Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore LILY RANTI

LILY RANTI

Published by agusmudjiono, 2021-06-14 23:21:07

Description: Buku LILY RANTI

Search

Read the Text Version

Lily Ranti Album Kebaikan Tuhan

ALBUM KEBAIKAN TUHAN apt.Dra. Ny.Lily Ranti Goenawi, M.Kes. Dalam rangka ucapan syukur ulang tahun yang ke tujuh puluh. Penyusun Pdt. Agus Mudjiono, S.Th.,M.Th. Design sampul dan tata letak Yudas Kukuh Widodo Di cetak Exclusive Digital Print, Bandung Bandung, Mei 2021. Ii

Daftar Isi Kata Pengantar 1 Ucapan Terima kasih 2 A. Lingkungan Keluarga dan Pembentukan Karakter 10 10 adalah Anugerah TUHAN 20 1. Lingkungan Keluarga 22 2. Pembentukan Karakter 3. Ungkapan Kasih Keluarga, Teman TK, SMP dan SMA B. Perjuangan Menuntut Ilmu dan Menemukan 38 Pasangan Hidup 38 1. Pengembangan diri selama di asrama 39 2. Tuhan mengirimkan teman dan sahabat 50 3. Meraih gelar dan diraih pasangan hidup 52 4. Membangun keluarga baru di Manado 5. Kasih sayang bersemi dan hadirnya 54 buah hati 6. Dia yang mempunyai, Dia yang 56 mengambil 60 Ungkapan kenangan indah 61 Kisah Bea Siswa S2, di UGM 63 Ungkapan kasih adik ipar ii

C. Karya dan Pelayanan di Masyarakat 68 1. Ditempat kerja sebagai PNS 68 2. Pelayanan dalam Organisasi Profesi 71 Gaya Kepemimpinan Lily 71 Ungkapan kasih teman seprofesi 72 Tugas dan tanggung jawab Lily Ranti 93 3. Pelayanan di Gereja 95 Gereja Kristen Indonesia Cibunut, Bandung 95 Gereja Masehi Injili di Minahasa, Manado 95 Ungkapan hamba Tuhan dan teman sepelayanan 99 D. Menjalani Kehidupan Setelah Pensiun 111 1. Kehidupan pada masa pandemi Covid 19 112 2. Pertolongan dan Perlindungan Tuhan Luar Biasa 116 Lolos dari kecelakaan motor boat di laut 116 Lolos dari kecelakaan mobil dinas 118 Lolos dari kecelakaan pesawat terbang 119 E. Penutup 121 Lampiran foto-foto iii

.$7$3(1*$17$5 3GW-DPHV-RFRP67K .HWXD-HPDDW*0,06ROD*UDWLD7LNDOD0DQDGR 0HQJDZDOL SHQJDQWDU LQL VD\\D PDX NDWDNDQ EDKZD VXQJJXK PHQMDGL VHEXDK NHKRUPDWDQ EDJL VD\\D  XQWXN PHPEHULNDQ FDWDWDQ SHQJDQWDU GDODP EXNXNHKLGXSDQLEX/LO\\5DQWL6HWLDSRUDQJ SDVWLSXQ\\DVHMDUDKQ\\D 6HPDNLQ EDQ\\DN XPXU NHKLGXSDQ VHPDNLQ EHUWDPEDKFDWDWDQVHMDUDKKLGXSQ\\DNDUHQDVHPDNLQ EDQ\\DNEHUMDODQVHPDNLQEDQ\\DN\\DQJGLOLKDW  'DODP SHUVSHNWLI LPDQ NULVWHQ DSD \\DQJ GLNLVDKNDQ VHVXQJJXKQ\\D DGDODK PHQFHULWDNDQ NHEDLNDQ7XKDQGDQLQLODK\\DQJLQJLQGLVDNVLNDQROHK LEX/LO\\5DQWL 7XKDQ KDGLU GLVHSDQMDQJ WDKXQWDKXQ KLGXSQ\\D KLQJJDGLXPXU\\DQJNHWDKXQLQL %XNX FDWDWDQ NHKLGXSDQ LQL PHPEHUL LQVSLUDVL XQWXNPHQJHUWLSHQWLQJQ\\DPHPEDQJXQVHEXDKUHODVL GHQJDQ VHVDPD GDQ PHQMDGLNDQ NHOXDUJD VHEDJDL VDUDQD EDJL SHPEHQWXNDQ NDUDNWHU GDODP PHQMDODQL NHKLGXSDQLQL %DQ\\DN VHODPDW DWDV DQXJHUDK KLGXS  WDKXQ \\DQJ7XKDQNDUXQLDNDQ 6DODP

Ucapan terima kasih 1. Pertama untuk Tuhan Jesus Kristus, yang telah menyertai kehidupan hambamu sehingga dapat berada dalam keadaan sehat-sehat, menjelang usia ke 70 tahun. Dimana sejak lahir sampai sekarang telah menikmati penyertaan, pertolongan, pengampunan dan berkat yang tak terhitung banyaknya. Berkat yang tidak dapat disebut satu per satu, karena yang tidak saya mimpikan juga, telah Tuhan anugerahkan. Tuhan juga telah mengampuni segala salah dan dosa hambamu, sehingga hambamu dapat merasakan kemerdekaan yang diberikan oleh Tuhan. 2. Kepada Alm. Papi dan Alm. Mami yang telah mendidik, membesarkan, mengayomi dengan menanamkan dasar-dasar agama, disiplin dan kasih sayang. Meskipun pada saat disiplin diterapkan, terasa tertekan, namun saat dewasa atau pun merantau untuk kuliah, sangat terasa manfaatnya. Saya mengucap syukur memiliki orang tua yang telah menanamkan kedisiplinan, sehingga dalam pergaulan atau pun pendidikan, tidak mengalami hambatan yang berarti, karena telah dibekali nilai-nilai agama dan disiplin. 2

3. Ucapan terima kasih untuk alm. Suami Dicky Goenawi, yang dengan sabar mengayomi saya dengan memahami karakter saya sehingga merelakan saya menjadi wanita karir dan turut mengurusi anak-anak, disaat saya tugas luar daerah, menjadi ayah sekalian ibu untuk Barrie Dan Amel terutama saat mengambil raport anak-anak yg mayoritas diwakili oleh ibu-ibu. 4. Keluarga Barrie, Feybe, Cody dan Kyan. Terima kasih atas pengorbanan Barrie sejak kecil yang telah merelakan Mama untuk berkarya, sejak Barrie berumur 2 tahun. Dan dukungan Barrie sejak Papa dipanggil Tuhan, sehingga kadang-kadang Mama merasa seakan Mama kembali mendapatkan pengganti Papa. Kalau Mama berangkat ke luar kota, Barrie akan mengatakan;”Mama jangan lupa, sampai di airport kirim info, sampai di rumah kabarin”, seperti apa yang Papa lakukan pada Mama, saat Papa masih ada. Kemudian setelah Barrie nikah dan punya rumah, Barrie menyediakan 1 kamar untuk Mama. Terima kasih juga untuk Feybe beserta Cody dan Kyan, atas kebahagiaan yang tidak pernah terpikirkan dan terbayangkan, saat menjadi Oma, dimana saat ke dua cucu ini lahir, Mama ikut mendampingi dan menunggu di rumah sakit. 3

5. Terima kasih untuk Amel, Anthony, Armin dan Alexa. Amel yang sejak kecil selalu melakukan protes kalau Mama akan pergi ke luar kota. Amel sering mengatakan; “Biarlah kita ngga pergi ke super market, yang penting Mama berada dan menemani Amel di rumah”. Terima kasih atas pengertian dan pengorbanannya yang merelakan waktu untuk bersama Amel. Seharusnya waktu bersama Amel, tetapi dipakai untuk bekerja. Terima kasih juga untuk dukungan Anthony. Terima kasih untuk kebahagiaan Mama alami saat memiliki cucu Armin dan Alexa, di saat Oma berkenan bobo bersama cucu-cucu. Dan saat pandemi covid 19 ini, selama setahun lebih, hanya bisa ketemuan melalui video call. 6. Ucapan terima kasih untuk kebersamaan saat masih hidup bersama orang tua, kel.Alm. Zus Sylvia, Zus Johana, Lucky, Anna, Joula, Alice, Teddy, Egi, Hanny, Rosita, Sonny, sehingga melalui pengalaman hidup saat masih bersama, adalah cara Tuhan membentuk karakter sehingga dapat menjadi wanita yang kuat, tegar saat dewasa. 7. Pada Ellen Permadi, sahabat sejak TK sampai SMA di Manado, yang sampai saat ini masih tetap menjadi sahabat meskipun sekarang hanya dapat bertemu lewat group WA Ex DB 69 (SMA Don Bosco angkatan lulus 1969). 4

8. Lanny Debora Ang, sahabat sejak SMP sampai SMADB 69. 9. Feronica B, sahabat sejak SMP, SMA di Manado dan ketemu di Jurusan farmasi Unpad, sebagai teman seasrama Providentia di Bandung. 10.Sion S. Gaol, sahabat di jurusan farmasi Unpad. Bandung. 11. Enny Yuarti, sahabat di jurusan farmasi Unpad. Bandung. 12. Mildred, sahabat di jurusan farmasi Unpad. Setiap pergi kuliah, berangkat bersama, dan orang tua Mildred juga memperlakukan saya seperti anak. 13. Enny Agoes, sahabat di jurusan farmasi Unpad., dan seasrama Providentia Bandung, bertemu pada tahun 2018 di Pekanbaru saat kongres IAI. 14. Maylinda Makmur, sahabat seasrama Providentia Bandung, yang selalu dengan setia membantu saya apabila akan menghadapi ujian semester, mempersiapkan susu atau pun mie apabila saya sedang belajar. 15. Anna Tumewu, sahabat yang lebih Junior dari saya, namun mau membantu saya saat ujian semester 5

dengan menyediakan susu untuk saya. 16. Maria Kuntari, senior di asrama Providentia Bandung, yang mengurus dan membantu saya saat perploncoan di Unpad, dengan menyuap makanan saat saya kelelahan pulang perploncoan. Ci Kun mengepang rambut saya, saat akan berangkat perploncoan di jurusan farmasi Unpad. Bandung. 17. Seto Harianto, sebagai senior saya di PMKRI Bandung, dimana di organisasi ini saya belajar berorganisasi, melalui kepanitiaan dan menjadi pengurus DPC PMKRI Cabang Bandung, Seksi kerohanian. 18. Erning Wiharjo, sahabat sefakultas MIPA Jurusan Fisika yang juga membantu saya saat akan menyusun skripsi Minor, saat saya harus menemui dokter yg telah melakukan penelitian tentang Singkong Gendruwo, sebagai obat kanker di Cisarua. Dan bertemu secara kebetulan di Ruang tunggu, saat saya akan pulang ke Manado via Surabaya, setelah puluhan tahun berpisah saat masing-masing kami telah meninggalkan Unpad. 19. Prof. Edwin de Qoeljoe, mantan dekan MIPA Unsrat, yang bersama-sama dengan PD IAI Sulut, memperjuangkan pembukaan jurusan farmasi Unsrat. diManado. 6

20. Pak Nofendri sekum PP IAI, yang selalu siap membantu saya apabila membutuhkan aturan-aturan yang berkaitan dengan profesi IAI. 21. Ibu Wa Ode Asnah Ganiu, senior di farmasi Unpad. dan rekan seprofesi di IAI Sulut, pada saat Ibu menjadi ketua PD IAI Sulut. 22. Prof. Fatimawali, teman seprofesi di PD IAI, dan sebagai ketua Prodi Farmasi Unsrat, Manado dimana saya juga sebagai dosen sekitar 8 tahun. 23. Ibu AC Wullur, teman seprofesi di PD IAI Sulut. Mantan kepala Sekolah Menengah Farmasi Depkes di Manado, dimana saya juga sebagai guru selama sekitar 10tahun. 24. Bapak Djonny Matali, teman seprofesi di PD IAI Sulut, dan sebagai staf saya, saat bertugas di Kanwil Depkes Propinsi Sulawesi Utara. 25. Destini, teman seprofesi di PDIAI Sulut, yang selalu siap membantu saya. 26. Laura Mengko, mantan siswa sekolah menengah Farmasi Depkes. di Manado, yang kemudian menjadi rekan sekantor di Kantor Wilayah Depkes Prop. Sulut. 7

27. Lukman Prayitno, rekan seprofesi di PD IAI Sulawesi Utara. 28. Laura N. Manundu, rekan seprofesi PD IAI, pernah menjadi apoteker pengelola di apotik saya. 29. Jef G. Kalalo rekan seprofesi di PD IAI Sulut. Pernah menjadi mahasiswa bimbingan saya di farmasi Unsrat, Manado sekarang menjadi apoteker pendamping di apotik saya. 30. Gracia, mitra pengusaha farmasi dan Pemilik apotik My Life Farmasi Manado. 31. Pendeta Katihokang, mantan Ketua Jemaat GMIM Sola Gratia Tikala. 32. Pendeta Rosali Massie Muri, mantan pendeta pelayanan di Gereja GMIM Sola Gratia Tikala, yang selalu siap membantu mendoakan apabila suami atau mami sakit. 33. Pendeta Lan W. Senewe Mangolo, mantan pendeta pelayanan di Gereja GMIM Sola Gratia Tikala. 34. Pendeta James Jocom, ketua jemaat GMIM Sola Gratia Tikala, yang bersedia memberi pengantar dalam buku Album kebaikan Tuhan, dalam hidup saya menjelang usia 70 tahun. 8

35. Bapak penatua Ronny Kountul, yang pernah menjadi mitra saya selama 2 periode menjadi syamas di kolom 14, Manado. 36. Pendeta Angie Wuysang, MA, pernah pelayanan sebagai pendeta di gereja GMIM Sola Gratia Tikala,Manado. 37. Pendeta Agus Mudjiono dan tim yang merelakan waktu, tenaga dan pikiran untuk menyusun buku ini. 38. Jenny dan Lanny Goenawi, adik dari suami saya. 39. Terima kasih kepada Zus, Johana, Bro Lucky, Juliana, dan adik ipar Tice, yang bersedia dan mem- beri waktu untuk diwawancara. 40. Exclusive Digital Print di Bandung yang telah mencetak bukuini. Kiranya buku ini, dapat menjadi berkat bagi pembaca dan tiada gading yang tak retak, permohonan maaf saya sampaikan apabila ada kesalahan dalam penulisan nama, gelar atau jabatan. Tuhan memberkati kita semua, Amin. 9

Aku bersyukur kepada-Mu Oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kau buat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Mazmur 139 : 14 A.Lingkungan Keluarga dan Pembentukan Karakter adalah Anugerah TUHAN 1. Lingkungan Keluarga. Papi Kring..! Kring….. Kring…! Kring…….. Bel bunyi dua kali tak akan berhenti jika belum ada seorang pun anak yang nongol di kamar papi. Tapi tak lama…satu, satu muncul. “ Ya papi….” “Lily adapapi..” Dan tidak ada yang berani datang terlambat, tidak ada pertanyaan: “ Ngoni pi mana dang?”. Karena jika ada yang terlambat tentu di jewer telinganya. Tersenyum Lily mengingat kelakuan adik-adik saat mendengar..kring..kring… Suara bel itulah yang menjadi kenangan manis kami, putra putrinya yang harus siap menghadap beliau. Baik atau tidak baik waktunya. Apa pun yang sedang kami kerjakan di rumah. “Lari..lari ..lari…” teriak kakak agar kami siap menunggu perintah papi. 10

Entah apakah kami ada yang sedang tiduran, baca buku, atau mengerjakan sesuatu, STOP. Menghadap papi adalah tujuan kami, anak-anaknya. Kring… kring…! Sudah menjadi sahabat manis, suara akrab telinga kami. Kadang raut wajah kami datang dengan “muka papaya”. Harap-harap cemas. Ada yang lari..ada yang jalan cepat, atau melangkah lebar. Siap mendengar “apa lagi nih…instruksi papi”. Sebagai anak nomor tiga dengan sembilan adik, bukanlah mudah Lily membimbingnya. Tetapi dengan kedisiplinan itu, tugas Lily tidak terlalu berat… ha..ha… “Ya.. papi ” suara kami yang ditunggu papi. Lalu nasihat atau instruksi papi diberikan. Kring…! kring…! Ya..suara itulah yang mempersatukan hati kami. Saling memperhatikan. Peduli, kehadiran, emosi, pikiran dan ketaatan terpadu, termakna dalam suara. Kring ! Dengan berbaris urut di hadapan papi dari yang tertua sampai terkecil. Anak-anak berdiri atau duduk di sekitar meja makan terstruktur rapi. Tanpa disadari papi sedang melatih bagaimana anak yang muda menghormati yang tua, dan yang tua harus peduli terhadap yang muda. Proses berbaris pun menjadi canda diantara kami. Hiburan! Kring! Bunyi bel satu kali, itu khusus panggilan untuk mami. 11

Bel terletak di meja kerja, di kamar tidur papi. Ya , p a p i a d a l a h a n u g e r a h Tu h a n y a n g diperkenankan hadir ke dunia pada tanggal 21 Nopember 1918. Mengalami situasi hidup sangat sulit dalam suasana perang, Permesta, era Orde Lama. Tentu produk peninggalan kedisiplinan zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Bagi anak-anak millenial zaman now, menyebutnya deh! He..he.. jadi membayangkannya pun sulit, karena tidak mengalaminya. Bersyukur bagi kami yang mengalami didikan papi. Justru pendidikan yang di wariskan papi kepada kami adalah modal berharga untuk hidup menghadapi gejolak zaman yang cepat berubah dan sekaligus mendidik pola pikir dan pola hidup anak-anak, cucu di zaman now. Sosok seorang papi, An panggilan papi oleh teman- temannya dari nama Anton Antonius Ranti. Dikenal selain pekerja keras, tegas, disiplin sekaligus punya visi mulia. Anak-anak dan anak cucu, cicit merasakan. Mental tangguh, gigih dan ulet untuk meraih impian tersirat dalam sikap dan tindakan. Cepat, benar dan tepat waktu. Lalu, apakah terbayang dalam benak papi saat itu, jika seluruh dunia kini serentak menghadapi krisis pandemi covid 19 akibat virus corona? Dunia telah merubah suatu tatanan sosial, kekuatan ekonomi dan kebiasaan umum masyarakat dunia. Di awal pandemi, berjatuhan banyak orang sakit dan meninggal begitu 12

cepat. Ketakutan, kecurigaan merebak dimana- mana. Takut virus corona yang tak terlihat kasat mata di bawa masuk ke dalam tubuh. Kemiskinan merebak dan penggangguran meningkat drastis. Kebiasaan tempat-tempat berkerumun seperti di gereja, masjid, vihara, tempat suci agama apa pun menjadi sepi. Puji Tuhan, papi dalam segala keterbatasannya telah menanam fondasi yang kuat bagi anak-anaknya. Kedisiplinan! Ini adalah salah satu modal bagaimana memilih respon terhadap suatu masalah. Ringan atau pun berat. Kebiasaan papi berangkat ke kantor sekitar jam 10.00 dan pulang jam 17.00. Jika sampai di rumah, ada anak yang bertengkar, siapa pun dia, bagi yang menangis itu yang dihukum. Jadi lebih baik tidak bertengkar. Papi tidak suka ribut-ribut di dalam rumah. Saat menikmati hidangan makanan di meja makan pun, kursi kami adalah sahabat setia diduduki. Urut dari kakak tertua sampai adik termuda. He..he..lucu mengingatnya. Jika diantara kami, anak- anak papi belum berkumpul semua, menahan rasa lapar adalah belajar toleransi dan kesabaran itu yang ditanamkan. Berbaris dan toleransi menjadi pola pikir dan tindakan yang menyatu dalam sendi kehidupan. Bukan saja hanya mempengaruhi pergaulan, lebih dari pada itu. Belajar fokus dan konsisten menjadi bekal dalam meniti arah kehidupan. Ketaatan pada Sang Pencipta. Papi 13

melengkapi pendidikan kami juga dengan Alkitab bergambar, pesan-pesan untuk perbuatan baik kepada sesama. Papi memberi contoh menolong pembantu orang-orang yang tidak mampu secara ekonomi, orang-orang yang dalam kesulitan, dan juga memberi para pegawai berupa tepung, mentega dan lain sebagainya saat menjelang Natal. “Papi, terima kasih ya ..” Kadang kami merindukan suara khas itu. Kring…Kring! Kini, beliau sudah kembali ke pangkuan Bapa Sorgawi dengan tenang, damai dalam cinta kasih Bapa Sorgawi yang kekal. Papi meninggalkan kami, pada tanggal 10 Maret 1977, saat mami usia 50 tahun. Mami Jacqueline Bastiaan, seorang ibu yang penuh cinta kasih kepada keluarganya. Tuhan menghadirkan mami di Tahuna, Kabupaten Sangir Talaud, 25 April 1927, dari pasangan Albert Abast Bastian dengan Albertji Paparang. Beliau adalah Raja dan Permaisuri di Kerajaan Tahuna, anak ke delapan dari sebelas orang bersaudara. Menikah dengan papi, Anton Antonius Ranti di tahun 1947. Tuhan sangat mengasihinya dan menganugrahkan dua belas orang anak, lima putra dan tujuh putri, beserta dua belas orang menantu, dua puluh empat cucu, sebelas cucu mantu dan delapan 14

belas cicit. Papi selalu memanggilnya Olo, panggilan kesayangan. Mami, yang kehidupannya bersandar pada Tuhan. Kesukaannya senantiasa berdoa menyampaikan isi hatinya kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. Mencintai Tuhan dengan segenap hati dalam iman dan ketaatan. Melakukan meditasi, saat teduh untuk menikmati kehadiran-Nya di pagi hari, menjadi kehausan dan kelaparan rohani. Mami adalah wanita rendah hati, sabar, disiplin, ulet dan berkemauan teguh serta kerja keras. Seorang ibu yang semangat dalam mengurus anak-anaknya. Menjadi teladan yang luar biasa dirasakan anak, anak menantu dan cucu. Sebagai anak, Lily merasakan sekali. Kehadirannya yang bijaksana, bagaimana mami tidak mau mencampuri urusan rumah tangga anak- anaknya. Apabila ada yang berbeda pendapat diantara kami, sebagai suami –istri, maka yang ditegur anaknya. “Lily, kalau kamu hanya melihat kekurangan suamimu, maka rumah tanggamu akan menjadi neraka”. Lanjutnya “Namun, apabila Lily mau melihat kelebihan pasangan kamu, maka rumah tangga Lily akan menjadi surga!” tegasnya. Kasih dan perhatian mami sama rata terhadap anak, menantu, cucu, cucu mantu atau pun cece. Perhatian 15

dan pemberian pada saat ada yang berulang tahun, mami mencurahkan isi hatinya tanpa membedakan. Pemberian bukan menurut keinginan mami, tetapi pemberian menurut kesenangan kami. Contohnya; si A yang suka kemeja diberikan kemeja. Si B perhiasan, Si C dasi dan lain-lain sebagainya. Untuk 12 anak, 12 menantu, lho! Semua menantu merasa dialah menantu yang paling dikasihi mami..he..he… Urusan pendidikan agama? Jangan tanya. Mami memberi contoh bagaimana jika ke gereja jangan sampai terlambat. Ketika kami masih tinggal bersama di Tikala, kadang jam 4 pagi, mami sudah mengetuk kamar Lily. “ Lily, bangun jo mau ke gereja torang” “Belum waktunya mami, masih 2 jam lagi ibadah subuh mulai”. Indah ya..punya mami seperti ini, bukan? Love and care! Mami, beliau ibu rumah tangga biasa, harus menjalani kehidupan sebagai single parent sejak usia 50 tahun. Memikul tanggung jawab yang tidak ringan atas situasi dua orang anak yang sudah menikah. Sepuluh orang anaknya yang masih sekolah. Yang kuliah 3 orang di Bandung, 2 orang di Manado dan 5 anak masih duduk di bangku kelas enam Sekolah Dasar sampai SMA. Seorang ibu yang bijaksana menghadapi situasi sangat sulit dikala papi sakit keras, karena penyakit kanker usus. Disaat saat terakhir hidup papi di rumah sakit, mamimemanggil 16

kami semua yang kuliah di luar Manado untuk berkumpul. Kami melepaskan papi dengan rasa syukur kepada Tuhan, suatu saat akan berjumpa kembali di sorga. Ora et labora Keuletan mami meneruskan didikan papi, salah satunya adalah melatih kami untuk hidup mandiri. Membuat es mambo, popaya tono dan menjualnya keluar kota atau ke gunung oleh menantunya. Membeli cengkeh mentah untuk diolah menjadi cengkeh kering yang nilai jualnya lebih tinggi. Sepeninggalnya papi, mami meneruskan usaha papi. Pedagang Besar farmasi Bhaktipharma Raya dan apotik Bhakti pharma serta Bhaktipharma II, Manado. Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu ( Ratapan 3:22-23) Semangat mami mencari Tuhan, sumber pertolongan dalam menyembah Dia, Allah yang Benar telah dinyatakan dalam hidupnya. Kasih-Nya, memberikan hikmat dan kekuatan baru setiap pagi 17

untuk melewati masa-masa sulit dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan dan menghidupi putra putrinya. Mami dapat melihat dan menikmati bagaimana semua putra putrinya telah membangun rumah tangga mereka masing-masing dan memberi dampak positif di lingkungannya. Belajar dari kehidupan papi dengan mami dan peranannya, sejak kami masih kanak-kanak telah membuahkan hasil karakter cara untuk bisa hidup benar. Lily di sekolah sejak Taman Kanak-kanak sampai SMA. Di asrama mahasiswa Katolik juga mempengaruhi Lily untuk disiplin. Misalnya makan pagi jam 6 – 8 pagi, dan makan malam jam 6 - 8 malam. Selebihnya jam tersebut, lemari makan sudah kosong. Mami dipercaya Tuhan hidup sampai 88 tahun. Anugerah yang diberikan-Nya begitu luar biasa. Ada banyak pengalaman sangat indah bersama putra- putrinya dengan menikmati keindahan alam ciptaaan Tuhan berkali-kali di Eropa, Asia, Amerika dan Australia. Semangat membangun keharmonisan keluarga merupakan fondasi kerukunan yang dilakukan semua anak-anak mami. Seperti Family Gathering. Suatu kali di adakan di Vila Via Renata, Puncak, Jawa Barat. Acara ini sebagai ucapan syukur kepada Bapa Sorgawi dalam rangka memperingati hari ulang tahun mami ke 77, tahun 2004. Saat itulah acara terakhir bagi kakak Sylvia bersama kami. 18

Dipanggil Tuhan karena sakit. Salah satu lagu kesukaan mami saat tinggal di keluarga Alice, selama di Amerika O God, you are my God (O Tuhan, Engkaulah Tuhanku) And I will ever praise You (Aku akan memuji Engkau selalu) And Iwill seek You in the morning (Aku akan mencari Engkau di pagi hari) And I will learn to walk in Your Ways (Aku akan belajar untuk berjalan di jalan-Mu) And step by step You lead me (Langkah demi langkah Engkau memimpinku) And I will Follow You all of my days. (Aku akan mengikut Engkau dalam semua hari-hariku) Nasihat Papi untuk kami; “Kalau sudah menikah dan berantem, jangan pernah meninggalkan rumah saat lagi marahan”, lanjutnya; “Jangan pernah membuat suasana sehingga dalam pertengkaran, suami memukul istri”. Oh ya, Lily masih ingat lagi nasihat papi tentang pernikahan. “Pada saat suami sedang marah, istri jangan bicara, supaya kemarahan suami jangan bertambah. Meskipun pertengkaran itu menang, tapi memalukan. Oleh sebab itu berhentilah bicara, sebelum pertengkaran terjadi”. Puji Tuhan, Dia menghadirkan Lily sebagai anak 19

ke tiga dalam keluarga besar Ranti tentu ada maksud. Kepercayaan untuk ikut mendapat tugas mulia menjaga adik, mulai adik ke 7: Alice sampai beberapa ponakan yang lahir tahun 1969. Karena pada bulan Desember, Lily sudah berangkat ke Jakarta menuju Bandung, untuk mengikuti test masuk Universitas di ITB dan Unpad, Bandung. Puji Tuhan, akhirnya Lily diterima di jurusan farmasi Universitas Pajajaran Bandung. Tahun itu, tahun kemerdekaan belajar mandiri, jauh dari keluarga, meninggalkan Manado. . 2. Pembentukan Karakter Dengarkanlah, hai orang Israel : TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, ALLAHmu, Dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannyapada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu. Ulangan 6 : 4-9 20

Didikan dan keteladan hidup papi dan mami, telah membangun fondasi kuat dalam sepanjang perjalanan hidup kami. Pilihan meresponi segala bentuk masa- masa sukar dan senang adalah keputusan setiap hari. Kadang kalah, kadang menang, suatu proses pada tujuan lebih tinggi. Pengaruh tingkat kekuatan fondasi inilah yang mempengaruhi interaksi terhadap suasana komunikasi terhadap saudara-saudara Lily yang 11 orang, kedua anak Lily, pimpinan, rekan sejawat dan orang-orang yang dipercayakan Tuhan untuk Lily pimpin. Dengan dua kata “dengarkanlah” dan “lakukanlah” merupakan doa Lily untuk mencintai TUHAN dengan segenap hati, mendengarkan suara TUHAN dan melakukannya dengan segenap hati. Apakah hal itu berupa janji untuk dapat dipercayai, suatu perintah untuk di taati, atau pun teguran untuk diinsafi dan meninggalkan kesalahan. Ya, pembentukan karakter sejak kanak-kanak di dalam rumah, yang diajarkan orang tua untuk takut kepada Tuhan, makin dilengkapi terus menerus ketika kami masih kanak-kanak, remaja sampai dewasa. Mencintai Tuhan dan integritas memadu dalam sikap dan tindakan. Maka dalam menghadapi peraturan di Sekolah Katolik SD RK Suster Theresia Manado, SMP RK Suster Manado, SMA RK Don Bosco Manado, perkuliahan merupakan pembentukan karakter di luar rumah, bukan suatu beban. 21

Jadi yang memotivasi hidup untuk disiplin masa pertumbuhan Lily adalah Tuhan, orang tua, keluarga, masa sekolah di TK sampai SMA dan masa kuliah dengan ibu asrama Suster Birgitta OSU di Asrama Providentia, jalanAnggrek nomor 1 Bandung. Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. Amsal 1 : 7 3. Ungkapan Kasih Keluarga, Teman TK, SMP dan SMA. Johana Ranti, kakak nomor dua Lily, Manado. Zus Johana, seorang ibu yang sangat bijaksana, kakak sekaligus sahabat dan teman kerja Lily. Sang suami sudah kembali kepangkuan Bapa Sorgawi. “Lily sejak usia 7 tahun sudah membantu mami”. Begitu ungkapnya. “Membantu menjaga adik-adik dan suka membantu mami masak, di dapur”, lanjutnya. Lalu dalam tulisan Johana; “Setelah Lily lulus sarjana farmasi tahun 1978 dan menikah di Bandung, ia kembali ke Manado tahun 1979 bersama suaminya dan Barrie yang saat itu usia 3 bulan. 22

Kondisi usaha apotik saat itu mulai menurun. Sebagai seorang apoteker, Lily bisa mengelola dan menjadi penanggung jawab. Padahal, waktu keluar dari Manado, jauh di lubuk hatinya, Lily berjanji tidak akan pulang. Tetapi itulah rencana manusia. Tuhan mempunyai rencana lain yang jauh lebih mulia dan besar. Agustus 1979, Lily bersama Johana menata kembali Apotik Bhaktipharma II, Manado. Ia tegas, terbuka, suka membantu siapa saja dengan memberi nasihat kepada teman atau anak didiknya. Tidak pelit membagi ilmu yang di dapat di kampus maupun pengalamannya. Puji Tuhan, Johana menjadi kuat bekerja sama dengan Lily. Ia ceria dan banyak mengajar Johana mengenai farmasi. Di tahun 2012, suami Johana kembali ke pangkuan Bapa di Sorga. Itulah saat-saat yang terberat dalam hidupnya. Anak- anak dan cucu jauh dari Johana. Sesuatu yang menghibur hati, Lily meninggalkan rumahnya untuk datang menemani, menghibur, menguatkan dan mengajak Johana membaca firman Tuhan bersama. Kalau Lily ada tugas di kantor, pasti tidak lupa mencari adik-adik lainnya yang bisa menemani Johana selama ia bertugas. Banyak hal yang Johana dapat secara luar biasa dalam perjalanan bersamanya. Baik dalam pekerjaan maupun ke gereja. Hari Minggu, Lily selalu mengantar Johana terlebih dahulu ke gereja Katedral, selanjutnya baru pergi ke gereja GMIM.” 23

Di masa pandemi covid 19 ini, mereka tinggal bertiga bersama adik nomor 6, Juliana. Tiap pagi, mereka membaca renungan dan mendengarkan firman Tuhan. Setelah itu, melanjutkan aktifitas masih-masing. Tidak terasa sudah 42 tahun Johana bersama Lily bekerja. Selain itu, kesan Johana; “Sikap kerendahan hati, saling menghormati, mengampuni dan mengasihi terus terbina. Terutama kasih Lily terhadap orang-orang yang kurang mampu. Menyelenggarakan pengobatan dengan cuma-cuma dan banyak ide yang dikaruniakan Tuhan. Apalagi, jika ada orang yang meninggal, panggilan Tuhan untuk bertugas melayani tidak pernah ditunda. Malam-malam Lily berani pergi sendiri, tetapi Johana selalu ingatkan untuk pergi berdua. Puji Tuhan, sampai saat ini kami tinggal bersama dengan rukun, damai dan sukacita karena kasih karunia Tuhan”. Demikian akhir kisah dan respon singkatnya terhadap Lily Ranti. Lucky Ranti, adik Lily, Tangerang. . Suara berat, ramah terdengar dari seorang bapak yang tinggal berdua bersama istri di Tangerang. Awal kesannya terhadap Lily, kakaknya; “Zus Lily, seorang ibu yang berjuang dengan gigih, bekerja tanpa mengenal lelah, dan berkarya, sebagai seorang profesional di 24

bidang farmasi.” Di Bandunglah, Lucky berkumpul selama 2 tahun dengan Lily. Tiga bersaudara mengontrak sebuah rumah. Sebelumnya Lily dengan Anna tinggal di Asrama Providentia. Saat itu Lily kuliah di farmasi Unpad, Lucky di jurusan elektro, ITB dan adiknya Anna di farmasi, ITB. Lily lah yang mengatur semua keuangan, makanan dan lain-lain. “Kalau saya ditanya bisanya apa? Jawabnya polos dan jujur ;“Cuma bisa mengeluh”. Lanjutnya; “Mengeluh bagaimana makannya, makanan yang tidak cocok dengan selera… ha…ha” canda Lucky. Masa kanak-kanak sampai remaja, Lucky tidak lama tinggal bersama Lily di Manado. Walaupun masih sekolah di SD, Lucky sudah dilatih papinya untuk membantu bekerja di apotik. Setelah lulus SMP, Lucky pindah ke Jakarta, karena perlu pengobatan sampai lulus SMA. Ada sedikit kelainan jantung. Lucky sering capek melihat kegiatan kakaknya. Super aktif. “Lihat pun sudah pusing, apalagi menjalaninya! ha…ha..” Istilahnya; “Nafasnya tidak pernah habis”. “Ya.. sibuk kuliah, sibuk organisasi, ngurus kami adik-adiknya di rumah kontrakan”. Lanjutnya; “Ia orang kecil, tapi tenaganya ngga habis, habis, ha..ha…” tawanya. “Lucky kagum bagaimana Zus Lily berjuang. Menghadapi suami yang sakit bertahun-tahun, mengurus anak-anak supaya bisa sekolah sampai selesai semua, bekerja dan terus aktif di organisasi 25

profesi dan gereja.” Juliana Ranti, adik nomor enam Lily, Manado. . Juliana seorang ibu yang rendah hati, ramah dan tangguh. Kini hidup bersama Yohana dan Lily di apotik. Suaminya Hendra, sudah kembali ke pangkuan Bapa Sorgawi, Agustus 2001. Tuhan mengaruniakan Juliana seorang putri Irene dan seorang cucu, Isabel (9 tahun) yang tinggal di Jakarta. Kesannya sangat mendalam terhadap Ci Lily, begitu cara memanggilnya, saat-saat suaminya sakit selama 1 tahun. “Ci Lily sangat peduli, terhadap keluarga, saudara- saudaranya, dan lingkungan”. Begitu Juliana memulai ungkapannya. ”Ci Lily ceplas ceplos, tapi murah hati”. Lanjutnya; “Ia seorang pekerja keras dan kuat”. Hal khusus yang tidak bisa dilupakan Juliana ialah saat suaminya sakit di rumah sakit. “Ci Lily, membantu mengurus segalanya”, ungkapnya. “Dari urusan obat- obatan, mencari donor darah, dokter, perawatan dan administrasi rumah sakit, semua dipermudah.” Penyampaiannya yang membuat rasa haru. “Saya berangkat dari rumah langsung ke rumah sakit, semua sudah beres”, lanjutnya. “Saya sangat kagum dan bangga pada Ci Lily.” Katanya; “Dalam kesibukan pekerjaan, tetap masih punya waktu untuk peduli 26

pada orang lain. Apakah di organisasi profesi, atau pun di organisasi rohani di gereja, terlebih pada keluarga”. Doa dan pesan Juliana; “Stay strong, maju terus dalam menggapai cita-cita, karena cita-citanya masih banyak…ha…ha…” ketawa lepas. Barrie Goenawi, putra sulung Lily, Manado. . Anugerah Tuhan di berikan pasangan Lily dengan Dicky melalui kehadiran putra sulungnya, Barrie Goenawi. Buah hati pertama ini sudah menikah dengan Feybe Patricia Manoppo pada tanggal 24 April 2010, di Taman Kelong, Tomohon. TUHAN mengkaruniai dua anak, Cody Benedict Goenawi (10 th) dan Kyan Ignacio Goenawi (7 th). Barrie yang pernah belajar dari papanya sebagai seorang kontraktor, juga ikut membantu usaha mamanya di apotik. Kerinduannya membantu meningkatkan usaha apotik, ialah mempersiapkan diri untuk studi profesi apoteker. Usaha ini harus dikelola secara modern, di zaman now. “Mama orangnya workcoholic yang pasti…ngga bisa berhenti bekerja. Sibuk terus. Tetapi yang terutama mami mengandalkan Tuhan selalu. Jadi bisa kuat banget karena berdoa.” Awal kesannya. Lanjutnya; “Saat saya sekolah di Bandung memang 27

mama agak sedikit bawel”. Kenangnya ; “Kata mama, mama di Manado hanya bisa berdoa. Yang bisa jaga kamu, ya… Yang di Atas”. Lanjutnya; “Mama sampai sekarang menopang kehidupan kami dengan doa”. Barrie belajar berserah tentang kehidupan dari sikap dan keseriusan mamanya berdoa. Melalui kisah cerita kesaksian mamanya yang telah mampu melewati masa-masa sulit, terasa mamanya hadir. Ya…di saat mamanya berkeluarga, saat bekerja, maka Barrie mendapat pencerahan dan penguatan. Hal yang selalu diingat Barrie adalah penekanan nasihat mamanya untuk melibatkan Tuhan dalam setiap sisi masalah yang dihadapi. “Mama cukup keras orangnya” sambil tertawa mengingat kisah- kisah yang dialami Barrie. Lily, seorang ibu yang tahu persis bagaimana menyerahkan keadaan anaknya dari setiap “musim kehidupan”. Hanya kepada TUHAN. Lily mengajarkan bagaimana mengambil keputusan untuk takut akan TUHAN dengan memberikan arahan jalan hidup yang benar. Apa yang dipelajari dari pola didik Opa Barrie, sebagian diterapkan Lily pada Barrie dengan memperhatikan perubahan situasi dan kondisi perkembangan jiwa anak. Salah satunya, Lily tidak mencampuri urusan keluarga anak. Menurut Barrie, hubungan dengan papa dan mama, seperti teman. Sangat demokratis. Lanjutnya; “Kami diberi kebebasan untuk menyampaikan pilihan menjalani 28

kehidupan”. “Mama kelihatan saklek, tetapi dari dasar kedalaman hatinya penuh belas kasihan. Sehingga kadang dipergunakan oleh orang-orang tertentu”. Cerita Barrie lanjutnya; “Tetapi yang jelas, mama tegas dalam pekerjaan dan tidak mau melanggar aturan”. “Mama lembut dengan menggunakan logika dan perasaan jika hubungannya dengan keluarga, dan demi kepentingan keluarga, keluarga adalah nomor satu” tegasnya. Abbie Amelia Goenawi, putri bungsu Lily, Jakarta. Tuhan hadirkan Abbie Amelia Goenawi di masa Lily sedang sangat sibuk. Abbie menikah dengan Anthony Tandya, pada tanggal 27 Desember 2011, di Manado. Puji Tuhan, Abbie dikaruniai seorang putra, Armin Noah Tandya dan seorang putri, Alexa Naomi Tandya yang sekarang tinggal di Jakarta. “ Mama orangnya lumayan workcoholic juga ya…” kesannya memulai mengingat-ingat sepak terjang mamanya sejak masa kecil”. “Sampai sekarang masih juga ya..selalu…selalu aktif bekerja, ya mau kerja kantoran, mau kerja bantu keluarga usaha kakak beradiknya…ya terus ngajar di sekolah farmasi juga.. ya pegawai PNS juga, ngurus apotik juga… sibuk, dan selalu aktif di gereja juga, itu yang tak pernah lupa sih…” lanjut Amel panggilan sehari- 29

hari. Yang mengesankan Amel ialah sejak kecil, mamanya mengajak dia sewaktu mengadakan kegiatan pengobatan cuma-cuma di gereja. Amel senang sejak kecil bantuin melayani orang-orang di gereja, menjadi asisten mama, bantuin bungkusin obat-obat. Dari kecil Amel sudah diajarin mama untuk membantu orang lain” lanjutnya. “ Mama sibuk mikirin orang lain. Dari kecil ingetnya itu. Ya bantu di sekolah, bantu di kerjaan, bantu di gereja, pokoknya selalu ada aja”. Kata Amelia, bahwa mamanya telah menanamkan nilai-nilai tinggi kehidupan dengan berbagi…yang sampai sekarang lumayan nempel juga”. Kebutuhan Amel kecil, akan kehadiran figur seorang mama, saat itu belum dapat dimengerti. Ia sempat protes mamanya sibuk ngurusin orang lain. Amel merasa seakan tidak ada waktu untuk anak, katanya. Tetapi setelah dewasa, Amel mengerti, dalam kesibukan Lily. Amel punya kenangan indah bersama mama dan papa setelah lulus kuliah. Mereka jalan-jalan berempat ke HongKong dan Sanghai. Peristiwa ini sangat jarang, mengingat mamanya sibuk. “ Kerja teruuus “ katanya. Semangat cerita Amel tampak dari nada ceria di telepon. Senang sekali ia mendapat kesempatan bisa melayani papa dan mamanya. Merencanakan booking acaranya, mengatur kemana, mau makan dimana, tidur di hotel mana dan sebagainya”. Setelah papa meninggal, 30

Amel makin dekat dengan Lily. Lanjutnya; “Kami banyak spent time sama mama, tidur seranjang sama mama”. Peristiwa saat Dicky sakit, papanya yang kena serangan jantung pertama, mereka tinggal di empat kota yang berbeda. Lily saat itu sedang mengambil S2 di UGM Jogya, papanya perawatan di Jakarta, Barrie sedang sekolah SMA di Bandung, dan Amel di Manado, sendiri. “Ngga kebayang, bagaimana mama bisa menghandle ngurusin diri sendiri, ayah di Jakarta dan anak-anak yang tinggal sendiri-sendiri. Luar biasa mama mengalami perjuangan yang berat!”. Selain itu, Amel juga senang sekali saat melahirkan anak-anak, mama mengurus semua, terasa mama sangat sayang cucu-cucunya. Feybe Patricia Manoppo, menantu, istri Barrie, Manado. Feybe, seorang ibu dengan yang suka belajar bahasa Mandarin, pernah sekolah di Taipei akhirnya berjumpa kembali teman kuliahnya, Barrie. Kesan pertama agak takut berjumpa mami Lily, begitu cara Feybe memanggil, setelah mendengar dari cerita teman-temannya. Saat itu belum pacaran dengan Barrie. Setelah kenal lebih dekat, Feybe merasa nyaman. “Mami Lily itu wanita karir dan tegas” lanjutnya; “Saya kagum dengan mami Lily seorang yang bijaksana, tidak mencampuri urusan rumah 31

tangga kami. Beliau selalu netral dalam nasihati, beda dengan mertua-mertua lain..ha..ha…”. Kesan berikutnya;”Saat saya melahirkan anak pertama, mami Lily bantu cebokin, bantu ngeliatin, jagain bayi di rumah sakit, sebab proses melahirkan, saya operasi caesar”. Lanjutnya; “Jujur, Feybie kagum sama mami Lily karena dalam kesibukannya sebagai wanita karir, sangat care sama cucu, bahkan sayang sama saya, menantunya”. Kesan yang mendalam bagi Feybe adalah bagaimana mami Lily menghadirkan Tuhan dalam mengajar anak-anaknya untuk hidup mandiri, dan memberi contoh hidup beriman, sukacita selalu, menikmati hidup dalam Tuhan. “ Senengnya tuh…saat kami ada masalah, mami Lily selalu mengajak berdoa..dan berdoa”, tawanya renyah. Anthony, menantu, suami Amel, Jakarta. Anthony, putra seorang hamba Tuhan yang pelayanan di Los Angeles, USA. Mertua Amel ini sudah kembali ke pangkuan Bapa di sorga. Anthony juga terpanggil melayani Tuhan dan pekerjaan-Nya di Jakarta. Ungkapannya penuh rasa syukur kepada Tuhan, ia telah dipertemukan dengan mami Lily sebagai ibu mertua. Perjumpaan pertama kali tahun 2010 di acara pernikahan sepupu Anthony dan berjumpa kembali dengan Amel, Juni 2011. Dalam 32

beberapa kali perjumpaan, “ Percakapannya sangat nyambung”, katanya. Demikian ungkapan awal sang menantu pria. Anthony mendapat support penuh sejak Anthony mengungkapkan isi hatinya untuk berpacaran dengan Amel. Nasihat Mama Lily; “ Tekun berdoa dan terus beriman”. Hal ini juga dilihat dari cara hidup mama Lily yang kuat berdoa, berintegritas dan sangat sayang cucu-cucunya, Armin dengan Alexa. Sungguh, Alangkah baiknya dan indahnya, Apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Mazmur 133 : 1 Ellen C. Tangkudung, teman TK-SMA, Jakarta. . Ellen, seorang ibu tinggal di Jakarta. Teman Lily sejak sekolah di Taman Kanak-kanak sampai SMA. Lily banyak belajar dari Ellen, yang selalu juara kelas dari kelas 1-3. Cerita Ellen yang lulusan Universitas Atmajaya Jakarta, bersemangat menggali kembali kisah-kisah kocak dan seru menyampaikan apa adanya. “Lily itu sekolah dengan saya dari TK lho” awal 33

celotehnya. “Malah dia tuh yang suka mikirin kejadian-kejadian yang lucu-lucu, saya malah lupa” lanjutnya. “ Dia tuh, dulu kurus banget, kurus sekali, sampai dia dipanggil 'rang-rang”. Mulailah Ellen yang kocak bicara apa adanya. 'Rang-rang' si semut merah besar yang suka gigit itu, yang galak”. Istilah yang dilekatkan Lily, masih jadi ingatan Ellen. “Bahasa Menadonya “pinggang lagak”, semut yang biasa ada di pohon langsat” jelasnya. Karena sangat kurus, Lily saat lulus SMA dengan berat badan 33 kg. Mulailah Ellen membongkar kisah kenakalan Lily. “Dia tuh pernah, saat di SMA kabur dari kelas, entah kemana bersama teman-temannya, mungkin ke pantai, pas saya ngga ikut, pulangnya di hukum..ha…ha…”. Setelah jumpa kembali di usia tua, Ellen pernah diingatkan Lily, tentang kisah di Taman Kanak-kanak. Bahwa dia pernah menjatuhkan botol minum dari kaca. Pecah. Ellen dimarahin! Kisah yang masih diingat Lily sampai tua. Pertemanan yang akrab dari TK, SD dan SMP. Saat Ellen sering sakit asma dan jarang masuk sekolah, Lily suka ikut menjenguk. Maka Ellen yang suka membuatkan “kristik” sulaman dari benang wool. Lily juga tidak pernah lupa dibuatkan Ellen “baju”. “ Lily tuh, orangnya cuek” lanjutnya. “Di SMA, pelajaran kimianya sangat menonjol, paling bisa. Karena tiap hari kerjaannya kan begitu. Orang tuanya punya apotik. Kalau kita kan harus belajar dulu”. Ini 34

sisi cueknya Lily, katanya; “Kalau dia sedang kerja dan bikin sesuatu ditanyain, jawabnya” “Seru ..ha..ha…”, tawa Ellen. Lanjutnya, “ Nah, kalau ulangan, dia tuh 10 menit sudah selesai”. Dan langsung mengumpulkan kertas jawaban. “Akibatnya guru pikir kalau ada yang bisa, mengapa harus lama-lama, maka guru menekan supaya cepet selesai..ini yang membuat teman-teman sebel”. “Lili ampun deh kamu, bukannya kamu mikirin yang lain?. Menurut Ellen; “Mungkin dia takut, teman-teman nanya…he..he…” sambungnya. Selanjutnya Ellen pisah jauh, karena Lily kuliah di Bandung, dan sangat senang saat jumpa reuni 50 tahun, The Golden reunion”, pertemanan makin dekat. Mulai lagi ungkapannya; “Dia orangnya tegas, dan saat menerangkan sesuatu”. Lily bilang; “Kamu sudah mengerti toh” sambungnya lagi, “ Kamu sudah mengerti kan?...ha…ha….” Waktu di SMA, Lily orangnya eforia, energetik dan selalu bersemangat. Eh..ada lagi…… “Lily, kamu sekarang berubah” tegur Ellen. “Ia donk, makin tua makin sadar” Jawab Lily. “Untungnya kamu makin tua ngga makin cerewet!” ha…ha… canda Ellen. “Tetapi kalau dia disakitin di group wa yang dibuatnya, Lily cepat menangis”, Ellen mulai makin pelan nadanya dan kelihatan serius. Menurut Ellen, perubahan suara Lily mungkin akibat tali suaranya, saat minum obat 35

hormon. Terapi supaya ia bisa menjadi gemuk karena dulu badannya kurus. Katanya mulai bercanda lagi. “Pita suaranya berubah, menjadi besar…ha…ha…” Kesannya, saat di TK, SD, SMP, Lily orangnya judes, tapi di SMA fleksibel” Tawa Ellen pecah lagi. Pertemanan yang sangat akrab, dan saling curhat. Lanny Debora Ang, sahabat SMP-SMA, Surabaya. Lan Ang, panggilan akrab yang menjadi teman satu kelas Lily di SMP Suster. “Saya mulai ketemu Lily kelas 3 di SMP Suster, tahun 1965”. Awal kisah seorang ibu yang suaranya masih lantang, berasal dari Sangihe Talaud. Beliau pindah ke Manado pada kelas tiga. Pertemanannya dilanjutkan sampai tamat SMA. “Saya sering belajar bersama, naik sepeda ke rumah teman” he..he…. , tawanya meriah. “Saya dekat dengan keluarganya, kakak- kakaknya, adik- adiknya”, lanjutnya. Alasannya, saat Lanny tamat SMA dan tidak bisa melanjutkan studi karena permasalahan kewarganegaraan, maka disarankan Lily untuk membantu pekerjaan ayahnya, di apotik. “ Lily tuh, orangnya baik”. Lanjutnya; “Cocok sama saya”. Lanny bekerja apotik di papa Lily, dan akhirnya berjumpa kembali dalam acara reuni 50 th SMADonBosco, Manado. 36

Feronika Bajang, teman SMA-Kuliah, Jakarta. Feronika seorang ibu, teman SMA, seangkatan di farmasi, Unpad, Bandung. Walaupun sekolah bersama-sama di SMP, Feronika merasa lebih dekat di SMA. Dalam pelajaran, ia di kelas duduk disebelahnya.Apalagi sekamar di asrama Providentia, Bandung. “ Dia pinter, terbuka dengan siapa saja, menerima apa adanya, dan rajin memelihara relasi pertemanan, walau agak kaku” awal kisah mengingat-ingat pertemanan bersama Lily. Feronica suka bercanda, tetapi Lily serius. “Lily, orangnya baik, tapi yang jelas tidak pendendam”. Lanjutnya; “Lily melihat orang lain selalu positif, walaupun kadang ada salah paham, itu biasa, tetapi Lily bukan pendendam dan tidak suka menggosipkan orang”. Menurut Feronika, Lily orangnya tidak malu-malu dan cepat bergaul. Doanya;“Semoga Lily makin diberkati Tuhan dan membawa berkat bagi sesama.Amien”. 37

B. Perjuangan Menuntut Ilmu dan Menemukan Pasangan Hidup. 1. Pengembangan Diri selama di asrama. Bandung, kota kembang bukan saja memberikan nuansa baru dalam warna warni aneka bunga kehidupan, tetapi di kota ini lah, Tuhan memberikan sejarah baru. Bukan saja Lily makin dibukakan dan dipertajam pengetahuan tentang dunia farmasi, namun berkah ganda Tuhan berikan sebagai sarjana farmasi dan sekaligus menjadi istri Dicky Goenawi. Pertama kali menuju ke Bandung, Lily dijemput pamannya Willy, adik papi An di Jakarta. Pemandangan Puncak yang indah menyimpan detak kekaguman Lily dengan membandingkan panorama menawan arah Tomohon. Pengharapan besar meraih cita-cita terus memacu saat memasuki suasana asrama Providentia, asrama yang bercampur dengan para suster. Muka-muka berseri, murah senyum dan ramah menambah udara sejuk Bandung, terasa segar. Sapaan Suster Birgitta dan teman-teman baru, di hati terasa kerasan. Desember 1969, kakinya melangkah pertama kali memasuki asrama Providentia, Bandung, dan Lily keluar tahun 1976. Jurusan farmasi Universitas Pajajaran, pilihan utamanya, manakala ballpoint warna hitam masih terpegang diatas kertas formulir pendaftaran. Ingat 38

wajah apoteker karyawan papi yang mendapat fasilitas kendaraan dan rumah. Begitu terbayang Lily; “Hmm…aku harus seperti dia, setidaknya…”. 2. Tuhan mengirimkan teman dan sahabat Dunia perploncoan tahun 1969 sangat berbeda dengan masa orientasi studi mahasiswa baru zaman Jokowi. Ketegangan tahun itu jauh lebih berat, pasti. Apalagi Lily harus adaptasi dengan budaya baru di Bandung, jauh dari orangtua dan saudara. Persiapan pernak pernik yang menegangkan seakan membakar dalam diri calon mahasiswa seperti Lily. Dinginnya Bandung saat itu dengan rimbunnya pohon sekitar asrama Providentia belum mampu mengibas kegaduhan hati. Bingung, apa dan bagaimana yang 39

harus dilakukan? Namun kehadiran Ci Kuntari, panggilan teman-teman, seperti siraman air dingin yang menyegarkan. Dengan kasih, sabar dan senyuman, tangannya menyisir rambut Lily, pelan- pelan lalu mengkepang-kepang nya seperti yang diinginkan panitia. “Oh Tuhan….terima kasih! Kau kirimkan malaikat kecil-Mu yang mengasihiku” Postur tubuh Lily yang kecil, diurusnya seperti adiknya sendiri, adik kandungnya. Satu-satu suapan sendok makanan masuk dalam mulut mungil. Terpikir dalam benak keheranan Lily, Ci Kun yang baru saja dikenal, begitu peduli, menjaga dan mengontrol dengan cinta kasih. Mengharukan. “Li, ayo makan dulu dan minum vitamin” kalimat akrab bagaikan mama baruku”. He..he…kadang dalam keadaan mengantuk bangun pagi-pagi berkali- kali Ci Kun memotivasi Lily untuk semangat berangkat “Mapram”. Dikayuh sepeda ontel ke kampus Universitas Pajajaran fakultas farmasi. Membawa harapan besar, menjadi pribadi yang berguna bagi banyak orang. Asrama Providentia Katolik yang pintu Santa Ursula menghadap jalan Supratman terletak ditikungan jalan Anggrek no 60 Bandung, mengawali perjalanan langkah baru yang menyimpan kenangan sangat indah. Kehadiran Ci Kun, menghangatkan persahabatan dari tahun 1969 sampai 1976, lalu tersambung 2012 saat reuni. Pribadi Ci 40

Kun yang care selalu membantu mengurus mahasiswa-mahasiswa baru. Keteladanan seseorang kakak yang bisa mengasihi teman-teman yang lebih muda dengan tidak tahu latar belakang agama dan strata sosial ekonomi keluarga. Kesan yang begitu mendalam. Apa yang ditabur Ci Kun memberikan goresan manis dalam persahabatan. Jika ke Jakarta, selalu jumpa dalam kehangatan kasih sayang. Ci Kun menyelesaikan kuliah di fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung. Melepas kerinduan dan menikmati nostalgia, jika Lily berangkat pagi-pagi dari Manado, Lily sudah tiba di Jakarta jam 10 pagi. Perjumpaan indah menguntai kenangan dengan teman-teman. “Ci Kun…Terima kasih ya…” Lanjut Lily; “Apa yang telah Ci Kun berikan dengan perhatian dan pertolongan tidak pernah Lily lupakan..” Maria Kuntari, Pembina Asrama, di Tangerang. Seorang ibu yang rendah hati, sabar tinggal bersama putri-putrinya daerah Lippo Karawaci, Tangerang. Dalam usia 76 tahun, ingatan Bu Maria begitu kuat menceritakan masa-masa kuliah, di Univ.Parahyangan. Khususnya saat tinggal bersama di Asrama Providentia. Bu Maria dilantik menjadi Pembina mahasiswa baru dari tahun 1968 sampai 1970. Di ruangan Ursula, 41

perhatiannya difokuskan pada anak-anak mahasiswa yang baru masuk kuliah. Teristimewa menghadapi plonco. Ingatan Bu Maria, pertama kali Lily datang ke asrama, kecil, kurus, hitam. Lanjutnya mengingat kisah puluhan tahun yang lampau. Nasihat yang diberikannya; “Kalau mau gemuk makan yang banyak, jangan minum obat yang gak jelas. Lily kaget, karena suaranya berubah sampai sekarang. Dulu suaranya ngga seperti itu”, katanya. “Jika Lily terlambat bangun, saya bangunin” ungkapnya. “Kalau Lily kecapekan, saya layani sebagai adik”. Hal ini dilakukan Bu Maria mengingatkan pengalamannya bertumbuh dewasa di Pontianak. Kebiasaan menyayangi adik-adiknya terbawa ke dalam pelayanan di asrama. Bu Maria hidup sebagai yatim, membantu mamanya. Rasa sayang kepada orang yang membutuhkannya berlanjut. Sehingga, jika ada mahasiswa Moslem di bulan Ramadhan melakukan ibadah puasa, Maria ikut membangunkan, mengingatkan dan menemani untuk sahur. Bu Maria pun ikut-ikutan makan. “Ha..ha..ha” kenangnya. Dia diberi kepercayaan Suster untuk pegang kunci dapur. Lanjutnya; “Lily anaknya baik, walaupun di asrama tidak diawasi..dan pandai bergaul, lucu”. Jika jumpa Lily bersama anaknya sering bilang; “Oma ini, mama punya mama, lho. Dan Oma ini suka ngurus mama di asrama”. 42

Maylinda Makmur, teman kuliah, PMKRI, Jakarta. Seorang ibu yang menjadi sahabat Bu Lily di asrama, menurut pengakuan Pak Seto yang aktif di MPR RI sampai sekarang. “Pertemanan kami dimulai sejak tahun 1970 ” awal ceritanya. “ Dalam kebersamaan di asrama Providentia Bandung, di bawah bimbingan Sr. Birgitta Browers. Pertemanan yang memberikan banyak pengalaman berharga yang berdampak positif bagi pembentukan kepribadian dan iman kami, dan menjadi tonggak bagi kehidupan dan rasa persaudaraan kami”. Lanjutnya; “Lily yang saya kenal adalah seorang yang sederhana dan serius, memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan study dan tugasnya”. Kesan yang begitu mendalam Ibu Maylinda mendalami persabahatannya. “Motivasinya yang kuat yang mendorongnya untuk selalu tekun belajar di kamar kami yang mungil. Lily selalu berusaha membicarakan hal-hal yang baik dan benar tentang teman, peduli pada kesulitan teman lain', lanjutnya. Bagi Bu Maylinda, Lily merupakan sosok pribadi yang tidak suka mengeluh, protes ataupun mengkritik! “ Luar biasa kasih sayangnya terhadap keluarga, terutama suaminya Dicky, yang dia rawat dengan penuh kasih sayang sampai pada saat Dicky dipanggil Tuhan”. Lalu penegasannya;” Lily sebagai 43


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook