Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Thesis Yayuk

Thesis Yayuk

Published by angarlzdomugllpzol, 2021-02-01 12:28:10

Description: Thesis Yayuk

Search

Read the Text Version

PERAN PENDAMPINGAN GURU KELAS DALAM PENDIDIKAN KARAKTER SISWA KELAS V DI SD KRISTEN TRI TUNGGAL SEMARANG PROPOSAL TESIS Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teologi Efata Salatiga Program Studi Pastoral Konseling Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Teologi Disusun oleh : YAYUK LESTARI Nim : 18.213.103.2.061 PROGRAM STUDI PASCASARJANA PASTORAL KONSELING SEKOLAH TINGGI TEOLOGI EFATA SALATIGA 2019

PERAN PENDAMPINGAN GURU KELAS DALAM PENDIDIKAN KARAKTER SISWA KELAS V DI SD KRISTEN TRI TUNGGAL SEMARANG TESIS Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Efata Salatiga Program Studi Pastoral Konseling Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Teologi Disusun oleh : Yayuk Lestari Nim : 18.213.103.2.061 Lembar Pengesahan Persetujuan Pembimbing Disusun oleh : Yayuk Lestari Nim : 18.213.103.2.061 Pembimbing I Lembar Pengesahan Persetujuan Pembimbing Pembimbing II Dr. Kanti Widiastuti, M.Th. Pdm. Yefta Yan Mangoli, M.Th. Mengetahui : Direktur Pascasarjana Pdt. Dr. Bambang Sriyanto, M.Th. PROGRAM STUDI PASCA SARJANA PASTORAL KONSELING SEKOLAH TINGGI TEOLOGI EFATA SALATIGA 2019 ii

PERAN PENDAMPINGAN GURU KELAS DALAM PENDIDIKAN KARAKTER SISWA KELAS V DI SD KRISTEN TRI TUNGGAL SEMARANG TESIS Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Efata Salatiga Program Studi Pastoral Konseling Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Teologi Disusun oleh : Yayuk Lestari Nim : 18.213.103.2.061 Lembar Pengesahan Persetujuan Pembimbing Disusun oleh : Yayuk Lestari Nim : 18.213.103.2.061 Tesis ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Penguji UjianTesis pada tanggal : Penguji 1 Penguji 2 Penguji 3 Dr. Bambang Sriyanto, M.Th. Dr. Adi Chandra, M.Th Dr. Kanti Widiastuti, M.Th Salatiga, Oktober 2019 Mengetahui Ketua STT Efata Salatiga Pdt. Dr. David Hadi Wibisono, M.Th. PROGRAM STUDI PASCASARJANA PASTORAL KONSELING SEKOLAH TINGGI TEOLOGI EFATA SALATIGA 2019 iii

ABSTRACT This research is entitled \"The Role of Assistance for Class Teachers in Character Education of Class V Students in Semarang Kristen Solo Elementary School\". This research is motivated by the understanding that teachers as educators have an important role in assisting students in character education so that students are encouraged to have good character. This research aims to determine the steps taken by the class teacher towards students in their class, know the role of teacher assistance, and determine the impact of teacher assistance on the success of the character education of fifth grade students in Tri Tunggal Christian Elementary School Semarang. The research was conducted on six teachers who all taught grade V at Tri Tunggal Christian Elementary School in Semarang. This research was conducted in June 2019. The method used in this research was a descriptive qualitative method with data collection techniques through interviews with participants and filling in the triangulation questionnaire by 15 students representing all grade V as comparative data. Data processing procedures in this research include three processes, namely: data description, data analysis, and data interpretation. Based on the results of the research, it was found that: first, the steps taken by the class teacher in accompanying students were already good, this was evidenced by the many variations in the efforts made by the teacher in accompanying students in character education. Second, the role of the teacher in assisting students in character education is very important, because the teacher can act as an educator, guide, motivator, facilitator, and director in the student's character education process. Third, the impact of teacher assistance to fifth grade students shows that there is a success in character education as evidenced by all fifth grade students in Tri Tunggal Christian Elementary School who already have good characters who have settled and become a part of life in students. iv

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Yayuk Lestari NIM : 18.213.103.2.061 Program Studi : Pascasarjana Pastoral Konseling Judul Tesis : Peran Pendampingan Guru Kelas dalam Pendidikan Karakter Siswa Kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah saya sjukan untuk memperoleh gelar Magister Teologi di suatu perguruan tinggi maupun sekolah teologi, dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia menerima sanksi apabila di kemudian hari diketahui tidak benar. Semarang, Oktober 2019 vi

Yayuk Lestari MOTTO Filipi 4 : 6 Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginan kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. vii

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menolong dan memberi kekuatan kepada peneliti untuk menyelesaikan tesis ini. Peneliti menyadari tanpa kesempatan, pengertian, dan dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak, maka tesis ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Pdt. Dr. David Hadi Wibisono, M.Th., selaku Ketua STT Efata Salatiga yang berkenan membantu, memberikan dorongan, kesempatan, dan arahan selama perkuliahan sampai selesainya tesis ini. 2. Bapak Pdt. Dr. Bambang Sriyanto, M.Th., selaku Direktur Pascasarjana STT Efata Salatiga yang terus memotivasi dengan penuh kesabaran, memberikan kesempatan, dan pengarahan hingga selesainya tesis ini. 3. Bapak Pdt. Dr. Surja Kusuma, D.Min., yang dengan penuh kesabaran berkenan mengajar dan memberi wawasan baru kepada penulis. 4. Ibu Dr. Kanti Widiastuti, M.Th., selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis sejak penulisan proposal sampai selesainya penulisan tesis ini. 5. Bapak Pdm. Yefta Yan Mangoli, M.Th., selaku pembimbing II yang bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing serta mengarahkan penulis sejak penulisan proposal sampai selesainya tesis ini. 6. Bapak Dr. Adi Chandra, M.Th. yang memberi motivasi, membimbing, dan mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan tesis ini. viii

7. Seluruh dosen yang telah memperlengkapi peneliti selama masa studi di STT Efata Salatiga. 8. Ibu Arta Fransiska, selaku kepala sekolah SD Kristen Tri Tunggal Semarang yang telah memberi ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian, serta memberikan dukungan kepada peneliti hingga selesainya tesis ini 9. Rekan-rekan guru SD Kristen Tri Tunggal Semarang yang bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini. 10. Keluarga tercinta, Yohanes suami yang telah mendukung peneliti untuk mengambil studi pascasarjana dan selalu mendampingi selama penulisan tesis, serta anak-anakku tercinta Jeremy dan Brigitta. 11. Seluruh pihak, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis, selama perkuliahan, penelitian, dan penulisan tesis ini. Doa dan harapan penulis, bapak dan ibu, serta saudara semua senantiasa memperoleh berkat dan anugrah dari Allah dalam keluarga dan pelayanan. Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tesis ini. Semarang, Oktober 2019 Peneliti ix

ii DAFTAR ISI Lembar Judul ………………….………………………………………………. i Lembar Pengesahan Pembimbing ……………………………………………. ii Lembar Pengesahan Penguji ….………………………………………………. iii Abstrak ………………….…………………………………………….……….. iv Abstract ………………….…………………………………………………….. v Surat Pernyataan ………….…………………………………………………… vi Motto …………………….……………………………………………………. vii Kata Pengantar ….…………………………………………………….……….viii Daftar Isi ……………………………………………………………………….. x Daftar Tabel …………………………………………………………………… xii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan ……………………...……………………… 1 1.2 Identifikasi Masalah ……………………………………………………….. 7 1.3 Pembatasan Masalah ...…………..………………………………………… 8 1.4 Rumusan Masalah ..………………….………………………………….…. 8 1.5 Tujuan penelitian ……………………………………………………….…. 8 1.6 Manfaat Penelitian ………………………………………………………... 8 BAB II : LANDASAN TEORI 2.1 Pendidikan ..………………………….…………………………………… 10 2.2 Pendidikan karakter ………..…………………….………………………. 13 2.3 Tujuan Pendidikan Karakter ………………………..……………………. 14 2.4 Manfaat Pendidikan Karakter ………………………..…………………… 15 2.5 Pendidikan Menurut Alkitab ………………………………………………15 2.6 Pendidikan Karakter pada Masa Perjanjian Lama .……………………... 16 2.7 Pendidikan Karakter pada Masa Perjanjian Baru ………..………………. 19 2.8 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD) ……………………………. 19 2.9 Pemahaman Tentang Guru ……………………………………………….. 20 2.9.1 Pengertian Tentang Guru ……………………………………………. 21 2.9.2 Fungsi dan Peranan Guru …………………………………………… 21

iii 2.9.3 Pengertian Guru Menurut Alkitab ………………………………… .. 23 2.10 Nilai-Nilai Karakter (Core Value) …………………….………………. 25 2.10.1 Love ……..………………………………………………………... 25 2.10.2 Respect ………….…………………………………………………. 34 2.10.3 Dicipline……………………………………………………………. 42 2.10.4 Integrity ……………………………………………………………. 49 2.11 Kerangka Berpikir ………………….…………………………………... 64 BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian ….…………………………….………………….. 65 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian …..…………………………………….… 64 3.2.1 Tempat Penelitian …….………………………………………….… 64 3.2.2 Waktu Penelitian ………………..………………………………….. 64 3.3 Partisipan Penelitian …………..…………………………..……………. . 64 3.4 Teknik Pengumpulan Data ……………………………………………….. 65 3.4.1 Metode Pengumpulan Data …………….…………………………… 65 3.4.2 Prosedur Pengumpulan Data ……………..…………………………. 65 3.4.3 Alat Pengumpulan Data …………………………………………….. 66 3.5 Keterbatasan Penelitian ………………………………………………….. 67 3.6 Teknik Analisis Data …………………………………………………….. 67 3.7 Teknik Validasi Data ……………………………………………………. 68 3.8 Anggapan Dasar …………………………………………………………. 82 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1. Identitas Partisipan ……………………………………………………… 83 4.2. Deskripsi Data Penelitian ……………………………………………… 84 4.2.1. Deskripsi Data Peran Pendampingan Guru dalam Pendidikan Karakter Love ………………………………………… 85 4.2.2. Deskripsi Data Peran Pendampingan Guru dalam Pendidikan Karakter Respect ……………………………………… 97 4.2.3. Deskripsi Data Peran Pendampingan Guru dalam

iv Pendidikan Karakter Discipline ……………………………………108 4.2.4. Deskripsi Data Peran Pendampingan Guru dalam Pendidikan Karakter Integrity ………………………………… 118 4.3. Analisa Data …………………………………………………………. 135 4.3.1. Analisa Data Langkah-Langkah yang dilaksanakan Guru Kelas dalam Pendidikan Karakter Siswa …………………136 4.3.2. Analisa Data Peran Pendampingan Guru Kelas dalam Pendidikan Karakter Siswa ………………………………141 4.3.3. Analisa Data Dampak Pendampingan Guru Kelas terhadap Keberhasilan Pendidikan ………………………………146 4.4. Interpretasi Data ………………………………………………………..151 4.3.1. Interpreasi Data Langkah-Langkah yang dilaksanakan Guru Kelas dalam Pendidikan Karakter Siswa ………………… 151 4.3.2. Interpretasi Data Peran Pendampingan Guru Kelas dalam Pendidikan Karakter Siswa ……………………………… 152 4.3.3. Interpretasi Data Dampak Pendampingan Guru Kelast terhadap keberhasilan Pendidikan ……………………………… 153 BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……………………………………....……………………. 155 5.2. Implikasi ………………………………………………………….......... 156 5.3. Saran …………………………………………………..............………. 160 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 161 LAMPIRAN ………………………………………………………….......... 163

ii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Daftar Nama Partisipan ……………...……………………….… 64 Tabel 3.2 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Guru Kelas V SD Kristen Tri Tunggal Semarang ………..……………………..66 Tabel 3.3 Daftar Pertanyaan Kuisioner untuk Siswa Kelas V SD Kristen Tri Tunggal Semarang ………...…………………… 76 Tabel 4.2.1.1 Langkah-Langkah Guru Kelas Agar Siswa Memiliki Karakter Mengasihi Sesama ................................................... 43 Tabel 4.2.1.2 Langkah Guru Kelas Agar Siswa Memiliki Karakter Love Khususnya Dalam Hal Merawat Dan Memelihara Alam Ciptaan Tuhan ........................................................................... 44 Tabel 4.2.1.3 Peran Guru Kelas Membantu Siswa untuk Memiliki Karakter Love Khususnya dalam Hal Mengasihi Sesama ....... 45 Tabel 4.2.1.4 Peran Guru dalam Mendampingi Siswa di Kelas agar Memiliki Karakter Love Khususnya dalam Hal Mengasihi Sesama ...................................................................................... 46 Tabel 4.2.1.5 Peran Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa Memiliki Karakter Love dalamHal Merawat dan Memelihara Alam Ciptaan-Nya ............................................................................. 46 Tabel 4.2.1.6 Langkah Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa agar Memiliki Karakter Love Khususnya dalam Hal Merawat dan Memelihara Alam Ciptaan-Nya ............................................. 47 Tabel 4.2.1.7 Dampak Pendampingan Guru dalam Mendorong Siswa Memiliki Karakter Love dalam Hal Mengasihi Sesama ......... 47 Tabel 4.2.1.8 Dampak Pendampingan Guru dalam MendorongSiswa Memiliki Karakter Love Khususnya dalam Hal Merawat dan Memelihara Ciptaan-Nya ........................................................ 48 Tabel 4.2.1.9 Siswa yang Mengalami Masalah Pembiasaan Karakter Love .. 48 Tabel 4.2.1.10 Masalah yang Dialami Siswa di Kelas dalam Pembiasaan Karakter Love ........................................................................... 49 Tabel 4.2.1.11 Langkah-langkah Guru dalam Mendampingi Siswa yang Bermasalah dalam Pembiasaan Karakter Love ....................... 50 Tabel 4.2.1.12 Hambatan Guru Saat Mendampingi Siswa dalam Pembiasaan Karakter Love ............................................,,,,,,,,,, 51 Tabel 4.2.1.13 Hambatan Guru Saat Mendampingi Siswa untuk Memiliki Karakter Love ......................................................................... 55 Tabel 4.2.1.14 Langkah-Langkah Guru Kelas dalamMengatasi Hambatan saat mendampingi Siswa dalam Pembiasaan Karakter Love ..56 Tabel 4.2.2.1 Langkah Guru Kelas agar Siswa Memiliki Karakter Respect Khususnya dalam Ketaatan pada Otoritas ................................57

iii Tabel 4.2.2.2 Langkah Guru Kelas agar Siswa Memiliki Karakter Respect Khususnya dalam Hal Penuh Perhatian ....................................... 51 Tabel 4.2.2.3 Peran Guru Kelas MembantuSiswa Memiliki Karakter Respect Khususnya dalam Hal Ketaatan Kepada Otoritas ....................... 52 Tabel 4.2.2.4 Peran Guru dalam Mendampingi Siswa di kelas agar Memiliki Karakter Respect dalam Hal Ketaatan Kepada Otoritas .............. 53 Tabel 4.2.2.5 Peran Guru dalam MendampingiSiswa Memiliki Karakter Respect Khususnya dalam Hal Penuh Perhatian ....................................... 54 Tabel 4.2.2.6 Langkah Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa agar Memiliki Karakter Respect Khususnya dalam Hal Penuh Perhatian ....... 56 Tabel 4.2.2.7 DampakPendampingan Guru dalam Membantu Siswa Memiliki Karakter Respect dalam Hal Ketaatan pada Otoritas ..................... Tabel 4.2.2.8 DampakPendampingan Guru dalam MendorongSiswa Memiliki Karakter RespectKhususnya dalam Hal Penuh Perhatian .............. Tabel 4.2.2.9 Siswa yang Bermasalah dalam Pembiasaan Karakter Respect ..... Tabel 4.2.2.10 Masalah Siswa dalam Pembiasaan Karakter Respect .................. Tabel 4.2.2.11 Langkah Guru dalam Mendampingi Siswa yang Bermasalah dalam Pembiasaan Karakter Respect ...................................................... Tabel 4.2.2.12 Hambatan Guru saat Mendampingi Siswa dalam Pembiasaan Karakter Respect ...................................................... Tabel 4.2.2.13 Hambatan Guru saat Mendampingi Siswa untukMemiliki Karakter Respect .......................................................................... Tabel 4.2.2.14 Langkah Guru Kelas untuk Mengatasi Hambatan saat Mendampingi Siswa Memiliki Karakter Respect Tabel 4.2.3.1 Langkah Guru Kelas untuk Mendorong Siswa agar Memiliki Karakter Discipline Khususnya dalam Hal Pengendalian Diri ....................................................... Tabel 4.2.3.2 Langkah Guru Kelas agar Siswa Memiliki Karakter Dicipline Khususnya dalam Hal Tepat Waktu .............................................. Tabel 4.2.3.3 Peran Guru Kelas Membantu Siswa untuk Memiliki Karakter Discipline Khususnya dalam Hal Pengendalian Diri..................... Tabel 4.2.3.4 Peran Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa untuk Memiliki Karakter Discipline dalam Hal Pengendalian Diri ........................ Tabel 4.2.3.5 Peran Guru Kelas dalam MendampingiSiswa Memiliki Karakter Discipline Khususnya dalam Hal Tepat Waktu............................. Tabel 4.2.3.6 Usaha Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa agar Memiliki Karakter Discipline Khususnya dalam HalTepat Waktu ............. Tabel 4.2.3.7 DampakPendampingan Guru Kelas dalam Membantu Siswa Memiliki Karakter Discipline dalam Hal Pengendalian Diri ....... Tabel 4.2.3.8 Dampak Pendampingan Guru Kelas dalam Mendorong Siswa Memiliki Karakter DisciplineKhususnya dalam Hal Tepat Waktu Tabel 4.2.3.9 Siswa yang Mengalami Masalah Pembiasaan Karakter Discipline Tabel 4.2.3.10 Masalah Siswa dalam Pembiasaan Karakter Discipline .............. Tabel 4.2.3.11 Langkah Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa yang Bermasalah dalam Pembiasaan Karakter Discipline .....................................

iv Tabel 4.2.3.12 Hambatan Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa dalam Pembiasaan Karakter Discipline ...................................................... Tabel 4.2.3.13 Hambatan yang Guru Kelas Alami Saat Mendampingi Siswa agar Memiliki Karakter Discipline .......... .......... .......... .......... ............. Tabel 4.2.3.14 Langkah Guru Kelas untuk Mengatasi Hambatan agar Siswa Memiliki Karakter Disciplin .......... .......... .......... .......... ............... Tabel 4.2.4.1 Usaha Guru Kelas agar Siswa Memiliki Karakter Integrity Khususnya dalam Hal Kejujuran ......... ......... ......... ......... ............ Tabel 4.2.4.2 UsahaGuru Kelas agar Siswa Memiliki Karakter Integrity Khususnya dalam Hal Menjaga Kekudusan ......... ........... Tabel 4.2.4.3 Peran Guru Kelas Membantu Siswa untuk Memiliki Karakter Integrity Khususnya dalam Hal Kejujuran ............. ............. ......... Tabel 4.2.4.4 Peran Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa agar Memiliki Karakter Integrity dalam Hal Kejujuran .............. .............. ............ Tabel 4.2.4.5 Peran Guru Kelas Membantu Siswa Memiliki Karakter Integrity Khususnya dalam Hal Menjaga Kekudusan ..................... Tabel 4.2.4.6 Langkah Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa agar Memiliki Karakter IntegrityKhususnya dalam Hal Menjaga Kekudusan ........ Tabel 4.2.4.7 DampakPendampingan Guru Kelas dalam Mendorong Siswa Memiliki Karakter Integrity dalam Hal Kejujuran ......................... Tabel 4.2.4.8 Dampak Pendampingan Guru Kelas dalam Mendorong Siswa Memiliki Karakter Integrity Khususnya dalam Hal Menjaga Kekudusan .............. .............. .............. .............. ......................... Tabel 4.2.4.9 Siswa yang Mengalami Masalah Pembiasaan Karakter Integrity ... Tabel 4.2.4.10 Masalah yang Dialami Siswa dalam Pembiasaan Karakter Integrity Tabel 4.2.4.11 Langkah Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa yang Bermasalah dalam Pembiasaan Karakter Integrity .............. .............. .............. . Tabel 4.2.4.12 Hambatan Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa untukPembiasaan Karakter Integrity .............. .............. .................. Tabel 4.2.4.13 Hambatan yang Dialami Guru Kelas dalam Mendampingi Siswa agar Memiliki Karakter Integrity .................................................. Tabel 4.2.4.14 Langkah Guru Kelas untukMengatasi Hambatan dalam Mendampingi Siswa melakukan Pembiasaan Karakter Integrity .......................... Tabel 4.2.5 Hasil Rekapitulasi Triangulasi Siswa Kelas VSD Kristen Tri T Tunggal Semarang ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ...

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pembangunan karakter bangsa yang menjadi salah satu perhatian kuat pemerintah, sepatutnya disambut baik dan dirumuskan langkah-langkah sistematik dan komprehensif untuk implementasinya dalam proses pendidikan. Pasal 1 UU No.20/2003 mengatakan bahwa: “Pendidikan karakter bukanlah kebijakan baru tentang pendidikan melainkan upaya mengembalikan penyelenggaraan pendidikan kepada esensi yang sesungguhnya. Oleh karena itu pendidikan karakter harus dikembangkan dalam bingkai utuh Sistem Pendidikan Nasional dan dalam rangka mencapai tujuan utuh Pendidikan Nasional. Pendidikan karakter merupakan bagian integral dari proses pendidikan, sehingga tidak ada dikotomi antara pendidikan akademik dan pendidikan karakter.”1 Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan karakter merupakan bagian penting dari proses pendidikan dalam usaha membangun karakter bangsa. Oleh karena itu pendidikan karakter harus lebih diperhatikan. Pendidikan karakter harus menjadi bagian yang menyeluruh dari poses pendidikan. “Karakter adalah proses perkembangan. Pengembangan karakter adalah sebuah proses berkelanjutan dan tak pernah berhenti (never ending procces) selama manusia hidup dan selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap eksis. Pendidikan karakter harus menjadi bagian terpadu dari pendidikan alih generasi. Proses pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek perkembangan peserta didik, baik kognitif, konatif, afektif, maupun psikomotorik sebagai suatu keutuhan (holistik) dalam konteks kehidupan kultural.”2 1 Thomas Lickhona, Character Matters -Persoalan Karakter, (Jakarta : Penerbit PT Bumi Aksara, 2012), hal. 5. 2 Ibid, hal. 6.

2 Dengan demikian berdasarkan pernyataan tersebut di atas maka dapat dipahami bahwa: karakter tidak dapat dibentuk dalam perilaku yang cepat atau singkat tetapi merupakan proses berkelanjutan yang tidak pernah berhenti dari sejak masih kecil sampai dewasa. Pengembangan karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik, disadari oleh guru sebagai tujuan pendidikan, dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang timbal balik, bukan hanya sekedar perintah, tetapi disertai pemahaman secara mendalam terhadap perkembangan peserta didik. Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses perkembangan ke arah manusia seutuhnya. Oleh karena itu pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa.. Pendidikan karakter harus bersifat berjenjang dan melalui berbagai mediator karena tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh sekolah. Pembentukan karakter perlu keteladanan, perilaku nyata dalam setiap kehidupan nyata dan tidak bisa dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus menjadi sebuah gerakan moral yang bersifat holistik, melibatkan berbagai pihak dan jalur, dan berlangsung dalam kehidupan alamiah. Thomas Lickona mengatakan bahwa: “Pendidikan karakter ibarat mengukir, memberikan sentuhan agar objek yang diukir memiliki nilai lebih. Sebuah ukiran dipastikan memiliki nilai lebih daripada objek yang diukir itu sendiri. Di dalam karakter ada nilai inti yang berasal dari budaya, dan oleh karena itu kita tidak mungkin membangun karakter yang terlepas dari budaya kita sendiri. Jika karakter itu merupakan refleksi budaya yang bersifat lintas generasi, maka pendidikan alih generasi harus dilakukan sejak sekarang, dan sebaik-baik bekal yang diberikan bagi generasi mendatang adalah pendidikan karakter. Karakter menjadi variabel yang membuat ilmu pengetahuan dan teknologi membawa kesuksesan dan kemaslahatan bagi umat manusia”.3 Pendidikan karakter merupakan pendidikan alih generasi yang harus diberikan sebagai bekal yang sangat berguna bagi generasi mendatang. Hal ini disebabkan karena karakter yang baik sangat dibutuhkan manusia agar bisa 3 Ibid, hal. 159.

3 mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk tujuan yang baik yang membawa kesejahteraan dan kemajuan bagi manusia. George R. Knight mengatakan bahwa: “Pendidikan Kristen harus merupakan alat pelaksanaan mandat Amanat Agung (Matius 28:19-20). Pendidikan Kristen harus dapat mewujudkan kasih kepada Allah dan manusia dalam berbagai aspek kehidupan siswa. Dalam pelaksanaannya, proses pembelajaran harus berdasarkan tujuan pendidikan harus berdasarkan Firman Tuhan, mengintegrasikan kasih Allah dalam setiap subyek pembelajaran yang diberikan pada muridnya. Dengan demikian, pemberitaan kabar baik bagi setiap murid dapat diberitakan. Termasuk di dalamnya materi, bahan, dan metodologi yang digunakan. Metodologi yang digunakan harus berlandaskan filsafat pendidikan Kristen yang digali dari kebenaran firman Tuhan. Pendidikan Kristen hadir dalam berbagai bentuk, pada dasarnya bergantung dari denominasi gereja, pendiri, ataupun lingkungan komunitas Kristen yang berpartisipasi.”4 Dengan demikian berdasarkan pernyataan tersebut di atas maka dapat dipahami bahwa sudah selayaknya pendidikan kristen menjadi alat untuk membentuk murid-murid memiliki karakter seperti Kristus. Pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah kristen tentu saja mendasarkan ajarannya pada Firman Tuhan dan mengintegrasikan kasih Allah. Sekolah Dasar Kristen Tri Tunggal Semarang adalah merupakan salah satu sekolah dengan dasar kekristenan di Semarang. Sekolah Dasar Kristen Tri Tunggal berlokasi di Jalan Semarang Indah Blok F No. 1, Semarang. Berdiri pada tahun 1997, di bawah denominasi Gereja Kristen Indonesia (GKI) Stadion Semarang, dalam naungan Yayasan Pendidikan Kristen Tri Tunggal Semarang. Sementara Yayasan Pendidikan Kristen Tri Tunggal sendiri memiliki beberapa unit sekolah dari TK sampai SMA, baik yang reguler maupun imersi. Meskipun usianya tergolong masih muda, namun sudah cukup banyak memiliki prestasi baik dalam bidang akademis maupun non akademis. SD Kristen Tri Tunggal Semarang tidak hanya mengajarkan tentang akademis tetapi juga mengajarkan tentang pendidikan karakter. Dalam perjalanannya di dunia pendidikan, 4 George R. Knight, Philosophy and Education : an Introduction in Christian Perspective, (Berien Springs : Andrews University Press, 2006), hal. 198.

4 Sekolah Dasar Kristen Tri Tunggal memiliki visi dan misi dalam mendidik siswa. Adapun visi dan misi nya adalah sebagai berikut : Visi : Menjadi komunitas pembelajar bagi generasi muda sehingga mereka akan bertumbuh menjadi pemimpin yang berpusat pada Kristus. Misi : Menyelenggarakan pendidikan Kristen yang membentuk siswa secara utuh.5 Visi dan misi di atas mengacu pada filosofi pendidikan Kristen. Pendidikan Kristen dimulai dengan pemikiran bahwa Allah Tritunggal adalah sumber hikmat dan pengetahuan (Amsal 1 : 7, Ayub 28 : 28). Segala kebenaran adalah kebenaran Allah dan Alkitab adalah satu-satunya Firman Allah yang tertulis yang diinspirasikan-Nya dan berotoritas penuh yang memuat segala kebenaran itu. Allah menciptakan segalanya dan berelasi secara dinamis dengan dunia dan manusia, dengan tujuan supaya seluruh ciptaan memuliakan dan menikmati-Nya. Karena manusia jatuh dalam dosa , manusia tidak dapat mencapai tujuan ilahi tersebut. Hanya karena anugerah Allah saja, manusia mampu mencapainya : diawali dengan menerima keselamatan melalui Yesus Kristus, manusia bertumbuh secara utuh menjadi semakin serupa dengan Kristus. Pengenalan akan Allah dimulai dari keluarga sebagai komunitas yang dibentuk oleh Allah sendiri. Oleh karena itu mandat untuk mendidik anak menjadi semakin serupa Kristus diberikan kepada orang tua. Sekolah hadir sebagai kepanjangan tangan orang tua untuk memenuhi mandat tersebut. Dengan demikian sekolah bermitra dengan orang tua dalam pendidikan sehingga anak dapat berperan aktif sebagai warga negara kerajaan Allah sesuai panggilannya. Sekolah Kristen Tri Tunggal adalah komunitas pembelajar untuk bertumbuh menjadi pemimpin yang berpusat pada Kristus melalui interaksi dalam setiap pembelajaran dan pembentukan budaya keseharian. 5 Sekolah Kristen Tritunggal Semarang, Visi-Misi, tritunggal.or.id, diakses 14/5/19

5 Sehubungan visi dan misi tersebut di atas, untuk menumbuhkan sikap dan karakter yang baik dalam diri para siswa, maka sekolah juga membuat Program Pendidikan Karakter. Program pendidikan Karakter ini mulai diterapkan secara efektif sejak tahun 2015. Diharapkan dengan program tersebut karakter siswa akan terbangun dan semakin menunjukkan karakter seperti Kristus. Pertumbuhan karakter siswa di SD Kristen Tri Tunggal Semarang bisa dilihat dari rapor karakter yang dibagikan setiap akhir semester kepada siswa. Rapor karakter ini berisi penilaian karakter siswa yang merupakan hasil pembiasaan dan pengamatan nilai-nilai karakter yang ditanamkan sekolah kepada siswa yang sesuai Core Values Sekolah yakni : LOVE, RESPECT, DISIPLINE, INTEGRITY. “Keempat Core Values ini diterapkan kepada siswa dalam gerakan pembiasaan “The First Habits” yang dilakukan secara serempak bagi seluruh komunitas pembelajar Sekolah Kristen Tri Tunggal (on The Move Community). Gerakan pembiasaan “The First Habits” yang dimaksud adalah : Be Attentive, Be on Time, No Littering, No Cheating, No Bullying, No Bad Word, No Pornography.”6 Berdasarkan wawancara peneliti dengan wakil kepala sekolah bidang non akademis (selaku narasumber) didapatkan informasi bahwa sebenarnya semua guru sudah berusaha melakukan pendampingan kepada siswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Sekolah Kristen Tri Tunggal, namun semuanya masih dalam proses.7 Sudah selayaknya dengan adanya peran guru mendampingi siswa dalam program pendidikan karakter maka siswa akan terbentuk karakternya dengan baik. Ada siswa yang sudah menunjukkan karakter yang baik, sehingga terlihat bahwa pendidikan karakter sudah berhasil dan terlaksana seperti yang diharapkan, misalnya : 1. Siswa mulai memiliki sikap dan posisi duduk yang benar saat pelajaran, supaya bisa berkonsentrasi dan fokus saat belajar. Beberapa siswa ada yang 6 Arta Fransisika, Parents’ Handook Elementary School, SD Kristen Tri Tunggal Semarang, 2018, hal. 19. 7 Wawancara dengan Diana Yuniadhi Prasanti, Wakil Kepala Sekolah non akademis SD Kristen Tri Tunggal Semarang, tanggal 26 April 2019.

6 dinobatkan menjadi The Most Attentive Student di kelas masing-masing, sehingga teman-teman yang lain menjadi terpacu untuk memperoleh predikat tersebut di bulan berikutnya. 2. Siswa membuang sampah pada tempatnya dan secara spontan mau membuang sampah dari tempat sampah kecil ke tempat sampah besar di luar kelas. Beberapa kelas dinobatkan sebagai The Cleanest Class setiap bulannya karena mampu menunjukkan kerjasama mereka dalam menjaga kebersihan kelas mereka. Hal ini juga memacu kelas lain untuk meraih predikat yang sama. 3. Jumlah siswa yang terlambat masuk sekolah sudah mulai berkurang. Beberapa kelas dinobatkan sebagai The most Punctual Class karena dalam satu bulan paling sedikit jumlah siswanya yang terlambat masuk sekolah. Bahkan ada juga kelas yang siswanya tidak ada yang terlambat sama sekali dalam satu bulan. Hal ini menunjukkan siswa semakin disiplin dan semakin taat pada peraturan sekolah yang berlaku. 4. Siswa belajar dengan sungguh-sungguh dan berusaha mengerjakan ulangan tanpa berbuat curang. 5. Siswa tidak lagi mengucapkan kata-kata kotor atau kasar. Jika ada siswa yang melakukannya, secara spontan ada teman yang mengingatkan atau melaporkan guru. 6. Siswa mau meminta maaf kalau melakukan kesalahan tanpa diminta. 7. Saat istirahat siswa bermain rukun bersama teman, tidak ada yang bertengkar atau berkelahi, membully, atau mengejek teman. Menurut hasil wawancara dengan wakil kepala sekolah non akademik ternyata masih ada beberapa siswa yang belum menunjukkan karakter yang baik seperti yang diharapkan.8 Beberapa siswa masih belum menunjukkan pembiasaan karakter love, respect, discipline, dan integrity dengan baik: 1. Masih ada siswa yang terlambat masuk sekolah. 8 Wawancara dengan Diana Yuniadhi Prasanti, Wakil Kepala Sekolah non akademis SD Kristen Tri Tunggal Semarang, tanggal 26 April 2019.

7 2. Terkadang masih ada siswa yang mencontek saat ulangan. 3. Masih ada siswa yang mengucapkan kata-kata kotor atau kasar. 4. Masih ada siswa yang membuang sampah sembarangan. 5. Bahkan masih ada siswa yang mengejek temannya. Dalam hal ini guru sebagai pendidik dituntut untuk bisa menolong, mendukung, dan mendampingi siswa agar mereka bisa dibentuk dan berproses menjadi siswa yang memiliki karakter yang lebih baik. Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana peran guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang. Menurut peneliti siswa kelas V yang belum memiliki karakter seperti yang diharapkan perlu didampingi secara khusus, karena pada usia inilah saat yang tepat untuk menanamkan anak-anak memiliki karakter yang baik dalam diri mereka. Meskipun perilaku yang ditunjukkan anak-anak tersebut dianggap bukan suatu masalah yang besar, tetapi tidak bisa dianggap sepele juga karena jika perilaku itu dibiarkan maka akan berkembang pada terbentuknya karakter negatif pada siswa dan hal ini bisa mempengaruhi siswa lain yang sudah memiliki karakter baik. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam tugas mendampingi siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang dalam program pendidikan karakter, sehingga perlu untuk dievaluasi : 1) Bagaimana kecenderungan keberhasilan pendidikan karakter siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal? 2) Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan guru kelas terhadap siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang dalam pendidikan karakter? 3) Apakah ada perbedaan pemahaman guru tentang cara-cara pendampingan terhadap siswa dalam pendidikan karakter? 4) Bagaimana peran pendampingan guru kelas dalam pelaksanaan pendidikan karakter terhadap siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang?

8 5) Bagaimana dampak dari pendampingan guru terhadap keberhasilan pendidikan karakter siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang? 6) Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan oleh pimpinan sekolah untuk memotivasi guru agar dapat menjalankan tugas pendampingan karakter terhadap siswa dengan baik? 1.3 Pembatasan Masalah Dalam penelitian tesis ini, peneliti melakukan pembatasan masalah pada 3 identifikasi masalah yaitu nomor 2, 4, dan 5. Jadi masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Langkah-langkah yang dilakukan guru kelas terhadap siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang dalam pendidikan karakter. 2. Peran pendampingan guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter terhadap siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang. 3. Dampak dari pendampingan guru terhadap keberhasilan pendidikan karakter siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang sudah dilakukan di atas, maka peneliti Dalam penelitian ini rumusan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan guru kelas terhadap siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang dalam pendidikan karakter? 2. Bagaimana peran pendampingan guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter terhadap siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang? 3. Bagaimana dampak dari pendampingan guru terhadap keberhasilan pendidikan karakter siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang? 1.5 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan guru kelas terhadap siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang dalam pendidikan karakter.

9 2. Untuk mengetahui peran pendampingan guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter terhadap siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang. 3. Untuk mengetahui dampak dari pendampingan guru terhadap keberhasilan pendidikan karakter siswa kelas V di SD Kristen Tri Tunggal Semarang. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1. Secara Teoritis a. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pengetahuan bagi pengembangan pendidikan karakter. b. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pengetahuan bagi pengembangan ilmu teologi khususnya dalam bidang pastoral konseling. 1.6.2. Secara Praktis 1. Bagi Sekolah Dasar Kristen Tri Tunggal Semarang : a. Berguna untuk mengefektifkan pelaksanaan program Pendidikan Karakter bagi siswa. b. Dapat menghasilkan siswa-siswa yang memiliki karakter seperti Kristus. 2. Bagi siswa-siswa SD Kristen Tri Tunggal Semarang : Hasil penelitian ini lebih dapat menolong siswa untuk menumbuhkan karakter yang baik sesuai program Pendidikan Karakter. 3. Bagi guru-guru SD Kristen Tri Tunggal Semarang : Sebagai masukan supaya guru dapat mendampingi, membimbing dan mengarahkan siswa untuk menerapkan program Pendidikan Karakter ini dengan lebih efektif.

10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendidikan Menurut Alkitab Berdasarkan Ulangan 6 :1-9, Amsal 3 : 1-5, Matius 4 : 23-25, Kisah Para Rasul 19 : 1-12 dapat dijelaskan bahwa pendidikan itu setara dengan ibadah; moral dipandang sebagai ekspresi atau buah dari pendidikan; keluarga adalah awal dari pendidikan; pendidikan terhadap anak dilakukan secara teratur, terbuka terhadap dunia luar; dan merupakan sarana untuk mengenal Allah yang disembah. Tujuan pendidikan menurut Alkitab adalah membina keahlian dan watak manusia dari ketergantungan dari sesuatu atau seseorang agar menjadi manusia yang bertanggung jawab, mandiri, dan mempunyai tujuan hidup yang jelas. Pendidikan dalam bahasa Ibrani menggunakan kata musar, pendidikan bersifat keagamaan dan kesusilaan. Tempat pendidikan pada mulanya adalah rumah dan di sinagoge. Sinagoge pada mulanya bukan hanya tempat ibadah tetapi juga tempat berkumpulnya anak untuk mengikuti pendidikan. Schole (bahasa Yunani, Kis. 19 : 9) adalah ruang belajar yang digunakan Paulus. Dalam tradisi Yahudi, Sekolah Dasar disebut bet has sefer (rumah kitab), pendidikan tinggi disebut bet modrasy.1 Dari uraian di atas, pendidikan menurut Alkitab dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan sejak dari kecil sampai dewasa agar dapat lebih mengenal Allah, memiliki moral yang baik, dan menjadi manusia yang bertanggung jawab dan memiliki tujuan hidup yang lebih jelas. 2.2 Pendidikan Karakter pada Masa Perjanjian Lama Deskripsi Perjanjian Lama mengenai komunitas yang ideal cukup mengejutkan karena kurangnya lembaga-lembaga yang terpisah untuk membesarkan anak. Tidak ada sekolah yang didirikan oleh hukum Taurat. 1 https://paksis-paksis.blogspot.com, diakses 1 Juni 2019

11 Tidak ada individu-individu yang dikhususkan sebagai guru-guru bagi kaum muda. Sebaliknya, Perjanjian Lama memperkirakan bahwa anak-anak akan bertumbuh sebagai anggota-anggota komunitas yang berperan serta. Dan kelihatannya, hanya pola peran serta ini yang menjadi ajaran pokok dari pengayoman anak-anak menurut hukum Musa.2 Berikut ini beberapa ayat dalam Perjanjian Lama menunjukkan pola membesarkan anak pada masa itu, seperti: 1) Ulangan 6 : 5-7 “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring, dan apabila engkau bangun.” Ulangan 6 : 5-7 ini mengandung arti bahwa ada proses pembelajaran yang diulang-ulang tentang pengenalan yang dalam kepada Allah kita. Pengulangan akan pembelajaran Alkitab ini tidak mengenal batas waktu, berapapun umur kita, selama kita hidup memerlukan tuntunan Firman Allah dan belajar darinya sampai pada waktunya kita dipanggil untuk datang ke Rumah Bapa. Ayat ini juga menggambarkan bahwa pada masa perjanjian lama orang tua membesarkan anak-anak dengan mengajarkan perintah Tuhan setiap hari secara berulang-ulang dalam setiap aktivitas. 2) Ulangan 11 : 18-19 “Tetapi kamu harus menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus mengikatnya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring, dan apabila engkau bangun.” 2 Lawrence O, Richards, Pelayanan Kepada Anak-Anak, Mengayomi Kehidupan Iman dalam Keluarga Allah, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2007), hal. 21

12 Demikian juga pada ayat di atas juga menunjukkan pola yang sama dalam membesarkan anak-anak pada perjanjian lama yaitu dengan mengajarkan dan membicarakan segala perkataan Tuhan setiap saat dalam setiap kesempatan. Tiga komponen pengajaran dalam sistem membesarkan anak yang ideal dari Perjanjian Lama 3: 1. Guru Kehidupan rohani guru secara pribadi merupakan pengajaran yang menjadi awal pertimbangan. Pengajaran dalam firman Allah membutuhkan seorang guru yang secara pribadi tanggap kepada Allah. Setiap bagian dari Kitab Ulangan berbicara mengenai kasih untuk Allah yang diekspresikan dengan menerima firman Allah ke dalam hati dan pikiran dan menjalankannya dalam perilaku. 2. Keluarga Keluarga dalam perjanjian Lama secara konsisten dipandang sebagai tempat utama untuk pengajaran. Setiap orang tua dipanggil Allah untuk meneladankan firman Allah pada “anak-anak” mereka. Oran tua bukanlah sekadar praktisi kehidupan sosial bagi kaum muda saja, melainkan mereka juga harus mengajari anak-anak mereka di dalam firman Allah. 3. Kehidupan sehari-hari Pengajaran itu harus terjalin dalam kehidupan sehari-hari, sementara hidup itu dijalani oleh orang tua dan anak-anak mereka. Dalam Perjanjian Lama pengajaran ideal itu tidak pernah dipisahkan dari pengalaman hidup, baik oleh waktu (harus dilakukan pada waktu khusus) atau oleh tempat (berlangsung dalam kelas). Sebaliknya, pengajaran itu harus terjalin sepanjang hari, diberikan dalam percakapan tentang firman Allah pada saat seluruh anggota keluarga itu 3 Ibid, hal. 26

13 duduk bersama di rumah, atau berjalan di jalan, atau berbaring di malam hari, atau ketika bangun di pagi hari.4 Berikut ini merupakan ayat-ayat dari kitab Amsal yang menunjukkan pola membesarkan anak pada perjanjian lama: 1) Amsal 3 : 11-12 “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena TUHAN” memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi.” 2) Amsal 23 : 19-21 “Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah bijak, tujukanlah hatimu ke jalan yang benar. Janganlah engkau di antara peminum anggur dan pelahap daging. Karena si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk membuat orang berpakaian compang- camping.” Dari ayat-ayat kitab Amsal di atas mencerminkan dengan jelas konsep membesarkan anak yang penting. Yang dimaksud dengan membesarkan anak ialah membimbing seorang anak kepada suatu komitmen kepada kekudusan yang praktis. Tanggung jawab membesarkan anak terletak pada rumah tangga. Orang tua menggenapi tanggung jawab mereka jika mereka menyediakan pengajaran, keteladanan, dan menegakkan disiplin. Tetapi, kitab Amsal menekankan tanggung jawab individu. Setiap anak yang bertumbuh menuju kedewasaan akan menentukan pilihannya sendiri atas apa yang benar dan apa yang salah. 4 Ibid, hal. 27

14 2.3 Pendidikan Karakter pada Masa Perjanjian Baru Dasar pengajaran anak-anak pada masa perjanjian baru tercermin dalam beberapa ayat dari Alkitab berikut ini: 1) Kisah Para Rasul 21: 5-6 “Murid-murid semua dengan istri dan anak-anak mereka mengantar kami, sampai ke luar kota; dan di tepi pantai kami berlutut dan berdoa. Sesudah minta diri kami naik ke kapal, dan mereka pulang ke rumah. 2) Timotius 3 : 15 “Ingatlah juga bahwa dari sejak kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.” Berdasarkan ayat-ayat Alkitab tersebut di atas dapat diketahui bahwa pola membesarkan anak-anak pada perjanjian baru adalah para anggota gereja mula-mula membawa anak-anak mereka ke dalam persekutuan komunitas setempat dan memang mengajar mereka dalam kebenaran firman Allah. Alasan itu berakar dengan kuat dalam sifat alami komunitas itu sendiri. Karena ini adalah satu umat yang mengabdi kepada Kristus dan melakukan apa yang baik.5 Dalam Perjanjian Baru, anak-anak harus mematuhi orang tuanya (Ef. 6:1, Kol. 3: 20), orang tua menegakkan disiplin kristiani sehingga anak-anak tidak bangkit amarah atau menjadi tawar hatinya. (Ef. 6:4, Kol. 3:21) 2.4 Pendidikan menurut para tokoh Pendidikan menurut Carllo Nanni adalah “sebuah pengembangan kemampuan fundamental pribadi untuk menghayati kehidupannya di dunia ini secara bebas dan bertanggung jawab, dalam kebersamaan dengan orang lain, seiring perjalanan waktu dan usia, dalam persimpangan relasi interpersonal dan dalam kehidupan sosial yang tertata dan terorganisasi secara historis.”6 5 O.Richard, hal 59 6 Doni Kesuma, Pendidikan Karakter,(Jakarta: Grasindo, 2007), hal. 62.

15 Berdasarkan pernyataan di atas maka pendidikan merupakan proses pengembangan kemampuan diri dari satu pribadi yang berlangsung selama hidup menuju kehidupan yang lebih baik. Sehingga diharapkan pribadi ini nantinya mampu hidup dan bersosialisasi dalam kebersamaannya dengan orang lain atau masyarakat yang teratur, tertata, dan terorganisasi. Pendidikan berasal dari dua kata latin “edu” dan “care” yang mempunyai dua arti sebagai berikut: 1. Merawat, memperlengkapi dengan gizi agar sehat. Dapat digambarkan seorang ibu dengan bayinya yang penuh kasih sayang memberikan apa yang diperlukan anaknya dan memberikan perlindungan serta bimbingan. Menurut Bimo Walgito: “Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan- kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.” 2. Membimbing keluar dari berbagai persoalan hidup, kebodohan, ketidaktahuan, dan sebagainya. Sehingga pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya sadar dan bersahaja untuk membimbing, memperlengkapi seseorang atau kelompok dari suatu tahapan ke tahapan yang lebih baik menuju kemajuan yang berarti.7 Dari pernyataan Bimo Walgito, bisa dijelaskan bahwa pendidikan adalah sebuah usaha dan upaya yang dilakukan untuk. memperlengkapi dan membimbing anak agar dapat mengatasi kesulitan dan tantangan hidup yang akan dialaminya sepanjang tahap-tahap kehidupannya. Pendidikan merupakan bagian dari proses belajar yang mengarah kepada pembentukan pribadi secara utuh, merupakan pembentukan kecakapan, keahlian khusus, atau memberi perhatian terhadap latihan keterampilan khusus. Sudah seharusnya pendidikan menjadi tugas dan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan masyarakat. Maksud utama 7 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta : Andioffset, 1993) hal.4

16 pendidikan itu sendiri adalah mempersiapkan anak untuk hidup di dalam masyarakat. Iris V. Cully dalam bukunya menulis pernyataan para pendidik Amerika : “Pendidikan adalah kunci menuju kehidupan yang berkelimpahan. Ia dapat menolong siswa untuk memahami apa arti kebahagiaan yang sejati dan menolong mempermudah mewujudkan kebahagiaan itu. Untuk mencapai apa yang dicita-citakan tentu harus ada usaha yang sungguh-sungguh, perencanaan yang matang, sistematis, mengerti maksud dan tujuan.8 Pernyataan di atas menunjukkan bahwa ketika seseorang sungguh- sungguh mengalami proses pendidikan yang terencana, mengerti maksud dan tujuan dari proses pendidikannya dan mau berusaha sungguh-sungguh, maka akan menolong seseorang untuk dapat mencapai cita-cita yang diharapkannya. Arthur D. Jones berpendapat bahwa “Bimbingan adalah pertolongan atau bantuan yang diberikan kepada individu supaya dapat menyesuaikan diri dalam kehidupannya”9 Pendidikan sebenarnya sedang berlangsung dalam proses untuk mencapai tujuan penting yang sebenarnya, memperoleh hakikat diri yang makin bertambah sebagai hasil pengalaman berturut-turut. Dengan demikian, tanggung jawab pendidikan masa kini adalah perlu menempatkan struktur dan metode yang akan membantu manusia dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Manusia sebagai pelaku pendidikan adalah insan yang berkembang di sepanjang hidupnya meliputi segi fisik, intelek, rohani, emosi, kehendak, dan sikap yang selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan. 8 Iris V. Cully, Dinamika Pendikan Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hal. 16. 9 Arthur D Jones, Principles of Guidance (New York : MC Grow Hill Book Co Inc, 1963), hal. 5.

17 “Mendidik seseorang hanya pada pikirannya saja dan tidak pada moralnya sama artinya dengan mendidik seseorang yang berpotensi menjadi ancaman bagi masyarakat.” - Theodore Rosevelt10 Dari pernyataan Rosevelt di atas bisa disimpulkan bahwa pendidikan tidak hanya tentang akademis saja tetapi harus disertai dengan pendidikan moral. Orang yang berpengetahuan dan bermoral baik akan menciptakan ketenangan dalam masyarakat. “Persoalan mendasar yang dihadapi sekolah-sekolah kita sekarang ini adalah persoalan moral. Persoalan-persoalan lainnya bersumber dari persoalan ini. Bahkan reformasi akademis bergantung pada bagaimana kita mengedepankan karakter.” - William Kilpatrick11 Dari pernyataan William bisa dijelaskan bahwa jika pendidikan moral atau karakter tidak diprioritaskan dengan baik maka akan menimbulkan masalah-masalah lain yang akan dihadapi sekolah-sekolah. 2.5 Pendidikan Karakter Pemahaman umum tentang karakter sering diartikan sebagai temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan dunia pendidikan dan konteks lingkungan. Kita juga bisa memahami karakter dari sudut pandang behavioral yang menerapkan unsur psikosomatis yang dimiliki individu sejak lahir.12 Di sini istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai “ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas” dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari 10 Thomas Lickhona, Character Matters-Persoalan Karakter, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012), hal. 8. 11 Ibid, hal. 9. 12 Psikosomatis adalah penyakit fisik yang disebabkan atau diperparah oleh faktor mental seperti stress dan kecemasan.

18 lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.13 Pendidikan karakter membahas secara sistematis bagaimana cara meletakkan fenomena pengembangan karakter manusia bagi lembaga pendidikan : pertama, menurut sokrates, pendidikan karakter sebagai titik awal dalam memahami pendidikan karakter yaitu apakah keutamaan yang diajarkan. Kedua, mendekati pendidikan karakter sebagai sebuah usaha manusiawi yang bersinggungan langsung dengan dimensi edukabilitas manusia. Ketiga, membahas urgensi, tujuan dan alasan-alasan kemunduran proyek pendidikan karakter.14 Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona15 adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Definisi pendidikan karakter menurut Elkind dan Sweet (2004) : “Character education is the delibirate esffort to help people understand, care about, and act upon caore ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able tu judge what is right, care deeply about is right, and then do what they believe to be right, even in the face of preassure from without and temptation from within.”16 Berdasarkan definisi pendidikan karakter yang disampaikan Elkind dan Sweet maka dapat dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan, bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Melalui disiplin, contoh-contoh baik dari para guru dan kurikulum, sekolah berupaya 13 Kesuma, hal 79 14 Ibid, hal 105 15 Lickona, hal. 13 16 Elkind and Sweet, Character Counts, (San Fransisco: Live Wire Media,2004), hal. 273.

19 mengajarkan nilai-nilai patriotisme, kerja keras, kejujuran, hemat, kedermawanan dan keberanian pada anak-anak. 2.6 Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Darma Kesuma, Jepi Triatna, dan Johar Permana: tujuan pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai- nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun telah lulus sekolah.17 Pernyataan di atas menjelaskan bahwa tujuan pendidikan karakter mengacu pada terbentuknya perilaku anak yang baik, melalui proses pembiasaaan, penguatan, dan pengembangan nilai-nilai karakter selama mereka bersekolah bahkan sampai mereka lulus sekolah. Pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Pertama, penanaman nilai dalam diri siswa, dan kedua, pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu merupakan dua wajah pendidikan karakter dalam lembaga kependidikan karakter dalam lembaga kependidikan.18 Prof. Dr. H Hamzah B. Uno, M.Pd. mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menjadikan pembelajar sebagai manusia yang utuh.19 Yang dimaksud dengan manusia seutuhnya adalah manusia berilmu dan berpengetahuan, serta manusia beragama dan beriman. 2.7 Manfaat Pendidikan Karakter Manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan karakter adalah munculnya pribadi-pribadi yang berkarakter Kristus yang akan memenuhi kerajaan-Nya.20 Diharapkan juga pendidikan karakter bermanfaat membentuk 17 Darma Kesuma, Jepi Triatma, dan Johar Permana, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdak Karya, 2012), hal. 9. 18 Kesuma, hal.135 19 Hamzah B. Uno, Profesi kependidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012), hal. 11 20 Leonardo A. Syiamsuri, Karisma versus Karakter-Menuju kepada Keunggulan Seorang Pelayan Tuhan, (Jakarta: Nafiri Gabriel, 2002), hal.56

20 karakter individu, membuat individu lebih menghargai sesama, dan menciptakan generasi penerus bangsa yang berintegritas dan juga lebih baik. 2.8 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD) Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak (6-9 tahun), dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda denagn anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Menurut Havighurst, salah satu tugas perkembangan anak usia sekolah dasar adalah mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai.21 Dari pernyataan Havighurst dapat disimpulkan bahwa pada usia anak sekolah dasar sangat tepat untuk melaksanakan pendidikan karakter, sehingga anak-anak bisa memiliki kata hati yang tepat, memiliki moral yang baik, dan tahu tentang nilai-nilai kehidupan. Dalam upaya untuk mencapai tugas perkembangan kata hati, moral, dan nilai-nilai maka guru dituntut untuk memberikan bantuan salah satunya berupa melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai, sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.22 21 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 35. 22 Ibid, hal. 36.

21 Berdasarkan pernyataan di atas agar anak tahu dan mengerti nilai-nilai, maka salah satu tugas guru adalah melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan nilai-nilai karakter yang dapat dijadikan pegangan bagi siswa dalam bersosialisasi dengan orang lain. 2.9 Pemahaman tentang Guru Dalam dunia pendidikan, guru adalah ujung tombak yang langsung bersinggungan dengan siswa atau peserta didik. Guru adalah seseorang yang telah mengabdikan dirinya untuk mengajarkan suatu ilmu, mendidik, mengarahkan, dan melatih muridnya agar memahami ilmu pengetahuan yang diajarkannya tersebut. 2.9.1 Pengertian tentang Guru Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar- mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai “pendidik” yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar- mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan siswa /anak didik ke taraf yang dicita-citakan.

22 2.9.2. Fungsi dan Peranan Guru Sehubungan dengan fungsinya sebagai “pengajar”, “pendidik”, dan “pembimbing”, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru, maupun dengan staf yang lain. 23 Dari berbagai kegiatan interaksi belajar-mengajar, dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar-mengajar dan berinteraksi dengan siswanya. Mengenai apa peranan guru itu ada beberapa pendapat yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Prey Katz menggambarkan peranan guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang diajarkan. 2. Havighurst menjelaskan bahwa peranan guru di sekolah sebagai pegawai (employee) dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik, evaluator, dan pengganti orang tua. 3. James W. Brown, mengemukakan bahwa tugas dan peranan anatara lain : menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencana dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol, dan mengevaluasi kegiatan siswa. 4. Federasi dan Organisasi Profesional Guru Sedunia, mengungkapkan bahwa peranan guru di sekolah, tidak hanya sebagai transmiter dari 23 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 143

23 ide tetapi juga berperan sebagai transformer dan katalisator dari nilai dan sikap.24 Dari beberapa pendapat di atas, maka secara terperinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut : informator, organisator, motivator, pengarah/direktor, inisiator, transmitter, mediator,fasillitator, dan evaluator.25 2.9.3. Pengertian Guru menurut Alkitab Yakobus dalam Perjanjian Baru menjelaskan bahwa pengertian guru berbicara dengan konteks mengenai kehidupan Gereja. Guru-guru di sini adalah para pengkotbah dan mereka yang bertanggung jawab untuk pengajaran Alkitab di gereja, dan bisa dikatakan bahwa adalah pemimpin rohani di gereja.. 2.9.3.1 Yesus Sang Guru Agung Yesus adalah Anak Allah yang menjalankan misi-Nya di dunia dengan cara mengajar para murid dan umat-Nya untuk mengenal siapa sesungguhnya Allah itu. Ia mengajar orang untuk bergaul dengan Allah dan mencapai transformasi iman dan dengan sendirinya meningkatkan kualitas hidup mereka yang percaya kepada Allah.26 Bukanlah hal yang mudah bagi Yesus mengajar murid- murid-Nya yang memiliki berbagai karakter positif maupun negatif, misalnya Petrus yang kasar dan tidak sabar, Yohanes yang selalu bangga akan dirinya, Matius yang licik, Tomas yang selalu ragu-ragu, Yudas sang pengkhianat, Yakobus dan Yohanes yang mengincar jabatan dan kedudukan yang tinggi. 24 Sardiman, hal. 144 25 Ibid, hal 146 26 Janse Belandina, Profesionalisme Guru dan Bingkai Materi Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), hal. 25

24 Menurut Valerie A Wilson (Christian Education of A Dynamic Process”, The Moody Bible Institute, Chicago, 1981), karakter murid-muridNya yang beragam merupakan tantangan bagi Yesus dan Ia tidak pernah meninggalkan mereka karena berbagai karakter buruk yang mereka miliki. Sebaliknya, Yesus selalu berupaya membantu mereka membangun karekter yang positif.27 Ada banyak kegiatan Yesus yang dapat menunjukkan bahwa Dia adalah seorang guru sejati. Alkitab tidak pernah menyebutkan bahwa Yesus sendiri menyebut diri-Nya sebagai guru, tapi murid-muridNya dan masyarakat Yahudilah yang menyebut Yesus sebagai guru. Seluruh pemberitaan dalam Injul Sinopsis mengkategorikan pelayanan Yesus sebagai kegiatan “mengajar” dan orang-orang yang mendengarkan ajaranNya disebut sebagai pendengar yang mempelajari ajaranNya. Bahkan 12 orang Rasul yang dipilihnya disebut sebagai murid- muridNya. Penyebutan Yesus sebagai guru, nampak misalnya dalan Markus 4:1-2, 6:2 dan 6, 8:31, 9:31, 12:35, hampir seluruh pemberitaanNya dilakukan dengan cara mengajar. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh bagian Alkitab bersaksi tentang kegiatan Yesus sebagai seorang pengajar. Dengan demikian, tidak dapat diragukan lagi, bahwa Yesus adalah Sang Guru Agung. Dia mengajar orang bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan dan hikmat serta kebijaksanaan, tetapi terutama supaya “manusia memperoleh perubahan dalam hidupnya” supaya manusia memiliki harapan dalam hidupnya dan harapan itu tercapai melalui berbagai pembaruan hidup yang berproses. 27 Ibid, hal. 28

25 2.9.3.2 Guru sebagai Gembala Dalam rangka menyampaikan ajaranNya, Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai gembala. Ia katakan “Akulah gembala yang baik, gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh. 10:11). Dalam budaya masyarakat Yahudi, peran seorang gembala sangat penting dalam menjaga, melindungi serta menyelamatkan domba-dombanya. Bahkan hidup sang gembala, diberikan bagi domba-dombanya. 28 Meskipun pekerjaan sebagai gembala bukanlah pekerjaan yang menyenangkan serta memperoleh penghargaan yang layak dari masyarakat. Dengan mengambil perumpamaan sebagai gembala, Yesus telah memberi penegasan terhadap tugas dan panggilanNya di dunia ini, yaitu menyelamatkan umatNya dan hal itu dilakukan dengan cara mengajar. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru bisa menjadi gembala bagi anak, rekan kerja Allah, rekan orang tua dalam mendidik anak, dan teladan dalam kehidupan para murid. 2.10 Nilai-nilai Karakter (Core Value) Pendidikan karakter di Sekolah Kristen Tri Tunggal menanamkan beberapa nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan terangkum dalam Core Value Sekolah Kristen Tri Tunggal, meliputi: love, respect, discipline, dan integrity. 2.10.1 LOVE Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kasih bersinonim dengan cinta, sayang, birahi akan sesuatu, cinta akan sesuatu, 28 Sardiman, hal 30

26 belas kasihan, dan perasaan suka. Seperti yang tercantum dalam KBBI, kasih adalah perasaan sayang, atau cinta kasih, dan belas kasih.29 Dalam bahasa Yunani yakni bahasa asli yang dipakai dalam kitab perjanjian Baru, kasih dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu 1) kasih eros: terjadi antara seorang pria dan seorang wanita yang mengarah untuk saling memiliki, 2) kasih philia: kasih yang mengikat segala kehidupan dalam masyarakat, 3) kasih agape: kasih yang ditunjukkan oleh Allah kepada dunia yang telah diciptakan-Nya. 2.10.1.1. Loving God Manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna diciptakan serupa dan segambar dengan-Nya. Manusia diberi akal budi untuk bisa mengetahui yang baik dan yang benar. Meskipun akhirnya manusia jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Sudah selayaknya manusia dihukum dan masuk ke dalam maut. Allah begitu manusia ciptaan-Nya, dalam Yohanes 3:16 dikatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Bukti dari begitu besarnya kasih Allah kepada manusia adalah rela disalib untuk menebus dosa manusia. Sebagai ciptaan-Nya yang sangat dikasihi-Nya sudah selayaknya kita membalas kasih Allah dengan mengasihi- Nya. Kasih itu bisa diwujudkan dengan mendengarkan firman-Nya dan melakukan perintah-Nya. Ada suatu hubungan yang dekat dengan Allah melalui kehidupan rohaninya. 29 KBBI, hal.646

27 Firman Tuhan dalam Matius 22 : 37-38, mengatakan, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan pertama.” Ayat di atas mengingatkan kepada kita bahwa kita harus mengasihi Allah dengan segenap aspek kehidupan kita, hati, jiwa, dan akal budi. Perwujudan kasih manusia kepada Allah meliputi : 1) Kesetiaan dan keterikatan pribadi terhadap Dia. 2) Iman sebagai sarana pengikat yang kokoh dengan Dia yang dipersatukan dengan kita oleh hubungan Bapak dengan anak. 3) Kesetiaan kepada penyerahan kita kepada-Nya. 4) Ketaatan yang sungguh-sungguh. 5) Kerinduan akan kehadiran dan persekutuan-Nya. 2.10.1.2. Loving Others a. Makna Loving Others (mengasihi sesama) Makna Loving Others atau mengasihi sesama adalah bahwa kasih Allah terpancar dalam relasi orang percaya dengan sesama maupun ciptaan Allah yang lain. Kasih ini diwujudkan dalam kepekaan dan bela rasa kepada sesama sehingga terbentuk komunitas yang menjadi berkat. Kasih yang sama juga mendasari panggilan orang percaya untuk peduli pada lingkungan.30 Firman Tuhan dalam Yohanes 13 : 34-35 mengatakan; “Aku memberikan perintah baru kepada 30 Tritunggal, Pemetaan Character Building,(Semarang: Tri Tunggal, 2018), hal. 1

28 kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Konteks ayat ini adalah mengasihi sesama kita. Mengasihi sesama merupakan kehendak Allah. Yesus telah lebih dahulu mengasihi manusia, kasih-Nya sungguh sempurna sampai rela mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia. Sudah selayaknya kita manusia meneladani-Nya. Kita mewujudkan kasih yang sudah Yesus berikan kepada kita dengan mengasihi sesama kita. b. Teladan Yesus dalam Mengasihi Sesama Dalam perjanjian Baru kita menemukan banyak sekali teladan mengasihi dalam diri Yesus. Berikut ini adalah beberapa teladan Yesus yang sangat memberkati banyak orang: 1) Yesus Hidup dalam Kasih Yesus adalah kasih, juga hidup dalam mengasihi. Sebagaimana Allah adalah kasih, Ia turun ke dunia menjadi teladan dalam kasih. Hidup-Nya digerakkan oleh belas kasihan. Umat-Nya wajib hidup saling mengasihi. Penulis Injil Lukas menceritakan bahwa orang- orang di tempat asal Yesus “..heran akan perkataan yang menawan hati yang keluar dari mulut-Nya”. Matius melaporkan bahwa sewaktu Yesus mengajar dalam kotbah di bukit orang-orang yang mendengarkan-Nya “terpukau oleh cara Dia

29 mengajar”. Dan Yohanes mengamati bahwa para petugas yang dikirim untuk menangkap Yesus kembali dengan tangan hampa, sambil mengatakan, “Tidak pernah ada orang lain berbicara seperti itu.” (Lukas 4:22, Matius 7:28, Yoh. 7:46).31 Sifat Yesus sebagai pengajar adalah kasih, Yesus memang Guru terbesar yang ada di dunia. Ia mengajar dengan jelas, sederhana, dan sangat masuk akal. Ia dengan terampil menggunakan ilustrasi dan pertanyaan. Ia menyesuaikan ajaran-Nya dengan lawan bicara-Nya, tidak masalah apakah orang itu punya kedudukan atau tidak. Kebenaran yang Ia ajarkan mudah dipahami, namun benar-benar dalam. Akan tetapi, bukan karena hal-hal itu saja Yesus disebut Guru terbesar. Yesus juga memiliki sifat yang teramat penting ialah kasih. 2) Pelayanan Kasih Seluruh pelayanan Yesus dipandu oleh falsafah yang dianut-Nya, yaitu kasih dan melayani. Dua aspek tersebut menjiwai pekerjaan Yesus. Ia dengan tegas mengatakan: “Aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani”, dan mengenai kasih, Ia mengatakan-Nya dalam Matius 22 dengan memberikan pada umat-Nya hukum yang terutama yang menjadi dasar hidup dan kerja bagi umat kristiani, yakni “hukum kasih”.32 31 Daud Manno, Kompetensi “Integratif” Tuhan Yesus sebagai Guru, (Jember : STA Jember, 2019), hal. 158. 32 Arniwati & Budyarto, Dampak Teknologi terhadap Kehidupan Rohani Anak dan Remaja, (Malang : Gandum Mas, 2012), hal. 82

30 3) Yesus mengasihi semua orang Yesus selalu berupaya menciptakan komunikasi dengan siapa saja dan tidak pernah menolak ataupun meremehkan orang lain. Zakheus dan perempuan yang meminyaki kaki-Nya tidak Ia tolak. Sebaliknya, Dia mau kaki-Nya diminyaki oleh perempuan yang menurut penilaian masyarakat bukan orang baik-baik, Ia juga menginap di rumah Zakheus, sang pemungut cukai yang oleh orang- orang Yahudi dianggap sebagai manusia tamak yang penuh dosa.33 c. Tinjauan Alkitab : Mengasihi Sesama Berikut ini adalah ayat-ayat Alkitab yang mendefinisikan dan menjelaskan tentang kasih: 1) 1 Korintus 13 Ayat 4-7 “ Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” Ayat 13 “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar diantaranya adalah kasih.” 2) Perintah Saling Mengasihi :1 Yoh 4 : 7–21 33 Ibid, 82

31 Ayat 7 “ Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.” 3) Siapakah Sesamaku Manusia : Luk. 10:25–37 (Perumpamaan orang Samaria yang Baik Hati) Aplikasi yang diterapkan ke siswa adalah sikap yang dimiliki oleh orang Samaria adalah sikap berempathy, yang tidak hanya berhenti pada memiliki perasaan iba/kasihan saja tetapi sampai kepada melakukan “action” untuk melakukan pertolongan nyata. Siswa harus belajar aktif untuk melakukan “action” nyata saat ada teman yang membutuhkan pertolongan, peka melihat kesusahan orang lain dan siap sedia untuk melakukan pertolongan. Sikap menolong sesama yang membutuhkan pertolongan seharusnya dilakukan bagi semua orang tanpa membeda-bedakan dan itulah yang dikehendaki Tuhan untuk dilakukan. Pertolongan yang diberikan hendaknya tanpa pamrih, tidak mengharapkan imbalan, seperti yang dilakukan orang Samaria, bahkan sampai tuntas melakukan pertolongannya. Sikap empathy dan peduli harus terus dikembangkan tanpa saling membedakan agar tercipta pertemanan yang indah dan penuh kasih. Sikap ini merupakan wujud dari sikap menghargai keberagaman dalam pergaulan/komunitas. 2.10.1.3. Loving Creations Loving creations atau memelihara alam ciptaan Allah merupakan salah satu bentuk dari nilai karakter love. Setelah semua selesai diciptakan Allah memberi “mandat” atau

32 perintah kepada manusia atas semua dan terpelihara dengan baik . Tuhan Allah menyuruh manusia mengusahakan dan memelihara ciptaanNya (Kej. 2 : 15). Mengusahakan artinya manusia diberi kekuasaaan penuh untuk menumbuhkan dan mengembangkan semua ciptaanNya agar bisa tetap terjaga dengan baik sama seperti saat Tuhan menciptakan. Memelihara berarti apa yang sudah diciptakan Allah dengan sangat baik itu haruslah tetap dijagaagar tetap hidup, bertumbuh, dan berkembang dengan baik. Perintah Tuhan itu masih tetap berlaku hingga sekarang. a. Tinjauan menurut Alkitab : 1) Kejadian 1 : 26-31 Ayat 26 “Berfirmanlah Allah : “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi” 2) Kejadian 2 : 9, 15 “Lalu Tuhan Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah- tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” 3) Mazmur 115 : 16 “Langit itu langit kepunyaan Tuhan, dan bumi itu telah diberikan-Nya kepada anak-anak manusia”

33 Karakter loving others atau mengasihi sesama perlu dimiliki oleh semua anak-anak Tuhan. Dengan memiliki karakter ini siswa SD Kristen Tri Tunggal diharapkan bisa menjadi berkat dan teladan bagi sesama dan bisa membentuk komunitas pembelajar yang peduli terhadap alam dan lingkungannya. Siswa dapat memiliki karakter loving other ini dengan melakukan beberapa pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, seperti: tidak mengejek teman, tidak mengganggu teman, dan tidak mengancam teman. Siswa juga dapat memiliki karakter loving creation dengan melakukan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, seperti: membuang sampah di tempat sampah, membersihkan laci dan tas, dan melakukan Gerakan Pungut Sampah (GPS). Dalam menumbuhkan karakter loving others dan loving creation pada diri siswa, guru melakukan beberapa tindakan pendampingan, seperti: 1) Memberikan pengertian kepada siswa tentang mengasihi sesama pada saat morning devotion di dalam kelas. 2) Memberikan nasihat kepada siswa di setiap ada kesempatan. 3) Memberikan contoh konkret bagaimana berbuat kasih kepada sesama. 4) Memberikan contoh konkret bagaimana memelihara dan merawat ciptaan Tuhan. 5) Melakukan pengamatan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. 6) Mendampingi dan mengarahkan siswa yang bermasalah dengan pembiasaan Loving Others dan Loving Creation. Satu hal yang pasti, karakter tidak pernah terbentuk secara instan, dalam waktu singkat. Membangun karakter memerlukan waktu dan sikap dasar yaitu kesediaan untuk belajar dan berubah. Sebagai anak-anak Tuhan, pengikut Kristus diharapkan juga

34 memiliki karakter seperti Kristus. Kristus adalah pribadi yang penuh kasih. Bahkan Ia rela menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus dosa manusia. Sudah selayaknya manusia membalas kasih Kristus dengan mengasihi-Nya dengan melakukan perintah-Nya, yaitu mengasihi sesama dan peduli pada lingkungan sekitar kita. Dengan memiliki karakter mengasihi, siswa-siswa kelas V SD Kristen Tri Tunggal juga bisa menjadi berkat buat sesama dan menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya. 2.10.2 RESPECT Respect yaitu sikap menghargai orang lain berdasarkan tatanan ciptaan yang diberikan Allah kepada manusia. Ketika respect diawali dengan menghormati Tuhan sebagai pencipta- Nya, maka seseorang akan menghormati manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Respect diwujudkan dalam bentuk sikap hormat pada otoritas dan perhatian penuh pada sesama. Karakter respect yang diuraikan dalam dua pembiasaan oleh siswa SD Kristen Tri Tunggal meliputi: Toward Authorities (ketaatan) dan Attentiveness (penuh perhatian). 2.10.2.1 Toward Authorities (Ketaatan) a. Definisi Ketaatan Definisi ketaatan adalah dengan segera dan senang hati melaksanakan perintah dari orang lain yang bertanggung jawab atas kita. Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai beberapa relasi yang menunjukkan sebuah tanggung jawab, misalnya: atasan kita adalah orang yang bertanggung jawab atas diri kita seperti orangtua bertanggung jawab atas anaknya, guru atas murid-muridnya, direktur atas

35 karyawannya, pemerintah atas warga negaranya atau pellatih atas tim nya. Ketaatan pada atasan membawa perlindungan dengan berada dibawah kekuasaan dan wewenang orang tersebut.34 Ketaatan yang sejati adalah kerelaan mengorbankan kesenangan pribadi kita untuk memenuhi perintah yang diberikan kepada kita. Ketaatan bukan hanya ditunjukkan dengan mengerjakan serangkaian tugas sulit. Mengerjakan tugas dengan keluhan merupakan cerminan ketidaktaatan, meskipun keluhan tersebut tidak diutarakan atau ditunjukkan. Ketaatan juga ditunjukkan dengan suka hati sewaktu mengerjakan tugas. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa ketaatan berarti menunjukkan sikap dan tindakan dengan menaati perintah atau instruksi yang diterima. Ketaatan sangat bertentangan dengan “kekerasan hati” dimana seseorang menolak untuk mendengar atau menuruti perintah atau arahan yang diterimanya. Seorang yang keras hati hanya mau mendengar dan melakukan apa kata hatinya tanpa mau mendengar perintah atau arahan atasannya.35 Sangat penting memahami perbedaan antara “kesalahan“, “kekeliruan” dan “kegagalan”. 1). Kesalahan timbul disebabkan oleh kurang perhitungan, ketidakmampuan dan timbulnya hal-hal yang tidak diharapkan. 34 Character Training Institute, Character First Education Edisi Indonesia Seri 1 Booklet 2, 1997, hal. 3. 35 Ibid, hal. 1.

36 2). Kekeliruan timbul karena adanya kesalahan informasi, kesalahpahaman, dan kesalahan proses yang seharusnya terjadi. 3). Kegagalan timbul karena kurangnya kualitas karakter yang dimiliki seseorang. Jika seorang murid melakukan kesalahan, jangan menghukumnya karena ketidaktaatannya. Tetapi jika kesalahan tersebut sering dilakukan, selidiki kembali apakah pengertian yang diterimanya atas tugas yang diberikan benar atau tidak. Jika seorang murid menunjukkan sikap yang tidak bertanggung jawab, seperti mengerjakan tugas dengan tidak sungguh-sungguh janganlah menilainya melakukan kesalahan. Tetapi bangunlah karakternya untuk lebih bertanggung jawab. b. Teladan respect dari Alkitab Berikut ini merupakan beberapa teladan respect menurut Alkitab yang bisa kita terapkan: 1) Hormat pada Tuhan Yesus ( Filipi 2 : 10 -13 ) Ayat 10 “Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi.” 2) Hormat pada ayah dan ibu (Matius 15 : 4-6) “Sebab Allah berfirman : Hormatilah ayahmu dan ibumu, dan lagi : Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. Tetapi kamu berkata : Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya : Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, orang itu wajib lagi


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook