SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 lain maka dapat diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata) yang tolok ukurnya adalah bertentangan dengan hukum, akibatnya dapat dibayangkan, akibatnya dapat dihindarkan dan perbuatannya dapat dipersalahkan. Terhadap akibat seperti ini adalah wajar jika si pelaku dihukum. Sehubungan dengan hal ini, Adami Chazawi juga menilai tidak semua malapraktik medis masuk dalam ranah hukum pidana. Ada 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu pertama, sikap batin dokter (dalam hal ini ada kesengajaan/dolus atau culpa); kedua, syarat dalam perlakuan medis yang meliputi perlakuan medis yang menyimpang dari standar profesi kedokteran, standar prosedur operasional, atau mengandung sifat melawan hukum oleh berbagai sebab antara lain tanpa STR atau SIP, tidak sesuai kebutuhan medis pasien. Sedangkan syarat ketiga untuk dapat menempatkan malapraktik medis dengan hukum pidana adalah syarat akibat, yang berupa timbulnya kerugian bagi kesehatan tubuh yaitu luka-luka (pasal 90 KUHP) atau kehilangan nyawa pasien sehingga menjadi unsure tindak pidana217. Selama ini dalam praktik tindak pidana yang dikaitkan dengan dugaan malapraktik medis sangat terbatas. Untuk malapraktik medis yang dilakukan dengan sikap bathin culpa hanya 2 pasal yang biasa diterapkan yaitu Pasal 359 (jika mengakibatkan kematian korban) dan Pasal 360 (jika korban luka berat). Pada tindak pidana aborsi criminalis (Pasal 347 dan 348 KUHP). Hampir tidak pernah jaksa menerapkan pasal penganiyaan (pasal 351-355 KUHP) untuk malapraktik medis. Dalam setiap tindak pidana pasti terdapat unsur sifat melawan hukum baik yang dicantumkan dengan tegas ataupun tidak. Secara umum sifat melawan hukum malapraktik medis terletak pada dilanggarnya kepercayaan pasien dalam kontrak teurapetik tadi. Ada perbedaan akibat kerugian oleh malapraktik perdata dengan malapraktik pidana. Kerugian dalam malapraktik perdata lebih luas dari akibat malapraktik pidana. Akibat malapraktik perdata termasuk perbuatan melawan hukum terdiri atas kerugian materil dan idiil, bentuk kerugian ini tidak dicantumkan secara khusus dalam UU. Berbeda dengan akibat malapraktik pidana, akibat yang dimaksud harus sesuai dengan akibat yang menjadi unsur pasal tersebut. Malapraktik kedokteran hanya terjadi pada tindak pidana materil (yang melarang akibat yang timbul, dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana). Dalam hubungannya dengan malapraktik 217 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Rajawali Pers, 2005, hal 34. 142
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 medis pidana, kematian, luka berat, rasa sakit atau luka yang mendatangkan penyakit atau yang menghambat tugas dan mata pencaharian merupakan unsur tindak pidana. Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran maka ia hanya telah melakukan malapraktik etik. Seperti yang telah diterangkan dalam subbab malapraktik tersebut di atas, bahwa kelalaian tentunya saja dapat dilakukan penuntutan pidana, jika kelalaian itu berbentuk: Malfeasance, Misfeasance, Nonfeasance, Malpractice, Maltreatment, dan Criminal negligence. Namun tentunya tolak ukurnya adalah ada kerugian yang diderita pasien atau tidak, sesuai pasal 359 dan 360 KUHP. Kelalaian sendiri, secara hukum dibedakan dalam culpa levis dan culpa lata. Selama akibat dari kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain, atau karena hal-hal yang menyangkut sepele, maka tidak ada akibat hukum apa-apa. Prinsip ini berdasarkan suatu adagium De minimis not curet lex, the law does not concern itself with trifles. Namun apabila kelalaian atau kesalahan itu sudah mencapai suatu tingkat tertentu dan tidak memperdulikan benda atau keselamatan jiwa atau benda orang lain, maka sifat kelalaian atau kesalahan itu bisa berubah menjadi serius dan kriminal. Hukum tidak lagi bisa tinggal diam, karena sifat kelalaian ini sudah merupakan pelanggaran terhadap kepentingan umum serta, pelanggaran terhadap perundang- undangan. Jika sebagai akibatnya sampai mencelakakan, mencederai atau bahkan merenggut nyawa orang lain, maka oleh hukum tingkat kelalaian atau kesalahan itu digolongkan sudah termasuk perumusan pidana sebagaimana tercantum di dalam Pasal 359 KUHP. Kesalahan selalu mengenai perbuatan yang tidak patut, yaitu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan dan atau melakukan yang seharusnya tidak dilakukan. Sedemikian rupa sehingga perbuatan itu tidak hanya secara objektif tidak patut, akan tetapi juga dapat dicelakan kepadanya (karena perbuatan itu dianggap jahat). Karena hubungan antara perbuatan dengan pelakunya itu, selalu membawa celaan maka kesalahan itu dinamakan sebagai yang dapat dicelakan. Akan tetapi harus tetap diingat bahwa sesuatu yang dapat dicelakan bukanlah merupakan inti dari suatu kesalahan, melainkan hanya merupakan akibat dari kesalahan itu. 3.6 Latihan Soal 143
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 1. Bagaimana pengertian pidana, tindak pidana dan peristiwa pidana? 2. Apa yang dimaksud dengan unsur-unsur tindak pidana? Sebutkan dan jelaskan unsur subjektif dan unsur objektif? Apa yang dimaksud dengan Kesengajaan yang bersifat tujuan; Kesengajaan secara keinsyafan kepastian; dan Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan? 3. Jelaskan jenis-jenis tindak pidana, dan konsekuensi materiil apa dari adanya pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran? 4. Bagaimana praktik kedokteran dapat membawa konsekuensi pemidanaan dalam hukum pidana? BAB IV ASPEK HUKUM ADMINISTRASI DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN Tujuan Instruksional Umum Pada akhir bahasan ini mahasiswa mampu memahami bahwa malapraktik kedokteran juga dapat berujung pada gugatan yang sifatnya administrasi, yaitu melalui proses yang dilakukan oleh organisasi profesi kedokteran dan dicabutnya izin praktik kedokteran yang merupakan izin dari aparatur pejabat yang berwenang. Tujuan Instruksional Khusus 1. Mendefinisikan kode etik, kode Etik Profesi Kedokteran Indonesia (Kodeki), kode etik yang merupakan bagian dari norma-norma hukum lainnya, rahasia jabatan dokter, hukum administrasi, produk dari keputusan administrasi negara, MKDKI, BPSK. 2. Menerangkan kewajiban-kewajiban dokter yang diatur dalam Kodeki, prosedur pembuatan surat izin oleh aparatur negara, dan mekanisme penyelesaian sengketa medis. 3. Menerapkan Kodeki dalam setiap tindakan dokter, menerapkan prosedur penyelesaian oleh asosiasi profesi kedokteran; menerapkan prosedur penyelesaian oleh MKDKI; dan menerapkan prosedur penyelesaian oleh BPSK. 144
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 4. Menggambarkan proses pembuatan perizinan oleh lembaga administrasi negara perihal perizinan praktik profesi kedokteran, proses penyelesaian sengketa medis, baik melalui organisasi profesi, peradilan Tata Usaha Negara, MKDKI dan BPSK. 5. Menghubungkan dugaan malapraktik dengan penyelesaian sengketa medis. 6. Menyimpulkan profesi kedokteran tidak terlepas dari pengawasan organisasi profesi yang mekanisme penyelesaian sengketa medis. 4.1 Kode Etik Profesi Sebelum kita bahas mengenai kode etik profesi kedokteran sebagai pondasi dari penyelesaian sengketa secara administratif, kami akan bahan terlebih dahulu perihal profesi dan etika. Pada awal pertumbuhan \"paham\" profesionalisme, para dokter dan guru khususnya mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum padri maupun juru dakhwah agama, dengan jelas serta tanpa ragu memproklamirkan diri masuk ke dalam golongan kaum profesional. Kaum profesional (dokter, guru dan kemudian diikuti dengan banyak profesi lainnya) terus berupaya menjejaskan nilai-nilai kebajikan yang mereka junjung tinggi dan direalisasikan melalui keahlian serta kepakaran yang dikembangkan dengan berdasarkan wawasan keunggulan. Sementara itu pula, kaum profesional secara sadar mencoba menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi profesi (yang cenderung dirancang secara eksklusif) yang memiliki visi dan misi untuk menjaga tegaknya kehormatan profesi, mengontrol praktik-praktik pengamalan dan pengembangan kualitas keahlian/kepakaran, serta menjaga dipatuhinya kode etik profesi yang telah disepakati bersama. Pengertian profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu. 218 Berikutnya menurut ensiklopedia elektronik antara lain: “Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Seorang yang memiliki suatu profesi tertentu disebut profesional.219 Sementara menurut Sumaryono, adalah sebagai berikut: “Profesi adalah sebuah sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya mempunyai pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui ‘trainning’ atau pengalaman lain, atau bahkan diperoleh melalui 218 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2001) hal.897. 219 Lihat: http://id. Wikipedia.org/wiki/profesi, diakses 27 Mei 2007 145
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 keduanya sehingga penyandang profesi dapat membimbing atau memberi nasihat/saran atau juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri”.220 Berdasarkan beberapa pengertian yang diberikan di atas dapat diambil beberapa ciri khas dari seorang yang berprofesi, yaitu sebagai berikut. 1. Memerlukan suatu persiapan atau training khusus. Di dalam training ini ada pengetahuan dasar dan lanjutan, serta kemampuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut ke dalam kenyataan praktis. Pelatihan ini juga bukan sekali langsung selesai namun pelatihan yang berkelanjutan dalam memperbaharui pengetahuan bersama. 2. Adanya keanggotaan yang permanen, tegas dan berbeda dari keanggotaan lainnya. Keanggotaan ini memiliki bukti seperti sertifikat, izin usaha, atau izin praktik. Selain itu ada keanggotaan permanen yang akhirnya membentuk majelis atau dewan misalnya: ikatan dokter Indonesia, ikatan notaris Indonesia, asosiasi advokat dan sebagainya. 3. Motifnya adalah pelayanan untuk masyarakat luas. Tujuan menjadi profesi ini semata-mata untuk mata pencaharian yang mencari uang dan nafkah saja, namun sebagai bentuk pelayananya kepada masyarakat berdasarkan apa yang telah ia pelajari serta dedikasi apa yang ia miliki. 4. Ada peraturan yang mengatur sebagai tolok ukur tingkat ke-profesionalitas- annya. Biasanya ada peraturan tertulis seperti standar umum profesi dan kode etik yang mengatur serta lembaga pengawasnya juga. Misalnya: kode etik kedokteran, kode etik dosen hukum, kode kehormatan hakim, kode etik advokat dan sebagainya. Ciri dan pengertian yang telah dijelaskan tersebut membuat sebuah kata “profesi” menjadi suatu golongan elit yang memiliki kelas tersendiri di mata masyarakat sehingga berbeda dengan pekerjaan maupun gelar yang dimiliki kelompok lain. Tujuan pengelompokan ini adalah antara lain untuk mempertegas batasan mengenai anggota khusus tertentu sebagai abdi masyarakat, perlindungan terhadap campur tangan pihak luar dari yang bukan profesi tersebut juga terhadap masyarakat yang dilayani tersebut. Setiap profesi biasanya mengatur mengenai kode etik nya tersendiri, maka dari itu perlu sekiranya dibahas sekilas mengenai Etika. Etika berasal dari bahasa yunani 220 E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hal. 33. 146
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 kuno ethos dalam bentuk tunggal berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik sedangkan bentuk jamaknya adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Aristoteles (384-322BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral221. Menurut Bertens etika dapat dirumuskan sebagai berikut222: 1. etika diapakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat. 2. etika dipakai dalam arti: kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud di sini adalah kode etik salah satunya adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia) 3. etika yang dipakai dalam arti: ilmu tentang yang baik atau yang buruk. (filsafat moral) Dihubungkan dengan etika profesi kedokteran, etika dalam arti pertama dan kedua adalah relevan karena kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku seseorang atau kelompok dokter, yang pertama misalnya dokter yang amoral berarti melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam kelompok profesi kedokteran sedangkan yang kedua adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia itu sendiri. Etika dapat dibedakan antara223 lain etika perangai dengan etika moral, yang mana berkaitan dengan kebiasaan berprilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Ketika etika ini dilanggar akan timbul kejahatan, yaitu perbuatan tidak baik dan tidak benar.224 Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut dengan moral, sebagai contoh: berkata dan berbuat jujur, menghargai hak orang lain, menghormati orang tua dan guru, membela kebenaran dan keadilan, dan juga menyantuni anak yatim atau yatim piatu. Etika moral ini terwujud dalam bentuk kehendak manusia berdasarkan kesadaran (suara hati nurani). Dalam kehidupan manusia ada kebebasan kehendak untuk memilih antara yang baik dan jahat, benar dan salah, dengan ini maka ia dapat mempertanggungjawabkan pilihannya itu. Pelanggaran terhadap etika moral berarti dia melakukan kehendak kejahatan, dengan sendirinya hendak dihukum. 221 K.Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal.1. 222 Ibid., hal. 6-7. 223 Abdulkadir Muhamad, Etika Profesi Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 14-15 224 Ibid. 147
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara nilai moral dijadikan dasar hukum positif yang diciptakan oleh penguasa. Menurut Bertens sendiri maka etika dibagi menjadi 225 antara lain etika deskriptif 226 (yang mana sama dengan etika perangai); etika normatif (sama dengan etika moral) serta Metaetika.227 Etika normatif membahas mengenai norma. Norma (sama persis dengan bahasa aslinya, latin) dengan arti pertama carpenter square, yakni siku-siku yang dipakai tukang kayu untuk memeriksa apakah benda yang dikerjakannya lurus.228 Sebuah norma adalah sebuah aturan, patokan atau ukuran, yaitu sesuatu yang bersifat “pasti dan tidak berubah” yang dengan ukurannya, atau kualitasnya, dan sebagainya, kita ragukan.229 Seperti yang telah disebutkan dalam kedua pengertian di atas, norma sejenis patokan untuk memeriksa kelurusan (dengan kata lain kebenaran) dari suatu perbuatan (termasuk di dalamnya perkataan). Menurut Bertens norma dibagi sebagai berikut.230 1. Norma umum yang terdiri atas norma kesopanan, norma hukum dan norma moral. Norma kesopanan atau etiket berbicara mengenai hal yang benar-benar mengandung apa yang harus kita lakukan dan apa yang tidak boleh kita lakukan di masyarakat. Biasanya tidak ada sanksi yang diatur secara tegas mengenai pelanggarannya, tidak seperti norma hukum yakni merupakan norma yang ditetapkan oleh orang yang berwenang, memiliki tugas membina kehidupan masyarakat. Pelaksanaan norma ini biasanya dipaksakan dan bila dilanggar akan ada sanksi pasti. Seiring dengan tumbuhnya masyarakat, tumbuh pula adat istiadat secara berdampingan dengan faktor lainnya. Hukum merupakan kristalisasi dari nilai- nilai yang terkandung dalam adat istiadat tersebut atau bahkan rumusan ulang dari adat istiadat itu sendiri berupa sarana kontrol sosial. Norma ini biasanya 225 K. Bertens, op.cit., hal. 15-20. 226 Etika deskriptif ini berupa etika yang sama dengan kesusilaan dan juga kesopanan, biasanya berupa sikap atau perangai/ perilaku dalam masyarakat. Lihat Ibid. 227 Meta- (dari bahasa yunani) berarti “melebihi” atau “melampaui”. Istilah ini mencakup hanya batasan pada ucapan-ucapan di bidang moralitas. Metaetika berada pada level yang lebih tinggi yaitu bahasa yang digunakan, “bahasa etis”. Dengan kata lain metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Lihat Ibid. 228 Ibid., hal. 147. 229 E. Sumaryono, op. cit., hal. 110. 230 K. Bertens, op.cit., hal. 148-149. 148
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 disebut dengan hukum positif, yakni hukum yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu pada saat ini. Selain norma kesopanan dan norma hukum dalam norma umum juga masih ada yang disebut dengan norma moral, yakni norma yang menentukan apakah perilaku itu baik atau buruk dari sudut etis. Ini adalah norma yang tertinggi dan tak bisa ditaklukkan oleh norma lain karena merupakan penilai norma lainnya. Norma moral ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis, disebut hukum moral sehingga tidak terlalu ada batasan mengenai norma hukum dengan norma moral.231 Hukum moral 232 berarti pedoman dalam menertibkan kegiatan manusia mencapai cita-citanya, yaitu kebahagiaan. Termasuk di dalam hukum ini adalah pedoman tingkah laku yang wajib ditaati, bersifat umum dan mantap sehingga dapat mengarahkan aktivitas manusia pada pencapaian kebahagiaan hidup. 233 Seperti yang telah dibahas, bahwa norma hukum juga dapat dikategorikan sebagai norma moral, sekiranya perlulah dibahas mengenai moral. Moral berasal dari bahasa latin mos, jamaknya berarti mores yang berarti adat kebiasaan.234 Secara etimologis, kata etika dan moral tidak ada perbedaan karena sama-sama adat kebiasaan perbedaannya hanya yang satu berasal dari yunani, sedangkan yang lain dari latin. Moralitas235 berasal dari kata moralis yang pada dasarnya punya arti sama dengan moral namun bersifat lebih abstrak. Moralitas suatu perbuatan artinya segi moral atau baik buruknya suatu perbuatan. Moralitas236 adalah seluruh asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk, yakni kualitas perbuatan manusiawi. 231 Dalam beberapa pendapat ahli ada yang menyatakan bahwa hukum harus dipisahkan dari moral misalnya Bentham, John Austin dan Kelsen. Lihat: Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, hal. 58-62. 232 E. Sumaryono, op. cit., hal. 58. 233 Lihat pendapat Bouquillon, yang dikutip oleh : Karl H. Pesche, Christian Ethics, (Manila, Philipines: Divine Word Publication, 1987) Vol. I & II hal. 110 234 Ibid, hal. 4 235 E.Sumaryono, op. cit., hal. 51. 236 Lihat Ibid. Moralitas dibagi menjadi dua, yakni sebagai berikut: 1) Moralitas subjektif. Moralitas yang melihat perbuatan berdasarkan pengetahuan, perhatian pelakunya, latar belakang, stabilitas emosional, dan perlakuan personal lainya. Moralitas seperti ini mempertanyakan hubungan antara suara hati pelakunya dengan perbuatan tersebut apakah sinkron. Dengan kata lain ini merupakan suatu sudut pandang yang dipersempit. 2) Moralitas objektif. Moralitas yang melihat perbuatan sebagaimana adanya, terlepas dari segala bentuk pengaruh. Ini hanya berupa kondisi subjektif(pelakunya) saja. 149
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 2. Norma khusus, sebagai kelas lain dari norma umum berbicara mengenai aspek tertentu dari apa yang dilakukan manusia, contohnya adalah norma bahasa. Beberapa pembagian norma yang umum dikenal masyarakat, antara lain sebagai berikut:237 1. Norma sopan santun, merupakan norma yang mengatur tata pergaulan sesama manusia di dalam masyarakat, sebagai contoh: hormat terhadap orang tua dan guru, berbicara dengan bahasa yang sopan kepada semua orang, tidak berbohong, berteman dengan siapa saja, memberikan tempat duduk di bis umum pada lansia dan wanita hamil. 2. Norma agama sebagai norma yang mengatur kehidupan manusia yang berasal dari peraturan kitab suci melalui wahyu yang diturunkan nabi berdasarkan atas agama atau kepercayaannya masing-masing. Agama adalah sesuatu hal yang pribadi yang tidak dapat dipaksakan yang tercantum dalam Pasal 29 Undang- undang Dasar 1945, sebagai contoh: membayar zakat tepat pada waktunya bagi penganut agama Islam; menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa; menjauhi apa-apa yang dilarang oleh agama. 3. Norma Hukum merupakan norma yang mengatur kehidupan sosial kemasyarakatan yang berasal dari kitab undang-undang hukum yang berlaku di negara kesatuan republik indonesia untuk menciptakan kondisi negara yang damai, tertib, aman, sejahtera, makmur dan sebagainya contohnya adalah seperti: .tidak melanggar rambu lalu lintas walaupun tidak ada polantas; menghormati pengadilan dan peradilan di Indonesia; taat membayar pajak; menghindari KKN / korupsi kolusi dan nepotisme. Dari norma tersebut berikut dibahas lebih lanjut mengenai norma hukum. Norma ini terealisasi dalam bentuk hukum baik yang tertulis maupun tidak, yakni hukum positif. Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati). 237 “Jenis & Macam Norma - Norma Sopan Santun, Agama & Hukum - Kebiasaan Yang Berlaku dalam Kehidupan Sehari-hari - Ilmu PMP dan PPKn,” <http://organisasi.org/jenis_macam_norma_norma_sopan_santun_agama_hukum_kebiasaan_yang_berl aku_dalam_kehidupan_sehari_hari_ilmu_pmp_dan_ppkn>, diakses tanggal 29 juni 2007. 150
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Dalam bermasyarakat, walaupun telah ada norma untuk menjaga keseimbangan, namun norma sebagai pedoman perilaku kerap dilanggar atau tidak diikuti, karena itu dibuatlah norma hukum sebagai peraturan/kesepakatan tertulis yang memiliki sanksi dan alat penegaknya. Contoh norma hukum antara lain: Kitab Undang-undang Hukum Perdata; Kitab Undang-undang Hukum Pidana; Undang- undang lainnya yang ada berikut peraturan-peraturan tertulis yang dibuat pemerintah; dan juga hukum sosial yang ada di masyarakat (masyarakat yang memberikan hukuman). Berdasarkan pembahasan mengenai profesi tersebut, ciri khas dari profesionalitas seperti yang diuraikan di atas, tampak jelas bahwa semua hal tersebut tidak akan pernah lepas dari persoalan etika. Memperbincangkan profesi tanpa mengkaitkannya dengan persoalan etika bisa diibaratkan sebagai memperbincangkan pergaulan lelaki-perempuan tanpa mengkaitkannya dengan nilai moral sebuah perkawinan; atau memperbincangkan hubungan orang-tua (ayah/ibu) dengan anak- anak kandungnya tanpa mengindahkan nilai etika kesantunan, norma adat istiadat serta ajaran agama yang telah mengaturnya. Segala macam bentuk pelanggaran serta penyimpangan terhadap tata-pergaulan tersebut dianggap sebagai tindakan yang tidak bermoral (immoral), tidak etis dan lebih kasar lagi bisa dikatakan sebagai tindakan yang tidak beradab alias biadab. Istilah etik dan moral merupakan istilah-istilah yang bersifat mampu dipertukarkan satu dengan yang lain. Keduanya memiliki konotasi yang sama, yaitu sebuah pengertian tentang salah dan benar, atau buruk dan baik. Dasar untuk menggambarkan perilaku yang menjunjung tinggi nilai etika dan moral bisa dinyatakan dalam pernyataan \"do unto others as you would have them do unto you\"238. Pernyataan ini harus dipahami sebagai nilai-nilai tradisional yang meskipun terkesan sangat konservatif karena mengandung unsur nilai kejujuran (honesty), integritas dan mawas terhadap hak serta kebutuhan orang lain; tetapi sangat tepat untuk dijadikan sebagai petunjuk pelaksana/petunjuk teknis di dalam menilai dan mempertimbangkan persoalan etika profesi yang terkait dalam proses pengambilan keputusan profesional. 238 Bennet Simonton, ”Leadership Skills – Listening, the most important leadership skill” <http://www.bensimonton.com/messenger-leadership-skills.htm>, diakses pada 27Mei 2007. 151
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Di dalam upayanya untuk mengatur perilaku kaum (elite) profesional tertentu agar selalu ingat, sadar dan mau mengindahkan etika profesinya; setiap organisasi profesi pasti telah merumuskan aturan main yang tersusun secara sistematik dalam sebuah kode etik profesi yang sesuai dengan ruang lingkup penerapan profesinya masing-masing. Kode etik profesi ini akan dipakai sebagai rujukan (referensi) normatif dari pelaksanaan pemberian jasa profesi kepada mereka yang memerlukannya. Seberapa jauh norma-norma etika profesi tersebut telah dipatuhi dan seberapa besar penyimpangan penerapan keahlian sudah tidak bisa ditenggang-rasa lagi, semuanya akan merujuk pada kode etik profesi yang telah diikrarkan oleh mereka yang secara sadar mau berhimpun kedalam masyarakat sesama profesi itu. Kaum (elite) profesional memiliki semacam otonomi dalam mengatur dan mengendalikan dirinya sendiri yang tertuang dalam Kode etik profesi, yakni merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok anggota profesi, yang mengarahkan anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi tersebut di mata masyarakat dengan dewan kehormatan sebagai pengawas239, maka dari itu, kode etik profesi merupakan suatu bentuk persetujuan bersama, yang timbul secara murni dari diri pribadi para anggota. Kode etik merupakan serangkaian ketentuan dan peraturan yang disepakati bersama guna mengatur tingkah laku para anggota organisasi profesi, yang lebih terkonsentrasi pada kegiatan meningkatkan pembinaan para anggota sehingga mampu memberikan sumbangan yang berguna dalam pengabdian di masyarakat. Tiga alasan yang dikemukakan Sumaryono mengenai pentingnya suatu kode etik yang tertulis adalah antara lain: sebagai sarana kontrol sosial; sebagai pencegah campur tangan pihak lain; dan sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik.240 Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota baru, lama ataupun calon anggota kelompok profesi, dengan demikian dapat dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok profesi, atau antar anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota kelompok profesi atau anggota masyarakat dapat melakukan kontrol melalui rumusan kode etik profesi, 239 K. Bertens, op. cit., hal. 280-283. 240 E. Sumaryono, op. cit., hal. 35-36. 152
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 apakah anggota kelompok profesi telah memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi. Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi sehingga pemerintah atau masyarakat tidak perlu lagi campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok profesi melaksanakan kewajiban profesionalnya. Hubungan antara pengemban profesi dan masyarakat, misalnya antara pengacara dan klien, antara dosen dan mahasiswa, antara dokter dan pasien, tidak perlu diatur secara detail dengan undang-undang oleh pemerintah, atau oleh masyarakat karena kelompok profesi telah menetapkan secara tertulis norma atau patokan tertentu berupa kode etik profesi. Kode etik profesi pada dasarnya berupa norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma perilaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, hingga dapat memuaskan pihak- pihak yang berkepentingan juga merupakan kristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan profesi yang bersangkutan. Kode etik dapat mencegah kesalahpahaman dan konflik, dan sebaliknya berguna sebagai bahan refleksi nama baik profesi. Suatu kode etik profesi yang baik mencerminkan nilai moral anggota kelompok profesi sendiri dan pihak yang membutuhkan pelayanan profesi yang bersangkutan. Kode etik merupakan bagian dari hukum positif tertulis tetapi tidak mempunyai sanksi yang keras. 241 Keberlakuan kode etik profesi semata-mata berdasarkan kesadaran moral anggota profesi, berbeda dengan keberlakuan undang- undang yang bersifat memaksa dan dibekali dengan sanksi yang keras. Bilamana orang tidak patuh kepada undang-undang, dia akan dikenakan sanksi oleh negara. Kode etik tidak mempunyai sanksi keras, maka dari itu pelanggar kode etik profesi tidak merasakan akibat dari perbuatannya. Suatu kode etik agar dapat ditegakkan memerlukan suatu sistem sanksi agar sebuah kode etik dapat menjadi norma wajib yang dapat diterapkan sanksi bagi pelanggarnya, dengan demikian maka kode etik dianggap sebagai bagian dari hukum positif. Kode etik kedokteran Indonesia yang diberlakukan saat ini adalah berdasarkan Surat Keputusan pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) No. 221/PB/A.4/04/2002 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Keputusan 241 Abdulkadir Muhamad, op. cit., hal. 115. 153
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 ini mencabut KODEKI hasil rakernas Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK)- Majelis Pembinaan dan Pembelaan Anggota (MP2A) tahun 1993. Pasal- pasal KODEKI dalam keputusan ini adalah sebagai berikut: KEWAJIBAN UMUM Pasal 1 Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter. Pasal 2 Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Pasal 3 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Pasal 4 Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. Pasal 5 Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien. Pasal 6 Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Pasal 7 Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. Pasal 7a Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. Pasal 7b Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien Pasal 7c Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien Pasal 7d Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pasal 8 Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya. Pasal 9 Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN Pasal 10 154
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. Pasal 11 Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. Pasal 12 Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Pasal 13 Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT Pasal 14 Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 15 Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI Pasal 16 Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. Pasal 17 Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan. Dalam Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Indonesia tersebut dikatakan, bahwa sejak perintisan profesi kedokteran telah membuktikan sebagai profesi yang luhur dan mulia. Keluhuran dan kemuliaan ini ditunjukkan oleh 6 sifat dasar yang harus ditunjukkan oleh setiap dokter yaitu : Sifat keTuhanan; Kemurnian niat; Keluhuran budi; Kerendahan hati; Kesungguhan kerja; dan Integritas ilmiah dan sosial. Oleh karenanya, dalam melakukan pekerjaan kedokteran, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Meskipun dalam melaksanakan pekerjaan profesi, dokter memperoleh imbalan, namun hal ini tidak dapat disamakan dengan usaha penjualan jasa lainnya. Selain itu, terdapat hal-hal yang dilarang bagi dokter dalam menjalankan profesinya, yaitu sebagai berikut: 1. Menjual contoh obat (drug samples) yang diterima cuma-cuma dan perusahaan farmasi. 2. Menjuruskan pasien untuk membeli obat tertentu karena dokter yang bersangkutan telah menerima komisi dan perusahaan farmasi tertentu. 155
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 3. Mengizinkan penggunaan nama dan profesi sebagai dokter untuk kegiatan pelayanan kedokteran kepada orang yang tidak berhak, misalnya dengan namanya melindungi balai pengobatan yang tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah. 4. Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tanpa indikasi yang jelas karena ingin menarik pembayaran yang lebih banyak. 5. Kunjungan ke rumah pasien atau kunjungan pasien ke kamar praktik hendaklah seperlunya saja supaya jangan menimbulkan kesan seolah-olah dimaksudkan untuk memperbanyak imbalan jasa. Hal ini perlu diperhatikan terutama oleh dokter perusahaan yang dibayar menurut banyaknya konsultasi. 6. Melakukan usaha untuk menarik perhatian umum dengan maksud supaya praktik lebih dikenal orang lain dan pendapatannya bertambah. Misalnya mempergunakan iklan atau mengizinkan onang lain mengumumkan namanya dan atau hal pengobatannya dalam surat kabar atau media massa lain. 7. Meminta dahulu sebagian atau seluruh imbalan jasa perawatan pengobatan, misalnya pada waktu akan diadakan pembedahan atau pertolongan obstetri. 8. Meminta tambahan honorarium untuk dokter-dokten ahli bedah/kebidanan kandungan, setelah diketahui kasus yang sedang ditangani ternyata sulit dan pasien yang bersangkutan berada pada situasi yang sulit. 9. Menjual nama dengan memasang papan praktik di suatu tempat padahal dokter yang bersangkutan tidak pernah atau jarang datang ke tempat tersebut, sedangkan yang menjalankan praktik sehani-hari dokter lain bahkan orang yang tidak mempunyai keahlian yang sama dengan dokter yang namanya tertulis pada papan praktik. 10. Mengekploitasi dokter lain, dan pembagian persentase imbalan jasa tidak adil. 11. Merujuk pasien ke tempat sejawat kelompoknya, walaupun di dekat tempat praktiknya ada sejawat lain yang mempunyai keahlian yang diperlukan. Meskipun telah ada rambu-rambu larangan bagi profesi dokter, yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku dokter terhadap pasien dalam hubungan dokter dengan pasien. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal dokter tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan dan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, dokter tersebut wajib merujuk pasien kepada dokter lain yang mempunyai 156
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 keahlian dalam penyakit tersebut. Bersikap tulus ikhlas sangat diperlukan dalam menolong pasien karena sikap ini memberi keterangan dan kejernihan dalam berfikir dan teliti dalam bertindak. Sikap ini juga berpengaruh menerangkan bagi pasien yang ditolong. Sikap tulus ikhlas disertai dengan keramah tamahan dalam menyambut pasien, akan memberi kesan yang baik terhadap pasien, sehingga pasien akan secara sukarela dan spontan menyerahkan diri untuk diperiksa oleh dokter dan bersedia menjawab secana terbuka hal-hal yang perlu diketahui oleh dokter dalam menunjang penegakan diagnosa dan terapi yang tepat. Rambu lain yang perlu diperhatikan oleh dokter dalam KODEKI tersebut adalah kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, juga setelah pasien itu meninggal dunia. Kewajiban ini merupakan isyarat yang senantiasa dipenuhi dokter, untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang mutlak diperlukan dalam hubungan dokter-pasien. Bahkan terhadap hal inipun, Hippocrates pernah bersumpah, \"segala sesuatu yang kulihat dan kudengar dalam melakukan praktikku akan kusimpan sebagai rahasia\". Jika kepercayaan itu tidak ada, maka tidak mustahil bahwa orang yang sakit akan segan pergi ke dokter karena khawatir penyakit yang mungkin sekali mereka sembunyikan, kelak akan diketahui oleh umum. Perasaan takut dan khawatir itu dapat menjadi salah satu penyebab penting dan tingginya angka sakit di masyarakat. Oleh karena itu, rahasia jabatan dokter berarti sendi utama bagi tercapainya keadaan sehat bagi setiap anggota masyarakat. Rahasia jabatan dokter ialah suatu hal yang secara intrinsik bertalian dengan segala pekerjaan yang bersangkutan dengan ilmu kedokteran seluruhnya, jika ditinjau dari norma hukum, maka pelanggaraan terhadap rahasia jabatan akan berakibat pada ancaman hukuman, baik berupa hukuman pidana dan atau hukum perdata. Untuk memahami soal rahasia jabatan yang ditinjau dan sudut hukum ini, ada baiknya kita bagi perilaku dokter dalam: 1. Perilaku yang bersangkutan dengan pekerjaan sehari-hari. Dalam hal ini perlu diperhatikan ialah Pasal 322 Kitab Udang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi: “(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpan karena jabatan atau pencariannya, baik sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah. (2) Jika kejahatan dilakukan 157
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut diatas pengaduan orang itu”. Menurut ayat (2) ini, seorang dokter yang \"membuka rahasia\" tentang pasiennya tidak dengan sendirinya akan dituntut di muka pengadilan, melainkan hanya sesudah terhadapnya diadakan pengaduan oleh pasien yang bersangkutan. Selain karena tindak pidana menurut pasal 322 KUHPidana, dokter itu dapat pula dihukum perdata dengan diwajibkan mengganti rugi. Tuntutan perdata dapat dilakukan dengan pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut”. Seorang dokter berbuat salah kalau tanpa disadari \"membuka rahasia\" tentang penderitaannya yang kebetulan terdengar oleh majikan pasien, selanjutnya majikan itu melepaskan pegawai tersebut karena takut penyakitnya akan menulari pegawai-pegawai lainnya. Selain tuntutan pidana dan perdata, dengan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran, Menteri Kesehatan juga dapat mengambil tindakan sanksi administratif terhadap pelanggaran wajib simpan rahasia oleh dokter. 2. Perilaku dalam keadaan khusus. Menurut hukum, tiap warga negara dapat dipanggil untuk didengar sebagai saksi. Selain itu, seorang yang mempunyai keahlian dapat juga dipanggil sebagai saksi ahli. Maka dapat terjadi bahwa seorang yang mempunyai keahlian umpamanya seorang dokter dipanggil sebagai saksi, sebagai ahli atau sekaligus sebagai saksi (expert witness). Sebagai saksi atau saksi ahli, mungkin sekali ia diharuskan memberi keterangan tentang seseorang (umpamanya terdakwa) yang sebelum itu telah pernah menjadi pasien yang di tanganinya. Ini berarti ia seolah-olah melanggar rahasia jabatannya. Kejadian yang bertentangan ini dapat dihindarkan karena adanya hak undur diri dan mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan pasal 170 KUHP, yang berbunyi: “(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dan kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. (2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk penmintaan tensebut, maka pengadilan negeri memutuskan apakah 158
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 alasan yang dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk tidak berbicara itu, layak dan dapat diterima atau tidak”. Penegakan hak undur diri dapat dianggap sebagai pengakuan para ahli hukum, bahwa kedudukan jabatan itu harus dijamin sebaik-baiknya. Hal tersebut membebaskan seorang dokter untuk menjadi saksi ahli dan kewajibannya untuk membuka rahasia jabatan, namun pembebasan itu tidak selalu datang dengan sendirinya. Dalam hal ini mungkin sekali timbul pertentangan keras antana pendapat dokter dengan pendapat hakim, yakni bila hakim tidak dapat menerima alasan yang dikemukakan oleh dokter untuk menggunakan hak undur dirinya, karena ia berkeyakinan bahwa keterangan yang harus diberikan itu melanggar rahasia jabatannya. Bagi dokter, pedoman yang harus menentukan sikapnya tetap ialah bahwa rahasia jabatan dokter itu pertama-tama dan terutama adalah kewajiban moril, yakni alasan untuk melepaskan rahasia jabatan dan pertimbangan sehat atas ada atau tidak adanya kepentingan hukum. Umpamanya seorang dokter sebagai saksi harus memberi keterangan mengenai seseorang yang telah diperiksa dan diobatinya karena menderita luka-luka. Pada sidang pengadilan diketahui bahwa ternyata pasien itu adalah seorang penjahat besar yang melakukan tindakan pidananya. Keterangan dokter itu sangat diperlukan oleh pengadilan agar rangkaian bukti menjadi lengkap. Kita mudah mengerti bahwa dalam hal demikian dokter itu wajib memberi keterangan, agar masyarakat dapat dihindarkan dan kejahatan-kejahatan yang lain yang mungkin dilakukan bila ia dibebaskan. Pada peristiwa seperti tersebut di atas, kita harus sadar bahwa rahasia jabatan dokter bukanlah maksud untuk melindungi kejahatan. Oleh karenanya, dokter tersebut, meskipun melanggar sumpah jabatannya, tetapi oleh KUHP tetap dilindungi, karena tidak memenuhi unsur- unsur objektif tindak pidana seperti telah diterangkan dalam subbab aspek hukum pidana tersebut di atas. Perlindungan itu antara lain dengan pasal-pasal: Pasal 48 KUHP Siapapun tak terpidana, jika melakukan peristiwa karena terdorong oleh keadaan terpaksa Pasal 50 KUHP Siapapun tak terpidana, jika peristiwa itu dilakukan untuk menjalankan ketentuan perundang-undangan. Pasal 51 KUHP Siapapun tak terpidana jika melakukan peristiwa untu menjalankan sesuatu perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang untuk itu. 159
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Apabila terdapat dokter yang dalam praktiknya melanggar apa yang telah ditetapkan dalam KODEKI, maka kewenangan untuk menangani pelanggaran etik ada pada organisasi profesi. IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah organisasi yang berwenang untuk itu. Pengaduan ditujukan kepada Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK IDI). Untuk dokter gigi pengaduannya kepada PDGI, yaitu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG PDGI). Bilamana dugaan pelanggaran etik itu dilakukan di propinsi, maka pengaduan kepada MKEK IDI wilayah propinsi setempat untuk dokter dan MKEKG PDGI wilayah propinsi setempat untuk dokter gigi. MKEK-IDI (pusat dan propinsi) dan MKEKG-PDGI (pusat dan propinsi) dapat pula menerima pengaduan dugaan pelanggaran etik yang merupakan pelimpahan dari hasil keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sesuai yang diatur dalam pasal 68 Undang Undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang berbunyi: ”Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.” 4.2 Aspek Hukum Administrasi Sebagaimana diutarakan sebelumnya, apabila terjadi kelalaian dokter dalam menjalankan profesinya, maka tindakan pertanggungjawaban dokter tersebut, juga masuk dalam aspek hukum administrasi. Aspek ini melihat pada sisi kewenangan, apakah dokter yang menjalankan praktik tersebut telah mendapatkan izin untuk praktik atau tidak. Pada dasarnya untuk menjalankan praktik sebagai dokter, dikenal 3 jenis surat izin, sesuai dengan Permenkes RI No. 560 dan 561/Menkes/Per/1981, yaitu sebagai berikut. a. Surat Izin Dokter (SID) yang merupakan izin yang dikeluarkan bagi dokter yang menjalankan pekerjaan sesuai dengan bidang profesinya di wilayah RI. b. Surat Izin Praktik (SIP), yaitu izin yang dikeluarkan bagi dokter yang menjalankan pekerjaan sesuai dengan bidang profesinya sebagai swasta perseorangan di samping tugas/fungsi lain pada pemerintahan atau unit pelayanan kesehatan swasta. c. Surat Izin Praktik (SIP) semata-mata, yaitu izin yang dikeluarkan bagi dokter yang menjalankan keperjaan sesuai dengan profesinya sebagai 160
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 swasta perseorangan semata-mata, tanpa tugas pada pemerintahan atau unit pelayanan kesehatan swasta. Ketiga izin merupakan hukum administrasi yang lebih lanjut diatur dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan 242 . Izin merupakan bentuk ketentuan yang membolehkan sesorang atau badan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan izin yang diterima. Perizinan sendiri merupakan suatu instrumen pemerintah yang sifatnya yuridis preventif digunakan sebagai sarana adminsitrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat. Apabila dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara maka perizinan merupakan suatu keputusan Tata Usaha Negara. Dikatakan bahwa: “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat bagi seseorang atau badan perdata”.243 Dari pengertian ini ada beberapa kata kunci yakni: Pertama, bentuknya haruslah tertulis. Syarat bentuk tertulis ini merupakan bentuk yang diharuskan bagi kemudahan segi pembuktian. Kata penetapan dalam penetapan tertulis tersebut menunjuk kepada isi hubungan yang ditetapkan dalam keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang dapat berupa:244 1) Kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau membiarkan sesuatu; 2) Pemberian suatu subsidi atau bantuan; 3) Pemberian izin; 4) Pemberian suatu status. Dalam pembahasan ini maka surat izin praktik tersebut termasuk dalam kategori c, dimana izin diberikan untuk berpraktik, status mengenai dokter berpraktik juga diberikan. Artinya seorang dokter yang mendapat izin tersebut memiliki 242 Indonesia, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 1 Angka 7. 243 Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 Angka 3. 244 Indriharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I (Jakarta: Sinar Pustaka Harapan, 2000), hal. 164. 161
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 kewenangan untuk berpraktik di tempat itu (sebagai pejabat kesehatan, karena dalam beberapa hal dokter dapat dianggap sebagai pejabat yang mengabdi pada masyarakat) Kedua, dikeluarkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Penetapan tertulis juga merupakan salah satu instrumen yuridis pemerintahan yang dikeluarkan oleh Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara, sehingga apabila perbuatan itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan suatu pelaksanaan dari urusan pemerintahan, maka apa saja dan siapa saja yang melaksanakan fungsi demikian pada saat itu dapat kita anggap sebagai sebagai suatu Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara. Urusan pemerintahan tadi adalah segala macam urusan mengenai masyarakat bangsa dan negara ini yang bukan merupakan ugas legislatif maupun mengadili.245 Ukuran yang menentukan Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara adalah fungsi yang dilaksanakan, bukan nama sehari-hari yang digunakan, bukan juga kedudukan strukturalnya dalam salah satu lingkungan kekuasaan dalam negara sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 5 Tahun 1986.246 Siapa saja dan apa saja yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berwenang melaksanakan suatu bidang urusan pemerintahan, ia dapat dianggap berkedudukan sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Seperti yang telah dijabarkan di atas bahwa surat izin praktik ini merupakan penetapan tertulis yang memberikan izin praktik kepada pemohon. Surat izin ini dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik tersebut berlangsung atau akan berlangsung, 247 yakni dinas kesehatan setempat. Ketiga, bersifat konkret, individual, dan final. Konkret, dalam hal ini berarti objek yang diputuskan dalam Keputusan TUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan kepada siapa keputusan Tata Usaha Negara tersebut ditujukan. Izin praktik yang dikeluarkan ini isinya konkret, yaitu mengenai satu tempat praktik kedokteran yang akan diberikan izin. Individual, artinya keputusan TUN tersebut tidak ditujukan untuk umum tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju itu tertentu dan terpisah. Ini berarti secara langsung mengenai hal atau 245 Ibid., hal. 165. 246 Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 247 Indonesia, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 37 ayat 1. 162
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 keadaan tertentu yang ternyata ada. Surat izin yang diberikan merupakan suatu izin yang hanya berlaku untuk satu orang saja secara individual. Sedangkan Final, artinya akibat yang ditimbulkan serta dimaksudkan dengan mengeluarkan penetapan tertulis itu benar sudah merupakan akibat yang definitif dan karenanya sudah pasti. Akibat yang ditimbulkan dalam keluarnya surat izin ini adalah merupakan semacam pemberian hak kepada yang bersangkutan untuk menyelenggarakan praktiknya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka surat izin praktik kedokteran merupakan suatu wewenang dari Tata Usaha Negara. Seandainya terdapat masalah dalam keluarnya izin tersebut hal ini dapat diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara, karena merupakan keputusan Tata Usaha Negara yang berhubungan dengan Pasal 47 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi ”Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara”. 4.3 Penyelesaian Sengketa Medis menurut MKDKI Paling lama dalam waktu kurang dari 3 (tiga) tahun sejak disahkannya UU Praktik Kedokteran, maka pemerintah sudah harus membentuk Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang bertujuan untuk menyelesaikan perkara medis. Keanggotaan KKI dilakukan melalui proses \"penunjukan\" oleh Menteri Kesehatan untuk diusulkan ke Presiden Republik Indonesia. Salah satu hal penting yang harus dilaksanakan oleh anggota KKI adalah menerbitkan aturan KKI tentang tata cara pemilihan pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran (MKDKI) dan menerbitkan berbagai ketentuan pelaksanaan fungsi dan tugas MKDKI (termasuk tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan dan tata cara pemeriksaan dan pemberian keputusan). MKDKI sendiri, adalah lembaga otonom dari KKI yang bertugas untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. UU praktik Kedokteran sendiri, dibuat oleh DPR RI (melalui hak inisiatifnya) dengan tujuan untuk memberi jaminan atas mutu pelayanan kedokteran (dalam arti luas) bagi masyarakat. Melalui undang-undang ini, diharapkan hasil dari proses penyiapan dokter yang akan masuk (sebagai masukan) dalam praktik kedokteran dapat tersusun lebih baik. Proses itu meliputi bagaimana proses pendidikan dokter (yang menghasilkan kompetensi tertentu), bagaimana proses registrasi dokter (yaitu 163
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 memberi dokter kewenangan atas kompetensi yang dimiliki), bagaimana proses pemberian izin dokter untuk praktik (yang merupakan proses administratif), dan bagaimana tindakan yang harus diberikan apabila dokter yang sudah berpraktik (dan memiliki izin praktik) terbukti melakukan praktik kedokteran yang tidak sesuai dengan standar profesinya. Pengaturan praktik kedokteran pada dasarnya harus ditujukan untuk menunjang pembangunan nasional dalam bidang kesehatan. Pembangunan nasional bidang kesehatan yang tertuang dalam Visi Indonesia Sehat 2010, secara jelas mengharapkan masa depan kesehatan bangsa yang ingin dicapai, yaitu \"kehidupan masyarakat, bangsa dan negara ditandai oleh penduduk yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia\". Untuk mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010, ada empat misi yang menjadi pedoman dalam menjalankan pembangunan nasional bidang kesehatan, yaitu: 1) menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan; 2) mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat; 3) memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan – termasuk pelayanan kedokteran – yang bermutu, berkeadilan, merata, dan terjangkau; 4) memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Dengan demikian, segala upaya aturan dalam bidang kesehatan, termasuk aturan dalam pengaturan praktik kedokteran hams dilakukan dalam kerangka pencapaian misi di atas, dalam hal ini (yang terkait langsung dengan praktik kedokteran) adalah memelihara dan meningkatkan pelayanan kedokteran yang bermutu, berkeadilan, merata, dan terjangkau melalui sistim pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu dan keluarga. Pentingnya aturan sangatlah diperlukan, mengingat pada saat ini struktur pelayanan kedokteran belum tertata untuk menjamin terciptanya mutu, keadilan, pemerataaan, dan keterjangkauan serta pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu dan keluarga. Strukturisasi pelayanan kedokteran hanya akan tercapai apabila regulasi yang akan diterbitkan dapat ditujukan pada upaya pengaturan pendidikan kedokteran, pengaturan kewenangan pelayanan kedokteran dan pengaturan pembiayaan kedokteran (khusus untuk pembiayaan diatur melalui regulasi lain). 164
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 UU Praktik Kedokteran yang sudah diterbitkan paling tidak telah mengakomodasikan semua aspek yang berhubungan dengan proses menyiapkan seorang dokter agar berpraktik dengan baik, yang meliputi tiga hal, yaitu: pertama, aspek pendidikan profesi kedokteran; kedua, kewenangan dokter; ketiga, izin praktik dokter dan disiplin profesi dokter. Pertama, tentang pendidikan profesi kedokteran. Praktik kedokteran ada hubungannya dengan kompetensi (kemampuan) yang harus dimiliki seorang dokter. Kompetensi tersebut didapat dari pendidikan kedokteran. Hasil dari pendidikan kedokteran akan menghasilkan sertifikat kompetensi (dikenal dengan istilah sertifikasi). Pendidikan kedokteran harus dilakukan secara khusus, mengingat – pada dasarnya – pendidikan kedokteran (khususnya pendidikan spesialis dan sub spesialis) adalah jenjang pendidikan profesi. Secara umum dapat dikatakan bahwa badan atau lembaga dalam dunia kedokteran yang bertugas untuk mengelola jenjang pendidikan profesi adalah kolegium profesi itu sendiri. Dalam pengelolaan jenjang pendidikan profesi maka kolegium profesi bertugas untuk, antara lain: menetapkan dan mengesahkan standar pendidikan serta menerbitkan sertifikat kompetensi lulusan pendidikan spesialis dan subspesialis. Di Indonesia, pengelolaan jenjang pendidikan profesi sudah dilakukan melalui Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (IDI). Dalam UU Perlindungan Konsumen, kedudukan, fungsi dan peran kolegium- kolegium ilmu kedokteran – melalui konsil kedokteran – untuk menata sistim pendidikan profesi kedokteran menjadi semakin jelas. Kedua, kewenangan dokter. Setelah seorang dokter dinyatakan memiliki kompetensi (dalam bentuk sertifikat), maka kompetensi atau kemampuan tersebut tidak langsung menjamin bahwa dokter tersebut memiliki kewenangan untuk praktik sebagai seorang dokter. Pengakuan atas kemampuan untuk menjadi kewenangan hanya dapat terwujud apabila dokter tersebut sudah mendaftar (melakukan registrasi) di satu badan atau lembaga registrasi (registration body). Di berbagai negara, kedudukan registration body ini sangat bervariasi. Di Belanda, badan registrasi merupakan bagian dari Departemen Kesehatan. Di Filipina, badan registrasi ini dikenal sebagai Board of Medicine (\"Majelis Kedokteran\") adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang. Di beberapa negara persemakmuran (Srilangka, Malaysia, Singapura, dan Selandia Baru) dikenal dengan istilah konsil, yaitu badan registrasi yang dibentuk oleh undang-undang namun secara tidak 165
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 langsung masih di bawah kementerian kesehatan (ketua-ketua konsil di negaranegara tersebut dirangkap oleh pejabat Departemen Kesehatan). Berbeda dengan negara- negara persemakmurannya, Inggris menempatkan konsil sebagai badan yang langsung berada di bawah kepala negara (ratu). Ketiga, hal-hal lain dalam praktik kedokteran. Selain pengaturan tentang pendidikan profesi kedokteran dan pengaturan tentang kewenangan dokter yang diatur oleh konsil kedokteran maka ada beberapa hal lain yang harus diatur adalah lisensi (izin) praktik dan disiplin profesi. Di Indonesia, lembaga yang menyelesaikan sengketa medis, yang terkait dengan disiplin adalah MKDKI, dan lembaga ini berwenang untuk: 1) menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter/dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi; dan 2) menetapkan sanksi bagi dokter/dokter gigi yang dinyatakan bersalah. Pelanggaran disiplin disini diartikan sebagai pelanggaran terhadap aturan- aturan dan atau ketentuan dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi. Dokter/dokter gigi dianggap melanggar disiplin kedokteran bila: Melakukan praktik dengan tidak kompeten; Tidak melakukan tugas dan tanggung jawab profesionalnya dengan baik (dalam hal ini tidak mencapai standar-standar dalam praktik kedokteran); dan berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesinya. Hal-hal yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi, adalah ketidakjujuran dalam berpraktik, berpraktik dengan ketidakmampuan fisik dan mental, membuat laporan medis yang tidak benar, memberi \"jaminan kesembuhan\" kepada pasien, menolak menangani pasien tanpa alasan yang layak, memberikan tindakan medis tanpa persetujuan pasien/keluarga, melakukan pelecehan seksual, menelantarkan pasien pada saat membutuhkan penanganan segera, menginstruksikan atau melakukan pemeriksaan tambahan/pengobatan yang berlebihan, bekerja tidak sesuai standar asuhan medis, dan sebagainya. Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 15/KKI/Per/VIII/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja MKDKI dan MKDKI di Tingkat Propinsi, dikatakan bahwa tugas MKDKI adalah (a). menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan (b). menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau 166
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 dokter gigi. Dalam melaksanakan tugas tersebut diatas, MKDKI mempunyai kewenangan untuk: 1. menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi; 2. menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika atau bukan keduanya; 3. memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi; 4. memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi; 5. menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi; 6. melaksanakan keputusan MKDKI; 7. menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi; 8. menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P; 9. membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-P; 10. membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-P kepada Konsil Kedokteran Indonesia; dan 11. mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses pemeriksaan, dan keputusan MKDKI. Dengan demikian, jika terdapat dugaan dokter melakukan kelalaian, maka sesuai dengan kewenangannya, MKDKI dapat menerima aduan dan memeriksa aduan tersebut, jika terhadap aduan tersebut: Dokter/dokter gigi yang diadukan telah terregistrasi di Konsil Kedokteran Indonesia; Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang diadukan terjadi setelah tanggal 6 Oktober 2004 (setelah diundangkannya UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran); Terdapat hubungan profesional dokter-pasien dalam kejadian tersebut; dan Terdapat dugaan kuat adanya pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi. Apabila keempat hal tersebut telah terpenuhi, maka aduan tersebut diteruskan ke Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD) untuk dilakukan pemeriksaan. Sifat dari pemeriksaan MPD ini adalah tertutup, yaitu ketika MPD meminta keterangan dari dokter teradu dan pengadu secara tersendiri. Sidang pemeriksaan MPD dilakukan secara tertutup dengan tujuan, bahwa sidang MPD MKDKI mengutamakan prinsip menjaga rahasia kedokteran dan penegakan disiplin oleh MKDKI pada hakikatnya dilakukan dalam rangka membina dan meningkatkan kinerja dokter dan dokter gigi. 167
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Namun, dalam pembacaan keputusan atas hasil pemeriksaan MPD, sidang terhadap pembacaan putusan ini sifatnya terbuka. Jika dokter atau dokter gigi teradu oleh MPD MKDKI terbukti telah melakukan pelanggaran disiplin, maka sesuai dengan UU Praktik Kedokteran, sanksi disiplin dalam keputusan MKDKI dapat berupa: Pemberian peringatan tertulis; Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP); dan/atau Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. Keputusan MKDKI ini bersifat final dan mengikat dokter/dokter gigi yang diadukan, KKI, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta instansi terkait. Dokter/dokter gigi yang diadukan dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan MKDKI kepada Ketua MKDKI dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau diterimanya keputusan tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung keberatannya. Dari data yang didapat dari MKDKI, sejak dibentuk pada tahun 2006, MKDKI telah menerima 6 pengaduan, pada tahun 2007 MKDKI menerima 7 pengaduan, pada tahun 2008 MKDKI menerima 19 pengaduan, dan sampai dengan Desember 2009, MKDKI menerima 36 pengaduan. Hal ini menandakan, bahwa dari tahun ke tahun jumlah aduan masyarakat terhadap ketidakpuasan kinerja profesi kedokteran makin meningkat. Namun demikian, dari keseluruhan jumlah pengaduan yang masuk ke MKDKI, tidak seluruh pengaduan tersebut dapat membuktikan bahwa dokter telah melakukan kelalaian atau kesalahan. Dari data total pengaduan yang ada di MKDKI, yang diterima sejak tahun 2006, obyek aduan bidang kedokteran menjadi beragam, bahkan ada bidang yang bukan menjadi bidang kedokteran. Bidang-bidang itu antara lain: kedokteran umum; kedokteran gigi; bedah; obgyn; anak; penyakit dalam; paru; jantung; saraf; forensik; jiwa; THT; Rotgen; akupuntur. Meskipun saat ini MKDKI hanya ada di Jakarta sebagai pusat pemerintahan, tidak menutup kemungkinan, bahwa pengaduan tersebut berasal dari daerah. Tahun 2006, dari 9 jumlah pengaduan, 5 diantaranya berasal dari Jakarta, selebihnya berasal dari Lampung 1 aduan, Surabaya 1 aduan, Banjarmasin 1 aduan, dan Solo 1 aduan. Tahun 2007, aduan dari Jakarta yang diterima oleh MKDKI sebanyak 4 aduan, selebihnya berasal dari: Tangerang 2 aduan, Cirebon 1 aduan, Semarang 1 aduan, Yogyakarta 1 aduan, Riau 1 aduan, dan Sorong 1 aduan. Tahun 2008, wilayah Jakarta menempati jumlah aduan terbanyak, yaitu 10 aduan. Sisanya 168
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 berasal dari Tangerang 2 aduan, Medan 1 aduan, Bandung 1 aduan, Batam 1 aduan, Bengkulu 1 aduan, Kalbar 1 aduan, Bogor 1 aduan, dan Depok 1 aduan. Sementara pada tahun 2009, Jakarta juga menempati jumlah aduan ke MKDKI yang terbanyak, yaitu 15 aduan, sementara wilayah lainnya, seperti Jatim 4 aduan, Kepri 2 aduan, Sumut 3 aduan, Sulsel 1 aduan, Sulteng 1 aduan, Kalbar 2 aduan, Jabar 3 aduan, Banten 4 aduan, dan DIY 1 aduan. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan banyaknya jumlah aduan yang berasal dari daerah, MKDKI Propinsi segera dibentuk sebawai wadah untuk menyelesaikan permasalahan sengketa medis antara dokter dengan pasien. Secara historis dan dilihat dari tujuan pembentukannya, banyaknya jumlah aduan masyarakat ke MKDKI memperlihatkan, bahwa sebenarnya masyarakat sudah pesimis dengan hasil penyelesaian yang selama ini diselesaikan oleh pengadilan. Proses penyelesaian yang berlarut-larut dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, menyebabkan saat ini masyarakat beralih ke penyelesaian melalui MKDKI. Tujuan lembaga yang independen adalah untuk memeriksa kinerja dokter, apakah telah memenuhi disiplin yang telah ditetapkan. Dominasi penyelesaian melalui MKEK, berasal dari kalangan dokter sendiri sehingga subjektivitas penyelesaian sangat dominan berpengaruh. Hasil pemeriksaan MKDKI terhadap aduan yang selama ini ditangani oleh MKDKI adalah dari seluruh aduan, sebanyak 13 aduan bukan menjadi jurudiksi dari MKDKI; 2 aduan dihentikan karena alasan teknis. 20 aduan dinyatakan bahwa dokter telah melanggar disiplin kedokteran. Dari 20 aduan tersebut, 7 dokter diberi peringatan tertulis; 1 dokter dicabut STR/SIP selama 4 bulan; 2 dokter dicabut STR/SIP selama 3 bulan; 2 dokter dicabut STR/SIP selama 2 bulan dan 4 dokter harus diredukasikan. Mungkin putusan yang sifatnya skorsing ini tidak membawa dampak signifikan bagi dokter, dibanding dengan keputusan Pengadilan Negeri yang mengabulkan gugatan pasien yang bisa mencapai ratusan juta rupiah, namun sekali lagi, bahwa putusan terhadap profesi kedokteran yang diduga adanya unsur kelalaian atau kesalahan, baik itu hanya berupa skorsing, tapi membawa dampak psikis bagi dokter tersebut untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat atau pasien- pasiennya. Memang, kami sependapat, bahwa tidak ada upaya dari profesi kedokteran yang tidak lepas dari kelalaian atau kesalahan, dan dengan adanya lembaga MKDKI menjadi hal positif untuk menilai, memeriksa dan mengawasi kinerja dokter sebagai 169
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 sebuah profesi mulia dan tentunya karena adanya MKDKI, mewajibkan para dokter untuk terus belajar dan menimba ilmu kedokterannya. Dengan demikian, mekanisme penyelesaian melalui MKDKI ini seharusnya lebih diutamakan dahulu, sebelum diselesaikan melalui mekanisme tuntutan pidana oleh Kepolisian dan mekanisme gugatan perdata di Pengadilan. Alasannya, adalah MPD MKDKI dalam melakukan pemeriksaan terhadap benar atau tidaknya dokter malakulan kelalaian/kesalahan medis tentunya dengan keterangan dokter atau dokter gigi sebagai saksi-saksi yang ahli dalam bidang kedokteran yang diadukannya. 4.4 Penyelesaian Sengketa Medis Menurut UUPK Seperti yang telah dibahas dalam tulisan ini, bahwa banyaknya dugaan kasus malapraktik merupakan indikasi bahwa setiap profesi, khususnya profesi kedokteran rentan dengan kecelakaan (kelalaian) yang menyebabkan kerugian/kematian. Jika terjadi dugaan malapraktik, pihak yang dirugikan, dalam hal ini pasien menyerahkan perkaranya ke pengacara/penasihat hukum, dan mengikuti proses peradilan perdata di Pengadilan, maka harapan untuk menang atau mendapat ganti rugi dari pihak RS/dokter sangat kecil. Begitu juga dengan pihak RS/dokter, jika ada tuntutan perdata, maka pihak RS/dokter akan melakukan ”full defense”, karena menyangkut nama baik perusahaan. Berapapun biaya akan dikeluarkan asal terbebas dari putusan hakim ”bersalah”. Apalagi jika kasus tersebut mengandung unsur pidana, maka RS/dokter akan sangat dirugikan jika vonis hakim menyatakan bersalah. Bagaimana dengan pasien (konsumen)? Kebanyakan pasien/konsumen yang ekonominya sedang dan ke bawah akan menyerahkan perkaranya ke pengacara/penasihat hukum, dan pengacara/penasihat hukum akan membuat gugatan yang (biasanya) tidak masuk akal, karena kerugian immateriilnya. Kadang-kadang juga tidak cermat dalam membuat gugatan sehingga banyak gugatan pasien yang kandas. Dengan kata lain, justru pasien kehilangan lebih banyak kerugian, selain kerugian yang disebabkan kelalaian RS/dokter itu sendiri. UU Perlindungan Konsumen memperkenalkan model penyelesaian di luar peradilan atau jalur peradilan karena di dalam UU Perlindungan Konsumen diatur, dalam Pasal 49 ayat (1) berbunyi, ”Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat I untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan”. Untuk mengimplementasikan badan tersebut, dalam Pasal 52 diatur 170
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 tentang Tugas dan wewenang badan ini. Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, antara lain: 1. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; 2. memberikan konsultasi perlindungan konsumen; 3. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; 4. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini; 5. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; 6. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; 7. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; 8. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini; 9. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen; 10. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan; 11. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen; 12. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; 13. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. Dalam tugas dan wewenang badan ini, disebutkan adanya penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi248 atau arbitrase249 248 Madiasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ke tiga bersifat netral dengan tujuan membantu penyelesaian sengketa dan tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan. 249 Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 171
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 atau konsiliasi. 250 Namun, menurut penjelasan pasal 45 ayat (2), penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat pula diselesaikan secara damai oleh mereka yang bersengketa. Yang dimaksud dengan cara damai adalah penyelesaian yang dilakukan kedua belah pihak tanpa melalui pengadilan ataupun Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak boleh menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan karena penyelesaian sengketa diluar pengadilan adalah bersifat perdata sehingga UU mengatur bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menjadi alasan untuk menghilangkan tanggung jawab pidana. Bagan alur penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat dilihat pada Gambar 4.1. 250 Konsiliasi adalah penyelesaian yang dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi pihak ke tiga yang bertindak pasif sebagai Konsiliator. Sedangkan proses sepenuhnya diserahkan pada pihak yang bersengketa yaitu Pelaku Usaha dan Konsumen baik menegani bentuk atau jumlah ganti ruginya. 172
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Gambar 4.1. Alur Penyelesaian Sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Sengketa yang diselesaikan dengan cara-cara tersebut di atas, wajib diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja, terhitung sejak permohonan diterima di sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersifat final dan mengikat, meskipun, diatur juga mengenai keberatan para pihak yang kemudian diajukan kepada pengadilan. Seperti yang telah kami uraikan di atas, bahwa tujuan dibentuknya UU Perlindungan Konsumen adalah untuk melindungi hak-hak kosumen, oleh karena itu, jika kita sepakat menyamakan antara pengertian pasien dan konsumen, maka konsekuensinya, segala sengketa yang timbul dalam bidang pelayanan jasa suatu Rumah Sakit, maka sengketa tersebut juga dapat diselesaikan di luar jalur pengadilan, yaitu melalui mekanisme Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 4.5 Latihan Soal 1. Bagaiman pengertian dari kode etik, norma, sanksi administrasi, sanksi disiplin? 2. Bagaimana proses perizinan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang terkait dengan dikeluarkannya izin praktik kedokteran? 3. Bagaimana kewajiban-kewajiban dokter yang diatur dalam Kodeki? dan apa yang dimaksud dengan larangan jabatan dalam profesi kedokteran? 173
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 4. Bagaimana penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh peradilan Tata Usaha Negara? 5. Apa itu lembaga MKDKI? Bagaimana penyelesaian sengketa medis yang dilakukan oleh MKDKI? Apa saja yang menjadi kewenangan lembaga ini? 6. Apa itu lembaga BPSK? Bagaimana penyeleaian sengketa medis melalui lembaga BPSK? 7. Menurut Anda, bagaimana penyelesaian sengketa medis yang dapat menjadi kewenangan dari lembaga-lembaga terkait tersebut! BAB V ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN 174
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Tujuan Instruksional Umum Pada akhir pokok bahasan ini mahasiswa mampu memahami bagaimana hak dan kewajiban yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran, UU Perlindungan Konsumen dan UU Kesehatan, yang pada intinya antara konsumen dengan pasien mempunyai definisi yang tidak berbeda. Terlebih lagi, bidang jasa yang diatur dalam GATS termasuk juga didalamnya adalah jasa praktik kedokteran. Tujuan Instruksional Khusus 1. Mendefinisikan konsumerisme, konsumerisme nasional dan global, hukum perlindungan konsumen, hak-hak konsumen, kewajiban-kewajiban konsumen. 2. Menerangkan konsumerisme, menerangkan hak-hak konsumen dan pasien, menerangkan kewajiban konsumen dan pasien. 3. Menerapkan hak-hak pasien dan kewajiban-kewajiban pasien dalam ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 4. Menggambarkan profesi kedokteran merupakan jasa yang diatur dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen, ruang lingkup antara hak konsumen dan pasien dan kewajiban konsumen dan pasien, hal-hal yang menjadi kelemahan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 5. Menghubungkan antara profesi kedokteran sebagai profesi jasa yang mendasarkan pada inspanningverbintenis dengan profesi jasa yang mendasarkan pada resultaatverbintenis. 6. Menyimpulkan bahwa jasa profesi kedokteran merupakan jasa yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 5.1 Pendahuluan Hukum perlindungan konsumen di Indonesia saat ini sudah menjadi suatu keharusan, bukan karena pemenuhan kurikulum pada pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi (PT), namun sebelum dikeluarkannya, bahkan lebih ironis lagi, setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), posisi konsumen semakin terdesak oleh sepak terjang pelaku usaha dan penguasa. Praktik monopoli telah meletakkan posisi pelaku usaha lebih tinggi daripada konsumen, lemahnya bargaining power dari konsumen merupakan suatu hal yang umum dalam pasar komersiil di Indonesia, 175
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 terlebih lagi praktik monopoli tersebut dilegitimasi oleh penguasa (dalam artian eksekutif). Ekonomi biaya tinggi semenjak kekuasaan orde baru hingga berakhir pada titik akumulasi tertinggi penderitaan bangsa Indonesia, yakni krisis moneter yang sampai sekarang tak kunjung berhenti. Titik akumulasi tersebut terbentuk oleh suatu budaya yang disebut dengan budaya KORUPSI. Korupsi di Indonesia ibarat suatu nilai atau norma kebiasaan yang sudah bertahun-tahun dijalani dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia serta lembaga negara seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif. Perkembangan korupsi selama kurang lebih 50 tahun makin bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan hasil riset dari Transparency International Indonesia (TII), Indonesia adalah negara paling korup ke enam dari 133 negara, data ini didapat berdasarkan nilai Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional 2003 yang dihasilkan dari 13 survei independen oleh lembaga survei internasional. Hasil survei yang sama yang dilakukan tahun lalu, Indonesia merupakan negara paling korup nomor empat dari 102 negara. Kecuali Myanmar, di antara negara ASEAN yang disurvei, Indonesia tetap menjadi negara paling korup. Jika Indonesia sudah menjadi negara terkorup, dari semua lini kehidupan masyarakat sudah terbiasa untuk korupsi, pastilah ujung-ujungnya yang paling dirugikan adalah konsumen itu sendiri. Konsumen dalam hal ini adalah masyarakat pemakai barang dan/atau jasa akhir yakni masyarakat kecil yang tidak mempunyai bargaining power. Pada dasarnya korupsi dibentuk oleh perilaku kejahatan yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan umum dan hubungan kerja yang mendatangkan sumber keuangan. Oleh karena itu, korupsi terjadi melalui kelemahan sistem birokrasi penyelenggaraan pelayanan umum dan kelemahan sistem kontrol pada hubungan kerja yang mendatangkan sumber keuangan, dengan memanfaatkan situasi tertentu dari siklus pertumbuhan negara, perkembangan sistem sosial dan keserasian struktur pemerintah. Korupsi sendiri berasal dari kata coruptio yang berarti suatu perbuatan buruk, bejat, dapat disuap, perbuatan yang menghina atau memfitnah dan menyinggung dari kesucian dan tidak bermoral. Umumnya diakui korupsi adalah problematik yang berusia tua dalam kehidupan masyarakat dengan derajat yang berbeda-beda dan sangat bergantung pada kondisional, kelangsungan, dan perkembangan suatu tatanan 176
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 politik, sosial, kultural ataupun ekonomi. Dari sudut perspektif hukum, esensi kejahatan korupsi akan mengikuti perkembangan perilaku masyarakat, yang pada akhirnya ada satu pihak yang sangat dirugikan yakni masyarakat itu sendiri. Masyarakat sebagai warga negara dihadapkan pada perbuatan administratif yang mengharuskan untuk bertatap muka secara langsung dengan pelayanan umum pemerintahan (government public service). Namun perbuatan tersebut selalu dihadapkan pada budaya suap agar persyaratan administratif dapat segera diproses. Masyarakat akhirnya mengeluarkan biaya yang lebih banyak, yang pada kenyataannya perbuatan administratif tersebut bebas dari biaya apapun, seperti pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk), dan lain-lain. Di bidang ekonomi, beberapa pelaku usaha secara bersama-sama atau dominasi menetapkan harga, menentukan kualitas, pelayanan secara sepihak, yang pada akhirnya konsumen tidak mempunyai pilihan lain. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, jika semasa orde baru justru pemerintah menjadi ‘kuda acuan’ bagi banyak pengusaha. Praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat justru mendapat legitimasi dari pemerintah, hal ini tidak lain karena pajak dari pengusaha merupakan primadona devisa bagi negara. Tumbangnya kekuasaan orde baru pada tahun 1998 merupakan titik balik (entry point) bagi masyarakat, khususnya konsumen untuk menyuarakan hak-haknya atau dikenal dengan pergerakan perlindungan konsumen (consumer’s movement). Masyarakat konsumen yang telah lama dijadikan “objek dan eksperimen” yang harus selalu memenuhi atau tunduk pada keputusan pemerintah serta keinginan pengusaha, tampaknya mulai lelah dan sadar bahwa dirinya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya. Salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat konsumen agar pendapatnya didengar adalah dengan melakukan boikot. Boikot seringkali dilakukan oleh masyarakat konsumen di negara-negara maju. Tujuan dari boikot itu sendiri adalah tidak hanya untuk memperbaiki nasib dan posisi tawar, tetapi juga untuk menyampaikan sikap. Masyarakat Amerika pernah melakukan boikot untuk tidak mengkonsumsi burger karena ingin menunjukkan sikap pro-lingkungan dan tidak setuju terhadap penebangan hutan yang hanya untuk kepentingan pemodal beternak sapi dan dagingnya untuk industri burger. Atau kampanye gerakan konsumen memboikot penggunaan berlian de Beer, yang terkenal dengan iklan kasih sayangnya, guna menyampaikan sikap anti-eksploitasi terhadap buruh tambang di Afrika yang mensuplainya. 177
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Boikot besar-besaran pernah dilakukan oleh masyarakat konsumen di Indonesia ketika pemerintah melakukan penarikan iuran televisi. Boikot ini membuahkan hasil yang berarti bagi masyarakat konsumen, meskipun sebenarnya hal tersebut bukan merupakan consumer’s movement karena pemerintah sendiri tidak mempunyai dasar hukum yang kuat atas penarikan iuran televisi tersebut. Pada waktu, belum terlihat adanya consumer’s movement, karena masih belum ada mobilisasi dengan baik, selain memang solidaritas konsumen masih rendah juga situasi politik yang tidak memberi ruang gerak bagi mereka yang kritis menuntut haknya yang sedang terinjak. Boikot oleh masyarakat konsumen di Indonesia muncul kembali tatkala pemerintah mengumumkan akan menaikan tarif telepon sebesar 24% serta menerapkan tarif lokal-3 dan yang telah disetujui oleh DPR. Boikot kembali menjadi fenomena dan menjadi cara ampuh bagi consumer’s movement, ini terbukti dengan adanya peninjauan kembali kenaikan tarif telepon, yang akhirnya diputuskan untuk menurunkan kenaikan dari 24 persen menjadi 15 persen serta pembatalan pentarifan lokal-3. Boikot ini hanyalah salah satu upaya dari terbentuknya consumer’s movement di Indonesia, meskipun banyak upaya-upaya lainnya. Keberhasilan masyarakat konsumen mancari keadilan dapat diwujudkan dengan mengemukakan suatu kebenaran dan dengan cara yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. 5.2 Konsumerisme Global dan Nasional Seperti yang telah diterangkan di atas, bahwa lahirnya pergerakan perlindungan konsumen selalu diawali dengan kasus-kasus yang menyangkut antara konsumen dengan pelaku usaha (produsen) yang tentunya dalam kasus tersebut, konsumen manjadi pihak yang dirugikan. Lahirnya suatu consumer’s movement yang bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan konsumen merupakan perjuangan awal dari adanya lembaga perlindungan konsumen yang melahirkan apa yang disebut sebagai hukum perlindungan konsumen. Hukum perlindungan konsumen inilah yang kemudian menjadi aturan main antara pelaku usaha dengan konsumen untuk menjalankan perekonomian karena di dalamnya telah diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak sehingga masing-masing pihak tidak berada pada posisi dirugikan dan merugikan. 178
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Dengan kata lain, perumpamaan yang mengibaratkan konsumen dan pelaku usaha sebagai dua sisi keping mata uang yang berbeda yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya dapat dibuktikan secara bersama-sama. Konsumen tidak akan ada tanpa adanya pelaku usaha (produsen), sedangkan sebaliknya, produsen tidak akan mempunyai arti tanpa adanya konsumen yang mengkonsumsi barang dan atau jasa yang diproduksinya.251 Pergerakan perlindungan konsumen di Indonesia terpengaruh oleh consumer’s movement yang dilakukan oleh negara-negara industri besar antara lain Amerika Serikat. Namun, tipe (model) kedua pergerakan konsumen tersebut mempunyai dua metode yang berbeda. 5.2.1 Pergerakan perlindungan konsumen internasional Pergerakan perlindungan konsumen (consumer’s movement) secara internasional ini diprakarsai oleh pergerakan konsumen di Amerika Serikat. Menurut David A. Rice, dalam bukunya yang berjudul “consumer transactions (1975)” pergerakan konsumen tersebut di bedakan dalam 5 tahap, yaitu:252 1. Regulation of feudal market transactions 2. Legal tradition of caveat emptor 3. Twentieth-century judicial limitation of caveat emptor 4. Development of public regulation 5. Contemporary developments in public regulation. Namun, secara garis besar sejarah pergerakan perlindungan konsumen terbagi dalam empat tahap, yaitu253: Tahap Pertama, terjadi pada tahun 1881 sampai tahun 1914. Dalam kurun waktu ini, merupakan titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan gerakan perlindungan konsumen. Persitiwa-peristiwa yang dilakukan oleh pengusaha yang memproduksi barang tidak memenuhi standar konsumen mulai diungkapkan melalui karya-karya tulis. Tahap kedua, terjadi pada tahun 1920 sampai 1940. Kurun waktu ini, konsumen mulai berani memperjuangkan hak-haknya di depan produsen, dikenal dengan motto: “fair deal, best buy”. Selanjutnya tahap ketiga, terjadi pada tahun 1950 sampai tahun 1960. Dalam kurun waktu ini, ada upaya untuk mempersatukan 251 FX. Soedijana & T.A. Legowo, “Perlindungan Konsumen”, Makalah dibuat untuk Mangayubagyo Ulang Tahun ke 75 Daoed Yusuf, hal. 4. 252 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2000), hal. 31. 253 C. Tantri D. dan Sularsi, Gerakan Organisasi Konsumen (Seri Panduan) (Jakarta: YLKI, 1995), hal. 3-4. 179
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 organisasi-organisasi yang memperjuangkan perlindungan konsumen dalam satu wadah yang akhirnya wadah tersebut adalah Consumers International (CI). Tahap terakhir, terjadi setelah tahun 1965, pada tahap ini, merupakan tahap pemantapan organisasi konsumen, baik dalam tingkat regional maupun internasiona. Consumer’s movement berawal dari suatu perjuangan untuk membela kepentingan masyarakat sebagai pekerja/buruh di industri-industri besar yang akhirnya bermuara pada perlindungan konsumen secara luas di negara-negara industri. Pergerakan konsumen di negara-negara maju ini merupakan bukti bahwa hak-hak masyarakat dijunjung tinggi dan dihargai.254 Gagasan ini kemudian menyebar ke berbagai negara lalu tumbuh dan berkembang yang sejalan dengan kebangkitan perekonomian dunia. Bermula dari kehidupan masyarakat Amerika Serikat di tahun 1899, ketika berakhirnya perang saudara di Amerika Utara, secara menyeluruh kehidupan, telah berganti dengan dunia industri, cerobong-cerobong asap telah banyak berdiri di samping sebuah bangunan dan mejadi makin banyak di sepanjang kota besar. Masa tersebut menjadi masa menjanjikan, ketika pemerintah Amerika Serikat membuka pintunya bagi imigran dan memperkenalkan dengan terus terang pentingnya industri bagi kehidupan yang baru. Asap-asap pabrik (kebanyakan pabrik-pabrik tersebut memproduksi minuman penghangat tubuh, seperti beer), yang membumbung tinggi di atas awan, terlihat sebagai pertanda yang baik, yaitu terciptanya “Kemakmuran”. Dampak lain yang dihasilkan dari masyarakat industri adalah udara yang tercemar dengan karbon monoksida (CO), Iodium pentoksida, dan belerang dioksida (SO2), yang tentunya sangat berbahaya bagi paru-paru manusia. Jalan-jalan raya dipenuhi dengan mobil dan kereta kuda yang lalu lalang, keluar masuk kota dengan meninggalkan kotoran kuda, bau busuk, dan penyebaran penyakit makin mewarnai kehidupan masyarakat industri di Amerika Serikat. Berbagai penyakit mulai menyerang sebagian warga kota, bakteri, kuman, penyakit menular dan kematian dipahami sebagai risiko dari industrialisasi. Akibat lain, yang diderita masyarakat adalah buruh pabrik didominasi oleh kaum perempuan dan anak-anak dengan kondisi yang dialami berbeda dengan laki-laki, dengan upah minimum 6 $ per minggunya dan jam kerja yang tidak terbatas.255 254 Ibid, hal. 1. 255 Linda Golodner, Opening Remarks: National Consumers League's (Centennial Summit: 1999), hal. 23. 180
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Dari sini mulai ada perlawanan untuk menentang adanya industrialisasi dunia, pada tahun 1896 sebuah kelompok kecil pekerja wanita di New York menjadi marah ketika mereka mulai kelaparan, tidak mendapatkan gaji semestinya, jam kerja yang tidak terbatas, dan merasakan kondisi kerja yang tidak manusiawi bagi anak-anak perempuan yang bekerja di dalam toserba-toserba. Mereka mulai memperjuangkan hak-haknya sebagai pekerja, menginginkan adanya peraturan yang menentukan kondisi upah atau jam kerja mereka. Meskipun mereka sebagai buruh, namun keberadaannya juga sebagai konsumen pada toserba tersebut karena mereka harus menghidupi keluargan dengan membeli kembali kebutuhan hidup dari upah yang diterimanya pada toserba tersebut. Untuk pertama kali, hal ini sebagai peristiwa konsumen dan merupakan suatu fenomena nasional. Perjuangan untuk memperoleh hak-hak kaum wanita ini akhirnya membuahkan hasil dengan dibentuknya Liga Konsumen di New York pada tahun 1891. Kemudian organisasi ini menyebar dari New York ke Massachusetts, Illinois, dan Pennsylvanian dan akhirnya menjadi Liga Konsumen tingkat nasional di Amerika Serikat (The National Consumer’s League) pada tahun 1898. Pada tahun 1899, Florence Kelley ditetapkan sebagai Sekretaris Jendral pada organisasi yang baru dibentuk ini. Organisasi ini kemuadian tumbuh dan berkembang dengan pesat sehingga pada tahun 1903 Liga Konsumen Nasional di Amerika Serikat telah berkembang menjadi 64 cabang di 20 negara bagian. 256 Pertumbuhan organisasi konsumen tersebut merupakan pertanda, bagaimana kuatnya motivasi dari konsumen untuk memperbaiki nasibnya.257 Ketika Liga Konsumen Nasional menjadi sebuah organisasi dan telah menjalankan tugas-tugasnya, pemandangan seperti: pabrik-pabrik tempat buruh bekerja dengan upah rendah; enam hari kerja dan setengah hari kerja pada hari minggu, adalah hal yang biasa. Anak-Anak juga menjadi buruh dengan bekerja di samping orang tuanya. Hal ini dibuktikan dengan surat, telegram, dokumen dan artikel yang ditulis oleh relawan yang memulai bekerja di organisasi ini. Dengan melihat lagi peristiwa atau kasus-kasus yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya 256 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 13. 257 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik, Buku Kedua (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 152. 181
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 yakni ketika industrialisasi merambah dunia, maka konsumen dapat mewakili dirinya ditempat kerja dan di pasar (toserba). Kondisi tersebut di atas berakibat pada kualitas pabrik yang sangat memprihatinkan dan membahayakan konsumen, hal ini diungkapkan oleh Upton Sinclair pada tahun 1906 dalam bukunya yang berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik pengolahan daging di Chicago yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Pada tahun 1906 lahirlah dua undang-undang tentang perlindungan konsumen di Amerika Serikat yaitu The Food and Drugs Act dan The Meat Inspection Act dan beberapa tahun kemudian, yaitu pada tahun 1914 dibentuk komisi yang banyak bergerak dalam bidang perlindungan konsumen yaitu Federal Trade Commision (FTC). Pada tahun 1930-an terjadi suatu pergolakan konsumen sehingga munculah buku Your Money’s Worth, karya penulis Amerika Serikat yaitu Stuart Chase dan F.J. Schlink, yang isinya mengenai jual beli yang fair. Pada era ini para pendidik mulai memfokuskan pada pendidikan konsumen, yaitu menekankan pada penetapan anggaran dan manajemen uang guna membantu konsumen mengenali pembelian terbaik dengan biaya termurah. 258 Pada tahun 1934 F.J. Schlink dan Kallet menerbitkan lagi buku yang sangat terkenal yaitu 100.000.000 Guinea Pigs. Kedua penulis tersebut menunjuk pada celah-celah dalam The Food dan Drugs Act 1906, yang memungkinkan konsumen dipaksa berperan sebagai kelinci percobaan ketika membeli obat berbahaya, kosmetik yang tidak aman, dan makan yang tercemar.259 Protes lebih lanjut ditimbulkan oleh tragedi Exilir Sulfanilamid pada tahun 1937, yang menyebabkan 93 konsumen di Amerika Serikat meninggal.260 Kemajuan gerakan konsumen di Amerika Serikat tidak semata-mata diukur dari munculnya berbagai peraturan yang lebih memihak kepentingan konsumen, tetapi lebih dari meningkatnya kesadaran konsumen akan hak-haknya. Pada tahun 1960 merupakan era baru bagi perlindungan konsumen dunia. Presiden John F. Kennedy, menerjemahkan aspirasi dari gejolak masyarakat dengan mengajukan Consumer Message pada kongres musim bunga pada tahun 1962 yang menganjurkan 258 James F Engel, Roger D Blackwell, dan Paul W. Miniard, Perlilaku Konsumen, Jilid 2, diterjemahkan oleh Drs. Budijanto (Jakarta: Binarupa Aksara, 1995), hal . 460. 259 Ibid, hal. 167. 260 Munir Fuady, op. cit., hal 153, mengutip dari Feldman, P. Laurence, Consumer Protection, Problem Prospescts (St. Paul: West Publishing Co, 1977), hal. 14. 182
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 ditetapkannya hak-hak konsumen, yaitu: Hak memperoleh keamanan; Hak memilih; Hak mendapat informasi; dan Hak untuk didengar.261 Pada akhir tahun 1960-an dan juga sebagai implementasi dari Consumer Message yang dinyatakan oleh Presiden Kennedy, maka Liga Konsumen Nasional kemudian berganti nama menjadi Federasi Konsumen Amerika (Consumer Federation of America). Visi dan misi seluruh organisasi pergerakan konsumen di Amerika akan disatukan dalam satu wadah organisasi Federasi Konsumen Amerika, dimana tugas utamanya adalah melindungi tenaga kerja untuk mendapatkan kondisi kerja yang standar, adil dan menentang pengeksploitasian tenaga kerja anak-anak yang terjadi tidak hanya di Amerika saja tetapi juga di seluruh dunia. Komitmen ini ditandai dengan mengadakan gerakan global yang melawan eksploitasi tenaga kerja anak dengan mendirikan International Child Labor Coalition. Kelompok ini terdiri atas 60 organisasi dunia dengan badan yang diberi nama Fair Labor Association. Tugas kelompok ini adalah menutup tempat buruh bekerja dengan upah rendah, penggunaan alat-alat keselamatan pada industri-industri di seluruh dunia. Pada bagian lain, pimpinan Federasi Konsumen Amerika akan mendatangi negara-negara bagian untuk menemukan siapa (badan) yang mempunyai kewenangan dalam memeriksa makanan di bawah Undang-Undang Makanan dan Obat-Obatan (Food and Drug Law) tahun 1906. Selanjutnya dibentuk kerja sama dalam partnership dengan United Food and Commercial Workers dan grup konsumen lainnya yang tergabung dalam Safe Food Coalition. Anggota Federasi juga aktif dalam Dewan Nasional Informasi dan Pendidikan bagi Pasien (National Council on Patient Information and Education) yang memberikan pendidikan tentang obat-obatan bagi konsumen. The National Patient Safety Foundation ditujukan untuk mencegah kesalahan dan kekeliruan (malapraktik) dalam kedokteran dan National Coalition on Health Care dengan agenda untuk memberikan akses ke mutu pelayanan kesehatan bagi semua warga Amerika. Pergerakan perlindungan konsumen tidak saja berkembang di Amerika Serikat, pergerakan ini juga terjadi di negara-negara Eropa, sebuah organisasi terbesar 261 FX. Soedijana dan T.A Legowo, “Perlindungan Konsumen”, Makalah dalam Rangka Mangayubagyo Ulang Tahun ke 75 Daoed Yusuf, hal. 7. 183
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 di Eropa, yaitu masyarakat Ekonomi Eropa (Europese Economische Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut: 1. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid) 2. Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht of bescherming van zijn economische belangen) 3. Hak mendapat ganti rugi (recht op schandever goeding) 4. Hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming) 5. Hak untuk didengar (recht om te worden gehord). Gerakan perlindungan konsumen lebih meningkat dengan diprakarsainya organisasi konsumen tingkat Internasional oleh wakil-wakil dari Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Australia dan Belgia. Organisasi ini kemudian dikenal dengan nama International Organization of Consumer Union (IOCU), yang didirikan di Den Haag Belanda pada tahun 1980, namun kemudian sejak tahun 1983 dipindah ke London dan pada tahun 1995 IOCU berubah menjadi Consumers International (CI).262 Consumers International menetapkan 8 (delapan) hak-hak konsumen, yaitu: (1) Hak memperoleh keamanan; (2) Hak memilih; (3) Hak mendapatkan informasi; (4) Hak untuk didengar; (5) Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup; (6) Hak untuk memperoleh ganti rugi; (7) Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen dan (8) Hak memperoleh lingkungan yang bersih dan sehat.263 Perhatian terhadap gerakan perlindungan hak-hak konsumen ini mendapat pengakuan dan dukungan dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, dengan resolusinya Nomor 2111 Tahun 1978, dan pada tanggal 16 April 1985 dewan ini juga menyuarakan penghormatan terhadap hak-hak konsumen melalui resolusi nomor: A/RES/39/248. Resolusi ini, kemudian oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa dalam sidang plenonya yang ke-106 telah disahkan dalam Resolusi PBB 262 Sampai saat ini, CI mencakup lima wilayah operasi dan 215 anggota di lebih dari 90 negara. CI memiliki dua sasaran: mendukung dan memperkuat organisasi anggota dan gerakan konsumen secara umum; dan melawan kebijakan pada level internasional yang sesuai dengan kepedulian konsumen. Sementara itu, CI mempunyai misi umum, yaitu untuk memperjuangkan masyarakat yang lebih sehat dengan mempertahankan hak konsumen dimanapun, secara khusus, CI bertujuan melindungi hak yang lemah, marjinalisasi dan ketidakmnfaatan. CI telah berhasil memiliki perwakilan resmi pada banyak badan global dan regional, meliputi: ECOSOC, WHO, Codex Alimentarius Commission, ISO, UNESCO, United Economic Commission dan Council of Eropa. 263 C. Tantri D dan Sularsi, Gerakan Organisasi Konsumen (Seri Panduan) (Jakarta: YLKI, 1995), hal. 20-24. 184
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam resolusi tersebut, menyebutkan ada 6 kebutuhan-kebutuhan konsumen yang harus dilindungi, yaitu: 1. Perlindungan konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya, 2. Pengembangan dan perlindungan pada kepentingan-kepentingan ekonomi konsumen, 3. Tersedianya informasi yang mencukupi sehingga memungkinkan dilakukannya pilihan sesuai kehendak dan kebutuhan, 4. Pendidikan konsumen, 5. Tersedianya cara-cara ganti rugi yang efektif, 6. Kebebasan membentuk organisasi konsumen dan diberinya kesempatan pada organisasi tersebut untuk menyatakan pendapat sejak saat proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.264 Selain itu, Majelis Umum PBB juga mengesahkan Pedoman bagi Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection). Terdapat tiga dasar pertimbangan dikeluarkannya pedoman bagi perlindungan konsumen, yaitu: pertama, memperhatikan kepentingan dan kebutuhan di seluruh dunia, khususnya di negara- negara berkembang. Kedua, pengakuan atas kenyataan bahwa konsumen seringkali berada pada ketidakseimbangan dalam segi ekonomi, tingkat pendidikan dan daya saing; dan ketiga, konsumen seharusnya berhak untuk mendapatkan produk yang tidak membahayakan dan berhak untuk mendapatkan produk yang tidak membahayakan dan berhak untuk memajukan peningkatan sosial dan ekonomi secara adil. 5.2.2 Pergerakan perlindungan konsumen nasional Perubahan adalah inti dari gerakan konsumen, misi gerakan konsumen ini pada dasarnya adalah memperbaiki ketidakseimbangan mandasar dalam masyarakat. Perubahan menjadi tonggak dasar lahirnya pergerakan perlindungan konsumen di Indonesia. Mula-mula berawal dari adanya suatu Gelanggang Promosi, yaitu usaha untuk melancarkan perdagangan barang produksi dalam negeri yang diberi nama Pekan Swakarya pada tahun 1972. Aksi promosi yang digalang oleh sekelompok 264 Az. Nasution, ”Sekilas Hukum Perlindungan Konsumen”, Jurnal Hukum dan Pembangunan (6 Desember 1986), hal. 570. 185
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 wanita ibu kota dan diketua oleh Ny. Lasmidjah Hardi mempunyai tujuan untuk ikut membantu mempromosikan industri dalam negeri agar hasil produksinya dikenal dan digemari oleh masyarakat dan juga dapat mengurangi kegemaran masyarakat terhadap barang impor. Pekan swakarya tersebut selain mendapatkan tanggapan positif, juga banyak kritikan dari masyarakat, khususnya dari kalangan pers bahwa promosi hasil industri tersebut perlu dibarengi dengan pengawasan barang agar tetap terjamin. Berbagai pembicaraan dan penggodokan terus dilakukan dan akhirnya pada bulan Mei 1973 terbentuklah wadah yang diberi nama Yayasan Lembaga Konsumen (YLK), yang dituangkan dalam anggaran dasar yayasan di hadapan Notaris G.H.S Loemban Tobing, SH dengan akta nomor 26, tertanggal 11 Mei 1973. YLK ini mempunyai untuk melindungi kepentingan masyarakat konsumen terhadap mutu barang produksi dalam negeri. Ketika Pekan Swakarya II (terakhir) diadakan pada tahun 1973 (setelah YLK) dibentuk, meskipun masih tetap merupakan usaha promosi khususnya tentang hasil industri tekstil dalam negeri, namun maksud dan tujuan yang dipakai sebagai pedoman pekan swakarya ini lebih diarahkan kepada bimbingan terhadap masyarakat, agar menjadi konsumen yang baik dan terjamin kepentingannya. Selama kegiatan pekan swakarya ke II tersebut, lahirlah motto yang diusulkan oleh Ibu Kartina Sujono Prawirabisma, yang kemudian dijadikan sebagai landasan berpijak dan menjadi garis perjuangan YLK untuk terus mewujudkan cita-citanya, motto tersebut adalah: 1) Melindungi konsumen; 2) Menjaga martabat produsen; dan 3) Membantu pemerintah. Ketiga motto tersebut, mendapatkan pertentangan dari organisasi-organisasi yang mengatasnamakan pergerakan konsumen, terlebih dari luar negeri. Mereka berpendapat, bahwa tidak mungkin ada persamaan kepentingan antara produsen dengan konsumen. Harus diakui juga, bahwa dalam masyarakat konsumen terdapat pandangan yang hendak menempatkan produsen sebagai pihak yang berlainan kepentingan. Namun, motto ini tetap dipertahankan oleh YLK, dengan asumsi bahwa dalam masyarakat Indonesia, apa yang dinamakan produsen pada hakikatnya juga dapat disebut sebagai konsumen, sebab mereka dalam hal-hal tertentu masih harus mendatangkan bahan-bahan dari luar negeri yang harus dibeli. Jadi, produsen Indonesia yang sebagian besar masih tergolong sebagai produsen lemah dapat juga 186
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 sebagai konsumen dari produsen luar negeri yang sudah maju. Di samping itu, masyarakat Indonesia masih memegang falsafah Pancasila, yaitu adanya kerja sama dan gotong royong di antara semua unsur dan individu dalam masyarakat untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bersama. YLK kemudian mengalami perubahan pada anggaran dasarnya pada tahun 1976, dengan penambahan kata Indonesia sehingga lembaga ini berubah namanya menjadi Yayasan Lembaga Konsumen Nasional (YLKI), dengan memiliki tiga bidang/devisi untuk pemberdayaan konsumen yang dalam operasionalnya di dukung oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Konsumen serta Tim Riset dan Testing. Ketiga bidang tersebut, yaitu: pertama, bidan pengaduan dan advokasi. Tugasnya dalam tingkat mikro menerima sekaligus menyelesaikan berbagai kasus pengaduan konsumen, sedangkan ditingkat makro, mengemas data lapangan berupa pengaduan konsumen menjadi bahan yang dapat dipakai untuk advokasi dengan target dapat mengubah kebijakan yang lebih akomodatif menampung kepentingan konsumen. Kedua, bidang penerbitan, produknya selain berupa majalah bulanan berupa Warta Konsumen, Indonesia Consumen Curent, juga buku-buku masalah perlindungan konsumen. Semua produk penerbitan, selain dapat berfungsi sebagai panduan, juga dapat berfungsi sebagai sumber informasi untuk keperluan akademis. Ketiga, bidang pendidikan yang tugasnya melakukan pendampingan terhadap kelompok-kelompok konsumen. Mengkomunikasikan ide-ide gerakan konsumen melalui media massa, baik cetak maupun elektronik265. Perjuangan YLKI untuk menegakkan dan memperjuangkan hak-hak konsumen memang jauh dari harapan, meskipun di Indonesia sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sudah cukup banyak peraturan perundang-undangan yang secara sektoral mengatur tentang hak- hak konsumen, misalnya KUH Perdata dalam konteks hak-hak pembeli dalam transaksi jual beli, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Perindustrian, dan sebagainya. Namun, harus diakui bahwa keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut masih jauh dari harapan konsumen pada umumnya, sebab konsumen Indonesia masih tetap mengkondisikan untuk menjadi manusia yang patuh dan taat, sehingga produsen dan penyedia jasa tertentu sebagai pelaku usaha dapat dengan leluasa mengeksploitasi kelemahan-kelemahan konsumen. Dengan kata lain, 265 Sudaryatmo, Hukum & Advokasi Konsumen (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 112. 187
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 konsumen dibuat tidak berdaya walaupun sebenarnya mempunyai kekuatan266 dan kekuatan tersebut memang ”dikondisikan” untuk tidak digunakan. Selain itu, tidak adanya dukungan peraturan yang ada menyebabkan ruang gerak YLKI untuk menegakkan hak-hak konsumen menjadi terhambat. Salah satu hambatan adalah mekanisme penyelesaian sengketa konsumen melalui class action pada kasus padamnya listrik se Jawa-Bali yang tejadi pada tahun 1997.267 Sebelum dikeluarkan UU Perlindungan Konsumen, memang telah ada beberapa peraturan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen, seperti UU Nomor 2 tahun 1966 tentang Hygiene, UU Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian, UU Nomor 24 tahun 1997 tentang Penyiaran, dan masih banyak lagi (lihat: Penjelasan UU Nomor 8 tahun 1999), yang masing-masing memberikan pengertian tentang perlindungan konsumen yang satu sama lainnya berbeda-beda.268 Dari beberapa peraturan tersebut, sebagai umbrella act nya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni dalam beberapa pasal pada Buku ke III, Bab V, Bagian II yang dimulai dari pasal 1365 mengenai gugatan ganti kerugian. Begitu juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, juga terdapat tendensi pengaturan perlindungan konsumen, misalnya tentang pemalsuan, penipuan, pemalsuan merek, persaingan curang, dan sebagainya. Dalam rumusan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata terdapat tuntutan hak, dimana tuntutan hak yang mengandung sengketa biasanya disebut dengan gugatan, dan pihak yang menuntut hak disebut sebagai penggugat dan pihak lainnya biasa disebut sebagai tergugat dan tuntutan hak tersebut harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup. Dengan kata lain, pihak yang akan melakukan tuntutan haknya adalah seluruh masyarakat se-Jawa Bali yang dirugikan oleh PT. PLN sebagai tergugat dalam kasus padamnya listrik selama 10 jam. Dalam kasus tersebut terdapat adanya dua kesamaan, yaitu masyarakat se-Jawa Bali sama- sama sebagai korban (class members) dan sama-sama dalam satu peristiwa. Oleh 266 Warta Konsumen, Edisi Mei 1999/Nomor5, hal 11. 267 Pada hari Minggu, 13 April 1997 Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah melakukan pemadaman listrik untuk wilayah Jawa-Bali selama 11 jam, yakni sejak pukul 10.15 WIB hingga pukul 20.00 WIB tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dari pihak PLN. Penyebabnya adalah rusaknya tiga kartu elektronik (electronic card) yang berfungsi sebagai proteksi yang berakibat pada terlepasnya saklar saluran udara tekanan ekstra-tinggi (SUTET) Suralaya, Gandul. Karena gangguan pada penghantar Suralaya-Gandul sirkit I yang memiliki kapasitas 500 Kv itu, pasokan daya dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya yang pada saat tersebut terbeban sebesar 1.250 MW tidak berfungsi. 268 Lihat dan bandingkan: pengertian konsumen pengguna barang dan/atau jasa yang diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang didalam undang-undang terakhir ini, konsumen tidak dikatakan sebagai pengguna barang dan/atau jasa. 188
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 karena itu, gugatan tersebut tidak dapat diajukan secara tersendiri-sendiri dan gugatan harus secara class action yang diwakilkan kepada lembaga yang mempunyai Adequacy of Representative dalam hal ini adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai Members of Representative. Namun, gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut, ditolak untuk diperiksa lebih lanjut dalam sidang pengadilan dikarenakan bahwa fakta-fakta yang diajukan tidak dapat dijadikan sebagai dalil hukum. Majelis hakim berpendapat bahwa mendasarkan pada pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup, mengatakan masyarakat berhak mengajukan class action ke Pengadilan dan atau melaporkannya ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan masyarakat. Dengan kata lain, class action hanya dikenal dalam perkara mengenai lingkungan hidup, untuk masalah lain, gugatan class action tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Dalam perjalanan melaksanakan cita-citanya, yakni memperjuangkan kepentingan konsumen di hadapan produsen, pada tahun 1981, YLKI telah berhasil merumuskan empat hak-hak konsumen, yaitu : Hak keamanan; Hak informasi; Hak memilih; dan Hak atas lingkungan hidup. 269 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) pada tahun 1992, juga merumuskan lima hak konsumen, yaitu : Hak atas keamanan dan keselamatan; Hak untuk mendapatkan informasi yang jujur; Hak untuk memilih; Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya; dan Hak atas lingkungan hidup.270 Berbagai kegiatan untuk memperjuangkan hak-hak konsumen telah dilakukan YLKI, dari penelitian, pendampingan, tulisan-tulisan yang dipublikasikan maupun seminar-seminar, akhirnya membuahkan hasil dengan diundangkannya Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sebenarnya konsep atau draft rancangan undang-undang perlindungan konsumen sudah ada jauh sebelumnya jatuhnya pemerintahan orde baru,271 namun draft ini terkesan dipeti-eskan 269 YLKI, ”Pokok-pokok Pikiran Tentang Permasalahan Perlindungan Konsumen”, makalah pada lokakarya hukum perlindungan konsumen (Jakarta: 1981). 270 BPHN, Laporan Akhir Penelitian Perlindungan Terhadap Konsumen Atas Kelalaian Produsen (Jakarta: 1992). 271 Dalam catatan penulis, didapat: Dari tahun 1975 sudah ada satu pembahasan tentang hukum perlindungan konsumen yang diselenggarakan oleh pusat studi hukum Universitas Indonesia. Kemudian tahun 1979 dibuat naskah akademik tentang rancangan penelitian tentang perlindungan 189
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 oleh pemerintah untuk digodok pada tingkatan lebih lanjut. Apabila draft ini diteruskan dan menjadi sebuah undang-undang, maka akan terjadi pembatasan- pembatasan kepentingan pada pelaku usaha dan akhirnya membawa akibat pada berkurangnya penerimaan negara di sektor pajak. Hal ini terlihat, ketika krisis moneter terjadi di Indonesia - reformasi digenjot di setiap bidang (ekonomi, politik dan pemerintahan), pinjaman dana segar dibutuhkan,272 maka pemerintah ‘mau tidak mau-suka tidak suka’ harus mengundangkan beberapa ketentuan perundang-undangan yang selama ini draft-nya masuk dalam kategori “waiting list”. Tidak dapat disangkal, bahwa diberlakukannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 akibat dari campur tangan pemberi dana tersebut, khususnya IMF. Akhirnya pada tanggal 20 April 1999, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 diundangkan, dan mulai diberlakukan satu tahun sejak undang-undang ini diundangkan. Ketentuan undang-undang ini dimaksudkan sebagai pemberdayaan konsumen yang selama ini, berada pada posisi yang lemah. Namun juga, undang- undang ini bukan berarti untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Justru sebaliknya, undang-undang dapat mendorong dan menciptakan iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas. Setelah kita melihat sekilas mengenai perjuangan pergerakan perlindungan konsumen, baik secara global maupun secara nasional tersebut di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa perjuangan perlindungan konsumen di tingkat internasional sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat untuk menegakkan hak-haknya sebagai konsumen. Ketika terjadi peristiwa (kasus), mendiskriminasi masyarakat konsumen hingga yang berakhir pada meninggalnya konsumen, masyarakat langsung memberikan reaksi, baik melalui karya tulis, litigasi maupun tekanan pada pemerintah. Dukungan pemerintah, antara lain Presiden J.F Kennedy, Presiden L.B Johnson sangat memberikan andil dalam menegakkan perlindungan konsumen di Amerika Serikat, yang akhirnya pergerakan tersebut mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari resolusi PBB. Dengan kata lain, jika kita ambil runtutannya, konsumen. Tahun 1980 dibuat lagi oleh BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional). Kemudian tahun 1980 dibuat naskah akademik RUU tentang perlindungan konsumen antara BPHN bersama YLKI. 272 Lihat dan bandingkan: Agus Budianto, Merger Bank di Indonesia (Beserta Akibat-Akibat Hukumnya) (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 54. 190
SEMESTER AKSELERASI TA 2019/2020 pengakuan pergerakan perlindungan konsumen secara internasional, khususnya di Amerika Serikat berawal dari “bottom to top”. Hal ini menjadi kebalikkannya dengan apa yang terjadi di Indonesia, meskipun perjuangan yang dilakukan oleh YLKI adalah untuk memperjuangkan dan membela hak-hak konsumen, namun ketika ada peristiwa yang merugikan konsumen atau bahkan sampai meninggalnya konsumen, penyelesaian permasalahan tersebut selesai sampai pada tahap pemberian ganti kerugian; terhenti di peradilan; masyarakat “nrimo” begitu saja; dan lain-lain. Hal ini dikarenakan, bahwa masyarakat kurang akan kesadarannya akan hak-haknya sebagai konsumen. Terlebih lagi, pemerintah dihadapkan pada dualisme, yaitu antara memberikan perhatian pada hak-hak konsumen atau akan kehilangan sebagian dari pendapatan negara dari kalangan produsen. Dan lahirnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, tidak terlepas dari peran lembaga donor internasional, yang menekan pemerintah Indonesia, ketika pemerintah ini membutuhkan dana segar untuk program rekapitalisasi perbankan. Dengan kata lain, upaya perjuangan perlindungan konsumen di Indonesia bermula dari “top to bottom”. 5.2.3 Tantangan perlindungan konsumen abad ke-21 Penulis beranggapan bahwa dengan dikeluarkannya dan diundangkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bukan menjadikan akhir dari perjuangan menegakkan hak-hak konsumen. Jika kita kritisi lebih lanjut, materi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tersebut banyak terdapat kelemahan dan menciptakan celah hukum. Para pakar hukum dan pemerhati masalah konsumen telah membahas panjang lebar kelemahan-kelemahan273 tersebut dalam beberapa literatur, 274 seminar maupun tulisan dalam surat kabar nasional. Apabila kita membaca penjelasan dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tersebut, dikatakan bahwa undang-undang ini bukan berarti untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Justru sebaliknya, undang-undang dapat mendorong dan menciptakan iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang 273 Paling tidak kelemahan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut antara lain: diterapkannya prinsip Strict liability, pembuktian terbalik, gugatan class action dan sistem peradilan yang murah, cepat, sederhana dan small claim court. 274 Baca: Sudaryatmo, op. cit. 191
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327