aspirin Codeine/acetaminophen (generik, Tylenol w/ Propoxyphene/aspirin atau Propoxyphene/ Codeine, lain-lain) Oral: 15. 30, 60 mg codeine plus 300 atau 325 acetaminophen (Darvon Compound- mg tablet atau kapsul acetaminophen; 55, lain-lain) Catatan: Produk initidak 12 mg codeine plus 120 mg tablet dianjurkan. acetaminophen Oral: 65 mg propoxyphene plus 389 mg Codeine/aspirin (generik, Empirin Compound, aspirin plus 32,4 mg caffeine; 50, 65, 100 lain-lain) mg propoxyphene plus 325 atau 650 mg Oral: 30, 60 mg codeine plus 325 mg tablet acetaminophen aspirin Hydrocodone/acetaminophen (generik, Norco, Arurnconrs Onoro Vicodin, Lortab, lain-lain) Oral: 2,5; 5; 7,5; 10 mg hydrocodone plus 500 Nalmefene (Revex) atau 650 mg tablet acetaminophen Parenteral: 0,1; 1 mg/mL untuk suntikan Hydrocodone/i buprofen (Vicoprofen) Oral: 7,5 mg hydrocodone plus 200 mg Naloxene (Narcan, bermacam-macam) Parenteral: 0,4; 1 mg/mL; 0,02 mg/mL (untuk Oxycodone/acetaminophen (generi k, Percocet, neonatus) untuk suntikan Tylox, la i n-lai n). Catatan: aceta mi nophen dosis- tinggi memiliki potensi toksik bagi hati dengan Naltrexone (ReVia, Depade) Oral: tablet 50 mg Tersedia lusinan produk kombinasi; hanya sedikit dari produk yang sering diresepkan disajikan di sini. Produk kombinasi codeine yang Arunruslr tersedia dalam beberapa kekuatan biasanya ditandai sebagai No. 2 (codeine 15 mg), No.3 (codeine 30 mg), dan No.4 (codeine 60 mg). Codeine (generik) Dokter harus mewaspadai potensi bahaya gangguan ginjal akibat Oral: tablet 15, 30,60 mg; merupakan acetaminophen, aspirin, dan obat anti-inflamasi nonsteroid yang konstituen berbagai sirup2 terkandung dalam kombinasi analgesik ini. Dextrometorphan (generik, Benylin DM, Delsym, lain-lain) Oral: tablet hisap 5; 7,5 mg; sirup 7,5; 10; 15; 30 mg/5 mL; larutan kerja lambat 30 nig; merupakan konstituen berbagai sirup2REFERENSI De Kock M, Lavand'homme P, Waterloos H: \"Balanced analgesia\" in the perioperative period: Is there a place for ketamine? PainAngst MS, Clark JD: Opioid-induced hyperalgesia. Anesthesiology 2006;104:570. 2001,;92:373.Basbaum AI, Woolf CJ: Pain. Curr 8io11,999;9:R429. Eilers HM et al: The reversal of fentanyl-induced tolerance byBasbaum AI, Jessel T: The irerception of pain. In: Kandel ER et al adminishation of \"small-dose\" ketamine. Anesth Analg (editor): Principles of Neural Science, 4't'ed, McGraw-Hill, 2000. 200];93:213.Benedetti C, Premuda L: The history of opium and its derivatives. Evans CJ et al: Cloning of a delta opioid receptor by functional In: Benedetti C et al (editor): Adaances in Pnin Research and expression. Science 1,992;258:7952. Therapy, vol 14. Raven Press, L990. Femer RE, Daniels AM: Office-based heatment of opioid-depen-Bolan EA, Tallarida RJ, Pastemak GW: Synergy between mu opioid dent patients. N Engl J Med 2003;348:81. ligands: Evidence for functional interactions among mu opioici Ferrante FM: Principles of opioid pharmacotherapy: Practical receptor subtypes. J Pharmacol Exp Ther 2002;303:557. implications of basic mechanisms. J Pain Symptom ManageBonci A, Williams JT: Increased probability of GABA release 1,996;11,:265. during withdrawal from morphine. J Neurosci 1997;L7:796. Fields HL, Basbaum AI: Cenhal nervous system rnechanisms ofDaniels DJ et al: Opioid-induced tolerance and depenclence in mice pain modulation. In: Wall PD, Melzack R (editor): Textbook oJ Pnirr. Churchill Livingstone, 1999. is modulated by the distance between pharmacophores in a Fields HL, Heinricher MM, Mason P: Neurohansmitters in bivalent ligand series. Proc Natl Acad fti USA 2005;L02:\"19208. nociceptive modulatory cilcuits. Annu Rev NeurosciDavis MB Walsh D: Methadone for relief of cancer pain: A re- 1.991,;1.4:279. view of pharmacokinetics, pharmacodynamics, drug interac- Lions and protocols of administration. Support Care Cancer Fillingim RB, Gear RW: Sex differences in opioid analgesia: Clinical and experimental findings. Eur J Pain 2004;8:4'13. 2001.;9:73.

Fischer BD Carrigan KA, Dykstra LA: Effects of N-methyl-D- ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYA I 521 aspartate receptor antagonists on acute morphine-induced and Lmethadone-induced antinociception in mice. J Pain Mitchell JM, Basbaum AI, Fields HL: A locus and mechanism of action for associative morphine tolerance. Nat Neurosci 2N5;6:425. 2W;3:47.Goldman D Barr CS: Restoring the addicted brain. N Engl J Med Pan YX et al: Generation of the mu opioid receptor (MOR-l) protein 2002;347:M3. by tfuee new splice variants of the Oprm gene. proc Natl AcadHill F{F, Mather LE: Patient<ontrolled analgesia. Pharmacokinetic fti USA 2001;98:14084. and therapeutic considerations. Clin Pharmacokinet Paul D et al: Pharmacological characterization of morphine 6B glucuronide, a very potent morphine metabolite. J pharmacol 1,993;24:124. Exp Ther 1989;251:477.Irwin RS, Curley FJ, Bennett FM: Appropriate use of antitussives Quock RM et al: The delta-opioid receptor: Molecular pharma- and protussives: A practical review. Drugs 1993;46:80. cology, signal hansduction, and the determination of drug efficacy. Pharmacol Rev 1999;51:503.Joly V et al: Remifentanil-induced postoperative hyperalgesia Sindrup SH, Jensen TS: Efficacy of pharmacological heatment of and its prevention with small-dose ketamine. Anesthesiology neuropathic pain: An update and effect related to mechanism of drug action. Pain 1999;83:389. 2005;1.03:147. Skarke C, Geisslinger G, Lotsch J: Is morphine-3-glucuronide ofJulius D, Basbaum AI: Molecular mechanism sof nociception. therapeutic relevance? P atn 2005;'116:177. Nature 2001;413:203. Smith MT: Neuroexcitatory effects of morphine and hydromor- phone: Evidence implicating the 3-glucuronide metabolites.Kalso E et al: No pain, no gain: Clinical excellence and scientific Clin Exp Pharmacol Physiol 2000;27:524. rigour-lessons learned from IA morphine. Pan2N2;98:269. Stein C, fthafer M, Machelska H: Attacking pain at its source: NewKiefer BL: Opioids: First lessons from knockout mice. Trends perspectives on opioids. Nat Med 2003;9:1003. Pharmacol Sci'1999;20:19. Vanderah TW et al: Mechanisms of opioid-induced pain andKing T et al: Role of NK-1 neurotransmission in opioid-induced antinociceptive tolerance: Descending facilitation and spinal dynorphin. Pain 2001;92:5. hyperal gesia. P atn 2005;11.6:27 6. Von Dossow V et al: Thoracic epidural anesthesia combined withKirkwood LC et al: Characterization of the human cytochrome general anesthesia: The preferred anesthetic technique for P450 enzymes involved in the metabolism of dihydrocodeine. thoracic surgery. Anesth Analg 2001;92:848. Br J Clin Pharmacolt99T;M:549. Waldhoer M et al: A heterodimer-selective agonist shows in vivoKovelowski CJ et al: Supraspinal cholecystokinin may drive tonic relevance of G protein<oupled receptor dimers. proc Natl Acad Sci USA 2005;102:9050. descending facilitation mechanisms to maintain neuropathic pain in the rat.Patn2000;87:265. Wang Z et al: Pronociceptive actions of dynorphin maintainKromer W: Endogenous and exogenous opioids in the control chronic neuropathic pain. J Neurosci 2001;Zl:1279. of gastrointestinal motility and secretion. Pharmacol Rev Williams JT, Cfuistie MJ, Manzoni O: Cellular and synaptic 1988;40:1,21. adaptations mediating opioid dependence. physiol RevLaughlin TM, Larson AA, Wilcox GL: Mechanisms of induction 2001,;81.:299. of persistent nocicephon by dynorphin. J Pharmacol Exp Ther Woolf CJ, Salter MW: Neuronal plasticity: Increasing tha gain in 20O1,;299:6. pain. Science 2000;288:17 65.Liu JC, Anand KJ: Protein kinases modulate the cellular adapta- Zhao GM et aI: Profound spinal tolerance after repeated exposure tions associated with opioid tolerance and dependence. Brain to a higNy selective mu-opioid peptide agonist: Role of delta- opioid receptors. J Pharmacol Exp Ther 200?;302:188. Res Brain Res Rev 2001;38:1. Zubieta JK et aI: Regional mu opioid receptor regulation of sensoryMcGaraughty S, Heinricher MM: Microinjection of morphine into and affective dimensions of pain. Science 2007;293:31,1. various amygdaloid nuclei differentially affects nociceptive responsiveness and RVM neuronal activity. Pain 2002;96:1,53.Mercadante S: Opioid rotation for cancer pain: Rationale and clinical aspects. Cancer 1.999;86:1,856.Meunier J, Mouledous L, Topham CM: The nociceptin (ORLI) receptor: Molecular cloning and funchonal architecture. Peptides 2N0;21:893.

rs h .ttChristian LuscheC MDBanyak obat disalahgunakan (digunakan dalam cara yang langan kendaii, dan menjadi kecanduan. Sebagai contoh,tidak disetujui secara rnedis) karena n'renimbulkarr euforia beberapa pasien yang menggunakan opioid sebagai anal-hebat atau mengubah persepsi. Akan tetapi, penggurlaan gesik akan rnenginginkan obat tersebut setelah tidak lagiobat-obat ini berulang kali rnenginduksi perubahan adap- menggunakarurya, dan hanya satu dari enam orang akan r.nenjadi kecarrduarr dalam waktu 10 tahun sejak pertar.natif yang luas di otak. Akibatnya, penggunaan obat dapat kali menggunakan kokain. Sebaliknya, relaps sangatbersifat kompulsif -ciri khas ketagihan. un'luln terjadi pada para pecandu setelah sukses menghen-kri-..-_qffi4&-rj :--t... t.-.i-:,i:. .- t.l .-! .\" ., . .:-:. : tikan obat ketika, menurut definisinya, mereka tidak lagi tergantung pada obat tersebut.g* I. NEUROBIOLOGI DA\"S. AR OBAT ADIKTIF MENINGKATKAN KADARPENYALAHGUNAAN OBAT DOPAMIN: EFEK PENGUATANKETERGANTUNGAN VERSUS KETAGIHAN Untuk mernahami perubahan jangka-panjang akibat obat yang disalahgunakan, sasaran molekular dan selular awalPenelitian neurobiologik terbaru menghasilkan pemisahankonseptual dan mekanistik antara \"ketergantungan (de- obat ini harus dikenali. Kombinasi pendekatan pada bi-pendence)\" dan \"kecanduan (addiction)\". Istilah yang lama, natang dan rnanusia, termasuk pencitraan fungsional,yakni \"ketergantungan fisik\", saat ini disebut sebagai ke- telah mengungkapkan adanya sisten'r dopamin mesolim-tergantungan, sedangkan \"ketergantungan psikologis\" di- bik sebagai sasaran utama obat adiktif. Sistem ini berasal dari area tegmenturn ventral (ATV), suatu bangunan kecilsebut sebagai kecanduan. di ujung batang otak, yang menonjol ke nukleus akum- Masing-rnasing obat adiktif menimbulkan berbagaimacam efek akut yang khas, tapi semuanya memiliki bens, amigdala, dan korteks prafrontal (Gambar 32-1). Ke-kesanraan: menirnbulkan euforia dan irnbalan (reuard) banvakan neurorl prolrskri dari ATV merupakan neuronyang kuat. Dengan pajanan berulang, obat-obat adiktif yang n.renghasilkan doparnil. Jika neuron dopamin ATV mulai mencetuskan irnpuls dalam bentuk letupan-letupan,menginduksi perubahan adaptif, seperti toleransi (pening- banyak dopamin dibebaskan di dalam nukleus akumbenskatan dosis untuk mempertahankan efek serupa). Sekali dan korteks prafrontal. Penelitian terdahulu pada binatangobat yang disalahgunakan tidak tersedia, timbul tanda- yang memasangkan antara stimulasi listrik terhadap ATVtanda putus obat. Kombinasi berbagai tanda tersebut, yang dengan respons operan (misalnya, penekanan tombol) se- hingga r-nenghasilkan penguatan menetapkan peran utamadisebut sebagai sindrom putus-obat, menggambarkan sistem dopamin mesolimbik dalam proses imbalan. Pem-ketergantwrgan. Ketergantungan tidak selalu identik berian obat secara langsung ke dalam ATV juga berperandengan penyalahgunaan obat - ketergantungan dapat juga sebagai penguat yang poten, dan pemberian sistemik obatdisebabkan oleh berbagai obat nonpsikoaktif, seperh vaso- yang disalahgunakan menyebabkan pembebasan do-konstriktor dan bronkodilator simpatomimetik, vasodila- pamin. Aturan utannnya adalah senua obat adiktif nrengak-tor nitrat organik. Kecanduan, di lain pihak, merupakan tiJkan sistent dopanin nrcsolimbik. Makna perilaku pening-tindakan penggunaan obat berulang dan kornpulsif mes-kipun terdapat konsekuensi negatif, kadang dipicu oleh katan dopamin ini masih diperdebatkan. Hipotesis yangketagihan yang terjadi sebagai respons rangsang kon- tampaknya menjelaskan hal ini adalah bahwa doparnintekstual (lihat Kotak: Model Binatang dalam Penelitianmengenai Kecanduan). Meskipun ketergantungan akan mesolimbik menyandi perbedaan antara imbalan yangterjadi pada penggunaan obat kronik, hanya sebagian diharapkan (ekspektasi) dan yang sebenarnya (aktual) se-subjek yang akan mengembangkan suatu kebiasaan, kehi- 522

OBAT YANG DISALAHGUNAKAN I 523 Q[Jt6rnsf pep66in - - GABA - Norepinefrin - Lokus seruleusGambar 32-1. Berbagai hubungan utama dalam sistem dopamin mesolimbik di otak tikus. Proyeksi dopaminberasal dari area tegmentum ventral (AW). Sasaran utamanya adalah nukleus akumbens (NAc), korteksprafrontal (PFC), dan amigdala. lnput eksitatoris mencapai ATV dari PFC dan amigdala. lnput inhibitoris keneuron dopamin berasal dari neuron GABA di dalam ATV (interneuron) atau lengkung umpan-balik dari NAc.Lokus seruleus membebaskan norepinefrin ke dalam ATV. Transmiter yang digunakan oleh neuron ditandaidengan warna abu-abu untuk glutamat, hitam untuk norepinefrin, warna gelap untuk dopamin, dan warnaterang untuk GABA.Banyak kemajuan terkini dalam penelitian mengenai ke- dari kecanduan dengan memantau perilaku sensitisasicanduan telah dimungkinkan oleh adanya model binatang. dan memantau pemilihan tempat yang sudah terkondisi.Karena obat yang disalahgunakan tidak hanya menim- Pada uji pertama. terjadi peningkatan aktivitas lokomotorbulkan imbalan tetapi juga memperkuat, seekor binatangakan mempelajari suatu perilaku (misalnya. menekan akibat pemajanan obat terus-menerus. Uji berikutnya me-tombol) jika dipasangkan dengan pemberian obat. Dalam meriksa pemilihan lingkungan tertentu yang berkaitanpa rad igma pemberian obat swal aya n (self -ad m i n istr ation) dengan pajanan obat dengan membandingkan antaratersebut, jumlah penekanan tombol yang dilakukan oleh waktu yang dihabiskan binatang di kompartemen tempathewan untuk mendapatkan satu dosis tunggal mencer- obat diberikan dan kompartemen tempat saline diberikanminkan kekuatan efek penguatan dan, dengan demikian, (pemilihan tempat yang sudah terkondisi). Kesamaan ke-ukuran kemampuan obat tersebut dalam memberikan dua uji tersebut adalah keduanya sama-sama sensitif ter-imbalan. Pengamatan pada tanda-tanda putus-obat spe- hadap efek obat adiktif yang dikondisikan oleh rangsang. Penemuan terbaru menyatakan bahwa pemberian kokainsifik untuk hewan pengerat (misalnya, escape jumps swalayan yang berkepanjangan menimbulkan perilakuatau goyangan seperti \"anjing-basahlwet-dog\" pasca- pada tikus yang menyerupai kecanduan pada manusia.penghentian mendadak pemberian morfin jangka-pan- \"Tikus yang kecanduan\" tersebut sangat termotivasijang) memungkinkan kuantifikasi ketergantungan. Uji untuk mencari kokain, dan terus mencari obat meskipun tidak lagi tersedia, menggunakan sendiri kokain tersebutperilaku untuk kecanduan pada hewan pengerat terbukti meskipun terdapat konsekuensi negatif, yakni kejutansulit untuk dikembangkan dan hingga saat ini, belum listrik pada kaki. Temuan ini menyatakan bahwa kecandu-ada uji yang benar-benar mencakup segala kerumitan pe- an adalah penyakit yang tidak mengenal batasan spesies.nyakit ini. Akan tetapi, kita dapat meniru komponen inti

524 / BAB 32Pada hipotesis versi awal yang dijelaskan pada bab ini, Hipotesis yang terlihat menjanjikan ini telah diuji ber_dopamin dalam mesolimbik dipercaya merupakan zat dasarkan pengamatan bahwa beberapa pembelajaran ter-neurokimiawi yang berkaitan dengan kenikmatan dan kait-obat dan imbalan masih mungkin dilakukan tanpaimbalan (pleasure and reward). Akan tetapi, selama deka- adanya dopamin. Pengamatan lain yang menarik adalah bahwa mencit yang dirancang secara genetis hingga tidakde terakhir, berbagai temuan eksperimental menghasilkan memiliki sasaran molekular primer kokain, yakni trans- porter dopamin DAT, masih menggunakan obat denganbeberapa revisi. Pelepasan dopamin fasik sebenarnya lebih swalayan. Kokain baru sepenuhnya kehilangan sistemmenandakan prediksi adanya penyimpangan penerimaan pemberian imbalannya ketika transporter amin biogenik lain juga ikut dirusak. Akan tetapi, pada mencit DATr- yangimbalan daripada imbalan itu sendiri. Perbedaan ini dida-sarkan atas pengamatan terbaru pada monyet yang me- kadar dopamin sinaptik basalnya tinggi, kokain tetap me- ningkatkan pembebasan dopamin, mungkin karena trans-nyatakan bahwa neuron dopamin di ATV diaktifkan paling porter amin yang sensitif-kokain lainnya mampu mem-efisien oleh suatu imbalan (misalnya, beberapa tetes jus bersihkan beberapa dopamin. Ketika kokain diberikan,buah) yang tidak diantisipasi sebelumnya. Ketika seekor transporter ini (NEL SERT) juga ikut dihambat sehinggabinatang belajar untuk memperkirakan kapan diterima- dopamin meningkat lagi. Konsep ini didukung oleh te-nya suatu imbalan (misalnya, saat imbalan dipasangkan muan terbaru yang menunjukkan bahwa delesi tempatdengan suatu stimulus, seperti suara), neuron dopamin ikatan kokain di DAT tidak mengubah kadar dopaminberhenti berespons terhadap imbalan (jus) tetapi mening-katkan cetusan impulsnya jika timbul stimulus yang ter- basal tetapi menghilangkan efek pemberian imbalan olehkondisi (suara). Akhirnya, jika suatu imbalan yang diper-kirakan tak kunjung diterima (ada suara tapi tidak ada jus koka in.buah), neuron dopamin dihambat hingga di bawah akti- Hipotesis dopamin mengenai kecanduan juga pernahvitas dasarnya dan sama sekali tidak mencetuskan impuls. diuji atas dasar pengamatan bahwa stimulus yang me-Dengan kata lain, sistem mesolimbik terus memantau si- nonjol tetapi tidak memberi imbalan (bahkan dapat me- rugikan (aversif) sehingga disebut penguat negatif) jugatuasi diterima/tidaknya imbalan. Sistem ini meningkatkan mengaktifkan ATV. Akan tetapi, neuron dalam ATV yangaktivitasnya ketika imbalan yang diterima lebih besar diaktifkan oleh stimulus aversif ini tidak membebaskandaripada yang diperkirakan, dan berhenti beraktivitas ke- dopamin sehingga neuron dopamin sebenarnya dihambattika yang sebaliknya terjadi; dengan demikian, sistem do- oleh stimulus aversif tersebut. Temuan-temuan ini menya-pamin mesolimbik dapat memperkirakan adanya penyim- takan bahwa perdebatan ini dapat diselesaikan oleh teori imbalan dopamin.pangan prediksi imbalan. Apapun peran pasti dopamin dalam kondisi fisiologis, Pada keadaan fisiologik, sinyal dopamin mesolimbik semua obat adiktif sangat meningkatkan konsentrasi do-merupakan suatu sinyal pembelajaran yang berperan pamin dalam struktur sasarannya di proyeksi mesolimbik.membentuk adaptasi perilaku yang konstruktif (misalnya, Hal ini menyatakan bahwa kadar dopamin yang tinggibelajar menekan tombol untuk mendapatkan makanan).Obat-obat adiktif yang secara langsung meningkatkan mungkin merupakan sumber perubahan adaptif yang men-dopamin akan menghasilkan suatu sinyal pembelajaran dasari ketergantungan dan kecanduan.yang kuat tetapi tidak tepat sehingga \"membajak\" sistemimbalan dan menimbulkan efek penguatan yang patolo-gik, konsumsi obat yang terus bertambah, dan kecanduan.hingga membentuk suatu sinyal pembelajaran yang kuat aminobutirat (GABA) yang berperan sebagai interneuron(lihat Kotak: Hipotesis Dopamin mengenai Kecanduan). inhibitoris setempat. Obat adiktif yang berikatar.r dengan reseptor ionotropik dan kanal ion dapat merniliki efek Karena tiap obat adiktif rnemiliki sasaran molekular kombinasi pada neuron dopamin dan neuron GABA se- hingga meningkatkan pembebasan dopar.nin. Akhirnya,spesifik yang menjalankan mekanisme sel khusus untuk obat adiktif yang mengganggu transporter monoaminmengaktifkan sistem mesoliurbik, dapat dikelonrpokkantiga golongan obat: kelompok obat pertama berikatan mencegah ambilan ulang atau merangsang pembebasan dopamin nonvesikular sehingga menimbulkan penum-dengan reseptor terkopel-G\", kelompok obat kedua berin-teraksi dengan reseptor ionotropik atau kanal ion, dan pukan dopamin ekstrasel di struktur yang menjadi sa-kelompok obat ketiga menjadikan transporter monoamin saran. Meskipun obat golongan ini juga mempengaruhisebagai sasarannya (Tabel 32-1). G protein-coupled receptors transporter monoamin lain (norepinefrin, serotonin), kerya-(GPCR) yang termasuk dalam kelompok G menghambat nya pada sistem dopamin tetap menjadi penyebab utamaneuron melalui hiperpolarisasi pascasinap\"tik dan peng- terjadinya kecanduan. Hal ini sejalan dengan pengamatanaturan pembebasan transmiter pascasinaptik. Di ATV, bahwa antidepresan yang menyekat ambilan serotoninobat-obat ini diperkirakan bekerja pada neuron asam y-

OBAT YANG DISALAHGUNAKAN I 525Tabel 32-1. Klasifikasi mekanistik obat-obat yang disalahgunakan.lObat yang Mengaktifkan Reseptor Terkopel Protein-GOpioid p-OR (G,\") Agonis DisinhibisiKanabinoid cBlR (Gb) Agonis Disinhibisi$?.T r---I ql*.'l-b..y1'.'..?.1i9 I ql--. --9.1-BluI-!9,,1 Agonis lemah Disinhibisi Eksitasi, disinhibisi (?)..!l?\":r.:'.-'.:lilt.P.:i19.!v--?.l--.-.-...-l:l]J,d.!-G.,1. . . ....---.. . ..-...Le.'ji:.PH.qlObat yang Berikatan dengan Reseptor lonotropik dan Kanal lonNikotin nAChR (crrpr) AgonisAlkohol GABAAR, 5-HT3R, nAChR, Modulator positi{ Eksitasi, disinhibisi (?)Benzodiazepin NMDAR, kanal Kir3 Disinhibisi GABA\"RPhencyclidine, ketamine NMDAR AntagonisObat yang Berikatan dengan Transporter Amin BiogenikCocaine DAT, SERT, NET lnhibitor Menyekat uptake DAAmphetamine DAT, NEI, SERT, VMAT Membalikkan transpor Menyekat uptake DA, deplesi sinaptikEcstasy SERT > DAI NET \"\"Memba likkan transpor [\"J5-ril:i.',\"--\"5-HTXR, reseptor serotonin; CB1 R, kanabinoid-1; DAL transporter dopamin; GABA, asam l-aminobutirat; Kanal Kir3, kanal kalium terkopel-proteinG yang mengarahkan dirinya sendiri (inwardly rectifying); LSD, lysergic acid diethylamide; p-OR, F- reseptor epiroid, nAChR, reseptor asetilkolinnikotinik. NET, transporter norepinefrin; NMDAR, reseptor N-metil-D-aspartat; 5ERT, transporter serotonin; VMAT, transporter monoamin vesikular;? menandakan tidak adanya data.lObat masuk dalam salah satu dari tiga kategori, menjadikan baik reseptor terkopel protein-G, reseptor ionotropik atau kanal ion, maupuntransporter amin biogenik sebagai sasarannya.'RR, risiko relatif kecanduan; 1 = nonadiktif; 5 = sangat adiktif.dan norepinefrin, tapi tidak ambilan dopamin, tidak me- hingga protein G terlepas dari reseptornya dan terinter-nyebabkan kecanduan bahkan pada penggunaan jangka- nalisasi dalam hitungan rnenit. Karena hal ini mengurangipanjang. penyampaian sinyal, toleransi cenderung dianggap teryadi akibat mekanisme ini. Akan tetapi, morfin, yang sangatKETERGANTUNGAN: TOLERANSI DAN memicu toleransi, tidak merekrut p-arrestin dan juga tidakPUTUS.OBAT menyebabkan internalisasi reseptor. Sebaliknya, agonis lain yang sangat efektif menjalankan intemalisasi reseptorAkibat pajanan lama terhadap obat adiktif, otak menun- hanya memicu toleransi sedang. Berdasarkan pengamatan ini, muncul hipotesis bahwa desensitisasi dan intemalisasijukkan tanda-tanda adaptasi. Contohnya, jika morfin reseptor sebenarnya melindungi sel dari overstimulasi. Pada model ini, morfin, karena tidak memicu endositosisdigunakan dalam waktu yang singkat, dosisnya harus se- reseptor, sdcara tidak proporsional merangsang prosesnantiasa ditingkatkan selama beberapa hari untuk mem- adaptif, yang pada akhirnya menimbulkan toleransi. Wa-pertahankan efek imbalan atau analgesiknya. Fenomena laupun masih diteliti, identitas molekular proses ini mung- kin serupa dengan yang ada pada keadaan putus-obatini disebut toleransi. Toleransi dapat menjadi masalah (lihat bawah).berat karena berbagai efek samping-misalnya, depresi Perubahan adaptif yang telah terjadi menjadi terlihatnapas-yang terus meningkat tidak ikut menunjukkan sepenuhnya setelah pajanan obat dihentikan. Keadaan ini disebut putus-obat dan diamati timbul dalam berbagaitanda-tanda toleransi serta menimbulkan kematian akibat derajat setelah penggunaan kronik kebanyakan obat yangoverdosis. disalahgunakan. Putus-obat dari opioid pada manusia Toleransi terhadap opioid dapat terjadi akibat penu- sangatlah kuat dan dijelaskan di bawah ini. Penelitianrunan konsentrasi obat atau pemendekan durasi kerjanyapada sistem sasaran (toleransi farmakokinetik). Selain itu, pada hewan pengerat sangat menambah pemahaman kitatoleransi melibatkan perubahan pada fungsi reseptor opi-oid pr (toleransi farmakodinamik). Bahkan, banyak agonisreseptor opioid p menghasilkan fosforilasi reseptor kuatyang memicu perekrutan protein adaptor B-arrestin se-

526 / BAB 32 mengekspresikan reseptor opioid r pada ujung sinaptikmengenai rnekanisrne neural dan molekular yang rnen- dan dendrit mereka. Akibatnya, sel-sel ini dihambat se-dasari ketergantungan. Misalnya, ketergantungary sepertianalgesia dan imbalan, tidak dijumpai pada mencit yang hingga pelepasan dopamin menurun. Mekanisme iru men-reseppr opioid p-nya telah dirusak, tapi dijumpai pada iadi contoh proses adaptif yang terjadi selama ketergan-mencit yang tidak memiliki reseptor opioid lainnya (6, tungan, dan mungkin mendasari timbulnya disforia hebat yang biasa diamati selama putus-obat.r). Meskipun aktivasi reseptor opioid p awalnya sangatmenghambat adenilil siklase, inhibisi ini akan melemah KECANDUAN: SUATU PENYAKIT AKIBATdalam beberapa hari setelah pemajanan berulang. Mele- PEMBELAJARAN YANG MATADAPTIFmahnya inhibisi adenilil siklase ini terjadi akibat adaptasi- Kecanduan ditandai dengan tingginya motivasi untukbalik sistem enzim selama terpajan terhadap obat sehing- mendapatkan serta menggunakan obat walaupun menge-ga menghasilkan produksi cAMP yang berlebihan selama tahui dampak negatifnya. Lama-kelamaan, penggunaanmasa pufus-obat. Terdapat beberapa mekanisme respons obat akan menjadi kornpulsif (\"menginginkan tanpa me-kompensatorik adenilil siklase ini, termasuk pertambahan nyukai\"). Kecanduan adalah suatu penyakit yang bandel, kronik, dan sering berulang sehingga sangat sulit diobati.(up-regulation) transkripsi enzim ini. Peningkatan kadarcAMP pada saatnya sangat mengaktifkan faktor trans- Masalah utama yang dapat timbul adalah walaupunkripsi CREB, menyebabkan regulasi gen doton-stream. Dari sudah sukses melewati masa putus-obat dan berada dalam periode bebas-obat untuk waktu yang lama, para pecan-beberapa gen tersebut yang berhasil diketahui hingga saat du ini berisiko tinggi mengalami relaps. Relaps terutamaini, salah satu gen yang paling menarik adalah gen untuk dipicu oleh salah satu dari tiga keadaan berikut: terpajan kembali pada obat, stres, atau berada dalam keadaan yangligan opioid r endogen, yakni dinorfin. Selama putus- membuat para pecandu tersebut teringat ketika menggu-obat, neuron nukleus akumbens menghasilkan banyak di-norfin, yang kemudian dilepaskan bersama dengan GABAke dalam neuron proyeksi ATV (Gambar 32-2). Sel-sel iniNukleus Akumbenso Dinorfino Dopamino GABA ATvGambar 32-2. Peningkatan produksi dinorfin yang diperantarai CREB selama putus obat dariketergantungan. Supersensitisasi adenilil siklase (AC) menyebabkan peningkatan konsentrasicAMP pada medium neuron akumbens,'yang akan mengaktifkan transkripsi faktor CREB sehinggamengaktifkan beberapa gen, termasuk gen dinorfin. Dinorfin kemudian dibebaskan bersamadengan asam 1-aminobutirat (GABA). mengaktifkan reseptor opioid r (KOR) yang terdapat di neurondopamin area tegmental ventral (ATV), sehingga menimbulkan inhibisi pra- dan pascasinaptik. (DrR,reseptor dopamin Dr.)

OBAT YANG DISALAHGUNAKAN I 527nakan obat dulu. Tampaknya, ketika dipasangkan dengan langsung \"kcctrrttol\" setelah beberapa dosis, lainnla rllung-penggunaan obat, suatu stitnulus netral rnengalami suafu kin rnanlpu menggunakan obat sesekali sepanjang hiclupperilaku suitch and rttotiuate (\"pemicu\") yar-rg terkait de- rnereka tanpa tnengalami kesulitan untuk berhenti.ngan kecanduan. Fenomena ini dapat melibatkan plasti-sitas sinaptik pada nukleus yar-rg menjadi sasaran di pro- Bahkan, ketika ketergantungan dipicu oleh pajanan kronik, hanya beberapa orang yang mengalami ketergantunganyeksi mesolirnbik (misalnya, nukleus akumbens). Misal- akan terus mengalami kecanduan. Perubahan ke arah ke-rrya, ketagihan dapat dipicu oleh keadaan (rnelalui media canduan ditentukan oleh kombinasi faktor lingkunganorang, tempat, atau obat), yang memberi petunjuk adanya dan genetik. Pewarisan kecanduan, seperti yang ditentu-keterlibatan sistem belajar dan memori. Jika dopamin me-lepaskan kode untuk memprediksikan kesalahan dalam kan melalui perbandingan antara kembar rnonozigotik dan dizigotik, relatif sedang untuk kanabinoid tapi sangatpenerirnaan imbalan (lihat Kotak: Hipotesis Dopamin tinggi untuk kokain. Satu hal yang rnenarik adalah bahwa risiko relatif kecanduan (liabilitas kecanduan) suatu obatmengenai Kecanduan), perangsangan sistem doparnin di (Tabel 32-1) berkorelasi dengan pewarisarulya; hal ini me-rnesolimbik akan menghasilkan sinyal kuat pernbelajaran nunjukkan bahwa dasar neurologik yang terdapat dalarnyang tidak biasa. Tidak seperti irnbalan alamiah, obatadiktif terus n'reningkatkan doparnin bahkan ketika suatu kecanduan seluruh obatlah yang diwariskan. Analisis ge-imbalan diharapkan akan diterima. Dilampauinya sinyal nomik lebil'r lanjut menunjukkan bal-rwa hanya beberapakesalahan prediksi ini rnungkin bertanggung jawab atas alel (atau bahkan satu alel resesiQ yang perlu berfungsiterjadinya \"penyusuparr proses lnemori\" oleh obat adiktif' dalam kornbinasi untuk rnenghasilkan fenotip. Akan te-Keterlibatan sistem pernbelajarar\"r dau memori dalam ke- tapi, identifikasi gen yarrg terlibat tetap tidak diketahuicanduan juga dibuktikan dari berbagai penelitian klinis.Contohnya, peran keadaan Pada relaps didukung oleh secara pasti. Meskipun beberapa gen kandidat yanglaporan bahwa tentara yang menjadi kecanduan terhadap spesifik untuk tiap substansi (misalnya, alkohol dehidro-heroin selarna Perang Vietnam menunjukkan hasil akhiryang lebih baik ketika diobati setelah pulang ke kampung genase) telal-r diketahui, per-relitian di masa yang akanhalaman mereka, dibandingkan dengan pecandu yang datang akan juga berfokus pada gen yang terdapat dalamtetap berada di lingkungan tempat mereka menggunakan mekanisrne neurobiologik semua obat adiktif.obat. Oleh karena itu, penelitian terbaru berpusat padaefek obat pada bentuk asosiatif plastisitas sinaptik, seperti OBAT.OBATAN NONADI KTIF YANG DISALI\HGUNAKAN potensiasi jarrgka-panjang (long-term potentiation, LTP),yang rnendasari pembelajaran dan nremori (lihat Kotak: Beberapa obat yang disalahgunakan tidak menimbulkan kecanduan. Pernyataan ini berlaku untuk zat yang meng- Plastisitas Sinaphk dan Kecanduarr). ubah persepsi tanpa menyebabkan sensasi irnbalan dan Terdapat perbedaan besar antarindividu dalam hal euforia, seperti halusinoger-r dan anestetik dissosiatif (Tabel 32-1). Tidak seperti obat adiktif yang menjadikan kerentanan terhadap kecanduan. Ketika seseorang dapat sistem dopaurirr mesolimbik sebagai sasaran utarnanlzaPotensiasi jangka-panjang (long-term potentiatiory LTP) karena itu, obat yang disalahgunakan dapat menggang- gu LTP pada tempat penyatuan antara proyeksi dopaminadalah bentuk plastisitas sinaptik bergantung-pengalaman dan glutamat (misalnya, nucleus akumbens atau korteksyang dipicu oleh aktivasi reseptor glutamat jenis N-metil- prafrontal). Yang menarik di sini adalah bahwa pajanan obat adiktif memicu LTP pada aferen eksitatorik dan me-D-aspartat (NMDA). Karena reseptor NMDA disekat oleh nurunkan inhibisi berperantara reseptor GABAA di ATV,magnesium pada potensial negatif, aktivasinya membu- sehingga meningkatkan eksitabilitas neuron dopamin. Ma-tuhkan pembebasan serentak glutamat (aktivitas pra- nipulasi genetik pada mencit yang meniadakan LTP padasinaptik) ke dalam neuron resipien yang terdepolarisasi sinaps ini juga berpengaruh pada paradigma perilaku yang(aktivitas pascasinaptik). Aktivitas pra- dan pascasinaptik menjadi contoh komponen inti kecanduan, seperti pilihanyang terkorelasi meningkatkan efektivitas sinaptik untuk tempat yang terkondisi, lebih lanjut mendukung ide bahwawaktu yang cukup lama dan memicu pembentukan hu- LTP termasuk dalam komponen relaps yang bergantungbungan baru. Karena asosiativitas adalah komponen yang pada keadaan. Serupa dengan hal ini, gangguan pada pe-penting, LTP menjadi mekanisme yang dicalonkan untuk nyampaian sinyaltranskripsi yang dijumpai pada fase lanjut LTP mempengaruhi pilihan tempat yang terkondisi.menjelaskan mengenai proses pembelajaran dan ingatan.LTP dapat diperoleh dari sinaps glutamat pada sistem im-balan mesolimbik dan dimodulasi oleh dopamin. Oleh

528 / BAB 32 noamin. Obat nonadiktif digolongkan menggunakan kr!(lihat atas), sasaran utama agen-agen ini adalah sirkuit teria yang sama. talamik dan kortikal. Contohnya, lysergic acid dietttylamide OBAT YANG MENGAKTIVASI(LSD) mengaktivasi reseptor serotonin 5-FIT2A di korteks RESEPTOR TERKOPEL.G. prafrontal, memperkuat transmisi glutamatergik ke dalam oPtotDneuron piramid. Aferen eksitatorik ini terutama berasal Aspek Farmakologi dan Klinisdari talamus dan membawa informasi sensoris dari ber- Seperti dijelaskan pada Bab 31, golongan opioid terdiribagai modalitas, yang mungkin menyusun suatu hubung- atas safu keluarga besar agonis endogen dan eksogenan akan persepsi yang lebih tinggi. Fensiklidin (PCP) dari tiga reseptor terkopel-protein G: reseptor opioid p, K, dan 6. Walaupun ketiga reseptor tersebut terkopel kedan ketamin menghasilkan perasaan seperti terpisahantara pikiran dan raga (oleh karena itu, kedua obat ini protein G inhibitoris (semuanya menghambat adenilildisebut anestetik dissosiatif) dan, pada dosis yang lebih siklase), masing-masing memiliki efek yang unik, kadangtinggi, rnenimbulkan stupor dan koma. Mekanisme kerja berlawanan; hal ini terutama terjadi karena adanya eks-utamanya adalah melalui inhibisi reseptor glutamat jenis presi sel jenis tertentu di seluruh otak. Sebagai contoh, diNMDA yang bergantung pada penggunaan. ATV, reseptor opioid p secara selektif diekspresikan di Penggolongan antagonis NMDA ke dalarn golonganobat nonadiktif didasarkan pada penilaian terdahulu, neuron GABA (yang mereka hambat), sedangkan resep-yang, untuk PCP, baru-baru ini dipertanyakan. Bahkan, tor opioid rc diekspresikan di dan menghambat neuronpenelitian pada binatang menunjukkan bahwa pCp dapat dopamin. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa agonismeningkatkan konsentrasi dopamin mesolimbik dan me-miliki beberapa sifat penguat pada hewan pengerat. Obat opioid p menyebabkan euforia, seclangkan agonis rc me-adiktif lain juga berpengaruh pada sistem talamokortikal micu disforia (lihat juga Gambar 32-3). Sejalan dengandan mesolimbik'. Contohnya, kanabinoid, selain efeknya pengamatan ini, efek imbalan dari morfin fidak dijumpai pada mencit yang dirusak reseptor pr-nya tapi tetap dijum-pada sistem dopamin mesolimbik, juga meningkatkan pai ketika yang diablasi adalah reseptor opioid lain. Dieksitasi pada sirkuit kortikal melalui inhibisi prasinaptik ATV, opioid p menyebabkan inhibisi terhadap interneu- ron inhibitoris yang nantinya menimbulkan disinhibisipada pembebasan GABA. neuron dopamin (Gambar 32-3). Halusinogen dan antagonis NMDA, bahkan ketika Opioid 1r ]ang paling sering disalahgunakan meliputi morfin, heroin (diasetilmorfin, yang cepat dimetabolisasimereka tidak menimbulkan ketergantungan atau kecandu- menjadi morfin), kodein, dan oksikodon. penyalahgunaanan, tetap dapat memiliki efek jangka-panjang. Kilas balikterjadinya perubahan persepsi dapat terjadi bertahun- meperidin sering terjadi di kalangan profesi kesehatan.tahun setelah terakhir kali mengonsumsi LSD. Selain itu,penggunaan PCP jangka-panjang dapat menimbulkan psi- Semua obat ini menginduksi toleransi dan ketergantungankosis mirip-skizofrenia yang ireversibel. yang kuat. Sindrom putus-obat yang muncul dapat sangat berat (kecuali kodein) dan meliputi disforia kuat, mual,;l:i; ::;.,:11ii iiii!:i#.',3s,,rJeF'1i::l!.i:ii,r$;,r{:iaw atau muntah, nyeri otot, lakrimasi, rinorea, midriasis, piloereksi, berkeringa! diare, menguap, dan clemam. Di# II. FARMAKOLOGI DASAR luar sindrom putus-obat, yang bertahan tidak lebih dari beberapa hari, hanya sedikit individu yang mendapat OBAT-OBAT TERLARANG opioid sebagai analgesik akan mengalami kecanduan. Se- baliknya, ketika digunakan untuk tujuan kesenangan/re-Karena semua obat adiktif meningkatkan konsentrasi do- kreasional, opioid sangatlah adiktif. Risiko relarif terjadi-pamin di strukfur sasaran mereka pada proyeksi meso- nya kecanduan menurut skala yang banyak digunakanIirnbik, kita menggolongkan obat-obat tersebut atas dasar adalah 4 dari 5 (Tabel 32-1).target rnolekular dan mekanisme dasamya (Tabel 32-1).Kelompok obat yang pertama terdiri atas golongan opioid, Pengobatankanabinoid, asam y-hidroksibutirat (GHB), dan semua ha-lusinogen, yang bekerja pada reseptor terkopel protein Antagonis opioid nalokson memulihkan efek morfin atauG.. Kelornpok obat kedua meliputi nikotin, alkohol, ben- heroin dalam hitungan menit. Nalokson dapat menyela-zodiazepin, anestetik dissosiatif, dan beberapa inhalan, matkan jiwa pada kasus overdosis masif (lihat Bab 31 danyang berinteraksi dengan reseptor ionotropik atau kanal 59). Pemberian nalokson juga memprovokasi sindromion. Kelompok terakhir terdiri atas kokain, amfetamin, putus-obat akut (abstinensia terpresipitasi) pada seseorangdan ekstasi, yang semuanya terikat pada transporter mo-*Cejala rnenyerupai psikosis dapat diamati 'pada kanabinoid,amfetamiry dan kokain, yang dapat mencerminkan efeknya padas truk tur talarnokortikal.

OBAT YANG DISALAHGUNAKAN I 529+caz+ J \O\" tf PY THC /\",',^Gambar 32-3. Disinhibisi neuron dopamin (DA) di area tegmentum ventral (ATV) oleh obat yang bekerja viareseptor terkopel-G.\". Atas: Opioid menarget reseptor opioid p (MOR) yang di dalam ATV terletak secara eksklusi{pada neuron asam y-aminobutirat (GABA). MOR diekspresikan pada ujung prasinaptik sel-sel ini dan padakompartemen somatodendritik sel pascasinaptik. Tiap kompartemen memiliki efektornya masing-masing (inset).lnhibisi kanal kalsium bergerbang-tegangan (voltage-gated calcium channels, VGCC) yang diperantarai oleh By-protein G merupakan mekanisme utama pada ujung prasinaptik. Sebaliknya, dalam dendrit, MOR mengaktifkankanal K. Tengah: Ae-tetrahidrokanabinol (THC) dan kanabinoid lain bekerjaterutama melalui inhibisi prasinaptik.Bawah: Asam gama-hidroksibutirat (GHB) menarget reseptor GABA'terdapat di kedua jenis sel tersebut. Akantetapi, neuron GABA lebih sensitif terhadap GHB ketimbang neuron DA sehingga menimbulkan disinhibisi padakonsentrasi yang biasanya dicapai melalui penggunaan rekreasional. (CB1R, reseptor kanabinoid.)yang mengalami ketergantungan obat yang baru-baru ini titusi, metadon diberikan secara oral sekali sehari sehinggamenggunakan opioid. asupannya dapat dipantau. Waktu-paruh metadon yang lebih panjang juga memiliki beberapa efek menguntung- Dalam terapi kecanduan opioid, opioid kerja-panjang kan (misalnya, sensitisasi obat yang lebih lemah sehingga(misalnya, metadon) sering kali digantikan dengan opioid biasanya memerlukan pernajanan berulang), tetapi pentingyang memiliki masa kerja yang lebih singkat dan lebih untuk dipahami bahwa penghentian pemberian metadonmemberi imbalan (misalnya, heroin). Untuk terapi subs-

530 / BAB 32 tahun 1999, Marijuana €t Medicine. Masalah ini terus men- jadi kontroversi, terutama karena adanya kekhawatiransecara mendadak akan mempresipitasi sindrom putus- bahwa kanabinoid dapat berperan sebagai pintu gerbangoba! dengan demikian, penderita yang mendapat terapi menuju konsumsi obat-obat \"keras\". Pajanan kronik mari-substitusi tetap mengalami ketergantungan. Beberapa ne-gara (misalnya, Swiss, Belanda) bahkan memperbolehkan juana menimbulkan ketergantungan; hal ini terungkapsubstitusi heroin dengan heroin. TindakJanjut pada se-kelompok pecandu yang mendapat injeksi heroin dalam oleh timbulnya sindrom putus-obat yang unik tapi ringanlingkungan kontrol dan memiliki akses terhadap konse- dan singkat, meliputi gelisatu iritabilitas, agitasi ringan, insomnia, mual, dan kejang otot. Risiko relatif terjadinyaling memperlihatkan bahwa pecandu yang mendapat ketergantungan adalah 2 (T abel 32-1).substitusi heroin meningkat status kesehatannya dan lebih Analog Ae-THC sintetik dronabinol adalah satu-satu-mudah berbaur dalam masyarakat. nya agonis kanabinoid yang disetujui oleh Food and DrugKANABINOID Administration dan saat ini diperdagangkan di AS dan di beberapa negara Eropa. Nabilon, analog Ae-THC yangKanabinoid endogen yang bekerja sebagai neurotransmi-ter meliputi 2-arakidonil gliserol (2-AC) dan anandamid, lama, mungkin sebentar lagi akan diperkenalkan kembalikeduanya terikat pada reseptor CB1. Senyawa-senyawa di AS. Sistem kanabinoid kemungkinan akan muncul se-yang sangat larut lemak ini dibebaskan di membran soma- bagai sasaran obat yang penting di masa yang akan datangtodendritik pascasinaptik, dan menyebar melalui ruang karena keterlibatannya yang nyata dalam beberapa efekekstrasel untuk berikatan dengan reseptor CB1 prasinap- terapeutik yang menguntungkan.tik, tempat mereka menghambat pembebasan glutamat ASAM GAMA.H IDROKSIBUTIRAT (GUE1atau GABA (Gambar 32-3). Oleh karena penyampaiansinyal yang mengarah ke belakang ini, endokanabinoid Asam gama-hidroksibutirat dihasilkan secara endogen selama metabolisme GABA, tapi fungsi agen endogendisebut perantara retrograd. Di hipokampus, pembebasan saat ini belum diketahui. Farmakologi GHB sangat rumitendokanabinoid dari neuron piramidalis secara selektif karena terdapat dua tempat ikatan yang berbeda. Proteinmempengaruhi transmisi inhibitoris dan mungkin berpe- yang mengandung tempat ikatan berafinitas tinggi (1ran dalam induksi plastisitas sinaptik selama proses pem- pM) untuk GHB baru-baru ini telah berhasil diklon, tapibelajaran dan pembentukan memori. keterlibatannya dalam efek selular dari GHB dalam kon- sentrasi farmakologik tetap tidak jelas. Tempat ikatan Kanabinoid eksogen, misalnya dalam marijuana, ter- GHB yang berafinitas-rendah (1 mM) telah diidentifikasisusun atas beberapa zat yang aktif secara farmakologis sebagai reseptor GABAB (Gambar 32-3). Pada mencittermasuk Ae-tetrahidrokanabinoid (THC), suatu zat psiko- yang tidak memiliki reseptor GABAB, bahkan dosis GHBaktif yang kuat. Seperti opioid, THC menyebabkan disin- yang sangat tidak tinggi pun tidak menimbulkan efek,hibisi neuron dopamin, terutama melalui inhibisi neuron menandakan bahwa reseptor GABAB adalah perantaraGABA di ATV. Waktu-paruh THC adalah sekitar 4 jam. satu-satunya dalam kerja farmakologik GHB.Awitan efek THC setelah mengisap marijuana terjadidalam hitungan menit dan mencapai maksimum setelah Asam gama-hidroksibutirat pertama kali disintesis1.-2 jam. Efeknya yang paling menonjol adalah euforia danrelaksasi. Penggunanya juga melaporkan adanya perasaan pada tahun 1960 dan diperkenalkan sebagai suatu anes-sejahtera, besar diri,/grandiose, dan perubahan persepsi tetik umum. Oleh karena batas keamanannya yang sempitakan jalannya waktu. Perubahan persepsi yang bergan- dan potensi kecanduannya, asam gama-hidroksibutirattung dosis (misalnya, kaburnya penglihatan), rasa me- saat ini tidak tersedia di AS sebagai anestetik umum. Se-ngantuk, penurunan koordinasi, dan gangguan ingatan belum menimbulkan sedasi dan koma, GHB menyebabkanjuga terjadi. Kanabinoid dapat juga menciptakan status euforia, peningkatan persepsi sensoris, perasaan dekatdisforik dan pada kasus yang jarang, setelah pengguna- dengan masyarakat, dan amnesia. Sifat-sifat ini membuatan dosis yang sangat tinggi, dapat menyebabkan halusi- GHB menjadi \" club drug\" yang populer, dan memilikinasi visual, depersonalisasi, dan episode psikotik murni. berbagai nama seperti \"liquid ecstasy\", \"grieoous bodilyEfek tambahan THC, seperti peningkatan nafsu makan,pengurangan rasa mual, penurunan tekanan intraokular, harm,\" atau \"date rape drug.\" Sepertt nama terakhir, GHBdan peredaan nyeri kronik, telah menyebabkan pengguna- telah digunakan dalam date rape (perkosaan yang teryadian kanabinoid dalam terapi medis. Pembenaran penggu- saat kencan), karena obat ini tidak berbau dan cepat larutnaan marijuana untuk kepentingan medis diperiksa secara dalam minuman. GHB cepat diabsorpsi pascaingesti dan mencapai konsentrasi plasma maksimal dalam wakfu 20-komprehensif oleh the Institute of Medicine (IOM) dari 30 menit setelah ingesti dosis GHB sebesar 1O-20 mg/kg. Waktu-paruh eliminasinya adalah sekitar 30 menit.the National Academy of Sciences dalam laporannya pada

OBAT YANG DISALAHGUNAKAN / 531 Meskipun reseptor GABAB diekspresikan pada semua OBAT YANG MEMERANTAIneuron ATV, neuron GABA jauh lebih sensitif terhadap EFEKNYA MELALUI RESEPTORGHB daripada neuron dopamin (ECro keduanya berbeda IONOTROPIKsatu tingkat besaran). Karena GHB adalah agonis yanglemah, hanya neuron GABA saja yang diinhibisi pada NIKOTINkonsentrasi yang biasa dicapai melalui penggunaan Farmakologirekreasional. Sifat ini mungkin mendasari adanya efekpenguat dari GHB dan mendasari terjadinya kecandu- Jumlah orang yang mengalami kecanduan nikotin mele- bihi semua bentuk kecanduan lainnya, mempengaruhian obat. Akan tetapi, pada dosis yang lebih tinggi, GHB lebih dari 50% orang dewasa di beberapa.negara. Pajanan nikotin terutama terjadi melalui pengisapan tembakau,jnga menghiperpolarisasi neuron dopamin sehingga yang menyebabkan berbagai penyakit terkait yang ber- peran menimbulkan banyak kematian yang sebenamvapada akhimya menghambat pembebasan dopamin secara dapat dicegah. Penggunaan rnenahun tembakau kunyahkomplet. Inhibisi ATV seperti demikian pada gilirannya dan tembakau isap juga menyebabkan kecanduan.akan mendahului aktivasinya oleh obat.adiktif lainnya danmungkin menjelaskan mengapa GHB mungkin memiliki Nikotin adalah agonis selektif reseptor nikotinik asetil-beberapa kegunaan sebagai \"antikecanduan\". kolin (nAChR) yang biasanya diaktifkan oleh asetilkolin (lihat Bab 6). Berdasarkan peran nikotin dalam meningkat-LSD, MESKALIN, DAN PSILOSIBIN kan kinerja kognitif serta kaitan demensia Alzheimer dengan tidak adanya neuron pelepas ACh pada nukleusKetiga obat ini sering disebut sebagai halusinogen kare- basalis Meynert, nAChR dipercaya berperan penting dalam banyak proses kognitif. Efek imbalan dari nikotin mem-na mampu mengubah kesadaran seseorang sehingga me- butuhkan keterlibatan ATV, tempat nAChR diekspresikanrasakan sesuatu yang tidak kasat mata. Sering kali melalui pada neuron dopamin. Ketika nikotin mengeksitasi neuron proyeksi, dopamin dilepaskan di nukleus akumbens dancara tidak diduga-duga, ketiganya memicu timbulnya di korteks prafrontal sehingga memenuhi persyaratangangguan persepsi, seperti gangguan melihat bentuk sertawarna. Manifestasinya yang menyerupai psikosis (deper- dopamin dari obat adiktif. Penelitian baru-baru ini telahsonalisasi, halusinasi, gangguan persepsi waktu) membuat mengidentifikasi kanal yang mengandung o4B, di ATV sebagai nAChR yang diperlukan bagi nikotin untuk me-beberapa orang menggolongkan ketiga obat ini ke dalam nimbulkan efek imbalamrya. Pernyataan ini didasarkangolongan psikotomimelik. Mereka juga menimbulkan pada pengamatan bahwa mencit knockout yang tidakgejala somatik (pusing, mual, parestesia, dan pandangan memiliki subunit p. tidak tertarik menggunakan nikotin dengan sendirinya, dan bahwa pada mencit ini, perilakukabur). Beberapa pengguna telah melaporkan bahwa me- ini dapat dipulihkan melalui transfeksi in-vivo subunit B, di neuron ATV. Temuan elektrofisiologik menyatakanreka mengalami kembali gangguan-gangguan persepsi ter- nAChR homomerik yang hanya tersusun atas subunit cr,sebut (kilas balik) sampai beberapa waktu pascapajanan juga berperan pada efek penguatan dari nikotin. Reseptor-obat terakhir. reseptor ini terutama diekspresikan di ujung sinaptik Halusinogen berbeda dengan kebanyakan obat lain aferen eksitatoris yang berproyeksi ke dalam neuron do-yang dijelaskan dalam bab ini karena mereka tidak me- pamin. Mereka juga berperan pada pembebasan dopaminnimbulkan ketergantungan ataupun kecanduan. Akan yang dipicu oleh nikotin dan pada perubahan jangkatetapi, pajanan berulang tetap menimbulkan toleransi de- panjang yang dipicu oleh obat-obat yang menimbulkanngan cepat (disebut juga takifilaksis). Binatang tidak akanmenggunakan halusinogen dengan sendirinya sehingga kecanduan (misalnya, potensiasi sinaptik masukan eksita-halusinogen diperkirakan tidak bersifat \" rerttarding\" (mem- t oris jangka-panjang).beri imbalan). Penelitian tambahan membuktikan bahwa Kejadian putus-obat nikotin lebih ringan daripadaobat-obat ini juga tidak merangsang pembebasan dopa- putus-obat opioid, dan menyebabkan iritabilitas sertamin; hal ini mendukung gagasan hanya obat-obat yang susah tidur. Akan tetapi, nikotin termasuk salah satu obatmengaktivasi sistem doparn-in mesolimbik saja yang bersi- yang paling sering menimbulkan kecanduan (risiko relatiffat adiktif. Halusinogen malah meningkatkan pembebasan = 4, Tabel 32-1), dan sering terjadi relaps pascapenghenlianglutamat di korteks kemungkinan dengan meningkatkan obat.masukan aferen eksitatoris dari talamus. Target molekular dari halusinogen adalah reseptor 5-HTro. Reseptor ini terkopel dengan protein G jenis Gq danmenghasilkan inositol trifosfat (IPr) sehingga menimbul-kan pembebasan kalsium intrasel. Meskipun halusinogen,dan khususnya LSD, telah diusulkan untuk beberapa in-dikasi terapeutik, efektivitasnya tidak pernah dibuktikan.

532 / BAB 32Terapi pada intemeuron sehingga suatu disinhibisi sistem dopa- min mesolimbik dapat menjelaskan efek imbalan dari ben-Terapi kecanduan nikotin dilakukan dengan menggantinikotin dalam rokok dengan nikotin kunyafu inhalasi, atau zodiazepin. Reseptor yang mengandung a, tampaknyatransdermal sehingga memperlambat farmakokinetiknyadan menghilangkan banyak komplikasi terkait zat-zat diperlukan untuk menimbulkan toleransi terhadap efek se-toksik yang dijumpai dalam asap tembakau. Saat ini, semua dasi benzodiazepin, dan berbagai penelitian pada manusiaagen yang tersedia tampaknya bekerja sama efektifnya menghubungkan antara reseptor yang mengandung ar6 dandalam meredakan kecanduan, mengendalikan perilaku ketergantungan alkohol (reseptor GABAA juga merupakantersebut, dan mempermudah unfuk berhenti merokok. target alkohol, lihat bawah). Jika dipandang secara bersama-Selain itu, antidepresan bupropion telah disetujui untuk sama/ muncul suatu gambaran yang menghubungkanterapi penghentian nikotin. Bupropion paling efektif jika antara reseptor GABA^ yang tersusun atas subunit tertenfudikombinasi dengan terapi periiaku. Banyak negara telah dan efek terapeutiknya serta ketergantungan dan ketagihanmelarang warganya merokok di tempat umum untuk men- yang dipicu oleh penggunaan menahun.ciptakan lingkungan bebas-asap rokok. Langkah pentingtidak hanya menurunkan kemungkinan merokok pasif ALKOHOLdan bahaya menjadi perokok pasif, tapi juga menurunkanrisiko relaps mantan perokok akibat pajanan asap. Alkohol (etanol, lihat Bab 23) biasa dikonsumsi oleh sebagi-BENZODIAZEPIN an besar masyarakat di banyak negara Barat. Meskipun hanya sedikit orang yang mengalami ketergantunganBenzodiazepin umumnya diresepkan sebagai ansiolitik danobat tidur. Benzodiazepin memiliki risiko sedang untuk serta ketagihan, penyalahgunaan alkohol menjadi masalahdisalahgunakan sehingga harus dipertimbangkan secara kesehatan masyarakat yang amat serius, karena banyaktepat dengan manfaatnya. Benzodiazepin disalahgunakan penyakit yang berkaitan dengan alkoholisme.oleh beberapa orang untuk efek euforianya, tetapi penya-lahgunaan paling sering terjadi bersama dengan obat lain, Farmakologimisalnya, sebagai penenang dalam putus-obat opioid. Farmakologi alkohol amat rumit dan tidak ada satu resep- Barbiturat, yang mendahului benzodiazepin sebagai tor tunggal yang memerantarai semua efeknya. Sebaliknya,hipnotik-sedatif yang paling sering disalahgunakan (sete- alkohol mengubah fungsi. beberapa reseptor dan fungsiIah etanol), saat ini jarang diresepkan bagi pasien rawat sel, seperti reseptor GABAA, kanal Kir3/GIRK, reuptakejalan sehingga lebih jarang memberikan masalah dalam adenosin (melalui transporter nukleosida yang ekulibratif,peresepan obat daripada sebelumnya. Akan tetapi, pen- yakni ENTI), reseptor glisin, reseptor NMDA, dan resep-jualan barbilurat di jalanan masih terus berlangsung. Tata- tor S-HTr. Kecuali ENT1, kesemuanya merupakan reseptorlaksana pufus-obat dan ketagihan serupa dengan benzo- ionotropik atau kanal ion. Dari berbagai target tersebut,diazepin. tidak jelas target mana yang berperan dalam peningkatan pelepasan dopamin dari sistem imbalan mesolimbik. Inhi- Meskipun ketergantungan benzodiazepin sangat bisi ENT1 kemungkinan tidak berperan dalam timbulnyasering dijumpai, jarang timbul kasus yang memenuhi efek imbalan (mencit yang ENTlnya dirusak lebih banyaksemua kriteria diagnostik untuk ketagihan. Putus-obat meminum alkohol daripada mencit kontrol) tapi inhibisi ENT1 tampaknya terlibat dalam ketergantungan alkoholbenzodiazepin terjadi dalam hitungan hari setelah berhen- melalui akumulasi adenosin, perangsangan reseptor ade- nosin Ar, dan menyebabkan penguatan penyinalan CREB.ti menggunakan obat, dan bervariasi sesuai waktu-paruheliminasi. Gejala-gejalanya meliputi iritabilitas, insom- Ketergantungan menjadi nyata 6-1,2 jam setelah ber- henti dari minum berat sebagai bagian dari sindrom pufus-nia, fono- dan fotofobia, depresi, kejang otot, dan bahkan obat, yang dapat meliputi tremor (terutama di tangan),kejang. Semua gejala ini biasanya menghilang dalam waktu mual dan muntah, berkeringat banyak, agitasi, dan an-1-2 minggu. sietas. Pada beberapa individu, gejala-gejala tersebut di- ikuti dengan halusinasi visual, taktil, dan auditorik 12-24 Benzodiazepin merupakan modulator positif reseptor jam pasca berhenti minum. Kejang umum dapat munculGABAA yang meningkatkan konduktansi kanal tunggal setelah 24-48 jam. Akhirnya, 48-72 jam pascaberhentiserta kemungkinan terbukanya kanal. Reseptor GABA^ minum, dapat muncul delirium akibat putus-obat alkoholadalah struktur-struktur pentamorik yang terdiri dari sub- (delirium tremens); pada keadaan ini, penderita mengalamiunit cr, 0, dan T (lihat Bab 22). Reseptor GABAA di nburon halusinasi, disorientasi, dan menunjukkan tanda-tandadopamin ATV tidak memiliki cr1, suatu subunit yang instabilitas otonom. Delirium tremens menimbulkan mor-biasanya terdapat di neuron GABA. Selain itu, reseptor talitas 5-15%.GABAA diekspresikan dalam densitas yang lebih tinggi

Terapi OBAT YANG DISALAHGUNAKAN I 533Terapi putus-obat etanol bersifat suportif dan mengan- \" Special K\". Efek keduanya disebabkan oleh antagonisme-dalkan golongan benzodiazepin, khususnya senyawa- nya terhadap reseptor NMDA yang bersifat nonkompetitifsenyawa seperti oksazepam dan lorazepam, yang tidakterlalu bergantung pada metabolisme hepatik seperti ben- dan bergantung pada penggunaan. Efek zat ini menjadizodiazepinlainnya. Pada keadaan ketika pemantauan tidakdapat diandalkan dan fungsi hati adekuat, benzodiazepin nyata ketika pasien yang menjalani pembedahan menge-yang bekerja lebih lama, seperti klordiazepoksid, lebih luhkan mimpi buruk yang sangat nyata serta halusinasidianjurkan penggunaannya. pascaanestesia. Ketamin dan PCP adalah bubuk kristalin putih dalam bentuknya yang paling murni, tapi di jalanan, Seperti pada semua masalah penyalahgunaan obat obat-obat ini juga dijual dalam bentuk cairan, kapsul, ataukronik, terapi sangat bergantung pada pendekatan psi- pil, yang dapat dihirup, ditelan, disuntikkan, atau diisap. Efek psikadeliknya bertahan hingga sekitar 1 jam dan jugakososial terhadap kecanduan alkohol. Hal ini mungkin meliputi peningkatan tekanan darafu gangguan fungsi ingatan, dan perubahan dalam penglihatan. pada dosismenjadi lebih penting pada pasien alkoholik karena ma- tinggi, dilaporkan adanya pengalaman seperti keluar-raknya alkohol di berbagai konteks masyarakat. dari-tubuh (out-of-body) dan pengalaman seperti-mati Terapi farmakologik kecanduan alkohol terbatas mes-kipun beberapa senyawa, masing-masing dengan tujuan (near-death) yang tidak menyenangkan. Meskipun ketaminyang berbeda, telah digunakan. Disulfiram telah diguna- dan fensiklidin tidak menyebabkan ketergantungan dankan sebagai penunjang untuk membuat seseorang tidak ketagihan (risiko relatif = 1, Tabel 32--l), pajanan kronik,ingin minum. Disulfiram menghambat asetaldehid dehi- khususnya pada PCP, dapat menimbulkan psikosis jangka- panjang yang dapat bertahan hingga melampaui pajanandrogenase, menyebabkan mual, muntah, dan disforia obat.pada penggunaan alkohol yang bersamaan. Baru-baru ini, INHALANefektivitas disulfiram dipertanyakan, dan tidak ada suatuuji coba besar yang tersedia untuk membuktikan mening- Penyalahgunaan inhalan diartikan sebagai pajanan rek-katkannya penghentian penggunaan alkohol. reasional terhadap uap zat kimiawi, seperti nitraf keton, dan hidrokarbon alifatik serta aromatik. Zat-zat ini dijum- Naltrekson adalah antagonis dan agonis parsial resep- pai dalam berbagai produk rumah tangga serta industritor opioid F, 1lang dapat menurunkan kecanduan alkohol yang diinhalasi dengan cara \"snffing\", \"luffing\", atausehingga mengurangi jumlah relaps. Walaupun keba- \" bagging\" . Snffing merujuk pada inhalas i zat dari wadahnyakan, tapi tidak semua, penelitian menunjukkan bahwa yang terbuka , huffing pada inhalasi kain yang sebelumnyanaltrekson mengurangi relaps, efeknya cukup baik. Peng- direndam dalam zat mudah menguap, dan bagging pad,agabungan terapi naltrekson dengan terapi perilaku kogni-tif mungkin meningkatkan manfaatnya. inhalasi dan ekshalasi dari kantung plastik atau kertas yang berisi asap zat kimiawi. Para pemula biasanya me- Senyawa antiepileptik topiramat memfasilitasi fungsi mulai dari snffing dan berlanjut ke huffng danbagging se-GABA dan mengantagonisasi reseptor glutamat (kemung- iring meningkatnya kecanduan. Penyalahgunaan inhalankinan jenis AMPA), dan mungkin menurunkan pelepasandopamin mesokortikolimbik pascapenggunaan alkohol marak dijumpai pada anak dan dewasa muda.danmenurunkan kecanduan. Akan tetapi, topiramat tidak Mekanisme kerja kebanyakan zat volatil yang pastidisetujui FDA untuk indikasi ini. belum diketahui. Perubahan fungsi reseptor ionotropik Di Eropa, beberapa uji coba telah dilakukan pada dan kanal ion di seluruh sistem saraf pusat telah dibuk- tikan pada beberapa orang. Sebagai contoh, dinitrogenacamprosate, suatu antagonis reseptor NMDA. Akan te- oksida berikatan dengan reseptor NMDA dan aditif bahantapi, kebanyakan pasien kembali ke kebiasaan meminum bakar memperkuat fungsi reseptor GABA^. Kebanyakanalkohol sembari tetap menggunakan obat ini. Pemban- inhalan menimbulkan euforia; peningkatan eksitabiliasdingan langsung dengan naltrekson menunjukkan bahwa ATV telah terbukti untuk toluen dan mungkin menda-acamprosate tidak seefektif naltrekson. sari risiko kecanduannya. Zat lain, seperti amilnitritKETAMTN DAN FENS|KLtDtN (PCP) (\"poppers\"), terutama menyebabkan relaksasi otot polosKetamin dan PCP dahulu dikembangkan sebagai aneste- dan meningkatkan ereksi, tapi tidak bersifat adiktif. padatik umum (lihat Bab 25), tapi hanya ketamin yang masih pajanan kronik terhadap hidrokarbon aromatik (misalnya,digunakan untuk kepentingan ini. Kedua obat, beserta obatlainrrya, saat ini dikelompokkan sebagai \" club drugs\" dan benzena, toluena), efek toksik dapat diamati pada banyakdijual dalam berbagai nama, seperti \" angel dust\", \"Hog\", organ, termasuk lesi substantia alba pada sistem saraf pusat. Tatalaksana overdosis tetaplah suportif.

534 / BAB 32 obat, sindrom ini tidak sekuat seperti yang diamati pada opioid. Dapat timbul toleransi, tapi pada beberapa peng-OBAT YANG BERIKATAN guna, diamati adanya toleransi terbalik; artinya, merekeiDENGAN TRANSPORTER AMIN menjadi tersensitisasi terhadap kokain dosis kecil. Sensi-BIOGENIK tisasi perilaku ini sebagian ditentukan oleh konteks peng- gunaan. Kecanduan kokain bersifat sangat kuat dan men-KOKAIN dasari kemungkinan ketagihan kembali terhadap kokain yang sangat kuat. Hingga kini, tidak tersedia suatu anta-Prevalensi penyalahgunaan kokain telah meningkat de- gonis spesifik, dan tatalaksana intoksikasi kokain tetap be-ngan pesat pada dekade terakhir dan saat ini menjadi rupa suportif. Pengembangan terapi farmakologik untukmasalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia. ketagihan kokain menjadi prioritas utama.Kokain sangatlah adiktif (risiko relatif = 5, Tabel 32-1), dan AMFETAMINpenggunaannya dikaitkan dengan berbagai komplikasi. Amfetamin merupakan satu golongan obat simpatomime- Kokain adalah alkaloid yang ditemukan dalam daun tik sintetik yang bekerja tak langsung yang menyebabkanErythroxylon coca, sLtafu tumbuhan semak dari Andes. pelepasan amin biogenik endogen, seperti dopamin danSelama lebih dari 100 tahun, kokain telah diekstraksi noradrenalin (lihat Bab 6 dan 9). Amfetamin, metamfeta-dan digunakan dalam pengobatan klinis, terutama seba-gai anestetik lokal dan untuk melebarkan pupil dalam min, dan banyak turunan kedua obat ini memunculkanoftalmologi. Sigmund Freud terkenal karena menganjur-kan penggunaannya untuk mengobati depresi dan keter- efek mereka dengan membalikkan kerja transporter amingantungan alkohol, tapi kecanduan yang ditimbulkannya biogenik di membran plasma. Amfetamin adalah substratmembuat gagasan ini terhenti. transporter-transporter ini dan diambil ke dalam sel Kokain hidroklorida adalah garam larut-air yang (Gambar 32-4). Setelah berada di dalam sel, amfetamindapat disuntikkan atau diserap oleh tiap membran mukosa mengganggu transporter monoamin vesikular (VMAT) se-(misalnya, melalui penghirupan lewat hidung). Ketika di- hingga menghabiskan kandungan neurotransmiter dalampanaskan dalam larutan alkali, kokain hidroklorida ber- vesikel sinaptik. Akibatnya, kadar dopamin (atau aminubah menjadi basa dasarnya, yakni \"crack cocaine\" yang transmiter lainnya) dalam sitoplasma meningkat dengankemudian dapat diisap. Inhalasi crack cocaine cepat diab- cepat sehingga cukup untuk menimbulkan pelepasannyasorpsi dalam paru-paru dan cepat berpenetrasi ke dalamotak, menghasilkan \" ruslt\" yang hampir terjadi dengan ke dalam sinaps melalui pemulihan DAT di membransangat cepat. plasma. Pelepasan dopamin vesikular yang normal meng- alami penurunan (karena vesikel sinaptik mengandung Di sistem saraf perifer, kokain menghambat kanal lebih sedikit transmiter), sedangkan pelepasan nonvesi- kular meningkat. Mekanisme yang serupa berlaku untuknatrium bergerbang-tegangan sehingga memblokade ini- amin biogenik lainnya (serotonin dan norepinefrin).siasi dan konduksi potensial aksi (lihat Bab 26). Akan tetapi,efek ini tampaknya tidak berperan menimbulkan efek im- Bersama dengan GHB dan ekstasi, amfetamin seringbalan ataupun adiktif. Di sistem saraf pusat, kokain mem- kali disebut sebagai \" club drugs\", karena mereka sangatblokade ambilan dopamin, noradrenalin, dan serotonin me- populer di kalangan klub. Obat-obat ini sering kali dipro-lalui transporternya masing-masing. Blokade transporterdopamin (DAT), dengan meningkatkan konsentrasi dopa- duksi di banyak laboratorium kecil secara diam-diam,mindi nukleus akumberu, telah dihubungkan dengan tim-buLnya efek imbalan dari kokain (Gambar 32-4). Bahkan, yang membuat kandungan bahan kimianya sulit ditentu- kan secara akurat. Mereka berbeda dengan ekstasi ter-efek imbalan dari kokain tidak didapati pada mencit utama dalam hal penggunaannya: pemberian intravenayang DATnya tidak sensitif terhadap kokain. Aktivasi dan ketagihan kuat (\"hard core\") lebih sering pada amfe- tamin, terutama metamfetamin. Pada umumnya, amfe-sistem saraf simpatis terutama disebabkan oleh blokade tamin menyebabkan peningkatan kadar katekolamin yangtransporter norepinefrin (NET) dan menyebabkan pening- meningkatkan kewaspadaan dan mengurangi waktu tidur,katan akut tekanan arteri, takikardia, dan sering, aritmia sedangkan efeknya pada sistem dopamin memerantaraiventrikular. Pengguna kokain biasanya kehilangan nafsu euforia tapi juga menyebabkan pergerakan abnormal danmakan, hiperaktif, dan kurang tidur. Pajanan kokain me- mempresipitasi episode psikotik. Efeknya pada transmisiningkatkan risiko perdarahan intrakranial, stroke iskemik, serotonin mungkin berperan dalam fungsi halusinogenikinfark miokard, dan kejang umum atau parsial. Overdosis dan anoreksigenik, begitu juga hipertermia yang seringkokain dapat menyebabkan hipertermia, koma, dan ke- disebabkan oleh am fetamin. matian. Tidak seperti obat-obat yang disalahgunakan lainnya, Individu yang rentan dapat mengalami ketergantung- amfetamin bersifat neurotoksik. Mekanisme pastinya tidakan dan kecanduan hanya dengan sedikit pajanan terhadap diketahui, tapi neurotoksisitasnya bergantung pada re-kokain. Meskipun dilaporkan adanya sindrom putus-

/OBAT YANG DISALAHGU NAKAN 53sCocaine Amphetamine Iuocatne ,/ lon AmphGambar 32-4. Mekanisme kerja kokain dan amfetamin pada ujung sinaptik neurondopamin (DA). Kiri: Kokain menginhibisi transporter dopamin (DAT), menurunkanbersihan DA dari celah sinaptik dan menyebabkan peningkatan konsentrasi DAekstrasel. Kanan: Karena amfetamin (Amph) merupakan substrat DAT, amfetamin secarakompetitif menginhibisi transpor DA. Selain itu, setelah berada dalam sel, amfetaminmengganggu transporter monoamin vesikular (VMAT) dan menghalangi pengisianvesikel sinaptik. Akibatnya, jumlah vesikel berkurang dan DA sitoplasmik meningkat.Hal ini menyebabkan pembalikan arah DAT dan sangat meningkatkan pelepasan DAnonvesikular sehingga sangat meningkatkan kadar DA ekstrasel.septor NMDA dan terutama mempengaruhi neuron dopa- medis. Hal ini mungkin tidak mengherankan karena efekmin dan serotonin, utama ekstasi adalah untuk mengembangkan rasa akrab Amfetamin awalnya biasa digunakan dalam bentuk dan empati tanpa mengganggu kapasitas intelektual. Saatpil, tapi bisa juga dengan diisap atau disuntikkan. Pecandu ini, MDMA dan banyak Lurunannya sering kali diproduksiberat sering dengan cepat beralih ke pemberian intravena.Dalam hitungan jam setelah ingesti oral, amfetarnin me- dalam jumlah yang kecil di laboratorium khusus danningkatkan kewaspadaan, men)/ebabkan euforia, agitasi,dan kebingungan. Bruksisme (perilaku menggertakkan didistribusikan dalam pesta-pesta atau \" raae\" untuk digu-gigi) dan ruam pada kulit dapat juga timbul. Efek beberapa nakan secara oral. Oleh karena itu, ekstasi merupakan obatsenyawa (seperti metamfetamin) pada frekuensi denyut prototipe yang popularitasnya semakin meningkat.jantung mungkin minimal, tetapi seiring dengan mening-katnya dosis, agen-agen ini sering menyebabkan takikardia Serupa dengan amfetamin, MDMA menyebabkan pe-dan disritmia. Krisis hipertensi dan vasokonstriksi dapatmenyebabkan stroke. Penyebaran infeksi HIV dan hepa- lepasan amin biogenik dengan membalikkan kerja masing-titis di kalangan menengah ke bawah terkait erat dengan masing transporternya. MDMA memiliki kecenderunganpenggunaan jarum bersama oleh pengguna metamfetamin afinitas untuk transporter serotonin (SERT) dan dengan de-intravena. mikian paling besar meningkatkan konsentrasi serotonin Pada penggunaan kronik, dapat timbul toleransi ekstrasel. Pelepasan ini sedemikian jelasnya sehinggasehingga dosis perlu ditingkatkan. Gejala putus-obat me- timbul deplesi serotonin intrasel yang nyata untuk 24 jamliputi disforia, rasa lnengantuk (pada beberapa kasus, in- setelah pemberian satu dosis. Pada pemberian berulang,somnia), dan iritabilitas umum. deplesi serotonin mungkin menjadi permanen; hal ini memicu perdebatan mengenai neurotoksisitasnya. Meski-EKSTAST (MDMA) pun bukti langsung dari model binatang untuk neurotok- sisitasnya tetap lemah, beberapa penelitian melaporkanEkstasi adalah nama dari saLu golongan obat yang me- adanya gangguan kognitif jangka-panjang pada penggunaliputi berbagai macam turunan senyawa terkait-amfeta- MDMA berat.min, yakni metilendioksimetamfetamin (MDMA). MDMAawalnya digunakan dalam beberapa bentuk psikoterapi Sebaliknya, ada kesepakatan umum yang menyatakantapi belum terbukti memiliki efek yang berguna secara bahwa MDMA memiliki beberapa efek toksik akut, khu- susnya hipertermia, yang jika terjadi bersama dehidrasi (misalnya, pada pesta dansa semalaman) dapat berakibat fatal. Komplikasi lain meliputi sindrom serotonin (per- ubahan status mental, hiperaktivitas otonom, dan kelainan

535 / BAB 32 Terapi lainnya yang diterirna secara luas adalah peng- gunaan agonis legal yang bekerja pada reseptor yangneuromuskular, lihat Bab 16) serta kejang. Setelah keluar sama dengan obat yang disalahgunakan sebagai substi-peringatan mengenai bahaya MDMA, beberapa penggunapernah berusaha untuk mengompensasi hipertermia de- tusi. Pendekatan ini telah disetujui untuk opioid dan ni-ngan minum banyak air sehingga menimbulkan intok- kotin. Sebagai contoh, pecandu heroin mungkin meneri-sikasi air, seperti hiponatremia berat, kejang, dan bahkan ma metadon untuk menggantikan heroin; pecandu rokok mungkin mendapat nikotin secara kontinu melalui sistemkematian. patch transdermal unfuk menggantikan rokok. pada Gejala putus-obat ditandai dengan timbulnya \" offtrt\" umunnya/ satu zat yang bekerja cepat digantikan oleh zat yang bekerja atau diserap lebih lambat. Terapi subtitusimood berupa depresi yang bertahan hingga beberapa secara luas dibenarkan karena rnanfaatnya menurunkanminggu. Juga ada laporan meningkatnya agresi selama risiko kesehatan terkait, menurunkan kejahatan yang ber-periode abstinensia pada pengguna kronik MDMA. kaitan dengan obat, dan rnembuat integrasi sosial berjalan Jika dilihat secara keseluruhan, temuan adanya keru- dengan lebih baik. Meskipun ketergantungan tetap ada,sakan nirpulih pada otak, walaupun tidak sepenuhnya dengan bantuan intervensi perilaku, pengguna obat dapatmeyakinkan, menandakan bahwa penggunaan MDMA lebih dimotivasi untuk secara perlahan mengurangi dosisuntuk kepentingan rekreasional sekali pun tidak dapat di- obat dan menjadi abstinen sama sekali.anggap aman. Tantangan terbesar adalah terapi ketagihan itu sendiri.*}ifi,fj::,]a.;::n:itr.jr:',tn;:::i::i.,:1-rli,f,.:.::.:::::.':..':, I .r:r,,. ,;r: -: I .,.r .:..;,.; r:.-. l Beberapa pendekatan telah diambil, tapi semuanya tetap berupa percobaan. Satu pendekatan adalah unfuk secara3Ji III. FARMAKOLOGI KLINIS farmakologis mengurangi kecanduan. Antagonis dan ago- KETERGANTUNGAN DAN nis parsial reseptor opioid p naltrekson telah disetujui KETAGIHAN FDA untuk indikasi ini dalam hal ketagihan opioid dan alkohol. Efeknya cukup baik dan mungkin rnelibatkanHingga saat ini, tidak ada satu terapi farrnakologik pun(bahkan dalam kombinasi dengan intervensi perilaku) modulasi sistem opioid endogen.yang efisien menghilangkan ketagihan. Akan tetapi, per- Uji coba klinis saat ini sedang dijalankan untuk bebe-nyataan ini tidak berarti bahwa ketagihan tidak bersifatnirpulih. Intervensi farmakologik pada kenyataannya ber- rapa obat, termasuk agonis reseptor GABAB afinitas-tinggi,manfaat pada semua tahap penyakit. Hal ini khususnya yakni baklofen, dan hasil awalnya telah menunjukkan pe-benar pada kasus overdosis masif, ketika pembalikankerja obat dapat menyelamatkan jiwa. Akan tetapi, dalam nurunan kecanduan secara signifikan. Efek ini mungkinhal ini, antagonis yang disetujui FDA hanya tersedia untuk diperantarai oleh inhibisi neuron dopamin ATV, yangopioid dan benzodiazepin. mungkin dicapai oleh kosentrasi baklofen pada pemberi- Intervensi farmakologik dapat juga bertujuan untuk an oral karena afinitasnl'a yang sangat tinggi terhadap re-meringankan sindrom putus-obat, khususnya setelahpajanan opioid. Dengan berasun'rsi bahwa putus-obat se- septor GABAu.tidaknya mencerminkan adanya hiperaktivitas sistemadrenergik pusat, agonis adrenoseptor o., klonidin (uga cti- Rimonaban adalah antagonis kanabinoid terbaru yanggunakan sebagai obat antihipertensi yang bekerja aktif di sebentar lagi akan tersedia untuk terapi ketagihan. Awal-pusat, lihat Bab 11) telah digunakan untuk meringankan nya dikembangkan untuk ketagihan nikotin, rimonabangejala putus-obat, dan tindakan ini cukup berhasil. Saat ini, mungkin bermanfaat dalam terapi penyalahgunaan ko-kebanyakan klinisi cenderung untuk mengurangi gejala kain, heroin, dan alkol-rol. Walaupun mekanisrne selularnyaputus-obat opioid dengan mengurangi pemberian opioid tidak jelas, data pada binatang pengerat secara meyakin- kan membuktikan bahwa senyawa ini dapat menurunkanjangka-panjang dengan sangat perlahan. penggunaan obat swalayan baik oleh binatang yang masih naif (belum pernah rnenggunakan obat) maupun oleh bi- natang yang sudah berpengalaman menggunakan obat.

REFERENSI OBATYANG DISALAHGUNAKAN I 537Umum Penya lahg u n a a n Fa rma ko log i O batGoldman D, Oroszi G, Ducci F: The genetics of addictions: Un- Cruz HG et al: Bi-directed effects of GABA(B) receptor agonists on covering the genes. Nat Rev Genet 2005;6:521. the mesolimbic dopamine system. Nat Neurosci 2004;7:753.Hyman SE: Addiction: A disease of leaming and memory. Am J Mansvelder HD, Keath J& McGehee DS: Synaptic mechanisms underlie nicotine-induced excitability of brain reward areas. Psychiatry 2005;762:1. 41.4. Neuron 2002;33:905.Kauer JA: Leaming mechanism in addiction: Synaptic plasticity in the venhal tegmental area as a result of exposure to drugs of Maskos U et al: Nicotine reinforcement and cognition restored abuse. Annu Rev Physiol 2004;66rM7. by targeted expression of nicotinic receptors. NafureL-uscher C, Ungless MA: The mechanistic classification of addic- tive drugs. PloS Med 2006;3:e437. 2005;436:103.Robinson TE, Berridge KC: Addiction. Annu Rev Psychol Morton J: Ecstasy: Pharmacology and neurotoxicity. Cun Opin 2003;54l.8. Pharmacol 2N5;5:79. Nichols DE: Hallucinogens. Pharmacol Ther 2004;101:131.Ungless MA: Dopamine: The salient issue. Trends Neurosci Snead OC 3'd, Gibson KM: Gamma-hydroxybutyric acid. N Engl J 2N4;27:702. Med2005;352:2721.Wise RA: Dopamine, leaming and motivation. Nat Rev Neurosci Sulzer D et al: Mechanisms of neurotransmitter release by amphe- 20M;5:483. tamines: A review. Prog Neurobiol2ffiS;75:406.Wolf ME: LTP may trigger addiction. Mol Interv 2N3;3:248. Wilson RI, Nicoll RA: Endocannabinoid signaling in the brain. Science 2N2;296:678.

s38


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook