Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Candide

Candide

Published by Digital Library, 2021-01-29 15:19:46

Description: Candide oleh Voltaire

Keywords: Voltaire

Search

Read the Text Version

PENERjEmAh IDA SUNDARI HUSEN CANDIDE



CANDIDE

Undang-Undang Republik Indonesia Nom or 28 Tahun 20 14 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 1 Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang tim bul secara otom atis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa m engurangi pem batasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan Pidana Pasal 113 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak m elakukan pelanggaran hak ekonom i sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10 0 .0 0 0 .0 0 0 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m elakukan pelanggaran hak ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Penggunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp50 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m elakukan pelanggaran hak ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 4 (em pat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp1.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (satu m iliar rupiah). (4) Setiap Orang yang m em enuhi unsur sebagaim ana dim aksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pem bajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lam a 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp4.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (em pat miliar rupiah).

CANDIDE Penerjemah IDA SUNDARI HUSEN

Can d id e Vo lt a ir e Judul Asli Candide ou l’Optim ism e KPG 59-16-0 1248 Cetakan Pertam a, Novem ber 20 16 Sebelum nya diterbitkan oleh PT Dunia Pustaka J aya Cetakan Pertam a, 1989 Pe n e rje m ah Ida Sundari Husen Perancang Sampul Teguh Tri Erdyan Deborah Amadis Mawa Penataletak Landi A. Handwiko VOLTAIRE Can d id e J akarta: KPG (Kepustakaan Populer Gram edia), 20 16 xiv + 154 hlm .; 14 x 21 cm ISBN 978-60 2-424-160 -5 Dicetak oleh PT Gramedia, J akarta. Isi di luar tanggung jawab percetakan.

Daftar Isi Kata Pengantar ix 1 1 Bagaim ana Candide Dibesarkan di Sebuah Istana 5 yang Indah, dan Bagaim ana Dia Diusir dari Sana 9 2 Apa yang Terjadi atas Diri Candide 13 di Antara Orang-orang Bulgaria 18 3 Bagaim ana Candide Melarikan Diri dari 23 Orang-orang Bulgaria, dan Nasibnya Kem udian 4 Bagaim ana Candide Bertem u Kem bali dengan Bekas Guru Filsafatnya, Doktor Pangloss, dan Apa yang Terjadi Selanjutnya 5 Topan, Kapal Karam , Gem pa Bum i, dan Apa yang Terjadi atas Diri Doktor Pangloss, Candide, J acques 6 Bagaim ana Cara Menyelenggarakan Suatu Auto-Da-Fe yang Megah untuk Mencegah Gem pa Bum i, dan Bagaim ana Candide Dicam buk

vi Voltaire 26 30 7 Bagaim ana Seorang Perem puan Tua Mengurus 35 Candide, dan Bagaim ana Pem uda itu Bertem u Kem bali dengan Gadis yang Dicintainya 38 42 8 Kisah Cunegonde 47 9 Apa yang Terjadi atas Diri Cunegonde, Candide, 53 57 Pendeta Agung, dan Seorang Yahudi 62 10 Dalam Suasana Dukacita Bagaim ana Candide, 65 Cunegonde, dan Si Nenek Tiba di Cadix, dan 71 Menum pang Kapal Laut 77 11 Kisah Si Nenek 85 12 Lanjutan Kisah Kem alangan Si Nenek 93 13 Bagaim ana Candide Terpaksa Harus Berpisah 97 dengan Cunegonde yang Cantik dan Si Nenek 14 Bagaim ana Candide dan Cacam bo Diterim a oleh Orang-orang J esuit Paraguay 15 Bagaim ana Candide Mem bunuh Kakak Kekasihnya, Cunegonde 16 Apa yang Terjadi atas Diri Kedua Pengem bara dengan Dua Orang Gadis, Dua Ekor Monyet, Serta Orang-orang Primitif Oreillon 17 Kedatangan Candide Beserta Pelayannya di Negara Eldorado dan Apa yang Mereka Lihat di Sana 18 Apa yang Mereka Lihat di Eldorado 19 Apa yang Terjadi atas Diri Mereka di Surinam e dan Bagaim ana Candide Berkenalan dengan Martin 20 Apa yang Terjadi di Tengah Laut atas Diri Candide dan Martin 21 Candide dan Martin Mendekati Pantai Prancis dan Berdiskusi

CANDIDE vii 22 Apa yang Terjadi atas Diri Candide dan 10 0 Martin di Prancis 114 117 23 Candide dan Martin Pergi ke Pantai Inggris dan 123 Apa yang Mereka Lihat di Situ 131 24 Kisah Paquette dan Bruder Girolee 136 25 Kunjungan ke Istana Senator Poccocurante, 142 146 Bangsawan Venesia 148 26 Tentang Pengalam an Candide dan Martin Waktu Makan Bersam a Enam Orang Asing Serta Penjelasan Siapa Mereka Itu 27 Perjalanan Candide ke Istanbul 28 Apa yang Terjadi atas Diri Candide, Cunegonde, Pangloss, dan Lain-lain 29 Bagaim ana Candide Bertem u Kem bali dengan Cunegonde dan Si Nenek 30 Penutup



KATA PENGANTAR VOLTAIRE, NAMA sebenar nya François-Mar ie Arouet (1694- 1778), adalah pengarang besar Prancis abad ke-18, yang dikenal di selur uh dun ia, di samping pengarang-pengarang lain yang ter m asyhur abad itu seper ti Montesquieu (penulis Trias Polit ica) dan Rousseau (penulis Du Cont rat Social). Gagasan-gagasan nya m asih ser ing dikutip sampai sekarang karena sifatnya yang un iversal dan yang m asih tetap relevan untuk m asalah-m asalah m asa kini. Sebagaim ana diketahui peran pengarang di Prancis pada abad-abad yang lalu itu bukan hanya sebagai penulis kar ya sastra yang indah saja, tetapi juga pem ikir-pem ikir yang mengolah ilsafat hidup yang kemudian dianut oleh seluruh bangsa. Voltaire dan Rousseau, m isalnya, dapat digolongkan dalam kelompok pengarang yang kemudian mendorong lahir nya ilsafat hidup Prancis modern dan turut memberikan inspirasi untuk menggulirkan Revolusi Prancis pada tahun 1789. Yang

x Voltaire paling menonjol dar i Voltaire sebagai seorang pem ikir, ah li ilsafat, penulis sastra dan sejarah adalah kebenciannya pada kefanatikan, diskusi ilsafat, dan keagamaan yang dinilainya terlalu ber tele-tele, sehingga tidak m asuk akal dan mengabaikan m asalah-m asalah m anusia yang utam a. Dia juga sangat cinta dan memper juangkan keadilan, baik dalam kar ya-kar yanya, m aupun dalam kehidupan yang sebenar nya. Pandangan hidupnya yang praktis dan realistis dibuktikan nya antara lain dengan jalan mem bin a dan mengem bangkan sebuah desa kecil ber n am a Fer ney dar i desa yang sepi menjadi desa industr i kecil yang aktif. Pada abad ke-20 in i nam a Voltaire sebagai penulis dram a tidak begitu diperhatikan lagi, walaupun sesungguhnya sem asa hidupnya pengarang in i telah menulis cukup banyak naskah dram a yang mendapat sukses besar, baik pada waktu penerbitan nya, m aupun pada waktu diper tunjukkan (antara lain Zaïre tahun 1732 dan Irene yang diper tunjukkan di Par is dengan sambutan mer iah, menjelang akhir hidupnya pada tahun 1778). Voltaire mengabdikan enam puluh tahun dar i hidupnya yang panjang untuk menulis dan menerbitkan berbagai kar ya. Di samping dram a, dia menulis beberapa kar ya sejarah yang didasari penelitian dan dokumen otentik, karya ilsafat, kritik sastra, pamlet-pamlet yang berisi gagasan politik , serta hikayat- hikayat ilosois. Di antara semua kar yanya yang ber n ilai tinggi dan yang mengangkatnya menjadi anggota Academ ie Française,1* anehnya justr u hikayat-hikayatnyalah yang sampai m asa kin i m asih tetap dibicarakan orang dan dianggap sebagai “merek” pengarang tersebut, mungkin karena “un ik”. * Dewan Kesenian Prancis, didirikan oleh Richelieu pada tahun 1635 dengan 40 orang anggota yang diangkat untuk seumur hidup dan terdiri dari penulis-penulis yang telah menunjukkan prestasi inggi.

CANDIDE xi Satu di antaranya, Candide ou l’Opt im ism e ’Candide atau Opt im ism e’ (1759), pernah diilmkan pada tahun enam puluhan. Hikayat-hikayat Voltaire ditulis ketika dia telah menjelang usia tua dan tatkala dia telah mencapai ketenaran. Yang per tam a, Le Voy age du Baron de Gaugan ‘Perjalanan Baron de Gaugan’, ditulis pada tahun 1739 ketika dia ber usia 45 tahun. Hikayat per tam a itu hilang tak berbekas, boleh jadi karena tidak diterbit- kan, sebab mungkin dia belum menganggapnya sebagai suatu kar ya yang berharga. Patut dicatat bahwa pada m asa itu kar ya yang dianggap ber n ilai tinggi hanyalah tragedi klasik. Rom an belum dianggap kar ya yang ber n ilai sastra. Karena itu pada mulanya Voltaire selalu menggunakan nam a sam aran untuk hikayat-hikayatnya yang diterbitkan, agar tidak dianggap pengarang “murahan”. Namun karen a gayanya yang khas, pem baca selalu dapat m engen alinya. Sejak h ikayatnya yang per tam a yang mendapat sukses besar, Zadig ou la Dest inee ‘Zadig atau Suratan Takdir’ (1747), sampai men inggal pada tahun 1778, tak kurang dar i dua puluh enam hikayat yang telah ditulis Voltaire, di antaranya yang paling terkenal adalah Candide, Zadig, dan L’ingénu ‘Si Lugu’ (1767).2* Semu la Voltaire m enu lis h ikayat-h ikayat it u sebagai sarana untuk menghibur sahabat-sahabatnya dalam jamuan- jamuan m akan m alam yang diselenggarakan dalam rangka tukar-menukar pikiran tentang m asalah sastra, selain juga untuk menyampaikan ilsafat hidupnya dengan cara yang menyenangkan, tanpa member ikan kesan menggur ui. Pada kata pengantar Zadig, Voltaire mengatakan bahw a Zadig adalah kar ya yang mengungkapkan lebih dar i yang tampak dicer itakan nya. Candide ditulis pengarangnya pada usia 65 tahun. Tem anya sam a dengan beberapa kar ya yang sudah terbit sebelum nya, * Terjemahan L’ingénu ‘Si Lugu’ telah diterbitkan oleh Yayasan Obor pada tahun 1988, sedangkan Zadig oleh PT Dunia Pustaka Jaya, tahun 1989.

xii Voltaire baik dar i dia sendir i m aupun dar i pengarang-pengarang lain, yakn i pengam atan per istiwa-per istiwa dan m anusia dengan tokoh utam a yang lugu, yang memungkin kan terlontar nya komentar-komentar yang sederhana, polos, dan ter us terang, namun mem iliki daya kr itik yang tajam dan mengena. Tidak ada deskr ipsi yang ter inci tentang tokoh-tokohnya, sehingga m ir ip dengan kar ikatur. Tokoh-tokohnya bagaikan boneka yang tak berdaya, dan dim ain kan sekehendak hati pengarang. Per istiwa- per istiwa ter jalin sangat cepat, kadang- kadang tidak m asuk akal. In ilah cara Voltaire menggambarkan dun ia yang absurd in i, yang pada dasar nya tidak jauh berbeda dengan yang diungkapkan Camus, m isalnya. St r u kt u r h ikayat-h ikayat Voltaire sesu n ggu h nya am at sederhana, sehingga pembaca dengan mudah dapat menangkap alur cer iteranya dalam pembacaan yang linear, namun m akna sesungguhnya yang diungkapkan oleh kar ya-kar ya itu, yakn i ilsafat hidup, sindiran, kritik an, bahkan serangan-serangan tajam yang dilancarkan pengarang terhadap lawan-lawan atau gagasan- gagasan yang tidak disukainya, tidak selalu mudah untuk ditangkap karena tulisan nya penuh dengan konotasi yang ser ing sangat ironis. Untuk mem aham i Candide in i khususnya, perlu diketahui pertama-tama bahwa sasaran utama serangan adal ah ilsafat optim is Leibn iz dan para pengikutnya, ter utam a Wolf, yang beranggapan bahwa dun ia in i adalah yang sebaik-baiknya di antara yang mungkin d iciptakan Tu han. J uga ia m engr itik pendapat ahli ilsafat itu yang menyatakan bahwa untuk semua akibat, pasti ada sebabnya, karena segalanya telah diatur dalam suatu keselarasan yang telah ditetapkan sebelum nya (L’harm onie préétablie). Tentu argumentasinya dalam h ikayat in i sangat disederhanakan, dan juga ser ing berbentuk olok- olokan. Yang

CANDIDE xiii pasti di sini Voltaire tampak ingin menonj olkan ilsafat hidupnya sendir i, mengingat bahwa hakikat hidup m anusia ini berada di luar jangkauan m anusia sendir i, dem ikian m asalah kebaikan dan keburukan, diskusi-diskusi tentang masalah tersebut tak pernah berkesudahan, karena itu tidak ada gunanya. Yang penting bagi Voltaire adalah perbuatan (act ion), karena hanya dengan berbuat, tanpa banyak berilsafat, manusia dap at melupakan beban yang har us dipikulnya. Di samping itu, sebagaim ana dikatakan orang Turki pada akhir hikayat in i, “Peker jaan menjauhkan kita dar i tiga kebur ukan: rasa bosan, dosa, dan kem iskinan.” J adi walaupun ber nada pesim istis, pesim isme Voltaire in i sifatnya membangun. Karena kr itiknya yang tajam terhadap penyalahgunaan agam a dan kesewen ang-wenangan penguasa, Voltaire ser ing dituduh atheis dan mengingin kan bentuk pemerintahan lain selain monarki. Namun, sesungguhnya perkembangan m asyarakat waktu itu belum m atang untuk gagasan-gagasan yang lebih mutakhir itu. Voltaire sendir i bar ulah sampai ke taraf déiste (percaya kepada Tuhan) dan menempatkan dir i di atas se- mua agam a. Dalam politik dia tetap menghendaki raja, namun kepala negara itu hendaknya mempunyai kem ampuan dan wawasan (Le despot ism e éclairé) untuk mem ajukan negara dan bangsanya pada khususnya, dan um at m anusia pada umum nya. Tanpa pem aham an iron i yang dikandungnya, kar ya-kar ya Voltaire itu tak lebih dar i hikayat populer biasa, yang kadang- kadang m em ber i kesan konyol dan tidak m empunyai n ilai sastra. Untuk mem aham i hikayatnya, ser ingkali pembaca har us mengetahui r iwayat hidup pengarangnya, ser ta latar belakang sosial budaya pada waktu kar ya itu diciptakan. Misalnya bunyi judul-judul bab dalam Candide in i, yang “lucu” dan member ikan kesan “kuno”, sesungguhnya adalah sindiran pada judul-judul rom an yang pada waktu itu belum begitu dihargai di Prancis.

xiv Voltaire Dalam Candide in i Voltaire ser ing tidak segan-segan “keluar” dar i karya iksi dan menyebut nama tokoh yang sesungguhnya pernah hidup, atau judul buku yang mem ang per nah ada pada zam an itu. Pembaca yang tidak mengetahui “duduk perkaranya” ser ing tidak dapat menangkap m aksud sindiran Voltaire yang sebenar nya. Untuk sekadar membantu pembaca, beberapa catatan kaki juga diter jem ahkan, kadang-kadang ditambah dengan catatan kaki yang ditulis pener jem ah sendir i. Ida Sundari Husen November 1988

1 BAGAIMANA CANDIDE DIBESARKAN DI SEBUAH ISTANA YANG INDAH, DAN BAGAIMANA DIA DIUSIR DARI SANA1 KONON PADA zam an dahulu, di Westphalen, dalam istana Baron Thunder-ten-tronckh, hidup seorang anak m uda, yang diberkati alam dengan perilaku yang sangat halus. Air m ukanya m enunjukkan kem urnian jiwanya. Pendapatnya jujur, dan cara berpikirnya sederhana. Mungkin itulah sebabnya dia dinam ai Candide.2 Para pelayan yang telah lam a m engabdi di rum ah itu m enduga bahwa dia adalah anak saudara sang Baron yang perem puan, dari seorang pem uda kebanyakan yang tinggal di 1 Voltaire meniru untuk memperolok-olokkan judul roman picisan pada zamannya. 2 “Candide” berari naif, lugu, sederhana, murni. Pengarang menyindir orang Jerman yang dianggapnya lugu, kaku, dan jujur, namun peka akan keidakadilan yang terjadi dalam masyarakat yang penuh dosa dan kecurangan.

2 Voltaire sekitar tempat itu. Si gadis tidak akan pernah bersedia meni- kahinya, karena pem uda itu hanya m am pu m enyebutkan tujuh puluh satu nam a keluarga nenek m oyangnya yang berdarah biru, sedangkan selanjutnya garis keturunannya telah hilang dim akan zam an.3 Baron itu m erupakan salah seorang pangeran yang pa- ling berkuasa di Westphalen karena purinya berpintu satu dan berjendela banyak. Bahkan ruangan tam unya pun dialas karpet. Kalau perlu, anjing-anjing penjaga kandang unggasnya dapat disulap m enjadi anjing pem buru. Tukang kudanya boleh saja dianggap sebagai perwira pengawal berkuda, sementara pendeta desa itu dapat berfungsi sebagai kepala Gereja Agung yang m en- dam pinginya. Mereka sem ua m enyebutnya Monseigneur, dan mereka pasti tertawa, apabila sang majikan berusaha melucu.4 Berat badan istri sang Baron, yang sekitar tiga ratus lim a puluh pon, m em enuhi syarat untuk m enim bulkan rasa horm at yang m endalam . Nyonya besar itu m engelola istananya dengan sikap m ulia, yang m enjadikan dia lebih terhorm at lagi. Putrinya Cunegonde, yang berusia tujuh belas tahun, tinggi langsing, segar, m ontok, m enggiurkan. Penam pilan anaknya yang laki-laki pun dalam segala hal pantas untuk seorang putra baron. Tuan Guru Pangloss5 adalah sum ber pengetahuan di rum ah itu. Candide kecil m endengarkan pelajaran-pelajarannya dengan kesunggguhan yang dapat diharapkan dari anak seum ur dia dan berkat sikapnya yang terpuji itu. Pangloss mengajarkan metaisika-teologi-kosmolo-konyo- logi. Dengan cara yang m engagum kan dia m em buktikan bahwa tidak mungkin ada akibat tanpa sebab, dan bahwa, dalam dunia 3 Sindiran terhadap pengagung-agungan keturunan bangsawan pada zaman itu. 4 Voltaire sangat “terkesan” oleh kemiskinan dan kesederhanaan Westphalia yang pernah dikunjunginya (dibandingkan dengan Paris waktu itu), dan di lain pihak oleh sikap sombong orang Jerman. 5 Dalam bahasa Yunani berari “tukang omong besar tentang segala hal”.

CANDIDE 3 terbaik yang m ungkin diciptakan ini, istana sang Baron adalah puri yang terindah, dan Nyonya Besar adalah istri baron yang terbaik yang m ungkin diciptakan.6 “Telah dibuktikan,” katanya, “bahwa segala sesuatu tidak bisa lain keadaannya dari sekarang ini. Segala sesuatu diciptakan untuk tujuan tertentu, m aka tidak bisa lain tentu tujuan yang terbaik. Perhatikan saja: hidung telah dibuat agar dapat dipasangi kacam ata, m aka kita pun m em punyai kacam ata. Nyata sekali bahwa kaki diciptakan untuk dipasangi sepatu, maka kita pun m em punyai sepatu. Batu-batu dibentuk untuk dipotong-potong, agar dapat dibangun istana, m aka Yang Mulia Baron pun m em - punyai istana: baron terbesar di provinsi ini haruslah m em punyai tem pat tinggal terbaik. Babi-babi diciptakan untuk disantap, dan kita pun m akan daging babi sepanjang tahun. Makanya, m ereka yang beranggapan bahwa segala sesuatu berjalan baik, sesung- guhnya tolol sekali. Yang betul adalah: segala sesuatu berjalan seb a ik-b a ikn ya .” Candide m endengarkan dengan penuh perhatian dan m em - percayai perkataan gurunya secara lugu, karena dia beranggapan bahwa Nona Cunegonde cantik sekali, walaupun dia tidak pernah m em punyai keberanian untuk m engutarakannya kepadanya. Dia m enyim pulkan bahwa urutan pertam a keberuntungan adalah kebahagiaan karen a dilahirkan sebagai Baron Thun der-ten - tronckh, tingkatan kedua adalah m enjadi Nona Cunegonde, ketiga adalah keberuntungan dapat berjumpa dengan gadis itu setiap hari, keempat adalah kesempatan mendengarkan Tuan Guru Pangloss, ahli ilsafat terbesar di seluruh provinsi itu, dengan demikian di seluruh dunia. 6 Voltaire mengejek “musuh besarnya” ahli ilsafat Leibniz, dan pengikutnya Wolf, yang beranggapan bahwa dunia ini diciptakan Tuhan dalam keadaan maksimal terbaik yang mungkin diberikan. “Konyologi” tentu saja adalah tambahan dari Voltaire sendiri.

4 Voltaire Pada suatu hari Cunegonde berjalan-jalan di hutan kecil yang disebut tam an. Di balik sem ak belukar gadis itu m elihat Tuan Guru Pangloss tengah memberikan pelajaran praktikum ilmu isika kepada pelayan kamar tidur ibunya, seorang gadis beram but cokelat yang sangat cantik dan sangat penurut. Men gin gat bahwa Cun egon de san gat m em perhatikan sain s, ham pir tanpa bernapas dia m engam ati latihan yang diulang-ulang yang sem pat disaksikannya itu. Dengan jelas dia m elihat alasan yang m endorong Pak Guru, serta sebab-sebab dan akibatnya. Gadis itu pulang dengan perasaan gelisah, asyik berpikir, serta penuh keinginan untuk menjadi orang berilmu, sambil melamun bahwa dia bisa saja m enjadi alasan pendorong bagi Candide, sebagaim ana pem uda itu bagi dirinya. Setibanya di puri dia bertem u dengan Candide, dan wajahnya m em erah. Muka Candide pun m enjadi m erah. Gadis itu m engu- capkan selam at siang dengan suara terputus-putus, dan Candide berbicara kepadanya tanpa m enyadari apa yang dikatakannya. Setelah m akan m alam keesokan harinya, pada waktu m eninggal- kan m eja m akan, Candide dan Cunegonde berpapasan di balik sekat ruangan. Cunegonde m enjatuhkan saputangannya. Candide m em ungutnya. Gadis itu m em egang tangan si pem uda dengan lugunya. Secara lugu pula pem uda itu m encium tangan si gadis dengan gairah, penuh perasaan, dan sikap yang sangat lem but. Bibir m ereka bertem u, m ata bersin ar-sin ar, lutut gem etar, dan tangan m erayap. Baron Thunder-ten-tronckh lewat dekat sekat itu. Ketika m elihat sebab dan akibat itu, serta m erta dia m enendang pantat pem uda itu dan m engusirnya dari istana. Cunegonde pingsan. Begitu sium an, dia ditam pari ibunya. Maka hancurlah kebahagiaan di istana yang paling indah dan paling m enyenangkan di antara sem ua istana itu.

2 APA YANG TERJADI ATAS DIRI CANDIDE DI ANTARA ORANG- ORANG BULGARIA CANDIDE, YANG diusir dari surga dunia itu, lam a berjalan tanpa m engetahui tujuan, sam bil m enangis, seraya m em andang langit. Seringkali dia m enoleh ke arah istana yang paling indah, tem pat putri baron yang paling cantik tinggal. Tanpa m akan dia tidur di tengah ladang, di antara jalur-jalur tanaman. Salju turun dengan lebatnya. Keesokan harinya dengan perasaan tak m enentu Candide m enyeret kakinya ke arah kota terdekat yang bernam a Valdberghoff-trarbk-dikdorff.7 Tanpa uang sepeser pun, ditam bah lapar dan lelah, Candide berhenti di pintu sebuah kabaret. Dua orang laki-laki berpakaian seragam biru8 m em perhatikannya. 7 Voltaire memperolok-olokkan “kekasaran” bunyi bahasa Jerman. Demikian pula halnya untuk nama baron yang disebut terdahulu. 8 Agen pencari calon serdadu.

6 Voltaire “Kawan,” kata yang seorang, “tuh, ada anak m uda berbadan tegap dan tingginya ‘m em enuhi syarat’.” Mereka m engham piri Candide, dan m engundangnya m akan m alam dengan cara yang sangat sopan. “Tuan-tuan,” kata Candide kepada m ereka dengan rendah hati, “ini suatu penghorm atan besar bagi saya, nam un saya tidak m em punyai uang untuk m em bayar m akanan saya.” “Ah, Tuan!” jawab salah seorang yang berseragam biru itu. “Orang setegap dan berpenam pilan pantas seperti Tuan tidak perlu m em bayar apa-apa. Bukankah tinggi badan Tuan m encapai lim a kaki dan lim a ibu jari?”9 “Benar, Tuan, itulah tinggi badan saya,” jawab Candide sambil membungkuk memberi hormat. “Kalau begitu, duduklah di belakang m eja. Kam i bukan hanya akan m em bayar m akanan Tuan, untuk selanjutnya kam i tidak akan tega membiarkan orang seperti Tuan kekurangan uang. Manusia diciptakan hanya untuk saling tolong-m enolong.” “Tuan benar,” sahut Candide, “itulah yang selalu dikatakan oleh Tuan Guru Pangloss, dan m em ang saya lihat bahwa segala sesuatu berjalan sebaik mungkin.” Dia dipersilakan mengambil beberapa keping uang. Candide m engam bilnya dan ingin m em buat tanda terim a. Mereka m enolaknya, lalu duduk di m eja m akan. “Apakah Tuan m encintai dengan tulus...?” “Oh, ya,” jawab Candide, “saya m encintai Nona Cunegonde dengan tulus.” “Bukan ,” tukas salah seoran g laki-laki itu, “kam i in gin m enanyakan apakah Tuan m encintai Raja Bulgaria dengan tulus hati?” “Sam a sekali tidak,” jawab Candide, “karena saya tidak pernah bertemu dengan beliau.” 9 Satu ibu jari (ukuran panjang) sama dengan seperduabelas kaki.

CANDIDE 7 “Bagaim ana m ungkin! Dia raja yang paling baik di antara semua raja, dan kita harus minum untuk kesehatan beliau.” “Ya, dengan segala senang hati, Tuan-tuan.” Dan dia pun m in u m . “Nah, bereslah sudah,” kata orang itu kepada Candide. “Tu- an sekarang menjadi penopang, pendukung, pembela, pahlawan Bulgaria; nasib Tuan telah ditetapkan dan keberhasilan Tuan telah dipastikan.” Serta m erta m ereka m em asang rantai pada kakinya, dan dia dibawa ke markas resimen. Di situ dia disuruh memutar badan ke kanan, ke kiri, m engangkat tongkat, m enaruhnya kembali, berbaring dengan pipi di tanah, menembak, berlari, dan dia diberi tiga puluh pukulan dengan tongkat kayu. Keesokan harinya latihan itu dijalaninya dengan lebih m udah, dan dia hanya m endapat dua puluh pukulan, hari berikutnya hanya sepuluh, dan dia dipandang oleh tem an-tem annya sebagai anak ajaib. Candide, yang m asih terkejut, belum m em aham i dengan baik bagaimana dia dapat dianggap pahlawan. Pada suatu hari di m usim sem i m uncul di benaknya keinginan untuk berjalan-jalan. Dia berjalan lurus tanpa menoleh ke sana kemari, karena mengira bahwa menggunakan kaki menurut kesenangan sendiri adalah hak asasi m anusia, seperti juga binatang. Belum sam pai dua m il jauhnya dia berjalan, tiba-tiba em pat orang pahlawan lain yang tinggi badannya enam kaki m enangkapnya, m engikatnya, serta m em bawanya ke kurungan. Berdasarkan undang-undang dia dipersilakan m em ilih m ana yang lebih disukainya: dicam buk tiga puluh enam kali oleh seluruh anggota resimen, atau menerima dua belas peluru sekaligus di otak kecilnya. Walaupun dia bersitegang bahwa m anusia bebas m enentukan keinginannya, dan bahwa dia tidak berminat memilih salah satu kemungkinan yang ditawarkan, dia tetap harus m enentukan pilihan. Maka dia m em utuskan, dengan berpegang pada karunia Tuhan yang

8 Voltaire disebut kemerdekaan, untuk menerima tiga puluh enam kali pukulan dengan tongkat. Mula-mula dia menjalani dua kali giliran. Resimen itu terdiri dari dua ribu orang. Itu berarti bahwa dia m enerim a pukulan sebanyak em pat ribu kali. Akibatnya, dari tengkuk sam pai ke pantat, otot-otot serta urat-uratnya luka m enyeruak. Ketika giliran ketiga akan dilaksanakan, Candide tidak tahan lagi. Maka dia m ohon sudi kiranya m ereka itu berkenan m enghabisi nyawanya. Dia m em peroleh hak istim ewa itu. Lalu m atanya ditutup, dan dia disuruh berlutut. Pada saat itu Raja Bulgaria kebetulan lewat, dan Baginda m em inta penjelasan tentang kejahatan yang dilakukan orang hukum an itu. Dan m engingat beliau adalah raja yang genius, langsung beliau mengerti bahwa Candide adalah ahli metaisika mud a yang tidak m em aham i m asalah-m asalah yang berlangsung di dunia ini. Baginda pun m em berikan pengam punan dengan kederm awanan yang akan m endapat sanjungan di sem ua koran dan di sepanjang zam an. Seorang ahli bedah yang m ahir m enyem buhkan Candide dalam waktu tiga m inggu, dengan obat penawar sakit yang ditem ukan oleh Dioscoride. Sebagian kulitnya sem buh kem bali, dan dia bisa berjalan lagi, tatkala Raja Bulgaria m engum um kan perang terhadap Raja Abar.10 10 “Raja Bulgaria” adalah nama sindiran bagi Frederick II dari Prusia, sedangkan “Raja Abar” adalah Raja Prancis. Kedua kerajaan sedang berperang.

3 BAGAIMANA CANDIDE MELARIKAN DIRI DARI ORANG- ORANG BULGARIA, DAN NASIBNYA KEMUDIAN AKAN ADAyang lebih indah, lebih m engasyikkan, lebih cem erlang, serta sedemikian teratur seperti kedua angkatan bersenjata itu. Trompet-trompet, serunai, salung, tambur, meriam, membentuk suatu harm oni yang pasti di neraka pun tidak pernah ada. Mula- mula meriam itu menumbangkan kurang lebih enam ribu orang di kedua pihak, kem udian pasukan berkuda m encabut nyawa sekitar sem bilan sam pai sepuluh ribu orang-orang konyol yang m engotori perm ukaan bum i terbaik yang m ungkin diciptakan ini. Pedang pun turut berpartisipasi m enjadi penyebab kem atian beberapa ribu manusia. Secara keseluruhan jumlah korban m ungkin m encapai sekitar tiga puluhan ribu jiwa. Candide, yang

10 Voltaire menggi gil bagaikan ahli ilsafat, bersembunyi sebisanya, sela ma berlangsungnya penyem belihan perkasa tersebut. Akhirnya, sem entara di perkem ahan m asing-m asing kedua raja m em erintahkan agar doa syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan atas kem en an gan pasukan n ya, Can dide m en gam bil prakarsa untuk merenungkan masalah sebab akibat di tempat lain. Ia terpaksa m elom pati tum pukan m ayat dan orang-orang yang sedang sekarat. Mula-m ula ia tiba di sebuah desa terdekat. Sem uanya telah m enjadi abu. Desa itu adalah kam pung orang Abar yang telah dibakar pasukan Bulgaria, sesuai dengan hukum yang berlaku. Di suatu tem pat, seorang lanjut usia yang luka- luka m enyaksikan bagaim ana perem puan-perem puan korban penyem belihan m elepas nyawa dengan m em eluk anak m asing- m asing pada payudara yang berlum uran darah. Di tem pat lain, gadis-gadis, yang disobek perutnya setelah m em enuhi kebutuhan alamiah beberapa orang pahlawan, mengembuskan napas yang penghabisan. Korban-korban lain, yang setengah hangus, menjerit-jerit memohon agar mereka dibunuh saja. Otak berceceran di tanah, di sam ping lengan dan kaki yang terpotong- p ot on g. Candide m elarikan diri secepatnya ke desa yang lain. Ternyata kam pung itu term asuk daerah Bulgaria, dan pahlawan-pahlawan Abar telah m em perlakukannya dengan cara yang sam a. Candide, yang terus berjalan m elewati anggota-anggota tubuh yang m asih berdenyut-denyut, atau m enem bus reruntuhan-reruntuhan, akhirnya sam pai di luar wilayah perang itu. Dalam tasnya ia membawa sedikit bekal makanan. Tak pernah ia melupakan Nona Cunegonde. Bekalnya habis tatkala ia sam pai di Belanda. Nam un karena pernah m endengar bahwa sem ua orang di negeri itu kaya dan beragam a Kristen, dia tidak ragu-ragu bahwa perlakuan yang akan diterim anya akan sam a baiknya dengan yang pernah

CANDIDE 11 dialam inya di istana Baron, sebelum ia diusir gara-gara m ata Nona Cunegonde yang indah itu. Dia m em inta sedekah dari beberapa orang yang berpenam - pilan angker. Mereka semua menjawab bahwa, apabila dia terus melakukan kegiatan tersebut, dia akan disekap di lembaga pe- m asyarakatan untuk diajar bekerja. Kem udian dia m em inta bantuan kepada seorang laki- laki yang baru selesai berbicara sendirian selam a satu jam terus- menerus tentang masalah kedermawanan, di hadapan sejumlah besar pendengar. Seraya m em andangnya dengan penuh kecuriga- an, si penceram ah berkata kepadanya, ”Apa yang kau lakukan di sini? Apakah kau datang ke sini dengan tujuan yang baik?” ’Tidak ada akibat tanpa sebab,” jawab Candide dengan rendah hati, “segala sesuatu pasti dijalin dan diatur untuk tujuan yang terbaik. Sudah ditakdirkan bahwa saya diusir dari sisi Nona Cunegonde, bahwa saya m engalam i cam bukan bertubi-tubi dari pasukan Bulgaria, dan bahwa saya terpaksa harus m em inta roti, sam pai saya m am pu bekerja untuk m em perolehnya. Sem uanya tidak mungkin terjadi secara lain.” “Sahabat,” tanya si penceram ah kepadanya, “apakah kau berkeyakinan bahwa Paus bertentangan dengan Kristus?” “Saya belum pernah m endengarnya,” jawab Candide, “nam un saya tidak peduli dia anti-Kristus atau tidak, pokoknya saya memerlukan roti.” “Kau tidak berhak m em akannya,” kata lawan bicaranya, “pergi, bangsat, angkat kaki dari sini, jangan m endekatiku.” Istri si penceram ah yang m elongokkan kepala dari jendela, m endengar bahwa ada orang yang m eragukan bahwa Paus anti- Kristus. Perem puan itu m enum pahkan sam pah di atas kepala Candide. Ya Tuhan, betapa ketaatan beragam a m enim bulkan ekses sedemikian rupa atas diri para wanita!

12 Voltaire Seorang laki-laki yang tidak pernah dibaptis, bernam a J acques, melihat perlakuan kejam dan keji atas diri sesama m anusia, m ahluk berkaki dua tanpa sayap, yang m em iliki perasaan seperti dirinya sendiri. Dia m engajak Candide ke rum ahnya, m em andikannya, m em berinya roti dan bir, serta m enghadiahinya dua keping uang. Bahkan dia bersedia m elatihnya bekerja di pabrik cita Persia yang diproduksi di Belanda. Sam bil ham pir berlutut di hadapannya, Candide berseru, “Tuan Guru Pangloss selalu m engatakan kepada saya bahwa segala sesuatu telah diatur dengan sebaik-baiknya di dunia ini. Saya jauh lebih terkesan oleh kederm awanan Tuan, daripada oleh kejudesan laki-laki yang berm antel hitam tadi serta istrinya yang terhorm at.” Keesokan harinya, ketika sedang berjalan-jalan, dia bertem u dengan seorang pem inta-m inta. Wajahnya penuh bisul, kedua m atanya setengah buta, ujung hidungnya borok, bibirnya m encong, geliginya hitam . Orang itu berbicara dengan suara tersekat di tenggorokan, karena selalu batuk-batuk dengan keras. Setiap kali orang malang itu terbatuk, sebuah gigi terlempar keluar dari m ulutnya.

4 BAGAIMANA CANDIDE BERTEMU KEMBALI DENGAN BEKAS GURU FILSAFATNYA, DOKTOR PANGLOSS, DAN APA YANG TERJADI SELANJUTNYA CANDIDE SANGAT terharu, lebih disebabkan rasa kasihan daripada jijik. Kepada pengem is yang m engerikan itu diberikannya kedua keping uang yang diperolehnya dari J acques yang jujur dan tak dibaptis itu. Hantu itu m enatapnya dalam -dalam , lalu m enangis dan m em eluk lehernya. Candide m undur selangkah, karena takut. “Oh, nasib!” keluh pengem is m alang kepada orang m alang yang dipeluknya. “Apakah engkau tidak m engenali lagi gurum u tercinta Pangloss?”

14 Voltaire “Apa yang saya dengar? Tuan, guru saya tercinta? Tuan, dalam keadaan begitu mengerikan? Malapetaka apakah gerangan yang telah m enim pa Tuan? Mengapa Tuan tidak tinggal lagi di istana yang paling indah itu? Apa yang terjadi dengan Nona Cunegonde, m utiara di antara putri tercantik, m ahakarya alam in i?” “Saya sudah tidak tahan lagi,” sahut Pangloss. Segera Candide m engajaknya ke kandang kuda tuan rum ah yang tak dibaptis itu. Diberinya gurunya itu roti sedikit. Dan setelah Pangloss kuat kem bali: “Nah, apa kabar Cunegonde?” “Dia telah m eninggal,” jawab yang ditanya. Can dide jatuh pin gsan setelah m en den gar jawaban itu. Pangloss m enyadarkannya dengan cuka berkualitas jelek, yang kebetulan ada di kandang itu. Candide m em buka m ata: “Cunegonde m eninggal! Aduh, dunia terbaik, di m ana kau? Sakit apa yang m em bawa gadis itu ke kem atiannya? Apakah penyebab- nya karena dia m elihatku diusir dari istana ayahnya dengan t en d a n ga n ?” “Bukan,” kata Pangloss, “perutnya disobek oleh tentara Bulgaria, setelah diperkosa sem aksim al m ungkin. Sang Baron, yan g berm aksud m em belan ya, dipen ggal kepalan ya. Badan istrinya dipotong-potong. Putranya diperlakukan sam a seperti adiknya. Sedangkan istana hancur berantakan, tidak ada lagi gudang, tidak ada kambing maupun bebek, ataupun pepohonan. Nam un dendam kita telah terbalaskan, karena orang-orang Abar telah m elakukan hal yang sam a di wilayah sebelahnya m ilik seorang pangeran Bulgaria.” Mendengar uraian itu Candide pingsan lagi. Setelah sium an kem bali, dan setelah m engatakan apa yang patut disam paikannya pada kesempatan seperti itu, ia meminta penjelasan tentang sebab dan akibat, tentang alasan yang m enjadi penyebab keadaan Pangloss yang sedem ikian m enyedihkan itu. “Yah, apa hendak

CANDIDE 15 dikata,” jawab bekas gurunya, “ini akibat cinta. Cinta, penghibur m anusia; cinta, penjaga keseim bangan dunia, yang bertakhta di lubuk hati m anusia yang perasa. Ah, cinta yang lem but!” “Yah,” sam bung Candide, “saya pun pernah m engenal cinta seperti itu, m ahkota sem ua hati, jiwa dari jiwa kita. Bagiku nilainya tak lebih dari sekecup cium an dan dua puluh tendangan di pantatku. Bagaim ana m ungkin sebab yang indah itu dapat m em berikan akibat yang sedem ikian m engerikan atas diri Tuan?” Pangloss m em beri jawaban berikut: “Aduh, Candide tercinta! Engkau kenal Paquette, kan, pelayan cantik istri baron yang m ulia itu? Di pelukannya saya pernah m engenyam kebahagian surgawi yang m em bawaku ke siksaan neraka yang kini m enggerogotiku ini. Gadis itu pun telah ketularan, mungkin ia telah meninggal sekarang. Ia memperoleh hadiah itu dari seorang tokoh agama yang cendekia, yang juga m endapatkannya dari sum ber lain. Ia ditulari oleh seorang com tesse tua, yang m enerim anya dari seorang kapten kavaleri, yang m em perolehnya dari seorang m arquise, yang m engam bil oper dari seorang pelayan istana, yang m eneruskannya dari seorang J esuit, yang, sebagai agam awan m uda, langsung m endapatkannya dari salah seorang sahabat Christopher Colum bus. Sedangkan saya sendiri, saya tidak akan m em berikannya kepada siapa pun karena saya akan segera m ati.” “Aduh, Tuan Guru,” seru Candide, “betapa anehnya garis keturunan itu! Bukankah setan yang m enjadi pangkal m alapetaka itu?” “Sam a sekali bukan ,” sahut Pan gloss, “itu adalah hal yang tidak dapat tidak harus terjadi di dalam dunia terbaik yang m ungkin diciptakan ini, bum bu yang diperlukan; karena seandainya Colum bus tidak ketularan di salah satu pulau Am erika oleh penyakit yang m eracuni sum ber generasi itu, yang bahkan sering m engham bat berlangsungnya generasi, dan yang tentu saja bertentangan dengan tujuan besar terciptanya alam ini, m ungkin

16 Voltaire kita tidak akan mengenal cokelat, ataupun kutu tanaman. Perlu diingat bahwa sam pai sekarang, di benua kita, penyakit ini m erupakan m asalah yang berguna untuk bahan diskusi. Orang- orang Turki, India, Persia, Tionghoa, Siam, dan J epang belum m engenalnya, nam un ada cukup alasan bahwa m ereka pun akan m endapat giliran untuk m engenalnya beberapa abad lagi. Sem entara itu, penyakit tersebut telah m engalam i kem ajuan yang m enakjubkan di kalangan kita, dan terutam a dalam ang- katan bersenjata yang terdiri dari prajurit-prajurit bayaran yang jujur dan baik, yang m erupakan penentu nasib negara. Dapat dipastikan bahwa tatkala tiga puluh ribu orang serdadu bertempur berhadapan m elawan pasukan yang jum lahnya sam a, ada sekitar dua puluh ribu penderita penyakit kotor ini di kedua belah pihak.” “Wah, m engagum kan sekali,” kata Candide, “nam un yang penting sekarang, Tuan harus sembuh.” “Bagaim ana bisa?” sahut Pangloss. “Saya tidak m em punyai uang sepeser pun, sahabatku. Di dunia yang terbentang luas ini, kita tidak dapat memperoleh sumbangan darah ataupun suntikan tanpa m em bayar, atau jika tidak ada orang yang m au m em bayar bagi kita.” Penjelasan terakhir itu m endorong Candide untuk m engam bil suatu keputusan. Dia bersim puh di kaki J acques yang derm awan itu, seraya m em berikan gam baran yang sangat m engharukan tentang nasib yang m enim pa sahabatnya. Orang baik itu tidak ragu-ragu untuk m enerim a Doktor Pangloss. Disem buhkannya tam unya itu atas biaya pribadi. Dalam pengobatan itu Pangloss hanyalah kehilangan satu m ata dan satu telinga. Dia m am pu menulis dengan baik, serta menguasai aritmatika. Tuan rumah yang tak dibaptis itu, J acques, m enjadikannya pem egang buku. Dua bulan kem udian, karena harus pergi ke Lisabon untuk urusan dagang, dia mengajak kedua ahli ilsafat itu dalam kapalnya. Pangloss m enjelaskan kepadanya bahwa segala sesuatu tak dapat

CANDIDE 17 berjalan lebih baik dari itu. J acques tidak sependapat dengannya. “Kiranya m anusia telah sedikit m engacaukan dunia,” katanya. “Mereka tidak dilahirkan sebagai serigala, nam un toh m ereka menjadi serigala. Tuhan tidak memberi mereka meriam maupun pedang, namun mereka toh membuat meriam dan pedang untuk saling m em binasakan. Saya dapat juga m engajukan sebagai contoh, m ereka yang m engalam i kebangkrutan dan pengadilan yang m eram pas harta m ilik m ereka, sehingga para penagih utang d ir u gika n .” “Sem uanya itu tidak dapat tidak harus terjadi,” sam bung doktor yang picik itu, “kem alangan-kem alangan pribadi m em buah- kan kesejahteraan um um , sehingga sem akin banyak kem alangan pribadi, segala sesuatu menjadi lebih baik.” Sementara dia berar- gumentasi, cuaca menjadi gelap, angin menderu di empat penju- ru dunia, dan kapal itu diserang badai ketika hampir tiba di pelabuhan Lisabon.

5 TOPAN, KAPAL KARAM, GEMPA BUMI, DAN APA YANG TERJADI ATAS DIRI DOKTOR PANGLOSS, CANDIDE, DAN JACQUES SETENGAH PENUMPANG lem as serta sesak napas disebabkan oleh rasa cem as yang tak terkirakan, yang m erupakan pengaruh goyangan kapal atas saraf dan reaksi badan yang dibanting- banting ke arah yang berlawanan. Mereka tidak m em iliki cukup kekuatan untuk m em perkirakan besarnya bahaya. Setengahnya lagi berteriak-teriak dan berdoa. Layar tersobek, tiang-tiang patah, dan kapal itu oleng. Mereka yang sanggup segera m enyingsingkan lengan baju, tak ada kesepakatan, tak ada yang m em erintah. Orang yang tak dibaptis itu m em bantu m engem udikan kapal,

CANDIDE 19 dia berada pada kem udi. Seorang kelasi m arah dan m em ukulnya dengan kasar, sehingga dia tertelentang. Nam un karena kerasnya menghantam, kelasi itu sendiri terbanting sedemikian rupa, sehingga terlempar ke luar kapal dengan kepala dahulu. Dia tergantung-gantung dan tersangkut pada bagian tiang yang patah. J acques berlari m enolongnya, m em bantunya naik ke dalam kapal kem bali. Dalam usahanya itu dia tercebur ke laut di depan m ata si kelasi, yang m em biarkannya m ati tenggelam tanpa m em edulikannya sam a sekali. Candide datang bergegas. Dia m elihat juru selam atnya m uncul sesaat, dan kem udian tenggelam untuk selam a-lam anya. Candide ingin m encebur ke laut untuk menyelamatkannya, namun ahli ilsafat Pangloss mencegahnya, seraya m enerangkan bahwa gelom bang di Lisabon itu telah diciptakan khusus sebagai tem pat tenggelam orang yang tak dibaptis itu. Sementara ahli ilsaf at itu membuktikannya dengan prinsip apriori, kapal terbelah. Sem uanya tenggelam , kecuali Pangloss, Candide, dan kelasi kasar yang telah m enenggelam kan J acques yang baik itu. Bajingan itu berenang tanpa halangan ke pantai. Pangloss dan Candide dihem paskan di situ berkat sebilah papan. Setelah kekuatan m ereka pulih kem bali, ketiganya berjalan m enuju Lisabon. Mereka m asih m em iliki sedikit uang untuk m elepaskan diri dari bahaya kelaparan, setelah lolos dari topan itu. Baru saja Pangloss dan Candide m enginjakkan kaki di kota itu, sam bil m enangisi nasib penyelam at yang m alang, terasa bum i bergoyang di kaki m ereka, gelom bang laut m engam uk di pantai, dan m em orak-porandakan kapal-kapal yang sedang berlabuh.11 Am ukan api dan abu m em enuhi jalan dan lapangan-lapangan, 11 Voltaire menggunakan dokumen tentang gempa bumi di Lisabon yang terjadi pada tanggal 1 November 1755 dengan korban jiwa mencapai 20.000 orang. Berita tentang bencana ini menggema di seluruh Eropa. Kejadian ini mempertebal pesimisme Voltaire dan memberikan inspirasi untuk karyanya, Poème sur le désastre de Lisbonne (1756).

20 Voltaire rum ah-rum ah runtuh, atap-atap am bruk di atas fondasinya, dan fondasi-fondasi itu pun terbongkar berserakan. Tiga puluh ribu penduduk dari segala usia dan jenis kelamin tertindih di bawah puing-puing itu. Si kelasi berkata, sam bil bersiul dan m enyum pah- nyum pah, “Wah, ini kesem patan yang bisa dim anfaatkan!” “Apa pula alasan yang dapat dijadikan sebab gejala ini?” kata P a n gloss. “Wah, inilah hari kiam at!” teriak Candide. Si kelasi sibuk berlari-lari di antara reruntuhan-reruntuhan itu, menantang maut untuk m encari uang. Dia m enem ukannya, m engam bilnya dengan serakah, dan mabuk kegembiraan. Setelah menenggak anggur, dia m em beli jasa wanita tunasusila pertam a yang dijum painya di atas puing-puing rum ah yang am bruk, di tengah-tengah orang-orang m ati dan sekarat. Nam un Pangloss m enarik lengan bajunya. “Sahabat,” katanya, “itu tidak baik. Kelakuanm u m enyalahi logika universal. Kau tidak m enyesuaikan diri dengan keadaan.” “Persetan,” sahut si kelasi, “aku kelasi dan lahir di Batavia. Aku telah melangkahi salib empat kali dalam empat petualanganku di J epang. Kau, kan, telah m enem ukan orang yang sesuai dengan logika un iversalm u itu!”12 Beberapa poton gan batu m elukai Candide, dia tertelentang di jalan, dan dijatuhi pecahan-pecahan tem bok. Dia berkata kepada Pangloss, “Aduh, beri saya sedikit anggur dan m inyak, saya m au m ati.” “Gem pa bum i ini bukan barang baru,” sahut Pangloss, “Kota Lim a pernah m engalam i goncangan yang sam a di Am erika, tahun yang lalu, dengan sebab yang sam a, serta akibat yang sam a pula. Pasti ada gugusan belerang di bawah tanah, antara Lim a sam pai Lisa b on .” 12 Pada masa itu, orang Jepang yang kembali dari Batavia untuk bekerja pada orang-orang Belanda diharuskan melangkahi gambar Kristus untuk menunjukkan bahwa mereka idak masuk agama Kristen. Dalam hal ini rupanya Voltaire salah mengeri dan menggunakan informasi itu secara salah.

CANDIDE 21 “Sangat boleh jadi!” jawab Candide. “Tetapi, dem i Tuhan, beri saya sedikit m inyak dan anggur.” “Apa, boleh jadi?” sambung ahli ilsafat itu. “Saya jam in bahwa hal itu dapat dibuktikan.” Candide pingsan, dan Pangloss m em bawakannya air dari kolam air m ancur yang tak jauh dari situ. Keesokan harinya, setelah m endapatkan perbekalan m akan- an, dengan m enyusup-nyusup di antara reruntuhan, m ereka m em peroleh kekuatan kem bali. Kem udian m ereka bekerja seperti yang lain-lain untuk m eringankan penderitaan penduduk yang selam at dari bahaya m aut. Beberapa penduduk yang m endapatkan bantuan m enyuguhi m akanan sebisa m ereka dalam bencana seperti itu. Mem ang betul suasananya penuh dukacita, hadirin yang m akan m enyiram i roti m ereka dengan air m ata. Pangloss menghibur mereka dengan mengatakan bahwa segala sesuatu tidak m ungkin terjadi secara lain. “Karena,” katanya, “segalanya ini adalah yang sebaik-baiknya. Karena jika ada gunung berapi di Lisabon, gunung itu tidak m ungkin berada di tem pat lain. Karena tidak m ungkin benda-benda berada bukan pada tem patnya. Karena segalanya baik.” Seorang laki-laki berpakaian hitam, anggota Majelis Tinggi Agam a, yang duduk di sam pingnya, angkat bicara dengan penuh sopan santun. “Agaknya Tuan tidak percaya pada dosa asal; karena seandainya segala sesuatu berjalan sebaik-baiknya, tidak ada kesalahan maupun hukuman.” “Saya m ohon m aaf kepada Paduka Tuan,” jawab Pangloss dengan cara yang lebih sopan lagi, “karena kejatuhan m anusia serta kutukan dengan sendirinya tercakup dalam dunia terbaik yang m ungkin diciptakan.” “Kalau begitu Tuan tidak percaya akan kem erdekaan?” jawab tokoh tersebut.

22 Voltaire “Moh on Paduka m em aafkan saya,” jawab Pan gloss, “kem erdekaan dapat bertahan dengan keperluan m utlak, karena m em ang diperlukan bahwa kita m erdeka, karena pokoknya kehendak yang ditetapkan....” Pangloss belum selesai berbicara, ketika tokoh itu m em beri isyarat kepada seorang petugas yang m enyuguhkan m inum an anggur Porto atau Oporto.

6 BAGAIMANA CARA MENYELENG- GARAKAN SUATU AUTO-DA- FE YANG MEGAH UNTUK MENCEGAH GEMPA BUMI, DAN BAGAIMANA CANDIDE DICAMBUK SETELAH TERJ ADINYA gem pa bum i yang m enghancurkan tiga perem pat kota Lisabon, orang-orang bijaksana di negeri itu tidak m enem ukan cara yang lebih tepat untuk m enghindari kehancuran total, selain m em persem bahkan suatu auto-da-fe yang m egah bagi rakyat.13 Telah diputuskan oleh Universitas Coim bre bahwa tontonan yang m em pertunjukkan beberapa orang dibakar dengan 13 Upacara keagamaan: keputusan Mahkamah Agama dibacakan di depan umum, lalu hukuman dilaksanakan (biasanya si terhukum dibakar hidup-hidup). Pada tanggal 20 Juni 1756 memang ada upacara seperi itu.

24 Voltaire api kecil dalam suatu upacara yang m egah m erupakan cara yang jitu untuk mencegah gempa bumi. Maka dari itu m ereka telah m enangkap seorang Basque, yang m engaku telah m engawini ibu perm andiannya,14 dan dua orang Portugis, yang telah m akan daging ayam dengan m em buang lem ak babi yang m elekat padanya.15 Setelah m akan m alam m ereka m em peroleh tangkapan baru: Doktor Pangloss dan Candide. Yang pertam a bersalah, karena telah berbicara, sedangkan Candide ditangkap karena telah mendengarkan dengan air muka setuju. Keduanya dijebloskan secara terpisah ke dalam apartem en yang tak kepalang tanggung segarnya. Di situ orang tak pernah diusik matahari. Delapan hari kemudian mereka berdua didandani dengan seragam sanbenito, dan kepalanya ditutupi topi segitiga tinggi dari kertas: topi dan pakaian Candide digam bari nyala api terbalik dan setan-setan yang tidak m em punyai ekor m aupun cakar, sedangkan setan-setan pada baju Pangloss memiliki cakar dan ekor, dan nyala apinya tegak. Dengan dandanan seperti itulah m ereka berjalan dalam barisan, dan m endengarkan khotbah yang sangat m enyedihkan. Selanjutnya terdengarlah m usik dengan bagian terbesar yang diulang-ulang. Pantat Candide dicam buk sesuai dengan iram a, sem entara orang-orang m enyanyi; orang Basque dan kedua laki-laki yang tidak m au m akan lem ak babi dibakar hidup-hidup; sedangkan Pangloss digantung, walaupun tidak sesuai dengan kebiasaan. Pada hari yang sam a, bum i bergoncang kem bali dengan bunyi yang m engerikan.16 Candide yang ketakutan, terpana, kebingungan, berlum uran darah, dan gemetar, berkata dalam hati: Jika ini y ang disebut dunia terbaik di antara y ang m ungkin diciptakan, bagaim ana 14 Menurut agama Katolik seorang anak yang dibapis idak boleh menikah dengan ibu permandiannya. (Lihat dongeng Voltaire yang lain: Si Lugu). 15 Yang idak makan lemak babi adalah orang Yahudi. Tugas utama Mahkamah Agama antara lain membasmi mereka. 16 Dalam kejadian sesungguhnya memang ada gempa bumi lagi pada tanggal 21 Desember 1755.

CANDIDE 25 keadaan dunia y ang lain? Bagiku tak terlalu m enjadi soal: pantatku hany a sekadar dicam buk, aku pernah m engalam iny a di Bulgaria, tetapi, oh, Pangloss yang baik! Ahli ilsafat terbesar! Mengapa aku harus m elihat Tuan digantung tanpa m engetahui alasanny a? Oh, sahabatku Jacques, orang y ang paling baik hati, m engapa Tuan harus tenggelam di pelabuhan? Oh, Nona Cunegonde! Mutiara di antara putri-putri tercantik, m engapa perutm u harus disobek? Dia bersiap-siap untuk pergi dari tempat itu, walaupun ham pir tidak bisa berdiri, setelah kenyang m endengarkan khotbah, mendapat pukulan di pantat, serta dikaruniai pengampunan dan pem berkatan. Tiba-tiba datanglah seorang perem puan tua yang m enegurnya dan berkata, “Anakku, kuatkan hatim u, ikuti aku!”

7 BAGAIMANA SEORANG PEREMPUAN TUA MENGURUS CANDIDE, DAN BAGAIMANA PEMUDA ITU BERTEMU KEMBALI DENGAN GADIS YANG DICINTAINYA KEKUATAN HATI Candide belum pulih sam a sekali, nam un ia mengikuti perempuan tua itu masuk ke sebuah rumah kecil. Orang itu memberi sebotol krim untuk diulaskan ke seluruh badan, dan m em persilakannya m akan dan m inum . Kem udian perem puan itu m enunjukkan sebuah tem pat tidur yang cukup bersih; dekat tem pat tidur ada pakaian lengkap. “Makanlah, m inum lah, dan tidurlah,” katanya kepada Candide, “sem oga Santa Atocha, Santa Antonius de Padoua, dan Santa J acques de Com postelle m elindungim u! Besok saya akan datang lagi.”

CANDIDE 27 Candide, yang m asih tetap keheranan oleh apa yang dilihatnya, oleh apa yang dideritanya, dan terlebih lagi oleh kederm awanan perem puan tua itu, ingin m encium tangannya. “Bukan tanganku yang harus kau cium ,” kata perem puan tua itu. “Saya akan datang lagi besok. Ulasilah badanmu dengan krim ini. Makan dan t id u r la h .” Walaupun dirundung sedem ikian banyak penderitaan, Candide m asih bisa m akan dan tidur. Keesokan harinya perem - puan tua itu mengantarkan makan siang, memeriksa punggung- nya, m enggosoknya sendiri dengan krim yang lain. Kem udian ia m em bawakan m akan m alam . Larut m alam ia m asih m uncul lagi m engantarkan m akanan. Hari berikutnya perem puan itu tetap m elakukan hal yang sam a. “Siapa Ibu?” tanya Candide ber- ulang- ulang. “Siapa yang m enyuruh Ibu berbuat baik seperti ini? Apa yang dapat saya lakukan untuk m em balas budi baik Ibu?” Nenek yang baik itu tidak pernah m enjawab apa-apa. Malam itu ia kem bali, nam un tanpa m em bawa m akanan. “Mari ikuti saya,” katanya, “tetapi jangan berbicara.” Perem puan tua itu m em apah Candide, dan berjalan di pedesaan sekitar seperem pat m il jauhnya. Mereka tiba di sebuah rum ah terpencil, yang dike- lilingi kebun dan kanal-kanal. Perempuan tua itu mengetuk sebuah pintu kecil. Pintu itu dibuka orang. Melalui tangga rahasia si Nenek m enuntun Candide ke sebuah kam ar yang bertatah em as, serta m endudukkannya pada sebuah dipan bertutup kain brokat. Lalu dia m enutup pintu kem bali dan pergi. Candide serasa berm im pi. Dia m em andang seluruh hidupnya yang lalu sebagai m im pi buruk, sedangkan saat itu sebagai m im pi yang m enyenangkan. Tak lama kemudian perempuan tua itu kembali. Dengan susah payah dia m em apah seorang wanita yang gem etar badannya. Perawakannya anggun, gem erlapan dihiasi batu perm ata, dan wajahnya ditutupi cadar.

28 Voltaire “An gkatlah cadar in i,” kata perem puan tua itu kepada Ca n d id e. Anak m uda itu m endekat. Diangkatnya cadar itu dengan sikap m alu-m alu. Sungguh tak terduga! Betul-betul m engejutkan! Dia m erasa m elihat Nona Cunegonde! Dan m em ang betul: dialah yang dilihatnya! Wanita itu tak lain adalah Nona Cunegonde sendiri! Candide m enjadi lem ah lunglai, tak satu kata pun terucap, lalu ia bersim puh di kaki wanita itu. Cunegonde jatuh di dipan. Maka si Nenek sibuk m enciprati m ereka dengan m inyak wangi. Mereka siuman kembali, mereka saling berbicara: mula-mula dengan kata yang terputus-putus, tanya jawab yang bersim pang- siur, diseling desah napas, derai air mata, dan seruan. Perempuan tua itu m enyarankan agar jangan terlalu ribut, lalu m em biarkan mereka berdua. “Aduh, benarkah kau yang ada di hadapanku?” kata Candide, “Kau ternyata m asih hidup! Kita bertem u lagi di Portugal! J adi tidak benar bahwa kau telah diperkosa? Perutmu tidak disobek, seperti yang diberitakan oleh Pak Guru Pangloss?” “Mem ang benar,” sahut Cunegonde yang cantik, “nam un kedua kecelakaan itu tidak selalu mengakibatkan kematian.” “Tetapi bukankah ayah dan ibum u telah terbunuh?” “Tak disangsikan lagi,” jawab Cunegonde sam bil m enangis. “Dan kakakm u?” “Kakakku pun telah terbunuh.” “Bagaim an a asal m ulan ya kau berada di Portugal, dan bagaim ana kau tahu bahwa saya berada di sini juga, dan berkat petualangan apa, kau bisa m em bawa saya kem ari?” “Saya akan m en ceritakan segalan ya,” sahut wan ita itu, “nam un sebelum nya kau harus m em beri tahu saya terlebih dahulu apa yang kau alam i, sejak cium an lugu yang kau berikan kepadaku, dan tendangan yang kau terim a.”

CANDIDE 29 Candide m enurut dengan sikap penuh horm at. Walaupun dia sangat terharu, walaupun suaranya lem ah dan gem etar, walaupun tulang punggungnya m asih terasa agak sakit, dia m enceritakan dengan gaya yang sangat polos segala yang telah dialam inya sejak m ereka berpisah. Cunegonde m elontarkan pandang ke langit; air m atanya berderai tatkala dia m endengar berita kem atian J acques yang baik hati dan Pangloss. Setelah itu dia bercerita sebagai berikut kepada Candide, yang asyik m endengarkan setiap patah kata, dan yang tak lepas m em andangnya.

8 KISAH CUNEGONDE “SAYA SEDANG berada di tem pat tidur dan terlelap dengan nyenyak, tatkala Tuhan berkenan m engirim kan serdadu Bulgaria ke istana kam i Thunder-ten-tronckh yang indah itu. Mereka m enyem belih ayah dan kakakku, serta m em otong-m otong ibuku. Seorang serdadu Bulgaria yang besar badannya, dengan tinggi enam kaki, m elihat bahwa saya jatuh pingsan m enyaksikan pem andangan m engerikan itu. Dia langsung m em perkosa saya. Maka saya sium an lagi, saya m enyadari apa yang terjadi, lalu saya berteriak-teriak, m eronta-ronta, m enggigit, m encakar, serta ingin mencongkel mata si serdadu itu karena tidak tahu bahwa apa yang terjadi di istana ayahku itu sem ata-m ata kejadian lazim belaka. Serdadu brengsek itu menancapkan pisau di lambungku sebelah kiri. Bekasnya m asih ada sam pai sekarang.”

CANDIDE 31 ”Aduh! Ingin saya m elihatnya,” ujar Candide yang lugu itu. “Nanti akan kau lihat,” sahut Cunegonde, “sekarang baik kita lanjutkan dulu.” “Lanjutkanlah,” kata Candide. Maka Cunegonde m elanjutkan kisahnya: “Seorang Kapten Bulgaria m asuk. Dia m elihat saya berlum uran darah. Si serdadu itu tidak m en ghiraukan n ya. San g Kapten beran g karen a si brengsek itu tidak menunjukkan sikap hormat sedikit pun, dan dia m em bunuhnya di atas tubuh saya. Kem udian dia m enyuruh agar luka saya dibalut, lalu saya dibawa sebagai tawanan perang oleh pasukannya. Saya m enjadi tukang cuci pakaiannya yang tidak banyak jum lahnya, dan juga kokinya. Terus terang saya akui bahwa dia berpendapat saya cantik sekali. Dan saya tidak m engingkari bahwa dia pun tam pan, kulitnya putih dan lem but. Nam un dia tidak pintar, tidak memahami ilsafat. Kelihatan betul bahwa dia tidak dididik oleh Doktor Pangloss. Tiga bulan kemudian, setelah dia kehilangan sem ua uangnya, dan bosan terhadap diriku, dia m enjual saya kepada seorang Yahudi yang bernam a Don Issachar, penyelundup yang m elakukan kegiatannya di Belanda dan Portugal, dan sangat doyan perem puan. Si Yahudi itu sangat mencintaiku, namun dia tak berhasil merusak kehormatanku. Saya telah lebih berhasil m em pertahankan diri daripada terhadap serdadu Bulgaria itu. Seorang wanita terhorm at dapat diperkosa satu kali saja, nam un harga dirinya m enjadi lebih m antap karena itu. Untuk m erayuku si Yahudi m enem patkan saya di rum ah peristirahatan yang kau lihat ini. Sam pai saat itu saya m engira bahwa di m uka bum i ini tak ada tem pat yang lebih indah dari istana Thunder-ten-tronckh. Ternyata saya keliru. “Pendeta Agung m elihat saya di suatu m isa pada suatu hari. Dia terus-m enerus m engam ati saya, serta m enyuruh seseorang m em beri kabar bahwa ia ingin berbicara dengan saya tentang suatu

32 Voltaire urusan rahasia. Saya diantar ke istananya, saya m enceritakan asal-usulku. Lalu ia m enunjukkan bahwa perem puan dengan derajat setinggi itu tidak pantas m enjadi m ilik seorang Yahudi. Maka seorang utusannya m engusulkan kepada Don Issachar agar m enyerahkan saya kepada m onseigneur itu. Don Issachar, bankir istana, dan juga seorang yang cukup terkem uka, m enolak sam a sekali. Pendeta Agung m engancam nya dengan hukum an auto-da-fe. Akhirnya si Yahudi yang tertekan itu m engusulkan jalan tengah: rum ah dan diri saya m enjadi m ilik bersam a m ereka. Si Yahudi m endapat giliran pada hari Senin, Rabu, dan Sabtu, sedangkan Pendeta Agung pada hari lain. Sudah enam bulan kontrak itu berlangsung. Kadang-kadang terjadi perselisihan juga karena sering sulit ditetapkan apakah Sabtu malam termasuk dalam pekan yang lam a atau yang baru. Saya sendiri berhasil m em pertahankan kehorm atan saya terhadap kedua orang itu sam pai sekarang. Saya rasa itulah sebabnya m aka saya m asih tetap dicintai.” “Akhirn ya, un tuk m en cegah bahaya gem pa bum i, dan untuk m enakut-nakuti Don Issachar, Pendeta Agung berkenan m enyelenggarakan suatu auto-da-fe. Dia m enunjukkan penghorm atan dengan m engundang saya. Tem pat duduk saya sangat strategis. Para undangan wanita disuguhi minuman di antara upacara m isa dan pelaksanaan hukum an. Sesungguhnya saya sangat ngeri m elihat pelaksanaan hukum bakar atas diri kedua Yahudi dan orang Basque yang baik, yang telah m engawini ibu perm andiannya itu. Nam un betapa besar rasa terkejut, rasa takut, dan goncangan jiwa saya tatkala m elihat orang yang berpakaian sanbenito dan bertopi kertas itu wajahnya m irip Pangloss! Saya m enggosok-gosok m ata, saya perhatikan dengan saksam a, saya m elihatnya digantung, saya pingsan. Baru saja saya sium an lagi, saya m elihat kau ditelanjangi bulat-bulat. Saat itu

CANDIDE 33 betul-betul puncak rasa ngeri, kesedihan, keputusasaan yang saya rasakan. Terus terang saya katakan bahwa kulitm u lebih putih, dan warnanya lebih hidup, jika dibandingkan dengan kulit kapten Bulgaria itu. Pem andan gan itu m em pertebal perasaan yan g selalu tertanam di lubuk hatiku, yang senantiasa m enghantuiku. Saya berteriak, saya ingin m engatakan: “Hentikan, bedebah!” Namun suaraku tersekat, tambahan lagi teriakanku akan sia- sia saja. Setelah kau selesai dicam buk dengan baik: ‘Bagaim ana m ungkin,’ kataku dalam hati, ‘bahwa Candide yang baik itu dan Pangloss yang bijaksana dapat berada di Lisabon; yang pertam a untuk m enerim a seratus cam bukan, yang lain untuk digantung sesuai dengan perintah Pendeta Agung, yang m em elihara saya sebagai kekasihnya? J adi Pangloss telah m enipu saya m entah- mentah dengan mengatakan bahwa segala sesuatu berjalan se- baik-baiknya di dunia ini.’ “Saya gelisah, bingung, kadang-kadang tak dapat m enguasai diri. Di dalam kepalaku terbayang kem bali pem bunuhan atas diri ayah, ibu dan kakakku, kekurangajaran serdadu brengsek itu serta tusukan pisau di lambung kiriku, masa perbudakan, pekerjaan saya sebagai koki, kapten Bulgaria, Don Issachar yang brengsek, pendeta yang m engerikan itu, pelaksanaan hukum gantung atas diri Pangloss, dan lagu-lagu pujian yang m engiringi pelaksanaan hukum cambuk atas dirimu itu, namun terutama saya selalu teringat cium an yang kuberikan kepadam u di belakang sekat ruangan, pada hari saya m elihatm u untuk terakhir kalinya. Puji syukur kupanjatkan ke hadirat Tuhan yang telah m engem balikan dirim u kepadaku, m elalui begitu banyak cobaan. Maka saya m enyuruh perem puan tua itu agar m engobatim u, dan membawamu ke sini, begitu keadaan memungkinkan. Dia telah m elaksanakan pesan saya dengan sangat baik. Tak dapat saya terangkan betapa besar rasa bahagia saya dapat bertem u dengan

34 Voltaire kau kembali, mendengar kau berbicara, dan bercakap-cakap denganm u. Mestinya kau sekarang sangat lapar, saya pun ingin makan. Marilah kita makan malam dulu.” Maka keduanya pun duduk di depan m eja m akan. Setelah m akan m alam m ereka duduk kem bali di atas dipan, yang tadi telah disebut. Mereka masih tetap berada di situ, ketika Signor Don Issachar, salah seorang tuan rum ah, datang. Ternyata hari itu hari Sabtu. Dia datang untuk m enikm ati haknya, dan m engungkapkan rasa cintanya yang m urni.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook