BAB XIII KEESOKAN PAGINYA Laurent bangun dengan perasaan segar. Tidurnya nyenyak. Udara sejuk yang m asuk m elalui jendela m elancarkan kem bali peredaran darahnya. Dia ham pir tidak ingat lagi kepada kejadian kem arin. Kalau saja lehernya tidak terasa sakit ia akan percaya bahwa m alam tadi dia tidur pukul sepuluh setelah m elalui hari yang dam ai. Bekas gigitan Cam illas terasa bagaikan besi m em bara pada kulitnya. Tatkala perhatiannya dipusatkan kepada luka yang sangat pedih itu, hatinya sangat m enderita. Bagaikan selusin jarum perlahan-lahan m enem bus daging terasa olehnya. Diturunkannya kerah baju tidurnya, lalu berdiri di m uka cerm in m urah yang bergantung di dinding. Bekas gigitan itu berwarn a m erah sebesar uan g logam . Kulitn ya terkelupas, dagingnya tam pak kem erah-m erahan dengan titik-titik hitam . Darah m engucur sam pai ke bahunya, tetapi kini telah m engering. Di lehernya yang putih luka itu tam pak cokelat tua, letaknya di
96 Emile Zola sebelah kanan di bawah telinga. Dengan punggung membungkuk dan kepala agak dijulurkan ke depan, Laurent m engam ati luka itu. Di cerm in tua yang sudah kehijau-hijauan m ukanya kelihatan m enyeringai jahat. Laurent m engucurkan air ke kepalanya. Dia m erasa yakin lukanya akan sem buh dalam beberapa hari. Lalu ia berpakaian dan kemudian dengan tenang berangkat ke kantor seperti biasa. Di sana dia bercerita tentang apa yang telah terjadi dengan suara penuh haru dan sedih. Ketika rekan-rekannya m em baca beritanya dalam koran, Laurent benar-benar m enjadi seorang pahlawan. Sem inggu lam anya m ereka tidak m em bicarakan perkara lain: m ereka m erasa sangat bangga bahwa salah seorang dari rekannya ada yang m enolong orang yang m ati tenggelam . Dengan panjang lebar Grivet m enerangkan betapa tidak bijaksananya berperahu di Seine, padahal untuk menikmati pemandangan air sungai itu cukup dan lebih mudah dari atas sebuah jembatan. Laurent m asih digelitik sesuatu yang ingin segera ia ketahui. Kem atian Cam illus belum din yatakan secara resm i. Suam i Theresa pasti sudah mati, tetapi si pembunuh ingin menemukan m ayatnya sehingga surat pernyataan kem atian dapat dikeluarkan. Pencarian m ayat yang dilakukan orang keesokan paginya setelah kecelakaan tidak m enghasilkan apa-apa. Orang m engira m ayat Cam illus pasti tersedot ke dalam salah satu lubang di bawah pantai pulau-pulau. Para pencari bekerja dengan rajin karena mengharapkan hadiah. Laurent m ewajibkan diri singgah setiap pagi di rum ah m ayat. Dia telah bersum pah untuk m eyakinkan sendiri kem atian Cam illus. Sekalipun rasa jijik m em buat perutnya m ual, dan sekalipun kadang-kadang seluruh badannya terasa gem etar, namun selama seminggu secara teratur dia datang ke rumah m ayat untuk m em eriksa sem ua wajah orang yang m ati tenggelam .
Theresa 97 Setiap kali m asuk, bau apak, bau daging yang dicuci, selalu m em buatnya m uak, dan seluruh bulu rom anya berdiri. Kelem bapan dinding seakan-akan berpindah ke bajunya yang selanjutnya terasa lebih berat. Selalu dia m enuju langsung ke dinding kaca penyekat yang m em isahkan pengunjung dari m ayat-m ayat. Wajahnya yang pucat dirapatkannya ke kaca. Di hadapannya berjajar tem pat m em baringkan m ayat yang berwarna kelabu. Di sana-sini di atas tem patnya bergeletakan tubuh-tubuh telanjang, ada yang hijau kebiru-biruan dan ada pula yang pucat jam bon. Sebagian ada yang m asih utuh nam un kaku, sebagian lagi kelihatan seperti tumpukan daging busuk. Di tembok belakang bergantungan bermacam-macam pakaian, kemeja, celana, dengan kesan m enyedihkan. Di kepolosan tem bok, pakaian-pakaian itu kelihatan m enonjol sekali. Pada m ulanya Laurent tidak m elihat apa-apa selain tem pat-tem pat m ayat dan dinding yang di sana- sini bernoda cokelat dan hitam karena percikan dari pakaian dan m ayat. Di sana terdengar nyanyian air yang m engalir. Laurent m encoba m engenali setiap wajah, berpindah dari m ayat yang satu ke m ayat yang lain. Hanya yang m ati tenggelam saja yang m enarik perhatiannya. Kalau m elihat tubuh yan g m em ben gkak dan m em biru diperhatikannya dengan seksam a. Banyak yang kulit kepalanya terkelupas, tulang-tulangnya m encuat m enem bus kulit yang sudah lunak, muka seperti habis direbus dan seperti tidak bertulang. Pada m ayat-m ayat seperti itu Laurent berlam bat- lam bat m encoba m enem ukan tubuh Cam illus yang kurus. Tetapi semua tubuh orang mati tenggelam membengkak. Dia melihat perut-perut yang m enggem bung, paha-paha yang m em besar, tangan-tangan yang bengkak. Tidak tahu dia apa yang harus diperbuat. Dia hanya bisa berdiri dengan gem etar di hadapan tubuh kehijau-hijauan yang sudah sukar dikenali dan yang sem uanya seperti m enyeringai.
98 Emile Zola Pada suatu pagi dia benar-benar menjadi panik. Telah beberapa lam anya dia m em perhatikan sesosok tubuh yang m ati tenggelam . Perawakannya yang kecil telah rusak m engerikan. Dagingnya telah begitu lunak sehingga larut dan hanyut sedikit dem i sedikit terbawa air pem bersihnya. Air keran yang m engucur ke m ukanya m em buat lubang di sebelah kiri hidung. Dan tiba- tiba saja hidung itu menjadi rata dan bibir sobek, sehingga gigi- gigi yang putih kelihatan. Seakan-akan m ayat itu sedang tertawa terbahak-bahak. Setiap kali m erasa m en gen ali Cam illus, setiap kali itu. pula hatinya m erasa m enerim a tusukan panas. Dia bersikeras hendak m enem ukan tubuh korbannya, nam un kepengecutannya bersikeras pula m encekam nya kalau dia m engira yang dicari itu ada di hadapannya. Kunjungan-kunjungannya ke rum ah m ayat m em bawa m im pi-m im pi buruk di m alam harinya, dan m enyebabkan dia senantiasa m erasa dikejar-kejar rasa takut sam pai nafasnya tersengal-sengal. Secara terus-m enerus dia berusaha m encam pakkan rasa takutnya, berbisik kepada dirinya agar tidak takut seperti kanak-kanak, mencoba menguatkan diri, nam un darah dan dagingnya tetap berontak, rasa jijik dan takut segera m encekam nya kem bali begitu dia m em asuki rum ah m ayat yang lem bap dan bau itu. Apabila suatu hari tidak m enem ukan m ayat yang m ati tenggelam hatinya m erasa lega, rasa takutnya m engendur. Berubahlah dia m enjadi seorang penonton biasa yang m encari kenikmatan aneh dalam melihat kekerasan maut dengan segala kengerian dan keajaibannya. Pem andangan itu m enyenangkannya terutam a sekali kalau ada m ayat perem puan yang buah dadanya menonjol. Tubuh-tubuh telanjang dengan bercak-bercak darah dan luka-luka seperti terkoyak yang dipertontonkan secara terbuka itu benar-benar m em ukaunya. Pernah sekali dia m elihat m ayat seorang wanita berum ur dua puluhan, tipe gadis petani,
Theresa 99 besar dan kuat, seperti sedang tidur lelap. Tubuhnya yang segar dan berisi memancarkan kebersihan bercampur kehalusan dan keindahan yang luar biasa. Wajahnya tam pak seperti tersenyum , kepalanya yang sedikit tertarik ke belakang m em buat kedua payudaranya m encuat m enantang. Andaikan tidak ada garis hitam m elingkari lehernya seperti sebuah kalung, orang pasti akan m enganggapnya sebagai seorang perem puan penghibur yang sedang siap m enyerahkan tubuh. Gadis itu m ati m enggantung diri karena cinta. Laurent m em perhatikannya beberapa lam a, m atanya berlari-lari m enyelusuri seluruh tubuhnya, hatinya tersedot oleh sem acam nafsu yang m engerikan. Setiap pagi dan setiap saat dia berada di sana; selalu dia m endengar suara orang yang datang dan pergi di belakangnya. Rum ah m ayat itu m erupakan tontonan yang dapat dijangkau oleh setiap dom pet, suatu pertunjukan yang dapat dikunjungi setiap orang lewat, kaya atau m iskin tanpa harus m em bayar. Pintunya selalu terbuka, setiap orang boleh m asuk. Ada di antaranya yang seperti seorang ahli, datang setiap hari seakan- akan tidak mau kehilangan kesempatan melihat pertunjukan m aut itu. Apabila tem pat m ayat kosong, orang segera keluar lagi dengan rasa kecewa bahkan m enggerutu. Sebaliknya, apabila penuh, m ayat-m ayat berjajar, pengunjung berkerum un berdesak- desakan, naluri rendahnya terpuaskan, tercekam , m elucu, bersorak atau bersuit seperti di teater, lalu pulang dengan rasa puas sam bil berkom entar bahwa rum ah m ayat telah m em berikan pertunjukan yang bagus hari ini. Laurent segera tahu siapa-siapa yang m enjadi pengunjung tetap. Mereka adalah cam puran dan orang-orang yang benar- benar ditim pa susah dan orang-orang yang suka m em perolok- olok. Pekerja-pekerja kasar singgah sebentar dalam perjalanan ke tem pat kerjanya sam bil m engepit roti dan perkakas. Mereka m enganggap kem atian itu lucu. Ada juga yang suka m eram aikan
100 Emile Zola tem pat itu dengan lelucon-lelucon tentang setiap m ayat yang m engerikan itu. Orang m ati terbakar dijulukinya “buruh tam bang”. Yang m enggantung diri, yang terbunuh, yang tenggelam , m ayat yang rusak m em bangkitkan nafsu berseloroh dan lelucon-lelucon m ereka bergaung di dalam ruang sunyi itu. Selain itu ada juga orang-orang pensiunan dengan penghasilan kecil, orang-orang tua yang kurus kering yang datang hanya karena tidak tahu apa yang lebih baik dikerjakannya dan yang m elihat m ayat- m ayat itu dengan m ata terbelalak dan perasaan haru yang m em buktikan m ereka adalah orang-orang yang sederhana dan bersih. Perem puan pun banyak. Ada gadis-gadis pekerja dengan pipi merah dan baju bersih berlari-lari dari ujung satu ke ujung lain sepanjang dinding kaca penyekat, m elihat-lihat dengan m ata lebar dan teliti seakan-akan berdiri di depan kaca etalase sebuah toko serba ada. Ada perem puan-perem puan dari kalangan rakyat biasa dengan air m uka bengong dan suram sedih. Ada pula wanita-wanita berbusana baik dan rapi, yang dengan acuh tak acuh m enyeret gaun sutra panjangnya. Pada suatu hari Laurent m elihat salah seorang dari wanita- wanita ini berdiri beberapa kaki dari kaca dengan saputangan m enutup hidungnya. Dia m engenakan gaun sutra kelabu yang indah dengan selendang panjang dari renda hitam . Mukanya tertutup cadar kecil, dan tangannya yang bersarung kelihatan kecil m ungil. Bau harum m enyebar di sekitarnya. Beberapa langkah di hadapannya tergeletak m ayat seorang laki-laki yang besar dan tegap, seorang tukang batu yang m ati seketika karena jatuh dari perancah. Dadanya sangat bidang, otot-ototnya kuat dan m enonjol, kulitnya putih. Kem atian telah m em buatnya m enjadi seperti sebuah patung pualam . Wanita itu m em perhatikannya dengan seksam a, inci dem i inci dari tubuhnya ditelusuri dengan pandangan mata seakan-akan menimbang-nimbang dan m enilainya. Dia sangat terpesona. Cadar disingkapkan sedikit, lalu m enatap m ayat itu beberapa lam a lagi, baru pergi.
Theresa 101 Kadan g-kadan g segerom bolan an ak-an ak beran dalan masuk, anak laki-laki sekitar dua belas sampai lima belas tahun. Mereka berlari-lari sepanjang dinding kaca dan hanya berhenti di hadapan m ayat perem puan saja. Mereka m erapatkan kedua tangannya pada kaca dan dengan tidak m alu-m alu m em perhatikan payudaraitu dengan lahapnya. Setelah itu saling sikut dengan kawan-kawannya, m engeluarkan kom entar-kom entar kurang ajar. Tempat ini merupakan sekolah keburukan dan kejahatan bagi m ereka. Di rum ah m ayat inilah penjahat-penjahat kecil un- tuk pertam a kalinya m enem ukan pacar m asing-m asing. Setelah lewat sem inggu Laurent m erasa sakit dan bosan. Malam hari dia berm im pi tentang m ayat-m ayat yang dilihatnya pagi hari. Dan ini merupakan siksaan. Rasa jijik dan takut yang setiap hari dia jejalkan sendiri ke dalam dirinya akhirnya mendorong dia membuat keputusan untuk berkunjung ke rum ah m ayat hanya dua kali lagi saja. Keesokan pagi ketika m em asukinya kem bali terasa ada hantam an keras di dadanya. Di sana, di salah satu tem pat, tergeletak ‘Cam illus, terlentang dengan kepala sedikit terangkat, mata setengah terbuka seperti sedang m em andang kepadanya. Dengan perlahan-lahan si pembunuh mendekati kaca seperti dipanggil, tidak dapat m elepaskan m atanya dari korbannya. Sedikit pun tak ada rasa penyesalan; ia hanya m erasa sangat dingin dan tusukan-tusukan kecil terasa pedih di seluruh kulitnya. Tadinya dia m engira akan m erasa terguncang lebih dari itu. Lim a m enit lam anya dia berdiri m em atung, terserap ke dalam ketidaksadaran m erenung, dan tanpa diingininya m engukir dalam ingatannya sem ua garis m engerikan dan sem ua warna kotor dari m ayat yang berada di hadapannya. Keadaan Cam illus sangat m em uakkan. Tubuhnya telah dua m inggu lam anya dalam air. Mukanya m asih kelihatan keras dan kaku. Tubuhnya m asih lengkap, tetapi kulitnya telah berubah m enjadi sedikit
102 Emile Zola kotor kekuning-kuningan. Kepalanya yang kecil tam pak sedi- kit m em bengkak. Wajahnya m enyeringai. Letak kepalanya agak m iring sedikit, ram but m elekat rapat pada pelipis. Bulu-bulu m ata tegak, sehingga bola-bola m ata jelas kelihatan. Bibirnya yang agak tertarik ke sam ping, m em bentuk senyum m enyindir yang m engerikan. Ujung lidah yang sudah m enghitam kelihatan di antara dua baris gigi putih. Meskipun rupa dan warna kulitnya seperti itu, ia dengan m asih adanya rupa m anusia, wajahnya tampak lebih mengerikan lagi mencerminkan kepedihan dan kesakitan. Tubuhnya kelihatan seperti setum puk daging yang lem bek. Rupanya dia telah m enderita sangat. Dapat diperkirakan lengan-lengannya telah rusak. Tulang selangkanya m encuat m enem bus kulit bahu. Pada dada yang kehijau-hijauan m em ba yang hitam tulang-tulang rusuk. Lam bung sebelah kiri, koyak dan m enganga, telah m enjadi daging yang m erah gelap. Dari dada sam pai ke penis sudah m em busuk. Kedua kakinya, yang rupanya lebih tahan, merentang lebar, berbintik-bintik kotor dan berbisul di sana-sini. Telapak kakinya sudah hancur. Laurent m enatap Cam illus. Tak ada m ayat yang m ati tenggelam yang pernah dia lihat tam pak lebih m engerikan daripada m ayat Cam illus. Lebih-lebih lagi, m ayat Cam illus kelihatan kurus, m em berikan kesan seolah-olah m ayat orang yang selam a hidupnya dilanda kelaparan dan kemiskinan. Dia telah berkerut dan membusuk, kelihatannya kecil sekali. Segera kita akan m enduga bahwa dia m ayat seorang kerani dengan gaji seribu dua ratus frank setahun, bodoh dan penyakitan, yang selalu harus dim inum i ram uan obat oleh ibunya. Tubuh yang dibesarkan di antara selim ut-selim ut hangat selam a hidupnya, kini, setelah m enjadi m ayat m engkerut di atas pem baringan m ayat yang dingin. Setelah berhasil m elepaskan diri dari rasa penasaran yang telah m em buatnya terpaku dan terbelalak, Laurent m eninggalkan rum ah m ayat, lain berjalan sepanjang derm aga dengan cepat.
Theresa 103 Sam bil berjalan, berulang-ulang dia berkata, “itulah yang telah kulakukan terhadapnya. Dia m em uakkan.” Dia m erasa ada bau yang sangat m enusuk m engikutinya, bau m ayat yang telah m em busuk. Laurent m engunjungi Michaud dan m enceritakan, bahwa dia baru saja m en gen ali m ayat Cam illus. Form alitas yan g berhubungan dengan itu segera dikerjakan, surat keterangan kem atian dikeluarkan oleh yang berwewenang. Mayat lalu dikebum ikan . Karen a sem ua m asalah telah lewat, den gan rasa bahagia Laurent m elupakan kejahatannya dengan segala kepedihan dan ketidaksedapan yang m enyertainya.
BAB XIV TOKO DI Passage du Point-Neuf ditutup selam a tiga hari. Ketika dibuka kem bali keadaannya lebih gelap dan lebih lem bap daripada sebelum nya. Barang-barang yang dipajangkan telah kotor berdebu dan kehilangan warna, seakan-akan turut berkabung. Semua kelihatan berserakan tidak terpelihara. Di belakang topi-topi lena yang bergantungan, pada tongkat besi berkarat, wajah Theresa kelihatan lebih suram , lebih pucat. Kediam an dan ketenangannya memberi kesan kejam. Setiap perem puan baik-baik yang m em buka toko sepanjang Passage turut merasa terharu karena musibah itu. Perempuan yang m enjual perhiasan im itasi selalu m enunjukkan Theresa yang telah m enjadi kurus kering kepada setiap langganannya. Dianggapnya Theresa sebagai orang m enyedihkan yang m enarik p er h a t ia n . Tiga hari lam anya Madam e Raquin dan Theresa tetap tinggal di ranjang masing-masing tanpa saling sapa atau saling
Theresa 105 menemui. Sambil duduk dan bersandarkan bantal, Madame Raquin menerawang hampa ke sekeliling ruangan dengan mata seorang yang pandir. Kem atian anaknya itu m erupakan suatu pukulan yang sangat dahsyat baginya, dan dia jatuh bagaikan terpukul rubuh. Berjam -jam lam anya dia diam tak berdaya, terserap ke dalam lem bah putus asa yang tak berdasar; dan kadang-kadang ia menjadi histeris, menangis, berteriak-teriak dan m engigau. Theresa yang berada di kam ar sebelah seperti tidur. Wajahnya dihadapkan ke tem bok dan selim ut ditarik sampai menutupi mata. Dia berbaring tegang tanpa bergerak, dan tak ada isak tangis yang m engguncangkan selim utnya. Dia m enarik diri ke sudut kam ar tidurnya sem ata-m ata untuk m enyem bunyikan pikiran-pikiran yang m enegangkan jiwanya. Suzanne yang m erawat kedua perem puan itu berjalan lam bat- lam bat dari yang satu kepada yang lain, m elihat keadaan m ereka dengan wajah kaku seperti terbuat dari lilin. Namun dia tidak pernah m encoba m enenangkan Theresa yang selalu m em alingkan badan dan bersikap tidak sabar, juga tidak pernah mencoba m enghibur Madam e Raquin yang selalu berurai air m ata apabila m endengar suara yang m enyentaknya dari ketidakberdayaannya. Pada hari ketiga, Theresa m elem parkan selim utnya, lalu duduk di ranjang. Dilakukannya itu dengan cepat seperti didorong oleh tekad yang kuat. Dibereskannya ram butnya ke belakang dan untuk sementara tetap duduk dengan kedua belah tangan di pelipis dan mata tetap ke satu arah seperti sedang berpikir. Lalu dia bangkit. Kaki dan tangannya gem etar. Kulitnya banyak berbintik-bintik biru dan di sana-sini mengkerut seperti tidak berdaging di bawahnya. Tubuhnya m enua. Suzanne terkejut m elihat Theresa telah bangun. Dengan suara tenang dan perlahan ia menasihatkan Theresa kembali ke ranjang, m eneruskan istirahatnya. Theresa tidak m enghiraukannya. Dengan gerakan-gerakan cepat, namun belum ajeg, dia mencari
106 Emile Zola dan m engenakan pakaiannya. Selesai berpakaian, lalu bercerm in. Digosok-gosoknya m atanya, lalu m engusap-usap wajahnya seakan-akan hendak menghapus sesuatu. Tanpa berkata sepatah pun cepat-cepat dia melintasi ruang makan dan masuk ke dalam kamar tidur Madame Raquin. Perempuan tua itu sedang berada dalam keadaan melamun seperti biasa. Ketika Theresa m asuk ia m em alingkan kepala dan m atanya m engikuti Theresa yang datang m engham piri, lalu berdiri di sebelah. Masih dia tak berkata-kata dan perasaannya pun masih tertekan. Untuk beberapa saat mereka saling berpandangan, si kem enakan dengan kebim bangan yang sem akin m eningkat, si bibi dengan susah payah berusaha m engenalinya. Ketika akhirnya berhasil Madam e Raquin m erentangkan kedua lengannya, lalu m em eluk Theresa dan berteriak, “Anakku m alang, Cam illusku yang m alang!” Dia m enangis, air m atanya jatuh lalu m enetes di kulit hangat janda m uda yang m enyem bunyikan m atanya yang kering di balik lipatan selimut. Theresa tetap tidak merubah sikap sampai mata ibu m ertuanya tidak berair lagi. Sejak terjadinya pem bunuhan dia sangat takut menghadapi pertemuan pertama ini. Itulah sebabnya dia m engurung diri di kam ar untuk m enangguhkannya, dan untuk mempelajari lebih dahulu dengan seksama peranan m engerikan yang harus dim ainkannya. Ketika dilihatn ya Madam e Raquin sudah lebih ten an g Theresa m enyibukkan diri m enem aninya. m enasihatinya untuk bangun dan membuka kembali toko. Semula orang tua itu sudah ham pir kem bali kekanak-kanakan. Kem unculan Theresa telah m em percepat datangnya perubahan yang m enguntungkan, kem balinya lagi ingatan dan kesadarannya terhadap benda- benda dan orang-orang di sekitarnya. Dia m engucapkan terim a kasih kepada Suzanne atas perawatannya, bicaranya sudah m ulai banyak lagi, sekalipun m asih dengan suara lem ah, nam un
Theresa 107 bukan m engigau. Kadang-kadang rasa sedih m encekam nya dan m em buatnya kaku kem bali. Diperhatikannya Theresa berjalan hilir m udik, lalu tiba-tiba m enangis; kem udian Theresa dipanggilnya, lalu dicium sambil tetap menangis dan berkata dengan suara tersendat-sendat bahwa tak ada lagi yang dim ilikinya di dunia ini kecuali Theresa. Malam itu dia mau menuruti nasihat Theresa untuk bangun, mencoba makan. Theresa dapat melihat sekarang betapa berat beban derita yang dipikul bibinya. Kedua kaki perem puan tua itu telah menjadi sangat berat, untuk berjalan ke ruang makan saja ia harus memakai tongkat penopang dan setelah sampai di sana baginya seolah-olah sem ua dinding bergoyang di sekelilingnya. Nam un dem ikian, keesokan harinya dia sudah m au m em buka toko. Dia khawatir menjadi gila apabila tetap mengurung diri. Dengan susah payah dia m enuruni tangga kayu, m eletakkan kakinya satu per satu di setiap anak tangga, berjalan perlahan- lahan ke m eja bayar lalu duduk di belakangnya. Sejak hari itu di sanalah dia m em aku diri dalam kesedihan yang m endalam . Di sebelahnya duduk Theresa, berpikir dan m enanti. Toko itu kem bali ke suasana tenangnya yang suram .
BAB XV DUA ATAU tiga hari sekali Laurent datang di m alam hari. Berbicara dengan Madam e Raquin selam a kurang lebih setengah jam, lalu pulang lagi tanpa mau memandang muka Theresa. Madam e Raquin m em perlakukan Laurent sebagai penyelam at kem enakannya, sebagai kawan yang berhati m ulia yang telah m elakukan sem ua yang m ungkin untuk m engem balikan anaknya kepadanya. Disam butnya dia selalu dengan keram ahan yang lem b u t . Pada suatu m alam J um at Laurent sudah berada di toko ketika Michaud tua dan Grivet datang. J am berbunyi delapan kali. Tanpa berm ufakat lebih dahulu, untuk tidak m em beri kesan m endesakkan, Grivet dan pensiunan polisi itu m em utuskan untuk tetap m elanjutkan kebiasaan lam a yang disenanginya. Mereka datang pada detik yang bersam aan seakan-akan dibim bing oleh suatu kekuatan yang sam a pula. Setelah m ereka, Oliver dan Suzanne pun m enyusul.
Theresa 109 Mereka naik ke atas. Madam e Raquin yang tidak m engira akan kedatangan tam u segera m enyalakan lam pu dan m em buat teh. Ketika sem ua telah m engam bil tem pat duduk m enghadapi cangkir masing-masing, dan setelah kartu domino dikeluarkan, tiba-tiba saja ibu yang m alang itu m enatap wajah tam u-tam unya lalu m eledaklah tangisnya. Ada kursi yang kosong, kursi anaknya. Kesedihannya m em buat bulu rom a para tam u berdiri dan merasa terganggu. Setiap wajah mencerminkan keinginan akan kesenangan sendiri. Mereka merasa tidak enak, oleh karena di hati mereka sudah tak sedikit pun terdapat sisa-sisa kenang- kenangan pada Cam illus. “Sudah, sudah, Madam e Raquin yang baik,” kata Michaud tua agak tidak sabar, “jangan berputus asa seperti itu. Nyonya bisa sakit.” “Kita sem ua tidak akan hidup selam anya,”Grivet m enegaskan. “Air m ata Nyonya tak akan dapat m engem balikan Cam illus,” kata Oliver berilsafat. “Maaf,” gum am Suzanne, “jangan m em buat kam i m urung.” Karena tangis Madam e Raquin m akin m enjadi-jadi, Michaud berkata lagi, “Kuatkan sedikit hati Nyonya! Hendaklah diketahui bahwa kami semua datang ke mari justru untuk mengalihkan perhatian Nyonya. Sudah, jangan m erusak suasana, berusahalah m elupakan n ya.... Taruhan kita dua sou, bukan ? Bagaim an a pendapat Nyonya?” Nyonya tua itu berusaha m enguat-nguatkan diri m enahan tangis. Mungkin sekali dia m enyadari kepentingan pribadi tam u- tam unya. Dengan jiwa m asih terguncang-guncang dia m enghapus air m atanya. Kartu-kartu dom ino bergetar di tangannya, dan penglihatannya terhalang oleh bintik-bintik air yang m asih m elekat di kelopak m atanya. Mereka bermain.
110 Emile Zola Laurent dan Theresa m em perhatikan adegan pendek tadi dengan tenang dan tanpa perasaan. Pemuda itu gembira melihat acara malam J umat berlangsung lagi seperti biasa. Ia benar-benar mengharapkan keadaan seperti itu, karena tahu dia memerlukan berkum pulnya m ereka untuk m encapai tujuannya. Selain dari itu, tanpa bertanya m engapa, dia m erasa lebih senang berada di antara orang-orang yang sudah dikenalnya. Dengan kehadiran mereka dia berani menatap muka Theresa. Dengan berpakaian hitam, wajah pucat dan pendiam, di mata Laurent, Theresa m em punyai kecantikan yang belum pernah dia lihat sebelum nya. Laurent m erasa berbahagia dapat m enatap Theresa dan m enem ukan m ata kekasihnya dengan berani dan terus-m enerus m em andang m atanya. Theresa m asih tetap m iliknya, lahir batin.
BAB XVI SETAH UN TIGA bulan telah berlalu. Kepahitan hari-hari pertama telah berkurang. Setiap hari membawa ketenangan dan kem asabodohan yang baru. Hidup berlangsung terus dengan segala ketidakacuhannya yang m em bosankan, kebosanan yang biasa m engikuti kem elut-kem elut rum it. Pada m ulanya Laurent dan Theresa m em biarkan dirinya hanyut terbawa kehidupan baru yang telah m engubah diri m asing-m asing. J auh di dalam dirinya telah berlangsung suatu proses perubahan yang harus dianalisa dengan sangat cermat apabila setiap tahap hendak diperinci. Laurent sudah biasa lagi berkunjung setiap m alam seperti dahulu tetapi sekarang tidak lagi makan di sana, dan tidak lagi bertamu sampai jauh malam. Datang pukul setengah sembilan dan pulan g setelah toko tutup. Boleh dikatakan datan gn ya sekarang ini sem ata-m ata hanya untuk m enjalankan kewajiban m em ban tu kedua perem puan itu. Apabila sekali waktu dia berhalangan datang keesokan harinya segera dia m inta m aaf
112 Emile Zola dengan kerendahan hati seorang pelayan. Pada setiap m alam J um at dia m em bantu Madam e Raquin m enyalakan api dan m enjadi tuan rum ah. Sikapnya sangat penurut, sehingga lebih mendapat tempat di hati perempuan tua itu. Dengan tenang Theresa m em perhatikan kesibukan Laurent. Kepucatan telah m eninggalkan wajahnya. Keadaannya tam pak lebih segar, lebih banyak senyum dan lebih ram ah. Mulutnya yang suka berdenyut-denyut karena tarikan saraf, m akin lam a m akin jarang m em perlihatkan dua buah lekukan dalam yang m em buat wajahnya m encerm inkan kepedihan dan ketakutan yang aneh. Kedua anak m uda itu tidak berusaha untuk bertem u berdua. Mereka tidak pernah saling meminta waktu untuk mengadakan pertem uan, tidak pernah bercium an secara sem bunyi-sem bunyi. Pembunuhan itu untuk sementara waktu telah menenangkan nafsu m ereka yang m eledak-ledak. Dengan m em bunuh Cam illus m ereka berhasil m enenteram kan nafsu yang m enggebu-gebu dan tak pernah kenyang, yang tidak pernah berhasil m ereka puaskan dengan berdekapan erat-erat. Untuk m ereka kejahatan yang dilakukan seolah-olah merupakan suatu pengalaman sensual yang hebat, sehingga m erasa jijik bila saling berpelukan. Padahal banyak kesem patan untuk m elaksanakan kehidupan cinta dengan bebas, im pian yang m ereka dam bakan sehingga m endorong kepada pem bunuhan. Madam e Raquin yang tak berdaya dan selalu kebingungan tak akan m enjadi penghalang. Rum ah itu m ilik m ereka, m ereka bisa m eninggalkannya dan pergi ke mana saja mereka suka. Namun cinta tidak lagi menggoda, gairahnya telah m elem ah. Mereka justru m enjadi tenang. Mereka saling berpandangan tanpa ada getaran apa pun dan tanpa pipi menjadi merah, seakan-akan telah lupa kepada pelukan- pelukan bernafsu yang pernah m em buat kulit koyak-koyak dan tulang-tulang terasa sakit. Bahkan m ereka m enghindari berada
Theresa 113 berduaan. Mereka tak dapat menemukan bahan percakapan; m asing-m asing m erasa takut bersikap terlalu dingin. Apabila mereka berjabatan tangan, masing-masing merasakan tangan yang dijabatnya m em berikan sem acam perasaan yang tak sedap di hati. Keduanya m erasa m engerti m engapa sikap m ereka seperti acuh tak acuh dan merasa takut satu sama lain kalau berduaan. Mereka anggap sikap begitu itu sebagai sikap waspada. Menurut pendapat mereka, ketenangan dan pengekangan diri merupakan hasil kebijaksanaan. Mereka bersikeras bahwa ketenangan darah dan hati mereka terjadi dengan wajar, sedangkan perasaan jijik dan gelisah kalau berada bersama dianggap sebagai sisa dari rasa ngeri, sebagai perasaan takut m endapat hukum an yang tersem bunyi. Kadang-kadang m ereka m em aksakan diri agar m em punyai harapan, dan m encoba m em bangkitkan kem bali im pian-im pian dahulu yang bergelora, nam un m ereka sendiri m erasa heran m endapatkan daya khayal m ereka telah lum puh sam a sekali. Lalu Laurent dan Theresa berpegang pada pikiran akan berlangsungnya pernikahan m ereka, yang akan segera tiba; dengan telah tercapainya tujuan terakhir dan tak ada lagi yang perlu ditakutkan dan tak ada lagi yang m enjadi penghalang, m ereka akan m enem ukan kem bali gairahnya dan dapat m enikm ati kenikm atan, kenikm atan yang selalu m ereka dam bakan. Harapan ini membuat jiwa mereka menjadi tenang dan mencegah mereka dari kem ungkinan terjerum us ke dalam jurang keham paan yang sudah m enganga di hadapannya. Keduanya m encoba m eyakinkan diri, bahwa m ereka saling m encintai seperti di waktu yang lain. Mereka m enantikan saat yang akan m em bawa kebahagiaan sem purna yang akan tim bul dari perkawinan. Tak pernah pikiran Theresa setenang sekarang. Rupanya dia benar-benar telah sem buh. Sem ua gejolak jiwanya sudah m ereda.
114 Emile Zola Malam -m alam hari, sendiri di ranjangnya, Theresa m erasa bahagia. Tidak lagi dia merasakan kehadiran wajah kurus Cam illus di sebelahnya, kehadiran tubuh lem ah penyakitan yang m enjengkelkan dan yang m em buat tubuhnya sendiri m erana karena kebutuhan yang tak terpuaskan. Dia m em bayangkan dirinya sebagai seorang gadis kecil yang m asih suci terbaring di putihnya tilam ranjang, tenang dan dam ai di tengah-tengah kesunyian dan kegelapan. Kam arnya yang agak luas dan agak dingin dengan langit-langitnya yang tinggi, sudut-sudutnya yang gelap dan berbau wanita, m enyenangkannya. Bahkan sekarang tim bul kesukaan m elihat tem bok tinggi gelap yang m enjulang di hadapan jendelanya. Setiap m alam sepanjang m usim panas, berjam -jam lam anya dia habiskan untuk m em perhatikan bata- bata tem bok yang sudah m enjadi kelabu dan langit berbintang yang seakan-akan dipigurai oleh atap-atap dan cerobong- cerobong asap. Dia tidak pernah m em ikirkan Laurent kecuali kalau ada m im pi buruk yang m enyentaknya dari tidur dan kalau hal itu terjadi, Theresa biasanya duduk di ranjang dengan tubuh gem etar, m ata m elotot, dan m em bungkus badannya dengan baju tidur, hatinya berbisik bahwa ia tidak akan disergap rasa takut begini kalau saja ada seorang laki-laki berbaring di sisinya. Dia m em bayangkan kekasihnya seperti m em bayangkan seekor anjing yang akan m enjaga dan m elindungi dirinya; tubuhnya yang dingin dan tenang tidak m enunjukkan adanya gairah berahi sedikit pun. Siang hari, di dalam toko, dia memberikan perhatian kepada yang berada di sekitarnya. Dia turun ke toko dengan sukarela dan tidak lagi hidup dalam pem berontakan batin yang terus-m enerus, yang dipenuhi pikiran benci dan keinginan m em balas dendam . Sekarang, dalam kebosanannya: dia m erasakan perlunya berbuat dan melihat sesuatu. Dari pagi sampai malam dia memperhatikan orang-orang yang lewat di Passage: suara dan kesibukan m ereka m enyenangkan hatinya. Dia m enjadi ingin serba tahu dan banyak
Theresa 115 bicara, pendeknya dia telah m enjadi seorang perem puan. Sebelum itu pikiran dan perbuatannya m erupakan pikiran dan perbuatan seorang laki-laki. Selama suka memperhatikan Passage itu, dia melihat seorang pem uda, m ahasiswa, yang tinggal di hotel m urah di sekitar itu yang lewat berkali-kali dalam sehari. Dengan wajah agak pucat, rambut gondrong seorang penyair, dan kum is m iliter, dia kelihatan tam pan. Theresa m enganggap tam pangnya berbeda dengan yang lain. Sem inggu lam anya dia m erasa jatuh cinta kepadanya, bagaikan seorang gadis pelajar. Sekarang Theresa suka membaca novel. Dia m em perbandingkan m ahasiswa itu dengan Laurent dan berkesim pulan bahwa yang terakhir ini sangat bodoh dan kikuk. Membaca membuat dia berkenalan dengan kaki langit cinta yang belum pernah diketahui sebelum nya. Selam a ini rupanya dia hanya m encintai dengan darah dan daging belaka. Sekarang dia m ulai belajar m encintai dengan pikiran dan hati. Lalu pada suatu hari m ahasiswa itu tidak tam pak lagi, rupanya dia telah pindah. Theresa telah dapat m elupakannya dalam beberapa jam . Theresa menjadi langganan perpustakaan keliling dan jatuh cinta kepada sem ua pahlawan dalam buku-buku yang dibacanya. Kesukaan m em baca yang m endadak ini m em punyai pengaruh yang besar sekali kepada tabiatnya. J iwanya yang selam a ini beku m em peroleh kepekaan m enggelisahkan yang dapat membuat dia tertawa atau menangis tanpa sebab. Perubahan ini membingungkan. Dia bisa tenggelam ke dalam lamunan-lamunan yang sam ar. Sewaktu-waktu ingatan kepada Cam illus m em buatnya gem etaran, lalu dia ingat kepada Laurent dengan kerinduan baru yang penuh dengan rasa takut dan ketidakpercayaan. Setelah itu kembali dia menjadi cemas. Pada detik ini dia memikirkan jalan untuk dapat segera m enikah dengan Laurent, dan pada detik berikutnya dia sudah berpikir untuk m elarikan diri untuk tidak m enem uinya lagi. Novel-novel yang telah: m em perkenalkan
116 Emile Zola dirinya kepada nilai-nilai kesucian dan kehorm atan, sekaligus m em asang sem acam penghalang antara naluri dan keinginannya. Nam un dia m asih tetap m erupakan seekor binatang yang tak terjinakkan yang bernafsu m au m elawan Sungai Seine dan yang telah m elem parkan dirinya dengan kasar ke alam kedewasaan. Bedan ya, sekaran g dia sadar akan adan ya kebaikan dan kelembutan. Sekarang dia dapat memahami kelembutan dan ketiadaan gairah hidup pada wajah istri Oliver. Dia tahu sekarang bahwa seorang perem puan tidak harus m em bunuh suam inya untuk mendapatkan kebahagiaan. Tak lama kemudian hilang lagi kemampuan meneropong diri sendiri secara jelas itu, lalu kembali kepada ketidakpastian yang kelam . Laurent pun tidak lepas m elalui berbagai tahap ketenangan dan kegelisahan. Mula-m ula dia m erasakan keringanan yang m elegakan seakan-akan baru terbebaskan dari beban yang sangat berat. Kadang-kadang dia bertanya dengan heran kepada diri sendiri, benarkah dia telah m elem parkan Cam illus ke dalam sungai dan m elihat tubuhnya di rum ah m ayat atau hanya m im pi buruk belaka. Kalau teringat pada kejahatan yang telah diperbuatnya dia m erasa terkejut. Dia tidak percaya dirinya m am pu m em bunuh. Seluruh kehati-hatian dan kepen gecutan n ya bergun can g. Kerin gat dingin m engucur di dahinya kalau m em bayangkan kejahatannya suatu waktu terbongkar dan dirinya diseret ke pisau guillotine. Bagaikan terasa dinginnya pisau di tengkuk. Selam a ini dia telah bertindak tanpa ragu dengan kebutaan dan kekerasan kepala seekor binatang. Tapi sekarang setelah menoleh ke belakang dan m elihat jurang yang baru dilaluinya, ia ham pir pingsan karena takut. “Aku pasti m abuk,” pikirn ya. “Perem puan itu telah m em abukkanku dengan cum bu rayunya. Ya, Tuhan! Betapa bodoh dan dungu aku! Aku m enantang guillotine dengan berbuat
Theresa 117 seperti itu.... Mem ang, sejauh ini segalanya berjalan baik. Tetapi tak m au aku m engulanginya.” Batin n ya tertekan , badan n ya lem as, dan m en jadi lebih pengecut dan lebih hati-hati daripada biasa. Tubuhnya m enggem uk. Setiap orang yang m em perhatikan tubuh berlem ak itu, sedikit bungkuk dan seakan-akan tidak berotot serta tidak bertulang, tak akan pernah tim bul pikiran untuk m enuduhnya berwatak kasar dan kejam. Laurent kem bali kepada kehidupan lam a. Beberapa bulan lam anya ia bekerja dengan baik, sehingga patut m enjadi teladan. Malam hari m akan di rum ah m akan m urah di Rue Saint-Victor, m em otong rotinya kecil-kecil, m engunyahnya pelan-pelan, m enghabiskannya selam bat m ungkin. Setelah itu ditariknya kursinya ke tem bok, lalu m engisap pipa. Orang akan m enyangka dia seorang gem uk baik hati yang telah berkeluarga. Sepanjang hari dia tidak m em ikirkan apa-apa, m alam harinya tidur lelap tanpa m im pi. Mukanya m erah dan berisi, perutnya penuh, kepalanya kosong. Dia berbahagia. Nafsu berahinya seperti m ati. Theresa ham pir tak pernah singgah di pikirannya. Theresa hanyalah seorang perem puan yang di kem udian hari—entah kapan—akan dinikahinya. Dengan sabar dia m enunggu saat itu, m elupakan calon istrinya, dan tidak m em ikirkan statusnya nanti sebagai suam i. Ia hanya m elam un akan berhenti bekerja, akan melukis demi kesenangan dan akan berjalan-jalan sepanjang waktu. Lam unan inilah yang selalu m em bawanya kem bali ke toko di Passage setiap m alam , sekalipun setiap kali m em asukinya selalu tim bul rasa tidak enak. Suatu hari Minggu, karena jem u dan tak ada kerja, Laurent m engunjungi kawannya yang pelukis. Senim an itu sedang m em buat lukisan bugil seorang perem puan pem abuk, yang berbaring meliuk di atas sehelai seprai. Di ujung studio terbaring m odelnya, kepalanya agak tertarik ke belakang, tubuhnya tegang
118 Emile Zola dan pinggangnya sedikit terangkat. Dari waktu ke waktu dia tertawa, m em perm ainkan payudaranya, lalu m erentangkan kedua belah tangannya untuk beristirahat. Laurent yang duduk m enghadapinya, m em perhatikannya sam bil m engisap pipa dan berbincang-bincang dengan kawannya. Pem andangan itu m endidihkan darahnya dan m em buat jantungnya berdegup. Laurent tinggal sam pai m alam , lalu m em bawa perem puan itu pulang ke kam arnya. H am pir setahun lam anya Laurent m em buatnya sebagai gundik. Gadis itu m encintai Laurent, karena m enganggapnya tam pan. Setiap pagi gadis model itu pergi, berpose sepanjang hari, dan secara teratur kem bali setiap m alam pada waktu yang sam a. Makan, pakaian dan keperluan-keperluan lainnya dia bayar sendiri dengan uang hasil keringatnya. Artinya, Laurent tak perlu m engeluarkan biaya sam a sekali. Laurent tidak peduli ke m ana perem puan itu pergi dan apa yang dilakukannya. Baginya perem puan itu hanya m erupakan faktor pem bantu kelangsungan hidup. Laurent m enganggapnya sebagai sesuatu yang sangat berguna untuk m enjaga tubuhnya supaya tidak m eronta-ronta dan tetap sehat. Tak dipusingkannya apakah dia m encintainya atau tidak, dan tak pernah pula tim bul pikiran dalam benaknya bahwa dia tidak setia terhadap Theresa. Dia hanya tahu badannya bertam bah gem uk dan hatinya bertam bah senang. Hanya itu. Dalam pada itu masa berkabung Theresa berakhir. Dia mulai m engenakan pakaian berwarna cerah. Pada suatu m alam Laurent m elihatnya m uda dan cantik kem bali. Nam un, m asih juga ia m erasakan sem acam kegelisahan apabila berada di dekatnya karena kadang-kadang Theresa tam pak seperti gugup, banyak tingkahnya yang aneh-aneh, tertawa dan m enjadi sedih tanpa alasan yang jelas. Laurent m elihat dia selalu berada dalam kebim bangan dan ini m enakutkannya, karena itu dia sedikit m engerti juga kesukaran dan pergolakan batin Theresa. Laurent
Theresa 119 m undur kem bali dibarengi rasa takut akan keadaannya yang sudah mapan akan terancam. Dia sedang hidup tenang, dan dengan bijaksana m em uaskan segala seleranya; dia takut keseim bangan hidupnya akan rusak kalau kawin dengan perem puan yang gelisah, yang nafsunya pernah m em buatnya gila. Walau dem ikian dia tidak m em ikirkan persoalan itu secara m endalam , dia hanya dapat merasakan saja bahwa memiliki Theresa akan membawa banyak kesulitan. Akibatnya adalah tim bul keharusan m em ikirkan perkawinan dengan Theresa secara sungguh-sungguh. Cam illus sudah ham pir satu tahun tiga bulan m ati. Sejenak, Laurent m em ilih untuk tidak kawin sama sekali, melepaskan Theresa, dan cukup puas dengan m em pertahankan gadis m odel yang penurut dan yang cintanya tidak m ahal itu. Tapi lalu tim bul bisikan lain yang m engatakan, bahwa tidak m ungkin dia m em bunuh seseorang kalau tadinya tak ada m aksud apa-apa di belakangnya. Pem bunuhan dengan segala kengeriannya yang telah dia lakukan dem i m em iliki perem puan yang sekarang m enyulitkannya akan m enjadi suatu pekerjaan yang sia-sia dan m enggelikan belaka kalau tidak m engawini Theresa. Melemparkan seorang laki-laki ke dalam sungai dengan m aksud m erebut jandanya, m enanti selam a setahun tiga bulan, tetapi lalu hidup bersam a perem puan lain yang m enyewakan tubuhnya dari studio ke studio, m erupakan hal yang tak m asuk akal bagi Laurent, suatu hal yang m enggelikan. Selain itu bukankah dia telah terikat kepada Theresa dengan ikatan darah dan kengerian? Samar-samar dia merasakan Theresa memanggil- m anggil dan m enggapai-gapai di dalam dirinya. Dia adalah m ilik Theresa. Dan Laurent m erasa takut oleh anteknya itu. Kalau dia tidak m engawininya m ungkin Theresa akan m em bukakan rahasianya kepada polisi karena ingin m em balas dendam dan cem buru. Pikiran-pikiran ini m enusuk-nusuk kepalanya. Laurent menjadi gugup lagi.
120 Emile Zola Pada saat yang genting inilah gundiknya tiba-tiba m eninggal- kannya. Suatu hari Minggu gadis itu tidak pulang. Pasti dia telah m enem ukan pelindung yang lebih hangat dan lebih m enyenang- kan. Laurent tidak terlalu sedih. Walau dem ikian, karena sudah terbiasa ada perem puan tidur di sebelahnya di m alam hari, dia m erasakan ada kekosongan yang tiba-tiba dalam hidupnya. Sem inggu kem udian tubuhnya berontak. Dia kem bali ke toko di Passage dan sekali ini tinggal lama sekali di sana, memandang Theresa dengan mata berkilat-kilat. Dengan agak malu-malu Theresa m eletakkan buku yang sedang dibacanya, m enunjukkan kerinduannya dan m enantang Laurent. Nafsu m ereka hidup kem bali setelah m elam paui m asa-m asa yang penuh dengan penantian yang pedih. Suatu m alam , ketika m enutup toko Laurent m encegat Theresa. “Boleh aku datang ke kam arm u m alam ini?” tanyanya dengan suara penuh nafsu. Theresa menjadi takut. “Tidak, tidak, kita harus m enunggu...,” jawabnya. “Kita harus hati-hati.” “Telah lam a sekali aku m enunggu, rasanya,” jawab Laurent. “Aku telah bosan, aku m em butuhkanm u.” Theresa m enatap Laurent dengan liar. Muka dan kedua tangannya terasa panas. Dia ragu. Lalu berkata dengan pendek dan kasar, “Sebaiknya kita kawin dulu, dan aku akan m enjadi m ilikm u .”
BAB XVII LAURENT MENINGGALKAN Passage dengan tegang dan gelisah. Nafas Theresa yang hangat dan kesediaannya m enyerahkan diri telah m em bangkitkan kem bali nafsu-nafsu biadabnya. Dia pulang melalui pelabuhan, berjalan-jalan dengan topi di tangan, agar setiap em busan udara dapat m endinginkan wajahnya. Ketika sam pai di Rue Saint-Victor, di m uka pintu hotelnya, Lauren t takut m au n aik, m au m en yen diri. Ketakutan yan g kekanak-kanakan, yang tak dapat dipaham i dan tak diduga-duga, m enim bulkan kekhawatiran padanya bahwa dia akan m enem ukan seseorang yang sedang bersem bunyi dalam kam arnya. Belum pernah dia menjadi seorang pengecut seperti itu. Dan dia pun tidak m encoba m enghilangkan rasa takutnya itu dengan akal sehat; melainkan pergi ke kedai anggur dan diam di sana sejam lam anya, sam pai tengah m alam , tanpa bergerak dan tanpa berkata- kata di belakang meja, seperti mesin menghabiskan bergelas-
122 Emile Zola gelas besar anggur. Dia ingat kepada Theresa dan menjadi marah karena Theresa telah m enolak dia m endatangi kam arnya m alam ini; bersama Theresa ia tidak akan disergap ketakutan seperti sekarang, pikirnya. Kedai anggur tutup dan Laurent terpaksa pergi. Dia kem bali m em inta sekotak korek api. Kantor hotel berada di lantai dua. Laurent harus berjalan dahulu sepanjang gang dan m enaiki tangga sebelum m endapat lilin. Gang panjang dan tangga pendek yang sangat gelap itu m enggentarkannya. Biasanya, tanpa perasaan apa-apa dia m elaluinya. Malam ini, dia takut memijit bel; siapa tahu ada pembunuh-pembunuh sedang m engintai yang akan segera m enerkam nya, pikirnya. Tapi akhirnya dia bunyikan juga bel itu, m enyalakan korek api, dan m em beranikan diri m asuk ke dalam gang. Korek api padam . Laurent diam tidak bergerak, terengah-engah, tidak berani berlari, berkali-kali m enggoreskan korek api kepada tem bok yang lem bap dengan gugup sehingga jari-jarinya gem etar. Rasanya dia m endengar langkah orang berjalan di depannya. Batang- batang korek api patah di tangannya. Dia berhasil m enyalakan lagi sebatang. Belerangnya berdesis, api m em bakar batangnya dem ikian perlahannya sehingga kegelisahan Laurent jadi berlipat. Dalam nyala belerang kebiru-biruan yang bergoyang-goyang dia m erasa m elihat bayangan-bayangan raksasa. Lam a-lam a nyala api m enjadi putih terang. Laurent m erasa lega, kehati-hatiannya berangsur pulih dan agar tidak kehilangan cahaya dia m enyalakan lagi sebatang korek api yang lain sebelum apinya padam . Ketika harus melalui gudang dia berjalan rapat ke dinding. Di dekat gudang ada tem pat yang lebih gelap yang lebih m engecutkan hatinya. Lalu, cepat-cepat Laurent m enaiki tangga. Setelah berhasil mengambil lilin di kantor barulah ia merasa am an. Tangga berikutnya dijalaninya dengan lebih tenang dengan lilin di atas kepala m enerangi setiap sudut yang harus dilaluinya. Bayang-bayang besar yang datang dan hilang silih berganti
Theresa 123 dengan tiba-tiba kalau sedang menaiki tangga dengan membawa lilin, menimbulkan perasaan takut juga. Tatkala sam pai di lantai teratas, Laurent m em buka pintu kam arnya dan cepat-cepat m enutupnya kem bali. Tindakannya yang pertam a adalah m elihat kolong ranjang, lalu m em eriksa sekeliling ruangan dengan teliti kalau-kalau ada orang bersem bunyi. J endela atap ditutupnya, karena berpendapat orang akan m udah m asuk m elalui lubang itu. Setelah sem uanya selesai, perasaannya bertam bah tenang. Laurent berganti baju sam bil m erasa heran akan kepengecutannya. Akhirnya dia tersenyum dan m enyebut dirinya kekanak-kanakan. Belum pernah Laurent merasa malu seperti itu, namun tidak dapat menjelaskan serangan kegugupan yang tiba-tiba itu. Laurent m erebahkan diri di ranjang. Ketika berada di bawah selim ut hangat, pikirannya m elayang lagi kepada Theresa; rasa takut m engusir bayangan Theresa dari benaknya. Dengan tekad yang kuat dia m em ejam kan m ata, berusaha tidur, nam un benak- nya tetap bekerja tanpa dapat dikendalikan, m engkaitkan pikiran yang satu dengan yang lain dan m em beberkan segala keuntungan yang m ungkin diperoleh bila segera m engawini Theresa. Dari waktu ke waktu Laurent m em balikkan badan sam bil berbisik dalam hatinya, “aku tak m au berpikir lagi. Aku m au tidur. Aku harus bangun pukul delapan untuk pergi ke kantor.” Dia berusaha keras untuk tidur, nam un pikirannya kem bali lagi satu per satu. Otaknya m ulai bekerja lagi. Akhirnya dia tenggelam dalam pem ikiran yang m endalam tentang baik buruknya, untung dan ruginya m engawini Theresa. Lalu, sadar bahwa ia tak dapat tidur, bahwa ketakutan terus- m enerus m engganggunya, Laurent pun berbaring terlentang, m em buka m atanya lebar-lebar dan m em biarkan pikirannya dipenuhi oleh bayangan dan kenangan kepada Theresa. Kem am puan un tuk m en gawasi dirin ya m elem ah, gejolak
124 Emile Zola hasratnya bangkit kem bali. Sejenak terpikir olehnya untuk kem bali ke Passage du Point-Neuf. Dia akan m engetuk pintu dan Theresa pasti akan m em bawanya m asuk. Pikiran ini m em buat darahnya m enggelora m engalir ke leher. Lam unan ini m em bayang nyata sekali. Dia m elihat dirinya berjalan cepat-cepat, melampaui rumah-rumah, sambil berkata kepada diri sendiri, “aku akan m engam bil jalan ini-ini-ini, m elalui ini-ini-ini, lalu cepat-cepat m asuk.” Laurent m elihat pintu Passage terbuka, lalu m enelusuri jalan sem pit yang gelap dan sunyi itu. Dia m engucapkan selam at kepada dirinya sendiri karena berhasil lewat tanpa diketahui oleh si penjual perhiasan im itasi. Lalu dia m em bayangkan dirinya berada di gang, di atas tangga kecil yang sering dia lalui untuk masuk dan keluar kamar Theresa. Di sana dia m erasakan kem bali kegem biraannya yang m eledak-ledak, teringat kem bali kepada denyut urat-urat yang m enyedapkan dan kenikm atan berzinah yang m enyengat-nyengat. Bayangan pikiran ini m em buat sem ua sarafnya lebih peka. Dia m encium bau apak gang, m erasakan lem bapnya tem bok, m elihat kekotoran dan kegelapannya. Lalu dia m enaiki anak tangga dem i anak tangga, nafas terengah-engah, kuping dipasang tajam -tajam sebelum dapat m em uaskan nafsu berahinya kepada perem puan dam baannya yang harus didekatinya dengan segala kehati-hatian dan debaran jan tun g. Akhirn ya diketukn ya pin tu perlahan - lahan, pintu terbuka, dan Theresa berdiri m enantinya dengan berpakaian rok dalam putih. Berm acam bayangan sim pang siur di hadapannya. Matanya dipusatkan ke dalam gelap, dan gam baran jelas lagi. Setelah berjalan dalam khayal sepanjang jalan, setelah memasuki Passage dan menaiki tangga kecil, dan merasa melihat Theresa di depannya, penuh gairah dan pucat, tiba-tiba Laurent kem bali ke alam nyata lalu bangkit dari ranjangnya dan berkata, “aku harus pergi, dia sedang m enunggu aku.” Gerakan yang tiba- tiba. itu m enghancurkan sem ua bayangan. Laurent m erasakan
Theresa 125 dinginnya lantai; dia m erasa takut lagi. Beberapa lam anya dia tetap berdiri di situ tanpa alas kaki, tidak bergerak, memasang kuping. la m erasa m endengar suara di bawah tangga. Kalau m au pergi ke Theresa, dia harus melalui pintu gudang lagi di bawah. Pikiran ini m em buatnya m enggigil. Rasa takut m enyerangnya kem bali, rasa takut yang irasional dan sangat m encekam . Dengan penuh curiga Laurent m elihat ke sekeliling ruang kam arnya. Dia m elihat ada berkas-berkas cahaya putih m eneranginya. Lalu, dengan kehati-hatian seorang yang dikejar kecem asan, dia kem bali ke ranjang dan m em bungkus dirinya dengan selim ut, bersem bunyi, seakan-akan hendak m enghindarkan diri dari senjata, sebilah pisau, yang m engancam jiwanya. Darah m engalir deras ke lehernya dan terasa panas sekali. Laurent m erabanya, dan terabalah olehnya bekas gigitan Cam illus. Dia ham pir lupa pada bekas gigitan itu. Sekarang dia teringat kem bali dan m em buat hatinya bergetar. Dagingnya terasa seperti disobek-sobek. Cepat dia m en arik tan gan n ya dengan harapan akan dapat menghilangkan perasaan itu, namun tetap terasa, m enusuk-nusuk ke dalam tenggorokan. Laurent m encoba m enggaruknya perlahan-lahan dengan kuku jari, panasnya bahkan terasa bertam bah. Untuk m encegah jangan sam pai tanpa sadar ia m erobek-robek kulitnya, disepitnya kedua belah tangannya dengan kedua lututnya yang ditarik ke atas. Dengan saraf tegang dan badan gemetaran, leher pedih dan gigi gem eretak, Laurent berbaring ketakutan. Pikirannya kem udian terpusat kepada Cam illus. Sebelum ini laki-laki yang m ati tenggelam itu tidak pernah m engganggunya. Tetapi sekarang pikiran kepada Theresa tiba-tiba saja m em unculkan hantu suam inya. Laurent tidak berani m em buka m ata; takut kalau-kalau akan m elihat korbannya di salah satu sudut kam ar. Sesaat Laurent m erasa ranjangnya berguncang aneh; terbayang olehnya Cam illus bersem bunyi di bawah ranjang
126 Emile Zola dan m engguncang-guncangnya, untuk m enggulingkannya ke lantai agar dapat m enerkam nya. Sem ua bulu tengkuk Laurent berdiri. Dia berpegang erat-erat ke kasur, karena mengira ranjang berguncang lebih hebat lagi. Sesaat kemudian sadarlah dia bahwa ranjang tidak ber- guncang. Ia pun berubahlah. Ia duduk, m enyalakan lilin dan m enyebut dirinya tolol. Untuk m enenangkan hatinya Laurent meneguk air segelas besar. “Salahku, m engapa m inum anggur tadi,” pikirnya. “Tak tahu aku ada apa sebenarnya dengan diriku m alam ini? Tolol sekali. Aku pasti kecapaian besok di kantor. Seharusnya aku segera tidur, dan tidak berpikir tentang yang bukan-bukan. Itulah yang m enyebabkan aku tidak dapat tidur.... Aku m au tidur.” Lilin dipadam kan lagi. Laurent m enutup kepalanya dengan bantal. Perasaannya sedikit segar dan m em utuskan untuk tidak memikirkan apa-apa lagi, tidak akan merasa takut lagi. Rasa lelah m ulai m enenangkan saraf-sarafnya. Tidurnya tidak gam pang dan lelap seperti biasanya. Sedikit dem i sedikit Laurent terseret kantuk yang tak m enentu, seakan- akan tertidur semata-mata karena suatu pembiusan. Dalam kantuknya m asih ada sisa-sisa kesadarannya, otaknya m asih m am pu bekerja, m enolak dan m enghalau pikiran-pikiran yang m endesak ke dalam nya. Ketika sudah setengah tidur, ketika tenaganya sudah hilang dan kem auannya sudah tidak terkontrol lagi, dengan perlahan-lahan pikiran-pikiran itu kembali m enguasainya. Lagi-lagi dia m enelusuri jalan yang terham par antara dia dan Theresa. Dia pergi ke bawah, melewati gudang gelap dengan berlari, terasa lain ketika berada di luar. Menjalani lagi jalan-jalan yang tadi telah dilaluinya dalam m im pi dengan m ata terbuka. Dia m em asuki Passage du Point-Neuf, m enaiki tangga kecil, mengetuk pelan pintu kamar Theresa. Tetapi, bukan Theresa,
Theresa 127 bukan wanita m uda m em akai rok dalam dengan payudara terbuka yang m em bukakan pintu, m elainkan Cam illus seperti yang dia lihat di rum ah m ayat, kehijau-hijauan dengan tubuh rusak m engerikan. Mayat itu m erentangkan kedua tangannya untuk m enyam but dibarengi tawa yang m em uakkan, m em perlihatkan ujung lidahnya yang m enghitam di antara gigi-gigi yang putih. Laurent berteriak dan tersentak bangun. Seluruh tubuhnya berkeringat dingin. Ditutupinya m atanya dengan selim ut, sam bil m engum pat dan m em arahi dirinya sendiri. Lalu sekali lagi dia berusaha tidur. Dan kem bali dia tidurnya seperti tadi, pelan-pelan. Dan begitu kesadarannya m enghilang dalam keadaan setengah tidur, kem bali dia berkelana ke tem pat nafsu berahinya ditarik. Dengan bergegas dia m au m enem ui Theresa dan lagi-lagi laki-laki yang m ati tenggelam itu yang m enyam butnya. Laurent yang m erasa ngeri segera bangun. Mau rasanya dia m engorbankan segala-galanya untuk m em bebaskan diri dari m im pi kejam ini. Dia m endam bakan sekali tidur yang lelap untuk m enghentikan pikiran-pikirannya. Selam a terjaga dia m asih m em punyai cukup daya untuk m enghalau hantu korbannya, tetapi segera setelah tidak lagi dapat m enguasai kem auannya, dirinya terhanyut lagi ke alam kengerian. Sekali lagi dia berusaha tidur. Tidur pulas yang nikm at datang silih berganti dengan berjaga tiba-tiba dengan perasaan koyak. Dalam m im pinya yang kepala batu itu ia terus-m enerus pergi ke Theresa, tetapi yang m enghadapinya selalu m ayat Cam illus. Sepuluh kali atau lebih dia m enjalani hal yang sam a, berangkat dengan nafsu yang bergejolak, m elalui jalan-jalan yang sam a, m engalam i perasaan yang sam a, berbuat hal yang sam a, dan sepuluh kali atau lebih laki-laki yang m ati tenggelam itu juga yang berdiri m enantinya setiap kali dia berm aksud m erangkul dan m em eluk kekasihnya. Akhir m im pi yang seram
128 Emile Zola itu, yang selalu m em buatnya terjaga sekaligus terperanjat dengan nafas terengah-engah, tidak m engurangi rasa berahinya. Beberapa m enit kem udian, segera setelah jatuh tertidur lagi, nafsu berahinya sudah m elupakan lagi m ayat m em uakkan yang selalu m enantinya, dan dia bergegas lagi m encari kehangatan tubuh perem puan yang lem but. Satu jam lam anya Laurent diayun dan diguncang m im pi-m im pi buruk ini, m im pi yang kekal dalam berulangnya dan kekal dalam tak diharapkannya, yang setiap kali m em bangunkannya akan m eningkatkan rasa takutnya. Salah satu yang m engejutkannya, yang terakhir, adalah begitu hebatnya, begitu m em edihkannya, sehingga dia terpaksa bangkit dan m enyerah kalah. Malam m ulai bergeser, cahaya taram - tem aram m asuk m elalui jendela, yang m em bingkai sebidang langit kelabu. Laurent berganti pakaian perlahan-lahan, m erasakan dirinya sangat dungu. Dia m endongkol karena tidak dapat tidur, geram karena m em biarkan dirinya m enjadi korban ketakutan yang sekarang dianggapnya sebagai kekanak-kanakan. Seraya mengenakan celana dia menggeliat, menggosok anggota-anggota badannya, m engusap wajahnya yang telah terganggu dan m enjadi m uram oleh m alam yang berat. Dan berkata lagi? “seharusnya aku tidak m em ikirkan hal- hal itu; dengan demikian aku dapat segera tidur, dan pasti aku segar sekarang ini.... Ah, andaikata Theresa m au m enerim a aku semalam, andaikata Theresa tidur bersamaku....” Pikiran bahwa Theresa akan dapat m enghindarkannya dari rasa takut, agak m enenangkan hatinya sedikit. Tetapi dalam lubuk hatinya ia m erasa takut harus m elewati m alam -m alam berikutnya seperti m alam yang baru saja dialam inya. Dia m encuci m uka, lalu m enyisir. Air yang sepercik itu m enyegarkan kem bali pikirannya dan m enghalau sisa-sisa ketakutannya. Sekarang dia dapat berpikir dengan tenang.
Theresa 129 Sekarang tidak ada yang dirasakannya kecuali kelelahan di seluruh tubuhnya. “Sebenarnya aku bukan pengecut,” katanya ketika selesai berpakaian. “Persetan dengan Cam illus.... Sungguh m enggelikan mengira si J ahanam itu berada di kolong ranjang. Siapa tahu m ulai sekarang aku akan teringat padanya setiap m alam ..., aku harus kawin secepat m ungkin. Kalau Theresa m em elukku aku tak akan banyak teringat pada Cam illus. Theresa akan m encium leherku, dan tidak akan terasa lagi olehku rasa panas yang m engerikan itu.... Akan kulihat bekas gigitan itu.” Dia berjalan ke cerm in, m enjulurkan lehernya ke depan lalu m enelitinya. Bekas gigitan itu berwarna jam bon kepucat-pucatan. Ketika Laurent m elihat bekas gigi-gigi Cam illus, dia dihinggapi perasaan tertentu. Darahnya m endesak ke kepalanya, lalu dia sadar akan adanya suatu gejala yang aneh. Bekas gigitan itu m enjadi m erah karena darah yang naik ke atas. Pada lehernya yang besar dan putih, bekas luka yang seperti hendak berdarah itu kelihatan m enyolok sekali. Pada saat yang bersam aan Laurent m erasakan adanya sesuatu yang m enusuk-nusuk, seolah-olah ada beberapa jarum yang ditusukkan ke dalam lukanya. Cepat-cepat dia tutup bekas luka itu dengan kerah kem ejanya. “Om ong kosong,” katanya. “Theresa akan m enyem buhkannya.... Beberapa cium an saja sudah cukup.... Bodoh ben ar aku m erisaukan itu!” Laurent m engenakan topinya lalu turun ke bawah. Dia m em erlukan udara segar, perlu berjalan-jalan. Ketika m elewati pintu gudang dia tersenyum . Walau dem ikian tak urung dia m encoba m eyakinkan hatinya bahwa cantelan pintu itu kuat. Di luar, Laurent berjalan santai, di trotoar yang sepi, di udara pagi yang sejuk. Ketika itu kira-kira pukul lim a pagi. Hari itu m erupakan hari yang buruk bagi Laurent. Dia harus bergulat keras m elawan kantuk yang m enyerangnya di kantor.
130 Emile Zola Terasa berat dan sakit, kepalanya m engangguk-angguk tanpa dia kehendaki, dan cepat-cepat dia m enegakkannya kem bali kalau m endengar salah seorang atasannya datang m engham piri. Pergulatan m elawan kantuk dan keterkejutan diham piri atasannya sem akin m elem ahkan tubuhnya sehingga dia selalu berada dalam keadaan cemas dan bimbang. Malam harinya, sekalipun hatinya tidak tenang, dia pergi m enem ui Theresa. Didapatkannya Theresa dalam keadaan loyo dan lelah seperti dia sendiri. “Theresa tak dapat tidur sem alam ,” kata Madam e Raquin ketika Laurent duduk. “Rupanya dia berm im pi buruk, lalu tidak dapat tidur.... Aku m endengar dia berteriak beberapa kali. Pagi harinya dia m erasa tidak sehat.” Ketika bibinya berbicara Theresa m engarahkan pandangannya kepada Laurent. Tak salah lagi m ereka saling m enem ukan kekacauan hati yang sam a karena keduanya m erasakan getaran kegelisahan yang sam a m enjalar ke wajah m asing-m asing. Mereka duduk berhadap-hadapan sampai pukul sepuluh, berbicara tentang soal-soal biasa, saling mengerti, saling meminta dengan m ata, kesediaan m asing-m asing untuk m em percepat datangnya saat m ereka bersam a-sam a m elawan gangguan laki-laki yang telah mati tenggelam.
BAB XVIII THERESA PUN dikunjungi hantu Cam illus pada m alam yang sama itu. Perm intaan Laurent untuk bertem u yang disertai nafsu yang telah lebih dari setahun diabaikan, tiba-tiba saja sekarang m em bangkitkan kem bali gairahnya. Ketika m enyendiri di kam ar, berbaring sambil memikirkan bahwa perkawinan harus segcra terlaksana, tubuhnya m endesak-desak m enuntut kebutuhannya. Lain waktu, di tengah-tengah serangan ketidakbisaan tidur dia m elihat bayangan suam inya. Sam a halnya seperti Laurent ia pun terlibat dalam gulungan nafsu dan takut, dan seperti Laurent, Theresa pun yakin bahwa perasaan itu tak akan m ungkin m enyiksanya kalau saja dia berada dalam pelukan kekasihnya. Pada saat yang bersam aan, baik Theresa m aupun Laurent m erasakan sem acam sentakan dahsyat pada jaringan saraf- sarafnya yang m em bawa m ereka dengan segala kecem asan dan
132 Emile Zola ketakutan kem bali kepada cinta kasihnya yang m enggelora. Telah tum buh gejolak darah dan keinginan m elam piaskan nafsu yang sam a. Urat-urat m ereka bergetar dengan getaran yang sam a, karena goresan-goresan yang sam a hati m ereka m enanggung derita yang sam a pula. Sejak itu seakan m ereka sudah setubuh sejiwa, sekenikmatan dan sependeritaan. Hal serupa ini adalah gejala psikologis dan isiologis yang sering terjadi pada dua orang yang secara paksa dipersatukan satu sam a lain oleh kejutan saraf yang dahsyat. Rantai yang telah dikelilingkan pada anggota-anggota tubuh mereka dan mengikat satu mereka telah diabaikan lebih dari setahun lam anya. Lalu, dalam keadaan tak berdaya setelah melampaui masa krisis akibat pembunuhan, dalam keadaan hati penuh dengan rasa muak dan mendambakan ketenangan serta keinginan terbebas dari kenangan pada peristiwa pahit itu, sebagai akibatnya keduanya berhasil m enanam kan keyakinan pada dirinya sendiri, bahwa m ereka sekarang telah bebas, bahwa tiada lagi rantai besi yang m em persatukan m ereka. Rantai sudah m engendur dan m elorot ke tanah. Bagi m ereka, m ereka telah beristirahat, mereka telah mendapati diri mereka dalam keadaan pingsan yang m enyenangkan, m ereka telah m encoba m encari dan m endapatkan cinta di tem pat lain dan m enjalani kehidupan yang berim bang. Nam un akhirnya, didesak oleh kenyataan-kenyataan, mereka tiba pula kepada keharusan bertukar lagi kata-kata mesra. Rantai tiba-tiba mengetat kembali dan batin mereka terguncang hebat sehingga merasa terikat lagi satu sama lain untuk selama- lam anya. Langsung keesokan harinya Theresa m em bicarakan secara rahasia dengan Laurent bagaim ana caranya m engikhtiarkan agar perkawinan dapat terlaksana. Tugas ini sukar, penuh dengan bahaya. Keduanya khawatir berbuat ceroboh, dicurigai orang karena terlalu cepat m em etik keuntungan dari kem atian Cam illus.
Theresa 133 Karena m enyadari m ereka sendiri tidak dapat berbicara tentang perkawinan, Laurent dan Theresa m em utuskan untuk m em akai siasat yang paling jitu, yaitu m engusahakan agar Madam e Raquin dan tam u-tam u tetapnya m engusulkan kepada m ereka apa yang m ereka sendiri tidak berani m em intanya. Yang perlu diusahakan hanyalah m enanam kan gagasan pada benak orang-orang yang baik ini bahwa Theresa perlu kawin lagi, dan terutama sekali m em buat m ereka yakin bahwa gagasan itu datang dari pikiran mereka sendiri. Akan m engam bil waktu panjang m em ainkan kom edi ini karena harus dim ainkan secara halus sekali. Theresa dan Laurent telah m em ilih peranan m asing-m asing yang cocok dengan dirinya. Mereka bekerja dengan sangat hati-hati, setiap tindakan diperhitungkan dengan cerm at betapa pun tak berartinya, juga kata-katanya. Padahal hati tidak sabar dan tegang. Tapi karena sifat pengecut m ereka cukup kuat m ereka dapat juga tam pak tenang dan penuh senyum . Keduanya m enginginkan sandiwara ini cepat-cepat berakhir, karena mereka sudah tidak tahan lagi terpisah dan hidup sendiri. Setiap m alam bayangan laki-laki yang m ati tenggelam itu datang bertandang, kesukaran tidur membuat ranjang mereka panas m em bara dan badan terasa seperti dijilat-jilat lidah api. J iwa yang demikian gelisah dan peka itu justru meninggikan suhu darah dan lebih m em udahkan terbentuknya bayangan-bayangan yang bukan-bukan di hadapannya. Theresa nyaris tak berani m asuk kam ar apabila m alam tiba. Batinnya sangat m enderita kalau ia terpaksa harus mengunci diri sampai esok pagi, dalam kamar besar kosong yang penuh dengan cahaya aneh dan bayangan-bayangan hantu begitu lilin dipadam kan. Akhirnya dia m em biarkan lilin m enyala, m enolak tidur supaya m ata selalu terbuka lebar. Apabila kantuk m erapatkan bulu-bulu m atanya dan dia m elihat Cam illus m uncul dalam gelap, segera dia m em buka m atanya kem bali.
134 Emile Zola Pagi-pagi, dengan perasaan letih setelah sem alam tidur hanya beberapa jam saja dan terputus-putus pula, ia memaksakan diri m enghadapi hari berikutnya. Adapun Laurent telah m enjadi seorang yang betul-betul penakut sejak malam pertama dia melalui pintu gudang di pem ondokannya dengan rasa gentar. Sebelum itu dia biasa hidup dengan keyakinan diri seperti seekor binatang binal. Sekarang, dia bisa gemetaran dan pucat pasi seperti seorang anak kecil hanya karena satu suara yang tidak berarti. Rasa takut yang hebat secara m endadak telah m encekam dirinya dan sejak itu tidak pernah m eninggalkannya lagi. Malam hari, dia m enderita lebih berat daripada Theresa. Rasa takut telah m em buat luka yang sangat dalam di hati pengecut yang bertengger dalam tubuh yang kekar itu. Dengan kecem asan yang luar biasa ia m engikuti hari- harinya berlalu. Kadang-kadang, karena tidak berani pulang, ia berjalan-jalan sepanjang m alam di jalan-jalan yang sunyi. Pernah pada suatu malam hujan, dia duduk di bawah sebuah jembatan sampai dini hari. Di sana, dengan menciutkan tubuh karena kedinginan sampai ke tulang sumsum dan karena tidak berani kembali ke dermaga, dia duduk selama enam jam memandangi air yang keruh dalam gelap. Kadang-kadang, karena takut, tubuhnya dirapatkan ke tanah yang basah, karena di bawah jem batan itu ia m erasa m elihat pawai m ayat dalam arus sungai. Ketika rasa lesu m enggiringnya pulang ia m engunci dan m em alang pintu kam arnya, dan di dalam kam ar itu ia bergulat sam pai pagi dalam serangan demam. Mimpi-mimpi buruk itu selalu kembali; ia merasa terlepas dari dekapan hangat tangan Theresa dan jatuh ke dalam genggam an tangan Cam illus yang dingin dan kaku; dalam m im pinya kekasihnya m em eluknya dengan bern afsu sam pai n afasn ya terasa sesak, kem udian Cam illus m enekankannya ke dadanya yang m em busuk dengan dekapan sedingin es. Perubahan-perubahan m endadak dari sensasi nafsu
Theresa 135 berahi ke rasa m uak, dari scntuhan daging yang hangat pcnuh gairah kepada sentuhan daging kotor berlum pur, m em buatnya tcrengah-engah dan gemetaran, berkeluh-kesah gelisah. Dan kian hari kegelisahan dan ketakutan kedua orang itu kian m eningkat. Setiap hari m im pi-m im pi buruknya m enguasai batin, m em buatnya sem akin nyaris gila. Dalam keadaan dem ikian, tiada lagi yang m ereka dam bakan kecuali sentuhan bibir m asing-m asing untuk menghindarkan diri dari gangguan kekurangan tidur. Demi kewaspadaan mereka tidak berani mengatur pertemuan. Mereka nantikan hari perkawinan seperti m enantikan hari penyelam atan yang akan m em bawa m alam -m alam bahagia. Nyatanya, m ereka m endam bakan perkawinan dengan segala gairahnya agar dapat tidur lelap. Ketika m ereka m asih bersikap acuh tak acuh kepada m asing-m asing, keduanya diliputi rasa ragu, keduanya m elupakan ketam akan dan nafsu yang m endorong m ereka kepada pem bunuhan. Sekarang, nafsu itu membakar kembali. Dalam keadaan amarah dan mementingkan diri sendiri, mereka menemukan kembali alasan-alasan sejati yang m em buat m ereka m em bunuh Cam illus, supaya kem udian dapat m enikm ati hasilnya, yang m enurut pandangan m ereka, dapat diperoleh m elalui perkawinan yang sah. Nam un, dalam puncak keputusasaanlah sebenarnya m ereka m engam bil keputusan untuk kawin itu. Di situ bercokol rasa takut sedang cintanya patut diragukan. Selam a ini, seakan-akan m ereka sedang saling m enyandarkan diri di atas sebuah jurang dalam yang m engerikan. Mereka saling topang dengan tegang dan diam, dan bersamaan dengan itu rasa ingin melampiaskan berahi yang m em bara m engendurkan topangan dan m elem askan tubuhnya, sehingga m em buat m ereka m erasa ham pir jatuh. Tetapi pada saat ini, dihadapkan pada kecemasan menanti hari perkawinan dan gairah yang belum baik diketahui orang, mereka merasa perlu menahan diri, harus cukup berpuas-puas
136 Emile Zola dengan m em im pikan keindahan asm ara dan kenikm atan yang dam ai di hadapannya. Sem akin kuat cekam an rasa takut karena m em bayangkan kengerian jurang yang dalam itu, m ereka sem akin kuat m enjanjikan kebahagiaan kepada dirinya, dan sem akin kuat pula m ereka m engingatkan diri kepada fakta-fakta nyata yang m engharuskan m ereka kawin. Theresa m au kawin hanya karena dia m erasa takut dan karena tubuhnya m em butuhkan rayuan dahsyat dari Laurent. Dia sedang m engalam i tekanan jiwa yang ham pir m em buatnya gila. Sebenarnya dia tidak m enggunakan akal sehatnya, dia m encam pakkan diri ke dalam gelora berahi karena pikirannya dikacaukan oleh buku-buku rom an yang dibacanya, tubuhnya diguncang-guncang insom nia kejam yang m em buatnya tidak bisa tidur selam a beberapa m inggu. Laurent yang bertem peram en lebih kasar, sekalipun diom bang-am bing antara takut dan nafsu, m asih m encoba m encari dasar yang rasional untuk m enopang keputusannya kawin dengan Theresa. Untuk m eyakinkan dirinya bahwa perkawinan itu m utlak perlu dan bahwa akhirnya ia akan berbahagia, untuk m enghilangkan rasa takut yang selalu m enghantuinya, dia kem bali m enelusuri pertim bangan dan perhitungannya yang dahulu. Oleh karena ayahnya di J eu-fosse m asih juga belum m ati, dia m em perkirakan bahwa warisan dari ayahnya m asih lam a baru akan diterim anya, bahkan ia m engkhawatirkan akan lepas dari tangannya dan m asuk ke dalam kocek salah seorang kem enakannya, seorang yang kuat tegap yang m enggarap tanah dem ikian rupa, sehingga m em uaskan hati Laurent tua. Dia sendiri akan tetap m elarat, akan hidup tanpa wanita, tinggal di kam ar sem pit, tidurnya buruk dan makan lebih buruk lagi. Selain itu ia tak ingin terus-menerus bekerja selam a hidup;, ia sudah m ulai m erasa tem pat bekerjanya m enjem ukan. Pekerjaan yang sebenarnya ringan sudah m enjadi beban yang tidak tertahankan karena kem alasannya. Pem ikiran- pemikiran ini berakhir dengan kesimpulan bahwa kebahagiaan yang sebesar-besarnya adalah kalau m enganggur.
Theresa 137 Kem udian dia sadar lagi bahwa ia m em benam kan Cam illus dengan maksud agar dapat mengawini Theresa dan kemudian dapat hidup berm alas-m alasan selam a-lam anya. Tentu saja keinginan m em iliki Theresa sudah m erupakan landasan yang kuat bagi kejahatan itu, tetapi yang lebih hebat m endorongnya untuk melakukan pembunuhan itu adalah keinginan untuk m enggantikan tem pat Cam illus, untuk hidup dim anja dan diurus segala kebutuhannya seperti Cam illus, m enikm ati hidup senang yang abadi. Kalau hanya berahi saja yang m endorongnya tak per- lu dia berbuat begitu pengecut, begitu licik. Tujuan sebenarnya adalah, melalui pembunuhan itu dia mencari kepastian bagi dirinya sendiri untuk m em peroleh kehidupan yang dam ai tanpa perlu bekerja dan kepuasan m enikm ati sem ua nafsu dan keinginan. Semua pertimbangan ini, sadar atau tidak sadar, diakui atau tidak, kem bali lagi. Untuk m eneguhkan hatinya berulang-ulang dia berkata kepada dirinya, bahwa kini telah tiba saatnya untuk m em etik keuntungan dari kem atian Cam illus itu. Dia m em bayangkan keuntungan dan kepuasan hati yang akan dinikm atinya di m asa datang. la akan m eninggalkan pekerjaan dan selanjutnya hidup berm alas-m alasan yang m enyenangkan. la akan m akan, m inum dan tidur sepuas-puasnya, di sam pingnya setiap saat ada seorang wanita yang penuh gairah yang akan m em enuhi lagi kebutuhan tubuhnya. Dalam tem po yang tidak terlalu lam a ia akan m ewarisi harta Madam e Raquin yang berjum lah em pat puluh ribu frank lebih karena kesehatan perem puan tua itu m akin hari m akin m em buruk. Pendeknya, ia akan membangun kehidupan bahagia seperti binatang, tanpa segala macam kerisauan. Sejak keputusan kawin dibuat, berulang-ulang dia menjejalkan pertimbangan-pertimbangan itu ke dalam dirinya. Dia m encoba m encari keuntungan-keuntungan lainnya, dan hatinya sangat gem bira apabila m erasa m enem ukan alasan lain, yang juga tim bul dari egonya yang m em perkuat
138 Emile Zola perlunya m engawini janda yang ditinggal m ati tenggelam itu. Nam un sia-sia saja dia m em aksakan kekalnya harapan itu, sia-sia saja dia m em im pikan kem ewahan m asa depan yang penuh dengan kem alasan dan kepuasan itu. Bayangan-bayangan hantu yang m erem angkan bulu tengkuk, m enggigilkan tubuh, dan m em buatnya dem am , m asih saja sering m enyerang secara tiba-tiba lalu m em buat darahnya m em beku. Masih saja banyak saat-saat dia m erasakan kecem asan yang m em atikan harapan- harapannya tadi.
BAB XIX SEMENTARA ITU usaha rahasia Theresa dan Laurent m ulai menunjukkan hasil. Theresa tampak semakin suram dan putus asa yang dalam beberapa hari saja sudah dapat m enarik perhatian dan mencemaskan Madame Raquin. Perempuan tua itu memaksa ingin diberi tahu apa yang m enyusahkan kem enakannya. Maka mulailah Theresa memainkan peranan seorang janda yang sedih dengan baik sekali. Dia berbicara tentang kesepian, tentang kelelahan, tentang saraf yang m enegang, sem uanya secara samar-samar tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Ketika bibinya m endesaknya dengan pertanyaan-pertanyaan dia menjawab bahwa dia merasa sehat, bahwa dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya m enekan jiwanya sehingga dapat m enangis tanpa sebab. Lalu nafasnya terengah-engah, atau m ukanya m enjadi pucat, m enyungging senyum yang m enyayat hati, atau menerawang diam dalam kehampaan. Melihat keadaan Theresa yang seperti akan m ati karena sebab-sebab yang tidak diketahui,
140 Emile Zola Madam e Raquin m enjadi betul-betul cem as. Tak ada lagi yang dim ilikinya di dunia ini kecuali kem enakannya. Setiap m alam dia berdoa agar Tuhan melindungi Theresa dan jangan membiarkan dirinya m enutup m ata sendirian bila saat m atinya nanti tiba. Dalam urusan cinta itu ada sedikit kepentingan pribadi untuk hari tuanya. Adanya Theresa m enjadi hiburan baginya yang m em bantunya dapat bertahan hidup. Hiburan kecil ini kini terancam hilang ketika timbul rasa takut kehilangan Theresa sehingga ia harus m ati sendirian dalam toko yang gelap lem bap ini. Sejak itu dia m engawasi kem enakannya dengan hati sedih dan risau, memutar otak mencari jalan untuk mengobati kemurungan dan keputusasaan Theresa. Dalam keadaan genting itu dia berpikir untuk meminta nasihat kawan lam anya Michaud. Pada suatu J um at m alam dia m engajak Michaud ke toko, lalu m enceritakan segala kecem asannya. “Tentu saja!” seru orang tua itu dengan gaya seperti m asih berdinas dahulu. “Aku sudah m elihatnya sejak lam a bahwa Theresa kehilangan gairah hidup, dan aku tahu betul mengapa dia begitu pucat dan murung.” “Engkau tahu m engapa?”tanya Madam e Raquin. “Katakanlah, katakanlah. Mudah-m udahan kita dapat m enyem buhkannya!” “Oh, penawarnya m udah sekali,” Michaud m enjawab sam bil tertawa. “Kem enakanm u m erasa kesepian, karena selalu sendiri di malam hari, dan ini sudah berjalan hampir dua tahun. Dia m em erlukan seorang suam i. Kita dapat m elihatnya dari pancaran m atanya.” Keterbukaan bekas perwira polisi ini m erupakan pukulan memedihkan bagi Madame Raquin. Dia mengira bahwa luka pada hati janda muda akibat peristiwa di Saint-Ouen itu masih m enganga dan m asih sakit. Dengan m eninggalnya Cam illus dia m engira tak m ungkin akan ada laki-laki lain yang patut m enjadi suami Theresa. Dan sekarang Michaud mengatakan, sambil
Theresa 141 tertawa lebar, bahwa Theresa sakit karena membutuhkan seorang su a m i. “Kawin kan dia sesegera m un gkin ,” katan ya sam bil m eninggalkan Madam e Raquin, “kalau engkau tidak m enghendaki Theresa m ati kering. Itulah nasihatku, Sahabat, dan percayalah nasihat itu baik.” Madam e Raquin tidak dapat segera m enerim a kenyataan bahwa anaknya sudah terlupakan. Michaud tua itu sam a sekali tidak m en yebut n am a Cam illus, bahkan sebalikn ya tertawa m elucu ketika m em perkatakan penyakit Theresa itu. Ibu yang m alang ini sadar bahwa hanya dia sendirilah rupanya yang m asih m em elihara kenangan kepada anaknya. Dia m enangis; karena baginya seakan-akan Cam illus sekarang m ati untuk kedua kalinya. Setelah puas menangis dan lelah karena bersedih, sekalipun dengan pedih, m ulailah dia m encernakan apa yang dikatakan Michaud dan membiasakan diri kepada gagasan memberikan sedikit kebahagiaan kepada Theresa dalam bentuk perkawinan, yang bagi dirinya sendiri sebenarnya berarti m em bunuh anaknya sekali lagi. Madame Raquin tidak berani berada berdua dengan Theresa yang m uram dan tertekan di dalam toko yang sunyi dan dingin. Dia bukanlah seorang m anusia yang keras dan kering jiwanya yang betah dalam kem urungan yang abadi, m elainkan orang yang halus, setia, ram ah-tam ah. Seluruh tem peram ennya adalah tem peram en seorang perem puan tua gem uk yang lem but dan ram ah, sifat yang m endorongnya m enyukai kelem butan dan kem esraan yang nyata. Karena kem enakannya tidak m au berbicara melainkan duduk termenung dengan wajah pucat dan badan lemas, keadaan menjadi tidak tertanggungkan olehnya, toko terasa seperti kuburan layaknya. la m enghendaki kehangatan di sekelilingnya, kehidupan, kem esraan, sesuatu yang m anis dan m enggem birakan yang akan dapat m em bantunya m en an ti kem atian n ya den gan dam ai. Kein gin an di bawah
142 Emile Zola sadarnya ini m em buat dia m enyepakati gagasan m engawinkan lagi Theresa, bahkan dia dapat m elupakan anaknya sedikit. Dalam sisa-sisa hidupnya yang sudah m engendur tiba-tiba saja seperti ada sesuatu yang bangkit kem bali. Tim bul kem auan yang baru, perhatian yang baru. Dia m encari seorang suam i bagi kem enakannya dan persoalan ini m em enuhi benaknya. Memilih seorang suami bukanlah perkara mudah. Perempuan tua itu bahkan lebih banyak m em pertim bangkan kepentingan dirinya daripada kepentingan Theresa. Perkawinan Theresa itu harus sedem ikian rupa, sehingga m enjam in kebahagiaan dirinya pribadi di kem udian hari. Dia takut suam i baru kem enakannya akan m enyusahkannya di saat-saat terakhir hari tuanya. Pikiran bahwa ia akan memasukkan seorang asing dalam kehidupan sehari-harinya sangat m encem askannya. Soal itu saja sudah cukup buat menghalangi dia membicarakan perkara perkawinan ini secara terbuka dengan kem enakannya. Kalau Theresa dengan kemunaikannya yang sempurna sebagai bawaannya sejak kecil m em ainkan peranan perem puan yang kesepian dan putus asa, Laurent m em ainkan peranan seorang kawan yang sim patik dan penurut. Selalu ada saja yang dikerjakannya bagi kedua perempuan itu, terutama sekali Madame Raquin, luar biasa diperhatikannya. Lam bat-laun dia berhasil m em buat dirinya m enjadi seorang yang diperlukan kehadirannya di toko itu, hanya dia yang dapat m em beri sedikit kegem biraan dan kecerahan ke dalam ruang yang gelap dan pengap itu. Apabila sem alam saja dia tidak datang, Madame Raquin merasa gelisah seakan-akan ada sesuatu yang hilang. Madam e Raquin selalu m erasa takut untuk berduaan saja dengan Theresa yang m urung. Kalau Laurent tidak datang, m aksudnya hanyalah untuk lebih m engokohkan kedudukannya; dia datang setiap hari setelah pulang kantor dan tinggal sampai toko tutup. Dia menjalankan suruhan Madame Raquin yang sukar berjalan, m enolong m engam bilkan berm acam -
Theresa 143 m acam barang kecil yang diperlukan Madam e Raquin. Setelah itu ia duduk dan ngobrol. Laurent m enem ukan suara panggung, lem but penuh pengaruh, yang dapat m enyenangkan kuping dan hati perem puan tua yang baik hati itu. Lebih dari itu ia berhasil berpura-pura seperti orang perasa yang hatinya ikut m enderita dengan penderitaan orang lain. Dia m enunjukkan kecem asan yang sangat peduli keadaan kesehatan Theresa. Beberapa kali dia m enarik Madam e Raquin m enjauh sedikit dari Theresa untuk meningkatkan ketakutan perempuan tua itu dengan jalan m enunjukkan kecem asannya sendiri karena perubahan-perubahan dan kerusakan-kerusakan, yang katanya dia yakin m elihatnya di wajah Theresa. “Kita akan segera kehilangan dia,” katanya dengan suara sedih. “Kita tidak dapat m enutup m ata, dia sangat sakit. Akan hilanglah kebahagiaan kita, hilanglah m alam -m alam tenang kita!” Madam e Raquin m endengarkan dengan hati pedih. Laurent m asih m em punyai cukup kelancangan untuk berbicara tentang Cam illus. “Rupanya,” katanya selanjutnya, “kem atian sahabat saya itu m erupakan pukulan yang berat sekali baginya. Dia telah dua tahun m erana, sejak hari yang sial itu. Tak ada sesuatu yang dapat m enghiburnya, tak ada sesuatu yang dapat m enyem buhkannya. Kita terpaksa harus m enerim a nasib ini, dan bersabar.” Kebohon gan tan pa m alu in i m em buat perem puan tua itu m enderaikan air m ata pedih. Kenangan kepada anaknya m em bingungkan dan m em butakannya. Setiap kali m endengar nam a Cam illus dia m enangis, hanyut lagi dalam kesedihan dan ingin sekali rasanya dia m em eluk orang yang m enyebut nam a anaknya yang m alang itu. Laurent sudah tahu betapa nam a Cam illus dapat m engacaukan perasaan dan pikiran perem puan m alang itu. Laurent dapat m em buat Madam e Raquin m enangis bila saja dia kehendaki, dapat m enghilangkan keseim bangannya,
144 Emile Zola sehingga tidak dapat melihat sesuatu dengan jelas dan dapat dengan sewenang-wenang m enggunakan pengetahuannya untuk menguasai kebaikan hati dan kesedihan orang tua itu. Setiap m alam , sekalipun ada perasaan-perasaan tertentu yang m em buat perutnya m ual, Laurent selalu m em belokkan pem bicaraan kepada sifat-sifat Cam illus yang jarang ada pada orang lain, seperti hatinya yang lem but dan kecerdasannya. Dia m enyanjung korbannya tanpa m alu-m alu. Pada saat-saat dia m enangkap m ata Theresa, dia bergidik dan tanpa disadari ia m em percayai juga kebaikan-kebaikan orang yang m ati tenggelam itu. Lalu dia diam dan tiba-tiba saja dicekam rasa cemburu, takut kalau-kalau janda itu m encintai laki-laki yang dilem parkannya ke dalam air dan yang sekarang sedang disanjung-sanjungnya dengan keyakinan seorang pengkhayal. Selam a m endengarkan, Madam e Raquin m enangis, tak m elihat apa yang terjadi di sekitarnya. Bahkan selam a m enangis, dia berpendapat bahwa Laurent m em punyai hati yang penuh kasih sayang. Hanya dia yang m asih ingat kepada anaknya, hanya dia yang m asih suka berbicara tentang anaknya dengan suara penuh haru. Madame Raquin menghapus air m atanya, lalu m em andang kepada anak m uda itu dengan sangat lem but. Dia m encintainya seperti m encintai anaknya sendiri. Suatu m alam J um at, Michaud dan Grivet sudah berada di ruang m akan ketika Laurent datang. Dia m endekati Theresa dan m enanyakan tentang kesehatannya. Lalu duduk di sebelahnya sebentar, m em ainkan peranannya sebagai seorang sahabat yang penuh perhatian, untuk keperluan yang hadir. Ketika kedua anak muda itu duduk berdampingan sambil bercakap-cakap, Michaud yang m em perhatikannya, m em bungkuk kepada Madam e Raquin lalu berbisik sam bil m enunjuk kepada Laurent. “Dialah orangnya! Dialah suam i yang diperlukan kem enakan- m u itu. Atur perkawinan m ereka secepat m ungkin. Kam i akan menolong, bila diperlukan.”
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284