Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Booklet Zoom Poetry Readings

Booklet Zoom Poetry Readings

Published by Hanifah Putri Lestari, 2021-07-23 11:03:30

Description: Tribute to Toeti Heraty Noerhadi Roosseno

Search

Read the Text Version

1

2

3

4

5

Daftar Isi 4 6 Kata Sambutan Keluarga 7 Kata Sambutan Poetry Reading Society 9 Daftar Isi 10 Mata Acara 11 Tata Tertib 12 13 1. Talissa Andhara dan Carin Andyline, Tahun Baru 2021 Harapan Baru 14 2. Tjut Rifameutia, Doa 15 3. Riri Fitri Sari, Suatu Departemen di Jalan Cilacap 16 4. Bagus Takwim, Nostalgi=Transedensi 17 5. Vita Silvira, Pertemuan 18 6. Eka Budianta, Jogging di Jakarta 19 7. Saleh Husin, The Moon is High 20 8. Ari Kuncoro, Nelayan Tunggal 21 9. Agustin Kusumayati, Surat dari Oslo 23 10. Amy Rahayu, Kau Melebihi Perempuan 25 11. Jenny Malik, Manifesto 26 12. Rosa Diniari, Elegi 27 13. Ilya Revianty, Kesabaran 28 14. Nani Dharmasetiawani, Cintaku Tiga 29 15. Pande K. Trimayuni, Ke Pelabuhan 30 16. Antoinette W. Ludi, Geneva Bulan Juli 31 17. Harkristuti Harkrisnowo, Cocktail Party 32 18. Heru Suhartanto, Saat-saat Gelap 33 19. Lindy Soegito, Elegi II, 1 34 20. Adrianus Waworuntu, Post Scriptum 35 21. Leila Mona Ganiem, Siklus 36 22. Saptawati Bardosono, Penyesalan 37 23. Julia Utami, Selesai 38 24. Swary Utami Dewi, Dua Wanita 39 25. Ahmad Syafiq, Sajak-sajak 40 26. Sulistyowati Irianto, Lukisan Wanita 1936 41 27. Sunu Wasono, Jakarta 28. Multamia Lauder, Sia-sia 29. Tresna Priyana Soemardi, Bayangan Wungu 6

30. Wibowo Mangunwardoyo, Terbangun 42 31. Margaretha M Siahaan, Selamanya 43 32. Ibnu Hamad, 18 Januari 2021 44 33. Hari Untoro Dradjat, Dialog 45 34. Agus Purwadianto, Virus 46 35. I Ketut Surajaya, Siapa yang Mengatakan 47 36. Kristi Poerwandari, Kisah III 48 37. Nachrowi, Catatan 1956 untuk Frans 49 38. Budi Susilo Supandji, Tuhan 50 39. Andalusia, Perempuan Kesurupan 51 40. Sri Mulyani Indrawati, Dunia 52 41. Frieda Mangunsong, Jembatan II 53 7

8

9

1. Talissa Andhara dan Carin Andyline Tahun Baru 2021 Harapan Baru Pesanan sajak tahun baru Mustahil kusanggupi malah Menggeliat protes ; apalagi sajak harapan baru \"Falsafah rumah penyair\" 16 Januari pun pesanan lagi Jujur saja sajak dibuat malah Karena minggat dari rumah Bandung tahun 66 Terjadilah “Jogging di Jakarta\" Malah awal kepenyairan jadinya Tahun Baru, Harapan baru 23 Januari Terbukti kini - malah masuk Rumah Sakit karena Covid - positif Apa ada Harapan Baru, kecuali Pupus mengejar HUT 88 tahun yang ditunggu akhir November nanti Riwayatnya : 17 januari Dirawat atau tidak karena positif Observasi ekg, check lab darah, citiscan bagus Malah boleh pulang lagi 18 januari Dirawat malah tersiksa Infus 3 kali gagal, check lab gagal 2 kall oximetri diributkan Infus bocor, sesudah lupa pasang tempat tidur basah kuyup Tapi kujaga rahasia Rumah Sakit Akhirnya sesudah seminggu pulang saja, trauma Virus yang kecewa, tidak disambut dengan Gepap gempita, kerabat virus antre Dari Paris, Afrika a Selatan Jadi harap anku malah sembuh Selama Corona belum ber Panca Sila 27 januari 2021 16 Februari keluar RS 10

2. Tjut Rifameutia Doa Jalanlah dalam terang diharapkan jalanlah dengan lapang jangan terusik oleh sesal lupakan saja terlambat dilepas oleh tali-temali melekat mereka yang tertinggal yang tidak ikhlas melepas tanggalkan relung-relung hanya membiarkan kenangan simpul-simpul semakin menjerat kisah yang setengah ingat hiruk-pikuk harapan yang setengah dapat huru-hara kehidupan – maafkan, bila telah lalai, kita semakin sesat dalam lengang mendampingi, membisikkan sepi dan hampa bekal untuk perjalanan yang belum kentara, belum yang sangat jauh bermakna tapi akhirnya jalanlah dalam terang merangkul pergi jalanlah dengan lapang ke istana mimpi dalam kekal relakan kita-kita ini ketiduran yang kurang setia, kurang mesra dengan cita rasa harapan kurang peduli mencinta dengan cinta sempurna hanya mampu menata dalam renungan kenangan semakin indah yang paling dalam menutup sejarah yang tidak terungkap lagi satu tetes air mata yang telah gagal kita rengkuh menutup sejarah telah sampai pada yang tidak terungkap lagi kelengkapan yang paling utuh kedalamannya – penjabarannya jalanlah dalam terang, yang terpadu, jadi terurai jalanlah dengan lapang, yang terikat cerai-berai dalam kelengkapan yang mantap berserakan tujuan yang tangguh tak dapat lagi 11

3. Riri Fitri Sari Suatu Departemen di Jalan Cilacap kau katakan padaku dan telpon berdering berkali- pesan terakhir: kali bawakan keindahan dan suara hilang dalam iseng kemudaan selalu yang berlipat ganda ini ruang menyesak, karena ah, manusia hidup kukuh- keusangan debu membiak tenang map-map, berkas dan kertas dengan akar dalam-dalam dengan mencekam bumi ujung-ujung layu dan harapan- dan rapat-rapat, seminar, harapan laporan telah ditumpuk, diperam serta prasaran, naskah-naskah membisu dalam debu kerja wejangan oleh bapak-bapak gairah, semula menggetar atau wakilnya? bangunkan nyala-nyala jingga pada hidup manusia terlalu membara hidup yang hijau muda, dan tanpa isyarat akan jadi coretan-coretan menganggap sepi secarik kertas dengan ketikan tumpukan debu yang permohonan berkumandang yang dibiarkan saja menyentuh anak-anak penjual koran jendela terbuka dan tirai menyisi di depan pintu, mobil-mobil lewatkan matahari menghangati dinas jam-jam kerja yang semakin berderetan datang dan lalu pendek disobek sana sini ¾ karena memang, meja-meja lengang, asbak jauh dari hidup mengkilat dan pesan akhirmu 12

4. Bagus Takwim Nostalgi=Transedensi Nostalagi sama dengan transendensi betul, ini permainan kata lagi-lagi kata asing tapi apa sih yang tidak asing tapi itu hanya ilusi kembali pada nostalgi berarti kehilangan yang dulu-dulu dibayangkan hanya tidak mencekam lagi, karena lembut dengan ironi saat kini yang berkilas balik siapa tahu nanti … kini – dulu – nanti, teratasi bukankah itu transendensi? 13

5. Vita Silvira Pertemuan inilah pertemuan yang dinanti-nanti akhirnya lupa untuk disadari benda-benda berputaran telah berkali kembali ke titik semula benda-benda meluncur telah lenyap tak kuketahui ke mana tapi pertemuan ini belum terjadi juga akhirnya, dengan tak disengaja, entah siapa yang mengaturnya pertemuan telah terlaksana, untunglah karena bukankah setiap kali gelisah kita bicara tentang apa saja kecuali yang dalam kesangsian pasti merangsang: “ dari kau kuharapkan arah tergaris arah yang sanggup taklukkan takdir! karena hidupku tertegun melihat cakrawala atau terkejar dibawa naluri hidup mengalir bagikau adalah impianku segala warna, gelora citaku dan kembang api sedu-sedan pula bila tertelungkup di ranjang tak tertahankan lagi, dan peristiwa lucu 14

6. Eka Budianta Jogging di Jakarta Ahhh, dipungut cermat, tak ada yang subuh jalan-jalan di kota tersisa oleh lasykar membawa keranjang tanpa peta, asing juga ¾ sosok-sosok bayangan menelusuri pohon nama-nama jalan telah diganti, tempat sampah dan selokan sampai mata tertambat ke bawah, cekatan kehabisan pahlawan mati puntung terangkat oleh semacam jalan dan lorong, jalur-jalur kota jepitan seperti pesan dan janji-janji yang tidak dipenuhi, torehan di hati Ai, jalur-jalur kota di peta tua terang sebentar lagi, diburu berwarna coklat sepia tuntutan berkarya sepanjang hari ¾ Ya, jalan-jalan masih lengang peta sepia orang berlari-lari, membebaskan diri antara Monas, pancuran, jembatan, dari kelebihan beban mati arah terinjak bunga tanjung, langka Kebayoran atau Kuningan bertebaran, terbawa harum dan peta lapuk, seperti jantung tua sedikit embun dengan sudut-sudut gelap di mana Kini arus kota terbangun di songsong hari yang mulai terang, lampu-lampu jalan terhambat, kemudian terhenti ¾ tiba-tiba padam, mobil satu-satu belum peduli, meluncur kencang Karet, Menteng Pulo, Tanah Kusir, apa melanggar pun jadi rambu-rambu dan arah terlarang asal terlentang, jangan sampai ditanam berdiri Minggirlah, karena tanah pekuburan semakin ada becak sarat ditimbun sayuran didayung kaki cepat-cepat langka ¾ mengejar jualan di pasar pagi Tapi ¾ Lihat ¾ paling risau nanti, kiranya bila entah di simpang kakilima pisang dan ubi karena apa, tidak jadi dimakamkan di mulai digoreng untuk buruh Jakarta bangunan dan dini hari atau lain ketika, roh dengan nostalgia yang jongkok, bergumam ¾ akan mencari-cari, tidak mengenal laju pembangunan pesat, akselerasi kota kembali ¾ dan kontinuitas terjaga, selama ada komisi mana peta sepia Jakarta, dengan kebersihan kota pun terjamin: tanda silang, catatan dan coretan, puntung rokok garis-garis torehan luka kehidupan 15

7. Saleh Husin The Moon is High Bulan tinggi di langit dari pulau ke pulau, aku ini kali bukan bulan sabit tenggelam belum, terapung di pulau Gilimeno, di pasir tidak pantai tanpa jangkar tertambat di seberang pengalaman, tangan Bulan sihir membelai yang luput menggapai properti Melbourne & Sydney di atas pantai Bulan tinggi di langit menopang pendopo dengan memang putih bulat genderang bugenvil bertalu, bercak perak alang-alang dan puring, cemas cemerlang roboh cemara berderap, ombak sebelum naskah selesai berderai karena usia diterpa badai nafsu hidup, cinta makna keping-keping yang perlu *Larik pertama lagu tahun tiga dirangkai puluhan: The moon is high! The sky was blue/and here am I/but Bulan tinggi di langit where are you. madu Sumbawa di Mataram! tanya-jawab menyentuh sengit Bulan tinggi di langit bulan madu yang geram terang berderang seperti dalam senandung kesenjangan gemerincing bila tivi sudah mati, percakapan bunyi mata uang asing, terhenti, bila perahu sudah menyebar karam karang tercemar dan mimpi turis petualang Ini kali kau memang mahir bulan madu, lirik lagu dan sisa mengulur tali tambang melodi penyelamat dicari dan nyaris ketemu 16

8. Ari Kuncoro Nelayan Tunggal awan-awan yang mengagumkan melewati bulan yang sudah biasanya demikian: ¾ ditinggalkan sendirian ¾ sambil menangkap pandang-pandang penuh serkumpul dalam jaring malam benderang pandang jenuh oleh dahaga hampa bulan, bila dunia telah sunyi tak ada manusianya lagi, untuk siapa kemilau tubuh langsat diusap awan awan pun mulau minggir, kau terjerat antara ranting, tergelincir, dan tenggelam oleh nelayan tertangkap, bersama ikan putih-putih dihela ke darat pantai telah bersih, nelayan hendak pulang segera, tak ada yang tertinggal lagi o ya bulan, dengan gerak ramah (hampir tertinggal menggelepar) dipungut, dilempar kembali 17

9. Agustin Kusumayati Surat dari Oslo Sudah kuterima surat undangan sindur ibu, pangkon ayah, dulangan, kucar- kucur Terima kasih, jadi anakmu akan menikah? sesuai adat upacara Jawa. Baru ini kali terima berita, ah, ternyata Aku mohon pada yang Maha Kuasa supaya terkabul semua keinginan mereka, dan ... anak-anak kita telah merasa cukup Aku sendiri, dahulu sesudahnya merasa dewasa. sangat kehilangan Katakan saja sebagian tugasmu selesai Waktu anak gadisku menikah, kemudian diboyong pergi sudah Di rumah lengang, kamarnya kosong tak dan tentu selamat saya ucapkan, tega kujenguk di meja makan setiap kali, setahun lamanya terbayang, kalian piring-gelas tetap tersedia mendampingi penganten “jejer-jejer Lalu apa kerja kita selain tenang menjadi tua ngagem sinjang” sedangkan tenang itu soal kepuasan, tak sempat terharu barangkali, terlalu sibuk tetapi merasa waswas dituntut terus, entah oleh semua harus berlangsung sesuai siapa – rancangan. Sementara itu hidup sehari-hari Pasti kalian juga merasa sangat dekat, – berlangsung terus saat itu di Norwegia cuaca mulai dingin, dan kesibukan biasa terikat lagi oleh peristiwa khidmat, – lebih untuk membuat manisan frambos, arbei, dari biasa – tak berhenti memburu waktu mengejar musim dingin Bagaimana, apakah memang jadi dengan cuaca keruh menikah dengan yang dulu itu pacarnya? beda jauh dengan kesibukan kita di Indonesia Sayang, aku tidak dapat hadir apalagi Lalu, aku akan melukis pandangan alam membantu salju meringankan dalam kesibukan yang meriah tapi dengan pancaran terang aneka kembang tropika sekaligus mengukuhkan suatu teriring hampa mendambakan kehangatan keberhasilan. khatulistiwa... Bukankah orang tua ikut mencetak nasib Kami telah terima undangan, terima kasih, anaknya sedangkan lukisan hadiah untuk penganten akan meski Khalil Gibran agak berbeda dikirim segera pendapatnya. dengan doa selamat bahagia, serta maaf, tak dapat Aku ingat sekali waktu masih kecil, mengunjungi pernikahannya. ia berbaju biru kotak-kotak, dengan rambut tebal dikepang dua, sehat, bulat dan manja – ikut bertamu dengan ibunya, menarik-narik baju berbisik merengek: “mama pulang!” – Apa masih tetap manja, apa mereka dengar nasehat, bahkan masih mau menurutinya Lalu kini, siraman air kembang dahulu, midodareni sebelum esok menghadap penghulu – Tarub, janur, gamelan dan gending kebo giro penganten bertemu, berlempar sirih, wijidadi, 18

10. Amy Rahayu Kau Melebihi Perempuan Persembahan Untuk Guru Aku masih belum bisa bicara ketika kau sudah di Leiden Kulihat gambar sosokmu... dress panjang anggun... berbinar Kutelusuri kiprahmu... tak cukup hanya kekaguman Pengembaraanmu di Dunia Serasa lengkap... kau pagari kaummu lewat cakrawala pikir. Ilmu dan Seni menjadikanmu wanita jagad... Aku terkagum akan karyamu Ooooh betapa keperempuananku bukan apa apa... ibu jadi lah pendoa abadi bagi perempuan perempuan ini 19

11. Jenny Malik Manifesto aku tuntut kalian tanda jasa ¾ status ayah ¾ kau ke pengadilan, tanpa pihak yang sematkan di dada menghakimi tanpa ditunjang fakta biologis siapa tahu, suap-menyuap telah barangkali meluas menjulang tidak apa, demi warisan, ego dan sampai ke Hakim Tertinggi kelangsungan evolusi siapa jamin, ia tak berpihak sejak semula kemudian kau dekritkan: wanita itu karena dunia, pula semesta, pria yang pangkal dosa punya sebungkah daging, segumpal emosi sekaligus imbesil dan bidadari sejak saat itu ¾ sejak Hawa jadi dilipat jari kaki, dikunci pangkal paha Bunda dicadari, gerak-gerik dibebani ah, sudah lama sebelumnya menjadi kecut hatimu menyaksikan tari lemah gemulai kebesarannya ia tertunduk karena salah, gentar, Induk Agung, yang melejitkan patuh turunan mengecam diri makhluk-makhluk kecil, buta, dan akhirnya boleh juga, ia dimanja telanjang ¾ sekali-kali putus digigitnya tali pusar, dijilat bersih lalu seperti anak-anak keranjingan, disusukan saksama, kemudian bukankah dijajarkan di seantero jagad raya bahaya dan pengganggu telah begitulah mamalia dipersiapkan disingkirkan bagi Darwin dengan pertarungan kau sibukkan diri dengan permainan: hidupnya sepak bola, biliar, gulat dan perang jihad perkara kecil membelenggu wanita ilmu, teknologi karena bebas kreatif dengan perang, polusi, proton, neutron tetek bengek yang malah disyukuri pingpong antara Moskow, Peking dan olehnya Washington secara serius, dungu dan syahdu ¾ sementara itu ¾ karena memang gemetar tak sabar, ingin perang- kerdil, takabur perangan dalam kelicikan ¾ kau menggigil sementara menunggu saat saling kekhawatiran memusnahkan lalu laut dikuras, sungai-danau diracuni 20

lapisan ozon digerogoti, sampah sekali lagi, ¾ saatnya mungkin konsumen terlambat sudah ke mana dibuang ¾ percuma, perang telah berkecamuk, ekosistem itu urusan para antariksawan telah buyar bumi itu kue enersi yang halal dibagi- pengungsi di mana-mana, menipu, bagi lapar, terkapar pada pesta ulang tahun, dengan lilin dan diplomasi jadi lawakan, yang yang nyala sungguh ¾ sumbu bencana ¾ tak lucu lagi lalu menyanyi panjang usianya memang, upacara memberi khidmat, sementara seperti kami telah diam cukup lama, diplomasi, jadi sandi-sandi berkorban demi yang semakin sulit untuk dipahami egomu dan sekian banyak abstraksi apa wanita kini harus selamatkan kepada anak-anak ini dunia berbaju seragam, bertanda bintang, tiba-tiba pembangunan jadi urusan berjubah hitam kami juga! dengan wejangan, retorik, agitasi telah kita percayakan nasib bumi kalian telah kehilangan gengsi seperti badut yang tunggang makhluk-makhluk kerdil, diburu langgang lari kecemasan kastrasi dalam bencana akhirnya panggil ibu hanya kenal satu bencana riil : juga impotensi tapi ¾ membusungkan dada lewat demi anakku laki-laki, psikoanalisa, karena tuntutan aku tarik kembali solidaritas mafia dengan Bapa di dan jadi pengkhianat ¾atau¾ Sorga memang karena sudah terlambat akhirnya merestui emansipasi wanita aku tuntut kalian 21

12. Rosa Diniari Elegi 1 oleh garis-garis jingga tergores kesabaran senja belum juga terungkap lapisan awan menimbun rahasia mendekap di lubuk hati bayangkan hati-hati, cemas, tanggalkan satu per satu angan dan mimpi apa pula yang terbawa serta (!) walhasil, tidak menemukan intinya lagi mesra, gelora berahi kira-kira demikian nyatanya: seperti nyala angin meratapi mati bertahap yang lambat menyelinap dalam ha 2 Seharusnya ada perhiasan permata, lihat awan-awan tipis seperti kapas melapis beledu yang biru muda lalu ¾ di angkasa burung-burung t erbang merentang, bersembilan sepuluh, sebelas serentak membuat lingkaran luas 22

dengan irama kelepar sinar dengan irama kelepar permata hanya sebentar tertunda, tetapi bukankah tidak sabar, isyarat dikejar padahal benda-benda pada umumnya berpola secara kebetulan saja ¾ sinar permata pada beledu biru dan burung-burung merentang luas suatu ajakan? pelukan aman yang masih saja tertunda 3 sekali kita hati-hati akan menyeberang jalan tengok kiri, tengok kanan, kendaraan berlalu kita berpegangan tangan, melintasi hidup yang terburu-buru di Salemba agaknya matahari berpendar menggelombang memacu arus yang bersungguh entah apa yang dicari, siapa tahu pernah diperoleh tergenggam lalu dilepas lagi, nyatanya ¾ ada peristiwa senyum yang meluntur anggukan yang tidak memadai ¾ seperti matahari, agaknya kurang peduli sebentar berpandangan belum-belum juga menyeberang, masih saja kita tertinggal di tepi. 23

13. Ilya Revianty Kesabaran apakah kesabaran itu angin yang sayu bertiup ringan menggetarkan pucuk dedaunan tersenyum pilu di atas deru kobaran api menjilat kayu tersisa di antara kerikil berwujud abu apakah ia seperti peri bayangan putih mengelus diri mundur, setiap tapak pengecut, mengkhianati tekad lurus tajam dan akhirnya begitu saja melenyapkan diri? kini sekian, esok berkali begitu licinnya manusia ini berseri-seri setiap kali berhasil menyelamati dan menyelamatkan diri 24

14. Nani Dharmasetiawani Cintaku Tiga cintaku tiga, secara kanak-kanak menghitung jari kusebut satu per satu kini yang pertama serius dan dalam hatinya tidak terduga bertahun-tahun ku jadi idaman mesraku membuat pandangnya sayu mungkin ia merasa iba padaku ingin aku membenam diri, melebur dalam mesra rayu, iba dan sayu pandangnya yang begitu sepi, tapi ia paling mudah untuk dikelabui ¾ yang lain, berfilsafat ringan dan kesabaran tak pernah kulepas ia dari pandangan petuah orang, ¾ lidah tidak bertulang ¾ tak kupedulikan karena ia kata-katanya tepat untuk setiap peristiwa sesudah akhirnya mengecap bibirnya ia tinggalkan aku dan sesudah itu? ah, biasa saja, tak ada sesuatu terjadi memang ia tidak begitu peduli ¾ perlu pula kusebut yang ketiga, bukannya lebih baik dirahasiakan saja, karena ia datang hanya malam hari, engsel pintu pun telah diminyaki suaranya tegang, berat, menghela ke sorga tirai - ranjang pandang pesona tajam memaksa, akhirnya menghitung hari setiap bulan meskipun itu urusan nanti ketiga cinta yang aku miliki kapan kujumpai pada satu orang? 25

15. Pande K. Trimayuni Ke Pelabuhan benarkah setiap senja matahari masih terbenam juga kasihku? pernah kupelajari, sudah sekian waktu yang lalu, bahwa bulan mengitari dunia, dan dunia mengitari matahari ¾ bulan, yang bagai mangga kemuning menyandarkan diri pada awan-awan yang bergerigi dan matahari terbakar merajai hati sewaktu mobil menyusur kali dan kali mengalir ke laut, lautan luas ¾ benarkah setiap senja? karena sebelah kiri hanya tampak nyala jingga langit merenggut-renggut lambaian bendera dan cakrawala dirembeti gubuk-gubuk, rapuh dan kelabu - benarkah begitu, bahwa suatu saat matahari dan lautan akan bersentuhan, dan berjanji bagai kedahsyatan yang menghilang dan akan kembali lagi 26

16. Antoinette W. Ludi Geneva Bulan Juli akhirnya terkalahkan oleh musim yang pasrah kepada musim rebah-rebah pada hari tanpa dan hidup jadinya seperti buku angin (yang tidak terlalu tebal tentu) mawar pun dengan halaman berurut untuk tinggalkan debu, malam Geneva dibalikkan satu per satu hangat nafsu akan tinggalkan kantuk dan bila tidak terlalu penat nanti tiba-tiba gadis di Geneva itu menyeberang jalan begitu saja sedangkan sambil berlari tidak peduli tapi gelisah, terganggu risau tak hati-hati membawa bunga di pasti lagi tangannya siapa engkau siapa aku ini memang kuingat mungkin sekali perempuan tua berkerudung engkau dalam kereta antara hitam Paris dengan keranjang mawar dan Geneva menutup jendela, melewati meja janganlah dan kau bertanya sederhana: angin mengganggu rambutku \"apakah suka bunga-bunga?\" atau waktu seperti biasa pernah suatu kelancangan telah kujawab dengan kebimbangan terjadi panjang turun dari kereta api, sekali lagi dengan jari kau pada daguku kau palingkan rayu singgah di kota tanpa mukaku penuh nama kepadamu untuk menikmatinya bersama- sama janji pun 27

17. Harkristuti Harkrisnowo Cocktail Party meluruskan kain-baju dahulu ruang menggema meletakkan lekat sanggul rapi dengan gumam hormat, sapa- lembut ikal rambut di dahi menyapa pertarungan dapat dimulai dengan mengibas pelangi berlomba dengan waktu perempuan dengan kebosanan, apa lagi itu pergi, hadirin mengagumi pertaruhan ilusi seutas benang dalam taufan mengapa tergoncang oleh amuk badai antara insan cemas dalam-dalam menghela napas, taufan? ah, siapa lemas yang masih peduli hadapi saingan dalam arena? tertawa kecil, menggigit jari kata orang hanya maut pisahkan adalah cinta perasaan yang dikebiri tapi hidup merenggut, malahan kedahsyatan hanya untuk maut dewa-dewa harapan semu tempat bertemu tapi deru api unggun atas itu pun hanya kalau kau setuju tanah tandus kering keasingan yang mempesona, angin liar, cambukan halilintar segala mengiringi tersayang yang telah hilang ¾ perempuan seram yang penenggelaman kuhadapi, dengan dalam akrab dan lelap garis alis dan cemooh tajam kepanjangan mimpi tanpa derita tertawa lantang ¾ dan amuk badai antara insan? aku terjebak, gelas anggur di gumam, senyum dan berjabatan tangan tangan tersenyum sabar pengecut menyamar ¾ 28

18. Heru Suhartanto Saat-saat Gelap saat-saat gelap pertemuan ¾ yang keramat ¾ membenam dalam pangkuan senyap sunyi, titian yang harus dilewati curam sunyi, semesta yang menjadi saksi hari cipta terulangi bukan, ini bukannya pertemuan lagi tetapi iba tergetar menyingkirkan diri ¾ dari kesaksian ¾ manusia yang menyerah pada keangkuhan tunggal tetapi diam-diam menikmati jari membelai, meneguk dari sumber kehidupan ___________________ *Sajak ini pernah dimuat dengan judul \"Post-coitum\" yang berarti pasca-sanggama. 29

19. Lindy Soegito Elegi II, 1 1 kau gelisah sayang ¾, katakan itu cinta tampaknya malam akan menyingkirkan awan tetapi pucuk-pucuk mendung memercikkan getar pohon tegak-tegak rumput semak dan riuh kota telah lelap bersembunyi dalam satu nada sunyi menunggu adalah pembunuhan lambat yang sedang berlalu dan semangat hidup hilang melewati lobang-lobang dalam kelam kau gelisah sayang ¾, katakan itu cinta kau membuang muka tidak mau melihat bulan dilingkari sepi sepi dan detak jantung dua-duanya menjadi degup lambat dan semakin berat menunggu taufan selesai. 30

20. Adrianus Waworuntu Post Scriptum Ingin aku tulis sajak porno sehingga kata mentah tidak diubah jadi indah, pokoknya tidak perlu kiasan lagi misalnya payudara jadi bukit, tubuh wanita = alam hangat senggama = pelukan yang paling akrab yang sudah jelas tulis sajak itu antara menyingkap dan sembunyi antara munafik dan jatidiri. 31

21. Leila Mona Ganiem Siklus sejenak pun tak akan kubiarkan dengan pertimbangan- hiruk-pikuk pikir dan getir pertimbangan getir merasuki hati hutan belalang yang tak di perbatasan, lambaian tangan terseberangi lagi dan karena kau telah resmi minta diri diam-diam mulai menanggapi tanda-tanda resmi bersikap menunggu penuh arti, suatu bukti memberi waktu bahwa telah kau redakan untuk berkemas pencarian peran melemparkan diri dalam api, ah yang enggan menambatkan diri janda pada usia setia dan perawan suci antara manusia tidak diharapkan karena kau belai dengan kata, hanya ketulusan untuk berjabat hangati tangan dengan berahi, membuahi tersenyum ringan hati dengan nikmat madu dan pelangi harapan-dahulu, penyesalan kini lembut jari mencari, menjelajahi merupakan larangan, hanya bukankah segala ingin kau menghela napas ketahui? karena berlomba dengan waktu menghitung bulan dan hari, pula segala ingin kau ketahui membuang kesempatan, karena karena asing, mungkin terlalu segera tersayang sudah sampai di sini saja seperti maut tampak demikian, tidur menghilang dari hidupku, membawa mimpi di peraduan melepaskan paduan, dengan yang mesra, dekapan bersyarat di atas pulau dengan kedahsyatan terdampar oleh gerak harapan yang masih asing, yang baru akhir lampau, bertumpu erat yang telah hilang 32

23. Saptawati Bardosono Penyesalan mengapa justru malam itu kau datang padaku? dalam mimpi lembayung bugenvil dua bayangan berhadapan, tiba-tiba nyata: lelaki mencium gadis jangkung mengecup: jari tangannya berdua kita tegak salah seorang berpaling muka engkau atau aku? mengapa? 33

24. Julia Utami Selesai suatu saat toh mesti ditinggalkan dunia yang itu - itu juga ¾ api petualangan cinta telah pudar ¾ bayang-bayang mimpi, senyum tanpa penyesalan kini beberapa peristiwa tinggalkan asap urai ditelan awan beberapa nama, beberapa ranjang berapa tinta mengalir dan terbuang ¾ mengapa tidak?! ¾ menyeka debu dari buku, menemukan coretan yang hampir musnah jadi permainan yang hilang ketegangannya dunia ini nyata, suatu penemuan! dunia ini nyata, suatu keheranan! keheranan dan penemuan jelmakan benda-benda mesra bola usang dan beruang tercinta sepatu merah yang telah lepas-lepas kulitnya, dunia ini nyata sebentar lagi anak-anak pulang dari pesta 34

25. Swary Utami Dewi Dua Wanita silakan-silakan masuk senyum ringan dan berat isyarat ¾ada topeng di dinding belakang rumah ini rumah terbuka, terbuka hatiku lihatlah segala kembang-kembang di meja ¾telpon berdering, putuskan saja¾ luas nyaman, kita dapat berdamai di sini dekat anak-anak yang bermain di lantai tanggalkan senjata perlengkapan hidup ¾ keriuhan kota di luar pagar ¾ di sini luas, nyaman dengan hidangan di meja dan saling terbuka dimulai pertaruhan kata hidupmu, hidupku, warna meriah dalam corak kelabu dan endapan-endapan lembayung-hitam dikibaskan dari baju dan kabut wangi meliputi adegan lingkaran berwarna meluncur, berputar antara cetusan, ungkapan, renungan terpapar di meja, antara cangkir, kunci mobil dan rencana yang tak jadi dilaksanakan ¾ keriuhan kota di luar pagar ¾ rencana-rencana yang harus dikejar sejam, sehari, nukilan hidup yang diperas sebentar ... ah, sandiwara ini pun sudah terlalu lama, bila dua wanita bicara 35

26. Ahmad Syafiq Sajak-sajak sambil erat-erat berpegang menjenguk dalam kelam hidup remang-remang merenggut merjan atau bintang diusap, ditimang, dironce, ditebarkan pulang-pulang ada yang menyusup dalam degup, deras menggetar sampai ke pucuk-pucuk sekilas tertahan jadi kemilau yang rebah-rebah dalam dekapan 36

27. Sulistyowati Irianto Lukisan Wanita 1936 Lukisan dengan lengkap citarasa giwang, gelang, untaian kuning hijau selendang, menyembunyikan kehamilan kehamilan maut yang nanti menjemput luput diredam kehamilan hidup yang nanti merenggut goresan dendam gejolak dan kemelut keprihatinan gagal direkam pada sapuan dan garis wajah yang menyerah, pada alur sejarah Lukisan dengan sapuan akhir yang cemerlang, kelengkapan wajah diperoleh dalam bingkai kenangan 37

28. Sunu Wasono Jakarta Jakarta tidak aman bagiku selalu terungkap lagi segala yang lalu betapa 'kan kuredakan kepedihan ini betapa kerinduan keharuan ini, adalah kepedihan cerah cuaca luas menggetarkan siang hari yang biru menggetar pula jaringan luka-luka beku yang telah ditimbun dengan kenangan dengan kenangan, kenangan selalu kerinduan panas hari yang menyilau merangsang uap dan debu pada bayang-bayang sejuk di taman hening tergolak rasa menyeluruh tersingkap akhirnya pada takdir keharuan malam yang menyesakkan malam tiada membawa harap tidak tergenggam kepiluan hati tidak terjawab pertanyaan oleh lentera malam di jalanan senyap kusangka sejarah bergerak maju betapa beda Salemba dahulu tetapi Jakarta selalu ... 38

29. Multamia Lauder Sia-sia dari jendela jelas merayap menjenguk di lereng atap cerah lingkarkan pilu meredup hatiku bulan tenang¾ sindir-menyindir demam cintaku angkuh kulepas sendu ratap walau demikian tak ada harap tak akan sampai padamu bulan tenang¾ kau tak tergetar dan tak akan tahu irama ketat tetesan air selamatkan daku dari susulan yang terlambat dibela terlanjur berakhir bulan terang¾ singkir-menyingkir selubung cintaku, curang, tertinggal telanjang bayangan, tersipu mengelak sebutkan namamu, dan- bulan tenang¾ menahan tawa dan air mata meski sunyi untuk bercinta memang bukan waktunya 39

30. Tresna Priyana Soemardi Bayangan Wungu bayangan wungu di sana-sini pada tubuhnya adalah tanda-tanda bahwa ia hidup karena derita tertunduk karena dewasa pilu meluapkan cinta mengecup dengan bibir bayangan-bayangan wungu adalah menghirup dupa rahasia yang menggetarkan kelepak burung-burung malam dan budak memanggil binatang kesayangan dengan nada-nada panjang merayu pilu meluapkan cinta, ia adalah kekasih dan ibu 40

31. Wibowo Mangunwardoyo Terbangun nah, mimpi itu telah selesai telah kujelajahi: ¾ruang kosong itu¾ ternyata di situ saja mencari-cari atau pilih saja karena lebih suka ragu berjalan meraba-raba: ¾dalam lengang-padat rumah jenazah¾, beribu keong akan terjaga lebih baik bangun, bangkit dan segera dekati anjing baru tergilas mobil tetangga masih sempat lari ke rumah, di depan tangga robohnya anak-anak berdiri mengelilinginya sepi mudah-mudahan saja ada yang ingat membelai dan menyebut namanya 41

32. Margaretha M Siahaan Selamanya Satu detik ke depan,gema lonceng tersaruk dalam batu Kalaupun ada kesadaran,pesonanya sudah padam Kuziarahi semua keinginan yang pernah kumiliki & kujentikan jariku Saat Itu aku merasa sulbiku telah hancur Aku hanya melihat sepasang boneka pengantin Membuntuti hidupku bagaikan dongeng Tetaplah berdiri dipintu malam Yg telah dinodai kelembutan hatimu Seakan dengan jengkel kusambar ketololanku Dan aku pergi tanpa gerakan pinggul Dagumu malam itu tertanam di atas PIANO Waktu kulejitkan lagu,lagu termanis yang pernah melintas dalam syahwatku Matamu kupandang aku terperosok ( tanpa sedikitpun berusaha menghentikan pendarahan pada kangenku) 1973 42

33. Ibnu Hamad 18 Januari 2021 18 Januari 2021 Dirawat malah tersiksa Infus 3 kali gagal, check lab gagal 2 kali, oximetri diributkan Infus bocor, sesudah lupa pasang tempat tidur basah kuyup Tapi kujaga rahasia Rumah Sakit Akhirnya sesudah seminggu pulang saja, trauma Virus yang kecewa, tidak disambut dengan Gegap gempita, kerabat virus antre Dari Paris, Afrika Selatan USA, Brazil, Korea Jadi harapanku malah sembuh Selama Corona belum ber Panca Sila Tahun Baru 2021 Harapan Baru 27 Januari 2021 16 Februari keluar R.S 43

34. Hari Untoro Dradjat Dialog di atas meja antara mereka berdua vas besar dengan kembang-kembang kembang kertas menutupi pandang belum ada yang menyisihkannya kata dan pandanglah yang melintasi kembang sementara itu sembunyi diam karena pertemuan yang terlampau telanjang dan tiba-tiba harus diatasi tak ada malam tapi bulan turut bicara dan kerlap-kerlip bintang meluncur karena kapal terlalu lancar tahu benar apa yang dituju asing dari kegagalan -- di atas meja kini terang dengan kelangsungan kata dan pandang bunga-bunga, telah disingkirkan olehnya 44

35. Agus Purwadianto Virus Antara virus dan sapiens Terbentang semesta jagad raya Corona masuk kota lewat KUDA TROYA Menyiksa meluluh-lantakkan Kota menjadi gelap gulita Hutan belantara Berabad-abad kemudian 45

36. I Ketut Surajaya Siapa yang Mengatakan siapa* yang mengatakan: “bagai kuncup terkulai di tangan” Yang menyanjungnya dasar perempuan, berterima kasih dalam-dalam karena takdir telah menyentuhnya takdir? bahwa dunia merekah dan dupa keramat melingkari dengan mantra mantra abadi? dengan senyum pada pandang karena sendiri tidak berdaya, pada pergelangan tangan mesra menghelanya ke taman hakiki hati padat-penuh kekaguman akan manusia jantan, semacam dewa! siapa pula yang mengatakan: \"ikatan restu antara dua insan dewata\" lazim, sebagai halnya tanda rahasia timbulkan pretensi-pretensi sewajarnya kuncup berduri, geli dan kesal taman hakiki ____________________ *Dalam mitos phallus menurut D.H. Lawrence dalam Lady Chatterley's Lover 46

37. Kristi Poerwandari Kisah III Selamat tinggal, selamat jalan bersyukurlah kita telah dipertemukan mudah-mudahan tidak sia-sia hati telah didamaikannya seserpih kehangatan, rindu yang redup apa yang masih diratapi harap-cemas telah temaram kumandang lagu telah sayup konserto itu bukan milik kita saja rhapsodi dan prelude dengan variasi telah merendah nada menjadi fuga dengan tema yang secara adagio telah paham tempatnya maestro agung dengan virtuositas yang kukagumi telah melebur dalam khidmat seorang Kant, seorang Spinoza dan jalur-jalur membeku di ruang semesta: antara galaksi tak ada jalan pintas! kembali pada nasib kita, masihkah lengang mendambakan, bukankah terakhir kali berpandangan, sudah tersirat disampaikan semacam pesan? Selamat tinggal, selamat jalan bersyukurlah kita telah sempat dipertemukan mudah-mudahan tidak sia-sia, oh semoga damai ini tidak sementara saja 47

38. Nachrowi Catatan 1956 untuk Frans pasar malam terang, keriuhannya! balon aneka warna, lepas satu meluncur ke langit manusia mencari, menjulurkan leher berdesakan di atas tumit gelisah mimpi, hidup ibarat pelita nyamuk pun enggan menyentuhnya pagar rotan berpindah tangan, selendang leher yang ketinggalan beberapa buku berjejer di papan, salah satu ajarkan manusia bagaimana seharusnya ia hadapi mautnya keriuhan pasar di malam hari, tersesat hati bagaimana temukan cinta kembali perahu layar bergetar meriah, arah tujuan belum pasti angin pun tak sabar, (di karang mana terdampar nanti) terbangun dari mimpi, ¾esok tak dapat dielakkan lagi¾ kuseka air mata dari pipi 48

39. Budi Susilo Supandji Tuhan Tuhan; nelayan tunggal yang menyelamatkan bulan disangkanya ikan mengelepar tertinggal di pasir pantai diselamatkan dilempar kembali ke lautan Tuhan; akuntan unggul mencatat pahala dan dosa-dosa pelanggaran Tuhan; awal dan akhir dari segala rakhmat dan rahim bagi manusia, alam dan semesta yang tak terhingga (Geelong, Februari 2026) 49


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook