["3. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja; 4. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas; 5. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri; 6. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; 7. pelayanan untuk mengatasi infertilitas; 8. pelayanan meratakan gigi (ortodonsi); 9. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri; 10. pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupunktur nonmedis, shinshe, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment); 11. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen); 12. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu; 13. perbekalan kesehatan rumah tangga; 14. pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa\/wabah; 15. biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable adverse events). Preventable adverse events adalah cedera yang berhubungan dengan kesalahan\/kelalaian penatalaksanaan medis termasuk kesalahan terapi dan diagnosis, ketidaklayakan alat dan lain-lain sebagaimana kecuali komplikasi penyakit terkait; dan 16. biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan. E. PROSEDUR DAN KOMPENSASI PELAYANAN Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh FKTP kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan, atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi. 94 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","F. KEPESERTAAN JKN Peserta JKN adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar pemerintah. Peserta dalam program JKN terdiri atas 2 kelompok yaitu: 5. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan, dan 6. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan. Peserta PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Peserta bukan PBI jaminan kesehatan adalah pekerja penerima upah dan anggota keluarganya serta bukan pekerja dan anggota keluarganya. Peserta JKN akan diberikan nomor identitas tunggal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Peserta Askes sosial dari PT. Askes (Persero), peserta jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dari PT. (Persero) Jamsostek, peserta program Jamkesmas, dan TNI\/POLRI yang belum mendapatkan nomor identitas tunggal peserta dari BPJS Kesehatan, tetap dapat mengakses pelayanan dengan menggunakan identitas yang sudah ada. Anak pertama sampai dengan anak ketiga dari peserta pekerja penerima upah sejak lahir secara otomatis dijamin oleh BPJS Kesehatan. Bayi baru lahir untuk anak keempat dan seterusnya harus didaftarkan selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN, pasien dinyatakan sebagai pasien umum. Setiap Peserta JKN mempunyai hak sebagai berikut: 1. mendapatkan nomor identitas tunggal peserta; 2. memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas. Fasilitas kesehatan yang dimaksud meliputi: a. pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), b. pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), c. pelayanan gawat darurat, dan d. pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri; 3. memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sesuai yang diinginkan. Perpindahan fasilitas kesehatan tingkat pertama selanjutnya dapat dilakukan setelah 3 (tiga) bulan. Khusus bagi peserta: 1) Askes sosial dari PT. Askes \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 95","(Persero), 2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dari PT. (Persero) Jamsostek, 3) program Jamkesmas, dan 4) TNI\/POLRI, penyelenggaraan JKNdan penentuan FKTP bagi yang bersangkutan ditetapkan oleh BPJS Kesehatan pada 3 (tiga) bulan pertama;dan 4. mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan terkait dengan pelayanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Setiap Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berkewajiban untuk: 1. mendaftarkan diri dan membayar iuran, kecuali Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan yang pendaftaran dan pembayaran iurannya dilakukan oleh Pemerintah; 2. mentaati prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan; dan 3. melaporkan perubahan data kepesertaan kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili, pindah kerja, menikah, perceraian, kematian, kelahiran, dan lain-lain. Tahapan kepesertaan JKN disesuaikan dengan peta jalan (roadmap) menuju jaminan kesehatan semesta\/Universal Health Coverage (UHC) di tahun 2019. Pada tahap awal, kepesertaan program JKN yang dimulai 1 Januari 2014 terdiri dari peserta PBI Jaminan Kesehatan (pengalihan dari program Jamkesmas), Anggota TNI dan PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya, Anggota POLRI dan PNS di lingkungan POLRI, dan anggota keluarganya, peserta asuransi kesehatan sosial dari PT. Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, peserta jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dari PT. (Persero) Jamsostek dan anggota keluarganya, peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang telah berintegrasi dan peserta mandiri (pekerja bukan penerima upah dan pekerja penerima upah). Tahap selanjutnya sampai dengan tahun 2019, seluruh penduduk menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). G. SUMBER PENDANAAN JKN Sumber pendanaan dalam penyelenggaraan JKN berasal dari iuran peserta PBI dan bukan PBI. Iuran peserta PBI dibayar oleh Pemerintah. Iuran peserta Bukan PBI dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja (peserta yang bersangkutan). H. HAMBATAN\/MASALAH PENYELENGGARAAN JKN Mengutip media hukumonline.com, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan program JKN\/KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan pada semester I tahun 2016. Hasilnya, DJSN menemukan 8 masalah penyelenggaraan JKN dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang perlu diperbaiki. Kedelapan masalah itulah yang selama ini dianggap sebagai bagian dari penghambat program JKN\/KIS. Pertama, aspek kepesertaan. Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai syarat pendaftaran peserta JKN\/KIS yang diatur dalam Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 96 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","2014 dan Surat Edaran (SE) BPJS Kesehatan No. 17 Tahun 2016 sebagai syarat mutlak kepesertaan JKN. Kebijakan ini dapat menghambat perluasan kepesertaan. Untuk itu, DJSN menyarankan agar mekanisme pendaftaran yang menyangkut aspek kepesertaan diubah sesuai dengan Perpres No. 28 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa NIK bukan syarat wajib kepesertaan. Syarat kepesertaan adalah identitas. Jika NIK belum bisa disediakan oleh instansi yang bertanggung jawab, BPJS Kesehatan mestinya dapat menyediakan identitas sementara untuk peserta yang belum punya NIK. Kedua, soal pelayanan yang menyangkut prinsip portabilitas. Prinsip portabilitas dalam program JKN\/KIS yang berjalan selama ini belum optimal. Namun, sejumlah fasilitas kesehatan menyebut ada kebijakan BPJS Kesehatan yang membatasi pelayanan bagi peserta yang berobat di luar FKTP tempat peserta terdaftar. Batasan tersebut berupa peserta hanya bisa mendapat pelayanan di FKTP tersebut maksimal 3 kali. Ada juga FKTP yang menolak melayani peserta dari FKTP wilayah lain dengan alasan mekanisme pembayaran untuk portabilitas belum jelas. Jika tetap ingin dilayani, peserta harus menghubungi FKTP di daerah asalnya terlebih dahulu. DJSN merekomendasikan agar pembatasan pelayanan sebanyak 3 kali itu hanya ditujukan kepada peserta yang terdaftar di fasilitas kesehatan yang masih dalam satu kabupaten\/kota, menyediakan petugas call center di daerah untuk pelayanan portabilitas, dan mengembangkan pola pembayaran khusus kepada FKTP yang memberi pelayanan kepada peserta yang berasal dari FKTP daerah lain. Ketiga, regionalisasi rujukan. Pelayanan dalam program JKN\/KIS dilaksanakan secara berjenjang mulai dari FKTP sampai FKRTL. Beberapa provinsi di Indonesia seperti Sumatera Selatan dan DKI Jakarta mengatur rujukan itu berdasarkan wilayah administratif pemerintahan daerah. DJSN menilai regionalisasi rujukan tidak tepat karena dapat menyebabkan peserta terhambat untuk mengakses pelayanan kesehatan. Peserta harus menempuh jarak yang jauh dengan biaya yang relatif besar untuk mencapai sebuah fasilitas kesehatan. Masalah rujukan juga dialami peserta karena FKTP hanya boleh merujuk ke RS tipe C terlebih dulu. Akan tetapi, tidak semua RS tipe C mempunyai fasilitas dan sumber daya yang memadai sehingga bisa melayani peserta sesuai kondisi rujukan. Hal ini akan menimbulkan kesan pelayanan terhadap peserta menjadi diperlambat atau dipersulit. Bahkan, hal ini dapat menyebabkan kondisi penyakit yang diderita peserta menjadi lebih parah. Untuk mengatasi masalah rujukan tersebut, DJSN mengusulkan agar regionalisasi rujukan diatur ulang dengan didasarkan pada \u201ckonsep jangkauan\u201d dan \u201ckemampuan\u201d fasilitas kesehatan terkait. Keempat, kriteria kegawatdaruratan (emergency). Selama dua tahun program JKN\/KIS berjalan, kriteria kegawatdaruratan telah menjadi kendala pelaksanaan pelayanan kesehatan. Hal ini karena belum adanya regulasi yang mengelompokkan kondisi-kondisi yang tergolong gawat darurat atau bukan secara detail. DJSN memberikan rekomendasi kepada BPJS Kesehatan dan perhimpunan profesi tenaga kesehatan untuk menetapkan kriteria darurat \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 97","yang terperinci. Selanjutnya, BPJS Kesehatan dituntut agar mampu mengumpulkan informasi tentang kemampuan dan ketersediaan tempat tidur di fasilitas kesehatan yang bekerjasama sehingga pasien yang memang dalam kondisi gawat darurat dapat segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Kelima, pembagian kelas perawatan. Pembagian kelas perawatan pada pelayanan rawat inap yang ada saat ini dinilai DJSN tidak sesuai dengan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Regulasi itu jelas menyebut kelas perawatan bagi peserta yang membutuhkan rawat inap menggunakan kelas standar tanpa ada pembagian kelas. Pembagian kelas I, II, dan III yang berlangsung saat ini berdampak pada diskriminasi pelayanan karena iuran yang dibayarkan oleh masing-masing peserta berbeda, tergantung kelas perawatannya. Diskriminasi ini bertentangan dengan prinsip kemanusiaan sebagaimana amanat UU SJSN dan UU BPJS. Untuk itu, DJSN merekomendasikan agar pembagian kelas perawatan dapat ditinjau ulang. Keenam, pengadaan obat-obatan. DJSN berpendapat bahwa daftar obat yang terdapat di dalam e-catalog tidak dapat memenuhi kebutuhan. E-catalog bukan satu-satunya cara untuk pengadaan obat dalam program JKN\/KIS. Obat yang tidak ada di dalam e-catalog seharusnya dapat mengacu pada harga pasar. Akan tetapi, Permenkes No. 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan menyebutkan pengajuan klaim atas obat program rujuk balik, obat penyakit kronis, dan kemoterapi serta biaya pelayanan kefarmasian hanya mengacu pada harga dasar obat sesuai e-catalog. Untuk itu, DJSN merekomendasikan agar Permenkes itu ditinjau ulang sehingga dapat disesuaikan. Ketujuh, klasifikasi tarif INA-CBGs. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN telah mengamanatkan besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BPJS dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. Ketentuan tersebut tidak terpenuhi karena tarif INA-CBGs sudah ditetapkan berdasarkan regional sehingga menutup ruang kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi faskes untuk menentukan tarif. DJSN menilai pembagian tarif INA- CBGs berdasarkan tipe RS berdampak pada mutu pelayanan di daerah terpencil sehingga prinsip ekuitas tidak terwujud sebagaimana amanat UU SJSN. Padahal, RS tipe paling rendah sampai tinggi memberikan standar pelayanan yang sama. Untuk mengatasi hal tersebut, DJSN merekomendasikan Kementerian Kesehatan membuat kisaran tarif sebagai ruang untuk kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan. Selanjutnya, Kementerian Kesehatan juga harus membuat tarif yang acuannya bukan tipe kelas RS tapi kemampuan RS. Kedelapan, pembagian jasa medis di RS pemerintah. Selama ini, pengaturan pembagian jasa medis di RS pemerintah berstatus badan layanan umum (BLU) hanya mencantumkan presentase maksimal. Hal ini dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh pihak manajemen RS yang berujung pada kerugian tenaga medis. Sementara itu, RS atau fasilitas kesehatan 98 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","pemerintah daerah yang belum berstatus BLUD dapat mengalami penundaan dan ketidakpastian pembagian remunerasinya. Hal ini akan berdampak pada penurunan motivasi tenaga pelaksana sehingga berpengaruh terhadap mutu pelayanan peserta JKN\/KIS. Untuk mengatasi masalah tersebut, DJSN memberikan rekomendasi agar pemerintah segera membuat dan menyosialisasikan aturan terkait pengaturan jasa medis di fasilitas kesehatan. Latihan Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan berikut! 1) Apa yang dimaksud dengan jaminan kesehatan? 2) Apa yang dimaksud dengan JKN? 3) Sebutkan unsur-unsur JKN! 4) Sebutkan prinsip-prinsip JKN! 5) Apa saja manfaat dari penerapan JKN? Ringkasan 1. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan upaya dan komitmen pemerintah dalam mewujudkan amanat Pancasila dan UUD 1945 yang didukung dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. 2. Ruang lingkup pengaturan dalam Pedoman Pelaksanaan Program JKN meliputi penyelenggaraan, peserta dan kepesertaan, pelayanan kesehatan, pendanaan, badan penyelenggara dan hubungan antar lembaga. Selain itu, ruang lingkupnya juga meliputi monitoring dan evaluasi, pengawasan, dan penanganan keluhan. 3. Jenis manfaat yang dapat diperoleh oleh peserta JKNdiatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional yang meliputi manfaat pelayanan kesehatan di FKTP dan FKRTL, manfaat pelayanan promotif dan preventif, manfaat pelayanan kebidanan dan neonatal, manfaat pelayanan alat kesehatan, dan manfaat pelayanan obat. Namun, ada pula manfaat pelayanan yang tidak ditanggung karena pelayanan dilakukan tanpa melalui prosedur sesuai dengan peraturan yang berlaku. \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 99","4. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan program JKN\/KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan yang hasilnya menyatakan bahwa ada hambatan\/masalah dalam penyelenggaraan program JKN. Selanjutnya, komitmen dan kerja sama dari semua pihak dibutuhkan untuk mengatasi hambatan\/masalah yang ada sehingga program JKN dapat dilaksanakan dengan baik. Tes 1 Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1) Konsep jaminan kesehatan dapat diartikan sebagai \u2026. A. jaminan hari tua B. perlindungan kemiskinan C. perlindungan kebangkrutan D. manfaat pemeliharaan kesehatan 2) Di Indonesia, jaminan kesehatansecara spesifik telah diatur dalam \u2026. A. Undang \u2013 Undang Nomor 40 Tahun 2004 B. Undang \u2013 Undang Nomor 24 Tahun 2011 C. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 D. Permenkes RI Nomor 36 Tahun 2015 3) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diterapkan berdasarkan pola pembiayaan pra-upaya yang artinya adalah \u2026. A. pembiayaan kesehatan dikeluarkan pada saat kondisi sakit B. pembiayaan kesehatan dikeluarkan sesuai dengan keperluan C. pembiayaan kesehatan dikeluarkan kapan pun saat dibutuhkan D. pembiayaan kesehatan dikeluarkan sebelum atau tidak dalam kondisi sakit 4) Pola pembiayaan yang diterapkan pada JKN adalah \u2026. A. jumlah besar dan perangkuman risiko B. jumlah kecil dan perangkuman risiko C. jumlah besar dan penanggungan risiko D. jumlah kecil dan penanggungan risiko 100 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","5) Program JKN yang dikembangkan di Indonesia bersifat wajib yang artinya adalah \u2026. A. seluruh warga Indonesia harus menjadi peserta B. seluruh buruh dan pekerja harus menjadi anggota C. seluruh pegawai pemerintah harus menjadi anggota D. seluruh penduduk yang tidak mampu harus menjadi anggota 6) Maksud dari diselenggarakannya program JKN sebagai berikut, kecuali \u2026. A. memperkuat layanan kesehatan primer dan sistem rujukannya B. mewujudkan kendali mutu dan kendali biaya dalam pelayanan kesehatan C. menggunakan sumber daya yang seluas-luasnya untuk pelayanan kesehatan D. mengutamakan upaya promotif-preventif dalam pelayanan kesehatan untuk menekan kejadian penyakit 7) Pelaksanaan program JKN yang diselenggarakan oleh pemerintah mempunyai tujuan utama untuk \u2026. A. mencukupi kebutuhan masyarakat akan bahan makanan pokok B. menyediakan jaminan keuangan pada saat kondisi darurat C. memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat D. melindungi masyarakat dari ancaman kemiskinan 8) Yang bukan merupakan ruang lingkup pengaturan dalam pedoman pelaksanaan program JKN adalah \u2026. A. penyelenggaraan B. penghitungan laba-rugi C. monitoring dan evaluasi D. peserta dan kepesertaan 9) Yang bukan merupakan sasaran Pedoman Pelaksanaan Program JKN adalah \u2026. A. fasilitas kesehatan B. pemerintah C. negara D. BPJS 10) Unsur JKN yang bertugas dan berwenang untuk menentukan kebijakan, melakukan monitoring, dan evaluasi penyelenggaraan program JKNadalah \u2026. A. Pemberi Pelayanan Kesehatan B. Badan Penyelenggara C. Peserta JKN \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 101","D. Regulator 11) Unsur JKN yang bertugas menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah \u2026. A. Pemberi Pelayanan Kesehatan B. Badan Penyelenggara C. Peserta JKN D. Regulator 12) Yang bukan merupakan bagian dari regulator adalah \u2026. A. Presiden B. Kementerian Keuangan C. Kementerian Kesehatan D. Dewan Jaminan Sosial Nasional 13) Badan Penyelenggara program jaminan kesehatan sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 adalah \u2026. A. rumah sakit B. puskesmas C. asuransi D. BPJS 14) Kegiatan tolong menolong antarpeserta sepertipeserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit merupakan pengertian dariprinsip JKN \u2026. A. Portabilitas B. Keterbukaan C. Akuntabilitas D. Kegotongroyongan 15) Jaminan sosial diberikan secara berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal tetapi tetap dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan penjelasan prinsip \u2026. A. Portabilitas B. Keterbukaan C. Akuntabilitas D. Kegotongroyongan 102 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","16) Salah satu prinsip penyelenggaraan program JKN adalah akuntabilitas yang mempunyai maksud \u2026. A. kejelasan dari struktur sistem dan pertanggungjawaban pengelolaan dana B. kegiatan pengelolaan dana yang disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku C. jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal tetapi tetap dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia D. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta 17) Salah satu prinsip penyelenggaraan program JKN adalah nirlaba yang artinya adalah \u2026. A. kegiatan tolong menolong antarpeserta dimana peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit B. jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal tetapi tetap dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia C. kegiatan pengelolaan dana yang disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku D. dana amanah yang dikumpulkan dari masyarakat bukan ditujukan untuk mencari keuntungan 18) Manfaat program JKN yang merupakan manfaat nonmedis adalah \u2026. A. pelayanan akomodasi dan ambulans B. pelayanan kuratif dan rehabilitatif C. pelayanan preventif dan promotif D. pelayanan kesehatan dasar 19) Manfaat pelayanan yang diberikan kepada peserta program JKN bersifat paripurna yang artinya adalah \u2026. A. peserta berhak mendapatkan pelayanan preventif dan promotif B. peserta berhak mendapatkan pelayanan preventif, promotif, dan kuratif C. peserta berhak mendapatkan pelayanan preventif, kuratif, dan rehabilitatif D. peserta berhak mendapatkan pelayanan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 103","20) Manfaat akomodasi biasanya ditujukan bagi peserta JKN yang mendapatkan pelayanan \u2026 A. homecare B. rawat inap C. rawat jalan D. gawat darurat 21) Berikut ini yang bukan merupakan pelayanan kesehatan di FKTP yang dapat diterima oleh peserta program JKN adalah \u2026 A. akupunktur medis B. pelayanan promotif C. pelayanan preventif D. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama 22) Pelayanan yang bukan merupakan cakupan manfaat pelayanan promotif dan preventif adalah \u2026 A. penyuluhan kesehatan perorangan B. keluarga berencana C. rehabilitasi medis D. imunisasi dasar 23) Pelayanan imunisasi dasar yang merupakan cakupan manfaat pelayanan promotif dan preventif bagi peserta program JKN adalah \u2026 A. imunisasi BCG B. imunisasi TAB C. imunisasi rabies D. imunisasi penyakit pes 24) Pelayanan penunjang untuk pelayanan skrining kesehatan tertentu yang merupakan pelayanan yang termasuk dalam lingkup nonkapitasi bagi peserta program JKN adalah\u2026 A. pemeriksaan fisik B. pemeriksaan pap smear C. pemeriksaan golongan darah D. pemeriksaan kanker payudara 104 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","25) Pelayanan alat bantu kesehatan yang dijamin program JKN yang pemberiannya paling cepat 5 tahun atas indikasi medis adalah \u2026 A. kaca mata B. protesa gigi C. alat bantu dengar D. korset tulang belakang \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 105","Topik2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) A. PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2011, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian. Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Transformasi badan penyelenggara diatur lebih rinci dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Undang-undang tersebut mengemukakan bahwa UU BPJS merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Kedua Pasal ini mengamanatkan pembentukan BPJS dan transformasi kelembagaan PT ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero), dan PT TASPEN (Persero) menjadi BPJS. Transformasi kelembagaan meliputi perubahan sifat, organ, dan prinsip pengelolaan yang diikuti dengan adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban. UU BPJS menyatakan bahwa PT ASKES (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi pada saat mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Tranformasi PT ASKES (Persero) menjadi badan hukum publik BPJS Kesehatan diantarkan oleh Dewan Komisaris dan Direksi PT ASKES (Persero) sampai dengan mulai beroperasinya BPJS Kesehatan. Masa persiapan transformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Dalam masa ini, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diberi tugas untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan. Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup: 1. penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan; 106 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","2. sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan; 3. penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN; 4. koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengalihkan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas); 5. kordinasi dengan KemHan,TNI dan POLRI untuk mengalihkan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI\/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan,TNI\/POLRI; dan 6. koordinasi dengan PT Jamsostek (Persero) untuk mengalihkan penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek. Penyiapan pengalihan aset, liabilitas, pegawai,dan hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan mencakup penunjukan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas laporan keuangan penutupan PT Askes (Persero), laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kesehatan, dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan. Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS Kesehatan. Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas. Kementerian Pertahanan, TNI, dan POLRI tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pekerja. Mencermati ruang lingkup pengaturan transformasi badan penyelenggara jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS, keberhasilan transformasi bergantung pada ketersediaan peraturan pelaksanaan yang harmonis, konsisten, dan dilaksanakan secara efektif. Peraturan perundangan jaminan sosial yang efektif akan berdampak pada kepercayaan dan dukungan publik akan transformasi badan penyelenggara. Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, peraturan perundang-undangan harus memberikan batasan fungsi, tugas, dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian, batas-batas tanggung jawabnya dapat diketahui secara pasti dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS itu secara transparan. B. VISI DAN MISI BPJS Visi BPJS Kesehatan adalah \u201cCakupan Semesta 2019.\u201d Artinya, paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul, dan terpercaya. \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 107","Untuk mencapai visi tersebut, BPJS Kesehatan mempunyai beberapa misi sebagai berikut: 1. membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 2. menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan. 3. mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan program. 4. membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja unggul. 5. mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu, dan manajemen risiko atas seluruh operasionalisasi BPJS Kesehatan. 6. mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan. C. TUJUAN DAN MANFAAT BPJS Tujuan serta manfaat dari jaminan kesehatan bagi masyarakat adalah sebagai berikut: 1. memberi kemudahan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas jaminan kesehatan masyarakat; 2. mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar dan tidak berlebihan bagi peserta sehingga nantinya terkendali mutu dan biaya pelayanan kesehatan; dan 3. terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. D. FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG BPJS Di dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011, fungsi BPJS yaitu menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua. Program jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas dengan tujuan agar peserta memperoleh jaminan manfaat pemeliharaan dan perlindungan kesehatan. Program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial agar peserta memperoleh jaminan manfaat pelayanan kesehatan dan santunan tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat pekerjaannya. Program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. Program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib untuk 108 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","mempertahankan derajat hidup yang layak pada saat peserta kehilangan atau kekurangan penghasilan karena memasuki usia pensiun atau mengalami kecacatan total. Adapun program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dapat menerima uang tunai ketika telah memasuki masa tua\/masa pensiun, mengalami cacat total yang menetap, dan\/atau meninggal dunia. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut di atas, BPJS bertugas untuk: 1. melakukan dan\/atau menerima pendaftaran peserta; 2. memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi; 3. menerima bantuan iuran dari Pemerintah; 4. mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta; 5. mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial; 6. membayarkan manfaat dan\/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan 7. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat. Dengan kata lain, tugas BPJS meliputi pendaftaran dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran, pengelolaan Dana Jaminan Sosial, pembayaran manfaat jaminan sosial, dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas, BPJS berwenang untuk: 1. menagih pembayaran Iuran, yang mempunyai arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacatan, atau kekurangan pembayaran; 2. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan, dan hasil yang memadai; 3. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas dasar kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan jaminan sosial nasional; 4. membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah; 5. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; 6. mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; 7. melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; 8. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial; \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 109","E. PRINSIP BPJS Prinsip dasar BPJS sudah sesuai dengan yang dirumuskan oleh UU SJSN Pasal 19 ayat 1, yaitu jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Maksud prinsip asuransi sosial adalah kegotongroyongan, kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif, iuran berdasarkan persentase upah atau penghasilan, dan pengelolaan keuangan bersifat nirlaba. Prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Kesamaan memperoleh pelayanan adalah kesamaan jangkauan finansial ke pelayanan kesehatan merupakan bagian dari JKN dan masuk dalam program Pemerintah mulai tahun 2014. F. KEPESERTAAN BPJS Di dalam Undang-Undang No. 40Tahun 2004 tentang SJSN, peserta BPJS dikelompokkan sebagai berikut: 4. peserta PBI jaminan kesehatan terdiri atas orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu; 5. peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan bukan orang tidak mampu, terdiri dari: a. pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: 1) anggota TNI dan POLRI; 2) pegawai negeri sipil; 3) pejabat negara; 4) pegawai pemerintah nonpegawai negeri; 5) pegawai swasta; dan 6) pegawai yang tidak termasuk salah satu di atas yang menerima upah. b. Pegawai bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: 1) pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; 2) pekerja yang tidak termasuk poin pertama yang bukan penerima upah; dan 3) warga negara asing yang bekerja dan tinggal di Indonesia paling singkat 6 bulan. c. Penerima pensiun terdiri atas: 1) PNS yang berhenti dan hak pensiun; 2) anggota TNI dan POLRI yang berhenti dengan hak pensiun; 3) pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun; 4) penerima pensiun selain poin di atas; dan 5) janda, duda atau yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada poin diatas yang mendapat hak pensiun. d. Anggota keluarga bagi keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: 1) istri atau suami yang sah dari peserta; dan 2) anak kandung, anak tiri dan\/atau anak angkat yang sah dari peserta dengan kriteria: 110 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","a) anak yang tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan b) belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun bagi yang masih melanjutkan pendidikan formal. G. HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA BPJS Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS berhak untuk: 6. mendapatkan kartu identitas peserta; dan 7. mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS. Peserta yang telah terdaftar pada BPJS berkewajiban untuk: 1. membayar iuran; dan 2. melaporkan data kepersertaannya kepada BPJS dengan menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili atau pindah kerja. H. MASA BERLAKU PESERTA BPJS Kepesertaan JKN (melalui BPJS) berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta. Status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia. Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut di atas, akan diatur oleh BPJS. I. PERTANGGUNGJAWABAN BPJS BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima dengan lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif pelayanan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan manfaat yang bersifat non-medis berupa akomodasi. Sebagai contoh, peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan. Kondisi ini disebut dengan iuran biaya (additional charge). Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan tersebut kemudian diaudit \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 111","oleh akuntan publik dan selanjutnya dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut kemudian dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya. Latihan Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan berikut! 1) Apa yang dimaksud dengan BPJS? 2) Apa saja program jaminan yang diselenggarakan oleh BPJS? 3) Apa saja tugas dari BPJS? 4) Apa saja wewenang dari BPJS? 5) Sebutkan hak dan kewajiban peserta BPJS! Ringkasan 1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang bentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial mulai tanggal 1 Januari 2014. 2. Fungsi, tugas, dan wewenang BPJS telah diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 3. Kepesertaan BPJS meliputi peserta PBI dan peserta non-PBI yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 4. BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. 112 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","Tes 2 Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1) Badan penyelenggara jaminan sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan jaminan sosial yang terdiri dari \u2026. A. BPJS Kesehatan B. BPJS Ketenagakerjaan C. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan D. bukan salah satu jawaban di atas 2) Program jaminan kesehatan diselenggarakan oleh \u2026. A. BPJS Kesehatan B. BPJS Ketenagakerjaan C. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan D. bukan salah satu jawaban di atas 3) Program jaminan sosial yang tidak diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan adalah \u2026. A. program jaminan kecelakaan kerja B. program jaminan kesehatan C. program jaminan kematian D. program jaminan hari tua 4) Pembentukan dan transformasi BPJS telah diatur dalam \u2026. A. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 B. Undang-Undang No. 24 tahun 2011 C. Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2013 D. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2014 5) BPJS Kesehatan merupakan badan yang dibentuk hasil transformasi dari \u2026. A. PT JAMSOSTEK (Persero) B. PT TASPEN (Persero) C. PT ASABRI (Persero) D. PT ASKES (Persero) \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 113","6) Badan atau perusahaan yang bukan merupakan penyusun BPJS Ketenagakerjaan adalah \u2026. A. PT JAMSOSTEK (Persero) B. PT TASPEN (Persero) C. PT ASABRI (Persero) D. PT ASKES (Persero) 7) Visi dari BPJS adalah \u2026. A. Cakupan Semesta 2019 B. Cakupan Semesta 2020 C. Cakupan Semesta 2021 D. Cakupan Semesta 2022 8) Program jaminan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial agar peserta memperoleh jaminan manfaat pelayanan kesehatan dan santunan tunai apabila mengalami penyakit akibat pekerjaannya adalah \u2026. A. program jaminan kecelakaan kerja B. program jaminan kesehatan C. program jaminan kematian D. program jaminan hari tua 9) Definisi dari program jaminan pensiun adalah \u2026. A. program jaminan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib untuk mempertahankan derajat hidup yang layak pada saat peserta kehilangan atau kekurangan penghasilan karena memasuki usia tua atau mengalami kecacatan total B. program jaminan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia C. program jaminan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial agar peserta memperoleh jaminan manfaat pelayanan kesehatan dan santunan tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat pekerjaannya D. program jaminan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dapat menerima uang tunai ketika peserta sudah tidak bekerja lagi 114 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","10) Berikut ini yang merupakan tugas dari BPJS adalah \u2026. A. meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacatan, atau kekurangan pembayaran B. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas dasar kepatuhan peserta dan pemberi kerja C. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan D. mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta 11) Berikut ini yang merupakan wewenang dari BPJS adalah \u2026. A. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial B. mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial C. memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi D. menerima bantuan iuran dari pemerintah 12) Prinsip ekuitas dalam pengelolaan jaminan kesehatan yang dianut oleh BPJS mempunyai maksud \u2026. A. iuran berdasarkan persentase upah B. pengelolaan keuangan bersifat nirlaba C. kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif D. kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis 13) Secara umum, kepesertaan BPJS dibagi menjadi dua yaitu \u2026. A. peserta umum dan peserta khusus B. peserta PNS dan peserta non-PNS C. peserta PBI dan peserta non-PBI D. peserta WNI dan peserta WNA 14) Golongan yang termasuk dalam kelompok peserta PBI adalah \u2026. A. pegawai swasta B. fakir miskin C. TNI\/POLRI D. PNS 15) Golongan yang tidak termasuk dalam kelompok peserta non-PBI adalah \u2026. 115 A. anggota keluarga penerima upah B. pekerja penerima upah \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V","C. orang tidak mampu D. penerima pensiun 16) Setiap peserta BPJS mempunyai kewajiban untuk \u2026. A. mendapatkan kartu identitas peserta B. melaporkan data kepersertaannya kepada BPJS C. mendapatkan manfaat program jaminan sosial dari BPJS D. mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS 17) Setiap peserta BPJS mempunyai hak untuk \u2026. A. membayar iuran kepesertaan B. melaporkan data kepersertaannya kepada BPJS C. mendapatkan manfaat program jaminan sosial dari BPJS D. menaati tata tertib dan peraturan yang berlaku terkait kepesertaan BPJS 18) Kepesertaan JKN (melalui BPJS) tetap akan berlaku dengan syarat \u2026. A. peserta meninggal dunia B. peserta tidak membayar iuran C. peserta melakukan kecurangan D. peserta membayar iuran sesuai kelompoknya 19) BPJS Kesehtan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat \u2026. A. 10 (sepuluh) hari sejak dokumen klaim telah diterima B. 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim telah diterima C. 20 (dua puluh) hari sejak dokumen klaim telah diterima D. 25 (dua puluh lima) hari sejak dokumen klaim telah diterima 20) Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara \u2026. A. BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan setempat B. BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan C. BPJS Kesehatan dan dinas kesehatan setempat D. BPJS Kesehatan dan kementerian kesehatan 116 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","21) Peserta non-PBI yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya dapat meningkatkan haknya dengan cara \u2026. A. mengajukan bantuan atau keringanan kepada fasilitas kesehatan B. menuntut BPJS untuk menanggung kelebihan pembayaran kelas perawatan C. membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin dan biaya yang harus dibayar D. meminta pemerintah untuk menanggung kelebihan pembayaran kelas perawatan 22) Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk \u2026. A. laporan pengelolaan program B. laporan kendala tahunan C. laporan kepesertaan D. laporan kerja sama 23) Laporan BPJS dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat \u2026. A. tanggal 30 April tahun berikutnya B. tanggal 31 Maret tahun berikutnya C. tanggal 30 Juni tahun berikutnya D. tanggal 31 Juli tahun berikutnya 24) Laporan BPJS dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional paling lambat \u2026. A. tanggal 30 April tahun berikutnya B. tanggal 31 Maret tahun berikutnya C. tanggal 30 Juni tahun berikutnya D. tanggal 31 Juli tahun berikutnya 25) Prinsip dasar BPJS adalah sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh UU SJSN Pasal 19 ayat 1 yaitu \u2026. A. prinsip asuransi komersial dan prinsip ekuitas B. prinsip asuransi privat dan prinsip ekuitas C. prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas D. prinsip asuransi dan prinsip ekuitas \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 117","Kunci Jawaban Tes Test Formatif 1 1) D. 2) C. 3) D. 4) A. 5) A. 6) C. 7) C. 8) B. 9) C. 10) D. 11) B. 12) A. 13) D. 14) D. 15) A. 16) A. 17) D. 18) A. 19) D. 20) B. 21) A. 22) C. 23) A. 24) B. 25) C. 118 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","Test Formatif 2 119 1) C. 2) A. 3) B. 4) B. 5) D. 6) D. 7) A. 8) A. 9) A. 10) D. 11) A. 12) D. 13) C. 14) B. 15) C. 16) B. 17) C. 18) D. 19) B. 20) B. 21) C. 22) A. 23) C. 24) D. 25) C. \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V","Glosarium BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial DJSN : Dewan Jaminan Sosial Nasional e-catalog : Sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan FKRTL harga barang\/Jasa tertentu dari berbagai Penyedia Barang\/Jasa Pemerintah FKTP : Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut INA-CBGs : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama : Indonesian Casemix Base Groups - sistem pembayaran dengan sistem JKN PBI \\\"paket\\\", berdasarkan penyakit yang diderita pasien SJSN : Jaminan Kesehatan Nasional UHC : Penerima Bantuan Iuran (fakir miskin dan orang yang tidak mampu) KIS : Sistem Jaminan Sosial Nasional : Universal Health Coverage \u2013 jaminan kesehatan semesta : Kartu Indonesia Sehat 120 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","Daftar Pustaka Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara. Mukti, A. G. & Moertjahjo. 2008. Sistem Jaminan Kesehatan: Konsep Desentralisasi Terintegrasi. Yogyakarta: PT KHM. Murti, B. 2000. Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Nurman, A. & Martini, A. 2008. Merumuskan Skema Penyediaan Jaminan Pelayanan Kesehatan yang Sesuai untuk Daerah. Bandung: Perkumpulan Inisiatif. Novana, U. P. 2013. Konsep Pelayanan Primer di Era JKN. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI. Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. http:\/\/www.hukumonline.com\/berita\/baca\/lt57bd0ba444be5\/8-masalah-penghambat- jaminan-kesehatan-nasional. \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 121","Bab 4 FRAUD PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) Angga Eko Pramono, S.KM., M.P.H. Pendahuluan S etelah mempelajari bab 3 yang berisi tentang konsep jaminan kesehatan nasional (JKN), tibalah Saudara pada bab 4 ini yang akan membahas tentang fraud (kecurangan) pada era JKN. Bab ini terbagi menjadi 2 topik, yaitu topik 1 berisi tentang konsep fraud secara umum dan topik 2 yang berisi tentang bahasan mengenai upaya pencegahan fraud. Untuk lebih lengkap lagi dirincikan sebagai berikut, topik 1 membahas tentang definisi, perkembangan teori, dan tindak fraud di era JKN. Selanjutnya, topik 2 membahas tentang upaya pencegahan fraud, rekam medis dalam konteks penanggulangan fraud, dan peran seorang perekam medis dan informasi kesehatan dalam upaya pencegahan fraud. Manfaat dari mata kuliah ini adalah dengan diketahuinya konsep fraud maka petugas akan lebih waspada \u2018aware\u2019 terhadap tindak fraud sehingga kejadian fraud dapat dihindari. Manfaat lainnya adalah untuk membuat standar atau aturan yang bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi kejadian fraud. Tujuan instruksional umum dari mata kuliah ini adalah peserta didik Program RPL mampu menjelaskan konsep pembiayaan kesehatan di Indonesia secara komprehensif setelah melakukan pembelajaran. Khusus pada bab ini, peserta didik diharapkan mampu menjelaskan konsep fraud beserta upaya pencegahan dan penanggulangannya. Untuk mempelajari bab ini, mulailah Saudara memahami dengan cermat uraian tentang konsep, pengertian, dan penjelasan pada bagian awal. Apabila menemukan kata atau istilah yang kurang atau tidak Saudara pahami, gunakan glosarium yang disediakan untuk menemukan pengertiannya. Selanjutnya, apabila Saudara telah memahami uraian tersebut, kerjakan latihan yang telah disediakan satu demi satu hingga selesai. Apabila ternyata Saudara belum bisa atau belum berhasil menjawab semua soal latihan, perhatikan kembali penjelasan mengenai konsep, pengertian, dan penjelasan yang berkaitan dengan soal latihan dan jawaban. Apabila Saudara telah berhasil menjawab semua atau sebagian besar soal latihan, lanjutkan dengan mengerjakan tes. Dalam mengerjakan tes, jawablah terlebih dahulu soal yang ada tanpa melihat kunci jawaban. Apabila sudah selesai menjawab semua pertanyaan baru kemudian cocokkanlah 122 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","jawaban Saudara dengan kunci jawaban yang tersedia. Berusahalah dengan tekun dan cermat dalam mempelajari materi yang masih belum Saudara pahami. Gunakanlah kembali latihan dan tes mengenai konsep, pengertian, dan penjelasan untuk menolong Saudara. Selamat belajar dan semoga sukses. \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 123","Topik 1 Konsep Fraud A. DEFINISI FRAUD Saat ini, Indonesia telah memasuki era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini berimbas pada perubahan metode pembayaran pelayanan kesehatan. Mulanya, pembayaran pelayanan kesehatan sebagian besar dilakukan dengan metode pembayaran retrospektif yang berarti pembayaran dilakukan oleh pasien setelah pelayanan selesai diberikan. Pembayaran seperti ini sering dilakukan oleh pasien yang tidak memiliki kepesertaan asuransi atau badan penjamin pembiayaan kesehatan lain. Selanjutnya, dengan diberlakukannya JKN oleh pemerintah yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan, masyarakat secara bertahap mulai mengenal metode pembayaran prospektif yang berarti pembayaran kesehatan dilakukan di awal sebelum pelayanan diberikan. Karena pembayaran diterima dan dikelola di awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan, hal ini memberikan peluang terciptanya kecurangan dan penyalahgunaan sumber daya kesehatan yang ada. Sejak beroperasi mulai dari 1 Januari 2014 sampai sekarang, BPJS Kesehatan telah mengalami banyak tantangan dalam melaksanakan program jaminan kesehatan nasional (JKN). Salah satunya adalah terjadinya tindak kecurangan (fraud). Pencegahan kecurangan (fraud) menjadi salah satu bagian penting dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional\/Kartu Indonesia Sehat (JKN\/KIS) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Salah satu dampak kecurangan itu adalah terganggunya sistem pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan karena dana yang dibayar untuk memberikan manfaat kepada peserta menjadi sangat besar. Jika hal ini terus terjadi maka pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan akan terganggu. Bahkan, sustainabilitas program JKN\/KIS yang tengah berjalan menjadi terancam. Sebenarnya, istilah fraud secara umum sudah sejak lama dikenal sebagai bentuk kecurangan. Akan tetapi, arti secara spesifiknya masih belum begitu jelas. Oleh karena itu, beberapa ahli mencoba untuk mendefinisikan arti dari fraud. The Institute of Internal Auditor (2005) mendefinisikan fraud sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh individu, baik di dalam maupun di luar organisasi, dengan adanya niat kesengajaan, yang bertujuan untuk menguntungkan individu atau organisasi tertentu dan mengakibatkan adanya kerugian pihak lain. Selanjutnya, The Institute of Internal Auditor bersama-sama dengan The American Institute of Certified Public Accountants dan Association of Certified Fraud Examiners (2008), mendefinisikan fraud berupa setiap tindakan yang disengaja atau perbuatan yang salah yang dirancang untuk memperdaya orang lain sehingga korban menderita kerugian dan pelaku memperoleh 124 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","keuntungan. Fraud juga dapat berarti penipuan yang dilakukan oleh satu pihak kepada pihak yang lain yang dengan sengaja menyembunyikan keadaan sebenarnya dan menyebabkan pihak lain menderita kerugian (Hall, 2011). Dari beberapa pengertian tersebut, tindakan kecurangan yang dapat dikategorikan sebagai fraud mempunyai beberapa elemen di antaranya: 1. adanya pernyataan atau data baik tertulis maupun tidak tertulis yang menunjukkan adanya penyimpangan; 2. pengelabuan atau penipuan dengan memanfaatkan ketidaktahuan dan\/atau kelalaian korban sehingga korban bertindak sesuai kehendak pelaku; 3. adanya niat sengaja untuk melakukan tindakan kecurangan untuk mencapai tujuan pelaku; 4. adanya unsur penyembunyian fakta yang sebenarnya dan pelanggaran hukum atau aturan yang berlaku; dan 5. adanya keuntungan yang diperoleh pelaku dan kerugian yang diderita oleh korban. B. PERKEMBANGAN TEORI FRAUD Teori tentang fraud terus dikembangkan oleh para ahli untuk mendefinisikan faktor- faktor apa saja yang mendorong terjadinya fraud. Berikut diuraikan beberapa teori fraud. 1. Teori Fraud Triangle Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Donald Cressey pada tahun 1953. Teori ini menjelaskan alasan seseorang melakukan fraud atau kecurangan. Menurutnya, seseorang yang melakukan fraud dipengaruhi oleh tiga hal, antara lain: a. Pressure (Tekanan) Seseorang melakukan fraud karena adanya tekanan. Tekanan terbagi menjadi tekanan finansial, tekanan akan kebiasaan buruk, dan tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan. Tekanan finansial muncul karena adanya sifat serakah, standar hidup yang terlalu tinggi, gaji yang rendah, banyaknya tagihan dan hutang, dan kebutuhan hidup yang tidak terduga. Tekanan akan kebiasaan buruk merupakan dorongan untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti melakukan judi, minum alkohol, dan obat-obatan terlarang. Tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan bisa terjadi karena ketidakadilan dalam perusahaan, kurangnya perhatian pimpinan, dan suasana kerja yang tidak kondusif. b. Opportunity (Kesempatan) Fraud terjadi karena seseorang memiliki kesempatan untuk melakukannya. Hal ini terjadi karena lemahnya pengendalian internal pada perusahaan, kurangnya pengawasan, dan\/atau penyalahgunaan wewenang. c. Rasionalization (Rasionalisasi) Rasionalisasi yang dimaksud adalah seseorang mencari pembenaran atas tindakan kecurangannya. Pada umumnya, seseorang yang melakukan kecurangan beranggapan \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 125","bahwa ia merasa tindakannya bukan termasuk kecurangan melainkan hal itu merupakan haknya. Selain itu, seseorang biasanya melakukan fraud karena mengikuti tindakan serupa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya. Gambar 4.1. Teori Fraud Triangle menurut Donald Cressey James Hall mendefinisikan fraud triangle merupakan gabungan dari tiga faktor di antaranya: 1) tekanan situasi (situational pressure), yang mencakup stres personal dan\/atau stres karena pekerjaan yang dapat memaksa seseorang untuk berbuat tidak jujur; 2) kesempatan (opportunity), yang terutama berkaitan langsung dengan sumber daya\/informasi terkait aset organisasi; dan 3) etika (ethics), yang berhubungan dengan tingkat moralitas seseorang untuk berbuat tidak jujur. Jika etika dan moralitas seseorang tinggi sementara tekanan dan kesempatan rendah maka keadaan ini berkecenderungan untuk meminimalkan bahkan meniadakan kejadian fraud, dan sebaliknya. Gambar 4.2. Teori Fraud Triangle menurut James Hall 126 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","2. Teori Fraud Scale Teori Fraud Scale merupakan perkembangan teori dari Teori Fraud Triangle. Teori ini dikembangkan oleh W. Steve Albrecht pada tahun 1983. Teori ini menjelaskan kemungkinan terjadinya tindakan fraud dengan cara mengamati tekanan (pressure), kesempatan (opportunities to commit), dan integritas pribadi (personal integrity) seseorang yang akan melakukan fraud. Apabila seseorang memiliki tekanan yang tinggi, kesempatan untuk melakukan fraud besar, dan integritas pribadi yang rendah maka kemungkinan terjadinya fraud akan tinggi, begitu pula sebaliknya. Tekanan biasanya terjadi karena masalah keuangan. Kesempatan untuk melakukan tindak kecurangan biasanya disebabkan lemahnya pengendalian maupun pengawasan organisasi. Sedangkan, integritas pribadi yang rendah disebabkan oleh kebiasaan individu yang buruk. Gambar 4.3. Teori Fraud Scale 3. Teori GONE Teori GONE (greed, opportonity, need, and exposure) merupakan teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne pada tahun 1999. Dalam teori ini terdapat empat faktor yang mendorong terjadinya fraud, yaitu : a. greed (keserakahan), terkait dengan keserakahan yang potensial ada pada setiap orang, keserakahan bisa terjadi dalam masalah kekuasaan maupun finansial; b. opportunity (kesempatan), terkait dengan keadaan dalam organisasi tertentu sehingga membuka kesempatan seseorang untuk melakukan kecurangan, kurangnya pengawasan dan kontrol akan meningkatkan kesempatan untuk melakukan kecurangan; c. need (kebutuhan), merupakan suatu tuntutan kebutuhan individu yang harus terpenuhi, baik kebutuhan primer akan pangan, sandang, dan papan maupun kebutuhan sekunder dan tersier yang berkaitan dengan gaya hidup; dan d. exposure (pengungkapan), yang berkaitan dengan kemungkinan diungkapkannya kecurangan yang telah dilakukan serta sanksi hukum yang menjerat, semakin rendah \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 127","kejadian pengungkapan dan sanksi hukum yang ringan akan membuat peluang terjadinya kecurangan meningkat. Greed G OOpportunity GONE N E Need Exposure Gambar 4.4. Teori GONE 4. Teori Fraud Diamond Teori ini merupakan pengembangan dari Teori Fraud Triangle. Teori ini menjelaskan hubungan antara empat elemen penyebab kecurangan yaitu incentive (dorongan), oppurtunity (kesempatan), rationalization (pembenaran), dan capability (kapabilitas). Gambar 4.5. Teori Fraud Diamond a. Incentive Incentive merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya tuntutan atau tekanan yang dihadapi oleh seseorang. Incentive dapat memicu terjadinya kecurangan seperti keserakahan yang mengakibatkan tekanan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. b. Opportunity Opportunity adalah suatu kesempatan yang timbul karena terdapat kelemahan pengendalian internal organisasi dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan. 128 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","Oppurtunity dapat terjadi karena adanya kekuasaan terhadap organisasi dan juga karena seseorang yang melakukan kecurangan mengetahui kelemahan dari sistem yang ada. c. Rationalization Rationalization adalah kondisi seorang pelaku kecurangan mencari suatu pembenaran terhadap tindakan yang dilakukannya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan dan kekayaan dengan cepat tanpa mempedulikan aturan yang berlaku. d. Capability Capability merupakan suatu kemampuan dan keterampilan tentang pemahaman yang mendetail sehingga seorang pelaku kecurangan dapat mengetahui kelemahan dan dapat memanfaatkannya untuk melakukan kecurangan. Capability dapat mengakibatkan ancaman yang serius pada organisasi karena pelaku biasanya merupakan orang yang memiliki jabatan\/kekuasaan yang tinggi di dalam organisasi dan memiliki kecerdasan serta pemahaman tentang sistem di dalam organisasi tersebut. 5. Teori Fraud Pentagon Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Crowe pada tahun 2011 menghasilkan satu teori fraud yang baru. Teori ini merupakan perluasan dari Teori Fraud Triangle dengan ditambahkan dua faktor lainnya. Menurut Crowe, fraud timbul karena ada lima faktor, yaitu pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), rationalization (rasionalisasi), competence (kompetensi), dan arrogance (arogansi). a. pressure, merupakan tekanan yang dialami oleh seseorang terkait dengan kehidupan sehari-harinya maupun kondisi finansial dan pekerjaannya sehingga mendorongnya melakukan kecurangan; b. oppurtunity, merupakan kesempatan seseorang untuk melakukan kecurangan karena lemahnya pengawasan dan pengendalian organisasi; c. rasionalization, merupakan kondisi seseorang yang mencari pembenaran atas tindakan kecurangan yang telah dilakukannya; d. competence, serupa dengan kemampuan atau kapabilitas (capability), merupakan kemampuan seseorang untuk mengabaikan pengawasan internal, mengembangkan strategi penyembunyian dan melakukan perbuatan yang tidak jujur, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan pribadinya; dan e. arrogance, yaitu sikap superioritas atas hak dan wewenang yang dimilikinya sehingga ia merasa bahwa pengawasan internal atau kebijakan organisasi tidak berlaku untuk dirinya. \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 129","Gambar 4.6. Teori Fraud Pentagon Kelima faktor tersebut biasanya lebih dikenal dengan istilah Crowe\u2019s Fraud Pentagon Theory. Teori ini dipandang lebih lengkap untuk mengetahui faktor penyebab fraud dibandingkan dengan teori yang lainnya. C. FRAUD DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) Di Indonesia, Pemerintah \u2013 melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia \u2013 telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Di dalamnya, fraud diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan baik fasilitas kesehatan tingkat primer (FKTP) maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL), serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam SJSN melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan. Tindakan kecurangan yang dilakukan oleh masing-masing pihak diuraikan sebagai berikut. 1. Kecurangan yang dilakukan oleh peserta: a. membuat pernyataan yang tidak benar dalam hal eligibilitas (memalsukan status kepesertaan) untuk memperoleh pelayanan kesehatan; b. memanfaatkan haknya untuk pelayanan yang tidak perlu (unneccesary services) dengan cara memalsukan kondisi kesehatan; c. memberikan gratifikasi (gratification) kepada pemberi pelayanan agar bersedia memberi pelayanan yang tidak sesuai\/tidak ditanggung; d. memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu besar; e. melakukan kerja sama dengan pemberi pelayanan untuk mengajukan klaim palsu; 130 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","f. memperoleh obat dan\/atau alat kesehatan yang diresepkan untuk dijual kembali, dan lain-lain. 2. Kecurangan yang dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan: a. melakukan kerja sama dengan peserta dan\/atau fasilitas kesehatan untuk mengajukan klaim yang palsu; b. memanipulasi manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar dapat dijamin; c. menahan pembayaran ke fasilitas kesehatan\/rekanan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi; d. membayarkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan; dan lain-lain. 3. Kecurangan yang dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan Tindakan kecurangan dikelompokkan menjadi dua, yaitu kecurangan yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL). a. Kecurangan yang dilakukan oleh FKTP: 1) memanfaatkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; 2) memanipulasi klaim pada pelayanan yang dibayar secara nonkapitasi; 3) menerima komisi atas rujukan ke FKRTL; 4) menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi dan\/atau nonkapitasi sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan; 5) melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu; dan lain-lain. b. Kecurangan yang dilakukan oleh FKRTL: 1) penulisan kode diagnosis yang berlebihan dengan cara mengubah kode diagnosis dan\/atau prosedur menjadi kode yang mempunyai tarif lebih tinggi dari yang seharusnya (upcoding); 2) penjiplakan klaim dari pasien lain yang dilakukan dengan cara menyalin klaim seorang pasien dari klaim pasien lain yang sudah ada dan biasanya klaim yang disalin mempunyai nilai yang lebih tinggi (cloning); 3) klaim palsu yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan (phantom billing); 4) penggelembungan tagihan obat dan alat kesehatan yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas biaya obat dan\/atau alat kesehatan yang lebih tinggi dari biaya yang seharusnya (inflated bills); 5) pemecahan episode pelayanan yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas dua atau lebih diagnosis dan\/atau prosedur yang seharusnya menjadi satu paket pelayanan pada satu episode perawatan yang sama atau menagihkan beberapa prosedur secara terpisah padahal seharusnya dapat ditagihkan bersama dalam bentuk suatu paket pelayanan untuk mendapatkan nilai klaim yang lebih besar pada satu episode perawatan pasien (services unbundling or fragmentation); \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 131","6) rujukan semu yang merupakan klaim atas biaya pelayanan akibat rujukan ke dokter yang sama di fasilitas kesehatan yang lain kecuali dengan alasan fasilitas (self referals); 7) tagihan berulang yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim berulang-ulang untuk kasus yang sama secara sengaja (repeat billing); 8) memperpanjang lama perawatan yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas biaya pelayanan kesehatan yang lebih besar akibat perubahan lama hari perawatan khususnya kasus rawat inap (prolonged length of stay); 9) memanipulasi kelas perawatan yang dilakukan dengan cara mengubah kelas perawatan menjadi kelas yang lebih tinggi sehingga tagihan klaim pelayanan kesehatan semakin besar (type of room charges); 10) membatalkan tindakan yang wajib dilakukan yang dilakukan dengan cara tetap mengajukan klaim pelayanan kesehatan meskipun diagnosis dan\/atau prosedur medis tidak jadi dilaksanakan (cancelled services); 11) melakukan tindakan yang tidak perlu yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas tindakan yang tidak berdasarkan atas kebutuhan atau indikasi medis (no medical value); 12) penyimpangan terhadap standar pelayanan yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas diagnosis dan\/atau prosedur yang tidak sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya (standard of care); 13) melakukan tindakan pengobatan yang tidak perlu yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas tindakan kesehatan yang seharusnya tidak diperlukan (unnecessary treatment); 14) menambah panjang waktu penggunaan ventilator sehingga klaim yang diajukan semakin besar; 15) tidak melakukan visitasi yang seharusnya yang merupakan pengajuan klaim atas kunjungan pasien palsu (phantom visit); 16) tidak melakukan prosedur yang seharusnya yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas tindakan yang tidak pernah dilakukan (phantom procedures); 17) admisi yang berulang yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas diagnosis dan\/atau prosedur dari satu episode perawatan pasien yang ditagihkan berkali-kali sehingga seolah-olah pasien tersebut dirawat lebih dari satu kali episode perawatan (readmission); 18) melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai standar dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu; 19) meminta cost-sharing dengan pihak lain (BPJS Kesehatan, penyedia obat dan alat kesehatan) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan lain-lain. 132 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","4. Kecurangan yang dilakukan oleh penyedia obat dan alat kesehatan: a. tidak memenuhi kebutuhan obat dan\/atau alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. melakukan kerja sama dengan pihak lain mengubah obat dan\/atau alat kesehatan yang tercantum dalam e-catalog dengan harga tidak sesuai dengan e-catalog; dan lain-lain. Latihan Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan berikut! 1) Apa yang dimaksud dengan fraud? 2) Sebutkan contoh fraud yang dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan! 3) Faktor-faktor apa saja yang mendorong terjadinya fraud menurut Teori Fraud Triangle? Ringkasan 1. Fraud merupakan tindakan kecurangan yang dilakukan oleh individu dan\/atau organisasi dengan sengaja untuk memperoleh keuntungan sedangkan pihak lain mengalami kerugian. 5. Para ahli senantiasa mengembangkan teori-teori tentang fraud untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong individu dan\/atau organisasi dalam melakukan kecurangan. Secara umum, faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya fraud adalah tekanan, kesempatan, rasionalisasi\/pembenaran, kompetensi\/kapabilitas, dan arogansi. 6. Fraud pada pelaksanaan jaminan kesehatan nasional dapat dilakukan oleh peserta jaminan kesehatan, petugas BPJS Kesehatan, penyedia layanan kesehatan, maupun penyedia\/distributor obat dan alat kesehatan. Tes 1 Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 26) Secara umum, istilah fraud dapat diartikan sebagai \u2026. A. kelalaian B. kelemahan C. kecurangan D. keterbatasan \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 133","27) Di Indonesia, pencegahan terhadap fraud di bidang pelayanan kesehatan secara spesifik telah diatur dalam \u2026. A. Undang \u2013 Undang Nomor 40 Tahun 2004 B. Undang \u2013 Undang Nomor 24 Tahun 2011 C. Permenkes RI Nomor 269 Tahun 2008 D. Permenkes RI Nomor 36 Tahun 2015 28) Pernyataan berikut ini yang bukan merupakan bagian dari fraud adalah \u2026. A. adanya keuntungan yang diperoleh oleh kedua pihak B. adanya pernyataan yang menunjukkan penyimpangan C. adanya suatu bentuk penipuan kepada salah satu pihak D. adanya niat yang disengaja untuk melakukan kecurangan 29) Teori Fraud Triangle pertama kali diperkenalkan oleh \u2026. A. W. Steve Albrecht B. Donald Cressey C. Jack Bologne D. Crowe 30) Teori Fraud Pentagon pertama kali diperkenalkan oleh \u2026. A. W. Steve Albrecht B. Donald Cressey C. Jack Bologne D. Crowe 31) Teori Fraud Scale pertama kali diperkenalkan oleh \u2026. A. W. Steve Albrecht B. Donald Cressey C. Jack Bologne D. Crowe 32) Teori Fraud \u201cGONE\u201d pertama kali diperkenalkan oleh \u2026. A. W. Steve Albrecht B. Donald Cressey C. Jack Bologne D. Crowe 134 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","33) Teori fraud yang dianggap paling lengkap saat ini adalah \u2026. A. Fraud Scale B. Fraud Triangle C. Fraud Diamond D. Fraud Pentagon 34) Teori fraud yang terdiri dari lima faktor pendorong terjadinya fraud adalah \u2026. A. Fraud Scale B. Fraud Triangle C. Fraud Diamond D. Fraud Pentagon 35) Teori fraud yang terdiri dari tiga faktor pendorong terjadinya fraud adalah \u2026. A. Fraud Scale dan Fraud Triangle B. Fraud Scale dan Fraud Diamond C. Fraud Triangle dan Fraud Diamond D. Fraud Pentagon dan Fraud Diamond 36) Teori fraud yang terdiri dari empat faktor pendorong terjadinya fraud adalah \u2026. A. Fraud Scale B. Fraud Triangle C. Fraud Diamond D. Fraud Pentagon 37) Teori fraud yang terdiri dari tiga faktor pendorong terjadinya fraud berupa tekanan (pressure), kesempatan (opportunities to commit), dan integritas pribadi (personal integrity) adalah \u2026. A. Fraud Scale B. Fraud Triangle C. Fraud Diamond D. Fraud Pentagon 38) Menurut Teori Fraud Triangle, salah satu faktor pencetus terjadinya fraud adalah adanya kesempatan. Hal ini dapat terjadi terutama dikarenakan oleh \u2026. A. kurangnya pengawasan B. budaya kerja setempat C. tekanan finansial D. tuntutan hidup \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 135","39) Fraud dapat terjadi karena adanya pembenaran terhadap perilaku kecurangan yang dilakukan oleh banyak petugas sehingga menyebabkan lebih banyak lagi petugas lain yang akhirnya ikut melakukannya. Hal ini merupakan pengertian dari faktor \u2026. A. ethics (moralitas) B. pressure (tekanan) C. opportunity (kesempatan) D. rasionalization (rasionalisasi) 40) Fraud juga dapat terjadi karena adanya tuntutan hidup dan tingkat stres yang tinggi di kantor tempat seseorang bekerja sehingga mengakibatkan seseorang tersebut berperilaku tidak jujur. Hal ini merupakan pengertian dari faktor \u2026. A. ethics (moralitas) B. pressure (tekanan) C. opportunity (kesempatan) D. rasionalization (rasionalisasi) 41) Faktor-faktor yang menyusun teori Fraud Pentagon antara lain adalah \u2026. A. pressure, opportunity, rasionalization, competence, dan arrogance B. pressure, opportunity, rasionalization, competence, dan exposure C. pressure, opportunity, rasionalization, capability, dan arrogance D. pressure, opportunity, incentive, competence, dan arrogance 42) Menurut teori Fraud Pentagon, salah satu faktor pencetus terjadinya fraud adalah sikap superioritas atas hak dan wewenang yang dimilikinya sehingga ia merasa bahwa pengawasan internal atau kebijakan organisasi tidak berlaku untuk dirinya. Hal ini merupakan penjelasan dari faktor \u2026. A. pressure (tekanan) B. arrogance (keangkuhan) C. opportunity (kesempatan) D. rasionalization (rasionalisasi) 43) Fraud dapat dilakukan oleh banyak pihak yang salah satunya adalah peserta jaminan kesehatan. Salah satu bentuk kecurangan yang dilakukan oleh peserta adalah \u2026. A. cloning B. upcoding C. readmission D. gratification 136 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","44) Fraud yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dengan cara memperpanjang lama perawatan yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas biaya pelayanan kesehatan yang lebih besar akibat perubahan lama hari perawatan khususnya kasus rawat inap adalah \u2026. A. self referals B. standard of cares C. type of room charges D. prolonged length of stay 45) Fraud yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dengan cara menyalin klaim seorang pasien dari klaim pasien lain yang sudah ada dan biasanya klaim yang disalin mempunyai nilai yang lebih tinggi adalah \u2026. A. cloning B. upcoding C. type of room charges D. prolonged length of stay 46) Contoh fraud yang dapat dilakukan oleh petugas BPJS kesehatan adalah \u2026. A. melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai standar B. membayarkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan C. mengajukan klaim berulang untuk kasus yang sama dengan sengaja D. memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu besar 47) Contoh fraud yang dapat dilakukan oleh penyedia obat\/alat kesehatan adalah \u2026. A. melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai standar B. membayarkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan C. memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu besar D. mengubah harga obat dan\/atau alat kesehatan tidak sesuai dengan e-catalog 48) Contoh fraud berupa klaim palsu yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan merupakan definisi dari \u2026. A. inflated bills B. repeat billing C. phantom visit D. phantom billing \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 137","49) Fraud yang dilakukan oleh peserta jaminan kesehatan yang melibatkan pemberi layanan kesehatan adalah \u2026. A. memberi gratifikasi B. memanipulasi penghasilan C. memalsukan kondisi kesehatan D. memalsukan status kepesertaan 50) Bentuk fraud yang dilakukan oleh FKTRL yang melibatkan pihak lain seperti BPJS Kesehatan atau penyedia obat\/alat kesehatan adalah \u2026. A. meminta cost-sharing tidak sesuai peraturan yang berlaku B. melakukan tindakan pengobatan yang tidak perlu C. memperpanjang penggunaan ventilator D. merujuk pasien tidak sesuai standar 138 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","Topik 2 Upaya Pencegahan Fraud A. UPAYA PENCEGAHAN FRAUD Setelah mengenal definisi dan jenis-jenis fraud, Saudara juga harus memahami upaya- upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi fraud. Hal ini penting dalam rangka meminimalisasi atau bahkan meniadakan kemungkinan terjadinya fraud. Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), upaya pencegahan fraud dapat dilakukan dengan menggunakan skema pencegahan fraud yang meliputi upaya preventif, upaya pendeteksian, dan upaya penanganan. Tindakan Preventif Pendeteksian Penanganan Gambar 4.7. Skema Pencegahan Fraud 1. Upaya preventif Untuk mencegah terjadinya fraud, BPJS Kesehatan, dinas kesehatan kabupaten\/kota dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) harus membangun suatu sistem pencegahan fraud. Sistem yang dibangun meliputi penyusunan kebijakan dan pedoman pencegahan fraud, pengembangan budaya anti-fraud sebagai bagian dari tata kelola organisasi dan tata kelola klinis yang baik, pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya, dan pembentukan tim pencegahan fraud. \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 139","Kebijakan dan pedoman pencegahan fraud yang disusun harus mampu mengatur dan mendorong seluruh sumber daya manusia untuk bekerja sesuai dengan etika, standar profesi, dan standar pelayanan. Substansi kebijakan dan pedoman yang disusun harus mencakup pengaturan yang akan diterapkan dan prosedur penerapannya. Selain itu, kebijakan dan pedoman harus mencakup pula standar perilaku dan disiplin, skema monitoring dan evaluasi yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan penerapan kebijakan, dan penerapan sanksi bagi yang melanggar. Pengembangan budaya anti-fraud sebagai bagian dari tata kelola organisasi yang baik harus didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran. Prinsip transparansi dapat dicapai dengan adanya keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya untuk mencegah fraud. Prinsip akuntabilitas dimaknai sebagai kejelasan dari struktur sistem dan pertanggungjawaban pelayanan sehingga pengelolaan pelayanan menjadi lebih efektif. Prinsip responsibilitas merujuk pada kesesuaian atau kepatuhan dalam pengelolaan pelayanan terhadap prinsip organisasi yang baik dalam rangka pencegahan fraud. Prinsip independensi merupakan suatu keadaan organisasi yang dikelola dengan profesional tanpa adanya benturan kepentingan (conflic of interest) maupun tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan prinsip organisasi yang sehat. Prinsip kewajaran mengarah pada perlakuan yang adil dan setara di dalam pemenuhan hak para pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian atau kerja sama dalam hal pencegahan fraud. Selain merupakan bagian dari tata kelola organisasi yang baik, pengembangan budaya anti-fraud juga merupakan bagian dari tata kelola klinis yang baik pula. Untuk dapat memenuhi hal ini, fasilitas kesehatan dapat melakukan tindakan berupa pengaturan ketepatan kompetensi dan kewenangan masing-masing tenaga kesehatannya, penerapan standar pelayanan, penerapan pedoman pelayanan klinis, penerapan clinical pathway, penerapan audit klinis, dan penetapan prosedur klaim yang benar dan sesuai aturan. Pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya dapat dilakukan dengan penggunaan konsep manajemen yang efektif dan efisien serta penggunaan teknologi informasi yang berbasis bukti. Konsep manajemen dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien apabila didukung dengan sinergitas dan kerja sama yang baik antara pimpinan dan stafnya. Teknologi berbasis bukti dianggap mampu untuk mendukung pelaksanaan sistem kendali mutu apabila sistem mampu memonitor dan mengevaluasi semua kegiatan pelayanan yang dilakukan di fasilitas kesehatan secara terukur dan efisien. 140 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","Tim pencegahan fraud di FKRTL dengan melibatkan satuan pemeriksaan internal (SPI), komite medis, tenaga perekam medis dan informasi kesehatan, koder, dan unsur lain yang terkait. Tim pencegahan fraud dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan. Tim ini bertugas untuk: a. melakukan deteksi dini kecurangan JKN berdasarkan data klaim pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh FKRTL; b. menyosialisasikan kebijakan, regulasi, dan budaya baru yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya; c. mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan tata kelola klinik yang baik; d. meningkatkan kemampuan koder, dokter, dan petugas lain yang berkaitan dengan klaim dengan cara menyelenggarakan pelatihan dan edukasi tentang pengetahuan terkait fraud, pelatihan dan edukasi sistem coding yang benar, peningkatan interaksi antartenaga kesehatan terkait, peningkatan ketaatan terhadap standar prosedur operasional yang berlaku, dan mendorong pendokumentasian yang jelas, lengkap, dan tepat waktu; e. melakukan upaya pencegahan, deteksi, dan penindakan kecurangan JKN; f. monitoring dan evaluasi; dan g. membuat laporan hasil upaya pencegahan fraud. 2. Upaya pendeteksian Upaya pendeteksian kasus fraud dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan melalui skema surveilans data klaim atau audit data klaim. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh tim pencegahan fraud. Audit sebaiknya dilakukan secara rutin. Audit dapat pula diikutsertakan sebagai bagian dari kegiatan investigasi dalam upaya deteksi dini kecurangan JKN. Investigasi dapat dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari pakar medis\/coding, asosiasi rumah sakit\/asosiasi fasilitas kesehatan, dan organisasi profesi. Investigasi bertujuan untuk memastikan adanya dugaan terjadinya fraud, penjelasan terkait berlangsungnya kejadian fraud, dan alasan\/penyebab kasus fraud tersebut. Hasil audit data klaim selanjutnya dianalisis dengan pendekatan: mencari anomali data, predictive modeling, atau penemuan kasus. Mencari anomali data dimaksudkan untuk menemukan ada tidaknya data klaim yang menyimpang\/dicurigai merupakan kejadian yang mengarah pada tindakan fraud. Predictive modeling biasanya menggunakan metode statistik tertentu (biasanya dengan teknik regresi) untuk memprediksi kejadian fraud. Penemuan kasus merujuk pada pemeriksaan atau audit dokumen rekam medis dalam upaya untuk menemukan kasus klaim yang dianggap bagian dari kasus fraud. 3. Upaya penanganan Apabila hasil audit data klinis dan\/atau investigasi mengarah pada kejadian fraud, tim pencegahan fraud harus melaporkannya kepada pimpinan fasilitas kesehatan. Laporan yang \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 141","disampaikan memuat informasi mengenai ada atau tidaknya kejadian fraud, rekomendasi pencegahan berulangnya kejadian serupa di kemudian hari, dan rekomendasi sanksi administratif bagi pelaku. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), sanksi administratif yang dapat diberikan antara lain: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. perintah pengembalian kerugian kepada pihak yang dirugikan; d. denda pengembalian kerugian (maksimal 50% dari total kerugian); e. pencabutan izin praktik; f. pemberhentian dari jabatan; dan\/atau g. pemecatan. Selain melalui Kementerian Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan juga telah menerbitkan Peraturan BPJS Kesehatan No. 7 Tahun 2016 tentang Sistem Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan. Peraturan tersebut berisi pengelolaan pencegahan fraud JKN oleh peserta jaminan sosial, petugas BPJS, maupun pemberi layanan kesehatan yang dilakukan dengan tahapan pencegahan, pendeteksian, dan penanganan kasus fraud. Dalam hal pengelolaan pencegahan fraud oleh peserta jaminan sosial, BPJS Kesehatan melakukan tindakan preventif dengan cara membuat komitmen dengan fasilitas kesehatan untuk tidak menerima gratifikasi dari peserta, melakukan edukasi kepada peserta dan pihak terkait, serta mewajibkan fasilitas kesehatan untuk mengecek kesesuaian antara kartu identitas peserta JKN dan kartu identitas lain (KTP\/SIM) sebelum peserta sah menerima layanan kesehatan. Tindakan pendeteksian fraud oleh peserta dilakukan dengan cara pengecekan keaslian kartu peserta JKN, pengecekan keaslian dan masa berlaku surat rujukan, memastikan fasilitas kesehatan memiliki dan menaati standar operasional prosedur (SPO) dan standar pelayanan medis (SPM) yang berlaku, penyediaan aplikasi yang mampu mendeteksi perolehan manfaat yang berlebih bagi peserta, pemeriksaan kepatuhan terhadap peserta, permintaan penjelasan dari fasilitas kesehatan terkait permintaan rujukan sendiri oleh peserta, dan penjelasan terkait pemalsuan data identitas\/kepesertaan. Penanganan dilakukan dengan cara penghentian pemberian program jaminan kesehatan, pemberian sanksi kepada peserta, melaporkan kejadian fraud kepada dinas kesehatan\/asosiasi fasilitas kesehatan\/komite rumah sakit, dan\/atau melaporkannya kepada pihak yang berwajib dengan disertai bukti-bukti untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. 142 Manajemen Informasi Kesehatan V \uf06e","Dalam hal pengelolaan pencegahan fraud oleh petugas BPJS Kesehatan, BPJS Kesehatan melakukan tindakan preventif dengan cara membangun budaya organisasi yang baik, mengatur dan memastikan job description petugas dilakukan dengan benar, memastikan proses bisnis yang terstandar, meningkatkan pengetahuan dan kompetensi petugas akan kebijakan dan regulasi terbaru, meningkatkan koordinasi antarpetugas, dan melakukan monitoring serta evaluasi berkala. Tindakan pendeteksian fraud oleh petugas BPJS Kesehatan dilakukan dengan cara melakukan audit dan evaluasi terhadap kinerja petugas. Penanganan dilakukan dengan cara penelaahan kasus fraud dan dilanjutkan dengan pembuatan laporan yang ditujukan kepada Direktur Teknis BPJS Kesehatan. Hasil akhirnya adalah penetapan sanksi bagi petugas yang terbukti melakukan fraud sesuai dengan Peraturan Kepegawaian BPJS Kesehatan. Dalam hal pengelolaan pencegahan fraud oleh pemberi pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan melakukan tindakan preventif dengan cara mencantumkan klausul upaya tindakan penegahan fraud yang tertuang dalam perjanjian kerja sama dan pakta integritas, melakukan sosialisasi pencegahan fraud, memasang media informasi yang baik, meningkatkan tata kelola yang baik dengan fasilitas kesehatan, melakukan monitoring dan evaluasi, dan\/atau melakukan koordinasi dengan pimpinan fasilitas kesehatan terkait adanya indikasi fraud. Tindakan pendeteksian fraud oleh pemberi layanan kesehatan dilakukan dengan cara pelaksanaan deteksi dini kasus fraud berdasarkan data klaim, penelusuran informasi indikasi fraud, dan penyampaian indikasi kasus fraud kepada pimpinan fasilitas kesehatan. Penanganan dilakukan dengan cara melakukan penelusuran dan investigasi lebih lanjut terhadap indikasi kasus fraud, melaporkan hasil investigasi kepada kepala dinas kesehatan dan menteri kesehatan, memberikan sanksi berupa tidak membayarkan klaim yang merupakan hasil kecurangan, dan\/atau menghitung kelebihan pembayaran klaim sebagai tagihan bulan berikutnya, dikembalikan langsung, atau diproses secara hukum. B. REKAM MEDIS DALAM KONTEKS PENANGGULANGAN FRAUD Menurut Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 46 ayat 1 menjabarkan rekam medis sebagai berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pengertian tersebut diperjelas oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269\/MENKES\/PER\/III\/2008 tentang Rekam Medis yang menjelaskan bahwa rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Sebagai suatu dokumen yang berisi catatan pelayanan kesehatan pasien, rekam medis mempunyai aspek kegunaan penting yang sering disingkat ALFRED yaitu: \uf06e Manajemen Informasi Kesehatan V 143"]
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237