Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore USG ABDOMEN

USG ABDOMEN

Published by mas piek, 2022-10-10 02:15:33

Description: USG ABDOMEN
Buku ini memberikan ulasan tentang USG Abdomen yang antara lain terdiri
dari organ-organ: hepar, kandung empedu, ginjal, pancreas, spleen, abdominal
vessel, vesica urinaria, lambung, uterus, dan prostat. Buku ini disusun
berdasarkan pengalaman dari hasil beberapa penelitian bidang USG dan juga
dari buku monograf USG penulis. Buku ini layak dibaca oleh berbagai
kalangan untuk menambah wawasan dan untuk lebih mengenal tentang USG
Abdomen, dengan harapan bermanfaat membantu civitas akademika,
khususnya para mahasiswa, guru dan dosen yang tengah melakukan studi dan
penelitian pada bidang terkait.

Search

Read the Text Version

2. Alat dan Bahan Alat yang perlu disiapkan adalah 1 buah alat USG yang terdiri dari layar monitor, transduser dan control panel, serta jelly USG. Transduser yang dipakai jenis konveks dengan frekuensi 3,5 MHz untuk dewasa dan transduser jenis linier dengan frekuensi 5 MHz untuk anak-anak. 3. Teknik Scanning a. Posisi supine : 1) Pertama-tama kita melakukan scanning kandung empedu dengan pasien supine. 2) Kemudian cari potongan memanjang atau longitudinal scanning dari kandung empedu, dengan meletakkan transducer oblique di daerah subcostal kanan pasien, pada area midclavicula kanan pasien. 3) Dapatkan gambaran kandung empedu dengan ukuran panjang atau aksis panjang yang maksimum, amati isi dari kandung empedu, dindingnya, dan daerah sekitarnya, serta lakukan pengukuran panjang dari kandung empedu. 4) Lakukan juga scanning transversal dari kandung empedu, serta amati juga daerah sekitarnya, lakukan pengukuran diameter atau aksis pendek kandung empedu yang saling membentuk sudut 900 dengan aksis panjang. b. Posisi oblique : 1) Pasien diposisikan oblique dari posisi supine, dengan sisi kiri menempel meja pemeriksaan dan sisi kanan di atas meja pemeriksaan. 2) Hal ini dilakukan untuk memastikan keadaan batu di dalam kandung empedu, apabila teridentifikasi adanya batu di dalam kandung empedu yang ukurannya masih kecil. 3) Pada posisi ini juga dilakukan scaning longitudinal dan scanning transversal pada daerah subcostal pada kuadran kanan atas abdomen. 4) Lakukan pengamatan keadaan kandung empedu, isinya, dindingnya, dan salurannya. Hal tersebut di atas, bisa juga ditambahkan pemeriksaan dengan posisi pasien setengah duduk atau berdiri (erect) terutama apabila ditemui ada batu dengan ukuran kecil, untuk memastikan kelainan adanya batu atau tidak. 46

Gambar 3. 6 Teknik scanning longitudinal, transversal dan intercostal(Palmer, 2003). G. Sonoanatomy Kandung empedu terletak di fossa kandung empedu di daerah proyeksi posteromedial hati, dekat perbatasan lobus kiri dan kanan hati. Pada USG, diameter transversal kandung empedu normal adalah 3-5 centimeter. Kandung empedu yang diameternya lebih dari 5 centimeter disebut hydrops gallbladder, dan yang diameternya kurang dari 2 centimeter disebut contracted gallbladder. Panjang kandung empedu normal sekitar 8-11 centimeter dengan ketebalan dinding normal kurang dari 3 milimeter. Pengukuran paling akurat ketika dinding anterior kantong empedu diukur pada proyeksi long-axis kantong empedu. Sedangkan pada potongan transversal kandung empedu normal akan tampak sebagai lingkaran anechoic dengan diameter berkisar antara 3-5 cm. Jika didapat ukuran lebih dari 5 cm, disebut hydrops kandung empedu dan jika kurang dari 2 cm disebut kandung empedu menciut atau mengcil (contracted gallbladder). Gambar 3. 7 Scanning longitudinal: normal full kandung empedu (Palmer, 2003) 47

Apabila pemeriksaan USG kandung empedu dilakukan pada pasien tanpa puasa minimal 6 jam sebelum dilakukan pemeriksaan, maka gambaran sonografi kandung empedu tidak dilatasi penuh, sehingga tidak akurat untuk melihat kandung empedu, terutama untuk melihat dinding dari kandung empedu apakah normal atau ada penebalan karena adanya radang pada kandung empedu. Gambar 3. 8 Scanning longitudinal: kandung empedu tanpa puasa (Palmer, 2003) Junctional Fold Pada pemeriksaan USG kandung empedu, sering dijumpai variasi lipatan kandung empedu. Variasi lipatan tersebut terjadi karena melipatnya bagian dari kandung empedu dan tidak mewakili bentuk septum di kandung empedu. Lipatan yang paling sering ditemukan (junctional fold) dapat terlihat pada pertemuan antara korpus dan kolum kandung empedu. Meskipun junctional fold paling sering terlihat di permukaan posterior, namun ada juga yang terlihat di bagian anterior kandung empedu. Berbeda dengan septum, junctional fold pada kandung empedu tidak selalu terlihat pada semua proyeksi yang menyebabkan junctional fold sering disalah artikan sebagai batu kecil ataupun polip kandung empedu (Fadol, 2017; John P. McGahan, 2008; Meilstrup, n.d.). a. Sonopattern Pada pemeriksaan USG, gambaran junctional fold tampak ekogenik. Ketika terlihat sebagian, junctional fold pada kandung empedu dapat menghasilkan gema dengan amplitudo tinggi yang terkadang menampilkan bayangan akustik posterior akibat dari efek refraksi. Hal ini menyebabkan junctional fold sering disalah artikan sebagai batu kecil ataupun polip kandung empedu (Fadol, 2017). Junctional fold dapat dibedakan dari batu empedu dengan melaku-kan scanning pada proyeksi yang berbeda (John P. McGahan, 2008). 48

Gambar 3. 9 Potongan long axis menunjukan junctional fold (panah) diantara colum dan corpus kandung empedu (John P. McGahan, 2008) H. Sonopatology 1. Cholelithiasis atau gallstones a. Gambarannya berupa bulatan hyperechoic di dalam kandung empedu, dengan adanya bayangan akustik (acoustic shadowing) di belakang dari batu tersebut, terutama pada batu dengan ukuran yang cukup besar dan cukup keras. b. Apabila ada batu dengan ukuran yang masih kecil, maka acoustic shadowing tidak jelas kelihatan. c. Gallstone pada orang dewasa terjadi 10%-20%, lebih banyak pada wanita dengan perbandingan 4:1 dengan pria. F 3 = Femile, Fourty, Fat. F 4 = Femile, Fourty, Fat, Fertile. Beberapa faktor resiko yang sering ditemui pada kasus cholelithiasis, dikenal dengan “F4”. Gambar 3. 10 Hasil USG Kandung Empedu Dengan Adanya Batu KE 49

2. Cholecystitis a. Gambaran kandung empedunya berukuran normal atau lebih kecil dari normal, dinding menebal dan tidak merata, dan gambaran dindingnya hyperechoic atau echoes yang tinggi. b. Cholecystitis terjadi 15%-20% pada pasien dengan adanya gallstone, dengan tanda-tanda WES triad (W = wall, E = stone, S = shadow) Gambar 3. 11 Hasil USG Kandung Empedu Dengan Adanya Radang 3. Polip pada kandung empedu a. Gambaran merupakan lesi mukosa yang tidak bergerak dan menonjol ke dalam lumen kandung empedu. Gallbladder polyp dapat diklasifikasikan menjadi pseudopolip seperti polip kolesterol, dan true polyp (neoplastic) yang meliputi adenoma dan adenokarsinoma. Jenis polip kandung empedu yang paling sering ditemukan adalah pseudopolip atau polip kolesterol, yaitu deposit kolesterol yang terbentuk sebagai tonjolan di lumen bagian dalam dinding kandung empedu (Mark W. Jones; Jeffrey G. Deppen., 2017). Jenis polip ini berupa massa bulat kecil dengan kontur halus yang melekat pada dinding kandung empedu yang menonjol ke dalam lumen. b. Umumnya gallbladder polyp memiliki ekogenesitas yang rendah/sedang, tidak bergerak, tidak menampilkan bayangan akustik, serta memiliki ukuran < 5 mm. Gallbladder polyp yang memiliki ukuran > 5 mm pada umumnya termasuk jenis adenoma, namun adenoma yang memiliki ukuran besar (> 10 mm) belum tentu positif karsinoma dan harus sitangani lebih lanjut. 50

AB Gambar 3. 12 (A) Cholesterol polyps (panah) Hyperechoic, nodul tanpa acoustic shadow terlihat pada dinding lumen kandung empedu. (B) Multiple polyps di dalam kandung empedu (Block, 2012a) 4. Sludge pada kandung empedu Sludge atau endapan kantong empedu adalah kumpulan kolesterol, kalsium, bilirubin, dan senyawa lainnya yang terbentuk di kantong empedu. Kadang-kadang disebut biliary sludge atau endapan empedu, karena terjadi ketika empedu berada terlalu lama di dalam kantong. Empedu merupakan cairan kuning kehijauan yang diproduksi di hati dan disimpan di kantong empedu. Fungsinya membantu tubuh untuk mencerna lemak. Bila partikel kecil dari empedu tetap berada di kantong empedu dalam jangka waktu yang terlalu lama, partikel-partikel ini bisa terkumpul dan mengendap menjadi endapan (sludge) empedu. Sludge merupakan kumpulan empedu kental yang telah mengendap dalam kandung empedu. Gambaran USG menunjukan sedimen berbatas halus sedikit hyperechoic yang kontras dengan gambaran cairan empedu diatasnya, terlihat hitam (unechoic). Serta ada batas fluid level diatas sludge tersebut. Gambar 3. 13 Sludge pada kandung empedu(Block, 2012a) 51

BAB IV Teknik Scanning USG Ginjal A. Pendahuluan USG ginjal merupakan pemeriksaan ginjal dengan gelombang suara berfrekuensi tinggi, pemeriksaannya yang relatif mudah, cepat, aman, tanpa persiapan, tidak mempunyai efek samping dan relatif murah. USG ginjal bisa dilakukan pada orang dewasa, anak-anak, orang tua, bayi, dan janin di dalam kandungan. Pemeriksaan USG ginjal ini tanpa persiapan dan tidak menggunakan obat-obatan untuk diminum atau disuntikkan pada pasien guna membantu pemeriksaan. Jika pemeriksaan dilakukan pada anak-anak dan anak tersebut tidak bisa bekerja sama, maka diberikan sedation (obat penenang). Apabila sonographer ingin memeriksa vesica urinaria, maka pasien dipersiapkan untuk minum 2-3 gelas pada waktu ½ jam sebelum pemeriksaan. Pada waktu pemeriksaan BNO-IVP yang mengalami kegagalan karena fungsi ginjal pasien terganggu, dapat dilihat fungsi ginjal dengan pemeriksaan USG Ginjal. Pemeriksaan USG ginjal dilakukan juga untuk melihat renal masses, untuk membedakan apakah cystic atau solid mass dan untuk mengetahui ukuran dari mass tersebut. Dan pemeriksaan USG ginjal dapat mengetahui bentuk, ukuran, gerakan ginjal dan hubungan ginjal dengan jaringan sekitarnya, seperti adrenal gland. B. Normal Anatomi Ginjal Sebelum sonographer melalukan pemeriksaan (skening) USG ginjal, sebaiknya mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pemeriksaan tersebut, sehingga akan sangat membantu dalam memperlihatkan sonopattern dan hasil pemeriksaan. 1. Renal Anatomi a. Ginjal terletak di retro peritonial, antara vertebrae lumbal I sampai vertebrae lumbal III. Ginjal kanan letaknya sedikit inferior dibandingkan dengan ginjal kiri. b. Potongan sagittal atau longitudinal dari ginjal akan menampakkan jaringan yang halus dan rata, dan tidak ada focal bulging. c. Ukuran dari kedua ginjal pada potongan transversal berbeda, sesuai dengan daerah atau level potongannya. Upper dan lower poles berbentuk bulat dan oval, dengan area hilar menjadi bergerigi karena adanya renal sinus. 52

d. Bagian luar dari ginjal merupakan letak dari cortex ginjal. Disini akan ditemukan arteri, vena, convoluted tubules dan glomerular capsules. e. Bagian dalam dari ginjal merupakan letak dari medulla, dimana pada medulla terdapat pyramids, calyces dan gelung Hendle. f. Capsula Bowman adalah capsula ginjal yang dipagari oleh capillaries. Gambar 4. 1 Potongan Coronal Ginjal Kanan (Long et al., 2016) Menurut anatominya, ukuran ginjal pada setiap orang berbeda-beda, namun pada umumnya ginjal memiliki panjang maksimal 12 cm dan tidak kurang dari 9 cm, memiliki lebar 4-6 cm dengan ketebalan yang biasanya dapat mencapai 3,5 cm (B.Breyer, 2002). 2. Renal Embryology a. Kedua ginjal mulanya berkembang dalam pelvis, kemudian naik pada posisi dalam upper quadrants. b. Kedua ginjal biasanya berkembang dalam uterus pada kehamilan 15 minggu 3. Peredaran Darah Pada Ginjal a. Arteri renalis langsung berasal dari aorta, sedikit inferior dari arteri mesentric superior. b. Setelah masuk renal hilum, arteri renalis dibagi dalam 4-5 interlobar arteri. c. Dari arteri interlobalis, kemudian melengkung ke arah dasar dari pyramids yang disebut arcuate arteries. d. Cabang dari arcuate arteries akan kasuk ke glomeruli renalis. 53

e. Dari arterioles darah akan meninggalkan glomerulus dan mengosongkan capillaries. f. Dari capillaries darah tsb akan membawa dan manembus interlobular, arcuate, vena lobular dan menuju vena renalis. g. Pada hilum dari ginjal, vena renalis keluarnya di bagian anterior; ureter keluarnya di bagian posterior, dan arteri masuk antara keduanya. C. Anatomi Coronal Section Ginjal Kiri A D B Keterangan : F A. Renal Capsule I J E C B. Cortex C. Pyramid/medulla G D. Papilla K E. Minor calyx F. Major calyx G. Renal pelvis H. Ureter I. Renal artery J. Renal vein (dibawah) K. Renal sinus H Gambar 4. 2 Anatomi Sectional Ginjal D. Patologi Ginjal 1. Hydronephrosis Hydronephrosis adalah istilah umum yang didefinisikan sebagai pelebaran sistem pengumpul ginjal sekunder akibat obstruksi aliran urin normal. Dengan demikian, hydronephrosis adalah pelebaran kaliks, infundibula, dan pelvis ginjal. Penyakit ini juga dapat dikategorikan sebagai hydronefrosis tingkat ringan, sedang, dan berat. Hydronephrosis ringan dicatat sebagai distensi pelvis ginjal, sedangkan hydronephrosis sedang digambarkan sebagai perkembangan lebih lanjut dari distensi ke kaliks dan 54

piramida meduler. Biasanya hydronephrosis yang nyata meluas ke korteks dan menyebabkan penipisan parenkim yang parah (Penny, 2017). 2. Renal Cyst Renal cyst adalah sebuah kantung cairan yang terbentuk di dalam ginjal. Biasanya renal cyst dicirikan sebagai sebuah kista \"sederhana\", yang berarti adanya sebuah dinding tipis yang berisi cairan seperti air. Renal cyst menjadi cukup umum seiring bertambahnya usia dan biasanya tidak menimbulkan gejala atau bahaya. Karena jarang menimbulkan gejala, renal cyst sering ditemukan selama tes pencitraan yang dilakukan karena alasan lain. Beberapa renal cyst mungkin tampak lebih kompleks dan memiliki dinding yang lebih tebal atau mengandung bahan padat daripada cairan. Kista ginjal biasanya dibiarkan begitu saja dan tidak memerlukan pengobatan kecuali jika menimbulkan gejala atau merusak fungsi ginjal. Jika perawatan diperlukan, maka pasien dapat melakukan pengobatan medik dengan menggunakan skleroterapi atau operasi untuk mengeringkan kista dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah kekambuhannya (DAVIDSON, 1955). 3. Nephrolithiasis Nephrolithiasis atau batu ginjal adalah bentuk konkresi mineral pada kaliks dan pelvis ginjal yang ditemukan bebas atau melekat pada papila ginjal. Batu yang berkembang di saluran kemih terbentuk ketika urin menjadi sangat jenuh terhadap mineral, menyebabkan pembentukan kristal, pertumbuhan, agregasi dan retensi di dalam ginjal. Secara global, sekitar 80% batu ginjal terdiri dari kalsium oksalat (CaOx) yang dicampur dengan kalsium fosfat (CaP). (Canales et al., 2017). E. Indikasi Pemeriksaan USG Ginjal 1. Radang pada tractus urinarius atau urinary tract infection (UTI) 2. Terabanya ada mass pada pinggang dan punggung 3. Kadar creatinine yang tinggi 4. Sakit yang hebat pada daerah rusuk atau sakit pinggang 5. Kencing darah (hematuria) 6. Berkurangnya atau sedikit jumlah urine yg dikeluarkan 7. Hydronephrosis 8. Tidak terlihat fungsi ginjal pada pemeriksaan BNO-IVP 9. Terlihat adanya mass di abdomen pada pemeriksaan radiologi 10. Diduga flank mass pada neonatal atau anak-anak 55

F. Teknik Pemeriksaan USG Ginjal Berikut adalah teknik pemeriksaan dari proses scanning ultrasonografi ginjal (Sari et al., 2018) 1. Memperlihatkan hasil pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan creatinin tinggi, hal ini menunjukkan adanya nephron yang rusak sehingga akhirnya terjadi renal dysfunction. Pemeriksaan creatinin lebih sensitif dan spesifik untuk mengetahui fungsi ginjal daripada pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen). BUN akan lebih tinggi pada renal dysfunction, dan juga pada GI (Gastro Intestinal) bleeding. 2. Peralatan Dan Bahan a. Transducer dengan frekuensi 3,5 MHz dapat digunakan untuk memperlihatkan anatomi dan patologi ginjal. b. Penggunaan transducer dengan frekuensi 5,0 MHz akan membantu untuk mengidentifikasikan renal calculi. Dan transducer 5,0 MHz juga digunakan untuk USG Ginjal pada anak-anak. c. Jelly ultrasound merupakan jelly khusus yang digunakan untuk pemeriksaan USG, pilih jelly yang berkualitas dengan ciri tidak encer dan mudah mengalir serta tidak cepat kering. Adapun fungsi jelly tersebut adalah untuk mencegah adanya udara antara area permukaan tubuh yang akan diperiksa dengan transducer, sehingga gambaran USG akan tampak jelas di TV monitor. d. Tissue, disiapkan dua macam tissue yaitu tissue kasar dan halus. Tissue kasar digunakan untuk menutupi dan melindung pakaian pasien agar tidak basah terkena jelly pada saat dilakukan pemeriksan. Dan tissue halus untuk membersihkan jelly pada permukaan tubuh setelah dilakukan pemeriksaan. 3. Posisi Pasien dan Teknik Scanning a. Ginjal kanan akan terlihat jelas pada posisi supine, dengan mengunakan liver sebagai acoustic window b. Untuk ginjal kanan pasien diinstruksikan untuk tahan napas, scanning dapat dilakukan pada daerah subcostal atau intercostal c. Amati daerah antara hepar dan ginjal kanan yg disebut hepatorenal/Morrison pouch atau kavum Morrison 56

d. Ginjal kiri akan terlihat jelas dengan posisi RLD (Right Lateral Decubitus). Kalau memungkinkan dengan menggunakan spleen sebagai acoustik window, dengan pasien diinstruksikan untuk menarik napas dalam dan tahan napas e. Pada posisi pasien prone bisa melakukan scanning untuk ginjal kanan dan kiri f. Diperoleh gambaran sagittal (longitudinal) dan transversal (axial) dari kedua ginjal 4. Echogenicity dari ginjal yang normal a. Cortex ginjal gambarannya homogen dan echogenicnya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan texturenya liver b. Gambaran pyramids ginjal anechoic c. Sinus renalis dan perirenal fat tampak sangat echogenic G. Sonoanatomi Ginjal Gambar 4. 3 Sonografi Sagittal Ginjal Kanan (Bertold Block, 2004) Keterangan Gambar: 60= Right kidney, 20 = Right lobe of liver, 78 = Right colic flexure Gambar 4. 4 Sonografi Transversal Ginjal Kanan (Bertold Block, 2004) 57

Keterangan gambar : 1= Aorta, 30= Gallbladder, 8= Right renal artery, 60= Right kidney, 10= IVC, 77= Small bowel, 14=Right renal vein, 90= Spinal column, 20 = Right lobe of liver. H. Sonografi Ginjal Sonografi merupakan hasil gambaran atau citra dari pemeriksaan USG. Sonografer harus memahami hasil gambaran USG ginjal yang normal. Setelah kita pahami dari literatur dan aplikatifnya pemeriksaan USG ginjal pada labaratoium USG dan juga pada praktek-praktek di klinik dan rumah-rumah sakit, maka kita akan cepat mengetahui hasil gambaran pemeriksaan USG ginjal yang normal dan atau hasil gambaran yang patologis. Dibawah ini, ada gambaran hasil USG ginjal yang normal dan beberapa hasil gambaran USG ginjal yang ada patologis. 1. Sonografi Ginjal Normal Gambar 4. 5 Sonografi Longitudinal Scanning Ginjal Kanan Normal Pada Area Axillary Line dengan: (A) pasien Supine dan (B) pasien Left Lateral Decubitus (S. Hagen-Ansert, 2016) Catatan; Untuk ginjal yang normal maka tekstur jaringan cortex ginjal lebih hypoechoic dibandingkan tekstur jaringan liver . Keterangan Gambar; p= cortex ginjal, L= liver 58

2. Sonografi Ginjal Dengan Hydronephrosis Gambar 4. 6 Sonografi Longitudinal Ginjal Kanan Dengan Adanya Hydronephrosis (Parker et al., 2015) Catatan; Untuk ginjal dengan hydronephrosis maka tampak gambaran ginjal unechoic pada pelvis renalis, dengan adanya acoustic enhancement pada bagian posteriornya. 3. Sonografi Ginjal Dengan Cyst Gambar 4. 7 Sonografi Ginjal Dengan Adanya Simple Cyst dan Multiple Cysts (Parker et al., 2015). Catatan; Tampak gambaran cyst, dengan adanya gambaran unechoic pada jaringan cortex ginjal dengan adanya acoustic enhancement pada bagian posterior ginjal tersebut. 59

4. Sonografi Ginjal Dengan Stone Gambar 4. 8 Sonografi Ginjal Dengan Adanya Batu Ginjal (stone) (Parker et al., 2015). Catatan; Tampak gambaran batu, dengan adanya gambaran hyperechoic di dalam ginjal, dan adanya acoustic shadow di bagian posterior ginjal tersebut. 5. Sonografi Transplantasi Ginjal Gambar 4. 9 Ginjal Dengan Transplantasi Ginjal Yang Berhasil (S. Hagen-Ansert, 2016). Catatan; Tampak arteri arcuata (tanda panah kecil), yang menandakan ginjal yang di transplantasikan sudah berfungsi. 60

BAB V Teknik Scanning USG Pancreas A. Pendahuluan Ultrasonografi pancreas merupakan salah satu rangkaian dari pemeriksaan ultrasonografi abdomen, dimana dengan menggunakan ultrasonografi maka akan memperlihatkan jaringan pancreas dan ductus pancreaticus pada pasien normal. Pancreas merupakan satu dari organ- organ penting pada sistem digestivus yang sulit dilihat gambarannya pada suatu citra radiografi biasa, tetapi dengan adanya modalitas ultrasonografi yang semakin berkembang seperti saat ini, suatu pemeriksaan pancreas menjadi lebih mudah, non radiatif dan juga relatif lebih murah. Disamping itu pemeriksaan ultrasonografi yang dilakukan juga dapat memberikan bentuk, tekstur, dan jaringan yang lebih baik dan juga informatif. Tindakan ultrasonografi yang dilakukan kepada pasien dalam proses pemindaian organ pancreas dapat dilakukan secara scanning longitudinal, transversal dan decubitus dengan menggunakan transducer berfrekuensi 3,5 MHz (dewasa) dan 5 MHz (anak-anak) dengan proses pengaturan gain dimulai dengan meletakkan trasnduser di daerah sub xypoid yang dilanjutkan dengan melakukan sweeping (angling) untuk menemukan gambaran yang tepat. Sebelum ultrasonografi dilakukan, pasien akan melakukan beberapa persiapan seperti; melakukan puasa, dilarang merokok, tidak mengunyah permen karet, mengurangi bicara dan jika pasien merasa haus, maka diperbolehkan untuk minum maksimal ± 1 liter. Persiapan yang dilakukan bertujuan untuk mencegah dan mengurangi terbendungnya gas-gas yang ada di dalam lambung (stomach) agar gambaran yang dihasilkan menjadi lebih baik dan optimal pada saat tindakan ultrasonografi dilakukan. Dalam citra ultrasonografi yang didapatkan seteletah tindakan pemeriksaan dilakukan, akan menunjukkan gambaran pancreas dengan ciri khas bahwa pada kebanyakan orang dewasa citra radiografi yang dihasilkan akan sedikit lebih keabu-abuan (more echogenic) dibandingkan dengan gambaran hepar, sedangkan untuk pancreas pada anak-anak, gambarannya sedikit agak hitam (less echogenic) dibandingkan dengan hepar dari pasien yang melakukan tindakan ultrasonografi tersebut. 61

B. Normal Anatomi Pancreas Pancreas adalah suatu organ yang berada di kuadran kiri atas abdomen antara kurva duodenum dan limpa sepanjang ± 8-10 inchi (± 20-25 cm), seberat 80 gram, dengan ketebalan mencapai ± 2cm (Sutton, 2001). Gambar 5. 1 Anatomi Pancreas (Sutton, 2001) Pancreas berada di retroperitoneal secara sekunder pada bagian dinding belakang bursa omentalis. Bagian caput pancreas (head/kepala) menempel erat pada bagian kurva C dari duodenum yang lebih cekung ke arah sisi kiri. Pada bagian permukaan depan, pancreas menempel pada mesocolon transversum. Berdasarkan posisi pancreas yang berada di belakang (posterior) dan di dekat organ-organ lainnya dan juga berada di dekat pembuhuh darah besar, menjadikan salah satu faktor yang menyebabkan proses pembedahan atau pemindaian ultrasonografi pada pancreas relatif lebih sulit dibandingkan dengan organ lain yang berada di abdomen bagian atas (Michael Schuke, Erik Schulote, 2011). Gambar 5. 2 Proyeksi Permukaan Limfa dan Pancreas (Smith et al., 2018) 62

Keterangan Gambar; BO=Body, H=Head, Spl=Spleen, Subc=Subcostal Plane, Ta=Tail, Trans= Transpyloryc Plane, UncP=Uncinate Process pal Berdasarkan anatomi yang ada, tampak bahwa pancreas terdiri dari 4 bagian segmen utama, yaitu kepala (head), leher (neck), badan (body), dan ekor (tail) yang saling terhubung dan memiliki bentuk dan ciri khasnya masing-masing. Berikut adalah gambaran bentuk dan daerah dari keempat wilayah dari organ pancreas pada manusia (Hage Ansert, 2018a). 1. Kepala Kepala pancreas adalah bagian paling bawah dari kelenjar. Terletak di anterior vena cava inferior, di sebelah kanan pertemuan portasplenikus, inferior vena porta utama dan lobus kaudatus hati, serta medial duodenum. Gambar 5. 3 Anatomi Pancreas Bagian Kepala True AP Dengan Panjang 2 - 3 cm 2. Leher Leher pancreas terletak di antara kepala pankreas dan tubuh, dan sering dimasukkan sebagai \"bagian tubuh\" kelenjar. Hal ini ditemukan langsung pada bagian anterior menuju ke pertemuan portasplenic atau vena mesenterika superior. Gambar 5. 4 Anatomi Pancreas Bagian Leher True AP dengan panjang 1 - 2 cm 3. Badan Badan pancreas adalah bagian terbesar dari pancreas. Bagian ini terletak dibagian anterior menuju aorta dan celiac axis, vena ginjal kiri, kelenjar adrenal, dan ginjal. Arteri limpa yang berkelok-kelok adalah batas superior kelenjar. Batas anterior adalah dinding posterior antrum lambung. Leher pancreas membentuk batas lateral kanan. 63

Gambar 5. 5 Anatomi Pancreas Bagian Badan True AP dengan panjang 1,2 – 2,83 cm 4. Ekor Ekor pancreas lebih sulit untuk dicitrakan karena terletak di anterior ginjal kiri dan posterior dari fleksura colic kiri dan kolon transversum. Ekor pada pancreas mulai di sebelah kiri batas lateral aorta dan memanjang ke arah hilus limpa. Vena limpa adalah batas posterior tubuh dan ekor. Arteri limpa membentuk batas superior ekor, sedangkan lambung adalah batas anterior. Gambar 5. 6 Anatomi Pancreas Bagian Ekor True AP dengan panjang 2 – 2,8 cm Di dalam organ pancreas, terdapat dua jenis saluran (ductus), yaitu ductus wirsung dan ductus santorini. Ductus wirsung atau main pancreatic duct merupakan bagian bagian yang di mulai dari ekor pancreas dan menyatu kebagian ductus koledukus, dan masuk ke dalam duodenum melalui spinchter oddi. Sedangkan untuk ductus santorini atau accessory pancreatic duct adalah saluran yang lebih kecil dibandingkan dengan ductus wirsung. Saluran ini masuk langsung ke dalam duodenum pada bagian atas spinchter oddi. Fungsi dari saluran ini adalah sebagai petunjuk dan sebagai pengosong duodenum sekitar 2,5 cm di atas ampulla hepatopancreatic (Harold Ellis, 2010). 64

Gambar 5. 7 Letak Accessory Pancreatic Duct dan Main Pancreatic Duct (Harold Ellis, 2010) Dilihat sebagai fungsinya, pancreas merupakan sebuah kelenjar yang tersusun atas kelenjar eksokrin dan juga bertindak sebagai kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin pada pancreas disebut dengan pancreatic islets atau islets of Langerhans, merupakan sebuah daerah seperti pulau yang di dalamnya terdapat jutaan sel yang tersebar di antara sinus eksokrin. Pada setiap pulaunya, kelenjar endokrin tersusun atas tali-tali bercabang yang terpilin yang dipisahkan oleh kapiler-kapiler. Dalam pulau yang ada pada terdapat dua jenis kelenjar atau sel yang ada, yaitu sel alfa (α) dan sel beta (β). Sel alfa dalam organ pancreas berfungsi untuk mengeluarkan glucagon, merupakan hormone protein yang berfungsi untuk memberikan sinyal untuk melepaskan glukosa dari simpanan glikogen yang ada pada hati. Sedangkan untuk sel beta, berfungsi untuk mengeluarkan insulin, hormon protein yang berfungsi untuk memberikan sinyal kepada sebagian besar sel tubuh untuk mengambil glukosa dari darah dan menginkatkan penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati, sehingga menurunkan kadar gula darah yang berlebih. Selain sel alfa dan sel beta, pancreatic islets memiliku dua jenis sel lainnya, yaitu sel delta yang mensekresikan somatostatin, hormon peptide yang menghambat sekresi glucagon dan insulin oleh sel alfa dan beta di dekatnya serta sel F (PP) yang berfungsi untuk mensekresikan polipeptida pancreas, yaitu hormon yang dapat menghambat aktivitas eksokrin pancreas (Marieb et al., 2012). 65

Gambar 5. 8 Bentuk Umum Pulau Pancreas (Pancreatic Islets) (Sutton, 2001) Berbeda dengan kerabatnya, kelenjar eksokrin memiliki fungsi untuk membuat dan mengeluarkan enzim pencernaan kedalam duodenum, hal ini menyangkut acinar cell dan ductus jaringan ikat, pembuluh dan saraf terkait (Yu et al., 2020). Pancreas juga merupakan merupakan kelenjar retroperitoneal yang di bagian anteriornya diisi oleh lambung, duodenum, dan lobus kiri hepar, di bagian posteriornya merupakan pembuluh darah seperti aorta, inferior vena cava, superior mesenteric vein, superior mesenteric artery, arteri renalis sebelah kanan, vena renalis kanan dan kiri, splenic vein, ginjal kiri dan vena porta hepatica. Pada bagian sisi superior pancreas, terdapat splenic artery, di bagian lateral terdapat spleen dan di bagian medial terisi oleh duodenum (desecending dan transversal). Gambar 5. 9 Pancreas dan Organ di Sekitarnya Keterangan : 17. Spleen 1.Liver 19.Tail pancreas 2.Ductuc Hepaticus 25.Common bile duct 3.Ductus hepaticus communis 66

4.Ductus cysticus 26.Curva duodenum 5.Kandung empedu 28.Gaster 6.Ductus pancreaticus 29.Main pancreatic duct 9.Acessory pancreatic duct 30.Duodenum 10.Papilla of Vatery 31. Vertebrae Lumbalis C. Patologi 1. Acute Pancreatitis Acute Pancreatitis adalah sebuah bentuk peradangan dari pancreas yang terjadi secara tiba-tiba yang ditandai dengan adanya rasa nyeri yang muncul secara mengejutkan di daerah abdomen bagian atas (epigastric), yang kemudian akan dilanjutkan dengan adanya sebuah pembengkakan (Wang et al., 2009). Acute Pancreatitis merupakan akibat dari kerusakan yang terjadi pada sel-sel di dalam pancreas, yang menyebabkan enzim pada pancreas dilepaskan ke jaringan disekitarnya yang berlanjut dengan peradangan pada kelenjar. Selain rasa nyeri pada perut, gejala klinis dari acute pancreatitis lainnya ditandai dengan adanya distensi abdomen sekunder akibat ileus, hipoksia, dan tidak enak badan (seperti mual dan muntah). Pada indivudu yang terkena acute pancreas dapat terjadi sebuah komplikasi dari berbagai macam patologi, termasuk pseudokista, phlegmon, peritonitis, perdarahan, atau bahkan obtruksi pada usus atau saluran empedu (Creditt et al., 2018). 2. Chronic Pancreatitis Chronic Pancreatitis adalah sebuah suatu bentuk patologi yang ditandai dengan adanya sebuah gejala klinis manifestasi yang berhubungan dengan kelainan fungsional yang berkembang sebagai akibat dari kelainan kelenjar fibrosis dan atrofi yang terkait dengan paradangan akut maupun kronik (Hart & Conwell, 2020). Peradangan yang terjadi akan menyebabkan perubahan histologis di dalam pancreas sekunder akibat repeat episodes (penyakit yang berulang), sehingga menghasilkan artrofi kelenjar serta pembentukan batu dan kista (Creditt et al., 2018). 3. Pancreatic Cancer Pancreatic Cancer atau kanker pancreas adalah sebuah bentuk keganasan yang terjadi ketika sel pancreas mengembangkan DNA abnormal mutase yang mebuatnya tumbuh dan membelah di luar kendali. Biasanya, dalam beberapa kasus yang terjadi, kanker yang terjadi dapat 67

menyebar ke organ lain, seperti hati, paru-paru, kelenjar getah bening, atau bahkan pada tulang. Dalam faktor resiko, pancreas cancer memiliki kecenderungan tumbuh terhadap inang yang hidup tanpa sebuah kendali kesehatan yang baik, yaitu biasanya terlihat pada orang yang merokok, pasien dengan riwayat pancreatitis chronic, obesitas, diabetes, diet yang berlebih serta adanya keluarga yang memiliki riwayat pancreatic cancer (Pall, 2013) 4. Pancreatic Pseudocysts Pancreatic Pseudocysts adalah sebuah penumpukan cairan yang kaya akan amilase dan enzim pancreas lain yang terlokalisir, dengan dinding yang tidak berepitel. Ukuran pancreatic pseudocysts bervariasi berkisar antara 2-30 cm. Pada kasus yang sering terjadi, pancreatic pseudocysts kerap ditemukan di caput pancreas dan bagian ekor. Dalam patogenisis nya, pancreatic pseudocysts berasal dari gangguan pada saluran pancreas yang diakibatkan oleh pancreatitis dan ektravasasi bahan enzimatik (Zahari & Fahmi, 2011). 5. Calcification Pancreas Calcification pancreas atau batu pancreas adalah sebuah bentuk patologi yang masih berkaitan dengan chronic pancreatitis, namun tingkatan kalsifikasi tidak berkolerasi dengan tingkat insufisiensi eksokrin. Penyebab utama dari batu pancreas adalah akibat mengkonsumsi alkohol secara berlebih. Dalam proses pengobatan, pasien dengan klinis batu pancreas biasanya akan melakukan tindakan pantang alkohol, melakukan terapi enzim pancreas, diet, pengontrolan nyeri, melakukan diet dan kontrol diabetes (Fuadi, 2010). D. Indikasi Pemeriksaan USG Pancreas Berikut adalah indikasi atau tanda-tanda yang sering ditemukan pada pasien dengan gangguan pada pancreas (B.Breyer, 2002) 1. Nyeri pada area abdomen bagian atas 2. Jaundice 3. Abses 4. Trauma abdomen 5. Acute pancreatitis 6. Chronic pancreatitis 7. Pancreatolithiasis 68

8. Pancreatic pseudocyst 9. Benign/malignant neoplasma 10. Peripancreatic masses E. Teknik Pemeriksaan USG Pancreas 1. Persiapan Pasien Pemeriksaan USG Pancreas a. Pasien puasa 6 – 8 jam sebelum pemeriksaan b. Pasien tidak boleh merokok, tidak boleh mengunyah permen karet, dan tidak boleh banyak bicara c. Apabila pasien haus maka boleh minum air putih, walaupun sering, maksimal ± 1 liter d. Hal tersebut diatas untuk mengurangi intestinal gas dan gas pada lambung e. Air pada lambung akan menjadi acoustic window pada pemeriksaan pancreas 2. Alat dan bahan Gunakan transduser 3,5 MHz untuk pasien dewasa, dan transduser 5 MHz untuk pasien anak-anak. Untuk proses pengaturan gain, dimulai dengan meletakkan trasnduser di daerah sub xypoid, lakukan sweeping (angling) untuk menemukan gambaran yang tepat, sehingga gambaran menjadi optimal. 3. Teknik Pemeriksaan a. Daerah yang akan diperiksa dibebaskan dari pakaian dan daerah yang diperiksa diberi jelly khusus, seperti aquasonic. b. Dalam pemeriksaannya, teknik scanning ultrasonografi pancreas dapat dilakukan dengan beberapa tehnik, yaitu longitudinal scanning, transversal scanning, dan decubitus scanning. Pada saat melakukan teknik scanning kita juga menginstruksikan pasien untuk menggembungkan perutnya agar gambaran pancreasnya terlihat lebih jelas. 1) Teknik Longitudinal Scanning. Dalam scanning secara longitudinal, akan dilakukan pemindaian tepat di sebelah kanan garis tengah dengan pengidentifikasian pola tubular dari vena cava inferior dengan kepala pancreas di bagian posterior di bawah hepar, vena cava tidak boleh di tekan atau mendatar karena pancreas yang normal. Kemudian dilanjutkan dengan 69

longitudinal scnanning dengan bergerak ke kiri. Identifikasi aorta dan arteri mesenterika superior yang berfungsi sebagai pembantu dalam mengidentifikasi badan pada pancreas (B.Breyer, 2002). Gambar 5. 10 Teknik Longitudinal Scanning USG Pancreas (B.Breyer, 2002) (https://ultrasoundpaedia.com/) Gambar 5. 11 Hasil Gambaran Pancreas Dengan Teknik Longitudinal Scanning (B.Breyer, 2002) 2) Teknik Transversal Scanning Trasnversal scanning dimulai dengan proses pemindaian secara melintang di bagian perut yang bergerak ke bawah kearah caudally sampai vena lienalis terlihat sebagai struktur tubuler yang linier, dengan ujung medial melebar. Pada bagian ini merupakan lokasi atau tempat bergabungnya vena linealis dengan vena mesenterika superior setinggi corpus pancreas. Arteri mesenterika superior akan terlihat pada potongan melintang tepat di bawah vena. Dengan memiringkan dan mengayunkan transduser secara menyudut, dapat memungkinan untuk melihat bagian kepala dan ekor dari pancreas (B.Breyer, 2002). 70

Gambar 5. 12 Transversal Scanning USG Pancreas (B.Breyer, 2002) (https://ultrasoundpaedia.com/). Gambar 5. 13 Hasil Gambaran USG Pancreas Dengan Teknik Transversal Scanning (B.Breyer, 2002) 3) Teknik Decubitus Sanning Decubitus Scanning dilakukan dengan memutar posisi pasien kearah kanan dengan proses scanning pancreas melalui limfa dan ginjal kiri. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan ekor pada pancreas. Setelah pemindaian pada sisi kiri selesai, maka akan dilanjutkan pada sisi kanan pasien, scanning dilakukan dengan pasien diminta untuk mengambil nafas yang lebih dalam dan ditahan, hal ini bertujuan untuk memperlihatkan bagian kepala pancreas melaui hati (B.Breyer, 2002) 71

Gambar 5. 14 Posisi Pasien Dalam Tindakan Scanning USG Pancreas Secara Decuitus Scanning (B.Breyer, 2002) Gambar 5. 15 Hasil Gambaran Pancreas Dengan Teknik Decubitus Scanning (B.Breyer, 2002) a) Dalam citra ultrasonografi yang didapatkan, gambaran pancreas pada kebanyakan orang dewasa akan sedikit lebih keabu-abuan (more echogenic) dibandingkan dengan gambaran hati (hepar) dari orang dewasa tersebut, sedangkan untuk pancreas pada anak-anak, gambarannya sedikit agak hitam (less echogenic) dibandingkan dengan hati (hepar) anak tersebut. b) Ukuran dari pencreas berbeda-beda, pada anak-anak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Dimana biasanya, diameter rata- rata untuk kepala pankreas adalah 2,8 cm (ditunjukkan oleh huruf A), diameter rata-rata bagian medial oleh badan pankreas kurang dari 2 cm (ditunjukkanoleh huruf B), diameter rata-rata ekor pankreas 2,5 cm (ditunjukkah oleh huruf C), dan untuk diameter saluran pankreas tidak lebih dari 2 mm. 72

Gambar 5. 16 Bentuk Penampakan Anatomi Pancreas (B.Breyer, 2002) 4. Hasil Sonografi Pancreas Normal Gambar 5. 17 Sonografi Pancreas Yang Normal, A. pada Anak, B. Dewasa (Mittelstaedt, 1990) Catatan; Untuk hasil gambaran ultrasonografi pancreas yang normal pada anak, maka tekstur pancreasnya hypoechoic dibandingkan tekstur liver anak tersebut. Dan pada hasil gambaran ultrasonografi pancreas yang normal pada orang dewasa maka tekstur pancreasnya sedikit hyperechoic dibandingkan tekstur liver pasien tersebut. F. Sonotomi Pancreas ` Gambar 5. 18 Sonografi Transversal Scanning USG Pancreas kiri (Block, 2012b) 73

Keterangan Gambar; 1= Aorta, 7= Left Lobe of the Liver, 10= Inferior Vena Cava, 20=Right Lobe Liver (RLL), 40= Pancreas, 50= Spleen, 60= Right Kidney, 61= Left Kidney, 70= Stomach, 90= Columna vertebralis. Gambar 5. 19 Sonografi Transversal Scanning USG Pancreas Kiri (Block, 2012b) Keterangan Gambar: 1= Ao, 7= Superior Mesenteric Artery, 18= Splenic Vein, 21= Left Lobe of the Liver, 41= Head of Pancreas, 42= Body of Pancreas, 43= Tail of Pancreas, 44= Uncinate Pancreas, 45= Pancreatic Duct, 70= Stomach, 90= Spinal Colmn. Gambar 5. 20 Gambar Cross Section Longitudinal Pancreas (Hage Ansert, 2018a) 74

Gambar 5. 21 Gambar Cross Section Transversal Pancreas (Creditt et al., 2018) Keterangan Gambar; Ao=Aorta, Du=Duodenum, GB=Galbladder, K=Kidney, L=Liver, P=Pancreas, St=Stomach G. Sonopatologi USG Pancreas 1. Sonografi Acute Pancreatitis Gambar 5. 22 Pancreatitis (Sari et al., 2013) Keterangan; a. Tampak texturenya berubah, texturenya less echogenic dibandingkan dengan normal pancreas. b. Ukuran pancreas lebih besar, atau ada bagian pancreas yang membesar. 75

2. Sonografi Chronic Pancreatitis Gambar 5. 23 Chronic Pancreatitis (Sari et al., 2013) Keterangan; a. Outline pancreas irreguler. b. Pancreas duct membesar (> 2 mm) c. Tampak calculi. d. Bagian pancreas ada yang membesar 3. Sonografi Pancreatic Cancer Gambar 5. 24 Pancreatic Cancer (Sari et al., 2013) Keterangan; a. Type hypoechoic sonolucent mass, less echogenic dibandingkan dengan bagian pancreas lainnya. b. Mass kemungkinan sangat kecil, dinding mass irreguler, dan acoustic texturenya berbeda-beda (tidak rata). 76

4. Sonografi Pancreatic pseudocysts Gambar 5. 25 Gambar Tranversal Scanning Pada Pancreas Dengan Pseudocyst (ditandai dengan huruf C) yang mendekati bagian ekor (Creditt et al., 2018) 5. Calcification Pancretic Gambar 5. 26 Chronic Pancreatitis With Calcification (B.Breyer, 2002) 77

BAB VI Teknik Scanning USG Spleen A. Pendahuluan Pemeriksaan USG spleen termasuk ke dalam kelompok abdominal ultrasound, tetapi dalam pelaksanaan USG termasuk sulit untuk dideteksi karena spleen tertutupi oleh costae dan adanya udara di dalam lambung. Spleen paling baik divisualisasikan dengan inspirasi yang dalam, dengan pasien Right Lateral Decubitus. Pemeriksaan USG spleen / lien / spleen, relatif lebih murah dan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi lainnya. Dalam posisi supine, spleen dalam ukuran normal berada tinggi atau lebih kearah atas, di bawah tulang-tulang iga dan posterior dari lambung. Banyak penyakit yang bekaitan dengan terjadinya splenomegali, seperti penyakit-penyakit infeksi dan penyakit liver. Gambaran sonografi spleen normal seringkali isoechoic pada hepar, meskipun mungkin sedikit kurang echogenic. Spleen orang dewasa memiliki cekungan, tepi inferior runcing dan batas superior cembung. Ukuran spleen pada orang dewasa bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Spleen berkurang ukurannya dengan bertambahnya usia dan dapat membesar jika ada patologi. Hilum spleen terletak di sepanjang permukaan medial spleen, adalah lokasi pembuluh spleen. Beberapa orang mungkin memiliki spleen aksesori. Beberapa orang mungkin memiliki spleen aksesori. Pulau kecil jaringan spleen yang bulat ini terletak di dekat hilus spleen atau mungkin di dekat ekor pankreas. Spleen aksesori akan tampak isoechoic pada spleen. B. Normal Anatomi Spleen atau spleen adalah struktur terbesar dari sistem retikuloendotelial, merupakan organ intraperitoneal yang terletak di hipokondrium sinistra, inferior diafragma pada dinding posterior perut, antara costae kesembilan dan kesebelas yang fungsi utamanya adalah untuk menyaring darah perifer (Penny, 2017; Smith et al., 2018). Spleen pada orang dewasa normal adalah cembung di superolateral dan cekung di inferomedial. Ukuran spleen orang dewasa berbeda-beda, namun pada umumnya panjangnya ± 12, lebar ± 7 dan tebal ± 4 cm dengan berat rata- rata ± 150 gram (Goyal, 2018). 78

Gambar 6. 1 Proyeksi permukaan spleen dan pancreas. BO, body; H, head; Spl, spleen; Subc, subcostal plane; Ta, tail; Trans, transpyloric plane; UncP, uncinate process (Smith et al., 2018). Batas superiornya adalah setinggi prosesus spinosus vertebra torakalis kesembilan. Batas inferior adalah setinggi vertebra lumbalis pertama. Oleh karena itu di kuadran kiri atas, atau hipokondrium kiri abdomen. Spleen terhubung dengan curvatura mayor gaster oleh ligamentum gastrosplenic, yang berisi pembuluh darah gaster dan gastroomental yang pendek; dan ginjal sinistra oleh ligamen splenorenal (Gambar 6. 1), yang berisi pembuluh spleen. Kedua ligamen ini merupakan bagian dari omentum mayor (Drake et al., 2020; Smith et al., 2018). Gambar 6. 2 Spleen (Drake et al., 2020) 79

Spleen dikelilingi oleh peritoneum viseral kecuali di daerah hilum pada permukaan medial spleen (Gambar 6. 3 a). Hilum spleen adalah titik masuk untuk pembuluh spleen, dan kadang-kadang ekor pankreas mencapai daerah ini. Suplai arteri ke spleen (Gambar 6. 3 b) adalah arteri spleen dari batang seliaka. Ukuran diameter normal vena spleen adalah sekitar 10 mm. Spleen tidak dapat teraba, kecuali apabila spleen membesar hingga tiga kali ukuran normalnya. Pembesaran spleen dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit hati atau gangguan hematologi (Drake et al., 2020; Goyal, 2018; Penny, 2017). ab Gambar 6. 3 Spleen, a. Permukaan dan hilum pada spleen, b. Suplai arteri ke spleen (Smith et al., 2018) Spleen dianggap sebagai organ limfatik terbesar. Ini mulai bertumbuh sekitar minggu ke 5 kehamilan. Pada janin, itu bertanggung jawab untuk eritropoiesis. Pada masa anak-anak, spleen memainkan peran penting dalam pertahanan melawan infeksi, sedangkan pada orang dewasa spleen memproduksi limfosit dan monosit. Meskipun produksi sel darah merah pada orang dewasa terutama dilakukan oleh sumsum tulang merah, fungsi hematopoietik spleen dapat kembali pada kasus anemia berat. Ini disebut sebagai hematopoiesis ekstrameduler. Spleen terdiri dari jaringan khusus yang disebut pulpa putih dan pulpa merah. Fungsi limfatik spleen dilakukan oleh pulpa putih, yang menghasilkan limfosit untuk membantu respon imun. Pulpa merah melakukan fungsi fagositosis spleen. Fagositosis menelan dan menghancurkan patogen. Spleen juga membuang sel-sel yang 80

tidak teratur dari aliran darah dan menahannya melalui proses yang disebut pemusnahan. Itu juga dapat membersihkan sel darah merah dari bahan yang tidak diinginkan, sebuah proses yang dikenal pitting (Penny, 2017). Spleenic artery adalah cabang dari arteri seliaka. Dari batang, spleenic artery berjalan lateral menuju spleen. Ini menandai batas superior antara tubuh dan ekor pankreas. Oleh karena itu, spleenic artery bisa disalahartikan dengan pankreas utama pada beberapa pasien. Spleenic artery memasuki spleen pada anterior hilus spleen superior dan splenic vein. Splenic vein keluar dari spleen dan berjalan di sepanjang ekor pankreas dan tepi posterior tubuh. Mengalir ke vena mesenterika superior di posterior leher pankreas dan membentuk vena portal (Gambar 6. 4) (Penny, 2017). Gambar 6. 4 Sirkulasi pada Spleen, termasuk splenic artery dan splenic vein (Penny, 2017). 81

C. Anatomi Sectional Gambar 6. 5 Sectional Anatomi Aspek Transversal Spleen (S. L. Hagen-Ansert, 2018) Gambar 6. 6 Sectional Anatomi Aspek Sagital Spleen dan Ginjal Kiri (S. L. Hagen-Ansert, 2018) D. Patologi Menurt buku Examination Review for Ultrasound : Abdomen & Obstetrics and Gynecology (Penny, 2017), patologi yang bisa ditemukan pada spleen antara lain: 82

1. Splenomegaly Kelainan spleen atau spleen yang paling umum adalah splenomegali. Splenomegali dapat dicurigai secara manual pada pemeriksaan fisik, diikuti dengan konfirmasi menggunakan ultrasonografi. Meskipun ukuran spleen bervariasi menurut usia dan jenis kelamin, panjangnya tidak boleh melebihi 12 cm dan tebal 5 cm. Penyebab splenomegali yang paling umum adalah hipertensi portal. Penyebab lain dari splenomegali termasuk Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), mononukleosis, leukemia, limfoma, infeksi, krisis sel sabit pediatrik, dan trauma. Ketika hipertensi portal dicurigai, sonografer harus hati-hati mengevaluasi hilus spleen untuk varises perut terkait hadir dalam pengaturan ini. Khususnya, splenomegali masif dapat menyebabkan ruptur spleen spontan (Penny, 2017). 2. Spleen Cyst Spleen Cyst juga dikenal sebagai kista kongenital dan epidermoid, berasal dari perkembangan. Ini muncul dari lipatan mesothelium peritoneal atau kumpulan sel mesothelial peritoneal yang terperangkap di dalam sulkus spleen. Spleen cyst memiliki lapisan epitel dan lebih jarang daripada pseudokista. Spleen cyst biasanya disebabkan oleh degenerasi pseudokistik (kista sekunder). Sekitar 80% dari spleen cyst berasal dari pasca trauma, dan beberapa mungkin kista hemoragik dimana darah telah sepenuhnya diserap. Sulit untuk membedakan kista kongenital dari pseudokista didapat, meskipun perbedaannya tidak penting. Spleen cyst sebagian besar tidak menunjukkan gejala. Kista besar dapat memiliki efek massa pada struktur yang berdekatan. Jika kista rumit oleh perdarahan, pecah, atau infeksi, pasien mungkin mengalami gejala akut (Thomas & Miller, 2010). 3. Spleen Infract Jaringan yang kekurangan oksigen akhirnya mati, ini disebut infract. Spleen infract dapat disebabkan oleh endokarditis bakterial, emboli tumor, vaskulitis, dan limfoma. Massa hypoechoic di spleen pada tahap akut. Pada fase kronis, infark spleen cenderung lebih echogenic daripada jaringan spleen normal yang berdekatan (Penny, 2017). 4. Trauma Spleen Pada kasus trauma tumpul, spleen sering terluka. Pasien mengeluh nyeri pada kuadran kiri superior dan hematokrit menurun dengan trauma pada spleen. Perdarahan baru di dalam spleen bisa sulit untuk diidentifikasi pada ultrasonografi karena mungkin isoechoic dengan 83

jaringan spleen dan mungkin subkapsular atau di dalam parenkim spleen. Ketika hematoma larut, gambaran sonografi dapat bervariasi dari anechoic sampai echogenic atau mungkin kompleks. Kadang-kadang, laserasi dapat ditemukan di spleen sebagai garis echo segera setelah trauma. Kista hemoragik dari trauma mungkin memiliki dinding yang terkalsifikasi dari waktu ke waktu (Penny, 2017). 5. Splenic Hemangioma Hemangioma adalah tumor jinak spleen yang paling umum. Hemangioma spleen paling sering muncul sebagai massa hyperechoic yang jelas. Pasien dengan hemangioma tidak menunjukkan gejala, tetapi mungkin mengalami nyeri saat perdarahan (Penny, 2017). 6. Granulomatosis spleen Kadang-kadang, fokus echogenic kecil dapat terlihat di seluruh spleen. Lesi kecil ini paling sering mewakili granuloma. Ini bisa tunggal atau beberapa dan dapat menghasilkan accoustic shadow. Granuloma biasanya terlihat pada pasien dengan riwayat histoplasmosis, tuberkulosis, atau sarkoidosis (Penny, 2017). 7. Malignant Disease pada Spleen Walaupun terhitung jarang, keganasan utama spleen adalah angiosarcoma. Angiosarcoma muncul sebagai massa kompleks atau solid pada ultrasonografi. Limfoma dan leukemia lebih sering melibatkan spleen daripada angiosarcoma, dan limfoma dianggap sebagai keganasan spleen yang paling umum. Keterlibatan limfoma difus atau leukemia biasanya menyebabkan pembesaran spleen. Proses ganas ini juga dapat bermanifestasi sebagai penyakit fokal dan dianggap sebagai massa atau massa hipoekoik di dalam spleen. Limfoma dapat diklasifikasikan sebagai limfoma Hodgkin atau non- Hodgkin. Keduanya adalah penyakit ganas yang mempengaruhi limfosit dan selanjutnya merusak sistem kekebalan tubuh. Perbedaan antara kedua kanker tersebut dapat terlihat pada mikroskop. Kehadiran sel Reed- Sternberg menunjukkan limfoma Hodgkin. Ini dapat diobati dan membawa tingkat pemulihan yang tinggi. Bentuk lain dari limfoma, limfoma nonHodgkin, tidak mudah ditangani tetapi lebih umum. Penyakit metastasis pada spleen jarang terjadi dan terjadi pada akhir proses penyakit (Penny, 2017). 84

E. Indikasi Pemeriksaan 1. Splenomegali atau spleen yang membesar 2. Dugaan tumor atau adanya metastase pada spleen 3. Infections deseases 4. Abscesses pada spleen 5. Cysts pada spleen 6. Traumatic disorders 7. Congenital anomalies atau kelainan bawaan 8. Sakit perut bagian superior kiri (rontgen perut tegak, termasuk kedua sisi diafragma, juga diperlukan jika perforasi usus dicurigai) 9. Dugaan abses subphrenic (pireksia yang tidak diketahui asalnya) 10. Penyakit kuning dikombinasikan dengan anemia 11. Echinococcosis (penyakit hidatidosa) 12. Asites atau cairan intra-abdomen lokal 13. Dugaan keganasan, terutama limfoma atau leukemia F. Teknik Pemeriksaan 1. Persiapan Pasien Tidak ada persiapan khusus, tetapi bila sulit dilihat maka pasien bisa minum air putih yang banyak, ± 2 – 3 gelas, sehingga air dalam lambung bisa sebagai acoustic window pada pemeriksaan spleen. Pasien puasa minimal selama 6 jam sebelum pemeriksaan, apabila pemeriksaan spleen dilakukan bersamaan dengan organ-organ abdomen lainnya, seperti pemeriksaan empedu dan organ lainnya. Untuk mencegah gejala akut dehidrasi, terutama pada pasien yang memerlukan cairan banyak pada tubuhnya maka hanya air yang bisa diberikan. Untuk pasien yang sakit akut (misalnya trauma, nyeri perut mendadak, demam pascaoperasi), tidak diperlukan persiapan. 2. Alat dan Bahan Untuk pasien dewasa, gunakan transduser sektor 3,5 MHz. Untuk anak-anak dan pasien dewasa kurus, gunakan transduser sektor 5 MHz. Transduser sektor kecil sangat membantu. 3. Teknik Scanning Pemeriksaan dilakukan dengan pasien supine atau dalam posisi Right Lateral Decubitus (RLD). Inspirasi yang dalam dapat membantu membuat spleen lebih terlihat dari pendekatan subkostal. Variasi pernafasan pasien 85

juga dapat memfasilitasi scanning spleen. Inspirasi yang dalam menyebabkan paru-paru mengembang dengan udara dan menggeser diafragma; paru-paru dapat mengembang sepenuhnya, mengaburkan sudut kostofrenikus dan menghalangi visualisasi spleen (S. L. Hagen-Ansert, 2018; Smith et al., 2018). Pada scanning abdomen rutin, spleen harus disurvei untuk memastikan bahwa parenkim seragam dengan tekstur yang homogen, kecuali untuk hilus spleen, yang menunjukkan struktur pembuluh darah tubular normal. Setidaknya dua sonografi spleen harus didapatkan pada bidang longitudinal dan transversal. Bidang longitudinal harus menunjukkan hemidiafragma sinistra, batas superior dan inferior limpa, dan kutub superior ginjal sinistra. Sonografer harus melihat rongga pleura sinistra pada superior diafragma untuk melihat apakah ada cairan di tepi kosta inferior. Sumbu panjang spleen diukur dari batas superior hingga inferiornya (S. L. Hagen- Ansert, 2018). Scanning pasien dalam posisi supine dan oblique. Beberapa pemindaian mungkin diperlukan. Scan dari batas inferior costae, arahkan transducer ke diafragma, lalu turun menuju ruang interkostal kesembilan. Ulangi untuk semua ruang interkostal inferior, posisikan pasien supine, kemudian posisikan pasien oblique 30° di sisi kanan. Gambar 6. 7 Posisi Pasien (Breyer et al., 2002) Scanning longitudinal dan pemindaian epigastrium transversal dari anterior ke posterior dari garis aksila juga dilakukan. Scan juga hepar, terutama jika spleen membesar (Breyer et al., 2002). 86

Gambar 6. 8 Hasil Scanning Oblique (Breyer et al., 2002) a. Pasien supine : 1) Dengan adanya air dalam lambung, maka akan membantu memperlihatkan spleen. 2) Lakukan scanning pada daerah lower left intercostal spaces atau subcostal pada left upper quadrant. 3) Transducer diletakkan oblique atau longitudinal dalam coronal plane. 4) Dan lakukan longitudinal scanning, transversal scanning. 5) Amati keseluruhan spleen, ukur panjang spleen dan lebar spleen. b. Pasien RLD (bagian kanan pasien di bawah) : 1) Lakukan scanning dengan meletakkan transducer longitudinal atau transversal di subcostal dan intercostal pada area bidang coronal kiri. 2) Amati keseluruhan spleen, ukur panjang spleen. c. Erect : 1) Posisi erect akan membantu untuk memperlihatkan spleen yang kecil, karena dengan gaya gravitasi spleen turun ke bawah. 2) Lakukan subcostal dan intercostal scans pada left upper quadrant. 3) Letakkan transducer longitudinal atau transversal. 4) Amati keseluruhan spleen serta ukur panjangnya. H. Sonoanatomy Secara sonografis, parenkim spleen harus memiliki pola echo homogen, sedang hingga rendah, yang sedikit lebih echogenic daripada parenkim hepar. Bentuk spleen sangat bervariasi, spleen memiliki dua komponen yang terhubung di hilus: komponen medial superior dan komponen lateral inferior. 87

Gambar 6. 9 Parenkim spleen harus memiliki pola echo homogen sedang hingga rendah yang homogen, yang sedikit lebih echogenic daripada hepar. A, Hepar dan B, Spleen. LK, Ginjal kiri; SP, spleen (S. L. Hagen-Ansert, 2018). Pada scanning transversal, tampak seperti koma \"bulan sabit\" terbalik, biasanya dengan komponen medial yang lebih besar dan komponen tipis yang memanjang ke anterior. Bagian spleen ini dapat terlihat menonjol ke dalam fundus lambung. Pindah ke inferior ke gambar hanya komponen lateral. Pada scanning longitudinal, komponen superior memanjang ke medial daripada komponen inferior. Komponen superomedial atau inferolateral dapat diskalakan secara independen. Ketidakteraturan komponen ini membuat sulit untuk secara akurat menilai splenomegali ringan. Panjang spleen biasanya lebih besar daripada panjang ginjal. Ketika spleen berukuran lebih dari 13 cm pada pasien dewasa atau lebih dari panjang normal pada pediatrik, maka terdiagnosis splenomegali (S. L. Hagen- Ansert, 2018). ab Gambar 6. 10 Scanning Spleen, a. Longitudinal, b. Transversal, Sp= Spleen 88

Pada bidang transversal, spleen tampak sebagai struktur besar berbentuk bulan sabit dan isoechoic. Pada permukaan medial, cabang pembuluh spleen dapat terlihat memasuki organ pada hilus spleen. Dinding pembuluh darah tampak hyperechoic. Pada dinding posterior spleen, ginjal kiri mungkin terlihat (Smith et al., 2018). Gambar 6. 11 Ultrasound pada spleen. BSA, branches of splenic artery; Hi, hilum; LK, left kidney; Spl, spleen. Accessory Spleen atau splenunculus adalah kelainan kongenital yang umum dan dapat ditemukan pada 30% pasien. Jika accessory spleen sangat kecil, akan sulit untuk divisualisasikan pada USG. Namun, jika tampak, akan menunjukkan pola yang homogen mirip dengan spleen. Biasanya ditemukan di dekat hilus atau batas inferior limpa, tetapi juga telah dilaporkan di tempat lain di rongga perut. Lesi yang mempengaruhi spleen normal juga dapat mempengaruhi accessory spleen. Accessory Spleen dihasilkan dari fusi yang gagal dari massa spleen terpisah yang terbentuk di perut tengah dorsal; paling sering terletak pada hilus atau di sepanjang pembuluh spleen atau ligamen terkait. Lokasi accessory spleen telah dilaporkan di mana saja dari diafragma ke skrotum dan biasanya terisolasi. Biasanya kecil dan tidak muncul sebagai masalah klinis. Accessory Spleen mungkin menyerupai kelenjar getah bening yang membesar di daerah spleen, atau tumor pankreas, suprarenal, atau struktur retroperitoneal. Apabila spleen membesar, begitu pula dengan accessory spleen (S. L. Hagen-Ansert, 2018). 89

ab Gambar 6. 12 Accessory Spleen kecil saat menonjol dari hilus spleen, a. Longitudinal Scan, b. Sagittal Scan (S. L. Hagen-Ansert, 2018) G. Sonopatologi 1. Splenomegaly Pembesaran spleen dengan panjang lebih dari 12 cm atau ketebalan 5 cm (Penny, 2017) atau berat lebih dari 800 gram (Kumar et al., 2018). Tidak ada standar mutlak untuk ukuran limpa pada ultrasonografi. Ketika normal, ukurannya sedikit lebih besar atau hampir sama dengan ginjal sinistra. Pembesaran spleen yang kronis mungkin sering mendistorsi dan menggeser ginjal sinistra, mengecilkan diameter dan lebar anteroposteriornya. Setiap kali ada spleen yang membesar, periksa ukuran dan echo hepar. Periksa juga penebalan spleen dan vena porta, vena cava inferior, vena hepatika, dan mesenterium. Karena varises, struktur tubular dekat hilus limpa harus dipindai (Breyer et al., 2002). . ab Gambar 6. 13 Splenomegaly, a. Scanning longitudinal: splenomegaly kasar (karena leishmaniasis) menekan ginjal kiri. b. Scanning transversal: hepatosplenomegaly karena leukemia (Breyer et al., 2002). 90

2. Splenic Infarct Pada acute infarct, sering muncul sebagai hypoechoic, massa pada spleen. Sedangkan, untuk chronic infarct, sering muncul sebagai hyperechoic, massa pada spleen (Penny, 2017). Gambar 6. 14 Infarct biasanya divisualisasikan area hypoechoic (panah) di dalam spleen. Pada pasien ini juga mengalami efusi pleura kiri (E) (Penny, 2017). 3. Splenic Cyst Pada kebanyakan kasus, spleen cyst akan memiliki dinding tipis, pusat anechoic dan elevasi posterior. Namun, kista yang ditemukan pada spleen mungkin tampak kompleks, terutama yang berhubungan dengan trauma. Kista lain dengan penampilan yang kompleks dapat berupa pseudokista pankreas, kista kongenital, kista hidatidosa, atau metastasis kistik (Penny, 2017). Gambar 6. 15 Scanning longitudinal, Septate Cyst pada spleen, yang ditemukan secara tidak sengaja (Breyer et al., 2002) 91

4. Splenic Hematoma Sebuah intrasplenic echo-free atau kompleks, massa tidak teratur menunjukkan hematoma akut (Gambar 6. 16 a). Accssory Spleen mungkin memiliki penampilan yang sama (Gambar 6. 16 b) ab Gambar 6. 16 a. Acute haematoma pada spleen tanpa ruptur di splenic capsule, b. Accessory spleen. ini terkadang disalahartikan sebagai hematoma atau akibat spleen yang robek (Breyer et al., 2002) . 5. Malignant disease Gambar 6. 17 Scanning transversal spleen menunjukkan massa soliter (5-6 cm) dengan tepi echogenic (panah) dan pusat hypoechoic (panah). Hasil Doppler menunjukkan rim ini menjadi hipervaskular (Thompson et al., 2005). 92

Gambar 6. 18 Scanning koronal kiri. Penampilan spleen yang tidak homogen karena adanya banyak lesi hypoechoic: limfoma limpa non- Hodgkin (Caremani et al., 2013). 93

BAB VII Teknik Scanning USG Abdominal Vessel A. Pendahuluan Beberapa kondisi patologis yang mempengaruhi pembuluh darah abdomen, seperti aneurisma, diseksi, penyakit aterosklerotik, aneurisma, dan kondisi pembatas aliran. Salah satu proses penyakit yang berpotensi fatal tersebut adalah Abdominal Aortic Aneurysms (AAA). Karena sensitivitas dan spesifisitasnya yang tinggi, USG adalah alat diagnostik terbaik untuk evaluasi AAA. Walaupun USG adalah alat yang baik untuk mengevaluasi AAA, USG memiliki keterbatasan yang signifikan untuk mengevaluasi penyakit lain seperti ruptur aneurisma, diseksi aorta, stenosis aorta perut, patologi cabang utama, dan patologi IVC . B. Anatomi Fisiologi Abdominal Vessel 1. Aorta Abdominalis Aorta abdominalis adalah arteri terbesar pada tubuh dan memasok darah ke semua organ visceral dan kaki. Aorta terus mengalir di ruang retroperitoneal anterior dan sedikit ke sinistra vertebrae. Gambar 7. 1 Proyeksi permukaan pembuluh darah abdomen. CHA, arteri hepatik umum; CIA, arteri iliaka komunis; CT, Celiac Trunk (batang seliaka); IMA, arteri mesenterika inferior; IVC, vena kava inferior; LGA, arteri lambung kiri; SA, arteri limpa; SMA, arteri mesenterika superior. Aorta terletak di posterior lobus sinistra hepat, korpus pankreas, persimpangan gastroesofageal, pilorus lambung, dan splenic vein. Krura 94

diafragma mengelilingi aorta abdominalis proksimal saat melewati diafragma ke dalam rongga abdomen (Gambar 7. 2a). Dinding aorta terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terdalam yang paling dekat dengan darah adalah tunika intima. Lapisan tengah atau otot disebut tunika media. Lapisan terluar adalah tunika adventitia. Banyak cabang berasal dari aorta abdominalis: batang seliaka, arteri mesenterika superior, arteri mesenterika inferior, ginjal, suprarenal, dan gonad. Pada tingkat vertebra L4 (dekat umbilikus), aorta bercabang menjadi arteri iliaka komunis sinistra dan dextra. Aorta memiliki empat cabang yang mensuplai organ-organ internal dan mesenterium: trunkus celiac, arteri mesenterika superior dan inferior, dan arteri renalis (Gambar 7. 2b) . b a Gambar 7. 2 a. Aorta abdominalis dengan banyak cabang arteri. Krura diafragma mengelilingi aorta abdominal proksimal saat pembuluh ini menonjol melalui diafragma ke dalam rongga perut, b. Sistem vaskular arteri abdominalis dan anak- anak sungainya ditunjukkan dalam hubungannya dengan vena cava inferior (S. L. Hagen-Ansert, 2018). Diameter normal dari aorta abdominalis dinilai di lokasi supra- abdominal dan infrarenal. Pada pria memiliki diameter sedikit lebih besar daripada wanita. Aorta abdominalis proksimal mengecil dalam ukuran sekunder ke tiga cabang utama (arteri seliaka, mesenterika superior, dan renalis). Pada daerah supragastrik, aorta berukuran 2,5-2,7 cm pada pria dan 2,1-2,3 cm pada wanita. Pada wilayah infrarenal, aorta berukuran 2,0- 95


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook