Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore ISI Buku Manfaat Jaminan Kesehatan RESIZE REV3

ISI Buku Manfaat Jaminan Kesehatan RESIZE REV3

Published by tnkr.hgry, 2021-03-18 12:23:12

Description: ISI Buku Manfaat Jaminan Kesehatan RESIZE REV3

Search

Read the Text Version

MJK-KDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 25 2.4. Kajian Teoritik Pelayanan dan Upaya Kesehatan (Health Services) Semua kebutuhan terhadap kesehatan dipenuhi dengan upaya yang disebut pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan menurut Leavell and Clark (1965) dalam Encyclopedia of Behavioral Medicine (2013) terdiri dari lima tingkatan pencegahan (17), sebagai berikut: Gambar 4. Tingkatan Pencegahan Penyakit Setiap masalah kesehatan atau kebutuhan kesehatan memerlukan kelima tingkatan pencegahan secara komprehensif. Jadi setiap jenis penyakit menular, penyakit tidak menular, masalah kesehatan ibu dan anak dan gangguan gizi, memerlukan kelima jenjang pelayanan tersebut. Artinya, intervensi untuk mengatasi masalah kesehatan tidak bisa parsial (misalnya pencegahan saja, skrining saja atau pengobatan saja). Intervensi yang dilakukan harus bersifat komprehensif meliputi ke lima jenjang pelayanan tersebut diatas. Dalam The World Development Report 1993; pelayanan kesehatan tersebut dibagi dua yaitu (i) Public Health Services dan (ii) Individual Clinical Services (6).

26 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-KDK Mirip dengan Bank Dunia tersebut, di Indonesia (Perpres-72/2012) upaya kesehatan tersebut juga dibagi dua yaitu (i) Upaya Kesehatan Masyarakat atau UKM dan (ii) Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Seperti telah disampaikan dimuka, UKM bersifat “public goods”, dengan sasaran kelompok masyarakat dan wilayah, serta diselenggarakan dengan menggerakkan tatanan birokrasi pemerintah dan tatanan sosial. Sedangkan UKP yang bersifat “private goods”, sasarannya adalah perorangan dan diselenggarakan pada institusi pelayanan kesehatan dan institusi rumah tangga. 2.4.1. Pelayanan Kesehatan Dasar (Basic Health Services) Seperti yang telah dijelaskan diatas, setiap kebutuhan kesehatan akan membutuhkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dasar merupakan pelayanan yang disediakan merespon kebutuhan dasar kesehatan di masyarakat. Pada tahun 1993 Bank Dunia menjelaskan bahwa pemerintah di negara berkembang minimal perlu menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat berupa imunisasi, pencegahan AIDS, pelayanan kesehatan di sekolah, keluarga berencana dan gizi, program penurunan konsumsi tembakau dan alkohol, serta upaya peningkatan kesehatan lingkungan rumah. Sedangkan pelayanan esensial klinis minimal diberikan untuk lima kelompok masalah kesehatan yaitu pelayanan kesehatan ibu dan anak (sejak pre-natal hingga postpartum), keluarga berencana, pengendalian tuberculosis, pengendalian penyakit infeksi menular seksual, serta penyakit-penyakit yang biasa diderita pada anak-anak (diare, ISPA, campak, malaria, malnutrisi) (6).

MJK-KDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 27 Tabel 2. Daftar Pelayanan Kesehatan Dasar (6) Pelayanan Kesehatan Dasar Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dasar a. Imunisasi - Imunisasi DPT untuk mencegah dipteria, pertussis, dan tetanus - Imunisasi campak - Imunisasi polio - Imunisasi BCG untuk mencegah tuberculosis dan leprosy - Imuniasi TT untuk ibu hamil - Imunisasi Hepatitis B dan demam kuning - Imunisasi Hib untuk mencegah meningitis dan pneumonia yang disebabkan virus Haemophilus influenzae tipe B b. Pelayanan kesehatan berbasis sekolah - Penanganan masal infeksi akibat parasit cacing terutama pada anak usia sekolah melalui perbaikan sanitasi c. Screening masal dan rujukan - Deteksi dini penyakit menular seperti tuberculosis dan penyakit tidak menular khususnya pada penyakit-penyakit dengan prevalensi tinggi sehingga dapat mendapatkan penanganan segera. d. Diet dan Gizi - Pemberian Vit A, yodium, zat besi dan mikronutrien lain - Edukasi gizi - Pengendalian parasit pada usus - Fortifikasi makanan - Subsidi harga makanan e. Program Fertilitas - Penyediaan metode kontrasepsi - Akses pada aborsi yang aman. di Indonesia, aborsi diatur dalam UU Kesehatan, dan hanya boleh dilakukan apabila terdapat indikasi medis, atau terdapat implikasi psikologis yang besar terhadap pasien karena pemerkosaan (18) f. Pengendalian kesalahan konsumsi tembakau, alcohol, dan obat-obatan - Edukasi masyarakat dan peringatan bahaya pada kemasan dan iklan rokok - Penerapan Kawasan tanpa rokok - Penguranan TAR pada rokok - Peningkatan pajak g. Kesehatan Lingkungan - Kesehatan lingkungan rumah (udara di dalam rumah, air, sanitasi, kondisi perumahan) - Kesehatan tempat kerja - Radiasi dan polusi udara dan air - Lingkungan jalan dan transportasi h. Penanganan kasus AIDS - Pengendalian kasus pada kelompok berisiko dan usia muda - Penggunaan kondom - Integrasi pencegahan AIDS dengan infeksi penularan seksual - Screening dan diagnosis - Surveilens

28 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-KDK Pelayanan Kesehatan Dasar Pelayanan Esensial Klinis Minimal a. Prenatal dan pelayanan persalinan - Edukasi dan komunikasi kepada masyarakat untuk bersalin di fasilitas termasuk penyediaan alat transportasi - Community-based obstetrics - Pelayanan rumah sakit daerah untuk kasus komplikasi b. Pelayanan keluarga berencana - Keluarga bersama dan pelayanan aborsi yang aman c. Manajemen balita sakit terpadu - Pelayanan kesehatan primer menyediakan pelayanan penegakan diagnosis dan peresepan yang tepar - Rujukan kasus dengan cepat jika terjadi komplikasi - Penanganan diutamakan pada penyakit diare, ISPA, campak, dan malaria d. Penanganan tuberkulosis - Pengobatan 6-8 bulan atau 12-18 bulan e. Penanganan Penyakit infeksi menular seksual - Penanganan kasus yang teritegrasi dengan AIDS - Penanganan kelompok berisiko - Pengembangan pelayanan resisten mikrobiologi Pada tahun 1978 dalam Deklarasi Alma Ata ditetapkan dua strategi dalam mencapai tujuan pemerataan kesehatan di seluruh dunia, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan primer (primary health care) dan pendekatan sistem kesehatan nasional. Dalam deklarasi ini, pelayanan kesehatan primer didefinisikan sebagai pelayanan kesehatan esensial yang merupakan kontak pertama antara individu dan tenaga kesehatan. pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan yang secara ilmiah dapat dipertanggung jawabkan, diterima oleh masyarakat secara sosial, mudah diakses oleh individu dan keluarga, terjangkau secara finansial, melibatkan peran serta masyarakat, dan juga menitikberatkan pada kemandirian masyarakat atau disebut dengan self reliance and self determination (19). Di Iraq, pelayanan kesehatan dasar didefinisikan sebagai kumpulan layanan kesehatan esensial minimum yang dibutuhkan oleh semua penduduk untuk mendapatkan akses yang terjamin. Layanan esensial adalah layanan kesehatan yang memberikan manfaat maksimal dalam status kesehatan (di tingkat nasional) dari uang yang telah dibelanjakan (20).

MJK-KDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 29 Menurut Kabir (2019), paket pelayanan kesehatan dasar merupakan salah satu strategi kunci dalam meningkatkan efektivitas sistem kesehatan dan memeratakan distribusi sumber daya kesehatan. Pada dasarnya, pelayanan kesehatan dasar dalam setiap negara berbeda-beda bergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan pola demografi dan epidemiologi. Jika manfaat dasar kesehatan sudah ditetapkan maka negara harus mempersiapkan kemampuan tenaga kesehatan, obat-obatan, alat dan sumber daya kesehatan lain yang dibutuhkan dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar tersebut. Menurut WHO, terdapat empat jastifikasi kunci dalam menentukan manfaat pelayanan kesehatan dasar yaitu (21): a. Penentuan prioritas berdasarkan efektivitas dan biaya. Artinya, intervensi yang dipilih sebisa mungkin berdasarkan pada pelayanan kesehatan yang cost-effective dengan memberikan dampak yang besar dalam peningkatan status kesehatan. b. Penurunan kemiskinan. Beberapa penyakit dapat menyebabkan suatu keluarga menjadi miskin, diharapkan dengan manfaat dasar ini dapat mencegah kondisi tersebut c. Pemerataan. Manfaat dasar kesehatan menjelaskan mengenai pelayanan minimal yang harus tersedia untuk semua orang tanpa ada diskriminasi sehingga akan tercapai pemerataan. d. Pemberdayaan politik dan akuntabilitas. Manfaat dasar yang harus disediakan untuk semua orang, akan mengikat berbagai pihak termasuk pemerintah, fasilitas kesehatan, dan perusahaan asuransi untuk terlibat. Di Iran, penentuan pelayanan kesehatan dasar ditentukan dengan menggunakan delapan kriteria utama yaitu prioritas kesehatan, struktur dan kapasitas pelayanan kesehatan, people demands, cost- effectiveness, utilization, sumber pembiayaan, penerimaan pelayanan dari aspek sosial, serta kewajiban atau tuntutan dari prioritas internasional, nasional, juga politik. Dari kriteria tersebut, terurai 54 sub-kriteria yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pelayanan kesehatan dasar. Keseluruhan kriteria dan sub-kriteria ini selanjutnya ditentukan beberapa kriteria prioritas oleh para ahli,

30 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-KDK pemangku kepentingan, profesi, parlemen, serta perusahaan asuransi. Dari penilaian ahli ini, didapatkan rangking prioritas kriteria yang yang dipergunakan dalam penentuan pelayanan dasar. Kriteria tersebut adalah (1) prioritas kesehatan (beban biaya, morbidity, mortality, relevant risk factors of disease), (2) people demands (kebutuhan masyarakat secara umum, kelompok rentan, penyakit menular), (3) kemampuan sistem (struktur pelayanan, kemampuan SDM, dan tingkat pelayanan), serta cost-effectiveness (22). Lebih lanjut WHO menjelaskan bahwa seluruh pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan berdasarkan jastifikasi diatas, dibiayai dengan model pembiayaan yang berbeda-beda pula antara lain tax-financed health services, insurance-based system, dan health system with mixed health financing (21). 2.4.2. Paket Manfaat Dasar pada Jaminan Kesehatan (Basic Benefit Packages) Paket Manfaat Dasar (Basic Benefit Packages) adalah sejumlah layanan perorangan yang dijamin dalam program asuransi kesehatan sosial. Penetapan Paket Manfaat Dasar atau Basic Benefit Packages (BBP) menjadi penting untuk mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan. Paket manfaat yang dijamin dalam jaminan kesehatan adalah pelayanan komprehensif sesuai dengan dana yang tersedia. Normand & Weber juga menjelaskan bahwa asas perlindungan finansial, cost-effectiveness, dan pelayanan komprehensif menjadi hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan paket manfaat (23). Pada Konvensi Perlindungan Sosial tahun 1952, diatur bahwa minimal pelayanan medis yang disediakan pada program ini adalah pelayanan klinis dengan dokter umum termasuk kunjungan rumah, pelayanan spesialis rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit, pelayanan kefarmasian, serta hospitalisasi jika dibutuhkan. Kemudian pada artikel ditambah dengan pelayanan kesehatan ibu hamil sebelum persalinan dan juga rawat inap oleh dokter maupun bidan. Menurut World Bank, paket manfaat dasar yang ditetapkan harus bertujuan untuk meningkatkan tujuan utama kesehatan, memastikan terjadinya perlindungan finansial, dan merespon kebutuhan

MJK-KDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 31 konsumen; atau “health status improvement financial protection and responsiveness” (24). Selain itu, paket manfaat dasar juga harus menjamin keberlangsungan program, pemerataan pelayanan, biaya yang efisien dan terjangkau. Sebelum menentukan paket manfaat yang akan dijamin dalam program, penting untuk menghitung pendapatan program. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui perkiraan jumlah anggota dikalikan dengan perkiraan kontribusi dari masing-masing anggota program. Secara detail, Normand & Weber menjelaskan bahwa setidaknya ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam penentuan paket manfaat (23), yaitu: a. Perspektif epidemiologi. Analisis epidemiologi atau distribusi penyakit membantu untuk mengidentifikasi penyakit yang paling sering terjadi serta penyakit-penyakit yang menyebabkan kematian b. Perspektif cost-effectiveness. Pada World Development Report 1993 dipublikasikan, Bank Dunia telah mengidentifikasi pelayanan-pelayanan minimum apa saja yang menunjukkan hasil cost-effectiveness pada pelayanan kesehatan masyarakat dan juga pelayanan klinis. Pelayanan esensial klinis minimal terdiri dari pelayanan anak sakit, keluarga berencana, prenatal dan pelayanan persalinan, pengobatan kasus tuberkulosis, dan penyakit menular seksual (6). Selanjutnya, pada deklarasi Alma Ata 1978 juga dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan pada fasilitas primer merupakan pelayanan kesehatan yang cost- effectiveness. c. Perspektif Ekuitas. pelayanan kesehatan yang sama dan terstandar harus tersedia di fasilitas kesehatan untuk kelompok masyarakat yang memiliki kebutuhan yang sama (horizontal equity). Misalnya, ibu yang bersalin di puskesmas di perkotaan dan pedesaan harus mendapatkan pelayanan persalinan yang sama. Namun, perbedaan akses menuju fasilitas kesehatan di perkotaan dan di pedesaan yang lebih sulit menjadi tantangan. Ada beberapa pelayanan kesehatan yang mahal tidak bisa dikeluarkan dari paket manfaat karena lebih cost-effective dalam menurunkan angka kematian dan meningkatkan kualitas

32 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-KDK hidup. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan pelayanan kesehatan pada penyakit dan kondisi kesehatan yang kronis dan parah yang dapat mempengaruhi seseorang memasuki jurang kemiskinan (vertical equity). Penting juga untuk mempertimbangkan upaya-upaya pencegahan penyakit pada tingkat individu dan keluarga sehingga tidak terdorong pada kemiskinan. d. Rumusan paket manfaat dan penyedia pelayanan kesehatan. Pada bagian ini, peran dari penyelenggara program dan penyedia pelayanan menjadi utama. Penyedia pelayanan menentukan apa saja pelayanan yang dibutuhkan dan dibiayai melalui skema asuransi kesehatan sosial sedangkan penyelenggara program jaminan kesehatan menentukan daftar pelayanan yang dijamin dan tidak dijamin. Pada pelayanan yang dijamin, dapat diterapkan skenario pembayaran yang berbeda-beda pada fasilitas kesehatan. e. The concept of support value. Pertimbangan lain dalam asuransi kesehatan berkaitan dengan besarnya beban biaya. Beban biaya ini meningkat misalnya pada pelayanan katastropik atau pelayanan kesehatan lain. Hal ini sesuai dengan tujuan asuransi kesehatan untuk memaksimalkan support value tanpa melupakan bahwa ada kontribusi yang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Selain pertimbangan kriteria diatas, penelitian yang dilakukan Hayati (2018) menunjukkan bahwa paket manfaat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu intervention-related criteria, disease-related criteria, dan community-related criteria (25). Pada ketiga kategori tersebut, kriteria yang sering digunakan adalah (1) cost-effectiveness, (2) effectiveness, (3) equity, (4) budget impact, dan (5) necessity and burden of disease. Berbeda dengan yang dilakukan oleh Hayati (2018), Yongkong mengungkapkan Multicriteria Decision Analysis yang dilakukan oleh Thailand pada tahun 2012 (26). Di Thailand, ada enam kriteria kunci yang diaplikasikan dalam penentuan paket manfaat pada program jaminan kesehatannya, yaitu (i) besarnya populasi yang menderita penyakit, (ii) tingkat keparahan penyakit, (iii) efektivitas intervensi, (iv) variasi implementasi intervensi yang dapat

MJK-KDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 33 menyebabkan ketidakmerataan akses pelayanan kesehatan, (v) dampak ekonomi pada rumah tangga, (vi) ekuitas/dampak sosial. Dalam merancang paket manfaat asuransi kesehatan sosial, Normand & Weber menjelaskan terdapat sembilan langkah penyusunan yaitu (23): a. Menilai kondisi saat ini untuk bisa menentukan paket manfaat perlu dilakukan analisis situasi ketersediaan dan kemampuan infrastruktur yang ada saat ini. b. Analisis pola pemanfaatan pelayanan. Pola pemanfaatan pelayanan kesehatan harus bisa menggambarkan penggunaan layanan di rumah sakit (rawat inap dan rawat jalan), pelayanan rawat jalan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Data ini tidak hanya dibutuhkan untuk penentuan biaya medis tetapi juga untuk merencanakan modifikasi infrastruktur kesehatan dimasa yang akan datang. “The utilization rate” pada dasarnya dipengaruhi oleh pola kesakitan, praktek klinis, ketersediaan infrastruktur saat ini, mekanisme pembiayaan, co-payment, serta budaya dan kebiasaan pasien di rumah. c. Tentukan tujuan dan prioritas strategis. Pelayanan kesehatan yang paling sering dipergunakan serta pelayanan katastropik dengan intervensi cost-effective atau upaya pencegahan merupakan pelayanan yang masuk dalam positive list. Sejumlah intervensi dan layanan dengan prioritas tinggi dapat dipilih dari daftar ini untuk berfungsi sebagai “paket awal” di mana paket dasar dapat dibangun. d. Promosi dan edukasi kesehatan. Pada beberapa praktik, asuransi kesehatan sosial dapat mendukung aktivitas dan tugas dari organisasi kesehatan masyarakat dalam promosi dan edukasi kesehatan dalam bentuk: - Asuransi kesehatan sosial akan membayar fasilitas kesehatan untuk memenuhi tugas promosi dan edukasi kesehatan - Penyelenggara akan mengintegrasikan sistem pembayaran (co-payment atau reimbursements) dengan kebiasaan berisiko yang dilakukan seperti merokok, olahraga yang berbahaya, penyalahgunaan obat dan narkoba

34 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-KDK - Penyelenggara menerapkan premium tambahan untuk pekerja yang bekerja di tempat yang berisiko dan tidak sehat. e. Penyusunan standar untuk diagnosis dan pengobatan. Setelah Basic Benefit Package didefinisikan, standar pedoman diagnosis dan pengobatan serta penggunaan obat yang tepat harus sudah tersedia sebagai bagian dari mekanisme penjaminan kualitas. f. Melakukan pemilihan penyedia fasilitas kesehatan g. Menetapkan paket manfaat dasar h. Mengembangkan sistem penjaminan kualitas pelayanan dan i. Melakukan “scaling up” atau mendorong pertumbuhan sistem secara keseluruhan. 

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 35 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT Program jaminan kesehatan merupakan salah satu jaminan sosial yang bertujuan untuk menjamin manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Sesuai amanat pasal 19 UU No. 40 tahun 2004, penyelenggaraan program jaminan kesehatan diimplementasikan dengan prinsip asuransi sosial dan ekuitas. Artinya, program ini diselenggarakan berbasis hak dan prinsip asuransi. Adapun penjelasan mengenai kebutuhan dasar kesehatan, pelayanan kesehatan dasar, dan paket manfaat dasar dari perspektif regulasi yang ada di Indonesia akan dijelaskan pada bab ini. 3.1. Regulasi Mengenai Hak Kesehatan sebagai Bagian dari Hak Hidup Layak Berdasarkan UUD 1945 pasal 28H dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hak atas pelayanan kesehatan ini lebih lanjut diatur pada pasal 9 ayat 3 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lebih lanjut pada undang-undang ini diatur bahwa wanita dan anak memiliki hak khusus (27). Wanita memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pekerjaannya yang dapat mengancam keselamatan dan atau berkenaan dengan fungsi reproduksinya7 yang merupakan pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan haid, hamil, melahirkan, dan pemberian kesempatan untuk menyusui anak. Kemudian pada pasal 62 pada undang-undang yang sama juga diuraikan mengenai hak anak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial yang layak sesuai kebutuhan 7 Pasal 49 ayat 2 UU No 39 tahun 1999, “Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.”

36 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK fisik dan mental spiritual8. Adapun pada UU No. 36 tahun 2009 pasal 5 dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan yang menjadi hak setiap orang merupakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, dan spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (9). Untuk dapat mencapai kondisi kesehatan yang paripurna, pemerintah bertanggungjawab untuk merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat termasuk menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional. Sedangkan setiap masyarakat berkewajiban untuk dapat menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat9, berperilaku hidup sehat10, menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan11, serta berpartisipasi dalam program jaminan kesehatan sosial12. 3.2. Regulasi Mengenai Jaminan Kesehatan dan Asuransi Sosial Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan, sumber pembiayaan dapat berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, swasta, dan sumber lain. Sesuai pasal 172 UU No. 36 tahun 2009, pembiayaan yang dialokasikan oleh pemerintah ditujukan pada pelayanan kesehatan yang bersifat publik terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar. Sedangkan alokasi pembiayaan kesehatan yang bersumber swasta dikelola melalui sistem jaminan sosial nasional sesuai UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN dan/atau asuransi komersial berdasarkan UU No. 3 Tahun 1992 j.o UU No. 40 tahun 2014. 8 Pasal 62 UU No. 39 tahun 1999, “Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.” 9 Pasal 10 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.” 10 Pasal 11 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.” 11 Pasal 12 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.” 12 Pasal 13 ayat 1 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.”

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 37 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada UU No. 40 tahun 2004 mengatur mengenai program jaminan sosial yang salah satunya adalah program jaminan kesehatan. Program jaminan kesehatan bertujuan untuk menjamin seluruh peserta program memperoleh pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya (28). Peserta program adalah seluruh warga negara yang telah membayar iuran atau iuran dibayarkan oleh pemerintah. Penyelenggaraan program berlandaskan pada prinsip asuransi sosial dan ekuitas. Prinsip asuransi sosial merupakan program asuransi dengan tujuan memberikan perlindungan finansial, risiko yang dialihkan dapat terhitung, risiko biaya tidak tertanggung (unbearable risk) (13) dan juga prinsip asuransi sosial sesuai UU No. 40 tahun 2004 yaitu kegotong-royongan antar peserta, kepesertaan bersifat wajib tanpa seleksi, iuran berdasarkan persentase upah, dan bersifat nirlaba. Sedangkan prinsip ekuitas adalah prinsip kesamaan dalam memperoleh pelayanan kesehatan terstandar sesuai dengan kebutuhan medis setiap peserta (28). Selain itu, menurut UU No. 24 tahun 2011, dalam menyelenggarakan program jaminan sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berlandaskan pada prinsip (29): a. Kegotongtoyongan, prinsip kebersamaan antar seluruh peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial. Artinya, setiap peserta wajib membayar premi sesuai dengan tingkat upah/ penghasilan. b. Nirlaba, prinsip yang mengutamakan pengelolaan usaha mengutamakan hasil pengembangan dana untuk kebermanfaatan peserta c. Keterbukaan, prinsip memudahkan peserta untuk mengakses informasi dengan lengkap, benar, dan jelas d. Kehati-hatian, prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib e. Akuntabilitas, penyelenggaraan program dan pengelolaan keuangan dilakukan dengan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. f. Portabilitas, memberikan jaminan peserta dapat mengakses pelayanan kesehatan meskipun peserta pindah tempat kerja atau tempat tinggal di dalam kesatuan wilayah NKRI

38 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK g. Kepesertaan bersifat wajib, seluruh penduduk harus menjadi peserta program secara bertahap h. Dana amanat, iuran dan dana hasil pengembangannya merupakan titipan dari peserta yang digunakan untuk kepentingan peserta sebesar-besarnya, serta i. Seluruh hasil pengelolaan dana jaminan sosial diperuntukan untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta Adapun, manfaat program jaminan kesehatan merupakan pelayanan perseorangan yang terdiri dari pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan yang diperlukan peserta. Pada lampiran pasal 22 UU No. 40 tahun 2004, pelayanan kesehatan yang menjadi manfaat program terdiri dari pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan keluarga berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya termasuk cuci darah dan operasi jantung. Seluruh pelayanan kesehatan diberikan sesuai mutu dan jenis pelayanan yang terstandar dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta. Namun, luas pelayanan kesehatan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan BPJS sehingga diperlukan kehati-hatian. 3.3. Telaah Kontekstual Mengenai Kebutuhan Kesehatan (Health Needs) Kebutuhan kesehatan dasar pada setiap manusia ditentukan dari struktur demografi dan epidemiologi. Struktur demografi dibagi setidaknya lima kelompok umur yaitu balita (0-59 bulan), anak usia sekolah (5-14 tahun), dewasa awal (15-49 tahun), dewasa (50- 69 tahun), serta usia lanjut (diatas 70 tahun). Kondisi epidemologi menggambarkan magnitude permasalahan kesehatan yang bersumber dari mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan).

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 39 BALITA Pada penduduk usia dibawah lima tahun sekitar 36% besar kematiannya disebabkan oleh gangguan maternal dan neonatal pada usia dibawah 2 tahun. Selain itu, penyakit infeksi seperti ISPA, TBC, diare, tipoid, tetanus, campak dan sebagainya juga memiliki andil dalam terjadinya mortalitas pada balita (30). Oleh karenanya, sebesar 12% balita menderita diare dan ISPA. Kondisi kesehatan yang tidak baik juga dipengaruhi oleh status gizi yang memprihatinkan. Pada tahun 2018 saja, menurut hasil riskesdas sebanyak 30,8% balita stunting, 10% wasting, 17.7% gizi buruk dan kurang, serta 8% gemuk (31). Kompleksnya permasalahan gizi balita serta besarnya angka kesakitan ini perlu ditangani dengan komprehensif oleh pemerintah dengan pelayanan kesehatan yang adekuat sejak ibu hamil, pemeriksaan ibu hamil dan balita secara berkala, imunisasi dan pemberian suplemen (vit A, tablet Fe, yodium) sampai penanganan balita sakit yang terintegrasi harus tersedia di fasilitas kesehatan (32). ANAK 5-14 TAHUN Tidak jauh berbeda dengan balita, faktor penyebab angka kematian anak usia 5-14 tahun di Indonesia juga disebabkan oleh penyakit infeksi. Selain itu, sekitar 12,6% kasus kematian juga disebabkan oleh kecelakaan seperti jatuh atau tenggelam. Pada beberapa kasus, kematian juga disebabkan oleh penyakit neoplasma (11,28%) dan penyakit ini meningkat pada tahun 2017 (30). Selain itu, status gizi pada usia anak sekolah ini juga perlu diperhatikan pasalnya sebesar 70,8% anak usia 5-14 tahun sangat kurus dan 23,6% pendek. Kondisi kesehatan dan status gizi yang bermasalah pada usia anak sekolah akan mempengaruhi kinerja belajarnya di sekolah dan menurunkan kekebalan tubuh sehingga mudah sakit. Oleh karena itu, strategi pelayanan kesehatan di sekolah merupakan upaya yang efektif. Kerjasama antara puskesmas dan sekolah harus berjalan dengan kondusif diikuti dengan adanya program kesehatan masyarakat seperti imunisasi anak sekolah, penguatan sanitasi dan air bersih sekolah, bimbingan konseling kesehatan reproduksi, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan anak di sekolah.

40 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK PENDUDUK USIA 15-49 TAHUN Permasalahan pada penyakit tidak menular mulai diderita pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penyakit yang menyebabkan kematian penduduk usia 15- 49 tahun pada tahun 2018. Seperempat dari kasus kematian penduduk 15-49 tahun disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, neoplasma (13,6%), diabetes 9,6%, penyakit sistem pencernaan sebesar 9,4% serta penyakit infeksi pernapasan dan tuberkulosis sebesar 9,2%. selain menyebabkan kematian, penyakit tidak menular seperti kardiovaskular, penyakit mental, diabetes melitus, dan neoplasma ini juga meningkatkan angka Disability Adjusted Life Years (DALY). Pada usia demikian yang masa merupakah usia produktif untuk sekolah dan bekerja, perlu mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif mulai dari upaya kesehatan masyarakat seperti pemantauan tekanan darah, glukosa darah, kolesterol, dan faktor risiko PTM lainnya, pelayanan konsultasi psikologis, serta pelayanan pengobatan guna mencegah disabilitas dan kematian prematur akibat suatu penyakit. Selain itu, pelayanan kesehatan pada wanita usia subur juga menjadi kunci karena akan berpengaruh pada kondisi kesehatan anak di masa yang akan datang. PENDUDUK USIA 50-69 TAHUN Sama dengan penduduk usia 15-49 tahun, penduduk usia ini yang sudah menuju lanjut usia juga dihadapkan dengan penyakit-penyakit dengan DALYs yang tinggi seperti kardiovaskuler, neoplasma, diabetes, dan PPOK. Selain itu, penyakit infeksi seperti infeksi pernapasan, tuberkulosis, dan infeksi pada pencernaan juga ditemukan. Mayoritas penyebab kematian pada kelompok usia ini 40% disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, 16% disebabkan oleh neoplasma seperti kanker, dan sekitar 8% disebabkan oleh diabetes serta penyakit sistem pencernaan. Meskipun hanya sekitar 2%, kematian akibat kecelakaan transportasi juga ditemukan pada kelompok usia ini. Regulasi yang kuat untuk mengontrol pola hidup perlu ditetapkan oleh pemerintah seperti peraturan pengendalian konsumsi produk tembakau dan rokok elektronik, makanan

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 41 dan minuman bergula tinggi dan sebagainya, upaya skrining untuk pencegahan penyakit serta pengobatan sejak dini pada kelompok berisiko tidak boleh terhindari agar penyakit tidak berkembang semakin kompleks. PENDUDUK USIA 70+ TAHUN Penyakit tidak menular semakin banyak diderita oleh penduduk lanjut usia terutama penyakit kardiovaskuler. Berdasarkan data IHME 2018, didapatkan bahwa 43% penyebab kematian penduduk lansia adalah penyakit kardiovaskuler dan diikuti dengan neoplasma seperti tumor, kista, atau kanker (30). Pada kelompok usia ini, pelayanan kesehatan yang harus disediakan bukan hanya pelayanan medis di rumah sakit saja melainkan perlu ada pelayanan long term care, home care atau home visit. Hal ini dikarenakan keterbatasan mobilisasi pasien karena kondisi kesehatan yang semakin menurun. Upaya home care atau long term care menjadi penting untuk tetap menjaga kualitas hidup penduduk dan mencegah dari komplikasi atau penyakit lain. Penyediaan pelayanan tersebut juga disertai dengan tersedianya sarana untuk aktivitas fisik, ketersediaan pangan yang sehat dan bergizi, serta lingkungan rumah yang bersih dan sehat agar tidak memicu terjangkitnya penyakit atau komplikasi. 3.4. Regulasi Mengenai Pelayanan dan Upaya Kesehatan (Health Services) Dalam mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya, penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus didukung oleh sumber daya kesehatan yang memadai. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan terdiri atas pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Kedua kategori pelayanan kesehatan ini mencakup kegiatan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (18). Pelayanan kesehatan perseorangan merupakan upaya yang ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan seseorang sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan di masyarakat atau suatu kelompok termasuk mencegah penyebaran penyakit. Untuk

42 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya, UU No. 36 tahun 2009 mengamanatkan setidaknya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan terdiri atas: Tabel 3. Daftar Pelayanan Kesehatan Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 No Upaya Kesehatan Pasal 1 Pelayanan kesehatan Pasal 52-58 A. Pelayanan kesehatan perseorangan B. Pelayanan kesehatan masyarakat 2 Pelayanan kesehatan tradisional Pasal 59-61 A. Pelayanan menggunakan ketrampilan B. Pelayanan menggunakan ramuan 3 Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit Pasal 62 4 Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan Pasal 63-70 melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca 5 Kesehatan reproduksi Pasal 71-77 A. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan; B. Pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual; dan C. Kesehatan sistem reproduksi. 6 Keluarga berencana Pasal 78 7 Kesehatan sekolah Pasal 79 8 Kesehatan olahraga Pasal 80-81 9 Pelayanan kesehatan pada bencana Pasal 82-85 A. Pelayanan kesehatan pada tanggap darurat B. Pelayanan kesehatan pascabencana 10 Pelayanan darah Pasal 86-92 11 Kesehatan gigi dan mulut Pasal 93-94 A. Pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan B. Kesehatan gigi masyarakat, C. Usaha kesehatan gigi sekolah. 12 Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan Pasal 95-96 pendengaran 13 Kesehatan mata Pasal 97 14 Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat Pasal 98-108 kesehatan 15 Pengamanan makanan dan minuman Pasal 109-112

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 43 No Upaya Kesehatan Pasal Pasal 113-116 16 Pengamanan zat adiktif Pasal 117-125 Pasal 126-135 17 Bedah mayat Pasal 136-137 18 Kesehatan Ibu, bayi, dan anak Pasal 138-140 A. Masa kehamilan Pasal 141-143 B. Asi eksklusif 6 bulan C. Imunisasi lengkap Pasal 144-151 D. Pengasuhan Pasal 152-161 E. Perlindungan dari diskriminasi dan kekerasan Pasal 162-163 Pasal 164-166 19 Kesehatan remaja 20 Kesehatan lanjut usia dan penyandang cacat 21 Gizi untuk seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan A. Perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang; B. Perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan; C. Peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan D. Peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. 22 Kesehatan jiwa 23 Penyakit menular dan tidak menular 24 Kesehatan lingkungan 25 Kesehatan kerja Lebih lanjut pada Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, dijelaskan bahwa upaya kesehatan merupakan pelayanan kesehatan yang meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan baik dengan pelayanan kesehatan konvensional maupun tradisional, alternatif dan komplementer melalui pendidikan dan pelatihan yang selalu mengutamakan keamanan, kualitas, dan bermanfaat. Upaya kesehatan ini diutamakan pada upaya-upaya yang memiliki daya ungkit besar dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan khususnya pada kelompok rentan seperti ibu, bayi, anak, penduduk usia lanjut, dan masyarakat miskin. Pada regulasi ini, upaya kesehatan dibagi atas tiga tingkatan upaya dan diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, serta paripurna dalam satu kesatuan sistem pelayanan rujukan.

44 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK Tabel 4. Penjelasan Subsistem Upaya Kesehatan Berdasarkan Perpres No. 72 Tahun 2012 Komponen Upaya Kesehatan Upaya Kesehatan Perorangan Masyarakat Upaya Tingkat Pertama/Primer Uraian Pelayanan pengobatan, Pelayanan peningkatan Pelayanan pemulihan tanpa dan pencegahan tanpa mengabaikan upaya mengabaikan pengobatan peningkatan dan dan pemulihan dengan pencegahan, termasuk sasaran keluarga, kelompok, di dalamnya pelayanan dan masyarakat. kebugaran dan gaya hidup sehat Cara Pelayanan yang bergerak Pelayanan kesehatan penyelenggaraan (ambulatory) atau menetap, masyarakat primer dapat dikaitkan dengan didukung kegiatan tempat kerja lainnya, seperti surveilans, pencatatan, dan pelaporan yang diselenggarakan oleh institusi kesehatan dan mendukung upaya berbasis masyarakat Upaya Tingkat Kedua/Sekunder Uraian Pelayanan kesehatan Pelayanan rujukan Pelayanan spesialistik yang menerima kesehatan dari pelayanan rujukan dari pelayanan kesehatan masyarakat kesehatan perorangan primer dan memberikan primer, meliputi rujukan fasilitasi dalam bentuk kasus, spesimen, dan ilmu sarana, teknologi, dan pengetahuan serta dapat sumber daya manusia merujuk kembali ke fasilitas kesehatan serta didukung pelayanan kesehatan yang oleh pelayanan kesehatan merujuk masyarakat tersier

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 45 Komponen Upaya Kesehatan Upaya Kesehatan Perorangan Masyarakat Cara • Dilaksanakan di tempat Dalam penanggulangan penyelenggaraan kerja maupun fasilitas penyakit menular yang pelayanan kesehatan tidak terbatas pada suatu perorangan sekunder batas wilayah administrasi baik rumah sakit setara pemerintahan (lintas kelas C serta fasilitas kabupaten/kota), maka pelayanan kesehatan. tingkat yang lebih tinggi (provinsi) yang harus • Pelayanan diberikan menanganinya oleh dokter spesialis atau dokter yang sudah mendapatkan pendidikan khusus, mempunyai izin praktik serta didukung tenaga kesehatan lainnya Tingkat Ketiga/Tersier Uraian Pelayanan Rujukan sub-spesialistik • Rujukan kesehatan dari dari pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan di bawahnya, dan dapat masyarakat sekunder merujuk kembali ke fasilitas dan memberikan pelayanan kesehatan yang fasilitasi dalam bentuk merujuk. sarana, teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan operasional, serta melakukan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait

46 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK Komponen Upaya Kesehatan Upaya Kesehatan Perorangan Masyarakat Cara penyelenggaraan • Dilaksanakan di • Pelaksana pelayanan rumah sakit umum, kesehatan masyarakat rumah sakit khusus tersier adalah dinas setara kelas A dan B, kesehatan provinsi, unit juga termasuk klinik kerja terkait di tingkat khusus, seperti pusat provinsi, kementerian radioterapi. kesehatan, dan unit kerja terkait di tingkat • Pelayanan dilaksanakan nasional oleh dokter sub- spesialis atau dokter spesialis yang telah mendapatkan pendidikan khusus atau pelatihan dan mempunyai izin praktik dan didukung oleh tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan. Seluruh pelayanan kesehatan yang sudah disebutkan diatas dapat dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, swasta, dan sumber lain (18). Sesuai amanat Pasal 171 ayat 3 UU No. 36 tahun 2009, alokasi pembiayaan yang bersumber dari pemerintah diprioritaskan untuk pelayanan kesehatan yang bersifat publik khususnya untuk penduduk miskin, lanjut usia, dan anak terlantar, dengan besaran sekurang-kurangnya 2/3 dari total anggaran kesehatan. Sedangkan pelayanan kesehatan perorangan merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat privat. Artinya, pembiayaan pelayanan ini diselenggarakan dengan skema asuransi sosial, kecuali penduduk miskin dan tidak mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah (18).

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 47 3.4.1. Pelayanan Kesehatan Dasar (Basic Health Services) Di Indonesia, penetapan pelayanan kesehatan dasar mengalami perkembangan pada beberapa tahun terakhir. Pertama, ditetapkan delapan belas program utama yang harus diselenggarakan oleh puskesmas, atau dikenal dengan “18 program pokok” (33). Delapan belas program pokok ini dikategorikan menjadi 12 pelayanan dasar dan 6 pelayanan tambahan, terdiri dari: a. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA); b. Program Keluarga Berencana (KB); c. Program perawatan kesehatan masyarakat; d. Program penyuluhan kesehatan masyarakat; e. Program pemberantasan penyakit; f. Program gizi; g. Program kesehatan lingkungan; h. Program pengobatan; i. Program kesehatan gigi dan mulut; j. Program penanganan gawat darurat; k. Program laboratorium sederhana; l. Program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS); m. Program usia lanjut (Usila); n. Program kesehatan kerja; o. Program kesehatan jiwa; p. Program kesehatan mata; q. Program kesehatan olahraga; r. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP). Kedua, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas, pelayanan kesehatan di puskesmas ditujukan untuk mencapai standar pelayanan kesehatan minimal kabupaten/kota, program Indonesia Sehat, serta kinerja puskesmas pada program JKN.

48 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK Tabel 5. Rincian Pelayanan Dasar di Puskesmas (34) Rincian Pelayanan Dasar di Puskesmas UKM Esensial 1. Pelayanan promosi kesehatan 2. Pelayanan kesehatan lingkungan 3. Pelayanan kesehatan keluarga bersifat UKM 4. Pelayanan gizi bersifat UKM 5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit 6. Pelayanan keperawatan masyarakat UKM Pengembangan 7. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat 8. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer 9. Pelayanan kesehatan olahraga 10. Pelayanan kesehatan kerja 11. Pelayanan kesehatan lain sesuai kebutuhan setempat Upaya Kesehatan Perorangan 12. Pemeriksaan umum rawat jalan (kunjungan sehat maupun kunjungan sakit) 13. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut 14. Pelayanan gawat darurat 15. Pelayanan gizi bersifat UKP 16. Pelayanan persalinan normal 17. Perawatan kunjungan rumah bersifat UKP seperti (home care) 18. Pelayanan Kefarmasian 19. Pelayanan laboratorium 20. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan Kegiatan Penunjang 21. Manajemen Puskesmas 22. Kunjungan keluarga Ketiga, Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah pusat dibantu oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Penerapan desentralisasi pemerintah dilakukan dengan memberikan kewenangan politik, fungsi, dan fiskal dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Untuk menjamin penyelenggaraan urusan berjalan dengan baik dan terstandar, pemerintah pusat harus menerbitkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2018 tentang standar pelayanan minimum (SPM) (35). Di tingkat provinsi, standar pelayanan minimum kesehatan pada terdiri dari dua pelayanan yaitu pelayanan kesehatan pada

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 49 penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana serta pelayanan kesehatan pada kondisi kejadian luar biasa (36). Untuk pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota, terdapat minimal 12 pelayanan dasar yang bersifat peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Secara rinci dijelaskan teknis pelaksanaannya pada PMK No. 4 tahun 2019 seperti pada tabel berikut: Tabel 6. Standar Pelayanan Minimum Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota (37) Pelayanan Uraian Kegiatan Standar Kesehatan Kunjungan 4 kali selama periode kehamilan (K4) a. Pelayanan Pelayanan 10 T: kesehatan ibu a. Pengukuran berat badan. hamil; b. Pengukuran tekanan darah. c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri). e. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ). f. Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi. g. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet. h. Tes Laboratorium. i. Tatalaksana/penanganan kasus. j. Temu wicara (konseling). b. Pelayanan 1. Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal kesehatan ibu (APN) sesuai standar: bersalin; - Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. - Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari: 1) Dokter dan bidan, atau 2) 2 orang bidan, atau 3) Bidan dan perawat. 2. Standar persalinan komplikasi mengacu pada Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di fasilitas pelayanan kesehatan Dasar dan Rujukan

50 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK Pelayanan Uraian Kegiatan Standar Kesehatan 1. Standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali selama c. Pelayanan periode neonatal kesehatan bayi baru lahir; 2. Standar kualitas: a) Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam). Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi: - Pemotongan dan perawatan tali pusat. - Inisiasi Menyusu Dini (IMD). - Injeksi vitamin K1. - Pemberian salep/tetes mata antibiotic. - Pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0). b) Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam-28 hari). Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi: - Konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif. - Memeriksa kesehatan dengan menggunakan pendekatan MTBM. - Pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas pelayanan kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1. - Imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan. - Penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi. d. Pelayanan 1. Pelayanan kesehatan Balita usia 0-11 bulan: kesehatan balita; a) Penimbangan minimal 8 kali setahun. b) Pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali/tahun. c) Pemantauan perkembangan minimal 2 kali/tahun. d) Pemberian kapsul vitamin A pada usia 6-11 bulan 1 kali setahun. e) Pemberian imunisasi dasar lengkap. 2. Pelayanan kesehatan Balita usia 12-23 bulan: a) Penimbangan minimal 8 kali setahun (minimal 4 kali dalam kurun waktu 6 bulan). b) Pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali/tahun c) Pemantauan perkembangan minimal 2 kali/tahun. d) Pemberian kapsul vitamin A sebanyak 2 kali setahun. e) Pemberian Imunisasi Lanjutan. 3. Pelayanan kesehatan Balita usia 24-59 bulan: a) Penimbangan minimal 8 kali setahun (minimal 4 kali dalam kurun waktu 6 bulan). b) Pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali/tahun. c) Pemantauan perkembangan minimal 2 kali/tahun. d) Pemberian kapsul vitamin A sebanyak 2 kali setahun. 4. Pemantauan perkembangan balita. 5. Pemberian kapsul vitamin A. 6. Pemberian imunisasi dasar lengkap. 7. Pemberian imunisasi lanjutan. 8. Pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan. 9. Edukasi dan informasi. 10. Pelayanan kesehatan balita sakit adalah pelayanan balita menggunakan pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS).

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 51 Pelayanan Uraian Kegiatan Standar Kesehatan e. Pelayanan 1. skrining kesehatan kesehatan pada a) Penilaian status gizi. usia pendidikan b) Penilaian tanda vital. dasar; c) Penilaian kesehatan gigi dan mulut. d) Penilaian ketajaman indera. e) Penilaian kesehatan reproduksi 2. Tindaklanjut hasil skrining kesehatan. a) Memberikan umpan balik hasil skrining kesehatan b) Melakukan rujukan jika diperlukan c) Memberikan penyuluhan kesehatan f. Pelayanan 1. Edukasi kesehatan termasuk keluarga berencana. kesehatan pada 2. Skrining faktor risiko penyakit menular dan penyakit tidak usia produktif; menular a) Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar perut. b) Pengukuran tekanan darah. c) Pemeriksaan gula darah. d) Anamnesa perilaku berisiko g. Pelayanan 1. Edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. kesehatan pada 2. Skrining faktor risiko penyakit menular dan penyakit tidak usia lanjut; menular a) Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar perut b) Pengukuran tekanan darah c) Pemeriksaan gula darah d) Pemeriksaan gangguan mental e) Pemeriksaan gangguan kognitif f) Pemeriksaan tingkat kemandirian usia lanjut g) Anamnesa perilaku berisiko h. Pelayanan 1. Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal satu kali kesehatan sebulan di fasilitas pelayanan kesehatan penderita hipertensi; 2. Edukasi perubahan gaya hidup dan/atau kepatuhan minum obat 3. Melakukan rujukan jika diperlukan i. Pelayanan 1. Pengukuran gula darah dilakukan minimal satu kali sebulan di kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus; 2. Edukasi perubahan gaya hidup dan/atau nutrisi 3. Melakukan rujukan jika diperlukan j. Pelayanan 1. Pemeriksaan status mental kesehatan orang 2. Wawancara dengan gangguan 3. Edukasi kepatuhan minum obat. jiwa berat; 4. Melakukan rujukan jika diperlukan k. Pelayanan 1. Pemeriksaan klinis Pelayanan klinis terduga TBC dilakukan kesehatan minimal 1 kali dalam setahun, adalah pemeriksaan gejala dan orang terduga tanda tuberkulosis; dan 2. Pemeriksaan penunjang, adalah pemeriksaan dahak dan/atau bakteriologis dan/atau radiologis 3. Edukasi perilaku berisiko dan pencegahan penularan. 4. Melakukan rujukan jika diperlukan

52 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK Pelayanan Uraian Kegiatan Standar Kesehatan l. Pelayanan 1. Edukasi perilaku berisiko dan pencegahan penularan kepada kesehatan orang kelompok berisiko terinfeksi HIV (penderita TBC, IMS, penjaja dengan risiko seks, LSL, transgender, WBP, dan ibu hamil). terinfeksi virus yang melemahkan 2. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan Tes Cepat HIV daya tahan tubuh minimal 1 kali dalam setahun. manusia (Human Immunodeficiency 3. Melakukan rujukan jika diperlukan. Virus). Keempat, pelayanan kesehatan dasar di Indonesia juga merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 tahun 2016 tentang Program Indonesia Sehat. Pada pasal 3 peraturan tersebut ditetapkan 12 indikator penentu status kesehatan keluarga (38) yaitu: i. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB); ii. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan; iii. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap; iv. Bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif; v. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan; vi. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar; vii. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur; viii. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan; ix. Anggota keluarga tidak ada yang merokok; x. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); xi. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih; dan xii. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat Merujuk pada uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan dasar di Indonesia tidak hanya terpaku pada pelayanan klinis medis tetapi juga pelayanan kesehatan masyarakat serta determinan kesehatan.

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 53 3.4.2. Manfaat Jaminan Kesehatan Dasar (Basic Benefit Package) a. Peraturan Presiden No. 82 tahun 2018 j.o Peraturan Presiden No. 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan Komponen Perpres 82/2018 yang Diatur Pasal 46: Manfaat Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan medis. Manfaat jaminan terdiri atas manfaat medis dan manfaat nonmedis. Pasal 47: a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi nonspesialistik yang mencakup - administrasi pelayanan, - pelayanan promotif dan preventif (penyuluhan perorangan, imunisasi rutin, KB, skrining riwayat kesehatan dan penapisan, peningkatan kesehatan penderita penyakit kronis) - pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis - tindakan medis nonspesialistik, operatif maupun nonoperatif - pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai - pemeriksaan diagnostik lab tingkat pertama - rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis b. pelayanan kesehatan tingkat lanjut mencakup: - administrasi pelayanan - pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar (pada unit gawat darurat) - pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik - tindakan medis spesialistik, bedah dan nonbedah - pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai - pemeriksaan penunjang diagnostik sesuai indikasi medis - rehabilitasi medis - pelayanan darah - pemulasaran jenazah peserta yang meninggal di fasilitas kesehatan - pelayanan keluarga berencana (diluar yang telah dibiayai pemerintah pusat) - perawatan inap nonintensif - perawatan inap intensif c. Ambulans darat atau air

54 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK Komponen Perpres 82/2018 yang Diatur Pasal 52: Pelayanan yang tidak a. Pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan dijamin perundangan b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali keadaan darurat c. Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin program jaminan kecelakaan kerja d. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas e. Pelayanan yang dilakukan di luar negeri f. Pelayanan estetik g. Pelayanan mengatasi infertilitas h. Pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi i. Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat dan/ atau alkohol j. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri k. Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional, yang belum dinyatakan efektif l. Pengobatan dan tindakan medis sebagai eksperimen m. Alat dan obat kontrasepsi, kosmetik n. Perbekalan kesehatan rumah tangga o. Pelayanan kesehatan akibat bencana p. Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah q. Pelayanan kesehatan dalam rangka bakti sosial r. Pelayanan kesehatan akibat tindak penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tidakan perdagangan s. Pelayanan kesehatan berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, TNI, dan Kepolisian t. Pelayanan yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan u. Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 55 Selain program JKN, terdapat pula program jaminan lain yang memberikan manfaat dalam pelayanan kesehatan dan beririsan dengan program JKN seperti jaminan kecelakaan lalu lintas dari PT. Jasa Raharja; jaminan kecelakaan kerja dari BPJS Ketenagakerjaan, perlindungan penyakit akibat kerja dari BPJS Ketenagakerjaan dan PT. Taspen diantaranya merujuk pada peraturan perundangan berikut: a. Perpres No. 107 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional Kementerian Pertahanan, TNI dan Kepolisian Negara RI b. PP No. 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi ASN c. PP No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKK dan Jaminan Kematian d. PP No. 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit dan TNI, Anggota Kepolisian Negara RI dan Pegawai ASN dilingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara RI e. PMK No. 56 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan PAK f. PMK No. 64 Tahun 2016 tentang Perubahan PMK Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program JKN g. Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan h. PMK No. 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Dengan masih berlakukan program-program jaminan sosial yang berkaitan dengan manfaat program JKN serta mengoptimalkan pemanfaatan program agar tidak ada tumpang tindih pendanaan, Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 141-PMK.02-2018 tentang Koordinasi antar penyelenggara Jaminan dalam Pemberian Manfaat Pelayanan Kesehatan. Dalam peraturan ini dijelaskan mekanisme koordinasi manfaat program dan juga manfaat jaminan apa saja yang kemungkinan menjadi tanggungan oleh BPJS Kesehatan pada jaminan kecelakaan lalu lintas dan jaminan kecelakaan kerja, yaitu:

56 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK Tabel 7. Peran BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Pada Dugaan Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Dugaan Kasus Kepesertaan Penjamin I II No Kecelakaan Jamkes Jaminan Kecelakaan Kerja Kecelakaan Lalu lintas Kerja 1. Ya Ya Ya Ya PT Jasa Raharja BPJS Ketenagakerjaan/ PT Taspen/ PT Asabri 2. Ya Ya Ya Tidak PT Jasa Raharja Pemberi kerja/ BPJS Kesehatan 3. Ya Ya Tidak Tidak PT Jasa Raharja Pasien/korban/ keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan 4. Ya Ya Tidak Ya PT Jasa Raharja BPJS Ketenagakerjaan/ PT Taspen/ PT Asabri 5. Ya Tidak Ya Ya PT Jasa Raharja BPJS Kesehatan 6. Ya Tidak Ya Tidak PT Jasa Raharja BPJS Kesehatan 7. Ya Tidak Tidak Tidak PT Jasa Raharja Pasien/korban/ keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan 8. Ya Tidak Tidak Ya PT Jasa Raharja Pemberi kerja*)/ Pasien/korban/ keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan 9. Tidak Ya Ya Ya BPJS Ketenagakerjaan/ PT Taspen/ PT Asabri

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 57 Dugaan Kasus Kepesertaan Penjamin I II No Kecelakaan Jamkes Jaminan Kecelakaan Kerja Kecelakaan Lalu lintas Kerja 10. Tidak Ya Ya Tidak Pemberik kerja*)/ BPJS Kesehatan 11. Tidak Ya Tidak Tidak Pemberi kerja*)/ Pasien/korban/ keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan 12. Tidak Ya Tidak Ya BPJS Ketenagakerjaan 13. Tidak Tidak Ya Ya BPJS Kesehatan 14. Tidak Tidak Ya Tidak BPJS Kesehatan 15. Tidak Tidak Tidak Ya Pasien/korban/ keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan 16. Tidak Tidak Tidak Tidak Pasien/korban/ keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan *) jika pasien adalah pekerja penerima upah BPJS Kesehatan berperan sebagai penjamin kedua jika dalam penjaminan kasus yang telah ditangani oleh fasilitas kesehatan biaya layanan yang harus dijamin melebihi nilai plafon manfaat yang dijamin oleh PT. Jasa Raharja.

58 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-KDK Tabel 8. Peran BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Pada Dugaan Kasus Kecelakaan Kerja Kepesertaan Dugaan Pekerja Penjamin No. Kecelakaan Penerima Jaminan Kerja Upah Kecelakaan Jamkes BPJS Ketenagakerjaan/PT Kerja Taspen/PT Asabri 1 Ya Ya Ya Ya Pemberi kerja 2 Ya Ya Tidak Ya 3 Ya Tidak Ya Ya BPJS Ketenagakerjaan 4 Ya Tidak Tidak Ya 5 Ya Ya Ya Tidak BPJS Kesehatan 6 Ya Ya Tidak Tidak BPJS 7 Ya Tidak Ya Tidak Ketenagakerjaan/PT 8 Ya Tidak Tidak Tidak Taspen/PT Asabri 9 Tidak Ya Ya Ya Pemberi kerja 10 Tidak Ya Tidak Ya 11 Tidak Tidak Ya BPJS 12 Tidak Tidak Ya Ya Ketenagakerjaan 13 Tidak Ya Tidak Tidak Pasien/korban/ Ya keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan Pemberi kerja/ Pasien/korban/ keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan

MJK-KDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 59 Kepesertaan Dugaan Pekerja No. Kecelakaan Penerima Jaminan Penjamin Kerja Upah Kecelakaan Jamkes Pemberi kerja/ Kerja Pasien/korban/ keluarga/wali 14 Tidak Ya Tidak Tidak keluarga pasien/ korban sesuai 15 Tidak Tidak Ya tidak peraturan 16 Tidak Tidak Tidak Tidak perundangan Pemberi kerja/ Pasien/korban/ keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan Pemberi kerja/ Pasien/korban/ keluarga/wali keluarga pasien/ korban sesuai peraturan perundangan Kemudian, pada pelayanan kesehatan lain selain pelayanan klinis seperti yang tertuang dalam SPM dan program nasional, skema pembiayaannya pun harus dikoordinasikan dan ditetapkan dengan jelas agar hak setiap manusia akan kesehatan dapat dijamin dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 serta PP No. 2 tahun 2018 dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah yang mana sumber pendanaannya dapat berasal dari pajak, pinjaman, atau hibah luar negeri.

60 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-KDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 4.1. Kriteria Penyusunan Paket Manfaat Dasar pada Jaminan Kesehatan Untuk menyusun paket manfaat dasar pelayanan jaminan kesehatan, ada beberapa penelitian dan pedoman internasional telah dipublikasikan, yang berisi petunjuk tentang pengembangan paket manfaat pelayanan dasar dalam jaminan kesehatan. Di Indonesia, pengembangan paket manfaat dasar dilakukan pada awal 2020 sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan. Penetapan paket manfaat dasar dilakukan melalui tiga tahap utama yaitu (i) tinjauan kepustakaan, (ii) analisis utilisasi pelayanan, serta (iii) konsensus para pihak yang berkepentingan dan ahli. Berdasarkan tinjauan kepustakaan, terdapat empat jurnal yang menggambarkan kriteria paket manfaat dasar. Dari empat publikasi tersebut seluruhnya ada 25 kriteria yang diterapkan di beberapa negara. Dari 25 kriteria ini, delapan kriteria yang paling sering dikemukakan yaitu (i) cost- effectiveness, (ii) effectiveness, (iii) budget impact, (iv) comprehensive, (v) burden of disease, (vi) severity of disease, (vii) equity, dan (viii) social values. Tabel 3 merupakan sintesa kriteria paket manfaat berdasarkan beberapa penelitian:

MJK-KDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 61 Tabel 9. Daftar Kriteria Penentuan Paket Manfaat beberapa Penelitian Kriteria Hayati Youngkong Lazarevik V Normand & et al. et al. et al. Weber et 1. Cost-effectiveness (2018) (2012) (2018) al. (2009) 2. Effectiveness 3. Budget impact   4. Necessity  5. Safety   6. Sustainability  7. Feasibility   8. Costs of intervention  9. Comprehensive    10. Maximizing the   improvement of  population health status   11. Scaling up   12. Innovation   13. Burden of Diseases   14. Externalities  15. Severity of Disease   16. Equity   17. Affordability   18. Social Values   19. Access  20. Practice variation 21. Economic impact on households 22. Scope of Services 23. Service level 24. Access Controls 25. Provider Network

62 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-KDK Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tertulis beberapa ketentuan yang merupakan kriteria penentuan manfaat jaminan kesehatan, seperti disampaikan dalam tabel berikut: Tabel 10. Kata Kunci Kriteria Penentuan Paket Manfaat berdasarkan Perundang- Undangan Kata kunci UU 40/2004 UU 24/2011 PMK 28/2014 Perpres 82/2018 Prinsip Pasal 19 Pasal 2 butir asuransi Jaminan kesehatan c, “Pelayanan sosial diselenggarakan terstruktur, secara nasional berjenjang dengan dengan prinsip portabilitas dan asuransi sosial dan ekuitas.” ekuitas. Penjelasan: Prinsip asuransi sosial meliputi kegotongroyongan, kepesertaan bersifat wajib, iuran berdasarkan upah, dan bersifat nirlaba Efektivitas • Penjelasan pasal Penjelasan pasal Pasal 2 butir b, biaya 22, “luas pelayanan 2 butir b, ”..asas “prinsip JKN yang sesuai kebutuhan manfaat adalah mengacu pada peserta dan asas yang bersifat SJSN: Menyeluruh kemampuan operasional (komprehensif) keuangan BPJS menggambarkan sesuai dengan Kesehatan” pengelolaan yang standar pelayanan efisien dan efektif.” medik yang cost • Penjelasan pasal effective dan 25, “penetapan rasional.” daftar dan harga mempertimbangkan perkembangan kebutuhan medik serta efektivitas dan efisiensi obat atau bahan habis pakai” Pelayanan Penjelasan pasal 22 • “pelayanan Pasal 46 ayat 3, dengan ayat 1, “pelayanan kesehatan “Manfaat medis… mutu sesuai standar baik diberikan secara diberikan sesuai terstandar/ mutu maupun jenis berjenjang, efektif dengan indikasi standar pelayanan” dan efisien dengan medis dan standar klinis menerapkan pelayanan serta prinsip kendali tidak dibedakan mutu dan kendali berdasarkan besaran biaya” Iuran Peserta.” • Manfaat tidak dijamin “Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur”

MJK-KDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 63 Kata kunci UU 40/2004 UU 24/2011 PMK 28/2014 Perpres 82/2018 Luas Penjelasan pasal Penjelasan pasal • Ketentuan Pasal 46, “pelayanan pelayanan 22 ayat 1, “luas 3, “Yang dimaksud umum “…bersifat kesehatan …. sesuai pelayanan sesuai dengan kebutuhan menyeluruh Sesuai dengan kebutuhan/ kebutuhan peserta” dasar hidup adalah (komprehensif) kebutuhan medis luas kebutuhan esensial berdasarkan yang diperlukan.” cakupan setiap orang agar kebutuhan medis dapat hidup layak,” yang diperlukan.” • Manfaat tidak dijamin “Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable adverse events)” Bukan Pasal 22 Pasal 46 public Manfaat jaminan Setiap peserta goods kesehatan bersifat berhak memperoleh pelayanan manfaat jaminan perorangan kesehatan yang bersifat pelayanan perorangan Bukan Manfaat tidak dijamin • Pasal 47 ayat cakupan program “yang telah dijamin 4, “pelayanan lain oleh program kesehatan tidak jaminan kecelakaan termasuk lalu lintas yang pelayanan bersifat wajib sampai keluarga nilai yang ditanggung berencana yang oleh program telah dibiayai jaminan kecelakaan Pemerintah” lalu lintas;” • Pasal 52 ayat 1 butir a, “pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat Kecelakaan Kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan Kecelakaan Kerja atau menjadi tanggungan Pemberi Kerja;” • Butir O, “pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah”

64 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-KDK Kata kunci UU 40/2004 UU 24/2011 PMK 28/2014 Perpres 82/2018 Bukan • Butir S, “pelayanan alat bantu kesehatan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia” • Butir U, ”pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.” Pasal 47 ayat 3, “Alat kesehatan merupakan seluruh alat kesehatan yang digunakan dalam rangka penyembuhan, termasuk alat bantu kesehatan.” Sebagai tambahan, Perpres No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menetapkan bahwa upaya kesehatan masyarakat yang merupakan barang public (public goods) serta pelayanan kesehatan perorangan (bersifat private goods) bagi penduduk miskin dibiayai oleh anggaran pemerintah (Pasal-114). Kemudian upaya/pelayanan kesehatan perorangan (private goods) bagi bukan penduduk miskin; dibiayai melalui asuransi sosial dan tarif (Pasal-115) (4). Kriteria-kriteria yang telah diidentifikasi dari kepustakaan dan peraturan perundangan, selanjutnya diskusikan dengan para pelaku yang terlibat dalam penyelenggaraan program JKN antara lain BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Kesehatan, Staf Ahli Menteri Kesehatan, profesi kesehatan serta akademisi. Dalam penetapan kriteria penentuan paket manfaat dasar, disepakati 8 (delapan) kriteria, yang terdiri dari penjelasan berikut:

MJK-KDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 65 a. Uncertainty of loss atau ketidakpastian risiko finansial. Seperti disampaikan dimuka, jaminan sosial (social security) didorong oleh kehendak untuk memenuhi hak-hak sosial masyarakat (right based approach), termasuk hak kesehatan. Hak kesehatan seperti dikutip dimuka bersifat sangat terbuka dan sangat luas. Namun frasa “jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas” seperti ditetapkan dalam pasal 19 UU No 40 tahun 2004 menyiratkan bahwa untuk memenuhi hak kesehatan tersebut perlu dilakukan telaah ilmiah tentang probabilitas terjadinya risiko kesehatan serta beban finansial yang ditimbulkannya (risk-based approach). Probalitas adalah suatu ukuran ketidakpastian. Maka paket manfaat dasar jaminan kesehatan harus bertujuan untuk melindungi masyarakat dari ketidakpastian risiko finansial (uncertainty of loss), yang dapat dihitung probabilitas kerugiannya. Dengan perkataan lain, kejadian-kejadian yang “sudah pasti” seperti misalnya kebutuhan alat KB setiap bulan, kehamilan dan kelahiran normal, medical check-up rutin, adalah contoh- contoh pelayanan atau kejadian yang sudah dapat diduga sebelumnya (certainty) sehingga tidak tepat jika masuk dalam manfaat jaminan. Untuk pelayanan yang sudah dapat diduga seperti ini, skema budget lebih tepat untuk diterapkan. b. Unbearable risk atau risiko yang tidak tertanggungkan Kemudian, paket manfaat tersebut di luar kemampuan membayar (ability to pay) masyarakat. Artinya “financial loss” yang terjadi tidak tertanggungkan (unbearable) oleh masyarakat dan berpotensi memiskinkan masyarakat (impoverishment). Beban biaya yang tidak tertanggungkan dilihat dari (i) frekuensi penggunaan pelayanan tertentu oleh peserta (high frequency) dan (ii) besar biaya yang harus dikeluarkan untuk pelayanan tersebut (high cost).

66 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-KDK Sesuai dengan prinsipnya, asuransi akan menjamin risiko kerugian yang cukup besar yang tidak dapat ditanggung oleh peserta (13). Misalnya, seseorang tidak akan membeli polis asuransi untuk melindungi dirinya dari kehilangan pulpen atau kacamata yang murah, karena jika pulpen atau kacamata tersebut rusak atau bahkan hilang, orang tersebut dapat menggantinya tanpa menimbulkan kerugian finansial yang besar. Namun, untuk pelayanan medis yang membutuhkan biaya yang besar seperti operasi jantung, perawatan penyakit kronis dan sebagainya, banyak orang yang bisa menjadi miskin dan kehilangan aset yang dimilikinya. Selain itu, penjaminan perawatan/intervensi dengan biaya yang rendah dapat membuat penyelenggara asuransi (dalam hal ini BPJS Kesehatan) tidak efisien karena beban biaya administrasi untuk pelayanan yang frekuensi utilisasinya tinggi, secara total menjadi besar. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan untuk mengeluarkan dari paket manfaat pelayanan-pelayanan yang mudah dijangkau dan bisa dibayar melalui skema out of pocket bahkan oleh peserta pada kelompok miskin dan hampir miskin (39). Menurut WHO, suatu rumah Box 3. Penerapan Urun Biaya tangga dapat dikatakan mengalami bencana finansial Penerapan urun biaya atau katastropik ketika harus Penentuan besaran nilai mengeluarkan biaya kesehatan urun biaya ditetapkan lebih besar atau sama dengan sesuai dengan kemampuan 40% dari total belanja rumah membayar iuran (ability to tangga setelah dikurangi belanja pay) yang dihitung dari rata- esensial13 (40). Hal ini dapat terjadi rata belanja non-esensial akibat tiga faktor utama yaitu (rokok, alkohol, kosmetik, dan adanya pelayanan kesehatan sebagainya). yang membutuhkan pembayaran Manfaat penerapkan urun secara out-of-pocket, rendahnya biaya (cost-sharing). kapasitas finansial keluarga 1. P e n g e n d a l i a n untuk membayar, dan kurangnya mekanisme pre-payment untuk pemanfaatan pelayanan menampung risiko finansial ini. kesehatan 2. M e n i n g k a t k a n kemandirian dan tanggung jawab masyarakat (UU No.36/2009) 3. Pengurangan besaran iuran 13 “catastrophic whenever it is greater than or equal to 40% of a household’s non-subsistence income, i.e. income available after basic needs have been met”

MJK-KDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 67 Pada pelayanan yang masih terjangkau oleh masyarakat, penerapan urun biaya dapat diterapkan untuk tujuan (i) Pengendalian pemanfaatan pelayanan kesehatan, (ii) meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab masyarakat (18), dan (iii) pengurangan besaran iuran. c. Pelayanan terstandar/standar klinis. Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan standar prosedur pelayanan seperti termuat dalam PNPK, PPK, dan diberikan secara berjenjang tanpa membedakan peserta dari besaran iuran yang dibayarkan. Pelayanan yang tidak terstandar selain sulit menghitung “financial loss” yang akan terjadi juga melanggar hak pasien (peserta) terhadap pelayanan yang bermutu. Paket manfaat yang terstandar merupakan amanat perundang- undangan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional. Pada UU No. 40 tahun 2004, pelayanan standar dilihat dari aspek mutu dan juga jenis pelayanannya sehingga menjamin efektivitas, kepuasan peserta dan pemerataan pelayanan kesehatan sebagai salah satu outcome kesehatan. Selain itu, standarisasi manfaat sangat penting untuk mengendalikan penyalahgunaan pelayanan yang bisa diinisiasi oleh peserta maupun penyedia pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan adanya informasi asimetris antara peserta dan tenaga kesehatan. Peserta sepenuhnya percaya pada pelayanan yang disarankan oleh tenaga kesehatan karena tidak memahami masalah medis. Alhasil, kejadian seperti pemulangan dini pasien (bloody discharge) pada pasien rawat inap kerap terjadi agar pasien berobat kembali (readmisi) (41). Pemulangan pasien lebih dini dari kebutuhan perawatan juga bisa terjadi akibat alokasi biaya suatu perawatan sudah habis jika dibandingkan dengan tarif CBGs yang ditentukan. Kejadian readmisi atau kunjungan ulang juga dapat terjadi akibat pelayanan pasien yang terfragmentasi (unbundling) terutama pada pelayanan rawat jalan. Fenomena supply induced demand dapat berdampak pada kebocoran belanja pelayanan yang harus ditanggung oleh penyelenggara.

68 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-KDK Standar pelayanan juga Box 4. Kondisi Penerapan Pelayanan Terstandar sangat diperlukan untuk program kendali mutu • Undang-undang menetapkan dan kendali biaya dalam bahwa pelayanan yang dijamin pelaksanaan program adalah pelayanan yang sudah JKN. Standar pelayanan ditetapkan standarnya dalam diatur dalam pedoman bentuk PNPK pelayanan (PNPK, PPK, • Namun, masih banyak pelayanan yang belum ditetapkan dalam PNPK dan clinical pathway) di • Dalam kenyataan, rumah sakit telah banyak merumuskan PPK (Panduan tingkat nasional maupun Praktek Klinis) rumah sakit fasilitas kesehatan. Standar • Oleh karena itu, disarahkan agar PPK yang telah disusun oleh pelayanan klinis setidaknya rumah sakit (yang jumlahnya cukup banyak) dapat di-review oleh tim terdiri dari standar ahli penegakan diagnosis, standar penatalaksanaan • Hasil review tim ahli dapat ditetapkan sebagai standar kasus, standar terapi, pelayanan dan standar monitoring evaluasi. Penyusunan pedoman harus merujuk pada Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Kesehatan yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2014 dengan melibatkan peran peneliti dan ahli. Hasil dari diskusi tersebut kemudian diseleksi oleh tim Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) untuk memilah berbagai alternatif pelayanan atau tindakan yang ditawarkan, mana yang sebaiknya dipilih. Selanjutnya, hasil penilaian tim PTK akan ditranslasi menjadi Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK), Pedoman Praktis Klinis (PPK), Clinical Pathway (CP), dan seterusnya (42). Dalam penyusunan PNPK, prioritas diberikan pada (1) kasus dengan jumlah yang banyak, (2) kasus dengan risiko tinggi, dan (3) kasus dengan biaya yang besar. Selain itu, penyusunan PNPK membutuhkan waktu yang lama karena melibatkan pakar multidisiplin serta membutuhkan diskusi yang dilaksanakan berulang kali (43). PPK disisi lain dapat menjadi dokumen alternatif dalam penyusunan paket manfaat (42). PPK dapat ditranslasi dari PNPK yang sudah tersedia, maupun dibuat dari awal. PPK dapat disusun oleh masing-masing RS ataupun oleh perhimpunan seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit

MJK-KDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 69 Dalam Indonesia (PAPDI) atau Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Dengan adanya PPK, terutama yang dibuat oleh perhimpunan, banyak tenaga kesehatan yang terbantu dalam menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia. Penyusunan paket manfaat JKN yang menggunakan PPK sebagai dokumen dasar dapat menjadi lebih dinamis, mengingat bahwa PPK jauh lebih sering diperbaharui dibandingkan dengan PNPK. d. Efektivitas biaya. Selain terstandar, pelayanan yang dijamin hendaknya sudah terbukti “cost effective”, sudah terbukti secara klinis efektivitasnya dan keamanannya serta memiliki value for money yang sesuai dengan kemampuan pembayaran oleh BPJS Kesehatan. Di negara yang memiliki Box 5. Kondisi Pelayanan dengan sumber daya tidak terbatas dan Efektivitas Klinis dan Biaya pelayanan kesehatan yang baik, paket manfaat yang terjamin bisa • U n d a n g - u n d a n g bersifat komprehensif mengikuti perkembangan medis dan menetapkan bahwa kebutuhan pasien (23). Namun, kondisi finansial yang terbatas pelayanan yang dijamin mengharuskan pembatasan atau rasionalisasi pemberian pelayanan adalah pelayanan yang kesehatan melalui beberapa skema. Ini terutama dihadapi oleh negara sudah terbukti efetifikas dengan pelayanan kesehatan terbatas dan hambatan geografis klinis dan biayanya serta keterbatasan finansial. Pengobatan yang diberikan (cost-effective) seperti kepada pasien secara rasional dapat membantu membatasi ditetapkan pada proses pengeluaran yang tidak perlu sementara tetap mempertahankan PTK (penilaian teknologi pelayanan yang esensial. Selain itu, pemberian pelayanan medis kesehatan) yang tidak cost-effective akan mempengaruhi kesuksesan dari • Namun, masih banyak program asuransi sosial (40). pelayanan yang belum melewati proses PTK • Salah satu alternatif adalah menggunakan hasil PTK yang dilaksanakan di negara lain dan sudah diakui validitas (sudah dipublikasikan dalam jurnal internasional terakreditasi atau telah diakui oleh negara bersangkutan) • Namun demikian, hasil PTK dari negara lain perlu di-review oleh tim ahli di Indonesia yang mendapat mandate dari pemerintah

70 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-KDK Penetapan apakah suatu tindakan/intervensi memiliki nilai ekonomi (value for money) dilakukan melalui proses penilaian teknologi kesehatan (PTK). Kriteria untuk menentukan nilai ekonomi suatu intervensi merujuk pada maksimalisasi manfaat kesehatan yang diberikan dengan menggunakan sejumlah nilai uang atau budget. Cost effectiveness analysis adalah suatu metode evaluasi ekonomi yang membandingkan alternatif/ pilihan intervensi kesehatan; yaitu membandingkan besar biaya satuan untuk menghasilkan satu unit kualitas hidup melalui “alternatif-a” dan melalui “alternatif-b”. Selisih biaya tersebut disebut incremental cost-effectiveness ratio (ICER) (26). Pengukuran kualitas hidup dilakukan dengan instrumen khusus seperti EuroQal EQ5D5L – yaitu penggunaan skala Likert (Likert scale) untuk menilai persepsi responden tentang beberapa elemen kegiatan hidup sehari-hari (makan, berjalan, mandi, dan seterusnya) (44). e. Luas Cakupan Luas cakupan pelayanan kesehatan ditetapkan atas dasar kebutuhan kesehatan (needs) peserta dan bukan berdasarkan keinginan peserta (wants). Pelayanan medis yang dijamin pada program JKN adalah pelayanan atas dasar keperluan medis (necessary) dan bukan akibat dari tindak kelalaian (28). Dengan demikian, manfaat program JKN yang dijamin adalah jika diagnosa/prosedur memenuhi kriteria “luas cakupan” dimana terdapat 3 (tiga) indikator yaitu kondisi penyakit yang membutuhkan penanganan dikarenakan kondisi life saving dan/atau mendukung produktivitas, serta tidak disebabkan kelalaian. Secara rinci yang dimaksud dengan tiga indikator tersebut adalah: (i) Life saving (penyelamatan nyawa). Artinya, jika suatu pelayanan medis tidak diberikan maka akan menyebabkan hilangnya nyawa pasien, seperti tindakan pada hidrosefalus, kraniektomi pada cedera kepala berat, atau stroke.

MJK-KDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 71 (ii) Mendukung produktivitas berarti jika suatu pelayanan medis tidak diberikan maka akan menyebabkan penurunan produktivitas sosial ekonomi dari pasien. Contohnya: labio palate gnato skisis, kondisi gaduh gelisah pada pasien Skizofrenia. (iii) Tidak disebabkan kelalaian; yaitu kondisi yang membutuhkan penanganan medis harus bukan disebabkan oleh kelalaian, baik kelalaian pasien sendiri atau kelalaian petugas medis. a. Kelalaian yang disebabkan pasien sendiri antara lain kecelakaan yang disebabkan kelalaian diri sendiri termasuk lalai dalam mematuhi tata- tertib dan/atau aturan keselamatan yang berlaku (misal cedera kepala karena tidak memakai helm, jatuh dari motor/kecelakaan tunggal karena melebihi kecepatan yang diperbolehkan), gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol, gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri, infeksi karena upaya terkait kosmetik/bukan indikasi medis, dan hal lain yang sejenis. b. Kelalaian yang disebabkan tenaga medis yang terdiri dari PAE – Prevent Adverse Event (misalnya operasi ulang karena gunting operasi tertinggal di dalam perut pasien) dan kasus terbukti malpraktek lain. Untuk biaya penjaminan penanganan medis pada kasus yang disebabkan kelalaian menjadi tanggung jawab pihak yang melakukan kelalaian. Pada peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2014, Kejadian yang disebut PAE adalah cedera yang berhubungan dengan kesalahan/kelalaian penatalaksanaan medis termasuk kesalahan terapi dan diagnosis, ketidaklayakan alat dan lain-lain sebagaimana kecuali komplikasi penyakit terkait, biaya pelayanannya

72 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-KDK tidak dijamin pada program JKN (45). Pelayanan pada kejadian ini ditetapkan bahwa tidak dijamin sebagai manfaat program JKN. Namun, kejadian kelalaian yang disebabkan oleh pasien/diri sendiri belum diatur lebih lanjut pada pada peraturan perundang-undangan. f. Bukan public goods atau bukan barang publik Pelayanan kesehatan yang bersifat “public goods” sulit dihitung probabilitas dan financial loss yang diakibatkannya. Disamping itu pelayanan yang bersifat public goods tidak bisa dibiayai melalui skema tarif dan asuransi. Skrining massal, immunisasi masal, promosi kesehatan bagi masyarakat luas, dan pengendalian vektor yang berdampak luas di masyarakat, adalah pelayanan yang tergolong “public goods”. Skema pembiayaanya sudah ditetapkan dalam Perpres No.72 tahun 2012, yaitu melalui anggaran pemerintah (APBN dan APBD) atau tax-based financing. Adapun pelayanan kesehatan yang merupakan barang publik memiliki setidaknya empat kriteria yaitu (5): i. No marginal cost Artinya, untuk memproduksi atau mendapatkan satu unit pelayanan tersebut tidak diperlukan (tidak ada) biaya tambahan (marginal cost). Mercusuar adalah contoh barang/jasa yang tidak menimbulkan “marginal cost” apa setiap ada tambahan satu kapai yang memanfaatkan jasa mercu suar tersebut. Promosi kesehatan, penyemprotan nyamuk malaria dan DBD adalah contoh pelayanan kesehatan yang tidak menimbulkan biaya marginal. Konsumer yang rasional akan mengatakan “If I didn’t create cost, why do I have to pay”. Maka pada barang atau jasa pelayanan yang mempunyai sifat “no-marginal cost” sulit diterapkan mekanisme tarif atau asuransi untuk membiayainya.

MJK-KDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 73 ii. Non-excludable Ada barang dan jasa yang bisa dinikmati orang banyak dan orang tidak bisa dilarang atau dihambat menggunakannya. Jasa mercusuar atau promosi kesehatan melalui media massa adalah contoh barang/jasa yang bersifat “non- excludable”. Maka tanpa membayarpun orang bisa menikmatinya – dan ini disebut fenomena “free rider”. Implikasinya, orang enggan dikenakan tarif tertentu untuk menikmati barang/jasa yang “non-excludable” tersebut. Dengan perkataan lain mekanisme tarif atau asuransi tidak bisa diberlakukan. iii. Non-competitiveness Ada barang/jasa atau pelayanan kesehatan yang “tidak pernah habis”, seperti contoh-contoh diatas. Oleh sebab itu tidak terjadi persaingan untuk mendapatkan barang/ jasa pelayanan tersebut. Sifat inipun menyebabkan orang merasa tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra (seperti dalam persaingan mendapatkan barang/jasa yang bisa habis (beras, sepatu, dll). iv. Large Externality Ada barang/jasa yang memberikan dampak besar – baik positif atau negatif – kepada orang banyak. Dampak besar tersebut disebut eksternalitas. Immunisasi, penyemprotan nyamuk, promosi kesehatan, kesehatan lingkungan adalah jenis pelayanan yang mempunyai “large externality”. Karena untuk jenis pelayanan tersebut tidak bisa dikenakan tarif atau premi asuransi, maka harus ada yang “hadir” membiayainya agar eksternalitas tersebut diatas dapat diperoleh untuk kebaikan publik; atau sebaliknya harus ada yang “hadir” untuk membiayai mitigasi eksternalitas negatif yang ditimbulkannya. Inilah rasional mengapa pemerintah harus hadir membiayai pelayanan seperti itu.

74 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-KDK Tabel 11. Perbedaan Barang Publik dan Barang Privat dalam Pelayanan Kesehatan Komponen Barang Publik Barang Privat Sifat barang • Biaya Marginal Tidak ada atau kecil Besar • Ekskludabilitas Tidak bisa dilarang (free rider) Bisa dicegah • Persaingan Tidak ada persaingan antara Ada persaingan antara pengguna (konsumen) pengguna (konsumen) • Externalitas Manfaat untuk masyarakat Manfaat untuk masyarakat luas luas yang lebih kecil Penerima manfaat Masyarakat (komunitas) Individu Cara penyelenggaraan Menggerakkan mesin sosial Menggerakkan institusi dan mesin birokrasi fasilitas kesehatan dan institusi keluarga Sumber pembiayaan Pajak Skema tarif atau asuransi Catatan: antara barang publik dan barang privat ada yang mempunyai sifat antara keduanya yang disebut sebagai merit goods (semi barang publik atau semi barang privat). Merit goods mempunyai sifat barang publik (ada marginal cost, excludable, dan competitive) namun mempunyai eksternalitas yang besar. Contohnya adalah pelayanan pengobatan tuberkulosis. Maka, kebijakan sumber pembiayaan untuk merit goods adalah: - Merit goods bagi masyarakat miskin dibiayai melalui pajak sedangkan bagi penduduk mampu melalui skema tarif dan asuransi (46) Laevel & Clark menyatakan bahwa semua penyakit/gangguan kesehatan memerlukan intervensi komprehensif yang terdiri dari 5 jenis upaya/pelayanan, yaitu (i) promosi kesehatan, (ii) pencegahan, (iii) diagnosis/skrining dini, (iv) pelayanan medis di institusi pelayanan kesehatan dan (v) rehabilitasi. Dengan karakteristik barang/jasa publik (public goods) seperti disampaikan diatas, maka industri swasta umumnya enggan untuk memproduksi atau menyediakan pelayanan tersebut karena rendahnya kemungkinan menetapkan tarif terhadap penggunanya. Oleh karena itu, pemerintah harus hadir menjamin pelayanan kesehatan yang bersifat publik ini tetap tersedia. Alasan utamanya adalah karena pelayanan tersebut memberi manfaat besar (eksternalitas) bagi masyarakat umum.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook