Namun sebagaimana alam mendesain tata ruang lestarinya, maka perubahan apapun yang dilakukan manusia tidak sepadan dengan kealaman. Halnya pantai Glagah yang sedemikian rupa menambak Laguna untuk dijadikan daratan, kala hujan datang kawasan ini selalu tergenang banjir luapan sungai serang. Oleh sebab air menuntut jalannya, sungai menuntut sepadannya untuk luapan airnya. Maka apabila manusia mengambil milik sungai, kealaman tetap memenangkan sungai untuk mengambil lagi dari tangan manusia. Banjir genangan di Laguna Glagah merupakan lazim, sedangkan manusia membangun kegiatan di atasnya. Wajar jika akan selalu tergenang banjir. Laguna Glagah : Evolusinya Menjadi Pembangunan Maritim 201
Campur tangan manusia juga turut dalam pembuatan bronjong di Pantai Glagah. Bronjong ini dimaksudkan untuk meredam ombak sehingga dapat menjaga arus yang masuk ke Pelabuhan Adikarto, Dampak yang muncul justru sebaliknya. Terjadi perubahan lebeng, yaitu arus balik gelombang yang umum terjadi di pantai selatan. Lebeng memiliki arus yang kuat dari bawah. Masyarakat nelayan umumnya menebar jala di area ini. Namun pembangunan Bronjong di Pantai Glagah justru membuat anomali lebeng serta, hempasan arus yang kuat akibat hantaman bronjong justru memberi pengaruh pada jenis ikan tertentu sehingga tidak dapat berenang mencapai pantai. Foto udara Laguna Glagah 202 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
Laguna Glagah : Evolusinya Menjadi Pembangunan Maritim 203
Jangkaran Menimbang Mata Pencaharian amparan beting gisik sedimen pasir menjadi lahan menjanjikan bagi masyarakat yang ada di Jangkaran. Pasalnya, wilayah ini Hmemiliki ketersediaan air tanah yang melimpah. Kendati dekat dengan laut, namun air tanahnya merupakan air tawar infiltrasi air hujan yang tertampung dalam sedimen lempung sedangkan pasirnya sebagai filter. Tentu ini menjadi resapan air hujan yang baik, bagaikan mangkuk raksasa bagi air tawar. Masyarakat memanfaatkan wilayah ini untuk budidaya palawija, seperti tanaman cabai, bawang merah serta sayur mayur juga tanaman singkong dibudidayakan di sini. Aktivitas ini sebagai alternatif dari berlaut di saat musim timur. Bibit singkong di Jangkaran, Kulonprogo 204 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
Jangkaran Menimbang Mata Pencaharian 205
206 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
“ Sungguh alam dengan tatanan yang rapi, serasi lagi seimbang tidak membutuhkan upah harap kembali, cukup manusia melestarikannya. “ Petani udang mengambil sampel udang, Pantai Trisik 207
Tambak pasca panen, Jangkaran 208 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
Demikian mulanya, beting gisik Pantai Congot merupakan lahan hijau, kala kini pesat perubahan lahan menjadi tambak udang. Masyarakat merasa pertanian sangat bergantung pada musim dengan tempo tanam yang panjang sedangkan pendapatan dari hasil panen tidak selalu menutupi. Alhasil, besar besaran alih fungsi lahan dari lahan hijau menjadi lahan tambak udang. Tambak udang dirasa lebih menguntungkan, kendati hasil produksi udang juga erat berhubungan dengan musim yang hadir. Tatkala hujan terus menerus, bibit udang memiliki potensi yang lebih besar untuk mati. Jenis udang yang biasa ditebar ialah jenis Udang Vaname. Jangkaran Menimbang Mata Pencaharian 209
Di lain sisi, bilamana tambak merupakan pilihan dibanding dengan ladang. Limbah menjadi masaah baru muncul di kawasan tambak ini. Dulunya, wilayah ini penuh dengan air tanah yang segar dan tawar, limbah tambak menjadi pemicu penurunan muka air tanah ditambah lagi dengan pencemaran air buangan tambak. Pilihan selalu menuntut konsekuensi, demikian pula aktivitas perekonomian di Jangkaran. Belum lagi apabila tambak telah ditanami, pasca panen akan ada masa bero bagi tambak, yaitu pengeringan tambak untuk tidak kembali diisi air hingga kurun waktu tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kandungan limbah pencemar yang akan tumbuh bakteri hingga mengganggu tumbuh kembang udang. Lain hal, dengan lahan pertanian yang senantiasa terus dapat di tanami tanpa ada masa bero, namun demikian bukan mana yang lebih baik dan mana yang lebih menguntungkan. Namun berbijak sikap dalam budidaya haruslah menimbang lestarinya alam dan ekosistem di dalamnya.` Buah kelapa komoditas utama di Jangkaran 210 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
“ Bukan mana yang lebih menguntungkan, namun memperhatikan lestarinya alam lebih bijak didahulukan dalam aktivitas budidaya apapun. “ Jangkaran Menimbang Mata Pencaharian 211
Pantai Congot Si Muara Bogowonto antai Congot memiliki relief pantai yang datar dan landai dengan material penyusun utama pasir. Wisata, tegalan, sawah, dan tambak Pair tawar. Penggunan lahan disana banyak dimanfaatkan sebagaiWisata, tegalan, sawah, dan tambak air tawar. Kenampakan Khusus di Lapangan yakni adanya marin (gelombang), aeolian (angin), dan fluvial (sungai). Pantai Congot adalah pantai yang memiliki substrat pasir hitam. Perairan Pantai Congot di bagian yang dekat daratan relatif keruh. Perairan keruh ini desebakan oleh faktor aktivitas yang ada didaratan baik dari sungai atau aktivitas manusia. Di pantai congot terdapat beberapa bangunan pelindung pantai berupa revertment (sea wall) dan groin. Bangunan pelindung pantai yang berupa susunan batu yang bertujuan untuk melindungi garis pantai dari erosi. Hal ini disebabkan karena pesisir jawa selatan terkenal dengan gelombang yang besarnya. Kapal Ikan di Pantai Congot 212 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
Pantai Congot : Muara Bogowonto 213
“ Alam telah menyiapkan lauk pauk begitu berlimpah, sedangkan manusia kerap memamahnya tidak menyisakan bagi genarasi kelak. “ Bukti keberadaan biota kepiting di Pantai Congot 214 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
215
Pantai Congot merupakan pantai dengan ekosistem yang kompleks yang terdiri dari ekosistem pesisir, estuari dan Gumuk pasir. Pantai ini memiliki karakteristik spasial yakni; merupakan salah satu pantai berpasir (sandy beach) dengan dominasi warna gelap. Muara Sungai Bogowonto memiliki bentuk lereng Pantai yang landai dengan garis pantai yang panjang dan wilayah pesisir yang luas. Pantai Congot merupakan pantai yang memiliki pohon perindang, namun masih kurang untuk fasilitas penunjang pariwisata. kondisi lainnya di Pantai Congot adalah tingkat abrasi dan sedimentasi yang tinggi. Muara Bogowonto di Pantai Congot 216 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
Pantai Congot : Muara Bogowonto 217
Jalan lokal menuju Pantai Congot 218 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
Fauna yang hidup di pantai ini umumnya fauna yang hidup di pantai berpasir seperti Kepiting. Kepiting yang hidup di pantai berpasir memiliki ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan kepiting yang hidup di daerah bakau. Hal ini disebabkan keseuaian habitat kepiting, karena kepiting yang hidup di substrat berlumpur biasanya didominasi oleh kepiting bakau. Pantai Congot sebagai destinasi wisata dikelola oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kulonprogo dengan retribusi resmi. Sebagai prinsip keberlanjutan dan kelestarian lingkungan, Pantai Congot telah dilakukan penataan dengan membersihkan sebagian besar lapak yang ada di tepi Pantai. Budidaya kawasan pesisir sebagai lahan pertanian buah naga dilakukan juga untuk menjaga kelestarian lingkungan. strategi pengelolaan bersifat keberlanjutan dan paket pengelolaan dengan Pantai Glagah. Secara ekonomi masyarakat memanfaatkan bidang pariwisata dengan banyak membangun penginapan, penyewaan WC dan kamar mandi, tempat parker, penyediaan jasa guide dan penjualan. Pantai Congot : Muara Bogowonto 219
Di Pantai Congot terdapat Balai Konservasi Sumberdaya alam Yogyakarta yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Yogyakarta beralamat di Jl. Rajiman Km. 4 Tridadi. Sleman. Fokus dan tujuan balai konservasi ini adalah pada konservasi penyu dan habitatnya. Konservasi satwa penyu dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya. Tumbuhan yang tumbuh di sekitar Pantai Congot banyak didominasi oleh Cemara Udang. Cemara udang ini memang banyak tumbuh di pantai selatan jawa terutama di Pantai DIY. Tak hanya cemara udang, tumbuhan seperti pohon kelapa dan pohon berbatang rendah juga banyak ada di pantai ini. Daratan di pantai ini relatif datar sehingga sejauh berdiri dapat terlihat dari jarak yang jauh. Perbukitan Menoreh tampak dari Pantai Congot 220 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
Pantai Congot : Muara Bogowonto 221
Pemukiman warga dan warung – warung di tepi pantai banyak juga yang berdiri di Pantai Congot. Rumah dan warung ini berdiri di sepanjang jalan wilayah Pantai Congot. Jenis dinding rumah–rumah yang ada tepi pantai bervariasi namun didominasi oleh tembok. Ada beberapa gudang tempat penyimpanan alat penangkapan yang dindingnya menggunakan anyaman bambu. Jenis atap sudah banyak dan hampir semua menggunakan genteng. Untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat Pantai Congot banyak menggunakan air yang berasal dari sumur bor. 222 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
Pemukiman warga dan warung, Pantai Congot Pantai Congot : Muara Bogowonto 223
Selain revertment dan groin di Pantai Congot, terdapat pula tumpukan batu di sekitar garis pantai. Tumpukan batu ini juga ditujukan untuk melindungi garis pantai seperti revertment, hanya saja tumpukan batu ini kurang terstruktur sehingga susunannya pun tidak beraturan. Tingkat abrasi di beberapa titik Pantai Congot tergolong tinggi. Hal ini dipicu oleh faktor gelombang pantai selatan yang besar. Titik yang mengalami abrasi ini adalah wilayah yang tidak dipasangi bangunan pelindung pantai. Di Pantai Congot banyak warga berprofesi sebagai nelayan. Mereka banyak menggunakan kapal– kapal ukuran kecil untuk melaut. Alat tangkap yang digunakan juga masih tergolong alat tangkap tradisional. Mereka menggunakan jaring untuk menangkap ikan. Sepanjang Pantai Congot banyak perahu nelayan yang biasa digunakan untuk melaut. Pantai Congot banyak sampah kayu, kayu dan daun- daunan, hanya sedikit sampah plastik. 224 Kulonprogo: Gerbang Pembangunan “Soko Deso Mbangun Ngayogyakarto”
Salah satu sudut pemandangan Pantai Congot Pantai Congot : Muara Bogowonto 225
Fajar di ufuk Parangtritis Geomaritime Science Park, Parangtritis 226 Geoekologi Kepesisiran dan Kemaritiman Daerah Istimewa Yogyakarta
Epilog Keistimewaan itu Bernama Harmonisasi Semesta Alam DIY etiga wilayah yang ada, baik Gunungkidul, Bantul, Sejatinya manusia memang tidak perlu lagi merumuskan dan Kulonprogo, memiliki jalan ceritanya masing- konsep untuk mewujudkan sinergitas antarwilayah. masing. Perjalanan waktu telah mendewasakan Selama kita mampu memahami alam, itu sudah lebih Kmasing-masing wilayah menjadi karakter yang dari cukup. Pemahaman yang menyeluruh mulai dari khas karena tidak ada yang identik. Ketiganya tidak dapat hulu dan hilir, pemahaman yang holistik mencakup berdiri sendiri-sendiri dalam mengembangkan potensi semua aspek kehidupan, serta pemahaman yang benar dan menyelesaikan tantangan pembangunan yang ada. bahwa seharusnya pembangunan untuk kemakmuran Ketimbang berjibaku sendirian menyelesaikan masalah bersama. Jangan sampai obsesi tanpa dasar mencederai yang ada, atau memamerkan kekayaan masing-masing Harmonisasi Semesta Alam DIY yang sudah sedemikian daerah, mengapa tidak maju bersama, beriringan saling rupa begitu indah. Ketika alam sudah membersamai, lalu dukung satu dengan lainnya? Jangan lupa bahwa DIY apalagi yang ditunggu? Karena babak baru telah dimulai: tidak hanya Gunungkidul, Bantul, dan Kulonprogo. Masih keistimewaan DIY akan tetap berjaya selama harmonisasi ada Sleman dan Kota Yogyakarta. Kendati keduanya alam terjaga. bukan kabupaten/kota yang memiliki wilayah laut, bukan berarti tidak dapat berkontribusi dalam pembangunan maritim DIY. Among Tani Dagang Layar hanya dapat diwujudkan melalui sinergitas kelima wilayah. Epilog : Keistimewaan itu Bernama Harmonisasi Semesta Alam DIY 227
228 Geoekologi Kepesisiran dan Kemaritiman Daerah Istimewa Yogyakarta
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228