bisa dimengerti anggota komite sekolah, memiliki perencanaan sekolah dan memiliki persentase yang tinggi dalam melaksanakan rencana tersebut, dan memiliki rencana program semester, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk tiap standar kompotensi dan kompetensi dasar (SKKD); (6) dalam implementasi PAKEM, guru-guru kurang memahami cara mengimplementasikan PAKEM, melakukan pertemuan kerja kelompok untuk mendiskusikan bermacam-macam model, strategi dan metode pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, perencanaan pembelajaran dan manajemen kelas; keterampilan guru dalam mengevaluasi proses belajar kurang baik, pengorganisasian siswa kurang baik, buku-buku sumber belajar banyak yang tidak berkualitas, pembelajaran individual kadang-kadang kurang diminati siswa; dan (7) terkait partisipasi masyarakat, prinsip kerja sama telah diimplementasikan mayoritas sekolah, sekolah rata-rata tidak memiliki Ypenyediaan air bersih, dan toilet yang baik, Komite Sekolah memiliki kinerja yang baik dan dapat berperan sebagai advisor, supporter, controller and supervisor, partisipasi orangtua memiliki kontribusi terhadap pembelajaran siswa, dan orangtua yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah umumnya masih salah Minterpretasi terhadap sekolah gratis. Berdasarkan monitoring dan evaluasi tentang implementasi MBS di SD, maka dapat dinyatakan bahwa SD di Indonesia bervariasi dalam implementasi MBS, baik kuantitas maupun kualitasnya, serta terdapat berbagai masalah dan Mkendala implementasi MBS. Oleh karena itu, program MBS di Indonesia yang telah berjalan perlu dilanjutkan dan dimantapkan. Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam aplikasi MBS di sekolah Uadalah kesiapan sekolah yang sangat ditentukan oleh para pelaku yang ada di sekolah seperti: Kepala sekolah, guru-guru, siswa, orangtua murid/masyarakat/ BP3 serta staf pendukung sekolah lainnya. Faktor kunci keberhasilan sekolah Ddalam menerapkan MBS adalah kesiapan kepala sekolah untuk menjadi kepala sekolah yang efektif di sekolahnya. Bagaimana kepala sekolah dapat dikatakan sebagai kepala sekolah yang efektif tersebut dapat dilihat dan disimak dari uraian-uraian berikut ini: Kepala sekolah dalam suasana apa pun adalah individu yang sangat penting dan berpengaruh di sekolahnya. Kunci sukses suatu sekolah sangat terletak pada kepala sekolah, bahkan seorang ahli menyatakan tidak ada sekolah yang baik tanpa kepala sekolah yang baik (De Roche, 1987). Kepemimpinannya dalam kelompok guru-guru merupakan kunci, apakah sekolahnya akan menjadi sekolah unggul, favorit, bermutu, atau bahkan menjadi sekolah yang menduduki urutan terakhir dalam mutu. Hal ini dikarenakan pada kepala sekolah yang baik akan muncul guru-guru yang profesional, karena Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 191
kepala sekolah yang baik akan selalu memikirkan bagaimana meningkatkan profesionalisme guru-guru serta staf sekolahnya. Profesionalisme guru merupakan salah satu modal dasar dalam menghasilkan lulusan sekolah yang bermutu dan unggul. Stop menyatakan bahwa kepala sekolah adalah eksekutif profesional yang bekerja dengan orang-orang dewasa untuk mendidik anak-anak peserta didik (A principle is a professionals executive who work with people to educate children). Oleh sebab itu, kepala sekolah tidak boleh kehilangan arah dalam pelakasanaan tugasnya sebagai kepala sekolah, yaitu mengembangkan program-program pembelajaran di sekolahnya untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Ini berarti tugas pokok dan inti dari seorang kepala sekolah adalah memikirkan apa dan bagaimana program-program pengajaran harus dikembangkan untuk mencapai tujuan sekolah. YKepala sekolah yang sukses bukanlah kepala sekolah yang dilahirkan, tetapi ia dapat menjadi kepala sekolah berdasarkan pembentukan secara terencana dan matang (pendidikan khusus atau pengalaman bekerja sebagai guru dan kepala sekolah). Pengalaman memang menjadi guru yang baik, Msebab melalui pengalaman kepala sekolah akan terbentuk kemampuan untuk mengantisipasi berbagai problem dalam pelaksanaan tugasnya. Ada empat peranan dan tanggung jawab kepala sekolah menurut DuFour Mdan Eaker seperti dikutip oleh Suriansyah (2012), yaitu: 1. values promoter and protector (kepala sekolah di samping sebagai orang yang bertanggung jawab dalam mempromosikan/meningkatkan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai luhur yang berlaku di sekolah, Uia juga sebagai pelindung yang bertanggung jawab dalam menjaga punahnya nilai-nilai luhur (terutama nilai etika, produktif, kretaif dan Dinovatif) di sekolahnya. 2. teacher empowerer, yaitu kepala sekolah bertanggung jawab untuk memberdayakan guru-guru di sekolahnya. Memberdayakan berarti menggunakan sesuai kemampuan dan keahlian serta minat dan kemauan guru dan staf, juga berarti meningkatkan kemampuan guru sehingga dia dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. 3. instructional leader, sebagai pemimpin pengajaran (lihat uraian terinci pada bagian lain). 4. climate manager, seorang manajer yang bertanggung jawab dalam mengembangkan iklim sekolah yang menyenangkan, produktif, inovatif dan iklim yang menunjang terjadinya kreativitas di antara guru-guru. 192 Profesi Kependidikan
Untuk itu iklim yang menyenangkan di sekolah merupakan tanggung jawab kepala sekolah untuk menciptakannya. Dari ungkapan di atas tampak bahwa kepala sekolah merupakan tokoh kunci di sekolah untuk mengomunikasikan value kepada guru-guru. Di sisi lain kepala sekolah merupakan orang yang harus memikirkan dan merencanakan untuk memberdayakan guru-guru secara optimal tanpa mengabaikan kepuasan kerja para guru-guru tersebut. Sebagai pemimpin pengajaran, tentunya kepala sekolah harus sepenuhnya berpikir bagaimana meningkatkan kualitas pengajaran yang dilakukan oleh guru-guru. Untuk itu kepala sekolah harus melihat bahwa pengajaran sebagai suatu sistem (berpikir holistik bukan berpikir parsialistik). Dalam hubungan ini suasana dan iklim yang sehat perlu diciptakan oleh kepala sekolah dalam Yfungsinya sebagai manager suatu organisasi sekolah. Organisasi sekolah sebagai suatu sistem terdiri dari subsistem lainnya yang saling terkait dan saling memengaruhi satu sama lainnya, di samping itu sebagai organisasi, sekolah tidak terlepas dari keterkaitannya dengan sistem- Msistem kehidupan lainnya. Karena itu maka seorang kepala sekolah harus dalam proses kepemimpinannya di sekolah harus didasari oleh kemampuan berpikir sistem, holistik dan parosialistik (Slamet PH, 2000). Kepala sekolah yanag baik, akan selalu berupaya mencari strategi untuk Mmencapai suatu metode pengelolaan sekolah yang efektif. Pengelolaan sekolah yang efektif akan tercapai apabila sekolah dapat dijadikan sebagai sekolah belajar (Slamet PH, 2000) yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: U1. memberdayakan sumber daya manusianya seoptimal mungkin 2. memfasilitasi warganya untuk belajar terus dan belajar kembali D3. mendorong kemandirian setiap warganya 4. memberikan tanggung jawab kepada warganya 5. mendorong setiap warganya untuk mempertanggunggugatkan terhadap hasil kerjanya 6. mendorong adanya teamwork yang kompak dan cerdas serta shared-value bagi setiap warganya 7. menanggapi dengan cepat terhadap pasar (pelanggan) 8. mengajak warganya untuk menjadikan sekolahnya customer focused 9. mengajak warganya untuk siap menghadapi perubahan 10. mendorong warganya berpikir sistem dalam setiap kegiatan di sekolah 11. mengajak warganya untuk komitmen terhadap keunggulan kualitas Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 193
12. mengajak warganya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus 13. melibatkan warganya secara total dalam penyelenggaraan sekolah. Sekolah sebagai sistem harus menekankan proses belajar mengajar sebagai pemberdayaan siswa, yang dilakukan melalui interaksi perilaku pengajar dan perilaku mengajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, proses pemberdayaan siswa dalam belajar, bukan hanya berarti terjadinya transper ilmu dari guru kepada siswa dan siswa mampu menjawab soal-soal yang diberikan guru secara tepat, tetapi jauh dari itu pemberdayaan siswa dalam belajar mencakup pula pembelajaran yang dapat menumbuhkan daya kreativitas, rasionalitas (nalar) dan jiwa ilmuwan, yaitu selalu ingin tahu, mencoba dan menemukan sesuatu. Hal ini perlu ditumbuhkembangkan. YE. Kondisi yang Mendukung Implementasi MBS di Sekolah Agar pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dapat dilaksanakan secara optimal, harus didukung oleh berbagai cara, yaitu: M1. Adanya dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap sekolah seperti: masyarakat dan orangtua murid, pemerintah daerah kabupaten/kota dan bahkan dunia usaha serta LSM yang peduli terhadap kemajuan pendidikan di sekolah. Kondisi ini perlu dipersiapkan Mdan ditumbuhkembangkan oleh sekolah secara terus-menerus. Salah satu cara untuk menumbuhkan dukungan masyarakat ini perlu juga diingat kembali apa yang dinyatakan oleh pakar pendidikan (dalam Suriansyah, 2014) yaitu: knowledge of the programmed is essential to understanding, Uunderstanding is basic to appreciation and appreciation is basic to support”. 2. Lembaga pendidikan mempunyai kemampuan dalam inovasi atau Dpembaruan, sehingga segala aktivitasnya akan selalu dapat menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Hal ini merupakan modal awal untuk memperoleh perhatian, penghargaan dan dukungan masyarakat. Dalam era global maka cara-cara kerja tradsional sudah tidak dapat lagi dipertahankan, tetapi cara-cara inovasi merupakan keharusan. Lebih-lebih dalam proses pembelajaran di sekolah. 3. Pendidikan di sekolah mampu memberi nilai tambah bagi masyarakat, artinya masyarakat memperoleh sesuatu yang berharga dengan keterlibatannya pada aktivitas sekolah, berharga bagi dirinya, anaknya atau bagi kehidupan masyarakat secara umum. Keterlibatan mereka terhadap pengelolaan di sekolah akan membawa keuntungan bagi sekolah baik dilihat dari sisi ekonomi maupun akademik. Banyak hal yang dapat 194 Profesi Kependidikan
dibantu oleh orangtua dan masyarakat kepada sekolah dengan potensi yang mereka miliki, di sisi lain banyak keterbatasan sekolah dalam menyelenggarakan sekolah yang berkualitas. Sinergisitas dan simbiosis mutualisme antara sekolah dan masyarakat menjadi sangat urgen untuk akselerasi peningkatan mutu sekolah. 4. Pelayanan pendidikan dapat mengembangkan potensi anak secara maksimal dengan memerhatikan perbedaan individu. Ini berarti sekolah harus memerhatikan prinsip individual defferences dalam proses pembelajaran anak di sekolah. 5. Lingkungan sosial sekolah mendukung pencapaian visinya, artinya visi sekolah mendapat dukungan dari lingkungan sosial, dengan demikian sekolah pada saat merumuskan visi, misi dan strategi perlu melibatkan Yberbagai pihak agar dapat merumuskan visi yang sesuai dengan kebutuhan sekolah dan masyarakat. 6. Potensi sumber daya sekolah dan masyarakat mendukung tercapainya target yang ditetapkan. Sekolah dan masyarakat masing-masing memiliki Mpotensi dan kemampuannya yang mungkin berbeda satu dengan lainnya. Apabila kedua institusi ini diintegrasikan kekuatan dan potensinya, maka akan memberikan pengaruh besar bagi perkembangan dan kemajuan sekolah secara keseluruhan. MIndikator Keberhasilan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah, pada dasarnya Udapat dilihat dari sejauhmana sekolah mampu tumbuh dan berkembang dari sekolah oleh sekolah dan untuk sekolah bersama-sama masyarakatnya yang Ddiindikasikan oleh adanya prestasi sekolah baik prestasi akademik maupun prestasi non-akademik. Meskipun demikian ada beberapa indikator khusus yang dapat dilihat untuk menentukan keberhasilan atau ketidakberhasilan sekolah dalam implementasi MBS sebelum melihat pada aspek produk sekolah (mutu lulusan). Untuk menilai keberhasilan pelaksanaan MPMBS di sekolah, maka pendekatan sistem merupakan cara yang tepat sebagai pemandu. Dalam pendekatan sistem yaitu melihat dari sisi input, proses dan out-put. a. Input Dari sisi input, yang diharapkan maka indikator keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah mencakup aspek: Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 195
1) Prestasi akademik (Academic achievement) seperti: nilai hasil ujian akhir sekolah, lomba karya ilmiah, lomba bidang studi, berpikir kritis, kreatif, rasional, ilmiah, dan penalaran yang baik. 2) Prestasi Non akademik (non academic achievement) seperti: ketakwaan, keingintahuan yang tinggi, kejujuran, kerja sama yang baik, solidaritas yang tinggi, kedisiplinan, kerajinan, olahraga, kesenian, kepramukaan dan sebagainya. b. Proses Dari sisi proses. Sekolah yang berhasil mengaplikasikan manajemen berbasis sekolah dari sisi proses dapat dilihat dari berbagai indikasi sebagai berikut: 1) Pelaksanaan proses belajar mengajar yang memiliki efektivitas yang Ytinggi yang ditandai oleh: a) Pemberdayaan peserta didik yang tinggi dalam proses pembelajaran b) Pembelajaran yang menekankan pada internalisasi tentang apa Myang diajarkan c) Pembelajaran yang menekankan pada keinginan mengetahui bukan menghafal (learning to know) Md) Pembelajaran yang melibatkan semua aspek potensi dari diri siswa seperti mental, sosial dan fisik (learning to do). e) Pembelajaran yang menanamkan kebersamaan sebagai bekal untuk hidup bersama di tengah masyarakat (learning to live Utogether), f) Pembelajaran yang menekankan siswa untuk menjadi dirinya Dsendiri (learning to be) 2) Kepemimpinan sekolah yang tangguh (kuat), dalam arti kepemimpinan yang kuat dalam mengoordinasikan, menggerakkan sumber daya sekolah serta menyerasikan semua sumber daya sekolah yang ada pada satu tujuan yang sama yaitu peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Kemampuan kepala sekolah yang kuat ini ditandai dengan kepala sekolah yang memiliki: charismatic power, expert power, communication power dan negotiating power. Dengan empat kemampuan tersebut maka semua warga sekolah akan secara ikhlas bekerja dan membawa sekolahnya menuju sekolah yang unggul dan bermutu. 196 Profesi Kependidikan
3) Lingkungan yang aman dan tertib, hal ini dapat diamati secara nyata pada kondisi sekolah yaitu yang mencakup keadaan sebagai berikut: a) Kebersihan ruangan kelas, sehingga mendukung kenyamanan belajar siswa dan kenyamanan guru dalam mengajar. b) Kebersihan lingkungan sekolah, termasuk kamar mandi dan WC baik WC guru maupun WC siswa. c) Suasana yang teduh dan asri yang dapat diupayakan dengan pemeliharaan kebun dan pohon di halaman sekolah. d) Adanya ketertiban yang ditunjang oleh aturan dan tata tertib sekolah yang berfungsi secara optimal. e) Keamanan dalam mengajar bagi guru dan belajar dari siswa, oleh sebab itu berfungsinya penjaga sekolah (Satpam kalau ada) Ysecara optimal merupakan petunjuk dalam kriteria ini. f) Berkembangnya budaya akademik yang tinggi di lingkungan sekolah yang ditunjukkan adanya kemauan yang kuat dari para siswanya untuk selalu belajar di lingkungan sekolah. M4) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif. Dalam indikator ini mencakup beberapa hal pokok yang dapat diamati yaitu: a) Merencanakan kebutuhan dan pendayagunaan tenaga di sekolah Msesuai dengan kompetensinya masing-masing. b) Mengembangkan profesionalisasi tenaga secara terus-menerus secara berkelanjutan dan terprogram melalui berbagai kegiatan baik di skeolah maupun di luar sekolah. Uc) Adanya penilaian dan profil kinerja tenaga di sekolah yang dilakukan secara objektif dan terjadwal. Dd) Adanya sistem penghargaan bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah yang dapat mendorong mereka termotivasi untuk berprestasi. e) Pembinaan yang intensif dan berkelanjutan. f) Hubungan kerja yang harmonis. g) Deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-masing personel jelas dan dipahami oleh semua warga sekolah. h) Administrasi kepegawaian yang lengkap, baik dan akurat (pendataan) berbasis sistem informasi. 5) Sekolah memiliki budaya mutu: hal yang dapat diamati sebagai indikator keberhasilan MBS dalam aspek ini adalah, adanya kebiasaan Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 197
yang berkembang di lingkungan sekolah dalam pelaksanaan aktivitas yang selalu mendasarkan pada pemberian pelayanan yang bermutu, budaya profesionalisme dengan iklim kondusif akademis (academic culture). 6) Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai oleh: a) Komunikasi yang baik dan harmonis semua warga sekolah b) Kerja sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan menerima perbedaan pendapat c) Iklim kerja yang memberikan kepuasan kepada semua warga sekolah. 7) Kemandirian, dalam aspek ini keberhasilan sekolah dalam Ymengaplikasikan manajemen berbasis sekolah dapat dilihat sejauhmana sekolah memiliki kemampuan untuk: a) Tidak selalu meminta petunjuk kepada atasan dalam berkreasi mengembangkan sekolah menuju sekolah yang bermutu dalam Mmemberikan pelayanan kepada peserta didik. b) Menggalang dan mengusahakan kebutuhan dana bagi penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Mc) Mengembangkan sekolah baik sarana maupun prasarana berdasarkan upaya sekolah 8) Partisipasi yang tinggi warga sekolah dan masyarakat. Dalam hal ini dapat diamati dari: Ua) Keikutsertaan masyarakat, orangtua murid, stakeholders, tokoh masyarakat dalam berbagai aktivitas sekolah seperti rapat, Dpesta sekolah, pembagian raport dan sebagainya. Partisipasi masyarakat ini terukur dari frekuensi dan tingkat kehadiran mereka pada berbagai kegiatan yang diselenggarakan di sekolah dan bentuk bantuan yang mereka berikan untuk kemajuan sekolah. b) Semakin besarnya dukungan dana yang diberikan masyarakat dalam membantu penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Besaran dana sebagai bentuk partisipasi masyarakat ini bukan berarti memberatkan masyarakat yang tidak mampu. Prinsip utama semua anak berhak mendapatkan layanan berkualitas tanpa membedakan status dan strata orangtuanya menjadi koridor kebijakan yang tidak bisa di langgar. 198 Profesi Kependidikan
c) Semakin bertanggungjawabnya masyarakat dalam menjalankan fungsi dan peranannya dalam komite sekolah/dewan sekolah. Kita dapat melihat di sekolah tersebut seberapa besar komite sekolah atau dewan pendidikan berkontribusi menjalankan fungsinya sebagai advisor, supporting, mediator dan controlle untuk kemajuan sekolah. Dalam kenyataannya kita sering melihat komite sekolah belum dapat berfungsi optimal karena tidak jarang mereka dalam pengambilan kebijakan sekolah termasuk penetapan sumbangan hanya sekadar ikut menstempel saja. d) Komitmen yang tinggi dari masyarakat menjalankan kebijakan sekolah yang telah diputuskan bersama antara masyarakat, komite sekolah atau dewan sekolah dan warga sekolah secara bersama-sama. Y9) Keterbukaan manajemen. Indikator ini dapat diamati dari beberapa hal yang ditunjukkan oleh warga sekolah seperti: a) Semua warga sekolah mengetahui apa dan bagaimana kebijakan Mpengembangan sekolah yang akan dijalankan. b) Warga sekolah mengetahui dari mana dan berapa sumber dana yang digunakan untuk pengembangan sekolah. 10) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk selalu berubah. Kondisi Myang dapat diamati dari indikator ini sejauhmana sekolah telah merancang dan melaksanakan berbagai inovasi baik inovasi yang menyangkut kegiatan pembelajaran di kelas maupun inovasi dalam sistem dan manajemen sekolah. U11) Evaluasi yang berkelanjutan. Hal ini dapat diamati dari indikator ada atau tidaknya: Da) Evaluasi terhadap progres semua kegiatan sekolah secara berkala, misalnya setiap bukan, semester atau tahunan. b) Evaluasi terhadap kinerja sekolah secara berkala misalnya setiap bukan, semester atau tahunan. c) Profil kinerja sekoalah baik yang menyangkut profil kompetensi guru, staf maupun profil pencapaian target akademik dan non akademik misalnya setiap bukan, semester atau tahunan. 12) Akuntabilitas yang mantap. Indikator ini dapat diamati dari sejauhmana sekolah telah menyiapkan berbagai laporan yang dapat dipertanggungjawabkan secara horizontal (kepada guru-guru, Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 199
orangtua murid/masyarakat) dan laporan secara vertikal (atasan langsung) lengkap, akurat dan tepat waktu. 13) Sustainabilitas yang terjamin, indikator keberhasilan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dari aspek ini merupakan jaminan bahwa kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan akan terus dapat dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa diganggu oleh terjadinya pergantian kepemimpinan sekolah, kepemimpinan komite/dewan sekolah dan sebagainya. c. Input Pendidikan Dari segi input pendidikan, sekolah yang berhasil dalam mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah dapat dilihat dari beberapa indikator-indikator sebagai berikut: Y1. Memiliki visi, misi, kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas. Hal ini ditunjukkan oleh sekolah dalam bentuk visi dan misi yang jelas dan punya indikator serta target pencapaian beserta langkah- langkahnya, kebijakan sekolah, tujuan dan sasaran mutu apa, berapa Myang akan dicapai oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu. Sasaran tersebut disosialisasikan kepada masyarakat/orangtua murid dan komite/dewan sekolah serta atasan langsung kepala sekolah. 2. Sumber daya tersedia dan siap. Sumber daya sangat strategis bagi Mkeberhasilan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, sejauhmana kesiapan sumber daya baik sumber daya manusia (yang mencakup, jumlah dan kualitas) maupun sumber daya selebihnya seperti keuangan, peralatan, perlengkapan dan sebagainya. U3. Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten merupakan pra syarat mutlak dalam pelaksanaan manajemen berbasis Dsekolah. Kompetensi ini dan komitmen ini dapat ditunjukkan sejauhmana: a) Kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan dengan tugas yang diembannya. b) Kemampuan melaksanakan tugas secara baik dan berkualitas. c) Kedisiplinan dalam melaksanakan tugas. d) Motivasi yang tinggi untuk berkembang dalam profesi sesuai dengan tugas dan fungsinya di sekolah. 4. Harapan prestasi yang tinggi. Harapan yang tinggi dalam prestasi (high expectation) merupakan faktor pendorong bagi seseorang untuk mencapai prestasi yang optimal. Oleh sebab itu, indikator ini dapat 200 Profesi Kependidikan
dilihat dari sejauhmana tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memiliki standar prestasi minimal dari output hasil kerjanya. Misalnya guru sudah atau belum menetapkan standar prestasi minimal yang harus dicapai oleh siswa setelah mengikuti pembelajarann dari guru yang bersangkutan, staf tata usaha sudah atau belum membuat standar minimal pelayanan misalnya berapa hari dia harus menyelesaikan surat-surat yang masuk dan memerlukan jawaban. 5. Fokus pada pelanggan. Artinya apa yang dilakukan dan bagaimana melakukan kegiatan semua difokuskan pada kepuasan pelanggan, dalam hal ini siswa dan orangtua siswa atau masyarakat sebagai DUMMYpelanggan sekolah. Bab 5 | Manajemen Berbasis Sekolah 201
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
DAFTAR PUSMTAKA YAdler, R.B., & Rodman, G. (1992). Understanding Human Communication. Fort Worth,, TX: Holt Rinehart and Wiston. MAhmadi, A. (1977). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Semarang: Toha Putra. Amti, Erman dan Prayitno. (2008). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta. UArismunandar. (2007). Rencana Strategis Sekolah. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan Doleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007. Bafadal, I. (2002). Peluang dan Tantangan Manajemen Berbasis Sekolah, (Makalah dalam Konferensi Manajemen Pendidikan). Jakarta: UNJ dan HISAPIN. Bernard, H.W. & Fullmer, W. (1985). Principles of Guidance. New York: Harper & Row. Bilkin, G.S. (1981). Practical Counseling in The School. Dubuque, lowa: Wm. C. Brown. Blumberg, A. (1980). Supervisors and Teachers. Berkeley California: McCutchan. Brodjonegoro, S.S. (2003). Higher Education Long Term Strategy 2003-2010. Directorat General of Higher Education, Ministry of National Education Republic of Indonesia. Daftar Pustaka 203
Bryson, J. M. (1995). Strategic Planning For Public and Nonprofit Organizations. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. Budiamin, A. (2009). Bimbingan Konseling. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI. Canavan, N. & Monahan, L. (2000). School Culture and Ethos: Releasing the Potential. A resource pack to enable schools to access articulate and apply ethos values. Dublin: Marino Institute of Education. Chandler, M., Turner, E.A.,Heffer, R.W. (2009). The influence of parenting styles, achievement motivation, and self-aficacy on academic performance in college student. Project Muse to day’s research tomorrow’s inspiration. John Hopkins University Press. Collins U. (1996). Developing a School Plan: A Step by Step Approach. Dublin: YMarino Institute of Education. Colman H.& Waddington D. (1996). Synergy. Australia: Catholic Education Office. Daft, Richard L. (1988). Management. Chicago: The Dryden Press. MDanim, S. (2002). Inovasi Pendidikan, Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia. Denocolo, Pam M., Kompf, Michael. (2005). Teacher Thinking and Profesional MAction. London and New York: Routledge Taylor & Francis Group. Depdikbud. (1979). Kurikulum Sekolah Menengah Atas 1975, Buku IIIC. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas (2000). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan September 2000 Nomor: U025. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. D,(2002). Pedoman Administrasi Sekolah Dasar. Direktorat Pendidikan Pendidikan TK dan SD, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas. , (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat SLTP. DeRoche, E.F. (1985). How School Administrator Solve Problems. New Jersey: Printice Hall, Inc. Directorat General of Higher Education. (2003). Technological and Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) Batch III: Guidelines for Sub-Project Proposal Submission. Jakarta: Directorat General of Higher Education, Ministery of National Education. 204 Profesi Kependidikan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan Proposal Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdiknas. Dirjen Dikti. (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan abad ke-21 (SPTK - 21). Jakarta: Depdiknas. Dirjen Dikti. (2002). Standar Kompetensi Guru Kelas SD-MI. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan. Downing, L.N. (1986). Guidance and Counseling Services An Introduction. New York: Mc Graw-Hill Book Company. Dubrin. A.J. (1995). Leadership: Funding and Skills. Boston: Haugton Mifflin.Co. Duhou, I.A. (1003). School Based Management. Jakarta: Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SMU Jakarta. Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York: MacGraw- YHill, Inc. Dwyer, B. (1986). Catholic Schools at the Crossroads.Victoria: Dove Communications. MEdward, B. Fiske. (1996). Decentralization of Education Politic and Consensus. Washington DC: The Word Bank. Eko. (2008). Pengertian Bimbingan. http://www.eko13.wordpress.com. (On Line). 27 Februari 2009. MFauz, L.S. (2008). Peran BK dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. http://www. luthfis.wordpress.com. ( On Line ). 27 Februari 2009. Fontana, D. (1981). Psychological For Teachers. London: The British Psychological USociety and The McMillan Pres. Frymier, J., Cornbleth,C., Donmoyer, R., Gansneder, B.M., Jan T.Jeter, M.Frances Klein, Schwab,M., Alexander.W.M. (1984). One Hundred Good DSchools. Indiana: Kappa Delta Pi. Furlong, C. & Monahan L. (2000). School Culture and Ethos. Dublin: Marino Institute of Education. Gaffar, M.F. (ketua Tim)., (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad 21. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Glickman, C, D. (1981). Develompental Supervision. Alternatif Practice for Helping Teachers Improve Instruction. Alexandria, Virginia: ASCD. Glickman, C.D. (2002). Developmental Supervision. Alexandria Virginia: Assosiation Supervisor for Curriculum Development. Gorton, R (1977). School Administration Challenge and Opportunity for Leadership. IOWA: W.C. Brown Company Publishers. Daftar Pustaka 205
Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based Leadership: Callenges and Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers Government of Ireland. (1999). School Development Planning – An Introduction for Second Level Schools. Dublin: Department of Education & Science. Grant, K.B., dan Ray, Julie, A. (2010). Home, School, and Community Collaboration. Culturally Responsive Family Involvement. California: Sage Publication, Inc. Guthrie, James W. (2011). Leading School to Success. Los Angeles, London, Washington DC, Singapore: Sage. Hallen. (2005). Bimbingan & Konseling. Jakarta: Quantum Teaching. Hargreaves, A. & Hopkins, D. (1991) The Empowered School: the Management and Practice of Developmental Planning. London: Cassell. Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School Improvement Yand Development Planning, in Margaret Preedy (ed.) Managing the Effective School, London: Paul Chapman Publishing. Harris, B.M., McIntyre, K.E., Littleton, V.C., & Long, D.F. (1979). Personnel Administration in Education Leadership For Instructional Improvement. Boston: MAllyn and Bacon Inc. Heath, S.B., & McLaughlin, M.W. (1987). A child resource policy: Moving beyond dependence on school and family. Phi Delta Kappan, 68, pg 576-580. MHope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The Intermediate Technology Group. Jones, J., Jenkin, M., & Lord, Sue. (2006). Developping Effective Teacher Performance. London: Paul Chapman Publishing. UKepmen Nomor 44/U/2002, tentang Pembentukan Dewan Pendidikan. Kepmendikbud RI, Nomor: 01319/U/1993 Tentang Jabatan Fungsional Guru. DKhaereoji. (2009). Efektivitas Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Mengatasi Masalah Kesulitan Pemilihan Karier Siswa di Sekolah Menengah Atas. http://www.one.indoskripsi.com. ( On Line ). 27 Februari 2009. Koontz, H. (1984). Management. New York: Mc Grow-Hall Book Company Koestoer, P. (1982). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah-sekolah. Jakarta: Erlangga. Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education. Northridge. California: College of Business Administration and Economics, California State University. Lipham, M. & Hoeh, J.A. (1987). The Principalship: Foundation and Funsction. New York: Harver and Row Publisher. 206 Profesi Kependidikan
Lyddon, J. W. (1999). Strategic Planning In Smaller Nonprofit Organizations: A Practical Guide for the Process. Michigan: W.K. Kellogg Foundation Youth Initiative Partnerships (in Website: http://www.wmich.edu/ nonprofit/ Resource/index.html). Mantja, Willem. (2007). Profesionalisme Tenaga Kependidikan: Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran. Malang: Elang Mas. McNergney, R.F., Carrier, C.A. (1981). Teacher Development. New York, London: Mc Milian Publishing Co. Inc and Collier Macmillan Publisher. Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY: The Free Press. Mortenson, D, G., Schumuller, A.M. (1969). Guidance in To Day’s School. New York: John Wiley & Sons Inc. YNur, M. (2000). Kompetensi Minimal Lulusan Program S1 Kependidikan dan Program Penyelenggaraannya. Jakarta: Dit SLTP, PPM-SLTP Jakarta. Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based Management: Organizing High Performance. San Francisco: Jossey-Bass Publisher MMorrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. 1984. Futures Research And The Strategic Planning Process: Implications for Higher Education. ASHE-ERIC Higher Education Research Reports. MMortimore, P., Macbeath. J., (ed). (2001). Improving School Effectiveness. Buckingham: Open University Press. Muhammad. (2008). Pengertian Bimbingan dan Konseling dan Hubungannya dengan Pendidikan. http://www.zanikhan.multiply.com. (On Line ). 27 Februari U2009. Muijs, D., and Reynold, D. (2005). Effective Teaching: Evidence and Practice. DLondon: Paul Chapam Publishing. Natawidjaja, R. (1978). Penyuluhan di Sekolah. Medan: Hasmar. Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior Managers and Members of Governing Bodies. In Website: www.hefce.ac.uk. Ningsih, K. (2009). Bimbingan dan Konseling. http://www.oc.upi.edu. (On Line). 27 Februari 2009. OECD (2008). Innovating to Learn, Learning to Innovate. Centre for Education Research and Innovation. Oliva. P. F. (1984). Supervision For To Day School. Second Edition. New York, London: Longman. Daftar Pustaka 207
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007. Tentang Standar Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999. Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi dan Daerah Otonom. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Tentang Kewenangan Daerah dan Provinsi Dalam Bidang Pendidikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departeman Pendidikan Nasional. PGRI, (2008). Kopendum Kumpulan Peraturan Organisasi, bagian I. Jakarta: Sekretariat Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia. YPrabu. (2007). Bimbingan Konseling. http://www.thejargon.multiply.com. 27 Februari 2009. Prayitno dan Amti,E. (2008). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT Rineka Cipta. MPrayogo, J. (2007). Rencana Strategis. Makalah Disajikan pada Pendidikan dan Pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007. MRizali, A., Jati, I., Dharma, S. (2009). Dari Guru Konvesional Menuju Guru Profesional. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in Colleges Uand Universities. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers. Sayles, L.R., & Strauss, G. (1981). Human Behavior in Organizatios. Englewood DCliffs, New Jersey: Prentice Hall. Scheetrens , J. & Bosker, R. (1997). The Foundation of Educational Efectiveness. USA, Japan: Pargamon. School Development Planning Initiative. (1999). School Development Planning: Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin: SDPI. Sergiovanni, Thomas J. and Robert J. Starraft, (1983). Supervision, Human Perspectives. New York: Mc Graw Hill Book Co. Sergiovanni, Thomas, J. (2006). The Principlapship, A Reflective Practice Perspective. Fifth Edition, Boston, New York, San Fransisco, Montreal, London, Paris, Hongkong, Singapore, Tokyo, Cape Town dan Sydney: Pearson. Siagian, S.P. (1983). Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Gunung Agung. 208 Profesi Kependidikan
Slamet PH (2000) Kepala Sekolah yang Tangguh, Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. Soetjipto dan Kosasi. R. (2004). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. Sudrajat, A. 2008. Tujuan Bimbingan dan Konseling. Error! Hyperlink reference not valid.. ( On Line ). 27 Februari 2009. Sue, B., Solomon P., (2005). Innovations in Rehabilitation Sciences Education. Germany: Springer. Suriansyah, A. (1992). Kontribusi Komunikasi Penugasan Terhadap Efektivitas Kerja Guru pada SMP Negeri di Kodya Banjarmasin. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang, Program Pascasarjana. Y. (2001). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sebagai Antisipasi Era Globalisasi. Makalah kuliah Perdana FKIP Unlam. . (2002). Panduan Manajemen Berbasis Sekolah. Banjarmasin: Proyek Peningkatan Mutu SLTP Kalimantan Selatan, Dinas Pendidikan MProvinsi Kalimantan Selatan. . (2008). Budaya Kerja berkualitas. Penelitian, tidak dipublikasikan (Program Magister Manajemen Pendidikan Unlam). M. (2010). Model Of Quality Work Culture: Case Study in Lambung Mangkurat University. Desertasi tidak dipublikasikan. Malaysia: UUM. Suriansyah, A & Aslamiah. (2012). Menuju Kepala Sekolah Efektif, dari Teoretis ke Praktis. Solo: Rumah Pengetahuan. USutisna, O. (1985). Administrasi Pendidikan, Dasar Teoretis untuk Praktik Profesional. Bandung: Angkasa. DSurya, M., Hasim, A., Suwarno, RB. (2010). Landasan Pendidikan: Menjadi Guru yang Baik. Bogor: Ghalia Indonesia. Margaret, T.A. (1989). Effective School and Effective Teachers. Boston, London, Sydney: Allyn and bacon. Tilaar (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Terra. Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. . (2011). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning. Dublin: A.S.T.I Daftar Pustaka 209
Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdiknas. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Walgito, B. (1982). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Fakultas YPsikologi Universitas Gajah Mada. Willis, S. (2004). Konseling Individual, Teori dan Praktik. Bandung: Alpabeta. Winkel. (2011). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia MWragg, E.C., Hayness, G.S., Wragg, C.M., & Chaamberlin, R.P. (2000). Failing Teachers? London: Routledge. Yusuf LN, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. MZen, E.F. (2008). Bimbingan Konseling, Apa Pula Itu?. Error! Hyperlink reference DUnot valid.. ( On Line ). 27 Februari 2009. 210 Profesi Kependidikan
tentang penMulis YDrs. Ahmad Suriansyah, M.Pd., Ph.D. memperoleh gelar Ph.D bidang manajemen pendidikan di Universiti Utara MMalaysia pada tahun 2010, gelar Magister dalam bidang manajemen pendidikan diperoleh di Universitas Negeri Malang (dh. IKIP Malang), sedangkan gelar Drs. diperoleh Udi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin tahun 1985. Berbagai jabatan yang pernah dipegang oleh yang bersangkutan adalah: Sekretaris Jurusan dan Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP DUnlam, Pembantu Dekan I FKIP Unlam, PR I Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Buku yang sudah dihasilkan penulis dalam dua tahun terakhir adalah: 1). Strategi Pembelajaran, 2) Strategi Pembelajaran di Taman Kanak-kanak, 3) Menuju Kepala Efektif dari teori ke Praktis, 4) Manajemen Hubungan Sekolah Masyarakat dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat dan 5) Landasan Pendidikan. Pada saat ini penulis sedang aktif sebagai Ketua Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah Provinsi Kalimantan Selatan, Ketua Program Magister Manajemen Pendidikan Unlam Banjarmasin, anggota dewan penasihat Lembaga Pedidikan Islam Sabilal Muhtadin Banjarmasin, Ketua Program PG-PSD. Di samping itu penulis juga aktif menulis dalam majalah pendidikan di Kalsel, jurnal ilmiah nasional dan internasional, konsultan pendidikan dan sebagai narasumber berbagai seminar baik nasional maupun internasional. Tentang Penulis 211
Dr. Hj. Aslamiah Ahmad, M.Pd., Ph.D, menyelesaikan pendidikan Sarjana di Universitas Lambung Mangkurat tahun 1985, Magister tahun 2005 di Uninus Bandung, Ph.D bidang manajemen pendidikan di Universiti Utara Malaysia tahun 2014 dan Doktor bidang manajemen pendidikan di Universitas Negeri Malang tahun 2015. Berbagai jabatan telah dipegang oleh penulis selama berkarier di Unlam antara lain Ketua Program PGSD/PG- PAUD, Anggota Badan Akreditasi Sekolah dan Madrasah Provinsi Kalimantan Selatan, dan pada saat ini sedang menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan. Buku yang sudah ditulis dan diterbitkan oleh penulis adalah: Strategi Pembelajaran di Taman Kanak-kanak, Strategi Pembelajaran dan Menuju Kepala Efektif dari Teori ke Praktis. Di samping itu penulis juga Yaktif dalam berbagai seminar sebagai pemakalah dan penulis jurnal ilmiah. MSulistiyana, S.Pd., M.Pd lahir pada tanggal 01 Maret 1985 di Simpur, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan. Sekolah Dasar di SD Sungai Raya MTengah Tamat tahun 1997, melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kandangan Kabupaten HSS tamat tahun 2000 dan SMA Negeri 1 Kandangan Kabupaten HSS tamat tahun 2003. Pada tahun 2003 melanjutkan studi S1 pada Fakultas UKeguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Jurusan Ilmu Pendidikan Program DStudi Bimbingan Konseling tamat tahun 2007. Pada Tahun 2008 diangkat menjadi dosen (PNS ) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Program Studi Bimbingan Konseling, Pada tahun 2011 melanjutkan studi ke jenjang S2 di Universitas Lambung Mangkurat Program Magister Manajemen Pendidikan tamat tahun 2013. Pada saat ini penulis sedang melanjutkan S2 (kedua) pada program Magister Pendidikan Anak Usia Dini. Selain sebagai dosen penulis sebagai kepala Laboraturium PAUD FKIP Unlam, Asesor pada Badan Akreditasi Provinsi Kalimantan Selatan, juga aktif dalam berbagai kegiatan seperti tim Pembina Provinsi Kalsel untuk kegiatan Peran Serta Masyarakat di Sekolah Dasar. 212 Profesi Kependidikan
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222