Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Thesis Lia

Thesis Lia

Published by angarlzdomugllpzol, 2021-02-01 12:32:17

Description: Thesis Lia

Search

Read the Text Version

50 mana dan bagaimana mereka tidak tergantung pada saudaranya. Mereka juga berharap untuk tidak tergantung pada bantuan orang lain.45 Lansia tidak lagi mencari hal-hal material yang membuat mereka terpandang di masayarakat. Barang-barang yang membuat gengsi mereka naik tidak lagi menjadi prioritas mereka. Mereka hanya akan mencukupkan diri dengan apa yang mereka butuhkan dan bukan apa yang mereka inginkan. Lansia tidak lagi memandang gengsi sebagai sesuatu yang penting. Para pekerja lanjut usia di samping mengalami penurunan fisik juga mengalami keusangan keahlian. Mereka dianggap tidak secakap orang yang lebih muda sehingga seringkali mengalami hambatan dalam pekerjaan. Hal ini menyebabkan pengangguran pada masa ini lebih tinggi daripada kelompok usia yang lebih muda. Setelah menganggur, pekerja lanjut usia cenderung tetap menganggur lebih lama dan hanya menghabiskan dana kompensasi pengangguran atau uang pensiun.46 Para lansia akan dianggap tidak produktif dan tidak mampu mengikuti perkembangan zaman. Pembaruan ketrampilan lansia sangat jarang terjadi. Mereka akan bekerja di sektor informal yang dianggap bisa mengakomodasi kekurangan mereka seperti bekerja di warung makan, penjaga toko atau yang lainnya. Para pencari kerja yang lebih tua sering kali terhambat oleh pendidikan yang rendah, kesehatan yang buruk, dan kurangnya keahlian yang dimilikinya. Perubahan usia yang pasti dapat menghalangi orang-orang 45 Siti, hal. 11. 46 Yeniar, hal 34-35.

51 yang lebih tua dalam usaha mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Salah satu masalah adalah keengganan para pemberi kerja untuk menggaji orang- orang yang lebih tua karena stereotip negatif tentang kinerja dan keahlian mereka dan kekhawatiran biaya yang diperkirakan lebih banyak untuk pelatihan ulang, jaminan pensiun, asuransi dan sebagainya.47 Mereka merasa dengan mempekerjakan orang tua maka biaya produksi yang dikeluarakan akan lebih tinggi. Mereka merasa rugi menggaji orang tua apalagi apabila tinggat generasi muda yang produtif lebih banyak seperti di Indonesia. Tenaga yang lebih muda dirasa lebih ekonomis untuk bekerja dibandingkan dengan orang tua. 3. Masalah Sosial Para lansia seiring dengen proses penuaannya sering merasa tidak diterima dalam masyarakat. Perubahan nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, berpengaruh bagi para usia lanjut yang kurang mendapat perhatian, sehingga sering tersisih dari kehidupan masyarakat dan terlantar.48 Kurangnya kontak sosial ini menimbulkan perasaan kesepian dan murung. Hal ini tidak sejalan dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang dalam hidupnya selalu membutuhkan kehadiran orang lain. Lansia sering merasa cemas dengan masa depan karena dianggap tidak berguna lagi. Dalam segi masalah sosial, lansia juga akan mengalami perasaan kehilangan. Perasaan kehilangan yang paling dalam adalah domain 47 Ibid. 48 Siti, hal. 12.

52 kehilangan arti peran sosial. Mereka akan kehilangan peran keluarga (family role) dan peran komunitas (community role).49 Kedua peran ini tadinya melekat erat dalam kehidupan lansia semasa mereka muda namun berganti seiring berjalannya waktu. Lansia merasa tidak lagi dibutuhkan dalam tataran sosial. Mereka merasa tergantikan dengan peran orang yang lebih muda. a.Keluarga Dukungan keluarga kepada lanjut usia cenderung berubah karena perubahan struktur sosial extended family ke nucleus family. Nucleus family atau keluarga batih adalah keluarga dengan jumlah anggotanya kecil, yaitu suami istri dan anak-anak. Bentuk nucleus family membatasi adanya anggota keluarga yang dapat melayani kehadiran lanjut usia di rumah. Biasanya nucleus family memiliki mobilitas yang tinggi sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan hidup. Suami dan istri sama-sama bekerja, bahkan kadang-kadang sampai sore dan malam hari sedangkan anak-anak belajar di sekolah. Jadi praktis jika ada yang dirumah hanyalah anak-anak kecil yang memerlukan pengasuhan. Kondisi tersebut dipicu oleh gejala meningkatnya perempuan yang memasuki pasar kerja yang berpotensi untuk mengurangi dukungan keluarga terhadap lanjut usia. 50 Perubahan tatanan kehidupan dengan tingginya biaya hidup telah memaksa lansia sedikit memiliki akses dengan keluarga mereka. Mereka tidak lagi memiliki akses yang luas dengan kelurga mereka karena terhambat 49 Banner, hal 111-112. 50 Siti, hal. 100.

53 dengan waktu yang sedikit. Kondisi yang kelelahan setelah bekerja membuat keluarga mereka cenderung mengabaikan kehadiran lansia. Kondisi inilah yang terkadang membuat lansia merasa kesepian. Persoalan perumahan juga menjadi masalah tersendiri bagi lansia. Apalagi bagi lansia yang tinggal di perkotaan. Rumah-rumah diperkotaan memiliki ukuran yang kecil sehingga kenyamananya juga tidak akan maksimal. Jumlah kamar yang terbatas menjadikan lansia harus tinggal di lingkungan yang terbatas.51 Hal ini berbeda apabila lansia tinggal di daerah pedesaan. Kemungkinan memiliki perumahan yang lebih luas bisa dimiliki oleh para lansia selain udara yang lebih bersih dan lingkungan kondisi sekitar yang lebih kondusif. Upaya orang muda untuk melayani dan merawat orang tuanya semakin terbatas, bahkan berangsur-angsur semakin kecil. Hal ini akan menimbulkan masalah sosial yang cukup serius bagi kehadiran lanjut usia yang tinggal bersama anaknya. Dalam hal ini peran pembantu atau sanak keluarga lain menjadi sangat besar. 52 Hal yang sangat lazim ditemukan di kota besar, lansia hidup dengan pembantu mereka. Kesibukan dari para anak-anaknya menyebabkan mereka menyerahkan tugas dan tanggung jawab menjaga orang tua mereka kepada orang lain. Mereka merasa hal ini lebih praktis dilakukan dibandingkan harus merawat langsung para lansia. Namun tidak dapat dipungkiri kedekatan dengan orang tua mereka menjadi berkurang. 51 Ibid., hal. 12. 52 Ibid., hal. 100.

54 Kondisi tidak ideal bisa saja terjadi. Lansia bisa saja mengalami konflik di dalam kehidupan mereka. Gesekan hubungan antar anggota membuat kehidupan lansia menjadi tidak nyaman. Konflik menjadi hal yang wajar di dalam kehidupan mereka namun demikian perlu adanya penanganan khusus agar konflik tersebut tidak berlarut-larut. Konflik bisa saja terjadi ditengah masyarakat, keluarga dan gereja. Jika konflik mulai merebak maka harus diselesaikan secepatnya apalagi apabila hal tersebut berkaitan dengan barang-barang materi dan kebutuhan jasmani. Manusia akan melakukan apa saja agar pemenuhan keperluan jasmanai dapat dimiliki. Saat ini keperluan jasmani menjadi sangat penting dalam kehidupan masyarakat yang sekuler. Demi memenuhi kebutuhan jasmani, manusia rela mengorbankan keluarganya yang akhirnya menimbulkan banyak konflik sehingga melupakan kebutuhan lain yang lebih penting.53 Penanganan konflik yang baik akan mewujudkan keharmonisan. Keharmonisan dalam hubungan antara suami istri, orang tua dengan anak- anaknya dan hubungan antara anak dengan saudara-saudaranya. Keharmonisan perlu diusahakan dan diciptakan demi kedamaian bersama. Keharmonisan bisa diwujudkan dengan komunikasi yang baik antara dua belah pihak. Sisi yang lain penanganan konflik yang tidak baik akan menciptakan konflik yang berlarut-larut. Tidak ada orang tua yang dapat 53 Christantio, hal. 34.

55 bahagia apabila ada ketidakharmonisan pada hubungan tersebut. Penderitaan pada orang tua terjadi karena ketidakharmonisan hubungan antara anak- anaknya. Hal ini diperparah apabila ketidakharmonisan terjadi antar pasangan atau hubungan orang tua dengan anak-anaknya, maka orang tua semakin jauh dari kebahagiaan.54 Perebutan harta adalah hal yang umum terjadi dikalangan masyarakat. Walaupun orang tua mereka masih hidup, para anak kadang kala akan mempersoalkan perebutan harta warisan. Selain menimbulkan masalah, hal ini juga menimbukan perpecahan dalam keluarga. Semua pihak akan menjadi korban, demikian para lansia yang hidup dengan mereka. Mereka tidak akan merasa tenang dan damai. Puncak peran keluarga yang tersedia bagi para lanjut usia adalah sebagai kakek dan nenek. Lanjut usia yang menjadi kakek dan nenek akan mendapatkan kepuasan hidup. Mereka menjadi lebih bertanggung jawab. Kakek nenek berperan sebagai pendamping apabila terjadi keadaan gawat dalam keluarga. Lansia akan menampakkan keyamanan dan kesenangan dalam perannya menjadi kakek dan nenek. Namun tidak semua lansia akan nyaman dengan peran tersebut. Mereka merasa diasingkan, konflik dengan anak ketika mereka mengasuh untuk bertanggungjawab pada cucu. 55 b. Peran Komunitas Masalah partisipasi sosial juga diakibatkan dari masa pensiun. Teori disengagement atau pelepasan mengatakan bahwa penarikan sosial 54 Yeniar, hal 77. 55 Yeniar hal 62

56 dan emosional berawal dari masa pensiun. Ikatan kelompok pada teman sekerja dan persahabatan akan rusak karena pensiun. Namun pensiun juga dapat membantu lansia untuk berkembang di bidang yang lain.56 Hal ini terjadi hampir pada seluruh lansia. Penarikan diri menjadi hal yang wajar terjadi. Mereka akan mengurangi aktivitas sosial mereka dan menarik diri dari masayarakat karena perubahan-perubahan yang terjadi didalam diri mereka. Lansia akan cenderung menyukai suasana tenang dan damai. Lansia bisa seolah-olah terasing dari masyarakat karena penarikan diri yang mereka lakukan. Beberapa tekanan muncul dan membuat orang usia lanjut menarik diri dari keterlibatan sosial yaitu: 1. Lansia akan lepas dari peran dan aktifitas rutinnya saat masa pensiun tiba. 2. Lansia cenderung terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebihan. Hal ini dikarenakan peyakit dan menurunnya kemampuan fisik serta mental. 3. Lansia cenderung dijauhi oleh orang-orang yang lebih muda. 4. Lansia cenderung membuang semua hal yang tidak bermakna lagi karena mereka merasa kematian makin mendekat. 57 Lansia membutuhkan perhatian, baik dari keluarga, masyarakat maupun gereja. Perhatian diperlukan agar mereka dapat menikmati kehidupannya secara wajar. Lansia akan hidup lebih baik apabila lingkungan 56 Ibid., hal. 41. 57 Desmita, hal. 254.

57 sekitar memperhatikan lansia. Sokongan dan dukungan akan sangat membantu para lansia menikmati masa tuanya. Pembentukan kelompok-kelompok usia lanjut dapat membantu mencegah penarikan diri lansia dari lingkungan sosial. Kelompok-kelompok usia lanjut dibentuk agar terwujud kegiatan mempertemukan para anggotanya. Pertemuan ini akan membentuk kelompok sosial. Kontak sosial berfungsi supaya lansia memiliki kesempatan untuk saling bertukar informasi, saling belajar dan saling bercanda. Kontak sosial akan mendatangkan perasaan senang. Perasaan senang ini tidak dapat dipenuhi bila ia dalam keadaan sendirian. Pertemuan usia lanjut bisa mematahkan anggapan bahwa lansia adalah penunggu rumah. Ancok dalam Siti menyatakan bahwa upaya menghimpun kelompok lanjut usia dalam wadah kegiatan, memungkinkan mereka berbagi rasa dan menikmati hidup.58 2.3. Pastoral Konseling pada Lanjut Usia 2.3.1. Definisi Pastoral Konseling Pada hakikatnya proses perjumpaan pertolongan antara dua orang manusia sebagai subjek yakni konselor dan konseli diistilahkan sebagai pastoral konseling. Menolong konseli agar dapat menghayati keberadaannya serta pengalamannya secara penuh dan utuh menjadi tujuan dari perjumpaaan ini. Kerangka waktu diperlukan oleh konseli untuk menghayati pengalaman dan cerita hidupnya. Seluruh isi keberadaan, pengalaman, dan perasaan yang dialami 58 Siti, hal. 12.

58 oleh konseli harus menjadi pengertian yang utuh. Pengertian yang utuh akan membantu konseli untuk menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Setiap sumber yang ada akan digunakan untuk berubah, bertumbuh, dan berfungsi maksimal dalam aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial.59 Pastoral konseling akan membantu menyatukan pecahan-pecahan masalah dari konseli supaya konseli bisa melihat keseluruhan masalahnya tanpa terpisah-pisah. Pengetahuan yang benar tentang masalah konseli akan memudahkan konseli dalam pengambilan keputusan. Konselor yang mengarahkan tanpa bermaksud mengambil alih tanggungjawab konseli dalam masalah mereka. Pastoral konseling berasal dari istilah pastor yaitu gembala dan counseling sebagai pemberi nasihat.60 AAPC (American Association of Pastoral Counselors) mendefinisikan pastoral konseling sebagai sebuah proses dimana seorang konselor pastoral menggunakan pemahaman-pemahaman teologi dan psikologi untuk menolong perorangan, pasangan, keluarga, kelompok dan sistem masyarakat untuk mencapai keutuhan dan kesehatan. Pelayanan konseling termasuk dalam penggembalaan. Pelayanan ini adalah bagian dari pelayanan gereja. Pelayanan pastoral konseling menjadi sangat penting untuk jemaat yang membutuhkan jalan keluar dan permasalahan hidup mereka. Firman Tuhan menjadi dasar dalam pelayanan pastoral konseling. 59 Totok S.Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014), hal. 64. 60 Ibid., hal.74.

59 Pelayanan ini bertujuan untuk membimbing, membina dan bahkan menolong orang-orang Kristen untuk menghadapi masalah mereka61 Pastoral konseling tidak bisa berdiri sendiri tanpa pendampingan dari Firman Tuhan. Setiap proses pastoral konseling yang terjadi selalu dilandaskan dengan Alkitab. Pemecahan masalah selalu dilihat dari sudut pandang Alkitab. Hal ini untuk mewujudkan kesadaran bahwa Allah selalu hadir dalam setiap sendi kehidupan manusia. Keterlibatan campur tangan Allah dalam proses pastoral konseling menjadi hal mutlak. Kedewasaan Kristen menjadi sasaran dari konseling Alkitab. Pastoral konseling akan menolong orang-orang memasuki suatu pengalaman yang lebih dalam tentang penyembahan. Mereka akan dibantu untuk memasuki suatu kehidupan pelayanan yang lebih efektif.62 Jemaat akan ditolong untuk menggantungkan hidupnya kepada Allah sebagai Sang Pencipta. Kesadaran adanya suatu zat yang lebih besar dari diri manusia menjadi sumber pengharapan yang hakiki manusia. Manusia menjadi memiliki pegangan dan harapan dalam hidup seberapa besarpun masalah yang mereka miliki. 2.3.2.Fungsi Pastoral Konseling Pelayanan pastoral konseling tidak hanya memiliki fungsi bagi jemaat pada umumnya namun juga bagi para lansia dan khususnya yang hidup sendiri. Banyak hal yang akan tercapai apabila pastoral konseling diprogramkan 61 Christantio Nurdin, Pelayanan Konseling Dalam Gereja Masa Kini 8 Prinsip Penting Dalam Konseling Gereja Masa Kini. (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2014), hal. 22. 62 Larry Crabb, Konseling yang Efektif dan Alkitabiah. (Yogyakarta: ANDI, 1995), hal. 27.

60 secara baik dan terencana maka setiap fungsi akan terpenuhi dan dirasakan benar manfaatnya oleh para lansia khususnya yang hidup sendiri. Fungsi pastoral konseling yakni sebagai berikut: 1. Fungsi menyembuhkan (healing) Musibah, kemalangan, konfilk, problem, belenggu dosa, merupakan kekuatan yang amat dahsyat yang menjadi problematika hidup manusia. 63 Umumnya manusia akan merasa sangat menderita dan merasa sangat terpuruk saat mengalami masalah tersebut. Apabila tidak ditangani secara benar, berbagai masalah ini akan menyebabkan disfungsi dalam kehidupan manusia. Gangguan-gangguan akan muncul seiring dengan problematika hidup manusia yang tidak terselesaikan. Konselor akan menggunakan fungsi menyembuhkan apabila melihat adanya keadaan yang perlu dikembalikan ke keadaan yang semula atau mendekati keadaan semula. Fungsi ini dipakai untuk membantu konseli menghilangkan gejala-gejala dan tingkah laku yang disfungsional. Konseli diharapkan tidak lagi menampakan gejala yang menggangu dan konseli dapat berfungsi kembali secara normal sama seperti sebelum mengalami krisis.64 Ketika konseli hidup secara wajar, hal ini menjadi gol dari konselor dimana fungsi menyembuhkan bisa berfungsi secara maksimal. Konselor akan membantu konseli menerima kondisinya saat ini. Pastoral konseling berusaha menolong agar konseli menemukan solusi agar mampu mengatasi kemalangan dan berganti menjadi ketegaran, 63 Tulus, hal. 33. 64 Totok, hal. 106.

61 ketangguhan, kesabaran, ketabahan.65 Namun demikian pastoral konseling hanya sebatas menolong dan bukan mengambil alih masalah. Konseli dibantu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa mengambil alih masalah tersebut. Pendampingan yang berisi kasih sayang, rela mendengarkan dan kepeduliaan yang tinggi sangat penting bagi fungsi menyembuhkan. Sikap- sikap yang ditunjukan konselor tersebut akan membuat seseorang yang sedang menderita mengalami rasa aman dan kelegaan sebagai pintu masuk ke arah penyembuhan yang sebenarnya.66 Konselor harus siap mendengarkan konseli dan mencurahkan perhatian padanya. Konselor juga diharapkan bersikap tenang dalam menghadapi segala pergumulan hidup konseli. Apabila konselor tidak tenang maka konselor tidak akan dapat menemukan akar masalah yang sebenarnya dan tidak dapat menemukan masalah dengan jelas. Fungsi menyembuhkan biasanya digunakan bagi mereka yang mengalami dukacita dan luka batin akibat kehilangan atau terbuang. Disfungsi tubuh terjadi apabila emosi yang tertekan tidak bisa diungkapkan melalui kata-kata atau ungkapan perasaan (menangis dan lainnya). Ketika konseli cemas, takut, gelisah, hal itu sering berakibat pada tubuh misal rasa mual, pusing, sakit perut, dada sesak dan sebagainya. Pada saat ini, hal yang dianggap dapat menolong adalah bagaimana konselor melalui pendekatannya mengajak konseli untuk mengungkapakan perasaan batinnya 65 Tulus, hal. 33. 66 Aart, hal. 14.

62 yang tertekan. Melalui interaksi ini konselor dapat membawa konseli pada hubungan imannya dengan Tuhan. Konselor dapat mengajak konseli untuk berdoa dan membaca Alkitab yang menjadi sarana penyembuhan batin. Hal ini sekaligus dapat membantu penyembuhan fisik.67 Apabila batin pulih maka diharapkan fisik juga pulih. Gejala-gejala disfungsional bisa dihilangkan dan konseli hidup lebih baik. 2. Fungsi menopang (sustaining) Apabila konseli tidak mungkin kembali ke keadaan semula maka digunakan fungsi menopang. Fungsi menopang dipakai untuk membantu konseli menerima keadaan sekarang sebagaimana adanya. Konseli akan dibantu untuk berdiri di atas kaki sendiri. Konseli diharapkan dalam keadaan yang baru bisa bertumbuh secara utuh dan penuh. Konselor menggunakan fungsi menopang untuk menolong konseli melewati semua pergumulan batin. Konseli diharapkan bisa mencapai titik penerimaan (acceptance). Konselor membantu konseli agar dapat bertahan dalam kondisinya sekarang.68 Konselor merangkul konseli memahami situasinya yang sekarang sehingga konseli tidak merasa sendiri dalam menjalani hidupnya. Topangan yang diberikan oleh konselor akan memberikan semangat pada konseli untuk bertahan dalam kondisinya. a. Menopang dalam Bidang Kerohanian Jemaat seringkali diperhadapkan pada krisis yang mendalam seperti kematian, kehilangan dan sakit penyakit. Kondisi tersebut begitu 67 Aart, hal. 15. 68 Totok, hal. 106-110.

63 dilematis sehingga konselor tidak dapat berbuat banyak untuk menolong. Keadaan ini bukan berarti konselor tidak dapat melakukan pendampingan. Konselor dapat membantu mereka bertahan dalam situasi krisis yang berat. Kehadiran konselor dapat membantu konseli. Selain itu sapaan yang meneduhkan dan sikap yang terbuka akan mengurangi penderitaan mereka.69 Konselor dapat menopang konseli dalam bidang rohani. Konselor dapat menguatkan dan memberikan dukungan sehingga konseli dapat melewati kondisi-kondisi terburuk sekalipun. Konselor dapat membacakan kebenaran Firman Tuhan yang menguatkan untuk menolong mereka. b. Menopang dalam Bidang Ekonomi Usia lanjut mengalami tingkat kepuasaan yang baik apabila mereka memiliki penghasilan yang relatif mapan dan kondisi kesehatan yang baik. Berbeda dengan lansia yang memiliki penghasilannya kecil dan kondisi kesehatan yang kurang baik, mereka akan cenderung tidak puas dengan kehidupan mereka. Lansia dengan masalah ekonomi bisa dibantu dengan bantuan yang bersifat ekonomi. Namun demikian bukan berarti santunan yang non ekonomi tidak dibutuhkan seperti perhatian dan kasih sayang. Bagi lansia yang secara ekonomi mencukupi, kebutuhan non ekonomi lebih penting. Kebutuhan non ekonomi dapat diberikan seperti memberikan perhatian anak kepada orang tua, sering 69 Aart, hal. 14

64 mengunjungi, menanyakan kabar, menanyakan kesehatan, memenuhi keinginan orang tua, menanyakan apa yang dibutuhkan. Orang tua sangat tidak mengharapkan sikat tergantung kepada anak. Mereka akan memilih tinggal sendiri apabila mereka merasa masih mampu mengurus segalanya.70 Gereja dapat menopang lansia dengan memberikan bantuan ekonomi apabila memang bantuan tersebut diperlukan bagi para lansia yang memiliki kesulitan ekonomi. Gereja dapat memberikan program- program yang sekiranya mampu menopang para lansia mengatasi keterbatasan ekonomi mereka. Bantuan sembako bisa diberikan untuk membantu para lansia. c. Menopang dalam Bidang Sosial Kehidupan usia lanjut di Indonesia tergolong mendapat dukungan sosial baik dari keluarga maupun dari masyarakat. Budaya yang ketimuran yang mendukung generasi muda untuk menghormati generasi tua menjadi daya dorong lasia tetap di hormati di negeri ini. Besarnya dukungan keluarga terhadap kehidupan usia lanjut mengurangi beban negara. Namun dukungan keluarga ini tidak dapat diharapkan stabil sepanjang masa. Lanjut usia berhasil difasilitasi oleh konteks sosial yang memberi peluang para usia lanjut untuk mengelola perubahan hidupnya secara efektif. Usia lanjut memerlukan perencanaan jaminan sosial yang 70 Siti, hal. 115.

65 baik, layanan kesehatan yang baik, perumahan yang aman dan layanan sosial yang bermacam-macam.71 Lansia juga memerlukan dukungan fasilitas publik seperti kemudahan menggunakan fasilitas umum seperti angkutan transportasi, penggunaan pedestrian jalan dan lainnya. Lingkungan sosial yang menopang kehidupan lansia akan meningkatkan daya hidup lansia. Lingkungan sosial harus menopang lansia untuk memiliki gaya hidup yang aktif. Dalam lingkup sosial, masyarakat dan gereja, gaya hidup aktif berhubungan dengan kesehatan psikologis usia lanjut yang aktif berorganisasi, menghadiri berbagai pertemuan, arisan, ke gereja, pertemuan RT, RW, aktif senam, jalan kaki, kegiatan kesenian, rekreasi, mengikuti perjalanan dan sebagainya. Lansia akan lebih puas hidupnya daripada yang kurang memiliki jaringan komunikasi atau terbatas lingkungan hidupnya.72 Lansia yang tidak memiliki jaringan komunikasi akan terkungkung hidupnya dalam komunitas sempit dilingkungannya. Lansia akan mengalami kesepian dan menghabiskan masa tuanya hanya dengan merenungi nasib. Keluarga dapat menopang lansia. Rasa kasih sayang dan bakti anak dapat diwujudkan dari keinginan anak agar orang tuanya berhenti bekerja dan bersedia menanggung seluruh biaya hidup orang tuanya. Orang tua sudah membanting tulang untuk anak-anaknya maka saat mereka beranjak lansia, itu merupakan masa untuk beristirahat. 71 Siti, hal. 182. 72 Ibid, hal. 185.

66 Namun demikian terkadang persepsi anak dan orang tua berbeda. Bekerja bagi orang-orang usia lanjut akan menunjukan status mereka, menghadirikan rasa percaya diri, harga diri dan kepuasan batin. Oleh karenanya, anak bisa memberikan kebebasan bagi orang tua untuk tetap bekerja.73 Bekerja juga membuat lansia tetap sehat. Gerak motorik lansia akan tetap terasah disamping otak lansia juga akan tetap aktif. Hal ini menjadi nilai tambah bagi lansia. Orang tua harus tetap merasa dibutuhkan dalam lingkungan sosial. Hal ini dapat memperbaiki keadaan jiwa dan kesehatan mereka. Mereka harus diberi semangat untuk terus ikut dalam kegiatan keluarga dan masyarakat selama mereka masih mampu. Namun demikian sebaiknya kegiatan tersebut tidak terlalu banyak.74 Setiap kegiatan yang dilakukan lansia sebaiknya didesain sebatas kemampuan lansia. Hal ini dilakukan dengan alasan kesehatan mengingat banyaknya perubahan fisik yang dialami para lansia. 3. Fungsi membimbing (guiding) Ketika konseli mengambil keputusan tertentu tentang masa depannya maka diperlukan fungsi membimbing. Fungsi membimbing dilakukan ketika konseli dalam kondisi siap secara mental. Konseli biasanya telah mampu berpikir jernih dan berkonsentrasi untuk mengambil keputusan. Konselor dapat menambahkan pertimbangan yang mungkin akan diambil 73 Siti, hal. 113. 74 Tim Program Keluarga Berencana dan Pembangunan Masyarakat Desa. Perawatan Manula di Rumah (Bandung: Studio Driya Media, 1991), hal 5.

67 dari sisi positif atau negatif dari setiap alternatif keputusan.75 Konselor harus jujur memberikan pertimbangan dari sisi positif maupun negatif sehingga konseli dapat memutuskan yang terbaik dari hidupnya. Pengetahuan yang seimbang antara sisi positif dan negatif akan menghasilkan pertimbangan yang sehat. Kata membimbing selalu berhubungan dengan kata mendampingi. Pendamping tidak berada di depan. Pendamping berada disamping yang didampingi. Konselor akan membimbing konseli. Membimbing di sini dilakukan melalui respons percakapan yang interpretatif. Konselor dapat mengajak berpikir, menuntun, mengajar, menerangkan dan membimbing. Respon interpretatif dari konseli akan membuat konselor semakin memahami sebab, akibat, hal-hal penting dari persoalannya .76 Konseli akan ditolong untuk memilih atau mengambil keputusan tentang masa depannya. Pendamping akan mengemukakan beberapa kemungkinan yang bertanggung jawab dengan segala resikonya, sambil membimbing ke arah pemilihan yang berguna.77 Konselor akan terus mengarahkan konseli hingga konseli bisa memutuskan hidupnya secara lebih baik dengan memberikan pertimbangan-pertimbangan. 75 Totok, hal. 108. 76 Tulus, hal. 31. 77 Aart, hal.13.

68 a. Membimbing dalam Bidang Kerohanian Beribadah mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan kebutuhan yang sangat dirasakan oleh usia lanjut. Persiapan agama akan membekali usia lanjut untuk bisa menerima semua kenyataan yang dialami secara ikhlas.78 Lansia akan dibimbing melihat kondisi hidupnya dari sudut pandang agama sehingga lansia memiliki pengetahuan yang benar akan kondisi penuannya. Ibadah yang esensi bagi lansia adalah ibadah yang membawa mereka semakin mengenal Tuhan. Prasangka dan mitos mengenai penuaan harus dilawan. Mimbar gereja hingga kelompok kecil dan dalam pertemuan gereja harus mengajarkan konsep lansia secara benar. Alkitab secara jelas menyuruh manusia untuk menghormati orang yang lebih tua. Seluruh elemen gereja harus bisa merawat orang tua dengan kasih sayang. Jemaat gereja harus bisa mengembangkan perilaku positif terhadap para tetua. Ketika orang yang lebih tua diperlakukan dengan hormat maka dia akan membalas dengan cara yang sama. Berkomunikasi dan saling membantu bisa dikembangkan oleh jemaat dan para orang tua.79 Lansia perlu tumbuh dan berkembang di dalam Kristus. Walaupun mereka sudah berada diakhir periode kehidupan, mereka perlu datang kepada Kristus. Lansia perlu menyerahkan masa akhir hidupnya 78 Siti, hal. 186. 79 Mencegah Masalah-Masalah Dalam Usia Lanjut”, http://c3i.sabda.org/15/jan/2007/konseling_mencegah_masalah_masalah_dalam_u sia_lanjut (akses 10 Januari 2019)

69 secara penuh kepada Kristus dengan pemahaman yang benar tentang keselamatan. Ketika lansia sudah percaya dengan Yesus bukan berarti mereka terbebas dari masalah. Namun kepercayaan mereka kepada Yesus telah membantu mereka menghadapi stres dengan lebih efektif. Orang-orang dengan segala umur butuh dorongan untuk berdoa, membaca Alkitab, menyembah secara rutin, persahabatan dengan saudara seiman, dan terlibat sejauh mungkin dalam pelayanan. Orang percaya yang bisa bersukacita di masa muda juga akan bersukacita di masa tua mereka, tentu saja dengan bantuan Tuhan. 80 b. Membimbing dalam Bidang Ekonomi Selama manusia masih hidup, manusia pasti memiliki pengeluaran. Pengeluaran-pengeluaran tersebut digunakan untuk membiayai semua kebutuhan mereka. Namun demikian, belum tentu pendapatan yang dimiliki mampu mencukupi semua pengeluaran. Apabila pendapatan tidak dapat memenuhi pengeluaran maka akan muncul banyak masalah. Salah satu pembentuk harga diri dari lansia adalah apabila mereka masih bekerja dan menghasilkan pendapatan. Mereka akan memiliki harga diri dan puas akan dirinya. Kebahagian mereka akan sangat luar biasa apabila dari hasil pendapatan mereka, mereka bisa 80 “Mencegah Masalah-Masalah Dalam Usia Lanjut”, http://c3i.sabda.org/15/jan/2007/konseling_mencegah_masalah_masalah_dalam_u sia_lanjut (akses 10 Januari 2019)

70 memberi kepada anak dan cucu. Banyak kegiatan positif lain yang bisa dilakukan oleh lansia. Kegiatan tersebut tidak menghasilkan pendapatan namun berdampak kepada kemandirian. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi menstimulasi aktivitas mental, seperti membaca, berdiskusi, berwisata, silaturahmi, dan kegiatan-kegiatan yang mempertemukan dengan orang lain.81 Usia lanjut bisa dibimbing untuk terus aktif dalam kegiatan- kegiatan kemandirian. Walaupun tidak menghasilkan pendapatan, namun apabila mereka melakukan hal-hal aktif yang sederhana, hal ini akan menghasilkan kepuasaan bagi diri mereka. Lansia bisa melaksanakan hobi mereka pada hal-hal yang mereka sukai. c. Membimbing dalam Bidang Sosial Lanjut usia cenderung merasa tidak berdaya. Mereka merasa tidak berguna dan menjadi beban bagi keluarganya. Kepedulian dari orang-orang terdekat yaitu keluarganya sangat diperlukan dalam kondisi ini. Orang yang lebih muda perlu memperhatikan para lansia. Sikap dan perlakuan keluarga menjadi teladan dan cerminan bagi generasi muda bagaimana mereka kelak memperlakukan orang tua mereka. Kita kan memiliki gambaran bagaimana anak-anak kita akan memperlakukan kita 81 Siti, hal. 197

71 saat kita mengurus orang tua. Filosofi anak jaminan hari tua masih berlaku sampai sekarang.82 Hubungan lansia yang baik antara lingkungan sosial akan menjadikan lansia hidup lebih terurus. Perlu ditanamkan kesadaran bagi keluarga dan lingkungan sekitar untuk memperhatikan orang tua. Perlu dilakukan bimbingan agar lansia tidak menarik diri dari kehidupan sosial mereka. Alangkah lebih elok apabila lansia bisa terlibat dalam berbagai kegiatan sosial masyarakat. Orang bisa menghindari masalah penuaan jika mereka bisa didorong untuk menggunakan pikiran mereka. Tubuh lansia juga perlu dilatih. Menu makanan yang sehat juga perlu direncanakan oleh para lansia. Lansia bisa menggunakan waktu senggang mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat seperti melayani sesama. Kesimpulan ini berdasar asumsi bahwa kegiatan mental dan fisik berpengaruh besar dalam menjaga seseorang untuk tidak lesu, malas- malasan, dan pikun.83 Lansia yang memiliki aktivitas yang cukup akan memiliki kondisi tubuh yang terjaga. Mereka akan lebih sehat dan bahagia. Walaupun demikian kegitan yang dilakukan disesuaikan dengan batas kemampuan mereka. 82 Ibid, hal. 198. 83 “Mencegah Masalah-Masalah Dalam Usia Lanjut”, http://c3i.sabda.org/15/jan/2007/konseling_mencegah_masalah_masalah_dalam_u sia_lanjut (akses 10 Januari 2019)

72 Kata akhir bagi lanjut usia agar bahagia di usia lanjut adalah tetap melakukan kegiatan fisik dan mental, tetap menjaga makna persahabatan dan tetap berguna.84 Lansia akan menjalani proses akhir kehidupan mereka dengan penuh makna. Lansia tidak lagi merasa gap yang besar antara masa muda dan masa tuanya saat mereka tetap merasa puas dan bahagia dengan kehidupan mereka. 4. Fungsi mendamaikan (reconciling) Apabila terjadi konflik batin dengan pihak lain yang mengakibatkan putusnya atau rusaknya hubungan maka konselor akan menggunakan fungsi mendamaikan. Konselor akan menempatkan dirinya sebagai mediator atau penengah. Dia berada ditengah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Konselor akan berusaha untuk membicarakan konflik yang sedang terjadi. Pihak-pihak yang terlibat konflik akan diminta untuk membicarakan konfliknya secara terbuka, adil dan jujur. Secara bergantian, masing-masing pihak diberikan kesempatan untuk mengemukakan aspirasinya. Di akhir konseling diharapkan mereka dapat mengambil jalan keluar dan menjalin hubungan kembali.85 Konselor diharapkan tetap berada ditengah dan objektif dalam menilai persoalan. Konselor yang objektif akan membantu konseli untuk menemukan kata rujuk dan damai dari setiap persoalan yang ada. Konselor bisa membimbing konseli untuk berdamai tanpa berpihak dengan salah satu pihak. Konselor adalah orang yang netral atau penengah yang bijaksana. 84 Siti, hal. 197. 85 Totok, hal. 109.

73 Hubungan yang baik dengan sesamanya menjadikan manusia hidup dengan aman. Penderitaan akan muncul apabila muncul hubungan yang tidak baik. Hubungan yang tidak baik ini akan berpengaruh juga pada masalah emosional. Seseorang terkadang menjadi sakit secara fisik yang berkepanjangan karena adanya konflik. Orang tersebut tidak sadar persis akar masalahnya sehingga ia memerlukan orang ketiga untuk melihat secara objektif masalah tersebut. Konselor dapat membantu menjadi orang ketiga yang menjadi cermin dalam hubungan tersebut. Konselor dapat menganalisis hubungan. Selain itu konselor dapat menganalisis dimana keretakan hubungan dan akhirnya mencari alternatif untuk memperbaiki hubungan tersebut. 86 5. Fungsi memberdayakan (empowering) Konseli bisa menjadi penolong bagi dirinya sendiri pada masa yang akan datang pada waktu menghadapi kesulitan. Oleh karena itu fungsi memberdayakan digunakan untuk membantu konseli berdaya mandiri dan tidak selalu tergantung pada konselor. Konseli juga bisa menjadi penolong bagi orang lain yang mendapat kesulitan.87 Mandiri dan berguna adalah dambaan setiap usia lanjut. Berguna mengandung arti bahwa, keberadaannya memberi nilai positif bagi orang lain, baik di dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan-lingkungan lainnya di mana lanjut usia terlibat. Usia lanjut akan merasa senang, 86 Aart, hal. 13-14. 87 Totok, hal. 109-110.

74 berbesar hati, percaya diri, bila dirinya dibutuhkan oleh orang lain seperti memberi materi, uang, nasehat, doa restu. a. Memberdayakan dalam bidang kerohanian Pengalaman lanjut usia yang sangat panjang terbukti memiliki kemampuan memotivasi diri untuk lebih berdaya. Pengalaman ini bisa digunakan untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki untuk menghadapi tuntutan kebutuhannya. Setiap penduduk lanjut usia tentu tetap memiliki kekuatan betapapun kecilnya. Kekuatan inilah yang perlu distimulasi untuk dibangkitkan, ditumbuhkan dan dikembangkan. Pemberdayaan ini berupaya untuk membangun kekuatan itu, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.88 Lansia tetap bisa berguna dan menjadi sumber semangat bagi para orang muda. Lansia perlu menunjukan kekuatannya untuk menjadi teladan bagi orang yang lebih muda. Oleh karena itu kita bisa menolong lansia untuk: 1. Mendorong untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan 2. Mendoakan, memberikan doa dan restunya bagi keberhasilan yang lebih muda. 89 b. Memberdayakan dalam bidang ekonomi Lansia bisa untuk mandiri. Kemampuan lanjut usia untuk tetap mandiri merupakan kebutuhan. Lansia juga memiliki kemampuan untuk 88 Siti, hal. 28-29 89 Ibid., hal. 197-198.

75 mencari nafkah dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Banyak alasan yang mendorong lansia untuk mandiri dan bekerja yaitu: 1. Lansia berkeinginan untuk mandiri dikarenakan lansia tidak mau menjadi beban orang lain. Dia tidak mau merepotkan orang lain dan tidak mau menyusahkan orang lain, meskipun orang lain itu anak cucunya sendiri 2. Lansia berkeinginan untuk mandiri didorong untuk mendapat kepuasan batin. Lansia merasa bahwa dirinya merupakan orang yang masih bisa berprestasi. Mereka mampu mencari uang sendiri. Hal ini menimbulkan perasaan bahwa dirinya masih berguna dan lansia akan memiliki rasa percaya diri. Merujuk pada pendapat Maslow kebutuhan ini diaktakan sebagai kebutuhan aktualisasi diri untuk menunjukkan keberadaan dirinya. Kepuasaan ini tidak dapat diukur dari segi materi tetapi lebih pada kepuasaan batin.90 Lansia yang ingin mandiri sebisa mungkin didukung. Mereka bisa melakukan banyak aktivitas sederhana bagi diri mereka sendiri. Apabila lansia mulai enggan melakukan aktivitas tersebut, kaum yang lebih muda bisa mendorong mereka untuk tetap beraktivitas. Usia lanjut akan merasa bangga bahwa hasil karyanya dihargai oleh orang lain. Mereka akan lebih bermakna mendapat penghasilan dari karya mereka. Cara-cara ini merupakan salah satu 90 Ibid., hal. 110.

76 cara pemberdayaan yang lebih baik daripada sekedar memberikan uang tanpa ada imbalan yang diberikan lanjut usia.91 c. Memberdayakan dalam bidang sosial Aktifitas sosial sangat penting di masa usia lanjut. Lansia sudah kehilangan banyak peran. Peran mereka sebagai orang tua sudah banyak berkurang karena anak-anaknya sudah menikah. Peran mereka sebagai pekerja sudah berakhir karena pensiun. Oleh karena itu lansia membutuhkan kegiatan sosial untuk mengisi waktu luangnya. Aktifitas sosial dapat berfungsi sebagai aktifitas hiburan. Selain itu, aktifitas sosial juga dapat meningkatkan kebermaknaan hidup. Aktifitas sosial sangat bermanfaat untuk orang lain. Kegiatan tersebut juga menolong untuk menjain hubungan pertemanan. Lansia juga bisa meningkatkan religiusitasnya apabila aktivitas tersebut bersifat keagaamaan.92 Dalam keluarga misalnya perasaan berguna bisa dibangun oleh lansia dengan melakukan banyak kegiatan sederhana seperti: 1. Lansia dapat menata koran, menyiram bunga, memberi makan ayam atau binatang piaraan lainnya, menjemput cucu, bercerita dan sebagainya. 2. Lansia dapat memberi uang transport bagi cucu, membelikan mainan, hadiah dan sebagainya bahkan tidak mustahil pemberian bisa lebih besar. 91 Ibid., hal. 111. 92 Yeniar, hal. 78.

77 3. Lansia dapat memberikan nasehat saran pertimbangan yang sangat diperlukan dari yang lebih muda sebagai orang yang dituakan Lansia perlu membangun perasaan bahwa dirinya masih berguna. Dukungan dari keluarga sangat diperlukan agar usia lanjut merasa masih bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu sebaiknya keluarga melakukan hal-hal berikut ini: 1. Keluarga dapat memberi kesempatan, memfasilitasi, membantu dan mendukung kegiatan yang dilakukan usia lanjut yang mereka senangi pada kegiatan-kegiatan yang tidak beresiko dan bukan melarang, menolak dan menghambat 2. Keluarga perlu mengawasi jika kegiatannya cenderung berisiko dan berbahaya misalnya suka membakar sampah. 3. Keluarga bisa melarang lansia bila kegiatan yang dilakukannya berisiko dan kemudian bisa dialihkan pada kegiatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak berisiko 4. Keluarga juga bisa aktif menciptakan suatu kegiatan yang menimbulkan perasaan berguna bagi lanjut usia seperti menjemput cucu dari sekolah, membimbing belajarnya atau mendongeng. 5. Keluarga bisa mendorong lansia untuk ikut serta dalam kegiatan sosial atau kegiatan keagamaan. 93 2.3.3. Tujuan Pastoral Konseling Pastoral konseling setidaknya memiliki tujuh tujuan diantaranya: 93 Siti, hal. 197-198.

78 1. Pastoral konseling dapat membantu konseli mengalami pengalamannya dan menerima kenyataan 2. Pastoral konseling membantu konseli mengungkapkan diri secara penuh dan utuh 3. Pastoral konseling membantu konseli berubah, bertumbuh, dan berfungsi maksimal 4. Pastoral konseling membantu konseli menciptakan komunikasi yang sehat 5. Pastoral konseling membantu konseli bertingkah laku yang baru 6. Pastoral konseling membantu konseli bertahan dalam situasi baru 7. Pastoral konseling membantu konseli menghilangkan gejala disfungsional94 2.3.4. Tahapan Proses Konseling Pastoral Konseling dapat dilakukan melalui jangka pendek (short term) dan jangka panjang (long term). Short term (jangka pendek) dilakukan 3-6 sesi dan dilakukan antara 45-60 menit perjumpaan. Tahapan ini bisa berubah ketika dalam keadaan darurat. Sedangkan long term (jangka panjang) bisa dilakukan melebihi waktu dari short term (jangka pendek). Konseling pastoral merupakan usaha yang teratur dan terstruktur menggunakan tahap-tahap tertentu dalam melaksanakan layanan konseling pastoral. Tahapan-tahapan tersebut membantu konselor menjalankan fungsinya dengan baik, efektif, dan efisien. Pastoral konseling memiliki awal, pertengahan dan akhir yang jelas. Tujuh tahapan yakni awal (rapport-menciptakan hubungan kepercayaan), tengah (anamnesa, diagnose, membuat rencana tindakan- 94 Ibid., hal.97-105.

79 treatment planning, melaksanakan rencana-treatment execution, memeriksa ulang-review, evaluasi) dan akhir (mengambil pelajaran dan terminasi- pemutusan hubungan). 1. Menciptakan hubungan kepercayaan Pada tahap pertama ini konselor akan berusaha menciptakan kepercayaan konseli sehingga konseli percaya dan mempersilahkan masuk dalam kehidupannya. Konselor akan memahami liku-liku pergumulannya yang paling dalam. Kepercayaan diperlukan untuk penerimaan, perubahan, dan pertumbuhan dapat terjadi pada konseli. 2. Mengumpulkan data (Anamnesa) Tahap dua adalah mengumpulkan informasi, data, fakta termasuk riwayat hidup konseli dan persoalan atau gangguan yang dialaminya. Konseli diminta untuk mengemukakan apa saja yang diingatnya. Dalam proses ini konselor akan mendapat informasi subjektif dan objektif. Informasi subjektif adalah informasi yang berasal dari konseli berupa ingatan, perasaan, pengalaman seperti apa yang diingatnya, dirasakannya, dan dialaminya. Informasi objektif adalah informasi yang didapatkan oleh konselor melalui perjumpaan, percakapan, pengamatan, sentuhan dan sebagainya. Oleh sebab itu konselor harus mampu mengumpulkan data yang relevan, akurat, dan menyeluruh. 3. Menyimpulkan (Diagnosa) Tahap ketiga ini dilakukan melalui analisis data yang telah dikumpulkan sebelumnya dan mencari kaitan antara satu informasi dengan informasi yang lain. Konselor perlu melakukan sintesis kemudian menyimpulkan apa yang

80 menjadi permasalahan utama dari konseli. Konselor mungkin menemukan kesimpulan sementara (hipotesa) dan kemudian melalui pertemuan berikutnya akan menemukan data baru. 4. Pembuatan Rencana Tindakan (Treatment Planning) Tahap keempat adalah membuat rencana tindakan pertolongan. Dalam tahap ini akan disusun tindakan apa saja yang dilakukan dan fungsi apa saja yang akan dilakukan. Konselor juga akan mengatur urutan pelaksanaan fungsi-fungsi pastoral konseling dan jumlah perjumpaan yang akan dilakukan. Konselor akan membuat janji dengan konseli kapan sebaiknya konseling akan dilakukan dan berapa lama waktu yang akan dibutuhkan. Selanjutnya konselor dan konseli akan menentukan dimana akan dilakukan konseling pastoral dan pihak-pihak yang terlibat dalam pastoral konseling. Konselor akan menentukan sarana atau alat apa saja yang akan digunakan dan bagaimana proses pertolongan akan dilakukan. Selain itu juga akan ditentukan model dan teknik apa yang akan digunakan serta apakah konselor akan menggunakan konseling jangka panjang atau pendek. 5. Tindakan Pertolongan (Treatment Execution) Tahap kelima ini tujuannya adalah melakukan tindakan (treatment) pertolongan yang telah direncanakan. Setiap tahap ini semuanya dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Oleh karena itu sebaiknya konselor akan mencatat semua tindakan yang dilakukannya.

81 6. Review dan Evaluasi (Review and Evaluation) Tahap keenam ini tujuannya adalah melihat kembali dan melakukan evaluasi atas seluruh proses konseling yang telah dilakukan. 7. Pemutusan Hubungan (Termination) Dalam proses terakhir ini tujuannya adalah mengakhiri seluruh proses kontrak konseling. Konselor juga perlu melakukan pemutusan hubungan kontrak pertolongan. Setelah tahap review dan evaluasi konselor perlu mengatur pemutusan terminasi.95 Ketujuh tahapan dalam pelayanan pastoral konseling merupakan rangkaian proses yang perlu diterapkan. Terkait dengan pelayanan pastoral konseling kepada para lansia yang dilakukan oleh gereja, maka ketujuh tahapan tersebut dapat dipandang sebagai rangkaian utuh dalam setiap sesi pertemuan konseling. Tetapi jika ditinjau dari pelayanan kepada para lansia dalam rangkaian pelayanan pastoral gerejawi maka tahap pemutusan hubungan (termination) hanya akan terjadi ketika pelayanan pastoral dihentikan. Pemberhentian pelayanan pastoral kepada lansia akan berhenti (termination) apabila lansia tersebut dipanggil Tuhan atau wafat. Pelayanan pastoral gerejawi merupakan tugas pelayanan yang akan terus berlangsung kepada seluruh jemaat. Hal tersebut menjadi panggilan atau tugas gerejawi. Pelayanan pastoral kepada para lansia yang hidup sendiri merupakan rangkaian pelayanan yang perlu dibangun dari tahap ke tahap sehingga tujuan pelayanan pastoral konseling dapat tercapai. 95 Ibid., hal 110-113.

82 Para lansia yang hidup sendiri memerlukan pendampingan gereja oleh karena banyak persoalan hidup dan krisis yang harus dihadapi sendiri oleh para lansia. Lansia sebagai bagian dari tubuh gereja akan sangat ditolong dalam menghadapi pemecahan masalah berdasarkan Firman Tuhan. Lansia akan ditolong untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan melalui fungsi-fungsi pastoral konseling. Fungsi pastoral konseling tersebut diantaranya fungsi menyembuhkan (healing), fungsi menopang (sustaining), fungsi membimbing (guiding), fungsi mendamaikan (reconciling), dan fungsi memberdayakan (empowering). Dalam menjalankan pastoral konseling, perlu terciptanya hubungan kepercayaan antara pihak lansia dengan pihak gereja. Terciptanya kepercayaan akan membuka proses konseling pada pihak lansia menjadi lebih mendalam sehingga data-data bisa dikumpulkan bisa secara objektif, relevan, akurat dan menyeluruh. Data konseling tersebut akan sangat membantu pihak gereja untuk dapat menyimpulkan rencana tindakan yang tepat kepada lansia yang diaplikasikan dalam tindakan pertolongan. Tindakan pertolongan ini perlu direview dan dievaluasi bersama-sama untuk melihat pastoral konseling secara utuh. Proses pastoral konseling bagi lansia ini diharapkan akan membantu kehidupan lansia sehingga nantinya lansia akan mengalami pengalaman dalam menerima kenyataan hidupnya. Lansia juga bisa mengungkapkan dirinya secara penuh dan utuh. Pastoral konseling juga diharapkan akan mampu membantu lansia untuk berubah, bertumbuh secara kerohanian dan berfungsi maksimal

83 seperti yang Alkitab sebutkan. Lansia juga diharapkan akan memiliki komunikasi yang baik, bertingkah laku yang baik, kuat bertahan dalam situasi yang baru serta tidak menunjukan gejala-gejala disfungsional. 2.3.5. Pelayanan Pastoral terhadap Lansia Pelayanan pastoral terhadap lansia merupakan jangkauan gereja terhadap kebutuhan pribadi dan kebutuhan spiritual lansia. Prinsip-prinsip dasar pelayanan pastoral lansia adalah berupa dukungan pertolongan (supporting and helping) kepadanya sebagai individu. Pelayanan pastoral konseling yang dikenakan juga pelayanan yang menolong lansia dalam upaya penyesuaian diri.96 Menurut Lapsley ada enam prinsip dasar pelayanan pastoral yang empati untuk lanjut usia yakni: 1. Listening atau reflective listening. Konselor perlu memiliki emphatic understanding. Hal ini tidak lah mudah mengingat berbagai kesulitan yang ada didalamnya. 2. Konselor perlu memahami pentingnya memori bagi lansia misalnya tentang keluarga, asosiasi yang menyakitkan maupun tentang kehilangan. 3. Konselor perlu memiliki tanggung jawab dalam memahami tujuan percakapan dan pelayanan pastoral kepada lansia. 4. Konselor perlu memahami pertanyaan yang muncul akan masa depan dan responnya terhadap pelayanan pastoral tersebut 96 Ibid., hal. 5.

84 5. Spiritual needs and religious resources 6. Reritualization and other contextual factors yang berkaitan dengan pola- pola baru akan persekutuan yang dibutuhkan lanjut usia. Secara umum pastoral konseling bagi lansia adalah dengan memberi dorongan, kekuatan dan persekutuan. Hal ini diperlukan karena lansia terkadang diperhadapkan pada penderitaan. Oleh karena itu mereka membutuhkan sokongan, kekuatan dan persekutuan. Menurut Becker, beberapa bentuk konseling yang diaplikasikan terhadap kebutuhan lansia seperti berikut ini: 1. Supportive counseling Konseling jenis ini diperlukan disaat mereka menghadapi duka, kesendirian, penyakit, rasa sakit, kematian. Mereka akan ditolong untuk melihat bagaimana realitas mereka sesungguhnya, lebih dari apa yang mereka bayangkan dan harapkan. 2. Counseling for self understanding Konseling ini dilakukan dengan memahami tingkah laku pribadi, sikap, motivasi dan sensibilitas konseli. 3. Crisis conseling with elders Krisis yang terjadi dianggap sebagai ancaman, kehilangan, tantangan, dan perception of the event. Konseling ini bisa jadi dilakukan karena adanya krisis penyakit dan kematian tidak terduga. Konseling krisis berupaya memberikan seseorang pengertian yang dapat mengatasi krisis tersebut.

85 4. Counseling for decision and action with elders Konseling ini diberikan disaat para lansia membutuhkan bantuan dalam proses. Proses pengambilan keputusan sering kali diambil alih oleh orang- orang disekitar lansia. Penyakit dalam diri lansia menjadi biang keladi sehingga lansia dianggap tidak mampu memikirkan, merasakan dan memutuskan kehidupannya. Padahal apabila orang disekeliling lansia dengan sewenang-wenang mengabaikan hak lansia untuk mengambil keputusan untuk kehidupannya, hal ini bisa dianggap suatu ketidakhormatan. 5. Family counseling with elders Masalah lansia adalah masalah keluarga dan bukan perorangan. Oleh karena itu, keluarga juga membutuhkan pastoral konseling karena keluarga adalah sebuah tubuh.97 2.3.6. Penerapan Pelayanan Pastoral Konseling pada Lansia Pelayanan pastoral konseling dalam gereja dapat diterapakan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kaitannya dengan kondisi lansia, gereja perlu memberi perhatian yang cukup dengan memberi pelayanan konseling secara pribadi, dukungan emosi, bentuk kelompok diskusi dan khotbah yang dapat membantu mereka lebih mudah membuat penyesuaian diri dengan situasi yang baru.98 97 Banner, hal. 120-122. 98 Lukas., hal 5

86 Pelayanan firman merupakan pelayanan yang utama bagi lansia. Lansia membutuhkan pelayanan firman lebih dari pada kelompok umur lainnya. Mereka butuh mendengar Firman Allah secara objektif, baik dari pengenangan (reminiscing) dan perenungan (ruminations). Lansia perlu dilindungi dari erosi pengharapan dan perasaan termarginalkan karena berkurangnya hubungan yang produktif. Lansia akan memahami Injil sebagai personal grace. Pelayanan firman merupakan bentuk pelayanan pastoral akan karya penyelamatan Allah dan pengampunan dosa. Providentia Care (pesan pemeliharaan) dapat dilakukan dengan melakukan pelayanan pastoral lansia di rumah. Ibadah keluarga yang hidup dapat diwujudkan dengan kunjungan pastoral ini. Sumber pertolongan lainnya adalah dengan menggunakan liturgi minggu, doa, penyembahan dan nyayian. Alkitab menolong setiap orang percaya untuk membawanya kepada keselamatan dan inilah yang menjadi letak sentral khotbah (Roma 10:14-15). Doa pastoral (the pastoral prayer) merupakan alat komunikasi langsung dengan Allah merupakan jantung ibadah. Doa menolong seseorang untuk mempersiapkan diri dalam mendengarkan Firman Tuhan dan mengangkat pergumulan konseli. Doa dimaksudkan sebagai alat komunikasi untuk mencurahkan derita lansia, sebagai tanda penerimaan mereka akan kemahakuasaan Allah. Gereja memerlukan kelompok penopang atau pendukung dalam pelayanan. Gereja perlu memperlengkapi warga jemaat dalam tugas pelayanan pastoralnya karena tugas pelayanan bukan monopoli dari pendeta atau pelayan

87 gereja saja (Efesus 4:1-12). Orang-orang yang mempunyai komitmen untuk bertemu secara teratur dengan tujuan saling memperdulikan, saling mendengar dan saling berbagi pengalaman, baik dalam duka, pemeliharaan emosi, iman, penyakit maupun pertumbuhan spiritual seseorang dapat bergabung menjadi kelompok penopang (support group) Gereja memiliki tanggung jawab khusus dalam membantu perkembangan hidup lanjut usia. Gereja-gereja dapat meperlengkapi kebutuhan psikososial dan kebutuhan spiritual lansia. Bible Study dan pendidikan berkelanjutan dapat digunakan para lansia untuk pendalaman Alkitab. Gereja dapat menjadi tempat persekutuan lansia yang dapat memperlengkapi kehidupan mereka dimana perasaan, kebutuhan dan pengharapan dapat mereka diungkapkan. Gereja dapat menjadi fasilitator the caring family and the caring church. Gereja berperan sebagai fasilitator dalam rangka menyokong, mendukung dan mewujudkan solidaritas keluarga kepada lansia. Anak-anak, cucu dan sanak saudara bisa mendukung para lansia. Lansia perlu ditolong dan Gereja bisa menguatkan atau memberdayakan keluarga dalam hal tersebut. Keluarga memiliki tanggung jawab mendasar untuk pelayanan lansia. Dialog dan kerjasama antara generasi tua dan muda juga perlu difasilitatori oleh Gereja.99 99 Banner, hal 122-124

88 Masalah-masalah mengenai hari tua merupakan masalah yang kompleks dan diperlukan persiapan yang matang. Oleh karena itu, tidak ada salahnya Gereja memiliki persiapan untuk hal tersebut seperti: a. Perencanaan yang realistis Masalah-masalah yang terjadi pada lansia walaupun bisa diprediksi namun terkadang tidak disiapkan penanggulangannya secara dini. Di dalam gereja, konselor bisa menolong pembicaraan yang biasanya dianggap sebagai hal-hal yang tabu menjadi hal-hal yang mulai dibicarakan dan dipikirkan. Konselor bisa mulai mendorong orang untuk mengevaluasi perilaku mereka dalam menghadapi penuaan. Konselor juga perlu membicarakan cara menggunakan waktu luang dan pembicaran yang mempertimbangkan hubungan dengan orang tua yang lanjut usia dan anak- anak yang bertumbuh. Pembicaraan tentang kematian juga harus mulai dibahas dan didalami. Pembicaraan-pembicaraan tersebut harus didiskusikan secara wajar karena bisa menjadi latihan yang positif, menyenangkan, sehat, dan berguna. Konsultasi perencanaan untuk masa depan bisa dilakukan secara individu maupun berkelompok, seperti lokakarya, retret, atau kelas Minggu. Kelompok diskusi ini juga bertujuan sebagai pencegah trauma kejiwaan terhadap penuaan. Perencanaan yang realistis dilakukan untuk memikirkan bagaimana orang bisa terbantu dalam merencanakan pensiun. Perencanaan

89 ini bisa dilakukan saat mereka berusia 40-an atau 50-an. Saat merencanakan untuk pensiun, beberapa pertanyaan berikut harus dipertimbangkan. 1. Kapan akan pensiun? 2. Apa yang Tuhan ingin kita lakukan setelah pensiun? 3. Di mana kita tinggal setelah pensiun? 4. Di mana kita akan tinggal dalam masa pensiun? 5. Bagaimana kita menghabiskan waktu setelah pensiun? 6. Bagaimana agar kita tetap sehat setelah pensiun? 7. Apa yang harus kita lakukan agar pikiran kita tetap tajam dan aktif? 8. Berapa banyak uang dan sumber keuangan yang kita punya? 9. Kebutuhan keuangan apa yang kita perlukan dalam masa pensiun? 10. Bagaimana kita membayar kebutuhan kesehatan di masa pensiun? 11. Apakah kita punya asuransi yang cukup? 12. Apakah keinginan kita lengkap dan tak ketinggalan zaman? 13. Secara spesifik, apa yang bisa kita lakukan sekarang dalam menyiapkan diri untuk pensiun?100 b. Mendorong perilaku yang Realistis Gray dan Moberg sudah mendaftarkan beberapa hal yang dapat dilakukan gereja bagi para orang tua. Program tersebut menunjukkan kepada semua orang bahwa orang tua itu berguna. Beberapa hal yang mereka sarankan untuk Gereja diantaranya yaitu: 100 Mencegah Masalah-Masalah Dalam Usia Lanjut”, http://c3i.sabda.org/15/jan/2007/konseling_mencegah_masalah_masalah_dalam_u sia_lanjut (akses 10 Januari 2019)

90 1. Gereja dapat merencanakan program yang spesifik untuk jemaat senior. 2. Gereja dapat membicarakan kebutuhan rohani para tetua, termasuk rasa tidak aman, disepelekan, menjauh dari Tuhan, penyesalan terhadap kegagalan masa lalu, dan ketakutan akan kematian. 3. Gereja dapat mendidik orang agar mereka bisa menanggulangi masalah hidup dengan lebih baik. 4. Gereja dapat mendorong komunikasi sosial, spiritual, dan rekreasional dengan teman sebaya dan yang lebih muda. 5. Gereja dapat membantu memecahkan masalah pribadi sebelum makin buruk. 6. Gereja dapat membantu memenuhi kebutuhan fisik dan material. 7. Bertemu orang-orang di panti jompo. 8. Gereja dapat mempengaruhi masalah rakyat dan program pemerintah untuk para tetua. 9. Gereja dapat menyediakan fasilitas fisik sehingga orang tua dapat datang ke gereja tanpa mengalami kesulitan. 10. Gereja dapat menciptakan kesempatan bagi orang tua untuk terlibat dalam pelayanan mengajar, mengunjungi, berdoa atau mengetik, pemeliharaan gedung gereja, atau kegiatan pelayanan yang bermanfaat lainnya. 101 101 Mencegah Masalah-Masalah Dalam Usia Lanjut”, http://c3i.sabda.org/15/jan/2007/konseling_mencegah_masalah_masalah_dalam_u sia_lanjut (akses 10 Januari 2019)

91 Selain itu, Lukas mendaftarkan hal-hal praktis yang dilakukan oleh gereja bagi lansia: 1. Gereja dapat menjadi fasilitator bagi berbagai kegiatan yang bermuara pada peningkatan spritualitas kristiani lansia. 2. Gereja dapat menjadi fasilitator untuk menjalin komunikasi antar lansia yang satu dengan yang lainnya, serta lansia dengan keluarganya. 3. Gereja dapat menjadi fasilitator untuk melaksanakan kegiatan pengisi waktu luang seperti hobi bermanfaat, merawat bunga, beternak, kerajinan tangan dan lainnya. 4. Gereja dapat menjadi fasilitator untuk melaksanakan kegiatan dalam pola hidup yang lebih baik, seperti tidak merokok, mengendalikan diri terhadap minuman manis, istirahat cukup, kontrol kesehatan secara rutin, olahraga ringan dan lain sebagainya. 5. Gereja dapat menjadi fasilitator untuk berbagai kegiatan yang membantu pelayanan kesehatan kaum lansia seperti senam sehat lansia, sarasehan kesehatan lansia, dsb. 6. Gereja dapat menjadi fasilitator bagi kesadaran makna hidup dan tujuan hidup orang percaya. Bahwa hidup manusia tidak langgeng, suatu saat kita akan mati. 7. Gereja dapat memberi kesempatan bagi lansia untuk tetap terlibat dalam aktivitas kegerejaan.102 102 Lukas, hal. 58-60.

92 Hal-hal tersebut akan sangat menunjang kehidupan lansia. Lansia akan hidup menjadi lansia yang ideal. Lansia yang ideal adalah lansia yang memiliki sikap mental yang sehat seperti: 1. Lansia dapat menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan, meskipun kenyataannya tidak menguntungkan dan kurang baik. 2. Lansia dapat mensyukuri berkat Tuhan di sepanjang hidupnya. 3. Lansia dapat memiliki kepuasaan untuk menolong dan memberi dari pada ditolong dan diberi. 4. Lansia dapat menikmati hidup yang terbebas dari rutinitas, ketegangan dan kecemasan. 5. Lansia dapat berhubungan dengan orang lain dengan tolong menolong. 6. Lansia dapat belajar menerima kekecewaan sebagai sesuatu yang wajar dalam kehidupan manusia. 7. Lansia dapat memiliki daya cinta kasih yang semakin lama semakin besar dalam kehidupan ini.103 2.4. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan justifikasi “Apriori” (sebelum data dikumpulkan) mengenai apa yang diduga akan menjadi alasanya. Berikut ini adalah kerangka berpikir yang terkait dengan rumusan masalah penelitian ini. 103 Lukas., hal 27-29.

93 Dasar Alkitabiah Pelayanan Lansia 1. Pelayanan Lansia merupakan pelayanan yang wajib dilakukan, karena para lansia harus diperhatikan dan dihormati (Keluaran 20:12, Efesus 6:4, Imamat 19:32). 2. Lansia adalah tahapan yang paling akhir dalam kehidupan. Senioritas dianggap sumber kebijaksanaan. Pelayanan lansia perlu dilakukan agar para lansia tetap bertumbuh dalam kebenaran dan ketaatan pada Allah (Imamat 4:15, Ulangan 19:12; 21: 2, Markus 8:31, Lukas 2:25-38; 20:1; Kisah 4:5; 8; 23). 3. Pelayanan pastoral konseling pada Lansia merupakan tuntutan wajib untuk mematahkan paradigma bahwa para lansia dianggap tidak produktif lagi sehingga penghormatan pada orang tua kurang. Tekanan sosial tersebut memerlukan pendampingan gereja sehingga para lansia perlu diberdayakan sehingga bisa produktif sesuai kemampuannya. (Imamat 19:32; Bilangan 8:23-26) 4. Pelayanan lansia diperlukan karena lansia mengalami banyak krisis di masa tua (Kisah Para Rasul 6; 1 Timotius 5) 5. Lansia dapat berdosa, bukan karena mereka tua, tetapi karena berpaling dari anugrah. Mereka juga dipanggil untuk bertobat dan terbuka pada perubahan sebagaimana dengan anak-anak (Yohanes 3:1-15; Matius 18:2-4) Masalah Lansia yang hidup sendiri 1. Masalah spiritual 2. Masalah ekonomi 3. Masalah sosial Peran Pastoral Konseling 1. Menyembuhkan (healing) 2. Menopang (sustaining) 3. Membimbing (guiding) 4. Mendamaikan (reconciling) 5. Memberdayakan (empowering) . Hasil Pelayanan Pastoral Konseling untuk Lansia yang Hidup Sendiri

94 Pelayanan Lansia merupakan pelayanan yang wajib dilakukan, karena para lansia harus diperhatikan dan dihormati (Keluaran 20:12, Efesus 6:4, Imamat 19:32). Lansia adalah tahapan yang paling akhir dalam kehidupan. Senioritas dianggap sumber kebijaksanaan. Pelayanan lansia perlu dilakukan agar para lansia tetap bertumbuh dalam kebenaran dan ketaatan pada Allah (Imamat 4:15, Ulangan 19:12; 21: 2, Markus 8:31, Lukas 2:25-38; 20:1; Kisah 4:5; 8; 23). Pelayanan pastoral konseling pada Lansia merupakan tuntutan wajib untuk mematahkan paradigma bahwa para lansia dianggap tidak produktif lagi sehingga penghormatan pada orang tua kurang. Tekanan sosial tersebut memerlukan pendampingan gereja sehingga para lansia perlu diberdayakan sehingga bisa produktif sesuai kemampuannya. (Imamat 19:32; Bilangan 8:23-26). Pelayanan lansia diperlukan karena lansia mengalami banyak krisis di masa tua (Kisah Para Rasul 6; 1 Timotius 5). Lansia dapat berdosa, bukan karena mereka tua, tetapi karena berpaling dari anugrah. Mereka juga dipanggil untuk bertobat dan terbuka pada perubahan sebagaimana dengan anak-anak (Yohanes 3:1-15; Matius 18:2-4) Oleh sebab itu, gereja terpanggil untuk melayani lansia termasuk lansia yang hidup sendiri. Lansia yang hidup sendiri ini memiliki berbagai masalah diantaranya masalah spiritual, ekonomi, dan sosial. Pastoral konseling diperlukan bagi para lansia. Perannya adalah menyembuhkan (healing), menopang (sustaining), membimbing (guiding), mendamaikan (reconciling), memberdayakan (empowering). Oleh sebab itu akan diketahui hasil pelayanan pastoral konseling lansia yang hidup sendiri.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: metode penelitian; lokasi, waktu penelitian dan partisipan, sumber data, teknik pengumpulan data; teknik analisis data; teknik validasi data; keterbatasan, anggapan dasar. 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif (naturalis). Pendekatan naturalistik sering juga disebut sebagai pendekatan kualitatif, post- positivistik, etnografik, humanistik, dan case study.1 Ancangan naturalis bersandar pada metode kualitatif dan deskriptif untuk mengumpulkan data, menghasilkan hipotesis, dan simpulan umum sebagai bagian dari prosesnya.2 Rancangan kualitatif yang dipakai adalah studi evaluasi. Evaluasi adalah sebuah kegiatan pengumpulan data dan informasi untuk dibandingkan dengan kriteria kemudian diambil kesimpulan.3 Jika dalam studi evaluasi pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang, evaluasi dapat diartikan memeriksa pastoral konseling pada GBI Bulu Semarang. Hasil evaluasi ini akan memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang pemahaman Gembala Sidang terhadap pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di 1 Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Gramedia, 1992), hal. 7. 2 Ibid., 62. 3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hal. 36-37. 83

84 GBI Bulu, bagaimana cara melaksanakan pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu, apakah hasil pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu, serta apakah hambatan-hambatan dalam melaksanakan pastoral konseling pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu. 3.2. Lokasi, Waktu Penelitian dan Partisipan Lokasi penelitian adalah tempat yang digunakan dalam penelitian. Lokasi penelitian adalah Gereja Baptis Indonesia Bulu, Jalan Indraprasta No. 13, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2019 sampai dengan bulan Juli 2019. Adapun rancangan jadwal seperti berikut ini: TABEL 3.1 Bulan Mei Tabel Rancangan Jadwal Agustus September No Kegiatan 1 Penyusunan proposal 2 Penelitian 3 Penyusunan hasil penelitian Partsipan terdiri dari dua pihak yaitu dari pihak lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu dan pihak Gereja yang melaksanakan pelayanan kepada pihak lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu. Pertama, penelitian ini akan meneliti 7 orang jemaat lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang yaitu: TABEL 3.2 Responden Lansia yang Hidup Sendiri di GBI Bulu Semarang No Nama Usia Jenis Kelamin 1 Ibu Markinah 77 Perempuan 2 Ibu Agustin Farida 61 Perempuan 3 Ibu Suripah 70 Perempuan 4 Ibu Sumarni 80 Perempuan

85 5 Pak Susanto Harso 81 Laki-laki 6 Pak Subandi 68 Laki-laki 7 Ibu Mariana 67 Perempuan Kedua, pihak gereja yang melakukan pelayanan pada lansia yang hidup sendiri di GBI Bulu Semarang yaitu tim pastoral TABEL 3.3 Responden Tim Pastoral di GBI Bulu Semarang No Nama Jabatan 1 Pdt. Dr. Bambang Sriyanto Gembala Sidang 2 Dr. Kanti W Tim Pastoral 3 Arinta Sulistiyorini Tim Pastoral 4 Andri Anto W.P Tim Pastoral 5 Puji Rahayu Tim Pastoral 3. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh.4 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber data primer. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.5 Adapun yang menjadi sumber data primer adalah lansia yang hidup sendiri di Gereja Baptis Indonesia Bulu Semarang dan pihak tim pastoral di Gereja Baptis Indonesia Bulu Semarang. 3.4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu melakukan penelitian secara langsung di lokasi 4 Suharsimi., hal. 172. 5 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2013), hal. 225

86 penelitian untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Pengumpulan data di lapangan dilakukan melalui wawancara. Metode interview yang sering disebut dengan wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya kecil. 6 Peneliti menggunakan alat bantu yang menjadi instrument pendukung tugas peneliti, seperti daftar wawancara, kertas, alat tulis, serta alat rekam suara. 3.5. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan selama proses berlangsung. Terdapat empat tahap data analisis proses yang berkelanjutan, yakni: koleksi data, pemeriksaan keabsahan data, penafsiran data, dan rencana tindak lanjut. Analisis data juga sangat terkait dengan reduksi data mentah menjadi data yang bermakna dan dapat diinterpretasikan. Pada penelitian ini digunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh. Fungsi analisis deskriptif adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh. Gambaran ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang peneliti peroleh. Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini digunakan teknik analisis dengan pendekatan kualitatif. Analisa kualitatif bermakna sebagai suatu pengertian analisis yang 6 Ibid., 137-138.

87 didasarkan pada data yang diperoleh melalui kegiatan teknik perolehan data, baik melalui studi lapangan maupun studi pustaka. Huberman dan Miles dalam Subagyo menggunakan istilah analisis secara umum dan menamakan tiga sub proses itu dengan data display (penyajian data), data reduction (peringkasan data yang adalah analisis itu sendiri) dan conclusions drawing and verifications (penarikan simpulan-simpulan dan penyahihan hasil, yang adalah penafsiran dan penyajiannya).7 3.6. Teknik Validasi Data Pemerikasaan keabsahan data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian kualitatif, karena keabsahan data mempengaruhi hasil penelitian. Pemeriksaan keabsahan data dengan keteralihan. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan mengikuti beberapa teknik pemeriksaan data seperti sebagai berikut: 1. Ketekunan pengamatan Dalam melaksakan penelitian, peneliti berusaha semaksimal mungkin melaksanakan pengamatan/wawancara secara tekun, teliti, konsisten karena ketekunan dalam penelitian menghasilkan data yang baik dan akurat. Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan.8 7Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif Termasuk Riset Teologi dan Keagamaan, (Bandung: Kalam Hidup, 2005), hal, 259. 8 Sugiyono., 272.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook