Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore NAPAS PANJANG MEMBERSAMAI NTB

NAPAS PANJANG MEMBERSAMAI NTB

Published by Asrul Hidayat, 2022-07-28 07:06:16

Description: NAPAS PANJANG MEMBERSAMAI NTB

Search

Read the Text Version

penduduk yang tiba-tiba menjadi miskin akibat bencana alam maupun kemanusiaan sepanjang hal tersebut tidak keluar dari koridor Syari’ah. Seperti, warga yang mendadak miskin ketika kebanjiran ataupun longsor sehingga membuat mereka kehilangan tempat tinggal, dengan memberikan bantuan modal usaha, pengadaan pelatihan agar mereka bisa bekerja hingga pemberdayaan ternak maupun ladang yang tentu saja dapat membantu para korban, sehingga output-nya mereka bisa bangkit dari keterpurukkan. MUI nampaknya tidak menyoalkan penerima zakat bagi masyarakat yang terpapar musibah (Media Indonesia, 2006). Hanya saja MUI Pusat dan atau MUI NTB perlu menimbang untuk memberikan fatwa khusus agar prioritas penerima zakat diberikan kepada warga masyarakat yang terpapar bencana dan atau gempa dalam konteks NTB. Skemanya barangkali tidak seutuhnya dari zakat, juga infaq dan sedekah, dialokasikan untuk para korban bencana karena kita juga tidak bisa menutup mata bahwa di luar sana juga banyak kelompok dan golongan yang juga berhak untuk menerima zakat. Paling tidak skemanya adalah dengan memprioritaskan mereka yang terpapar gempa. Dengan demikian, zakat hadir sebagai penyelamat manusia, dus mewakili empati, simpati, dan cinta sesama Muslim: karakter manusia baru yang diinginkan oleh Ramadhan, yaitu transformasi sosial dari manusia egois menuju manusia humanis yang memiliki solidaritas sosial dan kesetiakawanan yang tinggi. Zakat dan Keberpihakkan Islam Terhadap Korban Bencana 189

KOLABORASI PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA BUMI DI NUSA TENGGARA BARAT 190 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama tahun 2018 tercatat 4.231 korban meninggal dunia dan hingga tiga juta penduduk terpaksa mengungsi menyusul 2.426 bencana alam yang terjadi di sepanjang tahun. Bencana hidrometeorologi tetap dominan terjadi, mulai dari puting beliung, banjir, kebakaran hutan dan lahan, longsor, serta gelombang pasang dan abrasi. Posisi Indonesia di kawasan ring of fire (cincin api) membuat potensi bencana erupsi gunung api, gempa bumi yang merusak, dan tsunami. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan bencana cukup besar. Sebagai gambaran, gempa bumi di Lombok dan Sumbawa menimbulkan kerusakan dan kerugian Rp. 17,13 triliun. Bencana gempa bumi di Lombok misalnya telah menyebabkan kehancuran yang sangat massif; dalam hitungan menit bahkan detik, rumah-rumah, perkantoran, pertokoan, pasar, bangunan sekolah, dan fasilitas lainnya semua rata dengan tanah; ribuan orang terluka, puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang menjadi pengungsi; banyak keluarga kehilangan orang-orang terkasih, harta benda tak tersisa, puing-puing reruntuhan bangunan berserakkan. Dampak bencana ini tidak sedikit. Setidaknya 564 jiwa meninggal dunia, 1.584 orang luka-luka, dan 445.343 penduduk mengungsi. Kerusakan prasarana dan sarana skala besar seperti rumah penduduk 222.530 unit, gedung kantor, prasarana transportasi darat, prasarana sumber daya air, fasilitas kesehatan, pendidikan, tempat ibadah, hotel, toko dan berbagai fasilitas umum. Kolaborasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat 191

192 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Kolaborasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat 193

Dengan tingkat kerusakan yang parah dan luas, adalah mustahil dapat diselesaikan sendiri Pemprov. NTB melalui BPBD NTB. Karenanya, keterlibatan instrumen-instrumen kekuasaan negara lainnya menjadi sebuah keniscayaan. Atas dasar itulah, tulisan berikut ini akan menjelaskan tentang (pengalaman) kolaborasi NTB dalam menangani gempa bumi setahun silam. Ada semacam kekhawatiran dari kami semua, bahwa Pemerintah akan setengah hati menangani masyarakat NTB yang terpapar bencana gempa bumi. Ketakutan ini dibahasakan dengan satu tuntutan agar Pemerintah menetapkan bencana Lombok (Sumbawa) sebagai Bencana Nasional demi memastikan kehadiran negara untuk membersamai masyarakat NTB yang terpapar luka bencana. Bagi masyarakat NTB, tuntutan yang demikian wajar dikumandangkan di tengah hentakkan bumi yang entah kapan berakhir. Pemerintah Pusat menjawab suara gemuruh tersebut dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kota Mataram, dan wilayah terdampak di Provinsi NTB) pada tanggal 23 Agustus 2018. 194 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Inpres ini memang belum sepenuhnya merespons kehendak publik NTB yang menghendaki status Bencana Nasional dengan segala konsekuensinya. Tapi Pemerintah, pada sisi lain, menyampaikan bahwa tanpa harus “Bencana Nasional”, negara akan memperlakukan gempa bumi di Lombok-Sumbawa laiknya Bencana Nasional. Melalui Inpres tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan kepada 19 menteri Kabinet Kerja, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BNPB, Kepala BPKP, Kepala LKPP, Gubernur NTB, Bupati Lombok Barat, Bupati Lombok Utara, Bupati Lombok Tengah, Bupati Lombok Timur, dan Wali Kota Mataram, untuk melaksanakan percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa bumi di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kota Mataram, dan wilayah terdampak di Proinsi NTB, yang mengakibatkan korban jiwa, pengungsian, kerusakan, dan kerugian di beberapa sektor. Ke-19 menteri yang mendapat instruksi itu adalah: 1. Menko Polhukam; 2. Menko PMK; 3. Menko Perekonomian; 4. Menko Kemaritiman; 5. Menteri PUPR; 6. Mendagri; 7. Menteri Agama; 8. Mendikbud; 9. Menteri Kesehatan; 10. Menteri Sosial; 11. Menteri ESDM; 12. Menkominfo; 13. Menteri LHK; 14. Menteri Pertanian; 15. Menteri BUMN; 16. Menkop dan UKM; 17. Menteri Perdagangan; 18. Menteri Keuangan; dan 19. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN. Kolaborasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat 195

Kegiatan rehabilitasi, menurut Inpres ini, dilakukan melalui: (1) Perbaikan lingkungan bencana; (2) Perbaikan prasarana dan sarana umum; (3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; (4) Pemulihan sosial psikologis; (5) Pelayanan kesehatan; (6) Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya; (7) Pemulihan keamanan dan ketertiban; (8) Pemulihan fungsi pemerintahan; dan (9) Pemulihan fungsi pelayanan publik. Adapun rekonstruksi terdiri atas: (1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana; (2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; (3) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; (4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana; (5) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat; (6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; (7) peningkatan fungsi pelayanan publik; dan (8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat. Rehabilitasi dan rekonstruksi sarana berupa fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas agama, dan fasilitas penunjang perekonomian agar aktivitas bisa berfungsi kembali diselesaikan paling lambat pada akhir bulan Desember 2018, dan sarana lain diselesaikan paling lambat Desember 2019, tegas Inpres tersebut. Inpres tersebut menjadi kertas sakti untuk menggerakkan seluruh potensi negara untuk menjawab ke- gegana-an (gelisah, gundah, merana) masyarakat NTB yang terpapar bencana akan keseriusan negara membersamainya. 196 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Pemerintah betul-betul memerlihatkan komitmen yang sungguh-sungguh. Kekhawatiran masyarakat NTB bahwa janji negara hanya lip service tak terbukti. Pun, berkali-kali Pak Joko Widodo dan juga jajaran di bawahnya (Wapres dan para menteri) mengunjungi masyarakat NTB demi memastikan bahwa instansi- instansi terkait telah bekerja menjawab janji negara. Pasca dikeluarkannya Inpres No. 5 Tahun 2018, semua instrumen kekuasaan negara bekerja secara simultan untuk memastikan bahwa negara tidak akan pernah abai terhadap nasib masyarakat NTB yang terpapar bencana bumi. Semua berdiri mengulurkan jari jemari tangan melibatkan diri, bahkan menawarkan bantuan, materiil maupun non materiil sesuai dengan bidang serta tupoksinya. Tunjuk misalnya, Kolaborasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat 197

Kementerian Keuangan yang memastikan ketersediaan anggaran untuk rehabilitasi serta rekonstruksi pasca bencana; Kementerian Pendidikan menjamin hak-hak serta fasilitas pendidikan akan dipenuhi; Kementerian PUPR harus segera merancang-bangun rumah tahan gempa serta fasilitas publik lainnya; Kementerian Kesehatan harus memastikan bahwa masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang memadai serta laik dan memberikan perlindungan kesehatan agar side effect dari terbatasnya fasilitas kesehatan di lokus pengungsian tidak menjadi virus epidemik; Kementerian Sosial diminta untuk segera menyalurkan bantuan-bantuan sosial dan mendata masyarakat yang rentan. Pun pihak TNI/Polri tak tinggal diam dalam situasi ini. Sejak awal bencana dua instansi ini menunjukkan karakternya sebagai tulang punggung negara dalam bidang pertahanan dan keamanan. Mereka memberi jaminan keamanan dalam pendistribusian logistik bantuan, evakuasi korban bencana, memperbaiki instalasi air bersih dan membangun MCK (Mandi Cuci Kakus), pembersihan puing reruntuhan bangunan dan lain sebagainya. Seiring dengan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, TNI berkoordinasi dengan BNPB (dalam hal ini BPBD NTB) dalam memberikan dukungan kelancaran pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa bumi. Sementara Pihak Polri berkoordinasi dengan dengan BPBD NTB dalam menciptakan keamanan dan ketertiban dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Di luar itu, pelbagai kampus, di NTB dan 198 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

luar NTB, dan juga NGO-NGO pun tak ketinggalan membersamai penderitaan masyarakat NTB yang terpapar bencana dengan melakukan berbagai pendampingan agar dapat bangkit dari musibah. Intinya adalah ‘Indonesia’ betul-betul hadir menyapa masyarakat NTB dengan kesehajaan serta kebersamaan yang tulus. Membangun kembali NTB yang porak-poranda jelas bukan pekerjaan yang ringan. Nyaris semua roda kehidupan beberapa saat lumpuh, fasilitas publik dan kesehatan tak dapat dilakukan paripurna, dan ratusan ribu orang harus hidup dalam tenda-tenda pengungsian. Tak kurang dari 222.530 rumah penduduk mengalami kerusakan: 75.195 (Rusak Berat), 32.829 (Rusak Sedang), dan 114.506 (Rusak Ringan). Data ini ingin menjelaskan bahwa ada ratusan ribu orang baik yang tersebar di seluruh kabupaten/kota Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa: Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat, yang harus dipenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya serta hak-haknya sebagai warga negara. Di atas semua itu, rehabilitasi rumah yang laik huni, cepat, serta tahan gempa memuncaki harapan warga masyarakat (di luar pemulihan kembali fasilitas- fasilitas publik). Musababnya jelas, dari sinilah rekonstruksi sosial ekonomi dimulai. Kolaborasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat 199

“Langkah panjang selalu dimulai dengan langkah pertama”. Berbagai musykilat yang muncul sejak program rehabilitas dan rekonstruksi tersebut di atas dapat teratasi dengan segala kompleksitasnya. Tapi kami patut berbangga bahwa NTB (Nasib Tidak Baik) pasca gempa, kini mulai tertata kembali. Para korban mulai terlihat senyumnya, sosial ekonomi mulai tumbuh, napas kehidupan mulai bergeliat, tenda-tenda pengungsian semakin menipis ditinggal penghuninya: (sudah) menikmati rumah-rumah baru mereka. Wajar kemudian, akselerasi dan kerja keras ini mendapatkan apresiasi yang mendalam dari Pemerintah Pusat yang diwakili oleh Kepala BNPB, Doni Monardo, yang menyatakan bahwa NTB adalah contoh, juga laboratorium bagi daerah-daerah lain di Indonesia, 200 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

bahkan dunia tentang manajemen kebencanaan (disaster management) pasca bencana. Pertanyaannya adalah apa yang terjadi sebenarnya dan bagaimana kami bekerja? Dengan tingkat kehancuran yang massif hampir di seluruh Pulau Lombok dan sebagian kecil Pulau Sumbawa (Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa) nyaris tak ada riak yang memunculkan terjadinya distorsi sosial dan atau kekacauan sosial (chaos) yang akan menambah beban tambahan bagi proses pemulihan pasca bencana. Tak dipungkiri bahwa Inpres Nomor 5 tentang Percepatan Rehabilitas dan Rekonstruksi Pasca bencana Gempa Bumi di NTB menjadi modal kuasa bekerjanya seluruh instrument negara; Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai perpanjangan ‘tangan besar’ negara membersamai daerah terdampak dengan segenap kuasanya; tak ketinggalan juga (tentunya) Pemprov. NTB dan Pemda Tingkat II Kabupaten/Kota terdampak serta BPBD NTB, BPBD Kabupaten/Kota terdampak, Perwakilan BPKP Provinsi NTB, TNI/Polri, Pusat Studi Kebencanaan (Padikencana) Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) sebagai Tim Pengendali Kegiatan; BRI, BNI, dan Bank Mandiri; LPJK, Gapensi serta Gapeksindo yang hand to hand menjawab keriuhan harapan publik NTB, bahkan Indonesia juga dunia yang mengintip dari kejauhan akan nasib warga masyarakat yang terpapar bencana. Kolaborasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat 201

Keterlibatan berbagai pihak merupakan langkah percepatan membangun kembali rumah korban bencana gempa bumi tahun 2018. Jenis Rumah Tahan Gempa (RTG), BPBD Provinsi NTB, TPK berkoordinasi kolaborasi dengan Dinas PERKIM Provinsi NTB, PUPR, TNI, POLRI, Dukcapil, LPJK, Gapensi, Gapeksindo, BANK BRI, BNI dan Bank MANDIRI mempunyai peran yang sama dalam mendorong percepatan perbaikan dan pembangunan rumah rusak akibat gempa bumi. Detailnya adalah sebagai berikut: 1. BNPB Sebagai instansi pusat yang menangani segala macam bencana di Indonesia, BNPB memastikan segala proses penanggulangan gempa di NTB berjalan sebagaimana yang telah ditargetkan. BNPB selalu berkoordinasi dengan banyak stake holder yang terlibat di tingkat pusat terutama selalu melaporkan ke presiden dan wakil presiden terkait perkembangan penanggulangan bencana gempa di NTB. BNPB juga selalu melakukan koordinasi dengan BPBD Provinsi, BPBD Kabupaten/Kota, Perkim, Tim Pengendali Kegiatan, LPJK, Bank BNI dan Bank MANDIRI. 2. BPBD Provinsi NTB Tugas utama BPBD Provinsi, yaitu berkoordinasi secara vertikal baik dengan instansi Pusat (BNPB) maupun dengan BPBD Kabupaten/Kota. Mengevaluasi kinerja Tim Pengendali Kegiatan, 202 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

memastikan percepatan pembangunan di NTB berjalan dengan baik, melakukan koordinasi dengan pihak Bank sehingga memastikan dana sampai pada pokmas. 3. BPKP Fungsi utama BPKP sebagai badan pengawas yang memastikan proses rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, tidak adanya penyelewengan anggaran, memastikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pokmas sesuai dengan aturan, mengawasi kinerja Tim Pengendali Kegiatan serta memberikan masukan yang positif guna percepatan rehabilitas dan rekonstruksi di NTB. 4. BPBD Kabupaten/Kota Sebagai instansi yang menangani bencana gempa di kabupaten/kota, BPBD kabupaten/kota selalu aktif memepercepat rehabilitas dan rekonstruksi di wilayahnya masing-masing. BPBD juga berkoordinasi dan bersinergi dengan stakeholder di daerah seperti Bupati/Wakil Bupati, Bank dan lain-lain. 5. Perkim Tugas Perkim, yaitu memastikan Rumah Tahan Gempa (RTG) sesuai dengan spek yang telah ditetapkan. Selain itu juga memvalidasi rumah yang akan terima bantuan, memberikan izin aplikator serta mengawasi kinerjanya sesuai dengan tanggal perjanjian. Kolaborasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat 203

6. TNI/Polri Tugas utama fasilitator TNI, yaitu mendampingi masyarakat bersama fasilitator Sipil, dan fasilitator sosial baik dari pembentukan pokmas hingga rumah selesai dibangun. Memberikan laporan progres pembangunan secara vertikal hingga ke Presiden dan Wakil Presiden. 7. Tim Pengendali Kegiatan (TPK) Sebagai tim yang mengendalikan kegiatan, TPK memastikan fasilitator di lapangan menjalankan tugasnya secara maksimal. Tugas utama TPK, yaitu mengawasi dan mendorong percepatan rehabilitas dan rekonstruksi, menerima dan menganalisis laporan fasilitator kemudian mengkompilasi menjadi database, berkoodinasi dengan Bank dan pihak-pihak yang bersentuhan langsung terhadap percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi. 8. LPJK Tugas utama LPJK adalah memberikan izin pada aplikator yang akan membangun rumah Rusak Berat serta memfasilitasi sertifikasi fasilitator sebagai mandor. Apa yang ingin kami sampaikan adalah ada kebersamaan yang nyata, semua hadir menjadi bagian yang melapangkan, tak ada keinginan untuk saling menonjolkan peran: saling meng-cover keterbatasan, saling memahami. Memang penanganan bencana tak sempurna dan tak akan pernah sempurna. Namun tugas kita adalah menyempurnakan ikhtiar melalui kerja-kerja terstruktur, 204 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

terukur, serta akuntabel melalui: (a) intensitas monitoring, evaluasi, dan asistensi; (b) rapat koordinasi secara berkala; (c) rapat internal Tim Pengendali Kegiatan; (d) pelaporan progres harian, mingguan, dan bulanan; (e) evaluasi kinerja fasilitator secara berkala, sebagai perwujudan kehadiran negara, juga masih menyalanya mata kemanusiaan kita. Penanganan nasib korban bencana gempa bumi Lombok (Sumbawa) belum sepenuhnya usai. Pun bencana yang sama dan atau bencana lainnya bisa sewaktu-waktu datang mengancam kita. Karenanya, upaya perbaikan layanan publik atas masyarakat yang terpapar bencana terkait rehabilitasi-rekonstruksi perlu ditingkatkan. Maksimalisasi ini dapat dilakukan dengan cara: (1) meningkatkan kualitas pada masing-masing instansi secara berkala sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat saat itu sehingga menumbuhkan public trust terhadap performance penyelenggara; (2) sinergitas yang berkesinambungan di antara stakeholder melalui koordinasi secara berkala untuk mencapai goal/tujuan; (3) pelaporan progress program, evaluasi kinerja dan permasalah yang terjadi melalui koordinasi internal yang dilakukan secara berkala. Melalui kolaborasi penanganan diharapkan dapat meningkatkan manajemen penanggulangan bencana di Indonesia. Satu hal yang lebih penting, akan banyak peluang untuk penyelamatan korban secara lebih cepat dan meminimalkan dampak bencana terhadap masyarakat. Terlepas bahwa bencana ialah ketetapan Tuhan, kita bisa berusaha untuk mengurangi jumlah korban akibat bencana dan memperkecil dampak negatif. Kolaborasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat 205

Kita tidak bisa menghilangkan bencana, tapi kita bisa mengurangi risiko. Kita bisa mengurangi kerusakan dan menyelamatkan lebih banyak nyawa” (Ban Ki-Moon, Sekjen PBB). 206 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Bencana alam butuh energi yang besar dan napas yang panjang. BPBD NTB jelas tak mungkin menyudahi sendiri bobot dan beban pekerjaan untuk memenuhi ekspektasi publik NTB, bahkan Indonesia, pasca bencana. Karenanya, kolaborasi yang melibatkan banyak tangan dan pikiran dalam penanggulangan bencana sangat merupakan sebuah keharusan untuk mempercepat perbaikan dan pembangunan rumah rusak akibat gempa bumi tahun 2018, mengurangi dampak buruk psikologi, serta hajat hidup lainnya. Kolaborasi antar-para pihak terutama pemerintah, swasta, NGO dalam membentuk masyarakat yang tangguh dengan bencana menjadi krusial untuk dilakukan agar kita semua dapat berdamai dengan bencana. Kolaborasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat 207

PENTINGNYA MITIGASI KEBENCANAAN: BELAJAR DARI GEMPA LOMBOK SUMBAWA 208 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Residu ketakutan masih terasa begitu kuat aromanya. Pengalaman buruk setahun silam belum terhapus jejaknya dari memori publik NTB, khususnya bagi warga masyarakat Lombok dan sebagian kecil (Pulau) Sumbawa. Suara mobil lewat dan atau sekedar ketukan palu tukang bangunan sebelah rumah, sudah cukup membuat bersedak mengambil ancang-ancang berlari. Ditambah lagi berita-berita (sumir), beberita tentang bencana gempa bumi di berbagai daerah di Indonesia akhir-akhir semakin menambah kekhawatiran. Wajar resonansi kegelisahan ini masih terbaca. Tak kurang dari enam kali gempa dahsyat itu terjadi. Ribuan kali gempa susul-menyusul sepanjang bulan Agustus-September 2018. Tak ada sinyal yang datang berkabar, tahu-tahunya suara dentuman dan pergerakan alam mengoyak bumi. Setidaknya 564 jiwa meninggal dunia, 1.584 orang luka-luka, dan 445.343 penduduk mengungsi. Kerusakan prasarana dan sarana skala besar terjadi seperti rumah penduduk 222.530 unit, gedung kantor, prasarana transportasi darat, prasarana sumber daya air, fasilitas kesehatan, pendidikan, tempat ibadah, hotel, toko dan berbagai fasilitas umum. Sektor yang paling terkena dampak dari gempa adalah sektor pendidikan dan permukiman. Output kedua sektor tersebut turun masing- masing sebesar 16,79% dan 14,53% di tahun 2018. Sektor kesehatan juga mengalami penurunan output sebesar 4,93%. Sektor pariwisata yang merupakan salah satu prioritas pembangunan terkena dampak terbesar keempat. Output sektor pariwisata turun hingga 4,89%. Pentingnya Mitigasi Kebencanaan: Belajar dari Gempa Lombok Sumbawa 209

Bencana di Indonesia selalu meninggalkan jejak kehancuran yang massif tingkat kerusakannya. Gempa tahun 2004 telah menyapu bersih Aceh; Bantul Yogjakarta dan sekitarnya rata dengan tanah, Gempa Mentawai tahun 2010, Palu dan sekitarnya tahun 2018 juga tak urung mewariskan prasasti kejatuhan yang luar biasa, Lombok (dan Sumbawa) tahun 2018 dan kurang luluh-lantahnya, Maluku masih segar terdengar hari-hari ini. Entah, bagian mana lagi dari bumi Indonesia yang akan disasar bencana gempa bumi. Tidak ada satu pun daerah di Indonesia yang betul-betul sepi dari bencana, kapan pun dapat terjadi tanpa sepenuhnya dapat diprediksi kepastiannya. Di hampir semua kasus kebencanaan, secara kasatmata rakyat seakan “mati konyol” karena tidak mengerti upaya menyelamatkan diri, ketika gempa awal atau pre disaster datang mengguncang. Nampaknya kita perlu berjalan menengok negeri- negeri di seberang sana. Jepang adalah rujukan terbaik terkait dengan management disaster, Chili dan Meksiko yang berada nun jauh di Amerika Selatan juga merupakan laboratorium manajemen kebencanaan; Turki yang berada di antara dua benua: Eropa dan Asia pun adalah contoh terbaik yang dapat ditimba pengalaman kebencanaan mereka. Persoalannya sama: rentan bencana, khususnya hancur lebur karena dilanda gempa bumi, namun berdamai dengan siklus alamiah alam. Bagusnya adalah, sekalipun bencana begitu berdampak, namun nyawa yang bisa terselamatkan, rumah, dan fasilitas publik lainnya yang masih utuh. 210 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Pentingnya Mitigasi Kebencanaan: Belajar dari Gempa Lombok Sumbawa 211

Pertanyaannya, sihir apa yang mereka mainkan? Rumusannya sederhana, semua terkait dengan prinsip- prinsip dasar Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Secara teoretik, kita dapat mengurangi kerentanan dengan merencanakan dan menyertakan manajemen pengurangan risiko bencana dalam kebijakan. Perencanaan yang lebih baik dapat meminimalisir kerusakan dan mengurangi korban jiwa. Pencegahan jauh lebih murah dibandingkan dengan bantuan dan tanggap bencana, lebih banyak nyawa akan terselamatkan, biaya rekonstruksi akan berkurang– dan masyarakat pun akan lebih tangguh dalam menghadapi bencana. Dalam ilmu PRB ada tiga faktor utama yang menentukan besaran risiko bencana: hazard (bahaya), vulnerability (kerentanan) dan capacity (kapasitas). Gempa - yang dalam kasus Palu tahun lalu yang disusul dengan tsunami/likuifaksi - hanyalah satu dari tiga faktor di atas. Pada dasarnya, gempa dan tsunami adalah hazards, atau bahaya. Gempa dan tsunami/likuifaksi bisa mengakibatkan jatuhnya banyak korban dan kerugian - dan dengan demikian bahaya bertranformasi menjadi bencana - bila terjadi di wilayah yang masyarakatnya rentan dan tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menghindari bahaya tersebut; misalnya tidak memiliki pengetahuan tentang bencana, tidak memiliki kemampuan untuk membangun rumah yang kuat konstruksinya, atau tidak tahu cara mengevakuasi diri. 212 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

So what have to do? Apa yang harus dilakukan? Pameo ‘hanya keledai (dungu) yang jatuh dalam lubang yang sama, apatah lagi berkali- kali? Bencana, apapun bentuknya, idealnya harus melahirkan public awareness (kewarasan publik) untuk menginisiasi hadirnya organisasi lokal untuk mitigasi dan penanggulangan bencana. Pentingnya Mitigasi Kebencanaan: Belajar dari Gempa Lombok Sumbawa 213

Kita akui bahwa partisipasi masyarakat soal ini sangat rendah, bahkan boleh dikatakan belum nampak. Masyarakat cenderung diam dan menunggu aktor utama, yaitu pemerintah dan atau LSM sehingga silang-sengkarut penanganan kebencanaan menjadi sangat berat. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengedukasi-menyiapkan masyarakat di mana pemerintah adalah agen utama yang melakukan instalasi pengetahuan kebencanaan-kegempaan. Jepang misalnya, negara yang paling serius melakukan transfusi-simulasi serta alih pengetahuan kebencanaan sejak di pendidikan usia dini. Simulasi yang melibatkan massa dalam jumlah yang banyak, bahkan satu jutaan untuk di Chili misalnya. Skema simulasi betul-betul dipahami sebagai ‘fakta yang sedang terjadi’ dan bukan hanya sekedar seremonial. Tak heran, alih-alih gempa membuat warga Jepang panik, mereka menanggapinya (secara umum) hanya sebagai fenomena alam yang biasa. Indonesia, NTB secara khusus, sedang berjalan menyusuri jalan berat sadar bencana dengan dibentuknya “Desa Sadar Bencana” dan “Sekolah/Madrasah Aman Bencana. BPBD NTB pun secara periodik melakukan sosialisasi penanganan bencana, simulasi geladi posko dan geladi lapang, penyusunan Renkon dan pembentukan Destana dan SAB. Di luar itu, BPBD NTB juga melakukan penyebaran informasi kebencanaan melalui Pusdatin Bencana, dan buku khutbah Jum’at tentang penanggulangan dan mitigasi bencana. Selain itu, BPBD NTB juga melakukan pemasangan EWS, pembentukan 214 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

jalur evakuasi, Tempat Evakuasi Sementara (TES), peningkatan sarana prasarana kebencanaan, peningkatan kapasitas SDM kebencanaan. Kedua, perencanaan pembangunan melalui piñata ruang berbasis bencana. Menyadari bahwa NTB adalah daerah dengan karakteristik geomorfologi rentan bencana gunung api dan gempa bumi dengan potensi sumber bencana gempa dan tsunami di wilayah selatan Lombok sampai Sumbawa (megatrush zone), maka risiko bencana di kawasan ini dapat dikurangi dengan tata ruang dengan pendekatan mitigasi bencana. Beberapa pertimbangan penataan ruang kawasan rawan bencana adalah menghindari pembangunan di daerah yang rawan bencana, mengamankan daerah terbangun di lokasi yang potensial bencana terjadi, memindahkan lokasi kegiatan budi daya dari lokasi yang posibilitas bencana terjadi ke daerah yang lebih aman, membatasi intensitas ruang serta merencanakan lokasi tapak serta konstruksi bangunan. Ketiga, konstruksi bangunan yang tahan gempa. Pada dasarnya, jatuhnya korban yang banyak di banyak kasus gempa di bumi di Indonesia, boleh jadi bukan karena faktor kuat/besarnya ‘tabrakan’ alam, melainkan disebabkan oleh rapuhnya bangunan yang mudah runtuh. Konstruksi yang kuat adalah salah satu unsur penting untuk mengurangi jatuhnya korban di saat gempa. Kuatnya konstruksi bangunan di sana berkontribusi pada kecilnya angka luka dan kematian saat gempa terjadi. Saat bahaya datang, bangunan pun dapat benar-benar berfungsi Pentingnya Mitigasi Kebencanaan: Belajar dari Gempa Lombok Sumbawa 215

menjadi pelindung, bukan pembunuh orang-orang yang bernaung di dalamnya. Untuk memastikan keselamatan penduduk, rumah-rumah penduduk yang baru dibangun harus dirancang agar tahan gempa. Dengan begitu, gempa bumi yang kuat tidak mudah menyebabkan rumah roboh. Bangunan yang runtuh merupakan salah satu penyebab cedera dan kematian akibat gempa. Di Jepang, semua bangunan harus mengikuti dua persyaratan ketat dari pemerintah, yaitu bangunan dijamin tidak akan runtuh karena gempa dalam 100 tahun ke depan. Syarat lain adalah bangunan dipastikan tidak akan rusak dalam 10 tahun pembangunan. Tapi kita semua perlu akui bahwa konstruksi bangunan tahan gempa ala Jepang dan atau negara maju lainnya sungguh tidak mudah dan berbiaya tinggi. Tapi ini bukan berarti tidak mungkin. Rumah tahan gempa tidak harus mahal. Rumah adat Sasak yang berbahan dasar kayu, bambo, rotan, dan bersumber dari alam lainnya merupakan bukti nyata bahwa local heritage/local wisdom yang ramah terhadap bencana ketika terjadi gempa bumi Lombok setahun silam. Keempat, sistem peringatan dini (early warning system). Seiring dengan kemajuan teknologi, media televisi, BMKG, dan bekerjasama dengan operator telepon seluler secara rutin menyampaikan informasi yang up to date mengirimkan informasi kebencanaan (baca: gempa) yang valid, cepat, tepat, akurat dan terpercaya termasuk peringatan bagi wilayah-wilayah yang potensial terdampak. Kesahihan- kecepatan informasi menjadi sangat krusial bagi masyarakat yang terpapar bencana untuk mengimbangi merebaknya 216 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

informasi hoaks yang justru sebarannya jauh lebih cepat yang efeknya menciptakan histeria dan ketakutan yang massif. Dengan demikian, masyarakat dapat melakukan swa-evakuasi dengan menjauhi daerah-daerah yang potensial hazardness (bahayanya) lebih tinggi. Masyarakat NTB nampaknya semakin sadar akan pentingnya informasi dari Pemerintah yang disampaikan oleh BMKG. Kelima, membangun sistem data kebencanaan. Anomali data adalah persoalan pelik terkait dengan penanganan kebencanaan sehingga menyulitkan dalam mendistribusikan bantuan sehingga yang terlihat di permukaan banyak korban yang terpapar bencana yang tak tertangani dengan baik. Di sinilah, pentingnya statistika kebencanaan yang dalam konteks NTB, kami sebut dengan “NTB Satu Data Kebencanaan” yang mencakup data pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana untuk memudahkan dalam pembuatan dan perumusan berbagai langkah upaya penanggulangan melalui keterpaduan kebijakan dan perencanaan khususnya dalam pengurangan risiko bencana. Keenam, membangun kesadaran literasi kebencanaan. Public awareness soal kebencanaan di masyarakat kita masih sangat rendah dengan cara pandang bahwa bencana yang terjadi adalah given dan atau takdir. Karenanya, publikasi, edukasi, dan kampanye terus menerus dilakukan untuk memberikan pemahaman bahwa bencana, apapun bentuknya, bisa diminimalisir dampaknya seiring dengan tumbuhnya kesadaran kebencanaan. Pentingnya Mitigasi Kebencanaan: Belajar dari Gempa Lombok Sumbawa 217

Di atas semua itu, bahwa manajemen kebencanaan menuntut keterlibatan kita semua. Karenanya sinergitas dengan membangun kemitraan dengan OPD dan NGO terkait, serta Korem dan Polda, serta berkoordinasi dengan BPBD Kab/Kota senantiasa dilakukan untuk mencegah, menanggulangi, dan memberikan edukasi kebencanaan kepada masyarakat. Manajemen kebencanaan jelas bukan persoalan yang sederhana. Masalah ini semakin pelik karena (politik) anggaran yang masih dirasa terbatas yang berimplikasi pada kapasitas serta sarana prasana sehingga menjadi kendala bagi BPBD dalam melaksanakan tugasnya. Kendala dana menjadi faktor penyebab utama mengapa tindakan mitigasi dan penanggulangan bencana kurang berkualitas, kurang menolong tindakan prevensi, juga kurang memuaskan rakyat/para korban pada tahapan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi; kurangnya koordinasi antar-lembaga terkait, kurangnya daya dukung daerah terhadap penanganan bencana, serta masih rendahnya kesadaran masyarakat adalah persoalan-persoalan dalam penanggulangan bencana. Menjadi kenyataan memang masih banyak masyarakat yang belum siap menghadapi bencana. Walhasil diperlukan literasi bencana secara massif untuk mengedukasi masyarakat. Luasnya wilayah geografis 218 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Indonesia maka harus diimbangi dengan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana sebagai kunci dalam menghadapi bencana. Negara karenanya mesti hadir melalui kebijakan-kebijakan yang pro disaster demi Indonesia yang tangguh dan mantap. Pentingnya Mitigasi Kebencanaan: Belajar dari Gempa Lombok Sumbawa 219

SUTOPO PURWO NUGROHO, PAHLAWAN BENCANA ITU TELAH PERGI 220 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Kabar duka datang dari Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho. Pria 49 tahun itu meninggal dunia di Guangzhou, China pada Minggu (7/7/2019) dini hari WIB. Pak Sutopo tutup usia pada pukul 02.00 waktu Guangzhou. Kabar meninggalnya Pak Sutopo diungkap Direktorat Pengurangan Risiko Bencana (PRB) BNPB via Twitter. “Telah meninggal dunia Bapak @Sutopo_PN, Minggu, 07 July 2019, sekitar pukul 02.00 waktu Guangzhou/pukul 01.00 WIB. Mohon doanya untuk beliau,” kicau Direktorat PRB. Penyakit paru-paru mengakhiri hidup Pak Sutopo pada usia 49 tahun. Kematian Pak Sutopo yang mengabdi di Badan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejak tahun 2010, membuat kita semua sedih dan kehilangan. Wajar kita semua merasakan kehilangan karena Pak Sutopo selalu menjadi sumber berita utama untuk menjelaskan tentang suasana terkini tentang kebencanaan di Indonesia. Tak peduli dengan kanker paru-paru yang dideritanya, Pak Sutopo tetap berjibaku melawan sakitnya untuk menyampaikan informasi bencana secara terus menerus. Penjelasannya yang lengkap dan terperinci mengenai bencana dengan bahasa yang gampang, gamblang, dan mudah dimengerti telah membantu masyarakat untuk memahami apa yang berkaitan dengan bencana yang sedang terjadi. Sampai pada waktunya, ia harus mengalah dengan Sutopo Purwo Nugroho, Pahlawan Bencana Itu Telah Pergi 221

penyakit yang menggerogotinya dengan mengupayakan pengobatan ke Guangzhou, Cina. Sebelum pergi berobat ke Guangzhou pada 15 Juni 2019, lewat akun instagram pribadinya, Pak Sutopo yang dikenal dengan wartawan ini menyampaikan, “Hari ini saya ke Guangzhou untuk berobat dari kanker paru yang telah menyebar di banyak tulang dan organ tubuh lain. Kondisinya sangat menyakitkan sekali. Saya mohon doa restu kepada kepada semua netizen dan lainnya.” Masih dalam unggahan yang sama, ia masih menyempatkan diri meminta maaf apabila nantinya tak dapat mengabarkan info bencana seperti biasanya. “Saya mohon doa restu kepada semua netizen dan lainnya. Jika ada kesalahan mohon dimaafkan. Sekaligus saya dimaafkan atas kesalahan dan dosa. Saya di Guangzho selama 1 bulan. Maaf jika tidak bisa menyampaikan info bencana dengan cepat. Mohon maaf ya”. Sutopo Puwo Nugroho lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 7 Oktober 1969. Ia merupakan anak pertama Suharsono Harsosaputro dan Sri Roosmandari.SD, SMP, dan SMA-nya itu ia jalani di kampung halamannya. Ia memperoleh gelar S-1 geografi di Universitas Gadjah Mada pada 1993, dan ia menjadi lulusan terbaik di sana pada tahun itu. Ia memeroleh gelar S2 dan S3 di bidang hidrologi di Institut Pertanian Bogor. 222 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Pada 17 Januari 2018, Sutopo mengumumkan bahwa ia mengidap kanker paru-paru stadium IV dan masih berada di bawah tahap perawatan. Keluarga dan dokternya telah memintanya untuk berhenti beraktivitas, namun ia menolak, meskipun sakit. Karenanya ia juga terpaksa pakai morfin. Ia juga masih tetap bersemangat dan tak pernah surut. Dalam suatu wawancara, Sutopo sempat mengaku hatinya hancur ketika dokter memvonisnya mengidap kanker paru-paru stadium 4B, tapi komitmen dan loyalitasnya untuk orang banyak telah mengalahkan kekhawatirannya. “Hidup bukan soal panjang pendeknya usia. Tapi seberapa besar kita dapat membantu orang lain,” katanya suatu ketika. Terlepas dari soal vonis kanker yang menghinggapi Sutopo,di kala bencana datang tiba-tiba di tengah malam, dia pun dengan sigap menyebar informasi yang lengkap kepada wartawan lewat grup WhatsApp media yang dibentuknya. Bahkan, pernah pula di saat kondisinya kian memburuk, Sutopo tetap nekat menggelar jumpa pers. Padahal, beberapa jam sebelumnya, Sutopo harus dipasang infus di rumah sakit. “Saya tahan sakit itu. Rasa nyeri di tubuh saya lawan. Saya harus terus menyampaikan informasi bencana ke media dan masyarakat,” ujarnya sembari berusaha menahan rasa sakit dan nyeri yang menyerang seluruh tubuhnya. Di tengah gencarnya hoaks tak bertanggungjawab serta minimnya pengetahuan awam soal kebencanaan, Sutopo adalah suara yang paling kredibel dan dapat dipercaya dalam penyebaran informasi terkait dengan Sutopo Purwo Nugroho, Pahlawan Bencana Itu Telah Pergi 223

bencana alam di Indonesia. Tak heran kemudian ia sangat aktif membagikan berbagai informasi sekecil apapun terkait kebencanaan. Kita, warga NTB, khususnya masyarakat Lombok- Sumbawa yang terpapar gempa bumi sangat kehilangan serta berbelasungkawa dengan ‘kepergiannya’ Pak Sutopo. Beritanya yang bernas dan terbarukan selalu ditunggu kehadirannya. Suaranya adalah representasi kehadiran negara, juga janji pemerintah. “….Yang utama adalah penanganan terhadap dampak korban bencana. Potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana nanti. Tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional. Pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat Pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Perkuatan itu adalah bantuan anggaran, pengerahan personil, bantuan logistik dan peralatan, manajerial dan tertib administrasi. Dana cadangan 224 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

penanggulangan bencana sebesar Rp 4 trilyun yang ada di Kementerian Keuangan dengan pengguna oleh BNPB siap dikucurkan sesuai kebutuhan. Jika kurang Pemerintah siap akan menambahkan dengan dibahas bersama DPR RI. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa Lombok diperkirakan lebih dari Rp. 7 trilyun juga akan dianggarkan oleh Pemerintah Pusat. Bahkan Presiden akan mengeluarkan Instruksi Presiden tentang percepatan penangan dampak gempa Lombok. Pemerintah pusat total memberikan dukungan penuh bantuan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan kota serta tentu saja yang paling penting kepada masyarakat… Dalam penanganan bencana, apalagi urusan bencana sudah menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah maka kepala daerah adalah penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. Pemerintah pusat hadir memberikan pendampingan atau penguatan secara penuh,” dalam sebuah press release yang disampaikannya pada tanggal 20 Agustus 2019 untuk menjawab kerisauan masyarakat seputar penanganan gempa beberapa waktu lalu”. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un… Kullu nafsin dza’iqatul mawt (Setiap yang bernyawa pada akhirnya akan merasakan kematian). Doa-doa tulus akan terus mengalir dari masyarakat Indonesia, khususnya dari kami masyarakat NTB yang telah merasakan loyalitas pengabdianmu yang luar biasa. Semoga dedikasimu akan menjadi amal soleh yang akan melapangkan kuburanmu… Amin… Allahumma amin… Sutopo Purwo Nugroho, Pahlawan Bencana Itu Telah Pergi 225

MITIGASI KRISIS AIR DAN KEBERLANGSUNGAN TATANAN DUNIA 226 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Menurut Aaron Wolf, profesor geografi di Oregon State University yang mendalami manajemen sumber daya air dan kebijakan lingkungan, ada tiga isu utama terkait air pada abad 21. Isu yang utama adalah yang paling mendasar: kekurangan air. Kondisi tanpa air bersih akan sama mematikannya dengan malaria atau HIV/AIDS. Masalah kedua adalah dampak politik dari ketiadaan air. Contohnya di Suriah, kekeringan yang mengubah sejarah itu kemudian mendorong orang- orang bermigrasi ke kota-kota, menyebabkan naiknya harga pangan, dan memperparah ketegangan antar-negara yang memang sebelumnya sudah ada. Pada akhirnya mereka menjadi “pengungsi iklim”, yang pergi ke negara lain untuk mencari tempat dengan ketersediaan air yang lebih baik, dan pada akhirnya menyebabkan ketegangan politik. Isu terbesar ketiga adalah aliran air yang melewati batas negara dan bergerak dari satu negara ke negara lain. Dan di sinilah munculnya diplomasi air antar-negara. Air tercatat dalam sejarah sebagai sumber sejumlah konflik di dunia. Sebut saja perang saudara di Chad, Darfur (Sudan), Gurun Pasir Ogaden (Ethiopia) dan Somalia. Belum lagi persoalan di Yaman, Irak, Pakistan dan Afganistan, yang semuanya berada di daratan tandus. Kelangkaan air menyebabkan gagal panen, hewan ternak sekarat, kemiskinan ekstrem, dan keputusasaan. Kondisi ini menyebabkan pemerintah setempat kehilangan legitimasi, karena tidak mampu menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi rakyatnya, yakni air bersih dan kebutuhan cocok tanam. Sementara itu, tak jauh dari Indonesia, dua negara Mitigasi Krisis Air dan Keberlangsungan Tatanan Dunia 227

tetangga membuat perjanjian khusus soal air. Singapura dan Malaysia. Setelah memisahkan diri dari Malaysia pada 1965, Singapura baru sadar bahwa ada masalah besar: tak memiliki pasokan air. Di daratan Singapura tidak ada mata air. Baik untuk rumah tangga maupun industri. Karenanya, sejak lama wilayah itu hanya mengandalkan pasokan air dari aliran sungai di Johor, Malaysia, yang masuk ke wilayahnya. Hampir semua negara di dunia mengalami persoalan pelik perihal debit air yang semakin menipis sebagai dampak dari perubahan iklim. Indonesia adalah salah satu negara dunia yang kerapkali yang terpapar bencana defisit air/kekeringan. Pusat Analisis Situasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Pastigana BNPB) pada bulan Juni lalu misalnya memperkirakan akan terjadi hari tanpa hujan kategori ekstrem atau lebih dari 60 hari di wilayah-wilayah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Secara teoretis, fenomena kekeringan dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu: (a) kekeringan meteorologis, yaitu kekeringan yang berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim di suatu kawasan; (b) Kekeringan hidrologis, berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah, diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah; (c) kekeringan agronomis, yaitu kekeringan yang berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas. kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan meteorologis, 228 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

dan (d) kekeringan sosial ekonomi, yaitu kekeringan yang berkaitan dengan kondisi di mana pasokan komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat terjadinya kekeringan meteorologi, hidrologi dan agronomi. Tak heran kemudian, persoalan kekeringan dan kelangkaan air kilan-berkelindan dengan persoalan kemiskinan karena defisit air akan menyebabkan rendahnya produktivitas (ekonomi). NTB adalah satu daerah langganan ‘penyakit alam’ bencana kekeringan. Siklus alamiah ini tak dapat dielak karena kountur alamnya memang rentan akan terjadinya fenomena tahunan ini. Sebagai fenomena lanten mestinya kita di NTB lebih dewasa menyikapi bencana kekeringan dengan mapping dan mitigasi untuk meminimalisir dampak Mitigasi Krisis Air dan Keberlangsungan Tatanan Dunia 229

negatif dari bencana kekeringan. Mitigasi (bencana kekeringan) adalah keharusan untuk mengurangi dampak bencana, yang bisa dilakukan sebelum terjadinya bencana, termasuk kesiapsiagaan dan penyusunan rencana jangka panjang untuk mengurangi dampak bencana. Mitigasi kekeringan menjadi tanggung jawab pemerintah yang memerlukan kerja sama dari para pemangku kepentingan lain, seperti masyarakat dan dunia usaha. BPBD NTB misalnya telah memetakan daerah yang rawan bencana kekeringan yang mencakup 69 kecamatan, 302 desa, dan 9 kota/kabupaten serta mengancam 185.708 keluarga atau 674.7017 jiwa terdampak. Penanganan secara darurat seperti dropping air bagaimanapun perlu dilakukan tapi itu tidak menyelesaikan masalah yang menahun ini. Tangkisasi air seakan menjadi kultur musiman yang tak dapat dihindarkan. Apa boleh buat. Tak ada pilihan lain yang dapat dilakukan pada kondisi krusial ketika bencana kekeringan melanda sekalipun upaya ini hanya dapat memenuhi kebutuhan akan air yang sifatnya urgen serta hanya mungkin dilakukan sementara waktu untuk kebutuhan makan, minum, dan pokok lainnya demi menyelamatkan warga masyarakat terdampak dari kekurangan air, penyakit epidemik, dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini memang tidak baik dibiarkan berkepanjangan serta berlarut karena efeknya akan sangat banyak bagi keberlangsungan hidup manusia. Efek sosial- ekonomi dari bencana kekeringan jelas tidak ringan karena akan mengurangi produktivitas tanaman, dan hutan; mengurangi persediaan air; kelaparan, malnutrisi, 230 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

meningkatkan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan serta kerusakan habitat flora fauna; memberi dampak buruk pada kualitas hewan ternak; meningkatkan kematian binatang peliharaan; memungkinkan munculnya penyakit pada tanaman; menimbulkan erosi dan memicu bencana alam lain semisal banjir, dan yang tidak kalah menakutkan adalah akan menurunkan hasil pertanian dan tanaman produksi, berkurangnya tingkat kesejahteraan petani, dan memicu tingginya angka inflasi akibat defisit persediaan pangan (www.fao.org. Drought, FAO Land & Water). Kemiskinan dan rendahnya produktivitas ekonomi adalah sisi lain yang tak dapat dihindarkan dari bencana kekeringan. Defisit kesejahteraan akan semakin sulit diurai seperti yang terjadi di banyak negara-negara di Afrika. Pemerintah (pusat dan daerah) karenanya melakukan upaya pengeboran sumber air/pompanisasi di beberapa titik yang berdekatan dengan lokus berdampak kekeringan. Strategi ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan air yang lebih besar seperti untuk kebutuhan lahan pertanian dan peternakan. Revitalisasi dan pembuatan danau (buatan), embung, juga waduk serta bendungan di lokasi- lokasi yang rawan kekeringan untuk menampung air saat musim hujan dan mengatasi kekeringan di musim kemarau adalah upaya yang digenjot oleh pemerintah belakangan ini untuk meminimalisir krisis air. Pun, kita masih punya waktu untuk menyelamatkan paruh dunia dari kelangkaan sumber air bersih dengan melakukan penanaman kembali pohon-pohon, reboisasi, pemeliharaan hutan-hutan lindung dan tropis yang berfungsi dengan Mitigasi Krisis Air dan Keberlangsungan Tatanan Dunia 231

daerah resapan dan penyimpan air. Masyarakat pun harus semakin sadar bahwa persoalan kekeringan dan kekurangan air bukanlah persoalan yang tak mungkin diselesaikan. Pembuatan sumur resapan, biopori, penanaman pohon serta ruang terbuka hijau adalah peran-peran kecil yang dapat dilakukan oleh masyarakat di tengah keterbatasan pemerintah menanggulangi bencana kekeringan. Air adalah masa depan dunia. Konflik dan perang dunia ke depannya salah satunya dipicu oleh perebutan sumber air. Bank Dunia dan PBB telah memperingatkan bahwa dunia dalam bahaya krisis air global. Laporannya bersama Bank Dunia dan PBB menyatakan bahwa saat ini 40% populasi dunia mengalami kelangkaan air dan 700 juta orang akan menderita akibat kelangkaan air parah pada tahun 2030. “Air, perdamaian, dan keamanan saling berhubungan satu sama lain. Tanpa manajemen sumber air yang efektif, kita menghadapi resiko peningkatan konflik antar-masyarakat dan antar-sektor, dan tensi antar-negara pun semakin intensif,” ujar Gutteres, peneliti dari World Research Institute (WRI). Pesan senada pernah disampaikan oleh Ismael Serageldin, eks Wakil Presiden Bank Dunia, “Perang di masa depan tidak lagi dipicu oleh perebutan emas hitam (minyak), tetapi oleh emas biru (air)”. Atas dasar itulah, dalam program The Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan ke-13 disebutkan “Mengambil aksi nyata untuk menanggulangi perubahan iklim beserta dampaknya” bagi peradaban dunia. 232 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

INDEKS A Api 3, 5, 18, 48, 55, 104, 140, 142, 160, 161, 191, 215 Adat istiadat 11 Adu-domba 3 Aplikasi 87, 88, 91, 92, 93 Afrika 99, 231 Aplikator 175 Agama 4, 5, 8, 12, 13, 17, 20, 21, Arab 7, 11, 16, 49, 75, 77, 87, 119, 22, 25, 40, 42, 45, 47, 53, 83, 121, 141 99, 104, 107, 108, 109, 111, Ash-Shaulatiyah 13, 14 114, 124, 125, 151, 185, 196 Asia 11, 99, 161, 210 Air xii, 6, 226, 227, 232 Awiq-awiq 110 Aisyah 104 Akademik 41, 42 B Akademisi 4, 38, 42, 45 Akses 12, 19, 58, 60, 62, 80, 112, Babad Lombok 159 115, 125 Bad governance 58 Aktor 6, 52, 83, 92, 102, 108, 131, Bait 159 132, 133, 214 Balaghah 12 Al-Ishlah wal Irsyad 48 Bangkit vii, 3, 6, 155, 189, 199 Al-Jamiatul Al-Khairiyah 48 Bangladesh xi, 76, 79, 82, 83 Al-Khairat 48 Bangsa 3, 4, 6, 9, 23, 25, 27, 28, 29, Al-Masysyath 13, 16 Al-Mujahidin 5, 7, 18, 20, 21 30, 31, 34, 44, 50, 52, 53, 55, Al-Qur’an 104, 107, 119, 120, 121, 64, 78, 103, 110, 116, 120, 124, 139, 182, 184, 187 133, 139, 140, 141, 142 Amal jariyah 26, 50 Banjir 157, 160, 161, 165, 191, 231 Android 88 Bank xi, 57, 76, 80, 81, 82, 83, 201, APBD 61 202, 203, 204, 232 233

Batak 95 217, 218, 224, 225, 229, 230, Bayi 82, 120, 140 231, 232 Belajar 13, 16, 79, 81, 95, 113, 126, Dahaga 22, 138 Dakwah 9, 18, 22 154 Dapur 151 Belanda 6, 7, 8, 11, 12, 16, 18, 19, Darah vi, 3, 34, 140 Data 41, 101, 130, 154, 176, 191, 20, 21, 40, 47, 52 217 Bermi 5, 17, 47 Debit 228 Bintang 22 Dejavu 139, 142 BKKN 110 Demokrasi 129, 135, 140 BMKG 216, 217 Desa 70, 99, 130, 155, 159, 161, BMT 54, 84 163, 164, 165, 175, 176, 230 BNPB viii, 161, 163, 178, 191, 195, Dimensi 6 Dinas Sosial 9, 41, 44, 68, 69, 70, 198, 200, 201, 202, 221, 225, 71, 72, 73, 84, 111 228 Disabilitas 119, 120, 121, 122, 123, Borjuis 134 124, 125, 126 BPBD vii, 155, 165, 166, 194, 198, Disaster management 154, 178, 201, 202, 203, 207, 214, 218, 201 230 Distribusi 152, 153, 182, 183, 185 Bubble economy 58 Doa 21, 45, 55, 222, 225 Budaya 71, 165 Doni Monardo viii, 178, 200 Budi Utomo 48 Driver 88, 92 Buih 8, 22 BUMDES 62 E C Edukasi 109, 111, 112, 115, 133, 166, 217, 218 Cahaya vii, 12, 47, 55 Caleg 132, 133 Efisiensi 62, 67 Ceguk 22 Ego 66, 138, 141 Cerita 11 Ekonomi 49, 54, 57, 58, 59, 60, 63, CSR 83 Cuaca 58, 89, 92, 160, 161 69, 70, 71, 72, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 84, 85, 87, 99, 105, D 114, 170, 185, 191, 196, 199, 200, 229, 230, 231 Daerah 9, 11, 28, 29, 30, 34, 48, 59, Ekslusif 25 60, 65, 66, 68, 79, 95, 109, Ekspresi 137, 181 113, 114, 146, 147, 150, 151, Ekstrem 160, 227, 228 153, 155, 161, 166, 177, 178, Empati 137, 189 200, 201, 203, 209, 210, 215, Epidemi 161 234 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

Estetika 133, 138 122, 125, 134, 171, 198, 199 Etika 138 Hamzanwadi xi, 6, 31, 46 Etnis 25, 29 Harga 131, 153, 227 Hari Kartini 6 F Hate speech 141 Hatta 139, 140 Facebook iv, 93 Hazard 212 Fenomena 99, 112 Heritage 216 Figur 3, 35, 39 Hidrometeorologi 191 Film 111, 112 Hidup vii, 3, 26, 55, 59, 64, 69, 70, Fiqih 12, 104 Fiskal 58, 63, 66, 183 72, 77, 79, 81, 82, 90, 95, 96, Formal 12, 19, 28, 75, 80, 126 99, 102, 103, 116, 131, 138, Frustasi 133 139, 150, 155, 165, 169, 188, 199, 207, 221, 230 G Hiziban 51 Hoaks 141, 217, 223 Gemah ripah loh jinawi 3 Hutan 61, 160, 161, 165, 191, 230, Gempa vi, xii, 144, 145, 146, 147, 231 150, 159, 162, 168, 170, 174, I 190, 194, 201, 202, 203, 208, 210, 212 Ijazah 15 Gempa bumi 146, 147, 160, 161, Ikhtiar vii, 38, 41, 42, 44, 45, 69, 162, 169, 178, 191, 194, 195, 198, 202, 205, 207, 209, 210, 77, 79, 85, 126, 204 215, 216, 224 Iklim 184, 227, 228, 232 Gengsi 87, 89, 90, 96 Imigran 13 GenRe 110 Inbox 94 Gerindo 48 Indische Partij 48 Gestalt 27, 34 Indische Vereeniging 48 Global 64, 99, 232 Individu 133, 153 Grameen Bank xi, 76, 80, 81, 82, Indonesia vi, 3, 6, 7, 9, 16, 19, 20, 83 Grass root 133 22, 23, 27, 29, 30, 34, 35, 38, Gumi 47 40, 44, 48, 52, 53, 57, 58, Gunung Tambora 157 59, 60, 65, 71, 83, 94, 95, Guru Mukminah 12 99, 100, 101, 103, 108, 110, 115, 129, 130, 133, 139, 140, H 142, 151, 152, 160, 161, 167, 178, 185, 189, 191, 199, 200, Hak ii, v, 6, 12, 28, 29, 62, 71, 115, 201, 202, 205, 207, 209, 210, 214, 215, 219, 221, 224, 225, 227, 228 Indeks 235

Indonesia Raya 3, 29, 30, 48 Konflik 49, 58, 141, 161, 227, 232 Infrastuktur 58 Konstituante 9, 22 Insan kamil 137 Kontemporer 119, 181, 184 Instagram 93, 222 Kontribusi 9, 22 Integritas 84, 137 Koridor 189 Intelektual 4, 12, 54, 78 Korupsi 58, 134 Islam xi, xii, 5, 8, 11, 16, 28, 39, Kredit 62, 80, 81, 82, 84 Krisis 57, 58, 231, 232 48, 49, 52, 92, 99, 105, 107, KUBE 71 108, 118, 120, 121, 124, 125, Kultural vi, 6, 19, 22, 25, 26, 34, 140, 141, 146, 147, 180, 181, 182, 185 47, 53, 78, 82, 85, 104, 132, Istimewa 12, 13, 40, 120 134 J L Jahat 3, 116, 131, 132 Langgar 26 Jahil 47, 106 Laskar 7 Jama’ah viii, 7, 12, 21, 142 Legal 80, 82, 84, 131 Janda 103, 117 Lembaga 4, 5, 11, 19, 22, 39, 40, Jawa 3, 11, 41, 158, 222, 228 Jihad 8, 22, 124, 183 48, 57, 62, 72, 78, 80, 84, 94, Joko Widodo 25, 32, 44, 51, 60, 111, 166, 185, 196, 218 Lesu 145 64, 197 Letusan 157, 158, 161 Life skill 84 K Likuifaksi 134, 212 Lindu 145 Kabar 3 Lokal 9, 25, 54, 62, 69, 71, 110, Kanker 221, 222, 223 111, 177, 213 Kapitalis 134 Lombok v, vi, xii, 4, 8, 11, 16, 17, Katastrofi 157, 160 21, 22, 31, 40, 47, 88, 90, Kaya 3, 11 100, 101, 109, 110, 114, 145, Kebangsaan xi, 2, 6, 48, 136 146, 147, 150, 151, 157, 159, Keislaman 9, 40, 52 161, 162, 165, 171, 174, 176, Klasik 107, 119 191, 194, 195, 199, 201, 205, Kolonialisme 3, 12, 13, 47, 49, 52 208, 209, 210, 215, 216, 224, Komitmen viii, 6, 9, 34, 64, 73, 79, 225 Lombok Utara 146, 147, 194, 195 80, 84, 85, 142, 174, 178, Longsor 146, 151, 152, 159, 160, 182, 197, 223 161, 165, 184, 189, 191 Lorong 8, 22, 55, 133 Low level problem 57 236 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB

LSM 4, 78, 214 112, 116, 131, 134, 216, 223 Media sosial 93, 94, 95, 99, 111, M 112, 116, 131, 134 Maghribi 12 Mekah 4, 12, 13, 16 Ma’iyyah 55, 141, 142 Memori 25, 209 Majdi viii, 43, 44, 64, 65, 73, 79 Merariq 109 Makan 59, 90, 91, 95, 150, 151, Merdeka 20, 140 Mikro 61, 62, 84 165, 188, 230 Minangkabau 95 Makasar 41, 95 Minum 90, 150, 151, 230 Makmur 3 Miskin xi, 68, 70, 77, 86, 87, 97 Malnutrisi 82, 230 Mitigasi vii, 163, 165, 166, 213, Maluku 3, 210 Manajemen 84, 154, 166, 178, 201, 214, 215, 218, 219, 229 Moneter 58 205, 210, 212, 218, 227, 232 Money politics 129, 130 Marhaban 137 Monopolitik 129 Marjinal 77 Moralitas 47, 130, 133, 153, 154 Masjid xi, 10, 22, 26, 35, 40, 90 Motivasi 70, 84 Masyarakat v, ix, 4, 5, 8, 9, 11, 17, MPR 9, 22 Muhammadiyah 39, 42, 48, 140, 19, 20, 21, 22, 25, 27, 29, 30, 31, 35, 40, 42, 44, 45, 50, 51, 187, 188, 201 52, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 66, Muhammad Yunus 79 67, 68, 69, 70, 71, 72, 77, 78, MUI 9, 41, 106, 189 79, 81, 84, 103, 108, 109, Mumtaz 13 110, 114, 115, 117, 119, 121, 124, 130, 132, 133, 137, 151, N 152, 153, 154, 155, 163, 164, 165, 166, 169, 170, 171, 174, Nahdlah 6 176, 177, 178, 188, 189, 194, Nahdlatul Wathan 5, 7, 8, 9, 19, 196, 197, 198, 199, 201, 204, 205, 207, 209, 212, 214, 216, 21, 26, 39, 42, 52, 53 217, 218, 221, 223, 224, 225, Nahwu-syaraf 12 230, 232 Nalar 105, 108 Masyumi 9, 22, 48 Napas vii, 12, 20, 77, 200, 207 Mathlaul Anwar 48 Nasional vi, 3, 4, 9, 25, 28, 29, 30, Maulanasyaikh vi, xi, 5, 6, 7, 9, 18, 21, 22, 29, 32, 33, 38, 39, 40, 31, 32, 33, 34, 35, 39, 40, 42, 43, 46, 49, 50, 52, 55 41, 43, 44, 51, 60, 102, 161, Mbojo 95, 110, 151 163, 174, 191, 194, 195, 201, MDGs 64, 65, 70, 75 221, 228 Media v, 25, 71, 93, 94, 95, 99, 111, Nasionalisme 6, 48 Nawacita 60 NBDI 6, 7, 19, 31 Indeks 237

Normal 13, 92, 120, 122, 228, 229 Pancor xi, 2, 5, 17, 21, 22, 26, 27, NTB v, vi, vii, viii, ix, xi, xii, 1, 3, 4, 47, 51 9, 20, 25, 27, 31, 34, 35, 38, Pangan 58, 199, 227, 231 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 51, Pan Islamisme 49 52, 54, 56, 60, 61, 63, 64, 65, Parameter 181 66, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 75, Parindra 48 76, 79, 83, 85, 95, 101, 108, Paripurna 40, 137, 199 118, 125, 126, 143, 144, 152, Partindo 48 153, 154, 156, 157, 160, 161, Pasungan 3, 85 162, 163, 164, 165, 167, 168, Pedagang 3, 54, 84 169, 170, 171, 174, 178, 179, Pejuang 3, 7, 21, 140, 152 189, 194, 195, 196, 197, 198, Pembangunan vi, 9, 57, 58, 59, 60, 199, 200, 201, 202, 203, 207, 209, 214, 215, 217, 224, 225, 61, 64, 66, 67, 70, 71, 125, 229, 230 162, 166, 169, 177, 202, 203, NU 48, 139 204, 207, 209, 215, 216 Nusantara 3, 11 Pemerintah 30, 57, 59, 60, 61, 63, Nusa Tenggara iv, xii, 3, 9, 25, 26, 66, 68, 72, 78, 83, 108, 109, 63, 72, 162, 163, 164, 174, 110, 112, 113, 114, 125, 152, 190, 228 153, 155, 163, 164, 174, 185, Nutrisi 58 207, 214, 216, 224, 225, 227, NWDI 5, 7, 19, 31, 40 230, 231, 232 Nyawa 145, 206, 210, 212 Pemilu xi, 9, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 140, 142 O Penderitaan 3, 199 Pendidikan 39, 84, 117, 198 Obor 8 Penduduk 11, 21, 57, 63, 70, 145, Online 87, 92, 95 169, 189, 191, 199, 209, 216 Orde Baru 9, 22, 28, 129 Pengetahuan 5, 8, 12, 13, 20, 22, Orde Lama 9, 28 114, 115, 212, 214, 223 Organisasi 4, 8, 9, 26, 42, 45, 48, Pengungsi 150, 169, 191, 227 Penjajah 7, 29 52, 53, 54, 115, 164, 196, Penyakit 64, 116, 161, 222, 229, 213 230, 231 Otonominasi 129 Perancis 49, 157, 181 Ottoman 49 Perempuan 6, 19, 20, 64, 81, 82, 83, 88, 99, 100, 101, 102, P 103, 109, 114 Pernikahan anak 99 Pahlawan Nasional vi, 3, 4, 9, 25, Perserikatan Ulama 48 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, Persis 48 39, 40, 41, 43, 44, 51 Pias 145 238 N APAS PANJANG MEMBERSAM AI NTB


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook