Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BAHAN AJAR KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DI MASYARAKAT KEPULAUAN RIAU

BAHAN AJAR KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DI MASYARAKAT KEPULAUAN RIAU

Published by e-LIBRARY SPN POLDA KEPRI, 2022-11-12 09:33:31

Description: BAHAN AJAR KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DI MASYARAKAT KEPULAUAN RIAU

Search

Read the Text Version

BAHAN AJAR KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DI MASYARAKAT KEPULAUAN RIAU OLEH: TIM PENULIS SEKOLAH POLISI NEGARA KEPOLISIAN DAERAH KEPULAUAN RIAU 2022

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur diucapkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas berkat dan karunia Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam juga disampaikan ke Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa zaman penuh ilmu pengetahuan seperti yang dirasakan saat ini. Bahan Ajar dengan materi “Kearifan Lokal dalam Penyelesaian Konflik Sosial di Masyarakat Kepulauan Riau” ini disusun untuk menjadi modul yang akan dipaparkan di Sekolah Polisi Negara Kepolisian Daerah Kepulauan Riau. Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kapolda Kepri Irjen Pol Dr. Aris Budiman M.Si. beserta jajaran Kepolisian Daerah Kepulauan Riau atas kesempatan yang diberikan kepada Tim Penulis untuk menyusun Bahan Ajar ini untuk membantu meningkatkan Sumber Daya Manusia Kepolisian dalam bertugas mengayomi masyarakat. Tim Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya bahan ajar ini. Tim Penulis menyadari bahan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan bahan ajar ini. Tanjung Batu, Oktober 2022 Tim Penulis i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... I DAFTAR ISI.................................................................................................... ii HANJAR I : MENGENAL LEMBAGA ADAT MELAYU ......................... 1 HANJAR II : MEMAHAMI KONFLIK DAN PERDAMAIAN ................... 15 HANJAR III : PENANGANAN KONFLIK DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL ............................................................... 38 HANJAR IV: PENDEKATAN DAN TAHAPAN PENANGANAN KONFLIK SOSIAL .................................................................................... 59 HANJAR V : PERAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KONFLIK SOSIAL..................................... 73 HANJAR VI: NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MENCEGAH KONFLIK................................................................................. 89 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 115 ii

HANJAR LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI I MENGENAL LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU 20 JP (900 Menit) PENGANTAR Dalam menjaga kamtibmas, polisi kita dapat bersinergi dalam membangun ketertiban masyarakat dengan menggali kearifan dan nilai-nilai budaya lokal. Hal itu bisa memberikan manfaat dan mendukung tugas-tugas kepolisian dalam hal menegakkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Budaya lokal yang dimaksud mensyaratkan respons individu pada lingkungannya. Budaya sebagai pola asumsi dasar bersama yang dipelajari kelompok melalui pemecahan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Dengan pemahaman budaya dapat meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya merupakan perekat sosial yang membantu menghimpun organisasi bersama dengan memberikan standar yang cocok atas apa yang dilakukan. Budaya dapat membantu organisasi mengantisipasi dan menyesuaikan perubahan lingkungan yang berkaitan dengan kinerja tinggi untuk jangka panjang. Interaksi dalam struktur sosial ini akan menciptakan budaya di antara kedua belah pihak, baik masyarakat maupun institusi Polri. Budaya itu diproduksi oleh mereka saat mereka berinteraksi satu sama lain. Budaya akan terus direproduksi oleh anggotanya karena budaya merupakan sebuah proses dan produk. Budaya juga memfasilitasi, karena memungkinkan kita untuk memahami apa yang terjadi sehingga dapat berfungsi dalam pengaturan yang secara simultan terkait dengan tradisi di masa lalu, dan terbuka untuk revisi interpretasi pada perubahan yang baru. Melalui pendekatan budaya dan komunikasi, tentu Polri ingin mengubah suatu yang positif tentang organisasi. Mengingat peran komunikasi organisasi dapat mengembangkan dan mempertahankan budaya dalam membantu pencapaian pribadi yang profesional. Polisi profesionalitas berarti memilki sikap yang ditampilkan dalam perbuatan, bukan yang dikemas dalam kata-kata yang diklaim oleh pelaku secara individual. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sesuai profesinya. Polisi dalam keseharian memang dituntut harus menjadi polisi yang bisa menangani kejahatan sehari-hari, mereka dalam melaksanakan tugas itu memang MENGENAL LEMBAGA 1 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI harus teliti dan sabar. Polisi memiliki multifungsi, yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change of agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator. Polisi harus menjalin kemitraan dengan masyarakat sehingga terwujud rasa saling percaya dan menghargai dengan demikian polisi bersama- sama masyarakat dapat memecahkan masalah yang timbul di lingkungannya. Untuk memberikan pengetahuan kepada peserta didik maka dalam hanjar ini akan membahas materi meliputi pengertian Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau sebagai lembaga yang terbentuk berdasarkan kearifan lokal, serta kewenangan dan juga peran serta Lembaga Adat Melayu dalam melestarikan budaya daerah Kepulauan Riau. KOMPETENSI DASAR Dapat memahami Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau sebagai mitra Kepolisian dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Indikator hasil belajar: 1. Menjelaskan pengertian Adat Istiadat Melayu Kepulauan Riau. 2. Menjelaskan landasan hukum Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. 3. Menjelaskan asas dan sendi Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. 4. Menjelaskan tujuan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. 5. Menjelaskan kedudukan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau? 6. Menjelaskan fungsi dan tugas Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. 7. Menjelaskan kewenangan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. 8. Menjelaskan peran serta Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau dalam melestarikan budaya daerah. MENGENAL LEMBAGA 2 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI MATERI PELAJARAN Pokok Bahasan: Mengenal Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau Sub Pokok Bahasan: 1. Latar Belakang Adat Istiadat Melayu Kepulauan Riau 2. Pengertian-Pengertian yang Berkaitan dengan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau 3. Landasan Hukum Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau 4. Asas, Sendi dan Tujuan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau 5. Pembentukan Lembaga Adat Melayu Kepri 6. Kedudukan Organisasi, Tugas dan Fungsi Lembaga Adat Melayu Kepri 7. Kewenangan Lembaga Adat Melayu 8. Peran Serta Lembaga Adat Melayu Kepri dalam Melestarikan Budaya Daerah METODE PEMBELAJARAN 1. Metode Ceramah. Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang kegiatan kunjungan, pemecahan dan penanganan masalah serta kegiatan pemecahan masalah. 2. Metode Brainstroming (Curah Pendapat) Metode ini digunakan untuk menggali pendapat/pemahaman peserta didik tentang materi yang akan disampaikan. 3. Metode Tanya Jawab. Metode ini digunakan untuk tanya jawab tentang materi yang telah disampaikan. 4. Metode Diskusi. Metode ini digunakan untuk menghadapkan peserta didik kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. 5. Metode Penugasan Metode ini digunakan pendidik untuk menugaskan peserta didik membuat resume. MENGENAL LEMBAGA 3 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI 6. Metode Praktik/drill Metode ini digunakan untuk mempraktikkan materi kegiatan kunjungan. 7. Metode Bermain Peran/role play. Metode ini digunakan untuk penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. ALAT/MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR 1. Alat/Media a. Whiteboard. b. Flipchart. c. Komputer/laptop. d. LCD dan screen. e. Laser Pointer. 2. Bahan a. Kertas. b. Alat tulis. 3. Sumber Belajar a. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor : kep/773/VII/2016 tentang Buku Pintar Bhabinkamtibmas. b. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep/307/V/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Masyarakat Dalam Tugas Kepolisian Pre-Emtif dan Preventif. c. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. MENGENAL LEMBAGA 4 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Tahap awal : 10 menit Pendidik melaksanakan apersepsi dengan kegiatan : a. Pendidik menugaskan peserta didik untuk melakukan refleksi. b. Pendidik mengaitkan materi yang sudah disampaikan dengan materi yang akan disampaikan. c. Menyampaikan tujuan pembelajaran pada Hanjar ini. 2. Tahap inti : 250 Menit a. Pendidik menyampaikan materi tentang mengenal Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. b. Peserta didik memperhatikan dan mencatat hal-hal yang penting. c. Pendidik memberikan kesempatan peserta didik untuk tanya jawab kepada pendidik tentang materi yang belum dimengerti. d. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi yang disampaikan oleh pendidik. e. Pendidik menyimpulkan materi yang telah disampaikan. 2. Tahap akhir : 10 menit a. Cek Penguatan materi Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara umum. b. Cek penguasaan materi Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran dengan bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik. c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas. Pendidik menggali manfaat yang bisa di ambil dari materi yang telah disampaikan. d. Pendidik menugaskan peserta didik untuk membuat resume pada materi pelajaran yang telah disampaikan. MENGENAL LEMBAGA 5 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI TAGIHAN / TUGAS Peserta didik mengumpulkan resume dalam bentuk tulisan tangan kepada pendidik. LEMBAR KEGIATAN Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk membuat resume tentang materi yang telah diberikan. MENGENAL LEMBAGA 6 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI BAHAN BACAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU 1. Latar Belakang Adat Istiadat Melayu Kepri Adat Istiadat Melayu Kepulauan Riau adalah seperangkat nilai- nilai kaidah-kaidah dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang sejak lama bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat kampong/desa, telah dikenal, dihayati dan diamalkan oleh masyarakat secara terus menerus dan turun temurun sepanjang sejarah. Adat Istiadat Melayu Kepulauan Riau yang tumbuh dan berkembang sepanjang zaman telah memberikan ciri khas bagi suatu kampung/desa yang dalam skala lebih besar telah memberikan identitas pula bagi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adat istiadat dan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau yang hidup dan berkembang memegang peranan penting dalam pergaulan masyarakat serta dapat dan mampu menggerakkan partisipisasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Adat istiadat Melayu Kepulauan Riau yang hidup dan berkembang dalam masyarakat adalah adat yang bersendikan syara' dan syara' bersendikan Kitabullah perlu dibina dan dikembangkan secara nyata dan dinamis sehingga dapat didayagunakan untuk menunjang kelancaran kegiatan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memperkuat ketahanan nasional. Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa adat istiadat melayu Kepulauan Riau yang tumbuh dan berkembang sepanjang zaman tersebut ternyata dapat memberikan andil yang cukup besar terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara baik dalam masa perjuangan mencapai kemerdekaan maupun dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Bertolak dari kenyataan ini, maka adat istiadat yang telah memberikan ciri bagi suatu daerah yang dapat menjadi satu soko guru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dibina, dipelihara dan dilestarikan sebagai upaya memperkaya khazanah budaya bangsa, memperkuat ketahanan budaya bangsa sebagai pilar ketahanan nasional dan untuk mendukung kelangsungan pembangunan nasional, khususnya pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau. 2. Pengertian-Pengertian yang Berkaitan dengan Lembaga Adat Melayu a. Masyarakat adalah masyarakat Propinsi Kepulauan Riau; MENGENAL 7 LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI b. Masyarakat Adat adalah Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya; c. Adat Istiadat Melayu Kepulauan Riau adalah seperangkat nilai, kaidah dan kebiasaan yang mulia yang tumbuh dan berkembang sejak lama bersamaan dengan pertumbuhan masyarakat dalam Propinsi Kepulauan Riau yang mengatur perilaku hidup masyarakatnya; d. Hukum Adat adalah Hukum Adat Melayu Kepulauan Riau; e. Pelestarian adalah upaya untuk menjaga dan memelihara adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama nilai- nilai etika, moral, dan adab yang merupakan inti dari adat istiadat, kebiasaankebiasaan dalam masyarakat, dan lembaga adat agar keberadaannya tetap terjaga dan berlanjut; f. Pengembangan adalah upaya yang terencana, terpadu, dan terarah agar adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dapat berkembng mengikuti perubahan sosial, budaya, ekonomi, sains dan teknologi yang sedang berlangsung; g. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau adalah suatu organisasi kemasyarakatan di tingkat Propinsi Kepulauan Riau yang dibentuk oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan, mempunyai wilayah, harta kekayaan dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat istiadat Melayu Kepulauan Riau yang didahulukan selangkah ditinggikan seranting. 3. Landasan Hukum Lembaga Adat Melayu Kepri Landasan filosofis: Adat istiadat dan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau yang hidup dan berkembang memegang peranan penting dalam pergaulan masyarakat serta dapat dan mampu menggerakkan partisipisasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan; Landasan sosiologis: a) Lembaga adat Melayu Kepulauan Riau merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan visi Kepulauan Riau 2020; b) Adat istiadat dan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau yang hidup dan berkembang dalam masyarakat adalah adat yang bersendikan syara' dan syara' bersendikanKitabullah perlu dibina dan dikembangkan secara nyata dan dinamis sehingga dapat MENGENAL LEMBAGA 8 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI didayagunakan untuk menunjang kelancaran kegiatan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memperkuat ketahanan nasional; c) Adat istiadat dan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau telah diakui keberadaannya dan adat istiadat Melayu telah dijadikan payung negeri dan pedoman dalam kebijaksanaan pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau dengan ciri dan identitas keMelayuannya; Landasan yuridis: a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945; b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298); c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Nomor 4237); d. Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negar Republik Indonesia Nomor 5168); e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); g. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 3 tahun 1997 tentang Pemberdayaan dan Pelestarian serta Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaan-Kebiasaan Masyarakat dan Lembaga Adat di daerah; h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah; i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat; j. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan; MENGENAL LEMBAGA 9 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI k. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau 4. Asas, Sendi dan Tujuan Lembaga Adat Melayu Kepri a. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau berasaskan Pancasila. b. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau bersendikan syara‟, syara‟ bersendikan Kitabullah serta bertumpu pada kepribadian bangsa dan hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau bertujuan: 2) Menggali, memelihara, membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dan budaya Melayu Kepulauan Riau sebagai usaha memperkaya dan memperkokoh jati diri masyarakat Melayu dan merupakan bagian khazanah kebudayaan nasional. 3) Mewujudkan masyarakat adat dan budaya Melayu Kepulauan Riau yang maju dan sejahtera sesuai dengan tujuan bangsa. 4) Membela hak-hak masyarakat adat untuk kepentingan kesejahteraan lahiriah dan bathiniah masyarakat Melayu Provinsi Kepulauan Riau. 5. Pembentukan Lembaga Adat Melayu Kepri Dalam rangka fasilitasi, pembinaan, pelestarian dan pengembangan adat istiadat serta nilai sosial budaya Melayu di masyarakat didirikan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau di daerah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa, dan atau yang disebut dengan nama lain. Bagi kabupaten/kota yang belum memiliki Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau dapat membentuk Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau setelah mendapat persetujuan dari Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau Provinsi. Badan Perwakilan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau dapat dibentuk diluar Provinsi Kepulauan Riau jika diperlukan, setelah mendapatkan persetujuan dari Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau Kawasan/ Rantau/ Kepenghuluan/ Pebatinan dapat dibentuk setelah mendapatkan persetujuan dari Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau Kabupaten/Kota. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau harus didaftarkan pada badan atau institusi yang berwenang dengan syarat: a) memiliki kepengurusan pada setiap tingkatan; b) memiliki nama, lambang dan tanda logo; c) mempunyai kantor tetap; dan MENGENAL LEMBAGA 10 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI d) syarat lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Kedudukan Organisasi, Tugas dan Fungsi Lembaga Adat Melayu Kepri Kedudukan organisasi Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau terdiri atas: a. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau tingkat provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi Kepulauan Riau dan merupakan lembaga adat tertinggi dalam wilayah Propinsi Kepulauan Riau; b. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan merupakan lembaga adat tertinggi di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan; c. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau tingkat kecamatan berkedudukan di ibukota kecamatan dan merupakan lembaga adat tertinggi di wilayah kecamatan yang bersangkutan; d. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau tingkat desa/kelurahan atau dengan sebutan nama lain berkedudukan di wilayah desa/kelurahan atau dengan sebutan nama lain yang bersangkutan; Pengurus Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau dipilih dan disahkan dalam musyawarah besar sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau; Keputusan-keputusan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau yang lebih tinggi tingkatannya menjadi pedoman bagi Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau yang lebih rendah beserta perangkat bawahannya dengan memperhatikan adat istiadat setempat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-Undangan. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau sesuai tingkatannya mempunyai tugas dan fungsi: a) Memberikan dukungan kepada pemerintah dalam melaksanakan dan memelihara hasil pembangunan pada segala bidang; b) Memberi kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut harta kekayaan masyarakat hukum adat pada setiap tingkat Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau berkenaan dengan perselisihan dan perkara adat; c) Melestarikan, membina dan mengembangkan nilai-nilai adat istiadat Melayu Kepulauan Riau dalam rangka memperkaya khazanah kebudayaan daerah pada khususnya dan kebudayaan nasional pada umumnya; MENGENAL LEMBAGA 11 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI d) Menjaga, memelihara dan memanfaatkan ketentuan-ketentuan adat istiadat Melayu Kepulauan Riau yang hidup dan berkembang dalam masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat; e) Memayungi dan menghormati adat istiadat budaya lain yang berkembang di Provinsi Kepulauan Riau yang tidak bertentangan dengan budaya melayu. Dalam menjalankan fungsinya Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau dibantu oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berada dilingkungan Provinsi Kepulauan Riau. 7. Kewenangan Lembaga Adat Melayu Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau memiliki kewenangan: a. Ikut menjaga kerukunan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. Melakukan pengawasan terhadap tumbuhkembangnya nilai-nilai dan budaya melayu di Provinsi Kepulauan Riau; c. Menganugerahkan gelar adat sesuai dengan ketentuan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau; d. Ikut serta menyelesaikan konflik horizontal dan vertikal yang berkaitan dengan permasalahan budaya dan adat di Provinsi Kepulauan Riau diminta dan/atau tidak diminta; e. Melakukan pelestarian terhadap nilai-nilai, budaya dan adat melayu yang ada di Provinsi Kepulauan Riau; f. Menyusun aturan hukum adat berkaitan dengan budaya dan adat melayu di Provinsi Kepulauan Riau; g. Mendorong kemajuan masyarakat melayu Provinsi Kepulauan Riau menuju masyarakat melayu yang sejahtera lahir dan batin. 8. Peran Serta Lembaga Adat Melayu Kepri dalam Melestarikan Budaya Daerah Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau di setiap tingkatan berperan: a. Melakukan inventarisasi aktifitas adat istiadat, seni dan nilai sosial budaya daerah; b. Melakukan inventarisasi asset kekayaan budaya dan peninggalan sejarah daerah; c. Melakukan penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan serta pengembangan aktifitas adat, seni/nilai sosial budaya daerah; dan d. Melakukan penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan serta pendayagunaan asset kekayaan budaya dan peninggalan sejarah daerah. MENGENAL LEMBAGA 12 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI RANGKUMAN 1. Pengertian Adat Istiadat Melayu Kepulauan Riau adalah seperangkat nilai-nilai kaidah-kaidah dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang sejak lama bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat kampong/desa, telah dikenal, dihayati dan diamalkan oleh masyarakat secara terus menerus dan turun temurun sepanjang sejarah. 2. Landasan Hukum Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau meliputi: a. Landasan filosofis. b. Landasan sosiologis. c. Landasan yuridis. 3. Asas Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau yaitu Pancasila. 4. Sendi Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau yaitu syara‟, syara‟ bersendikan Kitabullah serta bertumpu pada kepribadian bangsa dan hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Tujuan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau yaitu menggali, memelihara, membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dan budaya Melayu Kepulauan Riau sebagai usaha memperkaya dan memperkokoh jati diri masyarakat Melayu dan merupakan bagian khazanah kebudayaan nasional. Mewujudkan masyarakat adat dan budaya Melayu Kepulauan Riau yang maju dan sejahtera sesuai dengan tujuan bangsa. Serta membela hak-hak masyarakat adat untuk kepentingan kesejahteraan lahiriah dan bathiniah masyarakat Melayu Provinsi Kepulauan Riau. 6. Kedudukan organisasi Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau terdiri atas: a) Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau tingkat provinsi b) Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau tingkat kabupaten/kota c) Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau tingkat kecamatan d) Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau tingkat desa/kelurahan. MENGENAL LEMBAGA 13 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI LATIHAN 9. Jelaskan pengertian Adat Istiadat Melayu Kepulauan Riau? 10. Sebutkan landasan hukum Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau? 11. Jelaskan asas dan sendi Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau? 12. Jelaskan tujuan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau? 13. Sebutkan kedudukan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau? 14. Jelaskan fungsi dan tugas Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau? 15. Sebutkan kewenangan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau? 16. Jelaskan peran serta Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau dalam melestarikan budaya daerah? MENGENAL LEMBAGA 14 ADAT MELAYU KEPULAUAN RIAU

HANJAR LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI II MEMAHAMI KONFLIK DAN PERDAMAIAN 20 JP (900 Menit) PENGANTAR Dalam menjaga kamtibmas, polisi kita dapat bersinergi dalam membangun ketertiban masyarakat dengan menggali kearifan dan nilai-nilai budaya lokal. Hal itu bisa memberikan manfaat dan mendukung tugas-tugas kepolisian dalam hal menegakkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Budaya lokal yang dimaksud mensyaratkan respons individu pada lingkungannya. Budaya sebagai pola asumsi dasar bersama yang dipelajari kelompok melalui pemecahan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Dengan pemahaman budaya dapat meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya merupakan perekat sosial yang membantu menghimpun organisasi bersama dengan memberikan standar yang cocok atas apa yang dilakukan. Budaya dapat membantu organisasi mengantisipasi dan menyesuaikan perubahan lingkungan yang berkaitan dengan kinerja tinggi untuk jangka panjang. Interaksi dalam struktur sosial ini akan menciptakan budaya di antara kedua belah pihak, baik masyarakat maupun institusi Polri. Budaya itu diproduksi oleh mereka saat mereka berinteraksi satu sama lain. Budaya akan terus direproduksi oleh anggotanya karena budaya merupakan sebuah proses dan produk. Budaya juga memfasilitasi, karena memungkinkan kita untuk memahami apa yang terjadi sehingga dapat berfungsi dalam pengaturan yang secara simultan terkait dengan tradisi di masa lalu, dan terbuka untuk revisi interpretasi pada perubahan yang baru. Melalui pendekatan budaya dan komunikasi, tentu Polri ingin mengubah suatu yang positif tentang organisasi. Mengingat peran komunikasi organisasi dapat mengembangkan dan mempertahankan budaya dalam membantu pencapaian pribadi yang profesional. Polisi profesionalitas berarti memilki sikap yang ditampilkan dalam perbuatan, bukan yang dikemas dalam kata-kata yang diklaim oleh pelaku secara individual. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sesuai profesinya. Polisi dalam keseharian memang dituntut harus menjadi polisi yang bisa menangani kejahatan sehari-hari, mereka dalam melaksanakan tugas itu memang harus teliti dan sabar. Polisi memiliki multifungsi, yaitu sebagai MEMAHAMI KONFLIK 15 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change of agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator. Polisi harus menjalin kemitraan dengan masyarakat sehingga terwujud rasa saling percaya dan menghargai dengan demikian polisi bersama- sama masyarakat dapat memecahkan masalah yang timbul di lingkungannya. Untuk memberikan pengetahuan kepada peserta didik maka dalam hanjar ini akan membahas materi meliputi pentingnya memahami konflik dan perdamaian, analisis konflik, isu konflik sebagai dasar analisis, respons terhadap konflik dan jalan menuju perdamaian, terminologi konflik dan perdamaian, menentukan cara menuju perdamaian. KOMPETENSI DASAR Dapat memahami Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau sebagai mitra Kepolisian dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Indikator hasil belajar: 1. Menjelaskan tentang pentingnya memahami konflik dan perdamaian. 2. Menjelaskan tentang bagaimana analisis konflik. 3. Menjelaskan tentang isu konflik sebagai dasar analisis. 4. Menjelaskan tentang bagaimana respons terhadap konflik dan jalan menuju perdamaian. 5. Menjelaskan tentang apa saja terminologi konflik dan perdamaian. 6. Menjelaskan tentang bagaimana menentukan cara menuju perdamaian. MEMAHAMI KONFLIK 16 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI MATERI PELAJARAN Pokok Bahasan: Mengenal Memahami Konflik Dan Perdamaian Sub Pokok Bahasan: 1. Pentingnya Memahami Konflik Dan Perdamaian 2. Analisis Konflik 3. Isu Konflik sebagai Dasar Analisis 4. Respons Terhadap Konflik dan Jalan Menuju Perdamaian 5. Terminologi Konflik dan Perdamaian 6. Menentukan Cara Menuju Perdamaian METODE PEMBELAJARAN 1. Metode Ceramah. Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang kegiatan kunjungan, pemecahan dan penanganan masalah serta kegiatan pemecahan masalah. 2. Metode Brainstroming (Curah Pendapat) Metode ini digunakan untuk menggali pendapat/pemahaman peserta didik tentang materi yang akan disampaikan. 3. Metode Tanya Jawab. Metode ini digunakan untuk tanya jawab tentang materi yang telah disampaikan. 4. Metode Diskusi. Metode ini digunakan untuk menghadapkan peserta didik kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. 5. Metode Penugasan Metode ini digunakan pendidik untuk menugaskan peserta didik membuat resume. 6. Metode Praktik/drill Metode ini digunakan untuk mempraktikkan materi kegiatan kunjungan. MEMAHAMI KONFLIK 17 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI 7. Metode Bermain Peran/role play. Metode ini digunakan untuk penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. ALAT/MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR 1. Alat/Media a. Whiteboard. b. Flipchart. c. Komputer/laptop. d. LCD dan screen. e. Laser Pointer. 2. Bahan a. Kertas. b. Alat tulis. 3. Sumber Belajar a. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor : kep/773/VII/2016 tentang Buku Pintar Bhabinkamtibmas. b. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep/307/V/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Masyarakat Dalam Tugas Kepolisian Pre-Emtif dan Preventif. c. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. MEMAHAMI KONFLIK 18 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Tahap awal : 10 menit Pendidik melaksanakan apersepsi dengan kegiatan : a. Pendidik menugaskan peserta didik untuk melakukan refleksi. b. Pendidik mengaitkan materi yang sudah disampaikan dengan materi yang akan disampaikan. c. Menyampaikan tujuan pembelajaran pada Hanjar ini. 2. Tahap inti : 250 Menit a. Pendidik menyampaikan materi tentang mengenal Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. b. Peserta didik memperhatikan dan mencatat hal-hal yang penting. c. Pendidik memberikan kesempatan peserta didik untuk tanya jawab kepada pendidik tentang materi yang belum dimengerti. d. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi yang disampaikan oleh pendidik. e. Pendidik menyimpulkan materi yang telah disampaikan. 2. Tahap akhir : 10 menit a. Cek Penguatan materi Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara umum. b. Cek penguasaan materi Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran dengan bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik. c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas. Pendidik menggali manfaat yang bisa di ambil dari materi yang telah disampaikan. d. Pendidik menugaskan peserta didik untuk membuat resume pada materi pelajaran yang telah disampaikan. MEMAHAMI KONFLIK 19 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI TAGIHAN / TUGAS Peserta didik mengumpulkan resume dalam bentuk tulisan tangan kepada pendidik. LEMBAR KEGIATAN Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk membuat resume tentang materi yang telah diberikan. MEMAHAMI KONFLIK 20 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI BAHAN BACAAN MEMAHAMI KONFLIK DAN PERDAMAIAN 1. Pendahuluan Konflik dan perdamaian menjadi dua sisi yang banyak dipahami masyarakat sebagai sebuah kondisi yang saling bertentangan. Tidak akan damai jika masih ada konflik dan begitupun sebaliknya, tidak mungkin terjadi konflik jika sedang dalam kondisi damai. Benarkah demikian? Konflik dan perdamaian juga digambarkan menjadi sebuah siklus yang berputar dan tidak berkesudahan. Dimulai dari perdamaian dan berakhir dalam konflik, kemudian kembali menjadi damai dan setelahnya kemudian mengalami konflik. Menurut Baskoro (2002:6) konflik memiliki cakupan yang cukup luas, meliputi pertentangan atau bentrokan, persaingan atau gangguan oleh kelompok secara fisik atau benturan antar kekuatan- kekuatan yang sulit didamaikan, atau pertentangan dalam tataran kualitas seperti ide-ide, kepentingan-kepentingan atau kehendak- kehendak. Ketika berbicara mengenai konflik kita tidak hanya akan membicarakan dalam lingkup pelaku konflik, beberapa aspek lain juga harus dibahas seperti penyebab konflik atau yang disebut juga dengan isu konflik. Aspek penyebab konflik menjadi sangat penting dalam proses analisis konfilk, mengetahui penyebab konflik menentukan pilihan cara penangan konflik yang tepat. Menurut Miall, (2002:8) konflik biasanya terjadi ketika dua atau lebih manusia terserap dalam dinamika yang berbeda, dan kadang- kadang saling berbenturan dalam dimensi-dimensi yang berbeda pula. Dalam situasi demikian, kelompok-kelompok yang bertikai akan bersikap, bertindak dan bereaksi dengan cara kekerasan, menegasi satu sama lain. Tidak jarang, isu mendasar dari terjadinya sebuah konflik karena kegagalan manusia beradaptasi dengan situasi baru yang dihadapinya. Robert Merton (1986:194), menyebutkan lima tipologi adaptasi atau penyesuaian diri terhadap tindakan atau struktur yang dialami oleh seseorang. Respons penerimaan dan penolakan didasarkan pada dua hal, yakni sarana yang terinstitusionalisasi dan tujuan-tujuan kultural. MEMAHAMI 21 KONFLIK DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Kelima tipologi adaptasi manusia dalam menghadapi konflik tersebut adalah sebagai berikut: 1. Conformity, penyesuaian diri atau konformitas, yaitu suatu keadaan di mana Individu atau kelompok tetap menerima tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat yang menjadi target kultural pula. Kondisi ini merupakan status paling ideal, di mana tidak ada situasi konflik sama sekali. 2. Inovation, inovasi yaitu menemukan cara-cara baru dengan mengubah sarana-sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Inovasi dilakukan apabila sarana-sarana dalam masyarakat kurang dapat mengakomodasi cita-cita bersama. Perkembangan teknologi yang dapat memengaruhi hajat hidup komunal, seperti terhadap transportasi, komunikasi, lapangan kerja, dan lain-lain adalah bentuk irisan situasi yang membutuhkan inovasi. 3. Ritualism, ritualisme atau kepasrahan (pembiasaan), di mana masyarakat lebih cenderung menggunakan sarana-sarana yang telah tersedia, tanpa cukup kritis (cenderung mangabaikan/menolak) terhadap nilai dan norma-norma yang menjadi nafas cita-cita bersama. Dalam situasi ini, masyarakat hanya mempergunakan sarana-sarana tersebut sebagai bentuk aktivitas yang dijalankan secara rutin. MEMAHAMI KONFLIK 22 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI 4. Retreatism, penarikan diri, di mana individu atau kelompok menolak tujuan maupun sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat. Dengan penarikan diri, individu atu kelompok. 5. Rebelion, pemberontakan, yakni merupakan reaksi yang sama sekali berbeda dengan keempat tindakan sebelumnya, di mana tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha diganti atau dirubah seluruhnya. Dalam pemberontakan situasi anarki muncul, tanpa aturan, nilai, dan norma. Tipologi adaptasi yang dijelaskan oleh Merton memberi gambaran mengenai hal mendasar dari respons masyarakat pada perbedaan yang dihadapinya. Secara sederhana, konflik memang dapat dimaknai sebagai sebuah pertentangan yang terjadi antara dua orang atau lebih manusia yang tumbuh dalam situasi berbeda. Pada situasi demikian kelompok yang bertikai akan bersikap, bertindak, dan bersaksi dengan cara menegasi satu sama lain (Miall, Ramsbotham, Woodhouse, 1999). Reaksi agresif terhadap sikap negasi satu sama lain itulah yang menjadikan konflik berkembang semakin buruk. Sementara itu, menurut Mayer (2000) konflik dapat berlangsung pada taraf kognisi (perseption), emosi (feeling), dan perilaku (action). Mayer menegaskan mengenai tahapan awal terjadinya konflik dimulai dari pertentangan pada aspek kognisi atau pemahaman mengenai sesuatu. Berdasarkan dua pemahaman yang disampaikan para ahli tersebut, kita dapat menentukan bahwa konflik menjadi suatu kondisi yang sukar untuk dihindari. Selain itu, konflik juga tidak hanya membentuk sebuah tindakan yang berakhir kekerasan. Konflik pada tahap awal terjadi di taraf kognisi yang berdampak pada perasaan atau kekerasan psikologis, baru kemudian diekspresikan dalam bentuk tindakan yang mengarah pada kekerasan fisik dan kehancuran. Menurut Ju Lan (2005: 10-11), di Indonesia konflik-konflik yang terjadi umumnya lebih dikategorikan sebagai “konflik separatis” dan “konflik antara pusat dan daerah”, yang cenderung dilihat sebagai “konflik vertikal” dan “konflik komunal” yang dianggap sebagai “konflik horizontal”, dimana didalamnya termasuk “konflik etnis dan agama” dan “konflik perebutan sumber daya alam”. Isu-isu mengenai konflik juga sangat luas, tidak hanya berbicara mengenai perbedaan keinginan dan kebutuhan yang menjadi hal dasar yang sulit untuk dihindarkan. Menurut Miall, setiap konflik, termasuk di dalamnya konflik etnis, pada dasarnya bukan tidak MEMAHAMI KONFLIK 23 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI dapat dihindarkan. Ia dapat dicegah dalam arti mencegah perwujudan konflik bersenjata atau konflik massa dengan kekerasan. Namun sumber-sumber potensial konflik perlu diidentifikasi dan dianalisa, selanjutnya diperlukan berbagai usaha resolusi konflik (Miall, 2002: 149-151). Pada pemikiran Johan Galtung (1996), konflik lebih dipahami sebagai sebuah proses dinamis, yang mana di dalamnya terdapat struktur, sikap, dan perilaku yang selalu berubah dan saling mempengaruhi. Merujuk pada pemaknaan konflik di atas, kita dapat memahami jika situasi yang konfliktual merupakan hal yang sulit dihindari. Maka dari itu, kemungkinan masyarakat Indonesia menghadapi konflik akan lebih besar dikarenakan kondisi keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Miall (2002) mengatakan konflik adalah aspek intrinsik dan tidak mungkin dihindarkan dalam perubahan sosial. Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai atau norma, dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru yang ditimbulkan seiring dengan dinamika sosial. Namun cara kita menangani konflik adalah persoalan kebiasaan dan pilihan. Adalah mungkin mengubah respon kebiasaan dan melakukan penentuan pilihan-pilihan yang tepat. 2. Analisis Konflik Melakukan identifikasi pada konflik yang terjadi, penting untuk memberi pengaruh pada strategi resolusi konflik yang akan dipilih serta perlakuan terhadap kelompok yang bersengketa. Pada saat konflik terjadi, pihak yang berselisih biasanya akan membentuk kelompok-kelompok baru yang akan memperluas dan menciptakan dinamika konflik. Dengan terjadinya konflik, kelompok-kelompok secara otomatis terbentuk sesuai dengan kepentingan masing-masing. Untuk mencapai tujuan tersebut, masing-masing kelompok akan menciptakan sebuah formasi dan standar organisasi di kelompoknya agar memiliki kekuatan besar untuk bisa menekan pihak lain. Sehingga pada tahap selanjutnya formasi kelompok yang terbentuk itu bisa saja memperluas dan memperdalam konflik yang terjadi. Dinamika aktor konflik dapat dengan mudah memunculkan konflik baru atau konflik yang meluas. Dalam kondisi ini, muncul pihak- pihak lain selain pihak utama di konflik awal, yang pada akhirnya terseret ke dalam situasi konflik. Hal tersebut tentu saja memperumit upaya untuk mengetahui dan mengurai struktur atau akar konflik sesungguhnya. MEMAHAMI KONFLIK 24 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Para ahli menawarkan beberapa cara untuk dapat melihat konflik yang sebenarnya (real conflict). Mengapa untuk melihat konflik itu kompleks? Hal tersebut terjadi karena konflik melibatkan banyak pihak dan memiliki sejarah panjang, tidak ada konflik yang terjadi seketika dan selesai saat itu juga. Konflik merupakan rangkaian aktivitas yang terkadang dimulai dari hal kecil, seperti benang kusut yang memiliki banyak sudut pandang untuk diurai. Mayer (2000) menyampaikan sebuah konsep The Wheel of Conflict sebagai pemahaman terhadap kompleksitas konflik dan sebab-sebab yang mengakibatkan konflik berproses dalam arah yang kontradiktoris. Pada penjelasannya, Mayer menjelaskan ada dua penyebab orang terlibat konflik. Pertama, terealisasinya kebutuhan-kebutuhan melalui proses konflik. Kedua, adanya keyakinan jika para pihak yang berkonflik memiliki kebutuhan yang saling bertentangan. Konsep mengenai cara membaca konflik juga ditawarkan oleh Johan Galtung melalui segitiga konflik (The conflict triangle). Pada penjelasannya, Galtung memaparkan mengenai tiga komponen ketika akan melihat konflik, yakni Kontradiksi (C), Sikap (A), dan Perilaku (B). Kontradiksi merupakan suatu kondisi mendasar ketika adanya ketidaksesuaian dari tujuan masing-masing pihak. Sementara sikap mengacu pada pemahaman ataupun kesalahpahaman terhadap kelompok sendiri ataupun kelompok lawan, sikap sendiri dapat ditunjukkan dalam bentuk positif maupun negatif. Perilaku sendiri merupakan komponen ketiga yang mencakup kerjasama dan koersi yang menunjukkan sekumpulan gerakan baik keakraban atau permusuhan. Pendekatan lain disampaikan oleh Adam Curle (1971), dia menjelaskan jika konflik merupakan sebuah gerakan dari posisi penuh pertentangan dan pertikaian menuju relasi yang penuh perdamaian. Curle menyampaikan pergerakan menuju perdamaian bisa dipahami MEMAHAMI KONFLIK 25 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI melalui peran yang muncul dari setiap pergerakan yang melewati empat tahap yakni konflik laten, konfrontasi dalam konflik terbuka, negosiasi, dan terakhir kondisi damai yang berkelanjutan. 3. Isu Konflik Sebagai Dasar Analisis Saat terjadi konflik, perubahan pada isu konflik seringkali berkembang dari isu awal yang menjadi dasar konflik terjadi, karenanya proses analisis konflik menjadi hal yang rumit. Tidak hanya berbicara mengenai perbedaan kepentingan dan keinginan, namun juga mengenai perkembangan isu sosial, politik, kebudayaan dan keamanan. Munculnya konflik diantaranya disebabkan adanya faktor identitas kelompok kesenjangan sosial dan ekonomi, politik, serta prasangka dan dendam. Dinamika tersebut menunjukkan adanya situasi ketidakpastian atau dikenal dengan situasi anomi, yang diantaranya dapat dilihat dari situasi atau keadaan sebagai berikut: 1. Rendahnya “Trust” pada Pemerintah, karena ketidakpastian situasi politik. Beberapa negara pernah mengalami hal ini, terutama pada masa-masa genting revolusi. Rendahnya stabilitas politik menyebabkan pemerintah tidak bisa menyediakan keamanan yang cukup kepada masyarakat, sehingga ketidakpercayaan terhadapnya menjadi sangat rasional. 2. Ketidakpastian dalam kehidupan ekonomi. Situasi ini dapat disebabkan oleh situasi dalam negeri maupun luar negeri. Seringkali, situasi krisis ekonomilah yang menjadi pemicu konflik dengan skala besar. Indonesia pernah mengalami ini pada sekitar tahun 1998. 3. Tidak ada harapan pada kehidupan masa depan (membuat orang/kelompok menjadi pesimis). Hal ini dapat dikarenakan tidak adanya sistem ketenagakerjaan yang prorakyat dan tidak tersedianya kebijakan afirmatif untuk memudahkan para pemuda, misalnya, mendapatkan akses produktifitas yang maksimal. 4. Terjadi anomi individual, yakni munculnya orang-orang yang menjadi apatis, tidak memiliki tujuan hidup, dan kerap kali melakukan tindakan-tindakan menyimpang. Karena tujuan hidupnya tidak jelas, mudah direkrut untuk melakukan pembunuhan dan tindakan kekerasan. Profokasi bergerak dengan sangat mengandalkan orang seperti ini. 5. Sesuatu yang diberikan atau didapat adalah merupakan haknya dan bukan merupakan pemberian atau bantuan dari orang lain/pihak luar. Dalam poin inilah mekanisme bantuan dana (aid) dapat dikritisi. Pemberian bantuan dalam bentuk dana langsung MEMAHAMI KONFLIK 26 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI harus dilakukan secara ketat dan mendapatkan monitoring dan evaluasi yang memadai. Secara general oleh siapapun aktor yang diberi dan memberi, alih-alih dapat menyelesaikan masalah, hal ini dalam beberapa konteks dapat menciptakan masalah baru. Seperti adanya kecenderungan kemalasan, atau penerimaan bantuan yang rentan salah sasaran. Dengan kata lain, skenario bantuan yang ideal memang tidak hanya memberi ikan, tapi memberi kail, pancing, dan mengajarkan cara menggunakannya. 6. Karakter temperamental cukup menonjol. Karakter ini bisa dibentuk karena kebiasaan yang panjang. Faktor ekonomi dan sosial seringkali mempengaruhi, di samping faktor kultural yang pada dasarnya dipengaruhi pula situasi sosial pada masa lalu. Beberapa situasi mendasar yang dijelaskan di atas menjadi sebuah isu yang banyak dibicarakan sebagai alasan konflik terjadi. Isu konflik seringkali berbeda dengan pemicunya. Bahkan tidak jarang, tindakan sederhana banyak menjadi tanda awal perselisihan atau pemicu konflik. Tindakan yang dimaksud bahkan biasanya tidak sesuai dengan isu konflik yang berkembang pada kemudian hari. Isu konflik dapat dilihat berdasarkan kondisi perbedaan yang harus dicarikan penyelesaian masalahnya. Isu dapat diidentifikasi dan dikelompokan berdasarkan faktor pemicunya. 4. Respons Terhadap Konflik dan Jalan Menuju Perdamaian Analisis dan observasi konflik diarahkan pada terciptanya resolusi konflik, yakni upaya menganangani sebab-sebab konflik dan membuat relasi baru yang tahan lama dari kelompok-kelompok yang berkonflik sebelumnya. Proses resolusi konflik menurut Miall (2002) harus mampu menunjukkan akar penyebab konflik dalam sebuah kerangka kerja yang memungkinkan pihak-pihak yang bermusuhan dapat rujuk kembali melalui rekonsiliasi, kemudian melakukan trasformasi terhadap pertentangan mereka ke dalam kegiatan tanpa kekerasan. Rangkaian kegiatan rekonsiliasi dan transformasi pada dasarnya sangat diperlukan, mengingat apabila hal ini tidak ada, justru akan mempertahankan kekerasan itu sendiri. Istilah resolusi konflik muncul dalam sebuah proses menuju perdamaian. Resolusi konflik menurut Miall merujuk pada istilah komprehensif yang mengimplikasikan bahwa sumber konflik yang dalam dan berakar akan diperhatikan dan diselesaikan. Hal ini mengimplikasikan bahwa struktur konfliknya telah berubah. (Miall, 2002:3). MEMAHAMI KONFLIK 27 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Resolusi konflik sendiri dapat dimaknai sebagai suatu konsep teoritik untuk mencari solusi atas konflik yang terjadi di tengah masyarakat. Konflik sebagai sebuah proses, biasanya diawali oleh adanya penyebab konflik. Proses resolusi konflik merupakan langkah yang perlu ditempuh untuk mencegah terjadinya letupan peristiwa kekerasan saat konflik terjadi. Resolusi konflik bermuara pada sebuah usaha mencapai perdamaian yang berkelanjutan. Perdamaian berkelanjutan yakni sebuah keadaan damai dalam arti positif atau keadaan damai yang sebenarnya dan seharusnya terjadi. Galtung (1998) mengatakan jika perdamaian dalam arti negatif dimaknai sebagai sebuah keadaan tanpa kekerasan baik antarindividu maupun kelompok. Sementara lebih lanjut dalam arti positif, perdamaian merujuk pada makna keadilan sosial melalui pemerataan kesempatan, pembagian kekuasaan dan sumber daya yang adil, juga perlindungan dan penegakan hukum tanpa keberpihakan. Dalam pandangan kelompok perdamaian postif, konflik seringkali dilihat dari akar penyebab terjadinya kekerasan, perang, dan ketidakadilan. Perdamaian positif mengangkat kembali normanorma sosial yang terkadang tercabik akibat konflik, yakni dengan menciptakan kesadaran penuh untuk mencipatakan masyarakat yang mematuhi komitmen-komitmennya. Berbagai pendekatan dalam menghadapi konflik muncul sebagai respons seketika, misalnya istilah pencegahan konflik, muncul dengan tujuan mencegah konflik yang sedang terjadi agar tidak berakhir menjadi sebuah kekerasan. Sementara itu dalam mengakhiri konflik muncul istilah transformasi, yakni sebagai sebuah usaha mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari pertikaian menjadi kekuatan postif. Pendekatan lain dalam menghadapi konflik adalah dengan penyelesaian konflik. yakni sebagai upaya untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai. Berbicara mengenai perdamaian maka kita akan bemuara pada akar nilainilai sosial serta keberadaan institusi yang secara positif menciptakan dan mengelola konsep dan penerapan perdamaian. Pada kondisi konflik istilah bina- damai diperkenalkan sebagai sebuah kondisi pencarian penyebab konflik dengan mengutamakan isu inti dari pemanfaatan masyarakat dan negara. Membaca konflik dan menemukan cara mencapai perdamaian merupakan sebuah usaha panjang. Nilai atas konflik pun sesungguhnya tidak selalu negatif. Konflik tidaklah harus selalu MEMAHAMI KONFLIK 28 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI dipahami sebagai hal yang buruk dan berakhir dalam bentuk kekerasan yang destruktif, namun dapat juga dimaknai sebagai sebuah usaha mencapai perkembangan dan perubahan seseorang atau suatu kelompok. Sehingga tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa konflik tidak hanya dapat mengakibatkan kekerasan, karena sedikit banyak konflik pada dasarnya diperlukan dalam interaksi manusia dan interaksi sosial. Konflik menciptakan isu untuk adanya interaksi tersebut, identifikasi konflik adalah hal yang esensial. Pemahaman konflik yang menyeluruh dalam sebuah interaksi sosial adalah suatu keharusan yang dapat meminimalisasi dampak kekerasan dari sebuah konflik. Pemahaman mengenai konflik juga dapat dilihat dari tingkat yang berbeda bisa dari konflik lokal, nasional, regional dan bahkan internasional. Selain itu, konflik juga dapat dilihat dari sudut pandang berbeda seperti isu sosial, politik, sumber daya, dan keamanan. Karena pada dasarnya, seperti konsep akar konflik yang selalu tidak merujuk pada satu faktor, implikasi atas konflik pun juga dapat mengarah pada berbagai aspek. Ketika melakukan analisa konflik, pemahaman pada hubungan dinamis anatara konflik dan perdamaian merupakan hal yang penting. Sudut pandang tentang penyebab konflik akan berbeda-beda tergantung dari perspektif yang melihatnya, untuk itu mengetahui dengan pasti gejala konflik tentunya akan membantu memahami akar permasalahan dari konflik yang dihadapi. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan analisis dan observasi konflik. Muara akhir dari analisis konflik adalah menciptakan kondisi damai. Miall (2000:244) menjelaskan mengenai makna dalam pemeliharaan perdamaian yang lebih luas, yakni dibutuhkan sebuah tindakan transformatif meliputi usaha-usaha untuk mentrasformasikan ketidakadilan dan menjembatani posisi yang bersebarangan. Melalui kerangka itulah, cakupan resolusi konflik menjadi lebih luas, tidak hanya sebuah upaya mengakhiri konflik. Terdapat perbedaan penting dan mendasar pada terminolgi perdamaian baik berdasarkan makna positif maupun dalam makna negatif atas sebuah perdamaian. Banyak yang masih beranggapan jika konflik atau kekerasan sudah selesai maka kondisi damai sudah tercipta. Mungkin saja itu menjadi salah satu proses menuju perdamaian yang positif, akan tetapi damai yang sebenarnya tidak sampai pada kondisi tersebut saja, lebih tinggi dari itu, damai yang positif menunjukkan sebuah MEMAHAMI KONFLIK 29 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI interaksi sosial yang lebih tinggi karena sudah terjadi transformasi hubungan dari kedua pihak yang berkonflik. 5. Terminologi Konflik dan Perdamaian Berada dalam analisis konflik membuat kita mengenal beberapa daftar istilah yang banyak dipakai baik oleh para akademisi maupun praktisi yang terjun di wilayah penanganan konflik. Paling tidak beberapa kata yang dikenalkan dalam bagian ini merupakan kata-kata yang akan sering disebutkan pada bab-bab selanjutnya. Daftar istilah popular yang digunakan dalam menangani konflik tersebut akan penulis jelaskan dengan beberapa kata sebagai berikut: Konflik, merupakan sebuah kondisi yang tidak dapat dihindari dari kehidupan sosial manusia. Konflik menjadi berkembang setelah masing-masing pihak membentuk kelompokkelompok yang bertujuan sama dengan kepentingannya. Istilah konflik menjadi popular karena terjadi mulai dari tahap kognisi, emosi, dan bahkan perilaku. Analisis Konflik, adalah sebuah usaha dalam membaca situasi konflik untuk menemukan pendekatan-pendekatan yang sesuai dalam merespons konflik yang terjadi. Menganalisis konflik berarti memilah konflik menjadi beberapa aspek konfliktual yang lebih spesifik yang merupakan kondisi natural dari konflik. Hal ini termasuk menelaah aktor-aktor yang terlibat, faktor yang membuat konflik menjadi memungkinkan, maupun dinamika situasi yang terkait dengan pengamatan terhadap kondisi eskalasi dan deaskalasi konflik. Analisis konflik dapat menggunakan perspektif beberapa ahli sebagai instrumen pendukung. Diantaranya adalah analisis konflik melalui Pohon Konflik yang fokus pada anatomi konflik dan model analisis konflik Glasl yang menitikberatkan pada dinamika konflik atau situasi eskalasi dan deeskalasi. Sebagaimana anatomi pohon, alat analisis konflik Pohon Konflik membagi faktor konflik kedalam tiga hal, yakni akar (yang merepresentasikan penyebab struktural dari konflik), batang (merupakan hambatan yang terdekat), dan cabang (mewakili indikator atau gejala-gejala konflik yang terlihat di permukaan). MEMAHAMI KONFLIK 30 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Berbicara mengenai anatomi konflik, maka perdamaian pun dapat digambarkan sebagai anatomi bunga perdamaian. MEMAHAMI KONFLIK 31 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Selain kedua anatomi yang telah dijelaskan sebelumnya, analisis konflik juga dapat dilihat dengan menggunakan analisis model Glasl. Dalam model tersebut, Glasl membagi tahapan konflik menjadi sembilan, yakni: 1) Hardening, yakni merupakan keadaan ketegangan dan pertentangan yang masih memungkinkan adanya kerjasama meskipun dengan unsur persaingan yang masih dapat dikendalikan; 2) Debates / Polemics, merupakan polarisasi dalam perasaan, pikiran, atau perilaku. Dalam posisi ini para pihak samasama ingin mendominasi posisi satu sama lain dengan tidak adanya pemikiran atau konsepsi yang dapat menjadi penjembatan; 3) Action / Not Words, adalah tahapan di mana empati mulai hilang sehigga para pihak yang bertentangan mulai tidak sungkan untuk „main tangan‟ atau melakukan aksi-aksi profokatif yang mengarah pada kekerasan fisik. Dalam posisi ini, kejasama sudah hampir tidak mungkin dilakukan karena terjadi bentuk persaingan terbuka; 4) Images / Coalition, di mana strategi koalisi mulai dilakukan oleh masing-masing pihak yang berseteru. Mereka mencari dan berkelompok dengan aktor-aktor lain yang memiliki posisi atau MEMAHAMI KONFLIK 32 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI pilihan sikap yang sama untuk menyerang atau mengalahkan pihak yang lain. Dalam posisi ini, prasangka (prejudice) digunakan sebagai metode memandang pihak lawan; 5) Lose of Face, atau membuka kedok pihak lain dan saling menyerang di ranah publik. Meskipun tidak selalu dilakukan dengan kekerasan-yang bisa jadi telah terjadi di masa lalu- konfrontasi dimulai dari „perang idelogi‟. Dan dalam level tertentu, yang dipertontonkan di publik adalah rivalitas kebaikan lawan kejahatan, kemuliaan lawan kekejaman, dan sebagainya yang dimulai dari proses-proses pemaksaan perspektif atau sudut pandang agar dianggap benar oleh publik; 6) Strategy of Threat, yakni penggunaan ketakutan sebagai bentuk strategi mengalahkan pihak lawan. Dalam level ini, ancam- mengancam dan peluncuran ultimatum terakselerasi dan jamak sekali ditemui; 7) Limited Destruction, merupakan situasi penggambaran kekacauan di mana sinisme mulai melewati moralitas yang seharusnya dipegang para aktor sesuai dengan identitas masing-masing. Dalam level ini para aktor mulai menjadi bias secara nilai dan ideologi. Hal ini sering dipercontohkan dalam kontestasi politik yang meggunakan simbol-simbol agama, mamun mengesampingkan nilai perdamaian sesama manusia; 8) Fragmentation of The Enemy; merupakan bentuk kelumpuhan dan disintegrasi yang nyata. Terjadi kehancuran total, baik secara fisik, mental, spiritual dari salah satu atau semua pihak yang bermusuhan. Termasuk di dalamnya sistem sosial, politik, dan ekonomi yang sebelumnya telah terbentuk dan berjalan secara pasti. 9) Together into The Abyss, yakni situasi kehancuran total setelah adanya konfrontasi fisik dan non-fisik yang berlangsung secara terus-menerus. Kehancuran total berarti kelumpulan infrastruktur – apabila konfrontasi dilakukan pada sebuah negara selain keruntuhan struktur sosial, poliitk, ekonomi, dan keamanan yang telah lebih dahulu hancur. Dalam situasi ini, ekestensi dan konsep kemanusiaan menjadi pembahasan yang krusial. Mengambil dari Malik, Marieta, dan Rofinus (2016), analisis konflik dalam perspektif Eskalasi Glasl dapat digunakan untuk membuat kalkulasi terhadap skenario perlawanan. Pada tahapan 1 hingga 3, masih dimungkinkan untuk adanya situasi win-win atau sama-sama menang. Sementara pada tahap 4 hingga 6, status pihak yang bermusuhan cenderung win-lose atau satu pihak menang dan MEMAHAMI KONFLIK 33 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI satu pihak lainnya kalah. Sedangkan pada tahap 7 hingga 9, yang terjadi adalah saling kalah atau lose-lose. Pada tahapan awal, intervensi atas konflik oleh pihak ke-3 dapat berupa negosiasi atau fasilitasi. Dalam level yang lebih tinggi, mediasi oleh pihak yang perlu dibuktikan netralitasnya dapat pula menjadi alternatif. Namun dalam level konflik tereskalasi tinggi, perlu dilakukan arbitrasi/adjudikasi hingga intervensi power untuk terlebih dahulu meredakan ketegangan. Resolusi Konflik, yakni sebagai usaha menangani sebab- sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan tahan lama di antara kelompok yang saling bermusuhan. Perspektif resolusi konflik mulai berkembang pada tahun 1950 dan mengalami masa kejayaan pada 1980-an (Kriesberg, 2008 dalam Malik, Marietha, dan Rofinus, 2008) pada masa isu-isu sosial yang cenderung konfliktual berkembang pasca masa kolonialisme. Pada masa-masa tersebut, isu identitas bergerser dari antarnegara menjadi antarbangsa dalam negara. Terlepas dari beberapa negara yang pada akhirnya terpecah, pada waktu itu muncul kesadaran bahwa konflik dapat terjadi karena permasalahan struktur sosial, politik, dan ekonomi. Kesadaran akan hal ini membuat intervensi konflik dengan pilihan menggunakan perspektif resolusi konflik, di mana manusia mulai berpikir untuk tidak hanya meredakan konflik, namun mulai mencoba menyelesaikan masalah-masalah fundamental yang menyebabkan konflik mengemuka dengan cara yang damai dan konstruktif bukan malah membuat konflik mengeskalasi. Transformasi Konflik, ialah usaha untuk mengubah pihakpihak yang berkonflik membentuk hubungan baru yang bernilai positif daripada hubungan lama yang negatif. John Paul Lederach (1997) menjelaskan bahwa pendekatan transformasi konflik dapat menjadi alternatif pada konflik-konflik tertentu yang terkadang sulit untuk diselesaikan. Jika pada resolusi konflik yang menjadi titik berat adalah isu konflik, maka dalam transformasi konflik titik fokusnya pada hubungan kontekstual antar pihak yang berkonflik. Dalam pendekatan transformasi konflik, jangka waktu intervensi bisa sangat panjang, karena tidak menargetkan hasil yang revolusioner. Peran pemimpin sangat penting dalam transformasi konflik. Mulai dari tataran top leadership (seperti pemimpin militer, politik, agama), lalu middle-range leadership (pemimpin sektor tertentu, seperti akademisi atau ahli lainnya), hingga dalam level grassroot leadership atau pemimpin lokal (pemimpin komunitas masyarakat). Perdamaian, ialah kondisi ketika msyarakat tidak saja MEMAHAMI KONFLIK 34 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI sekadar terbebas dari situasi konflik, namun juga kondisi tercapainya nilai keadilan, pemerataan kesempatan, dan distribusi kekuasaan dan penegakan hukum yang tidak berpihak. Situasi damai dapat dibedakan menjadi damai negatif dan damai positif. Pada perdamaian negatif, tidak ditemukan konflik aktual antar dua pihak, namun terdapat ketimpangan struktural yanda dapat menjadi potensi konflik. Hal ini bisa menjadi konflik laten, yakni konflik yang dapat mengemuka di kemudian hari. Sedangkan dalam perdamaian positif, selain tidak ada konflik terbuka, namun ketimpangan fundamental tidak terjadi. Perdamaian positif lahir dari keadilan struktural yang ditegakkan dengan baik. Kearifan lokal, merupakan nilai-nilai berupa penggambaran dari adat-istiadat maupun norma-norma yang berlaku di masyarakat yang disepakati bersama dan dijalankan di tengah masyarakat tanpa ada unsur paksaan. Memahami kearifan lokal menjadi satu hal penting untuk menentukan pendekatan realitas pada sebuah kondisi konflik yang sedang dihadapi. 6. Menentukan Cara Menuju Perdamaian Pengenalan mengenai konflik dan perdamaian menjadi salah satu cara menyamakan persepsi terhadap kondisi tersebut. Sebelum menentukan jenis pendekatan yang akan diambil dalam menangani konflik, maka sebelumnya penulis menjelaskan mengenai terminologi konflik dan perdamaian dalam tinjauan teori di kalangan akademisi. Pada proses analisis konflik hasil yang diharapkan adalah memilih pendekatan yang tepat sebagai bentuk respons terhadap konflik. Beberapa pilihan pendekatan baik objektif dan subjektif dapat menjadi pertimbangan mendasar untuk pemilihan pendekatan yang dimaksud. Dewasa ini pendekatan terhadap konflik juga memasuki wilayah kebudayaan. Sebagai khasanah budaya, kearifan lokal cukup berhasil digunakan sebagai metode penyelesaian konflik yang efektif. Terlebih pada kasus-kasus yang melibatkan kekerasan. Peran penting dari kepala adat menjadi hal utama dari keberhasilan penggunaan kearifan lokal sebagai salah satu strategi konflik. Dengan melihat pentingnya kearifan lokal untuk penyelesaian konflik, pada bab berikutnya akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai cara penyelesaian konflik menggunakan pendekatan kearifan lokal. Juga akan disertakan beberapa contoh nilai-nilai perdamaian yang terkandung dalam kearifan lokal yang ada dalam sistem masyarakat Indonesia. MEMAHAMI KONFLIK 35 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI RANGKUMAN 1. Konflik dan perdamaian menjadi dua sisi yang banyak dipahami masyarakat sebagai sebuah kondisi yang saling bertentangan. Tidak akan damai jika masih ada konflik dan begitupun sebaliknya, tidak mungkin terjadi konflik jika sedang dalam kondisi damai. Aspek penyebab konflik menjadi sangat penting dalam proses analisis konfilk, mengetahui penyebab konflik menentukan pilihan cara penangan konflik yang tepat. Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai atau norma, dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru yang ditimbulkan seiring dengan dinamika sosial. Namun cara kita menangani konflik adalah persoalan kebiasaan dan pilihan. Adalah mungkin mengubah respon kebiasaan dan melakukan penentuan pilihan-pilihan yang tepat. 2. Konflik merupakan sebuah gerakan dari posisi penuh pertentangan dan pertikaian menuju relasi yang penuh perdamaian. Pergerakan menuju perdamaian bisa dipahami melalui peran yang muncul dari setiap pergerakan yang melewati empat tahap yakni konflik laten, konfrontasi dalam konflik terbuka, negosiasi, dan terakhir kondisi damai yang berkelanjutan. 3. Saat terjadi konflik, perubahan pada isu konflik seringkali berkembang dari isu awal yang menjadi dasar konflik terjadi, karenanya proses analisis konflik menjadi hal yang rumit. Tidak hanya berbicara mengenai perbedaan kepentingan dan keinginan, namun juga mengenai perkembangan isu sosial, politik, kebudayaan dan keamanan. Munculnya konflik diantaranya disebabkan adanya faktor identitas kelompok kesenjangan sosial dan ekonomi, politik, serta prasangka dan dendam. 4. Analisis dan observasi konflik diarahkan pada terciptanya resolusi konflik, yakni upaya menganangani sebab-sebab konflik dan membuat relasi baru yang tahan lama dari kelompok-kelompok yang berkonflik sebelumnya. Proses resolusi konflik merupakan langkah yang perlu ditempuh untuk mencegah terjadinya letupan peristiwa kekerasan saat konflik terjadi. Resolusi konflik bermuara pada sebuah usaha mencapai perdamaian yang berkelanjutan. 5. Terminologi konflik dan perdamaian antara lain: Konflik, Analisis konflik, Resolusi konflik, Transformasi konflik, Kearifan lokal. 6. Pengenalan mengenai konflik dan perdamaian menjadi salah satu cara menyamakan persepsi terhadap kondisi tersebut. Sebelum menentukan jenis pendekatan yang akan diambil dalam menangani konflik, maka sebelumnya penulis menjelaskan mengenai terminologi MEMAHAMI KONFLIK 36 DAN PERDAMAIAN

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI konflik dan perdamaian dalam tinjauan teori di kalangan akademisi. Peran penting dari kepala adat menjadi hal utama dari keberhasilan penggunaan kearifan lokal sebagai salah satu strategi konflik. Dengan melihat pentingnya kearifan lokal untuk penyelesaian konflik, pada bab berikutnya akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai cara penyelesaian konflik menggunakan pendekatan kearifan lokal. LATIHAN 1. Jelaskan pentingnya memahami konflik dan perdamaian? 2. Uraikan bagaimana cara analisis konflik? 3. Jelaskan isu konflik sebagai dasar analisis? 4. Jelaskan bagaimana cara respons terhadap konflik dan jalan menuju perdamaian? 5. Sebutkan apa saja terminologi konflik dan perdamaian? 6. Jelaskan bagaimana menentukan cara menuju perdamaian? MEMAHAMI KONFLIK 37 DAN PERDAMAIAN

HANJAR LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI III PENANGANAN KONFLIK DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL 20 JP (900 Menit) PENGANTAR Dalam menjaga kamtibmas, polisi kita dapat bersinergi dalam membangun ketertiban masyarakat dengan menggali kearifan dan nilai-nilai budaya lokal. Hal itu bisa memberikan manfaat dan mendukung tugas-tugas kepolisian dalam hal menegakkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Budaya lokal yang dimaksud mensyaratkan respons individu pada lingkungannya. Budaya sebagai pola asumsi dasar bersama yang dipelajari kelompok melalui pemecahan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Dengan pemahaman budaya dapat meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya merupakan perekat sosial yang membantu menghimpun organisasi bersama dengan memberikan standar yang cocok atas apa yang dilakukan. Budaya dapat membantu organisasi mengantisipasi dan menyesuaikan perubahan lingkungan yang berkaitan dengan kinerja tinggi untuk jangka panjang. Interaksi dalam struktur sosial ini akan menciptakan budaya di antara kedua belah pihak, baik masyarakat maupun institusi Polri. Budaya itu diproduksi oleh mereka saat mereka berinteraksi satu sama lain. Budaya akan terus direproduksi oleh anggotanya karena budaya merupakan sebuah proses dan produk. Budaya juga memfasilitasi, karena memungkinkan kita untuk memahami apa yang terjadi sehingga dapat berfungsi dalam pengaturan yang secara simultan terkait dengan tradisi di masa lalu, dan terbuka untuk revisi interpretasi pada perubahan yang baru. Melalui pendekatan budaya dan komunikasi, tentu Polri ingin mengubah suatu yang positif tentang organisasi. Mengingat peran komunikasi organisasi dapat mengembangkan dan mempertahankan budaya dalam membantu pencapaian pribadi yang profesional. Polisi profesionalitas berarti memilki sikap yang ditampilkan dalam perbuatan, bukan yang dikemas dalam kata-kata yang diklaim oleh pelaku secara individual. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sesuai profesinya. Polisi dalam keseharian memang dituntut harus menjadi polisi yang bisa menangani kejahatan sehari-hari, mereka dalam melaksanakan tugas itu memang PENANGANAN KONFLIK 38 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI harus teliti dan sabar. Polisi memiliki multifungsi, yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change of agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator. Polisi harus menjalin kemitraan dengan masyarakat sehingga terwujud rasa saling percaya dan menghargai dengan demikian polisi bersama- sama masyarakat dapat memecahkan masalah yang timbul di lingkungannya. Untuk memberikan pengetahuan kepada peserta didik maka dalam hanjar ini akan membahas materi meliputi pentingnya penanganan konflik dengan pendekatan kearifan lokal, revitalisasi eksistensi kearifan lokal, perspektif perdamaian dari kearifan lokal, tantangan implementasi penanganan konflik dengan pendekatan kearifan lokal. KOMPETENSI DASAR Dapat memahami Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau sebagai mitra Kepolisian dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Indikator hasil belajar: 1. Menjelaskan tentang pentingnya penanganan konflik dengan pendekatan kearifan lokal. 2. Menjelaskan mengenai revitalisasi eksistensi kearifan lokal. 3. Menjelaskan bagaimana perspektif perdamaian dari kearifan lokal. 4. Menjelaskan mengenai tantangan implementasi penanganan konflik dengan pendekatan kearifan lokal. PENANGANAN KONFLIK 39 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI MATERI PELAJARAN Pokok Bahasan: Penanganan Konflik Dengan Pendekatan Kearifan Lokal Sub Pokok Bahasan: 1. Pentingnya penanganan konflik dengan pendekatan kearifan lokal 2. Revitalisasi eksistensi kearifan lokal 3. Perspektif perdamaian dari kearifan lokal 4. Tantangan implementasi penanganan konflik dengan pendekatan kearifan lokal METODE PEMBELAJARAN 1. Metode Ceramah. Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang kegiatan kunjungan, pemecahan dan penanganan masalah serta kegiatan pemecahan masalah. 2. Metode Brainstroming (Curah Pendapat) Metode ini digunakan untuk menggali pendapat/pemahaman peserta didik tentang materi yang akan disampaikan. 3. Metode Tanya Jawab. Metode ini digunakan untuk tanya jawab tentang materi yang telah disampaikan. 4. Metode Diskusi. Metode ini digunakan untuk menghadapkan peserta didik kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. 5. Metode Penugasan Metode ini digunakan pendidik untuk menugaskan peserta didik membuat resume. 6. Metode Praktik/drill Metode ini digunakan untuk mempraktikkan materi kegiatan kunjungan. PENANGANAN KONFLIK 40 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI 7. Metode Bermain Peran/role play. Metode ini digunakan untuk penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. ALAT/MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR 1. Alat/Media a. Whiteboard. b. Flipchart. c. Komputer/laptop. d. LCD dan screen. e. Laser Pointer. 2. Bahan a. Kertas. b. Alat tulis. 3. Sumber Belajar a. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor : kep/773/VII/2016 tentang Buku Pintar Bhabinkamtibmas. b. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep/307/V/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Masyarakat Dalam Tugas Kepolisian Pre-Emtif dan Preventif. c. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. PENANGANAN KONFLIK 41 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Tahap awal : 10 menit Pendidik melaksanakan apersepsi dengan kegiatan : a. Pendidik menugaskan peserta didik untuk melakukan refleksi. b. Pendidik mengaitkan materi yang sudah disampaikan dengan materi yang akan disampaikan. c. Menyampaikan tujuan pembelajaran pada Hanjar ini. 2. Tahap inti : 250 Menit a. Pendidik menyampaikan materi tentang mengenal Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau. b. Peserta didik memperhatikan dan mencatat hal-hal yang penting. c. Pendidik memberikan kesempatan peserta didik untuk tanya jawab kepada pendidik tentang materi yang belum dimengerti. d. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi yang disampaikan oleh pendidik. e. Pendidik menyimpulkan materi yang telah disampaikan. 2. Tahap akhir : 10 menit a. Cek Penguatan materi Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara umum. b. Cek penguasaan materi Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran dengan bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik. c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas. Pendidik menggali manfaat yang bisa di ambil dari materi yang telah disampaikan. d. Pendidik menugaskan peserta didik untuk membuat resume pada materi pelajaran yang telah disampaikan. PENANGANAN KONFLIK 42 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI TAGIHAN / TUGAS Peserta didik mengumpulkan resume dalam bentuk tulisan tangan kepada pendidik. LEMBAR KEGIATAN Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk membuat resume tentang materi yang telah diberikan. PENANGANAN KONFLIK 43 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI BAHAN BACAAN PENANGANAN KONFLIK DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL 1. Pendahuluan Pendekatan resolusi konflik menunjukkan akar penyebab konflik yang berkembang menjadi kekerasan oleh pihak-pihak yang bermusuhan. Resolusi konflik mencoba mencari sumber dari pertentangan, berusaha untuk mentransformasikan ketidakadilan dan penyumbatan komunikasi yang mungkin semakin memperparah keadaan. Oleh karena itu, proses damai yang saat ini dijalankan harus diikuti dengan usaha transformasi konflik yang menyeluruh di semua aspek dengan dilakukan secara terus menerus untuk memastikan perdamaian permanen dapat terwujud. Resolusi konflik dapat dimaknai sebagai bentuk penyelesaian konflik hingga babak akhir dengan tujuan agar tidak mengulangi proses damai yang mungkin pernah gagal pada masa-masa sebelumnya. Resolusi konflik pada hakekatnya adalah upaya proses penyelesaian konflik dengan jalan nir kekerasan dan lebih mengedepankan cara-cara demokratis. Proses resolusinya adalah melalui cara-cara dialog, konsensus untuk mencapai kesepakatan damai untuk kepentingan bersama, tanpa ada yang merasa menang dan kalah (win-win solution). Proses ini juga melibatkan upaya untuk mendorong perubahan perilaku yang positif dari para aktor konflik. Resolusi konflik diharapkan dapat menangani sebab-sebab konflik guna melangkah lebih maju kepada penciptaan suatu hubungan baik dan damai yang langgeng (perpetual peace) di antara kelompok-kelompok yang berkonflik. Resolusi konflik tersebut sekaligus mengandung arti serangkaian proses guna menyelesaikan konflik. Strategi resolusi konflik, pada prinsipnya berusaha menghindari cara-cara kekerasan. Untuk penyelesaian konflik yang tuntas memang harus diupayakan terjadinya suatu transformasi penanganan konflik dari yang bersifat koersif atau berorientasi pada hard power menuju pendekatan nirkekerasan, yakni melampaui tujuan perdamaian negatif menuju perdamaian positif (Rachman, 2004: 28). Realitas mengenai adanya peran penting kearifkan lokal dalam suatu masyarakat yang bernilai perdamaian memberi dampak pada terciptanya rangkaian usaha resolusi konflik dengan implementasi nilai-nilai tersebut. PENANGANAN KONFLIK 44 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI Hingga kini, pendekatan kearifan lokal menjadi salah satu cara yang dapat diterapkan sebagai landasan nilai yang nantinya diharapkan lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat. Kearifan lokal dalam hal ini dimaknai sebagai realitas yang dapat dijadikan acuan dalam penyelesaian sebuah konflik. Selain itu, pendekatan kearifan lokal menyumbang pertimbangan dan preferensi terhadap pemilihan aktor-aktor untuk terlibat dalam penyusunan strategi resolusi konflik yang diharapkan tepat dan mewakili aspirasi pihak- pihak yang berkonflik. Pendekatan strategi penyelesaian sebuah konflik diharapkan dapat menunjukkan akar penyebab konflik agar memungkinkan pihak- pihak yang bermusuhan dan bertentangan dapat melakukan komunikasi serta membuka rekonsiliasi, hingga perdamaian dapat diperoleh. Penyelesaian konflik dapat merujuk pada terpenuhi tujuan transformasi konflik. Dengan demikian, proses damai yang saat ini dijalankan harus diikuti dengan usaha transformasi konflik yang menyeluruh di semua aspek dan terus menerus untuk memastikan perdamaian permanen dapat terwujud. Proses perdamaian yang dimaksud adalah dengan memperhatikan beberapa prosedur sebelum menentukan strategi yang dimaksud. Adapun prosedur tersebut yakni: a. Mengurai Konflik dan Menciptakan Perdamaian Melakukan analisis terhadap kasus yang sedang dihadapi dan menemukan konflik nyata merupakan langkah awal dalam menentukan respons terhadap konflik. Memahami konflik menjadi langkah penting menyiapkan strategi yang akan disusun untuk memberikan respons yang tepat pada konflik tersebut. Kesalahan melakukan analisis dan memahami konflik dapat membuat konflik tereskalasi dengan cepat. Begitupun dengan proses memahami secara rinci mengenai permasalahan yang sedang dihadapi memang bukan perkara mudah. Kecenderungan melihat dari sudut pandang masalah yang Nampak (konflik real) merupakan hal wajar. Masalah waktu analisis yang singkat memungkinkan hanya konflik terlihat yang dapat dicari penyelesaian masalahnya. Akan tetapi, masalah-masalah yang tertutup biasanya justru menjadi pintu awal menuju perdamaian abadi yang diinginkan. Masalah yang tertutup dalam konflik menjadi semacam rumput kering yang selalu siap terbakar jika ada pemicunya, misal isu ketidakadilan, perbedaan adat istiadat, cara komunikasi yang berbeda, perbedaan kepentingan dan lain sebagainya. Proses mengurai permasalahan dilakukan dengan cara menjawab minimal PENANGANAN KONFLIK 45 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI pertanyaan 5W+1H yakni siapa aktor yang berkonflik, apa isu yang menjadi dasar konflik terjadi, dimana wilayah konflik berlangsung, kapan konflik terjadi (fokus pada timeline konflik), kenapa konflik bisa terjadi (analisis konflik fokus pada trigger), dan terakhir bagaimana konflik terjadi (fokus pada dinamika konflik). b. Memahami Tahap Penyelesaian Konflik Setelah target perdamaian telah ditentukan, proses selanjutnya adalah melakukan penyelesaian konflik dengan memilih beragam metode seperti yang akan dijelaskan selanjutnya. Namun demikian metode tersebut bukan tidak mungkin untuk dikolabirasikan, artinya tidak seperti huruf alfabet yang harus dimulai dari A secara satu persatu hingga berakhir di Z. Lompatan-lompatan proses dan pendekatan metode dapat dipilih disesuaikan dengan wilayah dan karakter konflik yang dihadapi. - Mediasi Mediasi, merupakan cara “aman” bagi pihak-pihak yang bertikai untuk bertemu dengan tetap memberikan kesempatan pada mereka untuk memegang kendali atas berbagai persoalan hubungan dan hasil-hasilnya. Proses ini dapat digunakan sebagai langkah awal dalam menghadapi konflik. Mediasi dilakukan oleh pihak ketiga untuk tujuan mencipatakan posisi netral dari kedua pihak yang berselisih. Mediasi yang baik ditentukan oleh kemahiran mediator dalam menciptakan suasana dipercaya oleh kedua pihak yang bersengketa. Tanpa terciptanya kondisi “percaya” maka tidak akan kelompok yang bersedia melakukan proses mediasi. Pada tahapan ini keinginan dari kedua pihak yang bersengketa didengarkan dan dipenuhi, jika ada yang bertentangan menemukan jalan tengah menjadi solusi awal dari masalah tersebut. Salah satu syarat mediator diterima oleh pihak yang berkonflik adalah sikap netral dari mendukung kedua pihak yang berselisih. Meskipun demikian bukan berarti mediator benarbenar netral, mediator haruslah tetap berpihak pada jalan perdamaian yang ingin dituju. - Rekonsiliasi Rekonsiliasi, merupakan upaya penyelesaian konflik dengan cara nirkekerasan, dapat dilakukan dengan dialog dan mediasi sesuai dengan dinamika konflik yang sedang terjadi. Dalam usaha menangani sebab-sebab konflik, maka perlu membangun hubungan baru dan tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan, salah satu cara yang harus dilakukan yakni melalui sarana komunikasi dan tata relasi yang baru. Agar kebekuan kelompok-kelompok PENANGANAN KONFLIK 46 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI tersebut dapat mencair dan bersama-sama serta bekerjasama membangun perdamaian. Tabel 2. Pola Rekonsiliasi Konflik Di Indonesia No Daerah Konflik Pola Rekonsiliasi Resolusi Konflik 1 Sumatera Barat. Rekonsiliasi mantan Rekonsiliasi yang PRRI/ PERMESTA, PRRI/PERMESTA, baik dilaksanakan secara Tahun 1958. dari kalangan militer, sipil, vertikal maupun horizontal pelajar dan mahasiswa, diikuti kesadaran dan yang menyerahkan diri dan komitmen masing-masing direhabilitasi oleh pihak. Sehingga Pemerintah: rekonsiliasi tidak hanya 1. Sebagian diantara secara formal saja, tapi mereka, melanjutkan punya makna reunifikasi atau substansi, dan dalam pengabdiannya di perkembangannya lebih bidang militer, bersifat permanen. berdasarkan syarat tertentu. 2. Sebagian kembali dalam kehidupan masyarakat sipil, wiraswasta, pelajar dan mahasiswa. 2 Sambas, Pihak yang bertikai (Etnis Rekonsiliasi dilaksanakan Kalimantan Barat. Dayak dan etnis Madura) karena adanya kesadaran Konflik Etnis. Tahun melakukan rekonsiliasi bersama, khususnya 1997. dengan duduk dalam mereka yang bertikai, untuk satumeja, difasilitasi oleh saling menjaga komitmen Pemda, DPR dan Tokoh masing-masing terhadap Masyarakat. Mereka perdamaian. Dalam sepakat agar kehidupan perkembangannya normal dan damai bisa berlanjut rekonsiliasi politik terlaksana. Usai dan sosial seperti asimulasi pertemuan mereka saling (perkawinan) antar etnis, berjabat tangan, sehingga rekonsiliasi dapat berangkulan, untuk bertahan lama, dan lebih melupakan konflik yang bersifat permanen. pernah terjadi dansepakat menatap kehidupan masa depan yang rukun. 3 Mataram, Nusa Konflik Patemon Karang Rekonsiliasi, meskipun Tenggara Barat. Genteng, secara formal belum dilakukan secara Konflik Patemon, belum pernah diadakan formal, namun dalam Karang Genteng, rekonsiliasi, dan oleh proses komunikasi mulai Pemkot dibangun tembok mencair dengan sendirinya, Tahun 2001. yang memisahkan antara karena kepentingan dan kedua desa tersebut. keterkaitan individu dalam Namun rekonsiliasi kehidupan sosial maupun dilakukan secara alami, ekonomi. Namun melalui komunikasi dalam dinamikanya masih rentan kehidupan sehari-hari terhadap konflik. seperti bekerja di ladang, datang ke tempat hajatan (mayoritas kaum perempuan) dan dalam PENANGANAN KONFLIK 47 DENGAN PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook