Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Penelitian Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Wilayah dan Ketertiban Pemanfaatan Ruang: Penentuan Formula Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah

Penelitian Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Wilayah dan Ketertiban Pemanfaatan Ruang: Penentuan Formula Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah

Published by perpustakaanpublikasi, 2021-02-09 07:07:09

Description: Buku Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Wilayah dan Ketertiban Pemanfaatan Ruang: Penentuan Formula Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah

Search

Read the Text Version

Tabel 2.1. Tahapan Penilaian Kualitas Rencana Tata Ruang Wilayah No. Tahapan Uraian 1 Tahap Pengkajian Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan tata ruang terhadap kebutuhan pembangunan. Pada tahap pengkajian meliputi beberapa langkah sebagai berikut. A. PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI i. Pengumpulan dokumen rencana tata ruang kabupaten/kota, meliputi dokumen materi teknis, dokumen fakta analisa, dokumen perda dan lampirannya, dokumen album peta, dokumen peninjauan kembali dan lainnya. ii. Pengumpulan informasi dinamika pembangunan, meliputi: - Perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi penataan ruang wilayah nasional atau wilayah provinsi dan perubahan kebijakan provinsi yang mempengaruhi penataan ruang wilayah. - Perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi acuan dan terkait dengan rencana tata ruang kabupaten/kota. - Perkembangan pembangunan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan budaya. - Perkembangan paradigma pemikiran, teknologi, dan penemuan sumber daya alam. - Perubahan arah pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat. iii. Pengumpulan informasi kondisi aktual pemanfaatan ruang, meliputi: - Data program dan penganggaran perwujudan rencana tata ruang. - Data monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang. - Peta-peta kondisi aktual pemanfaatan ruang di lapangan. B. PENYUSUNAN MATRIKS KESESUAIAN i. Matriks dinamika pembangunan, untuk melihat dan membandingkan dinamika pembangunan yang terjadi sejak berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah di masing-masing kabupaten/kota sampai dengan proses dilaksanakannya peninjauan kembali. ii. Matriks kondisi aktual pemanfaatan ruang, untuk melihat dan membandingkan kondisi aktual pemanfaatan ruang yang terjadi sejak berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah di masing-masing kabupaten/kota sampai dengan proses dilaksanakannya peninjauan kembali. Matriks ini terdiri dari matriks realisasi program lima tahunan 37 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

No. Tahapan Uraian dan pemetaan tumpang tindih rencana struktur ruang dan rencana pola ruang dengan kondisi aktual pemanfaatan ruang yang terjadi di lapangan. Matriks realisasi program lima tahunan yang dimaksud untuk mengetahui simpangan realisasi program lima tahunan dengan yang tercantum dalam indikasi program rencana tata ruang. Selanjutnya, menyusun matriks rekapitulasi hasil pengkajian untuk Rencana Tata Ruang Wilayah. 2 Tahap Evaluasi Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai acuan pembangunan nasional/daerah. Evaluasi dilakukan dengan mengukur : 1. Kualitas RTRW, diukur dengan memperhatikan kelengkapan dan kedalaman muatan RTRW dan kualitas data. 2. Kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan, diukur dengan memperhatikan kesesuaian materi muatan RTRW dengan berbagai peraturan perundang-undangan/kebijakan terkait. 3. Pelaksanaan pemanfaatan ruang diukur dari : a. Jenis pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap indikasi program lima tahunan dan besaran pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap struktur ruang dan pola ruang b. Dampak pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Evaluasi terhadap pelaksanaan pemanfaatan ruang memperhatikan hasil pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 3 Tahap Penilaian Tahapan ini dilakukan untuk menentukan rumusan rekomendasi hasil pelaksanaan peninjauan kembali. Penilaian dapat dilakukan baik melalui metode kuantitatif maupun metode kualitatif. Penilaian menghasilkan : 1. Tingkat kualitas RTRW 2. Tingkat kesesuaian dengan peraturan perundangundangan 3. Tingkat kesesuaian pelaksanaan pemanfaatan ruang. 4 Tahap Perumusan Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan tidak perlu dilakukan revisi terhadap RTRW atau perlu dilakukan revisi terhadap RTRW. Rumusan rekomendasi yang menghasilkan tidak perlu dilakukan revisi terhadap RTRW diberikan jika berdasarkan hasil penilaian peninjauan kembali RTRW dinyatakan baik. Dalam hal hasil penilaian peninjauan kembali RTRW yang dinyatakan baik RTRW tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya. Rumusan rekomendasi ini dapat disertai dengan usulan penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang. Rumusan rekomendasi yang menghasilkan perlu dilakukan revisi terhadap RTRW diberikan jika berdasarkan hasil penilaian peninjauan kembali RTRW dinyatakan PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 38

No. Tahapan Uraian buruk. Revisi terhadap RTRW dilakukan dengan memperhatikan saran yang dimuat dalam hasil rekomendasi peninjauan kembali. Revisi terhadap RTRW dilakukan berdasarkan prosedur penyusunan RTRW sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumber: Tinjauan Peneliti, 2020 39 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Gambar 2.4. Tahapan Penilaian Kualitas Rencana Tata Ruang Wilayah Sumber: Hasil Tinjauan, 2020 2) Tata Cara Penilaian Ketertiban Pemanfaatan Ruang Penilaian ketertiban pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan dengan menelaah pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang yang dilakukan terhadap tingkat kesesuaian perwujudan struktur ruang dan tingkat kesesuaian perwujudan pola ruang (Mokodongan, 2019). Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang dilakukan secara periodik dan menerus, dilakukan paling sedikit 2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang dapat dilakukan lebih dari 2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun apabila terbit kebijakan baru atau perubahan kebijakan yang mendasar dan strategis dengan dampak besar atau luas terkait pembangunan, yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan (Permen ATR/BPN Nomor 9 Tahun 2017). PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 40

Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang dilaksanakan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota didukung dengan partisipasi aktif peran masyarakat. Peran masyarakat dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Permen ATR/BPN Nomor 9 Tahun 2017). Peran aktif masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang atau pengendalian pemanfaatan ruang saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan untuk mengefektifkan upaya pencapaian tujuan penataan ruang untuk mewujudkan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan (I Made, 2011). Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang meliputi pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang terhadap RTRWN, RTR Pulau/Kepulauan, RTR KSN, RTRW Provinsi, RTR KSP dan RTRW Kabupaten/Kota untuk Provinsi serta RTR KSK untuk Kabupaten/Kota. Pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang mencakup kegiatan pemantauan pemanfaatan ruang, kegiatan evaluasi pemanfaatan ruang, kegiatan pelaporan (Permen ATR/BPN Nomor 9 Tahun 2017). Tabel 2.2. Tahapan Penilaian Ketertiban Pemanfaatan Ruang No. Tahapan Uraian A. PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI, meliputi : 1 Kegiatan pemantauan 1. Pengamatan secara langsung melalui survei primer antara lain survei pemanfaatan lapangan dan wawancara ruang 2. Pengamatan secara tidak langsung melalui survei sekunder antara lain penelaahan data sekunder yang meliputi hasil studi, kajian penelitian, dan laporan instansi berupa data tabular dan peta. Data dan informasi tersebut antara lain : 1. Data dan informasi terkait dokumen RTR yang telah ditetapkan, meliputi informasi pemahaman para pihak terhadap keberadaan dan substansi dalam RTR serta identifikasi data dan informasi indikasi program pemanfaatan ruang periode 5 (lima) tahun yang terkait langsung pada waktu pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang berupa tabular dan peta. 2. Data dan informasi terkait dokumen program pembangunan, 41 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

No. Tahapan Uraian meliputi: a. Data dan informasi pemahaman atau klarifikasi para pihak terkait keberadaan dan perlunya keterpaduan dan sinkronisasi program pembangunan kementerian/lembaga dan/atau OPD berupa jenis dan lokasi program yang membentuk struktur dan pola ruang berupa data tabular dan peta b. Data dan informasi pengamatan langsung maupun hasil kajian atau penelitian kondisi aktual pemanfaatan ruang berupa foto, video, data tabular dan peta. 3. Data dan informasi terkait dokumen informasi pertanahan, meliputi pemahaman keberadaan izin lokasi dan hak atas tanah serta implikasinya serta identifikasi data dan informasi izin pemanfaatan ruang dan hak atas tanah dalam wujud tabular dan peta. Data dan informasi baik dalam wujud tabular maupun peta disusun dengan tingkat kedetailan yang sama dengan skala ketelitian peta RTR yang disyaratkan. B. PENYUSUNAN MATRIKS PERSANDINGAN PROGRAM Matriks persandingan program merupakan penyandingan indikasi program dalam RTR yang telah ditetapkan dengan kondisi aktual yang diindikasikan dalam program pembangunan dan/atau dokumen informasi pertanahan. Indikasi program dalam dokumen RTR yang telah ditetapkan meliputi semua jenis program dan lokasi program yang direncanakan dalam periode 5 (lima) tahun pada saat pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang dilakukan. Program dalam indikasi program merupakan program pembangunan yang disusun sedemikian rupa sehingga terwujudnya fungsi ruang yang diinginkan atau dituju sesuai dengan RTR. Program pembangunan merupakan program pembangunan sektoral yang meliputi serangkaian kegiatan yang berkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lokasi merupakan lokasi program. Data dan informasi lain berupa penjelasan kualitatif dari hasil pengamatan secara langsung turut disajikan pada matriks persandingan program. 2 Kegiatan evaluasi Kegiatan evaluasi pemanfaatan ruang meliputi penilaian perwujudan struktur pemanfaatan dan pola ruang. ruang Penilaian kesesuaian struktur dan pola ruang dilakukan berdasarkan kesesuaian program pemanfaatan ruang dan kesesuaian lokasi program pemanfaatan ruang. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 42

No. Tahapan Uraian Kesesuaian program pemanfaatan ruang merupakan keberadaan program pembangunan sektor yang sesuai dengan indikasi program dalam RTR. Kesesuaian lokasi program pemanfaatan ruang merupakan perbandingan jumlah lokasi dari program pembangunan yang sesuai terhadap total jumlah lokasi program yang sama dalam indikasi program dalam RTR. Penilaian kesesuaian program pemanfaatan ruang dilakukan dengan : 1. Mengidentifikasi program pembangunan yang sesuai dengan indikasi program dalam RTR 2. Menilai kesesuaian program pembangunan dengan menegaskan keberadaan program pembangunan sektor yang sesuai dengan indikasi program dalam RTR, dengan nilai 100% (seratus persen) jika ada atau 0% (nol persen) jika tidak sesuai 3. Mengonfirmasikan program pembangunan selain program yang ada pada indikasi program RTR. Penilaian kesesuaian lokasi program pemanfaatan ruang dilakukan dengan : 1. Mengidentifikasi lokasi program pembangunan yang sesuai dengan lokasi program pada indikasi program RTR 2. Menilai kesesuaian lokasi program pembangunan dengan membandingkan jumlah lokasi program pembangunan yang sesuai terhadap total jumlah lokasi program yang sama dalam indikasi program RTR dikali 100% (seratus persen) 3. Mengonfirmasikan lokasi program pembangunan di luar lokasi program yang sama pada indikasi program RTR. Nilai kesesuaian pemanfaatan ruang merupakan nilai akhir dari kedua nilai kesesuaian program dan nilai kesesuaian lokasi program. Kesesuaian pemanfaatan ruang bernilai : 1. Sama dengan nilai kesesuaian lokasi program jika nilai kesesuaian program positif dan nilai kesesuaian lokasi program positif 2. 0 (nol) atau tidak memiliki kesesuaian sama sekali jika nilai kesesuaian program 0 (nol) dan kesesuaian lokasi program positif 3. 0 (nol) atau tidak memiliki kesesuaian sama sekali jika nilai kesesuaian program 0 (nol) dan kesesuaian lokasi program 0 (nol) 4. Tidak dapat ditentukan kesesuaian jika nilai kesesuaian program positif dan kesesuaian lokasi program 0 (nol). Penilaian kesesuaian struktur dan pola ruang dilakukan secara berjenjang mulai dari : 1. Penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang, merupakan penilaian kesesuaian program dan kesesuaian lokasi program untuk suatu 43 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

No. Tahapan Uraian pemanfaatan ruang. Penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang dilakukan dengan langkah penilaian program pemanfaatan ruang, penilaian lokasi program pemanfaatan ruang, dan pemberian nilai kesesuaiaan pemanfaatan ruang yang secara berurutan. 2. Penilaian kesesuaian pemanfaatan komponen utama ruang, merupakan penilaian kesesuaian program dan kesesuaian lokasi program untuk kelompok pemanfaatan ruang yang memiliki fungsi yang mirip atau sama. Komponen utama ruang merupakan sekelompok pemanfaatan ruang dengan kemiripan fungsi mewujudkan struktur dan pola ruang sesuai dengan karakteristik wilayahnya terdiri atas : a. Komponen utama struktur ruang meliputi pusat permukiman atau pusat pelayanan, jaringan prasarana transportasi, jaringan energi, jaringan telekomunikasi, jaringan sumber daya air, baik berupa sistem maupun individu b. Komponen utama pola ruang meliputi kawasan lindung dan konservasi baik daratan maupun perairan, kawasan budidaya termasuk kawasan andalan serta kawasan strategis nasional, daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota. Penilaian kesesuaian pemanfaatan komponen utama ruang dilakukan dengan : a. kesesuaian program pemanfaatan komponen utama ruang, merupakan jumlah program pemanfaatan ruang untuk membentuk komponen utama ruang yang sesuai dibandingkan total jumlah program pemanfaatan ruang pembentuk komponen utama ruang yang sama dalam indikasi program RTR dikali 100% (seratus persen). b. kesesuaian lokasi program pemanfaatan komponen utama ruang, merupakan jumlah lokasi program pemanfaatan ruang untuk membentuk komponen utama ruang yang sesuai dibandingkan total jumlah lokasi program pemanfaatan ruang pembentuk komponen utama ruang yang sama dalam indikasi program RTR dikali 100% (seratus persen). c. pemberian nilai kesesuaian pemanfaatan komponen utama ruang, merupakan nilai akhir dari kedua nilai kesesuaian program dan nilai kesesuaian lokasi program. 3. Penilaian kesesuaian struktur dan pola ruang, merupakan penilaian kesesuaian program dan lokasi program untuk semua pemanfaatan ruang yang membentuk struktur ruang dan pola ruang. Penilaian kesesuaian pemanfaatan struktur dan pola ruang dilakukan dengan : a. Penilaian program pemanfaatan pembentuk struktur ruang atau pola ruang, merupakan jumlah program pemanfaatan ruang yang membentuk struktur ruang atau pola ruang yang sesuai PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 44

No. Tahapan Uraian dibandingkan total jumlah program pemanfaatan ruang pembentuk 3 Kegiatan struktur ruang atau pola ruang yang sama dalam indikasi program pelaporan RTR dikali 100% (seratus persen). b. Penilaian lokasi program pemanfaatan pembentuk struktur ruang atau pola ruang, merupakan jumlah lokasi program pemanfaatan ruang untuk membentuk struktur ruang atau pola ruang yang sesuai dibandingkan total jumlah lokasi program pemanfaatan ruang pembentuk struktur ruang atau pola ruang yang sama dalam indikasi program RTR dikali 100% (seratus persen). c. Pemberian nilai kesesuaiaan pemanfaatan pembentuk struktur ruang atau pola ruang, nilai akhir dari kedua nilai kesesuaian program dan nilai kesesuaian lokasi program. Kegiatan pelaporan dilakukan dengan : 1. Penyampaian hasil evaluasi kesesuaian pemanfaatan ruang 2. Penyampaian rekomendasi. Penyampaian hasil evaluasi dilakukan dengan : 1. Melakukan pembahasan terfokus atau konfirmasi terhadap hasil evaluasi bersama para pemangku kepentingan terkait 2. Merumuskan catatan terkait hasil evaluasi 3. Menyiapkan pelaporan hasil evaluasi. Nilai hasil evaluasi pemanfaatan ruang memuat : 1. Nilai kesesuaian pemanfaatan ruang 2. Nilai kesesuaian pemanfaatan komponen utama ruang 3. Nilai kesesuaian pemanfaatan ruang untuk perwujudan struktur ruang 4. Nilai kesesuaian pemanfaatan ruang untuk perwujudan pola ruang. Hasil evaluasi kesesuaian pemanfaatan ruang diklasifikasikan berdasarkan : 1. Tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang berkualitas jika bernilai antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) artinya pelaksanaan pemanfaatan ruang sudah sesuai dengan rencana struktur dan pola ruang dalam RTR 2. Tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang kurang berkualitas jika bernilai antara 50% (lima puluh persen) sampai dengan kurang dari 80% (delapan puluh persen) artinya pelaksanaan pemanfaatan ruang belum sesuai dengan rencana struktur dan pola ruang dalam RTR 3. Tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang tidak berkualitas jika bernilai antara 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 50% (lima puluh 45 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

No. Tahapan Uraian persen) artinya pelaksanaan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana struktur dan pola ruang dalam RTR. Rekomendasi merupakan saran yang menganjurkan perbaikan yang didasarkan pada hasil evaluasi kesesuaian pemanfaatan ruang meliputi : 1. Untuk tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang yang berkualitas, rekomendasi berupa saran kebijakan dan strategi mempertahankan dan/atau meningkatkan kesesuaian program dan lokasi program pemanfaatan ruang dan/atau saran revisi sebagian RTR melalui peninjauan kembali rencana struktur dan pola ruang 2. Untuk tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang yang kurang berkualitas, rekomendasi berupa saran kebijakan dan strategi meningkatkan kesesuaian pemanfaatan ruang dan/atau merumuskan kebijakan dan strategi baru sehingga secara bertahap terwujud perbaikan perwujudan rencana struktur dan pola ruang dan/atau saran untuk revisi total RTR melalui peninjauan kembali rencana struktur dan pola ruang 3. Untuk tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang yang tidak berkualitas, rekomendasi berupa saran kebijakan dan strategi baru dan/atau saran untuk revisi total RTR melalui upaya peninjauan kembali rencana struktur dan pola ruang. Sumber: Tinjauan Peneliti, 2020 5. Peran Indeks dalam Evaluasi Kinerja Penataan Ruang Melakukan pengukuran kinerja pembangunan penataan ruang dalam kota atau wilayah tidak jauh berbeda dengan proses pengukuran kinerja dalam proses manajemen seperti yang dijelaskan pada uraian mengenai kinerja di atas. Sama halnya dengan pengukuran kinerja dalam manajemen, pengukuran kinerja kota dilakukan dengan membandingkan performa aktual kinerja kota dengan standar. Namun sampai saat ini, para ahli di bidang perkotaan belum sepakat mengenai standar baku kinerja seperti apa yang dapat digunakan. Hal ini terjadi utamanya disebabkan karena data yang ada di tingkat kota yang belum tersedia atau ada tetapi tidak dapat diperbandingkan dengan data di kota yang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Asian Development Bank pada tahun 2006 (Arifianto, 2010). Perencana kota pada saat ini dihadapkan pada permasalahan kurangnya data pada tingkat kota untuk membuat perencanaan. Memang pada saat ini telah dilakukan pengumpulan data di sejumlah wilayah-wilayah perkotaan, namun PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 46

pengumpulan tersebut sepertinya tidak dilakukan dengan koordinasi yang baik antar instansi. Sehingga yang terjadi adalah data tidak memiliki kemampuan untuk diperbandingkan baik antar daerah maupun antar waktu (Arifianto, 2010). Akan tetapi walaupun belum ada standar yang baku, namun para ahli di bidang perkotaan sepakat bahwa untuk mengukur kinerja kota diperlukan indikator. Dalam melakukan pengukuran kinerja kota para stakeholder harus sepakat tentang apa yang ingin dicapai atau diperbaiki. Untuk itulah diperlukan indikator-indikator yang rasional dan terukur, yang dapat membantu dalam menentukan kondisi dan kinerja kota. Perbaikan dari indikator-indikator inilah yang harus dijadikan tujuan bersama (Arifianto, 2010). Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa indikator mempunyai peranan yang penting dalam proses pengukuran kinerja kota. Indikator secara harfiah dapat diartikan sebagai petunjuk (pointer) yang menunjukkan bagaimana sesuatu yang berjalan. Dalam konteks pengukuran kinerja, indikator dapat diartikan sebagai sebuah model yang mampu menggambarkan hubungan sebab-akibat, progress, policy actions, dan outcomes. Indikator merupakan hal yang berbeda dengan data. Hal yang membedakan antara data dengan indikator adalah hubungannya dengan kebijakan (Arifianto, 2010). Indikator memiliki hubungan yang erat dengan kebijakan. Indikator merupakan jembatan antara data dan kebijakan. Pemilihan dan perumusan indikator dan alasannya memerlukan waktu yang lama. Dan pekerjaan ini biasanya lebih cenderung dilakukan oleh policy analiyst dan bukan oleh statisticants (Arifianto, 2010). INDEKS INDIKATOR STATISTIK DATA Gambar 2.5. Piramida Data Sumber : Arifianto, 2010 47 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Data berada pada tingkatan yang paling bawah dalam segitiga dan merupakan data atau informasi yang mentah. Data-data ini biasanya dirakit menjadi statistik, dan seringkali disajikan dalam bentuk tabel, atau bentuk lainnya yang terorganisir. Tabel-tabel seperti umumnya tidak banyak memberi arti jika kemudian langsung digunakan untuk merumuskan kebijakan, karena mayoritas orang tidak bisa membaca atau melihat pentingnya hasil berdasarkan data-data yang tersaji dalam tabel-tabel, mereka lebih lanjut membutuhkan interpretasi dan analisis. Pada tingkatan selanjutnya adalah indikator, yang biasanya berbetuk angka tunggal, sebagian besar rasio, seperti tingkat pengangguran atau tingkat pertumbuhan ekonomi, yang memungkinkan untuk dibandingkan antar ruang dan waktu serta memiliki implikasi baik secara normatif maupun secara kebijakan. Dan pada tingkat yang paling tinggi adalah indeks yang merupakan kombinasi dari berbagai indikator yang ingin diukur (Arifianto, 2010). Menurut J. Supranto (2001), indeks adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur perubahan atau perbandingan variabel. Angka indeks bisa membandingkan dua variabel yang berbeda pada satu waktu atau membandingkan variabel yang sama pada waktu yang berbeda. Menurut OECD (2008), indeks komposit adalah sekumpulan ekuitas, indeks, atau faktor lainnya yang dikombinasikan dengan cara standar, menyediakan ukuran statistik yang berguna dari pasar secara keseluruhan atau kinerja sektor dari waktu ke waktu. Indeks komposit dapat menyajikan berbagai informasi menjadi satu angka yang lebih ringkas sehingga mudah dalam analisis. Indeks komposit biasanya tersusun atas gabungan dari berbagai macam indeks. Menurut OECD (2008), langkah-langkah utama dalam menyusun indeks komposit adalah standarisasi, pembobotan, dan agregasi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa data, statistic, indikator, dan indeks mempunyai peranan yang penting dalam proses pengukuran kinerja kota atau penataan ruang. 6. Kajian Terdahulu Pada tahun 2019 telah dilakukan pengawasan teknis terhadap Potret Kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang Kabupaten/Kota Se-Indonesia yang PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 48

dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja penyelenggaraan penataan ruang dilakukan sebagai upaya untuk memastikan bahwa penyelenggaraan penataan ruang diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang dilakukan terhadap 514 kabupaten/kota di Indonesia (Situmorang, 2019). Kabupaten/kota menjadi fokus pelaksanaan kegiatan pengawasan teknis karena pada tingkatan ini berbagai aktifitas penyelenggaraan penataan ruang dilakukan, mulai dari penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, hingga pengendaliannya. Tentunya menjadi penting bahwa pengawasan teknis tidak dilakukan oleh pemerintah daerah itu sendiri, dalam hal ini dilakukan oleh pemerintah pusat, sehingga diperoleh hasil pengawasan yang objektif. Pengawasan teknis menghasilkan informasi potret kinerja penyelenggaraan penataan ruang daerah kabupaten/kota yang lengkap dan menjadi benchmark bagi penyelenggaraan penataan ruang yang berkualitas, sekaligus isu-isu penyelenggaraan penataan ruang daerah dan rekomendasi tindak lanjutnya (Situmorang, 2019). Pengawasan penataan ruang merupakan bagian dari proses penyelenggaraan penataan ruang yang dilakukan terhadap aspek pengaturan, aspek pembinaan, dan aspek pelaksanaan (perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang). Seluruh aspek tersebut harus bersinerja baik agar penyelengagraan penatan ruang dapat optimal. Pengawasan teknis 2019 diprakarsai Pemerintah Pusat untuk menilai kinerja penyelenggaraan penataan ruang diseluruh wilayah Indonesia. Dikarenakan pengawasan belum sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah (provinsi dan kabupaten/kota) karena ada keraguan pengawasan terhadap diri sendiri, sehingga kementerian ATR/BPN sebagai pemegang portofolio bidang penataan ruang berinisiatif untuk menyelenggarakannya (Pasal 56 UU Nomor 26 Tahun 2007). Dilakukan pengawasan teknis ini untuk: 1) menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang yaitu ruang yang aman, nyaman, produktif, dan 49 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

berkelanjutan; 2) menjamin terlanksananya penegakan hukum bidang penataan ruang; dan 3) meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang. Pengawasan teknis ini dilakukan diseluruh kabupaten/kota secara berkala, paling sedikit 2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun. Pengawasan teknis ini dilakukan melalui sensus dengan pengisian kuisoner dan in-depth interview terhadap penyelenggara penataan ruang di kabupaten/kota melalui Sistem Informasi Pengawasan Teknis (SIWASTEK). SIWASTEK merupakan aplikasi berbasis web untuk mempermudah Pemerintah Pusat mengawasi kinerja penyelenggara penataan ruang di kabupaten/kota. Data dan informasi dari pengisian kuisoner dan in-dept interview selanjutnya diolah menggunakan analisis kuantitatif dan analisis deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan tahapan: 1) perumusan parameter dan indicator masing-masing aspek dengan mempertimbangkan isu strategis dan kondisi actual saat ini; 2) pembobotan dan skoring dengan mempertimbangkan pengaruh/hubungan antar aspek; dan 3) Evaluasi dengan cara menilai tingkat pencapaian kinerja penyelengagraan penataan ruang kabupaten/kota secara terukur dan objektif. Selanjutnya, dilakukan analisis deskriptif yaitu evaluasi untuk memetakan permasalahan, melihat keterkaitan anatr aspek, dan merumuskan solusi sistematik. Dengan demikian, diperolehlah hasil kinerja penyelenggaraan penataan ruang masing-masing kabupaten/kota dan rekomendasi tindak lanjut. Dan untuk aspek dan indikator yang digunakan dalam pengawasan teknis ini melepitu sebagai berikut. Tabel 2.3. Aspek dan Indikator dalam Pengawasan Teknis Kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang No. Aspek Indikator 1 Perencanaan 1. Ketersediaan Dokumen Rencana (RTRW dan RRTR) 2. Kelengkapan Muatan (KRB, RTH, KP2B) 2 Pengaturan 3. Ketersediaan Perda RTRW dan Produk Hukum RRTR 4. SK TKPRD 5. Perda RPJMD 6. Produk Hukun Pengendalian (KUPZ, Perizinan, Insentif dan PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 50

Disinsentif, Sanksi) 3 Pembinaan 7. Rapat Koordinasi TKPRD 8. Sosialisasi 9. Litbang/Inovasi 10. Sistem Informasi dan Komunikasi 11. Penyebarluasan Informasi 12. Pengembangan Kesadaran Masyarakat 4 Pemanfaatan 13. Kesesuaian Program Pembangunan dengan RTR 5 Pengendalian 14. Penerapan KUPZ/PZ dalam Perizinan 15. Pemberian Izin yang Sesuai dengan RTR 16. Penerpana Insentif dan Disinsentif 17. Pengenaan Sanksi Sumber: Pengawasan Teknis Kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang, 2019 Penelitian ini merupakan penelitian terkait indeks penyelenggaraan penataan ruang yang ada dan dilakukan pertama kali di Indonesia. Oleh karenanya, kajian pengawasan teknis terhadap Potret Kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang Kabupaten/Kota Se-Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan penelitian ini. 7. Best Practices dari Negara Lain a. Sistem Perencanaan Tata Ruang dari Negara Lain Berdasarkan Kajian Penyusunan Materi Teknis pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan oleh Kementerian PPN/Bappenas (2015), belajar dari sistem perencanaan di Eropa bahwa sistem perencanaan merupakan kerangka hukum dan peraturan bagi praktek perencanaan. Dengan kata lain, sistem perencanaan memberikan arah terhadap implementasi suatu praktek perencanaan. Lingkup praktek perencanaan yang dimaksud adalah lingkup perencanaan penataan ruang dan perencanaan pembangunan. Berdasarkan 51 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

European Commission, karakteristik sistem perencanaan dikategorikan kedalam 4 (empat) kategori sesuai dengan pendekatan yang dianutnya. Perbedaan pendekatan tersebut memengaruhi arah implementasi praktek perencanaan di suatu negara. Pada gambaran sistem perencanaan di beberapa negara Uni Eropa, dapat dirumuskan bahwa sistem perencanaan pada negara-negara tersebut menjadi arahan terhadap perencanaan ruang (penataan ruang) dan non-keruangan (pembangunan). Sistem perencanaan tersebut terhierarki secara sistematis berdasarkan wilayah administrasi, dari tingkat Uni Eropa, Nasional, Regional, hingga Lokal. Poin penting dari gambaran sistem perencanaan pada beberapa negara Uni Eropa ini adalah bahwa pembagian lingkup praktek perencanaan (perencanaan penataan ruang dan perencanaan pembangunan) umumnya dilakukan secara sistematis dan tidak bersifat parallel (Kementerian PPN/Bappenas, 2015). Sebagai gambaran, sistem perencanaan yang diaplikasikan di UK terdiri dari perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan regional. Perencanaan pembangunan ini kemudian dijabarkan secara lebih detail dalam bentuk perencanaan tata ruang yang diterapkan pada tingkat lokal. Sistem perencanaan secara sistematis dan berhierarki ini menjadikan proses integrasi dan sinkronisasi antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan menjadi lebih mudah dilakukan, karena proses integrasi hanya dilakukan pada tingkat local (Kementerian PPN/Bappenas, 2015). Gambaran lainnya dari Amerika Serikat yang belum mempunyai tradisi yang kuat dalam penataan ruang, akan tetapi setiap negara bagian sudah mempunyai peraturan dalam penataan ruang. Penataan ruang didasarkan berdasarkan zonazona yang dibuat oleh pemerintah. Pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap kawasan konservasi dan area-area perlindungan sumber-sumber daya alam dan keindahan pemandangan merupakan kewenangan pemerintah negara bagian sepenuhnya (Surakusumah, 2010). PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 52

Gambar 2.6. Sistem Perencanaan Tata Ruang di Inggris Sumber: Kajian Penyusunan Materi Teknis pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, 2015 Gambar 2.7. Sistem Perencanaan Tata Ruang di Amerika Serikat Sumber: Surakusumah, 2010 53 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

b. Sistem Pemanfaatan Dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Dari Negara Lain Menurut Booth (dalam Cullingworth, 2009), secara umum penataan ruang di dunia, dapat dibagi dalam dua sistem, yaitu regulatory system dan discretionary system. Dalam regulatory system, pemanfaatan ruang berdasarkan pada kepastian hukum yang berupa peraturan zonasi. Salah satu negara yang menerapkan sistem ini adalah Amerika Serikat. Regulatory system pertama kali ada di Jerman kemudian menyebar ke Amerika Serikat (Booth, dalam Cullingworth, 2009). Sedangkan dalam discretionary system, pengambilan keputusan terhadap suatu permohonan pemanfaatan ruang berdasarkan pertimbangan lembaga perencanaan yang berwenang. Negara yang menganut sistem ini antara lain Inggris. Dalam pelaksanaannya, development plan digunakan bukan sebagai instrumen dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang (Ratcliffe, 1974). Rencana yang tertuang dalam peta penggunaan lahan bukan merupakan satu-satunya dasar pengambilan keputusan pembangunan. Pihak pengambilan keputusan berhak mempertimbangkan aspek-aspek lain yang dianggap penting untuk mengambil keputusan. Regulatory System Peraturan zonasi telah diakui sebagai salah satu instrumen untuk mengatur penggunaan lahan, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga banyak negara lainnya (Gallion dan Eisner, 1994 dan Lang, 1994). Pada beberapa negara peraturan zonasi (zoning regulation) dikenal juga dengan istilah land development code, zoning code, zoning ordinance, zoning resolution, zoning by-law, urban code, panning act, dan lain-lain. zonasi sendiri menurut Babcock (1979: 416) didefinisikan sebagai: “Zoning is the division of a municipality into districts for the purpose of regulating the use of private land”. Pembagian wilayah menjadi beberapa kawasan dengan aturan-aturan hukum yang ditetapkan lewat peraturan zonasi, pada prinsipnya bertujuan memisahkan pembangunan kawasan industri dan komersial dari kawasan perumahan. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 54

Konsep zonasi mulai dikembangkan di Jerman pada akhir abad ke-19 (Leung, 1989: 158) dan menyebar ke negara lain seperti Amerika Serikat dan Canada pada awal abad ke-20 sebagai respon atas industrialisasi dan meningkatnya pengaduan masyarakat yang mengalami gangguan privasi. Gangguan ini merupakan dampak buruk dari urbanisasi dan pertumbuhan populasi penduduk sehingga pemerintah harus segera bertindak mencari cara penyelesaian. Amerika Serikat mengadopsi peraturan zonasi dari Jerman pada awal abad ke-20. Jerman telah lebih dulu menerapkan peraturan zonasi pada akhir abad ke-19 (Leung, 1989). Peraturan zonasi modern Amerika Serikat, pertama kali ditetapkan di New York pada tahun 1916. Kegiatan awal ini secara berangsur- angsur berkembang menjadi berbagai bentuk peraturan zonasi dan telah digunakan hampir di seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Pada Tahun 1922 Departemen Perdagangan Amerika Serikat (The U.S. Department of Commerce) menetapkan The Standard State Zoning Enabling Act sebagai model kewenangan peraturan zonasi bagi negara bagian. Selanjutnya beberapa negara bagian antara lain California, New Jersey, dan Pennsylvania, melakukan modifikasi terhadap The Standard Act sesuai kebutuhan daerahnya masing-masing dengan tetap mempertahankan konsep klasifikasi zonasi (Mandelker, 1993). Hampir semua kota di Amerika Serikat kecuali kota Houston, Texas, menerapkan regulatory system dalam sistem perencanaannya, yaitu dalam pengambilan keputusan penataan ruang berdasarkan regulasi perencanaan yang berlaku. Karena itu di Amerika Serikat, peraturan zonasi menjadi instrumen utama dalam menjamin hak setiap warga untuk memanfaatkan lahan yang dimilikinya. Houston adalah satu-satunya kota di Amerika Serikat yang tidak menggunakan traditional zoning law sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang di seluruh wilayahnya. Kota Houston memandang zoning law tidak diperlukan. Sistem yang dianggap lebih diperlukan yaitu perjanjian individu yang memberikan perlindungan bagi kepentingan semua pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut (Cullingworth, 1993). 55 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Dengan ditetapkannya peraturan zonasi sebagai kewenangan negara bagian, maka peraturan zonasi menggambarkan police power. Selanjutnya negara- negara bagian bila dianggap perlu dapat menyerahkan kewenangan tersebut kepada pemerintah kota dan daerah (Branch, 1985). Police power atau kewenangan pemeliharaan ketertiban adalah kewenangan untuk membuat dan menegakkan hukum untuk melindungi kesehatan, keamanan, moral dan kesejahteraan penduduk, baik yang diundangkan pada tingkat lokal maupun nasional. Kewenangan ini tetap dipegang oleh negara bagian pada saat pembentukan pemerintah federal. Hanya bila berkenaan dengan kesejahteraan nasional dan ketika pemerintah daerah tidak mampu menangani situasi, maka negara bagian memandang perlu untuk meminta bantuan pemerintah federal (Gallion dan Eisner, 1996). Saat ini peraturan zonasi telah diterapkan sebagai perangkat pengendalian penggunaan lahan secara luas di Amerika Serikat. Peraturan zonasi dalam bentuk yang sekarang ini telah banyak mengalami perubahan konteks bila dibandingkan dengan bentuk awal seiring dengan kepentingan publik di masing- masing daerah (Korlena, 2011). Discretionary System Undang-undang perencanaan komprehensif pertama kali dibuat tahun 1947 dan mengandung prinsip-prinsip dasar yang masih tetap relevan. Prinsip dasar ini membagi perencanaan dalam tiga fungsi, yaitu: (1) pengendalian pembangunan; (2) perencanaan pembangunan; dan (3) pengawasan oleh pemerintah pusat. Cullingworth (1993) menjelaskan sistem perencanaan yang ada di Inggris. Inggris menganut system unitary yaitu perundangan-undangan nasional berlaku di seluruh wilayah Inggris dan bersifat mandatory atau wajib dipatuhi. Terdapat tiga departemen pemerintah pusat yang bertanggungjawab memastikan hukum dan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat mengenai perencanaan pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh pemerintah lokal. Departemen tersebut PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 56

adalah Department of the Environment untuk wilayah England, Welsh Office untuk wilayah Wales dan Scottish Environment Department untuk wilayah Skotlandia. Ketiga departemen tersebut menjalankan sistem kontrol secara ekstensif terhadap pemerintah-pemerintah lokal. Banyak undang-undang yang dibuat parlemen mengharuskan otoritas lokal menyampaikan rencana, usulan, rencana-rencana pembangunan dan rencana lainnya kepada departemen di atas. Pemerintah pusat juga berwenang untuk mengontrol pinjaman pendanaan otoritas lokal. Peraturan perundang-undangan berisikan kebijakankebijakan pemerintah pusat terus diinformasikan kepada otoritas lokal melalui buletin, surat edaran dan pedoman. Peraturan lokal harus terlebih dahulu mendapat persetujuan pemerintah pusat supaya dapat berlaku sah menurut hukum. Dalam hal pengendalian pemanfaatan ruang, Inggris menganut discretionary system. Mengutip tulisan Cullingworth (1993), pemerintah pusat berwenang melakukan kontrol atau pengendalian terhadap perencanaan pemanfaatan ruang yang dilaksanakan pemerintah lokal. Pengendalian ini dilakukan dalam berbagai cara. Pertama, local plan yang dibuat pemerintah lokal, mangandung materi kebijakan-kebijakan otoritas lokal dan usulan-usulan pembangunan wilayah atau konservasi area, harus mendapat persetujuan secretary of state. Local “structure plans” ini bisa saja langsung disetujui, atau disetujui dengan perbaikan atau ditolak sepenuhnya. Fungsi structure plan sesuai Town and Country Planning Act 1990 adalah untuk menetapkan kebijakan-kebijakan otoritas perencanaan lokal (local planning authority) dan usulan-usulan umum pembangunan dan pemanfaatan ruang di area khusus, termasuk peningkatan lingkungan fisik dan manajemen lalu lintas. Structure plan membentuk kerangka operasional detail bagi local plan. Menjadi kerangka acuan bagi otoritas perencanaan lokal dalam mengajukan usulan-usulan pembangunan atau pemanfaatan ruang di wilayahnya, termasuk juga langkah-langkah dalam peningkatan lingkungan fisik dan manajemen lalu lintas. 57 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Structure plan disiapkan dan boleh diadopsi oleh otoritas local setelah diselenggarakan public inquiry atau penyelidikan oleh seorang inspector yang ditugaskan oleh secretary of state. Laporan inspector dibuat untuk otoritas lokal. Tidak ada ketentuan hukum tentang prosedur penyelidikan namun penyelidikan ini diperlukan dengan dasar pemikiran bahwa memastikan local plan yang dibuat sudah sesuai dengan kerangka yang digariskan oleh structure plan. Sesuai peraturan perundangan, departemen pusat menangani urusan strategis sedangkan otoritas lokal bertanggungjawab dengan urusan daerahnya. Dasar pemikiran seperti ini tidak berjalan di beberapa daerah yang tidak ada county level pada pemerintahan lokalnya, dimana metropolitan county council juga telah dihapus. Pada daerah seperti ini, diperlukan adanya unitary plan yang juga diadopsi oleh otoritas lokal. Terlepas dari kewenangan secretary of state yang bisa tidak menyetujui suatu rencana yang dianggap kurang bagus, hanya pengaruh pemerintah pusat yang mensyaratkan menurut undang-undang bahwa otoritas lokal harus memperhatikan arahan-arahan strategis yang dibuat secretary of state dan kebijakan nasional dan regional. Arahan dan kebijakan ini terdapat dalam surat edaran dan dokumen berupa planning policy guidelines, regional policy guidelines, dan mineral policy guidance notes. Untuk wilayah Scotlandia, terdapat dokumen national policy guidelines. Sejak diberlakukannya Planning and Compulsary Purchase Act tahun 2004, terdapat perubahan nama dokumen arahan dan kebijakan serta development plan. Arahan dan kebijakan pemerintah pusat semula planning policy guidelines berubah menjadi planning policy statements, arahan dan kebijakan regional berupa regional policy guidelines berubah menjadi regional spatial strategy. Pada tingkat lokal, development plan berupa structure plan, unitary plan dan local plan berubah menjadi local development framework (LDF). Dalam sistem seperti ini, tidak terdapat zoning by law atau peraturan zonasi. Suatu permohonan perencanaan masyarakat diputuskan oleh otoritas lokal dengan mempertimbangkan development plan. Menurut hukum, rencana ini tidak mengikat tetapi sangat penting digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan untuk menjawab suatu permohonan pembangunan. Dalam mengambil PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 58

keputusan untuk mengabulkan atau menolak suatu permohonan, otoritas lokal memperhatikan kedua rencana ini, namun juga mempertimbangkan beberapa aspek lainnya yang dianggap penting (Korlena, 2011). 8. Sintesa Kajian Pustaka Dari keseluruhan uraian di atas dapat diperoleh kajian terkait indikator atau faktor-faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan penataan ruang. Faktor- faktor yang berpengaruh tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.4. Kajian Faktor-Faktor Berpengaruh terhadap Penyelenggaraan Penataan Ruang No. Aspek Sumber Faktor 1 Pengaturan Penataan PP Nomor 15 Tahun 2010 1. Ketersediaan perda RTRW, RTRKS, RDTR, PZ Ruang 2. Ketersediaan perbup/perwali tentang perizinan, bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, serta sanksi administrasi Pengawasan Teknis Kinerja 1. Ketersediaan Perda RTRW dan Produk Hukum RRTR Penyelenggaraan Penataan 2. SK TKPRD Ruang dari Kementerian 3. Perda RPJMD ATR/BPN Tahun 2019 4. Produk Hukum Pengendalian (KUPZ, Perizinan, Insentif dan Disinsentif, Sanksi) 2 Pembinaan Penataan PP Nomor 15 Tahun 2010 1. Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang Ruang 2. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang 3. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang 4. Pendidikan dan pelatihan 5. Penelitian dan pengembangan 6. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang 7. Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat 8. Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat Pengawasan Teknis Kinerja 1. Rapat Koordinasi TKPRD 59 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

No. Aspek Sumber Faktor Penyelenggaraan Penataan 2. Sosialisasi Ruang dari Kementerian 3. Litbang/Inovasi ATR/BPN Tahun 2019 4. Sistem Informasi dan Komunikasi 5. Penyebarluasan Informasi 6. Pengembangan Kesadaran Masyarakat 3 Pelaksanaan Penataan Permen ATR/BPN Nomor 6 1. Kelengkapan dan kedalaman muatan RTRW dan Ruang – Perencanaan Tahun 2017 kualitas data. Tata Ruang 2. Kesesuaian materi muatan RTRW dengan berbagai peraturan perundang-undangan/kebijakan terkait Final Report Institution 1. Kondisi peraturan perundang-undangan di tingkat Building for the Integration nasional yaitu UU Nomor 25 Tahun 2004 dan UU of National-Regional Nomor 26 Tahun 2007 berkaitan dengan ketiadaan Development and Spatial arahan untuk integrasi antardokumen perencanaan Planning dari Kementerian pembangunan dan perencanaan tata ruang. PPN/Bappenas Tahun 2011 2. Ketiadaan regulasi rinci untuk penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). 3. SDM aparat perencanaan daerah dengan kapasitas yang sulit dibangun apabila adanya mutasi/rotasi yang terlalu sering. 4. Ketersediaan konsultan pendampingan dan kualitasnya. Lanya. 2012 1. Kebijakan dan integritas para kepala daerah, 2. Pembiayaan dan tenaga ahli/kepakaran di bidangnya dalam penyusunan dokumen, 3. Tingkat ketelitian dan keterbaruan data base, 4. Konflik kepentingan, 5. Ekonomi, 6. Sosial budaya, 7. Kelestarian lingkungan hidup, 8. Politik, 9. Pertumbuhan penduduk, 10. Keamanan, dan 11. Masalah institusi (kurang efektif dan efisien, perencanaan program tidak tepat dan tidak sesuai PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 60

No. Aspek Sumber Faktor dengan kondisi dan kebutuhan, dokumen tata ruang yang tidak digunakan dan hanya disimpan karena tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan). Prihartono, 2020 Kajian Lingkungan Hidup Strategis Direktorat Pembinaan 1. Kesesuaian terhadap peraturan perundangan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, 2. Integrasi proyek strategis nasional 2019 3. Pemenuhan ruang terbuka hijau publik 4. Kawasan hutan 5. Lahan pertanian pangan berkelanjutan 6. Aspek kebencanaan. PP Nomor 15 Tahun 2010 1. Prosedur penyusunan dan penetapan rencana umum tata ruang 2. Prosedur penyusunan dan penetapan rencana rinci tata ruang Pengawasan Teknis Kinerja 1. Ketersediaan Dokumen Rencana (RTRW dan RRTR) Penyelenggaraan Penataan Ruang dari Kementerian 2. Kelengkapan Muatan (KRB, RTH, KP2B) ATR/BPN Tahun 2019 4 Pelaksanaan Penataan Permen ATR/BPN Nomor 6 1. Jenis pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap indikasi Ruang – Pemanfaatan Tahun 2017 program lima tahunan dan besaran pelaksanaan Ruang pemanfaatan ruang terhadap struktur ruang dan pola ruang 2. Dampak pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Permen ATR/BPN Nomor 9 1. Kesesuaian program pemanfaatan ruang Tahun 2017 2. Kesesuaian lokasi program pemanfaatan ruang. Final Report Institution Keintegrasian perencanaan tata ruang dan pembangunan Building for the Integration of National-Regional Development and Spatial Planning dari Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2011 Nasir, 2014 1. Perencanaan dan substansi 2. Rencana implementasi, Ulenaung, 2019 1. Sumber Daya Manusia, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia masih rendah. 61 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

No. Aspek Sumber Faktor 2. Partisipasi Masyarakat Masih Rendah, hal ini 5 Pelaksanaan Pengendalian disebabkan tidak tersampaikannya informasi tentang Peraturan Daerah mengenai RTRW dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam mematuhi penetapan pemanfaatan ruang. 3. Kepastian Hukum, dalam pemanfaatan ruang belum maksimal sehingga pelanggaran mengenai RTRW belum ada. 4. Kurangnya tenaga teknis pada beberapa daerah terkait elaborasi kebutuhan pemanfaatan ruang antar kabupaten dan kota dalam provinsi yang memang kompleks dan rumit. 5. Rencana yang tersusun tidak memperhitungkan keserasian, keseimbangan, dan kelestarian lingkungan. Karena itu, jika rencana tersebut dijalankan sebagaimana yang ditetapkan maka diperkirakan dalam waktu jangka panjang akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. 6. Tidak adanya ketegasan hukum bagi setiap orang yang melanggar ketentuan dalam ruang. Artinya, bahwa setiap orang yang melakukan penyimpangan penggunaan rencana tata ruang tidak pernah diberikan sanksi. 7. Dalam perencanaan tata ruang selalu disatukan dengan rencana pengembangan, sehingga penetapan rencana tata ruang menjadi kabur karena simpang siur dengan rencana pengembangan. Seharusnya rencana pengembangan mengacu pada rencana tata ruang. 8. Dalam penetapan rencana tata ruang lebih banyak di dominasi oleh keputusan politik, sehingga obyektifitas terhadap karakteristik wilayah menjadi tidak dapat berjalan dengan baik. PP Nomor 15 Tahun 2010 Sinkronisasi program pembangunan dengan RTR Pengawasan Teknis Kinerja Kesesuaian Program Pembangunan dengan RTR Penyelenggaraan Penataan Ruang dari Kementerian ATR/BPN Tahun 2019 – Nasir, 2014 1. Monitoring dan evaluasi 2. Lingkungan eksternal PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 62

No. Aspek Sumber Faktor Pemanfaatan Ruang PP Nomor 15 Tahun 2010 1. Pengaturan zonasi 2. Perizinan 3. Pemberian insentif dan disinsentif 4. Pengenaan sanksi Pengawasan Teknis Kinerja 1. Penerapan KUPZ/PZ dalam Perizinan Penyelenggaraan Penataan Ruang dari Kementerian 2. Pemberian Izin yang Sesuai dengan RTR ATR/BPN Tahun 2019 3. Penerpana Insentif dan Disinsentif 4. Pengenaan Sanksi Sumber: Tinjauan Peneliti, 2020 Dari keseluruhan teori dan tinjauan berbagai sumber, baik jurnal, buku, hasil kajian, maupun regulasi terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang, didapatkan kesamaan beberapa faktor antara sumber satu dengan sumber yang lainnya. Keseluruhan faktor yang diasumsikan berpengaruh terhadap penyelenggaraan penataan ruang tersebut diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan aspek dari penyelenggaraan penataan ruang. Dan berdasarkan hasil tinjauan diatas ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor disetiap aspek berpengaruh terhadap penyelenggaraan penataan ruang, yang mana faktor-faktor yang disimpulkan tersebut akan diproses lebih lanjut dalam tahap pengumpulan data dan pengolahan data. Berikut faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan penataan ruang berdasarkan sintesa kajian. Tabel 2.5. Faktor-Faktor Berpengaruh terhadap Kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang No. Aspek Faktor 1 Pengaturan Penataan Ruang 1. Ketersediaan legalitas RTR 2. Ketersediaan legalitas RPJMD 3. Ketersediaan legalitas instrumen pengendalian 4. Ketersediaan legalitas TKPRD 5. Ketersediaan legalitas PPNS-PR 2 Pembinaan Penataan Ruang 6. Koordinasi 63 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

7. Sosialisasi 8. Litbang/inovasi 9. Sistem informasi dan komunikasi 10. Penyebarluasan informasi 11. Pengembangan kesadaran masyarakat 3 Pelaksanaan Penataan Ruang – 12. Ketersediaan RTR Perencanaan Tata Ruang 13. Kelengkapan substansi RTR 14. Kedalaman analisis RTR 15. Keupdate-an data RTR 16. Kesesuaian RTR dengan per UU-an 4 Pelaksanaan Penataan Ruang - 17. Kesesuaian program RPJMD dengan RTR Pemanfaatan Ruang 18. Kesesuaian lokasi program RPJMD dengan RTR 19. Dampak pelaksanaan program 20. Kesesuaian realisasi kegiatan dengan IPR 5 Pelaksanaan Penataan Ruang – 21. KUPZ/PZ Pengendalian Pemanfaatan Ruang 22. Perizinan 23. Insentif dan disinsentif 24. Pengenaan sanksi 25. Keaktifan PPNS-PR Sumber: Sintesa Peneliti, 2020 Dari 25 (dua puluh lima) faktor diatas dirumuskan definisi operasional atau maksud dari faktor tersebut dalam penelitian ini. Berikut definisi operasional faktor-faktor tersebut disertai dengan indikator Pengawasan Teknis sebagai perbandingan dan beberapa regulasi sebagai salah satu dasar pertimbangan penentuan faktor. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 64

Tabel 2.6. Definisi Operasional Faktor-Faktor Berpengaruh Faktor Definisi Operasional Indika se PENG upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah Ketersediaan legalitas RTR Adanya perda terkait rencana tata Ketersedi ruang umum (RTRW) dan produk hu rencana tata ruang rinci (RDTR). Ketersediaan legalitas RPJMD Adanya perda terkait rencana Perda RP pembangunan jangka menengah 65 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

terhadap Kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang ator Pengawasan Teknis Regulasi ebagai Pembanding sebagai Dasar Penentuan Faktor GATURAN h, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. iaan perda RTRW dan UU 26/2007 Psl 1 Ayat 16 ukum RRTR Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang UU 26/2007 Psl 14 Ayat 1 Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan: a. rencana umum tata ruang; dan b. rencana rinci tata ruang. UU 26/2007 Psl 18 Ayat 2 Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang. PP 15/2010 Psl 4 Ayat 3 Poin a Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah kabupaten/kota meliputi penyusunan dan penetapan: rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota, rencana detail tata ruang kabupaten/kota termasuk peraturan zonasi yang ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota PJMD PP 15/2010 Psl 97 Ayat 2 Program pemanfaatan ruang dituangkan dalam rencana an Pertanahan Nasional

daerah lima tahunan. Ketersediaan legalitas instrumen Adanya perda/perwali/perbup Produk hu pengendalian terkait peraturan zonasi, perizinan perizinan, insentif dan disinsentif, sanksi) serta pengenaan sanksi PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana pembangunan tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Permen DAGRI 86/2017 Psl 70 Ayat 2 Bupati/wali kota menetapkan rancangan Peraturan Daerah tentang RPJMD kabupaten/kota yang telah dievaluasi oleh gubernur menjadi Peraturan Daerah kabupaten/kota tentang RPJMD kabupaten/kota paling lambat 6 (enam) bulan setelah bupati/wali kota dan wakil bupati/wali kota dilantik. ukum pengendalian (KUPZ. UU 26/2007 Psl 35 , insentif dan disinsentif, Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. UU 26/2007 Psl 36 Ayat 3 Poin c Peraturan zonasi ditetapkan dengan: peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi. PP 15/2010 Psl 4 Ayat 3 Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah kabupaten/kota meliputi penyusunan dan penetapan: a. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota, rencana detail tata ruang kabupaten/kota termasuk peraturan zonasi yang ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota; dan b. ketentuan tentang perizinan, bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, serta sanksi administratif, yang ditetapkan 66

Ketersediaan legalitas TKPRD Adanya sk walikota/sk bupati SK TKPR terkait Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD). Ketersediaan legalitas PPNS-PR Adanya petikan keputusan/kartu tanda Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) penataan ruang. 67 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

dengan peraturan bupati/walikota. RD PP 15/2010 Psl 10 Ayat 2 Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang dilakukan melalui koordinasi dalam satu wilayah administrasi, koordinasi antardaerah, dan koordinasi antartingkatan pemerintahan. Permen ATR/BPN 116/2017 Psl 4 Penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pengintegrasian berbagai kepentingan dilakukan melalui koordinasi antarperangkat daerah dan antartingkat pemerintahan dengan membentuk TKPRD. Permen ATR/BPN 116/2017 Psl 7 Ayat 2 Pembentukan TKPRD kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan bupati/wali kota. PP 15/2010 Psl 205 Poin b Tindak lanjut hasil pengawasan penataan ruang penyampaian hasil pengawasan yang terdapat indikasi pelanggaran pidana di bidang penataan ruang kepada penyidik pegawai negeri sipil. Permen ATR/BPN 3/2017 Psl 1 Ayat 8 Pengawasan, Pengamatan, Penelitian atau Pemeriksaan yang selanjutnya disebut Wasmatlitrik adalah serangkaian tindakan PPNS Penataan Ruang untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana di bidang Penataan an Pertanahan Nasional

PEM upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang dise Koordinasi Adanya koordinasi Rapat koo penyelenggaraan penataan ruang yang dilakukan TKPRD setiap tahun. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Ruang guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan Penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Permen ATR/BPN 3/2017 Psl 5 PPNS Penataan Ruang mempunyai fungsi mewujudkan tegaknya hukum dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang. Permen ATR/BPN 3/2017 Psl 13 Ayat 3 Poin a Usul pelantikan dan pengambilan sumpah atau janji diajukan dengan melampirkan dokumen secara elektronik: petikan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai pengangkatan PPNS Penataan Ruang. MBINAAN elenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. ordinasi TKPRD UU 26/2007 Psl 13 Ayat 2 Pembinaan penataan ruang dilaksanakan melalui: a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang; b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang penataan ruang; c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang; d. pendidikan dan pelatihan; e. penelitian dan pengembangan; f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang; g. penyebarluasan informasi penataan ruang kepada 68

69 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

masyarakat; dan h. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. PP 15/2010 Psl 9 Bentuk pembinaan penataan ruang meliputi: a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang; b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang; c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang; d. pendidikan dan pelatihan; e. penelitian dan pengembangan; f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang; g. penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan h. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. PP 15/2010 Psl 10 Ayat 1 dan 2 Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang merupakan upaya untuk meningkatkan kerja sama antarpemangku kepentingan dalam penyelenggaraan penataan ruang. Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang dilakukan melalui koordinasi dalam satu wilayah administrasi, koordinasi antardaerah, dan koordinasi antartingkatan pemerintahan. an Pertanahan Nasional

Sosialisasi Adanya sosialisasi perundang- Sosialisas undangan dan pedoman bidang penataan ruang kepada OPD dan masyarakat melalui media elektronik atau media tatap muka. Litbang/inovasi Adanya penilitian dan Litbang/in Sistem informasi dan komunikasi pengembangan atau inovasi dalam bentuk aplikasi penataan ruang atau lainnya. Adanya sistem informasi dan Sistem in komunikasi penataan ruang yang efesien dan terpadu dalam bentuk basis data penataan ruang melalui jaringan sistem elektronik atau lainnya. Penyebarluasan informasi Adanya publikasi informasi Penyebar penataan ruang melalui media informasi atau media cetak yang mudah dijangkau oleh masyarakat. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

si PP 15/2010 Psl 11 novasi Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang nformasi dan komunikasi penataan ruang merupakan upaya penyampaian secara interaktif substansi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang luasan informasi penataan ruang. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang dilaksanakan melalui: a. media tatap muka; dan b. media elektronik. PP 15/2010 Psl 14 Ayat 1 Penelitian dan pengembangan merupakan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan inovasi atau penemuan baru dalam bidang penataan ruang. PP 15/2010 Psl 15 Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang merupakan upaya untuk mengembangkan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang yang mutakhir, efisien, dan terpadu. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang dilaksanakan melalui penyediaan basis data dan informasi bidang penataan ruang dengan mengembangkan jaringan sistem elektronik. PP 15/2010 Psl 16 Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat merupakan upaya untuk mempublikasikan berbagai aspek dalam penataan ruang. Penyebarluasan informasi penataan ruang dilaksanakan melalui media informasi dan media cetak yang mudah dijangkau oleh 70

Pengembangan kesadaran masyarakat Adanya kelompok masyarakat Pengemb yang peduli penataan ruang dan diinisiasi oleh pemerintah daerah. PERE suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ru Ketersediaan RTR Adanya dokumen terkait rencana Tahapan p tata ruang umum (RTRW) dan rencana (R rencana tata ruang rinci (RDTR) yang telah diperdakan. Kelengkapan substansi RTR Adanya kelengkapan substansi Kelengka RTR sesuai dengan daftar KP2B) substansi yang dipersyaratkan pada pedoman penyusunan RTR. 71 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

masyarakat. angan kesadaran masyarakat PP 15/2010 Psl 17 Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat merupakan upaya untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dilaksanakan melalui: a. penyuluhan bidang penataan ruang; b. pemberian ceramah, diskusi umum, dan debat publik; c. pembentukan kelompok masyarakat peduli tata ruang; dan d. penyediaan unit pengaduan. ENCANAAN ang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. penyusunan dokumen UU 26/2007 Psl 1 Ayat 16 RTRW dan RRTR) Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang UU 26/2007 Psl 14 Ayat 1 Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan: a. rencana umum tata ruang; dan b. rencana rinci tata ruang. apan muatan (KRB, RTH, Permen ATR/BPN 6/2017 Psl 12 Ayat 1, 2, 3 Evaluasi dilakukan untuk mengukur kemampuan RTRW sebagai acuan dalam pembangunan nasional/daerah. Evaluasi dilakukan dengan mengukur: a. kualitas RTRW; b. an Pertanahan Nasional

Kedalaman analisis RTR Adanya kedetailan analisis RTR Keupdate-an data RTR sesuai dengan daftar analisis yang dipersyaratkan pedoman penyusunan RTR, serta berdasarkan kriteria yang diatur dalam ketentuan yang berlaku (NSPK atau peraturan perundang- undangan yang berlaku) dan/atau kajian teoritis/akademis yang dapat dipertanggungjawabkan. Adanya penggunaan data RTR yang memenuhi ketentuan minimal sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Perlu diperhatikan juga kelengkapan data yang digunakan serta relevansi data yang digunakan pada saat penyusunan dibandingkan dengan kondisi saat PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan; dan c. pelaksanaan pemanfaatan ruang. Evaluasi terhadap kualitas RTRW diukur dengan memperhatikan: a. kelengkapan dan kedalaman muatan RTRW; dan b. kualitas data. Permen ATR/BPN 6/2017 Psl 12 Ayat 1, 2, 3 Evaluasi dilakukan untuk mengukur kemampuan RTRW sebagai acuan dalam pembangunan nasional/daerah. Evaluasi dilakukan dengan mengukur: a. kualitas RTRW; b. kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan; dan c. pelaksanaan pemanfaatan ruang. Evaluasi terhadap kualitas RTRW diukur dengan memperhatikan: a. kelengkapan dan kedalaman muatan RTRW; dan b. kualitas data. Permen ATR/BPN 6/2017 Psl 12 Ayat 1, 2, 3 Evaluasi dilakukan untuk mengukur kemampuan RTRW sebagai acuan dalam pembangunan nasional/daerah. Evaluasi dilakukan dengan mengukur: a. kualitas RTRW; b. kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan; dan c. pelaksanaan pemanfaatan ruang. Evaluasi terhadap kualitas RTRW diukur dengan memperhatikan: a. kelengkapan dan kedalaman muatan RTRW; 72

ini, apakah masih relevan atau perlu dilakukan pemutakhiran data. Kesesuaian RTR dengan per UU-an Adanya kesesuaian materi muatan RTR dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait bidang penataan ruang dan berlaku terhadap pelaksanaan RTR. Peraturan perundang- undangan tersebut meliputi Undang-Undang, Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan peraturan turunannya yang diamanatkan oleh peraturan perundang- undangan dimaksud. PEMA upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencan Kesesuaian program RPJMD dengan Adanya kesesuaian program (jenis Kesesuaia RTR dan besarana) pemanfaatan ruang dengan R yang direalisasikan dan tercantum pada RPJMD dengan program pemanfaatan ruang pada RTRW. 73 PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

dan b. kualitas data. Permen ATR/BPN 6/2017 Psl 12 Ayat 1, 2, 4 Evaluasi dilakukan untuk mengukur kemampuan RTRW sebagai acuan dalam pembangunan nasional/daerah. Evaluasi dilakukan dengan mengukur: a. kualitas RTRW; b. kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan; dan c. pelaksanaan pemanfaatan ruang. Evaluasi terhadap kesesuaian dengan peraturan perundang- undangan diukur dengan memperhatikan kesesuaian materi muatan RTRW dengan berbagai peraturan perundang- undangan/kebijakan terkait. ANFAATAN na tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. an program pembangunan PP 15/2010 Psl 97 Ayat 2 RTR Program pemanfaatan ruang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana pembangunan tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Permen ATR/BPN 6/2017 Psl 12 Ayat 1, 2, 5 Evaluasi dilakukan untuk mengukur kemampuan RTRW sebagai acuan dalam pembangunan nasional/daerah. an Pertanahan Nasional

Kesesuaian lokasi program RPJMD Adanya kesesuaian lokasi dengan RTR program pemanfaatan ruang yang direalisasikan dan tercantum pada RPJMD dengan lokasi program pemanfaatan ruang pada RTRW. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Evaluasi dilakukan dengan mengukur: a. kualitas RTRW; b. kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan; dan c. pelaksanaan pemanfaatan ruang. Evaluasi terhadap pelaksanaan pemanfaatan ruang diukur dari: a. jenis pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap indikasi program lima tahunan dan besaran pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap struktur ruang dan pola ruang; dan b. dampak pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Permen ATR/BPN 9/2017 Psl 11 Ayat 1 dan 2 Kegiatan evaluasi pemanfaatan ruang meliputi penilaian perwujudan struktur dan pola ruang. Penilaian kesesuaian struktur dan pola ruang dilakukan berdasarkan: a. kesesuaian program pemanfaatan ruang; dan b. kesesuaian lokasi program pemanfaatan ruang. PP 15/2010 Psl 97 Ayat 2 Program pemanfaatan ruang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana pembangunan tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Permen ATR/BPN 9/2017 Psl 11 Ayat 1 dan 2 Kegiatan evaluasi pemanfaatan ruang meliputi penilaian perwujudan struktur dan pola ruang. 74

Dampak pelaksanaan program Adanya efek/akibat/pengaruh yang disebabkan oleh terjadinya ketidaksesuain pelaksanaan program pemanfaatan ruang yang meliputi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kesesuaian realisasi kegiatan dengan Adanya kesesuaian realisasi IPR kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan dengan dokumen/surat IPR (Izin Pemanfaatan Ruang) nya. PENGENDALIAN P upaya untuk mewu KUPZ/PZ Adanya penggunaan/penerapan Penerapan KUPZ/PZ dalam penentuan 75 pemberian izin pemanfaatan ruang. PPSK-ATP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bada

Penilaian kesesuaian struktur dan pola ruang dilakukan berdasarkan: a. kesesuaian program pemanfaatan ruang; dan b. kesesuaian lokasi program pemanfaatan ruang. Permen ATR/BPN 6/2017 Psl 12 Ayat 5 Evaluasi terhadap pelaksanaan pemanfaatan ruang diukur dari: a. jenis pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap indikasi program lima tahunan dan besaran pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap struktur ruang dan pola ruang; dan b. dampak pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan. PP 15/2010 Psl 1 Ayat 17 Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PP 15/2010 Psl 160 Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. PEMANFAATAN RUANG ujudkan tertib tata ruang. n KUPZ/PZ dalam perizinan UU 26/2007 Psl 35 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. an Pertanahan Nasional