g. Flexibility, Prinsip ini menghendaki pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat bersifat fleksibel dalam rangka mengantisipasi perubahan- perubahan kebutuhan dan kondisi dalam masyarakat lingkungan sekolah. Leonard V. Koes seperti dikutip oleh Suriansyah (2014) mengemukakan cara atau teknik yang dapat digunakan untuk melaksanakan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai berikut: 1) Surat Kabar Sekolah, 2) Pengumuman atau Surat Edaran, 3) Radio dan Televisi Pendidikan, 4) Pertemuan Orangtua Murid, 5) Pameran Sekolah, 6) Pesta Sekolah, 7) Upacara Pagelaran 8) Kunjungan ke Rumah Orangtua Murid, 9) Partisipasi Sekolah dalam Kegiatan Masyarakat, 10) Commencement (di Indonesia semacam upacara pelepasan siswa/pengukuhan siswa yang baru lulus atau wisuda sarjana di Perguruan Tinggi), 11) Hubungan Langsung Secara Personal Melalui Telepon Yatau Surat Pribadi. Dalam mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat ini kepala sekolah harus melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Memberikan pengertian tentang pelaksanaan sekolah dengan masyarakat/ Morangtua murid dengan seluruh staf. 2. Memberikan bimbingan kepada seluruh staf sekolah tentang bagaimana peran mereka masing-masing dalam hubungan sekolah dan masyarakat. 3. Mengadakan hubungan langsung baik terhadap seluruh staf sekolah Mmaupun terhadap orangtua. 4. Menciptakan staf harmonis dan suasana kerja yang menyenangkan. Sehingga seluruh staf merasa bertanggung jawab atas segala beban Ukegiatan yang dilaksanakan. 5. Memberikan penjelasan kepada orangtua murid/masyarakat tentang: Da. Program kerja yang akan dilakukan dan telah dilakukan termasuk tujuan yang diinginkan. b. Kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. c. Hasil dan prestasi sekolah baik dalam bidang akademik maupun non akademik. d. Permasalahan yang dihadapi sekolah misalnya kenakalan remaja, kekurangan fasilitas belajar dan sebagainya. Dalam melakukan kegiatan komunikasi dengan masyarakat keberhasilannya akan sangat ditentukan oleh kemampuan orang yang melakukan kegiatan komunikasi. Sehubungan dengan hal tersebut John L. Beckly seperti dikutip oleh Suriansyah (2014) menyarankan beberapa hal agar seseorang berhasil Bab 3 | Administrasi Sekolah 141
dalam komunikasi. Untuk itu dia mengungkapkan beberapa prinsip sebagai berikut: 1. Practice self control, yaitu seseorang lebih dahulu hendaknya mampu koreksi diri sendiri sebelum memberikan petunjuk dan atau bimbingan kepada orang lain. Artinya dia harus mampu lebih dahulu menunjukkan apa yang akan dilakukan kepada orang lain. 2. Appraised and where deserve, maksudnya dalam komunikasi seseorang jangan ragu memberikan penghargaan kepada orang lain kalau memang patut dihargai. Tapi harus diingat bahwa penghargaan tidak selalu dalam bentuk hadiah. Penghargaan bisa diberikan dalam bentuk sentuhan, anggukan, ucapan dengan kata baik, bagus dan sebagainya. 3. Criticize tactfully, yaitu memberikan kritik secara bijaksana, dalam arti Yjangan menjatuhkan orang lain di depan orang banyak. Kalau mau memberikan kritik tentang kesalahan orng lain berikan dalam bentuk bahasa yang halus, dan kalau mungkin kritik yang diberikan hanya didengar oleh orang yang bersangkutan tanpa orang lain yang tahu/ Mmendengar. 4. Always listen, maksudnya adalah usahakan untuk selalu mendengar pembicaraan orang lain, dalam arti jangan memborong pembicaraan sendirian tanpa memberikan kesempatan kepada mereka mengungkapkan Mapa yang ada dalam pikiran dan perasaan mereka. 5. Explain Thoroughly, maksudnya adalah dalam memberikan informasi, berikan sejelas-jelasnya, hindarkan informasi yang justru membingungkan atau malah menimbulkan pertanyaan besar bagi pendengarnya. U6. Stress rewards, yaitu mengutamakan ganjaran, maksudnya dalam komunikasi apabila lawan bicara mau memberikan gagasan, pemikiran Ddan lain-lain, patut diberikan ganjaran berupa ucapan terima kasih, bagus dan lain-lain. 7. Considier the person interest, maksudnya adalah perhatian minat dari setiap individu atau orang yang diajak bicara, apakah mereka menaruh minat yang besar terhadap isi pembicaraan kita. Kalau belum usahakan mengubah cara memulai pembicaraan dengan materi yang cukup menarik minat mereka selanjutnya diarahkan kepada permasalahan yang ingin kita diskusikan dengan mereka. Untuk memperluas dan memperdalam pemahaman serta keterampilan kita tentang hubungan sekolah dengan masyarakat, ada beberapa catatan yang perlu dilakukan sebagai kegiatan administrasi ketatausahaan sekolah. Mari 142 Profesi Kependidikan
kita lihat format-format administrasi ketatausahaan di sekolah yang harus kita kuasai. Untuk itu coba Anda berlatih mengisi format-format berikut sebagai latihan. Apabila Anda masih bingung dalam mengisi format tersebut coba berdiskusi dengan guru-guru di sekolah atau kepala sekolah di lingkungan Anda. DUMMY Bab 3 | Administrasi Sekolah 143
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
BAB PESNUDPIEDMRIKVAISNI Y4A. Perlunya Pembinaan Guru MPembangunan pendidikan yang semakin cepat sekarang ini dihadapkan kepada berbagai permasalahan, yang sangat krusial, di antara permasalahan yang sekarang menjadi sorotan tajam dari berbagai lapisan masyarakat adalah masih rendahnya mutu pendidikan di sekolah. Konsekuensi dari permasalahan Uini diperlukan upaya peningkatan keseluruhan komponen sistem pendidikan, baik yang bersifat human resources maupun materiil resources dari segi kuantitas Dmaupun kualitasnya. Disadari sepenuhnya bahwa peningkatan kualitas komponen sistem pendidikan yang terbukti lebih berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan adalah komponen human resource yaitu guru dan tenaga kependidikan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi proses pembelajaran di sekolah. Sebab komponen materiil seperti alat pelajaran, alat peraga, laboratorium dan sebagainya tidak akan bermanfaat tanpa adanya manusia yang mampu menggunakannya secara tepat dalam proses belajar mengajar. Dalam beberapa tahun terakhir ini upaya peningkatan sumber daya manusia (guru dan tenaga kependidikan lainnya) sudah dilakukan secara besar-besaran dan menyeluruh bahkan mendapat perhatian yang cukup besar Bab 4 | Supervisi Pendidikan 145
oleh pemerintah. Upaya tersebut mulai dari yang berbentuk pelatihan sampai pada upaya melalui peningkatan kualifikasi pendidikan guru (D1, D2, D3 ke S1, bahkan guru yang sudah S1 diberikan kesempatan ke S2). Demikian pula untuk para kepala sekolah dan pengawas. Dominannya perhatian pemerintah terhadap upaya peningkatan mutu tenaga kependidikan ini didasarkan atas anggapan bahwa di tangan guru mutu pendidikan tidak ada gurunya atau kekurangan guru. Guru dipandang sebagai faktor kunci, karena ia berinteraksi secara langsung dengan siswa- siswa dalam proses pembelajaran pada saat ini. Konsekuensi dari anggapan ini, maka kualitas guru dipandang sebagai penyebab kualitas hasil belajar atau kualitas pendidikan secara keseluruhan. Strategisnya peranan guru sekarang ini dalam upaya meningkatkan mutu Ypendidikan dapat dipahami dari hakikat guru yang selama ini dijadikan asumsi programmatic pendidikan guru yaitu: 1. Guru merupakan agen pembaruan. 2. Guru berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya kondisi Myang baik bagi subjek didik untuk belajar (memudahkan terjadinya proses belajar). 3. Guru bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar subjek didik, rendah atau tingginya hasil belajar siswa tidak terlepas dari tanggung jawab guru. M4. Guru merupakan contoh teladan bagi peserta didik. 5. Guru bertanggung jawab secara profesional untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar di Ukelas baik secara individual maupun yang dilakukan secara berkelompok. 6. Guru harus menjunjung tinggi kode etik profesinya. DSebagai seorang yang bertugas mengajar dan sekaligus mendidik, akan melakukan berbagai macam kegiatan secara bersamaan demi tercapainya tujuan yang telah dirumuskan dalam setiap pembelajaran di kelas. Untuk itu guru harus memainkan peranan atau fungsi sebagai: 1. Pembimbing 2. Pembaharu model (inovator) 3. Konselor 4. Pelatih 5. Dan lain-lain fungsi yang tidak ringan Kemampuan mengajar memerlukan seperangkan pengetahuan dan keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal 146 Profesi Kependidikan
dan hasil yang maksimal. Kemampuan mengajar tersebut tidak dapat hanya dibentuk melalui lembaga penghasil guru (LPTK), tetapi perlu dilanjutkan pembinaannya oleh lembaga di mana tenaga tersebut bertugas. Demikian besar dan beratnya tugas, tanggung jawab, fungsi dan peranan guru tersebut sehingga dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari ia sering dihadapkan kepada berbagai permasalahan, mulai dari masalah pribadi sampai pada masalah yang terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru. Di antara guru-guru tersebut ada yang memiliki kemampuan untuk mengatasi masalahnya, namun tidak sedikit yang tidak mampu mengatasi masalahnya sendiri. Kondisi inilah sebenarnya yang membutuhkan ada orang lain yang siap membantu mereka setiap saat, atau dengan kata lain mereka membutuhkan pembinaan dari seorang kepala sekolah, pengawas atau pejabat berwenang lainnya. YSungguhpun guru sebelum bertugas sebagai guru dipersiapkan secara optimal di perguruan tinggi (LPTK: FKIP, STKIP, IKIP, AKTA IV Mengajar) tetapi kenyataan menunjukkan tidak semua guru di sekolah betul-betul profesional dalam melaksanakan tugasnya, dalam kaitan ini Jacobson Mmenyatakan bahwa di sekolah/lembaga pendidikan ternyata tidak semua guru tergolong well trained (terlatih baik) dan well qualified (berkualitas/kualifikasi baik). Kenyataan tersebut dapat diamati dari: M1. Seringnya guru mengeluhkan kurikulum yang sering berubah 2. Seringnya guru mengeluhkan kurikulum yang terlalu sarat beban 3. Seringnya siswa mengeluhkan gurunya mengajar dengan gaya yang sangat tidak menarik, sehingga mereka merasa malas untuk belajar U4. Masih rendahnya mutu hasil belajar yang dibuktikan dengan hasil ujian akhir yang masih belum memuaskan semua orang, apalagi kalau kita Dmembandingkan dengan prestasi anak-anak di berbagai negara. Apa yang dikemukan oleh Jacobson tersebut juga diakui oleh Elsbree dan McNally bahwa perkembangan sains dan teknologi yang demikian cepat akan menjadi sebab perlu pemutakhiran kemampuan guru agar mereka tidak ketinggalan zaman. Hal senada juga diakui oleh berbagai penelitian seperti: beberapa studi yang dilakukan dari Mohamad Nur (1994) sejak lama telah menyimpulkan beberapa kelemahan guru sekolah menengah yaitu: kurang terlatih melakukan praktik pengajaran yang mengarah pada keterampilan proses, sangat dominan (teacher centered), penggunaan metode mengajar yang berkisar pada ceramah, tugas atau ekspositori, serta kebanyakan guru tidak mengajar Bab 4 | Supervisi Pendidikan 147
dengan memerhatikan kemampuan berpikir siswa atau tidak mengajar secara bermakna. Kondisi tersebut ternyata masih saja terjadi pada saat ini. Hal ini berakibat pada hasil belajar yang belum dapat dicapai secara optimal. Kondisi lain kita dapat melihat bagaimana berbagai kecemasan ketika menjelang ujian nasional (UN), terjadi berbagai usaha untuk mengejar target lulus ujian bahkan kadang dengan cara-cara yang tidak benar sekalipun. Permasalahan di atas tampaknya terkait pula dengan kenyataan pembelajaran di berbagai pelatihan dan pembinaan lainnya seperti yang disinyalir bahwa: kecenderungan dalam penyelenggaraan pengajaran yang lebih banyak mengandalkan pemberian informasi satu arah, kurang bervariasi dan kurang berinovasi. Hal ini membentuk kebiasaan mereka sebagai penerima informasi dan kebiasaan mereka pada saat mengajar sebagai guru. Oleh karena itu, harus: Y1. Memanifestasikan kompetensinya sebagai orang yang sedang belajar 2. Menunjukkan minat yang besar menjadi guru 3. Berdasarkan kenyataan itulah maka guru-guru masih diperlukan Mpembinaan profesionalnya sebab every man owes of his time to the advancement of his profession (De Roche, 1985), selanjutnya dikemukakan bahwa pengembangan staf termasuk guru diperlukan karena beberapa alasan berikut ini: Ma. Kekuatan sosial ekonomi b. Kekuatan pendidikan c. Kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi. UDi samping itu, pengembangan staf juga berkaitan dengan terdapatnya kesenjangan kemampuan dan kecakapan di satu pihak, dan adanya tuntutan Defektivitas dan efisiensi di lain pihak. Dari beberapa uraian tersebut di atas, dapat ditarik benang merah perlunya pembinaan guru pada saat dia sudah bertugas sebagai guru secara nyata di lapangan pendidikan (sekolah- sekolah) yaitu sebagai berikut: guru (lebih-lebih bagi mereka yang baru bertugas) masih memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengendalikan dan menganalisis tingkah laku siswanya dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga guru sulit memisahkan, merefleksikan dan menyadari tingkah lakunya pada saat dia sedang melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar. Karena itu adanya bantuan dari kepala sekolah/supervisor atau pengawas sekolah sangat membantu mereka untuk dapat mengobservasi, merefleksi dan menganalisis tingkah laku mengajarnya tersebut. 148 Profesi Kependidikan
B. Pengertian dan Fungsi Pokok Supervisi 1. Pengertian dan Fungsi Supervisi Sebelum membahas tentang fungsi supervisi dalam kegiatan pendidikan, terlebih dahulu perlu ditambahkan kutipan yang berkenaan dengan batasan supervisi yang dikemukakan oleh ahli–ahli yang sudah lama berkecimpung dalam dunia supervisi kemudian dilanjutkan dengan batasan yang lebih baru. Dalam Carter Good’s Dictionary of Education seperti dikutip oleh Oteng Sutisna (1983), supervisi didefinisikan sebagai: Segala sesuatu dari para pejabat sekolah yang diangkat yang diarahkan kepada penyediaan kepemimpinan bagi para guru dan tenaga pendidikan lain dalam perbaikan pengajaran, melihat stimulasi pertumbuhan profesional dan perkembangan dari para guru, seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan bahan pengajaran, Ydan metode-metode mengajar, dan evaluasi pengajaran. Istilah supervisi yang berasal dari bahasa Inggris terdiri dari dua kata, yaitu: super yang artinya di atas dan vision mempunyai arti melihat, maka secara keseluruhan supervisi diartikan sebagai ‘’melihat dari atas’’. Dengan Mpengertian itulah maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah -- sebagai pejabat yang berkedudukan di atas -- atau lebih tinggi dari guru – untuk melihat atau mengawasi pekerjaan guru. Dalam pengertian lain, supervisi merupakan peningkatan makna dari Minspeksi yang berkonotasi mencari-cari kesalahan. Jelaslah bahwa kesan seperti itu sangat kurang tepat dan tidak sesuai lagi dengan zaman reformasi seperti sekarang ini. Supervisi adalah kegiatan mengamati, mengidenfikasi mana Uhal-hal yang sudah benar, mana yang belum benar, dan mana pula yang tidak benar, dengan maksud agar tepat dengan tujuan memberikan pembinaan. Kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada sekolah Dpada umumnya dan guru pada khususnya agar kualitas pembelajarannya meningkat. Sebagai dampak meningkatnya kualitas pembelajaran,tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu sudah tertuju pada keberhasilan siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan di sekolah, berarti bahwa supervisi tersebut sudah sesuai dengan tujuannya. Oleh karena siswalah yang menjadi pusat perhatian dari segala upaya pendidikan, berarti supervisi sudah mengarah pada subjeknya. Sebetulnya apabila dicermati secara rinci, kegiatan supervisi sesuai dengan konsep pengertiannya, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Supervisi akademik, dan(2) Supervisi administrasi. a. Supervisi akademik adalah supervisi menitikberatkan pengamatan pada masalah akademik, yaitu langsung berada dalam lingkup kegiatan Bab 4 | Supervisi Pendidikan 149
pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa ketika sedang dalam proses belajar. b. Supervisi administrasi yang menitikberatkan pengamatan pada aspek– aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran. Kepala sekolah setiap hari selalu berada di sekolah dan sangat memahami kehidupan sekolah setiap hari, sehingga sudah selayaknya kepala sekolah selalu mengarahkan perhatiannya pada supervisi akademik, sedangkan pengawas yang relatif lebih jarang datang ke sekolah karena jumlah sekolah yang menjadi pembinaannya cukup banyak biasanya lebih cenderung mengarahkan perhatiannya pada supervisi administrasi. Hal ini sebenarnya yang menjadi permasalahan, sebab baik kepala sekolah maupun pengawas sekolah harusnya Ykedua-duanya memberikan perhatian pada pembinaan aspek akademik meskipun tidak meninggalkan pembinaan aspek administratif, tetapi porsi yang lebih besar diberikan pada pembinaan aspek akademik. Batasan supervisi sering kabur dan agak membingungkan pembaca karena Mmengandung beberapa konsep. Kimball Wiles sebagaimana dikutip Suriansyah (2010), menyatakan bahwa Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi belajar–mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik’. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam supervisi Madalah bantuan kepada guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukannya. Perbaikan proses pembelajaran inilah yang akhirnya berdampak pada hasil belajar siswa. Kerangka berpikir ini mengindikasikan bahwa guru memegang peran yang sangat strategis dan urgen dalam pembelajaran siswa. UMeskipun demikian tidak dipungkiri bahwa masih banyak variabel lain yang juga berpengaruh pada prestasi belajar siswa, baik langsung maupun tidak Dlangsung. Hal ini akan dapat ditelusuri dengan baik apabila kegiatan supervisi dapat dilakukan secara terus-menerus, intensif, baik dan cermat. Supervisi yang intensif kepada guru, secara tidak langsung siswa akan kena dampaknya yaitu ikut terangkat prestasi belajarnya. Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa supervisi bertujuan untuk membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut. Selain itu juga supervisi juga membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya. Hal ini penting karena guru memang harus mampu sejauh mungkin memenuhi kebutuhan siswa. Demikian juga bantuan tersebut diberikan kepada guru agar mampu mengidenfikasi kesulitan individual siswa sehingga dapat merencanakan pembelajaran secara lebih tepat, melalui analisis kebutuhan dan kondisi yang dimiliki oleh siswa. 150 Profesi Kependidikan
Selain apa yang telah disebutkan di atas pada hakikatnya supervisi juga membantu guru agar memiliki kemampuan dalam mengembangkan kecakapan pribadi. Supervisi juga bertujuan membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerja sama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu sama lain. Perkembangan mutakhir tentang supervisi dikemukakan oleh Sergiovanni (1980) yang menyatakan bahwa supervisi bukan hanya dilakukan oleh pejabat yang sudah ditunjuk tetapi oleh seluruh personel yang ada di sekolah (by the centre school staffs). Tujuan utama kegiatan supervisi adalah meningkatkan kualitas pembelajaran, harapan akhirnya juga pada prestasi belajar siswa.Tentu saja peningkatan tersebut tidak dapat hanya mengenai satu aspek saja, tetapi semua unsur yang terkait dengan proses pembelajaran, antara lain siswa itu sendiri, guru dan personel lain, peralatan, pengelolaan, maupun lingkungan Ytempat belajar. Berpijak pada batasan pengertian tersebut maka sedikitnya ada tiga fungsi supervisi, yaitu: (1) sebagai kegiatan meningkatkan mutu pembelajaran (2) sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsur-unsur Myang terkait dengan pembelajaran, dan (3) sebagai kegiatan memimpin dan membimbing. a. Fungsi Meningkatkan Mutu Pembelajaran MSupervisi yang berfungsi meningkatkan mutu pembelajaran merupakan supervisi dengan ruang lingkup yang sempit, tertuju pada aspek akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan Udan arahan kepada siswa. Perhatian utama supervisor adalah bagaimana guru dan perilaku siswa yang belajar, dengan bantuan atau tanpa bantuan guru secara langsung. Seberapa tinggi keberhasilan siswa kepada belajar, itulah Dfokus supervisi sebenarnya. Artinya perbaikan proses pembelajaran menuju pembelajaran yang berkualitas, dalam rangka mewujudkan perbaikan belajar siswa menuju kepada kemampuan siswa belajar secara mandiri. Dengan demikian, kehadiran guru dalam pembelajaran lebih kepada sebagai fasilitator, motivator dan konselor dalam pembelajaran. Kemandirian belajar inilah yang saat ini masih jauh dari harapan kita, yang dampaknya adalah prestasi belajar menjadi sangat lamban peningkatannya. Berbagai kajian dan pendapat para ahli secara umum menyatakan bahwa hasil belajar siswa merupakan dampak dari proses pembelajaran yang berkualitas. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan prestasi siswa harus dimulai dengan pelaksanaan pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran berkualitas akan terwujud apabila guru memiliki kompetensi yang utuh dan profesionalisme yang tinggi. Bab 4 | Supervisi Pendidikan 151
b. Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan Pembelajaran Seperti kita ketahui proses pembelajaran di kelas dan proses pendidikan di sekolah tidak terlepas dari kegiatan administrasi, sehingga dikenal ada administrasi sekolah dan juga administrasi guru. Di sisi lain ada kegiatan supervisi, sehingga antara keduanya tidak dapat dipisahkan, yaitu administrasi dan supervisi. Supervisi yang berfungsi memicu atau penggerak terjadinya perubahan tertuju pada unsur-unsur yang terkait dengan, atau bahkan yang merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Faktor yang sangat kuat mendukung dan memberi pengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan pembelajaran adalah administrasi. Sebab proses administrasi sifatnya melayani atau mendukung kegiatan pembelajaran, maka para pelaksana administrasi termasuk guru perlu juga diberikan bantuan Ytentang administrasi yang baik. Supervisi ini dikenal dengan istilah supervisi administrasi. Tetapi yang harus diperhatikan adalah bahwa kegiatan supervisi akademik harus mendapat porsi yang lebih besar dibandingkan supervisi administratif. Selama ini banyak kegiatan supervisi terlalu memberikan porsi Mterlalu besar pada kegiatan administratif dibandingkan kegiatan akademik. c. Fungsi Membina dan Memimpin Sebagaimana diuraikan pada bagian di atas bahwa supervisi adalah kegiatan yang diarahkan kepada penyediaan bantuan kepada guru-guru atau tenaga Mkependidikan lainnya agar mereka dapat menjalankan tugas secara efektif. Di samping itu juga pada hakikatnya supervisi diberikan untuk membantu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dapat mengoptimalkan peran dan Ufungsinya sehingga dapat berperan sebagai pemimpin di bidang tugasnya masing-masing. Oleh sebab itulah sering disebut supervisi mempunyai fungsi memimpin yang dilakukan oleh pejabat yang diserahi tugas memimpin Dsekolah, yaitu kepala sekolah, diarahkan kepada guru dan tenaga tata usaha, atau memimpin bagi guru-guru kepada siswanya saat berada di dalam kelas bahkan juga di luar kelas. Yang berkewajiban memimpin dan membimbing guru dan staf tata usaha di sekolah adalah kepala sekolah dan guru. Sebetulnya kedua pengertian tersebut maknanya hampir sama, namun dipakai keduanya untuk sekadar memperkuat konsep yang dibahas. Seorang supervisor memang tugas utamanya adalah membina guru agar dapat menjalankan tugas dan kewajibannya secara optimal. Sebenarnya membina dalam pengertian di sini tidak hanya sekadar membuat guru agar mereka dapat optimal mengajar atau melaksanakan tugas-tugas lainnya saja, tetapi juga membina mereka untuk dapat melaksanakan dan mengaktualisasikan potensi dirinya secara optimal termasuk dalam hal ini adalah potensi diri orang-orang yang dibina 152 Profesi Kependidikan
untuk mampu menjadi pemimpin dikemudian hari. Pembinaan dalam rangka pengembangan dan aktualisasi potensi diri secara optimal inilah sebenarnya yang menjadi hakiki dan tujuan pembinaan oleh supervisor. C. Tanggung Jawab Pembinaan Profesionalisme Guru Uraian di atas mengindikasikan bahwa guru perlu mendapat pembinaan yang intensif, terprogram dan terus-menerus dari pengawas sekolah atau kepala sekolah. Dalam melaksanakan pembinaan kepada guru, perhatian yang dominan harus fokus tertuju kepada aspek-aspek profesional, dengan mereduksikan aspek-aspek yang bersifat administratif, dalam istilah manajemen umum hal ini dikenal dengan istilah staff development, career development, staff improvement dan lain-lain istilah. YPelaksanaan pembinaan guru menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan pengawas sekolah, tetapi mengingat setiap hari guru berada di sekolah, maka pimpinan langsungnya sehari-hari adalah kepala sekolah, oleh sebab itu maka kepala sekolah bertanggung jawab untuk membina guru-guru di Msekolahnya agar dapat berperan secara profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Sentralnya peranan kepala sekolah dalam melaksanakan pembinaan guru ini juga dikemukakan berbagai ahli pendidikan antara lain Lipham (1983), De MRoche (1985), Mateheru (1987, 1989), dan para ahli lainnya menyatakan hal yang sama bahwa kepala sekolah merupakan sentral dalam pengembangan staf di sekolah, sebab kepala sekolah berperan selain sebagai administrator juga berperan sebagai supervisor serta staff development (Lipham). UKepala sekolah memegang peranan kunci dalam pembinaan guru dan atau pengembangan staf pendidikan lainnya dalam lingkup sekolahnya masing- Dmasing. Hal ini dikemukakan oleh De Roche bahwa: “New school practice programs and innovations are succesfull indirect proportion to interest, enthusiasm, and support shown by school principal”. Baik buruknya sebuah sekolah lebih banyak ditentukan oleh kemampuan profesionalnya sebagai kepala sekolah sekaligus pengelola sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah setidaknya harus menguasai bekal kemampuan untuk: menyusun program kegiatan sekolah, menetapkan prosedur mekanisme kerja, melaksanakan monitoring, evaluasi, supervisi dan membuat laporan kegiatan sekolah, meningkatkan dan memantapkan disiplin, komitmen dan motivasi kerja guru dan siswa serta staf sekolah lainnya. Kemampuan tersebut di atas minimal dimiliki kepala sekolah sehingga idealnya kepala sekolah diangkat Bab 4 | Supervisi Pendidikan 153
dari guru yang mempunyai prestasi tinggi, bukan hanya didasarkan dari masa kerja apalagi atas dasar like and dislike. Selain itu dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan kompetitif peran kepala sekolah harus diberdayakan secara optimal dalam pengelolaan sekolah secara otonom sebagai tenaga profesional sehingga kepala sekolah dituntut untuk mampu berkreasi, inovasi dan lebih produktif. Dalam kaitan ini diperlukan reformasi cultural peran kepala sekolah, yaitu: kepala sekolah harus berfungsi sebagaimana seharusnya sebagai manajer sekolah. Sebagai manajer maka kepala sekolah harus berperan sebagai pemikir dan pengembang. Sebab kepala sekolah yang mempunyai tugas utama memikirkan kemajuan sekolahnya. Apabila kepala sekolah tidak dapat memfungsikan diri sebagai manajer, maka sulit diharapkan Ysekolahnya akan menjadi sekolah yang unggul. Sebagai manajer sekolah, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tujuh kegiatan sebagai berikut: 1. Melakukan prediksi, yaitu membuat perkiraan-perkiraan tentang Mmasa yang akan datang. Misalnya tentang kualitas yang dituntut oleh masyarakat berdasarkan fakta dan perubahan yang terjadi. 2. Melakukan inovasi. Dari hasil prediksi tersebut, kepala sekolah dituntut untuk melakukan inovasi terhadap proses yang dilakukan sekolahnya. M3. Menciptakan strategi atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran inovatifnya 4. Menyusun perencanaan U5. Menemukan sumber-sumber pendidikan 6. Menyediakan fasilitas pendidikan D7. Melakukan pengendalian atau kontrol (Sutrisno, 2000). Menurut penulis, selain 7 (tujuh) hal tersebut masih diperlukan kemampuan lainnya, bahkan kemampuan ini sangat sentral dalam menunjang keberhasilan pembinaan staf pendidik maupun staf kependidikan. Kemampuan tersebut adalah kemampuan komunikasi (communication skill) dan kemampuan penjaminan mutu (quality assurance skill). Kemampuan komunikasi merupakan kompetensi sentral dari kompetensi lainnya, sebagaimana dinyatakan oleh para ahli pendidikan “skill in communication is a key to succesfull team effort” sementara ahli lainnya menyatakan “communication is blood in organization”. Dengan komunikais yang baik kepala sekolah dapat membangun komitmen dan kemitraan dengan berbagai pihak, 154 Profesi Kependidikan
dengan komunikasi pula kepala sekolah dapat meyakinkan semua orang dan semua sumber untuk bekerja dan membantu pencapaian visi dan misi sekolah. Selain itu sebagai manajer kepala sekolah harus dapat menentukan dan memilih staf pembantunya dalam pengelolaan sekolah (ingat paling sedikit ada 6 (enam) macam pengelolaan sekolah yaitu: pengelolaan pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, alat pelajaran, sarana pendidikan dan pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat). Staf tersebut harus mereka yang memiliki loyalitas dan komitmen terhadap tugas dan komitmen terhadap prestasi. Satu ungkapan tentang manajer yang baik adalah “a good manager is doing the thins by other people”, memang seorang manajer tidak akan dapat bekerja tanpa bantuan orang lain. Di samping kepala sekolah, sebagai orang yang langsung berhadapan Ydengan guru-guru, maka pengawas juga merupakan salah satu komponen yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas sumber daya guru. Pengawas dalam pendidikan memiliki fungsi pengontrol dan pembina terhadap keberhasilan pendidikan. Peran pengawas amat menentukan terhadap tercapainya target kurikulum yang ditentukan sekolah. Untuk itu idealnya Mseorang pengawas harus mempunyai kemampuan untuk: 1. Membuat rencana kerja yang bersifat rasional, tetapi aplikatif untuk situasi dan kondisi di lingkungan sekolah dan guru-guru yang menjadi Mbinaannya. 2. Memonitor kerja guru dan kepala sekolah serta hasilnya. 3. Mengorganisir pertemuan-pertemuan kepala sekolah, untuk membicarakan masalah-masalah yang muncul pada saat pembinaan guru oleh kepala Usekolah, untuk selanjutnya didiskusikan bersama bagaimana cara pemecahannya. D4. Bersama dengan kepala sekolah mengorganisir pertemuan guru. Dalam pertemuan ini perlu dimintakan komentar guru tentang permasalahan yang dihadapinya dalam melaksanakan pengajaran, kemudian didiskusikan bersama antara kepala sekolah, pengawas dan guru untuk mencari solusinya. Apabila kepala sekolah dan pengawas dapat berperan sebagaimana seharusnya dia berperan sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, maka dapat diharapkan dia akan mampu menjadikan sekolahnya sebagai sekolah yang efektif. Untuk memberikan gambaran tentang sekolah yang dikemukakan beberapa hasil penelitian tentang sekolah yang efektif. Mortimore dkk (1988) Bab 4 | Supervisi Pendidikan 155
melakukan survei pada 50 SD kawasan miskin di Kota London menyimpulkan ada dua belas faktor kunci sekolah efektif yaitu: Kepemimpinan kepala sekolah, keterlibatan wakil-wakil kepala sekolah, keterlibatan guru-guru, konsistensi guru-guru, sesi-sesi kelas yang terstruktur, pengajaran yang menantang intelektual, lingkungan yang berorientasi kerja, fokus yang terbatas dan jelas dalam sesi-sesi kelas, komunikasi yang tinggi antara guru dan murid, pencatatan yang rapi, keterlibatan orangtua, iklim yang positif. Sementara Purkey dan Smith (1985) menyimpulkan dari 20 hasil penelitian tentang sekolah efektif menyimpulkan karakteristik sekolah yang efektif adalah sebagai berikut: Variabel organisasi dan struktur, yang mencakup karakteristik sebagai berikut: Y1. Manajemen berbasis sekolah dan pengambilan keputusan yang demokratis. 2. Kepemimpinan yang kuat, artinya pemimpin yang didukung oleh staf secara konsisten sehingga memiliki kestabilan dan kesinambungan. 3. Artikulasi dan organisasi kurikulum yang baik, dalam arti pengembangan Mdan pelaksanaan kurikulum yang direncanakan dan dengan tujuan yang jelas bagi semua guru, sehingga akan memberikan makna yang tinggi bagi proses pembelajaran di kelas oleh guru. 4. Stabilitas staf. M5. Pengembangan staf yang luas di tingkat sekolah, pengembangan ini harus didasarkan pada kebutuhan nyata pada staf (guru) oleh sebab itu apa yang harus dikembangkan harus didasarkan pada needs assissment dan analisis Uprofil kompetensi guru di tingkat sekolah. 6. Keterlibatan dan dukungan orangtua yang tinggi, karena itu informasi tentang pendidikan di sekolah secara terus-menerus merupakan hal pokok Dyang tidak boleh ditinggalkan dalam pengelolaan sekolah oleh kepala sekolah yang menginginkan sekolahnya efektif. 7. Pengakuan keberhasilan akademis yang luas di tingkat sekolah, mengakui keberhasilan akademis guru secara terbuka, misalnya penghargaan diberikan kepala sekolah pada saat upacara dapat mendorong guru lain bahkan siswa untuk berprestasi. 8. Memaksimalkan waktu belajar siswa. 9. Dukungan kantor pendidikan (khususnya dinas pendidikan TK II/district), baik yang menyangkut perubahan, inovasi dan lain-lain kegiatan sekolah. Variabel proses, yang berkaitan dengan budaya dan iklim sekolah menyangkut beberapa indikator sebagai berikut: 156 Profesi Kependidikan
1. Perencanaan yang bersifat kerja sama dan hubungan yang bersifat kemitraan, yaitu kerja sama guru, kepala sekolah, murid dan orangtua murid dalam perencanaan pengembangan prestasi sekolah, dengan menggunakan pendekatan kemitraan bukan atasan bawahan. 2. Rasa komunitas, yaitu perasaan diakui sebagai anggota komunitas oleh guru dan staf administrasi dapat mengurangi rasa terasing dan meningkatkan prestasi akademik, hal ini dapat dilakukan melalui cara seremonial, simbol-simbol, aturan (seragam sekolah, seragam dinas, dan lain-lain). 3. Tujuan yang jelas dan harapan yang tinggi yang ditentukan bersama. Tujuan yang jelas akan mempermudah semua orang dalam merumuskan kegiatan yang harus dilakukan serta mengarahkan sumber daya manusia Yyang dimiliki oleh sekolah. Demikian juga sekolah yang memiliki harapan yang tinggi, tapi realistis terhadap prestasi belajar siswanya akan dapat memacu motivasi dan kinerja guru untuk mencapainya. Apabila hal ini dapat tercipta, maka akan tumbuh pula perasaan yang sama di kalangan siswa-siswa untuk berprestasi secara optimal. M4. Teratur dan disiplin, yang didasarkan pada aturan-aturan yang jelas dan masuk akal serta adil yang diberlakukan secara konsisten akan membantu mengomunikasikan rasa sungguh-sungguh dan memiliki tujuan yang Mdengannya sekolah melakukan tugasnya. Selain itu teratur dan disiplin dapat mengurangi penyimpangan perilaku yang mengganggu proses belajar dan memungkinkan peningkatan rasa bangga dan bertanggung jawab dalam komunitas sekolah. UIndikator-indikator sekolah yang efektif masih banyak dikemukakan oleh beberapa ahli lain dalam analisis hasil penelitiannya, tetapi secara umum, Dindikator tersebut tampaknya memiliki kesamaan dengan apa yang telah dikemukakan tersebut. Indikator-indikator tersebut sebenarnya kalau kita memiliki kemauan yang kuat untuk mengaplikasikan dengan sedikit modifikasi di sekolah-sekolah kita diyakini hal tersebut bukan masalah yang berat. Guru yang profesional tidak dapat dilahirkan hanya oleh satu institusi saja, tetapi memerlukan keterpaduan oleh barbagai pihak yang terkait dan bertanggung jawab. Dalam kaitan ini maka pembinaan dan pengembangan kompetensi profesionalisme guru perlu dilakukan dengan integrasi segitiga emas (gold trianggle) yaitu: LPTK penghasil guru, sekolah pemakai guru dan Dinas Pendidikan sebagai institusi pembina guru. Bab 4 | Supervisi Pendidikan 157
LPTK Mengutip pendapat Rake Joni (2009) dinyatakan bahwa LPTK yang mampu menghasilkan guru profesional adalah LPTK yang memiliki keutuhan sumber daya manusia dan non manusia, yang dikelola dengan manajemen yang modern. Tampaknya SDM yang profesional di LPTK memberikan kontribuasi dalam menghasilkan guru yang profesional. Kompf dan Denicolo (2005) menyatakan hanya dari institusi pendidikan tinggi yang memiliki penelitian yang besar dan berkualitas lah yang dapat menghasilkan guru yang juga profesional dan kompetensi tinggi dalam penelitian. Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru yang memiliki daya berpikir tinggi akan mampu melakukan kegiatan inovatif. Hal tersebut akan mampu membawa guru dalam melakukan penelitian yang kreatif dan inovatif dalam kelasnya. Tim OECD (2008), menyatakan bahwa inovasi pembelajaran hanya lahir dari guru yang Yinovatif. Hal senada juga dikemukakan oleh Sue, B (2005) bahwa inovasi guru akan lahir dan menjadi budaya apabila dilakukan pembentukan karakter inovasi sejak mereka dibentuk menjadi guru (calon guru). Pentingnya peranan LPTK dalam menghasilkan guru yang berkualitas ini dinyatakan juga oleh MMantja (2007) yang dinyatakannya bahwa adalah tugas LPTK mempersiapkan calon guru dengan baik melalui rancangan dan pendekatan yang baik pula. Kelemahan dan kekurangmampuan guru dalam melaksanakan tugasnya terkait dengan lembaga penghasilnya. Kualitas guru yang rendah menyebabkan mutu Mpendidikan yang rendah pula, walaupun komponen pengaruh terhadap mutu itu banyak sekali, pada gilirannya rendahnya mutu guru berbalik pada LPTK yang menyiapkannya. UGambaran berbagai studi tersebut mengingatkan kepada kita di LPTK untuk selalu menampilkan pembelajaran yang inovatif dan kreatif sehingga mampu menghasilkan kemandirian mahasiswa. Di samping itu juga diperlukan Dmanajemen yang profesional, karena kajian-kajian manajemen membuktikan bahwa keberhasilan institusi pendidikan 80% ditentukan oleh manajemen institusi tersebut (lihat kajian Deming, Juran, Crosby, Ishikawa, Arcaro dalam TQN in Education). Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah Kepala sekolah memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesionalisme guru. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Glickman (2002), Bafaddal (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada sekolah yang baik (termasuk guru yang baik) tanpa kepala sekolah yang baik. Kualitas sekolah sangat ditentukan oleh kepala sekolah. Hal senada juga dinyatakan oleh Guthrie dan Schuerman (2011) bahwa 158 Profesi Kependidikan
kepemimpinan kepala sekolah menentukan performansi sekolah yang tinggi dalam budaya kerja berkualitas. Oleh sebab itulah Permen Diknas Nomor 12 dan 13 Tahun 2007 antara lain menyatakan bahwa kompetensi kepala sekolah dan pengawas sekolah harus memiliki kompetensi untuk melakukan pembinaan kepada guru-guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas dan karya ilmiah lainnya. Kepala sekolah adalah pembina, pembimbing, fasilitator, motivator dan mitra kerja bagi guru-guru dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Dalam berbagai kajian kepemimpinan sekolah, kepala sekolah memiliki fungsi EMASLIM dalam rangka menjalankan sekolah menuju sekolah yang unggul. Dalam konteks pembinaan guru dalam keterampilan penelitian inilah maka kepala sekolah harus memiliki kemampuan dan keterampilan penelitian tindakan sekolah (school action research). YDinas Pendidikan Institusi yang berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan menurut peraturan pemerintah dalam era otonomi adalah dinas pendidikan. Oleh sebab itu, institusi ini memegang Mperanan penting dalam pembinaan dan pengembangan kualitas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Diperlukan manajemen ketenagaan yang baik dan efektif. Tanpa hal tersebut maka kualitas tenaga pendidik dan kependidikan tidak akan berkembang. MD. Pendekatan Supervisi Pendidikan Pendekatan supervisi sering dikelompokkan menjadi dua pendekatan, Uyaitu: pendekatan langsung (direct contact) dan pendekatan tidak langsung (indirect contact). Pendekatan pertama dapat disebut dengan pendekatan tatap muka dan kedua pendekatan menggunakan perantara, seperti melalui surat Dmenyurat, media massa, media elektronik, radio, kaset, internet dan yang sejenis. Sementara dikenal juga pendekatan kolaboratif, yaitu pendekatan yang menggabungkan kedua pendekatan itu (Aqib, Zainal dan Rohmanto, Elham, 2007). Meskipun ahli lainnya ada yang menggolongkan dalam tiga pendekatan. Hal ini akan diuraikan secara tersendiri pada bagian lain buku ini. Pendekatan supervisi pada dasarnya adalah pendekatan dalam proses pembinaan guru yang berkaitan dengan bagaimana seorang pembina berinteraksi dengan orang-orang yang dibina agar proses pembinaan dapat mencapai hasil yang optimal. Karena itu pendekatan selalu terkait dengan aspek psikologis orang yang dibina dan psikologis pembina itu sendiri. Kegagalan pembinaan sering disebabkan karena interaksi antara pembina dan Bab 4 | Supervisi Pendidikan 159
orang yang dibina tidak terdapat kesesuaian secara psikologis atau dengan kata lain pembina menggunakan pendekatan yang tidak tepat dengan karakter psikologis orang yang dibina. Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi modern didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis, sebab pendekatan yang efektif adalah pendekatan yang sesuai dengan tipe, karakter atau prototipe orang- orang yang menjadi sasaran pembinaan. Suatu pendekatan atau teknik pemberian supervisi, sangat bergantung kepada prototipe guru. 1. Pendekatan Langsung (Direktif) Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung, dalam pendekatan ini pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif Yini berdasarkan pada pemahaman terhadap psikologis behaviouristis. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan/stimulus. Oleh karena guru memiliki kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi lebih Mbaik. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pendekatan ini diperlihatkan melalui perilaku supervisor: Menjelaskan, Menyajikan, Mengarahkan, Memberi contoh, Menerapkan tolok ukur, dan Menguatkan. M Masing-masing perilaku tetrsebut akan diuraikan pada bagian tersendiri dalam buku ini. 2. Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direktif) U Pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu Dmendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non direktif ini berdasarkan pada pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya. Supervisor mencoba mendengarkan dan memahami apa yang dialami. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif ditunjukkan dengan perilaku: Mendengarkan, Memberi penguatan, Menjelaskan, Menyajikan, dan Memecahkan masalah. 160 Profesi Kependidikan
3. Pendekatan Kolaboratif a. Pengertian Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non direktif menjadi suatu pendekatan baru. Pada pendekatan ini, baik supervisor maupun guru bersama-sama bersepakat untuk menetapkan struktur proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan tentang masalah yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah perpaduan antara kegiatan individu dengan lingkungan yang pada gilirannya akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian, pendekatan dalam supervisi berhubungan pada Ydua arah; yaitu dari supervisor kepada guru sebagai orang yang dibina dan dari guru kepada supervisor secara timbal balik. b. Karakteristik Pendekatan Kolaboratif Sebagaimana telah diketahui bahwa supervisi adalah bentuk Mpelayanan yang diberikan kepada guru dengan tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama proses belajar dan pembelajaran yang dilakukan dengan harapan tercipta proses pembelajaran yang berkualitas. Oleh sebab itu, kegiatan supervisi Mdiarahkan untuk membantu kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya agar dapat mencapai target yang diinginkan. Untuk itulah diperlukan pendekatan supervisi yang tepat. Salah satu pendekatan yang dapat dipertimbangkan dalam pelaksanaan supervisi adalah Upendekatan kolaboratif. Pendekatan kolaboratif memiliki karakteristik sebagai berikut: D1. Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja. 2. Kedua belah pihak berbagi kepakaran. 3. Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan inkuiri yakni, saya memcoba memahami apa yang dilakukan oleh orang yang saya amati. 4. Diskusi sebagai langkah lanjut dari pengalaman bersifat terbuka atau fleksibel dan tujuannya jelas. 5. Tujuan supervisi ialah membantu guru dan kepala sekolah berkembang menjadi tenaga-tenaga profesional melalui kegiatan reflektif. Bab 4 | Supervisi Pendidikan 161
Apabila kita dapat memahami karakteristik pendekatan kolaboratif di atas dapat dimengerti bahwa dengan pendekatan kolaboratif, maka kegiatan supervisi yang dilakukan akan mampu meredam rasa takut, tegang bahkan sikap menghindar dari supervisi yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah akan tidak terjadi. Hal ini disebabkan karena dengan pendekatan ini supervisor menempatkan dirinya sebagai mitra bagi guru yang disupervisi bukan sebagai inspektor yang mencari kesalahan guru. Di samping itu, pendekatan ini tidak menonjolkan superioritas kekuasaan, ancaman, dan tidak menonjolkan hubungan atasan bawahan, tetapi hubungan kemitraan dan kesamaan serta partnership. Disamping itu, supervisi kolaboratif memberikan kesempatan yang luas kepada guru untuk menyampaikan ide ataupun masalah-masalah Yyang muncul dalam proses pembelajaran. Sehingga dari diskusi yang dilakukan akan muncul ide-ide baru yang merupakan strategi problem solving terhadap permasalahan yang ditemukan dalam proses pembelajaran. Mc. Pembinaan Guru dengan Pendekatan Kolaboratif Nur Uhbiyati sebagaimana dikutip As’aril Muhajir menyebutkan bahwa guru/pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung Mjawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang Usanggup berdiri sendiri. Pendidik memiliki tugas dalam rangka membentuk pribadi peserta didik dan mempersiapkan mereka dalam menghadapi segala bentuk tantangan dimasa yang akan datang. DMengingat beratnya tanggung jawab guru dalam mempersiapkan generasi muda sebagai kader bangsa, negara, dan agama, maka guru harus mendapatkan perhatian khusus. Perhatian ini dimaksudkan agar guru mampu melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Dalam rangka inilah, guru harus mendapatkan pembinaan khusus agar ia memiliki kompetensi dan profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Salah satu cara pembinaan guru adalah dengan menggunakan pendekatan kolaboratif. Supervisor yang menggunakan pendekatan ini, supervisor bertindak sebagai mitra bagi guru-guru. Ia siap untuk mendengar segala bentuk pengaduan guru tentang keluhan, keresahan, masalah atau apa pun yang 162 Profesi Kependidikan
terkait dengan tugas-tugasnya sebagai pendidik. Ia juga memberikan keleluasaan bagi seorang guru untuk menyampaikan ide, gagasan, serta pikiran yang dimilikinya. Hal ini akan menimbulkan kesan bahwa seorang supervisor dengan pendekatan ini akan menjadi bagian dari diri guru yang tidak terpisahkan. Suasana akrab menjadi ciri khas yang mendukung terhadap kinerja supervisor dalam memahami guru yang ia hadapi. Di sisi lain supervisor harus siap memberikan solusi terhadap persoalan- persoalan yang muncul dari guru. Supervisor harus memiliki kepekaan yang tinggi dalam merespons setiap gejala yang muncul beserta permasalahannya dari guru-guru. Dengan memahami keadaan guru secara mendalam, diharapkan supervisor mampu memberikan problem solving yang tepat. Dengan pendekatan kolaboratif supervisor lebih mudah untuk mendapatkan data- data yang valid dan reliable yang menjadi titik tolak untuk melakukan follow Yup dalam rangka meningkatkan kualitas serta kompetensi guru, sehingga ia mampu melaksanakan tugasnya secara maksimal. Pendekatan ini memberikan warna tersendiri bagi guru, sehingga guru tidak merasa tertekan, namun ia merasa memiliki seorang mitra yang bisa diajak teman “curhat”. MOrientasi Perilaku Supervisi Pengajaran Bagaimana harusnya seorang supervisor berperilaku pada saat melakukan proses supervisi, khususnya pada saat berhadapan dengan orang yang Mdisupervisi lebih-lebih dengan menggunakan pendekatan kolaboratif dan supervisi klinis, sangat ditentukan oleh pengenalan terhadap apa, siapa dan bagaimana karakteristik (karakteristik guru) yang disupervisi. Dalam kaitan Uini ada beberapa ahli mengelompokkan karakter guru dalam tiga bagian, yang menggambarkan sejauhmana efektivitas guru dalam melaksanakan Dpembelajaran. Kelompok tersebut adalah sebagai berikut: 1. Guru yang tidak efektf dalam melaksanakan pembelajaran menurut pertimbangan/penilaian supervisor, tapi menurut guru itu sendiri dia efektif. Dengan kata lain guru ini disebut dengan istilah guru yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Guru yang tergolong dalam kategori semacam ini dapat diidentifikasi oleh supervisor melalui indikator sebagai berikut: Kemajuan siswa yang rendah/prestasi belajar siswa yang diajarnya rendah. Guru tidak mempunyai hubungan yang baik/tidak akrab dengan siswanya. Bab 4 | Supervisi Pendidikan 163
Guru yang kurang keterampilannya dalam menyajikan bahan pelajaran. Guru yang memiliki wawasan yang sempit dalam menyajikan bahan dan atau tidak menguasai bahan. Guru yang sangat rendah kontrolnya terhadap kelas di mana dia mengajar. Dalam menghadapi guru semacam ini, supervisor perlu mengadakan hubungan/bantuan secara individual dan melakukan inventory (penelitian) tentang kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) guru. Dengan mengetahui secara pasti apa kekuatan guru/kemampuan yang menonjol dari guru serta kelemahan apa yang sangat tampak dari guru akan memudahkan supervisor untuk merencanakan bantuan yang Ydiberikan sesuai dengan kebutuhan guru-guru. Ini berarti menuntut supervisor untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan penelitian secara baik. 2. Guru yang menurut pertimbangan supervisor tidak efektif, tetapi menurut Mkepala sekolah dan teman sejawatnya (kolega sesama guru) guru yang bersangkutan dikatakan sebagai guru yang efektif. Dalam hal ini mereka hanya melihat kebaikan guru pada satu sisi saja. Misalnya hanya melihat guru yang patuh pada kebijakan disiplin yang tinggi, Matau guru yang mampu membuat siswanya menjadi sangat disiplin dalam proses pembelajaran. Sehingga mereka menekankan pada kedisiplinan semua siswa meskipun sebenarnya siswa berada di bawah tekanan. Mereka meyakini bahwa bahan pelajaran adalah segala-galanya dan siswa dapat menyesuaikan Udiri pada bahan pembelajaran yang diberikan guru apabila mereka berdisiplin. Bahkan mereka menganggap cara-cara lama dalam mengajar Dlebih baik daripada cara-cara baru (mereka menganggap berorientasi pada subject matter lebih baik daripada berorientasi kepada siswa/learner centered). Apabila keadaan tersebut yang terjadi, maka supervisor perlu memberikan pemahaman yang mendalam kepada guru tersebut tentang motivasi belajar dan teori belajar yang berdasar kepada prinsip psikologi pembelajaran (instructional psychology). Dengan pemah aman ini diharapkan guru tersebut menyadari bahwa penekanan kepada disiplin yang tinggi di bawah tekanan tidak akan mampu membawa siswa kepada hasil yang maksimal. 3. Kategori ketiga adalah guru yang tidak efektif menurut penilaian supervisor, kepala sekolah dan koleganya. Bahkan guru itu sendiri juga merasa bahwa dirinya kurang efektif dalam mengajar. Dengan kata lain guru ini adalah guru yang tahu bahwa dirinya tidak tahu. 164 Profesi Kependidikan
Pada tipe guru yang semacam ini untuk mengemb angkannya tidak dapat dilakukan secara drastis, tapi perlu dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat. Guru semacam ini sering bertahan dengan cara pengajarannya dan menolak untuk minta bantuan supervisor serta kurang berpartisipasi dalam kelompok kerja guru, karena merasa kurang mampu mengimbangi teman-teman lain. Akibatnya dia sering menekan siswa untuk tunduk pada aturan yang dia buat, atau mereka beralasan bahwa mereka ditempatkan pada kelas yang salah, bidang studi yang tidak cocok dengan dia atau pada sekolah yang salah. Untuk itu supervisor perlu mulai mengembangkan sikap terbuka dan mau berkomunikasi dengan guru-guru lain secara lebih meluas serta membantu dengan cara menunjukkan berbagai keberhasilan teman-temannya baik keberhasilan dalam melaksanakan pengajaran maupun keberhasilan dalam karier (pengalaman dirinya sendiri atau pengalaman guru lain sebagai hasil Ypembinaan diri) serta memberikan gagasan-gagasan baru tentang pengajaran dan pembelajaran (presenting ideas menurut konsep Glickman). Problem lain yang perlu mendapatkan prioritas dalam pelayanan supervisi pengajaran adalah yang berkaitan dengan masalah layanan edukatif atau Madministratif. Jawaban terhadap masalah ini jelas bahwa seb aiknya yang menjadi prioritas bagi supervisor adalah pengembangan dan peningkatan bidang edukatif dalam rangka pelaksanaan proses belajar mengajar yang profesional. Meskipun demikian bukan berarti teknis administratif seperti Mperencanaan mengajar dan lain-lain tidak penting. Kedua masalah tersebut penting menjadi perhatian, tetapi prioritas pertama harus mengarah kepada peningkatan proses pembelajaran (supervisi akademik). UHal tersebut di atas penting dilakukan sebab hakikat supervisi pengajaran pada dasarnya adalah upaya membantu guru agar lebih efektif dalam melak sanakan proses belajar mengajar. Penekanan pada bidang tertentu (teknis Dedukatif ini sudah diperteg as oleh berbagai kajian tentang supervisi pendidikan oleh banyak ahli. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa supervisi yang lebih ditekank an pada pelayanan teknis edukatif kepada guru-guru mampu meningkatkan kompetensi guru dan kualitas belajar mengajar. Oleh sebab itu sangat kurang tepat kalau supervisor dalam melaksanakan supervisinya hanya melihat daftar hadir guru, satuan pelajaran atau administrasi kelas lainnya yang bersifat teknis administratif, tanpa dilanjutkan dengan pembinaan proses belajar mengajar, dengan menggunakan pendekat an dan teknik supervisi yang tepat sesuai dengan karakteristik guru yang disupervisi. Bagaimana pendekatan/orientasi supervisi pengajaran yang tepat dan kriteria memilih pendekat an yang tepat sesuai dengan karakteristik guru yang disupervisi akan diuraikan pada bagian tersendiri. Bab 4 | Supervisi Pendidikan 165
Pemilihan Pendekatan/Orientasi Supervisi Pengajaran yang Digunakan dalam Pembinaan Guru Salah satu problem dalam kegiatan supervisi pengajaran yang langsung menyentuh dan sangat menentukan keberhasilan supervisi pengajaran adalah memilih pendekatan yang digunakan. Hal ini disadari karena selama ini diakui dalam kenyataan praktik penyelenggaraan sekolah, supervisi pengajaran sudah sangat dikenal dan bahkan sudah sering dilakukan di sekolah-sekolah, tetapi belum menampakkan hasil yang optimal. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh karena pelaksanaannya sendiri belum didasarkan oleh suatu konsep dasar dan pendekatan/orientasi yang tepat. Dengan kata lain pelaksanaan supervisi pengajaran yang sering dilakukan belum memperhitungkan situasi, kondisi dan tipe/karakteristik guru yang disupervisi, sehingga sering terjadi Ysemua guru disupervisi dengan cara yang sama. Padahal seharusnya cara dan orientasi supervisi pengajaran harus didasarkan pada karakteristik orang yang disupervisi, sebab dalam dunia ini tidak akan ada dua orang yang sama meskipun mereka saudara kembar (individual defere nces). Keadaan Mini menumbuhkan pertanyaan seperti: Apakah seorang supervisor harus menggunakan pendekatan direktif, kolaboratif atau pendekatan non direktif dalam melakukan pembinaan terhadap guru. Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut berikut ini Makan diuraikan macam pendekatan, perilaku supervisor dalam masing-masing pendekatan dan bagaimana memilih pendekatan yang paling cocok sesuai dengan karakteristik guru. Menurut Glickman (l98l), perilaku supervisor dalam proses supervisi Upengajaran pada dasarnya digolongkan ke dalam 10 perilaku yaitu: listening, clarifying, encouraging, presenting, problem solving, negotiating, demonstrating, Dstandardization, dan reinforcing. Ke sepuluh perilaku supervisor tersebut akan dijelaskan masing-masing di bawah ini. 1. Mendengarkan (Listening), berarti supervisor mendengarkan segala apa yang diungkapkan oleh guru, baik masalah, kendala, kekuatan maupun kelemahan guru menurut penilaian mereka sendiri dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk itu supervisor harus memiliki kemampuan untuk menyimak semua pembicaraan guru dan membuat rekaman tentang apa yang disampaikan guru tentang dirinya. Dalam hal ini supervisor jangan menginterupsi pembicaraan guru. Supervisor memberikan kebebasan kepada guru untuk mengungkapkan segala sesuatu tentang dirinya dengan segala permasalahan yang dihadapinya khususnya permasalahan yang memengaruhi kinerjanya 166 Profesi Kependidikan
sebagai guru. Bahkan apabila guru tidak dapat mengungkapkan tentang dirinya, supervisor harus dapat mendorong dan mengarahkan agar guru memiliki keberanian banyak bercerita menurut bahasa dan persepsinya sendiri secara bebas tanpa tekanan apalagi paksaan. Dengan demikian guru akan bercerita apa yang sebenarnya tentang dirinya. Di sini diperlukan kemampuan supervisor dalam menggali informasi dan memicu munculnya informasi dari guru. 2. Mengklarifikasi (Clarifying), berarti supervisor mempertegas apa yang dikemukakan oleh guru tentang masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Mempertegas kembali dalam hal ini adalah merumuskan apa sebenarnya masalah utama/pokok yang dihadapi guru, sebab ada kemungkinan guru tidak tahu atau tidak mengerti apa Ysebenarnya masalah pokok yang dihadapinya dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas, misalnya dengan mengajukan pertanyaan “ Apa yang kamu maksudkan dengan sulit memotivasi siswa dalam belajar……?” atau apakah yang bapak/ibu maksudkan dengan kurang perhatian anak dalam belajar itu siswa banyak bicara dengan teman membuat keributan Msendiri atau apa....? 3. Mendorong (Encouraging), berarti supervisor mendorong guru agar bersedia kembali mengemukakan masalahnya apabila dirasa tidak jelas. MDalam hal ini supervisor dapat mengemukakan dalam bentuk pertanyaan- pertanyaan yang bertujuan agar guru mengungkapkan masalahnya secara terbuka. Guru sering mengungkapkan permasalahan yang sifatnya hanya kulit luar dari permasalahan, sehingga bukan masalah sebenarnya. Untuk Uitu diperlukan kemampuan teknik bertanya dari seorang supervisor. 4. Mempresentasikan (Presenting), berarti supervisor menyajikan atau Dmenyampaikan dan mengemukakan pemikiran-pemikirannya tentang strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah atau upaya yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelasnya, sehingga dapat meningkatkan mutu hasil belajar siswa. Dalam kaitan ini diperlukan kemampuan supervisor menyajikan gagasan secara menarik, mudah dipahami, mudah dicerna dan menumbuhkan motivasi bagi guru untuk mengetahui lebih dalam. 5. Memecahkan masalah (Problem Solving), berarti supervisor berupaya memecahkan masalah yang dihadapi oleh guru bersama-sama dengan guru. Peran supervisor lebih diutamakan sebagai pemancing lahirnya alternatif-alternatif pola pemecahan masalah oleh guru sendiri. Bab 4 | Supervisi Pendidikan 167
Dalam perilaku ini supervisor dituntut untuk dapat bekerja bersama guru merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang strategis dalam mengatasi masalah proses pembelajaran di dalam kelas. Meskipun demikian supervisor tidak boleh memaksakan salah satu alternatif untuk wajib digunakan guru, tetapi semua diserahkan kepada guru untuk memilih strategi alternatif terbaik menurut kemampuan dirinya. Oleh karena itu, guru dan supervisor sebenarnya adalah team work dalam memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah. 6. Bernegosiasi (Negotiating), berarti supervisor membuat kesepakatan pembagian tugas bersama guru, tentang apa dan bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah. Kemampuan bernegosiasi memerlukan kemampuan seorang supervisor dalam berbagi peran dalam menjalankan alternatif yang telah disepakati Ysebelumnya. Dengan demikian, akan jelas apa yang harus dilakukan guru dan apa yang harus dilakukan supervisor dalam memperbaiki proses pembelajaran. 7. Mendemonstrasikan (demonstrating), berarti supervisor mendemon Mstrasikan/menunjukkan atau memberi contoh tentang performansi tertentu yang seharusnya dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran. M Banyak guru yang paham tentang prosedur mengajar yang baik, tetapi sering pada saat melaksanakannya menjadi masalah. Oleh sebab itu supervisor harus mampu memberi contoh langsung tentang bagaimana melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan, model, Ustrategi atau metode yang kreatif dan inovatif. Di sini menuntut kemampuan dan keterampilan guru memberikan contoh mengajar yang Dbaik dengan berbagai strategi pembelajarannya. 8. Mengarahkan (Directing), berarti supervisor memberikan arah secara pasti tentang apa dan bagaimana seharusnya guru. Sebagai tindak lanjut dari contoh langsung selanjutnya supervisor dapat meminta guru untuk melakukan seperti yang dicontohkan oleh supervsior, sementara supervisor melakukan pengamatan dan memberi arahan untuk menyempurnakan penampilan guru yang mencoba melakukan sebagaimana dicontohkan oleh supervisor. 9. Membuat standar (Standardization), berarti supervisor membuat standar tertentu yang sebaiknya dilakukan dalam proses belajar mengajar atau mengadakan penyesuaian bentuk pengajaran bersama-sama guru. Misalnya sesuai kesepakatan kita hari ini, maka minggu depan saya ingin 168 Profesi Kependidikan
melihat bapak/ibu dalam mengajar minimal menggunakan alat bantu pengajaran yang dibuat oleh guru dari barang bekas. Atau supervisor minta kepada guru minggu depan saya ingin melihat bapak/ibu mengajar menggunakan 3 (tiga) model gabungan pendekatan kolaboratif yang dapat memicu kreativitas dan inovasi siswa. 10. Memberi penguatan (Reinforcing) kepada orang yang disupervisi. Ini berarti supervisor menggambarkan kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi guru kalau dia dapat melaksanakan proses pembelajaran secara baik, atau memberikan pujian-pujian, harapan promosi dan sebagainya. Supervisor dalam memberikan penguatan harus berdasarkan kenyataan, bukan sesuatu yang dibuat-buat untuk menyenangkan hati guru. Kesepuluh perilaku tersebut selanjutnya digolong-golongkan sehingga Ydiperoleh 3 (tiga) macam orientasi perilaku/pendekatan dalam supervisi pengajaran, yaitu: 1. Orientasi/Pendekatan Directive Dalam orientasi ini seorang supervisor apabila melihat guru menghadapi Mmasalah, maka dia langsung memberikan arahan kepada permasalahan yang dihadapi oleh guru. Beberapa supervisor merasa dan menganggap peran annya sebagai pemberi arahan secara jelas dan konkret tentang materi, isi dan teknik serta strateg i belajar mengajar kepada guru-guru Mtanpa membedak an karakter guru dan kematangannya. Supervisor yang demikian beranggapan bahwa guru adalah orang yang belajar dan dalam proses pertumbuhan profesin ya. Dengan demikian, guru memerlukan Uberbagai inform asi, pengetahuan dan lain-lain tentang tugasnya dalam melaksanakan proses belajar mengajar dari orang lain (dalam hal ini supervisor). Asumsi ini mendasari keyakinan supervisor bahwa guru tidak Dakan berkembang dan tumbuh pengetahuannya apabila tidak diberi secara langsung informasi yang terkait dengan tugasnya (asumsi ini mirip dengan teori X yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya malas, karena itu harus dipacu langsung untuk dapat bertumbuh. Dengan asumsi inilah maka perilaku supervisor menggunakan pendekatan direktif, ditunjukkan dengan indikator perlaku yang ditunjukkannya dalam supervisi adalah: klarifikasi (menjelaskan), menyajikan (presenting), mengarahkan (directing), mendemonstrasikan (demonstrating), menstandardisasi dan penguatan (reinforcing). Apabila supervisor menggunakan orientasi ini dalam melaksanakan supervisi pengajaran, maka aplikasinya adalah sebagai berikut: Bab 4 | Supervisi Pendidikan 169
a. Pada saat pertemuan awal supervisor mengklarifikasi masalah- masalah yang dihadapi guru sambil bertanya kepada guru untuk mengonfirmasi dan revisi. Di samping itu, supervisor mempresentasikan gagasannya serta pemikirannya tentang permasalahan. b. Supervisor mengadakan pengamatan untuk mengetahui kondisi sebenarnya dan untuk memperoleh data-data. c. Setelah data terkumpul dan dianalisis, supervisor mendemonstrasikan perilaku pengajaran yang tepat. Pada saat ini juga supervisor menetapkan standar pencapaian serta penguatan baik dalam bentuk insentif maupun sosial. 2. Orientasi Collaborative Y Seperti diuraikan pada bagian terdahulu bahwa pendekatan kolaboratif merupakan pendekatan moderat yang berada di tengah-tengah perilaku direktif dengan pendekatan non direktif. Asumsi yang mendasari pendekatan ini adalah keyakinan bahwa guru dan supervisor memiliki Mperan penting dalam memecahkan masalah dan guru pada dasarnya memiliki potensi untuk memecahkan masalahnya secara mandiri apabila dibantu bersama-sama dengan orang lain dalam hal ini supervisor. Seorang supervisor yang menggunakan pendekatan ini dapat dilihat dari Mperilakunya sebagai berikut: mendengarkan (listening), mempresentasikan (presenting), pemecahan masalah (problem solving) dan negosiasi (negotiating). U Hasil akhir dari proses supervisi dalam pendekatan ini adalah kontrak kerja antara supervisor dengan guru (orang yang disupervisi). Dalam aplikasinya orientasi ini tampak sekali bahwa peranan supervisor Ddan guru sama kuat. Setid aknya ada empat perilaku yang menonjol: a. Supervisor mendengarkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh guru, sehingga dapat dipahami secara utuh semua permasalahan beserta aspek-aspek masalahnya oleh supervisor. b. Supervisor mempresentasikan alternatif-alternatif pemecahan masalah untuk dipadukan dengan alternatif-alternatif pemecahan masalah menurut perspektif guru itu sendiri. c. Guru dan supervisor memecahkan masalah secara bersama-sama. Dalam hal ini supervisor dan guru membahas bersama alternatif pemecahan masalah dan menentukan alternatif yang terbaik. 170 Profesi Kependidikan
d. Supervisor bersama-sama guru bernegosiasi untuk bagi tugas dalam rangka mengimplimentasikan alternatif pemecahan masalah yang terpilih. 3. Orientasi Non Directive Asumsi yang mendasari orientasi ini adalah psikologi humanistik, yaitu belajar itu merupakan keinginan individu untuk menemukan rasionalitas. Oleh sebab itu, guru-guru diasumsikan mampu menganalisis dan memecahkan masalahnya sendiri dalam proses belajar mengajar. Peran supervisor di sini hanya sebagai fasilitator dengan sedikit memberikan pengarahan kepada guru-guru. Oleh karena itu, supervisor harus tahu kedudukannya secara informal. Ia harus mengurangi cara-cara yang bersifat struktural dan birokratis. Supervisor dalam hal ini berasumsi Ybahwa peranannya sebagai pelayan dan pembantu guru untuk mengajar lebih efektif beranggapan bahwa guru-guru lebih dewasa dan mampu menganalisis segala permasalahan yang dihadapinya dalam proses belajar mengajar. Supervisor dalam sisi ini mempunyai asumsi bahwa: Ma. Pengawasan terhadap situasi tergantung pada tuntutan dari problem. b. Keahlian adalah fungsi dari pengetahuan dan pengalaman bukan karena kedudukan/posisi dalam organisasi. c. Produk dari pekerjaan guru dapat dievaluasi secara baik dengan Mmenggunakan alat pengukuran performansi. d. Seorang dapat belajar dengan baik apabila dihadapkan dengan situasi tertentu dan dengan bantuan seperlunya, mereka menemukan sendiri Upemecahannya. e. Guru sangat memerlukan perasaan untuk didengarkan dan dipahami pendapat dan perasaan, serta masalah dan keluhannya. Df. Pengajaran adalah proses yang kompleks dan pekerjaan yang baik untuk seseorang belum tentu baik bagi yang lain, oleh sebab itu diperlukan gambaran sendiri oleh guru tentang problem dan solusinya. (Oliva, 1984). Hal tersebut di atas tidak berarti supervisor harus pasif dan guru mempunyai hak yang tanpa batas dalam melaksanakan proses pembelajaran, tetapi supervisor juga memiliki peran penting dalam membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru. Keaktifan supervisor tampak dari perilaku- perilaku sebagai berikut: Bab 4 | Supervisi Pendidikan 171
1. Supervisor mendengarkan problema yang dihadapi guru dan menunjukkan empati kepada guru melalui senyuman, anggukan kepala, pernyataan yang mendukung dan lain-lain. 2. Supervisor mendorong (encourages) dan memberanikan guru-guru untuk menganalisis problema-problemanya. Misalnya dengan kata-kata silakan, apalagi, teruskan ceritanya, bagus, oh ya dan sebagainya. 3. Supervisor menjelaskan (clarifies) problem guru tersebut melalui uraian bagian-bagian dan pertan yaan, misalnya: Menurut pendapat Anda apakah rendahnya hasil belajar murid disebabkan mereka bosan dalam belajar?, atau karena motivasi belajar rendah atau kurang gizi dan lain pertanyaan yang bertujuan untuk memperjelas apa sebenarnya akar permasalahan yang dihadapi guru, berdasarkan ungkapan-ungkapan guru. Y4. Bila guru bertanya tentang alternatif maka supervisor memberikan saran dengan alternatif. Ini berarti supervisor menyajikan gagasan pemikirann ya (presenting). 5. Supervisor menanyakan kepada guru tentang rencana yang perlu dilakukan Muntuk mengatasi problemanya dalam proses belajar mengajar, misalnya: Apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi masalah yang Anda hadapi….? Apa yang dapat saya laksanakan untuk membantu anda?. Atau apa Myang dapat saya bantu untuk mengatasi masalah anda? Demikian beberapa orientasi/pendekatan dan perilaku supervisor pada masing-masing pendekatan. Pertanyaan yang muncul setelah kita mempelajari Udan menghayati masing-masing pendekatan tersebut adalah: pendekatan/ orientasi mana yang paling tepat digunak an dalam proses supervisi pengajaran. DUntuk menjaw ab hal ini berikut ini akan dikemukakan beberapa kriteria dalam memilih pendekatan yang tepat. Kriteria Memilih Pendekatan Supervisi Pengajaran Sebenarnya apabila semua guru sama (karakter dan kemampuannya) tentu akan mudah untuk menentukan pendekatan supervisi pengajaran yang efektif. Namun kenyataannya, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi guru-guru dan perilaku guru apalagi karakter dan sikap guru adalah tidak sama. Blumberg (1974) menemukan ada sekelompok guru yang memiliki persepsi yang positif terhadap orientasi supervisi kolaboratif, tetapi kelompok guru yang lain justru sangat positif terhadap orientasi yang non direktif. Sementara Harris (l975) menemukan guru-guru merespons secara 172 Profesi Kependidikan
positif terhadap orientasi yang direktif. Zin (1977) menemukan bahwa 35% guru memilih cara klin is, 46% guru memilih cara perilaku dan 19% memilih model kesehatan mental. Sementara Mantja menemukan bahwa guru lebih menyukai terbukanya kesempatan mengungkapkan gagasan dan menanggapi balikan. Guru tidak menyukai apabila hanya menerima balikan begitu saja. Ini berarti supervisi kolaboratif dan non direktif lebih disukai oleh guru-guru. Sebenarnya tidak ada satupun orientasi perilaku supervisi yang paling efektif untuk semua guru. hal ini sangat tergantung oleh karakteristik guru, seperti tingkat kemampuan, kebutuhan, kematangan profesional dan karakteristik personal lainnya. Sementara itu Glickman (l98l) menyebutkan ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh seorang supervisor dalam menentukan orientasi/pendekatan yang akan digunakan yaitu tinggi rendahnya tingkat: komitmen kerja guru (teacher’s commitment) dan kemampuan berpikir Yabstrak (level of abtracting thinking) Adapun ciri-ciri guru yang memiliki komitmen yang tinggi atau rendah dapat diidentifikasi dari perilaku yang ditunjukkan oleh guru sebagai berikut: MTingkat Komitmen (level of commitment) MPerhatian utama adalah mempertahankan Bekerja sebanyak mungkin untuk orang lain/staf Sedangkan ciri guru-guru yang mempunyai abstraksi yang tinggi atauRendahTinggi Urendah dapat diidentifikasi dari ciri-ciri perilaku sebagai berikut: Sedikit perhatian terhadap murid Tinggi perhatian terhadap murid Sedikit waktu dan tenaga yang dikeluarkan Banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan apa yang ada Abstraksi (level of abstraction thinking) Tinggi DRendah Bingung menghadapi masalah Bisa memikirkan masalah dari berbagai segi/ perspektif Tidak tahu apa yang dapat dilakukan Dapat membuat banyak alternatif perencanaan Selalu tampak tidak mampu, dengan berkata Bisa memilih satu alternatif dan memikirkan seperti tolonglah saya… langkah-langkahnya secara tepat Hanya mempunyai satu respons terhadap Biasa terhadap masalah, karena selalu memiliki masalah solusi terbaik Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka guru dapat digolongkan dalam 4 (empat) kategori sebagai berikut: Bab 4 | Supervisi Pendidikan 173
ABSTRAKSI TINGGI Kuadran III Kuadran IV Analytical Observer Profesional RENDAH KOMITMEN TINGGI YTipe guru yang berada pada kuadran 1 (drop out teachers) adalah mereka Kuadran I Kuadran II yang mempunyai komitmen rendah dan abstraksi rendah. Ia termasuk guruDroup Out TeachersUnfocused Teachers yang tidak bermutu karena hanya melakukan tugas rutin tanpa tanggung ABSTRAKSI RENDAH Mjawab dan perhatiannya hanya sekadar untuk mempertahankan pekerjaannya yang ada. Hal itu dia lakukan sekadar untuk mempertahankan pekerjaan agar tidak diberhentikan. Dia memiliki sedikit sekali motivasi untuk meningkatkan kompetensinya. MIa tidak tertarik untuk memikirkan perubahan yang perlu dibuat dan hanya puas dengan melaksanakan tugas rutin, meskipun orang sedang melakukan perubahan besar-besaran dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, guru droup out ini hanya mengerjakan apa yang telah dia lakukan selama ini tanpa Uada upaya perbaikan apalagi pembaruan. Dia tidak merasa perlu adanya perkembangan atau usaha peningk atan personal maupun profesional. DTipe guru yang berada pada kuadran 2 (unfocused teachers) adalah guru yang mempunyai komitmen yang tinggi, tapi rendah abstraksinya. Dia merupakan guru yang antusias dan penuh perhatian dan bekerja keras, berdisiplin dalam bekerja serta semangat yang tinggi. Tetapi dia merupakan guru yang tidak memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapai dalam proses pembelajaran apalagi untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan tugasnya, baik masalah yang dihadapi siswanya dalam belajar maupun yang dihadapinya sendiri dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Kalau ada masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan pembelajaran, guru semacam ini akan kebingungan bagaimana menyelesaikannya dan harus berbuat apa. Untuk itu dia cenderung mencari orang lain untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Akibatnya 174 Profesi Kependidikan
guru semacam ini jarang sekali menyelesaikan suatu tugas dan usaha peningka tan belajar mengajar secara tuntas. Tipe guru yang berada pada kuadran 3 (analytical observers) yaitu guru yang memiliki komitmen rendah terhadap tugas, tetapi guru ini memiliki abstraksi tinggi. Dia merupakan guru yang inteligen (pintar, cerdas) mampu memberikan gagasan, pemikiran dan ide-idenya yang baik, yang dapat dilakukan dalam kelas atau sekolah secara keseluruhan untuk keberh asilan sekolah. Tetapi dia tidak memiliki kemauan dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan atau mengaplikasikan gagasannya dalam proses pembelajaran yang dia lakukan sendiri. Dia tahu apa yang seharusnya ia kerjakan untuk peningkatan proses belajar mengajar, tetapi tidak bersedia mengorbankan waktunya, energi dan perhatiannya khusus untuk melakukan tugasnya terseb ut. Tipe guru yang tergolong analytical observer ini sering memberikan kritik yang tajam terhadap Yapa kebijakan kepala sekolah tentang sekolah atau tentang proses pembelajaran secara kritis dan sering secara terbuka. Di samping itu juga dia sering memberikan analisis dan kritik yang tajam kepada guru lain dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menurut dia belum baik dan mungkin strategi Mpembelajaran yang dilakukan oleh guru lain tidak akan meningkatkan hasil belajar secara optimal. Tetapi dia hanya pintar memberikan analisis dan kritik saja, pada bidang tugasnya sendiri hal tersebut tidak dapat dia lakukan seperti apa yang dia katakan tersebut. Dengan kata lain dia hanya pintar mengkritik Mtetapi tidak mampu bekerja. Guru semacam ini sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Guru pada kategori ini juga termasuk guru yang gagal dalam melaksanakan Upembelajaran, meskipun dia mampu memberikan analisis yang tajam dan kritis serta mampu melihat kesalahan orang lain dalam melaksanakan proses pembelajaran, tetapi kalau dia diminta untuk melakukan pembelajaran seperti Dyang dia katakan ternyata dia juga gagal. Tipe guru yang berada pada kuadran 4 (profesional teachers) yaitu guru yang mempunyai komitmen yang tinggi dan abstraksi yang tinggi. Guru tipe ini disiplin, energik, antusias dalam melaksanakan tugas. Dia aktif secara kontinu meningkatkan dirinya, siswanya bahkan membantu orang lain. Disamping itu dia juga dapat memikirkan tentang tugas, mengidentifikasi masalah dalam pembelajaran, menganalisis masalah serta mempertimbangkan alternatif, membuat pilihan yang rasional dalam menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapinya. Hal lain yang juga tampak dari guru profesional ini adalah kemampuan yang tinggi dalam mengembangkan rencana tindakannya dalam proses pembelajaran dengan mempertimbangkan berbagai hal sehingga dapat menghasilkan siswa yang berprestasi. Bab 4 | Supervisi Pendidikan 175
Guru pada tipe kuadran 4 ini selalu berusaha mengajak siswanya maupun teman sejawatnya untuk menunaikan tugas kewajibannya dalam merencanakan berbagai alternatif, membuat program yang rasional serta melaksanakan kegiatan secara efektif. Dia tidak hanya mampu mencetuskan ide-ide, aktivitas maupun sarana penunjang, tetapi ia juga terlihat secara aktif dalam melaksanakan suatu rencana sampai selesai. Guru yang masuk dalam tipe kategri IV (profesional) ini pada dasarnya adalah seorang guru pemikir dan sekaligus sebagai pelaksana (he is thinker and doer). Dari penjelasan tentang kriteria untuk menentukan pendekatan yang tepat tersebut di atas, kita akan dapat menjawab pertanyaan tentang pendekatan mana yang paling baik dalam supervisi pengajaran. Sebab mencocokkan pendekatan yang tepat adalah berdasarkan kategori guru sebagaimana yang diuraikan pada bagian di atas. Pendekatan supervisi yang cocok bagi supervisor Yberdasarkan kategori guru di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Untuk guru yang berada pada tipe kuadran 1 yaitu guru yang memiliki komitmen rendah dan rendah abstraksi (teacher’s drop out) maka pendekatan yang paling disarankan untuk digunakan oleh supervisor Mdalam membina guru semacam ini adalah pendekatan direktif. Dalam menerapkan pendekatan direktif maka perilaku supervisor ditunjukkan dengan 5 (lima) macam perilaku yaitu: M Mengklarifikasi masalah-masalah yang dihadapi guru baik melalui pertemuan awal maupun melalui observasi kelas. Mempresentasikan, menyajikan atau mengemukakan pemikiran- pemikiran, persepsi atau pendapat supervisor tentang ide-ide Upemecahan masalah yang dihadapi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. D Mendemonstrasikan atau memberikan contoh dengan praktik langsung di hadapan guru-guru bagaimana cara melakukan pembelajaran yang baik untuk pemecahan masalah yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru yang profesional. Menetapkan standar pelaksanaan tugas dan pemecahan masalah. Supervisor harus sudah memiliki standar untuk disampaikan kepada guru-guru yang dibinanya. Memberikan reinforcement kepada guru agar ia melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik dan benar. 2. Untuk guru yang berada pada tipe kuadran 2 yaitu: guru yang abstraksinya rendah, tetapi komitmennya tinggi (Unfocused worker) pendekatan yang 176 Profesi Kependidikan
paling disarankan untuk digunakan oleh supervisor pada saat membina guru dalam kategori unfocused worker adalah kolaboratif dengan penekanan pada penyajian gagasan dari supervisor (Collaboratif orientation with emphasis on presenting supervisor ideas). Mengapa hal ini perlu dilakukan karena pada kategori ini guru sudah komitmen tetapi abstraksinya yang rendah, sehingga mereka perlu diberikan wawasan dan pengetahuan yang luas tentang apa dan bagaimana kegiatan pembelajaran yang efektif di dalam kelas. 3. Untuk tipe guru yang berada pada kuadran 3, yaitu guru yang memiliki abstraksi tinggi tetapi memiliki komitmen yang rendah (analytical observer). Untuk guru yang termasuk dalam kategori ini maka kepada supervisor yang membinanya disarankan untuk menggunakan pendekatan/orientasi kolaboratif dengan penekanan pada negosiasi (collaboratif orientation with Yemphasis on negotiating). Mengapa hal ini dilakukan karena kita ketahui guru dalam kategori ini memiliki kecerdasan yang bagus, banyak gagasan yang dia miliki dan dia kritis dalam menganalisis perilaku pembelajaran di dalam kelas. Yang dibutuhkan bagi guru semacam ini adalah negosiasi Msupervisor dengan guru untuk membuat keputusan bersama apa dan bagaimana melakukan perbaikan dalam pembelajaran. Pada kelompok guru yang berada pada kuadran 2 dan kuadran 3, tampak sama-sama menggunakan pendekatan kolaboratif, yang berbeda hanya Mpada penekanan perilaku tertentu. Dalam menerapkan pendakatan Kolaboratif ini, maka perilaku supervisor tergambar dalam 4 (empat) macam perilaku pokok yaitu: U Mendengarkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh guru, sehingga bisa dipahami secara utuh, lengkap dan akurat. D Mempresentasikan, menyajikan atau mengemukakan pemikiran- pemikiran, persepsi atau pendapat supervisor tentang ide-ide pemecahan masalah yang dihadapi guru dari supervisor selanjutnya dipadukan dengan ide-ide, gagasan dan alternatif pemecahan masalah yang diungkapkan oleh guru. Memecahkan masalah, dalam hal ini supervisor bersama-sama guru membahas alternatif-alternatif pemecahan masalah dan menentukan alternatif terbaik untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Negotiating, yaitu supervisor bersama guru mengadakan negosiasi untuk membagi tugas dalam rangka mengimplementasikan alternatif pemecahan masalah yang terpilih pada perilaku pemecahan masalah. Bab 4 | Supervisi Pendidikan 177
4. Untuk guru yang berada pada kuadran 4 yaitu guru yang memiliki komitmen dan abstraksi tinggi (professionals), maka orientasi/pendekatan yang paling tepat adalah non-direktif. Dalam menerapkan pendekatan non-direktif ini, maka perilaku supervisor hanya mengarahkan guru untuk memahami dan memecahkan masalahnya sendiri. Dalam pendekatan ini guru bertindak sebagai penentu tentang tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada pembelajaran yang akan dilaksanakannya di masa yang akan datang. Gurulah yang harus merencanakan segala sesuatunya yang berhubungan dengan apa yang akan dilakukannya. Secara aplikatif beberapa perilaku supervisor dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut: 1) Supervisor mendengarkan dan mendiskusikan aspek-aspek Ypengajaran yang menjadi perhatian guru. 2) Supervisor mendorong guru agar mengemukakan permasalahannya 3) Supervisor mengklarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan- pertanyaan kepada guru. M4) Apabila guru bertanya tentang pemecahannya, maka supervisor mempresentasikan gagasannya tentang pemecahan masalah belajar dan pembelajaran. 5) Supervisor bertanya kepada guru mengenai pemecahan yang akan Mdilakukan oleh guru. Perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada satu pendekatan, orientasi perilaku supervisor yang paling baik dan paling cocok untuk semua Uguru. Baik tidaknya, cocok tidaknya perilaku yang dipilih supervisor dalam membina guru melalui supervisi sangat ditentukan oleh karakteristik guru Dyang dihadapi oleh supervisor. Karakteristik tersebut seperti diuraikan pada bagian terdahulu adalah sesuai dengan kuadran guru, dengan kata lain pada beberapa referensi pendekatan supervisi yang paling tepat adalah pendekatan yang sesuai dengan tingkat kematangan guru yang disupervisi. 178 Profesi Kependidikan
BAB BERBASMISANSAEJKMEOMLAEHN Y5A. Latar Belakang MPendidikan mempunyai peranan strategis dan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Melalui proses pendidikan yang tepat dan berkualitas, maka suatu bangsa akan mempunyai sumber daya manusia yang memiliki keahlian, terampil, Ukreatif, inovatif dan produktif yang didasari oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kualitas manusia yang demikian sangat diperlukan dalam Dera global dan era desentralisasi sekarang sehingga SDM suatu daerah dapat membangun daerahnya sendiri dan bersaing secara nasional dan global. Pada era globalisasi dan era informasi dengan tingkat persaingan yang sangat ketat ini maka pembangunan bidang pendidikan, mutlak harus terus- menerus ditingkatkan dan disempurnakan baik kualitas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta lebih-lebih penyempurnaan yang berkaitan dengan sistem penyelenggaraan pendidikannya, khususnya manajemen dan penyelenggaraan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Dengan demikian diharapkan program pendidikan dan program pembelajaran di tingkat sekolah senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pembangunan manusia Indonesia. Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 179
Berbagai upaya peningkatan dan perbaikan sistem dan peningkatan mutu telah banyak dilakukan oleh pemerintah termasuk peningkatan anggaran pendidikan baik APBN maupun APBD dengan kewajiban mengalokasikan anggaran sebesar 20%. Tetapi apabila kita amati kondisi pendidikan kita pendidikan masih dihadapkan kepada berbagai permasalahan antara lain yang paling krusial adalah rendahnya mutu pendidikan dan hasil belajar siswa, sehingga menimbulkan pertanyaan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan?. Dari berbagai kajian tentang hal tersebut, paling tidak ditemukan beberapa faktor penyebab yaitu: 1. Lembaga pendidikan lebih cenderung menganut pendekatan produksi. Pendidikan nasional masih mengarah pada pendekatan produksi bukan proses. Akibatnya yang menjadi perhatian utama adalah aspek-aspek yang membuat produk berkualitas tanpa melihat proses yang terjadi untuk Ymenghasilkan produk yang berkualitas. Padahal di sadari tidak ada produk berkualitas tanpa proses yang berkualitas. Proses berkualitas dalam dunia pendidikan berbeda dengan proses dalam dunia usaha. 2. Penyelenggaraan pendidikan lebih cenderung diselenggarakan secara Mbirokratis sentralistik, meskipun sudah berada dalam era otonomi daerah. Ada kecenderungan di daerah sampai tgingkat sekolah selalu menunggu arahan pusat atau kebijakan pusat, tanpa dipahami sesuai atau tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah pada saat itu. Akibatnya sering kebijakan Myang seragam secara nasional tidak dapat dilaksanakan di tingkat daerah lebih-lebih di tingkat sekolah. Hal tersebut sering terjadi seperti bantuan untuk sekolah justru tidak tepat dengan kebutuhan sekolah. U3. Minimnya peran serta masyarakat sekolah seperti guru, orangtua murid dan masyarakat lainnya dalam menentukan kebijakan sekolah, akibatnya mereka kurang merasa memiliki dan tanggung jawab dalam membina serta Dmemelihara sekolah, meskipun disana terdapat anaknya sedang mengikuti proses pendidikan. Sikap masyarakat yang menyerahkan sepenuhnya putra-putri mereka ke sekolah secara mutlak menjadi salah satu faktor yang turut berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Dari kenyataan tersebut tampak bahwa terdapat beberapa komponen yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan dan perlu penyempurnaan sistem sebagai upaya untuk meningkatkan mutu lulusan suatu sekolah antara lain adalah adanya manajemen sekolah yang baik (pengembangan sekolah dengan otonomi yang tinggi, serta program yang sesuai dengan kebutuhan), sarana pra sarana yang memadai, peserta didik dan tenaga pendidik yang profesional 180 Profesi Kependidikan
berdedikasi tinggi serta memiliki keterampilan yang baik dalam melakukan pengelolaan proses pembelajaran di kelas. Salah satu kebijakan nasional dan kebijakan daerah dalam penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan sebagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan adalah perbaikan manajemen yaitu manajemen peningkatan mutu yang berbasis pada pemerintah pusat, menjadi kebijakan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang selanjutnya dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen berbasis sekolah sebagai kebijakan memiliki landasan yuridis yang sangat kuat, karena kewajiban mengimplementasikan MBS di tingkat satuan pendidikan adalah amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 51 ayat 1 yang berbunyi “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar Ylayanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah”. Manajemen berbasis sekolah pada dasarnya adalah suatu model penyelenggaraan pendidikan yang memberikan otonomi luas kepada sekolah untuk mengembangkan program pengembangan sekolah (School Development) Mberdasarkan kebutuhan nyata sekolah, serta memberdayakan sekolah secara lebih optimal sesuai dengan potensi sekolah masing-masing, sehingga diharapkan sekolah akan lebih cepat dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya masing-masing. MKeberhasilan Manajemen berbasis Sekolah dalam meningkatkan mutu lulusannya, pada dasarnya masih ditentukan oleh berbagai faktor baik faktor struktural maupun non struktural. Faktor struktural mencakup: komitmen Upolitik pemerintah daerah dan peran pemerintah kabupaten dan kota (Dinas Pendidikan) dalam penataan dan pembinaan kelembagaan, peraturan pemerintah daerah tentang pendidikan, kemampuan pemerintah daerah dalam Dmengakomodasi aspirasi masyarakat daerah akan pendidikan, kurikulum dan keuangan sekolah (anggaran belanja yang tersedia untuk pendidikan). Faktor struktural ini pada dasarnya adalah kemauan politik pimpinan daerah terhadap pendidikan, semakin tinggi komitmen politik pemerintah daerah terhadap pendidikan semakin besar kemungkinan MBS memberikan kontribusi bagi perbaikan dan peningkatan mutu. Sedangkan faktor non strukural mencakup: tersedianya anggaran sekolah, sarana dan pra sarana sekolah, kelembagaan sekolah, manajemen sekolah dan manajemen kepala sekolah, SDM sekolah yang tersedia (termasuk kualitas SDM yang ada), partisipasi orangtua siswa dan masyarakat lingkungan sekolah, pelaksanaan proses pembelajaran serta kultur masyarakat lingkungan sekolah. Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 181
Sejalan dengan hal tersebut, maka bagaimana kapasitas sekolah dalam melaksanakan peningkatan mutu dengan manajemen berbasis sekolah harus terus-menerus mendapatkan pembinaan dari berbagai pihak yang terkait. Tetapi disadari manajemen berbasis sekolah sebagai pendekatan yang masih baru belum mendapat persepsi yang sama dari semua sekolah dan komponen sekolah lainnya. Untuk itu diperlukan upaya sosialisasi yang intensif kepada semua pihak yang terkait dan penyelenggara sekolah. Salah satu upaya sosialisasi yang harus dilakukan adalah memberikan panduan tentang apa dan bagaimana mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah kepada semua sekolah. Dengan demikian diharapkan semua komponen yang terkait dengan penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah akan memiliki persepsi, bahasa dan tindakan yang sama tentang penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah Ydi tingkat sekolah. B. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis MSekolah Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada dasarnya merupakan strategi untuk mencapai sekolah yang efektif, karena itu MBS bukanlah tujuan akhir Mtetapi merupakan sarana dan strategi untuk mencapai tujuan. MBS adalah suatu konsep di mana kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat Udengan terjadinya proses pembelajaran, dalam hal ini berarti sekolah. Jadi MBS pada hakikatnya adalah kewenangan pengambilan keputusan yang Dberkaitan dengan sekolah diberikan kepada sekolah itu sendiri. Hal ini sangat penting karena yang paling memahami dan paling mengerti secara detail dan komprehensif tentang sekolah adalah sekolah itu sendiri. Oleh sebab itu, apa yang harus dikembangkan oleh sekolah dan aspek apa yang harus diperkuat untuk meningkatkan mutu sekolah adalah sekolah itu sendiri. Manajemen berbasis sekolah merupakan bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan yang ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah, serta partisipasi masyarakat yang relatif tinggi dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Kondisi ini menuntut sekolah harus memiliki kepekaan dan kecermatan dalam mengidientifikasi tentang berbagai hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan sekolah serta berbagai aspek yang perlu peningkatan. 182 Profesi Kependidikan
Dalam konteks sekolah maka Manajemen Berbasis Sekolah pada dasarnya mengembangkan manajemen sekolah secara menyeluruh dengan penekanan pada komponen-komponen tertentu. Manajemen berbasis sekolah yang sudah diimplementasikan sejak tahun 1999 diprioritaskan pada tiga (3) pilar yaitu Manajemen, PAKEM, dan Peran Serta Masyarakat. Sejalan dengan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, maka pelaksanaan MBS dikembangkan menjadi tujuh (7) komponen, yaitu: (1)kurikulum dan kegiatan pembelajaran, (2) peserta didik, (3) pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya, (4) sarana dan prasarana, (5) keuangan dan pembiayaan, (6) hubungan sekolah dan masyarakat, dan (7) budaya dan lingkungan sekolah. Tujuan dan Manfaat YImplementasi manajemen berbasis sekolah, pada dasarnya bertujuan untuk memberdayakan sekolah secara optimal dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah. Secara khusus penerapan Manajemen Berbasis Sekolah ini bertujuan untuk: M1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Sekolah tentunya sangat paham dengan situasi, kondisi serta potensi yang dia miliki secara Mpasti. Oleh sebab itu, dalam pengembangan sekolah maka sekolah akan memiliki kemampuan untuk mendayagunakan berbagai sumber yang dimilikinya secara optimal. Apabila hal ini dapat dilakukan oleh sekolah Umaka sekolah akan dapat meningkatkan mutu sekolah. 2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam Dpenyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama semua warga sekolah. Sekolah yang mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah sudah menjadi kewajiban baginya untuk melibatkan semua warga sekolah dalam berbagai aktivitas hingga kegiatan yang menyangkut pengambilan keputusan sekolah. Dengan keterlibatan semua warga sekolah dalam ikut serta mengambil keputusan tentang berbagai hal untuk kemajuan sekolah, maka mereka akan merasa bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keputusan tersebut. Hal ini akan mengurangi kegelisahan bahkan protes atau penolakan mereka terhadap kebijakan sekolah. 3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua murid, masyarakat, pemerintah dan unsur lainnya tentang mutu pelayanan di sekolah serta mutu sekolah itu sendiri. Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 183
4. Meningkatkan suasana kompetisi yang sehat dan positif antarsekolah tentang penyelenggaraan sekolah yang bermutu dan mutu sekolah yang dapat dicapai oleh masing-masing sekolah. Sedangkan manfaat yang akan diperoleh oleh lembaga pendidikan/sekolah dengan diimplementasikannya pendekatan manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut: 1. Keleluasaan pengambilan keputusan pada tingkat sekolah dimaksudkan agar sekolah dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas program serta kebutuhan sekolahnya masing-masing. 2. Manajemen berbasis sekolah mengupayakan penyelenggaraan sekolah, khususnya pelayanan pembelajaran yang lebih baik dan bermutu bagi Ysiswa. 3. Memberikan kesempatan bagi sekolah meningkatkan kinerja staf secara optimal dan fleksibel. 4. Meningkatkan pemahaman masyarakat secara lebih mendalam dan Mkomprehensif karena mereka terlibat langsung dalam setiap kebijakan yang diambil sekolah secara bersama-sama. 5. Dengan adanya kewenangan pengelolaan sumber daya, sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru sehingga Mmereka dapat berkonsentrasi penuh dalam pelaksanaan tugas mengajarnya. 6. Dengan diberikan kesempatan kepada sekolah mengembangkan kurikulum secara luas, guru didorong berinovasi dengan melakukan berbagai Upembaruan cara dan metode pembelajaran, sehingga dapat mempercepat peningkatan mutu hasil belajar. MBS menjamin partisipasi staf, orangtua murid, siswa dan masyarakat luas, hal ini dapat meningkatkan komitmen Ddan kebersamaan dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Di lihat dari tujuan dan manfaat implementasi MBS dalam pengelolaan sekolah jelas bahwa sebenarnya apabila sekolah dapat mengimplementasikan MBS secara baik, maka sudah dapat dipastikan peningkatan mutu sekolah akan dapat dicapai. Hal itu sangat rasional karena semua masalah dan kelemahan sekolah beserta potensi yang dimilikinya teridentifikasi secara akurat. Apabila implementasi MBS di sekolah belum mampu memberi manfaat bagi sekolah dalam percepatan peningkatan mutu, maka ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam mengimplementasikannya baik dilihat dari prinsip MBS maupun pilar MBS itu sendiri. 184 Profesi Kependidikan
C. Prinsip Dasar Manajemen Berbasis Sekolah Ada beberapa prinsip manajemen berbasis sekolah yang perlu mendapatkan perhatian seorang kepala sekolah atau lembaga yang terkait dengan pembinaan sekolah, agar implementasi MBS dapat lebih optimal. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Keterbukaan, artinya segala sesuatu kegiatan yang akan dilaksanakan di sekolah, dilakukan secara terbuka dengan semua sumber daya yang ada di sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, staf tata usaha, komite sekolah, orangtua murid, dan siswa. Tidak ada satu warga sekolah pun yang tidak paham apalagi tidak tentang berbagai kegiatan yang dilaksanakan atau akan dilaksanakan oleh sekolah. Keterbukaan ini akan memberikan peluang bagi semua warga sekolah untuk ikut berpartisipasi Ydan mendukung semua kegiatan sekolah. 2. Kebersamaan, artinya dalam mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah, maka harus dilakukan secara bersama-sama oleh semua komponen sekolah, dengan demikian maka segala sesuatunya akan Mmenjadi tanggung jawab bersama pula. Kebersamaan ini juga bermakna mendayagunakan dan memberikan kesempatan kepada semua warga sekolah untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. 3. Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis sekolah dilaksanakan secara Mberkelanjutan tanpa dipengaruhi oleh pergantian pimpinan sekolah. Segala prinsip keterbukaan dan kebersamaan harus dilakukan secara terus- menerus, bukan hanya bersifat insedental sewaktu-waktu. Sekolah harus Uterus-menerus melakukan berbagai usaha dan mendorong keterlibatan semua warga untuk menjamin terselenggaranya berbagai program sekolah menuju sekolah yang bermutu. D4. Menyeluruh, artinya aktivitas yang perlu dilakukan dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah mencakup semua kegiatan yang mempunyai kontribusi bagi keberhasilan pencapaian tujuan sekolah. Semua kegiatan sekolah paling tidak ada 6 (enam) kegiatan sekolah yang harus dilaksanakan dalam manajemen sekolah yaitu: manajemen peserta didik, manajemen kurikulum dan pembelajaran, manajemen ketenagaan, manajemen keuangan, manajemen sarana dan prasanaran serta manajemen hubungan sekolah dan masyarakat. Kesemua kegiatan manajemen sekolah tersebut harus didasari oleh prinsip manajemen berbasis sekolah. 5. Pertanggungjawaban, artinya manajemen berbasis sekolah harus dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya pada atasan sekolah, tetapi harus Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 185
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Pertanggungjawaban vertikal dan horizontal ini merupakan prinsip yang memberikan kemungkinan kontrol sosial dari seluruh lapisan masyarakat terhadap kinerja sekolah. 6. Demokratis, artinya semua keputusan dan kebijakan yang diambil sekolah, baik menyangkut aspek administratif atau edukatif merupakan hasil musyawarah semua komponen sekolah. Hal ini mendorong komitmen bersama untuk menjalankan keputusan atau kebijakan yang diambil. 7. Kemandirian sekolah, artinya sekolah harus memulai sedikit demi sedikit untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri atas dasar kemampuan dan potensinya, tidak menggantungkan diri pada orang atau lembaga lain dalam memajukan sekolah. Untuk itu sekolah harus menumbuhkan Yprakarsa, inisiatif dan jiwa inovatif dalam rangka mencapai tujuan sekolah. 8. Berorientasi pada mutu, artinya apa pun jenis kegiatan yang akan dilakukan, yang menjadi dasar pertimbangan adalah sejauhmana kegiatan tersebut menunjang pada percepatan peningkatan mutu sekolah. Oleh Msebab itu budaya mutu dalam setiap aspek kegiatan di sekolah harus tertanam pada semua komponen sekolah. 9. Pencapaian standar minimal, artinya sekolah mempunyai standar minimal yang harus dicapai untuk selanjutnya secara bertahap dapat mencapai Mstandar yang lebih tinggi. Standar minimal ini selanjutnya dikekmbangkan menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP). Paling tidak terdapat SOP untuk kurikulum dan implementasinya, SOP tenaga pendidik dan kependidikan, SOP kesiswaan, SOP sarana dan prasarana, SOP tentang Ukeuangan dan pembiayaan, SOP tentang kemitraan dengan stakeholders dan hubungan sekolah dan masyarakat, serta SOP tentang budaya dan Dlingkungan sekolah. 10. Pendidikan untuk semua artinya semua anak memiliki hak yang sama memeroleh pendidikan. Dalam konteks sekolah maka semua siswa memiliki hak yang sama untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang bermutu. Prinsip ini menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan anak miskin dan kaya, anak buruh, petani dan pejabat dalam mendapatkan pelayanan pembelajaran dan kegiatan lainnya di sekolah. D. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah dalam Perspektif Teoretik Konsep manajemen berbasis sekolah sebenarnya didasarkan pada self determination theory. Teori ini menyatakan bahwa apabila seseorang atau 186 Profesi Kependidikan
kelompok orang memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri, maka orang atau kelompok tersebut akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan dan melibatkan diri dan kelompoknya. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat tumbuhnya rasa memiliki (self belongness) seseorang atau kelompok orang terhadap apa yang mereka putuskan. Karena itu dalam MBS pemberdayaan semua warga sekolah dan peningkatan partisipasi dan kepedulian mereka terhadap sekolah merupakan hal yang sangat strategis untuk ditumbuhkembangkan. Dengan demikian semua orang akan peduli dan merasa memiliki sekolah sebagai bagian dari kehidupan mereka. Manajemen berbasis sekolah bergerak ke arah keseimbangan (re- balancing) struktur kekuasaan, penciptaan birokrasi yang kecil dan efektif, transfer pengambilan keputusan dan sumber daya dari kontrol pemerintah Yke institusi di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Di negara-negara maju reformasi pendidikan khususnya reformasi manajemen pendidikan selama 40 tahun terakhir terus berporos pada model desentralisasi, seperti di Amerika yang sudah mulai sejak tahun 1960-an Mgerakan reformasi manajemen pendidikan. Konsep manajemen berbasis sekolah apabila kita cermati dari referensi tampak berawal dari referensi tentang desentralisasi seperti: M1. The New Progressive Era (tahun 1960) yang diungkapkan oleh para ahli manajemen pendidikan seperti Neale, Fullman, McLaughlin, Bruce Joyce. 2. School Effectiveness Studies (tahun 1970-an), yang dikembangkan oleh beberapa ahli seperti: Edmunds, Brookover, Cohen, Cuban dan Austin U3. National Report (tahun 1980-an) seperti diungkap oleh Bell, Wood dan Sizer yang menekankan pemberdayaan sekolah. D4. Public School by Choice, sebagai produk dari para pakar dari Universitas Minnesota dan Iowa. Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa manajemen berbasis sekolah telah menjadi pendekatan baru dalam restrukturisasi dan reformasi sistem pendidikan di banyak negara meskipun istilah yang digunakan sangat bervariasi. Kecenderungan penggunaan pendekatan manajemen berbasis sekolah dengan variasi istilah tersebut dapat dilihat dari kasus beberapa negara sebagai berikut: 1. Kanada menggunakan istilah School-site Decision Making, untuk menggambarkan pendekatan manajemen berbasis sekolah 2. Inggris menggunakan istilah Local Management of School dan Grant- Maintained School sebagai konsep manajemen berbasis sekolah Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 187
3. Victoria Australia menggunakan istilah The Schools of the Future dan Better School 4. Australia Barat menyebutnya dengan penggunaan istilah Better School sebagai gambaran apa dan bagaimana manajemen berbasis sekolah 5. Selandia Baru memberikan nama Tomorrow’s School 6. Amerika Serikat lebih banyak lagi istilah yang mereka gunakan yaitu: Site-Based Management, School-Based Leadership, Administrative Decentralization dan Local Control 7. Sedangkan Hongkong memberi nama School Management Initiative sebagai istilah untuk manajemen berbasis sekolah. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang YPemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi dan Daerah Otonom serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 yang mengatur tentang Kewenangan Daerah dan Provinsi Mdalam Bidang Pendidikan, maka otonomi penyelenggaraan pendidikan mulai diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan. Seiring dengan konsep desentralisasi pendidikan ini, telah dilakukan uji Mcoba pemberdayaan sampai pada tingkat sekolah, yaitu melalui manajemen berbasis sekolah/sekolah inovasi. Pendekatan ini pada dasarnya memberikan otonomi yang luas kepada sekolah untuk mengembangkan program pengembangan sekolah (School Development) berdasarkan kebutuhan nyata Usekolah, memberdayakan sekolah secara lebih optimal sesuai dengan potensi sekolah masing-masing, sehingga diharapkan sekolah akan lebih cepat dalam Dmeningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya masing-masing. Keberhasilan manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu lulusannya, pada dasarnya masih ditentukan oleh berbagai faktor baik faktor struktural maupun non struktural. Faktor struktural mencakup: komitmen politik pemerintah daerah dan peran pemerintah daerah dan kota (Dinas Pendidikan) dalam penataan dan pembinaan kelembagaan, peraturan pemerintah daerah tentang pendidikan, kemampuan pemerintah daerah dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat daerah akan pendidikan, kurikulum dan keuangan sekolah (anggaran belanja yang tersedia untuk pendidikan). Sedangkan faktor non strukural mencakup: tersedianya anggaran sekolah, sarana dan pra sarana sekolah, kelembagaan sekolah, manajemen sekolah dan manajemen kepala sekolah, SDM sekolah yang tersedia (termasuk kualitas SDM yang ada), partisipasi orangtua siswa dan 188 Profesi Kependidikan
masyarakat lingkungan sekolah, pelaksanaan proses pembelajaran serta kultur masyarakat lingkungan sekolah. Manajemen berbasis sekolah, pada dasarnya memberikan kewajiban bagi sekolah untuk melaksanakan berbagai kegiatan sebagai berikut: 1. Berusaha meningkatkan kemampuan dibidang manajemen dan kepemimpinan sekolah; 2. Berusaha mengembangkan kemampuan profesionalisme guru dan memberdayakan mereka dalam setiap kegiatan sekolah; 3. Melakukan inovasi pembelajaran secara terus-menerus. Untuk itu semua guru harus dipacu dan dipicu untuk menggunakan pendekatan, model, strategi, dan metode pembelajaran yang dapat merangsang tingkat kreativitas dan inovasi siswa; Y4. Bersikap terbuka terhadap berbagai pembaruan bagi kemajuan dan peningkatan mutu sekolah; 5. Melakukan konsultasi kepada para ahli (berbagai pihak yang berkompeten) dalam rangka memajukan dan meningkatkan mutu sekolah; M6. Membangun kemitraan yang sinergis dengan berbagai pihak untuk memajukan dan kemajuan sekolah. Dari uraian tugas dan tanggung jawab manajemen berbasis sekolah Mtersebut di atas, tampak bahwa pada dasarnya MBS, memberikan kepada sekolah otonomi penuh untuk merencanakan, memikirkan, dan mengaplikasikan pengembangan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Ini berarti sekolah yang mengaplikasikan pendekatan Umajanemen berbasis sekolah (MBS) diberikan otonomi luas pada institusi sekolah dalam pemberdayaan sekolah secara lebih optimal, meskipun Ddemikian bukan berarti kebebasan bagi sekolah berbuat sekehendaknya tanpa mengindahkan aturan-aturan dan standar kualitas yang ditetapkan baik oleh kabupaten/kota maupun provinsi dan pusat. Manajemen berbasis sekolah merupakan bentuk alternatif sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan yang ditandai oleh adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, tetapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh daerah dan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat lebih leluasa mengelola semua sumber daya dengan mengalokasikan sesuai dengan prioritas kebutuhan nyata sekolahnya. Dengan demikian, sekolah akan memiliki kepekaan dan tanggap terhadap berbagai kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakatnya. Di sisi lain masyarakat diharapkan memiliki kepekaan terhadap kebutuhan Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 189
sekolah, sehingga mereka dapat berpartisipasi secara penuh dalam membantu dan mengontrol proses pengelolaan sekolah. Dengan demikian, sebagai pelaksanaan MBS, maka sekolah akan memiliki accountability baik terhadap masyarakat maupun kepada pemerintah. MBS menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para siswa. Adanya otonomi dalam pengelolaan sekolah merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung pada masyarakat dan meningkatkan pemahaman mereka terhadap kebutuhan pendidikan. Secara umum memberikan otonomi kepada sekolah memberi banyak manfaat bagi sekolah sesuai dengan pendapat Cranston (1993) dan Rizvi (1994) seperti yang dilaporkan oleh Wayan Koster (2000) bahwa MBS Ydengan otonomi sekolah dapat meningkatkan manajemen sekolah untuk membebaskan pengalokasian sumber daya dari kepentingan yang bersifat administratif kepada kepentingan yang bersifat edukatif. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dengan otonomi sekolah akan menyelesaikan semua persoalan yang melilit pendidikan sekarang ? Koster menyatakan Tidak, bahkan Mdapat menimbulkan masalah baru sepanjang kriteria yang ditetapkan tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Hasil evaluasi pada tahun 2000, 2002, 2005 oleh Kemendikbud Mmenunjukkan bahwa program pembinaan MBS memberikan dampak positif, antara lain: (1) peningkatan manajemen sekolah yang lebih transparan, partisipatif, demokratis dan akuntabel; (2) peningkatan mutu pendidikan; (3) menurunnya tingkat putus sekolah; (4) peningkatan implementasi Upembelajaran yang berpusat pada siswa dengan strategi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM); dan (5) peningkatan peran serta Dmasyarakat terhadap pendidikan di sekolah dasar. Pada tahun 2010 program Creating Learning Communities for Children (CLCC) mengadakan monitoring dan evaluasi implementasi MBS di Indonesia. Hasil monitoring dan evaluasi tersebut antara lain:(1) Tim MBS ditiap-tiap daerah bervariasi (latar belakang personelnya, kepemilikan program kerja, dan kesolidan dalam bekerja sama); (2) partisipasi daerah dalam memberikan dana untuk implementasi MBS beragam, yang rentangannya mulai miliaran rupiah sampai dengan tidak mengalokasikan sama sekali; (3)gugus sekolah memiliki struktur organisasi yang jelas, tugas dan fungsi direncanakan dengan baik, dan melaksanakan program kerja secara rutin; (4) MBS di sekolah yang dijadikan pilot project, diimplementasikan 95% untuk tingkat sekolah, 91% kepala sekolah, 80% guru dan 35% anggota komite sekolah; (5) terkait dengan manajemen sekolah, mayoritas sekolah memiliki rumusan visi dan misi yang 190 Profesi Kependidikan
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222