Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 25 Nefrourologi

Bab 25 Nefrourologi

Published by haryahutamas, 2016-08-25 19:24:14

Description: Bab 25 Nefrourologi

Search

Read the Text Version

HEMODIALISIS 2195transpor yang melewati membran adalah difusi (dialisis) kontaminan yang toksik terhadap pasien HD. Zat yangdan konveksi (ultrafiltrasi). Pembuangan solut dengan ditambahkan ke dalam air PAM seperti aluminium danberat molekul kecil terutama terjadi melalui proses difusi; kloramin menyebabkan morbiditas yang bermakna.komponen yang lebih besar, seperti p2-mikroglobulin, Akumulasi aluminium dapat menyebabkan gangguandikeluarkan lebih efektif melalui proses konveksi. Dialiser neurologis berat (gangguan bicara, spasme otot, kejang,hollow-fiber atau serat kapiler saat ini merupakan disain dan demensia), penyakit tulang, dan anemia yang resistenyang paling efektif, yang memungkinkan proses dialisis terhadap terapi eritropoietin.dengan efisiensi tinggi dan resistensi yang rendah untukmengalir dalam alat yang kecil. Bakteri gram negatif menghasilkan endotoksin (lipopolisakarida pirogenik dari dinding sel terluar bakteri),Pada saat ini terdapat tiga bahan dasar membran dialisis. dan fragmen dari endotoksin tersebut bertanggung jawab atas sebagian gejala yang timbul berhubungan denganPada generasi awal terbuat dari selulosa yang kemudian dialisis [dialysis-related symptoms). Paparan terhadap bakteri dan endotoksin dihubungkan dengan gejaladikembangkan menjadi selulosa yang dimodifikasi seperti rigor, hipotensi, dan demam. Meskipun kadar kontaminan mikrobiologis rendah, namun dapat berperan padaselulosa asetat, selulosa diasetat, selulosa triasetat. kejadian inflamasi kronik pada pasien HD.Saat ini banyak dipakai membran yang terbuat dari ANTIKOAGULANbahan sintetis, seperti polyacrylonitrile, polysulfone, Untuk mencegah pembekuan darah di dalam sistem ekstra korporeal, selama proses hemodialisis diperlukan zat antipolycarbonate, polyamide, polymethylmethacrylate, dan koagulan, yang dapat berupa unfractionated heparin (UFH), atau low-molecular weight heparin (LMWH). Umumnyalain lain. Perbedaan utama dari bahan-bahan ini adalah antikoagulan ini diberikan secara infus kontinyu, atau bolus heparin berulang (pada UFH), atau bolus LMWH tunggal.efek biokompatibilitas, besar klirens, dan daya filtrasinya. Sejumlah modalitas lain tersedia bagi pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi atau bagi mereka yang memilikiSelain itu membran sintetik dapat mengadsorbsi molekul kontraindikasi terhadap pemberian heparin, misalnya pembilasan dengan larutan NaCI, antikoagulan regionalprotein. Setiap macam dialiser mempunyai ukuran luas dengan sitrat, prostasiklin, danaparoid, argatroban (direct thrombin inhibitor), dan lepirudin {recombinant hirudin).permukaan membran yang bervariasi antara 1,3 - 2,0 Aktivasi neutrofil menurun pada pemakaian antikoagulan regional dengan sitrat dibandingkan dengan heparin.m^. Besaran klirens tergantung pada tipe dialiser, yang KOMPLIKASI AKUT HEMODIALISISditentukan oleh klirens ureum pada laju aliran darah Hipotensi merupakan komplikasi akut yang sering terjaditertentu untuk mewakili molekul kecil dan klirens vitamin selama HD, terutama pada pasien dengan diabetes. Sejumlah faktor risiko terjadinya hipotensi adalahB12 yang mewakili molekul sedang . ultrafiltrasi dalam jumlah besar disertai mekanisme kompensasi pengisian vaskular {vascular filling) yang Biokompatibilitas didefinisikan sebagai kemampuan tidak adekuat, gangguan respon vasoaktif atau otonom,membran untuk mengaktivasi kaskade komplemen. osmolar shift, pemberian antihipertensi yang berlebihan,Adanya kontak darah dengan jalur dan beberapa tipe dan menurunnya kemampuan pompa jantung. Pasienmembran akan memicu respon inflamasi yang sama dengan fistula arteriovenous dan graft dapat mengalamidengan yang terjadi akibat infeksi. Biokompatibilitas gagal jantung high output ak\bat adanya s/?unf darah padamenunjukkan adanya membran yang tidak menghasilkan akses; dan mungkin memerlukan ligasi dari fistula atautoksin, injuri atau respon imunologis saat kontak dengan graft. Pemakaian buffer asetat dalam dialisat sudah mulaidarah. Walaupun banyak komponen dari prosedur ditinggalkan karena efek vasodilatasi dan kardiodepresifnya,dialisis yang turut menentukan biokompatibilitas, namun dan sejak diperkenalkannya dialisat bikarbonat makamembran sendirilah yang memegang peranan utama. kejadian hipotensi selama dialisis telah menurun.AIR DAN PENGOLAHAN AIRSesi HD standar selama 4-5 jam akan membuat pasienterpapar oleh 120 sampai 160 liter air, sehingga kualitas airmenjadi sangat penting untuk kesehatan pasien. Air untukdialisat harus diolah, mengalami proses filtrasi, pelunakandan deionisasi, terakhir dimurnikan dengan prosesreverse osmosis. Reverse osmosis merupakan proses yangmendorong air melewati membran semipermiabel padatekanan yang sangat tinggi untuk membuang kontaminanmikrobiologis dan lebih dari 90% ion terlarut. Standar organisasi internasional untuk kualitas kimiaair pada hemodialisis telah dipakai secara luas. Denganpenggunaan dialiser yang kemampuan filtrasinya tinggi,diperlukan air dialisat ultra pure.AW yang berasal dariperusahaan air minum dapat mengandung berbagai

2196 NEFROUROLOGI Hipotensi saat HD dapat dicegah dengan melakukan PGK. Beberapa strategi kardioprotektif konvensional antaraevaluasi berat badan kering dan modifikasi dari ultrafiltrasi, lain obat angiotensin converting enzyme-inhibitor (ACE-I),sehingga diharapkan junnlah cairan yang dikeluarkan lebih Angiotensin Receptor Blocker{ARB), penurun lipid, aspirin,banyak pada awal dibandingkan di akhir dialisis. Cara penghambat beta adrenergik. Berbagai teknik dialisislain yang dapat dilakukan adalah ultrafiltrasi bertahap/ seperti pemakaian dialiser high flux, HD jangka panjang,sekuensial yang dilanjutkan dengan dialisis, mendinginkan HD setiap hari, hemodiafiltrasi, telah berhasil menurunkandialisat selama dialisis berlangsung, dan menghindari morbiditas dan mortalitas.makan berat selama dialisis. KESIMPULAN Kram otot juga sering terjadi selama dialisis danpenyebabnya masih belum jelas. Beberapa faktor pencetus Saat ini hemodialisis merupakan salah satu pengobatanyang dihubungkan dengan kejadian kram otot ini adalah pengganti ginjal yang paling banyak dipakai. Walaupunadanya gangguan perfusi otot karena pengambilan cairan masih banyak kendala, tetapi hemodialisis sudah berhasilyang agresif dan pemakaian dialisat rendah sodium. memperpanjang umur pasien PGK tahap terminal danBeberapa strategi yang dipakai untuk mencegah kram memberikan kualitas hidup yang baik. Dialisis saat iniotot adalah mengurangi jumlah volume cairan yang masih tetap dikembangkan untuk mendapatkan cara yangdiambil selama dialisis, melakukan profiling ultrafiltrasi, lebih nyaman, lebih murah, dan efektif bagi pasien PGK.dan pemakaian dialisat yang mengandung kadar natriumtinggi atau modeling natrium. REFERENSI Reaksi anafilaktoid terhadap dialiser, terutama pada 1. Daugirdas JT. Physiologic Principles and Urea Kinetic Modeling.pemakaian pertama, sering dilaporkan terjadi pada In: Daugirdas JT, Blake PG, Ing TS, eds. Handbook of Dialysis. 4*membran bioinkompatibel yang mengandung selulosa. Ed. Philadelphia:LippincoottWilliann&Wilkins; 2007. p. 26-58.Reaksi terhadap dialiser dapat dibagi menjadi dua tipe, yaituA dan B. Pada reaksi tipe A terjadi reaksi hipersensitivitas 2. Hoenich NA, Ronco C. Selecting a dialyser;technical andintermediate yang diperantarai oleh IgE terhadap etilen clinical considerations. In: Nissenson AR, Fine RN, eds.oksida yang dipakai untuk sterilisasi dialiser yang baru. Handbook of Dialysis Therapy. 4\"^ Ed. Philadelphia:Elsevier;Reaksi ini biasanya muncul segera setelah terapi dimulai 2008, p. 263-78.(dalam beberapa menit pertama) dan dapat berkembangmenjadi reaksi anafilaksis yang full-blown jika dialisis 3. Hoenich NA, Levin R. Water treatment for dialysis: technologytidak segera dihentikan. Untuk mengatasinya, dapat and clinical implications. In: Ronco C, Cruz DN, eds.diberikan steroid atau epinefrin apabila gejala klinisnya Hemodialysis - From Basic Research to Clinical Trials. Vol. 161.berat. Reaksi tipe B terdiri dari kumpulan gejala dari nyeri Karger: 2008. p. 1-6.dada dan punggung yang tidak spesifik yang mungkindisebabkan oleh aktivasi komplemen dan pelepasan 4. Kotanko P, Kuhlmann MK, Levin NW. Hemodialysis:sitokin. Gejala-gejala ini biasanya terjadi dalam beberapa Principles and techniques. In: Foege J, Johnson RJ, Feehallimenit setelah dialisis dimulai dan akan membaik seiring J, eds. Comprehensive clinical nephrology 4\"\" Ed. St.Louis,dengan berlangsungnya dialisis. Missouri:Elsevier; 2010. p. 1053-9.KOMPLIKAS I JANGKA PANJANGPenyakit kardiovaskular menjadi penyebab utama kematianpasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) selain dari infeksi.Penyebab dasar penyakit kardiovaskular berkaitan denganfaktor risiko seperti diabetes melitus, inflamasi kronik,perubahan besar pada volume ekstraselular (terutamapada penambahan berat badan interdialitik yang besar),tatalaksana hipertensi yang tidak adekuat, dislipidemia,anemia, kalsifikasi vaskular, hiperhomosisteinemia, danmungkin juga diakibatkan oleh perubahan hemodinamikkardiovaskular selama dialisis berlangsung. Pada pasienPGK dikenal faktor risiko yang tradisional seperti yangdidapat dari penelitian Framingham dan faktor risikonon-tradisional atau yang berkaitan dengan dialisis atau

288 DIALISIS PERITONEALImam Parsudi, Parlindungan Siregar, Rully M.A. RoesliPENDAHULUAN seperti ureum, kreatinin, kalium dan toksin lajn yang dalam keadaan normal dikeluarkan melalui ginial, padaDialisis peritoneal (DP) sudah lama dikenal. Sarjana gangguan faal gjnjal akan tertimbun dalam plasma darah.pertama yang melakukan DP di klinik pada seorang pasien Karena kadarnya yang tinggi akan mengalami difusiuremia karena obstruksi ureter akibat kanker kandungan melalui membran peritoneum dan akan masuk dalamadalah Ganter (1923). Perkembangan selanjutnya memakan cairan dialisat dan dari sana akan dikeluarkan dari tubuh.waktu cukup lama dan baru Maxwell (1959) mengajukan Sementara itu setiap waktu cairan dialisat yang sudahteknik dialisis intermiten yang merupakan modifikasi dikeluarkan diganti dengan cairan dialisat baru.dari teknik yang diajukan Grollman, dkk (1951 ). Sampaisaat ini teknik ini masih tetap terpakai. Perkembangan Cairan Dialisatselanjutnya ditunjang dengan tersedianya antibiotik sertacairan dialisat komersial. Susunan cairan dialisat mengandung elektrolit dengan kadar seperti pada plasma darah normal. Komposisi Dialisis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis elektrolit cairan dialisat bervariasi. namun prinsipnyauntuk membantu penanganan pasien GGA (Gagal Ginjal kurang lebih seperti terlihat pada tabel 1. Pada umumnyaAkut) maupun GGK (Gagal Ginjal Kronik), menggunakan cairan dialisat tidak mengandung kalium, karenamembran peritoneum yang bersifat semipermeabel. tujuannya untuk mengeluarkan kalium yang tertimbunMelalui membran tersebut darah dapat difiltrasi. karena terganggunya fungsi ginjal. Bila DP dilakukanKeuntungan Dialisis Peritoneal (DP) bila dibandingkan pada pasien dengan kadar kalium dalam batas normal,dengan hemodialisis, secara teknik lebih sederhana, cukup untuk mencegah terjadinya hipokalemia. dalam cairanaman serta cukup efisien dan tidak memerlukan fasilitas dialisat dapat ditambahkan kalium 3,5-4,5 mEq/ literkhusus, sehingga dapat dilakukan di setiap rumah sakit. cairan dialisat.Pada saat ini pun DP masih menempati kedudukan cukuppenting untuk menangani kasus-kasus tertentu dalam Tiap 1 liter cairan dialisat mengandung: 5.650 gramrumah sakit besar dan modern. NaCI, 0294 gram CaCI^, 0,153 gram MgCI^, 4.880 gram Nalaktat dan 15.000 gram glukosa. Bila cairan dialisatPRINSIP DASAR DIALISIS PERITONEAL mengandung kadar glukosa lebih dari 1.5% kita sebut cairan dialisat hipertonik (2,5; 3,5; dan 4,25%). BerdasarkanUntuk dialisis p e r i t o n e a l akut biasa dipakai stylet- prinsip perbedaan tekanan osmotik, maka cairan dialisatcatheter (kateter peritoneum) untuk d i p a s a n g pada hipertonik ini dapat digunakan untuk mengeluarkan cairanabdomen masuk dalam kavum peritoneum, sehingga tubuh yang berlebihan. Heparin ditambahkan dalam cairanujung kateter terletak dalam kavum Douglasi. Setiap kali dialisat dengan tujuan untuk mencegah pembentukan2 liter cairan dialisis dimasukkan dalam kavum peritoneum fibrin yang dapat mengganggu aliran cairan, biasanyamelalui kateter tersebut. Membran peritoneum bertindak diberikan pada permulaan dialisat dengan dosis 500-1000sebagai membran dialisis yang memisahkan antara cairan U tiap 2 liter cairan.dialisis dalam kavum peritoneuiYi dan plasma darah dalampembuluh darah di peritoneum. Sisa-sisa metabolisme Indikasi Pemakaian Dialisis Peritoneal Dialisat peritoneal dapat digunakan pada pasien : 2197

2198 NEFROUROLOGI1. Gagal ginjal akut (dialisat peritoneal akut) Gangguan metabolisme karbohidrat perlu2. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit atau asam diperhatikan terutama pada penyandang DM berupa hiperglikemia tak terkendali dan basa. kemungkinan dapat juga terjadi hipoglikemia3. Intoksikasi obat atau bahan lain post dialisis.4. Gagal ginjal .kronik (dialisat peritoneal kronik) Kehilangan protein yang terbuang lewat cairan5. K e a d a a n klinis lain di m a n a DP t e l a h t e r b u k t i dialisat. Sindrom disequilibrium. Sindrom ini terdiri atas manfaatnya. kumpulan gejala-gejala berupa sakit kepala, muntah, kejang, disorientasi, hipertensi, kenaikanKontraindikasi Dialisais Peritoneal tekanan cairan serebrospinal, koma, dan dapat menyebabkan kematian pasien. Komplikasi ini1. Kontraindikasi absolut: tidak ada dapat terjadi pada pasien dengan kadar ureum2. Kontraindikasi relatif : keadaan-keadaan yang tinggi, di mana koreksi kelainan biokimiawi terjadi terlalu cepat dan lebih sering terjadi pada pasien kemungkinan secara teknis akan mengalami kesulitan dengan overhidrasi. Patogenesis sindrom ini atau memudahkan terjadinya komplikasi seperti gemuk belum diketahui dengan pasti. Salah satu teori berlebihan, perlengketan peritoneum, peritonitis yang banyak dianut adalah karena lambatnya lokal, operasi atau trauma abdomen yang baru saja koreksi/penurunan ureum dalam otak dan cairan terjadi, kelainan intraabdomen yang belum diketahui serebrospinal bila dibandingkan dengan darah. sebabnya, luka bakar dinding abdomen yang cukup Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perbedaan luas terutama bila disertai infeksi atau perawatan yang tekanan osmotik dengan akibat edema otak. Teori tidak adekuat.Salah satu cara yang sering digunakan lain: teori hipoglikemia, perubahan pC02 dan pH. untuk menilai efisiensi DP adalah dengan menentukan pergeseran elektrolit ovemidrasi, dan kenaikan peritoneal clearance (klirefis peritoneal) d e n g a n perbandingan K/Ca serum, rumus: c. Komplikasi radang Cp = U X V Infeksi alat pernapasan. biasanya berupa P pneumonia atau bronkitis purulenta. Sepsis lebih sering terjadi pada pasien denganCp : Peritoneal Clearance infeksi fokal di luar peritoneum seperti pneumoniaU : Konsentrasi zat tersebut dalam cairan dialisat yang atau pielonefritis. Peritonitis. keluar dari kavum peritoneum (mg%).p : Konsentrasi zat tersebut dalam darah atauplasma INDIKASI DP PADA GAGAL GINJAL AKUT (mg%) Pasien GGA dapat dilakukan DP atas dasar:V : Volume cairan dialisat tiap menit (ml) 1. DP pencegahan : DP dilakukan setelah diagnosis GGA Faktor yang mempengaruhi klirens peritoneum ditegakkan.adalah besar kecilnya molekul, kecepatan cairan dialisat, 2. DP dilakukan atas indikasi :equilibration-tinne (dwell time = lamanya cairan dialisatberada dalam kavum peritoneum), suhu cairan dialisat, Indikasi klinis : keadaan umum jelek dan gejalatekanan osmosis cairan dialisat, permeabilitas peritoneum, klinis nyata.dan aliran darah dalam kapiler peritoneum. Indikasi biokimiawi: Ureum darah >200 mg%, Kalium <6 mEq/L, H C 0 3 < 10-15 mEq/L, pH <KOMPLIKASI DIALISIS PERITONEAL 7,1.Komplikasi DP dapat berupa komplikasi mekanis dan PERBEDAAN DP DAN HD PADA PASIEN GGKkomplikasi radang.a. Komplikasi mekanis Dialisis pada pasien GGA dapat dilakukan dengan DP atau HD tergantung keadaan/ kondisi pasien dan fasilitas Perforasi organ abdomen (usus, aorta, kandung yang tersedia. Pada saat ini RS yang cukup besar biasanya kencing, atau hati). tersedia DP maupun HD. Pada salah satu pasien dapat lebih Perdarahan yang kadang-kadang dapat menyumbat kateter. Gangguan drainase (aliran cairan dialisat) Bocornya cairan dialisat Perasaan tidak enak dan sakit dalam perut.b. Komplikasi metabolik Gangguan keseimbangan cairan, eiek- tronit dan asam basa.

HIPERALDOSTERONISME PRIMER 2199menguntungkan bila dilakukan DR sedang yang lain lebih dialisis dalam kavum peritoneum (dwell-time) lebih daribaik bila dilakukan HD. Stewart dkk (1966) menemukan 4 j a m . Pada umumnya dwell-time pada waktu siang 4-6bahwa dari kasus-kasus GGA, 20% lebih baik bila dilakukan jam, sedangkan waktu malam 8 jam. CAPD memberikanDR 20% lebih baik bila dilakukan HD dan sisanya 60% sama klirens ureum sama dengan yang dicapai HD 15 jam perbaiknya apakah dilakukan DP atau HD. minggu, namun klirens solut dengan Berat Molekul antara 1.000 -5.000 Dalton (middle molecule) 4-8x lebih besar DP merupakan tindakan yang lebih sederhana, dari HD. Middle molecule dianggap sebagai bahan toksinbaik alat maupun prosedur pelaksanaannya dan dapat uremik yang diduga bertanggung jawab terhadap sindromdilakukan di setiap RS tanpa fasilitas khusus. Cepat uremia. CARD terbukti dapat mengendalikan keluh kesahdapat dikerjakan tanpa persiapan sebelumnya dan dapat dan gejala uremia dengan baik. namun penurunandilakukan dalam beberapa menit setelah dilakukan konsentrasi toksin metabolik uremia tidak cepat, sehinggakeputusan untuk melakukan dialisis. Persoalan waktu ini CAPD sebaiknya dimulai setelah dicapai pengendaliankadang-kadang sangat penting artinya seperti misalnya adekuat intoksikasi metabolik akut dengan teknik dialisisdalam menghadapi pasien dengan hiperkalemia berat. lain yang lebih efisien (HD atau IPD).DP merupakan dialisis pilihan pada keadaan-keadaanberikut: Saat ini CARD dianggap sebagai salah satu bentuk dialisis yang sudah mantap dan merupakan dialisis Bila penggunaan antikoagulan merupakan pilihan bagi pasien yang amat muda, usia lanjut dan kontraindikasi. penyandang diabetes melitus. Sisanya pemilihan antara Pasien dengan perubahan volume darah tiba-tiba CAPD dan HD tergantung dari fasilitas dialisis, kecocokan yang tidak diinginkan (hemodinamik tidak stabil). serta pilihan pasien. Kesederhanaan. keamanan hidup• Pasien dengan tekanan darah tidak stabil atau dalam tanpa mesin, perasaan nyaman, keadaan klinis yang keadaan pre-shock. baik, kebebasan pasien merupakan daya tarik CARD Bayi, anak kecil dan pada usia lanjut yang secara teknis bagi dokter maupun pasien. Problem utama sampai HD sukar dilakukan. saat ini yang masih memerlukan perhatian adalah kom- Pasien memerlukan pengeluaran cairan tubuh yang plikasi peritonitis, meskipun saat ini dengan kemajuan sangat besar karena overhidrasi berat. teknologi angka kejadian peritonitis sudah dapat Bila kanulasi pembuluh darah tidak memungkinkan. ditekan sekecil m u n g k i n . Patient survival CAPD 1-5 Pada pankreatitis akut baik disertai komplikasi GGA tahun berturut- turut 99,77,67,60, dan 42%, sedangkan maupun tidak. technical survival berturut-turut 77,58,46,40, dan 2 1 % .CONTINOUSAMBULATORYPERITONEALDIALYSIS PROSEDUR CAPD DAN DIALISAT(CAPD) ProsedurCAPD adalah salah satu bentuk DP kronik untuk pasiendengan gagal ginjal terminal (GGT). GGT adalah merupakan CARD adalah suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensistadium akhir GGK saat pasien sudah tidak dapat lagi rendah sehingga bila tidak dilakukan 24 jam per hari dandipertahankan secara konservatif dan memerlukan terapi 7 hari per minggu tidak adekuat untuk mempertahankanpengganti (renal replacement therapy). Terapi pengganti pasien GGK stadium akhir Kebanyakan pasien memerlukandapat berupa dialisis kronik atau transplantasi ginjal. rata-rata 4 kali pergantian per hari. Saat pergantianDialisis kronik dapat berupa HD dan DR DP dapat berupa: disesuaikan dengan waktu yang paling enak bagi pasiena). Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD). IPD dilakukan dengan sarat dwell time tidak boleh kurang dari 4 j a m3-5 kali perminggu dan tiap kali dialisis selama 8-14 karena dalam waktu 4 jam baru akan terjadi keseimbanganjam. Jadi pada prinsipnya sama seperti HD kronik hanya kadar ureum antara plasma darah dan cairan dialisat.waktu yang diperlukan setiap kali dialisis lebih lama Ultrafiltrasi diperlukan untuk mengeluarkan cairan darikarena efisiensinya jauh di bawah HD; b). Continous Cyclic badan dan dapat dicapai dengan cairan dialisat hipertonik.Peritoneal Dialysis (CCPD). CCRD dilakukan tiap hari dan Ultrafiltrasi sebanyak 2.000 mL dapat dicapai dengan 2 kalidi- lakukan waktu malam hari, penggantian cairan dialisis per- gantian dengan cairan dialisat 4,25%. Bila ultrafiltrasisebanyak 3-4 kali. Cairan dialisis terakhir dibiarkan dalam kita lakukan terlalu cepat dapat terjadi kram, mual, muntah,kavum peritoneum selama 12-14 jam. Pada waktu malam dan hipotensi ortostatik.cairan dialisis dibiarkan dalam kavum peritonium selama27/2 -3 j a m ; c). Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis Cairan Dialisat(CAPD). (Popovich & Moncrief, 1976), CAPD dilakukan 3-5kali per hari, 7 hari per minggu dengan setiap kali cairan Cairan dialisat yang ada pada saat ini di Indonesia terdiri atas 3 macam cairan yaitu dengan kadar dekstrosa 1,5%,

2200 NEFROUROLOGI2,5% dan 4,25% dalann kantong plastik 2 liter. Susunan diduga karena kenaikan ekskresi kalium melalui tinja.cairan dialisat sama dengan susunan elektrolit plasma Kalium menunjukkan balans positif dan setelah 6 bulandarah normal tanpa kalium dengan osmolalitas lebih dengan CARD terlihat menurunnya hormon paratiroid.tinggi dari plasma lOsmolalitas plasma 280 mOsm/L) dan CARD tidak dapat mengeluarkan fosfat yang adaditambah laktat (label 1). Bila pasien normokalemia atau dalam makanan sehingga masih memerlukan obathipokalemia, perlu penambahan:1 KCI sampai konsentrasi pengikat fosfat dengan dosis kecil. Bikarbonat dengan4 mEq/L untuk mencegah hipokalemia berat. konsentrasi laktat dalam cairan dialisat 35 mEq/L akan menyebabkan serum bikarbonat naik dari rata-rata 18 Heparin perlu ditambahkan bila ada peritonitis atau mEq/L menjadi 22,23 mEq/lcairan dialisat mengandung fibrin atau protein terlalu 3. Hemoglobin dan Hematokrit. Selama kurang lebih 3banyak untuk mencegah tersumbatnya kateter dengan bulan setelah CARD terjadi kenaikan Hb dan ini akandosis 1.000 -2.000 USP units per liter cairan dialisat. terus naik sampai mencapai nilai tertentu setelah bulan kesepuluh dan akhirnya diikuti penurunanKONTRAINDIKASI CARD dan pada umumnya stabil pada kadar 8 g/dl. Ini disebabkan kemungkinan karena pengambilan bahanKontraindikasi CARD adalah penyakit diskus lumbalis, toksik metabolik sehingga memungkinkan sumsumhipertrigl (seridemia familial, hernia pada dinding tulang bereaksi terhadap kenaikan eritropoietinabdomen (perlu perbaikan dulu) dan pasien yang tidak yang biasa terjadi pada pasien uremia dan ini akanbisa bekerjasama. Hati- hati melakukan CARD bila ada menyebabkan kenaikan Hb dan Ht. Akan tetapi setelahperlengketan yang luas, distensi usus, kelainan abdomen Hb naik. pacuan pada sistem eritropoietin menurunyang belum terdiagnosis, luka bakar, dll. dan bila perbandingan antara eritropoietin dan zat toksik metabolik kembali ke nilai semula, Hb dan HtHASIL PENGENDALIAN CARD akan kembali turun.1. BUN dan Kreatinin. Rasien dengan klirens kreatinin 2-5 4. Protein Plasma dan Hilangnya Protein. Serum protein cc/menit dengan CARD selama 2-3 minggu, BUN = pada umumnya stabil pada nilai rendah normal 50 + 5 m g % dan kreatinin plasma kurang dari 12 mg%. dengan kadar albumin rata-rata 3.5 ± 0.8 mg%. Ini CARD mempertahankan kedua parameter tersebut disebabkan karena hilangnya protein melalui membran lebih rendah dari pada IPD. peritoneum selama CARD dan 75% dari protein yang hilang adalah albumin. Di samping protein (5-15 per2. Air Elektrolit dan Bikarbonat. hari) pasien CAPDjuga akan kehilangan asam amino Air dan natrium. Ultrafiltrasi sebanyak 2 liter per hari sebanyak 2-3 gram per hari. Kehilangan protein dapat dicapai dengan menggunakan 3 kali pergantian tergantung antara lain dari kadar dekstrosa cairan dengan dekstrosa 1,5% dan 2 kali pergantian dengan dialisat dan pernah tidaknya menderita peritonitis dekstrosa 4,25%. Setiap hari dapat dikeluarkan 3-4 sebelumnya. gram Natrium sehingga keseimbangan Na dapat dicapai dengan mudah. Kebanyakan pasien dengan 5. G l u k o s a D a r a h . G l u k o s a d a r a h y a n g m a s u k ke CARD tidak membutuhkan pembatasan air dan dalam plasma selama CARD antara 150-200g dan garam. ini lebih kecil dari pada IPD. Pada pasien tanpa DM Elektrolit. Elektrolit dengan cepat mencapai normal pada umumnya tidak menyebabkan hiperglikemia. dan sesudah 2 minggu CARD dicapai kadar Na = 138 :t Banyaknya glukosa yang masuk dalam darah ini 3 mEq/L; CI = 100 :t 5 mEq/L; K = 4,1 :t 0,4 mEq/L dan yang sering dikaitkan dengan terjadinya kenaikan HC03 = 25 : t 4 mEq/L. Rada beberapa pasien terjadi berat badan dan kolesterol serta trigliserida darah. hipokalemia ringan dan memerlukan penambahan Pada peyandang DM kadar glukosa darah dapat kalium per oral. Rengambilan solut tergantung dari dikendalikan dengan pemberian insulin intraperitoneal konsentrasi dekstrosa dalam cairan dialisat. Kenaikan atau kombinasi intraperitoneal dan subkutan. pengambilan solut oleh cairan hipertonik tidak hanya karena volume yang dikeluarkan lebih banyak tetapi 6. Kolesterol dan Trigliserida Pasien dengan CARD juga oleh pengaruh solvent drag (label 2). menunjukkan kenaikan kedua parameter tersebut Meskipun relatif hanya sedikit kalium yang diambil dan diduga berkaitan dengan penyerapan glukosa waktu CARD (18 mEq/L) perhari, sedangkan pasien ke dalam plasma. Dianjurkan sedapat mungkin tidak tanpa pembatasan pemasukan kalium (50-80 mEq per menggunakan cairan dialisat hipertonik. hari), kadar kalium plasma darah tetap normal. Hal ini 7. T e k a n a n D a r a h . P e n g e n d a l i a n e d e m a a k a n berhubungan dengan penuru nan tekanan darah dan ini terjadi bila digunakan cairan dialisat hipertonik.

HIPERALDOSTERONISME PRIMER 2201EFEK PSIKOSOSIAL PASIEN DENGAN CAPD Peritonitis adalah komplikasi yang sering dijumpaiKeuntungan yang paling utama pasien GGK stadium meskipun saat ini di beberapa pusat ginjal angka kejadianakhir dengan CAPD adalah hidup tanpa mesin yangmemberikan kebebasan yang lebih dari pada terapi lain. peritonitis menurun sampai serendah 1 episode everyKesederhanaan, keamanan, hidup tanpa mesin, perasaannyaman, keadaan klinis yang baik, kebebasan, pasien biaya 4 patients years dan penurunan ini terutama karenayang relatif murah merupakan daya tarik CAPD baik bagidokter maupun pasien. lebih baiknya seleksi dan latihan pasien serta kemajuan Rehabilitasi pasien dengan CAPD ter nyata sama saja teknologi seperti connector, in tine fitters dan y tubing.dengan pasien teknik lain. Telah dilaporkan beberapaperubahan fisis ke arah perbaikan antara lain menstruasi Gejala dan keluh kesah pasien terbanyak adalah keruhnyadapal teratur, nafsu seks kembali, gatal-gatal menghilang,tumbuhnya rambut di ketiak dan dada, perubahan warna cairan dialisat serta sakit abdomen. Di samping itu dapatdan kekeringan kulit dan lain sebagainya. Pada pasiendengan umur di bawah 50 tahun, CAPD tidak mengganggu pula disertai mual, muntah, panas, menggigil maupundan mengurangi kepuasan hubungan kelamin, sedangkandi atas umur 50 tahun terjadi penurunan aktivitas seks diare. Gejala fisis yang dapat dijumpai adalah keteganganmungkin karena penyakit kroniknya. dinding perut, kenaikan temperatur dan leukositosis.DIET PASIEN DENGAN CAPDTidak ada pembatasan ketat yang harus dilakukan Penyebab kuman paling sering adalah Staphytococcusterhadap diet pasien dengan CAPD namun perluditekankan pentingnya pengertian hubungan antara aureus dan epidermidis (40-60%) yang merupakan gramintake dan output, keseimbangan cairan dan elektrolitdan pengambilan produk metabolik oleh dialisis. Untuk positif, 20-40% disebabkan gram negatif dan sisanya karenamenghindari balans. Nitrogen negatif, diet dianjurkandengan protein tinggi (minimal 1,2 gram/kgBB/hari) dan fungi dan aseptik. Bila ada gejala- gejala peritonitis, segeraenergi tinggi. Balans negatif pada pasien CAPD disebabkankarena hilangnya protein (6-8 g/hari) dan asam amino (2-3 dibuat kultur dan uji kepekaan. Sementara menunggugram per hari), peritonitis, penurunan asupan prolein dankalori yang umumnya terlihat setelah CAPD berlangsung hasil laboratorium, dapat diberikan kombinasi sefalosporin1 tahun dan adanya pacuan kronik terhadap katabolismeprotein. (untuk gram positif) dan tobramisin (untuk gram negatif)KOMPLIKASI intraperitoneal dan diberikan setiap pergantian cairanKomplikasi CAPD dapat kita bagi menjadi komplikasi teknis dialisat. Dosis antibiotik untuk mengatasi peritonitis yangdan komplikasi medis. diberikan intraperitoneal adalah sebagai berikut: (mg/LKomplikasi Teknis pada umumnya bukan merupakankomplikasi serius dan mudah diatasi, terdiri antara lain cairan dialisat), Metisilin (200), karbenisilin (200), sefalotinbocornya cairan dialisat, sumbatan pada saat masuk ataukeluarnya cairan dialisat, kesalahan letak kateter, dan lain (200), sefoksitin (100), Vankomisin (20), Kanamisin .(20),sebagainya. Gentamisin (10), Tobramisin (10), Amikasin (20), klindamisinKomplikasi Medis pada umumnya dapat di atasi denganmudah. Komplikasi ini antara lain hipotensi, keluhan (20), kloramfenikol (20) dan amfoterisin (1-20).gastrointestinal (mual, tumpah, hilangnya nafsu makandll), sakit sendi dan sakit tulang punggung,kram, perasaan REFERENSIlelah, infeksi kulit sekitar tempat masuknya kateter,perasaan sakit di abdomen dan peritonitis. Beardsworth SF. Practical peritoneal dialysis. In: Nolph, KD (ed) Peritoneal Dialysis. John Wright & Sons Lid, Bristol, 1994. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers; 1989. Boen ST. Peritoneal dialysis in clinical medicine. Charles C. Springfield, Illinois, USA : Thomas Publisher; 1964. Boner G. Peritonitis and exit-site infections. Prospective and advances in clinical nephrology Continuing medical education program, XIV th International Congress of Nephrology 25-29 May Sydney 1997; 188-192. Burkart J.M. Diagnosis of peritonitis in continuous peritoneal dialysis. Up To Date, 13.3, 2005, CD-ROM. Cancarini GC. The future of peritoneal dialysis: Problems and hopes. Nephrolog. Dial. Transplant, 1997; 12(Suppl-1) 83-8. Keane WF, Alexander SR, Bailie GR, Boeschoten E, Gokal R et al. Peritoneal dialysis -related peritonitis. Treatment recommendation: 1996 update. Peritoneal Dialysis Int, 1996; 16,557-573. Khanna R, Nolph KD and Oreopoulos, DG. The Essentials of Peritoneal Dialysis. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands: 1993. Khanna R. Peritonitis during continous ambolutory peritoneal dialysis. New trends. In: Asian Nephrology Edited by Chungh, K.S. Dehli.Oxford University Press; 1994; 571-82. Nizar A Gokal R. An overview of continous ambulatory peritoneal dialysis. In: Asian Nephrology Edited by Chungh, KS. Delhi. Oxford University Press; 1994; 541- 7. Nolph KD. Peritoneal dialysis. In. DrukkerW, Parson FM and Maher JF (eds). Replacement of Renal Function by Dialysis. The Hague : Martinus Nijhoff Medical Division; 1978.

2202 NEFROUROLOGIPiraino B., Bailie GR., Bernardini J., Boeschoten E., Gupta A., Holmes C, Kuijper EJ., Li PK., Lye WC, Mujais S., Paterson DL, Fontan MP, Ramos A., Schaefer F., Uttley L. Peritoneal dialysis-related infections recommendations: 2005 update. Perit Dial Int 2005, 25(2):10731-.Prichard SS. Peritoneal dialysis and hemodialysis, are they comparable. Nephrolog Dialysis Transplant, 1979; 12(suppl 1):657-.

289 PRIMERHIPERALDOSTERONISME Ginova NainggolanPENDAHULUAN dan selanjutnya laporan kejadian hiperaldosteronismeHipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menjadi sedikit. Saat ini tindakan diagnostik untukmelebihi tekanan darah normal seperti apa yang telahdisepakati oleh para ahli yaitu lebih dari atau sama dengan deteksi adanya hiperladosteronisme dipermudah dengan140/90 mmHg (JNC-7). Hipertensi dapat diklasifikasikansebagai hipertensi primer atau hipertensi esensial, yang memeriksa rasio aldosteron renin {Aldosteron-reninmerupakan 95% dari seluruh pasien hipertensi, danhipertensi sekunder. Hipertensi sekunder antara lain ratio = ARR) dan p e m e r i k s a a n ini tidak m e m e r l u k a nadalah penyakit renovaskular, penyakit ginjal kronik,feokromositoma, hiperaldosteronisme primer, hipertensi penghentian obat antihipertensi. Saat ini banyak laporanmonogenik atau penyebab lain yang diketahui. yang menunjukkan kejadian hiperaldosteronisme primer Hiperaldosteronisme primer adalah sindrom yangdisebabkan oleh hipersekresi aldosteron yang tak berkisar antara 5-10%.terkendali umumnya berasal dari kelenjar korteks adrenal.Hiperladosteronisem primer secara klinis dikenal dengan Hasil ini didapatkan dengan memeriksa semua pasientriad terdiri dari hipertensi, hipokalemi dan alkalosismetabolik. Sindrom ini dilaporkan pertama kali tahun 1955 hipertensi terhadap kemungkinan hiperaldosteronismeoleh Conn. Sindrom ini disebabkan oleh hiperplasi kelenjarkortek adrenal, adenoma unilateral atau karsinoma primer. Pada pasien ini tidak didapatkan hipokalemia.adrenal. Tetapi peningkatan insidens hiperaldosteronisme primerINSIDENS yang dilaporkan sebagian besar disebabkan peningkatanSemakin banyak laporan yang menunjukkan adanyapeningkatan insidens hiperladosteronisme primer di insidens kejadian hiperplasi adrenal dimana terapi yangmasyarakat. Pada awalnya hiperaldosteronisme dicurigaibila didapatkan hipertensi dengan hipokalemia dan dengan dibutuhkan cukup dengan obat antagonis aldosteron.kriteria ini insidens hiperaldosteronisme dilaporkan berkisar1 -2% dari populasi hipertensi. Dahulu kecurigaan terdapat GEJALA DAN TANDAhiperaldosteronisme bila didapatkan hipokalemia padapasien hipertensi dan untuk tindakan diagnostik perlu Hipokalemia membuat pasien mengeluh adanya rasapenghentian terapi antihipertensi selama 2 minggu, hal yang lemas dan tekanan darah biasanya tinggi dan sukarsulit dilakukan bila tekanan darah pasien sukar dikendalikan. dikendalikan. Pada pasien tanpa hipokalemia tidakHal ini menyebabkan tindakan diagnostikjarang dilakukan terdapat gejala lemas. PATOFISIOLOGI Sel kelenjar adrenal yang mengalami hiperplasia atau adenoma menghasilkan hormon aldosteron secara berlebihan. Peningkatan kadar serum aldosteron akan merangsang penambahan jumlah saluran natrium yang terbuka pada sel prinsipal membran luminal dari duktus kolektikus bagian kortek ginjal. Akibat penambahan jumlah ini, reabsorbsi natrium mengalami peningkatan. Absorbsi natrium juga membawa air sehingga tubuh menjadi cenderung hipervolemia.

2204 NEFROUROLOGI Sejalan dengan ini, lumen duktus kolektikus ini berubah bermakna untuk terdapatnya hiperladosteronisme. Perlumenjadi bermuatan lebih negatif yang mengakibatkan diperhatikan pada penghitungan ARR sangat tergantungkeluarnya ion kalium dari sel duktus kolektikus masuk pada nilai PRA. Bila menggunakan reagen yang dapatke dalam lumen tubuli melalui saluran kalium. Akibat mengukur kadar PRA konsentrasi rendah maka rasiopeningkatan ekskresi kalium di urin, terjadi kadar kalium aldosteron/PRA akan semakin besar Karena itu disarankandarah berkurang. Peningkatan ekskresi kalium juga dipicu menggunakan reagen yang dapat mengukur kadar PRAoleh peningkatan aliran cairan menuju tubulus distal. Hal yang rendah.ini mengakibatkan tubuh kekurangan kalium dan timbulgejala seperti lemas. Kombinasi aldosteron plasma 20 ng/dl (555 pmol/L) dan ARR > 30 memiliki spesifisitas dan sensitifitas 90% Hipokalemi yang terjadi akan merangsang peningkatan untuk mendeteksi hiperaldosteronisme.ekskresi ion-H di tubulus proksimal melalui pompa NH3\"*\",sehingga reabsorbsi bikarbonat meningkat di tubulus Peningkatan serum aldosteron dan ARR saja tidakproksimal dan kemudian terjadi alkalosis metabolik. berarti didapatkan hiperladosteronisme primer. PerluHipokalemi bersama dengan hiperaldosteron juga akan dilakukan pemeriksaan untuk menunjukkan adanya sekresimerangsang pompa H-K-ATPase di tubulus distal yang kelenjar adrenal yang berlebihan. Untuk itu dilakukanmengakibatkan peningkatan ekskresi ion-H, selanjutnya akan tes supresi kelenjar aldosteron dengan memberikanmemelihara keadaan alkalosis metabolik pada pasien ini. garam NaCI. Terdapat dua cara melakukan tes supresi yaitu secara oral dan pemberian NaCI isotonis. Pada tes Kadar renin plasma pada pasien ini sangat rendah. supresi oral diberikan diet 5 g/NaCI per oral denganHipervolemia yang terjadi akibat reabsorbsi natrium pemberian selama tiga hari. Setelah hari ketiga dilakukandan air yang meningkat akan menekan produksi renin pengumpulan urin selama 24 jam untuk mengukur kadarsehingga kadar renin plasma tertekan. Hal ini berbeda natrium, kalium dan aldosteron dalam urin. Kadar natriumdengan hiperaldosteronisme sekunder dimana terjadi dalam urin harus lebih dari 200 meq yang menandakanpeningkatan kadar renin maupun aldosteron darah. diet tinggi natrium yang diberikan telah cukup adekuat.Hiperaldosteronisme sekunder didapatkan pada hipertensi Kadar aldosteron urin lebih dari 14 |jgr/24 j a m atau 39renovaskular atau pemberian diuretik pada pasien nmol/24jam sesuai dengan hiperaldosteronisme primerhipertensi. Tes supresi kedua yaitu dengan pemberian 2 liter NaCI isotonis dalam waktu 4 jam dengan posisi pasien tidur Hipertensi yang terjadi pada pasien ini sebagian besar terlentang. Bila kadar aldosteron plasma lebih dari 10disebabkan oleh hipervolemia yang menetap. ng/dl atau lebih dari 277 pmol/L, sesuai dengan adanya hiperaldosteronisme primerDIAGNOSIS Diagnostik lain adalah dengan terdapatnyaTindakan diagnosis pada hiperladosteronisme primer peningkatan ekskresi kalium dalam urin 24 jam (> 30terdiri dari tahap menentukan adanya hiperaldosteronisme meq/L). Syarat pemeriksaan ini adalah pasien tidak bolehprimer dan mengetahui kausanya. Bila dicurigai terdapat dalam keadaan hipovolemia atau dalam keadaan diethiperaldosteronisme primer maka dilakukan pemeriksaan rendah natrium (kadar Natrium urin kurang dari 50 meqserum aldosteron dan Plasma Renin Activity (PRA) secara per 24 jam).bersamaan. Pemeriksaan ini dilakukan pagi hari dan tidakperlu pasien harus berbaring. Sebelum tes dilakukan perlu Pemeriksaan lain pada hiperladosteronisme primerdiketahui apakah pasien sedang mengkonsumsi obat yang adalah pemeriksaan analisis gas darah yang menunjukkandapat mempengaruhi hasil pemeriksaan seperti antagonis gambaran alkalosis metabolik yang disebabkanaldosteron, yang harus dihentikan 6 minggu sebelum peningkatan reabsorbsi bikarbonat di tubulus proksimaldilakukan pemeriksaan. Penggunaan antihipertensi karena peningkatan kadar aldosteron.dilaporkan tidak mempengaruhi hasil pemeriksaan kecualiACE Inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker perlu Dahulu kecurigaan hiperaldosteronisme primer biladicatat. Pada pasien yang menggunakan ACE Inhibitor didapatkan pasien hipertensi dengan hipokalemia atauatau ARB, hasil PRA yang tidak terdeteksi menunjukkan adanya gejala lemas. Saat ini dengan semakin banyaknyaterdapat hiperladosteronisme. laporan peningkatan kejadian hiperaldosteronisme maka kriteria pasien yang perlu dilakukan skrining Rasio antara kadar aldosteron dalam plasma (ng/dl) diperluas. Pasien yang perlu dilakukan penyapihan untukdengan kadar renin dalam plasma (ng/ml per jam) yang mengetahui adanya hiperaldosteronisme primer adalahdisebut sebagai rasio aldoteron renin {Aldosteron Renin pasien hipertensi derajat 1 dengan kriteria usia < 30 tahun,Ratio=ARR) memiliki nilai diagnostik yang bermakna. Nilai tidak terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga dan tidakARR> 100 dianggap sebagai nilai diagnostik yang sangat obes. Dilain pihak tes penyapihan pada semua pasien hipertensi tidak dianjurkan. Walaupun saat ini dilaporkan adanya peningkatan kejadian hiperaldosteronisme primer

HIPERALDOSTERONISME PRIMER 2205di masyaralot tetapi hasil skrining tersebut nnenunjukkan jangka panjang, walaupun harganya relatif mahal. Selainpeningkatan populasi hiperplasia adrenal yang cukup terapi farmakologi perlu dikurangi asupan garam dalamditerapi dengan pemberian antagonis aldosteron. makanan, berolahraga secara teratur, menormalkan beratDengan melakukan skrining hiperladosteronisme pada badan dan menghindari konsumsi alkoholsemua pasien hipertensi proporsi adenoma lebih sedikit(dari 60-70% menjadi 25%) dibandingkan bila dilakukan Bila pasien tidak toleran dengan spironolakton, dapatskrining pada pasien dengan hipokalemia atau hipertensi diberikan amiloride hingga dosis 15 mg dua kali sehari.resisten. Amiloride hanya dipakai untuk menormalkan kadar kalium dan tidak dapat menurunkan tekanan darah oleh karena Pasien yang juga memerlukan tes penyapihan adalah itu perlu ditambahkan obat antihipertensi lain. Perluhipertensi dengan hipokalemia, pasien hipertensi berat diperhatikan bahwa pada terapi ini kadar aldosteron dalamdan adrenal insidensstaloma. Adrenal insidensstaloma darah tetapi tinggi dan dalam jangka panjang dikhawatirkanadalah ditemukannya pembesaran kelenjar adrenal secara hal ini dapat menimbulkan gangguan pada jantung.tidak sengaja pada pemeriksaan CT Scan/MRI abdomen. ADENOMA PRODUCING ALDOSTERON Pemeriksaan berikutnya adalah untuk menentukansubtipe hiperaldosteronisme primer Terdapat tiga subtipe Pengobatan yang terbaik pada adenoma adrenalyaitu adenoma (APA= Aldosteron producing adenoma), (pembesaran unilateral) adalah dengan melakukanhiperplasi adrenal dan karsinoma adrenal. Pemeriksaan adrenalektomi secara bedah konvensional ataupencitraan berupa CT-Scan atau MRI dapat membedakan pengangkatan dengan teknik laparoskopi. Adrenalektomiketiganya. Bila didapatkan ukuran kelenjar > 4 cm maka pada adenoma adrenal akan menormalkan kadarkecurigaan adanya karsinoma adrenal perlu dipikirkan. aldosteron plasma serta menormalkan tekanan darahBila didapatkan kelenjar adrenal membesar satu sisi maka tanpa membutuhkan spironolakton, suplementasidiagnostik terdapat APA. Bila didapatkan kedua kelenjar kalium atau obat antihipertensi yang lain. Tetapi padamembesar maka penyebab hiperaldosteronisme primer 40-60% pasien didapatkan tekanan darah tetap tinggiadalah hiperplasia adrenal. Pada keadaan sulit untuk pasca operasi. Pada kelompok dengan penggunaan obatmenentukan apakah terdapat hiperplasia atau adenoma antihipertensi kurang dari 2 dan tidak adanya riwayatmaka dilakukan pengukuran kadar aldosteron di vena hipertensi dalam keluarga dilaporkan tekanan darah akanadrenal. Pemeriksaan ini dilaporkan sulit dilakukan karena terkendali setelah operasi adrenalektomi. Sedangkan padaitu harus dilakukan oleh ahli yang berpengalaman untuk karsinoma kelenjar adrenal dilakukan adrenalektomi.pemeriksaan ini. Pasien dalam pemberian infus kontinuACTH 50 meg perjam ketika dilakukan pengambilan sample REFERENSIdarah vena. Juga diperiksa kadar kortisol untuk memastikandarah berasal dari vena adrenal. Bila didapatkan kadar Chobanion AV, Bakris GL, Black HR, et al. The seventh report of thealdosteron berbeda >4 kali maka di sisi tersebut terdapat joint national committee on prevention, detection, evaluationadenoma, sedangkan pada hiperplasia kelenjar adrenal and treatment of high blood pressure: The JNC 7 report. JAMA.kadar aldosteron pada dua sisi hampir sama. 2003,289:2560-72.PENGOBATAN Ganguly A. Primary aldosteronism. New Englj.Med. 1998;339:1828- 34.Tujuan terapi adalah menormalkan tekanan darah, serumkalium dan kadar serum aldosteron. Pada hiperplasi Kaplan NM. Primary aldosteronism. In: Kaplan NM, editor Kaplan'skelenjar aldosteron hal ini dicapai dengan dengan clinical hypertension. 8th edition. Philadelphia: Lippincottpemberian obat antagonis aldosteron. Pemberian Williams and Wilkins; 2002. p. 455-79.spironolakton 12,5-25 mg biasanya sudah cukup efektifmengendalikan tekanan darah dan menormalkan kadar Mulatero R Stowasser M, Keh-Chuan Loh, Fardella CE, Gordon RD,kalium plasma. Sayangnya obat spironolakton yang Mosso L, Gomez-Sanchez CE, Veglio R Young WF Jr Increaseddiberikan dalam jangka panjang mempunyai efek samping diagnosis of primary aldosteronism, including surgicallyseperti impotensi, ginekomastia, gangguan haid dan correctable forms, in centers from five continents. J Clingangguan traktus gastrointestinal sehingga pemberian Endocrinol Metab. 2004;89:1045-50.jangka panjang spironolakton mempunyai banyak kendala.Saat ini ada obat baru epierenon dengan dosis 2 kali Plouin R Amar L, Chatellier G: Trends in the prevalence of primary25 mg perhari dengan efek samping yang lebih ringan aldosteronism, aldosterone-producing adenomas anddaripada spironolakton sehingga dapat diberikan dalam surgically correctable aldosterone-dependent hypertension. NDT 2004;19:774-7. Sawka AM, Young WM, Thompson GB, Grant CS, Farley DR, Leibson C, van Heerden JA. Primary aldosteronism: factors associated with normalization of blood pressure after surgery. Ann Intern Med. 2001;135:258-61. Young WF Primary aldosteronism. Management issue. NY Acad Sciences 2002. Ann NY Acad Sci. 2002;979:6176-.

290FEOKROMOSITOMA Imam EffendiPENDAHULUAN tinggi. Feokromositoma dapat sporadis atau familial, bisaAngka kejadian hipertensi karena kelainan endokrin tidak unisentris atau unilateral. Tipe familial sering multisentrisdiketahui dengan pasti. Pada masa lalu bentuk hipertensikarena endokrin kurang dari 1%. Kecilnya angka kejadian dan bilateral. Feokromositoma sering bilateral atau bagianini karena under diagnosis, kurangnya pengertian danterbatasnya serta sulitnya tes diagnostik. Penyebab dari neoplasma endokrin multipel.hipertensi endokrin antara lain korteks adrenal, kelainanhipofisis, medulla adrenal, tiroid, tumor renin dan lain Feokromositoma adrenal dikenal the rule often percent:sebagainya. Sering sekali hipertensi endokrin tidakterdiagnosis karena tidak jelasnya tanda dan gejala serta • Bilateral : 10%pada laboratorium rutin tidak ditemukan kelainan. Namundemikian sering pula ditemui tanda atau gejala spesifik Ekstra adrenal : 10%)dan perlu ketelitian anamnesis, pemeriksaan fisis danlaboratorium untuk mendiagnosis hipertensi sekunder. Familial : 10%Diagnosis yang tepat dan cepat pada hipertensi endokrinsering ada kesempatan untuk sembuh, dan terhindar dari • Pediatri : 10%malapetaka selanjutnya. Feokromositoma adalah salah satuhipertensi endokrin yang patut dicurigai bila ada riwayat GAMBARAN KLINISdalam keluarga. Selain itu ada tanda-tanda 5H mencurigaifeokromositoma yaitu : hipertensi, headache/sak'\t kepala, Manifestasi klinis berhubungan dengan overproduksihipermetabolisme, hiperhidrosis, hiperglikemia. katekolamin seperti sakit kepala, berkeringat, berdebar-Feokromositoma mempunyai arti warna coklat dan debar, d a n d i k e n a l s e b a g a i triad. K a d a n g - k a d a n gsebagian besar tumor tumbuh di dalam kelenjar adrenal, hipertensi dan diabetes, dengan atau tanpa gejalahanya 10% di luar kelenjar adrenal (paraganglioma). menjadi manifestasi awal, atau dapat juga teraba masaUmumnya ia bersifat jinak dan hanya 10% metastasis tumor diperut atau pembesaran paraganglioma di leher,ke tulang, paru, hati dan kelenjar getah bening. Tumor telinga, dada atau paru tumor metastasis. Hipertensi yangdapat mensekresi bermacam-macam hormon, terutama terjadi dapat labil (66%) atau menetap (33%), sehingganorefinefrin, efinefrin dan dopamin, dengan pola-pola sering salah diagnosis sebagai hipertensi primer. Suatutertentu yang berbeda pada tiap-tiap pasien. Beberapa keadaan yang luar biasa dapat terjadi di mana terjadiparaganglioma juga dapat memproduksi efinefrin. Produksi hipertensi berat dengan atau tanpa gagal jantung, dandopamin yang banyak sering menandakan keganasan penampilan macam-macam sebagai tanda peninggianatau tumor yang besar Angka kejadian feokromositoma katekolamin. Hal ini dapat terjadi pada saat trauma,di USA sangat bervariasi antara 0,05-0,1% dan sering persalinan, atau perdarahan ke dalam tumor. Sebaliknyapasien meninggal tanpa diduga karena feokromositoma, feokromositoma dengan gabungan penyakit von Lindau,jadi mungkin angka kejadian feokromositoma lebih bisa tanpa ada gejala, tekanan darah normal dan tes laboratorium katekolamin dalam batas normal. Sebagai ringkasan beberapa tanda klinis untuk mencurigai adanya feokromositoma: 1. Hipertensi menetap atau yang paroksismal disertai sakit kepala, berdebar, dan berkeringat 2. Hipertensi dan riwayat f e o k r o m o s i t o m a dalam keluarga 2206

FEOKROMOSITOMA 22073. Hipertensi yang refrakter terdapat obat terutanna LED, hiperglikemia, gangguan psikiatri, kardiomiopati disertai berat badan menurun dilatasi, eritropoesis, karena kurang spesifiknya tanda dan gejala serta hasil laboratorium yang sulit, sehingga4. Sinus takikardia feokromositoma sering ditemukan secara kebetulan secara5. Hipertensi ortostatik C I scan ataupun MRI.6. Aritimia rekuren Feokromositoma jarang sebagai penyebab hipertensi, tapi7. Tipe MEN 2 atau MEN 3 ia potensial fatal during pregnancy, angka kematian untuk8. Krisis hipertensi yang terjadi selanna pembedahaan ibu 17% dan janin 26%. Penyebab kematian ibu adalah: edema paru, perdarahan otak, kolap kardiovaskular. anestesi Terapi dengan a dan penyekat p akan mengurangi angka9. Mennpunyai respons kepada jS-blocker kematian ibu walaupun angka kematian janin tetap tinggi. Perempuan dengan gejala hipertensi paroksimal,Ada beberapa kondisi terkait dengan feokromositonna: palpitasi, diaforesis, sakit kepala perlu dievaluasi lebih1. Neurofibromatosis lanjut dengan mengukur eksresi katekolamin urin. Bila2. Skelerosis fibrosis ekskresi meningkat, CT Scan dan MRI perlu dilakukan3. Sindrom Sturge-weber untuk melokasi tumor. Ada beberapa yang menyarankan4. Penyakit von Hippel-Lindau operasi pada trimester I dan II, atau sebagian diobati dulu,5. MEN, tipe 2: dan operasi dilakukan setelah persalinan. Feokromositoma DIAGNOSIS Paratiroid adenoma Karsinoma tiroid medulla Berdasarkan keluhan dan gejala klinis dan membutuhkan6. MEN, tipe 3: konfirmasi laboratorium dengan mengukur katekolamin Feokromositoma darah atau urin atau hasil metabolitnya. Laboratorium Karsinoma medulla tiroid yang khas adalah peningkatan kadar katekolamin 5-10 kali Neuroma mukosa normal. Bila kadar katekolamin tidak terlalu tinggi, belum Ganglioma abdominalis tentu bukan feokromositoma. Perlu dilakukan tes klOnidin Habitus marfanoidGejala lain dari kelebihan katekolamin dapat berupapucat, hipotensi ortostatik, pandangan kabur, edema papilmata, berat badan turun, poliuri, polidepsi, peningktan Alur Diagnosis Feokromositoma Kecurigaan Yakin Ragu Urin 24 jam: Urin 24 jam: Matanefrin Matanefrin, VMA, katekolamin Normal r Cari sebab lain Normal Tinggi/ T2x katekolamin in I Cek ulang atau CT/MRI cari sebab lainGambar 1. Alur diagnosis feokromositoma

2208 NEFROUROLOGI Tabel 1. Evaluasi Massa Adrenal Feokromositoma Klinis : Laboratorium : Hipertensi paroksimal Plasma atau urin Sakit kepala metanefrin Berdebar-bedar Keringat Sindrom Gushing Obesites trunkel Plasma kortisol jam 8 pagi setelah 1 minggu Aldosteron primer Kulit tipis Deksametason waktu tidur Kanker adrenokortison Otot lemah Hipertensi Darah : hipokalemia Lemah Aldosteron Renin Virilisasi /Feminisasi Plasma Dehidroefiandrosteron Testoteron Estrogendimana akan terjadi penekanan kadar norefenefrin (menjadi dan ^-blocker. Operasi dapat dilakukan secara konvensialnormal). Untuk familial feokromositoma skrining tes perlu ataupun laparaskopi. Pasca operasi dapat terjadi hipotensidilakukan dengan pengukuran kadar normetanefrin dan dan hipoglikemia. Umumnya terjadi penurunan tensimetanifrin plasma. pasca operasi, namun pada beberapa kasus tensi tetapSelain tes supresi klonidin, ada tes provokasi lain yaitu tinggi sehingga perlu obat anti hipertensi. Follow-uptes regitin (fentolamin), dan tes stimulasi glukagon. Tes harus dilakukan sepanjang hidup karena tumor sisa seringregitin berdasarkan atas dugaan kelebihan katekolamin, menimbulkan gejala klinis. Untuk jenis yang malignan,sebaliknya tes glukagon mempunyai dasar stimulasi perlu reseksi yang agresif. Gejala perlu dikontrol denganglukagon, tetapi dapat meningkatkan risiko krisis a dan jS -blocker dan radiasi dilakukan untuk metastasehipertensi, sehingga kedua tes ini kurang populer ke tulang. Kemoterapi dengan siklosfosfamid, vinkristinBila ditemukan kadar laboratorium yang positif perlu dan dakarlazin perlu dipertimbangkan bila pembedahandicari lokasi dengan melakukan pemeriksaan CJ-Scan tidak bisa dilakukan. Operasi tumor adalah pilihan terapidari kelainan adrenal. Bila CJ-Scan normal perlu dilakukan dan tingkat kesembuhan mencapai 90%.pemeriksaan lain yaitu: PROGNOSIS Sampel dari vena besar yang selektif Metalodobenzyl guanidine scaning (MIBG) 5 tahun cukup baik (> 95%) untuk non-feokromositoma Scan indium-labeled octreotide malignan, sedangkan yang feokromositoma malignan Mengukur kadar metanefrin bebas dalam darah dan < 50%. dibandingkan sample vena cava Rekuren setelah operasi kurang dari 10% pada non- Scan tomografi emisi positron feokromositoma malignan. Setelah operasi 75% pasien dapat bebas dari obatPada gagal ginjal, katekolamin darah dapat meningkat antihipertensi, sisanya 25% hanya membutuhkan2-3 kali sehingga mengganggu interpretasi. Harus minimal anti hipertensi.diingat bahwa kadar katekolamin yang meningkat dapatfalse negatif karena stres, atau karena pengaruh obat: REFERENSIamifetamin, anti depresan, etanol, L-Dopa, withdrawlclonidin. Sebaliknya kadar katekolamin dapat normal Bravo EL. Pheochromocytoma: new concepts and future trends.pada urin 24 jam pada paroksimal hipertensi bila saat Kidney Int. 199;40:544,normotensi. Dixit A. Pheochromocytonna. Nephrology secret. In: Hanley Belfus,TERAPI editor. 1999, p. 1978.Bila tumor sudah ditegakan dan dilokalisasi, pasien DIuhy RG. Pheochronnocytoma-death of an axiom. N Engl J Med.disiapkan untuk operasi. Persiapan sebelum operasi 2002; 346:1486.perlu dilakukan mengontrol tekanan darah, memakai a Ganguly A, Grim CE, Weinberger MH, Henry DP Rapid cyclic fluctations of blood pressure associated with an adrenal pheochromocytoma. Hypertension. 1984;6:281.

FEOKROMOSITOMA 2209Gifford RW Jr. Management of hypertensive crises. JAMA. 1991;266:829.Lenders JW, Pacak K, Walther MM, et al. Biochemical diagnosis of pheochromocytoma: which test is best? JAMA, 2002;287:1427,Mann SJ. Severe paroxysmal hypertension (Pseudopheochromocytoma). Arch Intern Med. 1999:159:670.Neumann HR Pawlu C, Peczkowska M, et al. Distinct clinical features of paraganglioma syndromes associated with SDHB and SDHD gene mutations. JAMA, 2004;292:943.Neumann, HR Berger, DR Sigmund, G, et al. Pheochromocytomas, multiple endocrine neoplasia type 2, and von Hippel-Lindau disease. N Engl J Med. 1993:329:1531,Pacak K, Linehan WM, Eisenhofer G, et al. Recent advances in genetics, diagnosis, localization, and treatment of pheochromocytoma, Ann Intern Med, 2001;134:315.Plouin PF, Chatellier G, Fofol I, Corvol R Tumor recurrence and hypertension persistence after successful pheochromocytoma operation. Hypertension. 1997;29:1133.Stein PR Black HR. A simplified diagnostic approach to pheochromocytoma. A review of the literature and report of one institution's experience. Medicine, 1991:70:46,Young WF, Kaplan NM. Diagnosis and treatment of pheochromocytoma in adult. Up to Date. 2005.

291TERAPI PENGGANTI GINJAL AKUT{ACUTE RENAL REPLACEMENT THERAPY)Rully M.A. RoesliPENDAHULUAN and Ending Supportive Therapy) for the Kidney Study. Pasien semacam ini kebanyakan pada awalnya fungsi ginjalnyaMenurut Bellomo dan Ronco (1999) yang dimaksud dengan normal. Tetapi kemudian memburuk akibat pengaruhTerapi Pengganti Ginjal (=TPG) atau Renal Replacement gagal organ lain. Pasien memerlukan berbagai pengobatanTherapy ( RRT) adalah usaha untuk menggambil alih fungsi maupun nutrisi yang biasanya harus diberikan secaraginjal yang telah nrienurun dengan menggunakan ginjal intravena. Padahal akibat GgGA produksi urinnya menurun,buatan (dlalyzer) dengan teknik dialisis atau filtrasi. Pada sehingga seringkali terjadi overhidrasi.TPG seperti dialisis atau hemofiltrasi yang dapat digantihanya fungsi ekskresi yaitu fungsi pengaturan cairan dan Oleh karena itu strategi TPG-A pada pasien dalamelektrolit, serta ekskresi sisa-sisa metabolisme protein. kondisi kritis diharapkan mempunyai tujuan-tujuan khususSedangkan fungsi endokrin seperti fungsi pengaturan tersebut dibawah ini (Bellomo dan Ronco,1998)tekanan darah, pennbentukan eritrosit, fungsi hormonal a. Mencegah perburukan fungsi ginjal (dan organ lain)maupun integritas tulang tidak dapat digantikan olehterapi jenis ini. lebih lanjut. b. M e m b a n t u m e m p e r c e p a t proses p e n y e m b u h a n Pasien-pasien yang sakit kritis {critically ill) dandirawat di ruang rawat intensif (ICU) , kondisi kliniknya penyakit dan pemulihan fungsi ginjal dan fungsi organsangat bervariasi. Mereka merupakan kelompok pasien lain yang terganggu.yang heterogen baik dalam diagnosis dan tahapan c. Memungkinkan dilakukan tindakan pengobatan yangpenyakit, etiologi, umur, penyakit penyerta (comorbid) banyak memerlukan cairan misalkan: resusitasi cairan,ataupun derajat patofisiologisnya. Kondisi klinik pasien pemberian nutrisi, obat-obatan,dll.dapat berubah-ubah setiap saat. Tahapan penyakit dapatberganti dengan cepat yang tidak hanya disebabkan Mengenai GgGA dan Terapi Pengganti Ginjal lebiholeh satu mekanisme patofiologis tubuh yang tunggal lengkap dapat dilihat pada buku Gangguan Ginjal Akut.melainkan berbagai faktor yang saling memperburuk dan Diagnosis dan Pengelolaan.Editor: Roesli RMA (2011),terkait. Kondisi klinik seperti ini seringkali menimbulkan Bab 8 dan 9.berbagai gangguan multi organ (multiple organ failure)temasuk Gangguan Ginjal Akut (GgGA). Menurut Jorres TUJUAN PENGOBATANdkk (2011) sekitar 50%-75% gangguan multi organ akanmelibatkan juga ginjal dan memerlukan Terapi Pengganti Tujuan TPG-A pada pasien GgGA dalam kondisi kritisGinjal (TPG). adalah untuk memberi bantuan kepada ginjal (renal support) dan kepada berbagai organ tubuh lainnya Khusus untuk pasien-pasien semacam ini Jorres dkk supaya kembali berfungsi. Pasien GgGA dalam kondisi(2011) menggunakan istilah Terapi Pengganti Ginjal-Akut kritis membutuhkan cairan, obat-obatan, maupun nutrisi{Acute renal replacement therapy). Istilah Terapi Pengganti dalam jumlah besar Dengan melakukan TPG-A dapatGinjal-Akut (TPG-A) digunakan juga oleh berapa peneliti dilakukan ultrafiltrasi, sehingga dapat diberikan cairanlain seperti Basu dkk (2011) dan BEST {from the Begining sesuai kebutuhan pasien. Jadi diciptakan lingkungan 2210

TERAPI PENGGANTI GINJAL AKUT 2211yang memberi kesempatan kepada tubuh untuk pulih yang spesifik, derajat kesulitan dalam teknik maupundari penyakit yang menjadi penyebab kondisi kritisnya. monitoring yang berbeda, serta perbedaan dalam biayaTujuan tersebut diatas sangat berbeda bila dibandingkan pengobatannya. Dosis TPG-A harus dihitung berdasarkandengan TPG-A pada pasien gagal ginjal terminal (GGT) kebutuhan pasien secara individual dan disesuaikandimana tujuan utamanya adalah mengambil alih fungsi dengan teknik TPG-A yang digunakan. Dengan demikian,ginjal (renal replacement) untuk memperbaiki keadaan pengetahuan yang memadai terhadap jenis-jenis TPG-Aazotemia sehingga yang menjadi patokan keberhasilan sangat diperlukan untuk dapat memilih jenis TPG-A yangadalah survival dan kualitas hidup. sesuai untuk pasien GgGA yang dihadapi. Pertanyaan berikutnya adalah: \"kapan TPG-A dapat dihentikan ?\" Berdasarkan tujuan pengobatan Mehta (2001) Tidak ada panduan yang pasti untuk ini, pada umumnya,membagi TPG-A pada pasien GgGA yang dirawat di ICU TPG-A dapat dihentikan bila kondisi klinik yang menjadimenjadi renal support dan renal replacement. Perbedaan indikasi inisiasi TPG-A sudah dapat diatasi. Di Indonesiatujuan pengobatan kedua jenis tindakan TPG-A dapat seringkali TPG-A dihentikan bukan karena alasan medisdilihat pada tabel berikut ini. tetapi alasan ekonomi.Tabel 1 :Tujuan Pengobatan TPG-A INDIKASI INISIASI TPG-A PADA GGGA Renal replacement Renal support Saat ini belum ada panduan baku berdasarkan evidence based medicine untuk menentukan inisiasi (memulai) (pengganti ginjal) (pembantu ginjal) TPG-A pada pasien GgGA dalam kondisi kritis. Indikasi untuk memulai dialisis pada pasien GgGA, sangat berbedaT u j u a n Mengganti fungsi Membantu ginjal dan dengan indikasi pada pasien Penyakit Ginjal Kronis(PGK). Berdasarkan kriteria NKF/DOQI (1997), inisiasi dialisis padaPengobatan ginjal organ- organ lain pasien PGK adalah bila Laju Filtasi Glomerulus (LFG) < 15 cc/menit. Sangat tidak tepat jika kita menggunakan kriteriaS a a tTergantungTergantung LFG atau kadar kreatinin darah seperti yang digunakan dalam melakukan inisiasi TPG-A pada pasien GGT.m e l a k u k a n parameter biokimia kebutuhan invidual Tabel 2. Indikasi dan Kriteria untuk inisiasi TPG-A PADAintervensi GgGA DI ICUI n d i k a s i Sempit Luas 1 Oliguria (oufpi/f urin <200 cc/12jam) 2 Anuria/oliguria berat ( output urin < 50 cc/12 jam)dialisis 3 Hiperkalemia ( K* > 6.5 mmol/L) 4 Asidosis berat (pH< 7.1)Posis dialisis Sesuai penurunan Sesuai kebutuhan 5 Azotemia (Urea > 30 mmol/liter) 6 Gejala klinik berat (terutama edema paru) fungsi ginjal dan indikasi 7 Ensefalopati uremik 8 Perikarditis uremikL a m a Selamanya (rutin) Sementara (sampai 9 Neuropati/miopati uremik 10 Disnatremia berat ( Na > 160 atau < 115 mmol/L )Pengobatan GgGA membaik) 11 Hipertermia / hipotermia 12 Overdosis obat -obatan yang terdialisisSumber: Mehta RL, indications for dialysis in the ICU. Renal Dikutip dari: Bellomo R, Ronco C. Kidney Int 1998;53(66):SReplacement vs Renal Support. Blood Purif 2001 :19 .111-111 106-109INDIKASI DAN INISIASI Bila didapatkan: satu gejala diatas sudah dapat merupakan indikasi untukBila direncanakan inisiasi (memulai) TPG-A pada pasien inisiasi dialysisGgGA dalam kondisi kritis terutama yang dirawat di ICU, dua gejala diatas merupakan indikasi untuk segera inisiasiyang selalu menjadi pertanyaan adalah: dialysis• kapan harus memulai lebih dari dua merupakan indikasi untuk segera inisiasi dialisis walaupun kadarnya belum mencapai yang tertera apa pilihan pengobatan, dalam tabel bagaimana dosisnya kapan harus menghentikannya Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah masalahmendasar yang dihadapi para nefrologis atau intensivisdalam mengelola pasien GgGA di ICU Indikasi inisiasi TPG-A adalah bila ada gangguanhomeostatik akibat komplikasi GgGA yang tidak dapatdikelola secara konservatif, terutama bila kondisi itumengancam nyawa pasien. Ada berbagai jenis TPG-Adapat digunakan untuk pasien GgGA dalam kondisikritis. Pemilihan jenis TPG-A yang akan digunakan sangattergantung terhadap penguasaan dokter maupun perawatakan teknik-teknik TPG-A, juga pada fasilitas TPG-A yangtersedia. Masing-masing jenis TPG-A mempunyai indikasi

2212 NEFROUROLOGI Pada pasien GgGA indikasi TPG-A sangat luas, yang resisten terhadap pengobatan telah terbukti bahwatergantung dari kondisi klinik yang dihadapi. Saat ini TPG-A yang dilakukan dini dapat menyelamatkankriteria yang biasa dipakai menjadi dasar untuk inisiasi lebih banyak nyawa dibandingkan dengan bila TPG-Adialisis pada GgGA adalah: gejala klinik kelebihan (overload) dilakukan terlambat. Tetapi pada GgGA tanpa gejalacairan dan petanda biokimia tentang terjadinya ketidak- yang mengancam jiwa seperti disebutkan diatas, belumseimbangan elektrolit misal hiperkalemia, azotemia atau ada konsensus kapan indikasi memulai TPG-A. Banyakasidosis metabolik. Bellomo dan Ronco (1998) mengajukan pertimbangan yang mempengaruhi, seperti: penyakitkriteria praktis yang sangat bermanfaat sebagai indikasi etiologi dan penyerta, kondisi klinis pasien, fasilitas yanginisiasi TPG-A yang lebih mendekati filosofi penanganan tersedia, pengetahuan dokter tentang teknik TPG-A danpasien kritis yang mutakhir. Dengan menggunakan kriteria berbagai macam faktor lainnya.ini memungkinkan bagi pasien untuk mendapatkan TPG-Ayang lebih tepat waktu, lebih aman dan lebih fisiologis. TPG-A dapat juga dibedakan berdasarkan prinsip dasar translokasi ion pada ginjal buatan melalui membran Indikasi lain dikemukakan oleh Gibney dkk (2008) semi-permeable. Menurut Daugardias dan Van Storedengan berdasarkan kelainan metabolik; uremia, (2001) ,berdasarkan prinsip translokasi ion ada dua jenishiperkalemia,hipermagnesia dan berdasarkan kelebihan TPG-A, yaitucairan intravaskuler serta reaksi pasien terhadap diuretika. 1. Prinsip dasar translokasi ion adalah (osmosis/dialisis),Mereka membagi kelompok yang harus segera dilakukanTPG-A (absolut) dan yang dapat terlebih dahulu dilakukan contohnya: Dialisis (Hemodialisis, Hybrid dialysis,terapi konservatif (relatif). Tahapan RIFLE untuk GgGA Dialisis Peritoneal).menjadi pertimbangan (indikasi relative), tetapi inisiasi 2. Prinsip dasar translokasi ion adalah filtrasi/konveksi,TPG-A tergantung pada kondisi kliniknya. contohnya: CRRT.Tabel 3. indikasi & Inisiasi TPG-A pada GgGA Sedangkan Kellum dkk (2002) membedakan TPG-A berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya. BerdasarkanKelainan BUN > 76 mg/dl Relatif cara dan lamanya waktu pengobatan, TPG-A untuk pasienMetabolik GgGA dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu: BUN > 100 mg/dl Absolut 1. Dilakukan dengan jangka waktu terbatas ,biasanyaAsidosisAnuria/ Hiperkalemia > 6mEq/L Relatif antara 6-12 jam (intermitent)Oligouria 2. Dilakukan secara berkesinambungan selama 24 jamKelebihan Hiperkalemia > 6mEq/lCairan {continous){Volume (dengan kelainan EKG) Abolutoverload) Perlu diperhatikan bahwa pengelompokan ini adalah Disnatremia Relatif TPG-A untuk pasien GgGA atau aCRF {acute on chronic renal failure), s e d a n g k a n T P G - A untuk pasien GGT Hipermagnesemia > 8 mEq/L Relatif mempunyai pengelompokan yang berbeda. Hipermagnesemia > 8 mEq/l Berdasarkan laporan Srisawat dkk (2010) tidak cukup bukti penelitian untuk menentukan teknik mana yang (dengan anuria atau hilang paling unggul. Tetapi kalau dari segi harga maka terapi yang lebih murah adalah dialisis peritineal kemudian refiek tendon) Absolut hemodialisis dan yang termahal adalah CRRT pH > 7.15 Relatif Teknik apa yang akan dipilih juga tidak ada panduan yang khusus. Tetapi pada umumnya , teknik TPG-A yang pH<7.15 Absolut digunakan pada pengelolaan GgGA adalah: 1. Dialisis Peritoneal Akut RIFLE - R Relatif 2. Prolonged Intermiten Renal Replacement Therapy RIFLE -1 Relatif (PIRRT) 3. Continous Renal Replacement Therapy (CRRT) RIFLE - F Relatif Sensitif diuretik Relatif Resistan diuretik AbsolutDisadur dari: Gibney dkk. Clin J Am Soc Nephrol 2008;3:876-880JENIS-JENIS TPGA DIALISIS PERITONEAL AKUTKapan dan dengan cara apa dilakukan Terapi Pengganti DefinlslGinjal (TPG-A) pada penderita Gangguan Ginjal Akut(GgGA), adalah pertanyaan yang selalu timbul pada S e b e l u m d i t e m u k a n n y a t e k n i k Continous Renalpengelolaan GgGA. Menurut Macedo dan Mehta (2011),bila penderita menunjukkan gejala yang mengancam Replacement Therapy {CRRT), peritoneal dialisis merupakannyawa seperti hiperkalemi, edema paru, asidosis metabolik alternatif dari hemodialisis akut untuk digunakan pada

TERAPI PENGGANTI GINJAL AKUT 2213Tabel 4. Jenis Tpg-A pada Pasien GgGA(Berdasarkan prinsip dasar dan lamanya waktu pengobatan )Intermittent Continous(< 12 jam/hari) (24 jam)Intermittent Hemodialysis (IHD) Peritoneal dialysis Acute Peritoneal Dialysis Single pass Sorbent basedHybrid dialysis : Continous Renal Replacement Therapy (CRRT):Extended Daily Dialysis (EDD) CAVH Continous Arterio-Venous HemofiltrationSlow Continous Dialysis (SCD) C W H Continous Veno-Venous HemofiltrationSustained Low Efficiency Dialysis (SLED) CAVHD Continous Arterio-Venous HemodialysisSustained Low Efficiency Daily Dialysis (SLEDD) CVVHD Continous Veno-Venous HemofdialysisSustained Low Efficiency Daily Dial-filtration (SLEDD-f) CAVHDF Continous Arterio-Venous Hemodia-filtration CVVHDF Continous Veno-Venous- Hemodia-filtration SCUF Slow Continous Ultrafiltrationpasien GgGA. Setelah dikenal teknik CRRT maka dialisis berkembang. Hal ini disebabkan karena tekniknya yangperitoneal banyak ditinggalkan. Uchino dkk (2005) sangat sederhana dan murah. Proses difusi dan ultrafiltrasimelaporkan bahwa untuk pengelolaan pasien GgGA terjadi di rongga peritonium. Proses dialisis dilakukandewasa ini dialisis peritoneal hanya digunakan kurang secara lambat dan kontinous, sehingga hemodinamikdari 3%. Mengapa dialisis peritoneal tidak banyak terjaga serta tidak banyak menggunakan heparin. Padadigunakan ? Hal yang kurang menguntungkan pada dialisis peritonial tidak dibutuhkan mesin dialisis ataudialisis peritoneal adalah karena proses dialisis dan ginjal buatan (dialiser) dan tidak diperlukan perawat mahirultrafiltrasi tidak dapat diatur atau diramalkan. Keduanya dialisis atau ruangan khusus.tergantung dari permeabilitas dinding peritoneum danaliran darah disekitarnya (klirens peritoneum). Oleh Ansari (2011) dalam suatu review terhadap berbagaikarena itu walaupun tekniknya mudah dan murah, tetapi penelitian bahwa di Brasil dan India. Dialisis peritonialtidak menjadi pilihan utama pengobatan, terutama bila akut masih banyak digunakan dan memberikan hasilada fasilitas Terapi Pengganti Ginjal (TPG-A) jenis lain. yang cukup prospektif. Di Indonesia dibeberapa RumahDari hasil penelitian Phu dkk (2002) didapatkan bahwa Sakit terutama didaerah-daerah terpencil teknik ini jugaangka kematian pasien GgGA yang menjalani dialisis masih sering digunakan untuk pengelolaan gangguanperitonial (47%) jauh lebih tinggi dibanding pasien yang Ginjal Akut.menjalani CRRT jenis lain (15%). INDIKASI DIALISIS PERITONEAL AKUT (DPA) Namun demikian, belakangan ini penggunaan dialisis DPA mempunyai keuntungan untuk kondisi klinis pasien-peritoneal untuk pengelolaan GgGA dilirik kembali. pasien tertentu. Menurut Ansari (2011) indikasi untukPassadakis dkk (2007) mengatakan bahwa mengingat memilih dan memulai DPA ada yang renal dan non renalpelaksanaannya yang mudah dan murah dialisis peritoneal seperti terlihat pada tabel 5 berikut:mulai digunakan kembali, terutama pada pasien anak-anak. Hayat dkk (2007) melakukan dialisis peritoneal pada Tabel 5. Indikasi Dialisis Peritoneal Akut43 penderita GgGA akibat dehidrasi (pre-renal), angkakematiannya hanya 10%, jauh lebih rendah yang selama indikasi Renalini dilaporkan. Mungkin karena pasien-pasien mereka 1. Anak-anak dan bayitidak mengalami gagal organ lain selain gangguan ginjal. 2. Hemodinamik tidak stabilGabriel dkk (2008) meneliti 120 pasien GgGA dengan 3. Gangguan perdarahan (diathesis hemorragic) yanggagal multi-organ diantaranya ada 60 pasien dikeloladengan dialisis tiap hari (daily dialysis) sedangkan 60 menjadi kontraindikasi untuk memasang akses pembuluhpasien lainnya dikelola dengan dialisis peritoneal. Ternyata darahangka kematian kedua kelompok tidak berbeda secara 4. Kesulitan teknik dalam pemasangan akses pembuluh darahbermakna (58% dan 53%) juga angka kesembuhan ginjal 5. Indikasi untuk penjernihan toksin dengan molekul besar(28% dan 26%). (10 kD) Indikasi Non Renal Mengingat biaya yang jauh lebih murah bila 1. Pankreatitis akutdibandingkan dengan teknik TPG-A lainnya maka 2. Gagal Jantung RefrakterDialisis Peritoneal masih banyak dilakukan di negara 3. Gagal hati 4. Infus obat dan nutrisi sebagai terapi suportif pada penderita berpenyakit kritis

2214 NEFROUROLOGI Mengingat tekniknya yang lebih mudah DPA sudah pergantian dialisat setiap hari {number of exchanges) ,lama menjadi pilihan utama untuk pengelolaan DPA volume cairan dialisat setiap hari {exchange volume) danpada bayi dan anak-anak dengan berat badan < 10 kg. konsentrasi glukosa dalam dialisat.DPA dapat mengurangi cairan tubuh akibat overhidrasiatau akibat pemberian cairan obat dan nutrisi. Selain itu IPD intermiten Jadwal terapiteknik DPA karena dilakukan lama dan perlahan akan Qp[^ kontinulebih bermanfaat pada penderita dengan hemodinamikkurang stabil. Mengingat teknik DPA tidak atau sangat TPD tidalsedikit memerlukan heparin maka menjadi pilihan padapenderita GgGA dengan kecenderungan perdarahan atau Gambar 1. Perbedaan teknik IPD, CPD dan TPDada kesulitan teknik dalam pemasangan kateter untuk (Ansari,2011)akses pembuluh darah. Untuk indikasi non-renal, DPAsering digunakan pada penderita gagal organ pankreas, Pada IPD dwelling time pendek hanya 1 jam,dilakukanjantung atau hati. selama (dialysis session) 16-24 jam/hari. Volume dialisat adalah 2 liter/sessi. Artinya dibutuhkan cairan dialisat Menurut Ansari (2011), dialisis peritoneal tidak boleh (exchange volume) sebanyak 32-48 liter/hari. Teknikdilakgkan pada kondisi klinis berikut ini IPD memberikan adekuasi yang paling tinggi, tetapi menggunakan cairan dialisat yang sangat banyak dan Tabei 6.Kontraindilcasi Qialisis Peritoneal Aleut hanya dapat dilakukan beberapa hari. Teknik CPD adalah variasi dari CAPD. Dwelling time 3-6 jam , dilakukan selama Kontra Indikasi Dialisis Peritoneal 24 jam, volume dialisat 2 liter/sessi, Artinya dibutuhkan 1. Setelah operasi rongga perut (abdomen) cairan 8- 16 liter/hari. CPD. Bila dibandingkan dengan 2. Fistula pleuroperitoneal IPD maka pada CPD dwelling time lebih panjang tetapi 3. Gangguan respiratori-diafragma yang berat exchange volumenya lebih sedikit, sehingga adekuasinya 4. Hiperkalemi berat yang mengancam nyawa lebih rendah. Tetapi dapat dilakukan lebih lama (beberapa 5. Status hiperkatabolik berat hari -minggu), dan bila diperlukan dapat dilanjutkan 6. Overhidrasi berat (belum dalam respirator) dengan CAPD. TPD adalah kombinasi IPD dan CPD. Pada 7. Refluks Gastro-oesofageal setiap sesi jumlah cairan yang dikeluarkan hanya 50% dari 8. Klirens peritoneal rendah yang dimasukan. Artinya jumlah dialisat yang dibutuhkan 9. Peritonitis fecal atau fungal lebih sedikit dari IPD tetapi dwelling time lebih pendek 10. Celulitis dinding abdomen dibandingkan dengan IPD. Mana yang lebih baik dari 11. Kehamilan ketiga teknik ini belum ada bukti penelitiannya. Pada kondisi klinis seperti diatas lebih menguntungkan Pada awal dilakukan dialisis peritoneal biasanya tidakbila digunakan hemodialisis atau hemofiltrasi karena dilakukan dengan dosis penuh. Baru kemudian diberikanproses dialisis dan filtrasi dapat terjadi lebih cepat dan resep untuk dialisis biasa (reguler). Resep (prescription)lebih dapat diatur oleh mesin. Pada kondisi klinis yang untuk dialisis peritoneal tergantung dari kondisi kliniksecara anatomi atau fungsi tidak dapat dimasukan dan berat badan pasien. Sebagai contoh resep IPD yangdialisat kedalam peritoneum (pasca operasi abdomen dibuat oleh UK Renal Association, 2006:atau kehamilan), dialisis peritoneal juga merupakankontraindikasi Tabel 7. Resep Dialisis Peritoneal Aleut IntermitenJenis dan Dosis Dialisis Peritoneal Akut (DPA) Resep awal Resep regularSebelumnya hanya dikenal satu macam DialisisPeritonal Akut yaitu Dialisis Peritoneal Intermiten Volume pengisian awal 10 cc/kg BB 30 cc/kg BB{Intermittent Peritoneal Dialysis = IPD), kemudian teknikini dikembangkan menjadi Peritonael Dialisis Kontinus Konsentrasi cairan 1,5% 1,5-4,25%{Continous Dialysis Peritonal = CPD) dan Tidal PeritonealDialysis (TPD). Waktu pengisian 5 menit 5 menit Perbedaan jenis dialisis peritoneal adalah dalam Dwelling time 5 menit 45 menitlamgnya waktu dialisis (dialysis session). Lamanya cairandialisat dimasukan kedalam rongga perut {inflow period), Waktu pengosongan 5 menit 10 menitlamanya dialisat berada dalam rongga perut (dwellingtime), lamanya dialisat dikeluarkan dari rongga perut{outflowperiod), volume dialisat (dialisat volume), jumlah

TERAPI PENGGANTI GINJAL AKUT 2215 Setelah kateter (transfer set) terpasang maka cairan Pada penderita diabetes pemberian dekstrosa dapatdialisis dapat segera diberikan dengan terlebih dahulu meningkatkan gula darah, sehingga dapat diberikanmemberikan dosis sesuai resep awal (initial) maksudnya insulin dalam cairan dialisat. Dosis insulin yang dianjurkanadalah untuk mengetahui kelancaran pemberian caitan 3-4 unit/L untuk cairan 1,5%, 5-6 unit/L untuk cairan 2,5%dialisat serta apakah ada kebocoran dari transfer set dan 7-10 unit/L untuk 4,25%. Sebaiknya kadar gula darahyang terpasang. Resep awal biasanya diberikan dengan dimonitor dengan ketat.konsentrasi cairan rendah (1,5%) dan dalam waktuyang pendek (5-10 menit), prosedur ini dapat dilakukan Perkiraan volume ultrafiltrasi tergantung daribeberapa kali Setelah efektifitas transfer set teruji, tingginya osmolaritas dialisat (yang ditentukan oleh kadarkemudian dilanjutkan dengan resep reguler. dekstrosa monohidrat dialisat), lamanya dialisat berada dalam rongga peritoneum (dwelling time), selain juga oleh Adekuasi dialisis dapat dihitung dengan rumus (Khan, efektifitas membran peritoneal untuk mengadakan proses2001; Gabriel dkk,2008): dialisis (klirens peritoneum). Perkiraan volume ultrafiltrasi masing-masing cairan dialisat berdasarkan konsentrasinyaTabel 8. Adekuasi Dialisis Peritoneal Akut dapat dilihat pada tabel berikutAdekuasi = Kt/V Volume dialisat 24 Tabel 10. Perkiraan Volume Ultrafiltrasi BerdasakanDialisis= BUN dialisat) jam (mL) Konsentrasi Dekstrosa Dalam Dialisat (Ansari 2011) mg/IOOcc) x Volume distribusi Komposisi Cairan Dialisis Peritoneal tubuh BUN plasma (pre- pH % Glukosa Osmolaritas Volume UF post) (cc/pertukaran/ (gr/dL) (mmol/L) jam) Cairan dialisat dapat menggunakan yang tersedia Dekstrosa 1.5% = 1,5 346untuk CAPD seperti cairan Dianeal ® (Baxter) atau cairan monohidrat 2,5% = 2,5 396 50 - 100lain yang biasanya mengandung elektrolit dan glukosa. 4,25% = 4,25 485 100 - 300Pada keadan emergensi dapat digunakan cairan ringer 300 - 400laktat bila cairan dialisat tidak tersedia. Osmolaritascairan ditentukan oleh kadar glukosa, makin tinggi Bila dibutuhkan ultrafiltrasi cepat maka digunakanosmolaritas makin cepat terjadinya ultrafiltasi. Pada pasien dialisat dengan konsentrasi dekstrosa tinggi (2,5% ataudengan overhidrasi dilakukan dialisis peritoneal dengan 4,25%). Bila pasien sudah dalam keadaan normovelemiosmolaritas yang lebih tinggi. digunakan lagi dialisat dengan konsentrasi dekstrosa normal (1,5%). Penggunaan cairan dialisat dengan Komposis cairan dialisat dapat dilihat pada tabel konsentrasi dekstrosa tinggi dapat menyebakan overfiltrasiberikut (UK Renal Association, 2006): dan menurunnya klirens peritoneal terhadap zat toksik lainnya.Tabel 9. Komposisi Cairan Dialisis PeritonealKomposisi Cairan Dialisis PeritonealpH 5,2 sampai 6,2 TEKNIK PEMASANGAN KATETER DIALISIS PERITONEALDekstrosa monohidrat 1.5%= 1,5 gr/dl Kateter (transfer set) digunakan untuk memasukan dialisat 2,5% = 2,5 gr/dL dan mengeluarkan ultrafiltrat dari rongga peritoneum. Kateter dapat dimasukan kedalam rongga peritoneum 4,25%= 4,25 gr/dl dengan teknik:Natrium 130 - 140 mmol/L Bedah terbuka LaparoskopiKlorida 98 - 108 mmol/L Teknik seldingerAsetat dan Laktat 35 - 45 mmol/L Pemasangan kateter dapat dilakukan oleh ahli bedah atau ahli ginjal (nefrologis). Perhimpunan NefrologiKalsium 1,5 - 2 mmol/L Indonesia (Pernefri) memberi kompetensi kepada konsultan ginjal-hipertensi (nefrologis) untuk memasangMagnesium 0,75 mmol/L kateter dialisis peritoneal, baik yang akut maupun yang kronis. Izin pemasangan kateter dialisis peritoneal telahKalium 0 - 2 mmol/L diatur oleh SK Menetri Kesehatan Republik Indonesia.Di dalam cairan dialisat dapat ditambahkan: Heparin 500 unit/liter untuk 24 jam pertama, diteruskan bila cairan filtrat berwarna keruh Antibiotik: Netilmicin ( 5 mg/L) atau Vancomycin ( 25 mg/L) atau Garamycin (20 mg/L) Kalium: hungga 4 mmol/L (bila kalium darah < 3,5 mmol/L)

2216 NEFROUROLOGIPada IPD biasanya dipasang kateter semi-rigid (kaku) kemudian di tutup dengan gauze steril. (Padadapat dilakukan diruangan perawatan (bed-side) dibawah peritoneal dialisis akut tidak dibuat tunnel dibawahbius lokal. Pada CPD atau TPD biasanya dilakukan dengan kulit seperti pada CAPD)memakai kateter CAPD, dilakukan di ruang khusus dibawahbius lokal. Komplikasi yang mungkin terjadi: Komplikasi saat pemasangan kateter: Ozener dkk (2001) dan Sampathkumar dkk (2008)membandingkan hasil insersi kateter dialisis peritoneal Perdarahan saat pemasangan kateter(CAPD) yang dilakukan oleh nefrologis menggunakan Perforasi ususteknik Seldinger dengan teknik operasi terbuka oleh ahli Perforasi kandung kemihbedah. Ternyata tidak ada perbedaan bermakna pada Nyeri dan infeksi pada area pemasangan kateterhasilnya. Disimpulkan bahwa siapapun yang melakukanasal mempunyai pengalaman dan kompetensi, hasilnya Komplikasi tindakan dialisis peritoneal:akan lebih baik. Teknik Seldinger dengan Stylet Catheter Peritonitisadalah cara yang paling mudah, murah dan dapat Komplikasi metabolik (hipokalemi, hiperglikemi)dikerjakan diruangan rawat biasa asalkan bersih (Paul dan Komplikasi perNapasanRamprasad, 1994): Dengan pemasangan kateter sesuai dengan prosedurProsedur pemasangan kateter dialisis akut dengan operasional yang benar dan tindakan peritoneal dialisisteknik Seldinger (Stylet Catheter) dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasien maka{\"Guidelines on the management of Acute Peritonal Dialysis, semua komplikasi yang disebutkan diatas dapat diperkecilRoyal Hospital Yorkhil, 2007\") bahkan dihilangkan. Pasien tidur terlentang, kosongkan kandung kemih HEMODIALISIS INTERMITEN (INTERMITTENT Dinding abdomen sekitar umbilikus dibersihkan HEMODIALYSIS = IHD) dengan betadine, ditutup dengan doek (bolong) yang steril Definisi Operator sebaiknya menggunakan masker, jubah dan Perlu dibedakan teknik Intermittent hemodialysis (IHD) sarung tangan steril yang dilakukan untuk pasien Gagal Ginjal Terminal (GGT) Bila pasien gelisah berikan sedasi, diazepam 10 mg dengan IHD untuk GgGA. Sejak ditemukannya akses IM, atropine 0,25 mg IM pembuluh darah permanen oleh James Cimino (1964) Lakukan lokal anastesi (lidocaine, procaine) ditempat maka IHD menjadi salah satu alternatif terapi bagi pasien akan dilakukan insisi, biasanya 3-6 cm dibawah GGT selain CAPD atau transplantasi ginjal (Mc Bride, ubilicus. 2005). Pada pasien GGT terapi IHD dilakukan secara rutin, Isi rongga abdomen dengan cairan dialisat yang sudah biasanya 2 - 3 kali/minggu dengan lama terapi 4-5 jam/kali. dihangatkan, biasanya menggunakan jarum spinal Dalam upaya untuk meningkatkan adekuasi dialisis maka atau abbocath sebanyak 2-3 liter. frekuensi dialisis dapat ditingkatkan menjadi setiap hari Lakukan insisi pada kulit dengan pisau tajam seukuran atau 5 kali/minggu dan lama terapi diperpanjang menjadi 0,5-1 cm (bila terlalu lebar sering menyebabkan 4 sampai 8 jam. Teknik ini yang semula diperkenalkan kebocoran) oleh De Palma (1969), dikenal sebagai Extended Daily Muskulus Rectus dibebaskan secara tumpul Dialysis (EDD). Untuk mempertahankan aktifitas pasien Masukan kateter (peritocath/stylet catheter) dengan disiang hari terapi dialisis dapat dilakukan pada malam arah tegak lurus. Pasien diminta mengencangkan hari (nocturnal dialysis). Menurut Twardowski (2001) terapi otot perut (mengedan). Bila kateter sudah masuk EDD dapat mencapai tujuan terapi dialisis pada GGT yaitu peritoneum akan terasa tahanan yang menurun untuk mempertahankan hidup dan mencapai kualitas (seperti menusukkan jarum ke buah apel), dan akan hidup yang lebih baik. keluar cairan dialisat melalui kateter Setelah kateter masuk, tarik stylet sekitar 2 cm agar Sampai saat ini IHD masih digunakan untuk pengelolaan tidak menusuk usus, arahkan kateter ke rongga pelvis GgGA. Pada tahun 1960, Teschan dkk melaporkan dalam dengan arah 45°. majalah Annals of Internal Medicine tentang penggunaan Hubungkan dengan transfer set, buang cairan yang hemodialisis profilaksis terhadap GgGA. Pada era tersebut didalam perut dan masukan cairan sesuai resep awal dialisis baru dikerjakan bila telah terjadi azotemia. Menurut (lihat Tabel 8.1) Teschan dkk (1998) bila menunggu keadaan azotemia Setelah posisi baik dan cairan dialisat dapat keluar kondisi klinik akan memburuk, biasanya sudah disertai dan masuk dengan lancar, dilakukan jahitan kulit. dengan sepsis atau gagal organ multipel. Oleh karena

TERAPI PENGGANTI GINJAL AKUT 2217itu mereka menyarankan untuk melakukan dialisis lebih Pada tebel diatas terlihat bahwa dari berbagaicepat, yang disebutnya sebagai dialisis profilaksis. Dialisis penelitian yang dilaporkan perbedaan angka kematiandilakukan selama 6 jam setiap hari, indikasinya adalah antara IHD dan CRRT kebanyakan tidak signifikan. PerluBUN > 200 mg/dl. Ternyata 10 dari 15 pasien dapat diperhatikan bahwa rancangan penelitian-penelitiandiselamatkan. Sedangkan menurut Schiff dkk (2002) bila yang diteliti tidak dibuat dengan seragam, begitu jugawaktu dialisis diperpanjang, yaitu dilakukan tiap hari randomisasinya. Kontroversi tentang mana yang lebih baikangka kematian pasien dapat diturunkan. Berdasarkan diantara kedua jenis terapi ini sampai saat ini masih teruspenelitiannya angka kematian pasien GgGA dengan IHD terjadi. Penelitian-penelitian yang telah dilaporkan hanyakonvensional (2-3 kali/minggu) adalah 37%, lebih tinggi dilakukan pada jumlah pasien yang kecil. Masih ditunggudibandingkan dengan bila HD dilakukan tiap hari (daily hasil penelitian dengan jumlah pasien yang besar dandialysis) yaitu hanya 22%. rancangan penelitian yang baik untuk dapat mengambil kesimpulan (Brivet dkk 1996;Bellomo dkk, 1999; Briglia & Sejak ditemukannya teknik CRRT penggunaan Paganini. 1999; Mehta & Chertow, 2000)IHD untuk pasien GgGA terutama yang dalam kondisikritis mulai berkurang. Bellomo dkk (1999) melaporkan TEKNIK IHDpenelitian yang membandingkan penggunaan CRRT padapasien GgGA (47 pasien) dan IHD (40 pasien). Mereka Pada IHD digunakan mesin hemodialisis dan dialiser yangmelaporkan bahwa penggunaan CRRT dapat menurunkan konvensional sehingga teknik ini relatif lebih mudah dankadar kreatrinin dan urea nitrogen lebih signifikan bila murah. Dialisis dilakukan secara intermiten yaitu antaradibandingkan dengan IHD (p<0,0001). Penelitian yang 4-6 jam/kali, 3 sampai 6 kali/ minggu. Proses penjernihandilakukan oleh Mehta dkk (1998 dan 2001) terhadap darah dan pengeluaran cairan yang berlebihan dapat166 pasien GgGA dengan kondisi kritis melaporkan hal dilakukan dalam waktu yang pendek. Dibandingkanyang berbeda. Angka kematian pasien yang menjalani dengan teknik CRRT maka penggunaan heparin padaCRRT (60%) lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang teknik jauh lebih sedikit, bahkan dengan teknik pre-dilusimenjalani IHD (42%). Namun demikan IHD dilakukannya dapat dilakukan dengan heparin yang minimal.setiap hari. Pendapat Mehta dkk didukung oleh hasilpenelitian Kumar dkk (2000). Mereka membedakan 25 Efek yang tidak menguntungkan adalah pada pasienpasien yang dikelola dengan EDD dan 17 pasien dengan dengan hemodinamik yang tidak stabil. Seringkali terjadiCVVH. EDD dilakukan setiap hari dengan rata-rata waktu efek hipotensi atau gangguan hemodinamik lain. Untukdialisis (tD) selama 7,5 j a m . CVVH dilakukan setiap hari mengurangi komplikasi hemodinamik, aliran darahdengan rata-rata tD = 19.5 jam. Ternyata tidak ada (Qb) diturunkan menjadi 100-150 c/menit dan aliranperbedaan didalam jumlah ultrafiltrasi/hari, tekanan dialisat (Qd) menjadi 200-300 cc/menit. Menurut Fliserdarah sistolik maupun diastolik, maupun angka kematian dan Kielstein (2006) dengan modifikasi yang dikerjakan(mortalitas). pada EDD maka teknik ini sering juga dimasukan dalam kelompok teknik dialisis yang disebut sebagai dialisis Pada tabel di bawah ini dicantumkan berbagai hibrid (\"Hybrid Dialysis\").penelitian yang membandingkan angka mortalitas antaraIHD dan CRRTTabei 11. Perbandingan Angica l\1ortalitas Pasien GgGA dengan Terapi IHD atau CRRTStudy Type No of %Mortality % Change PMauritz 1986 Retrospective -20 Patients IHD CRRT < 0.05Alarabi 1989 Retrospective 58 90 70 -10 < 0.01Mehta 1991 Retrospective -13 < 0.01Kierdorf 1991 Retrospective 80 55 45 -16Bellomo 1992 Retrospective 42 85 72 -11Bellomo 1993 Retrospective 146 93 77 -25Krucznski 1993 Retrospective 251 70 59 -49Simpson 1993 Prospective 160 70 45 -12Kiedorf 1994 Prospective 35 82 33 -5Mehta 1996 Prospective 123 82 70 + 18 95 65 60 166 42 60

2218 NEFROUROLOGITeknik yang digunakan untuk IHD sama dengan teknik low-efficiency dialysis) yang dilakukan dengan teknikHD konvensional hibrid (Marshal dkk, 2000, 2002). Laporan klinik pertamaDialisis dikerjakan setiap hari atau pada malam hari mengenai SLED dimuat dalam majalah Kidney International,(nokturnal) dan waktu dialisis (tD) dapat tetap 4 jam volume 60, tahun 2001. Marshal dkk, mengelola 37 pasienatau diperpanjang hingga 8 jam. GgGA dalam kondisi kritis dengan menggunakan teknikDengan cara ini diharapkan adekuasi dialisis dapat SLED. Pada saat itu mereka menggunakan mesin dialisisditingkatkan biasa, tetapi dengan memperlambat Qd dan Qb , dan memperpanjang tD Mungkin ini adalah laporan pertamaDosis Dialisis yang menyatakan bahwa teknik SLED mempunyai efisiensi yang mendekati CRRT.Dosis EDD yang dianjurkan oleh Kumar dkk(2000) adalah, Dialisis hibrid adalah penggabungan atausebagai berikut: pencangkokan (hibrid) antara teknik IHD dengan CRRT. Masing-masing modalitas mempunyai kerugian dan• tD = 6-8 jam, dilakukan setiap hari keuntungan. Pada IHD terjadi proses hemodia-filtrasi dalam waktu singkat, 4 sampai 5 jam setiap hari atau• Qb = 200 cc/menit selang sehari. Selain itu IHD mempunyai keuntungan dalam efisiensi dan akurasi proses dialisis maupun ultrafiltrasi.• Qd = 300 cc/menit Kerugian dari proses filtrasi dan dialisis yang berlangsung bersamaan dalam waktu yang singkat adalah hemodinamik• Heparin = Reguler Heparin. Inisial 1000 unit, pasien menjadi tidak stabil. Pada proses CRRT hemofiltrasi terjadi secara lambat tanpa henti (kontinu) selama 24 dilanjutkan 500 unit/jam jam penuh, sehingga hemodinamik pasien menjadi stabil. Kerugiannya adalah bahwa proses dialisis baru Dosis EDD harus juga disesuaikan dengan berat badan efektif bila filtrasi dilakukan minimal 35 cc/menit. Hal inidan volume distribusi cairan tubuh. Diharapkan adekuasi menyebabkan sangat besarnya volume cairan pengganti(K.t/V) mencapapai > 1.2 (substitusi) yang dibutuhkan (> 40 liter/hari), akibatnya harganya menjadi mahal. Dalam dekade terakhir terjadiPROLONGED INTERMITTENT RENAL REPLACE-MENT THERAPY (PIRRT)DEFINISIPada tahun 1998 ,Marshal dkk, di Universitas Arkansas,Amerika Serikat, melaporkan teknik SLED {Sustained

TERAPI PENGGANTI GINJAL AKUT 2219kemajuan pesat dalam pengembangan mesin maupun ultrafiltrasi menjadi tidak efisien tetapi hemodinamikmembran untuk terapi dialisis. Kemajuan di bidang ini pasien menjadi stabil. Untuk meningkatkan adekuasimenghasilkan berbagai modifikasi, antara lain membran dialisis maka td (time-dialysis) diperpanjang. Dialisisyang lebih biokompatibel , dialisis bikarbonat dan mesin dilakukan setiap hari atau tergantung kebutuhan.pintar yang dapat mengatur ultrafiltrasi juga kemampuan Biasanya dilakukan juga profiling dari natrium, suhu,natrium-bicarbonate profiling sehingga tersedia berbagai dan kadar bikarbonat dari cairan dialisat. Teknik inimodalitas IHD. Dialisis hibrid mengawinkan kelebihan baik mengutamakan filtrasi dibandingkan dengan dialisis.dari CRRT maupun dari IHD. Pada hybrid dialisis dilakukan Efektifitas dan stabilitasnya-nya dapat disejajarkanproses hemodialisis, tetapi efisiensinya dikurangi dengan dengan CVVH. Bila SLED dilakukan tiap hari makacara memperlambat aliran dialisis (Qd) dan aliran darah disebut sebagai SLED-D (Daily),(Qb) sehingga risiko gangguan hemodinamik dikurangi. b. EDD {extended-daily dialysis). Bila hemodinamik cukupNamun untuk mencapai efisiensi yang cukup waktu dialisis stabil. Qd dan Qb normal atau rendah tetapi UF -rate(tD) dibuat lebih lebih lama (6 sampai 12jam). Keuntungan diturunkan (ultrafiltrasi lambat). Untuk mencapai UF-lain adalah bahwa hybrid dialisis tidak dilakukan selama 24 goal maka tD diperpanjang sesuai kebutuhan. Teknikjam, sehingga pasien mempunyai waktu untuk prosedur ini dipakai bila lebih diperlukan proses dialisis (ureumdiagnostik atau terapi lainnya. tinggi) disamping proses filtrasi. UF-rate diperkecil agar hemodinamik menjadi lebih stabil. Dialisis Dalam kepustakaan dikenal juga beberapa isitilah lain, dilakukan setiap hari atau setiap malam {nocturnalyaitu: Slow Continous Dialysis (SCD), \"Go-Slow dialysis\", dialysis).\"Nocturnal dialysis\", Sustained Low Efficiency Daily Dialysis(SLEDD), Sustained Low Efficiency Daily Dia-filtration Pada tahun 2011, dalam majalah Seminars in Dialysis,(SLEDD-f), maupun extended daily dialysis (EDD). Pada terbitan bulan Maret-April 2011 dan Nephrology Dialysisdasarnya semua teknik dialisis yang disebutkan diatas and Transplantation (NDT) volume 26 tahun 2011, Marshalmempunyai prinsip yang sama, yaitu: Dialisis hibrid mengusulkan penggantian nomenklatur hybrid dialisis(Marshal & Golper,2007; Tolwani dkk, 2007). menjadi Prolonged Intermittent Renal Replacementa. SLED {sustained low-efficiency dialysis). Upaya agar Therapy (PIRRT), seperti terlihat pada gambar berikut: hemodinamik pasien menjadi stabil, adalah dengan Marshal mengusulkan pergantian nomenklatur cara menurunkan Qb dan Qd. Dengan mengurangi Qb menjadi Prolonged Intermittent Renal Replacement dan Qd maka dengan sendirinya proses dialisis dan Therapy (PIRRT), dengan alasan sebagai berikut: CRRT IHD DIDDT (PROLONGED HF rlKK I INTERMrrTENT CWH RENAL REPLACEMENT HD THERAPY) CWHD HDF EF PD CVVHDF (EXTENDED QB 100-150 FILTRATION) QD 24Contoh QF 18 ED CPDEfisiensi Ref; Toiwani et al, 2008. (EXTENDED (CONTINUOUSLebih rendah DYALYSIS) PD) EDF IPD (EXTENDED aNTERMITTENT DIAFILTRATION) PD) QB278 QB 70 Pertukaran 2L QD 500 QD 70 tiap 4 jam, T 5. 2 Jam T 18 jam 24 jam sehari Ref: Vinsonneau et al, 2006. Ref: Lonnemann et al, 2000. Ref: Chitalia et al, 2002.Efisiensi QB450 QB 360 QB 283 Pertukaran 675 mL,Lebih tinggi QD 147 QD 420 QD 200 Setiap 20 menit (pulsasi) T 4 jam QF 100 Setiap 12 jam T 7.1 jam Ref: Honore et al, 2000 Ref: Palevsky et al, 2008 Ref: Chitalia et al, 2002. Ref: Marshall et al, 2004Gambar 3. Konsep Prolonged Intermittent Renal Replacement Therapy (PIRRT),

2220 NEFROUROLOGI1. Dialisis intermiten mempunyai efisiensi yang tinggi jamnya (UF-rate). Akibatnya akan makin panjang waktu dengan waktu yang singkat (<12 jam) tetapi dialisis yang dibutuhkan. Pada penelitian yang dilakukan hemodinamik kurang stabil. Proses utamanya adalah oleh Flieser & Kielstein (2004) dilaporkan bahwa SLED dialisis. yang dilakukan selama 12jam setiap hari sama efisiensinya dengan CVVH yang dilakukan selama 24 jam.2. C W H mempunyai efisiensi yang rendah dengan waktu yang panjang (24 jam) tetapi hemodinamik lebih Aliran Darah (Qb), Aliran Dialisis (Qd) dan stabil. Proses utamanya adalah hemofiltrasi. Ultrafiltration Rate (UFR) Aliran darah (Qb) dilakukan serendah mungkin agar kondisi3. Hybrid dialisis adalah gabungan antara dialisis hemodinamik pasien tetap stabil tetapi dijaga agar tidak intermiten dan CVVH, dimana efisiensinya rendah terjadi pembekuan darah dalam saluran dialisis atau ginjal tetapi waktunya panjang (6-12 jam). buatan. Biasanya aliran diatur sebesar 100-150 cc/menit. Aliran dialisis (Qd) diusahakan diantara 100-300 cc/menit.4. Saat ini dikembangkan berbagai mesin-mesin mutakhir Pada beberapa merk mesin, Qd tidak dapat diturunkan < yang memungkinkan dilakukan berbagai teknik baru 300 cc/menit. Pada keadaan ini waktu dialisis sekurangnya , misalnya CVVHD (dimana selain proses filtrasi juga dibuat 8 jam. Ultrafiltration rate (UFR) tergantung pada dilakukan dialsis). HDF (selain proses dialisis juga kondisi hemodinamik pasien. Bila kondisi pasien sangat dilakukan proses filtrasi) atau ARRT (Accelerated tidak stabil maka UFR dimulai sangat rendah (0-100 cc/ Renal Replacement Therapy), yaitu sistim CVVHD jam) baru dinaikkan setelah kondisi hemodinamik lebih dimana efisiensinya ditingkatkan tetapi waktunya stabil. Target ultrafiltrasi (UF goal) tergantung kebutuhan. diperpendek. Pada teknik peritoneal dialisis dikenal Bila kebutuhan filtrasi banyak sedangkan pasien tidak teknik CPD (Continous Peritoneal Dialysis) teknik mirip stabil sebaiknya dilakukan setiap hari (SLEDD atau EDD). CAPD tetapi waktunya diperpendek (< 24 jam). Antikoagulan Dengan dasar seperti tercantum diatas, maka SLED dapat dilakukan tanpa antikoagulan (free heparin).Marshal menggunakan istilah Prolonged Intermittent Kemungkinan terjadinya pembekuan (clotting) bila SLEDArtinya tindakannya lebih dari 6 jam dan dilakukan secara dilakukan tanpa heparin adalah 26-46% tergantung berapaintermiten (tidak terus-menerus selama 24 jam ). Selain itu rendah Qd. Bila digunakan heparin biasanya diberikannomenklatur PIRRTjuga menerangkan apakah prosesnya bolus sebesar 1000-2000 unit reguler heparin dilanjutkandialisis (D) atau filtrasi (F) seperti pada pada gambar 3. dengan 500-1000 unit/jam. Dilakukan monitoring dengan APTT , sebaiknya menjadi 1.5 kali dibandingkan Nomenklatur PIRRT belum digunakan oleh AKIN secara sebelumnya. Bila digunakan heparin kemungkinanumum, tetapi berdasarkan komunikasi pribadi dengan terjadinya pembekuan (clotting) sebesar 17-26%. BilaMarc Marshal pada saat kunjungan beliau memberikan dializer akan direuse sebaiknya digunakan heparin. Dapatceramah di Bandung dalam acara Korwil PERNEFRI, maka juga digunakan heparin molekul rendah {Low Molecuiarepenulis mengadaptasi istilah PIRRT karena lebih dapat Heparin) terutama pada pasien-pasien dengan gangguanmenerangkan masalah efisiensi dan lamanya tindakan. jantung yang memang sudah menggunakan heparin molekul rendah. Penggunaan antikoagulan golongan sitratTEKNIK TERAPI SLED dianggap mempunyai keunggulan, tetapi harganya mahal sehingga jarang digunakan.(Berbece dkk,2006 ; Tolwani dkk, 2007) Komposisi cairan dialisatMesin Dialisis Cairan dialisat yang digunakan adalah seperti yang biasaMesin yang digunakan untuk teknik SLED adalah mesin digunakan untuk hemodialisis bikarbonat. Biasanyadialisis biasa. Pada dasarnya semua mesin dialisis yang mengandung 3.0-4.0 mEq/liter kalium, 1,5-2,5 mEq kalsiumdapat memperlambat aliran darah (Qb) dan aliran dialisis dan 24-35 mmol/liter bikarbonat.(Qd) dapat digunakan untuk SLED. Lebih baik lagi kalaumesin tersebut dapat mengatur profil natrium dan Dializer (Ginjal buatan)bikarbonat pada cairan dialisat (natrium and bicarbonat Dializer yang digunakan adalah sama dengan yangprofiling) serta dapat mengatur profil suhu cairan dialisis. digunakan pada IHD. Pada laporan pertama penggunaanPengaturan profil sangat berguna bila kondisi pasien tidak teknik SLED oleh Marshal dkk (2001), mereka menggunakanstabil atau tekanan darah sistolik yang sangat rendah. F8 low-flux polysulfone. (FMC-NA) sedangkan Berbece (2006) menggunakan polyethersulfone 1.4 m^ (BelicoLamanya dialisisLamanya dialisis tergantung kebutuhan, berkisar antara6 sampai 12 j a m . Makin tidak stabil hemodinamik pasienakan makin kecil ultrafiltrasi yang dapat dilakukan setiap

TERAPI PENGGANTI GINJAL AKUT 2221Diales 140 ). Roesli dkk (2007) di Bandung menggunakan darah melalui suatu hemofilter (Amicon Diafilter 20) danF8 HPS, 1.8 m^ polysulfone (FMC-AG), dengan melakukan dikembalikan ke vena femoralis (hubungan A-V=arteri-re-use (3 sampai 5 kali). Tidak dianjurkan menggunakan vena) ternyata didapatkan laju ultrafiltasi yang cukupdializer Cellulosa Acetate, terutama bila berniat untuk baik (200-600 cc/menit). Pada awalnya teknik inimelakukan re-use. digunakan bagi pasien dengan edema paru yang tidak responsif terhadap diuretik. Pada tahun 1982, BischoffIHD S L E D dkk memperbaiki teknik ini dengan menghubungkan vena femoralis ke vena besar lainnya (hubungan V-V p V = vena-vena) dengan menggunakan pompa darah.AA Karena laju filtrasi dapat meningkat menjadi > 1000 cc/ menit diperlukan cairan pengganti (substitusi). Teknik V ini kemudian dikenal sebagai Continous Veno-Venous Hemofiltration(CVVH) (Henderson, 1985). Teknik ini Ultrafiltrasi U F C — Ultrafiltrasi kemudian dikembangkan lagi dengan penambahan dialisis atau diafiltrasi (CWHD-F). Karena proses filtrasi dan dialisis = 50-100 mL/min = 50-200 mL/mIn berlangsung lambat dan kurang efisien maka waktu dialisis Q, = 2-8 mL/min (tD) diperpanjang menjadi 24 jam. Kelompok teknik dialisisc , = 2-6 mL/min ini kemudian secara umum dikenal sebagai CRRT {Continous Renal Replacement Therapy) (Mehta , 1 9 9 8 ; Ronco dkk,Gambar 4. Sirkuit IHD dan SLED 2003). Pada dasarnya sirkuit IHD dan SLED tidak berbeda Berdasarkan hipotesis bahwa CRRT dapat melakukan Besarnya Qd dan Qb disesuaikan dengan kebutuhan penjernihan darah dan kontrol cairan tubuh secara Pada SLED biasanya diukan juga profiling natrium, efisien, timbul dugaan bahwa CRRT dapat digunakan bikarbonat atau suhu dialisat untuk membuang cytokines, endotoksin, TNF, PAI dan Kecepatan ultrafiltrasi disesuaikan dengan zat-zat proinflamatori lainnya. Tetapi sampai saat ini hemodinamik pasien tidak ada bukti yang pasti mengenai masalah ini (Tetta dkk,2003). Ronco dkk (2000) membuktikan bahwa angka Hasil review yang dilakukan oleh Fliser & Kielstein kematian pada pasien dengan GgGA yang disertai sepsis(2005) dari penelitian-penelitian yang membandingkan berhubungan dengan dosis ultrafiltrasi. Angka kematianpenggunaan SLED (hybrid dialisis) dengan CVVH (CRRT), akan menurun secara signifikan bila dosis ultrafiltrasi >35melaporkan bahwa teknik ini makin banyak digunakan cc/kgBB/jam. Tetapi penurunan angka kematian ini lebihuntuk mengelola pasien GgGA yang dirawat di ICU. Mereka berhubungan dengan rendahnya gangguan hemodinamikmengambil kesimpulan bahwa bila dibandingkan dengan pada pasien , bukan karena menurunnya kadar cytokines.C W H , maka SLED mempunyai keunggulan, dalam hal-hal John S dkk (2001) membandingkan kelompok pasienberikut ini: GgGA dengan sepsis dengan terapi CVVH (20 orang) dan hemodialisis intermiten (10 orang), tidak ada perbedaan1. Efisiensi pembuangan toksin (solute removal) dapat pada parameter perfusi splanchnic regional, seperti pH, disejajarkan dengan IHD atau CVVH pCOj, atau pCO^ gap pada kedua kelompok pasien Kellum dkk (2002) melakukan meta-analisis pada 13 penelitian2. Stabilitas hemodinamik seimbang dengan CVVH dengan jumlah pasien lebih dari 1000 orang. Tidak3. P e n g g u n a a n h e p a r i n j a u h lebih r e n d a h bila didapatkan perbedaan dalam angka kematian diantara CRRT dan hemodialisis intermiten(IHD) (RR=0,93;0,95. dibandingkan dengan CVVH Cl=0,79-1,09).4. Mudah dikerjakan dan dapat dilakukan oleh perawat dialisis5. Biaya operasional jauh lebih rendah6. Kemungkinan dilakukan pada malam hari, sehinGgGA siang hari pasien bebas untuk menjalankan prosedur diagnostik atau terapi lainCONTINOUSRENALREPLACEMENTTHERAPYiCRRl) TEKNIK OPERASIONAL BEBERAPA JENIS CRRT.Definisi (Yeun dkk,2000; Kellum dkk,2002; Reily dan Tolwani,Pada tahun 1977 untuk pertamakalinya Peter Kramer 2005)mengajukan konsep Continous Arterio-venousHemofiltration (CAVH). Sebenarnya konsep ini berkembang Setiap jenis CRRT mempunyai teknik operasional yangakibat kesalahan percobaan, yaitu secara tidak sengaja berbeda. Pemilihan teknik CRRT untuk pasien GgGA harusmenusuk arteri femoralis. Kemudian Kramer mengalirkan memperhatikan: indikasi dan tujuan CRRT, fasilitas yang tersedia, efek samping, pengetahuan dan ketrampilan

2222 NEFROUROLOGIdokter atau perawat, tingkat kesulitan dan harga (high-flux). Teknik ini dilakukan berkesinambungan danpengobatan. memerlukan monitor yang ketat. Tingkat kesulitan dan harga pengobatan lebih tinggi dari SCUR Sirkuit CAVHSlow Continous Ultrafiltration (SCUF) dan CVVH dapat dilihat pada gambar 6.Indikasi dari SCUF adalah untuk nnengurangi cairantubuh yang berlebihan(volunne control). Teknik yang CAVH CWHdigunakan adalah ultrafiltrasi lannbat (<10 cc/menit atau< 300 cc/jam). SCUF dilakukan secara berkesinambungan Ultrafiltrasi UFC- Ultrafiltrasi(continous) selama masih diperlukan. Dengan teknik inikeadaan hemodinamik stabil dan tidak diperlukan cairan Q„ = 50-100 mL/min = 50-200 mL/minsubstitusi. Akses pembuluh darah dapat A-V atau V-V. Q,= 10-15 mL/min Q,= 10-30 mL/minTidak diperlukan mesin dialisis, cukup pompa darah padaakses V-V. Dialiser yang digunakan jenis hemofilter. Sirkuit Gambar 5. Sirkuit CAVH/CWHSCUF (AV dan VV) dapat di lihat pada gambar 5. Tekniksederhana dan tidak mahal. Kerugiannya pada teknik ini AV = akses Arteri-Venatidak terjadi penjernihan darah (proses difusi). (Qb lambat maksimal 100 cc/menit) W = akses Vena-Vena AV SCUF WSCUF ( Qb lebih cepat > 200 cc/menit) melakukan Melakukan ultrafiltrasi dengan Qf tinggi (10-30 cc/menit), perlu cairan substitusi Ultrafiltrasi UFC- UltrafiltrasiQ, = 50-100 mL/min Q„ = 50-200 mL/min Q, = 2-6 mL/min Q, = 2-8 mL\minGambar 5. Sirkuit AV/VV SCUF Continous Arterio-Venous Hemo Dia-filtration & Continous Veno-Venous Hemo Dia-filtration AV = akses Arteri-Vena (tanpa pompa) Perbedaan antara CAVHDF/CWHDF dibandingkan dengan (Qb lambat maksimal 100 cc/menit) CAVH/CWH adalah indikasinya. Selain untuk membuang• VV = akses Vena-Vena (dengan pompa) kelebihan cairan tubuh, teknik ini dapat digunakan secara ( Qb lebih cepat > 200 cc/menit) efisien untuk penjernihan darah. Agar terjadi penjernihanHanya melakukan ultrafiltrasi, tanpa cairan substitusi darah(proses difusi), maka digunakan cairan dialisat dengan laju dialisat yang lambat, Qd = 10-15 cc/menit.Continous Arterio-Venous Ultrafiltration & Sedangkan kecepatan aliran darah juga dibuat lambat, QbContinous Veno - Venous Ultrafiltration = 50-200 cc/menit. Mengingat Qd dan Qb yang lambatIndikasi utama dari CAVH/CWH adalah untuk mengurangi maka keadaan hemodinamik akan tetap stabil. Selaincairan tubuh yang berlebihan(volume control). Teknik yang cairan dialsat, juga diperlukan cairan substitusi untukdigunakan adalah ultrafiltrasi. Agar terjadi proses konveksi, mengganti cairan yang hilang. Untuk proses ini diperlukanmaka Qf harus > 10 cc/menit. Menurut Ronco(2000) mesin hemofiltrasi dan penggunaan dialiser high-flux.mortalitas pasien baru akan menurun secara signifikan bila Proses ini memerlukan monitoring ketat. Tingkat kesulitanQf > 35 cc/kgBB/menit. Mengingat ultrafiltrasi berlangsung dan harga pengobatan teknik ini adalah yang paling mahalsecara berkesinambungan maka dengan teknik ini keadaan dibandingkan dengan teknik CRRT lainnya. Sirkuit CAVHDhemodinamik tetap stabil. Diperlukan cairan substitusi dan CVVHD dapat dilihat pada gambar 7.untuk menGgGAnti cairan yang hilang. Banyaknya cairansubstitusi tergantung besarnya Qf. Dengan teknik ini CAVHD CWHDtidak diperlukan cairan dialisat. Akses pembuluh darahdapat A-V atau V-V. Pada akses A-V, tidak digunakan d, d,pompa karena darah mengalir akibat tekanan daraharteri pasien. Pada akses V-V diperlukan pompa darah. Q„= 50-100 mL/min Q, = 50-200 mL/minMengingat efisiensinya kurang maka akses A-V dewasa ini Q, = 1-3 mL/min Q, = 1-5 mL/minjarang digunakan. Membran yang digunakan hemofilter Q, = 10-20 mL/min Q„ = 15-30 mL/min Gambar 7. Sirkuit CAVHD/CWHD

TERAPI PENGGANTI GINJAL AKUT 2223 AV = akses Arteri-Vena kembali ke dalam sistim. Sistim ini kemudian digabungkan (Qb lambat maksimal 100 cc/menit) dengan filter kedua yaitu hemofilter sehingga terjadi VV = akses Vena-Vena proses konveksi. ( Qb lebih cepat > 200 cc/menit) Melakukan ultrafiltrasi dengan Qf rendah (1-5 cc/ Proses CPFA dapat dilakukan dengan mesin Belico* menit), perlu cairan substitusi dengan menggunakan 4 buah pompa. Qb = 150-180 cc/ Dibantu dengan dialisis dengan intensitas rendah menit,, reinfusi post-dilusi = 4 liter/jam. Laju filtrasi plasma (15-30 cc/menit) = 15-20%. Waktu terapi (t) = 10 jamBEBERAPA TEKNIK TERAPI PENGGANTI GINJAL Teknik CPFA belum banyak digunakan karenaUNTUK INDIKASI SPESIFIK prosesnya yang rumit dan mahal, tetapi teknik ini membawa harapan untuk terapi penderita sepsis danIndikasi Pasien Sepsis dan Syok Septik syok septik. Masih harus ditunggu hasil-hasil penelitian lebih jauh.Teknik CRRT yang mutakhir adalah CPFA ( CoupledPlasma Filtration Adsorption) dengan indikasi pasien INDIKASI GAGAL LIVERsepsis dan syok septik. Pada peneltian dengan jumlahpasen terbatas, teknik ultrafiltrasi yang digabung dengan Pada pasien dengan gagal liver banyak tertimbun toksinplasmaferesis dapat mengurangi endotosin yang beredar yang terikat pada albumin, seperti amonia, bilirubin, asamdalam darah, baik mediator pro-inflamasi maupun anti- empedu, besi dan fenol. Untuk menjernihkan toksin-toksininflamasi. Selain itu untuk mengurangi intoksikasi akut ini dapat dilakukan proses :dapat ditambahkan filter sorben yang berisi antibiotik a. Single pass albumin dialysis(polymyxin B). b. Molecular Adsorbent Recirculation System (TVIARS) c. Plasma Filtration Adsorbtion Dialysys (PFAD) system• • — T L , Plasma Single Pass Albumin Dialysis jahat' Adalah proses penjernihan albumin secara sederhana dengan menggunakan mesin dan high-flux hemodiafilter seperti pada TPG-A. Darah dialirkan seperti biasa sedangkan cairan dialisat diganti dengan albumin. Albumin dapat digunakan sekali saja (single pass) atau digunakan kembali (regenerasi) dengan melalui suatu adsorben pada sistim tertutup. Molecular Adsorbent Recirculation System (MARS) Sistim ini saat ini paling banyak digunakan untuk penjernihan toksin pada penderita gagal hati. Sistim ini terdiri dari 2 sirkuit yang berbeda. Sirkuit pertama berisi albumin pada satu kompartemen dan darah pasien pada kompartemen lain yang dipisahkan oleh membrane semi-permeabel. Dengan proses adsorbsi darah pasien dibersihkan dari toksin-toksin yang terikat5* pada albumin. Albumin yang telah mengandung toksin_-J -4 Cairan infus ulang masuk kemudian diregenerasi dan dialirkan kedalam sistim kedua yaitu suatu proses hemodialisis. Selanjutnya albuminGambar 8. Teknik CPFA : dialirkan ke dalam adsorben charcoal (diaMARS AC250) dan anion exchanger (diaMARS IE250) untuk dilakukan Pada teknik CPFA proses plasma dipisahkan dari darah regenerasi, setelah itu dikembalikan ke aliran darah pasienpada filter pertama. Kemudian dialirkan ke filter penukarresin untuk menyaring molekul buruk {bad molecules). (Gambar 9).Dengan proses adsorbsi terjadi penjernihan mediatorinflamasi dilakukan melalui resin styrenic hydrophobic. Plasma Filtration Adsorption Dialysis (PFAD)Plasma yang telah dijernihkan kemudian diinfuskan PFDA adalah teknik penjernihan yang baru dengan menggunakan dializer dengan tiga kompartemen.

2224 NEFROUROLOGI Sistem ke-1 Sirkuit albumin Sistem ke-2 Sirkulasi darah Sirkuit dialisat MARS FLUX , P^\"93dsorpsi pengadsorpsi (arang) alat dialisis MARS FLUX jenukar anion) diaMARS AC 250 diaFLUX diaMARS IE 250 Gambar 9. Teknik MARS Kantong Kantong infus infus Gambar 10. Teknik PFAD dializer ini terjadi proses dialisis Dengan teknik PFAD darah dapat dijernihkan dari semuaPada dializer pertama plasma dipisahkan dari darah, toksin baik yang larut dalam air maupun yang tidak larutkemudian dialirkan ke dializer ke 3 dimana terjadi proses dalam air.konveksi, kemudian albumin diregenerasi pada adsorbent( no 4) untuk kemudian dialirkan ke dializer ke 2. Di dalam

TERAPI PENGGANTI GINJAL AKUT 2225INDIKASI EDEMAPARUAKIBATGAGALJANTUNG REFERENSIKIRI 1. Ansari N. Peritoneal dialysis in renal replacement therapyEdema paru yang disebabkan oleh gagal jantung kiri yang for patients with acute kidney injury. Int J Nehrology, 2011;tidak responsif terhadap terapi diuretic dapat dikelola 2011:1-10dengan menggunakan IHD, SLED atau CRRT. Pada keadaandimana hanya diperlukan proses ultrafiltrasi saja dapat 2. Basu RJ. Wheeler D S , G o l d s t e i n s et a l . Acute Renaldigunakan sistim Aquadex FlexFlow™. Replacement Therapy in Pediatric. Int J opf Nephrol (2011)Gambar 10. Sistem Aqudex 3. Berbece A N , Richardson R M A ; Sustained low-efficiency dialysis in the I C U : Cost,anticoagulant, and solute removal.Qb = 10-40 cc/menit, volume ekstrakorporeal hanya 33 cc Kidney Inter 2006;70:963-968sehingga tidak menganggu hemodinamik pasien.Laju ultrafiltrasi antara 10-500 cc/jam dengan heparinisasi 4. Bellomo R, Farmer M , Bhonagiri S, et al: Changing acutekonvensional renal failure treatment from intermittent hemodialysis toMenggunakan dializer biasa (low flux) dapat dilakukan continuous hemofiltration: impact on azotemic control. There-use Int J Art Org: 1999, (22) 145-150Akses pembuluh darah bisa sentra (jugular atau sub-clavia)atau perifer (vena cubiti) Indikasi sistim ini hanya satu 5. Bellomo R, Ronco C : Continous renal replacement therapy inyaitu edema paru atau overhidrasi, prosesnya mudah dan the intensive care unit. Int Care Med 1999;25:781-789murah, tidak memerlukan cairan dialisat atau substitusi.Dahulu kita sering menggunakan mesin Gomco untuk 6. Briglia A, Paganini E. Acute renal failure in the intensive careproses ini. unit. Clin Chest Med 1999;20:347-66. Indikasi sistim ini hanya satu yaitu edema paru 7. Brivet F G , Kleinknecht DJ, Landais PJ: Acute renal failure inatau overhidrasi, prosesnya mudah dan murah, tidak intensive care. Causes, outcome, and prognostic factors ofmemerlukan cairan dialisat atau substitusi. Dahulu kita hospital mortality: A prospective, multicentre study. Criticalsering menggunakan mesin Gomco untuk proses ini. Care Med 1996;24(2): 192-198 8. Fliser D & Kielstein T: Technology insight: treatment of renal failure in the intensive care unit with extended dialysis. Nephrology 2006;2: 32-39 9. Fliser D and Brivet F G , Kleinknecht DJ, Landais PJ: Acute renal failure in intensive care. Causes, outcome, and prognostic factors of hospital mortality: A prospective , multicentre study. Critical Care Med 199'6;24(2): 192-198 10. Gabriel DP, Caramori JT, Martim L C et al: High volume peritoneal dialysis vs daily dialysis: A randomized, contoled trial in patients with acute kidney injury. Kidney Intemat 2008:73:s87-S93 11. Hayat A, Kamili H A , Samia R: Peritoneal dialysis for adults with acute renal failure: an underutilized modality. Saudi J Kidney Dis Transplant 2007;18(2):195-197 12. H e n d e r s o n L W : D i s c o v e r y a n d relative importance of continous arteriovenous hemofiltration.In: Kramer P.ed: Arteriovenous hemofiltration. 1st ed. Springer- Verlag.l985;ppl-3 13. John S, Griesbach D, Baumgartel M, et al: Effect of continuous haemofiltration vs intermittent haemodialysis on systemic haemodynamics and splanchnic regional perfusion in septic shock patients: a prospective, randomized clinical trial. Nephrol Dial Transplant, 2001:16(2): 320-7. 14. Jorres A v a n Biesen W, Davenport A et al: Acute Renal Replacement Therapy. Int J Nephrol 2011 15. Kellum JA, Angus D , Johnson JP et.al. Continous versus Intermittent renal replacement: a meta analysis. Intensive Care Med. 2002;28:29-37 16. Khan IH: Adequacy in peritoneal dialysis. Saudi J Kidney Dis Transplant 2001;12(4):481-486 17. Kielstein JT: Technology insight; Treatment of renal failure in te intensive care unit with extended dialysis. Nephrology 2006;2: 32-39 18. Kumar V A , Craig M C , Depner T A et al: Extended dialysis: A new approach to renal replacement for acute renal failure in the intensive care. A M J Kidney Dis 2000; 36: 19. Kramer P, Wigger W, Matthaei D, Scheler F. Arterio-venous hemofiltration: a new simple method for treatment of overhvdrated patients resistant to diuretics. Klin Wochenschr, 1977:55:1121 20. O z e n e r C , Bihorac A , A k o g l u : T e c h n i c a l s u r v i v a l of C A P D catheters: comparison between percutaneous and conventional surgical placement techniques. Nephrol Dial Transplant 2001; 16:1893-1899

2226 NEFROUROLOGI21. Macedo E , Mehta RL. When should renal replacement 41. Tetta C , D'Intini V, Bellomo R, et al: Extracorporeal treatments therapy be initiated in for acute kidney injury ? Sem in in sepsis: are there new perspectives? Clinical Nephrolog)', Dialysis 2011; 24:132-137 2003, vol. 60: 299-30422. Marshall MR, Golper T A , Shaver MJ, et al: Urea kinetics 42. Teschan PE, Baxter CR, O'Brien TF: Prophylactic hemodialysis during sustained low-efficiency dialysis in critically ill in the btreatment of acute renal failure. J A m Soc Nephrol patients requiring renal replacement therapy.Am J Kidney 1998;9:2384-2397 Dis, 2000; 39(3):556-70 43. Tolwani AJ, Wheeler TS,Wille K M : Sustained low-efficiency23. Marshall MR, Golper T A , Shaver MJ, et al: Urea kinetics dialysis. In: Ronco C, Bellomo R, Kellum JA.Eds Acute Kidney during sustained low-efficiency dialysis in critically ill Injury. Conhbutors to Nephrology 2007;156:320-324. patients requiring renal replacement therapy, 2002, A m J Kidney Dis, 39(3):556-70. 44. Uchino S , K e l l u m JA, Bellomo R et al: Beginning and Ending Supportive Therapy for the Kidney (BEST Kidney)24. Marshal MR, Golper T A : Sustained low efficiency or extended Investigators. Acute renal failure in in criticalh ill patients. A daily dialysis, http:/ / patients.uptodate.com.2007 multinational multicentre study. J A M A 2005 ; 294: 813-81825. Marshal M R , G o l p e r T A : Low-efficiency acute renal 45. U K Renal Association. Clinical Pracrtice Guidelines. Module replacement therapy: role in acute kidney injury. 2011;24:142- 3b: Peritoneal dialysis. 2007. www.renal.org.guidelines. 148 46. Y e u n J, Depner T . Principles of dialysis modality. In:26. Marshal MR et al. Mortality rate comparison after switching Owen WF, Pereira BJ, Sayegh M H , editors. Dialysis and from continuous to prolonged intermittent renal replacement transplantation; a companion to Brener & Rectors' the kidney. for acute kidney injury in three intensive care units from Philadelpia: WB Sanders; 2000. p. 1-32 different countries. Nephrol Dial Transplant (2011) 26: 2169-217527. McBride P, The development of hemodialysis and peritoneal dialysis. In: Nissenson AR, Fine RN.Eds.: Clinical Dialysis. 4* edition. Mc Graw-Hill (2005); ppl-2628. Mehta R L . Supportive therapies; intermittent hemodialysis, continuous renal replacement therapies and peritoneal dialysis. In: Schrier RW, editor. Atlas of diseases of the kidney. Current Medicine, Philadelphia: Blackwell Science; (1998)29. Mehta R L , Chertow G M . Selection of dialysis modality. In: Owen WF, Pereira BJ, Sayegh M H , editors Dialysis and transplantation; a companion to Brenner & Rectors' the kidney. Philadelpia: WB Sanders; 2000. p. 403-1730. Mehta R L . Indications for d i a l y s i s in the I C U R e n a l Replacement vs Renal Support Blood Purification, 2001,19: 227-232.31. Passadakis PS, Oreopoulus D G : Peritoneal dialysis in patients with acute renal failure. Adv Peritoneal Dialysis 2007;23:7-1632. Paul TT, Ramprasad KS: Acute peritoneal dialysis using stylet catheter. Saudi J Kidney Dis Transplant 1994;5(2):184-18933. Phu N H , Hien T T , Thi N , Mai T H , et al: Hemofiltration and Peritoneal Dialysis in Infection-Associated Acute Renal Failure in Vietnam. The New Engl J Med, 2002, (347):895- 902.34. Renal Unit. Royal hospital for sick children. Yorkhill division: Guidelines on the management of acute peritoneal dialysis. August, 200735. Reilly PO & Tolwani A: Renal replacement therapy. Crit Care Clin 2005;21: 367-37836. Roesli R M A : G a n g g u a n G i n j a l A k u t . D i a g n o s i s d a n pengelolaan. Pusat Penerbitan Ilmiah Ilmu penyakit dalam FK Unpad. Edisi 2. 201137. Ronco C . Brendolan A , Bellomo. C o n t i n o u s D i a l y s i s Treatments. In: Brady HR, Wilcox C S (eds): Therapy in Nephrology and Hypertension. 2\"'* ed. WB Saunder, 2003:69- 7638. Sampathkumar K, Mahaldar AR, Sooraj Y S et al: Percutaneus C A P D catheter insertion by a nephrologists versus surgical placement: A comparison study. Indian J Nephrology 2008;18:1-739. Schiffl H , Lang SM, Fischer R. Daily Hemodialysis and the Outcome of Acute Renal Failure. The New Engl J Med, 2002, 346, (5): 305-10.40. Srisawat N , L a w s i n L , Uchino S et al. Beginning and Ending Supportive Therapy for the Kidney (BEST Kidney) Investigators. Cost of acute renal replacement therapy in the intensive care unit. Critical Care 2010; 14: R46 <

292 TRANSPLANTASI GINJAL Endang SusalitPENDAHULUAN dan peran tiap terapi pengganti dalam penatalaksanan pasien gagal ginjal tahap akhir.Pada tahun 2002, National Kidney Foundation (NKF)Kidney Disease Outcome Quality lnitiative(K/DOQl) telah Semua pasien dengan gagal ginjal tahap akhirmenyusun pedonnan praktis penatalaksanaan klinik tentang dipertimbangkan sebagai calon resipien transplantasievaluasi, klasifikasi, dan stratifikasi penyakit ginjal kronik. ginjal kecuali jika mengidap penyakit keganasan sistemik,Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi infeksi kronik, penyakit kardiovaskular yang berat ataustadiunn ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, gangguan neuropsikiatrik yang akan menggangguyaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju kepatuhan minum obat imunosupresif, meskipun padafiltrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut akhirnya pasien yang akan memutuskan jenis terapimembagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. pengganti yang akan dipergunakan.Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjalyang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan TRANSPLANTASI GINJAL SEBAGAI SALAH SATUpenurunan ringan fungsi ginjal, stadium 3 kerusakan PILIHAN TERAPI PENGGANTIginjal dengan penurunan sedang fungsi ginjal, stadium4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti utamadan stadium 5 adalah gagal ginjal. pada pasien gagal ginjal tahap akhir hampir di seluruh dunia. Manfaat transplantasi ginjal sudah jelas terbukti Jika sudah sampai pada gagal ginjal tahap akhir, lebih baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalamyaitu penyakit ginjal kronik stadium 5, dibutuhkan terapi hal perbaikan kualitas hidup. Salah satu di antaranyapengganti untuk dapat bertahan hidup. Ada tiga jenis adalah tercapainya tingkat kesegaran jasmani yang lebihterapi pengganti yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal, dan baik. Misalnya, seorang perempuan muda yang menerimatransplantasi ginjal. Pada gambar 1 dapat dilihat hubungan ginjal transplan bisa hamil dan melahirkan bayi yang sehat.Penyakit Ginjal Kronik Progresif < Terapi konservatif Transplantasi ginjal yang berhasil sebenarnya merupakan cara penanganan gagal ginjal tahap akhir Gagal ginjal tahap akhir yang paling ideal, karena dapat mengatasi seluruh jenis penurunan fungsi ginjal. Di pihak lain, dialisis hanyaMeninggal<< 4' Hemodialisis/DPMB*) mengatasi akibat sebagian jenis penurunan fungsi ginjal. Dialisis Gagal ^ Di samping itu transplantasi ginjal masih memberikan ^^ keuntungan lain dibandingkan dengan dialisis seperti • Bertahan hidup terlihat pada tabel 1. Manfaat transplantasi paling jelas Transplantasi terlihat pada pasien usia muda dan pada pasien diabetes melitus. Sebagai contoh, pasien dialisis nondiabetik yang ginjal berumur 20-39 tahun mempunyai harapan hidup 20 tahun lagi, tetapi jika dilakukan transplantasi ginjal harapan*) Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan hidupnya menjadi 31 tahun lagi. Pasien dialisis yangGambar 1. Skema penatalaksanaan gagal ginjal 2227-

2228 NEFROUROLOGITabel 1. Keuntungan Transplantasi Ginjal Dibandingkan Transplantasi donor hidup memang memberikan hasildengan Hemodialisis Kronik yang lebih baik. Akan tetapi, transplantasi donor jenazah juga memberi keuntungan yang lain, yaitu tidak adanya ^ , ^ . . . , Hemodialisis risiko pada donor dan ginjal donor dapat diberikan kepada Transplantasi ginjal kronik resipien yang paling sesuai.Prosedur Satu kali (biasanya) Seumur hidup DONOR HIDUPKualitas hidup baik sekali cukup baik Yang dimaksud dengan donor hidup adalah donor yang masih hidup. Pemeriksaan persiapan calon donor hidup(jika berhasil) dilakukan secara bertahap seperti terlihat pada tabel 3. Dengan prosedur penjaringan dan evaluasi donor tersebut,Ketergantungan nnininnal Besar dapat dipastikan bahwa calon donor memang ikhlas untuk mendonasikan ginjalnya, dalam keadaan sehat danpada fasilitas mampu menjalani operasi nefrektomi, serta mampu hidup normal dengan satu ginjal setelah melakukan donasi.nnedik Yang dimaksud dengan hidup normal di sini adalah dapat bekerja seperti sebelum donasi, tidak memerlukan dietJika gagal dapat hennodialisis Meninggal khusus atau obat, tidak ada perubahan dalam kehidupan seks, dan jika masih dalam usia subur, ia tetap subur kembali atau seperti semula. transplantasi lagi Calon donor tidak dipakai jika mengidap penyakit ginjal atau jika diprediksi terdapat peninggian risikoAngka kennatian/ 4 -8 % 20 - 25 % morbiditas dan mortalitas pada saat operasi transplantasi.tahun Tabel 3. Proses Evaluasi Calon Donor Hidupdiabetik pada kelompok yang sama mempunyai harapan 1. Penjaringan Donorhidup 8 tahun lagi, tetapi jika dilakukan transplantasi ginjal Edukasi resipien tentang donasi donor hidup danharapan hidupnya menjadi 25 tahun lagi. jenazah Anamnesis riwayat keluarga dan penjaringan calon Ada beberapa faktoryang berperan pada keberhasilan donortransplantasi ginjal, yaitu faktor yang berkaitan dengan Konfirmasi kesamaan golongan darah ABO calon donordonor dan resipien, faktor imunologi, faktor penanganan dengan calon resipienpra dan peri-operatif, serta faktor pasca-operatif. Pemeriksaan tissue typing dan cross match calon donor yang golongan darah ABO-nya sama dengan calonFAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN DONOR resipien Pilih calon donor yang paling sesuai, bersama calonTransplantasi ginjal tidak bisa terlaksana tanpa ginjal resipien dan keluargadonor Walaupun perhatian sering lebih banyak dicurahkan Edukasi calon donor tentang proses evaluasi danpada penanganan resipien pascatransplantasi, identifikasi donasimasalah dan persiapan donor sangat berpengaruhterhadap keberhasilan transplantasi. 2. Evaluasi Donor Anamnesis dan pemeriksaan fisis lengkap Transplantasi ginjal dapat memanfaatkan ginjal donor Pemeriksaan laboratorium :hidup yang sehat atau ginjal donor jenazah. Kekurangan Darah lengkap, kimia darah, HBsAg, anti-HCV, CMV VDRL,jumlah ginjal donor merupakan masalah umum yang HIV, tes toleransi glukosa(jika ada riwayat diabetesdihadapi seluruh dunia. Sebagian besar negara di Asia dalam keluarga), hemostasis, tes kehamilansudah memanfaatkan donor jenazah, sedangkan Indonesia Urinalisis, kultur urin, tes klirens kreatinin, ekskresi proteinbelum memanfaatkan donor jenazah, seperti terlihat pada dalam urin-24 jamtabel 2. Foto toraks, elektrokardiografi, tes treadmill (usia >50 tahun), pielografi intravenaTabel 2. Sumber Donor Transplantasi Ginjal di Negara Evaluasi psikiatrik Arteriografi ginjalAsia Tes crossmatch sebelum transplantasiNegara Donor hidup (%) Donor Jenazah (%)Jepang 64,5 35,5Korea 96,7 3,3Saudi Arabia 71,7 28,3Taiwan 11,9 88,1Filipina 81,7 18,3Malaysia 98,6 1,4Muangthai 29,2 70,8Singapura 33,3 66,7Indonesia 100 0Bangladesh 100 0

TRANSPLANTASI GINJAL 2229Pada tabel 4 dapat dilihat kriteria eksklusi calon donor Tabel 5. Kontraindikasi Donor Jenazahhidup. Absolut Relatif Sennakin tua umur seseorang semakin kecil cadangan Umur > 70 tahun Umur > 60 tahunfungsi ginjalnya sehingga ginjal yang berasal dari donoryang berumur lebih tua akan menghasilkan fungsi ginjal Penyakit ginjal kronik Umur < 5 tahuntransplan yang lebih rendah. Ginjal yang berasal daridonor yang berumur sangat muda, 0 sampai dengan 5 K e g a n a s a n d e n g a n Hipertensi ringantahun, juga sangat peka terhadap waktu iskemik dingindan cenderung menghasilkan kegagalan imunologik yang metastasislebih tinggi. Hipertensi berat Infeksi yang diobati Ginjal yang berasal dari donor dengan virus sitomegalopositif yang ditransplantasikan ke resipien dengan virus Sepsis bakteri Nekrosis tubuler akutsitomegali negatif, cenderung mempunyai ketahanan nonoligurikhidup yang lebih pendek jika dibandingkan denganginjal yang berasal dari donor dengan virus sitomegalo Pecandu obat intravena Masalah medik donor (diabetes,negatif. SLE) Tabel 4. Kriteria Eksklusi Calon Donor Hidup HBsAg, anti HCV, HIV Waktu iskemik dingin yang Umur kurang dari 18 tahun atau lebih dari 65 tahun Hipertensi (> 140/90 atau perlu obat darah tinggi) positif panjang Diabetes (Tes toleransi glukosa atau HbAlc abnormal) Proteinuria (> 250 mg/24jam) Gagal ginjal akut oligurik Perforasi usus Riwayat batu ginjal Laju filtrasi glomerulus abnormal (TKK < 80 ml/menit) Waktu iskemik panas yang Hematuria mikroskopik panjang Kelainan urologik ginjal donor Masalah medikyang bermakna (PPOK, Keganasan baru) SLE = systemic lupus erythematosus Obesitas (30% di atas berat badan ideal) Riwayat trombosis atau tromboembolisme DIAGNOSIS MATI BATANG OTAK Kontraindikasi psikiatrik TKK= tes kliren kreatinin; PPOK= Penyakit paru obstruktif Masalah yang harus diperhatikan pada transplantasi kronik donor jenazah adalah penentuan batasan mati. Batasan mati yang bermanfaat untuk donasi organ tubuh adalahDONOR JENAZAH mati batang otak. Di Indonesia, pada tahun 1985 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah memberikan rekomendasiTransplantasi donor jenazah bertujuan memanfaatkan tentang batasan mati, yang antara lain menyebutkanorgan tubuh pasien yang akan meninggal. Ginjal donor bahwa manusia dinyatakan mati jika batang otaknya tidakjenazah dalam waktu yang relatif singkat harus segera berfungsi lagi.dipindahkan ke resipien. Dewasa ini, dikembangkanpula donasi ginjal yang berasal dari jenazah dengan Penentuan saat mati batang otak pasien yang akanjantung yang sudah tidak berdenyut lagi, yang lazim menjadi donor jenazah dibuat setelah ada izin daridisebut donor henti denyut jantung (sfop beating heart keluarga oleh dokter lain di luar tim transplantasi, untukdonor). Pada umumnya, donor jenazah adalah korban mencegah kemungkinan adanya keinginan yang terlalutrauma kepala atau penyakit pembuluh darah otak. cepat untuk segera melakukan transplantasi. Kriteria matiKontraindikasi donor jenazah absolut dan relatif dapat batang otak dapat dilihat pada tabel 6.dilihat pada tabel 5. Sementara itu, pasien harus tetap dirawat oleh tim Ketahanan hidup ginjal transplan dari donor jenazah dokter yang merawat/ mengobati sebelumnya yangyang meninggal karena penyakit serebrovaskular dilaksanakan di dalam unit yang lengkap, seperti unitiskemik tidak sebaik ketahanan hidup ginjal transplan perawatan intensif atau unit perawatan jantung intensifdari donor jenazah yang meninggal karena perdarahansubaraknoid. Tabel 6. Diagnosis Mati Otak 1. Persyaratan: koma, respirasi dengan ventilator diagnosis penyebab koma: pasti (kelainan struktur otak ireversibel) 2. Disingkirkan: hipotermi (< 35° C ) obat-obatan kelainan endokrin/metabolik berat 3. Tes: tidak ada refleks batang otak apnu

2230 NEFROUROLOGIsebagai pasien biasa dan bukan dianggap sebagai pasien dengan anti-CMV negatif dari donor dengan anti-CMVtahap akhir. Produksi urin dipertahankan cukup banyak, positif. Sebagian besar unit transplantasi tidak melakukanseolah-olah demi kepentingan pasien sendiri. transplantasi pada resipien dengan HBsAg positif yang pada biopsi hati didapatkan hepatitis kronik aktif PendapatDONOR GINJAL XENOGENIK berbagai unit masih beragam terhadap resipien dengan anti-HCV positif, donor dengan anti-HCV positif, danAlasan yang kuat untuk mengembangkan xenotransplantasi resipien dengan masalah kardiovaskular.adalah kurangnya jumlah organ donor untuk transplantasipada manusia. Xenotransplantasi adalah transplantasi Tabel 7. Evaluasi Praoperatif Calon Resipien Transplantasijaringan atau organ di antara dua spesies yang berbeda, Ginjalmisalnya dari hewan ke manusia. Pada saat ini sedangdikembangkan transplantasi ginjal dari babi ke manusia 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisis lengkapyang masih banyak mengalami kendala imunologik 2. Pemeriksaan laboratorium:dan non-imunologik. Respons imunologik terhadapxenotransplan dapat berupa rejeksi hiperakut, rejeksi Golongan darah, darah lengkap, kimia darah, HBsAg,akut vaskular dan selular, dan rejeksi kronik. Kendala anti HCV CMV HSV HIV VDRLnon-munologik berupa risiko transmisi infeksi, kecocokan Urinalisis, kultur urin, sekret dan tes resistensi, tissuefisiologik, dan masalah etika dan agama yang berkaitan typing, antibodi sitotoksik, hemostasisdengan pemanfaatan organ yang berasal dari hewan 3. Elektrokardiografi, ekokardiografiuntuk manusia. 4. Foto toraks, arteriografi /Doppler a.iliaka 5. Pemeriksaan THT, gigi-mulut (fokus infeksi) 6. GastroskopiFAKTORYANG BERKAITAN DENGAN RESIPIEN ETIOLOGI GAGAL GINJALSebelum pasien gagal ginjal dipertimbangkan sebagai Etiologi penyakit ginjal yang menyebabkan gagal ginjalcalon resipien transplantasi ginjal, harus dipastikan terlebih juga sangat penting karena beberapa penyakit ginjaldahulu apakah pasien memang sudah mengalami gagal primer tertentu bisa kambuh lagi pada ginjal transplan.ginjal tahap akhir. Glomerulonefritis adalah salah satu penyebab gagal ginjal yang penting dan insiden kekambuhan pada ginjalSELEKSI CALON RESIPIEN TRANSPLANTASI transplan sangat bervariasi antara 1 dan 90%, bergantungGINJAL pada jenis kelainan histologik, seperti terlihat pada tabel 8. Kemungkinan terjadinya gagal ginjal transplanTujuan seleksi calon resipien transplantasi ginjal adalahuntuk mengidentifikasi adanya masalah medik, sosial, Tabel 8. Kekambuhan Glomerulonefritis pada Ginjaldan psikologis yang dapat menghambat keberhasilan Transplantransplantasi ginjal. Berdasarkan data yang diperoleh,selain dipertimbangkan bahwa pasien akan mendapat Kekambuhanobat imunosupresif untuk jangka waktu panjang, harusdipastikan pula bahwa transplantasi ginjal merupakan Penyakit Dasar Insiden Gagalpilihan terapi pengganti yang terbaik untuk pasien. Tidak (%) Transplanjarang pasien mengidap penyakit multisistem selain Glomerulonefritisginjal atau penyakit penyerta lain yang disebabkan oleh membranoproliferatif (Tipe 1) 15 (%)hipertensi, hiperlipidemia atau uremia. Pada tabel 7 dapat Glomerulonefritis 5dilihat evaluasi preoperatif yang dilakukan pada calon membranoproliferatif (Tipe 2)resipien transplantasi ginjal. Glomerulosklerosis fokal 90 10 Nefropati IgA Kriteria yang digunakan untuk menyeleksi pasien Glomerulonefritis kresentik 25 12dialisis untuk transplantasi ginjal berbeda di tiap unit Metritis antimembrana basalis 50 15transplantasi, yang umumnya berdasarkan pengalaman glomeruler 30 10di masing-masing unit. Sebagian besar unit transplantasi Glomerulonefritis membranosa 51tidak melakukan transplantasi pada pasien dengan anti- idiopatikHIV positif, dan melakukan transplantasi pada resipien Metritis lupus 20 0 Purpura Henoch-Schonlein <1 0 25 8

TRANSPLANTASI GINJAL 2231akibat kekambuhan penyakit dasar jauh lebih kecil, Tabel 10. Pembedahan yang Mungkin Diperlukan Sebelumyaitu paling tinggi 12% pada glomerulosklerosis fokal. Transplantasi GinjalPada pasien nefropati diabetik, ginjal transplan dapatmengalami nefropati, dan pasien diabetes melitus baik Saluran kemih : prostatektomi, batu saluran kemih,yang bergantung maupun yang tidak bergantung pada Jantung nefrektomi, eksisi leher kandung kemihinsulin cenderung mengalami komplikasi kardiovaskularyang meningkatkan mortalitas. : operasi pintas koroner Penyakit ginjal obstruktif, khususnya urolitiasis, dapat Gastrointestinal : penyakit divertikel, batu kandungkambuh pada ginjal transplan. Demikian pula, nefropatihipertensif atau nefrosklerosis dapat timbul pada ginjal empedutransplan jika hipertensi tidak dikendalikan secara baik. Gigi-mulut : ekstraksi gigiKONTRAINDIKASI TRANSPLANTASI GINJAL Resipien yang berusia lebih dari 55 tahun danPada beberapa keadaan, transplantasi ginjal tidak kurang dari 16 tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi.dianjurkan karena merupakan prosedur dengan risiko Yang berusia muda cenderung mengalami kelambatantinggi, seperti terlihat pada tabel 9. saat ginjal mulai berfungsi. Di pihak lain, yang berusia tua cenderung mengalami peninggian mortalitas Tabel 9. Kontraindikasi Transplantasi Ginjal kardiovaskular pascatransplantasi. Respons imunitas 1. Masalah psikiatrik, seperti psikosis, retardasi mental, yang menurun pada usia lanjut menyebabkan terjadinya penurunan rejeksi secara bermakna pada resipien yang dan adiksi obat berusia lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60% resipien yang 2. Riwayat ketidakpatuhan yang berulang berusia kurang dari 15 tahun akan mengalami rejeksi akut 3. Umur sangat lanjut ( > 70 tahun) dalam 6 bulan pascatransplantasi. 4. Keganasan baru atau dengan metastasis 5. Penyakit di luar ginjal (jantung, vaskular, hati, paru- Resipien dengan obesitas cenderung mengalami keterlambatan saat ginjal transplan mulai berfungsi. paru) yang berat Septikemia, gangguan gastrointestinal, dan diabetes 6. Infeksi kronik (tuberkulosis aktif) pascatransplantasi lebih sering dijumpai pada pasien dengan obesitas.KOREKSI PENYAKIT PENYERTA PRETRANS-PLANTASI FAKTOR IMUNOLOGIPasien gagal ginjal tahap akhir harus menjalani dialisis Pada transplantasi ginjal, sistem histokompatibilitas yangsecara teratur selain mendapat terapi yang lain, khususnya berperan adalah kesesuaian sistem golongan darah ABObeberapa minggu sebelum transplantasi, sehingga tercapai dan HLA {human leucocyte antigen).keadaan umum yang optimal pada saat menjalani operasi.Masalah medik atau bedah harus dikoreksi terlebih dahulu SISTEM GOLONGAN DARAH ABOsewaktu pasien masih dalam periode dialisis sepertihipertensi, hiperglikemia bila mengidap diabetes melitus, Golongan darah ABO resipien harus sama dengan donor;ulkus peptikum, karies dentis, dan penyakit jantung jika berbeda dapat terjadi reaksi rejeksi vaskular hiperakutkoroner Pada tabel 10 dapat dilihat prosedur pembedahan dan akut walaupun ada yang melaporkan keberhasilanyang mungkin harus dilakukan sebelum dilaksanakan pada keadaan tersebut. Rejeksi pada keadaan tersebuttransplantasi ginjal. disebabkan oleh antibodi yang bereaksi dengan antigen golongan darah A dan/atau B yang terdapat di dalam selFAKTOR LAIN endotel vaskular.Dilaporkan bahwa angka mortalitas pascatransplantasi Transplantasi ginjal dengan golongan darah ABOmeningkat pada pasien yang menjalani hemodialisis donor dan resipien yang berbeda dapat dilakukan denganlebih dari dua tahun, dan makin panjang waktu periode mengeluarkan dan menurunkan titer antibodi anti-Adialisis pratransplantasi, makin buruk prognosis pasca dan anti-B dengan cara plasmaferesis dan splenektomitransplantasi. resipien atau dengan cara imunoadsorpsi pratransplantasi. Transplantasi ginjal dengan golongan darah ABO donor dan resipien yang berbeda ternyata menunjukkan hasil yang cukup baik walaupun dengan biaya yang sangat besar karena prosedurnya agak rumit.

2232 NEFROUROLOGIKELAS KOMPLEKS HISTOKOMPATIBILITAS MAYOR Limfosit T Helper Sel Alogenik Limfosit T Sitotoksik |Ginjal transplan direjeksi terutanna karena adanyaprotein di dalam membran sel yang dikode oleh Reseptor Sel -Tkompleks histokompatibilitas mayor (MHC). Komplekshistokompatibilitas mayor pada manusia merupakan Gambar 3. Interaksi antara kelas HLA dan limfositkumpulan gen yang menempati lengan pendek kromosom6. Kumpulan gen ini, dikenal sebagai antigen leukosit 90-95%, saudara dengan haplo-identik 70-80%), danmanusia (HLA), mengkode glikoprotein membran sel, saudara dengan haplo-negatif 60-70%. Pada resipien yangserta berperan pada inisiasi dan akselerasi respons imun. mendapat siklosporin dilaporkan bahwa angkanya lebihTerdapat tiga jenis molekul yang dikode, yaitu Kelas I, II, tinggi daripada angka tersebut di atas.dan III seperti terlihat pada gambar 2. Pada transplantasi ginjal donor jenazah, meskipun Antigen Kelas I terdapat pada membran plasma transplantasi dari donor dengan kesesuaian 6 antigen HLAhampir di semua sel dan jaringan, sedangkan Kelas II memberikan hasil yang lebih baik daripada dari donorterdapat pada sebagian kecil jenis sel seperti limfosit B, dengan kesesuaian HLA yang kurang dari 6, banyak studimakrofag, monosit, dan sel dendritik folikuler. Antigen melaporkan hasil yang cukup baik walaupun hanya HLAKelas II itu juga dapat ditemukan pada membran sel jenis DR yang sesuai atau HLA DR dan B yang sesuai. Urutanlain, seperti limfosit T, sel endotel, dan sel tubulus ginjal antigen HLA yang memberikan hasil transplantasi ginjalsebagai akibat pengaruh sitokin, seperti interferon gama yang makin kurang baik jika terdapat ketidaksesuaiandan faktor nekrosis tumor. adalah HLA DR, B, dan A. DP DQ DRB DRA B4 Hsp70 TNF HLA-B HLA-C HLA-A Faktor lain yang mempengaruhi ketahanan hidup ginjal transplan adalah jenis dan dosis obat imunosupresif yangI I I III I II II II I I I dipakai, misalnya siklosporin. Secara umum, dikatakan bahwa makin kuat imunosupresi, makin kecil keuntunganI yang diperoleh dengan kesesuaian HLA. Pada resipienGambar 2. Kompleks histokompatibilitas mayor pada lengan yang mendapat 4 jenis obat imunosupresif, pengaruhpendek. Kromosom 6. HIa kelas 1: HIa-a, b, c; kelas 2: HIa-dp, kesesuaian antigen HLA menjadi tidak tampak. Meskipundq, dr; kelas 3: B4, hsp 70, tnf demikian, pengaruh ketidaksesuaian antigen HLA terhadap ketahanan hidup ginjal transplan diduga masih ada dalamFUNGSI KOMPLEKS HISTOKOMPATIBILITAS jangka waktu panjang setelah transplantasi.MAYOR TES CROSSMATCHFungsi HLA adalah mempresentasikan antigen asingterhadap limfosit T yang kemudian akan memicu respons Tes crossmatch bertujuan mengetahui adanya antibodiimun. Molekul HLA dapat mengikat protein asing dan dalam serum resipien, khususnya antibodi anti-HLA,bereaksi dengan kompleks reseptor sel-T/CD3 pada sel terhadap antigen donor. Antibodi pratransplantasi ini bisaT dengan cara yang khas, yaitu HLA Kelas I dengan sel timbul akibat kehamilan, transfusi darah, atau gagal ginjalT-CD8 dan HLA Kelas II dengan sel T-CD4. transplan sebelumnya. Antibodi ini dapat menyebabkan reaksi rejeksi hiperakut/occe/erated karena selain sitotoksik Pada gambar 3 terlihat limfosit-CD4 (sel helper/ juga dapat langsung menimbulkan reaksi pada sel endotelinducer) bereaksi d e n g a n reseptor antigen Kelas II, ginjal transplan, mengaktifkan sistem komplemen, dansedangkan limfosit-CDB (sel sitotoksik/supresor) bereaksi menyumbat mikrosirkulasi ginjal transplan dengandengan sel yang mengandung antigen Kelas I. trombus. Karena itu, tes crossmatch yang dilakukan pada pratransplantasi merupakan suatu keharusan.PENGARUH KESESUAIAN HLA TERHADAP HASILTRANSPLANTASI GINJAL Pemeriksaan yang paling sering digunakan adalah tes limfositotoksisitas dengan memakai komplemen. SelainPada transplantasi ginjal donor keluarga terdapatkorelasi yang sangat bermakna antara jumlah kesamaanhaplotip donor dengan resipien dan ketahanan hidupginjal transplan. Dilaporkan bahwa pada resipien yangmendapat prednisolon dan azatioprin, ketahanan hidupginjal transplan 1 tahun dari saudara dengan HLA identik

TRANSPLANTASI GINJAL 2233itu ada pusat transplantasi yang nnenggunakan teknik CAIRAN PEMBILASflow cytometry atau teknik lain yang nnendeteksi adanyaantibodi terhadap antigen yang lebih spesifik, yang Panjang waktu penyimpanan ginjal bergantung padaterdapat dalam sel endotel pembuluh darah, monosit,atau sel epitel. proses pendinginan yang dilakukan untuk mengurangiMIXED LYMPHOCYTE CULTURE aktivitas metabolik dan kebutuhan oksigen, serta jenisPada transplantasi donor hidup dapat dilakukan tes cairan pembilas yang digunakan untuk mempertahankanmixed lymphocyte reaction untuk menentukan derajatketidaksesuaian antigen Kelas II. Dasar tes ini adalah lingkungan intraselular dalam keadaan tanpa adanyaproliferasi yang terjadi bila limfosit seseorang dikulturbersama limfosit orang lain. Tes ini dapat membantu pompa natrium/kalium. Perfusi dilakukan dengan cairanseleksi bila terdapat lebih dari satu donor. Tes ini secarain vitro dapat membantu memprediksi respons imun pembilas yang bersuhu 2-4° C melalui arteri renalis karenaresipien terhadap antigen donor. Tes ini bermanfaatuntuk mengukur kapasitas proliferasi limfosit resipien proses pendinginan yang kurang atau berlebihan dapatwalaupun tidak banyak lagi yang menggunakan tes inidalam kegiatan transplantasi ginjal sehari-hari. menyebabkan kerusakan intraseluler yang ireversibel. Ada beberapa jenis cairan pembilas yang dapat digunakan, antara lain, cairan Histidine-Tryptophane- Ketog lata rate, University of Winconsin, dan Euro-Collins. Ditinjau dari saat ginjal transplan mulai berfungsi dan derajat fungsi ginjal pada hari ke-14 pascatransplantasi, urutan mulai dari yang terbaik adalah seperti urutan di atas. Khusus untuk cairan Euro-Collins terdapat usaha untuk menambahkan MgS04 dan mengganti glukosa dengan manitol.FAKTOR PREOPERATIF DAN PERIOPERATIF PENATALAKSANAAN PERIOPERATIFBeberapa faktor perlu diperhatikan pada waktu menjelang, Pada periode preoperatif, status sirkulasi dan hemodinamikselama, dan segera sesudah operasi transplantasi ginjal. resipien transplantasi ginjal dikaji, dilakukan deteksi dini terhadap sumber infeksi, dan jika terdapat kelainanWAKTU ISKEMIK GINJAL elektrolit dikoreksi. Dialisis preoperatif yang adekuat akan memudahkan penatalaksanaan perioperatif danKeberhasilan transplantasi ginjal juga ditentukan oleh mengurangi risiko operasi.panjang waktu suatu ginjal mengalami iskemia akibatterhentinya sirkulasi. Karena obat imunosupresif sudah diberikan sebelum atau pada saat operasi, tindakan operasi Ada empatjenis waktu iskemik yang harus diperhatikan harus sangat cermat. Hematoma dan kebocoran ureterpada transplantasi ginjal, yaitu: 1). Waktu iskemik total, yakni akan meningkatkan insidens infeksi luka pascaoperatif.waktu selama ginjal tidak mendapat sirkulasi darah; dimulai Antibiotika berspektrum luas dosis tunggal yang diberikandari saat nefrektomi sampai dengan selesainya anastomosis pada saat induksi anestesi dapat mengurangi insidenspembuluh darah pada waktu operasi transplantasi ginjal; infeksi luka pascaoperatif secara bermakna.2). Waktu iskemik panas pertama, yakni waktu yang dimulaidari saat sirkulasi ke ginjal berhenti sampai saat dimulainya Jika pada periode preoperatif dijumpai keadaanperfusi ginjal dengan cairan pembilas; 3). Waktu iskemik dehidrasi, selama operasi dapat diberikan cairandingin, yakni waktu yang dimulai dari saat ginjal donor yang agak berlebih. Volume cairan intravaskular perludiperfusi cairan pembilas sampai perfusi dihentikan; 4). dipertahankan dengan cara memonitor tekanan venaWaktu iskemik panas kedua, yakni waktu yang dimulai dari sentralis. Ini akan membantu ginjal transplan berfungsisaat perfusi cairan pembilas dihentikan sampai dengan optimal. Albumin dapat diberikan karena dapat menarikanastomosis dibuka. cairan interstisial yang berlebihan ke rongga intravaskular. Pemberian albumin dalam jumlah yang cukup selama Waktu iskemik panas sangat berkorelasi dengan operasi terbukti membantu ginjal transplan berfungsipanjang hidup ginjal transplan. Jika waktu iskemik panas dini, meningkatkan ketahanan hidup ginjal transplan, danpertama lebih dari 60 menit ketahanan hidup ginjal menurunkan mortalitas. Di beberapa pusat transplantasi,transplan sangat menurun. Pada donor jenazah, waktu manitol diberikan pada waktu revaskularisasi ginjaliskemik dingin yang lebih dari 24 jam akan memperlambat transplan karena dapat mengurangi insidens nekrosissaat ginjal transplan mulai berfungsi pascatransplantasi, tubular akut.dan akan menurunkan ketahanan hidup ginjal transplan. Pada umumnya, ginjal transplan akan memproduksi urin segera setelah revaskularisasi. Beberapa resipien

2234 NEFROUROLOGIdapat mengeluarkan urin sampai dengan 1000 ml/jam yang cukup nyaman dan dapat membantu membedakanyang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kelebihan berbagai penyebab mekanik oliguria dini. Biopsi ginjalcairan yang terjadi secara kronik pratransplantasi, beban transplan perkutan tetap merupakan prosedur utamaosmotik molekul yang tidak cukup terbersihkan dengan untuk membedakan nekrosis tubular akut, toksisitas obat,dialisis (termasuk kreatinin), kerusakan tubulus proksimal, dan rejeksi.dan obat diuretik yang diberikan selama operasi. Padabeberapa jam pertama pascatransplantasi diberikan Tabel 11. Faktor Mekanik dan Nonmekanik yang Dapatlarutan kristaloid per infus untuk menggantikan jumlahurin yang keluar dengan tetesan paling sedikit 100 ml/ Menyebabkan Disfungsi Dini Ginjal Transplan Pasca-jam. Setelah itu, jumlah urin yang keluar diganti denganinfus larutan dekstrosa dalam garam (1/2 normal) dengan transplantasimenghitung keseimbangan cairan dari j a m ke j a m danmemperhatikan nilai tekanan vena sentralis. Diuresis Mekanikbiasanya akan kembali normal dalam waktu 24-72 jam.Resipien yang mengalami oliguria harus menjalani dialisis Komplikasi saluran kemih Komplikasi vaskularsampai ginjal transplan berfungsi. Obstruksi bekuan darah Stenosis arteri Meskipun operasi transplantasi ginjal tidakmengganggu selaput peritoneum, ileus pascatransplantasi Obstruksi ureter Trombosis arteridapat terjadi untuk sementara. Biasanya, makanan peroraldiberikan setelah fungsi usus kembali normal pada 24-48 Kebocoran ureter Oklusi arteri polarjam pascatransplantasi dan kemudian infus cairan dapatdihentikan. Obstruksi limfokel Trombosis venaDISFUNGSI DINI GINJAL TRANSPLAN Non mekanikPengkajian dan pengobatan disfungsi dini ginjal Faktor donor Preservasi Toksisitas obattransplan sangat penting pada penatalaksanaan resipientransplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang optimal Hipotensi lama Temperatur naikdilakukan dengan cara mengkaji data klinik, laboratorium,pencitraan, dan biopsi secara integratif. Tidak jarang Umur tua Perfusi kortikosteroiddibutuhkan kematangan pengalaman klinik dalam situasiyang meragukan. Pada tabel 11 dapat dilihat faktor Oliguria Waktu iskemik panjangmekanik dan nonmekanik yang dapat menyebabkandisfungsi dini ginjal transplan pascatransplantasi. Inkompatibilitas imunologik Rejeksi Langkah pertama yang dilakukan pada resipien Golongan darah ABO Hiperakuttransplantasi yang tetap anuria pascaoperatif adalahdengan melakukan irigasi kateter urin karena bisa terdapat Ketidaksesuaian HLA Acceleratedbekuan darah yang menyumbat ujung kateter. Kadang-kadang, terutama pada pria, ujung dan balon kateter Antibodi sitotoksik pra- Akuttidak dapat masuk sampai ke dalam kandung kemih. Jikacairan yang diinstilasi tidak balik dengan mudah, posisi transplantasi positif Kronikkateter harus diperbaiki, atau jika perlu, kateternya diganti.Jika kateter urin berfungsi baik, diberikan bolus cairan REJEKSI GINJAL TRANSPLANsebanyak 250 ml sampai dengan satu atau dua liter untukmengatasi hipovolemia dengan mempertahankan nilai Sistem imun manusia dapat mengenali bagian tubuhnyatekanan vena sentralis setinggi 10-12 cm H20. Manitol sendiri dan benda asing, serta mempunyai kemampuandan furosemid sering diberikan untuk menstimulasi mempertahankan diri terhadap virus, bakteri, mutan,keluarnya urin. dan sel asing lainnya. Bila membran sel ginjal transplan memiliki antigen yang tidak sesuai dengan resipien, Jika faktor hipovolemia dan obstruksi sudah limfosit T akan bereaksi, yaitu berupa respons imun selulardisingkirkan, penyebab mekanik ini harus dibedakan dan pembentukan antibodi, yang akan menyebabkandengan nekrosis tubular akut, rejeksi dini, dan toksisitas destruksi sel ginjal transplan dan akhirnya trombosisobat. Pemeriksaan ultrasonografi adalah teknik noninvasif pembuluh darah. Rejeksi adalah suatu proses yang memperlihatkan jaringan cangkok {graft) dikenal dan dirusak respons imun selular dan humoral resipien. Limfosit resipien mengenai molekul HLA yang terdapat di dalam membran sel cangkok, kemudian merusak sel tersebut. Respons imun awal adalah interaksi antara limfosit T yang membawa CD4 dan CD28 dengan sel khusus resipien atau donor yang membawa antigen. Pengaktifan limfosit T-CD4-(- {Thelper) dan sekresi interleukin-2 (IL2) akan memulai kaskade respons imun selulerdan humoral, yang akhirnya akan menghancurkan cangkokan, seperti terlihat pada gambar 4. Terdapat empat tipe reaksi rejeksi yang dapat terjadi pada transplantasi ginjal: 1). Rejeksi hiperakut adalah destruksi imunologik ginjal transplan yang terjadi dalam waktu 24 jam pascatransplantasi dan sering terjadi

TRANSPLANTASI GINJAL 2235Molekul prediktor terjadinya rejeksi akut. Chen dan kawan-kawan adesi membuktikan bahwa ekspresi reseptor interleukin-2 pada jaringan ginjal dapat digunakan sebagai petanda rejeksiEndotel vaskular Limfokin<^ Sitotoksisitas akut. 4). Rejeksi kronik adalah penurunan fungsi ginjal cangkokan transplan secara perlahan-lahan, disertai proteinuria dan cangkokan I LTS! langsung hematuri mikroskopik, yang terjadi setelah enam bulan >k pascatransplantasi. Ada yang berpendapat bahwa istilah '%FNTp yang lebih tepat adalah gagal ginjal cangkok kronik © atau chronic allograft nephropathy. Dalam hubungan ini,C^^Ma^ofag) IFN Y yang berperan adalah beberapa faktor seperti kerusakan ^ Sel plasma iskemik pada saat transplantasi, histokompatibilitas, umur donor, keseringan dan derajat episode rejeksi akut,Mediator hipertensi, hiperlipidemia, dan penyakit ginjal rekurens.inflamasi Pemeriksaan histopatologik menunjukkan adanya fibrosis jaringan interstisial dan pembuluh darah, proliferasi dan Mekanisme antibodi penebalan mesangial serta glomerulosklerosis. Pada saat ini obat imunosupresif yang ada tidak bermanfaat danGambar 4. Diagram kaskade mekanisme pengenalan antigen pencegahan ditujukan terutama untuk mengatasi faktordan efektor rejeksi cangkok risiko tersebut.intraoperatif. Rejeksi ini disebabkan oleh reaksi antibodi FAKTOR PASCAOPERATIFresipien yang terbentuk pratransplantasi dengan antigensel endotel pembuluh darah ginjal transplan. Pasien Oleh karena sel limfosit T berperan sangat pentingmenunjukkan gangguan imunologik berat dengan dalam proses rejeksi, berbagai obat imunosupresif yangkoagulasi intravaskular diseminata. Ginjal transplan edema dipergunakan pada transplantasi ginjal ditujukan terhadapdan hemoragik, dan jika tidak diangkat dapat pecah. sel ini. Beberapa obat imunosupresif juga mempunyai efekPemeriksaan histopatologik menunjukkan adanya endapan tambahan terhadap sel imun yang lain seperti sel limfositIgG dan C3 di dalam dinding kapiler glomerulus dan B dan sel fagosit mononuklir.peritubulus, serta agregasi trombosit yang menyumbatlumen kapiler. 2). Rejeksi akut cepat {accelerated acute) Obat imunosupresif yang sering dipakai padaadalah destruksi ginjal transplan yang terjadi dalam transplantasi ginjal adalah kortikosteroid, penghambat24-72 jam pascatransplantasi. Rejeksi ini disebabkan sintesis purin, penghambat kalsineurin, penghambatoleh respons imun humoral dan seluler resipien yang target rapamisin dan antibodi terhadap reseptor padasering ireversibel walaupun kadang-kadang dapat diatasi permukaan sel T.dengan terapi antilimfosit. Pemeriksaan histopatologikmenunjukkan adanya kerusakan pada pembuluh darah KORTIKOSTEROIDyang sering disertai vaskulitis nekrotik. 3). Rejeksi akutadalah destruksi ginjal transplan yang terjadi mulai Prednison adalah kortikosteroid pertama yangpada akhir minggu pertama sampai dengan 6 bulan dipergunakan untuk transplantasi organ. Obat ini lebihpascatransplantasi yang disebabkan oleh respons imun efektif dan menghasilkan potensiasi jika dikombinasiselular dan humoral resipien. Resipien mendadak demam, dengan obat imunosupresif lainnya. Di dalam hati,badan lemah, hipertensi, dan oliguria disertai peninggian prednison cepat diubah menjadi prednisolon yangkadar kreatinin darah, dan penurunan nilai tes kliren mempunyai efek beragam. Prednisolon mempunyai efekkreatinin. Ginjal transplan menjadi edema yang mengiritasi antiinflamasi, menghambat migrasi sel di dalam jaringanselaput peritoneum sehingga menimbulkan rasa nyeri di ginjal cangkok, menghambat produksi interleukin-1,daerah pelvis. Obat yang dapat digunakan adalah steroid, dan pada dosis tinggi melisis limfosit T sehinggaantilimfosit globulin poliklonal, dan antibodi monoklonal dapat dipakai untuk mengatasi rejeksi akut. Dosis0KT3. Pemeriksaan histopatologik menunjukkan infiltrasi tinggi steroid dapat menimbulkan infeksi dan nekrosisdifus sel mononukleus yang disertai edema dan avaskular tulang sehingga banyak unit transplantasiperdarahan di dalam jaringan interstisial. Kadang- cepat menurunkan dosis steroid dalam minggu-kadang disertai infiltrasi sel polimorfonukleus, destruksi minggu pertama pascatransplantasi, bahkan ada yangpembuluh darah, dan proliferasi sel endotel dengan memberikan dosis rendah steroid sejak awal.trombosis mikrovaskular. Kadar interleukin-2 plasmapratransplantasi berkorelasi positif dengan insiden rejeksiakut, dan peninggian kadar interleukin-2 plasma dalam24 jam pascatransplantasi yang bermakna merupakan

2236 NEFROUROLOGI Kortikosteroid bermanfaat baik untuk imunosupresi y a n g b e r f u n g s i pada p e n g a k t i f a n nuclear factor ofpemeliharaan maupun untuk pengobatan rejeksi activated T cell (NFAT). Seperti diketahui, NFAT berperanakut. Untuk imunosupresi pemeliharaan pada awal dalam proses pengaktifan gen IL-2 dan transkripsi mRNAtransplantasi diberikan 30-100 mg/hari. Dosis dikurangi untuk IL-2, suatu sitokin yang berperan dalam merangsangsecara progresif, yang bergantung pada perjalanan klinik, pertumbuhan dan proliferasi. Dosis pemeliharaan adalahsampai menjadi dosis pemeliharaan 5 - 1 0 mg/hari. Ada 3-5 mg/kgBB/hari.yang memberikan kortikosteroid selang sehari untukmengurangi morbiditas. Interaksi siklosporin dengan obat lain memerlukan perhatian khusus karena dapat meninggikan atau Untuk pengobatan rejeksi akut selular, metilprednisolon menurunkan kadar siklosporin. Obat yang menginduksi500-1000 mg/hari dapat diberikan selama 3 hari secara aktivitas enzim P450 seperti rifampisin, isoniazid, danintravena. Angka keberhasilan pada pulse steroid ini sekitar trimetoprim dapat menurunkan kadar siklosporin,75 %. sedangkan obat yang menghambat aktivitas enzim P450 seperti verapamil, diltiazem, nikardipin, eritromisin,AZATIOPRIN ketokonazol, dan simetidin dapat meninggikan kadar siklosporin.Azatioprin adalah suatu antimetabolit derivat imidazol6-merkaptopurin. Azatioprin dan prednisolon sudah lama Pemakaian siklosporin bersama amfoterisin,dipergunakan sebagai obat imunosupresif dasar pada aminoglikosid, dan obat antiinflamasi nonsteroid dapattransplantasi. Di dalam hati azatioprin dimetabolisme mempercepat terjadinya efek samping nefrotoksik. Efekmenjadi bentuk aktif yang dapat menghambat sintesis samping yang lain adalah hipertensi, hiperlipidemia,DNAdan RNA, serta menghambat produksi interleukin-2. hirsutisme dan pembesaran gusi.Efek samping utamanya adalah mielotoksisitas sehinggapemberian azatioprin disesuaikan dengan jumlah lekosit TAKROLIMUS (FK-506)dalam darah perifer yang diusahakan agar tidak kurangdari 4000/ml. Takrolimus, termasuk dalam penghambat kalsineurin, memiliki struktur molekul yang berbeda dengan Dosis diberikan 2-3 mg/kgBB/hari dan Jika siklosporin dan dalam sitoplasma berikatan dengandikombinasikan dengan siklosporin atau takrolimus dosis protein yang berbeda yaitu FKBP {FK binding protein),dikurangi menjadi 1-1,5 mg/kgBB/hari. tetapi menunjukkan mekanisme kerja, interaksi obat dan efek samping yang hampir sama. KelebihannyaMOFETIL MIKOFENOLAT dibandingkan dengan siklosporin adalah angka kejadian hipertensi, hiperlipidemia dan komplikasi kosmetikyangAsam mikofenolat adalah hasil fermentasi spesies lebih rendah. Kekurangannya dibandingkan dengan siklosporin adalah lebih toksik terhadap ginjal, saluranPenicillium y a n g m e n g h a m b a t e n z i m inosine pencernaan dan pankreas, meskipun dengan dosis yang lebih rendah komplikasi tersebut kejadiannyamonophosphate dehydrogenase yang diperlukan untuk berkurang. Dosis pemeliharaan adalah 0,15 - 0,30 mg/ kgBB/hari.sintesis purin. Defisiensi purin akan menghambat sintesis SIROLIMUSDNA dalam sel limfosit. Sirolimus atau rapamisin merupakan obat imunosupresifOleh karena efek mofetil mikofenolat pada biosintesis pemeliharaan yang relatif baru pada transplantasi ginjal. Sirolimus menghambat respons proliferatif selpurin, obat ini digunakan sebagai pengganti azatioprin limfosit T dan B terhadap rangsangan sitokin. Sirolimus berikatan dengan FKBR seperti takrolimus, tetapi tidakbaik pada awal transplantasi atau sesudah episod rejeksi menghambat kalsineurin melainkan menghambat kinase target rapamisin yang berperan dalam pengendalianyang terjadi pada pasien yang sebelumnya memakai siklus sel. Efek samping yang bisa terjadi adalah hambatan penyembuhan luka, diare, hiperlipidemia, anemia danazatioprin. Dosis mofetil mikofenolat yang dianjurkan trombositopenia. Dosis sirolimus yang dianjurkan adalah 2 mg/hari.adalah 2 x 1 gram/hari.PENGHAMBAT KALSINEURIN: SIKLOSPORINSiklosporin adalah suatu polipeptida siklik yang diproduksidari j a m u r Tolypocladium inflatum, yang terdiri atas11 asam amino dan mempunyai berat molekul 1203.Siklosporin di dalam sitoplasma berikatan dengan siklofilindan ikatan ini kemudian menghambat enzim kalsineurin

TRANSPLANTASI GINJAL 2237PREPARAT ANTILIMFOSIT pada resipien sehingga meningkatkan waktu paruh dan efektivitas obat. Penelitian daclizumab dan basiliximabKemajuan pertama yang berarti dalam usaha mengatasi secara acak, terkontrol dibandingkan dengan plaseborespons imun yang lebih selektif adalah pemakaian menunjukkan penurunan sepertiga kejadian rejeksi akut.preparat antilimfosit poliklonal dalam klinik. Beberapapreparat tersebut, misalnya, serum antilimfosit (ALS), PROTOKOL PEMAKAIAN OBAT IMUNOSUPRESIFglobulin antilimfoblas (ALG), dan globulin antitimosit (ATG)merupakan antibodi terhadap sel T. Pada umumnya, setiap unit transplantasi mempunyai protokol sendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan Walaupun preparat poliklonal menunjukkan spesifisitas setempat dan pengalaman masing-masing. Protokolimunosupresif yang makin meningkat, selektivitas supresi tersebut dipakai sebagai pedoman umum yang tidakmasih belum optimal. Preparat antibodi monoklonal, dianut secara kaku dan jika diperoleh pengetahuanseperti 0KT3 bekerja lebih selektif terhadap reseptor sel dan pengalaman dengan obat baru, pedoman tersebutT (anti-CD3), yang berfungsi untuk pengenalan antigen. dimodifikasi.Obat ini sudah terbukti sangat efektif untuk pengobatanrejeksi yang resisten terhadap steroid serta dapat dipakai Tujuan pemberian obat imunosupresif padasebagai pengobatan awal dalam minggu pertama transplantasi ginjal adalah memberikan obat anti rejeksipascatransplantasi. Dosis dan cara pemakaian preparat dalam dosis yang masih dapat ditoleransi untuk jangkaini dapat dilihat pada tabel 12. waktu lama, tetapi dapat mencegah terjadinya rejeksi terhadap ginjal cangkok. Pemberian obat imunosupresifANTIBODI MONOKLONAL ANTI-RESEPTOR terdiri dari dua tahap, yaitu tahap awal atau induksi danINTERLEUKIN-2 YANG DIHUMANISASI/ tahap pemeliharaan.DIKIMERISASI Banyak unit transplantasi yang memakai cara terapiAntibodi monoklonal ini merupakan imunosupresif yang tripel yang terdiri dari siklosporin atau takrolimus,lebih spesifik dibandingkan dengan 0KT3 dan poliklonal azatioprin atau mofetil mikofenolat, dan prednisolonkarena reseptor interleukin-2 sepenuhnya ada pada sel dengan dosis seperti terlihat pada tabel 12. RegimenT yang sudah teraktivasi. Humanisasi atau kimerisasi sekuensial atau kuadripel dengan preparat antilimfositantibodi ini mengurangi pembentukan antibodi antimouse banyak dipergunakan untuk pasien yang sensitif atau pada retransplantasi. Pada rejeksi akut, seperti terlihatTabel 12. Regimen Klinik Obat Imunosupresif Dosis awal Siklo mg/ Aza mg/ Pred mg ATG mg/kg 0KT3 mg KeteranganRegimen kg kg (hari) (hari)Tanpa siklosporin 2.5 100 Steroid dosis tinggiSiklo dosis tinggi 2,5 30 Steroid dosis rendahTerapi ganda 17,5 20-30 3 bulan diubah ke Aza/ 10-15 Pred Siklo mulai setelahTerapi tripel 8-12,5 1,5 20-30 diuresis Sekuensial: Siklo setelahKuadripel/sekuensial 8-12,5 1,5 20-30 1,5-2,0 (7-14) atau 5(5-10) ATG 7-14 hariTabel 13. Regimen Alternatif Terapi Rejeksi Akut Pred Oral dosis tinggi Metilpred intravena 0KT3 ALG/ATG Plasmaferesis 200 m g / h a r i : 3 h a r i , 1 gram/hari: 3-5 hari Rejeksi vaskular,Rejeksi berat diturunkan 5-7 hari 5,0 mg/hari: 5-14 D o s i s s e s u a i 2-3L: 3-5 hariRejeksi sedang 120 mg/hari: 3-5 hari, 500 mg/hari: 3 hari diturunkan 5-7 hari hari dengan petunjuk 2,5-5,0 mg/hari: 5-14 hariRejeksi ringan 120 mg/hari: 3 hari, 250-500 mg/hari: 3 diturunkan ke semula hari

2238 NEFROUROLOGIpada tabel 12, dapat dipergunakan kortikosteroid dosis KOMPLIKASI INFEKSI PADA TRANSPLANTASItinggi secara oral atau parenteral, preparat antilimfosit GINJALatau plasmaferesis. Keberhasilan transplantasi ginjal bergantung padaTOLERANSI keseimbangan antara imunosupresi yang memadai untuk mencegah rejeksi ginjal cangkok dan pemeliharaanToleransi pada transplantasi adalah suatu keadaan tidak kompetensi imun pada taraf yang memadai untukterdapatnya reaksi imunologik terhadap antigen yang melindungi resipien terhadap infeksi. Sebagai akibatterdapat pada jaringan atau organ yang ditransplantasikan, pemakaian berkelanjutan obat yang menekan fungsi seltanpa pemakaian obat imunosupresif. Pada saat ini T, resipien transplantasi ginjal menunjukkan peninggianberbagai penelitian sedang dilakukan pada hewan risiko terhadap infeksi oleh berbagai patogen intraselularpercobaan sedangkan pada manusia belum dapat dicapai seperti virus, protozoa, bakteri, dan jamur.keadaan toleransi ini. Insiden infeksi yang letal dan nonletal menurun terutama disebabkan oleh peningkatan pengalaman.Tabel 14. Jumlah Transplantasi Ginjal di Seluruh Unit di Indonesia Tahun 1977-2004 Tahun A B C D E F G H Jumlah per Jumlah tahun kumulatif - 1977 2 - - - - - - 2 2 3 1978 1 - - - - - - - 1 4 7 1979 1 - - - - - - - 1 11 22 1980 3 - - - - - - - 3 36 52 1981 2 2 - - - - - - 4 65 79 1982 11 - - - - - - - 11 99 123 1983 14 - - - - - - - 14 149 171 1984 16 - - - - - - - 16 193 216 1985 8 5 - - - - - - 13 245 281 1986 8 6 - - - - - - 14 310 337 1987 13 6 - - - - 1 - 20 355 373 1988 11 5 2 6 - - - - 24 385 397 1989 11 3 8 4 - - - - 26 412 425 1990 11 5 5 1 - - - - 22 439 455 1991 12 4 3 1 2 - - - 22 1992 13 5 2 - 2 1 - - 23 1993 16 3 6 -3 1- - 29 1994 26 - 3 3 3 - - 1 36 1995 19 - 5 3 2 - - - 29 1996 15 2 6 12 - - 1 27 1997 12 - 3 1 1 - - 1 18 1998 11 2 - 4 1 - - - 18 1999 6 - 2 2 2 - - - 12 2000 9 - - 12 - - - 12 2001 13 - - - 2 - - - 15 2002 7 - 2 -4 - - - 13 2003 10 - - 2 2 - - - 14 2004 13 - 1 1 1 - - - 16 Jumlah 294 48 47 31 29 2 1 3 455Keterangan: RSUPN Dr Ciptomangunkusumo / RS PGI CikiniJakarta RS Dr Karyadi / RS Telogorejo Semarang RSPAD Gatot Subroto Jakarta RS Dr Sutomo Surabaya RS Dr Sarjito Yogyakarta RS Dr Pirngadi Medan RS Dr Hasan Sadikin Bandung RS Advent Bandung

TRANSPLANTASI GINJAL 2239perbaikan dalam metode organ procurement dan seleksi tahun bisa menggambarkan ketahanan hidup 10 tahun.resipien, peningkatan teknik bedah, serta pengetahuan Dalam era siklosporin, prediksi ketahanan hidup 10yang lebih baik tentang jenis dan saat terjadinya infeksi.Pemakaian antibiotika profilaktik untuk mengurangi tahun ginjal transplan yang berasal dari saudara kandungkeseringan infeksi luka, pelaksanaan biopsi ginjal secara dengan HLA identik adalah 79%, dari orang tua 52%, dantertutup, pemeriksaan ultrasonografi di daerah ginjal dari donor jenazah 44%. Faktor yang mempengaruhi hasiltransplan yang lebih sering, dan pemberian bolus transplantasi adalah kesesuaian HLA, ras, unit transplantasiprednisolon dosis tinggi untuk terapi rejeksi yang lebih pelaksana, etiologi penyakit ginjal, derajat fungsi ginjaljarang, serta kebijakan untuk tidak mempertahankan transplan dalam periode awal pascatransplantasi, danginjal transplan yang tak berfungsi lagi ikut berperan insidens rejeksi dini.menurunkan insiden komplikasi infeksi. Walaupundemikian, infeksi tetap merupakan penyebab penting baik PENGALAMAN DI INDONESIAbagi mortalitas maupun bagi penurunan ketahanan hidupginjal transplan. Di Indonesia infeksi pascatransplantasi Transplantasi ginjal dilaksanakan pertama kali di Indonesiamerupakan salah satu masalah utama, selain masalah pada tahun 1977. Transplantasi ginjal berkembangdonor dan biaya. sangat lambat dan pada label 13 dapat dilihat jumlah transplantasi ginjal di Indonesia tahun demi tahunHASIL TRANSPLANTASI GINJAL menurut registrasi Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Secara umum ketahanan hidup ginjal transplan dan pasienDalam bagian ini dikemukakan hasil transplantasi ginjal yang dicapai di Indonesia tidak berbeda dengan yangseperti yang dilaporkan oleh the United Network of Organ dilaporkan di luar negeri.Sharing (UNOS) Registry d\ Amerika Serikat, hasil transplantasiginjal jangka panjang, dan pengalaman di Indonesia. REFERENSIREGISTRASI UNOS Allen RDM, Chapnrian JR. A manual of renal transplantation.London: Little, Brown and Company;1994.Berdasarkan laporan registrasi UNOS disimpulkan halberikut: 1). Ketahanan hidup ginjal cangkok satu tahun pada Bradley BA. Factors affecting kidney transplantation success.Currresipien yang memperoleh ginjal dari saudara kandung Opin Nephrol Hypertens. 1992;1:220-9.dengan HLA-identik adalah 95%, saudara kandungdengan kesamaan 1 haplotip 9 1 % , orang tua 90%, dan Briggs JD. The recipient of a renal transplant. In: Morris PJ,editordari anak 89%. Ketahanan hidup pasien satu tahun pada Kidney transplantation, principles and practice. 4thedition.orang tua yang memperoleh ginjal dari anaknya adalah Philadelphia: WB Saunders;1994.p. 43-55.94%, sedangkan resipien yang memperoleh ginjal darianggota keluarga dekat adalah 98%. Ginjal transplan dari Cecka JM, Terasaki Rl. The UNOS scientific renal transplantregistry.donor keluarga dengan HLA-identik mempunyai proyeksi In: Terasaki Rl, Cecka JM, editors. Clinical transplants 1992. Loswaktu paruh 26 tahun, sedangkan jika dengan kesamaan Angeles: UCLA, Tissue Typing Laboratory; 1993. p.1-16.1 haplotip proyeksinya 12-14 tahun. 2). Ketahanan hidupginjal cangkok dan pasien satu tahun pada transplantasi Chandraker A, Rerkins DL, Carpenter CB, Sayegh MH. Transplantationantar-pasangan hidup adalah 92% dan 99%. Ketahanan immunobiology. In: Brenner BM, editor.Brenner & Rector'shidup ginjal cangkok dan pasien satu tahun pada the kidney 7'*' edition. Rhiladelphia:WBSaunders; 2004. p.transplantasi dengan donor dari keluarga jauh atau dari 2759-83.orang lain adalah 86% dan 95%. Ginjal cangkok tersebutmempunyai proyeksi waktu paruh 13 tahun. Chugh KS, Vivekanand JHA. Commerce in transplantation in third world countries. Kidney lnt.1996;49:1181-6.HASILTRANSPLANTASI GINJAL JANGKA PANJANG Danovitch GM. Immunosuppressive medication and protocols forHasil transplantasi ginjal yang dikemukakan di atas kidney transplantation. In: Danovitch GM, editor Handbookumumnya dilaporkan sebagai ketahanan hidup ginjal of kidney transplantation. 3'=* edition.Philadelphia: Lippincotttransplan satu tahun, dan memang ketahanan hidup satu Williams & Wilkins; 2001. p. 62-110. Davison AM. Renal transplantation: recurrence of original disease with particular reference to primary glomerulonephritis. Nephrol Dial Transplant.1995;10(suppl 1):81-4. Goral S, Helderman JH. Current and emerging maintenance immunosuppressive therapy In: Owen WR Rereira BJG, Sayegh MH, editors. Dialysis and tranplantation: a companion to Brenner 8i Rector's the kidney. Philadelphia: WB Saunders; 2000. p. 561-7. Gritsch HA, Rosenthal JT, Danovitch GM. Living and cadaveric kidney donation. In: Danovitch GM, editor Handbook of kidney transplantation. 3\"^ edtion. Philadelphia: Lippincott Williams 8i Wilkins; 2001.p. 111-29. Kendrick E. Evaluation of the transplant recipient. ln:Danovitch GM, editor Handbook of kidney transplantation. S'\"^ edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. p.13045-.

2240 NEFROUROLOGIKubak BM, Pegues DA, Holt CD. Infectious complications of kidney transplantation and their management. In: Danovitch GM, editor Handbook of kidney transplantation. 3\"^ edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. p. 22162-.Magee CC, Milford E. Clinical aspects of renal transplantation. In: Brenner BM, editor Brenner & Rector's the kidney 7'^ edition. Philadelphia: WB Saunders; 2004. p. 280548-.Marshall VC, Jablonski R Scott DF. Renal preservation. In: Morris PJ, editor Kidney transplantation, principles and practice. 4 th edition. Philadelphia: WB Saunders; 1994 p. 86108-.McGeown MG. Towards long - term graft survival: an overview. Nephrol Dial Transplant. 1995;10(suppl 1): 39-.Melk A, Halloran P. Immunosuppressive agents used in transplantation. In: Johnson RJJ, Feehally J, editors. Comprehensive clinical nephrology 2\"^ edition. Edinburg: Mosby; 2003. p.105769-.National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) Advisory Board: K/DOQI clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification, and stratification. Kidney Disease Outcome Quality Initiative. Am J Kidney Dis. 2002;39(Suppl 1): S1-S246.Pallis C. Brainstem death: the evolution of a concept. In: Morris PJ, editor Kidney transplantation, principles and practice. 4th edition. Philadelphia: WB Saunders; 1994. p.7185-.Rawn JD, Tilney NL. The early course of a patient with a kidney transplant. In: Morris PJ, editor Kidney transplantation, principles and practice. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders; 1994 p. 16778-.Sayegh MH, Krensky AM. Transplantation immunobiology. In: Owen WF, Pereira BJG, Sayegh MH, editors. Dialysis and transplantation: a companion to Brenner 8i Rector's the kidney Philadelphia: WB Saunders; 2000. p. 48798-.Susalit E. Efek amiodipin terhadap faktor yang berperan pada penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh siklosporin pada resipien transplantasi ginjal. Buku disertasi dipertahankan dihadapan Senat Guru Besar Ul 3 Juli 1996.Susalit E. Strategi penatalaksanaan gagal ginjal kronik memasuki abad XXI. Pidato pengukuhan sebagai Guru BesarTetap dalam Ilmu Penyakit Dalam di FKUl, Jakarta, 6 Mei 1998.Ting A, Welsh K. HLA matching and crossmatching in renal transplantation. In: Morris PJ, editor Kidney transplantation, principle and practice. 4th edition. Philadelphia: WB Saunders; 1994 p. 10926-.Waid TH. Prevention and treatment of renal allograft rejection. In: Glassock RJ, editor Current therapy in nephrology and hypertension. 4'^ edition. St. Louis: Mosby; 1998. p. 35667-.

293GANGGUAN KESEIMBANGAN AIR DAN ELEKTROLIT Parlindungan SiregarCAIRAN TUBUH TOTAL Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan ekstrasel dan intrasel dan langsung berhubungan dengan fungsiSebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium (kationbayi prematur jumlahnya sebesar 80% dari berat badan; utama), kalium, kalsium, dan magnesium. Untuk menjagabayi normal sebesar 70-75% dari berat badan, sebelum netralitas (elektronetral), di dalam cairan ekstrasel terdapatpubertas sebesar 65%-70% dari berat badan; orang anion-anion seperti klorida, bikarbonat dan albumin.dewasa sebesar 50-60% dari berat badan. Kandungan Kation utama dalam cairan intrasel adalah kalium danair di dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan sebagai anion utama adalah fosfat.air di dalam sel otot, sehingga cairan tubuh total padaorang yang gemuk (obes) lebih rendah dari mereka yang INTRASEL 36% BBtidak gemuk. 60% BB K (kation utama) Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen Cairan Total P (anion utama)utama yaitu cairan ekstrasel dan cairan intrasel. Volume Tubuhcairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh total atausebesar 36% dari berat badan pada orang dewasa. Volume EKSTRASELcairan ekstrasel sebesar 40% dari cairan tubuh total atausebesar 24% dari berat badan pada orang dewasa. Cairan Gambar 1. Cairan total tubuh dengan kompartemen intraselekstrasel dibagi dalam dua subkompartemen yaitu cairan dan ekstraselinterstisium sebesar 30% dari cairan tubuh total atau18% dari berat badan pada orang dewasa dan cairan GANGGUAN KESEIMBANGAN AIRintravaskular (plasma) sebesar 10% dari cairan tubuh totalatau 6% dari berat badan pada orang dewasa (Gambar 1). Gangguan keseimbangan air dalam topik ini adalahCairan ekstrasel dan cairan intrasel dibatasi oleh membran ketidakseimbangan antara air yang masuk ke dalam dansel {lipid-soluble), merupakan membran semipermeabel air yang ke luar dari tubuh, ketidakseimbangan antarayang bebas dilewati oleh air akan tetapi tidak bebas cairan intra dan ekstrasel serta ketidakseimbangan antaradilewati oleh solut yang ada di kedua kompartemen cairan interstisium dan intravaskular. Ketidakseimbangantersebut kecuali urea. Cairan interstisium dan cairan ini khususnya antara intra dan ekstrasel atau antaraintravaskular dibatasi oleh membran permeabel yangbebas dilewati oleh air dan solut kecuali Albumin. Albuminhanya terdapat di intravaskular. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapatsolut berupa kation dan anion (elektrolit) yang pentingdalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel.Ada dua kation yang penting, yaitu natrium dan kalium. 2241

2242 NEFROUROLOGIinterstisium dan intravasl<ular, sangat dipengaruhi oleh Dehidrasi dapat terjadi pada keadaan keluarnya airosmolalitas efektif atau tekanan osmotik (tonisitas). melalui keringat, penguapan dari kulit, saluran intestinal,Osmolalitas adalah perbandingan antara jumlah solut diabetes insipidus (sentral dan nefrogenik), diuresisdalam mmol/L dan air dalam kgH20. Solut-solut yang osmotik, yang kesemuanya disertai oleh rasa haus. Ataumempengaruhi osmolalitas dalam tubuh adalah natrium, dapat terjadi bila asupan cairan natrium hipertonik yangkalium, glukosa dan urea. Natrium, kalium, dan glukosa berlebihan.disebut sebagai solut atau osmol yang efektif [effective-osmole), k a r e n a m e m p e n g a r u h i t e k a n a n o s m o t i k . Hipovolemia. Hipovolemia adalah berkurangnya volumeMakin tinggi osmolalitas solut efektif, maka makin cairan ekstrasel tanpa pengurangan volume cairantinggi tekanan osmotik (tonisitas). Urea mempengaruhi intrasel. Hipovolemia dapat terjadi oleh karena dua hal:osmolalitas akan tetapi tidak berpengaruh terhadap 1) Kehilangan air dan natrium secara bersamaan (cairantekanan osmotik oleh karena urea memiliki kemampuan isotonik) melalui saluran intestinalis seperti muntah,untuk menembus membran sel {lipid-soluble) berpindah diare, pendarahan atau melalui pipa sonde. Dapat jugabebas dari intrasel ke ekstrasel atau sebaliknya, sehingga melalui ginjal antara lain penggunaaan diuretik, diuresisurea disebut sebagai solut atau osmol yang tidak efektif osmotik, 'salt-wasting nephropathy', hipoaldosteronisme.[ineffective-osmole). Atau juga melalui sekuestrasi cairan seperti pada ileus obstruksi, trauma, fraktur, pankreatitis akut; 2) Kehilangan Berpindahnya air dari intrasel ke ekstrasel atau air saja atau cairan hipotonik sangat berlebihan melaluisebaliknya, dipengaruhi oleh perbedaan tekanan kulit dan saluran napas {insensible water /osses),melaluiosmotik (tonisitas). Air akan berpindah dari daerah yang keringat, luka bakar, atau pada diabetes insipidus sehinggatonisitas/tekanan osmotik lebih rendah ke daerah dengan volume cairan ekstrasel berkurang, yang menimbulkantonisitas/tekanan osmotik lebih tinggi. Dalam keadaan hipovolemia bersamaan dengan dehidrasi.normal maka osmolalitas cairan intrasel adalah samadengan osmolalitas cairan ekstrasel. Kandungan air di Hipervolemia. Hipervolemia adalah suatu keadaan diintrasel lebih banyak oleh karena jumlah kalium total mana terjadinya peningkatan volume cairan ekstraseldalam tubuh lebih besar dari jumlah natrium total dalam khususnya intravaskular {volume overload) melebihitubuh. Natrium, kalium, glukosa bebas berpindah antar kemampuan tubuh mengeluarkan air melalui ginjal,interstisium dan intravaskular (plasma), sehingga ketiga saluran intestinal, kulit. Keadaan ini lebih dipermudahosmol ini tidak berpengaruh terhadap perpindahan air dengan adanya gangguan pada otot jantung (gagaldari intersisium ke dalam plasma atau sebaliknya. Protein jantung kongestif) atau pada gangguan fungsi ginjaldalam plasma yaitu albumin tidak mudah berpindah berat (penyakit ginjal kronik stadium IV dan V atau padadari intravaskular ke dalam cairan interstisium sehingga gangguan ginjal akut).albumin adalah osmol utama yang mempengaruhitekanan osmotik (tonisitas) di intravaskular. Tekanan Edema. Edema adalah suatu pembengkakan yang dapatosmotik dalam plasma ini disebut juga sebagai tekanan diraba akibat penambahan volume cairan interstisium.onkotik dalam plasma. Berpindahnya air dari intravaskular Ada dua faktor penentu terhadap terjadinya edema antarake interstisium atau sebaliknya sangat dipengaruhi oleh lain : a). Perubahan hemodinamik dalam kapiler yangkadar albumin dalam plasma. memungkinkan keluarnya cairan intravaskular ke dalam jaringan interstisium. b). Retensi natrium di ginjal. Ada beberapa keadaan yang dapat kita temukandalam hal gangguan keseimbangan air antara lain : 1). Hemodinamik dalam kapiler dipengaruhi oleh : a).Dehidrasi, 2). Hipovolemia, 3). Hipervolemia, 4). Edema. Permeabilitas kapiler. b). Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan tekanan hidrolik dalam intersisium. c).Dehidrasi. Dehidrasi adalah keadaan di mana Selisih tekanan onkotik dalam plasma dengan tekananberkurangnya volume air saja atau berkurangnya air onkotik dalam interstisium.jauh melebihi berkurangnya natrium dari cairan ekstraselatau keluarnya cairan hipotonik berlebihan dari ekstrasel Retensi natrium dipengaruhi oleh : a). Aktivitas sistemyang mengakibatkan peningkatan natrium di ekstrasel renin-angiotensin-aldosteron yang erat kaitannya dengan(hipernatremia). Hipernatremia meningkatkan tonisitas baroreseptor di arteri aferen glomerulus ginjal. b). Aktivitascairan ekstrasel sehingga air dari intrasel keluar ke ANP {atrial natriuretik peptide) yang erat kaitannyaekstrasel (volume cairan intrasel berkurang dan volume dengan baroreseptor di atrium dan ventrikel jantung. c).cairan ekstrasel relatif tetap). Dengan kata lain, dehidrasi Aktivitas saraf simpatis, ADH yang erat kaitannya denganmelibatkan pengurangan cairan intra dan ekstrasel secara baroreseptor di sinus-karotikus. d). Osmoreseptor dibersamaan di mana 40% dari cairan yang hilang berasal hipotalamus.dari ekstrasel dan 60% berasal dari intrasel. Pada keadaan volume sirkulasi efektif yang rendah misalnya pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom

GANGGUAN KESIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT 2243nefrotik, dan gagal ginjal, nnaka jumlah total natrium tubuh klinis yang terjadi. Pada deplesi volume yang berat,akan meningkat oleh karena adanya retensi natrium ginjal kecepatan cairan diberi dalam waktu yang cepat hinggaakibat peningkatan sistem renin-angiotensin-aldosteron. terjadi perbaikan takikardia dan tekanan darah.Retensi natrium menimbulkan retensi air di ekstraselsehingga terjadi penimbunan air khususnya di interstisium Jenis cairan yang diberikan tergantung dari cairanyang akhirnya menimbulkan edema umum. yang ke luar Bila perdarahan sebaiknya diganti dengan darah juga. Bila persediaan darah tidak ada, dapat Di samping faktor-faktor penyebab edema di atas, diberikan cairan koloid atau cairan kristaloid seperti NaCIada faktor lain yang mencegah berlanjutnya penumpukan isotonis atau cairan ringer-laktat. Cairan koloid tetapcairan dalam jaringan interstisium (edema) yaitu aliran tertahan dalam intravaskular, sedangkan cairan kristaloidlimfatik yang dapat menampung kelebihan cairan akan masuk sebanyak duapertiganya ke interstisium. Biladalam jaringan interstisium. Faktor lain adalah dengan cairan keluar dari saluran intestinal (diare atau muntah),meningkatnya jumlah cairan dalam jaringan interstisium jenis cairan pengganti dapat berupa NaCI isotonis ataupada edema, akan mengurangi tekanan onkotik dan ringer-laktat. Pada diare lebih dianjurkan pemberianmeningkatkan tekanan hidrolik jaringan interstisium ringer-laktat oleh karena potensi terjadinya asidosissehingga penumpukan cairan dalam interstisium metabolik pada diare yang berat.terhambat. DehidrasI Manifestasi klinis edema dapat berupa : edema paru, Dehidrasi melibatkan pengurangan cairan intrasel danedema perifer misalnya pada tungkai, asites, bendungan ekstrasel secara bersamaan di mana 40% dari cairan yangpada vena setempat misalnya pada tungkai yang biasanya hilang berasal dari ekstrasel dan 60% berasal dari intrasel.unilateral, bendungan vena dalam, edema 'pitting' pada Hipernatremia merupakan tanda klinis dehidrasi. Defisithipotiroid. cairan tubuh total ini dapat dihitung dengan rumus :PENANGGULANGANGANGGUANKESEIMBANGAN Defisit Cairan = 0,4 x berat badan (Na PLASMA / 1 4 0 -1)CAIRAN Untuk koreksi cairan, jenis cairan yang diberikanHIpovolemla adalah cairan dekstrosa isotonik. Volume cairan yangAda dua tindakan yang dilakukan dalam mengatasi dibutuhkan sesuai dengan perhitungan rumus di ataskeadaan ini yaitu menanggulangi penyakit dasar dan ditambah dengan 'insensible water losses' + volumepenggantian cairan yang hilang. Untuk mengetahui urin 24 jam + volume cairan yang keluar melaluijumlah cairan yang akan diberikan perlu diketahui saluran cerna. 'Insensible water losses' sebanyak ± 40prediksi cairan yang hilang dari tubuh. Pada hipovolemia, ml/jam. Cairan dapat diberikan intravena atau oralcairan yang hilang adalah cairan ekstrasel (intravaskular bila pasien sadar. Kecepatan pemberian cairan harusdan interstisium). Dalam keadaan normal, osmolalitas tidak menimbulkan penurunan kadar natrium plasmacairan interstisium dan intravaskular adalah sama, maka > 0,5 meq/jam. Sebagai contoh bila kadar Na-plasmapenghitungan cairan yang hilang didasarkan pada persen diturunkan dari 160 menuju 140, maka kecepatanberkurangnya plasma (cairan intravaskular). pemberian cairan adalah selama 40 jam (20 dibagi 0,5). Bila berat pasien ini adalah 60 kg, maka defisit cairan Disebut hipovolemia ringan bila kehilangan volume sebesar 0,4 x 60 (160/140 - 1) = 3,43 L. Bila insensibleplasma <. 20% atau < 1,2% Berat Badan. Gejala klinis yang loss sebesar 960 ml dan volume urin 1500 ml/24 j a m ,timbul hanya takikardia. maka volume cairan yang dibutuhkan sebesar 3,43 + 0,96 + 1,5 = 5,89 Liter. Jumlah cairan ini diberikan dalam Disebut hipovolemia sedang bila kehilangan volume waktu 40 jam atau 0,15 liter/jam.plasma 20 - 40% atau 1,2-2,4% Berat Badan. Gejala klinisyang timbul adalah takikardia dan hipotensi ortostatik Tindakan lain adalah mengatasi penyebab terjadinya dehidrasi. Disebut hipovolemia berat bila kehilangan volumeplasma >. 4 0 % atau > 2,4% Berat Badan. Gejala klinis Hipervolemlayang timbul adalah penurunan tekanan darah, taki-kardia, Hipervolemia {volume overload), volume intravaskularoliguria, agitasi, pikiran kacau. yang meningkat, pada kegagalan otot jantung dan penurunan fungsi ginjal dapat menimbulkan edema Perlu diingat bahwa volume plasma adalah sebesar6% dari berat badan pada orang dewasa. Sebagai contoh,deplesi volume ringan (20%) pada orang dewasa seberat60 kg, volume cairan yang hilang sebesar 20% dari 3,6 literatau 1,2 kali 60 kg adalah 0,72 kg atau 0,72 liter (720 ml).Kecepatan pemberian cairan tergantung pada keadaan

2244 NEFROUROLOGIparu. Penganggulangan yang dilakukan dalam hal ini atau sindrom hepato-renal dan dapat menjadi penyebabadalah pemberian diuretik kuat, furosemid, serta restriksi ensefalopati hepatikum.asupan air. Asupan air yang dianjurkan hanya sebanyak'insensible water losses' y a i t u ± 40 ml/jam. Pasien GANGGUAN KESEIMBANGAN NATRIUMdengan gangguan ginjal akut atau penyakit ginjal kronikstadium-5 dengan hipervolemia memerlukan dialisis Natrium berperan dalam menentukan status volume airuntuk penanggulangannya. Pasien dengan polidipsia dalam tubuh. Keseimbangan natrium yang terjadi dalamprimer, asupan air melebihi kemampuan pengeluaran tubuh diatur oleh dua mekanisme yaitu pengatur: melalui ginjal dan kulit, akan menimbulkan gejala akibat hiponatremia. Penanggulangan pada keadaan ini adalah Kadar natrium yang sudah tetap pada batas tertentudengan restriksi asupan air serta mengatasi gejala akibat (Set-Point)hiponatremia akut bila ada. Keseimbangan antara natrium yang masuk dan yang keluar (Steady-State)Edema Penanggulangan edema yang dilakukan meliputi: Perubahan kadar natrium dalam cairan ekstraselmemperbaiki penyakit dasar bila mungkin, restriksi akan mempengaruhi kadar hormon terkait sepertiasupan natrium untuk minimalisasi retensi air, pemberian hormon antidiuretik (ADH), sistem RAA (renin angiotensindiuretik. a l d o s t e r o n ) , atrial natriuretic peptide ( A N P ) , brain natriuretic peptide (BNP). H o r m o n - h o r m o n ini akan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian mempengaruhi ekskresi natrium di dalam urin.diuretik untuk penanggulangan edema adalah : saat yangtepat, risiko yang akan dihadapi bila edema dikurangi, Naik turunnya ekskresi natrium dalam urin diaturwaktu yang dibutuhkan untuk menangani edema, cepat oleh filtrasi glomerulus dan reabsorpsi oleh tubulusatau lambat. ginjal. Peningkatan volume cairan (hipervolemia) dan peningkatan asupan natrium akan meningkatkan laju Indikasi atau saat yang paling tepat untuk filtrasi glomerulus dan pada hipovolemia serta asupanmenanggulangi edema adalah bila ada edema paru, natrium yang rendah akan terjadi penurunan laju filtrasimerupakan satu satunya indikasi pemberian diuretik yang glomerulus. Perubahan perubahan yang terjadi pada lajupaling tepat dalam menanggulangi edema dibandingkan filtrasi glomerulus akan mempengaruhi reabsorpsi natriumdengan penanggulangan jenis edema yang lain. Retensi di tubulus (glomerulotubular balance).natrium sekunder (kompensasi) yang terjadi pada gagaljantung atau sirosis hati adalah dalam rangka untuk Sebanyak 60%-65% natrium yang difiltrasi direabsorpsimemenuhi volume sirkulasi efektif menjadi normal kembali di tubulus proksimal, 25%-30% di 7oop of Henle', 5% diguna optimalisasi perfusi jaringan. Pemberian diuretik tubulus distal dan 4% di duktus koligentes.yang terlalu besar pada keadaan ini akan menimbulkanrisiko berkurangnya perfusi jaringan. Berkurangnya perfusi Reabsorpsi di tubulus proksimal dan duktusjaringan, dalam klinik dapat dinilai dari kenaikan ureum koligentes tergantung pada kebutuhan tubuh yangdan kreatinin. diatur oleh faktor neurohumoral (angiotensin-ll dan norepinefrin di tubulus proksimal dan aldosteron di Retensi natrium primer seperti pada penyakit ginjal, duktus koligentes). Reabsorpsi di lengkung-Henleakibat obat-obatan (minoksidil, NSAID, estrogen), 'refeeding dan tubulus distal tergantung dari jumlah natriumedema', tidak ada pengurangan volume sirkulasi efektif, yang ada dalam filtrat di tubulus atau disebut jugapada keadaan ini yang terjadi adalah ekspansi cairan tergantung banyaknya jumlah filtrat. Reabsorpsiekstrasel. Pemberian diuretik pada keadaan ini tidak natrium di tingkat sel tubulus proksimal dimulai dariakan mengurangi volume sirkulasi efektif sehingga tidak aktivitas pompa NaK-ATPase di membran basolateralmengurangi perfusi jaringan. sel tubulus sehingga menimbulkan gradien elektrokimia sehingga memudahkan masuknya natrium secara pasif Pada edema umum akibat gagal jantung, sindrom dalam bentuk solut kotranspor dengan glukosa, asam-nefrotik, retensi natrium primer, bila dilakukan pemberian amino, fosfat yang dihantarkan oleh protein pembawadiuretik, mobilisasi cairan edema dapat berlangsung cepat (carrier) masuk menembus membran-sel dan jugasehingga pengeluaran cairan edema sebanyak 2-3 liter melalui antiporter Na-H (reabsorpsi natrium dan sekresidalam 24 jam tidak akan mengurangi perfusi jaringan. ion-H).Berbeda dengan pengeluaran cairan asites, mobilisasicairan asites masuk ke intravaskular berlangsung lambat Reabsorpsi natrium di lengkung-Henle asending,sehingga bila diberikan diuretik kuat untuk mengurangi dilakukan oleh proses elektronetral melalui kontransporasites dengan cepat, akan terjadi penurunan perfusi NaK2CI. Bila Na di reabsorpsi, maka absorbsi CIjaringan sehingga akan menimbulkan kenaikan ureum akan terhalang sebaliknya bila CI di reabsorpsi maka


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook