Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Contoh Skripsi Mixed Method

Contoh Skripsi Mixed Method

Published by Kuliah Landung, 2020-11-25 11:25:12

Description: Contoh Skripsi Mixed Method

Search

Read the Text Version

GAMBARAN STRES KERJA YANG DISEBABKAN OLEH PERAN GANDA SERTA HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DAN WORK-FAMILY BALANCE PADA IBU BALI BEKERJA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun Oleh: Ni Putu Trisca Wisuda Putri NIM: 169114106 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020 i

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING GAMBARAN STRES KERJA YANG DISEBABKAN OLEH PERAN GANDA SERTA HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DAN WORK-FAMILY BALANCE PADA IBU BALI BEKERJA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun Oleh: Ni Putu Trisca Wisuda Putri NIM: 169114106 Telah disetujui oleh: Dosen Pembimbing Skripsi, R. Landung Eko Prihatmoko, M.Psi. Tanggal:…………………….. ii

HALAMAN PENGESAHAN GAMBARAN STRES KERJA YANG DISEBABKAN OLEH PERAN GANDA SERTA HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DAN WORK-FAMILY BALANCE PADA IBU BALI BEKERJA Dipersiapkan dan ditulis oleh: Ni Putu Trisca Wisuda Putri NIM: 169114106 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguj Pada tanggal: Dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji: Nama Lengkap Tanda Tangan 1. Penguji 1 : R. Landung Eko Prihatmoko, M.Psi. …………………… 2. Penguji 2 : Agnes Indar Etikawati, M.Si., Psikolog …………………… 3. Penguji 3: Paulus Eddy Suhartanto, M.Si. …………………… Yogyakarta,……………….. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dekan Dr. Y. Titik Kristiyani, M.Psi. iii

HALAMAN MOTTO If you wanna doing something, do it right or don’t do it at all – unknown Berucap terima kasih atas apapun yang telah terjadi. Semua sudah tertata rapi – Adjie Santosoputro Di manapun engkau berada selalulah menjadi yang terbaik dan berikan yang terbaik dari yang bisa kita berikan – B.J. Habibie Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah – B.J. Habibie – Gamaliel Tapiheru – Stephen Covet iv

HALAMAN PERSEMBAHAN v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di dalam kutipan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 14 Juli 2020 Peneliti, Ni Putu Trisca Wisuda Putri vi

GAMBARAN STRES KERJA YANG DISEBABKAN OLEH PERAN GANDA SERTA HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DAN WORK-FAMILY BALANCE PADA IBU BALI BEKERJA Ni Putu Trisca Wisuda Putri ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran stres kerja yang disebabkan oleh peran ganda serta hubungan work-family conflict dan work-family balance pada ibu Bali yang bekerja. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah work-family conflict sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah work-family balance. Penelitian ini memiliki satu hipotesis, hipotesis tersebut adalah work-family conflict memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap work-family balance. Jenis penelitian ini adalah penelitian mixed methods yakni menggabungkan metode penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel convenience sampling. Subjek penelitian ini adalah wanita yang beragama Hindu, bertempat tinggal di Bali, serta menjalankan peran sebagai ibu, istri, bekerja, dan krama adat istri yang berjumlah 388 orang. Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala yang telah diadaptasi dari Carlson et al. (2000) untuk variabel work-family conflict dengan reliabilitas sebesar 0.87 pada time-based WIF, 0.79 pada time-based FIW, 0.85 pada strain-based WIF, 0.87 pada strain-based FIW, 0.78 pada behavior-based WIF, dan 0.85 pada behavior- based FIW. Selain itu, skala yang digunakan untuk variabel work-family balance diadaptasi dari dari Bintang dan Astiti (2016) dengan reliabilitas sebesar 0.911. Skala tersebut diisi subjek secara self-report. Teknik analisis yang digunakan untuk data kualitatif adalah teknik analisis tematik dengan alat bantu MAXQDA 2018. Hasil dari penelitian kualitatif adalah konflik peran (work-family conflict) menjadi salah satu penyebab munculnya stres kerja pada ibu Bali bekerja. Pada data kuantitatif digunakan teknik analisis korelasi non-parametrik dengan alat bantu SPSS for windows versi 22. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara work-family conflict dan work-family balance. Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat work-family conflict pada diri indiviu, maka semakin rendah tingkat work-family balance pada individu tersebut. Hasil penelitian kuantitatif juga dapat digunakan untuk melihat tingkat stres kerja pada ibu Bali bekerja, yaitu ibu Bali bekerja pada penelitian ini memiliki tingkat stres kerja yang cenderung rendah. Kata Kunci: Work-Family Conflict, Work-Family Balance, Stres Kerja vii

THE DESCRIPTION OF JOB STRESS CAUSED BY MULTIPLE ROLES AND THE CORRELATION BETWEEN WORK-FAMILY CONFLICT AND WORK-FAMILY BALANCE ON WORKING BALINESE MOTHER Ni Putu Trisca Wisuda Putri ABSTRACT This study aims to describe job stress caused by multiple roles and the relationship between work-family conflict and work-family balance in working Balinese mothers. The independent variable in this study is work-family conflict, while the dependent variable in this study is work-family balance. This study has one hypothesis, this hypothesis is that work-family conflict has a negative and significant relationship to work-family balance. This type of research is mixed methods research, which combines qualitative research methods and quantitative research. This study uses a convenience sampling technique. The subjects of this are women who are Hindu, live in Bali, and carry out the roles of mother, wife, work, and krama adat istri, totaling 388 people. The scale used in this study is a scale that has been adapted from Carlson et al. (2000) for work-family conflict variables with a reliability of 0.87 for time-based WIF, 0.79 for time-based FIW, 0.85 for strain-based WIF, 0.87 for strain-based FIW, 0.78 for behavior-based WIF, and 0.85 at behavior-based FIW. In addition, the scale used for the work-family balance variable was adapted from Bintang and Astiti (2016) with a reliability of 0.911. The scale is filled by the subject in a self-report. The analysis technique used for qualitative data is thematic analysis techniques with MAXQDA 2018 tools. The result of qualitative research is that work-family conflict is one of the causes of work stress in working Balinese mothers. In quantitative data, non-parametric correlation analysis techniques are used with SPSS for windows version 22. The results of the analysis that have been carried out show that there is a negative and significant relationship between work-family conflict and work-family balance. This means, the higher the level of work-family conflict in an individual, the lower the level of work-family balance in that individual. The results of quantitative research can also be used to see the level of work stress in working Balinese mothers, namely Balinese mothers working in this study have a low level of work stress. Keywords: Work-Family Conflict, Work-Family Balance, Job Stress viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Ni Putu Trisca Wisuda Putri Nomor Induk Mahasiswa : 169114106 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan karya ilmiah yang berjudul: GAMBARAN STRES KERJA YANG DISEBABKAN OLEH PERAN GANDA SERTA HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DAN WORK-FAMILY BALANCE PADA IBU BALI BEKERJA Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain, serta mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 14 Juli 2020 Yang menyatakan, (Ni Putu Trisca Wisuda Putri) ix

KATA PENGANTAR Pada era globalisasi, tidak dipungkiri bahwa banyak wanita yang memilih untuk bekerja, termasuk wanita Bali. Seorang wanita Bali yang telah menikah dan memilih untuk bekerja akan menjalankan tiga peran yang disebut sebagai peran ganda, yakni peran pada keluarga, pekerjaan, dan masyarakat (adat). Dalam menjalankan seluruh perannya, ibu Bali bekerja dihadapkan dengan pemenuhan seluruh peran untuk mencapai keseimbangan yang disebut sebagai Work-Family Balance. Tetapi, dalam upaya menjalankan seluruh perannya dengan seimbang, tidak jarang ibu Bali bekerja akan menemukan konflik yang disebut sebagai Work- Family Conflict. Adanya konflik ketika ibu Bali bekerja menjalankan perannya, dapat menyebabkan ibu Bali bekerja mengalami stres kerja, tidak dapat menjalankan peran-perannya dengan efektif, dan tidak merasa puas dalam menjalankan seluruh perannya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian mixed methods, yakni menggabungkan penelitian kuantitatif dan penelitian kuantitatif untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah diajukan. Begitu banyak orang-orang luar biasa dan hebat yang mendukung perjalanan saya. Puji syukur yang tulus dan sebesar-besarnya saya haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas berkat dan rahmat yang telah diberikan serta penyertaan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir dengan judul “Hubungan antara Masing-masing Tipe Work-Family Conflict dengan Work- Family Balance dan Pemaknaan Peran pada Ibu Bali Bekerja terkait Awig-awig” dengan baik. x

Terima kasih sebanyak-banyaknya pula saya berikan kepada Ibu, Bapak, Detra, dan Nenek yang tidak pernah lelah memberikan dukungan dan menemani saya dalam proses penulisan tugas akhir ini. Terima kasih selalu memberikan doa dan menyempatkan waktu untuk mendengarkan segala keluh kesah selama proses studi dan penulisan tugas akhir selama ini. Terima kasih kepada Tante Ade, Tante Ayu, Tante Ketut, Tante Ade Nyambu, Om Komang, Om Sandi, dan Om Mangde yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya selama menjalani studi di luar kota serta membantu saya dalam menyebarkan kuesioner penelitian ini. Terima kasih pula kepada adik-adik saya, yaitu Orissa, Dede, Devie, Macitta, Bianca, dan Juninda yang telah menularkan keceriaan dan menjadi tempat saya bercerita tentang pengalaman selama menjalani studi di Jogjakarta. Terima kasih untuk teman laki- laki yang selalu memberikan dukungan, motivasi, bantuan, dan mendengarkan semua keluh kesah saya dalam proses penulisan tugas akhir ini. Terima kasih selalu ada dan menemani saya walaupun secara virtual di tengah masa pandemi ini. Selama proses studi dan penulisan skripsi, peneliti menyadari terdapat banyak pihak yang berkontribusi membantu peneliti melewati semua tantangan dalam proses studi dan penulisan tugas akhir. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M. Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma 2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum Ph. D. selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma xi

3. Bapak Edward Theodorus M.App.Psy dan Ibu Diana Permata Sari S.Psi., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas masukan yang Ibu dan Bapak berikan selama proses studi yang saya lewati 4. Bapak R. Landung Eko Prihatmoko M.Psi selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas kesediaan Bapak untuk meluangkan waktu, pikiran, serta memberikan kritik dan saran selama proses penulisan tugas akhir ini. Terima kasih atas ilmu, semangat dan nasihat-nasihat yang Bapak berikan selama proses penulisan tugas akhir ini. 5. Bapak Agung Santoso Ph.D selaku Kepala Laboratorium Fakultas Psikologi. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk bergabung menjadi student staff Laboratorium Psikologi 6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama proses studi berlangsung 7. Seluruh staff Fakultas Psikologi. Terima kasih atas senyuman, sapaan, canda tawa selama menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma 8. Teman-teman yang berada dalam grup “Seminar Pak Landung” (Kak Risty, Lidwina, Lucy, Yemima, Ema, Viona, Veda, dan Agatha). Terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama proses seminar sampai dengan proses penulisan tugas akhir ini 9. Teman-teman saya di grup “Tol-All Crew” (Dyah, Vilia, Lidwina). Terima kasih atas segala canda tawa dan hinaan yang saling dilontarkan xii

sejak AKSI 2016 sampai saat ini sebagai upaya untuk menghibur satu sama lain. 10. Teman-teman student staff Laboratorium Psikologi, Puspa, Sasha, Febri, Nanas, Beta, Yemima, Gesta, Michelle, dan Nje. Terima kasih atas keceriaan dan kesempatan belajar serta mendapatkan pengalaman yang menyenangkan bagi saya 11. Teman-teman Badan Pengurus Harian Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Psikologi 2019. Terima kasih Dipang dan Puspa telah memberikan saya kesempatan untuk bergabung dan memberikan saya kesempatan belajar bersama rekan-rekan BEMF Psikologi 2019. Terima kasih pula kepada Hani, Sasha, dan Vania telah menjadi rekan bendahara dan sekretaris yang sangat menyenangkan selama bergabung di dalam BEMF Psikologi 2019 12. Ni Putu Intan Ratnadi, Dewa Ayu Sri Handani, dan Ni Made Kuswindayanti selaku teman kos dan teman mengerjakan tugas. Terima kasih atas semangat, canda tawa, serta waktu yang diberikan untuk saling menghibur dan berkeluh kesah selama proses studi ini 13. Made Adelia Deshinta, Sekar Kinaryaning Langit, dan Kadek Evayanti yang telah membantu saya dalam menyusun tugas akhir ini sebagai translator alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian xiii

14. Meilinda, Zita, Ega, Jung, Vidhya, dan Luna yang selalu menemani dan memberikan dukungan kepada saya selama menempuh pendidikan di Jogjakarta 15. Teman-teman Angkatan 2016 Kelas C Fakultas Psikologi. Terima kasih atas bantuan, dukungan, dan kesempatan belajar banyak hal selama proses perkuliahan selama ini serta terima kasih sudah mau mengenal saya dan menjadi teman untuk saya 16. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) Swastika Taruna. Terima kasih telah menjadi tempat bernaung, belajar, dan tempat saya menemukan nyama Bali di Jogjakarta 17. Seluruh ibu Bali bekerja yang sudah bersedia menjadi subjek penelitian saya. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan Anda sekalian Akhir kata, terima kasih sebanyak-banyaknya seluruh pihak yang telah membantu proses penulisan tugas akhir ini. Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran guna memperbaiki penelitian selanjutnya. Terima kasih. xiv

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING…………………………………... ii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI………………………………………… iii HALAMAN MOTTO…………………………………………………………… iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………………. vi ABSTRAK……………………………………………………………………… vii ABSTRACT……………………………………………………………………. viii PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA………………………………………… ix KATA PENGANTAR……………………………………………………………. x DAFTAR ISI………………………………………………………………….… xv DAFTAR TABEL……………………………………………………………… xix DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xx DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….... xxi BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1 A. Latar Belakang……………………………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah……………………………………………………….. 14 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………... 14 D. Manfaat Penelitian………………………………………………………. 15 1. Manfaat Teoritis……………………………………………………... 15 2. Manfaat Praktis……………………………………………………… 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….... 16 I. Tinjauan Pustaka………………………………………………….…. 16 xv

A. Teori Peran……………………………………………………..... 16 1. Definisi Peran………………………………..……………….. 16 B. Ibu Bali Bekerja…………………………………………………. 23 1. Definisi Ibu Bali Bekerja…………………………………….. 23 2. Peran Ibu Bali Bekerja………………………………………. 25 C. Stres Kerja……………………………………………………….. 27 1. Definisi Stres Kerja………………………………………….. 27 2. Faktor Penyebab Stres Kerja………………………………… 29 3. Dampak Stres Kerja…………………………………………. 33 II. Landasan Teori……………………………………………………… 36 A. Work-Family Conflict…………………………………………… 36 1. Definisi Work-Family Conflict………………………..……… 36 2. Aspek Work-Family Conflict…………………..……………... 40 3. Arah Work-Family Conflict………………………………...… 41 4. Tipe Work-Family Conflict…………………………………... 44 5. Dampak Work-Family Conflict.……………………………… 45 B. Work-Family Balance…………………………………………… 45 1. Definisi Work-Family Balance…..…………………………… 45 2. Aspek Work-Family Balance…………….…………………… 49 3. Faktor Work-Family Balance……………………………..….. 52 4. Dampak Work-Family Balance.……………………………… 55 C. Dinamika Hubungan Work-Family Conflict dan Work-Family Balance pada Ibu Bali yang Bekerja………….………………..... 56 D. Skema Penelitian……………………………………….………... 60 E. Pertanyaan Penelitian dan Hipotesis………………………..…… 60 BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………… 61 A. Jenis Penelitian………………………………………………………….. 61 B. Subjek Penelitian………………………………………………………... 62 C. Penelitian Kualitatif.…………………………………………………….. 63 1. Peran Peneliti……….……………………………………………….. 63 xvi

2. Refleksi Peneliti…………………………………………………...… 65 3. Metode dan Alat Pengumpulan Data.……………………………….. 65 4. Metode Analisis Data………………………………………………... 67 5. Validitas dan Reliabilitas Data………………………………………. 70 D. Penelitian Kuantitatif..…………………………………………………... 71 1. Variabel Penelitian…………………………………………………... 71 2. Definisi Operasional………………………………………………… 71 2.1.Work-Family Conflict…………………………………………… 71 2.2.Work-Family Balance………………………………………….... 72 3. Metode dan Alat Pengambilan Data Kuantitatif……………...…….... 73 3.1.Skala Work-Family Conflict…………………..………………… 73 3.2.Skala Work-Family Balance…………..………………………… 75 4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur…………………………..…….. 77 4.1.Validitas Alat Ukur…………..………………………………….. 77 4.2.Reliabilitas Alat Ukur………………………………………….... 78 4.3.Daya Diskriminasi Item…………………………………………. 79 5. Metode Analisis Data……………………..…………………………. 80 5.1.Uji Asumsi………………………………………………………. 80 5.2.Uji Hipotesis…………………………………………………….. 81 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………..………………. 70 A. Pelaksanaan Penelitian…………………………………………………... 82 B. Deskripsi Subjek Penelitian……………………………………………... 83 C. Hasil Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif…………….……... 84 1. Analisis Data Kualitatif………….…………………………………... 84 2. Deskripsi Data Penelitian Kuantitatif……………………………..… 99 3. Analisis Data Kuantitatif……………..…………………………….. 101 3.1.Uji Asumsi…………………………………………………...… 101 3.2.Uji Hipotesis…………………………………………………… 103 D. Pembahasan Hasil Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif….…. 105 1. Pembahasan Hasil Penelitian Kualitatif……………………………. 105 xvii

2. Pembahasan Hasil Penelitian Kuantitatif…………………………... 110 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….. 122 A. Kesimpulan ……………………………………………………………. 122 B. Keterbatasan Penelitian………………………………………………... 122 C. Saran…………………………………………………………………… 123 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 125 LAMPIRAN…………………………………………………………………… 133 xviii

DAFTAR TABEL Tabel 1 Bentuk dan Arah Work-Family Conflict menurut Lingard dan Francis (2009)…………………………...……………………..... 42 Tabel 2 Faktor yang Mempengaruhi Work-Family Balance menurut Paulose dan Sudarsan (2014)………………….………………..……...… 53 Tabel 3 Tahapan Melakukan Analisis Tematik menurut Braun dan Clarke (2006)……………………………………………………………. 67 Tabel 4 Pemberian Skor pada Skala Work-Family Conflict……………… 74 Tabel 4.1. Sebaran Skala Work-Family Conflict…………….……..……..... 75 Tabel 5 Pemberian Skor pada Skala Work-Family Balance…………….. 76 Tabel 5.1. Sebaran Skala Work-Family Balance……………….………….. 76 Tabel 6 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia………..……..……..... 83 Tabel 7 Perbandingan Mean Teoritik dan Mean Empirik pada Work-Family Conflict dan Work-Family Balance……………………...…..… 100 Tabel 8 Hasil Uji Normalitas pada Work-Family Conflict dan Work-Family Balance………………………………………….….………….. 101 Tabel 8.1. Hasil Uji Linearitas Work-Family Conflict dan Work-Family Tabel 9 Balance……………………………….……………………....... 103 Kriteria Koefisien Korelasi menurut Sugiyono (2017)…………104 Tabel 10 Hasil Uji Hipotesis Work-Family Conflict dan Work-Family Balance………………………………………………………… 104 xix

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Skema Penelitian Hubungan Work-Family Conflict dan Work- Family Balance pada Ibu Bali yang Bekerja……………….……. 60 Gambar 2 Gambar 3 Hasil Pengkodean Konsekuensi Kegiatan Adat.………………… 72 Hasil Pengkodean Pemaknaan Peran pada Kelompok Data “Dijauhi Krama Adat”………………………………….…………………. 86 Gambar 3.1. Hasil Pengkodean Upaya Ketika Peran Berbenturan pada Kelompok Data “Dijauhi Krama Adat”…………………………………….. 87 Gambar 3.2. Skema Dinamika Stres Kerja dalam Menjalankan Peran Ganda pada Ibu Bali Bekerja pada Kelompok Data “Dijauhi Krama Adat”………………………………………………………..…… 89 Gambar 4 Hasil Pengkodean Pemaknaan Peran pada Kelompok Data “Krama Adat Jarang Membantu”…..……………………..……………… 90 Gambar 4.1. Hasil Pengkodean Upaya Ketika Peran Berbenturan pada Kelompok data “Krama Adat Jarang Membantu”…………………….…….. 91 Gambar 4.2. Skema Dinamika Stres Kerja dalam Menjalankan Peran Ganda pada Ibu Bali Bekerja pada Kelompok Data “Krama Adat Jarang Membantu”……………………………………………………….93 Gambar 5 Hasil Pengkodean Pemaknaan Peran pada Kelompok Data “Menjadi Omongan Krama Adat”…..……………………………………… 94 Gambar 5.1. Hasil Pengkodean Upaya Ketika Peran Berbenturan pada Kelompok data “Menjadi Omongan Krama Adat”………………..….…….. 95 Gambar 5.2. Skema Dinamika Stres Kerja dalam Menjalankan Peran Ganda pada Ibu Bali Bekerja pada Kelompok Data “Menjadi Omongan Krama Adat”……………………………………………………………...96 xx

Gambar 5.3. Skema Dinamika Stres Kerja dalam Menjalankan Peran Ganda pada Ibu Bali Bekerja…………………………………………………. 98 Gambar 6 Kajian Model Stres Kerja pada Ibu Bali Bekerja……………….. 121 xxi

LAMPIRAN 1 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3 Skala Pengukuran Psikologi…………………………… 134 LAMPIRAN 4 Hasil Uji-T……………………………………………... 149 LAMPIRAN 5 Proses Terjemahan Skala Work-Family Conflict………. 150 LAMPIRAN 6 Hasil Survei Pra-penelitian…………………………….. 154 Hasil Pengkodean Konsekuensi Kegiatan Adat ……….. 161 LAMPIRAN 7 Hasil Pengkodean pada Kelompok Data “Dijauhi Krama Adat”………………………………………………….... 169 LAMPIRAN 8 Hasil Pengkodean pada Kelompok Data “Krama Adat Jarang Membantu”…………………………..……………….... 178 Hasil Pengkodean pada Kelompok Data “Menjadi Omongan Krama Adat”………………………………………….... 188 xxii

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu Bali merupakan wanita yang beragama Hindu, telah menikah, memiliki anak, bertempat tinggal di Bali dan memiliki keterikatan yang kuat dengan keluarga, leluhur, serta masyarakat Bali (Jensen & Suryani, 1996). Sebagai masyarakat Hindu-Bali, ibu Bali tergabung ke dalam sebuah banjar yang merupakan bagian dari desa adat serta dipandang sebagai lembaga utama dalam masyarakat dan menjalankan adat istiadat agama (Jensen & Suryani, 1996). Banjar melaksanakan awig-awig dan adat istiadat, pertemuan, hukum, upacara, serta kesenian untuk melestarikan budaya Bali (Jensen & Suryani, 1996). Disamping itu, banjar juga memiliki fungsi untuk menjabarkan hukum tertulis dan tidak tertulis untuk menjaga keamanan, kedamaian, kehormatan, dan nama baik banjar dan desa (Jensen & Suryani, 1996). Oleh karena itu, banjar memiliki kewajiban untuk memecahkan perselisihan dan menjatuhkan hukuman ketika terdapat masalah (Jensen & Suryani, 1996). Selanjutnya, yang disebut sebagai ibu bekerja yakni wanita yang telah menikah, memiliki anak, dan melakukan pekerjaan untuk memperoleh penghasilan (Anglingan & Suarya, 2016), sedangkan ibu Bali bekerja merupakan wanita Bali yang telah menikah dan menjalani tiga peran, yaitu peran domestik (mengurus rumah tangga), peran produktif (mencari nafkah), dan peran sosial (pelaksana kegiatan adat) (Suyadnya, 2009). Berdasarkan pendapat di atas, dapat dilihat bahwa terdapat

2 perbedaan peran yang dijalani oleh ibu bekerja pada umunya dengan ibu Bali bekerja, yaitu ibu Bali bekerja memiliki peran yang lebih kompleks karena harus menjalani peran krama adat istri untuk melestarikan budaya Bali (Kesumaningsari & Simarmata, 2014). Krama adat istri merupakan kedudukan sebagai anggota wanita di desa adat bagi wanita yang telah menikah (Rini & Indrawari, 2019). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ibu Bali bekerja merupakan wanita yang beragama Hindu, telah menikah, memiliki anak, bertempat tinggal di Bali, melakukan pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan, dan tergabung dalam sebuah banjar. Ibu Bali bekerja akan dihadapkan dengan pilihan meninggalkan salah satu peran agar dapat memenuhi peran yang lainnya serta terdapat konsekuensi yang harus diterima ketika meninggalkan peran tersebut. Ibu Bali bekerja akan menerima konsekuensi berupa kehilangan sumber penghasilan ketika meninggalkan pekerjaan (Saskara, Pudjiharjo, Maskie & Suman, 2012) serta menerima sanksi sosial dari banjar apabila meninggalkan kegiatan adat (Jensen & Suryani, 1996). Sanksi sosial yang dikenakan oleh banjar ketika anggota melanggar peraturan banjar atau melalaikan tugas banjar berupa denda, dikucilkan oleh masyarakat, tidak diizinkan ikut serta dalam kegiatan banjar, dan tidak dapat menerima bantuan dari masyarakat ketika menyelenggarakan upacara agama (Jensen & Suryani, 1996). Ibu Bali bekerja memegang peran sebagai krama adat istri yang secara otomatis akan dihadapkan dengan pelaksanaan awig-awig (Saskara et al., 2012). Awig-awig merupakan refleksi jiwa masyarakat yang

3 tidak ditentukan dengan sengaja, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakatnya (Sudiatmaka & Hadi, 2018). Dalam kehidupan bermasyarakat, awig-awig menjadi dasar adat istiadat di Bali untuk memelihara keteraturan, kesejahteraan, serta keharmonisan di desa adat (Sudiatmaka & Hadi, 2018). Awig-awig terdiri dari sukreta tata Parahyangan atau tata tertib untuk menjalin hubungan harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sukreta tata Pawongan atau tata tertib untuk menjalin hubungan harmonis antar manusia atau krama adat, dan sukreta tata Palemahan atau tata tertib untuk menjalin hubungan harmonis dengan lingkungan (Sudiatmaka & Hadi, 2018). Awig-awig yang terdapat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Hindu-Bali menyebabkan seluruh kegiatan adat dan keagamaan di bali berdasar pada prinsip gotong royong (Saskara et al., 2012). Prinsip gotong royong tersebut menyebabkan setiap anggota banjar, baik laki-laki maupun perempuan akan memiliki rasa kebersamaan, peduli, dan saling membantu dalam menjalankan kegiatan (Saskara et al., 2012). Sarwono (2018) mengatakan bahwa individu dipandang sebagai aktor dalam sebuah pementasan dan diharapkan untuk menjalankan skenario dengan cara tertentu. Hal ini dianalogikan sebagai posisi individu di dalam masyarakat yaitu berperilaku atas dasar harapan orang lain atau masyarakat yang berhubungan dengan individu tersebut (Sarwono, 2018). Harapan orang lain disebut sebagai harapan peran yakni harapan terhadap individu mengenai perilaku yang pantas dan yang sepatutnya dilakukan oleh

4 individu dalam menjalankan peran tertentu (Sarwono, 2018). Menurut Biddle dan Thomas (dalam Sarwono, 2018), dalam menjalankan peran- perannya, individu akan dihadapkan dengan penilaian dan sanksi yang diberikan oleh masyarakat. Apabila individu menjalankan peran di luar dari harapan masyarakat, maka individu tersebut akan diberikan sanksi. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan sesuatu yang telah dilakukan di masyarakat atau merubah perilaku atas peran tertentu yang mulanya dinilai negatif bisa menjadi lebih positif (Sarwono, 2018). Ketika individu mencoba untuk menjalankan suatu peran, individu mungkin melakukan “kesalahan” yang dapat menimbulkan masalah sehingga memicu adanya stres, yaitu ambiguitas peran, konflik peran, dan kelebihan peran (Griffin & Moorhead, 2014). Berdasarkan model teori di atas, ibu Bali yang bekerja dipandang sebagai seorang aktor yang menjalankan skenario dengan cara tertentu, di mana ibu Bali bekerja harus berperilaku atas dasar harapan masyarakat yang berada di sekitar ibu Bali bekerja. Ibu Bali bekerja menjalankan peran yang begitu kompleks, yaitu peran sebagai ibu dan istri, pekerja, dan krama adat istri. Dalam menjalankan perannya, ibu Bali bekerja mungkin melakukan kesalahan atau tidak memenuhi harapan yang diberikan oleh masyarakat. Disamping itu, kompleksitas peran yang dijalani oleh ibu Bali bekerja dapat menimbulkan masalah berupa ambiguitas peran, konflik peran, dan kelebihan peran. Situasi yang dipaparkan tersebut memunculkan asumsi bahwa ibu Bali bekerja mengalami stres kerja ketika tidak mampu memenuhi harapan peran.

5 Peneliti melakukan survei pra-penelitian dengan menggunakan kuesioner terbuka untuk melihat bagaimanakah ibu Bali bekerja menjalankan peran-perannya. Survei tersebut diisi oleh 27 orang ibu Bali yang bekerja dengan hasil sebagai berikut: (1) kesulitan dalam mengatur waktu ketika kegiatan adat terbentur jadwal pekerjaan dan harus memilih salah satu peran untuk ditinggalkan; (2) merasa terbebani ketika harus mengurus keluarga, berkegiatan adat, dan bekerja sekaligus; (3) terdapat pekerjaan yang harus diselesaikan di luar jam bekerja; (4) harus hadir tepat waktu untuk bekerja bahkan ketika kegiatan adat sedang berlangsung; (5) kegiatan adat membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dijalankan; (6) terdapat kegiatan adat yang mendadak dan berbenturan dengan pekerjaan; (7) merasa tidak fokus, lelah, bingung, khawatir, berkurangnya rasa nyaman ketika berada di rumah akibat pekerjaan, serta pekerjaan menjadi berantakan ketika kegiatan adat berbenturan dengan pekerjaan; (8) kegiatan adat istiadat yang beragam karena setiap banjar memiliki aturan yang berbeda; (9) kegiatan adat tidak dapat diwakilkan oleh orang lain dan terdapat sanksi berupa dikucilkan dari masyarakat ketika tidak menghadiri kegiatan adat; serta (10) ketika tidak dapat menghadiri kegiatan adat, dapat membayar denda atau diwakilkan oleh keluarga yang lain seperti mertua atau suami. Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan pada survei pra-penelitian serta asumsi yang peneliti dapatkan dari berbagai sumber teoritik, yaitu ibu Bali bekerja mengalami stres kerja ketika tidak mampu memenuhi harapan

6 peran, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat gap antara sumber teoritik dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Jensen dan Suryani (1996) memaparkan sanksi sosial yang diberikan oleh banjar apabila anggota banjar melanggar peraturan atau melalaikan tugas, yaitu denda, dikucilkan oleh masyarakat, tidak diizinkan ikut serta dalam kegiatan banjar, dan tidak dapat menerima bantuan dari masyarakat ketika menyelenggarakan upacara agama. Akan tetapi, pada survei pra-penelitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan aturan yang diberikan oleh beberapa banjar. Terdapat banjar yang memperbolehkan anggotanya untuk membayar denda atau diwakilkan oleh anggota keluarga lainnya ketika tidak dapat menghadiri kegiatan adat, tetapi terdapat pula banjar yang mengharuskan kehadiran anggotanya dan tidak dapat diwakilkan oleh orang lain. Griffin dan Moorhead (2014) mengatakan bahwa terdapat pemicu seseorang mengalami stres kerja (stresor) yang bersifat fisik atau psikologis. Perbedaan aturan pada setiap banjar dapat dipandang sebagai salah satu stresor pada ibu Bali bekerja yang dapat memunculkan tingkat stres kerja yang berbeda. Hal ini dikarenakan tekanan yang dirasakan oleh ibu Bali bekerja ketika kehadirannya dapat diwakilkan dan tidak dapat diwakilkan oleh orang lain saat kegiatan adat akan berbeda. Individu akan mengalami stres kerja ketika tekanan yang diberikan oleh stresor begitu besar atau berlebihan terhadap individu tersebut (Griffin & Moorhead, 2014). Maka, dapat dikatakan bahwa semakin besar tekanan yang diberikan oleh stresor secara psikologis

7 atau fisik pada individu, semakin tinggi tingkat stres kerja yang dirasakan oleh individu tersebut. Peneliti melakukan eksplorasi literatur menggunakan alat bantu Google Scholar dan Garuda Ristek Dikti dengan kata kunci berupa “konflik peran ibu Bali yang bekerja”, “stres kerja pada ibu Bali yang bekerja”, dan “work-family balance pada ibu Bali bekerja”. Berdasarkan pencarian tersebut, peneliti menemukan enam jurnal yang dinilai relevan dengan penelitian ini. Dewi dan Wulanyani (2017) menemukan bahwa kepuasan kerja dan konflik peran secara bersama-sama memberikan pengaruh sebesar 51,9% terhadap intensi turnover. Konflik peran memiliki arah hubungan yang positif dengan intensi turnover pada karyawan bank di Denpasar, artinya ketika tingkat konflik peran tinggi, maka tingkat turnover pada karyawan juga tinggi. Hal ini disebabkan jam kerja yang panjang dapat menyulitkan pekerjanya untuk menyesuaikan waktu yang dimiliki agar lebih optimal dalam memenuhi tuntutan peran keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Wulanyani (2017) dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Konflik Peran terhadap Intensi Turnover pada Karyawan Bank di Denpasar” menunjukkan bahwa konflik peran direpresentasikan oleh work-family conflict. Hal ini dikarenakan alat ukur yang dibuat oleh Dewi dan Wulanyani (2017) pada penelitiannya mengacu pada aspek-aspek work-family conflict milik Greenhaus dan

8 Beutell (1985), yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. Penelitian yang dilakukan oleh Yunita dan Astawa (2019) menunjukkan hasil bahwa koefisien direct effect work-family conflict terhadap kinerja karyawan memperoleh nilai β sebesar -0.45 dengan nilai probabilitas kurang dari 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa konflik peran (work-family conflict) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan laki-laki dan perempuan BPR Kabupaten Gianyar. Artinya, semakin tinggi tingkat work-family conflict, maka tingkat kinerja karyawan akan menurun. Hal ini disebabkan tuntutan pekerjaan yang banyak mengharuskan karyawan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu maka karyawan harus bekerja secara ekstra dan lembur, sehingga tanggung jawab kepada keluarga menjadi terganggu. Selain itu, wanita Bali memegang peran sebagai krama adat istri yang membuat karyawan bingung akan mendahulukan peran yang mana ketika peran-peran tersebut datang bersamaan. Bintang dan Astiti (2016) menemukan bahwa pekerja wanita Bali di Desa Adat Sading mengalami konflik peran yang mengganggu keseimbangan antara peran pekerjaan dan peran keluarga (work-family balance). Mayoritas subjek pada penelitian ini menyebutkan faktor yang dirasakan sebagai pengganggu keadaan seimbang tersebut adalah kesulitan dalam mengatur waktu kerja dengan waktu adat, jam kerja yang panjang, kesulitan meminta izin cuti dari atasan untuk kegiatan adat, dan konflik

9 dengan rekan kerja. Konflik peran yang dihadapi oleh ibu Bali yang bekerja ditemukan dapat mengakibatkan stres kerja, gangguan fisik, kelelahan, ketegangan emosional, dan terganggunya kepuasan kerja (Dewi, 2014). Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa ibu Bali bekerja mengalami konflik peran yang menimbulkan stres kerja, ketegangan emosional, gangguan fisik, serta menurunnya kepuasan kerja sehingga tidak nyaman menjalani peran-perannya. Konflik peran yang dialami oleh ibu Bali bekerja disebabkan oleh jam kerja yang panjang sehingga ibu Bali bekerja tidak dapat mengoptimalkan tanggung jawabnya pada peran keluarga. Selanjutnya, ibu Bali bekerja memegang peran krama adat istri yang memiliki kewajiban menghadiri kegiatan adat, sehingga dapat menimbulkan kebingungan ketika peran pekerja dan krama adat istri menuntut pemenuhan pada waktu yang bersamaan. Penelitian-penelitian terdahulu dan survei pra-penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa ibu Bali bekerja mengalami konflik peran. Konflik peran yang sering dialami oleh ibu Bali bekerja adalah konflik berdasarkan waktu yang menyebabkan ibu Bali bekerja mengalami stres kerja dan tidak nyaman dalam menjalani peran-perannya. Selain itu, pada survei pra-penelitian ditemukan pula perbedaan aturan pada setiap banjar yang dapat memicu tingkat stres kerja yang berbeda pada ibu Bali bekerja. Oleh karena itu, peneliti menilai eksplorasi pada penelitian ini penting untuk dilaksanakan agar dapat melihat kekhasan gambaran stres

10 kerja akibat menjalankan peran ganda pada ibu Bali bekerja yang datang dari banjar yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Hastosa dan Sukmayanti (2013) mengenai perbedaan stres persiapan hari raya Galungan pada ibu rumah tangga dan ibu bekerja yang beragama Hindu menemukan bahwa nilai signifikansi p sebesar 0.000 (p < 0.05) yang berarti terdapat perbedaan stres persiapan hari raya Galungan pada ibu rumah tangga dan ibu bekerja yang beragama Hindu. Pada penelitian ini, terdapat 5 ibu bekerja yang berada pada kategori sangat tinggi saat mempersiapkan hari raya Galungan, sedangkan tidak ada ibu rumah tangga yang mengalami stres persiapan hari raya Galungan pada kategori sangat tinggi. Selanjutnya, stres persiapan hari raya Galungan pada ibu bekerja lebih banyak pada kategori tinggi sejumlah 33 individu dan pada ibu rumah tangga, stres persiapan hari raya Galungan paling banyak pada kategori sedang sejumlah 18 individu. Hal ini dikarenakan ibu bekerja memiliki waktu yang terbatas untuk mempersiapkan hari raya Galungan karena harus menyelesaikan pekerjaan di kantor, sedangkan proses pembuatan banten (sesaji) untuk hari raya Galungan membutuhkan waktu yang cukup lama dan rumit. Oleh karena itu, ibu bekerja mengalami tekanan waktu saat mempersiapkan hari raya Galungan. Pucangan dan Indrawati (2020) menemukan bahwa work-family balance memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0.335 dengan taraf signifikansi sebesar 0.044 terhadap stres kerja pada perempuan Bali yang

11 bekerja di hotel bintang 4 di Kabupaten Badung. Hasil tersebut menunjukkan bahwa work-family balance memiliki hubungan yang negatif terhadap stres kerja, yang artinya ketika perempuan Bali yang bekerja di hotel bintang 4 di Kabupaten Badung memiliki tingkat work-family balance yang tinggi, maka tingkat stres kerja yang dimiliki akan rendah, begitu pula sebaliknya ketika tingkat work-family balance yang dimiliki rendah, maka tingkat stres kerja akan tinggi. Oleh karena itu, Pucangan dan Indrawati (2020) menyimpulkan bahwa work-family balance memiliki peran dalam menurunkan stres kerja pada perempuan Bali yang bekerja di hotel bintang 4 di Kabupaten Badung. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa ibu Bali bekerja akan mengalami tingkat stres kerja yang lebih tinggi daripada ibu Bali yang tidak bekerja karena ibu Bali bekerja memiliki waktu yang harus dibagi antara peran pekerja dan krama adat istri. Disamping itu, tingkat stres yang tinggi yang dialami oleh ibu Bali bekerja dapat dikurangi dengan adanya tingkat work-family balance yang tinggi pada ibu Bali bekerja. Work-family balance merupakan kondisi di mana individu merasa efektif dan puas dalam menjalankan peran pada ranah pekerjaan dan keluarga yang sesuai dengan nilai kehidupan individu tersebut (Greenhaus & Allen, 2011). Work-family balance memiliki tiga aspek, yaitu time balance, satisfaction balance, dan involvement balance (Greenhaus, 2003). Individu yang berada keadaan tidak seimbang dalam menjalankan peran

12 pekerjaan dan keluarga dapat menyebabkan berkurangnya kepuasan pekerjaan, menurunnya produktifitas dan kinerja, ambisi dan kesuksesan karir yang lebih rendah, meningkatnya absensi, kelelahan karyawan, stres kerja, rendahnya kesehatan fisik dan psikologis, serta berkurangnya kinerja pada peran keluarga (Poulose & Sudarsan, 2014). Survei pra-penelitian yang diisi oleh 27 responden menunjukkan bahwa ibu Bali bekerja masih mengalami ketidakseimbangan dalam menjalankan peran-perannya. Ketidakseimbangan tersebut ditunjukkan oleh adanya gap antara kenyataan yang terjadi pada ibu Bali bekerja dengan konsep ideal work-family balance. Ibu Bali bekerja mengatakan kesulitan mengatur waktu ketika kegiatan adat terbentur dengan jadwal pekerjaan serta terdapat pekerjaan yang harus diselesaikan di luar jam bekerja. Hal ini kurang sesuai dengan salah satu aspek work-family balance, yaitu time balance. Time balance merupakan kondisi di mana individu memberikan jumlah waktu yang sama pada peran pekerjaan dan peran keluarga (Greenhaus, 2003) . Selain itu, ibu Bali bekerja mengatakan merasa tidak fokus, lelah, bingung, khawatir, dan berkurangnya rasa nyaman ketika berada di rumah. Hal ini kurang sesuai dengan aspek satisfaction balance, yaitu individu memiliki tingkat kepuasan yang sama dalam menjalankan peran pekerjaan dan keluarga (Greenhaus, 2003). Ibu Bali bekerja juga mengatakan bahwa pekerjaan menjadi berantakan ketika kegiatan adat berbenturan dengan pekerjaan. Hal ini kurang sesuai dengan aspek involvement balance, yakni individu memiliki tingkat keterlibatan

13 psikologis yang sama pada peran pekerjaan dan keluarga (Greenhaus, 2003). Temuan pada penelitian Pucangan dan Indrawati (2020) menunjukkan bahwa work-family balance memiliki hubungan negatif dengan stres kerja, artinya apabila tingkat work-family balance tinggi maka tingkat stres kerja akan rendah, begitu pula sebaliknya ketika tingkat stres kerja tinggi, maka tingkat work-family balance akan rendah. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Poulose dan Sudarsan (2014) yang mengatakan bahwa stres kerja diakibatkan individu tidak mampu mencapai kondisi seimbang atau tidak mampu mencapai work-family balance. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa stres kerja disebabkan oleh tidak mampunya individu mencapai keadaan seimbang atau work-family balance tersebut sehingga peneliti menilai perlu dilakukan penelitian verifikatif yang menguji work-family balance sebagai prediktor stres kerja. Selain itu, pada penelitian Bintang dan Astiti (2016) ditemukan bahwa pekerja wanita Bali di Desa Adat Sading, Kabupaten Badung menjalankan peran-peran yang mengarahkan kemunculan konflik peran sehingga kondisi seimbang atau work-family balance sulit untuk dicapai. Oleh karena itu, work-family conflict dipandang sebagai salah satu penyebab individu sulit untuk mencapai work-family balance. Penelitian mengenai work-family balance pada ibu Bali bekerja telah dilakukan pada wilayah tertentu, sedangkan diasumsikan work-family conflict yang dialami

14 oleh ibu Bali bekerja pada setiap banjar berbeda-beda sehingga tidak bisa disamaratakan. Akan tetapi, pada beberapa wilayah tersebut, membenarkan adanya work-family conflict yang menyulitkan individu mencapai work- family balance serta timbulnya stres kerja ketika work-family balance tidak tercapai. Oleh karena itu, peneliti menilai terdapat hubungan yang perlu diverifikasi antara work-family conflict dan work-family balance yang diduga dapat memprediksi tingkat stres kerja pada ibu Bali bekerja. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah gambaran stres kerja yang disebabkan oleh peran ganda pada ibu Bali bekerja? 2. Apakah terdapat hubungan antara work-family conflict dan work-family balance pada ibu Bali bekerja? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran stres kerja yang disebabkan oleh peran ganda yang dijalankan oleh ibu Bali bekerja. Disamping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan antara work-family conflict dan work-family balance pada ibu Bali yang bekerja.

15 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai gambaran stres kerja yang disebabkan oleh peran ganda yang dijalankan oleh ibu Bali bekerja serta hubungan antara work-family conflict dan work-family balance khususnya di kalangan ibu Bali yang bekerja. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan menambah pengetahuan dan pemahaman para pembaca dan ibu Bali bekerja mengenai stres kerja yang dialami dalam menjalankan peran ganda agar dapat menghindari dampak dari stres kerja yang mungkin muncul ketika menjalani peran. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keseimbangan peran yang dijalani ibu Bali bekerja sehingga dapat mempertimbangkan beberapa aspek kehidupannya agar terhindar dari konflik peran yang mungkin akan dihadapi.

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Tinjauan Pustaka A. Teori Peran 1. Definisi Peran Istilah “peran” diambil dari dunia teater, di mana seorang aktor harus memerankan suatu tokoh dan diharapkan untuk berperilaku dengan cara tertentu (Sarwono, 2020). Biddle dan Thomas (1966; Sarbin & Allen, 1968; dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) mendefinisikan peran sebagai kumpulan tingkah laku yang dikaitkan dengan posisi tertentu. Masing-masing peran diasosiasikan dengan sejumlah harapan mengenai tingkah laku yang sesuai dan dapat diterima oleh peran tersebut atau disebut dengan role expectations (Dayakisni & Hudaniah, 2009). Di samping itu, Fitriah (2014) menyampaikan definisi peran sebagai interaksi sosial di mana para aktor memainkan perannya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh budaya. Adanya harapan terhadap peran dipandang sebagai pemahaman bersama yang menuntun individu untuk melakukan perilaku tertentu dalam kehidupan sehari-hari (Fitriah, 2014). Posisi seorang aktor diasumsikan sebagai posisi individu di dalam masyarakat, yang mana perilaku yang diharapkan terhadap individu tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berkaitan dengan orang lain yang berhubungan dengan individu atau aktor tersebut (Sarwono, 2020).

17 Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan peran sebagai harapan-harapan yang diberikan oleh masyarakat terhadap individu dalam berperilaku pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam menjalankan perannya, individu tidak terlepas dari orang-orang sekitar yang menentukan perilaku individu tersebut. Biddle dan Thomas (1966) membagi istilah dalam teori peran ke dalam empat golongan, yaitu: a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial di bagi menjadi dua golongan, yaitu: - Aktor merupakan orang yang sedang berperilaku sesuai dengan suatu peran tertentu - Target atau orang lain merupakan orang yang memiliki hubungan dengan aktor dan perilakunya Cooley (1902) dan Mead (1934) (dalam Sarwono, 2020) mengatakan bahwa hubungan antara aktor dan target dapat membentuk identitas aktor yang dipengaruhi oleh penilaian atau sikap target yang telah digeneralisasikan oleh aktor.

18 b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut Biddle dan Thomas (1966) mengatakan bahwa terdapat empat istilah tentang perilaku yang memiliki kaitan dengan peran, yaitu: - Expectation (harapan) Harapan terhadap peran merupakan harapan-harapan yang dimiliki oleh orang lain mengenai perilaku yang pantas dan yang sepatutnya ditunjukkan oleh individu yang memiliki peran tertentu. Contohnya adalah masyarakat umum dan orang-orang sebagai individu memiliki harapan tertentu tentang perilaku yang pantas dan patut dari seorang guru. - Norm (norma) Secord dan Backman (1964; dalam Sarwono, 2020) menyatakan bahwa norma merupakan salah satu bentuk harapan. Secord dan Backman (1964; dalam Sarwono, 2020) memaparkan jenis-jenis harapan seperti berikut: 1) Harapan yang bersifat meramalkan (anticipatory), yakni harapan tentang suatu perilaku yang akan terjadi. Contohnya adalah seorang istri mengatakan, “aku kenal betul suamiku. Kalau kuberitahu bahwa aku telah membeli baju seharga Rp 100.000 ini, ia tentu akan sangat marah”.

19 2) Harapan normatif merupakan keharusan yang menyertai suatu peran. Biddle dan Thomas (1966) membagi lagi harapan normatif ini ke dalam dua jenis, yaitu: a) Harapan yang terselubung (covert) merupakan harapan yang tetap ada walaupun tidak diucapkan. Contohnya adalah guru harus mendidik murid- muridnya. Hal inilah yang disebut sebagai norma (norm). b) Harapan yang terbuka (overt) merupakan harapan yang langsung diucapkan. Contohnya adalah seorang ibu meminta anaknya agar menjadi anak yang rajin belajar. Hal ini disebut sebagai tuntutan peran (role demand). - Performance (wujud perilaku) Peran diwujudkan dalam perilaku yang nyata dan bervariasi oleh aktor. Contohnya adalah peran ayah seperti yang diharapkan oleh norma adalah mendisiplinkan anaknya. Akan tetapi, dalam kenyataannya terdapat ayah yang mendisiplinkan

20 anaknya dengan cara memukul sedangkan terdapat ayah yang hanya menasihati anaknya saja. Hal ini dikarenakan di dalam dunia teater, tidak ada dua aktor yang benar- benar identik dalam membawakan suatu peran, bahkan satu aktor mampu membawakan suatu peran dengan cara yang berbeda-beda. Peran individu dilihat wujudnya dari tujuan dasar atau hasil akhirnya, terlepas dari cara mencapai tujuan atau hasil tersebut. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan terdapat cara-cara tertentu yang mendapatkan sanksi dari masyarakat. Contohnya adalah seorang ayah yang berusaha untuk mendisiplinkan anaknya dengan cara menggantuk kaki anak sehingga kepalanya terbalik ke bawah, akan mendapat celaan dari masyarakat sehingga cara tersebut dihindari oleh ayah pada umumnya. Cara tersebut menjadi masalah yang penting ketika cara tersebut bertentangan dengan aspek lain daru oerab. Aktor dapat bebas menentukan caranya sendiri dalam menjalankan peran selama tidak bertentangan dengan setiap aspek peran yang diharapkan darinya. Goffman (dalam Sarwono, 2020) memperkenalkan istilah permukaan (front) yang merupakan perilaku-

21 perilaku tertentu yang diekspresikan secara khusus agar orang lain mengetahui dengan jelas peran aktor tersebut. Selain itu, terdapat pula perilaku-perilaku lain yang tidak mau ditunjukkan ke permukaan, walaupun tetap dilakukan karena dianggap tidak sesuai dengan peran yang hendak diwujudkan. - Evaluation (penilaian) dan sanction (sanksi) Biddle dan Thomas (1966; dalam Sarwono 2020) mengatakan bahwa penilaian dan sanksi berasal dari harapan masyarakat (orang lain) tentang norma. Berdasarkan norma tersebut, orang lain akan memberikan kesan positif atau negatif terhadap suatu perilaku. Hal inilah yang disebut sebagai penilaian peran. Di samping itu, yang dimaksud dengan sanksi adalah upaya individu untuk mempertahankan suatu nilai positif atau perwujudan peran yang diubah agar hal yang tadinya dinilai negatif bisa menjadi positif. Penilaian dan sanksi didasarkan pada harapan tentang norma yang timbul dari orang lain yang dikomunikasikan melalui perilaku yang terbuka. Tanpa adanya pernyataan melalui perilaku yang terbuka, individu tidak dapat memperoleh penilaian dan sanksi atas perilakunya.

22 c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku Secord dan Backman serta Biddle dan Thomas memberikan definisi kedudukan (posisi) yakni orang yang bersama-sama diakui perbedaannya dari kelompok- kelompok yang lain berdasarkan sifat-sifat yang mereka miliki, perilaku yang sama-sama mereka perbuat, dan reaksi orang lain terhadap mereka bersama. d. Kaitan antara orang dan perilaku Biddle dan Thomas (1966; dalam Sarwono, 2020) menyatakan bahwa kaitan (hubungan) yang dapat dibuktikan ada atau tidak adanya dan dapat diperkirakan kekuatannya adalah kaitan antara orang dengan perilaku dan perilaku dengan perilaku. Terdapat beberapa kriteria untuk menetapkan kaitan-kaitan tersebut, yaitu: - Derajat kesamaan atau ketidaksamaan antara bagian- bagian yang saling berkait - Derajat saling menentukan atau saling ketergantungan antara bagian-bagian tersebut - Gabungan antara derajat kesamaan dan saling ketergantungan

23 B. Ibu Bali Bekerja 1. Definisi Ibu Bali Bekerja Ibu Bali didefinisikan sebagai sebagai wanita beragama Hindu, sudah menikah, memiliki anak, bertempat tinggal di Bali, dan memiliki keterikatan yang kuat dengan keluarga, leluhur, serta masyarakat Bali (Jensen & Suryani, 1996). Sebagai masyarakat Bali, ibu Bali tergabung ke dalam sebuah banjar, yaitu masyarakat yang tinggal di suatu daerah dan terikat karena adanya tempat peribadahan yang umum seperti Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem (Vipriyanti, 2008). Banjar juga dipandang sebagai dasar dari banyak kehidupan bersama masyarakat (Jensen & Suryani, 1996). Balai banjar terletak di tengah desa, merupakan pendapa yang terbuka, sebagai tempat pertemuan dan berkumpul pada siang dan malam hari. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Pasal 39 (1), menyebutkan bahwa banjar memiliki fungsi untuk melaksanakan kegiatan sosial dan keagamaan di lingkungan wilayah banjar tersebut. Banjar melaksanakan peraturan (awig- awig) dan adat istiadat tradisional, pertemuan, hukum, dan upacara agama, serta menangani hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, tarian, musik, dan kesenian lainnya (Jensen & Suryani, 1996). Anggota banjar memiliki kewajiban untuk saling membantu dalam melaksanakan kegiatan, terutama yang berkaitan dengan

24 upacara agama, seperti penguburan anggota banjar yang meninggal serta membangun dan memelihara bangunan banjar (Jensen & Suryani, 1996). Hal ini merupakan kewajiban bagi anggota banjar untuk mendahulukan tugas banjar daripada tugas atau pekerjaan tetapnya. Kemudian, ibu yang bekerja didefinisikan sebagai seorang wanita yang sudah menikah, memiliki anak, dan melakukan pekerjaan untuk memperoleh penghasilan (Angligan & Suarya, 2016). Apsaryanthi dan Lestari (2017) mendefinisikan ibu bekerja sebagai perempuan yang melakukan kegiatan mengurus rumah tangga, tetapi juga menjalankan tanggung jawab terhadap pekerjaan di luar kegiatan rumah tangga. Keterikatan ibu Bali terhadap masyarakat Bali menyebabkan ibu Bali memiliki kedudukan sebagai krama adat istri (anggota perempuan di desa adat) dalam kehidupannya (Rini dan Indrawati, 2019). Bintang dan Astiti (2016) menyebutkan bahwa wanita Bali yang bekerja memiliki beberapa peran yang harus dijalankan, yaitu sebagai ibu, istri, pekerja, dan anggota banjar adat di lingkungan tempat tinggal (krama adat istri). Ibu Bali bekerja dituntut untuk melaksanakan tugas rumah tangga, tugas pekerjaan, dan tugas adat, sehingga peran yang dijalani ibu Bali bekerja sangat kompleks (Apsaryanthi & Lestari, 2017).

25 Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa ibu Bali bekerja merupakan wanita beragama Hindu, bertempat tinggal di Bali, telah menikah, memiliki anak, tergabung ke dalam sebuah banjar, dan melaksanakan pekerjaan demi memperoleh penghasilan. Oleh karena itu, ibu Bali bekerja akan menjalani peran yang begitu kompleks, yaitu sebagai ibu, istri, pekerja, dan krama adat istri. 2. Peran Ibu Bali Bekerja Suyadnya (2009) mengatakan bahwa wanita Bali telah memahami sejak dulu bahwa dalam menjalankan kehidupannya, mereka tidak hanya akan dihadapkan dengan peran ganda yaitu domestik dan ekonomi, tetapi terdapat peran lainnya yang harus dijalani yaitu peran sosial (adat). Peran utama seorang wanita Bali adalah menciptakan keseimbangan dan harmonisasi di dalam keluarga. Mengutip Suyadnya (2009) yang mengatakan, “the Balinese people view women not from the vantage of career success but rather from the vantage of whether they can produce good quality children, and can work as part of a family team (adat/social activities in society)”, artinya masyarakat Bali memandang seorang wanita dari sudut pandang peran domestik dan sosial, yakni sebagai ibu dan krama adat istri.

26 Suyadnya (2009) juga memaparkan mengenai tiga peran yang dijalani oleh wanita Bali yang sudah menikah dan memilih untuk bekerja, yaitu peran domestik, peran produktif, dan peran sosial. a. Peran Domestik Pada peran domestik, wanita Bali menekankan beberapa konsep dalam melakukan perannya, yaitu (1) tanggung jawab sebagai seorang istri, yakni seorang wanita yang telah menikah harus memiliki prinsip untuk mempertahankan pernikahannya; (2) menjadi seorang istri yang ideal; (3) wanita Bali adalah ibu yang baik yakni mampu membesarkan anaknya dengan baik sehingga anak tersebut menjadi anak yang suputra (anak yang dapat membuat orang tuanya bangga); dan (4) memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. b. Peran Produktif Wanita Bali yang telah menikah, tidak hanya menjalankan peran domestik, tetapi juga dapat menjalankan peran produktif. Peran produktif tersebut dilakukan oleh wanita Bali yang telah menikah karena beberapa alasan, yaitu (1) keharusan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari; (2) sebuah kesempatan untuk memulai karier; (3) kebutuhan untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang

27 dimiliki; dan (4) keyakinan bahwa wanita yang bekerja lebih dihargai daripada wanita yang hanya diam di rumah. c. Peran Sosial Peran lainnya yang dijalankan oleh wanita Bali adalah peran sosial. Wanita Bali yang telah menikah akan menjadi anggota adat (krama adat) ketika telah resmi diumumkan sebagai sepasang suami istri. Laki-laki yang telah menikah akan di sebut sebagai krama adat lanang dan wanita yang telah menikah disebut sebagai krama adat istri. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai seorang krama adat yang terkandung baik di dalam awig-awig tertulis dan awig-awig tidak tertulis, yakni (1) melakukan pemberian sesaji (mebanten) kepada leluhur; (2) bergabung untuk membantu (ngayah) di Pura Kahyangan Tiga (Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem) dengan ikhlas; dan (3) saling memberikan bantuan (nguopin) dengan krama adat yang lain dalam upacara keagamaan. C. Stres Kerja 1. Definisi Stres Kerja Stres merupakan respon adaptif individu terhadap stimulus yang menempatkan tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan pada individu tersebut (Griffin & Moorhead, 2014). Stimulus yang

28 menyebabkan munculnya stres pada individu disebut sebagai stresor (Griffin & Moorhead, 2014). Handoko (2001; dalam Asih, Widhiastuti & Dewi, 2018) mengatakan bahwa stres dipandang sebagai kondisi tegang pada individu yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi individu tersebut. Stres yang berlebihan dapat mengancam kemampuan individu dalam menghadapi situasi lingkungan (Asih et al., 2018). Stres kerja merupakan perasaan tertekan yang muncul pada diri karyawan ketika menghadapi pekerjaan (Mangkunegara, 2013; dalam Asih et al. 2018). Stres kerja juga dipandang sebagai umpan balik dari diri karyawan terhadap keinginan atau permintaan organisasi. Stres kerja dapat memberikan tekanan terhadap produktivitas dan lingkungan kerja serta dapat mengganggu individu dalam menjalankan pekerjaannya (Asih et al., 2018). Selanjutnya, Newman (dalam Luthans, 2006; Asih et al., 2018) mendefinisikan stres kerja sebagai kondisi yang dimunculkan oleh interaksi antara individu dengan pekerjaannya yang menyebabkan individu menyimpang dari fungsi normal mereka. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan stres kerja sebagai respon individu terhadap stresor pada pekerjaan yang menyebabkan individu merasa tertekan dan mengganggu individu dalam menjalankan pekerjaannya.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook