Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore USG ABDOMEN

USG ABDOMEN

Published by mas piek, 2022-10-10 02:15:33

Description: USG ABDOMEN
Buku ini memberikan ulasan tentang USG Abdomen yang antara lain terdiri
dari organ-organ: hepar, kandung empedu, ginjal, pancreas, spleen, abdominal
vessel, vesica urinaria, lambung, uterus, dan prostat. Buku ini disusun
berdasarkan pengalaman dari hasil beberapa penelitian bidang USG dan juga
dari buku monograf USG penulis. Buku ini layak dibaca oleh berbagai
kalangan untuk menambah wawasan dan untuk lebih mengenal tentang USG
Abdomen, dengan harapan bermanfaat membantu civitas akademika,
khususnya para mahasiswa, guru dan dosen yang tengah melakukan studi dan
penelitian pada bidang terkait.

Search

Read the Text Version

2,4 cm pada pria dan 1,7-2,2 cm pada wanita. Pada bifurkasi ke dalam arteri iliaka, secara bertahap menurun menjadi 1,1-1,5 cm pada pria dan 1,1-1,3 cm pada wanita (Tabel 7. 1). Ukuran aorta sedikit bervariasi berdasarkan indeks massa tubuh, semakin besar tubuh, semakin besar ukuran aorta. Ukuran aorta berubah seiring bertambahnya usia. Dengan demikian, aorta pria muda yang berukuran 1,8 sentimeter dapat meningkat menjadi 2,2 sentimeter ketika orang dewasa mencapai usia 60 tahun (S. L. Hagen-Ansert, 2018; Penny, 2017). Tabel 7. 1 Ukuran Cabang Aorta Abdominal dan Iliac (S. L. Hagen-Ansert, 2018) Pria Wanita Diameter Diameter Aorta supragastrik 2.5–2.7 cm 2.1–2.3 cm Aorta infrarenal 2.0–2.4 cm 1.7–2.2 cm Arteri iliaka komunis 1.1–1.5 cm 1.0–1.3 cm Arteri femoral komunis 0.9–1.2 cm 0.8–1.0 cm 2. Inferior Vena Cava (IVC) Vena terbesar dalam tubuh adalah Inferior Vena Cava atau disingkat IVC. Itu dibentuk ketika vena iliaka komunis bergabung pada permukaan anterior vertebrae L5. Terdapat tiga lapisan pada dinding IVC, yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika adventitia, seperti aorta abdominalis. Namun, dibandingkan dengan aorta abdominalis, IVC memiliki lebih sedikit otot polos di tunika medianya. IVC melewati perut secara superior. Hal ini dianggap retroperitoneal dan terletak tepat lateral aorta abdominalis dan anterior vertebrae Gambar 7. 3. IVC melewati foramen vena caval diafragma sebelum berakhir di atrium dextra jantung (Goyal, 2018; Penny, 2017). 96

Gambar 7. 3 Aorta Abdominalis dan Inferior Vena Cava Gambar 7. 4 Cabang utama Aorta Abdominalis (Penny, 2017) Hepar, prerenal, ginjal, dan postrenal adalah empat bagian dari IVC yang dapat dibedakan dari superior ke inferior. Tugas utama IVC adalah mengembalikan darah terdeoksigenasi dari pelvis, organ abdomen, dan ekstremitas inferior ke jantung. Tributaries atau anak sungai (dari inferior ke superior) vena iliaka komunis, vena lumbalis, vena gonad dextra, vena renalis, vena suprarenalis dextra, vena heptica dan vena frenikus inferior. Vena gonad sinistra mengalirkan darah ke vena renalis sinistra (Goyal, 2018; Penny, 2017). 3. Vena Porta Vena mesenterika superior dan splenic vein bergabung pada tingkat L2 untuk membentuk vena portal, yang terletak di posterior leher pankreas. 97

Batangnya berukuran antara 5 dan 7 cm. Vena Porta (VP) berjalan di antara lapisan lesser omentum dan segmen pertama dinding posterior duodenum ke porta hepatis, di mana kemudian bercabang menjadi vena portal dextra dan sinistra, yang mengangkut darah dari saluran pencernaan ke hepar. Itu tidak memiliki koneksi langsung ke IVC. Vena esofagus, pleksus vena rektal, dan vena abdominalis superfisial dianastomosis dengan vena portal. Vena hepatika memungkinkan darah dari vena porta melewati hepar dan masuk ke IVC. Vena portal dan arteri hepatika keduanya mengalirkan darah ke hepar. Karena alirannya yang tinggi, vena portal memenuhi hingga 50% kebutuhan oksigen hepatosit meskipun membawa darah vena limpa dan usus yang hanya sebagian teroksigenasi (kurang dari 80%) (S. L. Hagen-Ansert, 2018; Penny, 2017). Gambar 7. 5 Vena portal (VP) dibentuk di posterior pankreas oleh penyatuan vena mesenterika superior dan vena limpa setinggi L2 (S. L. Hagen-Ansert, 2018). C. Anatomi Sectional Abdominal Vessel 1. Arteri : Arteri adalah pembuluh darah yang membawa darah dari jantung keseluruh tubuh. 98

Gambar 7. 6 Anatomi Tiga lapisan dinding arteri : Sectional Arteri 1. Tunika adventitia: lapisan terluar yang terdiri dari jaringan ikat yang berfungsi sebagai pelindung arteri. 2. Tunika media : lapisan tengah yang berotot, elastis dan kuat. 3. Tunika intima : lapisan terdalam pada dinding arteri yang merupakan lapisan endotelial. 2. Vena : Vena adalah pembuluh darah balik yang membawa darah dari jaringan tubuh kembali ke jantung. Tiga lapisan dinding vena sama dengan dinding arteri, tetapi tunika media pada vena lebih tipis dibandingkan dengan tunica media pada arteri. 1. Tunika andentitia 2. Tunika media 3. Tunika intima Gambar 7. 7 Anatomi Sectional Vena Gambar 7. 8 Arteri membawa darah dari jantung ke jaringan; vena membawa darah dari jaringan ke jantung. 99

D. Patologi 1. Abdominal Aortic Aneurysm (AAA) Setiap pelebaran pembuluh darah, baik fokal atau difus, disebut aneurisma. Aneurisma terjadi karena melemahnya dinding pembuluh darah. Abdominal Aortic Aneurysm (AAA) merupakan salah satu penyakit dengan potensi kematian. Pada pria dengan usia di atas 65 tahun, perokok, dan riwayat keluarga merupakan faktor risiko AAA. AAA hadir ketika diameter aorta abdominalis melebihi 3 cm. Lokasi AAA yang paling umum adalah infrarenal. Penentuan apakah arteri renalis terlibat dalam aneurisma sangat penting, karena perfusi ginjal dapat terganggu. Aneurisma distal juga dapat mencakup arteri iliaka. Meskipun penyebab AAA tidak diketahui, aterosklerosis menjadi penyebab paling umum dari aneurisma di Amerika Serikat. AAA juga telah dikaitkan dengan marfan syndrome, sifilis, riwayat keluarga, dan infeksi. Aneurisma yang disebabkan oleh infeksi disebut aneurisma mikotik. Meskipun banyak pasien yang memiliki AAA tidak bergejala, temuan klinis mungkin termasuk bukti massa perut berdenyut, abdominal bruit, sakit punggung, sakit perut, atau nyeri ekstremitas inferior (Bates, 2011; Penny, 2017). Gambar 7. 9 Aneurisma aorta didefinisikan sebagai aneurisma dengan diameter pembuluh darah lebih besar dari 3 cm atau pelebaran fokal pembuluh darah (S. L. Hagen-Ansert, 2018). 2. Aortic Dissection Acute Aortic Dissection (AAD) adalah kondisi yang jarang tetapi berbahaya. Pemisahan lapisan dinding aorta menyebabkan diseksi aorta. 100

Robekan pada tunika intima menyebabkan diseksi berkembang (baik secara proksimal atau retrograde), terutama karena darah masuk antara intima dan media. Sebagian besar pasien yang mengalami diseksi aorta mendadak meninggal bahkan sebelum mereka tiba di ruang gawat darurat. Diseksi aorta dikategorikan menggunakan dua kategori anatomi utama. Metode Stanford lebih umum digunakan. Menurut apakah bagian aorta yang asendens atau menurun, ia membagi diseksi menjadi dua kategori. a. Tipe A termasuk aorta asendens, tidak peduli di mana ruptur intima awal. Diseksi yang terjadi di dekat arteri brakiosefalika dikenal sebagai diseksi tipe A. b. Diseksi aorta tipe B yang hanya mengenai aorta desendens dan berasal dari distal arteri subklavia sinistra. Klasifikasi DeBakey didasarkan pada tempat asal diseksi. a. Tipe I dimulai di aorta asendens dan paling tidak meluas ke arkus aorta. b. Tipe II berasal dan terbatas pada aorta asendens. c. Tipe III dimulai pada aorta desendens dan menyebar ke distal di superior (tipe III a) atau di inferior diafragma (tipe III b). Diseksi aorta yang naik kira-kira dua kali lebih umum daripada yang turun (Levy et al., 2022). 3. Stenosis Merupakan penyempitan aorta atau pembuluh darah yang dapat terjadi dari aorta thocalis sampai dengan aorta abdominalis,sehingga darah tidak dapat mengalir secara normal. Biasanya disebabkan adanya penumpukan lemak pada pembuluh darah. 101

Gambar 6. 19 Stenosis 4. Varicess Terjadi akibat pembuluh darah vena yang tidak bisa memulihkan kembali sisa darah metabolisme tubuh menuju ke jantung. 5. Fibrosis Fibrosis adalah kondisi di mana terjadi pembentukan jaringan ikat fibrosa yang berlebihan pada suatu organ atau jaringan akibat proses peradangan atau penyembuhan. Peradangan yang berlangsung lama atau kronis juga dapat menyebabkan fibrosis. Fibrosis pada organ-organ menyebabkan gangguan fungsi organ tersebut karena jaringan fibrosis merupakan jaringan non-fungsional (tidak berfungsi seperti jaringan sehat dan hanya berfungsi menutupi luka). Fibrosis pada pembuluh darah abdomen biasanya terjadi pada hepar. 6. Inferior Vena Cava (IVC) Thrombosis Penyakit yang dikenal sebagai trombosis inferior vena cava (IVC) memiliki tingkat morbiditas yang signifikan. Trombosis IVC mungkin tidak terdeteksi dengan baik, meskipun faktanya gangguan ini jarang terjadi. Misalnya, trombosis vena dalam di ekstremitas inferior dianggap sebagai penyebab paling umum dari emboli paru. Namun, ada beberapa kasus di mana emboli paru tanpa disadari diinduksi oleh trombus IVC. Ketika menentukan diagnosis banding untuk pasien yang berisiko mengalami kejadian tromboemboli, trombosis IVC harus dipertimbangkan. Setelah trombus IVC ditemukan, penting untuk mengidentifikasi keadaan protrombotik yang mendasari karena ada banyak kemungkinan penyebab (Hollingsworth & Mead, 2021). 102

E. Indikasi Menurut (Breyer et al., 2002; Georges & Moreno, 2022) indikasi dilakukan pemeriksaan ultrasonografi pada abdominal vessel adalah : 1. Skrining untuk aneurisma aorta abdominalis 2. Diduga aneurisma iliaka 3. Pasien hipotensi 4. Tidak ada denyut di ekstremitas inferior 5. Diduga iskemia mesenterika 6. Massa abdomen yang berdenyut 7. Nyeri di garis tengah perut 8. Sirkulasi yang buruk di kaki 9. Trauma abdmomen baru-baru ini. 10. Dugaan aortitis idiopatik (pasien di bawah usia 40 tahun dengan gejala vaskular yang relevan dengan aorta atau cabang utama). 11. Baru-baru ini terjadi pelebaran vena di ekstremitas inferior. dengan atau tanpa flebitis (radang). 12. Emboli paru multipel atau dicurigai. 13. Tumor renalis. F. Teknik Pemeriksaan 1. Persiapan Pasien Pasien puasa selama 8 jam sebelum pemeriksaan dilakukan. Apabila dibutuhkan cairan, hanya air putih yang diperbolehkan. Untuk pasien bayi dengan kondisi klinis memungkinkan atau dalam kondisi yang stabil, diperlukan puasa 3 jam sebelum pemeriksaan. 2. Alat dan Bahan Untuk pasien dewasa gunakan transducer 3.5 MHz, sedangkan untuk pasien anak-anak atau orang dewasa yang kurus gunakan transducer 5 MHz. 3. Teknik Scanning Pasien diposisikan supine dengan kepala diatas bantal, apabila diperlukan dibawah lutut dapat diletakan bantal juga untuk kenyamanan. Oleskan jelly secara bebas pada midline abdomen dengan lebar sekitar 15 cm dibawah costar hingga simfisis pubis. 103

Gambar 7. 10 Scanning longitudinal Abdominal Vessel (Block, 2012b) Pada saat dilakukan scanning, pasien diinstruksikan untuk menahan napas yang dalam atau bernafas dengan lembut. Ketika tampak patologis yang dicurigai, napas harus ditahan. Scanning normal adalah transversal dan longitudinal. Apabila gas usus mengganggu pencitraan, untuk mendapatkan gambar yang lebih baik, mungkin penting untuk melakukan scanning lateral atau oblique. Scanning dengan pasien diposisikan tegak juga akan membantu pencitraan ini. Pusatkan transduser longitudinal di bagian superior abdomen atau di bawah procesus xhypoideus (Gambar 7. 10). Untuk memperjelas Aorta (Ao), maka transducer di sweeping ke arah kiri pasien. Untuk memperjelas Inverior Vena Cava (IVC), maka transducer di sweeping kearah kanan pasien. Lakukan juga scanning transversal di area dibawah processus xypoideus (Gambar 7. 12). Gambar 7. 11 Penempatan transduser untuk scanning aorta dalam bidang longitudinal: Arahkan transduser dengan marker cephalad untuk mendapatkan pandangan sagital dari aorta. Geser transduser ke inferior atau superior untuk memvisualisasikan seluruh aorta (Creditt et al., 2018) 104

Gambar 7. 12 Scanning Transversal Abdominal Vessel (Block, 2012b) G. Sonoanatomy Gas atau body habitus pasien dapat menghambat pemeriksaan sonografi dari aorta abdominalis. Puasa pasien dapat membantu dalam mengevaluasi aorta abdominalis dengan sonografi. Menerapkan tekanan transduser atau pemindaian dari sisi kiri mungkin dapat meningkatkan visualisasi aorta abdominalis. Aorta normal akan lebih besar dengan diameter tepat di bawah diafragma dan semakin lancip saat mendekati umbilikus. Aorta juga secara bertahap akan terletak lebih anterior di perut saat bergerak menjauh dari diafragma. Batas normal superior aorta abdominalis tepat di inferior diafragma adalah dengan diameter 2,5 cm. Pada bagian tengah abdomen akan berukuran 2,0 cm atau kurang dan distalnya tidak boleh lebih dari 1,8 cm. Arteri iliaka umum dianggap membesar jika diameternya melebihi 2 cm. Temuan Doppler spektral normal dari aorta infrarenal harus menunjukkan pola aliran trifasik, resistensi tinggi dengan pembalikan aliran pada diastol awal. Bagian hepar dari IVC dapat dikenali sebagai tabung anechoic di bidang sagital, menandai batas posterior lobus kaudatus hepar. Pada bidang transversal, IVC suprearenal dan renal akan berbentuk oval dan terlihat di sebelah kanan aorta abdominalis. Segmen infrarenal dari IVC mungkin sulit untuk divisualisasikan. Ukuran IVC bervariasi, meskipun diameternya tidak boleh melebihi 2,5 cm, perubahan pernapasan dapat mengubah ukuran IVC (Penny, 2017). 105

a b Gambar 7. 13 Scanning transversal Abdominal Vessel, a. Tingkat Supra renal, b. Tingkat Infra renal (Block, 2012b). Ket : 1: aorta, 7: Superior Mesentric Artery (SMA), 8: aretery renalis sinistra, 10: vena cava, 15: vena renalis sinistra, 17: 18: splenic vein, 20: lobus kanan dari hepar, 21: lobus kiri dari hepar, 23: lobus kaudatus, 24: ligamentum teres, 36: bill duct, 40: pancreas, 43: ekor pankreas, 70: lambung, 76: duodenum, 90: columna spinalis, 94: artefak, 96: diafragma 106

a B Gambar 7. 14 Scanning Longitudinal Abdominal Vessel, a. Splenic artery and vein, b. Arteri dan Vena renalis (Block, 2012b) ab Gambar 7. 15 a. Scanning Longitudinal, Vena Hepatika (HV), dan Inferior Vena Cava (IVC), Hepar (L), Vena Porta (PV), b. Gambar coronal dengan transducer sedikit disudutkan ke arah midline untuk melihat IVC di anterior aorta dan arteri renalis (S. L. Hagen-Ansert, 2018) H. Sonopatologi 1. Aneurysms Aortic aneurysm ditandai dengan diamerter aorta yang melebihi 3 cm atau pelebaran pada aorta. 107

Gambar 7. 16 Sonogram transversal (C) dan Longitudinal (D)pada aortic aneurysm dengan circumferntial thrombus (S. L. Hagen-Ansert, 2018) Gambar 7. 17 Abdominal Aortic Aneurysm . A, Gambar longitudinal dari aneurisma aorta perut kecil yang memanjang ke superior dari bifurkasi. B, Gambar sagital dari aneurisma aorta perut besar; diameter terbesar aneurisma harus diukur. C, Beberapa echo di dalam mewakili pembentukan trombus. D, 108

Gambar melintang dari AAA besar dengan trombus di sepanjang perbatasan anterolateral (panah) (S. L. Hagen-Ansert, 2018). 2. Aortic dissection Gambar 7. 18 Dissection pada aorta abdominalis, A. Longitudinal, B. Transversal (Penny, 2017) 3. Inferior Vena Cava Thrombus Trombus akut mungkin benar-benar anechoic dan karena itu dapat diabaikan pada awalnya. Seiring waktu, trombus akan menjadi lebih ekogenik dan bahkan dapat mengapur dan menghasilkan bayangan akustik. Gambar 7. 19 IVC Trhombus, Gambar Longitudinal pada iVC yang menunjukkan echogenic clot (panah putih) (Penny, 2017) 4. Tumor pada VC Struktur echogenic yang jelas dalam vena cava mungkin disebabkan oleh trombus atau perluasan tumor ginjal, selalu periksa garis besar ginjal ketika ada struktur ekogenik di dalam vena cava. 109

Gambar 7. 20 Scanning Coronal, Jaringan Tumor mengisi IVC (Breyer et al., 2002) 110

BAB VIII Teknik Scanning USG Kandung Kemih A. Pendahuluan Ultrasononografi adalah suatu prosedur pemeriksaan bidang kesehatan termasuk diagnosis, monitor janin, dan pembantu proses pembedahan tertentu dengan memanfaatkan gelombang suara berfrekuensi tinggi. Salah satu tindakan ultrasonografi yang sering dilakukan adalah tindakan ultrasonografi pada sistem saluran kemih yaitu kandung kemih, vesica urinaria, urinary bladder, atau buli-buli. Tindakan ultrasonografi kandung kemih biasanya menggunakan transducer dengan frekuensi 3,5 MHz atau 5 MHz tergantung usia pasien yang akan diperiksa. Selain itu sebelum tindakan ultrasonografi dilakukan, biasanya pasien akan melakukan beberapa persiapan, seperti meminum air putih yang bertujuan untuk mengisi seluruh ruang pada kandung kemih, dan menahan buang air kecil sebelum pemeriksaan dilakukan, yang berfungsi untuk memberikan hasil gambaran yang baik ketika tindakan ultrasonografi kandung kemih dilakukan. B. Normal Anatomi Kandung Kemih Kandung kemih adalah sebuah otot yang berbentuk seperti kantung yang terletak pada panggul, tepatnya di dalam rongga pelvis, di bawah peritoneum di belakang tulang kemaluan. Pada pria kandung kemih berada di depan rectum menyatu secara langsung dengan prostat, sedangkan pada wanita kandung kemih berada lebih rendah dari rahim, di depan vagina dan uterus dan terletak langsung pada fascia pelvis yang mengelilingi uretera (Tortora & Nielsen, 2017), dan pada bagian sisi lateralnya, kandung kemih berhubungan dengan levator ani dan obturator internus (Harold Ellis, 2010). Gambar 8. 1 Posisi Kandung Kemih Pada Pria dan Wanita Yang Mengacu Pada Organ Pelvis (Marieb et al., 2012) 111

Sebagai sistem eksresi pada manusia, kandung kemih memiliki tiga buah lubang, yang terdiri dari dua buah lubang sebagai penghubung antara kandung kemih dengan ureter kiri dan kanan, serta satu lubang lainnya sebagai penghubung kandung kemih untuk dapat menyalurkan urine keluar dari tubuh sebagai zat sisa metabolisme melalui uretera (Li, 2020), namun sebelum itu kandung kemih berperan sebagai reservoir atau tempat penyimpanan sementara urine dari ginjal dan berkonsentrasi dalam proses pelepasan urine agar keluar dari tubuh (Valarie C. Scanlon, 2007). Pada dasarnya kandung kemih terdiri dari 3 lapisan otot detrusor yang saling beranyaman. Kandung kemih atau vesica urinaria memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi sesuai dengan banyaknya urine yang ditampung (distensi), dimana kapasitas urine yang dapat di tamping oleh kandung kemih pada orang dewasa kuran lebih sebanyak 1 liter urine (Sutton, 2001). Secara anatomi kandung kemih terdiri atas 3 permukaan, yaitu permukaan superior, permukaan inferiolateral dan permukaan posterior. Kandung kemih yang kosong pada orang dewasa terletak di dalam pelvis, bila kandung kemih terisi maka dinding atasnya masuk ke daerah abdomen (hipogastrium). Gambar 8. 2 Anatomi Kandung Kemih A=Wanita, B=Pria (Sutton, 2001) 112

C. Patologi 1. Peradangan kandung kemih Peradangan kandung kemih atau cystitis adalah sebuah bentuk inflamasi pada mukosa buli-buli (vesica urinaria) yang terjadi karena lapisan glikosaminoglikan (GAG) pada dinding mukosa kandung kemih (urothelium) telah mengalami kerusakan (Santoso & Khusen, 2017). Dari hal tersebut, maka akan menyebabkan kandung kemih menjadi lebih rentan terhadap suatu iritasi, suatu peradangan yang mengakibatkan gangguan dari kerja sistem perkemihan pada vesica urinaria. Hal yang menjadi faktor pemicu kerusakan dalam peradangan sistem perkemihan biasanya diakibatkan karena terdapatnya sebuah racun yang ada di dalam urin, bakteri, radiasi, infeksi dan lain-lain. 2. Polip Polip berasal dari kata Yunani “polypous”, yang berarti “benjolan tidak wajar” yang secara umum istilah tersebut menggambarkan bahwa polip adalah setiap massa yang menonjol ke dalam lumen bejana berongga atau adanya sebuah pertumbuhan jaringan yang tampak seperti sebuah benjolan kecil-datar atau batang kecil yang berbentuk menyerupai jamur. Kebanyakan polip berukuran kecil dan lebarnya kurang dari setengah inci. Biasanya, polip muncul dari lapisan mukosa dari suatu organ, meskipun beberapa patologi submukosa mungkin menyebabkan penonjolan mukosa ke dalam lumen dan menyerupai polip mukosa, namun hal tersebut tidak mengesahkan secara resmi bahwa polip selalu menunjukkan neoplastik secara menyeluruh (Shussman & Wexner, 2014). 3. Pembesaran prostat Pembesaran prostat atau benign prostatic hyperplasia adalah sebuah kelainan histologis diagnosis ditentukan oleh proliferasi abnormal dari otot polos dan sel epitel di jaringan prostat. Prevelensi histologi benign prostatic hyperplasia biasanya akan melakukan peningkatan pada seorang laki-laki yang berusia 41-50 tahun sebesar 20%, laki-laki berusia 51-60 tahun sebesar 50%, dan laki-laki berusia 80 tahun yang mencapai lebih dari 90%. Biasanya benign prostatic hyperplasia akan memberikan manifestasis klinis seperti lower urinary tract symptoms, hipertrofi serta distensi kantung kemih akibat retensi urine, nocturia dan dysuria (Kocjancic & Iacovelli, 2018). Patologi ini memberikan kemungkinan yang besar untuk menurunkan kualitas hidup seorang penderita secara signifikan sehingga 113

diperlukan sebuah pilihan untuk sebuah terapi yang tepat dalam proses membantu kehidupan pasien penderita benign prostatic hyperplasia. 4. Mioma uterus Mioma uterus (fibroid atau leiomia) merupakan sebuah tumor monoclonal jinak sel otot polos yang sering dijumpai pada suatu kelompok usia reproduksi, dimana ditemukan pada sebanyak kurang lebih 20-50% dari jumlah perempuan yang ada, dan lebih dari 70% ditemukan pada perempuan di awal masa menopause mereka. Gejala yang umum terjadi pada mioma uterus adalah adanya sebuah perdarahan mentruasi berat yang berakibat menjadi sebuah patologi lain, seperti terjadinya anemia atau mengalami kelelahan serta terjadinya dysmore yang hebat. Selain gejala umum, tampak gejala lain yang kerap muncul dalam kasus ini, seperti nyeri pada bagian panggul, ditemukannya benjolan pada perut, adanya nyeri non-siklik, disfungsi pada vesica urinaria atau usus yang meyebabkan inkontinensia (sulit menahan air kecil) atau retensi urin, serta berbagai masalah obsteri lainnya (Hartoyo & Pangastuti, 2022). 5. Tumor kandung kemih Tumor kandung kemih atau tumor buli merupakan sebuah bentuk tumor yang dapat berbentuk papiler, tumor insitur (non-pasif), infiltrative (noduler) atau campuran antara tumor berbentuk infiltrative dengan tumor berbentuk papiler (Satya, 2019). Tumor kandung kemih adalah bentuk keganasan kedua setelah karsinoma yang menyerang organ prostat, dan dua kali lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita. D. Indikasi Berikut adalah indikasi atau tanda-tanda yang sering ditemukan pada pasien dengan gangguan pada kandung kemih atau vesica urinaria (B.Breyer, 2002). 1. Hematuria 2. Retensi urin 3. Disuria 4. Sistisis pada orang dewasa dan infeksi akut pada anak-anak 5. Nyeri pada panggul 6. Pelvis mass 114

E. Teknik scanning Pemeriksaan Kandung Kemih 6. Persiapan Pasien a. Pasien harus banyak minum (bisa air putih, atau teh) sebanyak 2 – 3 gelas pada waktu 1 jam sebelum pemeriksaan, bisa diminum selama kurang lebih 10 – 15 menit. b. Setelah minum, pasien tidak boleh buang air kecil sebelum dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. c. Untuk pasien incontinent (misalnya : neurogenic bladder, adanya tekanan dari pelvic masses, genitourinary anomalies) maka pasien bisa dilakukan catheterisasi dengan memasukan cairan steril sebanyak 300 – 500 cc kedalam vesica urinaria. d. Jika harus membatasi minuman/ makanan masuk ke sistem pencernaan (harus puasa), maka pasien bisa dilakukan infus secara intra vena untuk mengisi vesica urinaria. 7. Alat Dan Bahan: a. Transducer dengan frekuensi 3,5 MHz dapat digunakan untuk memperlihatkan anatomi dan patologi kandung kemih orang dewasa, dan pada anak-anak menggunakan transducer dengan frekuensi 5 Mz. b. Jelly yang berkualitas sehingga gambaran ultrasonografi akan tampak jelas hasil real time skening pada TV monitor. Bagi pasien anak-anak dan orang tua, sebaiknya jelly diletakan pada tempat penghangat jelly sehingga pasien lebih nyaman dan tidak merasakan dingin saat ditaburkan jelly pada area di atas os symphysis pubis (tulang kemaluan). c. Tissue, disiapkan dua macam tissue yaitu tissue kasar dan halus, atau bisa juga kita menggunakan handuk, yang berfungsi untuk membersihkan “jelly” sesaat setelah tindakan ultrasonografi dilakukan. 8. Posisi pasien dan teknik scanning : a. Pasien diposisi supine diatas meja pemeriksaan, dengan mengunakan urine didalam kandung kemih sebagai acoustic window. b. Lakukan scanning sagittal dengan meletakan transducer memanjang pada pertengahan tubuh diarea diatas os symphysis pubis (tulang kemaluan). Amati isi dan dinding kandung kemih. Transducer bisa digerakan dengan mengswipping kekanan dan kekiri atau menggerakan transducer seperti menyapu kekanan dan kekiri, sehingga kita bisa melihat secara keseluruhan dinding kandung kemih secara sagittal atau disebut juga longitudinal. 115

Gambar 8. 3 Teknik Scanning Sagittal (Longitudinal) dan Sonografi Kandung Kemih (Fulgham & B.Gilbert, 2013) c. Lakukan juga scanning transversal dengan meletakan transducer melintang pada pertengahan area diatas os symphysis pubis. Amati lagi isi dan dinding kandung kemih. Transducer bisa digerakan dengan mengswipping keatas dan kebawah atau menggerakan transducer seperti menyapu keatas dan kebawah, sehingga kita bisa melihat secara keseluruhan dinding kandung kemih secara transversal atau disebut juga axial. Gambar 8. 4 Teknik Scanning Transversal dan Sonografi Kandung Kemih(Fulgham & B.Gilbert, 2013) d. Diperoleh gambaran sagittal (longitudinal) dan transversal (axial) dari kandung kemih. 9. Echogenicity dari kandung kemih yang normal; a. Gambaran kandung kemih anechoic b. Dinding kandung kemih tidak menebal dan tergambar regular serta hypoechoic 116

10. Sonografi Kandung Kemih Normal Gambar 8. 5 Longitudinal Scanning Kandung Kemih Normal (B.Breyer, 2002) Gambar 8. 6 Transversal Scanning Kandung Kemih Normal (B.Breyer, 2002) Gambar 8. 7 Transversal Scanning Kandung Kemih Normal (B.Breyer, 2002) Keterangan Gambar; kandung kemih normal full urine, ukuran tebal normal dindingnya kurang dari 4 mm. 117

11. Cara Menghitung Volume Kandung Kemih Volume kandung kemih bisa diukur dengan kita melakukan scanning mid sagittal pada kandung kemih, kemudian mendapatkan gambaran yang baik dan jelas dari scanning longitudian tersebut, kemudian kita ukur diameter panjang dan lebarnya kandung kemih. Kemudian kita lakukan scaning transversal pada kandung kemih dan kita ukur diameter tebalmya (T). Adapun rumus perhitungannya sebagai berikut: Volume : T x P x L x 0,52 = ……cc atau ml Keterangan; T : Diameter tebal dari kandung kemih, yang bisa diukur pada hasil gambaran scanning transversal P (AP) : Diameter panjang dari kandung kemih L : Diameter lebar dari kandung kemih 0,52 : Konstanta Diameter P dan L dari kandung kemih, bisa diukur pada hasil gambaran scanning sagittal/longitudinal. Gambar 8. 8 Gambar Ilustrasi Pengukuran Diameter Kandung Kemih (B.Breyer, 2002). 118

F. Sonoanatomi Gambar 8. 9 Scanning Mid Sagittal Kandung Kemih(Block, 2012b) Keterangan Gambar; 80= Bladder, 82= Urethra, 83= Prostat, 89=Rectum, 94= Artetifact Gambar 8. 10 Scanning Transversal Kandung Kemih (Block, 2012b) Keterangan Gambar; 80= baldder, 81= opening of ureter 119

G. Sonopatologi Kandung Kemih 1. Sonografi Peradangan Kandung Kemih Gambar 8. 11 Transversal Scanning Kandung Kemih Dengan Cronic Cystitis (B.Breyer, 2002) Keterangan Gambar; Tampak thick wall of bladder (dinding kandung kemih tebal), dan dinding kandung kemih juga ireeguler. 2. Sonografi Polip Kandung Kemih Gambar 8. 12 Longitudinal Scanning (kiri) Dan Transversal Scanning (kanan), Kandung Kemih Dengan Polyp (B.Breyer, 2002) 120

3. Sonografi Kandung Kemih Dengan Pembesaran Prostat Gambar 8. 13 Longitudinal Scanning Kandung Kemih Dengan Pembesaran Prostat (B.Breyer, 2002) Keterangan gambar; Tampak prostat membesar dan mendorong kandung kemih. 4. Sonografi Kandung Kemih Dengan Mioma Uterus Gambar 8. 14 Transversal Scanning Kandung Kemih Dengan Pembesaran Uterus Karena Ada Mioma (B.Breyer, 2002) Keterangan Gambar; Tampak uterus membesar dan myoma mendorong kandung kemih 121

5. Sonografi Tumor Kandung Kemih Gambar 8. 15 Transversal Scanning Kandung Kemih Dengan Tumor (B.Breyer, 2002) Keterangan Gambar; Tampak tumor blood ciot dalam kandung kemih 6. Sonografi Diverticula Kandung Kemih Pada gambaran USG dengan divertikel kandung kemih (divertikel buli), akan terlihat sebagai gambaran anechoic dengan kantung berongga yang keluar dari dinding kandung kemih. Kemudian, akan terlihat gambaran accoustic enhancement pada bagian posterior divertikel buli. Selain itu, akan terlihat gambaran leher yang menghubungkan divertikulum ke kandung kemih secara jelas. ab Gambar 8. 16 . A. Gambaran divertikel buli multipel pada dinding lateral kanan dan kiri (panah pada gambar kiri). B. Gambaran divertikel 1 kantung pada dinding lateral kiri (panah pada gambar kanan) (Penny, 2018). 122

BAB IX Teknik Scanning USG Lambung A. Pendahuluan Lambung adalah organ di dalam rongga perut yang semula diduga sulit dalam proses diagnosis secara ultrasonografi karena banyaknya sisa makanan dan udara yang mengisi bagian rongga di dalam lambung. Seiring dengan berkembangnya teknologi terhadap dunia kesehatan, juga berdampak dalam kemajuan teknik pemeriksaan dan alat Endoscopik Ultrasound (EUS) yang dimulai sejak tahun 1980 yang memungkinkan untuk melihat kelainan yang ada di dalam lambung dapat menjadi lebih mudah dan lebih baik untuk dideteksi. Alat yang digunakan salah satunya adalah Olympus GF-B3 yang dilengkapi probe ultrasonik dengan bagian ujung berfrekuensi 7,5 MHz, probe berdiameter 13 mm dan memiliki jarak fokal 35 mm yang diletakkan pada ujung endoskop dan akan berputar pada aksis dari tube endoskop. B. Normal Anatomi Lambung Lambung atau stomach adalah organ muscular penyusun abdomen berwarna merah muda dan mengkilap, berbentuk seperti kantung menyerupai huruf “J” yang terletak di daerah hypokondirum kiri terselimuti oleh tulang rusuk bagain inferior yang tersusun atas otot memanjang pada bagian luar, otot melingkar pada bagian tengah, serta otot miring pada bagian dalam (Fox, 2011). Pada manusia, saat tidak terisi atau dalam keadaan kosong, lambung umumnya mencapai 12 inchi atau sekitar 30 cm yang memiliki kapasitas rata-rata sebesar 1,5 liter, dengan dinding abdomen tertutupi oleh peritoneum, membrane serosa, yang dimana bagian peritoneum yang melapisi dinding disebut dengan parintoneum parietal, sedangkan bagain yang menutupi organ disebut dengan peritoneum visceral (Li, 2020). Dalam sturktur anatomi yang ada, lambung terdiri dari beberapa bagian dengan komponen penyusun yang berbeda dengan fungsinya masing- masing, yang saling berhubungan sebagai bentuk kerja sama dalam proses pencernaan makanan. Berikut adalah bagian-bagian penyusun organ pada lambung (Tortora & Nielsen, 2017). 1. Cardiac adalah daerah lambung yang dekat dengan titik sphinchter kardial yang berfungsi sebagai penyalur makanan yang dikirimkan oleh kerongkonan untuk dibawa masuk kedalam lambung. 2. Fundus adalah daerah lambung yang berbentuk seperti kubah dan terletak lebih rendah dari diafragma, di atas lubang pembukaan 123

esofagus yang berperan dalam proses pencernaan makanan dengan cara menghasilkan zat pepsinogen yang selanjutnya diubah menjadi enzim pepsin. 3. Body merupakan bagian dibawah fundus dan merupakan bagian utama dari lambung yang berperan dalam proses pencernaan makanan serta membagi makanan menjadi bagian-bagian kecil yang disampurkan dengan cairan kental yang disebut dengan chyme atau kimus. 4. Pyrlorus adalah daerah bagian bawah lambung yang terdiri dari pylorus antrum, pylorus canal, dan pylorus sphinchter yang saling terhubung membentuk corong sebagai jalan penghubung untuk mengeluarkan makanan dari lambung menuju duodenum. Dalam proses kerjanya, pylorus dipengaruhi oleh pH makanan, dimana apabila pH makananya adalah asam, maka oto-otot pada pylorus akan mengendor sehingga menyebabkan pintu pylorus terbuka, begitupun sebaliknya, jika pH makananya adalah basa, maka otot-otot pylorus akan berkontraksi dan menyebabkan pylorus akan menutup. 5. Greater Curvature adalah daerah yang terbentang pada bagian sisi kiri dari ostium cardiac melalui fundus yang mengarah kekanan sampai pylorus inferior, dihubungkan atas colon tranversum oleh omentum mayor lipatan ganda dari peritonium. 6. Lesser Curvature adalah daerah tempat esofagus bagian abdomen masuk ke lambung. Gambar 9. 1 Daerah Primer dan Sturktur Pada Lambung (Fox, 2011) 124

Gambar 9. 2 Bentuk Permukaan Pada Lambung dan Duodenum (Smith et al., 2018) Keterangan Gambar; BO=Body, CA=Cardia, Fu=Fundus, GC=Greater Curvature, LC=Lesser Curvature, Py=Pylorus Secara umum lambung memiliki berbagai macam fungsi yang dapat dilihat dari berbagai macam bidang. Secara mekanis, lambung berfungsi sebagai tempat menyimpan makanan agar dapat untuk disalurkan ke dalam usus halus, mencampur makanan dengan secret lambung, mengeluarkan kimus ke dalam usus halus serta sebagai pendorong makanan yang terjadi karena gerakan peristaltik setiap 20 detik (Sherwood, 2016). Secara kimiawi, bolus yang ada di dalam lambung akan dilakukan proses pencampuran antara bolus dengan asam lambung dan ezim yang ada sesuai dengan jenis makanan. Lambung juga berfungsi sebagai bakterisid (bside) atau pembunuh bakteri oleh asam lambung serta berperan sebagai pembantu proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). 125

C. Anatomi Sectional Lambung Gambar 9. 3 Gambaran Cross Section Lambung (Harold Ellis, 2010) D. Patologi 1. Kista Sederhana Kista sederhana adalah sebuah bentuk benjolan yang berupa cairan yang terbentuk karena adanya komplikasi oleh penyakit lain. Pada ultrasonografi, kista sederhana biasanya didefinisikan oleh perangkat ultrasound sebagai suatu objek yang berbentuk massa oval atau kista bulat dengan anechoic yang homogen (Hélénon et al., 2018). 2. Hiatus Hernia Hiatus Hernia adalah suatu kondisi dimana bagian dari isi perut, terutama gastroesophageal junction (GEJ) dan lambung, tergeser ke bagian proksimal di atas diafragma melalui hiatus esofagus ke dalam mediastinum (Hyun & Bak, 2011). Dalam dunia patologi, terdapat beberapa jenis hernia hiatus, diataranya adalah sebagai berikut. a. Tipe I Hernia hiatus tipe I adalah hernia hiatus sliding (juga disebut sebagai hernia hiatus konsentris atau aksial) yang menyumbang lebih dari 95% dari semua hernia hiatus yang ada, dan 5% sisanya adalah hernia hiatus para- esofagus. Hernia hiatus sliding biasanya ditandai dengan adanya sebuah bentuk pelebaran hiatus esofagus serta melemahnya fungsi ligmen atau membran pherenoesofageal yang memungkinkan terjadinya gastroesophageal junction dan beberapa penyakit lambung lain, terutama cardiac pada lambung. Dalam hal ini biasanya untuk mendapatkan 126

gambaran yang lebih baik dan jelas maka akan dilakukan pemeriksaan secara endoscopi dengan inflamasi yang cukup pada saat pengamatan cardiac. Selain itu pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara radiologis melalui proses menelan barium, secara endoscopi atau secara manometric esofagus konvesional resolusi tinggi. b. Tipe II Hernia hiatus tipe II adalah bentuk hernia klasik dari hernia para- esofagus dimana bagian dari fundus lambung, bukan gastroesophageal junction, berherniasi diatas diafaragma di samping esofagus sebagai akibat dari defek local pada ligament pherenoesofageal. c. Tipe III Hernia hiatus tipe III adalah campuran dari hernia hiatus tipe I dan II, dimana tipe ini selain hernia hiatus para-esofagus, gastroesophageal junction tidak terfiksasi tetapi berpindah di atas diafragma. d. Tipe IV Hernia hiatus tipe IV adalah herniasi organ perut lainnya, seperti limfa, kolon, pancreas dan/ atau organ lain melalui hiatus esofagus ke mediastinum posterior. Karena pembesaran progresif dari hiatus esofagus dan defek yang besar pada ligamen/ membran phrenoesofageal yang mengakibatkan adanya sebuah ruang yang cukup (tidak hanya untuk lambung tetapi juga untuk organ abdomen lainnya) untuk dipindahkan di atas diafragma, yang memperlihatkan bahwa hal tersebut sebagai bentuk dari hernia hiatus tipe III yang diperburuk dan beberapa termasuk hernia hiatus tipe IV. 3. Ménétrier Disease Ménétrier Disease atau hypoproteinemic hypertrophic gastropathy adalah sebuah gastropati yang ditandai dengan terjadinya proses penurunan produksi asam (hypoklorhydria), produksi mucin yang berlebihan, hiperproliferasi lipatan lambung, dan hipoproteinemia yang berhubungan dengan hilangnya selektif protein serum melintasi mukosa lambung ke dalam lumen lambung. Penyakit ménétrier dapat juga diartikan sebagai bentuk gastropati hipertrofik yang ditandai dengan hiperplasia foveolar dan atrofi kelenjar. Temuan inflamasi mukosa dan atrofi kelenjar cukup bervariasi. Respon inflamasi limfositik dan hiperplasia foveolar telah digunakan untuk memisahkan gastropati menjadi dua kelompok, yaitu gastritis limfositik hipertrofik dan hiperplasia foveolar masif. Gastritis limfositik hipertrofik dikaitkan dengan peradangan parah dengan banyak limfosit intraepitel dan hiperplasia foveolar ringan, sedangkan hiperplasia 127

foveolar masif memiliki hiperplasia foveolar yang lebih besar, mukosa yang lebih tebal, dan edema mukosa yang lebih besar (Southwestern, 2004). 4. Gastricadenocarcinoma Gastricadenocarcinoma (GAC) adalah penyakit heterogen dengan karakteristik fenotipe (histologik) dan genotipe yang beragam. Gastricadenocarcinoma adalah kanker paling umum dan terbesar kelima setelah kanker paru-paru, payudara, kolorektal dan prostat dan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, 2:1 dalam skala perbandingan, terutama untuk jenis kanker usus. Usia khas saat diagnosis adalah 60 tahun, namun gastric adenocarcinoma semakin banyak didiagnosis pada individu dengan rentang usia 40-50 tahun (Ajani et al., 2017) . 5. Stomach Leimyoma Fibroma atau leimyoma adalah sebuah tumor jinak yang paling umum menyerang sistem reproduksi pada wanita, yang biasanya ditemukan pada rahim (uterus). Namun dalam beberapa kasus, leimyoma juga ditemukan di tempat lain, seperti pada ovarium, broad ligament , dan kasus yang sangat jarang terjadi yaitu di dalam dinding perut (stomach). Pembentukan leimyoma pada dinding perut biasanya terjadi akibat implantasi jaringan myometrium setelah operasi pengankatan leimyoma uteri, namun dari beberapa riwayat kasus menunjukkan bahwa tumor jenis ini juga dapat terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat pengangkatan leimyoma (myomectomy) (Hafizi & Pourhoseini, 2020) E. Indikasi Pemeriksaan 1. Rasa nyeri di perut bagian atas 2. Terabanya suatu massa di perut bagian atas 3. Gangguan kondisi badan 4. Pendarahan tersembunyi F. Teknik scanning Pemeriksaan Lambung 1. Persiapan Pasien a. Pasien akan melakukan puasa kurang lebih selama 6 jam. Hal ini bertujuan untuk menghindari makanan yang masih ada di dalam lambung yang dapat mengaburkan hasil pemeriksaan ketika tindakan ultrasonografi dilakukan 128

b. Pasien dilarang untuk merokok agar dapat menghindari terjadinya penimbunan udara di dalam lambung c. Sebelum tindakan USG dilakukan, pasien sebaiknya diberi air minum sebanyak 400 – 500 cc. Manfaat dari pemberian air minum adalah agar terlihat gambaran lambung yang mengembang terisi oleh air, dan dinding lambung dapat diamati dengan baik 2. Alat dan Bahan a. Alat Endoscopi Ultrasonografi yang digunakan adalah Olympus GF-B3 yang dilengkapi probe ultrasonik pada ujungnya dengan frekuensi 7,5 MHz b. Diameter dari probe ultrasonik 13 mm dan mempunyai jarak focal 35 mm yang diletakkan pada ujung endoskop dan akan berputar pada aksis dari tube endoskop 3. USG Real Time a. Pemeriksaann USG dilakukan dengan posisi pasien supine b. Letakkan posisi transduser longitudinal pada daerah dibawah processus xipoideus dan lebih diswipe kearah kiri pasien 4. Endoscopi Ultrasonografi a. Pasien diberi anastesi lokal di kerongkongan b. Pasien miring ke kiri atau pada posisi Left Lateral Decubitus (LLD) c. Alat Endoscopi Ultrasonografi dimasukkan melalui mulut dan esofagus, selanjutnya dimasukkan air sebanyak 300 – 500 cc sampai lambung mengembang sepenuhnya d. Untuk menghindari adanya gerakan peristaltic, maka pasien diberi suntikan propateline bromide 2 ml, buscopan 1 cc, atau glucagone 1 mg secara intravena e. Pemeriksaan Endoscopi Ultrasonografi dimulai dari corpus, angulus, antrum dan diamati dinding kurvatur mayor dan minor 129

5. Hasil Sonografi Lambung Normal Gambar 9. 4 Hasil Ultrasonografi Lambung Normal (Deslandes, 2013) Keterangan gambar; Dinding perut terlihat pada ultrasound sebagai tiga lapisan yang berbeda. Mukosa bagian dalam (panah kiri) muncul sebagai garis echogenic tipis, muskularis propria sentral tampak sebagai garis hipoechoic yang lebih tebal (panah tengah) dan lapisan serosa luar (panah kanan) muncul sebagai garis echogenic tipis. Kontur seluruh organ harus halus kecuali lipatan kecil mukosa lambung (rugae) yang sering terlihat secara real time. ` Gambar 9. 5 Hasil Ultrasonografi Lambung Normal (Deslandes, 2013) Keterangan gambar; Tampak dinding perut jelas dan halus terisi air pada saat distensi dan membawa penampilan kistik. Kandungan anechoic yang tampak adalah air. Bintik-bintik kecil dan echogenic disebabkan oleh gelembung udara normal untuk dilihat dan akan bergerak secara real time 130

G. Sonoanatomi Lambung Gambar 9. 6 Scan Longitudinal Lambung dari kanan ke kiri (Block, 2012b) Keterangan Gambar; 21=Left Lobe of the Liver, 72=Body of Stomach, 74=Cardia, 96=Diafargma Gambar 9. 7 Scan Tranversal Lambung dari atas ke bawah (Block, 2012b) Keterangan Gambar; 1=Aorta, 10=Vena Cava, 12=Middle Hepatic Vein, 21=Left Lobe of Liver, 72=Body of Stomach, 90=Spinal Column Gambar 9. 8 Scan Longitudinal Lambung dari kanan ke kiri (Block, 2012b) Keterangan Gambar; 21=Left Lobe Liver, 72=Body of Stomach, 96=Diafargma 131

H. Sonopatologi Lambung 1. Sonografi Kista Sederhana Gambar 9. 9 Hasil Ultrasonografi Kista Sederhana (Deslandes, 2013) Keterangan Gambar; Kista sederhana pada lambung. Hal tersebut dapat dilihat bahwa kista berbatasan dengan dinding posterior lobus kiri hati, namun asal pasti dari kista yang tampak tidak jelas karena gas di dalam lambung menutupi anatomi bagian posterior. Gambar 9. 10 Hasil Ultrasonografi Kista Sederhana (Deslandes, 2013) Keterangan Gambar; Penambahan air dilakukan untuk melihat gambaran kista agar lebih jelas, dimana dimasukkan sebanyak 200 ml air sehingga perut menjadi buncit, sehingga menampilkan bahwa kista terlihat jelas sebagai struktur terpisah dari lobus kiri hati dan timbul dari dinding anterior lambung di daerah antrum pada lambung. 132

2. Sonografi Hiatus Hernia Gambar 9. 11 Hasil Ultrasonografi Hiastus Hernia (https://ultrasoundpaedia.com/) Keterangan Gambar; Gambar yang tampak adalah gambar mid sagittal melalui demon kuadran kiri atas yang menyusun lobus kiri hati dan jantung di anterior. Gastroesophageal junction terlihat lansung di belakang hati dan jantung seperti yang ditunjukkan oleh panah putih. Hiatus hernia ditunjukkan oleh pelebaran seperti corong di kerongkongan bagian distal. 3. Sonografi Ménétrier Disease Gambar 9. 12 Hasil Ultrasonografi Ménétrier Disease (Deslandes, 2013) Keterangan Gambar: Gambar yang ditampilkan adalah bagian melintang melalui perut dengan pasien dalam posisi tegak setelah meminum air sebanyak 200 ml. Beberapa lesi echogenic, seperti polip dapat terlihat timbul dari dinding perut dan menonjol ke dalam rongga yang berisi cairan. 133

4. Sonografi Gastricadenocarcinoma Gambar 9. 13 Hasil Ultrasonografi Gastricadenocarcinoma (Deslandes, 2013) Keterangan Gambar; Gambar yang terlihat adalah gambaran melintang perut bagian bawah antrum/pylorus. Organ disebelah kiri gambar adalah hati, dan disebelah kanan adalah pancreas. Gambar 9. 14 Hasil Ultrasonografi Gastricadenocarcinoma (Deslandes, 2013) Keterangan Gambar; Gambar longitudinal lambung di daerah antrum pylorus lambung bagian bawah dengan colour doppler yang menunjukkan apabila ada sebuah kelaian yang tidak normal. 134

5. Stomach Leimyoma Gambar 9. 15 Hasil Ultrasonografi Stomach Leimyoma (Roger Sanders, 2016) Keterangan Gambar; Gambar melintang di sebelah kiri garis tengah ini menunjukkan massa padat di dalam perut (stomach). Memiringkan ke kiri akan membawa limpa ke dalam gambar dan dapat mengakibatkan keraguan apakah massa ini meluas dari hilus limpa atau di dalam perut. Meminta pasien meminum cairan dapat membantu membedakan perut dari struktur lain. 135

BAB X Teknik Scanning USG Prostat A. Pendahuluan Transabnominal Ultrasound (TAUS) bisa mendeteksi adanya hidronefrosis atau kerusakan ginjal karena obstruksi, dan menilai saluran kemih bagian atas. Pada pengukuran prostat dibutuhkan volume vesica urinaria kurang dari 400 mL. Vesica urinaria yang penuh bertindak sebagai accoustic window, sehingga penetrasi gelombang dapat mencapai kelenjar prostat. Kelenjar prostat terletak di dasar vesica urinaria, sebelah anterior rektum. Transducer curve dengan frekuensi 3.5 hingga 5 MHz digunakan pada pemeriksaan ini pada regio suprapubis dengan posisi transversal dan longitudinal. Menurut (Hassan et al., 2012), USG transabdominal secara akurat bisa memprediksi volume prostat. Ultrasonografi Transrectal (TRUS) dinilai sebagi metode pilihan karena kualitas gambar yang dihasilkan lebih unggul dari pemeriksaan transabdominal atau transperineal. USG dengan bantuan colour doppler juga sangat menunjang pemeriksaan prostat pada kasus dugaan kanker prostat. Dengan teknologi yang semakin maju pemeriksaan lanjutan USG juga dapat dilakukan walaupun belum secara umum diterapkan seperti teknik pemeriksaan USG dengan kontras dan teknik Elastography USG (Dudea et al., 2011; Frauscher et al., 2002). B. Anatomi dan Fisiologi Prostat Prostat merupakan kelenjar fibromuskular pada sistem genitalia pria yang mengelilingi uretra pada rongga pelvis. Terletak pada inferior vesica urinaria, posterior simfisis pubis dan anterior rektum. Prostat berbentuk layaknya kerucut bulat terbalik dengan basis yang lebih besar berlanjut pada superior leher vesica urinaria dengan apex yang lebih sempit terletak pada inferior simfisis pubis. Permukaan inferolateral prostat diapit oleh otot levator ani. Kelenjar prostat dikelilingi oleh kapsul prostat yang merupakan kompresi longgar dari lemak dan stroma periprostatik di sekitarnya, yang dilalui oleh berkas neurovaskular dan duktus ejakulatorius. Deep pelvic merupakan ruang terbatas yang tidak dapat menampung pembesaran prostat yang signifikan. Pada ukuran tertentu, prostat akan lebih memilih untuk membesar secara superior, meninggi dan menonjol ke basis vesica urinaria yang disebut dengan pembesaran lobus median. 136

Gambar 10. 1 Prostat dan Vesikula Seminalis (Smith et al., 2018) Kelenjar prostat terbagi menjadi empat lobus (Ghosh, 2013), yaitu : ab Gambar 10. 2 (a) Pemukaan Posterior Prostat, (b) Lobus-lobus pada Prostat 1. Lobus Anterior : Terletak di anterior uretra. Ini adalah bagian kecil dari kelenjar yang disebut tanah genting (isthmus) yang menghubungkan dua lobus lateral kelenjar. Lobus ini merupakan fibromuskular tidak ada jaringan kelenjar, adenoma jarang terjadi. 137

2. Lobus posterior : Terletak di posterior lobus median dan saluran ejakulasi. Ini menghubungkan dua lobus lateral pada posterior uretra. Adenoma tidak pernah terjadi, tetapi karsinoma primer dapat dimulai di sini. 3. Lobus Medial : Ini dibatasi, pada anterior oleh uretra, posterior dan sisi lainnya oleh duktus ejakulatori dan bidang posterior dan median oleh utrikulus prostat. Lobus ini berbentuk bulan sabit dengan apex diarahkan ke inferior menuju colliculus seminalis dan membentuk uvula vesicae yang merupakan elevasi yang dihaslikan oleh lobus median bagian inferior trigonum vesica urinaria. Pada lobus ini mengandung banyak jaringan kelenjar dan merupakan tempat yang paling umum dari pembentukan adenoma. 4. Lobus Lateral : Lobus ini terletak satu pada setiap sisi uretra, lobus ini berisi jaringan kelenjar dan adenoma bisa saja muncul di usia tua. Berdasarkan lokasi dan jenis jaringannya, prostat secara tradisional dibagi menjadi beberapa zona yang berbeda. Pandangan kelenjar ini menggantikan deskripsi lobar sebelumnya dan dijelaskan oleh McNeal pada tahun 1981. Zonal Anatomy lebih baik daripada lobar karena dapat divisualisasikan pada USG serta mempunyai pengaruh pada distribusi kanker dan teknik biopsi. Zona tersebut memiliki keterlibatan klinis yang penting berdasarkan pola patologi yang diamati, baik jinak maupun ganas. Zona prostat diantaranya Central Zone (CZ), Peripheral Zone (PZ) dan Transitional Zone (TZ). Selain itu terdapat area non-kelenjar yaitu Anterior Fibromucular Stroma (AFS). Garis antara Peripheral Zone (PZ) dan Central/Transition Zone disebut sebagai surgical capsule, dan mewakili dissection line selama operasi prostat. 138

Gambar 10. 3 Anatomi zona kelenjar prostat seperti yang dijelaskan oleh McNeal (1981). Semua struktur dapat diidentifikasi dengan ultrasound, kecuali Central Zone. (Patel & Rickards, 2002) Pada USG, sulit untuk mengidentifikasi zona ini pada prostat normal dan hanya dua zona yang teridentifikasi. Outer Gland yaitu Perifer (PZ + CZ) dan Inner Gland adalah (TZ + stroma fibromuskular anterior + sfingter uretra internal). Outer dan Inner Gland dipisahkan oleh surgical capsule. Bundel neurovaskular terletak bilateral di sepanjang aspek posterolateral prostat dan merupakan jalur penyebaran tumor yang disukai. Corpora amylacea, terlihat sebagai fokus ekogenik, berkembang di sepanjang surgical capsule dan kelenjar periuretra (debris protein dalam duktus prostat yang melebar). Prostat bersama dengan sekresi dari vesikula seminalis berperan dalam pembentukan sekitar 25% dari volume air mani (seminal fluid) dan berkontribusi pada motilitas dan viabilitas sperma. (Drake et al., 2020; Ghosh, 2013; Patel & Rickards, 2002; Tortora & Nielsen, 2017). 139

C. Anatomi Sectional Prostat 1. Potongan Axial Gambar 10. 4 Axial Prostat (Patel & Rickards, 2002) 2. Potongan Sagital Gambar 10. 5 Potongan Sagital Prostat (Patel & Rickards, 2002) 140

3. Potongan Coronal Gambar 10. 6 Potongan Coronal Prostat (Ghosh, 2013) D. Patologi Menurut (Sanders & Hall-Terracciano, 2016) penyakit yang sering mengganggu kesehatan prostat adalah Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), kanker prostat dan prostatitis. 1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau hiperplasia prostat jinak adalah gangguan kronis yang umum pada pria berusia lebih dari 40 tahun, lebih dari itu frekuensinya meningkat secara signifikan hingga 90% pada pria berumur 80 tahun. Ini ditandai dengan remodelling jaringan prostat nodular, terutama melibatkan stroma dan epitel pada level yang lebih rendah. Biasanya proses ini dimulai di inner prostate Transition Zone. Kelenjar prostat yang membesar biasanya beratnya sekitar 60-100 gram dan mengandung banyak nodul berbatas tegas yang menojol dari permukaan yang dipotong. Remodelling ini berbentuk hiperplasia atau peningkatan jumlah sel terutama selama fase lanjut, hipertropi atau peningkatan ukuran sel. Dengan membesarnya ukuran prostat, terjadilah penyempitan uretra proksimal dan mengganggu aliran urin dari vesica urinaria. Uretra biasanya dikompresi oleh nodul hiperplastik, kemudian menjadi celah sempit. Dalam beberapa kasus, komponen kelenjar dan stroma hiperplastik yang mendasari epitel uretra proksimal menonjol ke dalam lumen kandung kemih sebagai massa bertangkai, menghasilkan obstruksi uretra tipe ball- valve. BPH tidak terjadi pada pria yang dikebiri sebelum pubertas atau pada pria dengan kelainan genetik yang menekan aktivitas androgen. Karena BPH lebih sering melibatkan inner prostat, manifestasi yang paling umum dikaitkan dengan obstruksi saluran kemih bagian bawah, biasanya seperti kesulitan memulai berkemih (keragu-raguan) dan gangguan aliran urin selama buang air kecil. Gejala yang timbul akibat obstruksi ini adalah berkurangnya frekuensi urin, nyeri saat buang air kecil, 141

retensi urin, urgency dan refluks urin. Adanya sisa urin di kandung kemih meningkatkan risiko Infeksi Saluran Kemih (ISK) akibat obstruksi kronis. Pada beberapa pria yang terserang, BPH dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih lengkap, diikuti oleh distensi kandung kemih yang menyakitkan, dan tanpa perawatan yang tepat, dapat menyebabkan hidronefrosis.(Bullock & Hales, 2013; Kumar et al., 2018). Meskipun berkontribusi, BPH bukanlah satu-satunya penyebab Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) atau gejala saluran kemih bawah pada pria dewasa seiring bertambahnya usia. LUTS atau memang pembesaran prostat jinak tidak terjadi kepada semua pria dengan BPH. Terdapat tumpang tindih yang signifikan antara banyak faktor yang berbeda seperti Benign Prostatic Enlargement (BPE) atau pembesaran prostat jinak, Blass Outlet Obstruction (BOO) atau obstruksi saluran keluar vesica urinaria dan BPH (Porter & Wolff, 2015). 2. Kanker Prostat Dalam beberapa tahun terakhir, insiden kanker prostat telah meningkat di seluruh dunia. Kanker prostat menjadi kanker kedua yang sering di diagnosis dan peringkat kelima kanker yang menyebabkan kematian pada pria pada tahun 2012. Kanker prostat ini sering terjadi pada pria berusia lebih dari 65 tahun, terdapat 15% kasus dengan riwayat keluarga positif kanker prostat di seluruh dunia. Terjangkitnya kanker prostat ini berhubungan dengan usia dan menjadikan pria lanjut usia sebagai angka tertinggi dalam kasus ini. Penyebab dari maraknya kanker prostat ini bersifat multifaktoral atau bisa disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mungkin adalah perubahan pola hidup dan pola makan yang menjadi kebarat-baratan. Kanker prostat adalah kanker ganas dan menjadi kanker kedua yang paling sering meyerang pria setelah kanker kulit. Usia menjadi faktor utama penyakit ini, tetapi pada mereka dengan riwayat kanker prostat atau pada keluarganya menjadikan resikonya meningkat. Apabila seseorang dalam sekeluarga memiliki 3 anggota keluarga terdekat menderita kanker prostat, maka ada resiko 10 kali lebih besar terserang kanker prostat dibanding dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker prostat. Diet keras lemak juga dapat meningkatkan resiko kanker prostat. Peningkatan berat badan pada pria berusia dewasa juga berkaitan dengan resiko kanker prostat di Jepang. Meningkatnya resiko menderita kanker prostat yang signifikan diartikan kanker prostat tingkat tinggi ketika Indeks Massa Tubuh (IDM) lebih dari 25.0. 142

Mungkin saja pasien yang terserang tidak merasalkan gejala apapun atau asimtomatik, namun gejala yang sering muncul diantaranya adalah kesulita berkemih, perlu mengejan untuk buang air kecil, frekuensi urin yang berkurang dan nokturia atau buang air berlebihan dimalam hari (Daniyal et al., 2014; Kimura & Egawa, 2018).. 3. Prostatitis Prostatitis adalah penyakit saluran kemih ketiga yang sering ditemukan pada pria setelah Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dan kanker prostat. Tidak seperti BPH dan kanker prostat, dimana biasanya penyakit tersebut menyerang pada pria berusia lanjut, prostatitis menyerang pria segala usia, terutama berdampak tinggi pada kelompok usia paruh baya di Kanada (Khan et al., 2017; Pontari et al., 2007). Prostatitis diklasifikasikan menjadi empat kategori oleh National Institutes of Health (NIH), menurut klasifikasi ini Acute Bacterial Prostitis dan Chronic tetap sama. Terdapat pembentukan kelompok baru yang disebut Chronic Non-Bacterial Prostatitis (CNP) / Chronic Pelvic Pain Syndrome (CPPS). Chronic Non-Bacterial Prostatitis berkombinasi dengan Prostadynia Prostatitis menjadi kelompok baru tersebut. Untuk kategoti keempat ialah Asymtomatic Prostatitis. Klasifikasi NIH prostatitis terdiri dari (Tabel 1.)(Khan et al., 2017) : Konsensus NIH Deskripsi Detail Klinis Kategori/ Tipe I Klinis Acute Gejala prostatitis berat, gejala Kategori/ Tipe II infeksi sistemik, bakteriuria ISK Bacterial akut, piuria Prostatitis Infeksi bakteri konis dalam Chronic kelenjar prostat dengan atau tanpa Bacterial gejala prostatitis,umumnya dengan Prostatitis ISK berulang yang ditimbulkan ileh bakteri yang sama Kategori/ Tipe III Inflamantory Ditandai oleh nyeri pelvis kronis dan kemungkinan tanda-tanda berkemih tanpa infeksi, terdapat leukosit pada sekresi prostat atau air mani yang diekasresikan 143

Asymptomatic Bukti peradangan tanpa tanda- Kategori/ Tipe IV Imflammatory tanda prostatitis atau ISK Prostatitis a. Tipe 1 : Acute Bacterial Prostatitis (ABP) Acute Bacterial Prostatitis (ABP) adalah peradangan akut prostat dengan nyeri panggul dan gejala saluran kemih. Ini mempengaruhi 10% dari semua diagnosis prostatitis dan lebih sering terjadi pada orang berusia antara 20 dan 40 tahun dan mereka yang berusia di bawah 70 tahun. Pasien dengan prostatitis bakteri akut dapat didiagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meyakinkan. b. Tipe II : Chronic Bacterial Prostatitis (CBP) Chronic Bacterial Prostatitis (CBP) adalah jenis kedua dari peradangan prostat yang disebabkan oleh infeksi bakteri, tetapi berbeda dari ABP di mana CBP bertahan selama tiga bulan atau lebih dan berkembang perlahan. Prevalensi prostatitis tipe II kurang dari 5%, itulah sebabnya dokter tidak melihat banyak kasus. c. Tipe III : Non-Bacterial Prostatitis Non-Bacterial Prostatitis, atau prostatitis tipe III, adalah gangguan umum yang diamati pada pasien pria, ditandai dengan ketidaknyamanan genital atau panggul, disertai dengan gejala kencing dan disfungsi seksual. Ini kurang dipahami dan merupakan masalah genitourinari yang paling umum pada pria dewasa di bawah usia 50 tahun. Prevalensi Non-Bacterial Prostatitis melebihi 90% hingga 95% dari semua kasus prostatitis dan mempengaruhi 10% hingga 14% pria dari semua ras. Chronic Pelvic Pain Syndrome (CPPS) memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan dan kesehatan pasien karena, mirip dengan pasien dengan angina, penyakit Crohn aktif, atau infark miokard, pasien dengan CPPS memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dan penurunan fungsi sehari-hari. d. Tipe IV : Asymptomatic Inflammatory Prostatitis Asymptomatic Inflammatory Prostatitis adalah peradangan prostat tanpa rasa sakit yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan prostat tanpa tanda-tanda infeksi. Seperti namanya, jenis prostatitis yang langka ini melibatkan peradangan pada kelenjar prostat, tetapi kebanyakan pria tidak menyadari bahwa mereka menderita prostatitis karena mereka tidak memiliki gejala apapun. Pasien dengan prostatitis tipe IV berbeda dari jenis prostatitis lainnya karena mereka tidak memiliki gejala nyeri panggul atau tanda-tanda infeksi seperti Acute Bacterial Prostatitis, Chronic 144

Bacterial Prostatitis, dan Chronic Pelvic Pain Syndrome (CPPS). Asymptomatic Inflammatory Prostatitis memiliki dua tanda karakteristik. Yang pertama adalah ketika prostat memiliki sel darah putih atau sel nanah ke dalam urin, dan yang kedua adalah ketika kadar PSA meningkat. Kondisi ini umum terjadi pada pria dengan BPH. E. Indikasi Pemeriksaan USG Prostat Menurut (“AIUM Practice Parameter for the Performance of Ultrasound Evaluations of the Prostate (and Surrounding Structures),” 2021) indikasi dilakukannya pemeriksaan USG prostat, namun tidak terbatas pada, berikut ini: 1. Pedoman biopsi untuk pemeriksaan rektal digital abnormal atau peningkatan PSA atau lesi prostat mencurigakan yang terdeteksi oleh MR. Ini termasuk penggunaan biopsi Transrectal Ultrasound (TRUS) sebagai bagian dari TRUS/MRI. 2. Mengkaji volume prostat dan menghitung kepadatan PSA sebelum terapi medis, pembedahan, atau radioterapi 3. Panduan langsung penyemaian brachytherapy 4. Penilaian gejala saluran kemih bawah 5. Penilaian anomali bawaan 6. Infertilitas seperti azoospermia dan ejakulasi dini 7. Hematospermia (adanya darah pada sperma) 8. Evaluasi dugaan kekambuhan di tempat tidur prostatektomi pada pasien yang menjalani prostatektomi 9. Disfungsi ejakulasi atau ejakulasi yang menyakitkan F. Prosedur USG Prostat Meskipun BPH dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan USG secara transabdominal., nemun pemeriksaan ini dianggap tidak memadai untuk mengevaluasi prostat. Pemeriksaan USG secara transabdominal memungkinkan pengukuran sisa urin di vesica urinaria setelah buang air kecil. Secara praktis, hal ini penting dimana volume sisa urin yang besara (lebih dari 50 cc) menyebabkan pasien lebih rentan terhadap ISK dan dapat menyebabkan obstruksi ginjal sekunder. Pemeriksaan USG prostat berdasarkan pendekatan abdomen mungkin sulit dilakukan bila kandung kemih nir bisa terisi secara memadai. Pendekatan perineum bisa dipakai, memindai antara kaki posterior skrotum. Namun, ini bukan cara yang ideal untuk mengevaluasi prostat menggunakan USG. Gambar transversal & longitudinal bisa diperoleh dan 145


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook