Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Fiksi KPP- 35

Fiksi KPP- 35

Published by angkatan 35, 2022-05-31 13:52:58

Description: FIKSI KPP 35

Search

Read the Text Version

Kalau boleh jujur gua juga suka sama lu.” Jawab Sara atas pernyataan cinta tersebut. Di situ hati Heri merasakan kebahagiaan yang luar biasa besar. Ia merasa sangat bahagia saat itu. “Yaudah gua masuk ke rumah gua dulu, gua udah lapar banget.” Kata Sara. “Yaudah gua juga pulang dulu ya. Jaga kesehatan biar gua bisa terus mencintai lu.” “Ih bisa aja lu ngegombalnya.” Jawab Sara. Heri pulang dengan hati yang terus berguncang. Mimpi apa gua semalam sampai dapat diterima sama Sara yang gua sukai. Hubungan Heri dengan Sara berlanjut dengan sangat baik untuk beberapa hari kedepan. Mereka selalu pergi berdua mencari bukti-bukti untuk menangkap pelaku. Meskipun hubungan percintaan Heri dengan Sara lancar, tetapi kasus penculikan ini belum juga diselesaikan. Para pers dan juga masyarakat merasa tidak aman dan pergi 50

ke depan gedung kepolisian untuk berdemo agar pelaku segera ditangkap. Amarah publik menyulut kemarahan Pak Slamet kepada Heri. “Anda ini bekerja bagaimana sih Hari! Pelaku belum juga ditemukan, amarah publik juga sedang di puncak. Akibatnya, kantor kepolisian mendapatkan muka jelek karena Anda, tahu gak!” Marah Pak Slamet. “Saya gak mau tahu ya. Pokoknya kasus ini harus segera diselesaikan atau Anda akan merasakan akibatnya, Heri. Lanjut Pak Slamet. Heri yang mendengar itu hanya bisa terdiam. Gua merasa sangat dipojokkan oleh ketiga sisi. Kepolisian, masyarakat, dan juga si pembunuh. batin Heri. Setelah beberapa hari, Heri hendak pergi ke kantor polisi untuk menemui Pak Slamet. Heri melihat kondisi jalanan yang sedang tersendat saat itu dan sangat padat oleh kendaraan beroda 4 51

maupun beroda 2. Maka ia berinisiatif untuk pergi menggunakan Suzuki Volty kesayangannya. Ia menggunakan untuk menggunakan jalan-jalan sempit maupun dan sepi dengan orang-orang agar ia bisa sampai di kantor kepolisian tepat waktu. Saat melewati gang yang sepi dan sedang tidak orang, ia melihat seorang meletakkan mayat anak kecil berkelamin perempuan yang sudah mati lemas. Pelakunya menggunakan Hoodie hitam gelap jadi terlihat jelas siapa pelakunya. Melihat itu, heri langsung pergi untuk menangkap sang pelaku yang langsung berlari. Saat kejar-kejaran tersebut, orang misterius ini membegal sebuah sepeda motor trail seseorang. Hal ini membuat Heri semakin susah mengejar orang misterius tersebut. Saat kejar-kejaran berlangsung. Sebuah mobil berhenti didepan ornag misterius tersebut dan membuat ia 52

terjatuh dari sepeda motornya dan memasuki sebuah gang yang mana tidak bisa digunakan oleh sebuah motor. Heri segera turun dari motor dan langsung mengejar orang misterius tersebut. ”Woi berhenti. Jangan lari lu.” Orang misterius itu mengeluarkan sebuah pistol berjenis Glock dari kantung Hoodienya dan segera menembak Heri sambil berlari. Heri segera menghindar dan juga mengeluarkan pistol Colt 1911 dan memulai menembak orang misterius itu. Tembakan kedua orang tersebut meleset dan tidak ada yang mengenai satu sama lain. Orang misterius tersebut pergi ke sebuah gudang yang terbengkalai dan mulai memasukinya. Heri yang melihat orang itu masuk, ia pun juga memasukinya. Heri melihat sekeliling dan memulai memeriksa dengan teliti sambil berkata, “WOI 53

KELUAR LU, JANGAN SEMBUNYI. Sini hadapi gua. Gua tahu lu perempuan, namun bukan berarti gua bakal memaafkan kesalahan lu yang udah bunuh anak-anak kecil yang tidak berdosa.” Sebuah tembakan mengincar kepala Heri tetapi Heri sigap bersembunyi dan menghindari peluru yang mengincar. Lantas Heri membalas tembakan itu dengan mengincar asal tembakan tersebut. Peluru tersebut meleset dan mengenai atas Hoodie dan menyingkap sang orang misterius. Kebenaran tersebut lantas membuat Heri kaget setengah mati dan membuat syok, karena apa yang ia lihat merupakan rekan kerja sekaligus pacarnya, Sara. “Sara, lu ngapain ngelakuin ini. Apa yang membuat lo tega ngelakuin hal ini.” Tanya Heri kepada Sara sambil meneteskan air mata. “Lu gak tahu apa-apa Heri. Selama ini, gua masuk ke kepolisian itu untuk menutupi semua bukti gua atas segala kejahatan 54

yang gua lakuin.” Jawab Sara dengan keangkuhan. “Gua juga menerima pernyataan cinta lu itu agar gu tidak menjadi tersangka dari kasus yang lu lagi investigasi.” Lanjutnya sembari menembakkan pistolnya ke arah Heri. “Maksud lu apa membunuh anak-anak kecil yang gak berdosa, Sar? Mereka gak ada salahnya Sara.” Kata Heri sambil meneteskan air mata. “Gua membunuh mereka untuk menantang kepolisian juga atas apa yang menimpa hidup gua. Ayah gua meninggal di depan mata gua dan setelah itu pembunuhnya ninggalin gua gitu aja dan berkata ke gua “Sayang bapak kamu ini sudah melakukan banyak kesalahan jadi om bunuh deh.” Jawab sang pembunuh tersebut. Gua juga mikir saat itu, gua gak pernah disayang oleh bapak gua. 55

Gua jadi ingin membalaskan luka di hati gua dengan membunuh anak-anak kecil yang ditelantarkan oleh orang tua mereka. Bagaimana perasaannya anak-anak mereka yang lalai mereka jaga hilang dan ditemukan terbunuh. Itulah yang pengen gua berikan kepada orang lain yaitu agar mereka bisa membalaskan dendam gua kepada bapak gua yang telah nyakitin gua, namun bapak gua malah meninggal karena dibunuh oleh orang lain dan bukan oleh gua sendiri.” Jawab Sara. “Bukan begini caranya, Sara. Jangan salahkan kesalahan bapak lu kepada anak kecil.” Kata Heri dengan nada keras sambil menangis. Sara seperti tidak mendengar perkataan Heri, dan tetap menembaki Heri yang sedang bersembunyi. Heri berusaha 56

menghindar ke tempat yang lain dan berusaha menghindari peluru dari Sara. Peluru Sara akhirnya habis dan berusaha mengganti selongsong peluru, saat itu Heri menerjang ke depan dan menangkap Sara dan melemparkan pistol Sara. Heri dan Sara akhirnya bertarung dengan Hand-to-Hand Combat. Dengan tubuh yang lebih kuat dari Sara, Heri dapat memojokkan Sara. Heri menggapai pistolnya yang ada di saku dan ingin menembak Sara. Namun, Heri merasa tidak bisa menembak Sara karena hatinya mencintai Sara. “Tembaklah gua, Heri dan lu akan dapat memenangkan penghargaan dan mencapai akhir dari kasus ini.” Heri malah melepaskan Sara dan berkata,”Gua gak bisa menembak lu Sar. Mending lu pergi sekarang.” Sara bukannya 57

pergi malah mengambil pistolnya yang jatuh dan mencoba menembak Heri. DORR. Suara pistol ditembakkan. Sebuah tubuh jatuh terkulai lemas tak bernyawa. Dan ternyata yang jatuh itu ialah badan Sara yang sudah tak bernyawa. Pada saat Sara hendak menembak Heri, tembakan Heri mencapai duluan kepada Sara sebelum Sara sempat menarik pelatuk pistolnya. Heri melihat tubuh Sara terkulai lemas tak bernyawa. Ia merasa sudah membunuh seseorang yang ia cintai. Heri disitu menangis sebesar-besarnya sambil memeluk jenazah Sara. Meskipun, Sara sudah berbuat kejahatan yang sangat besar, Heri tetap mencintainya. 58

Tiga hari kedepan sesudah peristiwa yang menyedihkan itu berlangsung, Heri hadir di sebuah pemakaman dengan pakaian jas hitam. Hari saat itu sedang hujan gerimis dan tidak terlalu lebat. Hujan itu membuat suasana berduka tersebut semakin sedih. Heri berduka tetap berduka walaupun ia sudah menyelesaikan kasus yang ia kerjakan dan mendapatkan jasa dan penghargaan karena berhasil mengungkap dan membunuh pelaku pembunuhan terhadap anak kecil. “Gua gak tahu lagi apa yang akan gua lakukan setelah ini. Tetapi gua tetap melangkah maju. Lu gak akan pernah gua lupakan.” Kata Heri. 59

Heri memberikan sebuah bunga mawar di hadapan makam tersebut. Heri pergi meninggalkan makam tersebut dan pergi menaiki motor Suzuki Voltynya. Sesaat setelah Heri pergi, sebuah daun kering daun jatuh dan menimpa makam tersebut. Nama yang ada di makam tertulis ‘Disini beristirahat dengan tenang. VALENTINA SARA OCTAVIANA.’ 60

Pulau Macan Oleh: Efrem Christian Nayaka S. Hari ini tanggal 22 Maret merupakan tanggal yang menyenangkan bagi pasangan yang indah Daniel dan Jessie. Mereka akan melaksanakan pernikahan di Pulau Macan. Namun dalam pernikahan itu menjadi menegangkan. Ada surat yang dikirimkan kepada Jessie. “See you at hell” dengan dihiasi oleh darah. Hal itu membuat Jessie takut. Daniel menanggapi hal ini merupakan keisengan orang saja. Tapi, Brandon selaku teman dekat dari Jessie dan Daniel memiliki firasat buruk. Apakah esok hari akan menjadi hari yang buruk bagi pasangan ini? Jessie, Brandon, dan Daniel merupakan sahabat yang sudah dekat sejak TK. Mereka telah beranjak remaja 61

tahun ini. Liburan akhir sekolah telah tiba. Tiga remaja SMA ini merencanakan untuk pergi-pergi. Jessie sebagai orang paling kaya dalam geng itu mengajak mereka untuk ke luar kota. Mereka setuju dan akan berangkat besok pagi. Keesok harinya Jessie berangkat bersama dengan supirnya. Jessie menjemput Brandon dan Daniel di taman dekat rumah mereka. Ternyata Daniel yang pertama datang. Jessie bertanya “ Mana si Brandon?’’ Daniel ternyata juga bingung dimana dia sekarang. Ga tau dimana. Paling lagi ketiduran.” Beberapa menit kemudian Brandon terlihat sedang lari dari kejauhan. “Weh… maaf teman ketiduran.” kata Brandon sambil ngos-ngosan. “Ye…. Kebiasaan lu. Dah cepet ntar macet di tol.” Akhirnya mereka tiba di sebuah villa yang dimiliki oleh ayah Jessie. Mereka bermain di villa sampai malam hari tiba. Brandon yang kelelahan pun telah tertidur lelap di sofa. Tinggal Daniel dan Jessie yang masih aktif. Jessie pun curhat pada Daniel. “El, gw udah putus ama cowo gw. Selingkuh ternyata dia.” Daniel pun kaget “ Yang bener lu, udah putus ama Johan?” Jessie mengiyakannya. Daniel antara senang dan sedih karena Daniel memiliki rasa pada Jessie. Daniel menenangkan Jessie yang sedih dan 62

menghibur dia dengan skill gitarnya. Jessie ternyata juga jatuh cinta pad Daniel. Jessie menyandarkan kepalanya pada Daniel “El, makasih udah mau jadi temen gw. Sebetulnya gw suka sama lu.” Daniel kaget dan salting “ Bisa ae lu saringan bakwan.” ujar Daniel. Jessie bilang dia tidak bercanda. Daniel berhenti memainkan gitarnya. Daniel akhirnya mengungkapkan isi hatinya yang sudah lama terpendam. “Jess, gue sebetulnya dari dulu udah suka sama lu. Mau gak jadi pacar gue ?’’ Jessie yang tersipu malu menerima dan menjawab iya. Mereka berdua sangat bahagia sekarang. Brandon ternyata belum tidur. Ia telah nguping dari belakang. Brandon dengan iseng berkata “ ehm… Asik jadian nich, cie cie.” Dengan nada malu Daniel menjawab “Kirain lo tidur.” “ Gak belum ngantuk gue. Baru mau tidur ke kamar tapi denger ada obrolan menarik nih.” Jessie membalas dengan malu malu dan tegas “ Dasar tukang nguping, sono tidur.” Mereka pun pergi ke kamar masing masing. Bersenang senanglah mereka sampai liburan selesai di villa tersebut. 3 tahun berlalu masa-masa SMA. Masa yang bahagia bagi Daniel dan Jessie. Masa yang bahagia juga bagi Brandon. Ia bisa meneruskan perusahaan bapaknya. 63

Daniel dan Jessie melanjutkan kuliah di tempat yang sama. Mereka melanjutkan kuliah di Stanford University. Masa-masa yang menyenangkan di California selama beberapa tahun. Mereka berdua memilih jurusan bisnis. Daniel selama masa kuliah sungguh buruk. Ia pergi untuk judi sehingga banyak utang. Tapi, ada Jessie yang membantunya. Jessie yang sudah tidak tahan ingin sekai menegurnya. Jessie mengajak Daniel pergi ke Danau Tahoe. Udara yang sejuk dan pemandangan yang indah membuat mereka sangat nyaman. Daniel memarkir mobilnya lalu mereka jalan ke danau tersebut. Duduk di pinggir danau yang biru dan indah. Danau yang menyejukan mata. saat mereka sedang duduk Jessie memberanikan diri untuk menegur Daniel. “El, gue sayang ama lu. Jangan main judi lagi banyak utang ribet ntar.” tegur Jessie. Daniel kaget mendengar itu.Daniel dengan nada marah berkata “ Lah, gila aja gue ninggalin judi. Banyak duit yang bisa didapetin Jess.” Jessie dengan kesal menjawab “Oh, gitu ya. Kalo lu sayang gue tinggalin main judinya.” Daniel dengan berat hati mengatakan “Oke fine, buat lu apa yang ga. maafin gue ya.” Daniel memeluk 64

Jessie dan mencium keningnya. Dalam kehangatan pelukan itu Daniel memecahkan suasana. “Sedingin apapun suhu di danau ini asalkan sama lu semua menjadi hangat.” Jessie tersipu malu. Mereka menikmati keindahan danau itu. Mereka lulus dari stanford dengan nilai yang cukup memuaskan. Mereka berdua balik kembali ke Indonesia. Namun, nampaknya Daniel kembali main judi. Tapi, tidak ketahuan oleh Jessie. Daniel menang terus kali ini sehingga tidak ada hutang. Suatu hari ia terlibat masalah besar. Banyak utang yang datang kepada dia. Ia sangat stress sehingga meminta Jessie untuk menemami jalan-jalan. “Jess, mau keluar gak ke mall?” ujar Daniel di chat. “Tumben oke gw gabut juga.” jawab Jessie di chat. Daniel menuju kerumah Jessie. Bel rumah bunyi, Jessie cepat-cepat turun kebawah. “Ya Tuhan, cantik banget hari ini kamu” goda Daniel. Jessie masuk mobil dengan malu-malu. Mereka berdua menikmati waktu yang ada. Pergi ke mall, main bareng dan makan bareng sungguh menyenangkan bagi Daniel. Mereka melihat toko es krim di mall itu, Jessie ingin beli. Daniel membelinya untuk Jessie. Satu es krim coklat dan vanilla. 65

Jessie sungguh menikmati es krim ini. Tapi, Daniel memikirkan utang-utangnya yang banyak. Daniel hanya menjilat sambil menatap kedepan dengan kosong. “Lu kenapa el?” tanya Jessie. Jessie sangat sangat penasaran dengan Daniel. Daniel yang awal gembira menjadi diam dan memikirkan hal yang berat. Daniel menggelengkan kepala dan menatap Jessie. “Gue hari ini bingung, kenapa cewe sebelah gue cantik banget.” gombal Daniel kepada Jessie yang membuat dia menjadi salah tingkah. “Ahhh, serius kenapa, ada masalah lagi?” ujar Jessie. “Gak ada, cuma mikirin besok mama mau ulang tahun kan. Hadiahnya apa ya?” dengan lega Daniel menjawab. Daniel lega ada alasan. Padahal lupa kalau mamanya ulang tahun. “ Ohhh iya, yaudah sekalian beli hadiah di sini. Mama suka tas kan, beliin aja.” Daniel sangat lega rahasianya tidak terungkap. Hari yang indah, udara yang cerah menghiasi daerah Jakarta Selatan. Daniel sangat bersemangat hari ini. Tidak sabar untuk makan malam bersama Jessie. Daniel memiliki teman SMP yang sekarang mempunyai restoran yang enak. Daniel meminta Wangsa menyiapkan tempat untuk mereka. Wangsa segera menyiapkan tempat yang 66

romantis. Dengan live music untuk bisa dinikmati. Daniel juga meminta kehadiran Brandon. Brandon siap juga untuk hadir. Daniel menyiapkan diri untuk lamaran hari ini. Dengan jas dan parfum yang akan memikat hati dari Jessie. Dengan hati yang gembira ia langsung menuju ke apartemen Jessie. Jessie sungguh menawan pada hari itu. Mengalahkan bidadari yang ada di surga. Dengan gaun yang cantik dan make up naturalnya membuat ia seperti bidadari tanpa sayap. Dengan kecantikan itu membuat Daniel tidak sabar untuk segera melamarnya. Daniel menuju ke lobby utama untuk menjemput Jessie. “Tuhan, cantik banget ciptaan Mu hari ini.” goda Daniel. “Ganteng banget pasangan ku hari ini, udah kayak pangeran.” Jessie membalas godaan dari Daniel. Daniel tersenyum salting. Daniel langsung menginjakan gasnya menuju ke restoran. Sesampainya di restoran “Sebelum turun pake dulu ini.” perintah Daniel untuk memakai kain untuk menutupi mata Jessie. “Ada apa ini?” tanya Jessie curiga. “Santai aja, gapapa.” jawab Daniel. Daniel jalan menuntun Jessie menuju ke sebuah ruangan yang telah disiapkan. Ruangan yang penuh sekali dengan lilin dan bunga. Meja yang di 67

sekelilingnya dihiasi oleh bunga dengan bentuk hati. Dengan live music yang romantis yang suaranya diisi oleh Brandon yang merdu seakan akan seperti burung kenari yang berkicau dengan merdu. Dibukalah penutup mata Jessie. Jessie sangat terkejut atas surprise yang ia terima. Jessie memandang terheran-heran dan sangat terharu. Saat ia berbalik Daniel sudah berlutut dan mengarahkan cincin kepada Jessie. “Hi Jessie cantik, maukah kamu menikahi aku?” tanya Daniel yang gembira. Brandon dari jauh menyoraki “Terima, Terima, Terima!” Jessie pun menjawab sorakan Brandon “Iye, iye jangan berisik dulu.” Jessie menatap mata Daniel dengan penuh cinta kasih. “Aku mau jadi istri kamu Daniel James.” jawab Jessie dengan terharu. Daniel memasang cincin lamaran itu. Mereka berpelukan dengan romantis. Brandon lari dan berpelukan juga. “Asikk, bentar lagi dah nikah” teriak Brandon. Jessie dan Daniel duduk ditempat yang disiapkan dan makan bersama. Sambil mendengarkan suara Brandon yang luar biasa bagus itu. Dua minggu kemudian Daniel segera menata pernikahan yang akan diadakan di pulau pribadi yaitu “Pulau Macan”. Pulau yang sangat cantik. Daniel dan 68

Jessie sangat suka dengan pulau itu. Jessie menyewa pulau itu dan menyewa wedding organizer. Jessie menyarankan jangan undang banyak-banyak orang. Hanya yang dekat saja. Daniel setuju dengan usulan itu. Keesokan harinya, Daniel izin pergi selama 3 hari sebentar untuk mengurusi pekerjaannya. “Jess, gue pergi 3 hari dulu ya, ada job dari tempat magang.” chat Daniel. “Oke dan, hati-hati.” balas Jessie di chat. Namun, ini merupakan tipu daya dari Daniel. Ia ingin bermain judi di Bandung selama 3 hari. Daniel sudah tidak magang lagi ternyata. Di Bandung ia bersenang-senang dan utangnya pun bertambah lagi. Saat di Bandung ia melihat seorang wanita yang cantik sekali di tempat judi itu. Daniel memandang wanita itu dan wanita itu memandang balik tatapan Daniel yang tajam itu. Wanita itu sambil meminum champagne dan melihat Daniel dengan tatapan menggoda. Daniel segera menuju ke tempat bar itu. “Hello, nama gue Daniel.” Daniel memperkenalkan dirinya dengan gagah. “Hi, gw Lisa.” balas wanita itu. “Oh, salam kenal. Sendirian aja?” tanya Daniel. “Iya sendirian aja nih.” Lisa membalas pertanyaan itu. “Ooh, kirain sama pacar lu, masa 69

wanita secantik ini ga punya pacar. Pasti punya kan?” tanya Daniel. “Ah, gue single sekarang, 2 minggu lalu baru putus.” ujar Lisa. Daniel pun mengajak Lisa pergi sebentar ke taman depan tempat judi itu. Udara yang menyejukan menghiasi suasana itu. Lisa curhat kepada Daniel tentang mantannya yang sangat bikin ia sedih. Daniel mengajak pergi sampai akhirnya berakhir di Hotel. Keesokan harinya, Lisa menyatakan cintanya dan Daniel pun juga mencintai Lisa. Padahal Daniel akan lamaran. Lisa mengetahuinya karena chat WAnya bersama Jessie. Mereka akhirnya menjadi pasangan gelap. Daniel pulang kembali ke Jakarta. Ia bertemu dengan Jessie. “El, ngapain aja di Bandung?” tanya Jessie. “Tugasnya banyak, suruh ini itu. Pusing dah.” bohong Daniel. Mereka bermain bersama dan makan bersama sampai malam. Jessie sungguh senang hari itu. Namun, Daniel selalu memikirkan Lisa yang sangat cantik itu. Ia tidak bisa lepas darinya. 20 Maret, mereka sudah bersiap-siap untuk pernikahan. Keesokan harinya, Daniel dan Jessie beserta keluarganya memesan sebuah kapal menuju Pulau. Mereka bersenang-senang di Pulau itu. Datanglah juga para tamu 70

undangan. Teman dekat dari Daniel dan Jessie di waktu sekolah dan kuliah. Brandon datang juga ke pernikahan itu. “Asik besok udah nikah aja temen gue. Perasaan kemarin masih jadi berandalan kita.” ujar Brandon. “Iya, gak kerasa.” jawab Daniel. Mereka nyanyi-nyanyi sampai malam. Ternyata, malam itu Lisa datang ke pernikahan. “Hi, Jessie ya?” tanya Lisa. “Oh, iya betul. Siapa anda?” tanya Jessie. “Ini temen gua dari tempat kerja.” jawab Daniel dengan agak gelisah. “Ooh, salam kenal.” ujar Jessie sambil berjabat tangan. Keesokan harinya, merupakan hari yang ditunggu-tunggu. Dengan konsep outdoor, bunga putih dan kain putih menghiasi altar. Jessie sungguh cantik hari itu dengan gaun putih yang membuat ia tambah menawan. Daniel sudah siap di altar menunggu Jessie. Mereka mengucapkan janji suci pernikahan dan mereka yang hadir gembira. Kecuali Lisa yang tampak memikirkan sesuatu. Brandon bernyanyi dengan indah lagi. Mereka berdansa–dansa dan menikmati hari itu. Malam hari Jessie pergi ke kamar. Tiba-tiba di tempat tidurnya terdapat surat. Surat itu dibuka dan Jessie kaget. Surat itu membuatnya itu 71

merinding. Surat yang dihiasi oleh darah itu berisi dengan kata kata “See you in Hell.” Jessie lari menuju Daniel yang ternyata sedang berbincang-bincang dengan Brandon dan Lisa. Daniel dan Brandon dipanggil Jessie. “Sorry, ada urusan penting. Ke kamar langsung.” ujar Jessie yang tampak panik. Daniel pun mendesah dan segera mengikuti Jessie. “Ntar dulu ya lis” ujar Brandon. “Oke oke.” jawab Lisa sambil senyum. Mereka pergi langsung dari hadapan Lisa. Lisa melihat mereka dengan tatapan sinis. “Lihat nih, ada surat. Bikin merinding aja.” ujar Jessie ketakutan sambil menyerahkan surat itu. Mereka melihatnya dengan teliti. “Orang iseng ini.” ujar Daniel. “Gila lu, ini darah.” ujar Brandon. “Warna cat doang paling, dah jangan panik hari yang menyenangkan loh hari ini. Mending nikmati hari ini.” ujar Daniel dengan tenang. Jessie melihat Daniel yang aneh itu. Brandon memiliki firasat yang buruk akan terjadi sesuatu. Jam menunjukan pukul 1 pagi. Para tamu segera ke kamar masing-masing. Jessie, Daniel dan Brandon masih berbincang mengenai surat itu. Daniel yang sudah jenuh pamit pergi ke kamar. “Ke kamar dulu ya, udah capek nih.” ujar Daniel dengan nada lelah. Mereka mengizinkan Daniel 72

pergi. “Ada yang aneh ga sih dari Daniel?” tanya Jessie. “Iya kayak beda banget hari ini. Mungkin lelah dan senang.” jawab Brandon. Jessie mengangguk dan minum segelas air putih. “Oke, gue pamit dulu. Ngantuk sekarang mau tidur.” ujar Jessie. “Okelah kalau begitu.” ujar Brandon. Jessie segera jalan menuju ke kamarnya. Ternyata Daniel belum ada di kamarnya. “Kemana lagi Daniel ini?” heran Jessie. Jessie sangat lelah sehingga ia segera berbaring dan tidur. Hari menunjukan pukul 2 subuh. Keheningan dan desiran angin pantai menghiasi pulau itu. Tiba-tiba keheningan itu terpecahkan oleh jeritan seseorang. Daniel teriak dengan sekeras-keras mungkin. Daniel menemukan Jessie telah meninggal terbunuh di tempat tidurnya. Seluruh kasur diwarnai oleh darah. Brandon yang masih terjaga langsung lari dari kamarnya. Brandon terkejut dan marah ketika melihat Jessie telah terbunuh. “Siapa yang berani kayak gini!” marah Brandon. Daniel tidak bisa berkata apa-apa. Ia menangis sambil memeluk Jessie. Brandon menenangkan Daniel. Para tamu pun mendengar teriakan itu. Papa dan mama Jessie datang ke tempat itu. Brandon 73

berusaha menahannya tapi, terlanjur telah terlihat. Mereka menangis dan Daniel menenangkan mereka. Pagi hari diumumkan bahwa Jessie telah meninggal. Semua terkejut dan ada juga yang menangis karena tidak menyangka. Pulau yang tadinya bahagia menjadi suram dan menyedihkan. Brandon memanggil salah satu teman polisinya yaitu detektif Samuel yang dikenal sangat pintar itu. Siang hari tim kepolisian datang dan detektif Samuel datang. “Sungguh menyedihkan, barus beberapa jam menikah udah meninggal.” ujar Detektif Samuel kepada tim kepolisian. Mereka tertawa dan segera menyelidiki kamar Jessie dan Daniel. “Ketemu jam berapa sama Jessie?” tanya Samuel. “Kira-kira jam 2” ujar Daniel. “Saya tidak butuh kira-kira.” ujar Samuel. “Jam 2 iya benar, saya ada saat itu.” bela Brandon. “Oke, kemana kalian saat itu?” tanya Samuel. “Saya selesai ngobrol-ngobrol bersama Jessie dan Daniel langsung ke kamar. Saya di sana baca buku, lalu terdengarlah suara teriakan dari kamar Jessie.” ujar Brandon. “Oke, kalian habis ngobrol bareng, Jessie pergi jam berapa.” “Saat itu Daniel yang pamit dahulu jam 1.15 ia pergi ke kamar, katanya ngantuk dan 15 menit kemudian Jessie pamit. 74

Seharusnya lu ada di kamar dong kalau gitu El?” “Lu nuduh gue sekarang?” tanya Daniel. Mereka beradu mulut. “Tenang bukan saatnya berantem. Daniel, anda pulang duluan dan kemana saat itu? bukannya ngantuk, seharusnya tidur dong?” tanya Samuel. “Saat itu saya ingin tidur, namun saya ke dapur terlebih dahulu dan mau pesen makanan. Saya masih lapar.” ujar Daniel. “Oke oke, Jon tanya orang dapur apakah Daniel benar ke dapur.” perintah Samuel ke salah satu anak buahnya. Beberapa menit kemudian Joni datang dan mengatakan hal ini benar. “Oke lah kalau begitu, sebaiknya kita makan siang dahulu.” ujar Samuel. Mereka pergi untuk makan siang. Tapi, Samuel tetap menyelidiki dan melihat seorang yang menarik yaitu Lisa. Ia berniat untuk mewawancarai habis makan siang. “Detektif, ada penemuan baru, ayo sini.” ajak salah satu anak buahnya. Mereka menemukan ada sebuah pisau yang dilumuri darah telah dibuang di semak-semak. Pisau itu dari dapur. “Menarik, pisau dapur.” ujar Samuel. Beberapa menit kemudian ia seperti janjinya mewawancarai Lisa. “Anda siapanya Daniel atau Jessie.” “Saya teman kerjanya Daniel.” “Menarik, udah kenal dia berapa lama?” tanya Samuel. “Eh.. 1 tahun lebih.” jawab Lisa. “ Oh, setahun.” 75

jawab Samuel. “Kemarin malam, anda dimana?” tanya Samuel lagi. “Saya setelah jam 12 langsung ke kamar tidur.” ujar Lisa. “Oke oke.” ujar Samuel sambil mencatat semuanya yang telah disampaikan oleh Lisa. Samuel mewawancarai semua dan semua memiliki alibi masing-masing. Namun, ada yang menarik ketika seorang polisi menemukan sebuah surat yang belum akan ditulis yang berisi “Tidak ada yang….” Surat tersebut belum selesai ditulis. Samuel suruh semua merahasiakan ini. Samuel berbincang-bincang dengan Brandon. “Udah kenal berapa lama kalian?” tanya Samuel. “Udah lama banget, dari SD udah jadi sahabat.” ujar Brandon. Samuel mengangguk dan memikirkan sesuatu yang mengganjal. Ia mempunyai firasat bahwa ini ada masalah dari luar. “Apakah akhir-akhir ini ada masalah mereka berdua?” tanya Samuel. “Dulu ada masalah sih, Daniel kecanduan judi tapi udah selesai katanya. Terus Daniel akhir-akhir aneh banget. Saya lihat Daniel deket banget sama Lisa.” jawab Brandon. “Oke, judi dan Lisa.” ujar sambil mencatat. “Besok siang suruh seluruh tamu kumpul di taman. Lihat juga seluruh aktivitas keuangan Daniel.” perintah Samuel kepada Joni. Joni segera melakukannya. 76

Beberapa jam kemudian, terdapat suatu yang menarik. “Daniel telah melakukan transaksi kemarin sebanyak 300 juta ke seorang yang tidak jelas. “Menarik. Besok adalah waktu mainnya.” ujar Samuel. Brandon diundang untuk berdiskusi dengan Samuel. “Saya mau bertanya apakah anda pernah jatuh cinta kepada Jessie?” ujar Samuel. “Saya pernah dan itu sudah lama sekali sebelum kuliah.” ujar Brandon. “Apakah anda cemburu dengan pernikahan ini?” tanya Samuel dengan serius. “Anda sekarang mau nuduh saya?” tanya Brandon dengan nada sedikit naik. “Bukan, saya hanya menanyakan kemungkinan.” “Saya tidak cemburu, tapi ada sedikit.” ujar Brandon. Samuel mengangguk dan segera meninggalkan Brandon. Samuel pergi ke Joni dan meneliti bukti-bukti yang kuat. Tulisan yang mirip sekali dengan tulisan Lisa di buku tamu undangan, pisau dapur, Lisa yang sangat dekat dengan Daniel, Judi, Cemburu, dan satu wawancara yang menarik. Semua seperti sebuah puzzle yang saling menyambung. “Oke, siap saya mengerti.” Siang hari mereka dikumpulkan di sebuah taman. Angin dari pantai dan desiran ombak membuat suasana menjadi sejuk. Samuel pun memulai berbicara. “Pada kali 77

ini kita telah dikejutkan oleh peristiwa pembunuhan. Pembunuhan ini diancam dengan sebuah surat.” Samuel menunjukan sebuah surat. Mereka terkejut melihatnya. Suasana yang sejuk awalnya menjadi sangat dingin sekali. Mereka merinding seketika. Samuel melanjutkan “Memang, sangat sedih sekali. Jessie dibunuh kira-kira jam 1.40 menurut forensik. Daniel yang menemukannya. Saya telah mewawancarai semua dan banyak alibi yang dimiliki masing-masing dari kalian. Tapi, saya menemukan pembunuhnya. Pembunuh yang sangat kejam.” Samuel berhenti sebentar sambil meneguk segelas air putih. Ia melanjutkannya lagi “Brandon setelah saya wawancarai mengenai ini sungguh sedih. Namun, ternyata selama ini ia cemburu kepada Daniel. Ia sangat cemburu karena Daniel menikah dengan Jessie yang ia cintai juga.” Mereka semua terkejut. “Fitnah macam apa ini!” Brandon sangat marah. “Tenang, pembunuhnya bukan kamu. Pembunuh sebenarnya adalah Daniel dan Lisa. Selama ini mereka adalah pasangan gelap yang sangat menjijikan. Pembunuh yang sangat dingin.” ujar Samuel. Semua tercengang. Brandon segera marah dan Daniel juga. “HEY, APA-APAAN, SAYA SUNGGUH CINTA JESSIE!” teriak 78

Daniel sambil nangis. “Sayang, bukti sudah kuat. Anda pergi ke dapur, pura-pura pesan makanan dan anda mengambil pisau dapur itu. Pisau dapur itu anda bawa dan seperti seorang saksi berkata bahwa Daniel dan Lisa ditemukan jalan berdua jam 1.30. 15 menit sebelum pembunuhan. Daniel bukan yang menusuknya namun Lisa. Daniel tidak kuat pastinya karena benar masih ada rasa cinta. Mereka pergi dan membuang pisau tersebut. Sungguh bodoh buang di semak-semak. Daniel membunuh Lisa karena ingin mewarisi kekayaan untuk melunasi hutang dari judinya. Lisa sangat cemburu juga seperti yang saya bisa lihat melalui matanya. Tidak bisa bohong. Menarik lagi ketika tulisan dari surat ditulis oleh Lisa sendiri. Ini dia buktinya.” Samuel melempar surat yang mereka temukan. “Kami temukan di kamar Lisa.” lanjut Samuel. “Sehingga pembunuhnya adalah pasangan gelap ini, Lisa dan Daniel.” setelah Samuel menjelaskan semua Brandon berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Daniel. Brandon menonjok Daniel. Polisi segera menghalau mereka. Daniel dan Lisa ditangkap. Brandon sangat sedih dan berterima kasih pada detektif Samuel. Hari yang 79

sangat menegangkan dan sedih bagi Brandon. Ia merasa dikhianati oleh temannya sendiri. Keesokan harinya… Makam dihiasi oleh warna hitam. Orangtua Jessie sangat sedih sekali. Brandon juga tidak menahan tangisan yang ada. Pastor memimpin ibadat penguburan untuk Jessie. Hujan seketika mengguyur makam itu. Langit-langit juga tampaknya tidak bisa menahan tangisannya. Detektif Samuel juga menghadiri pemakaman itu. Orangtua Jessie, Brandon dan detektif Samuel kumpul saat penguburan selesai. “Jangan sedih, ini adalah peninggalan terakhir dari Jessie.” kata papa Jessie dan memberikan sebuah bingkai dan didalamnya ada gambar mereka bertiga. Brandon mengambil dan menarik foto itu. Ia merobek foto Daniel dengan sedih. Daniel nangis sehingga ia tidak bisa berdiri dan berlutut di hadapan orang tua Jessie. “Maaf tidak bisa menjaga Jessie.” kata Brandon. Brandon sangat menyesal. “Bukan salah kamu, tidak apa-apa” kata papa Jessie dan menyuruh Brandon untuk berdiri. Mereka pun berpelukan dan menangis. 80

Waiting for You… Oleh: Vincentius Nicholas Langgeng Air menetes dari keran wastafel. Detik jam terdengar nyaring. Bau obat-obatan khas rumah sakit menyengat menusuk hidung. Terlihat seorang anak SMA akhir sedang duduk di sebelah ranjang yang ditiduri oleh seorang anak SMA yang tidur dengan tenangnya. Dia terlihat sangat amat termenung bagaikan tak berjiwa, entah melamun atau berduka, tidak bisa dibedakan. Tatapannya yang kosong menatap ke depan bagaikan sirna semua harapan hidupnya. Di bangku SMA kelas XII suatu sekolah berkelas di Indonesia, terlihat seorang anak lelaki yang sedang memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong. “Jack fokus ke pelajaran!” Bentak seorang guru matematika. “Haahhh, maju¿ Apa harus, Pak tua¿” Dengan nada yang sarkastik Jack mengejek gurunya. 81

“Jaga sopan santunmu anak muda, bila kau merasa sangat hebat mengapa kau tidak maju dan kerjakan yang ada di papan tulis” Dengan gerakan malas, dia maju dan mengerjakan yang ada di papan tulis dengan benar dan cepat. “Sudah ya Pak tua.” Sambil tersenyum sinis, dia menatap sang guru dan kembali ke kursinya dengan angkuh. Bel tanda istirahat berbunyi dengan kencang semua orang keluar dari kelas untuk makan, dan hanya tinggal Jack sendiri duduk di kursinya. “Oi Jack! Bro, apa benar yang kudengar dari beberapa temanku bahwa engkau mempermalukan pak Alan?” “Ya” “Begitu ya…Kau gila, hahahaha.” “...” Jack hanya menatap dengan tatapan bosan dan dia kembali melihat keluar jendela bagaikan tidak menghiraukan sahabatnya itu. “Tapi Bro, hati-hati kau bisa dalam masalah karena sifat sombongmu itu” Lalu Ryan sahabat Jack melanjutkan “Disamping itu sudahkah kau mendengar kabar bahwa ada seorang siswi yang akan pindah ke sekolah ini besok?” “Hmm…?” 82

“Aku menarik perhatianmu rupanya. Kabarnya dia ada masalah di sekolah sebelum nya dan terpaksa pindah ke sini. Orangtuanya cukup berduit jadi dengan mudah dia masuk ke sekolah ini. Untuk informasi lebih, dia akan masuk ke kelasmu, menurut kepala sekolah.” “Koneksimu hebat dan banyak sekali ya rupanya.” “Akhirnya kau bicara, tapi ya memang begitu. Sebentar lagi jam istirahat akan berakhir, aku mau kembali ke kelasku. Oh ya satu informasi kecil, siswi itu sama sepertimu, penyendiri dan tidak punya banyak teman, cobalah berteman dengan dia bro. Dah” Keesokan paginya, saat waktu wali kelas, masuk seorang murid perempuan yang cantik dengan rok yang sampai lutut, pipi agak kemerahan, rambut hitam halus panjang, tinggi rata-rata perempuan Indonesia pada umumnya, dan muka imut putih. Lalu terdengar suara merdu yang halus. “Selamat pagi semua, perkenalkan aku Tasya, aku dari sekolah (nanti isinya), hari ini akan sekelas dengan kalian, mohon bantuannya.” Lalu anak perempuan ini memilih kursi kosong yang ada di sebelah Jack sekalipun banyak yang menawarkannya kursi. Tidak ada yang 83

menempati kursi itu karena tidak ada yang tahan dengan Jack yang acuh tidak acuh dan sering kali terkesan angkuh. “Aku duduk di sini ya” “Mmm…Terserah.” Pelajaran lalu di mulai, dan seperti biasa Jack melamun ke luar jendela pada pagi yang cerah. Dia sempat menoleh ke teman sebangkunya sebentar karena rasa penasaran yang dari tadi pagi menggerogotinya. Pandangan mereka bertemu! Jack dengan segera memalingkan pandangannya. ‘APA-APAAN! Mengapa dia memandangiku!?’ Pikirnya. Jack lalu kembali menoleh ke Tasya dan menemukannya sudah melihat ke papan tulis. ‘Hanya perasaanku saja, bodoh ah. Tapi…Apa dia benar-benar memandangiku? Nga, nga mungkin.’ ‘Aku hampir ketahuan! Apa tadi dia melihatku memandanginya sepanjang pelajaran?’ Sambil menatap papan, Tasya tidak bisa tenang ‘Tapi dia sangat keren dan tampan, aku tidak percaya banyak orang tidak menyukainya, kata temanku dari sekolah sebelumnya mengatakan dia aneh dan penyendiri.’ Pada hari pertama itu berakhir dengan keheningan diantara kedua anak muda yang canggung ini. Selama 84

beberapa hari kedepannya hal ini berlangsung selama 2 minggu. Lalu pada suatu hari yang sedang hujan bagaikan awan sedang menangisi hilangnya matahari, terdengar suatu suara yang cukup lantang.. “Ok! Cukup, kenapa kau terus memandangiku!?” “Jack diam! Ini sedang pelajaran” kata guru Anton. “Ya, maaf Pak.” Dengan suara yang lebih berbisik, “Tasya, mengapa engkau terus menatapku, itu menyeramkan kau tahu.” “Oh, maaf , uhhhh…ahhh…aku hanya mengagumimu.” “Huh…? Kenapa?” “Aku tidak tahu, tapi aku hanya senang saja memandangimu, apakah salah?” “Tentu salah! Itu bahkan aneh.” “Iyakah?” “Iya. Haaahh, daripada ini berlangsung terus, marilah kita mulai dari awal dan berkenalan saja. Hai aku Jack, teman sebangkumu” “Aku Tasya… hanya Tasya.” “...Jadi bagaimana kabarmu?” Dari perjumpaan canggung ini, muncul warna yang berbeda dan baru pada kedua jiwa yang pemalu. Dalam 85

beberapa bulan Jack dan Tasya menjadi sahabat dekat. Sekalipun tidak secara langsung, mereka terlihat roti dan mentega, hampir tidak bisa terpisahkan. “Oi, Bro! Apa kabarmu? Aku mulai jarang menemuimu. Apa yang kau lamunkan? Tasya¿” “Omong apa kau ini! Tentu tidak, kami hanya sahabat. Sama seperti kau dan aku. Ti..tidak ada yang spesial.” “Bro, aku sudah mengenalmu sejak SD kelas 1, aku sudah tahu kau sedang berbohong sekarang. Aku mengerti dirimu sekalipun yang lain tidak.” “Ya, ya kau benar. Setelah diingat-ingat, pertemuan kita juga aneh” “Haha, ya. Waktu itu, aku sedang diganggu oleh 3 anak kelas 2 dan hampir akan dipukuli karena mulutku yang liar. Pada saat itu entah dari mana engkau datang dan menghajar mereka.” “Aku hanya bisa sedikit bela diri.” “Ya, tapi kau menyelamatkanku. Tapi pada saat itu engkau menghilang entah ke mana. Selama beberapa hari kedepan aku mencarimu untuk berterima kasih. Lalu menemukanmu di posisi sedang diejek oleh seluruh kelasmu. dan…” 86

“kau membantah semua ejekan mereka dengan argumentasi yang baik. Ya, aku ingat. Kita ini dua kutub yang berbeda tapi saling memerlukan” “HahahaHahaha, ya kau dengan berbagai macam talenta dan bakatmu, dan aku dengan berbagai keahlian sosialku.” Lalu terdengar suara dari belakang mereka berdua. “Jack! Hai!” “Oh itu dia pacarmu.” “HEY! Sudah aku bilang dia bukan…” “Oh hai Ryan.” “Hai Tasya, apa kabarmu?” “Baik, kau?” “Aku baik.” “Oh baguslah, kalau begitu aku duluan ya. Kalian berdua saja. Semoga beruntung Jack. Oh ya, besok ayo main game di rumahku, aku baru membeli game baru untuk PS5-ku.” “Dasar kau!” Dan dengan begitu Ryan pergi ke kelasnya di saat yang bersamaan bel kelas berbunyi nyaring, tanda masuk ke ruang penderitaan bagi Jack. 87

“Oh! Ayo Jack, kita masuk.” Kata Tasya sambil menarik tangan Jack dengan tangan lembutnya sambil tersenyum manis dengan berjalan mundur. “OOOOIII” Sahut Jack sembari menjadi merubah mukanya menjadi tomat tanpa disadari olehnya. Sesampainya di depan kelas, bisa dilihat semua murid sudah berkumpul dan guru mata pelajaran geography bisa dilihat di ujung lorong gelap karena kurangnya jendela untuk masuknya vitamin C. “Ayo, kita masuk sebelum dimarahi oleh Bu guru” “I..Iya” Dengan singkat Jack menjawab. Dengan cepat Tasya menarik Jack dan membimbingnya duduk dibangku mereka. Pelajaran dimulai dan seperti biasa Jack langsung memandang ke arah jendela dengan tatapan kosong. Lalu ada sepucuk kertas di bawah pangkuan tangan Jack. ‘Hey, kemana kau memandang? Aku disini. Apakah pemandangan diluar jendela lebih menarik daripada diriku?‘ Jack lalu menoleh kembali ke Tasya dan dia menemukannya tersenyum lembut dan manis. Lalu dia 88

membuka bibirnya yang halus dengan suara merdunya berkata. “Ah, akhirnya kau kembali kepadaku.” “Maaf aku, kebiasaan jelekku” “Jack, sehabis pulang sekolah apa kamu mau jalan-jalan bersamaku berdua? Ada mall yang baru buka dua minggu yang lalu.” “Uhh, anu, ya boleh saja.” Pada siang harinya setelah pulang sekolah Jack sudah menunggu di depan sebuah toko buku dengan menggunakan hoodie abu-abu dengan menggunakan headphone di lehernya, celana panjang hitam dan sepatu hitam dengan garis putih di sampingnya, sebuah gambaran anak zaman 21 yang terlihat gaul. Datanglah Tasya tidak lama setelah itu. Dia berpakain baju putih simple dengan celana panjang krem “Jack!!!” “Oi!” “Wah kau sudah sampai duluan” “I…ya……Imutya.” “Heeehh, apa!?” “Maaf! Keceplosan!” 89

“Aku sih…nggak apa-apa disebut gitu sama kamu.” Dengan suara yang lebih teredam dan kecil yang hampir berbisik, Tasya mengakhiri pembicaraan mereka. “Uhh…Tasya, ayo kita coba jalan-jalan dulu sebentar.” “Iy…Iya” Karena percakapan singkat ini mereka menjadi canggung diam yang panjang diantara ‘Ahhhhh! Dia imut sekali aku sampai keceplosan, aku tidak bisa berkata apa-apa’ Di sisi lain ‘Ah dia keren sekali aku sampai tidak bisa berkata-kata kepadanya’ Sekalipun tidak banyak kata yang diucapkan, mereka bersenang-senang dalam hal kecil-kecil yang mereka lakukan dari melihat-lihat barang kecil yang ada di display, berbagi es krim strawberry yang mereka suka, dan pelukan rangkulan yang mereka lakukan di sini dan di sana. Dunia bagaikan berhenti pada tempatnya penuh warna abstrak pastel yang warna-warni, suatu kelembutan yang tak bisa dilihat tapi bisa dirasakan, dan sebuah hubungan yang dibagi oleh dua orang yang diluar akal dan pikiran. ‘Andaikan aku saja ini ada seperti yang ada di lamunanku yang tak terbatas, apakah kita akan bisa…’ ‘Coba saja waktu tidak berjalan. dan membeku di tempat, apakah kami mungkin bisa…’ 90

‘Bersama?’ Jam menunjukan jam 9 malam, toko-toko sudah tutup, lampu mulai di dipadamkan, bulan menjemput diluar bagunan, dan hari hampir berakhir. “Sungguh hari yang menyenangkan ya.” “Haha ya, itu masih ada di pipimu.” “Oh ya? Di mana?” “Disini” Sebuah bibir halus dirasakan di satu pipi Jack. “Hey kenapa lagi kau? Melamun lagi?” “Apa yang baru saja yang terjadi?” “Aku memberikanmu sebuah kecupan. Malam ini sedikit dingin ya. Oh itu ya jemputanku, aku duluan ya.. Dah” Tasya memasuki mobilnya papanya dan berangkat melewati malam yang sejuk dingin dan gelap. Sementara itu Jack sedang memulihkan diri apa yang habis dia alami. “Ya, malam ini sangat dingin, aku harus menutup jaketku.” Jack, berjalan pulang sendiri ke rumahnya akan tetapi ada suatu perasaan yang menjanggal baginya yang seperti 91

lubang yang terus menggerogotinya. ‘Kenapa ya aku tidak bisa merasa tenang? Rasanya ada sesuatu yang salah perpisahan tadi. Ada sesuatu yang salah’ “AAAHHH bodo amet, cuma perasaan ga nyaman yang gak jelas.” Rintik mulai turun, perlahan-lahan bagaikan awan telah menyaksikan suatu tragedi yang sangat menghorrorkan. ‘Aku harus cepat-cepat pulang sudah akan hujan dan sepertinya akan menjadi hujan yang lebat.’ Besok paginya, embun pagi masih ada di dedaunan, udara dingin masih menusuk kulit, hujan malam yang deras telah mereda dan semua berjalan seperti normal hanya saja tidak ada Tasya. Tidak seperti biasa, Jack tidak melamun dan memandang, entah apa yang dia pandang. Kursi kosong yang di sebelahnya sungguh terasa jangal baginya. “Aneh rasanya baru kemarin aku berpisah dengan Tasya, ada apa ini mengapa dia tidak masuk hari ini?” Sepulang dari sekolah, Jack berjalan keluar dari sekolah dengan tergesa-gesa. “Oi Jack, mau main game kah hari ini?.” “Maaf Ryan, aku tidak bisa hari ini, ada yang harus aku lakukan. Lain waktu aku akan datang ke rumahmu.” 92

‘Aneh anak itu tidak pernah seaktif ini dan aku tidak pernah melihat raut wajah itu…Ada apa? Mengapa mukanya sangat khawatir dan penuh keraguan? Dia tidak pernah menunjukan keraguan kekhawatiran.’ “Ma, aku pulang sendiri hari ini, ada rumah teman yang harus aku kunjungi. Iya-iya aku tidak akan pulang kemalaman nanti. Ada seorang teman yang harus aku kunjungi. Oukey, dah.” “hah, hosh, heh, capek. Akhirnya sampai juga di rumahnya.” Seorang satpam penjaga rumah yang memiliki badan besar yang kekar berambut keriting hitam dan berwajah gusar menegur Jack “Nak, kenapa kau berdiri di depan gerbang? Ada keperluan apa?” “Pak, aku temannya Tasya, bisakah saya masuk ke dalam?” “Maaf Nak, sebagai penjaga rumah ini, saya tidak bisa dengan sembarangan membiarkan orang asing masuk ke dalam rumah.” Setelah perdebatan yang cukup lama antara Jack dan satpam penjaga rumah Tasya, terdengar suara dari dalam rumah yang besar dan mewah itu. 93

“Biarkan anak itu masuk, aku kenal dia. Ada hal yang ingin aku bicarakan dengan dia.” “Baik pak, Nak kau dapat izin masuk, silakan.” “Terima kasih Pak.” “Jack, mari kita masuk, perbincangan ini lebih baik dilakukan di dalam.” “Oke Om.” Jack mengikuti seorang yang terasa berwibawa putih dan dengan menggunakan pakaian serba putih mulai dari rambut putihnya yang beruban, baju blazer dan celana yang putih dilengkapi dengan pantofel putih yang mengkilap karena semiran yang bagus, dan kulit putih seorang keturunan bule. Jack terus mengikuti orang ini sampai di lorong yang cukup panjang, sampai akhirnya mereka sampai di ruang tamu yang mewah dengan lampu besar yang menghiasi ruangan tersebut dan pencahayaan yang mewah seperti di dalam film “Beauty and the Beast” “Silakan duduk nak, aku tahu kenapa kau datang ke sini kemari. Aku yakin bahwa kau kesini untuk mencari Tasya.” “Benar Om, bagaimana anda bisa tahu?” 94

“kemarin malam, engkau orang terakhir yang melihat anakku dalam kondisi sadar…” “OM APA YANG TERJADI?” “...” “...Maaf om, aku terbawa emosi.” “Ehem, seperti yang saya katakan tadi, kau adalah orang terakhir yang melihatnya dalam kondisi tersadar. Semalam…” Ada sebuah keheningan besar yang terjadi diantara mereka yang berlangsung seperti selama-lamanya. Setiap detik yang berlalu terasa semakin berat, dan sekalipun ruangan itu dilengkapi dengan dua AC yang menyala, sangat terasa panah hawa yang tidak terlihat. “Terjadi kecelakaan di jalanan kemarin malam, salah satu mobilku menabrak sebuah tiang listrik yang berada di jalanan malam. Seperti yang kau tahu, kemarin malam hujannya sangat lebat dan jalan nya licin sekali terutama malam itu sangat gelap.” Terjadi keheningan sementara diantara mereka lagi, lalu pria tua yang berpakain serba putih ini, melanjutkan “Sang sopir berhasil selamat dan dia cedera di bagian kakinya dan tangannya. Akan tetapi di sisi lain, puteriku, 95

dia…Tidak seberuntung sang sopir.” Dengan menghela nafas yang panjang, dia melanjutkan kalimatnya. “Kepala nya terkena benturan yang keras dengan banguk di depannya. Tasya sekarang ini sedang di dalam kondisi koma. Muka Jack sekarang bagaikan muka mayat di dalam salju yang lebat dan tebal, dia sangat pucat. Dengan mengumpulkan segala keberaniannya, dia bertanya kepada sang orangtua yang berduka ini. “Om, sekarang, di mana Tasya berada?” Dengan suara yang sangat berat dan putus asa, dia menjawab “Tasya sekarang berada di rumah sakit milikku yang tidak jauh dari sini, aku akan menyuruh salah satu dari sopirku untuk mengantarmu ke sana.” “Baik om, terima kasih.” “Nak, sebelum kau pergi, ini, kartu untuk mengakses ruang VVIP di rumah sakit milik saya. Dan satu hal lagi nak sebelum, Tasya sangat dekat denganmu, dia selalu membicarakan dirimu dalam kondisi yang berbunga-bunga. Tolong nak, jagalah dia dengan baik.” “Pasti akan aku lakukan om, pasti.” 96

Dengan cepat Jack diantar oleh sopir yang bersiap di depan gerbang. Dengan cepat mobil yang telah disiapkan melesat ke rumah sakit yang dituju. Dan Jack langsung berlari ke arah resepsionisnya. “Ya kak, ada yang bisa dibantu?” “Iya kak, bolehkah aku ke kamar VVIP di rumah sakit ini?” “Maaf , kak itu hanya bisa diakses oleh pemilik dari bangunan ini.” Dengan cepat Jack menunjukkan kartu emas dengan logo elang yang cukup aneh yang diberikan kepadanya oleh ayahnya Tasya. “Oh, maag kelancanganku kak, ayo ikut masuk ke lift akan aku antarkan kau kesana.” Selama di lift, resepsionis yang mengantar Jack, bertanya kepadanya “Kak, bila saya boleh bertanya kepadamu, sebenarnya hubunganmu dengan pasien yang ada di ruang VVIP? Apakah kau pacarnya? Karena yang aku tahu, Nyonya muda adalah anak tunggal dari Bapak besar.” Untuk sejenak Jack memikirkan sebuah jawaban. “Bisa dikatakan begitu.” 97

Mereka akhirnya sampai di mulut pintu ruang VVIP yang mewah dan sangat bersih. Jack masuk ke dalam ruangan tersebut dengan menggesek kartu yang ada di tangannya ke kunci elektronik yang tersedia di depan pintu. Jack masuk ke dalam ruangan dan dia menemukan Tasya disana, terbaring tidur bagaikan seorang putri tidur yang yang bisa menjerat hati bagi yang melihatnya. Jack mengambil kursi terdekat yang ditemukannya dan duduk di samping kasur Tasya yang terbaring di sana tanpa bisa bergerak, terjebak di dalam dunia impian yang jauh. Terlihat seorang anak SMA akhir sedang duduk di sebelah ranjang yang ditiduri oleh seorang anak SMA yang tidur dengan tenangnya. Dia terlihat sangat amat termenung bagaikan tak berjiwa, entah melamun atau berduka, tidak bisa dibedakan. Tatapannya yang kosong menatap ke depan bagaikan sirna semua harapan hidupnya. Tetesan air mata mulai berjatuhan satu persatu dari mata Jack, membasahi selimut yang menutupi Tasya. “Seharusnya aku tahu, seharusnya aku tahu. Aku sudah merasakan ada yang salah waktu itu, aku seharusnya 98

memegangmu dan mengajakmu berjalan pulang bersama ku.” Setiap hari setelah pulang sekolah, sebelum dia berjalan atau bersepeda pulang ke rumahnya yang dekat, Jack selalu datang mengunjungi rumah sakit yang dimiliki oleh ayahnya Tasya. Tidak jarang dia menemui ayah dari Tasya saat dia berkunjung ke kamar VVIP yang berada di dalam rumah sakit itu. Semenjak hari itu, Jack menjadi seorang pribadi yang berbeda sama sekali dengan dirinya yang biasa. Jack menjadi orang yang lebih hati, keangkuhannya seakan menghilang dalam satu malam menghilang hanyut ke laut yang dalam terpendam dan tenggelam. Dia menjadi orang yang lebih aktif, lebih sering membantu dan lebih banyak bergaul dengan orang-orang lain yang ada disekitarnya, lebih jarang melamun dan lebih mudah didekati. Jack menjadi orang lebih periang dan dan lebih ceria, akan tetapi semua orang tahu bahwa matahari dan sinar senyuman yang ada di wajahnya, adalah semua topeng kebohongan. Dari sorotan tatapan matanya, bisa terlihat tubuh raga yang kosong tak berjiwa bagaikan tempurung kura-kura tanpa 99


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook