Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Haji - Catatan & Refleksi - Cetakan 2

Haji - Catatan & Refleksi - Cetakan 2

Published by PT Integra Cipta Kreasi, 2022-07-01 06:46:26

Description: Haji - Catatan & Refleksi - Cet 2 - FULL

Search

Read the Text Version

Haji: Catatan & Refleksi koleksi digital New York Public Library 76

10 H anya tiga bulan setelah haji wada’, Rasulullah SAW akhirnya wafat. Sahabat seluruhnya terguncang hebat, mereka tidak bisa menerima fakta itu, termasuk Umar. Abu Bakar datang dan langsung melihat jenazah Rasulullah SAW. Setelah itu, beliau keluar menemui para sahabat dan mengatakan, “Siapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah mati!” Haji wada’ itu akhirnya memang jadi haji perpisahan. Khotbah wada’ itu akhirnya memang jadi khotbah penutup yang meringkas risalah yang beliau bawa. 77

Haji: Catatan & Refleksi dokumentasi Aljazeera English 78

Anis Matta Tapi jika kematian Rasulullah SAW saja sulit di- terima sebagai fakta pada mulanya, mengertilah kita apa makna dari ditutupnya mata rantai kenabian. Apa makna hidup tanpa Rasul di antara mereka. Apa makna wahyu terputus. Begitu Rasulullah SAW wafat, wahyu terputus. Tak ada lagi ayat-ayat Al-Qur`an baru yang turun setiap kali mereka menghadapi masalah. Padahal, masalah terus bertambah. Ayat-ayat Al-Qur`an dan sabda-sabda Nabi berhenti di situ karenanya bersifat “terbatas”. Sementara masalah manusia terus berkembang karenanya bersifat “tidak terbatas.” Itulah fakta awal yang mengharuskan ijtihad: ke- terbatasan teks (an-nushush mutanahiyah) dan ketakter- batasan masalah (al-waqai’ ghairu mutanahiyah). 79

Haji: Catatan & Refleksi Jika kemudian Rasulullah SAW menga- takan bahwa para ulama adalah para pewaris nabi, itu karena rahasia keabadian agama ini terletak salah satunya pada keabadian teksnya, bukan terutama pada kekuasaan yang mengawalnya. Maka, segala hal yang berhubungan de- ngan teks, mulai dari validasi keaslian teks, metode memahaminya, metode implementa- sinya sepanjang zaman, adalah masalah yang sangat fundamental bagi kelangsungan agama ini. Belum lagi kesenjangan antara teks dan realitas yang harus dijembatani dan hanya ulama yang bisa melakukan tugas itu. 80

Anis Matta dokumentasi Associated Press 81

Haji: Catatan & Refleksi 82

Anis Matta Para Khulafaur Rasyidin memiliki syarat sebagai ula- ma dan pemimpin negara sekaligus. Kualifikasi itu yang membuat Rasulullah SAW merekomendasikan mereka sebagai rujukan dalam pemahaman dan implementasi agama: “Berpeganglah pada sunahku dan sunah para Khulafaur Rasyidin setelahku.” Itu juga yang memungkinkan mereka meletakkan dasar-dasar dari sistem kehidupan bernegara ketika agama ini dikelola melalui organisasi negara oleh sebuah masyarakat yang tidak punya warisan pengalaman bernegara yang mapan sebelumnya. Di era Khulafaur Rasyidin populasi Muslim makin besar. Peta geografi kekuasaan mereka makin luas oleh futuhat (ekspansi) yang agresif. Pembauran et- nis dan budaya makin kompleks. Islam telah menjadi kekuatan global baru, baik dalam skala politik mau- pun peradaban. Akibatnya, berbagai masalah pun terus bermun- culan, bahkan sebelum jenazah Rasulullah SAW di- kuburkan, kaum Anshar berkumpul di Tsaqifah Bani Saidah membicarakan pengganti Rasulullah SAW. Satu masalah baru muncul: imamah setelah nubuwwah. 83 dokumentasi Fayez Nureldine (AFP)

Haji: Catatan & Refleksi Masalah itu segera teratasi ketika Abu Bakar dan Umar ikut terlibat. Kepemimpinan akhirnya diberikan kepada Quraisy sesuai tradisi Arab di Jazirah. Dan Abu Bakar pun menjadi khalifah pertama setelah Rasulullah SAW. Begitu menjadi khalifah, muncul masalah ke- dua: Perang Riddah. Banyak kabilah yang meno- lak membayar zakat. Walaupun ditentang semua sahabat termasuk Umar, Abu Bakar tetap berkeras mengumumkan Perang Riddah. Tidak membayar zakat berarti murtad dan harus diperangi karena zakat adalah rukun Islam. Kemenangan dalam Perang Riddah itu merupa- kan momentum pemantapan sistem kenegaraan agama ini, sekaligus juga momentum konsoli- dasi politik dan militer yang menyatukan seluruh teritori Jazirah Arab di bawah kekuasaan Islam. 84

Para Khulafaur Rasyidin memiliki syarat sebagai ulama dan pemimpin negara sekaligus. Kualifikasi itu yang membuat Rasulullah SAW merekomendasikan mereka sebagai rujukan dalam pemahaman dan implementasi agama: “Berpeganglah pada sunahku dan sunah para Khulafaur Rasyidin setelahku.”

Haji: Catatan & Refleksi koleksi digital New York Public Library 86

Anis Matta 11 W alaupun berhasil menumpas kaum murtad, se- rial Perang Riddah ternyata menyisakan satu masalah besar: banyak para penghafal Al-Qur`an yang syahid, khususnya dalam Perang Yamamah di mana 70 hafiz jadi syahid. Fakta itu mencemaskan Umar karena Al-Qur`an bisa hilang seiring kematian mereka. Sebab, memang Allah menjaga Al-Qur`an dalam dada mereka, di samping yang berserakan pada pelepah pohon. Karena itu, beliau mengusulkan kepada Abu Bakar untuk segera mengumpulkan Al-Qur`an atau jam’ul mushaf. 87

Haji: Catatan & Refleksi Walaupun awalnya ragu, Abu Bakar akhirnya menyetujui usul itu dan segera menunjuk Zaid bin Tsabit untuk melakukan tugas berat itu. Keputusan itu menyelesaikan masalah paling fundamental dalam menjaga keabadian teks. Setelah Islam tersebar ke berbagai penjuru, muncul lagi masalah baru. Cara membaca Al-Qur`an (qiraah) ternyata berbeda-beda karena perbedaan dialek (lahjah). Bahkan ketika pasukan Muslim Irak dan Syam berkum- pul dalam pasukan untuk membebaskan Armenia dan Azerbaijan, mereka terlibat pertengkaran berat dan tidak mau diimami yang lain. dokumentasi Aljazeera English 88

Anis Matta Huzaifah bin Yaman lalu mendatangi Utsman untuk segera menetapkan satu bacaan resmi untuk semua umat, yaitu atas dasar bacaan Quraisy. Itu yang kemudian disebut “Mushaf Utsman” yang kita baca sampai sekarang. Itu salah satu faktor pemersatu kaum Muslimin sepanjang masa. Kerja besar menjaga dan memvalidasi autentisitas Al-Qur`an selesai sudah. Ekspansi pembebasan atau futuhat Islamiyah di era Abu Bakar dan Umar mengubah peta kekuatan dunia di zamannya. Mengubah peta geografi agama dan meng- ubah arah sejarah peradaban manusia. Persia hilang to- tal dari peta, sementara seluruh wilayah timur Romawi juga hilang, kecuali Konstantinopel. Masyarakat multikultur dengan wilayah seluas itu pasti menghasilkan residu banyak masalah dan butuh ijtihad besar untuk mengelolanya. Era ini ditandai oleh kebutuhan “pendalaman” sistem ketatanegaraan Islam. 89

Haji: Catatan & Refleksi Pendalaman itu maknanya adalah mentransformasi nilai-nilai agama ke dalam tatanan kenegaraan dan proses institusional. Nilai-nilai agama harus dielaborasi menjadi kaidah-kaidah konstitusi, undang-undang, kebijakan, regulasi, prosedur, dan seterusnya. Warisan Umar, misalnya, tampak dalam pengelolaan sistem ekonomi dan keuangan negara, pembentukan tentara dan polisi re- guler, sistem birokrasi pemerintahan, sistem penjaminan sosial, dan bagaimana nilai “ke- adilan” masuk dalam semua sisi sistem itu sebagaimana ia kemudian dikenal dengan julukan itu. Semua ijtihad besar itu bermuara pada peletakan dasar-dasar ketatanegaraan bagi sebuah negara baru yang sedang membangun imperium peradaban alternatif, setelah ia menaklukkan dua imperium besar di zamannya: Persia dan Romawi. 90

Anis Matta koleksi Roukaya19/Skyscrapercity 91

Haji: Catatan & Refleksi Kita baru bisa menangkap makna ijtihad besar itu jika kita meletakkannya dalam sejarah masyarakat Jazirah Arab yang tidak pernah punya sistem dan pengalaman bernegara yang mapan dan solid. Itu artinya syariat ijtihad agama ini telah berhasil membangkitkan kemampuan intelektual dan inovasi masyarakat Jazirah Arab, membuat mereka mampu menciptakan eksperimen kenegaraan baru yang sebelumnya tidak pernah mereka bayangkan. Islam hanya perlu 13 tahun untuk sampai pada pendirian negara tapi sukses melakukan pendalaman pada sistem ketatanegaraan di era Khulafaur Rasyidin, khususnya pada masa Abu Bakar dan Umar. Ini me- negaskan bahwa setelah keabadian teks, syariat ijtihad adalah rahasia keabadian Islam. Syariat ijtihad adalah metode yang menunjukkan bahwa agama ini lentur, mampu mengakomodasi semua tuntutan manusia di segala zaman. Dan itu yang membuatnya selamanya relevan. Legasi ijtihad Abu Bakar dan Umar telah menempatkan mereka setelah Rasulullah SAW sebagai pendiri negara yang kelak menjadi landasan kokoh dari peradaban Islam yang memimpin dunia selama satu milenium. 92

Anis Matta Islam hanya perlu 13 tahun untuk sampai pada pendirian negara tapi sukses pada pendalaman pada sistem ketatanegaraan di era Khulafaur Rasyidin, khususnya pada masa Abu Bakar dan Umar. Ini menegaskan bahwa setelah keabadian teks, syariat ijtihad adalah rahasia keabadian Islam. 93

Haji: Catatan & Refleksi dokumentasi Associated Press 94

12 S etelah 20-an tahun futuhat Islamiyah, datanglah Za- man Fitnah pada akhir masa Utsman dan seluruh masa Ali, atau sekitar 10 tahun terakhir masa Khulafaur Rasyidin. Itu tiga dekade; dua tantangan dalam satu era. Tapi, tantangan ijtihad besar mereka tetap sama: bagaimana mentransformasi nilai-nilai agama dalam dua tantangan yang berbeda itu, yakni (1) ketika Allah menguji mereka dengan futuhat Islamiyah yang luar biasa luasnya; dan (2) ketika Allah menguji mereka dengan Zaman Fitnah. 95

Haji: Catatan & Refleksi dokumentasi Aljazeera English Dalam era futuhat Islamiyah, Abu Bakar dan Umar membawa nilai-nilai kebebasan, syura, keadilan dan kesejahteraan, akuntabilitas, profesionalisme, achievement, dan lainnya ke dalam sistem ketatanegaraan dan manajemen pemerintahan sebagai nilai agama. Semua nilai yang berhubungan langsung dengan sis- tem ketatanegaraan dan pengelolaan pemerintahan itu dipadu dengan nilai-nilai iman di alam batin seperti keju- juran, takwa, zuhud, wara’, muhasabah, dan seterusnya. Maka, yang kita saksikan adalah kombinasi antara otoritas besar dan muhasabah. Kemelimpahan dan zu- hud. Syura dan kejujuran. Kebebasan dan takwa. Achieve- ment dan wara’. Ilmu dan tawadhu. Begitu seterusnya. 96

Anis Matta Di era Utsman dan Ali, masyarakat tak lagi sanggup bertahan dalam idealisme yang sangat tinggi dan agung itu. Masyarakat sedang berjalan “turun dari puncak nilai- nilai agama” itu. Situasi pembalikan dari idealisme. Semua konflik internal yang terjadi di masa Utsman dan Ali, yang kelak dikenang sebagai Zaman Fitnah, secara sederhana adalah efek dari pembalikan itu. Saat umat berjalan turun dari puncak keagungan idealisme mereka. Itulah tantangan Utsman dan Ali. Mereka berdua seperti menahan bola besar agar tidak menggelinding dari puncak gunung idealisme nilai-nilai agama yang sebelumnya bertengger bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, dan Umar. 97

Haji: Catatan & Refleksi Utsman dan Ali harus “bertahan di puncak idealisme’ itu agar tetap bisa bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, dan Umar. Agar tetap ada dalam kafilah Khulafaur Rasyidin, walaupun akhirnya harus berdiri seorang diri di situ, hingga akhirnya harus menjadi korban. Kewajiban mereka dalam situasi seperti itu adalah bagaimana bertahan dan tegar dalam kebenaran di te- ngah kecamuk Zaman Fitnah, yakni ketika kebenaran tersembunyi di balik kebodohan, kenaifan, dendam, keserakahan, kebohongan, intrik politik, ekstremisme. Utsman dan Ali harus mempertahankan kebebasan publik, kebenaran, keadilan dan muhasabah dalam pengelolaan konflik. Mereka tidak memilih untuk “menang” dengan menggunakan power. Mereka memilih tetap “benar” walaupun harus mengorbankan power, bahkan nyawanya sendiri. 98

Anis Matta Tiga dari empat Khulafaur Rasyidin yang telah me- naklukkan Persia dan Romawi mati terbunuh. Bukan dalam perang, tapi di masjid dan rumah mereka. Di de- pan jemaah mereka. Apakah itu isu keamanan? Apakah mereka kalah dalam “game of power?” Apakah mereka tersingkir dalam “game of throne?” Ketika kemenangan dan kebenaran tidak dapat dipertemukan, mereka memilih kebenaran. Ketika per- tanggungjawaban dan keselamatan pribadi tidak dapat disandingkan, mereka memilih pertanggungjawaban. Ketika dunia dan akhirat tidak dapat diraih bersama, mereka memilih akhirat. koleksi Roukaya19/Skyscrapercity 99

Haji: Catatan & Refleksi Bertahan dalam kebenaran di Zaman Fitnah itulah yang membuat mereka bertahan dalam kafilah Khulafaur Rasyidin. Itu bermakna mereka berempat ada dalam satu era, dua tantangan, dalam tiga dekade. “Khilafah dalam tubuh umatku akan berlangsung 30 tahun,” kata Rasulullah SAW. Bertahan dengan idealisme di tengah futuhat Islami- yah dan Zaman Fitnah adalah makna yang menjelaskan mengapa era itu disebut era Khulafaur Rasyidin. Zaman Terbaik. Khairul Qurun. Golden Age. Semuanya setelah era Rasulullah SAW. koleksi digital New York Public Library 100

Anis Matta Ketika kemenangan dan kebenaran tidak dapat dipertemukan, mereka memilih kebenaran. Ketika pertanggungjawaban dan keselamatan pribadi tidak dapat disandingkan, mereka memilih pertanggungjawaban. Ketika dunia dan akhirat tidak dapat diraih bersama, mereka memilih akhirat. 101

Haji: Catatan & Refleksi 102 koleksi Huda TV

13 T antangan umat Islam sesudah era Khulafaur Ra- syidin adalah peralihan ke sistem kerajaan: muncul dinasti-dinasti Umayyah, Abbasiyah, dan seterusnya, seperti yang telah diramalkan Rasulullah SAW. Itu bukan masalah format negara atau model pemerintahan, melainkan sistem kerajaan mengikis nilai-nilai agama yang sebelumnya mengisi esensi sistem ketatanegaraan Islam. Terutama kebebasan, syura, keadilan, dan akuntabilitas publik. Lalu dimulailah rangkaian pemisahan-pemisahan sesuatu yang semula menyatu dan utuh. Para raja tidak lagi menyatukan kualifikasi sebagai ulama dan umara. Masjid dan istana mulai jarang bersapa. Lalu negara makin jauh dari agama. Dan kelak bahkan saling bermusuhan. 103

Haji: Catatan & Refleksi Dalam perspektif politik, pemisahan dalam kualifikasi itu seperti pemisahan pada kualifikasi pendiri negara (founding fathers) dan operator poli- tik. Atau kualifikasi pembangun peradaban dan pembangun istana. Peralihan sistem itu merupakan patahan se- jarah yang sangat kompleks. Kontraksi yang me- nyisakan perdebatan yang tak kunjung selesai tapi efektif menyelesaikan 10 tahun konflik berdarah, menyatukan umat besar kembali, dan menciptakan stabilitas politik dan keamanan dalam teritori yang sangat luas. Itu juga yang membuat mayoritas umat akhirnya menerima fakta itu. Tak ada pilihan lain. Itu terbilang “ideal” walaupun nilai-nilai eksistensial dalam sistem ketatanegaraan Islam tidak dapat diakomodasi, terutama kebebasan, syura, dan akuntabilitas publik. Tapi, itulah yang paling mungkin secara realistis dan praktis. 104

Anis Matta koleksi Roukaya19/Skyscrapercity 105

Haji: Catatan & Refleksi dokumentasi Aljazeera English 106

Anis Matta Ada pendangkalan dan pemiskinan se- cara politik. Tapi, ada pula pendalaman dan pengayaan pada konten peradaban, berupa pengetahuan baik agama, sastra maupun sains. Itu berlangsung terutama dari abad kedua hingga kelima Hijriah. Masih ada tantangan besar yang ber- hubungan dengan keabadian teks, yaitu pe- ngumpulan dan verifikasi hadis Rasulullah SAW, sebagai sumber agama kedua setelah Al- Qur`an. Terutama setelah wafatnya sebagian besar sahabat Rasulullah SAW, banyaknya in- tervensi politik dalam narasi keagamaan, dan meningkatnya konflik antar-mazhab. Kerja besar itu dimulai dengan pengumpulan hadis atas perintah Umar bin Abdul Aziz kepada Imam Al-Zuhri di akhir abad pertama Hijriah. Lalu dilakukan penyusunan berdasarkan tema. Dilanjutkan verifikasi kesahihan (Bukhari, Muslim, dan lain-lain). Dilengkapi pematangan metodologi ilmu hadis (musthalahul hadits). 107

Haji: Catatan & Refleksi Ilmu hadis adalah warisan pengetahuan yang tidak akan pernah dimiliki peradaban lain. Andai sejarah manusia dicatat dengan standar ilmu ini rasanya tidak akan ada catatan sejarah yang dapat dipercaya. Tapi, cara kita memahami teks, baik Al-Qur`an dan Sunnah, membutuhkan metodologi yang lain. Dalam konteks itu, ada banyak perbedaan dan perbedaan sehingga melatari lahirnya berbagai mazhab, khususnya dalam fiqh: Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad, dan lainnya. Temuan terbesar dalam konteks metodologi itu adalah ilmu ushul fiqh yang dikembangkan Imam Syafi’i untuk menjembatani pendekatan tekstual dan rasional dalam memahami teks Al-Qur`an dan Sunnah yang selama ini menjadi sumber perbedaan di tengah umat. 108

Anis Matta dokumentasi AFP 109

Haji: Catatan & Refleksi Jika kita mau membuat peta corak beragama umat Islam di seluruh dunia, maka empat mazhab itulah yang membentuk dan mendominasi cara kita memahami dan melaksanakan ajaran agama. Apalagi dalam aspek ibadah. Abad pertama sampai keempat Hijriah ditandai dengan lahirnya para mujtahid raksasa. Mereka telah melahirkan berbagai produk pemikiran dan membangun struktur ilmu-ilmu keislaman yang kita warisi sampai sekarang. Para ulama mujtahid raksasa itu memberi pendalaman dan pengayaan pada konten peradaban di era itu. Mereka menjawab tantangan zamannya. Maka, tidak heran jika umat Islam lebih mengenal mereka ketim- bang para penguasa dari Dinasti Umawiyah dan Abbasiyah. 110

Anis Matta Cara kita memahami teks, baik Al-Qur`an dan Sunnah, membutuhkan metodologi yang lain. Dalam konteks itu, ada banyak perbedaan dan perbedaan sehingga melatari lahirnya berbagai mazhab, khususnya dalam fiqh. 111

Haji: Catatan & Refleksi dokumentasi Dar Yasin/AP Photo 112

14 K ontribusi besar para mujtahid besar selama abad ke-2, ke-3 dan ke-4 Hijriah itu telah menciutkan nyali akademik generasi yang datang sesudah mereka. Sejak itu muncul ide pembuntuan pintu ijtihad. Itulah awal kemunduran peradaban Islam. Bersamaan dengan kemunduran pemikiran itu, krisis juga menimpa Dunia Islam. Ada invasi Tartar dari Timur dan invasi Salib dari Barat. Ada gerakan Bathiniyah yang perlahan mendominasi wilayah yang sangat luas. Dari Afrika Utara hingga Mesir (Fathimiyah). Di tengah semua krisis itu ada krisis lain yang lebih parah, yakni kelemahan leadership di akhir masa Abbasiyah. Di bawah mereka Baghdad tinggal menunggu hari pembantaian yang akan mengakhiri dinasti itu. 113

Haji: Catatan & Refleksi Pada periode itulah (abad ke-5 sampai ke-7 Hijriah) muncul wajah baru di kalangan ulama umat: mujtahid- mujahid. Dan dalam politik muncul dinasti-dinasti kecil baru yang menggabungkan kepemimpinan politik dan militer sekaligus. Ijtihad mereka (seperti Imam Al-Juwaini hingga Ibnul Qayyim dan Ibnu Taimiyah) banyak terfokus khususnya dalam bidang siyasah syar’iyah setelah runtuhnya payung besar politik mereka di bawah Abbasiyah. Para mujtahid-mujahid itu juga banyak meluruskan penyimpangan pemikiran di tengah umat, terutama dalam tema akidah dan sufisme, meningkatkan moral umat, dan menanamkan kembali ruh jihad dalam hati mereka. dokumentasi Reuters 114

Anis Matta Jaringan Al-Madaris Al-Nizhamiyah di kota-kota be- sar Dunia Islam saat itu memelopori gerakan pemikiran dan pembinaan umat sekaligus. Dari sanalah Imam Haramain Al-Juwaini—yang memperbaharui pemikiran politik Islam—dan muridnya Imam Al-Ghazali (yang menulis Ihya ‘Ulumuddin) menghadapi penyimpangan kaum Bathiniyah. Juga ada sekolah-sekolah besar di Mesir seperti Al-Kamiliyah, Al-Mansuriyah, dan Al-Shalihiyah. Ada Al-Zhahiriyah di Damaskus, dan Al-Mustanshiriyah di Baghdad. Fakta ini menunjukkan bagaimana kebang- kitan pemikiran dan ijtihad mengawal kebangkitan umat untuk keluar dari krisis mereka. Dalam periode itulah muncul dinasti-dinasti kecil tapi dengan kepemimpinan politik dan militer yang sangat kuat dari Bani Seljuk (Alp Arslan), Bani Zanky (Imaduddin dan Nuruddin Mahmoud Zanky), dan Bani Ayyub (Shalahuddin Al-Ayyubi) yang kelak membebas- kan Al-Quds. Dalam periode itu muncul ulama mujahid Al- ‘Izz Ibnu Abdissalam yang menyertai dan mengawal Muzhaffar Quthuz dari Dinasti Al-Mamlukiyah. Dinasti ini menggantikan Dinasti Al-Ayyubiyah yang kelak mengalahkan pasukan Tartar di Mesir. 115

Haji: Catatan & Refleksi Ketika negara tidak berdaya menghadapi tantangannya, maka para ulama mujtahid-mujahid yang tampil mengonsolidasi umat, mengawal para umara. Begitulah ijtihad para pewaris nubuwwah menyelamatkan umat dari keruntuhan. Kelak di tengah keterpurukan umat di bawah imperialisme Eropa, para pewaris nubuwwah itu tampil dengan ijtihad mereka yang berorientasi pada pembaharuan dan kebangkitan pemikiran. Ini menjadi dasar dari semua gerakan kemerdekaan di Dunia Islam. 116

Anis Matta dokumentasi Aljazeera English 117

Haji: Catatan & Refleksi Karakter ulil azmi dan tradisi ijtihad para pewaris nubuwwah adalah kombinasi yang sekarang kita butuhkan di tengah keterpurukan umat. Itu tentang determinasi dan inovasi. Dulu kita “menjadi Indonesia” karena imajinasi masa depan yang menciptakan peralihan besar dalam cara berpikir kita sebagai bangsa. Gerakan nasional yang berkecambah di seantero negeri di awal abad ke-20 menemukan momentumnya pada Hari Sumpah Pemuda 1928. Tapi, kita bisa menjadi “Bangsa Merdeka” karena determinasi para pejuang kemerdekaan. Apakah makna Bandung Lautan Api jika bukan determinasi? Apakah makna teriakan Allahu Akbar Bung Tomo kalau bukan determinasi? 118

Anis Matta Karakter ulil azmi dan tradisi ijtihad para pewaris nubuwwah adalah kombinasi yang sekarang kita butuhkan di tengah keterpurukan umat. Itu tentang determinasi dan inovasi. 119

Haji: Catatan & Refleksi koleksi digital New York Public Library 120

15 K hotbah Rasulullah SAW dalam haji wada’ memang mengisyaratkan bahwa misi beliau hampir tuntas. Al-Qur`an juga menegaskan bahwa agama ini telah di- sempurnakan. Artinya, ajal beliau juga sudah dekat. Saat kita membaca sirah Nabi, kita selalu menang- kap kesan bahwa semua peristiwa yang dialami beliau tampak mengalir begitu saja. Ada banyak spontanitas, bahkan kadang cenderung acak. Merencanakan sebuah perubahan revolusioner yang kelak mengubah arah sejarah manusia memang tidak pernah dibicarakan secara khusus oleh Rasulullah SAW bersama para sahabatnya, sebagaimana pendekatan manajemen yang kita pahami sekarang. 121

Haji: Catatan & Refleksi Tapi, ayat-ayat Al-Qur`an yang turun dalam berbagai peristiwa dengan tahapan- tahapannya justru menunjukkan bahwa beliau bekerja dengan mindset jelas berupa design thinking. Peta jalan (roadmap) per- juangan yang dikerjakan sangat jelas. Itu makna yang kita pahami mengapa beliau memerlukan waktu sekitar tiga tahun di Gua Hira untuk berkhalwat sebelum diangkat menjadi rasul. Dari tempat ketinggian itu beliau menatap kota Mekkah, sebelum misi besarnya dimulai. Tapi, fakta-fakta sirah Nabi juga menun- jukkan bahwa beliau bekerja dengan kelen- turan yang luar biasa, baik strategis maupun taktis. Ini bisa kita lihat dalam perjanjian Hudaibiyah. Itulah yang membuat seluruh kerjanya tampak mengalir dan kadang acak dan tidak terencana secara ketat. 122

Anis Matta dokumentasi Amel Pain/EPA 123

Haji: Catatan & Refleksi Kelak kita juga mengetahui bahwa kelenturan itu adalah ciri utama ajaran- ajaran Islam yang membuatnya adaptif terhadap berbagai perubahan ruang dan waktu. Memang harus begitu karena ini agama samawi terakhir yang bertahan sampai akhir zaman. Karena itu, makin rentan suatu hukum terhadap perubahan ruang dan waktu, maka makin umum penjelasannya dalam teks. Sebab, dengan cara itu teks ini bisa mengakomodasi berbagai perubahan tersebut. Tapi, prinsip kelenturan, baik strategis maupun taktis, selalu menyisakan ruang penyimpangan. Jebakan yang bisa menyeret kita keluar dari jalur perjuangan. 124

Anis Matta dokumentasi Ammaralamir.com 125


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook