Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Penelitian Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Wilayah dan Ketertiban Pemanfaatan Ruang: Penentuan Formula Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah

Penelitian Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Wilayah dan Ketertiban Pemanfaatan Ruang: Penentuan Formula Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah

Published by perpustakaanpublikasi, 2021-02-09 07:07:09

Description: Buku Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Wilayah dan Ketertiban Pemanfaatan Ruang: Penentuan Formula Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah

Search

Read the Text Version

Perizinan Adanya kesesuaian antara Pemberia perizinan atau rekomendasi teknis rencana ta pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dengan KUPZ/PZ. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

an izin yang sesuai dengan PP 15/2010 Psl 148 ata ruang Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui: a. pengaturan zonasi; b. perizinan; c. pemberian insentif dan disinsentif; dan d. pengenaan sanksi. PP 15/2010 Psl 1 Ayat 16 Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. UU 26/2007 Psl 35 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. PP 15/2010 Psl 148 Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui: a. pengaturan zonasi; b. perizinan; c. pemberian insentif dan disinsentif; dan d. pengenaan sanksi. PP 15/2010 Psl 160 Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. 76

Insentif dan disinsentif Adanya penggunaan/penerapan Penerapan pemberian insentif dan disinsentif dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang. Pengenaan sanksi Adanya penggunaan/penerapan Pengenaa pengenaan sanksi terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang. 77 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

n insentif dan disinsentif UU 26/2007 Psl 35 an sanksi Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. PP 15/2010 Psl 148 Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui: a. pengaturan zonasi; b. perizinan; c. pemberian insentif dan disinsentif; dan d. pengenaan sanksi. UU 26/2007 Psl 38 Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. UU 26/2007 Psl 35 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. PP 15/2010 Psl 148 Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui: a. pengaturan zonasi; b. perizinan; c. pemberian insentif dan disinsentif; dan d. pengenaan sanksi. an Pertanahan Nasional

Keaktifan PPNS-PR Adanya keaktifan PPNS penataan ruang dalam upaya pengendalian, pengawasan, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang. Sumber : Tinjauan dan Sintesa Peneliti, 2020 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

UU 26/2007 Psl 39 Pengenaan sanksi merupakan indakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. PP 15/2010 Psl 205 Poin b Tindak lanjut hasil pengawasan penataan ruang penyampaian hasil pengawasan yang terdapat indikasi pelanggaran pidana di bidang penataan ruang kepada penyidik pegawai negeri sipil. Permen ATR/BPN 3/2017 Psl 1 Ayat 8 Pengawasan, Pengamatan, Penelitian atau Pemeriksaan yang selanjutnya disebut Wasmatlitrik adalah serangkaian tindakan PPNS Penataan Ruang untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana di bidang Penataan Ruang guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan Penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Permen ATR/BPN 3/2017 Psl 5 PPNS Penataan Ruang mempunyai fungsi mewujudkan tegaknya hukum dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang. 78

B. Kerangka Konseptual Berikut kerangka konseptual atau skema yang menjelaskan hubungan antara teori dengan variabel penelitian yang menjadi acuan atau pegangan untuk menjalankan proses penelitian selanjutnya. EVALUASI KUALITAS RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN KETERTIBAN PEMANFAATAN RUANG INDEKS PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG PENGAWASAN PENATAAN RUANG PENGATURAN PEMBINAAN PELAKSANAAN PENATAAN RUANG PENATAAN RUANG PENATAAN RUANG 1. Ketersediaan legalitas 1. Koordinasi RTR 2. Sosialisasi 3. Litbang/inovasi 2. Ketersediaan legalitas 4. Sistem informasi RPJMD dan komunikasi 3. Ketersediaan legalitas 5. Penyebarluasan instrumen pengendalian informasi 4. Ketersediaan legalitas 6. Pengembangan TKPRD kesadaran masyarakat 5. Ketersediaan legalitas PPNS-PR PERENCANAAN PEMANFAATAN PENGENDALIAN TATA RUANG TATA RUANG PEMANFAATAN 1. Ketersediaan RTR 1. Kesesuaian program TATA RUANG 2. Kelengkapan RPJMD dengan RTR 1. KUPZ/PZ 2. Perizinan substansi RTR 2. Kesesuaian lokasi 3. Insentif dan 3. Kedalaman analisis program RPJMD dengan disinsentif 4. Pengenaan RTR RTR sanksi 4. Keupdate-an data 3. Dampak pelaksanaan 5. Keaktifan PPNS- RTR program PR 5. Kesesuaian RTR 4. Kesesuaian realisasi dengan per UU-an kegiatan dengan IPR Gambar 2.8. Kerangka Konseptual Penelitian Sumber : Sintesa Peneliti, 2020 79 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

III. METODE PENELITIAN A. Penentuan Lokasi Lokasi penelitian ini mencakup populasi. Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2001). Populasi dalam penelitian ini berupa kabupaten/kota dari keseluruhan wilayah Indonesia. Pemilihan lokasi sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2001). Lokasi sampel penelitian di Kabupaten/Kota dengan berdasarkan pada dua pertimbangan yaitu klasifikasi potret kinerja penyelenggaraan penataan ruang kabupaten/kota se-Indonesia pada tahun 2019 dan perkembangan proses dokumen rencana rinci tata ruang kabupaten/kota per tahun 2020. Hasil potret penyelenggaraan penataan ruang kabupaten/kota se-Indonesia pada tahun 2019 mengklasifikasikan kabupaten/kota kedalam 3 (tiga) kelompok yaitu kabupaten/kota berkinerja baik, sedang, dan buruk. Yang mana 13% kabupaten/kota memiliki kinerja penyelenggaraan penataan ruang yang baik, 43% kabupaten/kota berkinerja sedang, dan 44% kabupaten/kota berkinerja buruk. Berdasarkan hasil persentase itu pula maka pemilihan jumlah lokasi sampel didasarkan pada proporsi persentase tersebut yaitu 1 (satu) kabupaten/kota berkinerja baik, 2 (dua) kabupaten/kota berkinerja sedang, dan 2 (dua) kabupaten/kota berkinerja buruk. Sedangkan, pertimbangan perkembangan proses dokumen rencana rinci tata ruang kabupaten/kota per tahun 2020 dilihat dari perkembangan dokumen RDTR dengan proses minimal sudah berada pada tahapan persetujuan substansi dan proses maksimal sudah berda pada tahapan peraturan daerah. Selain dua pertimbangan di atas, pemilihan lokasi sampel penelitian juga memperhatikan kondisi bencana nasional terkait pandemi Covid-19, sehingga terdapat kebijakan pemerintah untuk pembatasan wilayah dan oleh karenanya PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 80

berpengaruh terhadap pemilihan lokasi sampel penelitian yang hanya berada di area Pulau Jawa. Hal ini telah dilakukan diskusi bersama dengan narasumber dan peserta pada acara rapat rancangan desain penelitian kedua. Ditambah lagi, penelitian ini juga melihat berbagai ukuran diberlakukannya penggunaan sampel seperti ukuran populasi, pertimbangan anggaran, dan pertimbangan waktu. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, maka diperoleh 5 (lima) kabupaten/kota yang akan menjadi lokasi penelitian yaitu: (1) Kota Bandung, (2) Kabupaten Banyumas, (3) Kabupaten Majalengka, (4) Kabupaten Pekalongan, dan (5) Kabupaten Purwakarta. Tabel 3.1. Lokasi Penelitian Kabupaten/Kota Keterangan Kota Bandung Kinerja Baik Kabupaten Banyumas RDTR sudah Perda Kabupaten Majalengka Konerja Sedang Kabupaten Pekalongan RDTR sudah Perda Kabupaten Purwakarta Kinerja Sedang Sumber: Analisis Peneliti, 2020 RDTR sudah Persub Kinerja Buruk RDTR sudah Persub Kinerja Buruk RDTR sudah Persub B. Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam peneltian, karena tujuan dari penelitian itu sendiri adalah untuk mendapatkan data. Pengumpulan data dapat dilakukan berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dan pengumpulan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan data sekunder. Pengumpulan data sekunder sekunder penelitian ini dilakukan dalam dua bentuk, diantaranya: a. Survei instansi, merupakan pencarian data dan informasi sekunder pada beberapa instansi baik instansi pemerintah maupun instansi lain yang terkait. 81 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Data dan informasi sekunder yang didapat dibutuhkan untuk memenuhi gambaran umum yaitu mengidentifikasi faktor-faktor pada penelitian ini. Instansi yang akan dituju saat survei ini meliputi Direktorat di lingkup Direktorat Jenderal Tata Ruang dan Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang, serta Dinas yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah, perencanaan tata ruang wilayah, dan perizinan pemanfaatan ruang di tingkat Kabupaten/Kota. b. Survei literatur, merupakan tinjauan menyeluruh dari literatur yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini baik berupa buku, jurnal, hasil penelitian lain, dokumen rencana tata ruang, tugas akhir, artikel di internet maupun media massa. Hasil tinjauan yang didapat dibutuhkan untuk melengkapi tujuan pertama, kedua, dan ketiga pada penelitian ini. Hal yang dilakukan saat survei ini yaitu membaca, merangkum, dan kemudian menyimpulkan semua referensi tentang penyelenggaraan penataan ruang. Survei primer dilakukan untuk melengkapi dan memperkuat data-data sekunder yang sudah didapat. Survei primer penelitian ini dilakukan dalam tiga bentuk, diantaranya: a. Kuesioner, merupakan pengumpulan data dan informasi melalui formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada responden untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan yang diperlukan yaitu terkait penyelenggaraan penataan ruang. Bentuk kuisoner yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner terbuka, dimana setiap pertanyaan telah disertai sejumlah pilihan jawaban dan ada kemungkinan untuk responden menambahkan jawaban atau tanggapan lainnya. Dengan kuesioner ini dapat membantu pada tahap analisis yaitu saat pembobotan untuk menemukan faktor yang memiliki pengaruh dan lebih prioritas serta hubungan keterkaitannya untuk penyelenggaraan penataan ruang. b. Wawancara, merupakan pengumpulan data dan informasi dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden, yang diarahkan pada suatu permasalahan tertentu yaitu dalam hal ini adalah penyelenggaraan penataan ruang. Bentuk wawancara yang akan digunakan PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 82

pada penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, dimana nantinya dalam melakukan wawancara tidak menggunakan pedoman yang tersusun secara sistematis. Tetapi pedoman yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. c. Focus Group Discussion, merupakan diskusi kelompok terfokus. Metode pengumpulan data dengan hasil akhir memberikan data yang berasal dari hasil interaksi sejumlah partisipan. Metode ini mengandalkan perolehan data atau informasi dari suatu interaksi informan atau responden berdasarkan hasil diskusi dalam suatu kelompok yang berfokus untuk melakukan bahasan dalam menyelesaikan permasalahan, dalam hal ini terfokus pada bahasan penyelenggaraan penataan ruang. 2. Penentuan Narasumber dan Responden Pemilihan narasumber dan responden dalam penelitian ini menggunakan teknik non probabilistik sampling dengan metode purposive sampling dan stakeholder analysis untuk mencapai tujuan. Non probabilistik sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2001). Pemilihan narasumber dan responden dalam purposive sampling didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut erat, yang tidak berdasarkan strata, random, atau daerah. Purposive sampling dapat pula diartikan sebagai pemilihan narasumber dan responden berdasarkan maksud dan tujuan penelitian (Margono, 2004), yaitu dalam hal ini mengkaji dan menentukan indeks penyelenggaraan penataan ruang, sehingga narasumber dan responden yang terpilih merupakan narasumber dan responden yang memiliki wewenang, kepentingan, pengaruh, dan yang telah sesuai dengan kriteria tertentu berdasarkan tujuan tersebut. Adapun kriteria narasumber dan responden secara umum untuk penelitian ini, diantaranya: a. yang mengerti tentang penyelenggaraan penataan ruang; b. yang memahami kondisi lapangan; c. yang berkopeten di bidangnya; 83 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

d. yang mengetahui tujuan indeks penyelenggaraan penataan ruang; e. yang mengerti konsep dasar penataan ruang, penyelenggaraan penataan ruang, pengaturan penataan ruang, pembinaan penataan ruang, pelaksanaan penataan ruang, pengawasan penataan ruang, perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; f. yang sesuai hasil stakeholder analysis. Stakeholder analysis adalah proses mengidentifikasi stakeholder yang memiliki hak yang sama atas informasi, dan selanjutnya memprioritaskan kepentingannya. Stakeholder analysis juga merupakan pemilihan narasumber dan responden yang kemungkinan besar narasumber dan responden terpilih terkena atau memberikan pengaruh pada suatu program baik pengaruh itu positif maupun negatif, dalam hal ini adalah program penyelenggaraan penataan ruang. Dengan stakeholder analysis tersebut dapat diperoleh informasi penting, diantaranya: a. Siapa saja yang akan dipengaruhi oleh program penyelenggaraan penataan ruang baik positif ataupun negatif. b. Siapa saja yang mungkin memberikan pengaruh terhadap program penyelenggaraan penataan ruang baik positif ataupun negatif. c. Individu, kelompok, dan lembaga apa saja yang perlu dilibatkan dalam program penyelenggaraan penataan ruang serta bagaimana caranya, dan siapa saja yang perlu dibangun kapasitasnya agar turut berpartisipasi aktif di dalamnya. Adapun narasumber dan responden yang terpilih pada penelitian ini berdasarkan purposive sampling dan stakeholder analysis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.2. Narasumber dan Responden Penelitian Peran Pemerintah Pihak Narasumber Pejabat yang berkepentingan terkait rencana tata ruang wilayah Swasta Konsultan bidang perencanaan tata ruang Civil Society Akademisi bidang tata ruang PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 84

Responden Pemerintah Pejabat dinas/badan lingkup kabupaten/kota yang membidangi : a. urusan perencanaan pembangunan daerah (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau nomenklatur lainnya) b. urusan tata ruang wilayah (Dinas Penataan Ruang atau nomenklatur lainnya) c. urusan perizinan pemanfaatan ruang dalam rangka investasi dan berusaha (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau nomenklatur lainnya) Sumber: Analisis Peneliti, 2020 Pada tujuan satu yaitu untuk mengkaji dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan penataan ruang dan tujuan kedua yaitu untuk mengkaji dan menentukan prioritas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan penataan ruang, diperlukan pendapat dari beberapa narasumber melalui Forum Group Discussion dan penilaian dari beberapa responden melalui kuesioner yang disebar. Pendapat dari narasumber dan penilaian dari responden tersebut diperlukan karena pentingnya pendapat/penilaian dari narasumber dan responden yang mengerti penyelenggaraan penataan ruang, memahami kondisi lapangan, dan berkompeten di bidangnya. Pada tujuan ketiga yaitu untuk mengkaji dan menentukan indeks penyelenggaraan penataan ruang, diperlukan pendapat dari beberapa narasumber melalui Forum Group Discussion, penilaian dari beberapa responden melalui kuesioner yang disebar, dan dukungan data serta informasi dari lokasi sampel penelitian yang terdiri dari 5 kabupaten/kota. Data dan informasi yang dimaksud dapat berupa data kuantitatif yang diperoleh melalui survei primer maupun survei sekunder. C. Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini. Adapun teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. 85 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Tabel 3.3. Teknik Analisis Data Penelitian No Sasaran Input Alat Analisis Output Faktor-faktor yang terkonfirmasi Mengkaji dan menentukan Faktor-faktor yang CFA berpengaruh terhadap (Confimatory penyelenggaraan penataan ruang faktor-faktor yang dianggap Factor Analysis) Prioritas faktor-faktor yang 1 mempengaruhi penyelenggaraan berpengaruh terhadap AHP (Analytic berpengaruh terhadap Hierarchy penyelenggaraan penataan ruang penataan ruang penyelenggaraan Process) penataan ruang Mengkaji dan menentukan Faktor-faktor yang prioritas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap 2 berpengaruh terhadap penyelenggaraan penyelenggaraan penataan penataan ruang ruang Faktor-faktor yang Indeks penyelenggaraan penataan berpengaruh terhadap ruang penyelenggaraan Mengkaji dan menentukan penataan ruang Teknik Analisis 3 indeks penyelenggaraan Angka Indeks Prioritas faktor-faktor penataan ruang yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan penataan ruang Sumber: Analisis Peneliti, 2020 1. Analisis Faktor-Faktor Berpengaruh Tujuan pertama pada penelitian ini adalah mengkaji dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan penataan ruang. Alat analisis yang digunakan untuk mencapai sasaran ini adalah analisis faktor. Analisis faktor yaitu kajian tentang kesalingtergantungan variabel-variabel. Analisis ini bertujuan untuk menemukan hubungan antar sejumlah variabel yang saling bebas satu sama lain, sehingga dapat dibuat satu atau beberapa set variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal, dimana variabel yang memiliki korelasi terbesar akan berkelompok membentuk suatu set variabel (faktor) (Artaya, 2018). Pendekatan analisis faktor yang digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah Confimatory. Confimatory yaitu pendekatan analisis faktor yang digunakan ketika peneliti sudah memiliki asumsi awal bahwa variabel-variabel masuk dalam faktor laten tertentu dan hal ini didapatkan setelah mengembangkan model hipotesis berdasarkan kerangka teoritis atau penelitian sebelumnya yang dijadikan PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 86

acuan, sehingga pada prinsipnya pendekatan ini hanya melakukan konfirmasi faktor-faktor. yang telah diasumsikan berdasarkan teori dan konsep. Pendekatan ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang telah dihipotesiskan secara teoritik dan untuk menjawab pertanyaan apakah variabel-variabel dalam faktor-faktor tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan faktor secara signifikan (Artaya, 2018). Analisis ini diawali dengan pembentukan model hipotesis yang terdiri dari faktor-faktor (indikator-indikator) dan variabel-variabel berdasarkan hasil kajian pustaka. Selanjutnya, menguji validitas dan reliabilitas data setiap variabel yang diperoleh secara kualitatif yang dikuantitatifkan yaitu dengan penyebaran kuesioner (Artaya, 2018). Kemudian dilakukan tahapan confimatory factor analysis, diantaranya: a. Memilih variabel layak Proses ini untuk menentukan variabel-variabel yang layak dimasukkan dalam analisis dengan menghitung semua matrik korelasi diantara variabel. Pada penelitian ini, variabel yang dimasukkan dalam analisis dilakukan secara bertahap berdasarkan faktor (indikator) yang mewakili variabel-variabel tersebut. b. Ekstraksi faktor Proses ini untuk membentuk satu faktor. Pada penelitian ini, telah dilakukan hipotesis mengenai jumlah faktor (indikator) yang terlibat dan membentuk konstruk dari variabel-variabel hasil kajian pustaka, sehingga proses ekstraksi hanya bersifat mengkonfirmasi apakah yang dihipotesiskan tersebut telah benar atau tidak secara teori dan konsep. c. Rotasi faktor Proses ini untuk memperjelas posisi sebuah variabel, akankah dimasukkan pada faktor yang mana. Pada penelitian ini, perlu dilakukan proses rotasi karena setelah satu atau lebih faktor (indikator) terbentuk dari hasil kajian pustaka dan telah dipastikan melalui proses ekstrasi, dimana sebuah faktor (indikator) berisi sejumlah variabel, mungkin saja terdapat sebuah variabel sulit ditentukan akan masuk dalam faktor (indikator) yang mana, atau bisa 87 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

saja sebuah variabel diragukan apakah layak dimasukkan dalam faktor (indikator) yang terbentuk atau tidak. d. Memberi nama faktor Proses ini untuk menginterpretasikan faktor yang terbentuk dari seluruh proses yang telah dilalui. Pada penelitian ini, faktor (indikator) diinterpretasikan, yang mana didalamnya terdapat variabel-variabel yang telah melalui proses ekstraksi dan rotasi yang juga perlu diinterpretasikan. Membentuk model hipotesis Model 1 : Faktor Pengaturan Penataan Ruang Model 2 : Faktor Pembinaan Penataan Ruang Model 3 : Faktor Pelaksanaan – Perencanaan Penataan Ruang Model 4 : Faktor Pelaksanaan – Pemanfaatan Ruang Model 5 : Faktor Pelaksanaan – Pengendalian Pemanfaatan Ruang Membuat kuesioner Menggunakan skala likert. Menyebar kuesioner Ke responden di Kabupaten/Kota Menguji validitas dan reliabilitas Dilakukan bertahap untuk setiap model 1-5. Jika terdapat ketidakvalidan dan tidak reliabil maka ulangi penyebaran Confimatory factor analysis 1.Memilih variabel layak kuisoner. 1.Peninjauan nilai KMO Measure of Dilakukan bertahap untuk setiap model 1-5 Sampling Adequacy (>0,5) 2.Peninjauan nilai signifikansi (<0,05) 3.Peninjuan nilai Measures of Sampling Adequacy (>0,5) 2.Ekstraksi faktor 1.Peninjauan jumlah component atau faktor yang terbentuk (harus1 component atau 1 faktor) 2.Peninjauan nilai total eigenvalue (>1) 3.Peninjauan nilai cumulative% 4.Peninjauan nilai kontribusi pada faktor 3.Rotasi faktor 4.Memberi nama faktor Interpretasi hasil analisis Gambar 3.1. Tahapan Analisis Tujuan 1 Sumber: Analisis Peneliti, 2020 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 88

2. Analisis Prioritas Faktor-Faktor Tujuan kedua pada penelitian ini adalah mengkaji dan menentukan prioritas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan penataan ruang. Alat analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah analisis proses hirarki. AHP (Analytic Hierarchy Process) yaitu suatu proses rasionalistik sistematik yang memungkinkan untuk mempertimbangkan suatu persoalan sebagai satu keseluruhan dan mengkaji interaksi serempak dari berbagai komponennya di dalam suatu hierarki. Keberadaan hierarki memungkinkan dipecahnya masalah kompleks atau tidak terstruktur ke dalam sub-sub masalah, lalu menyusunnya menjadi suatu bentuk hierarki. Analisis ini bertujuan untuk membantu proses pengambilan keputusan atau menetapkan prioritas-prioritas dimana harus mempertimbangkan aspek-aspek kualitatif dan kuantitatif (Saaty, 1995). Analisis ini diawali dengan pembentukan hirarki yang terdiri dari tujuan, kriteria (faktor atau indikator), dan alternatif (sub faktor atau variabel) berdasarkan hasil kajian pustaka dan analisis sebelumnya. Selanjutnya, membuat dan menyebar kuesioner dengan bentuk perbandingan berpasangan antar sesama kriteria dan sesama alternatif, serta dilengkapi skala preferensi (Saaty, 1995). Kemudian dilakukan tahapan analistic hierarchy process, diantaranya: a. Menilai kriteria dan alternatif Penilaian kriteria dan alternatif dilakukan melalui perbandingan berpasangan yang disertai skala preferensi yang menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing kriteria atau alternatif yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan berdasarkan pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person. Mereka diantaranya yaitu pengambil keputusan, para pakar, dan orang yang terlibat serta memahami permasalahan yang dihadapi. Terdapat dua kali perbandingan berpasangan yang dilakukan, diantaranya perbandingan berpasangan antar kriteria dalam mencapai tujuan. dan perbandingan berpasangan antar alternatif dalam satu kriteria. 89 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

b. Menentukan prioritas Penentuan prioritas dilakukan melalui perhitungan nilai bobot dari kriteria maupun alternatif yang ada, dengan menggunakan hasil perbandingan berpasangan antar kriteria atau antar alternatif yang diolah dalam matriks pairwise comparison. Namun, sebelumnya dilakukan perhitungan rata-rata geometrik dari skala perbandingan berpasangan yang telah diperoleh. Hasil dari perhitungan rata-rata geometrik selanjutnya akan diolah dalam matriks pairwise comparison seperti terlihat berikut. c. Menguji konsistensi Pengujian konsistensi nilai matriks pairwise comparison dilakukan melalui perhitungan nilai rasio konsistensi (CR). Nilai rasio konsistensi (CR) adalah perbandingan antara nilai indeks konsistensi (CI) dan nilai indeks random (RI). Matriks pairwise comparison dapat diterima apabila nilai rasio konsistensinya tidak melebihi nilai 0,1 atau sama dengan 0,1. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 90

Membentuk hirarki Tujuan : Membuat kuesioner Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang Kriteria : 1.Aspek Pengaturan Penataan Ruang 2.Aspek Pembinaan Penataan Ruang 3.Aspek Pelaksanaan – Perencanaan Penataan Ruang 4.Aspek Pelaksanaan – Pemanfaatan Ruang 5.Aspek Pelaksanaan – Pengendalian Pemanfaatan Ruang Alternatif : Faktor-faktor di setiap kriteria/aspek Menggunakan skala saaty. Menyebar kuesioner Ke responden Kabupaten/Kota Analytic hierarchy process Dilakukan bertahap untuk setiap responden. Jika terdapat 3 Menilai kriteria dan alternatif ketidakkonsistenan maka ulangi penyebaran kuisoner. (menggunakan perbandingan berpasangan) 4 Menentukan prioritas 5 Menguji konsistensi (CR≤0,1) Interpretasi hasil analisis Gambar 3.2. Tahapan Analisis Tujuan 2 Sumber: Analisis Peneliti, 2020 3. Analisis Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang Tujuan ketiga pada penelitian ini adalah mengkaji dan menentukan indeks penyelenggaraan penataan ruang. Alat analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah analisis angka indeks. Teknik analisis angka indeks digunakan dengan tujuan menggambarkan persepsi responden atas item-item pernyataan yang diajukan dalam penelitian. Perhitungan nilai indeks sebuah variabel diperoleh melalui perhitungan nilai indeks tiap indikator atau variabel penelitian (Ferdinand, 2006). 91 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Menurut J. Supranto (2001), indeks adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur perubahan atau perbandingan variabel. Angka indeks bisa membandingkan dua variabel yang berbeda pada satu waktu atau membandingkan variabel yang sama pada waktu yang berbeda. Menurut Mahadewi (2012), indeks ada dua macam yaitu indeks tunggal dan indeks komposit. Indeks tunggal yaitu yang dibentuk berdasarkan sebuah variabel sederhana dengan ukuran proporsi / persentase pada tingkat wilayah (kab/kota). Variabel persentase tersebut ditranformasikan menjadi indeks tunggal dengan skala 0-100. Cara perhitungan indeks tunggal sebagai berikut: Indeks Tunggal = (b – Nilai Min / Nilai Max – Nilai Min) x 100…………..(Mahadewi, 2012) Keterangan: b = nilai suatu indikator Nilai min = nilai paling rendah suatu indikator Nilai max = nilai paling tinggi suatu indikator Indeks Tunggal = (a x bobot indikator a) + (n x bobot indikator n) …………….…….……(Arifianto, 2010) Keterangan: a = nilai indikator a n = nilai indikator n bobot indikator = bobot setiap indikator (dengan jumlah bobot seluruh indikator pembentuk variabel adalah 100 atau 1) Menurut Putranto (2010) dalam Mahadwei (2012), penentuan nilai minimum dan maksimum yang tetap (fixed values) didasarkan pada beberapa hal antara lain: a. Target capaian yang telah ditentukan oleh pemerintah / badan dunia. b. Mengacu pada nilai capaian terbaik (tertinggi / terendah) yang dicapai sebuah negara dibandingkan negara-negara di dunia. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 92

c. Nilai terbaik (tertinggi / terendah) yang dicapai sebuah provinsi di Indonesia. d. Nilai maksiumum / minimum yang bisa dicapai oleh indikator terpilih. Indeks komposit yaitu indeks yang dibentuk berdasarkan rata-rata gabungan dari seluruh variabel indeks tunggal. Indeks komposit biasa disajikan pada tingkat kab/kota dan propinsi. Cara perhitungan indeks komposit, sebagai berikut: Indeks Komposit = Indek Tunggal 1 + Indeks Tunggal 2 +…… …. + Indeks Tunggal n Keterangan: n = indeks tunggal ke n Menurut OECD (2008), indeks komposit adalah sekumpulan ekuitas, indeks, atau faktor lainnya yang dikombinasikan dengan cara standar, menyediakan ukuran statistik yang berguna dari pasar secara keseluruhan atau kinerja sektor dari waktu ke waktu. Indeks komposit dapat menyajikan berbagai informasi menjadi satu angka yang lebih ringkas sehingga mudah dalam analisis. Indeks komposit biasanya tersusun atas gabungan dari berbagai macam indeks. Dan angkah-langkah utama dalam menyusun indeks komposit adalah standarisasi, pembobotan, dan agregasi. Menurut Karmaji (2017), dalam penyusunan indeks komposit pada riset kuantitatif secara umum meliputi beberapa tahapan: a. Pengumpulan data b. Entri data ke media computer c. Penanganan missing value d. Validasi dan konsistensi data e. Transformasi data f. Pengecekan validitas dan realibitas g. Penyusunan bobot indikator penyusun indeks komposit (menggunakan AHP yang sudah dilakukan tujuan 2, dimana bobot dihasilkan berdasarkan expert judgement ) 93 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

h. Perhitungan indeks komposit Setelah angka indeks diperoleh, dapat dilakukan penafsiran nilai indeks atau mengklasifikasikan nilai indeks, dapat menggunakan kriteria Three Box Method (Ferdinand 2006), atau aturan lainnya. Pengklasifikasian pada penelitian ini menggunakan klasifikasi berdasarkan interval nilai indeks. Yang mana memperhatikan distribusi normal dari nilai indeks yang kemudian dibagi menjadi tiga kategori yaitu Baik, Sedang, dan Kurang. Gambar 3.3. Formula Pembagian Klasifikasi menjadi Tiga Kategori Sumber: Analisis Peneliti, 2020 Sebelum membagi klasifikasi menjadi tiga kategori dilakukan beberapa tahapan seperti berikut ini: a. Menentukan Jumlah Kelas Interval Rumus untuk menentukan jumlah kelas interval yaitu menggunakan rumus Sturges. Jumlah Kelas Interval = 1 + 3,3 log n Dimana n adalah jumlah responden b. Menentukan Rentang Kelas (Range) Rentang Kelas = skor maksimum-skor minimum+1 c. Menentukan Panjang Kelas Interval Panjang Kelas Interval = Rentang Kelas/Jumlah Kelas Interval PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 94

d. Menentukan Kategori/Klasifikasi Interval Jika dibagi dalam 3 kategori, maka menggunakan aturan: 1) Kelompok baik, semua responden yang mempunyi skor sebanyak skor rata-rata plus 1 (+1) standar deviasi (X > M + SD) 2) Kelompok sedang, semua responden yang mempunyai skor antara skor rata-rata minus 1 standar deviasi dan skor rata-rata plus 1 standar deviasi (antara (M – SD ) ≤ X ≤ (M + SD) 3) Kelompok kurang, semua responden yang mempunyai skor lebih rendah dari skor rata-rata minus 1 standar deviasi (X < M - SD) Sedangkan harga Mean ideal (Mi) dan Standar Deviasi ideal (SDi) diperoleh berdasarkan rumus: Mean ideal (M) = ½ (skor tertinggi+skor terendah) Standar Deviasi ideal (SD) = 1/6 (skor tertinggi-skor terendah) 95 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Penataan Ruang Pada bagian metode penelitian telah dijelaskan bahwa untuk menganalisis tujuan pertama, penelitian ini menggunakan teknik confimatory factor analysis. Melalui teknik tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan penataan ruang. Berdasarkan tahapan analisis tujuan pertama, teknik confimatory factor analysis diawali dengan pembentukan model hipotesis. Dimana telah terbentuk model hipotesis yang terdiri dari aspek-aspek dan faktor-faktor hasil tinjauan pustaka. Pengumpulan data dari tujuan pertama dilakukan dengan penyebaran kuesioner, sehingga data yang diinput pada analisis tujuan pertama merupakan data kualitatif yang dikuantitatifkan. Kuesioner dibuat dengan menggunakan skala likert yang bersifat ordinal untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi responden terhadap faktor-faktor di setiap aspek atau faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan penataan ruang, melalui jawaban kuantitatif yang telah disediakan yaitu 1-4. Skala dibuat dengan rentang 1-4 untuk mencegah kecenderungan responden dalam menjawab nilai tengah (netral) yang biasa terjadi jika rentang skala dibuat ganjil 1-5 atau 1-7 atau 1-9. Rentang skala 1-4 tersebut menyatakan kategori, yang disusun secara runtut dari kategori yang rendah sampai yang tinggi (dari sangat tidak berpengaruh sampai sangat berpengaruh). Rentang skala 1-4 ini dapat menggambarkan posisi atau kategori dengan tidak mengukur jarak antar kategori, sehingga ukuran skala tidak memberikan nilai absolut pada variabel yang diuji, tetapi hanya sebatas kode untuk memahami mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah. Setelah dibuat, keusioner disebar ke beberapa responden yaitu perwakilan dari pejabat dari instansi daerah yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah, urusan tata ruang wilayah, dan urusan perizinan pemanfaatan ruang dalam rangka investasi dan berusaha. serta perjabat dari PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 96

instansi pusat yang membidangi tata ruang. Beberapa responden yang terpilih merupakan responden dari pihak pemerintah, hal tersebut dikarenakan pentingnya penilaian dari responden yang mengerti penataan ruang, memahami kondisi lapangan, dan berkompeten dibidangnya. Dengan kata lain, beberapa responden yang terpilih adalah responden yang mampu menilai faktor-faktor di setiap aspek yang mempengaruhi penyelenggaraan penataan ruang. Data-data yang telah terkumpul dari penyebaran kuesioner perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu sebelum memasuki proses analisis. Uji validitas merupakan pengujian untuk mengetahui kevalidan atau kesesuaian kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data dari para responden. Sedangkan, uji reliabilitas merupakan pengujian untuk mengetahui tingkat kepercayaan atau tingkat konsistensi kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data dari para responden. Setelah kuesioner dinyatakan valid dan reliabel maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner tersebut memang dapat digunakan untuk memperoleh data. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan secara bertahap untuk setiap model hipotesis. Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Aspek/sub Aspek Faktor rHitung rTabel Keterangan Pengaturan penataan ruang Ketersediaan legalitas RTR 0,475 0,4044 Valid Ketersediaan legalitas RPJMD 0,758 0,4044 Valid Pembinaan penataan ruang Ketersediaan legalitas instrument 0,682 0,4044 Valid pengendalian Pelaksanaan penataan ruang Ketersediaan legalitas TKPRD 0,742 0,4044 Valid (Perencanaan tata ruang) Ketersediaan legalitas PPNS-PR 0,833 0,4044 Valid Koordinasi 0,619 0,4044 Valid Pelaksanaan penataan ruang Sosialisasi 0,858 0,4044 Valid (Pemanfaatan ruang) Litbang/inovasi 0,714 0,4044 Valid Sistem informasi dan komunikasi 0,799 0,4044 Valid Penyebarluasan informasi 0,808 0,4044 Valid Pengembangan kesadaran 0,723 0,4044 Valid masyarakat Ketersediaan RTR 0,588 0,4044 Valid Kelengkapan substansi RTR 0,759 0,4044 Valid Kedalaman analisisRTR 0,744 0,4044 Valid Keupdate-an data RTR 0,596 0,4044 Valid Kesesuaian RTR dengan per UU- 0,651 0,4044 Valid an Kesesuaian program RPJMD 0,882 0,4044 Valid dengan RTR 97 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Kesesuaian lokasi program 0,881 0,4044 Valid RPJMD dengan RTR 0,859 0,4044 Valid 0,708 0,4044 Valid Dampak pelaksanaan program 0,796 0,4044 Valid Kesesuaian realisasi kegiatan 0,669 0,4044 Valid 0,849 0,4044 Valid dengan IPR 0,628 0,4044 Valid 0,670 0,4044 Valid Pelaksanaan penataan ruang KUPZ/PZ (Pengendalian pemanfaatan ruang) Perizinan Insentif dan disinsentif Pengenaan sanksi PPNS-PR Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2020 Uji validititas yang dilakukan adalah uji validitas dengan metode Product Momen Pearson Correlation. Metode tersebut menggunakan prinsip mengkorelasikan atau menghubungkan antara masing-masing skor faktor dengan skor total yang diperoleh dari semua faktor. Penilaian kevalidan didasarkan pada ketentuan jika nilai rhitung > rtabel maka faktor-faktor dan kuesioner yang digunakan valid, jika nilai rhitung < rtabel maka faktor-faktor dan kuesioner yang digunakan tidak valid. Penentuan nilai rtabel diperoleh dari jumlah n atau jumlah responden dan nilai signifikansi. Penelitian ini memiliki jumlah n sebesar 24 yaitu jumlah responden. Dan memilih nilai signifinkansi sebesar 5%, sehingga didapatkan nilai rtabel sebesar 0,4044. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh faktor di setiap aspek atau faktor telah dinyatakan valid. Penilaian kevalidan tersebut ditentukan dari nilai rtabel dan rhitung. Dikarenakan nilai rhitung di seluruh faktor lebih besar dari rtabel, maka seluruh faktor dapat dinyatakan valid. Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data telah sesuai atau valid. Tabel 4.2. Hasil Uji Reliabilitas Aspek/sub Aspek Faktor Nilai rTabel Keterangan Pengaturan penataan ruang Alpha 0,4044 Reliabel Ketersediaan legalitas RTR Cronbach’s Pembinaan penataan ruang Ketersediaan legalitas RPJMD 0,742 0,4044 Reliabel Ketersediaan legalitas instrument pengendalian 0,834 Ketersediaan legalitas TKPRD Ketersediaan legalitas PPNS-PR Koordinasi PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 98

Sosialisasi Litbang/inovasi Sistem informasi dan komunikasi Penyebarluasan informasi Pengembangan kesadaran masyarakat Pelaksanaan penataan ruang Ketersediaan RTR 0,686 0,4044 Reliabel (Perencanaan tata ruang) Kelengkapan substansi RTR Kedalaman analisisRTR Keupdate-an data RTR Kesesuaian RTR dengan per UU-an Pelaksanaan penataan ruang Kesesuaian program RPJMD 0,848 0,4044 Reliabel (Pemanfaatan ruang) dengan RTR Kesesuaian lokasi program RPJMD dengan RTR Dampak pelaksanaan program Kesesuaian realisasi kegiatan dengan IPR Pelaksanaan penataan ruang KUPZ/PZ 0,768 0,4044 Reliabel (Pengendalian pemanfaatan ruang) Perizinan Insentif dan disinsentif Pengenaan sanksi PPNS-PR Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2020 Uji reliabilitas yang dilakukan adalah uji reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach’s. Metode tersebut mengacu pada nilai Alpha yang dihasilkan dalam output pengujian. Penilaian reliabel didasarkan pada ketentuan, jika nilai alpha > rtabel maka faktor-faktor dan kuesioner yang digunakan konsisten atau reliabel, jika nilai alpha < rtabel maka faktor-faktor dan kuesioner yang digunakan tidak konsisten atau tidak reliabel. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh aspek atau faktor telah dinyatakan reliabel. Penilaian reliabel tersebut ditentukan dari nilai rtabel dan alpha. Dikarenakan nilai alpha di seluruh aspek atau faktor lebih besar dari rtabel, maka seluruh aspek atau faktor dapat dinyatakan reliabel. Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data telah konsisten atau reliabel. Setelah melalui uji validitas dan reliabilitas, selanjutnya dilakukan proses confimatory factor analysis. Sama halnya dua pengujian sebelumnya, proses confimatory factor analysis dilakukan secara bertahap untuk setiap model 99 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

hipotesis. Adapun hasil confimatory factor analysis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.3. Nilai KMO Measure of Sampling Adequacy dan Signifikansi Aspek/sub Aspek Faktor Nilai Nilai KMO Signifikansi Pengaturan penataan ruang Ketersediaan legalitas RTR Measure of Sampling 0,000 Ketersediaan legalitas RPJMD Adequacy 0,000 0,612 Ketersediaan legalitas 0,000 0,710 0,000 instrument pengendalian 0,592 0,000 Ketersediaan legalitas TKPRD 0,771 Ketersediaan legalitas PPNS-PR 0,715 Pembinaan penataan ruang Koordinasi Sosialisasi Litbang/inovasi Sistem informasi dan komunikasi Penyebarluasan informasi Pengembangan kesadaran masyarakat Pelaksanaan penataan ruang Ketersediaan RTR (Perencanaan tata ruang) Kelengkapan substansi RTR Kedalaman analisisRTR Keupdate-an data RTR Kesesuaian RTR dengan per UU-an Pelaksanaan penataan ruang Kesesuaian program RPJMD (Pemanfaatan ruang) dengan RTR Kesesuaian lokasi program RPJMD dengan RTR Dampak pelaksanaan program Kesesuaian realisasi kegiatan dengan IPR Pelaksanaan penataan ruang KUPZ/PZ (Pengendalian pemanfaatan ruang) Perizinan Insentif dan disinsentif Pengenaan sanksi PPNS-PR Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2020 Penilaian awal confimatory factor analysis didasarkan pada ketentuan, jika nilai KMO Measure of Sampling Adequacy > 0,5 dan jika nilai signifikansi < 0,05. Maka proses confimatory factor analysis dapat dilanjutkan. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh faktor dapat terus diproses confimatory factor analysis lebih lanjut. Penilaian tersebut ditentukan dari nilai KMO Measure PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 100

of Sampling Adequacy dan nilai signifikansi. Dikarenakan nilai KMO Measure of Sampling Adequacy di seluruh faktor lebih besar dari 0,5 dan nilai signifikansi di seluruh faktor lebih kecil dari 0,05, maka seluruh faktor dapat terus diproses confimatory factor analysis lebih lanjut. Adapun hasil confimatory factor analysis selanjutnya dapat dilihat pada uraian berikut. Tabel 4.4. Nilai Output dari Faktor Berpengaruh untuk Seluruh Aspek Aspek/sub Aspek Faktor Nilai Measures of Pengaturan penataan ruang Ketersediaan legalitas RTR Sampling Ketersediaan legalitas RPJMD Adequacy Ketersediaan legalitas instrument 0,711 0,561 pengendalian 0,519 Ketersediaan legalitas TKPRD 0,764 0,607 Ketersediaan legalitas PPNS-PR 0,723 0,697 Pembinaan penataan ruang Koordinasi 0,742 0,863 Sosialisasi 0,657 0,635 Litbang/inovasi 0,567 Sistem informasi dan komunikasi 0,659 0,554 Penyebarluasan informasi 0,526 0,630 Pengembangan kesadaran 0,736 masyarakat 0,795 Pelaksanaan penataan ruang Ketersediaan RTR 0,759 (Perencanaan tata ruang) Kelengkapan substansi RTR 0,825 Kedalaman analisisRTR 0,765 0,692 Keupdate-an data RTR 0,689 0,694 Kesesuaian RTR dengan per UU- 0,741 an Pelaksanaan penataan ruang Kesesuaian program RPJMD (Pemanfaatan ruang) dengan RTR Kesesuaian lokasi program RPJMD dengan RTR Dampak pelaksanaan program Kesesuaian realisasi kegiatan dengan IPR Pelaksanaan penataan ruang KUPZ/PZ (Pengendalian pemanfaatan ruang) Perizinan Insentif dan disinsentif Pengenaan sanksi PPNS-PR Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2020 Penilaian pengeluaran faktor didasarkan pada ketentuan, jika nilai MSA= >0,5 maka faktor tersebut masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut, jika nilai MSA=1 maka faktor tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan, jika 101 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

MSA<0,5 maka faktor tersebut tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut sehingga faktor tersebut harus dikeluarkan atau dibuang. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat nilai Measures of Sampling Adequacy untuk setiap faktor. Masing-masing faktor memiliki nilai Measures of Sampling Adequacy lebih besar dari 0,5 yang artinya adalah tidak ada faktor yang harus dikeluarkan dari proses analisis. Dengan demikian, faktor-faktor tersebut masih dapat diprediksi dan dianalisis lebih lanjut untuk nantinya dapat membentuk aspek masing-masing. Berdasarkan hasil analisis tujuan pertama dengan menggunakan Confimatory Factor Analysis untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyelenggaraaan penataan ruang, dapat disimpulkan bahwa: 1. Seluruh faktor valid dan reliabel (terpercaya) sebagai alat pengumpul data 2. Faktor-faktor yang merupakan bagian dari setiap aspek/subaspek tidak ada yang dikeluarkan dalam proses analisis 3. Faktor-faktor tersebut telah terkonfirmasi menjadi bagian dalam setiap aspek/subaspek yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan penataan ruang B. Hasil dan Pembahasan Analisis Prioritas Faktor yang Berpengaruh terhadap Penyelenggaraan Penataan Ruang Pada bagian metode penelitian telah dijelaskan bahwa untuk menganalisis tujuan kedua, penelitian ini menggunakan teknik analytic hierarchy process. Melalui teknik tersebut bertujuan untuk mengetahui prioritas faktor dalam penyelenggaraan penataan ruang. Berdasarkan tahapan analisis tujuan kedua, teknik analytic hierarchy process diawali dengan pembentukan hirarki. Dimana telah terbentuk hirarki yang terdiri dari tujuan, kriteria (aspek), dan alternatif (faktor) hasil kajian pustaka. Dikarenakan analisis ini bertujuan untuk mengetahui prioritas faktor dari preferensi para responden, maka dilakukanlah pembuatan dan penyebaran kuesioner untuk memperoleh data secara primer, sehingga data yang diinput pada analisis tujuan kedua merupakan data kualitatif yang dikuantatifkan. Kuesioner dibuat dengan menggunakan skala saaty untuk mengukur preferensi responden PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 102

terhadap perbandingan berpasangan antar kriteria (aspek) dan antar alternatif (faktor) yang prioritas terhadap penyelenggaraan penataan ruang, melalui jawaban kuantitatif yang telah disediakan yaitu 1-9. Setelah dibuat, kuesioner disebar ke beberapa responden yaitu perwakilan dari pejabat dari instansi daerah yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah, urusan tata ruang wilayah, dan urusan perizinan pemanfaatan ruang dalam rangka investasi dan berusaha. Beberapa responden yang terpilih merupakan responden dari pihak pemerintah, hal tersebut dikarenakan pentingnya penilaian dari responden yang mengerti penataan ruang, memahami kondisi lapangan, dan berkompeten dibidangnya. Dengan kata lain, beberapa responden yang terpilih adalah responden yang mampu menilai prioritas faktor-faktor di setiap aspek yang mempengaruhi penyelenggaraan penataan ruang. Walaupun memiliki kesamaan dengan tujuan pertama, yaitu data-data yang terkumpul diperoleh dari penyebaran kuesioner sehingga sama sama perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Sedangkan perbedaannya adalah uji validitas dan reliabilitas pada tujuan kedua tidak dilakukan terlebih dahulu atau terpisah dari analytic hierarchy process, melainkan jadi satu dari analytic hierarchy process. Hal ini dikarenakan pada analytic hierarchy process terdapat uji konsistensi yang fungsinya sama dengan uji validitas dan reliabilitas. Oleh karena itu, untuk analisis tujuan kedua dapat langsung melakukan analytic hierarchy process setelah semua data penilaian dari responden terkumpul. Analytic hierarchy process dilakukan bertahap untuk setiap penilaian responden hingga nantinya dihasilkan nilai gabungan dari seluruh responden. Adapun hasil analytic hierarchy process di masing-masing dan gabungan lokasi penelitian dapat dilihat pada uraian berikut. Tabel 4.5. Nilai Prioritas Seluruh Faktor/Subaspek/Aspek Faktor/Subaspek/Aspek Nilai Prioritas ASPEK PENGATURAN PENATAAN Kab. Kab. Kab. Kota Kab. Gabungan RUANG Majalengka Pekalongan Ketersediaan legalitas RTR Banyumas Bandung Purwakarta Ketersediaan legalitas RPJMD 0,463 0,489 0,502 0,271 0,413 0,441 0,305 0,403 0,373 0,176 0,277 0,310 0,249 0,198 0,362 0,197 0,337 0,270 103 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Ketersediaan legalitas instrument 0,232 0,182 0,137 0,332 0,169 0,208 pengendalian 0,160 0,092 0,149 0,137 0,141 0,056 0,037 0,145 0,079 0,072 Ketersediaan legalitas TKPRD 0,152 0,256 0,308 0,212 0,116 0,190 Ketersediaan legalitas PPNS-PR 0,62 0,211 0,215 0,107 0,210 0,202 0,183 0,159 0,075 0,176 0,155 ASPEK PEMBINAAN PENATAAN 0,096 0,115 0,073 0,081 0,109 0,112 0,195 0,072 0,178 0,163 0,158 RUANG 0,203 0,151 0,220 0,159 0,193 0,094 0,330 0,339 0,183 0,180 Koordinasi 0,236 0,256 0,189 0,517 0,471 0,369 Sosialisasi 0,169 0,421 0,314 0,206 0,487 0,351 Litbang/inovasi 0,168 0,303 0,231 0,066 0,217 0,189 0,166 0,163 0,111 0,162 0,158 Sistem informasi dan komunikasi 0,176 0,224 0,152 0,157 0,220 0,198 0,124 0,164 0,253 0,152 0,168 Penyebarluasan informasi 0,180 0,184 0,290 0,413 0,248 0,287 0,263 0,206 0,161 0,086 0,209 Pengembangan kesadaran masyarakat 0,071 0,390 0,368 0,129 0,312 0,259 0,270 0,355 0,149 0,202 0,255 ASPEK PELAKSANAAN PENATAAN 0,441 0,149 0,133 0,352 0,175 0,214 RUANG 0,192 0,144 0,371 0,311 0,272 0,315 0,480 0,633 0,428 0,440 SUBASPEK PERENCANAAN TATA 0,303 0,292 0,269 0,151 0,218 0,258 RUANG 0,308 0,345 0,194 0,302 0,298 0,218 0,166 0,201 0,149 0,183 Ketersediaan RTR 0,197 0,129 0,133 0,270 0,246 0,167 0,054 0,088 0,184 0,085 0,094 Kelengkapan substansi RTR 0,163 Kedalaman analisisRTR 0,209 Keupdate-an data RTR 0,139 Kesesuaian RTR dengan per UU-an 0,292 SUBASPEK PEMANFAATAN RUANG 0,395 Kesesuaian program RPJMD dengan RTR 0,130 Kesesuaian lokasi program RPJMD 0,269 dengan RTR Dampak pelaksanaan program 0,261 Kesesuaian realisasi kegiatan dengan IPR 0,340 SUBASPEK PENGENDALIAN 0,302 PEMANFAATAN RUANG KUPZ/PZ 0,368 Perizinan 0,306 Insentif dan disinsentif 0,152 Pengenaan sanksi 0,094 PPNS-PR 0,080 Sumber: Analisis Peneliti, 2020 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat nilai prooritas untuk setiap faktor/subaspek/aspek di setiap kabupaten/kota. Nilai prioritas di setiap kabupaten.kota tersebut merupakan gabungan dari tiga responden di setiap kabupaten/kota yang memberikan penilaian. Ketiga responden tersebut perwakilan dari pejabat dari instansi daerah yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah, urusan tata ruang wilayah, dan urusan perizinan pemanfaatan ruang dalam rangka investasi dan berusaha. Namun, dalam penilaian indeks penyelenggaraan penataan ruang yang akan dilakukan pada tahap analisis selanjutnya digunakan nilai prioritas gabungan dari lima kabupaten dan lima belas responden. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 104

Berdasarkan hasil analisis tujuan kedua dengan Analytic Hierarchy Process untuk menentukan prioritas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyelenggaraaan penataan ruang, dapat disimpulkan bahwa: 1. Seluruh faktor/subaspek/aspek memiliki nilai prioritas yang merupakan gabungan dari 15 responden di 5 kabupaten/kota. 2. Diantara ketiga aspek, aspek pengaturan yang memiliki bobot tertinggi. Salah satu pertimbangan dari para responden dikarenakan aspek pengaturan merupakan aspek utama untuk berjalannya aspek yang lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. 3. Diantara ketiga subaspek, subaspek pengendalian pemanfaatan ruang yang memiliki bobot tertinggi. Salah satu pertimbangan dari para responden dikarenakan subaspek tersebut merupakan subaspek utama dalam mewujudkan pelaksanaan penataan ruang yang tertib demi terwujudnya tujuan penataan ruang (aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan). C. Hasil dan Pembahasan Analisis Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang Pada bagian metode penelitian telah dijelaskan bahwa untuk menganalisis tujuan ketiga, penelitian ini menggunakan teknik analisis angka indeks. Melalui teknik tersebut bertujuan untuk mengetahui angka indeks penyelenggaraan penataan ruang. Berdasarkan tahapan analisis tujuan ketiga, teknik analisis angka indeks diawali dengan perkalian nilai yang didapat dengan bobot atau prioritas setiap aspek/faktor. Dimana bobot/prioritas setiap aspek/faktor telah diperoleh dari hasil analisis tujuan kedua. Dikarenakan analisis ini bertujuan untuk mengetahui indeks penyelenggaraan penataan ruang di setiap kabupaten/kota yang menjadi sampel penelitian, maka dilakukanlah pembuatan dan penyebaran kuesioner untuk memperoleh data secara primer, yang merupakan penilaian murni dari masing- masing pemerintah daerah mengenai penyelenggaraan penataan ruang di kabupaten/kotanya. sehingga data yang diinput pada analisis tujuan kedua 105 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

merupakan data kuantatif. Kuesioner dibuat dengan menggunakan penilaian skala 0-100 untuk mengukur penilaian responden terhadap penyelenggaraan penataan ruang di kabupaten/kotanya, yang mana skala 0-100 memiliki pengertian yang berbeda disetiap faktor yang akan dinilai. Setelah dibuat, kuesioner disebar ke beberapa responden yaitu perwakilan dari pejabat dari instansi daerah yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah, urusan tata ruang wilayah, dan urusan perizinan pemanfaatan ruang dalam rangka investasi dan berusaha. Beberapa responden yang terpilih merupakan responden dari pihak pemerintah, hal tersebut dikarenakan pentingnya penilaian dari responden yang mengerti penataan ruang, memahami kondisi lapangan, dan berkompeten dibidangnya. Dengan kata lain, beberapa responden yang terpilih adalah responden yang mampu menilai penyelenggaraan penataan ruang di kabupaten/kotanya masing-masing. Penilaian penyelenggaraan penataan ruang di kabupaten/kota oleh responden dilakukan dengan mengacu pada ketentuan penilaian faktor. Berikut ketentuan penilaian faktor yang menjadi acuan tersebut. Tabel 4.6. Ketentuan Penilaian Faktor Faktor Definisi Operasional Nilai Faktor Ketersediaan legalitas RTR ASPEK PENGATURAN PENATAAN RUANG Ketersediaan legalitas Adanya perda terkait rencana tata ruang 0 = Tidak ada RPJMD Ketersediaan legalitas umum (RTRW) dan rencana tata ruang 50 = Ada tapi kurang lengkap (hanya perda instrument pengendalian rinci (RDTR). RTRW) 100 = Ada lengkap (perda RTRW dan perda RDTR) Adanya perda terkait rencana 0 = Tidak ada pembangunan jangka menengah daerah 100 = Ada lima tahunan. Adanya perda/perwali/perbup terkait 0 = Tidak ada peraturan zonasi, perizinan, insentif dan 50 = Ada tapi kurang lengkap (perda disinsentif, serta pengenaan sanksi. KUPZ/PZ dan perbup/perwali tentang perizinan) 100 = Ada lengkap (perda KUPZ/PZ, perbup/perwali tentang perizinan, perbup/perwali tentang pemberian insentif dan disinsentif, dan perbup/perwali tentang pengenaan sanksi) PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 106

Ketersediaan legalitas Adanya sk walikota/sk bupati terkait 0 = Tidak ada TKPRD Ketersediaan legalitas Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah 100 = Ada PPNS-PR Koordinasi (TKPRD). Sosialisasi Adanya petikan keputusan/kartu tanda 0 = Tidak ada Litbang/inovasi Sistem informasi dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) 100 = Ada komunikasi penataan ruang. Penyebarluasan informasi ASPEK PEMBINAAN PENATAAN RUANG Pengembangan kesadaran masyarakat Adanya koordinasi penyelenggaraan 0 = Tidak ada Ketersediaan RTR penataan ruang yang dilakukan TKPRD 50 = Ada tapi kurang sering (<4 kali/tahun) Kelengkapan substansi setiap tahun. 100 = Ada sering (≥ 4 kali/tahun) RTR Adanya sosialisasi perundang-undangan 0 = Tidak ada dan pedoman bidang penataan ruang 50 = Ada tapi kurang lengkap (hanya kepada kepada OPD dan masyarakat melalui OPD/masyarakat) media elektronik atau media tatap 100 = Ada lengkap (kepada OPD dan muka. masyarakat) Adanya penilitian dan pengembangan 0 = Tidak ada atau inovasi dalam bentuk aplikasi 100 = Ada penataan ruang atau lainnya. Adanya sistem informasi dan 0 = Tidak ada komunikasi penataan ruang yang efektif 100 = Ada dan terpadu dalam bentuk basis data penataan ruang melalui jaringan sistem elektronik atau lainnya. Adanya publikasi informasi penataan 0 = Tidak ada ruang melalui media informasi atau 100 = Ada media cetak yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Adanya kelompok masyarakat yang 0 = Tidak ada peduli penataan ruang dan diinisiasi 100 = Ada oleh pemerintah daerah. ASPEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG SUBASPEK PERENCANAAN TATA RUANG Adanya dokumen terkait rencana tata 0 = Tidak ada ruang umum (RTRW) dan rencana tata 50 = Ada tapi kurang lengkap (hanya ruang rinci (RDTR) yang telah dokumen RTRW) diperdakan. 100 = Ada lengkap (dokumen RTRW dan dokumen RDTR) Adanya kelengkapan substansi RTR 0 = Tidak ada sesuai dengan daftar substansi yang 50 = Ada tapi kurang dipersyaratkan pada pedoman 100 = Ada lengkap penyusunan RTR (termasuk substnasi RTH, KP2B, dan KRB). 107 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Kedalaman analisis RTR Adanya kedetailan analisis RTR sesuai 0 = Tidak ada Keupdate-an data RTR dengan daftar analisis yang 50 = Ada tapi kurang Kesesuaian RTR dengan dipersyaratkan pedoman penyusunan 100 = Ada detail per UU-an RTR, serta berdasarkan kriteria yang Kesesuaian program RPJMD dengan RTR diatur dalam ketentuan yang berlaku Kesesuaian lokasi program RPJMD dengan (NSPK atau peraturan perundang- RTR Dampak pelaksanaan undangan yang berlaku) dan/atau kajian program teoritis/akademis yang dapat dipertanggungjawabkan. Adanya penggunaan data RTR yang 0 = Tidak ada memenuhi ketentuan minimal 50 = Ada tapi kurang sebagaimana yang telah ditetapkan 100 = Ada lengkap dalam peraturan perundangundangan. Perlu diperhatikan juga kelengkapan data yang digunakan serta relevansi data yang digunakan pada saat penyusunan dibandingkan dengan kondisi saat ini, apakah masih relevan atau perlu dilakukan pemutakhiran data. Adanya kesesuaian materi muatan RTR 0 = Tidak ada dengan berbagai peraturan perundang- 50 = Ada tapi kurang undangan yang terkait bidang penataan 100 = Ada sesuai ruang dan berlaku terhadap pelaksanaan RTR. Peraturan perundang-undangan tersebut meliputi Undang-Undang, Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan peraturan turunannya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan dimaksud. SUBASPEK PEMANFAATAN RUANG Adanya kesesuaian program (jenis dan 0 = Tidak ada besarana) pemanfaatan ruang yang 50 = Ada tapi kurang direalisasikan dan tercantum pada 100 = Ada sesuai RPJMD dengan program pemanfaatan ruang pada RTRW. Adanya kesesuaian lokasi program 0 = Tidak ada pemanfaatan ruang yang direalisasikan 50 = Ada tapi kurang dan tercantum pada RPJMD dengan 100 = Ada sesuai lokasi program pemanfaatan ruang pada RTRW Adanya efek/akibat/pengaruh yang 0 = Tidak ada/Ada pengaruh negatif disebabkan oleh terjadinya 100 = Ada pengaruh positif ketidaksesuain pelaksanaan program pemanfaatan ruang yang meliputi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 108

Kesesuaian realisasi Adanya kesesuaian realisasi kegiatan 0 = Tidak ada kegiatan dengan IPR pemanfaatan ruang yang diizinkan 50 = Ada tapi kurang dengan dokumen/surat IPR (Izin 100 = Ada sesuai Pemanfaatan Ruang) nya. SUBASPEK PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KUPZ/PZ Adanya penggunaan/penerapan 0 = Tidak ada KUPZ/PZ dalam penentuan pemberian 100 = Ada penerapan izin pemanfaatan ruang. Perizinan Adanya kesesuaian antara perizinan 0 = Tidak ada atau rekomendasi teknis pemanfaatan 50 = Ada tapi kurang ruang yang dikeluarkan dengan 100 = Ada sesuai KUPZ/PZ. Insentif dan disinsentif Adanya penggunaan/penerapan 0 = Tidak ada pemberian insentif dan disinsentif 100 = Ada penerapan dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang. Pengenaan sanksi Adanya penggunaan/penerapan 0 = Tidak ada pengenaan sanksi terhadap pelanggaran 100 = Ada penerapan pemanfaatan ruang. Keaktifan PPNSPR Adanya keaktifan PPNS penataan ruang 0 = Tidak ada dalam upaya pengendalian, 50 = Ada tapi kurang pengawasan, dan penegakan hukum 100 = Ada aktif terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang. Sumber: Analisis Peneliti, 2020 Melalui ketentuan penilaian faktor tersebut, responden di kelima kabupate/kota menilai penyelenggaraan penataan ruangnya masing-masing berdasarkan kondisi eksisting di lapangan. Adapun nilai faktor di kabupaten/kota dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 4.7. Nilai Faktor Faktor Nilai Faktor Ketersediaan legalitas RTR Kab. Kab. Kab. Kota Kab. Gabungan Ketersediaan legalitas RPJMD Ketersediaan legalitas instrument Majalengka Pekalongan Banyumas Bandung Purwakarta pengendalian Ketersediaan legalitas TKPRD ASPEK PENGATURAN PENATAAN RUANG Ketersediaan legalitas PPNS-PR 50 50 100 100 50 50 Koordinasi 100 100 Sosialisasi 100 100 100 100 Litbang/inovasi 0 -0 Sistem informasi dan komunikasi 0 0 50 50 100 100 100 100 100 100 0 0 0 100 100 0 ASPEK PEMBINAAN PENATAAN RUANG 50 50 100 50 100 50 50 50 100 50 50 50 0 0 100 100 0 0 0 0 100 100 100 100 109 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Penyebarluasan informasi 100 0 100 100 100 100 100 0 Pengembangan kesadaran masyarakat 0 0 0 100 50 50 ASPEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG 100 100 100 100 SUBASPEK PERENCANAAN TATA RUANG 50 100 100 100 Ketersediaan RTR 50 50 100 100 50 50 Kelengkapan substansi RTR 100 100 100 100 50 50 Kedalaman analisisRTR 100 50 100 50 0 100 100 100 Keupdate-an data RTR 100 100 100 50 100 100 Kesesuaian RTR dengan per UU-an 100 100 100 100 100 100 SUBASPEK PEMANFAATAN RUANG 0 0 100 100 Kesesuaian program RPJMD dengan RTR 100 100 50 50 50 0 Kesesuaian lokasi program RPJMD 50 100 100 50 dengan RTR Dampak pelaksanaan program 100 100 0 100 Kesesuaian realisasi kegiatan dengan IPR 100 0 100 50 SUBASPEK PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KUPZ/PZ 100 100 100 100 Perizinan 100 50 100 100 Insentif dan disinsentif 0 100 0 0 Pengenaan sanksi 100 100 100 100 PPNS-PR 0 0 0 50 Sumber: Analisis Peneliti, 2020 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat nilai faktor untuk setiap faktor di setiap kabupaten/kota. Nilai faktor di setiap kabupaten.kota tersebut merupakan nilai modus dari tiga responden di setiap kabupaten/kota yang memberikan penilaian. Ketiga responden tersebut perwakilan dari pejabat dari instansi daerah yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah, urusan tata ruang wilayah, dan urusan perizinan pemanfaatan ruang dalam rangka investasi dan berusaha. Dan nilai faktor gabungan merupakan nilai modus dari lima kabupaten/kota. Nilai faktor di setiap kabupaten/kota dapat digunakan untuk mengetahui nilai indeks penyelenggaraan penataan ruang setiap kabuaten/kota, sedangkan nilai faktor gabungan dapat digunakan untuk mengetahui nilai indeks penyelenggaraan penataan ruang secara umum kabupaten/kota di Indonesia. Setelah data terkumpul yang terdiri dari nilai prioritas dan nilai faktor. Dimana nilai prioritas merupakan hasil dari analisis tujuan kedua yang sebelumnya pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner kedua dan merupakan nilai prioritas gabungan dari lima responden di lima kabupaten, sedangkan nilai faktor merupakan hasil penilaian setiap faktor di setiap kabupaten/kota berdasarkan kondisi eksisting. Langkah selanjutnya yaitu melakukan perhitungan PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 110

nilai indeks penyelenggaraan penataan ruang. Adapun ketentuan perhitungan indeks penyelenggaraan penataan ruang dapat dilihat sebagai berikut. Gambar 4.1. Ketentuan Penilaian Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang Sumber: Analisis Peneliti, 2020 Setelah perhitungan nilai indeks penyelenggaraan penataan ruang dilakukan, perlu untuk melakukan pengklasifikasian nilai tersebut berdasarkan interval nilai indeks penyelenggaraan penataan ruang dari lima kabupaten/kota sesuai ketentuan yang telah dijabarkan pada metode penelitian. Pengjlasifikasian menjadi 3 (tiga) kategori didasarkan pada Pengawasan Teknis Tahun 2019 yang juga membagi klasifikasi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu Baik, Sedang, dan Buruk. Namun, dikarenakan perbedaan jumlah lokasi penelitian dengan Pengawasan Teknis yaitu 1:100, maka rentang nilai pada klasifikasi berbeda. Rentang nilai pada klasifikasi penelitian ini telah ditentukan berdasarkan rumus yang berlaku dalam melakukan pengklasifikasian, dengan tetap memperhatikan jumlah lokasi penelitian sebanyak 5 (lima) kabupaten/kota. Adapun hasil kategori pengklasifikasian indeks penyelenggaraan penataan ruang dapat dilihat sebagai berikut. 111 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Tabel 4.8. Kategori Klasifikaksi Kategori Indeks Baik x > 78 Penyelenggaraan Penataan Ruang Sedang 72 ≤ x ≤ 78 Aspek Pengaturan Penataan Ruang Kurang x < 72 Aspek Pembinaan Penataan Ruang Baik x > 83 Aspek Pelaksanaan Penataan Ruang Sedang 75 ≤ x ≤ 83 Subaspek Perencanaan Tata Ruang Kurang x < 75 Subaspek Pemanfaatan Ruang Baik x > 40 Subaspek Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sedang 40 ≤ x ≤ 62 Sumber: Analisis Peneliti, 2020 Kurang x < 40 Baik x > 81 Sedang 79 ≤ x ≤ 81 Kurang x < 79 Baik x > 88 Sedang x = 88 Kurang x < 88 Baik x > 77 Sedang x=77 Kurang x < 77 Baik x > 76 Sedang 74 ≤ x ≤ 76 Kurang x < 74 Klasifikasi nilai Baik/Sedang/Kurang pada penelitian ini memiliki rentang nilai yang berbeda dengan Pengawasan Teknis, dikarenakan jumlah sampel penelitian yang hanya 5 kabupaten/kota. Namun, melalui klasifikasi nilai tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kondisi atau karakteristik penyelenggaraan penataan ruang di lokasi penelitian saat ini. Sehingga, kabupaten/kota dapat mengetahui pada aspek mana yang membuat nilai penyelengaraan penataan ruangnya menjadi sedang/kurang. Dengan harapan selanjutnya ada berbagai upaya yang dilakukan oleh kabupaten/kota dalam memperbaiki kekurangan tersebut, dengan tetap berpedoman pada peraturan yang ada dan peningkatan kualitas serta komitmen pemerintah daerah masing-masing. Adapun hasil indeks penyelenggaraan penataan ruang dan klasifikasinya di masing-masing lokasi penelitian dan potret secara umum kabupaten/kota dapat dilihat pada uraian berikut. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 112

Gambar 4.2. Indeks Penyelenggara Sumber: A 113 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

aan Penataan Ruang Kabupaten Majalengka Analisis Peneliti, 2020 an Pertanahan Nasional

Gambar 4.3. Indeks Penyelenggara Sumber: A PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

aan Penataan Ruang Kabupaten Pekalongan Analisis Peneliti, 2020 114

Gambar 4.4. Indeks Penyelenggar Sumber: A 115 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

raan Penataan Ruang Kabupaten Banyumas Analisis Peneliti, 2020 an Pertanahan Nasional

Gambar 4.5. Indeks Penyeleng Sumber: A PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

ggaraan Penataan Ruang Kota Bandung Analisis Peneliti, 2020 116

Gambar 4.6. Indeks Penyelenggara Sumber: A 117 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

aan Penataan Ruang Kabupaten Purwakarta Analisis Peneliti, 2020 an Pertanahan Nasional