KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN Profil Direktorat Bina Penataan Bangunan TA. 2015 - 2019 GELORA MEMBANGUN BANGSA PROFIL DIREKTORAT BINA 1 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
2
Profil Direktorat Bina Penataan Bangunan TA. 2015 - 2019 GELORA MEMBANGUN BANGSA PROFIL DIREKTORAT BINA 3 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
KATA PENGANTAR Periode 2015-2019 menjadi tahun- tahun penuh kerja keras. Berbagai isu strategis menjadi suatu tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman. Tak terasa, RPJMN 2015-2019 telah berada di penghujung periode. Buku perjalanan 2015- 2019 pun akan kami tutup untuk digantikan dengan lembar-lembar baru di 2020-2024. Buku ini akan mengisahkan perjalanan Direktorat BPB 2015-2019 dan akan menjadi bekal sekaligus panduan terbaik untuk kami melangkah di tahun 2020 hingga lima tahun ke depan. Isu - isu strategis yang mencakup peningkatan populasi penduduk, kemiskinan, kualitas lingkungan hidup, keamanan dan ketertiban kota, serta kapasitas daerah dalam pengembangan dan pengelolaan perkotaan hingga keseimbangan pertumbuhan antarkota menjadi suatu tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman. Penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib dan andal dan telah diatur dalam UU No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung sebagai salah satu urgensi dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman akan berdampak sangat vital dan strategis untuk dilaksanakan pengaturan serta pembinaan sehingga penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilaksanakan secara tertib dan andal. Sebagai penanggung jawab pembinaan, pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan penataan bangunan gedung dan lingkungan di Indonesia, Direktorat BPB pun secara konsisten melaksanakan pembinaan dan penyelenggaraan bangunan gedung di 507 kab/kota hingga pada tahun 2019 di 514 kab/kota, menyediakan platform SIMBG untuk perijinan IMB dan SLF kepada Pemda, pelepasan 4.000 unit Rumah Negara Golongan III dan bantuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung negara (BGN) di 750 BGN. 4
Memang, periode 2015-2019 menjadi tahun-tahun penuh kerja keras. Kami dipercaya untuk melaksanakan beberapa penugasan tambahan, selain tugas-tugas ke-PUPR-an yang telah menjadi tugas dan fungsi Direktorat BPB sebagaimana Permen PUPR No.3 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PUPR. Direktorat BPB telah tuntas melaksanakan penugasan khusus untuk Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Penataan Kawasan Pendukung Asian Games XVIII di Jakarta, Palembang dan Jawa Barat, Dukungan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Penataan Kawasan Pos Lintas Batas Negara di 7 lokasi PLBN Terpadu (Gelombang I) dan 1 lokasi PLBN Terpadu (Gelombang II), Penataan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di 10 KSPN, Rehabilitasi dan Rekonstruksi di NTB dan Sulawesi Tengah maupun pembangunan/renovasi objek - objek penting seperti Stadion Manahan Solo, Pasar Johar dan Pasar Atas Bukittinggi. Buku Profil Direktorat Bina Penataan Bangunan ini kami hadirkan sebagai media untuk menyampaikan pencapaian demi pencapaian yang berhasil kami bukukan selama 5 tahun, berikut berbagai tantangan dan strategi yang kami hadapi dan jalani untuk mencapai tujuan. Besar harapan kami, buku ini dapat menjadi salah satu acuan dalam melanjutkan kegiatan bidang penataan bangunan dan lingkungan di tahun-tahun mendatang. Hingga, pada akhirnya, dapat berkontribusi bagi terwujudnya permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Akhir kata, kami haturkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan saran dan masukan hingga kami dapat menghadirkan buku ini ke hadapan seluruh pembaca. Jakarta, Februari 2020 DIANA KUSUMASTUTI Direktur Bina Penataan Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya PROFIL DIREKTORAT BINA 5 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
DAFTAR ISI 4 KATA PENGANTAR 1. PENDAHULUAN 10 PERTUMBUHAN PERKOTAAN DI INDONESIA 19 SEJARAH DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN 21 SISTEM DAN HUBUNGAN DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN 32 TANTANGAN, POTENSI, DAN PELUANG DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN 6
2. TARGET DAN CAPAIAN DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN TA 2015—2019 45 RPJMN 68 CAPAIAN DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN2015-2019 46 TARGET CK 100-0-100 80 TUGAS TAMBAHAN 48 RENSTRA DIREKTORAT BINA PENATAAN 84 TAHUN PEMBUKTIAN BANGUNAN 2015-2019 50 TARGET DAN SASARAN KINERJA DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN PROFIL DIREKTORAT BINA 7 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
DAFTAR ISI 3. PRODUK UNGGULAN 90 PERATURAN DAERAH BANGUNAN GEDUNG (PERDA BG) REVITALISASI KAWASAN TEMATIK PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG 8
98 PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG DAN PENATAAN KAWASAN POS LINTAS BATAS NEGARA (PLBN) PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG DAN PENATAAN KAWASAN PENDUKUNG ASIAN GAMES XVIII PROFIL DIREKTORAT BINA 9 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
10
1PENDAHULUAN PROFIL DIREKTORAT BINA 11 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
PENDAHULUAN Pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan secara terencana, komprehenshif, terpadu, terarah, bertahap, dan berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam suatu tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup. PERTUMBUHAN PERKOTAAN DI INDONESIA Secara harfiah, perkotaan (urban) adalah sebuah wilayah geografis tempat bermukim sejumlah penduduk dengan kegiatan utama bukan pertanian. Kawasan ini dicirikan dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi dengan komposisi heterogen dalam hal latar belakang suku, adat, agama, hingga mata pencaharian. Pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan yang demikian pesat telah menjadi daya tarik tersendiri dari perkotaan. Perkotaan tampil sebagai sebuah kawasan yang - seolah - menjanjikan (kesuksesan dan kesejahteraan) bagi penduduknya, terutama kaum pendatang. Tak ayal, pesona kawasan perkotaan pun telah menghipnotis masyarakat dari seluruh penjuru dan pelosok negeri untuk mengadu nasib di kota. Maka, masyarakat pun berbondong-bondong, meninggalkan desanya, untuk menagih janji pada kota. Akibatnya, laju urbanisasi tak lagi dapat dibendung hingga melesatkan angka populasi penduduk perkotaan. Seperti halnya yang dialami kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Palembang, dan Makassar dalam kurun waktu 4 dekade terakhir. Sementara itu, dalam satu dekade terakhir, pesatnya urbanisasi telah mendorong aktivitas perkotaan di Jakarta, melimpah hingga ke beberapa wilayah pinggiran di sekitarnya, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi tingkat urbanisasi nasional akan mencapai 66,7% pada tahun 2035 mendatang. 12
Kota Jakarta yang menjadi pusat bisnis di Indonesia terus tumbuh menjadi kota metropolitan yang tak pernah sepi Namun, di balik gemerlapnya, ternyata kawasan perkotaan menyimpan berbagai persoalan yang dipicu oleh tingginya angka urbanisasi. Bahkan, di antara persoalan tersebut, menjadi isu-isu utama yang harus dihadapi dalam pembangunan perkotaan. Isu-isu utama dalam pembangunan perkotaan ini mencakup peningkatan populasi penduduk, kemiskinan, kualitas lingkungan hidup, keamanan dan ketertiban kota, kapasitas daerah dalam pengembangan dan pengelolaan perkotaan, serta keseimbangan pertumbuhan antarkota. Di samping isu utama tersebut, fakta bahwa letak Indonesia yang berada pada wilayah rawan bencana juga menjadi tantangan dalam pengembangan dan pengelolaan perkotaan. Oleh karena itu, mitigasi bencana hendaknya menjadi pertimbangan dalam pengembangan perkotaan. Dalam hal ini, penting untuk menerapkan teknik membangun di area rawan bencana yang sesuai dengan standar kebencanaan. PROFIL DIREKTORAT BINA 13 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN a) Peningkatan Jumlah Penduduk dan Urbanisasi Populasi penduduk kota di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan jumlah penduduk kota ditunjukkan oleh hasil sensus penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1980, 1990, 2000, dan 2010, proporsi penduduk kota di Indonesia secara berurutan adalah 22,4%, 31,10%, 41,9%, dan 49,7%. Setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah penduduk kota di Indonesia sekitar 7-10%. Pertumbuhan tak hanya terjadi dari sisi jumlah penduduknya. Melainkan, jumlah kota yang memadat kepadatannya tinggi pun bertambah. Sebagai gambaran, di tahun 1950, hanya Kota Jakarta yang memiliki jumlah penduduk di atas satu juta jiwa. Dalam kurun waktu 30 tahun (1980), terdapat tiga kota baru yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa, yaitu Surabaya, Bandung, dan Medan. Kemudian, disusul Semarang, Palembang, dan Makassar di tahun 1990. Pada tahun 2010, kota-kota di sekitar Jakarta mengalami perkembangan sangat pesat, seperti Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, dan Tangerang Selatan. Aktivitas perkotaan Jakarta pun telah melimpah hingga ke wilayah pinggiran tersebut, yang kemudian membentuk megacities Jabodetabek. PERTUMBUHAN PENDUDUK KOTA HASIL SENSUS PENDUDUK SETIAP 10 TAHUN 22,4% 41,9% 1980 2000 49,7% 31,10% 2010 1990 14
Pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi terjadi selama periode 1990-2000. Beberapa kota memiliki Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) yang sangat tinggi, seperti Kota Batam (31,33%0, Sawahlunto (23,29%), dan Bogor (17,67%). Pada periode berikutnya (2000-2010), LPP tertinggi masih dimiliki Kota Batam, meskipun tidak setinggi periode sebelumnya, yaitu 11,72%. Peningkatan jumlah penduduk kota ini, tentunya berimplikasi terhadap pembangunan perkotaan. Terlebih lagi, penyebaran penduduk perkotaan yang tidak merata dan terkonsentrasi di satu wilayah. Sebagai contoh, di Pulau Jawa. Di pulau dengan luasan hanya 7% dari luas lahan seluruh Indonesia ini, konsentrasi berlebihan terutama terjadi di wilayah Jabodetabek (20% dari total penduduk perkotaan Indonesia). Persoalan baru muncul manakala pertumbuhan penduduk tidak serta merta diikuti dengan peningkatan permukiman beserta sarana dan prasarananya, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Salah satu dampaknya adalah kemunculan permukiman kumuh yang menggunakan lahan secara liar dan tidak memenuhi standar kelayakan. Kekumuhan pun menjadi persoalan sekaligus wajah kemiskinan perkotaan. Belum lagi, terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup, peningkatan kuantitas sampah dan polusi, dan permasalahan ketersediaan air bersih. Hal tersebut menjadi permasalahan utama lain yang lazim dihadapi oleh perkotaan. Penurunan kualitas lingkungan hidup juga terjadi akibat penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global dan berafilisiasi negatif pada perubahan pola iklim bumi. Berdasarkan data dari IPCC, Sixth Assessment Report on Climate Change, menunjukan bahwa saat ini bangunan gedung menggunakan 40% dari total energi global. Tahun 2030 nanti, dapat diprediksi sekitar 1/3 dari total emisi CO2 berasal dari bangunan gedung dan penyumbang terbesar adalah negara - negara berkembang dari Asia, salah satunya Indonesia. Oleh karena itu, penting bahwa dalam pembangunan bangunan gedung untuk memperhatikan kaidah - kaidah pelestarian lingkungan demi menurunkan tingkat emisi CO2. Masalah lain yang dapat memicu peningkatan perubahan iklim di perkotaan adalah rendahnya ketersediaan dan kualitas ruang terbuka hijau di perkotaan. Hal ini mempengaruhi kualitas keseimbangan lingkungan perkotaan karena berkurangnya simpanan air dan kualitas lahan resapan air. Dengan demikian berdampak pada timbulnya berbagai masalah perkotaan, seperti banjir hingga tingginya polusi udara. PROFIL DIREKTORAT BINA 15 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN b) Indonesia Terletak pada Wilayah Rawan Bencana Secara geologis, wilayah Indonesia terletak di titik pertemuan tiga lempeng tektonik besar dunia-yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik- yang terus aktif bergerak. Letak geologis Indonesia juga ditandai dengan wilayah Indonesia yang dilalui dua rangkaian pegunungan besar dunia, yaitu Sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik. Kondisi geologis ini menyebabkan Indonesia memiliki gunung api tipe strato terbanyak di dunia. Di mana, sebagian besar gunung api tersebut masih aktif. Banyaknya jumlah gunung api menjadikan Indonesia negeri bertanah subur. Namun, di sisi lain, kondisi geologis ini menyebabkan Indonesia rawan bencana alam yang diakibatkan peristiwa vulkanik maupun tektonik (pergeseran atau tabrakan lempeng), seperti letusan gunung api, gempa bumi, tanah longsor, hingga tsunami. Letusan Gunung Merapi, Berdasarkan pemetaan wilayah kegempaan di seluruh Indonesia yang dilakukan oleh Yogyakarta Badan Geologi Kementerian ESDM, menunjukkan hampir seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua, memiliki potensi tingkat kegempaan yang sama. Terkecuali, Pulau Kalimantan. Foto: Istimewa 16
Zona subduksi dan sesar aktif di darat merupakan sumber gempa bumi dan sumber pembangkit tsunami di Indonesia. Zona subduksi membentang, mulai dari sebelah barat Pulau Sumatra; sebelah selatan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara; lalu membelok di Kepulauan Maluku yang membentuk palung laut. Sedangkan sesar aktif di darat, adalah Sesar Besar Sumatra yang memanjang dari utara sampai selatan Pulau Sumatra. Di Pulau Jawa, terdapat Sesar Cimandiri, Sesar Lembang, Sesar Baribis, dan Sesar Opak. Kondisi rawan bencana ini pun telah dinyatakan oleh PBB untuk dalam Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR). Berdasarkan data UN-ISDR, Indonesia merupakan negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia. Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk risiko bahaya tsunami, tanah longsor, dan gunung berapi. Peringkat tertinggi ini didasari oleh jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa jika terjadi bencana alam. Sementara itu, dampak ekonomi akibat bencana tidaklah sedikit, Global Assesment Report (GAR 2011) memperkirakan kerugian akibat bencana setiap tahunnya mencapai 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Sementara itu, BNPB mencatat kerugian pada beberapa bencana di Indonesia sebagai berikut: a. Bencana Tsunami Aceh Tahun 2004 menimbulkan kerusakan dan kerugian sebesar Rp39 Trilyun yang setara dengan 45% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh dan setara dengan 0,3% dari PDB Indonesia; b. Gempa Bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah Tahun 2006 menimbulkan kerugian hingga Rp27Trilyun yang setara dengan 41% dari PDRB Provoinsi D.I Yogyakarta; c. Banjir Jakarta Tahun 2007 menyebabkan kerugian sebesar Rp4,8 Trilyun; d. Gempa Bumi Sumatera Barat Tahun 2009 menimbulkan kerugian sebesar Rp21,6 Trilyun yang setara dengan 30% dari PDRB Provinsi Sumatera Barat; e. Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 menimbulkan kerugian sebesar Rp3,56Trilyun (di luar dampak lahar dingin). Dengan kondisi wilayah yang rawan bencana, maka langkah-langkah mitigasi bencana menjadi sangat penting untuk mengantisipasi timbulnya korban jiwa ataupun kerugian yang besar akibat bencana. Adapun mitigasi bencana yang harus dilakukan meliputi tiga hal, yaitu perlu adanya mitigasi yang lebih baik, pengadaan peralatan modern yang disebar di beberapa wilayah rawan bencana untuk memantau proses-proses geologi, serta menerapkan teknik membangun di area rawan bencana yang sesuai standar kebencanaan. PROFIL DIREKTORAT BINA 17 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN c) Urgensi Penyelenggaraan Bangunan Gedung yang Tertib dan Andal (UU No. 28 Tahun 2002) Bangunan gedung merupakan wadah/tempat bagi manusia menjalankan berbagai kegiatannya yang berdampak sangat vital dan strategis dalam membentuk watak, jati diri, dan produktivitas manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung harus diatur dan dibina agar terjaga keberlangsungannya. Selain itu, penyelenggaraannya juga harus dilakukan secara tertib dengan mewujudkannya sesuai fungsinya serta memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunannya. Dengan demikian, akan terwujud bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Hal ini juga sangat berguna dalam meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Penyelenggaraan bangunan gedung sendiri adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Untuk kegiatan pemanfaatan bangunan gedung merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. Selain kegiatan pemanfaatan, dalam penyelenggaraan bangunan gedung juga dilaksanakan kegiatan pelestarian dan pembongkaran. Adapun pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki. Pelestarian dilaksanakan pada bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Sementara, kegiatan pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya. Sebelum pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung, dilakukan pengkajian teknis bangunan gedung oleh pengkaji teknis. Bangunan gedung dapat dibongkar apabila memiliki dampak luas terhadap keselamatan umum dan lingkungan dan harus dilaksanakan berdasarkan rencana teknis pembongkaran yang disetujui oleh Pemerintah Daerah setempat. Penyelenggaraan Bangunan Gedung ini telah diatur dalam UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Menurut UUBG, bangunan gedung dikelompokan jenisnya menjadi Bangunan Gedung Umum dan Bangunan Gedung Tertentu. Bangunan Gedung Umum adalah bangunan gedung yang berfungsi untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial, 18
maupun fungsi budaya. Sedangkan Bangunan Gedung Tertentu, adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan memiliki fungsi khusus. Dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya, Bangunan Gedung Tertentu juga membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan, persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Untuk persyaratan administratif dan teknis pada bangunan gedung adat, bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kondisi sosial dan budaya setempat. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Bina Penataan Bangunan menyelenggarakan pembinaan bangunan gedung secara nasional untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam pelaksanaan pembinaan ini, masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan aktif bukan hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk PROFIL DIREKTORAT BINA 19 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN kepentingan sendiri, melainkan juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya. Masyarakat yang dimaksud terkait dengan bangunan gedung seperti masyarakat ahli, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan, masyarakat pemilik dan pengguna bangunan gedung, dan aparat pemerintah. Demi terwujudnya penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, andal, efektif, efisien, hemat dan ramah lingkungan, dibutuhkan peran serta Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Pada tingkat Pusat, Kementerian PUPR salah satunya berperan dalam memberikan bantuan teknis pembangunan Bangunan Gedung Negara. Tujuannya adalah memberikan advis administratif dan teknologis jika diperlukan guna mencapai tertib penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara. Dengan demikian, setiap pembangunan gedung negara yang mendapatkan bantuan teknis pengelolaan sudah memenuhi tertib persyaratan administratif dan teknis. Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara yang mengedepankan pemenuhan persyaratan administratif dan teknis, serta tidak berlebihan hendaknya menjadi contoh bagi penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya. Sebagai penanggung jawab pembinaan, pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan penataan bangunan gedung dan lingkungan di Indonesia, Direktorat BPB pun secara konsisten melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada berbagai pemangku kepentingan tentang pentingnya memahami dan menerapkan peraturan serta memenuhi persyaratan keandalan bangunan gedung. Sementara itu, salah satu tugas dan tanggung jawab Pemda adalah memastikan terpenuhinya aspek-aspek keandalan bangunan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat. Adapun aspek keandalan bangunan mencakup pemenuhan persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi masyarakat dalam beraktivitas di dalam bangunan gedung. Selain itu, Pemda juga mendorong kemudahan perizinan (IMB) yang diperkuat dengan Permen PUPR No. 5 Tahun 2016 Tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung dan penerbitan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) bagi masyarakat. Hal ini sesuai yang 20
tertuang dalam peraturan bahwa IMB wajib diterbitkan oleh Pemda, maksimum 30 hari kerja, terhitung sejak seluruh persyaratan telah dipenuhi oleh pemohon. Kemudian, Pemda pun harus menjamin kepastian hukum/legalitas bangunan gedung milik masyarakat sekaligus meningkatkan nilai ekonomi bangunan. SEJARAH DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN Secara hierarki, Direktorat Bina Penataan Bangunan (BPB) merupakan unit organisasi eselon II yang berada di bawah Direktorat Jenderal Cipta Karya pada tingkat eselon I. Direktorat ini terbentuk di tahun 1970 yang, kala itu, masih bernama Direktorat Tata Bangunan. Pada masa itu, Direktorat Tata Bangunan membawahi dua jawatan, yaitu Jawatan Gedung Negara (JGN) dan Jawatan Gedung Negara Daerah (JGND). Tugasnya adalah sebagai penyelenggara bangunan gedung negara yang mengurus Gedung Kantor dan Rumah Dinas. Di tahun 1980-an, tugas Direktorat Tata Bangunan mengalami perkembangan. Selain penyelenggara bangunan gedung negara, juga menangani bangunan gedung umum. Perkembangan selanjutnya, Direktorat Tata Bangunan juga bertugas sebagai penyelenggara pembangunan bangunan gedung negara untuk departemen lainnya serta, melalui pengelola teknis, secara khusus menangani pembangunan rumah sakit dan sekolah (SMP dan SMA). Di tahun 1995, terjadi restrukturisasi organisasi. Direktorat Tata Bangunan yang awalnya setingkat eselon II, berubah menjadi eselon III (setingkat Subdirektorat), yakni berada di bawah Direktorat Bina Teknik. Reorganisasi kembali terjadi di tahun 1999, saat pemerintahan Presiden Abdurachman Wahid. Departemen PU dipisah menjadi Departemen Pengembangan Prasarana Wilayah (Kimbangwil) dan Kementerian Negara Pekerjaan Umum (Meneg PU). Pemisahan tersebut, tentunya berimbas pada struktur organisasi di bawahnya sehingga Direktorat Bina Teknik dipecah ke dalam struktur organisasi Departemen Kimbangwil dan Meneg PU. Namun di tahun 2000, Meneg PU dibubarkan dan bergabung dengan Kimbangwil yang kemudian berganti nama menjadi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil). PROFIL DIREKTORAT BINA 21 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN JEJAK LANGKAH DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN Saat pemisahan Departemen Kimbangwil dan Meneg PU ini, terbit beberapa peraturan tentang Kebakaran dan Persyaratan Teknis Bangunan Gedung di pertengahan tahun 2000 serta UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Seiring dengan perubahan Departemen Kimpraswil menjadi Departemen Pekerjaan Umum (2005), lalu berubah lagi menjadi Kementerian Pekerjaan Umum (2009), Direktorat Bina Teknik pun mengalami perubahan menjadi Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan. Hingga akhirnya, berubah menjadi Direktorat Bina Penataan Bangunan di tahun 2015. 22
SISTEM DAN HUBUNGAN Ruang lingkup utama dalam tugas Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah Bangunan Gedung, yang terdiri dari Bangunan Gedung Negara dan Rumah Negara beserta lingkungan sekitarnya. Pelaksanaan tugas ini telah diatur dalam sebuah sistem yang berpayung hukum, yaitu Undang-Undang Bangunan Gedung (UUBG) Pasal 43 ayat 1. Dalam UUBG tersebut, disebutkan bahwa Direktorat Bina Penataan Bangunan (BPB) melakukan pembinaan Bangunan Gedung secara nasional untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung, serta mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya. Sistem yang berlaku dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan ditunjukkan oleh gambar berikut ini. PROFIL DIREKTORAT BINA 23 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, setiap subdirektorat di lingkungan Direktorat Bina Penataan Bangunan memiliki hubungan kerja dan keterkaitan satu sama lain. Antar subdirektorat saling mengisi dan berinteraksi demi terwujudnya rencana kerja yang telah disepakati dan tercapainya target yang telah ditetapkan. a) Tugas dan Fungsi Keberadaan Direktorat Bina Penataan Bangunan (BPB di lingkungan Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR mengusung sebuah visi, yakni \"Mewujudkan bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri\". Visi tersebut dituangkan ke dalam beberapa misi yang diemban Direktorat BPB. Adapun misi Direktorat BPB meliputi penyelenggaraan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal, dan berkepastian hukum; penataan lingkungan yang layak huni, produktif, berjati diri, dan berkelanjutan; serta pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan penataan lingkungan. Dalam mencapai visi dan misinya, Direktorat BPB bertugas dalam pembinaan dan pengawasan Teknik serta fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan. Di samping itu, tugas yang diembannya juga mencakup pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan. Tugas tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.03/PRT/M/2019 yang menyebutkan bahwa Direktorat BPB mempunyai tugas untuk melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan perencanaan teknis, penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan, gedung, pengelolaan rumah negara, penataan bangunan dan lingkungan khusus, serta penyusunan standardisasi dan penguatan kelembagaan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat BPB menyelenggarakan beberapa fungsi berikut ini. a. Penyiapan kebijakan dan strategi, perencanaan teknis, evaluasi dan pelaporan di bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. 24
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. e. Fasilitasi, pemberdayaan, dan penguatan kelembagaan di bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. f. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Dalam pembangunan bidang penataan bangunan dan lingkungan, Presiden pun telah menetapkan sasaran yang menjadi prioritas. Sasaran prioritas yang dijabarkan dalam Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 berupa peningkatan keamanan dan keselamatan bangunan gedung, termasuk keserasiannya terhadap lingkungan, melalui beberapa upaya berikut. a. Pembinaan dan pengawasan, khususnya bangunan milik Pemerintah di seluruh Kabupaten/Kota. b. Penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) untuk seluruh bangunan gedung dan penerapan penyelenggaraan bangunan hijau di seluruh Kabupaten/Kota. c. Menciptakan building codes yang dapat menjadi rujukan bagi penyelenggaraan dan penataan bangunan di seluruh Kabupaten/Kota. Pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat BPB didukung oleh lima subdirektorat dan Subbagian Tata Usaha. Kelima subdirektorat tersebut adalah Subdirektorat Perencanaan Teknis, Subdirektorat Pengelolaan Rumah Negara, Subdirektorat Bangunan Gedung, Subdirektorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Khusus, dan Subdirektorat Standardisasi dan Kelembagaan. Masing-masing subdirektorat memiliki tugas dan fungsi yang telah diatur dalam Permen PUPR No. 15/ PRT/M/2015 No.03/PRT/M/2019. PROFIL DIREKTORAT BINA 25 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN #SUBDIREKTORAT PERENCANAAN TEKNIS Tugas dan fungsi Subdirektorat Perencanaan Teknis meliputi penyiapan penyusunan kebijakan dan strategi, penyusunan anggaran dan pembiayaan, pemantauan dan evaluasi, pengelolaan data dan informasi, serta penyiapan jejaring kemitraan bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Dalam melaksanakan tugas-tugas di atas, Subdirektorat Perencanaan Teknis menyelenggarakan beberapa fungsi berikut. Penyiapan penyusunan kebijakan dan strategi serta perencanaan teknis bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Penyiapan penyusunan anggaran dan pembiayaan kegiatan pembinaan teknis, supervisi bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Penyiapan jejaring kemitraan bidang bangunan gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Pelaksanaan analisa teknis, pemantauan, dan evaluasi bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. 26
Pengelolaan data informasi dan pelaporan penyelenggaraan bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. #SUBDIREKTORAT BANGUNAN GEDUNG Seluruh tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan oleh dua seksi yang berada di bawah naungan Subdirektorat Perencanaan Teknis, yaitu Seksi Penyusunan Rencana dan Seksi Analisa Teknis. Tanggung jawab Seksi Penyusunan Rencana terkait penyiapan bahan penyusunan kebijakan dan strategi, program anggaran, serta perencanaan teknis bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Sedangkan Seksi Analisa Teknis, bertanggung jawab atas penyiapan bahan evaluasi, pengelolaan data informasi dan pelaporan penyelenggaraan bidang penataan bangunan dan lingkungan, gedung, rumah negara, penataan ruang terbuka hijau, dan penataan kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Subdirektorat ini melaksanakan tugas berupa penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan dan bantuan teknis, supervisi, pengelolaan sistem informasi, serta pengembangan jejaring kemitraan. Ruang lingkup tugasnya adalah bidang bangunan gedung umum, bangunan gedung negara, dan gedung istana kepresidenan. Sedangkan fungsi yang diselenggarakan Subdirektorat Bangunan Gedung dalam melaksanakan tugasnya adalah. 01 Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang bangunan gedung 02 umum dan bangunan gedung negara. 03 Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang bangunan gedung umum dan bangunan gedung negara. Penyiapan pemberian bimbingan dan bantuan teknis serta supervisi di bidang penataan bangunan gedung umum dan bangunan gedung negara. PROFIL DIREKTORAT BINA 27 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN 04 Pelaksanaan bimbingan dan bantuan teknis serta supervisi untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dalam tertib penyelenggaraan bangunan gedung. 05 Pengembangan jejaring kemitraan di bidang bangunan gedung umum, bangunan gedung negara. 06 Pengelolaan sistem informasi bangunan gedung. Fasilitasi pembangunan gedung istana kepresidenan. Sesuai tugas dan fungsinya, Subdirektorat Bangunan Gedung terdiri atas Seksi Bangunan Gedung Umum dan Seksi Bangunan Gedung Negara. Kedua seksi melakukan penyiapan bahan penyusunan kebijakan, pemberian bimbingan dan bantuan teknis serta supervisi, dan melakukan pemeriksaan keandalan bangunan gedung, sesuai dengan lingkupnya masing-masing (gedung umum dan gedung negara). Untuk Seksi Bangunan Gedung Negara, tanggung jawabnya juga meliputi fasilitasi pembangunan gedung istana kepresidenan. #SUBDIREKTORAT PENGELOLAAN RUMAH TANGGA Di lingkungan Direktorat BPB, Subdirektorat Pengelolaan Rumah Negara melaksanakan tugas terkait pengelolaan rumah negara. Mulai dari penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyiapan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis, supervisi, hingga penatausahaan rumah negara. Adapun tugas pengelolaan rumah negara ini terdiri atas beberapa fungsi berikut ini. 01 Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang rumah negara. 02 Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rumah negara. 03 Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang rumah negara. 04 Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dalam tertib penyelenggaraan rumah negara. 05 Pelaksanaan penatausahaan rumah negara Golongan III. 28
Subdirektorat Pengelolaan Rumah Negara memiliki dua seksi, yaitu Seksi Wilayah I dan Seksi Wilayah II. Seksi Wilayah I bertugas dalam pembinaan pengelolaan Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara Golongan II, dan Rumah Negara Golongan III. Pembinaan pengelolaan Rumah Negara dilaksanakan melalui penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi penyelenggaraan rumah negara, serta layanan data dan informasi. Seksi Wilayah I juga melaksanakan proses pendaftaran, pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Golongan III; penghunian dan supervisi Rumah Negara Golongan III; serta proses pengalihan hak dan penatausahaan Rumah Negara Golongan III di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Tugas yang serupa diemban oleh Seksi Wilayah II. Hanya saja, cakupan wilayah kerja Seksi Wilayah II adalah wilayah di luar Jabodetabek. #SUBDIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KHUSUS Subdirektorat ini bertanggung jawab atas tugas pembinaan teknis, supervisi, dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan, revitalisasi kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, ruang terbuka hijau, kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya, serta pengembangan jejaring kemitraan. Dalam tugasnya, Subdirektorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Khusus menyelenggarakan fungsi: Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang penataan bangunan dan lingkungan, revitalisasi kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, dan ruang terbuka hijau, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang penataan bangunan dan lingkungan, revitalisasi kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, dan ruang terbuka hijau, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penataan bangunan dan lingkungan, revitalisasi kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, dan ruang terbuka hijau, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. PROFIL DIREKTORAT BINA 29 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN Inventarisasi data kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, dan ruang terbuka hijau, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Pengembangan jejaring kemitraan dalam bidang penataan bangunan dan lingkungan serta revitalisasi kawasan pusaka, permukiman tradisional, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, dan ruang terbuka hijau, serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Subdirektorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Khusus dimotori oleh Seksi Wilayah I dan Seksi Wilayah II. Kedua seksi ini memiliki tugas yang sama, yaitu melakukan penyiapan pembinaan teknis, supervisi, dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan revitalisasi kawasan pusaka, permukiman tradisioinal, wisata, pos lintas batas negara, rawan bencana, dan ruang terbuka hijaum serta kawasan tematik perkotaan dan khusus lainnya. Namun, cakupan area Seksi Wilayah I adalah Pulau Jawa dan Sumatra, sedangkan Seksi Wilayah II mencakup area di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. #SUBDIREKTORAT STANDARDISASI DAN KELEMBAGAAN Dalam struktur Direktorat BPB, Subdirektorat Standardisasi dan Kelembagaan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK), pengembangan jejaring kemitraan, penguatan kapasitas, dan pembinaan kelembagaan di bidang penataan bangunan dan lingkungan. Adapun fungsi yang diselenggarakan Subdirektorat Standardisasi dan Kelembagaan adalah sebagai berikut. 01 Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bangunan gedung serta penataan bangunan dan lingkungan. 02 Pemberian bimbingan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bangunan gedung serta penataan bangunan dan lingkungan. 03 Pemantauan dan evaluasi penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bangunan gedung serta penataan bangunan dan lingkungan. 30
04 Fasilitasi penguatan kapasitas kelembagaan di bidang bangunan gedung 05 serta penataan bangunan dan lingkungan. 06 07 Pelembagaan pengaturan bidang bangunan gedung serta penataan bangunan dan lingkungan. Pengembangan jejaring kemitraan di bidang pengaturan dan kelembagaan bangunan gedung serta penataan bangunan dan lingkungan. Pembinaan sumber daya manusia di bidang bangunan gedung serta penataan bangunan dan lingkungan. Subdirektorat Standardisasi dan Kelembagaan terdiri atas Seksi Standardisasi dan Seksi Kelembagaan. Seksi Standardisasi bertanggung jawab atas penyiapan bahan penyusunan, pemantauan dan evaluasi, serta pemberian bimbingan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penataan bangunan dan lingkungan. Sedangkan, Seksi Kelembagaan bertanggung jawab atas tugas-tugas penyiapan pemantauan dan evaluasi kelembagaan, serta fasilitasi penguatan kapasitas dan pelembagaan pengaturan bidang bangunan gedung dan penataan bangunan dan lingkungan. #SUBDIREKTORAT STANDARDISASI DAN KELEMBAGAAN Subbagian Tata Usaha mendukung seluruh kegiatan yang berlangsung di Direktorat BPB. Subbagian Tata Usaha melaksanakan segala hal yang berkaitan dengan urusan kepegawaian, keuangan, serta penyelesaian administrasi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan tuntutan ganti rugi. Disamping itu, juga melaksanakan tugas-tugas terkait perlengkapan, rumah tangga, pengelolaan barang milik negara, tata persuratan dan kearsipan, serta koordinasi administrasi direktorat. PROFIL DIREKTORAT BINA 31 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN b) Sumber Daya Pendukung Direktorat Bina Penataan Bangunan Seperti telah disebutkan dalam pembahasan Tugas dan Fungsi di atas, Struktur Organisasi Direktorat Bina Penataan Bangunan (BPB) terdiri atas lima subdirektorat dan subbagian tata usaha. Direktorat BPB dipimpin oleh seorang direktur, sedangkan setiap subdirektoratnya dipimpin oleh seorang kepala subdirektorat (KSD). Pada masing-masing subdirektorat, terdiri atas dua seksi yang masing- masing dipimpin oleh seorang kepala seksi (KASI) sebagai berikut: Pada tahun 2019, berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No.03/PRT/M/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Cipta Karya mengalami perubahan struktur organisasi dengan dibentuknya Balai Prasarana Permukiman di 34 Provinsi. Sesuai bagan diatas, Balai Prasarana Permukiman berkoordinasi dengan Direktorat Bina Penataan Bangunan dan bertanggungjawab secara langsung kepada Direktorat Jenderal Cipta Karya. Direktorat Bina Penataan Bangunan didukung oleh 114 orang Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN yang dimaksud terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kinerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang - undangan, sesuai dengan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 32
Satuan Kerja Direktorat Bina Penataan Bangunan (BPB) didukung oleh sumber daya manusia dengan beberapa latar belakang yang berbeda disesuaikan dengan posisi pegawai yang dibutuhkan. Total pegawai di lingkungan Satker Direktorat BPB adalah 114 orang. Dari jumlah tersebut, pegawai pria secara keseluruhan berjumlah 83 orang (58%) dan pegawai wanita berjumlah 61 orang (42%). Berdasarkan status kepegawaian, ASN yang dimiliki oleh Direktorat Bina Penataan Bangunan terdiri dari 2 (dua) kelompok yaitu kelompok ASN dengan status PNS sebanyak 83 orang (57%) dan kelompok aparatur dengan status Non PNS yang terbagi menjadi Non PNS Substansi sebanyak 50 orang (35%) dan Non PNS Pendukung sebanyak 11 orang (8%). Melihat lebih detail, untuk ASN berstatus PNS sebesar 59% berlatarbelakang teknis. Dari porsi tersebut, seluruhnya berlatarbelakang S1 dan S2. Sementara sisanya 41% merupakan jabatan nonteknis dengan sebagian besar berlatarbelakang pendidikan S1 dan non sarjana. PROFIL DIREKTORAT BINA 33 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN Untuk ASN Non PNS, sebesar 22% merupakan jabatan teknis dengan porsi terbesar adalah jabatan nonteknis sebesar 78%. Pegawai dengan status PNS terdistribusi pada Jabatan Teknis, Non Teknis dan Penunjang. PNS dengan pendidikan nonsarjana memiliki jumlah yang cukup besar dan mendominasi kelompok jabatan nonteknis. Hal tersebut merupakan tantangan Direktorat Bina Penataan Bangunan untuk memaksimalkan kapasitas SDM yang dimiliki. Pegawai dengan status Non PNS memiliki latarbelakang pendidikan S1 terdapat pada kelompok jabatan teknis, sedangkan kelompok jabatan nonteknis dimiliki oleh pegawai dengan latar belakang pendidikan non sarjana. Pencapaian target Direktorat BPB tak terlepas dari peran sumber daya manusia (SDM) di dalamnya. Dalam hal ini, peran manajemen sumber daya manusia yang tak luput dari suatu proses utuh, mulai dari perencanaan, pengembangan, penempatan, pengendalian, dan evaluasi. Penyusunan perencanaan SDM memiliki peran penting dalam menerjemahkan suatu langkah untuk memudahkan pencapaian tujuan organisasi. Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi menempatkan SDM sebagai aset organisasi sehingga pengembangan kompetensi dan pola karir SDM harus disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Jika kita membandingkan jumlah pegawai di tahun 2018, pegawai Direktorat BPB tercatat sebesar 1.140 orang, baik PNS maupun non-PNS. Terdapat penurunan jumlah pegawai dibandingkan tahun 2017, yakni sebanyak 1.395 orang. Penurunan jumlah pegawai ini berbanding terbalik dengan kuantitas tugas tambahan, di luar tugas dan fungsi Direktorat BPB. Oleh karena itu, kebutuhan pegawai cukup tinggi di lingkungan Direktorat BPB. Hal ini juga tidak selaras dengan ketersediaan PNS di lingkungan Direktorat BPB yang berjumlah 428 orang sehingga diperlukan tambahan personel yang diperoleh dari Pegawai Non-PNS. Lantaran hal tersebut, guna mendapatkan kualitas pekerjaan yang maksimal, maka perlu dilakukan penataan Pegawai PNS dan Non-PNS. Untuk itu, pada TA 2018, Direktur BPB mengeluarkan Keputusan Direktur BPB No. 117/ KPTS/DIRBPB/Cb/2018 tentang Pengelolaan Pegawai pada Direktorat BPB yang mengatur beberapa hal berikut. • Klasifikasi pegawai bukan PNS • Pelaksanaan rekrutmen pegawai • Pembatasan jumlah pegawai • Sistem pembayaran gaji/upah/tunjangan dan kontrak kerja pegawai • Standar gaji/upah/honorarium pegawai • Pemberian honorarium di luar upah/gaji pegawai • Penentuan jam kerja pegawai • Pemberian cuti pegawai 34
Selain SDM, elemen penting lain dalam mewujudkan tujuan organisasi adalah integrasi data, yang juga merupakan syarat terwujudnya kebijakan satu data. Maka, integrasi sistem informasi yang terdapat di lingkungan Direktorat Bina Penataan Bangunan perlu dilakukan untuk menghasilkan data penataan bangunan dan lingkungan yang valid, akurat, mutakhir, terpadu, dan terintegrasi. Sistem Informasi Bina Penataan Bangunan (SI BPB) merupakan data warehouse instrumen bidang penataan bangunan dan lingkungan dalam rangka satu portal data. Data warehouse berisi informasi-informasi yang relevan bagi kebutuhan pemakai yang dipakai untuk pengambilan keputusan. Data warehouse hanya dapat menampilkan dan mengunduh data, tetapi tidak bisa melakukan perubahan terhadap data. SI BPB mengintegrasikan beberapa SI yang ada di lingkungan Direktorat BPB, yaitu: • Aplikasi HSBGN • Aplikasi Rumah Negara • Aplikasi Administrasi PBB • Aplikasi P2KH • Aplikasi Persuratan Dit BPB (TNDE) TANTANGAN, POTENSI, DAN PELUANG DIREKTORAT BPB Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman antara lain: a. Urbanisasi Urbanisasi dapat disebabkan beberapa faktor utama, antara lain pertumbuhan penduduk alami perkotaan dan perpidahan penduduk dari desa ke kota, Pada era saat ini, tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong tinggi. Tingkat pertumbuhan penduduk di perkotaan mencapai 2,75% per tahun lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penduduk nasional yang hanya sekitar 1,17% per tahun. Selain tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, angka perpindahan penduduk dari desa ke kota semakin mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pertumbuhan penduduk di kota dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, jumlah penduduk perkotaan mencapai 48,39% dari jumlah penduduk total. Kemudian pada tahun 2010 meningkat menjadi 54,19% dan pada tahun 2015 menjadi 59,35%. Pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2045 mencapai 82,37%. Permasalahan yang timbul akibat dari perpindahan penduduk desa ke kota, antara lain adalah peningkatan secara signifikan kepadatan penduduk perkotaan sehingga PROFIL DIREKTORAT BINA 35 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN berdampak pada perkembangan permukiman liar dan kumuh yang tidak memiliki IMB serta tidak layak fungsi. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk perkotaan memiliki dampak besar pada degradasi kualitas lingkungan perkotaan karena semakin berkembangnya kawasan terbangun. Akibat hal tersebut berdampak pada pengurangan jumlah Ruang Terbuka Hijau yang dapat digunakan sebagai daerah resapan air dan tempat membangun interaksi sosial masyarakat. Hal terburuk dengan semakin berkurangnya daerah resapan air adalah peningkatan intensitas bencana banjir. b. Ketimpangan Antarwilayah dan Kemiskinan Permasalahan sosial ekonomi di Indonesia masih saja berlangsung hingga saat ini dengan adanya ketimpangan antarwilayah, antara lain ketimpangan persebaran penduduk bagian Pulau Jawa degan luar Pulau Jawa maupun ketimpangan perekonomian masyarakat Indonesia antara wilayah Barat dan Timur. Kontribusi kegiatan ekonomi di kawasan Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua terhadap PDRB nasional hanya 9.31% (BPS, 2013), meskipun kawasan timur Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Ketimpangan antarwilayah dan kemiskinan di Indonesia 36
Adanya ketimpangan persebaran penduduk dan ekonomi tersebut akhirnya berdampak pada kesenjangan sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, pengembangan infrastruktur penunjang permukiman di kawasan Timur Indonesia perlu diperhatikan Pemerintah Pusat, khususnya terkait dengan Penataan Bangunan dan Lingkungan supaya dapat mengimbangi pertumbuhan ekonomi di wilayah Barat Indonesia. c. Desentralisasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan mengenai pembagian kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan. Pemerintah Pusat memiliki kewenangan dalam menyelenggarakan kegiatan penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Strategis Nasional, yang meliputi kawasan pusat kota, kawasan pertumbuhan ekonomi, dan kawasan cepat berkembang. Sementara itu, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan dalam menyelenggarakan kegiatan penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan non Strategis Nasional. Penyelenggaraan kegiatan penataan bangunan dan lingkungan membutuhkan dukungan pendanaan dari APBN maupun APBD. Untuk pembagian kewenangan yang menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka hal tersebut wajib diselenggarakan secara konkuren dan diperlukan pembagian tugas serta wewenang yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Hal tersebut untuk menghindari adanya tumpang tindih tugas dan wewenang serta menanggulangi konflik kepentingan antarpihak. Selain itu, pembagian tugas dan wewenang yang jelas akan dapat digunakan untuk mensinergikan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. d. Perubahan Iklim Perubahan iklim perlu diantisipasi melalui tindakan adaptasi dan mitigasi agar bisa meminimalisir bencana alam yang dipicu perubahan iklim. Kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung pun perlu mendapatkan pengawasan sehingga dapat menciptakan penghematan pemakaian energi, misalnya listrik dan air, untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan yang memicu perubahan iklim. PROFIL DIREKTORAT BINA 37 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN Konsumsi energi listrik nasional pada bangunan gedung selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal tersebut berpengaruh pada kuantitas emisi CO2 yang dihasilkan tiap tahun selalu mengalami peningkatan. Sesuai dengan laporan Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia tahun 2010 lalu, dalam hal pelaksanaan bangunan gedung di Indonesia diprediksi pada tahun 2030 menghasilkan emisi CO2 sebesar 215 MtCO2e dari 71 MtCO2e yang dihasilkan pada tahun 2005. Dengan menggunakan teknologi yang ada saat ini, potensi reduksi emisi CO2 sektor bangunan gedung adalah 48 MtCO2e atau sekitar 22,3%. Angka reduksi emisi CO2 sebesar 22,3% ini selanjutnya dijadikan referensi untuk menentukan kinerja Bangunan Gedung Hijau secara nasional. Masalah lain yang dapat memicu peningkatan perubahan iklim di perkotaan adalah rendahnya ketersediaan dan kualitas ruang terbuka hijau di perkotaan, peningkatan industrialisasi secara pesat, serta konversi lahan pertanian dan irigasi teknis yang berlangsung secara masif. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas keseimbangan lingkungan perkotaan karena berkurangnya simpanan air dan kuantitas lahan resapan air. Dengan demikian, akan timbul berbagai masalah perkotaan, seperti banjir, tingginya polusi udara. e. Kerentanan Bencana Indonesia merupakan negara yang menyimpan berbagai macam potensi bencana, baik bencana alam seperti tsunami, gempa tektonik maupun vulkanik, letusan gunung berapi, tanah longsor, maupun bencana buatan yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti banjir dan kebakaran hutan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kota. Beberapa faktor utama yang dapat menambah kerentanan bencana di kota adalah infrastruktur bangunan gedung yang tidak aman/tidak mengikuti standar keamanan yang berlaku, penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka di lingkungan kota, kepadatan bangunan dalam suatu kawasan, penyelenggaraan bangunan gedung yang tidak mengikuti aturan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), seperti penyelenggaraan bangunan gedung di kawasan bantaran sungai, kawasan lindung, ataupun daerah resapan air. f. Pengarusutamaan Gender Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender mengamanatkan semua Kementerian dan Lembaga, Pemerintah Daerah 38
Foto: Istimewa Gempa bumi tahun 2018, Lombok, NTB Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pengarusutamaan gender, sehingga seluruh proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program dan kegiatan di seluruh sektor pembangunan mempertimbangkan aspek gender. Pengarusutamaan gender dalam kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan dilaksanakan melalui penyusunan NSPK penyelenggaraan bangunan gedung yang memperhatikan aspek pengarustamaan gender, misalnya penyediaan ruang menyusui dan ruang penitipan anak pada bangunan gedung, seperti Bangunan Gedung Negara, Bangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES), dan Bangunan Gedung PIP2B. Adapun tantangan yang harus dihadapi dalam upaya perencanaan, penyelenggaraan, pembinaan dan pengawasan kegiatan di bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan pada tingkat nasional, selama periode TA 2015-2019, diantaranya adalah seperti berikut. PROFIL DIREKTORAT BINA 39 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN a. Terbatasnya pendanaan dalam pembangunan infrastruktur yang menjadi target sehingga memerlukan pengembangan alternatif pembiayaan; b. Terbatasnya kegiatan pembinaan Bangunan Gedung yang menjadi tugas utama bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan; c. Terwujudnya pengelolaan rumah negara golongan III yang baik; d. Banyaknya kegiatan penugasan khusus yang bersifat Prioritas Nasional, seperti pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur Asian Games XVIII, pembangunan lanjutan Pos Lintas Batas Negara, dan Pembangunan infrstruktur PON XX; e. Perlunya peningkatan pembinaan bangunan gedung umum; f. Perlunya pengelolaan data dan sistem informasi yang terstruktur, tepat, dan akurat di Kabupaten/Kota; g. Belum optimalnya pelaksanaan monitoring dan evaluasi paska pelaksanaan kegiatan untuk memantau kualitas dan pencapaian manfaat dari pembangunan infrastruktur; h. Belum tertibnya pengelolaan dan pendataan rumah negara di kabupaten/kota Permasalahan tersebut akan semakin berkembang apabila tidak mendapatkan penanganan yang serius, terlebih pada saat ini banyak isu global dan nasional yang berpengaruh dalam bidang penataan bangunan dan lingkungan, seperti pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat, perkembangan kegiatan industri di perkotaan secara intensif, alih fungsi lahan ruang terbuka, dan perubahan iklim yang menyebabkan Kawasan Foto: Istimewa Seribu Rumah Gadang, Solok Selatan, Sumatera Barat 40
Revitalisasi Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah PROFIL DIREKTORAT BINA 41 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN pemanasan global. Oleh karena itu, berbagai kegiatan di bidang penataan bangunan dan lingkungan harus selalu responsif terhadap berbagai isu nasional dan global. Dalam menghadapi tantangan tersebut, tentu terdapat potensi dan peluang yang perlu dimanfaatkan untuk mewujudkan permukiman layak huni dan berkelanjutan antara lain: a. Peningkatan Daya Saing Dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang diberlakukan pada tahun 2015 memberikan peluang bagi peningkatan pembangunan infrastruktur di Indonesia dan mampu meningkatkan daya saing pembangunan infrastruktur di Indonesia. Salah satu hal yang dapat digunakan untuk mencapai peningkatan pembangunan dan daya saing adalah implementasi penataan bangunan dan lingkungan sesuai dengan NSPK dan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan berbasis konsep green dan smart infrastruktur. b. Keterpaduan Pembangunan Berbasis Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Dokumen RTBL yang telah disusun dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan kegiatan di bidang penataan bangunan dan lingkungan. RTBL juga dapat menjadi sebuah alat untuk membentuk sinkronisasi sistem antarsektor bidang keciptakaryaan, meliputi sektor air minum, air limbah, sanitasi, persampahan, drainase, dan pengembangan kawasan permukiman. Melalui penyusunan RTBL di kawasan-kawasan perkotaan dapat terbentuk koridor yang saling terhubung sehingga dapat mewujudkan harmonisasi rencana penataan kota. c. Pembangunan Kemitraan dalam Pendanaan Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan Dalam melaksanakan kegiatan di bidang penataan bangunan dan lingkungan, peran dari setiap pemangku kepentingan menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Pemerintah memiliki keterbatasan dalam menyediakan dukungan finansial untuk mendukung keberlanjutan kegiatan di bidang penataan bangunan dan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari pemangku kepentingan lain, baik dari pihak swasta yang dapat memberikan bantuan Corporate Social Responcibility (CSR) maupun maupun kerjasama pendanaan dengan pemerintah negara lain dan donor melalui pinjaman dan hibah luar negeri. Ke depan, potensi pendanaan dari mitra pemerintah perlu dikembangkan sehingga beban pendanaan pemerintah dapat berkurang. 42
d. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan Masyarakat merupakan pemangku kepentingan utama dalam kegiatan di bidang penataan bangunan dan lingkungan. Sebab tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberdayakan sebagai subjek dari pembangunan yang dapat terlibat dalam proses perencanaan, penyelenggaraan, dan pengawasan kegiatan di bidang penataan bangunan dan lingkungan. Dengan menyediakan kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi terkait prioritas kebutuhan mereka, maka pemerintah dapat dengan mudah menemukan akar masalah yang menjadi hambatan-hambatan dalam kegiatan bidang penataan bangunan dan lingkungan sehingga pada akhirnya pemerintah dapat menghasilkan kegiatan yang berkualitas dan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Hasil Pembangunan Pasar Ateh, Bukittinggi Sumatera Barat PROFIL DIREKTORAT BINA 43 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
1 | PENDAHULUAN Jam Gadang, Bukittinggi Sumatera Barat
46
TARGET DAN CAPAIAN DIREKTORAT 2BINA PENATAAN BANGUNAN TA 2015—2019 PROFIL DIREKTORAT BINA 47 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
TARGET DAN CAPAIAN DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN TA 2015—2019 Pembangunan infrastruktur PUPR periode 2015-2019 mengusung sebuah visi, yaitu \"Terwujudnya Infrastruktur PUPR yang Andal dalam Mendukung Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong\". Dalam mewujudkan visi tersebut, Kementerian PUPR menjabarkannya ke dalam 5 misi, yang 2 misi di antaranya menjadi mandat bagi Direktorat Jenderal (DItjen) Cipta Karya. Adapun misi yang diamanahkan kepada Ditjen Cipta Karya mencakup percepatan pembangunan infrastruktur permukiman dan perumahan rakyat untuk mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak demi tercapainya kualitas hidup masyarakat Indonesia yang sejalan dengan prinsip \"infrastruktur untuk semua\". Kemudian, percepatan juga dilakukan terhadap pembangunan infrastruktur PUPR secara terpadu dari wilayah pinggiran dengan dukungan industri konstruksi yang berkualitas. Dengan demikian, terwujud keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, perbatasan, dan perdesaan. Visi dan misi Kementerian PUPR yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) tersebut, kemudian diterjemahkan DItjen Cipta Karya ke dalam visinya, yaitu: \"Terwujudnya permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni dan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur bidang keciptakaryaan yang terpadu dan inklusif melalui pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, dan pengembangan penyehatan lingkungan permukiman.\" Guna mewujudkan visi tersebut, Ditjen Cipta Karya menetapkan tujuan, sasaran, target, serta arah kebijakan yang dipaparkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Ditjen Cipta Karya 2015-2019. Renstra Ditjen Cipta Karya 2015-2019 merupakan turunan dari Peraturan Menteri PUPR No. 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR Tahun 2015-2019. Sebagaimana arahan Rencana Pembangunan 48
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 yang diamanatkan Peraturan Presiden RI No. 2 Tahun 2015. A. RPJMN RPJMN 2015-2019 merupakan penjabaran dari tahapan ketiga Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Dokumen perencanaan pembangunan nasional ini, kemudian diselaraskan dengan Nawa Cita Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sesuai dengan arahan RPJMN 2015-2019, sebagai pelaksana sekaligus pembina dan pengawas pembangunan infrastruktur PUPR, Ditjen Cipta Karya memiliki tujuan strategis untuk penyelenggaraan dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman yang berkualitas dengan prinsip (infrastruktur untuk semua) melalui pembangunan yang terpadu, inklusif, dan berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan tersebut, telah ditetapkan sasaran strategis sebagai berikut: 1) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan pelayanan akses air minum. 2) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak, dengan indikator persentase penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan. 3) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi. Pembangunan bidang Cipta Karya sendiri memiliki peran strategis dalam meningkatkan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Peran tersebut dijalankan dengan pembangunan infrastruktur permukiman yang diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional, termasuk pembangunan infrastruktur permukiman di kawasan strategis, seperti daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Untuk itu, Ditjen Cipta Karya melakukan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan dalam pengelolaan infrastruktur permukiman guna memastikan keterpaduan dan keberlanjutan infrastruktur terbangun. Fungsi tersebut melingkupi berbagai bidang. Salah satunya adalah bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan yang dijalankan oleh Direktorat Bina Penataan Bangunan agar tercipta bangunan dan lingkungan yang tertib, andal, dan berkelanjutan. PROFIL DIREKTORAT BINA 49 PENATAAN BANGUNAN TA 2015-2019
2 | TARGET DAN CAPAIAN DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN TA 2015—2019 Di bidang penataan bangunan dan lingkungan, sasaran pembangunan prioritas telah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Sasaran prioritas berupa peningkatan keamanan dan keselamatan bangunan gedung, termasuk keserasiannya terhadap lingkungan. Adapun langkah yang dipersiapkan untuk memenuhi sasaran tersebut adalah dengan melakukan: 1) Pembinaan dan pengawasan, khususnya bangunan milik Pemerintah di seluruh Kabupaten/Kota; 2) Penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) untuk seluruh bangunan gedung dan penerapan penyelenggaraan bangunan hijau di seluruh kabupaten/kota; dan 3) Penciptaan building codes yang dapat menjadi rujukan bagi penyelenggaraan dan penataan bangunan di seluruh Kabupaten/Kota. B. TARGET CK 100-0-100 Tercapainya target pembangunan milenial (Millenium Development Goals - MDGs) berlanjut pada upaya berbagai negara untuk memastikan ketersediaan dan keberlanjutan hasil pembangunan melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals - SDGs). Indonesia termasuk di antara negara yang memiliki komitmen terhadap SDGs. Komitmen itu pun diwujudkan ke dalam target di bidang infrastruktur permukiman, yakni menyediakan akses air minum 100%, mengurangi kawasan kumuh hingga 0%, dan menyediakan akses sanitasi layak 100% untuk masyarakat Indonesia. Target ini dikemas dalam sebuah program permukiman berkelanjutan bernama Gerakan Nasional 100-0-100. Program ini digulirkan dalam rangka tercapainya permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Implementasi Gerakan Nasional 100-0-100 sebagai upaya pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya dilakukan melalui 3 pendekatan. Pertama, pendekatan dengan membangun sistem. Strateginya adalah dengan pelaksanaan pembangunan infrastruktur permukiman skala Regional, pada kawasan strategis atau kawasan kumuh, serta mendorong penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) demi terciptanya sinergi seluruh sektor dalam menata kawasan. Pendekatan kedua adalah fasilitasi Pemerintah Daerah melalui pendampingan penyusunan NSPK daerah, antara lain Perda Bangunan Gedung dan SK Kumuh. 50
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148