Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BAHAN AJAR KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DI MASYARAKAT KEPULAUAN RIAU

BAHAN AJAR KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DI MASYARAKAT KEPULAUAN RIAU

Published by e-LIBRARY SPN POLDA KEPRI, 2022-11-12 09:33:31

Description: BAHAN AJAR KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DI MASYARAKAT KEPULAUAN RIAU

Search

Read the Text Version

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Keluarlah fi’il yang tidak senonoh Anggota tengah hendaklah ingat Di situlah banyak orang yang hilang semangat Hendaklah peliharakan kaki Daripada berjalan yang membawa rugi Pasal keempat (4) Gurindam 12 Hati itu kerajaan di dalam tubuh Jikalau zalim segala anggota tubuh pun rubuh Apabila dengki sudah bertanah Datanglah daripadanya beberapa anak panah Mengumpat dam memuji hendaklah pikir Di situlah banyak orang yang tergelincir Pekerjaan marah jangan dibela Nanti hilang akal di kepala Jika sedikitpun berbuat bohong Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung Tanda orang yang amat celaka Aib dirinya tiada ia sangka Bakhil jangan diberi singgah Itulah perompak yang amat gagah Barang siapa yang sudah besar Janganlah kelakuannya membuat kasar Barang siapa perkataan kotor Mulutnya itu umpama ketor Di manakah salah diri Jika tidak orang lain yang berperi Pekerjaan takbur jangan direpih Sebelum mati didapat juga sepih Pasal Kelima (5) Gurindam 12 Jika hendak mengenal orang berbangsa Lihat kepada budi dan bahasa Jika hendak mengenal orang yang berbahagia Sangat memeliharakan yang sia-sia Jika hendak mengenal orang mulia Lihatlah kepada kelakuan dia Jika hendak mengenal orang yang berilmu Bertanya dan belajar tiadalah jemu Jika hendak mengenal orang yang berakal Di dalam dunia mengambil bekal Jika hendak mengenal orang yang baik perangai NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 99 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai Pasal Keenam (6) Gurindam 12 Cahari olehmu akan sahabat Yang boleh dijadikan obat Cahari olehmu akan guru Yang boleh tahukan tiap seteru Cahari olehmu akan isteri Yang boleh menyerahkan diri Cahari olehmu akan kawan Pilih segala orang yang setiawan Cahari olehmu akan abdi Yang ada baik sedikit budi Pasal Ketujuh (7) Gurindam 12 Apabila banyak berkata-kata Di situlah jalan masuk dusta Apabila banyak berlebih-lebihan suka Itu tanda hampirkan duka Apabila kita kurang siasat Itulah tanda pekerjaan hendak sesat Apabila anak tidak dilatih Jika besar bapanya letih Apabila banyak mencacat orang Itulah tanda dirinya kurang Apabila orang yang banyak tidur Sia-sia sajalah umur Apabila mendengar akan kabar Menerimanya itu hendaklah sabar Apabila mendengar akan aduan Membicarakannya itu hendaklah cemburuan Apabila perkataan yang lemah lembut Lekaslah segala orang mengikut Apabila perkataan yang amat kasar Lekaslah orang sekalian gusar Apabila pekerjaan yang amat benar Tidak boleh orang berbuat onar Pasal Kedelapan (8) Gurindam 12 Barang siapa khianat akan dirinya Apalagi kepada lainnya Kepada dirinya ia aniaya NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 100 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Orang itu jangan engkau percaya Lidah suka membenarkan dirinya Daripada yang lain dapat kesalahannya Daripada memuji diri hendaklah sabar Biar daripada orang datangnya kabar Orang yang suka menampakkan jasa Setengah daripadanya syirik mengaku kuasa Kejahatan diri disembunyikan Kebajikan diri diamkan Ke’aiban orang jangan dibuka Ke’aiban diri hendaklah sangka Pasal ke Sembilan (9) Gurindam 12 Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan Bukannya manusia yaitulah syaitan Kejahatan seorang perempuan tua Itulah iblis punya penggawa Kepada segala hamba-hamba raja Di situlah syaitan tempatnya manja Kebanyakan orang yang muda-muda Di situlah syaitan tempat bergoda Perkumpulan laki-laki dengan perempuan Di situlah syaitan punya jamuan Adapun orang tua (h) yang hemat Syaitan tak suka membuat sahabat Jika orang muda kuat berguru Dengan syaitan jadi berseteru Pasal ke Sepuluh (10) Gurindam 12 Dengan bapa jangan derhaka Supaya Allah tidak murka Dengan ibu hendaklah hormat Supaya badan dapat selamat Dengan anak janganlah lalai Supaya boleh naik ke tengah balai Dengan kawan hendaklah adil Supaya tangannya jadi kapil Pasal ke-11 (sebelas) Gurindam 12 Hendaklah berjasa Kepada yang sebangsa Hendak jadi kepala NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 101 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Buang perangai yang cela Hendaklah memegang amanat Buanglah khianat Hendak marah Dahulukan hujjah Hendak dimalui Jangan memalui Hendak ramai Murahkan perangai 3. Wacana Pengembangan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Secara konsepsional, pengembangan masyarakat menunjuk pada perubahan yang terjadi masyarakat ke arah kondisi masyarakat yang lebih baik. Pengembangan masyarakat adalah “the process of assisting ordinary people to improve their own communities by undertaking collective actions” (Twelvetrees, 2002; dikutip oleh Suharto, 2006:38). Dalam pengembangan masyarakat, proses yang dilakukan masyarakat secara aktif dan berkelanjutan terjadi berdasarkan pada keadilan sosial dan saling menghargai, bukan sekedar melakukan upaya perubahan dalam masyarakat dengan melibatkan masyarakat. Seperti menurut Standing Conference for Community Development (2001; dikutip oleh Banks, 2004:12): Pengembangan masyarakat adalah mengenai upaya membangun masyarakat secara aktif dan berkelanjutan berlandaskan keadilan sosial dan saling menghargai. Pengembangan masyarakat juga adalah mengenai perubahan struktur kekuasaan untuk menghilangkan hambatan yang menghalangi orang-orang berpartisipasi dalam mengatasi berbagai kondisi yang mempengaruhi kehidupan mereka. Walaupun dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, masyarakat pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah baik secara individual maupun kolektif sehingga mereka mampu menjaga eksistensi mereka sebagai sebuah kolektif. Namun kemampuan tersebut tidak merata pada seluruh komponen masyarakat. Kesempatan yang tidak sama dalam proses pengembangan diri menghasilkan keragaman kualitas dan kapasitas warga masyarakat. Namun untuk mencapai tujuan pengembangan masyarakat, masyarakat harus dilihat sebagai suatu lokalitas dan sebagai satu kesatuan sosial yang memiliki kapasitas kolektif dengan segala unsur yang ada di dalamnya. Berkaitan dengan pengembangan masyarakat berbasis kearifan lokal, Ife (2013:112-114) menjelaskan masyarakat yang NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 102 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI menjadi subyek dalam pengembangan masyarakat tanpa membuat definisi formal karena definisi formal tidak dapat memberikan batasan yang jelas tentang masyarakat, namun dengan mempertimbangkan beberapa karakteristik masyarakat. Karakteristik yang digunakan untuk menjelaskan masyarakat dinyatakan oleh Ife sebagai karakteristik yang menunjukkan bahwa masyarakat dapat dipahami sebagai suatu bentuk organisasi sosial, yaitu: 1) Skala manusia (human scale). Masyarakat mencakup interaksi pada suatu skala yang mudah dikendalikan dan digunakan oleh individu. Orang akan mudah untuk saling mengenal dan interaksinya mudah diakses oleh semua. 2) Identitas dan kepemilikan (identity and belonging). Masyarakat memberikan rasa memiliki, diterima dan dihargai dalam lingkup kelompok tersebut, serta memberikan identitas kepada seseorang yang menjadi anggotanya. 3) Kewajiban-kewajiban (obligations). Masyarakat membutuhkan pemeliharaan untuk tetap hidup dan memberikan tanggung jawab pemeliharaan itu kepada sebagian besar anggotanya sehingga partisipasi aktif menjadi penting untuk dilakukan anggotanya. 4) Paguyuban (Gemeinshaft). Ciri ini menunjukkan masyarakat memungkinkan orang-orang berinteraksi dengan sesamanya dalam keragaman peran yang lebih besar, yang kurang dibedabedakan dan sedikit kontraktual, serta akan mendorong interaksi dengan warga yang lain dan menjadikan masyarakat sebagai keseluruhan. 5) Kebudayaan (culture). Masyarakat memberikan kesempatan untuk menangkal “budaya massa”. Masyarakat memungkinkan pemberian nilai kepada suatu budaya lokal yang akan mempu nyai ciri-ciri unik sehingga masyarakat menjadi produsen dari budaya tersebut ketimbang konsumen yang pasif. Penggunaan istilah pengembangan masyarakat pada tataran praktis juga menunjukkan adanya kekhususan dari upaya-upaya penanganan masalah dalam masyarakat. Secara khusus, menurut Suharto (2006:38), pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi karena berbagai alasan seperti kelas sosial, suku/ras, gender, usia, ataupun kecacatan, padahal learifan lokal yang berkembang memberikan peluang dan hak yang sama dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat. Upaya bersama dilakukan oleh masyarakat secara kolektif maupun bersama pemerintah biasanya akan dirumuskan dalam NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 103 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI bentuk program. Oleh karena itu, menurut Payne (1995:165), pengembangan masyarakat seringkali diimplementasikan dalam bentuk (a) proyek-proyek pembangunan kesejahteraan sosial yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya atau melalui (b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihakpihak lain yang bertanggung jawab. Pengembangan masyarakat berbasis kearifan lokal sebagai cara yang dianggap tepat dalam mengatasi berbagai permasalahan secara partisipatif dan digunakan dalam melakukan berbagai upaya pembangunan diberbagai negara oleh berbagai kalangan. Bahkan Perserikatan Bangsa Bangsa pun banyak menginisisasi penyelenggaraan pembangunan di negara-negara berkembang melalui lembaga internasional yang dibentuknya seperti UNDP (United Nations Development Pragramme). Tropman (1996) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat dipandang oleh PBB sebagai cara yang tepat mengingat pengembangan masyarakat merupakan proses yang dirancang untuk menciptakan kemajuan kondisi ekonomi dan sosial bagi seluruh warga masyarakat dengan partisipasi aktif dan sejauh mungkin menumbuhkan prakarsa masyarakat itu sendiri. Nampak bahwa PBB menekankan pentingnya partisipasi aktif dalam masyarakat dan tumbuhnya prakarsa masyarakat untuk menjalankan kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan mereka sendiri karena dalam partisipasi terjadi proses belajar yang akan meningkatkan kapabilitas masyarakat. Keberdayaan yang dicapai melalui pengembangan masyarakat terjadi karena adanya proses belajar dalam pengembangan masyarakat. Sanders (dalam Cary, 1970:20) menggunakan istilah dari Nelson, Ramsey dan Verner yang memandang pengembangan masyarakat sebagai “education-for-action process” untuk menunjukkan adanya proses belajar ini. Masyarakat membutuhkan waktu yang cukup untuk mengkonstruksikan pengalaman mereka dalam proses pengembangan masyarakat sehingga kapasitas-nya dapat berkembang untuk mampu menyelesaikan permasalahan dalam masyarakat secara mandiri. Namun proses ini seringkali terganggu karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan program pengembangan masyarakat dalam rentang waktu yang telah ditetapkan. Akibatnya, masyarakat dipaksa untuk berubah sesuai dengan target pencapaian tujuan dalam waktu yang ditentukan tanpa mempertimbangkan tingkat kemampuan masyarakat dalam melakukan perubahan. Walaupun implementasi NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 104 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI pengembangan masyarakat berbasis kearifan lokal telah melibatkan masyarakat secara aktif, namun kesan adanya hubungan vertikal antara pelaku pengembangan masyarakat dengan masyarakat sebagai sasaran pengembangan masyarakat nampak dalam definisi- definisi pengembangan masyarakat (Soetomo, 2008:79-80). Keberadaan para praktisi dari luar masyarakat memberikan kesan bahwa otoritas di luar komunitas yang lebih memiliki sumber daya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan berposisi sebagai pemberi dan masyarakat sebagai pihak penerima. Lebih jauh lagi bahkan terkesan ada jarak dalam tingkat peradaban antara masyarakat yang hendak dibantu dengan badan-badan pembangunan dari luar komunitas. Dalam hal ini pihak dari luar komunitas yang lebih maju akan membantu masyarakat untuk mempercepat proses perubahan dan pembaharuan untuk mengejar ketinggalan. Pandangan tersebut tidak seluruhnya salah, karena proses campur tangan dari pihak luar terhadap perkembangan suatu masyarakat memang dapat terjadi dalam pengembangan masyarakat. Yang harus menjadi perhatian adalah bahwa intervensi itu tidak dilakukan dalam hubungan yang bersifat mengkooptasi masyarakat dan membuat masyarakat terus tidak berdaya. Dalam intervensi terhadap masyarakat yang lebih penting adalah berkembangnya prakarsa dari masyarakat dalam bertindak untuk membangun dirinya sendiri. Seperti yang disampaikan Christenson dan Robinson (1989:14) bahwa pengembangan masyarakat sebagai suatu proses dimana masyarakat yang tinggal pada lokasi tertentu mengembangkan prakarsa untuk melaksanakan suatu tindakan bersama untuk mengubah situasi ekonomi, sosial, kultural, dan lingkungan. Pengembangan masyarakat memerlukan prakarsa masyarakat itu sendiri dengan dukungan dari anggota masyarakat, organisasi kemasyarakatan, serta pemerintah (Nurdin 2015) dan kerjasama dari ketiganya melalui usaha yang profesional dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat (Nurdin 1998, 2003). Prakarsa dalam masyarakat dapat berkembang seiring dengan tumbuhnya kesadaran pada masyarakat karena akan adanya potensi dalam masyarakat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Menumbuhkan prakarsa dalam masyarakat ini penting untuk menghindarkan adanya kecenderungan menunggu tindakan dari pihak lain yang selanjutnya menimbulkan ketergantungan masyarakat kepada pihak lain. Dengan prakarsa yang tumbuh dalam dalam masyarakat maka upaya-upaya masyarakat yang berkelanjutan terus terpelihara. NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 105 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat untuk melakukan upaya-upaya pengembangan masyarakat disampaikan oleh Rothman dan Tropman (1996) ketika menjelaskan locality development sebagai “suatu cara untuk memperkuat warga masyarakat dan untuk mendidik mereka melalui pengalaman yang terarah agar mampu melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan sendiri untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka sendiri pula”. Keterlibatan dalam kegiatan pengembangan masyarakat memberikan pembelajaran kepada warga masyarakat tentang adanya potensi dan kekuatan yang mereka miliki serta menunjukkan cara permasalahan masyarakat dapat ditangani. Namun menurut Soetomo (2008:82), walaupun terkesan adanya beberapa variasi dalam berbagai definisi pengembangan masyarakat yang ada, dengan masing-masing memberikan penekanan pada aspek yang berbeda, tetapi dapat ditarik beberapa prinsip umum yang selalu muncul, yaitu: (1) fokus perhatian ditujukan pada komunitas sebagai suatu kesatuan, (2) berorientasi pada kebutuhan dan permasalahan komunitas, (3) mengutamakan prakarsa, partisipasi, dan swadaya masyarakat. Dari prinsip umum tersebut nampak bahwa proses pengembangan masyarakat tidak hanya tertuju kepada upaya membantu masyarakat sebagai suatu kesatuan mengatasi permasalahan dan memenuhi kebutuhannya, namun juga berupaya untuk menumbuhkan prakarsa dan keswadayaan masyarakat melalui proses yang partisipatif. Tumbuhnya prakarsa dan keswadayaan masyarakat sebagai hasil dari proses yang partisipatif adalah untuk menjaga agar capaian dan upaya yang dilakukan dapat keberlanjutan dan menghilangkan ketergantungan kepada pihak lain. Untuk mengidentifikasi pengembangan masyarakat yang berlangusng dalam masyarakat, menurut Glen (1993:24-28) ada tiga unsur dasar yang menjadi ciri khas pendekatan pengembangan masyarakat: 1) Tujuan dari pengembangan masyarakat adalah membuat masyarakat mampu untuk mendefi nisikan dan memenuhi kebutuhan mereka. Pengembangan masyarakat bertujuan membangun kemandirian dan memantapkan rasa kebersamaan sebagai komunitas atas dasar ketetanggaan. Untuk mengawali proses pun, pengembangan masyarakat sebaiknya didasarkan pada “kebutuhan yang dirasakan masyarakat‟ (felt need). Namun pandangan ini menurut Adi (2003:225) kurang memperhatikan kebutuhan normatif yang tidak disadari masyarakat, namun NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 106 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI diperlukan masyarakat. Meski demiki-an, Glen memandang tidak realistis jika mengandalkan dana hanya dari sumber lokal saja. Pengumpulan dana dari tempat lain dapat dilakukan namun dimaksudkan bersifat temporer. Selain itu, dukungan dana dari luar masyarakat perlu dipandang sebagai suplemen saja, sebagai pendukung kegiatan masyarakat. 2) Proses pelaksanaannya melibatkan kreativitas dan kerjsama masyarakat ataupun kelompokkelompok dalam masyarakat tersebut. Unsur yang kedua ini menunjukkan adanya idealisme sosial yang positif terhadap upaya kolaboratif dan pembentukan identitas komunitas. Glen juga mengisyaratkan akan adanya potensi konflik dalam masyarakat maupun antar komunitas yang disebabkan oleh adanya kecemburuan sosial yang perlu diwaspadai. 3) Terdapat praktisi yang terlibat dengan menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat yang bersifat Non-Directif. Praktisi pada pendekatan ini lebih banyak berperan sebagai enabler (pemungkin/pemercepat perubahan), encourager (pembangkit semangat), dan educator (pendidik). Tetapi dalam kondisi tertentu praktisi dapat memainkan peran yang proaktif, terutama ketika individu atau kelompok mengalami ketidakpercayaan diri untuk mengorganisasikan kegiatan masyarakat. Pengembangan masyarakat sudah mendudukkan masyarakat sebagai komponen sentral yang berarti pengembangan masyarakat harus memaksimalkan partisipasi dengan tujuan membuat setiap anggota dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat serta untuk membangun kembali masa depan masyarakat dan individu (Ife & Tesoriero, 2008:285). Dalam pengembangan masyarakat lokal, anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang bermasalah, melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan (Alfitri, 2011:31). Dalam pandangan ini, masyarakat tidak didudukan sebagai obyek pembangunan semata, melainkan juga sebagai subyek pembangunan. Segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat di dayagunakan untuk kepentingan pembangunan itu. Partisipasi rakyat dalam pembangunan adalah kerja sama rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, dan membiayai pembangunan (Soetrisno, 1995:208). Masyarakat mampu berpartisipasi karena masyarakat memiliki kompetensi tertentu. Soetomo (2008:83-84), menguraikan bahwa kompetensi masyarakat yang diharapkan itu NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 107 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI meliputi kompetensi pada setiap warga masyarakat secara individual maupun kompetensi komunitas sebagai keseluruhan dan sebagai kesatuan hidup bersama. Secara individual, kompetensi warga masyarakat ditunjukkan dalam wujud tanggung jawab sosial dan kapasitas pribadi untuk melaksanakan pembangunan secara mandiri. Pada tingkat komunitas, kompetensi komunitas sebagai kehidupan bersama meliputi empat komponen: (1) mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas, (2) mampu mencapai kesepakatan tentang sasaran yang hendak dicapai dan skala prioritasnya, (3) mampu menemukan dan menyepakati bersama, dan (4) mampu bekerja sama secara secara rasional dalam bertindak mencapai sasaran (Ndraha, dikutip oleh Soetomo, 2008:84). Pentingnya partisipasi dalam pengembangan masyarakat terkait dengan esensi dari partisipasi itu sendiri. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisapasi berarti memberikan sebagian kekuasaan kepada masyarakat (Korten, 1984). Seperti yang dinyatakan oleh Arnstein (1969) bahwa kekuasaan dan pengendalian melalui pengambilan keputusan merupakan unsur yang diperlukan untuk adanya partisipasi publik. Dengan berpartisipasi, berarti masyarakat memiliki kesempatan untuk turut menentukan apa yang akan terjadi dengan dirinya. Meskipun partisipasi itu penting dan masyarakat harus diposisikan sebagai subyek/pelaku, namun belum tentu warga masyarakat sudah siap untuk berpartisipasi. Partisipasi masyarakat bukanlah sebuah ke nyataan yang dapat terjadi begitu saja. Ada prasyarat untuk terjadinya partisipasi (Cary, 1970:145), yaitu: (1) Kebebasan untuk berpartisipasi, yaitu otonomi; (2) Kemampuan nyata untuk berpartisipasi; dan (3) Kehendak untuk berpartisipasi. Dalam proses pengembangan masyarakat, pemenuhan prasyarat untuk berpartisipasi harus diupayakan oleh pelaksana perubahan. Tidak selamanya warga masyarakat berada dalam keadaan siap untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk. Meskipun sudah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi, warga masyarakat belum tentu memiliki kemampuan atau kehendak untuk berpartisipasi. Kalau pun kehendak untuk berpartisipasi itu ada dalam diri warga masyarakat, namun ketika kesempatan untuk berpartisipasi tidak ada bagi mereka, maka partisipasi tidak akan terwujud. Begitu pula dengan jika masyarakat mengalami kendala dalam hal kemampuan berpartisipasi, maka tidak dapat dihindari bahwa masyarakat harus dibekali dengan kemampuan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi.Masyarakat harus diberi kekuatan dan lingkungan yang kondusif untuk dapat berpartisipasi. Cary (1970) NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 108 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI mengutip apa yang dinyatakan oleh Ross (1960) bahwa untuk dapat berpartisipasi secara efektif maka yang paling utama warga masyarakat harus memiliki pengetahuan yang luas agar memungkinkan dia untuk menentukan prioritas dan melihat persoalan secara tepat. Selain itu, warga masyarakat harus memiliki kemampuan untuk mempelajari permasalahan dengan cepat dan mengambil keputusan, untuk selanjutnya mampu melakukan tindakan secara efektif. Proses memberikan kemampuan kepada warga masyarakat ini dilakukan melalui pengkondisian secara simultan sebagai rangkaian dari proses pengembangan masyarakat. Mekanisme atau dinamika yang terjadi dalam proses pengembangan masyarakat harus memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk menentukan dan memperhitungkan perlunya terlibat dalam proses yang akan memungkinkan untuk terbangunnya partisipasi masyarakat. Menurut Ife dan Tesoriero (2008:309-314), program pengembangan masyarakat harus mendorong pengakuan dan peningkatan hak maupun kewajiban untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, dibutuhkan kondisi yang mendorong masyarakat untuk partisipasi yaitu: Pertama, orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. Cara ini dapat secara efektif dicapai jika masyarakat sendiri telah mampu menentukan isu atau aksi, dan telah mendominasi kepentingannya, bukan berasal dari orang luar yang memberikan mereka apa yang harus dilakukan. Kedua, orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. Jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat perubahan terhadap prospek peluang kerja lokal, akan kecil insentif untuk berpartisipasi. Perlu dibuktikan bahwa masyarakat dapat memperoleh sesuatu yang akan membuat perbedaan dan akan menghasilkan perubahan. Ketiga, berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Keempat, orang harus bisa berpartisipasi dan didukung partisipasinya. Hal ini berarti bahwa isu-isu seperti keamanan waktu, lokasi kegiatan, dan lingkungan tempat kegiatan akan dilaksanakan sangat penting dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan proses berbasiskan masyarakat. Untuk mewujudkan adanya partisipasi, pengembangan masyarakat perlu didesain dengan memberikan ruang yang cukup bagi pengetahuan, keterampilan, sumberdaya, budaya, maupun proses yang sudah biasa dilakukan dalam kehidupannya. NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 109 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Diskusi mengenai pengembangan masyarakat berbasis kearifan lokal dan wacana pengembangan berbasis lokal menunjukkan adanya penempatan masyarakat dalam kedudukan sebagai pihak yang paling menentukan serta keterlibatan masyarakat secara langsung dalam proses pengembangan masyarakat menjadi hal yang mendasar. Upaya perubahan melalui program pengembangan masyarakat yang dilakukan terhadap suatu masyatakat tidak dapat mengabaikan kondisi nyata yang ada pada masyarakat, baik kondisi masyarakat secara individual maupun secara kolektif serta kondisi aspekaspek lain yang terkait dengan aktivitas pengembangan masyarakat seperti kondisi lingkungan, sosial, finansial, sistem nilai dan budaya, dan lain- lain. Hal ini berarti pula bahwa masyarakat tidak akan dapat melakukan apa yang harus dilakukan oleh tuntutan program pengembangan masyarakat jika di dalam masyarakat tidak tersedia kemampuan dalam berbagai aspek untuk melakukannya. Intervensi yang akan di lakukan ter hadap masyarakat harus berlandaskan kepada apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat; atau dengan kata lain pengembangan masyarakat itu dilakukan berdasarkan kepada kondisi lokal. Dalam pengembangan masyarakat berbasis lokal, upaya membantu masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dimulai dari apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Seperti yang dinyatakan Haug (2000) yang dikutip oleh Ife & Tesoriero (2008) bahwa pengalaman masyarakat lokal harus di akui dan digunakan sebagai titil awal bagi pelaksanaan pengembangan masyarakat. Pengalaman tersebut di peroleh masyarakat sebagai hasil dari interaksi ber bagai unsur yang ada dalam masyarakat maupun interaksi dengan pihak-pihak yang berada di luar masyarakat. Kondisi tersebut akan menjadi acuan bagi masyarakat dalam melakukan tindakan-tindakan berikutnya. Terkait dengan kondisi nyata yang ada dalam masyarakat, Ife & Tesoriero (2008) menyatakan bahwa masyarakat memiliki kapasitasnya yang melekat untuk mengembangkan potensi yang sesungguhnya dan pengembangan masyarakat diharapkan dapat menye diakan kondisi yang tepat dan memeliharanya untuk memungkinkan terjadinya perkembangan yang diharapkan. Dari pernyataan tersebut nampak perkembangan yang terjadi dalam masyarakat pada saat proses pengembangan masyarakat juga tidak dapat dipaksakan seperti yang diinginkan oleh pelaksana pengembangan masyarakat. Pelaksana pengembangan masyarakat tidak dapat begitu saja menentukan proses perubahan yang dia yakini NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 110 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI untuk menentukan perubahan yang dilakukan masyarakat. Masyarakat harus dihargai dan diberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan caranya sendiri mealui pemahaman terhadap kompleksitas hubungan antara masyarakat dengan lingkungan. Untuk mencapai perkembangan yang optimal, dengan pengembangan masyarakat berbasis lokal, berbagai aspek yang terdapat dalam masyarakat menjadi landasan dalam mengembangkan program kegiatan intervensi. 4. Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Mencegah Konflik Kearifan lokal adalah hasil budaya masa lalu yang seharusnya di jaga dan di jadikan panduan dalam kehidupan sehari-hari. secara terus-menerus. Sekalipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya sangat luas yang berhubungan dengan khalayak umum. Adapun kearifan lokal sangatlah memiliki makna yang mendalam. Kalau kita cermati bahawa kearifan lokal sangat memiliki nilai yang sangat tinggi dalam kehidupan kita karena di dalamnya terkandung ajaran tentang Ketauhidan, Makrifat, Aqidah dan Akhlak, yang dapat diterapkan dalam kehidupan kemudian selalu berpegang tuguh kepada Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW agar hidup jaga dan selamat dunia-akhirat. Selaras dengan Sibarani (2012:1) mengemukakan bahwa kearifan lokal adalah “remembering the past, understanding the present, and preparing the future” “mengingat masa lalu, memahami masa kini, dan mempersiapkan masa depan”. Maksudnya adalah kita haruslah mengingat masa yang lalu dan berjuang untuk mendalami tradisi tersebut, mengidentifikasi masa lalu berarti mendalami tardisi masa lalu itu, mempelajari nilai tradisi masa lalu, hal-hal yang bernilai tinggi di dalam tradisi masa lalu tersebut. Dalam kehidupan kita di permukaan bumi jika dijalankan dengan mengikuti aturan dan tidak bertentengan dengan norma- norma agama, norma budaya dan adat istiadat maka manusia akan merasakan hidup yang sebenar-benarnya, sebagaimana yang terkandung dalam kearifa lokal (gurindam dua belas) jika kita mengamalkan nya maka kita kan selamat hidup di dunia dan akhirat. Sebagaimana di katakana oleh Rahyono (dalam Sinar, 2011:4) mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki sekelompok (etnis) manusia yang diperoleh melalui pengalaman hidupnya secara terwujud dalam ciri-ciri budaya yang dimilikinya, dengan kata lain seorang anggota masyarakat budaya memililiki kecerdasan karena proses pembelajaran dari rumah yang dilakukan dalam kehidupannya. NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 111 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Kearifan lokal dapat berfungsi mendorong ter bangunnya kebersamaan apresiasi sekaligus sebagai sebuah mekanisme bersama untuk menepis berbagai kemungkinan yang meredusir bahkan merusak, solidaritas komunal yang dipercaya dan tumbuh di atas kesadaran bersama, dari sebuah komunitas terintegrasi. Kearifan lokal itu merupakan kekayaan budaya yang di miliki oleh masyarakat Kepulauan Riau tentunya memiliki tujuan yang tinggi terhadap pembentukan sikap hidup masyarakat, keramahan, kesabaran, hidup sosial menjadi yang paling utama. Pendalaman nilai kearifan lokal di Kepulaun Riau ini sudah mulai sedikit tergerus apa lagi pada kalangan kaum muda, sementara kaum dewasa ataupun kaum Tua enggan untuk mentransfer keilmuan tersebut, oleh karena itu agar kearifan lokal ini tetap berkembang dan selalu di ingat oleh masyarakat sebaik-nya di ajarkan pada anak-anak sejak dini di sekolah-sekolah agar siswa-siswi memiliki karakter yang tinggi. Ini disebabkan kearifan lokal tersebut memiliki makna dan nilai yang sangat tinggi. Secara hubungan sosial atau intraksi sosilanya, kearifat lokal di Kepulauan Riau ini sangat banyak dan memiliki nilai-nilai tersendiri, yang pada intinya mengajak manusia untuk hidup saling hormat menghormati, harga menghargai antara satu dengan yang lainya. Agar sifat itu terwujud maka masyarakat melayu kepulauan riau hendaknya menghayati kekayaan lokal yang dimiliki. Dalam pandangan ini di dukung oleh Sibarani (2012:5) yang menyatakan bahwa ada nilai-nilai yang terdapat dalam kearifan lokal itu, diantaranya: 1. Kerja keras (seperti: etos kerja, keuletan, inovasi,visi dan misi kerja, dan disiplin kerja). 2. Gotong royong (melakukan danmenyelesaikan pekerjaan secara bersama) 3. Kerukanan (sikap toleransi antar umat beragama, etnik, budaya) 4. Penyelesaian konflik (sikap dalam menyelesaikan masalah sesuai dengan hukum adat). 5. Kesehatan (Menjaga hidup baik secara pribadi maupun masyarakat) 6. Pendidikan (peningkatan pengetahuan tentang suatu hal) 7. Menjaga lingkungan (penjagaan lingkungan untuk tetap menjaga rantai kehidupan) 8. Pelestarian dan inovasi budaya (pemeliharaan dan pengembangan warisan budaya) 9. Penguatan identitas (tetap menjaga keaslian budaya) NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 112 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI 10.Peningkatan kesejahteraan (menambah pendapatan masyarakat) Hukum (norma-norma dan aturan-aturan adat yang telah ditetapkan dan harus dipatuhi). Dari pandangan di atas sangatlah jelas bahwa gurindam dua belas mampu untuk membentengi hidap dari pergaulan-pergaulan yang tidak baik dan benar. Sebagaimana di nayatakan pada sepuluh nilai yang di nyatakan di atas tersebut. Sebagai manusia yang memiliki kebudayaan yang tinggi sudah jelas didalamnya terdapat keyakinan yang tinggi pula dan ini berimbas kepada prilaku dalam berkehidupan seperti: etos kerja, keuletan, inovasi, visi dan misi kerja, serta disiplin kerja. Intinya manusia yang berbudaya dan mengamalkan nilai-nilai kearifan lokal tentunya akan selamat dan terhindar dari pengaruh- pengarus buruk yang dapat mengahancurkan kehidupan manusia. Dalam budaya melayu kita mengenal kearifan lokal yang banyak seperti gurindam dua belas, panatun, syair dan tari serta banyak lagi yang lainya. Namun dari sekian banyak kearifan lokal tersebut yang lebih menonjol adalah gurindam dua belas. Kearifan lokal melayu Kepri identik dengan Islam rahmatanlil alamin, Islam yang menghormati perbedaan, kesetiaan dan anti radikalime Kesetian, perbedaan cinta damai telah menjadi falsafah yang mendarah gaging dalam hati sanubari orang malayu, yang tertuang dalam konsep-konsep lisan maupun tulisan untuk dipedomani oleh generasi hari ini dan akan datang. RANGKUMAN 1. Kearifan Lokal Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang sepatutnya secara terus- menerus harus tetap dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal atau berhubungan dengan khalayak umum. Kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki sekelompok (etnis) manusia yang diperoleh melalui pengalaman hidupnya secara terwujud dalam ciri-ciri budaya yang dimilikinya, dengan kata lain seorang anggota masyarakat budaya memililiki kecerdasan karena proses pembelajaran dari rumah yang dilakukan dalam kehidupannya. 2. Raja Ali Haji dan Gurindam Dua Belas Sebagai Sumber Nilai-Nilai Kearifan Lokal Budaya Melayu Kepulauan Riau Raja Ali Haji (RAH) merupakan tokoh penting di dunia Melayu. Pengaruh pemikirannya terhadap perkembangan dunia Melayu sangat NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 113 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI kentara melalui berbagai karya sastra dan lain-lain yang dijadikan rujukan dalam tradisi penulisan klasik maupun modern. Ia juga dikenal sebagai ulama yang banyak berpengaruh terhadap wacana dan tradisi pemikiran di dunia Melayu. Kearifat lokal di kepulauan riau ini sangat banyak dan memiliki nilai-nilai tersendiri, yang pada initinya mengajak manusia untuk hidup saling hormat menghormati, harga menghargai antara satu dengan yang lainya. Agar sifat itu terwujud maka masyarakat melayu kepulauan riau hendaknya menghayati kekayaan lokal yang di miliki. 3. Wacana Pengembangan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Pengembangan masyarakat juga adalah mengenai perubahan struktur kekuasaan untuk menghilangkan hambatan yang menghalangi orang- orang berpartisipasi dalam mengatasi berbagai kondisi yang mempengaruhi kehidupan mereka. Walaupun dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, masyarakat pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah baik secara individual maupun kolektif sehingga mereka mampu menjaga eksistensi mereka sebagai sebuah kolektif. Pengembangan masyarakat sudah mendudukkan masyarakat sebagai komponen sentral yang berarti pengembangan masyarakat harus memaksimalkan partisipasi dengan tujuan membuat setiap anggota dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses- proses dan kegiatan masyarakat serta untuk memba-ngun kembali masa depan masyarakat dan individu. 4. Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Mencegah Konflik Kearifan lokal adalah hasil budaya masa lalu yang seharusnya dijaga dan dijadikan panduan dalam kehidupan sehari-hari. Secara terus- menerus. Sekalipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya sangat luas yang berhubungan dengan khalayak umum. Adapun kearifan lokal sangatlah memiliki makna yang mendalam. Kalau kita cermati bahawa kearifan lokal sangat memiliki nilai yang sangat tinggi dalam kehidupan kita karena di dalamnya terkandung ajaran tentang Ketauhidan, Makrifat, Aqidah dan Akhlak, yang dapat diterapkan dalam kehidupan kemudian selalu berpegang tuguh kepada Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW agar hidup jaga dan selamat dunia-akhirat. Secara hubungan sosial atau intraksi sosilanya, kearifat lokal di Kepulauan Riau ini sangat banyak dan memiliki nilai- nilai tersendiri, yang pada intinya mengajak manusia untuk hidup saling hormat menghormati, harga menghargai antara satu dengan yang lainya. Agar sifat itu terwujud maka masyarakat melayu kepulauan riau hendaknya menghayati kekayaan lokal yang dimiliki. Kearifan lokal melayu Kepri identik dengan Islam rahmatanlil alamin, Islam yang menghormati perbedaan, kesetiaan dan anti radikalime Kesetian, perbedaan cinta damai telah menjadi falsafah yang mendarah gaging dalam hati sanubari orang malayu, yang tertuang dalam konsep- konsep lisan maupun tulisan untuk dipedomani oleh generasi hari ini dan akan datang. NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 114 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI LATIHAN 1. Jelaskan pengertian kearifan lokal? 2. Jelaskan gurindam dua belas sebagai sumber nilai-nilai kearifan lokal budaya melayu Kepulauan Riau? 3. Jelaskan bagaimana upaya pengembangan masyarakat berbasis kearifan lokal di Kepulauan Riau? 4. Jelaskan nilai-nilai kearifan lokal dalam mencegah konflik? DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas. Jakarta : Lembaga Penerbit Ahmad Bachmid (2005) Aktualisasi Nilai-Nilai Islam Dalam Gurindam Dua Belas, Al Turas Vol 11 no 3 September 2005 Alfitri, 2011. Community Develpoment: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Alisjahbana, Sutan Takdir. (1979) Puisi Lama. Jakarta, Dian Rakyat. Arafah, N. 2002. Pengetahuan Lokal Suku Moronene dalam Sistem Pertanian di Sulawesi Tenggara. Program Pascarasarjana Institut Pertanian Bogor. Awang AR, Hashim; Ahmad, Zahir; Borhan, Z. Abidin. Pengajian Sastera dan Sosiobudaya Melayu Memasuki Alaf Baru. Akademi Pengajian Melayu Universiti Melayu Azma, Ulul dan Zainal, Rusli.(2016). “Nilai Akidah dalam GurindamDua Belas Karya Raja Ali Haji”. e-jurnal.unilak.ac.id.../jib/article/view/284. 11 Februari 2017,14:10. Badudu, J.S. (1984). Sari Kesusastraan Indonesia 1. Bandung, CV Pustaka Prima Banks, Sarah; Butcher, Hugh; Henderson, Paul; Robertson, Jim. 2004. Managing Community Practice: Principles, Policies, and Programme. Bristol : The Policy Press Bintarto. 1989. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta. Depdikbud. (1996). Kamus Besar Bahasa Indo-nesia. Jakarta : Balai Pustaka. Cary, Lee J. 1970. Community Development as Process. Columbia : University of Missouri Press Cavaye, J. 2004. Understanding Community Development, Cavaye Community Development. melalui http: //vibrantcanada.ca/files/understanding_commu nity_development.pdf NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 115 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Christenson, James. A & Robinson, Jerry W., Jr. 1989. Community Development in Perspective. Iowa: Iowa State University Press/Ames Conyers, Diana. 1994. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Djamaris, Edwar.(1994). Sastra Daerah di Sumatera: Analisis Tema, Amanat, dan Nilai. Jakarta: Balai Pustaka. Fukuyama, Francis, 2002, The Great Disruption: Haki-kat Manusia dan Rekonstruksi Tatanan Sosial, (terjemahan) Qalam, Yogyakarta. Fukuyama, Francis, 2005. Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21, (terjemahan) Gramedia, Jakarta. Glen, Andrew. 1993. “Methode and Themes in Community Practice”. dalam Butcher, H. & Glen, A. & Hendersen, P. & Smith J. (Ed). Community and Public Policy. London-Boulder-Colorado: Pluto Pres Green, Gary P & Haines, Anna. 2002. Asset Building and Community Development. Thousand Oaks: Sage Publisher Harrison, W. David. 1995. “Community Development”. Encyclopedia of Social Work. Vol. 1, 19th edition, hal 555-563. Washington DC: NASW Press Hasan Yunus, (2002) Gurindam dua Belas dan Sejarah Sajak Latin, Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru Hikmat, Harry. 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press Ife, J. & Tesoriero, F. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Terjemahan Sastrawan Manulang, Nurul Yakin, dan M. Nursyahid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ife, Jim. 2013. Community Development in an Uncertain World: Vision, Analysis, and Practice. Melbourne: Cambridge University Press Linstone,H.A dan Turoff,M. (1975). The Delphi method. Techniques and applications. Canada: Addison Addison-Wasley Publishing. Moeljarto, Vidhyandika. 1996. “Pemberdayaan kelompok Miskin Melalui Program IDT” dalam Prijono, Onny S. & A.M.W. Pranaka. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CIDES Nasikun, (2003) Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nurdin, M. Fadhil (editor). 2015. Sociology and Welfare Development. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 116 MENCEGAH KONFLIK

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Nurul, Laila (2015) Analisis gurindam 12 pasal demi pasal, UIN Maulana Malik, Malang . Payne, M. 1995. Social Work and Community Care. London: MacMillan Pranaka, A.M.W. 1996. Globalisasi, Pemberdayaan dan Demokratisasi Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CIDES Quiroz, Consuelo. 1999. “Local Knowledge Systems and Vocational Education in Developing Countries”. Dalam Semali, Ladislaus M. & Kincheloe, Joe L. (editor). What Is Indigenous Knowledge?: Voices From The Academy. hal. 305-316. New York: Falmer Press Sanders, Irwin T. 1970. “The Concept of Community Development”. dalam Cary, Lee J. (editor). Community Development as Process. hal 9- 31. Columbia : University of Missouri Press Soetomo. 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Soetrisno, Loekman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius Suhardi (2017) Amanat dan Nilai-Nilai Gurindam Kedua Belas Dongeng Bujang Sri Ladang, Jurnal Bahasa Lingua Scientia, Vol. 9, No.1, Juni 2017. Suhardi (2017) Analisis Nilai-Nilai Budaya (Melayu) Dalam Sastra Lisan Masyarakat Kota Tanjung pinang, Jurnal Lingua, Univ Negeri Semaang Lingua Xiii (1) Tropman, John E. & Erlich, John L. & Rothman, Jack. 1996. Strategies of Community Intervention. Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc Uphoff, Norman. 1984. Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook With Cases. Connecticut: Komarian Press NILAI-NILAI KEARIFANLOKAL DALAM 117 MENCEGAH KONFLIK


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook