HEPATITIS C 1975semakin meningkat bila terdapat ko-infeksi VHC-HIV dan Immunoblot assay dulu digunakan untuk tes konfirmasiVHB yang juga tidak jarang ditemukan pada pengguna pada mereka dengan anti-HCV positif dengan EIA. Saatnarkotika di Indonesia. ini dengan tingkat sensitifitas dan spesifisitas EIA yang sudah sedemikian tinggi, tes konfirmasi ini tidak lagi Ko-infeksi VHC dengan virus hepatitis B (VHB) juga digunakan.memperburuk perjalanan penyakit pasien. Dilaporkankejadian sirosis hati relatif lebih banyak ditemukan pada Deteksi RNA VHC digunakan untuk mengetahuimereka yang menderita ko-infeksi VHC-VHB dibandingkan adanya virus ini dalam tubuh pasien terutama dalam serumdengan VHC atau VHB saja. Selain itu, risiko terjadinya sehingga memberikan gambaran infeksi sebenarnya.kanker hati meningkat menjadi amat tinggi pada mereka Jumlah VHC dalam serum maupun hati relatif sangatyang menderita ko-infeksi ini dibandingkan hanya kecil sehingga diperlukan teknik amplifikasi agar dapatterinfeksi salah satu virus tersebut saja. terdeteksi. Teknik polymerase chain reaction (PCR) dimana gen VHC digandakan oleh enzim polimerase digunakan Superinfeksi oleh virus hepatitis A (VHA) pada pasien sejak ditemukannya virus ini dan saat ini umumnyayang telah terinfeksi VHC dilaporkan dapat menjadi digunakan untuk menentukan adanya VHC (secarahepatitis akut yang berat maupun hepatitis fulminan. kualitatif) maupun menentukan jumlah virus dalam serumUntuk itu, pasien VHC yang belum pernah terinfeksi (kuantitatif). Teknik ini juga dipakai dalam menentukanVHA (anti-HAV total negatif) dianjurkan untuk vaksinasi genotipe VHC. Teknik lain adalah dengan menggandakanterhadap infeksi VHA. signal yang didapat dari gen VHC yang terikat pada probe RNA sehingga dapat dihitung jumlah kuantitatif VHC. Hasil Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul dari kedua metode ini sulit dibandingkan satu sama lainmanifestasi ekstra hepatik, antara lain: krioglobulinemia walaupun saat ini telah ada standarisasi dalam satuandengan komplikasi-komplikasinya (glomerulopati, pemeriksaan sehingga di masa datang diharapkan satukelemahan, vaskulitis, purpura, atau artralgia), porphyria pemeriksaan dapat diikuti atau dilakukan pemeriksaancutanea tarda, sicca syndrome, atau lichen planus. ulang dengan pemeriksaan lain dengan hasil yang dapatPatofisiologi gangguan-gangguan ekstra hepatik ini dibandingkan.belum diketahui pasti, namun dihubungkan dengankemampuan VHC untuk menginfeksi sel-sel limfoid Untuk menentukan genotipe VHC selain dengansehingga mengganggu respons sistem imunologis. Sel-sel teknik PCR, juga digunakan teknik hibridisasi atau denganlimfoid yang terinfeksi dapat berubah sifatnya menjadi melakukan sequencing gen VHC.ganas karena dilaporkan tingginya angka kejadian limfomanonHodgkin pada pasien dengan infeksi VHC. Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan adanya infeksi VHC dilakukan pada penapisan darahDIAGNOSTIK untuk transfusi darah. Umumnya unit-unit transfusi darah menggunakan deteksi anti-VHC dengan EIA maupunInfeksi oleh VHC dapat diidentifikasi dengan memeriksa dengan cara imunokromatografi, namun masih terdapatantibodi yang dibentuk tubuh terhadap VHC bila virus kasus-kasus pasien yang terinfeksi oleh VHC walaupunini menginfeksi pasien. Antibodi ini akan bertahan lama deteksi anti-VHC sudah dinyatakan negatif.setelah infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti protektifWalaupun pasien dapat menghilangkan infeksi VHC pada Teknik deteksi nukleotida lebih sensitif daripadainfeksi akut, namun antibodi terhadap VHC masih terus deteksi anti-VHC karena itu di dunia saat ini telahbertahan bertahun-tahun (18-20 tahun). dikembangkan teknik menggunakan real-time PCR yang dapat mendeteksi RNA VHC dalam jumlah yang sangat Deteksi antibodi terhadap VHC dilakukan umumnya kecil (kurang dari 50 kopi/mL). Selain itu, teknologidengan teknik enzyme immuno assay (EIA). Antigen yang menggunakan teknik transcription-mediated amplificationdigunakan untuk deteksi dengan cara ini adalah antigen (TMA) juga telah dikembangkan untuk meningkatkanC-100 dan beberapa antigen non-struktural (NS 3,4 dan 5) sensitifitas deteksi VHC. Teknik-teknik yang sangat sensitifsehingga tes ini menggunakan poliantigen dari VHC. Dikenal ini berguna untuk deteksi infeksi VHC di kalangan pasienbeberapa generasi pemeriksaan antibodi VHC ini dimana maupun di kalangan masyarakat umum untuk transfusiantigen yang digunakan semakin banyak sehingga saat ini darah.generasi III mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yangtinggi. Antibodi terhadap VHC dapat dideteksi pada minggu EPIDEMIOLOGI INFEKSI VHCke 4-10 dengan sensitifitas mencapai 99% dan spesifisitaslebih dari 90%. Negatif palsu dapat terjadi pada pasien Infeksi VHC didapatkan di seluruh dunia. Dilaporkan lebihdengan defisisiensi sistem kekebalan tubuh seperti pada kurang 170juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus ini.pasien HIV, gagal ginjal, atau pada krioglobulinemia. Prevalensi VHC ber*beda-beda di seluruh dunia. Di Indonesia
1976 HEPATOLOGIbelum ada data resmi mengenai infeksi VHC tetapi dari Indikasi terapi pada hepatitis C kronik apabilalaporan pada lembaga transfusi darah didapatkan lebih didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas nilaikurang 2% positif terinfeksi oleh VHC. Pada studi populasi normal. Menurut panduan penatalaksanaan, nilai ALT lebihumum di Jakarta prevalensi VHC lebih kurang 4%. dari 2 kali batas atas nilai normal.Hal ini mungkin tidak berlaku mutlak karena berapapun nilai ALT di atas batas Umumnya transmisi terbanyak berhubungan dengan nilai normal biasanya sudah menunjukkan adanya fibrosistransfusi darah terutama yang didapatkan sebelum yang nyata bila dilakukan biopsi hati. Bila nilai ALT normal,dilakukannya penapisan donor darah untuk VHC oleh PMI. harus diketahui terlebih dahulu apakah nilai normal iniInfeksi VHC juga didapatkan secara sporadik atau tidak menetap (persisten) atau berfluktuasi dengan memonitordiketahui asal infeksinya. Hal ini dihubungkan dengan nilai ALT setiap bulan untuk 4-5 kali pemeriksaan. Nilai ALTsosial ekonomi rendah, pendidikan kurang, dan perilaku yang berfluktuasi merupakan indikasi untuk melakukanseksual yang berisiko tinggi. Infeksi dari ibu ke anak terapi namun bila nilai ALT tetap normal, biopsi hati perlujuga dilaporkan namun sangat jarang terjadi, biasanya dilakukan agar dapat lebih jelas diketahui fibrosis yangdihubungkan dengan ibu yang menderita HIV karena sudah terjadi.jumlah VHC di kalangan ibu yang menderita HIV biasanyatinggi. Dilaporkan pula terjadinya infeksi VHC pada Pada pasien yang tidak terjadi fibrosis hati (FO) atautindakan-tindakan medis seperti endoskopi, perawatan hanya merupakan fibrosis hati ringan (F1), mungkingigi, dialisis, maupun operasi. VHC dapat bertransmisi terapi tidak perlu dilakukan karena mereka biasanyamelalui luka tusukan jarum namun diketahui risikonya tidak berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahunrelatif lebih kecil dari pada VHB namun lebih besar dari menderita infeksi VHC. Nilai fibrosis hati pada tingkatpada VHC. menengah atau tinggi, sudah merupakan indikasi untuk terapi sedangkan apabila sudah terdapat sirosis hati, maka Umumnya genotipe yang didapatkan di Indonesia pemberian interferon harus berhati-hati karena dapatadalah genotipe 1 (lebih kurang 60-70%) diikuti oleh menimbulkan penurunan fungsi hati secara bermakna.genotipe 2 dan genotipe 3. Dilaporkan adanya genotipekhas untuk Indonesia yaitu genotipe 1c tetapi sebagian Pengobatan hepatitis C kronik adalah denganpara ahli menganggap genotipe ini sama dengan genotipe menggunakan interferon alfa dan ribavirin. Umumnya1 lainnya yang sudah dilaporkan hanya saja laporan disepakati bila genotipe VHC adalah genotipe 1 danterdahulu menggunakan metode yang hanya melihat 4, maka terapi perlu diberikan selama 48 minggu dansebagian kecil gen VHC saja. bila genotipe 2 dan 3, terapi cukup diberikan selama 24 minggu. Prevalensi yang tinggi didapatkan pada beberapakelompok pasien seperti pengguna narkotika suntik i>80%) Kontra indikasi terapi adalah berkaitan dengandan pasien hemodialisis (70%). Pada kelompok pengguna penggunaan inteferon dan ribavirin tersebut. Pasien yangnarkotika suntik ini selain infeksi VHC yang tinggi, ko-infeksi berumur lebih dari 60 tahun, Hb <10 g/dL, lekosit darahdengan HIV juga dilaporkan tinggi (>80%). <2500/uL, trombosit < 100.000/uL, adanya gangguan jiwa yang berat, dan adanya hipertiroid tidak diindikasikan VHC didapatkan pada saliva pasien tetapi infeksi VHC untuk terapi dengan interferon dan ribavirin. Pasien denganmelalui saliva dan kontak-kontak lain dalam rumah tangga gangguan ginjal juga tidak diindikasikan menggunakandiketahui sangat tidak efisien untuk terjadinya infeksi dan ribavirin karena dapat memperberat ganggunan ginjaltransmisi VHC sehingga amat jarang ditemukan adanya yang terjadi.transmisi VHC melalui hubungan dalam rumah tangga. Untuk inteferon alfa yang konvensional, diberikanPENATALAKSANAAN setiap 2 hari atau 3 kali seminggu dengan dosis 3 juta unit subkutan setiap kali pemberian. interferon yang telahUntuk penatalaksanaan infeksi VHC beberapa badan diikat dengan poly-ethylen glycol (PEG) atau di kenalpeneliti hati di dunia seperti American Asscociation for dengan Peg-lnterferon, diberikan setiap minggu denganStudy of the Liver Diseases (AASLD), European Association dosis 1,5 ug/kg BB/ kali (untuk Peg-lnteferon 12 KD) ataufor Study of the Liver (EASL) dan Asia-Pacific Association 180 ug (untuk Peg-lnterferon 40 KD).for Study of the Liver (APASL) serta Perhimpunan PenelitiHati Indonesia (PPHI) sudah mengeluarkan panduan Pemberian interferon diikuti dengan pemberianpenatalaksanaan. Pasien biasanya diketahui terinfeksi VHC ribavirin dengan dosis pada pasien dengan berat badansetelah adanya pemeriksaan anti-HCV yang positif. Untuk <50 kg 800 mg setiap hari, 50-70 kg 1000 mg setiapmengetahui adanya infeksi sebenarnya, pemeriksaan RNA hari, dan >70 kg 1200 mg setiap hari dibagi dalam 2 kaliVHC perlu dilakukan dimana sekaligus diketahui jumlah pemberian.virus di dalam darah serta genotipe VHC. Pada akhir terapi dengan inteferon dan ribavirin, perlu dilakukan pemeriksaan RNA VHC secara kualitatif untuk mengetahui apakah VHC resisten terhadap pengobatan
HEPATITIS C 1977dengan interferon yang tidak akan bermanfaat untuk Apabila jelas infeksi akut tersebut terjadi misalnya padamemberikan terapi lanjutan dengan interferon dan tidak tenaga medis yang secara rutin dilakukan pemeriksaanmemerlukan pemeriksaan RNA VHC 6 bulan kemudian. anti-HCV dengan hasil negatif dan kemudian setelahKeberhasilan terapi dinilai 6 bulan setelah pengobatan tertusuk jarum anti-HCV menjadi positif maka monoterapidihentikan dengan memeriksa RNA VHC kualitatif. Bila dengan interferon dapat diberikan.RNA VHC tetap negatif, maka pasien dianggap mempunyairespons virologik yang menetap (sustained virological Pada ko-infeksi HCV-HIV, terapi dengan inteferon danresponse atau SVR) dan RNA VHC kembali positif, pasien ribavirin dapat diberikan bila jumlah CD4 pasien ini >200dianggap kambuh (relapser). Mereka yang tergolong sel/mL Bila CD4 kurang dari nilai tersebut, respons terapikambuh ini dapat kembali diberikan Interferon dan sangat tidak memuaskan.ribavirin nantinya dengan dosis yang lebih besar ataubila sebelumnya menggunakan inteferon konvensional, Untuk pasien dengan ko-infeksi VHC-VHB, dosisPeg-lnterferon mungkin akan bermanfaat. Beberapa pemberian inteferon untuk VHC sudah sekaliguspeneliti menganjurkan pemeriksaan RNA VHC kuantitatif mencukupi untuk terapi VHB sehingga kedua virus12 minggu setelah terapi dimulai untuk menentukan dapat diterapi bersama-sama sehingga tidak diperlukanprognosis keberhasilan terapi dimana prognosis dikatakan nukleosida analog yang khusus untuk VHB.baik bila RNA VHC turun >2 log. REFERENSI Efek samping penggunaan interferon adalah demamdan gejala-gejala menyerupai flu (nyeri otot, malaise, Choo QL, K u o G, Weinner AJ, Overby LR, Bradley D W , Houghtontidak nafsu makan, dan sejenisnya), depresi dan gangguan M. Isolation of c D N A clone derived from ablood borne non-A,emosi, kerontokan rambut lebih dari normal, depresi non-B viral hepatitis genome. Science 1989;244:395-62.sumsum tulang, hiperurisemia, kadang-kadang timbultiroiditis. Ribavirin dapat menyebabkan penurunan Hb. Drazan K.Molecular biology of hepatitis C infection. Liver TransplUntuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, 2000;6:396-406.pemantauan pasien mutlak perlu dilakukan. Pada awalpemberian interferon dan ribavirin dilakukan pemantauan Lauer G M , Walker BD. Hepatitis C virus infection.N Engl J Medklinis, laboratoris (Hb, lekosit, trombosit, asam urat, dan 2001;345(l):41-52.ALT) setiap 2 minggu yang kemudian dapat dilakukansetiap bulan. Terapi tidak boleh dilanjutkan bila Hb <8 Lindenbach BD, Rice C M . Unravelling hepatitis C virus replicationg/dL, lekosit <1500/uL atau kadar netrofil <500/uL, f r o m genome to function. Nature 2005;436:933-8.trombosit <50.000/uL, depresi berat yang tidak teratasidengan pengobatan anti-depresi, atau timbul gejala-gejala tiroiditis yang tidak teratasi. Keberhasilan terapi dengan inteferon dan ribavirinuntuk eradikasi VHC lebih kurang 60%. Tingkat keberhasilanterapi tergantung pada beberapa hal. Pada pasien dengangenotipe 1 hanya 40% pasien yang berhasil dieradikasisedangkan untuk genotipe lain, tingkat keberhasilan terapidapat mencapai lebih dari 70%. Peg-lnteferon dilaporkanmempunyai tingkat keberhasilan terapi yang lebih baikdaripada interferon konvensional. Hal lain yang jugaberpengaruh dalam kurangnya keberhasilan respons terapidengan inteferon adalah semakin tua umur, semakin lamainfeksi terjadi, jenis kelamin laki-laki, berat badan berlebih(obese), dan tingkat fibrosis hati yang berat. Pada hepatitis C akut, keberhasilan terapi denganinterferon lebih baik daripada pasien hepatitis C kronikhingga mencapai 100%. Pada kelompok pasien iniinterferon dapat digunakan secara monoterapi tanpaRibavirin dan lama terapi pada satu laporan hanya 3bulan. Namun sulit untuk menentukan infeksi akut VHCkarena tidak adanya gejala akibat infeksi virus ini sehinggaumumnya tidak diketahui waktu yang pasti adanya infeksi.
SIROSIS HATI Siti NurdjanahPENDAHULUAN Secara klinis atau fungsional SH dibagi atas : 1. Sirosis hati kompensata dan 2. Sirosis hati dekompensata, di-Sirosis Hati (SH) merupakan dampak tersering dari sertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoselular danperjalanan klinis yang panjang dari semua penyakit hipertensi portal.^hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkimhati. Deskripsi suatu \"Sirosis\" hati berkonotasi balk EPIDEMIOLOGIdengan status pato-fisiologis maupun klinis, dan untukmenetapkan prognosis pasien dengan penyakit hati.^ Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang berusia 45 - 46 tahun Secara klinis perlu dibedakan antara sirosis kompen- (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker). Diseluruhsata dan dekompensata yang didasarkan pada tingkat dunia SH menempati urutan ketujuh penyebab kematian.hipertensi portal dan terjadinya komplikasi klinis namun Penderita SH lebih banyak laki-laki, jika dibandingkantidak selalu disertai peristiwa biologis lain yang relevan dengan wanita rasionya sekitar 1,6 : I.Umur rata-ratatermasuk perubahan regenerasi dan hilangnya fungsi hati penderitanya terbanyak golongan umur 30 - 59 tahuntertentu secara progresif.^ dengan puncaknya sekitar umur 40 - 49 tahun. Insidens SH di Amerika diperkirakan 360 per-100.000 penduduk. Dahulu SH dianggap sebagai proses yang pasif dan Penyebab SH sebagaian besar adalah penyakit hati alkoholiktidak dapat pulih kembali, namun sekarang dianggap dan non alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C.^ Disebagai suatu bentuk respon aktif terhadap penyembuhan Indonesia data prevalensi penderita SH secara keseluruhancedera hati kronik yang dapat pulih kembali. Ada bukti belum ada. Di daerah Asia Tenggara, penyebab utama SHnyata yang menunjukkan reversibilitas dari fibrosis pada adalah hepatitis B (HBV) dan C (HCV). Angka kejadian SHkeadaan pre-sirosis. Namun faktor yang menentukan di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 2 1 , 2 - 4 6 , 9 %dari regresi fibrosis belum cukup jelas, dan saat dimana dan hepatitis C berkisar 38,7 - 73,9%.^sirosis betul-betui bisa pulih kembali belum ditetapkansecara morfologi maupun fungsional.Dengan kata lain PATOGENESISbelum diketahui dengan pasti derajat fibrosis yang masihreversibel.^ Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cidera kroniki-reversibel pada parenkim hati disertai timbulnya jaringan ikat difusDIFINISI (akibat adanya cidera fibrosis), pembentukan nodul de- generatif ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal iniSirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringanprogresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringanikat,pembentukan nodul regeneratif Gambaran morfologi dari distorsi jaringan vaskular berakibat pembentukan vaskularSH meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif, perubahan intra hepatik antara pembuluh darah hati aferen (venaarsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskularintrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (venaporta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika).^^ 1978
SIROSIS HATI 1979porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika),dan tidak dicurigai sampai adanya komplikasi penyakit hati.regenerasi nodular parenkim hati sisanyaJ^ Banyak penderita ini sering tidak terdiagnosis sebagai SH sebelumnya dan sering ditemukan pada waktu Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari autopsi. Diagnosis SH asimtomatis biasanya dibuat secarasel stellate hati. Aktivasi ini dipicu oleh faktor pelepasan insidental ketika tes pemeriksaan fungsi hati (transaminase)yang dihasilkan hepatosit dan sel Kupffer. Sel stellate atau penemuan radiologi, sehingga kemudian penderitamerupakan sel penghasil utama matrix ekstraselular (ECM) melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan biopsi hatisetelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan ECMdisebabkan adanya pembentuk jaringan mirip fibroblast Sebagian besar penderita yang datang ke klinikyang dihasilkan sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa biasanya sudah dalam stadium dekompensata, disertaisitokin seperti transforming growth factor (i (TGF- P) dan adanya komplikasi seperti perdarahan varises, peritonitistumor necrosis factors (TNF a).^ bakterlal spontan, atau ensefalopati hepatis. Gambaran klinis dari penderita SH adalah mudah lelah, anoreksi, berat Deposit ECM di space of Disse akan menyebabkan badan menurun, atropi otot, ikterus, spider angiomata,perubahan bentuk dan memacu kapilarisasi pembuluh splenomegali, asites, caput medusae, palmar eritema,darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah white nails, ginekomasti, hilangnya rambut pubis danpertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, ketiak pada wanita, asterixis (flapping tremor), foetorsehingga material yang seharusnya dimetabolisasi oleh hepaticus, dupuytren's contracture (sirosis akibat alkohol)hepatosit akan langusng masuk ke aliran darah sistemik (Tabel 2)}''dan menghambat material yang diproduksi hati masuk kedarah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal dan Tabel 2. Tanda-Tanda Klinis Sirosis Hati danpenurunan fungsi hepatoselular^ Penyebabnya'-^PENYEBAB Tanda PenyebabPenyebab SH bermacam-macam, kadang lebih dari • Spider angioma atau Estradiol meningkatsatu sebab ada pada satu penderita. Di negara barat spider nevialkoholisme kronik bersama virus hepatitis C merupakanpenyebab yang sering dijumpai (Tabel 1).^'^ • Palmar erytema Gangguan metabolisme hormon seks Tabel 1. Penyebab S H ' ' • Perubahan kuku: Penyakit hati alkoholik {alcoholic Liver disease/AlD) Hepatitis C kronik • Muehrche's lines • Hipoalbuminemia Hepatitis B kronik dengan/atau tanpa hepatitis D Steato hepatitis non alkoholik (NASH), hepatitis tipe ini • Terry's nails • hipoalbuminemia dikaitkan dengan DM, malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri koroner, pemakaian obat kortikosteroid. • Clubbing • Hipertensi portopulmonal Sirosis bilier primer Kolangitis sklerosing primer • Osteoartopati Hiper- • Chronic proliferative Hepatitis autoimun trofi penostitis Hemokromatosis herediter Penyakit Wilson • Kontraktur Dupuytren • Proliferasi fibroplastik dan Defisiensi >A/p/70 1-antitrypsin gangguan deposit kolagen Sirosis Kardiak Galaktosemia • Ginekomastia • Estradiol meningkat Fibrosis kistik Hepatotoksik akibat obat atau toksin • Hipogonadisme • Perlukaan gonad primer Infeksi parasit tertentu {Schistomiosis) atau supresi fungsi hipofise atau hipotalamusMANIFESTASI KLINIS Ukuran hati: besar, • Hipertensi portalPerjalanan penyakit SH lambat, asimtomatis dan seringkali normal, mengecil Splenomegali • Hipertensi portal Asites • Hipertensi portal Caput medusae • Hipertensi portal Murmur Cruveilhier- • Hipertensi portal Baungarten (bising daerah epigastrium) Fetor hepaticus Diamethyl sulfide meningkat Ikterus Bilirubin meningkat f^erms/Flapping tremor (sekurang-kurangnya 2-3 mg/dl Ensefalopati hepatikum
1980 HEPATOLOGILABORATORIUM Asites tampak sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ intra abdominal dengan dinding abdomen.Pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk SH (tabel Pemeriksaan MRI dan CT konvensional bisa digunakan untuk menentukan derajat beratnya SH, misal dengan3)2,3,5 menilai ukuran lien, asites dan kolateral vascular. Ketiga alat ini juga dapat untuk mendeteksi adanyaTabel 3. Tes laboratorium pada Sirosis Hati''-' karsinomahepatoselularlJenis pemeriksaan Hasil ENDOSKOPIAminotransferase: ALT Normal atau sedikit Gastroskopi dilakukan untuk memeriksa adanya varisesdan AST meningkat di esofagus dan gasterpada penderita SH. Selain untukAlkali fosfatase /ALP diagnostikjuga, dapat pula digunakan untuk pencegahanGamma-glutamil trans- Sedikit meningkat dan terapi perdarahan Varises ^.ferase: yGT Korelasi dengan ALP, spesifik DIAGNOSISBilirubin khas akibat alkohol sangat meningkat Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadangAlbumin sangat sulit menegakkan diagnosis SH. Pada prosesGlobulin Meningkat pada SH lanjut lebih lanjut stadium kompensata bisa ditegakkan denganWaktu Prothrombin prediksi penting mortalitas bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan pencitraan lainnya.Natrium darah Menurun pada SH lanjut Pada stadium dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala dan tanda klinis biasanya sudah tampakTrombosit Meningkat terutama IgG dengan adanya komplikasi.Lekosit dan netrofilAnemia Meningkat /penurunnan Baku emas untuk diagnosis SH adalah biopsi produksi faktor V/Vil dari hati hati melalui perkutan, transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak diperlukan bila Menurun akibat peningkatan secara klinis, pemeriksaan laboratoris dan radiologi ADH dan aldosteron menunjukkankecenderungan SH. Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya Menurun (hipersplenism) perdarahan dan kematian^ ^ Menurun (hipersplenism) PENANGANAN SH Makrositik, normositik dan Sirosis hati secara klinis fungsional dibagi atas : mikrositik 1. Sirosis hati kompensata 2. Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-Pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari penyebabnya tanda kegagalan hepatoselular dan hipertensi•3, 5, 6 portal. Serologi virus hepatitis Penanganan SH kompensata ditujukan pada penyebab - HBV : HbSAg, HBeAg, Anti HBc, HBV-DNA hepatitis kronis. Hal ini ditujukan untuk mengurangi - HCV : Anti HCV HCV-RNA progresifitas penyakit SH agar tidak semakin lanjut dan Auto antibodi (ANA, ASM, Anti-LKM) untuk autoimun menurunkan terjadinya karsinoma hepatoselular Di Asia hepatitis Tenggara penyebab yang tersering adalah HBV dan HCV. Saturasi transferin dan feritinin untuk Untuk HBV kronis bisa diberikan preparat interferon secara hemokromatosis injeksi atau secara oral dengan preparat analog nukleosida Ceruloplasmin dan Copper untuk penyakit Wilson jangka pan}ang.Preparat nukleosida analog ini juga bisa Alpha 1-antitrypsin diberikan pada SH dekompensata akibat HBV kronis selain AMA untuk sirosis bilier primer penanganan untuk komplikasinya. Sedang untuk SH akibat Antibodi ANCA untuk kolangitis sklerosis primerPEMERIKSAAN PENCITRAANUltrasonografi (USG) untuk mendeteksi SH kurang sensitifnamun cukup spesifik bila penyebabnya jelas.GambaranUSG memperlihatkan ekodensitas hati meningkat denganekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisisuperficial, sedang pada sisi profunda ekodensitasmenurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobuscaudatus, splenomegali, dan vena hepatika gambaranterputus-putus. Hati mengecil dan dijumpai splenomegli,
SIROSIS HATI 1981HCV kronis bisa diberikan preparat Interferon. Namun puluh persen penderita SH dan 85% penderita SHpada SH dekompensata pemberian preparat interferon dengan Child C mempunyai VE. Diagnosis VE ditegakkanini tidak direkomendasikan . denganesofagogastroduodenoskopi, sehingga perlu dilakukan skrining untuk mengetahui adanya VE padaKOMPLIKASI semua penderita SH yang didiagnosis pertama kali.\"Komplikasi SH yang utama adalah hipertensi portal, Pencegahan untuk terjadinya perdarahan VE adalahasites, peritonitis bakterail spontan, perdarahan varises dengan pemberian obat golongan/3 blocker (propranolol)esofagus, sindroma hepatorenal, ensefalopati hepatikum, maupun ligasi varises. Bila sudah terjadi perdarahandan kanker hati.^ dalam keadaan akut, bisa dilakukan resusitasi dengan cairan kristalod/koloid/penggantian produk darah.HIPERTENSI PORTAL Untuk menghentikan perdarahan digunakan preparat vasokonstriktorsp/onc/in/c, somatostatin atau Octreotide.Definisi hipertensi portal (HP) adalah peningkatan hepatic Octreotide bisa diberikan dengan dosis 50-100 pg/hVenous pressure gradient {HWG) lebih 5 mmHg.^ Hipertensi dengan infus kontinyu. Setelah itu dilakukan skleroterapiportal merupakan suatu sindroma klinis yang sering terjadi. atau ligasi varises. Tindakan endoskopi terapeutik ini jugaBila gradien tekanan portal (perbedaan tekanan antara dilakukan untuk menghentikan perdarahan berulang.vena porta dan vena cava inferior) di atas 10-12 mmHg, Transjugular intrahepatic portosistemic (TIPS) d a nkomplikasi HP dapat terjadi.^ Hipertensi porta terjadi akibat pembedahan shunt bisa dilakukan namun sebagai efekadanya 1). Peningkatan resistensi intra hepatik terhadap sampingdapat terjadi ensefalopati hepatik.aliran darah porta akibat adanya nodul degeneratif dan2). Peningkatan aliran darah splanchnic sekunder akibat PERITONITIS BAKTERIAL SPONTANvasodilatasi pada splanchnic vascularbed} Peritonitis bakterlal spontan (SBP) merupakan komplikasiASITES berat dan sering terjadi pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa adanya fokusPenyebab asites yang paling banyak pada SH adalah infeksi intraabdominal. Pada penderita SH dan asitesHR disamping adanya hipoalbuminemia (penurunan berat, frekuensi SBP berkisar 30% dan angka mortalitasfungsi sintesis pada hati) dan disfungsi ginjal yang akan 25%. Escheria coll merupakan bakteri usus yang seringmeng-akibatkan akumulasi cairan dalam peritoneum.^ menyebabkan SBR namun bakteri gram positif sepertiPenanganan asites yaitutirah baring, diit rendah garam Streptococcus viridians, Staphylococcus amerius bisayaitu konsumsi garam 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Bila ditemukan. Diagnosis SBP ditegakkan bila pada sampeltidak berhasil dapat dikombinasikan dengan spironolakton cairan asites ditemukan angka sel netrofil > 250/mm^^100-200 mg/hari. Respons diuretik bisa dimonltordengan adanya penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa Untuk penanganan SBP diberikan antibiotika golon-edema dan 1 kg/hari bila ada edema. Bila pemberian gan sefalosporin generasi kedua atau cefotaxim, denganspironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan dosis 2 gram intravena tiap 8 jam selama 5 hari.^furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari, dengan dosismaksimal 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites ENSEFALOPATI HEPATIKUMsangat besar. Pengeluaran asites sampai 4-6 literperludisertaidengan pemberian albumin.^° Sekitar 28% penderita SH dapat mengalami komplikasi ensefalopati hepatikum (EH).\" Mekanisme terjadinya EHVARISES GASTROESOFAGUS adalah akibat hiperammonia, terjadi penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari intrahepatic portal-systemicVarises gastroesofagus merupakan kolateral portosistermik shunts dan/atau penurunan sisntesis urea dan glutamik.yang paling penting.Pecahnya varises esophagus (VE) Beberapa faktor merupakan presipitasi timbulnya EHmengakibatkan perdarahan varises yang berakibat diantaranya infeksi, perdarahan, ketidakseimbanganfatal.Varises ini terdapat sekitar 50% penderita SH dan elektrolit, pemberian obat-obat sedatif dan protein porsiberhubungan dengan derajat keparahan SH. Empat tinggi. Dengan mencegah ataupun menangani faktor- faktor presipitasi, EHdapat diturunkan risikonya. Di samping itu pemberian Laktulose, Neomisin (antibiotika yang tidak diabsorbsi mukosa usus) cukup efektif mencegah terjadinya EH.^\"^^
1982 HEPATOLOGISINDROM HEPATORENAL kreatlnin. Tipe 2 ini lebih baik prognosisnya daripada tipe 1.«Sindrom hepatorenal (SHR) merupakan gangguan fungsiginjal tanpa kelainan organik ginjal, yang ditemukan Penanganan SHR yang terbaik adalah denganpada SH tahap lanjut. Sindroma ini sering dijumpai transplantasi hati. Belum banyak penelitian yang mengujipada penderita SH dengan asites refrakter. Sindroma efektifitaspemberian preparat somatostatin, terlipressin.Hepatorenal tipe 1 ditandai dengan gangguan progresif Untuk prevensi terjadinya SHR perlu dicegah terjadinyafungsi ginjal dan penurunan klirens kreatlnin secara hipovolemia pada penderita SH, dengan menghentikanbermakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan pemberian diuretik, rehidrasi dan infus albumin. Secarapenurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum ringkas tatalaksana SH dengan komplikasi ditampilkan pada tabel 47Tabel 4. Tatalaksana Sirosis Hati dengan Komplikasi^ Komplikasi Terapi DosisAsites Tirah baringEnsefalopati hepatikumVarises esophagus Diit rendah garam 5,2 gram atau 90 mmol/hariPeritonitis bakterlal spontan Obat antidiuretik: diawali spironolakton, 100-200 mg sekali sehari maks 400 mgSindrom hepatorenal (HRS) bila respons tidak adekuat dikombinasi 20-40 mg/hari, maks 160 mg/hari Furosemid Parasintesis bila asietes sangat besar, 8 to 10 g IV per liter cairan parasintesis hinggga 4-6 liter & dilindungi pemberian (jika >5 L) albumin Restriksi cairan Direkomendasikan jika natrium serum kurang 120-125 mmol/L Laktulosa 30-45 mL sirup oral 3-4 kali/hari atau 300 mL enema sampai 2-4 kali BAB/hari dan perbaikan status mental Neomisin 4-12 g oral/hari dibagi tiap 6-8 jam; dapat ditambahkan pada pasien yang refrakter laktulosa Propranolol 40-80 mg oral 2 kali/hari Isosorbid mononitrat 20 mg oral 2 kali/hari Saat perdarahan akut diberikan somatostatin atau okreotid diteruskan skleroterapi atau ligasi endoskopi Pasien asites dengan jumlah sel PMN >250/mm3 mendapat profilaksis untuk mencegah PBS dengan Sefotaksim dan Albumin Albumin 2 g IV tiap 8 jam 1.5 g per kg IV dalam 6 jam, 1 g per kg IV hari ke 3 Norfloksasin 400 mg oral 2 kali/hari untuk terapi, 400 mg oral 2kali/hari selama 7 hari untuk perdara- han gastrointestinal, 400 mg oral per hari untuk profilaksis Trimethoprim/sulfamethoxazole 1 tablet oral/hr untuk profilaksis, 1 tablet oral 2 kali/hr selama 7 hari untuk perdarahan gastrointestinal Transjugular intrahepatic portosystemic shunt efektif menurunkan hipertensi porta dan memperbaiki HRS, serta menurunkan perdarahan gastrointestinal. Bila terapi medis gagal dipertimbangkan untuk transplantasi hati merupakan terapi definitife
SIROSIS HATI 1983PROGNOSIS H a r r i s o n ' s P r i n c i p l e s of I n t e r n a l M e d i c i n e 17* Edition Mc Graw Hill Medical 1971-1980.Perjalanann alamiah SH tergantung pada sebab dan 9. Vilarrupla AR,Femandez M, Bosch J, Pagatra J C G , Causicepenanganan etiologi yang mendasari penyakit. Beberapa Review: Current Concept on the pathophysiology of Portalsistem skoring dapat digunakan untuk menilai keparahan Hypertension. A n n a l s of Hepatoology 2007: (6(1): 28 - 36.SH dan menentukan prognosisnya. Sistem skoring ini 10. Moore, K.P., Wong, P., Gines, P., Benardi, M . , Ochs, A . ,antara lain skor Child Turcotte Pugh (CTP) dan Model end Salermo F et al., 2003 The Management os Ascites in Cirrhosis:stage liver Disease (MELD), yang digunakan untuk evaluasi Reports on the Consensus Conference of The Internationalpasien dengan rencana transplantasi hati.^ \" Asites Club. H e p a t o l o g y 38(1) 258-266Tabel 5. Klasiflkasi Child-Turcotte-Pugh (Garcia-Tsao G 11. Garcia-Tsao, G . , and Bosch J. Management of Varices& Bosch J, 2010V' and Vareceal Hemorrhage in cirrhosis. N E n g ] M e d 2010; 362(9)823-831.Parameter Nilai 2 12. Garcia-Pagan, J.C., Caca, K., Bureau, C , et a l , Early Use of 1 3 TIPS in Patients with Cirrhosis and Variceals Bleeding. N E n g l J M e d 2010; 362: 2370 - 2379Ensefalopati Tidak ada Terkontrol Kurang dengan terapi terkontrol 13. Cervera, J.L.., Almeida P., Guivara, L . , Uribe, M. Hepatic Encephalopathy : A Review. A n n a l s of H e p a t o l o g y 2001; 2(3)Asites Tidak ada Terkontrol Kurang : 122 -129. dengan terapi terkontrolBilirubin 14. Sanyal AJ„ Bosch J, Blei A, Arroyo V, 2008. Portal hypertension(mg/dl) <2 2-3 >3 and its complications. G a s t r o e n t e r o l o g y 1715-1728.Albumin(gr/L) <2.8 15. R i o r d a n S M a n d W i l l i a m R, T r e a t m e n t of H e p a t i cINR >2.2 Encephalopathy.l997N E n g M e d 337(7) 473-479. 16. Golberg, E . , Chopra, S. Overview of the Complications, Prognosis, and Management of Cirrhosis 2004. Up to date V e r s i o n 12.1 >3.5 1.8-3.5 <1.7 1.7-2.2 Penderita SH dikelompokkan menjadi CTP-A (5-6poin), CTP-B (7-9 poin) dan CTP-C (10-15 poin). PenderitaSH dengan CTP kelas A menunjukkan penyakit hatinyaterkompensasi baik, dengan angka kesintasan berturut-turut 1 tahun dan 2 tahun sebesar 100%, dan 85%. SedangCTP kelas B angka kesintasan berturut-turut 1 tahun dan 2tahunnya sebesar 8 1 % dan 60%. Kesintasan penderita SHdengan Child-Turcott-Pugh kelas C 1 tahun dan 2 tahunberturut-turut adalah 45% dan 35%.REFERENSI1. Pinzani, M, Roselli, M.., Zuckermann, M., Liver Cirrhosis. Best Practice & R e s e a r c h C l i n i c a l G a s t r o e n t e r o l o g y 2011; 25:281-2990.2. Sherlock, S., Dooley, J., Hepatic Cirrhosis in S. Sherlock and J. Dooley (edts) D i s e a s e s of the L i v e r a n d Biliary S y s t e m 1 1 * edition 365-380.3. Schuppan D and A f d h a l N H , 2008. Liver cirrhosis. Lancet 2008; 371 : 838 - 8514. Nurdjanah, S., Sirosis Hati dalam A.W. Sudoyo, B. Setyohadi, I. AIwi, M. Simadibtara, S. Setiati (edts). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I 2009,443 - 446.5. Goldberg E and Chopra S, Diagnostic approach to the patient with cirrhsois 2009. Up To D a t e version 17.16. W i k i p e d i a . C i r r h o s i s . h t t p : / e n . w i k i p e d i a . o r g / w i k i / cirrhosis.7. Heidelbbaugh JJ and Sherbondy M , 2006. Cirrhosis and chronic liver Failure: Part II. Complications and Treatment A m Fam P h y s i c i a n 74:767-7768. Bacon BR, 2008 Cirrhosis its complications in D L Kasper, A S Fauci, D L Longo, E Braunwald, S L Hauser, JL Jameson (edts)
256ASITES HirlanPENDAHULUAN terjadi vasodilatasi perifer, vasodilatasi splanchnic bed, peningkatan volume cairan intravaskular dan curahAsites adalah penimbunan cairan secara abnormal di jantung. Teori overfilling mengatakan bahwa asites dimulairongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh banyak dari ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi air olehpenyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga ginjal. Gangguan fungsi itu terjadi akibat peningkatanperitoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni aktifitas hormon anti-diuretik (ADH) dan penurunantransudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya aktifitas hormon natriuretik karena penurunan fungsidengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu hati. Teori overfilling tidak dapat menerangkan kelanjutancontoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang asites menjadi sindrom hepatorenal. Teori Ini juga gagalterjadi melalui mekanisme transudasi. Asites jenis ini paling menerangkan gangguan neurohormonal yang terjadisering dijumpai di Indonesia. Asites merupakan tanda pada sirosis hati dan asites. Evolusi dari kedua teori ituprognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. adalah teori vasodilatasi perifer. Menurut teori ini, faktorAsites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya patogenesis pembentukan asites yang amat pentingmenjadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan asites akan adalah hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktorlebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya oleh lokal dan gangguan fungsi ginjal yang sering disebutkarena itu asites harus dikelola dengan baik. Pada bagian faktor sistemik.ini terutama akan dibahas lebih dalam asites akibat sirosishati dan hipertensi porta. Akibat vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid terjadi peningkatan resistensi sistem porta dan terjadi hipertensiPATOFISIOLOGI porta. Peningkatan resistensi vena porta diimbangi dengan vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilatorAda beberapa teori yang menerangkan patofisiologi endogen. Peningkatan resistensi sistem portayangasites transudasi. Teori- teori itu misalnya underfilling, diikuti oleh peningkatan aliran darah akibat vasodilatasioverfilling dan periferal vasodilatation. Menurut teori splanchnic bed menyebabkan hipertensi porta menjadiunderfilling asites dimulai dari volume cairan plasma yang menetap. Hipertensi porta akan meningkatkan tekananmenurun akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. transudasi terutama di sinusoid dan selanjutnya kapilerHipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum.venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan Vasodilator endogen yang dicurigai berperan antaratransudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun. lain: glukagon, nitric oxide (NO), calcitonine gene relatedAkibat volume cairan intravaskular menurun, ginjal akan peptide ( C G R P ) , e n d o t e l i n , f a k t o r n a t r i u r e t i k atrialbereaksi dengan melakukan reabsorpsi air dan garam (ANF), polipeptida vasoaktif intestinal (VIP), substansimelalui mekanisme neurohormonal. Sindrom hepatorenal R prostaglandin, enkefalin, dan tumor necrosis factorterjadi bila volume cairan intravaskular sangat menurun. (TNF).Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnyayang menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hati Vasodilator endogen pada saatnya akan memengaruhi sirkulasi arterial sistemik; terdapat peningkatan vasodilatasi perifer sehingga terjadi proses underfilling relatif. Tubuh akan bereaksi dengan meningkatkan aktifitas sistem
ASITES 1985saraf simpatik, sistem renin-angiotensin-aldosteron dan penting untuk membedakan asites yang ada hubungannyaarginin vasopresin. Akibat selanjutnya adalah peningkatan dengan hipertensi porta atau asites eksudat. Disepakatireabsorpsi air dan garam oleh ginjal dan peningkatan bahwa gradien dikatakan tinggi bila nilainya > 1,1 gram/dLindeks jantung. Kurang dari nilai itu disebut rendah. Gradien tinggi terdapat pada asites transudasi dan berhubungan dengan hipertensi Sirosi Hati porta sedangkan nilai gradien rendah lebih sering terdapat pada asites eksudat. (Tabel 1) Konsentrasi protein asites I kadang-kadang dapat menunjukkan asal asites, misalnya: protein asites <3 gram/dl lebih sering terdapat pada asites Hipertensi porta transudat sedangkan konsentrasi protein >3 gram/dl Vasodilatasi arterioiae splangnikus sering dihubungkan dengan asites eksudat. Pemeriksaan ini terbukti tidak akurat karena nilai akurasinya hanya Tekanan intrakapiler dan Volume efektif darah kira-kira 40%; 3). Hitung sel. Peningkatan jumlah sel lekositkoefisien filtrasi meningkat menurun menunjukkan proses inflamasi. Untuk menilai asal infeksi lebih tepat digunakan hitung jenis sel. Sel PMN yangIPembentukan cairan limfe J meningkat lebih dari 250/mm3 menunjukkan peritonitis bakteri spontan, sedangkan peningkatan MN lebih seringlebih besar daripada aliran Aktivasi ADH, sistem terjadi pada peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosis; balik simpatis, RAAS 4). Biakan kuman. Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites yang dicurigai terinfeksi. Asites 1 yang terinfeksi akibat perforasi usus akan menghasilkan kuman polimikroba sedangkan peritonitis bakteri spontan Terbentuk asites 4 - Retensi air dan garam monomikroba. Metoda pengambilan sampel untuk biakan kuman asites sebaiknya disamakan dengan sampel untukGambar 1. Bagan patogenesis asites sesuai teori vasodilatasi biakan kuman dari darah yakni bed side innoculation bloodperifer culture botle; 5). Pemeriksaan sitologi. Pada kasus-kasus karsinomatosis peritoneum, pemeriksaan sitologi asitesDIAGNOSIS dengan cara yang baik memberikan hasil true positive hampir 100%. Sampel untuk pemeriksaan sitologi harusAsites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi akan cukup banyak (kira-kira 200ml) untuk meningkatkantampak perut membuncit seperti perut katak, umbilikus sensitivitas. Harus diingat banyak tumor penghasil asitesseolah bergerak ke arah kaudal mendekati simpisis os tidak melalui mekanisme karsinomatosis peritoneumpubis. Sering dijumpai hernia umbilikalis akibat tekanan sehingga tidak dapat dipastikan melalui pemeriksaanintraabdomen yang meningkat. Pada perkusi, pekak sitologi asites. Tumor-tumor itu misalnya: karsinomasamping meningkat dan terjadi shiffting dullness. Asites hepatoselular masif, tumor hati metastasis, limfoma yangyang masih sedikit belum menunjukkan tanda-tanda menekan aliran limfe.fIsIs yang nyata. Diperlukan cara pemeriksaan khususmisalnya dengan pudle sign untuk menemukan asites. Tabel 1. Klaslfikasi Asites Dihubungkan dengan GradienPemeriksaan penunjang yang dapat memberikan informasi Albumin Serum-Asitesuntuk mendeteksi asites adalah ultrasonografi. Untukmenegakkan diagnosis asites, ultrasonografi mempunyai Gradien tinggi Gradien rendahketelitian yang tinggi. Sirosis hati Karsinomatosis peritoneum Parasentesis diagnostik sebaiknya dilakukan pada Gagal hati akut Peritonitis Tuberkulosasetiap pasien asites baru. Pemeriksaan cairan asites Metastasis hati masif Asites surgikaldapat memberikan informasi yang amat penting untuk Gagal jantung kongestif Asites biliarispengelolaan selanjutnya, misalnya: 1). Gambaran Sindrom Budd-Chiari Penyakit jaringan ikatmakroskopik. Cairan asites hemoragik, sering dihubungkan Penyakit veno-oklusif Sindrom nefrotikdengan keganasan. Warna kemerahan dapat juga Miksedema Asites pankreatikdijumpai pada asites karena sirosis hati akibat rupturkapiler peritoneum. Chillous ascites merupakan tanda PENGOBATANruptur pembuluh limfe, sehingga cairan limfe tumpah keperitoneum; 2). Gradien nilai albumin serum dan asites Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara(serum-osc/fes albumine gradient). Pemeriksaan ini sangat komprehensif, meliputi:
1986 HEPATOLOGITirah baring. Tirah baring dapat mennperbaiki efektifitas asam-basa, dan ensefalopati hepatikum. Spironolaktondiuretika, pada pasien asites transudat yang berhubungan dapat menyebabkan libido menurun, ginekomastia padadengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika laki-laki, dan gangguan menstruasi pada perempuan.tersebut berhubungan dengan perbaikan aliran darahginjal dan filtrasi glomerulus akibat tirah baring. Tirah Terapi parasentesis. Parasentesis sebenarnya merupakanbaring akan menyebabkan aktifitas simpatis dan sistem cara pengobatan asites yang tergolong kuno. Padarenin-angiotensin-aldosteron menurun. Yang dimaksud mulanya karena berbagai komplikasi. parasentesis asitesdengan tirah baring disini bukan istirahat total di tempat tidak lagi disukai. Beberapa tahun terakhir ini parasentesistidur sepanjang hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit kembali dianjurkan karena mempunyai banyak keuntungandiangkat, selama beberapa jam setelah minum obat dibandingkan terapi konvensional bila dikerjakan dengandiuretika. baik. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteralDiet. Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat sebanyak 6-8 gram. Setelah parasentesis sebaiknya terapimembantu diuresis. Konsumsi garam (NaCI) perhari konvensional tetap diberikan. Parasentesis asites sebaiknyasebaiknya dibatasi hingga 40-60 meq/hari. Hiponatremia tidak dilakukan pada pasien sirosis dengan Child-Pugh C,ringan sampai sedang bukan merupakan kontraindikasi kecuali asites tersebut refrakteruntuk memberikan diet rendah garam, mengingathiponatremia pada pasien asites transudat bersifat relatif Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari. AsitesJumlah total Na dalam tubuh sebenarnya di atas normal. sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang dapat diobati,Biasanya diet rendah garam yang mengandung NaCI dengan menyembuhkan penyakit yang mendasari akankurang dari 40 mEq/hari tidak diperlukan. Konsentrasi dapat menghilangkan asites. Sebagai contoh adalah asitesNaCI yang amat rendah justru dapat mengganggu fungsi pada peritonitis tuberkulosa. Asites yang merupakanginjal. komplikasi penyakit yang tidak dapat disembuhkan memerlukan pengobatan tersendiri. Asites eksudatDiuretika. Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang yang penyebabnya tidak dapat disembuhkan, misalnyabekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton. karsinomatosis peritoneum, sering hanya dilakukanDiuretika ini merupakan diuretika hemat kalium, bekerja pengobatan paliatif dengan parasentesis berulang.di tubulus distal dan menahan reabsorpsi Na. Sebenarnyapotensi natriuretik diuretika distal lebih rendah dari REFERENSIpada diuretika loop bila etiologi peningkatan air dangaram tidak berhubungan dengan hiperaldosteronisme. Angeli P, Gatta A. Medical treatment of ascites in cirrhosis. In.Efektifitas obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya Arroyo V, Gines P, Rodes J, Schrier RW (eds). Ascites anddi plasma, semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang renal dysfunction in liver disease. Blackwell Science Inc;1999:dianjurkan antara 100 - 600mg/hari. Jarang diperlukan 442-462dosis yang lebih tinggi lagi. Arroyo V and Ramon B. Historical notes on Ascites in cirrhosis. Diuretika loop sering dibutuhkan sebagai kombinasi. In. Arroyo V, Gines P, Rodes J, Schrier RW (eds). AscitesDiuretika ini sebenarnya lebih berpotensi daripada and renal dysfunction in liver disease. Blackwell Sciencediuretika distal. Pada sirosis hati, karena mekanisme utama lnc;1999:3-13reabsorpsi air dan natrium adalah hiperaldosteronisme,diuretika loop menjadi kurang efektif. Bernardi M, Caraceni P. Ascites. In. Porro GB, Gremer M, Krejs G, Ramadori G , Rask-Madsen J (eds). Gastroenterology and Target yang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah Hepatology. McGraw-Hill; 1999 :pp :69-76.baring, diet rendah garam dan terapi diuretika adalahpeningkatan diuresis sehingga berat badan turun 400-800 Cardenas A and Gines P. Pathogenesis and treatment of dilutionalg/hari. Pasien yang disertai edema perifer penurunan berat hyponatremia in cirrhosis. In Arroyo V, Poms X, Garcia-Paganbadan dapat sampai 1500 g/hari. Sebagian besar pasien JC, Rodes J (eds). Progress in the treatment of liver diseases.berhasil baik dengan terapi kombinasi tirah baring, diet Ars Medica. Barcelona ;2003:pp31^2.rendah garam dan diuretika kombinasi. Setelah cairanasites dapat dimobilisasi, dosis diuretika dapat disesuaikan. Gines P, Schrier RW. The arterial vasodilation hypothesis of ascitesBiasanya diet rendah garam dan spironolakton masih tetap formation in cirrhosis. In. Arroyo V, Gines P, Rodes J, Schrierdiperlukan untuk mempertahankan diuresis dan natriuresis RW (eds). Ascites and renal dysfunction in liver disease.sehingga asites tidak terbentuk lagi. Blackwell Science Inc; 1999: 411-430. Komplikasi diuretika pada pasien sirosis hati harus Groszmann RJ. Progression of Portal Hypertension: A n analysisdiwaspadai. Komplikasi itu misalnya: gagal ginjal of variants. In . Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan JC, Rodesfungsional, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan J (eds). Progress in treatment of liver disease. Ars Medica. Barcelona;2003:pp 3-12. Hoefs JC. Characteristics of ascites. In. Arroyo V, Gines P, Rodes J, Schrier RW (eds). Ascites and renal dysfunction in liver disease. Blackwell Science. Inc.; 1999:14-35 Sherlock S and Dooley J. Ascites. Diseases of the liver and biliary system. 10 th ed. 1997. p. 119-34.
257KOMA HEPATIK Nasrul ZubirPENDAHULUAN Sebagai konsep umum dikemukakan bahwa koma hepatik terjadi akibat akumulasi dari sejumlah zat neuro-Hati merupakan salah satu organ yang sangat berperan aktif dan kemampuan komagenik dari zat-zat tersebutpenting dalam mengatur metabolisme tubuh, yaitu dalam sirkulasi sistemik (Sherlocks, 1989).pada proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yangpenting seperti sintesis protein, pembentukan glukosa Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan padaserta proses katabolisme yaitu dengan melakukan patogenesis koma hepatik antara lain adalah:detoksikasi bahan-bahan seperti amonia, berbagai jenishormon, obat obatan, dan sebagainya. Selain itu hati Hipotesis amoniak. Amonia berasal dari mukosa ususJuga berperan sebagai penyimpan bahan-bahan seperti sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus danglikogen dan vitamin serta memelihara keseimbangan dari bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amoniaaliran darah splanknikus. diubah menjadi urea pada sel hati periportal dan menjadi glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsi- yang masuk ke sirkulasi dapat dikontrol dengan baik.fungsi tersebut sehingga dapat menyebabkan terjadinya Glutamin juga diproduksi oleh otot (50%), hati, ginjal, dangangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang bersifat otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan terjadi gangguantoksik. Keadaan klinis gangguan sistem saraf otak metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatanpada penyakit hati tersebut merupakan gangguan konsentrasi amonia sebesar 5-10 kali lipat.neuropsikiatrik yang disebut sebagai koma hepatik atauensefalopati hepatik. Beberapa peneliti melaporkan bahwa amonia secara invitro akan mengubah loncatan (fluk) klorida melalui Perjalanan klinis koma hepatik dapat subklinis, apabila membran neural dan akan mengganggu keseimbangantidak begitu nyata gambaran klinisnya dan hanya dapat potensial aksi sel saraf. Di samping itu, amonia dalamdiketahui dengan cara-cara tertentu. Angka kekerapan proses detoksikasi akan menekan eksitasi transmiter asam(prevalensi) ensefalopati subklinis berkisar antara 30% amino, aspartat, dan glutamat.sampai 88% pada pasien sirosis hati. Hipotesis toksisitas sinergik. Neurotoksin lain yangPATOGENESIS mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol,Patogenesis koma hepatikum sampai saat ini belum dan Iain-Iain.diketahui secara pasti hal ini disebabkan karena: 1). Masihterdapatnya perbedaan mengenai dasar neurokimia/ Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakterineurofisiologis; 2). Heterogenitas otak baik secara usus akan berperan menghambat NaK-ATP-ase.fungsional ataupun biokimia yang berbeda dalam jaringanotak; 3). Ketidakpastian apakah perubahan-perubahan Asam lemak rantai pendek terutama oktanoidmental dan penemuan biokimia saling berkaitan satu mempunyai efek metabolik seperti gangguan oksidasi,dengan lainnya. fosforilasi dan penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktifitas NaK-ATP-ase sehingga dapat mengakibatkan koma hepatik reversibel. Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas otak dan enzim hati monoamin 1987
1988 HEPATOLOGIoksidase, laktat dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, GAMBARAN KLINISprolin oksidase yang berpotensi dengan zat lainseperti amonia yang mengakibatkan koma hepatikum. Koma hepatik merupakan suatu sindrom neuropsikiatriSenyawa-senyawa tersebut akan memperkuat sifat sifat yang dapat dijumpai pada pasien gagal fungsi hati baikneurotoksisitas dari amonia. yang akut maupun yang kronik.Pada umumnya gambaran klinis berupa kelainan mental, kelainan neurologis,Hipotesis neurotransmiter palsu. Pada keadaan normal terdapatnya kelainan parenkim hati serta kelainanpada otak terdapat neurotransmiter dopamin dan nor- laboratorium.adrenalin, sedangkan pada keadaan gangguan fungsi hati,neurotransmiter otak akan diganti oleh neurotransmiter Sesuai dengan perjalanan penyakit hati maka komapalsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih hepatik dibedakan atas: 1). Koma hepatik akut {fulminantlemah dibanding dopamin atau nor-adrenalin (Mullen, hepatic failure) ditemukan pada pasien hepatitis virus,1996). hepatitis toksik obat (halotan, asetaminofen), perlemakan hati akut pada kehamilan, kerusakan parenkim hati yang Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah: a). fulminan tanpa faktor pencetus (presipitasi). PerjalananPengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi penyakit eksplosif, ditandai dengan delirium, kejangpeningkatan produksi oktapamin yang melalui aliran pintas disertai dengan edema otak. Dengan perawatan intensif(shunt) masuk ke sirkulasi otak; b). Pada gagal hati seperti angka kematian masih tinggi sekitar 80%. Kematianpada sirosis hati akan terjadi penurunan asam amino rantai terutama disebabkan edema serebral yang patogenesisnyacabang (BCAA) yang terdiri dari valin, leusin dan isoleusin, belum jelas, kemungkinan akibat perubahan permeabilitasyang mengakibatkan terjadinya peningkatan asam amino sawar otak dan inhibisi neuronal (Na+ dan K+) ATP-ase,aromatik (AAA) seperti tirosin, fenilalanin, dan triptopan serta perubahan osmolar karena metabolisme amonia;karena penurunan ambilan hati (hepatic-uptake). 2). Pada penyakit hati kronik dengan koma portosistemik, perjalanan tidak progresif sehingga gejala neuropsikiatri Rasio antara BCAA dan AAA (Fisischer'ratio) normal terjadi pelan-pelan dan dicetuskan oleh beberapa faktorantara 3-3,5 akan menjadi lebih kecil dari 1,0. pencetus. Beberapa faktor pencetus seperti azotemia, sedatif, analgetik, perdarahan gastrointestinal, alkalosis Keseimbangan kedua kelompok asam amino tersebut metabolik, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguanpenting dipertahankan karena akan menggambarkan keseimbangan cairan, dan pemakaian diuretik akan dapatkonsentrasi neurotransmiter pada susunan saraf. mencetuskan koma hepatik.Hipotesis GABA dan Benzodiazepin. Ketidakseimbangan Pada permulaan perjalanan koma hepatikumantara asam amino neurotransmiter yang merangsang (ensefalopati subklinis) gambaran gangguan mentaldan yang menghambat fungsi otak merupakan faktor mungkin berupa perubahan dalam mengambil keputusanyang berperan pada terjadinya koma hepatik. Terjadi dan gangguan konsentrasi. Keadaan ini dapat dinilaipenurunan transmiter yang memiliki efek merangsang dengan uji psikomotoratau pada pasien dengan intelektualseperti glutamat, aspartat dan dopamin sebagai akibat cukup dapat dites dengan membuat gambar-gambar ataumeningkatnya amonia dan gama aminobutirat (GABA) dengan uji hubung angka (UHA), Reitan trail making test,yang menghambat transmisi impuls. dengan menghubungkan angka-angka dari 1 sampai 25, kemudian diukur lama penyelesaian oleh pasien dalam Efek GABA yang meningkat bukan karena influks yang satuan detik (Tabel 1).meningkat ke dalam otak tapi akibat perubahan reseptorGABA dalam otak akibat suatu substansi yang miripbenzodiazepin (benzodiazepin-like substance).Tabel 1. Tingkat Derajat Koma Hepatik Tingkat Gejala gejala Tanda-tanda Elektroensefalografi (EEG)Prodromal (+)Koma mengancam Afektif hilang, eufori depresi, apati, Asteriksis, kesulitan bicara, (++)Koma ringan kelakuan tak wajar, perubahan kebiasaan kesulitan menulis tidur (+ + +)Koma dalam Kebingungan, disorientasi, mengantuk Asteriksis, fetor hepatik (+ + + +) Kebingungan nyata, dapat bangun dari Asteriksis, fetor hepatik, lengan tidur, bereaksi terhadap rangsangan kaku, hiperefiek, klonus, refiek menggenggam, mengisap Tidak sadar, hilang reaksi rangsangan Fetor hepatik, tonus otot hilang
KOMA HEPATIK 1989DIAGNOSIS dekarboksilasi protein maupun hasil deaminasi glutamin pada usus dari hasil katabolisme protein otot. DalamDiagnosis koma hepatik ditegakkan berdasarkan gambaran keadaan normal amonia dikeluarkan oleh hati denganklinis dan dibantu dengan beberapa pemeriksaan pembentukan urea. Pada kerusakan sel hati seperti sirosispenunjang. Pemeriksaan penunjang antara lain adalah: hati, terjadi peningkatan konsentrasi amonia darah karena gangguan fungsi hati dalam mendetoksifikasi amonia sertaElektroensefalografi (EEG). Dengan pemeriksaan EEG adanya pintas (shunt) porto-sistemik (Tabel 4).terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlahsiklus gelombang perdetik. Terjadi penurunan frekuensi Tabel 4. Hubungan Ensefalopati Hepatik dengandari gelombang normal Alfa (8-12 Hz). Amonia DarahTabel 2. Tingkat Kuantitas dari Elektroensefalografi Tingkat Ensefalopati Kadar amonia darah dalam(EEG) Mg/dl Tingkat 0Tingkat Ensefalopati Frekuensi gelombang EEG Tingkat 1 <150 Tingkat 2 151-200Tingkat 0 Frekuensi alfa (8,5-12 siklus/detik) Tingkat 3 201-250Tingkat I 7-8 siklus / detik Tingkat 4 251-300Tingkat II 5-7 siklus / detikTingkat III 3-5 siklus/detik >300Tingkat IV 3 siklus /detik atau negatif(Conn HO, 1994) Diagnosis Banding Koma HepatikTes psikometri. Cara ini dapat membantu menilai tingkat 1. Koma akibat intoksikasi obat-obatan dan alkoholkemampuan intelektual pasien yang mengalami koma 2. Trauma kepala seperti komosio serebri, kontusiohepatik subklinis. Penggunaannya sangat sederhana danmudah melakukannya serta memberikan hasil dengan serebri, perdarahan subdural, dan perdarahancepat dan tidak mahal. Tes ini pertama kali dipakai oleh epiduralReitan (Reitan Trail Making Test) yang dipergunakan secara 3. Tumor otakluas pada ujian personal millter Amerika (Conn HO, 1994) 4. Koma akibat gangguan metabolisme lain sepertikemudian dilakukan modifikasi dari tes ini yang disebut uremia,koma hipoglikemia, koma hiperglikemiasebagai Uji Hubung Angka (UHA) atau Number Connection 5. EpilepsiTest (NCT). Dengan UHA tingkat ensefalopati dibagi atas4 kategori. PENATALAKSANAANTabel 3. Tingkat Uji Hubung Angka (UHA) Penatalaksanaan koma hepatik harus memperhatikan apakah koma hepatik yang terjadi adalah primer atau^. , , , ^. Hasil Uji Hubung Angka (UHA) sekunder. Pada koma hepatik primer terjadinya komaTmgkat Ensefalopati ^ dAal^a^m^ JdAe^ti*k^ adalah akibat kerusakan parenkim hati yang berat tanpa 15-30 adanya faktor pencetus (presipitasi), sedangkan padaNormal 31-50 koma hepatik sekunder terjadinya koma dipicu oleh fak-Tingkat I 51-80 tor pencetus.Tingkat II 81-120Tingkat III >120 Upaya yang dilakukan pada penatalaksanaan komaTingkat IV hepatik adalah: 1). Mengobati penyakit dasar hati; 2).(Sanyal, 1994) Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor-faktor pencetus; 3). Mengurangi/mencegah pembentukan influks Tes psikometri UHA dapat dipakai untuk menilai toksin-toksin nitrogen ke jaringan otak antara lain dengantingkat ensefalopati hepatik terutama pada pasien sirosis cara: a). Menurunkan atau mengurangi asupan makananhati yang rawat jalan. yang mengandung protein, b). Menggunakan laktulosa dan antibiotika, c). Membersihkan saluran cerna bagianPemeriksaan Amonia Darah. Amonia merupakan hasil bawah. 4). Upaya suportif dengan memberikan kaloriakhir dari metabolisme asam amino baik yang berasal dari yang cukup serta mengatasi komplikasi yang mungkin ditemui seperti hipoglikemia, perdarahan saluran cerna, dan keseimbangan elektrolit.
1990 HEPATOLOGI Secara umum tatalaksana pasien dengan koma hepatik pasien dengan koma hepatik primer dan penyakit beratadalah memperbaiki oksigenasi jaringan, pemberianvitamin terutama g o l o n g a n vitamin B, memperbaiki prognosis akan lebih buruk bila disertai hipoalbuminemia,keseimbangan elektrolit dan cairan, serta menjaga agarjangan terjadi dehidrasi. Pemberian makanan berasal dari ikterus, serta asites. Sementara koma hepatik akibat gagalprotein dikurangi atau dihentikan sementara, dan dapatkembali diberikan setelah terdapat perbaikan. Protein hati fulminan kemungkinan hanya 20% yang dapat sadardapat ditingkatkan secara bertahap, misalnya dari 10gram menjadi 20 gram sehari selama 3-5 hari disesuaikan kembali setelah dirawat pada pusat-pusat kesehatan yangdengan respon klinis, dan bila keadaan telah stabil dapatdiberikan protein 40-60 gram sehari. maju. Sumber protein terutama dari campuran asam amino REFERENSIrantai cabang. Pemberian asam amino ini diharapkanakan menormalkan keseimbangan asam amino sehingga Akil H A M . Koma hepatik. In: H M Syaifullah Noer, editor. Ilmuneurotransmiter asli dan palsu akan berimbang dan p e n y a k i t d a l a m . Jilid I .Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka Penerbitkemungkinan dapat meningkatkan metabolisme amonia FKUI; 1999. p.300-9.di otot. C o n n H O , et al. Subclinic hepatic encephalophaty syndrome and Tujuan pemberian asam amino rantai cabang pada therapies. In:Conn H O , editor. Bloomington,Illinois: Mediedkoma hepatik (ensepalopati hepatik) antara lain adalah: Press; 1994. p.26-39.1). Untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan tanpamemperberat fungsi hati; 2). Pemberian asam amino rantai C o n n H O . Trailmaking and n u m b e r connection test in assessmentcabang akan mengurangi asam amino aromatik dalam of mental state i n portal systemic encephalophaty. Dig dis.darah; 3). Asam amino rantai cabang akan memperbaiki 1997;22:541-50.sintesis katekolamin pada jaringan perifer; 4). Pemberianasam amino rantai cabang dengan dekstrosa hipertonik H o y u m p a A M , Schouber S. Hepatic encephalopathy. In: Berk T E ,akan mengurangi hiperaminosidemia. editor. Bockus gastroenterology. 4th edition. Philadelphia: W B Saunders; 1985. p.3083-108. Selanjutnya dapat dipergunakan laksansia, antibiotika,atau keduanya. Pemakaian laksansia laktulosa diberikan Lai W K , M u r p h v N. Management of acute liver failure. C E A C C P .secara oral dengan dosis 60-120 ml perhari untuk 2004; 4:40-3.merangsang defekasi. Mattarozzi K, Stracciari A , Vignatelli L, D'Allesandro. Minimal Laktulosa merupakan suatu disakarida sintetis yang hepatic encephalophaty: longitudinal effects o f livertidak diabsorbsi oleh usus halus, tetapi dihidrolisis oleh transplantation. Arch Neurol. 2004:61:242-7.bakteri usus besar, sehingga terjadi lingkungan dengan pHasam yang akan menghambat penyerapan amoniak. Selain O ' G r a d y J G . A c u t e l i v e r f a i l u r e . P o s t g r a d M e d J.2 0 0 5 ; 8 1 : 1 4 8 - 5 4 .itu frekuensi defekasi bertambah sehingga memperpendek O n g JP, A g g a r w a l A , Krieger D , Easley K A . C o r r e l a t i o n b e t w e e nwaktu transit protein di usus. Penggunaan laktulosabersama antibiotika yang tidak diabsorbsi usus seperti a m m o n i a levels and the severity of hepatic encephalopathy.neomisin, akan memberikan hasil yang lebih baik. N u t r Clin Pract. 2004; 19. p.413-4. Scheuber S, H o y u m p a A M . Prinsiple of liver failure. In: Stein JH, Neomisin diberikan 2-4 gram perhari baik secara oral editors. Internal medicine. 4th edition. St Louis Baltimore:atau secara enema, walaupun pemberian oral lebih baik Mosby; 1994. p.571-6.kecuali terdapat tanda-tanda ileus. Metronidazol 4x250 Sherlock S. Hepatic encephalopathy. In: C s o m a s G, Thaler H ,mg perhari merupakan alternatif. editors. Clinical hepatology. Berlin: Spriner-Verlag; 1983. p. 291-8. Upaya membersihkan saluran cerna bagian bawah Siniscalchi A ,M a n c u s o F, Scomaienghi D .Acute encephalophatydilakukan terutama kalau terjadi perdarahan saluran cerna induced by oxycarbazepineand\furosemide. A n n(hematemesis/melena) agar darah sebagai sumber toksin Pharmacother. 2004:509-10.nitrogen segera dikeluarkan.PROGNOSISPada koma hepatik portosistemik sekunder, bila faktor-faktor pencetus teratasi, maka dengan pengobatanstandar hampir 80% pasien akan kembali sadar. Pada
258ABSES HATI AMUBA Iswan A.NusiPENDAHULUAN Meksiko, Venezuela, dan Kolombia^llnsiden abses hati amuba di Amerika Serikat mencapai 0,05 % sedangkanAbses hati amuba adalah manifestasi ekstraintestinal di India dan Mesir mencapai 10%-30%pertahun denganpaling umum dari amubiasis. Dibandingkan dengan perbandingan laki-laki: perempuan sebesar 3:1 sampaiorang-orang yang tinggal di daerah endemik, orang dengan 22:1.^'^yang mengalami abses hati amuba setelah perjalananke daerah endemik dan lebih cenderung berusia tua dan PATOGENESISlaki-laki.Abses hati amuba ditandai dengan hepatomegali,dengan abses besar atau abses multipel. Terjadinya suatu Selama siklus hidupnya, Entamoeba histolytica dapatabses hati amuba pada orang yang belum bepergian berbentuk sebagai trophozoitatau bentuk kista. Setelahke atau tinggal di daerah endemik harus meningkatkan menginfeksi, kista amuba melewati saluran pencernaankecurigaan keadaan immunosupresi, khususnya Acquired dan menjadi trophozoit di usus besar, trophozoit kemu-Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Faktor pejamu yang dian melekat ke sel epitel dan mukosa kolon dengan Gal/memberikan kontribusi untuk tingkat keparahan penyakit GalNAcdimana mereka menginvasi mukosa.Lesi awalnyaadalah usia muda, kehamilan, malnutrisi, alkoholisme, berupa mikroulserasi mukosa caecum, kolon sigmoid danpenggunaan glukokortikoid, dan keganasan.^ rektum yang mengeluarkan eritrosit, sel inflamasi dan sel epitel. Ulserasi yang meluas ke submukosa menghasilkanDEFINISI ulser khas berbentuk termos (flask-shaped) y a n g b e r i s i trophozoit dibatas jaringan mati dan sehat. OrganismeAbses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi dibawa oleh sirkulasi vena portal ke hati, tempat absesdebris nekro-lnflamatori purulen di dalam parenkim hati dapat berkembang. Entamoeba histolytica sangat resisteny a n g d i s e b a b k a n oleh a m u b a , t e r u t a m a entamoeba terhadap lisis yang dimediasi komplemen, oleh karenahystolitica. ''^ itu dapat bertahan di aliran darah.Terkadangorganism inimenginvasiorganselain hati dan dapat membuat absesEPIDEMIOLOGI dalam paru-paru atau otak. Pecahnya abses hati amuba kedalam pleura, perikard dan ruang peritoneal juga dapatAmubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan terjadi^ ^''^Di dalam hati, E. histolytica mengeluarkan enzimpaling umum di daerah tropis dan subtropik.Penyakit proteolitikyang berfungsi melisiskan jaringan pejamu.Lesiini serig diderita orang muda dan sering pada etnik pada hati berupa \"well demarcated abscess\" mengandungHispanik dewasa (92%,). Terjadi 10 kali lebih umum jaringan nekrotik dan biasanya mengenai lobus kanan hati.pada pria seperti pada wanita dan jarang terjadi pada Respon awal pejamu adalahmigrasi sel-sel PMN.Amubaanak-anak. Amebiasismerupakan infeksi tertinggi ketiga juga memiliki kemampuan melisiskan PMN dengan enzimpenyebab kematian setelah schistosomiasis dan malaria''. proteolitiknya, sehingga terjadilah destruksi jaringan.Daerah endemisnya meliputi Afrika, Asia Tenggara, Abses hati mengandung debris aselular, dan tropozoit hanya dapat ditemukan pada tepi lesi. 1991
1992 HEPATOLOGIGEJALA DAN TANDA gambaran pasta coklat kemerahandan berbau sedikit. Trophozoit hanya didapatkan pada 20 % aspirasi. Hasil fotoAbses hati amuba lebih seringdikaitkan dengan presentasi thoraks abnormal didapatkan pada 50-80% pasien denganklinis yang akut dibandingkan abses piogenik hati. Gejala gambaran atelektasis paru lobus kanan bawah, efusi pleuratelah terjadi rata-rata dua minggu pada saat diagnosis kanan dan kenaikan hemidiafragma kanan.dibuat. Dapat terjadi sebuah periode laten antara infeksihati usus dan selanjutnya sampai bertahun-tahun , dan USG abdomen merupakan pilihan utama untuk teskurang dari 10% pasien melaporkan riwayat diare berdarah awal, karena non invasif dan sensitivitasnya tinggi (80-90dengan disentri amuba.^^ %) untuk mendapatkan lesi hipoechoic dengan internal echoes. CT scan kontras d i g u n a k a n t e r u t a m a untuk Nyeri perut kanan atas dirasakan pada 75-90 % mendiagnosis abses yang lebih kecil, dapat melihat seluruhpasien, lebih berat dibandingkan piogenik terutama di kavitas peritoneal yang mungkin dapat memberikankuadran kanan atas. Kadang nyeri disertai mual, muntah, informasi tentang lesi primer MRI tidak memiliki sensitivitasanoreksia, penurunan berat badan, kelemahan tubuh, dan yang lebih tinggi dibandingkan CT scan, tetapi bergunapembesaran hati yang jugaterasa nyeri. Nyeri spontan jika hasil masih meragukan, diagnosis membutuhkanperut kanan atas disertai dengan jalan membungkuk potongan koronal atau sagital dan untuk pasien yangke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya intoleran terhadap kontras. Pencitraan hepar tidak bisamerupakan gambaran klinis khas yang sering dijumpai. membedakan abses hatiamuba dengan piogenik. AbsesDua puluh persen penderita dengan kecurigaan abses amuba umumnya menyerang lobus kanan hepar dekathati amuba mem-punyai riwayat penyakit diare atau dengan diafragma dan biasanya tunggal.^ ^^\"^disentri. Tes serologi yang bisa digunakan meliputi ELISA, Demam umum terjadi,tetapi mungkin pula polanya indirect hemagglutination, cellulose acetate precipitin,intermiten. Malaise, mialgia, artralgia umum terjadi. counterimmunoelectrophoresis, immufluorescent antibodyIkterus jarang ditemukan dan bila ada menandakan dan tes rapid latex agglutination. Hasil tes serologi harusprognosis yang buruk. Gejala dan tanda paru dapat diinterpretasikan dengan klinis pasien karena kadar serumterjadi, tetapi pericardial rub dan peritonitis j a r a n g antibodi mungkin masih tinggi selama beberapa tahunditemukan. Kadang-kadang friction rub terdengar di hati. setelah perbaikan atau penyembuhan. Sensitivitas tes ±Gambaran laboratorium mirip dengan yang ditemukan di 95 % dan spesifitasnya lebih dari 95 %. Hasil negatif palsuabses piogenik.Koinfeksi dengan bakteri patogen jarang mungkin terjadi dalam 10 hari pertama infeksi.Tes berbasisditemukan.Komplikasi yang jarang terjadi adalah pecah PCR untuk mendeteksi DNA amuba dan pemeriksaandi intra-peritoneal, intratorakal, dan perikardial serta ELISA untuk mendeteksi antigen amuba pada serum sudahkegagalan multiorgan.^ sering dilakukan pada penelitian^ETIOLOGI Sherlock (2002) membuat kriteria diagnosis abses hati amuba^:Parasit amuba, yang tersering yaitu Entamoeba 1. Adanya riwayat berasal dari daerah endemikhistolytica 2. Pembesaran hati pada laki-laki muda 3. Respons baik terhadap metronidazoleDIAGNOSIS 4. Lekositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yangAnamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan petunjuk tidak lama dan lekositosis dengan pada riwayat sakitpenting dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan yang lama.penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu laboratorium, 5. Ada dugaan amubiasis pada pemeriksaan foto torakstes serologi (amuba), kultur darah, kultur cairan aspirasidan PA dan lateralpencitraan (USG, CT scan). 6. Pada pemeriksaan scan didapatkan filling defect 7. Tes fluorescen antibodi amuba positif Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatantemperatur, pembesaran hati dan nyeri tekan. Jaundice Bila ke-7 kriteria ini dipenuhi maka diagnosis absescukupjarang didapatkan, tetapi jika didapatkan maka harus hati ameba sudah hampir pasti dapat ditegakkan.diduga adanya obstruksi traktus biliaris atau sudah terdapatpenyakit hati kronik sebelumnya^.Organisme diisolasi Diagnosis Bandingdari tinja pada 50 % pasien. Aspirasi pada abses amubaharus dilakukan jika diagnosis masih belum jelasdengan 1. Kista hepar 2. Keganasan pada hati 3. Abses hati piogenik Berikut rangkuman perbedaan gambaran abses hati piogenik dengan abses hati amuba
ABSES HATI AMUBA 1993Tabel 1. Perbedaan Gambaran Abses Hati Piogenik dengan Abses Hati AmubaDemografi Abses hati piogenik Abses Hati AmubaFaktor risiko mayor Usia: 50-70 tahun Usia: 20-40 tahunGejala klinis Jenis l<elamin: lal<i=perempuan Jenis kelamin: laki> perempuan (>10:1) lnfel<si bakteri akut, khususnya intra abdominal Bepergian atau menetap di daerah endemik (pernahTanda klinis menetap)Laboratorium Obstruksi bilier/manipulasi Diabetes mellitus Akut: demam tinggi, menggigil, nyeri abdomen,Pencitraan Nyeri perut regio kuadran kanan atas, demam, meng- sepsis gigil, rigor, lemah, malaise, anoreksia, penurunan berat Sub akut: Penurunan berat badan; demam danCairan aspirasi badan, diare, batuk, nyeri dada pleuritik nyeri abdomen relatif jarang Khas: Tak ada gejala kolonisasi usus dan kolitis Hepatomegali disertai nyeri tekan, massa abdomen, Nyeri tekan perut regio kanan atas bervariasi ikterus Lekositosis, anemia, peningkatan enzim-enzim hati Serologi ameba positif (70%-95%) (alkali fosfatase melebihi aminotransferase), pening- katan bilirubin, hipoalbuminemia Lekositosis bervariasi dan anemia Kultur darah positif (50%-60%) Tidak ditemukan eosinofilia Alkali fosfatase meningkat, namun aminotrans- Abses multifokal (50%) ferase biasanya normal Biasanya lobus kanan Khas: abses tunggal (80%) Tepi ireguler Biasanya lobus kanan Rounded atau oval, bersepta Purulent wall enhancement pada CT scan dengan kontras Tampak kuman pada pewarnaan gram intravena Kultur positif (80%) Konsistensi dan warna bervariasi Steril Tropozoit Jarang ditemukanPENATALAKSANAAN respons yang dramatis dengan terapi metronidazole, baik berupa penurunan nyeri maupun demam dalamMedikamentosa^ ^ 72 jam (Reed, 2010) Paromomycin 25-35 mg/kg/hari per oral terbagi Jika didapatkan pasien muda yang telah melakukan dalam 3 dosis selama 7 hari atau lini kedua Diloksanide perjalanan ke daerah endemik, pada pencitraan furoate 3 x 500 mg per oral selama 10 hari . didapatkan lesi tunggal, pasien tidak terlihat toksik, Emetine dan chloroquine dapat digunakan dengan dugaan kuat abses amuba, maka pemeriksaan sebagai terapi alternatif, tetapi sebaiknya dihindari feses harus dilakukan untuk mencari kista dan sebisa mungkin karena efek kardiovaskular dan trophozoit amuba dan serum harus diperiksa antibodi gastrointestinal, selain karena tingginya angka relaps. E. HistoUtica. Chloroquine phosphatelOOO mg (Chloroquine base Terapi dimulai dengan Metronidazole 3 x 750 mg 600 mg) diberikan oral selama 2 hari dan dilanjutkan per oral selama 7-10 hari (Guardino, 2008) atau dengan 500 mg (Chloroquine base 300 mg)diberikan nitoimidazole kerja panjang (Tinidazole 2 gram POdan oral selama 2-3 minggu, perbaikan klinis diharapkan ornidazole 2 gram PO) dilaporkan efektif sebagai dalam 3 hari (Raiford, 2010; Reed, 2010). terapi dosis tunggal. Terapi kemudian dilanjutkan dengan preparat lumenalamubisidauntuk eradikasi Aspirasi Jarum Perkutan^ kista dan mencegah transmisi lebih lanjut, yaitu : lodoquinol 3x 650 mg selama 20 hari, Diloxanlde Indikasi aspirasi jarum perkutan: furoate 3 x 500 mg selama 10 hari, Aminosidine Risiko tinggi untuk terjadinya ruptur abses yang (Paromomcin 25-35 mg/kg perhari TIP selama 7-10 didefinisikan dengan ukuran kavitas lebih dari 5 cm hari (Kim, 2011). Lebih dari 90 % pasien mengalami Abses pada lobus kIri hati yang dihubungkan dengan
1994 HEPATOLOGI mortalitas tinggi dan frekuensi tinggi bocor ke 2. Infeksi sekunder (biasanya bersifat iatrogenik setelah peritoneum atau perikardium tindakan aspirasi) Tak ada respons klinis terhadap terapi dalam 3-5 hari Untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik, 3. Lain-lain (jarang): khususnya pasien dengan lesi multipel. gagal hati fulminan hemobiliaDrainase Perkutan^ obstruksi vena kava inferior Sindrom Budd-ChiariDrainase perkutan abses dilakukan dengan tuntunan USGabdomen atau CT scan abdomen. Penyulit yang dapat Abses cerebri ( penyebaran hematogen): 0,1 %terjadi : perdarahan, perforasi organ intra abdomen,infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan PENCEGAHANkateter untuk drainase. Infeksi Amuba disebarkan melalui konsumsi makananDrainase Secara Operasi' atau air yang tercemar dengan kista. Karena pembawa asimtomatik dapat mengeluarkan hingga 15 juta kistaTindakan ini sekarang jarang dikerjakan kecuali pada kasus per hari,pencegahan infeksi membutuhkan sanitasi yangtertentu seperti abses dengan ancaman ruptur atau secara memadai dan pemberantasan pembawa kista. Padateknis susah dicapai atau gagal dengan aspirasi biasa/ daerah berisiko tinggi, infeksi dapat diminimalkan dengandrainase perkutan. menghindari konsumsibuahdan sayuranyang tidak dikupas dan penggunaan air kemasan. Karena kista tahan terhadapReseksi Hati' klor, desinfeksi oleh iodine dianjurkan. Sampai saat ini tidak ada profilaksis yang efektif. Pada abses hati piogenik multipel kadang diperlukanreseksi hati. Indikasi spesifik jika didapatkan abses hati PROGNOSISdengan karbunkel {Uver carbuncle) dan disertai denganhepatolitiasis, terutama pada lobus kiri hati. Abses hati amuba merupakan penyakit yang sangat \"treatable\" Berdasarkan kesepakatan PEGI (Perhimpunan Angka kematiannya < 1 % bila tanpa penyulit.Endoskopi Gastrointestinal Indonesia) dan PPHI Penegakan diagnosis yang terlambat dapat memberikan(Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) di Surabaya pada penyulit abses ruptur sehingga meningkatkan angkatahun 1996: kematian: A b s e s hati d e n g a n d i a m e t e r 1-5 cm : t e r a p i ruptur ke dalam peritoneum, angka kematian medikamentosa, bila respon negatifdilakukan 20% aspirasi ruptur ke dalam perikardium, angka kematian Abses hati dengan diameter 5-8 cm: terapi aspirasi 32- 100% berulang Abses hati dengan diameter > 8 cm: drainase per REFERENSI kutan 1. K i m A Y and C h u n g RT. Bacterial, parasitic and FungalKOMPLIKASI' infechons of the liver, including liverabscess. In:Sleisenger and fordtran's gastrointestinal and liver disease; Pathophysiolog)'/Tanpa terapi, abses akan membesar, meluas ke diafragma diagnosis/management. Editors :Feldman M , Friedman LS,atau ruptur ke kavitas peritoneal: Brandt LJ. Elsevier. 9 t h edition. Philadelphia. 2010; 1366-9.1. Ruptur abses ke dalam: 2. A y l e s H M a n d C o c k K D . Hepatic abscess a n d cysts. I n : Regio toraks, menyebabkan: Handbook of liver disease. Editors: Friedman L Sand Keeffe Fistula hepatobronkial EB. 2\"^ e d i t i o n . Elsevier Inc.Philadelphia, 2004; 349-364 Abses paru Empiema ameba (20-30 %) 3. G u a r d i n o JM. Gastric cancer. In: P r i m o Gastro; T h e pocket GI/Liver Companion. Lippincott w i l l i a m s & wilkins. 2008; Perikardium, menyebabkan: 160-1. gagal jantung perikarditis 4. Reed SL. Amebiasis and infection w i t h free-livingamebas. In: tamponade jantung Harrison's Gastroenterology and Hepatology. Editors: Longo D L and Fauci AS.McGraw-Hill company. 2010; 125-142. Peritoneum, menyebabkan: peritonitis 5. H a q u e R, H u s t o n C D , H u g h e s M , H o u p t E , Petri J r . W A . asites Amebiasis. N Engl J Med. 2003; 348,1565-73
ABSES HATI AMUBA 19956. Hughes M A , Petri W A . Amebic Hver abscess. Infectious Disease Clinics of North America. 2000; 14 . 92-1067. Neuschwander-Tetri BA.Bacterial, parasitic, fungal, and granulomatous liver disese. In:Cecil Medicine. Goldman L, Ausiello D eds. 23''' Edition .Saunders Elsevier. Philadelphia. Available at C D R O M . 20078. Sherlock S, Dooley J. The liver in infections. In: Diseases of the liver and biliary system. Sherlock S, Dooley J eds. Eleventh Edihon. Milan. Blackwell Publishing. 2002; 495-5269. Raiford DS. Liver abscess. In: Textbook of gastroenterology. 5 th edition. Editors : Yamada T, Alpers D H , Kaloo A N , Kaplowitz N, Owyang C, Powell DW, Blackwell publishing. 2009; 2412-5
259ABSES HATI PIOGENIK B J . Waleleng, N.T Wenas, L. RottyPENDAHULUAN lobus kiri, dan 5% pada kauda. Faktor risiko terjadinya AHP adalah diabetes melitus (DM), adanya penyakit dasarAbses hati merupakan salah satu bentuk dari abses viseral. pada organ hepatobilier dan pankreas, serta transplantasiHati merupakan organ intraabdominal yang paling sering hati. Sekitar 15-25% kasus AHP terjadi pada pasien denganmengalami abses. Abses hati terbagi dalam 2 bentuk yaitu DM, 7% pada pasien dengan bakteriemia portal, dan sekitarabses hati amubik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). 50-60% dengan obstruksi bilierAbses hati piogenik dapat berupa abses tunggal maupunabses multipel. Abses hati telah dikenal sejak zaman PATOGENESISHippocrates. Namun hingga saat ini AHP masih merupakanpermasalahan kesehatan sehubungan dengan angka Infeksi menyebar ke hati melalui aliran vena porta, arteri,kesakitan dan kematian yang masih cukup tinggi bila saluran empedu, ataupun infeksi secara langsung melaluiterlambat didiagnosis. Adanya peningkatan pengetahuan penetrasi jaringan dari fokus infeksi yang berdekatan.dan teknologi di bidang bakteriologi, antibiotika, dan Sebelum era antibiotika, penyebab tersering adalahteknik drainase secara signifikan memberikan perbaikan apendisitis dan pileflebitis (trombosis supuratif padapenanganan terhadap AHP vena porta). Saat ini, infeksi yang berasal dari sistem bilier merupakan penyebab terbanyak terjadinya AHR diikutiDEFINISI oleh abses kriptogenik.Abses hati piogenik adalah proses supuratif yang terjadi Abses hati piogenik dapat juga merupakan komplikasipada jaringan hati yang disebabkan oleh invasi bakteri lanjutan dari tindakan endoscopic sphincterotomy untukmelalui aliran darah, sistem bilier, maupun penetrasi mengatasi batu saluran empedu, ataupun komplikasilangsung. lanjut yang terjadi 3 sampai 6 minggu setelah dilakukan biliary-intestinal anastomosis. Di Asia Timur dan AsiaEPIDEMIOLOGI Tenggara, AHP dapat merupakan komplikasi dari kolangitis piogenik rekuren yang ditandai dengan adanyaSekitar 48% kasus abses viseral adalah AHP dan merupakan episode kolangitis yang berulang, pembentukan batu13% dari keseluruhan kasus abses intra-abdominal. intrahepatik, ataupun adanya infeksi parasit pada sistemMedian umur adalah 44 tahun, tidak terdapat perbedaan bilier.antara laki-laki dan perempuan. Data menunjukkan Taiwanmemiliki insidensi tertinggi yaitu 17,6 kasus per 100.000 GEJALA DAN TANDApenduduk. Setiap tahun, 7-20 per 100.000 ribu kasus AHPdirawat di rumah sakit. Pada otopsi, didapatkan 0,29-1,4% Gambaran klinis klasik AHP adalah demam dan nyerikasus A H P Hampir S0% kasus merupakan abses multipel. perut kanan atas. Demam tinggi yang naik turun disertaiPada abses tunggal, 7 5 % terletak di lobus kanan, 20% di menggigil merupakan keluhan terbanyak. Nyeri perut kanan atas biasanya menetap dan dapat menyebar ke 1996
ABSES HATI PIOGENIK 1997bahu kanan. Kebanyakan pasien mengalanni keadaan ini Dengan menggunakan teknik isolasi kuman anaerobikkurang dari 2 minggu, sebelum pergi berobat. Gejala tidak yang ketat, saat ini ditemukan 45-75% AHP disebabkankhas lainnya meliputi keringat malam, muntah, anoreksia, oleh bakteri anaerobik ataupun infeksi campuran bakterikelemahan umum, dan penurunan berat badan. Sekitar 1/3 aerobik dan anaerobik. Bacteroides dan Fusobacteriumkasus disertai dengan diare dan ¥4 kasus mengeluhkan merupakan bakteri anaerobik penyebab AHP terbanyak.adanya batuk yang tidak produktif. Pasien juga mungkin Infeksi polimikrobial umumnya disebabkan oleh bakteridatang dengan keluhan pada sumber infeksi primernya, anaerobik.misalnya apendisitis atau divertikulitis, sebelum gejalaAHP berkembang. Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae (Tabel 2) merupakan kuman yang paling banyak diisolasi pada Onset penyakit biasanya terjadi akut. Onset yang kelompok bakteri aerobik gram negatif Klebsiella terutamatersamar dapat terjadi pada orang tua. Onset pada abses ditemukan pada pasien AHP dengan DM dan intoleransitunggal biasanya gradual dan umumnya merupakan abses glukosa. Pada kelompok bakteri gram positif, staphylococcikriptogenik. Gambaran klinis pada abses multipel biasanya merupakan bakteri yang paling sering ditemukan padamenunjukkan gambaran akut dan biasanya penyebab infeksi monomikrobial, streptococci dan enterococciprimernya diketahui. paling sering ditemukan pada infeksi polimikrobial. Pada suatu studi besar, ditemukan S.aureus dan Strepto- Pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran hati disertai coccus p-hemolyticus merupakan bakteri penyebabnyeri pada kuadran kanan atas. Ikterik dijumpai apabila AHP pada trauma. Streptococcus grup D, K. pneumonia,penyakit telah lanjut. Beberapa pasien tidak mengeluhkan dan Clostridium sp. berhubungan dengan infeksi sistemadanya nyeri perut kuadran kanan atas ataupun tidak bilier, serta Bacteroides dan Clostridium sp. berhubungandidapatkan hepatomegali, biasanya gambaran klinis dengan penyakit kolon.menunjukkan fever of unknown origin (FUO). Adanyakelainan pada paru kanan berupa pekak pada perkusi Tabel 2. Mikroba Patogen pada Abses Hati Piogenikdan penurunan suara napas dijumpai apabila prosespenyakit terjadi pada segmen superior lobus kanan. Pada Bakteri aerobik gram negatif Bakteri anaerobikpemeriksaan fisik paru ditemukan kelainan pada sekitar Escherichia coli Anaerobic streptococci20-30% kasus. Anemia dan dehidrasi juga merupakan Klebsiella pneumoniae Bacteroides sp.tanda fisik yang sering ditemukan. Fusobacterium sp. Pseudomonas aeruginosa Peptostreptococcus sp.ETIOLOGI Proteus sp. Prevotella sp. Enterobacter sp. ActinomycesKebanyakan AHP merupakan akibat infeksi dari tempat Citrobacter freundii Eubacteriumlain, dimana sumber infeksi umumnya berasal dari infeksi Morganelia sp. Propionibacterium acnesorgan intraabdomen lain. Kolangitis yang disebabkan oleh Serratio sp. Clostridium sp.batu maupun striktur merupakan penyebab tersering. Haemophilus sp. Lactobacillus sp.(Tabel 1). Terdapat 15% kasus APH yang sumber infeksinya Legionella pneumophila Peptococcus sp.tidak diketahui (abses kriptogenik). Yersinia sp.Tabel 1. Sumber infeksi dan penyebab APH Bakteri aerobik gram positif Eubacterium sp. Viridans streptococci Sphaerophorus sp.Saluran empedu Penyebaran langsung Staphylococcus aureus Capnocytophaga sp. (fac-Batu empedu Empiema kandung empedu ultatively anaerobic)Kolangiokarsinoma Perforasi ulkus peptikum Enterococcus sp. Bakteri mikroaerofilikStriktur Abses subfrenik Beta-hemolytic streptococci Streptococcus milleriVena porta Trauma groupApendisitis Iatrogenik Streptococcus pneumoniae Lain-lainDivertikulitis Biopsi hati Listeria monocytogenes Mycobacterium sp.Penyakit Crohn Blocked biliary stent Chlamydia sp.Arteri hepatika Kriptogenik Candida sp.Infeksi gigi Kista hati terinfeksi Cryptococcus sp.Endokarditis bakterlal Verticillium sp. Catatan: cetak tebal ditemukan pada >5% kasus Sumber: Albrecht H. Bacterial and miscellaneous infections of the liver In: BoyerTD, Manns MR Sanyal AJ, Eds. Zakim & Boyer's hepatology: a textbook of liver disease. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012.
1998 HEPATOLOGIDIAGNOSIS berasal dari AHP berwarna kekuningan ataupun kehijauan serta berbau busuk. Spesimen yang berasal dari AHAPemeriksaan Pencitraan berwarna merah kecoklatan.Dengan pengecatan gram, pada AHA ditandai dengan adanya netrofil tanpa bakteri,Saat ini, pemeriksaan pencitraan merupakan modalitas kecuali bila telah terjadi infeksi sekunder. Sementara padapenting untuk menegakkan diagnosis AHP. Adanya AHR selalu terdapat bakteri.temuan klinis meliputi demam, nyeri perut kanan atas,serta pembesaran hati yang disertai nyeri tekan, menjadi PENATALAKSANAANalasan untuk pemeriksaan pencitraan lebih lanjut,meliputi pemeriksaan ultrasonografi (USG) computerized Medikamentosatomography scan (CT scan), serta magnetic resonanceimaging (MRI). Pemeriksaan pencitraan dapat m e m - Sebelum terdapat hasil kultur, diberikan antibiotikabedakan AHP dari kolesistitis, obstruksi saluran empedu, spektrum luas. Ampisilin dan aminoglikosida diberikanmaupun pankreatitis. Penggunaan zat kontras technetium bila sumber infeksi terdapat pada saluran empedu.99m-sulfur colloid sebelum pemeriksaan USG dan CT Sefalosporin generasi ketiga merupakan pilihan apabilasensitif untuk mengetahui adanya lesi dengan ukuran <3 sumber infeksi berasal dari usus. Metronidazol diberikancm, serta dapat memprediksi lokalisasi untuk dilakukan pada semua AHP dengan berbagai sumber infeksi untukaspirasi perkutaneus maupun drainase. mengatasi infeksi anaerobik. Regimen pilihan lain adalah kombinasi beta laktam dan penghambat aktivitas beta Pemeriksaan USG memperlihatkan adanya lesi laktamase yang diberikan untuk AHP dengan sumberhipoekoik, kadang-kadang dapat ditemukan internal infeksi dari usus, dimana kombinasi ini juga dapateko. Namun demikian, lesi yang terletak pada bagian mengatasi infeksi anaerobik. Bila telah terdapat hasilatas lobus kanan sulit untuk diidentifikasi. Gambaran kultur, antibiotika disesuaikan dengan kuman yangAHP dengan CT menunjukkan gambaran lesi densitas spesifik. Antibiotika intravena diberikan sedikitnya selamarendah, penggunaan kontras memperlihatkan peripheral 2 minggu, dilanjutkan dengan antibiotika oral selama 6enhancement. Pemeriksaan CT juga dapat menunjukkan minggu. Apabila infeksi disebabkan oleh streptococcus,sumber infeksi ekstrahepatik dari AHR misalnya misalnya pemberian antibiotika oral dosis tinggi disarankan selamaapendisitis ataupun divertikulitis. Walaupun pemeriksaan lebih dari 6 minggu.CT dan USG dapat membedakan abses dari obstruksisaluran empedu, namun tidak dapat membedakan AHP Non Medikamentosadari abses hati amebik (AHA). Pemeriksaan dengan MRI,walaupun masih sedikit digunakan, lebih sensitif untuk Drainase perkutaneus. Drainase perkutaneus dilakukanmenentukan AHP dengan tuntunan USG pada abses berukuran >5 cm, menggunakan indwelling drainage catheter Pada abses Kebanyakan abses, baik AHP maupun AHA, terletak multipel, hanya abses berukuran besar yang perlupada lobus kanan. Adanya abses multipel sangat men- untuk diaspirasi. Abses kecil cukup dengan penggunaancurigakan suatu AHP.Tumor hati yang telah mengalami antibiotika.nekrosis serta infeksi sekunder, seringkali memberikangambaran USG seperti AHP Pemeriksaan rontgen dada Drainase dengan pembedahan. Drainase dengandapat ditemukan adanya elevasi hemidiafragma kanan pembedahan dilakukan pada AHP yang mengalamiserta atelektasis. kegagalan setelah dilakukan drainase perkutaneus, ikterik yang tidak sembuh, penurunan fungsi ginjal, serta padaPemeriksaan Laboratorium abses multilokuler. Saat ini drainase dengan pembedahan dilakukan dengan laparoskopik.Pemeriksaan laboratorium didapati kelainan meliputianemia ringan, lekositosis dengan netrofilia, serta KOMPLIKASIpeningkatan laju endap darah. Dapat juga ditemukanperubahan fungsi hati, yaitu peningkatan kadar serum Komplikasi yang dapat terjadi seperti ruptur, penyebaranalkali fosfatase. infeksi ke organ sekitar terutama ke pleura (efusi pleura, empiema) dan paru. Komplikasi lain berupa efusi perikardial, Adanya antibodi antiamubik penting untuk mem- fistula torakal dan abdominal, sepsis, serta trombosis.bedakan AHA dari AHP Lebih dari 90% pasien dengan Trombosis dapat terjadi pada vena porta maupun venaAHA mempunyai antibodi antiamubik titer tinggi terhadap hepatika disebabkan karena infeksi bakteri anaerobik.Entamoeba histolytica. Elemen kunci untuk diagnosis AHP adalahditemukannya agen penyebab, baik melalui kultur darah,maupun kultur pus dari aspirasi abses. Kultur darah positifpada 50% kasus. Pada aspirasi abses, spesimen yang
ABSES HATI PIOGENIK 1999Trombosis dapat menyebabl<an hipertensi portal ataupun Raiford DS. Liver abscess. In: Yamada T, Alpers D H , Kallo A N ,sindroma Bud-Chiari meskipun penanganan abses telah et al, eds. Textbook of gastroenterology. 5th ed. West Sussex:berhasil. Pasien dengan abses yang besar sangat mudah Blackwell Publishing Ltd; 2009.mengalami sepsis. Sherlock S, Dooley J. Diseases of the liver and biliary system. 11thPENCEGAHAN ed. Oxford: Blackwell Science Ltd; 2002. Chapter 29, The liver in infections; p. 495-8.Pencegahan terbaik adalah dengan mengetahui sedinimungkin sumber-sumber infeksi yang dapat menyebabkan Tapias JMS. Bacterial, ricketsial and spirochaetal infections. In:AHR diikuti dengan penanganan yang tepat. Rodes J, Benhamou JP, Blei A, et al, eds. Textbook of hepatology from basic science to clinical practice. 3rd ed. Massachusetts: Blackwell Publishing Ltd; 2007. Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati piogenik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, A l w i I , et al, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V Jilid I. Jakarta: IntemaPublishing; 2009.PROGNOSISDengan diagnosis yang cepat disertai penggunaanantibiotika pada tahap dini dan drainase perkutaneus,angka kematian karena AHP telah jauh menurun. Angkakematian pada negara maju sekitar 2-12%. Faktor utamapenyebab kematian adalah pembedahan dengan drainaseterbuka, keganasan, serta infeksi dari kuman anaerobik. Prognosis baik dengan harapan hidup lebih dari90% bila abses tunggal dan terletak pada lobus kanan.Namun, kematian dapat mencapai 100% pada AHP yangtidak diterapi. Angka kematian tinggi juga disebabkanoleh infeksi polimikrobial, abses multipel terutamadengan sumber infeksi pada sistem bilier, adanyadisfungsi multiorgan, keganasan, hiperbilirubinemia,hipoalbuminemia, adanya komplikasi efusi pleura terutamapada orang tua, serta sepsis.REFERENSIAlbrecht H . Bacterial and miscellaneous infections of the liver. In: Boyer TD, Manns MP, Sanyal AJ, Eds. Zakim & Boyer's hepatology : a textbook of liver disease. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012.Ayles H M , Bailey SL. Hepatic abscesses and cysts. In: Friedman LS, Keeffe E B , eds. Handbook of liver disease. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.Baron MJ, Kasper D L . Intraabdominal irvfections and abscesses. In: Longo D L , Fauci AS, Kasper D L , et al, Eds. Harrison's gastroenterology and hepatology. New York: The McGraw- Hill Companies Inc; 2010.Dancygier H. Bacterial liver abscess and other bacterial infections. In: Dancygier H, Friedman SL, Allescher HD, Beuers U, Eds. Clinical hepatology principles and practice of hepatobiliary disease. Vol 2. Berlin: Springer Verlag Berlin Heidelberg; 2010.K i m A Y , Chung RT. Bacterial, parasitic, and fungal infections of the liver, including liver abscess. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, Eds. Sleisenger and Fordtran's gastrointestinal and liver disease: pathophysiology/ diagnosis/management. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010.Krige JEJ, Beckingham IJ. Liver abscesses and hydatid disease. In: Beckingham IJ, ed. A B C of liver, pancreas and gallbladder. London: BMJ Publishing Group; 2001.
260PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK Irsan HasanPENDAHULUAN Kriteria lain yang juga sangat penting adalah pengertian non alkoholik. Batas untuk menyatakanPerlemakan hati non alkoholik merupakan kondisi yang seseorang minum alkohol yang tidak bermakna sempatsemakin disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati menjadi perdebatan, tetapi lebih banyak ahli yanglanjut. Spektrum penyakit perlemakan hati ini mulai dari menyepakati bahwa konsumsi alkohol sampai 20 g perperlemakan hati sederhana (simple steatosis) sampai pada hari masih bisa digolongkan sebagai non alkoholik.steatohepatitis non alkoholik {nonalcoholic steatohepatitis =NASH), fibrosis dan sirosis hati. Setelah mendapat berbagai EPIDEMIOLOGInama, seperti penyakit Laennec non alkoholik, hepatitismetabolik, dan hepatitis diabetes, akhirnya steatohepatitis Dari banyak penelitian terbukti bahwa abnormalitas tesnon alkoholik seperti yang diperkenalkan Ludwig tahun fungsi hati akibat perlemakan hati maupun steatohepatitis1980 menjadi nama yang dipergunakan secara luas. non alkoholik merupakan kelainan yang sangat seringIstilah tersebut muncul setelah Ludwig dan kawan-kawan ditemukan di masyarakat. Angka yang dilaporkan sangatmelaporkan sekelompok pasien yang dapat dikatakan bervariasi karena metodologi survei yang berbeda-tidak mengkonsumsi alkohol tetapi memperlihatkan beda.gambaran biopsi hati yang sulit dibedakan denganhepatitis akibat alkohol. Prevalensi perlemakan hati non alkoholik berkisar antara 15-20% pada populasi dewasa di Amerika Serikat,DEFINISI Jepang dan Italia. Diperkirakan 20-30% di antaranya berada dalam fase yang lebih berat (steatohepatitis nonSampai saat ini masih terdapat beberapa ketidak-sepahaman alkoholik). Sebuah penelitian terhadap populasi dengandalam terminologi penyakit perlemakan hati, misalnya obesitas di negara maju mendapatkan 60% perlemakanmengenai pemilihan istilah perlemakan hati non alkoholik hati sederhana, 20-25% steatohepatitis non alkoholik dan{nonalcoholic fatty liver = NAFL) atau penyakit perlemakan 2-3% sirosis. Dalam laporan yang sama disebutkan pulahati non alkoholik {nonalcoholic fatty liver disease = NAFLD). bahwa 70% pasien diabetes melitus tipe 2 mengalamiPada umumnya disepakati bahwa steatohepatitis non perlemakan hati, sedangkan pada pasien dislipidemiaalkoholik (nonalcoholic steatohepatitis = NASH) merupakan angkanya sekitar 60%.perlemakan hati pada tingkat yang lebih berat. Di Indonesia penelitian mengenai perlemakan hati non Dikatakan sebagai perlemakan hati apabila kandungan alkoholik masih belum banyak. Lesmana melaporkan 17lemak di hati (sebagian besar terdiri atas trigliserida) pasien steatohepatitis non alkoholik, rata-rata berumur 42melebihi 5% dari seluruh berat hati. Karena pengukuran tahun dengan 29% gambaran histologi hati menunjukkanberat hati sangat sulit dan tidak praktis, diagnosis dibuat steatohepatitis disertai fibrosis. Sebuah studi populasiberdasarkan analisis spesimen biopsi jaringan hati, yaitu dengan sampel cukup besar oleh Hasan dkk mendapatkanditemukannya minimal 5-10% sel lemak dari keseluruhan prevalensi perlemakan hati non alkoholik sebesar 30,6%.hepatosit. Faktor risiko penting yang dilaporkan adalah obesitas, diabetes melitus (DM) dan hipertrigliseridemia. 2000
PERLEMAKAN HATI NON-ALKOHOLIK 2001 Steatohepatitis non alkoholik dapat terjadi pada PERJALANAN PENYAKITsemua usia, termasuk anak-anak, walaupun penyakitini dikatakan paling banyak pada dekade keempat dan Perjalanan alamiah penyakit perlemakan hati nonalkoholikkelima kehidupan. Jenis kelamin yang dominan berbeda- masih belum jelas diketahui karena masih terbatasnyabeda dalam berbagai penelitian, namun umumnya penelitian prospektif, tapi tampaknya sangat dipengaruhimenunjukkan adanya predileksi perempuan. Obesitas, oleh derajat kerusakan jaringan. Selama ini disepakatiDM tipe 2, dan dislipidemiajuga merupakan kondisi yang bahwa ada beberapa tingkat gambaran histologiksering berkaitan dengan perlemakan hati non alkoholik. sepanjang perjalanan alamiah penyakit ini, yaituWalaupun demikian, steatohepatitis non alkoholik dapat perlemakan hati sederhana, steatohepatitis, steatohepatitisterjadi pada individu yang tidak gemuk tanpa faktor risiko yang disertai fibrosis dan sirosis. Terbukti pula bahwaseperti di atas. setelah berkembang menjadi sirosis, perlemakan sebaliknya makin menghilang.PATOGENESIS Pada sebuah penelitian terhadap 257 orang pasienPengetahuan mengenai patogenesis steatohepatitis non perlemakan hati non alkoholik yang dipantau selamaalkoholik masih belum memuaskan. Dua kondisi yang sering 3,5 sampai 11 tahun melalui biopsi hati, didapatkan 28%berhubungan dengan steatohepatitis non alkoholik adalah mengalami kerusakan hati progresif, 59% tidak mengalamiobesitas dan diabetes melitus, serta dua abnormalitas perubahan, dan 13% justru membaik. Pada beberapa kasusmetabolik yang sangat kuat kaitannya dengan penyakit ini terlihat jelas perkembangan mulai dari steatosis menujuadalah peningkatan suplai asam lemak ke hati serta resistensi steatohepatitis sampai akhirnya menjadi sirosis hati.insulin. Hipotesis yang sampai saat ini banyak diterima adalahthe two hit theory yang diajukan oleh Day dan James. Sampai saat ini risiko mortalitas pasien-pasien perlemakan hati non alkoholik masih menjadi kontradiksi. Hit pertama terjadi akibat penumpukan lemak di Studi oleh Propst dan kawan-kawan membandingkanhepatosit yang dapat terjadi karena berbagai keadaan, probabilitas kesintasan (survival) 30 pasien steatohepatitisseperti dislipidemia, diabetes melitus, dan obesitas. Seperti non alkoholik dengan kontrol yang disesuaikan usiadiketahui bahwa dalam keadaan normal, asam lemak dan jenis kelaminnya. Ternyata kelompok pasienbebas dihantarkan memasuki organ hati lewat sirkulasi steatohepatitis non alkoholik memiliki kesintasan yangdarah arteri dan portal. Di dalam hati, asam lemak bebas lebih pendek 5-10 tahun. Suatu penelitian retrospektifakan mengalami metabolisme lebih lanjut, seperti proses potong lintang melaporkan 11 kematian di antara 299re-esterifikasi menjadi trigliserida atau digunakan untuk pasien (3,1%). Selanjutnya dalam studi lain didapatkanpembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan massa hanya 1 kematian di antara 42 pasien selama pemantauanjaringan lemak tubuh, khususnya pada obesitas sentral, 4,5 tahun, sehingga mendukung pendapat mortalitas yangakan meningkatkan penglepasan asam lemak bebas yang rendah dari studi sebelumnya. Hasil sebaliknya ditunjukkankemudian menumpuk di dalam hepatosit. Bertambahnya beberapa penelitian terbaru. Studi terhadap 30 pasienasam lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan steatohepatitis non alkoholik yang diikuti lebih dari 10peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak. Proses ini tahun, mendapatkan kesintasan 5 tahun hanya 67% danterfokus di mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya kesintasan 10 tahun 59%. Harus diingat bahwa semuaakan mengakibatkan kerusakan mitokondria itu sendiri. data dikumpulkan secara retrospektif dengan berbagaiInilah yang disebut sebagai hit kedua. Peningkatan stres keterbatasan, sehingga penelitian prospektif untuk menilaioksidatif sendiri dapat juga terjadi karena resistensi insulin, mortalitas masih sangat diperlukan.peningkatan konsentrasi endotoksin di hati, peningkatanaktivitas un-coupling protein mitokondria, peningkatan Banyak faktor yang berperan dalam mortalitas pasienaktivitas sitokrom P-450 2E1, peningkatan cadangan besi dengan perlemakan hati non alkoholik, seperti obesitas,dan menurunnya aktivitas anti oksidan. Ketika stres oksidatif diabetes melitus beserta komplikasinya, komorbiditas lainyang terjadi di hati melebihi kemampuan perlawanan anti yang berkaitan dengan obesitas, serta kondisi hatinyaoksidan, maka aktifasi sel stelata dan sitokin pro inflamasi sendiri. Belum ada publikasi yang secara jelas menilaiakan berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan kontribusi faktor-faktor tersebut terhadap kematianhepatosit dan kematian sel, pembentukan badan Mallory, pasien, walaupun sebuah studi mendapatkan bahwaserta fibrosis. Meskipun teori two-hit sangat popular terjadinya sirosis meningkatkan risiko relatif mortalitas.dan dapat diterima, agaknya penyempurnaan akan terusdilakukan karena makin banyak yang berpendapat bahwa Perbaikan histologik juga dapat terjadi, khususnyayang terjadi sesungguhnya lebih dari dua hit. pada pasien-pasien dengan fibrosis minimal. Setelah mengalami penurunan berat badan, histologi hati bisa membaik antara lain berupa berkurangnya inflamasi serta Mallory bodies, sampai perbaikan fibrosis. Tentunya hal ini terjadi jika penurunan dilakukan secara bertahap, karena
2002 HEPATOLOGI Endotoxin TTNF-a Gambar 1. Konsep patogenesis steatohepatisterbukti bahwa kehilangan berat badan mendadak justru steatosis dari steatohepatitis, memperkirakan prognosis,memicu progresi penyakit bahkan sampai mengalami dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktu. Alasangagal hati. dari kelompok yang menentang biopsi hati antara lain prognosis yang umumnya baik, belum tersedianya terapiMANIFESTASI KLINIS yang benar-benar efektif, dan risiko serta biaya dari tindakan biopsi itu sendiri. Oleh karenanya pemeriksaanSebagian besar pasien dengan perlemakan hati radiologis dan kimia darah terus menerus diteliti dannonalkoholik tidak menunjukkan gejala maupun tanda- dioptimalkan sebagai metoda pemeriksaan alternatif yangtanda adanya penyakit hati. Beberapa pasien melaporkan bersifat non invasif.adanya rasa lemah, malaise, keluhan tidak enak dan sepertimengganjal di perut kanan atas. Pada kebanyakan pasien, Laboratoriumhepatomegali merupakan satu-satunya kelainan fisis yangdidapatkan. Umumnya pasien dengan perlemakan hati non Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang bisa secaraalkoholik ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan akurat membedakan steatosis dengan steatohepatitis, ataupemeriksaan lain, misalnya dalam medical check-up. perlemakan hati non alkoholik dengan perlemakan hatiSebagian lagi datang dengan komplikasi sirosis seperti alkoholik. Peningkatan ringan sampai sedang, konsentrasiasites, perdarahan varises, atau bahkan sudah berkembang aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferasemenjadi hepatoma. (ALT), atau keduanya merupakan kelainan hasil pemeriksaan laboratorium yang paling sering didapatkan pada pasien-DIAGNOSIS pasien dengan perlemakan hati non alkoholik. Beberapa pasien datang dengan enzim hati yang normal samaBiopsi hati m e r u p a k a n b a k u e m a s {gold standard) sekali. Kenaikan enzim hati biasanya tidak melebihi empatpemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis kali dengan rasio AST:ALT kurang dari satu, tetapi padadan sejauh ini masih menjadi satu-satunya metoda untuk fibrosis lanjut rasio ini dapat mendekati atau bahkanmembedakan steatosis non alkoholik dengan perlemakan melebihi satu. Perlu menjadi perhatian beberapa studitanpa atau disertai inflamasi. Masih menjadi perdebatan yang melaporkan bahwa konsentrasi AST dan ALT tidakapakah biopsi hati perlu dilakukan sebagai pemeriksaan memiliki korelasi dengan aktivitas histologis, bahkanrutin dalam proses penegakan diagnosis perlemakan hati konsentrasi enzim dapat tetap normal pada penyakit hatinon alkoholik. Sebagian ahli mendukung dilakukannya yang sudah lanjut. Pemeriksaan laboratorium lain sepertibiopsi karena pemeriksaan histopatologi mampu fosfatase alkali, g-glutamiltransferase, feritin darah ataumenyingkirkan etiologi penyakit hati lain, membedakan saturasi transferin juga dapat meningkat, sedangkan hipoalbuminemia, waktu protrombin yang memanjang, dan hiperbilirubinemia biasanya ditemukan pada pasien yang sudah menjadi sirosis.
PERLEMAKAN HATI NONALKOHOLIK 2003 Dislipidemia ditemukan pada 21-83% pasien dan Tabel 1. Grading dan Staging Perlemakan Hati Non-biasanya berupa peningkatan konsentrasi trigliserida. alkoholikKarena diabetes merupakan salah satu faktor risikoperlemakan hati non alkoholik, maka tidakjarang terdapat Grading untuk steatosispula peningkatan konsentrasi gula darah. grade 7 <33% hepatosit terisi lemakEvaluasi Pencitraan grade 2 33-66% hepatosit terisi lemakBerbagai modalitas pencitraan telah dicoba untukmendeteksi perlemakan hati. Agaknya ultrasonografi grade 3 >66% hepatosit terisi lemakmerupakan pilihan terbaik saat ini, walaupun computerizedtomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) Grading untuk steatohepatitisjuga dapat digunakan. Pada ultrasonografi, infiltrasi lemakdi hati akan menghasilkan peningkatan difus ekogenisitas grade 1 ringan(hiperekoik, bright liver) bila dibandingkan dengan ginjal.Sensitifitas USG 89% dan spesivisitasnya 93% dalam steatosis didominasi makrovesikular, melibatkanmendeteksi steatosis. Terbukti ketiga teknik pencitraandi atas memiliki sensitifitas yang baik untuk mendeteksi hingga 55% dari lobulusperlemakan hati non alkoholik dengan deposisi lemak dihati lebih dari 30%, tetapi tidak satupun dari ketiga alat degenerasi balon kadangkala terlihat; di zona 3 hepatosittersebut dapat membedakan perlemakan hati sederhanadari steatohepatitis. inflamasi lobular inflamasi akut tersebar dan ringan (sel PMN), kadangkala inflmasi kronik (sel Infiltrasi lemak di hati menghasilkan gambar parenkimhati dengan densitas rendah yang bersifat difus pada CT, MN)meskipun adakalanya berbentuk fokal. Gambaran fokalini dapat disalahartikan sebagai massa ganas di hati. Pada Inflamasi protal tidak ada atau ringankeadaan seperti itu MRI bisa dipakai untuk membedakannodul akibat keganasan dari infiltasi fokal lemak di hati. grade 2 sedang steatosis berbagai derajat, biasanya campuranHistologi makrovesikular dan mikrovesikularSecara histologis, perlemakan hati non alkoholik tidak degenerasi balon jelas terlihat dan terdapat di zona 3dapat dibedakan dengan kerusakan hati akibat alkohol.Gambaran biopsi hati antara lain berupa steatosis, infiltrasi inflamasi lobular adanya sel PMN dikaitkan dengansel radang, hepatocyte ballooning dan nekrosis, nukleus hepatosit yang mengalami degenerasiglikogen, Mallory's hyaline, dan fibrosis. balon, fibrosi periselular; inflamasi kronik ringan mungkin ada Ditemukannya fibrosis pada perlemakan hati nonalkoholik menunjukkan kerusakan hati lebih lanjut dan inflamasi portal ringan sampai sedanglebih berat. Dari berbagai penelitian terhadap gambaranhistologi hati yang pernah dilakukan terlihat bahwa grade 3 beratfibrosis dalam berbagai derajat ditemukan pada hampir66% kasus ketika diagnosis ditegakkan, 25% di antaranya steatosis meliputi >66% lobulus (panaslnar),dengan fibrosis berat (fibrosis septa atau sirosis) dan 14% umumnya steatosis campuransirosis nyata. degenerasi balon nyata dan terutama di zona 3 Karakteristik histologis perlemakan hati non alkoholikadalah ditemukannya perlemakan hati dengan atau tanpa inflamasi lobular inflamasi akut dan kronik yang tersebar;inflamasi. Perlemakan umumnya didominasi oleh gambaran sel PMN terkonsentrasi di area zona 3sel makrovesikular yang mendesak inti hepatosit ke tepi yang mengalami degenerasi balon dansel. Pada fase awal atau steatosis ringan, lemak ditemukan fibrosis perisinusoidalpada zona 3 hepatosit. Inflamasi merupakan komponendasar untuk menyatakan adanya steatohepatitis non inflamasi portal ringan sampai sedangalkoholik. Sel-sel inflamasi tersebut terdiri dari netrofil dansel mononuklear yang ditemukan pada lobulus-lobulus Staging untuk fibrosishati. Bila sel-sel inflamasi tidak ditemukan berarti pasienmasih berada dalam tahap perlemakan hati saja. Adanya stage 7 fibrosis perivenulerzona 3, perisinusoidal, periselular; ekstensif atau fokal stage 2 seperti di atas, dengan fibrosis periportal yang fokal atau ekstensif stage 3 fibrosis jembatan, fokal atau ekstensif stage 4 sirosis badan Mallory dan anak inti glikogen merupakan variasi dari gambaran steatohepatitis non alkoholik. Biasanya badan Mallory ini memiliki ukuran lebih kecil daripada yang biasa ditemukan pada steatohepatitis alkoholik. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai interpretasi histopatologis steatohepatitis non alkoholik. Kontroversi terutama mengemuka dalam hal penentuan kriteria untuk membedakan perlemakan hati sederhana dengan steatohepatitis non alkoholik. Di samping itu, meskipun penilaian derajat fibrosis hampir seragam, para ahli patologi seringkali tidak sepaham menyangkut grading inflamasi. Klaslfikasi dari
2004 HEPATOLOGIBrunt merupakan kriteria histopatologis yang banyak denyut nadi, tetapi tidak perlu menjalankan latihan yangdipakai untuk menentukan derajat steatohepatitis non terlalu berat.alkoholik. Esensi pengaturan diet tidak berbeda dengan dietPENATALAKSANAAN pada diabetes: mengurangi asupan lemak total menjadi <30% dari total asupan energi, mengurangi asupan lemakSampai sekarang modalitas pengobatan yang terbukti baik jenuh, mengganti dengan karbohidrat kompleks yangmasih terbatas. Belum ada terapi yang secara universal mengandung setidaknya 15 gr serat serta kaya akan buahdapat dikatakan efektif, strategi pengobatan cenderung dan sayuran. Walaupun dianjurkan untuk merujuk pasiendilakukan dengan pendekatan empiris karena patogenesis kepada ahli gizi untuk mendapatkan pengetahuan lebihpenyakit juga belum begitu jelas diketahui. Penelitian rinci mengenai pengaturan diet, namun setiap dokterterapi medikamentosa steatohepatitis non alkoholik yang diharapkan mampu memberi informasi prinsip diet rendahdipublikasikan sebagian besar merupakan uji klinis tanpa lemak yang sesungguhnya tidaklah terlalu rumit.kontrol. Penelitian yang menggunakan kontrol umumnyadilakukan terhadap pasien dalam jumlah kecil atau IMengurangi berat badan dengan tindakan bedah.bervariasi dalam menetukan kriteria steatohepatitis dan Setelah gagal dengan pengaturan diet dan latihan jasmaniparameter keberhasilan. Oleh karena itu, pengobatan lebih tidakjarang pasien beralih kepada terapi pembedahan.ditujukan pada tindakan untuk mengontrol faktor risiko, Beberapa penelitian melaporkan manfaat operasi bariatrikseperti memperbaiki resistensi insulin dan mengurangi terhadap pasien dengan perlemakan hati. Terlihat adanyaasupan asam lemak ke hati, selanjutnya baru pemakaian perbaikan pada gambaran histologi hati serta parameterobat yang dianggap memiliki potensi hepatoprotektor. umum sindrom metabolik. Sekali lagi harus diingat potensi timbulnya eksaserbasi steatohepatitis pada penurunanPengontrolan Faktor Risiko berat badan yang terlalu cepat.Mengurangi Berat Badan dengan Diet dan LatihanJasmani. Intervensi terhadap gaya hidup dengan tujuan Terapi Farmakologismengurangi berat badan merupakan terapi lini pertama Antidiabetik dan insulin sensitizer. Metforminbagi steatohepatitis non alkoholik. Target penurunan meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkanberat badan adalah untuk mengoreksi resistensi insulin produksi glukosa hati. Lin dkk menunjukkan perbaikandan obesitas sentral, bukan untuk memperbaiki bentuk penyakit perlemakan hati pada model hewan dengantubuh. Penurunan berat badan secara bertahap terbukti steatohepatitis nonalkoholik. Hal ini dianggap terjadidapat memperbaiki konsentrasi serum aminotransferase melalui penghambatan TNF-a sehingga terjadi perbaikan(AST dan ALT) serta gambaran histologi hati pada pasien insulin, downregulation konsentrasi UCP-2 messengerdengan steatohepatitis non alkoholik. Erikson dkk RNA di hati, dan penurunan pengikatan DNA oleh SREBP-1melaporkan efek penurunan berat badan pada tiga pasien pada ekstrak hati tikus.yang sebelumnya mengalami kelebihan berat antara50-60%. Ternyata semua mengalami perbaikan dengan Penelitian lain dilakukan oleh Marchesini dkk. Empatkonsentrasi enzim aminotransferase mendekati normal, belas pasien steatohepatitis nonalkoholik mendapatdan dua pasien menunjukkan normalisasi histologi hati. terapi metformin 3 x 500 mg/hari selama 4 bulan danSebuah studi lain di Jepang yang menggunakan intervensi sebagai kelompok kontrol adalah 6 pasien steatohepatitisdiet dan olahraga untuk menurunkan berat badan juga nonalkoholik yang hanya mendapat terapi diet. Didapatkanmemberikan hasil yang sama. Perlu diperhatikan bahwa perbaikan konsentrasi rata-rata SGPT, peningkatanpenurunan berat badan terlalu drastis atau fluktuasi sensitifitas insulin, dan penurunan volume hati pada pasienberat badan yang bolak-balik naik turun (sindrom yo-yo) yang mendapatkan terapi metformin. Namun sayangnya,justru memicu progresi penyakit hati. Hal ini terjadi akibat pada penelitian ini tidak dilakukan evaluasi histopatologismeningkatnya aliran asam lemak bebas ke hati sehingga setelah terapi.peroksidasi lemakpun turut meningkat. Sebaliknyapenurunan berat badan bertahap ternyata tidak mudah Tiazolidindion adalah obat antidiabetik yang bekerjadilakukan dan seringkali sulit untuk dipertahankan. sebagai ligan untuk PPARg dan memperbaiki sensitifitas insulin pada jaringan adiposa. Selain itu, tiazolidindion Latihan jasmani dan pengaturan diet menjadi inti juga menghambat ekspresi leptin dan TNF-a, konstituenterapi dalam usaha mengurangi berat badan. Aktifitas fisik yang dianggap terlibat dalam patogenesis steatohepatitishendaknya berupa latihan bersifat aerobik paling sedikit nonalkoholik. Terdapat 3 tiazolidindion yang telah30 menit sehari. Sangat penting untuk mencapai target diproduksi. Pertama, troglizaton telah ditarik dari peredaran karena menyebabkan kerusakan hati, termasuk beberapa kematian akibat penyakit hati. Caldwell dkk menggunakan obat ini sebelum ditarik dari peredaran. Berdasarkan
PERLEMAKAN HATI NONALKOHOLIK 2005penelitiannya, ditemukan normalisasi enzim tanpa enam bulan. Ternyata tidak terlihat perbedaan bermaknaperbaikan histologis pada 7 dari 10 pasien steatohepatitis antara kelompok kontrol dan plasebo dalam enzim-enzimnonalkoholik yang diterapi troglizaton selama 6 bulan. hati, derajat steatosis dan aktivitas nekroinflamasi. UntukKedua, rosiglitazon yang telah diteliti selama setahun memastikan potensi efikasi vitamin E terhadap pasienpada 25 pasien dengan steatohepatitis non alkoholik. perlemakan hati non alkoholik masih diperlukan penelitianKonsentrasi enzim-enzim hati (AST, fosfatase alkali dan terkontrol dengan jumlah lebih besar.g-glutamil transpeptidase) membaik secara bermaknaseperti juga sensitifitas insulin. Biopsi hati yang dilakukan Betain berfungsi sebagai donor metil dalampasca terapi menunjukkan adanya perbaikan derajat pembentukan lesitin dalam siklus metabolik metionin.fibrosis sentrilobular. Adanya beberapa kasus gangguan Pada sebuah penelitian oleh grup dari klinis Mayo,hati akibat rosiglitazon, diperlukan studi terkontrol lebih betain 20 mg/hari diberikan pada delapan pasien denganbesar untuk menilai manfaat dan keamanan obat ini. steatohepatitis non alkoholik selama 12 bulan. Pasca terapiObat ketiga adalah pioglitazon yang paling tidak telah terlihat perbaikan bermakna konsentrasi ALT, steatosis,dilaporkan pada tiga studi pendahuluan. Ketiganya aktifitas nekroinflamasi dan fibrosis.membuktikan terjadinya perbaikan pada aminotransferase,dua penelitian juga disertai perbaikan derajat steatosis Hepatoprotektor. Ursodeoxycholic acid (UDCA) adalahdan nekroinflamasi. Sayangnya penelitian tersebut asam empedu dengan banyak potensi, seperti efekmelibatkan sampel kecil, delapan sampai sepuluh pasien, imunomodulator, pengaturan lipid, dan efek sitoproteksi.sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan dengan sampel Pertama kali digunakan secara empiris pada seoranglebih besar. perempuan berusia 66 tahun dengan steatohepatitis non alkoholik yang menunjukkan normalisasi enzimObat anti hiperlipidemia. Studi menggunakan gemfibrozil transaminase setelah terapi UDCA selama satu tahun.menunjukkan perbaikan ALT dan konsentrasi lipid setelah Sampai saat ini terdapat empat uji klinis terbuka untukpemberian obat selama satu bulan, tetapi evaluasi menilai manfaat terapi UDCA pada pasien steatohepatitishistologi tidak dilakukan. Uji klinis terhadap statin juga non alkoholik. Pada sebuah studi pendahuluan terhadaptelah dilakukan. Sebuah studi pendahulan dengan sampel 40 pasien yang mendapat UDCA 13-15 mg/kg/hari selamakecil memperlihatkan perbaikan parameter biokimiawi satu tahun terbukti adanya perbaikan ALT, fosfatase alkali,dan histologi pada sekelompok pasien yang mendapat g-GT, dan steatosis, tetapi tidak ada perbaikan bermaknaatorvastatin. Sebaliknya studi lain menunjukkan tidak dalam derajat inflamasi dan fibrosis. Pada studi lain tesadanya perbedaan bermakna antara kontrol dan pasien fungsi hati mengalami perbaikan pada 13 pasien setelahyang menggunakan berbagai jenis statin. mendapat UDCA 10 mg/kg/hari selama 6 bulan. Studi paling akhir menyangkut UDCA dilakukan terhadapAntioksidan. Berdasarkan patogenesisnya, terapi 24 pasien dengan dosis 250 mg tiga kali sehari selamaantioksidan diduga berpotensi untuk mencegah progresi 6-12 bulan. Dilaporkan adanya perbaikan konsentrasisteatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis. Antioksidan aminotransferase dan petanda fibrogenesis.yang pernah dievaluasi sebagai alternatif terapi pasienperlemakan hati non alkoholik antara lain vitamin E REFERENSI(a-tokoferol), vitamin C, betain dan N-asetilsistein.Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan Abdelmalek M , Angulo P, Jorgensen RA, Sylvestre P, Lindorbahwa vitamin E menghambat produksi sitokin oleh KD.lekosit. Sementara itu uji klinis pada manusia menunjukkanbahwa vitamin E dengan dosis sampai 300 lU/hari dapat Betaine, a promising new agent for patients with non-alcoholicmenurunkan konsentrasi TGF-p, memperbaiki inflamasi steatohepatitis: results o fa pilot study. A m J Gastroenterol.dan fibrosis, seperti studi yang melibatkan 12 pasien 2001; 96; 2711-7.dengan steatohepatitis berdasarkan biopsi dan 10 pasiendengan perlemakan hati yang mendapat vitamin E 300 Acosta RC, Molina EG, O'Brien C Bet al. The use of pioglitazonelU/hari selama setahun. Tes fungsi hati menunjukkan in non-alcoholic steatohepatitis (Abstract). Gastroenterology.perbaikan bermakna dibandingkan data awal, sedangkan 2001;120 (Suppl.): 2778.derajat steatosis, inflamasi dan fibrosis membaik atautetap stabil pada sembilan pasien dengan steatohepatitis A g r a w a l S, B o n k o v s k y H L . M a n a g e m e n t o f nonalcoholicyang menjalani biopsi hati ulangan pasca terapi. Studi steatohepatitis. J Clin Gastroenterol. 2002; 35: 253-61.lain dilakukan terhadap 45 pasien dengan steatohepatitisnon alkoholik yang menerima kombinasi vitamin E 1000 Angulo P. Nonalcoholic fatty liver disease. N Engl J M e d 2002;lU/hari dan vitamin C 1000 lU/hari atau plasebo selama 346:1221-31. Basaranoglu M , Acbay O,Sonsuz A. A contolled trial of gemfibrozil in the treatment of patients with non-alcoholic steatohepatitis. J Hepatol. 1999; 31; 384. Brunt E M , James C G ,Di Bisceglie A M , Neuschwander Tetri BA, Bacon BR. Nonalcoholic steatohepatitis: a proposal for grading and staging the histological lesions. A m J Gastroenterol. 1999; 94: 2467-74.
2006 HEPATOLOGIC a l d w e l l S H , Hespenheiden E E , Redick JA et al. A pilot study of thiazolidinedione, troglizatone, in non-alcoholic steatohepatitis. A m J Gastroenterol. 2001; 96; 519-25.Caldwell SH, Osaimi A, Chang C, Davis C, Hespenheide E E . Nonalcoholic fatty liver: overview. In: Okita K,editor. N A S H and nutritional therapy.Tokyo: Springer-Verlag; 2005.p.l- 43.Day CP, Daly A K . N A S H is a genetically betermined disease. In: Farrell G C , George J, Hall PM, McCullough AJ, editors. Fatty liver disease-NASH and related disorders. Massachussetts: Blackwell Publishing; 2005. p.66-75.Day C P , James O . Steatohepatitits: a tale of 'two hits ?'. Gastroenterology. 1998; 114: 842-45.Diehl A M . Nonalcoholic steatohepatitis pathogenesis. In: Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan JC, Rodes J,editors. Progress in the treatment of liver diseases. Barcelona: Ars Medica; 2003.p. 227-32.Gani RA. Manifestasi klinis dan penatalaksanaan non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). In: Lesmana L A , Gani RA, Hasan I, Wijaya IP, Mansjoer A,editors. Abstrak Liver Up Date 2002. Perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan penyakit hati dan saluran empedu. Jakarta: PIP Bagian Ilmu Penyakit Dalam F K U I ; 2002.p28-30Harrison S A , Kadakia S, Lang K A , Schenker S. Nonalcoholic steatohepatitis: what we know in the new millennium. A m J Gastroenterol. 2002; 97: 2714-24.Harrison SA, Tetri BN. Clinical manifestations and diagnosis of N A F L D . In: Farrell G C , George J, Hall PM, McCullough AJ, editors. Fatty liver disease-NASH and related disorders. Massachussetts: Blackwell Publishing; 2005. p. 159-67.Harrison SA, Torgerson S, Hayashi P, Ward J, Schenker S. Vitamin E and vitamin C treatment improves fibrosis in patients with non-alcoholic steatohepatitis. A m J Gastroenterol. 2003; 96; 2485-90.Hasan I, Gani R A , Machmud R et al. Prevalenve and risk factors for non-alcoholic fattv liver in Indonesia. J Gastroenterol Hepatol. 2002; 17 (Suppl): A154.Hasegawa T, Yoneda M, Nakamura K, Makino I, Terano A. Plasma transforming growth factor-bl level and efficacy of a-tocopherol in patients with non-alcoholic steatohepatitis; a pilot study. Aliment Pharmacol Ther. 2001; 15; 1667-72.Holoman J, Glasa J, Kasar J et al. Serum markers of liver fibrosis in patients with non-alcoholic steatohepatitis (NASH):correlation to liver morphology and effects of therapy (Abstract). J Hepatol. 2000; 32 (Suppl 2): 210.Horlander JC, Kwo PY, Cummings OW, Koukoulis G. Atorvastatin for the treatment of N A S H (Abstract). Gastroenterology. 2001; 120 (Suppl.): 2767.Laurin J, Lindor K D , Crippin JS et al. Ursodeoxycholic acid orclofibrate in the treatment of non-alcoholic-included steatohepatitis: a pilot study. Hepatology. 1996: 23; 1464-7.McCullough AJ. The clinical features, diagnosis and natural history of nonalcoholic fatty liver disease. Clin Liver Dis. 2004; 8: 521-34.Neuschwander-Tetri BA, Brunt E M , Bacon BR et al. Histological improvement in N A S H following reduction of insulin resistance with 48-week treatment with the PPAPg agonist rosiglitazone (Abstract). Hepatology. 2002; 36; 379.Propst A, Propst T, Judmaier G, Vogel W. Prognosis in nonalcoholic steatohepatitis. Gastroenterology. 1995; 108:1607 (letter).Wanless IR, Lentz JS. Fatty liver hepatitis (steatohepatitis) and obesity: A n autopsy study with analysis of risk factors. Hepatology. 1990; 12; 1106-10.
261HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT Putut Bayupurnama Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan sitoplasmik ke membran plasma, dimana reseptor-reseptorhati terletak diantara permukaan absorptif dari saluran ini mengalami pengelompokan sendiri dan memicucerna dan organ target obat dimana hati berperan sentral kematian sel melalui apoptosis. Disamping itu banyakdalam metabolisme obat.Hepatotoksisitas imbas obat reaksi hepatoselular melibatkan sistem sitokrom P-450merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada yang mengandung heme yang menghasilkan reaksi-reaksipada setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obatpusat disposisi metabolik dari semua obat dan bahan- dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru yangbahan asing yang masuk tubuh. Kejadian jejas hati tak punya peran.Kompleks enzim-obat ini bermigrasi kekarena obat mungkin jarang terjadi namun akibat yang permukaan sel di dalam vesikel-vesikel untuk berperanditimbulkannya bisa fatal. Reaksi tersebut sebagian besar sebagai imunogen-imunogen sasaran serangan sitolitik selidiosinkratik pada dosis terapeutik yang dianjurkan, dari T, merangsang respons imun multifaset yang melibatkan1 tiap 1000 pasien sampai 1 tiap 100000 pasien dengan sel-sel T sitotoksik dan berbagai sitokin. Obat-obat tertentupola yang konsisten untuk setiap obat dan untuk setiap menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda padagolongan obat. Sebagian lagi tergantung dosis obat. beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi. Metabolit-Hepatotoksisitas imbas obat merupakan alasan paling metabolit toksis yang dikeluarkan dalam empedu dapatsering penarikan obat dari pasaran di Amerika Serikat merusak epitel saluran empedu. Tabel 1 menunjukkandan di dalamnya termasuk lebih dari 50 persen kasus reaksi idiosinkratik obat dan sel-sel yang dipengaruhigagal hati akut. reaksi tersebut. Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga IMPLIKASI KLINIKmembuat mereka mampu menembus membran selintestinal. Obat kemudian diubah lebih hidrofilik Gambaran klinik hepatotoksisitas imbas obat sulitmelalui proses-proses biokimiawi di dalam hepatosit, dibedakan secara klinik dengan penyakit hepatitismenghasilkan produk-produk larut air yang diekskresi atau kholestasis dengan etiologi lain (Tabel 2). Riwayatke dalam urin atau empedu.Biotransformasi hepatik ini pemakaian obat-obat atau substansi hepatotoksik lainmelibatkan jalur oksidatif utamanya melalui sistem enzim harus dapat diungkap Onset umumnya cepat, malaise,sitokrom P-450. dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat terutama bila pasien masih meminum obatMEKANISME HEPATOTOKSISITAS tersebut setelah onset hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih dominan maka kadar aminotransferaseMekanisme jejas hati imbas obat yang mempengaruhi dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atasprotein-protein transport pada membrane kanalikuli normal, sedangkan kenaikan kadar fosfatase alkali dandapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit bilirubin menonjol pada kholestasis. Mayoritas reaksi obatimbas asam empedu dimana terjadi penumpukan asam- idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobulasam empedu di dalam hati karena gangguan transpor hepatik dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi.pada kanalikuli yang menghasilkan translokasi Fas 2007
2008 HEPATOLOGIPada kasus ini gejala hepatitis biasanya nnuncul dalam Beberapa obat menunjukkan reaksi alergi yangbeberapa hari atau minggu sejak mulai minum obat menonjol, seperti phenytoin yang berhubungan dengandan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat demam, limfadenopati,rash, dan jejas hepatosit yangpenyebab dihentikan pemakaiannya. berat. Pemulihan reaksi imunoalergik umumnya lambatTabel 1. Reaksi Obat Idiosinkratik dan Sel-Sel yang Dipengaruhinya Jenis reaksi Pengaruh pada sel Contoh obatHepatoselular Efek langsung atau produksi oleh kompleks enzim-obat lsoniazid,trazodon,diklofenak, nefazodon,Kolestasis yang berakibat disfungsi sel, disfungsi membran,respons venlafaxin, lovastatin sitotoksik sel TImunoalergik Jejas membran kanalikuli dan transporter Klorpromazin,estrogen,eritromisin dan turunannyaGranulomatus Kompleks enzim obat pada permukaan sel menginduksi Halotan, fenitoin, sulfametoksazolLemak Mikrovesikular respons IgE Makrofag, limfosit menginfiltrasi lobul hepatik Diltiazem, obat sulfa, kuinidinSteatohepatitis Respirasi mitokondria yang berubah, beta-oksidasi Didanosin, tetrasiklin, asam asetilsalisilat,Autoimun mengakibatkan asidosis laktat dan akumulasi trigliserida valproic acid Multifaktorial Amiodaron, TamoksifenFibrosis Respons limfosit sitotoksik langsung pada komponen Nitrofurantoin,metiIdopa, lovastatin,Kolaps vaskular membran hepatosit minosiklin Aktivasi \"stellate cells\" Metotreksat, kelebihan vitamin AOnkogenesis Menyebabkan iskemik atau injuri hipoksik Asam nikotinat,kokain, metilendioksimetam-Campuran (mixed) fetamin Mendorong pertumbuhan tumor Kontrasepsi oral, androgen Jejas sitoplasmik dan kanalikuli, langsung merusak saluran- Amoksisilin-klavulanat, karbamazepin,herbal, saluran empedu siklosporin, metimazol, troglitazonLee WM, 2003Tabel 2. Kriteria Hepatotoksisitas Menurut Common Toxicity Criteria Grade 01 4Alkali fosfatase DBN >BAN-2,5 X BAN >2,5-5,0x BAN >5,0-20,0x BAN >20x BAN DBN >1,5-3,0x BAN >3,0-10x BAN >10x BANBilirubin Normal 1-1,5 X BAN >3-6 mg/100 >6-<15 mg/100 >15 mg/100 >2-<3 mg/100Bilirubin berkaitan dengan graft-versus- DBN ml ml mlhost disease (GVHD) untuk studi transplan- Tidak ada mltasi. sumsum tulang,jika disebutkan khusus >20 X BANdalam protokol) >BAN-2,5xBAN >2,5-5,0 x BAN >5,0-20,0x BANGGT AdaHepatomegaliCatatan : Derajat hepatomegali hanya untuk efek samping berat berkaitan dengan pengobatan termasuk penyakit oklusi venaHipoalbuminemia DBN <BBN-3,0g/dl >2-< 3 g/dl <2 g/dlDisfungsi/gagal hati (klinis) Normal Asterixis >BAN-2,5xBAN Ensefalopati/Aliran vena porta Normal >BAN-2,5xBAN Aliran v porta Aliran v porta koma menurun retrogradSCOT (AST) DBN ringan >20,0xBANSGPT (ALT) DBN >2,5-5,0x BAN >5,0-20,0x BAN >20,0xBANProblem hepatik lainnya Tidak ada >2,5-5,0 X BAN >5,0-20,0x BAN mengancam nyawa/cacat sedang beratDBN=Dalam Batas Normal; BAN= Batas Atas Normal; BBN = Batas Bawah Normal (King PD & Perry MC,2001)
HEPATITIS IMBAS OBAT 2009sehingga diduga allergen tetap bertahan di hepatosit selama yang disebut pertama bersifat hepatotoksik. Faktor-faktorbernninggu-nninggu bahkan berbulan-bulan. Overdosis risiko hepatotoksisitas yang pernah dilaporkan adalahasetaminofen (lebih dari 4 gram per 24 jam) merupakan usia lanjut, pasien wanita,status nutrisi buruk,konsumsicontoh hepatotoksisitas obat yang tergantung dosis (dose tinggi alkohol, mempunyai dasar penyakit hati, carrierdependent) yang dengan cepat menyebabkan jejas hepatosit hepatitis B, prevalensi hepatitis viral yang meningkat diterutama area sentrilobuler Kadaraminotranserase biasanya negara sedang berkembang, hipoalbumin dan tuberkulosissangat tinggi,dapat melebihi 3500 Ul/L lanjut, dan pemakaian obat yang tidak sesuai aturan serta status asetilatornya. Telah dibuktikan secara meyakinkan Berdasarkan International Consensus Criteria, maka adanya keterkaitan HLA-DR2 dengan tuberkulosis parudiagnosis hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan: pada berbagai populasi dan keterkaitan varian gen1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat NRAMP1 dengan kerentanan terhadap tuberkulosis, sedangkan risiko hepatotoksisitas imbas obat tuberkulosis sampai onset reaksi nyata adalah \"sugestif\"(5-90 harl berkaitan juga dengan tidak adanya HLA-DQA1*0102 dari awal minum obat) atau \"compatible\" (kurang dari dan adanya HLA-DQB1*0201 di samping usia lanjut, lima hari atau lebih dari 90 hah sejak mulai minum albumin serum <3,5 gram/dl dan tingkat penyakit yang obat dan tidak lebih dari 15 hari dari penghentian moderat atau tingkat lanjut berat. Dengan demikian risiko obat untuk reaksi hepatoselular dan tidak lebih dari hepatotoksisitas pada pasien dengan obat anti tuberkulosis 30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dipengaruhi faktor-faktor klinik dan genetik.Pada pasien dengan hepatotoksisitas obat. tuberkulosis dengan2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah \"sangat sugestif\"(penurunan enzim hati paling tidak hepatitis C atau HIV mempunyai risiko hepatotoksisitas 50% dari kadar diatas batas atas normal dalam 8 hari) terhadap obat anti tuberkulosis lima dan empat kali lipat. atau \"sugestif\"(penurunan kadar enzim hati paling tidak Sementara pasien tuberkulosis dengan karier HBsAg- 50% dalam 30 hari untuk reaksi \"hepatoselular\" dan 180 positif dan HBeAg-negatif yang inaktif dapat diberikan hari untuk reaksi \"kholestatik\") dari reaksi obat. obat standarjangka pendek isoniazid, rifampin,etambutol3. Alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan dan/atau pirazinamid dengan syarat pengawasan tes pemeriksaan teliti, termasuk biopsi hati pada tiap fungsi hati paling tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar kasus. 10% pasien tuberkulosis yang mendapatkan isoniazid4. Dijumpai respons positif pada pemaparan ulang mengalami kenaikan kadar aminotransferase serum dengan obat yang sama ( paling tidak kenaikan dua dalam minggu-minggu pertama terapi yang nampaknya kali lipat enzim hati) menunjukkan respons adaptif terhadap metabolit toksik obat. Isoniazid dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi Dikatakan reaksi \"drug related\" jika semua tiga kriteria penurunan kadar aminotransferase sampai batas normalpertama terpenuhi atau jika dua dari tiga kriteria pertama dalam beberapa minggu. Hanya sekitar satu persen yangterpenuhi dengan respons positif pada pemaparan ulang berkembang menjadi seperti hepatitis viral yang manaobat. 50% kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan sisanya baru muncul beberapa bulan kemudian. Mengidentifikasi reaksi obat dengan pasti adalah halyang sulit, tetapi kemungkinan sekecil apapun adanya HEPATOTOKSISITAS OBAT KEMOTERAPIreaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada setiappasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat Jejas hati yang timbul selama kemoterapi kanker tidakharus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya selalu disebabkan oleh kemoterapi itu sendiri. Klinisiobat herbal atau obat alternatif lainnya. Obat harus selalu harus memperhatikan faktor-faktor lain lain sepertimenjadi diagnosis diferensial pada setiap abnormalitas tes reaksi terhadap antibiotik, analgesik, anti emetik ataufungsi hati dan/atau histologi. Keterlambatan penghentian obat lainnya. Problem-problem medis yang sudah adaobat yang menjadi penyebab berhubungan dengan sebelumnya, tumor, imunosupresi, virus hepatitis danrisiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien infeksi lain, dan defisiensi nutrisi atau nutrisi parenteraltidak sakit sebelum minum obat.menjadi sakit selama total, semuanya mungkin mempengaruhi kerentananminum obat tersebut dan membaik secara nyata setelah hospes terhadap terjadinya jejas hati. Sebagian besarpenghentian obat merupakan hal esensial dalam diagnosis reaksi hepatotoksisitas obat bersifat idiosinkratik,hepatotoksisitas imbas obat. melalui mekanisme imunologik atau variasi pada respons metabolik hospes. Siklofosfamid, suatu alkylating agent,HEPATOTOKSISITAS OBAT ANTI TUBERKULOSIS diubah oleh sistem sitokrom P-450 di hati menjadi 4-hydroxycyclophosphamide. Meskipun mengalamiObat anti tuberkulosis terdiri dari rifampisin, isoniazid,pirazinamid, dan ethambutol/streptomycin, dan tiga obat
2010 HEPATOLOGImetabolisme di hati siklofosfamid dapat diberikan pada Hepatotoksisitas mitomycin belum jelas, tetapi ditemukankeadaan enzim hati dan atau bilirubin yang meningkat. dalam konsentrasi tinggi dalam empedu. Paclitaxel danMelfalan dengan cepat dihidrolisis dalam plasma dan docetaxel sebagian besar diekskresi melalui hati dansekitar 15% diekskresi tanpa perubahan dalam urin. Pada perlu hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsidosis yang dianjurkan tidak bersifat hepatotoksisitas hanya hati. Etoposide tidak menimbulkan hepatotoksisitas padamenimbulkan abnormalitas tes fungsi hati sementara dosis standar meskipun diekskresikan terutama dalampada dosis tinggi pada transplantasi sumsum tulang empedu. Cisplatin jarang menyebabkan hepatotoksisitasotolog. Klorambusil berhubungan dengan kerusakan pada dosis standar tetapi kadang-kadang dijumpaihati. Busulfan, kelas alkilsulfonat, cepat hilang dari darah kenaikan AST Pada dosis tinggi menimbulkan kenaikandan diekskresikan lewat urin. Metabolisme lewat hati AST dan ALT. Procarbazine dikenal dapat menyebabkantidak begitu penting sehingga pada dosis standar tidak hepatitis granulomatosa. Hydroxyurea dapat menimbulkanmenimbulkan hepatotoksisitas. Cytosine Arabinoside toksisitas hati dan pernah dilaporkan sebagai penyebab(Ara-C) efek hepatotoksisitasnya belum jelas. 5-FU tidak peliosis hepatis. Penyesuaian dosis mungkin diperlukanmenimbulkan kerusakan hati bila diberikan secara per bagi obat-obat kemoterapi tertentu (Tabel 3).oral dan jarang dilaporkan menimbulkan hepatotoksisitaspada pemberian intravena.Akan tetapi berbeda bila HEPATOTOKSISITAS OBAT ANTI INFLAMASINONdiberikan secara intraarterial dengan pompa infus untuk STEROIDterapi metastasis hepar karena kanker kolorektal dimanaterjadi hepatotoksisitas berupa jejas hepatoselular dengan Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) merupakanpeningkatan aminotransferase, fosfatase alkali, dan salah satu obat yang sering diresepkan meskipunbilirubin serum, atau terjadinya striktur duktus biliaris penggunaannya tidak selalu tepat sasaran. Risikointrahepatik atau ekstrahepatik dengan peningkatan epidemiologik hepatotoksisitas golongan obat inibilirubin dan fosfatase alkali. 6-Mercaptopurine (6-MP) rendah (1-8 kasus per 100000 pasien pengguna OAINS).bersifat hepatotoksik terutama bila dosis melebihi Hepatotoksisitas karena OAINS dapat terjadi kapan sajadosis yang biasa digunakan (dosis dewasa 2 mg/ setelah obat diminum, tetapi efek samping berat sangatkg) dan dapat berupa hepatoselular atau kholestatik. sering terjadi dalam 6-12 minggu dari awal pengobatan.Perbedaan rute obat oral atau parenteral tidak merubah Ada dua pola klinis utama hepatotoksisitas karenasifat hepatotoksisitasnya. Azatioprin (AZ) memiliki sifat OAINS. Pertama, adalah hepatitis akut dengan ikterus,hepatotoksisitas meskipun jarang terjadi. Hepatotoksisitas demam,mual,transaminase naik sangat tinggi dan kadang-berupa peningkatan kadar bilirubin serum dan fosfatase kadang dijumpai eosinofilia. Pola yang lain adalah denganalkali dengan peningkatan sedang kadar aminotransferase gambaran serologik (Anti Nuclear Factor -positif) dandan secara histologik berupa kholestasis dengan histologik (inflamasi periportal dengan infiltrasi plasmanekrosis parenkhim hati yang bervariasi. 6-thioguanine dan limfosit dan fibrosis yang meluas ke dalam lobuldikenal menyebabkan penyakit oklusi vena. Metotreksat hepatik) dari hepatitis kronik aktif Tes fungsi hati dapat(MTX) pada dosis standar diekskresi tanpa perubahan kembali normal dalam 4-8 minggu sejak penghentian obatmelalui urin . Pada dosis tinggi sebagian dimetabolisir penyebab. Dua mekanisme utama bertanggungjawab atasoleh hati menjadi 7-hydroxymethotrexate. Pada terapi jejas hati oleh OAINS, yaitu hipersensitivitas dan aberasipemeliharaan leukemia akut anak-anak, methotrexate dapat metabolik. Meskipun masih perlu diteliti lebih lanjut,menimbulkan fibrosis dan sirosis hati. Pada pemakaian faktor-faktor risiko hepatotoksisitas idiosinkratik imbasdosis tinggi, MTX meningkatkan aminotransferase dan OAINS meliputi wanita,umur > 50 tahun dan penyakitlactate dehydrogenase (LDH). Pasien artritis rematoid otoimun yang mendasari. Faktor risiko lain adalah paparanatau psoriasis dengan MTX dosis kumulatif kurang dari 2 obat lain yang juga bersifat hepatotoksik pada saatgram mempunyai insidensi hepatotoksisitas yang rendah bersamaan. Reaksi hipersensitivitas sering mengalamimeskipun durasi terapinya lama, 28-48 bulan. Dengan titer or7f/-r7t/c/eo/-/c7cfor atau antibodi anti-smooth muscledemikian pemakaian MTX dosis rendah jangka panjang yang bermakna, limfadenopati dan eosinofilia. Aberasidapat menimbulkan fibrosis/sirosis, sementara dosis tinggi metabolik dapat terjadi karena polimorfisme genetik yangmenyebabkan perubahan tes fungsi hati. Gemcitabine dapat merubah kerentanan terhadap bermacam-macamsering menyebabkan kenaikan transaminase sementara obat. Pasien yang mengalami hepatotoksisitas imbastetapi tidak bermakna. Mitoxantrone mempunyai insidensi OAINS harus dianjurkan untuk tidak minum lagi OAINStoksisitas serius lebih rendah dibanding obat-obat selamanya. Parasetamol merupakan obat pilihan untukkanker antrasiklin yang lain, dan hanya menimbulkan analgesik sedangkan aspirin dapat digunakan sebagaikenaikan kadar AST dan ALT sementara saja. Insidensi pengganti OAINS, karena toksisitas OAINS berhubungandisfungsi hati karena pemakain bleomycin sangat rendah.
HEPATITIS IMBAS OBAT 2011Tabel 3. Modifikasi Dosis Obat Kemoterapi pada Penyakit Hati Obat Konsentrasi Bilirubin Konsentrasi Konsentrasi % Dosis yang diberikanCyclophosphamide Aminotransferase Fosfatase AlkaliCytambine 20-51 mM (1,16-2,98 Berapapun peningkatan-Dactinomycin mg/dL) Tidak perlu pengurangan dosisDoxorubicin nya 51-85 | j M (2,98-4,97 Berapapun peningkatan- 50% dosis,meningkat denganEtoposide mg/dL) pengawasan toksisitasDaunorubicin nya >85 pM (>4,97 mg/dL) ALT atau AST 2-3 x BAN 50% dosis,meningkat dengan5-FU 25-51 mM (1,46-2,98 ALT atau AST > 3 x B A N pengawasan toksisitasVincristine mg/dL) 75%Procarbazine 20-51MM (1,16-2,98 AST > 180Gemcitabine mg/dL) 50%Bleomycine ALT atau AST >180Cisplatin 51-851JM (2,98-4,97mg/ 25%Melphalan dL) AST 2 X BAN 0%Mitomycin 50%Paclitaxel >85|jM (>497 mg/dL) >85|jM (>4,97 mg/dL) 75% >85mM (>4,97 mg/dL) meningkat 50% <1,5 mg/dl 1,6-30 mg/dl 0% 0% 73 mg/dl 50% 0% Tidak perlu pengurangan dosis Tidak perlu pengurangan dosis Tidak perlu pengurangan dosis Tidak perlu pengurangan dosis Tidak perlu pengurangan dosis 75% 40% 25%King PD 8i Perry MC, 2001dengan struktur molekular cincin diphenylamine yang pada rentang 2-18% and manifestasi ARLI lebih berattidak dimiliki aspirin. pada pasien HIV dengan koinfeksi virus hepatitis B atau C. Kebiasaan minum alkohol meningkatkan risiko ARLI.HEPATOTOKSISITAS OBAT ANTIRETROVIRAL Mekanisme terjadinya ARLI dapat melalui proses metabolik yang dimediasi hospes (intrinsik dan idiosinkrasi),hipersObat-obat antiretroviral yang biasa digunakan untuk ensitivitas,toksisitas mitokondrial dan rekonstitusi imun.penanganan penyakit AIDS juga sering menimbulkan Tabel 4. menunjukkan gambaran klinik ARLI.jejas pada hati dan diistilahkan sebagai antiretroviraldrug-related liver injury (ARLI). ARLI didefinisikan sebagai PENGOBATAN REAKSI OBATpeningkatan enzim-enzim hati dalam serum, denganditandai kadar ALT yang lebih tinggi dari AST. Pada pasien Kecuali penggunaan N-acetylcysteine untuk keracunanyang sebelum terapi kadar ALT dan AST normal, maka asetaminofen (parasetamol) tidak ada antidotum spesifikpeningkatan 5 kali lipat termasuk sedang dan bila 10 terhadap setiap obat. Transplantasi hati darurat merupakankali lipat termasuk berat. Bagi yang sebelum terapi kadar pilihan pada kasus toksisitas obat yang berakibat hepatitisALT dan AST abnormal, maka peningkatan 3,5 kali lipat fulminan(termasuk pada keracunan asetaminofen). Terapitermasuk kategori sedang, sedangkan 5 kali lipat kategori efek hepatotoksik obat terdiri dari penghentian segeraberat. Insidensi ARLI setelah pemakaian HAART berada obat-obat yang dicurigai. Jika dijumpai reaksi alergi
2012 HEPATOLOGITabel 4. Gambaran Klinik Toksisitas Hati Terkait Obat Jaeschke H, Gores GJ,Cederbaum A I , Hinson JA,Pessayre D, danAntiretroviral Lemasters JJ. Mechanisms of Hepatotoxicity. Toxicological Sciences 2002;65:166-176. Onset awal Onset yang tertunda Ungo JR, Jones D, Ashkin D, Hollender ES,Bemstein D,AlbanesInterval 1-8 minggu 2-12 bulan AP, dan Pitchenik AE. Antituberculosis Drug-InducedMekanlsnne Hepatotoxicity: The role of Hepatitis C virus and The Immune Host-mediated/ human immunodeficiency virus. Am J Respir Crit Care MedReran virus mediated idiosinkrasi 1998;157:1871-1876hepatitis C Tidak ada Ada Sharma SK, Balamurugan A, Saha PK, Pandey RM, dan MehraReran jumlah sel Ada Tidak ada NK.Evaluation of Clinical and Immunogenetic Risk FactorsCD4 for the development of hepatotoxicity during anhtuberculosis treatment. A m J Respir Crit Care Med 2002;166:916-919Obat-obat yang Abacavir, Stavudine,didanosine,lebih sering nevirapine nevirapine, tipranavir King PD and Perry M C . Hepatotoxicity of Chemotherapy. Themenjadi penyebab Oncologist 2001;6:162-176.Soriano et al, 2008 O'Connor N, Dargan PI, dan Jones A L . Hepatocellular damage from non-steroidal anti-inflammatory drugs. QJ Medberat dapat diberikan kortikosteroid, meskipun belum 2003;96:787-791.ada bukti penelitian klinik dengan kontrol. Demikian jugapenggunaan ursodiol pada keadaan kholestatik. Pada Lee BH, Koh WJ, Choi MS, Suh GY; Chung MP, Kim H, danobat-obat tertentu seperti amoksisilin-asam klavulanat K w o n OJ. Inactive hepatitis B surface antigen carrier statedan phenytoin berhubungan dengan sindrom dimana and hepatotoxicity during antituberculosis chemotherapy.kondisi pasien memburuk dalam beberapa minggu Chest 2005; 127:1304-1311.sesudah obat dihentikan dan perlu waktu berbulan-bulanuntuk pulih seperti sedia kala. Prognosis gagal hati akut Aithal P G and Day CP. The natural history of histologically provedkarena reaksi idiosinkratik obat adalah buruk dengan drug induced liver disease. Gut 1999;44:731-735.angka mortalitas lebih 80%. Pada kasus toksisitas hatiakibat obat antiretroviral, maka terapi dihentikan bila Singh J, Arora A, Garg PK, Thakur VS, Pande JN dan Tandon RK.terjadi hepatitis simtomatik dan pada kasus tanpa simtom Antituberculosis treatment-induced hepatotoxicity: role oftetapi kenaikan ALT dan AST melampaui 10 kali lipat batas predictive factors. Posgraduate Medical Journal 1995;71:359-atas normal, sedangkan pada kasus hepatitis khronis 362.perlu tindakan yang lebih konservatif untuk mencegahdekompensasi. Soriano V,Puoti M, Garcia-Gasco P,Rockstroh JK, Benhamou Y, Barreiro P, McGovern B. Antiretroviral Drugs and Liver Injury. AIDS 2008;22(1):1-13. Mehta N, Ozick L, Gbadehan E. Drug-Induced Hepatotoxicity. http: / / emedicine. medscape.com / article/169814-print.PROGNOSISPrognosis hepatotoksisitas imbas obat sangat bervariasitergantung keadaan klinik pasien dan tingkat kerusakanhati. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat antaratahun 1998-2001 menunjukkan overall survival rate(termasuk yang menjalani transplantasi hati) sebesar 72%.Akibat dari gagal hati akut ditentukan oleh etiologi,derajatensefalopati hepatikum saat masuk perawatan dankomplikasi yang timbul, seperti infeksi.REFERENSILee WM. Drug Induced Hepatotoxicity. N Engl J Med 2003;349:474- 85Lee W M . Drug Induced Hepatotocxicity. N Engl J Med 1995; 333:1118-1127
262HIPERBILIRUBINEMIA NONHEMOLITIK FAMILIAL A. Fuad BakryPENDAHULUAN glucuronosyltranferase isoform 1A1 (UGT1A1). Gen yang mengkode UGT1A1 biasanya mempunyai promoterKadar bilirubin serum orang normal umumnya kurang daerah TATA box yang mengandungi alel A(TA6)TAA.lebih 0,8 mg% (17 mmol/l), akan tetapi kira-kira 5% orang Sindrom Gilbert sering dikaitkan dengan alel-alel A(TA6)normal memiliki kadar yang lebih tinggi (1-3 mg/dl). Bila TAA homozigus. Polimorfism alel di hubungkan denganpenyebabnya bukan karena hemolisis atau penyakit hati UGT1A1*28. 94% pasien Sindrom Gilbert menderitakronik maka kondisi ini biasanya disebabkan oleh kelainan mutasi pada dua dari variasi glucoronyltranferase yangfamilial metabolisme bilirubin, yang paling sering adalah lain UGT1A6( mengubah 50% tidak aktif) dan UGTA7sindrom Gilbert. Sindrom lainnya juga sering ditemukan, (mengubah 83% tidak efektif) juga hadir Karena efeknyaprognosisnya baik. Diagnosis yang akurat terutama bukan pada pemecahan obat dan bilirubin bersifat genetik,dari penyakit hati kronik sangat penting untuk penata- Sindrom Gilbert sendiri bisa diklasifikasikan sebagailaksanaan pasien. Adanya riwayat keluarga, lamanya kelainan metabolisme minor bawaan.penyakit serta tidak ditemukan adanya petanda penyakithati dan splenomegali, serum transaminase normal dan Biasanya sindrom ini diketahui secara kebetulan ketikabila perlu dilakukan biopsi hati. dilakukan pemeriksaan darah, misalnya pada hepatitis virus. Prognosisnya baik. Ikterusnya ringan dan hilang Hiperbilirubinemia Primer. Keadaan ini sangat jarang timbul (intermiten). Ikterusnya bertambah bila ada infeksiditemukan, disebabkan oleh meningkatnya produksi atau dalam kondisi puasa dan disertai kondisi kelelahan,bilirubin di sumsum tulang akibat pemecahan prematur mual dan perasaan tidak enak di daerah hati. Gejala-sel darah merah abnormal (sintesis eritrosit tidak efektif). gejala ini biasanya ringan, tidak berbeda pada orangGambaran klinisnya berupa hemolisis kompensata. normal. Sering didiagnosis sebagai hepatitis virus. PadaPemecahan eritrosit di perifer normal. Keadaan ini biasanya pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.bersifat familial. Kelainan metabolisme bilirubin bersifat kompleks.SINDROM GILBERT Enzim yang berperan dalam konjugasi bilirubin yaitu UDP glucuronyl transferase, jumlahnya berkurang. KerusakanDitemukan oleh Augustin Gilbert (1858-1927), seorang membran penyerapan pada sel hati menyebabkandokter dari Parisi. Sindrom ini adalah bentuk hiperbilirubin terjadinya gangguan penyerapan bilirubin oleh selindirek (bilirubin serum 1 -5 mg/dl) yang bukan disebabkan hati. Empedu mengandung lebih banyak bilirubinoleh hemolitik, dengan pemeriksaan fungsi hati dan monoglukuronida daripada diglukuronida. Diduga adahistologi hati normal. Bersifat familial sebagai autosomal kerusakan enzim yang mengubah monoglukuronidadominant. Pasien adalah heterozigot pada gen mutan menjadi diglukuronida.tunggal (single mutan gene). Ditemukan pada 2-5%penduduk. Umur eritrosit berkurang dan mungkin juga terjadi diseritropoiesis. Jumlah bilirubin yang berasal dari Sindrom Gilbert disebabkan oleh penurunan 70-75% pemecahan eritrosit tidak cukup untuk menimbulkanaktivitas glucoronidasi oleh enzim uridine-diphosphate- iktrus. Kelainan lain berupa gangguan ringan bersihan bromsulphthalein (BSP) dan tolbutamide (obat-obat yang tidak menyebabkan konjugasi).
2014 HEPATOLOGI Sel darah perifer terdapat kelainan yang mirip Biasanya terjadi kematian dengan kernikterus padaporphyria, nnungkin disebabkan oleh peningkatan tahun pertama kehidupan. Tidak ada respon terhadapkonsentrasi bilirubin hepatoselular Kenaikan konsentrasi pemberian fenobarbital. Diperlukan flebotomi danalkali fosfatase serum familia ada hubungannya dengan plasmaferesis untuk menurunkan bilirubin serum tetapiSindrom Gilbert. Defisiensi UDP glucuronyl transferase selalu berhasil. Fototerapi dapat menurunkan serumpada Sindrom Gilbert merupakan predisposisi terjadinya bilirubin kira-kira 50% dan dapat dilakukan di rumah.toksisitas asetaminofen pada hati terutama bila over- Dapat timbul ensefalopati sewaktu-waktu pada dekadedosis. pertama atau kedua sehingga perlu dipertimbangkan transplatasi hati, hal ini ditujukan untuk menormalkan Tes diagnosis Sindrom Gilbert iaiah dengan kadar bilirubin serum.memberikan diet 400 kalori selama 24 jam, akan terjadikenaikan bilirubin serum. Pemberian fenobarbital 60 Di masa depan, kloning gen UDP glucuronyl transferasemg tiga kali sehari akan menurunkan bilirubin serum. untuk transplatasi enzim sebagai jalan keluarnya.Dengan pemeriksaan kromatografi lapisan tipis akanterlihat kenaikan gambaran bilirubin indirek lebih tinggi Tipe 2dari pada normal, hemolisis kronik atau hepatitis kronis. Sindrom ini diturunkan secara autosomal dominan. EnzimPada biopsi hati ditemukan konsentrasi enzim bilirubin konjugasi bilirubin sangat berkurang di hati, walaupunkonjugasi rendah. ada, tidak dapat dideteksi dengan metode biasa. Pasien sangat berespons dengan fenobarbital dan biasanya dapat Pasien Sindrom Gilbert mempunyai harapan hidup hidup sampai dewasa.normal. Hiperbilirubin bisa berlangsung lama dan tidakberhubungan dengan bertambah beratnya penyakit atau Tipe 2 ini tidak selalu ringan (benigna). Fototerapidefisiensi faktor-faktor koagulasi II, IV atau X. Ikterus 10-12 jam perhari dan fenobarbital harus diberikan untukdapat diikuti oleh infeksi yang disertai muntah-muntah menjaga kadar bilirubin serum kurang dari 26 mg/dl.dan tidak nafsu makan. Untuk membedakan sindrom Crigler-Najjartipe 1 danSINDROM CRIGLER-NAJJAR 2 tidak mudah. Caranya iaIah dengan menghitung kadar bilirubin dalam serum setelah pemberian fenobarbital.Ini merupakan penyakit yang jarang, diperkirakan 0,6-1,0 Pada tipe 2 kadar bilirubin turun, dengan bilirubin indireksatujuta kelahiran. Bentuk ikterus non hemolitik familial ini lebih rendah dan bilirubin direk lebih tinggi. Pada tipe 1disertai dengan kadar bilirubin indirek serum yang sangat kadar bilirubin serum tidak turun dan bilirubin indirektinggi. Terdapat defisiensi enzim konjugasi di dalam hati. dalam empedu paling banyak.Jumlah pigmen dalam empedu sangat sedikit. Toleransibilirubin terganggu tetapi tes BSP normal. SINDROM DUBIN-JOHNSON Tidak ditemukan ekspresi UGT1A1 (UDP glucuronyl Diperkenalkan pertama kali pada tahun1954 oleh Dubintransferase 1 family polypeptide A1) pada jaringan hati. dan Johnson dan oleh Sprinz dan Nelson. Ikterus padaOleh karena itu tidak ada respon dengan pengobatan sindrom ini bersifat kronik, benigna dan hilang timbulfenobarbital, dimana obat ini menginduksi enzim ini. (intermiten) dengan kenaikan kadar bilirubin direk danKebanyakan pasien (tipe 1A) mempunyai mutasi pada sedikit bilirubin indirek serta adanya bilirubin di dalamsalah satu ekson (2-5), dan mempunyai kesulitan dalam urin. Tingkat bilirubin serum berkisar antara 2-5 mg/dLkonjugasi beberapa substrat tambahan (beberapa obat tetapi dapat mencapai 25 mg/dL. Secara makroskopik hatidan xenobiotik). Persentasi kecil pasien (tipe B) mempunyai berwarna hitam kehijauan (black-liver jaundice). Secaramutasi terbatas pada akson bilirubin spesifik 1A, defek mikroskopik terdapat pigmen coklat pada sel hati yangkonjugasi ini lebih sering terbatas pada bilirubinnya tidak mengandung besi maupun empedu. Pigmen inisendiri. mungkin melanin. Diduga demikian karena pigmen ini ditemukan juga pada hati domba yang menderita kelainanTipe 1 ' yang sama dengan sindrom Dubin-Johnson dan ternyata pigmen ini adalah melanin.Sindrom ini diturunkan secara autosomal resesif. Tidak ditemukan gejala pruritus, kadar alkali fosfataseTidak terdapat enzim konjugasi bilirubin di dalam dan kadar asam empedu dalam serum normal. Pada pemeriksaan kolangiografi intravena dan uji BSP ternyatahati. Di dalam empedu tidak terdapat bilirubin indirek. zat kontras sulit diekskresikan. Pada 40 menit kadar BSP kebanyakan turun ke normal. Kenaikan telihat pada menitBilirubin glukuronida tidak ada di dalam serum. Kadar ke 120, 180, dan 240. BSP masih bisa dideteksi pada 48bilirubin serum total antara 20-45 mg/d. Karena kadarbilirubin serum stabil maka perlu jalan keluar lain untukmetabolisme bilirubin.
HIPERBILIRUBINEMIA NONHEMOLITIK FAMILIAL 2015jam kemudian. Carrier dengan gen yang abnormal ini hiperbilirubinemia kongenital. Ditemukan pasien dalamtidak dapat didiagnosis hanya dengan uji BSP intravenasederhana. keluarga yang sama dengan kadar bilirubin direk yang Pada pasien ini diagnosisnya akan lebih jelas tinggi dengan atau tanpa pigmen di sel hati. Pigmen hatijika hasil uji BSP memanjang. Jumlah pengeluarancoproporphyrin dalam urin normal, tetapi coproporphyrin ditemukan pada pasien dengan hiperbilirubin indirek. Pada1 lebih tinggi 3-4x dari pada coproporphyrin III. KarenaCM0AT/MRP2 juga membawa leukotrien-leukotrien satu keluarga besar cenderung ditemukan gambaran klasikke dalam kantung empedu, pasien dengan SindromDubin-Johnson mempunyai gangguan dalam sekresi sindrom Dubin-Johnson, tetapi yang paling sering adalahempedu dan peningkatan sekresi metabolit leukotriendalam urin. Ini bisa menjadi diagnosis noninvasif pada hiperbilirubin indirek. Pada keluarga lain hiperbilirubinkondisi ini. Penurunan aktivitas protrombin Berkurangnyaaktifitas protrombin diakibatkan oleh penurunan jumlah direk dan indirek ditemukan keduanya pada pasien yangpembekuan faktor VII yang diobservasi pada 60% pasiendengan sindrom Dubin-Johnson sebabnya tidak diketahui. sama. Anggota keluarga sindrom Crigler-Najjar tipe 2Mungkin terdapat hubungan antara ekskresi kanalikulardan metabolisme porfirin atau mungkin juga tidak memiliki kadar bilirubin serum yang lebih khas sepertiterdapat hubungan sama sekali antara keduanya. sindrom Gilbert, sehingga sulit mengelompokkannya dan Gejala ikterus pada sindrom ini tampak jelas selamahamil atau minum obat kontrasepsi. Karena keduanya menentukan sifat keturunanya.mengurangi fungsi ekskresi hati. REFERENSI Sindrom Dubin-Johnson mungkin diturunkan sebagaisuatu gen autosomal recessive. Banyak ditemukan di Timur Bosma PJ, Chowdhury JR, Bakker C, Gantla S, de Boer A, OostraTengah pada penduduk Iran Yahudi. BA, Lindhout D, Tytgat G N , Jansen PL, Oude Elferink RP, et a l (1995). \"The genetic basis of the reduced expression of bili- Tidak ada hubungan antara pigmen hati dan kadar rubin UDP-glucuronosyltransferase 1 in Gilbert's syndrome\".bilirubin serum. Prognosisnya baik. New England Journal of Medicine 333 (18): 1171-5.SINDROM ROTOR Boon et al, Davidson's Principles & Practice of Medicine, 20th edition, Churchill Livingstone 2006Sindrom Rotor dinamakan berdasarkan penemunya yaituseorang internis Philipina, Arturo Belleza Rotor (1907- Bancroft JD, Kreamer B, Gourley G R (1998). \"Gilbert syndrome1988). Sindrom ini sama dengan bentuk hiperbilirubin accelerates development of neonatal jaundice\". Journal ofkonjugasi familial kronik. la mirip dengan sindrom Pediatrics 132 (4): 656-60.Dubin-Johnson. Perbedaan utamanya adalah tidak adapigmen coklat di dalam sel hati. Juga berbeda dengan Chowdhury, J. R.; Wolkoff, A. W.; Chowdhury, N . R.; Arias, I. M . :sindrom Dubin-Johnson karena adanya gambaran opasitas Hereditary jaundice and disorders of bilirubin metabolism.In:kandung empedu pada pemeriksaan cholecystography Scriver, C. R.; Beaudet, A. L.; Sly, W. S.; Valle, D. (eds.): Thedan tidak ada kenaikan sekunder pada tes BSP Kelainan Metabolic and Molecular Bases of Inherited Disease. Vol. 2.yang menyebabkan retensi BSP lebih disebabkan karena New York: McGraw-Hill (8th ed.) 2001. Pp. 3063-3101.gangguan ekskresi. Jumlah ekskresi coproporphyrin naikseperti pada kolestasis. Proporsi coproporphyrin 1 di Dubin IN, Johnson FB. Chronic idiopathic jaundice with unidenti-dalam urin meliputi 65% dari jumlah seluruhnya. Secara fied pigment in liver cells; a new clinicopathologic entity withmikroskopik terdapat kelainan mitokondria dan peroksisom. a report of 12 cases. Medicine (Baltimore). Sepl954;33(3):155-Sindrom ini diturunkan secara autosomal. Gejala utamanya 97.kuning yang tidak gatal. Prognosisnya sangat baik. Fox IJ, Chowdhury JR, Kaufman SS, Goertzen T C , ChowdhuryKELOMPOK HIPERBILIRUBINEMIA NON- NR, Warkentin PI, Dorko K, Sauter BV, Strom S C (MayHEMOLITIK FAMILIAL 1998). \"Treatment of the Crigler-Najjar syndrome type I with hepatocyte transplantation\". The New England journal ofBanyak tumpang tindih antara berbagai sindrom medicine 338 (20): 1422-6. Gilbert A , Lereboullet P. L a cholemie simple familiale. Sem Med 1901;21:241-3. Habashi SL, Lambiase L R. Dubin-Johnson Syndrome. E medi- cine [serial orUine]. October 2006;Available at h t t p : / / w w w . emedicine.com/ med/ topic588.htm. Jansen P L (December 1999). \"Diagnosis and management of Crigler-Najjar syndrome\". European journal of pediatrics 158 (Suppl 2): S89-S94. Kasper et al, Harrison's Principles of Internal Medicine, 16th edi- tion, McGraw-Hill 2005. Koskelo P, Toivonen I, Adlercreutz H . Urinary coproporphyrin isomer distribution in the Dubin-Johnson syndrome. Clin Chem. Nov 1967;13 (ll):1006-9. Kruh G D , Zeng H , Rea PA, L i u G , Chen ZS, Lee K, et al. M R P subfamily transporters and resistance to anticancer agents. J Bioenerg Biomembr. Dec 2001;33(b):493-501. Monaghan G , Ryan M, Seddon R, Hume R, Burchell B (1996). \"Genetic variation in bilirubin UPD-glucuronosyltransferase gene promoter and Gilbert's syndrome\". Lancet 347 (9001): 578-81. Muscatello U, Mussini I, Agnolucci MT. The Dubin-Johnson syn- drome: an electron microscopic study of the liver cell. Acta Hepatosplenol. May-Jun 1967;14 (3):162-70. Paulusma C C , Kool M, Bosma PJ, et al. A mutation in the hu-
2016 HEPATOLOGI man canalicular multispecific organic anion transporter gene causes the Dubin-Johnson syndrome.Hepatology.Jun 1997;25(6):1539-42.Raijmakers MT, Jansen PL, Steegers E A , Peters W H (2000). \"Association of human liver bilirubin UDP-glucuronyltrans- ferase activity, most commonly due to a polymorphism in the promoter region of the U G T l A l gene\". Journal of Hepatology 33 (3): 348-51.Schmid, R. & McDonagh, A . F. (1978) in The Metabolic Basis of Inherited Diseases, eds. Stanbury, J. B., Wyngaarden, J. B. & Fredrickson, D. S. (McGraw-Hill, New York), pp. 1221-1257.Toh S, Wada M, Uchiumi T, et al. Genomic structure of the canali- cular multispecific organic anion-transporter gene (MRP2/ cMOAT) and mutations in the ATP-binding-cassette region in Dubin-Johnson syndrome. A m J H u m Genet. Mar 1999; 64 (3):739-46.van der Veere, C. N., Sinaasappel, M., McDonagh, A. F., Rosenthal, P., Labrune, P., Odievre, M., Fevery, J., Otte, J. B., McClean, P., Burk, G., et al. (1996) Hepatology 24, 311-5.
263KOLESISTITIS F.X. PridadyKOLESISTITIS AKUT rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. BeratRadang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dariinflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengankeluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. gangren atau perforasi kandung empedu.Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup seringdijumpai ini masih belumjelas. Walaupun belum ada data Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwaepidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan batu pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemukempedu (kolelitiasis) di negara kita relatif lebih rendah dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menurut Lesmanadibandingkan negara-negara barat. LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara kita.EtIoiogI dan PatogenesisFaktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis Pada pemeriksaan fisis teraba masa kandung empedu,akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tandaiskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama Murphy).kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajatcairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul ringan (bilirubin <4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubintanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empeduBagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan ekstra hepatik.kolesistitis akut, masih belumjelas. Diperkirakan banyakfaktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanyaempedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang leukositosis serta kemungkinan peninggian serummerusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyerioleh reaksi inflamasi dan supurasi. bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan.yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secaraparenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung Diagnosisempedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkansatu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan gambaran kolesisititis akut. Hanya pada 15% pasiendiabetes melitus. kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukupGejala Klinis banyak.Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akutadalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkannyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu 2017
2018 HEPATOLOGIdan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan tindakan kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasifketepatan USG mencapai 90-95%. mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara kosmetik Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakitradioaktif HIDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai dan mempercepat aktifitas pasien.nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidakmudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa Prognosisadanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus,kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotik,kolesistitis akut. penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidakjarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiemadan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses dan perforasi kandung empedu, fisitel, abses hati atauperikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberianpada pemeriksaan USG. antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75 th) mempunyai Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyaktiba-tiba perlu dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf timbul komplikasi pasca bedah.spinal, kelainan organ di bawah diafragma seperti apendiksyang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum, KOLESISTITIS KRONIKpankreatitis akut dan infark miokard. Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangatPengobatan erat hubungannya dengan litiasis dan lebih sering timbulPengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian secara perlahan- lahan.nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasanyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian Gejala Klinisantibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan olehkomplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia. karena gejalanya sangat minimal dan tidak menonjolGolongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nauseamemadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi,terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli, Strep.faecalis yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa. Riwayatdan Klebsiella. penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi tanda Murphy positif, dapat menyokong menegakkanmasih diperdebatkaan, apakah sebaiknya dilakukan diagnosis.secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu setelahterapi konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Diagnosis banding seperti intoleransi lemak,Sebanyak 50% kasus akan membaik tanpa tindakan bedah. ulkus peptik, kolon spastik, karsinoma kolon kanan,Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbulnya pankreatitis kronik dan kelainan duktus koledokus perlugangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dipertimbangkan sebelum diputuskan untuk melakukandapat dihindarkan, lama perawatan di rumah sakit menjadi kolesistektomi.lebih singkat dan biaya dapat ditekan. Sementara yangtidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan Diagnosispenyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi danoperasi lebih sulit karena proses inflamasi akut di sekitar kolangiografi dapat memperlihatkan kolelitiasis danduktus akan mengaburkan anatomi. Sejak diperkenalkan afungsi kandung empedu. Endoscopic retrogradetindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia choledocho- pancreaticography (ERCP) sangat bermanfaatpada awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedudi pusat-pusat bedah digestif Di luar negeri tindakan ini dan duktus koledokus.hampir mencapai angka 90% dari seluruh kolesistektomi.Konversi ke tindakan kolesistektomi konvensional menurut PengobatanIbrahim A dkk, sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atausukar dalam mengenali duktus sistikus yang disebabkan tanpa batu kandung empedu yang simtomatik, dianjurkanperlengketan luas (27%), perdarahan dan keganasankandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai padatindakan ini yaitu trauma saluran empedu (7%), perdarahandan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah
KOLESISTITIS 2019untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomiagak sulit untuk pasien dengan keluhan minimal ataudisertai penyakit lain yang mempertinggi risiko operasi.REFERENSIKenichi I, Suzuki T, Kimura K. Laparoscopic cholecystectomia the elderly; J. of gastroenterol- ogyand hepatology, 1995; 10: 517-22.Lawrence WW, Sleisenger MH. Cholelithiasis; chronic and acutecholecystitis. Gastrointestinal disease; Pathofisisiology Diagnosis and management fourth edition. WB Saunder Company Philadelphia, London, 1989.Mahon AJ, Ronn S, Baxter IN. Symptomatic and come 1 year after laparoscopic and mini laparatomy cholecystectomi. British J of Surgery; 1995; 82:1378-82.Sherlock SD. Diseases of the liver and biliary tree eight edition. Blackwell Scientific Publication. Oxford London 1990.Summerfield JA. Disease of the gall bladder and biliary crae. Oxford textbook of medicine second edition volU. Oxford Medical Publication, 1990.
s 264 PENYAKIT BATU EMPEDU Laurentius A. LesmanaPENDAHULUAN kalsium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3) batu pigmen hitam yangPenyakit batu empedu sudah merupakan masalah kaya akan residu hitam tak terekstraksi.kesehatan yang penting di negara Barat sedangkan diIndonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara Di masyarakat Barat komposisi utama batu empedupublikasi penelitian batu empedu masih terbatas. adalah kolesterol, sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan Sebagian besar pasien dengan batu empedu batu kolesterol pada 27% pasien.tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batuempedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif Ada tiga faktor penting yang berperan dalamkecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai patogenesis batu kolesterol: 1) hipersaturasi kolesterolmenimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinyarisiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus kristalisasi kolesterol dan 3) gangguan motilitas kandungmeningkat. empedu dan usus. Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterolempedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui berhubungan dengan lumpur kandung empedu padaduktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu stadium awal pembentukan batu.saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedusekunder Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung Kelebihan aktivitas enzim ^-glucuronidase bakteri danempedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa manusia (endogen)memegang peran kunci dalamkeadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentukmelibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagaiprimer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah kalsium bilirubinate. Enzim ^-glucuronidase bakteriAsia dibandingkan dengan pasien di negara Barat. berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan dietjelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat rendah protein dan rendah lemak.dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik. GEJALA BATU KANDUNG EMPEDUPATOGENESIS DAN TIPE BATU Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tigaMenurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, kelompok: pasien dengan batu asimtomatik, pasienbatu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengankategori mayor yaitu: 1) batu kolesterol di mana komposisi komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus,kolesterol melebihi 70%, 2) batu pigmen coklat atau batu kolangitis, dan pankreatitis). 2020
PENYAKIT BATU EMPEDU 2021 Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu dalam mendiagnosis batu saluran empedu telahtanpa gejala baik waktu diagnosis maupun selama dibandingkan dengan endoscopic retrograde cholangiopamantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien pancreatography (ERCP) sebagai acuan metode standardengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan kolangiografi direk. Secara keseluruhan akurasi ultrasoundbahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30% untuk batu saluran empedu adalah sebesar 77%.mengalami kolik bilier, dan 20% mendapat komplikasi. ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik saluran empedu dengan sensitifitas 90%, spesifisitas 98%,bilier. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas dan akurasi 96%, tetapi prosedur ini invasif dan dapatberlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. menimbulkan komplikasi pankreatitis dan kolangitis yangBiasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi dapat berakibat fatal.bisa juga di kiri dan prekordial. Endoscopic Ultrasonography (EUS)KOMPLIKASI BATU EMPEDU EUS adalah suatu metode pemeriksaan dengan memakai i n s t r u m e n g a s t r o s k o p d e n g a n echoprobe di u j u n gKolesistitis Akut skop yang dapat terus berputan Dibandingkan denganKurang lebih 15% pasien dengan batu simtomatik ultrasound transabdominal, EUS akan m e m b e r i k a nmengalami kolesistitis akut. Gejalanya meliputi nyeri perut gambaran pencitraan yang jauh lebih jelas sebabkanan atas dengan kombinasi mual, muntah, dan panas. echoprobe-nya ditaruh di dekat organ yang diperiksa. Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan pada Peran EUS untuk mendiagnosis batu saluran empeduperut kanan atas dan sering teraba kandung empedu pertama kali dilaporkan tahun 1992. Hasil penelitianyang membesardan tanda-tanda peritonitis. Pemeriksaan ini dan studi berikutnya memperlihatkan bahwa EUSlaboratorium akan menunjukkan selain lekositosis kadang- mempunyai akurasi yang sama dibandingkan ERCP dalamkadang juga terdapat kenaikan ringan bilirubin dan faal mendiagnosis dan menyingkirkan koledokolitiasis.hati kemungkinan akibat kompresi lokal pada saluranempedu. Pada satu studi, sensitivitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu adalah sebesar 97% dibandingkan Patogenesis kolesistitis akut akibat tertutupnya duktus dengan ultrasound yang hanya sebesar 25%, dan CT 75%.sistikus oleh batu terjepit. Kemudian terjadi hidrops dari Selanjutnya EUS mempunyai nilai prediktifnegatif sebesarkandung empedu. Penambahan volume kandung empedu 97% dibandingkan dengan sebesar 56% untuk US dandan edema kandung empedu menyebabkan iskemi dari sebesar 75% untuk CT.dinding kandung empedu yang dapat berkembang keproses nekrosis dan perforasi. Jadi pada permulaannya Dalam studi ini EUS juga lebih sensitif dibandingkanterjadi peradangan steril dan baru pada tahap kemudian dengan US dan CT dalam mendiagnosis batu saluranterjadi superinfeksi bakteri. empedu bila saluran tidak melebar Selanjutnya EUS lebih sensitif dibandingkan US transabdominal atau CT untuk Kolesistitis akut juga dapat disebabkan lumpur batu dengan diameter kurang dari 1 cm.batu empedu.(kolesistitis akalkulus). Komplikasi lainseperti ikterus, kolangitis, dan pankreatitis dibahas pada Beberapa studi memperlihatkan EUS dan ERCP tidakpenanganan batu saluran empedu. menunjukkan perbedaan dalam hal nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif negatif maupun positif.Diagnosis Secara keseluruhan, akurasi EUS dan ERCP untuk batuSebelum dikembangkannya pencitraan mutakhir seperti saluran empedu juga tidak memperlihatkan perbedaanultrasound (US), sejumlah pasien dengan penyakit batu bermakna.empedu sering salah didiagnosis sebagai gastritis atauhepatitis berulang seperti juga didapatkan sebanyak Walaupun demikian, angka kejadian komplikasi60% pada penelitian di Jakarta yang mencakup 74 pasien ERCP lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan EUS.dengan batu saluran empedu. Kesulitan pemeriksaan EUS dapat terjadi bila ada striktur pada saluran cerna bagian atas atau pasca reseksi gaster Dewasa ini US merupakan pencitraan pilihan pertama Sayangnya teknik pencitraan ini belum banyak diikutiuntuk mendiagnosis batu kandung empedu dengan oleh praktisi kedokteran di Indonesia sebab hal inisensitifitas tinggi melebihi 95% sedangkan untuk deteksi berhubungan dengan masalah latihan, pengalaman, danbatu saluran empedu sensitifitasnya relatif rendah berkisar tersedianya instrumen EUS.antara 18-74%. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography Pada satu studi di Jakarta yang melibatkan 325 pasien (MRCP)dengan dugaan penyakit bilier, nilai diagnostik ultrasound MRCP adalah teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi
2022 HEPATOLOGIion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai Di Indonesia sendiri khususnya di Jakarta, metodestrukturyang terang karena mempunyai intensitas sinyal kolesistektomi laparoskopik telah dimulai tahun 1991 dantinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat kemudian diikuti oleh senter-senter lain.sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedudengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok Selama kurun waktu empat tahun (1991-1994) bedahuntuk mendiagnosis batu saluran empedu. laparoskopik telah dikerjakan pada 2687 pasien di empat senter di Indonesia dan kolesistektomi laparoskopik Studi terkini MRCP menunjukkan nilai sensitivitas merupakan indikasi tersering dengan total sebanyak 2201antara 9 1 % sampai dengan 100%, nilai spesifisitas antara kasus. Konversi ke kolesistektomi konvensional dibutuhkan92% sampai dengan 100% dan nilai prediktif positif antara pada 2,7-6,2% pasien. Hal itu terutama disebabkan93% sampai dengan 100% pada keadaan dengan dugaan kesulitan dalam mengenali anatomi.batu saluran empedu. Nilai diagnostik MRCP yang tinggimembuat teknik ini makin sering dikerjakan untuk diagnosis Dewasa ini di beberapa rumah sakit, kolesistektomiatau eksklusi batu saluran empedu khususnya pada pasien laparoskopik telah menjadi prosedur baku untukdengan kemungkinan kecil mengandung batu. pengangkatan kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedahdengan ERCP Salah satu manfaat yang besar adalah minimal. Selain itu, dari segi kosmetik luka parut yangpencitraan saluran empedu tanpa risiko yang berhubungan kecil yang akan tersembunyi di daerah umbilikus telahdengan instrumentasi, zat kontras, dan radiasi. membuat bedah laparoskopik dianggap sebagai bedah yang lebih bersahabat kepada pasien. Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitubukan merupakan modalitas terapi dan juga aplikasinya Komplikasi cedera saluran empedu dari teknik ini yangbergantung pada operator, sedangkan ERCP dapat umumnya terjadi pada tahap belajar dapat diatasi padaberfungsi sebagai sarana diagnostik dan terapi pada saat sebagian besar kasus dengan pemasangan stent atauyang sama. kateter nasobilier dengan ERCPPENANGANAN BATU KANDUNG EMPEDU PENATALAKSANAAN BATU SALURAN EMPEDUPenanganan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik ERCP terapeutik dengan melakukan sfingterotomitidak dianjurkan. Sebagian besar pasien dengan batu endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran empeduasimtomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, tanpa operasi pertama kali dilakukan tahun1974. Sejak itubesar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan teknik ini telah berkembang pesat dan menjadi standartimbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganandapat elektif. Hanya sebagian kecil yang akan mengalami Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkansimtom akut (kolesistitis akut, kolangitis,pankreatitis, dan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muarakarsinoma kandung empedu). yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan Untuk batu kandung empedu simtomatik, teknik melalui mulut bersama skopnya.kolesistektomi laparoskopik yang diperkenalkan padaakhir dekade 1980 telah menggantikan teknik operasi Pada awalnya sfingterotomi endoskopik hanyakolesistektomi terbuka pada sebagian besar kasus. diperuntukkan pada pasien usia lanjut yang mempunyaiKolesistektomi terbuka masih dibutuhkan bila kolesistektomi batu saluran empedu residif atau tertinggal pascalaparaskopik gagal atau tidak memungkinkan. kolesistektomi atau mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk mengalami komplikasi operasi saluran empedu. Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahaninvasif minimal di dalam rongga abdomen dengan Pada kebanyakan senter besar ekstraksi batu dapatmenggunakan pneumoperitoneum, sistim endokamera dicapai pada 80-90% dengan komplikasi dini sebesardan intrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat 7-10% dan mortalitas 1-2%. Komplikasi penting daridan menyentuh langsung kandung empedunya. Sejak sfingterotomi dan ekstraksi batu meliputi pankreatitis akut,pertama kali diperkenalkan, teknik bedah laparoskopik perdarahan, dan perforasi.ini telah memperlihatkan keunggulan yang bermaknadibandingkan dengan teknik bedah konvensional. Keberhasilan sfingterotomi yang begitu mengesankan ini dan kehendak pasien yang kuat telah mendorong Rasa nyeri yang minimal, masa pulih yang cepat, masa banyak senter untuk memperluas indikasi sfingterotomirawat yang pendek dan luka parut yang sangat minimal endoskopik terhadap orang dewasa muda dan bahkanmerupakan kelebihan bedah laparoskopik. pasien dengan kandung empedu utuh dengan masalah klinis batu saluran empedu.
PENYAKIT BATU EMPEDU 2023 Di Indonesia sendiri khususnya di Jakarta, sfingterotomi laser, electro-hydraulic shock wave lithotripsy, dan extra-endoskopik telah mulai dikerjakan pada tahun 1983, tetapi corporeal shock wave lithotripsy. Bila usaha pemecahanperkembangannya belum merata ke semua senter karena batu empedu dengan berbagai cara di atas gagalERCP terapeutik ini membutuhkan keterampilan khusus sedangkan pasien mempunyai risiko operasi tinggi makadan jumlah pasien yang adekuat serta alat fluoroskopi dapat dilakukan pemasangan stent bilier perendoskopikyang memadai untuk mendapatkan hasil foto yang baik. di sepanjang batu yang terjepit. Pada satu penelitian di Jakarta tahun 1991 keberhasilan Pada electrohydraulic atau pulse dye laser lithotripsyekstraksi batu saluran empedu dengan teknik non-operatif pemecahan batu dikerjakan melalui koledokoskopi perini didapatkan pada 123 (85%) dari 142 kasus dengan oral dengan sistem mother-baby scope. Stent bilier dapatkomplikasi 10%. dipasang di dalam saluran empedu sepanjang batu besar atau terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuanTabel 1. Hasil Sfingterotomi Endoskopik pada 145 Pasien drainase empedu. Pada satu penelitian di Jakarta prosedurdengan Batu Saluran Empedu endoskopik tambahan telah dilakukan pada 45 pasien dengan batu saluran empedu sulit. n% PENANGANAN KOLANGITIS DAN PAKREATITISKeberhasilam Sfingterotomi 142 98 BATUSaluran empedu bersih 123 87Keberhasilan keseluruhan 123 85 Penyulit batu saluran empedu yang sering ditemukan diKomplikasi 14 10 klinis adalah kolangitis akut dan pankreatitis bilier akibatLesmana LA. 1991 batu saluran empedu terjepit di muara papila Vater.BATU SALURAN EMPEDU SULIT Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu karena adanya obstruksi dan invasiYang dimaksud dengan batu saluran empedu sulit adalah bakteri empedu. Gambaran klinis kolangitis akut yangbatu besar, batu yang terjepit di saluran empedu, atau batu klasik adalah trias Charcot yang meliputi nyeri abdomenyang terletak di atas saluran empedu yang sempit. Untuk kuadran kanan atas, ikterus, dan demam yang didapatkanmengeluarkan batu empedu sulit, diperlukan beberapa pada 50% kasus. Kolangitis akut supuratif adalah triasprosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi Charcot yang disertai hipotensi, oliguria, dan gangguanseperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik, litotripsi kesadaran. 45 pasien dengan batu saluran empedu sulitBebas batu dengan LM Bebas batu dengan LM Stent bilier 32 pasien EHL 16 pasien atau LL 7 pasien Batu rekuren Stent buntu Tak terpantau 1 pasien 5 pasien 11 pasien Bebas abtu dengan LM Stent baru 3 pasien 2 pasienGambar 1. Hasil akhir batu empedu sulit, menggunakan litotripsin mekanik (LM) Electro-Hydraulic Lithotrypsi (EHL),Litotripsi Laser (LL), dan Stent Bilier. (Lesmana LA., 1999)
2024 HEPATOLOGI Spektrum dari kolagitis akut mulai dari yang ringan, Sebaliknya, sejumlah studi menunjukkan bahwa pasienyang akan membaik sendiri, sampai dengan keadaan dengan pankreatitis bilier akut yang berat akan mempunyaiyang membahayakan jiwa di mana dibutuhkan drainase risiko tinggi untuk mempunyai batu saluran empedu yangdarurat. Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: tertinggal bila kolangiografi dilakukan pada tahap dinia) memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian sesudah serangan. Beberapa studi terbuka tanpa kontrolcairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit, b) memperlihatkan sfingterotomi endoskopik pada keadaanterapi antibiotik parenteral, dan c) drainase empedu yang ini tampaknya aman dan disertai penurunan angkatersumbat. Beberapa studi acaktersamar memperlihatkan kesakitan dan kematian.keunggulan drainase endoskopik dengan angka kematianyang jauh lebih rendah dan bersihan saluran empedu yang Data satu studi retrospektif di Jakarta pada 22 pasienlebih baik dibandingkan operasi terbuka. Studi dengan dengan pankreatitis bilier akut juga memperlihatkankontrol memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian sebagian besar pasien respons terhadap terapi konservatifdengan ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan sehingga tindakan dekompresi darurat tidak diperlukan.operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang berat. Sebaliknya tindakan sfingterotomi endoskopik dini padaOleh karenanya ERCP merupakan terapi pilihan pertama empat pasien dengan batu terjepit di papila sangatuntuk dekompresi bilier mendesak pada kolangitis akut bermanfaat dan cukup aman. Penemuan ERCP pada 22yang tidak respons terhadap terapi konservatif. (Gambar pasien dengan pankreatitis bilier akut ini terlihat pada2) tabel 2. Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empedu Tabel 2. Penemuan ERCP pada 22 Pasien denganakut baru akan terjadi bila ada obstruksi transien atau per-sisten di papila Vater oleh sebuah batu. Batu empedu yang Pankreatitis Bilier Akut :fterjepit dapat menyebabkan sepsis bilier atau menambahberatnya pankreatitis. Papilavateri robek n % Batu terjepit di papila Sejumlah studi memperlihatkan pasien dengan pank- Pelebaran duktus koledokus 18 82reatitis bilier akut yang ringan menyalurkan batunya secara Batu saluran empedu 4 18spontan dari saluran empedu ke dalam duodenum pada Kolelitiasis 21 95lebih dari 80% dan sebagian besar pasien akan sembuh Kelainan duktus pankreas 10 45hanya dengan terapi suportif kolangiografi. Sesudah 11 50sembuh pada pasien ini didapatkan insidensi yang rendah 0 0kejadian batu saluran empedu sehingga tidak dibenarkanuntuk dilakukan ERCP rutin. Kolangitis REFERENSIResusitasi/antibiotika IV Ahmadsyah I. Bedah laparoskopik. Postgraduate Course. Update in Medicine: Special Current Issues, K K P I K FK-UI, 2002.ii Ahmadsyah I. Perkembangan bedah laparoskopik di Indonesia.iMembaik iMemburuk Ropanasuri 1996;24;l-6. iERCP daruratERCP elektif Barbara L, Sama C, Morselli-Labate AM, Taroni F, Rusticali A G , Festi D, et.al. A population study on the prevalence of gallstone Drainase dan disase: the Sirmione study. Hepatology 1987;7:913-9. bersihan batu Binmoeller K F , Bruckner M, Thonke F, Soehendra N. Treatment ofKolesistektomi laparoskopik difficult bile duct stones using mechanical, electrohydraulic and extracorporeal shock wave lithotripsy. EndoscopyGambar 2. Alur penanganan endoskopik pada kolangitis. 1993;25:201-6.(Carr-Locke DL, 2002) Canto M I , Chak A , Sellato T, Sivak M V Jr. Endoscopic ultrasonography versus cholangiography for the diagnosis of chledocholithiasis. Gastrointest Enosc 1998;47:439-48. Carr-Locke D L . Therapeutic role of E R C P in the management of suspected common bile duct stones. Gastrointest Endosc 2002;56(Suppl): S170-S174. Cotton PB, Fe<bes A , Leung JWC, Dineen L. Endoscopic stenting for long-term treatment of bile duct stones:2-to 5-year follow- up. Gastrointest Endosc 1987;33:411-2. Coton PB, Vallon A G . British experience with duodenoscopic sphincterotomy for removal of bile duct stones. Br J Surg 1981;68:373-5. Einstein DM, Lapin SA, Ralls PW, Halls JM. The insensitivity of sonography in the detection of choledocholithiasis. AJR 1984; 142: 725-8.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122