menimbulkan dampak yang tidak kecil teerhadap perubahan morfologilaguna tersebut.5. KESIMPULAN Perubahan terjadi setiap tahunya namun perubahan terbesar terjadipada tahun 2012-2014, karena aliran air yang keluar dari laguna berpindahdari sisi Pantai Samas di kecamatan sedang ke sisi Dusun Tirtohargo dekatPantai Depok. Perubahan antara tahun 2012-2016 sedikit namun dapatterlihat perbedaanya. Perubahan daerah pesisir di belakang tumpukansedimen setiap tahunya semakin maju ke arah laguna, dan sebagian besarwilayahnya berubah menjadi wilayah pertanian, permukiman, ladang danhutan mangrove. Garis pantai wilayah ini juga setiap tahunnya menjadisemakin panjang Perubahan bentuk sedimen juga mempengaruhiterbentuknya laguna baru dan tumpukan sedimen baru di sekitarnya.Perubahan wilayah muara Sungai Opak disebabkan oleh debit dan derasnyaaliran Sungai Opak, angin dan aktivitas air laut Pantai Selatan yangmembentuk perubahan sedimen ini, aktivitas manusia seperti penambanganpasir sepanjang Sungai Opak juga mempengaruhi besarnya sedimen yangterbwa ke daerah Muara, kegiatan pembangunan dan aktivitas manusiayang merubah fungsi lahan pesisir. Wilayah Muara merupakan wilayah penting yang langsung berkaitandengan aktivitas warga masyarakat di sekitarnya. Muara memiliki banyakmanfaat seperti menjadi pelindung daerah pesisir terhadap gelombang lautdengan spit, tempat hidup hewan dan tumbuhan seperti mangrove bahkansedimen yang terdapat di spit dapat dijadikan bahan dasar dalampembangunan dan dijual karena memiliki nilai ekonomis. Kerugian adanyamuara seperti laguna yang memilki air payau dapat menjadi tempatberkembangbiaknya nyamuk, pendangkalan laguna aibat sedimen dapatmenyebabkan bajir di wilayah sekitar muara. Muara juga memiliki manfaatsebagai tempat nelayan untuk mendapatkan ikan. Keberadaan spit di Muara Sungai Opak sebaiknya perlu dijagakelestarainnya. Spit yang berupa tumpukan sedimen dapat dimanfaatkansebagai penahan gelombang saat terjadi gelombang pasang di sekitar MuaraSungai Opak. Permasalah banjir yang diakibatkan oleh pendangkalanwilayah muara atau laguna tersebut sebaiknya dilalukan pengerukan secaraberkala dan sedimen hasil pengerukan tersebut dapat di tempatkan di spit,sehingga spit tersebut menjadi lebih besar dan bermanfaat. 44
2. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Theresia RetnoWulan yang telah memberikan Waktunya untuk saya melakukan Penelitiandi Parangtritis Geomaritime Science Park Yogyakarta, serta bimbingannnyaselama penelitian. Ucapan terima kasih juga kepada Saudara Edwin Maulanadan Dwi Sri Wahyuningsih yang telah membimbing penelitian sertamembantu penyusunan paper ini. Tak lupa penulis ucapkan Terima kasihkepada partner penelitian ini Saudara Tomi Aris, Widya Lestari Basitah danseluruh Teman – teman Teknik Geodesi Geoinformatika Institut TeknologiNasional dan teman – teman dari Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya.DAFTAR PUSTAKAArief, Muchlisin., Gathot, Winarso., dan Teguh, Prayogo. 2011. Kajian perubahan garis pantai Menggunakan Data Satelit Landsat di Kabupaten Kendal. Jurnal Penginderaan Jauh. Vol. 8. Hal: 71-80Feri, Istiono dan Teguh, Hariyanto. 2012. Evaluasi Perubahan Garis Pantai dan Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Dengan Data Penginderaan Jauh (Studi Kasus: Kawasan Pesisir Pasuruan, Probolinggo, dan Situbondo). Desertasi. Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS, Surabaya. Hal 1.Hariyadi. 2011. Analisis Perubahan Garis Pantai selama 10 Tahun Menggunakan CEDAS (Coastal Engineering Design and Analisys System) di Perairan Teluk Awur pada Skenario Penambahan Bangunan Pelindung Pantai. Buletin Oseanografi Marina. Oktober 2011.Vol.1. Hal: 82 – 94Hidayah,RachmatSuntoyo. Haryo, Dwito, Armono. 2012. Analisa Perubahan Garis Pantai Jasri, Kabupaten Karangasem Bali. Jurnal Teknik ITS. Vol. 1, No. 1, Hal: 1-7Kiswiranti, Desi dan H. Kirbani, S, B. 2013. Analisis Statistik Temporal Erupsi Gunung Merapi. Jurnal Fisika. Vol. 3 No. 1, Mei 2013. Hal 37Maulana, Edwin. 2011. Prediksi Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) SUB DAS Junggo Bagian Hilir dengan Menggunakan Model Suripin di Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Prosiding. Universitas Negeri Malang. Hal 7.Mokonio, Olviana., et al. 2013. Analisis Sedimentasi di Muara Sungai Saluwangko di Desa Tounelet Kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa. Jurnal Sipil Statik. Vol.1. No.6, Mei 2013. Hal: 452-458. ISSN: 2337-6732 452Mulyadi, Edi dan Nur Fitriani. 2010. Konservasi Hutan Mangrove sebagai Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol.2 No. 1: Hal 12.Opa, Esry, Tommy. 2011. Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomaen, Minahasa Tenggara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. Vol. VII-3, Desember 2011 109 a. Hal 110. 45
Puspita, Belinda, Duhita dan Sudaryatno 2013. Estimasi Sedimen Lahar Dingin di Sebagian Kali Gendol Gunung Merapi Menggunakan Fufk dan Lidar. Jurnal bumi Indonesia. Vol. 2. No. 3. Hal 92.Ramadani, Aisyah, Hadi., Arini, Wijayanti., Suwarno, Hadisusanto., 2013. Komposisi dan Kemelimpahan Fitoplankton di Laguna Glagah Kabupaten Kulonprogo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Solihuddin, TB. 2010. Morfodinamika Delta Cimanuk, Jawa Barat Berdasarkan Analisis Citra Landsat Jurnal Ilimiah Geomatika. Vol.6. No.1. Hal. 79Sugiharyanto, Nurul Khotimah, dan Dyah Respati Suryo Sumunar. 2011. Kajian Kelas Air Sungai Opak Pasca Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010. Artikel Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Negeri YogyakartaSukamto dan Dyah. I.P. Pengoperasian Alat Tangkap Jaring Apong di Segaraanakan Cilacap (Jawa Tengah. Buletin Teknik Litkayasa. Vol. 13. No 1Wardhana, Pradipta Nandi. 2015. Analisis Transpor Sedimen Sungai Opak dengan Menggunakan Program. Jurnal Teknisia. Volume XX, No 1, Mei 2015: Hec-Ras 4.1.0. Hal 22.Widayanti, Ria Dewi. Universitas Gadjah Mada, 2013. Dinamika Harian Penutupan Muara Sungai Opak pada Bulan Oktober-November. Skripsi. Hal 14.Sukamto, Sukamto, Dyah, Ika, Purnamanintya. 2013.: Pengoperasian Alat Tangkap Jaring Apong di Segaraanakan Cilacap (Jawa Tengah). Buletin Teknik Litkayasa. Vol.11 No. 1 Juni 2013. Hal 5. 46
PREDIKSI PASANG SURUT PERAIRAN SADENG Feni Ayuputri Arifin1, Farid Ibrahim2, Ayu Puji Larasati1, Theresia Retno Wulan2, Edwin Maulana2 1Prodi Ilmu Kelautan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Fakultas Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang 2Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial, Yogyakarta Email : [email protected] ABSTRAKLokasi penelitian adalah kawasan Perairan Sadeng dengan titik koordinat -8o 50’ 00”LS dan 105o 66’ 70” BT. Perairan Sadeng berada di Desa Song Banyu Pucung,Kecamatan Girisobo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.Perairan Sadeng di bagian tenggara Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal dengansebutan “Muara Bengawan Solo Purba”. Pasang surut air laut adalah fenomena naikturunnya muka air laut secara perodik. Penyebab utamanya adalah pengaruhgravitasi benda-benda langit. Peristiwa pasang surut ternyata memiliki pengaruhterhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar perairan, baik padapengangkutan air, pembangunan di sekitar wilayah pantai, kegiatan di pelabuhan,maupun biota di sekitar pantai. Penelitian tentang prediksi pasang surut perairanSadeng dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik pasang surut di perairantersebut. Hasil penelitian diperoleh tipe pasang surut di perairan Sadeng adalahcampuran condong harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal) dengan nilaiFormzahl sebesar 0.408.Kata kunci: Sadeng, pasut, admiralty Formzahl1. PENDAHULUAN Pasang surut air laut adalah fenomena naik turunnya muka air laut secaraperodik. Penyebab utamanya adalah pengaruh gravitasi benda-benda langit.Benda-benda langit yang terlibat dalam proses pasang surut tersebut adalahdaya tarik bulan dan matahari. Pasang surut air laut umumnya juga disebutsebagai pasut laut. Fenomena ini dinamakan sebagai fenomena Ocean Tide(Lanuru,2011). Pasang surut merupakan fenomena naik turunnya muka airlaut secara periodik. Fenomena tersebut terjadi di seluruh belahan bumi.Adanya pasang surut terjadi karena gaya pembangkit. Gaya pembangkit iniutamanya berasal dari matahari dan bulan (Ismail,2011). Efek gayapembangkit tersebut terjadi karena adanya rotasi bumi pada sumbunya,peredaran bulan mengelilingi bumi dan peredaran bulan mengelilingimatahari. Bulan dan matahari memberikan gaya gravitasi (tarikan) pada 47
bumi. Gaya tarik gravitasi tersebut menarik air laut ke arah bulan danmatahari dan terjadilah pasang surut air laut. Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahariberada dalam suatu garis lurus. Pada saat tersebut terjadi pasang tinggi yangsangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang purnama initerjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pasang perbani (neap tide)terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Padasaat tersebut terjadi pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yangtinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pada saat bulan seperempat dan tigaper empat (Musrifin,2012). Widyantoro (2014) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 4 tipepasang surut meliputi pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang surutharian ganda (semi diurnal tide), pasang surut campuran condong hariantunggal (mixed tide prevailing diurnal) dan pasang surut campuran condongharian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal). Pasang surut harian tunggal(diurnal tide) adalah tipe pasut yang terjadi satu kali pasang dan satu kalisurut dalam satu hari serta biasanya terjadi di Jakarta, Tarempa, Tuban,Bangka dan Malahayati. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) adalahtipe pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginyahampir sama dalam satu hari serta biasanya terjadi di Lhokseumawe,Semarang, Sabang, dan Dumai. Pasang surut campuran condong hariantunggal (mixed tide prevailing diurnal) adalah tipe pasut yang terjadi tiapharinya satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kalipasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu sertabiasanya terjadi di Celukan Bawang, Makassar dan Jepara. Pasang surutcampuran condong harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal) adalahtipe pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapiterkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali dengan tinggi dan waktuyang berbeda serta biasanya terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia(lihat Gambar 1). 48
Gambar 12 Tipe pasang surut: a. Diurnal; b. Semi diurnal; c. Mixed TidesPrevailingDiurnal; d. Mixed Tides Prevailing Semi Diurnal (Sumber: Widyantoro,2014) Tipe pasut juga dapat ditentukan bersadarkan bilangan Formzahl. Pasutmemiliki sifat periodik sehingga dapat diramalkan dengan data amplitudodan beda fase dari masing-masing komponen pembangkit pasut. Komponenini didasarkan pada bilangan Formzahl (F) sehingga nilai Formzahl yangdigunakan menentukan tipe pasut. Apabila F<0,25 maka tipe pasuttergolong semidiurnal, F diantara 0,25 dan 1,5 maka tipe pasut tergolongcampuran condong harian ganda, F diantara 1,5 dan 3,0 maka tipe pasuttergolong campuran condong harian tunggal serta F>3 maka tipe pasuttergolong harian tunggal (diurnal) (Musrifin,2012). Peristiwa pasang surut ternyata memiliki pengaruh terhadap kehidupanmasyarakat yang tinggal di sekitar perairan, baik pada pengangkutan air,pembangunan di sekitar wilayah pantai, kegiatan di pelabuhan, maupunbiota di sekitar pantai. Pasang surut sangat berpengaruh padapengangkutan air. Kapal yang berlayar maupun yang menepi dipantai sangatdipengaruhi oleh adanya pasang surut air laut. Nelayan biasanya merapat kedermaga ketika air laut yang pasang terjadi, karena pada saat waktu itu akanmudah membawa kapal untuk merapat (Anneahira, 2016). Oleh karena itu,penelitian tentang prediksi pasang surut perairan Sadeng dibutuhkan untukmengetahui karakteristik pasang surut di perairan tersebut.2. KAJIAN PUSTAKA Lokasi penelitian adalah kawasan Perairan Sadeng dengan titik koordinat-8o 50’ 00” LS dan 105o 66’ 70” BT. Perairan Sadeng berada di Desa SongBanyu Pucung, Kecamatan Girisobo, Kabupaten Gunungkidul, DaerahIstimewa Yogyakarta. Perairan Sadeng merupakan salah satu daerah diKabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang memilikipotensi sumberdaya perikanan cukup besar. Usaha perikanan tangkap diSadeng relatif baru. Usaha tersebut mulai berkembang pada tahun 2000 49
dengan nelayan pendatang dari Cilacap dan Jawa Timur (Wahyuningrum etal, 2012). Proses pengangkatan geologis mengubah pola aliran sungai yangawalnya dari hulu mengalir ke selatan dan aliran tersebut beralih mengalir keutara. Pantai Sadeng di bagian tenggara Daerah Istimewa Yogyakartadikenal dengan sebutan “Muara Bengawan Solo Purba”. Sebutan inidisebabkan dahulu Bengawan Solo tidak bermuara ke Laut Jawa melainkanke Samudera Hindia. Sisa-sisa muara tersebut masih dapat dilihat di dekatPantai Sadeng bagian tenggara Kabupaten Gunungkidul (Prasetya,2010). Gambar 13 Peta Lokasi Pantai Sadeng3. METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pasang surut dariUHSLC (University of Hawaii Sea Level Center) selama 15 hari mulai 1 Januari2016 sampai 15 Januari 2016. Data pasang surut tersebut digunakan untukmengetahui tipe pasang surut melalui metode Admiralty. Metode Admiralty ialah satu dari beberapa metode analisis pasang surutyang banyak digunakan dalam pembangunan struktur bangunan pantai,kepentingan navigasi pelabuhan serta perencanaan dan pembangunanwilayah pesisir. Metode ini dipilih karena dapat menganalisis data pendekpasang surut selama 15 hari dan memberikan konstanta-konstanta pasangsurut untuk selanjutnya digunakan dalam penentuan tipe pasang surut sertaelevasi muka air laut yang terjadi (Sangkop, 2015). 50
Hasil akhir perhitungan metode admiralty adalah konstanta-konstantapasang surut. Berdasarkan konstanta-konstant Pasang Surut yang didapatdari hasil analisis dengan menggunakan metode Admiralty maka dapatditentukan tipe pasang surut yang terjadi di pantai Bulo denganmenggunakan angka pasang surut F (Formzahl). Dimana F ditentukansebagai berikut: ������ = ������1 + ������1 ������2 + ������2 F merupakan bilangan formzahl, O1 adalah amplitudo komponen pasangsurut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan, K1 adalahamplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan olehgaya tarik matahari, M2 adalah amplitudo komponen pasang surut gandautama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan, S2 adalah amplitudokomponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarikmatahari (Fadilah, 2013). Hasil penghitungan konstanta harmonik setiapstasiun pengamatan pasang surut didapat beberapa nilai yaitu O1, K1, M2,dan S2. Penggunaan rumus diatas maka didapat nilai bilangan Formzahl.Hasil perhitungan Admiralty kemudian didapatkan bilangan konstantapasang surut yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung nilaiFormzahl. Tipe pasut juga dapat ditentukan bersadarkan bilangan Formzahl. Pasutmemiliki sifat periodik sehingga dapat diramalkan dengan data amplitudodan beda fase dari masing-masing komponen pembangkit pasut. Komponenini didasarkan pada bilangan Formzahl (F) sehingga nilai Formzahl yangdigunakan menentukan tipe pasut. Apabila F<0,25 maka tipe pasuttergolong semidiurnal, F diantara 0,25 dan 1,5 maka tipe pasut tergolongcampuran condong harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal), Fdiantara 1,5 dan 3,0 maka tipe pasut tergolong campuran condong hariantunggal (mixed tide prevailing diurnal) serta F>3 maka tipe pasut tergolongharian tunggal (diurnal) (Musrifin,2012).4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis metode admiralty menghasilkan 9 komponen utamapasang surut. Komponen utama pasang surut tersebut adalah P1, O1 dan K1yang termasuk ke dalam kelompok komponen pasang surut diurnal, sertaK2, N2, S2, dan M2 yang termasuk ke dalam kelompok komponen pasang 51
surut semi diurnal. Metode admiralty juga menghasilkan komponen pasangsurut perairan dangkal yaitu M4 dan MS4 (Nurisman et al, 2011). Berdasarkan hasil analisis data pasang surut Perairan Sadeng denganmetode admiralty didapatkan konstanta – konstanta pasang surut PerairanSadeng. Konstanta-konstanta tersebut digunakan dalam menghitungbilangan Formzahl. Perhitungan menggunakan rumus Formzahl dapat dilihatseperti dibawah ini: Tabel 1 Hasil Konstanta Pasang surut dengan Metode AdmiraltyPerhitungan bilangan Formzahl dari konstanta pasang surut yang didapatkanadalah sebagai berikut;������ = ������1 + ������1 ������2 + ������2 0,064 + 0,105������ = 0,261 + 0,153 0,169������ = 0,414������ = 0.408 Hasil perhitungan menggunakan rumus Formzahl diperoleh hasil F =0.408 maka pasang surut pada Perairan Sadeng dengan koordinat Lintang -8o 50’ 00” dan Bujur 105o 66’ 70” tergolong campuran condong harian ganda(mixed tide prevailing semi diurnal). Adapun grafik data pasang surut PerairanSadeng dapat dilihat gambar dibawah ini: 52
Gambar 14 Grafik Pasut Perairan Sadeng Pembacaan grafik di atas adalah grafik ke atas dibaca sebagai pasangmuka air laut dan grafik ke bawah dibaca sebagai surut muka air laut. Angkayang tertera di bagian bawah grafik merupakan waktu (tanggal-bulan-tahunjam:menit) terjadinya pasang surut air laut. Angka yang tertera di sebelahkiri merupakan nilai kecepatan terjadinya pasang surut dalam satuan m/s.Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui tipe pasang surut Perairan Sadengadalah campuran condong harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal).Kedua hasil tipe pasang surut yang diperoleh dari perhitungan bilanganFormzahl maupun pembacaan grafik di atas sama yaitu campuran condongharian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal). Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa kedalaman dasarlaut di perairan selatan Yogyakarta hingga batas 12 mil ke arah laut lepasberkisar antara 5 m hingga 350 meter. Kedalaman dasar laut tersebut dengankenaikan nilai kontur berangsur meninggi dengan pola sejajar pantai.Perairan selatan Yogyakarta memiliki tipe pasang surut mixed tidepredominantly semi diurnal atau pasang surut campuran condong harianganda. Tipe pasut tersebut terjadi dalam satu hari dengan dua kali pasangdan dua kali surut (Yudhicara et al, 2016). Penelitian lain juga menyebutkanbahwa Perairan Sadeng memiliki tipe pasang surut campuran condongharian ganda dimana dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kalisurut dengan tinggi dan periode yang berbeda (Gumelar et al, 2016).5. KESIMPULAN DAN SARAN Tipe pasang surut di Peraian Sadeng tergolong campuran condong harianganda (mixed tide prevailing semi diurnal) dengan nilai Formzahl sebesar0.408. Kedua hasil tipe pasang surut yang diperoleh dari perhitunganbilangan Formzahl maupun pembacaan grafik di atas sama yaitu campurancondong harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal). 53
Saran untuk paper selanjutnya adalah perlu dilakukan pemodelan pasangsurut dari nilai komponen pasang surut yang sudah diperoleh sebagaiprediksi pasang surut di masa mendatang. Pemodelan tersebut supayadapat dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan atau kelautan sepertitransportasi perairan, kegiatan nelayan, navigasi, pembangunan bangunanpantai dan lain-lain.6. UCAPAN TERIMA KASIH Terimaksih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ayu PujiLarasati, Farid Ibrahim, Edwin Maulana dan Theresia Retno Wulan yang telahmembantu dalam penyusunan paper ini.DAFTAR PUSTAKAAnneahira. 2016. Fenomena Air Pasang Surut. www.anneahira.com/air-pasang.htm diakses 30 Agustus 2016 pukul 20:34 WIBGumelar, jaka., Bandi Sasmito dan Fauzi Janu Amarrohman. 2016. Analisis Harmonik dengan Menggunakan Teknik Kuadrat Terkecil untuk Penentuan Komponen- Komponen Pasut di Wilayah Laut Selatan Pulau Jawa dari Satelit Altimetri Topex/Poseidon dan Jason-1. Jurnal Geodesi Undip. SemarangIsmail, Mochamad Furqon Aziz. 2011. Model Hidrodinamika Arus Pasang Surut di Perairan Cirebon. ISSN 0125-9830. 37(2):263-275. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi-LIPILanuru, M, dan Suwarni, 2011. Pengantar Oseanografi. Bahan Ajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.117 hal.Musrifin. 2012. Analisis dan Tipe Pasang Surut Perairan Pulau Jemur Riau. Riau. ISSN 0126-4265. 40(1):101-108Nurisman, Nanda., Fauziyah dan Heron Subakti. 2011. Karakteristik Pasang Surut di Alur Pelayaran Sungai Musi Menggunakan Metode Admiratly. Maspari Journal. 4(1):110-115Prasetya, Dwi.2010. Visualisasi Kerusakan Lingkungan Sungai Bengawan Solo. Universitas Sebelas Maret. SurakartaWahyuningrum, Prihatin Ika., Tri Wiji Nurani dan Tiara Anggia Rahmi. 2012. Usaha Perikanan Tangkap Multi Purpose di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Maspari Journal. 4(1):10-22Widyantoro, Bayu Triyogo. 2014. Karakteristik Pasang Surut Laut di Indonesia. Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No. 1 Agustus 2014: 65-72.Yudhicara, A. Yuningsih., A. Mustafa., N.A. Kristanto dan Y. Noviadi. Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta. http://www.mgi.esdm.go.id/content/potensi-kebencanaan-geologi-di-kawasan- pesisir-selatan-di-yogyakarta. Puslitbang Geologi Kelautan. 54
KAJIAN OBJEK WISATA PANTAI WEDIOMBO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Feni Ayuputri Arifin1, Theresia Retno Wulan2, Faizah Rahmayadi Yusuf1, Dwi Sri Wahyuningsih2, Edwin Maulana2 1Prodi Ilmu Kelautan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Fakultas Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang 2Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial, Yogyakarta Email : [email protected] ABSTRACTThe tourism sector in the current era of globalization is one of the most promisingindustries. The purpose of this study was to determine the nature condition and appealof Wediombo beach. The method used in this research is descriptive qualitative method.Based on research carried out showed that the condition of Wediombo beach has abeautiful nature. Wediombo beach have adequate public facilities, such as theavailability of parking, rest rooms, a dining area, Pos SAR, and the surf camp. Thenumber of tourists Wediombo beach increasing by the largest amount in 2014 is 71 122people. Wediombo coast has two tourist attraction that is nature tourism landscape asthe scenery and cultural attractions such as Ngalahi.Keywords: Tourism, Karst, Wediombo, Jepitu, Wonosari1. PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang Kepariwisataan No.10 Tahun 2009, pariwisataadalah segala macam kegiatan wisata dengan didukung berbagai fasilitasserta layanan yang disediakan oleh pihak-pihak terkait seperti masyarakat,pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata merupakanindustri padat karya yang memerlukan orang-orang dengan keterampilanprofesional. Sektor ini juga mampu menyerap tenaga kerja yang tidakterdidik dan tidak terlatih. Penyerapan tenaga kerja dianggap sebagai halyang memiliki dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dapatdilihat dari adanya kesempatan kerja jangka pendek. Dampak negatif dapatdilihat dari keberlanjutan industri dalam jangka panjang dan inisiatifkebijakan terhadap pekerjaan yang layak (Kementerian Pariwisata danEkonomi Kreatif Republik Indonesia, 2012). Salah satu sektor pariwisata yang banyak diminati saat ini adalahpariwisata alam. Salah satu pariwisata berbasis alam adalah pantai. Pantai 55
yang diminati wisatawan bukan hanya menyajikan keindahan alam saja,namun harus memiliki daya tarik wisata dan fasilitas pendukung. MenurutUndang-Undang Kepariwisataan No.10 Tahun 2009, daya tarik wisataadalah segala sesuatu yang bernilai unik, indah, terdapatnyakeanekaragaman kekayaan alam dan budaya, serta hasil buatan manusiasebagai sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisataberhubungan dengan daerah tujuan wisata. Menurut Peraturan DaerahKabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang PenyelenggaraanKepariwisataan menyebutkan bahwa daerah tujuan wisata atau destinasipariwisata yaitu kawasan geografis yang berada satu atau lebih wilayahadministratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait danmelengkapi terwujudnya kepariwisataan. Adapun faktor utama di sektor pariwisata adalah pengembanganpariwisata. Pengembangan pariwisata yang optimal mampu meningkatkanpertumbuhan ekonomi. Optimalisasi tersebut juga harus didasari denganpenanganan dengan baik di sektor pariwisata seperti pengembangan objek-objek wisata. Sektor pariwisata harus mulai meninggalkan tentangperencanaan jangka pendek dan mampu melihat dalam prespektif jangkapanjang dengan memperhitungkan segala pengaruh yang mungkin akantimbul dan berpengaruh terhadap dunia pariwisata (Sari dan Indah, 2011).Optimalisasi pengembangan pariwisata sejalan dengan sasaran yang akandicapai dalam rangka otonomi daerah seperti yang tertuang dalam UUNomor 32 Tahun 2004. Pemerintah daerah dalam pelaksanaanpembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat harus dapatmenggali potensi-potensi yang ada di daerahberupa potensi-potensi yangberkenaan dengan pariwisata dengan tujuan dapat meningkatkan PAD. Upaya pengembangan objek wisata Pantai Wediombo di KabupatenGunungkidul perlu diketahui dan ditinjau lebih dalam. Upayapengembangan tersebut dapat dilihat dari kondisi dan daya tarik PantaiWediombo. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untukmengetahui kondisi dan daya tarik Pantai Wediombo. Berdasarkanpenelitian sebelumnya tentang pengembangan Pantai Wediombo diperolehhasil obyek wisata Pantai Wediombo memiliki potensi keadaan pantai yangmasih alami dan berkarakteristik hamparan pasir putih berbentuk teluklandai. Pengembangan Pantai Wediombo tetap diupayakan olehPemerintah Kabupaten Gunungkidul dengan semaksimal mungkinmeskipun dalam pengembangan Obyek Wisata Pantai Wediombo 56
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menjumpai beberapa hambatan.Hambatan tersebut tidak menjadikan kinerja Pemerintah KabupatenGunungkidul menjadi menurun. Obyek Wisata Pantai Wediombo tetap akandikembangkan sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Gunungkidul(Kusumaningrum et al,2009).2. KAJIAN PUSTAKA Wilayah Kabupaten Gunungkidul terletak antara 7o 46’ - 8o 09’ LS dan 110o21’ - 110o 50’ BT. Kabupaten Gunungkidul berbatasan dengan KabupatenKlaten, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah di sebelah utara. SamuderaHindia di sebelah selatan dan Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, DaerahIstimewa Yogyakarta di sebelah barat. Kabupaten Gunungkidul memilikibanyak destinasi pariwisata alam pantai seperti Pantai Sadeng, PantaiSadranan, Pantai Siung, Pantai Baron dan Pantai Wediombo. PantaiWediombo terletak di Desa Jepitu Kecamatan Girisubo KabupatenGunungkidul. Pantai Wediombo memiliki pemandangan yang luar biasatetap menyuguhkan pemandangan pantai yang luar biasa. Akses jalan kepantai ini sangatlah mudah dijangkau dengan memanfaatkan papanpenunjuk arah jalan. Penelitian ini dilakukan di Pantai Wediombo.Gambar 15 Peta Lokasi Pantai Wediombo 57
3. METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu dataprimer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapangan. Surveilapangan yang dilakukan adalah melakukan pemotretan kawasan wisatamenggunakan pesawat UAV (Unmanned Aerial Vehicle), dokumentasimenggunakan kamera digital serta wawancara kepada masyarakatsetempat di Pantai Wediombo. Data sekunder diperoleh dari studi literaturuntuk mengetahui gambaran umum Pantai Wediombo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifkualitatif. Penelitian menggunakan metode kualitatif adalah penelitiandengan analisis dan penjelasan tentang fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,sikap kepercayaan, persepsi seseorang atau kelompok terhadap sesuatu(Hamdi dan Bahrudin,2014). Metode deskriptif kualitatif cenderung memperhatikan data pustaka.Metode tersebut berhubungan dengan karya pikir atau karya cipta manusia.Sumber data pusataka yang digunakan dalam penelitian menggunakanmetode deskriptif kualitatif memiliki jangkauan yang lebih luas daripadasumber data lapangan (Wibowo,2011).4. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Kondisi Pantai Wediombo Berdasarkan survei lapangan 8 Agustus 2016 diketahui kondisi PantaiWediombo bersih dan cukup ramai pengunjung. Perjalanan yang ditempuhuntuk mencapai pantai ini membutuhkan waktu 45 menit dari arah KotaWonosari dengan kendaraan. Rute yang dilewati dari arah Wonosari yaituWonosari-Mulo-Tepus-Pantai Wediombo. Pantai Wediombo mudahditemukan karena di pintu masuk pantai terdapat bangunan dengan namaPantai Wediombo. Akses jalan menuju tempat wisata yang mudah sejalandengan komponen penyusun pariwisata menurut Yoeti (1997) yaituaksesibilitas. Aksesibilitas merupakan kemudahan mencapai daerah tujuanwisata baik secara jarak geografis atau kecepatan teknis serta adanya saranatransportasi ke tempat tujuan. Pantai Wediombo memiliki kemudahan aksesjalan tersebut, transportasi untuk mencapai pantai dan hal tersebutmempengaruhi jumlah kunjungan wisata menjadi meningkat. Letak Pantai Wediombo tersembunyi ketika turun dari kendaraan. Pantaitersebut harus dicapai dengan menuruni anak tangga yang cukup panjangkarena Pantai Wediombo terletak di bagian bawah yaitu diantara tebingyang membuat pantai ini seperti berada di teluk. Kondisi anak tangga untuk 58
mencapai Pantai Wediombo berfungsi dengan baik dan kondisinya bagus(lihat Gambar 2). Menurut Rencana Induk Pembangunan KepariwisataanDaerah Istimewa Yogyakarta Pantai Wediombo sebagai kawasan wisatapantai berbasis konservasi dan relaksasi. Pernyataan tersebut sesuai dengankondisi Pantai Wediombo yang masih bersifat alami, bersih dan memilikipemandangan indah. Gambar 16 Anak tangga untuk mencapai Pantai Wediombo Pantai Wediombo juga dilengkapi fasilitas yang memadai seperti tempatparkir, toilet, tempat makan, pos SAR (SearcH and Rescue) dan surf camp(lihat Gambar 3). Tempat parkir di Pantai Wediombo cukup luas dan terbagimenjadi dua yaitu tempat parkir sepeda motor dengan luasan lahan dapatmenampung lebih kurang 20 motor dan tempat parkir mobil dengan luasanlahan dapat menampung lebih kurang 6 mobil. Toilet di Pantai Wediombokondisinya baik dan terjaga kebersihannya. Toilet di Pantai Wediombotersedia 24 jam untuk memudahkan wisatawan yang sedang campingdisana. Kondisi toilet juga sama baiknya dengan kondisi tempat makan diPantai Wediombo yang tertata rapi dan terjaga kebersihannya di dekattempat parkir sepeda motor dan di area dekat pantai. Tempat makan dipantai tersebut menjual berbagai makanan minuman dan olahan hasiltangkapan laut. Pos SAR juga telah tersedia untuk memantau aktivitaspengunjung seperti snorkeling, bermain air di pantai atau berselancar. PantaiWediombo juga menyediakan surf camp bagi peselancar pemula. Peselancarpemula dapat mengikuti kelassurfing singkat selama 1,5 jam denganmenghubungi Wediombo Surfing Society yang berada di lokasi. 59
Gambar 17 Fasilitas umum di Pantai Wediombo: A. Tempat parkir, B. Toilet, C. Tempat Makan, D. Pos SAR, E. Surf camp Semakin tahun jumlah kunjungan wisatawan ke wisata di KabupatenGunungkidul semakin meningkat baik wisatawan domestik maupunwisatawan mancanegara. Peningkatan tersebut dimungkinkan disebabkanoleh pengembangan objek wisata seperti kelengkapan fasilitas umum, aksesjalan yang mudah dan daya tarik dari masing-masing tempat wisata. Rincianjumlah wisatawan mancanegara dan domestik di Kabupaten Gunungkidultahun 2011-2015 dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 2 Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Domestik di Kabupaten Gunungkidul 2011-2015Tahun Wisatawan Jumlah 2011 Mancanegara Domestik 616.6962012 1.000.387 2013 1.299 615.397 1.337.4382014 1.955.817 2015 1.800 998.587 2.642.759 3.751 1.33.687 3.060 1.952.757 4.125 2.638.634 Sumber: BPS, 2015 Peningkatan jumlah wisatawan di atas juga sejalan dengan peningkatanjumlah wisatawan di Pantai Wediombo dengan jumlah wisatawan tertinggitahun 2014 sebesar 71.122 orang. Peningkatan tersebut dapat disebabkanoleh semakin berkembangnya beberapa aspek pendukung tempat wisataseperti kelengkapan fasilitas umum, akses jalan yang mudah dan daya tariktempat wisata. Rincian jumlah wisatawan di Pantai Wediombo tahun 2011-2014 dapat dilihat pada Grafik 1. 60
Grafik Jumlah Wisatawan Pantai Wediombo tahun 2011-2014 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 2011 2012 2013 2014 Grafik 1 Jumlah Wisatawan di Pantai Wediombo tahun 20111-2014 (Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunungkidul) Amenitas merupakan sarana dan prasarana yang terdapat di tempatwisata. Yoeti (1990) menyatakan bahwa sarana kepariwisataan adalahperusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawansedangkan prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yangmemungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembangserta dapat memberikan pelayanan pada wisatawan untuk memenuhikebutuhan mereka yang beragam. Ketersediaan fasilitas yang memadai diPantai Wediombo juga menjadi faktor pendukung meningkatnya jumlahkunjungan wisatawan.4.2 Daya Tarik Pantai Wediombo Pantai Wediombo memiliki daya tarik dari sisi pemandangan bentangalam dan budaya. Daya tarik Pantai Wediombo dari sisi pemandanganbentang alam yaitu Pantai Wediombo dipenuhi dengan pecahan batu dantebing-tebing berwarna coklat serta pepohonan tinggi berada di sekitarpantai. Biasanya pengunjung memanfaatkan tebing tersebut untukmemancing dari ketinggian. Jalan yang ditempuh untuk mencapai tebingmudah dijangkau karena telah dibuat jalan setapak. Aktivitas yang dapatdilakukan wisatawan di obyek wisata Pantai Wediombo selain memancingdari ketinggian adalah menikmati keindahan alam yang masih alami,berenang di pantai, bermain pasir, menikmati matahari tenggelam danberselancar. Pasir di Pantai Wediombo berwarna putih kecoklatan. Pasir 61
dengan warna seperti itu berasal dari material pecahan karang. Rata-ratapantai di Kabupaten Gunungkidul memiliki material pasir berasal daripecahan karang (lihat Gambar 4). Gambar 18 Pemandangan bentang alam di Pantai Wediombo Aktivitas masyarakat setempat yaitu mencari ikan, mencari kerang untukdijadikan cinderamata bagi pengunjung. Aktivitas masyarakat di PantaiWediombo sependapat dengan seorang ahli Pendit (1990) dalam Soebagyo(2012) bahwa pariwisata merupakan sektor yang kompleks denganmelibatkan industri-industri klasik seperti kerajinan tangan, cinderamataserta usaha-usaha penginapan, restoran dan transportasi. Adapun daya tarik Pantai Wediombo lainnya adalah kegiatan budayasedekah laut (Ngalahi). Kegiatan tersebut biasanya dilaksanakan padapertengahan bulan April. Ngalahi merupakan prosesi menangkap ikandengan cara menggunakan jaring yang dipancangkan dari bukit Kedungwokdan dihalau bersama-sama ke laut. Penjabaran tersebut sejalan denganketerangan yang dituliskan dalam penelitian sebelumnya bahwa kegiatanbudaya yang dilaksanakan oleh masyarakat Pantai Wediombo setiap tahunpada pertengahan bulan April adalah budaya “Ngalahi”. Budaya inimerupakan upacara prosesi menangkap ikan dengan cara menggunakangawar atau jaring yang dipancangkan dari bukit Kedungwok dan dihalaubersama-sama ke laut oleh masyarakat setempat. Selanjutnya, dilakukanperentangan saat air pasang dengan tujuan menjebak ikan yang terbawaombak sehingga tidak dapat kembali ke laut. Ikan-ikan yang terperangkapdalam jaring diambil ketika air laut surut. Masyarakat setempat kemudian 62
sibuk membersihkan dan memasak ikan tangkapan. Sebagian kecil ikandilabuh lagi ke lautan bersama nasi dan sesaji. Sebagian besar lainnya dibagisesuai dengan jumlah keluarga penduduk setempat dan diantar ke rumah-rumah warga. Acara mengantar ikan ke rumah-rumah warga. Acara tersebutdisebut kenduri besar. Kenduri besar merupakan wujud kearifan lokal bahwasemua ikan tergolong rezeki bersama (Kusumaningrum et al,2009). Pakar Pariwisata Indonesia, Yoeti (1996) menyatakan bahwa atraksiwisata merupakan semua yang berada di daerah wisata, bersifat menarikwisatawan untuk berkunjung seperti benda-benda yang ada di alam, hasilciptaan manusia dan adat istiadat yang ada di tempat tersebut. Atraksidibedakan menjadi dua yaitu site attraction (tempat menarik dengan iklimnyaman dan pemandangan indah) dan event attraction (festival, upacaraadat, pameran dan sebagainya). Atraksi yang ada di Pantai Wediombotergolong dalam event attraction yaitu budaya Ngalahi. Budaya ini tergolongcukup unik karena hanya dilaksanakan pada pertengahan April olehmasyarakat pesisir Kabupaten Gunungkidul. Atraksi tersebut menjadi dayatarik wisata Pantai Wediombo sehingga wisatawan berminat untukmengetahui prosesi berlangsungnya budaya Ngalahi dan hal ini berdampakpada jumlah kunjungan wisata meningkat tiap tahunnya baik wisatawandomestik maupun mancanegara.5. KESIMPULAN DAN SARAN Kondisi wisata alam Pantai Wediombo tergolong baik dan cukup ramaipengunjung dengan jumlah pengunjung pada tahun 2008 sebesar 15.839orang dan berada di peringkat ketiga sebagai pantai yang diminatiwisatawan tahun 2008. Pantai Wediombo juga memiliki fasilitas umum yangmemadai seperti tersedianya tempat parkir, toilet, tempat makan, pos SARdan surf camp. Pantai Wediombo memiliki dua daya tarik wisata yaitu wisataalam seperti pemandangan bentang alam dan wisata budaya sepertiNgalahi.6. UCAPAN TERIMA KASIH Terimaksih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada FaizahRahmayadi Yusuf, Dwi Sri Wahyuningsih, Edwin Maulana dan TheresiaRetno Wulan yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan paperini. 63
DAFTAR PUSTAKABadan Pusat Statistik. 2012. Gunungkidul dalam Angka 2012. GunungkidulBadan Pusat Statistik. 2013. Gunungkidul dalam Angka 2012. GunungkidulBadan Pusat Statistik. 2014. Gunungkidul dalam Angka 2012. GunungkidulBadan Pusat Statistik. 2015. Gunungkidul dalam Angka 2012. GunungkidulBadan Pusat Statistik. 2016. Gunungkidul dalam Angka 2012. GunungkidulDinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil. 2014. Profil Perkembangan Penduduk Tahun 2014 Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten GunungkidulDinas Pendataan dan Pengelolaan. 2016. Informasi Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. YogyakartaHamdi, Asep Saepul dan E. Bahrudin. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta: DeepublishKementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. 2012. Rencana Strategis Pariwisata Berkelanjutan dan Green Jobs untuk Indonesia. JakartaKusumaningrum, Ambarwati., Tundjung Wahadi Sutirto dan Bambang Ary Wibowo. 2009. Pengembangan Obyek Wisata Pantai Wediombo sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Gunungkidul. SurakartaPerda Daerah Istimewa Yogyakarta. 2012. Peraturan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2025. YogyakartaPerda Kabupaten Gunungkidul. 2013. Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. GunungkidulSari, Dewi Kusuma dan Indah Susilowati. 2011. Pengembangan Pariwisata Obyek Wisata Pantai Sigandu Kabupaten Batang. Semarang: Universitas DiponegoroSoebagyo.2012. Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia. Jurnal Liquidity. 1(2):153-158. JakartaUndang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-Undang No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. JakartaWibowo, Wahyu. 2011. Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah. Jakarta: Penerbit Buku KompasYoeti, Oka A. 1990. Pemasaran Pariwisata. Bandung: AngkasaYoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: AngkasaYoeti, Oka A. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita 64
KAJIAN GEOMORFOLOGI WILAYAH KEPESISIRAN UNTUK PENGEMBANGAN WISATA PANTAI (STUDI KASUS: WILAYAH KEPESISIRAN WOHKUDU DAN KESIRAT, GIRIKARTO, PANGGANG, GUNUNGKIDUL) Suci Yolanda1, Yuli Widyaningsih2, Mutiara Ayu M H3, Egha Friyansari4 Fakultas Geografi, UGM1,2,3,4 E-mail : [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRACTCoastal areas have natural resources that can be managed by people as touristattraction. The research aims to identify landform in Wohkudu and Kesirat Coastal Areaand analyse potential tourism based on landforms. Landform is map unit that is used todetermine potensial tourism. Every landform is assessed to analyse the potentials andobstacles that can be used to develop tourism aspect. SWOT (Strength, Weakness,Opportunity, and Threat) method is used to analyse the potensial tourism. The result ofthis paper shows that there are four landform in Kesirat and Wohkudu’s Coastal Areawhich are pocket beach, karst cone with rounded peaks, karst valley and cliff. Kesiratand Wohkudu’s Coastal Area have potential attraction with beautiful landscape of whitesand in pocket beach and the scene of sunset at the edge of cliff. Tourist attractions alsocome from bubuh-bubuh culture which is held for every years. However, there areseveral aspects that challenge the tourism organizer, in this case is government ofGirikarto. These aspects are related to accessibility, optimizing of society activities andfasilities.Keywords: (Landform, Coastal, Potential, Tourism)1. PENDAHULUAN Wilayah pesisir menyimpan sumberdaya alam yang sangat potensialsehingga banyak dimanfaatkan untuk dikelola. Saat ini tercatat sekitar 60persen penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir. Kay dan Alder(1999) mengatakan “The band of dry land adjancent ocean space (water andsubmerged land) in which terrestrial processes and land uses directly affectoceanic processes and uses, and vise versa”, hal tersebut diartikan bahwawilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan batasan wilayah daratan danwilayah perairan dimana proses kegiatan atau aktivitas di bumi danpenggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan. Wilayah pesisir merupakan wilayah dengan karakteristik yang unikkarena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautansebagaimana telah disinggung sebelumnya, hal ini berpengaruh terhadap 65
kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar lautmemiliki kontur yang relatif datar. Garis batas nyata untuk wilayah pesisirsangat sulit untuk ditentukan, hanya berupa garis khayal yang ditentukanoleh kondisi setempat. Ekosistem wilayah pesisir dapat dipandang daridimensi ekologis yang memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia yaitusebagai penyedia sumberdaya alam, penerima limbah, penyedia jasa-jasapendukung kehidupan manusia (life support service), dan penyedia jasa-jasakenyamanan (amenity services) (Bengen, 2001). Pantai Wohkudu dan Kesirat merupakan salah satu pantai yang terletakdi Desa Girikarto, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul. Pantai initerletak berdekatan dan hanya dibatasi oleh beberapa barisan bukit yangmenjorok ke samudra. Kedua pantai ini masih belum dikenal secara luassebagai tempat wisata. Pengembangan wisata di pantai ini juga belumterlihat intensif. Namun sudah cukup banyak pengunjung dari luar daerahyang mengunjungi kedua pantai ini untuk tujuan wisata. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa Pantai Wohkudu dan Kesiratmemiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tempat wisata pantai.Namun untuk mengembangkan suatu wilayah menjadi tempat wisata perlubeberapa pertimbangan. Salah satu pertimbangan dalam mengembangkantempat wisata adalah kondisi fisik wilayah tersebut yang dapat dikaji denganpendekatan geomorfologi. Menurut Panizza (1996), wilayah yang disusunoleh bentuklahan dan memiliki nilai disebut sebagai aset geomorfologi.Pantai Wohkudu dan Kesirat merupakan aset geomorfologi karena memilikinilai sosioekonomi bagi warga setempat. Oleh karena itu, kajianpengembangan potensi sumberdaya alam dengan pendekatangeomorfologi di Wilayah Kepesisiran Kesirat dan Wohkudu untuk kegiatanwisata perlu dilakukan. Kajian ini dapat digunakan sebagai bahanpertimbangan untuk mengembangkan wisata di kedua pantai ini. Jikapengembangan wisata dilakukan dapat berdampak positif terhadap kondisisosial dan ekonomi masyarakat di sekitar pantai.2. KAJIAN PUSTAKA2.1 Geomorfologi Kepesisiran Kondisi geomorfologi suatu wilayah dapat digunakan sebagai dasarutama dalam pengembangan dan pengelolaan suatu wilayah supaya dapatdipergunakan secara berkelanjutan. Geomorfologi merupakan ilmu yangmempelajari bentuklahan secara genesis serta proses-proses yangmempengaruhi bentuklahan serta hubungan timbal balik antara 66
bentuklahan dan proses-proses tersebut dalam konteks keruangan (Zuidam,1979). Pada dasarnya geomorfologi mempelajari bentuk bentangalam danbentuklahan. Sementara itu geomorfologi kepesisiran berkaitan dengankarakteristik bentuk kepesisiran (bentuklahan), proses yang bekerja, danperubahan yang terjadi pada wilayah tersebut (Bird, 2008). Perkembanganteknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mempermudah dalammenginterpretasikan kenampakan geomorfologi, khususnya dalam hal inikenampakan geomorfologi di wilayah kepesisiran (Noor, 2011).2.2 Wilayah Kepesisiran Secara ekologis, wilayah kepesisiran merupakan wilayah peralihanantara daratan dan lautan yang memiliki dua macam batas. Batas pertamadapat ditinjau dari garis batas yang sejajar terhadap garis pantai sementarabatas kedua merupakan batas yang ditarik tegak lurus terhadap garis pantai.Sementara itu, menurut Beatley, dkk (1994), pesisir adalah suatu wilayahperalihan antara daratan dan lautan, ke arah darat mencakup daerah yangmasih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah lautmeliputi daerah paparan benua (continental shelf). Wilayah kepesisiran merupakan ekosistem yang dinamis dan memilikipotensi yang besar. Namun demikian ancaman terhadap wilayah kepesisirandapat berupa gangguan baik dari darat maupun dari laut (Dahuri dkk, 2001).Oleh karena itu kajian mengenai potensi sumberdaya alam di wilayahkepesisiran sangat penting untuk dilakukan.2.3 Pengertian Pariwisata Pariwisata di kenal dunia dengan istilah tourism, yang apabiladiterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Kepariwisataan”.Menurut McIntosh (1990), pariwisata adalah gabungan gejala atau hubunganyang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta masyarakattuan rumah dalam proses enarik dan melayani wisatawan serta penunjanglainnya.2.4 Aspek Kepariwisataan Terdapat 5 aspek pariwisata yaitu:a. Aspek Fisik Aspek Fisik meliputi kondisi Geografi, Geologi, Topografi, Klimatologi, dan Hidrologi.b. Aspek Daya Tarik Wisata 67
Aspek yang mendorong manusia untuk mengunjungi atau melakukan kegiatan di suatu tempat.c. Aspek Aksesibilitas Komponen infrastruktur baik fisik dan non fisik yang mendorong kegiatan pariwisata berjalan.d. Aspek Aktivitas dan Fasilitas Fasilitas yang berfungsi sebagai pelengkap dan untuk memenuhi berbagai kebutuhan wisatawan yang bermacam-macam. Bovy dan Lawson (1977) menyebutkan bahwa fasilitas adalah atraksi buatan manusia yang berbeda dari daya tarik wisata yang lebih cenderung berupa sumberdaya.e. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Aspek sosial ekonomi menjadi tolak ukur posisi pariwisata dalam sektor unggulan atau bukan di suatu daerah. Sedangkan kebudayaan bersifta dinamis yang mudah terpengaruh oleh kegiatan pariwisata.3. METODOLOGI PENELITIAN Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dandata primer. Data sekunder yang dibutuhkan adalah Peta Rupa BumiIndonesia skala 1:25.000 lembar Panggang, citra Google Earth tahun 2015,dan Peta Seri Tanah skala 1:50.000. Data primer yang digunakan dalampenelitian ini adalah informasi dari warga sekitar yang terlibat langsungdalam pengelolaan Pantai Wohkudu dan Kesirat. Informasi tersebutdiperoleh dengan cara melakukan wawancara terbuka kepada warga sekitar.Wawancara juga dilakukan kepada pengunjung pantai maupun yang pernahberkunjung ke pantai. Data sekunder yang diperoleh kemudian diolah untuk mengidentifikasibentuklahan di wilayah kepisisiran. Hasil interpretasi bentuklahan kemudiandivalidasi dengan melakukan pengecekan langsung di lapangan. Hasil petabentuklahan yang telah divalidasi kemudian dikaitkan dengan hasilwawancara. Pengkaitan kedua informasi tersebut digunakan untukmengidentifikasi potensi pariwisata di Pantai Wohkudu dan Kesirat. Analisispotensi pariwisata dilakukan menggunakan teknik analisis SWOT (Strength,Weakness, Opportunity, and Threat). 68
4. PEMBAHASAN4.1 Identifikasi Bentuklahan Bentuklahan yang dijumpai di wilayah kepesisiran Kesirat dan Wohkuduadalah gisik saku (warna biru muda), cliff dan runtuhan batu (warna biru tua),kerucut karst puncak membulat (warna oranye), dan lembah perbukitankarst (warna nila), seperti yang ditunjukkan dalam gambar 1 berikut. Gambar 1. Bentuklahan di Wilayah Kepesisiran Kesirat dan Wohkudu Bentuklahan gisik saku hanya dapat dijumpai di pesisir Wohkudu. Gisikdi pesisir Wohkudu diapit oleh dua perbukitan karst dengan lereng curam.Gisik ini terbentuk akibat adanya proses pemecahan material batuan hasilruntuhan tebing oleh tenaga alam (gelombang, ombak, dan cuaca) danpecahan cangkang organisme laut. Tenaga gelombang dan ombakmenyebabkan material hasil runtuhan tebing terkikis terus menerus dankemudian mengalami pengendapan di dataran. Dinamika Pantai Wohkudu yakni berupa akresi pada wilayah gisiksehingga termasuk dalam tipologi marine deposition coast (ditunjukkan padaGambar 1). Klasifikasi ini didasarkan pada klasifikasi tipologi pesisir sekundermenurut Shepard (1972) dalam Pethick (1984) dalam Marfa’I, dkk (2013).Pesisir sekunder merupakan pesisir yang memiliki konfigurasi yangterbentuk akibat dari adanya control dari proses-proses yang berasal dariaktivitas laut (marine) atau organisme laut, sementara pesisir yang memilikikonfigurasi yang terbentuk akibat dari proses-proses yang bukan berasal dariaktivitas laut atau lebih dikontrol oleh proses yang berasal dari darat(terrestrial) disebut dengan pesisir primer (Marfai, dkk. 2013). 69
Gambar 2. Marin deposition coast (Wohkudu) Kerucut Karst Puncak Membulat yang termasuk dalam wilayahkepesisiran ini memiliki karakteristik berupa bentuk puncak yang membulat(kubah) sedangkan bagian lerengnya cukup terjal. Ketinggian kubah karstyang teridentifikasi di wilayah kepesisiran Wohkudu dan Kesirat adalahsekitar 50 meter. Kerucut karst ini terletak berasosiasi dengan lembahperbukitan karst di bagian selatan. Kerucut karst ini membentuk kumpulanbukit yang saling menyatu dan membentuk pola lembah dengan bentukseperti bintang yang disebut kegelkarst (Haryono & Adji, 2004). Namun polalembah tersebut tidak termasuk dalam wilayah kepesisiran. Lembah perbukitan karst terletak di sepanjang garis kepesisiran danberasosiasi dengan tebing yang berhadapan langsung dengan laut. Lembahperbukitan karst memiliki morfologi bergelombang. Material dasar yangmenyusun adalah batugamping. Hal tersebut menyebabkan adanya prosespelarutan batugamping. Material batuan yang lebih resisten akanmembentuk bentuk morfologi positif (perbukitan kerucut karst) dan materialyang mudah terlarut membentuk morfologi negatif (lembah perbukitankarst) (Kusumayudha, 2005). Pada bentuklahan ini banyak dijumpai adanyafosil hewan laut di tanah. Hal ini menunjukkan bahwa dahulu wilayah dataranini berada di bawah permukaan air laut. Adanya proses endogen yangbekerja menyebabkan wilayah ini terangkat ke permukaan hingga menjadidataran tinggi. Cliff dan runtuhan batu. Cliff (tebing) merupakan lereng kepesisiranterjal hasil pemotongan formasi batuan (Bird, 2008). Lereng ini berhadapanlangsung dengan laut dan berasosiasi dengan proses erosi subaerial padatebing. Hugget (2011) menjelaskan bahwa cliff merupakan lereng vertikalyang terbentuk akibat adanya pengangkatan material batuan dasar ke ataspemukaan air laut. Adanya proses pengikisan material penyusun tebing oleh 70
tenaga gelombang laut yang berlangsung terus menerus menyebabkan batugamping yang menyusun tebing menjadi semakin terkikis. Hasil kikisantersebut membentuk cekungan dan dapat menyebabkan runtuhan tebing.Di sepanjang wilayah kepesisiran Kesirat banyak dijumpai material runtuhanbatu di sepanjang pantai. Karakteristik berupa adanya cliff dan rockfall disepanjang garis pantai Kesirat menunjukkan pesisir ini termasuk dalamtipologi subaerial deposition coast. Tipologi ini dicirikan dengan adanyalongsoran tebing curam yang ada di pinggir pantai membentuk runtuhanbatuan seperti terlihat pada Gambar 3 berikut ini (Marfai, dkk., 2013). Gambar 3. Subaerial deposistion coast (Kesirat)4.2 Potensi Wisata Setiap Bentuklahan Gisik Saku. Bentuklahan gisik saku tersusun atas material lepas-lepashasil dari rombakan karang dan cangkang hewan laut. Identifikasi aspekabiotik dari wilayah ini dapat dijabarkan berdasarkan karakteristikoseanografi dan tutupan lahan. Karakteristik oseanografi dari wilayah iniyakni dipengaruhi oleh beberapa proses, yaitu sedimentasi, erosi oleh angindan gelombang air laut, serta pasang surut air laut. Sementara itu, tutupanlahan yang mendominasi disekitar beting gisik adalah berupa rumput dansemak belukar (vegetasi alami/nonbudidaya). Aktivitas pariwisata di Pantai Wohkudu sudah mulai dikenal sebagaisalah satu destinasi wisata di Desa Girikerto sejak tahun 2015. Seperti yangdijelaskan dalam Tabel 1 nomor 2 terkait potensi dan kendala dalampengembangan pantai, Pantai Wohkudu memiliki daya tarik wisata berupapanorama yang masih asri, yaitu pasir putih dan deburan ombak yangmenghantam gisik, batuan dan tebing di sisi-sisi lainnya. Pada area gisik inijuga telah dibangun gubuk sederhana untuk berteduh dari sengatanmatahari dan hujan (Gambar 4). Namun demikian, akses untuk mencapai 71
gisik saku hanya bisa dilalui dengan jalan kaki melewati jalanan yang cukupterjal dan dengan petunjuk jalan yang masih minim. Gambar 4. Gubuk di Pantai Wohkudu Keaslian komponen abiotik (panorama alam), biotik (keberadaan monyetekor panjang dan umang-umang yang ditunjukkan pada gambar 5) sertakultur setempat merupakan daya pikat dari wilayah gisik ini. Oleh karena itubeberapa pengunjung dan pedagang setempat berharap pengembanganwisata Pantai Wohkudu, tidak mengubah rona awal dari wilayah tersebut.Pembangunan yang diharapkan yakni berupa sarana dan prasaranapenunjang pariwisata. Selain itu, pembinaan bagi masyarakat Desa Girikartoyang masih kental dengan tradisi untuk dapat terlibat dalam pengembanganwisata Pantai Wohkudu dan Kesirat juga diperlukan agar kapasitas dalammenghadapi ancaman juga meningkat seiring dengan adanya proteksi darimasyarakat. Gambar 5. Umang-Umang (Kiri) dan Monyet Ekor Panjang (Kanan) Lembah Perbukitan Karst. Bentuklahan Lembah perbukitan karst dapatditinjau dari aspek potensi dan kekuatan dengan menggunakan analisisSWOT. Pantai Wohkudu dan Kesirat menjadi tempat tujuan yang cukupdinikmati oleh wisatawan dengan keindahan panorama alam yang masih 72
alami dan asri. Relief lembah perbukitan karst yang cenderung datarmemiliki peluang yang cukup baik untuk dibangun beberapa warung sebagaikeperluan para wisatawan dan juga tenda-tenda atau pondokan sebagaitempat bersantai. Wilayah ini juga berpotensi untuk dibangun toko sebagaipusat kegiatan ekonomi masyarakat (Gambar 6), namun penempatannyasebaiknya tidak berdekatan dengan tepi tebing untuk meminimalisir risikoterjadinya kecelakan akibat rockfall. Bentuklahan ini juga memiliki daya tariksebagai tempat perkemahan. Namun kesadaran pengunjung terhadaplingkungan ketika berkemah di lembah perbukitan masih rendah, hal iniditunjukkan dengan masih banyaknya sampah yang berserakan di arealembah. Gambar 6. Bangunan Penunjang Wisata Pantai Kesirat dalam Proses Pembangunan dan Camping Ground Area ini juga dapat digunakan sebagai tempat pemancingan karenalembah perbukitan karst berasosiasi dengan tebing yang menghadap kelaut. Namun pengembangan fasilitas di area ini harus mempertimbangkankeamanan dari wisatawan. Tepi lembah yang berdekatan dengan tebingmemiliki tingkat kerawanan runtuhan batuan yang tinggi, sehingga perlupembangunan pagar pembatas di tepi lembah. Kendala lain yang terdapat diPantai Wohkudu dan Kesirat ini sebagian besar adalah masalah infrastrukturyang masih belum berkembang dengan baik dan fasilitas penunjang yangkondisinya kurang baik misalnya kondisi toilet pada gambar 7. 73
Gambar 7. Toilet (Kiri) dan Penampungan Air Hujan Sederhana (Kanan) Kerucut Karst. Pengembangan kawasan pariwisata tidak terlepas dariaspek fisik. Bentuklahan merupakan aspek fisik yang menunjang potensi danancaman bahaya kawasan pariwisata. Wilayah kepesisiran Kesirat danWohkudu dibatasi oleh bentuklahan Kerucut Karst dengan puncakmembulat. Kerucut Karst menjadi penghalang aktivitas laut ke daratan yaituberupa angin. Kerucut Karst akan memecah angin yang berasal dari laut. Kerucut Karst di wilayah kepesisiran Wohkudu dan Kesirat memilikiekosistem yang masih asri. Bentuklahan ini juga merupakan habitat monyetekor panjang di wilayah kepesisiran Wohkudu. Kondisi tersebut menjadikanbentuklahan ini dapat dikembangkan menjadi tempat gardu pandang bagipengunjung. Pembangunan gardu pandang di Kerucut Karst akanmenambah daya tarik pengunjung karena panorama alam dapat terlihatlebih luas dari tempat yang lebih tinggi. Selain itu, pada salah satu area diKerucut Karst Wilayah Kepesisiran Kesirat terdapat tempat pertapaan SriSultan Hamengku Buwono VIII. Masyarakat mengeramatkan tempattersebut, sehingga pada setiap bulan tertentu yakni sekitrar Sasi Rejebhingga Ruwah (penanggalan Jawa) dilakukan acara Bubuh-Bubuh atau bersihdesa yang diikuti dengan kenduri dan pementasan kesenian Jawa. Hal inidapat dijadikan sebagai daya tarik wisata di Kesirat dengan menonjolkanaspek budaya masyarakat sekitar. Kendala dalam pengembangan pariwisata pada bentuklahan KerucutKarst ditunjukkan dari aspek fasilitas dan pemanfaatan lahan yang kurangmaksimal oleh masyarakat. Beberapa warga sekitar telah menjual 75% lahanmereka di dekat pantai. Fasilitas seperti toilet dan warung sulitdikembangkan di wilayah ini. Pada bentuklahan ini proses pelarutan 74
batugamping juga intensif sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi runtuhanbatu, terutama pada lereng terjal yang mengapit gisik dan lembah Wohkudu.Tabel 1. Analisis SWOT untuk Pengembangan Wisata Pantai di Wilayah Kepesisiran Wohkudu dan Kesirat Geomorfologi PotensiNo Satuan Padanan unit Kekuatan Peluang Bentuklahan1 Kerucut K2 1. Kondisi asri 1. Kawasan PerlindunganKarst dengan (Norwadjedi, 2. Dapat dibangun monyet (Wohkudu)puncak dkk., 2002) gardu pandang 2. Kawasan wisata alammembulat 3. Habitat monyet ekor dan budaya (Kesirat)(Pannekoek, panjang (Wohkudu) 3. Kawasan1939) 4. Terdapat tempat Pemancingan pertapaan Sri Sultan HB VIII (Kesirat)2 Gisik Saku M9 1. Panorama pasir 1. Peningkatan minat (Norwadjedi, putih yang bersih terhadap wisata dkk., 2002) dan perairan yang panorama yang masih masih jernih asri dan terjaga3 Lembah K7 2. Potensi sumberdaya 2. PeningkatanPerbukitan (Norwadjedi, manusia sebagai kepedulian tenaga kerja di masyarakat,Karst dkk., 2002) bidang pariwisata pemerintah dan akademisi terhadap 3. Kuliner berbakai pentingnya olahan lobster dan pembangunan ikan serta makanan berkelanjutan di tradisional olahan sekitar objek wisata hasil pertanian di Pantai Wohkudu sekitar wilayah kepesisiran 1. Destinasi wisata alternatif dan alami 1. Pemandangan laut lepas yang 2. Pembangunan berbatasan dengan warung, tenda dan tebing pondok untuk wisatawan. 2. Wilayah yang cukup luas dan asri. 3. Area memancing 4. Pengembangan pagar pembatas untuk keamananSumber: Hasil Analisis, 2016 75
Tabel 2. Analisis SWOT untuk Pengembangan Wisata Pantai di Wilayah Kepesisiran Wohkudu dan Kesirat Geomorfologi KendalaNo Satuan Padanan unit Kelemahan Ancaman Bentuklahan1 Kerucut K2 1. Tanah milik warga 75% 1. Rockfall dijual 2. KekeringaKarst dengan (Norwadjedi, 3. Proses solusional 2. Miskin sumber airpuncak dkk., 2002) 3. Infrastruktur sulit intensifmembulat dikembangkan 1. Ancaman 4. Sultan Ground dan kerusakan(Pannekoek, lingkungan dan tanah desa belum pertumbuhan1939) termanfaatkan optimal. penduduk2 Gisik Saku M9 1. Promosi wisata yang 2. Tsunami (Norwadjedi, masih terbatas dkk., 2002) 1. Kerusakan 2. Tim pengawas terhadap lingkungan oleh3 Lembah K7 tindak kejahatan, pengunjung yang asusila, dan perilaku berkemah tanpaPerbukitan (Norwadjedi, pengunjung yang memperhatikanKarst dkk., 2002) merusak keindahan kelestarian lingkungan belum lingkungan mencukupi 2. Runtuhan tebing 3. Sarana dan Prasarana dapat mengancam kurang mendukung keselamatan kegiatan wisata (jalan, tempat sampah, papan penunjuk jalan, dll) 4. Belum ada transportasi lokal yang berpotensi untuk dikembangkan sesuai dengan perkembangan aktivitas pariwisata 1. Prasarana belum tersedia dengan baik 2. Penunjuk arah dan rambu-rambu belum tersedia 3. Belum ada pihak yang bertanggung jawab untuk pengawasan dan keselamatan pengunjung 4. Akses menuju lembah hanya melalui jalan setapakSumber: Hasil Analisis, 2016 76
5. KESIMPULAN Wilayah Kepesisiran Kesirat dan Wohkudu memiliki potensi pariwisatayang dapat bernilai tinggi apabila dilihat dari aspek daya tarik wisata yakniberupa panorama alam yang masih asri dan terjaga serta aspek budaya yakniritual bubuh-bubuh dan keberadaan situs pertapaan. Namun demikian di sisilain, terdapat aspek-aspek lain yang pada dasarnya merupakan tantanganbagi pengelola wisata pantai Kesirat dan Wohkudu, dalam hal ini pemerintahDesa Girikarto. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah aspek fisik yakniterkait dengan bahaya runtuhan batuan pada dinding tebing, gelombangtinggi dan keberadaan air bersih, aspek aksesibilitas serta aspek aktivitas danfasilitas yang masih kurang memadai.DAFTAR PUSTAKABeatley, T., Brower, D. J., & Schwab, A. K. (1994). An Introduction to Coastal Zone Management. Washington DC: Island Press.Bengen. D. G. 2001. Sinopsis. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Bogor: PKSPL-IPB.Bird, E. 2008. Coastal Geomorphology, An Introduction Second Edition. New York: John Wiley & Sons.Bovy, M.B. & Lawson, F., 1977. Tourism and Recreation Development. Massachusetts: CBI Publishing Company.Kay, R. dan J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. London: E&FN Spon.Marfai, M. A., Cahyadi, A., Anggarini, D. F., 2013. Tipologi, Dinamika, Dan Potensi Bencana di Pesisir Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul. Forum Geografi, 27(2), hal: 151 – 162.McIntosh, R. dan Goeldner, C. (1990). Tourism Principles, Practices, Philosophies. New York: John Wiley and Sons Inc.Norwadjedi; Sukmatalya, I. N., Bumi, P. B., Amhar, F., S, Dewayany & Syarifudin. 2002. Struktur Basis Data Spasial Bentuklahan Skala 1: 50.000 / 1: 25.000. Jakarta: BAKOSURTANAL.Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita.Noor, D. 2011. Geologi untuk Perencanaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.Panizza, M. 1996. Environmental Geomorphology. Amsterdam: Elsevier.Zuidam, V. R. A. & Van Zuidam-Cancelado, F.I. 1979. Terrain analysis and classification using aerial photographs. A geomorphological approach. ITC Textbook of Photo-interpretation. Enschede: ITC. 77
ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHANDAS SERANG TERHADAP DISTRIBUSI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI PERAIRAN PANTAI KABUPATEN DEMAK Bambang Sudarsono1, Abdi Sukmono2 , Jiyah3 Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275 E-mail : [email protected] , [email protected] , [email protected] ABSTRACTSubdistrict Wedung traversed by main rivers of the Serang watershed ie Wulan Riverwhich empties into the Northern Coast of Java, precisely in the coastal SubdistrictWedung. The river estruary sedimentation has increased from year to year. Serangwatershed has assigned as a priority watershed in 2016, which means its has no a goodcondition. So, it is important to do a research of the analysis of the effect of changes inland cover Serang watershed on the distribution of Total Suspended Solid in DemakCoastal especially in District of wedung. The researh was conducted temporally usingLandsat imagery acquisition in 2003, 2013 and 2016. the distribution values of each yearobtained with a calculation algorithm of the previous research that correlated with TSSinsitu. the classification of the land cover of serang watershed obtained by supervisedclassification method using remote sensing software. Then the effect of changes of theland cover against of the distribution of TSS were analyzed using statistical software toknown correlation. The results obtained are classes of land cover changes affect thevalue of TSS is settlements, forest and watershed Serang plantations. Correlationbetween the value of settlements land cover and distribution of TSS, forest and TSS,plantations and TSS, are respectively +0.945, -0.788, and -0.805.Keywords: (Total Suspended Solid, Coastal Subdistrict Wedung, Land Cover,Serang Watershed)1. PENDAHULUAN Kecamatan Wedung dilalui oleh sungai utama dari Daerah Aliran Sungai(DAS) Serang yaitu Sungai Wulan yang digunakan oleh para nelayan sebagaijalur menuju laut lepas. Sehingga sungai Wulan dan Perairan pesisir Wedungbegitu penting agar selalu terjaga fungsinya. Namun berdasarkan PeraturanGubernur Jawa Tenah Nomor 9 Tahun 2013 disebutkan bahwa SungaiSerang dan Sungai Wulan cenderung mengalami kerusakan danpencemaran lingkungan. Salah satu indikasi adanya pencemaran padasungai adalah tingginya sedimenasi atau material padatan tersuspensidalam perairan. 78
Sungai Wulan sendiri merupakan cabang dari Sungai Serang yangbermuara di pesisir laut utara jawa Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak.Dalam tahun ketahun sedimentasi dari aliran air kedua sungai telah mampumembentuk delta yang kian meluas. Menurut Ruswanto (1996)perkembangan Delta Wulan sejak tahun 1920 telah diamati oleh ahli Belandaantara lain Hollerworgr, Van Bemmelem, dan Niermeyer (Vide Zen, 1970)yang menyebutkan bahwa antara tahun 1920 sampai 1940, perkembanganmencapai panjang 2.000 m dengan luas sekitar 3,8 km2 (0,19/tahun). Kurunwaktu berikutnya, antara tahun 1940 sampai dengan 1946, perkembangansemakin meningkat lagi, mencapai panjang 2.200 m dan luas mejadi 5,3 km2(0,25 km/tahun). Perkembangan selanjutnya belum diketahui secara pasti,akan tetapi berdasarkan penafsiran citra landsat, menunjukkanperkembangan yang sangat pesat. Material padatan tersuspensi atau Total Suspended Solid (TSS)merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi heterogen, yang berfungsisebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapatmenghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigandan Edward, 2003). TSS yang tinggi pun dapat menimbulkan dampak lainseperti disebutkan oleh Murphy (2007) dalam Helfinalis dkk. (2012) bahwanilai konsentrasi padatan tersuspensi total yang tinggi dapat menurunkanaktivitas fotosintesa tumbuhan laut baik yang mikro maupun makrosehingga oksigen yang dilepaskan tumbuhan menjadi berkurang danmengakibatkan ikan-ikan menjadi mati. Sehingga apabila konsentrasi TSSyang ada pada badan sungai terus bertambah dan mengalir ke lautan lepasdalam jangka waktu yang lama dapat menurunkan kualitas perairan pesisirWedung pula. Materi padatan tersuspensi di perairan dapat dihasilkan dari outlet sungaiyang membawa sedimen hasil erosi daerah atas (up land) atau bahan polusi,aktivitas pengembangan industri, hasil erosi dasar perairan atau makhlukhidup dalam perairan tersebut (Ritchie dkk., 1976 dalam Ratnasari, 2014). Jika materi padatan tersuspensi yang mengakibatkan terbentuknyaDelta Wulan pada pesisir Wedung merupakan hasil erosi daerah atasnya,maka kemungkinan yang mempengaruhi akan hal ini adalah Daerah AliranSungai (DAS) Serang sebagai DAS yang melingkupi Kecamatan Wedung.Menurut BPDAS Pemali Jratun (2016) DAS Serang merupakan salah satuDAS di wilayah Pemali Jratun yang masuk dalam kategori DAS Prioritas yangberarti telah terjadi pergeseran penggunaan lahan atau perubahan tutupan 79
lahan sehingga DAS tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik sepertisebelumnya. Tutupan lahan DAS Serang dapat dipetakan secara temporal denganmenggunakan penginderaan jauh, sehingga dapat diketahui perubahannya.Distribusi TSS sebagai parameter besarnya sedimentasi pun dapat dipetakansecara temporal. Untuk kemudian dapat dilakukan analisis seberapa besarkontribusi perubahan tutupan lahan DAS Serang terhadap distribusi TSS diperairan pesisir Wedung yang terus meningkat. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan dilakukan penelitiandengan judul Analisis Perubahan Tutupan Lahan DAS Serang TerhadapDistribusi TSS di Perairan Pantai Kabupaten Demak. Dari hasil penelitiandiharapkan dapat menjadi pertimbangan pengambilan keputusan dalampengelolaan DAS Serang agar tidak mengganggu kualitas dari perairanpantainya.2. KAJIAN PUSTAKA2.1 Total Suspended Solid (TSS) Total Suspended Solid (TSS) atau muatan padatan tersuspensi adalahbahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 μm) yang tertahan pada saringanmiliopore dengan diameter pori 0.45 μm. TSS terdiri dari lumpur dan pasirhalus serta jasad-jasad renik. Penyebab TSS di perairan yang utama adalahkikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Konsentrasi TSMapabila terlalu tinggi akan menghambat penetrasi cahaya ke dalam air danmengakibatkan terganggunya proses fotosintesis (Effendi, 2000). Siswanto(2004) menyebutkan bahwa konsentrasi Total Suspended Solid (TSS)ditemukan pada daerah muara sungai dan sepanjang pantai yangmengalami sedimentasi yang tinggi.2.2 Pemetaan TSS secara temporal Pemetaan TSS secara temporal dapat dilakukan dengan melakukanekstraksi data citra menggunakan algoritma-algoritma dari penelitiansebelumnya yang telah dikorelasikan dengan data lapangan. Algoritma yangsudah ada dan bisa digunakan diantaranya yaitu algoritma dari Sturn,Hasyim, Parwati, dan yang lainnya. Simbolon, dkk., (2015) dalam penelitiannya untuk mengetahui polasebaran sedimen tersuspensi di perairan muara sungai Banyuasinmenggunakan empat algoritma TSS yang berbeda dengan salah satunyaadalah algoritma TSS dari Sturn. Berikut rumus dari algoritma Sturn yang 80
digunakan oleh Simbolon, F dkk dan diterapkan pada Landsat 7 ETM+ dalampenelitiannya :TSS (mg/L) =0,4 *(Radian b1 – Radian b2) – 0,88. Simbolon, dkk., (2015) pun mencobakan algoritma yang perhitungannyaberdasarkan nilai digital number dari Hasyim. Algoritmanya yaitu:TSS(mg/L)=100,66 +5,01*b3 +0,46*(b3)^2 + 0,92*(b2*b3).2.3 Daerah Aliran Sungai (DAS) Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004tentang Sumber Daya Air, Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayahdaratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anaksungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan airyang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batasdi darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengandaerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.2.4 Pemetaan tutupan lahan Tutupan lahan dikatakan memiliki nilai kedekatan dengan kenampakanobjek-objek, baik yang natural maupun hasil rekayasa manusia,dipermukaan bumi (Campbell. 1983 dalam Lo,1995). Faktor-faktor yangmenyebabkan perubahan penutupan lahan diantaranya adalahpertumbuhan penduduk, mata pencaharian, aksesibilitas, dan fasilitaspendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Wijaya (2004). Dengan penginderaan jauh, pemetaan tutupan lahan dapat dilakukandengan metode klasifikasi supervised. Menurut Ardiansyah (2015), teknikklasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dilakukan dengan prosedurpengambilan sampel beberapa piksel untuk masing-masing kelas / obyek.Region of Interest (ROI) ini digunakan untuk mendapatkan karakteristik nilaipiksel di masing-masing obyek / kelas. Keseluruhan piksel yang tidaktermasuk nilai piksel sampel akan dikelompokan dengan referensi nilai pikselyang telah diambil dengan menerapkan perhitungan statistik. Secara umumklasifikasi bertujuan untuk mengeneralkan tampilan citra satelit mentah(tampilan RGB) yang terkesan rumit menjadi sebuah informasi spasial yangmudah untuk diinterpretasi dan mudah untuk dipahami.3. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian untuk pemetaan distribusi TSS merupakan daerahperairan pesisir di wilayah Kabupaten Demak yang merupakan muara dariSungai Wulan dan Serang yang merupakan sungai utama dari DAS Serang. 81
Sedangkan lokasi penelitian untuk pemetaan tutupan lahan adalah DASSerang yang merupakan DAS lintas Kabupaten dengan meliputi wilayahKabupaten Demak, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus, Kabupaten Blora,Kabupaten Grobogan, Kabupaten Sragen, Kabupaten Semarang, danKabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif DAS Serangterletak pada koordinat 6° 35' 58'' - 7° 27' 44'' Lintang Selatan dan 110° 26'22'' - 111° 34' 17' Bujur Timur. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra Landsat7 danLandsat 8 dengan akuisisi tahun 2003, 2013, 2013, dan data lainnya sepertiPeta Rupa Bumi Skala 1:25.000, serta data hasil surei lapangan yaitu sampelair dan tutupan lahan di lapangan. Dari data yang ada dilakukan ekstraksidata (konversi nilai digital number) hingga didapatkan nilai TSSmenggunakan algoritma dari penelitian-penelitian sebelumnya danperubahan tutupan lahan DAS secara temporal pada tahun 2003, 2013 dan2016. Pendugaan nilai distribusi TSS pertama kali dilakukan pada citra landsat8 akuisisi tanggal 29 April 2016 menggunakann beberapa algoritmapendekatan diantaranya algoritma dari Parwati, Hasyim, Indah, dan Sturn.Pemilihan algoritma yang paling cocok untuk merepresentasikan keadankonsentrasi TSS dilapangan dilakukan dengan menggunakan regresi linierantara TSS hasil perhitungan masing-masing algoritma pada citra dan TSSinsitu hasil survei lapangan sampel air yang dilakukan pada tanggal akuisisicitra. Model algitma baru akan dihasilkan dari regresi linier dan diterapkankembali pada citra Landsat akuisisi tahun 2016, 2013, dan 2003 yangdigunakan. Sedangkan, klasifikasi tutupan lahan yang digunakan yaitu supervisedclassification. Adapun diagram alir pelaksanaan penelitian ada pada Gambar1. 82
Gambar 1. Diagram alir penelitian4. PEMBAHASAN4.1 Distribusi TSS secara temporal Pembuatan model persamaan baru dilakukan dengan meregresi hasilperhitungan algoritma TSS dari penelitian sebelumnya dengan TSS hasil ujisampel air yang berjumlah 16 titik sampel. Algoritma yang digunakan yaitualgoritma dari Sturn yang perhitungannya berdasarkan nilai radian citra,Algoritma Parwati berdasarkan nilai reflektansi citra, algoritma Hasyimberdasarkan nilai digital number, dan Indah yang perhitungannyaberdasarkan nilai kromatisi band biru. Nilai TSS dari setiap titik sampel 83
berdasarkan hasil perhitungan algoritma maupun pengujian laboratoriumdisajikan dalam Tabel 1. Pengujian sampel air dilakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan Universitas Diponegoro. Dimana estimasi nilai TSS diperolehdengan cara menghitung perbedaan antara padatan terlarut total danpadatan total menggunakan rumus (SNI 06-6989.3-2004). Regresi penentuan model persamaan untuk perhitungan TSS di perairanpantai Kecamatan wedung dilakukan antara hasil hitung algoritma padaLandsat 8 akuisisi tanggal 28 April 2016 dan nilai TSS hasil pengujian sampelair dari laboratorium FPIK. Tabel 1: Nilai TSS pada titik sampel air Berdasarkan hasil regresi seperti pada Gambar 2, maka modelpersamaan baru yang digunakan yaitu TSS = -140,8x + 913,8 yangmerupakan model persamaan baru dari hasil perhitungan algoritma Sturn. 84
Gambar 2. Hasil regresi nilai TSS dan insitu Distribusi TSS pada tahun 2003, 2013, dan 2016 seperti pada Gambar 3dan disajikan pula perubahan luasan areanya dalam persentase (%) disetiaprentang kelas pada gambar 4. (a) (b) (c) Gambar 3. TSS tahun 2003 (a), tahun 2013 (b), dan tahun 2016 (c) 85
Gambar 4. Diagram perbandingan luas sebaran TSS tahun 2003, 2013, 2016 Distribusi TSS tahun 2003, 2013, 2016 berdasarkan kelas-kelaskonsentrasi TSS yang dibuat mengalami fluktuasi seperti yang disajikandalam Tabel 2. Pada konsentrasi <0 mg/l luas areanya semakin meningkatdari tahun ke tahun dan tersebar kearah laut lepas. Luas area dengankonsentrai 0 – 50 mg/l mengalami penurunan. Luas area dengan konsentrasi50 – 100 mg/l mengalami kenaikan pada tahun 2003 ke tahun 2013, namunkemudian naik pada tahun 2013 ke 2016. Luas area pada konsentrasi 100 –500 mg/l mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kemudian padakonsentrasi 500 – 1000 mg/l mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Gambaran fluktuasi konsentrasi TSS yang terlihat pada diagram padagambar4dapat ketahui bahwa secara keseluruhan sebaran konsentrasi TSSdi perairan pantai Kecamatan Wedung berturut-turut dari tahun 2003, 2013,dan 2016 telah mengalami penurunan. Diasumsikan bahwa pergerakankonsentrasi TSS dengan rentang konsentrasi rendah meningkat mendekatikonsentrasi 100 – 500 mg/l dan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu darikonsentrasi 500 -1000 mg/l menurun mendekati konsentrasi 100 – 500 mg/l.Tabel 2: Luas sebaran TSS tahun 2003, 2013, 2016 TSS (mg/l) 2003 Luas (%) 2016 2013<0 28,30 36,614 37,4940 – 50 8,24 6,908 5,90050 – 100 6,77 5,980 7,074100 – 250 17,52 20,445 23,378250 – 500 20,96 18,517 20,116500 – 750 11,50 10,492 5,829750 – 1000 6,38 1,043 0,209>1000 0,33 0,001 0,000 86
4.2 Tutupan lahan DAS Serang secara Temporal Hasil pemetaan klasifikasi tutupan lahan DAS Serang tahun 2003, 2013,dan 2016 dari citra satelit Landsat disajikan dalam Gambar 5, Gambar 6, danGambar 7.Gambar 5. Peta klasifikasi tutupan lahan 2003Gambar 6. Peta klasifikasi tutupan lahan 2013 87
Gambar 7. Peta klasifikasi tutupan lahan 2016 Tutupan lahan DAS Serang dari tahun 2003 ke tahun 2013 dan 2016mengalami perubahan yang cukup signifikan. Terjadi kenaikan luas areatutupan lahan pada kelas tutupan lahan Pemukiman, dan Penurunan padatutupan lahan hutan, lahan kosong perkebunan. Sedangkan pada kelasperairan, sawah, semak, dan tambak, mengalami fluktuasi. Perubahan luasarea pada masing-masing kelas tutupan ada pada Gambar 8. Gambar 8. Grafik perubahan tutupan lahan tahun 2003, 2013, dan 2016 Luas area yang mengalami kenaikan diikuti dengan berkurangnyatutupan yang lain seperti hutan, lahan kosong, dan perkebunanmenunjukkan perubahan dalam penggunaan tutupan lahan. Hutan, lahankosong, dan perkebunan mulai diubah kegunaannya untuk pemukiman yangkemungkinan besar diakibatkan oleh jumlah masyarakat di daerah DASSerang meningkat sehingga kebutuhan akan tempat tinggal pun meningkat. 88
4.3 Pengaruh perubahan tutupan lahan DAS terhadap distribusi TSSUntuk melihat pengaruh perubahan tutupan lahan DAS Serangterhadap distribusi TSS perairan Demak, dilakukan uji statistik berupa ujikorelasi. Data yang digunakan dalam uji statistik ini yaitu data luas tutupanlahan disetiap kelas tutupan dari 3 tahun penelitian (2003, 2013, dan 2016)dan persentase luas area konsentrasi TSS pada rentang nilai 100 – 500 mg/l.Penggunaan data TSS pada rentang tertentu dalam analisis ini dilakukandengan pertimbangan kisaran nilai TSS insitu yang didiperoleh dan karenadaerah sebaran TSS pada rentang tersebut berada pada lokasi-lokasi yangmendekat daratan atau muara dari sungai yang ada pada DAS sehinggadiperkirakan pengaruh dinamika laut terhadap persebarannya dianggapkecil. Tabel 3: Hasil uji korelasi Pearson TSS Pemukiman Pearson Correlation .945 Sig. (2-tailed) .211 N3 Hutan Pearson Correlation -.788 Sig. (2-tailed) .422 N3 Sawah Pearson Correlation .151 Sig. (2-tailed) .903 N3 Lahan_kosong Pearson Correlation -.491 Sig. (2-tailed) .673 N3 Perkebunan Pearson Correlation -.805 Sig. (2-tailed) .404 N3 Tambak Pearson Correlation -.327 Sig. (2-tailed) .788 N3 Badan Air Pearson Correlation -.204 Sig. (2-tailed) .869 N3 Semak belukar Pearson Correlation -.194 Sig. (2-tailed) .876 N3 89
Hasil uji korelasi yang telah dilakukan tidak terlalu menunjukkan adanyakorelasi yang tinggi pada semua data perubahan area tutupan lahanterhadap perubahan nilai TSS. Korelasi yang erat hanya terjadi padaperubahan luas area pemukiman, hutan, dan perkebunan terhadapperubahan nilai TSS. Nilai signifikansi yang didapat dalam setiap uji korelasiyang dilakukan pun tidak ada ang kurang dari 0,05 sehingga korelasi yangada masih belum bisa dikatakan signifikan. Dalam hal ini berarti perubahanluasan tutupan lahan tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahandistribusi di perairan Kecamatan Wedung. Dari hasil korelasi, hanya didapatkan 3 dari 8 kelas tutupan lahan yangberkorelasi dengan perubahan nilai distribusi TSS. Sehingga diduga,pengaruh dari dinamika laut masih dominan mempengaruhi pergerakan TSSdi perairan pesisir Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Seperti yangdinyatakan oleh Suryono (2006) dalam penelitiannya di perairan Delta WulanDemak menunjukkan bahwa daerah tersebut sangat dipengaruhi olehkondisi laut terlihat dari salinitas berkisar antara 26 – 31,5 ppt. Hal ini dapatdimengerti karena aliran air tawar dari Sungai Wulan sebagai pensuplai airtawar utama relatif kecil debitnya bila dibandingkan dengan pengaruhpasang yang berjalan terus, ditambah kemiringan dari pantai atau daratandisekitar delta wulan relatif rendah sehingga pengaruh pasang surut sangatdominan.5. KESIMPULAN Tutupan lahan DAS Serang dari tahun 2003 ke tahun 2013 dan 2016mengalami perubahan yang cukup signifikan. Terjadi kenaikan luas areatutupan lahan pada kelas tutupan lahan Pemukiman, dan Penurunan padatutupan lahan hutan, lahan kosong perkebunan. Sedangkan pada kelasperairan, sawah, semak, dan tambak, mengalami perubahan luas yangfluktuatif. Sebaran TSS di perairan pantai Kecamatan Wedung pada tahun 2003,2013, 2016 mengalami fluktuasi. Berdasarkan rentang kelas yang telahdibuat luas area untuk konsentrasi TSS <0 mg/l semakin meningkat daritahun ke tahun tersebar kearah laut lepas. Kemudian luas area dengankonsentrai 0 – 50 mg/l mengalami penurunan, konsentrasi 50 – 100 mg/lmengalami kenaikan pada tahun 2003 ke tahun 2013 kemudian naik padatahun 2013 ke 2016, konsentrasi 100 – 500 mg/l meningkat dari tahun ketahun dan yang terakhir konsentrasi 500 – 1000 mg/l dari tahun ke tahun punmengalami penurunan. Perubahan luasan tutupan lahan DAS tidak terlalu berpengaruh terhadapperubahan distribusi di perairan Kecamatan Wedung. Dari hasil uji korelasi, 90
korelasi yang erat hanya terjadi pada perubahan luas area pemukiman,hutan, dan perkebunan terhadap perubahan nilai TSS. Nilai signifikansi yangdidapat dalam setiap uji korelasi yang dilakukan pun tidak ada yang kurangdari 0,05 sehingga korelasi yang ada masih belum bisa dikatakan signifikan.DAFTAR PUSTAKAArdiansyah. 2015. Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan ENVI 5.1 dan ENVI LIDAR. Jakarta : PT. Labsig Inderaja Islim.Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.Helfinalis, Sultan dan Rubiman. 2012. Padatan Tersuspensi Total di Perairan Selat Flores Boleng Alor dan Selatan Pulau Adonara Lembata Pantar. Vol.17 (3) 148- 153pp.Lo, C.P., 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Jakarta: UI-Press.Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Peruntukan Air dan Pengelolaan Kualitas Air Sungai Serang dan Sungai wulan di Provinsi Jawa Tengah.Ratnasari, R.N. 2014. Studi Sebaran Konsentrasi Material Padatan Tersuspensi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 Di Perairan Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. Skripsi. FPIK. UNDIP. Semarang.Simbolon, F., dkk. 2015. Analisis Pola Sebaran Sedimen Tersuspensi Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh di Perairan Muara Sungai Banyuasin. Maspari Journal, 7(2);1-10.Siswanto, A.D. 2009. Kajian Total Suspended Solid (TSS) di Perairan Pantai Kecamatan Kwanyar Bangkalan. SENTA. ITS.Standar Nasional Indonesia SNI 06-6989.3-2004. Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetric.Suryono. 2006. Ekologi Perairan Delta Wulan Demak Jawa Tengah: Distribusi Kepiting (Infra Ordo Brachyura dan Anomura) di Kawasan Mangrove. Jurnal Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.Tarigan, M.S dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) di Perairan Raha Sulawesi Tenggara. Jurnal Makara. Sains, Vol.7, No. 3.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.Wijaya, C.I. 2004. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Cianjur Jawa Barat Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 91
PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN GARIS PANTAI DAN DAERAH TERDAMPAK DI SEPANJANG WILAYAH KEPESISIRAN KOTA SEMARANGDwiki Apriyana1*, Alifi Rehanun Nisya1, Bagus Septiangga1, Rutsasongko Juniar Manuhana1 1, Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada *E-mail : [email protected] ABSTRACTCoastal area is a very dynamic region with many geomorphological processes, suchas erosion-sedimentation, sea level rise, human activity, and nearshore-circulation. Oneof the changes that is examined in dynamics of coastal is shoreline changes. One of theregion that have the complex dynamics processes of the coastal is Semarang City. Theanthropogenic factors and physical factors are the dominant factor that affected theshoreline changes. The development of this big city tend to ignore environmentalconditions coastal thus affecting shoreline change in Semarang. This conditionsnecessarily threaten villages on the coast that will also receive a negative impact fromcoastal disaster. Shoreline changes in Semarang can be observed by remote sensingtechnology that able to monitor the spatio-temporal changes of the shoreline. Landsatimagery is able to record and describe the spatial conditions of the susceptibility areathat have been changes in the Semarang shoreline. Based on the results of spatio-temporal monitoring since 1992 until 2015, there are 10 villages in Semarang City thathave high susceptibility from shoreline change. Terboyo Kulon village was the mostaffected village which 58.97% (155.48 Ha) of their area was drowned because theerosion processes.Keywords: Coastal Dynamic, Shoreline Changes, Landsat, Susceptibility.1. PENDAHULUAN Kajian morfodinamika pantai membahas tentang pembentukan danperkembangan bentanglahan kepesisiran (Bird, 2008). Bentanglahankepesisiran memiliki dinamika yang tinggi seiring dengan perkembanganwilayahnya. Wilayah kepesisiran sebagai pembatas antara daratan danlautan dalam perkembangannya banyak dipengaruhi banyak hal, baik secarafisik maupun sosial. Keduanya memberikan pandangan menarik dalamkajian morfodinamika pantai. Kota Semarang merupakan salah satu kota yang berada di wilayah pesisirUtara Jawa dengan dinamika yang tinggi. Tingginya proses erosi-sedimentasi di pesisir Utara Semarang mengakibatkan terjadinya perubahangaris pantai dari waktu ke waktu. Monitoring perubahan garis pantai menjadihal yang cukup penting untuk dikaji seiring dengan perkembangan KotaSemarang yang semakin intensif secara sosial dan ekonomi. 92
2. KAJIAN PUSTAKA2.1 Dinamika Wilayah Kepesisiran Sunarto, dkk (2014) menjelaskan bahwa wilayah kepesisiran didefinisikansebagai daerah peralihan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisirmeliputi bagian daratan yang terbentuk oleh asal proses marin, adapun padabatas wilayah ke arah laut adalah lokasi terbentuknya gelombang pecah.Adapun apabila ditinjau dari sudut pandang kebijakan pengelolaan, definisiwilayah kepesisiran meliputi jarak tertentu dari garis pantai kearah darat danjarak tertentu kearah lautan. Definisi tersebut bergantung pada isu yangakan dibicarakan dan faktor geografis yang relevan dengan karakteristikbentangalam pantai (Winarto, 2012). Adapun Arnott (2010) menjelaskan bahwa dinamika kepesisirandikontrol oleh tiga faktor utama yaitu faktor fisik dari darat yang mencakupgeologi, geomorfologi dan perubahan muka air laut isostatic; faktor fisik darilaut mencakup gelombang, pasangsurut, efek es (glasial), erosi, dansedimentasi pantai; faktor biotik mencakup keterdapatan beberapa unsurbiota seperti mangrove, terumbu karang, dan tumbuhan pada gumuk pasir.2.2 Sistem Informasi Geografis dan Citra Landsat Sistem informasi geografi merupakan sistem informasi berbasiskomputer yang digunakan untuk memahami dan menganalisis obyekgeografi di permukaan bumi, kunci fundamental dari SIG adalah data SIGtersebut harus memiliki referensi terhadap suatu tempat di permukaan bumimelalui suatu sistem koordinat tertentu (Marfai, 2011). Salah satuperkembangan teknologi di keilmuan geografi juga terdapat pada bidangpenginderaan jauh melalui citra foto mapun citra satelit (Soenarmo, 2009).Pengolahan data yang dilakukan dalam SIG mencakup input data,penyimpanan, retrieval dan output (Prahasta, 2002). Sistem InformasiGeografis (SIG) adalah suatu fasilitas untuk mempersiapkan,mempresentasikan, dan menginterpretasikan fakta-fakta (kenyataan) yangterdapat di permukaan bumi. Salah satu wahana citra satelit yang paling umum digunakan adalah citraLandsat. Citra Landsat mulai dioperasikan mulai tahun 1972 dan telahmelakukan regenerasi sebanyak tiga kali yaitu RBV, MSS, dan TM hinggasaat ini (Soenarmo,2009). Sensor yang digunakan pada MSS terdiri atas 4 kanal dan pada TMterdiri atas 7 kanal. Adapun menurut radiometer yang digunakan pada MSSmenggunakan radiometer 7 bit atau memiliki 128 tingkat keabuan dan pada 93
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152