r ULKUS DEKUBITUS 3767pada kulit melihat adanya daerah yang eritem/les i, Iuka Tabel 1. Skala Norton untuk Menilai Risiko Ulkuslecet, Iuka dalam . Dekubitus.kutipt& Pengkajian paripurna pada pas ien geriatri (P3G)/ Kondisi Pasien Keterangan Skorcomprehensive geriatric assessment) sangat diperlukandalam mengidentifikasi pasien yang berisiko ulkus Kondisi fi s i k Baik 4dekubitus. Komprehensif dalam menentukan masalah um umkesehatan (biopsikososiokultural) serta mengetahuicadangan fisiologi yang masih ada pada pasien usia Cukup/lumayan 3lanjut dengan multimorbiditas. Pengkajian paripurnapada pasien geriatri mencakup pengkajian tingkat Buruk 2mobilitas (memeriksa Activity of Daily Living/ADLBarthel), status kognitif (Min i Mental State Examination/ Sangat buruk 1MMSE), status psikis (Geriatric Depression Scale/GDS), status nutrisi (Mini Nutritional Assessment/ Kesadaran Kompos mentis 4MNA). Pemeriksaan status fungsional sebelum sakit,saat sakit, selama perawatan dilakukan untuk evaluasi Apa tis 3mencapai target keberhasilan mobilisasi jangka pendek,menengah dan panjang . Konfusio/sopor 2 Setelah dilakukan pengkajian paripurna, ditentukan Stupor/komalangkah-langkah koordinasi tatalaksana dan rencanaasuhan keperawatan melalui tim terpadu geriatri. Tingkat aktivitas Ambulatori 4 Pemeriksaan untuk menilai terjadi risiko ulkus dekubitus Berjalan dengan bantuan 3dengan menggunakan ska la Norton.(tabel 1) Skala Nortonberkembang sejak tahun 1961 . Nilai semakin rendah pada Hanya bisa duduk 2ska la Norton berarti risiko ulkus dekubitus semakin tinggi.Skala lain untuk menilai risiko ulkus dekubitus adalah skala Hanya bisa tiduran 1Braden, skala Waterlow. Skala Braden terdiri dari 6 subskalayaitu persepsi sensori, kelembaban, aktivitas, mobilitas, Mobilitas Bergerak bebas 4nutrisi dan friction _dan shear. 16 Sedikit terbatas 3DIAGNOSIS BANDING 17 Sa ngat terbatas 2 Eritem non-palpable, yang \"memucat\" (blanch) pada penekanan Tak bisa bergerak 1 Luka kronik, tipe yang lain (ulkus diabetes, ulkus venous) lnkontinensia Tidak ada 4 Ulkus dekubitus atipikal Ulkus dekubitus yang terjadi bukan pada tempat Kadang-kadang 3 predileksi, misalnya permukaan ekstensor lengan/ tungkai, dorsum kaki, ujung jari Sering inkontinensia urin 2KLASIFIKASI Sering inkontinensia urin dan alviKlasifikasi ulkus dekubitus berdasarkan dalamnya jaringanyang mengalami kerusakan . The National Pressure Ulcer skor < 26 =risiko tinggi skor > 25 = ri siko rendahAdvisory Panel (NPUAP) pada tahun 2007 memperbaharuiklasifikasi ulkus dekubitus yang pertama kali dibuat oleh Tipe Ulkus Dekubitus14Shea.15 Klasifikasi baru tersebut menambahkan 2 stadium Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhanlagi yaitu ulkus dekubitus yang tak dapat diklasifikan dan perbedaan temperatur ulkus dekubitus dengan kulit(unstageable/ unclassified) dan kerusakan jaringan dalam sekitarnya, ulkus dekubitus dibagi menjadi 3 bagian :(deep tissue injury) .16 Tipe normal Beda temperatur ± 2,5° Cantara daerah ulkus dengan kulit sekitar, akan sembuh sekitar 6 minggu selama perawatan . Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan namun pembuluh dan aliran darah masih baik. Tipe arteriosklerotik Beda temperatur < 1°C antara daerah ulkus dengan kulit sekitar. Ulkus dekubitus terjadi karena tekanan dan arteriosklerotik pada pembuluh darah, penyembuhan terjadi dalam 16 minggu. Tipe terminal Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh . PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan ulkus dekubitus cukup sulit dan butuh waktu lama, sehingga pencegahan sangat penting dilakukan. Pada tatalaksana ulkus dekubitus diperlukan tim terpadu
3768 GERIATRI DAN GERONTOLOGIStadium 1 Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak daerah kemerahan/ eritema clan berindurasiStadium 2 Sudah tetjadi kehilangan lapisan kulit epidermis/ dermisStadium3 Terjadi kerusakan pada seluruh lapisan kulit (epidermis,dermis, subkutis) meluas kelapisan fasiaStadium4 Jaringan otot, tendon clan tulang sudah terlibatUnstageable/ Lapisan atas kulit ditutupi jaringanunclassified nekrotik tebal yang berwama kuning, abu-abu, coklat,atau hijau. Stadium tidak dapat ditentukan walaupun jaringan nekrotik sudah lepasKerusakan Pada kulit yang intak berwama ungujaringan dalam atau merah maron, tampak seperti(deep tissue injury) memar yang dalam. Stadium ini cepat menjadi stadium 3/4Gambar 3. Klasifikasi Ulkus Dekubitus.17
ULKUS DEKUBITUS 3769geriatri yang bekerja secara interdisipl in, meliputi dokter Sprei, selimut dalam keadaan kering dengankonsultan terkait, perawat, ahli gizi, bagian rehabilitasi- permukaan rata/halusmedik, ahli farmasi klinik. Pasien dan keluarga/pramurawat Gunakan kasur antidekubitusharus diedukasi mengenai risiko timbul ulkus dekubitus danperburukan yang akan terjadi, serta mengetahui tentang d. Nutrisi dan Hidrasistrategi pencegahan dan penatalaksanaannya. Tatalaksana Asupan makanan dan cairan cukup, termasukdapat berhasil bila disertai peran serta keluarga terutama vitamin dan mineral.pramurawat (care giver).7 Bila sudah terjadi ulkus dekubitus, tentukan stadiumPencegahan dan perencanaan tindakan 1Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama, Stadium 1karena pengobatan ulkus dekubitus membutuhkan waktu Terjadi reaksi peradangan terbatas pada epidermis.dan biaya yang besar. Pencegahan sudah dimulai saat Kulit kemerahan dibersihkan hati -hati dengan airpertama kali kontak dengan pasien. Tindakan pencegahan hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dipijatdibagi atas : 2-3 kali/hari .a. Perawatan Kulit Stadium 2 Bersihkan kulit dengan air hangat (jangan Perawatan Iuka memperhatikan syarat-syarat aseptik panas) dan antiseptik. Daerah ulkus digesek dengan es Oleskan lotion agar kulit tetap lembab dan dihembus dengan udara hangat bergantian Jaga pakaian dan sprei tetap kering. Hindari kulit untuk merangsang sirkulasi. Dapat diberikan salep dari keringat dan urin. topikal untuk merangsang timbulnya jaringan Periksa kulit tiap hari, terutama kulit pada bagian muda/granulasi. Penggantian balut dan pemberian yang menonjol, perhatikan adanya perubahan salep jangan terlalu sering karena dapat merusak warna kemerahan atau perubahan temperatur pertumbuhan jaringan Pijat kulit yang masih intak untuk membantu sirkulasi dan kenyamanan . Hindari pijat pada Stadium 3 bagian yang menonjol. Luka kotor dan bernanah dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Usahakan Iuka selalu bersihb. Perubahan posisi tubuh dan eksudat dapat mengalir keluar. Balut jangan Usahakan pasien secara rutin dapat pindah dari terlalu tebal agar oksigenasi dan penguapan tempat tidur ke kursi, berdiri dan berjalan. Bila baik . Kelembaban Iuka dijaga tetap basah, untuk pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau mempermudah regenerasi sel-sel kulit. Perlu hanya bisa duduk di korsi roda, pasien dibantu pemberian antibiotika sistemik. melakukan latihan linggup gerak sendi (range of motion exercise) Stadium 4 Miring ke kanan, ke ki ri dan terlentang minimal Perluasan ulkus sampai ke dasar tulang, sering disertai setiap 2jam. Gunakan bantal di bawah kaki untuk jaringan nekrotik . Semua langkah di atas tetap menjaga agar tum it tidak bersentuhan langsung dikerjakan, jaringan nekrotik yang akan menghalangi dengan kasur/matras pertumbuhan jaringan/epitelisasi dibersihkan. Rawat Pada pasien yang duduk di kursi roda, lakukan bersama dengan bagian bedah jika diperlukan pergeseran dari tumpuan berat tubuh setiap 15 tindakan operatif untuk membersihkan Iuka dan menit menutup jaringan. Jangan mengangkat kepala terlalu tinggi dari tempat tidur, karena badan akan \"meluncur \" KOMPLIKASI ke bawah sehingga kulit pada punggung dan bokong akan lecet. Komplikasi sering terjadi pada stad ium 3 dan 4, walaupun Gunakan bantal lunak untuk mengurangi dapatjuga terjadi pada ulkus yang superfisial. Komplikasi tekanan pada daerah yang menonjol. Jangan yang dapat terjadi antara lain:18 menggunakan bantal \"donat\" 1. lnfeksi, sering bersifat multibakterial baik yang aerobik Jangan memindahkan pasien dengan cara menarik dari tempat tidur ataupun anerobik 2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi sepertic. Alas tempat tidur periostitis, osteitis, osteomielitis (38 %), artritis septik
3770 GERIATRI DAN GERONTOLOGI3. Se pti kemia4. Anemi a5. Hi poalbuminemia6. Kem ati an deng an angka mortalitas mencapai 48%.REFERENSI1. National Pressure Ulcer Advisory Panel and European Pressure U1cer Advisory Panel. Prevention and treatment of pressure ulcers: clinical practice guidelines. Washington DC: National Pressure Ulcer Advisory Panel,20092. Bennett RG. Pressure ulcers, O'Sullivan J, DeVito EM, Remsburg R. The increasing medical malpractice risk related to pressure ulcers in the United States. J Am Geriatr Soc 2000;48:73-813. Orsted HL, Ohura T, Harding K. International review. Pressure ulcer prevention: pressure, shear, friction and microclimate in contex: A consensus document. London; Wound International, 2010: 1-254. Bates-Jensen BM. Pressure U1cers. In : Hazzard's Geriatric Medicine and Gerontology. Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, et al. 6th edition. 2009: 703-715.5. Thomas DR. Issues and dilemmas in prevention and treatment of pressure ulcers: a review. J. Gerontol . 2001;56A:M328- M340.6. Dharmarajan TS, Ugalino JT. Pressure ulcer: clinical feature and management. Hospital Physician 2002: 64-717. Gender AC. Pressure ulcer prevention and management. Gerontology update. ARN Network. 2008: 8-98. Chacon JMF, Blanes L, Hochman B, Ferreira LM. Prevalence pressure ulcers among the elderly living in long stay institutions in Sao Paulo. Sao Paulo Med J. 2009; 127(4):211-59. Leffman C, Anders J, Heinemann A, Leutenegger, Profener F (hrg.vom Robert Koch-Institut 2002):Dekubitus, Gesundheitsbe-richterstattung des Bundes, Heft 12,200210. Heinemann A, Lockemann U, Matschke J, Tsokos M, Puschel K :Dekubitus in Umfeld der Sterbephase :Epidemiologische, medi-zinrechtliche und ethische Aspekte. DMW 2000 ;125 :45- 5111. Meehan M. National pressure ulcer prevalence survey. Adv Wound Care. 1994 ;7(5) :27-3712. Hartmann P. In : Phase-specific wound management of decubital ulcer. 2nd edition.2008:14-1513. Anders J, Heinemann A, Leffmann C et al. Decubitus ulcers: pathophysiology and primary prevention. Continuing medical education. Dtsch Arztebl Int. Hamburg 2010;107(21): 371-8214. Pranarka K. Dekubitus. Dalam: Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Editor: R. Boedi-Darmojo,H. Hadi Martono. Edisi ke-3. 2006:234-4515. Langemo DK Brown G. Skin fails too: acute, chronic, and end- stage skin failure. Adv Skin Wound Care.2006;19:206-21116. Black J, Baharestani M, Cuddigan J, et al. National Pressure Ulcer Advisory Panel. National Pressure U1cer Advisory Panel's updated pressure ulcer staging system. Dermatol N u r s .2007;19:343-349.17. Patel GK, Grey JE, Harding KG: Uncommon causes of ulceration. ABC of wound healing. BMJ, 2006;332(11) :594-618. Thomas DR. Prevention and treatment of pressure ulcers: what work? what doesn' t? Clev Clin JM 2001;68(8): 704-21
509 INKONTINENSIA URIN DANKANDUNG KEMIH HIPERAKTIF Siti Setiati, I Dewa Putu PramantaraPENDAHULUAN sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensilnkontinensia urin merupakan masalah kesehatan dan jumlahnya, yang mengakibatkan masalah sosial danyang cukup sering dijumpai pada orang berusia lanjut, higienis penderitanya. Untuk kepentingan penelitiankhususnya perempuan . lnkontinensia urin seringkali epidemiologi, definisi di atas yang dipergunakan. Dalamtidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya, antara lain menentukan prevalensi inkontinensia urin di klinik, tempatkarena menganggap bahwa masalah tersebut merupakan perawatan kronik, klinik rawat siang , dan masyarakatmasalah yang memalukan atau tabu untuk diceritakan, masih digunakan definisi yang beragam dalam halketidaktahuan mengenai masalah inkontinensia urin, frekuensi, derajat keparahan, volume urin yang keluar,dan menganggap bahwa kondisi tersebut merupakan dan determinasi keluarnya urin. Tabel 1 menunjukkansesuatu yang wajar terjadi pada orang usia lanjut serta keragaman definisi yang dipergunakan dalam penelitiantidak perlu diobati. Pihak kesehatan, baik dokter maupun prevalusi inkontinensia urin.tenaga med is yang lainjuga tidakjarang tidak memahami Overactive bladder atau kandung kemih hiperaktif (KKH)tatalaksana inkontinensia urin dengan baik atau bahkan adalah kelainan pada kandung kemih yang mengakibatkantidak mengetahui bahwa inkontinensia urin merupakan penderitanya mengalami keinginan berkemih tidak ter-masalah kesehatan yang dan dapat diselesaikan. tahankan (urgensi), miksi yang sering, dengan atau tanpa inkontinensia urin. Berbagai komplikasi dapat menyertai inkontinensiaurin seperti infeksi saluran kemih, kelainan kulit, gangguan label 1. Definisi lnkontinensia Urintidur, problem psikososial seperti depresi, mudah marah,dan rasa terisolasi . Secara tidak langsung masalah - 1. Definisi Keluarnya Urinmasalah tersebut juga dapat menyebabkan dehidrasi Kesulitan menahan berkemih sampai mencapai toilet.karena umumnya pasien akan mengurangi minum karena Keluarnya air kencing yang tidak diharapkan.khawatir mengompol. Dekubitus, infeksi saluran kemih Hilangnya pengendalian berkemih.berulang, jatuh, dan tidak kalah pentingnya adalah Underpants basah.biaya perawatan yang tinggi untuk pembelian popok.Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengatasi masalah 2. Definisi Keparahaninkontinensia urin, baik bersifat nonfarmakologis maupun Sekali atau lebih.terapi obat dan pembedahan jika diketahui dengan tepat Dua kali atau lebih.jenis atau tipe inkontinensianya. Tiga kali atau lebih. Menyebabkan problem sosial atau kebersihan.DEFINISI 3. Definisi FrekuensiDari aspek klinis praktis, inkontinensia urin didefinisikan Selalu terjadi. Terjadi 1 tahun yang lalu. Terjadi 1 bulan yang lalu. Terjadi 1 minggu yang lalu. Terjadi setiap hari.
3772 GERIATRI DAN GERONTOLOGIPREVALENSI dan otot dasar panggul berada di bawah kontrol volunter dan disuplai oleh saraf pudenda!, sedangkan otot detrusorPrevalensi inkontinensia urin sulit ditentukan dengan pasti. kandung kemih dan sfingter uretra internal berada diHal ini disebabkan karena hasil penelitian epidemiologi bawah kontrol sistem saraf otonom, yang mungkinyang beragam dalam subjek penelitian, metode kuesioner, dimodulasi oleh korteks otak.dan definisi inkontinensia urin yang digunakan. Sekitar50% usia lanjut di instalasi perawatan kronis dan 11-30% Kandung kemih terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisandi masyarakat mengalami inkontinensia urin. Prevalensinya serosa, lapisan otot detrusor, lapisan submukosa,meningkat seiring dengan peningkatan umur. Perempuan dan lapisan mukosa. Ketika otot detrusor berelaksasi,lebih sering mengalami inkontinensia urin daripada lai-laki pengisian kandung kemih terjadi, dan bila otot kandungdengan perbandingan 1,5 : 1. kemih berkontraksi pengosongan kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. Kontraksi kandung kemih Survei inkontinensia urin yang dilakukan oleh Divisi disebab-kan oleh aktivitas parasimpatis yang dipicu olehGeriatri Bagian llmu Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto asetilkolin pada reseptor muskarinik. Sfingter uretraMangunkusumo pada 208 orang usia lanjut di lingkungan internal menyebabkan uretra tertutup, sebagai akibat kerjaPusat Santunan Keluarga (PUSAKA) di Jakarta (2002) aktivitas saraf simpatis yang dipicu oleh noradrenalin.mendapatkan angka kejadian inkontinensia urin tipestres sebesar 32,2%. Sedangkan survei yang dilakukan Otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atasdi Poliklinik Geriatri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor(2003) terhadap 179 pasien geriatri didapatkan angka meliputi otot detrusor, saraf pelvis, medula spinalis, dankejadian inkontinensia urin stres pada laki-laki sebesar pusat saraf yang mengontrol berkemih. Ketika kandung20,5% dan pada perempuan sebesar 32,5%. Penelitian di kemih seseorang mulai terisi oleh urin, rangsang sarafPoli Geriatri RS Dr. Sardjito mendapatkan angka prevalensi diteruskan melalui saraf pelvis dan medula spinalis keinkontinensia urin 14,74%. pusat saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglia basal dan serebelum) menyebabkan KKH terjadi pada 16,5% pada populasi di Amerika kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisiSerikat dengan 6, 1% disertai inkontinensia (KKH basah) tan pa menyebabkan seseorang mengalami desakan untukdan 10,4% tan pa inkontinensia (KKH kering) . National berkemih. Ketika pengisian kandung kemih berlanjut,Overactive Bladder Evaluation (NOBLE), program yang rasa penggembungan kandung kemih disadari, danmeneliti inkontinensia urin pada 5204 orang dewasa pusat kortikal (pada lobus frontal), bekerja menghambatdi Amerika Serikat memperkirakan jumlah perempuan pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikal dandi negara tersebut yang mengalami inkontinensia urin subkortikal karena obat atau penyakit dapat mengurangisebesar 14,8juta orang, sepertiga di antaranya merupakan kemampuan menunda pengeluaran urin.inkontinensia urin tipe campuran (34,4%). Penelitian lainyang dilakukan oleh Diokno dkk, pada perempuan usia Ketika terjadi desakan berkemih, rangsang saraf dariIanjut di atas 60 tahun (Medical, Epidemiological, and Social koteks disalurkan melalui medula spinal is dan syaraf pelvisAspect of Aging/MESA) mendapatkan dari 1150 subyek ke otot detrusor. Aksi kolinergik dari saraf pelvis kemudianyang dipilih secara random, 434 orang di antaranya meng- menyebabkan otot detrusor berkontraksi sehingga terjadialami inkontinensia urin. Dari mereka yang mengalami pengosongan kandung kemih . lnterferensi aktivitasinkontinensia urin 55,5% merupakan inkontinensia urin kolinergik saraf pelvis menyebabkan pengurangantipe campuran, 26,7% dengan inkontinensia urin tipe stres kontra kti Iitas otot.saja, 9% dengan inkontinensia urin tipe urgensi saja, dan8,8% dengan diagnosis lain. Kontraksi otot detrusor tidak hanya tergantung pada inervasi kolinergik oleh saraf pelvis. Otot detrusor jugaFISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI BERKEMIH mengandung reseptor prostaglandin. Prostaglandin- inhibiting drugs dapat mengganggu kontraksi detrusor.Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang Kontraksi kandung kemihjuga calcium -channel dependent.memerlukan rangkaian koordinasi proses fisiologik ber- Oleh karena itu, calcium channel blockers dapat jugaurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase yaitu mengganggu kontraksi kandung kem ih.fase penyimpanan dan fase pengosongan. Diperlukankeutuhan struktur dan fungsi komponen saluran kemih lnervasi sfingter uretra internal dan eksternalbawah, kognitif, fisik, motivasi, dan lingkungan . bersifat kompleks. Untuk memberikan pengobatan dan penatalaksanaan inkontinensia yang efektif, petugas Proses berkemih normal melibatkan mekanisme kesehatan harus mengerti dasar inervasi adrenergik daridikendalikan dan tanpa kendali. Sfingter uretra eksternal sfingter dan hubungan anatomi ureter dan kandung kemih. Aktivitas adrenergik-alfa menyebabkan sfingter uretra berkontraksi. Untuk itu, pengobatan dengan agonis
INKONTINENSIA URIN DAN KANDUNG KEMIH HIPERAKTIF 3773adrenergik-alfa (pseudoefedrin) dapat memperkuat Fungsikontraksi sfingter, sedangkan zat alpha-blocking (terazosin A. Kolinergik parasimpatik .. . .............. Kontraksi kandung kemih[Hytrin]) dapat mengganggu penutupan sfingter. lnervasi (Nervus erigenus)adrenergik-beta menyebabkan relaksasi sfingter uretra. B. Simpatetik .. . ............ .... ..... ....... Relaksasi kandung kemihKarena itu, zat beta-adrenergic blocking (propranolol) (dengan menghambat tonusdapat mengganggu karena menyebabkan relaksasi uretradan melepaskan aktifitas kontraktil adrenergik-alfa. parasimpatis) Komponen penting lainnya dalam mekanisme sfingter C. Simpatetik ........... ............................... ............ Relaksasi kandung kemihadalah hubungan uretra dengan kandung kemih danrongga perut. Mekanisme sfingter berkemih memerlukan (adregenenk ~)angulasi yang tepat antara uretra dan kandung kemih.Fungsi sfingter uretra normal juga tergantung pad a posisi D. Simpatetik .. . Kontraksi leher kandung kemihyang tepat dari uretra sehingga dapat meningkatkantekanan intra-abdomen secara efektif ditransmisikan dan uretra (adgenenk a)ke uretra. Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidakakan keluar pada saat terdapat tekanan atau batuk yang E. Somatik (Nervus pudendus) ... .. .Kontraksi otot dasar panggulmeningkatkan tekanan intra-abdomen. Gambar 2. Saraf-saraf perifer yang terlibat dalam proses Gambar 1 dan 2 berikut melukiskan beberapa berkemihkomponen yang terlibat dalam mempertahankan prosesmiksi dan sekaligus kontinen urin. panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas simpatis dan somatik menurun, sedangkan parasimpatis meningkat Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh refleks- sehingga terjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaanrefleks yang berpusat di medula spinalis segmen sakral leher kandung kemih. Proses refleks ini dipengaruhi olehyang dikenal sebagai pusat berkemih. Pada fase peng- sistem saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak, korteksisian (penyimpanan) kandung kemih, terjadi peningkatan serebri, dan serebelum. Bagaimana proses neurofisiologikaktivitas saraf otonom simpatis yang mengakibatkan ini beroperasi dalam proses miksi belum diketahui denganpenutupan leher kandung kemih, relaksasi dinding jelas. Umumnya dikatakan bahwa peranan korteks serebrikandung kemih, serta penghambatan aktivitas parasimpatis adalah menghambat sedangkan batang otak dan supradan mempertahankan inervasi somatik pada otot dasar spinal memfasilitasi. Secara urodinamik proses berkemih dapat dilihat pada Gambar 3. 25 Aliran urin \"I~ (mUmenil) I I II 0 l - - ' - - ' - - ' - ' -- - - --1-- - ' Medula spinalis... ·· 50 Tekanan (cm H20) 1---+-t---i\"-t-- - - -;-... Uretra 100 200 300 400 0 10 20 30 Pengisian volume kandung kemih (ml) Lama pengosongan kandung kemih (detik) Gambar 3. Skematik fungsi dinamik traktus urinarius bawah dalam proses pengisian dan pengosongan kandung kemihKandung kemih ·- S2 PROSES MENUA DAN INKONTINENSIA URIN Pusat miksi Telah disebutkan sebelumnya bahwa kejadian inkontinensia sakral urin meningkat seiring dengan lanjutnya usia. Usia lanjut S4 bukan penyebab terjadinya inkontinensia urin, artinyaGambar 1. Komponen-komponen struktural proses berkemihnormal
3774 GERIATRI DAN GERONTOLOGIsindrom ini bukan merupakan kondisi normal pada Secara keseluruhan perubahan aki bat proses menuausia lanjut melainkan merupakan faktor predisposisi pada sistem urogenital bawah mengakibatkan posisi(kontributor) terjadinya inkontinensia urin. kandung kemih prolaps sehingga melemahkan tekanan atau tekanan akhiran kemih keluar seperti terlihat pada Proses menua baik pada laki-laki maupun perempuan Gambar 4.telah diketahui mengakibatkan perubahan-perubahananatomis dan fisiologis pada sistem urogenital bagian Dari pembahasan dampak proses menua terhadapbawah. Perubahan-perubahan tersebut berkaitan dengan struktur anatomi dan fisiolog is sistem urogenital bawahmenurunkan kadar estrogen pada perempuan dan hormon dapat dipahami bahwa usia lanjut merupakan faktorandrogen pada laki-laki . Secara singkat perubahan kontributor terjadinya inkontinensia tipe stres, urgensi,anatomik dan fisiologik saluran urogenital bagian bawah dan luapan (overflow) .dapat dilihat pada Tabel 3. Pada dinding kandung kemihterjadi peningkatan fibrosis dan kandungan kolagen Tekanansehingga mengakibatkan fungsi kontraktil tidak efektif lagi,dan mudah terbentuk trabekulasi sampai divertikel. intraabdomen Atrofi mukosa, perubahan vaskularisasi submukosa, ~--~~::d::t:~~~--~dan menipisnya lapisan otot uretra mengakibatkan kemih penuhmenurunnya tekanan penutupan uretra dan tekanan y~outflow. Pada laki-laki terjadi pengecilan testis dan pem- ~besaran kelenjar prostat sedangkan pada perempuan ~~~~~;:::z~.iL ---linOtatnogt sdearastat\"--- · '-...;:.terjadi penipisan dinding vagina dengan timbulnya eritema Vatau ptekie, pemendekan dan penyempitan ruang vaginaserta berkurangnya lubrikasi dengan akibat meningkatnya panggulpH lingkungan vagina. lnkont inen!\ilL _ . Telah diketahui dengan baik bahwa dasar panggul stres(pelvic floor) mempunyai peran penting dalam dinamikamiksi dan mempertahankan kondisi kontinen . Melemahnya Gambar 4. Posisi kandung kemih pada 2 situasi yang ber-fungsi dasar panggul disebabkan oleh banyak faktor baikfisiologis maupun patologis (trauma, operasi, denervasi beda. a = normal; b = prolaps akibat lemahnya otot dasarneurologik). Perubahan fisiologis akibat proses menua padaorgan dasar panggul seperti tercantum pada tabel 3. panggul.label 3. Perubahan-perubahan Fisiologik Terkait Proses FAKTOR RISIKOMenua pada Saluran Kemih Bawah Prevalensi inkontinensia urin meningkat se1ringKandung Kemih Perubahan Morfologis meningkatnya usia. lnkontinensia urin lebih banyak • Trabekulasi t terjad i pada perempuan dibandingkan laki-laki. Usia • Fibrosis t lanjut seringkali memiliki kondisi medik yang dapat • Saraf autonom J. mengganggu proses berkemih yang secara langsung • Pembentukan divertikula mempengaruhi fungsi saluran berkemih, perubahan status volume dan ekskresi urin, atau gangguan kemampuan Perubahan Fisiologis untuk ke jamban. Pada orang usia lanjut di masyarakat, • Kapasitas J. inkontinensia urin dikaitkan dengan depresi, transient • Kemampuan menahan kencing J. ischaemic attacks dan stroke, gagal jantung kongestif, • Kontraksi lnvolunter t konstipasi dan inkontinensia feses, obesitas, penyakit paru • Volume residu pasca berkemih t obstruktif kronik, batuk kronik, dan gangguan mobilitas. Pada orang usia lanjut di panti, inkontinensia urin dikaitkanUretra Perubahan Morfologis dengan terdapatnya gangguan mobilitas, demensia, • Komponen selular J. depresi, stroke, diabetes, dan Parkinson . • Deposit kolagen t Risiko inkontinensia urin meningkat pada perempuan Perubahan Fisiologis dengan nilai indeks massa tubuh yang lebih besar, dengan • Tekanan penutupan J. riwayat histerektomi, infeksi urin, dan trauma perinea!. • Tekanan akhiran keluar J. Melahirkan per vaginam akan meningkatkan risiko inkontinesia urin tipe stres dan tipe campuran.Prostat Hiperplasi dan membesar Penelitian terhadap 5418 usia lanjut di luar negeriVagina Komponen selular J. mendapatkan tiga faktor risiko yang dapat dimodifikasi Mukosa atrofi dan berhubungan secara bermakna dengan inkontinenisa urin, yaitu infeksi saluran kemih, keterbatasan aktivitas,Dasar Panggul Deposit kolagen t dan faktor gangguan lingkungan. Rasia jaringan ikat-otot t Otot melemah
INKONTINENSIA URIN DAN KANDUNG KEMIH HIPERAKTIF 3775PENYEBAB DAN TIPE INKONTINENSIA dapat mengakibatkan inkontinensia. Kondisi-kondisi yang mengakibatkan poliuria seperti hiperglikemia,Perlu ditekankan sekali lagi bahwa usia lanjut bukan sebagai hiperkalsemia, pemakaian diuretika dan minum banyakpenyebab inkontinensia urin. Mengetahui penyebab dapat mencetuskan inkontinensia akut. Kondisi kelebihaninkontinensia urin penting dalam penatalaksanaannya cairan seperti gagal jantung kongestif, insufisiensiyang tepat. Perlu dibedakan 4 penyebab pokok yaitu : vena tungkai bawah akan mengakibatkan nokturia dangangguan urologik, neurologis, fungsional/psikologis, inkontinensia akut malam hari.dan iatrogenik/lingkungan . Perlu dibedakan pulaantara inkontinensia urin akut dan kronik (persisten). Jangan dilupakan bahwa inkontinensia urin akut ter-lnkontinensia akut terjadi secara mendadak, biasanya utama pada laki-laki sering berkaitan dengan retensi urinberkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem akibat hipertrofi prostat. Skibala dapat mengakibatkaniatrogenik yang menghilang jika bi la kondisi akut teratasi obstruksi mekanik pada bagian distal kandung kemihatau problem medikasi dihentikan. lnkontinensia persisten ba ik pada laki-laki maupun perempuan yang selanjutnyamerujuk pada kondisi urikontinensia yang tidak berka itan menstimulasi kontraksi otot detrusor involunter. Evaluasidengan kondisi akut/iatrogenik dan berlangsung lama. terhadap pemakaian obat penting dalam menentukanPenyebab inkontinensia urin akut dapat di ingat dengan kemungkinan penyebab inkontinensia urin baik akutakronim DRIP seperti tercantum pada tabel 4. maupun kronik . Beberapa golongan obat telah diketahui seperti: diuretik, anti kolinergik, psikotropik, analgesik- Ahli lain memakai akronim yang lebih lengkap ya itu narkotik, penghambat adrenergik alfa, agonis adrenergikDIAPPERS seperti terlihat pada tabel 5. alfa, penghambat calsium channel, dan lain lain. Delirium merupakan gangguan kognitif akut dengan INKONTINENSIA URIN KRONIK-PERSISTENlatar belakang yang beragam seperti dehidrasi, infeksiparu, gangguan metabolisme, dan ele ktrolit. Delirium Secara klinis, dibagi 4 tipe, namun dalam kenyataannyamenyebabkan proses hambatan refleks miksi berkurang sering terjadi tumpang tindih satu dengan lainnya. Adasehingga menimbul kan inkontinensia yang bersifat 2 kelainan mendasar pada fungsi saluran kemih bawahsementara. Usia lanjut dengan kecenderungan mengalami yang melatarbelakangi inkontinensia persisten yaitu : 1).frekuensi, urgensi, dan nokturia akibat proses menua Kegagalan menyimpan urin pada kandung kemih akibatakan mengalami inkontinensia kalau terjadi gangguan hiperaktif atau menurunnya kapasitas kandung kemihmobilitas oleh karena berbaga i sebab seperti gangguan atau lemahnya tahanan saluran keluar, dan 2). Kegagalanmuskuloskeletal, tirah baring dan perawatan di rumah pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksisakit. lnflamasi dan infeksi pada saluran kemih bawah otot detrusor atau meningkatnya tahanan aliran keluar.akan meningkatkan kejadian frekuensi , urgensi, dan lnkontinensia urin tipe urgensi ditandai dengan label 4. Akronim untuk Penyebab Reversibel ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi lnkontinensia Urin Akut berkem ih muncul. Manifestasinya berupa urgensi, frekuensi, dan nokturia. Kelainan ini dibagi 2 subtipe yaitu D Delirium motorik dan sensorik. Subtipe motorik disebabkan oleh R Restricted Mobility, retention lesi pada sistem saraf pusat seperti stroke, parkinsonism, tumor otak dan sklerosis multipel atau adanya lesi Infection, Inflammation, Impaction pada medula spinalis suprasakral. Subtipe sensorik P Polyuria, pharmaceuticals disebabkan oleh hipersensitivitas kandung kemih akibat sistitis, uretritis, dan divertikulitis. lnkontinensia urin label 5. Penyebab lnkontinensia Akut tipe stres terjadi akibat tekanan intraabdominal yang meningkat seperti batuk, bersin, atau mengejan, terutama D Delirium or acute confusional state terjadi pada perempuan usia lanjut yang mengalami I Infection, urinary hipermobilitas uretra dan lemahnya otot dasar panggul A Atrophic vaginitis or urethritis akibat seringnya melahirkan, operasi dan penurunan P Pharmaceutical estrogen. Meningkatnya tegangan kandung kemih akibat obstruksi prostat hipertrofi pada laki-laki atau lemahnya Sedative hypnotic otot detrusor akibat diabetes melitus, trauma medula • Loop diuretics spinalis, obat-obatan dapat menimbulkan inkontinensia • Anti-cholinergic agents urin tipe overflow. Manifestasi klinisnya berupa berkemih • Alpha-adrenergic agonist and antagonist sedikit, pengosongan kandung kemih tidak sempurna, • Calcium channel blochers P Psychologic disorders : depression E Endocrine disorders R Restricted mobility s Stoolilmpaction
3776 GERIATRI DAN GERONTOLOGIdan nokturia. lnkontinensia urin tipe fungs ional terj adi Tabel 6. Komponen-komponen Pokok Evaluasiakibat penurunan berat fungsi fis ik dan kogn it if sehingga Diagnostik lnkontinensia Urinpasien tidak dapat mencapa i toilet pada saat yang tepat.Hal ini terjad i biasanya pada demensia berat, gangguan 1. Semua Pasienmobilitas (artritis gen u, kontraktur), gangguan neurologik • Riwayat penyakit termasuk kartu catatan berkemihdan psikologik. Seca ra skematis ke 4 t ipe inkontinensia • Pemeriksaan fisikurin dapat dilihat pada gambar 5. • Urinalisis • Pengukuran volume residu urin post-miksi Urgensi Stres 2. Pasien Dengan Kond isi Tertentu Fungsional Luber • Laboratorium (overflow) • Kultur urin • Sitologi urinGambar 5. Tipe-tipe in kontinensia urin persisten • Gula darah, Kalsium darah • Uji fungsi ginjal Pada pasien geriatri sering pula terjadi inkontinensia • USG ginjaltidak satu tipe melainkan merupakan tipe campuran, • Pemeriksaan ginekologikatau kombinasi dari 2 tipe atau lebih. lnkontinensia tipe • Pemeriksaan urologikcampuran yang sering terj adi adalah kombinasi antara • Cystouretroskopiinkontinensia urin tipe stres dan urgensi. • Uji Urodinamik • Simpel :DIAGNOSIS • Observasi proses pengosongan kandung kemihDiagnosis inkontinensia urin bertujuan untuk : • Uji batuk1. Menentukan kemungkinan inkontinensia urin tersebut • Cystometri simpel • Kompleks : reversibel.2. Menentukan kond isi yang memerlukan uji diagnostik • Urine flowmetry • Multichannel cystometrogram khusus. • Pressure-flow study3. Menentukan jenis penanganan operatif, obat, dan • Leak-point pressure • Urethral pressure profilometry perilaku . • Sphincter electromyography • Video urodynamics. Langkah pertama proses diagnosis adalah identifikasiinkontinensia urin melalu i observasi langsung atau mengganggu, dan dampak inkontin ensia urin terhadapmengajukan pertanyaan - pertanyaan penap is. Untuk kualitas hidup pasien dan orang yang merawatnya.mencapai tujuan diagnosis dilakukan pendekatan Pemeriksaan fisik lebih ditekankan pada pemeriksaanyang komprehensif beberapa aspek: riwayat penyakit, abdomen , rektum , genital dan evaluasi persyarafanpemeriksaan fisik terarah, urinalisis, volume residu urin lumbosakral. Pemeriksaan pe lvis perempuan pentingpasca berkemih dan pemeriksaan penunjang khusus. untuk menemu kan beberapa kelain an seperti prolaps,Komponen-komponen evaluasi diagnostik dapat dilihat inflamasi, keganasan . Penilaian khusus terhadap mobilitaspada tabel 6. pasien, status mental , kemampuan mengakses toilet akan membantu penangana n pas ien yang holistik. Melalui anamnesi s kita harus dapat memperkirakankarakteristik inkontinensia, problem medik dan medikasi Pencatatan aktivitas berkem ih (bladder record atau voidingyang sedang dijalani, gejala-gejala la in yang sangat diary) , baik untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap dapat membantu menent ukan j enis dan beratnya inkontinensia urin serta eva luasi respon terapi. Contoh pencatatan aktivitas berkemih dapat di lihat pada lampiran. Pengambilan sampel urin untuk dia nalisis dengan cara yang benar dapat memberikan informasi tentang adanya infeksi, sumbatan akibat batu sa luran kemih atau tumor. Pemeriksaan residu urin pasca miksi baik dengan kateter maupun ultrosonografi dapat membantu menentukan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Bila volume residu urin sekitar 50 ml menunjukkan gambaran inkontinensia tipe stres, sedangkan volume residu urin lebih dari 200 cc menunjukkan kelemahan detru sor atau obstruksi.
INKONTINENSIA URIN DAN KANDUNG KEMIH HIPERAKTIF 3777 Pemeriksaan-pemeriksaan dengan prosedur khusus terapi non farmakologis meliputi terapi suportif non-seperti pada tabel 6 hanya dilakukan pada kasus-kasus spes ifik (edukasi, manipulasi lingkungan, pakaian dandengan riwayat dan pemeriksaan fisik sebagai berikut: pads tertentu); intervensi tingkah laku (latihan otot dasaroperasi atau radias i daerah urigenital bawah, infeksi panggul, latihan kandung kemih, penjadwalan berkemih,saluran kemih berulang, prolaps (cystocele) berat, hipertrofi latihan kebiasaan); terapi medikamentosa; operasi; danprostat atau kanker, gagalnya kateterisasi nomor 14, pemakaian kateter. Keberhasilan penanganan pasienvolume residu urin pasca miksi > 200 ml, hematuria tanpa tergantung pada keberhasilan proses diagnosis dalampetunjuk infeksi saluran kemih, dan gagal terapi yang ' menentukan tipe inkontinensia, faktor-faktor kontribusitelah diberikan. reversibel, dan problem medik akut. Berdasarkan pendekatan diagnostik yang meliputi lntervensi perilaku yang merupakan tatalaksana nonbeberapa aspek, dapat dipahami bahwa sejak awal evaluasi farmakologis memiliki risiko yang rendah dengan sedikitpenderita inkontinensia urin harus bersifat multidimensi efek samping, namun memerlukan motivasi dan kerjasamayang sebaiknya dilakukan oleh sebuah tim. Pendekatan yang baik dari pasien. Secara umum strategi meliputimultidimensi ini dikenal dengan pengkajian geriatri khusus edukasi pada pasien atau pengasuh pasien (caregiver) .inkontinensia urin. Pada gambar 6 berikut disampaikan lntervensi perilaku meliputi bladder training, habitalgoritme evaluasi inkontinensia urin. training, prompted voiding, dan latihan otot dasar panggul. Teknik-teknik canggih yang dapat melengkapi teknikTATALAKSANA behavioral ini antara lain stimulasi elektrik, biofeedback, dan neuromodulasi.Telah dikenal beberapa modal itas terapi dalampenatalaksanaan pasien dengan inkontinensia urin. Bladder training merupakan salah satu terapi yangUmumnya berupa tatalaksana non farmakologis, efektif di antara terapi non farmakologik lainnya. Terapi inifarmakalogis, maupun pembedahan. bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga Tidak ada satu modalitas terapi yang dapat mengatasi frekuensi berkemih hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jamsemua jenis inkontinensia urin, sebaliknya satu tipe sekali. Pasien diharapkan dapat menahan sensasi untukinkontinensia urin diatasi dengan beberapa modalitas berkemih. Pasien diinstruksikan untuk berkemih padaterapi bersama-sama. Spektrum modalitas terapi meliputi: interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya interval berkemih diperpanjang secara bertahap sampaiEvaluasi awal pasien ingin berkemih setiap 2-3 jam. Teknik ini terbukti bermanfaat pada inkontinensia urgensi dan stres, namun- Riwayat yang terfokus untuk itu diperlukan motivasi yang kuat dari pasien untuk berlatih menahan keluarnya urin dan hanya berkemih pada- Pemeriksaan fisis terarah interval waktu tertentu saja.- Urinalisis Latihan otot dasar panggul merupakan terapi yang efektif untuk inkontinensia urin tipe stres atau campuran- Residu pascamiksi iYa dan tipe urgensi. Latihan dilakukan tiga sampai lima kali sehari dengan 15 kontraksi dan menahan hingga i 10 detik. Penelitian uji klinik menunjukkan bahwa 56- 77% pasien mengalami perbaikan dalam jangka pendekIdentifikasi faktor reversibel ? dengan latihan tersebut. Terdapat pula penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan perbaikan akan timbul l Tura~+-- Tidak membai\"k\"--------'1 selama paling tidak 10 tahun. Latihan dilakukan denganldentifikasi pemeriksaan khusus ? - - - Ya membuat kontraksi berulang-ulang pada otot dasar panggul. Dengan memperkuat otot tersebut, latihan ini Tidak Evaluasi : diharapkan dapat meningkatkan kekuatan uretra untuk - Urologi menutup secara sempurna. Sebelum pasien menjalani ! - Ginekologi latihan, harus dilakukan lebih dahulu pemeriksaan vagina - Urodinamik atau rektum untuk menetapkan apakah mereka dapatTerapi empiris mengkontraksi-kan otot dasar panggulnya.- Obat dan atau behavioral- Suportif dan behavioral Habit training memerlukan penjadwalan waktu berkemih. Diupayakan agar jadwal berkemih sesuai ! Ya dengan pola berkemih pasien sendiri . Teknik ini sebaiknya digunakan pada inkontinensia urin tipe fungsional danTidak membaik - - - - - - - - - - - -Gambar 6. Algoritme evaluasi inkontinensia urin
3778 GERIATRI DAN GERONTOLOGImembutuhkan keterl ibatan petuga s kesehatan atau Tabel 7. Pilihan Terapi untuk lnkontinensia Urin Pasienpengasuh pasien. Prompted voiding dilakukan dengancara mengajari pas ien mengenali kondisi atau status Geriatrikontinensia mereka serta dapat memberitahukan petugasatau pengasuhnya bila ingin berkem ih. Teknik ini digunakan • Modalitas suportif non-spesifikpada pasien dengan gangguan fungsi kognitif. • Edukasi • Memakai substitusi toilet Terapi biofeedback bertujuan agar pasien mempu • Manipulasi lingkunganmengontrol/menahan kontra ksi involunter otot detrusor • Pakaian tertentu dan padskandung kemihnya . Cara biofeedback mempunyai kendala • Modifikasi intaks cairan dan obatkarena penderita perlu mempunyai intelegensia yangcukup untuk dapat meng ikuti petunjuk pelatihnya, • lntervensi behavioralsementara pelatihnya sendiri harus mempunyai kesadaran • Bergantung pasiendan motivasi yang t inggi karena waktu yang diperlukan • Latihan otot pelvisuntuk dapat mendidik satu orang pasien dengan cara ini • Bladder trainingcukup lama. • Bladder retraining • Bergantung caregiver Stimulasi elektrik merupakan terapi yang mengguna- • Penjadwalan miksika n dasar kejutan kontrak si otot pelvis dengan • Latihan kebiasaanmenggunakan alat-alat bantu pada vagina atau rektum . • Prompted voidingTerapi ini tidak begit u disukai oleh pasien, karena pasien • Obatharus menggunakan alat dan kemajuan dari terapi ini • relaksan kandung kemihterlihat lambcrn. • agonis a • antagonis a Neuromodulasi merupakan terapi dengan • estrogenmenggunakan stimulasi saraf sakral. Mekanisme yang pasti • periuretral infeksidari teknik ini masih belum diketahui, tetapi diduga karena • operasiadanya kegiatan interneuron tulang belakang atau neuron • peralatan mekanikadrenergik beta yang menghambat kegiatan kandung • urethral plugs, champskemih. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa neuro- • artificial sphinctersmodulasi merupakan salah satu cara penatalaksanaan • kateterkandung kemih hiperaktif yang berhasil. • eksternal • interniten Penggunaan keteter menetap (indwelling catheter) • menetapsebaiknya tidak digunakan secara rutin dalam pengelolaaninkontinensia urin karena dapat terjadi infeksi saluran Tabel 8. Terapi Primer Untuk Berbagai Tipe lnkontinensiakemih bahkan sampai sepsis, pembentukan batu, abses, Urindan bocor. Kateter menetap ini dapat digunakan bilaterjadi retensi urin yang lama sehingga menyebabkan Tipe Terapi Primerinfeksi saluran kemih atau gangguan ginjal. Kateterintermiten merupakan alat yang secara rutin digunakan lnkontinensiauntuk mengosongkan kandung kemih . Teknik ini diajarkankepada pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung St res • Latihan Kegelkemih . Namun demikian teknik ini berisiko untuk terjadi -nya infeksi saluran kem ih. Pilihan terapi inkontinensia urin Urgensi • Agonis adrenergik apada pasien geriatri dapat dilihat pada tabel 7, sementara Luber (Over-terapi primer yang ditujukan untuk mengatasi berbagai flow) • estrogentipe inkontinensia urin dapat dilihat pada tabel 8. • lnjeksi periuretral Fungsional • Operasi bagian leher kandung kemih Terapi farmakologis atau medikamentosa telahdibuktikan mempunyai efek yang baik terhadap • Relaksan kandung kemihinkontinensia urin tipe urge dan stres. Obat-obat yang • Estrogendipergunakan dapat digolongkan menjadi: antikolinergik- • Bladder trainingantispasmodik, agon is adrenergik a, estrogen topikal, danantagonis adrenergik a. Pada semua obat yang digunakan • Operasi untuk menghilangkan sum-untuk terapi inkontinen sia urin, efek samp ing harus batandiperhati-kan apabila dipergunakan pada pasien geriatri,seperti mulut kering , mata kabur, peningkatan tekanan • Bladder retraining • Kateterisasi intermiten • Kateterisasi menetap • lntervensi behavioral • Manipulasi lingkungan • Pads bola mata, konstipasi , dan deli ri um. Sementara obat yang lain dapat menimbulkan hipotensi postural, bradikardia, sakit kepala, dan lain - lain. Daftar obat yang sering dipakai tercantum pada tabel 9.
INKONTINENSIA URIN DAN KANDUNG KEMIH HIPERAKTIF 3779Tabel 9. Obat-obat yang Dipakai Untuk lnkontinensia UrinObat Dosis Tipe lnkontinensia Efek SampingHyoscamin 3 x 0,125 mg Urge atau campuran Mulut kering, mata kabur, glaukoma, delirium, konstipasiTolterodin 2 x4 mg Urgensi dan OAB Urgensi Mulut kering,lmipramin 3 x 25-50 mg St res Konstipasi 3 x 30-60 mg Urgensi dan stres Delirium,hipotensi ortostatikPseudo-ephedrin BPH dengan urgensi 4 x 1-4 mg Sakit kepala, takikardi, tekanan darah tinggi.Topikal estrogen 1 x 0,4-0,8 mgDoxazosin lritasi lokalTamsulosin 4 x 1-5 mgTerazosin Hipotensi postural Obat fenilpropanolamin saat ini dihentikan peng- hipertrofi prostat dapat dilakukan operasi sebagai upayagunaannya untuk inkotinensia urin tipe stres karena ujiklinik menunjukkan adanya peningkatan risiko stroke. pencegahan inkontinensia tipe overflow di kemudian hari.Pseudoefedrin dapat digunakan untuk tatalaksanainkontinensia tipe stres karena meningkatkan tekanan Beberapa cara untuk melemahkan detrusor dilakukansfingter uretra, sehingga menghambat pengeluaran urin. dengan menggunakan pendekatan postsakral atauPseudoefedrin memiliki efek samping seperti insomnia, paravaginal. Teknik pembedahan yang bertujuan untuksakit kepala, dan gugup/gelisah. Penggunaannya harus merusak struktur dan kekuatan detrusor seperti transeksiamat hati-hati pada pasien dengan hipertensi, aritmia terbuka kandung kemih, transeksi endoskopik, injeksijantung, dan angina. Dengan demikian penggunaannya penal periureter dan sistolisis telah banyak digunakan.jarang ditemui pada orang usia lanjut. Teknik pembedahan yang paling sering digunakan adalah ileosistoplasti dan miektomi detrusor. Teknik pembedahan Antikolinergik dapat digunakan untuk tatalaksanainkontinensia urgensi. Oksibutinin memiliki efek untuk inkontinensia tipe stres adalah injectable intraurethralantikolinergik dan merelaksasikan otot halus. Tolterodin bulking agents, suspensi leher kandung kemih, urethralmerupakan kompetitif bloker reseptor M3. Uji klinik slings, dan artificial urinarysphincters. Teknik pembedahanmenunjukkan bahwa oksibutinin dan tolterodin untuk inkontinensia tipe urgensi adalah augmentationmenyebabkan penurunan frekuensi inkontinensia urgensi cystoplasty, dan stimulasi elektrik .dibanding-kan dengan plasebo. Pemberian dosis seharisekali berhubungan dengan efek samping yang lebih Salah satu modalitas terapi yang perlu mendapatrendah khususnya efek mulut kering. Beberapa efek perhatian bagi tenaga kesehatan adalah pemakaian katetersamping antikolinergik adalah xerostomia, xeroftalmia, dan perawatannya. Dalam praktek klinik, kateterisasikonstipasi, gangguan penglihatan, sedatif, retensi urin, sering merupakan tindakan pertama yang dilakukaninsomnia, taki-kardia, ortostasis, kebingungan, dan untuk penderita inkontinensia urin akut. Data-data yangdelirium. Tolterodin lebih selektif untuk resptor muskarinik ada menunjukkan pemakaian kateter yang berlebihan.di kandung kemih dari pada di kelenjar parotis, sehingga Terdapat 3 cara atau prosedur pemakaian kateterdiharapkan dapat memberikan efek samping kolinergik yaitu: kateter eksternal (kateter kondom), kateterisasiyang lebih sedikit, seperti xerostomia. Penggunaan agen intermiten, dan kateterisasi kronik atau menetap. Katetertrisiklik seperti imipramin dibatasi pada usia lanjut karenaefek samping yang ditimbulkannnya. Uji klinikjuga tidak eksternal hanya dipakai pada inkontinensia intractablemenunjukkan adanya efektifitas penggunaan imipramin. tanpa retensi urin yang secara fisik dependen/bedridden. Tindakan operatif dilakukan atas pertimbangan yang Bahaya pemakaian kateter tersebut adalah risiko infeksimatang dan didahului dengan evaluasi urodinamik. Pada dan iritasi kulit.perempuan dengan prolaps pelvik yang signifikan daninkontinensia tipe stres yang tidak membaik dengan Kateterisasi intermiten dipakai untuk mengatasi retensipenanganan konservatif harus dilakukan upaya operatif.Pada laki-laki dengan tanda obstruksi saluran kemih akibat urin dan inkontinensia tipe overflow akibat kandung kemih yang akontraktil atau Detrussor hyperactivity with impaired contractility (DHIC). Prosedur ini dapat dilakukan 2 - 4 kali per-hari oleh pasien atau tenaga kesehatan. Biasanya teknik ini dilakukan pada pasien dengan inkontinensia urin akut. Risiko infeksi sering terjadi pada prosedur ini, oleh karenanya harus dicegah dengan melakukan teknik
3780 GERIATRI DAN GERONTOLOGIaseptik. Sedangkan kateterisasi menetap harus dilakukan dengan inkontinensia urin neurogen ik dan pada usia lanjutsecara selektif oleh karena risiko bakteriuria kronik, batu telah dikeluarkan oleh The Scientific Committee on thekandung kemih, abses periuretral, dan bahkan kanker First International Consultation on Incontinence. Tujuankandung kemih. lnduksi pemakaian kateter kronik adalah tata laksana pada usia lanjut akan berbeda pada tiapretensi urin akibat inkontinensia overflow persisten, tak individu dan harus didasari oleh keinginan dan motivasilayak operasi, tidak efektif dilakukan kateterisasi inter- dari pasien dan keluarga untuk ditangani, komorbiditas,miten, ada dalam perawatan dekubitus, dan perawatan prognosis, dan harapan hidup. Gambar 7 menunjukkanterminal dengan demensia berat. algoritme tata laksana inkontinensia urin pada usia lanjut yang direkomendasikan oleh The Scientific Committee on Konsensus mengenai rekomendasi dan panduan tata the First International Consultation on Incontinence.laksana inkontinensia urin pada perempuan dan laki-laki. . .R_iwa_yat_ _l\"V\"- IU aktivitas fisik IU dengan urgensil IU dengan IU dengan nyeri , frekuensi gejala retensi hematuria , infeksi berulang, Massa pelvis/iradiasi/ bedah I>Pengkajian Pengkajian umum Catatan berkemih Pengkajian kualitas hiduplkeinginan untuk diterapi Pemeriksaan fisis: abdomen rektum ,neurologis Tes batuk untuk diagnosis inkontinensia stres Analisis urin +/- kultur urin Uika ada infeksi , diterapi) Kaji PVRI>Menduga tipe IUI>Tata laksana Latihan otot dasar panggul Latihan berkemih Antagonis Pembedahan Biofeedback Antimuskarinik alfa Stimulasi otot dasar panggul Biofeedback Assisted toileting Prompted voiding Alat bantu Pads Catheters Tata laksana khususGambar 7. Algoritme tatalaksana inkontinensia urin pada usia lanjut
INKONTINENSIA URIN DAN KANDUNG KEMIH HIPERAKTIF 3781REFERENSI Ouslander JG, Johnson TM. Incontinence. In: Hazzard WR, Blass JP, Ettinger WH, et al (eds). Principles of Geriatric MedicineAbrams, P. & Wein, A.J. The Overactive Bladder, A widespread but and Gerontology. 4'h ed. New York: McGraw-Hill;1999.p treatable condition Eric Sparre Medical, Stockholm, Swedien. 1505-614. 1998. Rossman, I. Urinary incontinence Clinical Geriatric 3'd. Ed.Abrams P dkk. The standardisation of terminology of lower Philadelphia: Lippinncot Company; 1996.p.701-707. urinary tract function: report from the Standardization Sub- committee of the International Continence Society. Neurourol Pauls, J. Urinary incontinence and impairment of the pelvic floor Urodyn 2002; 21 : 167-78 in the older adult. dalam A.A. Guccione : Geriatric Physical Therapy 2nd Ed. St Louis: Mosby; 2000.p. 340 - 50.Augspurger, R.R. Urinary incontinence and catheters in the elderly male and female dalam R.W. Schrier : Geriatric Medicine. W.B. Pramantara, D.P. & Wasilah Rochmah. Sindroma Geriatrik yang Saunders, Philadelphia 1990.p.156 - 67. berkaitan dengan gangguan sistem muskuloskeletal. Naskah Lengkap Simposium Gangguan Muskuloskeletal pada usia lanjut,Abrams P, Cardozo L, Fall M, Griffiths D, Rosier P, Ulmsten U, Medika FK UGM & Klinik Lansia FK UGM. 2003 dkk. The standardization of terminology of lower urinary tract function: report from the standardization sub-committee Setiati S, Istanti R. Survei inkontinensia urin (mengompol) of the International Continence Society. Neurology and pada usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan Keluarga Urodynamics 2002;21 :167-178 (PUSAKA). Maj Kedokt Indon 2003 April;53 (4):137-9Artibani W. Difficult to manage patient populations: mixed Setiati S. Pedoman penatalaksanaan inkontinensia urin pada pasien symptomatology. BJU Int 2000; 85 (suppl 3):53-54 geriatri. Dalam: Soejono CH, Setiati S, Wiwie M, Silaswati S, Editor. Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri. EdisiBravo, C.V. Aging and the urogenital system. Reviews in Clinical pertama. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Penyakit Gerontology 2000;10:315-24. Dalam FKUI, 2000;85-94Chaliha C, Khullar V. Mixed incontinence. J. Urology 2004;63 Sorbera LA, Castaner RM, Castaner J. Duloxetine oxalate. Drugs (suppl 3A):51-7 of the future 2000;25:907-16Chutha, D.S., Fleming, KC. dkk. Urinary incontinence in elderly Steers WD. Pathophysiology of overactive bladder and urge population. Mayo Clin Proc 1996.;71:93-101. urinary incontinence. Rev Urol 2002;4 (suppl 4) : S7-S18.Dubeau CE. Urinary incontinence. In: Evans JG, Williams TF, Stewart WF, dkk. Prevalence and burden of overactive bladder in the United States.World J Urol 2003; 20: 327-36 Beattie BL, Michel JP, Wilcock GK, Editor. Oxford textbook Wells, dkk. Urinary incontinence in elderly women: clinical of geriatric medicine. 2nd ed. NewYork: Oxford University findings. J Am Geriatr Soc 1997; 35 :933-39 Press; 2000.p. 677-89.DuBeau, C.E. Epidemiology, risk factor, and pathogenesis of Weiss BD. Diagnosis evaluation of urinary incontinence in geriatric urinary incontinence Up to Date 2002.;10(2). patients. Am Fam Physic 1998.Diokno AC, dkk. J Urol 1986;136:1022-25Graffith, W.R. Urinary Incontinence in the Elderly. Health & Age. Weiss BD. Urinary incontinence. In: Adelman AM, Daly MP, Novartis Foundation for Gerontology 2003;357- 60. editors . 20 Common Problems Geriatrics. Singapore:Hextall A. Estrogens and lower urinary tract function. Maturitas McGraw-Hill; 2001.p.85-114. 2000;36:83-92Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB. Incontinence. New York: McGraw-Hill; 2004.p 173-218.Klimas TCK. Current management of urinary incontinence. Journal of Pharmacy Practice 2004;17(2):103-114Khullar V, Hill S, Laval K, Schotz HA, Jonas U, Versi £.Treatment of urge-predominant mixed urinary incontinence with tolterodine extended release : a randomized, placebo- controlled trial. Urology 2004;64: 269-75.Kris-Pranarka, Inkontinensia dalam R. Boedhi - Darmojo dan H. Hadi Martono (Eds) : Buku Ajar Geriatri Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2004.p.197-215.Lagro-janssen ALM, dkk. Value of the patient's case history in diagnosing urinary incontinence in general practice. Br J Urol 1991;67:569-572Lockher, J.L., Goode, P.S. et al.. Reability assesment of the bladder diary for urinary incontinence. Journal ofGerontology. Medical Science 2001; 56A(1):14 - 18.Minem,. Gambaran tipe inkontinensia urin pada pasien usia lanjut di Poliklinik Geriatri RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah Program studi Ilmu Keperawatan FK UGM. Yogyakarta. 2004.McIntosh LJ, Richardson DA. 30-minute evaluation of incontinence in the older woman. Geriatrics 1994 Feb;49:36-44.Norton PA, Zinner NR, Yalcin I. Duloxetine versus placebo in the treatment of stress urinary incontinence. Am J Obstet Gynecol 2002;187:40-48Nihira MA, Henderson N. Epidemiology of urinary incontinence in women. Current Womens' s Helath Reports 2003;3:340-7Ouslander JG. Urinary incontinence. In: Osterweil Dan, Smith KB, Beck JC, Editor. Comprehensive geriatric assessment. New York: McGraw-Hill; 2000.p.555-72
510KONSTIPASI DAN INKONTINENSIA ALVI Kris Pranarka, Rejeki Andayani RPENDAHULUAN memenuhi ampula rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada kolon, rektum, atau keduanya yangKonstipasi merupakan suatu keluhan, bukan penyakit. tampak pada foto polos perut.Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalamhidupnya dan konstipasi yang berlangsung singkat masih Studi epidemiologis menunjukkan kenaikan pesatdianggap normal. Menurut National Health Interview dari konstipasi terkait dengan usia terutama berdasarkanSurvey pad a tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika keluhan pasien dan bukan karena kon stipasi klinis. Banyakmengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang airperempuan, dan orang berusia 65 tahun ke atas. Hal ini besar (BAB) tiap hari sehingga sering terdapat perbedaanmenyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2,5juta kali/ pandang antara dokter dan pasien tentang arti konstipasitahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk itu sendiri.obat-obatan pencahar. Frekuensi BAB bervariasi dari 3 kali per hari sampai Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna yang 3 kali per minggu. Secara umum, bila 3 hari belum BAB,terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan keluhan massa feses akan mengeras dan ada kesulitan sampaiini dengan bertambahnya usia; 30-40% orang berusia rasa sakit saat BAB. Konstipasi sering diartikan sebagaidi atas 65 tahun mengeluh konstipasi. Di lnggris, 30% kurangnya frekuensi BAB, biasanya kurang dari 3 kali perpenduduk berusia di atas 60 tahun merupakan konsumen minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras, sertayang teratur menggunakan obat pencahar. Di Australia, kadangkala disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB.sekitar 20% dari populasi berusia di atas 65 tahun Orang usia lanjut seringkali terpancang dengan kebiasaanmengeluh mengalami konstipasi dan terjadi lebih banyak BAB-nya. Hal ini mungkin merupakan kelanjutan dari polapada perempuan dibandingkan pria. Suatu penelitian hidup semasa kanak-kanak dan saat masih muda, dimanayang melibatkan 3.000 orang berusia di atas 65 tahun setiap usaha dikerahkan untuk BAB teratur tiap hari, kalaumenunjukkan sekitar 34% perempuan dan 26% pria perlu dengan menggunakan pencahar untuk mendapat-mengeluh mengalami konstipasi. kan perasaan sudah bersih. Ada anggapan umum yang salah bahwa kotoran yang tertimbun dalam usus besarDEFINISI KONSTIPASI akan diserap lagi, berbahaya untuk kesehatan, dan dapat memperpendek usia. Ada pula yang mengkhawatirkanPada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara keracunan dari fesesnya sendiri bila dalam jangka waktutegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi tertentu tidak dikeluarkan.yang berlainan antara individu. Penggunaan istilahkonstipasi secara keliru dan belum adanya definisi Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson,yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini . meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini danBiasanya konstipasi berdasarkan laporan pasien sendiri terjadi dalam waktu 3 bulan: a). konsistensi feses yangatau konstipasi anamnestik dipakai sebagai data pada keras; b). mengejan dengan keras saat BAB; c). rasa tidakpenelitian-penelitian. Batasan dari konstipasi klinis yang tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB; d).sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang. International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas memberikan batasan konstipasi. Berdasarkan rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua
KONSTIPASI DAN INKONTINENSIA ALVI 3783golongan: 1). konstipasi fungsional, 2). konstipasi karena bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidakpenundaan keluarnya feses pada muara rekto-sigmoid . mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan bukanlah karena bertambahnya usia tetapi memangyang lam bat dari feses, sedangkan penundaan pada muara khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi .rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal.Yang terakhir ini ditandai adanya perasaan sumbatan Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelanpada anus. oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuklabel 1. Definisi Konstipasi sesuai International Work- aktivitas motorik dari kolon . Total waktu pergerakanshop on Constipation usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan.Tipe Kriteria Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang1. Konstipasi menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu • dua atau lebih dari keluhan ini ada gerakan usus dari 4 sampai 9 hari. Pada mereka yang fungsional paling sedikit dalam 12 bulan: dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari . Petanda radioaktif yang dipakai2. Penundaan • mengedan keras 25% dari BAB terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan pada muara • feses yang keras 25% dari BAB paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid . rektum • rasa tidak tuntas 25% dari BAB • BAB kurang dari 2 kali per minggu Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas • hambatan pada anus lebih dari 25% motorik dari kolon pasien dengan konstipasi menunjuk- kan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat BAB berkurangnya inervasi intrinsik karena degenerasi pleksus • waktu untuk BAB lebih lama mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang • perlu bantuanjari -jari untuk menge- saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. luarkan feses lndividu di atas usia 60 tahunjuga terbukti mempunyaiPATOFISIOLOGI KONSTIPASI kadar plasma beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus.Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaanfisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos dan opiat yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon,serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi motil itas berkurang, dan menghambat refleks gaster-dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan kolon .fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosisdan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonusmekanisme yang terlibat pada proses BAB normal. sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan denganGangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan konstipasikonstipasi . mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, sehingga upaya mengejan lebih Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekananyang menghantarkan feses ke rektum untu k dikeluarkan. pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahanFeses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti lebih lanjut.relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk menghindarkanpengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubahdari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pada usia lanjut. Sebaliknya pada mereka yang mengalamipelvis yang dipersarafi oleh saraf pudendus. Otak konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologismenerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter pada rektum :anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehinggarektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi Diskesia Rektumotot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum,dalam perut, relaksasi sfingter dan otot levator ani . Baik gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambangpersarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untukproses BAB. menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok du bur pasien dengan diskesia rektum Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadarimultipel, mencakup beberapa faktoryang tumpang tindih . karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. DiskesiaWalaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyakpada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh
3784 GERIATRI DAN GERONTOLOGIrektum juga dapat diakibatkan kurang tanggapnya atau label 2. Faktor-faktor Risiko Konstipasi pada Usiapenekanan pada dorongan untuk BAB sepert i yang Lanjutdijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakitdaerah anus dan rektum . Obat-obatan • kalsium antagonis • golongan antikolinergik • preparat kalsiumDis-sinergia Pelvis • golongan narkotik • preparat besiTerdapat kegagalan untuk relaksasi otot puborektalis • golongan analgetik • antasida aluminiumdan sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara • golongan diuretik • penyalahgunaanmanometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada • NSAIDsaluran anus saat mengejan. pencaharPeningkatan Tonus RektumTerjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya Kondisi neurologis • trauma medula spinaliskecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik seperti • stroke • neuropati diabetikpada penyakit iritable bowel syndrome, dimana konstipasi • Penyakit Parkinsonmerupakan hal yang dominan. Gangguan metabolikFAKTOR-FAKTOR RISIKO KONSTIPASI PADA USIA • hiperkalsemiaLA NJ UT • hipokalemia • hipotiroidDibutuhkan pengenalan faktor-faktor risiko yangberkaitan dengan konstipasi pada usia lanjut untuk Kausa psikologis • ku rang privasi untukmemahami masalah ini. Sebagai contoh, polifarmasi dapat • psikosis BABmenyebabkan konstipasi karena beberapa golongan • depresiobat mempunyai potensi untuk hal ini. Beberapa • demensia • mengabaikan dorongankelainan neurologis dan endokrin-metabolik juga dapatmengakibatkan konstipasi yang berat. Secara singkat, BABsebagian faktor-faktor risiko tersebut dapat dilihat pada • konstipasi imajinertabel 2. Penyakit-penyakit saluranTAMPILAN KUNIS KONSTIPASI cerna • Irritable bowel syndromeAnamnesis yang terperinci merupakan hal terpenting • kanker kolon • rektokeluntuk mengungkapkan adakah konstipasi dan faktor risiko • divertikelpenyebabnya. Konstipasi merupakan suatu keluhan klinisyang umum dengan berbagai tanda dan keluhan lain yang • ileus • wasirberhubungan . • hernia • fistula/fisura ani • volvulus • inersia kolon Pasien yang mengeluh konstipasi tidak selalu sesuaidengan patokan-patokan yang obyektif. Misalnya bila Lain-lain • bepergian jauhdalam 24 jam belum BAB atau ada kesulitan harus • diet rendah serat • pasca tindakan bedahmengejan dan perasaan tidak tuntas untuk BAB sudah • kurang cairanmengira dirinya menderita konstipasi . • imobilitas/kurang olah- perutBeberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan ragakonstipasi adalah: adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan mengejan keras saat BAB feses massa feses yang keras dan sulit keluar menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB perasaan tidak tuntas saat BAB sakit pada daerah rektum saat BAB Pemeriksaan fisis pada konstipasi sebagian besar rasa sakit pada perut saat BAB tidak didapatkan kelainan yangjelas. Walaupun demikian pemeriksaan fisis yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan-kelainan yang berpotensi mempengaruhi khususnya fungsi usus besar. Diawa li dengan pemeriksaan rongga mulut meliputi gigi-geligi, adanya lesi selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan. Pemeriksaan daerah perut dimulai dengan inspeksi adakah pembesaran abdomen, peregangan, atau tonjolan . Selanjutnya palpasi pad a permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut. Palpasi lebih dalam dapat meraba massa feses di kolon, adanya tumor atau aneurisma aorta. Pada perku si dicari antara lain pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, asites, atau adanya massa feses. Auskultasi antara lain untuk
KONSTIPASI DAN INKONTINENSIA ALVI 3785mendengarkan suara gerakan usus besar, normal atau mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasiberlebihan, misalnya pada sumbatan usus. Pemeriksaan kontraksi serta relaksasi otot rektum . Uji ini memakaidaerah anus memberikan petunjuk penting, misalnya semacam pasta yang konsistensinya m irip feses,adakah wasir, prolaps, fisura, fistula, dan massa tumor di dimasukkan ke dalam rektum . Kemudian penderitadaerah anus yang dapat mengganggu proses BAB. duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan Pemeriksaan colok du bur harus dikerjakan antara lain pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat prosesuntuk mengetahui ukuran dan kondisi rektum serta besar berlangsung .dan konsistensi feses. Colok dubur dapat memberikaninformasi tentang: Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus saat istirahat dan pada tonus rektum berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal. tonus dan kekuatan sfingter kekuatan otot puborektalis dan otot-otot dasar pelvis Pemeriksaan elektromiografi dapat mengukur misalnya adakah timbunan massa feses tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi adakah massa lain (misalnya hemoroid) saraf yang dibuktikan dengan respons sfingter yang adakah darah terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan adakah perlukaan di anus kelainan anatomik maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut sebagai non -spesifik.Pemeriksaaan laboratorium dikaitkan dengan upayamendeteksi faktor-faktor risiko penyebab konstipasi, KOMPLIKASI KONSTIPASI PADA USIA LANJUTmisalnya glukosa darah, kadar hormon tiroid, elektrolit,anemia yang berhubungan dengan keluarnya darah dari Walaupun untuk kebanyakan orang usia lanjut, konstipasirektum, dan sebagainya. Prosedur lain misalnya anuskopi hanya sekedar mengganggu, tetapi untuk sebagian kecildianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua pasien dapat berakibat komplikasi yang serius, misalnya impaksidengan konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, feses. lmpaksi feses merupakan akibat dari terpaparnyawasir dan keganasan. feses pada daya penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan. Feses dapat menjadi sekeras batu, di Foto polos perut harus dike rjakan pada penderita rektum (70%), sigmoid (20%), dan kolon bagian proksimalkonstipasi, terutama yang terjadinya akut. Pemeriksaan (10%).ini dapat mendeteksi adakah impaksi feses dan adanyamassa feses yang keras yang dapat menyebabkan lmpaksi feses merupakan penyebab yang pentingsumbatan dan perforasi kolon . Bila diperkirakan ada dari morbiditas pada usia lanjut, meningkatkan risikosumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium perawatan di rumah sakit dan mempunyai potensi untukenema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan. komplikasi yang fatal. Penampilannya sering hanyaPemeriksaan yang intensif ini dikerjakan secara selektif berupa kemunduran klinis yang tidak spesifik. Kadang-setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi kurang berhasil kadang dari pemeriksaan fisis didapatkan panas sampaidan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan 39,5°C, delirium, perut yang tegang, suara usus melemah,konstipasi tertentu. aritmia serta takipnea karena peregangan dari diafragma. Pemeriksaan laboratorium didapatkan lekositosis. Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomik (enema, Peristiwa ini bisa diakibatkan ulserasi sterkoraseus dariproktosigmoidoskopi, kolonoskopi) atau fisiologik suatu fecaloma yang keras menyebabkan ulkus dengan(waktu singgah di kolon, cinedefecografi, manometri tepi yang nekrotik dan meradang. Dapat terjadi perforasidan elektromiografi) . Proktosig-moidoskopi biasanya dan penderita datang dengan sakit perut berat yangdikerjakan pada konstipasi yang baru terjadi sebaga i mendadak.prosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum. Bilaada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari lmpaksi feses yang berat pada daerah rektosigmoidrektum atau adanya riwayat keluarga dengan kanker kolon dapat menekan leher kandung kemih menyebabkanperlu dikerjakan kolonoskopi. retensio urin, hidronefrosis bilateral, dan kadang-kadang gagal ginjal yang membaik setelah impaksi dihilangkan. Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon lnkontinensia alvi juga sering didapatkan, karena impaksidapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan radiologis feses di daerah kolorektal.setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat initerutama ditemukan di rektum menunjukkan kegagalan Volvulus daerah sigmoid juga sering terjadi sebagaifungsi ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan komplikasi dari konstipasi . Mengejan berlebihan dalamkelemahan yang menyeluruh. jangka waktu lama pada penderita dengan konstipasi dapat berakibat prolaps dari rektum . Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerahanorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas,
3786 GERIATRI DAN GERONTOLOGI PENGOBATAN sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya antara lain: Minyak kastor, Golongan docusate Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukupuntuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk aman untuk digunakan, misalnya pada penderitamemberikan pengobatan secara simtomatik. Sedangkan gagal ginjal, antara lain: Sorbitol, Lactulose, Glycerinbila mungkin, pengobatan harus ditujukkan pada merangsang peristaltik, sehingga meningkatkanpenyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar motilitas usus besar. Golongan ini yang banyakjangka panjang terutama yang bersifat merangsang dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golonganperistaltik usus, harus dibatasi. ini bila dipakai untukjangka panjang, dapat merusak pleksus mesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon .Strategi pengobatan dibagi menjadi: 1).Pengobatan non Contohnya antara lain: Bisakodil, Fenolptaleinfarmakologis, 2). Pengobatan farmakologis Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidakPengobatan Non Farmakologis dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomiLatihan usus besar. Melatih usus besar adalah suatu sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur inibentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transitkonstipasi yang tidak jelas penyebabnya. yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan pengobatan yang diberikan. Pada Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara ter- umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atauatur tiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.Dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan,sehingga dapat memanfaatkan refleks gastro-kolon INKONTINENSIA ALVIuntuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkanpenderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang Pendahuluanuntuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan lnkontinensia alvi sering digambarkan sebagai peristiwauntuk BAB ini. yang tidak menyenangkan tetapi tidak terelakkan, berkaitan dengan usia lanjut. Sebenarnya, seperti halnyaDiet. Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi dengan ulkus dekubitus, inkontinensia alvi seringkaliterutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis terjadi akibat sikap dokter dan tindakan keperawatanmenunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat yang kurang tepat. Dengan diagnosis dan pengobatanmengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam yang sesuai, inkontinensia alvi pada usia lanjut hampirpenyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan seluruhnya dapat dicegah.kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan beratfeses serta mempersingkat waktu transit di usus. lnkontinensia alvi lebihjarang ditemukan dibanding- kan inkontinensia urin. Tiga puluh hingga lima puluh Untuk mendukung manfaat serat ini, diharapkan persen pasien dengan inkontinensia urin, juga menderitacukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak inkontinensia alvi. Keadaan ini menunjukkan mekanismeada kontraindikasi untuk asupan cairan. patofisiologi yang sama antara inkontinensia urin dan inkontinensia alvi.Olahraga. Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahragajuga membantu mengatasi konstipasi. Jalan kaki atau Untuk sebagian orang usia lanj ut, inkontinensialari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan alvi dapat mengakibatkan pengurangan aktivitas fisis,kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan kehilangan kontak sosial, dan lebih jelek lagi sampai di-meningkatkan tonus otot usus. Dianjurkan juga untuk isolasi. lnkontinensia alvi saat ini merupakan penyebabmelakukan senam perut untuk memperkuat otot-otot kedua di Amerika Serikat untuk memasukkan orangdinding perut, terutama pada penderita dengan atoni usia lanjut di rumah-rumah perawatan. Sekitar 7% daripada otot perut. populasi usia lanjut mengalami inkontinensia alvi paling sedikit sekali seminggu, dan sampai 50% dari merekaPengobatan Farmakologis yang dirawat di rumah-rumah perawatan bagi usia lanjut,Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan menderita inkontinensia alvi.terapi farmakologis, dan biasanya dipakai obat-obatangolongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar: Kebanyakan pasien tidak pernah melaporkan masalah ini pada dokternya. Pria usia lanjut lebih sering mengalami memperbesar dan melunakkan massa feses, antara inkontinensia alvi dibandingkan perempuan usia lanjut, lain: Cereal, Methyl selulose, Psilium melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses,
KONSTIPASI DAN INKONTINENSIA ALVI 3787dan bentuk inkontinensianya lebih sering cair daripada mengeluhkan konstipasi bila ada kesulitan mengeluarkanbentuk padat. feses yang keras atau merasa kurang puas saat buang air besar. Konstipasi sering sekali dijumpai pada usia lanjutPENGATURAN DEFEKASI NORMAL dan merupakan penyebab utama pada inkontinensia alvi pada usia lanjut.Defekasi, seperti juga halnya berkemih, adalah suatuproses fisiologis yang melibatkan: Obstipasi bila berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan/impaksi dari massa feses yang keras (skibala). koordinasi susunan saraf pusat dan perifer serta Massa feses yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat sistem refleks lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan kontraksi yang baik dari otot-otot polos dan serat dari sudut anorektal. Kemampuan sensor menumpul dan lintang yang terlibat tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. kesadaran dan kemampuan untuk mencapai tempat Akibatnya feses yang cair akan merembes keluar. buang air besar. Skibala yang terjadi juga akan meyebabkan iritasi Di daerah rektum dan anus sendiri, ada tiga hal yang pada mukosa rektum sehingga akan diproduksi cairanpenting untuk mekanisme pengaturan buang air besar, dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari fesesyang tugasnya mempertahankan penutupan yang baik yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia alvi.dari saluran anus, yaitu : a). Sudut anorektal yang diper- Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaantahankan pada posisi yang paling ideal, di bawah 100° oleh fisis, antara lain meraba adanya skibala pada colokposisi otot-otot pubo-rektal; b). Sfingter anus eksterna dubur.yang melindungi terutama terhadap kenaikan mendadakdari tekanan intra-abdominal, misalnya batuk, bersin, Dari anamnesis didapatkan keterangan keluarnyaolahraga, dan sebagainya; c) . Bentuk anus sendiri yang feses yang tidak berbentuk atau lunak sekali, beberapaseakan menguncup berbentuk katup, dengan otot-otot kali sehari dan penderita hampir selalu basah tercemar.serta lipatan mukosa yang saling mendukung. Pada colok du bur bila didapatkan massa feses yang keras akan mendukung diagnosis konstipasi sebagai penyebabGAMBARAN KUNIS inkontinensia alvi, tetapi dapat juga massa feses yang lunak sebagai penyebab. Pengelolaan yang sesuai untukKlinis inkontinensia alvi tampak dalam dua keadaan: 1). konstipasi akan menyembuhkan inkontinensia alvi.Feses yang cair atau belum terbentuk, sering bahkanselalu keluar merembes; 2). Keluarnya feses yang sudah Langkah pertama adalah mengidentifikasi semuaterbentuk, sekali atau dua kali per hari, di pakaian atau kemungkinan penyebabnya. Secara umum diet yangdi tempat tidur. kurang baik, imobilitas, kebiasaan buang air besar yang tidak tertib dan penggunaan laksans yang tidak tepat Perbedaan dari penampilan klinis kedua macam merupakan penyebab paling sering untuk inkontinensiainkontinensia alvi ini dapat mengarahkan pada penyebab pada usia lanjut.yang berbeda dan merupakan petunjuk untuk diagnosis.Penyebab dari inkontinensia alvi dapat dibagi menjadi 4 Pemberian diet tinggi serat dengan cairan cukup dankelompok : meningkatkan aktivitas/mobilitas merupakan langkah pertama yang harus diperhatikan. Buang air besar secara inkontinensia alvi akibat konstipasi teratur dengan menyesuaikan refleks gaster-kolon yang inkontinensia alvi simtomatik, yang berkaitan dengan timbul beberapa menit setelah selesai makan harus di- penyakit pada usus besar manfaatkan, dengan mengatur waktu untuk buang air inkontinensia alvi akibat gangguan kontrol persarafan besar pada saat itu. Tempat buang air besar yang tenang dari proses defekasi (inkontinensia neurogenik) dan pribadi juga akan mendukung. inkontinensia alvi karena hilangnya refleks anal Jenis-jenis lnkontinensia Alvi Bila konstipasi merupakan keluhan yang baru saja Selanjutnya akan dibicarakan masing-masing tipe dari dialami dan ada perubahan dari buang air besar, makainkontinensia dan pengelolaannya. macam-macam kelainan/penyakit kolorektal harus dicari. Demikian juga kelainan metabolik, misalnya neuropatilnkontinensia Alvi Akibat Konstipasi diabetik, kelainan-kelainan neurologis lain seperti stroke,Batasan dari konstipasi (obstipasi) masih belum tegas. gangguan medula spinalis, depresi, dan lain-lain.Secara teknis dimaksudkan untuk buang air besar kurangdari tiga kali per minggu, tetapi banyak pasien sudah Akhirnya tidak boleh dilupakan adalah efek samping obat yang penggunaannya kurang tepat. Beberapa golongan obat-obatan memang sering dimanfaatkan untuk pengobatan konstipasi, dengan catatan digunakan secara rasional sesuai tipe konstipasi yang dihadapi. Bila indikasinya tidak sesuai, obat tersebut bahkan
3788 GERIATRI DAN GERONTOLOGIdapat berakibat konstipas i. Misalnya penggunaan ditunda dengan inhibisi yang disadari terhadap kontraksisecara ber-lebihan dapat menyebabkan atoni kolon , rektum dan sfingter eksternanya. Pada usia lanjut dansehingga dianjurkan pemakaian t idak lebih dari tiga kali terutama pada pasien dengan penya kit serebrovaskular,seminggu. ke mampuan untuk menghambat proses defekasi ini dapat terganggu bahkan hilang. Obat-obatan yang disebut sebagai laksans ataupencahar tersebut, kerjanya antara lain dengan menambah Karakteristik inkontinensia neurogenik ini tampakvolume feses, atau dengan cara melunakkan dan pada penderita dengan infark serebr i multiple ataumelicinkan permukaan feses hingga mudah keluar, penderita demensia. Gambaran klinisnya ditemukan satu -meningkatkan pembentukan cairan dalam lumen usus, dua potong feses yang sudah berbent uk di tempat tidur,menstimulasi pergerakan usus dan meningkatkan refleks dan biasanya setelah minum panas atau makan.buang air besar. Pengelolaan inkontinensia alvi neurogenik kadang-lnkontinensia Alvi Simtomatik kadang dengan cara yang sederhana dan cukup baik hasilnya, tetapi sering dilupakan. Penderita disiapkan padalnkontinensia alvi simtomatik dapat merupakan penampilan suatu komodo (commode), duduk santai dengan ditutupklinis dari berbagai macam kelainan patologis yang dapat kain sebatas lututnya, kemudian diberi minuman hangat,meyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah relaks dan dijaga ketenangan nya sam bil ditunggu sampaidengan adanya perubahan berkaitan dengan ber- feses keluar.tambahnya usia dari proses kontrol yang rum it padafungsi sfingter terhadap feses yang cair dan gangguan Bila dengan cara tersebut tida k berhasil, diberikanpada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus obat-obatan yang menyebabkan konstipasi, tetapidan feses yang cair. dipastikan diikuti evaluasi usus bagia n bawah satu atau dua kali seminggu dengan supos itori a atau enema. Cara Beberapa penyebab d iare yang mengakibatkan ini membutuhkan penyesuaian indivi dual yang hati-hatiinkontinensia alvi simtomatik ini antara lain gastro- dan teliti, agar tidak mengubah inkontinensia menjadienteritis, divertikulitis, proktitis, kolitis -iskemik, kolitis konstipasi sesungguhnya.ulseratif, karsinoma kolon-rektum . Semua pertimbangandiagnosis di atas, menunjukkan perlunya pemeriksaan lnkontinensia Alvi Akibat Hilangnya Reflekstambahan misalnya kolonoskopi dan foto kolon dengan Analbarium enema. Penyebab lain dari inkontinensia alvisimtomatik misalnya kelainan metabolik, seperti diabetes lnkontinensia alvi ini terjadi akibat hilangnya refleks anal,melitus, kelainan endokrin, seperti tirotoksikosis, kerusakan disertai kelemahan otot-otot se rat lintang.sfingter anus sebagai komplikasi dari operasi hemoroidyang kurang berhasil, dan prolaps-rektum. Par ks, Henry, dan Swash da lam penelitiannya , menunj ukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi Akhirnya jangan dilupakan penyebab paling umum motori k pada otot- otot daerah sfingter dan pubo-dari diare pada usia lanjut adalah obat-obatan, antara rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleks anal,lain yang mengandung unsur besi atau memang akibat berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnyakerja pencahar. tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia alvi pada peningkatan tekanan intra -abdomen dan prolaps Pengobatan dari inkontinensia alvi simtomatik adalah dari rektum . Pengelolaan inkontinensia ini sebaiknyaterhadap kelainan penyebabnya, dan bila t idak dapat diserahkan pada ahli proktolog i untu k pengobatannya.diobati dengan cara tersebut, maka diusahakan terkontroldengan obat-obatan yang menyebabkan obstipasi. KESIMPULANlnkontinensia Alvi Neurogenik Konstipasi merupakan keluhan terbanyak dari saluran cerna pada usia lanjut. Konstipasi sulit diberikan batasanlnkontinensia alvi neurogenik terjadi akibat gangguan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasifungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi yang berbeda antar individu.regangan/distensi rektum . Proses normal dari defekasimelalui refleks gatro- kolon . Beberapa menit setelah Konstipasi -anamnestik sering dipakai sebagai patokanmakanan sampai di lambung/gaster, akan menyebabkan dalam penelitian-penelitian. International Workshop onpergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum. Constipation memberikan rekomendasi konstipasi sebagaiDistensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. berikut: 1.Konstipasi fungs ional, 2. Konstipasi karenaDan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi penundaan keluarnya feses pada mua ra rektosigmoid .intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karenaada inhibisi/hambatan dari pusat di korteks serebri. Bila Waiau pun konstipasi merupakan keluhan yang banyakbuang air besar tidak memungkinkan, maka hal ini tetap pada lanjut usia, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan
KONSTIPASI DAN INKONTINENSIA ALVI 3789bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak Cahill,M : Constipation. Mastering geriatric Care, Springhousemengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Corp:1997 .p.65-67Perubahan patofisiologis yang menyebabkan konstipasibukanlah karena bertambahnya usia tetapi memang Cheskin LJ ; Schuster MM : Constipation. In Hazzard WR 2\"dkhusus terjadi pada mereka dengan konstipasi. ed.Principles of Geriatric medicine and Gerontology, Mc Graw Hill inc: 1990.p. 1161-1167. Anamnesis merupakan hal terpenting untukmengungkapkan etiologi dan faktor-faktor risiko penyebab Cheskin L J; Schaefer, D.C: Constipation in the Elderly. Americankonstipasi, sedangkan pemeriksaan fisis pada umumnya Family Physician, Sept.15,1998.tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Fonda D. Management of the incontinent elderly patient. In : Pemeriksaan colok du bur dapat memberikan banyak Update in Geriatric Medicine. The MSD General Practitionerinformasi yang berguna pemeriksaan-pemeriksaan lain Universities Programme.yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3 sampai6 bulan pengobatan konstipasi kurang berhasil dan Harari, D. Constipation in the elderly. In Hazzard WR 4th ed.dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi Principles of Geriatric Medicine and Gerontology, Mc Grawtertentu. Hill inc; 1999.p. 1491-1505. Pengobatan konstipasi sebaiknya ditujukan untuk Hamdy RC. Altered Bowel Habits. Geriatric Medicine, a problemmenghilangkan penyebabnya. Langkah-langkah - oriented approach. Bailiere Tindall ed. 1984.p. 158-164.pengobatan adalah secara nonfarmakologis, farmakologisdan pada keadaan khusus antara lain dilakukan tindakan Holson, D. : Constipation Medicine, May 14, 2002: 1-14pembedahan. Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB. Incontinence. Essentials of lnkontinensia alvi lebihjarang ditemukan dibandingkan clinical geriatrics, 2\"ded. Mc Graw-Hill Information Servicesinkontinensia urin. Defekasi, seperti halnya berkemih, Co; 1989.p. 139-182.adalah suatu proses fisiologis yang melibatkan koordinasi Kane RL ; Ouslander JG ; Abrass IB : Constipation. Essentials ofdari sistem saraf pusat dan perifer, respons refleks, Clinical Ceriatrics, Mc Graw-Hill inc; 1995.p. 224-227kontraksi otot-otot polos dan serat lintang, kesadaran Landefeld C.S ; Lyons W.L. : Anorectal Disorders, Fecalyang cukup baik serta kemampuan mencapai tempat Incontinence. Current Geriatric Diagnosis & Treatment.buang air besar. International Edition. 2004 .p. 229-231, . Morley, M.D.; Khan, A : Constipation in the Elderly. St.Louis Perubahan-perubahan akibat proses menua dapat University Health Sciences center, October,1999.mencetuskan terjadinya inkontinensia, tetapi inkontinensia National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney diseasesbukan suatu hal yang normal pada usia lanjut. (NIDDK): Constipation. NIH Publication no. 95-2754, May 2000 : 1-14. Penampilan klinis dari inkontinensia dapat memberikan Robert-Thomson IC : Constipation. The MS D general practitionerpetunjuk penyebabnya, dan selanjutnya pengelolaannya Universities Programme, 1989.yang terutama berdasarkan penyebab, baik dengan Resnick B : Constipation In Adelman AM. ed : 20 commontindakan suportif, obat-obatan dan bila perlu tindakan problems in Geriatrics Mc Graw-Hill inc. International ed.pembedahan. 2001 .p. 311-35. Reuben, DB; Yoshikawa TT; Besdine RW: Small and Large Bowels Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan disorders. American geriatric Society, Geriatric reviewyang sesuai, inkontinensia alvi pada usia lanjut hampir syllabus 1996: 289-294seluruhnya dapat dicegah dan diobati . Tujuannya tidak Reuben DB, Yoshikawa TT, Besdine RW. Urinary incontinence.hanya terletak pada keadaan yang kurang nyaman, Geriatric review syllabus. Kendall/Hunt Pub!. Co., 1996;bahkan memalukan pada penderita, tetapi fakta bahwa 124-133.inkontinensia alvi dapat merupakan petunjuk pertama Whitehead JB. Urinary incontinence. In : William Reichel eds. Careadanya penyakit serius pada saluran cerna bawah yang of the elderly, 4th ed. Williams and Wilkins, 1995; 280-286.mungkin dapat diobati bila ditemukan dini Van der Cammen TJM, Rai GS, Exton-Smith AN. Urinary incontinence. Manual of Geriatric Medicine. Churchill Livingstone, 1991; 254-263.REFERENSIAmerican Society of Colon and Rectal Surgeons (ASCRS) : Constipation June 3, 2002 : 1-3Azer, SA: Constipation Medicine, Nov.7, 2002: 1-13Brocklehurst JC, AlllenSC. Faecal incontinence. Geriatric Medicine for Studenta, 3•d ed. Churchill-Livingstone: 1987.p. 92-97.BrocklehurstJC, Allen SC. Urinary incontinence. Geriatric Medicine for Students, 3•d ed. Churchill-Livingstone, 1987; 73-91
511IATROGENESIS R.A. Tuty KuswardhaniPENDAHULUAN Kesalahan merupakan hasil kelalaian dan karenanya bertolak belakang dengan konsep medis, dimana efekPasien lanjut usia merupakan pasien dengan risiko iatrogenik merupakan konsekuensi dari tindakan yangterjadinya injury selama perawatan di rumah sakit, benar berdasarkan indikasi yang tepat dan kriteria yangdan peningkatan kejadian yang tidak diinginkan yang adekuat dan dapat diprediksi oleh seorang dokter. Ketikaberhubungan dengan usia . Bagi banyak pasien lanjut seorang dokter (atau tenaga medis lain) dalam usahanyausia, perawatan di rumah sakit menyebabkan penurunan menyembuhkan, memperbaiki atau mengobati pasienfungsi walaupun kondisi yang menyebabkan perawatan menimbulkan kelainan psikologis, fungsional atau organiktersebut diperbaiki atau disembuhkan. Pasien lanjut usia dalam bentuk nyeri, penyakit atau gangguan, ia bersifatyang mengalami kejadian yang tidak diinginkan atau iatrogenik. Jadi, penyakit iatrogenik didefinisikan sebagaidisabilitas selama perawatan di rumah sakit berhubungan tindakan medis, terapetik , diagno stik atau profilaksiskuat dengan prognosis yang buruk. Penyebab banyaknya apapun, yang secaratidak sengaja menyebabkan gejalakejadian iatrogenesis pada usia lanjut meliputi perubahan yang membutuhkan terapi, menyebabkan perawatan difisiologis yang berhubungan dengan usia, penyakit kronik rumah sakit, meningkatkan lama rawat di rumah sakit,yang sering terjadi secara konkomitan, dan presentasi menyebabkan ketidakmampuan permanen atau perlukaan,penyakit yang atipikal pada populasi ini.1 Sepertiga pasien atau mengarah pada kematian .2 Kaskade iatrogenesismengalami penurunan pada minimal 1 aktivitas harian dan didefinisikan sebagai serangkaian perkembangan berbagaipeningkatan risiko jatuh, re-hospitalisasi, institusionalisasi kompl ikasi medis yang dapat dicetuskan oleh kejadiandan kematian . Penyakit iatrogenik merupakan masalah awal yang nampaknya tidak berbahaya.3serius dengan dampak sosial yang besar. lnsidennyasangat tinggi, mahal dan berpotensi menyebabkan EPIDEMIOLOGImorbiditas dan mortalitas yang tinggi . Di Amerika Serikat,diperkirakan iatrogenik menjadi penyebab 225.000 Kejadian iatrogenik memiliki insiden yang tinggi, beberapakematian tiap tahunnya, dan karenanya menjadi penyebab studi menunjukkan bahwa 3.7-17% dari seluruh pasienkematian tersering ketiga setelah penyakit jantung dan yang dirawat di rumah sakit mengalami kejadian iatrogenik.kanker.2 Pada 3 studi prospektif besar di bagian penyakit dalam tahun 1980, 1986 dan 1993, melibatkan 815, 1176 danDEFINISI 1549 pasien, ditemukan insiden kejadian iatrogenik 36%, 25, 1% dan 14,7%. Stu di terbaru menunjukkan kejadianBerasal dari bahasa yunani \"iatros\" yang berarti medis dan iatrogenik sebanyak 14-25% dari pasien di atas usia 65\"genes\" yang berarti origin/asal, iatrogenik didefinisikan tahun yang dirawat di bangsal penyakit dalam. Hampirsebagai terjadinya efek negatif yang disebabkan oleh sepertiga pasien memiliki penyakit iatrogenik sebelumprosedur medis. latrogenik seringkali disamakan dengan masuk ke rumah sakit dan 3-7% dari pasien yang masuk\"kesalahan\" atau \"kelalaian\", namun efek iatrogenik dan rawat dengan penyebab iatrogenik, meningkat menjadi 8%kesalahan medis merupakan istilah yang bertolak belakang. pada pasien usia di atas 65 tahun. Kejadian iatrogenikjuga
IATROGENESISI 3791merupakan penyebab penting perawatan di ruang intensif Pada umumnya, pasien tidak mengetahui alasan, rinciandan penyebab masuk kembali ke rumah sakit.2 atau efek samping terapi yang diterimanya. Obat-obatan yang dimaksud umumnya merupakan golongan obat antiPATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS hipertensi (umumnya diuretik), obat-obat kardiovaskular (umumnya digoksin dan digitalis, sampai 15%), NSAIDPasien usia lanjut memiliki kerentanan unik untuk meng - (sampai 12%), agen hipogl ikemi (6-12%), antikoagulanalami kejadian yang tidak diinginkan (adverse event), (10-11 %), antibiotik (mendekati 7%) dan obat-obatnamun sampai saat ini alasan untuk predisposisi khusus neuropsikiatri. Kelainan yang sering ditemukan berupaini tetap tidakjelas. Satu penjelasan yang mungkin adalah gangguan elektrolit (termasuk dehidrasi), gangguanbahwa pasien yang lebih tua memiliki penyakit yang metabolik/endokrin, gangguan gastrointestinal dankronis dan lebih kompleks yang berkontribusi terhadap hepar, gangguan kardiovaskular, kejadian neuro-psikiatri,peningkatan lama rawat dan karenanya meningkatkan gangguan hematologi dan komplikasi infeksi dan per-paparan terhadap prosedur yang dapat mengarah darahan . Berdasarkan definisi efek samping obat tipepada berbagai komplikasi yang berhubungan dengan A dan B, ADR harus dapat diprediksi bila ingin dicegah.perawatan di rumah sakit. Sebagai tambahan, faktor- Pasien yang lebih tua cenderung mengalami ebih banyakfaktor endogen seperti penurunan fungsi kognitif, fungsi reaksi tipe A, dimana reaksi tipe B lebih banyak terjadirenal dan hepar bersama faktor-faktor eksogen seperti pada pasien yang lebih muda. Dari studi yang telahlingkungan rumah sakit, dapat mempengaruhi kerentanan dipublikasikan, 16-50% ADR berat dan 22-80% dapatpasien lanjut usia terhadap kejadian yang tidak diinginkan. dicegah .2Kaskade komplikasi lebih sering terjadi pada pasien tuadan dapat menyebabkan penurunan fungsi lebih jauh Tabel 1. Masalah iatrogenik yang sering ditemukankarena kombinasi efek dari penyakitnya sendiri, penurunan pada usia lanjutkondisi dan efek samping dari terapi. 3 Labeling yang berlebihan Kerangka konsep umum didasarkan pada Quality DemensiaHealth Outcomes Model (QHOM) dan kerangka efektivitas lnkontinensiakeperawatan yang digunakan oleh Titler et al tahun 2006. UnderdiagnosisPada tahun 1998, the Expert Panel on Quality Health Care lstirahat di tern pat tidurof the American Academy of Nursing mempublikasikan PolifarmasiQHOM sebagai kerangka konsep untuk penelitian Ketidaktergantungan yang dipaksakankualitas dan luaran, dan kerangka ini diterapkan untuk Gangguan lingkunganmengerti kaskade iatrogenesis dengan lebih baik. Trauma transferKaskade iatrogenesis mencerminkan hubungan kompleksantara pasien dengan faktor-faktor predisposisi dan/atau Tabel 2. Tipe -tipe Efek Samping Obat (ADR)presipitasi yang berhubungan. Untuk berbagai sindromini, menghilangkan atau menterapi hanya salah satu Efek Kejadian yang tidak menyenangkan dan tidakfaktor biasanya tidak cukup untuk mengeliminasi risiko, samping disengaja, terjadi pada dosis yang digunakanmelainkan harus ditujukan pada spektrum penuh dari obat pada manusia untuk profilaksis, diagnosis,kerentanan dan faktor presipitasi yang ada.3 terapi atau modifikasi fungsi fisiologis (kelebihan dosis yang disengaja atau penyalahgunaan Dari beberapa studi yang telah dilakukan, terdapat obat dieksklusi)beberapa prediktor penting untuk terjadinya iatrogenesisseperti, usia tua, jumlah obat yang diminum per hari, Reaksi Disebabkan oleh toksisitas obat yang diketahui,kondisi patologis yang berhubungan, kondisi med is yang tipe A berhubungan dengan dosis dan efek farmako-buruk saat masuk rumah sakit, gangguan fungsi ginjal dan logis (misalnya perdarahan disebabkan olehpenggunaan akses intravena. Beberapa faktor risiko lain warfarin)yang diketahui menyebabkan kejadian iatrogenik di rumah Berpotensi untuk dicegahsakit antara lain: masuk dari pantijompo atau rumah sakitlain, dan lama rawat5. Reaksi ldiosinkrasi atau alergi tipe B Reaksi yang umumnya terjadi pada peng- Dari sekian banyak tipe penyakit iatrogenik, yang gunaan pertama obat, tidak dapat diperkirakanpaling sering ditemukan adalah yang berhubungan dengan dan karenanya tidak dapat dicegahobat atau efek samping obat (adverse drug reaction-ADR) .ADR sering terjadi, membutuhkan biaya yang tinggi dan TIPE-TIPE EFEK SAMPING OBAT (ADR)pada beberapa kasus menyebabkan komplikasi yang berat. Peningkatan risiko efek samping obat pada pasien tua sebagian disebabkan karena penurunan kemampuan
3792 GERIATRI DAN GERONTOLOGImemetabolisme obat, perubahan sifat obat dan reseptor, didapatkan meningkatkan risiko delirium. Walaupundan sensitivitas jaringan yang be rhubungan dengan usia tidak ada penj elasan yang j elas bagaimana kateterdan interaksi antar obat.4 Jendela terapetik (jarak antara urin meningkatkan insiden deli ri um, dua mekanismedosis terapetik dan dosis toks ik) menyempit sejalan diperkirakan sebagai penyebabnya, sesuai dengan prinsipdengan usia. Karena respons terapi menu run, kerentanan standa r geriatri: disabilitas yang be rhubungan denganterhadap efek samp ing meningkat. Adanya gangguan dekondisi dan infeksi traktus urinariu s yang berhubunganmetabolisme obat akan menyebabkan kadar obat yang dengan kateterisasi.7 Perawatan di ru mah sakit seringkalitinggi dalam darah pada pemberian dosis \"normal\" 5 juga menyebabkan penurunan fungsi dan hilangnya(Gambar 1). kemampuan merawat diri send iri ba gi pasien usia lanjut. Beberapa faktor risiko penurunan fu ngsi pada asien usia Respons pengobatan lanjut yang dirawat di rumah sakit mel iputi: usia 75 tahun ke atas, kehilangan >15 dari 21 poin pertama dari MMSE, Respons toksik ketergantungan pada 2+ IADL saat masuk rumah sakit, ulkus dekubitus, ketergantungan fungsi dasar dan riwayat Usia aktivitas sosial yang rendah .8Gambar 1 lnfeksi nosokomial merupakan komplikasi iatrogenik lain yang sering terj adi di rumah sakit, umumnya melibatkan Labeling atau pemberian predikat overdiagnosis traktus urinarius, traktus respiratori us dan aliran darah (karena kateter intravena). Kolon isasi atau infeksi denganbarangkali lebih berbahaya diband ingkan kasus organisme resi sten atau oportun isti k dapat menambah kompl ikasi lebih jauh.8underdiagnosis. Tenaga medis dengan mudah memberi Diagnosis seringkali sul it, ter lambat atau tidaklabel disorientasi sebagai demensia atau gangguan kencing terdiagnosis sebagai penyakit iatrogen ik, dapat berasalsebagai inkontinensia, dimana kedua diagnosis ini akan langsung dari hubungan dokter-pasien atau akibat agenmenjadi indikasi kuat perawatan pasien di panti werdha. yang digunakan untuk diagnostik, konsekuensi terapi,Sayang sekali sebagian besar panti werdha tidaklah samadengan rumah atau rumah sakit yang mampu memberikan Tabel 3. Akibat Buruk Masuk Rumah Sakitperhatian atau perawatan dan pengobatan yang baik.Sebaiknya tenaga kesehatan turut bertangguang jawab Tindakan diagnostikterhadap pasien dalam hal memastikan bahwa pasien Kateterisasi jantungmemang perlu dirawat di panti werdha, panti werdha Arteriografitersebut memberikan perawatan yang dibutuhkan pasien,serta mempersiapkan pasien secara komprehensif sebelum Tindakan pengobatandipindahkan ke panti werdha . Terapi intravena Kateter urin lstirahat di tempat tidur juga memiliki berbagai Selang nasogastrikkomplikasi potensial bagi pasien usia lanjut, antara lain: Dialisisnyeri akibat penekanan, penyerapan tulang, hiperkalsemia, Transfusihipotensi postural , atelektasis dan pneumonia,tromboflebitis dan tromboemboli, inkontinensia urin, Obat-obatankonstipasi dan impaksi fekal, menurunnya kekuatan otot, Kesalahan medikasimenurunnya kapasitas kerja fisik, kontraktur, serta depresi lnteraksi antar obatdan kecemasan6• Reaksi obat Efek samping obat Hospitalisasi atau perawatan di rumah sakit telahterbukti menjadi salah satu penyebab kejadian iatrogenik Pembedahan Anestesiapada pasien usia lanjut. Delirium atau acute confusional lnfeksistate merupakan salah satu sindrom klasik geriatri Gangguan metabolik Malnutrisiyang diketahui mengkomplikasi perawatan pasien Hipovolemiausia lanjut di rumah sak it . Pemasangan kateter urin lstirahat di tempat tidur Hipovolemia dan hipertensi Metabolisme kalsium lmpaksi feses lnkontinensia urin Tromboembolisme lnfeksi nosokomial Jatuh
IATROGENESISI 3793instrumental (teknik) atau hal -hal lain yang berhubungan atau pemerintahan.dengan obat. Tim interdisipliner geriat ri: mengevaluasi semuaPENCEGAHAN kebutuhan pasien, mengembangkan rencana pelayanan yang terkoordinasi, dan memberi kan pelayanan.lntervensi untuk mencegah terjadinya kejadian iatrogenikmeliputi: Konsultasi farmasi : seorang tenaga farmasi dapat membantu mencegah terjadinya komplikasi yang disebab- Manajemen pelayanan : p i mp i nan pelaya nan kan oleh polifarmasi atau penggunaan obat yang tidak tepat.memfasilitasi komunikasi antara praktisi medis, meyakinkanbahwa pelayanan yang dibutuhkan memang diberi kan. Un it pelayanan akut untuk lansia: unit ini berupaPimpinan pelayanan dapat berupa kelompok dokter, bangsal-bangsal di rumah sakti dengan protokol yangmeliputi rencana kesehatan atau organ isasi masyarakat meyakinkan bahwa pasien lansia secara seksama dievaluasi untuk potensi masalah iatrogenik sebelum masalah terjadi dan bahwa masalah -masalah tersebut diidentifikasi dan ditangan i.9·10Tabel 4. Kunci-Kunci untuk Mencegah Terjadinya Penyakit latrogenikMasalah latrogenik Penyebab Umum Kunci PencegahanEfek samping obat Polifarmasi, interaksi obat, perubahan Peresepan obat rasional, dosis pemeliharan yang disposisi obat dan sensitivitas obat lebih rendah, membatasi penggunaan obat psikoak- tif, hindari obat multipel yang menginduksi metabolisme hepar sitokrom P-450 atau terikat erat dengan albuminJatuh/mobilisasi Kelemahan otot tungkai, hipotensi Nilai risiko jatuh saat masuk (penyakit kronik postural, dekondisi karena tirah baring multipel, disfungsi kognitif, neuromuskular, lama, gangguan kognitif, gangguan gangguan sensorik multipel), terapi fisik dan alat- sensorik alat bantu, modifikasi lingkungan, antikoagulan profilaksisUlkus dekubitus lmobilisasi, tekanan menetap pada Nilai risiko ulkus dekubitus: paresis, disfungsi tulang, kelembaban berlebih, friksi dan kognitif, inkontinensia, manutrisi, mobilisasi tiap gesekan 2 jam, lembabkan kulit dengan krim, koreksi defisiensi nutrisi, matras bertekananDehidrasi/nutr i si Penyakit kronik yang menyebabkan Nilai status nutrisi saat masuk: berat badan rendah,kurang malnutrisi kalori protein, asupan maka- wasting, albumin rendah, koesterol, hemoglobin, nan buruk karena penyakit akut, anorek- monitor kalori dan asupan cairan harian, konsul ahli sia, persiapan studi diagnostik gizi, cairan intravena bi la asupan oral tidak adekuat, pertimbangkan alimentasi enterallnfeksi nosokomial Transmisi mikroorganisme resisten/ Teknik cuci tangan yang baik, sterilisasi peralatan oportunistik oleh alat atau pengasuh, medis, mempersempit spektrum antibiotik, waspada penggunaan antibiotik spektrum luas aspirasi, desinfeksi kulit sebelum insersi intravena yang mengel iminasi flora normal, atau intraarterial, kateter uretra intermiten instrumentasi, aspirasi pneumoniaNefropati berhubungan Agen kontras hipertonik intravena, Hindari kontras, hidrasi adekuat sebelum dankontras penyakit ginjal, mieloma setelah pemeriksaan, hindari kontras pada pasien dengan kelainan ginjal, dehidrasi dan mieloma multipel, pemeriksaan tanpa kontras, pertimbangkan profilaksis N-acetylcystein
3794 GERIATRI DAN GERONTOLOGIREFERENSIFrancis, Deborah. Iatrogenesis: The nurse' s role in preventing patient harm dalam Evidence-based geriatric nursing protocols for best practice. Springer Publishing Company. 3rd ed. 2008. Chapter ll.p.223-233.Madeira,S., Melo,M., Porto,J., et al. The disease we cause: Iatrogenic illness in a department of internal medicine. European journal of internal medicine. 2007. 18: 391-99. http:/ / rihuc.huc.min- saude.pt/bitstream/ 10400.4/ 1137/ 1/ The%20diseases %20 we %20cause.pdfThomlow,D., Anderson,R., Oddone,E. Cascade iatrogenesis: Fac- tors leading to the development of adverse events in hospi- talize older adults. International Journal of Nursing Studies 46: 1528-35. 2009. http:/ / www.carloshaya.net/ biblioteca/ boletinenfermeria6p2/ cascade.pdfSoriano, R., Fernandez, H., Cassel, C. Fundamentals of Geriatric Medicine: a case-based approach. 2007. p.60.Robert,K, Joseph,O., Itamar,A. Iatrogenesis dalam Essentials of Clinical Geriatrics. 5th ed. McGraw-Hill: 2004. Pll0-8.Szlejf,C., Marcelo,J., Alberto,L., et al. Factors related to the occurrence of iatrogenesis in elderly patients hospitalized ia a geriatric ward: a prospective study. einstein. 6(3):337-42. 2008. http: // apps.einstein.br/revista/ arquivos/PDF/ 966- Einsteinv6n3p337-42.pdfLee,E., Malatt,C. Making the Hospital Safer for Older Adult Patients: A Focus on the Indwelling Urinary Catheter. Perm J. 15(1): 49-52. 2011 . http: / /www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/ articles/PMC3048634/ ?tool=pubmedPalmer, Robert. Acute Hospital Care dalam Geriatric medicine: an evidence-based approach. 4th ed. 2003. p.133-6.Permpongkosol, Sompo!. Iatrogenic disease in the elderly: risk factors, consequences, and prevention. Clin Interv Aging 6: 77-82. 2011. http:/ / www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC3066256 / ? t o o l = p u b m e dPacala, James. Prevention of disease and disability in the elderly dalam Merck Manual for health care proffessionals. 2009. http:/ /www.merckmanuals.com/ proffessional/ geriatrics/ prevention_of_disease_and_disability_in_the elderly/ prevention_of iatrogenic_complications_in_the_elderly. html
512 SINDROM DELIRIUM(ACUTE CONFUSIONAL STATE) Czeresna H.SoejonoPENDAHULUAN menggunakan istilah sindrom delirium. pada tulisan ini juga akan disinggung gangguan kognitif pascaoperasiSindrom delirium adalah kondisi yang sering dijumpai yang cukup sering terjadi namun acap kali lepas daripada pasien geriatri di rumah sakit. Sindrom ini sering tidak pengamatan.terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah(akibat kurangnya kewaspadaan keluarga) maupun saat PATOFISIOLOGIpasien sudah berada di unit gawat darurat atau unit rawatjalan. Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah Defisiensi neurotransmiter asetilkolin sering dihubungkansatu penyebabnya. Setidaknya 32% - 67% dari sindrom dengan sindrom delirium. Penyebabnya antara lainini tidak dapat terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi gangguan metabolisme oksidatif di otak yang dikaitkanini dapat dicegah . Literatur lain menyebutkan bahwa dengan hipoksia dan hipoglikemia. Faktor lain yang70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau berperan antara lain meningkatnya sitokin otak padasalah terapi oleh dokter. Sindrom delirium sering muncul penyakit akut. Gangguan atau defisiensi asetilkolin atausebagai keluhan utama atau takjarangjustru terjadi pada neurotransmiter lain maupun peningkatan sitokin akanhari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang mengganggu transduksi sinyal neurotransmiter sertaberfluktuasi . Keadaan yang terakhir ini tentu jika tidak second messenger system. Pada gilirannya, kondisi tadiada keterangan yang memadai dari dokter dapat disalah- akan memunculkan gejala-gejala serebral dan aktivitasartikan keluarga pasien sebagai kesalahan pengelolaan di psikomotor yang terdapat pada sindrom delirium.rumah sakit. FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENCETUS Prevalensi sindrom delirium.di ruang rawat akut geriatriRSCM adalah 23% (tahun 2004) sedangkan insidensnya Faktor predisposisi antara lain: usia sangat lanjut, gangguanmencapai 17% pada pasien yang sedang dirawat inap faal kognitif ringan (mild cognitif impairment = MCI)(2004). Sindrom delirium mempunyai dampak buruk, tidak sampai demensia, gangguan ADL, gangguan sensoriumsaja karena meningkatkan risiko kematian sampai 10 kali (penglihatan dan/atau pendengaran), usia lanjut yangIi pat namunjuga karena memperpanjang masa rawat serta rapuh (fragile}, usia lanjut yang sedang menggunakan obatmeningkatkan kebutuhan perawatan (bantuan ADL) dari yang mengganggu faal neurotransmiter otak (misalnyapetugas kesehatan dan pelaku rawat. ranitidin, simetidin, siprofloksasin, psiko-tropika}, polifarmasi dan komorbiditas. Sindrom delirium memiliki banyak nama, beberapaliteratur menggunakan istilah seperti acute mental Faktor pencetus yang sering dijumpai antara lain:status change, altered mental status, reversible pneumonia, infeksi saluran kemih dan kondisi akut laindementia, toxic/metabolic encephalopathy, organic brain seperti hiponatremia, dehidrasi, hipoglikemia dan CVD,syndrome, dysergasticreaction dan acute confusionalstate. Untuk keseragaman istilah agar terjaminstandardisasi identifikasi gejala dan tanda maka buku ini
3796 GERIATRI DAN GERONTOLOGIserta perubahan lingkungan (perpindahan ruangan BEBERAPA TIPE SINDROM DELIRIUMmisalnya). Klasifikasi sindrom delirium berdasarkan aktivitas psikomotorGEJALA KUNIS (tingkat/kondisi kesadaran, aktivitas perilaku) yakni : 1). Hiperaktif, 2). Hipoaktif. 3). Campuran (paling sering).Sesuai definisi maka gejala yang dapat dijumpai antaralain gangguan kognitif global berupa gangguan memori Pasien yang hiperaktif paling mudah dikenali di ruang rawat karena sangat menyita perhatian. Pasien bisa nampak(recent memory = memori jangka pendek), gangguan gaduh gelisah, berteriak-teriak,jalan mondar-mandir, atau mengomel sepanjang hari. Dibandingkan dengan tipe lain,persepsi (halusinasi, ilusi), atau gangguan proses pikir pasien yang hiperaktif mempunyai prognosis lebih baik.(disorientasi waktu, tempat, orang). Gejala yang mudah Hal yang perlu diperhatikan pada pasien yang hiperaktifdiamati namun justru terlewatkan adalah bila terdapat adalah hati-hatijangan sampai disalah-artikan oleh tenagakomunikasi yang tidak relevan, atau autoanamnesis yangsulit dipahami; kadang-kadang pasien tampak seperti kesehatan sebagai 'pasien sedang bad mood' atau jikamengomel terus atau terdapat ide-ide pembicaraanyang melompat-lompat. Gejala lain meliputi perubahan ditenangkan dengan memberi obat sedativum seringaktivitas psikomotor baik hipoaktif (25%), hiperaktif (25%) justru akan memperburuk sindrom delirium.maupun campuran keduanya sekaligus (35%); sebagianpasien (15%) menunjukkan aktivitas psikomotor normal; DIAGNOSISgangguan siklus tidur(siang hari tertidur sedangkanmalam hari terjaga). Rudolph dan Marcantonio (2003) Kondisi delirium pertama kali dilaporkan sekitar 2000memasukkan gejala perubahan aktivitas psikomotor tahun yang lalu oleh Aurelius; namun demikian, baru padake dalam kelompok perubahan kesadaran, yakni setiap tahun 1987 kriteria diagnosis sindrom delirium dapatkondisi kesadaran selain compos mentis, termasuk di disepakati oleh para ahli. Kriteria diagnosis ini dituangkandalamnya keadaan hipoaktivitas dan hiperaktivitas. dalam Diagnosis and Statistical Manual Ill (DSM-Ill) yanglabel 1. Beberapa Kondisi yang Lazim MencetuskanKondisi Delirium telah direvisi dalam DSM-IV lima tahun kemudian . Berdasarkan DSM-IV tersebut, telah disusun algoritmelatrogenik pe_mbedahan, kateterisasi, urin, physical restraints (disebut Confusion Assessment Methode = CAM) untukObat-obatanGangguan psikotropika menegakkan diagnosis sindrom delirium. Algoritmemetabolik/cairan insufisiensi ginjal, dehidrasi, hipoksia, tersebut telah divalidasi oleh Inouye et al pada tahunPenyakit fisik/ azotemia, hiperglikemia, hipernatremia,psikiatrik hipokalemia. 1990 sehingga dapat digunakan untuk penegakkan demam, infeksi, stres, alkohol, putus obat diagnosis. CAM ditambah uji statu s mental lain dapat (tidur}, fraktur, malnutrisi, gangguan dipakai sebagai baku emas diagnosis. Uji status mental pola tidur lain yang sudah lazim dikenal antara lain Mini-mentalOverstimulation perawatan di ICU, atau perpindahan State Examination (MMSE, Folstein}, Delirium Rating Scale, Delirium Symptom Interview. Kombinasi pemeriksaan ruang rawat tersebut dapat dikerjakan dalam waktu sekitar 15 menit oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan cukup andal, spesifik serta sensitif (k =0,95). Gejala-gejala klinik tersebut di atas terjadi secara Proses akut dan berflukuasiakut dan berfluktuatif; berarti dari hari ke hari dapat Gangguan perhatian /terjadi perubahan gejala secara berganti-ganti. Dapat pula konsentrasi (inattention)terjadi kondisi pasien yang fully allert di satu hari namun Gambar 1. Confusion assessment method untuk sindrom deliriumpada hari berikutnya pasien tampak gelisah (hiperaktif).Gejala yang khas (yang membedakan dari demensia)adalah perhatian sangat terganggu, pasien tidak mampumempertahankan konsentrasi maupun perhatiannya padasuatu topik pembicaraan misalnya. Tanda yang dapat diamati antara lain terdapatnyagangguan pada uji atensi (mengurutkan nama hari dalamseminggu, mengurutkan nama bu Ian dalam setahun, ataumengeja balik kata 'pintu').
SINDROM DELIRIUM 3797Diagnosis Banding mengatasi pencetus serta faktor predisposisi. KeselamatanBanyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dandepresi sering menunjukkan gejala yang mirip delirium; pasien dan keluarga harus diperhatikan. Comprehensivebahkan kedua penyakit/kondisi tersebut acap kali terdapat geriatric assessment (pengkajian geriatri paripurna)bersamaan dengan sindrom delirium . Pada keadaantersebut maka informasi dari keluarga dan pelaku rawat sangat bermanfaat karena akan memberikan gambaranmenjadi sangat berarti pada saat anamnesis. lebih jelas tentang beberapa faktor risiko yang dimiliki pasien . Demensia dan delirium juga sering terdapatbersamaan; gangguan yang acap kali tumpang tindih Pemeriksaan tak hanya terhadap faktor fisik, namunantara lain gangguan orientasi, memori dan komunikasi . juga psikiatrik, status fungsional, riwayat penggunaanDemensia sendiri merupakan faktor risiko untuk terjadinya obat, dan riwayat perawatan/penyakit/operasi terdahulusindrom delirium terutama jika terdapat faktor pencetus serta asupan nutrisi dan cairan sebelum sakit. Pemeriksaanpenyakit akut. tanda vital (kesadaran, tanda rangsang meningeal, tekanan darah, frekuensi nafas dan denyut jantung serta suhu Beberapajenis demensia seperti demensia Lewy Body rektal) sangat penting, selain untuk diagnosis namunjuga bermanfaat dalam evaluasi hasil pengobatan.dan demensia lobus frontal is menunjukkan perubahanperilaku dan gangguan kognitif yang sulit dibedakan Pemeriksaan penunjang dasar seperti darah periferdari sindrom delirium. Sindrom delirium dengan gejala lengkap, elektrolit, analisis gas darah, gula darah, ureum,psikomotor yang hiperaktif sering keliru dianggap sebagai kreatinin, SGOT dan SGPT, urin lengkap, EKG, foto torakspasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dan kultur darah harus segera dilaksanakan.dianggap sebagai depresi. Keduanya dapat dibedakandengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat Obat-obat yang tidak esensial untuk sementaraperubahan yang bertahap dalam beberapa hari atau dihentikan. Jika terdapat kecurigaan terhadap putus obatminggu sedangkan pada sindrom delirium biasanya gejala (biasanya obat sedativum atau hipnotikum) maka riwayatberkembang dalam beberapa jam. Tingkat kesadaran tersebut bisa diperoleh dari keluarga atau pelaku rawat.pada depresi biasanya compos mentis, proses berpikirnyautuh. Pada depresi juga biasanya terdapat kehilangan Pengobatan/penanganan yang diberikan tidak saja menyangkut aspek fisik, namun juga psikologik/minat, depressed mood serta faal sensorium yang normal. psikiatrik, kognitif, lingkungan, serta pemberian obat. Untuk mencegah agar pasien tidak membahayakan dirinyaBerbagai gejala dan tanda pada sindrom delirium akan sendiri atau orang lain (pasien yang hiperaktif, gaduhberfluktuasi dari waktu ke waktu, sementara pada depresi gelisah bisa menendang-nendang, sangat agitatif, agresif,dan demensia lebih menetap. bisa terjatuh dari tempat tidur atau bisa menciderai diri sendiri) maka sebaiknya pasien ditemani pendamping Pasien dengan sindrom delirium bisa muncul dengan atau yang biasa mendampingi pasien. Mengikat pasiengejala seperti psikosis yakni terdapat delusi, halusinasi serta ke tepian tempat tidur bukanlah tanpa risiko, misalnyapola pikir yang tidak terorganisasi . Pada kondisi seperti ini trauma atau trombosis.maka sebaiknya berkonsultasi dengan psikiater. Data empiris manfaat obat untuk mengatasi gejalaGangguan Kognitif Pasca-operasi (GKPO) sindrom delirium masih terbatas. Beberapa obat antipsikotikGKPO (Post operative cognitive dysfunction = POCD) mempunyai efek yang mampu menekan berbagaiagak berbeda dari sindrom delirium namun mempunyai gejala hiperaktif dan hipoaktif dari sindrom delirium;implikasi klinik yang mirip. Secara klinis GKPO jarang menjadi obat pilihan utama pada fase akut (agitasidisertai penurunan tingkat kesadaran dan perjalanannyatidak berfluktuasi. Sampai dua minggu pascaoperasi hebat, perilaku agresif, hostility, halusinasi, atau gejalajantung insidensnya mencapai 30-70% (Savageau, dikutipoleh Rasmussen, 2003). Pada minggu ketiga hingga bulan lain yang membahayakan dirinya). Untuk kondisi di ataskeenam, insidensnya turun sampai 10-40%. Pada operasi haloperidol masih merupakan pilihan utama. Dosis juganon-jantung insidensnya lebih rendah yakni sekitar 10- dapat ditingkatkan sesuai tanggapan pasien. Dibandingkan25% segera setelah operasi dan menurun hingga 5-15% dengan obat lain seperti chlorpromazin dan droperidol,pada beberapa bulan pascaoperasi. haloperidol memiliki metabolit dan efek antikolinergik, sedasi serta efek hipotensi yang lebih kecil sehingga lebihPENATALAKSANAAN (ROCKWOOD, 2003; aman. Dosis obat per oral pada umumnya dapat diterimaSAMUELS, 2003) dengan baik, namunjika pasien tak mampu menelan maka dapat diberikan intramuskular maupun intravena. OlanzapinTujuan utama pengobatan adalah menemukan dan dapat diberikan sebagai tambahan jika agresivitas masih muncul dengan dosis maksimal haloperidol. Beberapa laporan kasus menunjukkan manfaat antipsikotik generasi kedua seperti risperidon dan penghambat asetilkolin- esterase; masih diperlukan penelitian intervensional lebih
3798 GERIATRI DAN GERONTOLOGIlanjut. Perlu dicatat bahwa penggunaan antipsikotik harus Pada saat kondisi pas ien membaik maka dokter ataudimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan secara perawat harus menjelaskan/mendidik pasien tentangbertahap jika diperlukan. Walaupun risiko efek samping keadaan yang baru dialaminya untuk mengantisipasi atauyang mungkin muncul rendah namun beberapa efek mencegah episoda cemas.serius seperti perpanjangan QT dan torsades de pointes,gejala ekstrapiramidal dan diskinesia putus obat dapat Penatalaksanaan spesifik ditujukan untukterjadi. Oleh karena itu penggunaan antipsikotik harus mengidentifikasi pencetus dan predisposisi. Segeradikonsultasikan ke psikiater geriatri. setelah faktor pencetus diketahui maka dapat dilakukan tindakan yang lebih definitif sesuai faktor pencetusnya. Secara umum penanganan yang bersifat suportif Memperbaiki faktor predisposisi harus dikerjakan tanpaamat penting dalam pengelolaan pasien dengan sindrom menunggu selesainya masalah terkait faktor pencetus.delirium, baik untuk pengobatan maupun dalam kontekspencegahan. Asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan PROGNOSISelektrolit, kenyamanan pasien harus diupayakan seoptimalmungkin. Keberadaan anggota keluarga atau yang Waiau pun gejala dan tanda sindrom delirium bersifat akutselama ini biasanya merawat akan sangat berperan dalam namun ternyata dilaporkan adanya beberapa kasus denganmemulihkan orientasi. Sedapat mungkin ruangan pasien gejala dan tanda yang menetap bahkan sampai bu Ian ke-haruslah tenang dan cukup penerangan. Masih dalam 12. Beberapa penelitian melaporkan hasil pengamatankonteks oreintasi, dokter dan perawat harus mengetahui tentang prognosis sindrom delirium yang berhubunganapakah sehari-hari pasien mengenakan kacamata untuk dengan mortalitas, gangguan kognitif pasca-delirium,melihat atau alat bantu dengar untuk berkomunikasi dan status fungsional serta gejala sisa yang ada.mengusahakan agar pasien dapat mengenakan manakaladiperlukan setiap saat. Prognosis yang berhubungan dengan mortalitas dilaporkan oleh Rockwood (1999) dalam pengamatan Hal umum lain yang perlu diperhatikan adalah : selama tiga tahun. Pasien dengan sindrom deliriumperawat harus waspada bahwa pasien sangat mungkin mempunyai risiko 1,71 kali lebih tinggi untuk meninggaltidak mampu menelan dengan baik sehingga asupan dalam tiga tahun kedepan dibandingkan mereka yangper oral tidak boleh diberikan selama belum terdapat tidak (95% Cl 1,02; 2,87). Sementara Mccusker (2002) dankepastian mengenai kemampuan menelan. Dokter Kakuma (2003) masing-masing melaporkan peningkatanyang merawat harus menilai kesadarannya dan dokter risiko tersebut sebesar 2, 11 (1, 18 ; 3,77) dan 7,24 (1,62; 32,35).ahli rehabilitasi medik harus menilai kemampuan otot Perlu disampaikan bahwa peningkatan risiko tersebut tetapmenelan jika pasien sadar. Setelah ya kin bahwa kesadaran ada walaupun sudah dilakukan pengendalian terhadappasien compos mentis dan tidak terdapat kelumpuhan faktor-faktor lain yang tu rut berperan terhadap kematianotot menelan barulah perawat diizinkan memberikan seperti beratnya kondisi komorbid, demensia, gangguanasupan per oral. Selama perawatan, tanda vital harus status fungsional, domisili (tinggal di panti atau tidak)lebih sering dievaluasi, setidaknya setiap em pat jam, jika serta faktor perancu yang lain.diperlukan dapat dinilai setiap dua atau bahkan setiapsatu jam tergantung kondisi pasien. Penilaian yang lebih Terhadap faal kognitif digunakan beberapa instrumensering dengan kewaspadaan yang tinggi ini diperlukan untuk membantu menetapkan diagnosis demensia pascakarena gejala dan tanda klinik yang sangat berfluktuatif. delirium seperti MMSE (mini mental state examination)Selain tanda vital, jumlah produksi urin dan cairan yang dan IADL (instrumental activities of daily living), yangmasuk harus diukur dengan cermat setiap em pat jam dan kedua lebih tepat untuk menentukan derajat demensia.dilaporkan kepada dokter yang merawat agar perubahan Rockwood (1999) mendapatkan peningkatan risikoinstruksi yang diperlukan dapat segera dilaksanakan tanpa demensia sebesar 5,97 pada kelompok dengan sindrommenunggu laporan keesokan harinya (akan terlambat). delirium (95% Cl 1,83 ; 19,54 [setelah mengontrol faktor jenis kelamin, usia dan komorbiditas]). Besarnya perbedaan Sehubungan dengan hal di atas, maka keluarga derajat perubahan faal kognitif dalam observasi selama 12pasien atau pelaku rawat yang menunggu harus diberi bulan lebih besar secara bermakna pada kelompok yanginformasi tentang bahaya aspirasi jika memberikan pernah mengalami sindrom delirium (21,8 ± 5,5 dan 18,9makanan atau minuman dalam keadaan kondisi yang ± 5,7) dibandingkan dengan kelompok kontrol (25,5 ± 3,5tidak compos mentis atau terdapat kelumpuhan otot dan 24,2 ± 3,9) dengan nilai rasio odd -3,4 (95% Cl -6,2;menelan. Diberitahukan pula perlunya kerja sama yang -0,6) seperti dilaporkan leh Mccusker (2001 ). Lebih lanjutbaik antara perawat dengan peunggu pasien terutama diperlihatkan bahwa besarnya perbedaan perubahan skorperihal .pemantauan urin dan asupan cairan . IADL juga lebih besar pada kelompok dengan sindrom delirium (10, 7 ± 2,3 dan 8,3 ± 3,8) dibandingkan kelompok Perlu dicatat bahwa pasien sindrom delirium seringmerasa apa yag baru dialami saat deli rum sebagai mimpi.
SINDROM DELIRIUM 3799kontrol {9,3 ± 2,9 dan 8,0 ± 3,2). kelamin laki-laki. Episoda delirium juga lebih panjang Pada penelitian yang menilai status fungsional , pada kelompok pasien dengan demensia dibandingkan tanpa demensia.ternyata delirium berhubungan dengan status fungsionalyang lebih rendah, baik pada kelompok dengan maupun PENCEGAHANtan pa demensia. Mccusker (2001) memperlihatkan bahwapasien-pasien dengan sindrom delirium mempunyai skor Berbagai literatur menyebutkan bahwa pengobatanAOL Barthel (rentang 0 - 100) yang lebih buruk (skor 53,4 sindrom delirium sering tidak tuntas. Sembilan puluh± 29,9 menjadi 80,6 ± 28,2 dalam 12 bulan pasca delirium) enam persen pasien yang dirawat karena deliriumdibandingkan dengan kontrol (62,7 ± 26,2 menjadi 87,1 pulang dengan gejala sisa. Hanya 20% dari kasus-kasus± 13,2 dalam 12 bulan pasca delirium). tersebut yang tuntas dalam enam bulan setelah pulang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya prevalensi Levkoff (seperti dikutip Mccusker, 2003) meneliti sindrom delirium di masyarakat lebih tinggi dari pada yanggejala sisa delirium dan didapatkan hasil bahwa dari 125 diduga sebelumnya. Pemeriksaan penapisan oleh dokterpasien berusia 65 tahun ke atas yang masuk dengan umum atau dokter keluarga di masyarakat menjadi pentingsindrom delirium; saat pulang, hanya 44% dari pasien yang dalam rangka menemukan kasus dini dan mencegahgejalanya sudah tidak sesuai kriteria diagnostik DSM-IV penyulit yang fatal.untuk delirium. Ternyata enam bu Ian pascarawat terdapat13% pasien yang menunjukkan gejala delirium, 69% pasien Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasusyang menunjukkan gejala perubahan aktivitas namun tidak yang diamatinya mengalami delirium pada saat sedangsesuai kriteria diagnostik delirium dan hanya 18% pasien dirawat di rumah sakit. Berarti ada karakteristik pasienyang menunjukkan resolusi komplit. Mccusker (2003) tertentu dan suasana/situasi rumah sakit sedemikian rupajuga meneliti gejala sisa delirium pada kelompok pasien yang dapat mencetuskan delirium. Beberapa obat jugademensia dibandingkan dengan yang tidak demensia. dapat mencetuskan delirium, terutama yang mempunyaiPada akhir pengamatan rata-rata satu gejala delirium efek antikolinergik dan gangguan faal kognitif. Beberapamenghilang pada kedua kelompok. Disorientasi, kurang obat yang diketahui meningkatkan risiko delirium antaraperhatian (kurang konsentrasi) serta penurunan daya lain: benzodiazepin, kodein, amitriptilin (antidepresan),ingat merupakan gejala sisa yang tersering dijumpai . difenhidramin, ranitidin, tioridazin, digoksin, amiodaron,Pada pengamatan bulan ke-12, 14,8% pasien yang metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin.tidak demensia masih mempunyai satu gejala delirium Beberapa tindakan sederhana yang dapat dilakukan disedangkan pada kelompok dengan demensia terdapat rumah sakit (di ruang rawat akut geriatri) terbukti cukup48,9% pasien yang masih menunjukkan gejala delirium. efektif mampu mencegah delirium. Inouye et al (1999) menyarankan beberapa tindakan yang terbukti dapat Dari berbagai penelitian yang ada d idapatkan mencegah delirium seperti yang tertera pada tabel 2.pasien-pasien dengan sindrom delirium akan mempunyairisiko kematian lebih tinggi jika: komorbiditasnya tinggi,penyakitnya lebih berat (skor APACHE II tinggi), dan jenislabel 2. Pencegahan Delirium dan KeluarannyaPanduan lntervensi Tindakan Keluaran pReorientasi Memulihkan orientasi 0,04Memulihkan siklus tidur Pasang jam dinding Tidur tanpa obat 0,001 Ka lenderMobilisasi Padamkan lampu Pulihnya mobilitas 0,06 Minum susu hangat atau teh herbalPenglihatan Musik yang tenang Meningkatkan kemampuan penglihatan 0,27 Pemijatan (massage) punggungPendengaran Latihan lingkup gerak sendi Meningkatkan kemampuan pendengaran 0, 10Rehidrasi Mobilisasi bertahap BUN/Cr < 18 0,04 Batasi penggunaan restraint Kenakan kacamata Menyediakan bacaan dengan huruf ber- ukuran besar Bersihkan cerumen prop Alat bantu dengar Diagnosis dini dehidrasi Tingkatkan asupan cairan oral Kalau perlu per infus
3800 GERIATRI DAN GERONTOLOGIKESIMPULAN Samuels C, Evers MM. Delirium:pragmatic guidance for managing a common, Confounding, and Sometimes Lethal Condition.Sindrom delirium sering tidak terdiagnosis dengan Geriatrics and Aging; June 2002;57(6) :33-38.baik karena berbagai sebab. Keterlambatan diagnosismemperpanjang masa rawat dan meningkatkan mortalitas. Skrobik Y. An Averview of delirium in the critical care setting.Defisiensi asetilkolin yang berhubungan dengan beberapa Geriatrics and Aging; December 2003;6(10): 30-35.faktor predisposisi dan faktor pencetus merupakanmekanisme dasar yang harus selalu diingat. Pencetus .tersering adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih.Gangguan kognitif global, perubahan aktivitas psikomotor,perubahan siklus tidur, serta perubahan kesadaran yangterjadi akut dan berfluktuatif merupakan gejala yang palingsering ditemukan. Beberapa peneliti menggolongkansindrom delirium ke dalam beberapa tipe. Kriteriadiagnosis baku menggunakan DSM-IV; instrumen bakuyang dipakai untuk membantu menegakkan diagnosisadalah CAM (confusion assessment method). Beberapapenyakit mempunyai gejala dan tanda mirip sehinggadiperlukan kewaspadaan serta pemikiran kemungkinandiferensial diagnosis. Pengelolaan pasien terutamaditujukan untuk mengidentifikasi serta menatalaksanafaktor predisposisi dan pencetus. Penatalaksanaan non-farmakologik sama pentingnya dengan farmakologik.Diperlukan kerja sama dengan psikiater-geriatri terutamadalam pengelolaan pasien yang gelisah/delirum. Sebagianpasien sebenarnya dipulangkan masih dalam keadaanbelum sembuh total (belum 'remisi' komplit) sehinggagejala sisa masih ada bahkan hingga 12 bu Ian. Munculnyasindrom delirium berulang tidak jarang dilaporkan; olehsebab itu penapisan dan program pencegahan amatpenting dilaksanakan.REFERENSIFriedland RP, Wilcock GK. Dementia. In: Evans JG, Williams TF, Beattie BL, Michel J-P, Wilcock GK, eds. Oxford Textbook of Geriatric Medicine. 2nd ed. Oxford: Oxford University Press, 2000: 922-930.Inouye SK, Agostini JV. Delirium. In: Hazzard WR, Blass JP, Halter JB, OuslanderJG, Tinetti ME, editor. Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. 5th edition. New York: McGraw- Hill Co.Inc; 2003.p.1503-1516.Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB. Confusion: Delirium and dementia. In: Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, editor. 5th edition. New York: McGraw-Hill;2004.p.121-145.McKusker J. The Long-term prognosis of delirium. Geriatrics and Aging; December 2003;6(10): 22-27.Rasmussen LS. Postoperative cognitive dysfunction in older adults. Geriatrics and Aging; December 2003;6(10): 36-38.Rockwood K. Disordered Level of Consciousness and Acute Confusional State. Dalam: Hazzard WR, Blass JP, Halter JB, OuslanderJG, Tinetti ME, editor. Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. 5th edition. New York: McGraw- Hill Co., Inc; 2003.p .932-937.Rudolph JL, Marcantonio ER. Diagnosis and Prevention of Delirium. Geriatrics and Aging; December 2003;6(10): 14- 19.
513 DEMENSIAWasilah Rochmah, Kuntjoro HarimurtiPENDAHULUAN akhirnya mulai memengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada ketergantungan kepadaDemensia merupakan masalah besar dan serius yang lingkungan sekitarnya. Saat ini telah disadari bahwadihadapi oleh negara -negara maju, dan telah pula menjadi diperlukan deteksi dini terhadap munculnya demensia,masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara karena ternyata berbagai penelitian telah menunjukkanberkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh bila gejala -gejala penurunan fungsi kognitif dikenali sejakmakin mengemukanya penyakit-penyakit degeneratif (yang awal maka dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkanbeberapa di antaranya merupakan faktor risiko timbulnya atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agardemensia) serta makin meningkatnya usia harapan tidak jatuh pad a keadaan demensia.hidup di hampir seluruh belahan dunia. Studi prevalensimenunjukkan bahwa di Amerika Serikat, pada populasi di Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalanatas umur 65 tahun, persentase orang dengan penyakit gejala-gejala penurunan fungsi kognitif dan demensiaAlzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat dua awal, dokter dan tenaga kesehatan lain juga mempunyaikali lipat setiap pertambahan umur 5 tahun. Tanpa pen- peran yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalamcegahan dan pengobatan yang memadai, jumlah pasien pengelolaan pasien dengan penurunan fungsi kognitifdengan penyakit Alzheimer di negara tersebut meningkat ringan. Dengan diketahuinya berbagai faktor risiko (sepertidari 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 13,2juta orang pada hipertensi, diabetes melitus, stroke, riwayat keluarga, dantahun 2050. Biaya yang dikeluarkan untuk merawat pasien lain -lain) berhubungan dengan penurunan fungsi kognitifdengan penyakit Alzheimer juga sangat luar biasa, sekitar yang lebih cepat pada sebagian orang usia lanjut, makaUS$83,9 milyar sampa i US$100 milyar pertahun (data di diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain dapatAmerika Serikat tahun 1996). Biaya-biaya tersebut sela in melakukan upaya-upaya pencegahan timbulnya demensiameliputi biaya medis, perawatan jangka panjang (long- pada pasien-pasiennya. Selain itu, bila ditemukan gejalaterm care), dan perawatan di rumah (home care),juga perlu awal penurunan fungsi kognitif yang disertai beberapadiperhitungkan hilangnya produktivitas pramuwerdha faktor yang mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif(caregivers) . Dari segi sosial, keterlibatan emosional pasien pasien maka seorang dokter dapat merencanakan berbagaidan keluarganyajuga patut menjadi pertimbangan karena upaya untuk memodifikasinya, baik secara farmakologisakan menjadi sumber morbiditas yang bermakna, antara maupun non-farmakologis.lain akan mengalami stres psikologis yang bermakna. DEFINISI Secara klinis munculnya demensia pada seorang usialanjut sering tidak disadari karena awitannya yang tidak Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memorijelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidakperlahan. Selain itu, pasien dan keluarga juga sering berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran .menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif yang Demensia merujuk pada sindrom klinis yang mempunyaiterjadi pada awal demensia (biasanya ditandai dengan bermacam penyebab. Pasien dengan demensia harusberkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal mempunyai gangguan memori selain kemampuan mentalyang wajar pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian,penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai
3802 GERIATRI DAN GERONTOLOGIbahasa, praksis, dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus penu runan insidensi pada usia 95 tahun yang didugacukup berat sehingga memengaruhi aktivitas kerja dan karena terbatasnya jumlah subyek di atas usia 90 tahun .sosial secara bermakna. Secara umum dapat dikatakan bahwa frekuensi penyakit Alzheimer meningkat seiring usia, dan mencapai 20-40% Walaupun sebagian besar kasus demensia menunjuk- popu lasi berusia 85 tahun atau lebih.kan penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih(irreversible) , namun bila merujuk pada definisi di atas Proporsi perempuan yang mengalami penyakitmaka demensia dapat pula terjadi mendadak (m isalnya: Alze imer lebih tinggi dibandingkan laki-laki (sekitar 2/3pasca stroke atau cedera kepala), dan beberapa penyebab pasien adalah perempuan), hal ini di sebabkan perempuandemensia dapat sepenuhnya pul ih (misalnya: hematoma memiliki harapan hidup lebih bai k dan bukan karenasubdural, toks isitas obat, depresi) bila dapat diatasi perempuan lebih mudah menderita penyakit ini. Tingkatdengan cepat dan tepat. Demensia dapat muncul pada pendidikan yang rendah juga disebutkan berhubunganusia berapapun meskipun umumnya muncul setelah usia dengan risiko terjadinya penyaki t Alzheimer. Faktor-65 tahun . faktor risiko lain yang dari berbaga i penelitian diketahui berhubungan dengan penyakit Alzheimer adalah Penting pula membedakan demensia dengan delirium. hipertensi, diabetes mel itus, dislipi demia, serta berbagaiDelirium merupakan keadaan confusion (kebingungan), fakto r risiko timbulnya ateroskleros is dan gangguanbiasanya timbul mendadak, ditandai dengan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak.memori dan orientasi (sering dengan konfabulasi ) danbiasanya disertai gerakan abnormal, halusinasi, ilusi, dan Mutasi beberapa gen fam ilial penyakit Alzheimer padaperubahan afek. Untuk membedakan dari demensia, pada kromosom 21 , kromosom 14, dan kromosom 1 ditemukandelirium terdapat penurunan t ingkat kesadaran selain pada kurang dari 5% pasien dengan penyakit Alzheimer.dapat pula hyperalert. Delirium biasanya berfluktuasi Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel e4 dariintensitasnya dan dapat menjadi demensia bila kelainan Apolipoprotein E pada lebih dari 30% pasien denganyang mendasari tidak te ratasi. Penyebab paling sering penyakit ini mengindikasikan adanya faktor genetik yangdelirium meliputi ensefalopati akibat penyakit infeksi, berperan pada munculnya penyakit ini. Seseorang dengantoksik dan faktor nutrisi, atau penyakit sistemik. Pasien riwayat keluarga pada anggota keluarga tingkat-pertamademensia sendiri secara khusus cenderung untuk timbul (first-degree relative) mempunyai ri siko dua sampai tigadelirium. kali menderita penyakit Alzheimer, walaupun sebagian besar pas ien tidak mempunyai riwayat keluarga yangEPIDEMIOLOGI positif. Walaupun alel e4 Apo E bukan penyebab timbul- nya demensia, namun munculnya alel ini merupakanlnsidensi demensia meningkat secara bermakna seiring faktor utama yang mempermudah seseorang menderitameningkatnya usia. Setelah usia 65 tahun , prevalensi penyakit Alzheimer.demensia meningkat dua kali lipat setiap pertambahanusia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia PATOBIOLOGI DAN PATOGENESISpada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%.Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalahadalah penyakit Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan plak senilis dan neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnyademensia vaskular merupakan penyebab tersering neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hiranodemensia. Tipe demensia lain yang lebih jarang adalah bodies. Plak neuritik mengandung 13-amyloid ekstraselulardemensia tipe Lewy body, demensia fronto -temporal yang dikelilingi neuritis distrofik, sementara plak difus (atau(FTD), dan demensia pada penyakit Parkinson. nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunakan untuk deposisi amyloid tanpa abnormal itas neuron. Deteksi Sebuah penelitian pada populasi usia lanjut di AS adanya Apo Edi dalam plak 13-amyloid dan studi mengenaimendapatkan lebih dari 45 % mereka yang berusia 85 ikatan high -avidity antara Apo E dengan 13-amyloidtahun atau lebih menderita penyakit Alzheimer. Hasil ini menunjukkan bukti hubungan antara amyloidogenesis dandikonfirmasi oleh penelitian di Swedia yang menyebutkan Apo E. Plak neuritikjuga mengandung protein komplemen,44% dari usia lanjut yang berusia lebih dari 85 tahun mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan proteinmengalami penyakit Alzheimer. Di Jepang dari seluruh fase-akut, sehingga komponen inflamasi juga didugapenduduk sentenarian (usia 100 tahun atau lebih), 70 terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer. Gen yangpersen mengalami demensia dengan 76%-nya menderita mengkode the amyloid precursor protein (APP) terletakpenyakit Alzheimer. Berbagai penelitian menunjukkan pada kromosom 21 , menunjukkan hubungan potensiallaju insidensi penyakit Alzheimer meningkat secara patologi penyakit Alzheimer dengan sindrom Downeksponensial seiring bertambahnya umur, walaupun terjadi
DEM ENSIA 3803(trisomi-21), yang diderita oleh semua pasien penyakit Pada demensia vaskular patologi yang dominanAlzheimer yang muncul pada usia 40 tahun . adalah adanya infark multipel dan abnormalitas substansia Pada gambar 1 dapat dilihat bagaimana pembentukan alba (white matter). lnfarkjaringan otak yang terjadi pascaamyloid merupakan pencetus berbagai proses sekunderyang terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer stroke dapat menyebabkan demensia bergantung pada(hipotesis kaskade amyloid). Berbagai mekanisme yang volume total korteks yang rusak dan bagian (hemisfer)terlibat pada patogenesis tersebut bila dapat dimodifikasi mana yang terkena. Umumnya demensia muncul padadengan obat yang tepat diharapkan dapat memengaruhiperjalanan penyakit Alzheimer. stroke yang mengenai beberapa bagian otak (multi- infarct dementia) atau hemisfer kiri otak. Sementara Adanya danjumlah plak senilis adalah satu gambaran abnormalitas substansia alba (diffuse white matter diseasepatologis utama yang penting untuk diagnosis penyakitAlzheimer. Sebenarnyajumlah plak meningkat seiring usia, atau leukoaraiosis atau penyakit Binswanger) biasanyadan plak inijuga muncul di jaringan otak orang usia lanjut terjadi berhubungan dengan infark lakunar. Abnormalitasyang tidak demensia. Juga dilaporkan bahwa satu dari tiga substansia alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaanorang berusia 85 tahun yang tidak demensia mempunyai MRI pada daerah subkorteks bilateral, berupa gambarandeposisi amyloid yang cukup di korteks serebri untuk hiperdens abnormal yang umumnya tampak di beberapamemenuhi kriteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun tempat. Abnormalitas substansia alba ini juga dapatapakah ini mencerminkan fase preklinik dari penyakit timbul pada suatu kelainan genetik yang dikenal sebagaimasih belum diketahui. cerebral autosomal dominant arteriopathy with subaortica/ Neurofibrillary tangles merupakan struktur intra- infarcts and leukoencephalopathy (CADASIL), yang secaraneuron yang mengandung tau yang terhiperfosforilasi klinis terjadi demensia yang progresif yang muncul padapada pasangan filarnen helix. lndividu usia lanjut yang dekade kelima sampai ketujuh kehidupan pada beberapa anggota keluarga yang mempunyai riwayat migren dannormal juga diketahui mempunyai neurofibrillary tangles stroke berulang tanpa hipertensi.di beberapa lapisan hipokampus dan korteks entorhinal, Petanda anatomis pada fronto-temporal dementiatapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada (FTD) adalah terjadinya atrofi yang jelas pada lobusseseorang tan pa demensia. Neurofibrillary tangles ini tidak temporal dan/atau frontal, yang dapat dilihat padaspesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga timbul pada pemeriksaan pencitraan saraf (neuroimaging) seperti MRIpenyakit lain, seperti subacute sclerosing panencephalitis dan CT. Atrofi yang terjadi terkadang sangat tidak simetris.(SSPE), demensia pugilistika (boxer's dementia), dan the Secara mikroskopis selalu didapatkan gliosis dan hilangnyaparkinsonian dementia complex of Guam. neuron, serta pada beberapa kasus terjadi pembengkakan dan penggelembungan neuron yang berisi cytoplasmic Pembentukan 13-amyloid Oksidasi Excitotoxicity Agregasi 13-amyloid Hiperfosforilasi protein tau Plak senilis dengan Neurofibri/lary aktivasi mikroglial tangles ,___ _ Kematian sel 11+-----------------'------+-----' neuron Defisit neurotransmiter 1_ _ _ _ _ _ Abnormalitas kognitif dan perilaku (penyakit Alzheimer) Gambar 1. Hipotesis kaskade amyloid yang menunjukkan konsekuensi sekunder akibat pembentukan dan deposisi amiloid.
3804 GERIATRI DAN GERONTOLOGIinclusion. Sementara pada demensia dengan Lewy body, Tabel 1. Kriteria Diagnosis Demensia (Sesuai dengansesuai dengan namanya, gambaran neuropatologinya DSM IV)adalah adanya Lewy body di seluruh korteks, amigdala,cingulated cortex, dan substansia nigra. Lewy body adalah a. Munculnya defisit kognitif multipel yang bermanifestasicytoplasmic inclusion intraneuron yang terwarnai dengan pada kedua keadaan berikutperiodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin, yang terdiri dari - Gangguan memori (ketida kmampuan untukneurofilamen lurus sepanjang 7 sampai 20 nm yang mempelajari informasi baru atau untuk mengingatdikelilingi material amorfi k. Lewy body dikenali melalui informasi yang baru saja dipelaj ari)antigen terhadap protein neurofilamen yang terfosforilasi - Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikutmaupun yang tidak terfosforilasi, ubiquitin, dan protein - Afasia (gangguan berbahasa)presinap yang disebut a-synuclein. Jika pada seorang - Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukandemensia tidak ditemukan gambaran patologis selain aktivitas motorik walaupun fungsi motorik masihadanya Lewy body maka kondisi ini disebut diffuse Lewy normal)body disease, sementara bila ditemukan j uga plak amyloid - Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau meng-dan neurofibrillary tangles maka disebut varian Lewy body identifikasi benda walaupun fungsi sensorik masihdari penyakit Alzheimer (the Lewy body variant of AD). normal) - Gangguan fungsi eksekutif (seperti merencanakan, Defisit neurotransmiter utama pada penyakit mengorganisasi, berpikir runut, berpikir abstrak)Alzheimer, juga pada demensia tipe lain, adalah sistemkolinergik. Waiau pun sistem noradrenergik dan serotonin, b. Defisit kognitif yang terdapat pada kriteria A1 dan A2somatostatin-like reactivity, dan corticotropin-releasing menyebabkan gangguan bermakna pada fungsifactor juga berpengaruh pada penyakit Alzheimer, defisit sosial dan okupasi serta menunjukkan penurunan yangasetilkolin tetap menjadi proses utama penyakit dan bermakna dari fungsi sebelumnya. Defisit yang terjadimenjadi target sebagian besar terapi yang tersedia saat bukan terjadi khusus saat timbulnya delirium.ini untuk penyakit Alzheimer. terjadi akut dan subakut mungkin merupakan manifestasiDIAGNOSIS delirium dan harus dicari kemung kinan penyebabnya seperti intoksikasi, infeksi, atau perubahan metabolik.Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia Seorang usia lanjut dengan keh ilangan memori yangharus dilakukan dari berbagai seg i, karena selain berlangsung lambat selama beberapa tahun kemungkinanmenetapkan seorang pasien mengalami demensia atau menderita penyakit Alzheimer. Hampir 75% pasientidak, juga harus ditentukan berat-ringannya penyakit, penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori, tetapiserta tipe demensianya (penyakit Alzheimer, demensia gejala awal juga dapat meliputi kesulitan mengurusvaskular, atau tipe yang lain). Hal ini berpengaruh pada keuangan, berbelanja, mengikuti perintah, menemukanpenatalaksanaan dan prognosisnya. kata, atau mengemudi. Perubahan kepribadian, disinhibisi, peningkatan berat badan, atau obsesi terhadap makanan Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan kriteria mengarah pada fronto-temporal dementia (FTD), bukandiagnosis yang sesuai dengan Diagnosis and Statistical penyakit Alzheimer. FTD juga patut diduga bi la ditemukanManual of Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV) dapat apati, hilangnya fungsi eksekutif, abnormalitas progresifdilihat pada Tabel 1. fungsi berbicara, atau keterbatasan kemampuan memori atau spasial. Diagnosis demensia dengan Lewy body Sementara untuk diagnosis klin is penyakit Alzheimer (DLB) dicurigai bila terdapat adanya gejala awal berupaditerbitkan suatu konsensus oleh the National Institute halusinasi visual, parkinsonisme, deli rium, ganguan tidurof Neurological and Communicative Disorders and Stroke (rapid-eye movement) REM , atau sindrom Capgras, yaitu(NINCDS) dan the Alzheimer 's Disease and Related delusi bahwa seseo rang yang dikenal digantikan olehDisorders Association (ADRDA) (tabel 2). penipu . Berdasarkan kedua kriteria diagnosis di atas, Riwayat adanya stroke dengan progresi bertahapmenegakkan diagnosis penyakit Alzheimer dan demensia dan tidak teratur mengarah pada demensia multi-infark.tipe lain harus dilakukan melalui anamnesis dan Demensia multi-infark umumnya t erjadi pada pasien -pemeriksaan fisis yang teliti, serta didukung oleh pasien dengan faktor risiko hipertensi, fibrilasi atrium,pemeriksaan penunjang yang tepat. penyakit vaskular perifer, dan diabetes. Pada pasien yang menderita penyakit serebrovaskular dapat sulit ditentukanAnamnesis. Anamnesis harus terfokus pada awitan (onset), apakah demensia yang terjadi adalah penyakit Alzheimer,lamanya, dan bagaimana laju progresi penurunan fungsi demensia multi-infark, atau campuran keduanya . Bilakognitif yang terjad i. Kebingungan (confusion) yang dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia, maka
DEMENSIA 3805Tabel 2. Kriteria Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer1. Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup: - Demensia yang ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan the mini-mental test, Blessed De- mentia Scale, atau pemeriksaan sejenis, dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis - Defisit pada dua atau lebih area kognitif - Tidak ada gangguan kesadaran - Awitan antara umur 40 dan 90, umumnya setelah umur 65 tahun - Tidak adanya kelainan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan defisit progresif pada memori dan kognitif2. Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh : - Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia, apraksia, dan agncisia - Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku - Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama, terutama bila sudah dikonfirmasi secara neuropatologi - Hasil laboratorium yang menunjukkan: - Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar - Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG, seperti peningkatan aktivitas slow-wave - Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi oleh pemeriksaan serial3. Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit Alzheimer, setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer: - Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau) - Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, verbal katastrofik, emosional, gangguan seksual, dan penurunan berat badan - Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien, terutama pada penyakit tahap lanjut, seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah (gait disorder) - Kejang pada penyakit yang lanjut - Pemeriksaan CT normal untuk usianya4. Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak cocok adalah: - Onset yang mendadak dan apolectic - Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik, defisit lapang pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit; dan kejang atau gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit5. Diagnosis possible penyakit Alzheimer: - Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia, tanpa adanya gangguan neurologis, psikiatrik, atau sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia, dan adanya variasi pada awitan, gajala klinis, atau perjalanan penyakit - Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup untuk menyebabkan demensia, namun penyebab primernya bukan merupakan penyebab demensia6. Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah: - Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer - Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau autopsi7. Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer, seperti : - Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama - Awitan sebelum usia 65 tahun - Adanya trisomi-21 - Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinsonanamnesis harus diarahkan pula pada berbagai faktor depresi, yang dapat disebabkan oleh anggota keluargarisiko seperti trauma kepala berulang, infeksi susunan yang baru-baru ini meninggal.saraf pusat akibat sifilis (neurosifilis), konsumsi alkoholberlebihan, intoksikasi bahan kimia pada pekerja pabrik, Pemeriksaan fisis dan neurologis. Pemeriksaan fisisserta penggunaan obat-obatjangka panjang (sedatif dan dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakittranquilizer). Riwayat keluarga juga harus selalu menjadi sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Umumnya penyakit Alzheimerbagian dari evaluasi, mengingat bahwa pada penyakit tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecualiAlzeimer, FTD, dan penyakit Huntington (sebagai salah pada tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuhsatu penyebab demensia) terdapat kecenderungan aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, ataufamilial. Gejala depresi seperti insomnia dan kehilangan berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul padaberat badan sering tampak pada pseudodemensia akibat
3806 GERIATRI DAN GERONTOLOGIFTD, DLB, atau demensia multi-infark. Penyebab sistemik adalah CT / MRI kepala. Peme r iksaan ini dapatseperti defisiensi vitamin B12, intoksikasi log am be rat, mengidentifikasi tumor primer atau sekunder, lokasi areadan hipotiroidisme dapat menunjukkan gejala-gejala yang infark, hematoma subdura l, dan memperkirakan adanyakhas. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguanpendengaran dan peng lihatan yang menimbulkan hidro sefalus bertekanan - norma l atau penyakit whitekebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering matter yang luas. MRI dan CT juga dapat mendukungdisalahartikan sebagai demensia. Pada usia lanjut defisitsensorik seperti ini sering terjadi . diagnosis penyakit Alzheimer, terutama bila terdapat at rofi hipokampus selain adanya atrofi kortika l yang difus.Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatrik. Pemeriksaanyang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi Abnormalitas white matter yang luas berkorelasi denganpenurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status demensia vaskular. Pe ran pencitraa n fungsional sepertiexamination (MMSE), yang dapat pula digunakan untuk single photon emission computed tomography (SPECT) danmemantau perjalanan penyakit. MMSE merupakan pe- positron emission tomography (PET) scanning masih dalammeriksaan yang mudah dan cepat dikerjakan, berupa 30 penelitian. SPECT dan PET scanning dapat menunjukkanpoint-test terhadap fungsi kognitif dan berisikan pula uji hipoperfusi atau hipometabolisme temporal -parietal pada penyakit Alzheimer dan hipoperfusi atau hipometabolismeorientasi, memori kerja dan memori episodi k, kompre- frontotemporal pada FTD.hensi bahasa, menyebutkan kata, dan mengulang kata.Pada penyakit Alzheimer defisit yang terlibat berupa PENATALAKSANAANmemori episodik, category generation (sebutkan sebanyak- Penatalaksanaan Umum Tujua n utama penatalaksanaan pada seorang pasienbanyaknya binatang dalam satu menit), dan kemampuan dengan demensia adalah mengobati penyebab demensiavisuokonstruktif. Defisit pada kemampuan verbal dan yang dapat d ikoreks i dan menyed iakan situasi yangmemori episodik visual sering merupakan abnormal itas nyaman dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanyaneuropsikologis awal yang terlihat pada penyakit Alzheimer, (caregivers). Menghentikan obat-obat yang bersifat sedatifdan tugas yang membutuhkan pasien untuk menyebut- dan memengaruhi fungsi kognitif banyak memberikankan ulang daftar panjang kata atau gambar setelah jeda manfaat. Bila pasien cenderung depresi ketimbangwaktu tertentu akan menunjukkan defisit pada sebagian demensia, maka depresi harus diatasi dengan adekuat.pasien penyakit Alzheimer. Pada FTD defisit awal sering Pasien dengan penyakit degeneratif sering muncul gejalamelibatkan fungsi eksekutif frontal atau bahasa (berbicara depresi, dan sebagian dari mereka aka n respons pada terapiatau menyebutkan kata). Pasien DLB mempunyai defisit antidepresi. Antidepresi yang mempunyai efek sampinglebih berat pada fungsi visuospasial tetapi melakukan minimal terhadap fungsi kognitif, seperti serotonin selectivetugas memori episodik lebih baik dibandingkan pasien reuptakeinhibitor (SSRI}, lebih dianj urkan pada pasiendengan penyakit Alzheimer. Pasien dengan demensia demensia dengan gejala depresi. Antikonvulsi kadang -vaskular sering menunjukkan campuran defisit eksekutif kadang dibutuhkan untuk mengendalikan kejang .frontal dan visuospasial. Pada delirium, defisit cenderungterjadi pada area pemusatan perhatian, memori kerja, dan Agitasi, halusinasi, delusi, dan kebingungan (confusion)fungsi frontal. seringkali sulit ditatalaksana, dan sering menjadi alasan Pengkajian status fungsional harus juga dilakukan. utama memasukkan seorang usia lanjut dengan demensiaDokter harus menentukan dampak kelainan terhadap ke pant i werdha atau rumah rawat usia lanjut. Sebelummemori pasien, hubungan di komunitas, hobi, penilaian, memberikan obat untuk berbagai gangguan perilakuberpakaian, dan makan. Pengetahuan mengenai status tersebut, harus disingkirkan fakto r lingkungan ataufungsional pasien sehari-hari akan membantu mengatur metabolik yang mungkin dapat dikoreksi atau dimodifikasi.pendekatan terapi dengan keluarga . lmobilisasi, asupan makanan yang kurang, nyeri, konstipasi, infeksi, dan intoksikasi obat adalah beberapa faktor yangPemeriksaan penunjang. Tes laboratorium pada pasien dapat mencetuskan gangguan perila ku, dan bila diatasidemensia tidak dilakukan dengan serta merta pada semua maka tidak perlu memberikan obat-obatan antipsikosis.kasus. Penyebab yang reversibel dan dapat diatasi se- Obat-obatan yang dapat digunaka n untuk meredamharusnya tidak boleh terlewat. Pemeriksaan fungsi tiroid, agitasi dan insomnia tanpa memperberat demensia dikadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan VDRL antaranya haloperidol dosis rendah (0,5 sampai 2 mg),direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin . Pemerik-saan tambahan yang perlu dipertimbangkan adalah pungsi trazodone, buspiron, atau propranolol. Beberapa penelitianlumbal, fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan toksin diurin/darah, dan Apolipoprotein E. yang membandingkan terapi obat (farmakoterapi) dengan Pemeriksaan penunjang yangjuga direkomendasikan intervensi perilaku (behavioral intervention) menunjukkan kedua pendekatan tersebut sama efektifnya. Walaupun
DEM ENSIA 3807demikian, karena terkadang terapi perilaku yang dilakukan gejala perubahan tingkah laku dan membangun 'rapport'secara benar dan dilakukan setiap hari dengan intensif dengan pasien, anggota keluarga, dan pramuwerdha, saatsulit dilakukan, maka pilihan terapi medikamentosa lebih ini fokus pengobatan fungsi kognitif adalah pada defisitdisukai . Terapi kolinesterase inhibitor sebagai terapi sistem kolinergik. Selain itu beberapa penelitian kl inis jug aterpilih untuk meningkatkan fungsi kognitif pada pasien mencoba mengarah pada terapi lain yang disesuaikandemensia, seringkali dapat pula mengurangi gejala apati, dengan patofisiologi timbulnya demensia yang melibatkanhalusinasi visual, dan beberapa gejala psikiatrik lain. berbagai mekanisme. Dalam mengelola pasien dengan demensia, perlu pula Kolinesterase inhibitor. Tacrine (tetrahydroamino-diperhatikan upaya-upaya mempertahankan kondisi fisis acridine), donepezil, rivastigmin, dan galantamin adalahatau kesehatan pasien. Seiring dengan progresi demensia, kolinesterase inhibitor yang telah disetujui oleh U.S.maka banyak sekali komplikasi yang akan muncul Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatanseperti pneumonia dan infeksi saluran napas bagian penyakit Alzheimer. Efek farmakologik obat-obatan iniatas, septikemia, ulkus dekubitus, fraktur, dan berbagai adalah dengan menghambat enzim kolinesterase, denganmasalah nutrisi. Kondisi-kondisi ini terkadang merupakan hasil meningkatnya kadar asetilkolin di jaringan otak. Darisebab utama kematian pasien dengan demensia, keempat obat tersebut, tacrine saat ini jarang digunakansehingga pencegahan dan penatalaksanaan menjadi karena efek sampingnya ke organ hati (hepatotoksik).sangat penting. Pada stadium awal penyakit, seorang Donepezil dimulai pada dosis 5 mg perhari, dan dosisdokter harus mengusahakan berbagai aktivitas dalam dinaikkan menjadi 10 mg perhari setelah 1 bu Ianrangka mempertahankan status kesehatan pasien, seperti pemakaian. Dosis rivastigmin dinaikkan dari 1,5 mg duamelakukan latihan (olahraga), mengendalikan hipertensi kali perhari menjadi 3 mg dua kali perhari, kemudian 4,5dan berbagai penyakit lain, imunisasi terhadap pneumokok mg dua kali perhari, sampai dosis maksimal 6 mg duadan influenza, memperhatikan higiene mulut dan gigi, kali perhari. Dosis dapat dinaikkan pada interval antara 1serta mengupayakan kaca mata dan alat bantu dengar bila sampai 4 minggu; efek samping umumnya lebih minimalterdapat gangguan penglihatan atau pendengaran. Pada bila peningkatan dosisnya dilakukan lebih lama. Sementarafase lanjut demensia, merupakan hal yang sangat penting galantamin diberikan dengan dosis awal 4 mg dua kaliuntuk memenuhi kebutuhan dasar pasien seperti nutrisi, perhari, untuk dinaikkan menjadi 8 mg dua kali perharihidrasi, mobilisasi, dan perawatan kulit untuk mencegah dan kemudian 12 mg perhari. Seperti rivastigmin, intervalulkus dekubitus. Pada beberapa keadaan mungkin dapat peningkatan dosis yang lebih lama akan meminimalkandipertimbangkan tindakan gastrostomi, pemberian efek samping yang terjadi . Dosis harian efektif untuknutrisi dan cairan intravena, serta pemberian antibiotika masing-masing obat adalah 5 sampai 10 mg untukdalam upaya memperpanjang hidup yang tentunya perlu donepezil, 6 sampai 12 mg untuk rivastigmin, dan 16pertimbangan bersama dengan keluarga pasien. sampai 24 mg untuk galantamin. Yang juga sangat penting dalam pengelolaan secara Berbagai uji klinis telah menunjukkan obat-obatanparipurna pasien dengan demensia adalah kerja sama tersebut dapat meningkatkan fungsi kognitif secarayang baik antara dokter dengan pramuwerdha (caregivers) . bermakna dibandingkan plasebo, terutama padaPramuwerdha pasien dengan demensia merupakan orang kelompok pasien dengan demensia ringan dan sedang.yang sangat mengerti kondisi pasien dari hari ke hari Selain itu pasien-pasien yang menggunakan kolinesterasedan bertanggung jawab terhadap berbagai hal seperti inhibitor lebih dapat mempertahankan kemampuanpemberian obat dan makanan, mengimplementasikan mereka untuk aktivitas kehidupan sehari-hari, lebihterapi nonfarmakologis kepada pasien, meningkatkan sedikit timbul perubahan perilaku, lebih tidak tergantungstatus kesehatan umum pasien, serta mampu memberikan kepada pramuwerdha dan lingkungan sekitar, serta dapatwaktu-waktu yang sangat berarti sebagai bagian dari menunda masuk ke panti werdha.upaya meningkatkan kualitas hidup pasien dengandemensia. Walaupun demikian, perlu pula diperhatikan Efek samping yang dapat timbul pada pemakaiankondisi fisik dan mental pramuwerdha, mengingat apa obat-obatan kolinesterase inhibitor ini antara lain adalahyang mereka lakukan sangat menguras tenaga, pikiran, mual, muntah, dan diare, dapat pula timbul penurunanbahkan emosi yang terkadang menimbulkan morbiditas berat badan, insomnia, mimpi abnormal, kram otot,tersendiri. bradikardia, sinkop, dan fatig . Efek-efek samping tersebut umumnya muncul saat awal terapi, dan sepertiPengobatan untuk Mempertahankan Fungsi telah disinggung di atas, dapat dikurangi bila intervalKognitif peningkatan dosisnya diperpanjang dan dosis rumatan diminimalkan. Efek samping pada gastrointestinal jugaPenyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan beIum ada dapat diminimalkan bila obat-obat tersebut diberikanobat yang terbukti tinggi efektivitasnya. Selain mengatasi bersamaan dengan makan.
3808 GERIATRI DAN GERONTOLOGISampai saat ini masih belum didapatkan data yang di hipokampus. Suatu uji klinis tersamar ganda yangpasti mengenai berapa lama pemberian kolinesterase menggunakan memantin pada pasien dengan penyakitinhibitor yang dianjurkan pada pasien dengan demensia Alzheimer stadium sedang dan berat menunjukkandan gangguan kognitif ringan. Sebagian penelitian kelebihan memantin dibandingkan plasebo dalammenunjukkan terdapat perbedaan dengan plasebo perbaikan status fungsional, namun tidak ada perbedaanpada pemakaian 6 bulan, walaupun ada pula yang tetap dalam hal penurunan status fungsi kognitif. Bila memantinmenunjukkan perbaikan pada pemakaian sampai satu ditambahkan pad a pasien Alzheimer yang telah mendapattahun bahkan sampai dua atau tiga tahun. Satu penelitian kolinesterase inhibitor dosis tetap, didapatkan perbaikanmenunjukkan perlambatan penurunan fungsi kognitif fungsi kognitif, berkurangnya penurunan status fungsional,yang bermakna pada pasien yang mendapat donepezil dan berkurangnya gejala perubahan perilaku baru biladibandingkan vitamin E dan plasebo pada satu tahun dibandingkan penambahan plasebo.pertama pemakaian, namun perbedaan tersebut tidakbermakna bila pemakaian dilanjutkan sampai 2 tahun. Terapi Lain. Dengan adanya bukti bahwa proses inflamasi pada jaringan otak terlibat pada patogenesis timbulnya Perbedaan antara masing-masing obat kolinesterase- penyakit Alzheimer, maka beberapa penelitian mencobainhibitor masih belum dapat dibuktikan. lndikasi untuk mendapatkan manfaat obat-obat antiinflamasi baik dalamberpindah dari satu kolinesterase inhibitor ke obat yang hal pencegahan maupun terapi demensia Alzheimer.lain adalah adanya reaksi alergi, efek samping yang tidak Hasil negatif (tidak berbeda dengan plasebo) ditunjukkandapat diatasi, keinginan keluarga, dan tidak ada respons baik pada prednison, rofecoxib, maupun naproxen,pengobatan setelah pemakaian enam bulan. Bila akan sehingga sampai saat ini tidak ada data yang mendukungmengganti satu kolinesterase inhibitor dengan yang penggunaan obat antiinflamasi dalam pengelolaan pasienlainnya maka dianjurkan untuk menghentikan sementara demensia. Selain itu, walaupun beberapa studi epidemio-pemberian obat (washout period) selama 3-4 minggu. logik menduga bahwa terapi sulih -estrogen mungkinPenggunaan bersama-sama lebih dari satu kolinesterase dapat mengurangi insidensi demensia, namun penelitianinhibitor pada saat yang bersamaan belum pernah diteliti klinis menunjukkan ternyata tidak ada manfaatnya padadan tidak dianjurkan. Kolinesterase inhibitor umumnya perempuan pascamenopause.digunakan bersama-sama dengan memantin danvitamin E. Beberapa obat lain yang dari beberapa studi pendahuluan nampaknya punya potensi untuk dapatAntioksidan. Antioksidan yang telah diteliti dan digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan demensiamemberikan hasil yang cukup baik adalah alfa tokoferol di antaranya ginko biloba, huperzin A (suatu kolinesterase(vitamin E). Pemberian vitamin Epada satu penelitian dapat inhibitor), imunisasi/vaksinasi terhadap amyloid, danmemperlambat progresi penyakit Alzheimer menjadi lebih beberapa pendekatan yang bersifat neuroprotektif.berat. Vitamin E telah banyak digunakan sebagai terapitambahan pada pasien dengan penyakit Alzheimer dan REFERENSIdemensia tipe lain karena harganya murah dan dianggapaman. Dengan mempertimbangkan stres oksidatif Amar K, Wilcock G. Vascular dementia. BMJ. 1996;312:227-31.sebagai salah satu dasar proses menua yang terlibat pada Bird TD, Miller BL. Alzheimer's disease and other dementias.patofisiologi penyakit Alzheimer, ditambah hasil yangdidapat pada beberapa studi epidemiologis, vitamin E Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longobahkan digunakan sebagai pencegahan primer demensiapada individu dengan fungsi kognitif normal. Namun DL, Jameson JL, penyunting. Harrison' s Principles of Internalsuatu studi terakhir gaga! membuktikan perbedaan efekterapi antara vitamin Esebagai obat tunggal dan plasebo Medicine, Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill Medicalterhadap pencegahan penurunan fungsi kognitif pada Publishing Division; 2005. p. 2393-406.pasien-pasien dengan gangguan fungsi kognitif ringan. Black S, Roman GC, Geldmacher DS, Salloway S, Hecker J, BurnsEfek terapi vitamin E pada pasien demensia maupun Alistair. Efficacy and tolerability of donepezil in vasculargangguan kognitif ringan tampaknya hanya bermanfaat dementia. Stroke. 2003;34:2323-32.bila dikombinasi dengan kolinesterase inhibitior. Cummings JL. Alzheimer's disease. N Engl J Med. 2004;351:56-Memantin. Obat yang saat ini juga telah disetujui olehFDA sebagai terapi pada demensia sedang dan berat 67.adalah memantin, suatu antagonis N-metil-o-aspartat. Erkinjuntti T, Roman G, Gauthier S, Feldman H, Rockwood K.Efek terapinya diduga adalah melalui pengaruhnyapada glutaminergic excitotoxicity dan fungsi neuron Emerging therapies for vascular dementia and vascular cognitive impairment. Stroke. 2004;35:1010-7. Friedland RP, Wilcock GK. Dementia. Dalam: Evans JG, William TF, Beattie BL, Michel J-P, Wilcock GK, penyunting. Oxford Textbook of Geriatric Medicine, Edisi ke-2. New York: Oxford University Press; 2000. p . 922-31. Kawas CH. Alzheimer's disease. Dalam: Hazzard WR, Blass JP, Ettinger WH, Halter JB, Ouslander JG, penyunting. Principles of Geriatric Medicine and Gerontology, Edisi ke-4. New York: McGraw-Hill Health Professions Division; 1999. p. 1257-69.
DEMENSIA 3809Kivipelto M, Helkaka E-L, Laakso MP, Hanninen T, Hallikainen M, Alhainen K, dkk. Midlife vascular risk factors and Alzheimer's disease in later life: longitudinal, population based study. BMJ. 2001;322:1447-51.Sachdev PS, Brodaty H, Looi JCL. Vascular dementia: diagnosis, management and possible prevention. MJA. 1999; 170: 81-5.van der Flier WM, Scheltens P. Epidemiology and risk factors of dementia. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2005;76:2-7.Wilcock G, Howe I, Coles H, Lilienfeld S, Truyen L, Zhu Y, dkk. A long-term comparison of galantarnine and donepezil in the treatment of Alzheimer's disease. Drugs Aging. 2003;20:777- 89.
514DEPRESI PADA PASIEN USIA LANJUT Czeresna H. Soejono, Probosuseno, Nina Kemala SariPENDAHULUAN Depresi pada pasien geriatri adalah masalah besar yang mempunyai konsekuensi medi s, sosial, dan ekonomi Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering penting. Hal ini menyebabkan penderitaan bagi pasienpada pasien berusia di atas 60 tahun dan merupakan dan keluarganya, memperburuk kondisi medis dancontoh penyakit yang paling umum dengan tampilan membutuhkan sistem pendukung yang mahal.gejala yang tidak spesifik/t idak khas pada populasigeriatri. Depresi pada geriatri sulit di identifikasi sehingga t idak/ terlambat diterapi, mungkin karena perbedaan pola Terdapat beberapa faktor biologis, fisis, psikologis, gejala tiap kelompok umur. Selain itu, depresi pada geriatridan sosial yang membuat seorang berusia lanjut rentan sering tidak diakui pasien dan tidak dikenali dokter karenaterhadap depresi . Perubahan pada sistem saraf pusat gejala yang tumpang tindih, sering komorbiditas denganseperti meningkatnya aktivitas monoamin oksidase dan penyakit med is lain sehingga lebih menonjolkan gejalaberkurangnya konsentrasi neurotransmiter (terutama somatik daripada gejala depresinya.·neurotransmiter katekolaminergik) dapat berperan dalamterjadinya depresi pada usia lanjut. Kondisi multipatologi Tulisan ini akan membahas secara umum perihaldengan berbagai penyakit kronik dan polifarmasi kian cara mengenali gejala depresi pada pasien geriatri,meningkatkan kejadian depresi pada usia lanjut. Pasien komorbiditas yang sering terdapat pada penderita depresigeriatri yang menderita depresi juga sering memiliki usia lanjut, tatalaksana, hingga evaluasi pengobatan. komorbid penyakit vaskular dengan lesi di daerah ganglia basalis dan prefrontal otak . Pasien-pasien ini sering EPIDEMIOLOGI memperlihatkan kemunduran fungsi motorik, kurangnya kemampuan penilaian !judgement) , dan terganggunya Preva lensi terbesar gangguan psikiatri pada geriatri adalahfungsi eksekusi. depresi. Prevalensi dipengaruhi oleh lokasi pengambilan subyek penelitian dan komorbid itas. Prevalensi depresi Faktor-faktor psikososial juga berperan sebagai faktor pada usia lanjut di pelayanan kesehatan primer adalah predisposisi depresi. Orang tua seringkali mengalami 5-17%, sementara prevalensi depres i pada usia lanjut periode kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Faktor yang mendapat pelayanan asuhan rumah (home care) kehilangan fisik juga meningkatkan kerentanan terhadap adalah 13,5%. Prevalensi depresi geriatri lebih tinggi didepresi dengan berkurangnya kemauan merawat diri ruang perawatan daripada di masyarakat. Usia lanjut diserta hilangnya kemandirian . Berkurangnya kapasitas perawatan jangka panj ang memiliki tingkat depresi yangsensoris (terutama penglihatan dan pendengaran) lebih tinggi daripada di masyarakat.akan mengakibatkan penderita terisolasi dan berujung pada depresi . Berkurangnya kemampuan daya ingat Data prevalensi depresi pada usia lanjut di Indonesiadan fungsi intelektual sering dikaitkan dengan depresi . diperoleh dari ruang rawat akut geri atri dengan kejadian Kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan dukungan sosial depresi sebanyak 76,3%. Proporsi pasien geriatri dengansejalan dengan bertambahnya usia turut menjadi faktor depresi ringan adalah 44,1% seda ngkan depresi sedang predisposisi seorang berusia lanjut untuk menderita sebanyak 18%, depresi berat sebanyak 10,8% dan depresidepresi . sangat berat sebanyak 3,2%. Semaki n berat tingkat depresi
DEPRESI PADA PASIEN USIA LANJUT 3811maka semakin lama masa rawat. Studi untuk populasi terintrojeksikan ke dalam individu sehingga menyatuIndonesia Timur dilakukan di Kabupaten Buru, Maluku atau merupakan bagian dari individu itu. Obyek cintapada tahun 2003 dengan subyek sebanyak 401 orang usia yang hi Jang bisa berupa kebugaran yang tidak muda lagi,lanjut. Penapisan depresi pada usia lanjut yang berada di kemunduran kondisi fisik akibat berbagai kondisi multi-daerah pasca konflik tersebut menunjukkan hasil positif patologi, kehilangan fungsi seksual, dan lain-lain. Seligmanpada 52,4% subyek. berpendapat bahwa terdapat hubungan antara kehilangan yang tak terhindarkan akibat proses penuaan dan kondisiETIOLOGI DAN PATOGENESIS multipatologi tadi dengan sensasi passive helplessnessBerbagai teori mengenai etiologi dan patogenesis diajukanpara ahli tentang gangguan depresi usia lanjut namun yang sering terjadi pada usia lanjut.pada banyak kasus jelas berhubungan dengan polifarmasi Menurut teori Erik Erikson, kepribadian terus ber-yang berkaitan erat dengan multipatologi. Beberapapenyebab lain adalah kondisi medik seperti stroke dan kembang dan terus tumbuh dengan perjalanan kehidupan.hipotiroidisme. Obat-obatan dan beberapa kondisi umum Perkembangan ini melalui beberapa tahapan psikososialyang berhubungan dengan depresi dapat dilihat pada seperti melalui konflik-konflik yang terselesaikan olehtabel 1. Faktor-faktor lain yang memperberat depresi individu tersebut yang dipengaruhi oleh maturitasperlu pula diperhatikan, antara lain kehilangan (pasangan kepribadian pada fase perkembangan sebelumnya,hidup, perpisahan teman dekat dan anggota keluarga, dukungan lingkungan terdekatnya dan tekanan hidup yang dihadapinya. Erikson menyebutkan adanya krisisTabel 1. Obat-Obatan dan Kondisi Medik Umum yangBerhubungan dengan Depresi integrity versus despair yaitu individu yang suksesBeberapa golongan obat yang dapat menimbulkan melampaui tahapan tadi akan dapat beradaptasi dengan baik, menerima segala perubahan yang terjadi dengandepresi: tulus dan memandang kehidupan dengan rasa damai dan bijaksana. Contoh resolusi yang berhasil dari krisis dicirikanAnalgetika : kodein, morfin dengan perasaan individu tersebut yang hidup dengan baik dan nyaman. Sebaliknya resolusi yang kurang berhasilOAINS : ibuprofen, naproksen, indometasin akan dicirikan dengan perasaan bahwa hidup ini terlalu pendek, dengan perasaan tidak memiliki, pemberontakan,Antihipertensi : klonidin, propranolol, kaptopril rasa marah, putus asa dan juga dengan kegetiran bahwa ia tidak akan mau hidup lagi jika diberi kesempatan.Antipsikotik : haloperidol, klorpromazin Kondisi ini akan menyebabkan orang usia lanjut rentan terhadap depresi.Ansiolitika : diazepam Penelitian akhir-akhir ini juga mengatakan bahwaAntikanker : vinkristin konflik integritas versus despair berhasil baik pada usiaSedativa : fenobarbital, triazolam, pentobarbital lanjut yang lebih muda dibanding usia lanjut yang lebihLain-lain : simetidin, ranitidin, deksametason tua . Teori Heinz Kohut menekankan pada aspek hilangnya rasa kecintaaan pada diri sendiri akibat proses penuaanBeberapa kondisi medik umum yang berhubungan ditambah dengan rasa harga diri dan kepuasan diri yangdengan depresi: kurang, juga dukungan sosial yang tidak terpenuhi akanHipotiroidisme menyebabkan usia lanjut tidak mampu lagi memeliharaTumor otak (terutama lobus frontalis) dan mempertahankan rasa harga diri. Mereka seringCVD hemisfer kanan, Alzheimer, Parkinson, demensia vaskular merasa tegang dan takut, cemas, murung, kecewa danSLE tidak merasa sejahtera di usia senja.Defisiensi vitamin B12, defisiensi folat DIAGNOSIS DAN KOMORBIDITAStaraf kesehatan yang menurun, kehilangan rasa aman,kekuasaan/jabatan dan kebebasan), serta pemiskinan Depresi pad a usia lanjut lebih sulit dideteksi karena 1).sosial dan lingkungan. penyakit fisis yang diderita sering mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah dan penurunan berat Beberapa teori tentang etiologi depresi antara lain badan, 2). usia lanjut sering menutupi rasa sedihnyateori neurobiologi yang menyebutkan bahwa faktor denganjustru menunjukkan dia lebih aktif, 3). kecemasan,genetik berperan. Kemungkinan terjadinya depresi pada histeria dan hipokondria yang sering merupakan gejalasaudara kembar monozigot adalah 60-80% sedangkan depresijustru sering menutupi depresinya dan 4). masalahpada saudara kembar heterozigot adalah 25-35%. sosial sering membuat depresi menjadi lebih rumit. Freud dan Karl Abraham berpendapat bahwa padaproses berkabung akibat hilangnya obyek cinta (orangmaupun obyek abstrak seperti status sosial) dapat
3812 GERIATRI DAN GERONTOLOGI Diperkirakan sampai 40% depresi pada usia lanjut Sulit konsentrasi .tidak terdiagnosis karena 1). dokter, pasien maupun Pikiran berulang tentang kematian atau gagasankeluarga mengira gejala depresi adalah normal pada usia bunuh diri.lanjut, 2). gambaran depresi pada usia lanjut berbeda dariyang muda dalam penggunaan kriteria ICD-10 maupun Gejala-gej ala tersebut di atas harus menimbulkanDSM-IV, 3). polifa rmasi dan adanya komorbiditas. gangguan klinis yang bermakna dalam kehidupan individu. Dalam menegakkan diagnosis, gej ala perasaan depresif lstilah komorbiditas digunakan untuk menyatakan dan atau hilangnya minat harus ada. Penggunaan DSMadanya dua atau lebih penyakit pada seorang pasien IV mungkin tidak spesifik, dan dianj urkan dengan ska lapada waktu yang sama. Pada pasien usia lanjut sering Depresi Khusus Usia Lanjut (Geriatric Depression Scale).ditemukan dua at au lebih penyakit fis is (adanya Gejala fisis y~ ng tiba-tiba yang tidak sesuai atau takmultipatologi) dan t idak jarang dijumpai kelainan fis is dapat diterangkan, perlu dikaitkan dengan depresi sebagaibersamaan (komorb iditas) dengan gangguan psikis penyebabnya .seperti depresi. Komorbiditas antara dua penyakit dapatmerupakan hubungan sebab akibat dan dapat pula Menu rut ICD- 10 gejala-gejala depresi terdiri dari:saling memperberat. Diagnosis depresi yang menyertai Gejala utama, yakni:atau bersama-sama dengan penyakit fisis t idak mudahkarena tampilan klinisnya sering t idak sesuai dengan perasaan depresif.kriteria diagnosis yang ada dalam DSM-IV maupun hilangnya minat dan semangatPPDGJ-111. Gejala depresi pada usia lanjut sering tum pang mudah lelah dan tenaga hilang.tindih dengan komorbiditas penyakit medis lain, dimanadepresi geriatri sering menonjolkan gejala somatiknya Gejala lain adalah:dibandingkan gejala depresinya sendiri. konsentrasi menurun. harga diri menurun. Penyakit yang sering terjadi bersamaan dengan perasaan bersalah.depresi antara lain diabetes melitus, hipertensi, gagal pesimis terhadap masa depan.jantung, penurunan fungsi hepar dan ginjal, penyakit gagasan membahayakan diri (self harm) atau bunuhParkinson, penyakit Alzheimer, stroke, artritis. Penyakit diri.serebrovaskular merupakan predisposisi dan presipitasi gangguan tidur.sindrom depresi . lnfeksi virus, endokrinopati seperti gangguan nafsu makan.kelainan tiroid dan paratiroid, serta keganasan seperti menurunnya libido.limfoma dan karsinoma pankreas kerap menimbulkankomplikasi depresi. Penderita hepatitis C lebih dari 5 tahun label 2. Penggolongan Depresi Menurut ICD-10akan mengalami depresi sebanyak 22,4% dan pasien-pasien yang berusia lebih dari 50 tahun secara klinis Tingkat Gejala Gejala Fungsi Keteranganlebih mengalami depresi dibandingkan dengan mereka Depresi Utama Lainyang berusia lebih muda. Pasien dengan penyakit ginjal Ba ik Nampakstadium akhir yang menjalani dialisis, prevalensi untuk Ringan 2 2 Terga nggu distressterjadi depresi dapat mencapai 25,4%. Sedang 2 3-4 Diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi Be rat 3 ~ 4 Sang at Sangatpada pasien geriatri dapat menaikkan kual itas hidup, terganggu distressstatus fungsional dan mencegah kematian dini . Adabeberapa cara penegakan diagnosis depresi, menurut Berdasarkan gejala di atas, pasien yang didiagnosisDSM-IV atau menu rut ICD- 10. Menu rut DSM -IV kriteria depresi dapat digolongkan dalam depresi ringan, sedang,depresi berat mencakup 5 atau lebih gejala berikut, dan dan berat, sebagai beri kut:telah berlangsung 2 minggu atau lebih, yakni : Depresi pada usia lanjut dapat muncul dalam Perasaan depresi. bentuk keluhan fisis sepert i insomn ia, kelemahan umum, Hilangnya minat atau rasa senang, hampir setiap kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan sakit hari . kepala . Berat badan menurun atau bertambah yang bermakna. Insomnia atau hipersomnia, hampir tiap hari. Gallo dan Gonzales (2001 ), menuliskan bahwa untuk Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir tiap hari. memudahkan diagnosis depresi dibuat j embatan keledai Kelelahan (rasa lelah atau hilangnya energi), hampir (mnemonic) SIGEM CAPS (sleep, interest, guilt, energy, tiap hari. mood, concentration, appetite, psychomotor retardation or Rasa bersalah atau tidak berharga, hampir tiap hari. agitation, suicide) . Ciri khas depresi pada usia lanjut antara lain 1). terdapat fluktuasi yang jelas dari gejala, 2). gejala
DEPRESI PADA PASIEN USIA LANJUT 3813depresi mungkin tertutup keluhan somatik, 3). adanya Penanganan depresi pada usia lanjut memerlukandepresi yang berbarengan dengan demensia mengganggu perhatian ekstra, segala kesulitan dan keluhan perlupengenalan dan pelaporan depresi, 4).terdapat hubungan d i- dengarkan dengan sabar. Karena ketidaksabaranyang erat antara penyakit fisis dan depresi. terapis dianggap sebagai penolakan (empati terapis sangat diperlukan karena penghormatan dan perhatian Pasien depresi bisa mengalami imobilisasi lebih lama dapat mengembalikan harga diri pasien) . Strategidan secara bermakna mengalami perburukan status praktis pada terapi individu adalah :1).menyusun jadwalfungsional lebih besar dibandingkan dengan penderita pertemuan untuk menjaga kepatuhan dan komitmen,penyakit kronis saja. Depresi dapat memperberat penyakit 2).mengetengahkan topik pembicaraan tentangmedik, sebaliknya penyakit medik dapat memperberat kehidupan sosial yang umum untuk membangundepresi, oleh karena itu pengobatan antidepresi yang hubungan dokter-pasien yang baik, 3). secara terfokusefektif mempunyai potensi untuk meningkatkan kualitas membicarakan masalah dan menetapkan sasaranhidup pasien dan keluarganya serta dapat menurunkan realist is yang dapat dicapai untuk memberikan arahbiaya perawatan. yang pasti bagi pasien, 4) .mendorong pasien terlibat dalam kegiatan yang berarti dan berguna untukPROGNOSIS meningkatkan kemampuan menikmati pengalaman yang menyenangkan, 5).menunjukkan kepedulian melaluiDepresi pada geriatri sering berlanjut kronis dan kambuh - sentuhan fisis yang wajar, 6).meninjau kembali apa yangkambuhan, ini berhubungan dengan komorbiditas medis, telah dicapai di masa lalu untuk membangkitkan rasakemunduran kognitif dan faktor-faktor psikososial. mampu dan harga diri . Pendekatan aspek sosial dalamKemungkinan kambuh cukup tingg i pada pasien dengan penanganan pasien depresi meliputi antara lain diikutkanriwayat episode berulang, awitan pada usia lebih tua, dalam lembaga sosial kemasyarakatan yang berperanriwayat distimia, sakit medis yang sedang terjadi, kian dalam mendukung sosialisasi dan mengatasi beberapaberatnya depresi dan kronisitas depresi. masalah sosial ekonomi (day care centres, senior club, self help groups, domiciliary care, dll); jangan lupa untuk Komplikasi yang dapat terjadi adalah malnutrisi melibatkan keluarga pada saat yang tepat.dan pneumonia (akibat imobilitas atau berbaring terus-menerus) serta akibat sampingan dari pemberian obat Faktor-faktor yang memperberat depresi perluantidepresi. diperhatikan, antara lain penyakit fisis, penyakit neurologis (didapat sekitar 50% depresi pasca stroke yang timbulnya Pasien yang depresi mempunyai risiko lebih tinggi dapat tertunda sampai 12 bulan, 30-50% penderitauntuk bunuh diri dari populasi lain. Sepertiga pasien usia Alzheimer menderita depresi), obat-obatan, kehilanganlanjut melaporkan kesepian sebagai alasan utama untuk (pasangan hidup, perpisahan teman dekat dan anggotabunuh diri, sepuluh persen karena masalah keuangan. Kira - keluarga, taraf kesehatan yang menurun, kehilangankira 60% yang melakukan bunuh diri adalah laki -laki, dan rasa aman, kekuasaan/jabatan dan kebebasan), serta75% yang mencoba bunuh diri adalah perempuan. kemiskinan sosial dan lingkungan.PENATALAKSANAAN lndikasi Pemberian Obat Antidepresi Secara umum indikasi pemberian obat antidepres iTujuan utama terapi adalah untuk mencegah relaps, adalah untuk gangguan depresi sedang sampai berat,rekuren dan kronisitas. Depresi pada geriatri dapat episode depresi berulang, dan depresi dengan gambaranlebih efektif diobati dengan kombinasi terapi psikologis melankolia atau psikotik. Karena manifestasi klinis depresidan farmakologis disertai pendekatan interdisiplin pada usia lanjut seringkali tidak khas, maka menentukanyang menyeluruh . Terapi harus diberikan dengan indikasi pemberian obat antidepresi pada pasien geriatrimemperhatikan secara individual harapan-harapan pasien, seringkali merupakan pertimbangan klinis berdasarkanmartabat (dignity) dan otonomi/kemandirian pasien . pada pengalaman klinis dalam mengenali tanda dan gejalaProblem-problem fisis yang ada bersama -sama dengan depresi yang terselubung .penyakit mental harus diobati. Semua teknik psikoterapi(psiko-dinamik, kognitif, perilaku, dll) dapat dipergunakan. Pemilihan Obat Antidepresilntervensi terapeutik untuk memacu kemandirian seperti Pemilihan jenis obat antidepresi bagi pasien usiamelatih keterampilan sehari-hari dan peningkatan lanjut lebih merujuk pada profil efek samping obat.keamanan di rumah, terapi okupasi dan berbagai program Antidepresi generasi lama seperti golongan trisiklikrehabilitasi yang praktis serta pemberian informasijangan dan golongan penghambat enzim monoamin oksidase,dilupakan . meskipun cukup efektif meredakan gejala-gejala depresi
3814 GERIATRI DAN GERONTOLOGInamun mempunyai profi l efek samping yang kurang Pemberian antidepresi dimulai dengan dosis rendah,menguntungkan untuk digunakan pada pasien geriatri. dinaikkan perlahan-lahan (start Low and go slow). Peng-Efek samping antikolinerg ik, hipotensi ortostatik, serta obatan antidep resi dibedakan atas tiga fase, yaitu :gangguan konduks i jantung, dapat menjadi bebantambahan bagi status fisis pasien geriatri, bahkan dapat Fase akut yang berlangsung antara 6-12 minggu. Padamemicu komplikasi medik yang serius. Profil efek samping tahap ini dosis optimal obat untuk memperbaiki gejalaini terutama sangat menonjol pada obat-obat golongan depresi diharapkan telah tercapa i.tersier trisiklik (amitriptilin, imipramin) sehingga obat- Tahap kedua disebut sebagai fase lanjutan yakni dosisobat ini kurang dianjurkan penggunaannya pada usia optimal dipertahankan selama 4 sampai dengan 9lanjut. Preparat sekunder trisiklik (desipramin, nortriptilin) bulan untuk mencegah terj adinya relaps.masih cukup aman dan efektif untuk digunakan pada Tahap berikutnya disebut sebaga i terapi rumatanusia lanjut. yang dapat berlangsung hingga satu tahun atau lebih. Terapi rumatan diberikan terutama untuk gangguan Antidepresi generasi baru bekerja pada reseptor depresi dengan riwayat episode berulang. Beberapasusunan saraf otak, bersifat lebih selektif dan spesifik penelitian terakhir meneguhkan anjuran pemberiansehingga profil efek sampingnya lebih baik. Termasuk obat antidepresi pada pasien geriatri sampai minimaldalam kelompok ini adalah Serotonin Selective Reuptake satu tahun karena terbukti menu runkan risiko relapslnhibitor/SSRI (fluoxetin, sertralin, paroksetin, fluvoksamin, maupun rekurens dibandingkan apabila hanyasitalopram), Serotonin Enhancer (tianeptin), Reversible diberikan sampai 6 bulan.MAO/s (moclobemide), antidepresi lainnya (trazodone,nefazodone, mirtazepin, venlafaksin). Profil efek samping Terapi Elektrokonvulsi (ECT)yang baik akan mengu rang i risiko komplikasi dan Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum,memperbaiki kepatuhan pasien. Oleh sebab itu saat ini intoleransi terhadap efek samping obat antidepresi ataupemilihan antidepresi lini pertama untuk pasien geriatri gagal terapi, kecenderunga n t idak patuh minum obat,mulai bergeser ke generasi baru. berniat bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat inap, unilateral untuk Saat ini golongan SSRI merupakan obat antidepresi mengu rangi problem memori. Terapi ECT diberikan sampaiyang dianjurkan sebagai lini pertama pengobatan depresi ada perbaikan mood (sekitar 5-10 kal i), dilanjutkan denganpada usia lanjut. Dari golongan SSRI, sitalopram dan obat antidepresi untuk mencegah kekambuhan. Terapisertralin dianggap paling aman karena kedua obat ini ini masih efektif dan aman (kematian kurang dari 1 persangat sedikit dimetabolisme oleh isoenzim cytochrom 10.000) bagi depresi mayor, angka remisi lebih dari 90%P450, sehingga mengurangi risiko interaksi obat yang dengan efek samping paling sedikit (kemunduran ingatan,merugikan . bingung/confusion). Efek samping SSRI umumnya berkaitan dengan keluhan Olahraga ternyata bermanfaat dalam tatalaksanaserotoninergik seperti sakit kepala, mual, diare, insomnia, depresi namun efeknya lambat, dan hasil nampak sesudahdan agitasi psikomotor. SSRljuga dapat menimbulkan efek 16 minggu .samping ekstrapiramidal khususnya pada pasien depresidengan komorbiditas penyakit saraf. Salah satu efek Nutrisi sangat perlu diperhatikan, karena penderitasamping berbahaya dari SSRI adalah Central Serotonine depresi sangat sering mengalami malnutrisi, jika perluSyndrome, yang dapat timbul bila di-gunakan bersama dipasang NGT (makanan lewat sonde). Komplikasi depresiobat-obat yang dapat memacu transmisi serotonin, yang dapat terjadi adalah malnutri si dan pneumoniaseperti MAOls dan obat-obat dekongestan (misalnya: (akibat imobilisasi dan berbaring teru s).phenylpropanolamine). Penggunaan fluvoksamin bersamateofilin harus dihindari karena dapat menyebabkan Da lam mengelola pasien dep res i perlu d i ingattakikardi supraventrikular yang serius. beberapa hal yang berkaitan dengan edukasi, yakni : 1). pasien jangan menghentikan obat tan pa instruksi dokter, Pertimbangan lain dari pemilihan obat antidepresi 2). adajarak waktu unt uk sembuh (membutuhkan waktu)adalah tampilan gejala-gejala klinis yang akan menjadi sekitar 1-2 minggu sesudah obat diminum, 3). terangkanbagian dari target terapi . Pasien dengan keluhan insomnia tentang efek samping yang mungkin terjadi, 4) olahragadapat dipilihkan preparat antidepresi yang bersifat sedatif dan psikoterap i adalah hal yang sangat menunjangkuat seperti mirtazepin atau trazodone. SSRI dan tianeptin kesembuhan .bersifat non-sedatif dan dikatakan efektif memperbaikikeluhan gangguan kognitif pada pseudodemensia . Perawatan Lanjut dan Asuhan Rumah (Home Care)Trazodone baik untuk mereka dengan keluhan disfungsi Setelah terdapat perbaikan selama 6 bu lan, biasanya pasienseksual, tetapi hati-hati terhadap efek samping hipotensi mempunyai sedikit risiko untuk epi sode baru depresiortostatik. (kambuh). Pengobatan antidepresi harus di lanjutkan
DEPRESI PADA PASIEN USIA LANJUT 3815sedikitnya 6 bulan lagi (fase lanjutan). Pengobatan ini KESIMPULANdigunakan untuk mencegah kekambuhan. Pasien denganrisiko tinggi untuk kambuh harus mendapat pengobatan Depresi pada pasien geriatri sulit didiagnosis antara lainberkelanjutan untuk sedikitnya 1-2 tahun, antidepresiyang dapat dipakai antara lain sertralin, fluoxetin dan karena gejalanya tidak khas, dan keluarga pasien maupunparoxetin. dokter acap kali tidak mewaspadai kondisi ini. Kondisi Pelayanan kesehatan asuhan rumah bagi usia lanjutadalah salah satu unsur pelayanan kesehatan yang multipatologi selain menyulitkan pengenalan gejala dini,ditujukan untuk kesehatan perorangan atau kesehatan juga merupakan faktor risiko penting selain polifarmasi,keluarga di tempat tinggal mereka dalam segi promotif,rehabilitatif, kuratif, dalam upaya mempertahankan obat-obat tertentu, rasa kehilangan dan berbagai faktorkemampuan individu untuk mandiri secara optimal lain. Penatalaksanaan meliputi psikoterapi suportif padaselama mungkin. Asuhan rumah bagi para usia lanjut tahap ringan dan obat antidepresi untuk depresi sedangmerupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perawatandalam menghadapi kondisi tubuh yang makin rapuh sampai berat. Terapi elektrokonvulsi masih ada tempatnyaatau sakit kronik. Upaya penyelenggaraan asuhan rumahyang dikoordinasikan oleh rumah sakit merupakan upaya terutama pada depresi berat. Keluarga amat pentingyang secara ekonomis layak sebagai alternatif lain dari perannya jika dilibatkan pada saat yang tepat. Asuhanperawatan di RS sejauh pertimbangan-pertimbanganmedis, lingkungan sosial dan aspek-aspek psikologik rumah juga dapat memberikan alternatif solusi lain yangdapat terjaga secara cocok dan serasi. Kunjunganrumah oleh seorang dokter dan atau paramedis sebagai lebih mendekatkan pasien pada suasana 'rumah'.satu tim amat bermanfaat bagi penderita karena dapatmeningkatkan pemahaman menyeluruh penderita dan REFERENSIakan dapat memberikan pilihan terbaik untuk penderitayang dirawat, selain dapat meningkatkan kepuasan Apfeldorf WJ, Alexopoulos GS. Late-life mood disorders. In:penderita yang akhirnya akan mempercepat prosesperbaikan . Hazzard WR, Blass JP, Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, ldealnya asuhan rumah dilaksanakan oleh suatu eds. Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. Newtim dengan melibatkan dokter keluarga, bila diperlukan York: McGraw-Hill; 2004.p. 1443-1457.dokter spesialis, ahli gizi, paramedis, care giver Damping CE. Depresi pada pasien geriatri: Apa kekhususannya.(pramuwerdha), relawan usia lanjut, dan lain-lain Temu Ilmiah Geriatri ke-2. Jakarta: PIP FKUI; 2003.p. 107-9.dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup usia lanjut, Dharmono S. Pertimbangan pemilihan obat antidepresan padasedang tujuan khususnya adalah: 1). menekan serendah pasien geriatri. Temu Ilmiah Geriatri ke-2. Jakarta: PIP FKUI;mungkin biaya perawatan kesehatan (penghematan 2003.p 123-28.biaya pemondokan di RS), 2). mengurangi frekuensi Evers M.M. Marins D.B. Mood disorder effective management ofhospitalisasi dan memperpendek lama perawatan di major depressive disorder in the geriatric patient. Geriatric,rumah sakit setelah fase akut, 3). meningkatkan usaha 2002; 57(10): 36-40, quiz.promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, 4). melakukan Gallo, J, J; Gonzales, J. 2001 Depression and other mood disorders.pencegahan primer, sekunder dan tersier misalnya in: A, M, Adelman; M, P, Daly; B, D, Weiss (eds): 20 problemsmelaksanakan imunisasi (influenza dan pneumonia}, in Geriatrics Laksmana (1996); Pieper (2004); Passik & Kirshmelakukan penatalaksanaan paliatif penderita dengan (2004); Paulsen (2004.b).keganasan, serta memperlambat/mencegah timbulnya Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB. Diagnosis and managementgangguan fungsi tubuh (disability) sehingga penderita of depression. In: Essentials of clinical geriatrics. 4ed. Newdapat mempertahankan otonominya (dititikberatkan York :McGraw-Hill; .p .1999: 154-80.pada kemampuan ADL dan IADL) selama mungkin . Kaplan, H.I., Saddock, B.J., Mood disorder, comprehensiveKeuntungan/manfaat program lainnya dari asuhan Textbook of Psychiatry, 7lh ED. William & Wilkins. 2000.rumah ini bagi pasien depresi dan keluarganya adalah Katon, W; Clechanowski. Treatment of depression 1-11. Up tomengurangi stres akibat perawatan di RS dan pasien lebih date.2004.mudah berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya; Kemala Sari N. Wibisono S. Survey on depression among elderlyserta memberikan suasana yang lebih nyaman dan akrab populations in Buru Island, Maluku. Acta Medi Indones.bagi pasien. 2003; 4: 170-75. Kraus M.R., Csef, A.S.H., Scheurlen, M., Faller H., 2000, Emotional State, Coping styles, and somatic variables in patients with chronic hepatitis C, Psychomatics 2000; 41: 377-384. Krishnan KR., Deleong W., Kraemer H., et al, , Comorbidity of depression with other medical diseases in elderly, Biologycal Psychiatry, 2002;56 (6): 559-88. Mudjaddid E. Depresi dan komorbiditasnya pada pasien geriatri. Temu Ilmiah Geriatri ke-2. Jakarta: PIP FKUI; 2003.p. 113-5. Montano CB.Primary case issues related to the treatment of depression in elderly journal of clinical psychiatry, 1999; 60 Suppl 20: 45-51. Nelson J.C. Diagnosing and treatting depression in elderly, Journal of Clinical Psychiatry.2001 Nuhriawangsa, I. Penatalaksanaan depresi yang rasional pada lansia. Naskah Lengkap Temu Ilmiah Nasional I dan Konferensi Ketja III PERGEMI. Semarang: Badan Penerbit UNDIP; 2002. p. 689-702.
3816 GERIATRI DAN GERONTOLOGIO'Connor D.W., Rosswame R., Bruce A.,, Depression in primary care 2: general practitioners' recognition of major depression in elderly patient, International Psychogeriatric, 2001; 13 (3): 367-74.Paradiso S., Hermann B.D., Blumer D., et al. Impact of depresses mood on neuropsychological status in temporal lobe epilepsy, J Neurol Neurosurg Psychiatry, 2001; 70: 180-185.Periyakoil V.S., Hallenbeck J., Indentifying and managing prepatory grief and depression at the end of life, Am Fam Physician. 2002;65:883-90, 897-8.Probosuseno., Setiabudi, I, P, P., Wasilah-Rohmah., Triwibowo. Program rawat rumah (Home Care) berbasis rumah sakit bagi penderita usia lanjut, KOPAPDI XI, Surabaya. 2000.Reuben DB., Herr, K., Pacala, JT et al. Geriatrics at your fingertips. American Geriatric's Society. 2001. p. 37-40.Reynold, C.F., Alexopoulus, G.S., Katz LR., Lebowitz. B.D., Chronic Depression in the Elderly: Approaches for prevention. Drug and aging. 2001;18(7): 507-14.Sable JA, Dunn LB, Zisook S. Late-life depression. How to identify its symptoms and provide effective treatment. Geriatrics. 2002; 57(2): 18-31.Serby M., Yu M. Overview: Depression in the Elderly. Mount Sinai Journal of Medicine. 2003; 70 (1); 38-44.Salzman C., Wong E., Wright B.C. Drug and ECT treatment of depression in the elderly, 1996-2001: a literature review, Biological Psychiatry. 2002; 52 (3): 265-84.Sharp L.K., Lipsky M.S. Screening for depression across the lifespan: A review of measure for use in primary care settings. Am Fam Physician.2002;66:1001-8.Sejono CH. Komorbiditas depresi pada kondisi multipatologi. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: 2004.Stage K.B. Bech P., Kragh-Sorensen P., Nair N.P., Katona C. Differences in symtomatology and profile in younger and elderly depressed inpatient. Journal of Affective Dissorders. 2001; 64(2-3): 239-48.Strain J.J., 2000, Consultation-Liaison Psychiatry, in Comprehensive Texbook of Psychiatry, 7 ed, William & Wilkins.Yusnadewi S. Faktor risiko yang berperan terhadap tetjadinya depresi pada pasien geriatri yang dirawat di Petjan RSCM. Jakarta: Departemen Psikiatri FKUI, 2004: 22-24.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230