Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bunga Rampai 2016

Bunga Rampai 2016

Published by Parangtritis Geomaritime Science Park, 2017-01-09 01:54:19

Description: Bunga Rampai 2016 - Kumpulan paper tentang penelitian kemaritiman dan kepesisiran di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta

Keywords: bunga rampai,paper

Search

Read the Text Version

TM menggunakan radiometer 8 bit atau memiliki 256 tingkat keabuan.Gradasi keabuan inilah ya ng dapat digunakan salah satunya untukmembedakan antara laut dan daratan.3. METODOLOGI PENELITIAN3.1 Lokasi Kajian Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,70 km2. Kota Semarangmemiliki posisi absolut di antara garis 6050’ – 7010’ Lintang selatan (LS) dan109035’ – 110050’ Bujur Timur (BT). Pada tahun 1980, luas genangan banjirrob di Kota Semarang mencapai luas sekitar 762,78 ha, dan umumnya terjadipada satuan bentuklahan yang lain di sekitarnya. Posisi Kota Semarang yangberbatasan langsung dengan Laut Jawa membuat Kota Semarang kerapmengalami fenomena banjir rob. Banjir genangan pada tahun 1987 telahmeluas ke daerah satuan lahan lain yang sebelumnya tidak pernah terkenabanjir. Luas lahan yang terkena banjir genangan pada pusat kota antaraBanjir Kanal Barat hingga Banjir Kanal Timur mencapai sekitar 1.211,70 ha(Ongkosono dan Suyarso, 1989). Peta lokasi kajian dapat dilihat padaGambar 1. Gambar 1. Peta Wilayah Kajian Kota Semarang (Sumber: Peta Rupabumi Indonesia lembar Tugu 1409-221 skala 1:25.000) 94

3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tentang perubahangaris pantai dan desa pesisir tangguh adalah sebagai berikut.1) Citra landsat 5 dan 82) Peta Rupabumi Indonesia lembar Tugu 1409-221 skala 1:25.0003) Perangkat lunak ENVI 4.54) Perangkat lunak ArcMap 10.23.3 Metode Pengolahan Data Pemantauan garis pantai di sepanjang wilayah kepesisiran dilakukan daritahun 1992-2015 menggunakan citra landsat 5 TM untuk tahun 1992 dancitra landsat 8 OLI/TIRS untuk tahun 2015. Metode band ratio dan histogramthreshold digunakan untuk pemisahan tubuh air dan darat. Rasio band yangdigunakan yaitu 4/2 untuk citra landsat 5 TM dan 5/2 untuk citra landsat 8OLI/TIRS. Penggunaan band ratio tersebut paling cocok untuk ekstraksi garispantai. Hasil ekstraksi pada masing-masing tahun 1992 dan 2015 di overlaysehingga akan terlihat perubahan garis pantai yang terjadi. Penampalangaris pantai dengan peta administrasi desa akan menghasilkan luas areadesa yang terdampak erosi pantai. Secara sistematis pengolahan data dapatdilihat pada Gambar 2. berikut.Gambar 2. Diagram Alir Penelitian 95

4. PEMBAHASAN4.1 Analisa Perubahan Garis Pantai Secara Spasio-Temporal di Wilayah Kepesisiran Semarang Garis pantai merupakan salah satu fenomena yang paling dinamis diwilayah kepesisiran. Letaknya sebagai pembatas bagi darat dan lautmenjadikan wilayah ini banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktorfisik maupun faktor antropogenik. Dinamika yang terjadi pada garis pantaidapat diamati melalui beberapa cara, salah satunya menggunakanpendekatan spasio-temporal. Pemanfaatan citra penginderaan jauh sebagai alat bantu pemantauanperubahan garis pantai mampu menggambarkan kondisi garis pantaimenurut ruang dan waktu. Citra yang digunakan dalam penelitian yaitu CitraLandsat 5 TM (Thematic Mapper) tahun 1992 dan Landsat 8 OLI TIRS tahun2015, dengan memanfaatkan band spektral dari kedua citra tersebut makapenentuan garis pantai dapat ditentukan secara objektif. Band spektral yang digunakan untuk mendelineasi garis pantai pada CitraLandsat 5 TM yaitu dengan menggunakan band ratio 4/1 dan pada Landsat 8OLI TIRS menggunakan band ratio 5/2. Pemilihan band ini dilakukanberdasarkan kepekaan spektral band dalam membedakan antarakenampakan air dan daratan. Band 4 pada Landsat 5 TM dan band 5 padaLandsat 8 OLI TIRS memiliki kemampuan dalam membedakan antara lautdan daratan sehingga mampu mempertegas dalam penentuan garis pantai.Adapun pada band Band 1 pada Landsat 5 TM dan band 2 pada Landsat 8 OLITIRS biasa digunakan untuk analisis dan pembuatan peta batimetri. Hasil analisis data pada perubahan garis pantai secara kualitatifmenunjukkan terjadinya erosi pantai yang dominan, hal ini dapat dilihatberdasarkan Gambar 3. Peta Perubahan Garis Pantai Kota Semarang Tahun1992-2015 berikut. 96

Gambar 3. Peta Perubahan Garis Pantai Kota Semarang Tahun 1992-2015 (Sumber: Hasil Analisis Data, 2016) Berdasarkan Gambar 3. dapat diketahui bahwa secara spasial erosipantai terjadi pada bagian pantai timur dan barat wilayah kajian. Hal ini salahsatunya terjadi akibat munculnya reklamasi yang berada di KecamatanSemarang Utara dan Kecamatan Semarang Barat. Munculnya reklamasitersebut menyebabkan terjadinya pembelokan arus susur pantai.Bangunan yang terbuat dari pondasi kuat tersebut mampu menahan arusyang datang dan membelokkannya ke arah timur maupun barat sehinggamenyebabkan erosi pantai yang sangat cepat dalam waktu yang relatifsingkat. Kondisi yang terjadi pada garis pantai Kota Semarang menyebabkanterjadinya pemunduran garis pantai secara intensif. Mundurnya garis pantaitersebut berdampak pada hilangnya daratan yang berubah menjadi perairanlaut dangkal. Hal ini tentunya mengancam kehidupan di daratan bahkanhingga dapat mematikan mata pencaharian yang berada di wilayahkepesisiran Kota Semarang. Hasil pemantauan terhadap kondisipenggunaan lahan di wilayah kepesisiran Kota Semarang digambarkanmelalui Gambar 4. 97

Gambar 4. Persentase Luas Penggunaan Lahan Terdampak Erosi Pantai (Sumber: Hasil Olah Data, 2016) Berdasarkan Gambar 4. dapat ditemui bahwa penggunaan lahan yangpaling terdampak adalah tambak. Kondisi tersebut terjadi karena tambakmerupakan penggunaan lahan yang berbatasan langsung dengan laut. Nilaitambak mencapai 92,8% dari total penggunaan lahan yang terdampak.Hilang ataupun rusaknya tambak tersebut tentunya menyebabkanhilangnya mata pencaharian bagi masyarakat yang bekerja di sektor tambak,untuk mengurangi risiko bencana kepesisiran diperlukan adanya suatuprogram yang fokus terhadap daerah-daerah dengan kerawanan yangtinggi.4.2 Analisa Daerah Terdampak Perubahan Garis Pantai Kerawanan bencana kepesisiran di Kota Semarang perlu dikaji secaradetail hingga tingkat desa. Peningkatan kapasitas masyarakat dalammenghadapi bencana kepesisiran sangat diperlukan untuk mengurangirisiko bencana kepesisiran. Inovasi berupa teknik penginderaan jauh mampumembantu dalam menentukan daerah-daerah yang berada di wilayahkerawanan bencana kepesisiran yang tinggi bahkan hingga tingkat desa.Penentuan desa dengan berbagai tingkat kerawanan ditentukanberdasarkan luas wilayah terdampak serta berdasarkan persentase wilayahterdampak terhadap luas tiap desa. Berikut merupakan Gambar 5. yangmenggambarkan kondisi daerah terdampak perubahan garis pantai di KotaSemarang. 98

Gambar 5. Peta Daerah Terdampak Perubahan Garis Pantai Kota Semarang Tahun 1992-2015 (Sumber: Hasil Analisis Data, 2016) Hasil analisis perubahan garis pantai pada di wilayah kajian menunjukkanterjadinya erosi pantai dengan nilai sebesar 1526,05 Ha yang secarakeruangan berdampak terhadap 10 desa yang berada di wilayah kepesisiranKota Semarang. Berikut Tabel 1 yang menunjukkan terjadinya erosi pantaimenurut desa di wilayah kepesisiran Kota Semarang. Tabel 1. Tabel Wilayah Terdampak Erosi Pantai Wilayah Kepesisiran Kota Semarang Tahun 1992-2015. (Sumber: Hasil Olah Data, 2016) Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa daerah dengan luas wilayahterdampak paling besar adalah Desa Randu Garut dimana daerah inimengalami kehilangan luas lahan sebesar 208,80 Ha dan Desa Mangunharjo 99

menjadi desa peringkat kedua yang wilayahnya terdampak erosi pantaidengan nilai sebesar 201,77 Ha. Kondisi lain apabila ditinjau berdasarkanpersentase wilayah terdampak erosi pantai pada tiap desa menunjukkanbahwa Desa Terboyo Kulon menjadi desa yang paling rawan terhadapperubahan garis pantai karena 58,97% dari wilayahnya mengalami erosipantai dan diikuti oleh Desa Terboyo Wetan yang 57,54% dari totalwilayahnya mengalami erosi pantai.5. KESIMPULAN Hasil pengamatan secara spasio-temporal melalui Citra Landsatterhadap perubahan garis pantai Kota Semarang menunjukkan terdapat 10desa yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi. Desa tersebut antara lainKaranganyar, Mangkang Kulon, Mangkang Wetan, Mangunharjo, RanduGarut, Tanjung Mas, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, Trimulyo, danTugurejo. Desa Terboyo Kulon menjadi desa yang paling rawan terhadapperubahan garis pantai karena 58,97% dari wilayahnya tenggelam akibaterosi pantai dan diikuti oleh Desa Terboyo Wetan yang 57,54% dari totalwilayahnya mengalami erosi pantai.DAFTAR PUSTAKAArnott,R D. (2010). Introduction to Coastal Processes and Geomorphology. New York: Cambridge University Press.Bird, E. C. F (2008). Coastal Geomorphology: An Introduction, 2nd Edition. Melbourne: Wiley Inc.Marfai, M.A. (2011). Pengantar Pemodelan Geografi. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi.Ongkosono, J.S.R dan Suyarso. 1989. Pasang Surut. Jakarta: Puslitbang Oseanografi LIPI.Prahasta, Edi. 2002. Konsep Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung : CV. Informatika.Soenarmo, S. H. (2009). Penginderaan Jauh dan Pengenalan SIstem Informasi Geografis Untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: Penerbit ITB Bandung.Sunarto, Marfai, M.A, Setiawan, M.A. (2014). Geomorfologi dan Dinamika Pesisir Jepara. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Winarto, D.A. (2012). Kajian Perubahan Garis Pantai Kota Semarang dan Konsep Penanggulangannya Berdasarkan Analisis Kerentanan. Thesis: Fakultas Geografi UGM 100

PREDIKSI PERKEMBANGAN PENGGUNAAN LAHANPERMUKIMAN TERDAMPAK BANJIR ROB DI PESISIR KOTA SEMARANG Trida Ridho Fariz1, Muhammad Fuad Hasan2, Dwi Fathimah Zahra3 1,2,3Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Email: [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRACTThe on of problem in he lower Semarang City is a tidal flood. The purpose of this researchis 1) Predict settlement land change, 2) Predict settlement area affected tidal flood. Thisresearch use integration between cellular automata markov and logistic binaryregression. The result of this research is landuse predict with cellular automata markovand logistic binary regression show the settlement area in semarang coastal on 2025amount 1012,85 Ha. Based on 3 orde spatial interpolation analysist on settlement showlanduse change into settlement mostly in Genuk Regency, West Semarang Regency,Gayamsari Regency and Pedurungan Regency. It cause more widespread settelementarea affected tidl flood. The result of prediction show on 2025, settelement affected tidalflood area is 127,08 Ha. West Semarang Regency is area predicted with large settlementaffected tidal flood, it cause directon of settlement land change many are near costalarea.Keyword: Cellular Automata Markov, Logistic Binary Regression, Tidal Flood,Settlement, Coastal Area1. PENDAHULUAN Banjir Pasang Surut atau ROB merupakan fenomena yang selalu terjadidi Kota Semarang bagian utara. Dari tahun ke tahun, frekuensi kejadian ROBsemakin meningkat dan cenderung semakin meluas. Hal ini karena adanyapenurunan muka tanah yang mencapai 3 sampai 15 cm per tahun, danperilaku oceanografi dan klimatologi di Semarang dan sekitarnya (Bakti,2010). Berdasarkan perda kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRWkota Semarang tahun 2011-2031 sebaran kawasan rawan bencana rob di kotaSemarang meliputi kecamatan Semarang Barat, Semarang Tengah,Semarang Utara, Semarang Timur, Genuk, Gayamsari dan Tugu. Genanganbanjir pasang surut yang terbesar terjadi di pusat kota yang diapit oleh KanalBarat dan Kanal Timur. Daerah tersebut didominasi oleh permukiman,kawasan perdagangan, perindustrian, dan obyek-obyek strategis bagipemerintahan dan perekonomian kota Semarang. 101

Semarang adalah kota yang terus bertransformasi, Dari segi sosial yaitujumlah penduduk semakin meningkat dan kawasan terbangun terus tumbuhterutama ke arah selatan dan timur. Oleh karena itu kota Semarang perlumenyiapkan diri untuk perubahan dan tantangan yang akan terus menerpa.Upaya ini didorong melalui keikutsertaan Semarang dalam jaringan 100RCpada bulan Desember Tahun 2014 (Pemerintah Kota Semarang, 2016). Semarang adalah kota pertama di Indonesia yang meluncurkan StrategiKetahanan Kota. Tanpa disadari warga kota Semarang telah membangunketahanan mereka sendiri dalam menghadapi tekanan dan guncangan.Contohnya, masyarakat yang tinggal di daerah pesisir terbiasamengalokasikan dana untuk meninggikan rumah mereka untuk menghadapibanjir rob. (Pemerintah Kota Semarang, 2016). Walaupun begitu kerugian sosial dan ekonomi akibat banjir rob ini tidaksedikit. Banjir yang menggenangi permukiman dan pertokoan di kota lamatelah mereduksi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Hal ini ditandaidengan semakin banyaknya unit-unit ruko atau bangunan yang ditinggalkan,bangunan konservasi menjadi rusak dan kawasan semakin kehilanganidentitasnya. Menurut (Kurniawati dan Djoko, 2015) Kejadian banjir dapat diantisipasidengan menggunakan sistem peringatan dini banjir yaitu sepertipembangunan waduk, floodway, perbaikan alur sungai, retardasi (wadukalam). Untuk kasus Kota Semarang, upaya yang sudah dilakukan adalahpembuatan polder di Kota Lama, normalisasi sungai Banjir Kanal, KaliSemarang dan DAS lain), pembuatan pompa-pompa banjir, peninggianjalan. Selain itu upaya mengurangi kerugian akibat bencana banjir adalahprediksi terhadap kawasan banjir rob. Hal ini untuk mengetahui wilayahmana saja dimasa datang yang terkena banjir rob sehingga dapatmenimalisir kerugian dari banjir rob ini. Untuk dapat mengetahui kondisispasial masa depan suatu wilayah perencanaan maka perencanaanmembutuhkan alat dalam memprediksi dinamika penggunaan lahantermasuk meramalkan perubahan lahan yang terjadi akibat suatu skenarioperencanaan spasial. Peramalan perubahan penggunaan lahan (land useforecasting) merupakan hal yang kompleks sehingga membutuhkanbantuan computer untuk melakukannya. (Pratomoatmojo, 2014). 102

2. KAJIAN PUSTAKA Banjir adalah aliran yang melimpas tanggul alam atau tanggul buatandari suatu sungai (Soewarno, 1996 dalam Shalihat, 2015). Dalam penelitianini banjir yang dimaksud adalah banjir rob. Banjir rob adalah banjir yangdisebabkan oleh air pasang surut laut. Salah satu kesuksesan mitigasibencana Menurut Anonim, 2011 salah satu kesuksesan mitigasi bencanaadalah melaksanakan rencana pembangunan dan pengembangan wilayah(RTRW) yang aman bencana alam. Artinya, kita harus mengantisipasi dimana saja daerah yang padat penduduk dan infrastruktur yang sudahterlanjur berada di daerah rawan bencana. Kemudian untuk selanjutnyatidak lagi mengembangkan suatu daerah tanpa memperhitungkan risikobencana alam. Dalam aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografi), CA (Cellular Automata)diadaptasi menjadi sebuah model dinamis serta digunakan untuk simulasispasial (geosimulation). Pendapat lain juga menyatakan bahwa pemodelanCA dalam SIG digunakan untuk mengetahui kedinamisan suatuobjek/fenomena, dimana kedinamisan banyak diartikan sebagai suatu wujudperubahan (Paramitha, 2011; Liu, 2009; Deliar, 2010 dalam Wijaya danUmam, 2015). Salah satu pengembangan metode CA dalam prediksiperubahan tutupan lahan adalah dengan mengintegrasikan dengan regresilogistik biner. Wijaya dan Susilo (2012) melakukan integrasi CA denganregresi logistik biner di wilayah Kota Salatiga. Model yang dihasilkanmemiliki nilai akurasi sebesar 78,8% dengan indeks kappa tertinggi sebesar0,48. Sehingga model CA yang diintegrasikan dengan model regresi logistikbiner menghasilkan model prediksi dengan kategori validitas ‘moderateagreement’.3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini mengambil kajian di Pesisir Kota Semarang dengan obyekpenelitiannya adalah perkembangan permukimannya. Permukiman dalampenelitian ini merujuk dari UU No 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan danPermukiman yaitu permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luarkawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaanyang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan huniandan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Dalam melakukan prediksi perkembangan permukiman, menggunakanbeberapa data sebagai berikut: 1. Peta RBI Digital Kota Semarang Tahun 2000 103

2. Peta Penggunaan Lahan Kota Semarang Tahun 2010 3. Data DEM ASTER GDEM 4. Peta Penurunan Tanah Kota Semarang Tahun 2000 5. Citra satelit ALOS tahun 2010 6. Peta Perencanaan Pola dan Struktur Ruang Kota Semarang Tiap kelas penggunaan lahan dari peta RBI dan penggunaan lahandiklasifikasi ulang. Klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi dariDanoedoro (2012) yang dimodifikasi. Dasar modifikasi klasifikasi tersebutadalah melihat tujuan serta karakteristik daerah penelitian, modifikasidilakukan dengan membagi penutup menjadi 3 kelas, yaitu permukiman,non permukiman bisa dikoversi, dan non permukiman tidak bisa dikonversi.Non permukiman bisa dikoversi meliputi tutupan lahan berupa lahan kosongdan area vegetasi, sedangkan non permukiman tidak bisa dikonversimeliputi tutupan lahan berupa tubuh air ditambah bagian dari tutupan lahanterbangun yaitu industri dan gedung.1. Faktor penarik dan pendorong perkembangan permukiman Hoyt (Syahar, 2012) menyatakan tentang teori kecendrungan sektorisasi,bahwa daerah-daerah yang berpotensi untuk berkembang cepat (HighQuality Areas) ada 10 lokasi yakni: a. Permukiman cendrung berkembang pada jalur transportasi/ke arah pusat perdagangan. b. Permukiman cendrung berkembang pada daerah yang relatif lebih tinggi pada daerah kanan kirinya sehingga bebas banjir, bebas pencemaran dan pemandangannya indah. c. Permukiman cendrung berkembang pada daerah yang terbuka untuk pengembangan selanjutnya “open country” dan tidak terdapat penghalang fisikal yang berarti. d. Permukiman cendrung berkembang ke arah tempat tinggal pemuka masyarakat. e. Permukiman cendrung berkembang ke arah komplek perkantoran, bank, pertokoan yang tertata baik. f. Permukiman cendrung berkembang pada jalur transports yang ada. g. Permukiman cendrungberkembang pada arah yang samaselama periode yang lama. h. Permukiman mewah cendrung berkembang dekat pusat-pusat kegiatan karena adanya gejala yang gentrifikasi. i. Permukiman berkembang sesuai dengan inisiatif pengembang. 104

j. Permukiman berkembang mengikuti jalur-jalur salah satu/beberapa sektor yang berkembang di kota. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan beberapa variabelsebagai faktor perkembangan permukiman, antara lain: a. Jarak terhadap jalan utama b. Kawasan potensi banjir c. Jarak terhadap pusat ekonomi (CBD) d. Kemiringan lereng e. Jarak terhadap fasilitas berupa rumah sakit dan perguruan tinggi f. Jarak terhadap utilitas berupa bandara, stasiun kereta api dan terminal bus g. Jarak terhadap permukiman eksisting Variabel terkait jarak dalam penelitian ini dibangun denganmenggunakan analisis Euclidean Distance, sedangkan variabel kemiringanlereng dibuat dari data ASTER GDEM. Wilayah berpotensi banjir rob jugadibangun dari DEM, tetapi DEM hasil re-interpolasi data kontur dari ASTERGDEM, garis pantai dari digitasi citra satelit ALOS dan data titik ketinggiandari peta RBI. Penggunaan DEM hasil re-interpolasi untuk pemodelanwilayah banjir rob dinilai bisa menjadi salahsatu solusi keterbatasan dataDEM yang detail yang baik digunakan untuk pemodelan wilayah banjir rob.Penggunaan DEM hasil re-interpolasi digunakan dalam pemodelan banjirrob di pesisir Pekalongan. Wilayah tergenang banjir rob pada pemodelan inisesuai dengan berita dan data yang ada dan hasil uji validasi adalah sebesar85%. Hal itu menunjukkan bahwa DEM hasil re-interpolasi bisa digunakandalam pembuatan model banjir rob karena dinilai mampumerepresentasikan fitur di wilayah pesisir pekalongan dengan cukup baik(Fariz dan Zahra, 2015). Selain itu DEM hasil re-interpolasi ini jugamempertimbangkan faktor penurunan muka tanah, oleh karena itu sebelumdilakukan re-interpolasi data pembangun DEM dikurangi dahulu nilaiketinggiannya berdasarkan peta penurunan tanah Kota Semarang. Ada beberapa faktor penyebab banjir rob di Kota Semarang. Bakti (2010)menyatakan bahwa faktor utama perluasan jangkauan rob diduga karenaadanya penurunan muka tanah. Dalam penelitian ini, prediksi wilayah banjirrob hanya mempertimbangkan penurunan muka tanah tanpamempertimbangkan kenaikan muka air laut, hal ini dikarenakan penurunanmuka tanah bersifat statis atau selalu bertambah jumlahnya tiap tahun 105

berbeda dengan kenaikan muka air laut. Tinggi muka air laut maksimal distasiun Tanjung Mas adalah 176 cm pada bulan Juni 2009 (Bakti, 2010). Olehkarena itu dalam penelitian ini wilayah dengan ketinggian dibawah 176 cmadalah wilayah banjir rob.2. Pembuatan model prediksi perkembangan permukiman Dalam pembuatan model prediksi perkembangn permukiman dalampenelitian ini menggunakan intergrasi regresi logistik biner dengan CAMarkov. Model ini digunakan oleh Wijaya dan Susilo (2013) dalammemprediksi perkembangan lahan terbangun di Kota Salatiga denganmendapatkan overall akurasi 78,20% serta indeks kappa 0,48. Penilitian iniberbeda dengan penelitian Wijaya dan Susilo (2013), dalam penelitian initidak mempertimbangkan jumlah sel yang akan diprediksi berubah. Model CA Markov ini menggunakan data berbasis raster, oleh karena itusemua data yang digunakan dalam penelitian ini dikonversi dalam bentukraster dengan ukuran 25x25m. Data tahun 2000 dan 2010 akan dijadikandasar prediksi perkembangan lahan permukiman pada tahun 20203. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Prediksi Perubahan Lahan Permukiman Gambar 1. Peta sebaran permukiman pesisir Kota Semarang Tahun 2000 106

Gambar 1. Peta sebaran permukiman pesisir Kota Semarang Tahun 2010. Berdasarkan peta penggunaan lahan Kota Semarang tahun 2000,permukiman di pesisir Kota Semarang seluas 7341,55 Ha, sedangkan padatahun 2010 seluas 8616,52 Ha. Hal tersebut bisa diketahui bahwa dalamkurun waktu 10 tahun telah terjadi penambahan luas lahan permukimanseluas 1274,97 Ha dan pertumbuhan lahan permukiman di pesisir KotaSemarang adalah 127,50 Ha/Tahun.Tabel 1. Penggunaan lahan di pesisir Kota Semarang Tahun 2000 dan 2010Penggunaan Lahan 2000 2010Permukiman 7341,55 8616,52Non Permukiman Bisa Dikonversi 10162,17 6726,57Non Permukiman Bisa Dikonversi 2818,9 4980,4Total 20322,62 20323,49Sumber: Peta penggunaan lahan Kota Semarang tahun 2000 dan 2010 Faktor-faktor yang mempengarahui perkembangan lahan permukimandi pesisir Kota Semarang bisa diketahui dari hasil regresi logistik biner.Analisis faktor pendorong perubahan lahan permukiman menggunakanregresi logistik biner antara perubahan tutupan lahan non–permukimanmenjadi lahan permukiman tahun 2000 – 2010 menghasilkan persamaanregresi sebagai berikut:Y = 0.1607 − 0.000162 ∗ X1 − 0.000267 ∗ X2 − 0.000638 ∗ X3 + 107

0.056349 ∗ X4 − 0.000508 ∗ X5 − 0.00091 ∗ X6 − 0.044110 ∗ X7…1dimana, Y : Logit perubahan lahan non permukiman ke permukiman X1 : Jarak dari CBD X2 : Jarak dari Fasilitas X3 : Jarak dari Jalan Utama X4 : Kemiringan Lereng X5 : Banjir Rob X6 : Jarak dari Utilitas X7 : Jarak dari Permukiman Eksisting Persamaan di atas menunjukkan koefisien regresi paling besar terdapatpada kemiringan lereng. Nilai positif menunjukkan bahwa semakin besarnilai variabel independen semakin besar kemungkinan terjadi perubahanpenutup lahan non permukiman menjadi permukiman pada lokasi tersebut,sedangkan nilai negatif adalah sebaliknya dimana menunjukkan bahwasemakin kecil nilai variabel independen semakin besar kemungkinan terjadiperubahan penutup lahan non permukiman menjadi permukiman. Variabel kemiringan lereng memiliki yang pengaruh yang palingsignifikan terhadap perubahan lahan non-permukiman menjadi permukimanmemiliki nilai negatif jadi bisa diketahui bahwa semakin landai atau semakinrendah nilai kemiringan lereng maka semakin besar juga kemungkinan lahantersebut berubah dari non-permukiman menjadi permukiman. Koefesien regresi paling kecil adalah jarak dari utilitas, utilitas dalampenelitian ii meliputi terminal, stasiun kereta api dan bandara. Hal ini bisadiketahui bahwa jarak terhadap utilitas tidak memiliki pengaruh yangsignifikan terhadap perubahan lahan non permukiman ke permukiman.3.2 Prediksi Permukiman Terdampak Rob Luasan genangan banjir rob di Kota Semarang pada tahun 2010 adalah4683,23 Ha sedangkan prediksi untuk tahun 2025 adalah seluas 4821,16 Ha.Perluasan luasan genangan sebagian besar pada Kecamatan Genuk, hal inidisebabkan wilayah tersebut berdasarkan Peta Penurunan Muka Tanahadalah wilayah dengan penurunan muka tanah >8cm per tahun. 108

Gambar 2 a. Peta prediksi sebaran permukiman pesisir Kota Semarang Tahun 2025 Gambar 2 b. Peta prediksi sebaran permukiman yang terdampak rob pesisir Kota Semarang Tahun 2025 Sedangkan hasil prediksi lahan menggunakan integrasi CellularAutomata Markov dan Regresi Logistik Biner menunjukkan bahwa luaspermukiman di pesisir semarang pada tahun 2025 sebesar 1012,85 Ha.Berdasarkan hasil analisis menggunakan interpolasi spasial polynomial orde3 terhadap lokasi ekspansi lahan permukiman menunjukkan bahwaperubahan lahan menjadi lahan permukiman banyak terjadi di KecamatanGenuk, Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Gayamsari dan KecamatanPedurungan. Hal ini menyebabkan semakin luas permukiman yangterdampak banjir rob. Hasil pediksi menunjukkan bahwa pada tahun 2025, 109

permukiman terdampak rob adalah seluas 127,08 Ha. Kecamatan SemarangBarat adalah wilayah yang diprediksi memiliki permukiman terdampak banjirrob yang besar, hal ini disebabkan ekspansi perubahan lahan permukimanpada wilayah tersebut sebagian besar berada di wilayah dekat pesisir.Tabel 2. Prediksi permukiman pesisir kota semarang yang terdampak rob pada tahun 2025No Kecamatan Luas (Ha)1 Gayamsari 7,432 Genuk 29,523 Semarang Barat 64,934 Semarang Tengah 0,265 Semarang timur 7,36 Semarang Utara 17,537 Tugu 0,003Sumber: Hasil Analisis, 2016. Hasil pemodelan ini dapat menjadi acuan pembangunan untukkedepannya, bahwa pertumbuhan itu pasti terjadi dengan tambahnyatahun. Pemerintah dapat memperhatikan bencana yang ada di KotaSemarang salah satunya bencara ROB tersebut, perencanaan tata ruangkhususnya lebih memperhatikan lagi dalam penentuan lokasipembangunan. Menurut Bakti (2010) alokasi ruang kota Semarang yang dituangkandalam RTRW 2000-2010 tidak memberikan arahan yang tepat tentangantisipasi rob. Genangan banjir yang sebagian besar terjadi di kawasanindustri justru akan mengakibatkan perlambatan pertumbuhan sektorindustri dan pada suatu waktu akan mendorong terjadinya divestasi.Kecenderungan perluasan genangan harus menjadi pertimbangan untukmembangun tanggul yang menahan masuknya air laut ke daratan. Untukdaerah yang diapit oleh Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat, makadisepanjang pantai Semarang harus dibuat tanggul laut yang disandingkandengan Jalan Lingkar Utara.4. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian prediksi perkembangan penggunaan lahanpermukiman terdampak banjir rob di pesisir Kota Semarang dengan 110

menggunakan integrasi analisis cellular automata markov dengan regresilogistik biner disimpulkan bahwa: 1. Perubahan lahan permukiman di pesisir Kota Semarang pada tahun 2000 - 2010 telah terjadi pertumbuhan lahan permukiman seluas 127,50 Ha/Tahun. Faktor pendorong perubahan lahan permukiman menggunakan regresi logistik biner adalah kemiringan lereng dimana memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap perubahan lahan non-permukiman menjadi permukiman memiliki nilai negatif jadi bisa diketahui bahwa semakin landai atau semakin rendah nilai kemiringan lereng maka semakin besar juga kemungkinan lahan tersebut berubah dari non-permukiman menjadi permukiman. 2. Hasil pediksi menunjukkan bahwa pada tahun 2025, permukiman terdampak rob adalah seluas 127,08 Ha. Kecamatan Semarang Barat adalah wilayah yang diprediksi memiliki permukiman terdampak banjir rob yang besar, hal ini disebabkan ekspansi perubahan lahan permukiman pada wilayah tersebut sebagian besar berada di wilayah dekat pesisir. Selain itu perluasan luasan genangan sebagian besar pada Kecamatan Genuk, hal ini disebabkan wilayah tersebut berdasarkan Peta Penurunan Muka Tanah adalah wilayah dengan penurunan muka tanah >8cm per tahun. 3. Penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan, yaitu hasil prediksi lahan permukiman yang tidak dibatasi luas lahan yang berubah. Untuk hasil yang maksimal lahan yang diprediksi berubah menjadi permukiman dibatasi dengan pertimbangan pertumbuhan jumlah penduduk, selain itu prediksi banjir rob juga mempertimbangkan kenaikan muka air laut.DAFTAR PUSTAKAAnonim. (2011). Antisipasi dan Mitigasi Gempa. GEOMAGZ: MAJALAH GEOLOGI POPULER.Bakti, LM. (2010). Kajian Sebaran Potensi Rob Kota Semarang dan Usulan Penanganannya. Tesis. Semarang. Undip.Danoedoro, Projo. (2012). Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi.Fariz, Trida Ridho dan Zahra, Dwi Fathimah. (2015). Pemodelan Spasial Banjir Rob Di Pesisir Pekalongan Dengan Memanfaatkan DEM Dari Algoritma ANUDEM. Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi 2015.Kurniawati, Wakhidah dan Djoko Suwandono. (2015). ‘Pengaruh Bencana Banjir dan Rob Terhadap Ketahanan Ekonomi Kawasan Perdagangan Johar di Kota Semarang’. Jurnal Ruang Perencanaan Wilayah dan Kota. 111

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2011-2031.Pemerintah Kota Semarang. (2016). Strategi Ketahanan Kota Semarang.Pratomoatmojo, Nursakti Adhi. (2014). LanduseSim sebagai aplikasi pemodelan dan simulasi spasial perubahan penggunaan lahan berbasis Sistem Informasi Geografis dalam konteks perencanaan wilayah dan kota. Seminar Nasional CITIES 2014.Shalihat, Annisa’ Kurnia. (2015). Pola Adaptasi Mayarakat Terhadap Banjir Di Perumahan Genuk Indah Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Geografi Universitas Negeri SemarangSyahar, Fitriana. (2012). Pengaruh Faktor Artifisial terhadap Perkembangan Kota. Jurnal Skala Vol.2, No.4, April 2012, (pp. 49-63). 112

PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI DI KECAMATAN WATES, KABUPATEN KULONPROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Riska Alfiani1, Widya Lestari Basitah1, Theresia Retno Wulan2, Mega Dharma Putra2, Edwin Maulana2, 1Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang 2Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial, Yogyakarta ABSTRAKTsunami merupakan bencana yang sulit untuk diprediksi kapan datangnya. Indonesiatermasuk wilayah yang rawan terhadap bencana tsunami, salah satunya adalahKecamatan Wates merupakan wilayah yang berada di selatan jawa dan langsungmenghadap ke Samudra Hindia. Tujuan dari paper ini untuk mengetahui daerah yangrawan terhadap bencana tsunami di Kecamatan Wates. Data yang digunakan berupadata DEM (Digital Elevation Model), shp Kabupaten Kulonprogo, shp penggunaanlahan Kabupaten Kulonprog. Data tersebut diolah dengan menggunakan ArcMap10.3, terdapat 2 parameter yang diolah, yaitu slope (kemiringan) dan elevasi(ketinggian) yang nantinya di analisa desa mana saja yang rawan terhadap bencanatsunami di Kecamatan Wates. Hasil dari paper ini yaitu didapatkan desa yang rawanyang terkena dampak tsunami adalah Desa Karangwuni, Sogan, Kulwaru,Ngestiharjo, Wates, Desa yang tidak rentan terhadap tsunami adalah DesaBendungan dan sebagian Desa Giripeni, sedangkan untuk desa yang kurang rawanterdapat pada desa sebagian Desa Bendungan dan sebagian Desa Giripieni denganpenggunaan lahan yang terkena dampak tsunami adalah pemukiman, Agikulturladang, Sawah dan pekebunan, diperkirakan luas pemukiman yang terkena dampaktsunami adalah 729, sedangkan untuk luas agrikultur ladang diperkirakan 184, untuksawah diperkirakan 518 dan perkebunan diperkirakan 1745.Kata kunci: Kabupaten Kulonprogo, Pemetaan, Tsunami1. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencanatsunami, karena dipertemukan oleh tiga lempeng, yaitu lempeng lempengEurasi, lempeng Indo – Australia dan lempeng Samudera Pasifik.beberapawilayah Indonesis yang rawan akan bencana tsunami adalah pantai baratSumatera, pantai selatan pulau jawa, pantai Utara dan Selatan pulau – pulauNusa Tenggara, pulau – pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampirseluruh pantai di Sulawesi (Triatmadja, 2010). Gelombang tsunami berubah menjadi gelombang yang besar dan dapatmenghantam semua benda dihadapannya. Bencana tsunami sering kali 113

mengancam wilayah yang mempunyai tatanan geologi di sekitar pergerakanlempeng bumi yang masih aktif, alasan lain adalah Indonesia terletak padajalur Cincin Api Pasifik (Ring of Fire). Tatanan geologi tersebit telahmenempatkan geogrfafis Indoneisa sebagai negara kepulauan yangsebahian besar luas wilayahnya berupa lautan, dan mempunyai garis pantaiterpanjang kedua di dunia (Pramana, 2015). Tsunami adalah gelombang air laut yang merambat ke segala arah danterjadi karena adanya gangguan pada dasar laut. Gangguan ini terjadi karenaperubahan bentuk dari struktur geologis dasar laut secara vertikal dan terjadidalam waktu yang singkat. Perubahan tersebut disebabkan oleh tiga sumberyaitu gempa bumi tektonik, letusan gunung api atau longsor yang terjadi didasar laut. Berdasarkan dari ketiga sumber tersebut, yang palingberpengaruh adalah gempa bumi tektonik. Tidak semua gempa bumitektonik dapat mengakibatkan tsunami, tetapi sebagian besar tsunamidisebabkan oleh gempa bumi. Berikut beberapa kriteria yang dapat memicutsunami:a. Gempa bumi tektonik terjadi di bawah lautb. Kedalaman (Hiposenter) gempa bumi kurang dari 100 kmc. Kekuatan gempa bumi 7 Skala Richter (SR) atau lebihd. Pergerakan lempeng tektonik terjadi secara vertikal, mengakibatkan dasar laut naik/turun dan mengangkat/menurunkan kolom air diatasnya. Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap tsunami, terutamadaerah – daerah yang berhadapan langsung dengan pertemuan lempengEurasia, Indo-Australia dan Pasifik, antara lain bagian barat Sumatera,Selatan Pulau Jawa, Nusa Tenggara, bagian utara papua, Sulawesi danMaluku, serta bagian timur Pulau Kalimantan (Gambar 1) (BadanMeteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). 114

Gambar 1 Peta Rawan Tsunami Indonesia (Sumber: BMKG, 2012) Kabupaten Kulonprogo khususnya daerah Wates memiliki luas wilayah58.627,512 ha (586,28 km2), yang terdiri dari 12 Kecamatan, 88 Desa dan 930dukuh. Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu dari lima Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang letaknya paling barat,dengan batas wilayah di sebelah barat Kabupaten Purworejo, Provinsi JawaTengah, sebelah Timur Kabupaten Sleman dan Bantul, Provinsi DaerahIstimewa Yogyakarta, di sebelah utara Kabupaten Magelang, Provinsi JawaTengah, di sebelah selatan Samudra Hindia (BPS Kabupaten Kulonprogo,2011). Pesisir Kabupaten Kulonprogo sebagian besar berada pada ketinggiandibawah 10 meter dengan kepadatan penduduk dan kepadatan infrastrukturbangunan yang semakin bertambah seiring perkembangan jaman, sehinggajika terjadi tsunami yang tinggi dan besar, kemungkinan besar bencana alampun akan terjadi. Sebelum tsunami datang, yang dapat dilakukan adalahmengurangi atau meminimalkan dampak yang ditimbulkan tsunami melaluimitigasi (Widyawati et al., 2013). Tujuan dari paper ini adalah untuk mengetahui daerah yang rawan akanbencana tsunami di Kecamatan Wates, Kabupaten Kulonprogo, DaerahIstimewa Yogyakarta, sehingga dapat dijadikan acuan jalur evakuasi jikaterjadi tsunami dan sebagai langkah pencegahan serta meminimalisirdampak negatif akibat tsunami. 115

2. KAJIAN PUSTAKA Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi akibat gempa bumi bawahlaut atau letusan gunung berapi (Ointu et al., 2015). Tsunami merupakangelombang laut dengan ketinggian beberapa puluh sentimeter di tengah lautdalam. Tsunami berasal dari bahasa Jepang “tsu” dan “nami” yang artinyaadalah gelombang pelabuhan (Pambudi et al., 2011). Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan kumpulan yang terorganisisdari perangkat keras, perangkat lunak, data geografi dan personal yangdirancang secara efisien untuk memperolah, menyimpan, memperbaharui,memanipulasi, menganalisis dan menyajikan semua bentuk informasi yangbereferensi geografi. Sebagian besar data yang ditangani dalam SIGmerupakan data spasial yang memiliki informasi lokal (spasial) dan informasideskriptif (atribut). Data data spasial ini dapat dibagi menjadi dua formatyaitu data raster dan data vektor. Salah satu metode analisa dalam paper iniyaitu tumpang susun atau overlay antara dua atau lebih layer tematik untukmendapatkan tematik kombinasi baru dengan persamaan yangdipergunakan (Mudin et al., 2015).3. METODOLOGI PENEITIAN3.1 Data Data yang digunakan dalam pembuatan paper ini yaitu data DEM (DigitalElevation Model) dan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dengan skala1:250.000, peta penggunaan lahan provinsi D.I. Yogyakarta. Selanjutnyadata DEM diolah di Arcmap 10.3.3.2 Metode Metode yang digunakan dalam paper ini yaitu metode diskriptifkualitatif. Parameter yang digunakan dalam paper ini yaitu slope(kemiringan) dan elevasi (ketinggian). Berikut merupakan langkah dalampengolahan data:a. Clip Proses pertama yang dilakukan sebelum mengolah ketiga parametertersebut adalah dengan clip atau crop data DEM dengan shp KecamatanWates dengan buka Arc Toolbox - Data Management Tools > Raster > RasterProcessing > Clip, tunggu sampai proses selesai, setelah proses selesai,pengolahan dilanjutkan ke slope.b. Slope (Kemiringan) 116

Langkah selanjutnya yaitu slope atau kemiringan. Pengolahan inimenggunakan data DEM yang sudah di clip/crop tadi. Buka arc Toolbox – 3Danalysist Tools > Raster Surface > Slope. Tunggu sampai proses selesai, jikaproses sudah selesai, langkah selanjutnya yaitu reclassify, Tujuan darireklasifikasi ini yaitu mengkelaskan masing – masing parameter berdasarkankriteria yang dibutuhkan terkait dengan kerawanan bencana tsunami(Sinambela et al., 2014), karena pada pengolahan ini menggunakan limakelas, maka pada saat reclassify menggunakan perbandingan angka yaitu 0-2, 2-6, 6-13, 13-20 dan > 20. Jika proses ini sudah selesai, maka prosesselanjutnya yaitu proses elevasi.c. Elevasi (Ketinggian) Elevasi merupakan ketinggian dari suatu titik tertentu, untuk melakukanproses elevasi, langkah pertama untuk elevasi, reclassifikai data DEM yangtelah di clip tadi dengan cara arc Toolbox > Spatial Analysist Tools > Reclass >Reclassify. Proses elevasi menggunakan lima kelas juga denganmenggunakan perbandingan angka 0-5, 5-10, 10-15, 15-20 dan >20. Jikaproses ini sudah selesai maka, proses selanjutnya yaitu overlay keduaparameter tersebut.d. Overlay Langkah pertama pada proses overlay yaitu dengan cara klik arc Toolbox> Spatial Analysist Tools > Overlay > Weighted Overlay. Untuk proses overlayini perbandingan antara slope dan elevasi yaitu slope 40% dan elevasi 60%,diasumsikan nilai elevasi lebih berpengaruh dari nilai slope. Setelah prosesoverlay selesai, langkah selanjutnya adalah digitasi.e. Digitasi Proses digitasi ini bertujuan untuk memperhalus tampilan citra dan agarlebih mudah dalam hal identifikasi. Langkah pertama yaitu membuat shpbaru dengan koordinat WGS 1984. Setelah membuat shp baru, digitasimasing – masing kelas dengan menggunakan cut polygon tools, setelahproses digitasi selesai, langkah selanjutnya adalah attributing peta, dengancara klik kanan data shp tadi dan klik open attribut table, klik add field dan berinama “Kelas” dan ganti type menjadi “text”, jika add field tidak muncul, makastop editing terlebih dahulu dan baru klik add field. Jika kolom kelas ada diattribut table, maka klik star editing dan mulai mengisi masing – masingkolom sesuai kelas kerentanan. Setelah selesai attributing, langkahselanjutnya adalah klik kanan pada data shp dan pilih “symbologi”tambahkan semua nilai, dengan add values. Langkah selanjutnya adalahlanduse. 117

f. Landuse Langkah pertama dalam mengola data landuse yaitu buka arctoolbox >analysist tools > Extract > Clip. Pilih landuse yang ada di Kecamatan Wates,data dalam landuse ini menggunakan peta Penutupan Lahan Provinsi JawaTengah. Untuk mengetahui jumlah luasan dampak landuse akibat bencanatsunami maka klik kanan pada masing – masing landuse pilih open attributtable dan pilih pada area, klik kanan, pilih statistik kemudian pilih sum.Langkah terakhir yaitu layouting peta.4. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengolahan slope dan elevasi didapatkan lima kelasrawan terhadap bencana tsunami. Lima kelas tersebut adalah sangat rentan,rentan, cukup retan, kurang rentan dan cukup rentan. Berdasarkan hasilanalisis dan pengolahan data didapatkan hasil bahwa Desa denganketinggian lereng yaitu terdapat pada Desa Bendungan dan Desa Giripeni,untuk kemiringan lereng terdapat Desa Giripeni. Berdasarkan analisis dan pengolahan data didapatkan peta kerentananbencana tsunami di Kecamatan Wates, Kabupaten Kulonprogo yang dapatdiklasifikasikan dalam 5 kelas, yaitu kelas sangat rentan tsunami, rentantsunami, cukup rentan tsunami, kurang rentan tsunami dan tidak rentantsunami. Berdasarkan hasil pengolahan data dari parameter – parameterdidapatkan peta kerentanan wilayah di Kecamatan Wates, KabupatenKulonprogo. Peta tersebut merupakan hasil dari pengolahan dari kemiringan(slope) dan ketinggian atau elevasi, setelah di overlay, kemudian dilakukanproses digitasi untuk menentukan daerah mana yang terkena dampaktsunami, dampak pada penggunaan lahan dan luasan penggunaan lahanyang terkena dampak tsunami. Daerah rawan yang terkena dampak tsunamiadalah Desa Karangwuni, Sogan, Kulwaru, Ngestiharjo, Wates, Desa yangtidak rentan terhadap tsunami adalah Desa Bendungan dan sebagian DesaGiripeni, sedangkan untuk desa yang kurang rawan terdapat pada desasebagian Desa Bendungan dan sebagian Desa Giripieni dengan penggunaanlahan yang terkena dampak tsunami adalah pemukiman, Agikultur ladang,Sawah dan pekebunan, diperkirakan luas pemukiman yang terkena dampaktsunami adalah 729, sedangkan untuk luas agrikultur ladang diperkirakan184, untuk sawah diperkirakan 518 dan perkebunan diperkirakan 1745). Terdapat enam langkah yang bisa diupayakan dalam melakukan mitigasibencana tsunami. Kebijakan pertama, yaitu dengan melakukan upaya 118

perlindungan kepada kehidupan, infrastruktur dan lingkungan pesisir.Pengembangan sistem peringatan dini dan pembuatan bangunan pelindungpantai merupakan contoh upaya perlindungan yang dapat dikembangkan diwilayah pesisir. Kebijakan yang kedua adalah dengan meningkatkanpemahaman dan peran serta masyarakat pesisir terhadap kegiatan mitigasibencana gelombang pasang. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan berbagaicara antara lain, mensosialisasikan dan meningkatkan kesadaran mengenaibencana alam dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, pengembanganinformasi bencana dan kerusakan yang ditimbulkannya. Kebijaan yangketiga adalah meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana.Kebijakan yang keempat adalah meningkatkan koordinasi dan kapasitaskelembagaan mitigasi bencana kebijakan yang kelima adalah menyusunpayung hukum yang efektif dalam mewujudkan upaya – upaya mitigasibencana, yaitu dengan cara pelaksanaan bangunan penahan bencana,pelaksanaan peraturan dan penegakan hukum terkait mitigasi. Kebijakan keenam adalah mendorong keberlanjutan aktivitas ekonomi dan peningkatankesejahteraan masyarakat pesisir melalui kegiatan mitigasi yang dapatmeningkatkan nilai ekonomi kawasan, meningkatkan keamanan dankenyamanan kawasan pesisir untuk kegiatan perekonomian (Jokowinarno,2011). Gambar 2. Tingkat Kerawanan Tsunami di Kecamatan Wates 119

5. KESIMPULAN5.1 Kesimpulan Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana tsunami, salahsatunya adalah Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta yangterletak di selatan Pulau Jawa. Data yang digunakan adalah data DEM(Digital Elevation Model) dengan ketinggian 90 meter. yang selanjutnya dataDEM tersebut diolah dengan Arcmap 10.3 dengan menggunakan tigaparameter yaitu slope (Kemiringan), landuse (tutupan lahan) dan Elvasi(Kemiringan). Hasil yang didapatkan adalah desa yang rawan terjadi tsunamiadalah Desa Karangwuni dengan penggunaan lahan yang terkena dampaktsunami adalah pemukiman, Agikultur ladang, Sawah dan pekebunan,diperkirakan luas pemukiman yang terkena dampak tsunami adalah 729,sedangkan untuk luas agrikultur ladang diperkirakan 184, untuk sawahdiperkirakan 518 dan perkebunan diperkirakan 1745.5.2 Saran Diharapkan untuk penelitian selanjutnya untuk lebih menghubungkanparameter lain, misalnya secara ekologi, ekonomi, sosial budaya dan lain –lain, dan dalam pengelolahan data untuk lebih bisa ditambahkan, misalnyacoastal proximity.6. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada pegawai ParangtritisGeomaritime Science Park yang telah membantu saya dalam penyusunanpaper ini, tidak lupa saya ucapkan kepada pembibing paper Mega DharmaPutra, Edwin Maulana, serta Theresia Retno Wulan, kepada teman – temanmagang yang telah membantu saya dalam pembuatan paper ini.DAFTAR PUSTAKABadan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012. Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami, 2nd ed. Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Kedeputian Bidang Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta Pusat.BPS Kabupaten Kulonprogo, 2011. Kabupaten Kulonprogo Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulonprogo.Jokowinarno, D., 2011. Mitigasi Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir Lampung. J. Rekayasa 15.Mudin, Y., Pramana, I.W., Sabhan, 2015. Pemetaan Tingkat Risiko Bencana Tsunami Berbasis Spasial di Kota Palu. Gravitasi 14.Ointu, S.N.A., Tarore, R.C., Sembel, A., 2015. Mitigasi Bencana Tsunamidi Kawasan Pesisir Pantai Molibagu. Spasial 2, 90–101. 120

Pambudi, L., Hidayatno, A., Isnanto, R.R., 2011. Identifikasi Luas Bencana Tsunami dengan Menggunakan Segmentasi Citra.Pramana, B.S., 2015. Pemetaan Kerawanan Tsunami di Kecamatan Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Sosio-Didakt. Soc. Sci. Educ. J. 2, 76–91.Sinambela, C., Pratikto, I., Subardjo, P., 2014. Pemetaan Kerentanan Bencana Tsunami di Pesisir Kecamatan Kretek Menggunakan Sistem Informasi Geografi, Kabupaten Bantul DIY. J. Mar. Res. 3, 415–419.Triatmadja, R., 2010. Tsunami: kejadian, penjalaran, daya rusak, dan mitigasinya, Cet.1. ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010, Yogyakarta.Widyawati, A., Handoyo, G., Satriadi, A., 2013. Kajian Kerentanan Bencana Tsunami di Pesisir Kabupaten Kulonprogo Provinsi D. I. Yogyakarta. J. Mar. Res. 2, 103– 110. 121

PEMETAAN JALUR EVAKUASI TERHADAP TSUNAMI DI KECAMATAN KRETEK, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAWidya Lestari Basitah1, Riska Alfiani1, Theresia Retno Wulan2, Mone Iye Cornelia Marschiavelli3, Miati Kusuma Wardani1, Farid Ibrahim2, Edwin Maulana2 1Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang 2Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial, Yogyakarta 3Badan Informasi Geospasial *E-mail: [email protected] ABSTRAKTsunami merupakan gelombang yang memiliki periode panjang akibat gangguandari dasar laut seperti gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik, atau longsoran. Salahsatu cara untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh tsunami adalah dengandilakukannya pemetaan jalur evakuasi tsunami. Penelitian ini bertujuan untukmenentukan jalur evakuasi tsunami di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DaerahIstimewa Yogyakarta. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data DEM(Digital Elevation Model), data penggunaan lahan, data administrasi KecamatanKretek, dan data jaringan jalan yang diolah menggunakan software pemetaan yaituArcGis 10.3. Ketiga data tersebut diolah menggunakan Metode Spatial Analystdengan Teknik Network Analyst. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah yangpaling rentan terhadap bencana tsunami adalah Desa Tirtohargo.Kata kunci: Tsunami, Jalur Evakuasi, SIG, Network Analyst1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada tiga lempengtektonik dunia yaitu Lempeng Samudera Hindia-Australia yang terletak dibagian selatan, Lempeng Samudera Pasifik di sebelah timur, dan LempengEurasia di sebelah utara. Keempat lempeng tersebut bergerak salingmendesak satu sama lain (dapat dilihat pada Gambar 1). Lempeng SamuderaHindia-Australia bergerak ke arah utara dan akan bertumbukkan denganLempeng Eurasia. Lempeng Pasifik yang berada di sebelah timur bergerakke arah barat dan akan bertumbukkan dengan Lempeng Eurasia, sedangkanLempeng Eurasia cenderung tidak bergerak atau diam. Pergerakanlempeng-lempeng ini menyebabkan terjadinya penumpukan tekananmekanis di daerah pertemuannya. Ketika tekanan ini tidak mampu lagi untukditahan oleh elastisitas batuan, maka batuan akan pecah dan melenting 122

menuju keadaan seimbang mendekati kondisi awal sebelum terkenatekanan. Pelentingan ini akan menimbulkan gempa bumi tektonik. Gempabumi yang terjadi dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya adalahterjadinya tsunami. Gambar 19. Pergerakan lempeng di wilayah Indonesia (Sumber: BMKG Denpasar, 2015) Tsunami merupakan gelombang air laut yang terjadi karena adanyagangguan impulsif di dasar laut. Gangguan impulsif dapat terjadi karenaadanya perubahan bentuk struktur geologis dasar laut yang terjadi dalamwaktu singkat dan bergerak secara vertical. Perubahan tersebut disebabkanoleh beberapa penyebab, diantaranya adalah gempa bumi tektonik, letusangunung api, atau longsoran dasar laut (BMKG, 2012). Pada umumnya,peristiwa tsunami yang ada di Indonesia terjadi karena wilayah Indonesiamerupakan wilayah yang berada pada lempeng tektonik aktif. Zona subduksiaktif ini mengakibatkan munculnya sumber-sumber gempa di Indonesiasehingga sebagian besar wilayah Indonesia menjadi wilayah yang rawanterhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Peristiwa tsunami terbilang cukup sering terjadi di Indonesia. Dalamkurun waktu antara tahun 1991 hingga tahun 2010, terhitung sekitar 17peristiwa gempabumi yang diikuti dengan tsunami terjadi di Indonesia(dapat dilihat pada Gambar 3). Beberapa diantara peristiwa tersebutmengakibatkan rusaknya wilayah yang dilanda, menimbulkan banyakkorban jiwa, dan menghilangkan harta benda masyarakat setempat (BMKG, 123

2012). Salah satu peristiwa tsunami yang terjadi di Indonesia dan memilikidampak yang cukup tinggi baik bagi lingkungan maupun masyarakatnyaadalah peristiwa yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2016 di Pantai SelatanJawa. Peristiwa ini menghancurkan sekitar 600 rumah warga danmenimbulkan korban jiwa sekitar 200 orang. Gelombang tsunami inimemasuki daratan dan menghancurkan semua yang dilewatinya baik didaratan maupun di lautan. Tinggi gelombang akan mempengaruhi distribusidan jarak genangannya ke arah daratan.Gambar 2. Sebaran Peristiwa Tsunami yang Terjadi di Indonesia antara tahun 1991 hingga 2010 (Sumber: BMKG, 2012) Mitigasi terhadap bencana tsunami sangat dibutuhkan mengingat masihtingginya korban jiwa pada peristiwa tsunami yang terjadi di Indonesiakhususnya di Pantai Selatan Jawa. Salah satu upaya mitigasi tersebut adalahadanya jalur evakuasi tsunami di wilayah yang rentan terjadi tsunami.Menurut Puturuhu dan Osok (2015), Rambu jalur evakuasi tsunamimempunyai peranan yang sangat penting terhadap masyarakat khususnyayang berada di wilayah pesisir. Rambu jalur evakuasi ini menunjukkan rutepenyelamatan diri dan tempat tempat yang aman. Penelitian ini membahas mengenai salah satu aplikasi Sistem InformasiGeografis yaitu untuk menentukan jalur evakuasi tsunami di KecamatanKretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Data citrayang digunakan pada penelitian ini adalah data Digital Elevation Model(DEM) Kecamatan Kretek, data penggunaan lahan Kecamatan Kretek, dan 124

data jaringan jalan. Dengan adanya informasi ini, diharapkan dapatmeminimalisasi korban jiwa jika terjadi bencana tsunami.2. KAJIAN PUSTAKA Secara epistimologi, tsunami berasal dari Bahasa Jepang yaitu “tsu” yangartinya pelabuhan dan “nami” yang artinya gelombang laut. Tsunamimerupakan rangkaian dari gelombang laut yang panjang dan menyebardengan kecepatan yang tinggi dari sumbernya di laut hingga ke pesisir.Penyebaran gelombang dari sumber tsunami dengan kecepatan panjanggelombang didasarkan pada persamaan (1). CG = (g H) ½ …………(1)Keterangan:Cg : Kecepatan panjang,G : percepatan gravitasiH : Kedalaman basin Tsunami dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah gempabumi dan longsor bawah laut. Tsunami yang disebabkan oleh gempa bumidengan episentrum di dasar laut sangat berpotensi untuk menimbulkantsunami. Peristiwa yang sering disebut sebagai gempabumi tsunami genetisini memiliki karakteristik energi tinggi dan dengan magnitude >7 SkalaRichter (SR). Tsunami yang disebabkan oleh longsoran bawah laut terjadiketika longsor yang terjadi memiliki kecepatan yang sama dengankecepatan gelombang panjang di basin ini. Segala pergerakan lemah sepertigempabumi mikro, pergerakan meteorology, pasang surut, dan lain-lainmempunyai peranan penting pada peristiwa longsor. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem dari software,hardware, data, dan lineware yang mampu menghubungkan,menggabungkan, dan menganalisa berbagai data pada suatu titik yang adadi bumi. SIG memiliki 4 komponen utama, yaitu software atau perangkatlunak, hardware atau perangkat keras, data, dan manajemen (Sumber DayaManusia). Komponen-komponen tersebut mempunyai fungsi sebagaipemasukan, manipulasi, penyimpanan, analisis, dan menampilkan data.Sumber-sumber data yang digunakan adalah peta digital, foto udara, citrasatelit, tabel statistik, dan data lain yang berhubungan. SIG dapatdiaplikasikan pada berbagai bidang di kehidupan, salah satunya adalahpenentuan kerentanan dan jalur evakuasi bencana pada suatu wilayah(Sunaryo, 2015) 125

Pemodelan jaringan dari dunia nyata ke dalam basis peta adalah salahsatu bidang SIG. ArcGis Network Analyst merupakan salah satu ekstensi atauperpanjangan yang ada pada ArcGis. Network Analyst mampu menganalisajaringan sehingga dapat diketahui jalur dengan impedansi terkecil. Beberapayang termasuk Network analyst adalah jaringan jalan, jaringan kabel listrik,jaringan sungai, dan jaringan pipa. Ekstensi network analyst terdapat padabeberapa aplikasi di ArcGis yaitu ArcCatalog untuk membuat networkdataset, ArcMap untuk menganalisa, dan ArcToolbox untuk geoprosesing (Buana, 2010). Penelitian dilakukan di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY(Gambar 5). Pemilihan lokasi didasarkan pada letak kecamatan yangtermasuk ke dalam wilayah yang rentan terhadap bencana tsunami.Sehingga, adanya jalur evakuasi sangat dibutuhkan di wilayah ini sebagaiupaya untuk meminimalisasi adanya korban jiwa jika terjadi tsunami.Berdasarkan data BPS Kabupaten Bantul (2014), sekitar 96% (2449 km2 dari2550 km2) wilayah Kecamatan Kretek terletak pada ketinggian <100 mdpl.Wilayah dengan elevasi rendah pada umumnya berbatasan langsung denganSamudera Hindia. Selain itu, Kabupaten Bantul juga terletak pada zonatumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia dengankecepatan ± 7 cm/tahun. Hal ini mengakibatkan Kabupaten Bantul terutamaKecamatan Kretek berpotensi mengalami gempa bumi yang dapat memicuterjadinya peristiwa tsunami.Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian 126

3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian mengenai jalur evakuasi terbagi menjadi beberapa tahapanyaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi. Sumber datayang digunakan pada penelitian ini adalah data DEM yang dapat diunduhsecara gratis melalui laman www.srtm.csi.cgiar.org, data jaringan jalanKecamatan Kretek, data administrasi Kecamatan Kretek, serta datapenggunaan lahan yang diunduh dari secara gratis melelui lamanwww.tanahair.indonesia.go.id. Data-data tersebut diolah menggunakansoftware pemetaan yaitu ArcGis 10.3. Pada tahapan pengolahan data, ditentukan beberapa parameter yangakan dijadian sebagai dasar pembuatan peta. Parameter yang digunakanpada penelitian ini adalah elevasi atau ketinggian lahan dan slope ataukemiringan lahan. Kelas kerentanan ditentukan berdasarkan tingkatkerentanan masing-masing parameter dengan presentase seperti padaTabel 1. Kelas kerentanan bencana tsunami digolongkan menjadi 5 kelas,yaitu sangat rentan, rentan, cukup rentan, kurang rentan, dan tidak rentan.Tabel 3. Kelas Kerentanan Berdasarkan Elevasi dan Kemiringan LahanElevasi Slope Kelas(m) (%) Kerentanan<5 0-2 Sangat rentan5-10 2-6 Rentan10-15 6-13 Cukup rentan15-20 13-20 Kurang rentan>20 >20 Tidak rentan Interpretasi peta dilakukan ketika diketahui tingkat kerentanan tsunamidan data penggunaan lahan pada wilayah tersebut. Penggunaan lahan yangdigunakan pada penelitian kali ini digunakan sebagai penentuan ZonaEvakuasi Sementara. Sedangkan, data jaringan jalan digunakan sebagaipenentuan arah atau jalur evakuasi. Jalan yang diprioritaskan sebagai jalurevakuasi adalah jalan kolektor dan jalan lokal. Berdasarkan DepartemenPermukiman dan Prasarana Wilayah (2004), jalan kolektor merupakan jalanyang menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah atau antar pusatkegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Sedangkan jalan lokalmerupakan jalan yang menghubungkan pusat kegiatan nasional, wilayah,maupun lokal dengan persil atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatanlokal maupun pusat kegiatan di bawahnya. 127

4. PEMBAHASAN4.1 Kerentanan Bencana Tsunami Kecamatan Kretek Penentuan tingkat kerentanan tsunami pada setiap parameterditentukan berdasarkan presentase sesuai Tabel 1. Didapatkan hasil masingmasing kerentanan tsunami berdasarkan parameter ketinggian lahan(Gambar 4) dan kemiringan lahan (Gambar 5). Gambar 4. Peta Kerentanan Tsunami Berdasarkan Ketinggian Lahan Gambar 5. Peta Kerentanan Tsunami Berdasarkan Kemiringan Lahan Berdasarkan kedua peta tersebut dapat diketahui bahwa pada parameteryang berbeda, maka tingkat kerentanan tsunami pada masing masingwilayah juga berbeda. Berdasarkan parameter ketinggian lahan, wilayahdengan tingkat kerentanan sangat rentan hanya terdapat pada DesaTirtohargo. Sedangkan pada parameter kemiringan lahan, hampir semuadesa pada Kecamatan kretek berada pada wilayah dengan tingkat 128

kerentanan sangat rentan. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata desa diKecamatan Kretek memiliki kemiringan lahan 0,2 %. Menurut BAPPEDAKabupaten Bantul (2014), wilayah bagian Selatan Kabupaten Bantulmemiliki tingkat kemiringan lahan yang landai hingga datar dan didominasioleh gisik dan gumuk-gumuk pasir (fluviomarine). Yang terbentuk olehmaterial lepas dengan ukuran pasir kerakal. Setelah diketahui kerentanan tsunami berdasarkan kemiringan danketinggian lahan, maka dilakukan tumpang susun atau overlay denganmenggunakan salah satu program yang terdapat pada ArcGis 10.1 yaituweighted overlay. Hasil peta kerentanan tsunami berdasarkan ketinggian dankemiringan lahan (Gambar 6) menunjukkan bahwa pada Desa Tirtohargotingkat kerentanannya berada pada tingkat yang sangat rentan dan rentan.Pada Desa Tirtosari dan Desa Donotirto berada pada tingkat rentan dancukup rentan. Sedangkan pada Desa Parangtritis tingkat kerentanannyaberada pada hampir semua kelas. Gambar 6. Peta Kerentanan Tsunami Berdasarkan Ketinggian dan Kemiringan Lahan1.2 Jalur Evakuasi Bencana Tsunami Kecamatan Kretek Interpretasi peta untuk penentuan Zona Evakuasi Sementara dan arahevakuasi dilakukan setelah diketahui tingkat kerentanan tsunami danpenggunaan lahan di wilayah tersebut. Penggunaan lahan yang dapatdigunakan sebagai Zona Evakuasi Sementara adalah penggunaan lahansebagai ladang dan alang,alang, sabana, dan padang. Berdasarkan petapenggunaan lahan (Gambar 9), diketahui bahwa penggunaan lahan sebagailadang terdapat pada Desa Parangtritis, Desa Tirtohargo, dan DesaDonotirto. Sedangkan penggunaan lahan sebagai alang-alang, sabana, dan 129

padang terdapat pada Desa Parangtritis. Serta wilayah yang mampudijadikan sebagai Zona Evakuasi Sementara adalah wilayah dengan tingkatkerentanan tsunami berada pada kelas cukup rentan, kurang rentan, dantidak rentan. Gambar 7. Peta Penggunaan Lahan Sebagai Ladang dan Alang-alang,Sabana, dan Padang Berdasarkan peta jalur evakuasi tsunami (Gambar 8) dapat diketahuibahwa terdapat 4 titik Zona Evakuasi Sementara di Kecamatan Kretek, yaitu1 titik di Desa Tirtomulyo, 1 titik di Desa Donotirto, dan 2 titik di DesaParangtritis. Kemudian, jalur evakuasi ditentukan berdasarkan beberapapertimbangan yaitu jarak terdekat dengan Zona Evakuasi Sementara danjenis jalan. Jalan yang digunakan sebagai jalur evakuasi adalah jalan kolektordan jalan lokal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dito dan Pamungkas (2016)bahwa ketinggian, kelerengan, hirarki jalan, lebar jalan, dan kondisiperkerasan jalan merupakan beberapa variabel yang dapat berpengaruhterhadap penentuan jalur evakuasi. 130

Gambar 8. Peta Jalur Evakuasi Tsunami Kecamatan Kretek5. KESIMPULAN Tingkat kerentanan tsunami ditentukan berdasarkan parameterketinggian dan kemiringan lahan. Tingkat kerentanan dibagi menjadi 5 kelasyaitu sangat rentan, rentan, cukup rentan, kurang rentan, dan tidak rentan.Wilayah dengan tingkat kerentanan sangat rentan terdapat pada DesaTirtohargo. Pada Desa Tirtosari dan Desa Donotirto memiliki tingkatkerentanan yang rentan dan cukup rentan. Desa Titomulyo memiliki tingkatkerentanan kurang rentan, cukup rentan, dan rentan. Sedangkan DesaParangtritis hampir berada pada semua tingkat kerentanan. Jalur evakuasikorban bencana tsunami diarahkan menuju Zona Evakuasi Sementara yangterdapat pada Desa Tirtomulyo, Desa Donotirto, dan dua titik pada DesaParangtritis.6. DAFTAR PUSTAKABMKG Denpasar. 2015. http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/tentang-gempa diakses pada tanggal 16 Agustus 2016 pukul 9.25 WIB.BAPPEDA Kabupaten Bantul, 2014. RPJMD Kabupaten Bantul Tahun 2011-2015. BAPPEDA Kabupaten Bantul, Bantul, DIY.BPS Kabupaten Bantul, 2014. Bantul dalam Angka. BPS Kabupaten Bantul, Bantul, DIY.Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004. Pedoman Konstruksi dan Bangunan: Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta.Dito, A.H., Pamungkas, A., 2016. Penentuan Variabel dalam Optimasi Jalur Evakuasi Bencana Tsunami di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember. J. Tek. ITS 4, Hal: 161–164. 131

Sunaryo, D.K., 2015. Sistem Informasi Geografis dan Aplikasinya. Dream Litera Buana, Malang.Wira Buana, P., 2010. Penemuan Rute Terpendek pada Aplikasi Berbasis Peta. Lontar Komput. Vol1.BNPB.2011.http://geospasial.bnpb.go.id/2011/02/23/peta-zonasi-ancaman-bahaya- tsunami-di-indonesia/ diakses pada tanggal 16 Agustus 2016 pukul 16.18 WIB. 132

MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI PARANGTRITIS DENGAN MENGGUNAKAN LANDSAT PADA TAHUN 1999, 2002 DAN 2015 Riska Alfiani1*, Miati Kusuma Wardani1, Mone Iye Cornelia Marschiavelli3, Theresia Retno Wulan2, Farid Ibrahim2, Edwin Maulana2 1Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang 2Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial, Yogyakarta 3Badan Informasi Geospasial, Bogor Email: [email protected] ABSTRAKIndonesia merupakan negara kepulauan yang letaknya berada di antara benua BenuaAustralia dan Benua Asia. Sebelah utara Benua Australia merupakan Pulau Jawadengan Samudra Hindia. Pantai Parangtirtis merupakan pantai yang berhadapanlangsung dengan Samudra Hindia, dimana Pantai Parangtritis ini merupakan pantaiwisata yang ramai pangunjung. Selain itu Pantai Parangtritis merupakan pantai yangrawan terhadap perubahan garis pantai, karena di Pantai Parangtritis setiap tahunterjadi banjir rob. Tujuan dari paper ini yaitu untuk mengetahui perubahan garisPantai Parangtritis pada tahun 1999, 2002 dan tahun 2015 dengan menggunakancitra Landsat dan menggunakan software Arcgis 10.3 yang kemudian didigitasi danditumpang susun serta dilihat perbedaan antara tahun 1999 sampai 2002 dan 2002sampai 2015. Data yang digunakan adalah data Satelit Landsat tahun 1999, 2002 dan2015 yang kemudian dikomposit band dengan menggunakan Envi 4.5 dan kemudiandiolah dengan menggunakan Arcmap 10.3 untuk didigitasi dan ditumpang susun,kemudian di amati perbedaan garis pantai dari tahun 1999, 2002 dan 2015. Hasil daripaper ini adalah pada tahun 1999-2002 terjadi abrasi di Pantai Parangtritis dan padatahun 2002-2015 terjadi akresi. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untukmengetahui perubahan garis pantai di Pantai Parangtirits, tidak hanya menggunakansatu satelit tetapi menggunakan beberapa satelit untuk kemudian dianalisisperbedaannya.Kata kunci: Garis Pantai, Landsat, Pantai Parangtritis1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang letaknya berada di antaraBenua Australia dan Benua Asia serta membatasi Samudera Pasifik danSamudera Hindia (Gambar 1). Negara Kepulauan Indonesia memiliki 17.805pulau yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada,yaitu sepanjang 81.000 km. kepulauan terbentuk dari berbagai prosesgeologi yang berpengaruh kuat pada pembentukan morfologi pantai. 133

Sementara letaknya berada di kawasan iklim tropis dengan memberikanbentang alam yang banyak dan banyak pula keragaman biotanya (Arief etal., 2011). Gambar 1. Letak Geografis Indonesia Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalamiperubahan, karena daerah tersebut menjadi tempat bertemunya daratandan lautan, garis pertemuan antara daratan dan lautan ini yang disebutdengan garis pantai. Perubahan garis pantai sangatlah bervariasi antara satutempat dengan tempat yang lainnya, sehingga penelitian tentang garispantai ini sangatlah diperlukan. Lingkungan pantai perlu dikelola denganbaik, mengingat fungsinya dalam kehidupan manusia sangatlah besar sejakjaman dahulu hingga sekarang bahkan hingga masa yang akan datang(Istiono dan Hariyanto, 2010). Pantai Parangtritis terletak di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek,Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan sebuah tempatpariwisata yang terletak di pesisir Samudera Hindia di sebelah selatan KotaYogyakarta . Posisi geografis Pantai Parangtritis dekat dengan jalursubduktif aktif Jawa bagian selatan yaitu zona tumbukan antara lempengSamudera Hindia – Australia di bawah Lempeng Eurasia (Miftahussalam,2012). Perubahan garis pantai dari satu pantai dengan pantai lainnya dapatberbeda. Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan garis pantai yaituadanya gelombang, banjir rob, angin dan lain-lain. Perubahan garis pantaidapat menyebabkan perubahan penutupan lahan yang dapat diketahui olehteknik penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh sangat dibutuhkanmengingat pembangunan kawasan pesisir yang semakin maju dan 134

dikarenakan teknologi ini dapat memberikan informasi daerah yang luastanpa membutuhkan waktu yang lama (Prameswari et al., 2014). Penginderaan jauh merupakan ilmu untuk memperoleh informasitentang suatu obyek, daerah atau gejala dengan cara menggunakan alattanpa kontak langsung dengan obyeknya, daerah atau gejala tersebut. Adabanyak data yang digunakan dalam penginderaan jauh salah satunya adalahLandsat, yang sekarang telah mencapai generasi Landsat 8. Satelit Landsat-8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan ThermalInfrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Kanal-kanaltersebut memiliki 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10dan 11) pada TIRS. Rata-rata kanal memiliki citra Landsat yang mirip denganLandsat 7 (Andana, 2015). Tujuan dari paper ini yaitu untuk mengetahui perubahan garis pantaipada tahun 1999, 2002 dan tahun 2015 dengan menggunakan citra Landsatdan menggunakan software Arcgis 10.3 yang kemudian didigitasi danditumpang susun serta dilihat perbedaan antara tahun 1999 sampai 2002dan 2002 sampai 2015.2. KAJIAN PUSTAKA Pantai merupakan bentuk geografis yang terdiri dari pasir dan terdapatdi daerah pesisir. Daerah pantai menjadi batas daratan dan lautan. Panjanggaris pantai diukur mengelilingi seluruh pantai yang merupakan daerahteritorial suatu negara. Kawasan pantai merupakan kawasan yang dinamikterhadap perubahan garis pantainya. Perubahan garis pantai merupakansuatu proses tanpa henti melalui berbahai proses alam di pantai yangmeliputi pergerakan sedimen, arus susur pantai (longshore current),tindakan ombak dan penggunaan lahan (Arief et al., 2011). Penggunaan teknik penginderaan jauh pada dataset citra Landsat danteknik Sistem Informasi Geografis (SIG) berperan sangat pentig sebagaisebuah metode yang murah dan mudah dalam penyediaan data liputankawasan pesisir dan dinamika pesisir. Teknik ini sangat ideal dalammemetakan distribusi perubahan darat dan air yang diperlukan dalampengekstrasian perubahan garis pantai (Kasim, 2012). Satelit Landsat 4 dan 5 membawa sensor Thematic Mapper (TM) yangmengumpulkan data multispektral 7 kanal: 3 kanal inframerah dan 1 kanalinframerah termal. Semua data Landsat diakuisisi dengan resolusi spasial 30meter, kecuali kanal inframerah termal, yaitu 120 meter. Satelit Landsat 6 135

hilang saat diluncurkan pada tahun 1993. Satelit Landsat terbaru adalahLandsat 7, yang diluncurkan pada tanggal 15 April 1999, membawa sebuahsensor yang diperbarui, dinamakan Enchanced Thematic Mapper Plus(ETM+), dikembangkan dengan kemampun spektral dan spasial yangmendekati dengan TM. Sebagai tambahan adalah sebuah kanalpankromatik pada resolusi 15 meter dan kanal termal dengan resolusi yanglebih tajam yaitu 60 meter (Sitanggang, 2010).3. METODOLOGI PENELITIAN3.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian perubahan garis pantai ini adadua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari citraLandsat tahun 1999, 2002 dan 2015. Masing-masing di tahun 1999menggunakan citra Landsat 5, tahun 2002 menggunakan Landsat 7,sedangkan tahun 2015 menggunakan Landsat 8. Data sekundermenggunakan garis pantai RBI juga dan Peta Rupabumi Indonesia (RBI).3.2 Metode Metode yang digunakan dalam perubahan garis pantai ini yaitumenggunakan deskriptif kuantitatif. Pengelolaan garis pantai inimenggunakan software Envi 4.5 dan arcgis Arcgis 10.3. software Envi 4.5digunakan untuk menentukan komposit band sedangkan arcgis Arcgis 10.3untuk menentukan perbedaan garis pantai dari tahun 1999, 2002, dan 2015.Selanjutnya data di tumpang susun (Overlay) dan dilihat perbedaan masing-masing garis pantai. Untuk mengolah Landsat terdapat beberapa tahapanmenurut Arief et al., (2011) yaitu:a. Pengolahan awal berupa koreksi radiometrik dengan prosedur standar dari penyedia data.b. Pengolahan awal yaitu menyamakan resolusi spasial antara Landsat-4 MSS dengan seri Landsat TM/ETM. Hal ini dilakukan dengan me- resampling data Landsat MSS sehingga resolusi spasialnya menjadi 30 meter menggunakan algoritma cubic B-Sline dan kemudian dilakukan koreksi geometrik data Landsat, sehingga arah utara selatan citra sama dengan peta (peta administrasi) dan dapat ditumpang susun.c. Pembuatan komposit RGB untuk masing-masing tanggal akuisisi citra.d. Digitasi keempata citra RGB (Red, Blue, Green) secara analog dengan melakukan digitasi on-screen. 136

e. Analisa dan perhitungan dilakukan dengan melakukan integrasi hasil digitasi setiap tahun sehingga dapat diketahuo diketahui perubahannya baik perubahan akresi dan maupun abrasi.4. PEMBAHASAN Hasil interpretasi citra menunjukan perubahan garis pantai di PantaiParangtiris berubah pada tahun 1999, 2002, dan 2015. Berdasarkanperhitungan panjang garis pantai hasil digitasi di Pantai Parangtritis yaitupada tahun 1999 adalah 38,77 meter, tahun 2002 adalah 38,68 meter danpada tahun 2015 adalah 38,97 meter. Pada tahun 1999-2002 di sekitar PantaiParangtritis mengalami abrasi yang disebabkan oleh banjir rob yang setiaptahunnya melanda Pantai Parangtritis (Gambar 2). Gambar 2. Perubahan garis pantai pada tahun 1999-2002 Banjir Rob ini menyebabkan daerah terkikisnya garis pantai. Selain ituabrasi juga terjadi karena adanya gelombang yang bersifat merusakakumulasi sedimen yang berada di laut dan menyebabkan penumpukansedimen di sekitar garis pantai. Hal ini disebabkan oleh muara Sungai Opakyang mengalir di pantai Parangtritis dan terjadinya penumpukan sedimen disekitar wilayah tersebut. Abrasi merupakan peristiwa mundurnya garispantai (Triatmodjo, 1999) yang rentan terhadap aktivitas yang terjadi didaratan maupun di daratan. Aktivitas seperti penebangan hutan mangrove,penambangan pasir, serta fenomena tingginya gelombang dan pasang surut 137

air laut dapat menyebabkan angkutan sedimen menumpuk danmengakibatkan terjadinya abrasi pantai (Wahyuningsih et al., 2016). Untuk tahun 2002-2015 perubahan garis pantai di Pantai Parangtritismengalami akresi (Gambar 3). Akresi merupakan penambahan daratanluasan dari daratan karena garis pantai yang semakin maju menuju ke arahlaut (Hastuti, 2012). Akresi yang terjadi di Pantai Parangtritis disebabkanoleh adanya laju penimbunan sedimentasi yang terjadi di muara sungai opak, dimana muara Sungai Opak ini membawa sedimen yang kemudian terbawasampai ke garis pantai di sekitar Pantai Parangtritis dan menyebabkanakresi. Berikut hasil layouting peta perubahan garis pantai yang terjadi padatahun 1999, 2002 dan 2015. Gambar 3. Perubahan Garis Pantai pada Tahun 2002-2015 138

Gambar 4. Hasil Layouting Peta Perubahan Garis Pantai5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pantai merupakan wilayah yang dinamis dan dinamika yang beragam.Data yang digunakan dalam paper ini yaitu data citra Landsat yangkemudian diolah dengan menggunakan software Arcgis 10.3 yang kemudiandilihat perbedaan garis pantai di masing-masing tahun. Perubahan garispantai di Pantai Parangtritis mengalami perubahan seiring perkembanganjaman. Pada tahun 1999 sampai 2002 Pantai Parangtritis mengalami abrasiyang disebabkan oleh banjir rob sedangakn pada tahun 2002 sampai 2015terjadi akresi yang disebabkan oleh penambahan sedimen di muara SungaiOpak yang mengalir di sekitar Pantai Parangtitis dan menyebabkanterjadinya akresi. Perlu penelitian lebih lanjut lagi tentang garis pantai dandengan menggunakan satelit yang berbeda–beda, misalnya satelit IKONOS,SPOT dan lain-lain.6. UCAPAN TERIMA KASIH (ACKNOWLEDGMENT) Ucapan terimakasih untuk staf Parangtritis Geomaritime Science Parkyang membantu dalam proses pembuatan paper ini. Ucapan terimakasihjuga untuk Farid Ibrahim, Edwin Maulana dan Theresia Retno Wulan selakupembimbing dalam penulisan paper ini, sehingga paper ini dapat selesai,serta selaku teman – teman yang memberi masukan dan saran untuk paperini. 139

DAFTAR PUSTAKAAndana, E.K., 2015. Pengembangan Data Citra Satelit Landsat-8 Untuk Pemetaan Area Tanaman Hortikultura Dengan Berbagai Metode Algoritma Indeks Vegetasi (Studi Kasus: Kabupaten Malang Dan Sekitarnya), in: Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII. Surabaya.Arief, M., Winarso, G., Prayogo, T., 2011. Kajian Peubahan Garis Pantai Menggunakan Data Satelit Landsat di Kabupaten Kendal. J. Penginderaan Jauh 8, 71–80.Hastuti, A.W., 2012. Analisis Kerentanan Pesisir Terhdapa Ancaman Kenaikan Muka Laut di Selatan Yogyakarta. Institut Pertanian Bogor, Bogor.Istiono, F., Hariyanto, T., 2010. Evaluasi Perubahan Garis Pantai dan Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Dengan Data Penginderaan Jauh (Studi Kasus: Kawasan Pesisir Pasuruan, Probolinggo dan Situbondo).Kasim, F., 2012. Pendekatan beberapa metode dalam monitoring perubahan garis pantai menggunakan dataset penginderaan jauh Landsat dan SIG. vol 5, 620–635.Miftahussalam, 2012. Kondisi Keairan Sumber Air Panas Parangwedang Di Daerah Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul Dan Arahan Pengembangan Untuk Pariwisata. J. Teknol. Technoscientia 5.Prameswari, S.R., Anugroho, A., Rifai, A., 2014. Kajian Dampak Perubahan Garis Pantai Terhadap Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisa Penginderaan Jauh Satelit di Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. J. Oseanografi 3, 267–276.Sitanggang, G., 2010. Kajian Pemanfaatan Satelit Masa Depan: Sistem Penginderaan Jauh Satelit LDCM (Landsat-8). Ber. Dirgant. 11.Triatmodjo, 1999. Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta.Wahyuningsih, D.S., Maulana, E., Wulan, T.R., Ambarwulan, W., Putra, M.D., Ibrahim, F., Setyaningsih, Z., Putra, A.S., 2016. Efektivitas Upaya Mitigasi Abrasi Berbasis Ekosistem Di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, in: Seminar Nasional Kelautan 2016. Universitas Trunojoyo Madura. 140

ANALISIS MITIGASI BENCANA ABRASI KAWASAN PESISIRPANTAI DEPOK KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Ayu Puji Larasati1, Miati Kusuma Wardani2, Mone Iye Cornelia Marschiavelli3 Theresia Retno Wulan2, Farid Ibrahim2, Edwin Maulana2, Anggara Setyabawana Putra2 1Ilmu Kelautan, FPIK, Universitas Brawijaya, Malang 2Parangtritis Geomaritime Science Park, BIG, Yogyakarta 3Badan Informasi Geospasial [email protected] ABSTRAKPantai Depok merupakan kawasan pesisir yang memiliki risiko terhadap bencanaabrasi. Bila ditinjau dari segala aspek, maka perlu pencegahan dalam mengatasipermasalahan abrasi mengingat Pantai Depok memiliki pelabuhan yang menjadisandaran perahu nelayan dan kawasan padat permukiman. Serangkaian mitigasidibutuhkan di kawasan Pantai Depok sebagai upaya menghadapi maupunmengurangi risiko bencana abrasi. Penelitian ini menggunakan metode analisisdiskriptif. Hasil yang didapatkan untuk upaya mitigasi bencana abrasi Pantai Depokyaitu mitigasi secara non struktural. Upaya mitigasi non struktural yaitu denganmemberlakukan penetapan zonasi dan peraturan pemerintah berdasarkan PeraturanDaerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011. Dalam hal ini peran masyarakatjuga sangat dibutuhkan dalam pengelolaan dan perlindungan kawasan pesisir PantaiDepok.Kata Kunci: Mitigasi, Gelombang, Abrasi, Pantai Depok1. PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di 7º15’-8º15’ LS dan 110º5’-110º4’BT. Daerah Istimewa Yogyakarta berbatasan secara langsung denganSamudera Hindia. Hal ini menyebabkan kawasan pesisir Yogyakartamemiliki gelombang tinggi. Selain itu kawasan pesisir Yogyakarta padawilayah Kabupaten Bantul memiliki tipologi pantai berpasir yang rentanterhadap abrasi. Abrasi adalah mundurnya garis pantai pada wilayah pesisirsehingga dapat mengancam rusaknya bangunan maupun ekosistem yangberada di belakangnya (Suwarsono, 2011). Hal-hal yang menyebabkan abrasiadalah arus laut, gelombang, kondisi morfologi, tipologi, dan vegetasi yangtumbuh di pantai. Sedangkan faktor yang disebabkan oleh aktivitas manusiaadalah adanya bangunan baru di pantai, perusakan terumbu karang, 141

penebangan atau penggunaan wilayah sabuk pantai, seperti ekosistemmangrove dan seawall untuk kepentingan lain seperti lokasi budidaya ataufasilitas lainnya (Suwarsono, 2011). Grafik dari tingginya laju fenomenaabrasi di kawasan pesisir DIY dapat dilihat dalam Gambar 1. Gambar 1. Grafik Perubahan Garis Pantai DI Yogyakarta Akibat Abrasi dan Akresi dengan rumus BILKO Sumber: Cahyani et al., 2012 Grafik diatas menunjukkan bahwa tingkat abrasi lebih besar biladibandingkan akresi pada rentang tahun 1997-2012 di kawasan pesisir DIY.Salah satu kawasan pesisir DIY yang mengalami kemunduran pantai tiaptahunnya adalah kawasan Pantai Depok yang terletak di Desa Parangtritis,Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Kawasan pesisir Pantai Depok berbentuk teluk-teluk kecil akibat dariaktivitas gelombang. Pantai Depok memiliki kecepatan arus berkisar 1-2m/dt, sedangkan arus balik berkisar 1,5-2,7 m/dt. Pantai Depok termasukPantai dengan tipologi berpasir. Hal tersebut menyebabkan Pantai Depokmemiliki tingkat abrasi yang relatif besar (Freski dan Srijono, 2013). Olehkarena itu, perlu adanya upaya mitigasi yang dilakukan di Pantai Depok.Mitigasi dibutuhkan sebagai upaya menghadapi maupun mengurangi risikobencana abrasi di Pantai Depok. Daerah garis pantai atau kawasan pesisir merupakan tempat yangmemiliki potensi sumber daya alam yang menarik untuk dikelola, sehinggasebagian besar wilayah pesisir padat oleh pemukiman penduduk (Aisyah etal., 2015). Pantai Depok merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjaditumpuan hidup warga setempat. Pantai Depok menjadi salah satu pantaisebagai sandaran kapal nelayan. Berdasarkan Peraturan PemerintahIstimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2012, Pantai Depok menjadi salah satuobjek wisata pantai unggulan bagi masyarakat Kabupaten Bantul berbasiswisata alam, kuliner, keluarga dan minat khusus. 142

Mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk menghadapi maupunmengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupunpeningkatan kesadaran masyarakat. Secara umum mitigasi terbagi menjadidua, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi strukturaladalah pencegahan dampak terjadinya bencana secara fisik, seperti denganpembangunan seawall maupun penanaman mangrove pada mitigasibencana abrasi. Sedangkan mitigasi non struktural dengan membuatkebijakan dan pengembangan pengetahuan maupun membangunkomitmen publik. Tujuan dari kajian ini adalah untuk melakukan analisismitigasi bencana abrasi di Pantai Depok, Kabupaten Bantul, DaerahIstimewa Yogyakarta.2. STUDI AREA Aktivitas gelombang laut di Pantai Depok, dalam beberapa bulan terakhirini menyebabkan kerusakan yang cukup banyak. Pantai Depok memilikikecepatan arus sekitar 1-2.7 m/s dengan tipologi pantai berpasir. Selain itu,aktivitas gelombang dan arus membentuk teluk-teluk berukuran panjang 50-100 meter dengan lebar 20-30 meter (Freski dan Srijono, 2013). Pesisirselatan Pulau Jawa bagian tengah dominan dalam jenis dissipative beach,sedangkan pada pesisir Pantai Depok memiliki tipologi pantai denganendapan lepas berukuran pasir sedang dan bersortasi baik (Surjono, 2001).Endapan lepas tersebut tersusun oleh litik volkanik (andesit dan batupasirtufaan) (Hendratno, 2000). Peta lokasi penelitian dapat dilihat di Gambar 2.Gambar 2. Lokasi PenelitianSumber: Google Maps, 2015 143


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook