Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Pengantar Asuransi Syariah

Pengantar Asuransi Syariah

Published by JAHARUDDIN, 2022-02-13 01:41:13

Description: Pengantar Asuransi Syariah

Keywords: asuransi syariah

Search

Read the Text Version

asuransi memperoleh uang premi yang jumlahnya besar dari para peserta, kemudian memberikan hanya kepada satu orang peserta saja, atau bahkan tidak memberikan sama sekali. Hal ini berbeda keadaannya dengan perusahaan atakaful, oleh karena dalam operasional perusahaan asuransi takaful uang yang diberikan kepada peserta adalah uang tabarru’, dalam akad sedekah atau tabarru’ terdapat ahli hukum Islam yang membolehkan unsur penipuan dan ketidaktahuan karena ada hikmah untuk memperluas lagi cara-cara pemberian baik dengan sepengetahuan ataupun tidak (kalau tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai tahu).25 4. Ketidakjelasan dalam waktu (gharar fi ajal) Para ulama fiqh sepakat bahwa ketidakjelasan dalam waktu membatalkan akad mu’awwadhah. Dalam akad mu’awwadhah, jika pengganti berupa hutang yang ditangguhkan pembayarannya maka waktunya mestilah diketahui, jika waktu pembayarannya tidak diketahui maka akad mucawwadah tersebut tidak sah. Para pakar hukum asuransi berpendapat bahawa uang asuransi merupakan kewajiban yang disandarkan kepada waktu yang tidak tentu/pasti seperti dalam asuransi nyawa. Dalam bentuk asuransi ini perusahaan asuransi mesti membayar uang kepada peserta yang meninggal. Sedangkan waktu kematian itu tidak diketahui, dengan demikian maka akad asuransi itu tidak sah. Adapun dalam perusahaan asuransi takaful uang yang diberikan kepada para peserta yang meninggal dunia bukanlah berupa pembayaran hutang yang mesti dibayarkan oleh perusahaan kepada peserta, melainkan uang kebajikan yang amalannya berlandaskan prinsip tabarru’. c. Unsur Judi (maisir) Maisir adalah akad yang didalamnya ada unsur taruhan yaitu ketergantungan hak orang yang berakad kepada peristiwa yang tidak 25cAbd al-Rahman Zaki Ibrahim,Petunjuk amalan ekonomi Islam, terj. Mujaini Bin Tarimin, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1998, hlm. 161.

pasti, menang dalam bermain atau kalah. Unsur maisir tersebut terdapat di dalam kontrak asuransi konvensional. Akad asuransi konvensional merupakan perjanjian yang dengan ketentuannya salah satu pihak yaitu perusahaan asuransi mesti membayar uang kepada pihak lain yaitu peserta asuransi jika terjadi suatu peristiwa tertentu. Atau sebaliknya, peserta mendapat uang jika terjadi suatu peristiwa tertentu seperti kematian. Sedangkan kematian adalah hal yang tidak pasti Selain itu dalam maisir (perjudian atau taruhan) kedua-dua pihak ketika berakad tidak mengetahui jumlah yang akan diberikan kepada pihak lain dan juga tidak mengetahui jumlah yang akan diperoleh kerana tergantung kepada suatu peristiwa yang tidak pasti. Sama halnya dengan asuransi konvensional, kedua-dua pihak tidak mengetahui jumlah yang akan diberikan dan jumlah yang akan diperolehi sebab tergantung kepada peristiwa yang tidak pasti yang tidak diketahui kapan akan berlakunya. Pihak perusahaan asuransi tidak dapat mengetahui jumlah perolehan, jika banyak terjadi peristiwa kerugian atau kematian maka perusahaan asuransi dapat mengalami kerugian, kalau sedikit peristiwa yang terjadi dan sedikit pula uang yang diterima maka perusahaan juga dapat mengalami kerugian, kalau banyak sekali peristiwa yang terjadi sedangkan uang yang diterima itu sedikit maka bangkrutlah perusahaan asuransi itu. Hal semacam ini adalah suatu bentuk perjudian. Begitu juga keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan asuransi merupakan keuntungan yang disebabkan pengalaman penanggungan (underwriting experience) atau keuntungan penanggungan (underwriting profit) yaitu lebihan premi setelah diambil ongkos tuntutan dan ongkos-ongkos lain yang sama dengannya. Perusahaan asuransi bisa mendapat untung atau rugi disebabkan oleh tuntutan yang seolah-olah bergantung kepada nasib. Untung dari nasib juga dianggap seperti berjudi.

Unsur maisir juga terdapat dalam keuntungan perolehan uang yang didapat oleh peserta asuransi konvensional. Sebagai contoh, keuntungan yang diperoleh oleh pemegang polis asuransi nyawa adalah berasal dari uang yang kadangkala dibayarkan oleh peserta sebelum lunas pembayaran atau setelah membayar hanya sebagian kecil dari premi saja. Terkadang jumlah yang diperolehnya pun teramat besar daripada uang yang diberikannya kepada perusahaan asuransi. Keuntungan yang diperoleh seperti ini mengandungi unsur perjudian. Dengan diaplikasikan tabarru’ maka unsur maisir dalam takaful dapat dihilangkan. Oleh kerana peserta memberikan uang kepada perusahaan asuransi takaful adalah dimaksudkan sebagai al- mudharabah dan lainnya diniatkan sebagai tabarru’. Sehingga hak yang sudah semestinya diperoleh oleh peserta itu tidaklah bergantung kepada peristiwa yang tidak pasti, melainkan jelas sebagai keuntungan hasil investasi. Selain itu perolehan manfaat tuntutan yang dibayar kepada peserta adalah dari sejumlah uang yang terkumpul dari pemberian tabarru’ tadi, ini bukanlah sebagai uang pengganti yang tergantung kepada peristiwa tertentu melainkan uang tabarru’. Keuntungan yang diperoleh perusahaan takaful tidaklah berasal daripada jumlah peristiwa yang terjadi atau berdasar kepada premi yang dikurangi biaya pembayaran tuntutan dan biaya biaya lainnya (underwriting profit) melainkan berasal dari perolehan keuntungan perjanjian al-mudharabah. Keuntungan yang diperoleh peserta juga berdasar kepada konsep al-mudharabah. Keuntungan bagi kedua belah pihak ini dengan demikian tidak berdasarkan kepada sesuatu yang tidak pasti melainkan tergantung kepada keuntungan perniagaan dengan konsep al-mudharabah, ini adalah sesuatu hal yang halal. Selain keuntungan itu, peserta juga memperoleh keuntungan istimewa yaitu jika diaplikasikannya tabarru’ dalam takaful maka peserta melalui tabarru’ ini dapat memperoleh keuntungan yang berganda yaitu keuntungan perolehan perlindungan dan keuntungan perolehan pahala dari Allah SWT.

F. Kesimpulan Konsep Tabarru’ yaitu memberi hadiah, hibah, derma, sumbangan atau pemberian secara sukarela telah diaplikasikan dalam operasi perusahaan takaful dengan matlamat utama untuk menghapus segala hal yang dapat meragukan dalam kontrak takaful. Kaitannya dengan konsep takaful itu sendiri, tabarru’ ini bermakna seorang peserta takaful setuju untuk memberikan sebagian dari uang pembayaran skim takaful yang disertai sebagai tabarru’ (pemberian tanpa mengharap balasan atau gantian). Ini berarti bahwa peserta takaful tersebut telah bersedia untuk membayar sesuai kemampuan keuangan yang dimilikinya untuk menunaikan kewajiban menolong sesama anggota dan saling bertanggung jawab ke atas rekan rekan peserta lain yang tertimpa suatu musibah atau kerugian harta benda. Pembagian keuntungan atau kerugian dapat terjadi bila dalam operasi perusahaan takaful para peserta tersebut terlebih dahulu telah melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab mereka dalam membantu dan menolong peserta, ini berarti bahwa semua peserta sebagai anggota takaful dapat memperoleh bantuan kemanfataan keuangan daripada hasil pembagian keuntungan perusahaan dengan peserta dengan syarat apabila mereka telah melaksanakan dan menyelesaikan pembayaran skim takaful. Oleh karena itu, pengelola dan pengurus operasional perusahaan takaful haruslah mengatur harta keuangan yang telah diamanahkan itu dengan cara yang benar dan bijaksana, hal ini dilakukan untuk memastikan dana keuangan yang ada itu dapat memenuhi tuntutan dan cukup untuk menutupi biaya operasi dan mamajerial perusahaan. Konsep takaful adalah berdasarkan kepada konsep setia kawan, saling bertanggung jawab dan persaudaraan diantara para peserta takaful. Para peserta dalam konsep takaful adalah merek mereka yang setuju untuk membantu sata sama lain denga cara memberikan sebagian harta dengan niat tabarru’ dalam perusahaan takaful. Dengan diaplikasikannya tabarru’ ini dalam takaful maka para peserta takaful akan lebih memperhatikan kepentingan orang banyak daripada kepentingan diri pribadi semata mata. Pelaksanaan tabarru’ dalam takaful telah menimbulkan efek-efek yang luas dan mendalam pada operasional perusahaan asuransi dan menunjukan

bahwa takaful adalah sistem perlindungan bersama yang belandaskan kepada syariat Islam dan merupakan hasil kajian para ulama yang berusaha keras untuk mewujudkan suatu sistem perlindungan yang sesuai bagi masyarakat muslim yang hidup di zaman modern ini.

BAB V RUANG LINGKUP ASURANSI INDONESIA A. Pendahuluan Asuransi pada awalnya adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk meringankan beban keuangan individu dan menghindari kesulitan pembiayaan. Secara umum, konsep asuransi merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang menjadianggota perkumpulan itu, maka kerugian akan ditnggung bersama oleh mereka. Kebutuhan akan jasa perasuransian semakin dirasakan baik oleh individu maupun dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi resiko yang mendasar atau dalam menghadapi resiko atas harta yang dimiliki. Demikian pula hukumnya dalam dunia usaha yang menjalankan kegiatannya saat manghadapi berbagai resiko yang mungkin dapat mengganggu kesinambungan usahanya. Lebih jauh mengenai asuransi di Indoensia akan dibahas dalam bab ini mengenai ruang lingkup perasuransian. B. Definisi dan Unsur Asuransi Menurut bahasa, kata “asuransi” itu diambil dari bahasa Belanda, “assurantie”, yang artinya meyakinkan orang. Dalam hukum Belanda, asuransi ini disebut dengan Verzekering, yang berarti pertanggungan.

Istilah tersebut kemudian berkembang menjadi “assuradeur” yang berarti penanggung dan tertanggung disebut “geassureerde”.1 Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD (Kitab Undang Undang Dagang), asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti). Sedangkan menurut Undang–undang No. 2 Tahun 1992 tertanggal 11 Februari 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Dengan demikian menurut UU RI No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian ini, asuransi atau pertanggungan itu adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi yang bertujuan untuk memberikan : 1. Penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. 1 Abdullah Amrin, Asuransi Syariah (Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi Konvensional), Jakarta , PT Gramedia, 2006, hlm. 1

2. Tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti. 3. Pembayaran uang yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Sedangkan Menurut KUH Perdata asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian yang harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata. 2 Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”. Beberapa hal penting mengenai asuransi menurut KUH Perdata yaitu bahwa asuransi itu: 1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata. 2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan. 4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi. 2 Wirdyaningsih, Dkk, Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2005, hlm. 202-203

5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas maka dapat disimpulkan unsur-unsur yang harus ada pada asuransi adalah: a) Subyek hukum (penanggung dan tertanggung); b) Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung; c) Benda asuransi dan kepentingan tertanggung; d) Tujuan yang ingin dicapai; e) Resiko dan premi; f) Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian; g) Syarat-syarat yang berlaku; h) Polis asuransi. C. Risiko dan Ketidakpastian Secara umum, risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadinya kerugian. Berikut ini adalah jenis-jenis risiko: 1. Risiko murni Adalah risiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan. 2. Risiko spekulatif Adalah risiko yang berkaitang dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dam kemungkinan untuk mendapat kerugian.

3. Risiko individu Adalah risiko yang kemungkinan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Risiko individu ini masih dipilah menjadi 3 jenis : a. Risiko pribadi (personal risk) Adalah risiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi. Atau dengan kata lain risiko ini berfungsi untuk menanggung dirinya sendiri atau orang yang ia asuransikan. b. Risiko harta (property risk) Adalah risiko yang ditanggungkan atas harta yang dimilikinya rusak, hilang atau dicuri. Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh dari harta yang dimilikinya. c. Risiko tanggung gugat (liability risk) Risiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain. Misalkan, pemberian asuransi oleh mandor bangunan kepada para pekerjanya. Risiko yang dihadapi perlu ditangani dengan baik untuk mempertimbangkan kehidupan perekonomian di masa mendatang. Dalam menangani risiko tersebut minimal ada lima cara yang dapat dilakukan, antara lain: 1) Menghindari risiko (risk avoidance) 2) Dapat dilaksanakan dengan cara mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul sebelum kita melakukan aktivitas- aktivitas. Setelah mengetahui risiko yang mungkin timbul kit bisa menetukan apakah aktivitas tersebut bisa kita lanjutkan atau kita hentikan.

3) Mengurangi risiko (risk reduction) 4) Tindakan ini hanya bersifat meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi. 5) Menahan risiko (risk retention) 6) Berarti kita tidak melakukan aktivitas apa-apa terhadap risiko tersebut. Risiko tersebut dapat ditahan karena secara ekonomis biasanya melibatkan jumlah yang kecil. Bahkan kadang-kadang orang tidak sadar akan usaha menahan risiko ini. 7) Membagi risiko (risk sharing) 8) Tindakan ini melibatkan orang lain untuk sama-sama menghadapi risiko. 9) Mentransfer risiko (risk transferring) 10) Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang bersedia serta mampu memikul beban risiko. D. Manfaat Asuransi Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain: 1. Rasa aman dan perlindungan Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung. 2. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukannilai pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan

memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Semakin besar nilai pertanggungan, semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh tertanggung. 3. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit. 4. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak). 5. Alat penyebaran risiko Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai pertanggungan. 6. Membantu meningkatkan kegiatan usaha Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risiko kerugian yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan lain-lain). E. Prinsip Prinsip Asuransi Ada enam prinsip asuransi yaitu antara lain: 1. Insurable interest (kepentingan yang dipertanggungkan) Pada prinsipnya merupakan hak berdasarkan hukum untuk mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung dengan sesuatu

yang dipertanggungkan. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi kriteria insurable interest: a. Kerugiaan tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan terjadinya. b. Kewajaran. Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta yang memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung. c. Catastrophic. Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan. d. Homogen. Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau sejenis. 2. Utmost Good Faith (itikad baik) Dalam melakukan kontrak asuransi, kedua belah pihak dilandasi oleh itikad baik. Antar pihak tertanggung dan penanggung harus saling mengungkapkan keterbukaan. Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure. 3. Indemnity Konsep indemnity adalah mekanisme penanggung untuk mengompensasi risiko yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi finansial. Konsep ini tidak dapat mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang rusak atau cacat karena indemnity berkaitan dengan ganti rugi finansial.

4. Proximate Cause Adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu persitiwa secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent. 5. Subrogation Pada prinsipnya merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian. 6. Contribution Bahwa penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung yang lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing belum tentu sama besar. F. Ruang Lingkup Asuransi 1. Penggolongan Asuransi Penggolongan asuransi ini terdiri dari berbagai bagian yaitu: a) Menurut Sifat Pelaksanaannya 1) Asuransi sukarela Pada prinsipnya pertanggungan dilakukan dengan cara sukarela, dan semata-mata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan. 2) Asuransi wajib Merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang pelakasanaannya dilakukan

berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah. 3) Menurut Jenis Usaha Perasuransian Menurut UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian jenis usaha perasuransian dibagi menjadi dua yaitu usaha asuransi dan usaha penunjangnya, sedangkan jenis usaha asuransi ini akan dibahas lebih lanjut dalam bab lain. 2. Bidang Usaha Asuransi Bidang usaha asuransi dibagi menjadi dua bagian yaitu asuransi atas orang dan asuransi atas harta, penjelasannya sebagai berikut: a) Asuransi atas orang (personal insurance) Asuransi yang objeknya orang atau penutupan asuransi atas individu-individu adalah asuransi yang berkaitan langsung dengan individu. Dalam bidang personal coverage ini, risiko yang dipertanggungkan adalah kemungkinann terganggunya pendapatan yang diterima oleh seorang individu yang disebabkan oleh beberapa peril. Pada umumnya asuransi ini diselenggarakan oleh perusahaan asuransi jiwa dan sebagian oleh asuransi kerugian. Ada 4 (empat) macam peril yang ditutup dalam personal coverage ini, yaitu :  Kematian  Kecelakaan dan sakit  Pengangguran  Karena umur tua Perusahaan-perusahaan asuransi swasta cenderung untuk mengkhusukan diri dalam dua peril yang pertama, sedangkan perusahaan asuransi milik negara pada dua peril yang terakhir dengan program asuransi sosial. Sekalipun demikian,

pemerintah juga menawarkan sejumlah program atas masing- masing peril di atas, sementara perusahaan asuransi swasta tidak memberikan program atas pengangguran dan hanya sejumlah kecil (terbatas) program atas hari tua melalui unsur penabungan (saving feature) dalam polis asuransi jiwa. b) Asuransi atas harta (property insurance) Asuransi harta ditujukan terhadap peril-peril yang mungkin menghancurkan properti atau harta kekayaan. Asuransi ini di Indonesia di golongkan ke dalam asuransi kerugian. 3. Lapangan dan Penyelenggaraan Asuransi Berkaitan dengan lapangan asuransi, di Indonesia diatur dalam KUHD pasal 247 yang berbunyi; pertanggungan itu antara lain dapat mengenai bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipaneni, jiwa satu atau beberapa orang, bahaya yang mengancam perbudakan, bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, di sungai, dan di perairan darat. Pada umumnya satu perusahaan asuransi hanya memperoleh izin usaha untuk satu kelas asuransi saja, sehingga asuransi jiwa tidak boleh mengusahakan asuransi harta. Asuransi kebakaran tidak boleh bergerak dalam lapangan asuransi yang termasuk asuransi kecelakaan dan asuransi jaminan. Lapangan asuransi jiwa meliputi antara lain asuransi jiwa, asuransi kesehatan, dan Annuitet. Asuransi jiwa menyediakan uang pada waktu meninggalnya tertanggung untuk biaya penguburan dan untuk melanjutkan penghasilan bagi para ahli warisnya. Hal ini merupakan dari Annuitet, di mana Annuitant (pemegang polis) dijamin memperoleh penghasilan selama ia masih hidup. Jadi Asuransi jiwa adalah asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial yang tidak

terduga, yang disebabkan karena meninggalnya seseorang terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Ditinjau dari sifat penyelenggaraan asuransi. Asuransi dibedakan menjadi dua yaitu; asuransi sosial (social insurance) dan asuransi khusus (special insurance). Asuransi sosial bertujuan untuk umum dan biasanya berbentuk usaha bersama (koperasi) dengan berciri sebagai berikut : a. Demokasi dalam kepemilikan dan kepengurusan b. Tertanggung sekaligus penanggung c. Tidak ada modal d. Semua pemegang polis memiliki hak yang sama pada Sisa Hasil Usaha (SHU) e. Menyediakan asuransi dengan biaya serendah mungkin dan seluas mungkin Pada umumnya asuransi yang berbentuk sosial ini, kebanyakan diselenggarakan oleh Pemerintah, sehingga sering disebut asuransi wajib, karena asuransi diadakan demi kepentingan umum. Asuransi khusus memiliki tujuan untuk mencari laba (profit oriented) dan badan usahanya, umumnya berbentuk perusahaan perseroan. Kepemilikan asuransi ini hanya untuk pemegang saham. Asuransi khusus ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Kepemilikan perusahaan dimiliki oleh pemilik saham atau modal b. Bertujuan mengejar laba c. Penanggung tidak sebagai tertanggung d. Menyelenggarakan harga polis yang tepat e. Adanya unsur penekanan penting modal

4. Bentuk-Bentuk Asuransi a) Asuransi timbal balik (Assurance Mutualle). Yaitu suatu perjanjian perkumpulan di antara peserta asuransi. Asuransi ini dilakukan atas dasar kerugian salah seorang anggota. Adanya kerugian besar tersebut dipikul oleh anggota asuransi secara bersama-sama. b) Asuransi ganti kerugian (Schade Verzekering). Asuransi ini adalah suatu perjanjian yang mana si penanggung berjanji akan mengganti kerugian seorang peserta. Pergantian tersebut diberikan terhadap seseorang sebagai tertanggung yang mengalami kerugian tertentu sebagai contoh asuransi kebakaran. Pengelompokkan asuransi yang di timbulkan karena sebab-sebab yang bukan jiwa, cacat, atau kematian haruslah di asuransikan pada perusahaan asuransi harta. c) Asuransi sejumlah uang ( Sommen-Verzekering). Asuransi ini adalah suatu perjanjian asuransi yang mana si penanggung berjanji akan membayar seseorang yang menjadi tertanggung, di mana jumlahnya telah ditetapkan terlebih dahulu misalnya asuransi jiwa. d) Asuransi premi (Premie Verzekering). Asuransi ini adalah suatu perjanjian asuransi antara perusahaan asuransi disatu pihak sebagai penanggung dan peserta asuransi sebagai tertanggung di lain pihak. Namun demikian, para peserta asuransi sebagai tertanggung secara sendiri-sendiri tidak ada hubungan hukum satu sama lain (sesama peserta). e) Asuransi saling menanggung (Onderlinge Verzekering). Hal yang harus dipahami dari asuransi

saling menanggung adalah suatu persetujuan perkumpulan yang terdiri dari para pihak penanggung dan tertanggung selaku anggota. Para peserta tidak membayar premi, melainkan membayar semacam iuran kepada pengurus dari perkumpulan itu. Selaku anggota perkumpulan, mereka akan menerima pembayaran apabila dipenuhi syarat-syarat tertanggung dari suatu peristiwa yang semula belum dapat ditentukan akan terjadi. f) Asuransi Wajib. Asuransi ini dikatakan wajib karena ada salah satu pihak yang mengajukan kepada pihak lain dalam mengadakan perjanjian. Pihak yang mewajibkan biasanya pemerintah, tetapi tidak selalu monopoli pemerintah. Pihak pemerintah dalam perjanjian pertanggungan menempati posisi sebagai penanggung. Pemerintah dalam mengambil kebijakan mewajibkan hal tersebut kepada anggota masyarakat. Kebijakan itu biasanya didasarkan atas pertimbangan melindungi golongan lemah dari bahaya yang akan menimpanya. Akan tetapi juga bertujuan lain, yaitu mengumpulkan dana untuk kepentingan yang lebih penting. 5. Polis dan Premi Asuransi a. Polis Asuransi Polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara edua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum. Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut:

1) Nomor polis 2) Nama dan alamat tertanggung 3) Uraian risiko 4) Jumlah pertanggungan 5) Jangka waktu pertanggungan 6) Besar premi, bea materai, dan lain-lain 7) Bahaya-bahaya yang dijaminkan 8) Khusus untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polisi, nomor rangka, dan nomor mesin kendaraan. Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya Tertanggung) wajib memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute). Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini : 1) Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi 2) Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga 3) Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan

4) Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan) 5) Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung 6) Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung 7) Premi asuransi. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan “Banker’s Clause”, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak. Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya harus pula menyebutkan: 1) Letak barang tetap serta batas-batasnya. 2) Pemakaiannya. 3) Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap obyek pertanggungan. 4) Harga barang-barang yang dipertanggungkan. 5) Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat- tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu berada. Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi, perlu diperhatikan aspek penutupannya, yaitu:  Bencana yang ditutup  Kerugian yang ditutup  Orang-orang yang ditutup

 Lokasi-lokasi yang ditutup  Jangka waktu yang ditutup  Bahaya-bahaya yang dikecualikan. b. Premi Asuransi Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi tergantung pada faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkaat risiko dan jumlah nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada perjanjian yang sudah dituangkan dalam polis asuransi. 6. Asuransi Kredit Asuransi kredit mempunyai kaitan erat dengan jasa perbankan terutama di bidang perkreditan yang selalu dikaitkan dengan jaminan kredit berupa barang bergerak dan tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa risiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang dan bank sebagai pemberi kredit. Kredit adalah pinjaman uang yang diberikan oleh pemberi kepada nasabahnya. Untuk melindungi diri dari kemungkinan nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit, pemberi kredit menutup asuransi atas kredit tersebut. Dalam asuransi kredit, yang menjadi pihak tertanggung adalah pemberi kredit (bank dan/atau lembaga keuangan) dan yang ditanggung oleh penanggung adalah risiko kredit di mana tidak diperolehnya kembali kredit kepada para nasabahnya (yang umumnya terdiri atas para pengusaha). Asuransi kredit bertujuan :

a) Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada para nasabahnya. b) Membantu kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun kredit lainnya diluar perbankan. Dengan adanya asuransi kredit ini bank terdorong untuk lebih giat membantu para nasabahnya dalam menyediakan modal untuk mengembangkan usahanya. Pengelolaan asuransi kredit di Indonesia dipercayakan oleh pemerintah kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) yang berkantor pusat di Jakarta, di mana yang menjadi tertanggung adalah bank-bank pemerintah, bank-bank swasta, dan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Sebagai imbalan atas jaminan yang diberikan oleh PT Askrindo, bank membayar premi atas kredit yang ditanggung. Premi tersebut menjadi beban bank, tetapi dalam praktik, ada juga bank yang membebankan premi tersebut kepada nasabahnya yang memperoleh kredit. Walaupun begitu, yang menjadi tertanggung bukan nasabahnya, tetapi bank pemberi kredit. 7. Jenis Klausula Asuransi Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara tegas dalam polis, yang lazim disebut klausula asuransi yang maksudnya untuk mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula- klausula yang dimaksud antara lain:

a) Klausula Premier Risque. Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah nilai benda terjadi kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab. b) Klausula All Risk . Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala resiko atau benda yang diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD). c) Klausula Total Loss Only (TLO). Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya menanggung kerugian yang merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan. d) Klausula Sudah Diketahui (All Seen). Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui keadaan, konstruksi, letak dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan. e) Klausula Renunsiasi (Renunciation). Menurut Klausula renunsiasi, penanggung tidak akan menggugat tertanggung, dengan alasan pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakukan secara jujur atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. Berarti apabila timbul kerugian akibat evenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada penanggung, maka penanggung tidak akan

mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung akan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung. f) Klausula Free Particular Average (FPA). Bahwa penaggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (Particular Average) seperti ditentukan dalam pasal 709 KUHD dengan kata lain penanggung menolak pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskanklausula FPA. g) Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC). Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12 orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara. Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok pekerja, minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang dari 24 orang), yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan oleh majikan. h) Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana sejumlah besar massa secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda, sedemikian rupa

sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai dengan terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut selama minimal 24 jam secara terus menerus yang dimulai sebelum, selama atau setelah kejadian tersebut. Hal yang harus diperhatikan adalah Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi (polis). Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan hutang piutang antara Debitur dan Kreditur dimana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank, sehingga klausula ini bukan merupakan standar yang pada umumnya tercantum dalam Polis. 8. Jenis Badan Hukum Asuransi Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Undang– Undang no 2 tahun 1992 pasal 7 ayat 1, yang menyatakan bahwa badan hukum yang diperbolehkan menyediakan jasa asuransi adalah : a) koperasi b) usaha bersama (mutual) c) perseroan terbatas (PT) d) Perusahaan Perseroan (Persero) 9. Perizinan Pendirian Perusahaan Asuransi Pemberian izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut PP no. 73 tahun 1992 dalam dua tahap yaitu:

a) Persetujuan prinsip. Adalah persetujuan yang diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu perusahaan yang bergerak dibidang perasuransian, dengan batas waktu persetujuan prinsip dibatasi selama-lamanya satu tahun. b) Izin usaha. Adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah persiapan pendirian selesai, dengan izin usaha diberikan setelah persyaratan izin usaha dipenuhi dan Ketentuan modal disetor perusahaan perasuransian. 10. Kepemilikan Perusahaan dan Izin Usaha Berdasarkan Undang–Undang no 2 tahun 1992 pasal 8 ayat 1, warga yang boleh mendirikan adalah WNI dan atau badan hukum yang sepenuhnya dimiliki oleh WNI atau badan hukum Indonesia, sedangkan perizinan usaha perasuransian telah diatur dalam Undang–Undang No. 2 Tahun 1992 pasal 9, yang menyatakan : a) setiap pihak yang akan memberikan layanan jasa asuransi harus mendapatkan izin usaha yang diterbitkan oleh Menteri, kecuali jika jasa asuransi yang diberikan adalah program asuransi sosial. Karena asuransi sosial diselenggarakan oleh pemerintah, apabila ada kerugian akan ditanggung oleh pemerintah dan bila ada keuntungan akan dikembalikan kepada masyarakat. b) untuk mendapatkan perizinan usaha, sebuah perusahaan harus melengkapi persyaratan berupa : a. anggaran dasar b. susuna organisasi c. permodalan d. kepemilikan e. keahlian di bidang perasuransian f. kelayakan rencana kerja

g. hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha peasuransian secara sehat bisa berupa dokumen atau lainnya untuk mendukung berjalannya usaha perasuransian. Untuk mendapat izin usaha perasuransian, pemilik perusahaan harus memiliki kecakapan atau pegawai dengan kecakapan yang berkaitan dengan asuransi, seperti :  aktuaria  underwriting  manajemen resiko  penilai kerugian asuransi  dan kecakapan lainnya Jika semua yang dibutuhkan untuk mendapatka izin usaha perasuransian telah terpenuhi, maka pemilik bisa mendapatkan izin usaha. Selain itu, persyaratan untuk memperoleh izin usaha reasuransi nasional terdapat dalam pasal 2 keputusan Menteri Keuangan RI nomor 1249/KMK.013/1988 di antaranya: a) memiliki akta pendirian yang telah disahkan menurut ketentuan perundang- undangan yang berlaku b) memiliki modal disetor bagi perseroan terbatas atau jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib bagi koperasi Rp. 10.000.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) c) menetapkan dana jaminan sebesar 20% dari modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib d) memiliki nomor pokok wajib pajak e) komisaris dan direksi perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas seluruhnya warga Negara Indonesia f) direksi bagi perseroan terbatas atau koperasi tidak boleh merangkap jabatan eksekutif pada perusahaan lain

g) memiliki neraca pembukuan. Disamping kemungkinan terdapat perusahaan reasuransi nasional juga dapat dibentuk perusahaan reasuransi patungan seperti diatur dalampasal 4 Keputusan Menteri Keuangan nomor 1249/MKM.013/1988 yang menyebutkan bahwa hanya dapat didirikan dalam bentuk perseroan terbatas dan wajib memperoleh Izin Usaha dari Menteri Keuangan. Adapun izin usaha bagi perusahaan pialang atau broker asuransi kita memperhatikan ketentuan pasal 2 ayat 2 Keptusan Menteri Keuangan Nomor 1249/MKM.013/1988. Di atur dalam pasal 5 Undang- Undang Nomor 2 tahun 1992 yaitu sebagai berikut: a) perusahaan asuransi dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi b) perusahaan pialang reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili perusahaan asuransi dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak reasuransi c) perusahaan penilai kerugian asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa penilaian kerugian atau kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada objek asuransi kerugian. 11. Sanksi Pelanggaran Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tertanggung dapat dikenakan sanksi berupa :  Sanksi Administratif (berlaku hanya untuk perusahaan perasuransian, bukan pada tertanggung).  Sanksi Pidana.

Sanksi Administratif yaitu setiap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:  Perizinan usaha  Kesehatan keuangan  Penyelenggaraan usaha  Penyampaian laporan  Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung. dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992). Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:  Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000.00 (satu juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;  Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000.00 (lima ratus ribu Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).

Sanksi Pidana, yaitu sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:  Terhadap Pelaku Utama Orang yang menjalankan atau menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah).  Terhadap Pelaku Pembantu Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang–barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, dianjam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).  Terhadap Pemalsu Dokumen Orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).

12. Solvabilitas Perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi yang melakukan kegiatan usahanya di Indonesia, menurut ketentuan, wajib memelihara tingkat solvabilitas, yaitu selisih antara kekayaan yang diperkenankan (admitted assets) dengan jumlah kewajiban dan modal disetor perusahaan yang bersangkutan. Dalam pemenuhan ketentuan tingkat solvabilitas atau solvency margin ini, menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 224/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993, dapat dibedakan sebagai berikut: a. Perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi minimal 10% dari premi bruto. b. Perusahaan asuransi jiwa minimal 1% dari cadangan premi, untuk bidang usaha asuransi jiwa, ditambah dengan 10% dari premi neto untuk bidang usaha asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan. 13. Kekayaan yang diperkenankan (Admitted Assets) Yang dimaksud dengan kekayaan yang diperkenankan atau admitted assets bagi perusahaan asuransi terdiri atas: 1. Kas dan Bank 2. Investasi 3. Tagihan premi langsung atau premi murni bagi asuransi jiwa 4. Tagihan reasuransi yang meliputi tagihan: a) Premi reasuransi b) Komisi reasuransi c) Klaim reasuransi 5. Tagihan hasil investasi 6. Perangkat keras computer

7. Tanah dan bangunan, ketentuan pemilikan tanah dan bangun ditetapkan sebagai berikut: a) Perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi maksimum 20% dari modal sendiri b) Perusahaan asuransi jiwa 40% dari modal sendiri 14. Investasi Kegiatan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi sebagai mana disebutkan dalam komponen admitted assets terdiri atas: a) Deposito Berjangka dan Sertifikat Deposito b) Saham, Obligasi, dan surat berharga lain yang dicatat di bursa efek di Indonesia c) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) d) Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) e) Surat pengakuan utang berjangka waktu leebih dari satu tahun f) Penyertaan langsung g) Bangunan atau tanah dan bangunan untuk tujuan investasi h) Pinjaman hipotek i) Pinjaman pois (khusus bagi perusahaan asuransi jiwa) dengan jaminan nilai tunai polis mereka 15. Cadangan Teknis a) Cadangan Premi, Ketentuan pembentukan cadangan premi adalah sebagai berikut: 1) Pembentukan cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan bagi asuransi kerugian dihitung dengan cara harian dikurangi bagian yang direasuransikan untuk setiap polis. 2) Pembentukan cadangan premi asuransi jiwa harus dihitung dari selisih antara nilai sekarang dari

manfaat yang akan datang dengan nilai sekarang dari premi murni yang akan diterima di masa yang akan datang. Penggunaan Tabel Mortalitas dengan penghitungan cadangan premi tersebut harus konsisten untuk masing-masing program asuransi jiwa. Di samping itu, amortisasi terhadap cadangan premi yang telah dibentuk tidak diperbolehkan. b) Cadangan Klaim 1) Perhitungan cadangan klaim asuransi kerugian ditetapkan sebagai berikut: - Jumlah klaim yang disepakati tetapi belum dibayar, berikut biaya jasa penilai kerugian, dikurangi dengan beban klaim yang menjadi bagian dari penanggung ulang. - Klaim dalam proses penyelesaian, berikut biaya jasa penilai kerugian, dikurangi dengan beban klaim yang akan menjadi bagian dari penanggung ulang. - Klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan, berikut biaya jasa penilai kerugian, dikurangi dengan beban klaim yang akan menjadi bagian dari penanggung ulang. 2) Perhitungan cadangan klaim asuransi jiwa didasaran pada selisih lebih antara perkiraan jumlah klaim kematian berdasarkan Tabel Mortalitas dengan klaim yang telah dilaporkan. 16. Retensi Sendiri Retensi sendiri, atau own retention, adalah bagian dari jumlah uang pertanggungan setiap risiko yang menjadi tanggungan sendiri tanpa dukungan reasuransi. Perusahaan asuransi dan

perusahaan reasuransi menurut ketentuan harus memiliki retensi untuk setiap risiko. Ketentuan mengenai retensi sendiri tersebut adalah sebagai berikut: a. Besarnya retensi sendiri maksimum 10% dari modal sendiri b. Penetapan retensi sendiri harus didasarkan pada profil risiko yang dibuat secara tertib, relevan, dan akurat c. Jumlah seluruh premi neto yang ditahan minimal 30% dari jumlah premi bruto d. Perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi hanya dapat menahan premi bruto maksimal 300% dari modal sendiri e. Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menahan jumlah premi neto untuk asuransi kecelakaan diri dan asuransi kesehatan paling banyak 150% dari modal sendiri f. Perusahaan asuransi tidak diperbolehkan menerima premi penutupan tidak langsung melebihi 2/3 dari jumlah premi penutupan langsung. Penutupan tidak langsung adalah penutupan risiko dalam rangka reasuransi 17. Premi Bruto dan Premi Neto Premi bruto adalah premi penutupan langsung ditambah premi penutupan tidak langsung setelah masing-masing dikurangi komisi. Sedangkan premi neto adalah premi bruto dikurangi premi reasuransi dibayar, setelah premi reasuransi dibayar tersebut dikurangi komisinya.3 3 Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan, Kebijakan Moneter dan Perbankan. Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005, Edisi V, hlm. 697-700

G. Kesimpulan Usaha perasuransian dapat diartikan sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan bukan bank yang menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung (pihak yang mengasuransikan sesuatu) agar apabila terjadi sesuatu dengan yang diasuransikan tersebut di masa mendatang, pihak tertanggung akan memperoleh uang untuk mengganti (mengurangi) kerugian yang terjadi dari pihak penanggung (lembaga asuransi). Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

BAB VI JENIS USAHA TAKAFUL A. Pendahuluan Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang ini sesungguhnya belum dikenal pada periode awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan secara apriori bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal pada periode awal Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah SAW yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Adapun dalam sistem ekonomi modern saat ini telah wujud sistem perlindungan risiko yang ditanggung oleh perusahaan guna menjamin keselamatan baik nyawa maupun harta benda yang penggantinya diambil berdasarkan uang yang diberikan oleh seseorang yang mengadakan perjanjian kontrak dengan perusahaan asuransi tersebut. Jenis sistem ini mungkin ada kesamaannya dengan apa yang diajarkan Islam sejak dahulu kala dengan catatan ada perbedaan mendasar di dalam konsep, prinsip dan falsafahnya sehingga maksud dan tujuan manusia untuk melindungi nyawa maupun harta itu tidak akan merugikan dan menimbulkan kemudaratan. Usaha asuransi merupakan suatu sistem pembayaran angsuran yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Asuransi dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko kerugian, cacat atau meninggal dunia. Asuransi dibagi atas beberapa golongan dan jenis karena permasalahan ekonomi memiliki bermacam macam masalah. Seperti kecelakaan, kehilangan

harta, dll. Oleh karena itu diperlukan pembahasan mengenai jenis- jenis asuransi dan penjelasan apa itu reasuransi yang belum banyak orang mengetahuinya. Selain itu juga dijelaskan dalam bab ini mengenai jenis asuransi takaful dan retakaful yang jenis eksistensinya mengikuti asuransi konvensional. B. Jenis Usaha Asuransi Jenis bidang usaha perasuransian menurul pasal 3 UU No.2/1992 yaitu Undang-undang Tentang Usaha Perasuransian dibagi atas dua macam yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Adapun usaha asuransi, terdiri dari : a. Asuransi kerugian b. Asuransi jiwa c. Reasuransi Penjelasan dari ketiga jenis bidang usaha perasuransian menurul pasal 3 UU No.2/1992 tersebut diatas akan diterangkan dibawah ini sebagai berikut. 1. Asuransi Kerugian. Asuransi kerugian yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan, manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Usaha asuransi kerugian ini dapat dipilah sebagai berikut: a) Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran. b) Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan penanggung atau perusahaan asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat terjadinya kehilangan atau kerusakan saat pelayaran.

c) Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan kedala kedua asuransi diatas, missal : asuransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan diri, dan lain sebagainya. 2. Asuransi jiwa. Adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. Jenis-jenis usaha tersebut meliputi bidang asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri dan anuitas, serta mengurus dana pensiun. Asuransi jiwa memberikan:  Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan.  Santunan bagi tertanggung yang meninggal  Bantuan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya orang kunci  Penghimpunan dana untuk persiapan pensiun Asuransi jiwa terbagi atas dua jenis yaitu : a) Term Life : jenis asuransi jiwa yang memiliki jangka waktu tertentu, misal 15 atau 10 tahun. b) Whole Life :jenis asuransi yang memiliki masa perlindungan seumur hidup. Adapun ruang lingkup usaha asuransi jiwa dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : a) Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance). Biasanya polis asuransi jiwa ini diterbitkan dalam suatu nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodik (bulanan, triwulanan, semesteran, dan tahunan). b) Asuransi jiwa kelompok (group life insurance). Asuransi jiwa ini biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu

kelompok orang di bawah satu polis induk di mana masing- masing anggota kelompok menerima sertifikat partisipasi. c) Asuransi jiwa industrial (industrial life insurance). Dalam jenis asuransi ini dibuat dengan jumlah nominal tertentu. Premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan di rumah pemilik polis kepada agen yang disebut debit agent. Dengan demikian UU No.2/1992 tidak menyebutkan adanya perusahaan asuransi sosial. Perusahaan asuransi kerugian hanya boleh menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi kerugian termasuk reasuransi. Yaitu penanggulangan risiko atas harta kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum, serta program asuransi sosial. 3. Reasuransi. Pengertian reasuransi sebagaimana tersimpul dalam KUHD pasal 271 sesuai dengan yang dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I Mehr dan E. Cammack dalam bukunya Principle of Insurance yang mengatakan: “Reinsurance is the insurance of insurance”, artinya reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau asuransinya asuransi. Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kepentingan yang dapat dipertanggungkan, perusahaan asuransi yang telah menutup suatu pertanggungan atas resiko atau resiko-resiko di suatu daerah tertentu dapat mempertanggungkan kembali kelebihan tanggung gugat (excess liability) yang melampaui daya tampungnya sendiri (own retention) kepada penanggung lain. Reasuransi adalah perjanjian asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian di perusahaan asuransi jiwa.1 1 Herman darmawi, Manajemen asuransi, PT.Bumi Aksara, Jakarta , 2006, hlm. 26-28

Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan reasuransi adalah melemparkan kembali risiko suatu perusahaan asuransi kepada perusahaan lain untuk mengurangi beban yang kemungkinan akan ditanggung. Reasuransi adalah pertanggungan ulang atau pertanggungan yang dipertanggungkan atau asuransi dari asuransi. Reasuransi merupakan suatu sistem penyebaran risiko dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain. Penyebaran risiko tersebut dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu koasuransi dan reasuransi. Koasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan secara bersama atas suatu objek asuransi. Sedangkan reasuransi adalah proses untuk untuk mengasuransikan kembali pertanggung jawaban pada pihak tertanggung. Fungsi reasuransi adalah :  Meningkatkan kapasitas akseptasi.  Alat penyebaran risiko.  Meningkatkan stabilitas usaha.  Meningkatkan kepercayaan. a. Mekanisme Reasuransi Adapun mekanisme untuk reasuransi ini antara lain: 1. Treaty dan facultative reinsurance. Dalam model ini, reasuradur memberikan sejumlah pertanggungan yang diinginkan dengan perjanjian kontrak dan reasuradur harus menerima jumlah yang ditawarkan. 2. Reasuransi proporsional. Pembagian risiko antara ceding company dengan reasuradur dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah retensi yang telah ditetapkan. Retensi adalah jumlah maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung oleh ceding company.

3. Reasuransi nonproporsional. Bentuk ini memberikan kemungkinan bagi reasuradur untuk tidak membayar klaim atau membayar klaim terbatas jumlah yang ada di treaty. Treaty dalam mekanisme reasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dituangkan dalam suatu perjanjian antara ceding company dan reasuradur yang mana reasuradur mengikatkan diri untuk menerima setiap penutupan yang diberikan oleh ceding company. b. Prinsip Reasuransi Reasuransi adalah perbuatan saling memberi yang didasari pada suatu perjanjian tertulis yang disebut perjanjian pertanggungan ulang atau perjanjian reasuransi. Ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam reasuransi. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: 1. Prinsip Itikad Baik Prinsip ini merupakan kemauan berbuat baik dari setiap pihak untuk melakukan perbuatan hokum agar akibat dari kehendak atau perbuatan hukum itu dapat tercapai dengan baik. Dalam perjanjian reasuransi, maka penanggung pertama/tertanggung kedua harus memberitahukan kepada penanggung ulang/penanggung kedua segala sesuatu mengenai segala risiko yang akan dilimpahkan kepadanya dan sebaliknya si penanggung ulang tidak boleh mencari-cari alsan yang tidak masuk akal dengan maksud untuk menghindari kewajiban membayar ganti rugi yang menurut hukum harus dilaksanakan. 2. Prinsip “Insurable Interest” “Insurable Interest” (kepentingan yang dipertanggungkan) merupakan hak atau kewajiban tertanggung terhadap benda pertanggungangan. Kepentingan dalam reasuransi adalah

kewajiban penanggung pertama untuk mengganti kerugian terhadap tertanggung pertama. 3. Prinsip Idemnitas Isi dari prinsip idemnitas adalah keseimbangan, kesimbangan tersebut mencakup keseimbangan antara jumlah ganti kerugian dengan kerugian yang benar-benar diderita oleh tertanggung dan kesimbangan antara jumlah pertanggungan dengan nilai sebenarnya dari benda pertanggungan. 4. Prinsip Subrogasi Subrogasi adalah penyerahan hak menuntut dari tertanggung kepada penanggung, dimana jumlah ganti kerugian sepenuhnya sudah diganti oleh penanggung. 5. Prinsip “follow the Fortunes” Prinsip ini adalah prinsip yang menyatakan bahwa penanggung ulang akan mengikuti suka duka penanggung pertama. Prinsip ini hanya berlaku khusus bagi reasuransi. Prinsip ini menghendaki penanggung ulang tidak boleh mempertimbangkan secara tersendiri terhadap objek pertanggungan. c. Cara Pelaksanaan Reasuransi 1. Reasuransi Fakultatif Reasuransi fakultatif pada dasarnya memberikan kebebasan kepada penanggung pertama agar tidak terikat mengalihkan dan penanggung ulang juga tidak terikat untuk menerima penawaran dan peralihan risiko. Penanggung pertama mempunyai kebebasan, artinya tidak terikat untuk menawarkan atau memindahkan tanggung jawabnya. Sedangkan pihak lain yaitu penanggung ulang juga tidak terikat untuk menerima suatu atau setiap penawaran atau pemindahtanganan apa pun dari penanggung pertama.

2. Reasuransi Berdasarkan Perjanjian atau Reasuransi Wajib Reasuransi berdasarkan perjanjian merupakan suatu perjanjian dasar yang mengatur hubungan reasuransi antara penanggung pertama dan penanggung ulang secara terus menerurs sampai perjanjian yang bersangkutan diputuskan oleh para pihak. Reasuransi berdasarkan perjanjian ini, menciptakan adanya hubungan timbal balik antara penanggung pertama dengan penanggung ulang. Jadi perjanjian ini mempunyai sifat otomatis yang penuh. Reasuransi berdasarkan perjanjian ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a) Reasuransi dengan perjanjian berdasarkan atas perbandingan (proporsional) Sifat dasar dan ciri umum dari semua reasuransi dengan perjanjian yang proporsional dengan adalah penanggung ulang wajib untuk pelimpahan. Reasuransi dengan perjanjian proporsional ini dapat berbentuk quota share atau surplus. b) Reasuransi Quota share Reasuransi quota share adalah suatu perjanjian reasuransi dengan suatu persentase tertentu dari masing masing dan setiap ririsko yang diterima oleh penanggung pertama harus dialokasikan kepada penanggung ulang. Dengan demikian penanggung pertama terikat untuk memindahtangankan/mengalihkan setiap sekian persen sesuai dengan persetujuan risiko-risiko dan dalam batasan perjanjian kepada penanggung ulang, sedangkan penanggung ulang terikat untuk menerima pemindahan risiko tersebut.

c) Reasuransi surplus Reasuransi surplus adalah suatu perjanjian reasuransi yang mewajibkan penanggung pertama untuk mengalihkan suatu risiko dengan segera, apabila risiko yang bersangkutan melebihi batas/nilai yang sudah disetujui terlebih dahulu, dan penanggung ulang terikat untuk menerima risiko perjanjian tersebut, sampai pada jumlah maksimum tertentu sesuai dengan persetujuan. d) Reasuransi dengan perjanjian yang tidak berdasarkan atas perbandingan (nonproporsional) Reasuransi dengan perjanjian yang tidak proporsional dapat diadakan melalui suatu perjanjian. Dalam perjanjian yang dibuat, oleh para pihak dengan jelas diatur bahwa penanggung ulang berkewajiban membayar ganti kerugian yang melebihi batas tertentu. Batas tertentu adalah jumlah kerugian tertentu yang dengan tegas telah diperjanjikan, tetapi menjadi tanggungjawab penanggung pertama. Jadi penanggung ulang tidak berkewajiban membayar, kecuali kerugian yang melebihi jumlah batas tertentu/prioritas sebagaimana telah diperjanjikan telebih dahulu. Oleh karena itu tanggung jawab penanggung penanggung ulang menjadi sangat bervariasi tergantung pada kerugian riil. Besar premi biasanya ditentukan berdasarkan suatu taksiran dari penanggung ulang dengan mengadakan analisi terhadap setiap risiko yang bersangkutan. Reasuransi dengan perjanjian yang non- proporsional, dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Kelebihan kerugian (excess of loss) Excess of loss merupakan jenis reasuransi yang lazim dipergunakan, karena pertimbangan prkatis dan ekonomis. Pada resurasni non-proporsional excess of loss, terdapat tiga hal pokok yang harus dipenuhi yaitu:kerugian bersih terakhir, suatu peristiwa, dan retensi yang tetap. 2) Penghentian kerugian (stop loss) Reasuransi non-proporsional stop loss ini bertujuan untuk membatasi tanggung jawab penanggung pertama pada suatu periode/tenggang waktu. Dalam reasuransi ini bermaksud memberikan proteksi kepada penanggung pertama bukan atas peristiwa tunggal, tetapi atas kerugian keseluruhan yang diderita selama janga waktu tertentu. Apabila jumlah keseluruhan melebihi suatu batas prioritas tertentu maka penanggung ulang akan membayar kelebihannya sampai pada jumlah maksimum tertentu. Sedangkan usaha penunjang usaha asuransi, terdiri dari : 1. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa perantara dalam penutupan kontrak asuransi dari penanggulangan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung. 2. Pialang reasuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penetapan reasuransi dan penanganan ganti rugi reasuransi dewan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.

3. Usaha penilaian kerugian asuransi memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan. 4. Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa segala jenis perhitungan matematis berkenaan dengan asuransi. 5. Usaha agen memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung. C. Jenis Bidang Usaha Asuransi Syariah Asuransi Syariah merupakan salah satu industri syariah yang mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia. Perkembangan industri syariah ini dimulai sejak tahun 1994, yang dipelopori oleh PT Asuransi Takaful Keluarga. Seperti halnya asuransi konvensional, asuransi syariah juga menawarkan proteksi dari setiap kerugian. Selain itu asuransi syariah juga menawarkan skim investasi selain fasilitas proteksi. Hanya saja, berbeda dengan asuransi konvensional, sistem operasional asuransi syariah menggunakan prinsip-prinsip sesuai syariah. Apabila dilihat dari besaran dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk premi, besaran aset dan ekuitas, dan bahkan aspek regulasinya sekalipun, sampai saat ini, industri asuransi syariah jauh tertinggal dibanding perbankan syariah. Kendati demikian, memandang pertumbuhan industri asuransi syariah dari hari ke hari terus berkembang pesat, bahkan sejumlah asuransi konvensional pun mulai melakukan konversi ke sistem syariah, bisa dikatakan, prospek dan potensi industri asuransi syariah untuk ke depannya cukup menjanjikan. Hal ini membawa konsekwensi bahwa perusahaan asuransi syariah diwajibkan hanya menggunakan reasuransi syariah (retakaful) untuk memenuhi tambahan kapasitasnya itu. Sehingga dicabutnya status darurat bagi fatwa darurat reasuransi konvensional, maka

keberadaan dan ketersediaan, serta eksistensi perusahaan reasuransi menjadi penting kiranya bagi perkembangan industri asuransi. Ada tiga jenis usaha takaful atau asuransi syariah yang wujudnya sesuai dan disamakan dengan tiga jenis usaha asuransi dalam UU No. 2 Tahun 1992, yaitu Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa), Takaful Umum (asuransi kerugian), Retakaful (reasuransi). Ketiganya akan dibahas lebih dalam sebagimana berikut dibawah ini. 1. Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa) a. Pengertian Takaful Keluarga Takaful keluarga adalah bentuk asuransi syariah yang utamanya memberikan layanan, perlindungan dan bantuan menyangkut asuransi jiwa dan keluarga, untuk kesejahteraan masyarakat yang tentu dilandaskan pada Syariah Islam. Produk yang ditawarkan oleh Asuransi Takaful Keluarga pun meliputi layanan individual, layanan grup atau kumpulan, bancassurance dan khusus asuransi kesehatan. Pengelolaan dana asuransi syariah pada Takaful Keluarga, terdapat dua macam sistem yang dipakai, yaitu sistem pengelolaan dana dengan unsur tabungan dan sistem pengelolaan dana tanpa unsur tabungan. Akad yang dipakai dalam takaful keluarga yaitu akad perjanjian al-mudharabah, al-mudharabah musyarakah, dan wakalah bil ujrah dengan hak dan kewajiban sesuai dengan perjanjian, sedangkan kontribusi/premi takaful bisa diangsur secara bulanan, seperempat tahunan, setengah tahunan atau tahunan. Jumlah angsuran minimal ditetapkan oleh perusahaan dihitung sesuai dengan jangka waktu kontrak, jadwal angsuran dan jumlah pertanggungan. Adapun kontribusi/premi takaful yang dibayar peserta dimasukkan ke dalam dua jenis rekening, yaitu Rekening peserta dan Rekening khusus peserta sesuai dengan porsi masing-masing yang ditetapkan perusahaan. Rekening peserta berfungsi sebagai investasi dan simpanan, sedangkan Rekening

khusus sebagai sumbangan (tabbaru’) untuk menutup klaim jika terjadi musibah pada peserta takaful. b. Manfaat Takaful Keluarga Pada takaful keluarga ada tiga manfaat yang diterima oleh peserta, yaitu klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta takaful apabila: 1. Peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan (sebelum jatuh tempo), dalam hal ini maka ahli warisnya akan menerima: a. Pembayaran klaim sebesar jumlah angsuran yang telah disetorkan dalam rekening peserta ditambah dengan bagian keuntungan dari hasil investasi. b. Sisa saldo angsuran premi yang seharusnya dilunasi dihitung dari tanggal meninggalnya sampai dengan saat selesai masa pertanggungannya. Dana untuk maksud ini diambil dari rekening khusus/tabarru’ para peserta yang memang disediakan untuk itu. 2. Peserta masih hidup sampai pada selesainya masa pertanggungan. Dalam hal ini peserta yang bersangkutan akan menerima: a. Seluruh angsuran premi yang telah disetorkan kedalam rekening peserta, ditambah dengan bagian keuntungan dari hasil investasi b. Kelebihan dari rekening khusus/tabarru’ peserta apabila setelah dikurangi biaya operasional perusahaan dan pembayaran klaim masih ada kelebihan. 3. Peserta mengundurkan diri sebelum masa pertanggungan selesai. Dalam hal ini peserta yang bersangkutan tetap akan menerima seluruh angsuran premi yang telah disetorkan ke dalam rekening peserta, ditambah dengan bagian dari hasil keuntunga investasi.

c. Mekanisme Operasional Takaful Keluarga Pengelolaan dana asuransi syariah pada Takaful Keluarga, terdapat dua macam sistem yang dipakai, yaitu sistem pengelolaan dana dengan unsur tabungan dan sistem pengelolaan dana tanpa unsur tabungan. Untuk aktivitas asuransi syariah Takaful Keluarga yang tanpa unsur tabungan, mekanisme operasional pengelolaan dananya sama saja dengan mekanisme operasional Takaful Umum, sebagaimana akan diterangkan kemudian. Sedangkan mekanisme operasional pengelolaan dana pada Asuransi Takaful Keluarga dengan unsur tabungan adalah seperti gambaran dibawah ini. Setiap premi takaful yang telah diterima akan dimasukkan ke dalam 2 rekening:2 1. Rekening tabungan, yaitu rekening tabungan peserta. 2. Rekening khusus/tabarru’, yaitu rekening yang diniatkan derma dan digunakan untuk membayar klaim (manfaat takaful) kepada ahli waris, apabila diantara peserta yang ditakdirkan meninggal dunia atau mengalami musibah lainnya. Premi takaful akan disatukan kedalam “kumpulan dana peserta” yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan- pembiayaan proyek yang dibenarkan syariah. Keuntungan yag diperoleh dari investasi itu akan dibagikan sesuai dengan perjanjian mudharabah yang telah disepakati bersama, misalnya 70% dari keuntungan untuk peserta dan 30% untuk perusahaan takaful. Atas bagian keuntungan milik peserta (70%) akan ditambahkan kedalam rekening tabungan dan rekening khusus 2 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustarasi, cet 1, Yogyakarta: Penerbit Ekonisia,2003, hlm. 104


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook