Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bahan Bacaan 3 Supervisi Guru dan Tendik

Bahan Bacaan 3 Supervisi Guru dan Tendik

Published by utomokendal2016, 2021-06-02 12:27:39

Description: Bahan Bacaan 3 Supervisi Guru dan Tendik

Search

Read the Text Version

3 SUPERVISI GURU DAN TENDIK

C. SUPERVISI GURU DAN TENDIK 1. Supervisi Guru Supervisi kepala sekolah kepada guru dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara berkelanjutan di sekolah. Dengan melaksanakan supervisi secara terprogram dan berkesinambungan akan tercapai layanan proses pembelajaran bermutu. Pembelajaran yang dipimpin oleh guru yang berkualitas dan didukung oleh tenaga pendidikan yang baik akan meningkatkan prestasi peserta didik. Guru yang berkualitas mampu melaksanakan tugas, fungsi, dan peran penting dalam membentuk generasi bangsa yang mumpuni. Profesi guru perlu dikembangkan secara terus menerus dan proporsional menurut jabatan fungsional guru melalui Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru) yang menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan. Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus memastikan bahwa semua guru dan tenaga kependidikan mendapat pelayanan supervisi. Setiap guru dan tenaga kependidikan harus mendapatkan layanan yang sama tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan yang berkebutuhan khusus. Layanan yang sama tanpa diskriminasi juga harus diberikan kepada para peserta didik dalam proses pembelajaran dengan memperhatikan undang- undang perlindungan anak. Undang-undang perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat, martabat, kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, sejahtera, bahagia, dan bermakna (student wellbeing). Kepala sekolah akan mampu mewujudkan anak bangsa yang wellbeing harus mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara optimal. Salah satu tugas kepala sekolah yaitu supervisi guru dan tenaga kependidikan. Berikut rincian Ekuivalensi Beban Kerja Kepala Sekolah yang berkaitan dengan tugas supervise guru dan tendik. Tabel Beban Kerja Kepala Sekolah (Tugas Supervisi Guru dan Tendik) NO TUGAS RINCIAN TUGAS BUKTI FISIK EKUIVALEN 3 Supervisi a. Merencanakan program a. Program Supervisi Memenuhi beban kepada kerja 6- 10 jam Guru dan supervisi guru dan tenaga Guru dan Tenaga kerja per minggu tenaga yang di dalamnya Kependi kependidikan; Kependidikan sudah mencakup dikan; setara dengan 4-6 b. Melaksanakan supervisi b. Laporan jam Tatap Muka per minggu. guru; Pelaksanaan dan c. Melaksanakan supervisi Hasil Supervisi Guru; terhadap tenaga c. Laporan kependidikan; Pelaksanaan dan d. Menindaklanjuti hasil Hasil Supervisi supervisi terhadap Guru Tenaga Kependidikan;

dalam rangka peningkatan d. Laporan Evaluasi profesionalisme Guru; Pelaksanaan dan e. Melaksanakan Evaluasi Hasil Supervisi Supervisi Guru dan Tenaga Tenaga Kependidikan; dan Kependidikan. f. merencanakan dan menindaklanjuti hasil evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan. (Sumber: Lampiran 2 Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah) 1. Supervisi Guru a. Perencanaan dan Pelaksanaan Kegiatan Sepervisi Guru Pada dasarnya terhadap hubungan hirarkis antara antara kegiatan pemantauan, supervisi dan pelaporan. Hasil pemantauan dan supervisi pemantauan itu tampil dalam wujud data berupa kondisi riil, kenyataan yang sebenarnya, dan fakta otentik, biasanya dapat berupa catatan, rekaman, dan dokumentasi. Untuk mendapatkannya dilakukan dengan berbagai cara atau teknik. Tentu saja cara dan teknik itu memerlukan instrumen pemantauan. Instrumen itu pada hakikatnya adalah instrumen pengumpulan data, informasi, dan fakta tentang kondisi riil dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam mempersiapkan kegiatan supervisi, yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah antara lain adalah penyusunan program dan jadwal pelaksanaan kegiatan supervisi. 1) Penyusunan Rencana Program Supervisi Perlu diperhatikan bahwa untuk melihat keterukuran kegiatan supervisi Kepala Sekolah harus melakukan penyusunan rencana program supervisi, salah satu contoh pada Lampiran 1 dapat diadaptasi dan dikembangkan lebih lanjut oleh kepala sekolah. Berikut ini adalah beberapa hal dan pendukung yang perlu dipersiapkan kaitannya dengan program supervisi, yakni berikut. a) Hasil pelaporan supervisi tahun ajaran yang lalu. b) Data lengkap guru yang akan disupervisi. c) Administrasi pembelajaran guru ( Prota,RPP, Bahan Ajar, Buku Nilai, dsb). d) Instrumen yang akan digunakan (Kepala Sekolah/Supervisor dapat menggunakan instrumen yang sudah disiapkan atau dapat pula mengembangkan/mengadaptasi instrumen sesuai kebutuhannya berupa inventori atau skala) e) Menyusun jadwal supervise guru seperti contoh di bawah ini Tabel. Jadwal Kegiatan Supervisi Guru Tahun ……..

2) Pelaksanaan Supervisi Mengacu pada hasil pemantauan kesiapan guru baik secara administrasi dan sikap pisik/pskilogis maka disepakati bersama antara kepala sekolah selaku supervisor dengan guru yang akan disupervisi penetapan jadwal supervis, (contoh instrumen pemantauan kelengkapan perangkat pembelajaran lihat Lampiran 2). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan supervisi sebagai berikut. a) Memperhatikan kesiapan guru yang akan disupervisi. b) Menetapkan Instrumen supervisi ( contoh lihat Lampiran 3) c) Hindari pemberian nilai/kategori, disarankan merekam secara desskripsi semua kegiatan pembelajaran selama proses pengamatan berlangsung. d) Temukan permasalahan untuk perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran. e) Tidak mengambil alih tugas guru dalam proses pembelajaran. f) Disarankan untuk tidak melakukan supervisi (memaksakan kehendak) apabila guru yang akan disupervisi belum memiliki kesiapan, karena tidak akan diperoleh hasil pembinanan yang diharapkan. g) Lakukan dialog professional pasca pengamatan untuk menentukan cara perbaikan pada kekurangan guru. h) Lakukan evaluasi dan tindak lanjut, perilaku apa yang akan diberikan untuk supervisi lanjutan ( jika ada dan diperlukan). i) Membuat rekapitulasi hasil supervisi yang berfungsi untuk memudahkan menyusun pelaporan dan tindak lanjut. b. Laporan Hasil Supervisi Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran disusun dalam bentuk laporan untuk kepentingan tindak lanjut pengembangan keprofesionalan pendidik secara berkelanjutan. Pelaporan supervisi guru adalah reprensetasi semua kegiatan supervisi selama kurun waktu tertentu semester atau tahunan. Kebermaknaan dan keterukuran hasil pelaporan supervisi guru akan mencerminkan profil mutu guru dan sebagai penanda baik/buruknya mutu

pembelajaran. Laporan sederhana hasil supervisi akademik sedikit-dikitnya memuat (1) Pendahuluan/Latar Belakang, (2) Hasil Supervisi, dan (3) Kesimpulan/Penutup. Berikut adalah salah satu contoh sistematika laporan supervisi guru yang lengkap meliputi berikut. Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Bab I. Pendahuluan Bab II. Kerangka Pikir Bab III. Pendekatan dan Metode Bab IV. Hasil Supervisi Bab V. Kesimpulan/Penutup Daftar Pustaka Lampiran- lampiran ( Rekaman Hasil Supervisi) c. Tindak Lanjut Supervisi Kegiatan akhir pengawasan proses adalah tindak lanjut yakni melakukan analisis hasil pelaporan supervisi guru yang memuat peta mutu guru hasil supervisi guru guna memberikan rekomendasi terkait peningkatan mutu. Dalam kegiatan melaksanakan tindak lanjut hasil supervisi dilakukan sebagaimana tercantum dalam Permendikbud Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses yang meliputi berikut. 1) Penguatan dan penghargaan pada pendidik yang kinerjanya memenuhi atau melampuai standar. 2) Pemberian kesempatan kepada pendidik untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan. Ruang lingkup tindak lanjut hasil supervisi meliputi: 1) Pelaksanaan KTSP 2) Persiapan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran oleh pendidik. 3) Pencapaian standar kompetensi lulusan, standar proses, standar Isi, dan peraturan pelaksanaannya. 4) Peningkatan mutu pembelajaran melalui pengembangan aspek-aspek sebagai berikut: a) model kegiatan pembelajaran yang mengacu pada standar proses; b) peran serta peserta didik dalam proses pembelajaran secara aktif, kreatif, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas dan dialogis; c) pembentuk karakter, pola pikir dan kebebasan berpikir peserta didik sehingga dapat melaksanakan aktivitas intelektual yang kreatif dan inovatif, berargumentasi, mempertanyakan, mengkaji, menemukan, dan memprediksi; d) keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan mendalam untuk mencapai pemahaman konsep, tidak terbatas pada materi yang diberikan oleh pendidik; dan e) bertanggung jawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya agar siswa mampu: • meningkat rasa ingin tahunya; • mencapai keberhasilan belajarnya secara konsisten sesuai dengan tujuan pendidikan;

• memahami perkembangan pengetahuan dengan kemampuan mencari sumber informasi; • mengolah informasi menjadi pengetahuan; • menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah; • mengkomunikasikan pengetahuan pada pihak lain; dan • mengembangkan belajar mandiri dan kelompok dengan proporsi yang wajar. Cara-cara melaksanakan tindak lanjut hasil supervisi akademik sebagai berikut. • Mengkaji rangkuman hasil penilaian. • Apabila ternyata tujuan supervisi akademik dan standar-standar pembelajaran belum tercapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap pendidik yang menjadi tujuan pembinaan. • Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapai maka mulailah merancang kembali program supervisi akademik pendidik untuk masa berikutnya. • Membuat rencana aksi supervisi akademik berikutnya. • Mengimplementasikan rencana aksi tersebut pada masa berikutnya.

Lampiran-lampiran 1. Contoh Format Program Supervisi Guru

2. Contoh Format Penilaian Kelengkapan Perangkat Pembelajaran

3. Contoh Instrumen Observasi Kelas Kegiatan Pembelajaran (Perilakau Guru dan Siswa)



4. Contoh Hasil Rekaman Supervisi Guru

2. Supervisi Tendik a. Konsep Supervisi Tenaga Kependidikan Supervisi adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam rangka membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Makna supervisi berdasarkan asal kata nya menurut Ametembun (1993) dalam Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2008) adalah bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi. Supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada guru dan tenaga kependidikan dalam melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien serta mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan. Supervisi ditujukan pada dua aspek, yakni manajerial dan akademik. Supervisi manajerial (tenaga kependidikan) menitikberatkan pada pemantauan, pembinaan, dan pembimbingan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran. Sementara supervisi akademik menitikberatkan pada pemantauan, pembinaan, dan pembimbingan pengawas sekolah terhadap kegiatan akademik, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. (UU No. 20 tahun 2003 psl 1, BAB 1 Ketentuan Umum). Tenaga Kependidikan merupakan tenaga yang bertugas merencanakan dan melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (UU No.20 THN 2003, PSL 39 (1). Adapun jenis tenaga kependidikan yang dimaksud dalam bahan pembelajaran ini meliputi: Tenaga Administrasi Sekolah/TAS (kepala TAS, pelaksana urusan, tenaga layanan khusus), Tenaga perpustakaan (Kepala Perpustakaan, tenaga perpustakaan), dan Tenaga laboratorium (Kepala laboratorium, teknisi laboratorium, laboran). Supervisi Tenaga Kependidikan adalah supervisi yang di laksanakan oleh kepala sekolah kepada tenaga kependidikan yang terkait dengan pengelolaan dan administrasi pendidikan sehingga akan menunjang proses pendidikan di sekolah. b. Prinsip Supervisi Tendik Pelaksanaan supervisi tenaga kependidikan oleh supervisor (kepala sekolah) hendaknya dilakukan secara professional sesuai kaidah-kaidah ilmiah. Pelaksanaan supervisi tenaga kependidikan dapat berjalan secara efektif apabila didukung oleh pemahaman dan penguasaan prinsip-prinsip supervisi tenaga kependidikan. Diantara prinsip-prinsip yang berdampak positif dalam melaksanakan supervisi antara lain: 1) Supervisor menjauhkan diri dari sifat otoriter Dalam melaksanakan supervisi tendik hendaknya kepala sekolah sebagai supervisor tidak bersifat otoriter. Ciri-ciri supervisor otoriter, antara lain: 1)

menganggap tendik sebagai bawahan, 2) menjadi penguasa tunggal, 3) mengabaikan peraturan yang berlaku, 4) mengabaikan dasar permusyawaratan, dan selalu berdasarkan keputusan sendiri, 5) mempertahankan kedudukan dengan berbagai cara, 6) menjalankan manajemen tertutup, 7) menutup komunikasi dengan dunia luar, 8) penyelesaian masalah dilakukan dengan kekerasan dan paksaan, 9) prinsip dogmatis dan banyak berlaku doktrin, 10) mengabaikan perlindungan hak asasi manusia, 11) mengabaikan fungsi kontrol terhadap administrasi, dan 12) melakukan intervensi ke seluruh bidang. Dampak dari sikap otoriter dapat mempermainkan perasaan bawahan dan membuat mereka merasa salah dan malu karena bertindak menggunakan kekuasaan dan kedudukannya. Sebaiknya pelaksanaan supervisi tendik bersifat demokratis yaitu memberikan wewenang secara luas kepada tenaga kependidikan dan tidak mendominasi pelaksanaan supervisi. Namun supervisi dikembangkan dengan sikap keterbukaan, partisipatif dan kooperatif. Supervisor demokratis lahir dalam gaya kepemimpinan kepala sekolah demokratis. 2) Supervisor mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis Hubungan kemanusiaan yang harmonis dapat diciptakan oleh supervisor melalui keterbukaan, kesetiakawanan dan bersifat informal sehingga mampu meminimalisir terjadinya tindakan yang merugikan dan akhirnya dapat menggagalkan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Keharmonisan dapat diciptakan dengan rasa saling menghargai, saling menghormati peran dari masing-masing pihak serta berusaha mengedepankan komunikasi dan dialog. Prinsip ini mampu menyelesaikan berbagai persoalan supervisi tendik dengan damai dan kondusif. 3) Supervisi tenaga kependidikan dilakukan secara berkesinambungan Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan, melainkan dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. 4) Program supervisi terintegrasi Supervisi tendik yang dilaksanakan oleh kepala sekolah harus mampu mengaitkan antar komponen-komponen standar nasional pendidikan dengan pengelolaan administrasi sekolah. Dengan memperhatikan manajemen pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas keterlaksanaan sistem proses belajar yang meliputi administrasi kurikulum, program ketenagaan, program sarana dan prasarana, program pembiayaan dan program hubungan dengan masyarakat, sangat mempengaruhi pengembangan dari kurikulum itu sendiri. 5) Supervisi harus komprehensif Program supervisi tendik harus mencakup keseluruhan aspek dan komponen supervisi manajerial yang meliputi administrasi dan operasional sekolah. 6) Supervisi harus konstruktif Supervisi tendik yang dilakukan kepala sekolah harus konstruktif yang diarahkan pada peningkatan kinerja tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu

penyelenggaraan sekolah. Prinsip-prinsip konstruktif dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Hubungan antara supervisor dengan tenaga kependidikan adalah hubungan kolegial yang sederajat dan bersifat interaktif. b) Diskusi antara supervisor dan tenaga kependidikan bersifat demokratis, baik pada perencanaan pengajaran maupun pada pengkajian balikan dan tindak lanjut. c) Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi tenaga kependidikan serta tetap berada di dalam kawasan (ruang lingkup) tingkah laku tenaga kependidikan dalam menunjukkan kualitas kerja secara optimal. Tenaga kependidikan didorong untuk menganalisis kebutuhan dan aspirasinya dalam usaha mengembangkan dirinya. d) Pengkajian balikan dilakukan berdasarkan data observasi yang cermat yang didasarkan atas kontrak serta dilaksanakan dengan segera. Dari hasil analisis balikan itulah ditetapkan rencana selanjutnya. e) Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab tenaga kependidikan baik pada tahap perencanaan, pengkajian balikan bahkan pengambilan keputusan dan tindak lanjut untuk mengembangkan dirinya. 7) Supervisi harus objektif Program supervisi tendik bersifat obyektif yaitu dilakukan berdasarkan fakta-fakta permasalahan sekolah. Perencanaan supervisi disusun berdasarkan permasalahan dan kebutuhan nyata yang dihadapi sekolah dan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dan dinilai berdasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh dalam pelaksanaan supervisi dan dideskripsikan apa adanya. c. Ruang Lingkup Supervisi Tenaga Kependidikan Ruang lingkup supervisi tenaga kependidikan adalah supervisi terhadap tenaga kependidikan yang dimiliki sekolah antara lain: 1) Tenaga Administasi Sekolah (Kepala TAS, Pelaksana Urusan, Petugas Layanan Khusus); 2) Tenaga Perpustakaan (Kepala Perpustakaan, Tenaga Perpustakaan); dan 3) Tenaga Laboratorium (Kepala Laboratorium, Teknisi Laboratorium, Laboran). d. Pengembangan Instrumen Pengembangan instrumen supervisi tenaga kependidikan pada dasarnya bisa dikembangkan oleh kepala sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing- masing tenaga kependidikan (Kepala TAS, Kepala Laboratorium, Kepala Program Studi, dan Kepala Perpustakaan). Dalam mengembangkan instrumen supervisi tenaga kependidikan mengacu kepada panduan kerja tenaga administrasi sekolah, tenaga perpustakaan sekolah, dan tenaga laboratorium sekolah yang terdapat dalam bahan bacaan. Pada lampiran telah diberikan contoh instrumen tendik, yang selanjutnya dapat di kembangkan oleh kepala sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing. e. Langkah-Langkah Kegiatan Supervisi Tendik 1) Perencanaan Supervisi Tendik

Menyusun program supervisi tendik a) Latar belakang, Landasan hukum, merumuskan tujuan dan indikator keberhasilan b) Hasil supervisi tahun sebelumnya c) Menetapkan sasaran dan jadwal d) Memilih pendekatan, teknik, dan model supervisi e) Memilih dan menetapkan instrumen supervisi f) Menyusun instrument monev 2) Pelaksanaan Supervisi Tendik a) Kepala sekolah meminta tendik untuk memaparkan hasil kinerjanya. Pemaparan difokuskan pada komponen-komponen yang terdapat pada instrument. b) Kepala Sekolah melakukan pengamatan terhadap bukti-bukti fisik yang disajikan tendik. c) Kepala sekolah melakukan konfirmasi dan meminta penjelasan hasil kinerja Tenaga Kependidikan yang bersangkutan. d) Kepala sekolah melakukan pencatatan hasil supervisi yang telah dilaksanakan. e) Kepala sekolah menyampaikan hasil catatan supervisinya dan memberikan saran-saran untuk perbaikan kinerja tendik yang bersangkutan. 3) Tindak Lanjut Hasil Supervisi Tendik a) Mengumpulkan hasil supervisi tendik b) Menginventaris item-item komponen yang rendah-rendah c) Menganalisis hasil supervisi tendik d) Membuat program perbaikan kinerja tendik e) Pembinaan umum tentang perbaikan kinerja tendik f) Melaksanakan program perbaikan kinerja tendik diantaranya: • In House Training tentang peningkatan kompetensi teknis masing-masing tendik. • Konsultasi antara tendik dengan kepala sekolah/supervisor • Memberi penghargaan (rewards) bagi tendik yang melaksanakan tugas dengan baik. g) Menyusun laporan hasil supervisi dan laporan hasil monev. 2. Penilaian Kinerja Guru dan Tendik, SKP, dan PKB a. Penilaian Kinerja Guru (PKG) 1) Konsep Penilaian Kinerja Guru Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 mendefinisikan Penilaian Kinerja Guru adalah penilaian dari setiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Penilaian ini dilakukan melalui pengamatan dan pemantauan. Pengamatan adalah suatu proses pengumpulan data kinerja guru yang dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap cara kerja guru

pada saat menyampaikan materi pembelajaran atau pembimbingan di kelas kepada peserta didik. Pengamatan terdiri dari sebelum pengamatan, selama pengamatan dan setelah pengamatan. 2) Kompetensi yang dinilai dalam PK Guru Komponen yang dinilai dalam PK Guru difokuskan pada penguasaan 4 (empat) kompetensi guru, yaitu: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang dikaitkan dengan pelaksanaan tugas utama guru. 3) Perangkat Pelaksanaan PK Guru Perangkat yang diperlukan pada proses PK Guru di sekolah meliputi dokumen sebagai berikut: a) Pedoman Pengelolaan PK Guru. b) Instrumen Penilaian Kinerja Guru meliputi: (1) Instrumen Penilaian Kinerja Guru Klas/Mapel (Lampiran 1). (2) Instrumen Penilaian Kinerja Guru BK (Lampiran 2). (3) Instrumen Penilaian Kinerja Guru TIK (Lampiran 3). (4) Instrumen Penilaian Kinerja Guru PAUD (Lampiran 4). (5) Instrumen Penilaian Kinerja Guru Pendidikan Khusus (Lampiran (6) Instrumen Penilaian Kinerja Guru dengan Tugas Tambahan (Lampiran 6). c) Suplemen Instrumen meliputi: (1) Suplemen Instrumen Guru Mapel/Klas yang terdiri dari: (a) Instrumen Penilaian Oleh Teman sejawat. (Lampiran MP1). (b) Instrumen Penilaian oleh Orangtua. (Lampiran MP2). (c) Instrumen Penilaian oleh Peserta Didik. (Lampiran MP3). (2) Suplemen Instrumen Guru BK: (a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran BK1). (b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran BK2) (c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran BK3). (3) Suplemen Instrumen Guru TIK: (a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran TIK1). (b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran TIK2). (c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran TIK3). (4) Suplemen Instrumen Guru PAUD meliputi: (a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran PAUD1). (b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran PAUD2). (c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran PAUD3). (5) Suplemen Instrumen Guru Pendidikan Khusus (PK) meliputi: (a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran PK1). (b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran PK2). (c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran PK3). (6) Suplemen Instrumen Guru Produktif meliputi: (a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran SMK1). (b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran SMK2). (c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran SMK3). (d) Instrumen Penilaian DU/DI (Lampiran SMK4).

(sumber: Buku 2 Penilaian Kinerja Guru, 2016, semua lampiran tersebut ada pada Buku 2). Instrumen selengkapnya dilihat pada Lampiran ke-2. 4) Pelaksanaan PK Guru Pelaksanaan PK Guru terdiri atas 4 (empat) tahapan yaitu persiapan, pengumpulan fakta dan data, penilaian, dan pelaporan. a) Persiapan Tahap persiapan meliputi: (1) Mempersiapkan dan menetapkan Penilai (2) Pengenalan Instrumen dan Mekanisme PK Guru, (3) Perencanaan PK Guru Tahunan b) Pengumpulan fakta dan data Pengumpulan fakta dan data untuk PK Guru dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: (1) Pemantauan Pelaksanaan PK Guru (2) Pengamatan Pelaksanaan PK Guru Pengamatan pelaksanaan PK Guru dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: (a)Pengamatan sebelum pelaksanaan PK Guru (b)Pengamatan selama pelaksanaan PK Guru (c) Pengamatan setelah pelaksanaan PK Guru c) Penilaian Penilaian PK Guru merupakan proses pengukuran terhadap hasil pelaksanaan PK Guru yang telah dilaksanakan. Penilaian PK Guru dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) Mengklasifikasikan fakta dan data sesuai indikator kompetensi; (2) Membandingkan catatan fakta dan data; (3) Memberikan skor dan nilai; dan (4) Meminta persetujuan hasil PK Guru kepada guru yang dinilai. Mekanisme Pelaksanaan PK Guru dapat digambarkan dalam skema, berikut:

Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan PK GURU (Kemendikbud, 2015) d) Pelaporan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, yaitu melaksanakan proses pelaporan hasil-hasil PK Guru secara daring (online) atau off-line. Istilah daring (online) dan off-line digunakan untuk merujuk pada metode yang digunakan oleh sekolah untuk melaporkan hasil PK Guru. Semua hasil akhir penilaian dilaporkan secara daring (online) melalui website yang didesain khusus yakni www.ekinerja guru.org atau sebagaimana laman yang ditetapkan. PK Guru dilaksanakan oleh penilai kinerja guru dengan ketentuan sebagai berikut. (1) Proses pelaksanaan dilakukan selama 1 (satu) tahun. (2) PK Guru formatif dilaksanakan pada awal tahun anggaran/ kalender dan hanya untuk tahun pertama, guru baru, dan guru mutasi. (3) PK Guru sumatif dilaksanakan 8 (delapan) minggu sebelum akhir tahun anggaran. Dianjurkan laporan PK Guru sudah diselesaikan pada pertengahan bulan Desember karena akan dijadikan sebagai bahan penilaian Capaian Sasaran Kinerja Pegawai (CSKP). PK Guru dengan masa penilaian 1 (satu) semester diberikan kepada: (1)Guru yang kekurangan sedikit angka kredit untuk kenaikan pangka/ jabatan. (2)Guru yang mendapat tugas tambahan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala perpustakaan, kepala laboratorium/bengkel, kepala program keahlian) hanya satu semester. 5) Pengolahan Hasil Penilaian Muara proses penilaian kinerja guru akan berujung pada penghitungan perolehan angka kredit, hal ini diperoleh dari formulasi mulai dari jumlah nilai PK Guru, kehadiran sampai pada hasil angka kredit. Tabel 1. Perhitungan Pengolahan Penilaian Kinerja No Penilaian Hasil Proporsi nilai Penilaian (1) (2) skala 100 (4) (3)x(4) 1 Atasan (kepala sekolah/pengawas/guru senior) 70% (17) 2 Rerata kuesioner kinerja guru teman sejawat (3) 10% (19) 3 Rerata kuestioner kinerja oleh peserta didik (16) 10% (21) 4 Rerata kuestioner kinerja oleh orang tua (18) 10% (23) Nilai PKG= Jumlah Nilai Tidak hadir tanpa keterangan= (a hari) (20) (22) (24) (25)

Persentase nilai PKG dari kehadiran= (26) (29) 100%-(a/46) x 100% (27) Nilai akhir PKG= Nilai PKG x persentase nilai PKG dari kehadiran (28) (30) Sebutan Nilai Persentase Kinerja (NPK) AK= (AKK – AKPKB - AKP) x JM/JWM x NPK 4 Keterangan: Nilai kinerja guru diperoleh dari butir-butir indikator dari setiap kompetensi yang ada di dalam instrumen. Nilai total maksimal untuk guru kelas dan guru mata pelajaran adalah 56, sedangkan nilai total untuk pembimbing (guru BK) adalah 68. Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala nilai sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.16 Tahun 2009. Konversi ini dilakukan dengan menggunakan rumus digambarkan pada gambar 3, sebagai berikut.

Nilai kinerja guru diperoleh dari butir-butir indikator dari setiap kompetensi yang ada di dalam instrumen. Nilai total maksimal untuk guru kelas dan guru mata pelajaran adalah 56, sedangkan nilai total untuk pembimbing (guru BK) adalah 68. Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala nilai sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.16 Tahun 2009. Konversi ini dilakukan dengan menggunakan rumus digambarkan sebagai berikut. Nilai PKG (skala 100) = Nilai PKG ´ 100 Nilai PKG Tertinggi Gambar 2. Nilai Total PKG Keterangan: 1) Nilai PKG (skala 100) maksudnya nilai PK Guru Kelas/Mata Pelajaran, Bimbingan dan Konseling/Konselor atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dalam skala 0 - 100 menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. 2) Nilai PKG adalah nilai PK GURU Kelas/Mata Pelajaran, Bimbingan dan Konseling/Konselor atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang diperoleh dalam proses PK Guru sebelum diubah dalam skala 0 – 100 menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Berdasarkan hasil konversi nilai PK Guru ke dalam skala nilai sesuai dengan Permeneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, selanjutnya dapat ditetapkan sebutan dan persentase angka kreditnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2. Konversi Nilai Kinerja Hasil PK Guru ke persentase Angka Kredit Nilai Hasil PK GURU Sebutan Persentase Angka Kredit 91 – 100 Amat baik 125% 76 – 90 Baik 100% 61 – 75 Cukup 75%

51 – 60 Sedang 50% ≤ 50 Kurang 25% Selanjutnya prosentase sesuai dengan sebutan tersebut dikonversi angka kredit ini sesuai dengan kebutuhan kenaikan pangkat. Rumus konversi nilai kinerja angka kredit adalah sebagai berikut: Angka kredit per tahun = (AKK - AKPKB - AKP) ´ JM JWM ´ NPK 4 Gambar 3. Cara Menghitung Perolehan Angka Kredit/Tahun Catatan: 1) AKK adalah angka kredit kumulatif minimal yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat. 2) AKPKB adalah angka kredit PKB yang diwajibkan (subunsur pengembangan diri, karya ilmiah, dan/atau karya inovatif). 3) AKP adalah angka kredit unsur penunjang sesuain ketentuan PermenegPAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009. 4) JM adalah jumlah jam mengajar (tatap muka) guru di sekolah/madrasah atau jumlah konseli yang dibimbing oleh guru BK/Konselor per tahun. 5) JWM adalah jumlah jam wajib mengajar (24 – 40 jam tatap muka per minggu) bagi guru pembelajaran atau jumlah konseli (150 – 250 konseli per tahun) yang dibimbing oleh guru BK/Konselor. 6) NPK adalah persentase angka kredit sebagai hasil penilaian kinerja. 7) 4 adalah waktu rata-rata kenaikan pangkat reguler, (4 tahun). 8) JM/JWM = 1 bagi guru yang mengajar 24-40 jam tatap muka per minggu atau membimbing 150 – 250 konseli per tahun. 9) JM/JWM = JM/24 bagi guru yang mengajar kurang dari 24 jam tatap muka per minggu atau JM/150 bagi guru BK/Konselor yang membimbing kurang dari 150 konseli per tahun. Angka Kredit Komulatif (AKK), Angka Kredit Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (AKPKB) dan Angka Kredit Penunjang (AKP) yang dipersyaratkan untuk guru dengan jenjang/pangkat tertentu ditetapkan berdasar Pasal 18 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009.

b. Penilaian Kinerja Tenaga Kependidikan 1. Pengertian Penilaian Kinerja Tenaga Kependidikan Penilaian adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data sebagai bahan pengambilan keputusan. Sehubungan dengan itu, setiap kegiatan penilaian berujung pada pengambilan keputusan. Tenaga kependidikan merupakan tenaga yang bertugas merencanakan dan melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan (Pasal 39 UU No 20 Tahun 2003). Penilaian kinerja tenaga kependidikan merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data yang sesungguhnya dikerjakan oleh tenaga kependidikan. 2. Prosedur Penilaian Kinerja Tendik Penilaian kinerja tendik dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu: (a) persiapan, (b) pelaksanaan penilaian, (c) verifikasi, (d) pengolahan hasil, dan (e) kesimpulan dan rekomendasi. Untuk memperlancar proses penilaian kinerja tendik tersebut, maka rancangan kegiatan penilaian perlu disusun secara terprogram dan sistemik sebagaimana alur berikut: Gambar 4. Alur Prosedur Penilaian Kinerja Tendik a) Persiapan Dalam tahap persiapan, hal-hal yang harus dilakukan oleh penilai (kepala sekolah/ asesor) yang akan dinilai meliputi: 1) Memahami pedoman penilaian masing-masing tendik, terutama tentang sistem yang diterapkan dan posisi PK tendik dalam kerangka pembinaan dan pengembangan profesi tendik. 2) Memahami pernyataan kompetensi masing-masing tendik yang telah dijabarkan dalam bentuk kriteria dan indikator kinerja. 3) Memahami penggunaan instrumen PK masing-masing tendik dan tata cara penilaian yang akan dilakukan, termasuk cara mencatat semua hasil pengamatan dan pemantauan, serta mengumpulkan dokumen dan bukti fisik lainnya yang memperkuat hasil penilaian.

4) Memberitahukan rencana pelaksanaan PK tendik kepada tendik yang akan dinilai sekaligus menentukan rentang waktu jadwal pelaksanaannya. b) Pelaksanaan Penilaian Pendekatan dalam pengumpulan data dan informasi dalam pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa cara agar mendapatkan penilaian yang objektif yaitu: 1) Pengamatan, dilakukan dengan cara mengamati lingkungan sekitar tendik bekerja, baik internal maupun eksternal dan mencatat hal yang positif dan hal yang negatif terkait tugas tendik yang bersangkutan 2) Wawancara, dilakukan dengan mewawancarai sumber-sumber yang relevan, antara lain kepala sekolah/madrasah, wakil kepala sekolah, guru, dan peserta didik dan staf tata usaha yang terkait 3) Dokumen, dilakukan dengan cara menelaah dokumen-dokumen dan catatan yang ada kaitannya dengan pekerjaan masing-masing tendik sesuai dengan standar. c) Petunjuk Penilaian Dalam menggunakan instrumen PK tendik, kepala sekolah harus memahami dan memperhatikan petunjuk penilaian yang menjelaskan tentang: 1) Penilaian kinerja tendik merupakan penilaian berbasis bukti 2) Bukti-bukti dapat berupa data, dokumen, perilaku dan lain-lain yang dapat • diidentifikasi oleh penilaian melalui pengkajian, pengamatan, dan penggalian • informasi dari pihak-pihak yang terkait 3) Penilai harus mencatat semua bukti yang teridentifikasi pada tempat yang disediakan pada masing-masing kriteria penilaian. Bukti-bukti yang dimaksud dapat berupa: • Bukti yang teramati (tangible evidences) seperti: Dokumen- dokumen tertulis, • Kondisi sarana/prasarana (hardware dan/atau software), foto, gambar, slide, video. • Bukti yang tak teramati (intangible evidences) seperti, sikap dan perilaku tendik 4) Penilaian dilakukan dengan cara memberikan skor pada masing- masing indikator berdasarkan kelengkapan dan keabsahan bukti yang relevan dan teridentifikasi. 5) Skor penilaian teknis/manajerial dinyatakan dengan angka 4, 3, 2, atau 1 dengan ketentuan sebagai berikut: • Skor 4, diberikan apabila tenaga kependidikan melakukan semua secara konsisten/selalu semua yang dituntut oleh indicator kinerja dan ditunjukkan dengan bukti fisik yang teridentifikasi selama penilai dalam menjalankan tugasnya • Skor 3, diberikan apabila tenaga kependidikan “sebagian besar” melakukan apa yang dituntut oleh indikator kinerja dan

ditunjukkan dengan bukti-bukti yang teridentikasi selama penilaian dalam menjalankan tugasnya • Skor 2, diberikan apabila tenaga kependidikan “sebagian kecil” melakukan apa yang dituntut oleh indikator kinerja dan ditunjukkan dengan bukti-bukti yang teridentikasi selama penilaian dalam menjalankan tugasnya • Skor 1, diberikan apabila tenaga kependidikan ditemukan bukti “tidak ada” bukti-bukti yang teridentikasi selama penilaian dalam menjalankan tugasnya. Skor penilaian perilaku dinyatakan dengan angka 0,1 atau 2, dengan ketentuan sebagai berikut: • Skor 2, diberikan apabila tenaga kependidikan melakukan secara konsisten/ selalu yang dituntut oleh indicator kinerja perilaku dalam menjalankan tugasnya • Skor 1, diberikan apabila tenaga kependidikan “kadang- kadang” melakukan apa yang dituntut oleh indikator kinerja perilaku dalam menjalankan tugasnya • Skor 0, diberikan apabila tenaga kependidikan “tidak pernah” melakukan apa yang dituntut oleh indikator kinerja perilaku dalam menjalankan tugasnya d) Verifikasi Data Data hasil penilaian yang telah diperoleh perlu diverifikasi kebenarannya. Verifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan wawancara kepada pihak lain yang terkait dengan pekerjaan tendik yang sedang dinilainya. Wawancara dapat dilakukan tidak secara formal, suasananya di kondisikan rileks/santai, akan tetapi apa yang didalami melalui wawancara sudah dipersiapkan dalam suatu lembar instrumen wawancara yang terstruktur. Kunjungan ke ruangan tendik bekerja juga sangat perlu dilakukan setelah melakukan penilaian yang mengkaji dokumen yang ada. Hal ini perlu untuk menghindari terjadinya hasil penilaian yang salah dan kontradiktif dengan kondisi yang ada di lapangan. Dalam kasus-kasus pendalaman penilaian indikator tertentu, penilai dapat melakukan wawancara dengan menetapkan responden tertentu yang dipertimbangkan dapat memberi informasi yang benar. e) Pengolahan Hasil Penilaian Contoh pengolahan nilai Kinerja Kepala Perpustakaan Penentuan nilai kinerja Perpustakaan dilakukan menggunakan rumus: Σ TN Nilai Kinerja (NK) = ----------- X 100 Σ NRT Keterangan: NK : Nilai Kinerja

ΣTN : Jumlah Nilai Rata-rata untuk semua kompetensi yang dinilai NRT sebagai tendik : Nilai kinerja Tertinggi, misal untuk tendik kepala perpustakaan (7 x 4 = 28) Rekap hasil penilaian kinerja kepala perpustakaan diperoleh dari rerata nilai dari berbagai sumber/360 derajat (Kepsek, guru, peserta didik, pengawas sekolah serta tendik lainnya). Rerata tersebut dikalikan dengan persentase kehadiran. f) Kesimpulan dan Tindak lanjut Penilaian hasil penilaian tendik ini dikonversi ke dalam kategori hasil penilaian sesuai dengan Permenpan Nomor 16 Tahun 2009 yang dinyatakan dalam rentang nilai 1 sampai dengan 100 dan dibedakan menjadi lima kategori penilaian yaitu ‘Amat Baik’, ‘Baik’, ‘Cukup’, ‘Sedang’ dan ‘Kurang’ dengan ketentuan sebagai berikut: Nilai IPK KP Kategori Konversi 91,0 – 100 Amat Baik 125% 76,0 – 90,9 Baik 100% 61,0 – 75,9 Cukup 75 % 51,0 – 60,9 Sedang 50% Kurang dari 51 Kurang 25% Hasil penilaian kinerja tendik digunakan untuk keperluan pembinaan, pengembangan profesi, laporan ke dinas terkait, atau keperluan lain. Untuk tendik yang memperoleh katagori hasil penilaian kinerja sangat baik secara berturut-turut diusulkan untuk mendapatkan promosi jabatan atau penghargaan lainnya. Sedangkan untuk tendik yang memperoleh katagori hasil penilaian berprestasi baik sampai dengan kurang dilakukan pembinaan secara internal atau diusulkan untuk mendapat pendidikan keprofesian berkelanjutan dalam rangka memperbaiki aspek kinerja yang perlu ditingkatkan atau dinilai kurang. c. Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Penilaian Perilaku Kerja (PPK) PNS 1) Pengertian Penilaian Prestasi Kerja Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil, penilaian prestasi kerja didefinisikan sebagai suatu proses penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja. Proses penilaian ini dilakukan dengan tolok ukur yang obyektif terhadap tingkat capaian sasaran kerja dan perilaku kerja pegawai oleh atasannya (pejabat penilai). Penekanan

Penilaian Prestasi Kerja adalah penilaian capaian sasaran kerja pegawai (SKP) yang pada dasarnya telah disusun dan disepakati. 2) Aspek yang Dinilai Penilaian prestasi kerja pengawas sekolah mencakup dua unsur, yaitu: Sasaran Kerja Pegawai dan Perilaku Kerja. a) SKP Penilaian terhadap SKP yaitu penilaian yang dilaksanakan terhadap target yang telah ditetapkan untuk rincian kegiatan tugas jabatan selama kurun waktu pelaksanaan pekerjaan dalam tahun yang berjalan. Penilaian tersebut didasarkankepada ukuran tingkat capaian SKP yang dinilai dari aspek: kuantitas, kualitas, dan waktu. Target SKP pengawas sekolah, adalah angka kredit yang harus dicapai untuk tahun yang berjalan yang dilakukan oleh pengawas sekolah. Mengingat kenaikan jabatan/pangkat didasarkan pada perolehan angka kredit, maka harus ditetapkan target angka kredit yang akan dicapai dalam 1 (satu) tahun. Penentuan angka kredit tersebut mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya. b) Perilaku Kerja Penilaian perilaku kerja pengawas sekolah yaitu penilaian terhadap perilaku kerja pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas jabatannya di sekolah binaan atau sekolah lain tempat guru sasaran bertugas. Penilaian ini dilakukan melalui pengamatan oleh penilai. Penilaian perilaku kerja meliputi aspek: orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin dan kerjasama. Unsur perilaku kerja yang dinilai harus relevan dan berhubungan dengan pelaksanaan tugasnya. Nilai prestasi kerja pengawas sekolah meliputi dua unsur yaitu Sasaran Kerja Pegawai dengan bobot nilai 60% (enam puluh persen) dan Perilaku Kerja dengan bobot nilai 40% (empat puluh persen). Komposisi bobot kedua unsur tersebut tertera pada gambar berikut. Gambar 5. Rumus NIlai Prestasi Kerja Pengawas Sekolah 3) Perangkat Penilaian Prestasi Kerja Perangkat penilaian prestasi kerja merupakan seperangkat pedoman dan alat ukur (instrumen) yang digunakan oleh penilai untuk mengukur dan menilai

prestasi kerja pengawas sekolah. Diharapkan hasil penilaian yang diperoleh obyektif, akurat, tepat, valid, dan akuntabel. Perangkat penilaian tersebut terdiri dari: a) Formulir Sasaran Kerja Pegawai bagi Pengawas Sekolah (Lampiran 1) b) Formulir Penilaian Sasaran Kerja Pegawai bagi Pengawas Sekolah (Lampiran 2) c) Formulir Penilaian Prestasi Kerja Pegawai bagi Pengawas Sekolah (Lampiran 3) d) Rekap Hasil Penilaian Perilaku Kerja bagi Pengawas Sekolah (Lampiran 4) e) Formulir Buku Catatan Penilaian Perilaku Kerja PNS bagi Pengawas Sekolah (Lampiran 5) f) Format Penilaian Prestasi Kerja (Lampiran 6) 4) Alur Penilaian Prestasi Kerja Alur penilaian prestasi kerja pengawas sekolah dapat dijelaskan sebagaimana gambar berikut ini. Gambar 6. Alur Penilaian Prestasi Kerja d. PKB Guru dan Tenaga Kependidikan 1) Konsep PKB PKB yang dapat meningkatkan profesionalisme guru dan tendik adalah PKB yang dilaksanakan berdasarkan hasil analisis penilaian kinerja guru dan tendik. PKB direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan hasil supervisi dan analisis PK Guru yang jujur dan dapat merefleksikan kompetensi guru apa adanya. PKB akan bermakna ketika dapat meningkatkan kompetensi guru. PKB guru dan tendik merupakan kendaraan utama dalam upaya membawa perubahan yang diinginkan berkaitan dengan keberhasilan siswa agar siswa mempunyai pengetahuan lebih, mempunyai keterampilan lebih baik, dan menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang materi ajar serta mampu memperlihatkan apa yang mereka ketahui dan mampu melakukannya. PKB

mencakup berbagai cara dan/atau pendekatan dimana guru secara berkesinambungan belajar setelah memperoleh pendidikan dan/atau pelatihan awal sebagai guru. PKB mendorong guru untuk memelihara dan meningkatkan standar mereka secara keseluruhan mencakup bidang-bidang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai profesi. Dengan demikian, guru dapat memelihara, meningkatkan dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya serta membangun kualitas pribadi yang dibutuhkan di dalam kehidupan profesionalnya. PKB dilakukan melalui pendekatan yang diawali dengan kegiatan perencanaan, kemudian pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan sebagaimana digambarkan pada diagram berikut ini: Gambar 7. Diagram kegiatan PKB PKB dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi profesi, khususnya bagi guru yang belum mencapai standar kompetensi sesuai dengan hasil penilaian kinerja. PKB dalam rangka pengembangan pengetahuan dan keterampilan merupakan tanggung-jawab guru secara individu sesuai dengan masyarakat pembelajar, jadi sangat 2) Tahap-Tahap pelaksanaan PKB Berdasarkan analisis kebutuhan peningkatan kompetensi guru dan ketentuan yang berlaku pada praktik-praktik pelaksanaan PKB yang ada, maka dikembangkan mekanisme PKB yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan guru untuk meningkatkan keprofesiannya sebagaimana ditunjukkan oleh gambar berikut ini: Gambar 8. Tahap-tahap pelaksanaan PKB

Tahap 1: Setiap awal tahun guru melakukan analisis hasil UKG, PK dan Evaluasi Diri tentang apa yang dilakukan sebelumnya. Guru di suatu sekolah, baik guru yang berpengalaman maupun guru yang baru mulai mengajar, harus melakukan proses evaluasi diri, dan mengikuti penilaian kinerja dan reviu tahunan pada awal tahun ajaran dan/atau menjelang akhir tahun ajaran. Tahap 2: Segera setelah selesai melakukan evaluasi diri, guru mengikuti proses Penilaian Kinerja Formatif (lihat Pedoman Penilaian Kinerja). Penilaian Kinerja ini diperlukan untuk menentukan profil kinerja guru dalam menetapkan apakah guru akan mengikuti program peningkatan kinerja untuk mencapai standar kompetensi profesinya atau kegiatan pengembangan kompetensi lebih lanjut. Tahap 3: Melalui konsultasi dengan Kepala Sekolah (jika koordinator PKB adalah guru yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah) dan Komite Sekolah, Guru dan koordinator PKB membuat perencanaan kegiatan PKB. (Format-2) bersifat sementara (untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Koordinator PKB Kabupaten/Kota dan Koordinator KKG/ MGMP) yang didasarkan kepada: a. evaluasi diri yang dilakukan oleh guru; b. catatan pengamatan berkala yang pernah dilakukan oleh Guru Pembina (jika ada), Pengawas, dan/atau Kepala Sekolah; c. penilaian kinerja guru; dan d. data dari sumber lain yang sudah dikumpulkan oleh koordinator PKB, termasuk kebutuhan akan pengembangan sumber daya manusia yang tercermin pada Rencana Pengembangan Sekolah; dan e. Rencana tersebut dituangkan dalam SKP. Tahap 4:KoordinatorPKB Kabupaten/Kota, Kepala Sekolah (jika koordinator PKB adalah guru yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah), Koordinator KKG/MGMP dan Koordinator PKB tingkat sekolah menetapkan dan menyetujui rencana kegiatan PKB bersifat final yang memuat kegiatan PKB yang akan dilakukan oleh guru sendiri dan/atau bersama-sama dengan guru lain di dalam sekolah sebagai bagian dari kegiatan yang akan diadakan oleh sekolah dan kepala sekolah menyetujui SKP Tahap 5: Guru menerima rencana program PKB yang mencakup kegiatan yang akan dilakukan di dalam dan/atau luar sekolah, yang telah dibahas dan disepakati oleh koordinator PKB kabupaten/kota, kepala sekolah (jika koordinator PKB adalah guru yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah), koordinator KKG/MGMP dan koordinator sekolah berdasarkan hasil konsultasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Tahap 6: Guru mengikuti program PKB yang telah direncanakan baik di dalam dan/atau di luar sekolah. Bagi guru-guru yang telah mendapatkan hasil PK GURU formatifnya sama atau di atas standar akan mengikuti program PKB agar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan tidak setengah- tengah serta memiliki kepribadian yang matang, kuat dan seimbang agar mampu memberikan layanan pendidikan sesuai dengan perkembangan

masa kini. Sedangkan khusus bagi guru-guru yang mengikuti program PKB untuk mencapai standar kompetensi profesi (guru-guru yang hasil PK Guru formatifnya di bawah standar kompetensi yang ditetapkan) harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (i) jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan; (ii) daya dukung yang tersedia di sekolah; (iii) catatan hasil evaluasi diri, refleksi diri, dan hasil PK Guru; serta (iv) target perubahan/peningkatan yang diharapkan akan terjadi setelah guru mengikuti kegiatan PKB untuk mencapai standar kompetensi profesi. Dalam penyusunan rencana PKB untuk mencapai standar kompetensi profesi khususnya bagi guru-guru yang hasil PK Gurunya di bawah standar yang ditetapkan dengan kata lain guru berkinerja rendah perlu mencantumkan tahap pelaksanaannya, serta dapat didampingi oleh Guru pendamping/mentor. Guru pendamping/mentor dapat berasal dari sekolah maupun dari luar sekolah (jika sekolah merasa belum memiliki guru yang memenuhi persyaratan yang ditentukan). Tahap 7: Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan PKB oleh Koordinator PKB Kabupaten/kota bekerja sama dengan Koordinator PKB tingkat sekolah untuk mengetahui apakah kegiatan PKB yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dilaksanakan sesuai dengan rencana, mengkaji kelebihan, permasalahan dan hambatan untuk perbaikan kegiatan PKB di masa mendatang, dan penerapan hasil PKB dalam pelaksanaan tugas guru, serta evaluasi dampak terhadap upaya peningkatan kualitas layanan pendidikan di sekolah. Tahap 8: Setelah mengikuti program PKB, guru guru wajib mengikuti PK Guru sumatif di akhir tahun ajaran. Hasil PK Guru sumatif akan dikonversi ke perolehan angka kredit. Gabungan angka kredit PKB dan PKB yang telah diikuti guru akan diperhitungkan untuk kenaikan pangkat, jabatan, dan fungsional guru, dan merupakan bahan pertimbangan untuk pemberian tugas tambahan atau pemberian sangsi pada guru. Angka kredit PK Guru diberikan oleh penilai; sedangkan angka kredit PKB diberikan oleh koordinator PKB tingkat sekolah dengan mengacu kepada pedoman pemberian angka kredit untuk PKB. Tahap 9: Pada akhir tahun, semua guru dan koordinator PKB tingkat sekolah melakukan refleksi apakah kegiatan PKB yang diikutinya benar-benar bermanfaat dalam meningkatkan kompetensinya maupun kemampuan lain untuk menghasilkan karya ilmiah dan/atau karya inovatif (Format-3) dan dituangkan dalam SKP. 3) Analisis Hasil PK GURU dan Penentuan Skala Prioritas PKB Setiap awal tahun semua guru wajib melakukan evaluasi diri untuk merefleksikan kegiatan yang telah dilakukan pada tahun ajaran sebelumnya. Evaluasi diri dan refleksi merupakan dasar bagi seorang guru untuk menyusun

rencana kegiatan pengembangan keprofesian yang akan dilakukan pada tahun tersebut. Bagi guru yang mengajar pada lebih dari satu sekolah, maka kegiatan evaluasi diri dilakukan di sekolah induknya. Selain itu, Setiap akhir tahun guru wajib melaksanakan PK Guru (PK Guru Sumatif). Hasil PK Guru dijadikan dasar dalam merencanakan PKB. Apabila ada guru yang belum pernah melaksanakan PK Guru pada akhir tahun), menggunakan PK Guru Formatif yang dilaksanakan pada awal tahun. Penentuan skala prioritas PKB Setelah melakukan analisis hasil PK Selanjutnya kepala sekolah bersama guru dan koordinator PKB menentukan skala prioritas kegiatan untuk melaksanakan PKB. Dengan memperhatikan aspek-aspek berikut: a) Kompetensi yang diidentifikasikan di bawah standar berdasarkan evaluasi diri. b) Kompetensi yang diidentifikasikan oleh guru perlu ditingkatkan. c) Pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang diperlukan oleh guru untuk pengembangan karir/melaksanakan tugas-tugas baru, misalnya sebagai kepala sekolah. d) Pengetahuan, keterampilan, materi yang dibutuhkan berdasarkan Laporan. e) Evaluasi Diri Sekolah dan/atau Rencana Tahunan Pengembangan Sekolah. f) Pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi khusus yang diminati oleh guru. Catatan: aspek-aspek tersebut diatas bukan merupakan urutan yang harus diikuti oleh guru dalan menentukan skala priotas pelaksanaan PKB tetapi hanya komponen pilihan tergantung hasil evaluasi diri, diskusi antara guru, kepala sekolah, dan koordinator PKB. 4) Penyusunan Rencana Kebutuhan PKB Guru merupakan pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru yang profesional diharapkan mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian. Profesi guru perlu dikembangkan secara terus- menerus dan proporsional menurut jabatan fungsional guru. Salah satu cara untuk meningkatkan profesionalisme guru, PK Guru mutlak dilakukan untuk menjamin keterlaksanaan proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan. Hasil Penilaian Kinerja Guru dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru sebagai input dalam penyusunan program PKB. Pada prinsipnya, PKB mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan.

Membuat atau menyusun perencanaan PKB untuk satu tahun dilakukan oleh guru bersama koordinator PKB. Perencanaan PKB tersebut berlandaskan kepada hasil PK Guru. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa perencanaan bersifat riil, konkret, dan dapat dilaksanakan. Perencanaan yang dibuat diasumsikan dapat dilaksanakan dan bukan perencanaan yang bersifat muluk-muluk. Perencanaan yang dibuat selain benar secara praktis, juga harus legal secara yuridis dan harus disahkan oleh kepala sekolah atau pejabat yang berwenang. Berikut ini diberikan format-format yang dapat merekam pelaksanaan PKB, yang dimulai dari perekapan data hasil PK Guru tahun sebelumnya, atau data PK Guru formatif di awal tahun, analisis hasil penilaian kinerja guru, dengan memprioritaskan pada guru yang memiliki nilai PK Guru rendah, dilanjutkan dengan format merencanakan jenis PKB yang akan diikuti oleh guru. Adapun langkah-langkah untuk perencanaan PKB dilaksanakan melalui kegiatan evaluasi diri, menyusun rencana PKB, merekap rencana PKB oleh individu guru, menyusun rencana final PKB, menyusun refleksi serta membuat depskripsi guru untuk pengembangan diri yang dituangkan ke dalam format- format berikut: a) Format 1. merupakan instrumen evaluasi diri untuk rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan. Cara mengisi format evaluasi diri diisi guru dengan menuliskan kekuatan dan kelemahan terhadap penguasaan kompetensi terkait sebelum melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Jika ada, evaluasi diri tersebut dapat diperkuat dengan eviden (bukti) yang dapat memperkuat pernyataan kekuatan dan kelemahan dari kompetensi terkait. Dengan format sebagai berikut; Format 1: Evaluasi Diri Guru Nama Sekolah: Nomor Statistik Sekolah: Alamat: Kecamatan: Kabupaten/Kota: Nama Guru: Tahun: Tanggal: DIMENSI KOMPETENSI EVALUASI DIRI TERHADAP INDIKATOR KINERJA A. PEDAGOGIK 1. Menguasai karakteristik Saya merasa tidak mengalami kendala dalam peserta didik. memahami karakteristik peserta didik, sekalipun belum sepenuhnya menggunakan informasi Contoh pengisian tentang karakteristik peserta didik untuk evaluasi diri membantu proses pembelajaran. terhadap indikator 2. Menguasai kteinoerrijabelajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 3. Pengembangan kurikulum.

4. Kegiatan pembelajaran Tanda Tangan Kepala Sekolah yang mendidik. 5. Pengembangan potensi peserta didik. 6. Komunikasi dengan peserta didik. 7. Penilaian dan evaluasi. B. KEPRIBADIAN 8. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional. 9. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan. 10. Etos Kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru. C. SOSIAL 11. Bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif. 12. Komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua, peserta didik, dan masyarakat. D. PROFESIONAL 13. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 14. Mengembangkan Keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif. Tanda Tangan Guru Sumber: Buku I PKB tahun 2016 b) Format 2. merupakan instrumen rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang akan dilakukan guru. Cara mengisi format ini diisi oleh guru bersama dengan koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan di sekolah. Kolom Rencana Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang akan dilakukan guru diisi dengan kegiatan pengembangan

keprofesian berkelanjutan yang dibutuhkan berdasarkan hasil evaluasi diri guru. Misalnya pada format 1 guru menuliskan evaluasi diri pada kompetensi pedagogik no 2 “belum dapat membedakan model, strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran” maka pada format 2 dijelaskan rencana guru dalam meningkatkan kompetensi tersebut. Kolom strategi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan diisi dengan ceklist (√) sesuai dengan rencana guru dalam melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan. (lihat catatan di bagian bawah format 2) Format 2: Rencana Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Individu Guru (diisi oleh Koordinator Guru) Nama Sekolah: Kabupaten/Kota: Nomor Statistik Sekolah: Kecamatan: Tahun: Provinsi: Nama Guru: Tanggal: Rencana Pengembangan A. KOMPETENSI Keprofesian Strategi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang akan Berkelanjutan (diisi dengan memberi PEDAGOGIK dilakukan Guru untuk peningkatan nilai kinerja tanda √) 1234 56 ab 1. Menguasai karakteristik peserta didik. 2. Menguasasi teori belajar dan prinsip- prinsip pembelajaran yang mendidik. 3. Pengembangan kurikulum. 4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik. 5. Pengembangan potensi peserta didik. 6. Komunikasi dengan peserta didik. 7. Penilaian dan evaluasi. KEPRIBADIAN 8. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,

sosial, dan kebudayaan nasional. 9. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan. 10. Etos Kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru. SOSIAL 11. Bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif. 12. Komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua, peserta didik, dan masyarakat. PROFESIONAL 13. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 14. Mengembangkan Keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif. B. Kompetensi menghasilkan Publikasi Ilmiah C. Kompetensi menghasilkan Karya Inovatif D. Kompetensi untuk penunjang pelaksanaan

pembelajaran Tanda tangan Kepala Sekolah berkualitas (TIK, Bahasa Asing dsb) E. Kompetensi untuk melaksanakan tugas tambahan (misalnya kepala sekolah) Tanda tangan Guru Sumber: Buku I PKB Tahun 2016 Catatan: 1) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilakukan oleh guru sendiri 2) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilakukan bersama guru lain 3) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilaksanakan di sekolah 4) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilaksanakan di KKG/MGMP/ MGBK 5) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilaksanakan oleh institusi selain sekolah atau KKG/MGMP/MGBK 6) Kebutuhan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang belum dapat dipenuhi (diajukan/dikoordinasikan) oleh Disdik untuk dipertimbangkan. c) Format 3. merupakan rekapitulasi rencana final pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk semua guru di sekolah. Cara mengisi format 3 ini diisi oleh koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan. Kolom kompetensi, kompetensi yang menghasilkan Publikasi ilmiah dan Karya Inovatif, kompetensi penunjang pembelajaran berkualitas dan kompetensi melaksanakan tugas tambahan diisi dengan tanda ceklist (√) berdasarkan data rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan masing-masing guru sebagaimana tercantum dalam format 2. Format 3: Rencana Final Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (diisi oleh Koordinator Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) Sumber: Buku 1 PKB Tahun 2016

Tabel 3. Rencana Final Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan d. Format 4. merupakan format refleksi guru setelah mengikuti kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Cara mengisi forrmat 4 ini Bagian A. diisi oleh koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan sesuai program, bukti fisik/portofolio individu guru yang mengikuti pengembangan keprofesian berkelanjutan dan hasil pengamatan terhadap usaha guru dalam mengembangkan diri serta pengembangan keprofesian berkelanjutan yang masih dibutuhkan guru. Bagian B. diisi oleh guru yang dinilai bersama koordinator PKB berkaitan dengan dampak/hasil pelaksanaan peningkatan kompetensi yang telah dilakukan oleh guru. Bagian C diisi dengan kesiapan guru dalam permohonan kenaikan pangkat. Format 4: Format Refleksi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (diisi oleh bersama-sama antara Guru dan Koordinator Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) Nama Sekolah: Nomor Statistik Sekolah: Alamat: Kecamatan: Kabupaten/Kota: Nama Guru: Tahun Ajaran: Tanggal: BAGIAN A: DIISI OLEH KOORDINATOR PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN a. Apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan? Kalau tidak, apa sebabnya? b. Portofolio kegiatan pengembangan keprofesian Portofolio semua dokumen lengkap berkelanjutan ada/tidak, lengkap/tidak? c. Apakah guru sudah berusaha semaksimal Guru telah berusaha melaksanakan mungkin untuk mengembangkan diri selama 1 pengebangan diri namun terkendala oleh tahun terakhir? bentrok dengan tugas melaksnakanan agenda sekolah

d. pengembangan keprofesian berkelanjutan yang masih dibutuhkan menurut guru dan/atau Contoh mengisi berdasarkan data dari sumber lain Refleksi BAGIAN B: DIISI OLEH KOORDINATOR PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BERSAMA-SAMA DENGAN GURU 1. Dampak positif kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan terhadap kompetensi guru 2. Dampak positif kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan terhadap peningkatkan kemampuan guru untuk menghasilkan karya ilmiah dan karya inovatif 3. Dampak Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan terhadap peningkatan kinerja Guru 4. Dampak Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan terhadap peningkatan kinerja Sekolah 5. Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dapat menunjang peningkatan kualitas peserta didik BAGIAN B: DIISI OLEH KOORDINATOR PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN Apakah guru sudah siap mengajukan permohonan Penjelasan dari jawaban yang diberikan untuk kenaikan pangkat? Jumlah nilai angkakredit sudah memenuhi Sudah/Belum (coret salah satu) persyaratan kenaikan pngkat, termasuk untuk komponen Publikasi Ilmiah dan Karya Inovtif. Tanda tangan Guru: Tanda tangan Koordinator Tanda tangan Kepala Sekolah: Pengembangan Keprofesian Contoh Berkelanjutan: Rekomendasi e. Format 5. Deskripsi Diri Sehubungan dengan Kegiatan PKB (Pengembangan Diri) Merupakan format deskripsi diri guru sehubungan dengan kegiatan pengembangan diri yang diikutinya selama satu tahun terakhir. Format ini diisi dan ditandatangani oleh guru. Format 5: Deskripsi Diri Sehubungan Dengan Kegiatan PKB (Pengembangan Diri) Nama Sekolah: Nomor Standar Sekolah: .............................................. Alamat: .......................................................................................... .............................................. Nama Guru: Kecamatan: Kabupaten/Kota: ............................................. Nama Koordinator PKB: ................................................................. ........................................... ............................................. Tahun Ajaran: ................................................................................................................... Tanggal: ................................................................................................................... 1. Kegiatan pengembangan 1) Kegiatan ................................................................................................. diri yang dilakukan selama Lama kegiatan ....................................................................................... satu tahun terakhir dalam Tempat kegiatan .................................................................................... upaya pengembangan Tujuan kegiatan .................................................................................... kompetensi guru. Strategi pelaksanaannya ....................................................................... Cakupan materi esensial dari kegiatan pengembangan diri tersebut • .....................................................................................................

2. Secara umum, kesesuaian • ..................................................................................................... materi berbagai kegiatan • ..................................................................................................... pengembangan diri 2) Kegiatan ................................................................................................. tersebut terhadap mata Lama kegiatan ....................................................................................... pelajaran yang diampu Tempat kegiatan .................................................................................. (jelaskan alasannya) Tujuan kegiatan ..................................................................................... Strategi pelaksanaannya ....................................................................... 3. Secara keseluruhan, Cakupan materi esensial dari kegiatan pengembangan diri tersebut manfaat kegiatan • ..................................................................................................... pengembangan diri • ..................................................................................................... tersebut bagi: • ..................................................................................................... 3) Kegiatan ................................................................................................. 4. Dampak dari kegiatan Lama kegiatan ....................................................................................... pengembangan diri Tempat kegiatan .................................................................................... tersebut terhadap: Tujuan kegiatan ..................................................................................... Strategi pelaksanaannya ....................................................................... 5. Secara umum, Cakupan materi esensial dari kegiatan pengembangan diri tersebut permasalahan yang • ..................................................................................................... dihadapi dalam meng- • ..................................................................................................... implementasikan hasil • ..................................................................................................... berbagai kegiatan ........................................................................................................................ pengembangan diri ........................................................................................................................ tersebut ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 6. Upaya yang dilakukan ........................................................................................................................ untuk mengatasi ........................................................................................................................ permasalahan tersebut Diri guru: ....................................................................................................................... 7. Upaya yang dilakukan ........................................................................................................................ untuk mensosialisasikan/- Peserta didik: mendiseminasikan hasil ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Sekolah: ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Diri guru: ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Peserta didik: ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Sekolah: ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ .......................................................................................................................

berbagai kegiatan ........................................................................................................................ pengembangan diri kepada ........................................................................................................................ teman sejawat di dalam ........................................................................................................................ dan/atau di luar sekolah ........................................................................................................................ 8. Jelaskan kegiatan atau ........................................................................................................................ upaya lain yang tidak ........................................................................................................................ termasuk unsur kegiatan ........................................................................................................................ pengembangan diri tetapi ........................................................................................................................ mendukung peningkatan ........................................................................................................................ kompetensi guru atau ........................................................................................................................ membantu memperlancar ........................................................................................................................ upaya peningkatan kualitas ........................................................................................................................ pembelajaran di sekolah ........................................................................................................................ Tanda tangan Guru: Mengetahui, Mengetahui Koordinator PKB Kepala Sekolah Cara mengisi Format nomor 5 diatas diisi dengan ketentuan sebagai berikut; 1) Butir 1 diisi dengan berbagai kegiatan pengembangan diri yang diikuti guru selama satu tahun terakhir. Untuk masing-masing kegiatan harus dilengkapi dengan informasi sebagai berikut: a) Lama kegiatan ..................(diisi dengan lama pelaksanaan kegiatan yang diikuti). b) Tempat kegiatan.................(diisi dengan tempat pelaksanaan kegiatan yang diikuti). c) Tujuan kegiatan ................. (diisi dengan tujuan kegiatan yang diikuti). d) Strategi pelaksanaannya ............. (diisi dengan strategi bagaimana kegiatan ini dilaksanakan, apakah secara mandiri atau kelompok, di sekolah atau di luar sekolah (KKG/MGMP), dengan bantuan kepakaran lain (Misalnya dari universitas, P4TK, penyedia jasa pelatihan/layanan lainnya). e) Cakupan materi esensial dari kegiatan pengembangan diri tersebut (diisi dengan materi esensial apa saja yang diberikan dalam kegiatan yang diikuti). 2) Butir 2 diisi dengan pendapat guru tentang kesesuain materi dari berbagai kegiatan pengembangan diri tersebut terhadap mata pelajaran yang diampu, dan apa alasannya. 3) Butir 3 diisi dengan pendapat guru dan/atau sekolah tentang manfaat dari berbagai kegiatan pengembangan diri yang diikuti baik bagi dirinya, peserta didik, maupun bagi sekolah secara keseluruhan. 4) Butir 4 diisi dengan pendapat guru dan/atau sekolah tentang dampak dari berbagai kegiatan pengembangan diri yang diikuti terhadap dirinya, peserta didik, maupun bagi sekolah secara keseluruhan. 5) Butir 5 diisi dengan pendapat guru tentang permasalahan yang dihadapinya dalam meng-implementasikan hasil berbagai kegiatan pengembangan diri tersebut. 6) Butir 6 diisi dengan pendapat guru tentang upaya yang dilakukannya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam mengimplementasikan hasil berbagai kegiatan pengembangan diri tersebut.

7) Butir 7 diisi dengan pendapat guru tentang upaya yang dilakukannya untuk mensosialisasikan hasil berbagai kegiatan pengembangan diri tersebut kepada teman sejawat di dalam dan/atau di luar sekolah. 8) Butir 8 diisi dengan informasi tentang kegiatan atau upaya lain yang diikuti atau dilakukan guru, tetapi kegiatan lain tersebut tersebut mendukung peningkatan kompetensi guru atau membantu memperlancar upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.

PENGANTAR PENDIDIKAN INKLUSIF DAN PERLINDUNGAN KESEJAHTERAAN ANAK (PIPKA)

PENGANTAR PENDIDIKAN INKLUSIF DAN PERLINDUNGAN KESEJAHTERAAN ANAK Oleh: Emilia Kristiyanti (Helen Keller Indonesia) Pendahuluan Semua anak berhak untuk memperoleh kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Dalam hal ini negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa hak tersebut dilindungi sehingga kesejahteraan pada anak dapat tercapai. Untuk mencapai kesejahteraan anak sesuai dengan yang diinginkan maka pendidikan di keluarga dan lingkungan memegang peranan yang penting. Pola didik di sekolah dan pola asuh di keluarga berperan sangat penting dalam mengembangkan potensi akademik dan non-akademik seorang anak. Keyakinan bahwa pendidikan yang baik merupakan pendidikan yang berfokus pada kurikulum (curriculum centered) harus segera ditinggalkan dan mulai menerapkan pendidikan inklusif yang berfokus pada semua anak/peserta didik (children/students centered) tanpa memandang suku, bahasa, agama, jender, keadaan fisik, keadaan kesehatan, status sosial, dan ekonomi. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar kepada kepala dan pengawas sekolah mengenai konsep pendidikan inklusif dan perlindungan kesejahteraan anak; sejarah pendidikan inklusif dan perlindungan kesejahteraan anak; dan penyelenggaraan pendidikan inklusif sebagai cara terbaik untuk memastikan dilaksanakannya perlindungan kesejahteraan anak. Konsep Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak 1. Konsep Pendidikan Inklusif Di beberapa negara pendidikan inklusif masih diterjemahkan hanya terbatas kepada sebuah pendekatan yang dilakukan untuk memberikan layanan bagi peserta didik penyandang disabilitas yang berada pada sistim pendidikan umum1. Pendidikan inklusif memiliki makna yang lebih jauh dari sekadar memasukkan anak penyandang disabilitas di sekolah reguler. Pendidikan inklusif harus dimaknai sebagai penerimaan tanpa syarat semua anak dalam sistim pendidikan umum. Pendidikan inklusif bukanlah sistem pendidikan integrasi yang ‘berganti baju’ dan juga berbeda dengan sistem pendidikan segregasi. Perbedaan mendasar terdapat pada lokasi pembelajaran, sikap guru, sikap tenaga kependidikan, dan keadaan lingkungan sekolah serta kurikulum yang dipergunakan. Ilustrasi yang dapat menggambarkan perbedaan antara pendidikan segregasi, integrasi, dan inklusif adalah sebagai berikut: PDBK PD lainnya Segregasi PD lainnya PDBK dan PD PDB lainnya K Inklusif Integrasi 1Developing inclusive education systems: how can we move policies forward, Mel Ainscow and Susie Miles, University of Manchester, UK, p.1 (2009)

Gambar 1. Perbedaan segregasi, integrasi, dan inklusif Pada sistem pendidikan segregasi, peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dipisahkan dengan peserta didik (PD) lainnya baik lokasi maupun kurikulum yang digunakan. Sistem pendidikan segregasi di Indonesia di kenal dengan sistem pendidikan khusus atau sistem pendidikan luar biasa. Pada sistem integrasi, anak/peserta didik berkebutuhan khusus belajar bersama dengan peserta didik lainnya namun sekolah sedikit atau bahkan sama sekali tidak dibebankan untuk melakukan adaptasi atau penyesuaian dalam memenuhi kebutuhan anak/peserta didik yang berkebutuhan khusus. Sebaliknya, anak/peserta didik berkebutuhan khusus diharapkan dapat beradaptasi dengan sistem pendidikan yang hampir tidak diubah untuk mengakomodir kebutuhan mereka. Ketidakmampuan anak/peserta didik berkebutuhan khusus untuk menyesuaikan diri dengan sistim sekolah akan menyebabkan hilangnya kesempatan mereka untuk memperoleh pendidikan. Praktik di beberapa negara, sistem pendidikan integrasi diselenggarakan dengan mengumpulkan anak/peserta didik berkebutuhan khususnya dalam hal ini penyandang disabilitas di kelas tersendiri yang dinamai kelas khusus. Adapun lokasi kelas khusus tersebut berada di lingkungan sekolah reguler. Sebaliknya pada sistim pendidikan inklusif, anak/peserta didik berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak/peserta didik lainnya di kelas yang sama tanpa adanya pembedaan. Peserta didik menjadi pusat perencanaan pendidikan sehingga apapun yang direncanakan dan dikerjakan oleh guru dan tenaga kependidikan selalu berdasarkan pada kebutuhan peserta didik. Pada sistem pendidikan inklusif, guru memastikan bahwa anak/peserta didik berkebutuhan khusus dapat hadir, diterima oleh guru dan anak/peserta didik lainnya, berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran di kelas bersama dengan peserta didik lainnya, dan memperoleh pencapaian yang maksimal sesuai dengan kemampuan anak/peserta didik. Penyesuaian-penyesuaian untuk mengakomodir kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus terjadi pada ranah (1) sikap, misalnya sikap yang lebih positif terhadap perilaku tertentu peserta didik, atau tidak meremehkan potensi mereka penyandang disabilitas dan mereka yang termasuk dalam kategori cerdas berbakat; (2) informasi, misalnya penggunaan format atau media yang sesuai dengan kemampuan anak/peserta didik agar dapat mengakomodir kebutuhan khusus yang ada misalnya braille bagi anak/peserta didik dengan hambatan penglihatan; penggunaan bahasa isyarat bagi anak/peserta didik dengan hambatan pendengaran; dan menggunakan bahasa yang lebih sederhana dalam berkomunikasi dengan anak/peserta didik dengan hambatan intelektual; (3) struktur bangunan fisik, misalnya bangunan dengan landaian (ramp) atau lift untuk akses bagi mereka penyandang hambatan gerak. Istilah anak/peserta didik berkebutuhan khusus memiliki cara pandang yang lebih luas dan positif terhadap peserta didik atau anak/peserta didik yang memiliki kebutuhan yang sangat beragam. Berdasarkan sifatnya, kebutuhan khusus dibagi menjadi (1) kebutuhan khusus permanen dan (2) kebutuhan khusus temporer. Kebutuhan khusus yang permanen adalah kebutuhan yang terus-menerus ada dan melekat pada anak/peserta didik, misalnya anak/peserta didik dengan hambatan penglihatan akan kesulitan dalam membaca dan menulis dengan menggunakan huruf biasa. Namun kebutuhan khususnya akan teratasi pada saat ia menggunakan huruf braille untuk membaca dan menulis. Sedangkan kebutuhan khusus yang bersifat temporer adalah kebutuhan khusus yang sifatnya sementara, misalnya anak/peserta didik yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena alasan ekonomi. Kebutuhan khusus anak tersebut akan hilang setelah dia memperoleh bantuan ekonomi. Contoh yang lain, peserta didik baru masuk kelas 1 Sekolah Dasar yang berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa, Bali atau Madura dsb) di rumah, akan tetapi ketika belajar di sekolah terutama ketika belajar membaca permulaan, mengunakan bahasa Indonesia. Keadaan seperti itu dapat menyebabkan munculnya kesulitan dalam belajar membaca permulaan dalam bahasa Indonesia bagi anak/peserta didik tersebut. Oleh karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan (pendidikan kebutuhan

khusus) sehingga kebutuhan khususnya dapat dihilangkan. Apabila hambatan belajar membaca akibat alasan di atas tidak mendapatkan intervensi yang tepat maka ada kemungkinan anak/peserta didik tersebut akan menjadi anak/peserta didik dengan kebutuhan khusus permanen. Ditinjau dari penyebabnya, maka kebutuhan khusus dapat dibagi dua bagian, yakni (1) kebutuhan khusus yang berasal dari diri sendiri dan (2) kebutuhan khusus akibat dari lingkungan. Salah satu penyebab munculnya kebutuhan khusus dari diri sendiri adalah disabilitas. Sedangkan kebutuhan khusus yang berasal dari lingkungan misalnya anak mengalami kesulitan belajar karena tidak dapat konsentrasi dengan baik dan penyebabnya misalnya suasana tempat belajar yang tidak nyaman. Di samping itu, kebutuhan khusus juga dapat dibedakan menjadi (1) kebutuhan khusus umum, (2) kebutuhan khusus individu, dan (3) kebutuhan khusus kekecualian. Kebutuhan khusus umum adalah kebutuhan khusus yang secara umum dapat terjadi pada siapapun, misalnya karena sakit tidak bisa belajar dengan baik. Sedangkan kebutuhan khusus individu (pribadi) adalah kebutuhan yang sangat khas yang dimiliki oleh seorang individu, misalnya seseorang tidak dapat belajar tanpa sambil mendengarkan musik. Adapun kebutuhan khusus kekecualiaan adalah kebutuhan khusus yang ada akibat disabilitas, misalnya kebutuhan berkomunikasi dengan bahasa isyarat bagi anak dengan hambatan pendengaran. Pendidikan inklusif di suatu negara dibangun oleh 3 (tiga) pilar yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain, yaitu: (1) budaya; (2) kebijakan; (3) praktik. (2) (3) (1) Di Indonesia tanpa kita sadari budaya pendidikan inklusif juga telah ada sejak lama. Semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ nyata menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung nilai-nilai inklusif, berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Budaya inklusif yang ada di Indonesia juga telah didukung oleh perangkat-perangkat kebijakan terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif baik ditingkat nasional maupun lokal (provinsi dan kabupaten/kota). Namun yang masih menyisakan pekerjaan rumah bersama adalah bagaimana praktik penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah dan masyarakat. Pada tataran penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah, terdapat 4 prinsip yang harus selalu diperhatikan sebagai tolok ukur, yaitu (1) kehadiran; (2) pengakuan atau penerimaan; (3) partisipasi; dan (4) pencapaian akademik dan non-akademik dari semua anak/peserta didik termasuk anak/peserta didik berkebutuhan khusus. Sekolah belum dapat disebut sebagai sekolah inklusif apabila ia hanya memasukkan anak/peserta didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas. 2. Konsep Perlindungan Kesejahteraan Anak Menurut undang-undang nomor 35 tahun 2014 sebagaimana yang tercantum pada pasal 1, anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih di kandungan. Konsep perlindungan kesejahteraan anak lahir dari kesadaran bahwa anak perlu dilindungi guna mencapai sebuah tata kehidupan dan penghidupan yang menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Membicarakan konsep perlindungan kesejahteraan anak maka kita perlu menguraikan apa yang dimaksud dengan perlindungan anak dan kesejahteraan anak. UU no. 35 tahun 2014 menyatakan bahwa perlindungan anak adalah serangkaian kegiatan untuk melindungi anak sejak dalam kandungan, agar dapat terjamin kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta terbebas dari perlakuan diskriminasi dan tindak kekerasan baik fisik, mental, rohani

maupun sosial secara wajar sesuai dengan harkat dan martabatnya. Penyelenggaraan perlindungan anak harus berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliput: (1) non-diskriminasi; (2) kepentingan yang terbaik baik anak; (3) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (4) penghargaan terhadap pendapat anak. Adapun tujuan dari perlindungan anak adalah agar hak-hak anak terjamin sehingga mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabatnya, serta terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Kesejahteraan anak merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial2. Kesejahteraan anak dapat pula diartikan sebagai beberapa kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh masyarakat untuk menyampaikan perhatian khusus bagi anak-anak dan kesanggupan masyarakat untuk bertanggung jawab atas beberapa anak sampai mereka mampu untuk mandiri. 3 Dengan berdasarkan kepada penjelasan-penjelasan di atas maka perlindungan kesejahteraan anak berarti segala upaya yang dilakukan oleh orang tua dan masyarakat sejak anak berada dalam kandungan dengan tujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Oleh karenanya agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik rohani, jasmani maupun sosial maka mereka harus memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dalam mengakses layanan publik dasar yaitu kesehatan dan pendidikan. Sejarah Pendidikan inklusif (PI) dan Perlindungan Kesejahteraan Anak (PKA) 1. Pendidikan Inklusif Pendidikan Untuk Semua/Education for All dicetuskannya melalui deklarasi Pendidikan Untuk Semua/Education for All di pada konferensi pendidikan di Jomtien, Thailand pada pada tahun 1990. Walaupun belum eksplisit namun istilah pendidikan inklusif telah dimunculkan pada deklarasi ini. Deklarasi Pendidikan Untuk Semua (PUS) ini berangkat dari kenyataan bahwa di banyak negara : (1) kesempatan untuk memperoleh pendidikan masih terbatas atau masih banyak orang yang belum mendapat akses pendidikan, (2) kelompok tertentu yang terpinggirkan seperti kelompok disabilitas, etnik minoritas, suku terasing dan sebagainya masih terdiskriminasi dari pendidikan bersama. Pada kenyataannya, penyelenggaraan hasil konferensi tersebut masih jauh dari yang diharapkan, khususnya yang terkait dengan kesempatan memperoleh pendidikan bagi para penyandang disabilitas. Oleh karena itu, pada tanggal 7-10 Juni 1994 di Salamanca, Spanyol, para praktisi pendidikan khusus menyelenggarakan konferensi pendidikan kebutuhan khusus (Special Needs Education) yang diikuti oleh 92 negara dan 25 organisasi international yang menghasilkan Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement) yangmenyatakan agar anak berkebutuhan khusus (children with special needs) mendapat layanan pendidikan yang lebih baik dan berkualitas. Dalam konferensi ini istilah inclusive education (pendidikan inklusif) secara formal mulai diperkenalkan. Indonesia merupakan salah satu negara yang menandatangani kedua deklarasi tersebut, sebagai konsekuensinya maka pemerintah berkewajiban untuk memastikan bahwa pendidikan inklusif diselenggarakan di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah mendeklarasikan Indonesia menuju Pendidikan Inklusif di Bandung guna memperkuat usaha penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia. Saat ini penyelenggaraan pendidikan inklusif lebih dimantapkan dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no.70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat 2Undang-Undang no. 4 tahun 1979 bab 1 pasal 1 3Johnson&Schwartz (1991, h.167)

Istimewa, Undang-Undang no. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pada pasal 10, dan Undang-Undang no. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada pasal 51. 2. Perlindungan Kesejahteraan Anak Pada tahun 1923 seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jeb mendeklarasikan pernyataan hak – hak anak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak pendidikan, hak bermain, hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan dan hak berpartisipasi dalam pembangunan. Pada tahun 1924 deklarasi hak anak diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Persekutuan Bangsa-Bangsa dan pada tahun 1948 deklarasi hak asasi manusia diumumkan. Di Indonesia, undang-undang dasar 1945 telah mengatur kesejahteraan dan perlindungan anak, dimana dinyatakan bahwa anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh Negara. Untuk memperkuat komitmen negara terhadap perlindungan anak, pemerintah mengeluarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang telah mengatur tentang hak anak yaitu “anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar”, dan tanggung jawab orangtua yaitu bahwa “orangtua bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak”. Pada tanggal 25 Agustus 1990, melalui Keppres 36/1990, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dan dikuatkan dengan terbitnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang hak dan kewajiban anak, serta kewajiban dan tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua. Undang-undang tersebut kemudian disempurnakan dengan munculnya Undang-Undang no. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Menurut Undang-Undang no. 35 tahun 2014, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: (a) non-diskriminasi; (b) kepentingan yang terbaik bagi anak; (c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (d) penghargaan terhadap pendapat anak. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak. Pendidikan inklusif adalah sistim pendidikan yang menghargai keberagaman. Dengan melaksanakan sistim pendidikan inklusif maka diharapkan perlindungan kesejahteraan anak terutama di bidang pendidikan dapat terlaksana. Pada praktik pendidikan inklusif, sekolah dan masyarakat sangat menghargai perbedaan dan keunikan dari setiap anak/peserta didik. Pendidikan inklusif merupakan salah satu cara untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kekerasan dan praktek bullying yang merupakan bentuk perlakuan diskriminasi pada anak/peserta didik. Pada tingkat persekolahan, sekolah yang menyelenggarakan sistim pendidikan inklusif dapat diperkenalkan melalui konsep sekolah yang ramah dan terbuka bagi semua anak/peserta didik dan memiliki guru dan tenaga kependidikan yang ramah dan terbuka kepada perubahan serta menghargai keberagaman. Keberagamaan yang dimaksud dapat disebabkan karena status sosial ekonomi, disabilitas, bahasa, jender, agama, dan status kesehatan. Sekolah inklusif adalah sekolah yang mampu mengakomodir kebutuhan semua anak termasuk kebutuhan khusus anak/peserta didik berkebutuhan khusus sehingga mereka dapat hadir di kelas, diterima oleh guru, tenaga kependidikan, dan sesama peserta didik, serta berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran serta menunjukkan pencapaian baik di bidang akademik maupun non- akademik. Dalam hal mengakomodir kebutuhan semua anak/peserta didik, sekolah harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak, yaitu: (1) nondiskriminasi; (2)

kepentingan yang terbaik bagi anak; (3) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (4) penghargaan terhadap pendapat anak/peserta didik. Dengan demikian mereka dapat berkembang secara wajar, baik secara jasmani, rohani, dan sosial. Penegasan bahwa pendidikan inklusif merupakan salah satu cara memberikan perlindungan hak pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus terutama anak penyandang disabilitas terdapat pada Undang-Undang no. 35 tahun 2014 pasal 51. Namun keberadaan anak/peserta didik berkebutuhan khusus di sebuah sekolah tidak serta merta membuat sekolah tersebut menjadi sekolah inklusif. Apabila sekolah menerima anak/peserta didik berkebutuhan khusus tanpa memastikan bahwa anak/peserta didik tersebut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sama dengan anak/peserta didik yang lainnya sehingga dapat memperoleh pencapaian sesuai dengan kemampuan anak/peserta didik maka sekolah tersebut belum dapat dikatakan sebagai sekolah inklusif. Keadaan demikian dapat menyebabkan kondisi dimana anak/peserta didik rentan terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi. Praktik-praktik di sekolah inklusif sangat sesuai dengan prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi: (a) non diskriminasi; (b) kepentingan yang terbaik bagi anak; (c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (d) penghargaan terhadap pendapat anak. Tindakan bully dan kekerasan terhadap anak/peserta didik di sekolah inklusif diharapkan tidak akan terjadi karena pihak sekolah (guru dan tenaga kependidikan) memberikan pengertian kepada semua warga sekolah termasuk orang tua dan anak/peserta didik baik yang berkebutuhan khusus maupun anak/peserta didik lainnya tentang keberagamanan yang ada dan hak asasi manusia yang perlu dihormati. Dengan demikian sekolah yang menyelenggarakan sistim pendidikan inklusif sudah pasti menerapkan hal-hal positif yang mendukung kesejahteraan anak. Ilustrasi di bawah ini menggambarkan hubungan pendidikan inklusif dengan perlindungan kesejahteraan anak. Perlindu ngan Kesejaht eraan Anak Pendidi kan inklusif Gambar 2. Hubungan Pendidikan Inklusif dengan Perlindungan Kesejahteraan Anak Di sekolah inklusif semua peserta didik harus hadir dan terlibat dalam proses pembelajaran. Semua upaya untuk menghilangkan hambatan diarahkan untuk membantu peserta didik berkebutuhan khusus agar mereka dapat berpartisipasi, belajar, dan berprestasi sesuai dengan kemampuan mereka. Pencapaian tersebut dapat di bidang akademik maupun non-akademik. Menghilangkan hambatan pembelajaran, meningkatkan partisipasi, dan pencapaian anak/peserta didik tersebut dapat dilakukan dengan menyesuaikan waktu, tugas, bahan, strategi penyampaian, dan tingkat dukungan sesuai dengan kebutuhan anak/peserta didik berkebutuhan khusus sehingga mereka dapat memaksimalkan potensi akademik dan non-akademiknya. Lingkungan sekolah inklusif haruslah nyaman; menerima keberagaman; ramah dan tidak menegangkan; luas; tenang; dan terorganisir/aman. Lingkungan sekolah yang inklusif harus memberikan manfaat bagi seluruh peserta didik dan komunitas sekolah lainnya. Lingkungan yang aman dan nyaman serta tidak diskriminasi akan menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung terbentuknya pribadi anak yang sehat secara emosi dan sosial. Sebagai langkah awal untuk menentukan kebutuhan anak/peserta didik dalam mewujudkan sekolah inklusif serta dalam usaha melindungi kesejahteraan seluruh anak/peserta didik maka guru, tenaga kependidikan dan orang tua perlu melakukan proses identifikasi dan asesmen. Identifikasi merupakan proses untuk menemu kenali keberagaman anak/peserta didik. Pada dasarnya identifikasi dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang tua, guru, maupun pihak lain yang dekat dengan anak/peserta didik. Penggunaan formulir penerimaan peserta didik baru (PPDB) dapat merupakan identifikasi awal. Selanjutnya guru dapat mengumpulkan bukti dari ulangan formatif dan sumatif yang telah dijalani anak/peserta didik serta pengamatan oleh guru.

Sumber pembuktian dapat berasal dari (1) penilaian guru dan pengalamanan anak/peserta didik; (2) kemajuan, pencapaian, dan perilaku anak/peserta didik; (3) perkembangan peserta didik dibandingkan dengan rekannya; (4) pendapat dan pengalaman orang tua; (5) pendapat anak/peserta didik itu sendiri; dan (5) pendapat dari luar. Namun sekolah tidak dapat melakukan labeling dengan mudah hanya karena anak tersebut tertinggal di bidang tertentu dalam kurikulum. Seorang anak dapat diidentifikasikan sebagai anak berkebutuhan khusus apabila mereka menunjukkan sedikit atau tidak ada perkembangan di bidang tertentu secara konsisten meskipun telah diberi pengajaran dan intervensi terarah guna memenuhi kebutuhannya. Langkah selanjutnya, setelah proses identifikasi adalah asesmen. Asesmen pendidikan adalah suatu proses yang sistematis dalam memperoleh informasi atau data melalui pertanyaan terkait perilaku belajar anak/ peserta didik dengan tujuan penempatan dan pengembangan pembelajaran (Wallace dan McLoughlin, 1981: 5). Tujuan melakukan asesmen adalah untuk melihat kebutuhan khusus anak/peserta didik dalam rangka penyusunan program pembelajaran sehingga dapat melakukan intervensi pembelajaran secara tepat. Hal ini tentunya dilakukan hanya demi kepentingan anak/peserta didik. Asesemen dapat dilakukan secara informal maupun formal. Aspek yang diamati lebih jauh dalam proses asesmen adalah persoalan belajar, sosial-emosi, komunikasi, dan motorik. Hasil akhir dari proses identifikasi dan asesmen adalah diperolehnya profil peserta didik berkebutuhan khusus. Profil peserta didik inilah yang akan dijadikan dasar bagi kepala sekolah, guru, dan orang tua dalam pengambilan keputusan guna penempatan dan pengembangan program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajar peserta didik. Pengambilan keputusan dilakukan oleh tim yang terdiri dari minimal guru kelas/mata pelajaran, kepala sekolah, dan orang tua. Sekiranya tersedia maka akan lebih baik apabila tim juga beranggotakan guru pembimbing khusus atau guru pendidikan khusus dan professional (tenaga medis, psikolog, terapi dll). Pada saat proses pengambilan keputusan pun anak/peserta didik juga dilibatkan. Skrining dan Identifikasi Pengambilan Rancangan Keputusan program Referal Evaluasi Asesmen Review (formal atau Tahunan informal) Gambar 3. Struktur identifikasi dan asesmen digambarkan sebagai berikut (Mc Loughlin & Lewis,1981): Setelah sekolah merancang program bagi peserta didik khususnya bagi peserta didik berkebutuhan khusus berdasarkan kebutuhan anak/peserta didik yang merupakan hasil asesmen, maka sekolah diharapkan dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian di berbagai hal guna menjamin pemenuhan hak dan partisipasi anak/peserta didik berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran.

Sekolah diharapkan dapat menyediakan “akomodasi yang wajar.” (reasonable accommodation) bagi anak/peserta didik berkebutuhan khusus terlebih lagi bagi anak/peserta didik penyandang disabilitas. Secara sederhana dapat diterangkan bahwa “akomodasi yang wajar” adalah adaptasi/penyesuaian yang dilakukan oleh sekolah sebagai langkah untuk menjamin pemenuhan hak anak/peserta didik berkebutuhan khusus khususnya anak/peserta didik penyandang disabilitas agar dapat berpartisipasi dalam pembelajaran. Penyesuaian yang dilakukan tentunya dengan mempertimbangkan kepentingan anak demi tercapainya pertumbuhan dan perkembangan anak yang sewajarnya. Adaptasi atau penyesuaian dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: § Membuat kebijakan sekolah yang disesuaikan sehingga dapat menjamin pemenuhan hak semua anak/peserta didik tanpa terkecuali (tidak diskriminasi); § Membuat lingkungan yang aksesibel sehingga memungkinkan semua anak/peserta didik dapat bergerak dan berpindah tanpa rintangan dan aman; § Melakukan penyesuaian kurikulum berdasarkan kebutuhan anak/peserta didik di dalam kelas; § Menyediaan alat bantu dan media pembelajaran yang adaptif seperti misalnya bahasa isyarat dan running text untuk anak/peserta didik dengan hambatan pendengaran dan buku braille atau buku digital untuk peserta didik dengan hambatan penglihatan. Adaptasi dan penyediaan alat bantu dapat dilakukan setelah proses identifikasi dan asesmen selesai dilaksanakan sehingga bantuan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan anak/peserta didik. Penutup Pendidikan inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak bukanlah suatu hal yang terpisah. Sebaliknya pendidikan inklusif merupakan salah satu cara terbaik untuk menjamin perlindungan kesejahteraan anak. Praktik-praktik pendidikan inklusif sangat memperhatikan pemenuhan hak anak/peserta didik sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara wajar pada ranah kognitif, emosi, dan sosial yang akhirnya potensi akademik dan non-akademik anak/peserta didik tersebut dapat tergali secara maksimal. Dengan menerapkan Pendidikan inklusif maka diharapkan sekolah dan masyarakat dapat memastikan bahwa semua anak/peserta didik dihargai haknya dengan begitu bullying dan kekerasan terhadap anak/pesert didik dapat dihilangkan. Tujuan akhir dari Pendidikan Inklusif adalah meningkatnya kualitas layanan pendidikan yang lebih berfokus pada hak dan kebutuhan anak/peserta didik. Dapat dikatakan juga bahwa pendidikan inklusif adalah juga merupakan salah satu strategi untuk mempromosikan masyarakat inklusif, dimana semua anak dan orang dewasa dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat tanpa melihat adanya perbedaan jender, usia, kemampuan, etnis, disabilitas, ataupun status kesehatannya akibat HIV. (Stubbs S. Publication online What is Inclusive Education? Concept Sheet). Pelaksanaan pendidikan inklusif merupakan komitmen internasional dan nasional yang sejalan dengan perubahan paradigma dalam dunia pendidikan. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus diselenggarakan bukan lagi berdasarkan rasa kasihan atau amal (charity) tetapi lebih kepada hak (rights) anak/peserta didik yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan kesejahteraan anak dapat tercapai apabila Pendidikan Inklusif telah diterapkan dengan baik di semua institusi penyelenggara pendidikan pada setiap tingkatan. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang disabilitas akan memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan. Hal ini tentunya sejalan dengan pasal 7 Undang-Undang no. 4 tahun 1979.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook