Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bahan Pembelajaran Diklat

Bahan Pembelajaran Diklat

Published by utomokendal2016, 2021-05-29 23:36:29

Description: Bahan Pembelajaran Diklat

Search

Read the Text Version

Kepala sekolah dalam meningkatkan profesonalisme guru diakui sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam organisasi sekolah, terutama tanggung jawabnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah (Gorton & Schneider, 1991). Beberapa pendapat berikut menunjukkan bahwa sekolah yang efektif merupakan hasil dari tindakan kepala sekolah yang efektif. Hasil penelitian menunjukkan keefektifan sekolah membuktikan bahwa sekolah efektif (effective schools) mempersyaratkan kepemimpinan pembelajaran yang tangguh (strong instructional leadership) dari kepala sekolahnya, di samping karakteristik- karakteristik lainnya, seperti harapan yang tinggi dari prestasi siswa, iklim sekolah yang positif bagi kegiatan belajar mengajar, dan monitoring kemajuan belajar mengajar yang berkelanjutan (Davis & Tomas, 1989, Smith & Andrew, 1989). Dari hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa munculnya sekolah berprestasi, yang juga sering disebut sebagai sekolah yang berhasil (successful schools), atau sekolah unggul, tidak dapat dipisahkan dari peran yang dimainkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran. Ada banyak rumusan tentang arti kepemimpinan pembelajaran, tetapi fokus dan ketajamannya masih berbeda-beda. Menurut Eggen & Kauchak (2004) kepemimpinan pembelajaran adalah tindakan yang dilakukan (kepala sekolah) dengan maksud mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan memuaskan bagi guru, serta pada akhirya mampu menciptakan kondisi belajar siswa meningkat. Secara implisit definisi ini mengandung maksud bahwa kepemimpinan pembelajaran merupakan tindakan yang mengarah pada terciptanya iklim sekolah yang mampu mendorong terjadiya proses pembelajaran yang optimal. Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya memimpin para guru agar mengajar lebih baik, yang pada gilirannya dapat memperbaiki prestasi belajar siswanya. Definisi ini belum menyeluruh, karena hanya memfokuskan pada guru. Ahli lain, Petterson (1993), mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran yang efektif adalah sebagai berikut: a) Makna visi sekolah ditentukan melalui berbagi pendapat atau urun rembug dengan warga sekolah serta mengupayakan agar visi dan misi sekolah tersebut hidup subur dalam implementasinya; b) Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sekolah (manajemen partisipatif); c) Kepala sekolah memberikan dukungan terhadap pembelajaran d) Kepala sekolah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar untuk memahami lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang berlangsung di dalam sekolah e) Kepala sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara dia dapat mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut. Mc Ewan (2002) mengembangkan konsep kepemimpinan pembelajaran yang lebih operasional dengan tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran lengkap dengan indikatornya seperti berikut ini. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 74

a) Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas (1) Melibatkan guru-guru dalam mengembangkan dan menerapkan tujuan dan sasaran pembelajaran sekolah. (2) Mengacu kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah/sistem pendidikan dalam mengembangkan program pembelajaran. (3) Memastikan aktivitas sekolah dan kelas konsisten dengan tujuan pembelajaran. (4) Mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan pembelajaran b) Menjadi narasumber bagi staf (1) Bekerja sama dengan guru untuk untuk memperbaiki program pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan kebutuhan siswa (2) Membuat program pengembangan pembelajaran yang didasarkan atas hasil penelitian dan praktik yang baik (3) Menerapkan prosedur formatif yang baik dalam mengevaluasi program pembelajaran c) Menciptakan Budaya dan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran (1) Menciptakan kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di dalamnya semua siswa boleh belajar (2) Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas tersebut) bagi siswa-siswa yang membutuhkannya (3) Mendorong agar guru berperilaku positif dalam kelas sehingga membuat iklim pembelajaran baik dan tertib dalam kelas (4) Menyampaikan pesan-pesan kepada siswa dengan berbagai cara bahwa mereka bisa sukses (5) Membuat kebijakan yang berkaitan dengan kemajuan belajar siswa (pekerjaan rumah, penilaian, pemantauan kemajuan belajar, remediasi, laporan hasil belajar, kenaikan/tinggal) d) Mengkomunikasikan visi dan misi sekolah ke staf (1) Melakukan komunikasi dua arah secara sistimatis dengan staf tentang tujuan dan sasaran lembaga (sekolah) (2) Menetapkan, mendukung, dan melaksanakan aktivitas yang mengkomunikasikan kepada siswa tentang nilai dan arti belajar (3) Mengembangkan dan gunakan saluran-saluran komunikasi dengan orang tua untuk menyampaikan tujuan-tujuan sekolah yang telah ditetapkan e) Mengkondisikan staf untuk mencapai cita-cita profesional tinggi. (1) Melibatkan diri Anda mengajar secara langsung di kelas (2) Membantu guru-guru dalam mengupayakan dan mencapai keinginan profesionalnya yang brtkaitan dengan pembelajaran sekolah dan pantau apakah keinginannya itu terwujud (3) Melakukan observasi terhadap semua kelas secara teratur, baik secara informal atau formal (4) Melibatkan diri Anda dalam persiapan observasi kelas Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 75

(5) Melibatkan diri Anda dalam rapat-rapat yang membahas hasil observasi terutama yang menyangkut perbaikan pembelajaran. (6) Melakukan evaluasi yang mendalam, bertanggung jawab, mengarahkan,dan memberi rekomendasi bagi pengembangan pribadi dan profesi sesuai dengan kebutuhan individu f) Mengembangkan kemampuan profesional guru (1) Membuat jadwal, rencana, atau fasilitasi berbagai rapat (perencanaan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau pelatihan dalam jabatan) guru yang membicarakan isu-isu pembelajaran. (2) Memberi kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan tentang kolaborasi, membuat keputusan bersama, coaching, mentoring, pengembangan kurikulum, dan presentasi (3) Memberi motivasi dan sumber daya pada guru untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan profesional g) Bersikap positif terhadap siswa, staf, dan orang tua. (1) Melayani siswa dan berkomunikasilah dengan mereka mengenai berbagai aspek kehidupan sekolah mereka (2) Berkomunikasi dengan dengan semua staf dilakukan secara terbuka dengan menghormati perbedaan pendapat yang ada (3) Menunjukkan perhatian terhadap masalah-masalah siswa, guru, dan staf dan libatkan diri dalam pemecahan masalah mereka seperlunya (4) Menunjukkan kemampuan hubungan interpersonal dengan semua pihak (5) Selalu menjaga moral yang baik (6) Selalu tanggap terhadap apa yang menjadi perhatian staf, siswa, dan orang tua (7) Mengakui/memuji keberhasilan/kemampuan orang lain Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan kepemimpinan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi pembelajaran agar terjadi peningkatan prestasi belajar, kepuasan belajar, motivasi belajar, keingintahuan, kreativitas, inovasi, jiwa kewirausahaan, dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat. Dengan demikian, Kepemimpinan pembelajaran memfokuskan/menekankan pada pembelajaran dengan komponen-komponennya meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian, pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas belajar di sekolah. Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah karena mampu: (1) meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan; (2) mendorong dan mengarahkan warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa; (3) memfokuskan kegiatan-kegiatan warga sekolah untuk menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah; dan (4) membangun komunitas belajar warga dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya sebagai sekolah belajar (learning school). Sekolah belajar memiliki perilaku-perilaku sebagai berikut: memberdayakan warga sekolah seoptimal mungkin; memfasilitasi warga sekolah untuk belajar terus dan Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 76

berulang-ulang; mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya; memberi kewenangan dan tanggung jawab kepada warga sekolahnya; mendorong warga sekolah untuk akuntabel terhadap proses dan hasil kerjanya; mendorong teamwork yang (kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah/cepat tanggap terhadap pelanggan utama yaitu siswa); mengajak warga sekolah untuk menjadikan sekolah berfokus pada layanan siswa; mengajak warga sekolah untuk siap dan akrab menghadapi perubahan, mengajak warga sekolah untuk berpikir sistem; mengajak warga sekolah untuk komitmen terhadap keunggulan mutu, dan mengajak warga sekolah untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pengaruh kepemimpinan pembelajaran tidak langsung bekerja pada proses pembelajaran di kelas, namun dengan kepemimpinan pembelajaran akan terbangun iklim akademik yang positif, komunikasi yang baik antarstaf, perumusan tuntutan akademik yang tinggi, serta tekad untuk mencapai tujuan sekolah. 2) Karakteristik Kepemimpinan Pembelajaran Pertanyaan pembukanya adalah apa peran kepala sekolah dalam kepemimpinan pembelajaran? Untuk menjawab pertanyaan ini perhatikan Tabel 1 berikut ini Tabel 1. Perbedaan Tugas dan Fungsi Manajer dan Pemimpin Karakteristik kepemimpinan pembelajaran menurut Hellinger dan Murphy (1985), serta menurut Weber (1996) sebagaimana yang dikutip Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan (2011: 13-14) antara lain: a) Mengembangkan misi dan tujuan b) Mengelola program pembelajaran c) Mendorong iklim pembelajaran akademis d) Mengembangkan fungsi produksi pendidikan e) Mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif. Brundrett dan Davies (2010) menyatakan bahwa pemimpin harus mampu berkreasi, memberi motivasi dan bekerja dalam keseimbangan tim. Kepemimpinan pembelajaran harus bergeser dari kepemimpinan top-down ke kepemimpinan dengan pendekatan Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 77

tim. Kepemimpinan ini mengutamakan keseimbangan perhatian pada pembelajaran dan peran tim, serta pengembangan tim. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2015) dalam Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah dalam Mengelola Implementasi Kurikulum 2013: Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala Sekolah menyebutkan tugas kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran adalah mengembangkan sekolah dengan berbasis data, menyelaraskan hubungan kerja, meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, dan meningkatkan motivasi warga sekolah. Pengambilan keputusan untuk menentukan misi sekolah harus berdasarkan data. Sedangkan dalam mengelola pembelajaran tentu harus disertai dengan menyelaraskan hubungan kerja. Hubungan kerja antara pendidik dan tenaga kependidikan yang selaras dan memiliki peluang untuk meningkatkan kompetensi, akan menjadi modal tumbuhnya iklim belajar yang positif di sekolah. Jika iklim belajar di sekolah positif tentu akan meningkatkan motivasi warga sekolah untuk semakin mengembangkan sekolah. Dampaknya hasil belajar siswa akan meningkat. Senge (2000) menyebutkan bahwa seorang pemimpin memfasilitasi dan mendorong suasana untuk kebebasan bertindak. Keyakinan, ide, pendapat dan perilaku pemimpin adalah penanda budaya belajar yang harus dilakukan dalam lingkungan sekolah. Dalam dunia olahraga, misalnya, Alex Ferguson adalah seorang pelatih dan mantan pemain sepak bola, yang pernah menangani Manchester United sebagai manajer- pemimpin, di mana dia telah bertugas lebih dari 1000 pertandingan. Ferguson dianggap sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah, dia telah memenangkan lebih banyak trofi daripada pelatih manapun sepanjang sejarah sepak bola Inggris. Dia telah menangani Manchester United sejak tanggal 6 November 1986 hingga 2013. Apabila ditarik dalam konteks pendidikan di sekolah, praktik kepemimpinan yang diterapkan oleh Alex Ferguson antara lain: a) Kepala sekolah yang hebat adalah pemimpin dan manager yang hebat, dan sebaliknya b) Semua pemimpin adalah guru c) Situasi yang berbeda membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda d) Tugas kepala sekolah adalah membangun komunitas diantara siswa, guru, orang tua dan staff untuk berbagi tujuan. e) Kepala sekolah harus membangun konteks dan kapasitas komunitas untuk menjalankan ide-ide dan mengamati apa yang terjadi sampai mereka percaya diri untuk menyelaminya sendiri. b. Kepala Sekolah sebagai Agen Perubahan 1) Konsep Kepemimpinan Perubahan Dunia selalu berubah. Bila perubahan itu ke arah kebaikan, kita perlu menyambut perubahan dengan suka cita. Kalau tidak mau berubah, kita bisa ditinggalkan. Beruntunglah kita kalau hari ini lebih baik dari kemarin. Kita akan celaka kalau hari ini Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 78

lebih buruk dari kemarin. Kita akan rugi kalau hari ini sama saja dengan kemarin. Sejarah mencatat, adanya sebuah perusahaan raksasa di bidang telekomunikasi yang akhirnya bangkrut karena terlambat atau tidak mau melakukan perubahan. Sebaliknya, perusahaan dan lembaga yang dulu kita kenal kecil, sekarang menjadi besar karena selalu melakukan perubahan di semua bidang. Pesatnya kemajuan kehidupan masyarakat kita sekarang ini, di segala bidang dan sendi kehidupan, berdampak luas terhadap pendidikan. Sekolah sebagai satuan pendidikan terkecil yang menjadi ujung tombak pendidikan nasional, termasuk organisasi yang harus juga mengalami perubahan. Perubahan organisasi di sekolah misalnya perubahan dalam hal teknologi, struktur organisasi, kebijakan, sumber daya manusia, dan fisik membutuhkan pengetahuan dan keterampilan serta budaya baru. Kepemimpinan perubahan adalah sebuah upaya untuk menciptakan sebuah perubahan dalam organisasi, sehingga membawa perubahan yang menjadikan semua komponen dalam organisasi itu menyatu dan saling berempati untuk membawa perubahan yang dibuatnya agar lebih bermanfaat dan memiliki nilai positif terhadap organisasi. Demikian juga, kepemimpinan kepala sekolah menghadapi perubahan fase demi fase. Perubahan sistem kepemimpinan di sekolah juga seharusnya dapat menjadikan mutu sekolah dalam melayani pendidikan masyarakat lebih baik dari waktu ke waktu. Kepemimpinan perubahan, secara umum dalam bidang organisasi adalah tindakan beralihnya suatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang menurut yang diinginkan guna meningkatkan efektivitasnya (Winardi: 2005:2). “Seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih dari yang orang lain lihat, yang melihat lebih jauh daripada yang orang lain lihat dan yang melihat sebelum orang lain melihat.” (Leroy Eimes, penulis dan pakar kepemimpinan). Tidak semua warga sekolah dan stakeholder sadar tentang kondisi yang sekarang. Tidak semuanya tahu dan mampu mencapai kondisi yang diinginkan. Ada yang memandang begitu muram terhadap kondisi pendidikan dan sekolah sekarang ini sehingga kondisi buruk itu dibiarkan saja dan bahkan dihindari (fixed mindset). Tapi ada juga yang memandang kondisi buruk itu sebagai sebuah tantangan yang harus hadapi dan diatasi (growth minset). Dan saudara di pihak yang mana? Sebagai contoh, banyak siswa mengeluh karena sekolah mereka tidak nyaman. Guru- guru terus mengawasi mereka. Belajar di sekolah membuat mereka frustrasi, terpinggirkan, dan tidak menginspirasi. Guru mengeluh ketidaksetaraan kualitas dan fasilitas antara sekolah terpencil dan perkotaan sehingga membuat mereka malas mengajar dan menjadikan alasan bagi mereka untuk mengajar dengan apa adanya. Sekolah mengeluh karena kekurangan guru sehingga harus bekerja keras mengupayakan adanya guru honorer. Orang tua siswa mengeluh kerepotan dengan sistem online dan merugikan mereka. Kepala sekolah mengeluh karena dana BOS telat cair sehingga harus bekerja keras mengendalikan keterlaksanaan dan ketercapaian program kerja mereka. Kepala daerah pun mengeluh karena banyak guru yang tidak kompeten berambisi jadi kepala sekolah sehingga jabatan kepala sekolah akan diberikan ke pejabat lain. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 79

Ada juga yang melihat kondisi saat ini justru sebagai tantangan untuk berbuat lebih baik, lebih banyak. Mereka memandangnya sebagai ladang untuk beramal baik. Semua kondisi tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya kepemimpinan perubahan. Kepemimpinan perubahan, secara khusus dalam bidang pendidikan, bisa dimaknai sebagai upaya untuk menciptakan kondisi-kondisi baru agar hubungan antara guru dan siswa berkembang (Ken Robinson: 2015: 72). Agar kondisi baru di atas tercipta, fokus kepemimpinan perubahan harus mengacu pada efektivitas kinerja kepala sekolah lalu bagaimanakah kita bisa menjadi kepala sekolah yang efektif? Untuk memahami hal ini, perhatikan ilustrasi di bawah ini! “Pak Bagus baru saja dipindah di sebuah sekolah. Saat melakukan supervisi, dia menemukan beberapa kenyataan yang kurang efektif sebagai berikut: a) Pembelajaran di sekolah itu tidak begitu menggembirakan. Hal ini ditandai dengan nilai ujian nasional yang dicapai dari tahun ke tahun rendah. b) Cara mengajar guru tidak kreatif dan inovatif. Semangat belajar siswa rendah. Banyak guru dan siswa yang datang terlambat ke sekolah. Disiplin siswa rendah. c) Llingkungan sekolah gersang, catnya buram, dan kotor. d) Semangat guru untuk mengembangkan sekolah itu rendah. Tidak ada kerja sama di antara mereka. Semua urusan dipegang dan ditentukan oleh salah satu wakil kepala sekolah. e) Tidak ada kewirausahaan di sekolah itu. f) Belum pernah dilakukan supervisi berkelanjutan dan secara utuh sebelum ini. g) Banyak guru yang belum memanfaatkan media pembelajaran padahal di setiap kelas tersedia LCD Projector dan fasilitas wifi. Melalui kepemimpinan dan perubahan yang dilakukan Pak Bagus, sekolah ini menjadi sekolah yang memperoleh Adiwiyata pertama di Kabupaten. Sekolah ini memperoleh predikat Adiwiyata selama tiga tahun berturut-turut dan menjadi Adiwiyata Lestari. Lingkungan dan lembaga lain memperoleh manfaat dari sekolah yang dipimpin Pak Bagus. Pak Bagus sering mendapat penghargaan di tingkat nasional dan beberapa kali diundang ke Istana Negara untuk menerima penghargaan. Prestasi demi prestasi terus diraih siswa, guru, dan sekolah ini. Sekolah ini banyak dikunjungi oleh sekolah dan lembaga lain, dari seluruh Indonesia, bahkan beberapa negara lain juga berkunjung untuk studi banding ke sekolah ini. Bagaimana ini bisa terjadi? Kita pasti yakin bahwa kondisi di sekolah itu harus dan pasti bisa diubah. Perubahan ini harus dipimpin oleh kepala sekolah. Sebuah penelitian membuktikan bahwa kehadiran dan kepemimpinan seorang kepala sekolah memiliki peranan yang sangat besar dan berarti bagi kemajuan sekolah. Alam mengajarkan kita, bahwa kalau memilih ikan itu segar atau tidak, maka periksalah kepalanya. Ikan segar dapat kita ketahui dari kondisi kepalanya yang segar, dan demikian juga sebaliknya. Lalu, bagaimana perubahan di sekolah itu dilakukan? Berikut ini akan dibahas satu demi satu peran kepala sekolah sebagai agen perubahan di sekolah sesuai dengan kompetensi kepala sekolah. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 80

2) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Kepribadian dan Sosial (Mempermanusiakan/Humanizer) “Mulailah dari diri sendiri”, begitu kata orang bijak. Untuk melakukan perubahan sebuah lembaga, mulai dari perubahan diri sendiri. Sebelum melakukan perubahan di sekolahnya, seorang kepala sekolah harus mau memulai perubahan dari diri sendiri dan sosialnya. Untuk memahami hal ini, kita bisa belajar dari kasus di atas. Untuk mengubah kondisi sekolahnya, Pak Bagus segera bekerja sama dengan komite, orang tua, guru, siswa dan ahli pendidikan. Hal ini dimulai dari diri sendiri. Pak Bagus berada di sekolah 30 menit sebelum jam pelajaran dimulai. Beliau adalah orang pertama yang datang di sekolah. Pak Bagus menyambut siapa saja yang datang, baik guru maupun siswa, di gerbang sekolah. Beliau juga pulang paling akhir. Setiap program yang dia canangkan, dia terlebih dulu melaksanakannya. Pak Bagus tidak segan-segan untuk mengunjungi tokoh masyarakat, kepala desa, rumah guru, komite, dan mengajak berbicara dengan siswa untuk mengetahui ide, keinginan, dan masalah yang selama ini mereka hadapi. 3) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pembelajaran (Katalis Budaya/Cultural Catalist) Jantung sekolah ada pada pembelajaran. Bila pembelajaran berhenti, berhenti pula hakikat sekolah. Pembelajaran yang dilakukan asal-asalan akan meluluskan siswa yang biasa-biasa saja. Dari studi kasus di atas, kita dapat mengetahui bahwa pembelajaran di sekolah Pak Bagus tidak begitu menggembirakan. Hal ini ditandai oleh nilai ujian nasional yang dicapai dari tahun ke tahun rendah. Pak Bagus mencoba mengundang ahli pembelajaran. Pertama, dilakukan workshop tentang cara mengajar guru kreatif dan inovatif. Di luar dugaan, tanggapan guru cukup baik. Mereka menjadi bersemangat dalam mengajar. Guru yang dahulu mengajar dengan berceramah saja, mulai mencoba metode mengajar yang baru. Tentu saja ini harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dikembangkan. Berikutnya, dilakukan workshop tentang pendalaman materi. Guru-guru diajak kembali mendalami materi sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Hal ini menjadi pembelajaran semakin sesuai dengan tuntutan kurikulum. Semangat guru untuk mencari ilmu menjadi meningkat. Berikutnya, Pak Bagus meminta ketuntasan belajar dan menambah jam pengayaan. Tentu saja, Pak Bagus juga memikirkan apresiasi bagi guru yang memberi jam pengayaan dengan bekerja sama dengan komite sekolah. Dalam waktu singkat, ternyata nilai rata-rata ujian nasional sekolah itu naik signifikan. Pengembangan kurikulum di sekolah itu menjadi salah satu fokus bagi kepemimpinan perubahan. Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dan pedoman implementasi kurikulum. KTSP dikembangkan oleh sekolah dengan melibatkan komite sekolah, dan kemudian disahkan oleh kepala dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Pengembangan RPP dilakukan sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun selalu diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau berkelompok di sekolah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh kepala sekolah. Pengembangan Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 81

kurikulum sekolah dilakukan melalui kepemimpinan perubahan dengan pendekatan dan metode baru. 4) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pengembangan Sekolah (Pembangun Komunitas/Community Builder) “Jika Anda sengaja membiarkan diri Anda menjadi kurang dari apa yang sebenarnya mampu Anda capai, Anda akan tidak bahagia seumur hidup” (Abraham H. Maslow). Tidak hanya diri sendiri yang dikembangkan, secara kelembagaan, sekolah juga harus dikembangkan. Banyak sekolah yang berdiri lama, tetapi minim prestasi. Itulah sebabnya, harus dilakukan perubahan secara kelembagaan. Kepala sekolah hendaknya memimpin warga sekolah dan komite untuk merumuskan visi dan misi sekolah. Mereka tidak hanya merumuskan, tetapi bagaimana menyiapkan langkah dan kegiatan nyata untuk mencapai visi dan misi sekolah. Kebetulan, sekolah tempat Pak Bagus bertugas adalah sekolah yang letaknya di desa. Siswa yang bersekolah di sana adalah anak-anak yang nilai ujian nasionalnya rendah. Sementara mereka yang nilai ujian nasionalnya tinggi memilih di sekolah lain. Ditambah dengan suasana sekolah yang tidak menyenangkan dan kinerja guru seperti yang diceritakan di atas. Salah satu kelebihan sekolah itu adalah tanahnya masih agak luas. Melihat peluang ini, Pak Bagus bersama warga sekolah mencoba untuk mencanangkan green and clean school. Gerakan ini dimulai dari membuat taman sekolah. Selain untuk keindahan sekolah, taman ini dibuat untuk belajar di luar kelas. Ternyata tempat ini menjadi titik penting dalam pengembangan sekolah. Warna kelas dicat dengan warna yang indah dan berbeda dengan sebelumnya. Kamar kecil dibuat kering, bersih dan wangi. Sejak saat itu mulai ada kesadaran pada warga sekolah akan keindahan dan kebersihan. Target ini ditingkatkan lagi untuk menjadi sekolah Adiwiyata. Dengan menggandeng Dinas Lingkungan Hidup, mulai terbuka wawasan tentang pentingnya pelestarian alam melalui pendidikan. Semua pembelajaran diarahkan untuk pencapaian Adiwiyata. Tidak semua warga sekolah setuju pada awalnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan yang diciptakan, yang tadinya tidak setuju secara perlahan berubah menjadi pelaku perubahan. Taman-taman dan koleksi tumbuhan mulai diperluas. Semua sudut sekolah menjadi indah. Disediakan tempat mencuci tangan di muka kelas. ada juga kolam ikan. Tidak hanya pembangunan fisik dan pembelajaran, tetapi di sekolah ini juga dilakukan pembiasaan, melalui program Gerakan Jumat Bersih. Usaha ini tidak sia-sia. Sekolah ini menjadi sekolah pertama yang mendapatkan Adiwiyata di kabupaten. Tahun berikutnya, tidak hanya mempertahankan, tetapi secara terus menerus dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan sarana, pembelajaran, pembiasaan, dan pengimbasan. Tahun kedua, kembali sekolah ini mendapatkan adiwiyata. Demikian juga untuk tahun ketiga, sehingga sekolah ini mendapatkan Adiwiyata Lestari. Banyak lembaga dan sekolah lain yang belajar ke sekolah ini. Tidak hanya dari kota dan kabupaten lain, tetapi juga dari provinsi lain. Beberapa negara asing juga berkunjung, melakukan studi banding Adiwiyata di sekolah ini. Pak Bagus menjadi sering diundang sebagai narasumber di berbagai forum untuk berbagi pengalaman. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 82

5) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Manajemen Sumber Daya (Pembuat Kerangka Kerja/Framework Maker) Peningkatan mutu dan produktivitas tenaga kependidikan merupakan bagian integral dari pengembangan manajemen sumber daya manusia di sebuah organisasi. Keberadaan tenaga kependidikan di sekolah merupakan aset yang berharga bagi pengembangan sekolah. Keberhasilan sekolah ditentukan dari kualitas orang-orang yang berada di dalamnya. Mengubah sekolah adalah mengubah manusia-manusia yang ada di dalamnya. Tenaga kependidikan akan bekerja secara optimal jika kepala sekolah mendukung kemajuan karir mereka dengan melihat apa sebenarnya kompetensi mereka. Biasanya, pengembangan tenaga kependidikan berbasis kompetensi akan mempertinggi produktivitas kerja sehingga kualitas kerja pun lebih tinggi pula dan berujung pada kepuasan stakeholder sekolah dan sekolah sebagai satuan pendidikan diuntungkan. Pengembangan kapasitas tenaga kependidikan bisa dilakukan melalui kepemimpinan perubahan di sekolah dengan budaya kerja yang baru. Menyadari hal ini, Pak Bagus mencoba untuk mengembangkan sekolah dengan memperhatikan sumber daya manusia yang ada di sekolahnya. Hubungan guru yang semula tidak akrab dicoba dijalin melalui kegiatan outbond untuk guru dan tenaga pendidikan. Setiap tiga bulan sekali diadakan arisan keluarga yang diadakan anjang sana di rumah guru dan tenaga pendidikan. Semua guru dan tenaga pendidikan diwajibkan ikut kegiatan emotional spiritual quetion (ESQ). Ada perubahan struktur wakil kepala sekolah, koordinator, dan wali kelas. Semua kegiatan yang semula hanya dikendalikan oleh satu orang, kini didistribusikan. Semua orang merasa bertanggung jawab, semua orang ikut memajukan sekolah. 6) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Kewirausahaan Sekolah (Perantara Keunggulan/Power Broker) Kewirausahaan harus dirintis dan dibelajarkan di sekolah. Ini merupakan aset untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dan berdaya saing. Kewirausahaan tidak hanya diajarkan, tetapi juga dipraktikkan dan dibiasakan. Jiwa kewirausahaan juga harus ditumbuhkan. Pak Bagus berusaha mengembangkan kewirausahaan melalui apa yang sudah dicapai selama ini, yaitu Sekolah Adiwiyata. Pak Bagus mencoba mengembangkan kewirausahaan melalui penanaman bibit, pelatihan Sekolah Adiwiyata, dan pengolahan sampah. Tidak hanya Pak Bagus, guru dan siswa sering diundang untuk memberikan pelatihan. Ada salah satu siswa yang dapat membuat topeng dari kayu. Ini juga dikembangkan menjadi kerajinan khas dari sekolah ini dan menjadi bibit jiwa kewirausahaan. Topeng kayu ini, diberikan kepada tamu yang datang ke sekolah sebagai cinderamata. 7) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Supervisi Pembelajaran (Penantang yang Bersahabat/Friendly Challenger) Kualitas kepemimpinan terkait dengan standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh sekolah agar dapat menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik. Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bisa dilakukan dengan peningkatan Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 83

kualitas profesional kepala sekolah dan guru, penciptaan iklim yang inovatif di sekolah, dan upaya lain yang bisa dilakukan adalah melalui supervisi akademik yang secara terus menerus dilakukan secara berkelanjutan. Sadar akan hal itu, Pak Bagus melakukan upaya pengembangan kualitas pembelajaran di sekolah melalui kepemimpinan perubahan dengan melakukan kegiatan supervisi akademik yang berkelanjutan untuk semua guru di semua kelas. Tidak itu saja, Pak Bagus juga melakukan supervisi manajerial untuk meningkatkan kualitas pelayanan tenaga administrasi sekolah, perpustakaan, tenaga kebersihan dan keamanan dan juga guru bimbingan konseling yang ada di sekolah itu. Bagi pak Bagus, mengamati bagaimana mereka bekerja dan mengarahkannya bila mana mereka bekerja tidak sesuai dengan harapannya adalah pekerjaan rutin. Pak Bagus yakin bahwa dengan cara seperti itu maka semua warga di sekolah akan semakin baik bekerja dan memberikan pelayanan yang semakin baik dan semakin baik lagi dari waktu ke waktu. Sebuah kesalahan bukan untuk dimarahi dan disalahkan tetapi utnuk dikoreksi dan diperbaiki. Maka mengarahkan, mengajari, mengingatkan menasehati, membimbing semua warga di sekolah adalah pintu bagi peningkatan kualitas baik pembelajaran maupun pelayanan di sekolah. Pak Bagus adalah tempat bagi mereka untuk bertanya dan belajar setiap saat. 8) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Teknologi dan Informasi (Technological Influencer) Clayton Christensen, tokoh adminstrasi bisnis dari Harvard Business School menyebutkan bahwa era sekarang merupakan era disrupsi yang dalam bahasa sederhananya berarti gangguan atau mengganggu (disrupt). Disrupsi dapat diartikan pula sebagai kekacauan (chaos), ketika dalam beberapa kasus linearitas tidak terjadi pada variabel atau peubah, misalnya saja pergerakan dunia industri dan persaingan kerja tidak lagi linear. Perubahan dalam banyak situasi yang semestinya smoothing, halus dan berevolusi rapi, mendadak harus berubah penuh kejutan disertai inovasi- inovasi baru. Era disrupsi yang dipenuhi kemajuan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya adalah sebuah keniscayaan bahwa guru harus menguasai teknologi untuk kemudian digunakan sebagai media pendukung dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam pembelajaran, pemanfaatan media pembelajaran sangat penting dilakukan guru untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa dengan baik. Kemajuan teknologi dewasa ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran. Berdasarkan kasus di atas, ditemukan guru yang tidak memanfaatkan media pembelajaran dengan baik, padahal di sekolah tersebut tersedia LCD projector dan fasilitas wifi. Setelah diidentifikasi ternyata guru-guru tersebut belum menguasai TIK. Melihat kenyataan ini, Pak Bagus sebagai kepala sekolah merasa sadar betul bahwa salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh guru pada abad XII ini adalah literasi digital. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kompetensi TIK para guru, Pak Bagus mengundang narasumber yang kompeten untuk melatih para guru dalam pembuatan power point , pemanfaatan internet, dan e-learning. Hasilnya, guru-guru merasa senang dan dengan pelatihan tersebut karena ternyata dengan menguasai TIK dapat Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 84

memudahkan dalam menyampaikan materi. Selain itu, dengan tuntutan implementasi Kurikulum 2013 di mana siswa harus dapat mencari sumber belajar lain selain guru, kegiatan ini sangat membantu. Guru membimbing siswa untuk mencari sumber belajar lain melalui internet dengan fasilitas wifi yang disediakan oleh sekolah. 9) Karakteristik Kepemimpinan Perubahan “Tantangan kepemimpinan adalah untuk menjadi kuat, tapi tidak kasar, bersikap baik, tapi tidak lemah, berani, tapi tidak menjadi pengganggu, menjadi bijaksana, tapi tidak malas, rendah hati, tapi tidak malu-malu; bangga, tapi tidak sombong ; memiliki humor, tetapi tanpa kebodohan”. (Jim Rohn, pengusaha, penulis dan pembicara motivasi). Setiap manusia adalah pemimpin. Pada dasarnya kepemimpinan perubahan adalah upaya untuk menerjemahkan visi-strategi-budaya baru dari seorang kepala sekolah kepada setiap aksi guru dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpinnya. Apabila dilihat dari fakta yang ada di sekolah, sebagian besar permasalahan kepemimpinan kepala sekolah adalah kesenjangan antara visi dan aksinya. Kepala sekolah harus memiliki visi dan strategi yang jelas gambarannya. Seringkali aksi yang dilakukan jauh dari visi dan strategi yang telah disepakati. Hal ini karena pelaksana kegiatan di sekolah bukan kepala sekolahnya, namun guru dan tenaga kependidikan sebagai komunitas di sekolah. Dengan demikian, guru dan tenaga kependidikan di sekolah harus terampil menangani pekerjaan dan memahami dengan baik visi dan strategi yang sudah disepakati bersama komunitas di sekolah. Namun seringkali juga terjadi di sekolah adalah adanya guru atau tenaga kependidikan yang tidak terampil menangani pekerjaan dan tidak memahami visi dan strategi yang telah disepakati. Bisa semua atau sebagian besar atau sebagian kecil dari guru dan tenaga kependidikan mengalami kendala seperti itu. Oleh karena itu seorang kepala sekolah harus memahami kendala teknis yang terjadi di lapangan, sehingga semua persoalan yang terjadi dapat diselesaikan secara lebih baik, lebih murah, atau keduanya. Inilah yang disebut sebagai nilai baru yang muncul karena adanya kepemimpinan perubahan di sekolah. Nilai yang memberi sekolah alternatif solusi baru dalam mengatasi semua persoalan yang terjadi di sekolah yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya yang sudah ada di sekolah (Roseno Aji Affandi: 2014). Hal ini bisa dilihat pada gambar berikut ini. Kreasi Nilai Idealisme- Visi- karakter- strategi- intuisi aksi Gambar 4. Karakteristik Kepemimpinan Perubahan Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 85

Karakteristik kepemimpinan perubahan, pertama, harus mempunyai nilai yang diperjuangkan dan memimpin untuk memperjuangkan. Kepala sekolah harus memimpin warga sekolah untuk menentukan dan memperjuangkan nilai. Nilai ini hasil pengetahuan, pengalaman, perenungan, baik yang berasal dari diri sendiri maupun bersama-sama orang lain. Nilai inilah yang dikreasikan menjadi nilai sekolah. Sekolah akan diapresiasi karena mempunyai nilai lebih, nilai positif, nilai kreatif, dan inovatif. Sebagai contoh, kepala sekolah yang memperjuangkan dan menawarkan nilai pendidikan ramah anak, pendidikan berbasis alam, pendidikan berbasis entrepreneur, pendidikan berbasis kehidupan, pendidikan multiple intelegence, dan sebagainya. Dalam konteks sekolah dan dalam bentuk nyata, nilai-nilai yang baru itu misalnya, kepala sekolah yang lebih berintegritas, guru yang lebih terampil mengajar, staf administrasi yang yang lebih ramah dan bersahabat, guru bimbingan konseling yang lebih proaktif, laboran yang lebih giat menata bahan dan peralatan laboratorium sekolah, pustakawan yang mampu menarik perhatian siswa berkunjung ke perpustakaan, penggunaan sarana dan prasarana sekolah yang lebih efisien, bendaharawan yang lebih disiplin mengendalikan pembelanjaan sekolah, lingkungan sekolah yang makin bersih dan makin nyaman, kamar mandi/toilet sekolah yang lebih wangi, dan siswa yang lebih bersemangat dalam belajar. Kedua, karakteristik kepemimpinan perubahan adalah visioner. Nilai yang diperjuangkan itu bisa dituangkan dalam bentuk visi sekolah. Visi inilah yang harus diperjuangkan oleh seluruh warga sekolah. Kepala sekolah bertugas memimpin dan menggerakkan seluruh kegiatan di sekolah untuk mencapai dan mewujudkan visi sekolah. Visi sekolah ini dijabarkan menjadi misi sekolah. Misi sekolah harus operasional. Itulah sebabnya kepala sekolah perlu memikirkan strategi dan aksi yang bisa dilakukan untuk mencapai visi sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mampu memimpin warga sekolah untuk menentukan strategi dan aksi untuk mencapai visi dan misi sekolah. Strategi dan aksi bisa dilakukan misalnya dengan adanya program workshop, pelatihan atau In House training (IHT), Family Gathering, Studi Banding, KKG-MGMP, Focus Group Discussion (FGD), seminar, Lesson Study, Kemitraan, NUKS, renovasi gedung dan sarana sekolah, pengadaan peralatan praktik dan buku-buku baru, program literasi sekolah, program inklusi, jumat bersih, sholawatan, istighoshah atau dzikir bersama, donor darah, pewangi ruangan di setiap sudut sekolah, kantin sekolah, dan sebagainya. Dari yang sudah biasa ada dan yang biasanya tidak ada menjadi ada. Dari yang sudah biasa didengar maupun yang aneh kedengarannya. Selama program kegiatan itu memberikan manfaat bagi tumbuhnya solusi, alternatif dan inspirasi baru untuk menjadi lebih baik, lebih efektif dan lebih murah. Itulah strategi yang tepat untuk membuat perubahan di sekolah. Ketiga, kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mempunyai idealisme dan karakter serta mengembangkan hal ini di sekolahnya. Banyak idealisme dan karakter yang bisa dikembangkan. Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan bisa mempunyai karakter jujur, cerdas, pandai berkomunikasi, dan dapat dipercaya. Bisa juga mempunyai karakter seperti Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 86

yang dikemukakan Agustian. Agustian dalam bukunya ESQ Power menguraikan bahwa pada tanggal 11 s.d. 12 April 2002 para top eksekutif internasional dari berbagai jenis perusahaan datang berbondong-bondong untuk menghadiri sebuah forum diskusi leadership yang diadakan oleh Harvard Business School. Rangkuman hasil diskusi tersebut diberi judul, “Does Spirituality Drive Success?” yang artinya, apakah spiritualitas bisa membawa seseorang pada keberhasilan? Mereka sepakat menyatakan bahwa paham spiritualisme mampu menghasilkan 5 (lima) hal yaitu (1) integritas atau kejujuran, (2) energi atau semangat, (3) inspirasi atau ide dan inisiatif, (4) wisdom atau bijaksana, serta (5) keberanian dalam mengambil keputusan. Pada tahun 1987, 1995, dan tahun 2002 sebuah lembaga leadership internasional yang bernama “The Leadership Challenge” telah melakukan survey karakteristik CEO (Chief Executive Officer) di 6 (enam) benua yaitu: Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Eropa, dan Australia. Masing-masing responden diminta untuk menilai dan memilih 7 karakteristik CEO ideal mereka. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa pemimpin yang disukai mempunyai karakter jujur, berpikiran maju, kompeten, memberi inspirasi, cerdas, adil, berpandangan luas, mendukung, terus terang, bisa diandalkan, bekerja sama, tegas, imajinatif, berambisi, berani, dan sebagainya. Tidak ada salahnya bila kepala sekolah mempunyai karakter seperti ini. Kepala sekolah bertugas untuk memimpin warga sekolah untuk mengembangkan karakter sekolah. Ada beberapa karakter yang bisa dikembangkan di sekolah. Karakter yang perlu ditanamkan dan ditumbuhkan berupa 1) nilai-nilai, bentuk perilaku misalnya religiusitas, nasionalisme, anti Korupsi-Kolusi-Nepotisme, anti memperkaya diri sendiri, musyawarah-mufakat, gotong royong; 2) Kebiasaan dan habitat baru misalnya cara- cara hidup dan kebiasaan yang dibiasakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan komunitas sekolah; dan 3) kode hidup bersama misalnya solidaritas, kolaborasi, kepedulian, simpati, empati, dan lain lainnya. Bila hal ini berhasil, akan menjadikan sekolah sebagai tempat tumbuh kembangnya idealisme. c. Butir-Butir Penilaian pada Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS) Komponen Kepemimpinan Sekolah 1) Kepala Sekolah menyusun dan menetapkan struktur organisasi sekolah 2) Kepala Sekolah menempatkan guru dan atau atau tenaga kependidikan dalam SOTK yang telah ditetapkan. 3) Kepala Sekolah mendelegasikan sebagian tugas kepada wakil Kepala Sekolah yang relevan dengan bidang tugas) 4) Kepala Sekolah membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk pelaksanaan peningkatan mutu 5) Kepala Sekolah membuat keputusan anggaransekolah dengan mempertimbangkan masukan guru, komite sekolah, dan penyelenggara sekolah (khusus bagi swasta) 6) Kepala Sekolah berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari orang tua siswa dan masyarakat; 7) Kepala Sekolah melaksanakan program peningkatan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian penghargaan atas prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode etik 8) Kepala Sekolah menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi siswa; Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 87

9) Mengembangkan Program Keteladanan Sikap dan Perilaku yang menjaga nama balk lembaga, profesi, dan kedudukan/jabatan 10) Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan balk dan didukung oleh komunitas sekolah 11) Kepala Sekolah menjalin kerja sama dengan orang tua siswa, masyarakat, dan komite sekolah d. Indikator-Indikator terkait Kepemimpinan Sekolah pada Draft Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan (IASP) Tahun 2020 1) Mengimplementasikan visi, misi, dan tujuan dengan melibatkan seluruh komponen sekolah dan pemangku kepentingan. 2) Mempraktikkan kepemimpinan yang kreatif, inovatif, partisipatif, kolaboratif, transformative, dan kreatif. 3) Sekolah melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan dalam pelaksanaan program-program sekolah. 4) Tersedianya sarana dan prasarana yang baik dan memadai. 5) Menerapkan pengelolaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien. 6) Sekolah memiliki sumber pembiayaan sekolah yang mendukung kegiatan sekolah. 7) Sekolah menerapkan pelaporan keuangan. 8) Melakukan pelayanan Bimbingan dan Konseling. 9) Melakukan pembinaan kesiswaan. 5. Pengelolaan SIM Sekolah a. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen secara efektif di Sekolah 1) Definisi Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS) Sistem informasi manajemen adalah jaringan prosedur pengelolaan dari mulai 1). Pengumpulan data, 2). Pengolahan data, 3). Penyimpanan data, 4). Pengambilan data dan 5). Penyebaran informasi dengan menggunakan berbagai peralatan yang tepat, dengan maksud memberikan data kepada manajemen setiap waktu diperlukan dengan cepat dan tepat, untuk dasar pembuatan keputusan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Secara sederhana, suatu sistem dapat diartinya sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel yang teroganisir, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu. Kecenderungan manusia yang mendapat tugas memimpin suatu organisasi adalah terlalu memusatkan perhatian pada salah satu komponen saja dari sistem organisasi. (Siagian, 2006) Sistem informasi manajemen berhubungan dengan informasi. Informasi adalah sebuah istilah yang tidak tepat dalam pemakaiannya secara umum. Informasi dapat mengenai data mentah, data tersusun, kapasitas sebuah saluran komunikasi dan lain sebagainya. Informasi ibarat darah yang mengalir di dalam tubuh suatu organisasi sehingga informasi ini sangat penting dalam suatu organisasi. Sistem pengolahan informasi mengolah data menjadi informasi atau tepatnya mengolah data dari bentuk tak berguna menjadi berguna jadi penerimanya. Nilai informasi berhubungan dengan keputusan. Bila tidak ada pilihan atau keputusan, maka informasi menjadi tidak diperlukan. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 88

Sistem informasi mendatangkan banyak manfaat bagi berbagai pihak yang terkait: 1) Manfaat diantaranya sistem informasi bagi perusahaan, Sistem informasi diperlukan oleh perusahaan untuk mengolah data menjadi informasi. Sehingga berbagai pihak yang membuat keputusan, dapat menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan yang lebih baik. Informasi yang baik hanya dapat dihasilkan oleh sistem informasi yang dengan sengaja dirancang oleh perusahaan untuk mengolah data menjadi informasi. 2) Manfaat sistem informasi bagi perorangan, perorangan yang terlibat dalam sistem informasi diantaranya adalah para manajer, para operator, dan para pelanggan. 3) Manfaat sistem informasi bagi industri. 2) Manfaat Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS) Sistem informasi manajemen memiliki banyak manfaat baik bagi pihak manajemen maupun untuk organisasi sekolah secara keseluruhan. Adapun manfaat Sistem Informasi Manajemen Sekolah adalah: a) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas data secara akurat dan realtime. b) Memudahkan pihak manajemen untuk melakukan perencanaan, pengawasan, pengarahan dan pendelegasian kerja kepada semua departemen yang memiliki hubungan atau koordinasi. c) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia karena unit sistem kerja yang terkoordinasi dan sistematis. d) Meningkatkan produktivitas dan penghematan biaya dalam organisasi 3) Jenis-jenis Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS) a. Sistem informasi profil sekolah (Portal Sekolah) Sistem informasi ini merupakan basis data induk sekolah yang berisikan data sekolah yang fungsinya untuk menyediakan informasi-informasi sekolah yang dapat dimanfaatkan oleh Dinas Pendidikan untuk mengambil kebijakan-kebijakan strategis mengenai perkembangan pendidikan di sekolah. b. Sistem informasi personalia (SDM) Selain terintegrasi dengan pengelolaan data guru/tenaga kependidikan dalam Dapodik, cakupan cakupan sistem informasi personalia (SDM) meliputi menangani perekrutan pegawai honorer, penerimaan guru bantu/guru tetap, mutasi pegawai, tunjangan, profil (kepangkatan, riwayat hidup, riwayat pekerjaan, angka kredit, dan penilaian kinerja, dan evaluasi kompetensi guru. c. Sistem informasi siswa Sistem informasi ini merupakan pusat pengelolaan informasi yang berhubungan dengan manajemen siswa dengan data induk kesiswaan. Berisi data PPDB, Biodata siswa, Pengelolaan Kenaikan Kelas Siswa (manual maupun otomatis), Pengelolaan Kelulusan/Alumni, Pencetakan Kartu Siswa, dan Pengelolaan Kedisiplinan Siswa. d. Sistem informasi sarana dan prasarana sekolah Sistem ini dirancang untuk memudahkan pihak manajemen sekolah, khususnya bagian Sarana & Prasarana sekolah dalam menginventarisasi sarana-prasarana sekolah, kartu Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 89

stok, dan laporan maintenance peralatan & perlengkapan sekolah. Dengan fasilitas pencatatan transaksi pembelanjaan sarana-prasarana juga memungkinkan pihak manajemen sekolah dengan mudah melaporkan secara periodik mengenai besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengadaan maupun perawatan semua inventaris sekolah untuk menganalisa kebutuhan operasional sekolah terkait dengan sarana-sarana dan maintenance prasarana sekolah yang dihabiskan selama satu tahun pelajaran. Sistem informasi sarpras ini dapat berisi mengenai Manajemen Aset sekolah mulai dari penomoran aset, lokasi aset, penggunaan aset dan jumlah aset e. Sistem informasi akademik Sistem ini merupakan basis utama dalam keseluruhan proses manajemen pendidikan di sekolah. Terdapat beberapa perspektif yang ada dalam ruang lingkup akademik ini, yaitu: kurikulum, guru, layanan bimbingan konseling, dan siswa. Sistem ini dapat berisi tentang Pengelolaan Kurikulum, Penjadwalan Satuan Pengajaran, Pengelolaan Nilai Akademik Siswa dan Laporan Hasil Studi Siswa, dan Presensi Siswa dalam kegiatan pembelajaran. f. Sistem informasi keuangan Sistem ini memfokuskan pada pengelolaan keuangan sekolah yang mencakup perencanaan RKAS, pencatatan transaksi-transaksi penerimaan dan pengeluaran sekolah, serta sistem pembukuan (akuntansi) terpadu untuk mempermudah pelaporan pertanggungjawaban keuangan sekolah. System ini dapat berisi data pembayaran biaya pendidikan siswa, seperti SPP, uang pembangunan, dan biaya-biaya lain. Data pembayaran tersebut akan ditampilkan dalam format laporan yang akan memudahkan pihak sekolah dalam melakukan pemeriksaan dan evaluasi, seperti : Laporan siswa yang belum melakukan pembayaran, Laporan siswa yang sudah melakukan pembayaran, Laporan-laporan yang berkenaan dengan honor guru/karyawan. g. Sistem Informasi Perpustakaan Digital Sistem ini dapat berisi Pengelolaan buku, Pengelolaan anggota, Transaksi peminjaman dan pengembalian buku, dan Manajemen Arsip Digital h. Sistem e-Learning Sistem ini dapat berisi layanan proses pendidikan menggunakan sistem online maupun intranet bagi siswa dan guru berupa modul sekolah, tanya-jawab, kuis online, maupun tugas-tugas dapat menggunakan rumah belajar, moodle, google classroom, Edmodo, dll. 4) Tahapan Penggunaan SIM yang Efektif di Sekolah Sistem informasi manajemen juga memiliki tahapan-tahapan tertentu, adapun tahapan- tahapan tersebut diantaranya: a) Bagian pengumpulan data Bagian pengumpulan data bertugas mengumpulkan data, baik bersifat bersifat internal maupun eksternal. Data internal merupakan data yang berasal dari dalam Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 90

organisasi sedangkan data eksternal adalah data yang berasal dari luar organisasi namun masih terdapat hubungan diantara keduanya. b) Bagian proses data Bagian proses data bertugas memproses data dengan mengikuti serangkaian langkah atau pola tertentu sehingga data dapat diubah kedalam bentuk suatu informasi yang lebih berguna pada pemrosesan data bisa dilakukan dengan cara manual maupun dengan cara bantuan mesin sebagai alat pembantu penyelesaian pekerjaan. Bagian pemrosesan data ditangani oleh tenaga manusia yang memiliki ahli dan bertugas membentuk data sehingga menjadi informasi yang sesuai dengan kebutuhan level-level manajemen. Karena kebutuhan setiap manajer dalam hal ini kepala sekolah atau wakil kepala sekolah berbeda, maka kebutuhan data pada tiap-tiap manajer akan berbeda pula. Untuk itu tenaga manusia dituntut mampu bekerja dengan baik. c) Bagian pemrograman data Bagian pemograman bertugas menyusun program untuk perangkat komputer. Karena komputer memiliki bahasa sendiri sehingga tugas programmer adalah membahasakan data-data yang telah dihimpun sesuai dengan bahasa komputer. d) Bagian penyimpan data Bagian penyimpan data bertugas menyimpan data. Penyimpanan data sangat diperlukan, karena tujuan utamanya adalah demi keamanan data. Apabila level- level manajemen pendidikan membutuhkan data baik data berupa bahan mentah maupun data yang telah diolah, maka data dapat diambil dan digunakan sesuai dengan kebutuhan manajer. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan dari Sistem Informasi Manajemen sangat perlu diperhatikan. Karena apabila manajer mampu menguasai tahapan-tahapan tersebut maka akan semakin mudah memperoleh informasi sehingga akan melancarkan pengambilan keputusan. b. Menganalisis masalah dan solusinya dalam pengelolaan SIM di sekolah Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, pendidik harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan peserta didik untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh pendidik. Memaknai UU tentang Sisdiknas tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran adalah interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi pendidik dan peserta didik yang saling bertukar informasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendidik sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karna tidak semua orang tua memiliki kemampuan baik dari segi pengalaman, pengetahuan maupun Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 91

ketersediaan waktu. Dalam kondisi yang demikian orang tua menyerahkan anaknya kepada pendidik di sekolah dengan harapan agar anaknya dapat berkembang secara optimal. Penggunaan sistem informasi manajemen (SIM) menunjukkan citra positif lembaga sekolah tidak hanya dalam ruang lingkup nasional melainkan juga internasional dikarenakan penggunaan teknologi terbaru identik dengan penyesuaian dengan standar yang digunakan di berbagai negara. Dalam pelaksanaan pengelolaan SIM di sekolah akan menemui masalah/kendala dan menemukan solusi agar lebih efektif. 1) Masalah Secara umum, terdapat sejumlah permasalahan umum sistem informasi pendidikan Indonesia, di antaranya: a) Disintegrasi sistem informasi Disintegrasi sistem informasi adalah terjadinya suatu kondisi di mana informasi antar satu unit dengan unit yang lain dalam sebuah organisasi pendidikan masih terpisah satu dengan yang lainnya. Masing-masing unit memiliki data dengan subjek dan atau objek yang sama, namun masing-masing tidak memiliki kesesuaian kuantitas maupun kualitas. Kebutuhan akan data dalam sistem kerja yang berjalan pada masing-masing unit organisasi perlu didorong untuk mengembangkan aplikasi pengelola data secara terintegrasi dengan pola interaksi yang disesuaikan dengan kebutuhan unit di dalam organisasi pendidikan tersebut. Basis data dikembangkan belum merujuk pada suatu sistem penyimpanan data yang terpusat, melainkan digunakan basis data berdasar pada data yang dimiliki oleh masing-masing unit. Keadaan ini menyebabkan sulitnya proses validasi dan penggunaan data secara terintegrasi dalam sebuah organisasi atau lembaga pendidikan. b) Rendahnya penggunaan data akurat dalam sistem pengambilan keputusan Pada intinya, data yang dimiliki dapat diidentifikasi, data masih parsial, data lambat diperbaharui, dan akurasi data belum tepat. Persoalan tersebut berawal dari sejumlah hal berikut: (1) tidak tersedianya sistem penyimpanan, pemrosesan, dan publikasi informasi yang dapat bekerja secara cepat, terintegrasi, dan dapat dipercaya, (2) dana yang tidak memadai untuk membangun infrastruktur pengelolaan data secara terpusat dan terintegrasi, (3) sumber daya manusia yang belum mampu mengikuti perubahan teknologi dalam pelaksanaan pekerjaan, karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan, dan (4) adanya resistensi pada pemanfaatan sistem baru, lebih nyaman menggunakan sistem lama yang sudah biasa digunakan, dirasa sudah mapan, dan dinilai baik. c) Lemahnya sistem pembaharuan data Data yang ada tidak memiliki mekanisme pembaharuan yang dapat berjalan secara real time. Tidak terdapat suatu mekanisme kerja sistem yang secara khusus mengatur sistem pembaharuan data secara terus menerus dan berkesinambungan. Suatu contoh keberadaan data kepegawaian; guru atau dosen yang sudah meninggal, sudah naik pangkat atau sudah menyelesaikan studi masih belum ter-update di sistem. Keadaan data ini bisa jadi hal sepele, namun dari sisi sistem akan berpengaruh kepada sistem lainnya, orang yang sudah meninggal masih terjadwal di akademik, orang yang Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 92

sudah naik pangkat atau sudah selesai studi masih belum mendapatkan haknya. Penyebabnya mungkin karena bagian entri data tidak mendapatkan data atau laporan dari yang bersangkutan. d) Kurangnya sistem aplikasi manajemen Idealnya, organisasi pendidikan memerlukan sejumlah aplikasi sistem untuk mendukung terhadap manajemen pendidikan, infrastruktur yang memadai, dan sejumlah sistem aplikasi yang diperlukan pada unit yang ada dalam organisasi pendidikan tersebut secara terintegrasi, terpadu, dan real time. Basis data yang ada dapat digunakan untuk seluruh sistem yang dikembangkan dan pada dasarnya data yang objeknya sama, namun penggunaan dan pelaporan yang berbeda. Sistem aplikasi manajemen yang diterapkan pada unit akan memanfaatkan data tersebut untuk keperluan pelaporan yang berbeda. Data siswa atau mahasiswa dapat digunakan untuk pelaporan keuangan, prestasi, beasiswa, dan lainnya e) Tidak terjaminnya sistem keamanan Sistem keamanan menjadi kendala terbesar dalam implementasi sistem informasi pendidikan. Sumber tidak stabilnya sistem keamanan disebabkan karena etika dan moralitas faktor internal organisasi. Meskipun, tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh faktor eksternal. Sistem keamanan biasa meliputi keamanan sistem aplikasi, sistem keamanan monitoring, dan sistem keamanan yang berhubungan dengan konten. Terjaminnya sistem keamanan akan meningkatkan tingkat kepercayaan dari pemilik dan pengguna sistem. f) Infrastruktur TIK yang belum memadai Pengembangan infrastruktur TIK untuk menjamin ketersediaan layanan menjadi aspek yang mendasar. Di dalam sejumlah aplikasi sistem, kebutuhan infrastruktur menjadi prasarat dalam mengoperasionalisasikan sistem. Platform teknologi yang berupa infrastruktur hardware maupun software menjadi amat penting apabila kapasitas aksebilitas sistem yang semakin berkembang. g) Kelembagaan pengelolaan TIK yang belum satu atap Masing-masing unit atau bagian yang ada di lembaga pendidikan memiliki unit atau organ yang menangani, mengembangkan, mengadakan, dan memanfaatkan sistem informasi. Hal ini yang menyebabkan kinerja lembaga pendidikan secara parsial berdasarkan unit tidak terintegrasi secara kesuluruhan. Hal ini akan menjadi baik apabila unit tersebut menggunakan database bersama, namun jika unit tersebut memiliki dan mengembangkan basis data yang terpisah, maka akan menjadi tidak efektif, efisien, dan akurasi data akan menjadi lemah. 2) Solusi Pada dasarnya setiap kendala atau masalah dapat dicarikan jalan keluarnya (solusi). Untuk mengatasi kendala atau masalah yang telah disebutkan maka perlu diambil langkah, sebagai berikut: a) Penggunaan database bersama Sistem informasi harus dikembangkan dengan mengupayakan pemanfaatan database bersama (shared database) oleh pengguna atau sistem yang berbeda. Di samping Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 93

mengurangi bahan kerja, hal ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan pada saat menginput data (one stop inpus process) sehingga keakuratan data akan lebih terjamin. Penggunaan database bersama diharapkan akan mengurangi pekerjaan penginputan data secara manual yang berulang-ulang. Makna lain dari ini adalah basis data sama, namun keperluan berbeda untuk masing-masing unit kerja. Di dalam dunia pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi sekalipun memiliki objek dan subjek yang sama semuanya bermuara pada peserta didik. Hal ini memudahkan pada pengelolaan basis data bersama untuk kepentingan bersama b) Aplikasi berbasis web Aplikasi manajemen bisa dilakukan berbasis desktop atau berbasis online. Penggunaannya sangat bergantung pada tingkat keamanan, kebutuhan akan data pengguna, dan daya akses pengguna. Misalnya, untuk data yang bersifat terbatas untuk kalangan tertentu dan pada tempat tertentu dapat menggunakan aplikasi dekstop atau intranet sedangkan aplikasi yang mengolah data yang tidak kritis sebaiknya dikembangkan dengan menggunakan web sebagai antarmuka (interface). Web sebagai antarmuka akan mempermudah pemasangan (deployment) dari aplikasi. Aplikasi berbasis web memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap peningkatan jumlah pengguna, dengan kalimat lain memiliki tingkat skalabilitas yang lebih baik. Hal positif lain dari aplikasi berbasis web adalah kemudahan dalam pemeliharaannya. Perbaikan dan modifikasi aplikasi cukup dilakukan pada server aplikasi dan tidak memerlukan perubahan pada sisi pengguna aplikasi c) Sistem terintegrasi Pengembangan sistem informasi perlu diarahkan agar tercipta sistem yang terintegrasi (integrated system). Sistem terintegrasi adalah sebuah sistem yang mampu melingkupi dan mendukung proses-proses kerja yang saling terkait. Sebagai contoh pengelolaan sumber daya manusia melibatkan proses rekrutmen, pelatihan dan pendidikan, evaluasi kinerja, pemeliharaan kesehatan, evaluasi remunerasi, dan sebagainya. Sistem terintegrasi harus dapat mendukung seluruh proses tersebut dan mengoptimalkan penggunaan hasil-hasil informasi dari proses yang lain seperti dari sistem informasi akademik, sistem informasi keuangan, dan sistem informasi aset fasilitas. d) Interoperabilitas Pengembangan sistem komunikasi dan informasi harus diarahkan dengan mempertimbangkan interoperabilitas antar sistem. Interoperabilitas merupakan kemampuan satu sistem untuk bekerja sama dengan sistem yang lain. Salah satu faktor penting terkait dengan interoperabilitas adalah penggunaan standar/platform yang seragam oleh sistem-sistem yang harus bekerja sama. Platform basis data menjadi acuan dalam pengembangan aplikasi-aplikasi sistem lainnya. e) Keamanan informasi Sistem informasi harus mempertimbangkan aspek keamanan informasi yang akan dikelola (diakuisisi, disimpan, diolah, atau ditransfer) oleh sistem tersebut. Aspek-aspek dari keamanan informasi adalah kerahasiaan, kebenaran (validitas), dan antisipasi Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 94

terhadap kehilangan data (backup dan recovery). Selain itu, etika dan moralitas sumber daya manusia yang mengendalikan sistem informasi harus memiliki integritas, jujur, dan terpercaya f) Skalabilitas Pengembangan sistem informasi harus mampu mengantisipasi perubahan kapasitas dan fungsi sistem yang dibutuhkan. Perubahan kapasitas dan fungsi ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, di antaranya: pertambahan jumlah pengguna, penambahan fungsi, atau sebagai dampak dari kejadian khusus tertentu. Sebagai contoh faktor-faktor tersebut, misalnya pertambahan jumlah personil, pertambahan unit, pemekaran wilayah, dinamika politik, dan keamanan. g) Tingkat ketersediaan Sistem informasi harus memberikan jaminan tingkat ketersediaan (availability) layanan pada saat diperlukan. Hal ini sangat bergantung pada tingkat kritisnya suatu sistem. Sistem harus dipastikan bekerja dengan baik pada saat diperlukan. h) Kemudahan akses Kemudahan akses harus memberikan layanan pada pengguna. Kemudahan ini dapat berupa akses terhadap layanan yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, atau dapat berupa kemudahan penggunaan perangkat. Pengguna tidak dibebani untuk mempelajari sistem tetapi dapat fokus pada pelaksanaan pekerjaannya. i) Proses kerja yang ringkas Terciptanya proses kerja yang lebih ringkas (streamlined operational process) akan mempermudah terhadap layanan sistem. Perencanaan sistem informasi harus mempertimbangkan peluang-peluang untuk meringkas proses kerja dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan sistem komunikasi dan informasi tidak hanya ditujukan untuk melakukan otomatisasi pekerjaan tertentu, tetapi merupakan peluang dalam melakukan rekayasa ulang dari proses kerja. j) Kinerja Seharusnya sistem informasi yang baik harus mampu memberikan layanan dalam suatu rentang waktu yang dapat diterima oleh penggunannya. Kinerja sistem tidak hanya dilihat dari kapasitas sistem saja, melainkan lebih jauh dapat dilihat dari sisi penggunanya. Sistem harus mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi bagi penggunannya. k) Otorisasi Akses terhadap sistem hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang berhak. Hak akses terhadap sistem informasi harus diatur dan ditentukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengguna. Otorisasi pengguna sistem dapat dikembangkan berlapis. Hal ini sangat bergantung pada kompleksitas sistem informasi. Biasanya otoritas pengguna sistem dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni (1) super administator yang mampu menentukan tingkat pengguna dan memiliki otoritas penuh terhadap sistem, (2) admin yang bertanggung jawab terhadap pengguna sistem pada Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 95

unit tertentu, dan (3) pengguna tingkat operator yang bertanggung jawab terhadap operasionalisasi sistem. l) Infrastruktur bersama Pengembangan infrastruktur perlu diarahkan pada penggunaan infrastruktur bersama. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada saat ini telah memungkinkan pemanfaatan infrastruktur yang sama untuk mengalirkan berbagai bentuk informasi, seperti video, gambar, suara, dan data. Dengan perencanaan yang baik, pemanfaatan infrastruktur bersama akan mengurangi biaya yang diperlukan untuk memperoleh layanan yang dibutuhkan. m) Komunikasi berbasis internet protocol (IP) Penggunaan internet protocol (IP) sebagai standar komunikasi perlu dikembangkan. Melalui sistem informasi berbasis IP memungkinkan penggunaan infrastruktur bersama sebagaimana diuraikan pada poin sebelumnya dapat terwujud dengan baik. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 96

2 PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 97

B. PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN 1. Perencanaan Pengembangan Kewirausahaan a. Analisis SWOT SWOT adalah singkatan dari Strength (kekuatan), weaknes (kelemahan), Opportunity (peluang), dan Threat (ancaman). Analisis SWOT secara sederhana dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi, serta kesempatan dan ancaman lingkungan eksternalnya. SWOT merupakan perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan (Johnson, dkk., 1989). Strengths (kekuatan) merupakan kondisi internal positif yang memberikan keuntungan. Kekuatan dalam lembaga sekolah, dapat berupa kemampuan- kemampuan khusus/spesifik, sumber daya manusia yang memadai, image organisasi, kepemimpinan yang cakap, hal-hal positif lain dari internal sekolah. Weakness (kelemahan) merupakan kondisi internal negatif yang dapat merendahkan penilaian terhadap sekolah. Kelemahan dapat berupa rendahnya sumber daya manusia yang dimiliki, produk yang tidak berkualitas, image yang tidak kuat, kepemimpinan yang buruk, dan hal-hal negatif lain yang menjadi kelemahan dari internal sekolah. Opportunity (peluang) adalah kondisi sekarang atau masa depan yang menguntungkan sekolah. Opportunity merupakanvkondisi eksternal yang dapat memberikan peluang-peluang untuk kemajuan lembaga, seperti adanya perubahan hukum, menurunnya pesaing, menigkatnya jumlah siswa baru dan kondisi-kondisi lain yang bersifat menguntungkan pihak sekolah. Threats (tantangan) adalah kondisi eksternal sekolah, sekarang dan yang akan datang yang tidak menguntungkan. Tantangan ini dapat berupa munculnya pesaing-pesaing baru, penurunan jumlah siswa, dan hal-hal lain yang dapat menjadikan sekolah harus berbenah untuk menjadi lebih baik. Analisis SWOT sudah menjadi alat yang umum digunakan dalam perencanaan strategis pendidikan. SWOT merupakan sebuah pendekatan dan paling mutakhir dalam dunia menajemen. Analisis SWOT juga merupakan sebuah strategi terobosan terbaru dalam dunia pendidikan untuk menuntaskan permasalahan atau hambatan-hambatan dalam lembaga pendidikan. Tujuan analisis SWOT adalah untuk menemukan aspek-aspek penting dari kekutan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Penggunanaan analisis SWOT ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, mereduksi ancaman dan membangun peluang dan untuk mengalisis situasi keadaan secara keseluruhan. Diharapkan lembaga mampu menyeimbangkan antara kondisi internal yang direpresentasikan oleh kekuatan dan kelemahan dengan kesempatan dan ancaman dari lingkungan eksternal yang ada dengan teliti. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 98

Contoh Analisis SWOT beberapa diantaranya adalah: 1) Strength (Kekuatan) (a) Motivasi guru dan peserta didik tinggi. (b) Hubungan yang baik antara guru dengan guru ataupun guru dengan peserta didik. (c) Pendekatan dan metode mengajar guru yang bervariasi. 1) Weakness (Kelemahan) (a) Rekrutmen guru dan staf yang terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan dan sarat dengan unsur kekeluargaan. (b) Sebagian besar tenaga guru masih berstatus honorer dan mengajar ditempat lain. 2) Opportunity (Peluang) 1) Dukungan pemerintah daerah dalam melengkapi sarana dan prasarana. 2) Kesesuaian sarana dan prasarana sekolah dengan tuntutan potensi daerah dan perkembangan IPTEK serta IMTAQ. 3) Masyarakat mengharapkan setelah selasai dari sekolah ini diharapkan dapat melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi dan berkualitas. 4) Adanya bantuan sponsor guna pengembangan sekolah. 3) Threats (Ancaman) 1) Banyak persaingan lulusan yang terjadi antar sekolah untuk masuk sekolah negeri 2) Belum ada guru khusus mengajar TIK di sekolah ini jadi kemapuan dalam bersaing dengan sekolah lainnya akan sulit (Modul Teknik Analisis Manajemen (TAM) Penguatan Kepala Sekolah, 2019). b. Alur Penyusunan Rencana Program Sekolah Manajemen pada hakekatnya merupakan proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu proses, karena semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan (McFarland, 1979). Manajemen di sekolah sepenuhnya dikendalikan oleh kepala sekolah sebagai seorang manajer. Keberhasilan lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah sesuai peran dan fungsinya. Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama yang kooparatif, memberikan kesempatan kepada tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 99

Keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang manajer menurut Handoko (2003) adalah: 1) keterampilan konseptual, yaitu kemampuan mental untuk mengkoordinasikan seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi; 2) keterampilan kemanusiaan, kemampuan bekerja dengan memahami dan memotivasi orang lain baik sebagai individu maupun kelompok; 3) keterampilan administratif, yaitu dengan perencanaan, pengorganisasian, penyusunan kepegawaian dan pengawasan; 4) keterampilan teknik, yaitu kemampuan menggunakan peralatan, prosedur, teknik-teknik dari suatu bidang tertentu seperti mesin, dan sebagainya. Selain keterampilan-keterampilan tersebut, kepala sekolah juga harus mampu menggerakkan seluruh warga sekolah untuk merencanakan program- program sekolah berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Data hasil analisis dibuat skala prioritas untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan perencanaan program pengembangan, dilaksanakan sesuai porsinya masing- masing, dan dievaluasi. Di sinilah kemampuan kepala sekolah dalam menggerakkan warga sekolahnya diuji. Ada beberapa cara dalam pembuatan perencanaan program sekolah. Saudara dapat memperkaya wawasan dengan mencari sumber-sumber lain yang relevan. Salah satu langkah perencanaan program untuk mencapai tujuan dalam manajemen dikemukakan oleh Gorton (1976) berikut ini: 1) Identifikasi masalah 2) Diagnosis masalah 3) Penetapan tujuan 4) Pembuatan keputusan 5) Perencanaan 6) Pengorganisasian 7) Pengkoordinasian 8) Pendelegasian 9) Penginisiasian 10) Pengkomunikasian 11) Kerja dengan kelompok-kelompok 12) Penilaian Sebagaimana langkah-langkah perencanaan tersebut, secara garis besar kepala sekolah dituntut mampu menganalisis kondisi sekolah dari keterlaksanaan program sesuai delapan Standar Nasional Pendidikan dari berbagai sisi, termasuk dalam kegiatan kewirausahaan yang telah dilaksanakan. Analisis kondisi sekolah ini juga memberikan informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari masing-masing kegiatan yang nantinya memerlukan tindak lanjut. Dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut dipilih kegiatan mana yang sudah berjalan secara efektif dan efisien, dan kegiatan mana yang masih belum optimal dilaksanakan. Selanjutnya akan nampak kegiatan mana yang membutuhkan tindak lanjut dan perlu diprioritaskan. Program yang masih Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 100

kurang bagus keterlaksanaannya ini diprioritaskan untuk dikembangkan melalui perbaikan program berupa perencanaan. Perencanaan program pengembangan kewirausahaan diambil dari salah satu kegiatan kewirausahaan sekolah pada standar tertentu yang pelaksanaan kegiatannya kurang efektif dan efisien, sesuai dengan hasil analisis sebelumnya. Selanjutnya kepala sekolah menetapkan tujuan yang akan dicapai, menentukan sasaran, menetapkan waktu dan tempat pelaksanaan, penanggung jawab dan pelaksana kegiatan, jumlah dana yang dibutuhkan, sumber dana, dan menentukan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan secara rinci. Contoh langkah-langkah pengembangan program kewirausahaan (Saudara dapat mencari dari sumber belajar lain yang sesuai): 1) Nama Kegiatan (Memuat nama program yang akan dilakukan berdasarkan hasil identifikasi). 2) Latar Belakang (Menguraikan permasalahan yang melatarbelakangi diadakannya program tersebut) 3) Tujuan (Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut) 4) Indikator Keberhasilan (Penanda keberhasilan program) 5) Sasaran (Target yang akan dikenai kegiatan) 6) Bentuk Kegiatan (Jenis-jenis kegiatan akan dilaksanakan, misalnya pelatihan, seminar, pemberdayaan sumber daya yang ada, pendirian unit usaha, dan bentuk kegiatan lain yang relevan) 7) Waktu dan Tempat (Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan) 8) Jadwal dan Struktur Program (Jadwal dan stuktur program kegiatan) 9) Susunan Panitia (Personel yang terlibat dalam kegiatan) 10) Langkah-langkah Kegiatan (Langkah-langkah dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut) 11) Pembiayaan (Alokasi dana yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan dan sumbernya) 12) Penutup (Harapan yang ingin dicapai dan permohonan dukungan dari semua pihak) Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 101

Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 102

2. Pelaksanaan Program Pengembangan Kewirausahaan Kewirausahaan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh kepala sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus melakukan pengembangan kewirausahaan. Pengembangan kewirausahaan merupakan salah satu tugas pokok kepala sekolah seperti yang tertuang dalam Lampiran 2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah. Adapun beban kerja kepala sekolah terkait dengan pengembangan kewirausahaan adalah sebagai berikut: a. Merencanakan program pengembangan kewirausahaan. b. Melaksanakan program pengembangan kewirausahaan: c. Melaksanakan Evaluasi Program Pengembangan Kewirausahaan. Tugas kepala sekolah dalam melaksanakan program pengembangan kewirausahaan sesuai Permendikbud yang akan dibahas dalam modul ini meliputi: pengembangan jiwa kewirausahaan (inovasi, kerja keras, pantang menyerah, dan motivasi untuk sukses); pelaksanaan program pengembangan kemitraan; pelaksanaan program unit produksi dan pemagangan. a. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan 1). Pengertian Wirausaha dan Kewirausahaan Terdapat dua istilah kewirausahaan, yaitu “entrepreneurship” (bahasa Inggris), “entrepreneur” (bahasa Perancis) yang berarti seorang yang melakukan suatu usaha (baru) yang berisiko. Dalam bahasa Indonesia, istilah entrepreneur diterjemahkan “pengusaha” atau orang yang memiliki usaha. Pada tahun 1970-an “entrepreneur” diterjemahkan sebagai “wiraswasta” yang berbeda dengan pengusaha yang lebih menekankan pada aspek keberanian dalam mengambil risiko. Pada tahun 1980-an digunakan istilah “wirausaha” sebagai padanan istilah “entrepreneur”. Wirausaha diartikan sebagai seorang pahlawan dalam usaha atau orang yang berani melakukan suatu usaha. Menurut dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993:35) wirausaha adalah orang yang mengorganisir, mengelola dan berani menanggung resiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha. Secara esensi pengertian entrepreneurship adalah suatu sikap mental, pandangan, wawasan serta pola pikir dan pola tindak seseorang terhadap tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada pelanggan. Atau dapat juga diartikan sebagai semua tindakan dari seseorang yang mampu memberi nilai terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Dari segi karakteristik perilaku, wirausaha (entepreneur) adalah mereka yang mendirikan, mengelola, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri. Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakan kerja bagi orang lain dengan berswadaya. Definisi ini mengandung asumsi bahwa setiap orang yang mempunyai kemampuan normal, bisa menjadi wirausaha asal mau dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 103

Berwirausaha melibatkan dua unsur pokok (1) peluang dan, (2) kemampuan menanggapi peluang, Adapun kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jiwa yang selalu aktif dalam berusaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya meningkatkan pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melaui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup. Pada hakekatnya kewirausahaan adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif. Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan disebutkan bahwa kewirausahaan didefinisikan sebagai semangat, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Inpres tersebut mengamanatkan kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan program-program kewirausahaan, termasuk di sekolah. Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (2000) dalam Takdir D, dkk (2015) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah tindakan manusia, kreatif yang membangun sesuatu yang bernilai, mengejar peluang terlepas dari kelebihan atau kekurangan sumber daya. Untuk itu diperlukan visi, gairah dan komitmen untuk memimpin orang lain dalam mengejar visi. Hal ini juga diperlukan kemauan untuk mengambil risiko yang telah diperhitungkan. Sedangkan Suryana (2004) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif, berdaya, bercipta, berkarsa dan bersahaja dalam berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegaitan usahanya atau kiprahnya. Seorang yang memiliki jiwa dan sikap wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya, selalu mencari peluang terus menerus untuk meningkatkan usaha dan kehidupannya, selalu berkreasi dan berinovasi tanpa berhenti, karena dengan berkreasi dan berinovasi semua peluang dapat diperolehnya. Terkait konsep kewirausahaan di atas, seorang kepala sekolah yang mempunyai jiwa kewirausahaan hendaknya memiliki sifat-sifat berikut: (1) mampu menciptakan visi sekolah yang jelas; (2) menjadi inspirator bagi warga sekolah yang dipimpinnya dan para pemangku kepentingan; (3) mampu memberdayakan tim untuk bekerja cepat dan cerdas untuk mencapai Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 104

visi dalam kondisi lingkungan yang tak menentu. Oleh sebab itu, kepala sekolah akan dapat merealisasi visi tersebut bilamana memiliki karakteristik: (1) proaktif; (2) inovasi; (3) berani mengambil risiko, dan peka melihat peluang (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha hendaknya mampu melahirkan ide-ide baru untuk menumbuhkan kreativitasdi sekolahnya. Sebuah ide baru yang diwujudkan di dunia nyata adalah sebuah inovasi. Sebuah inovasi adalah serangkaian usaha atau upaya apa saja yang dilakukan oleh seseorang untuk memperbaiki, memodifikasi, atau mengembangkan sesuatu yang sudah ada sehingga menjadi suatu produk baru, bisa berupa barang atau jasa, yang memiliki nilai tambah atau nilai lebih dari yang sebelumnya. Secara lebih kontektual, bagaimana upaya seorang kepala sekolah melakukan inovasi di sekolah dan sukses mengubah kondisi sekolah menjadi lebih baik merupakan keberhasilan dalam menerapkan kewirausahaan. 2). Karakteristik Pemimpin Kewirausahaan Karakter kompetensi kewirausahaan sebenarnya cukup banyak, namun pada kesempatan ini hanya lima yang dijelaskan. Lima karakter kepemimpinan kewirausahaan tersebut adalah: (1) proaktif; (2) inovatif; (3) berani mengambilan risiko; (4) kerja keras dan pantang menyerah; dan (5) motivasi berprestasi tinggi. a). Innovativeness (inovatif) Inovatif adalah karakteristik yang dimiliki seorang pemimpin yang memiliki kemampuan berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide baru yang bermanfaat di setiap kesempatan, memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan mampu memecahkan masalah (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Pemimpin yang inovatif melekat kemampuan kreatifnya. Ia selalu menciptakan ide atau gagasan, dan atau produk yang bercirikan novelty (baru), original (orisinal), useable (bermanfaat), dan high product (produk berkualitas tinggi). Ciri bahwa suatu ide atau produk yang kreatif bilamana diakui oleh pakar di bidangnya. Sedang inovasi adalah penciptaan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya (Drucker, 1985). Contoh hasil inovasi antara lain kantin jujur, pembelajaran antikorupsi, pembelajaran berbasis multiple intelligences, manajemen sekolah/madasah bersertifikasi ISO, unit produksi “X” sebagai tempat praktik siswa memperoleh pengalaman kepemimpinan kewirausahaan, dan lain sebagainya. Seorang dikatakan sebagai inovator bilamana: (1) dalam mengerjakan tugas dengan cara yang tidak konvensional; (2) menemukan masalah dan memecahkannya dengan cara yang tidak biasa; (3) tertarik pada hasil daripada proses; (4) tidak senang pada pekerjaan yang bersifat rutin; (5) kurang senang pada kesepakatan; dan (6) kurang sensitif terhadap orang lain (Kirton, 1976). Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 105

Cara berpikir dan bertindak kepala sekolah yang inovatif, antara lain: (1) berani ke luar dari kawasan nyaman (comfort zone); (2) tidak berpikir secara konvesional; (3) bertindak lebih cepat dibanding orang lain; (4) mendengarkan ide stakeholders sekolah; (5) bertanya kepada warga sekolah/madrasah dan stakeholders apa yang perlu diubah di sekolah ini secara berkala; (6) memotivasi diri dan orang lain untuk cepat bergerak dengan selamat; (7) berharap untuk menang dan memiliki kesehatan dan kekuatan; dan (8) “rekreasi” secukupnya untuk mendapatkan ide-ide baru (Anonim 3, 2005). b). Kerja Keras dan Pantang Menyerah Kerja keras dan pantang menyerah ialah kegiatan maksimal yang banyak menguras tenaga, pikiran, dan waktu untuk menyelesaikan sesuatu. Kepala sekolah bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif. Pantang menyerah adalah daya tahan seseorang bekerja sampai sesuatu yang diinginkannya tercapai. Pantang menyerah adalah kombinasi antara bekerja keras dengan motivasi yang kuat untuk sukses. Orang yang pantang menyerah selalu bekerja keras dan motivasi kerjanya juga tak pernah pudar. Beberapa cara kepala sekolah untuk mempengaruhi warga sekolah untuk bekerja keras, antara lain: (1) menujukkan kepada mereka bukti kerja keras diri dan orang-orang sehingga bisa mencapai keberhasilan; (2) mendorong mereka untuk lebih banyak bertindak daripada hanya berbicara agar tujuan yang diharapkan terwujud; (3) mengajak mereka untuk menetapkan target dan membuat perencanaan tindakan dan waktu untuk mencapainya; dan (4) mendorong mereka agar kehidupannya lebih bermakna dan bermanfaat bagi orang lain. c). Motivasi berprestasi tinggi Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu dalam untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan yang dianggap penting. Teori kebutuhan Mc Clelland menyatakan bahwa ada tiga jenis kebutuan manusia, yaitu need for achievement (kebutuhan berprestasi), need for power (kebutuhan berkuasa), dan need for affiliation (kebutuhan berafiliasi). Menurutnya, jika seseorang memiliki kebutuhan yang sangat kuat, maka motivasinya juga kuat. Sebagai misal, kepala sekolah yang memiliki kebutuhan berprestasi, maka ia terdorong untuk menetapkan tujuan yang tinggi dan penuh tantangan, ia dengan keahliannya akan bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Kepala sekolah perlu memiliki motivasi berprestasi tinggi agar mampu mengembangkan sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dapat memberikan pengaruh kuat kepada warga sekolah lainnya termotivasi untuk melakukan hal yang sama. Cara menumbuhkan motivasi dalam diri di antaranya melalui: menetapkan tujuan, yakin dan optimis akan mencapai titik maksimum; menyusun target Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 106

yang masuk akal; 3). Belajar menggunakan bahasa prestasi; belajar sendiri, cermat menganalisis diri; dan perkaya motivasi. d. Risk taking (berani mengambil risiko) Keberanian mengambil risiko, yaitu kemampuan seseorang untuk mau mengambil langkah dalam ketidakpastian dan mengambil beban tanggung jawab untuk masa depan. Pengambilan risiko yang diperhitungkan merupakan salah satu karakteristik umum dari pemimpin kewirausahaan, terutama pada tahap awal dari proses berwirausaha (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Bahkan, Purdie E. Chandra (pemilik Primagama) menyatakan entrepreneur harus berani ambil risiko (Zaques, 2007). Ia juga mengatakan bahwa ambil risiko itu berarti gelap. Maksudnya, jangan terlalu banyak tahu. Setelah jalan, kita pakai street smart. Street smart itu yang akan melahirkan kecerdasan entrepreneur yang dibutuhkan untuk usaha pemula. Purdi E. Chandra memberikan ilustrasi contoh sebagai street smart berikut. Seorang direksi bank yang ingin buka usaha, dan ia menghitung- hitung terus dan selalu tidak positif, akhirnya tidak berani membuka usaha. Nasihatnya kepada direksi bank tersebut: ‟Jangan dihitung terus! Usaha itu dibuka dulu baru dihitung„, itulah street smart. Dalam konteks sekolah, hal tersebut dapat dicontohkan bahwa kepala sekolah harus mau ditempatkan di sekolah manapun walaupun kondisinya tidak seperti yang diinginkan, harus berani melakukan perubahan- perubahan demi kemajuan sekolah. e). Proactiveness (proaktif) Bersikap proaktif berarti melakukan sesuatu dengan inisiatif sendiri, kemudian bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri, baik dari masa lalu, sekarang ataupun masa mendatang.Sikap proaktif ini menuntut untuk selalu mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dipegang dan mengesampingkan suasana hati maupun keadaan. Sedangkan reaktif merupakan kebalikan dari proaktif itu sendiri, seperti menyerahkan kontrol dirinya pada situasi dan emosi dengan mengesampingkan prinsip dan nilai yang ada. Pemimpin yang proaktif, termasuk kepala sekolah akan (1) mampu dan aktif mempengaruhi serta mengarahkan SDM-nya menuju masa depan; (2) mampu memanfaatkan setiap peluang; (3) mampu menerima tanggung jawab dari suatu kegagalan; dan (4) mampu mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi di masa depan dan merasa terdorong untuk melakukan perubahan dan perbaikan (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Oleh sebab itu, pemimpin yang proaktif bersikap „aku bisa‟ dan bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. Covey (2001) mengemukakan bahwa seseorang yang bersikap proaktif memiliki banyak manfaat, yaitu: (1) tidak mudah tersinggung; (2) bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya sendiri; (3) berpikir sebelum bertindak; (4) cepat pulih kalau terjadi sesuatu yang buruk; (5) selalu mencari Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 107

jalan keluar untuk menjadikan segalanya terlaksana; (6) fokus pada hal-hal yang bisa mereka ubah, dan tidak mengkhawatirkan pada hal-hal yang tidak bisa diubah. Karakteristik proaktif sangat diperlukan bagi seorang pemimpin termasuk kepala sekolah. Kepala sekolah yang mengaktualisasikan karakteristik pribadi proaktif akan mampu dan mudah mempengaruhi para guru dan staf, siswa dan wali murid, serta stakeholder. Keadaan ini berbeda dengan apa yang akan dialami oleh seorang yang bersikap reaktif. Seseorang yang reaktif menunjukkan perilaku (1) mudah tersinggung; (2) menyalahkan orang lain; (3) cepat marah dan mengucapkan kata-kata yang belakangan mereka sesali; (4) mudah mengeluh; (5) menunggu segalanya terjadi pada dirinya; dan (6) berubah hanya bila perlu. 3).Cara-Cara Mengembangkan Kewirausahaan Cara-cara mengembangkan kewirausahaan dilakukan melalui pentahapan sebagai berikut. a).Melakukan evaluasi diri tentang tingkat/level kepemimpinan kewirausahaan. Evaluasi diri penting untuk dilakukan sekolah untuk melihat sejauh mana kemampuan dan pencapaian pengalaman sekolah dalam upaya menjadi sekolah yang kreatif dan inovatif. Evaluasi diri bisa dilakukan dengan menggunakan Teknik Analisis Manajemen (TAM) yang dilakukan secara internal tim pengembang sekolah. TAM misalnya SWOT, Field Force Analysis, dan lain sebagainya. Maupun dengan membaca rekomendasi dari eksternal misalnya raport mutu, hasil akreditasi sekolah maupun hasil supervisi pengawas sekolah. b).Berdasarkan hasil evaluasi diri (profil diri jiwa kewirausahaan), selanjutnya ditempuh melalui berbagai upaya yang disebut “belajar.”. Ide, gagasan, ilham yang orisinil, baru dan berbeda dari yang pernah ada sebelumnya ini awal dari sebuah inovasi. Inovasi menurut hakekatnya terdiri dari dua jenis, yakni penciptaan secara mental (mental creation) dan penciptaan secara fisik (physical creation). Penciptaan secara mental adalah visualisasi dari rencana, desain dan pemikiran yang kuat dan akurat sehingga seolah olah kita melihat apa yang sedang akan kita ciptakan. Penciptaan secara fisik adalah proses kerja untuk mewujudkan rencana, desain dan pemikiran tersebut di dunia yang kasat mata. Proses merencanakan kegiatan (mental creation) ini diistilahkan sebagai proses penataan (arrangement). Sedangkan proses melaksanakan kegiatan (physical creation) adalah proses pembongkaran. Aktifitas untuk menata dan membongkar dan menatanya kembali tentu dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Jadi jelas, untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan diperlukan upaya kreasi mental dan kreasi fisik untuk menjadikan semua warga sekolah kreatif dan inovatif. c) Mempelajari kewirausahaan dapat dilakukan melalui berbagai upaya. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 108

Untuk mengembangkan kewirausahaan di sekolah yang paling efektif adalah dengan berbagi pemecahan masalah (sharing solutions). Cara ini dilakukan dengan melibatkan berbagai kelompok orang, misalnya kelompok kerja guru, kelompok tenaga kependidikan, atau kelompok campuran dari semua warga sekolah, dan juga dari luar sekolah. Semua kelompok dlibatkan dalam proses kreatif melahirkan sebuah ide atau gagasan baru, bagaimana solusi/pemecahan dari permasalahan di sekolah, dan bagaimana cara kerjanya yang baru dengan solusi/pemecahan itu jika diterapkan. Langkah pertama adalah menyelenggarakan sebuah sesi kolaborasi pemecahan masalah. Sesi ini berisikan kegiatan untuk menjaring ide-ide baru dari permasalahan yang ada di sekolah yang ingin diatasi. Tekniknya bisa bermacam- macam, misalnya presentasi ide dari satu kelompok dan kelompok lain menanggapi; atau setiap kelompok menuliskan ide-idenya lalu kelompok lain menilai dari setiap kelompok yang lain; atau sebuah kelompok mempresentasikan sebuah ide baru, lalu kelompok lain menanggapi dan membuat ide gagasan lain yang lebih baik. Langkah kedua adalah membuat ranking dari semua ide yang berasal dari setiap kelompok, dan lalu melakukan voting untuk menentukan ide atau gagasan mana yang terbaik yang akan diimplementasikan. 4).Strategi Pengembangan Karakter Kewirausahaan di Sekolah Pengembangan karakter kewirausahaan bertujuan untuk membentuk insan yang memiliki karakter kewirausahaan. Sebagai sasaran pengembangan karakter kewirausahaan adalah kepala sekolah, guru, tenaga pendidikan dan non kependidikan, dan siswa. Berikut ini dikemukakan beberapa strategi untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. a). Karakter Kewirausahaan Terintegrasi dalam Seluruh Mata Pelajaran Strategi pengembangan karakter kewirausahaan dapat dintegrasikan dalam proses pembelajaran. Pengintegrasian karakter kewirausahaan ke dalam proses pembelajaran bidang studi menuntut para guru untuk menciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang kompleks. Misalnya dalam mengerjakan tugas-tugas mata pelajaran, para siswa distimulasi untuk menghasilkan karya terbaiknya sebagai manifestasi karakteristik kewirausahaan motivasi berprestasi tinggi, kreatif, dan kerja keras. b). Karakter Kewirausahaan Terpadu dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 109

Beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang bisa diberi muatan karakter kewirausahaan, antara lain: (1) olahraga; (2) seni budaya; dan (3) kepramukaan. Kegiatan olahraga misalnya, bilamana diselenggarakan kompetesi antar kelas dalam berbagai cabang olahraga, maka para siswa di suatu kelas atau kelompok siswa akan melakukan persiapan, antara lain dengan mengatur agenda antara lain latihan dengan penuh motivasi untuk menang, pembagian tugas dan peran, berkoordinasi, dan sejenisnya. Melalui kegiatan ini, mereka akan bekerja keras, menumbuhkan motivasi diri dan tim, bersedia menghadapi tantangan, siap untuk kalah dan seterusnya yang itu semuanya merupakan karakteristik kepemimpinan kewirausahaan. c). Pengintegrasian Karakter Kewirausahaan melalui Budaya Sekolah Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana terjadi interaksi antar sesama siswa, antar guru, guru dengan siswa, guru dengan staf, staf dengan siswa, warga sekolah dengan kelompok masyarakat. Melalui media interaksi sosial, pembudayaan kewirausahaan dapat dilakukan. Dengan kata lain, pembudayaan karakter kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan ketika antar warga sekolah berinteraksi dan berkomunikasi. Aktualisasi karakteristik kewirausahaan secara verbal maupun perilaku, seperti kejujuran, kerja keras, motivasi berprestasi tinggi, tanggung jawab, disiplin, komitmen dapat dipersonalisasikan (dipribadikan) ke semua warga sekolah. Proses mempribadikan karakter kewirausahaan dalam teori psikologi behavioristik, dapat dilakukan melalui serangkaian proses pembiasaan. Proses pembiasaan dimulai dari: (1) conditioning (pembiasan); (2) habit (kebiasaan); (3) traits (sifat); (4) internalization (internalisasi); dan (5) personality (kepribadian). Proses tersebut dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut. Misalnya, pembentukan pribadi motivasi berprestasi tinggi. Pembudayaan ini dapat dilakukan oleh sekolah dan juga oleh guru kelas atau setiap guru bidang studi. Contohnya, penetapan target menjadi “peringkat 5 besar” (karakteristik kewirausahaan: motivasi berprestasi tinggi) se-wilayah kabupaten/kota “X” dari sebelumnya berada di peringkat 20. Bilamana target itu merupakan visi sekolah, dan secara terus-menerus disampaikan di setiap upacara hari Senin, maka itu sebenarnya proses conditioning. Bilamana hal itu dilakukan oleh kepala sekolah secara terus-menerus, maka secara bertahap motivasi berprestasi tinggi itu menjadi sikap dan kebiasaan (habit) setiap warga sekolah, lambat laun menjadi sifat (traits) mereka, yang pada titik tertentu menginternalisasi pada diri mereka, akhirnya motivasi berprestasi tinggi tersebut menjadi pribadi setiap warga sekolah. 5).Pembelajaran Kewirausahaan di Sekolah Pendidikan kewirausahaan bisa efektif bilamana memberikan kesempatan bagi siswa untuk berlatih semua komponen kepemimpinan kewirausahaan (Bagheri, A. & Pihie Z.A.L., 2009). Pembelajaran Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 110

kewirausahaan akan terjadi melalui proses mengalami kejadian yang menantang dan berbeda, seperti mengenali peluang, mengatasi masalah, dan melakukan peran yang berbeda-beda dari seorang pengusaha. Berikut akan diuraikan tiga metode pembelajaran kewirausahan, yaitu: (1) pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning); (2) pembelajaran melalui interaksi sosial (social interaction learning); dan (3) pembelajaran melalui pengenalan peluang (opportunity recognition). a) Belajar berbasis pengalaman (Experiential Learning) Para ahli percaya bahwa belajar kewirausahaan berbasis pengalaman (experiential learning) sebagai metode yang paling meyakinkan. Mereka juga menyatakan bahwa melalui experiential learning, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan memilih kewirausahaan sebagai jalur karier masa depan mereka, tetapi juga mendapatkan kemampuan dalam menghadapi tantangan dan mengatasi masalah seputar usaha mereka Experiential learning membuat siswa \"dapat menghasilkan makna baru yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam berpikir dan berperilaku\" . Selain itu, experiential learning dapat mengembangkan self- efficacy, keyakinan yang kuat, dan keinginan untuk berhasil dalam melakukan peran dan tugas seorang pengusaha (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Erikson (2003) menyatakan experiential learning sebagai faktor yang berpengaruh dalam mengembangkan self-efficacy dalam kewirausahaan. menyatakan bahwa experiential learning memungkinkan pola pikir kewirausahaan individu terdorong untuk mencari peluang yang dapat dikembangkan daripada melalui metode pendidikan kewirausahaan tradisional. Experiential learning disamping menyenangkan dan meningkatkan keinginan siswa, juga atas keterlibatannya dapat mengembangkan kemampuan kewirausahaan mereka menjadi pengusaha. (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009) berpendapat bahwa experiential learning secara intensif \"memungkinkan siswa untuk menggali potensi kewirausahaan mereka dan meningkatkan keterampilan serta meningkatkan harapan untuk sukses“. Sebuah hasil penelitian menunjukkan secara kuat bahwa kemampuan kewirausahaan akan dipelajari melalui proses di mana siswa secara aktif terlibat dalam lingkungan pengalaman belajar yang menantang. Pemberian pengalaman belajar yang menantang akan menimbulkan kesadaran diri tentang apa kekuatan dan kelemahannya, meningkatkan kesiapan untuk mengambil risiko, dan meningkatkan kreativitas, membantu memberdayakan potensi mereka secara optimal, menerima kesalahan sebagai kesempatan belajar, dan mendorong mereka untuk berpikir kritis. Kegiatan yang menantang memberikan siswa berkesempatan untuk mengalami kegagalan, belajar dari itu, dan mengembangkan kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan yang lebih serius (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Banyak ahli percaya bahwa kreativitas, inovasi, dan pengambilan risiko sebagai kompetensi penting kewirausahaan tidak dapat Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 111

diajarkan melalui metode konvensional kewirausahaan, melainkan melalui experiential learning. b). Belajar melalui interaksi sosial (Social Interaction Learning) Kompetensi kepemimpinan kewirausahaan juga dapat diperoleh melalui belajar berinteraksi sosial. Interaksi sosial sangat penting dalam seluruh proses pembelajaran kewirausahaan. Secara umum, pembelajaran kewirausahaan terjadi dalam proses interaksi personal dengan lingkungannya yang bertujuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan memanfaatkan peluang. Pada intinya interaksi sosial dapat membentuk dan mengembangkan persepsi, sikap, dan kemampuan kewirausahaan khususnya dalam kepemimpinan kewirausahaan (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Interaksi sosial akan meningkatkan kesadaran siswa tentang kelemahan dan kekuatan, menjadi matang dalam menjalin jaringan, dan kemampuan berkomunikasi. Interaksi sosial membantu siswa untuk berbagi pengalaman, meningkatkan penalarannya ketika menghadapi wawasan yang berbeda, dan menemukan kelemahan penalaran diri, dan cara-cara untuk meningkatkannya, menyesuaikan pemahaman mereka atas dasar pemahaman orang lain, dan yang lebih penting, yaitu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh untuk memecahkan masalah (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Program pendidikan kewirausahaan menyediakan berbagai peluang untuk interaksi sosial siswa, yang dapat mengembangkan kepemimpinan kewirausahaan mereka (Vecchio, 2003). Pertama, mereka memberikan kesempatan untuk interaksi sosial dengan guru dan rekan-rekan dalam kelompok. Interaksi sosial dalam proses pembelajaran kewirausahaan sangat penting karena dapat meningkatkan rasa senang saat berkegiatan kewirausahaan dan meningkatkan tingkat persepsi mereka tentang kewirausahaan para siswa. Kedua, program pendidikan kewirausahaan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk terlibat dengan pengusaha lain, investor, dan guru pada acara-acara, seperti pelatihan, pertemuan kelompok, dan transaksi bisnis dimana mereka memiliki kesempatan untuk mengamati dan belajar dari model-model orang sukses (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Akhirnya, program tersebut memberikan pengalaman sosial bagi siswa sehingga mereka tertarik menjadi wirausahawan. c). Pengenalan peluang (opportunity recognition) Metode pembelajaran kewirausahaan juga dapat dilakukan dengan pengenalan terhadap peluang juga dapat dilaksanakan. Pengenalan terhadap peluang lebih pada menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk mengembangkan ide baru dan mengeksplorasi sesuatu yang sudah ada. Pengenalan peluang melibatkan tidak hanya keterampilan teknis, seperti analisis keuangan dan penelitian pangsa pasar, tetapi juga bentuk perwujudan kreativitas yang nyata, membangun tim, pemecahan masalah, Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 112

dan kepemimpinan. Hal ini dapat melibatkan baik pengenalan peluang yang sudah ada dengan meningkatkan operasional kegiatan yang ada dan atau penciptaan peluang baru. Identifikasi peluang biasanya diajarkan melalui latihan dengan teknik pemecahan masalah, berpikir kreatif, dan inovatif daripada kegiatan di kelas tradisional (Klein & Bullock, 2006). Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan hendaknya memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengalami secara seimbang semua komponen kepemimpinan kewirausahaan (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Mereka melakukan penelitian dengan metode kualitatif untuk mencari jawab atas pertanyaan bagaimana program kewirausahaan di perguruan tinggi (dapat juga dianalogikan di sekolah) berkontribusi pada pengembangan kepemimpinan kewirausahaan, khususnya dalam mengembangkan visi, sikap proaktif, inovatif, dan pengambilan risiko. 6).Pengembangan Kewirausahaan melalui Potensi Sekolah Potensi memiliki arti kemampuan dasar yang masih terpendam dan menunggu untuk dimunculkan menjadi sebuah kekuatan. Potensi sekolah adalah kemampuan sekolah yang memungkinan untuk dikembangkan menjadi lebih baik dengan menerapkan jiwa kewirausahaan antara lain: bekerja keras, inovatif, kreatif, pantang menyerah, dan dapat membaca peluang. Salah satu upaya agar dapat mengidentifikasi potensi sekolah, Kepala Sekolah harus mampu mengenali kultur sekolah. Potensi sekolah dikembangkan dalam upaya meningkatkan pelayanan sekolah. Adapun lingkup potensi sekolah yang dapat dikembangkan yaitu: pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, orang tua/wali siswa dan masyarakat, sarana dan prasarana, dan pembiayaan. a) Pendidik dan Tenaga Kependidikan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pasal 39 menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. sedangkan ketentuan umum UU Sisdiknas Pasal 1, Bab 1 menjelaskan tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang dimiliki sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik; kompetensi kepribadian; kompetensi profesional; dan Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 113

kompetensi sosial. Untuk itu Kepala Sekolah seharusnyalah mampu melakukan identifikasi potensi yang dimiliki oleh setiap pendidik dan tenaga kependidikan dari setiap unsur aspek kompetensi, sehingga Kepala Sekolah dapat mengembangkan potensi pendidik dan tenaga kependidikan yang merupakan bagian dari kompetensi s ekolah. Pendidik dan tenaga kependidikan dapat dikembangkan pada peningkatan kualifikasi maupun peningkatan kompetensinya. Peningkatan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK), tugas kepala sekolah memotivasi dan memfasilitasi untuk melanjutkan sekolah minimal sesuai standar minimal yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Peningkatan kualifikasi PTK dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, diantaranya: a) mengikutkan pendidikan pelatihan, b) mengadakan workshop, c) melaksanakan studi banding, dan d) mengadakan supervisi. b).Peserta Didik Peserta didik adalah salah satu unsur potensi sekolah yang harus dikelola secara baik dan benar, Kepala Sekolah berkewajiban mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas, untuk mantapnya kepribadian peserta didik dalam mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan , disamping itu potensi yang dimiliki peserta didik perlu diberi wadah agar peserta didik dapat mengaktualisasikan potensi yang dimiliki dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat. potensi peserta didik dapat diwadahi melalui kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar di bawah bimbingan dan pengawasansatuan pendidikan, kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional. Pembinaan kesiswaan yang bersifat akademik dapat dilakukan melalui kegiatan ko kurikuler misalnya mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian, menyelenggarakan kegiatan ilmiah, workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), mengadakan pameran karya inovatif dan hasil penelitian. Peserta didik dapat dikembangkan jiwa kewirausahaanya melalui pembinaan maupun pembiasaan pada kegiatan kurikuler, kokurikuler, intrakurikuler, maupun ekstra kurikuler. c). Orang tua/Wali Siswa dan Masyarakat/Komite Sekolah Orang tua/wali siswa memegang peran penting dalam kelancaran dan kelangsungan proses pendidikan di sekolah, melalui komite sekolah yang merupakan lembaga mandiri dengan beranggotakan orangtua/wali Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 114

peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan, sungguh diperlukan oleh sekolah. Secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel komite sekolah berfungsi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan pendidikan, komite juga bertugas memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan, juga melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif; potensi yang dimiliki komite sekolah bersama masyarakat dapat diberdayakan dan dikembangkan untuk peningkatan mutu sekolah. Pengembangan kewirausahaan sekolah peran orang tua/komite sekolah sangat penting. Orang tua/komite sekolah mendukung baik moril maupun materiil sehingga pelaksanaan pengembangan sekolah semakin kuat. d).Sarana dan Prasarana Sarana berarti perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah- pindah, misalnya; buku, perabot, peralatan laboratorium dan sebagainya.Adapun Prasarana berarti fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Misalnya: lokasi/tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, ruang kelas dan sebagainya. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Sarana dan prasarana sangat dibutuhkan dan diperlukan, ketersediaan sarana dan prasarana memiliki potensi yang sangat kuat dalam pengembangan mutu sekolah yang lebih baik, untuk itu pemenuhan sarana dan prasarana harus terstandar. Sarana dan prasarana sekolah merupakan komponen pendukung dalam pengembangan kewirausahaan sekolah, semakin lengkap sarana prasarana sekolah maka semakin besar potensi sekolah yang dapat dikembangkannya. e). Pembiayaan Keuangan di sekolah/madrasah merupakan bagian yang amat penting, karena setiap kegiatan pada umumnya membutuhkan biaya, sehingga perlu diadakan pengelolaan keuangan sekolah yang merupakan rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban keuangan sekolah. Ketersediaan beaya sangat diperlukan untuk menjalankan operasional sekolah, sehingga memiliki Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 115

Potensi Strategis untuk dikelola secara baik, mulai dari pemasukan, pengeluaran dan pertanggungjawaban. Sumbangan Pendidikan, adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama- sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Keuangan sekolah merupakan komponen pendukung dalam pengembangan kewirausahaan sekolah, semakin lancar pembiayaan sekolah maka semakin lancar pula dalam pengembangan nilai kewirausahaan sekolah dapat dilaksanakan. b. Pengembangan Kemitraan Sekolah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan menyatakan bahwa setiap sekolah menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang relevan, berkaitan dengan input, proses, output, dan pemanfaatan lulusan. Kemitraan sekolah dapat dilakukan dengan lembaga pemerintah maupun non pemerintah seperti perguruan tinggi, sekolah pada jenjang setara, dunia usaha dan dunia industri (DU/DI), serta masyarakat di lingkungannya, baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Kemitraan sekolah dengan masyarakat di lingkungannya sudah menjadi kebutuhan, karena keberadaan sekolah adalah dari masyarakat untuk masyarakat. Perubahan paradigma hubungan sekolah dan masyarakat terjadi seiring perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Hal ini sebagai akibat dari berubahnya norma dan pranata masyarakat sebagai akibat dari perubahan zaman. Globalisasi merupakan salah atau bentuk perubahan zaman yang terjadi saat ini. Globalisasi, dengan revolusi informasi dan teknologinya, membuat dunia serasa semakin kecil. Batasan waktu dan ruang hampir tidak ada lagi. Arus informasi mengalir bebas dari satu belahan bumi ke belahan bumi lainnya. Perubahan dan perkembangan tersebut menggeser paradigma lama dalam hal hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam paradigma lama, keluarga, sekolah dan masyarakat dianggap sebagai institusi yang terpisah-pisah. Sekolah tidak dapat memberikan semua kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya, sehingga diperlukan keterlibatan bermakna dari orangtua/keluarga dan anggota masyarakat. Anak-anak belajar dengan lebih baik jika lingkungan sekitarnya mendukung, yakni orang tua, guru, dan anggota keluarga lainnya serta masyarakat sekitar. Artinya, sekolah, keluarga, dan masyarakat merupakan “tri sentra pendidikan” yang sangat penting untuk dapat menjamin pertumbuhan anak secara optimal. Untuk itu, perlu dibangun kemitraan antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Kemitraan antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat dalam membangun ekosistem pendidikan sejalan dengan visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu “Terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 116

kebudayaan yang berkarakter dengan berlandaskan gotong royong”. Oleh karena itu, diharapkan kemitraan antar tri sentra pendidikan tersebut dapat berjalan dengan baik dan bermakna. Secara umum didefinisikan bahwa mitra kerja (stakeholder) adalah semua pihak yang berpartisipasi dalam proses produksi (penyelesaian pekerjaan) pada suatu unit kerja. Mitra kerja, bisa dalam bentuk perorangan atau lembaga. Mengacu pada pengertian di atas, mitra kerja sekolah dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: 1) internal, adalah semua pihak yang berkepentingan dengan sekolah, dan berkedudukan di dalam sekolah, seperti: peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, termasuk pimpinan; 2) eksternal, adalah semua pihak yang berkepentingan dengan sekolah, dan berkedudukan di luar sekolah, seperti: orang tua peserta didik, komite sekolah, masyarakat terdekat, dunia usaha/industri, pengguna lulusan, dan Dinas Pendidikan. 1). Konsep Kemitraan Sekolah Secara etimologis, kata atau istilah kemitraan adalah kata turunan dari kata dasar mitra. Mitra, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya teman, sahabat, kawan kerja. Visual sinonim, kamus online memberikan definisi yang sangat bagus mengenai kemitraan. Kemitraan diartikan sebagai hubungan kooperatif antara orang atau kelompok orang yang sepakat untuk berbagi tanggung jawab untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan. Kemitraan dalam konteks hubungan resiprokal antara sekolah, keluarga dan masyarakat kemitraan bukan sekedar sekumpulan aturan main yang tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja melainkan lebih menunjukkan perilaku hubungan yang bersifat erat antara dua pihak atau lebih di mana masing-masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan bersama. Dari definisi-definisi di atas kita bisa mengetahui bahwa hakikat kemitraan adalah adanya keinginan untuk berbagi tanggung jawab yang diwujudkan melalui perilaku hubungan di mana semua pihak yang terlibat saling bantu-membantu untuk mencapai tujuan bersama. Kemitraan bisa dimaknai sebagai teman, sahabat, kawan kerja. Kemitraan adalah hubungan kooperatif antara orang atau kelompok orang yang sepakat untuk berbagi tanggung jawab untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan. Kemitraan dalam konteks hubungan resiprokal antara sekolah, keluarga dan masyarakat, kemitraan bukan sekedar sekumpulan aturan main yang tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja melainkan lebih menunjukkan perilaku hubungan yang bersifat erat antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan bersama. Kemitraan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi dan simpati dari masyarakat. Kemitraan dilakukan baik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maupun kepentingan melanjutkan pendidikan bagi lulusan sekolah. Dalam menjalin kemitraan tersebut, sekolah maupun masyarakat sama-sama Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 117

berperan aktif sesuai dengan kepentingannya. Jalinan kemitraan dapat dilakukan juga dengan lembaga pendidikan pada tingkatan di bawahnya maupun yang di atasnya. Misalnya, kemitraan yang dijalin SMP dengan SD dimaksudkan agar tamatan SD tersebut dapat memilih SMP sebagai pilihan pendidikan lanjutannya, sedangkan kemitraan yang dijalin dengan SMA/SMK dimaksudkan agar tamatan SMP tersebut dapat melanjutkan pendidikan di SMA/SMK pilihannya. Kemitraan yang dibangun oleh SMK harus juga dilakukan dengan dunia usaha/industri untuk kepentingan praktik kerja industri, guru tamu, validasi kurikulum, dan pemasaran tamatan. Manfaat yang dapat diperoleh dari program kemitraan sekolah dengan sekolah dan lembaga lain, di antaranya: a).Mendapatkan informasi terkini tentang tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan jenis-jenis dan jumlah tenaga kerja terampil yang diperlukan saat itu dan prediksi untuk masa mendatang. b).Memperoleh bantuan peralatan, tenaga ahli, tenaga sukarela c). Mendapat kesempatan berbagi pengalaman, seperti pengelolaan sekolah, pengembangan kurikulum, pemberdayaan masyarakat, pelatihan kompetensi, peningkatan sumber daya manusia, dan efisiensi penggunaan peralatan. d).Melaksanakan proyek bersama, misal dalam pelatihan, mengembangkan prototipeperaga,pengembangan bakatsiswa. e). Mendapatkan beasiswa bagi sekolah yang berprestasi amat baik atau tamatan yang performansinya ditempat kerja amat baik. f). Meningkatkan kreativitas, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja. Kemitraan sebagai kegiatan dalam meningkatan sekolah mempunyai prinsip sebagai berikut: a).Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan, dan sesuai dengan Regulasi yang diberlakukan; b).Partisipasi, memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapat dan pengambilan keputusan; c). Percaya dan saling mempercayai untuk membina kerjasama; d).Akseptasi, saling menerima dengan apa adanya dalam kesetaraan. e).Komunikasi, masing-masing pihak harus mau dan mampu mengkomunikasikan dirinya serta rencana kerjanya sehingga dapat dikoordinasikan dan disinergikan. f). Partnership berdasarkan kesepakatan, tidak merendahkan satu dengan yang lain, tetapi sama-masa bersinergi untuk meningkatkan mutu sekolah. Kemitraan antar lembaga dapat dilaksanakan dalam bentuk formal (resmi), informal (tidak resmi), formal dan informal, dan formal bilateral atau multi lateral. Masing-masing bentuk kemitraan dapat dijelaskan sebagai berikut: a).Kemitraan Formal Kemitraan formal adalah bentuk kerjasama yang didasarkan Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 118

pada satu kesepakatan atau perjanjian yang sifatnya mengikat dan dituangkan dalam dokumen naskah bersama. Contoh bentuk kemitraan formal yang dilakukan dengan pihak- pihak lain di luar negeri antar institusi pendidikan dan pelatihan, misalnya kerjasama antar lembaga (bilateral) seperti Indonesia-Australia, Indonesia- Jepang, kerjasama dengan SEAMOLEC dan lain-lain. b).Kemitraan Informal Kemitraan informal adalah kemitraan yang didasarkan kesepakatan yang tidak mengikat dan tidak dituangkan dalam dokumen naskah kerjasama, tetapi lebih merupakan sebagai wujud adanya cooperative, kebersamaan dan saling menghargai dan menghormati keberadaan dari lembaga masing-masing. Misalnya saling mengundang dalam acara-acara kegiatan seminar, lokakarya, dan saling mengadakan kunjungan antar lembaga yang melakukan kemitraan. Pelaksanaan kemitraan informal dapat sewaktu-waktu berubah atau dihentikan karena perubahan pimpinan atau perubahan kebijakan dari pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan. Contoh: kemitraan sekolah dengan sekolah, sister school, dll. c). Kemitraan formal dan informal Kemitraan dengan masyarakat dapat digolongkan ke dalam kemitraan informal maupun formal, keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, masyarakat berhak menuntut pendidikan yang baik dan bermutu. Tetapi pada saat yang sama masyarakat juga berkewajiban berperan aktif dalam penyelanggaraan pendidikan dengan menyumbangkan dana, daya, pikiran, tenaga, dan bentuk-bentuk lain bagi terselanggaranya pendidikan yang bermutu. Dalam perkembangan saat ini dukungan dan peran serta masyarakat dalam menunjang pendidikan yang bermutu di sekolah masih beragam, umumnya dukungan masih bersifatfisik, namun ada juga kelompok masyarakat yang sudah membantu proses pembelajaran. Di sisi lain, masih ada sekolah yang kurang mampu dan mau mendekati masyarakat guna membantu program pendidikan dalam bidang fisik maupun pembelajaran. d). Kemitraan formal bilateral atau multi lateral Sesuai dengan tuntutan otonomi daerah, kemitraan yang berkaitan dengan formal bilateral atau multi lateral dalam hal bantuan finansial (bantuan yang harus dikembalikan), perlu mempertimbangkan aspek kewenangan pusat dan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk terlaksananya kemitraan antar lembaga, baik lembaga yang berada di dalam maupun di luar negeri diperlukan program yang disusun untuk tercapainya kemitraan yang efektif dan berkesinambungan. Ruang lingkup kemitraan antar lembaga mencakup kerjasama bidang program software (non fisik) dan program hardware (fisik), atau salah Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 119

satu. Bentuk kemitraan yang lainnya adalah berupa bentuk finansial seperti Grant, Softloan, dan Loan. 2). Implementasi Kemitraan Sekolah Setiap langkah dalam program kemitraan dilakukan sesuai dengan tahapan yang telah disepakati bersama. Kemitraan harus dilandasi niat baik dan moral komitmen yang kuat. Prosedur pelaksanaan kemitraan antar lembaga dirancang untuk mengorganisasikan proses implementasi program kemitraan sekolah dari tahap analisis, perencanaan hingga tahap akhir yaitu pelaporan dan monitoring. Prosedur ini menitikberatkan pada proses analisis untuk mengetahui kebutuhan program, penentuan institusi yang tepat sebagai mitra, pembuatan dokumentasi dan pelaporan untuk mempermudah pengelolaan sistem informasi kemitraan antar lembaga. Prosedur pelaksanaan kemitraan antar lembaga secara umum dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a) Tahap 1 , terdiri dari proses analisis kebutuhan, analisis partnership, perencanaan, dan presentasi b) Tahap 2, terdiri dari proses persetujuan, perundingan, dan penandatanganan MoU. c). Tahap 3, tahap ini terdiri dari 3 bagian yaitu proses pelaksanaan kerjasama, pelaporan, monitoring dan evaluasi Gambar: Prosedur Pelaksanaan Kemitraan 120 Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah

(Modul Kemitraan, Dirjen GTK: 2013) Penjelasan Bagan Alur: a). Tahap 1: Analisis kebutuhan, analisis partnership, perencanaan, dan presentasi (i). Analisis Kebutuhan Tahap awal kemitraan antar lembaga dimulai dengan analisis kebutuhan ataupun inovasi untuk melakukan kerjasama. Pemetaan dan identifikasi berbagai potensi yang ada dilakukan secara mendalam. Analisis kebutuhan ini dilakukan dengan mempertimbangkan aspek peningkatan akses, pemetaan kemampuan internal dan eksternal, serta peningkatan kualitas pendidikan. Analisis kebutuhan ini perlu dilakukan agar kerjasama yang dilakukan tepat sasaran, membawa keuntungan yang optimal, efisien dan meningkatkan potensi dan produktifitas pihak-pihak yang melakukan kemitraan. (ii) Analisis Partnership Analisis dilakukan untuk menentukan pihak-pihak yang akan diajak untuk bermitra perlu mempertimbangkan agar dapat dihasilkan strategi dan kerjasama yang benar-benar mendorong peningkatan kualitas dan produktivitas, terutama bagi tamatan SMK. Dalam analisis partnership ini dapat mulai dilakukan penjajakan dengan tukar menukar informasi dan kesiapan pihak-pihak pelaksana kegiatan. Analisis yang baik akan mempermudah proses perencanaan dan perundingan karena memperkuat strategi pelaksanaan kemitraan. (iii) Perencanaan Perencanaan kemitraan merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan kemitraan yang berkesinambungan. Perencanaan kemitraan dibuat dengan mengacu kepada prinsip- prinsip kerjasama yaitu: sesuai dengan kebutuhan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan berdasarkan kesejajaran dan kesetaraan. Perencanaan dibuat secara berkesinambungan dan integral yang memasukkan keseluruhan aspek mulai dari dokumentasi yang diperlukan sampai kegiatan monitoring dan evaluasi, dan diakhiri dengan pelaporan kemitraan. Dalam pembuatan rencana kemitraan, ketepatan strategi sangat diperlukan agar tercapainya efektifitas dan efisiensidari kemitraan yang akan dilaksanakan sesuai dengan perkembangan jaman dan teknologi. Langkah berikutnya dalam perencanaan adalah menyusun proposal kemitraan. Komponen proposal umumnya menyesuaikan kebutuhan dan karakteristik kegiatan kerjasama. Contoh kerangka proposal kerjasama, terdiri dari dasar Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 121

pemikiran, tujuan, target, tempat dan waktu, anggaran, panitia dan penutup. Contoh lain proposal, terdiri dari Pendahuluan, Bab 1 meliputi rasional, tujuan, ruang lingkup kerjasama, manfaat kerjasama; Bab II. analisis kebutuhan, arah pengembangan, Bab III, program kegiatan, nama kegiatan, jenis kegiatan, tujuan kegiatan, sasaran, jenis kegiatan, deskripsi kegiatan, strategi, evaluasi; Bab IV, penutup. Lampiran-lampiran. Komponen pembiayaan/anggaran dalam penyusunan proposal sangat penting. Pada umumnya negosiasi banyak terjadi pada pembahasan pembiayaan atau anggaran, sehingga perencanaan anggaran harus realistis dan efisien. Pembiayaan bagi pelaksana kemitraan dapat bersumber dari berbagai pihak, seperti: (a) Pemerintah pusat/daerah, (b) institusi pelaksana, (c) lembaga donor, atau (d) dibiayai bersama oleh pihak-pihak yang bekerjasama. Pembiayaan dalam program kemitraan sebaiknya dibahas secara rinci dan tuntas antara pihak-pihak yang bermitra sebelum penandatanganan MoU dan dilampirkan pada naskah tersebut. (iv) Presentasi Setelah dibuat perencanaan kemitraan presentasi dilakukan kepada pimpinan dan pihak-pihak yang terkait dengan program kemitraan yang telah direncanakan. Presentasi sebaiknya dipersiapkan dengan matang baik materi, alat-alat pendukung, waktu, maupun cara penyampaian, agar bagian-bagian yang terkait dan para pengambil keputusan dapat memahami tujuan dan keuntungan dari program kemitraan yang ditawarkan. Sebaiknya pada proses presentasi ini dilakukan diskusi dan evaluasi awal atas rencana yang telah dibuat. b) Tahap 2: Proses persetujuan, perundingan, dan penandatanganan MoU. (i) Persetujuan Persetujuan dari atasan dan pihak-pihak yang terkait dengan kemitraan yang akan dilakukan sangat penting karena menjadi pendukung kelanjutan dan kelancaran pelaksanaan rencana yang kemitraan yang telah dibuat. Persetujuan ini akan lebih baik jika dibuat dalam bentuk ketetapan formal. (ii) Perundingan Tahap ini sangat menentukan untuk kelanjutan dari program kemitraan yang telah dibuat. Dalam proses ini kedua belah pihak yang akan bermitra merundingkan segala aspek, ruang lingkup, bentuk kerjasama dan masalah- masalah teknis lainnya untuk dituangkan dalam perjanjian. (iii) Penandatanganan Naskah Perjanjian Kerjasama (MoU) Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 122

Memorandum of Understanding (MoU) merupakan payung dari kerjasama yang akan dilakukan. MoU harus benar-benar memperhatikan aspek legal. Disarankan untuk semua MoU yang dibuat dikonsultasikan kepada ahli bidang hukum di institusi masing-masing. Naskah kerjasama dalam kemitraan dapat dirumuskan oleh masing-masing pihak yang untuk mencari titik temu yang disepakati oleh kedua belah pihak. Beberapa hal yang perlu dicermati pada saat membuat MoU adalah: a) perjanjian kerja sama sesuai dengan hukum yang berlaku serta mengikat kepentingan umum; b) objek dalam surat kerjasama diterangkan dengan jelas; c) masing-masing pihak yang akan terikat dengan surat perjanjian kerjasama ini wajib memberikan identitas yang benar dan jelas; (4) terdapat kesepakatan kedua belah pihak tanpa dasar paksaan apapun; (5) terdapat latar belakang kesepakatan atau retical; (6) isi perjanjian harus jelas untuk kedua belah pihak, yang dijelaskan/dituangkan dalam pasal-pasal dan ayat- ayat; (7) terdapat juga pembahasan tentang mekanisme penyelesaian apabila terjadi sengketa antara kedua belah pihak; (8) adanya tanda tangan kedua belah pihak, dan ada saksi-saksi yang juga wajib menandatangani surat perjanjian; (9) terdapat salinan dalam surat perjanjian. Komponen yang perlu ada dalam suatu naskah kerjasama antara lain: (1) identitas kerja sama; (2) program kerja sama; (3) latar belakang kerjasama; (4) maksud dan tujuan kerja sama; (5) tempat dan waktu kerja sama; (6) lingkup kerjasama; (7) pasal-pasal perjanjian kerja sama; (8) tanggung jawab dan kewajiban kerja sama; (9) prosedur kerja sama; (10) prosedur penyelesaian masalah; (11) ketentuan lain; (12) tanda tangan kedua belah pihak. c). Tahap 3: Proses pelaksanaan kemitraan, pelaporan, monitoring dan evaluasi (i) Pelaksanaan kemitraan Pelaksanaan kemitraan sesuai dengan batasan-batasan yang ada dalam MoU yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. (ii) Pelaporan kemitraan Pelaporan merupakan unsur penting, tidak hanya bagi dokumentasi, tetapi dapat juga memberikan gambaran kepada berbagi pihak mengenai pekerjaan yang dilakukan. Pelaporan juga dapat memberikan masukan untukperencanaan dan strategi untuk program kemitraan selanjutnya. Pelaporan sebaiknya berisi informasi, perkembangan, analisis dan rekomendasi. Proses pelaporan yang baik akan mendukung tidak hanya proses monitoring dan evaluasi, lebih jauh pelaporan yang baik akan membantu terciptanya data base yang lengkapyang akan menjadi sumber data bagi kegiatan atau program-program yang lain. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah 123


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook