BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Hak cipta pada penulis Hak penerbitan pada penerbit Tidak boleh diproduksi sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun Tanpa izin tertulis dari pengarang dan/atau penerbit Kutipan Pasal 72 : Sanksi pelanggaran Undang-undang Hak Cipta (UU No. 10 Tahun 2012) 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal (49) ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1. 000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5. 000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau hasil barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
BIOENETfReEkPtRiEvNiEtUaRsSHIP Limbah BrassicaPengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha Dalam Pengendalian Nematoda Puru Akar Dr. Bambang Supriatno, M.Si. AMALLIA ROSYATri Suwandi, S.Pd., M.Sc. Dr. Diah Kusumawaty, M.Si. Ahmad Ahyani, S.Pd.
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha Penulis: Dr. Bambang Supriatno, M.Si. Tri Suwandi, S.Pd., M.Sc. Dr. Diah Kusumawaty, M.Si. Ahmad Ahyani, S.Pd. Desain Cover & Layout Pusaka Media Design viii + 117 hal : 15,5 x 23 cm Cetakan, Desember 2020 ISBN: 978-623-6569-93-1 Penerbit PUSAKA MEDIA Anggota IKAPI No. 008/LPU/2020 Alamat Jl. Endro Suratmin, Pandawa Raya. No. 100 Korpri Jaya Sukarame Bandarlampung 082282148711 email : [email protected] Website : www.pusakamedia.com Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala kenikmatan sehingga penulisan buku yang berjudul “Bioentrepreneurship: Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha” dapat diselesaikan. Buku ini disusun sebagai salah satu referensi matakuliah Bioentrepreneruship yang dilaksanakan di Departemen Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Indonesia, maupun matakuliah sejenis (misalnya Kewirausahaan) di departemen, fakultas, atau universitas lain. Buku ini merupakan salah satu luaran penelitian Hibah Peningkatan Mutu Pembelajaran (mencari best practices tentang teaching) Tahun Anggaran 2020 yang dibiayai oleh Dana Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Penugasan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), Universitas Pendidikan Indonesia Tahun Anggaran 2020 dengan Surat Keputusan Rektor Nomor: 1079/UN40/PM/2020. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor dan Ketua LPPM Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas, serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penulisan buku ini. BIOENTREPRENEURSHIP v Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Penulis menyadari bahwa buku ini belum sempurna, sehingga kritik dan saran demi untuk kesempurnaan buku ini sangat diharapkan dari berbagai pihak. Demikian buku ini dibuat, semoga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Bandung, Desember 2020 Penulis vi BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii Bab 1. Pengantar Entrepreneurship .................................................... 1 1.1. Entrepreneurship sebagai Bagian Keterampilan Abad 21 ....... 2 1.2. Karakteristik Entreprenuer ........................................................... 5 1.3. Kreativitas dalam Entrepreneurship ........................................... 11 Bab 2. Membangun Jiwa Entrepreneurship ..................................... 21 2.1. Model Pengembangan Keterampilan Entrepreneurship ......... 21 2.2.Strategi Pengembangan Keterampilan Entrepreneurship 27 melalui Biologi .................................................................................. 2.3.Model Pembelajaran Bioentrepreneurship Berbasis 33 CAPAB(L)E .......................................................................................... Bab 3. Merancang Usaha ......................................................................... 37 3.1. Strategi Memulai Usaha .................................................................. 37 3.2.Rencana Usaha (Business Plan) ..................................................... 41 3.3.Bisnis Model Canvas ........................................................................ 43 BIOENTREPRENEURSHIP vii Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Bab 4. Contoh Rancangan Usaha .......................................................... 45 4.1. Hidroponik ....................................................................................... 46 4.2. Media Pembelajaran Biologi ......................................................... 57 4.3. Filter Masker .................................................................................... 64 4.4. Kerajinan .......................................................................................... 77 4.5. Perangkat Berkebun (Gardening Set) ........................................ 92 Daftar Pustaka ............................................................................................ 105 Biodata Penulis ............................................................................................ 116 viii BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
BAB 1. PENGANTAR ENTREPRENEURSHIP Indonesia mencanangkan beberapa visi di bidang ekonomi untuk menyambut 100 tahun kemerdekaan, antara lain Indonesia sebagai pusat ekonomi kreatif dan digital kelas dunia, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 3-4%, zero unskilled workers, dan USD 28,934 PDB perkapita di 2045 (Kementerian BPN/Bappenas, 2017). Untuk mencapai hal tersebut, Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang unggul. Laporan The Global Entrepreneurship and Development Institute (GEDI) 2019 yang dirilis dalam website resminya (https://thegedi.org/), menunjukkan bahwa Global Entrepreneurship Index (GEI) Indonesia meningkat dari 21,0 menjadi 26,0 yang mengakibatkan kenaikan peringkat dari 94 ke 75 dan bergeser dari kuartil empat ke tiga. GEI merupakan suatu parameter untuk mengukur kesehatan ekosistem kewirausahaan pada suatu negara, yang mencakup sikap, sumber daya, dan infrastruktur (Ács, Szerb, Lafuente, & Márkus, 2019). Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas kewirausahaan (entrepreneurship activity) Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan dalam konteks domestik dan internasional. Namun, capaian tersebut masih di bawah negara ASEAN lain seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan Vietnam. BIOENTREPRENEURSHIP 1 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Data BPS (2019) menunjukkan bahwa TPT turun menjadi 5,28% dibandingkan tahun lalu yang sebesar 5,34%. Data TPT yang berasal dari perguruan tinggi turun dari 5,89% menjadi 5,67%. Sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Parsipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga mengalami peningkatan. Dilihat dari tren lapangan pekerjaan selama Agustus 2018-Agustus 2019, lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terutama pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (0,50%), Industri Pengolahan (0,24%), dan Perdagangan (0,20%). Data-data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi dan peluang yang besar untuk bersaing di tingkat global. Namun, yang masih menjadi permasalahan adalah kurangnya kemandirian dan semangat entrepreneurship bagi sebagian besar lulusan perguruan tinggi. Sebagian besar mereka lebih dominan sebagai pencari kerja (job seeker) dari pada menciptakan lapangan kerja (job creator). Sistem pembelajaran di perguruan tinggi yang umumnya masih terfokus pada ketepatan lulus dan kecepatan memperoleh pekerjaan masih menjadi suatu prioritas. Hal ini mengakibatkan rendahnya kesiapan menciptakan lapangan kerja (entrepreneurship) lulusan (Afriadi & Yuni, 2018). 1.1. Entrepreneurship sebagai Bagian Keterampilan Abad 21 Tuntutan bagi generasi saat ini adalah untuk memiliki seperangkat keterampilan yang mencakup keterampilan cara berpikir, bekerja, karir, dan hidup di masyarakat. Keterampilan- keterampilan ini yang umum dikenal dengan keterampilan abad 21. Saat ini banyak framework keterampilan abad ke-21 yang dirumuskan oleh organisasi atau asosiasi internasional, seperti: Partnership for 21st century skills (P21), EnGauge, Assessment and Teaching of 21st Century Skills (ATCS), Skills for 21st Century (OECD), dan European Union 21st Century Skills (EU). Persamaan dan perbedaan di antara beberapa framework tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. 2 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Tabel 1. Perbandingan beberapa framework keterampilan abad 21 Keterampilan yang Keterampilan disebutkan di Keterampilan yang Keterampilan yang disebutkan kebanyakan disebutkan di yang disebutkan framework di satu framework di semua (a.l. P21, EnGauge, sedikit framework framework ATCS, dan Kolaborasi NETS/ISTE) Belajar untuk Mengambil Komunikasi belajar (ATCS, EU) risiko (EnGauge) Literasi TIK Kreativitas Keterampilan Berpikir kritis Self-direction (P21, Mengatur dan Penyelesaian EnGauge, OECD) menyelesaikan sosial dan/atau konflik (OECD) kultural, masalah Merencanakan kewarganegara- Pengembangan (EnGauge, OECD) Jiwa inisiatif dan an entrepreneurshi kualitas produk/ Fleksibilitas dan p (EU) produktivitas adaptibilitas (P21, (kecuali di ATCS) EnGauge) Tema interdisiplin (P21) Sumber:Voogt & Roblin (2012) Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa framework European Union 21st Century Skills secara eksplisit menyebutkan keterampilan entrepreneurship sebagai salah satu dari delapan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi kehidupan di abad 21, yaitu: komunikasi dalam bahasa ibu; komunikasi dalam bahasa asing; kompetensi matematika dan kompetensi dasar sains dan teknologi; kompetensi digital, belajar untuk belajar, kompetensi sosial dan kewarganegaraan; kesadaran dan ekspresi budaya (European Union, 2006). Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan kemampuan seseorang dalam menentukan dan mengevaluasi peluang-peluang usaha dengan mengelola sumber daya yang tersedia (Hatani, 2008). Sementara itu, Suryana & Bayu (2015) mendefinisikan kewirausahaan sebagai kemampuan dalam membuat sesuatu yang baru dan berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang. Dengan kata lain wirausahawan (entrepreneur) adalah mereka yang selalu mencari perubahan, berusaha mengikuti dan menyesuaikan perubahan itu, mampu BIOENTREPRENEURSHIP 3 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
mengambil peluang, serta berani mengambil risiko dalam setiap peluang yang diambil (Afriadi & Yuni, 2018). Keterampilan entrepreneurship merupakan keterampilan yang sangat kompleks karena mencakup serta menekankan pentingnya inovasi, kreativitas, pengambilan risiko, kerja tim, tidak hanya berfokus pada kewirausahaan komersial (European Commission, 2018). Entrepreneurship yang memanfaatkan makhluk hidup untuk tujuan komersial atau bisnis disebut bioentrepreneurship. Bioentrepreneurship berasal dari kata “bio” yang artinya makhluk hidup dan “entrepreneurship” yang artinya kewirausahaan, yaitu segala hal yang berkaitan dengan sikap, tindakan, dan proses yang dilakukan oleh para entrepreneur dalam merintis, menjalankan, dan mengembangkan usaha mereka (Anwar et al., 2012). Wirausahawan (entrepreneur) adalah inovator dan individu yang sedang mengembangkan sesuatu yang unik dan baru. Definisi tersebut pertama kali dikenalkan oleh Ricard Cantilon (1755) seorang ekonom Prancis (Dewi, 2016). Istilah lain menyebutkan bahwa kemampuan diri seseorang untuk menentukan dan mengevaluasi peluang-peluang usaha dengan mengelola sumber daya yang ada disebut dengan kewirausahaan (La Hatani, 2008). Dengan demikian, keberadaan manusia di dunia merupakan mahluk utama dan titik sentral dalam perkembangan peradaban manusia dan kewirausahaan melekat pada diri manusia. Berkaitan dengan hal tesebut terdapat empat elemen pokok yang harus disadari berkaitan dengan eksistensi keberadaan manusia dalam memahami falsafah atau hakekat wirausaha. Pertama, hakekat keberadaan manusia ialah pekerja. Bekerja merupakan indikator eksistensi manusia, oleh karena itu tanpa bekerja fungsi manusia di permukaan bumi akan kehilangan makna. Kedua, kewajiban manusia dalam hidup adalah bekerja. Dalam hal ini bekerja agar kehidupan menjadi lebih beradab, karena tujuan manusia bekerja adalah untuk mempertahankan hidup atau keberlangsungan hidupnya. Bekerja akan membuat hidup menjadi bergairah, dinamis dan menyenangkan sehingga keeradaan diri manusia akan lebih bernilai. Ketiga, etos kerja. Salah satu inner dynamic factor atau faktor dinamika yang berada dalam diri manusia adalah etos kerja. Dalam bekerja dapat dihasilkan sesuatu baik 4 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
secara kuantitatif maupun kualitatif. Dua variable yang saling berhubungan dalam hal ini ialah manfaat/kegunaan dan produktivitas. Keempat, kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup dan keberlangsungan hidup dapat dipenuhi dengan bekerja. Dari perjalanan tahapan kehidupan manusia, kebutuhan manusia selalu mengalami proses perkembangan dan beragam. 1.2. Karakteristik Entrepreneur Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan dapat dibedakan berdasarkan beberapa ciri-ciri khusus yang membedakannya. Adapun sikap yang dapat membedakannya yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan. Ciri- ciri sikap kewirausahaan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ciri-ciri sikap kewirausahaan Ciri-ciri Sikap Percaya diri Keyakinan, ketidaktergantungan, individualism, dan optimisme. Berorientasi pada tugas Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, Pengambilan resiko mempunyai dorongan kuat, enerjik, dan inisiatif. Kepemimpinan Kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar Keorisinilan dan suka tantangan. Berorientasi ke masa depan Perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik. Inovatif, kreatif, dan fleksibel Pandangan ke depan dan perpektif Menurut Hatthakijphong dan Ting (2019), empat keterampilan wirausaha yang utama adalah manajemen bisnis, pemikiran kritis dan kreatif, personal entrepreneurial, dan kemampuan teknis. Keterampilan manajemen bisnis merupakan keterampilan untuk merencanakan dan menetapkan tujuan, pengambilan keputusan, manajemen sumberdaya manusia, pemasaran, keuangan, akuntansi, hubungan dengan pelanggan, kontrol kualitas, negosiasi, peluncuran bisnis, manajeman pertumbuhan dan kepatuhan terhadap peraturan. Keterampilan berpikir kritis dan kreatif dapat digunakan BIOENTREPRENEURSHIP 5 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
sebagai cara untuk menghasilkan ide-ide baru dan membuat keputusan (Hatthakijphong & Ting, 2019). Keterampilan yang termasuk di dalamnya yaitu keterampilan berpikir kreatif, memecahkan masalah, dan mengenali peluang. Personal entrepreneurial merupakan keterampilan seseorang untuk membangun hubungan baik dengan orang lain dan memembuat keberhasilan secara berorganisasi (Hatthakijphong & Ting, 2019). Keterampilan tersebut didukung oleh keterampilan untuk mengontrol dan mendisiplinkan diri, manajemen resiko, inovasi, ketekunan, kepemimpinan, manajemen perubahan, pembangunan jaringan, dan keterampilan berpikir strategis. Kemampuan teknis merupakan keterampilan untuk berkomunikasi, pemantauan lingkungan, pemecahan masalah, penerapan dan penggunaan teknologi, keterampilan interpersonal, serta organisasi. Hisrich et al. (2004) mengidentifikasi keterampilan berwirausaha ke dalam tiga jenis: manajerial, pribadi, dan teknis (Gambar 3). Gambar 3 menunjukkan banyak esensi dari apa yang telah disajikan oleh banyak peneliti sebagai persyaratan utama. Keterampilan ini dapat dipecah menjadi tiga kelompok: keterampilan kewirausahaan, keterampilan teknis dan keterampilan manajemen. Arasti et al. (2014) mengemukakan bahwa keterampilan- keterampilan yang disebutkan di atas memiliki korelasi dengan kesuksesan bisnis. 6 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Gambar 3. Perangkat Keterampilan Kewirausahaan (Cooney, 2012; Hisrich et al., 2004) Sementara itu, Kutzhanova et al. (2009) mengidentifikasi empat dimensi utama dari keterampilan entrepreneurship, yaitu: a. Keterampilan teknis - yang diperlukan untuk menghasilkan produk atau layanan bisnis; b. Keterampilan manajerial, yang penting untuk manajemen sehari- hari dan administrasi perusahaan; c. Keterampilan wirausaha - yang melibatkan pengenalan peluang ekonomi dan bertindak efektif atas peluang tersebut; d. Keterampilan kedewasaan pribadi - yang meliputi kesadaran diri, akuntabilitas, keterampilan emosional, dan keterampilan kreatif. Dalam memeriksa keterampilan utama yang dibutuhkan wirausahawan, O'Hara (2011) mengidentifikasi sejumlah poin utama yang ia yakini menonjol dalam kewirausahaan, yaitu: 1) kemampuan untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang bisnis; 2) upaya kreatif manusia untuk mengembangkan bisnis atau membangun sesuatu yang bernilai; 3) kemauan untuk mengambil risiko; dan 4) kompetensi untuk mengatur sumber daya yang diperlukan untuk menanggapi peluang. BIOENTREPRENEURSHIP 7 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Lyons et al. (2007) mendefinisikan sukses berwirausaha sebagai seseorang yang mampu mengembangkan bisnis untuk kekayaan individu dan komunitas serta dapat dilakukan dalam berbagai situasi. Situasi yang dimaksud termasuk hambatan- hambatan yang harus dihadapi secara konsisten dalam memulai, mengembangkan, dan mempertahankan bisnis. Tiga aktivitas tersebut memerlukan kemampuan yang berbeda sehingga timbul pertanyaan: apa sumber dari kemampuan tersebut? Apa yang menjadi fokus dari kegiatan tersebut? Apa yang harus dilakukan? Bagaimana dia harus berpikir, dan apa yang harus diketahui? Lyons et al. (2007) menjelaskan hal tersebut sebagai suatu evolusi pemikiran yang bergerak dari attributes/traits theory, ke behavioral theory, ke cognitive theory, dan yang terbaru adalah skills theory. Attributes, behavioral, dan cognitive theory berperan penting dalam kewirausahaan namun tidak seperti skills theory yang dapat ditindaklanjuti untuk menjadi dasar berwirausaha dan dalam perilaku pengambilan keputusan. Skills theory dapat dikembangkan melalui pembelajaran, praktek, dan pengalaman (Buchele, 1967). Skill atau keterampilan menurut Fischer dan Bidell (2005) adalah suatu kapasitas untuk bertindak secara terorganisir dalam konteks tertentu. Sedangkan menurut Lichtenstein dan Lyons (2010), keterampilan adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan tertentu secara konsisten pada tingkat kinerja yang tinggi dan tidak ragu untuk mencapai hasil yang diinginkan. Seorang wirausahawan menerapkan hal-hal tersebut melalui praktik dan pengalaman secara langsung dalam konteks tertentu (Mascolo dan Fischer, 1999). Menurut Lichtenstein dan Lyons (2010), keterampilan berwirausaha dan pengembangannya secara kontinyu dapat digambarkan seperti tangga pada Gambar 4 dengan masing-masing anak tangga mewakili tingkatan keterampilan (Entrepreneurship skill development ladder). Tangga tersebut memberikan filosofi bahwa seorang wirausahawan sukses harus menaiki tangga tersebut sehingga menguasai tiap level keterampilan. 8 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Gambar 4. Tangga perkembangan keetrampilan entrepreneurship (Lyons et al., 2019) Keterangan: Level 1 : Beginning the Ascent – Pengembangan intensif dari kegiatan harus diidentifikasi dan diinisiai Level 2 : Early Skill Development – Pengembangan intensif dari kegiatan dilakukan Level 3 : Half-way to Skill Mastery – Kegiatan pengembangan dilanjutkan namun dilakukan uji mandiri (independence testing) Level 4 : Deeper Skill Development – Mandiri terarah namun pembelajaran dilanjutkan Level 5 : Skills Mastery – Dapat mengajarkan dan melatih orang lain mengenai keterampilan berwirausaha Dalam mengajarkan entrepreneurship perlu mempertimbangkan sasaran dan konten program. Bridge (2017) menyusun rambu-rambu konten keterampilan yang program bioentrepreneurship untuk wirausahawan terlatih yang berlatar belakang sebagai ilmuwan dan pebisnis, yaitu: 1) konten khusus pengusaha ilmuwan: akuntansi, keuangan dan pendanaan, komunikasi bisnis, pemasaran, dan manajemen proyek; 2) konten umum: kekayaan intelektual, model BIOENTREPRENEURSHIP 9 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
bisnis bioteknologi, perencanaan bisnis bioteknologi, regulasi dan administrasi, tren industri saat ini, insentif pemerintah, uji klinis dan etika, good manufacturing practice (GMP), politik, dan kreativitas; 3) konten khusus pengusaha bisnis: ilmu fundamental, teknologi pendukung, realitas R&D. Lyons et al. (2019) menyusun inventori untuk mengukur keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran entrepreneur yang diberi nama The Readiness Inventory for Successful Entrepreneurship (RISE). Inventory yang dibuat mencakup empat domain yang dilengkapi dengan jenis keterampilan yang mendukung, seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Domain manajemen RISE Domain Keterampilan Individu Keterampilan Manajemen 1. Pengetahuan mengenai lapangan/industri Bisnis 2. Pengetahuan mengenai hukum/regulasi 3. Pembukuan Keterampilan Manajemen 4. Keuangan Relasi 5. Marketing/komunikasi 6. Manajemen operasi Manajemen Proses 7. Manajemen bisnis didukung teknologi Organisasi Keterampilan Manajemen 8. Kemampuan kerjasama dan jaringan Transformasi 9. Memanfaatkan kemitraan yang ada 10. Pemanfaatan sumber daya 11. Membangun dan mempertahankan reputasi 12. Keterlibatan dan pengaruh masyarakat 13. Akuntabilitas 14. Bekerja dalam tim 15. Komunikasi internal 16. Desain proses 17. Pembuatan keputusan 18. Manajemen konflik 19. Performa dan tindakan disiplin 20. Menyelesaikan masalah 21. Kegigihan/ketegaran 22. Gairah/kharisma 23. Fleksibilitas dan adaptasi 24. Pengetahuan sebagai sumber daya 25. Kreativitas 26. Inovasi 27. Kepemimpinan 28. Ketahanan (resilience) 29. Daya akal (resourcefulness) 30. Kesadaran diri (self-awareness) 10 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
RISE menilai keterampilan kewirausahaan menggunakan teori Communimetrics yang banyak digunakan yang menargetkan nilai komunikasi teori penilaian. Teori tersebut tidak seperti teori psikometri yang umum digunakan, yang jumlahnya tidak mudah diterjemahkan ke dalam makna (Blanton & Jaccard, 2006), setiap nilai dalam Communimetrics memiliki makna langsung dan dapat diterjemahkan. Sebagai contoh, level tindakan RISE diukur sebagai berikut: 0 Kurangnya Keterampilan — membutuhkan pengembangan intensif 1 Keterampilan Tidak Konsisten — membutuhkan pengembangan 2 Pengusaha memiliki Ketrampilan 3 Tingkat Keterampilan Pengusaha Sangat Kuat — keterampilan luar biasa 1.3. Kreativitas dalam Entrepreneurship Drucker (1993) mengemukakan bahwa kewirausahaan merupakan proses kreatif berkelanjutan untuk membuat produk- produk baru dan inovatif. Seseorang wirausahawan merupakan individu kreatif yang mampu menghasilkan ide-ide berharga, sehingga menjadi sumberdaya manusia yang sangat berharga bagi masyarakat luas (Baron, 1998). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa di dalam kewirausahaan terdapat kemampuan dasar yang harus dimiliki yaitu keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan membuat produk kreatif. Hatthakijphong dan Ting (2019) berpendapat bahwa generasi wirausahawan berikutnya harus meningkatkan kreativitas dan menciptakan produk atau layanan inovatif yang lebih baik dari generasi saat ini. Hal tersebut didasarkan pada hasil penelitiannya yang mengungkap bahwa calon wirausahawan saat ini lebih menekankan pada keterampilan wirausaha berupa pemikiran kreatif dan inovasi. Hal itu didukung oleh pendapat Oosterbeek, vanPraag, dan Ijsselstein (2010) yang menyatakan bahwa unsur penting untuk kesuksesan berwirausaha adalah kreativitas. Kreativitas menjadi inti dari kewirausahaan (Hendro, 2011). Pernyataan-pernyataan berikut BIOENTREPRENEURSHIP 11 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
semakin memperkuat bahwa kreativitas merupakan faktor utama yang menjadi dasar dari kewirausahaan. Kreativitas merupakan komponen kunci dari keterampilan abad ke-21 (Kautz et al., 2014). Definisi kreativitas dapat ditinjau dari 4 faktor utama (4Ps) yaitu person, press, process, dan product (Jackson & Messick, 1965; Munandar, 2014; Rhodes, 1961; Witerska, 2018). Ditinjau dari faktor person, kreativitas ditujukan pada seseorang yang mampu membuat produk kreatif (Witerska, 2018). Konteks seseorang tersebut mengacu pada kepribadian, kecerdasan, sifat, kebiasaan, dan perilaku (Rhodes, 1961). Konteks terbaru mengenai person dapat mengacu pada keterampilan berpikir kreatif seseorang (Riga & Chronopoulou, 2014). Oleh karena itu, seseorang yang mampu membuat produk kreatif dapat dilihat dari berbagai keterampilan pendukung yang dimiliki dalam dirinya. Keterampilan yang mendukung kreativitas seseorang dapat berupa keterampilan berpikir kreatif ataupun imajinasi kreatif. Faktor press mengacu pada faktor lingkungan yang dapat mendorong kreativitas seseorang (Rhodes, 1961; Riga & Chronopoulou, 2014; Witerska, 2018). Faktor-faktor lingkungan tersebut dapat menjadi stimulus untuk berkembangnya kreativitas. Ditinjau dari faktor process, kreativitas ditujukan kepada proses mental dalam menghasilkan ide atau produk kreatif (Rhodes, 1961; Witerska, 2018). Proses mental tersebut berlaku untuk motivasi, persepsi, pembelajaran, berpikir, dan berkomunikasi (Rhodes, 1961). Proses kreatif memiliki tahapan-tahapan berupa preparation, incubation, intimation, illumination, verification (Sadler-Smith, 2015). Pada setiap tahapan melibatkan curiosity (keingintahuan), exploration (eksplorasi), insight (wawasan), dan appropriateness (kepantasan) (Horan, 2007). Ditinjau dari sisi product, kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan produk baru (Riga & Chronopoulou, 2014). Produk tersebut mengacu pada produk konkrit yang merupakan hasil dari sebuah ide yang diwujudkan (Rhodes, 1961; Witerska, 2018). Disamping pembagian kreativitas menjadi empat faktor utama, ahli lain membagi kreativitas menjadi tiga bidang utama yaitu pribadi, produk, dan proses (Filsaime & Dennis, 2008). Pada pembagian ini 12 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
faktor press termasuk pada faktor yang mempengaruhi pribadi seseorang. Ahli lain mengungkapkan bahwa kreativitas terdiri dari tiga aspek yaitu input, process, dan outcome (Weisberg, 2006). Input merupakan stimulus ataupun perlakuan yang dialami peserta didik pada lingkungan sosialnya (lingkungan belajar, lingkungan tempat tinggal) (Weisberg, 2006). Salah satu hal yang didapatkan dari input adalah prior knowledge. Process merupakan aktivitas otak atau pemikiran (ordinary thiking) yang menghasilkan ide untuk memecahkan masalah (Weisberg, 2006). Adapun karakteristik ordinary thinking yaitu: pikiran manusia memiliki struktur dan saling berhubungan, pikiran manusia memiliki keselarasan terhadap pengalaman masa lalu, proses berpikir melibatkan proses buttom-up (pengenalan objek berdasarkan hasil identifikasi spesifik dan pengambilan kesimpulan) dan top-down (melibatkan pengetahuan yang telah dimilikinya, serta pemikiran manusia yang sensitif terhadap kejadian atau keadaan lingkungannya. Outcome dapat berupa produk kreatif atau hasil kreatif (Weisberg, 2006). Outcome ini dapat bersifat baru secara subjektif atau bersifat baru pada masyarakat luas dan memiliki nilai. Kreativitas berkaitan erat dengan cara berpikir ataupun sebuah hasil dari pemikiran. Kreativitas merupakan sebuah bentuk proses (process), produk (product), sikap (personality), atau kondisi lingkungan (environmental condition) (Torrance, 1977). Adapun perbandingan bentuk kreativitas berdasarkan para ahli dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan bentuk kreativitas berdasarkan pendapat ahli Rhodes (1961) Torrance (1977) Weisberg Filsaime & Dennis (2006) (2008) Person Personality Press Environmental condition Input Pribadi Process Product Process Process Proses Product Outcome Produk BIOENTREPRENEURSHIP 13 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Pada penjelasan yang spesifik Torrance (1977) mengungkapkan bahwa kreativitas merupakan proses pengidentifikasian masalah atau informasi, membentuk ide, menguji dan memodifikasi ide tersebut, serta mengkomunikasikan hasilnya. Ungkapan tersebut mengarah pada kreativitas sebagai proses kreatif yang memiliki tahapan-tahapan untuk menghasilkan produk kreatif. Tahapan- tahapan yang dialami seseorang dalam proses kreatif dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif (Torrance, 1968). Hal itu mengungkapkan bahwa di dalam proses kreatif terjadi proses berpikir kreatif. Pada pendapat lain, kreativitas dikatakan sebagai kemampuan berpikir dengan cara baru yang biasa digunakan untuk membentuk solusi unik dari sebuah permasalahan (Santrock, 2010). Kreativitas dapat pula diartikan sebagai kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan menghasilkan suatu yang bermanfaat dan memiliki kebaruan (Hwang et al., 2007). Pendapat yang lain menyatakan bahwa kreativitas merupakan hasil dari kombinasi pemikiran divergen dan konvergen (Young, 1991). Proses berpikir divergen dapat menghasilkan banyak ide-ide unik, sedangkan proses berpikir konvergen lebih kepada penyeleksian ide berdasarkan keunikan, kelayakan, dan kualitasnya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas tersirat bahwa kreativitas berkaitan erat dengan proses berfikir kreatif untuk menghasilkan produk yang kreatif. Secara umum kreativitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan produk kreatif berdasarkan tahapan-tahapan dalam proses berpikir, dan hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan di sekitarnya. Seseorang yang kreatif memiliki karakteristik tertentu yang dapat mendorong kreativitasnya. Karakter tersebut berupa rasa ingin tahu (inquisitive), tidak mudah menyerah (persistent), memiliki imjinasi yang tinggi (imaginative), dapat bekerjasama (collaborative), dan memiliki aturan (disciplined) (Lucas et al., 2013). Karakter- karakter tersebut tidak dapat dipisahkan dengan keterampilan berpikir kreatifnya (WIdodo, 2015). Pemaparan indikator dari lima karakter tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. 14 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Tabel 5. Indikator karakter orang yang kreatif No. Karakter Indikator 1 Memiliki rasa ingin tahu - Selalu ingin tahu dan bertanya-tanya. (inquisitive) - Melakukan eksplorasi dan penyelidiakan secara aktif. - Melakukan pemeriksaan kritis terhadap asumsi ataupun kondisi yang ada. 2 Tidak mudah - Tidak mudah menyerah pada saat menyerah menghadapi kesulitan. (persistent) - Berani mengambil resiko berbeda yang masuk akal. - Toleran terhadap ketidakpastian dan menganggapnya sebagai peluang. 3 Memiliki imajinasi - Mampu memikirkan berbagai yang tinggi kemungkinan untuk mengembangkan (imaginative) sebuah ide. - Mampu membuat koneksi dari hal-hal yang berbeda. - Mampu menggunakan intuisi. 4 Dapat - Berbagi produk atau hasil kreatif pada bekerjasama orang lain. (collaborative) - Mampu memberikan atau menerima masukan. - Mampu bekerjasama dengan baik. 5 Mengikuti aturan - Mengembangkan keterampilan dalam (disciplined) teknik tertentu. - Melakukan reflrksi secara kritis. - Membuat sesuatu dan memperbaikinya. (Lucas et al., 2013) BIOENTREPRENEURSHIP 15 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Kreativitas yang dimiliki oleh seseorang dapat memengaruhi imajinasi kreatif (Garcia & Mukhopadhyay, 2019). Imajinasi kreatif merupakan kemampuan mentransformasikan pengetahuan, pengindraan, dan ingatan untuk memproyeksikan makna, emosi, dan possibility menjadi persepsi yang baru (Gündoğan, 2019; Thompson, 2018). Imajinasi kreatif dalam diri seseorang dapat dicirikan oleh adanya kelonggaran kontak terhadap realitas yang terlihat dan kesukaannya pada konstruksi abstrak atau simbol- simbol yang menggambarkan emosional dan filosofis (Laird, 1964). Imajinasi kreatif didasari oleh tiga komponen yang saling terkait yaitu vividness (kemampuan untuk membuat gambar yang memiliki tingkat kompleksitas dan detail yang tinggi), originality (kemampuan menghasilkan citra yang unik), dan transformativeness (kemampuan untuk mengendalikan citra) (Jankowska & Karwowski, 2015). Pada proses penilaian menggunakan tes wartegg, imajinasi kreatif dilihat dari komponen expansion, fantasy (fancy, phantasm, symbolism), originality, asimetric abstraction, dan dark shading (Azwar, 2018; Laird, 1964). Imajinasi kreatif dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa hal yang dapat memengaruhi imajinasi kreatif yaitu hubungan yang kompleks dengan lingkungan, keragaman perilaku, dan tingkat kematangan seseorang (Tsai, 2012). Lingkungan di sekitar seseorang dapat memberikan kontribusi terhadap pengetahuan, pengindraan, ingatan, bahkan emosi seseorang, hal itu akan digunakan pada saat proses memproyeksi makna menjadi persepsi baru. Pengetahuan, pengindraan, ingatan dan emosi selanjutnya akan dapat membentuk pengalaman-pengalaman bagi seseorang. Sehingga pengalaman-pengalaman yang dimiliki dapat pula memengaruhi imajinasi kreatif. Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi dasar bagi imajinasi kreatif yang dimilikinya (Ren et al., 2012). Imajinasi kreatif dapat meningkat seiring dengan pengalaman dan perkembangan seseorang (Gündoğan, 2019). Pengalaman-pengalaman baru yang didapatkan pada saat proses pembelajaran dapat meningkatkan imajinasi kreatif (Ren et al., 2012). Pengalaman-pengalaman yang 16 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
terbentuk tersebut membentuk cara kerja imajinasi kreatif seseorang (Tsai, 2012). Salah satu elemen penting pada saat mentransformasikan keahlian menjadi produktivitas yang bersifat kreatif adalah keterampilan berpikir kreatif (Olszewski-Kubilius et al., 2016). Keterampilan berpikir kreatif merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi pada aspek kognitif yang dapat menghasilkan ide inovatif (Lucas et al., 2013). Keterampilan berpikir kreatif ini memiliki hubungan yang kuat dengan imajinasi kreatif (Jankowska et al., 2019). Namun kedua keterampilan tersebut berada pada proses kognitif yang berbeda. Imajinasi kreatif didasarkan pada visualisasi dan transformasi gambar mental (Jankowska et al., 2019). Sedangkan berpikir kreatif lebih pada kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas pemikiran (Torrance, 1972). Keterampilan berpikir kreatif menjadi hal yang mendasar dan diperlukan dalam proses penyelesaian masalah (Dahlan et al., 2011). Keterampilan berpikir kreatif menggunakan berbagai operasi mental berupa kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality) dan pengungkapan ide untuk menghasilkan suatu yang asli, baru, dan bernilai (Torrance, 1972). Adapun beberapa indikator dari aspek berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Indikator keterampilan berpikir kreatif Aspek Keterampilan Indikator No. Berpikir Kreatif 1 Kelancaran (Fluency) - Memcetuskan banyak pertanyaan, jawaban, gagasan, atau penyelesaian masalah - Memberikan banyak saran atau cara untuk melakukan berbagai hal - Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban 2 Keluwesan - Menghasilkan pertanyaan, jawaban, atau (flexibility) gagasan yang bervariasi - Mampu melihat permasalahan dari sudut pandang yang berbeda-beda - Mencari banyak alternatif arah yang berbeda- beda - Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran BIOENTREPRENEURSHIP 17 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Aspek Keterampilan Indikator No. Berpikir Kreatif 3 Keaslian (originality) - Mampu menghasilkan ungkapan baru dan unik - Memikirkan cara yang tidak biasa untuk mengungkapkan diri - Mampu membuat kombinasi yang tidak biasa dari bagian-bagian atau unsur-unsur 4 Kerincian - Mampu memperkaya dan mengembangkan (elaboration) suatu gagasan atau produk - Mampu menambahkan atau memperinci detil- detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik (Reisman & Torrance, 1979; Torrance, 1972; Yamamoto, 1964) Kreativitas adalah tindakan yang berkontribusi pada suatu hal yang baru, baik benda fisik, bangunan mental, atau emosional yang terbentuk dalam diri seseorang (Vygotsky, 2004). Pengertian tersebut mengarah pada kreativitas yang dilihat dari sudut pandang produk kreatif. Produk kreatif merupakan hasil dari kreativitas yang bersifat baru (asli) dan sesuai (berguna) dalam konteks yang spesifik (Plucker et al., 2004). Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri produk kreatif yaitu original, sesuai dengan tugas, benar, dan bernilai (Hennessey et al., 2011). Produk kreatif juga dapat di artikan sebagai produk yang memiliki kriteria baru, bermanfaat, dapat diterima masyarakat, hasil dari kombinasi, dan hasil dari pengembangan (Hairuddin, 2017). Kriteria lain yang menggambarkan produk kreatif adalah novelty, resolution, elaboration dan synthesis (Besemer & Treffinger, 1981). Kriteria produk kreatif berdasarkan Besemer dan Treffinger (1981) dapat dilihat pada Tabel 7. 18 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Tabel 7. Kriteria produk kreatif Novelty Resolution Elaboration dan synthesis Tingkat kebaruan dari Resolusi dapat dilihat dari Elaboration dan sebuah produk dapat segi keserasian atau synthesis dilihat dari dilihat dari berbagai hal terpenuhinya kebutuhan dari penggabungan unsur- diantaranya: jumlah, masalah yang dialami. unsur yang berbeda teknik, bahan, atau ke dalam unit dan konsep; baik sesuai menjadi produk utuh bidang ataupun di luar dan koheren. bidangnya; serta pengaruhnya terhadap produk kreatif di masa depan. Original. Produk tidak Logical. Produk atau solusi Expressive. Produk biasa atau sangat jarang bersifat logis (benar/valid disajikan dengan cara dibuat oleh orang- secara ilmiah). yang komunikatif dan orang dengan Appropriate. Solusinya cocok dapat dimengerti. pengalaman dan atau berlaku untuk situasi pelatihan yang serupa. yang bermasalah. Complex. Produk atau solusi mengandung Germinal. Produk ini Adequate. Produk cukup banyak elemen pada menginspirasi produk mampu untuk satu level atau lebih. kreatif baru yang lebih mengatasipermasalahannya. baik di masa depan. Well-crafted. Produk Useful. Produk dapat telah dikembangkan Transformational. diaplikasikan secara jelas dan dengan hati-hati Produk ini mampu praktis. untuk mencapai memaksa terjadinya Valuable. Produk memiliki kualitas terbaiknya perubahan cara nilai khusus bagi pengguna, pandang pengguna baik dari segi kebutuhan Attractive. Produk terhadap dunia. keuangan, fisik, sosial atau dapat menarik perhatian dari psikologis. pengguna. Organic. Produk bersifat utuh dan proporsinya seimbang. Elegant. Produk merupakan hasil pengembangan paling sederhana dari hal yang komleks, bersifat efisien, dan memiliki nilai estetika. (Besemer & Treffinger, 1981) BIOENTREPRENEURSHIP 19 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Keterampilan wirausaha yang lebih spesifik menunjang wirausaha yaitu kesadaran pasar, kreativitas, dan flexibilitas (Oosterbeek et al., 2010). Kesadaran pasar merupakan kemampuan menganalisis kebutuhan spesifik dari kelompok target pelanggan yang jelas, serta memiliki kemampuan untuk mengantisipasi perubahan pasar akibat perubahan keinginan dan kebutuhan pelanggan serta kegiatan yang direncanakan oleh pesaing. Kreativitas merupakan unsur penting mencapai sukses dalam kewirausahaan, karena dengan kreativitas sebuah masalah dapat dilihat dari sudut pandang lain dan mengubahnya menjadi peluang. Fleksibilitas merupakan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Wirausahawan selalu mampu menghasilkan inovasi dengan berbagai kreativitas agar dapat dihasilkan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat. Harjono (2012) mengatakan terdapat beberapa ciri-ciri wirausahawan yang inovatif di antaranya: (1) berpikir dan bertindak strategis serta adaptif terhadap berbagai macam perubahan dalam mencari peluang keuntungan dengan resiko yang beras serta cara mengatasi masalah tersebut; (2) dalam memuaskan pelanggan melalui berbagai keunggulan selalu diusahakan mendapat keuntungan; (3) berusaha meningkatkan kemampuan sistem dengan pengendalian dan mengenal serta mengendalikan kekuatan dan kelemahan perusahaan; dan (4) berusaha meningkatkan kemampuan dan ketangguhan dengan pembinaan motiasi, semangat kerja serta menumpukan permodalan. 20 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
BAB 2. MEMBANGUN JIWA ENTREPRENEURSHIP Entrepreneurship melibatkan lebih dari sekedar memulai bisnis, tetapi juga mencakup pengembangan keterampilan untuk menumbuhkan bisnis, bersama dengan kompetensi pribadi untuk menyukseskannya. Membentuk seorang wirausahawan memulai usaha dan bagaimana mereka bertahan dalam kondisi lingkungan yang berubah (open-ended change) merupakan suatu tantangan. Keberhasilan usaha sering berkaitan dengan bakat yang dimiliki pengusaha (Hatani, 2008). Namun, pendapat lain menyatakan bahwa untuk menjadi wirausahawan tidaklah hanya cukup bakat (dilahirkan) tapi dibentuk melalui pendidikan, pelatihan atau bergaul dalam lingkungan komunitas dunia usaha. Oleh karena itu, untuk belajar berwirausaha tidak hanya mengandalkan bakat, namum yang lebih penting adalah memiliki kemauan dan motivasi yang kuat untuk memulai usaha (Afriadi & Yuni, 2018). 2.1. Model Pengembangan Keterampilan Entrepreneurship Gibb (1987) mengemukakan bahwa jiwa entrepreneur dapat diperoleh secara kultural dan eksperimental, serta secara konsisten dipengaruhi oleh pendidikan dan pelatihan. Gibb juga mengemukakan bahwa pendekatan tradisional terhadap kewirausahaan perlu diubah dan relevansi pendidikan dan pelatihan BIOENTREPRENEURSHIP 21 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
kewirausahaan harus diperluas. Hal ini didasarkan adanya transisi dari 'instruksi' tradisional ke metodologi pembelajaran berdasarkan pengalaman, memanfaatkan pendekatan yang berorientasi pada tindakan, pendampingan dan kerja kelompok. Dalam pendekatan eksperimental, pemikiran kritis dan pemecahan masalah diakui sebagai keterampilan utama, sementara itu pengembangan keterampilan terkait pengambilan risiko, inovasi, kreativitas, dan kolaborasi perlu dianggap penting. Pendekatan yang lebih langsung ―terjun ke lapangan‖ juga diperlukan untuk pengembangan manajemen proyek dan keterampilan anggaran. Oleh karena itu, semakin diakui bahwa mengajarkan keterampilan kewirausahaan harus bersifat interaktif dan dapat mencakup studi kasus, permainan, proyek, simulasi, tindakan di kehidupan nyata, magang, dan aktivitas langsung lainnya. Tetapi menggunakan metode pembelajaran aktif membutuhkan pelatih yang sangat terampil dan kepercayaan untuk lebih melibatkan peserta dalam proses pembelajaran. Harus juga diakui bahwa proses pengembangan keterampilan kewirausahaan terjadi dalam kurun waktu tertentu dan membutuhkan keterlibatan aktif pengusaha (Kutzhanova et al., 2009). Masih menjadi topik perdebatan apakah wirausahawan dilahirkan atau dibuat. Meskipun secara umum diakui bahwa ada wirausahawan yang 'lahir' alami, ada juga peneliti yang percaya bahwa kewirausahaan adalah keterampilan yang dapat dipelajari. Drucker (1985) berpendapat bahwa kewirausahaan adalah sebuah praktik. “Kebanyakan dari apa yang Anda dengar tentang kewirausahaan semuanya salah. Ini bukan sihir, tidak misterius, dan tidak ada hubungannya dengan gen, tetapi merupakan sebuah disiplin ilmu dan itu bisa dipelajari.\" – Drucker (1985) Jika seseorang setuju dengan konsep kewirausahaan Drucker, maka pendidikan dan pelatihan dapat memainkan peran kunci dalam perkembangannya. Dalam pemahaman tradisional, kewirausahaan sangat terkait dengan penciptaan bisnis dan oleh karena itu dikatakan bahwa keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai 22 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
hasil ini dapat dikembangkan melalui pelatihan. Belakangan ini kewirausahaan dipandang sebagai cara berpikir dan berperilaku yang relevan dengan semua bagian masyarakat dan ekonomi, dan pemahaman tentang kewirausahaan seperti itu sekarang membutuhkan pendekatan pelatihan yang berbeda. Metodologi pendidikan yang dibutuhkan di dunia saat ini adalah salah satu yang membantu mengembangkan pola pikir, perilaku, keterampilan dan kemampuan individu dan dapat diterapkan untuk menciptakan nilai dalam berbagai konteks dan lingkungan dari sektor publik, badan amal, universitas dan perusahaan sosial hingga organisasi perusahaan. Kelley et al. (2010) mengemukakan bahwa dalam masyarakat mana pun, penting untuk mendukung semua orang dengan 'pola pikir kewirausahaan', tidak hanya para wirausahawan, karena mereka masing-masing memiliki potensi untuk menginspirasi orang lain untuk memulai bisnis. Kelley berpendapat bahwa pelatihan pendidikan apa pun harus memungkinkan orang tidak hanya mengembangkan keterampilan untuk memulai bisnis, tetapi juga mampu berperilaku kewirausahaan dalam peran apa pun yang mereka ambil dalam hidup. Pendekatan ini cukup luas tetapi mencakup filosofi kritis program pendidikan dan pelatihan kewirausahaan modern yang diperlukan jika negara ingin menghasilkan semakin banyak orang yang bersedia berperilaku kewirausahaan. Menurut Gibb (2010), cara pembelajaran kewirausahaan perlu diubah secara signifikan karena model kewirausahaan tradisional tidak lagi dapat diterapkan pada lingkungan bisnis modern. Gibb menggambarkan model kewirausahaan yang dominan sebagai model yang statis dan sangat berfokus pada penulisan Rencana Bisnis dan berbagai aktivitas fungsional perusahaan. Model alternatifnya yang 'tepat' menggambarkan wirausahawan sebagai dinamis dengan berbagai atribut perilaku yang perlu dikembangkan (Gambar 5). BIOENTREPRENEURSHIP 23 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Gambar 5. Perbandingan Model untuk Membelajarkan Entrepreneurship (Gibb, 2010) Menurut Gibb, model ini mencakup sejumlah karakteristik utama sebagai berikut: a. Menanamkan empati dengan nilai-nilai kewirausahaan dan 'cara berpikir, melakukan, merasakan, melihat, berkomunikasi, mengatur dan mempelajari sesuatu' yang terkait. b. Pengembangan kapasitas untuk pemikiran strategis dan perencanaan skenario serta praktik membuat keputusan intuitif berdasarkan penilaian dengan informasi terbatas. c. Menciptakan visi, dan empati, cara hidup orang yang berwirausaha. d. Menstimulasi praktik berbagai perilaku kewirausahaan seperti mencari dan menangkap peluang, membangun jaringan, mengambil inisiatif, membujuk orang lain, dan mengambil keputusan intuitif. e. Berfokus pada aspek konatif, afektif dan kognitif karena relevansinya dalam penerapan adalah kunci penting (seperti menanamkan motivasi). f. Memaksimalkan kesempatan untuk belajar berdasarkan pengalaman dan keterlibatan dalam praktiknya. Yang paling penting adalah menciptakan ruang untuk belajar sambil melakukan dan mengulangi. Proyek perlu dirancang untuk menstimulasi perilaku kewirausahaan dan dinilai sesuai. 24 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
g. Menciptakan kapasitas manajemen jaringan, dan mengelola atas dasar hubungan pribadi berbasis kepercayaan. Rencana Bisnis menjadi komponen penting dari manajemen hubungan yang mengarah pada pemahaman bahwa pemangku kepentingan yang berbeda membutuhkan 'rencana' dengan penekanan yang berbeda h. Mengembangkan pemahaman tentang, dan membangun pengetahuan di sekitar, proses pengembangan organisasi dari awal, melalui kelangsungan hidup hingga pertumbuhan dan internasionalisasi. Hal ini menuntut fokus pada dinamika perubahan, sifat masalah dan peluang yang muncul serta bagaimana mengantisipasi dan menanganinya. i. Berfokus pada pendekatan holistik untuk manajemen organisasi dan integrasi pengetahuan. j. Menciptakan kapasitas untuk merancang semua jenis organisasi kewirausahaan dalam konteks yang berbeda dan memahami bagaimana menjalankannya dengan sukses. k. Berfokus kuat pada proses pencarian peluang, evaluasi dan menangkap peluang l. Memperluas konteks di luar pasar. Menciptakan peluang bagi peserta (siswa) untuk mengeksplorasi apa artinya di atas untuk pengembangan pribadi dan karir mereka sendiri. Menurut laporan Komisi Eropa (2006), kapasitas manajemen pada hakikatnya berkaitan dengan empat bidang utama keahlian pemilik/manajer atau staf yang bertanggung jawab, yaitu: (1) Aspek pengetahuan strategis dan manajemen (termasuk manajemen sumber daya manusia, akuntansi, pembiayaan, pemasaran, strategi dan masalah organisasi, seperti produksi dan aspek teknologi dan informasi); (2) Memahami jalannya bisnis dan potensi peluang atau ancaman (termasuk visi untuk pengembangan kegiatan lebih lanjut, aspek pemasaran saat ini dan prospek); (3) Kesediaan untuk mempertanyakan dan mungkin mereview pola yang telah ditetapkan (inovasi, aspek organisasi); dan (4) Sikap menginvestasikan waktu dalam pengembangan manajemen atau kompetensi lain yang dibutuhkan. Kompetensi dalam manajemen tersebut terbukti menjadi penentu utama menuju potensi pertumbuhan perusahaan BIOENTREPRENEURSHIP 25 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
tetapi laporan tersebut menawarkan sedikit indikasi tentang bagaimana kompetensi ini dapat disampaikan. Alasan lain untuk mempertimbangkan model alternatif untuk pengembangan keterampilan kewirausahaan untuk perusahaan yang sedang berkembang adalah metode ekonometrik yang menghubungkan partisipasi pelatihan tradisional dengan kinerja perusahaan kecil menghasilkan temuan yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan yang relatif rendah dari pelatihan manajemen formal merupakan keputusan yang diinformasikan di pihak pemilik/manajer perusahaan kecil dan ini menyiratkan bahwa upaya untuk meningkatkan kegiatan pelatihan formal perusahaan kecil dengan meningkatkan kesadaran pemilik/manajer akan manfaat dari pelatihan. Westhead dan Storey (1996) mempelajari penelitian empiris yang meneliti hubungan antara pelatihan manajemen dan peningkatan kinerja perusahaan dan gagal menemukan hubungan yang positif. Mereka menyarankan bahwa alasan ketidakmampuan untuk mendemonstrasikan peningkatan kinerja perusahaan mungkin merupakan hasil dari pelatihan yang buruk yang diberikan, bahwa durasi program terlalu pendek untuk memberikan dampak, atau karena terlalu sulit untuk menunjukkan sebab-akibat. Secara keseluruhan, harus dicatat bahwa bentuk pelatihan tradisional untuk tim manajemen yang ingin mengembangkan bisnis mereka tidak terbukti berhasil secara universal dan oleh karena itu diperlukan pendekatan baru. Kutzhanova et al. (2009) menggarisbawahi bahwa transformasi pribadi merupakan bagian penting dari program pelatihan bagi wirausahawan. Mereka menyarankan bahwa pembelajaran dimulai dengan pemahaman yang lebih dalam tentang kekuatan dan kelemahan seseorang, oleh karena itu pengusaha harus terlebih dahulu belajar tentang identitas dan kepribadian mereka. Penelitian baru-baru ini tentang kognisi dan kewirausahaan umumnya berakar pada literatur psikologi tentang kognisi individu. Sebagai contoh, Mitchell et al. (2002) membangun teori yang menghubungkan proses mental tertentu dengan perilaku kewirausahaan, dengan alasan bahwa kognisi kewirausahaan adalah struktur pengetahuan yang digunakan orang untuk membuat penilaian, penilaian, atau 26 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
keputusan yang melibatkan evaluasi peluang, penciptaan usaha, dan pertumbuhan. Penelitian kognitif terbaru dalam kewirausahaan mengacu pada literatur dari kognisi sosial untuk menggambarkan wirausahawan sebagai 'ahli taktik termotivasi', yang dapat dicirikan sebagai \"pemikir yang sepenuhnya terlibat yang memiliki beberapa strategi kognitif yang tersedia\" (Haynie et al., 2010), dan kemampuan untuk bergeser dan memilih dengan cepat di antara mereka berdasarkan tujuan, motif, kebutuhan dan keadaan tertentu, yang mengarah pada kemampuan untuk bertindak (atau tidak) dalam menanggapi peluang kewirausahaan yang dirasakan (McMullen dan Shepherd, 2006). Penelitian ini penting, karena menjelaskan sebagian keterampilan kognitif yang membantu wirausahawan terlibat dalam apa yang disebut 'pengambilan keputusan yang dapat disesuaikan', atau kemampuan untuk bergeser dengan cepat dari satu cara berpikir dan analisis ke cara lain dalam membuat keputusan di bawah kondisi yang tidak terduga dan cepat. Keadaan yang berubah-ubah merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan keterampilan kewirausahaan untuk menumbuhkan bisnis (Schraw & Dennison, 1994). 2.2. Strategi Pengembangan Keterampilan Entrepreneurship melalui Biologi Pemerintah Indonesia berupaya dalam mendorong jiwa kewirausahaan pada masyarakat melalui kebijakan pemerintah yang terkait dengan kewirausahaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 program aksi pendidikan, dengan penataan ulang kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah dan sekolah yang dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab keutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukan pendidikan kewirausahaan (Kemendiknas, 2010). Kebijakan pembangunan pendidikan nasional tahun 2010-2014 bertujuan untuk penerapan metodologi pendidikan akhlak mulia dan karakter bangsa, termasuk karakter wirausaha. Sistem pembelajaran di Indonesia saat ini belum secara penuh efektif dalam membangun BIOENTREPRENEURSHIP 27 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
peserta didik yang memiliki akhlak mulia dan karakter bangsa termasuk karakter wirausaha. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih tingginya angka pengangguran, sedikitnya jumlah wirausahawan/ entrepreneur dan banyaknya kasus penurunan/degradasi moral. Berdasarkan kenyataan di lapangan, sekolah-sekolah dasar dan menengah belum banyak yang memberikan muatan pendidikan kewirausahaan baik pada ekstrakurikuler atau dalam pengembangan diri maupun dalam pengembangan kurikulum dan proses belajar mengajar. Kewirausahaan memiliki nilai-nilai yang penting untuk ditanamkan dan dimiliki oleh peserta didik, supaya menjadi manusia yang bisa mandiri dan tangguh untuk terjun di masyarakat yang penuh dengan persaingan hidup. Dalam mewujudkan keinginan dalam pendidikan kewirausahaan perlu dikembangkan sebuah design pembelajaran yang mampu menumbuhkan karakter kewirausahaan peserta didik. Pendidikan di sekolah sebaiknya memasukkan potensi lokal di daerahnya sebagai bagian dari pendidikan kewirausahaan. Dengan demikian, hasilnya akan lebih terasa oleh peserta didik karena berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan konsep pembelajaran kontekstual dalam IPA. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata yang dialami siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Muslich, 2009). Dalam konteks Pendidikan Dasar dan Menengah di Indonesia, beberapa kebijakan pemerintah dilakukan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan entrepreneurship ini antara lain dilakukan dengan cara: (a) menanamkan pendidikan entrepreneurship ke dalam semua mata pelajaran, bahan ajar, maupun pengembangan diri, (b) mengembangkan kurikulum pendidikan yang memberikan muatan pendidikan kewirausahaan yang mampu meningkatkan pemahaman tentang kewirausahaan, menumbuhkan karakter dan keterampilan entrepreneurship, (c) menumbuhkan budaya entrepreneurship di lingkungan sekolah (Kemendiknas, 2010). Di tingkat perguruan tinggi, entrepreneurship diajarkan sebagai program khusus ataupun 28 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
program yang terintegrasi dengan mata kuliah, baik untuk tingkat S- 1, S-2, ataupun S-3 (Back, 2008; Kjelstrom, 2012; Meyers & Hurley, 2008). Salah satu program khusus entrepreneurship yang erat kaitannya dengan biologi adalah bioentrepreneurship. Bioentrepreneurship dapat diartikan sebagai pemanfaatan makhluk hidup yang dapat diolah menjadi produk usaha, dan dapat dipasarkan sehingga menghasilkan ekonomi produktif (Sisnodo et al., 2015). Sejalan dengan definisi sebelumnya, Meyers dan Hurlay (2008) menjelaskan bahwa pendidikan bioentrepreneurship adalah sebuah program yang dirancang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan seorang wirausahawan yang berhubungan dalam kehidupan komersialisasi sains, khususnya biologi. Biologi merupakan salah satu ilmu yang memiliki cakupan kajian kelimuan yang sangat luas, mulai dari organisasi makhluk hidup pada level mikroskopis hingga biosfer. Biologi memiliki banyak cabang ilmu. Masing-masing cabang ilmu bersifat khas dan memiliki peluang usaha bagi mahasiswa biologi maupun pendidikan biologi. Sebagai contoh botani, mikrobiologi, dan bioteknologi. Salah satu peluang usaha yang dapat dikembangkan di bidang botani adalah kreasi tanaman hias atau menghasilkan varietas tanaman baru yang bernilai seni dan ekonomi yang tinggi. Dalam bidang mikrobiologi, seperti pemanfaatan bakteri Acetobacter xylinum dalam proses pembuatan nata de coco. Selain itu, masih banyak cabang ilmu lainya yang dapat dikembangkan oleh mahasiswa biologi dan pendidikan biologi yang dapat bernilai ekonomis. Hal tersebut bisa berawal dari tugas kuliah ataupun tugas akhir (penelitian akhir) mahasiswa. Untuk itu mahasiswa dituntut untuk keseriusan dalam kegiatan yang dapat menghasilkan karya yang kreatif dan inovatif sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman (Afriadi & Yuni, 2018). Menurut Zhao (2007), bioteknologi adalah teknik memanfaatkan berbagai organisme hidup untuk menghasilkan produk yang diinginkan atau untuk melaksanakan tugas-tugas untuk tujuan manusia. Produk bioteknologi tradisional seperti tempe, kecap, keju, yoghut, tape dan sebaganya. Materi bioteknologi cocok dikemas dengan pendekatan kewirausahaan. Peserta didik akan BIOENTREPRENEURSHIP 29 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
diajarkan untuk praktek membuat produk bioteknologi sekaligus mempraktekan untuk mempromosikan serta menjualnya agar mendapatkan keuntungan. Model pembelajaran seperti ini akan didapatkan pengalaman langsung untuk memahami konsep bioteknologi tradisional juga pengalaman lainnya yang berharga yaitu praktek atau berlatih untuk menjadi seorang pengusaha (entrepreneur) oleh peserta didik. Hal tersebut secara tidak langsung akan menjadi stimulus bagi peserta didik sehingga akan tumbuh sikap kewirausahawan. Bioentrepreneurship bukan hanya untuk kepentingan komersialisasi teknologi dan penciptaan usaha tetapi sebagain besar karir bidang biomedis, termasuk ilmu akademik. Beberapa penelitian mengenai pengembangan model pembelajaran bioentrepreneurship serta implementasinya dalam pembelajaran telah dilaporkan. Prihatiningrum et al. (2019) mengimplementasikan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship untuk meningkatkan hasil belajar, kreativitas, dan minat entrepreneur siswa kelas X pada topik pencemaran lingkungan, dengan mengikuti tiga prinsip pembelajaran bioentrepreneur yang dikembangkan oleh Heinonen & Poikkijoki (2006), yaitu: 1) pengetahuan: siswa memahami konsep; 2) pengalaman: siswa terlibat dalam kegiatan bioentrepreneurship; dan 3) tindakan: siswa belajar membaca peluang. Aqil et al., (2019) menerapkan pembelajaran bioentrepreneurship berbasis produk mikrobiologi untuk meningkatkan life skills dan minat wirausaha siswa SMK. Sementara itu, dalam tingkat perguruan tinggi, pengembangan program bioentrepreneurship yang terintegrasi pada matakuliah bioteknologi telah dilaporkan, antara lain oleh Crispeels et al. (2008), Langer (2014), dan Natadiwijaya et al. (2018). Crispeels et al. (2008) melaporkan praktik terbaik untuk mengembangkan program pendidikan bioentrepreneurship di universitas. Program yang dikembangkan terdiri atas tiga tingkat. Pertama, khalayak target diberikan pengantar teoritis untuk bioteknologi, ekonomi bisnis dan kewirausahaan. Topik-topik ini kemudian diterapkan dalam seminar interaktif yang berfokus pada bioteknologi yang menyertai kursus kewirausahaan dan dalam kuliah 'Ekonomi Bisnis Bioteknologi'. Kuliah terakhir ini bertujuan 30 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
untuk menyediakan dua kelompok mahasiswa dengan data faktual tentang industri bioteknologi serta wawasan dalam pola pikir bisnis bioteknologi. Mahasiswa yang tertarik dan wirausahawan potensial dari kedua kelompok sasaran dapat memilih untuk berpartisipasi dalam proyek bisnis bioteknologi kehidupan nyata untuk mendapatkan pengalaman langsung. Kerja tim multidisiplin semacam ini dirangsang di seluruh kuliah untuk membentuk tim produktif, yang terbukti menentukan keberhasilan masa depan perusahaan-perusahaan muda yang inovatif. Klofsten (2000) menyebutkan tiga kegiatan dasar yang harus ditemukan di universitas untuk merangsang entrepreneurship. Pertama, kegiatan yang menciptakan dan memelihara budaya wirausaha di seluruh universitas. Kedua, harus ada kuliah khusus dalam entrepreneurship sehingga setiap mahasiswa dapat belajar lebih banyak tentang entrepreneurship sebagai mata pelajaran itu sendiri. Ketiga, harus ada program pelatihan khusus untuk individu yang ingin memulai bisnis mereka sendiri. Langer (2014) mengembangkan program Masters in Biotechnology Enterprise and Entrepreneurship (MBEE) di Universitas Johns Hopkins. Capaian pembelajaran yang harus dikuasai oleh mahasiswa setelah mengikuti program tersebut yaitu mahasiswa dapat: 1) merumuskan strategi yang mencerminkan sifat interdisipliner industri biotek di bidang sains, regulasi, dan bisnis; 2) merumuskan dan melaksanakan strategi kepemimpinan dan manajemen yang tepat untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan; 3) membuat strategi keuangan dan pendanaan untuk keberhasilan organisasi dalam berbagai situasi ekonomi; 4) menunjukkan prinsip hubungan timbal balik manusia antara penelitian, desain dan kegiatan pengembangan, dengan penekanan pada prinsip-prinsip komunikasi; 5) menunjukkan pengetahuan kerja tentang berbagai langkah dalam pengembangan farmasi, dari awal sebagai kekayaan intelektual hingga peningkatan ke produk akhir; 6) membuat strategi pemasaran yang sesuai dengan sasaran dan sasaran organisasi; 7) merumuskan strategi peluncuran produk di Amerika Serikat dan internasional yang mencerminkan perubahan berkelanjutan dalam regulasi persetujuan produk dan proses BIOENTREPRENEURSHIP 31 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
pemasaran; 8) memecahkan masalah organisasi yang timbul dari kerangka hukum dan teknologi; 9) mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menilai risiko dan imbalan dalam bentuk moneter dan non- moneter; 10) mengembangkan struktur untuk mengembangkan strategi dan taktik keuangan dan memahami perencanaan bisnis. Natadiwijaya et al. (2018) mengembangkan program perkuliahan bioteknologi bermuatan bioentrepreneurship. Perkuliahan bioteknologi ini terdiri dari empat fase, yaitu fase pembentukan konsep, fase kreativitas, fase produksi, dan fase sosialisasi. Tiga fase pertama dibangun berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Heidack (Crispeels et al. 2008) yang menyebutkan bahwa untuk mempertemukan semua aspek yang terkait dengan entrepreneurship, program pendidikan di universitas haruslah berdasarkan kepada konsep tiga fase. Konsep ini tersusun secara berurutan yaitu fase pertama belajar berbasis pengetahuan atau dasar-dasar dalam entrepreneurship, fase kedua mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh dalam studi kasus, dan fase ketiga adalah pengetahuan diaplikasikan dan pengalaman/pengetahuan diperoleh dari dunia nyata. Pengalaman dari dunia nyata tersebut antara lain melalui pengembangan sumber daya lokal. Fase ketiga pada perkuliahan ini berupa pembuatan produk, menurut Collet & Wyatt (2005) dalam pendidikan bioentrepreneurship mahasiswa haruslah membuat suatu produk bioteknologi berdasarkan ilmu teknis yang dikuasai dan hasil-hasil penelitian yang relevan. Sedangkan fase tambahan, yakni fase keempat yaitu sosialisasi dibangun berdasarkan pendapat York, McCarthy & Darnold (2008), yaitu program pengembangan pendidikan bioentrepreneurship yang baik adalah program yang memasukkan soft skills dalam kurikulum pembelajarannya, seperti komunikasi, penyelesaian konflik, team building/pembangunan tim, optimisme, kontrol diri dan kemampuan berempati. 32 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
2.3. Model Pembelajaran Bioentrepreneurship Berbasis CAPAB(L)E Penelitian Supriatno et al. (2020) menghasilkan suatu model hipotetik pembelajaran bioentrepreneurship berbasis CAPAB(L)E, yang merupakan akronim dari fase-fase dalam perkuliahan bioentrepreneurship, yaitu Characterizing, Analyzing, Prototyping, Assessing, Building up, dan Exposing (Gambar 6). Gambar 6. Framework model hipotetik program perkuliahan bioentrepreneurship berbasis CAPAB(L)E (Supriatno et al., 2020) Ada pun rincian fase-fase model pembelajaran CAPAB(L)E beserta deskripsi dan rasionalnya disajikan pada Tabel 8. BIOENTREPRENEURSHIP 33 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Tabel 8. Model pembelajaran bioentrepreneurship berbasis CAPAB(L)E Fase-Fase dalam Deskripsi Rasional Pembelajaran Pada fase ini, dilakukan Untuk belajar berwirausaha 1. Characterizing o Anchoring the karakterisasi jiwa tidak hanya mengandalkan Entrepreneurial entrepreneur mahasiswa. bakat, tetapi yang lebih Knowledge and Spirit o Promoting Creativity Mahasiswa dibekali penting adalah memiliki and Inovation mengenai dasar-dasar kemauan dan motivasi yang 2. Analyzing o Problem Analyzing wirausaha dan kuat untuk memulai usaha o Generating Business pentingnya perubahan (Afriadi & Yuni, 2018). Idea o Idea Sharing mindset entrepreneur Pengantar teoritis yang o Proposal Making dan daya kreatif-invatif, berkaitan dengan ekonomi sehingga jiwa bisnis dan kewirausahaan wirausahanya terbangun. merupakan hal utama yang perlu diperhatikan ketika mengembangkan suatu program program pendidikan bioentrepreneurship di universitas (Crispeels et al., 2008). Pada fase ini, mahasiswa Untuk itu mahasiswa dituntut dilatih untuk untuk keseriusan dalam menganalisis masalah kegiatan yang dapat dalam kehidupan sehari- menghasilkan karya yang hari, menemukan kreatif dan inovatif sesuai kesenjangan (gap) antara dengan kebutuhan dan fakta/kenyataan di perkembangan zaman (Afriadi masyarakat dengan & Yuni, 2018). Ide usaha yang kondisi ideal/yang dirancang harus berfous pada diharapankan. kebutuhan konsumen, bukan Selanjutnya, mahasiswa keinginan sendiri (Bhuiyan, merumuskan ide usaha 2011). berdasarkan analisis menggunakan Value Proposition Canvas (VPC). Dalam mengembangkan ide bisnisnya, mahasiswa melakukan konsultasi dengan dosen maupun praktisi untuk mendapatkan feedback. Ide usaha yang sudah digagas ditulis dalam sebuah proposal usaha. 34 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Fase-Fase dalam Deskripsi Rasional Pembelajaran Pada fase ini, mahasiswa Dalam pendidikan 3. Prototyping mendesain prototipe entrepreneurship mahasiswa o Designing/Constructin produk/jasa. haruslah membuat suatu produk berdasarkan ilmu g the Prototype Pada fase ini, mahasiswa teknis yang dikuasai dan melakukan ujicoba hasil-hasil penelitian yang 4. Assessing prototipe kepada relevan (Collet & Wyatt, o Testing the masyarakat calon 2005). konsumen untuk Product/Service mendapatkan masukan Uji coba prototipe produk o Masket Survey dan feedback sehingga atau desain akhir bertujuan mampu memenuhi untuk mendapatkan masukan 5. Building up persyaratan konsumen. dan umpan balik pelanggan o Improving/Developing Pada fase ini, mahasiswa sehingga mampu memenuhi dibekali softskill yang persyaratan pelanggan. Hal the Product/Service berkaitan dengan upaya- ini penting untuk o Producing upaya keberlanjutan mendapatkan keunggulan o Business Sustainability suatu usaha, misalnya: kompetitif (Cooper, 1993). o Finance management strategi mengembangkan usaha, Program pengembangan strategi marketing yang pendidikan disesuaikan dengan bioentrepreneurship yang target pasar, etika bisnis, baik adalah program yang manajemen organisasi, memasukkan soft skills dalam dan manajemen kurikulum pembelajarannya, keuangan. Harapannya, seperti komunikasi, mahasiswa dapat penyelesaian konflik, team membuat rancangan building/pembangunan tim, upaya pengembangan optimisme, kontrol diri dan usaha berkelanjutan. kemampuan berempati (York et al., 2008). Selain itu, kemampuan merumuskan dan melaksanakan strategi kepemimpinan, manajemen yang tepat untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan, serta membuat strategi keuangan dan pendanaan untuk keberhasilan organisasi dalam berbagai situasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu dibekalkan melalui program entrepreneurship (Langer, 2014). BIOENTREPRENEURSHIP 35 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Fase-Fase dalam Deskripsi Rasional Pembelajaran Pada fase ini, mahasiswa Salah satu karakteristik 6. Exposing melakukan promosi dan program pengembangan o Promoting o Marketing penyebarluasan informasi pendidikan entrepreneurship usahanya dengan yang baik adalah menerapkan strategi membekalkan kompetensi marketing. membuat strategi keuangan dan memahami perencanaan bisnis, termasuk promosi marketing (Langer, 2014). Model pembelajaran bioentrepreunership berbasis CAPAB(L)E ini merupakan program perkuliahan wajib yang dirancang untuk memberikan pemahaman dan menumbuhkembangkan kewirausahaan dalam bidang biologi dan pendidikan biologi, sehingga dikemudian hari mahasiswa mampu mengembangkan wirausaha yang berlandasakan keilmuan di bidang biologi dan pendidikan biologi. Untuk membekali kemampuan dalam bidang wirausaha, perkuliahan ini membahas mengenai dasar-dasar wirausaha dan pentingnya perubahan mindset entrepreneur, berfikir kreatif dan pengembangan kreativitas, identifikasi dan pengelolaan resiko usaha, kepemimpinan dalam wirausaha, pengembangan gagasan pada berbagai bidang usaha, etika bisnis, strategi dan praktek pemasaran serta manajemen keuangan. Program perkuliahan ini dapat dilaksanakan menggunakan pendekatan tatap muka, blended learning, bahkan dapat diadaptasi untuk kegiatan full online learning (daring). Metode perkuliahan yang diterapkan menekankan pada kombinasi diskusi, kuliah tamu oleh praktisi, dan praktik menganalisis usaha, pembuatan rencana usaha, pengembangan prototipe produk/jasa, dan marketing. Dosen bertugas memberikan stimulus, feedback, dan pembimbingan kepada setiap kelompok dalam merencanakan usahanya. 36 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
BAB 3. MERANCANG DAN MEMULAI USAHA Memulai suatu usaha layaknya belajar mengendarai sepeda. Kegamangan, keragu-raguan, rasa takut dan tidak percaya diri merupakan hal yang umum dirasakan oleh seseorang ketika memulai suatu usaha. Bagi masyarakat pada umumnya, menjadi seorang entrepreneur seringkali dipandang sebagai pilihan karir yang menantang, penuh dengan rintangan kerja, kegagalan, dan ketidakpastian. Untuk mengatasihal itu semua, diperlukan seperangkat pengetahuan dan keterampilan tentang kewirausahaan yang merupakan modal awal dalam merancang suatu usaha, yaitu untuk menjaring ide-ide usaha dan memvisualkan dalam suatu rencana usaha/bisnis (business plan). Umumnya, ide-ide usaha berasal dari kepekaan dan kepedulian seseorang terhadap suatu permasalahan riil yang dialami diri sendiri atau masyarakat umumnya. Kombinasi antara kecerdasasan menangkap peluang dan kemampuan untuk mengeksekusi suatu solusi permasalah merupakan dua syarat utama untuk merealisasikan rencana usaha. 3.1. Strategi Memulai Usaha Suryana (2006) menjelaskan setidaknya ada tiga cara yang dapat diterapkan untuk memulai usaha baru, yaitu merintis usaha baru, membeli perusahaan orang lain (buying), dan kerja sama BIOENTREPRENEURSHIP 37 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
manajemen (franchising). Dalam upaya merintis usaha baru, usaha baru yang yaitu dibentuk dan didirikan menggunakan modal, ide, organisasi, dan manajemen yang dirancang sendiri. Sementara itu, jika membeli perusahaan orang lain artinya kita mengalihkan kepemilikan suatu perusahaan yang telah didirikan, dirintis, dan diorganisir oleh orang lain dengan nama dan organisasi yang sudah ada. Sedangkan dalam bentuk usaha kerja sama manajemen, pengusaha melakukan kerja sama dengan preusan besar untuk menyelenggarakan usaha (waralaba) dengan mengadakan persetujuan jual-beli hak monopoli. Untuk memulai usaha diperlukan analisis terhadap permasalahan di lingkungan (Widayati et al., 2019). Peluang dan ide usaha muncul sebagai karena adanya kepekaan dan kejelian seseorang dari hasil proses interaksinya dengan lingkungan. Berikut ini digambarkan keterkaitan antara lingkungan dan faktor keterampilan dasar entrepreneurship dengan munculnya ide usaha (Gambar 7). Gambar 7. Hubungan antara lingkungan dengan kewirausahaan (Widayati et al., 2019) 38 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Berikut ini beberapa strategi dan pertimbangan yang harus diperhatikan ketika memutuskan untuk memulai berwirausaha menurut Dirjen Dikti (dalam Suwinardi, 2018). a. Memilih bidang usaha yang diminati serta memiliki hasrat (passion) dan pengetahuan di dalamnya. Seseorang yang memiliki tekad yang tinggi dan mudah jenuh dengan pekerjaan yang monoton, cenderung berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Hal ini memang tidak mudah, apalagi jika seseorang sudah terbiasa dalam zona nyaman. Rutinitas dan kesibukan kerja terkadang mematikan passion seseorang untuk berkreasi dan mengasah minatnya sehingga dapat mendatangkan sesuatu yang menguntungkan. Jika telah menemukan minat, maka selanjutnya adalah berupaya untuk meng-upgrade diri dengan mengasah pengetahuan dan keterampilan mengenai bidang usaha yang akan ditekuni. Perlu juga disiapkan mental yang kuat dan adaptif, karena terkadang realita di lapangan berbeda signifikan dengan yang dibayangkan. Selain itu, penting untuk menimba ilmu dan pengalaman (lesson learn) dari orang- orang yang telah sukses merintis usaha di bidang tersebut. b. Memperluas dan memperbanyak jaringan bisnis dan pertemanan. Para ahli dan praktisi entrepreneurship menyarankan strategi usaha secara kelompok, khususnya bagi individu yang belum cukup berani untuk terjun ke dunia bisnis yang penuh dengan ketidakpastian. Jaringan dan pertemanan juga dapat menjadi jalan bagi usaha seseorang dalam membangun dan mengembangkan usahanya, karena seringkali peluang bisnis dan dukungan pengembangan bisnis datang dari rekan-rekan dalam jejaring tersebut. Hal tersebut akan semakin baik jika jaringan yang dijalin semakin luas dan dengan latar belakang yang beraneka ragam. Namun, ada hal yag perlu dperhatikan dalam menjalin suatu rekanan, misalnya sebelum kesepakatan kerja sama ditandatangani, maka harus jelas hal apa saja yang disepakati, bagaimana aturan mainnya, serta sanksi-sanksi yang diterapkan bila salah satu pihak melanggar kesepakatan kerja sama. BIOENTREPRENEURSHIP 39 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
c. Mengembangkan produk/jasa yang memiliki keunikan dan nilai unggul. Menentukan keunikan dan keunggulan suatu produk/jasa penting agar konsumen merasa puas karena harapannya terpenuhi pada produk/jasa tersebut. Hal ini penting ketika suatu produk/jasa tersebut memiliki banyak pesaing, sehingga usaha inovatif diperlukan agar tidak terjebak dalam fenomena banting harga. Oleh karena itu, pemilik usaha harus menguasai medan, artinya dapat mencari celah dan ceruk pasar yang unik serta menentukan posisi usaha yang dijalankan dalam peta persaingan usaha. d. Menjaga kredibilitas dan brand image. Menjaga kredibilitas dan brand image merupakan hal yang seringkali diabaikan ketika memulai berusaha. Misalnya dengan menanggapi keluhan- keluhan para pelanggan secara cepat dan tepat (fast response). Hal ini dapat memberikan kesan positif bagi pemiliki usaha, sehingga dapat meminimalisir kehilangan pelanggan. Aaker & David (1996) menjelaskan tiga strategi agar kesetiaan pelanggan meningkatkan. Pertama, melalui frequent buyer program, yaitu usaha untuk memberikan penghargaan dan memperkuat perilaku pembelian ulang, dianggap efektif untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan. Kedua, pembentukan customer club, sehingga perusahaan dapat melakukan komunikasi langsung dengan pelanggan dan lebih mengenal dekat siapa pelaggannya, latar belakang, kebutuhan, serta keinginannya, termasuk memperoleh database pelanggannya. Ketiga, data base marketing, melalui database marketing para pelanggan, akan memudahkan bagi perusahaan untuk berkomunikasi tentang produk dan mendapatkan informasi tentang kebutuhan dan keinginan yang tersembunyi para pelanggan. e. Berhemat dan terencana dalam hal operasional serta menyisihkan uang untuk modal kerja dan penambahan investasi alat-alat produksi/jasa. Zimmerer (dalam Suryana, 2003) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang menjadi penyebab kegagalan entrepreneur dalam menjalankan usaha barunya, di 40 BIOENTREPRENEURSHIP Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
antaranya: 1) inkompeten dalam hal mengelola usaha/manajerial, 2) kurang pengalaman dan kemampuan dalam hal mengkoordinasikan, mengelola sumber daya manusia, serta mengintegrasikan operasi perusahaan, dan 3) tidak dapat mengendalikan finansial/keuangan perusahaan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal menjaga kestabilan keuangan adalah mengatur penerimaan dan pengeluaran secara cermat dan disiplin. Operasional perusahan dapat terhambat dan proses bisnis perusahaan tidak lancar dapat terjadi karena kesalahan dalam memelihara aliran kas. Tidak disiplin dalam hal pengadministrasian dan pelaporan keuangan juga menjadi penyebab sulit berkembangnya suatu usaha. Seringkali seorang entrepreneur baru tidak memperhitungkan ketika membeli barang mewah untuk keperluan pribadi dan mengabaikan dana tak terduga maupun merencanakan pengembangan usaha sehingga dapat mengancam keberlanjutan usahanya. 3.2. Rencana Usaha (Business Plan) Apapun jenis usaha yang akan dijalankan, perlu adanya sebuah perencanaan usaha yang matang dan realistis. Coulthard dan Clarke (1999) mendefinisikan perencanaan usaha sebagai perencanaan secara detail tentang aktivitas organisasi atau perusahaan dan target pada masa depan. Dengan demikian, perencanaan usaha adalah hasil pemikiran entrepreneur yang berisi berisi keseluruhan proses tentang hal-hal yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya, perencanaan usaha mengatur tentang proses kegiatan usaha, produksi, pemasaran, penjualan, perluasan usaha, keuangan usaha, pembelian, tenaga kerja, dan penyediaan atau pengadaan peralatan. Perencanaan usaha sangat bermanfaat untuk menilai kelayakan usaha yang akan ditekuni, memiliki prospek jangka panjang, keuntungan, dan risiko usaha (Supriyanto, 2009). Manfaat lain dengan membuat perencanaan usaha yang matang adalah sebagai bahan pertimbangan bagi mitra bisnis, investor ataupun calon kreditor ketika akan menjalin kerjasama dalam hal BIOENTREPRENEURSHIP 41 Pengantar Teori dan Praktik Membangun Usaha
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128