Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Kelas Inspiratif! Tim Penulis: Erna Hamidah Dadan Rani Nurhayati Aji Jehan Fellani Ivan Sofyan Amalia Rahisa Dewi Cicin Kuraesin Tintin Sri Suprihatinx Kartika Arum Hendra Sanjaya R.R. Purnomowulan Nonny Irayanti Winy Mustikasari Trisna Kristiana Anis Widjiyanti Atin Supartini Sulistiyani Dyah Purwaningsih Editor: Dadan Nonny Irayanti Desain Sampul: Dadan Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apa pun, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk memfotokopi, merekam dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penulis. ©2018, Kelas Kreatif, Bandung i
Judul Buku : Kelas Inspiratif! Penulis : Erna Hamidah, Dadan, Rani Nurhayati, dkk. Penerbit : ALFABETA, cv Jl. Gegerkalong Hilir No. 84 Bandung Telp. (022) 2008822 Fax (022) 2020373 Website: www.cvalfabeta.com E-mail: [email protected] Cetakan pertama : Juli 2018 ISBN : Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) ii
Tentang Kelas Kreatif Kelas Kreatif adalah sebuah Virtual Learning Community (VLC), terdiri atas guru-guru, dosen, dan pemerhati pendidikan yang sebelumnya pernah mengikuti kegiatan Education Development Project (EDP) 2008-2018. Visi dari komunitas ini salah satunya adalah menyediakan sebuah sarana pengembangan profesional secara informal berbasis kolaborasi untuk guru-guru saling berbagi, berdiskusi, belajar dan berkembang bersama. Diharapkan guru-guru yang terlibat bisa menjadi lifelong learner yang melakukan refleksi terhadap praktik mengajar masing-masing kemudian melakukan ‘riset’ terhadap teori, strategi, dan metode pembelajaran yang kreatif, inovatif juga interaktif- mengimplementasikannya di kelas- dan tujuan akhirnya adalah menghasilkan sebuah kelas yang menginspirasi bagi siswa-siswinya. Ini adalah buku kedua yang diterbitkan. Buku pertama didistribusikan gratis dan dapat dibaca secara online di tautan: https://issuu.com/dadan.ckl/docs/kelas_kreatif atau di laman www.kelaskreatif.org. Dadan www.kelaskreatif.org iii
Daftar Isi 1 Menginisiasi Webquest di Kelas VII (Describing People) Erna Hamidah (SMP Negeri 51 Bandung) … [1] 2 Strategi Apersepsi dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dadan (Bandung Independent School) … [6] 3 Penggunaan Media Sosial Whatsapp untuk Mendukung Pembelajaran Listening Rani Nurhayati (SMA Negeri 2 Majalaya) … [10] 4 Modalitas Peserta Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB); Contingency or Necessity Rani Nurhayati (SMA Negeri 2 Majalaya) … [16] 5 Upaya Meningkatkan Kemampuan Pelafalan Bahasa Inggris Siswa melalui Metode Membaca Nyaring dalam Pembelajaran Teks Naratif Aji Jehan Fellani (SMPN 1 Saguling) … [22] 6 Penggunaan Kahoot! dalam pembelajaran Reading Ivan Sofyan (SMAN 1 Sukatani Purwakarta) … [25] 7 Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris melalui Penggunaan Comic Strip Berbahasa Inggris Amalia Rahisa Dewi (SMPN 45 Bandung) … [33] 8 iv
Penggunaan Teknik Read and Run untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dalam Pembelajaran Reading Comprehension Amalia Rahisa Dewi (SMPN 45 Bandung) … [36] 9 Pembelajaran Berbicara Menggunakan Hot Seat Game Ivan Sofyan (SMAN 1 Sukatani) … [40] 10 Is It Time to Stop, Review or Move on? Strategi untuk Mengukur Tingkat Pemahaman Siswa Cicin Kuraesin (SMAN 27 Bandung) … [43] 11 Gaya Belajar? Kenali Yuk! Tintin Sri Suprihatin (SMP Negeri 9 Bandung) … [49] 12 Two-Faced Card Membuat Diskusi Menjadi Lebih Hidup Kartika Arum (SMP Negeri 1 Padalarang) … [56] 13 Cooperative Learning melalui Strategi Numbered Head Together (NHT) Hendra Sanjaya (SMP Negeri 4 Lembang) … [60] 14 Serupa tapi Tak Sama (Analisis Perbandingan Metode Mengajar Kelas Paralel) R.R. Purnomowulan (SMP Negeri 19 Bandung) … [64] 15 Pemanfaatan Google Dokumen dalam Penilaian Formatif Dadan (Bandung Independent School) … [69] v
16 Learning by Doing dalam Pembelajaran Kontekstual Nonny Irayanti (Penulis Independen) … [72] 17 Pembelajaran Efektif dan Kontekstual melalui Interdiscplinary Teaching Winy Mustikasari (SMA Negeri 1 Parongpong) … [77] 18 Clear Only If Known (COIK) – Pentingnya Instruksi yang Jelas dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Trisna Kristiana (SMP Negeri 2 Cipatat) … [80] 19 Teknik Bertanya untuk Memaksimalkan Pembelajaran Anis Widjiyanti (SMK Negeri 1 Kota Sukabumi) … [85] 20 Guessing Games sebagai Satu Alternatif Memotivasi Bertanya dan Menggambarkan Benda dalam Pembelajaran Teks Deskriptif Atin Supartini (SMA Negeri 2 Majalaya) … [91] 21 Teaching to Stimulate Critical Thinking through Video Sulistiyani Dyah Purwaningsih (Penulis Independen) … [95] Daftar Pustaka … [100] Biodata Penulis … [108] vi
1 Menginisiasi Webquest di Kelas VII (Describing People) Erna Hamidah SMP Negeri 51 Bandung Pendahuluan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 dengan jelas menyebutkan bahwa salah satu prinsip pembelajaran yaitu adanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, disebutkan lebih lanjut bahwa penerapan TIK secara terintegrasi, sistematis dan efektif sesuai dengan situasi kondisi merupakan salah satu prinsip penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Secara eksplisit, regulasi tersebut telah ‘memerintahkan’ guru Indonesia untuk mengintegrasikan TIK ke dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas. Oleh karena itu, sikap terbaik yang dapat dilakukan oleh semua praktisi pendidikan adalah menjawab tugas mulia tersebut dengan berkata ‘Let’s do it’. Menunggu kesiapan dan kemantapan diri untuk mengintegrasikan TIK ke dalam pembelajaran, hanya akan menunda terciptanya suatu pengalaman pembelajaran yang begitu berharga bagi peserta didik. Melalui learning by doing, guru akan berproses dan menemukan formula terbaik dan menentukan tahap pengintegrasian yang sesuai untuk diterapkan di kelas. Erben, dkk., (2009), mendaftarkan sembilan strategi pengintegrasian TIK ke dalam pembelajaran, terbentang dari TIK yang total digunakan guru sampai ke tahap TIK digunakan sepenuhnya oleh peserta didik. Lebih lanjut, Erben menekankan bahwa untuk mengintegrasikan TIK pada fase awal (perkenalan) tidak diperlukan penyajian materi dan keterampilan TIK yang luar biasa. Berikut adalah kontinum pengintegrasian TIK tersebut: 1
Terdapat dua prinsip yang harus diperhatikan tatkala guru hendak mengintegrasikan TIK ke dalam pembelajarannya (Chapelle, 2003). Prinsip pertama yaitu untuk memahami level literasi TIK peserta didik yang dapat diperoleh melalui needs assessment, yang mana hasilnya akan sangat menentukan apa dan bagaimana bentuk pengintegrasian TIK yang memadai ke dalam pembelajaran pada kelas terkait. Prinsip kedua adalah bagaimana memilih materi yang sesuai dengan potensi belajar peserta didik dan juga level literasi TIK mereka. Erben, dkk. (2009) menyarankan bahwa dengan menggunakan materi pembelajaran yang kontekstual dan terarah akan membuat peserta didik dapat menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh ke dalam tugas belajar bahasa mereka. Bagi pembelajar bahasa Inggris, ada beberapa potensi aktivitas yang dapat dilakukan: Bagi pembelajar bahasa pada tahap preproduksi (level 1), pilihlah teknologi yang menyajikan teks yang disertai gambar; bagi pembelajar bahasa pada tahap produksi awal (level 2), pilihlah teknologi yang mendorong penguasaan vocabulary, grammar, dan pemerolehan kegiatan menyimak; bagi pembelajar bahasa pada tahap fluency (level 3), gunakan teknologi yang berfungsi untuk mendorong penguasaan keterampilan berbicara, membaca, dan menulis; bagi pembelajar bahasa pada tahap emergent (level 4), untuk mendorong penguasaan materi pembelajaran yang lebih spesifik maka gunakan teknologi yang memuat semua modalitas. Suatu hari, dengan berbekal semangat menunaikan ‘perintah’ untuk men-TIK-kan pembelajaran dan mencari salah satu cara yang paling effortless dimana guru tidak 2
harus mempersiapkan sumber pembelajaran, maka diputuskanlah untuk menggunakan media internet yang tampaknya menyediakan segala kebutuhan/sumber belajar dan didukung pula oleh level literasi TIK peserta didik kelas VII yang memadai untuk melakukan kegiatan ini. Hari itu, dengan tujuan pembelajaran untuk mencari informasi mengenai satu teks interpersonal maka peserta didik diminta untuk berselancar di dunia maya untuk mencari dua sampai tiga sumber belajar terkait. Namun, peserta didik ternyata menghadapi kendala dalam menentukan sumber belajar mana yang sesuai, dengan waktu yang tidak sedikit, peserta didik bahkan terancam terkena paparan situs-situs yang ‘tidak jelas’ dan cenderung ’berbahaya’. Singkatnya, ada kebutuhan untuk mencari cara yang dapat memitigasi juga menanggulangi kendala-kendala tersebut. Akhirnya sampailah pada satu media berbasis internet, yaitu webquest yang dikatakan dapat mengatasi isu yang ada. Webquest merupakan format pembelajaran berbasis web yang melibatkan subjek ‘peserta didik’, objek ‘tugas atau aktivitas’, dan mediasi artefak ‘sumber belajar yang berasal dari web’ (Tahang, 2008). Webquest merupakan media yang dapat mengintegrasikan materi pembelajaran dengan teknologi (Smith-D’arezzo, 2002), menciptakan materi pembelajaran yang menarik bagi peserta didik (Castaniova, 2002; Lara & Reparaz, 2005), dan menyatukan pembelajaran yang paling efektif dalam satu kegiatan pembelajaran terpadu (Dodge, 1997). Webquest biasanya terdiri atas empat bagian yaitu introduction, task, process dan evaluation yang setiap bagiannya disertai dengan deskripsi. Laman Webquest dipersiapkan dengan baik sebelum dapat diimplementasikan di kelas. www.zunal.com adalah salah satu laman tidak berbayar yang menyediakan laman pembuatan webquest. Tampilan webquest: 3
Beberapa kelebihan yang dimiliki Webquest antara lain: Aman. Peserta didik terhindar dari mengakses sumber belajar yang ‘berbahaya’ karena tautan-tautan sumber belajar sudah melalui proses review terlebih dahulu; Hemat waktu. Peserta didik langsung memfokuskan perhatian pada tautan sumber belajar yang disediakan tanpa harus menyisihkan waktu untuk mencari sumber terkait lainnya; Variatif. Peserta didik memperoleh beragam tautan sumber belajar dan berlevel dari yang sederhana – kompleks; Jelas. Peserta didik memperoleh instruksi tugas yang jelas dari deskripsi yang diberikan; Kooperatif. Peserta didik berkesempatan untuk bekerjasama dengan rekan peserta didik lainnya. Implementasi di Kelas Langkah 1. Pra-kegiatan kelompok Kegiatan webquest yang dilakukan kali ini disertai dengan strategi numbered head together untuk mengoptimalkan pembelajaran kelompok yang akan dilakukan, sehingga guru harus memastikan peserta didik dapat memahami bagaimana strategi ini dilaksanakan. Langkah 2. Pembagian Kelompok Satu kelompok terdiri dari 5 orang peserta didik, dalam hal ini disesuaikan dengan jumlah tautan sumber belajar yang disediakan. Guru mempersilakan peserta didik dengan kelompoknya untuk mengakses tautan webquest untuk melihat apa dan bagaimana tahapan pembelajaran akan dilakukan. Langkah 3. Numbered head together Setiap anggota kelompok memilih nomor 1 s.d 5 untuk menentukan sumber belajar yang harus dikuasai. Setiap peserta didik yang memilih nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok berkumpul untuk mengakses satu tautan sumber belajar (peserta didik bernomor satu bertugas mengakses tautan sumber belajar for head number one, bernomor dua agar mengakses for head number two, begitu juga dengan yang bernomor tiga, empat, dan lima), mendiskusikan dan memahami sumber belajar yang diperoleh. Setiap kelompok bernomor (1 s.d 5) harus mempresentasikan sejauh mana pemahamannya atas sumber belajar tersebut. Setelah itu, setiap anggota kelompok bernomor sama bergabung kembali ke kelompok semula. 4
Langkah 4. Memilih misi/tugas Setiap anggota menjelaskan tentang sumber belajar yang telah ia pahami secara bergiliran. Kemudian, setiap kelompok diminta mengakses laman task pada webquest untuk menentukan jenis tugas yang akan diselesaikan, mengakses laman process dan laman evaluation untuk memastikan tahapan kegiatan dan kriteria penilaian untuk misi/tugas yang diberikan. Langkah 5. Penyelesaian misi/tugas Setiap kelompok memilih satu misi/tugas untuk diselesaikan dan setiap anggota harus mendapat peran dalam penyelesaian misi/tugas tersebut. Berhubung misi/tugas tidak dapat diselesaikan di kelas maka peserta didik diminta untuk membuat video dari tugas tersebut. Berikut adalah laman webquest untuk kegiatan pembelajaran terkait: http://zunal.com/ webquest.php?w=370412 Catatan: Kegiatan pembelajaran dilakukan lebih dari satu pertemuan 5
2 Strategi Apersepsi dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dadan Bandung Independent School Pendahuluan Transfer helps students make connections between what they already know and the new learning. It is important to remember that the connections are of value only if they are relevant to the students’ past, no the teacher’s. (Sousa. 150: 2001) Dalam perencanaan pengajaran, guru biasanya merancang kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan pendahuluan merupakan proses penyiapan fisik dan psikis siswa untuk mengikuti pelajaran. Penulis merasa kegiatan pendahuluan penting untuk dikaji karena berdasarkan pengamatan pribadi penulis, kegiatan awal/pendahuluan memegang peranan penting dalam mempersiapkan siswa sebelum materi inti diberikan. Sedangkan, masih banyak guru yang berfokus hanya pada kegiatan inti. Beberapa guru berasumsi bahwa kegiatan pendahuluan melulu diisi dengan salam, presensi siswa, dan pertanyaan terkait materi pelajaran. Padahal, kegiatan pendahuluan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Apersepsi sebagai bagian dari kegiatan pendahuluan memiliki peranan penting dalam membangun kesiapan (readiness) siswa. Lebih jauh, dapat dikatakan bahwa apabila apersepsi disajikan secara menarik hingga membuat siswa mampu menghubungkan materi ajar dengan pengetahuan siswa mengenai kehidupan nyata, maka kelas tersebut berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa. Thorndike dalam Mansur (12: 2015) berpendapat bahwa hukum kesiapan (law of readiness) yang merupakan salah satu hukum koneksionisme memiliki inti teori yaitu, setiap peserta didik akan merespon dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Teori ini menguatkan bahwa kegiatan apersepsi memiliki peranan penting untuk memberikan stimulus khusus di awal pembelajaran. 6
Apersepsi dalam KBBI daring didefinisikan sebagai pengamatan secara sadar (penghayatan) tentang segala sesuatu dalam jiwanya (dirinya) sendiri yang menjadi dasar perbandingan serta landasan untuk menerima ide baru. Dalam teori Johann Friedrich Herbart, information is better received when the learner has existing knowledge that is related to, or at least compatible with, the new material and that knowledge is of significance and interest to the individual. Interest is not just a goal, but also functions as a means to achieve that goal. He developed this as a theory of apperception—namely that our perception of new experiences occurs in relation to past experience. Interest develops when already strong and vivid ideas are hospitable towards new ones, thus past associations motivate apperception of current ones. Dapat dikatakan bahwa strategi apersepsi yang diterapkan di kelas diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini berkaitan dengan zona nyaman siswa, dimana mereka akan mempelajari sebuah materi dan menghubungkannya dengan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya. Apersepsi diharapkan mampu membentuk suasana psikologis yang menyenangkan. Oleh karena itu, guru harus mencari kegiatan apersepsi yang beragam dan menyenangkan. Perlu dicatat bahwa kegiatan apersepsi yang disajikan harus terlepas dari unsur ‘penilaian’ terhadap kemampuan/ pemahaman siswa, ataupun membandingkan satu siswa dengan siswa lainnya. Apersepsi lebih bersifat individu, bagaimana setiap siswa bisa menghubungkan apa yang telah mereka ketahui dengan apa yang akan mereka pelajari. Satu siswa dengan siswa lainnya bisa berbeda level of readiness-nya. Ada beragam strategi dalam kegiatan apersepsi. Namun, paparan strategi apresepsi dalam artikel ini difokuskan pada bagaimana siswa menghubungkan materi ajar sebelumnya dengan materi ajar yang sedang dipelajari. Strategi yang diberikan akan dibuat multimodalitas, menggunakan unsur visual, auditorial dan kinestetik. Dengan harapan melibatkan lebih banyak modalitas dalam pengajaran, kita memicu lebih banyak lagi jalur saraf yang memperkuat belajar siswa. (DePorter, 86: 2000) Sumber gambar: https://rainielianni.files.wordpress.com/2015/08/untitled1.jpg 7
Implementasi di Kelas Berikut adalah strategi apersepsi yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Beberapa di antaranya sudah diterapkan di kelas penulis dengan modifikasi sesuai kebutuhan, seperti materi ajar dan usia siswa. Secara umum, beberapa apersepsi di bawah ini tidak memerlukan persiapan yang lama. Akan tetapi, ada beberapa apersepsi yang memerlukan waktu untuk membuat media tertentu. Namun, hal yang perlu ditekankan adalah apersepsi tersebut dapat mendorong motivasi siswa mempelajari materi yang akan diajarkan. 1. Pertanyaan Apersepsi menggunakan pertanyaan adalah strategi yang sederhana. Guru dapat menyediakan pertanyaan yang berhubungan dengan materi pembelajaran di pertemuan sebelumnya. Kemudian guru menyebutkan nama siswa terlebih dahulu, lalu siswa yang disebutkan namanya akan menjawab pertanyaan yang disediakan. Variasi lain dari strategi ini adalah: Pertanyaan yang sudah guru sediakan dapat dijawab oleh siapa saja siswa yang bisa menjawab pertanyaan tersebut secepat mungkin dengan mengacungkan tangannya terlebih dahulu. 2. Question from my friend Strategi ini berhubungan dengan pertemuan sebelumnya, dimana siswa harus menulis satu pertanyaan dari materi yang dipelajari. Mereka menulis pertanyaan di secarik kertas (bisa ukuran 8 cm x 10 cm) serta menuliskan nama masing- masing, kemudian kertas tersebut dilipat dan dimasukan ke dalam wadah/ kotak yang disediakan guru. Di awal pertemuan berikutnya, guru akan meletakkan semua kertas pertanyaan di lantai/ atas meja, kemudian masing-masing siswa mengambil satu pertanyaan. Mereka menuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut di kertas yang sama. Siswa yang menjawab pertanyaan harus menuliskan namanya “dijawab oleh:… (nama siswa). Siswa tersebut kemudian akan memberikan kertas berisi pertanyaan dan jawaban kepada siswa yang membuat pertanyaan Jawaban akan diperiksa dan dinilai. Kegiatan bisa dilanjutkan dengan diskusi singkat, terutama apabila jawaban yang yang diberikan kurang tepat. 3. Three minutes writing/ Mind map/ Sketching Dalam 3 menit siswa akan menuliskan apa saja yang mereka ingat dari pertemuan sebelumnya. Mereka bisa menuliskan pertanyaan jika mau. Guru akan memilih beberapa siswa untuk berbagi catatan mereka dengan kelas. Variasi dari kegiatan menulis ini, siswa bisa diminta untuk membuat mind map atau menggambar hal yang mereka ingat di pertemuan sebelumnya. 8
4. Three minutes writing Dalam 3 menit siswa akan menuliskan apa saja yang mereka ingat dari pertemuan sebelumnya. Mereka bisa menuliskan pertanyaan jika mau. Guru akan memilih beberapa siswa untuk berbagi catatan mereka dengan kelas. 5. Tiga- Dua- Satu Dalam kertas kecil siswa menuliskan 3 hal yang mereka ketahui dari materi yang dipelajari di pertemuan sebelumnya, 2 hal yang ingin mereka ketahui atau pelajari, dan 1 pertanyaan yang berkaitan dengan topik. Kertas tersebut bisa dikumpulkan kepada guru, untuk kemudian secara acak dipilih. Alternatif lain dari kegiatan ini adalah siswa dipasangkan dengan siswa lain dan mereka berdiskusi mengenai catatan masing-masing. 6. Pertanyaan untuk Guru Siswa akan menuliskan 3 buah pertanyaan dari materi yang mereka pelajari sebelumnya. Guru dapat memilih beberapa siswa untuk membacakan pertanyaan mereka. Guru bisa menjawab langsung atau meminta siswa lain untuk menjawabnya. 7. Jawaban Berpasangan Di awal kegiatan, siswa dikelompokkan secara berpasangan. Bisa dilakukan dengan berdiri jika ruang kelas memungkinkan. Guru akan membacakan pertanyaan dan siswa berdiskusi jawaban atas pertanyaan tersebut dengan pasangannya. Variasi lain: Pertanyaan bisa disajikan dalam bentuk power point. 8. Padlet Kegiatan ini menggunakan aplikasi padlet (www.padlet.com). Siswa diharapkan memiliki komputer atau laptop dan akses internet. Guru menuliskan pertanyaan di padlet dan membagikan tautan halaman tersebut. Masing-masing siswa bisa menuliskan jawaban atas pertanyaan tersebut. 9. Strategi Lainnya Banyak kegiatan lain yang bisa ditemukan di internet. Di google, guru dapat menggunakan kata kunci ‘apperception strategies’, ‘apperception activities’, ‘activating strategies for classes’, dan lain-lain. Guru hanya perlu memodifikasi sesuai kebutuhan. Selamat mencoba! 9
3 Penggunaan Sosial Media Whatsapp untuk Mendukung Pembelajaran Listening Siswa Rani Nurhayati SMAN 2 Majalaya Pendahuluan Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi atau Information and Communication Technology (ICT) mempunyai peranan penting dalam pembelajaran bahasa, terutama pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing penggunaan ICT bisa memfasilitasi dan mendukung pembelajaran serta menambah ketertarikan siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran bahasa Inggris yang menyenangkan, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Selaras dengan hal tersebut, Ernest (2015) menyatakan bahwa Information and communication technology (ICT) are being increasingly used to give learners access to information, promote interaction and communication, enhance and maximize the potential of language teaching in a pedagogically sound way that is introduced and supported in a sustainable way and in a range of pedagogical approaches that promote lifelong learning. Penggunaan ICT dalam proses pembelajaran terus mengalami perkembangan yang signifikan. Penggunaan perangkat computer, laptop, dan notebook dengan aplikasi berbasis web memperudah akses untuk mendapatkan materi pembelajaran bahasa yang kaya dan variatif, sampai pada perkembangan terkini dengan perangkat tangan/ gawai berbasis komputer atau computer-based hand-held. Penggunaan gawai/perangkat bergerak dalam pembelajaran bahasa atau Mobile-Assisted Language Learning (MALL) menjadi salah satu alternatif yang menarik untuk dikembangkan oleh guru Bahasa Inggris dalam proses pembelajaran bahasa di kelas. MALL refers to language learning that is facilitated or mediated through, or enhanced by the use of mobile devices. (Palalas & Ally, 2016) MALL adalah pembelajaran bahasa yang difasilitasi oleh penggunaan perangkat gawai seperti kamus saku elektronik, personal digital assistants (PDAs), telepon genggam atau mobile phones, MP3 player, ultra-portable tablet PCs, dan sebagainya. Penggunaan telepon genggam dengan semua aplikasi didalamnya termasuk kamus bahasa 10
Inggris digital atau media sosial seperti whatsapp, facebook, instagram, twitter, dan lainnya berkembang sangat pesat dan menjadi hal yang populer di masyarakat. Whatsapp menjadi aplikasi pengirim pesan atau messenger yang paling digemari dan banyak memiliki pengguna. Hal ini menyebabkan whatsapp menjadi populer di masyarakat, tidak terkecuali di kalangan guru dan siswa. Whatsapp memungkinkan guru dan siswa membuat komunitas sendiri yang mereka inginkan, saling berbagi pesan, pesan suara, gambar, video dan file lainnya dengan sangat mudah. Whatsapp, as a relatively new tool in education, has similar positive characteristics as previous technological tools that are implemented, but it seems that Whatsapp has some up to date features that encourage teacher and students to use it in order to enhance understanding (Bouhnik dan Deshen, 2014:22 dalam Sayan, 2016). Senada dengan Bouhnik dan Deshen diatas, whatsapp dengan segala manfaat dan keunggulannya bisa dikembangkan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, seperti reading skill (keterampilan membaca), listening skill (keterampilan mendengarkan), speaking skill (keterampilan berbicara), dan writing skill (keterampilan menulis). Selama ini, keterampilan mendengarkan kurang mendapat porsi yang memadai dalam pembelajaran bahasa Inggris di lapangan (Mukminatien, 2016: 6.3). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) Kurangnya pengetahuan guru tentang perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran mendengarkan yang mengakibatkan keterampilan ini dianggap sulit oleh guru maupun siswa. (2) Kurangnya alokasi waktu pembelajaran di kelas, terutama untuk tingkat SMA/SMK, terdapat pengurangan jam pembelajaran yang cukup signifikan, dalam kurikulum KTSP, Bahasa Inggris mendapat alokasi waktu 4 jam seminggu tetapi dalam Kurikulum 2013, berkurang menjadi 2 jam seminggu. (3) Tidak terdapat materi mendengarkan yang terstruktur dengan jelas dalam buku panduan untuk siswa maupun untuk guru yang diterbitkan oleh Kemendikbud. Sementara keterampilan mendengarkan ini menjadi keterampilan yang diuji dalam Ujian Nasional Bahasa Inggris tingkat SMA/SMK. (4) Masih banyak sekolah yang mempunyai kendala dalam hal fasilitas/ less-facilitated schools untuk pembelajaran mendengarkan di kelas seperti perangkat audio, speaker, tape, in focus dan alat pendukung lainnya yang belum cukup tersedia atau memadai. Maka dari itu, pembelajaran mendengarkan menjadi hal penting untuk dibahas, dan guru menjadi tertantang untuk mencari solusi terhadap kendala yang dihadapi dalam pembelajaran mendengarkan dengan cara yang inovatif dan kreatif, salah 11
satunya adalah dengan cara menggunakan media sosial populer di masyarakat; whatsapp. Implementasi di Kelas Karena adanya keterbatasan waktu di kelas dan/atau kurang memadainya fasilitas sekolah untuk pembelajaran mendengarkan, guru perlu menemukan media pembelajaran lain yang tak mengenal batasan waktu atau tempat, salah satu media alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan whatsapp. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan: 1. Memahami terlebih dahulu tujuan pembelajaran mendengarkan. Pembelajaran mendengarkan bertujuan untuk menghasilkan siswa yang dapat menggunakan strategi mendengarkan dan memaksimalkan pemahaman mereka terhadap teks lisan, mengidentifikasi informasi relevan dan tidak relevan, dan mampu memahami teks secara keseluruhan. Ketika siswa mendengarkan, mereka tidak pasif menerima dan mencatat isi teks lisan, akan tetapi mereka secara aktif terlibat menginterpretasikan apa yang mereka dengar, menggunakan background knowledge dan linguistic knowledge untuk memahami informasi yang terkandung dalam teks lisan, seperti yang diungkapkan Vandergrift ‘Although listening might apparently be seen as a passive process, it is actually a complex and active process of interpretation of what listeners hear and what they already know’ (Vandergrift, 1999 in Rahimi and Soleymani, 2015). 2. Mulai membentuk kelompok atau komunitas whatsapp yang terdiri atas guru dan siswa. Memaparkan bagaimana teknis pelaksanaan pembelajaran mendengarkan melalui whatsapp, termasuk strategi pembelajaran mendengarkan yang bisa siswa gunakan ketika diberikan materi atau tugas mendengarkan di grup atau whatsapp group (WaG). Mukminatien, dkk. (2016: 6.17) memaparkan strategi mendengarkan berdasarkan cara bagaimana siswa memproses input teks lisan yang diberikan: Top-down strategies, strategi yang sifatnya berbasis pada pendengar (listener based); pendengar menghubungkan antara teks yang didengar dengan background knowledge yang dimiliki tentang topik, konteks atau situasi, jenis teks, dan bahasa yang digunakan. Background knowledge yang dimiliki siswa akan memberikan berbagai petunjuk yang membantu siswa menginterpretasi apa yang mereka dengar dan mengantisipasi yang akan disajikan berikutnya dalam teks lisan tersebut. Strategi top-down digunakan dalam mendengarkan untuk menemukan gagasan utama, membuat prediksi, kesimpulan logis, dan ringkasan. Bottom-up strategies adalah strategi yang sifatnya text-based, yaitu pendengar bertumpu pada penggunaan bahasa 12
yang terkandung dalam teks lisan seperti kombinasi dari bunyi, kata, dan tata bahasa yang menciptakan makna. Strategi bottom-up ini digunakan ketika mendengarkan untuk memperoleh informasi rinci, mengidentifikasi turunan kata, dan pola urutan kata. Perlu ditekankan kepada siswa, bahwa penggunaan strategi mendengarkan ini bisa digunakan secara fleksibel dan interaktif. Pemahaman siswa terhadap teks akan meningkat dan rasa percaya diri mereka pun akan meningkat, jika mereka menggunakan top-down dan bottom-up strategies secara bersamaan untuk mencari makna teks lisan tersebut. 3. Menyusun dan mengembangkan materi dan latihan mendengarkan. Materi mendengarkan yang jelas dan terstruktur tidak tersedia di dalam buku paket siswa ataupun buku panduan guru dari Kemendikbud, jadi kita harus menyusun dan mengembangkan sendiri sesuai dengan kompetensi dasar Bahasa Inggris yang telah ditentukan dalam Permendikbud no. 21 tahun 2016 tentang standar isi kurikulum 2013. Sebagai panduan taktisnya, kita bisa melihat kisi-kisi soal ujian nasional dan soal-soal ujian nasional tahun sebelumnya dengan tetap mempertimbangkan keterampilan mikro dan makro dari keterampilan mendengarkan yang harus dikuasai siswa. Keterampilan mikro mendengarkan adalah keterampilan mendengarkan yang berkaitan dengan pemahaman pada tingkat kalimat. Berikut adalah daftar keterampilan mikro mendengarkan yang dikutip Nurmukminatien (2016: 6.16) dari Richards (1983): Mengingat berbagai rangkaian kata dalam memori jangka pendek; membedakan bunyi dalam bahasa Inggris; mengenali stress patterns bahasa Inggris, penekanan kata dan posisi yang tanpa penekanan, struktur irama, kontur intonasi, dan perannya dalam memberikan isyarat infromasi; mengenali bentuk pendek (reduced forms) berbagai kata; membedakan kata, mengenali kata dasar, memahami pola kata, dan mengetahui pentingnya pola kata tersebut; memproses percakapan yang disampaikan dengan kecepatan berbeda; memproses percakapan yang berisi jeda, kesalahan, koreksi, dan aspek unjuk kerja pembicara lainnya; mengenali jenis kata (kata benda, kata kerja, dsb), sistem (misalnya tense, agreement, pluralization), patterns, rules dan elliptical forms; mengenali unsur kalimat dan membedakan antara unsur utama dan pendukung; mengenali bahwa suatu maksud tertentu dapat disampaikan dengan kalimat yang berbeda-beda. Keterampilan makro mendengarkan adalah keterampilan mendengarkan yang berkaitan dengan pemahaman pada tingkat wacana (discourse) seperti: Mengenali cohesive devices dalam wacana percakapan lisan; mengenali fungsi komunikasi wacana menurut situasi, pembicara, dan tujuannya; menyimpulkan 13
situasi, pembicara, dan tujuan wacana percakapan lisan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki; dapat memprediksi, menyimpulkan keterkaitan dan hubungan berbagai peristiwa, menyimpulkan sebab akibat, dan mengenali gagasan utama, gagasan pendukung, infromasi baru, informasi yang diberikan, generalisasi, dan pemberian contoh dari peristiwa dan gagasan yang didengar; membedakan antara arti harfiah dan tersirat; menggunakan wajah, kinesic, bahasa tubuh, dan petunjuk non-verbal lainnya untuk memahami makna; mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi listening, seperti menentukan kata kunci, menebak arti kata dari konteks, meminta bantuan, dan menunjukkan pemahaman atau ketidakpahaman. 4. Perhatikan jenis teks lisan juga bagian-bagian dari teks lisan yang relevan dengan tujuan yang sudah direncanakan dan abaikan bagian yang tidak sesuai. Jenis teks lisan menurut Brown dan Lee (2015): Monolog- Teks lisan yang direncakan/dilatih/diucapkan dari teks tertulis atau catatan; teks lisan yang diucapkan secara spontan/tanpa persiapan/ tanpa rencana. Dialog- Teks lisan yang berbentuk interpersonal/ sosial/ percakapan; teks lisan yang berbentuk transaksional/ informasional/ faktual. 5. Mulai memasuki tahap pre-listening, guru mengaktifkan schemata siswa (schemata-activating process) yang membantu siswa untuk menyiapkan listening. Guru melakukan review kosa kata atau menunjukkan gambar-gambar di WaG yang dapat menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa. Hal ini sangat penting agar siswa dapat memperoleh gambaran tentang topik yang akan didengarkan dan konteks percakapan atau teks lisan, jika hal ini tidak dilakukan, siswa akan mengalami kesulitan dalam proses mendengarkan tersebut. 6. Memonitor siswa ketika kegiatan while-listening berlangsung. Guru mem- posting materi atau tugas mendengarkan di WaG lengkap dengan petunjuk pengerjaan dan batas waktu pengerjaan tugas mendengarkan. Misalnya, siswa diberikan waktu seminggu untuk menyelesaikan tugas mendengarkan dari mulai tugas tersebut di-post di WaG. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses evaluasi pencapaian siswa nantinya. 7. Check pemahaman siswa pada tahap post-listening, guru mereview tata bahasa dan kosa kata, kesulitan yang siswa hadapi dalam proses mendengarkan (kecepatan ucapan, panjang, kompleksitas wacana da nisi dari teks lisan yang 14
diberikan) dan kendala teknis lain yang mungkin muncul seperti ketika siswa gagal mengunduh file yang di post di WaG. 8. Melakukan refleksi mengenai proses mendengarkan melalui media whatsapp, masalah teknis yang muncul, kesulitan teks lisan yang dihadapi siswa, dan lain sebagianya. Guru bisa melakukan kegiatan refleksi ini di kelas, agar siswa dapat mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan inginkan ke depannya. Proses pembelajaran mendengarkan menggunakan whatsapp dapat kita jadikan alternatif pembelajaran di tengah terbatasnya waktu pembelajaran yang tersedia di kelas dan kurang memadainya fasilitas pembelajaran mendengarkan di sekolah. Walaupun akan terjadi kendala seperti terganggunya waktu pribadi atau waktu luang guru dan siswa, akan tetapi penulis yakin media pembelajaran ini akan berhasil dengan baik untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan siswa, hal ini akan berpengaruh terhadap nilai ujian nasional Bahasa Inggris siswa. It’s worth to try, isn’t it? 15
4 Modalitas Peserta Program Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Contingency or Necessity Rani Nurhayati SMAN 2 Majalaya Pendahuluan Berangkat dari visi Kemdikbud pada tahun 2025 untuk ‘menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif (insan kamil/insan paripurna)’, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) melakukan upaya penguatan peran siswa, guru, tenaga kependidikan, orang tua, dan aparatur institusi pendidikan dalam ekosistem pendidikan. Salah satu upaya penguatan yang dilakukan oleh Dirjen GTK dalam hal ini adalah dengan digulirkannya program Guru Pembelajar (GP) sebagai konsekuensi dari jabatan guru sebagai profesi yang memerlukan sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Pada tahun 2016, program GP berubah namanya menjadi “Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)”. Program PKB merupakan salah satu faktor penentu utama dari peningkatan kinerja guru dan tenaga kependidikan serta peningkatan prestasi peserta didik. Seperti yang dinyatakan oleh Widiatmoko (2016), pengalaman negara-negara lain menunjukkan bahwa partisipasi guru dan tenaga kependidikan dalam program pengembangan kompetensi yang searah dengan kondisi pembelajaran dapat meningkatkan kualitas guru dan tenaga kependidikan secara signifikan. Menghadapi program PKB ini, modalitas GTK khususnya guru bisa berbeda-beda. Modalitas adalah keterangan yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yakni mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa atau sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan, kemungkinan, keinginan, harapan, permintaan, dan keizinan (Chaer, 1994: 162). Selaras dengan definisi yang tertera dalam kamus Merriam Webster: Modality means containing provisions as to the mode of procedure or the manner of taking effect — used of a contract or legacy. Jadi, modalitas peserta program PKB ini berhubungan dengan sikap guru terhadap program PKB. 16
Modalitas guru menjadi sebuah sikap yang dapat mengikuti kebijakan pemerintah yang akan dilakukan di masa yang akan datang menyangkut konsekuensi atau rewards bagi peserta PKB. Guru hanya menganggap kalau konsekuensi dari program PKB adalah sesuatu yang “mungkin” terjadi atau tidak terjadi di masa depan. Adanya sikap contingency ini, membuat mereka bersikap datar-datar saja, acuh, dan tidak peduli. Program PKB belum menjadi suatu kebutuhan atau necessity bagi sebagian guru. Mereka belum merasa pembelajaran ini memang apa yang harus mereka lakukan sebagai tugas yang melekat pada profesi mereka sebagai guru. Pembelajaran ini merupakan hal yang harus dilakukan untuk terus meningkatkan kompetensi sebagai seorang guru. Jadi, modalitas peserta PKB terhadap program PKB itu; apakah harus menganggapnya sebagai sebuah contingency, hingga mereka bersikap acuh dan kurang serius mengerjakan program PKB ini, atau menganggapnya sebagai suatu kebutuhan (necessity), dan membuat guru bersemangat untuk melakukan pembelajarannya? Implementasi di Kelas Guru memiliki tugas, fungsi, dan peran yang penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Supaya dapat melaksanakan tugas, fungsi, dan peran tersebut, guru perlu meningkatkan profesionalismenya secara berkelanjutan. Seperti tertuang dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 14, Tahun 2005, tentang guru dan dosen yang mengamanatkan adanya pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagai aktualisasi dari profesi pendidik. Sebagai langkah mengaktualisasikan guru professional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan program GP pada tahun 2016 dan melanjutkannya dengan program PKB pada tahun 2017. Ada beberapa perbedaan dan persamaan dalam hal teknis implementasi kedua program pengembangan keprofesian berkelanjutan ini. Dalam program GP, kegiatan pembelajarannya dilakukan di pusat belajar (PB) sedangkan dalam program PKB, kegiatan pembelajarannya dilaksanakan berbasis komunitas guru dan tenaga kependidikan (komunitas GTK) seperti Pusat Kegiatan Gugus/Kelompok Kerja Guru (KKG)/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)/Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK)/Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS)/Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS). 17
Perbedaan teknis lainnya adalah dalam hal perekrutan peserta program, dalam program GP, melalui proses top-down, peserta langsung ditentukan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) masing-masing mata pelajaran, sedangkan dalam program PKB, melalui proses bottom-up, peserta diajukan oleh komunitas GTK. Misalnya, MGMP mata pelajaran ke P4TK yang berkaitan. Sedangkan persamaannya adalah kedua program tersebut mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kompetensi guru yang ditunjukkan dengan kenaikkan capaian nilai UKG. Moda pembelajaran yang dilakukan masih sama, yakni tatap muka, pembelajaran dalam jaringan (daring), dan pembelajaran kombinasi antara tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan (daring kombinasi). Modalitas guru peserta program pengembangan keprofesian ini bervariasi, ada yang gembira atau excited, ada yang biasa-biasa saja dan banyak yang cuek atau acuh tak acuh. Berdasarkan pengamatan penulis yang juga berperan sebagai Instruktur Nasional program GP dan program PKB, modalitas guru yang terpanggil menjadi peserta pengembangan keprofesian berkelanjutan ini bisa diklasifikasikan menjadi: 1. Peserta aktif. Peserta yang antusias mau mengikuti program PKB dengan baik. Mereka mempunyai semangat untuk terlibat dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kompetensi profesionalnya sebagai pendidik. Mereka rela untuk tidur larut malam demi menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan dalam modul yang sedang mereka pelajari ditengah-tengah kesibukannya melaksanakan tugas pokok di sekolahnya masing-masing, seperti harus merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing, dan melatih peserta didik. Banyak peserta yang jatuh sakit ataupun merasa stress karena waktu istirahat mereka berkurang, tetapi mereka tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan, karena tidak semua guru terpanggil menjadi peserta. Sebagai contoh, untuk Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar, yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember, tahun 2016, hanya diikuti oleh 427.189 orang guru atau 15.82% dari 2.699.516 orang guru di Indonesia. Begitupun dalam pelaksanaan program PKB pada bulan September sampai Oktober, tahun 2017, juga tidak bisa melibatkan semua guru. Komunitas MGMP guru Bahasa Inggris SMA Kabupaten Bandung contohnya, hanya bisa memfasilitasi 20 orang guru Bahasa Inggris saja dari lebih 200-an orang guru Bahasa Inggris yang ada di Kabupaten Bandung. 18
2. Peserta pasif. Peserta yang banyak mengungkapkan keluhan dan keberatan, kemudian cenderung apatis terhadap program pengembangan keprofesian berkelanjutan ini. Peserta merasa program PKB ini akan menjadi sebuah tambahan pekerjaan saja. Guru yang sudah mempunyai tugas utama untuk menjadi fasilitator belajar di kelas sebenarnya sudah memiliki tugas yang bejibun seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah, Nomor 74, Tahun 2008, tentang Guru, Pasal 52, ayat (1), kewajiban guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan tugas. Dengan adanya program PKB ini, tugas guru akan bertambah untuk melakukan program pembelajaran baik secara daring, daring kombinasi ataupun tatap muka. Waktu pelaksanaan program GP pada tahun 2016, dari 21 orang peserta di kelas yang diampu oleh penulis, hanya 13 peserta yang mau mengikuti program GP sampai akhir. Peserta yang tidak hadir tersebut bukanlah tidak mengetahui informasi tentang panggilan menjadi peserta, tetapi modalitas mereka untuk meningkatkan kompetensi professional mereka kurang. Data perbandingan rerata hasil UKG tahun 2015 dengan tahun 2016 dapat memberikan gambaran mengenai hasil fasilitasi yang diberikan kepada guru dalam Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa program fasilitasi yang diselenggarakan oleh Ditjen GTK dalam bentuk Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar memberikan dampak signifikan yang ditunjukkan dengan kenaikan hasil UKG melalui tes akhir pada tahun 2016. Hal ini membuktikan bahwa program pengembangan keprofesian berkelanjutan ini, mempunyai dampak yang signifikan untuk meningkatkan kompetensi guru. Dengan mendapat hasil UKG yang bagus, guru diharapkan akan tampil lebih percaya diri sebagai tenaga profesional sebagaimana ditetapkan dalam Undang- undang Sistem Pendidikan Nasional bab IX, pasal 39, ayat 2: “Pendidik merupakan 19
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi.” Sebagai tenaga profesional, dari awal guru harus mempunyai kesadaran dalam dirinya sendiri bahwa menjadi tenaga profesional itu harus mau mengembangkan profesionalitasnya, improving the knowledge, skill and disposition of individual staff member organised, collective enterprise arising from a strong, school-wide professional community and focused coherent and sustained staff and student learning. Karena itu, kesadaran untuk memanfaatkan kesempatan untuk ikut terlibat secara aktif dalam pengembangan keprofesionalannya sebagai pendidik adalah sebuah keperluan, keniscayaan, suatu kebutuhan atau a necessity. Modalitas peserta PKB terhadap program PKB ini jangan sampai menganggap program PKB hanya sebagai contingency yang bisa diartikan sebagai sebuah kondisi yang mungkin akan terjadi baik kondisi itu diinginkan ataupun tidak diinginkan. An event that may occur but that is not likely or intended; a possibility.A possibility t hat must be prepared for; a future emergency.The condition of being dependent on ch ance; uncertainty.Something incidental to something else. (http://www.thefreedictionary.com/contingency). Sehingga, guru menunjukkan sikap yang apatis dan tidak mau mengikuti program pembelajaran yang harus mereka lakukan dengan baik. Guru harus memiliki kesadaran diri atau self awareness; knowing and understanding what is happening and exist around you (Merriam-Webster Dictionary), bahwa program PKB itu adalah sebuah necessity atau sebuah kebutuhan dirinya sendiri untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan kemampuannya secara terus menerus. ”Professional development can be defined as a career-long process, the act or process of creating or making profession more advanced (Merriam-Webster Dictionary). Hal ini selaras dengan Dirjen GTK yang menyatakan bahwa Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, dan berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan harus dilakukan berdasarkan kebutuhan guru yang bersangkutan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan untuk mencapai dan/atau meningkatkan kompetensinya di atas standar 20
kompetensi profesi guru. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dapat dilakukan melalui pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. PKB ini nantinya juga berimplikasi pada perolehan rewards, something given to someone who has done something good, misalnya peningkatan tunjangan profesi atau perolehan angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru atau berimplikasi pada pemberian punishment seperti pengurangan atau penundaan tunjangan profesi guru. Namun, guru yang professional tidak akan memandang rewards atau punishment-nya tetapi senantiasa memandang pengembangan keprofesian berkelanjutan itu adalah sebuah kebutuhan atau necessity pribadi sehingga akan terpacu untuk terus mengembangkan kompetensi profesionalnya demi meningkatkan kualitas pembelajaran untuk generasi emas Indonesia. 21
5 Upaya Meningkatkan Kemampuan Pelafalan Bahasa Inggris Siswa melalui Metode Membaca Nyaring dalam Pembelajaran Teks Naratif Aji Jehan Fellani SMPN 1 Saguling Pendahuluan Lafal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa”. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang pelafalannya seringkali menyulitkan siswa karena penulisan dan pengucapannya terkadang tidak sama. Penulis mencoba menggunakan metode membaca nyaring untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam melafalkan kata-kata dalam bahasa Inggris. Membaca nyaring merupakan kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibaca dengan intonasi dan ucapan yang tepat. Tujuan dari kegiatan membaca nyaring adalah agar pembaca dan pendengar dapat menangkap informasi yang ingin disampaikan oleh penulis. Dengan membaca nyaring, siswa juga akan bisa merasakan hal yang ada dalam tulisan tersebut lebih dalam. Metode membaca nyaring juga memberikan manfaat, di antaranya; dapat membangkitkan imajinasi, meningkatkan kreativitas, dan meningkatkan kemampuan membaca dengan intonasi yang jelas. Kepercayaan diri para siswa juga akan meningkat dalam melafalkan kata-kata dalam bahasa Inggris setelah belajar menggunakan metode membaca nyaring ini. Teks yang digunakan penulis adalah teks dongeng (narrative text). Teks dongeng sangat tepat digunakan di dalam kelas karena teks tersebut bertujuan untuk menghibur pembacanya. Para siswa akan terhibur dengan isi bacaan yang terdapat dalam teks. Pada dasarnya, teks dongeng adalah perpaduan unsur hiburan dan pendidikan. Di dalam teks dongeng juga terdapat pesan moral dan nasihat yang bisa menumbuhkan karakter baik pada peserta didik. 22
Implementasi di Kelas 1. Guru menyiapkan sumber bacaan. Sumber bacaan bisa diambil dari internet atau buku-buku di perpustakaan. Teks yang dipilih hendaknya jangan terlalu panjang. Teks yang dipilih juga harus teks yang menarik dan yang akan membuat para siswa menyukai ceritanya. Penulis menggunakan teks dengan judul: Lion and His Fear. Cerita ini dipilih karena terdapat unsur-unsur humor yang menghibur tapi sarat akan pesan moral. 2. Guru membuat salinan dari teks bacaan tersebut, yang nantinya akan dibagikan kepada siswa. 3. Guru menuliskan beberapa kata kunci yang terdapat dalam teks tersebut di papan tulis lalu mendiskusikan maknanya bersama siswa. 4. Siswa mendengarkan guru membaca seluruh cerita dengan intonasi dan ekspresi wajah yang sesuai dengan jalan cerita. Guru berhenti pada beberapa bagian yang penting lalu mendiskusikan hal tersebut bersama siswa. 5. Setelah mendengar seluruh cerita dibacakan, beberapa siswa membaca teks tersebut dengan nyaring secara bergantian. Pilihlah siswa yang memiliki kemampuan pelafalan yang baik di kelas tersebut agar siswa yang lain dapat mencontohnya. Apabila ada kata yang kurang tepat pelafalannya, guru memperbaiki pelafalan siswa tersebut dan meminta siswa tersebut mengulangi pelafalannya. 6. Setelah itu, siswa mengerjakan lembar kerja yang di dalamnya berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan cerita yang telah mereka baca dan dengar. Setelah itu, guru mendiskusikan jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut bersama siswa. 7. Guru memberikan tugas yang harus dibuat oleh para siswa dalam bentuk video. Tugas ini dapat dikerjakan secara berkelompok. Anggota setiap kelompok maksimal tiga orang. Di dalam video tersebut, para siswa harus membaca dengan nyaring secara bergantian cerita yang telah dibaca pada hari itu. Mereka boleh 23
berkreasi dengan menambahkan unsur-unsur lain tetapi mereka tidak boleh mengganti jalan cerita. 8. Hasil kreasi siswa yang menggabungkan membaca nyaring dan mendongeng dengan wayang buatan mereka. 9. Guru memberikan umpan balik dari video yang telah dibuat oleh para siswa tersebut khususnya tentang pelafalan mereka. 10. Beberapa kata yang mendapat penekanan intonasi dan harus dibaca dengan ekspresi tertentu ternyata mampu diingat oleh siswa lebih lama. Hal ini terbukti ketika siswa sedang mempelajari kata yang sama tetapi muncul di teks yang lain di pertemuan berikutnya. Banyak siswa yang masih mengingat makna kata tersebut dengan baik. Hal ini membuktikan bahwa membaca nyaring mampu membantu siswa dalam meningkatkan kosa kata dalam bahasa Inggris. 24
6 Penggunaan Kahoot! dalam Pembelajaran Reading IVAN SOFYAN SMAN 1 Sukatani Purwakarta Pendahuluan Pada abad 21, teknologi berkembang sangat pesat. Berbagai macam aplikasi yang mendukung pembelajaran lahir di era ini seiring dengan penggunaan internet yang sudah semakin membumi. Hal ini adalah keuntungan besar bagi dunia pendidikan. Dengan teknologi yang tepat guna akan mampu mendukung kecepatan siswa dalam menerima pembelajaraan serta membawa suasana belajar yang lebih kreatif dan inovatif. Tugas Guru pada akhirnya adalah menyesuaikan diri dalam memanfaatkan teknologi di kelas sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Salah satu teknologi pembelajaran yang menggunakan media adalah Kahoot!.. Kahoot! menurut beberapa ahli sangat tepat untuk membantu siswa meningkatkan partisipasinya dalam pembelajaran. Kahoot! adalah permainan berbasis platform pembelajaran gratis, sebagai teknologi pendidikan. Kahoot diluncurkan pada Agustus, 2013, di Norwegia. Permainan ini terus berkembang hingga penggunanya melebihi 50 juta orang dari 180 negara. Permainan ini dirancang untuk dapat diakses di ruang kelas dan lingkungan belajar lainnya. Permainan ini dapat dibuat dan dimainkan oleh siapa saja tanpa batas usia dan subjek. Kahoot! adalah sebuah webtool untuk membuat kuis, diskusi, maupun survei. Ini merupakan pembelajaran online berbasis permainan, menggunakan bahasa, perangkat, maupun sistem operasional apapun. Kahoot! sangat mudah dioperasikaan dalam pembelajaran dengan kondisi guru harus menyiapkan sendiri butir soalnya, tidak mengopinya begitu saja. Untuk dapat menggunakan Kahoot!, siswa harus memiliki akun dengan mendaftarkan diri sebagai siswa pada laman ‘‘https://getkahoot.com/’’. Pendaftaran dapat dilakukan melalui Handphone maupun laptop. Siswa bisa melihat simbol yang menunjukan pilihan jawaban pada perangkat mereka. Pertanyaa ada pada perangkat guru yang bisa ditampilkan di layar LCD. Kahoot! bisa dimainkan secara perorangan maupun berkelompok. Ketika siswa memainkannya secara berkelompok, mereka bisa bergantian mengambil peran 25
sebagai pemimpin. Mereka akan berubah dari seorang pembelajar menjadi seorang pemimpin, seperti yang dikemukakan oleh Nelson (1994). Kahoot! memberikan guru sebuah metode baru untuk menilai pengetahuan siswa dan mendorong mereka untuk berpartisipasi di kelas. Manfaat Ada banyak manfaat dalam menggunakan aplikasi ini. Diantaranya bagi guru: 1) Dapat merancang survey, kuis, bahan diskusi secara otomatis yang mungkin dapat diguunakan kembali di masa depan; 2).guru dapat mengatur waktu menjawab pertanyaan dengan baik untuk tiap nomernya karena bisa dibatasi secara otomatis; 3) guru dapat mendapatkan umpan balik dan menilai pengetahuan siswa secara langsung dalam tahap refleksi pembelajaran, Kahoot! biasanya digunakan untuk penilaian formatif, untuk memantau setiap kemajuan siswa terhadap tujuan pembelajaran, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, dan untuk mengidentifikasi daerah-daerah di mana siswa akan mendapat manfaat lebih dari satu pengajaran ke pengajaran lainnya, serta bisa me-review dari pengetahuan dasar untuk subjek tersebut; 4) Kahoot! membuat guru menyimpan bank soal untuk digunakan sewaktu-waktu. Bagi siswa: 1) Siswa dapat menggunakan handphone untuk mengaksesnya, sehingga dimungkinkan untuk bermain secara individual; 2) jika mereka bermain secara kelompok, keuntungannya mereka dapat belajar memimpin rekan-rekannya dan menjadi pembelajar yang baik; 3) lewat permainan ini, suasana belajar menjadi lebih menyenangkan sekaligus menantang; 4) membiasakan siswa berpikir kritis karena mereka dituntut untuk menganalisis pertanyaan dan jawaban secara cepat dan tepat; 5) tampilan Kahoot! yang menarik serta dapat diiringi musik sesuai usia mereka bisa menjadi daya tarik siswa untuk lebih termotivasi dalam belajar. Implementasi di Kelas Peralatan yang harus dipersiapkan dalam memainkan Kahoot! – Kuis ini adalah: 1. Laptop utama, digunakan untuk membuka soal dan kontrol guru. 2. Proyektor, digunakan untuk menampilkan tampilan soal pada laptop ke layar agar mampu dilihat banyak siswa. 3. Perangkat siswa bisa berupa laptop, ponsel cerdas atau tablet, digunakan untuk menjawab soal pilihan. 4. Jaringan internet. 26
Dalam mengimplementasikan Kahoot!, penulis menempatkannya di akhir pembelajaran membaca sebagai evaluasi dari proses membaca pemahaman yang telah dipresentasikan sebelumnya. Teknik pembelajaran membaca penulis sendiri, menggunakan three phase techniques (3Ps). Lima belas menit sebelum kegiatan pembelajaran berakhir, siswa dibagi ke dalam kelompok yang terdiri atas 4 orang. Guru telah menyiapkan soal pilihan ganda yang berhubungan dengan teks. Untuk memulai permainan Kahoot!, berikut langkah-langkahnya: Pertama Langkah pertama, masuk pada laman https://getkahot.com dan klik Sign in pada menu di kanan atas, lalu kita akan diarahkan pada laman Sign in. Kedua Langkah kedua adalah masuk menggunakan account yang telah dibuat dengan memasukkan email dan password-nya. 27
Ketiga Langkah berikutnya adalah klik pada menu My Kahoot pada menu disebelah kiri atas. Kempat Langkah keempat yaitu tampilan laman berikutnya, berupa daftar kuis yang telah dibuat, lalu pilih mana Kuis yang akan dimainkan dengan cara klik tombol Play. Kelima Langkah kelima, kita akan diarahkan pada pilihan cara bermain, yaitu Classic atau Team Mode. Bermain cara Classic dipilih jika masing-masing siswa mempunyai perangkat untuk mengakses Kuis. Namun, jika tidak semua siswa memiliki perangkat, maka sebaiknya dibuat menjadi beberapa kelompok menyesuaikan dengan jumlah perangkat yang tersedia dan pilih menu Team Mode. 28
Jika memilih Classic, akan muncul satu nama siswa sedangkan untuk pilihan Team Mode, silakan masukkan nama-nama siswa dalam satu kelompok tersebut. Keenam Setelah memilih Classic atau Team Mode, langkah keenam adalah muncul nomor PIN yang akan digunakan siswa untuk mengakses kuis ini. Ketujuh Melalui perangkat masing-masing, siswa diarahkan untuk mengakses https://kahoot.it dan masukkan nomor PIN untuk mengakses permainan kuis ini. 29
Kedelapan Saat ini kita sudah siap memulai memainkan kuis dengan jumlah soal yang telah dibuat. Tampilan laptop milik guru untuk mengontrol jalannya kuis, sedangkan pada perangkat siswa hanya akan muncul pilihan jawaban. Pilihan jawaban siswa otomatis akan berganti menyesuaikan dengan soal nomor berapa yang sedang ditampilkan. Kesembilan Setiap satu soal yang dijawab oleh siswa akan langsung muncul analisis berapa siswa yang memilih masing-masing pilihan jawaban. Pada sesi ini juga dapat digunakan untuk langsung membahas jawaban soal tersebut. Pembahasan soal dapat dilakukan dengan menanyakan alasan siswa yang memilih jawaban tidak tepat. Tentu ini akan menjadi diskusi yang menarik, dan siswa secara tidak langsung akan belajar mengemukakan pendapatnya sesuai dengan pola pikirnya. Guru pun dapat mengetahui sejauh mana perkembangan pola pikir siswanya. Terbayang bagaimana asyiknya pembelajaran dikelas? Jika sudah, maka lanjutkan pada soal nomor berikunya dengan memilih tombol Next pada pojok kanan atas. 30
Kesepuluh Langkah berikutnya, sebelum lanjut pada soal yang akan dituju akan ditampilkan nilai sementara masing-masing siswa pada soal yang telah dikerjakan sesuai peringkat. Kesebelas Ulangi langkah-langkat tersebut hingga akhir soal. Pada akhir sesi akan muncul nama siswa dengan nilai tertinggi. Nilai ini berdasarkan skor benar dan skor kecepatan dalam menjawab. Untuk analisis pilihan gandanya bisa diklik menu Get Result. 31
Kedua belas Langkah berikutnya untuk analisis butir soal pilihan gandanya silahkan klik Save Result, lalu pilih Direct Download dan klik save to my computer. File yang di- download berupa Excel analisis butir soalnya. Ketiga belas Selanjutnya, pada perangkat siswa akan muncul survei kepuasan menggunakan Kahoot!. Terdapat pilihan rating bintang, lalu tanda jempol untuk kepuasan pembelajaran dan rekomendasi menggunakan Kahoot!, terakhir pilihan emoticon untuk terus menggunakan Kahoot!. Seluruh langkah telah kita lalui, saatnya penerapan pada siswa untuk menjadikan pembelajaran lebih menarik, kreatif, dan tentunya meningkatkan partisipasi siswa. Variasi Kegiatan 1. Kahoot! Bisa digunakan untuk Pre-Test dan Post-Test; 2. penggunaan Kahoot! tidak hanya untuk reading, keterampilan lain pun bisa menggunakan media ini; 3. alih-alih menggunakan cara konvensional untuk melatih soal Ujian Nasional, penggunaan Kahoot! akan lebh menarik; 4. Kahoot! bisa digunakan untuk ulangan tertulis yang ramah lingkungan, tidak perlu banyak menggunakan kertas, dan lebih cepat dalam proses penghitungan skor yang siswa dapatkan. 32
7 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI PENGGUNAAN COMIC STRIP BERBAHASA INGGRIS Amalia Rahisa Dewi SMP Negeri 45 Bandung Pendahuluan Dalam pembelajaran Bahasa Inggris kurikulum 13, kemampuan berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Keterampilan berbicara diajarkan dalam teks transaksional, interpersonal, dan fungsional teks. Permasalahan yang umumnya terjadi dalam pembelajaran speaking di kelas adalah pelafalan (pronunciation), tata bahasa atau grammar, kurangnya kosakata atau tidak tepatnya pemilihan kosakata, dan kefasihan (fluency). Untuk mengatasi permasalahan di atas, guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan menciptakan kelas speaking yang bersifat student- centered (Nur Mukminatien dan Yusnita, 2016). Selain itu, guru juga dituntut untuk selalu berinovasi dalam pengajaran speaking di dalam kelas, agar menghasilkan kelas speaking yang menyenangkan bagi para siswanya. Sejalan dengan hal tersebut, maka penulis mencoba menggunakan media comic strip berbahasa Inggris agar siswa lebih termotivasi untuk belajar speaking dan kelas speaking akan menjadi lebih menyenangkan untuk mereka. Komik dipilih sebagai salah satu media karena pada umumnya, remaja sangat suka dengan komik. Komik memiliki beberapa karakter yang bisa dimainkan oleh siswa dengan lebih mudah karena ada visualisasinya melalui gambar. Seperti yang dikatakan oleh Walt Disney dalam Maria dan Ari ‘elemen-elemen dalam komik menyediakan penceritaan tingkat menengah dan hiburan visual yang dapat memberikan kegembiraan dan informasi kepada siapa saja tanpa memandang usia di seluruh dunia’. Sementara itu, Sudjana (2002:64) dalam Maria dan Ari menyatakan bahwa komik adalah sejenis kartun (cerita bergambar) yang mengekspresikan karakter dan membentuk sebuah cerita. Komik terdiri atas serangkaian cerita yang diceritakan secara singkat dan menarik, lengkap dengan gerakan-gerakan. 33
Implementasi di Kelas Sumber gambar: English will easy Pembelajaran speaking dengan menggunakan media comic strip ini dilakukan secara berkelompok beranggotakan 4 atau 5 orang. Sebelum kelas speaking dimulai, guru harus mempersiapkan beberapa comic strip seperti contoh di atas dengan jumlah yang disesuaikan dengan banyaknya kelompok di dalam kelas. Pemilihan comic strip disesuaikan dengan tema atau topik pembelajaran yang akan diajarkan. Ada beberapa cara dalam menyajikan comic strip di dalam kelas, diantaranya sebagai berikut: 1. Dengan memberikan potongan-potongan comic strip secara acak kemudian siswa menyusunnya sesuai dengan alur cerita yang benar. 2. Dengan memberikan comic strip yang tersusun dengan bagian percakapan yang dikosongkan. Siapkan kalimat-kalimat atau ungkapan-ungkapannya secara terpisah. Siswa kemudian mengisikannya ke dalam comic strip yang sesuai. 3. Dengan memberikan comic strip yang berisi sebagian percakapan dan siswa melengkapi sebagian percakapan dengan kalimat atau ungkapan sendiri yang sesuai dengan percakapan sebelumnya atau berkesinambungan. 4. Dengan memberikan daftar kosakata yang berhubungan dengan cerita yang ada di comic strip yang diberikan, Comic strip disajikan dengan kolom dialog yang kosong. Kemudian, siswa yang mengisikannya ke dalam kolom dialog. 5. Dengan memberikan sebuah masalah atau situasi dan siswa membuat comic strip berdasarkan situasi yang diberikan. Untuk lebih memotivasi siswa, guru sebaiknya menyiapkan stiker-stiker poin sebagai reward yang akan diberikan kepada kelompok yang berhak mendapatkannya. Sepuluh poin untuk yang paling cepat selesai dalam menyusun comic strip dan sepuluh poin untuk penampilan yang terbaik saat menampilkan karakter yang terdapat didalam comic strip-nya atau yang dapat melengkapi percakapan comic strip dengan cepat dan tepat. 34
Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan di dalam kelas yang menggunakan potongan-potongan comic strip secara acak : Langkah 1 – Pembagian kelompok Siswa dibagi delapan sampai dengan sepuluh kelompok disesuaikan dengan jumlah siswa di dalam kelas. Satu kelompok terdiri atas 4 atau 5 orang. Setiap kelompok akan mendapat satu set potongan-potongan comic strips. Sebelum comic strips dibagikan, guru menjelaskan kompetesi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut dan tujuan pembelajaran yang harus dimiliki siswa setelah pembelajaran selesai. Guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran yang menggunakan media comic strips. Setelah yakin semua siswa memahami langkah-langkah kegiatannya dengan baik, selanjutnya guru membagikan satu set comic strips kepada setiap kelompok. Langkah 2 – Menyusun potongan-potongan comic strips Setiap kelompok menyusun potongan-potongan comic strips sesuai dengan alur cerita yang benar. Kelompok yang paling cepat menyusun comic strips dengan benar maka kelompok tersebut berhak mendapat bonus 10 poin Langkah 3 – Membaca percakapan yang ada didalam comic strips secara berkelompok Kelompok yang telah selesai menyusun comic strips dengan benar kemudian membaca percakapan dengan mengikuti guru sebagai model, berlatih pelafalan (pronunciation) dengan penekanan dan intonasi yang sesuai. Langkah 4 - Menampilkan karakter sesuai dengan cerita yang terdapat didalam comic strips Setelah siswa berlatih percakapan yang ada di dalam comic strips, siswa menampilkan percakapan tersebut sesuai dengan karakter yang mereka pilih secara bergantian. Langkah 5 – Pemberian reward Reward berupa stiker poin yang diberikan kepada kelompok yang paling cepat selesai menyusun comic strips dengan benar dan penampilan terbaik dalam menampilkan karakter yang sesuai dengan cerita didalam comic strips-nya. 35
8 Penggunaan Teknik Read and Run untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dalam Pembelajaran Reading Comprehension Amalia Rahisa Dewi SMP Negeri 45 Bandung Pendahuluan Salah satu agenda penting dari Kurikulum 13 adalah menekankan pada penguatan budaya literasi. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan membaca pemahaman (reading comprehension) menjadi sorotan utama, selain keterampilan berbahasa lainnya. Pembelajaran membaca pemahaman (reading comprehension) menurut Djojosuroto (dalam M. Rifan Fajrin, 2016) membaca yang dimaksudkan adalah memahami makna atau pesan penulis melalui teks yang ditulisnya. Kecermatan dan ketepatan dalam memahami pesan komunikasi sangat penting, agar dapat dicapai pemahaman terhadap pesan komunikasi sebagaimana yang dikehendaki penulis. Sementara itu, Tampubolon (dalam Asnawi, 2008:2) menyebutkan bahwa membaca, terutama membaca pemahaman bukanlah sebuah kegiatan yang pasif. Sebenarnya, pada peringkat yang lebih tinggi, membaca itu bukan sekedar memahami lambang- lambang tertulis, melainkan memahami, menerima, menolak, membandingkan, dan meyakini pendapat-pendapat yang ada dalam bacaan. Membaca pemahaman inilah yang dibina dan dikembangkan secara bertahap di sekolah. Permasalahan yang umumnya ditemukan didalam kelas membaca adalah masih adanya penerapan metode konvensional seperti: Guru : ”Buka halaman 30 di buku paket, silakan baca, setelah itu jawab pertanyaannya dalam waktunya 15 menit”. Siswa : “Sudah, Bu”. Guru : “Iya, Adi. Bacakan jawaban pertanyaan No. 1”. Pada kegiatan pembelajaran membaca pemahaman (reading comprehension) di atas, guru masih menerapkan metode konvensional. Dalam pembelajaran tersebut, terkadang guru tidak memperhatikan siswanya saat kegiatan membaca senyap berlangsung. Hal ini membuat tidak semua siswa membaca dengan baik bacaannya, 36
beberapa dari mereka bukan membaca tetapi mengobrol dengan temannya. Pada saat membahas jawaban dari pertanyaan bacaan, siswa yang tidak mengikuti kegiatan membaca, dengan mudahnya menyalin jawaban temannya yang sudah mengerjakan. Hal ini akan berdampak kegiatan pembelajaran membaca menjadi tidak menarik, dan siswa kurang termotivasi untuk membaca dengan sungguh- sungguh untuk memahami isinya. Untuk mengatasi permasalahan di atas maka guru harus mulai mengubah metode pengajaran konvensionalnya dengan metode atau teknik yang lebih menarik. Metode tersebut harus dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran reading comprehension. Upaya penulis untuk menciptakan pembelajaran yang menarik dalam kelas membaca pemahaman adalah dengan menggunakan teknik Read and Run. Teknik ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran membaca pemahaman sehingga semua siswa terlibat aktif dalam mencari informasi yang terdapat di dalam bacaan. Selain itu, siswa yang memiliki kecenderungan kinestetik akan terakomodir dalam kegiatan ini karena mereka dapat bergerak aktif. Dalam teknik ini, siswa juga tidak hanya meningkatkan keterampilan membaca tetapi juga meningkatkan keterampilan speaking dan listening. Implementasi di Kelas Teknik Read and Run ini dilakukan secara berkelompok. Sebelum kelas membaca dimulai, sebaiknya guru menyiapkan teks yang disesuaikan dengan topik yang akan dipelajari. Teks lebih baik bervariasi, setiap kelompok mendapatkan teks yang berbeda. Siapkan pula pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman bacaan yang dibagikan. Buatlah daftar pertanyaan yang menarik dengan gambar dan warna warni yang terang sehingga menarik bagi siswa dan ditempelkan disekitar kelas. Siapkan stop watch untuk menghitung waktu yang digunakan dalam menyelesaikan tugas menjawab pertanyaan dan meningkatkan semangat kompetisi siswa sehingga diharapkan semua siswa terlibat aktif. Siapkan bintang atau stiker reward untuk kelompok yang paling cepat selesai menjawab pertanyaan dan kartu warna merah untuk yang melakukan pelanggaran. Prosedur teknik Read and Run adalah sebagai berikut: 37
1. Setiap kelompok memilih satu orang sebagai sekretaris yang bertugas untuk mencatat jawaban hasil dari diskusi kelompoknya. 2. Setiap anggota mendapatkan tugas menyampaikan pertanyaan yang ditempel disekitar kelas secara lisan dan bergantian kecuali sekretaris yang tetap diam ditempat. 3. Pertanyaan tidak boleh ditulis, wajib dihapalkan saja, bila lupa maka boleh kembali lagi untuk melihat pertanyaan untuk disampaikan kepada kelompoknya. 4. Anggota kelompok yang lain membantu mencari jawaban dan sekretaris menuliskan hasilnya. 5. Bila ada kelompok yang melanggar, maka mendapat hukuman berupa kartu merah yang akan mengurangi poin sebanyak 5 poin untuk kelompoknya. 6. Bagi kelompok yang telah selesai menjawab semua pertanyaan, hasilnya diserahkan kepada guru dan guru mencatatkan waktunya di atas kertas tersebut. 10 poin diberikan untuk kelompok yang tercepat menjawab pertanyaan. 7. Setelah semua kelompok menyerahkan hasil diskusi kelompoknya. Guru membahas setiap jawaban secara klasikal, setiap jawaban yang kurang tepat mendapatkan minus 1 poin. Hal ini untuk menghindari siswa menjawab pertanyaan asal cepat selesai, tanpa memahami benar-benar isi bacaannya. Langkah-langkah penerapan teknik Read and Run di dalam kelas sebagai berikut: Langkah 1- Pembagian kelompok Sebelum pembagian kelompok dilakukan, guru menjelaskan kompetesi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut dan tujuan pembelajaran yang harus dimiliki siswa setelah pembelajaran selesai. Guru menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam pembelajaran membaca dengan teknik Read and Run. Setelah yakin semua siswa memahami prosedur dengan baik, selanjutnya siswa dibagi 8 sampai dengan 10 kelompok disesuaikan dengan jumlah siswa di dalam kelas. Setiap kelompok mendapat satu teks bacaan. Langkah 2 – Pre reading activity Guru memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan secara lisan. Langkah 3 – Whilst reading activity Guru memberikan teks kepada setiap kelompok dan memberikan aba-aba waktu dimulainya melakukan kegiatan membaca sesuai dengan prosedur yang telah dijelaskan diawal. 38
Langkah 4 – Post reading activity Guru dan siswa bersama-sama membahas hasil dari kerja dari masing- masing kelompok. Setiap jawaban yang kurang tepat diberi minus 1 poin, yang benar 2 poin. Kelompok yang mendapat total poin terbanyak sebagai pemenangnya. Guru bisa memberikan bonus poin sebagai reward bagi kelompok yang menjadi pemenang. 39
9 Pembelajaran Berbicara Menggunakan Hot Seat Game IVAN SOFYAN SMAN 1 Sukatani Pendahuluan Berbicara adalah \"proses membangun dan berbagi makna melalui penggunaan simbol verbal dan non-verbal, dalam berbagai konteks\" (Chaney, 1998: hlm. 13). Berbicara adalah bagian penting dari pembelajaran dan pengajaran bahasa kedua. Meskipun penting, selama bertahun-tahun, pembelajaran berbicara kurang dieksplorasi dan guru Bahasa Inggris terus mengajarkan berbicara hanya sebagai pengulangan latihan atau menghafal dialog. Namun, dunia saat ini mengharuskan pengajaran berbicara harus meningkatkan keterampilan komunikasi siswa. Hanya dengan cara itu, siswa dapat mengekspresikan diri dan belajar bagaimana mengikuti aturan sosial dan budaya yang sesuai dalam setiap keadaan komunikatif. Apa itu Mengajar Berbicara? yang dimaksud dengan \"mengajar berbicara\" adalah mengajar siswa ESL untuk menghasilkan bunyi ujaran bahasa Inggris dan pola suara, menggunakan kata dan kalimat stres, pola intonasi dan ritme bahasa kedua, memilih kata dan kalimat yang tepat sesuai dengan pengaturan sosial, audiens, situasi, dan subjek yang tepat, mengatur pikiran mereka dalam urutan yang bermakna dan logis, menggunakan bahasa sebagai sarana untuk mengekspresikan nilai dan penilaian, menggunakan bahasa dengan cepat dan penuh percaya diri dengan beberapa jeda yang tidak wajar, yang disebut sebagai kelancaran (Nunan, 2003). Cara Mengajar Berbicara Sekarang banyak guru linguistik dan ESL sepakat bahwa siswa belajar berbicara dalam bahasa kedua dengan \"berinteraksi\". Pembelajaran bahasa komunikatif dan pembelajaran kolaboratif sangat cocok untuk tujuan ini. Pengajaran bahasa komunikatif didasarkan pada situasi kehidupan nyata yang membutuhkan komunikasi. Dengan menggunakan metode ini di kelas ESL, siswa akan memiliki kesempatan berkomunikasi satu sama lain dalam bahasa target. Singkatnya, guru ESL harus menciptakan lingkungan kelas di mana siswa memiliki komunikasi kehidupan nyata, kegiatan otentik, dan tugas bermakna yang mempromosikan 40
bahasa lisan. Ini dapat terjadi ketika siswa berkolaborasi dalam kelompok untuk mencapai tujuan atau menyelesaikan tugas. Mengajar berbicara adalah bagian yang sangat penting dari pembelajaran bahasa kedua. Kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa kedua dengan jelas dan efisien berkontribusi terhadap keberhasilan pelajar di sekolah dan sukses di kemudian hari, di setiap fase kehidupan. Oleh karena itu, penting bahwa guru bahasa sangat memperhatikan pengajaran berbicara. Daripada mengarahkan siswa ke hafalan murni, menyediakan lingkungan yang kaya di mana komunikasi yang berarti terjadi seperti yang diinginkan. Dengan tujuan ini, berbagai kegiatan berbicara seperti role play, simulation, find someone who, information gap, story telling, story completion, brainstorming, interview, board game, playing cards, debate, reporting, dan lain-lain dapat berkontribusi banyak bagi siswa dalam mengembangkan keterampilan interaksi dasar yang diperlukan untuk kehidupan. Kegiatan ini membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan pada saat yang sama membuat pembelajaran mereka lebih bermakna dan menyenangkan bagi mereka. Untuk mengajari pembelajar bahasa kedua cara berbicara dengan sebaik mungkin, beberapa usaha bisa dilakukan. Misalnya, dengan mengadaptasi permainan Quiz di televisi seperti yang akan penulis sajikan yaitu “Hot Seat Game“. Permainan ini akan merangsang anak untuk menyampaikan apa yang dia ketahui dengan menggunankan bahasa target tanpa takut melakukan kesalahan. Implementasi di Kelas Sebelum mengadakan permainan ini, guru harus menyiapkan daftar kosa kata yang akan disajikan. Daftar kosa kata ini tentu saja harus relevan dengan topik atau tujuan pembelajaran yang sedang dituju. Prosedur 1. Pertama, pisahkan kelas menjadi tim yang berbeda (dua yang terbaik, tetapi jika memiliki kelas besar, nomor apa pun dapat digunakan). 2. Minta siswa untuk duduk menghadap papan. 3. Kemudian ambil kursi kosong satu untuk setiap tim dan letakkan di depan kelas, menghadap anggota tim. Kursi-kursi ini adalah 'kursi panas' (Hot Seat). 41
4. Kemudian mintalah satu anggota dari setiap tim untuk datang dan duduk di kursi itu, sehingga mereka menghadapi rekan satu tim mereka dan kembali ke papan. 5. Siapkan daftar kosa kata yang ingin kita gunakan dalam permainan ini. 6. Ambil kata pertama dari daftar itu dan tuliskan dengan jelas di papan tulis. 7. Tujuan dari permainan ini adalah untuk para siswa dalam tim untuk menggambarkan kata itu, menggunakan sinonim, antonim, definisi, dan lain-lain. 8. Kepada rekan setim mereka yang berada di kursi panas orang itu tidak bisa melihat kata itu! 9. Siswa di kursi panas mendengarkan rekan satu tim mereka dan mencoba menebak kata. 10. Siswa di kursi panas pertama yang mengatakan kata itu memenangkan satu poin untuk tim mereka. 11. Kemudian, ubah siswa dengan anggota baru dari masing-masing tim mengambil tempat mereka di kursi panas tim mereka. 12. Kemudian tulis kata berikutnya. Ini adalah aktivitas yang sangat hidup dan dapat disesuaikan untuk berbagai ukuran kelas. Jika kita memiliki terlalu banyak tim, mungkin beberapa tim harus menunggu untuk bermain. Atau jika ukuran tim besar, kita dapat membatasi berapa banyak anggota tim yang mendeskripsikan. Selamat bersenang-senang! 42
10 Is it time to stop, review or move on? Strategi untuk Mengukur Tingkat Pemahaman Siswa Cicin Kuraesin SMA Negeri 27 Bandung Pendahuluan Indikator pencapaian adalah sebuah instrumen yang dipakai untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil meraih tujuan pembelajaran yang ditargetkan. Layaknya sebuah indikator, ia akan diuji pada akhirnya sebagai bahan evaluasi dan refleksi bagi guru serta proses KBM itu sendiri. Sering kali guru terjebak dan tergesa-gesa dalam proses pengujian. Sehingga mencukupkannya lewat proses ulangan harian, ulangan unit, ulangan tengah semester, atau pun akhir semester. Tes sumatif acapkali menjadi solusi dalam keterbatasan waktu pertemuan dan luasnya cakupan materi. Siswa akhirnya terjebak dalam kebiasaan belajar SKS (sistem kebut semalam). Cara mengukur kemampuan siswa seperti itu seolah dimaklumi karena dalam beberapa keadaan, proses tersebut terkadang sesulit ‘mind reading’ bagi siswa-siswi yang tidak begitu aktif atau ekpresif. Perlu di ingat, bahwa siswa di sekolah dalam sehari mempelajari lebih dari satu pelajaran. Terlebih jika mata pelajaran yang di dapat hari itu adalah mata pelajaran yang jamnya sedikit atau jarang mereka temui setiap minggunya. Maka, kepentingan guru untuk memastikan siswa memahami apa yang disampaikan menjadi sangat krusial. Pemahaman siswa perlu secepatnya diperiksa sebelum mereka move on ke pelajaran lain atau ke pembahasan berikutnya. Data yang di dapat bisa menjadi sebuah kesimpulan sederhana apakah pembahasan yang sedang berjalan perlu di hentikan, di ulang, atau dapat dilanjutkan. Tidak berdasarkan tes sumatif saja, alternatif tes formatif pun diperlukan untuk mendapatkan umpan balik. Itulah mengapa guru diharapkan secara teratur memeriksa pemahaman siswa baik di awal, tengah, maupun akhir. Proses tersebut harus benar-benar dialokasikan, baik secara waktu ataupun perlengkapan yang diperlukan. Itulah pentingnya sebuah perencanaan pengecekkan kemampuan siswa. 43
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119