138 orang-orang yang lebih tua hendaknya mengajar kelompok yang lebih muda dengan perkataan dan teladan. Inilah caranya nilai-nilai diteruskan dari gererasi ke generasi.9 4.2.2. Pastoral Konseling pada Lansia yang Hidup Sendiri pada Masalah Ekonomi di GBI Bulu Semarang Masalah ekonomi yang terjadi pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang akan ditinjau dari peran pastoral konseling yang meliputi menyembuhkan (healing), menopang (sustaining), membimbing (guiding), mendamaikan (reconciling), memberdayakan (empowering). Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri pada masalah ekonomi di GBI Bulu Semarang menunjukkan sudah dilakukan namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. Berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan akan dijabarkan sebagai berikut: Pertama, Beberapa lansia yang hidup sendiri mengalami permasalahan ekonomi namun tidak semuanya. Tiga orang responden menyatakan tidak mengalami masalah ekonomi. Empat orang responden menyatakan mengalami masalah. Permasalahan ekonomi ini disebabkan karena ketergantungan dengan dana bantuan dari anak dan tidak memiliki penghasilan pasti. Sedangkan tiga orang tidak memiliki masalah ekonomi dikarenakan memiliki dana pensiun. Rata-rata yang mengalai kesulitan ekonomi adalah ibu rumah tangga biasa saja yang telah kehilangan suami mereka sebagai pemenuh 9 Alkitab Penuntun hidup Berkelimpahan, hal 2625
139 kebutuhan. Hal ini memang pernah diungkapkan sendiri oleh Yesus dimana Dia mengungkapkan orang miskin selalu ada padamu (Matius 26:11) Siti menjelaskan idealnya masa usia lanjut adalah masa yang tidak direpotkan oleh urusan mencari uang. Masa lansia diidentikan dengan masa menikmati atas jerih payahnya bekerja pada waktu muda, sehingga hidup tenang, sejahtera dan bahagia.10 Namun demikian Banner menjelaskan pada masa lansia akan kehilangan peran pekerjaan (work role) dan peran ekonomis (economic role).11 Dana yang lebih besar diperlukan oleh para lanjut usia. Dana ini dipakai untuk mencukupi gizi agar tetap sehat, perawatan dan pemeriksaan kesehatan yang rutin, kegiatan-kegiatan yang bersifat rekreatif. Terkadang lansia juga perlu membayar orang yang siap menjaga dan membantu aktivitasnya sehari-hari. Keadaan ekonomi yang kurang mencukupi akan menggangu tercapainya kebahagiaan hidup orang usia lanjut.12 Kedua, GBI Bulu telah menjalankan fungsi menyembuhkan (healing) pada masalah ekonomi namun perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik. Dua orang responden menjawab ditolong rutin oleh Gereja untuk menyelesaikan masalah ekonomi. Satu orang responden menjawab tidak ditolong rutin oleh Gereja hanya ketika sakit. Satu orang responden menjawab tidak memberitahu ketika ada masalah ekonomi. Landasan teori menyatakan fungsi menyembuhkan digunakan apabila adanya keadaan yang perlu dikembalikan ke keadaan semula atau mendekati 10 Siti, hal. 10. 11 Banner, hal. 112. 12 Ibid., hal. 78.
140 semula. Fungsi menyembuhkan digunakan bagi mereka yang mengalami duka cita dan luka batin karena masalah ekonomi. Pada saat ini gereja menolong melalui pendekatan dimana mengajak konseli mengungkapkan perasaan hatinya yang tertekan.13 Martabat lansia telah dipulihkan oleh Yesus Kristus. Di hadapan orang-orang Farisi, keberadaan lansia diperjuangkan oleh Yesus (Markus 7:9- 13). Orang Farisi memakai Allah sebagai alasan untuk menghindar dari kewajiban menolong keluarga mereka. Mereka mengira lebih penting untuk memberikan uang ke dalam perbendaharaan Bait Allah daripada menolong orang tua yang miskin, sekalipun Taurat Allah secara khusus menyuruh menghormati ayah dan ibu (Keluaran 20:12).14 Gereja memiliki empat kelompok jawaban yang disampaikan oleh lima responden dan masing-masing kelompok jawaban menyatakan telah membantu lansia yang hidup sendiri setelah mengalami krisis dalam kehidupannya dengan bantuan untuk kebutuhan sehari-hari. GBI Bulu Semarang melakukan kunjungan untuk menguatkan dan mendoakan para lansia yang hidup sendiri ini. Beberapa bantuan juga diberikan. Namun demikian dua reponden lansia yang hidup sendiri mengungkapkan bantuan ini tidak diberikan secara rutin seperti hanya ketika sakit. Selain itu lansia terkadang tidak terbuka mengungkapkan masalah ekonomi mereka sehingga diperlukan keterbukaan dari 13 Totok, hal.64 14 Alkitab Penuntun hidup Berkelimpahan, hal 1990
141 lansia yang hidup sendiri untuk menceritakan mengenai permasalahan ekonominya kepada pihak Gereja Ketiga, Gereja telah menjalankan fungsi menopang (sustaining) pada masalah ekonomi namun perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik. Dua orang responden menjawab menerima bantuan sembako dan dana kematian Santa Maria. Satu orang responden menjawab tidak mau menerima bantuan perbaikan rumah tetapi mau menerima bantuan dana kematian Santa Maria. Satu orang responden menjawab menerima sembako, uang tunai, bantuan kacamata, dana kematian Santa Maria, dan bantuan perbaikan rumah. Lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu sudah pernah mendapat bantuan. Hal ini sejalan dengan landasan teori yang dikemukakan. Siti menjelaskan bahwa lansia dengan masalah ekonomi bisa dibantu dengan bantuan yang bersifat ekonomi.15 Lansia dan orang miskin dipelihara dari penindasan (Kisah Para Rasul 6; 1 Timotius 5). GBI Bulu Semarang memberikan bantuan dalam pemenuhan keperluan sehari-hari bagi lansia yang hidup sendiri. Bantuan tersebut berwujud sembako dan uang pada acara-acara khusus Gereja seperti Natal dan Ulang Tahun Gereja. Bantuan lain yang diterima juga berupa dana kematian Santa Maria, bantuan kacamata, bantuan perbaikan rumah, bantuan uang dan bantuan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan lansia. Namun demikian tidak semua lansia terbuka dengan bantuan tersebut. Ada lansia yang hidup sendiri ini menolak bantuan perbaikan rumah dengan alasan konflik keluarga. Christantio 15 Siti, hal. 115.
142 menjelaskan demi memenuhi kebutuhan jasmani, manusia rela mengorbankan keluarganya yang akhirnya menimbulkan banyak konflik sehingga melupakan kebutuhan lain yang lebih penting.16 Selain itu di GBI Bulu Semarang muncul kecemburuan sosial dalam pemberian bantuan ekonomi secara rutin seperti sembako. Oleh karena itu pemberian bantuan dilakukan secara insidental pada acara-acara khusus Gereja. Keempat, Gereja telah melaksanakan fungsi membimbing (guiding) pada pada masalah ekonomi namun perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik. Empat orang responden lansia yang hidup sendiri menyatakan mendapat bantuan bimbingan keuangan dari khotbah. Hal ini tentu saja sejalan dengan landasan teori menyatakan fungsi membimbing digunakan apabila konseli dalam kondisi siap secara mental. Gereja dapat menolong memilih dan mengambil keputusan tentang masa depannya. Dalam segi ekonomi salah satu pembentukan harga diri lansia apabila mereka masih bisa bekerja dan menghasilkan pendapatan tetapi walaupun demikian banyak pula kegiatan yang tidak menghasilkan pendapatan namun berdampak pada kemandirian. 17 Alkitab menjelaskan harus ada penatalayanan keuangan dengan menekankan semua milik Allah (Mazmur 24:1). Oleh karena itu harus terdapat perencanaan keuangan yang baik (Lukas 14:28-33). Fungsi ini bisa diperbaiki lagi oleh GBI Bulu. GBI Bulu menyatakan tidak ada program khusus untuk membimbing lansia yang hidup sendiri untuk mengatur keuangan. Bimbingan tersebut terbatas pada lansia yang aktif ke Gereja 16 Christantio, hal. 34. 17 Siti, hal. 197
143 saja. Lansia yang mengatakan tidak mendapat bimbingan dikarenakan tidak hadir di Gereja. Selain itu, pengembangan usaha memang pernah dilakukan oleh WBI tetapi tidak ada tindak lanjut. Kelima, Gereja telah melaksanakan fungsi mendamaikan (reconciling) pada masalah ekonomi. Dua orang lansia yang hidup sendiri menyatakan Gereja menolong mereka ketika ada masalah. Perlu dipahami menghormati akan yang muda atau yang tua tidak terletak pada produktifitas atau kebergunaan tetapi pada eksistensi (Imamat 19:32; Bilangan 8:23-26). Hal ini sejalan dengan landasan teori yang dikemukakan bahwa fungsi ini digunakan apabila terjadi konflik yang mengakibatkan putusnya atau rusaknya hubungan maka Gereja berada ditengah-tengah dan menempatkan dirinya sebagai mediator.18 Namun demikian terhambat dengan keterbukaan lansia itu sendiri. Lansia tidak menyampaikan kepada pihak Gereja ketika terdapat konflik dengan keluarga berkaitan dengan masalah ekonomi. Pada kasus yang pernah terjadi Gereja melakukan pendampingan dan memfasilitasi pertemuannya. Gereja mendampingi, memberikan pengawasan, dan memonitoring perkembangannya. Gereja hanya memfasilitasi mendamaikan lansia namun tidak ikut campur terlalu dalam. Keenam, Gereja telah melaksanakan fungsi memberdayakan (empowering) pada masalah ekonomi. Empat orang responden menjawab Gereja telah mendorong mereka menggunakan waktu luang. GBI Bulu tidak secara spesifik mendorong mereka untuk bekerja. Namun Gereja melalui WBI dan PBI 18 Totok, hal.85
144 melakukan pelatihan ketrampilan sederhana untuk penggunaan waktu luang. Namun demikian kegiatan ini tidak ada satu lansiapun yang mengajukan diri untuk mengembangkan hal tersebut. Hal ini sejalan dengan landasan teori yang dikemukakan bahwa fungsi ini digunakan untuk membantu konseli berdaya mandiri dan tidak selalu bergantung dengan konselor. Konseli juga dapat menjadi penolong bagi orang lain. Konseli menjadi berguna dan keberadaannya memberi nilai positif bagi orang lain baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan-lingkungan lainnya dimana lansia terlibat.19 Lansia bisa menjadi sumber berkat dan sumber hikmat karena kesetiannya kepada Allah (Mazmur 105:22, Mazmur 90:12, Ayub 12:12).20 Kesetian kepada Allah telah membuat lansia memiliki hidup yang berkenan kepada Allah. Lansia akan menggunakan hikmatnya untuk membantu kehidupan orang yang lebih muda. 4.2.3. Pastoral Konseling pada Lansia yang Hidup Sendiri pada Masalah Sosial di GBI Bulu Semarang Masalah sosial yang terjadi akan ditinjau dari peran pastoral konseling yang meliputi menyembuhkan (healing), menopang (sustaining), membimbing (guiding), mendamaikan (reconciling), memberdayakan (empowering). Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang terhadap tujuh responden pada masalah sosial menunjukkan sudah 19 Totok, hal. 110. 20 Banner, hal.117.
145 dilakukan namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. Berdasarkan data- data yang berhasil dikumpulkan akan dijabarkan sebagai berikut: Pertama, terdapat permasalahan sosial lansia yang hidup sendiri yang terkait dengan keluarga dan tetangga sekitar walaupun tidak semua lansia mengalami hal tersebut. Lima orang responden lansia menjawab memiliki permasalahan yang terkait dengan keluarga dan tetangga sekitar. Siti Partini menjelaskan para lansia dengan proses penuannya sering tidak diterima oleh masyarakat. Perubahan nilai sosial masyarakat mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, berpengaruh bagi para usia lanjut yang kurang mendapat perhatian sehingga sering tersisih dari kehidupan.21 Namun demikian Alkitab memandang Keluarga menjadi tempat perlindungan terhadap Lansia yang pertama. Hal ini diungkapkan dalam perintah kelima (Keluaran 20:12, Ulangan 5:16, Imamat 19:3). Masalah sosial yang dialami oleh lansia di GBI Bulu Semarang ini menyangkut hubungan keluarga seperti ketidakharmonisan dengan menantu, istri, keponakan, adik dan anak tiri. Masalah lain yang ditemukan berkaitan dengan keluarga yang ditemukan di GBI Bulu adalah adanya perasaan sungkan dan tidak mau merepotkan anak. Banner menyatakan dukungan keluarga kepada lanjut usia berubah karena perubahan struktur sosial extended family ke nucleus family. Suami dan istri sama-sama bekerja, bahkan kadang-kadang sampai sore dan malam hari sedangkan anak-anak belajar di sekolah. Upaya orang muda untuk melayani dan 21 Siti, hal. 12
146 merawat orang tuanya semakin terbatas, bahkan berangsur-angsur semakin kecil. Hal ini akan menimbulkan masalah sosial yang cukup serius bagi kehadiran lanjut usia yang tinggal bersama anaknya. Dalam hal ini peran pembantu atau sanak keluarga lain menjadi sangat besar.22 Masalah sosial yang berkaitan dengan tetangga juga diakui oleh salah satu lansia di GBI Bulu Semarang dimana hubungan yang tidak terlalu akrab maupun ketidakharmonisan hubungan. Desminta menjelaskan, Lansia bisa seolah- olah terasing dari masyarakat karena penarikan diri yang mereka lakukan.23 Diakui pula oleh seorang responden lansia bahwa faktor usia sedikit banyak mempengaruhi kejiwaan. Hal ini diperparah dengan hidup sendiri yang mereka alami. Mereka menjadi kuatir dan takut akan kematian yang datang tiba-tiba. Kedua, Gereja telah melaksanakan fungsi menyembuhkan (healing) pada masalah sosial. Empat orang responden dari lansia yang hidup sendiri menyatakan Gereja terus mengunjungi mereka setelah mengalami permasalahan yang terkait dengan keluarga dan tetangga sekitar. GBI Bulu Semarang memberikan pendampingan dengan mengunjungi, memberikan nasihat, memberikan kekuatan kepada lansia yang hidup sendiri. Untuk persoalan- persoalan yang merupakan konflik besar Gereja melakukan pendampingan namun apabila persoalan tersebut merupan persoalan internal dengan anak atau menantu Gereja tidak terlibat kalau tidak diminta. Gereja tidak masuk dalam persoalan 22 Ibid., hal. 100. 23 Desmita, hal. 254.
147 keluarga kalau tidak diminta karena Gereja mengahargai hal tersebut. Gereja hanya melakukan pendampingan pada pihak yang merupakan anggota Gereja. Hal ini sejalan dengan landasan teori yang dikemukakan oleh Tulus bahwa fungsi menyembuhkan digunakan bagi mereka yang mengalami duka cita dan luka batin karena masalah sosial. Pastoral konseling berusaha menolong agar konseli menemukan solusi agar mampu mengatasi kemalangan dan berganti menjadi ketegaran, ketangguhan, kesabaran, ketabahan.24 Namun demikian pastoral konseling hanya sebatas menolong dan bukan mengambil alih masalah. Konseli dibantu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa mengambil alih masalah tersebut. Lebih lanjut Aart menjelaskan pendampingan yang berisi kasih sayang, rela mendengarkan dan kepeduliaan yang tinggi sangat penting bagi fungsi menyembuhkan. Sikap-sikap yang ditunjukan konselor tersebut akan membuat seseorang yang sedang menderita mengalami rasa aman dan kelegaan sebagai pintu masuk ke arah penyembuhan yang sebenarnya.25 Alkitab mencatat peringatan-peringatan yang keras dalam memperlakukan orang yang lebih tua. Hal ini diantaranya tercantum dalam Keluaran 21:15, siapa memukul ayah atau ibunya akan dihukum. Bahkan hal ini dinyatakan sebagai kejahatan dengan hukuman mati.26 Ulangan 27:16 menyebutkan orang yang memandang rendah ibu atau bapanya disebut terkutuk. Amsal 19:26 memperingatkan Anak yang menganiaya ayah dan mengusir ibunya membawa malu dan celaan pada diri sendiri. Amsal 30:17; Imamat 19:32 menulis 24 Tulus, hal. 33. 25 Aart, hal. 14. 26 Tafsir Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester, hal 172.
148 siapa yang mengolok-olok ayah serta enggan mendengarkan ibu akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali. Allah akan menjadi pelindung dan menjadi tempat perlindungan bagi mereka (Mazmur 71:9).27 Ketiga, Gereja telah melaksanakan fungsi menopang (sustaining) pada masalah sosial namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. Lansia harus diperhatikan dan dihormati (Keluaran 20:12, Efesus 6:4, Imamat 19:32). Siti mengatakan keluarga dapat menopang lansia.28 Empat orang responden lansia yang menyatakan diperhatikan oleh keluarga dan sisanya tidak diperhatikan oleh keluarga. Siti menjelaskan budaya yang ketimuran yang mendukung generasi muda untuk menghormati generasi tua menjadi daya dorong lasia tetap di hormati di negeri ini. Besarnya dukungan keluarga terhadap kehidupan usia lanjut mengurangi beban negara. Namun dukungan keluarga ini tidak dapat diharapkan stabil sepanjang masa. 29 Demikian juga yang terjadi dengan tiga orang lansia yang hidup di GBI Bulu Semarang yang tidak mendapat perhatian keluarga. Empat orang lansia yang hidup sendiri juga menjawab diperhatikan oleh tetangga sekitar dan tiga sisanya tidak terlalu diperhatikan oleh tetangga sekitar. Landasan teori menjelaskan hubungan tetangga dan keluarga perkotaan lebih bersifat individualis. Hal ini mengakibatkan jaringan komunikasi lansia menjadi lebih sempit. Lansia yang memiliki jaringan komunikasi atau terbatas lingkungan sosialnya akan menghabiskan hidupnya dengan merenungi nasib. 27 Banner, hal. 116. 28 Siti, hal.113. 29 Ibid.,hal.182.
149 Gereja Baptis Indonesia Bulu tidak memiliki program yang spesifik untuk menimbulkan kesadaran bagi warga masyarakat untuk menopang lansia menghadapi masa tuanya. Program Gereja Baptis Indonesia Bulu yang dimiliki hanya secara umum saja. Seperti khotbah pada ibadah dan pertemuan kelompok sel, ritrit keluarga. Hal-hal yang diajarkan oleh GBI Bulu Semarang adalah pengajaran agar anak-anak harus menghormati orang tuanya dan warga Gereja memperhatikan sesamanya. Selain itu pemberian sembako maupun parcel dengan memprioritaskan lansia juga dilakukan dalam acara-acara besar Gereja seperti paskah maupun natal lewat PKMB (Persekutuan Kaum Muda Baptis maupun panitia natal) untuk menumbuhkan kesadaran bagi kaum muda. Perhatian warga GBI Bulu dikatakan sangat baik. Fungsi menopang telah dilaksanakan oleh warga Gereja GBI Bulu dikarenakan enam orang lansia yang hidup sendiri menjawab telah diperhatikan oleh warga Gereja. Selain itu selanjutnya, enam orang respoden lansia menjawab mereka merasa diperhatikan oleh Gereja dan hanya satu orang yang menjawab tidak menuntut diperhatikan oleh Gereja karena bisa memahami kesibukan pelayanan dari Gereja. Keempat, Gereja telah melaksanakan fungsi membimbing (guiding) pada masalah sosial namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. Dalam segi masalah sosial perlu ditanamkan kesadaran bagi keluarga dan lingkungan sekitar untuk memperhatikan orang tua. Gereja Baptis Indonesia Bulu mewadahi lansia untuk bersosialisasi. Alkitab mengungkapkan Nikodemus datang pada suatu malam belajar kepada Yesus (Yohanes 3:3). Nikodemus dengan transformasi kuasa Roh Kudus,
150 orang tua dapat dilahirkan kembali. Selain itu pertemuan ibadah sangat baik seperti yang tercantum dalam Ibrani 10:25. Fungsi membimbing digunakan Gereja apabila konseli dalam kondisi siap secara mental. Gereja mendampingi lewat pembentukan-pembentukan kelompok sosial. Pembentukan kelompok- kelompok usia lanjut dapat membantu mencegah penarikan diri lansia dari lingkungan sosial. Kelompok-kelompok usia lanjut dibentuk agar terwujud kegiatan mempertemukan para anggotanya. Pertemuan ini akan membentuk kelompok sosial. Kontak sosial berfungsi supaya lansia memiliki kesempatan untuk saling bertukar informasi, saling belajar dan saling bercanda. Kontak sosial akan mendatangkan perasaan senang. Perasaan senang ini tidak dapat dipenuhi bila ia dalam keadaan sendirian. Pertemuan usia lanjut bisa mematahkan anggapan bahwa lansia adalah penunggu rumah. Ancok dalam Siti menyatakan bahwa upaya menghimpun kelompok lanjut usia dalam wadah kegiatan, memungkinkan mereka berbagi rasa dan menikmati hidup.30 GBI Bulu Semarang mendorong lansia untuk terlibat hadir dalam acara-acara Gereja. Apabila lansia meresponi maka mereka bisa hadir untuk sosialisasi. Lansia bisa terlibat dalam mengunjungi orang sakit, mengunjungi orang yang menikah, persekutuan kelompok sel, sekolah minggu, Wanita Baptis Indonesia, ritrit keluarga, dan sekolah minggu. Namun demikian pertemuan- pertemuan tersebut bersifat umum. Beberapa lansia yang hidup sendiri tidak ikut pertemuan-pertemuan tersebut. 30 Siti, hal. 12.
151 Lansia yang hidup sendiri menjawab bahwa Gereja membantu mereka lebih dekat dengan keluarga sebanyak dua orang. Hal yang dilakukan yaitu mendorong lewat sekolah minggu dan ibadah. Dua orang lansia yang hidup sendiri menjawab dekat dengan keluarga tetapi terdapat perbedaan agama yang menjadi penghalang mereka. Dua orang responden lansia lain menjawab gereja tidak mendorong mereka untuk dekat dengan keluarga. Satu orang menjawab hal tersebut harus diupayakan sendiri . Lansia yang hidup sendiri menyatakan Gereja mendorong mereka lebih dekat kepada tetangga sebanyak tiga orang dan empat orang menjawab tidak. Hal yang diungkapkan karena Gereja tidak tahu satu persatu orang tetangga dari lansia yang hidup sendiri. Dominan jawaban lansia yang hidup sendiri menyatakan Gereja mendorong mereka untuk hadir dalam pertemuan Gereja yang mendekatkan mereka dengan saudara seiman. Hal ini sudah disadari sebagian besar lansia bahwa walaupun ada dorongan dari Gereja untuk dekat dengan saudara seiman namun hal tersebut harus menjadi inisatif mereka sendiri. Dorongan tersebut muncul dalam khotbah namun demikian faktor kesehatan menjadi penghalang beberapa lansia sehingga tidak bisa datang pada pertemuan-pertemuan ibadah yang mendekatkan dengan saudara seiman. Gereja telah melaksanakan fungsi mendamaikan (reconciling) pada masalah sosial. Empat responden dari lima responden lansia di GBI Bulu menjawab gereja sudah membantu lansia saat mengalami masalah dengan keluarga dan tetangga sekitar. Hal ini sejalan dengan landasan teori yang dikemukakan bahwa fungsi mendamaikan, Gereja akan menempatkan dirinya sebagai mediator atau penengah. Dia berada ditengah pihak-pihak yang terlibat
152 dalam konflik. Konselor diharapkan tetap berada ditengah dan objektif dalam menilai persoalan. Konselor yang objektif akan membantu konseli untuk menemukan kata rujuk dan damai dari setiap persoalan yang ada. Konselor bisa membimbing konseli untuk berdamai tanpa berpihak dengan salah satu pihak. Konselor adalah orang yang netral atau penengah yang bijaksana.31 Ulangan 27:16 menyebutkan orang yang memandang rendah ibu atau bapanya disebut terkutuk. Amsal 19:26 memperingatkan Anak yang menganiaya ayah dan mengusir ibunya membawa malu dan celaan pada diri sendiri. Amsal 30:17. Fungsi mendamaikan ini sangat bergantung dengan kemauan dan keterbukaan para lansia untuk mau ditolong. Apabila lansia yang hidup sendiri ini tidak meminta pihak Gereja untuk terlibat maka pihak Gereja tidak akan melakukannya. Gereja hanya memberikan pendampingan pada pihak-pihak yang memiliki keanggotaan Gereja. Gereja telah melaksanakan fungsi memberdayakan (empowering) pada masalah sosial. Empat orang resonden lansia yang hidup sendiri menyatakan gereja mendorong lansia untuk hadir dalam pertemuan Gereja yang mendekatkan mereka dengan saudara seiman Yeniar menyatakan aktifitas sosial sangat penting bagi lansia. Oleh karena itu lansia membutuhkan kegiatan sosial untuk mengisi waktu luangnya. Aktifitas sosial dapat berfungsi sebagai aktifitas hiburan. Selain itu, aktifitas sosial juga dapat meningkatkan kebermaknaan hidup. Aktifitas sosial sangat bermanfaat untuk orang lain. Kegiatan tersebut juga menolong untuk menjain hubungan pertemanan. Lansia 31 Totok, hal. 109.
153 juga bisa meningkatkan religiusitasnya apabila aktivitas tersebut bersifat keagaamaan.32 GBI Bulu Semarang memberdayakan lansia yang hidup sendiri untuk terlibat dalam pelayanan sosial Gereja dan hidup bersosialisasi. Namun diakui tidak semuanya terlibat dalam pelayanan sosial Gereja. 4.3. Intepretasi Data Pada tahap ini peneliti akan memberikan interpretasi berdasarkan hasil wawancara yang sudah dilakukan dan diolah oleh peneliti. Peneliti menarik kesimpulan logis melalui analisis data wawancara. Jadi pada tahap ini peneliti bukan hanya sekedar menunjuk kemungkinan, tetapi benar-benar menarik kesimpulan. Berdasarkan paparan diatas maka peneliti dapat menarik intepretasi sebagai berikut: 1. Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah kerohanian. Penelitian diatas menjelaskan bahwa pertama, lansia yang hidup sendiri ini pernah dikunjungi oleh pihak Gereja. Namun demikian muncul jawaban kunjungan walaupun pernah dilakukan tetapi jarang dilakukan. Kunjungan dilakukan pada saat sakit. Frekuensi kunjungan kepada lansia yang hidup sendiri ini dilakukan secara tidak teratur dan dilakukan saat sakit. Kunjungan kepada lansia yang hidup sendiri ini dilakukan oleh tim pastoral. Maka demikian tim pastoral telah menjalankan fungsinya untuk melaksanakan pastoral konseling. Dominasi jawaban kunjungan kepada lansia yang hidup 32 Yeniar, hal. 78.
154 sendiri ini dilakukan secara tidak rutin. Hal utama yang dilakukan saat berkunjung kepada lansia yang hidup sendiri ini adalah berdoa. Hal lain yang dilakukan saat kunjungan adalah berdoa dan membaca firman, memberi nasihat, menanyakan kabar. Gereja telah melaksanakan fungsi menyembuhkan/healing pada masalah kerohanian karena Gereja telah memberikan penghiburan. Gereja telah melaksanakan fungsi menopang (sustaining) pada masalah kerohanian. Lima responden lansia di GBI Bulu Semarang mengalami masalah kerohanian. Oleh sebab ada upaya dari GBI Bulu Semarang untuk meningkatkan kerohanian para lansia yang hidup sendiri. Peningkatan kerohanian para lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu dilakukan dengan mendorong mereka untuk hadir dalam kelas sekolah minggu lansia, WBI (Wanita Baptis Indonesia), PBI (Pria Baptis Indonesia), kelompok sel, kunjungan tim diakon, kelompok sel, pendampingan dalam doa dan pemuridan serta menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung untuk lansia seperti antar jemput untuk ibadah lansia di hari minggu. Namun demikian program yang ada masih dilakukan untuk jemaat pada umumnya. Selain itu tidak semua lansia memanfaatkan fungsi ini dikarenakan keterbatasan Gereja dalam memberikan jemputan dan penurunan fungsi tubuh. GBI Bulu telah melaksanakan fungsi membimbing (guiding) pada masalah kerohanian. Enam orang lansia yang hidup sendiri menyatakan memiliki kesadaran sendiri untuk beribadah tetapi juga didorong oleh Gereja untuk menjalankan hal tersebut. GBI Bulu membangun kehidupan rohani para lansia dengan mengajak lansia untuk berkumpul dan bersekutu lewat sekolah minggu lansia, pertemuan
155 kelompok sel, kunjungan pastoral care, khotbah, dan WBI. Fungsi ini sangat bergantung dengan tingkat keaktifan lansia yang hidup sendiri menghadiri acara-acara ibadah.dan faktor kesehatan. Diakui bahwa ada lansia yang sama sekali belum mengalami pertumbuhan rohani yang teratur namun memiliki keterbatasan untuk bisa hadir di setiap aktifitas gereja. Oleh sebab itu sedang dipikirkan untuk melakukan pemuridan dari rumah kerumah. GBI Bulu telah menjalankan fungsi mendamaikan (reconciling) pada masalah kerohanian. Enam orang lansia menjawab gereja membantu lansia menerima perubahan di masa tua. GBI Bulu menyatakan bahwa mereka berupaya membatu para lansia yang hidup sendiri untuk menerima kondisi di masa tuanya GBI Bulu telah menjalankan fungsi memberdayakan (empowering) pada masalah kerohanian. Lima orang lansia yang hidup sendiri ini menyatakan ikut dalam pelayanan. Lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang merasa dilibatkan dalam pelayanan Gereja sebagai penerima tamu, mengedarkan kantong persembahan, ikut kunjungan pada orang sakit, mendukung dana pelayanan lewat persembahan maupun perpuluhan, pujian istimewa, dan berdoa syafaat. Namun demikian, ada pula lansia tidak terlibat dalam pelayanan karena masalah kesehatan dan menolak untuk diajak terlibat dalam pelayanan. Responden juga menyatakan bahwa pelayanan yang mereka ambil bergantung dengan kemampuan mereka. Berdasarkan data diatas dapat disimpulakan bahwa Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah kerohanian menunjukkan sudah dilakukan namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik
156 2. Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah ekonomi Beberapa lansia yang hidup sendiri mengalami permasalahan ekonomi namun tidak semuanya. GBI Bulu telah menjalankan fungsi menyembuhkan (healing) pada masalah ekonomi namun perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik. Gereja telah membantu lansia yang hidup sendiri setelah mengalami krisis dalam kehidupannya dengan bantuan untuk kebutuhan sehari-hari. GBI Bulu Semarang melakukan kunjungan untuk menguatkan dan mendoakan para lansia yang hidup sendiri ini. Beberapa bantuan juga diberikan. Namun demikian dua reponden lansia yang hidup sendiri mengungkapkan bantuan ini tidak diberikan secara rutin seperti hanya ketika sakit. Selain itu lansia terkadang tidak terbuka mengungkapkan masalah ekonomi mereka sehingga diperlukan keterbukaan dari lansia yang hidup sendiri untuk menceritakan mengenai permasalahan ekonominya kepada pihak Gereja Gereja telah menjalankan fungsi menopang (sustaining) pada masalah ekonomi namun perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik. Lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu sudah pernah mendapat bantuan. GBI Bulu Semarang memberikan bantuan dalam pemenuhan keperluan sehari-hari bagi lansia yang hidup sendiri. Bantuan tersebut berwujud sembako dan uang pada acara-acara khusus Gereja seperti Natal dan Ulang Tahun Gereja. Bantuan lain yang diterima juga berupa dana kematian Santa Maria, bantuan kacamata, bantuan perbaikan rumah, bantuan uang dan bantuan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan lansia. Namun demikian tidak semua lansia terbuka dengan bantuan tersebut.
157 Ada lansia yang hidup sendiri ini menolak bantuan perbaikan rumah dengan alasan konflik keluarga. Selain itu di GBI Bulu Semarang muncul kecemburuan sosial dalam pemberian bantuan ekonomi secara rutin seperti sembako. Oleh karena itu pemberian bantuan dilakukan secara insidental pada acara-acara khusus Gereja. Gereja telah melaksanakan fungsi membimbing (guiding) pada pada masalah ekonomi namun perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik. Empat orang responden lansia yang hidup sendiri menyatakan mendapat bantuan bimbingan keuangan dari khotbah. Fungsi ini bisa diperbaiki lagi oleh GBI Bulu. GBI Bulu menyatakan tidak ada program khusus untuk membimbing lansia yang hidup sendiri untuk mengatur keuangan. Bimbingan tersebut terbatas pada lansia yang aktif ke Gereja saja. Lansia yang mengatakan tidak mendapat bimbingan dikarenakan tidak hadir di Gereja. Selain itu, pengembangan usaha memang pernah dilakukan oleh WBI tetapi tidak ada tindak lanjut. Gereja telah melaksanakan fungsi mendamaikan (reconciling) pada masalah ekonomi. Namun demikian terhambat dengan keterbukaan lansia itu sendiri. Lansia tidak menyampaikan kepada pihak Gereja ketika terdapat konflik dengan keluarga berkaitan dengan masalah ekonomi. Pada kasus yang pernah terjadi Gereja melakukan pendampingan dan memfasilitasi pertemuannya. Gereja mendampingi, memberikan pengawasan, dan memonitoring perkembangannya. Gereja hanya memfasilitasi mendamaikan lansia namun tidak ikut campur terlalu dalam. Gereja telah melaksanakan fungsi memberdayakan (empowering) pada masalah ekonomi. Empat orang responden menjawab Gereja telah mendorong
158 mereka menggunakan waktu luang. GBI Bulu tidak secara spesifik mendorong mereka untuk bekerja. Namun Gereja melalui WBI dan PBI melakukan pelatihan ketrampilan sederhana untuk penggunaan waktu luang. Namun demikian kegiatan ini tidak ada satu lansiapun yang mengajukan diri untuk mengembangkan hal tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah ekonomi menunjukkan sudah dilakukan namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. 3. Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah sosial Lansia yang hidup sendiri mengalami masalah sosial yang terkait dengan keluarga dan tetangga sekitar walaupun tidak semua lansia mengalami hal tersebut. Masalah sosial yang dialami oleh lansia di GBI Bulu Semarang ini menyangkut hubungan keluarga seperti ketidakharmonisan dengan menantu, istri, keponakan, adik dan anak tiri. Masalah lain yang ditemukan berkaitan dengan keluarga yang ditemukan di GBI Bulu adalah adanya perasaan sungkan dan tidak mau merepotkan anak. Masalah sosial yang berkaitan dengan tetangga juga diakui oleh salah satu lansia di GBI Bulu Semarang dimana hubungan yang tidak terlalu akrab maupun ketidakharmonisan hubungan. Diakui pula oleh seorang responden lansia bahwa faktor usia sedikit banyak mempengaruhi kejiwaan. Hal ini diperparah dengan hidup sendiri yang mereka alami. Mereka menjadi kuatir dan takut akan kematian yang datang tiba-tiba. Gereja telah melaksanakan fungsi menyembuhkan
159 (healing) pada masalah sosial. Empat orang responden dari lansia yang hidup sendiri menyatakan Gereja terus mengunjungi mereka setelah mengalami permasalahan yang terkait dengan keluarga dan tetangga sekitar. GBI Bulu Semarang memberikan pendampingan dengan mengunjungi, memberikan nasihat, memberikan kekuatan kepada lansia yang hidup sendiri. Untuk persoalan-persoalan yang merupakan konflik besar Gereja melakukan pendampingan namun apabila persoalan tersebut merupan persoalan internal dengan anak atau menantu Gereja tidak terlibat kalau tidak diminta. Gereja tidak masuk dalam persoalan keluarga kalau tidak diminta karena Gereja mengahargai hal tersebut. Gereja hanya melakukan pendampingan pada pihak yang merupakan anggota Gereja. Gereja telah melaksanakan fungsi menopang (sustaining) pada masalah sosial namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. Empat orang responden lansia yang menyatakan diperhatikan oleh keluarga dan sisanya tidak diperhatikan oleh keluarga. Empat orang lansia yang hidup sendiri juga menjawab diperhatikan oleh tetangga sekitar dan tiga sisanya tidak terlalu diperhatikan oleh tetangga sekitar. Gereja Baptis Indonesia Bulu tidak memiliki program yang spesifik untuk menimbulkan kesadaran bagi warga masyarakat untuk menopang lansia menghadapi masa tuanya. Program Gereja Baptis Indonesia Bulu yang dimiliki hanya secara umum saja. Seperti khotbah pada ibadah dan pertemuan kelompok sel, ritrit keluarga. Hal-hal yang diajarkan oleh GBI Bulu Semarang adalah pengajaran agar anak-anak harus menghormati orang tuanya dan warga Gereja memperhatikan sesamanya. Selain itu pemberian sembako maupun parcel
160 dengan memprioritaskan lansia juga dilakukan dalam acara-acara besar Gereja seperti paskah maupun natal lewat PKMB (Persekutuan Kaum Muda Baptis maupun panitia natal) untuk menumbuhkan kesadaran bagi kaum muda. Perhatian warga GBI Bulu dikatakan sangat baik. Fungsi menopang telah dilaksanakan oleh warga Gereja GBI Bulu dikarenakan lansia yang hidup merasa diperhatikan oleh warga Gereja maupun oleh Gereja dan hanya satu orang yang menjawab tidak menuntut diperhatikan oleh Gereja karena bisa memahami kesibukan pelayanan dari Gereja. Gereja telah melaksanakan fungsi membimbing (guiding) pada masalah sosial namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. Dalam segi masalah sosial perlu ditanamkan kesadaran bagi keluarga dan lingkungan sekitar untuk memperhatikan orang tua. Gereja Baptis Indonesia Bulu mewadahi lansia untuk bersosialisasi. GBI Bulu Semarang mendorong lansia untuk terlibat hadir dalam acara-acara Gereja. Apabila lansia meresponi maka mereka bisa hadir untuk sosialisasi. Lansia bisa terlibat dalam mengunjungi orang sakit, mengunjungi orang yang menikah, persekutuan kelompok sel, sekolah minggu, Wanita Baptis Indonesia, ritrit keluarga, dan sekolah minggu. Namun demikian pertemuan- pertemuan tersebut bersifat umum. Beberapa lansia yang hidup sendiri tidak ikut pertemuan-pertemuan tersebut. Lansia yang hidup sendiri menjawab bahwa Gereja membantu mereka lebih dekat dengan keluarga sebanyak dua orang. Hal yang dilakukan yaitu mendorong lewat sekolah minggu dan ibadah. Dua orang lansia yang hidup sendiri menjawab dekat dengan keluarga tetapi terdapat perbedaan agama yang menjadi penghalang mereka. Dua orang
161 responden lansia lain menjawab gereja tidak mendorong mereka untuk dekat dengan keluarga. Satu orang menjawab hal tersebut harus diupayakan sendiri . Lansia yang hidup sendiri menyatakan Gereja mendorong mereka lebih dekat kepada tetangga sebanyak tiga orang dan empat orang menjawab tidak. Hal yang diungkapkan karena Gereja tidak tahu satu persatu orang tetangga dari lansia yang hidup sendiri. Dominan jawaban lansia yang hidup sendiri menyatakan Gereja mendorong mereka untuk hadir dalam pertemuan Gereja yang mendekatkan mereka dengan saudara seiman. Hal ini sudah disadari sebagian besar lansia bahwa walaupun ada dorongan dari Gereja untuk dekat dengan saudara seiman namun hal tersebut harus menjadi inisatif mereka sendiri. Dorongan tersebut muncul dalam khotbah namun demikian faktor kesehatan menjadi penghalang beberapa lansia sehingga tidak bisa datang pada pertemuan-pertemuan ibadah yang mendekatkan dengan saudara seiman. Gereja telah melaksanakan fungsi mendamaikan (reconciling) pada masalah sosial. Empat responden dari lima responden lansia di GBI Bulu menjawab gereja sudah membantu lansia saat mengalami masalah dengan keluarga dan tetangga sekitar.33 Fungsi mendamaikan ini sangat bergantung dengan kemauan dan keterbukaan para lansia untuk mau ditolong. Apabila lansia yang hidup sendiri ini tidak meminta pihak Gereja untuk terlibat maka pihak Gereja tidak akan melakukannya. Gereja hanya memberikan pendampingan pada pihak-pihak yang memiliki keanggotaan Gereja. Gereja telah melaksanakan fungsi memberdayakan (empowering) pada masalah sosial. Empat orang 33 Totok, hal. 109.
162 resonden lansia yang hidup sendiri menyatakan gereja mendorong lansia untuk hadir dalam pertemuan Gereja yang mendekatkan mereka dengan saudara seiman GBI Bulu Semarang memberdayakan lansia yang hidup sendiri untuk terlibat dalam pelayanan sosial Gereja dan hidup bersosialisasi. Namun diakui tidak semuanya terlibat dalam pelayanan sosial Gereja. Berdasarkan data diatas dapat disimpulakn Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah sosial menunjukkan sudah dilakukan namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik.
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Proses penulisan tesis diakhiri dengan bab penutup yang berisi kesimpulan, implikasi dan saran-saran yang berhubungan dengan hasil temuan penelitian di lapangan. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pada bab-bab sebelumnya, khususnya dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan penelitian tentang Studi Evaluasi Pastoral Konseling pada Lansia yang Hidup Sendiri di GBI Bulu Semarang adalah sebagai berikut: 1. Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah kerohanian menunjukkan sudah dilakukan, namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. 2. Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah ekonomi menunjukkan sudah dilakukan namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. 3. Pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah sosial menunjukkan sudah dilakukan, namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. 5.2. Implikasi 128
129 Setelah melakukan pengkajian secara mendalam, maka diperoleh hasil bahwa: pertama, pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah kerohanian menunjukkan sudah dilakukan namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. Kedua, pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah ekonomi menunjukkan sudah dilakukan, namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. Ketiga, pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang pada masalah sosial menunjukkan sudah dilakukan, namun perlu ditingkatkan kembali agar lebih baik. Memperhatikan hasil penafsiran yang telah diperoleh melalui penelitian ini, penulis merekomendasikan kepada Gereja Baptis Indonesia Bulu untuk melakukan pola pelayanan lansia terpadu. Pola pelayanan lansia terpadu digunakan untuk meningkatkan pelayanan pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang. Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang 1. Latar Belakang Pola Pelayanan Lansia Terpadu Periode lanjut usia merupakan periode terakhir dan tersulit dijalani dalam siklus kehidupan manusia. Kehidupan lansia begitu kompleks karena berbagai perubahan yang dialami namun juga semakin dekatnya mereka dengan kematian. Gereja sebagai tubuh Kristus perlu mengadakan pelayanan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan lansia, khususnya lansia yang hidup sendiri. Pelayanan pastoral konseling yang baik mencerminkan lima peran yang terpola
130 secara baik. Peran tersebut meliputi peran menyembuhkan (healing), menopang (sustaining), membimbing (guiding), mendamaikan (reconciling), memberdayakan (empowering). Pola pelayanan terpadu ini diharapkan bisa tepat sasaran sehingga menjadikan lansia di GBI Bulu Semarang menjadi lansia yang siap menerima kondisi perubahan masa tuanya. 2. Deskripsi Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang Pola pelayanan lansia terpadu adalah sebuah pogram yang bersifat holistik untuk menjawab kebutuhan para lansia secara terpadu dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada lansia yang tepat sasaran. 3. Tujuan Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang Pola pelayanan lansia terpadu GBI Bulu Semarang untuk mewujudkan lansia yang sehat dan bahagia dalam bidang kerohanian, ekonomi, dan sosial. Lansia bisa bertumbuh dan berkembang dalam Kristus dan siap menerima kondisi perubahan masa tuanya. 4. Pelaksanaan Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang Pelaksanaan pola pelayanan lansia terpadu GBI Bulu Semarang mencakup tiga aspek yaitu pola pelayanan terpadu untuk bidang kerohanian, pola pelayanan terpadu untuk bidang ekonomi, pola pelayanan terpadu untuk bidang sosial yang dijelaskan berikut ini: a. Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang untuk Bidang Kerohanian Pola pelayanan lansia terpadu GBI Bulu Semarang untuk bidang kerohanian adalah sebuah pola yang bertujuan meningkatkan pelayanan GBI Bulu
131 Semarang kepada lansia untuk mewujudkan lansia yang sehat dan bahagia dalam bidang kerohanian. Tabel 5.1 Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang untuk Bidang Kerohanian N Peran Kegiatan Acara Tempat Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan o Krisis dan Rumah Insidental Supportive Lansia/Gereja/lai 1 Menyembuhkan Kunjungan Counseling nnya dengan (healing), mendoakan, menguatkan Ibadah dengan firam Tuhan, 2 Menopang Kunjungan penghiburan dll Rumah Seminggu (sustaining), Menyediakan Alat bantu Lansia/Gereja/lai Sekali Menyediakan nnya bahan-bahan pemuridan Mendoaka, menguatkan dengan firam Tuhan, penghiburan dll 3 Membimbing Bimbingan 1. Dorongan Gereja/lainnya Seminggu (guiding), Kerohanian sekali untuk hadir dalam pelayanan (Ibadah Minggu, Kelompok Sel, Ibadah Rabu, WBI) 2. Bimbingan untuk menjalankan aktifitas rohani (cara berdoa,
132 4 Mendamaikan Ibadah pembahasan Gereja/rumah/lai Sebulan sekali (reconciling), Minggu firman Tuhan, nnya Kelompok dll) Sel 3. Bimbingan Ibadah Rabu persiapan WBI kematian PBI 1. Bimbingan Ibadah menerima lainnya masa tua (mengatasi kesepian, disepelekan dll) 2. Bimbingan memahami diri sendiri 3. Mendoaka, menguatkan dengan firam Tuhan, penghiburan dll 5 Memberdayakan Ibadah 1. Dorongan Gereja/rumah/lai Setiap kali nnya acara (empowering) Minggu untuk terlibat memungkinkan Kelompok pelayanan Sel 2. Ambil bagian Ibadah Rabu WBI dalam PBI pelayanan Ibadah (Berdoa lainnya syafaat, Menyampaikan firman Tuhan, Pujian Istimewa, dll) 3. Membuat menara doa lansia b. Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang untuk Bidang Ekonomi
133 Pola pelayanan lansia terpadu GBI Bulu Semarang untuk bidang ekonomi adalah sebuah pola yang bertujuan meningkatkan pelayanan GBI Bulu Semarang kepada lansia untuk mewujudkan lansia yang sehat dan bahagia dalam bidang ekonomi. Tabel 5.2 Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang untuk Bidang Ekonomi N Peran Kegiatan Acara Tempat Waktu o Pelaksanaan Pelaksanaan 1 Menyembuhkan Kunjungan Supportive Rumah Isidental rutin Counseling Lansia/Gereja/ (healing), dengan lainnya Sesuai mendoakan, dengan 2 Menopang 1. Bantuan menguatkan Rumah kebutuhan (sustaining), ekonomi dengan firam Lansia/Gereja/ Tuhan, lainnya 2. Bantuan penghiburan non dll ekonomi 1. Bantuan Ekonomi Rutin 2. Bantuan Ekonomi Tidak Rutin 3.Bantuan Ekonomi Khusus 4.Bantuan non ekonomi (perhatian dll) 5.Mendoaka, menguatkan dengan firam Tuhan, penghiburan dll 3 Membimbing Kunjungan 1. Bimbingan Rumah Sebulan (guiding), Lansia/Gereja/ sekali Ibadah penatalayana lainnya/telp Minggu n keuangan Kelompok Sel
134 Ibadah Rabu 2. Bimbingan WBI perawatan PBI kesehatan Ibadah lainnya mandiri 4 Mendamaikan Kunjungan 1. Pelayanan Rumah Sesuai (reconciling), lansia/fasilitas kebutuhan Ibadah kesehatan kesehatan Minggu (mengecek Kelompok Sel secara fisik Ibadah Rabu keadaan WBI lansia dan PBI mengantar Ibadah lainnya kepusat kesehatan) 2. Mendoaka, menguatkan dengan firam Tuhan, penghiburan dll 5 Memberdayakan 1.Kegiatan 1.Pelatihan Rumah Setahun lansia/fasilitas sekali/sesuai (empowering) yang ketrampilan kesehatan kebutuhan menghasilka sederhana n uang 2. Kegiatan 2.Seminar yang tidak pemanfaatan menghasilka waktu luang n uang 3.Follow up c. Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang untuk Bidang Sosial Pola pelayanan lansia terpadu GBI Bulu Semarang untuk bidang sosial adalah sebuah pola yang bertujuan meningkatkan pelayanan GBI Bulu Semarang
135 kepada lansia untuk mewujudkan lansia yang sehat dan bahagia dalam bidang sosial. Tabel 5.3 Pola Pelayanan Lansia Terpadu GBI Bulu Semarang untuk Bidang Sosial N Peran Kegiatan Acara Tempat Waktu o Kunjungan Pelaksanaan Pelaksanaan Crisis dan Rumah Lansia/ Insidental 1 Menyembuhkan Supportive (healing), Counseling Rumah Sesuai dengan Lansia/Gereja kebutuhan 2 Menopang Kunjungan mendoakan, (sustaining), Seminar menguatkan dengan firam Tuhan, penghiburan dll 1. Family counseling with elders 2 Social counseling with elders Semiar pengenalan kehidupan lansia untuk warga jemaat dan kaum muda 3. mendoakan ,menguatka n dengan firam Tuhan, penghibura n dll 3 Membimbing Kunjungan 1. Bimbingan Rumah/Gereja/ Seminggu (guiding), Ibadah Minggu perawatan lainnya sekali
136 Kelompok Sel lansia Rumah/Gereja/ Sesuai Ibadah Rabu kepada lainnya kebutuhan WBI keluarga PBI 2. Bimbingan Rumah/Gereja/ Sesuai Ibadah lainnya kegiatan lainnya kebutuhan warga 4 Mendamaikan Kunjungan gereja (reconciling), bersama keluarga 5 Memberdayaka Kegiatan Counseling n (empowering) bersosialisai dengan mendoakan, menguatkan dengan firam Tuhan, penghiburan dll 1. Dorongan untuk terlibat dalam aktifitas kegerejaan 2. Kunjungan ke panti jompo, panti asuhan dll 3. Mendorong lanisa menjadi penasehat lansia sesuai dengan kemampua n dalam aktifitas kegerejaan
137 4. Dorongan unuk terlibat dalam kegitan masyarakat 5. Bimbingan penggunaa n media sosial 5. Hasil yang Diharapkan Lansia dapat menikmati kehidupan masa tuanya dengan sehat dan bahagia dalam bidang kerohanian, ekonomi dan sosial. 5.2. Saran Berdasarkan pada bab-bab sebelumnya, khususnya dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut: 5.2.1. Saran Bagi Keluarga dan Warga Jemaat Bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga lansia yang hidup sebaiknya memiliki kepedulian yang tinggi. Diharapkan keluarga terus mendukung kehadiran lansia sehingga lansia tidak merasa diabaikan. Pengertian kehadiran warga jemaat akan kondisi lansia akan sangat membantu lansia menerima kondisi masa tuanya.
138 5.2.1. Saran Bagi Gereja Berikut ini akan dikemukan beberapa saran bagi Gereja Baptis Indosesia Bulu Semarang: 1. Gereja sebaiknya membuat frekuensi kunjungan kepada lansia yang hidup sendiri dilakukan secara teratur untuk menghibur dan menguatkan lansia yang hidup sendiri. 2. Kunjungan tidak hanya dilakukan secara insidental saat terjadi sakit penyakit, musibah/bencana dan memiliki jadwal yang tetap. 3. Gereja sebaikmya membentuk tim khusus yang bisa melakukan kunjungan kepada lansia yang hidup sendiri yang memiliki kompetensi dalam melakukan pelayanan pendampingan kepada lansia. 4. Sangat baik apabila kunjungan dilakukan oleh Gembala Sidang, namun demikian Gereja perlu memberikan pengertian kepada para lansia yang hidup sendiri bahwa kunjungan bisa dilakukan oleh orang lain dan bukan hanya Gembala Sidang. 5. Gereja perlu dilakukan pelatihan ketrampilan sederhana pastoral konseling bagi lansia seperti seni mengunjungi orang sakit, seni berbincang dengan lansia dan lain-lain. 6. Fungsi menyembuhkan yang dilakukan Gereja pada masalah kerohanian bisa ditingkatkan dengan menambah durasi waktu kunjungan dan memberikan penghiburan yang lebih mendalam. 7. Perlu dibangun hubungan yang saling memahami antara pihak konselor dan pihak lansia yang hidup sendiri agar timbul keterbukaan.
139 8. Seri pemuridan pribadi di rumah lansia yang hidup sendiri dirasa akan sangat menolong para lansia untuk meningkatkan kerohaniannya. 9. Terlepas dari bahan sekolah minggu dari Lembaga Literatur Baptis akan sangat menolong apabila GBI Bulu memiliki bahan tambahan yang dibahas di kelas dewasa maupun kelas lansia tentang perubahan menyongsong masa tua. 10. Beberapa lansia yang hidup sendiri menyatakan menolak untuk ikut serta dalam pelayanan namun demikian sangat baik jika dorongan untuk pelayanan kepada mereka terus didengungkan. Dalam keterbatasan mereka, lansia bisa ambil bagian dalam pelayanan doa pribadi. Akan sangat baik apabila lansia yang hidup sendiri ini dituntun untuk bisa mendoakan banyak orang. 11. Gereja perlu memberikan bimbingan keuangan yang spesifik bagi lansia dan lansia yang hidup sendiri pada khususnya. 12. Perlunya memberikan pengertian tujuan pemberian program bantuan kepada warga jemaat agar tidak timbul kecemburuan sosial antar warga jemaat. 13. Gereja perlu membuat program khusus yang digunakan untuk membimbing lansia bijak menggunakan keuangannya. 14. Sama halnya dengan pelayanan anak, Gereja perlu memiliki pelayanan lansia. 15. Gereja perlu memiliki program yang spesifik untuk menimbulkan kesadaran keluarga dan warga gereja untuk menopang lansia. 16. Gereja bisa mengadakan kegiatan-kegiatan sederhana yang bisa mendekatkan antara warga jemaat, keluarga dan lansia.
140 5.2.2. Lembaga Pelayanan Lansia Lembaga pelayanan lansia seperti panti jompo adalah lembaga yang selalu berkaitan dengan lansia. Oleh karena itu, akan sangat baik apabila lembaga pelayanan lansia merawat lansia dengan kasih sayang. Sangat baik apabila lembaga pelayanan lansia memiliki standart operating procedure yang menjadi tolak ukur pelayanannya kepada lansia. 5.2.3. Saran Bagi STT Efata Berbagai temuan di atas memperlihatkan betapa pentingnya pastoral konseling bagi lansia. STT Efata sebagai lembaga pendidikan akan sangat baik apabila menambah kompetensi mahasiswa mengenai pelayanan kepada lansia. Hal ini mengingat setiap lembaga pelayanan seperti Gereja pasti memiliki lansia. Mahasiswa diharapkan mampu berkomunikasi dan melakukan pastoral konseling yang benar mengenai lansia. 5.2.4. Saran Peneliti Lanjutan Ada beberapa saran lanjutan antara lain: 1. Peneliti memiliki keterbatasan dalam penelitian karena hanya dapat meneliti tiga masalah yang dianggap penting dalam tesis ini. 2. Peneliti memberikan saran lanjutan bagi peneliti lain untuk meneliti pada bidang yang sama namun melihat masalah-masalah lain yang mungkin peneliti belum amati.
141 3. Penelitian dibatasi populasi jemaat lansia yang hidup sendiri di Gereja Baptis Indonesia Bulu Semarang. Oleh karena itu perlunya penelitian lanjut yang yang lebih luas apakah itu Gereja-Gereja Baptis Se BPD Semarang atau lebih.
LAMPIRAN I Responden TABEL I.1 L1 KUNJUNGAN L2 L3 Jawaban L4 L5 Pernah L6 Pernah L7 Pernah tetapi jarang Dikunjungi Dikunjungi saat sakit Pernah Dikunjungi Responden TABEL I.2 L1 BERAPA KALI DIKUNJUNGI L2 L3 Jawaban L4 Tidak teratur L5 2 kali waktu sakit Kunjungan waktu sakit L6 Seminggu terkadang sekali atau dua kali L7 Tidak pasti dikunjungi, Harapan saya kunjungan nya tidak hanya waktu saya sakit saja. Setahun sekali Saat sakit 2 kali Responden TABEL I.3 L1 SIAPA YANG MENGUNJUNGI L2 L3 Jawaban L4 Bu Gembala, Tim Diakon dan Mahasiswa L5 Ibu Gembala, Ibu-ibu WBI Bapak dan Ibu Gembala, Tim Diakon, Mahasiswa Seminari L6 Ibu Gembala, mahasiswa seminari L7 Pak Pendeta dan Bu Pendeta, kalau yang lain hanya sesekali saja dan rombongan dari Gereja Pak Pendeta dan warga lainnya Bu Gembala, Tim Pastoral dan Anak-anak mahasiswa
Responden TABEL I.4. L1 KUNJUNGAN SECARA RUTIN L2 L3 Jawaban L4 L5 Tidak rutin L6 Tidak rutin L7 Tidak rutin Tidak rutin Tidak rutin Tidak rutin Tidak rutin Responden TABEL I.5. L1 APA YANG DILAKUKAN DALAM KUNJUNGAN L2 L3 Jawaban L4 Berdoa, baca firman yang mudah-mudah karena saya sudah tua L5 Berdoa dan memberi nasihat Berdoa L6 Berdoa L7 Ditanyakan kabar saya kemudian didoakan saja dengan durasi waktu yang sangat sedikit. Berdoa, membaca firman dan nasehat-nasehat Berdoa Responden TABEL I.6 L1 PENGHIBURAN SAAT SAKIT L2 L3 Jawaban L4 Iya diberikan penghiburan, bernyanyi L5 Iya Saya dikunjungi dibelikan makanan dan obat. L6 Dihibur dan bila belum sembuh dikunjungi lagi L7 Penghiburannya hanya sekedarnya saja. Tidak ada pembacaan Firman. Saya kalau di rumah sakit belum pernah dikunjungi sama teman-teman Ditengok oleh teman-teman dirumah sakit Tidak, hanya didoakan
TABEL I.7 KESULITAN KETIKA BERIBADAH Responden Jawaban L1 Membaca firman maksudnya tahu tapi disuruh menceritakan kepada orang lain L2 saya tidak berani. Saya juga tidak mengalami kesulitan untuk berdoa. Saya tengah malam pasti berdoa untuk mendoakan semua orang yang saya ingat. L3 Saya kalau badan nya sehat saya ingin rajin ke Gereja tetapi kalau badan saya L4 tidak enak saya tidak ke Gereja. Badan saya kadang-kadang sakit-sakit. Saya tidak mengalami kesulitan berdoa sehari-hari tetapi kalau berdoa untuk orang L5 banyak saya tidak lancar. Saya pernah ditunjuk untuk berdoa di ibadah Komsel L6 saya tidak bisa dan minta diajari oleh Bu Kanti. Saya kesulitan membaca Firman L7 karena tulisannya tidak terlihat kalau sudah malam. Ibadah Rabu saya tidak bisa datang karena saya takut dan tidak ada teman seperjalanan. Kalau komsel yang dekat saya datang tetapi kalau yang jauh saya tidak datang. Saya tidak pernah berdoa. Saya juga tidak bisa membaca Firman karena saya buta huruf dan ada gangguan penglihatan. Saya juga tidak ke Gereja karena badan saya lemas tapi kalau sehat saya datang. Kalau ibadah Rabu dan komsel saya tidak datang. Malam hari saya tidak bisa melihat dan takut jatuh. Saya tidak ikut ibadah karena kaki saya itu sakit kalau saya turun dari jemputan Gereja. Kalau di Gerejapun juga kadang pusing dan sakit. Ada ketakutan saya meninggal sewaktu-waktu karena tinggal dirumah sendirian. Saya bisa membaca Alkitab disiang hari tetapi dimalam hari tidak bisa karena kacamata saya rusak serta mata saya juga tidak jelas. Alkitab saya juga sudah tua dan rusak. Saya juga merasa kesepian tetapi saya tahu saya bersama Tuhan Yesus. Tidak kesulitan. Saya memiliki kebaktian pribadi. Saya ada ibadah pagi dan ibadah sore dengan berdoa, menyanyi, membaca firman, belajar, menggumuli firman. Tidak kesulitan Apabila badan saya sakit-sakit saya tidak ikut ke Gereja. Hari rabu saya tidak bisa ikut jam doa karena merupakan hari check up saya ke Rumah Sakit. Saya tidak bisa ikut komsel karena saya tidak ingin ditunjuk sebagai tempat komsel berikutnya. Saya juga tidak ikut sekolah minggu karena saya pernah tersinggung dengan ucapan seseorang. Saya juga ga kuat jika ikut ibadah terlalu lama. Akhir- akhir ini vertigo saya sering kambuh itu mengganggu
TABEL I.8 PERTOLONGAN UNTUK DATANG KE GEREJA DAN PERTEMUAN-PERTEMUAN LAINNYA Responden Jawaban L1 Kalau hari minggu dijemput, ibadah doa Rabu tidak dijemput. L2 Kalau ke Gereja ditolong L3 Ada antar jemput mobil hari minggu, beberapa minggu ini saya tidak datang karena badan sakit-sakit. Ada yang mengajak saya ikut ibadah malam dan kelompok sel pakai sepeda motor tetapi saya tidak mau karena penglihatan mata saya tidak jelas. Saya pernah jatuh. Saya kalau dijemput pake sepeda motor saya tidak mau tetapi kalau ada yang mengajak saya jalan kaki saya mau. L4 Menolong ke Gereja dengan jemputan dengan kendaraan L5 Saya ke Gereja rajin tiap minggu karena bisa stir mobil sendiri dan saya masih sehat. Tiap Rabu saya ada gangguan penglihatan jadi kalau malam saya tidak bisa menyetir. Saya orang baru yang tidak tahu dimana rumah teman-teman jika ingin ikut komsel. L6 Di tolong Gereja L7 Tidak, datang sendiri. Saya naik sepeda TABEL I.9 GEREJA MENDORONG UNTUK BERDOA, MEMBACA FIRMAN DAN KEGIATAN ROHANI LAINNYA Responden Jawaban L1 Kesadaran kita sendiri untuk membaca firman dan berdoa. Berdoa itu sesuatu yang benar dan doa itu bekal kita hidup. Khotbah juga mendorong kaya L2 pelajaran-pelajarannya tapi terkadang saya tidak ingat, lupa. Orang tua itu sudah dekat dengan kematian jadi kalau ibadah harus rajin supaya kalau dipanggil L3 Tuhan matinya mudah. Saya sudah siap dipanggil Tuhan sewaktu-waktu. Saya ke Gereja karena saya percaya sama Tuhan Yesus. Saya punya persoalan pasti saya datang kepada Tuhan Yesus. Saya rajin sekolah minggu karena saya dekat dengan teman-teman. Saya juga senang mendengarkan Firman karena nyaman di hati dan jadi tahu Alkitab. Saya biasanya didorong/ dituntun, biasanya ditolong oleh Bu Kanti. Pembacaan Firman dalam sekolah minggu dan ibadah yang disampaikan juga baik dan saya paham maksudnya. Saya senang datang ke gereja mendengarkan khotbah-khotbah. Suasananya juga tenang dan damai. Saya juga senang bisa bertemu dengan teman-teman segereja. Saya tidak bisa bernyanyi. Saya tidak bisa baca firman jadi hanya mendengarkan saja. Saya suka sekolah minggu, Pak Gurunya baik mengajarnya tetapi saya lupa diajari apa saja sama Pak Guru.
L4 Gereja mendorong dengan adanya doa bergilir dan membaca firman bergilir. Saya juga dirumah rajin berdoa, nyanyi, dan membaca firman. Saya merasa damai jika mendengarkan Firman Tuhan. L5 Tidak ada, inisiatif saya sendiri. Karena itu adalah kebutuhan saya sendiri. Saya tidak terlalu bergantung dengan Gereja. L6 Ditolong oleh Gereja L7 Sudah. Saya setiap hari di rumah rajin berdoa, memuji Tuhan dan membaca Firman. Persekutuan WBI saya sering datang. Saya juga rajin datang ibadah di hari Minggu karena ibadah merupakan kewajiban. Ibadah membuat saya tentram dan damai. TABEL I.10 GEREJA MEMBANTU MENERIMA PERUBAHAN DI MASA TUA Responden Jawaban L1 Ya pasti dibantu, di sekolah minggu tetap memberi contoh-contoh. L2 Sangat sulit menjadi orang tua, sangat berbeda ketika saya muda. Saya jenuh tidak bisa kemana-mana karena kaki untuk jalan sering sakit dan badan juga tidak sehat. Tetapi saya tetap bersyukur menjadi orang tua. Sejak pergi ke Gereja, saya ada perubahan, dulu sering tidak memahami suka kepinginnya marah-marah,sekarang ikut ke gereja agak lumayan. L3 Saya disekolah minggu diajari bersyukur. Saya kadang-kadang juga minta ampun tetapi saya tidak suka menjadi tua. Tidak ada yang mengurusi saya. L4 Menjadi orang tua itu tidak enak. Saya berpikir tentang anak-anak saya di Kalimantan, badan saya juga sakit-sakit. Saya tidak mau ikut anak-anak saya karena saya ingin mati di sini. Tetapi Gereja menolong saya menerima perubahan saya. Saya percaya dengan Tuhan Yesus sejak tahun 1954. Saya sudah siap jika saya meninggal karena saya percaya saya akan bersama Tuhan Yesus di surga. L5 Tidak ada. Menanggapi perubahan itu, saya sendiri yang harus minta kepada Tuhan supaya ada perubahan dalam rohani saya dikuatkan iman saya supaya saya tidak takut, menyesal, kuatir L6 Dibantu L7 Saya merasa kesepian ditinggal oleh suami saya. Siap tidak siap jika saya mati kalau Tuhan perbolehkan saya ingin mati lebih dekat dengan Tuhan. Saya ingin mati dalam kondisi sehat. Setiap kebaktian dibahas hal-hal supaya saya bisa menerima keadaan saya.
Responden TABEL I.11 L1 GEREJA MENGAJAK UNTUK IKUT DALAM PELAYANAN L2 Jawaban L3 Penerima tamu, mengedarkan kantong persembahan, kunjungan pada orang L4 sakit. Tapi kalau pergi pelayanan kemana-mana yang jauh-jauh saya tidak ikut. Saya juga tidak bisa berdoa syafaat karena takutnya orang lain tidak tahu L5 maksud omongan saya. L6 Diajak tetapi saya yang tidak mau L7 Saya ikut memberikan persembahan. Saya ikut memberikan persembahan dan penerima tamu. Natal saya juga ikut pujian di mimbar Gereja Berdoa. Diajak untuk pelayanan Tidak karena sudah lansia dibebas tugaskan sejak jatuh
LAMPIRAN II TABEL II.1 MASALAH DALAM EKONOMI Responden Jawaban L1 Tidak mengalami masalah ekonomi L2 Dulu kerja, sekarang hanya dari anak, jadi kurang. L3 Saya buruh bantuin di rumah makan, dapat nasi dan minum. Saya tidak punya uang, dulu punya pun dipakai untuk makan selama 2 tahun habis. L4 Mengalami masalah ekonomi apabila anak-anak terlambat mengirim uang. L5 Tidak mengalami masalah ekonomi L6 Tidak memiliki masalah ekonomi L7 Ya, karena tidak ada penghasilan. TABEL II.2 DITOLONG GEREJA MENYELESAIKAN MASALAH EKONOMI Responden Jawaban L1 - L2 Kalau saya bicara gereja nolong, karena saya pendiam, jadi mana gereja tahu L3 Iya, Semua diurusin Pak Guru (Diakon Suharno) L4 Tidak menolong secara rutin. Hanya kalau sakit saja saya dikasih. L5 - L6 - L7 Iya, Gereja membantu pembiayaan upacara pemakaman lewat Santa Maria dan memperbaiki rumah saya.
TABEL II.3 MENERIMA BANTUAN DARI GEREJA Responden Jawaban L1 - L2 Saya dapat sembako saat acara besar seperti Natal dan Tahun Baru. Saya ikut dana kematian dari Santa Maria di Gereja. L3 Kamar yang saya tempati mau dibetulin pihak Gereja tetapi saya tidak mau, saya takut sama keponakan saya kalau saya dimarahi. L4 Natal dan Ulang tahun Gereja diberi sembako dan makanan-makanan. Saya juga diurus asuransi kematian oleh Pak Harno. L5 - L6 - L7 Natal dapat bantuan sembako, bantuan uang, dan bantuan kacamata. Rumah saya juga diperbaiki supaya tidak bocor. Saya juga mendapat bantuan dana kematian dari Santa Maria. TABEL II.4 MENDAPAT BIMBINGAN BAGAIMANA CARA MENGATUR KEUANGAN DARI PIHAK GEREJA Responden Jawaban L1 Pasti ada bimbingan dari Gereja, tapi kita sendiri juga sudah mengerti jika hasil sekian untuk persembahan sekian dan untuk yang lain sekian. L2 Tidak L3 Iya. Pak Harno membantu menyimpankan uang saya. L4 Tidak pernah karena saya sudah jarang berangkat ke Gereja. L5 Iya, khotbah seri tentang keuangan L6 Iya mendapat bimbingan L7 Iya lewat khotbah-khotbah yang disampaikan di Gereja.
TABEL II.5 GEREJA MENOLONG KETIKA ADA MASALAH DENGAN KEUANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN TETANGGA ATAU ANGGOTA KELUARGA Responden Jawaban L1 - L2 Tidak ada karena saya tidak memberi tahu L3 Dulu saya dibantu menyimpankan uang warisan saya tetapi sekarang saya tidak pernah ngeluh kepada gereja L4 Gereja tidak tahu karena tidak menyampaikan kepada Gereja. Malu. L5 - L6 - L7 Tidak pernah cerita bagaimana gereja tahu TABEL II. 6. GEREJA MENDORONG UNTUK TETAP AKTIF DAN MEMILIKI KEGIATAN UNTUK MEMANFAATKAN WAKTU LUANG Responden Jawaban L1 Kita mendengarkan Gereja karena sudah tua harus berbakti dengan Tuhan dan harus setia. Saya juga mengajak orang tua yang lain untuk datang ke Gereja. Saya suka mendengarkan khotbah-khotbah. L2 Saya sendiri orangnya gitu, kalau saya sehat saya bisa bergerak, saya mungkin dapat.. ya berhubung saya cuma hari minggu perginya ke gereja L3 Tidak, saya jarang ke Gereja. L4 Saya jualan nasi aking. Saya membaca buku dan berdoa tetapi hanya siang saja malam saya tidak bisa membaca. L5 Jika kegiatan yang menghasilkan uang tidak tetapi untuk perpuluhan saya aktif L6 Didorong dan ditolong menggunakan waktu luang oleh Gereja, tetapi kalau malam tidak bisa ikut kegiatan karena mata sudah tidak terang. L7 Tidak hanya di sampaikan pada khotbah-khotbah saja. Urusan Pendeta itu banyak. Minta saat perlu kaca mata untuk beli kacamata supaya saya bisaa membaca, Natal dapat bantuan sembako, bantuan uang.
LAMPIRAN III TABEL III.1 PERSOALAN TERKAIT DENGAN KELUARGA ATAU TETANGGA SEKITAR Responden Jawaban L1 Tidak ada L2 Saya merasa tidak cocok dan tidak akur dengan menantu saya. Saya pernah bertengkar dengan menantu saya . Menantu saya takut bertemu dengan saya. Saya tidak pernah mengunjungi rumah anak dan menantu saya. L3 Iya. Saya tidak akur dengan keponakan saya, sejak masih ada ibu dan bapaknya. Dia serakah dan jahat dengan saya. Sama saya dia sudah tidak bicara. Tanah saya dijual. Tanah saya di jual dan yang saya tempatin sekarang tinggalannya kakak saya itu saya masih di pinggirkan di suruh ke belakang nanti jadi berantem. Ibu H tidak memperbolehkan saya mengunjungi ibunya. Katanya ibu nya disuruh istirahat dan saya dimarahi tidak boleh main. L4 Tidak ada masalah L5 Ada, Faktor usia banyak mempengaruhi kejiwaan Hidup sendirian menjadi kuatir, takut, Banyak mendengar orang yang sudah tua tiba-tiba meninggal. Kadang-kadang hal itu menggangu jiwa saya. Tetangga saya kebanyakan orang china jadi jarang ada komunikasi satu dengan yang lainnya. Kalau saya kesepian kok tidak ada orang lewat yang bisa saya ajak bicara. Pintu rumah saya tidak saya tutup agar ketika meninggal gampang didobrak karena saya takut saya meninggal ditemukan dua atau tiga hari. Anak-anak saya jauh dan yang lain masih punya anak kecil tidak sampai hati saya menggangu dia. L6 Ada. Istri saya dulu ke Gereja tetapi kembali lagi ke muslim sudah hampir 10 tahun L7 Saya tidak akur dengan anak tiri saya. Ketika suami saya meninggal, terjadi cekcok karena anak tiri saya ingin memakamkan suami saya di luar kota. Sementara pekuburan suami saya sudah siap di Semarang. Anak tiri saya juga menginginkan rumah yang saya tempati. Adik-adik saya juga tidak baik mereka ingin hutang dengan saya padahal saya tidak punya. Tetangga saya agak aneh semisal kalau pinjam sepeda tidak dikasih dia marah
TABEL III.2 GEREJA TERUS MENGUNJUNGI SETELAH MENGALAMI MASALAH DENGAN KELUARGA DAN TETANGGA SEKITAR Responden Jawaban L1 - L2 Ya L3 Iya, Pak Harno membantu menyimpankan uang saya. L4 - L5 Tidak L6 Mengunjungi, tapi hanya di doakan dan tidak ikut campur terlalu dalam L7 Gereja membantu menyelesaikan prosesi pemakaman suami saya dan mengadakan pelayanan ibadah penghiburan. TABEL III.3 MERASA DIPERHATIKAN OLEH KELUARGA Responden Jawaban L1 Iya, saya diperhatikan anak-anak dan cucu-cucu saya L2 Ya, Anak saya dua orang dan kedua-duanya memperhatikan saya. L3 Tidak L4 Diperhatikan keluarga tetapi cucu saya jarang hanya sesekali kesini. Tetapi anak saya yang laki-laki setiap sore kesini. L5 Tidak terlalu, Saudara saya 11, tinggal 3 orang dan semua sudah tua jadi sulit untuk mengunjungi. Anak-anak saya jauh dan yang lain punya anak kecil. L6 Diperhatikan L7 Tidak TABEL III.4 MERASA DIPERHATIKAN OLEH SAUDARA SEIMAN Responden Jawaban L1 Iya, saya diperhatikan jemaat Gereja Baptis Indonesia Bulu L2 Ya
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239